Pahlawan Gurun 18
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen Bagian 18
Pahlawan Gurun Karya dari Liang Ie Shen
"apakah kedua pengacau itu sudah tertangkap?"
Tanya Lau Khing-koh.
"Tidak, mereka keburu lolos, tapi tentu mereka sudah kapok dan tidak berani datang lagi,"
Kata To Liong.
"Tadi kudengar suara tindakan orang banyak diluar, agaknya tidak sedikit kawanmu,"
Kata Lau Khing-koh. Diam2 To Liong bersyukur kawanan busu Nuchen tidak dilihat oleh sinona, maka jawabnya.
"Ya, kemarin baru saja datang beberapa orang teman sehaluan, merekapun bermaksud menggabungkan diri dengan pasukan pergerakan, makanya tadi aku mendesak kau menulis surat."
Dalam hati Lau Khing-koh memaki kepalsuan To Liong, namun ia tetap bersikap tenang, tanyanya.
"Apa surat tadi sudah dikirim?"
"Ya, baru saja suruh orang berangkat mengantar,"
Sahut To Liong.
"Maka sekarang aku sengaja kembali kesini untuk minum arak bersama kau."
"Engkoh Liong, banyak terima kasih atas perhatianmu kepadaku,"
Kata Lau Khing-koh dengan tersenyum manis. Lalu ia menuang penuh satu cawan arak dan berkata pula.
"Sekarang biarlah aku menyuguh dulu tiga cawan padamu."
"Mestinya aku yang menyuguh kau lebih dulu sebagai tanda cintaku padamu,"
Kata To Liong.
"Tapi sebentar lagi kita sudah menjadi suami istri, rasanya tidak perlu saling sungkan. Baiklah, akan kuminum suguhanmu."
Rupanya To Liong sengaja hendak mencekoki Lau Khing-koh agar mabuk, lalu akan diperkosanya. Dalam keadaan "beras sudah jadi nasi"
Tentu Lau Khing-koh tidak berdaya lagi dan terpaksa menurut segala kehendaknya.
Arak yang dibawanya itu memang arak simpanan, rasanya manis, tapi sangat keras kadar alkoholnya.
Hanya saja To Liong tidak menaruh obat tidur didalamnya, sebab ia menyangka Lau Khing-koh pasti tidak tahan minum tiga cawan, maka tidak perlu obat tidur lagi.
To Liong tidak tahu bahwa kekuatan minum arak Lau Khing-koh sangat kuat, ayahnya terkenal sebagai jago minum arak, maka dirumah seringkali Lau Khing-koh ikut minum dan hal ini sudah bukan sesuatu yang luar biasa baginya.
Begitulah maka Lau Khing-koh pura2 tidak sanggup minum, ia sengaja main roman dengan To Liong secara mesra, ditengah bujuk rayu itu tanpa terasa To Liong sudah dicekoki beberapa cawan pula.
Lau Khing-koh merasa lega karena yakin didalam arak itu tidak dicampur sesuatu, maka iapun mengiringi minum tiga cawan suguhan To Liong, sebaliknya To Liong sudah dicekoki 12 cawan.
Melihat wajah Lau Khing-koh mulai merah, mata sayu, jelas sudah terpengaruh oleh minuman keras itu.
To Liong pikir sudah tiba waktunya, maka ia mulai bertindak, katanya.
"Khing-koh, kau mengaso saja." ~ Lalu ia mendekati sinona hendak memajangnya keatas tempat tidur. Lau Khing-koh pura2 mendelik dan mengoceh mirip orang mabuk.
"Tidak .. tidak, aku tidak apa2, aku ingin berlomba minum dengan kau. Hayo, kenapa kau tidak minum lagi. Ah, aku tahu sebabnya kau tidak berani minum lagi, kau kuatir mabuk dan membocorkan isi hatimu. Ada suatu urusan kau tidak beritahukan padaku. Hal ini kedengar dari orang sehe Ci itu."
Keruan To Liong terkejut, namun iapun bersyukur bahwa dalam keadaan mabuk sinona telah membongkar rahasianya sendiri, segera ia bertanya.
"Urusan apa? Bagaimana orang she Ci itu berkata padamu?"
"ah, takkan kukatakan,"
Sahut Lau Khing-koh dengan mendongak dan menghembuskan naps yang berbau arak.
"Kau anggap aku sudah mabuk, kau harus didenda minum lagi tiga cawan, kalau tidak takkan kuceritakan."
Sebenarnya To Liong sendiri sudah setengah abuk, tapi demi untuk mengetahui rahasia sinona, segera ia menjawab.
"Baik, baik,aku akanminum tiga cawan lagi."
Setelah itu Lau Khing-koh lantas menuangkan satu cawan lagi untuk dirinya sendiri dan berkata pula.
"Sekarang kau harus mengiringi pula tiga cawan dengan aku!"
"Kau jangan minum lagi, lekas bicara saja,"
Ujar To Liong.
"Tidak, kau larang aku minum, maka kau harus dihukum pula tiga cawan, jadi total kau mesti minum enam cawan lagi, habis itu baru akan kuceritakan,"
Kata sinona. Kuatir sinona melantur, terpaksa To Liong minum pula enam cawan sekaligus, dengan demikian To Liong sendiri sudah mabuk sembilan bagian. Sambil menyengir lalu ia berkata.
"Nona manis, sekarang ceritakanlah padaku!"
Tiba2 Lau Khing-koh menatapnya dengan tajam, lalu bertanya.
"Orang macam apakah Li Su-lam itu?"
Dalam keadaan sinting To Liong terkejut juga oleh pertanyaan itu, segera ia menjawab.
"Untuk apa kau tanya dia?"
"Dia dikurung disini bukan?"
Tanya Lau Khing-koh pula.
"Siapa .. siapa yang bilang padamu?"
Sahut To Liong dengan gugup. Dari nada dan sikapnya yakinlah Lau Khing-koh bahwa apa yang dikatakan Ci In-hong itu memang tidak dusta.
"Orang she Ci itu yang bilang,"
Kata Lau Khing-koh kemudian.
"Dia . Dia memberitahukan siapa adanya Li Su-lam?"
To Liong menegas.
"Jika dia sudah memberitahu, buat apa kutanya pula padamu,"
Sahut Lau Khing-koh.
"Begitu datang orang she Ci itu lantas bilang mau cari Li Su-lam, aku menjawab tidak tahu, karena itulah alu dilukai oelhnya."
Hati To Liong rada lega.
Ia pikir kiranya kedatangan Ci In-hong adalah untuk mencari Li Su-lam, jadi hanya secara kebetulan saja Lau Khing-koh kepergok disini.
Untung Lau Khing-koh belum mengetahui siapa Li Su-lam yang sebenarnya.
Begitulah ia lantas bergelak tertawa dan berkata.
"Hahaha, sekarang bocah she Ci itu benar2 kelihatan belangnya!"
"Kelihatan belangnya apa maksudmu?"
Tanya Lau Khing-koh.
"Dahulu aku mendengar dia telah bersekongkol dengan pihak Kim, sekarang dia mencari Li Su-lam kesini, hal ini membuktikan kbar itu memang tidak salah,"
Kata To Liong.
"Jadi Li Su-lam adalah ..
"
"Dia menjadi jago pengawal istana Kim,"
Kata To Liong. Dasar pembohong yang ahli biarpun dalam keadaan mabuk ia tetap pandai berdusta.
"O, kalau begitu Li Su-lam benar2 telah kalian tawan disini?"
Tanya Khing-koh pula.
"Ya, dia berusaha mencari rahasia kami, kemarin dulu ia berani menyusup kesini da telah ditangkap oleh kawanku,"
Sahut To Liong.
"Dia dikurung dimana, dapatkah kau membawa aku melihatnya? Ah, agaknya kau tidak sungguh2 sayang padaku!"
Khing-koh sengaja berlagak sebagaimana perempuan yang aleman dalam keadaan mabuk.
"Baiklah, besok akan kubawa kau kesana. O, manis jangan ribut lagi, tidurlah sekarang!"
Bujuk To Liong.
Dalam hati ia sudah berpikir pada besoknya akan memperlihatkan seorang Li Su-lam palsu, malahan sesudah sadar besok pagi mungkin sinona sudah melupakan apa yang dimintanya sekarang ini.
Khing-koh pura2 menguap dan berlagak tak tahan lagi, katanya.
"Baik, baik, pergilah kau, pergi! Aku mau tidur!"
Dengan cengar cengir To Liong malah mendeka dan berkata.
"Biar aku menunggu kau tidur."
Dan belum lagi ia memegang sinona, mendadak iganya terasa kesemutan,nyata ia punya hiat-to teleh ditotok Khing-koh.
Kalau melulu kepandaian Khing-koh saja sebenarnya bukan tandingan To Liong, bila pemuda itu tidak dalam keadaan mabuk pasti serangan Khing-koh itu takkan berhasil.
Pada saat Khing-koh menotok To Liong itulah, tiba2 diluar jendela seperti ada orng bersuara ke- heran2an.
Keruan Khing-koh terkejut, cepat ia melolos golok dan membentak.
"Siapa itu?" ~ Segera iapun berlari keluar, namun yang tertampak hanya bulan sabit menghias tengah cakrawala dan tidak kelihatan bayangan seorangpun. Khing-koh menjadi ragu2 apakah pendengar sendiri tadi keliru? Segera ia masuk kembali kedalam kamar. Sementara itu To Liong yang tertotok hiat-to bagian lemas menjadi takbisa berkutik, dengan suara rada gemetar ia berkata.
"Khing-koh, kau berkelakar apa?"
Akan tetapi dengan mata melotot Khing-koh mengancam dada To Liong dengan ujung golok, sahutnya dengan ketus.
"Siapa berkelakar dengan kau? Hayo bawa aku pergi menemui Li Su-lam!"
Sungguh kejut To Liong tidak kepalang, rasa mabuknya seketika hilang beberapa bagian, katanya dengan suara tergagap.
"Kau .. Kau .
"
"Pentanglah matamu yang lebar, kenali siapa aku ini!"
Sahut Khing-koh.
"Jangan kau sangka aku adalah perempuan desa yang mudah ditipu olehmu? Aku adalah putri keluarga Lau yang tegas melawan Kim, kakakku Lau Tay-wi adalah pemimpin pasukan pergerakan yang etrkenal!"
"Jadi, jadi kau sudah .. sudah tahu semuanya?"
Kata To Liong dengan gemetar.
"Benar, aku sudah tahu semua! Tempat ini adalah istana Koksu, apa kau hendak tipu aku? Hm, hayo lekas jalan!"
Bentak Khing-koh.
"Khing-koh, harap ingat hubungan baik kita yang lalu,"
Pinta To Liong.
"Hm, kalau tidak ingat kebaikan yang lalu tentu jiwamu sudah kubereskan,"
Sahut Khing-koh.
"Sekarang kalau ingin selamat, kau harus tunduk kepada perintahku dan jangan banyak omong."
"Tapi diluar sana banyak penjaga lain, kalau kubawa kau pergi mencari Li Su-lam tentu mengalami berbagai pertanyaan, mungkin baru keluar sini saja kita sudah akan dihalangi,"
Ujar To Liong.
"Bukankah kau adalah tamu terhormat ditempat Koksu ini? Biasanya kaupun sok pintar, kenapa sekarang kau pura2 bodoh? Pendek kata, jika kau tidak dapat membawa aku ketempat tahanan Li Su-lam, biarlah kita mati bersama saja disini,"
Habis berkata Khing-koh lantas jojohkan ujung goloknya lebih kencang higga kulit daging To Liong terasa sakit.
To Liong sekarang sudah tahu watak Khing-koh yang keras, ia pikir kalau tidak menurut mungkin sinona benar2 akan membinasakan dia.
Terpaksa ia menyanggupi sambil memikirkan jalan lolos, katanya.
"Baiklah, demi kau aku rela berkorban, Cuma untuk kesana kau harus membuka aku punya hiat-to yang tertotok ini."
Khing-koh menotok "Goan-tiau-hiat"
Dibagian dengkul To Liong, menyusul menjojoh dengan agak keras di "Ih-hi-hit"
Bagian perutnya, lalu berkata.
"Nah, sekarang kau sudah dapat berjalan, bawalah aku kesana! Setelah bertemu Li Su-lam tentu akan kubuka seluruh hiat-to yang kutotok ini."
Kiranya tadi Khing-koh hanya membuka hiat-to bagian membikin lemas yang ditotok semula, tapi jojoh keras bagian perut barusan ini jauh lebih lihai daripada hiat-to yang membikin lemas itu, meski To Liong dapat berjalan, namun tenaga sukar dikeluarkan, maka keadaannya akan serupa dengan orang biasa yang tidak pandai ilmu silat.
Malahan Khing-koh masih memegangi tangan To Liong, lalu berjalan keluar bersama, dengan suara pelahan Khing-koh memperingatkan pula agar pemuda ini jangan main gila.
Tiga buah jari Khing- koh memang tepat memencet urat nadi pergelangan tangan To Liong yang dipegangnya.
Keruan To Liong mati kutu, katanya dengan menyengir.
"Ai, kau terlalu banyak curiga, Khing-koh, betapapun aku tetap suka padamu meski kau selalu curiga padaku."
Begitulah ketika mereka sampai dihalaman luar, benar juga segera mereka dipapak dan ditegur oleh dua jago pengawal. Rupanya kedua orang ini memang ditugaskan disitu untuk mengawasi gerak gerik mereka.
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kami hendak pergi menemui Koksuya kalian,"
Kata To Liong kepada pengawal2 itu.
Jawaban itu rupanya cukup kena sehingga kedua penjaga itu tidak menaruh curiga dan membiarkan mereka lalu.
