Pahlawan Gurun 13
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen Bagian 13
Pahlawan Gurun Karya dari Liang Ie Shen
Dalam pada itu Pek-kongcu itu sedang membalas hormat dan menjawab.
Eh, kiranya kalian Ciok- si-sam-hiong (tiga jagoan keluarga Ciok) juga berada disini.
Selamat bertemu.
Ayahku seringkali bicara tentang kalian kepadaku."
Sementara itu penyambut tamu keluarga Seng lantas maju memapak para tamunya, terhadap pemuda she Pek itu tampaknya menaruh hormat lebih tinggi. Setelah melompat turun dari kudanya, Pek-kongcu itu lantas berkata.
"harap kuda ini diberi perawatan yang baik, setelah mengikuti upacara segera aku akan berangkat."
"Ai, kenapa ter-buru2, silahkan Pek-kongcu tinggal barang dua-tiga hari lagi agar majikan kamu sempat melakukan kewajiban sebagai tuan rumah yang layak,"
Kata penyambut tamu keluarga Seng tadi.
"Sebenarnya aku ada urusan harus pergi ke Sohciu, kebetulan lewat sini dan mendengar tuan muda kalian menikah, maka sengaja mampir buat memberi selamat,"
Kata Pek-kongcu.
"Jika begitu, baiklah kami pasti akan menjaga kuda tuan yang baik,"
Kata penyambut tamu itu. Sambil ikut dibelakang mereka segera Kok Ham-hi bermaksud masuk kedalam, tapi penyambut tamu itu telah berkata. Pek-kongcu, Ciok-toako, apakah sobat ini adalah rombongan kalian?"
"Siapa tahu dia siapa? Tak kenal,"
Kata slah seorang laki2 berbaju hitam yang dipanggil sebagai Ciok-toako itu dengan angkuh. Sebaliknya sipemuda baju putih memandang sejenak kepada Kok Ham-hi, ia rada heran dan menjawab.
"Akupun tidak kenal. Numpang tanya, siapakah nama saudara yang terhormat ini?"
Rupanya dari sorot mata tajam itu ia dapat melihat Kok Ham-hi bukanlah sembarangan tamu, sebab itulah ia berbicara dengan cukup ramah.
"Ah, aku hanya seorang tabib keliling saja, namaku yang rendah tiada harganya untuk diketahui,"
Sahut Kok Ham-hi. Mendengar Kok Ham-hi tiada sangkut pautnya dengan para tamunya, para penjaga keluarag Seng itu lantas maju menghalanginya. Sementara itu Pek-kongcu dan ketiga saudara Ciok sudah tinggal masuk kedalam tanpa pedulikan Kok Ham-hi lagi.
"Persetan, kau ini pengemis dari mana, berani main gila kesini?"
Demikian para budak keluarga Seng lantas mem-bentak2.
"Eh, majikan kalian sedang pesta-pora, aku datang memberi selamat, kenapa kalian tidak mengizinkan aku masuk?"
Ujar Kok Ham-hi. Ketika itu Pek-kongcu dan Ciok-si-sam-hiong yang sudah masuk keruangan dalam itu sedang bicara dengan para kenalan yang menyongsong kedatangan mereka. Tiba2 dari percakapan mereka sayup2 Kok Ham-hi mendengar ada kata2
"kawin paksa", ia tergerak dan cepat pasang telinga. Kiranya Ciok-loji, yaitu orang kedua dari Ciok-si-sam-hiong itu sedang berbicara dengan seorang temannya dipojok pintu masuk. Dengan ketajaman pendengaran Kok Ham-hi, samar2 ia masih dapat mengikuti percakapan mereka itu. Terdengar Ciok-loji sedang tertawa dan berkata.
"Wah, sungguh kejadian sama yang sangat kebetulan!"
Saat itu para budak keluarga Seng sedang memaki dan menghalangi Kok Ham-hi sehingga satu kalimat pembicaraan mereka itu tak terdengar jelas. Tapi menyusul terdedngar lagi orang itu lagi berkata.
"O, kiranya disana juga terjadi peristiwa yang sama."
"Ya, Seng-cengcu berarti juga Oh-ciok-cengcu, makanyaaku bilang kejadian serupa yang sangat kebetulan!"
Terdengar Ciok-loji menanggapi. Dalam pada itu kawanan budak keluarga Seng menjadi murka melihat Kok Ham-hi tidak gubris kepada mereka, dengan bengis mereka memaki.
"Keparat, apakah kau berlagak dungi? Lekas enyah," ~ Berbareng itu seorang lantas hendak mendorong Kok Ham-hi. Tak terduga yang didorong tidak apa2, sebaliknya budak itu sendiri lantas jatuh terjungkal. Rupanya melihat keadaan sudah gawat, Kok Ham-hi telah ambil keputusan akan masuk kedalam secara paksa saja. Maka dengan sedikit sengkelit saja budak yang hendak mendorongnya itu sudah dibikin terguling. Sambil menggeletak dilantai, budak garang itu masih memaki.
"Keparat, kau berani memukul orang!"
"Jangan kuatir, bila kau terluka, sebentar akan kuberi obat,"
Kata Kok Ham-hi dengan tertawa.
Ketika kedua tangannya bekerja pula, kembali beberapa orang budak dibikin terjungkal, lalu ia menerobos kedalam.
Budak2 yang lain menjadi jeri dan tidak berani mendekat, mereka hanya ber- teriak2 saja, tapi tidak berani mengejarnya.
Kebetulan saat itu lantas terdengar riu hramai petasan, ruangan upacara juga bergema suara musik, sepasang mempelai sedang melakukan upacara nikah.
Karena itu suara ribut2 didepan menjadi tenggelam oleh suara petasan dan bunyi musik, orang didalam tidak tahu apa yan gterjadi diluar, disangkanya cuma urusan kecil saja, maka tiada orang yang keluar mengurusnya.
Ditengah suara riuh ramai dan mengepulnya asap petasan, segera Kok Ham-hi menyusup diantara orang banyak dan mendesak sampai di ruangan upacara, ia coba mencari Ciok-loji, tapi tidak kelihatan, hanya terdengar Ciok-lotoa sedang berkata.
"Kita datang tepat pada waktunya, malahan tadi aku kuatir terlambat."
"Sebenarnya upacarasudah harus berlangsung tepat lohor tadi, kabarnya pengantin perempuan tidak mau keluar, maka tertunda sampai sekarang,"
Terdengar seorang menimbrung disampingnya. Diam2 Kok Ham-hi membatin.
"Pengantin perempuan mau keluar melakukan upacara nikah, besar kemungkina bukanlah Giam Wan. Tapi sudah terlanjur datang kesini, betapapun urusan ini harus kuselidiki hingga jelas."
Belum lenyap pikirannya, tertampak sepasang pengantin baru sudah keluar bersama, pengantin perempuan diapit oleh dua perempuan pengiring dari kanan kiri, jelas dipapah keluar secara paksa.
Maka pembawa acara mulai berseru menyebutkan upacara nikah, sepasang mempelai diharuskan berlutut dan menyembah.
Sampai disini, mendadak suara seruannya berubah menjadi suara jeritan aget, rupanya Kok Ham-hi telah melompat keluar dari tengah2 tetamu, secepat kilat ia menyelinap ke-tengah2 pasangan pengantin itu.
Pembawa acara itu adalah seorang guru sekolah desa yang sudah tua, ketika mendadak melihat wajah Kok Ham-hi yang seram itu, tanpa dipukul dia sudah jatuh pingsan.
Setelah berdiri di tengah2 pasangan pengantin itu, sebelah tangan Kok Ham-hi mencengkeram pengantin laki2, tangan lain terus menarik kain kerudung pengantin perempuan dengan hati ber- debar2.
Tapi setelah kerudung pengantin perempuan itu tersingkap, ia menjadi sangat kecewa, ternyat pengantin perempuan itu memang bukan Giam Wan.
Ketika mendadak melihat wajah Kok Ham-hi yang menakutkan itu, pengantin perempuan itu juga menjerit kaget dan muka pucat, hanya saja dia sudah kenyang tersiksa selama beberapa hari ini, perasaannya sudah beku, biarpun takut juga tidak sampai pingsan seperti si guru sekolah yang tua itu.
Kok Ham-hi lantas berkata kepadanya.
kau jangan takut,aku datang untuk menolong kau.
Rumahmu berada dimana? Apakah kau masih punya ayah-ibu?"
"Hayo,lekas kalian bekuk ..
"
Dengan kejut dan gusar Seng-cengcu lantas membentak, tapi mendadak teringat putra kesayangannya berada dalam cengkeraman penyatron itu, terpaksa ia harus pikir dua kali dan cepat ganti suara memohon.
Eh, tahan dulu, sobat, tahan dulu,kau menginginkan apa, silahkan bicara saja, asalkan jangan bikin susah puteraku itu."
"Sebenarnya aku hendak binasakan putramu ini,"
Kata Kok Ham-hi.
"Jika kau ingin kuampuni jiwanya, maka kau harus tunduk kepada perintahku!"
"Ba ..ba..baiklah, silahkan tuan bicara dan tentu akan kuturuti,"
Jawab Seng-cengcu dengan gugup.
"Memangnya kau berani membangkang!"
Jengek Kok Ham-hi.
Baru saja ia hendak menguraikan syaratnya, se-konyong2 ada angin tajam menyamber dari belakang.
Kiranya dua orang telah menyambitkan senjata rahasia ke arahnya, sebuah Tau-kut-ting (paku penembus tulang_ dan sebuah Oh-tiap-piau (piau kupu2) berbareng menghantam Hiat-to bagian punggungnya.
Tapi punggung Kok Ham-hi laksana punya mata, tanpa menoleh, mendadak tangan menyelentik kebelakang, terdengar suara "crang-creng"
Dua kali, kedua senjata rahasia itu menyambe balik kesana dan kontan senjata makan tuan.
Tau-kut-ting menancap dibatok kepala orang.
Oh-tiap-piau juga bersarang di batok kepala seorang lagi, tanpa ampun kedua penyerang gelap itu terbinasa oleh senjata rahasianya sendiri.
"Hayolah, siapa yang sudah bosan hidup boleh coba2 lagi!"
Seru Kok Ham-hi dengan mendengus.
Keluarga hartawan Seng itu biasanya sangat ditakuti didaerah kekuasaannya, sebab Seng-cengcu itu mempunyai hubungan rapat dengan pejabat setempat dan bergaul pula dengan tokoh2 kalangan hitam.
Sekarang diantara tamu2 undangannyasebagian besar juga mahir ilmu silat.
Tapi demi nampak betapa lihainya Kok Ham-hi semuanya menjadi kuncup dan ketakutan.
Yang bisa menahan diri masih coba berdiam di situ untuk menanti perkembangan selanjutnya.
Tapi ada sebagian tamu yang bernyali kecil sudah lantas berebut melarikan diri keluar.
Di tengah suasana ribut itu, Kok Ham-hi mendengar suara seorang menjengek.
hm, memaksa orang dengan sandera, terhitung orang gagah macam apa?" ~ Pembicara ternyata bukan lain daripada si pemuda she Pek tadi.
Kok Ham-hi balas menjengek, se-konyong2 ia dorong pergi si pengantin laki2, lalu ia melayang cepat kesana untuk mengadang di depan orang banyak, ia berdiri ditengah ambang pintu.
Kebetulan saat itu ada dua perwira yang sedang lari keluar ruangan, kedua tangan Kok Ham-hi bergerak dari jauh, ia kerahkan "Thian-lui-kang"
Yang dahsyat, terdengar suara "blang-blang"
Dua kali kedua perwira itu kontan terguling ke bawah undak2an gedung dan menggeletak tak berkutik lagi.
Tanpa ampun mereka telah binasa oleh tenaga pukulan Kok Ham-hi dari jauh itu.
Sambil mengadang diambang pintu, lalu Kok Ham-hi membalik tubuh, kedua tangan nya mencengkeram dengan cepat dan dilemparkan ber-turut2 sepeti elang menyambar anak ayam saja, satu tangan satu orang, orang2 yang ber-jubel2 diambang pintu hendak melarikan diri itu telah dilemparkan kembali kedalam ruangan, dalam sekejap saja sudah belasan yang dilemparkan secara demikian.
"Satupun tidak boleh lari!"
Bentak Kok Ham-hi.
"Siapa yang berani lari , kedua perwira itu adalah contoh kalian!"
Melihat keperkasaan Kok Ham-hi, yang lain2 menjadi ketakutan dan terpaksa mencari tempat sembunyi disana sini.
"Hm, hendak lari saja tidak boleh, sungguh terlalu,"
Kata pemuda she Pek tadi.
"Memang, belum pernah kulihat orang segarang dia, marilah kita maju berbareng untuk bereskan bocah itu,"
Ajak Ciok-lotoa dengan gusar.
Akan tetapi banyak diantara hadirin itu sudah jeri dan pecah nyalinya oleh ketangkasan Kok Ham- hi itu, maka tiada seorangpun yang menanggapi ajakan Ciok-lotoan itu.
Bahkan pemuda she Pek yang dianggap berkepandaian paling tinggi itupun tidak memberi sambutan atas usul Ciok-lotoa itu, soalnya diapun merasa mengalahkan Kok Ham-hi jika satu lawan satu, sebaliknya kalau main kerubut sebagaimana ajakan Ciok-lotoa itu ia merasa akan menurunkan derajatnya, maka dari itu ia anggap tidak dengan kata2 Ciok-lotoa tadi, sebaliknya ia mendekati pengantin laki2 yang dilempar pergi oleh Kok Ham-hi tadi dan berusaha membuka hiat-to yang tertotok.
Tak terduga totokan Kok Ham-hi itu adalah cara perguruannya yang khas, betapapun pemuda she Pek itu tidak mampu membuka hiat-to yang tertotok itu.
Setelah tiada seorangpun yang berani terima tantangannya, lalu Kok Ham-hi mendekat sipemuda she Pke,katanya.
Hm, kau anggap aku terlalu garang dan menggunakan tawanan untuk emnggertak, sekarang tawananku telah berada ditanganmu, mengapa kau tidak mampu menyelamatkan dia?"
"Apa maksudmu?"
Jawab pemuda she Pek itu terpaksa.
"Cobalah pukulanku ini!"
Bentak Kok Ham-hi sambil sebelah tangannya menolak kedepan.
Cepat pemuda she Pek mengerahkan segenap tenaganya dan menangkis dengan kedua tangan.
Akan tetapi mana dia sanggup menahan kekuatan Thian-lui-kang yang dahsyat itu, ketika tenaga kedua pihak kebentur, Kok Ham-hi tidak goyah sedikitpun, sebaliknya pemuda she Pek tanpa kuasa tergentak sempoyongan kebelakang beberapa langkah.
Melihat lawannya tidak tergetar jatuh, diam2 Kok Ham-hi mengakui kekuatan lawan itu tidaklah lemah.
Kalau bertambah lagi seorang lawan yang sama kuatnya seperti itu mungkin akan sukar dilayani nanti.
Sebaliknya setelah menyambut tenaga Thian-lui-kang secara paksa, dada pemuda she Pek itu se- akan2 digontok oleh palu raksasa, untuk sejenak ia tidak berani buka suara dan maju lagi.
Melihat gelagat jelek, Seng-cengcu, tuan rumahnya, hampir2 menangis ketakutan, ber-ulang2 ia minta ampun.
