Ceritasilat Novel Online

Munculnya Seorang Pendekar 17


Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Bagian 17



Munculnya Seorang Pendekar Karya dari Tjan Id

   

   "Moay-cu, kau sungguh terlampau baik memperlakukanku. Hatiku mengetahui jelas, setelah aku dapat mengejar Ah Lan, barulah aku datang kembali untuk menjengukmu."

   Hwie Cie hanya dapat menganggukkan kepala saja dengan perasaan ingat-ingat lupa. Leng Hong lalu melambaikan tangan kepadanya, kemudian dengan tidak menolehkan kepalanya lagi dia sudah lari cepat sekali.

   "Aku merasa puas sudah, terhadap cium asmaranya .. sekalipun dihatinya dia mempunyai kekasih lainnya pula, tapi, aku sudah merasa puas terhadapnya.

   "Hari depan masih banyak bagiku, akupun tidak bersendirian pula, hal itu patut kuingat seumur hidupku! Aku, aku .. ingin hidup terus dan beginilah perjalanan hidupku ini!"

   Dan tanpa terasa pula air matanya mengalir turun melalui kedua pipinya.

   (Oo-dwkz-oO) Ombak yang besar mendampar-dampar ..

   itulah suasana dipulau Tay Ciap Too, sinar matahari yang jatuh dilaut memperlihatkan warnanya yang kemerah-merahan, hingga menyebabkan ombak itu menjadi beraneka warna dan berubah-ubah, sebentar biru sebentar merah, hingga tampak indah sekali dipemandangan mata.

   Sebuah perahu kecil perlahan-lahan menyusur pantai, sekalipun dasar perahu sudah menyentuh pasir, tapi sesungguhnya terpisah dengan pantai masih kurang lebih lima tombak lagi.

   Diatas perahu kecil itu terdapat dua orang penumpangnya, seorang yang duduk dikepala perahu kecil itu adalah seorang pendeta tua, sedangkan diburitan perahu itu duduk seorang pemuda yang berwajah tampan lagi muda belia ..

   tidak usah dikatakan lagi, mereka berdua ini adalah salah seorang pemilik pulau Tay Ciap Too, Peng Hoan Siangjin, sedangkan pemuda itu tentu saja bukan lain daripada Lie Siauw Hiong adanya.

   Lie Siauw Hiong setelah berhasil menjatuhkan bangsa asing yang sangat tangguh itu digunung Kwie San, maka julukannya 'Bwee Hiang Sin Kiam' sudah menjadi terkenal dan tersiar luas sekali dalam kalangan Kang-ouw, hingga ditiap tempat selalu ada orang yang memuji tinggi kepadanya, tapi sebaliknya orangnya sendiri tidak mengetahuinya sama sekali, karena sejak dia merobohkan Kinlungo, dia sudah dengan segera dibawa lari oleh Peng Hoan Siangjin ..

   sekarang, dia dan orang tua itu sudah tiba kembali dipulau Tay Ciap Too.

   Disepanjang jalan Lie Siauw Hiong sudah menanyakan berulang-ulang, tapi Peng Hoan Siangjin hanya diam saja merahasiakan sesuatu padanya dan dia hanya berkata.

   "Pokoknya kau turut denganku, pasti kau akan mendapatkan tidak sedikit kefaedahannya."

   Atau bila tidak menjawab begitu, dia hanya mengganda tersenyum saja, tidak menjawab pertanyaannya itu.

   Lie Siauw Hiong sekalipun sangat menghormati serta menjunjung tinggi terhadap orang tua yang mempunyai kepandaian yang luar biasa serta sudah memberikan pelajaran yang hebat kepadanya ini, hatinya masih tetap merasa bimbang karena sesungguhnya dia masih mempunyai banyak urusan yang belum sempat dia selesaikan, tapi dia tidak enak untuk memberitahukannya, hanya dengan diam-diam terpaksa mengikuti saja orang tua itu.

   Waktu perahu mereka sudah keluar dari laut, dia yang baru tahu sekalipun hendak berlaku guguppun percuma saja, terpaksa dengan menekan perasaannya diapun berusaha tidak mengingat-ingat urusan yang belum sempat dia kerjakan itu.

   Peng Hoan Siangjin pun tidak mengajak dia bicara apa- apa, hanya tersenyum-senyum saja dengan penuh rahasia dan memandang kepadanya sambil duduk dimuka perahu.

   Lie Siauw Hiong yang duduk diburitan perahu, kini dia tidak mempunyai pekerjaan apa-apa, tapi dengan termangu- mangu dia duduk disitu, sedangkan hatinya dengan tidak terasa lagi jadi teringat pula akan jurus demi jurus yang dialaminya selama bertempur dengan Kinlungo tadi.

   Diam-diam dia berpikir sambil berkata pada dirinya sendiri.

   "Umurnya Kinlungo itu jika dibandingkan denganku, tidak terpaut terlampau banyak, paling banyak dia baru berusia tiga puluh tahun lebih, tapi tenaga- dalamnya begitu hebat sekali, hingga sejak aku menerima pelajaran Peng Hoan Siangjin dan setelah mengalami berapa kali pertempuran hebat, boleh dikatakan tenaga- dalamku sudah maju pesat sekali. Tapi, berlawanan dengannya ternyata masih kurang, andaikata Peng Hoan Siangjin tidak mengajarkan jurusnya yang tunggal itu, mungkin juga hasilnya akan menjadi lain, karena jurus tunggal itu adalah yang paling sempurna dan terhehat, hingga seandainya tenaga-dalam Kinlungo-pun lebih tinggi sekalipun, sukar juga agaknya untuk menahan jurus tunggal yang luar biasa itu .. Tatkala berpikir sampai disitu, tidak terasa lagi dia menjadi sangat girang sekali, maka dengan tidak disadari lagi dia sudah terlepasan omong sambil berkata.

   "Sungguh hebat, sungguh jitu .."

   Dengan sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin pun menyelak sambil herkata.

   "Tunggulah, sebentar lagi masih ada yang jauh lebih hebat dan jitu daripada apa yang kau duga semula."

   Waktu Lie Siauw Hiong mengangkat kepalanya memandang pada orang tua itu, ternyata Peng Hoan Siangjin sedang memandang padanya dengan senyumnya yang penuh arti, sedangkan mukanya tampak sangat puas sekali, hingga tidak terasa lagi dia merasa sangat heran didalam hatinya.

   Peng Hoan Siangjin sambil tertawa lahu herkata.

   "Bocah, kau tentunya pada saat ini sedang memikirkan tentang pelajaran hebat yang telah kuajarkan, hahahaha, yang lebih aneh dan lebih hebat masih banyak lagi dibelakangnya .."

   Sekonyong-konyong badan perahu mereka tergoncang dan tidak dapat maju lebih lanjut, ternyata pantat perahu mereka telah menyentuh pada batu-batu didasar pasir laut itu. Peng Hoan Siangjin lahu berseru.

   "Sudah sampai, bocah lekas naik kedarat."

   Sambil berkata begitu, lalu dia enjot badannya dan bagaikan seekor burung kepinis tubuhnya sudah melompat maju sejauh lima tombak lebih, sedang apa yang paling aneh dari gerakan loncatannya itu, adalah tubuh perahu itu tidak bergoyang akibat loncatannya itu.

   Lie Siauw Hiong diam-diam berkata pada dirinya sendiri.

   "Sekali melompat dapat mencapai satu jarak sejauh lima atau enam tombak, itulah sesungguhnya suatu hal yang tidak mengherankan, tapi akan tidak menyebabkan perahu itu tergoncang, kepandaian semacam ini adalah hebat dan sukar dipercaya, jika umpamanya orang tidak melihatnya dengan mata kepala sendiri .. tapi aku sendiri belum sanggup menelad jejaknya itu Hanya tampak diapun menggerakkan kakinya dan diapun sudah melayang pada jarak sejauh tiga tombak .. tentu saja perahu itupun tidak tertolak mundur .. kemudian badannya dengan gerak yang indah melesat maju lurus sekali dan tempat dia jatuhkan kakinyapun sudah sampai dipasir yang kering. Kepandaian yang dimilikinya ini sekalipun tidak sehebat dan sesempurna seperti yang dimiliki oleh Peng Hoan Siangjin, tapi bagi orang sebaya dan seangkatannya cukup memuaskan, hingga Peng Hoan Siangjin yang menyaksikannya juga, tertawa terkekeh-kekeh sambil berkata.

   "Bocah, kau cukup hebat, marilah turutku, aku mempunyai kata-kata yang hendak disampaikan kepadamu .." (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 33 Dengan tercengang Lie Siauw Hiong terpaksa mengikutnya, tapi ketika baru saja menikung dua putaran, dalam hutan tersebut lantas tampak sebuah rumah yang terbikin dari kayu.

   Diluar rumah kayu tersebut, disebelah timurnya terdapat sebilah papan, sedangkan disebelah baratnya terdapat sebilah bambu, kelihatannya tidak sedap sekali dipandang mata.

   Hal mana terang sekali, bahwa pantekan itu adalah buatannya Peng Hoan Siangdiin sendiri.

   Lie Siauw Hiong lalu mendekati rumah kayu tersebut, dimana Peng Hoan Siangjin lalu menolak pintu rumah kayu itu.

   Rumah itu tampaknya tidak sedap dipandang mata, tapi keadaan didalamnya cukup memuaskan.

   Karena selain sinar matahari cukup menyinari keadaan disebelah dalam rumah tersebut, diatas lantaipun dipasang sehelai permadani pula, hingga Lie Siawu Hiong yang menampak hal itu, tidak terasa lagi jadi menghela napas menunjukkan keheranannya.

   Peng Hoan Siangjin lalu mengambil sebuah bangku yang berbentuk aneh, sambil tertawa dia berkata.

   "Kursi ini juga adalah buatanku sendiri, bagaimana pendapatmu?"

   Lie Siauw Hiong menjawab.

   "Bagus, bagus, hanya .."

   Peng Hoan Siangjin sambil mengerutkan keningnya berkata.

   "Hanya bagaimana?"

   Lie Siauw Hiong menjawah.

   "Hanya terlampau kotor."

   Mendengar jawaban pemuda kita, Peng Hoan Siangjin jadi tertawa bergelak-gelak, kemudian ia bantingkan bangkunya itu dan benar saja abu pada meluruk jatuh, sedangkan tempat yang bekas dipegangnya terdapat bekas- bekas jari tangannya.

   Kemudian Lie Siauw Hiong dengan rupa yang tidak sabaran lalu bertanya.

   "Loo-cian-pwee membawa Boan- pwee kesini, sebenarnya bermaksud apakah?"

   Peng Hoan Siangjin lalu memotong perkataan pemuda kita sambil berkata.

   "Kau tidak usah tergesa-gesa, baiklah sebentar lagi aku akan menjelaskannya .. Hm, bocah kau katakan, didunia ini soal apakah yang paling sukar dihadapi?"

   Dengan perasaan tercengang Lie Siauw Hiong balik bertanya.

   "Entah dari sudut manakah yang Loo-cian-pwee maksudkan?"

   Peng Hoan Siangjin menjawab.

   "Yang aku tanyakan, adalah orang macam apakah yang paling sukar dihadapi?"

   Lie Siauw Hiong setelah terdiam sebentar, lalu menggelengkan kepalanya. Dengan muka yang sungguh-sungguh Peng Hoan Siangjin lalu berkata.

   "Bocah, aku beritahu kepadamu, bahwa didunia ini yang paling sukar dihadapi adalah kaum wanita .."

   Tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong jadi mengeluarkan suara "Ihhh", dan hampir saja dia tak tahan lagi untuk tidak tertawa, maka dengan perasaan tidak sabaran dia bertanya.

   "Kenapa?"

   Tapi siapa tahu Peng Hoan Siangjin tidak mau menjawab, selain mengganda tertawa saja atas pertanyaan pemuda kita itu.

   Lie Siauw Hiong jadi terbengong dan dengan perasaan tidak mengerti jadi memandang wajah orang tua itu dengan terheran-heran.

   Setelah berselang sejurus lamanya, Peng Hoan Siangjin dengan secara sekonyong-konyong dan sambil tertawa lalu bertanya.

   "Hei, bocah, coba kau katakan, kemajuan pukulanku itu bagaimana?"

   Lie Siauw Hiong segera menjawab.

   "Kepandaian kau orang tua adalah yang nomor wahid dikolong langit ini .."

   Peng Hoan Siangjin lalu berkata sambil tertawa.

   "Benarkah? Hm, cobalah kau lihat satu jurusku ini .."

   Lie Siauw Hiong hanya mehihat lengan bajunya paderi tua itu dikebutkan, sepasang tinjunya dibentangkan dengan berbareng.

   Diantara pergerakan tinjunya itu terdengar suara yang mengaung-ngaung, sedang suatu hal yang paling aneh lagi, adalah Lie Siauw Hiong yang berdiri terpisah hanya setengah langkah saja dari orang tua itu, sedikitpun tidak merasakan samberan angin pukulan orang tua itu, karena kepandaian semacam ini hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang sudah terlatih sehingga mencapai tingkat yang tertinggi.

   Lie Siauw Hiong yang melihat diantara tiga pukulan orang tua itu, ternyata kehebatannya sungguh tidak ada batas-batasnya, sehingga tanpa terasa pula dia berdiri disamping sambil berpikir keras.

   Pada saat ini tenaga-dalam maupun kepandaiannya sudah mencapai tingkat yang tertinggi, maka setelah menyaksikan Peng Hoan Siangjin bersilat sejurus lamanya, iapun sudah mengerti seluruhnya, hingga tak terasa lagi dia berseru.

   "Ai, aku mengerti sudah .."

   Peng Hoan Siangjin tertawa bergelak-gelak, kemudian sambil melompat dia berkata.

   "Bocah, mari aku pelajari kau tipu-tipu ini!"

   Lie Siauw Hiong merasa begitu gembira, sehingga tidak sempat mengucapkan terima kasih pula dan lalu berlompat menghampiri orang tua itu, yang segera mulai menjelaskan tipu-tipu silat tadi kepadanya.

   Lie Siauw Hiong yang mendengarnya, tidak terasa lagi hatinya menjadi sangat gembira dan semangat belajarnyapun menjadi terangsang hebat sekali, karena apa yang diajarkan oleh Peng Hoan Siangjin itu, ia mendengarnyapun baru pernah kali ini saja.

   Gerakan- gerakan pukulan itu sangat luar biasa dan hebat, hingga dengan mengandalkan kepandaian setinggi yang dimilikinya, pemuda kita ini baru dapat mempelajari sepuluh jurus saja dari ilmu silat luar biasa itu, setelah dia berlatih satu hari suntuk.

   Dan karena asyik dan sungguh- sungguhnya ia belajar, Lie Siauw Hiong sampai tidak memikirkan pula tentang pekerjaan-pekerjaannya yang belum selesai itu.

   Terus sampai hari kelima, barulah Lie Siauw Hiong dapat mempelajari ilmu silat yang sangat hebat itu sehingga enam puluh jurus banyaknya, dan selama itu sekonyong- konyong dia berpikir.