Dalam hati To Liong menggerutu akan kegoblokan kedua pengawal itu.
Semula ia berharap mereka akan menanya dengan pelit sehingga tujuan Khing-koh akan gagal, tapi harapannya ternyata sia2.
Sambil berjalan diam2 To Liong me-nimang2 dan akhirnya mendapat satu akal lagi.
Pikirnya.
"Kenapa aku tak membawanya menemui Yang Thian-lui. Dengan kepandaian dan kecerdikan Yang Thian-lui, bila melihat gelaat tidak beres tentu dia sanggup menolong diriku!"
Padahal tempat tinggal Yang Thian-lui justru berlawanan arah dengan tempat tahanan Li Su-lam, yang satu disebelah timur dan yang lain disebelah barat.
Baru saja To Liong melangkah kesebelah timur, tiba2 sepotong batu menyamber tiba dan menyerempet lewat dibatok kepala To Liong.
Kini To Liong sudah tiada kemampuan melawan serangan senjata rahasia, namun berdasarkan pengalaman, dari suara samberan batu itu dapat diketahui kekuatannya cukup membikin kepalanya berlubang, ia yakin bila orang mau mengambil jiwanya tentu batu itu takkan meleset.
Dengan kuatir cepat ia berseru.
"Persahabatan tetap abadi ..
"
Sebagaimana diketahui kalimat itu adalah kode rahasia yang berlaku didalam istana Yang Thian-lui malam ini, bila ketemu orang sendiri kalimat itu tentu akan dijawab dengan ucapan "Menikmati rejeki bersama".
Rupanya To Liong menyangka yang menyambitkan senjata rahasia itu adalah jagoan pengawal yang tidak kenal kawan sendiri dalam kegelapan, maka cepat ia menyerukan kode.
Tak terduga pihak sana tetap tidak memberi jawaban, bahkan kembali sepotong batu menyamber tiba pula, Cuma sekali ini arahnya berlainan dengan tadi, melayang kesebelah barat, yaitu arah yang menunjukkan tempat tahanan Li Su-lam.
To Liong tambah kaget, ia cukup cerdas sehingga dapat menduga beberapa bagian apa artinya itu, diam2 ia merasakan gelagat tidak menguntungkan, sebab ia menduga orang yang tidak kelihatan itu pasti bukan lagi jago pengawal yang disangkanya semula.
"Kawan dari manakah yang berkelakar dengan aku?"
Seru ToLiong dengan suara tertahan. Lau Khing-koh tidak tahu duduk perkaranya, iapun terkejut dan heran. Segera ia pegang lebih kencang urat nadi To Liong sambil mengancam dengan suara pelahan.
"Jangan sembarangan bersuara dan bergerak!"
Pada saat itulah tiba2 dari balik semak2 sana muncul seorang gadis cilik, To Liong dan Khing-koh sama terkejut dan berseru berbareng.
"He, kiranya kau?" ~ Gadis kecil itu ternyata si Kemala adanya.
"Nona Lau,"
Demikian sahut si Kemala cilik.
"Aku disuruh orang agar memberitahu padamu bahwa tempat yang akan kau tuju adalah Cui-gwe-tong, tuan To tahu dimana tempat itu, Cuma entah mengapa arah yang kalian tuju ini ternyata keliru."
Kejut To Liong tak terhingga, katanya.
"Kemala, kau, kau siapa? Dan siapa pula orang itu .
"
"Peduli apa?"
Sahut Kemala.
"Yang penting aku sudah menyampaikan pesannya, setiap gerak gerikmu selalu diawasi beliau, maka hendaklah kau jangan main gila bila ingin selamat."
"O, tentu, tentu,"
Cepat To Liong menjawab.
Tapi didalam hati ia menggerutu akan kekurang ajaran si Kemala cilik itu.
Sementara itu sudah sekian lamanya hiat-to yang tertotok itu, dengan lwekangnya yang cukup kuat, lamban laun rasa lemas To Liong tadi sudah mulai berkurang, diam2 iapun mengerahkan tenaga, sedikit demi sedikit ia himpun hawa murni dalam tubuhnya, soalnya disamping mengerahkan tenaga itu ia harus berjalan pula, maka untuk sementara hiat-to yang tertotok itu belum dapat dilancarkan, akan tetapi sekarang hanya soal waktu saja, maka disamping mengerahkan tenaga iapun memikirkan cara meloloskan diri.
Dalam pada itu si Kemala telah menyusup kembali ketengah semak2, dilihatnya To Liong tidak berani main gila lagi dan telah putar haluan kearah Cui-gwe-tong, maka si Kemala baru berpaling dan berkata dengan suara tertahan.
"Han-sioksiok, sekarang aku boleh pulang ya?"
Dari atas pohon meloncat turun satu orang dan berkata.
"Kau jangan pulang rumah, mumpung hari baru terang lekas kau melarikan diri saja. Aku sudah memberitahukan ayahmu agar menunggu kau dipintu belakang, penjaga pintu adalah temanku, kau boleh bawa Kim-pay ini , bila ditanya boleh kau menjawab aku yang suruh kalian keluar untuk sesuatu urusan!" ~ Kiranya orang ini adalah Han Ciau, itu jago pengawal bangsa Han yang ditugaskan oleh Yang thian-lui untuk mengawasi To Liong dan Lau Khing-koh. Sama halnya seperti Ci In-hong, Han Ciau juga seorang pahlawan yang bekerja dibawah tanah untuk melawan kerajaan Kim. Agar bisa menyusup kesarang musuh, dengan menanggung resiko dia pura2 bekerja bagi Yang Thian-lui. Hanya saja dia bertindak sendirian, selama ini belum sempat berhubungan dengan pihak pergerakan. Selama beberapa tahun disarang musuh ini dia belum berani mengutarakan isi hatinya kepada siapapun juga termasuk Ci In-hong yang pernah bertugas bersama disitu, walaupun sebenarnya diapun sudah mencurigai Ci In-hong adalah kawan sepahamnya. Kini Ci In-hong sengaja menyerempet bahaya dan berusaha menolong Li Su-lam, perbuatan ini telah sangat mengharukan dia. Sebab itulah diam2 dia membantu Ci In-hong meloloskan diri, bahkan ia bertekad akan melaksanakan cita2nya selama ini andaikan jiwanya harus berkorban iapun tidak sayang lagi. Sementara itu To Liong mendapatkan akal licik lagi, ia pura2 jalan tidak leluasa karena hiat-to tertotok, sebentar2 ia berhenti. Sebaliknya Lau Khing-koh tidak dapat menyeretnya berlari, pula tidak berani membuka hiat-to yang ditotoknya tadi, diam2 ia merasa tidak sabar,tapi terpaksa tak dapat berbuat apa2. Waktu itu hari sudah terang benderang, terpaksa Han Ciau hanya dapat menguntit dari jauh dan tidak berani terang2an menghadapi To Liong. Untung jago2 pengawal yang tugas jaga ditaman itu itu semuanya kenal To Liong, sedangkan Han Ciau disangka oleh pengawal2 itu sebagai kawan sendiri yang sengaja ditugaskan mengawasi To Liong, tidak ada yang menduga bahwa Han Ciau sudah mengkhianati Yang Thian-lui. Begitulah To Liong sengaja mengulur waktu, diam2 ia menghimpun tenaga untuk membuka Hiat-to yang tertotok. Samapi lama sekali akhirnya mereka sampai ditempat tahanan Li Su-lam, sementara itu tenaga To Liong sudah mulai terkumpul, kekuatannya sudah mulai pulih. Sementara itu Ci In-hong dan Kok ham-hi yang menyamar sebagai pengiring Liu Tong-thian serta Cui Tin-san, menjelang lohor merekapun memasuki istana Koksu. Dalam keadaan menyamar ternyata tiada orang mengenali Ci In-hong lagi. Yang Thian-lui menerima Liu Tong-thian dan Cui Tin-san disuatu kamar rahasia, tapi Ci In-hong dan Kok Ham-hi dilarang ikut masuk, mereka diharuskan menunggu diluar. Pada kamar rahasia itu terpasang satu pintu angin yang diatasnya terbingkai sebuah cermin tembaga yang mengkilap, dari cermin itu Yang Thian-luui dapat melihat orang diluar kamar, sebaliknya orang diluar tidak dapat melihat keadaan didalam. Ketika melihat Ci In-hong, hati Yang Thian-lui tergerak, ia merasa perawakan orang ini sudah pernah dikenalnya. Maklumlah, Yang Thian-lui pernah susiok Ci In-hong dan telah mengenalnya sekian lama, sebab itulah dari perawakan Ci In-hong saja sudah lantas menimbulkan curiganya. Maka ketika sudah berada didalam kamar rahasia dan duduk berhadapan dengan Liu dan Cui berdua, segera Yang Thian-lui bertanya.
"Siapakah kedua orang pengikutmu itu?"
"Ah, hanya dua Thaubak kecil kami, karena tenaganya cekatan, maka kami membawa mereka sebagai persuruh kalau perlu,"
Kata Liu Tong-thian.
"Thaubak kecil? Kukira tidak betul. Jika begitu halnya, maka kalian yang telah salah menilai mereka,"
Ujar Yang Thian-lui dengan tertawa.
Diam2 Liu Tong-thian berkeringat dingin, ia pikir bangsat she Yang ini sungguh lihai, belum lagi berhadapan dengan Ci In-hong berdua sudah mengetahui ketidak beresan penyamaran mereka.
Maka dengan pura2 gugup Liu Tong-thian menjawab.
"Entah apa maksud Koksu, sudilah kiranya memberi penjelasan."
"Kedua Thaubak kalian ini memiliki lwekang yang tidak rendah, sebab itulah kukatakan kalian telah salah menilai kemampuan mereka bila betul kalian kerjakan mereka sebagai Thaubak biasa,"
Kata Yang Thian-lui. Rupanya dari cermin rahasia dapat dilihatnya kedua pelipis Ci In-hong dan Kok ham-hi rada menonjol, hal ini adalah tanda orang yang memiliki dasar lwekang yang kuat. Keruan Liu Tong-thian tambah terkejut, katanya.
"Pandangan Koksu yang tajam sungguh mengagumkan, sama sekali kami tidak tahu kemampuan mereka, jika benar, maka kami benar2 berpandangan picik."
Yang Thian-lui menjadi sangsi pula, tapi berlagak sayang kepada orang yang pandai, segera ia berkata pula.
"Orang berbakat tidak pantas kalau terpendam, akupun tidak berani yakin pandanganku pasti jitu, paling baik suruhlah mereka masuk ekmari, biar kulihat mereka lebih jelas."
Kejut dan girang pula Liu Tong-thian, pikirnya.
"Peduli apakah rahasia penyamaran mereka berdua telah diketahui atau tidak, kalau sudah berhadapan nanti toh pasti akan labrak dia habis2an." ~ Maka ia lantas memanggil Ci In-hong dan Kok Ham-hi masuk kedalam kamar. Ucapan Yang Thian-lui tadi didengar juga oleh pengawal2 yang berjaga di luar, mereka ter-heran2 bahwa kedua pengiring rendahan itupun akan diterima oleh Koksuya mereka, terpaksa tak dapat merintangi lagi. Setelah masuk, Yang Thian-lui mengamati Ci In-hong sekejap, lalu bertanya."
Siapa gurumu? Dengan kepandaianmu ini, mengapa kau terima menjadi Thaubak kecil saja?"
Ci In-hong menyebut suatu nama samaran sebagai gurunya dan menyatakan kepandaiannya tidak berarti apa2, bahkan sangat terima kasih atas kesudian Liu-cecu menerimanya sebagai Thaubak.
Dengan sorot mata yang tajam, sinar mata Yang Thian-lui berlaih dari Ci In-hong kepada Kok Ham-hi.
Diam2 Kok ham-hi kabat kebit kalau2 Yang Thian-lui akan mengajukan pertanyaan apa2 kepadanya.
Ternyata Yang Thian-lui juga sudah kenal nama Kok Ham-hi, maka sekarang iapun menaruh curiga, hanya saja ia belum berani memastikan bahwa laki2 bermuka buruk di hadapannya sekarang ini adalah Kok ham-hi.
Sebagaimana diketahui Yang Kian-pek, putra Yang Thian-lui itu sudah pernah bertarung dengan Kok Ham-hi, selama itu Kok Ham-hi memakai kedok, maka Yang Kian-pek hanya yakin kalau Kok ham-hi adalah orang seperguruannya, tapi belum pernah melihat wajah aslinya.
Pulangnya Yang Kian-pek telah melaporkan pengalamannya kepada sang ayah, setelah diselidiki akhirnya Yang Thian-lui mendapat tahu namanya Kok Ham-hi dan diketahui pula ia mempunyai muka yang buruk.
Sekarang meski Kok Ham-hi telah merias mukanya sedemikian rupa toh tetap sukar menghilangkan codet pada mukanya itu.
Karena itulah Yang Thian-lui menjadi curiga, ia pikir kalau simuka buruk ini adalah Kok Ham-hi, maka yang seorang lagi pasti Ci In-hong adanya.
Pantas perawakannya tampak sudah pernah dikenalnya.
Tiba2 Yang Thian-lui mendapat suatu akal, ia sengaja menjabat tangan Ci In-hong sebagai tanda orang tua menghargai orang muda, tapi sebenarnya ia hendak menjajalnya dengan Thian-lui-kang.
Ci In-hong melihat maksud Yang Thian-lui itu, ia terkejut, tanpa pikir lagi segera ia menggertak.
"Lui-tian-kau-hong!"
Serentak Kok Ham-hi mengiakan, kedua orang menghantam berbareng, dengan gabungan mereka telah adu pukulan satu kali dengan Yang Thian-lui.
Terdengarlah suara gemuruh yang keras.