Orang gagah, harap sudi memneri kelonggaran, janganlah kami dipukul lagi.
Apa yang tuan kehendaki pasti akan dituruti."
"Dari mana kau menculik nona ini, aku ingin segera kau memulangkan dia,"
Kata Kok Ham-hi.
"Baiklah, ayahnya sekarang juga berada disini, segera kusuruh dia membawanya pulang,"
Kata Seng-cengcu.
DAlam pada itu sipengantin perempuan telah dapat tenangkan diri, ia merasa bersyukur setelah mengetahui Kok Ham-hi bermaksud menolongnya, cepat ia memberi hotmat dan mengucapkan terima kasih.
Dari tengah2 orang banyak lantas tampil juga seorang tua dengan air mata ber- linang2, melihat orang tua itu, sipengantin perempuan lantas memburu maju dan merangkulnya sambil berseru.
"Ayah" ~ Kedua ayah beranak itu seketika salaing berpelukan dan menangis sedih.
"Sudahlah kalian jangan menangis lagi,"
Seru Kok Ham-hi.
"Kalian berasal dari mana, mengapa anak perempuan kena dogondol kesini olehnya?"
"Aku adalah seorang siucay miskin, berasal dari Jingjiu, bersama anak perempuanku sebenarnya kami bermaksud mencari kerjaan ketempat sanak pamili di Sohciu, tak terduga sampai disini kami telah diculik oleh mereka, bahkan aku dipaksa membikin surat penjualan anak perempuanku,"
Demikian tutur orang tua itu. Dengan gusar Kok Ham-hi lantas berkata.
"Nah bangsat she Seng, sekarang juga kau kembalikan bukti kontrak penjualan anak perempuannya itu, selain itu kau harus memberi ganti rugi sepuluh tahil emas kepada mereka."
"Baik, baik tuan,"
Sahut Seng cengcu, lekas2 ia perintahkan pembantunya melaksanakan apa yang diminta oleh Kok Ham-hi itu.
"Aku tidak ingin emasnya, hanya ingin kembalinya anak perempuanku,"
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata orang tua tadi.
"Harta yang tidak halal, apa halangannya diambil, boleh kau menerimanya buat modal usaha kelak,"
Kata Kok Ham-hi.
Habis itu, ia coba periksa sekeliling ruangan itu, pelahan2 ia mendekati meja sembahyangan yang terletak di-tengah2 ruangan besar itu.
Diatas meja sembahyang itu tersulut sepasang lilin besar, banyak barang2 sesajian pula, sekaligus Kok Ham-hi menyapu barang2 sesajian itu sehingga jatuh berserakan memenuhi lantai, lilin dicabutnya dan dibuang, lalu ia angkat sebelah tangannya dan berkata.
Bangsat tua she Seng, coba pentang matamu lebar2, lihatlah yang jelas ini!"
Ketika tangan memukul, terdengar suara gemuruh meja yang terbuat dari kayu cendana yang keras itu tidak bergerak.
Hal ini rada diluar dugaan orang padahal sekali hantam saja tadi Kok Ham-hi telah membinasakan dua perwira, sekarang hantamannya ternyata tak bisa menghancurkan meja.
Belum habis pikir, tiba2 terdengar suara gemeretak yang ramai, mendadak meja sembahyang tadi roboh verserakan menjadi keping2an kecil.
Kiranya Kok Ham-hi telah menghantam meja itu dengan Thian-lui-kang yang ampuh, tenaga pukulannya menjalar sekeliling meja secara bergelombang, sebab itulah meja itu baru hancur sejenak kemudian.
Keruan semua orang ternganga dan ketakutan.
"Nah, bangsat she Seng, sudah lihat jelas tidak. Sekiranya kau berkepala batu juga tak lebih keras daripada meja ini,"
Jengek Kok Ham-hi.
"Selanjutnya jika kau berani membikin susah lagi kepada mereka ayah beranak, maka aku pasti hancurkan kepalamu, bahkan kubabat habis seluruh anggota keluargamu tanpa kecuali."
Dengan ketakutan Seng-cengcu lantas berlutut dan menyembah, katanya.
"Tidak berani, pasti tidak berani!"
"Memangnya kau berani?"
Jengek Kok Ham-hi.
"Sekarang buka pintu lebar dan antar keberangkatan mereka ayah beranak!"
Setelah orang tua itu dan anak perempuannya pergi, lalu Kok Ham-hi berkata pula.
Kekayaanmu kau peroleh secara tidak halal, kau suka meninda rakyat jelata, mestinya aku binasakan kau, tapi sementara ini biarlah kuampuni kau, kau dihukum memberi sedekah kepada fakir miskin tiga ribu tahil perak, dalam waktu tiga hari hal ini harus kau laksanakan, bilamana kau tidak menurut maka jiwamu akan segera melayang."
Ber-ulang2 Seng-cengcu menjura dan menyatakan akan taat kepada perintah itu. Selesai menjatuhkan hukuman kepada Seng-cengcu, kemudian Kok Ham-hi bicara kepada para tamu.
"Sekarang kalian boleh pergi. Cuma ada seorang diantara kalian harus tetap tinggal disini!" ~ Mendadak ia mendelik dan menuding seorang yang berdiri di pojok sana dan berkata pula. Ciok- loji, kau yang tinggal disini,aku ingin tanya sesuatu padamu."
Rupanya tujuan Kok Ham-hi melarang keluarnya para tamu ituadalah kuatir Ciok-loji melarikan diri dalam kekacauan tadi.
Keruan Ciok-si-sam-hiong menjadi terkejut dan mendongkol pula, mereka tidak tahu apa maksud Kok Ham-hi dengan menahan Ciok-loji disitu.
Tetamu lain segera berebut meninggalkan tempat pesta itu, tiada seorangpun yang ambil pusing kepada ketiga saudara she Ciok itu.
Tiba2 pemuda she Pke tadi berkata.
Ciok-toako, kita ada untung dirasakan bersama, ada malang dipikul bersama.
Maklumlah, ayah pemuda she Pek itu adalah seorang tokoh yang ternama didunia persilatan, dirumahnya dia sudah biasa disanjung puji, kini kena dihajar oleh Kok Ham-hi sudah tentu ia tidak rela dihina mentah2.
Ia pikir Ciok-si-sam-hiong meski bukan jago kelas satu,tapi kalau mereka bertiga mau membantunya mungkin akan mampu menandingi orang galak bermuka buruk ini.
Begitulah Kok Ham-hi lantas menanggapi.
"Aku hanya ingin tanya sesuatu kepada Ciok-loji, tapi kalau kalian bermaksud menantang berkelahi padaku, maka akan kugunakan kesempatan ini untuk menghajar ada kepada kalian. Nah, majulah lekas tidak perlu banyak omong!"
Karena Kok Ham-hi telah menyatakan hendak menghajar adat kepada mereka, dalam keadaan kepepet terpaksa Ciok-si-sam-hiong menerima tantangan itu.
Segera mereka berdiri sejajar, Ciok- lotoa lantas berkata.
Manusia punya muka, pohon punya kulit, saudara sesungguhnya terlalu menghina orang, memangnya kami bertiga lantas takut padamu.
Namun kita selamanya tiada permusuhan apa2, bilamana kami kalah, bolehlah kau tanya apa yang kau kehendaki, sebaliknya kalau saudara kalah,kamipun takkan bikin susah padamu, hanya urusan kami hendaklah kau jangan ikut campur!" ~ Biarpun keras mulutnya, namun nadanya lemah dan hati sudah jeri.
Kok Ham-hi bergelak tertawa, katanya.
"Baik, baik! Kalian mengaku sebagai sam-hiong, aku justru ingin tahu apakah kalian benar2 jagoan atau betina. Nah, mulai!"
Baru saja Kok Ham-hi mengucapkan "mulai", berbareng ketiga saudara Ciok itu lantas menerjang maju.
Tiga buah toya dan tiga buah gelang emas menghantam sekaligus kearah Kok Ham-hi.
Toya dan gelang adalah senjata has yang dilatih dengan tekun dan selama ini digunakan Ciok-si- sam-hiong untuk malang melintangdi daerahnya.
Tangan kiri gelang besar dan tangan kanan memegang toya, kedua macam senjata yang berbeda jauh itu dapat bekerja sama dengan rapat sekali, benar2 sejenis ilmu silat yang lain daipada yang lain.
Melihat dua macam senjata yang aneh itu, mau ta mau Kok Ham-hi terkesiap juga, diam2 ia waspada da tidak berani meremehkan lawan.
Sedangkan pemuda she Pek tadi juga tidak tinggal diam, bahkan ia lebih licik daripada Ciok-si- sam-hiong, Ketika Kok Ham-hi bicara tadi,diam2 ia sudah siap siaga.
Begitu Ciok-si-sam-hiong mulaui bergerak,berbareng iapun menggertak sambil menggeser kebelakang Kok Ham-hi dengn cepat, dengan jurus "Yu-liong-tam-jiau" (naga meluncur menjulur cakar), kelima jarinya yang mirip kaitan terus mencengkeram ke Tay-cui-hiat dipunggung Kok Ham-hi.
Hiat-to ini kalau sampai tercengkeram, betapapun lihai ilmu silatnyajuga akan lumpuh dan tidak bisa berkutiklagi.
Akan tetapi Kok Ham-hi tidak gampang kecundangbegitu saja, ditengah samberan angin pukulan dan bayangan toya, tiba2 terdengar suara "blang"
Yang keras, Kok Ham-hi mendak kebawah,peti obat yang digendongnya itu terus melayang satu kitaram diatas kepala, tiga buah toya Ciok-si-sam- hiong kena mengemplang diatas peti obat sehingga pti itu hancur.
Sedangkan cengkeraman pemuda she Pek tadi tampaknya sudah hampir kena sasarannya, tahu2 Kok Ham-hi mendak kebawah sehingga cengkeramannya Cuma selisih beberapa senti saja.
Dalam pada itu dengan cepat luar biasa Kok Ham-hi sudah membaliki sebelah tangannya terus menangkap pergelangan tangan lawan, mau tak mau pemuda she Pek melompat mundur kalautidak mau tertawan.
Setelah peti obat pecah, pedang Kok Ham-hi yang tersimpan didalam peti lantas jatuh kelantai, sekali kaki Kok Ham-hi mencungkit, pedang itu mencelat keatas dan tepat kena ditangkapnya, sebelum pedang dilolos dari sarungnya, segera ia gunakan dulu untuk menangkis ketiga toya lawan yang sementyara itusudah menyerang pula.
Sementara itu sipemuda she Pek sudah mengeluarkan senjatanya sejenis golok tebal, serunya.
Baiklah, akan kucoba lagi ilmu pedangmu!" ~ Rupanya ia sudah jeri terhadap ilmu pukulan Kok Ham-hi tadi, kini ia berharap dapat memperoleh kemenangan dalam hal ilmu gogloknya yang sudah terlatih.
Sudah tentu Kok Ham-hi tidak gentar, dengan tertawa ia lantas lolos pedangnya, sekali putar, seketika sinar perak gemerdep menyilaukan mata, Ciok-si-sam-hiong dan pemuda she Pke itu sama2 mundur satu tindak karena merasakan sinar perak yang tajam itu.
Diam2 pemuda she Pek itu rada mengkeret, sungguh tidak nyana ilmu pedang lawan juga sehebat ini.
Lekas2 ia menggunakan kelincahan tubuhnya untuk berkelit, menubruk, lalu menggeser lagi kesamping, ia terus melompat kesana sini, bila ada kesempatan baru balas menyerang, sedapat mungkin ia menghindari gebrakan langsung dengan Kok Ham-hi.
Ilmu golok pemuda she Pek disebut "Yu-sin-pat-kwa-to", ilmu golok Pat-kwa, permainan ilmu golok ini mengutamakan kecepatan dan kegesitan.
Sebenarnya ilmu pedang Kok Ham-hi juga terkenal gerak serangan yang aneh, tapi ber-turut2 beberapa kali serangannya ternyata dapat dihindarkan pemuda itu.
Diam2 Kok Ham-hi berpikir harus ganti siasat, lebih dulu Ciok-si-sam- hiong dibereskan baru nanti melayani lagi pemuda she Pek itu.
Sekali bersuit panjang, mendadak ia menerjang kearah Ciok-si-sam-hiong secara menbadai, tanpa menghiraukan lagi pemuda she Pek.
Begitu keras serangan pedangnya sehingga beberapa bagian kekuatan Thian-lui-kang sudah tersalur keujung pedangnya, maka ketika golok sipemuda she Pek mencapai lingkaran sinar pedangnya lantas terguncang pergi.
Kok Ham-hi menambah tenaga dalamnya, gerak pedangnya dari cepat menjadi lambat, ujung pedang se-akan2 diganduli benda berat, sebentar menusuk kekanan dan lain saat menabas kesini, tampaknya tidak selihai permulaan, tapi kekuatannya bertambah lipat ganda, asal kebentur ujung pedangnya tentu tangan tergetar dan napas sesak.
Dengan tiga toya mereka, Ciok-si-sam-hiong bertahan dengan rapat, namun kerja sama mereka yang bagus itu ternyata tidak tahan oleh terjangan tenaga dalam Kok Ham-hi.
Tidak antara lama ketiga saudara itu sudah mandi keringat dan naps ter-engah2.
Melihat sudah tiba waktunya, se-konyong2 Kok Ham-hi membentak.
"Kena!" ~ Tahu2 pedangnya menusuk masuk ketengah gelang emas Ciok-loji dan tepat mengenai pergelangan tangannya.
"Trang", gelang emas yang besar itu jatuh kelantai, Ciok-lotoa dan Ciok-losam terkejut, sepasang gelang dan dua toya mereka segera menyerang berbareng, akan tetapi barisan serangan mereka sudh kehilangan sebuah gelang emas, mana mampu menahan serangan Kok Ham-hi yang dahsyat itu. Terdengar suara "crat-cret"
Ber-ulang2, sekali menabas, kontan pedang Kok Ham-hi membikin kedua toya lawan terkutung.
Menyusul jarinya menotok secepat kilat, hanya sekejap saja hiat-to ketiga orang lawan sudah tertotok.
Pemuda she Pek tadi sungguh sangat licin, begitu melihat gelagat jelek, segera ia menerjang keluar pintu, setelah dipelataran luar ia lantas berseru.
"Ilmu pedang saudara sungguh hebat, aku sangat kagum! Mohon tanya siapa nama saudara yang terhormat?"
Rupanya pemuda itu mengira setelah lari keluar pintu, Kok Ham-hi yang sibuk membereskan Ciok- si-sam-hiong tentu tidak keburu mengejarnya, maka dia pura2 tanya nama orang segala untuk menutupi kekalahannya.
Tak terduga, cara Tiam-hiat Kok Ham-hi cepat luar biasa, begitu Ciok-si-sam-hiong ditotok roboh, baru saja pemuda she Pek itu lari keluar, tahu2 iapun sudah mengejar tiba.
"Hehe, untuk apa kau tanya namaaku, maksudmu hendak menuntut balas di kemudian hari bukan? Haha, tidak perlu repot2, sekarang juga aku sudah datang kepadamu!"
Jengek Kok Ham-hi ebgitu muncul di depan pintu.
Keruan kejut pemuda she Pek tak terhingga, tak tersangka olehnya Kok Ham-hi bisa datang sedemikian cepat.
Semula ia bermaksud lari kekandang kuda untuk mencari kuda sendiri, tapi kini ia tidak sempat lagi.