   "Peng Hoan Siangjin membawaku kemari, apakah disebabkan karena dia hanya ingin menurunkan pelajaran ini saja kepadaku? Sepanjang jalan dia terus membungkam dan merahasiakan, sebenarnya dia bermaksud apakah? Oh! Aku masih mempunyai banyak sekali pekerjaan yang hendak diselesaikan, tapi mengapa aku menghamburkan waktuku disini saja?"

   Dia pikir bahwa Peng Hoan Siangjin sungguh baik sekali terhadapnya. Dia sendiri tidak mengetahui apa sebabnya.

   "Bila aku terangkan soal yang kuhadapi dengan sebenar- benarnya, pasti sekali dia akan menyuruhku lekas-lekas kembali ke Tiong-goan untuk menyelesaikan pekerjaanku yang terbengkalai itu."

   Tapi sesungguhnya pelajaran- pelajaran ini sangat hebat dan aneh sekali, maka diam-diam dia berpikir.

   "Ilmu ini memang sangat hebat dan aneh, maka bila aku melepaskan kesempatan baik ini, bukankah terlampau sayang sekali?"

   Pada saat itu, tiba-tiba dari belakangnya terdengar suara tertawa yang nyaring sekali.

   "Bocah,"

   Kata suara itu.

   "apakah barangkali kau menemui kesukaran dalam pelajaranmu? Hal ini memang sukar disalahkan kepadamu. Jurus-jurus pelajaran yang kuberikan ini, namanya disebut 'Kong-kong-ciang-hoat' (pukulan ditempat kosong). Pelajaran ini adalah yang baru-baru ini saja aku ciptakan, sehingga pada saat ini barangkali tidak ada pelajaran dari partai lainpun yang sanggup melayani aku sampai tujuh puluh dua jurus lamanya .. Hm, kau lihat, bukankah aku berlaku bodoh sekali? Dengan kepandaianku yang kumiliki sekarang ini, tentu saja tidak ada seorangpun yang sanggup bertahan sampai tujuh puluh dua jurus lamanya, bukan?"

   Lie Siauw Hiong dengan tidak sabaran lalu bertanya.

   "Bagaimana dengan kepandaian Boan-pwee?"

   Peng Hoan Siangjin jadi tertawa besar dan lalu berkata.

   "Jika kau berlatih terus, barulah kau akan mengetahui sendiri hasilnya."

   Wajah Lie Siauw Hiong tampak menunjukkan kegembiraannya, maka sambil mengeraskan perasaan hatinya, diam-diam dia berkata.

   "Perduli apa, bila aku sudah mewariskan ketujuh puluh dua jurusnya itu barulah aku akan berlatih pula dengannya."

   Peng Hoan Siangjin berkata pula.

   "Hei, bocah, pelajaran ini sudah menyebabkan aku siorang tua sibuk sehingga sebulan penuh lamanya, dengan kurang tidur dan makan, barulah aku berhasil dapat menciptakannya. Setelah kau dapat mempelajari jurus-jurus tersebut dengan sempurna, entah dengan jalan bagaimana kau harus menyatakan terima kasihmu kepadaku?"

   Lie Siauw Hiong yang pada saat itu tengah diliputi perasaan yang riang gembira, dengan sungguh-sungguh dia berkata.

   "Apa yang hendak Siangjin perintahkan kepada Boan-pwee, pasti sekali akan kulaksanakan dengan taat."

   Peng Hoan Siangjin tinggal tetap tertawa dan lalu menjawab.

   "Apakah kau dapat meluluskan satu permintaanku? Aku jelaskan terlebih dahulu kepadamu, bahwa pekerjaan yang hendak kuminta kau lakukan itu, adalah suatu hal yang tidak mudah."

   Lie Siauw Hiong yang memang gampang dibuat marah dengan perkataan yang separuh memancing itu, lalu tanpa berpikir-pikir lagi dan dengan suara lantang dia sudah menjawab.

   "Jangankan baru satu, sampaikan sepuluh lagi masih ada apa sulitnya sih?"

   Peng Hoan Siangjin lalu berkata.

   "Bagus, kau berlatihlah terus, akan kuberitahukan hal itu belakangan."

   Ilmu Kong-kong-ciang-hoat itu sekalipun pada pokoknya terdiri dari tujuh puluh dua jurus, tapi diantara perubahannya terdapat sehingga ribuan banyaknya, maka tidak heranlah bila Peng Hoan Siangjin sebagai seorang tokoh yang paling hebat dapat menciptakan ilmu luar biasa itu, sedangkan Lie Siauw Hiong dengan menggunakan waktu sepuluh hari lamanya, barulah dia dapat mempelajari ketujuh puluh dua jurus itu dengan sebaik-baiknya, tapi perubahan-perubahan yang terdapat begitu banyaknya, belum dapat dia kuasai dengan sesempurna-sempurnanya.

   Setelah berlatih lagi lima bari, tanpa terasa lagi Lie Siauw Hiong sudah berdiam dipulau Tay Ciap Too setengah bulan lamanya, pada waktu mana kepandaian yang sangat luar biasa dan hebat milik Peng Hoan Siangjin sudah berhasil dapat diwariskan olehnya.

   Pada hari itu sehabisnya bersantap malam, sekonyong- konyong Peng Hoan Siangjin berkata kepadanya.

   "Bocah, coba kau katakan, didunia ini yang paling sukar dihadapi adalah orang macam apakah?"

   Mendengar pertanyaan orang tua ini, Lie Siauw Hiong menjadi tercengang, diam-diam dia berkata.

   "Ehhh, mengapa pertanyaan ini diulang lagi?"

   Tapi waktu dia lirikan matanya memandang pada orang tua itu, ternyata muka Peng Hoan Siangjin menunjukkan kesungguhan, hingga dalam pada itu dengan tertawa diapun berkatalah.

   "Aku tahu, orang itu adalah kaum wanita."

   Peng Hoan Siangjin menepuk pahanya sambil berkata.

   "Benar! Wanita adalah orang yang paling sukar diganggu, bila kita berlawanan dengan wanita, maka kita akan mengalami kerugian."

   Dengan perasaan heran Lie Siauw Hiong diam-diam berkata.

   "Apakah barangkali. Peng Hoan Siangjin pernah terbentur pada diri wanita?"

   Kemudian terdengar Peng Hoan Siangjin berkata pula.

   "Pendeta wanita dipulau Siauw Ciap Too kaupun sudah pernah melihatnya, bukan? Pendeta wanita ini lebih-lebih sukar diganggu orang. Aku orang tua pernah bertaruh dengannya, dan selama ini aku belum pernah memperoleh keuntungan daripadanya. Tempo hari dengan barisan kunonya aku pernah terkurung selama sepuluh tahun lamanya, untung nasibku masih cukup baik, sehingga namaku tidak sampai terusak, tapi walau bagaimanapun, aku sudah menderita kerugian yang besar sekali, maka mulai hari itu, akupun sudah bersumpah pada diriku sendiri."

   Lie Siauw Hiong semakin mendengar semakin merasa heran didalam hatinya, sehingga kemudian diapun lantas bertanya.

   "Sumpah apakah itu?"

   Dengan paras bersungguh-sungguh Peng Hoan Siangjin berkata.

   "Aku bersumpah bahwa seumur hidupku, aku tidak lagi mau bertempur dengan kaum wanita lagi."

   Hal mana, sudah barang tentu telah membuat Lie Siauw Hiong tertawa dan berkata.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hal itu tidak cukup aneh .."

   Peng Hoan Siangjin lalu bertanya.

   "Kenapa?"

   Lie Siauw Hiong lalu menjawab.

   "Andaikata Hui Taysu itu datang lagi ingin bertaruhan denganmu, bukankah hal itu berarti bahwa kau akan mengalami kerugian belaka?"

   Sambil berteriak Peng Hoan Siangjin berkata pula.

   "Ha! Benar juga perkataanmu ini, tempo hari aku pernah ditantangnya dengan mengirimkan kabar melalui burung dara, yang mengatakan bahwa dia telah berhasil menciptakan suatu ilmu yang hebat sekali. Dan bagaimana luar biasanya, katanya lebih lanjut, dia ingin bertarung denganku. Aku segera kirim balasan kepadanya, bahwa aku tidak mau menerima tantangannya itu, hingga akhirnya pendeta wanita yang jahat itu lalu menyiarkan kabaran diluaran, bahwa aku takut bertarung dengannya, hingga semakin dipikir, semakin mendongkol rasa hatiku, oleh sebab itu, maka akhirnya .. maka aku mencarimu dan membawamu kesini .."

   Dengan heran Lie Siauw Hiong berkata.

   "Mencariku?"

   Peng Hoan Siangjin tertawa dengan perasaan bangga dan berkata.

   "Benar, yang tadi aku ingin kau lakukan, ialah dengan kepandaianku ini kau harus menggantikan aku untuk melayani bertempur dengan pendeta wanita bangkotan itu, untuk bertanding dengan kepandaiannya yang luar biasa itu .."

   Dengan gugup Lie Siauw Hiona menjawab.

   "Hal itu tidak mungkin .."

   Peng Hoan Siangjin lalu berkata.

   "Jangan takut, jangan kuatir, pelajaran yang aku ciptakan itu khusus untuk melayani ilmunya itu, kau pasti tidak akan mengalami kerugian apa-apa."

   Lie Siauw Hiong segera menjawab.

   "Bukan disebabkan oleh ini .."

   Dengan perasaan tidak senang Peng Hoan Siangjin berkata.

   "Habis mau apa?"

   Lie Siauw Hiong lalu menjawab.

   "Hui Taysu itu pernah mewariskan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw' kepadaku, aku mana enak turun tangan terhadapnya?"

   Peng Hoan Siangjin tertawa besar demi mendengar perkataan pemuda kita ini, lalu dia berkata lebih lanjut.

   "Aku kira urusan apa, tidak tahunya hanya urusan begitu saja. Hal itu tidak menjadi persoalan apa-apa bagimu. Kau sendiri bukanlah untuk bertarung mati-matian dengannya, bukan? Lagi pula kau pernah meluluskan padaku tadi, masakah sekarang kau mau membantahnya?"

   Lie Siauw Hiong sekalipun merasa serba salah, diapun tidak dapat lagi mengemukakan dalil-dalilnya lagi. Peng Hoan Siangjin lalu berkata pula.

   "Besok kita pergi!"

   Setelah berkata begitu, diapun tidak bercakap-cakap lagi, agaknya dia sudah melatih dirinya lebih lanjut.

   Diatas pulau Siauw Ciap Too banyak sekali batu-batu besar yang berdiri dengan megahnya, laksana raksasa- raksasa yang berdiri tegak menjangkau langit saja layaknya.

   Dari atas perahunya dari jarak yang jauh sekali, Lie Siauw Hiong sudah dapat melihat batu-batu raksasa itu, dan diwaktu dia berpikir tentang dirinya sendiri yang pernah mengalami hal-hal yang aneh diatas pulau itu, tidak terasa lagi perasaannya menjadi terbangun.

   Peng Hoan Siangjin dengan perasaan gembira serta berbesar hati lalu menggerakkan kedua lengan bajunya menyampok ombak pertama yang besar dan menghalanginya, sehingga perahunya maju dengan pesat sekali.

   Setelah perahu mereka sampai dipantai, lalu mereka dengan cepat mendarat dengan menghempos semangat masing-masing yang bergolak-golak.

   Peng Hoan Siangjin dengan suara yang lantang lalu berseru kearah pulau itu sambil berkata.

   "Loo-nie-po, aku mendatangi untuk menyambut tantanganmu!"

   Tidak antara lama dari barisan batu-batu itu sekonyong- konyong terlihat bayangan tubuh seseorang yang dengan hanya beberapa kali lompatan saja sudah sampai dihadapan mereka, dan orang yang berdiri dihadapan mereka ini bukan lain daripada Hui Taysu adanya.

   Lie Siauw Hiong yang melihatnya, buru-buru maju memberi hormatnya, sedang Hui Taysu sendiri lalu membalas penghormatan itu sambil mengibaskan lengan bajunya, darimana suatu tenaga yang keras sekali menyamber kemuka pemuda kita, Hui Taysu berkata dengan suara dingin.

   "Sudahlah."

   Lie Siauw Hiong rasakan tenaga itu kuat tapi tidak ganas.

   Tenaga luar biasa kerasnya itu seakan-akan hendak menerbangkannya, maka buru-buru Siauw Hiong memasang bhesi sekuat-kuatnya, sehingga dia masih tetap berdiri dengan tegaknya.

   Dengan mengeluarkan suara "Ihhhh"

   Hui Taysu lalu berkata.

   "Hm, tenaga-dalammu ternyata sudah maju pesat sekali, ya?"

   Kemudian sambil membalikkan kepalanya pada Peng Hoan Siangjin dia menegurnya.

   "Aku siang-siang sudah mengetahui, bahwa kau ini pendeta busuk tidak mau menyambut tantanganku, maka tentulah akan meminta bantuan orang lain. Pada kali ini kau sudah berhasil menciptakan ilmu yang lihay apakah, untuk melayani ilmuku yang hebat itu?"

   Peng Hoan Siangjin membiarkan pendeta wanita itu habis berbicara dahulu, barulah dia memberi hormat sambil berkata.

   "Loo-nie-po, sekalipun benar kini aku datang untuk menyambuti tantanganmu, tapi maksudnya adalah sedikit berlainan .."

   Hui Taysu hanya tersenyum dingin saja. Peng Hoan Siangjin lalu melanjutkan perkataannya.

   "Aku tidak bisa turun tangan denganmu pribadi, pelajaran pukulanku itu aku sudah wariskan pada bocah ini, maka beranikah kau menyambuti pukulannya itu?"

   Hui Taysu tidak menjawab barang sepatah katapun, selain tertawa bergelak-gelak. Tampaknya dia sama sekali tidak menghiraukan kepada Peng Hoan Siangjin. Tidak terasa lagi Hweeshio tua itu menjadi marah, kemudian dia berkata.

   "Kau tertawakan apa?"

   Hui Taysu menjawab.

   "Kalau kau tidak berani ya sudah, mengapa kau masih mau menelorkan bermacam-macam dalih tidak keruan. Sekarang baru terbukalah mataku!"

   Mendengar jawaban pendeta wanita itu, sekonyong- konyong Peng Hoan Siangjin pun jadi menengadahkan kepalanya sambil tertawa panjang, tapi sudah barang tentu Hui Taysu tak mau menghiraukannya.

   Peng Hoan Siangjin yang melihat dia tidak dihiraukan orang, terus saja tertawa sambil memusatkan tenaga- dalanmya dengan sehebat-hebatnya, sehingga suara tertawanya itu menjadi panjang dan nyaring luar biasa, yang mana telah membuat Hui Taysu akhirnya menjadi tidak sabaran dan lalu berkata.

   "Kau tertawakan apa?"

   Peng Hoan Siangjin, lalu menghentikan tertawanya dan berkata.

   "Kalau kau tidak berani ya sudah, mengapa kau masih mau menelorkan bermacam-macam dalih tidak keruan. Sekarang baru terbukalah mataku!"

   Perkataan yang diucapkannya itu, sedikitpun tidak berlainan dengan apa yang telah diucapkan oleh Hui Taysu tadi, sehingga si Nikouw yang mendengar perkataannya itu menjadi geram sekali dan segera berkata.