Ci In- hong dan Kok ham-hi tergetar mundur tiga tindak, Yang Thian-lui juga tergeliat, Cuma tidak sampai menggeser langkah.
Keruan terkejut juga Yang Thian-lui, ia merasa dengan gabungan kedua anak muda itu untuk mengalahkan sedikitnya juga perlu ratusan jurus lagi.
Dalam pada itu, dengan cepat luar biasa Liu Tong-thian dan Cui Tin-san juga lantas turun tangan.
Sekaligus pedang Liu Tong-thian menusuk beberapa tempat berbahaya ditubuh Yang Thian-lui, sedangkan Cui Tin-san menghantam dengan tenaga dahsyat.
Yang Thian-lui benar2 lihai luar biasa, cepat sekali ia menggeser dan ganti tempat, sekali lengan bajunya mengebas, ujung pedang Liu Tong-thian tersampuk menceng, berbareng telapak tangan kiri menghantam sehingga Cui Tin-san dipaksa melompat mundur.
Untung dia baru saja beradu tenaga pukulan dengan Ci In-hong berdua, kalau tidak Cui Tin-san pasti terluka parah andaikan tidak mati.
Berbareng Ci In-hong dan Kok Ham-hi membentak.
"Yang Thian-lui, kau mengkhianati perguruan, hari ini kami mewakilkan guru kami mengadakan pembersihan perguruan!" ~ Ditengah bentakan mereka kembali suatu jurus "Lui-tian-kau-hong"
Dilontarkan.
Meski kepandaian Yang Thian-lui sangat tinggi, namun sekaligus menghadapi empat lawan tangguh, mau tak mau ia merasa kewalahan juga.
Terpaksa ia sambut pula serangan Ci In-hong berdua,terdengar suara gemuruh lagi, berbareng terdengar juga suara "bret", Kok Ham-hi dan Ci In- hong kembali tergetar mundur, tapi lantaran tidak sempat menghadapi lawan lain, maka lengan baju Yang Thian-lui terpapas juga oleh pedang Liu Tong-thian, hampir2 saja jarinya ikut terkutung.
"Pek-lotoa, keluar kau!"
Teriak Yang Thian-lui. Serentak para busu diruangan luar dan prajurit yang memang sudah disembunyikan didalam ruangan lantas membanjir keluar semua.
"Tidak perlu orang banyak!"
Seru Yang Thian-lui pula.
"Cukup Pek-lotoa dan anak Kian yang tinggal disini, yang lain mundur keluar semua, jaga rapat kalau mereka membawa begundal yang lain."
Ditengah suara teriakan Yang Thian-lui itu, seorang tua berwajah merah mendadak menubruk kearah Cui Tin-san, disamping sana seorang pemuda baju putih juga menerjang kearah Liu Tong- thian dengan pedang terhunus.
Kiranya orang tua berwajah merah itu adalah Pek ban-hiong, sesudah Pek-keh-ceng diobrak abrik oleh Li Su-lam, segera ia bersama putranya, yaitu Pek Jian-seng, melarikan diri ketempat Yang Thian-lui ini.
Sedangkan pemuda baju putih itu takp erlu diterangkan lagi,dia adalah putra Yang Thian-lui, Yang kian-pek adanya.
Yang Thian-lui cukup kenal kepandaian keempat lawannya yan ghebat, bertarung didalam kamar, bila terlalu banyak orang malah mengganggu dan kurang leluasa, sebabitulah ia suruh orang2nya keluar semua, hanya tertinggal Pek ban-hiong dan Yang Kian-pek yang cukup kuat membantunya.
Dengan kedua pembantu ini Yang Thian-lui yakin kemenangan pasti akan dipegangnya.
Yang Kian-pek sudah pernah merasakan kelihaian Ci In-hong dan Kok ham-hi, maka sekarang ia lebih suka ayahnya yang menghadapi kedua musuh tangguh itu, ia sendiri mengadu ilmu pedang dengan Liu Tong-thian.
Sebab dikiranya akan mendapat lawan yang lebih empuk.
Tak tahunya Liu Tong-thian juga seorang ahli ilmu pedang, kelihaian ilmu pedangnya masih jauh diatas Yang Kian- pek.
Maka hanya beberapa jurus saja Yang Kian-pek sudah lantas tahu rasa, ujung pedang Liu Tong-thian se-akan2 menyamber didepan mukanya, sinar pedang menyilaukan mata.
Keruan ia terkejut, lekas2 ditengah samberan pedangnya ia selingi pukulan pula dengan tenaga "Thian-lui- kang".
Tiba2 langkah Liu Tong-thian rada sempoyongan, nyata dia telah mengeluarkan ilmu pedang "Cui- pat-sian" (delapan dewa mabuk), langkahnya seperti tidak tetap bagai orang mabuk, tapi setiap gerak pedangnya selalu mengincar tempat lawan yang berbahaya.
Karena bingung menghadapi tipuan serangan yang aneh itu, Yang Kian-pek menjadi kelabakan, hanya sanggup menangkis dan tidak mampu balas menyerang.
Sebaliknya karena Liu Tong-thian harus menghadapi juga tenaga pukulan Thian-lui-kang lawan, maka beberapa kali serangan maut gagal setengah jalan, tetap tak dapat membinasakan lawan meskipun kedudukannya tetap diatas angin.
Disebelah lain, dengan kekuatan Pek Ban-hiong yang terlatih berpuluh tahun, keadaannya lebihkuat dibandingkan murid Siau-lim-pay seperti Cui Tin-san.
Ilmu pukulan "Tay-lik-kim-kong-ciang"
Cui Tin-san memang keras, tapi kurang mantap.
Pek Ban- hiong telah melawannya dengan Bian-ciang yang lemas ditambah dengan Eng-jiau-kang, tenaga cakaran yang liahi, dalam sekejap saja Cui Tin-san sudah terkurung ditengah pukulan dan cakarannya.
Hanya Pek ban-hiong juga rada jeri terhadap ketangkasan Cui Tin-san, maka ia snegaja main tenang dan mantap, kalau tenaga Cui Tin-san sudah terkuras habis barulah akan diberesi.
Disebelah sana Yang Thian-lui melawan Ci In-hong dan Kok Ham-hi, kedua pihak sama2 mengeluarkan segenap kemahiran Thain-lui-kang masing2, angin pukulan merdu gemuruh, dimana angin pukulan menyambar daun jendela tergelepar dan tiang tergetar, atap rumah berkeriutan.
Sebagian Busu yang berkepandaian lemah sejak tadi sudah menyingkir keluar.
Melihat gelagat kurang menguntungkan, seorang busu berseru.
"Apakah perlu mengundang Liong- siang Hoat-ong?"
"Tidak perlu!"
Bentak Yang Thian-lui dengan gusar.
"Jika takut enyah dari sini!"
Menurut taksirannya, Yang Kian-pek cukup kuat untuk menahan Liu Tong-thian hingga ratusan jurus, sedangkan Pek Ban-hiong sudah pasti lebih unggul daripada Cui Tin-san.
Dalam keadaan demikian asalkan salah seorang, Pek Ban-hiong atau Yang Thian-lui sendiri dapat mengalahkan lawan dalam waktu singkat, maka dengan segera mereka dapat membantu Yang Kian-pek membereskan Liu Tong-thian, jadi jelas pihak Yang Thian-lui menduduki posisi yang lebih emnguntungkan, apalagi dia adalah koksu negeri Kim, sedangkan Liong-siang Hoat-ong adalah Koksu Mongol, kedudukan kedua orang sederajat, mana sudi dipandang rendah dengan minta bantuan kepada tamunya itu.
Se-konyong2 Ci In-hong pura2 memukul, berbareng lantas membentak.
"Lihat pedang!" ~ Cepat sekali pedangnya lantas menusuk. Dalam pada itu Kok Ham-hi juga sudah melolos pedangnya, ditengah pukulannya iapun melancarkan tusukan, nyata kerja sama mereka berdua sangat rapi. Menghadapi serangan dari muka dan belakang dengan angkuh Yang Thian-lui masih menjengek.
"Hm, berani pamer kepandaian yang telah kalian pelajari, keluarkan saja seluruhnya !"
Belumlenyap suaranya pedang Ci in-hong menyamber tiba didepan dahinya, hampir2 saja batok kepalanya trertabas.
Menyusul Kok Ham-hi juga menusuk pula dengan cara tak ter-duga2.
Segera Yang Thian-lui mengebas dengan lengan bajunya.
Tak terduga ujung pedang Kok Ham-hi mendadak memutar kesamping dan kembali menyerang dari arah yan gtak terpikirkan olehnya.
Terdengarlah suara "bret"
Yang panjang, hampir setengah lengan baju Yang Thian-lui terobek menjadi potongan kecil2.
Kiranya gerakan pedang Kok ham-hi diserta dengan puntiran sehingga kain baju itu seperti digiling saja.
Keruan Yang Thian-lui terkejut dan gusar pula.
Mendadak ia membentak, kedua telapak tangan menghantam sekaligus, dengan jurus "Ya-ma-hun-cong) (kuda liar menyeruduk dua jurusan) ia paksa Ci In-hong berdua mundur.
"Hm, kiranya kalian berhasil meyakinkan pula ilmu pedang perguruan kita, tapi kalian mampu mengapakan diriku?"
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jengek Yang Thian-lui.
Walaupun begitu katanya, tapi timbul juga rasa jerinya.
Diam2 ia berpikir tentang saudara seperguruannya, yaitu Hoa Thian-hong yang mengasingkan diri selama belasan tahun, kiranya diam2 sedang meyakinkan ilmu pedang yang hebat ini dan diajarkan kepada muridnya untuk kemudian hendak menghadapinya.
Tampaknya ilmu pedang yang dimainkan Ci In-hong sekarang bahkan lebih hebat daripada kakek gurunya dahulu.
Yang diutamakan Yang Thian-lui adalah lwekang dan kurang mahir ilmu pedang, maka kedua pihak sekarang menjadi sama2 menggunakan kemahiran masing2 untuk menyerang kelemahan lawan.
Dengan begini Yang Thian-lui hanya dapat menandingi Kok Ham-hi dan Ci in-hong dengan sama kuat saja, untuk menarik keuntungan menjadi tidak mudah baginya.
Sebaliknya disebelah sana Cui Tin-san yang menempur Pek Ban-hiong dengan sengit, akhirnya ia menjadi payah.
Sedang partai lain tampak Liu Tong-thian lebih unggul daripada YangKian-pek, hanya dalam waktu singkat iapun belum dapat mengalahkan pemuda itu.
Diam2 Ci In-hong menjadi gelisah, pikirnya.
"Mengapa Beng-tayhiap dan Han-locianpwe belum nampak muncul?"
Tentang Beng Siau-kang dan Han Tay-wi, sejak pagi2 mereka sudah berhasil meyusup kedalam istana Yang Thian-lui itu, mustahil suara pertempuran yang ramai itu tak didengar oleh mereka.
Sebab itulah Ci In-hong menjadi kuatir jangan2 terjadi apa2 atas diri kedua pendekar tua.
Tapi dengankepandaian mereka yang tinggi, rasanya tiada sesuatupun yang dapat menghalangi mereka.
Tapi mengapa sampai saat ini mereka masih belum muncul?"
Begitulah lantaran bala bantuan yang di-tunggu2 belum datang, Ci In-hong berdua menjadi cemas, maka posisi yang sama kuat tadi hanya sebentar saja telah berubah pula, Yang Thian-lui kembali diatas angin dan melancarkan serangan gencar pula.
Sekarang marilah kita mengikuti keadaan Li Su-lam, selagi duduk tenang dan mengerahkan tenaga ditemoat tahanannya, dalam kegelapan iapun tidak tahu siang hari atau sudah malam.
Tiba2 didengarnya ada suara tindakan dua orang menuju kearahnya.
Se-konyong2 suara percakapan kedua orang itupun dapat didengarnya.
Seketika Li Su-lam terperanjat.
Sebab suara itu sudah dikenalnya dengan baik, jelas itulah suara To Liong.
Terdengar To Liong sedang berkata.
"Penjaga ini tidak paham bahasa Han, akan kuminta kuncinya, lalu sengaja kusingkirkan dia ketempat lain, cara ini baik tidak?"
"Hendaklah kau jangan main gila, apakah betul2 Li-bengcu ditahan disini?"
Demikian terdengar suara perempuan muda menanggapi.
Li Su-lam menjadi heran, siapakah perempuan itu? Dari nada ucapannya agaknya dia sengaja datang buat menolong diriku? Mengapa To Liong mau menuruti perintahnya, sungguh aneh! Demikian pikir Su-lam.
Dari suara mereka itu Li Su-lam menaksir jarak mereka dari kamar tahanan itu masih dua-tiga puluh langkah lagi, agaknya suara perempuan itu diucapkan dengan setengah berbisik ditepi telinga To Liong.
Dalam pada itu mereka sudah samapi didepan kamar tahanan itu.
Penjaga disitu adalah seorang busu Mongol yang sudah kenal To Liong, tapi belum kenal Lau Khing-koh.
Maka ia merasa sangsi melihat To Liong datang bersama seorang perempuan muda.
Namun belum dia menegur, To Liong sudah lantas mendahului membuka suara dlam bahasa Mongol.
"Berikan kunci palsu padaku, cepat kau pergi mengundang Liong-siang Hoat-ong! Tidak perlu tanya lagi, lekas berangkat! Aku berada dalam ancaman orang ini!" ~ Rupanya busu Mongol itu tidak dapat bicara bahasa Han, tapi sedikit2 dapat mendengar artinya. Sebab itulah To Liong mendahului bicara bahasa Mongol dengan dia. Saat itu tidak terpikir oleh To Liong bahwa meski Lau Khing-koh tidak paham bahasa Mongol, tapi Li Su-lam yang terkurung didalam penjara itu fasih bahasa asing itu. Kini Li Su-lam sudah yakin Lau Khing-koh datang untuk menolongnya, walaupun belum jelas siapa nona itu, namun tiada kesempatan berpikir lagi baginya, segera ia berteriak.