Melihat datangnya Kok Ham-hi, lekas2 ia cemplak keatas seekor kuda yang berada disitu terus dilarikan secepatnya.
Agaknya saking banyaknya tetamu, kandang kuda keluarga Seng menjadi penuh dan tidak muat, banyak kuda para tamu terpaksa ditambat dipelataran depan, sebab itulah pemuda she Pek sempat melarikan diri dengan seekor kuda rampasan.
Kok Ham-hi bergelak tertawa melihat pemuda itu melarikan diri dengan seekor kuda jelek, maka iapun tidak mengejer lebih jauh melainkan berseru.
"Kau minta tanya namaku, tapi aku cukup minta kau tinggalkan kudamu saja!"
Rupanya ia telah penujui kuda putih sipemuda she Pek yang bagus itu, maka sengaja pura2 mengejar keluar untuk menakut2i saja.
Kini ia perlu kembali kedalam untuk menanyai keterangan Ciok-loji, sudah tentu ia tidak ingin mengejar sipemuda she Pek.
Setiba kembali di ruangan tengah, Ciok-si-sam-hiong sedang me-rintih2 payah.
Ciok-lotoa memohon dengan suara lemah.
maafkan atas kecerobohan kami, ampuni kesalahan kami, orang gagah!"
"Sudah tentu aku mau mengampuni kalian, Cuma seperti kataku tadi, aku hanya ingin minta keterangan kepadamu, apa yang kutanya kalian harus katakan sejujurnya, tidakboleh bohong atau kubinasakan kalian!"
Kata Kok Ham-hi.
"Silahkan tuan tanya, kami pasti akan bicara sejujurnya,"
Sahut Ciok-lotoa. Setelah membuka Hiat-to ketga tawanan itu, lalu Kok Ham-hi bertanya.
"Ciok-loji, tadi kau bicara dengan kawanmu tentang sesuatu kejadian yang sangat kebetulan dan serupa, apa maksudnya kejadian serupa itu?"
Ciol-loji terkejut, pikirnya.
"Aneh, obrolanku dengan si Han kuda cepat dengan suara pelahan tadi kenapa bisa didengar olehnya?"
Mestinya peristiwa itu tidak boleh dikatakan kepada sembarang orang, tapi dibawah ancaman Kok Ham-hi, terpaksa Ciok-loji harus cari selamat lebih dulu. Setelah tenangkan diri barulah ia berkata.
"Ya, dijalanan utara antara Hopk dan Soasay juga terjadi suatu peristiwa yang serupa dengan kejadian disini."
"seorang kawan kalangan hek-to disana juga telah berhasil merampas seorang perempuan,"
Ciok- loji menambahkan.
"Siapakah kawan kalangan hitam yang kau maksudkan itu?"
Tanya Kok Ham-hi.
"Seorang Tosu,"
Tutur Ciok-loji.
"Dia juga biasa melakukan perdagangan tanpa modal dikalangan Hek-to seorang diri."
Apa yang dia maksudkan adalah perbuatan merampok, membegal, artinya Tosu yang dikatakan itu adalah seorang bandit.
"Oh-ciok Tojin bukan maksudmu?"
Tanya Kok Ham-hi. Nama ini didengarnya dari Ci In-hong.
"Benar, memang Oh-ciok Totiang adanya,"
Sela Ciok-losam.
"Apakah tuan kenal dia?"
Ia menyangka Kok Ham-hi ada hubungan baik dengan Oh-ciok Tojin, diam2 ia merasa girang. Tapi Kok Ham-hi lantas menjengek, sahutnya.
"Ya, memang aku kenal dia, aku sedang mau cari dia!"
Melihat air muka Kok Ham-hi yang berubah itu, Ciok-lotoa tahu gelagat jelek, cepat ia menyambung.
"Tosu bau busuk itu memang suka berbuat sembrono, kami sering mengutuk perbuatannya. Seperti sekali ini, ia menggondol lari anak perawan orang, perbuatannya ini terang tidak pantas."
Ciok-losom yang lebih muda dan ke-tolol2an itu belum mengetahui akan maksud ucapan saudaranya itu, dia malah merasa tidak adil bagi Oh-ciok Tojin, segera ia berkata.
"Meski Oh-ciok Tojin suka berbuat se-wenang2, tapi biasanya dia bukan manusia yang suka kepada perempuan. Konon menurut apa yang kudengar, katanya perempuan yang dia rampas itu bukan untuk diri sendiri melainkan akan dipersembahkan kepada orang lain. Orang yang inginkan perempuan itupun tidak bermaksud hendk mencemarkan kehormatan tawanannya itu."
"Pendek kata seorang Tosu betapapun tidak pantas berbuat begitu,"
Ujar Ciok-lotoa sambil melototi saudaranya.
"Sudahlah, kalian hanya perlu katakan apa saja yang kalian tahu, tak perlu urus baik buruk pribadinya Oh-ciok Tojin,"
Sela Kok Ham-hi dengan tidak sabar.
"Nah, Ciok-losam, coba kau saja yang bicara. Oh-ciok Tojin merampas perempuan itu untuk dipersembahkan kepada siapa?"
"Kabarnya hendak disumbangkan kepada Toh-cecu di Hui-liong-san,"
Jawab Ciok-losam. Diam2 Kok Ham-hi terperanjat. Segera iapun berkata dengan suara keras.
"Perempuan itu she Giam bukan?"
"O,kiranya engkau sudah tahu juga,"
Ujar Ciok-losam.
"Memangnya kau kira aku tidak tahu?"
Kata Kok Ham-hi.
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku cuma ingin tahu apakah pengakuan kalian ini cocok tidak dengan apa yang kuketahui. Aku ingin tahu apakah kalian berbohong atau tidak."
"Ya, ya,"
Sahut Ciok-losam dengan ter-sipu2.
"Konon perempuan itupun orang dunia persilatan, putri Cwan-say-tayhiap Giam Seng-to."
Dari tadi Kok Ham-hisebenarnya sudah menduga perempuan yang dimaksudkan itu pasti giam Wan adanya, kini keterangan itu ternyata cocok dan tidak urung iapun terkejut pula, tanpa terasa ia bertanya.
"Cara bagaimana dia sampai tertawan oleh Tosu keparat itu."
"ya, mula2 Oh-ciok Tojin bahkan hampir kecundang oleh nona itu, kemudian dia menggunakan senjata rahasia pembius barula nona Giam kena tertawan,"
Tutur Ciok-loji. Ciok-lotoa memang pintar melihat gelagat, dari sikap Kok Ham-hi yang terkejut dan cemas itu ia dapat menduga Kok Ham-hi pasti mempunyai hubungan akrab dengan nona itu, demi untuk mengambil hati Kok Ham-hi, segera ia berkata.
"Kemarin dulu kami bertemu dengan Oh-ciok Tojin diluar kota Sohciu, dia mengatakan hendak mengantar perempuan itu ke Hui-liong-san untuk diberikan kepada Toh-cecu. Kalau disusul dari sini dengan kuda yang baik rasanya masih dapat menyusulnya sebelum dia mencapai Hui-liong-san. Biarpun teman sendiri, sebenarnya kamipun tidak menyetujui perbuatan terkutuk seperti dia itu. Cuma sayang kepandaian kami selisih jauh dengan dia, kalau tidak tentu akupun akan memebri hajaran padanya."
"Biar dia sudah sampai ujung langit juga akan kususul dia,"
Kata Kok Ham-hi dengan mengertak gigi.
"bagus, sungguh seorang pendekar sejati, jika engkau menyusulnya sekarang tentu masih keburu mencegatnya ditengah jalan. Eh, Seng-cengcu, lekas kau siapkan seekor kuda pilihan bagi tuan ini!"
Seru Ciok-lotoa. Bicaranya seperti memuji Kok Ham-hi, ia sendiri lupa bahwa kedatangannya ini justru menghadiri pesta perkawinan paksa dengan pengantin perempuan berasal dari rampasan. Ciok-losam yang ke-tolol2an itu mendadak berseru.
"He, Lotoa, mengapa kau bicara begitu, sebagai teman tentu kita kenal pribadi Oh-ciok Tojin, meski dia yang menangkap nona Giam itu, tapi biangkeladinya adalah Toh-cecu dari Hui-liong-san. Tuan pendekar budiman, aku ingin mohon sesuatu padamu."
"Tak perlu kau buka mulut, aku tahu kau ingin minta aku mengampuni Tosu busuk itu bukan? Tidak bisa, takkan kululuskan permintaanmu!"
Kata Kok Ham-hi.
Meski dia gemas terhadap Oh- ciok Tojin, tapi dalam hati rada suka kepada Ciok-losam yang ke-tolol2an tapi polos itu.
Mengapa Giam Wan sampai tertawan oleh Oh=ciok Tojin dan bagaimana nasibnya nanti setiba di Hui-liong-san? Cara bagaimana Kok Ham-hi menyusul ke Hui-liong-san dan menolong Giam Wan?
Jilid 12 bagian pertama Ciok-losam berhati lebih polos, katanya pula.
"Betapapun harus kukatakan bahwa Oh-ciok Tojin se-kali2 pasti bukan orang yang suka merusak kaum wanita. Kalau terjadi apa2 paling2 ia hanya sebagai pelaku saja, tapi dibelakangnya tentu ada biang keladinya. Terus terang, pribadi Oh-ciok paling tidak akan lebih baik daripada kami bertiga."
"Tosu jahat itu masakah kau mintakan ampun baginya?"
Bentak Ciok-lotoa.
"Adikku ini rada sembrono, harap Hiapsu (pendekar) maafkan dia."
"Peduli amat dengan kalian, yang pasti biarpun jiwa imam keparat itu dapat kuampuni, sedikitnya ilmu silatnya juga akan kupunahkan,"
Kata Kok Ham-hi. Melihat Kok Ham-hi ber-gegas2 mau pergi, dengan ter-gopoh2 Seng-cengcu berkata.
"Tuan yang perkasa, kuda pilihan buat engkau sudah tersedia, sebentar akan dituntun kesini." ~ Sembari berkata iapun memberi isyarat kepada seorang pembantunya. Segera pembantu itu maju kedepan dengan membawa senampan uang perak, katanya.
"Majikan kami persembahkan sedikit tanda mata ini, mohon Tuan yang perkasa sudi menerimanya."
Seketika mata Kok Ham-hi mendelik, ia bermaksud melemparkan hadiah yang lebih mirip uang sogok itu. Tapi segera timbul suatu pikiran dalam benaknya, katanya kemudian.
"baik juga, karen ahartamu ini toh diperoleh secara tidak halal. Janganlah kau mengira dengan uangmu lantas kau dapat berbuat apapun juga sesuka hatimu. Yang pasti, bilamana kau tidak melaksanakan perintahku tadi, kelak aku pasti akan bikin perhitungan padamu."
Melihat Kok Ham-hi mau menerima sumbangannya, Seng-cengcu merasa lega, cepat ia menyatakan pasti akan melaksanakan kehendak Kok Ham-hi tadi dalam waktu tiga hari.
Tapi kemudian dia ternyata tidak pernah melakukannya sehingga kelak iapun mendapat ganjarannya setelah Kok Ham-hi datang kembali dan mengusut perbuatannya itu.
Sementara itu kuda putih yang diminta Kok Ham-hi telah disiapkan, segera Kok Ham-hi mencemplak keatas kuda itu.
Tapi sebelum dilarikan, tiba2 ia ingat sesuatu, ia menoleh dan bertanya kepada Ciok-losam.
"Siapakah orang she Pek itu dimana tempat tinggalnya?"
"Dia bernama Pek Jiang-seng, ayahnya bernama Pek Ban-hiong, seorang bekas gembong Lok-lim yang kini cuci tangan alias pensiun, tempat tinggalnya di Pek-gui-teng dikota Jongciu. Pek Ban- hiong adalah saudara angkat Tun-ih Ciu, Tun-ih Cecu yang namanya termashur itu, dia "
"Sudahlah, aku sudah tahu,"
Sela Kok Ham-hi tak sabar sambil melarikan kudanya secepat terbang kedepan.
Setelah Kok Ham-hi pergi barulah ketiga saudara she Ciok bertengkar sendiri, Ciok-lotoa menyalahkan Ciok-losam terlalu banyak omong, sebaliknya Ciok-losam anggap Ciok-lotoa tidak pantas menjual kawan dan meng-olok2 Oh-ciok tojin.
"Hm, kau tahu apa? Aku sengaja mengatur tipu mengadu domba ini dan hailnya tentu akan menguntungkan kita sendiri, kau goblok, tidak paham maksudku,"
Kata Ciok-lotoa.
"Ya, aku goblok, memangnya kau yang pintar!"
Jawab Ciok-losam dengan penasaran. Segera Ciok-loji menengahi, katanya.
"Masakah Samte masih tidak paham tujuan toako? Oh-ciok Tojin telah banyak merebut rejeki kita dikalangan Hek-to, kalau laki2 bermuka buruk itu nanti ketemu dia dan saling genjot, tentu diantara mereka akan jatuh korban slah satu, bila laki2 muka buruk itu mampus, hal ini sama dengan Oh-ciok Tojin telah membalaskan sakit hati kita. Sebaliknya kalau Oh-ciok Tojin yang mampus, hal inipun bermanfaat bagi kita. Hehehe, sekarang kau paham tidak?"
Otak Ciok-losam yang memang rada beabl itu melongo sejenak, kemudian barulah berseru.
"Ha, pahamlah aku! Jadi kalian sengaja mengadu domba mereka agar mampus salah satu diantaranya, ini namanya pinjam golok membunuh musuh."
Ciok-lotoa dan Ciok-loji manggut2, lalu bergelak tawalah mereka bertiga.
Kiranya ilmu golok Oh-ciok Tojin terkenal hebat juga didunia persilatan, sudah lama Ciok-si-sam- hiong merasa sirik karena pekerjaan begal mereka mendapat saingan berat, tapi tak bisa berbuat apa2 karena mereka tidak sanggup melawan Oh-ciok.
Kini Ciok-lotoa sengaja membocorkan apa yang diketahuinya tentang tertawannya Giam Wan oleh Oh-ciok dengan harapan Kok Ham-hi akan terus menyusul kesana, paling baik kalau mereka bertempur mati2an dan akhirnya kedua orang sama2 mampus.
Dan benar juga, Kok Ham-hi telah mengarahkan kudanya tanpa berhenti menuju kearah yang dikatakan Ciok-lotoa.
Sepanjang jalan ia jarang berhenti kecuali untuk tangsal perut dan tanya arah kepada orang ditepi jalan.
Sehari dua malam ia maburkan kudanya tanpa tidur sekejap.
Pada pagi hari ketiga, ia sudah sampai disuatu tempat yang jaraknya kira2 lima atau enampuluh li dari Hui-liong-san.
Dari seorang penjual wedang ditepi jalan diperoleh keterangan bahwa dilihatnya ada sebuah kereta keledai lalu disitu, kusir kereta adalah seorang Tosu, sedangkan didalam kereta ada penumpangnya atau tidak tak diketahui oleh sipenjual wedang.
Mendapat berita jelas itu, semangat Kok Ham-hi terbangkit, segera ia mengejar kearah yang ditunjukkan penjual wedang itu.
Kebetulan pagi ini baru saja turun hujan, bekas2 roda kereta dijalanan cukup jelas, hal ini sama dengan petunjuk jalan baginya menuju kearah yang tepat.