   "Tidak beranikah engkau bertempur?"

   Peng Hoan Siangjin lalu menunjuk pada Lie Siauw Hiong sambil berkata.

   "Beranikah kau bertempur dengan pemuda itu?"

   Hui Taysu lalu mengeluarkan suara jengekannya sambil memandang kelangit, seakan-akan tidak memandang sebelah matapun pada diri pemuda kita.

   Dengan demikian berarti, bahwa Peng Hoan Siangjin tidak sudi bertempur dengan Hui Taysu, sedangkan Hui Taysu sendiri egah pula melayani Lie Siauw Hiong, sehingga akhirnya kedua belah pihak tinggal berdiri diam disitu.

   Setelah berselang sejurus lamanya, Peng Hoan Siangjin dengan secara sekonyong-konyong berkata sambil menunjukkan muka yang berseri-seri.

   "Ada .. ada .."

   Sambil melototkan matanya. Hui Taysu bertanya.

   "Ada apa?"

   Peng Hoan Siangjin lalu menjawab.

   "Aku mempunyai suatu usul yang mohon pertimbanganmu. Aku sudah mewariskan kepandaianku kepada si pemuda ini, kaupun boleh menyebutkan segala kepandaianmu kepadanya. Biarkanlah dia yang melayaninya pertempuran kita ini, dengan cara demikian, yaitu mula-mula aku akan menyebutkan daya seranganku, kemudian kau boleh memberitahukan kepadanya tangkisan maupun serangan balasan pada sipemuda, untuk melayani seranganku yang pertama itu, dan demikianlah seterusnya."

   Hui Taysu lalu tertawa dingin dan menjawab.

   "Caramu ini memang baik juga, hanya pelajaranku ini adalah hasil jerih payahku, yang dengan susah-payah baru berhasil menciptakannya, oleh sebab itu, cara bagaimana dengan mudah saja dapat diberikan kepada pemuda itu?"

   Peng Hoan Siangjin yang menganggap bahwa usulnya yang baik itu ditolak mentah-mentah oleh Hui Taysu, sudah barang tentu menjadi amat gusar dan lalu berkata.

   "Apakah kau takut bahwa kepandaiannya akan melampauimu? Kau ini pendeta wanita bangkotan yang mudah sekali tersinggung! Bila demikian halnya, lebih baik kita jangan bertempur lagi!"

   Sehabis berkata begitu, diapun segera membalikkan badannya hendak pergi, sehingga Hui Taysu tidak dapat mengendalikan lagi dirinya dan lalu berkata.

   "Kalau mau bertanding ya boleh bertanding! Bocah, mari sini, aku akan memberitahukan pelajaranku kepadamu .. tapi pendeta busuk itu tidak boleh coba mengintip!"

   Peng Hoan Siangjin lalu tertawa mengakak sambil kemudian berkata.

   "Aku tua bangka pasti sekali tidak kemaruk terhadap kepandaianmu! Baiklah aku pergi kesana, agar supaya kau merasa tenteram!"

   Hui Taysu lalu mengajak Lie Siauw Hiong kesuatu tempat disebelah barat, dimana dia lalu mulai memberikan pelajarannya.

   Lie Siauw Hiong secara berturut-turut dapat memperoleh kepandaian kedua orang yang luar biasa ini, boleh dikatakan peruntungannya terlampau mujur.

   Dia cukup maklum, bahwa kedua orang luar biasa ini tidak pernah menerima murid, hingga kesempatan sebaik ini sukar sekali dijumpainya, maka dengan seluruh perhatiannya dia mendengarkan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh paderi perempuan itu.

   Kepandaian yang dimiliki oleh Hui Taysu ini sungguh hebat sekali, sehingga tidak terlampau mengherankan bila dia sampai mencari Peng Hoan Siangjin untuk ditantangnya, berhubung kepandaiannya yang sesungguhnya amat luar biasa itu.

   Lie Siauw Hiong dengan menggunakan tempo lima hari, barulah berhasil mempelajari separuh daripada kepandaian yang diajarkannya itu, maka didalam hatinya diam-diam dia jadi menghela napas sambil berkata pada dirinya sendiri.

   "Ternyata didunia ini ada pukulan yang sedemikian hebatnya itu. Andaikata pelajaran 'Kong-kong-ciang-hoat' dari Peng Hoan Siangjin digabungkan dengan gerak 'Kit- mo-sin-pouw', belum tentu kepandaiannya Peng Hoan Siangjin dapat memenangkannya. Apalagi jika Tiga Dewa Diluar Dunia dapat bersatu padu dan menciptakan kepandaian yang hebat-hebat, sudah pasti akan mampu menjagoi serta menaklukkan semua pendekar-pendekar dalam rimba persilatan."

   Tengah dia berpikir keras, sekonyong-konyong tampak melayang turun tubuh seseorang yang cepat bagaikan kilat, hingga sebentar saja ia sudah sampai dimuka mereka.

   Dan tatkala mengenali bahwa orang itu adalah Peng Hoan Siangjin sendiri, Hui Taysu lalu bertanya.

   "Pendeta busuk, kau datang kemari mau apa?"

   Dengan gugup Peng Hoan Siangjin berkata.

   "Lebih baik kita jangan bertempur lagi. Pulau Tay Ciap Too kepunyaanku didatangi orang kuat, aku harus memburu kesana .."

   Sambil berkata begitu, lalu dia angsurkan tangannya memperlihatkan sesuatu barang, dan ketika mereka melihatnya, ternyata barang itu adalah mayatnya seekor burung elang, yang ternyata ditenggorokkannya tertancap sebatang anak panah.

   Lie Siauw Hiong segera mengenali, bahwa burung elang serupa itu adalah banyak terdapat dipulau Tay Ciap Too, tapi burung itu telah kedapatan terpanah sehingga binasa.

   Dalam pada itu, lalu dia maju dan memperhatikan anak panah tersebut, yang ternyata bentuknya agak aneh dan tidak sama seperti yang banyak kedapatan didaerah Tiong- goan.

   Oleh sebab itu, teranglah bahwa anak panah itu bukan orang Han yang melepaskannya.

   Pada badan anak panah tersebut terdapat tiga huruf yang kecil sekali.

   Dan diwaktu Lie Siauw Hiong memeriksanya dengan teliti, ia segera mengetahui bahwa anak panah itu telah dilepaskan oleh 'Kinlungo'! Lie Siauw Hiong lalu memberitahukan segala sesuatu yang dialaminya kepada Peng Hoan Siangjin, yang setelah mendengar penuturan pemuda kita, dengan geram ia lalu berkata.

   "Ternyata bahwa inilah perbuatannya bocah asing sialan itu! Hm, dia berani membunuh burung elangku .."

   Kemudian diapun membalikkan badannya dan pergi. Dengan ini Lie Siauw Hiong berpendapat bahwa Kinlungo tentunya bermaksud hendak mencarinya, tapi karena tidak berhasil menjumpainya, barulah dia mencari orang tua itu. Kemudian diapun lantas berteriak.

   "Siangjin, tunggu dulu, Boan-pwee pun ingin turut juga kau pergi .."

   Sambil berdehem, Peng Hoan Siangjin lalu dengan sekali lompat saja sudah berhasil melesat sehingga puluhan tombak jauhnya.

   Peng Hoan Siangjin mengajak Lie Siauw Hiong naik kembali kedalam perahu mereka, yang dengan cepat ditujukan kepulau Tay Ciap Too.

   Disana, dari kejauhan mereka sudah melihat dua buah perahu besar yang sedang ditambatkan dipantai.

   Maka Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan hal ini, dengan tergesa-gesa telah mengebutkan sepasang lengan bajunya, hingga dengan ini ia telah membuat perahu mereka laju sangat pesat sekali, maka tidak antara lama merekapun sudah tibalah dipantai pula.

   Peng Hoan Siangjin dengan cepat lalu berkata.

   "Bocah, lekas!"

   Dengan menarik sebelah tangan Lie Siauw Hiong, orang tua ini lalu menendangkan kakinya ketanah, hingga badan mereka lantas melayang dan jatuh tepat diatas sebatang pohon beringin tua yang terpisah antara enam atau tujuh tombak jauhnya.

   Lie Siauw Hiong yang berdiri diatas tempat yang tinggi, dia segera melihat bahwa didalam hutan itu terdapat serombongan orang yang sedang bertempur dengan serunya.

   Mereka ini ternyata terdiri dari tujuh atau delapanbelas pendeta yang sedang bertempur dengan empat orang laki-laki yang dandanannya agak aneh.

   Diantara mereka ini, ada tiga orang yang berpakaian secara pendeta dan seorang yang berpakaian biasa saja.

   Ketika orang yang berpakaian secara pendeta itu mengenakan pakaian yang berwarna merah, sedangkan yang seorang berpakaian seperti seorang anak sekolah.

   Mereka berempat dengan bergiliran telah melakukan serangan dahsyat terhadap beberapa belas orang pendeta yang menjadi lawan mereka, sehingga tiada seorangpun antara pendeta-pendeta itu yang berani datang terlampau dekat.

   Waktu pemuda yang berpakaian seperti anak sekolah itu melancarkan serangannya, barulah Siauw Hiong mengerti jelas, maka dengan suara yang rendah dia membisiki pada Peng Hoan Siangjin sambil berkata.

   "Orang yang berpakaian seperti anak sekolah itulah yang bernama Kinlungo."

   Peng Hoan Siangjin jadi tertawa dingin dan berkata.

   "Ketiga pendeta itu memang sangat lihay. Hm! Tidak mengherankan bila Kinlungo ini berani datang mengacau ke Tiong-goan, dan makanya dia berani datang kepulau Tay Ciap Too, adalah karena dia mempunyai senderan yang kuat ini."

   Setelah mendengar perkataan orang tua itu, Lie Siauw Hiong pun lalu memusatkan perhatiannya pada ketiga pendeta tersehut.

   Dia lihat salah seorang diantara mereka sambil berseru segera melancarkan serangan yang hebat sekali, hingga seorang pendeta setengah tua yang mendiadi lawannya, buru-buru mengelitkan diri, kemudian terdengar suara "Bruk!"

   Yang nyaring sekali, karena sebatang pohon cemara yang sebesar tong dan terdapat dibelakang pendeta itu, telah kena terpukul musuh sehingga tumbang! Menyaksikan hal itu, diam-diam Lie Siauw Hiong menjadi terkejut dan berpikir didalam hatinya.

   "Pendeta yang tiga orang dan berpakaian merah itu, ternyata tenaga- dalamnya hebat sekali. Kepandaian merekapun tidak berada disebelah bawah dari Tiga Dewa Diluar Dunia, dan mereka ini pastilah orang-orang dari pihak seatasan Kinlungo .."

   Waktu dia menoleh kepada Peng Hoan Siangjin, ternyata orang tua ini tengah memperhatikan pada serombongan pendeta-pendeta ini.

   Wajahnya menunjukkan perasaan yang aneh sekali, maka tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong pun merasa aneh juga didalam hatinya.

   Tatkala dia coba meneliti, ternyata rombongan pendeta-pendeta itu tepat terdiri dari delapanbelas orang, diantara mereka terdapat seorang pemuda yang memakai pakaian biasa saja, yang ketika Siauw Hiong memperhatikannya, ternyata dia itu bukan lain daripada 'Bu-Iim-cie-siu' Sun Ie Tiong adanya.

   Lie Siauw Hiong yang baru memahami persoalan itu dengan jelas, tanpa berpikir lagi segera berseru.

   "Ah, pendeta-pendeta Siauw Lim Sie!"

   Dia melihat ketujuhbelas pendeta dan Sun Ie Tiong yang tengah mengurung tiga pendeta asing berbaju merah serta Kinlungo, gerakan kaki mereka sangat rapat sekali, sehingga hatinya tergerak dan diam-diam berkata.

   "Jadi ini mungkinkah yang sudah terkenal diseluruh muka bumi dan biasa disebut barisan 'Loo-han-tin' itu?"

   Sekonyong-konyong Peng Hoan Siangjin berkata.

   "Celaka! Pendeta asing itu akan menurunkan tangan jahatnya, sedangkan pendeta-pendeta dari Siauw Lim Sie itu pasti akan mengalami kekalahan. Ayoh, mari kita lekas terjang!"

   Baru saja kata-kata itu selesai diucapkan, Hweeshio tua itu sudah melesat keudara, hingga Lie Siauw Hiong yang melihatnya menjadi terkejut bukan kepalang.

   Buru-buru diapun mengikuti jejaknya, ditengah-tengah udara Lie Siauw Hiong sudah mendengar teriakan-teriakan yang mengejutkan hati, karena ketiga pendeta asing serta Kinlungo dari menjaga diri sekarang sudah berbalik menjadi pihak yang menyerang, sehingga pada saat itu mereka tengah merangsak maju dengan amat dahsyatnya.

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bagaikan seekor burung besar yang menukik turun kebawah, dengan dua kali mengibaskan lengan bajunya Peng Hoan Siangjin dengan tepat sekali sudah menangkis serangannya salah seorang pendeta asing tersebut.

   Dengan mengeluarkan suara "Buk"

   Yang nyaring sekali, ternyata badan pendeta asing itu telah terpental jauh sekali, sedangkan Peng Hoan Siangjin sendiri agak tergetar pundaknya.

   Selanjutnya kedua orang itu lalu mengeluarkan suara teriakan terkejut yang tertahan.

   Pendeta asing itu dengan penuh kemarahan memandang pada Peng Hoan Siangjin, kemudian mengangkat pula tangannya hendak dipukulkan kepadanya.

   Tapi Peng Hoan Siangjin pun tidak mau menunjukkan kelemahannya.

   Mereka tidak mau saling mengalah dan lagi- lagi terdengar suara "Plok"

   Yang nyaring sekali karena beradunya kedua pukulan itu, sehingga mereka kedua- duanya terpukul mundur kebelakang setengah langkah jauhnya! Peristiwa ini adalah yang selama ratusan tahun belum pernah kejadian, dengan mengandalkan kepandaian Hui Taysu dan Bu Heng Seng, mereka berdua tidak berani melawan keras lawan keras terhadap Peng Hoan Siangjin, kali ini setelah ada orang yang berani menyambutinya keras lawan keras, maka bagaimana dia tidak merasa heran? Sebaliknya pendeta asing itupun merasa sangat terheran- heran pula, karena dinegerinya kekuatan pukulannya ini adalah sudah termasuk salah seorang yang paling kuat dan jempolan sekali, hingga dia tidak habis berpikir, mengapa ada pula orang yang kuat sehingga dapat memukul mundur kepadanya.

   Sementara itu Kinlungo telah menunjuk pada diri Lie Siauw Hiong sambil berkata.

   "Suhu, inilah bocahnya!"

   Pendeta yang berpakaian merah dan berdiri paling belakang lalu memperhatikan sebentar pada Lie Siauw Hiong, kemudian dengan bahasa Han yang masih agak kaku dia berkata.

   "Kau apakah muridnya pendeta itu?"