"Lekas turun tangan, bunuh penjaga itu!"
Belum lenyap suaranya, ternyata busu Mongol itu sudah menerjang lebih dulu kerah Lau Khing-koh sambil memaki.
"Budak busuk, berani benar kau!" ~ Dia menggunakan bahasa Han yang kaku, namun hal itupun membuktikan dia bukannya sama sekali tidak paham bahas Han sebagai dikatakan To Liong tadi. Dengan gesit Khing-koh mengegos kesamping, berbareng ia terus melolos goloknya, edngan jurus "Liong-hui-hong-bu" (naga terbang burung ho menari), konta ia mambacok lawannya. Sebelah tangannya mestinya mencengkeram kencang urat nadi tangan To Liong, tapi kini ia harus menghadapi busu Mongol itu, terpaksa ia lepaskan To Liong. Penjaga itu adalah busu bawahan Dulai yang mahir ilmu gulat ala Mongol, dalam hal pertarungan dari jarak dekat justru adalah kemahirannya. Ketika bacokan golok Khing-koh mengenai tempat kosong, segera busu Mongol itu menubruk maju dengan sebelah tangan ia tahan lengan sinona yang bersenjata itu, sedang sebelah kaki lantas menjegal, maksudnya hendak merobohkan Khing-koh. Tapi ilmu golok Khing-koh juga sangat ganas, cepat ia berputar, goloknya ikut menyamber keatas da nkebawah, kekanan dan kekiri, dengan demikian, biarpun lawan menyerang dari arah manapun pasti akan terkena goloknya. Cara bergulat orang Mongol meski berbeda dari pada "Kim-na-jiu-hoat", tapi dasarnya sama, maka dalam hati Khing-koh merasa senang karena pihak lawan yang menyodorkan kaki dan tangannya untuk ditabas. Tak terduga baru saja goloknya bekerja, tiba2 dari belakang angin keras menyamber kepalanya, kiranya To Liong telah menghantamnya dari belakang. Ketika Khing-koh sedikit menunduk kedepan, punggungnya yang kesakitan kena pukulan, hanya saja tidak terluka. Rupanya saat itu baru saja To Liong dapat melancarkan hiat-to yang tertotok, tenaganya baru pulih satu-dua bagian saja. Dengan gemas Khing-koh terus menghantam kebelakang hingga To Liong kontan terjungkal, sedangkan golok ditangan kanan masih terus bekerja seperti tadi. Tapi lantaran perhatiannya terpencar, dengan sendirinya putaran goloknya menjadi kurang sempurna. Kemahiran jago gulat adalah pandai melihat titik kelemahan musuh, begitu melihat kesempatan baik segera diterjangnya. Ketika golok Khing-koh menyamber lewat samping kepala busu Mongol itu dan tidak mengenai sasaran, seketika busu itu maju, sekali pegang dan sekali putar ,kontan Khing-koh dibanting kebalik pundaknya.
"Haha, nona cilik, aku menjadi tidak tega membinasakan kau!"
Seru busu itu dengan bergelak tertawa.
Dan baru saja ia hedak menubruk maju untuk menangkap Khing-koh, se-konyong2 sepotong batu kecil menyamber tiba dan tepat mengenai hiat-to dibagian dengkulnya, seketika busu itu roboh terguling.
Dengan gerakan "Li-hi-tah-ting" (ikan lele melejit), cepat Khing-koh melompat bangun, ketika dilihatnya busu Mongol itu sudah menggeletak, maka tahulah dia ada orang telah membantunya secara diam2.
Tanpa pikir lagi goloknya lantas menabas untuk habiskan nyawa busu Mongol itu.
"Lekas lari, Khing-koh!"
Segera To Liong berseru.
"Demi kebaikanmu makanya tadi aku mencegah kau membunuh busu itu. Sekarang sudah kau lakukan, bila tidak lekas lari tentu kau sendiri akan celaka. Disekitar sini masih banyak musuh, bila diketahui tentu sukar bagimu untuk lolos. Tentang menolong Li Su-lam boleh serahkanp padaku saja, kau sendiri lekas lari!"
"Jangan percaya ocehannya, dia menipu kau!"
Demikian Li SU-lam juga berseru.
"Jangan percaya kata 2berbisa orang lain, Khing-koh!"
Kata To Liong dengan suara rada gemetar.
"Betapapun kita sudah pernah sumpah setia."
Mendengar itu, Su-lam menjadi bingung. Ia heran ada hubungan apakah antara wanita ini dengan To Liong ? Jangan2 seperti halnya Nyo Wan juga terpikat oleh kata2 manisnya? Dalam pada itu pikirannya Khing-koh menjadi kacau, bentaknya.
"Tutup mulutmu! Saat ini aku belum ada tempo untuk membunuh kau!"
Seorang gadis betapapun tetap sukar melupakan kekasihnya yang pertama, sebab itulah biarpun dia amat benci kepada To Liong, namun tidak tega membunuhnya.
Dalam keadaan pikiran kacau tak teringat olehnya To Liong dapat bergerak bebas lagi, padahal hiat-to telah ditotoknya.
Khing-koh berhasil menemukan kunci dalam baju busu penjaga tadi, segera ia hendak membuka pintu kamar tahanan.
Tetapi mendadak angin berkesiur dari belakang, seorang telah menubruknya dan kukunya yang tajam telah membikin lecet pundaknya.
Keruan Khing-koh terkejut, cepat ia mengegos untuk menghindarkan cengkeraman musuh.
Waktu ia menoleh, dilihatnya penyerangnya ternyata bukan To Liong, tapi seorang wanita berambut terurai.
Kiranya wanita itu adalah istri penjaga tadi yang bertugas menjaga penjara wanita.
Nyo Wan dan Han Pwe-eng dikurung dikamar tahanan sebelah menyebelah dengan Li Su-lam.
Sambil menghadapi wanita itu, sedapat mungkin Khing-koh menggunakan sebelah tanganya untuk membukagembok kamar tahanan.
Syukurlah gembok itulantas terbuka dan jatuh kelantai dimana pintu kamar tahanan terpentang tertampaklah Li Su-lam melangkah keluar.
Meski dalam keadaan kalap, wanita itu pun tahu akibatnya kalau tahanan penting itu sampai lolos.
Maka cepat ia ber-teriak2 minta tolong begundalnya.
Menyusul ia lantas meninggalkan Khing-koh terus menerjang Li Su-lam.
Langkah Su-lam tampak sempoyongan, ia melangkah kesamping hingga mengelakkan terjangan lawan itu.
Ketika wanita itu akan menubruk maju lagi, tiba2 sepotong batu kecil menyamber tiba dan tepat mengenai hiat-to dibagian punggungnya, kontan wanita kalap itupun roboh terguling senasib dengan sang suami.
Melihat itu To Liong menjadi girang, diam2 ia menduga Li Su-lam pasti dikerjai sesuatu oleh Liong-siang Hoat-ong, kalau tidak, dengan kepandaian Li Su-lam mustahil jeri terhadap seorang wanita tak terkenal itu.
Dalam pada itu Li SU-lam lantas berseru kepada Khing-koh.
"Banyak terima kasih nona, orang ini adalah ..
"
"Ya, baru sekarang aku mengetahui dia adalah pengkhianat bangsa,"
Sela Khing-koh.
"Li-bengcu, cara bagaimana engkau hendak selesaikan dia boleh terserah padamu."
Su-lam tahu nona ini tidak tega membunuh To Liong, maka iapun berkata.
"Orang berdosa pasti akan menerima ganjarannya! Hari ini nona ini mengampuni jiwamu, hendaklah kau dapat sadar dan kembali kejalan yang baik, kalau tidk kalimat2 tadi pasti akan terbukti atas dirimu!" ~ Sambil berkata, dengan sikap dingin ia melangkah lewat disamping To Liong, lalu berseru.
"Adik Wan ! Adik Han !"
"Engkoh Lam, baik2kah kau?"
Terdengar Nyo Wan menjawab.
"Aku dan enci Eng .."
"Ya, aku tahu, aku sudah bebas sekarang ditolong oleh seorang ksatria wanita ."
Sampai disini ia melirik kearah Lau Khing-koh, cepat nona itu memberitahukan namanya dengan suara perlahan dan katakan pula nama kakaknya serta kedudukannya didalam pasukan pergerakan, iapun memberitahu bahwa Ci In-hong juga sudah datang buat menolongnya, maka Li Su-lam lantas melanjutkan.
"Ksatria wanita, nona Lau yang telah menyelamatkan diriku. Ci In-hong katanya juga sudah berada di Taytoh sini. Hendaklah kalian tunggu sebentar lagi,setelah aku menemukan kuncinya segera kubebaskan kalian."
Disebelah sana, Han Ciau yang masih sembunyi disekitar situ menjadi melengak juga dan timbul rasa sangsinya demi mendengar percakapan Su-lam dan Nyo Wan itu.
Han Ciau adalah orang cerdik dan cermat, timbul rasa sangsinya mengapa Nyo Wan per-tama2 menanyakan keadaan Li Su-lam baik2 tidak, padahal kedua suami istri penjaga itu sudah dirobohkan semua, masakah Nyo Wan tidak mengetahui kalau Li Su-lam berada dalam keadaan sehat? Sebaliknya Li Su-lam mengapa menjawab "Ya, aku tahu".
Tahu apa yang dimaksudkannya? Jangan2 ada sesuatu dibalik ucapan2 itu? Wah, celaka, jangan2 ..
demikian kesangsian pikiran Han Ciau.
Han Ciau merasa ada sesuatu yang tidak beres, tidak sempat lagi baginya untuk berpikir lebih banyak, segera iapun keluar dari tempat sembunyinya dan memburu kesana.
Waktu itu Li Su-lam baru lewat disamping To Liong untuk mendekati sipenjaga wanita tadi, ia sedang berjongkok mencari kunci dibajunya, pada saat itulah mendadak To Liong melompat bangun sambil menjengek.
"Hm, impian muluk kalian masakah gampang terlaksana?" ~ Berbereng itu sebuah Tok-liong-piau lantas ia sambitkan kearah Li Su-lam.
"Bangsat. Berani kau berbuat keji!"
Bentak Han Ciau, sekaligus ia menyambitkan tiga potong batu kecil, sepotong menghantam Tok-liong-paiu, batu yang lain mengarah hiat-to ditubuh To Liong.
"Trang", Tok-liong-piau terbentur tepat oleh batu itu, tapi Tok-liong-piau Cuma terbentur menceng sedikit dan masih terus menyamber kearah Li Su-lam, sebaliknya batu terpental balik malah oleh benturan itu. Menyusul terdengar pula suara "tring-tring"
Dua kali, kedua batu yang mengarah To Liong telah diselentik jatuh semua dengan tenaga jari yang kuat.
Kiranya pada saat yang tepat itu tenaga To Liong juga telah pulih, Hiat-to yang tertotok tadi telah pula punah seluruhnya.
Untung Tok-liong-piau yang agak menceng itu hanya menyamber lewat atas kening Li Su-lam, akan tetapi dengan sendirinya ia berusaha menghindar ketika serangan itu tiba, ia melompat kesamping, tapi terlalu keras menggunakan tenaga hingga ia sendiri jatuh terguling.
Nyata, diluar tahu Li Su-lam, secara diam2 Dulai telah memerintahkan penjaga2 disitu untuk menaruh racun "Soh-kut-san" (bubuk pelemas tulang) sehingga Su-lam, Nyo Wan dan Han Pwe- eng mati kutu, betapapun tinggi ilmu silat mereka sukar lagi digunakan.
Dengan jatuhnya Li Su-lam itu, hal ini membuktikan tenaga dalam Li Su-lam takdapat digunakan lagi, To Liong bergelak tertawa senang karena apa yang diduganya ternyata benar.
Segera ia berteriak.
"Li Su-lam, hari ini sudah tiba ajalmu!" ~ Menyusul dua buah Tok-liong-piau segera disambitkan pula, yang satu menimpuk Han Ciau, yang lain mengincar Li Su-lam. Hebatnya kedua Tok-liong-piau itu menyamber kearah yang berlawanan karena tempat Han Ciau berdiri jauh disebelah sana. Tapi kepandaian menggunakan senjata rahasia To Liong itu sungguh lihai, baik sambitan membalik maupun kedepan, semuanya menyamber dengan keras dan tepat. Namun kepandaian Han Ciau terhitung kelas satu dikalangan jagoan Pengawal bangsa Han, dengan goloknya yang tebal ia menyampuk.
"trang", Tok-liong-piau itu disampuk jatuh. Segera hidungnya mengendus bau amis yang memuakkan, kepalanya menjadi pusing, diam2 ia mengakui kelihaian Tok-liong-piau itu, cepat ia tenangkan diri dan menghirup napas segar, lalu menerjang maju lagi. Kalau Han Ciau dapat menahan piau berbisa itu, Li Su-lam yang tak bertenaga itu menjadi mati kutu, saat itu dia belum lagi merangkak bangun dari jatuhnya tadi dan tahu2 Tok-liong-paiu sudah menyamber tiba. Terkesiap juga hati Li Su-lam, pikirnya.
"Sungguh tidak terduga jiwaku harus melayang ditangan bangsat ini!"
Pada saat itu Han Ciau sedang memburu tiba, tapi jaraknya masih belasan meter jauhnya dari tempat Li Su-lam untuk menyelamatkan jiwa Li Su-lam jelas tidak dapat.