Dengan mengikuti bekas roda kereta itu, sampailah Kok Ham-hi di tepi sebuah hutan dan disitulah bekas roda kereta itu menghilang.
Keruan Kok Ham-hi ter-heran2, masakah Tosu jahat itu menghalau keretanya ke dalam hutan, apa maksudnya hendak berbuat tidak senonoh terhadap tawanannya? Segera Kok Ham-hi melarikan kudanya menyusuri hutan itu dengan hati ber-debar2.
Segera Giam Wan akan dapat diketemukan, sekali ini harus menemuinya atau tidak? Hm, kalau Tosu keparat itu berani mengganggu seujung rambutnya pasti akan kucincang tubuhnya hingga hancur lebur.
Demikian pikirnya.
Memang tidk salah, didalam kereta keledai yang dihalau Oh-ciok itu memang berisi Giam Wan.
Tapi urusan telah berubah sama sekali diluar dugaan Kok Ham-hi.
Untuk ini baiklah kita tinggalkan dulu Kok Ham-hi, marilah mengikuti pengalaman Giam Wan.
* * * Setelah minggat dari rumah Giam Wan berusaha mencari berita Kok Ham-hi ke-mana2 tempat, tanpa terasa tiga tahun telah lalu, seluruh kanglam telah dijelajahinya, tapi jejak Kok Ham-hi tetap tak diketemukan.
Tiba2 ia teringat kepada cerita Kok Ham-hi bahwa pemuda ini adalah pengungsi dari daerah utara, bukan mustahil sekarang pemuda itu pulang kampung.
Begitulah Giam Wan lantas meneyberangi Tiangkang mencari ke utara.
Tak terduga pada suatu hari ditengah perjalanan ia kepergok oleh Oh-ciok Tojin dan kena ditawan oleh tosu itu dengan menggunakan dupa pembius.
Waktu Giam Wan sadar, ia merasa dirinya sudah terbaring didalam sebuah kereta keledai.
Dupa pembius Oh-ciokTojin itu mempunyai khasiat pelemas tulang dan mengendorkan otot, meski sudah sadar, namun Giam Wan merasa sekujur badan lemas lunglai, sedikitpun tak bertenaga, hanya badan terasa baik2 saja, tiada sesuatu tanda yang merugikan, rada legalah hatinya.
Tapi ia lantas mencaci-maki Oh-ciok Tojin, tekadnya sudah bulat, ada lebih baik terbunuh saja daripada nanti tersiksa dan ternoda badannya.
Tak tahunya Oh-ciokTojin ternyat tidak marah, ia membuka tirai kereta dan menyapa.
O, kiranya kau sudah mendusin?"
"Tosu keparat, kau hendak mengapakan diriku?"
Damprat Giam Wan.
"ah, tidak apa2, aku hendak memberi makanan padamu, ini, dua buah bakpau,"
Sahut Oh-ciok dengan tertawa.
"Kau sudah tidur seharian, kini tentu sudah lapar."
Benar juga, setelah melemparkan dua potong bakpau, lalu Oh-ciok berpaling kedepan lagi, satu jaripun tidak menyentuhnya. Tercengang juga Giam Wan, makinya pula.
"Tosu bangsat, mengapa kau tidak membunuh aku saja? Ketahuilah, ayahku adalah Cwan-say-tayhiap Giam Seng-to, putrinya tidak boleh sembarangan dihina orang. Kalau sekarang kau tidak bunuh aku, pada suatu hari kelak tentu aku yang akan membunuh dirimu."
"Apa mau dikata, terpaksa harus kulakukan untuk membalas budi orang,"
Sahut Oh-ciok.
"Membalas budi orang? Jadi kau gunakan diriku untuk membalas budi? Siapakah orang yang kau maksudkan?"
Tanya Giam Wan.
"Tak dapat kuberitahukan,"
Sahut Oh-ciok.
"Yang pasti, keselamatanmu dapat kujamin, tanggung orang itu takkan menodai kau."
"Huh, kawanan bangsat macam Tosu busuk kau ini masakah punya maksud baik,"
Caci Giam Wan.
"Percaya atau tidak terserah kau. Tapi ingin kuperingatkan, jika kau mencaci maki lagi terpaksa akupun tidak sungkan2 padamu. Setiap kali kau memaki, setiap kali kutempeleng kau!"
Hendak bunuh diri, senjatanya ternyata sudah dirampas, dalam keadaan lemas, sukar juga sekalipun ingin bunuh diri.
Kalau Tosu itu benar2 menempelengnya tentu tak bisa melawan.
Terpaksa Giam Wan tak bersuara lagi.
Ia ingin mencari kesempatan, bila nanti tenaga pulih sedikit barulah bikin perhitungan dengan Tosu itu.
Begitulah ia lantas jemput bakpau yang dilemparkan oelh Oh-ciok tadi dan dimakan dengan lahapnya saking laparnya.
Habis makan dua potong bakpau itu ,rasanya tenaga pulih sedikit.
Tapi ketika ia mencoa mengerhkan tenaga dalam, tiba2 dada terasa sakit.
Maka sadarlah kekuatan obat Tosu itu tidak dapat punah dalam waktu singkat, terpaksa ia harus bersabar.
Tampaknya Oh-ciok memang cukup sopan padanya meski sikapnya dingin2 saja, tapi dengan demikian kedua pihak menjadi tenteram untuk sementara.
Setiap hari Oh-ciok memberikan makanan dan air minum kepada Giam Wan dengan sopan.
Diwaktu mengaso dan tidur selalu Oh- ciok menyingkir jauh daripada si nona.
Hari ini mereka telah sampai di suatu tempat yang jaraknya kira2 seratus li dari Hui-liong-san, samar2 puncak pegunungan yang tinggi itu sudah kelihatan dari jauh.
Hati Oh-ciok merasa lega, ia menggumam sendiri.
"syukurlah tinggal satu hari lagi saja sudah dapat mencapai tempat tujuan."
"Apakah kau hendak mengantar aku ke Hui-liong-san?"
Tanya Giam Wan.
"Benar,"
Sahut Oh-cik.
"Kini boleh kuberitahukan Toh-cecu dari Hui-liong-san itulah yang suruh aku membawa kau kesana."
"Siapa itu Toh-cecu, selamanya aku tidak kenal dia!"
Kata Giam Wan.
"Untuk apa dia mengundang kau, aku sendiripun tidak tahu. Yang jelas Toh-cecu adalah seorang laki2 gaagh perkasa di kalangan Lok-lim, kukira betapaapun dia takkan bikin susah padamu."
Setelah bekumpul selama beberapa hari, walaupun dapat bersikap sopan padanya, hal ini rada menimbulkan kesan baik baginya, walaupun begitu iapun belum mau mempercayai seluruh omongannya.
Pada dasarnya watak Giam Wan sangat keras dan kepala batu, sekalipun dibawah tekanan ayah- ibunya juga tidak mau tunduk, tak tersangka kini ia harus mudah dipermainkan orang, ia menjadi kheki dan kesal, tanpa terasa teringatlah dia kepada Kok Ham-hi.
Terpikir olehnya ketika dia dan ayahnya kepergo Tin-lam-jit-hou dahulu, untung Kok Ham-hi datang menolong mereka.
Tapi kini pemuda itu entah berada dimana? Belum lenyap pikirannya, tiba2 terdengar suara berderapnya kaki kuda, seorang pengunggang kuda sedang datang dari depan sana.
Hati Giam Wan berdebar, ia pikir apakah benar2 Thian mengabulkan harapanku dan Kok-toako kinipun datang menolong aku!"
Suara derapan kuda itu mendadak berhenti, orang itu berseru kaget tercampur girang.
"Eh, Oh-ciok Totiang, kiranya kau sudah datang! Aku justru hendak pergi mencari kau!"
Ternyata bukan suaranya Kok Ham-hi.
Hati Giam Wan kembali cemas, impiannya telah buyar seluruhnya.
Ia coba menyingkap ujung tirai kereta, dilihatnya pendatang itu adalah seorang laki2, mukanya kurus dan matanya kecil, wajah buruk yang menjemukan bagi siapa saja yang melihatnya.
Setelah meng-ingat2 akan orang yang menegurnya itu, kemudian Oh-ciok Tojin berkata.
"O, kau ini Toh Bong bukan?"
Kiranya Toh Bong adalah keponakan Toh-cecu, Toh An-peng dari Hui-liong-san, termasuk orang kepercayaannya. Melihat Oh-ciok dapat mengenal namanya, Toh Bong sangat senang, katanya.
"Syukur Totiang masih ingat padaku, memang aku ini Toh Bong adanya. Paman menyuruh aku memapak kedatanganmu."
"Rupanya pamanmu pandai juga menujum, cara bagaimana ia mengetahui akan kedatanganku?"
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ujar Oh-ciok tertawa.
"Beberapa hari ini paman merasa tidak sabar karena belum ada berita pengantaran anak dara keluarga Giam kesini, kukatakan pada paman bahwa yang sanggup melaksanakan urusan ini rasanya Cuma Oh-ciok Totiang saja, yang lain kiranya tidak mampu. Paman dapat menerima ucapanku itu, dia lantas suruh aku memapak kedatanganmu dan benar juga, dugaanku ternyata jitu, sekarang juga Totiang sudah kujumpai disini."
Kiranya Toh An-peng telah minta jasa2 baik kawan kangouw agar mereka membantu menangkapkan Giam Wan, diantara kawan2 itu termasuk Oh-ciok Tojin.
Sebenarnya Toh Bong disuruh mencari berita keberbagai tempat dan secara kebetulan saja ketemu dengan Oh-ciok Tojin, apa yang dia ucapkan tadi tidak lebih hanya untuk mengumpak Oh-ciok belaka.
Manusia pada umumnya memang senang dipuji, hal ini Oh-ciok juga tidak terkecuali.
Ia menjadi senang mendengar kata2 Toh Bong tadi, dengan berlagak tertawa dia berkata.
"Pandanganmu ternyata jitu benar, Toh Bong. Anak perempuan Giam Seng-to memang betul ada didalam keretaku ini. Cuma kau harus tahu diri sedikit, jangan kau membikin takut dia. Betapapun ayahnya adalah seorang pendekar yang ternama, kau harus pegang adat. Mestinya Toh Bong sudah menjulurkan tangan hendak meraih tirai kereta, maksudnya ingin tahu bagaimana macamnya Giam Wan, tapi karena kata2 Oh-ciok itu, mukanya menjadi merah dan tangan lekas2 ditarik kembali.
"Dengan segala daya-upaya pamanmu ingin mendapatkan anak dara ini, sebenarnya apa gunanya, apakah kau tahu, coba ceritakan padaku?"
Tanya Oh-ciok kemudian.
"He, jadi Totiang belum tahu?"
Kata Toh Bong.
"Menurut paman, katanya anak dara ini diperlukan untuk menghadapi Beng Siau-kang."
"Beng Siau-kang? Apakah orang yang berjuluk Kanglam-tayhiap itu?"
Oh-ciok menegas.
"Mengapa untuk menghadapi Beng Siau-kang diperlukan anak dara ini?"
"Soalnya Giam Seng-to adalah ipar Beng Siau-kang, bila putri satu2nya ini jatuh ditangan kita, mau tak mau Beng Siau-kang harus berpikir dua kali sebelum meusuhi paman,"
Tutur Toh Bong.
Oh-ciok mengerut kening, ia kenal Toh An-peng adalah seorang laki2 perkasa dikalangan Hek-to, tapi perbuatannya ini rada rendah dan kotor rasanya.
Kiranya dahulu Oh-ciok Tojin pernah ditolong oleh Toh An-peng, karena itu kedua orang telah mengangkat saudara.
Sebab itulah ketika dia menerima permintaan bantuan Toh An-peng agar menawan Giam Wan yang diketahui sedang ter-lunta2 dirantau itu, tanpa pikir iapun melaksanakan permintaan saudara angkat itu sebagai balas budinya.
Tapi setelah tahu duduknya perkara, ia merasa perbuatan Toh An-peng ini agak kotor dan kurang ksatria.
"Menurut berita yang telah kami terima, dalam beberapa hari ini Beng Siau-kang pasti akan datang ke Hui-liong-san, maka paman benar2 merasa cemas dan gelisah,"
Kata Toh Bong pula.
"Sebenarnya ada permusuhan apa antara pamanmu dengan Beng Siau-kang, mengapa aku tidak pernah mendengar ceritanya? Tanya Oh-ciok.
"Selamanya paman tiada permusuhan dan sengketa apa2 dengan si tua she Beng.
"Ya rahasia urusan inihanya akulah yang mengetahui. Karena Totiang bukan orang luar, tiada halangannya kuceritakan. Terus terang, orang yang paling gelisah menghadapi kedatangan Beng Siau-kang sebenarnya bukanlah pamanku."
"Habis siapa?"
Tanya Oh-ciok Tojin.
"Yang Thian-lui!"
"Yang Thian-lui ? Bukankah dia sudah menjadi Koksu kerajaan Kim ?"
"Benar, sedikitpun tidak salah. Tak terduga oleh Totiang bukan?"
Diam2 Oh-ciok terkejut, seketika pikirannya menjadi kacau dan tidak tahu apa harus dikatakannya. Segera Toh Bong menyambung.
"Totiang tentunya sudah paham bahwa To Pek-seng dan Beng Siau-kang adalah dua musuh besar Yang Thian-lui. Tahun lalu To Pek-seng telah terbunuholeh gabungan Yang Thian-lui bersama jago2 kemah emas Jengis Khan dipadang pasir Mongol, kini hanya tinggal Beng Siau-kang belum lenyap, tentu dia tidak akan tidur dengan nyenyak."
Sedapat mungkin Oh-siok menenangkan diri, tapi ia pura2 mengunjuk rasa bingung, lalu tanyanya pula.
"Sungguh aku tidak menduga, mulai kapan pamanmu berhubungan baik dengan Yang Thian- lui."
"Sebenarnya paman tiada hubungan apa2 dengan Yang Thian-lui, tapi kini sudah orang2 satu garis, dengan sendirinya harus menghadapi musuh bersama."
"O, jadi secara diam2 pamanmu sudah mengabdi kepada pemerintah (Kim) ?"
"Bukan begitu. Soalnya keruntuhan negeri Kim sudah didepan mata, sampai Yang Thian-lui sendiri juga terpaksa mencar majikan baru, masakah paman tidak tahu gelagat, dan malah mengabdikan diri kepada pemerintah ?"
"Ah, tahulah aku, apakah barangkali pamanmu sudah ada kaitan dengan orang Mongol ?"
"Ya, begitulah, tepat sekali dugaan Totiang. Malahan dapat kuberitahukan suatu rahasia lain, kini biarpun resminya Yang Thian-lui adalah Koksu negeri Kim, tapi sebenarnya dia sudah putar haluan menurut arah angi,diam2 sudah sering berhubungan dengan utusan gelap pihak Mongol."
"O, kiranya begitu, pantas mereka berdua bergabung untuk menghadapi Beng Siau-kang. Tapi mengapa Beng Siau-kang akan datang ke Hui-liong-san ? Apa mungkin dia sudah mengetahui rahasia itu dan sengaja hendak mencari perkara kepada pamanmu?"