   Sambil dia menunjuk kepada Peng Hoan Siangjin. Lie Siauw Hiong baru saja ingin menjawab perkataan pendeta asing yang berjubah merah itu, ketika Peng Hoan Siangjin sudah keburu berteriak kepadanya sambil berkata.

   "Bocah, kau tidak usah melayaninya!"

   Mendengar perkataan orang itu, pendeta berjubah merah tersebut lalu melototkan matanya yang sangat tajam kearah Peng Roau Siangjin, kemudian dengan sekonyong-konyong dia berkata sambil tertawa.

   "Tuan ini pastilah orang yang disebut Peng Hoan Siangjin dan pemimpin dari 'Tiga Dewa Diluar Dunia', bukan? Aku dan saudara-saudaraku sekalian yang dapat berjumpa dengan orang yang berkepandaian setinggi seperti kau ini, sungguh merasa sangat beruntung sekali."

   Sambil berkata begitu, dia menunjuk pada pendeta yang pertama kali mengadu kekuatan dengan Hweeshio tua itu sambil berkata.

   "Yang ini adalah kakak seperguruanku Progota .."

   Kemudian menunjuk kepada pendeta lainnya sambil meneruskan bicaranya.

   "Yang ini adalah adik seperguruanku Pantenpur, aku sendiri bernama Kinposuf. Kami bertiga saudara biasa disebut 'Tiga Buddha dari Sungai Gangga'. Sebenarnya sungai Gangga adalah sebatang sungai kecil saja, kami tiga saudara berkeinginan keras untuk dapat mengubah nama tersebut dengan sebutan 'Tiga Buddha dari Sungai Kuning', karena dengan sebutan itu, barulah bagi kami cukup berarti. Tambahan pula dengan sebutan tersebut, kami dapat memasuki daerah Tiong-goan dan bertemu dengan para pendekar Tiongkok untuk mencukupi kementerengan dan ketenaran nama kami, dengan demikian, para pendekar di Tiong-goan pun pasti akan merasa girang dapat berjumpa dengan kami bertiga .. hanya, muridku ini pernah berbuat sesuatu sehingga menerbitkan perselisihan dengan para pendekar di Tiong-goan. Kami sebenarnya tidak ingin turut campur tangan dalam urusan ini. Tapi setelah kami selidiki dan ternyata bahwa orang yang pernah mengikat permusuhan dengan murid kami ini adalah seorang yang mempunyai senderan Tiga Dewa Diluar Dunia, maka kami menarik kesimpulan akan tak bisa tidak harus campur tangan juga .."

   Pada saat itu, pertempuran kedua belah pihak sudah terhenti sama sekali.

   Diantara pendeta-pendeta Siauw Lim Sie itu ada salah seorang yang paling tua dan dengan sekonyong-konyong lalu memimpin pendeta-pendeta yang lainnya maju kehadapan Peng Hoan Siangjin, setelah itu, mereka sekalian lalu berlutut ditanah, sedangkan pendeta tua itu lalu berkata.

   "Tee-cu murid keturunan keempatbelas Tie Kheng memberi hormat pada Leng Kong Couw-su."

   Dengan lantas muka Peng Hoan Siangjin menjadi berubah, hingga sambil berlompat ia telah menggoyang- goyangkan sepasang tangannya berkata.

   "Ternyata kalian telah keliru mengenali orang, Pin .. Pin-ceng bukannya Leng Kong, karena Leng Kong siang-siang sudah meninggal dunia .."

   Sekalipun Peng Hoan Siangjin adalah seorang pendeta juga, tapi selama berpuluh-puluh tahun dia tidak pernah berhubungan lagi dengan pendeta-pendeta yang lainnya, maka tampaknya ia agak canggung membahasakan diri sendiri dengan menyebut 'Pin-ceng', Hweeshio yang miskin, suatu ucapan sebagai ganti kata 'aku' bagi kaum paderi Buddha.

   Tingkat-tingkat para pendeta Siauw Lim Sie diurutkan dengan urutan kata-kata sebagai berikut.

   "Leng, Tay, Ceng, Beng, Tie, Cu dan Hong."

   Pendeta-pendeta yang kini berlutut dihadapan Peng Hoan Siangjin masuk golongan buruf 'Tie', dan orang yang mereka tengah hormati itu bergelar 'Leng', yang berarti tingkatnya lebih tinggi dari mereka.

   Ketiga pendeta asing itu ketika menyaksikan para pendeta itu secara sekonyong-konyong pada berlutut dihadapan Peng Hoan Siangjin, tidak terasa lagi mereka jadi merasa sangat heran.

   Lie Siauw Hiong tiba-tiba teringat, bahwa dirinya tempo hari pernah diselidiki oleh Sun Ie Tiong dan pendeta Siauw Lim Sie itu, serta tanpa sebab hendak mengadu kepandaian.

   Kini ada kemunginan mereka tengah menyelidiki jejak Leng Kong Couw-sunya, karena dia pernah memakai jurus 'Tay-yan-sip-sek' dari Peng Hoan Siangjin.

   Pendeta-pendeta ini menyebut Peng Hoan Siangjin dengan sebutan Leng Kong Couw-su, sedangkan Peng Hoan Siangjin pada waktu menyebutkan Leng Kong Couw-su empat huruf dengan secara lancar, teranglah bahwa diapun mengetahui siapa adanya Leng Kong itu, tapi apakah dia mempunyai hubungan dengan pendeta-pendeta Siauw Lim Sie itu? Mungkinkah dia ini.

   Pada saat itu orang yang menjadi gurunya Kinlungo, yaitu Kinposuf sudah berkata pula.

   "Peng Hoan Siangjin, baiklah kita bicara dengan terus terang, hari ini kami ingin minta pengajaran dari Tiga Dewa Diluar Dunia .."

   Seketika itu juga hatinya Peng Hoan Siangjin jadi agak bingung, kemudian sambil membalikkan kepalanya dia berkata pada para pendeta yang berlutut dihadapannya itu.

   "Kalian salah paham, aku .. Pin-ceng bukannya Leng Kong .."

   Tapi Tie Kheng sambil menganggukkan kepalanya lalu berkata.

   "Couw-su, apakah kau hendak membohongi Tee- cu? Permainan pedang Lie .. Lie Sucouw itu adalah pelajaran silat pedang Siauw Lim Sie yang sudah menghilang itu .."

   Tampaknya karena dia terlebih rendah empat tingkat dengan orang yang disebut Peng Hoan Siangjin ini, maka diapun menyebut Lie Siauw Hiong dengan sebutan Lie Sucouw, karena dia menganggap bahwa pemuda kita ini adalah murid Leng Kong Couw-su-nya.

   Kinposuf dengan perasaan tidak sabar lalu berkata pula.

   "Peng Hoan Siangjin, bila kau tidak berani melayani kamipun tidak mengapa, asal saja kau menyerahkan sibocah she Lie itu kepada kami sekalian, untuk kami bawa pergi .."

   Peng Hoan Siangjin yang perasaannya pada saat itu sangat kacau, ketika mendengar Tiga Buddha dari Sungai Gangga hendak membawa pergi pemuda kita, tidak terasa lagi dia menjadi marah sekali dan lalu membentak.

   "Kentut!"

   Karena sukar mengambil keputusan yang pasti, hatinya lalu dikeraskan dan diam-diam dia berkata pada dirinya sendiri.

   "Aku siorang tua harus membawa pergi pemuda ini!"

   Dalam pada ins, sambil mencekal pemuda Lie Siauw Hiong dan dengan tidak memberi jawaban apa-apa atas pembicaraan Kinposuf, dengan secara sekonyong-konyong dia telah membentangkan Keng-sin-kang yang sehehat- hebatnya, sehingga dalam waktu sekejap mata saja mereka telah lenyap entah kemana perginya.

   Tiga Buddha dari Sungai Gangga tidak pernah menduga, bahwa Peng Hoan Siangjin akan melarikan diri dengan begitu saja, maka dalam rasa terkejut mereka jadi berteriak dan lalu mengejar pada orang tua tersebut, hingga disitu tinggal para pendeta Siauw Lim yang masih berlutut ditanah.

   Peng Hoan Siangjin yang sayang sekali terhadap Lie Siauw Hiong, dia ketahui bahwa mereka hendak membunuh si pemuda, sedangkan kedatangan mereka memang sesungguhnya hendak sengaja mengacau, maka dengan suara perlahan Hweeshio tua itu berkata pada sipemuda.

   "Beberapa orang pendeta asing setan itu hendak mencabut nyawamu, tapi aku tidak rela menyerahkan kau dengan begitu saja, tapi tenaga satu orang tidak dapat melayani mereka, maka aku telah pergunakan siasat ini untuk melarikan dirimu .."

   Lie Siauw Hiong yang otaknya sangat cerdik lalu berkata.

   "Kita harus pergi kepulau Siauw Ciap Too!"

   Peng Hoan Siangjin pun berkata.

   "Benar, kita harus pergi kesana selekas mungkin!"

   Lie Siauw Hiong setelah berdiam sejurus lalu berkata pula.

   "Hanya, hanya .."

   Peng Hoan Siangjin lalu memotong bicara sipemuda sambil berkata.

   "Hanya dikuatirkan bahwa Hui Taysu tidak mau meluluskan permintaan kita."

   Pena Hoan Siangjin lalu menjawab.

   "Jangan kuatir, aku mempunyai daya untuk menghadapi pendeta wanita bangkotan itu .. maka sesampainya kau dipulau Siauw Ciap Too, begitu aku mendarat, kau harus lekas-lekas naik perahu pergi kepulau Bu Kek Too untuk mencari Bu Heng Seng, karena aku kuatir dengan ternaga dua orang saja masih belum sanggup melayani mereka bertiga."

   Lie Siauw Hiong setelah mendengar bahwa dia harus pergi kepulau Bu Kek Too, seketika itu juga hatinya menjadi terkejut sekali, berbareng dengan mana bayangan Ceng Jie yang amat cantikpun lantas terbayang didalam hatinya.

   Sesampainya dipantai, Peng Hoan Siangjin lantas melompat dan tubuhnya lantas melayang dan jatuh tepat diatas perahunya, yang lantas dilayarkan kepulau Siauw Ciap Too kembali.

   Dengan Lie Siauw Hiong menggunakan dayung dan Peng Hoan Siangjin mengebutkan kedua lengan bajunya, perahu mereka meluncur maju dengan kecepatan yang luar biasa sekali.

   Meskipun Lie Siauw Hiong tidak begitu mahir mengemudikan perahunya, tapi dengan mengandal pada tenaganya yang sangat kuat, sebentar saja perahu mereka sudah laju jauh ketengah lautan.

   Waktu mereka menolehkan kepala, merekapun menyaksikan pendeta-pendeta asing itu bersama Kinlungo dengan laku yang tergesa-gesa tengah membongkar sauh perahu mereka yang besar untuk melakukan pengejaran terhadap mereka.

   Perahu mereka yang besar itu dengan menggunakan pengayuh majunya pesat sekali, tapi jika dibandingkan dengan perahu orang tua itu yang lebih kecil, ternyata masih kalah lajunya, oleh karena itu juga, mereka belum berhasil mengejar perahu Peng Hoan Siangjin itu.

   Setelah berselang pula beberapa saat lamanya dan Lie Siauw Hiong menolehkan kepalanya memandang, dia lihat tiga pendeta asing itu masing-masing pada mengebutkan lengan bajunya, sehingga laju perahu merekapun jadi bertambah pesat saja.

   Maka dalam waktu sekejap saja kedua perahu itu sudah semakin dekat saja jaraknya dari satu dengan yang lainnya.

   Peng Hoan Siangjin lalu menolehkan kepalanya memandang dan memungut sauhnya.

   Ia menantikan perahu lawan mereka dating semakin dekat, kemudian dengan sekonyong-konyong dia melemparkan sauhnya itu kepada perahu lawannya ..

   Peng Hoan Siangjin yang sudah mencapai puncak tertinggi dalam tenaga-dalam maupun dalam kepandaian silatnya, waktu sauh itu dilemparkan, segera menerbitkan suara yang nyaring sekali, dan cepat bagaikan bintang beralih dan menerbitkan suara "Pletak!"

   Yang sangat nyaring, ternyata tiga tiang dari perahu lawannya sudah berhasil dipatahkan oleh lemparan jangkar itu, sehingga dengan demikian lajunya perahu lawan mereka menjadi berkurang.

   Lie Siauw Hiong dengan menggunakan kesempatan ini, buru-buru menghempos semangatnya untuk membuat perahunya maju lebih pesat lagi, sehingga bagaikan anak panah yang baru lepas dari busurnya, perahu mereka melayang kemuka dengan pesatnya.

   Tidak antara lama, dari antara dorongan ombak yang bergulung-gulung naik turun tidak berketentuan, samar- samar pulau Siauw Ciap Too sudah berbayang dihadapan mereka ..

   Waktu ombak datang mendampar, maka air pada muncrat kesana-kemari bagaikan kembang api diudara sekitarnya ..

   Peng Hoan Siangjin yang berdiri dimuka perahu, pada saat itu tengah memusatkan perhatiannya.

   Dengan sepasang lengan baju yang tiap-tiap saat dikibaskan itu, ditambah pula dengan dayungnya terus-menerus dari Lie Siauw Hiong, maka menyebabkan perahu mereka laju bagaikan ditarik oleh kuda semberani saja cepatnya.

   Sekali-kali Lie Siauw Hiong menolehkan kepalanya memandang, tapi perahu besar lawannya masih tetap mengejar dari belakang, malahan sekarang kecepatannya sangat mengejutkan orang, hingga tidak antara lama jarak perahu merekapun sudah terpisah tidak terlampau jauh pula.

   Pulau Siauw Ciap Too sudah terbayang jelas dihadapan mereka, Peng Hoan Siangjin lalu mengebutkan kembali lengan bajunya, dan perahu kecil mereka lagi-lagi laju sejauh sepuluh tombak lebih.

   Peng Hoan Siangjin dengan mengikuti arah laju perahunya itu, lantas tubuhnya dienjot, ditambah dengan ilmu Keng-sin-kangnya yang hebat, dengan sekali loncat saja dia sudah berhasil mencapai sepuluh tombak jauhnya dan tepat sekali dia jatuh dipantai.

   Sedangkan Lie Siauw Hiong sendiri dengan tidak banyak cakap lagi, sudah mengayuh perahunya menuju kepulau Bu Kek Too untuk mencari Bu Heng Seng.

   Baru saja Peng Hoan Siangjin mendarat, perahu Heng Hoo Sam Hut atau Tiga Buddha dari Sungai Gangga itupun sudah mendekat.

   Hweeshio tua itu menantikan didarat dan benar saja tidak lama kemudian mereka sudah sampai dan beruntun merekapun turun kedarat.

   Peng Hoan Siangjin lalu bersiul panjang sambil berkata.

   "Aku datang menyambut tantangan kalian .."

   Sewaktu tubuh ketiga lawannya sedang melayang diudara, dia sudah mengarahkan pukulannya kepada mereka.

   Pukulannya ini sangat hebat sekali tenaganya, hingga mengeluarkan angin yang menderu-deru menyerang ketiga lawannya itu.

   Ketiga paderi asing itu dengan terkejut dan buru-buru turun kebawah untuk mengelakkan pukulan Hweeshio tua itu.