Diluar dugaan, pada saat yang gawat itu, tiba2 seorang menubruk keatas tubuh Li Su-lam, orang ini bukan lain daripada Lau Khing-koh.
Dengan mati2an Lau Khing-koh bermaksud menyelamatkan Li Su-lam, dengan sendirinya iapun berusaha agar Tok-liong-piau tidak sampai mengenai dia, maka ketika menubruk diatas tubuh Li Su-lam, berbareng goloknya juga disambitkan kesana hingga dapat membentur Tok-liong-piau, Cuma sayang tenaganya selisih jauh dengan tenaga dalam To Liong, meskipun saling bentur, tapi goloknya kalah kuat dan jatuh kesamping, sedangkan Tok-liong-paiu masih terus meluncur kedepan.
Li Su-lam mengerahkan segenap tenaganya yang ada dengan maksud membalik keatas untuk menahan Tok-liong-paiu.
Akan tetapi sudah terlambat, Tok-liong-piau menyerempet lewat diatas pundak Lau Khing-koh dan membuat kulit lecet.
Untung terjadi gerakan meronta Li Su-lam itu kalau tidak Tok-liong-paiu itu tentu sudah menacap di tenggorokan Lau Khing-koh.
Keganasan Tok-liong-paiu itu laur biasa, asal kena darah seketika korbannya takdapat bernapas lagi dan binasa.
Dengan suara serak Lau Khing-koh berteriak.
"
To Liong, keji amat kau!" ~ Menyusul iapun menjatuhkan diri dan menggelinding kepinggir . Li Su-lam melengak juga setelah berdiri kembali.
"Khing-koh, kau tak dapat menyalahkan aku,"
Jengek To Liong.
"kau sendiri yang rela mengorbankan jiwa sendiri untuk membela bocah itu. Mangkatlah kau dengan baik2, biar kubunuh pula bocah ini agar dapat menjadi kawan seperjalananmu menuju akhirat."
Li Su-lam masih berdiri tertegun, ia baru sadar ketika To Liong menubruk kearahnya. Dengan gusar ia lantas mendamprat.
"To Liong, gagah benar kau ! Sungguh hebat! Saat ini aku bukan tandinganmu, boleh kau bunuh saja diriku!"
"apa susahnya jiwa kau ingin mampus?"
Jengek To Liong.
"Tapi saat ini aku belum mau membunuh kau!"
Maklum Li Su-lam adalah orang penting yang hendk ditawan Dulai, sudah tentu To Liong tidak berani membunuhnya sungguh2.
Justru lantaran iniah, sedikit ragu2 saja sudah memberi kesempatan kepada Han Ciau untuk menyusul tiba.
Kuatir kalau Li Su-lam dicelakai To Liong, dari jauh Han Ciau menyambitkan lebih dulu sebutir batu.
Akan tetapi sekali sampuk dengan pedang yang telah dilolosnya, To Liong bikin batu itu mencelat balik ke arah Han Ciau.
Habis itu To Liong lantas ber-teriak2 minta bantuan.
Batu yang disampuk mencelat kembali itu ternyata menyamber dengan kencang ke arah Han Ciau sendiri, cepat ia menunduk tidak urung kopiah busu yang dipakainya tersamber jatuh.
"Sekarang baru kau kenal kelihaianku!"
Kata To Liong dengan tertawa.
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah, kalau ingin mampus, biarlah aku bereskan kau sekalian!"
Dengan kalap Han Ciau balas membentak.
"Tidak perlu banyak bacot, bangsat! Hari ini kalau bukan kau yang mampus biarlah aku yang mati!" ~ "Sret", kontan goloknya membacok ke arah To Liong, meski menyadari bukan tandingan To Liong, tapi Han Ciau sudah nekat, kalau bisa ia siap untuk gugur bersama musuh. Cepat To Liong putar pedangnya dan dengan mudah saja ia patahkan serangan Han Ciau itu. Namun dengan mati2an Han Ciau menyerang pula kedua dan ketiga kalinya tanpa kenal takut. Karena caranya yang nekat itu, To Liong menjadi rada kelabakan.
"Hayo kawan2, tangkap mata2, lekas keluar!"
Teriak To Liong ber-ulang2 memanggil bala bantuan.
Diam2 ia bersyukur sudah kehilangan tenaganya, untuk lari terang tidak mampu lagi.
Tempat tahanan Li SU-lam itu sangat dirahasiakan dan merupakan tempat terlarang bagi prang yang tak berkepentingan, maka mseti mereka sudah bertempur sekian lamanya dan To Liong juga berteriak2, namun tetap tiada nampak munculnya orang lain.
Cuma Han Ciau juga menyadari bila para busu Mongol mendengar suara teriakan To Liong itu nanti tentu ada yang memburu kemari.
Maka dengan mati2an Han Ciau melancarkan serangan lebih gencar sambil berkata dengan suara berat.
"Li-bengcu, harap kau cari tempat sembunyi dulu!"
Li Su-lam menyesal dirinya, tak dapat emmbantu Han Ciau, kini disuruh sembunyi, tentu saja ia tidak mau.Segera ia mendekati Khing-koh dan bertanya.
"Nona Lau, apakah kau membawa obat luka?"
Wajah Khing-koh tampak pucat, dengan suara parau ia menjawab.
"Jangan pikirkan diriku, lekas buka pintu tahanan sana, lepaskan dulu kawan2mu itu! Anak perempuan tukang kebon disini bernama si Kemala adalah orang kita." ~ maksud Khing-koh agar Li Su-lam mengajak Nyo Wan dan Pwe-eng melarikan diri dan mencari tempat sembunyi yang baik, kalau perlu cari si Kemala. Ia tidak tahu waktu itu si Kemala sudah lari dari situ bersama ayahnya. Melihat keadaan Khing-koh yang payah itu, Su-lam tahu nona itu sukar diselamatkan lagi, dengan rasa pedih ia bertanya.
"Nona Lau, adalah sesuatu pesanmu yang perlu kulaksanakan?" ~ Maksudnya minta Khing-koh memberi pesan terakhir.
"Harap kau sampaikan kepada Ci In-hong akan kematianku, tentu dia dapat mengurus diriku. Aku bersalah padanya, tapi aku sudah berusaha baginya sekuat tenagaku,"
Kata Khing-koh.
Sudah tentu Li Su-lam tidak tahu seluk beluk hubungan Khing-koh dengan Ci In-hong, ia hanya mengangguk menyanggupi pesan itu, lalu berpaling dan mencari kunci pada tubuh penjaga wanita tadi, kemudian ia berlari kesebelah sana untuk membuka pintu penjara.
Melihat itu, cepat To Liong mendesak mundur Han Ciau, lalu memburu kearah Li Su-lam sambil mencengkeram dari belakang sembari membentak.
"Matilah kau, Li Su-lam!"
Tapi mendadak terasa angin keras menyamber dari belakang, dengan mati2an Han Ciau telah menerjangnya pula.
"Bedebah! Apa kau sudah bosan hidup?"
Jengek To Long dengan gemas.
Sedikit mengegos, berbareng pedangnya lantas menusuk.
Gerakan ini tepat pada waktunya, maka terdengarlah suara benturan pedang dengan golok, tangan Han Ciau kesemutan, goloknya terlepas dari cekalan.
Tanpa pikir lagi To Liong lantas mendepak sehingga Han Ciau terguling.
Pada saat itulah terdengar suara tindakan orang yang riuh, ada beberapa orang busu Mongol telah memburu tiba.
To Liong kenal dua diantaranya adalah Abul dan Hulita, kedua murid Liong-siang Hoat-ong yang tangguh itu, ia menjadi girang, ia pikir dengan datangnya kedua orang itu biarpun Nyo Wan masih lihai seperti dulu juga tak dapat lolos lagi.
Dapatkah Li Su-lam meloloskan diri bersama Nyo Wan dan Han Pwe-eng? Cara bagaimana Li Su-lam, Beng Siau-kang dan kawan2nya mengobrak abrik sarang Yang Thian- lui secara besar2an?
Jilid 17 bagian pertama Waktu itu Han Ciau yang terguling oleh tendangan To Liong tadi baru saja melompat bangun, tahu2 Abul sudah menubruk pula kearahnya. Cepat Han Ciau berseru.
"Lekas lari Bengcu!" ~ Mendadak ia menyemburkan darah segar kearah Abul sehingga muka kepalanya basah kuyup. Abul terkejut, tapi segera Han Ciau menubruknya dan merangkulnya kencang2 sambil mengerang, Han Ciau kerahkan segenap sisa tenaganya. Tanpa ampun lagi Abul menjerit ngeri, tulang rusuknya telah dipatahkan dua-tiga tempat dan jatuh semaput. Tapi Han Ciau sendiri juga tergetar oleh tenaga Liong-siang-sin-kang, lukanya bertambah parah, darah tersembur lagi dari mulutnya, akhirnya iapun roboh menghembuskan napas penghabisan. Melihat pertarungan maut itu, para busu Mongol sama melongo kesima, Hulitu terkejut dan kagum pula terhadap keperkasaan Han Ciau. Cepat pula ia periksa keadaan sang suheng dan membubuhkan obat, untuk sementara ia menjai tidak sempat tanya To Liong apa yang terjadi itu. Pada saat itulah terdengar Lau Khing-koh berseru dengan suara parau.
"Engkoh Liong, aku . Aku tidak tahan lagi, aku .. aku ingin bi bicara padamu!"
To Liong yakin Li Su-lam dan lain2 sukar untuk kabur, ia pikir Khing-koh masih ingat padanya, entah apa yang hendak dibicarakannya, tampaknya lukanya yang terkena Tok-liong-piau tak bisa ditolong lagi, mungkin ada sesuatu pesan terakhir yang akan diucapkannya.
Karena itu ia coba mendekati , ia berjongkok tanpa prasangka apa2 sambil berkata.
"Ada apa adik Khing, katakanlah apa yang kau inginkan. Kau jangan kuatir, nanti akan kuberikan obat penawar racun paamu."
Diluar dugaan, se-konyong2 Khing-koh melompat bangun.
"bles", tahu2 Tok-liong-piau yang mengenai Khing-koh tadi ditikamkan kedada To Liong. Nyata dengan tekad matipun harus membinasakan musuh yang telah menipunya itu, Khing-koh memancing To Liong kedekatnya dan menikamnya dengan Tok-liong-piau. Tepat ulu hati To Liong tertancap Tok-liong-piau itu. Keruan To Liong binasa seketika, begitu pula Khing-koh juga lantas menggorok tenggorokan sendiri dengan golok yang masih dipegangnya. Saat itu Li Su-lam baru saja membuka pintu kamar penjara, Nyo Wan dan Han Pwe-eng juga baru saja melangkah keluar dan kebetulan mereka menyaksikan adegan yang tragis itu. Tanpa menghiraukan busu2 Mongol yang mengepung disitu, Nyo Wan lantas menubruk keatas mayat Lau Khing-koh dengan air mata bercucuran dan berseru.
"Enci yang baik, kau telah membalaskan sakit hatiku, tapi aku tidak dapat brbuat apa2 lagi atas kebaikanmu!" ~ Habis itu ia menengadah dan berkata pula kepada Li Su-lam.
"Engkoh Lam, kita tidak dapat melarikan diri, daripaa teraniaya, biarlah kita mencontoh enci yang agung ini!" ~ Segera ia ambil golok Lau Khing-koh tadi dan hendak membunuh diri.
"Jangan!"
Cepat Li Su-lam berseru mencegah.
"Biarpun kita tidak dapat melawan musuh, tapi kitapun jangan sekali2 membunuh diri. Enci yang baik ini mengorbankan diri setelah dia membunuh To Liong lebih dulu, maka kalau mau meniru harus ikut caranya ini, bunuh diri boleh asalkan sudah membinasakan musuh pula."
Seruan Li Su-lam ini menyadarkan Nyo Wan, golok yang sudah terangkat tadi diturunkan pula, katanya dengan suara lemas.
"Engkoh Lam, kaum lelaki seperti kau tentu dapat mengadu jiwa dengan musuh. Tapi aku tidak ingin tertawan konyol ditangan musuh!"
Melihat itu, Hulitu menjadi tidak sabar, mendadak ia membentak.
"Tangkap mereka!" ~ Serentak para busu Mongol mengerubut maju hendak membekuk Li Su-lam bertiga. Pada saat itulah se-konyong2 terdengar suara bentakan orang yang keras.
"Siapa berani menganiaya putriku!" _Berbareng itu dua sosok bayangan orang melayang turun dari atas laksana dua ekor burung raksasa. Kedua orang yang melompat turun dari wuwungan rumah itu, yang satu berdandan sebagai koki, yang lain seperti kaum hamba istana Koksu, tapi ilmu silat mereka sungguh luar biasa. Begitu orang yang berdandan seperti koki itu sampai disamping Han Pwe-eng, sekali kedua tangannya bekerja, kontan dua busu Mongol yang menubruk kearahnya itu dipegang seperti orang menangkap anak ayam saja, menyusul ia putar kencang kedua tawanannya terus dilemparkan, keruan kedua busu Mongol yang besar itu jatuh terguling dengan kepala dan muka babak belur. Busu ketiga menjadi kaget, cepat ia hendak mundur teratur, tapi sudah kasip, iapun terpegang dan kena dilempar pergi. Dalam pada itu Hulitu telah menerjang pendatang yang berdandan sebagai kaum hamba itu, begitu mendekat segera ia menghantam dengan Liong-siang-sin-kang.
"Hm, hanya ukuranmu saja belum perlu tanganku ikut bergerak,"
Jengek orang itu tanpa menangkis. Maka terdengarlah suara "bluk"
Yang keras, pukulan Hulitu itu tepat mengenai tubuh sasarannya, suaranya seperti mengenai kulit tambur, yang roboh bukan orang yang berdandan sebagai budak itu, tapi Hulitu sendiri yang terpental dan terguling tak bangun lagi.