"Tidak betapapun lihainya si tua she Beng itu juga takkan mengetahui rahasia ini, kedatangannya kali ini terang dia akan masuk jaring sendiri,"
Tutur Toh Bong dengan tertawa. Lalu iapun menceritakan cara bagaimana Toh An-peng mengatur perangkap dan memancing kedatangan Lok- lim Bengcu yang baru Li Su-lam.
"Kedatangan Beng Siau-kang resminya mendampingi Li Su-lam."
Tutur Toh Bong lebih lanjut.
"Sebab itulah paman terpaksa membikin repot Totiang agar membawakan anak dara she Giam ini ke Hui-liong-san kita."
Sudah tentu Toh Bong tidak tahu bahwa Beng Siau-kang dan Li Su-lam justru sengaja menurut tipu daya mereka dan membiarkan diri mereka masuk perangkap.
Hal ini tanpa sengaja telah kena diterka oleh Oh-ciok malah.
Keruan Oh-ciok sangat terkejut, urusan ini benar2 jauh diluar dugaannya.
Tapi dia tak dapat mengutarakan isi hatinya kepada Toh Bong, terpaksa ia tahan perasaannya, dengan pura2 tertawa ia berkata.
"Hah, tak kusangka pamanmu ternyata seorang pahlawan yang dapat melihat gelagat."
Toh Bong mengira Oh-ciok adalah orang sendiri, tak tahunya kini dalam hati Oh-ciok telah timbul rasa menyesal akan bantuannya menawankan Giam Wan. Dengan cengar cengir Toh Bong berkata pula.
"Kini paman sedang gelisah menantikan antaran anak dara ini, apakah Totiang boleh serahkan saja anak dara ini padaku, akan kuantar kesana secara kilat."
Dalam hati Oh-ciok menggerutu ia pikir kalau tidak mengingat Toh An-peng, tentu sejak tadi kumampuskan kau bocah ini.
Tapi apapun juga Toh An-peng pernah menanam budi padaku, mau tak mau Hui-liong-san harus kudatangi.
Hanya anak dara ini cara bagaimana harus kuatur? Apakah benar2 kuserahkan kepada Toh An-peng? Jika kulakukan hal ini, andaikan Beng Siau-kang tidak menuntut balas padaku, tentu pula aku akan dihina oleh setiap pahlawan di dunia ini.
Begitulah terjadi pertentangan batin Oh-ciok Tojin.
Sebenatr kemudian barulah ia ambil keputusan, tiba2 ia berkata.
"
Toh Bong, aku belum pernah melihat kepandaianmu, sekarang coba kau membacok aku dengan golokmu."
Toh Bong menjadi bingung dan terkejut.
"Apa artinya ini, Totiang?"
Tanyanya.
"Sebentar akan kuterangkan,"
Sahut Oh-ciok tak acuh.
"Hayolah, jangan takut, bacoklah sekuatmu."
"Tidak, hamba tidak berani,"
Kata Toh Bong.
"Kenapa tidak berani, aku sendiri yang suruh kau membacok,"
Ujar Oh-ciok.
"Rasanya kaupun tidak mampu melukai aku. Seumpama kau dapat melukai aku juga takkan kusalahkan kau."
Toh Bong kenal watak Oh-ciok yang enggan perintahnya dibantah orang, meski merasa takut2, akhirnya ia pegang juga goloknya dan berkata.
"Jika begitu, harap maaf atas kesembronoanku."
Habis berkata, seperti sungguhan, ia ayunkan goloknya, tapi tidak lantas dibacokkan.
"Hayo lekas! Bacok yang keras, memangnya kau anggap aku tidak mampu menghindari seranganmu?"
Omel Oh-ciok.
"Baik . Baiklah! Hamba akan membacok!"
Kata Toh Bong sambil pejamkan mata goloknya lantas dibacokkan.
Menunggu mata golok baru saja menyamber tiba, cepat sekali Oh-ciok menggunakan kedua jarinya untuk menjepit berbareng lantas didorong kedepan, kontan Toh bong jatuh terjengkang dan batok kepala belakang terbentur benjut.
Toh bong merangkak bangun, dengan rasa malu dan mendongkol ia berkata.
"Hamba memang tidak becus, tapi entah mengapa Totiang bergurau dengan hamba?"
"Hm, baru sekarang kau tahu sendiri kepandaianmu tidak becus?"
Jengek Oh-ciok.
Terus terang kepandaian anak dara ini tidak dibawahku, dibagian utara sini banyak pula kawan2 baik ayahnya, jika kau yang menggiring dia ke Hui-liong-san, apakah ditengah jalan tak bakal terjadi apa2? Hm, untung sekarang kau Cuma jatuh terjungkal saja, tapi kalau terjadi apa2 atas diri anak dara ini, mungkin alat makan nasimu juga sukar diselamatkan.
Wajah Toh Bong menjadi merah, katanya dengan malu2.
"Ya, ya, kiranya Totiang bermaksud baik menjajal kepandaianku. Baiklah, sekarang juga hamba kembali lebih dulu untuk menyampaikan berita kedatangan Totiang."
"Ya, lekas kau berangkat dulu,"
Sahut Oh-ciok.
Dalam hati Toh Bong menggerutu karena merasa dirinya telah dipermainkan, ia menjadi dendam dan akan membalas sakit hatinya kelak bila ada kesempatan.
Mendengar apa yang dipercakapkan Toh Bong tadi, didalam kereta Giam Wan menjadi girang dan terkejut pula.
Merasa girang karena mendapat kabar tentang kedatangan pamannya, yaitu Beng Siau-kang, dan terkejut karena mengetahui dirinya hendak digunakan sebagai alat pemerasan terhadap sang paman itu.
Pikiran Giam Wan menjadi kusut, ia pikir adik Bing-sia entah ikut datang bersama paman atau tidak.
Mereka sudah berpisah empat tahun, entah Bing-sia pernah bertemu dengan Kok Ham-hi atau tidak? Ia yakin pula sang paman pasti akan menolongnya bilamana mengetahui keadaannya, Cuma dirinya berada dalam cengkeraman musuh, paman tentu akan serba susah, bahkan mungkin akan membikin celaka padanya malah.
Padahal urusan paman menyangkut pergerakan musuh negara yang maha penting, bila lantaran diriku hingga urusan menjadi runyam, maka dosaku sungguh tak terhingga besarnya.
Berpikir sampai disini tanpa terasa Giam Wan mencaci maki Oh-ciok lagi.
"Tosu busuk, Tosu bangsat, kau menyombongkan diri sebagai ksatria yang tahu harga diri, tapi nyatanya kau adalah pengkhianat yang menjual negara. Hm, kau jauh lebih rendah dan kotor daripada kaum bandit yang paling jahat sekalipun."
"Siocia, hatiku sendiri juga merasa kesal, hendaklah kau jangan memaki lagi,"
Kata Oh-ciok. Tapi Giam Wan ternyata masih memaki, akhirnya Oh-ciok menambahkan.
"Siocia yang baik, jangan kau memaki lagi. Eh, apakah kau ingin kutinggalkan disini agar dimakan anjing hutan?"
Giam Wan menjadi melengak oleh ucapan Oh-ciok yang sungguh2 itu, ia pikir apa barangkali Tosu ini memang berlainan dengan Toh-cecu dari Hui-liong-san itu? Tapi mengapa dia menangkap diriku sesuai dengan kehendak Toh-cecu itu pula? Karena merasa sangsi, pula kuatir benar2 ditinggalkan didalam hutan yang sunyi itu ,sedangkan dirinya dalam keadaan lemas lunglai.
Tampaknya Tosu itu tidak terlalu jahat, daripada jatuh ditangan orang Hui-liong-san, maka Giam Wan tidak memaki lagi, sedikitnya kau mesti tahu betapa rendah jiwa seorang yang menjual negara dan bangsa.
Diam2 Oh-ciok merasa malu hati mendengar ucapan Giam Wan itu.
Meski dia tiada hubungan baik dengan kalangan pendekar dan pahlawan, tapi pandangan kenegaraan dan kebangsaan toh masih ada didalam jiwanya, ia merasa perbuatan khianat memang harus dikutuk.
Tapi dilain pihak iapun pernah hutang budi kepada Toh An-peng dan telah berjanji akan melakukan apapun yang dikehendaki Toh An-peng asalkan disuruh.
Begitulah roda kereta terus menggelinding kedepan, hati Oh-ciok Tojin juga terus berputar engikuti putaran roda.
Sementara itu Hui-liong-san sudah makin dekat.
Apa tetap menuju kesana? Demikian timbul keraguan Oh-ciok Tojin.
Setelah berpikir beberapa kali, akhirnya Oh-ciok Tojin mengambil keputusan tidak melanjutkan keretanya ke Hui-liong-san.
Ia telah ambil ketekadan akan membujuk Toh An-peng agar menyadari kesalahannya, andaikan Toh An-peng takmau menerima nasehatnya, Oh-ciok rela mati sebagai balas budi kepada Toh An-peng, sedangkan nona Giam tidak boleh ikut menjadi korban.
Segera ia menyingkap tirai kereta dan berkata.
"Nona Giam, ini obat penawar. Didalam botol situ ada air minum, silahkan minum obat penawar ini," ~ katanya sambil menyodorkan dua biji pil.
"Kau benar2 memberikan obat penawar padaku?"
Tanya Giam Wan tercengang.
"Jika kau sangsi boleh anggaplah racun saja, aku tidak paksa kau meminumnya,"
Ujar Oh-ciok.
"Memangnya jiwaku tergenggam ditanganmu, kenapa aku harus takut kepada racun segala?"
Sahut Giam Wan. Tanpa pikir lagi ia terus telan kedua butir pil itu.
"Syukurlah kau dapat mempercayai aku, biarlah pedang ini kukembalikan sekalian,"
Kata Oh-ciok pula sambil mengangsurkan pedang yang dirampasnya dari sinona.
Setelah minum pil itu, Giam Wan merasa perutnya menjadi hangat, selang sejenak aliran darah teras lancar, tenaga mulai pulih.
Se-konyong2 ia melolos pedang terus menusukkannya kearah Oh-ciok Tojin.
"Baik, jika kau ingin membalas dendam boleh terserah sesukamu,"
Seru Oh-ciok.
Memangnya dia sedang merasa kesal karena tidak tahu cara bagaimana harus menghadapi antara budi dan benci kepada Toh An-peng.
Sebab itulah ia tidak menghindari tusukan Giam Wan itu juga tidak berusaha menangkisnya.
Maka terdengarlah suara "crat", pohon disebelah Oh-ciok Tojin terkutung sebatang rantingnya.
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kiranya Giam Wan tidak menyerang sungguh2 kepad Oh-ciok melainkan Cuma memcoba kepandaian sendiri apakah sudah pulih atau belum.
Walaupun Oh-ciok tidak takut mati, tapi ketika pedang Giam Wan se-akan2 menyerempet lewat dilehernya tadi iapun terkesiap hingga berkeringat dingin.
Selamanya aku belum pernah dihina orang, mestinya aku harus binasakan kau untuk melampiaskan dendamku, tapi mengingat kau ada pikiran kembali kejalan yang baik, biarlah kuberi kelonggaran, semoga kau menjadi manusia baik2,"
Kata Giam Wan kemudian.
"Terima kasih, lekas kau pergi saja,"
Kata Oh-ciok.
"Dan kau sendiri? Bagaimana nanti setelah kau lepaskan diriku?"
Tanya Giam Wan.
"Itu urusanku sendiri nanti, tak perlu kau pikirkan,"
Ujar Oh-ciok dengan hambar.
"Hm. Memangnya siapa mau pikirkan dirimu, hendaklah kau berbuat yang baik saja,"
Jengek Giam Wan sambil melangkah pergi. Melihat arah yang diambil Giam Wan itu justru menuju Hui-liong-san, Oh-ciok Tojin tercengang da cepat berseru.
"Nona Giam kau salah arah, harus menuju kesana!"
"Aku justru ingin kearah sana,"
Sahut Giam Wan tanpa menoleh. Kiranya dia memang sengaja hendak menuju ke Hui-liong-san untuk bergabung dengan Beng Siau-kang yang menurut cerita Toh Bong tadi besok juga akan tiba di Hui-liong-san.
"Aku suka kemana, kesitulah kupergi, kau tidak perlu ikut campur,"
Sahut Giam Wan dengan ketus. Mendongkol juga Oh-ciok Tojin, tapi setelah berpikir, ia merasa beralasan juga kalau sinona bersikap kasar padanya karena perbuatannya menawannya tadi. Cepat ia memburu maju dan berseru.
"Nanti dulu nona Giam, dengarkan kataku."
Namun Giam Wan hanya mendengus saja dan tetap meneruskan perjalanan kedepan.
Tapi lantaran tenaganya baru pulih, pula ginkangnya juga tidak lebih tinggi daripada Oh-ciok, maka tidak seberapa lama dia sudah disusul oelh Tosu itu.
Dalam pada itu Kok Ham-hi yang mengikuti jejak roda kereta pada saat itu pula tiba dipinggir hutan dan sayup2 mendengar suara caci-maki Giam Wan tadi, ia bergirang dan kuatir.
Cepat ia melompat turundari kudanya terus berlari kearah datangnya suara melalui jalanan yang licin.
Waktu Oh-ciok sudah hampir dapat menyusul Giam Wan dan baru hendak membujuknya agar putar arah, se-konyong2 dilihatnya seorang laki2 bermuka jelek sekali muncul didepan sana.
Sebenarnya Kok Ham-hi adalah seorang pemuda yang tampan, ketika mukanya kena disayat oleh thio Goan-kiat dulu, walaupun ketika itu darah bercucuran memenuhi mukanya, tapi karena luka baru wajah aslinya tidak berubah.
Sebab itulah dalam ingatan Giam Wan kekasihnya itu masih tetap seorang pemuda yang ganteng dan cakap, sama sekali tidak menduga bahwa Kok Ham-hi kini telah berubah rupa sejelek itu.
Keruan Giam Wan terkejut juga ketika mendadak seorang laik2 yang amat buruk rupa muncul didepannya.
"Siapa kau?"
Bentaknya.
Karena jalanan licindan berlumut habis hujan, sedangkan larinya tadi rada kencang, dalam kejutnya melihat Kok Ham-hi, hampir saja ia jatuh terpeleset.
Cepat Kok Ham-hi memegangi bahu sinona.
Hatinya seperti ter-sayat2, pikirnya adik Wan ternyata tidak kenal padaku lagi, biarlah kubinasakan saja Tosu busuk ini, habis itu lantas kutinggal pergi, tidak perlu kukatakan siapa diriku.
Giam Wan tambah terkejut oleh pegangan Kok Ham-hi itu, dampratnya.
"Kau mau apa?"
Dalam pada itu Oh-ciok sudah memburu tiba, dengan gusar iapun membentak.
"Kurang ajar, biarpun Toh An-peng juga pakai aturan padaku. Kau ini orang apa, tanpa tanya padaku lantas berani merampas sinona dari tanganku?"
Kiranya Oh-ciok salah sanka bahwa Kok Ham-hi adalah orang suruhan Toh An-peng untuk menerima penyerahan Giam Wan dari tangannya seperti halnya Toh bong tadi.
Saat itu Giam Wan telah melepaskan diri dari pegangan Kok Ham-hi, ia merasa orang tidak bermaksud jahat padanya, bahkan orang seperti sudah dikenal, seketika ia menjadi ragu2 dan bingung, ia berdiri terkesima dipinggir situ.