   Yang memimpin dimuka pendeta ini menjadi geram sekali, dengan segera dia melancarkan serangan balasan, tapi Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu hanya tertawa tergelak-gelak, dan setelah buru-buru dia menarik pulang pukulannya, serangan lawannya itu segera dapat dikelitkan dengan secara tepat sekali.

   Disamping itu Peng Hoan Siangjin pun tidak tinggal diam, dengan lantas dia melancarkan serangan balasannya, kemudian dengan mengeluarkan suara yang gemuruh, terpaksa pendeta itu menjatuhkan diri dengan berjungkir balik dan badannya jatuh kelaut kembali, sedangkan Peng Hoan Siangjin tetap berdiri dengan gagahnya.

   Sekonyong-konyong dari dalam perahu mereka melayang sekerat papan dan jatuh tepat diinjakannya pendeta yang badannya hendak tercemplung kedalam laut itu.

   Maka dengan meminjam tenaga dari papan itu, buru- buru pendeta itu menotolkan kakinya sambil mengenjotkan badannya sehingga dia dapat mendarat pula dengan tak kurang suatu apa, dan berbareng dengan itu, dari dalam perahu itupun melayang sesosok tubuh manusia, dan orang yang baru muncul ini adalah Kinlungo.

   Peng Hoan Siangjin sekali turun tangan saja sudah berhasil menjatuhkan pemimpin dari Heng Hoo Sam Hut, maka dengan tertawa bergelak-gelak ia segera membalikkan tubuhnya dan terus lari kesebelah dalam dari pulau Siauw Ciap Too itu.

   'Heng Hoo Sam Hut' yang pernah menjumpai pendeta luar biasa ini dipulau Tay Ciap Too, mereka segera mengetahui, banwa kalau mereka menempurnya dengan satu lawan satu, mereka pasti tidak dapat memenangkannya, oleh sebab itu dengan laku yang licik mereka bertiga bermaksud mengeroyok pendeta itu.

   Dengan demikian, mereka yakin bahwa mereka pasti akan memperoleh kemenangan, maka tanpa ragu-ragu lagi mereka lalu mengejar pada Hweeshio tua itu.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 34 Peng Hoan Siangjin sekalipun mempunyai kepandaian yang luar biasa dan mengejutkan orang, tapi menghadapi tiga lawannya yang tidak dapat dipandang ringan ini, diapun mengetahui, bahwa tiga lawan satu tidak mungkin dia dapat memenangkan lawan-lawannya itu.

   Oleh karena itu, dia bersiasat untuk bersatu padu dengan Hui Taysu dan Bu Heng Seng, dalam menghadapi lawan-lawannya itu.

   Begitu hatinya tergerak, lalu dia putarkan badannya dan berlari masuk kedalam pulau itu untuk menyesatkan lawan- lawannya dibarisan 'Kwie-goan-kouw-tin' (barisan kuno yang menyesatkan), yang tempo hari dia pernah terkurung selama sepuluh tahun.

   Pergerakan kaki 'Heng Hoo Sam Hut' tidak perlahan, begitu Peng Hoan Siangjin masuk kedalam barisan batu- batu itu, ketiga orang itupun sudah memburu sampai.

   Maksud sebenarnya dari ketiga pendeta asing ini datang ke Tiong-goan, ialah ingin melihat pemuda kita yang sudah berhasil menjatuhkan murid kesayangan mereka, siapa tahu baru saja mereka sampai, mereka sudah berjumpa dengan lawan yang sangat tangguh, terlebih-lebih Peng Hoan Siangjin, yang tenaga-dalamnya melebihi dari mereka semua.

   Dan karena mereka tidak puas, maka lalu bersatu padu untuk menghadapi Peng Hoan Siangjin seorang diri.

   Pengalaman ketiga pendeta asing itupun cukup luas, hingga dalam sedetik saja, mereka sudah mengetahui, bahwa diri mereka sudah terkurung dalam barisan lawannya.

   Tapi ketiga orang ini dengan mengandalkan kepandaian masing-masing yang tinggi, bukan saja mereka tidak merasa takut, malah terus saja mereka mengejar lawannya.

   sehingga Kinlungo sendiri turut juga masuk kedalam barisan batu-batu itu.

   Peng Hoan Ciangjin sendiri pernah terkurung selama sepuluh tahun dalam barisan ini, tapi untung juga Lie Siauw Hiong telah dapat membawanya keluar, barulah dia dapat meninggalkan barisan ini.

   Oleh karena itu, ia sekarang sudah agak hafal terhadap barisan ini, kemudian sambil lari kekiri dan menerobos kekanan, dia bawa lawan- lawannya semakin dalam memasuki barisan kuno ini, hingga tidak lama kemudian, dia lihat tiga pendeta asing bersama-sama Kinlungo sudah terkurung dalam barisan itu, dimana mereka terus berusaha mencari jalan keluar, tapi selalu tidak berhasil dan akhirnya hanya bisa berputar-putar ditempat-tempat itu juga.

   Sementara Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan hal itu, tidak terasa lagi jadi tertawa tergelak-gelak.

   Harus diketahui bahwa Peng Hoan Siangjin yang begitu lihay pernah terkurung dalam barisan itu selama sepuluh tahun lamanya.

   Mereka itu sekalipun mempunyai kepandaian yang lebih tinggi, tidak mungkin dapat memecahkan kurungan barisan itu.

   Sesudah mengurung keempat orang asing itu, Peng Hoan Siangjin buru-buru berlari masuk kedalam pulau itu, untuk mencari Hui Taysu untuk bersamanya dengan bahu- membahu menghadapi lawan-lawannya yang sangat tangguh itu.

   Pulau Siauw Ciap Too ini sekitarnya hanya terdiri dari daerah seluas sepuluh lie saja, hingga dengan mengandalkan kepandaiannya, Peng Hoan Siangjin dalam waktu sekejap mata saja sudah sampai ditengah-tengah pulau itu, kemudian waktu dia memasuki rumah orang, ternyata didalamnya tidak tampak penghuninya, maka tidak terasa lagi hatinya menjadi kecewa sekali.

   Biasanya dia mengira bahwa kepandaiannya sudah terlampau tinggi sehingga tidak ada orang lain yang mampu menandinginya, tapi sekarang dihadapannya telah terdapat tiga orang asing, yang menurut kenyataan dari kepandaian mereka, tidak berada disebalah bawahnya.

   Tapi karena mereka terlampau temberang dan ingin menjatuhkan para pendekar dari Tiong-goan maka dia bermaksud akan turun tangan untuk memberi hajaran kepada mereka.

   Oleh karena itu, dengan lantas dia berpikir, bahwa mereka bertiga sebagai 'Tiga Dewa Diluar Dunia' bila dapat dipersatukan, bukankah sangat tepat sekali untuk menghadapi ketiga lawannya itu? Dengan kawan-kawannya ini dia ingin memberi hajaran yang keras kepada mereka, agar mereka mengetahui bahwa orang-orang di Tionggoan tidak gampang menerima penghinaan orang.

   Dengan mengandung maksud inilah, maka dia datang kepulau Siauw Ciap Too, tapi kini Hui Taysu tidak terdapat dipulaunya, maka sudah tentu saja dia tidak sanggup dengan hanya seorang saja menghadapi tiga orang lawannya yang sangat tangguh itu.

   Jika musuh-musuh tidak dikalahkan, bukankah nama 'Tiga Dewa Diluar Dunia' itu akan menjadi rusak dan runtuh? Dia yang telah berhasil mengurung tiga lawannya didalam barisan kuno itu, dia tidak pernah memikir bahwa lawan-lawannya itu adalah mahluk-mahluk apa.

   Maka ketika baru saja dia membalikkan badannya hendak berjalan pergi, dengan sekonyong-konyong terdengar satu suara yang sangat nyaring sekali, seakan-akan bumi hendak ambruk saja layaknya, sehingga pulau yang begitu kecil dirasakannya seperti tergoncang.

   Maka Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu, keruan saja menjadi terkejut bukan kepalang, hatinya tergerak, karena dia mengetahui, bahwa ketiga lawannya yang tak dapat keluar dari barisan kuno itu, sekarang mereka tengah menghancurkan segala sesuatu yang menghalangi dihadapan mereka.

   Tempo haripun sewaktu dia terkurung dalam barisan kuno ini, diapun pernah berpikir untuk menghancurkan batu-batu yang menghalanginya dengan jalan memukul dengan tenaga-dalamnya yang sangat dahsyat itu, tapi dia berbuat demikian, maka dia akan mengalami kerugian pada jasmaninya.

   Dan sekarang ketiga orang asing itupun pasti akan berhal seperti dia juga, tapi satu hal yang celaka adalah lawan-lawannya ini terdiri dari tiga orang, maka dengan bersatu padu kerugian jasmani mereka agak berkurang tentunya, bahkan mungkin sekali mereka akan berhasil meruntuhkan barisan kuno itu.

   Diapun mengetahui, bahwa barisan kuno ini telah dibuat oleh Hui Taysu dengan cucuran darah dan keringat, dia mengira enak saja mengurung lawan-lawannya disitu, tapi sekarang kenyataannya berlainan dengan apa yang dipikirkannya semula.

   Andaikata lawannya dapat memecahkan kurungan barisan ini bukankah dia merasa tidak enak terhadap Hui Taysu? Oleh karena itu, buru-buru dia menghampiri ketiga orang lawannya itu.

   Pada saat itu, ketiga pendeta asing itu sudah bersiap-siap untuk merobohkan batu raksasa yang kedua, hingga Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu menjadi gugup sekali, buru-buru dia berseru.

   "Hei, bila kalian mempunyai kepandaian yang berarti, silahkan kalian boleh maju saja .."

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Diantara ketiga pendeta ini, salah seorang yang menduduki tingkat kedua, yaitu gurunya Kinlungo yang bernama Kinposuf lalu tertawa bergelak-gelak sambil berkata.

   "Kami kira barisan ini adalah suatu barisan yang aneh dan hebat, tapi untuk bicara terus terang, barisan semacam ini kami tidak pandang sebelah matapun .."

   Sekalipun dia berbicara dengan bahasa Han, tapi dia tidak dapat bercakap lancar seperti apa yang dilakukan oleh muridnya, Kinlungo. Baru saja dia berkata begitu, tiba-tiba dari balik batu-batu itu terdengar suara dingin yang berkata.

   "Hm, omong besar saja kalian! Coba kalian boleh jajal?"

   Heng Hoo Sam Hut menjadi terkejut sekali, karena dengan mengandalkan kepandaian mereka masing-masing, daun kering yang jatuh ketanah dalam jarak sepuluh tombak jauhnya, mereka masih dapat mendengarnya dengan jelas sekali, tapi sekarang ada orang yang datang kesitu tanpa mereka mengetahuinya, hingga kepandaian semacam yang dimiliki orang itu, tentu saja sangat luar biasa pula.

   Sebaliknya bagi Peng Hoan Siangjin sendiri, kedatangan orang itu sangat menggembirakan sekali didalam hatinya, karena dia cukup maklum, bahwa orang itu adalah Hui Taysu sendiri, hingga dengan suara yang lantang dia berseru.

   "Loo-nie-po, lekas kemari, kedatanganmu sungguh kebetulan sekali .."

   Hui Taysu yang berada dibalik batu gunung, hanya mengeluarkan suara jengekan saja, dan tatkala ketiga pendeta asing itu merasa pandangan mata mereka menjadi kabur, tahu-tahu Hui Taysu dari balik batu gunung sudah berdiri dihadapannya Peng Hoan Siangjin.

   Pergerakannya itu bukan main hebatnya, ketiga pendeta asing itu tidak mengetahui dengan tipu apakah sehingga pendeta wanita tua ini dapat berada dihadapan mereka, hingga kepandaiannya yang hebat itu sungguh membuat mereka terkejut bukan kepalang.

   Peng Hoan Siangjin yang menyaksikan tingkah-laku mereka, dalam hatinya dia tertawakan mereka sambil berkata pada dirinya sendiri.

   "Kepandaiannya Loo-nie-po ini yang disebut 'Kit-mo-sin-pouw', tidak ada keduanya didunia, kehebatannya tidak ada bandingannya, jangankan kalian tiga pendeta asing keparat, sekalipun aku sendiri harus mengaku kalah terhadapnya!"

   Hui Taysu sesampainya dimuka Peng Hoan Siangjin, dengan suara yang dingin lalu berkata.

   "Hai, pendeta busuk, kau lagi-lagi datang kemari, hendak membuat kegaduhan apa lagi?"

   Peng Hoan Siangjin cukup paham, bahwa pada saat itu bukanlah saat yang tepat bagi mereka untuk menarik urat, maka sambil tertawa besar dan dengan sikap yang bersungguh-sungguh ia menjawab.

   "Biasanya kau ini Loo- nie-po berdiam diri terasing sekali dengan dunia luar, sehingga peristiwa diluaran sedikit pun kau tidak mengetahuinya. Sekarang kau tidak bisa tidak harus menunjukkan kemampuanmu .."

   Sambil berkata begitu, dia lantas ceritakan tentang kedatangan dan sepak terjang ketiga pendeta asing itu kepadanya dengan sejelas-jelasnya.

   Hui Taysu yang melihat si Hweeshio tua bercakap-cakap dengan sikap yang bersungguh-sungguh, diapun merasa tidak enak untuk mempersulitnya, lebih lanjut seperti biasanya.

   Sementara Peng Hoan Siangjin yang melihat wajah si Nikouw tua seakan-akan merasa ragu-ragu dan tidak mempercayainya seratus persen, dengan marah dia berkata.

   "Aku Peng Hoan Siangjin seumur hidupku belum pernah memohon bantuan orang lain, tapi kini keadaannya jauh berlainan, karena hal ini bersangkut-paut dengan nama seluruh anak cucu kita kelak. Andaikata kau tidak sudi membantu juga tidak mengapa, masakan aku Peng Hoan Siangjin ingin menipumu?"

   Semakin berpikir dia semakin kheki saja, dan sewaktu dia melihat lagi bahwa pendeta wanita bangkotan itu belum lagi dapat mengambil keputusan yang tetap, lalu ia mengeluarkan jengekannya sambil berkata.

   "Tidak kunyana bahwa pemilik pulau Siauw Ciap Too ini adalah seorang pengecut belaka yang takut sekali berurusan dengan lain orang!"

   Hui Taysu yang mendengar begitu, dengan geramnya lalu menyahut. ,Siapa bilang aku takut berurusan dengan lain orang? Aku melainkan sedang menyelidiki hal sebenarnya!"

   Dengan perasaan terharu Peng Hoan Siangjin berkata.

   "Orang lain hendak menjatuhkan nama 'Tiga Dewa Diluar Dunia', apakah kau masih juga tidak berani turun tangan?"

   Hui Taysu bukan tidak mengetahui maksudnya kata-kata si Hweeshio tua yang hendak memanaskan hatinya itu, maka dengan tertawa dingin dia memotong perkataan orang.

   Peng Hoan Siangjin yang melihat rencananya tidak berjalan beres, malah dirinya sendiri kena disemprot orang, tidak terasa lagi dari malu dia menjadi gusar, hingga dengan sama dinginnya dia menyahut.