Keruan kejut busu2 yang lain tak terkatakan, tiada seorangpun yang berani maju pula.
"He, engkaupun datang kesini, Beng-tayhiap! Seru Li Su-lam terkejut tercampur girang. Sementara itu Han Pwe-eng juga sedang melapor kepada orang yang berdandan sebagai koki tadi."Ayah, kami telah dicekoki entah racun apa, yang jelas tenaga kami menjadi sirna sama sekali!"
Kiranya orang yang berdandan sebagai koki itu adalah ayahnya, Han Tay-wi, sedang orang yang berdandan sebagai budak itu adalah Kanglam-tayhiap Beng Siau-kang. Sudah lama mereka menyusup kedalam istana Yang Thian-lui itu dengan menyamar.
"Apakah kalian dapat berjalan? Tanya Han Tay-wi kemudian.
"Dapat,"
Jawab Han Pwe-eng.
"Baiklah, ikut saja bersama kami, siapa lagi yang berani merintangi kita?"
Ujar Han tay-wi.
"Aku yang akan merintangi kalian!"
Tiba2 suara orang yang rada kaku berbahasa Han menanggapinya.
"Hm, asalkan aku berada disini, betapapun kalian tidak dapat lolos!"
Suara itu tidak terlalu keras ,tapi menggetarkan anak telinga.
Han tay-wi terkesiap, waktu ia memandang kesana, tertampaklah seorang Lama berjubah merah sedang mendatangi dengan iringan empat busu Mongol.
Han Tay-wi menduga Lama ini pasti Liong-siang Hoat-ong adanya, segera ia membentak.
"Hm, apakah kau inilah Koksu dari tartar Mongol? Baiklah mari kita coba2."
"Supaya menghemat waktu dan tenaga, boleh kalian berdua maju sekaligus!"
Sahut Liong-siang Hoat-ong. Tidak kepalang gusarnya Han Tay-wi, tiba2 ia bergelak tertawa malah, katanya.
"Sudah sekian puluh tahun hidupku ini, tapi belum pernah kulihat manusia takabur semacam kau. Baiklah, kau ingin hemat waktu dan tenaga, kami juga ingin lekas2 selesai. Kalian berjumlah berapa boleh maju saja serentak, berapapun jumlah kalian tetap akan kami layani dengan berdua!"
Tapi Liong-siang Hoat-ong lantas menyuruh keempat muridnya mundur kesamping dan memberi pesan agar jangan ikut turun tangan.
Dipihak lain Beng Siau-kang juga lantas berkata kepada Han Tay-wi agar memberi kesempatan lebih dulu kepadanya untuk menempur Koksu Mongol itu.
Mendengar permintaan Beng Siau-kang itu, Han tay-wi tersadar, ia pikir ilmu pedang Beng Siau- kang lebih lihai daripadaku, kalau dia yang menempur musuh tangguh itu rasanya akan lebih meyakinkan, sedangkan kau menjadi sempat memberi pertolongan lebih dulu kepada Pwe-eng dan lain2.
Dalam pada itu Beng Siau-kang sudah melangkah maju, katanya dengan acuh tak acuh kepada lawannya.
"Sudah lama aku mendengar koksu adalah jago nomor satu didaerah barat, maka sekarang aku orang she Beng sengaja minta belajar kenal. Bila aku kalah selanjutnya aku akan menghilang dari dunia persilatan, sebaliknya kalau aku beruntung menang, lalu bagaimana dengan dirimu, Koksu yang terhormat?"
"Aha, nama kebesaran Beng-tayhiap juga sudah lama kudengar,"
Jawab Liong-siang Hoat-ong dengan sikap congkak.
"Sama halnya dengan kau, jika aku kalah, selanjutnya akupun malu untuk menginjakkan wilayah Tionggoan lagi."
"Bagus,"
Kata Beng Siau-kang.
"Lalu bagaimana pula sikapmu bila nanti aku membawa pergi anak2 muda itu?"
"Hahaha!"
Aku kan sudah berjanji, jika aku kalah, selanjutnya aku takkan menginjak wilayah Tionggoan lagi dan dengan sendirinya aku takkan ikut campur urusan kalian ini. Cuma ucapanmu ini rasanya terlalu ter-buru2 dikemukakan sekarang ini."
"Bangsa Han kami paling mengutamakan pegang janji, maka ada lebih baik aku bicarakan sebelumnya,"
Sahut Beng Siau-kang. Baiklah, apa yang kau kemukakan kuterima semuanya, sekarang silahkan lolos pedang dan menyerang saja!"
Kata Liong-siang.
Namun Beng Siau-kang tidak lantas mengeluarkan pedangnya, hanya saja siap memegang gagang pedang yang masih bersarang disarung pedangnya, kakinya paang kuda2 dan mata menatap tajam kearah lawan.
Liong-siang Hoat-ong terkesiap, diam2 ia mengakui kehebatan lawan itu.
Segera iapun menghimpun tenaga dan mencurahkan pikiran, kedua matanya juga menatap Beng Siau-kang.
Seperti ayam jago aduan saja, sebelum bergebrak, kedua orang saling menatap pihak lawan dengan sorot mata yang tajam.
Rupanya kedua orang sama2 menyadari hebatnya pertarungan yang akan terjadi, mereka tahu yang dihadapinya sekarang adalah lawan tangguh yang belum pernah dijumpainya selama hidup ini.
Sebab itulah kedua orang sama2 tidak berani gegabah, sama2 menunggu detik yang paling menguntungkan untuk mendadak melancarkan serangan.
Dalam pada itu Han Tay-wi, sedang memegang nadi putrinya, lalu berkata.
"Kau telah dicekoki Soh-kut-san (bubuk pelemas tulang), tapi jangan kuatir, ayah dapat memulihkan tenagamu."
"Ayah jangan mengobati aku dulu, aku ingin menyaksikan pertandingan paman Beng melawan paderi asing itu,"
Kata Pwe-eng.
Kiranya sinona secara tidak langsung ingin ayahnya memulihkan dulu tenaga Li Su-lam.
Segera Han Tay-wi sadar, ia pikir Li Su-lam memikul tanggung jawab yang berat, memang sepantasnya menyembuhkan dia terlebih dahulu, tapi sekarang aku hanya memikirkan anak perempuan sendiri, sungguh memalukan.
Karena itu segera ia memegang kedua tangan Su-lam dan berkata.
"Tempelkan telapak tanganmu dengan tanganku, tutup mata dan himpun tenaga. Jangan gubris terhadap apapun yang terjadi disekitarmu."
Mestinya Li Su-lam menolak, tapi sudah lantas terasa suatu arus tenaga panas menyalur masuk kedalam tubuhnya melalui telapak tangan. Terpaksa ia menuruti petunjuk Han Tay-wi, ia duduk bersila, memusatkan pikiran dan menghimpun tenaga.
"Anak Eng,"
Dengan suara pelahan Han Tay-wi berkata kepada putrinya.
"didalam bajuku ada sebuah botol kecil, didalamnya ada tiga biji Pek-ling-tan, keluarkan semua pil itu , kalian bertiga kebetulan seorang minum satu biji."
Kiranya Han tay-wi tidak Cuma lwekangnya sangat kuat, dalam hal pengetahuan obat2an iapun mahir, Pek-ling-tan adalah buatannya sendiri yang sangat mujarab untuk memunahkan racun.
Walaupun pil ini bukan obat khusus terhadap Soh-kut-san yang meracuni Li Su-lam bertiga, tapi dengan bantuan saluran lwekang yang kuat dari Han Tay-wi, dalam waktu singkat dapatlah tenaga korban dipulihkan.
Setelah Han Pwe-eng menemukan obat yang disebutkan ayahnya, ia berikan dua biji kepada Nyo Wan, katanya dengan tertawa.
"Silahkan melayani Li-toakomu."
Tanpa ragu2 Nyo Wan menjejalkan sebiji pil itu kedalam mulut Li Su-lam, dengan hati ber-debar2 ia pandang pemuda itu.
Diam2 ia bersyukur tadi tidak jadi bunuh diri, kalau tidak tentu sekarang Su-lam tak bisa tentram menerima penyembuhan dari Han-locianpwe ini, demikian pikirnya.
Kedua muda mudi itu mempunyai persentuhan jiwa, Li Su-lam juga merasakan kehangatan atas perawatan Nyo Wan itu, seketika semangat terbangkit, dalam sekejap saja tenaga sudah terhimpun dan mulai dapat dikerahkan.
Sementara itu Beng Siau-kang dan Liong-siang Hoat-ong masih berdiri berhadapan dan saling menatap tajam.
Se-konyong2 Liong-siang Hoat-ong membentak keras, kedua orang sama2 menubruk maju.
Gerakan Beng Siau-kang cepat luar biasa, tahu2 pedang sudah dilolosnya, sinar pedang menyamber secepat kilat ke Soan-ki-hiat di dada lawan, menyusul terus Kui-cong-hiat bagian perut dan Ih-gi- hiat dibagian iga.
Sekali menyerang tiga tempat, inilah jurus serangan istimewa kebanggaan Beng Siau-kang,asalkan salah satu tempat itu tertusuk pedangnya, andaikan tidak mampus tentu juga Liong-siang Hoat-ong akan terluka parah.
Namun Liong-siang juga tidak kalah lihainya, dia bertangan kosong tanpa membawa senjata, tapi ia lantas mengunakan jubah merah yang semampir diatas pundaknya itu sebagai senjata, sekali Kasa atau jubah merah itu mengebas, seketika segumpal awan merah bergulung menyamber kearah Beng Siau-kang.
"Bret", ujung pedang menembus kasa, tapi kasa merah itu Cuma tertusuk suatu lubang kecil saja, kalau tidak diperiksa dengan teliti sukar diketahui. Ternyata serangan maut Beng Siau-kang itu telah kena dipatahkan oleh Liong-siang hanya dengan suatu gerakan enteng saja. Keruan Beng Siau-kang terkejut, ia pikir pantas hwesio gede ini bersikap congkak, nyatanya memang memiliki kepandaian sejati, tampaknya kemurnian lwekangnya jarang ada tandingannya di jaman ini. Kalau Beng Siau-kang terkejut, ternyata Liong-siang Hoat-ong juga tidak kurang kagetnya. Jubahnya itu adalah benda pusaka yangterbuat dari sutera istimewa, yakni dari ulat sutera yang Cuma hidup di Puncak Thay-san (gunung Altai), uletnya sukar dilukiskan. Dengan senjata kasa itu selama ini entah betapa banyak musuh tangguh yangtelah dikalahkan, selama itupun jubah itu belum pernah terusak sedikitpun. Sekarang meski Cuma berlubang kecil saja, tapi sebelumnya se- kali2 tak pernah terduga olehnya. Karena itu diam2 Liong-siang juga kagum terhadap Beng Siau-kang, pantas namanya termashur di Tionggoan, nyatanya ilmu pedangnya memang lain dari pada yang lain. Kalau aku tidak melayaninya sepenuh tenaga mungkin sukar memperoleh kemenangan. Demikian pikir Liong-siang hoat-ong. Begitulah kedua pihak sama2 timbul rasa waswas, kedua orang sma2 mengeluarkan segenap kemahiran masing2. Tertampaklah gumpalan awan merah berlibatan dengan sianr perak yang ber- putar2 dan menyamber kian kemari menyilaukan mata. Tapi jubah merah yang diputar Liong-siang Hoat-ong itupun terpentang kuat sebagai layar perahu yang makan angin, benda yang elmas itu seketika berubah laksana benda yang beribu kati beratnya, menghadapi tekanan berat itu, tokoh kuat sebagai Beng Siau-kang juga merasakan napas sesak. Cepat Beng Siau-kang ganti permainan pedangnya secara gesit, serangannya tambah kencang, walaupun segera terguncang kesamping bila ujung pedangnya menyentuh kasa lawan, tapi Liong- siang sendiri terpaksa juga harus bertahan mati2an karena kuatir kebobolan. Disebelah lain Han Tay-wi dan Li Su-lam masih duduk bersila dengan telapak tangan menempel telapak tangan, kedua orang sama2 mengerahkan tenaga dalam tanpa menghiraukan apa yang terjadi disekitar mereka. Selang tak lama diatas kepala Han Tay-wi mulai mengeluarkan kabut tipis, air muka Li Su-lam juga mulai bersemu merah. Rupanya keempat murid Liong-siang Hoat-ong juga bukan jago murahan, merekapun tahu Han tay- wi sedang memulihkan tenaga Li Su-lam dan keadaan kedua orang itu sedang berada pada detik yang paling gawat. Diam2 keempat orang itu berunding. Mereka anggap perintah guru agar tidak ikut campur tadi hanya dimaksudkan agar tidak ikut bertempur tadi hanya dimaksudkan yang lain tentu tidak termasuk dalam larangan itu. Terutama mengingat Li Su-al adalah Bu-lim Bengcu, kalau tenaganya nanti sudah pulih pasti sukar dilawan, mumpung sekarang dia masih lemah, sebaiknya diringkus saja dahulu. Begitulah keputusan mereka akhirnya. Melihat keempat busu Mongol itu kasak kusuk sendiri, Han Pwe-eng menjadi kuatir dan menduga kemungkinan apa yang akan terjadi, cepat ia peringatkan ayahnya.
"Awas ayah, mungkin mereka akan .."
Benar saja, belum lenyap ucapannya keempat busu itu sudah menerjang tiba.