Maklumlah,betapapaun mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai, meski wajah Kok Ham-hi telah berubah, tapi kehalusan pandangannya, rasa mesra pada sorot matanya serta sedikit gerak gerik yang sudah biasa dilakukannya masih tetap dikenal oleh giam Wan.
Pelahan Kok Ham-hi mendorong kepinggir, habis itu mendadak ia mendelik dengan suara yang dibikin kasar ia membentak.
"Aku adalah malaikat pencabut nyawa, Tosu busuk, terimalaha kematianmu!"
Berbareng itu kedua pihak lantas saling gebrak, yang satu dengan pukulan dahsyat, yang lain golok menyambar secepat kilat, kedua pihak sama2 gusar dan menyerang berbareng.
Oh-ciok terkenal dengan golok kilat, tapi betapa hebat tenaga pukulan Thian-lui-kang Kok Ham-hi, sebelum golok lawan mengenai tubuhnya, lebih dulu tenaga pukulannya sudah mendampar tiba laksana gelombang ombak samudra yang dahsyat.
Terdengarlah suara blang.
Oh-ciok Tojin tergetar mundur beberapa tindak oleh tenaga pukulan itu dan kebetulan bersandar pada sebatang pohon.
Namun Oh-ciok juga bukan jago empuk, begitu kebentur pohon, seketika tubuhnya terpental maju pula, kembali goloknya menyambar ke arah Kok Ham-hi.
Untung bagi Oh-ciok Tojin, lantaran Kok Ham-hi terlalu lelah dalam perjalanan selama beberapa hari tanpa mengaso sehingga tenaga Thian- lui-kang jauh berkurang, karena itulah Oh-ciok tidak sampai terluka.
Walaupun begitu Oh-ciok sudah kapok juga merasakan tenaga pukulan lawan, Ia tidak berani menerima langsung lagi pukulan Kok Ham-hi itu, segera ia main lari kesana kemari, memutar kekanan dan kekiri, dengan golok secepat kilat ia menyerang dengan gencar.
Tujuannya hendak membikin Kok Ham-hi tidak sempat melancarkan pukulannya yang ampuh.
Diam2 Kok Ham-hi mengakui juga akan ketangkasan Oh-ciok, pantas Giam Wan kena ditawan olehnya.
Ditengah sambaran sinar golok dan deru angin pukulan, tiba2 terdengar suara brebet suara robeknya kain, kiranya lengan baju Kok Ham-hi terkupas sebagian oleh golok kilat lawan.
Giam Wan menjerit kaget, baru bermaksud maju, tiba2 terlihat Oh-ciok Tojin terdesak mundur ber- ulang2.
Ditangan Kok Ham-hi ternyata sudah bertambah sebatang pedang, kiranya pada kesempatan hendak melolos pedangnya tadi, lebih dulu Kok Ham-hi mengebaskan lengan bajunya untuk memaksa mundur lawannya.
Dengan golok Oh-ciok ternyata mampu menabas sebagian lengan bajunya, dengan sendirinya Kok Ham-hi tidak berani memandang entang lawannya, begitu pedang terhunus segera iapun melancarkan serangan se-gencar2nya sehingga lebih cepat daripada permainan golok kilat lawan.
Lantaran tidak dapat bertahan, terpaksa Oh-ciok main mundur ber-ulang2.
Ditengah jerit kaget Giam Wan tadi mereka berdua ternyata sudah saling gebrak belasan jurus.
Jeritan Giam Wan itu telah mengunjuk rasa perhatiannya kepada Kok Ham-hi secara terbuka, keruan jantung Kok Ham-hi berdebar keras, pikirnya.
"Apa barangkali adik Wan telah mengenali diriku. Kiranya dia masih menaruh perhatian penuh padaku." ~ seketika itu semangatnya terbangkit. Memangnya Oh-ciok bukan tandingan Kok Ham-hi, kini Kok Ham-hi bertempur terlebih bersemangat, jurus serangannya bertambah lihai, tentu saja Oh-ciok menjadi kewalahan. Ketika Giam Wan tenangkan diri, dilihatnya Kok Ham-hi telah mendesak Oh-ciok ketepi sebuah karang yang curam.
"Sret-sret-sret", ber-turut2 Kok Ham-hi menusuk tiga kali, tampaknya kalau Oh-ciok Tojin tidak terdesak jatuh kebawah karang tentu tubuhnya akan terkena tusukan pedang.
"Ampuni dia, Kok-toako!"
Seru Giam wan sambil melompat maju.
Saat itu ujung pedang Kok Ham-hi sudah mengacung didepan leher Oh-ciok Tojin, mendengar seruan Giam Wan itu, Kok Ham-hi tercengang, tapi iapun tidak tanya apa sebabnya sinona mintakan ampun bagi Tosu itu, segera ia putar haluan pedangnya dengan pelahan ujung pedang menotok pergelangan tangan Oh-ciok, trang, golok imam itu terlepas dari cekalan.
Sementara itu Giam Wan sudah berlari maju, katanya.
"Ternyata memang betul kau adanya, Kok- toako! O, coba kulihat kepadaanmu!"
"Aku sudah berubah menjadi siluman yang buruk, kukira kau sudah tidak kenal padaku lagi,"
Sahut Kok Ham-hi dengan senyum getir.
"Toako, tak perduli kau tetap cakap atau buruk, pendek kata aku tetap suka padamu,"
Kata Giam Wan dengan tegas.
"Toako, kau tidak tanya padaku mengapa mintakan ampun bagi Tojin ini? Soalnya dia boleh dikata tidak terlalu jahat."
"Adik Wan, aku yakin kau pasti punya alasan sehingga mintaka nampun baginya. Biasanya aku selalu percaya padamu, buat apa mesti tanya lagi,"
Ujar Kok Ham-hi.
"O, jadi Toako masih tetap percaya padaku seperti dulu dan tetap suka padaku?"
Giam Wan menegas.
Saking girangnya iapun menangis, terus saja ia menubruk kedalam pangkuan Kok Ham- hi, kedua orang saling peluk dengan erat.
Dalam pandangan Kok Ham-hi hanya terdapat Giam Wan seorang dan dalam pandangan GIam Wan juga Cuma ada Kok Ham-hi saja, terhadap segala sesuatu disekitar mereka hakekatnya tak dihiraukan lagi, mereka sama sekali lupa bahwa disamping mereka masih berada Oh-ciok Tojin.
Perubahan ini sungguh diluar dugaan Oh-ciok Tojin.
Ia menjemput kembali goloknya dengan rasa serba slah, baru sekarang ia mengetahui bahwa lelaki bermuka jelek ini adalah kekasih giam Wan.
Dengan tersenyum lega segera ia berkata.
"Nona Giam, banyak terima kasih atas kelonggaranmu dan tidak dendam padaku lagi. Kini kau sudah temukan orang sendiri, aku tidak perlu kuatir lagi bagimu, aku ingin mohon diri saja."
Baru sekarang Kok Ham-hi sadar bahwa Oh-ciok Tojin masih berada disebelahnya. Ia lantas tertawa dan berkata.
"Tidak berkelahi tidak menjadi kenal, kenapa mestii ter-gesa2 pergi? Tadi aku telah salah paham dan bergebrak dengan kau, biarlah aku minta maaf padamu." ~ Karena Giam Wan mengatakan Oh-ciok bukan orang jahat, makanya Kok Ham-hi bicara demikian. Wajah Oh-ciok menjadi merah, katanya.
"kau tidak bersalah, yang salah adalah aku. Tidak pantas aku membikin susah nona Giam, aku aku sebenarnya pantas mampus."
"Ya, dia menawan diriku dengan dupa pembius dan bermaksud diserahkan kepada Toh-cecu di Hui- liong-san, tapi sekarang dia merasa menyesal, waktu kau datang tadi dia sedang memberikan obat penawar padaku dan membebaskan diriku, tutur Giam Wan. Kok Ham-hi tertegun, ia pikir apa yang dikatakan Ciok-losam itu ternyata tidaklah dusta. Segera iapun tertawa dan berkata pula.
"Setiap orang tentu pernah berbuat salah, yan gpenting harus berani mengakui kesalahan dan berani memperbaiki diri. Persoalan ini biarlah kita habiskan sampai disini. Kalau Totiang tidak menolak, kita masih dapat menjadi sahabat."
Melihat kebesaran jiwa Kok Ham-hi, diam2 Oh-ciok merasa kagum. Katanya dengan menghela napas.
"Banyak terima kasih atas penghargaanmu kepadaku tapi aku tak dapat memaafkan diriku sendiri. Yang harus disesalkan adalah dahulu mestinya aku tidak menerima budi kebaikan dari Toh An-peng dan sekarang aku terpaksa menjadi alatnya."
Lalu ia menceritakan seluk-beluk hubungannya dengan Toh An-peng serta cara bagaimana dia menawan Giam Wan atas permintaan Toh An-peng.
"Apakah sekarang kau masih memikirkan utang budimu kepada Toh An-peng setelah tahu perbuatan khianatnya?"
Tanya Kok Ham-hi.
"Kiranya engkau sudah tahu juga perbuatannya,"
Ujar Oh-ciok dengan serba susah.
"Memangnya sekarang aku sedang bingung dan tidak tahu bagaimana aku harus bertindak."
"SAeorang laik2 sejati harus dapat membedakan antara benar dan salah, berani membuang yang jelek dan pilih yang baik, budi dan benci juga harus dibedakan dengan tegas. Orang yang khianat lebih rendah daripada binatang. Janganlah kita memikirkan sedikit utang budi dan melupakan persoalan yang lebih penting. Aku Kok Ham-hi selamanya suka bicara blak2an, apa yang ingin kukatakan kepada Totiang sudah kukatakan. Sekarang aku menjadi ingin pula minta petunjuk kepada Totiang.
"Banyak terima kasih atas kata2 emas Kok-heng, sungguh aku merasa malu,"
Ujar Oh-ciok.
"Kok- heng ingin tanya apa padaku, asal tahu saja pasti akan kujelaskan."
"Tadi kau bilang kuatir bagi nona Giam, entah kuatir mengenai urusan apa?"
Tanya Kok Ham-hi.
"Hahaha, urusan ini sekarang kau tak perlu lagi merasa kuatir,"
Sahut Oh-ciok dengan bergelak tertawa.
"Bila ada Kok-heng yang mengiringi nona Giam ke Hui-liong-san dengan sendirinya aku tidak perlu lagi kuatir bukan? Hanya saja tiada jeleknya bilamana kalian tetap berlaku hati2."
"Di Hui-liong-san terdapat orang2 macam apalagi?"
Tanya Kok Ham-hi.
"Konon jago2 bantuan yang diundang Toh An-peng tidaklah sedikit,"
Tutur Oh-ciok.
"Setahuku dua diantaranya mungkin lebih sulit dihadapi."
"Kedua orang siapa?"
Tanya Kok Ham-hi.
"Seorang adalah Yang Kian-pek, putra Yang thian-lui,"
Tutur Oh-ciok pula.
"Orang ini belum pernah kukenal, tapi Yang Thian-lui terkenal sebagai jago nomor satu di negeri Kim, kepandaian putranya tentu tidak rendah juga.
"O, kiranya Yang Kian-pek juga sampai di Hui-liong-san?"
Kata Kok Ham-hi.
"Aku malah pernah bergebrak dengan dia da cukup tahu betapa kepandaiannya. Rasanya aku tidak dapat mengalahkan dia, tapi juga tidak sampai dikalahkan oleh dia."
"Dan seorang lagi bernama Pek Ban-hiong,"
Tutur Oh-ciok lebih lanjut.
"Pada 20-an tahun yang lalu nama Pek ban-hiong sama terkenalnya dengan Tun-ih Ciu dikalangan Hek-to.
"O, bukankah Pek ban-hiong itu mempunyai anak laki2 bernama Pek Jian-seng?"
Kok Ham-hi menegas.
"Benar,"
Sahut Oh-ciok.
"Kiranya Kok-heng juga sudah tahu asal usuk mereka?"
"ketika di Oh-ciok-ceng pernah kubertempur dengan Pek Jian-seng,"
Sahut Kok Ham-hi. Tentang diri Pek ban-hiong kudengar dari Ciok-losam, hanya saja tidak sejelas apa yang diceritakan Totiang sekarang."
Baru sekarang Oh-ciok menyadari pertemuan dengan Kok Ham-hi sama sekali bukan hal yang kebetulan. Lalu Kok Ham-hi berkata pula dengan tertawa.
"Diantara Ciok-si-sam-hiong, kiukira Ciok-lotoa paling jahat, sedang Ciok-losam cukup tulus dan jujur. Dia sangat kagum kepadamu dan memuji kau sebagai laki2 perkasa di dunia Hek-to. Terus terang kukatakan, mula2 akupun tidak percaya kata2nya itu. Kini setelah berkenalan dengan Totiang baru tahu jelas bahwa pribadimu memang sesuai dengan pujian Ciok-losam itu."
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh-ciok menjadi malu malah, sahutnya.
Ah, Ciok-losam suka me-muji2 diriku ber-lebih2an, mana aku sesuai disebut sebagai laki2 perkasa segala.
Kalau Kok-heng dan nona Giam tidak memberi petuah2 yang berharga mungkin namaku akan hancur dan badanku lebur lantaran perbuatanku sendiri."
Tiba2 Kok Ham-hi mendapat sesuatu pikiran, katanya.
"Totiang, jika kau sudah sadar akan kekeliruanmu, aku menjadi ingin minta pertolongan padamu."
"Kok-heng inginkan tenagaku, silahkan bicara saja,"
Kata Oh-ciok.
"Begini, harap kau tetap menggunakan kereta ini mengantar nona Giam ke Hui-liong-san, aku akan menjadi kusirmu pula,"
Kata Kok Ham-hi. Seual Oh-ciok melengak, tapi segera ia tahu apa kehendak Kok Ham-hi itu, katanya kemudian.
"O, jadi Kok-heng bermaksud menyusup ke Hui-liong-san dengan membonceng keretaku ini?"
"Sungguh akal yang bagus!"
Seru Giam Wan dengan tertawa.
"Toh An-peng pasti tidak menyangka akan hal ini. Oh-ciok Totiang, apakah kau suka membantu kami?"
Pertama Oh-ciok memang sayang kepada nama baik sendiri, apalagi dia telah tertipu oleh Toh An- peng secara tak sadar, kesalahannya ini perlu dibersihkan.
Kedua, setelah mendengar nasehat2 Kok Ham-hi tadi, setelah mengalami pertentangan batin, kini ia dapat membedakan antara kepentingan pribadi dan kepentingan negara bangsa yang harus diutamakan.
Sesudah memikir sejenak, dengan tulus akhirnya Oh-ciok berkata.
"Baiklah, betapapun aku tidak sudi mengekor kepada kaum pengkhianat. Kok-heng,aku akan menurut kepada kehendakmu. Cuma akupun ingin mohon sesuatu, sebelum kau memberi hukum kepada Toh An-peng, hendaknya lebih dulu kau membujuknya agar mau kembali ke jalan yang benar, kalau dia tetap bandel, maka terserah kepada Kok-heng untuk bertindak sebagaimana mestinya."
Kok Ham-hi tahu perasaan Oh-ciok, tentu karena hubungan persaudaraannya dengan Toh An-peng, betapapun hal ini menunjukkan jiwa ksatriaannya. Maka iapun mengangguk dan menjawab. Baiklah, akan kulakukan seperti permintaanmu."