   "Apakah kau kira karena aku tidak dapat melayani orang lain, maka barulah aku datang kesini meminta bantuanmu si pendeta wanita bangkotan yang busuk?"

   Hui Taysu lalu balik berkata.

   "Jika kau dapat melayani sendiri, kenapa kau tidak lawan saja mereka itu?"

   Setelah berdiam sejurus Hui Taysu lalu melanjutkan.

   "Dengan kepandaian mereka bertiga yang waktu tadi mereka menjatuhkan batu raksasa itu, apakah kau sanggup melayani mereka dengan satu lawan tiga?"

   Diam-diam Peng Hoan Siangjin berkata pada dirinya sendiri.

   "Memang benarlah, aku tidak sanggup melayani mereka dengan hanya seorang diri saja tanpa bantuanmu."

   Tapi mulutnya hanya menjawab.

   "Jika tidak dapat melayani mereka bagaimana? Loo-nie-po tidak mau turun tangan, baiklah aku sendiri akan pergi mencari Bu Heng Seng saja! Sehabis berkata begitu, dia sudah lalu berpura- pura membalikkan badannya hendak berjalan pergi. Tapi sekonyong-konyong Hui Taysu berkata.

   "Tunggu dulu .."

   Setelah Peng Hoan Siangjin membalikkan kembali tubuhnya, barulah dia berkata dengan lebih lembut.

   "Pendeta busuk, kau tempo hari pernah marah terhadapku, karena kau tidak mau menyambuti tantanganku, maka mengenai urusan itu, baiklah kita jangan mengingat- ingatnya lagi untuk selama-lamanya .."

   Waktu dia mengucapkan kalimat ini, suaranya sangat perlahan sekali, sedangkan perkataannyapun terputus-putus.

   Peng Hoan Siangjin segera mengatahui, bahwa rekannya sudah meluluskannya ajakannya untuk menempur ketiga pendeta asing itu, maka dengan tersenyum riang diapun berkata.

   "Loo-ni-po telah mengurung aku selama sepuluh tahun, maka hutang itupun baik kita lunaskan sampai disini saja .."

   Hui Taysu lalu mengulurkan tangannya. Peng Hoan Siangjin menjadi tercengang sekali, diapun lalu mengulurkan tangannya dan menepuk tangan rekannya dengan perlahan sambil tertawa mengakak dan berkata.

   "Kun cu it gan .." (artinya. seorang kuncu atau gentleman akan patuh pada kata-kata yang diucapkannya). Hui Taysu menjawab.

   "Koay ma it pian!"

   Maksudnya kurang lebih bahwa seorang ksatria yang mengeluarkan kata-katanya, harus ditepati dengan tak usah ditegur lagi.

   Sedangkan ketiga pendeta asing itu yang melihat kedua orang ini saling bercakap-cakap, seakan-akan mereka tidak memandang mata sekali terhadap mereka bertiga, tidak terasa lagi mereka menjadi marah sekali.

   Tiba-tiba Kinlungo lalu berseru.

   "Hei, apakah kalian mengira bahwa kami tidak dapat meloloskan diri dari dalam kurungan barisan ini?"

   Hui Taysu sama sekali tidak menghiraukan perkataannya. Tapi sebaliknya Peng Hoan Siangjin lalu menjawab.

   "Bila benar, kalian mau apa?"

   Gurunya Kinlungo lalu menyahut.

   "Kami akan meruntuhkan seluruh batu-batu ini .."

   Dengan tertawa dingin Peng Hoan Siangjin menjawab.

   "Boleh kau coba-coba?"

   Ketiga pendeta asing itu tanpa seji-seji lagi lalu menghempos semangat mereka, dengan bersatu padu mereka merobohkan batu raksasa yang paling depan.

   Dikatakan lambat tapi kejadiannya cepat sekali ..

   Begitu badannya Peng Hoan Siangjin bergerak, diapun dengan cepatnya melancarkan serangannya.

   Pukulan Peng Hoan Siangjin ini luar biasa hebatnya, dia memukul bagaikan orang yang bermain-main saja, tapi tenaga yang dilancarkannya dahsyat bukan buatan.

   Ketiga pendeta asing itu segera menarik pukulan mereka dan kini mereka arahkan pukulan mereka kepada Peng Hoan Siangjin.

   Menampak serangan lawan dengan segera Peng Hoan Siangjin menarik kembali pukulannya, sehingga angin pukulan itupun lenyaplah seketika itu juga.

   Pukulan Peng Hoan Siangjin sekali ini sengaja diarahkan pada batu yang kosong, maka ketika dia menarik kembali pukulannya itu, ketiga lawannya tidak keburu menarik pulang pukulan mereka lagi, sehingga pukulan itu jatuh ditempat yang kosong.

   Tenaga ketiga orang itu sungguh luar biasa sekali hebatnya, karena tanah yang kena terpukul mereka itu tiba- tiba menjadi sebuah lubang yang besar sekali, sedangkan tanahnya berhamburan kian kemari.

   Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu jadi tertawa bergelak-gelak ditambah lagi dengan teriakan ketiga pendeta asing itu, sehingga menyebabkan keadaan disitu menjadi hiruk pikuk dibuatnya.

   Hui Taysu sesungguhnya merasa sayang terhadap barisan yang dibuatnya, maka dengan gerak yang cepat sekali dia berlompat keatas sebuah puncak batu gunung sambil berkata.

   "Kalian naiklah bila berani?"

   Ketiga pendeta asing yang tengah memuncak amarahnya itu, dengan serentak mereka maju dan lompat berbareng keatas batu gunung itu, hanya ketinggalan Kinlungo sendiri disebelah bawah.

   Berbareng dengan itu, Peng Hoan Siangjin pun berlompat pula naik kesalah satu puncak batu gunung itu sambil menantangnya.

   "Kita disini saja menetapkan siapa yang menang dan siapa pula yang akan mengalami kekalahan!"

   Ketiga pendeta asing itu dengan tidak bercakap-cakap lagi dan dengan penuh kemarahan segera maju kemuka untuk menghajar lawan-lawannya itu.

   Sekarang kita menilik pada Lie Siauw Hiong, sesudah meninggalkan pulau Siauw Ciap Too, dengan laju sekali berlayar kearah pulau Bu Kek Too.

   Pulau Bu Kek Too ini terpisah dengan pulau Siauw Ciap Too tidak terlampau jauh, hingga dalam waktu antara lima atau enam jam saja dia sudah sampai ditempat yang dituju.

   Lie Siauw Hiong yang mengetahui bahwa urusan ini sangat penting sifatnya, maka diapun tidak berani berlaku ayal-ayalan dan segera melakukan perintah orang tua itu dengan taatnya.

   Pada hari itu cuaca sangat baik, matahari bersinar dengan cemerlangnya, dan diwaktu sinar matahari jatuh diatas air laut, membuat air laut itu berkilau-kilauan karena gerak gelombangnya.

   Nun jauh disana, antara laut dengan bumi seakan-akan menjadi satu saja, hingga laut dan langit bersamaan warna birunya, sungguh memperlihatkan pemandangan yang indah permai.

   Sekali-kali diatas laut terdapat burung laut yang saling berkejar-kejaran, mereka itu dengan tenangnya melakukan penerbangan sehingga dilaut itu menunjukkan suasana yang tenteram dan damai.

   Perahu pemuda kita yang mendapat hembusan angin dan ditambah pula dengan dia sendiri yang mendayungnya, menyebabkan perahu itu laju dengan pesatnya.

   Tidak antara beberapa lama pulau Bu Kek Too pun dengan samar-samar mulai berbayang didepan mata.

   Diatas laut yang biasanya disebut tempat tinggalnya Tiga Dewa Diluar Dunia, adalah terdiri dari tiga pulau.

   Pulau Tay Ciap Too menjadi pemimpinnya dan berdiri didepan sekali, lalu Siauw Ciap Too yang letaknya kedua, sedangkan pulau Bu Kek Too terletak pada bagian yang paling belakang dan terakhir.

   Diantara ketiga pulau ini, pulau Bu Kek Too-lah yang paling luas dan besar, sedang letaknyapun paling strategis.

   Ketiga pulau ini merupakan satu bentuk segi tiga.

   Perlahan-lahan letak pulau Bu Kek Top sudah tampak semakin dekat, sehingga segala sesuatu yang berdekatan dengan pulau itu sudah dapat dilihat dengan nyata.

   Begitupun ombaknya bertambah besar juga, hal mana, mungkin juga disebabkan bahwa dia sudah dekat dengan pantai.

   Dikedua pinggiran diatas pulau itu, tumbuh pohon- pohonan, pohon-pohon itu tampaknya ditanam oleh manusia dan teratur baik sekali, sehingga disitu merupakan satu jalan yang lurus kemuka.

   Dipantai banyak sekali terdapat pasir-pasir laut, ombak tampaknya lebih sering mendampar pantai, sehingga waktu ombak dan pasir saling mendampar, segera menerbitkan suara "ser, ser"

   Yang tidak putus-putusnya dan memekakkan telinga.

   Setelah mendarat, dia lihat dihadapannya terpentang tanah yang luas, dasar tanah itu dilapisi oleh kerikil-kerikil halus, hal mana dipergunakan orang untuk mencegah kebanjiran.

   Tidak lama antaranya, diapun sudah sampai pada pohon-pohon yang banyak tumbuh disitu, sesudah itu diapun tidak berani berlaku gegabah lagi.

   Diapun tidak berani membentangkan Keng-sin-kangnya disitu, melainkan berjalan dengan perlahan-lahan saja.

   Setelah sampai diujung jalan yang lurus itu, lalu dia membelok kekiri.

   Jalan disitu kini tidak banyak lagi terdapat pohon-pohonan, tapi diantara pohon dengan pohon banyak tumbuh pohon-pohon bunga serta rumput- rumput yang hijau daunnya, dari jauh bila kita memandang, maka tampaklah disitu setumpuk bunga yang berwarna merah, sedang disana tampak rumput yang berwarna hijau, hingga semua itu menunjukkan suatu pemandangan yang mengasyikan serta menyenangkan sekali.

   Lie Siauw Hiong yang tadinya belum pernah mengunjungi pulau Tay Ciap Too dan Siauw Ciap Too, tidak mengetahui bahwa kedua pemilik pulau itu adalah orang-orang yang memiliki kepandaian yang tinggi dan hebat, tapi segala sesuatu yang diatur diatas pulau Siauw Ciap Too tampaknya gundul karena disitu tidak terdapat terlalu banyak pohon-pohonan, sedangkan pulau Tay Ciap Too lebih kacau balau keadaannya, kedua pulau ini jauh sekali bedanya dengan pulau Bu Kek Top.

   Disebelah depan sejauh mata memandang, tampak warna hijau dan merah yang menghiasi tanah disekitarnya.

   Bila kita memandang dari arah laut, maka tampaklah suatu pemandangan pancawarna yang sangat indah dan menarik hati.

   Pulau Bu Kek Too ini sangat luas sekali.

   Dari suatu jalan yang lurus dan panjangnya kurang lebih satu lie, kita bisa melihat sebuah rumah, yang mungkin juga tempat tinggalnya pemilik pulau ini.

   Lie Siauw Hiong setelah membereskan pakaiannya yang kusut lalu berteriak.

   "Boan-pwee kesini disebabkan ada urusan sangat penting yang hendak memohon bantuan Cian-pwee disini .."

   Keadaan dalam rumah itu sunyi-senyap, dan karena saking tenangnya, maka keadaan dalam rumah itu tidak terdengar suara apapun yang menjawab perkataannya.

   Lie Siauw Hiong berusaha untuk mendekati rumah itu, setelah dia lalui segerombolan pohon bunga-bunga dan baru saja sampai dimuka rumah itu, lantas matanya menjadi kabur, karena tidak terasa lagi dia mengeluarkan jeritan tertahan.

   Ternyata Bu Heng Seng sebagai pemilik pulau ini, sifatnya sangat gemar sekali dengan pemandangan yang indah-indah, sekalipun dia tinggal terpencil didalam sebuah pulau, dengan menghamburkan tenaga yang tidak sedikit barulah dia berhasil mengatur segala sesuatunya sehingga sedemikian indahnya, sedangkan bujang-bujang yang dipakainya adalah orang-orang pilihan.

   Lie Siauw Hiong yang pertama kali datang kesitu, pertama dia lihat pohon- pohon serta bunga-bunga yang berwarna warni, sekarang setelah dia sampai ditengah-tengah pulau ini, suatu pemandangan yang berlainan sudah terhampar dihadapannya.

   Dia hanya melihat satu rumah yang sangat kuno bentuknya, diempat penjuru tidak ditanami pohon maupun bunga-bunga apapun jua, melainkan ditanami dengan rumput-rumputan.

   Sebuah jalan kecil menghubungi kejalan besar yang tidak rata dan berkelok-kelok.

   Disebelah timurnya terdapat sebuah sungai kecil yang airnya dialirkan dari laut.

   Sejauh mata memandang, segala sesuatunya adalah buatan manusia belaka, lebar sungai itu kurang lebih hanya dua tombak.

   Air sungainya mengalir dengan perlahan sekali, sedangkan ditengah-tengahnya terdapat sebuah jembatan gantung.

   Sekalipun rumah itu tampaknya sangat kuno, tapi segala sesuatu yang terdapat disekitarnya diatur sedemikian sempurnanya, sehingga tanpa terasa lagi semacam perasaan senang dan kerasan menghinggapi pada diri pemuda kita ini.

   Tempat ini terpisah dengan laut cukup jauh, sehingga debar dan damparan air laut tidak terdengar sama sekali.

   Keadaan disekelilingnya sunyi-senyap, seakan-akan tidak tampak barang seorang manusiapun.

   Perlahan-lahan Lie Siauw Hiong menjadi terbenam perasaannya.

   Sejak kecil dia yang sudah mengikuti Bwee San Bin, maka pada dirinya sudah timbul semacam darah seni, hingga diwaktu menyaksikan panorama disekelilingnya ini, dia merasa senang sekali didalam hatinya.

   Sekonyong-konyong telinganya dapat menangkap suara orang yang berkata.

   "Bocah yang baik, ternyata kau berani juga datang kepulau ini .."

   Begitu Lie Siauw Hiong membalikkan tubuhnya, dengan lantas dia melihat Bu Heng Seng, pemilik pulau itu, telah berada dihadapannya.

   Kedatangannya Lie Siauw Hiong sekali ini justeru ingin memohon bantuannya, maka setelah melihat orangnya sudah berdiri dihadapannya tidak terasa lagi dia menjadi girang sekali.

   Tapi ketika baru saja dia ingin menjawab pertanyaan orang, Bu Heng Seng sudah mendahului berkata.

   "Thio Ceng mana?"

   Mendengar pertanyaan itu, Lie Siauw Hiong menjadi sangat tercengang, sehingga diapun tidak bisa menjawabnya. Dengan suara tajam Bu Heng Seng lalu bertanya pula.

   "Kau .. kau .. Hm!"

   Tampaknya karena dia sudah terlalu marah, maka diapun tidak dapat mengeluarkan suara lagi. Setelah menetapkan semangatnya, Lie Siauw Hiong lalu berkata.