Sebagai tokoh silat kelas tinggi, pancaindra Han Tay-wi dengan sendirinya sangat tajam, tanpa melihat kebelakang iapun mendengar suara angin yang menyamber, maka ketika busu2 itu sudah mendekat, tanpa menoleh sebelah tangannya terus menghantam kebelakang.
Maka terdengarlah suara "blang", yang keras, kedua busu paling depan juga menghantam dengan keempat tangan mereka, akan tetapi mereka toh tergetar mundur oleh pukulan Han Tay-wi.
Kedua busu yang lain yang satu memakai pedang dan yang satu lagi memakai golok, serentak mereka menerjang maju dari kanan kiri, tapi senjata mereka juga terguncang menceng kepinggir oleh angin pukulan Han Tay-wi, keruan mereka kaget dan tidak berani sembarangan menyerang pula.
Han Tay-wi sendiri juga terkejut, ia mengira tenaga pukulannya itu dapat merobohkan satu-dua orang lawan, tak terduga keempat orang itu hanya tergetar mundur beberapa langkah saja.
Padahal saat itu ia masih membagi tenaganya untuk menahan telapak tangan Li Su-lam, kalau terlalu banyak menggunakan tenaga untuk menghadapi keempat musuh, tentu akan membikin susah pula kepada Li Su-lam.
Kiranya keempat busu itu adalah murid kesayangan Liong-siang Hoat-ong, ilmu silat mereka rata2 masih diatas Hulitu dan Abul, dengan gabungan mereka berempat, apalagi Han Tay-wi harus memikirkan Li Su-lam, maka sukarlah baginya untuk mengalahkan mereka, terpaksa ia harus main bertahan.
Untuk sementara keempat busu Mongol juga tak dapat membobol pertahanan Han Tay- wi.
Tiba2 salah seorang busu itu mendapat akal, katanya.
"Kedua anak dara itupun buronan yang harus ditangkap, biar kubekuk mereka lebih dulu." ~ Habis berkata ia terus menubruk kearah Han Pwe- eng. Cepat Han Pwe-eng menghindar, tapi "bret"
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bajunya terjambret robek, untung dia cukup gesit, meski ilmu silatnya sukar dikeluarkan, tapi langkahnya masih cepat hingga keburu menghindar pada saat yang tepat.
Nyo Wan tidak tinggal diam, cepat ia ayun golok tinggalan Lau Khing-koh tadi.
Busu itupun tahu kedua nona itu sudah kehilangan tenaga dalam, tapi iapun terkejut ketika mendadak sinar golok menyamber lehernya, lekas2 ia mengelak kebelakang.
Karena tidak bertenaga lagi, badan Nyo Wan menjadi lemas, serangannya mengenai tempat kosong, ia sendiri lantas sempoyongan dan hampir jatuh.
Tiba2 busu itu ingat sesuatu, serunya denga tertawa.
"Hahaha, nona manis, kau jangan kuatir, pangeran keempat kami sangat suka padamu, aku pasti takkan melukai kau, maka kaupun tidak perlu melawan aku dengan mati2an."
Baru saja busu itu akan menubruk maju lagi, se-konyong2 ia ditolak oleh suatu arus tenaga kuat, seketika ia tergetar mundur dua-tiga tindak.
Kiranya tenaga itu datang dari tenaga pukulan jarak jauh yang dilontarkan Han Tay-wi.
Sekali ini ia menggunakan lebih separoh kekuatannya sehingga dapat memaksa mundur busu itu dari jarak beberapa meter jauhnya.
Saat itu Li Su-lam sedang menghimpun tenaga kepusarnya, ketika mendadak bantuan tenaga dari luar menjadi surut, seketika hatinya tergetar, perhatiannya terpencar, didengarnya suara jerit kuatir Nyo Wan,keruan ia terkejut dan berteriak.
"Kenapa kau Adik Wan?"
"Lekas kau sembunyi kesini!"
Cepat Han Tay-wi berseru kepada Nyo Wan sambil menghantam tiga kali ber-turut2 sehingga keempat busu itu didesak mundur beberapa meter kebelakang. Kesempatan itu tidak di-sia2kan oleh Nyo Wan dan Pwe-eg, segera mereka berlri mendekati Han Tay-wi.
"Tenanglah Su-lam,"
Kata Han tay-wi dengan suara tertahan.
"Bila perhatianmu terpencar, tidak saja kau sendiri akan celaka, bahkan juga akan bikin susah nona Nyo."
Sementara itu keempat busu Mongol telah maju lagi, satu diantaranya yang menjadi Toasuheng membuka suara dengan menyeringai.
"Tua bangka, she Han, betapapun lihai kepandaianmu juga sukar melindungi semua kawanmu. Sebaiknya lekas kau menyerah saja, kalau tidak kau pasti akan menyesal nanti."
Han tay-wi tidak berani gusar, ia menahan perasaannya dan melayani musuh dengan sebelah tangan.
Ia harus membantu Li Su-lam menghimpun tenaga dan mesti melindungi pula Nyo Wan berdua, keadaan memang kewalahan dan payah.
Diam2 Nyo Wan mendekati Su-lam dan menempelkan tubuhnya diatas pundak pemuda itu, ia sudah bertekad akan melindungi Li Su-lam, andaikan keduanya harus mati biar aku mangkat lebih dulu.
Demikian pikir Nyo Wan.
Meski Nyo Wan hanya menempel pelahan diatas bahu Li Su-lam, tapi pemuda itu sudah merasakan kehangatan badan sinona.
Kedua orang mempunyai persentuhan kiwa, Li Su-lam sangat terharu oleh tindakan Nyo Wan itu, timbuk semangatnya untuk pantang menyerah, aku harus lekas mengembalikan tenagaku, se-kali2 aku takkan mati konyol disini.
Demikian tekadnya.
Karena dorongan tekad itu, pikirannya lantas tenang kembali, segera ia memusatkan tenaga pula dan tidak menghiraukan lagi keadaan sekitarnya.
Di sebelah sana pertarungan Beng Siau-kang dan Liong-siang Hoat-ong masih sama kuatnya.
Ketika melihat Han Tay-wi dan Li Su-lam berada dalam keadaan terancam, mau tak mau Beng siau-kang menjadi kuatir.
Padahal jago silat kelas wahid diwaktu bertempur mana boleh pikiran terganggu.
Sedikit meleng saja segera ia kena didahului oleh Liong-siang Hoat-ong, jubah merah berkelebat, laksana gumpalan awan terus mengurung dari atas.
Beng Siau-kang putar pedangnya kesana kesini, sinar perak menyamber kian kemari, tapi tetap sukar menembus gumpalan awan itu.
Ketika Han Tay-wi melirik ke arah Beng Siau-kang, sekilas dilihatnya kawan itupun terdesak musuh, diam2 ia menghela napas, pikirnya.
"Sungguh tidak nyana hari ini aku dan Beng-tayhiap harus mati konyol disini, bahkan ikut membikin celaka Li Su-lam. Daripada mati konyol,lebih baik mencari hisup sebisa mungkin." ~ Tapi segera terpikir pula olehnya bila dirinya berbangkit, tentu Li Su-lam akan mati, bahkan anak perempuannya dan Nyo Wan juga sukar lolos dari cengkeraman musuh. Saat itu Han Tay-wi benar2 sudah kewalahan dan payah, dia harus mengadakan pilihan antara mati dan hidup. Selagi ragu2, tiba2 dilihatnya Li Su-lam telah membuka mata sambil mengeluarkan suara siulan panjang, hawa yang menyesakkan dada telah dihembus keluar, habis itu segera ia menarik kedua tangannya yang menempel tangan Han Tay-wi itu, lalu berbangkit dan berseru lantang.
"Cukup sudah, Han-locianpwe, silahkan engkau menyembuhkan putrimu saja!"
Dari suara siulan Li SU-lam yang panjang nyaring penyh tenaga itu, tahulah Han Tay-wi bahwa lwekang pemuda itu benar2 telah pulih, saking girangnya ia menjawab.
"Baiklah, lebih dulu kubantu kau satu kali pukul!" ~ Berbareng kedua tangannya terus menghantam kearah musuh dengan tenaga dahsyat. Keruan keempat busu Mongol terkejut, cepat mereka menangkis dengan Liong-siang-sin-kang, dengan gabungan tenaga mereka berempat toh tetap tergetar mundur ber-ulang2.
"Han-locianpwe, hematlah tenagamu untuk menyembuhkan putrimu,"seru Li Su-lam.
"Adik Wan, berikan golokmu itu kepadaku."
Setelah menerima golok yang diminta itu, segera Li Su-lam menerjang maju dan melabrak keempat busu itu. Sesudah menenangkan diri, lalu Han Tay-wi berkata kepada putrinya.
"Kalian berdua duduk saja disini!"
Pwe-eng dan Nyo Wan menurut, mereka duduk berjajar.
Segera Han Tay-wi menjulurkan kedua telapak tangannya, sekaligus ia mengerahkan tenaga dalam untuk menyembuhkan Nyo Wan berdua yang terserang racun Soh-kut-san itu.
Keempat busu tadi menginsyafi keadaan tambah gawat bagi mereka, segera mereka menghadapi Li Su-lam dengan sepenuh tenaga.
Memang kurang leluasa bagi Li Su-lam dalam permainan Tat-mo-kiam-hoat dengan golok, namun daya serangnya juga tidak ringan, ketika seorang busu mendadak melompat lewat sisinya,kontan Li Su-lam menggertak sambil menghantam dengan sebelah tangannya.
Lekas2 busu yang lain menangkis pukulan itu dengan kedua tangan, akan tetapi lantas terdengar busu itu mendehem tertahan, darah segar lantas menyembur pula dari mulutnya.
Rupanya Liong-siang-sin-kang busu itu sudah mencapai tingkatan yang lumayan, dengan sendirinya pukulannya juga cukup dahsyat, akan tetapi masih kalah kuat daripada tenaga dalam Siau-lim-pay yang diyakinkan Li Su-lam itu sehingga muntah darah.
Sebaliknya Li Su-lam yang baru saja pulih tenaganya juga merasakan hebatnya tenaga sakti Liong-siang-sin-kang lawan, ber- ulang2 ia harus menghadapi serangan dahsyat pula dari busu2 yang lain.
Kalau keadaan Beng Siau-kang dan Li Su-lam disini dalam keadaan gawat, adapun dikamar rahasia Yang Thian-lui sana keadaan Ci In-hong, Kok Ham-hi, Liu Tong-thian dan Cui Tin-san berempat lebih2 berbahaya, mereka sudah berada dalam keadaan payah.
Ci In-hong dan Kok Ham-hi berdua bergabung telah mengeluarkan segenap tenaga "Yhian-lui- kang"
Mereka, akan tetapi kepandaian mereka memang kalah setingkat, sesudah berlangsng lima puluh jurus lebih, sudah belasan kali Ci In-hong berdua menggunakan jurus "Lui-tian-kau-hong", namun setiap kali menggunakan jurus itu berarti setiap kali pula memeras tenaga, kedua orang sudah mandi keringat, kepala merekapun mengepulkan uap panas.
Sedang keadaan Cui Tin-san yang menempur Pek Ban-hiong lebih2 berbahaya lagi, ke-72 jurus Eng-jiau-kang yang dilatih Pek Ban-hiong sudah berpuluh tahun lamanya dan sudah mencapai tingkatan yang sempurna, setiap gerak serangannya dalam gaya apapun selalu mengincar tempat mematikan di tubuh musuh, meski Tay-lik-kim-kong-ciang yang diyakinkan Cui Tin-san juga ilmu pukulan dahsyat terkenal dari Siau-lim-pay, namun dia tetap kalah kuat, lewat 50 juruss lebih keadaannya sudah tampak payah, tenaganya sudah terkuras separoh lebih, bukan saja tidak sanggup balas menyerang, bahkan untuk bertahan saja susah.
Maka keadaannya jauh lebih buruk dari pada posisi Ci In-hong dan Kok Ham-hi.
Hanya partai antara Liu Tong-thian melawan Yang Kian-pek saja tampaknya berada diatas angin, tapi karena keadaan kawan2nya tidak menguntungkan, betapapun mempengaruhi pikiran Liu Tong- thian, karena itu lamban-laun Yang Kian-pek dapat mengubah keadaan menjadi sama kuat.
Ci In-hong dan Kok Ham-hi berdua telah bersuit panjang beberapa kali ber-turut2, tapi mereka tidak mendapat suara jawaban, diam2 mereka heran kemanakah Beng Siau-kang saat itu, mengapa tidak muncul atau tidak mendengar suara suitannya itu? "Tidak perlu bersuara seperti setan, tidak ada orang yang mampu menolong kalian,"
Dengan tertawa Yang Thian-lui meng-olok2.
"Sekarang kalian tinggal pilih saja, ingin hidup atau mati? Masakah kalian tidak tahu artinya?"
Ci In-hong berdua diam2 saja, dengan mati2an mereka bertahan.
Ber-turut2 mereka melontarkan lagi dua kali jurus "Lui-tian-kau-hong", akan tetapi tak membawa hasil apa2.
Sebaliknya Yang Thian-lui terus meng-olok2 dan menyerukan agar kedua lawannya menyerah saja.
Sebenarnya YangThian-lui sendiri, juga kuatir kalau sebegitu lama masih belum dapat mengalahkan lawan2 itu.
Thian-lui-kang paling makan tenaga, ia kuatir andaikan nanti kedua murid keponakan itu berhasil dibinasakan, rasanya ia sendiri juga payah, sedikitnya ia akan jatuh sakit keras, hal ini berarti merusak himpunan tenaga latihan selama sepuluh tahun, bahkan kalau kurang benar perawatannya mingkin juga membahayakan jiwanya.
Karena itu diam2 ia berharap Liong-siang Hoat-ong bisa lekas2 datang membantunya, kalau tidak kedua pihak pasti akan sama2 konyol jadinya.