"Tapi aku tadi telah bertemu dengan keponakan Toh An-peng dan tahu jelas aku tidak memakai kusir kereta, maka Kok-heng boleh menyamar sebagai kenalanku dari kalangan Hek-to yang kebetulan bertemu disini, lalu ber-sama2 menggabungkan diri ke Hui-liong-san,"
Kata Oh-ciok kemudian.
"Baiklah, menyamar apapun jadi asalkan dapat menyusup kesana,"
Sahut Kok Ham-hi.
Giam Wan sendiri sangat bergirang, katanya.
Kok-toako, tidak terduga hari ini dapat bertemu dengan kau.
Paling lambat besok juga akan dapat berjumpa pula dengan Kuku (paman) Beng Siau- kang, seyang adik Bing-sia tidak diketahui berada dimana sekarang."
"Aku pernah bertemu dengan dia,"
Tutur Kok Ham-hi dengan tertawa.
"Setibanya di Hui-liong-san kaupun dapat berjumpa dengan dia."
"Hah, apakah betul?"
Seru Giam Wan terkejut campur girang.
"Dia juga mendatangi Hui-liong-san? Mengapa tiada bersama dengan ayahnya?"
"Ada orang lain yang menemani dia,"
Kata Kok Ham-hi.
"Orang lain? Siapa?"
Tanya Giam Wan heran.
"Kau jangan lupa bahwa Bing-sia Cuma dua tahun lebih muda darimu, kini iapun seorang nona yang besar,"
Tutur Kok Ham-hi dengan tertawa.
"Dia sudah punya pacar."
"Aha, kiranya genduk ini sudah punya pacar, siapakah dia itu?"
Tanya Giam Wan.
"Namanya Ci In-hong,"
Tutur Kok Ham-hi dengan tertawa.
"Sungguh sangat kebetulan kalau kuceritakan. Ci In-hong ini tiada lain adalah saudara seperguruanku," ~ lalu iapun menceritakan pengalaman pertemuannya dengan Ci In-hong dan Bing-sia tempo hari.
"Adi kBing-sia telah banyak menolong kesukaranku, selama ini akau belum sempat mengucapkan terima kasih padanya,"
Ujar Giam Wan dengan tertawa.
"Waktu kami berpisah dahulu, aku merasa tiada hari depan dan tidk ahu apakah dapat bertemu lagi dengan kau. Tidak terduga kini Bing-sia juga sudah punya pasangan. Semoga dia dan Ci-suhengmu itu dapat terjalin dengan kekal, inilah doaku baginya," ~ habis berkata iapun melirik ke arah Kok Ham-hi dengan wajah semu merah. Kok Ham-hi membalasnya dengan senyum manis penuh arti. Begitulah kereta Oh-ciok Tojin itu melanjutkan perjalanan pula ke hui-liong-san dengan suasana penuh manisnya memadu kasih. Pada jalan lain yang juga menuju Hui-liong-san, dengan perasaan yang penuh bahagia Ci in-hong dan Beng Bing-sia juga sedang melarikan kuda mereka. Kalau Giam Wan sudah terkenang kepada Bing-sia, maka Bing-sia juga sedang merindukan Giam Wan. Ketika hampir sampai di Hui-liong-san, pikirannya sangat mantap dan bersemangat, tapi juga rada kuatir. Katanya kepada Ci In-hong. entah Kok-suhengmu itu dapat bertemu dengan piauciku tidak. Semoga di Hui-liong-san dapat berjumpa dengan mereka, begini barulah benar2 gembira semuanya."
"Ya, semoga semua kekasih di dunia ini dapat terjalin menjadi suami istri,"
Kata In-hong dengan tertawa.
"Cita2 ini pasti akan terkabul. Pikir saja penderiatan yang telah mereka alami,apakah Thian masih tega menyiksa mereka pula? Tentunya akan menyempurnakan perjodohan mereka."
"Ah, macam2 saja kau,"
Kata Bing-sai.
"Eh, aku ingin tanya sesuatu padamu. Coba katakan, cara bagaimana kita masuk ke Hui-liong-san, menerjang cara paksa atau menyusup kesana di malam hari?"
"Tidak perlu menerjang secara paksa juga tidak perlu main sembunyi2, masakah kau lupa bahwa aku adalah Sutit Yang Thian-lui?"
Sahut In-hong.
"Meski aku telah mengkhianati dia, tapi urusan ini tak diketahui orang luar. Sampai saat ini aku masih pegang tanda kebesaran yang kuterima dari Yang Thian-lui, kukira tidak susah untuk menipu Toh An-peng."
"Bukankah Toh An-peng ada hubungan baik dengan Yang Thian-lui?"
Tanya Bing-sia "Benar. Tapi Yang Thian-lui takkan menceritakan urusan yang memalukan ini kepada Toh An- peng. Apalagi hubungan merekapun tidak langsung, kukira tidak sulit untuk mengelabui dia buat sementara saja."
"Ya, betapapun kita harus masuk ke sana, baik cara halus maupun cara kasar,"
Kata Bing-sia.
"Sebenarnya aku rada kuatirkan diri Nyo Wan. Mungkin kau tidak tahu bahwa kepergian nona Nyo ini adalah disebabkan kesalahan pahamnya kepadaku."
"Aku tahu,"
Ujar In-hong dengan tertawa.
"Maksudmu hendak mendamaikan kembali mereka suami istri dan juga demi untuk ketentraman hatimu."
"Asal kau tahu saja,"
Ujar Bing-sia dengan wajah merah.
"Coba kau pikir, ayahbunda nona Nyo sudah meninggal semua, di dunia ini hanya Li Su-lam satu2nya sanak keluarganya. Nasibnya sungguh harus dikasihani.
"Tapi mungkin dia tidak ke Hui-liong-san sini,"
Ujar In-hong.
"Biarpun dia salah paham terhadap Li Su-lam, tapi aku yakin dia takkan meninggalkan Su-lam dan pasti menyusulnya ke Hui liong-san. Kini yang kukuatirkan adalah dia tertawan malah oleh Toh An-peng, hal ini tentu akan membikin susah kepada Li Su-lam."
Terpaksa In-hong menghiburnya.
"Orang baik tentu diberkahi bai, kau tidak perlu kuatirkan dia."
Dugaan Bing-sia dan In-hong ternyata tidak salah, Nyo Wan memang betul datang ke Hui-liong- san, bahkan ketemu suatu pengalaman yang kebetulann dan kini sudah menyelundup ketengah markas pegunungan Toh An-peng.
Sesudah Nyo Wan berpisah dengan putri Minghui dan suami-istri Akai, lalu ia melanjutkan perjalanan ke Hui-liong-san.
Lantaran di tengah jalan Bing-sia ketemu urusan Yang Kian-pek sehingga memakan sedikit waktu, sebab itulah Nyo Wan berbalik mendahului didepannya.
Suatu hari Nyo Wan telah memasuki lembah pegunungan Hui-liong-san, maju belasan li lagi akan mencapai Sanceh 9benteng gunung buatan dari pagar kayu) Toh An-peng.
Di mulut lembah gunung itu ada sebuah kedai arak yang diusahakan oleh anak buah Toh An-peng, hanya saja Nyo Wan tidak tahu akan hal ini.
Dalam keadaan menyamar sebagai lelaki kasar dengan wajah ke-hitam2an, wujud Nyo Wan rada mirip orang kalangan Hek-to.
Saat itu Nyo Wan sedang merasa lapar dan haus, ketika melihat kedai ditepi jalan, tanpa pikir ia lantas berhenti untuk mengaso.
Jilid 12 bagian kedua Di dalam kedai itu sudah ada tiga orang tamu, semuanya membawa senjata dan berbadan kekar.
Seorang diantaranya agaknya sudah terlalu banyak minum arak, ketika Nyo Wan masuk kedai itu kebetulan mendengar orang itu sedang berteriak.
"Keparat, sudah berada disini masakah kita masih kuatir? Betapapun panjang tangan Be-lotoa juga takkan mencapai tempat ini. Malahan setelah kita bertemu Toh-cecu, hmm, justru akan kuberi rasa kepada Be-lotoa kelak."
Diantara ketiga orang itu, laki2 yang bicara itu sudah rada sinting, seorang lagi juga setengah mabuk, hanya orang ketiga yang masih sadar, maka orang ketiga ini coba membujuk kawannya agar jangan minum lebih banyak lagi dan jangan pula mengoceh tak keruan."
"Hah, takut apa?"
Teriak orang tadi.
"Disini adalah Hui-liong-san dan bukan Hwe-liong-nia, biarpun Be-lotoa disini juga aku berani bicara secara blak2an. Memangnya Be-lotoa itu apa? Bila kita memberikan semua keterangan tentang Hwe-liong-nia, masakah Toh-cecu takkan menerima kita?"
"Ya, betapapun juga kita harus bicara dengan hati2, buat apa Goko (engkoh kelima) mesti ber- teriak2 supaya diketahui orang?"
Ujar orang pertama yang berpikiran sadar tadi.
"O, jadi kau takut didengar orang? Hm, berani bicara berani bertanggung-jawab, kenapa mesti takut? Hayolah minum lagi! Pelayan, tambah araknya!"
Begitulah orang yang sudah sinting itu ber- teriak2 pula.
Sampai disini jelaslah bagi Nyo Wan.
Tempo hari waktu dia menyamar sebagai prajurit biasa di Long-sia-san, dia dinas jaga bersama seorang Thaubak tua dan sering pula mendengar cerita tentang kalangan Lok-lim dari orang tua itu.
Katanya di Hwe-liong-san ada sebuah sanceh kecil.
Cecu bernama Be Kim-siang, bertubuh pendek kecil, tapi ilmu silatnya tidak lemah, orang memberi julukan "Sam-jun-ting" (paku tiga dim) padanya.
Be Kim-siang mempunyai tujuh orang Thaubak, tiga diantaranya yang menduduki tempat kelima, keenam dan ketujuh itu berasal dari kelompok lain yang menggabungkan diri dengan mereka.
Karena merasa tempat kedudukan mereka dipencilkan, maka ketiga Thaubak ini merasa sirik terhadap empat Thaubak yang lain.
Be Kin-siang sendiri juga tidak terlalu mempercayai mereka.
Karena itu ketiga Thaubak ini diam2 pernah menghubungi Long-sia-san, tapi To Hong telah menolaknya dengan alasan halus demi kebaikan sesama orang Lok-lim.
Sanceh Hui-liong-san dibawah pimpinan Toh An-peng termasuk sebuah sanceh besar yang kuat dan berpengaruh, akhir2 ini banyak sanceh kecil disekitar Hui-liong-san telah dicaploknya satu persatu, hanya Hwe-liong-nia, sebuah bukit kecil saja, sebegitu jauh masih belum mau menyerah.
Setelah mengikuti percakapan mereka, diam2 Nyo Wan menduga ketiga rang itu tentu sudah cekcok dengan Be Kin-siang dan kini hendak menggabungkan diri kepada Hui-liong-san.
Saking asyiknya Nyo Wan mendengarkan sehingga mendadak ia dipelototi sekali oleh orang yang berpikiran masih sadar tadi.
Sedangkan laki2 yang mabuk itu mendadak menggebark menja terus bangkit, bentaknya terhadap Nyo Wan.
"Kau bocah ini siapa? Kau berani mencuri dengar pembicaraan kami? Ini, kau kalau mau rasakan kepalanku!"
"Jangan sembrono, Goko, kau sendiri yang bicara dengan suara keras, mana boleh menuduh orang mencuri dengar?"
Ujar kawannya yang sadar itu. Tapi orang mabuk itu lantas meninggalkan kawannya dan mendekati Nyo Wan, bentaknya pula.
"Kenapa kau me-lirik2 aku, apanya yang menarik? Rupanya kau benar2 ingin mencicipi kepalanku!" ~ Berbareng itu ia pegang Nyo Wan terus menjotos. Sudah tentu Nyo Wan tak bisa terpukul begitu saja, segera ia mengibaskan lengan bajunya sambil berkata.
"Eh, Ong-cecu, selamat bertemu disini! Silahkan duduk dan terima suguhan arak dariku!"
Ujung jari orang itu saja tidak menyentuh Nyo Wan, tahu2 tangannya sudah terbelit oleh lengan bajunya dan tak bisa berkutik, tanpa kuasa ia terus berduduk di kursi depan Nyo Wan.
Meski mabuk, tapi ditengah mabuk itu timbul juga pikiran jernih ketika mendadak ia terbetot duduk, dalam keadaan sinting, ia bertanya pula.
"Kau siapa? Kenapa kenal aku?" ~ Kini telah diketahuinya bahwa kepandaian Nyo Wan jauh diatasnya, ia menjadi jeri dan bercampur senang pula sebab Nyo Wan memanggilnya sebagai cecu, padahal dia Cuma Thaubak nomor lima disuatu sanceh kecil. Nyo Wan sembarangan memberikan suatu nama palsu, lalu berkata pula dengan tertawa.
"Nama Ong-goya yang termashur, siapa yang tidak kenal? Cayhe pernah bertemu dengan Ong-goya, tapi lantaran Cayhe adalah kaum rendahan, dengan sendirinya Ngoya tidak ingat lagi padaku."
"Dimana dan kapan aku pernah bertemu dengan kau?"
Tanya Ong Ngo heran.
"Bukankah tahun yang lalu Ngoya pernah datang ke Long-sia-san? Terus terang, cayhe bekerja sebagai ahli jugil (maling) sehingga tidak memenuhi syarat masuk kelompok Long-sia-san. Berkat lindungan seorang Thaubak she Pang disana, maka cayhe seringkali berkunjung kesana. Tentunya Ong-ngoya ingat kepada Pang Sin bukan?"
Pang Sin memang betul adalah Thaubak di Long-sia-san, dia yang menceritakan seluk-beluk gerombolan Hwe-liong-san yang pernah minta bernaung dibawah Long-sia-san, waktu Ong Ngo datang kesana secara rahasia, Pang Sin yang menerima kedatangannya.
Maka Ong Ngo lantas berkata pula.
"Ya, tahu. Kiranya kita adalah teman sendiri. Nyo-heng sendiri berkepandaian begini tinggi dan ternyata juga tidak mendapatkan tempat di Long-sia-san. Cecu perempuan disana memang terlalu angkuh, tapi Pang-loyacu itu cukup simpatik sebagai sahabat."
"Dan tentunya Ong-goya masih ingat kepada diriku waktu kita bertemu di pondok Pang-loyacu tempo hari?"
Kata Nyo Wan.
"Ya, ingat, tentu ingat, memang kau inilah orangnya,"
Seru Ong Ngo.
"Eh, Lakte, dan Jite, marilah berkenalan dengan Nyo-heng ini."
"Thio-lakya dan Li-jitya juga sudah lama kukagumi nama kalian,"
Kata Nyo Wan.
"Terima kasih,"
Sahut Thio Lak, yaitu orang yang masih sadar tadi.
"Tentang apa yang kami katakan tadi harap jangan engkau katakan kepada orang lain."
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lakya tidak perlu kuatir,"
Ujar Nyo Wan.
"Terus terang, kedatangan Cayhe inipun hendak menggabungkan diri dibawah Toh-cecu. Sesungguhnya akupu ingin bicara blak2an dengan kalian, entah kalian suka atau tidak?"
"Silahkan Nyo-heng bicara,"
Ujar Thio Lak.