   "Thio Ceng? Maksudmu anak daramu itu?"

   Muka Bu Heng Seng jadi pucat sekali dan lalu menganggukkan kepalanya. Lie Siauw Hiong menjadi terkejut dan buru-buru bertanya.

   "Dia tidak ada dipulau ini?"

   Dengan suara dingin Bu Heng Seng menjawab.

   "Dia, pada sepuluh hari yang lampau, telah ribut mulut dan ingin mencarimu, katanya. Hm, sejak pergi dia belum kembali lagi .."

   Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lie Siauw Hiong yang mendengar gadis itu pergi ketempat yang sangat jauh dan ingin mencari dirinya, tidak terasa lagi jadi merasa terharu tercampur girang, tapi waktu dia berpikir bahwa gadis itu belum mempunyai pengalaman dikalangan Kang-ouw, kepergiannya itu entah akan menerbitkan gelombang apa lagi, hatinya gugup, maka dengan suara yang keras dia berkata.

   "Boan-pwee pada beberapa hari ini mengembara dilautan bebas, dia sebenarnya ingin mencari Boan-pwee dimana ..?"

   Bu Heng Seng menjawab.

   "Dia mengatakan bahwa dia hendak pergi ke Tiong-goan. Ai, dia yang masih muda belia belum mengetahui urusan diluaran."

   Dengan cepat Lie Siauw Hiong sudah memotong perkataan orang.

   "Hal ini Boan-pwee tidak pernah memikirkannya, hanya pada saat ini Boan-pwee mempunyai urusan yang sangat penting sekali sifatnya, setelah urusan disini selesai, dengan lantas Boan-pwee akan mengembara dan mencari anakmu .."

   Bu Heng Seng yang melihat Lie Siauw Hiong seperti juga tidak gugup, melihat kehilangan anaknya, malahan ingin menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu, barulah kemudian pergi mencarinya, dia lihat tampaknya pemuda ini tidak terlampau memikirkan anaknya, tapi anak daranya agaknya terlampau cinta terhadap si pemuda ini.

   Semakin berpikir, dia semakin marah saja, dengan tidak dapat mengendalikan diri lagi dia sudah menggerang, dengan segera dia sudah pukulkan satu kepalannya untuk membinasakan pemuda kita ini.

   Kemudian dengan secara sekonyong-konyong suatu pikiran melintas dikepalanya, lalu dia berkata pada dirinya sendiri.

   "Ceng Jie tampaknya terlampau menyayanginya, andaikata sekarang aku membunuhnya sehingga binasa, bukankah seumur hidupnya Ceng Jie akan bermusuhan denganku? Aiiii, hal ini sesungguhnya tidak boleh dilaksanakan .."

   Begitu hatinya tergerak, lalu dengan suara yang tajam dia membentak.

   "Bocah yang baik, aku akan mengusir kau keluar dari pulauku ini, aku beri kau batas waktu tiga hitungan, untuk kau meninggalkan tempat ini sejauh- jauhnya, kemudian tidak usah kau kembali lagi kesini untuk menjumpaiku .."

   Mendengar perkataan orang itu, Lie Siauw Hiong menjadi terkejut dan tidak dapat menjawab apa-apa. Dengan suara dingin Bu Heng Seng lalu mukai menghitung.

   "Satu .. dua .."

   Karena gugupnya buru-buru Lie Siauw Hiong berteriak.

   "Perlahan dahulu! Aku bila tidak mempunyai urusan yang penting, pasti sekali tidak akan datang mencarimu, untuk memohon bantuanmu, terlebih-lebih tidak mungkin aku datang kemari menginjak pulaumu meski hanya tapak kaki sekalipun. Urusan ini ada begitu pentingnya, karena besar sekali sangkut-pautnya dengan urusan kalangan persilatan di Tiong-goan .."

   Dia mengira begitu dia keluarkan perkataannya ini, Bu Heng Seng pasti akan menanyakan tentang soal apakah itu yang tengah disibukkan, tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang sudah menjadi marah, sama sekali tidak mau mendengarkan perkataannya, tapi dengan suara yang dingin dan getas dia tetap menghitung.

   "Ti .. ga!"

   Setelah berdiam sejurus, barulah dia berkata pula.

   "Bocah yang baik, apakah kau tidak memandang sebelah mata kepadaku? Akan kuperlihatkan bahwa aku Bu Heng Seng bukanlah seorang yang mudah dihinakan orang, dan aku akan mengusirmu keluar dari pulauku ini .."

   Baru saja perkataannya ini habis diucapkan, sebuah kepalannya sudah datang menyamber bagaikan kilat cepatnya.

   Lie Siauw Hiong tetap berdiri diam, dia tidak berusaha untuk berkelit maupun menghindarkan dirinya, Bu Heng Seng yang melihatnya menjadi serba salah dan segera menahan pukulannya sambil berseru.

   "Bocah bandel, kenapa kau tidak turun tangan juga?"

   Lie Siauw Hiong lalu menjawab.

   "Jika membicarakan kepandaian, Boan-pwee tidak dapat menandingi Cian-pwee sama sekali, hanya, jika kau terlampau menghina aku, maka Boan-pwee tidak bisa tidak harus melawanmu juga .."

   Harus diketahui, bahwa sifat Lie Siauw Hiong terlampau angkuh, dia selamanya belum pernah menerima penghinaan orang begitu rupa, hari ini karena dia disuruh oleh Peng Hoan Siangjin, maka barulah dia secara separuh pengemis memohon bantuannya Bu Heng Seng.

   Tapi siapa tahu Bu Heng Seng yang kehilangan anak daranya, tentu saja perasaannya menjadi kacau balau, maka setelah dia mengucapkan perkataan yang tajam ini, diapun tidak merasa menyesal sama sekali, malahan merasa sangat puas sekali.

   Bu Heng Seng tidak pernah menduga bahwa Lie Siauw Hiong mempunyai nyali sebesar itu, hatinya jadi terkejut juga, lalu dia berkata.

   "Hm, bocah, kau sungguh mempunyai keberanian, kau mau berlawanan denganku Bu Heng Sang, kau harus berlatih pula selama sepuluh atau dua puluh tahun lagi .."

   Sambil berkata begitu, dia lalu tertawa terbahak-bahak.

   Lie Siauw Hiong yang mendengar perkataannya itu seolah-olah tidak memandang mata kepadanya, dia ketahui tentulah sebab tempo hari dengan mudahnya dia kena tertawan olehnya, hal ini berarti juga yang dia tidak memandang mata kepada Bwee Siok-sioknya, maka tidak terasa lagi diapun menjadi sangat marah, maka dengan suara yang dingin sekali dia berkata.

   "Aku mengira tak usah begitu lama .."

   Sambil berkata begitu, diapun lalu balas tertawa pula. Mendengar perkataan pemuda kita, Bu Heng Seng menjadi semakin marah dan berkata.

   "Coba kau jajal .."

   Baru saja perkataannya itu habis diucapkan, badannya sudah bergerak, sepasang tangannya dipukulkan kearah pemuda kita dengan gerak tipu "Thay-san-ap-teng" (gunung Thay San menindih kepala), gerakannya ini sangat cepat dan berbahaya.

   Lie Siauw Hiong yang melihat pukulan Bu Heng Seng mengandung perubahan2 pula, dia yang sudah mempunyai pengalaman, tempo hari dia kena diselomoti dengan tipu tersebut, inilah yang disebut kepandaian istimewanya yang dinamakan 'Hut Hiat' gang dapat diubah menjadi totokan istimewa.

   Lie Siauw Hiong yang pernah mengalami kekalahan tempo hari, kini kepandaiannya sudah maju dengan luar biasa pesatnya, apa lagi pelajaran yang diberikan oleh Peng Hoan Siangjin adalah khusus untuk membebaskan diri dari tipu-tipu Bu Heng Seng ini.

   Maka pada waktu menampak serangan lawannya ini, dengan tenang dia menantikan datangnya serangan itu.

   Dia memasang bhesinya dengan sempurna, dan tatkala serangan Bu Heng Seng terpisah dengan sasarannya kurang lebih empat dim lagi, barulah dia putarkan badannya kekiri.

   Bu Heng Seng hanya tertawa dingin saja, sepasang kepalannya dipentang menjadi dua bagian, dengan mana ia lantas menyerang kembali.

   Lie Siauw Hiong pun dengan sama tenangnya lalu menangkis serangan itu sambil membentangkan sepuluh jarinya.

   Mula-mula tangan kirinya menotok lawannya, sedangkan lengan kanannya menyusul belakangan, gerak itu justeru merupakan gerak untuk membebaskan serangan lawannya ini.

   Bu Hang Seng mengira sekali bergerak dia dapat menawan lawannya seperti tempo hari, siapa tahu gerakan Lie Siauw Hiong sekali ini sangat lincah dan gesit, hingga dengan tepat sekali ia dapat membebaskan serangannya itu, hingga tidak terasa lagi hatinya menjadi agak terkejut.

   Lie Siauw Hrong dengan menggunakan sepasang tangannya yang digerakkan berturut-turut, jika tangan kirinya ditotokkan, maka tangan kanannya diulurkan untuk menyengkeram serangan lawannya ini.

   Dengan demikian, dia telah berhasil dapat membuyarkan serangan Bu Heng Seng yang datang dari delapan penjuru.

   Tapi karena dia mengetahui bahwa Bu Heng Seng tidak mengandung maksud jahat, maka setelah memunahkan serangannya itu, buru-buru dia mundur kesebelah belakang.

   Pertempuran sekali ini tampaknya hebat juga, karena masing-masing pukulan menerbitkan angin yang menderu- deru.

   Bu Heng Seng yang serangannya jatuh ditempat kosong, buru-buru dia berlompat mundur untuk menghindarkan samberan angin dari pukulannya si pemuda, dan setelah dapat membebaskan dirinya, dia segera berdiri disitu sambil memandang pada pemuda kita.

   Lie Siauw Hiong setelah turun gunung setiap hari kepandaiannya bertambah maju pesat sekali, apa lagi beberapa hari menjelang ini, kepandaiannya sudah boleh dikatakan sudah mentiapai dipuncaknya, hal mana terbukti dengan dikalahkannya Kouw-loo-it-koa,.

   tapi dibandingkan dengan kepandaian Bu Heng Sang, dia memang masih kalah setingkat.

   Sementara dia menantikan jawabannya, ternyata Bu Heng Sang sudah melancarkan serangannya pula.

   Bu Heng Seng kini sangat benci sekali terhadap pemuda kita, pukulannya sekali ini mengandung tenaga tujuh bagian, hingga saking kerasnya, pukulannya ini sampai menerbitkan suara bergemuruh.

   Tapi Lie Siauw Hiong yang tidak mau keras lawan keras, buru-buru dia berlompat mundur sehingga puluhan kaki jauhnya, dan tatkala baru saja dia hendak berkata, matanya menjadi kabur, karena lagi-lagi Bu Heng Seng sudah maju dihadapannya dan melancarkan serangannya pula ..

   Dengan suara yang nyaring sekali Lie Siauw Hiong lalu berteriak.

   "Too-cu, tahan dahulu .."

   Pada saat itu tenaga pukulannya Bu Heng Seng sudah menjurus keluar, Lie Siauw Hiong saking terpaksa mengeluarkan sepasang pukulannya pula untuk menyambuti pukulan lawannya, tapi Bu Heng Seng masih sempat menarik kembali pukulannya, sebaliknya bagi Lie Siauw Hiong yang sudah memukulkan kedua pasang pukulannya, sudah tidak dapat menahan serangannya lagi.

   Bu Heng Seng dengan satu kepalannya membuyarkan tenaga pukulan pemuda kita, sedangkan dengan tangannya yang lain dia pukulkan kearah lengan pemuda itu.

   Waktu pukulannya hampir menemui sasarannya, buru-buru Bu Heng Seng menarik tenaganya dua bagian.

   Lie Siauw Hiong rasakan tangannya seperti ada tenaga luar biasa menggencetnya, maka sambil memiringkan tubuhnya dia membuka kedua tangannya untuk menangkis serangan lawannya.

   Dengan gerak naik dia berhasil menahan serangan menggencet dari Bu Heng Seng, sedangkan dengan gerak menekan bumi dia berhasil menyingkir dengan jalan melompat.

   Bu Heng Seng yang menampak hal itu, tidak terasa lagi jadi semakin geram saja, kemudian dengan menggunakan sepasang tangannya dia menubruk kepada si pemuda bagaikan seekor burung besar saja gerakannya.

   Tenaga-dalam pemuda kita jika dibandingkan dengan Bu Heng Seng, menang terpaut jauh juga, dan karena gugupnya berhubung dia belum sempat membentangkan persoalannya dengan jelas, terpaksa dia hanya melayaninya dengan berputar-putar saja.

   Setelah melampaui tiga jurus, Lie Siauw Hiong memikirkan keadaan yang berbahaya bagi diri Peng Hoan Siangjin dipulau Siauw Ciap Too, maka sambil bersiul panjang, buru-buru dia berlompat mundur.

   Pada saat ini Bu Heng Seng tidak segera melancarkan serangan susulannya, maka dengan gugup Lie Siauw Hiong berkata.

   "Silahkan Too-cu menahan amarahmu sebentar, Boan-pwee menerima perintahnya Peng Hoan Siangjin agar Too-cu dapat pergi kepulau Siauw Ciap Too untuk berunding dengannya. Disamping itu, disanapun ada Hui Taysu yang juga .."

   Bu Heng Seng dengan suara dingin lalu berteriak.

   "Apa katamu? Peng Hoan Siangjin? Hui Taysu? Apakah gelar 'Tiga Dewa Diluar Dunia' kau sembarangan saja menyebut- nyebutnya?"

   Lie Siauw Hiong tanpa berasa lagi menjadi tercengang sekali, dengan cepat dia berpikir.

   "Dia tentu tidak percaya terhadapku .."

   Dengan mengeluarkan suara "sret!"

   Pemuda kita sudah mencabut pedangnya.

   Lantas pedang itu diputarkannya, sehingga ujungnya menerbitkan suara yang nyaring sekali.

   Kemudian dia lalu mainkan pedangnya dengan sangat hebat dan lincahnya, menurut ajaran 'Tay-yan-sip-sek' sedangkan gerak kakinya menggunakan 'Kit-mo-sin- pouw' dari Hui Taysu, Mula-mula Bu Heng Seng tidak memandang mata pada gerak pedang pemuda kita, belakangan setelah dia mengenali jurus-jurus itu, diapun segera insyaf, selainnya Lie Siauw Hiong seorang, tiada lain orangpun yang dapat menggabungkan kedua pelajaran yang sangat hebat itu.

   Tempo hari waktu Bu Heng Seng bertempur dengan Giok Khut Mo, dia pernah melihat pemuda kita menggunakan gerak kaki dengan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw', hingga pada saat itu dia masih tidak begitu yakin, karena dia mengetahui bahwa adatnya Hui Taysu sangat aneh sekali, tapi kini yang diperlihatkan oleh pemuda kita bukan saja Kit-mo-sin-pouw disebelah bawah, tapi disebelah atas diapun dapat pula memainkan jurus-jurus Tay-yan-sip-sek dari Peng Hoan Siangjin dengan amat baiknya.

   Tapi Bu Heng Seng hanya tertawa dingin saja dan lalu berkata.

   "Kau bocah ini dengan omongan manis dapat menipu kedua orang tua itu, tapi kau tidak dapat menipuku .."

   Tidak terasa lagi Lie Siauw Hiong menjadi geram juga, tapi dengan dia menginsyafi, bahwa tugas yang dibebankannya sangatlah beratnya, oleh karena itu, dengan menahan sabar dia terpaksa bersiasat untuk melaksanakan tugas selanjutnya.

   Dalam hati dia berpikir.

   "Siasat selanjutnya ialah bahwa ia harus mengejek dan memanaskan hatinya .."

   Maka setelah berpikir sampai disitu, lalu dia menengadahkan kepalanya sambil tertawa panjang yang telah menggetarkan batu-batu disitu. Dengan suara dingin Bu Heng Seng berteriak.

   "Hei, bocah, kau sedang tertawakan apa?"

   Lie Siauw Hiong berpura-pura tidak menghiraukannya dan hanya berkata pada dirinya sendiri.

   "Ai, tidak kunyana bahwa gelar 'Tiga Dewa Diluar Dunia' itu hanya nama kosong belaka!"

   Dengan penuh kemarahan Bu Heng Seng segera bertanya.

   "Kau bilang apa?"

   Lie Siauw Hiong lalu menyahut.

   "Aku mengatakan bahwa ada orang yang kepandaiannya jauh lebih lihay dan menang daripadamu!"

   Bu Heng Seng tahu bahwa dirinya tengah dipancing oleh sipemuda, tapi dengan tidak dapat menahan sabar pula, lalu dia berkata dengan suara yang penuh kemarahan.

   "Kau katakan, siapakah dia itu? Dan dimana dia berada?"

   Lie Siauw Hiong lalu menjawab.

   "Aku kasih tahu padamupun percuma saja, karena kau pasti sekali tidak berani pergi kesana!"

   Perkataan pemuda itu sudah terang hanya hendak memanaskan hati Bu Heng Seng saja, tapi hal ini tidak dapat ditelan begitu saja oleh Bu Heng Seng, hingga dengan kemarahan yang memuncak dia bertariak.

   "Lekas, lekas kau katakan! Dia itu berada di mana?"

   Lie Siauw Hiong lalu berkata.

   "Aku berani pastikan bahwa kau pasti tak mampu akan mengalahkannya, oleh sebab itu, boleh juga beritahukan kepadamu. Orang itu kini sedang berada dipulau Siauw Ciap Too .. Aku berani bertaruh denganmu .."

   Dengan marah Bu Heng Seng berkata.

   "Kalau kau yang kalah bertaruh, bagaimana?"

   Lie Siauw Hiong lalu mengedip-ngedipkan matanya, kemudian sebuah akal sudah muncul kembali diotaknya. Lalu dengan sikap bersungguh-sungguh dia menyahut.

   "Kalau aku yang kalah bertaruh, maka aku akan mencari anak daramu Ceng Jie .. aku bersama partai Kay Pang mempunyai perhubungan yang erat, anggota-anggota partai tersebut tersebar luas diseluruh dunia, aku pasti dapat mencarinya."

   Tapi kenyataannya adalah.

   "Sekalipun tidak bertaruh, akupun pasti akan mencarinya juga sampai dapat."

   Bu Hang Seng yang mendengar dia sudi mencari anak daranya Ceng Jie, hatinya jadi tergerak, maka seketika itu juga diapun berkatalah.

   "Baik, beginilah kita tetapkan perjanjian kita, kalau aku yang kalah .."

   Lie Siauw Hiong tahu bahwa Bu Heng Seng memang tidak memandang sebelah mata kepadanya, oleh karena itu, dengan tertawa dia menyahut.

   "Kalau Toocu yang kalah, maka Boan-pwee ingin mendapat petunjuk dari Toocu mengenai rahasia tiam-hiat yang kau miliki."

   Dengan demikian, barulah Bu Heng Seng mempercayainya dalam hati dan berpikir.

   "Peng Hoan Siangjin dengan Hui Taysu pasti telah kena diabui oleh bocah ini, sehingga mereka suka menurunkan kepandaiannya yang hebat itu kepadannya .."

   Kemudian dia berseru.

   "Jadi! Akan kuturut perkataanmu!"

   Dengan suara yang lantang Lie Siauw Hiong lalu berkata.

   "Kun cu it gan .."

   Bu Heng Seng lalu melanjutkan.

   "Koay ma it pian."

   Matahari sudah sampai ditengah-tengah udara, sedang pertempuran dipulau Siauw Ciap Too telah berlangsung semakin seru dan dahsyat.

   Tay Ciap Toocu dan Siauw Ciap Toocu bahu-membahu untuk melawan musuh-musuh mereka, tapi karena lawan-lawan itu sangat tangguh lagi pula lebih banyak jumlahnya, maka kedua orang itu belum dapat berada diatas angin.

   Keadaan Siauw Ciap Toocu masih lebih baik, karena dengan kepandayannya yang tidak ada keduanya didunia, yaitu gerakan kaki 'Kit-mo-sin-pouw', meski keadaannya sangat berbahaya, tapi dia masih dapat meloloskan dirinya dengan cukup lincah dan gesit.

   Hal mana berlainan dengan Tay Ciap Toocu yang memang bertabiat sangat berangasan, hingga dia sudah mengambil keputusan untuk lawan keras sama keras dengan pemimpin pendeta asing yang bernama Progota itu.

   Sebenarnya Tay Ciap Toocu Peng Hoan Siangjin dapat bekerja sama dengan Siauw Ciap Toocu, tapi karena lawannya Peng Hoan Siangjinpun adalah seorang yang luar biasa kuatnya, hingga setelah tiga kali diserang dengan beruntun masih dapat menyambutinya dengan cukup baik, sudah barang tentu telah membangkitkan kemarahannya Peng Han Siangjin.

   Maka saking marahnya, hweeshio tua itu telah melancarkan pukulan-pukulan yang mengandung angin yang menderu-deru kerasnya.

   Dan setelah bertempur dua puluh jurus lebih lamanya, Peng Hoan Siangjin yang tenaga-dalamnya lebih tinggi daripada lawannya, lambat- laun telah mendesak Progota sehyngga lawan itu tampak mulai keteter.

   Dengan bertempur cara demikian ini, ternyata malah membingungkan bagi Hui Taysu, karena kini dia harus melawan dua orang dengan sekaligus, maka dengan menggunakan Keng-sin-kang yang sehebat-hebatnya, barulah dia berhasil dapat mengelitkan diri dari pada serangan-serangan lawannya, bahkan kadang-kadang juga Kinposuf bersama Pantenpur masih sempat menyerang kepada Peng Hoan Siangjin, sehingga jalannya pertempuran tampak agak kacau balau.

   Peng Hoan Siangjin adatnya sangat aneh dan keras kepala, maka Hui Taysupun tidak mau menyuruhnya mengubah tiara bertempurnya yang keras lawan keras itu, meski dengan demikian mereka harus mempertahankan diri dengan susah-payah.

   Disamping itu, diantara lawan-lawan itu masih ada seorang yang segar-bugar dan belum turun tangan, dan kini sedang mengawasi jalannya pertempuran, yaitu Kinlungo.

   Peng Hoan Sian gjin semakin bertempur jadi semakin geram saja, maka sambil bersiul panjang dia lancarkan serangan yang bertubi-tubi, hingga dalam waktu sekejap mata saja dia sudah melancarkan serangan sebanyak sepuluh kali.

   Dan karena hebatnya pukulan-pukulan itu, maka Progota hampir saja memuntahkan darah saking sibuknya menjaga dan menangkis serangan-serangan lawannya itu.

   
Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sedangkan Peng Hoan Siangjin yang menampak hal itu, meski dilahir ia tersenyum dingin, tapi didalam hatinya diapun terkejut juga, karena berapa kali serangannya itu ternyata sangat memakan tenaga sekali.

   Kinposuf yang melihat Suhengnya tidak dapat berdiri dengan tepat, tidak terasa lagi diapun menjadi sangat terkejut.

   Lalu dengan cepat dia berlompat maju dan menotok punggungnya Peng Hoan Siangjin.

   Hweeshio tua itu yang merasakan dibelakangnya ada angin dingin yang menyamber, badannya tidak bergerak, tapi dengan menggerakkan lengan bajunya dia lalu menyabetkannya kebelakang, tanpa menolehkan kepalanya lagi.

   Jurus itu adalah apa yang dinamakan 'Siang-cong- ciang' (memukul dengan secara berbareng).

   Kinposuf yang menyaksikan lawannya menghadapinya dengan membelakangi dirinya, dia lihat lawannya berdiri tetap seperti gunung Thay San, sepasang tangannya yang digerakkan secepat kilat sudah menjurus kearahnya, sabetan lawannya yang begitu cepat dan jitu, tidak terasa lagi telah membuatnya terkejut bukan buatan.

   Progota sendiri yang sudah terluka didalam tubuhnya, dia menjadi geram sekali, kemudian dengan cepat pula dia lancarkan dua tangannya untuk menyerang kepada lawannya itu.

   Peng Hoan Siangjin yang sudah melancarkan serangannya dengan kedua tangannya, kini ketika melihat lawannya menyerang kembali, dengan cepat dia tarik tangan kirinya, kemudian dengan menggunakan tangan kanannya dia berusaha menepuk pukulan lawannya, dari jurus 'Siang-cong-ciang' dia ubah menjadi 'Pek-touw-twie'.

   Begitulah dengan cara ini dia telah melayani lawannya.

   Hui Taysu yang menyaksikan pemandangan ini, tidak terasa lagi dia merasa terkejut sekali, karena dia ketahui, meski Peng Hoan Siangjin mempunyai kepandaian yang lebih tinggi sekalipun, dia tidak mungkin dapat melayani lawannya dengan berbareng, yaitu dengan yang satu didepan dan yang satunya lagi dibelakangnya.

   Karena gugupnya, dia lantas berlompat pergi setelah berhasil menghindarkan serangannya Pantenpur.

   Hui Taysu adalah seorang wanita, dia biasanya jarang sekali menggunakan kekerasan, kini karena keadaan sangat memaksa, maka terpaksa dia lakukan juga tindakan kekerasan itu.

   Diwaktu terpisah masih sepuluh tombak lagi, dia sudah melancarkan sepasang serangannya dengan pukulan yang sehebat-hebatnya.

   Oleh karena itu, sekali ini dia telah melancarkan serangannya sehingga mengeluarakan angin yang keras dan menderu-deru kearah lawannya.

   Serangan ini dilancarkan oleh Hui Taysu untuk menyerang Kinposuf.

   Dengan serangan ini berarti bahwa diri Kinposuf terancam dua bahaya dengan sekaligus, karena didepan ada serangannya Peng Hoan Siangjin, sedangkan dibelakangnya dia diancam oleh pukulan Hui Taysu.

   Kinposuf berseru keras, badannya dengan dimiringkan ia menyambut serangan lawannya, sedangkan dengan tangan kirinya ia menyambuti serangannya Peng Hoan Siangjin, karena sekalipun pukulan Peng Hoan Siangjin ini hanya dengan satu tangan saja, tapi kekuatannya adalah ribuan kati beratnya, sehingga waktu mengenai dirinya, dengan tidak terasa lagi badannya menjadi agak sempoyongan.

   (Oo-dwkz-oO)

   Jilid 35 Pukulan 'Pek-pouw-sin-kun' dari Hui Taysu ini, waktu hampir mengenai punggung lawannya, dia melihat serangan Kinposuf telah dibatalkan, maka diapun tidak enak hati untuk meneruskan serangannya.

   Maka dengan segera dia miringkan pukulannya pada batu-batu cadas itu, sehingga batu-batu tersebut yang terkena pukulan Hui Taysu, seketika itu juga telah jadi hancur dan pecahannya muncrat kian-kemari.

   Pukulan yang disebut 'Pek-pouw-sin-kun' dari Hui Taysu sesungguhnya amat lihay, hal mana terbukti dengan batu yang menjadi hancur lebur karena terkena pukulannya tadi.

   Kinposuf tidak dapat berdiri tetap diatas puncak batu tersebut, maka dengan sempoyongan dia terjatuh kembali dalam barisan kuno tersebut.

   Sedangkan pukulan Peng Hoan Siangjin yang saling beradu dengan pukulan Kinposuf, badan mereka masing- masing jadi merasa tergoncang, sehingga hati mereka menjadi panas sekali.

   Pukulan ini ternyata lebih hebat lagi, karena sekalipun Progota dapat menghindarkan dirinya, tapi tenaga yang mendorong dari sampingnya ada sedemikian hebatnya, sehingga badannya menjadi sempoyongan dan hampir saja dia terjatuh kebawah.

   Peng Hoan Siangjin yang hatinya panas karena darahnya mengalir dengan sangat cepatnya, kini buru-buru dia duduk dibatu untuk mengatur jalan napasnya.

   Sekali ini hanya ketinggalan Hui Taysu saja bersama Pantenpur yang masih bertempur dipuncak batu gunung tersebut, kemudian tampak melayang dua sosok tubuh manusia, yang ketika Hui Taysu memandangnya, ternyata orang itu adalah Kinposuf yang terjatuh bersama Kinlungo.

   Hui Taysu mengetahui bahwa jasmaninya Peng Hoan Siangjin sudah sangat lelah sekali, hingga kini walau bagaimana cepatnya dia mengatur pernapasannya, sedikitnya masih harus membutuhkan setengah jam lamanya untuk memulihkannya.

   Tadi dengan satu lawan tiga ia masih sanggup bertahan dengan menggunakan ilmu 'Kit-mo-sin-pouw', kemudian waktu dia lirikkan matanya, dia lihat lengan kiri Kinposuf agak terkulai karena terluka, maka diam-diam dia berpikir.

   "Peng Hoan Siangjin sekali pukul dapat melukakan dua orang lawannya dengan sekaligus, suatu tanda bahwa kepandaian semacam ini sungguh luar biasa sekali. Aku Siauw Ciap Toocu masakah tidak bisa berbuat serupa itu?"

   Begitu hatinya tergerak, semangat pahlawannya segera naik tinggi sekali, hingga dengan suara dingin dia berkata.

   "Wei! Tampaknya kau sudah terluka? Aku Siauw Ciap Toocu hanya bisa menunggumu sampai .."

   Baru saja dia berkata begitu, Kinposuf sudah berkata dengan suara yang dingin.

   "Hmmmmm .."

   Dia yang termasuk seorang yang sangat tangguh dinegaranya sendiri, hanya mengetahui bahwa di 'Tong Hay (laut timur) terdapat Tiga Dewa Diluar Dunia, mereka mengira bahwa kepandaian mereka bertiga yang begitu tinggi pasti tidak takut akan mereka, tapi siapa tahu setelah murid mereka Kinlungo terkalahkan, mereka bertiga masuk ke Tiong-goan, dan mereka tidak sangka yang lawan mereka begitu tangguhnya dan sukar dikalahkan.

   


Si Pisau Terbang Pulang -- Yang Yl Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Sukma Pedang -- Gu Long

Cari Blog Ini