"Setahuku kalian bertiga adalah tulang punggung Hwe-liong-san, tapi orang she Be itu rupanya tidak menghargai kalian,"
Demikian kata Nyo Wan.
"Setiap orang yang punya pambek tentu tidak sudi perlakukan seperti kalian. Maka cara kalian memisahkan diri sungguh aku sangat setuju. Menurut pendapatku, kekuatan Hui-liong-san akhir2 ini sudah jauh melampaui Long-sia-san. Maka kalau mau, daripada Long-sia-san, ada lebih baik bila menggabungkan diri kepada Hui-liong-san saja."
Nyo Wan sengaja mengumpak dan menyatakan simpatik kepada mereka, keruan ketiga orang merasa sangat senang. Segera Ong Ngo berkata pula dengan tertawa.
"
Nyo-heng, dengan kepandaianmu seharusnya kaupun pantas mendapatkan tempat yang layak. Bagaimana kalau kita ber-sama2 pergi ke Hui- liong-san saja,"
"Maksud memang ada,cuma sayang,tidak punya kenalan dan sukar masuk kesana,"
Ujar Nyo Wan.
"Nyo-heng jangan kuatir, soal kecil ini kiranya aku masih dapat membantu kau boleh pergi kesana bersama kami, rasanya Toh-cecu takkan menolak kita,"
Kata Ong Ngo.
Pada saat itu tiba2 pelayan datang membawakan arak.
Tapi ditengah nampan pelayanitu ternyata bukan berisi poci arak, sebaliknya tertaruh empat buah pelat kecil tembaga.
Sekilas Ong Ngo melihat pelat tembaga itu berukiran naga terbang, meski dalam keadaan sinting, terkejut juga Ong Ngo, katanya dengan ter-sipu2.
"Ini ..ini kau ..
"
"Hahaha!"
Tiba2 dari dalam muncul sipemilik kedai arak itu dengan tertawa.
"Ong-ngoya jangan kaget, maafkan bila aku terlambat menyambut kedatangan kalian."
"Kau .. ?"
Tanya Ong Ngo tergagap.
"Cayhe adalah seorang bawahan Toh-cecu yang tidak berarti, kedai arak ini kubuka menurut perintah Toh-cecu pula,"
Sahut pemilik kedai. Ong Ngo melengak, tapi segera iapun bergelak tertawa, katanya sambil memberi hormat.
"Ah, kiranya kawan sendiri ketumbuk orang sendiri. Maafkan jika aku tidak mengenali saudara."
Pemilik kedai menjawab dengan tertawa.
"Ah, kedatangan kalian justru kami sambut dengan gembira. Cuma untuk bisa mencapai markas Toh-cecu, rasanya kalian perlu diberi tanda pengenal, beberapa pelat tembaga ini kuberikan kepada kalian, bila dipos penjagaan kalian diperiksa tentu akan dapat melanjutkan dengan leluasa kalau kalian perlihatkan pelat tembaga ini."
Kiranya kedai arak ini se-akan2 menjadi pos penyaringan bagi Hui-liong-san, setiap orang yang diketahui hendak pergi kesana harus diselidiki dulu oleh pemilik kedai ini.
Kalau pengunjung tidak tahu peraturan ini dan tidak mendapatkan pelat tembaga berukir naga terbang itu, maka akibatnya banyak celaka daripada selamatnya.
Secara kebetulan Nyo Wan telah bertemu Ong Ngo bertiga dan kebetulan pula pemilik kedai itu melihat kepandaiannya yang tidak rendah itu, maka sipemilik kedai merasa tidak keberatan untuk memberikan pelat tembaga itu.
Benar juga, dengan tanda pengenal itu, Nyo Wan bersama ketiga orang dari Hwe-liong-nia itu dengan lancar dapat mencapai Hui-liong-san.
Yang menyambut mereka adalah Hucecu Lo Cun, wakilnya Toh An-peng.
Setelah Ong Ngo menyatakan maksud kedatangannya, Lo Cun sangat senang dan menyatakan menerima maksud baik mereka dengan tangan terbuka, bahkan menjanjikan akan mencaplok Hwe- liong-nia dan bilamana berhasil tentu Ong Ngo yang akan ditugaskan memimpin Hwe-liong-nia untuk menggantikan Be Kim-siang.
Ong Ngo tahu Lo Cun adalah orang kedua di Hui-liong-san, maka urusan seperti mencaplok Hwe- liong-nia rasanya Lo Cun masih berhak untuk memutuskannya.
Ketika Nyo Wan juga diperkenalkan oleh Ong Ngo, Lo Cun menjadi melengak dan bertanya.
"O, nYo-heng ini bukan berasal dari Hwe-liong-nia?"
"Nyo-heng ini adalah sobat-baikku,"
Kata Ong Ngo .
"Kepandaiannya tidaklah rendah, maka aku sengaja mengajaknya kemari."
Pertama karena Lo Cun sudah yakin Ong Ngo bertiga benar2 ingin menyerah kepada Hui-liong-san, pula pihak Hui-liong-san sendiri juga sedang memerlukan tenaga, maka iapun tidak bertanya lebih banyak tentang asal usul Nyo Wan. Katanya kemudian.
"Baiklah, kedatangan kalian ini biarlah kulaporkan kepada Toh-toako nanti, beliau sedang mendampingi tamu agung."
"Tamu agung? Apakah Lo-heng sudi menerangkan lebih lanjut?"
Pinta Ong Ngo.
"Karena kuanggap kalian adalah orang sendiri, biarlah kukatakan terus terang,"
Sahut Lo Cun.
"Tamu agung itu bukan lain adalah putra Yang-koksu dari negeri Kim, Yang Kian-pek namanya. Yang-koksu Yang Thian-lui adalah sandaran kami yang terkuat. Nanti kalau urusan mereka sudah selesai dan ada tempo longgar, tentu kalian akan kubawa menemui beliau2 itu."
Diam Nyo Wan terkejut mendengar Yang Kian-pek sudah berada disini, beberapa hari yang lalu Nyo Wan baru bertempur dengan Yang Kian-pek meski sekarang ia dalam penyamaran, tapi harus ber-jaga2 supaya tidak dikenali orang.
Dalam pada itu Ong Ngo menjadi senang karena Lo Cun berjanji akan membawanya menemui Toh An-peng dan Yang Kian-pek.
Selagi dia hendak menyatakan terima kasihnya, tiba2 seorang Liaulo (anak buah) berlari masuk dengan membawa sebuah kotak kehormatan dan memberi lapor.
"Ada dua tamu mohon bertemu dengan cecu, harap Jicecu memberi keputusan, apakah boleh menyilakan mereka masuk?"
Lo Cun mengerutkan kening, katanya.
"Orang macam apakah mereka itu? Apakah mereka menyatakan harus bertemu dengan Cecu?" ~ Ia rasa kurang senang, sebab dia adalah orang kedua di Hui-liong-san, menerima tamu justru aalah tugasnya yang utama.
"Hamba kurang jelas,"
Sahut liaulo itu.
"Ce-thaubak yang membawa mereka keatas sini, menurut keterangan Ce-thaubak, tampaknya kedua oran itu mempunyai asal usul yang tak dapat dipandang enteng. Silahkan Jicecu memeriksa isi kotak kehormatan ini dan tentu akan tahu siapakah mereka itu."
Segera Lo Cun membuka kotak kecil itu, tertampak isinya selain kartu nama, ada pula sebuah Ci- kim-leng-hu (medali emas tanda kebesaran). Lo Cun terkejut, ia coba periksa Leng-hu itu dengan teliti, habis itu baru mengambil kartu nama dan dibacanya.
"Ci In-hong."
Nyo Wan menjadi terkejut juga, katanya dalam hati.
"He, orang she Ci inipun datang kemari. Sebenarnya dia orang baik atau orang jahat?"
"Kedua orang itu sekarang berada dimana?"
Tanya Lo Cun kemudian.
"Kartu nama ini hanya tercatat nama seorang saja, seorang lagi siapa namanya?"
"Ce-thaubak mengiringi mereka diruang tunggu,"
Sahut Liaulo tadi. .Seorang lagi adalah pemuda she Beng, seperti pengiring orang she Ci itu, makanya tidak memberikan kartu nama."
Kembali Nyo Wan terkejut dan bergirang pula, ia yakin pemuda she Beng itu pasti samaran Bing- sia.
Kalau nona itu mau datang bersama Ci In-hong, maka pribadi orang she Ci itu tidak perlu disangsikan lagi.
Terdengar Lo Cun memerintahkan Liaulo tadi menyuruh Ce-thaubak melayani dulu tamunya dan urusan itu akan dilaporkan kepada Toh-cecu.
Dengan cepat Liaulo itu mengiakan dan berlari pergi.
"Ci-In-hong? Nama ini seperti sudah terkenal .
"
Gumam Ong Ngo kemudian.
"Memang betul,"
Ujar Lo Cun.
"Ci In-hong ini adalah pembantu terkuat Yang-koksu, konon kepandaiannya tidak dibawah Yang-kongcu. Dari Ci-kim-leng-hu ini jelas dia memang Ci In-hong adanya, Cuma anehnya Yang-kongcu saat ini juga berada disini dan mengapa Ci In-hong juga datang kemari. Karena itu aku perlu lapor kepada Toh-cecu,harap kalian suka menunggu dulu dab silahkan mengaso saja dikamar tamu."
Ong Ngo dan lain2 terpaksa mengiakan.
Lalu denganter-gesa2 Lo Cun mohon diri.
Diam2 Nyo Wan merasa tidak tentram.
Ia pikir Ci In-hong pasti tidak tahu Yang Kian-pek juga berada di Hui-liong-san, makanya berani berlagak sebagai pembantu Yang Thian-lui.
Tapi bila Yang Kian-pek melihat kartu namanya, dengan segera kepalsuannya itu akan terbongkar.
Dengan gelisah Nyo Wan merasa tiada sesuatu akal yang baik untuk membantu Ci In-hong berdua.
Dalam pada itu Lo Cun sudah datang kembali.
"Apakah benar Ci In-hong dari negeri Kim yang datang itu?"
Tanya Ong Ngo.
"Benar sih benar,"
Sahut Lo Cun.
"Cuma kedudukannya sekarang sudah berubah. Sebelumnya dia adalah Sutit dan orang kepercayaan Yang-koksu, tapi sekarang dia sudah khianat dan memusuhi Koksu. Keluarnya Yang kongcu dari rumah kali ini justru hendak membekuk orang she Ci ini.
"Hahaha, jika begitu, jadi orang she Ci itu telah masuk jaring sendiri?"
Ujar Ong Ngo dengan tertawa.
"Sebagai orang baru, entah tenaga kami dapat digunakan?"
"Yang-kongcu pikir sementara ini tidak mengadu kekuatan dengan dia, tapi lebih baik mengadu akal."
Sahut Lo Cun.
"Sebaiknya orang she Ci ini dibekuk tanpa mengeluarkan tenaga. Cuma apakah rencana Yang-kongcu dapat terlaksana atau tidak belum dapat diramalkan. Sebab itulah kita beramai harus siap siaga, jika secara halus tidak kena, segera kita gunakan kekerasan. Untuk itu kita perlu mengatur perangkap dan menyembunyikan beberapa jago pilihan dalam samaran sebagai pelayan, diwaktu perlu, serentak kita mengerubutnya dan menawannya hidup2. Dengan sendirinya jago2 pilihan ini harus orang yan gjarang muncul di kangouw agar tidak dikenal oleh orang she Ci itu."
Ong Ngo bertiga merasa kepandaian mereka sesungguhnya masih cetek2 dan belum sesuai untuk disebut jago pilihan, maka mereka tidak berani sembarangan mengajukan diri. Kesempatan ini segera digunakan Nyo Wan untuk berkata.
"Aku adalah seorang Be-beng-siau-cut (prajurit tak terkenal), tugas ini cocok bagiku. Cuma entah kepandaianku memenuhi syarat atau tidak."
"Betul,"
Timbrung Ong Ngo.
"Kepandaian Nyo-heng tidaklah rendah, kalau Nyo-heng sudi membantu sungguh suatu kehormatan bagi kami bertiga."
Ong Ngo sudah merasakan kepandaian Nyo Wan yang lihai, maka sedapat mungkin ia mendukungnya, sebab kalau Nyo Wan berjasa, sebagai orang yang membawanya kesini tentu akan ikut gemilang.
"orang yang diusulkan Ong-heng tentunya tidaklah keliru,"
Kata Lo Cun setelah melirik sekejap kepada Nyo Wan, tiba2 ia mengangsurkan tangannya kepada Nyo Wan.
Nyo Wan tahu maksud Lo Cun hendak berjabatan tangan untuk menjajal kekuatannya.
Tapi ia tidak ingin tangannya dipegang orang, segera ia memberi hormat dengan merangkap kedua telapak tangan didepan dada dan berkata.
"Banyak terimakasih atas penghargaan Jicecu kepadaku, sesungguhnya cayhe tidak berani terima."
Ketika mengangkat tangannya tadi, ujung jarinya seperti tidak sengaja menyentuh telapak tangan Lo Cun, seketika tubuh Lo Cun terasa kesemutan, tanpa kuasa ia tergetar mundur dua langkah. Kiranya "Lau-kiong-hiat"
Ditelapak tangan Lo Cun telah kena ditusuk oleh ujung jari Nyo Wan.
Untung Nyo Wan tidak berniat menotoknya dengan tenaga berat, kalau tidak, tentu Lo Cun sudah roboh terguling.
Sebagai wakil Toh An-peng, dengan sendirinya Lo Cun juga tidak lemah, tapi hanya tersentuh jari saja lantas kecundang,keruan ia terkejut.
Tapi segera ia bergerk tertawa, katanya.
"Nyo-heng sungguh hebat, beruntung sekali kami mendapatkan orang pandai sebagai Nyo-heng."
Kemudian Lo Cun membawa Nyo Wan dan Ong Ngo keruangan besar dan mencampurkan mereka dengan pembantu lain dengan pesan bila terjadi apa2 supaya mereka dapat turun tangan bantu membekuk Ci In-hong.
Memang betul waktu itu Ci In-hong telah datang dan diterima oleh Toh An-peng dengan kehormatan besar.
Ia merasa senang dan mengira Toh An-peng dapat dikelabui, maka dengan senang ia dan Bing-sia memasuki ruangan pendopo, tiba2 dilihatnya diantara barisan Liaulo yang berjaga disamping ada seorang yang seperti sudah dikenalnya.
Keruan ia terkejut, dengan pelahan ia menyenggol Bing-sia sehingga sinona juga melihat Liaulo penyamaran Nyo Wan itu.
Bahkan ketika beradu pandang , sekilas namapk Liaulo itu mengedipkan mata.
Sungguh kejut dan girang Bing-sia tak terkatakan yakinlah ia bahwa Liaulo itu pasti Nyo Wan adanya.
Ternyata setiba di Hui-liong-san, sebelum Toh An-peng ditemui malahan Nyo Wan yang hendak dicarinya sudah diketemukan lebih dulu.
Segera mereka berlagak seperti tidak terjadi apa2, mereka ikut Lo Cun memasuki "Ci-gi-tong", ruangan pendopo, disitu sudah menunggu dua orang, seorang adalah laki2 kekar, seorang lagi sudah tua, beralis putih dan berhidung betet.
Misteri Kapal Layar Pancawarna -- Gu Long Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Merpati Pedang Purba -- Kauw Tan Seng