Begitulah kedua pihak sama2 mengharapkan datangnya bala bantuan, yang satu berharap munculnya Liong-siang Hoat-ong, yan glain mengharapkan datangnya Beng Siau-kang, akan tetapi kedua pihak sama2 meras kecewa karena yang diharapkan datang tidak nampak muncul.
Pada saat lain, tiba2 terdengar sayup2 pertempuran di luar sana, baik Yang Thian-lui maupun Ci In- hong telah mendengar juga suara itu.
Yang Thian-lui terkejut kuatir, tiba2 terlihat seorang pengawal berlari masuk dan berseru melapor.
"Beng Siau-kang dan Han Tay-wi berusaha membobol penjara, kini mereka telah terkepung oleh Liong-siang Hoat-ong, hendaklah Koksu jangan kuatir."
"Bagaimana dengan Li Su-lam?"
Tanya Yang Thian-lui.
"Dia tidak akan dapat lolos, ia sedang dikerubut keempat murid Liong-siang Hoat-ong, mungkin saat ini sudah tertangkap kembali. Diam2 Ci In-hong mengeluh, sungguh runyam Beng-tayhiap yang diharapkan datang membantu itu ternyata terhalang pula oleh musuh tangguh, yang lebih celaka lagi adalah keselamatan Li Su-lam yang tak dapat lolos itu.
"Murid2 keponakanku yang baik, lebih baik kalian mengnyerah saja, mau tunggu kapan lagi?"
Jengek Yang Thian-lui dengan tertawa.
"Cis, tidak tahu malu, siapa sudi menjadi murid keponakanmu?"
Damprat Ci In-hong.
"Hari ini kalau kami tidak dapat membinasakan kau demi nama baik perguruan kita, maka biarlah kami mati saja disini."
"Ya, jika bukan kau yang mampus biarlah kami yang mati saja, tidak perlu banyak omong!"
Bentak Kok Ham-hi.
Kedua orang sudah bertekad untuk ber-tempur mati2an, biarpun tenaga sudah lemah, tapi semangat mereka tidak menjadi surut.
Dalam pertempuran itu terdengar oleh Yang Thian-lui suara pertempuran diluar itu seperti datang dari belakang taman yan gmasih jauh.
Mendengar suara ramai itu, diam2 ia heran darimana datangnya musuh sebanyk itu, apakah Liong-siang Hoat-ong dapat menguasai keadaan atau tidak? Ditinjau dari suara pertempuran yang riuh itu jaraknya rada jauh dari pada tempat tahanana Li Su- lam, jelas yang bertempur itu pasti bukan rombongan yan gdatang bersama Beng Siau-kang.
Mestinya keadaan Yang Thian-lui berada diatas angin, tapi karena perhatiannya sedikit terpencar, segera Ci in-hong berdua dapat mengubah keadaan menjadi lebih baik daripada tadi.
Sebaliknya pada saat itu keadaan Li Su-lam sedang menghadapi bahaya.
Seorang diri ia harus melayani kerubutan keempat murid Liong-siang Hoat-ong, karena adu pukulan dengan salah seorang lawan tadi, dia merasa napas sesak dan darah bergolak dalam rongga dadanya.
"Bocah ini berani melawan mati2an, tidak perlu pikir lagi, binasakan saja dia,"
Seru busu pertama tadi.
Tenaga Li Su-lam yang baru pulih, pula senjata yang digunakan kurang cocok, dibawah kerubutan keempat lawan, setindak demi setindak ia terdesak mundur terus sehingga tanpa teras sudah dekat dengan tempat Han Tay-wi.
Saat itu Han Tay-wi sedang menggunakan tenaga murninya untuk menghalau racun sertamelancarkan jalan darah Nyo Wan dan Han Pwe-eng.
Lwekang kedua nona itu lebih lemah, dengan sendirinya cara penyembuhan untuk mereka memakan waktu lebih lama, saat itu keadaan mereka sedang mencapai titik paling penting, sedikitpun tidak boleh terganggu.
Maka Han tay-wi menjadi serba susah, jika ia membantu li Su-lam ada kemungkinan kedua nona itu akan celaka.
Dalam pada itu Li Su-lam yang sudah dekat dengan mereka mendadak menyadari akan keadaan mereka, segera ia berseru.
"Jangan kuatir, Han-locianpwe, aku masih sanggup bertahan!" ~ Diam2 ia bertekad mengulur waktu selama mungkin, asalkan tenaga mereka sudah pulih, tentu adik Wan ada harapan buat menyelamatkan diri. Karena itu keempat busu tadi menjadi terhalang oleh perlawanan Su-lam itu. Busu Kedua memaki dalam bahasa Mongol sambil menerjang dari samping, senjata yang dipakai adalah golok sabit yang melengkung, ujung golok sempit tajam laksana kaitan, mendadak ia menyerang tempat yang tidak ter-duga2 oleh Li Su-lam. Terdengar "crit"
Satu kali, golok Li Su-lam menyambar lewat samping jidat busu itu sehingga kopiahnya terpapas jatuh.
Akan tetapi lengan kiri Su-lam sendiri juga tersayat ujung golok lawan yan gtajam itu hingga mencucurkan darah walaupun lukanya tidak parah.
Menyusul itu Li Su-lam harus mengadu suatu pukulan pula dengan busu pertama yang telah menyerang dari kiri, musuh dapat dipaksa mundur, tapi Li Su-lam sendiri juga menahan sakit sekuatnya, ber-ulang2 ia tergetar oleh tenaga Liong-siang-sin-kang, dada terasa sesak, isi perut serasa terjungkir balik, terpaksa ia mundur dua tindak.
Dilain pihak busu yang kedua yang jidatnya merasakan samberan angin tajam dan kopiahnya terpapas jatuh,keruan ia ketakutan dan cepat melompat mundur untuk menghindarkan serangan lain.
Diam2 Li Su-lam berdyukur bahwa busu itu menjadi takut, kalau saja dia menyerang maju lagi bersama temannya,pasti Li Su-lam tidak sanggup menangkisnya lagi.
Karena itu Li Su-lam yang tergetar mundur mendapat kesempatan untuk ganti napas dan kumpul tenaga, dalam sekejap saja semangatnya pulih kembali,langkahnya tegap lagi.
Ketika keempat musuhnya menerjang maju segera dihadapinya dengan mati2an.
Ditengah pertarungan sengititu, sayup2 Li Su-lam mendengar dikejauhan ada suara gemerincing beradunya senjata, ia pikir apakah barangkali Ci In-hong dan lain2 telah datang? Entah berhasil tidak usaha mereka? Disebelah sana Beng Siau-kang sedang putar pedangnya secepat kilat, serangan nya tidak pernah kendur, tapi dibawah kurungan tenaga pukulan Liong-siang Hoat-ong, keadaan mereka hanya sama kuat saja, maksud Beng Siau-kang hendak menembus kurungan tenaga pukulan musuh buat membantu Li Su-lam menjadi gagal.
Tiba2 terdengar suara orang bergelak tertawa.
"Hahaha! Su-lam anda, aku tidak bermaksud jahat kepadamu, asalkan kau menerima syaratku, kau mau tinggal disini boleh kita hidup bahagia bersama, jika kau mau pergi, akupun akan mengantar sendiri keberangkatanmu. Buat apa kau mesti bergurau dengan jiwa sendiri?"
Nyata yang muncul ini adalah pangeran keempat dari Mongol, Dulai adanya.
"Hm, seorang laki2 kenapa mesti takut mati?"
Jengek Li Su-lam.
"Boleh kau perintahkan ana buahmu membunuh aku saja, buat apa kau pura2 baik hati?"
"ai, aku menjadi serba susah karena kau tidak mau terima nasehatku,"
Ujar Dulai dengan menggeleng kepala.
"Ya, apa boleh buat, terpaksa aku memenuhi kewajiban sebagai bekas kawanmu dan mengantar kau kedunia Nirwana."
Habis itu Dulai berpaling kepada Liong-siang Hoat-ong dan para busu, serunya nyaring.
"Ada beberapa pengacau berhasil meyusup kedalam Kok-suhu (istana Koksu), kini mereka telah dikurung didalam kamar rahasia oleh Yang Thain-lui, rasanya sukar lolos bagi mereka sekalipunbersayap. Maka kalian jangan ragu2, berlombalah dengan mereka, coba busu Mongol kita atau nusu bangsa Nuchen mereka yang lebih dulu berhasil membekuk musuh."
"Lapor Tuanku,"
Seru seorang busu Mongol "Yang berpedang ini adalah jago pedang terkenal di daerah Kanglam, namanya Beng Siau-kang. Sedang si tua yang duduk disana itu bernama Han tay- wi,juga seorang tokoh terkenal didunia persilatan Tionggoan."
"silahkan Tuanku menonton sebentar, dalam waktu singkat akan kubekuk jago pedang nomor satu didaerah kanglam ini, seru Liong-siang Hoat-ong. Beng Siau-kang menjadi gusar, dampratnya."Bedebah, jangan omong besar, boleh coba cara bagaimana kau akan membekuk diriku?" ~ Sret, pedangnya menyambar terlbih kencang sehingga menimbulkan sianr perak yang menyilaukan. Dulai sampai terkejut dan tanpa terasa mundur dua tigatindak. Namun Liong-siang Hoat-ong juga telah putar jubahnya dengan kencang sehingga mirip layar yang makan angin, sinar pedang Beng Siau-kang itu selalu tergulung dan menghilang oleh gumpalan awan merah itu. Memang Liong-siang Hoat-ong sengaja memancing kegusaran Beng Siau-kang, seorang jago silat kalau sampai naikdarah, maka pemusatan pikirannya menjad terganggu, inilah yang diharap2kan Liong-siang Hoat-ong dari lawannya, makanya ia yakin dalam waktu singkat akan dapat mengalahkan Beng Siau-kang.
"Bagus, bagus!"
Demikian Dulai menanggapi dengan tertawa.
"Semakin kuat musuhmu, semakin kelihatan ketangkasan jago Mongol kita. Orang she Beng ini biar dibereskan oleh Liong-siang Hoat-ong sendiri, yang lain2 boleh bekuk saja kedua anak dara itu."
"Siapa berani?"
Bentak Su-lam mendadak.
"Ini mati dulu diujung golokku!"
Dengan memutar goloknya Li Su-lam bertahan mati2an di depan Han Tay-wi, setiap kali pihak musuh mendesak maju selalu kena dipaksa mundur lagi oleh cara pertarungan nya yang nekat.
"Ai, Li Su-lam, mengapa kau melawan mati2an begitu? Terpaksa aku tidak sungkan2 lagi kepadamu,"
KataDulai, dengan gegetun. Lalu ia berseru kepada para busu Mongol.
"Baiklah, kalau tak dapat menawannya hidup2 boleh kalian binasakan dia saja!"
Serentak para busu Mongol itu mengiakan, segera murid pertama Liong-siang Hoat-ong tadi mendahului membuka serangan sekali pukul dengan telapak tangannya, kontan mengenai pergelangan tangan Li Su-lam sehingga goloknya terlepas dari cekalan.
Pada saat itulah tiba2 terdengar suara ribut2,ada seorang sedang membentak.
"Akai, kau berani membangkang perintah atasan? Kau dilarang masuk kesana!" ~ Lalu seorang lagi berseru.
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"He, Tuan Putri juga datang! berhenti dulu, berhenti dulu!"
Suara2 bentakan dan seruan tadi bercampur aduk,menyusul terdengar pula suara gedebukan dua kali, agaknya dua orang telah dibanting terguling oleh Akai.
Dulai terkejut, waktu ia memandang ke sana dilihatnya Minghui bersama Akai dan istrinya telah menerjang masuk, Akai berada paling depan sebagai pembuka jalan dengan mengayun tali yang panjang.
Hal ini benar2 tak pernah diduga oelh Dulai sehingga ia berseru heran.
"Mengapa kaupun datang kesini, Minghui?"
Diluar sana tiada seorangpun yang berani merintangi Minghui, sedangkan didalam Li Su-lam masih dikerubut oleh keempat busu, pertarungan antara Liong-siang Hoat-ong melawan Beng Siau-kang juga belum berhenti.
Saat itu Li Su-lam sedang menghadapi serangan maut, melihat itu Minghui tidak sempat menjawab teguran Dulai, tapi cepat ia melolos sebatang pedang dan dilemparkan ke tengah kalangan pertempuran sambil berseru.
"Tangkap pedang ini!"
Ketika itu golok Li Su-lam baru saja jatuh terpukul oleh murid pertama Liong-siang Hoat-ong tadi, tapi pukulannya kebelakang berhasil emnggempur mundur murid Liong-siang Hoat-ong yang kedua, dalam pada itu murid Liong-siang Hoat-ong ketiga telah membacok dengan goloknya.
Waktu mendengar seruan Minghui tadi, dengan cepat Li Su-alm lantas melopat keatas dan menangkap pedang yang dilemparkan kearahnya itu, mendapatkan senjata yang cocok seketika seperti harimau tumbuh sayap saja, segera pedangnya berkelebat, golok sabit busu ketiga yang membacok itu kontan tertangkis pergi, bahkan ujung golok yang melengkung tertabas kutung.
Kiranya pedang ini adalah pedang Minghui yang pernah dihadiahkan kepada Nyo Wan itu, sesudah Nyo Wan tertawan, pedang itu dirampas Dulai.
Tapi waktu Minghui bertiga datang ke tempatYang Thian-lui, dari pelayan Dulai mereka mendapat tahu bahwa Dulai sedang memeriksa penjara karena disana ada tawanan yang berusaha lari.
Minghui terkejut dan kuatir, cepat ia ambilpedang yang terdapat dikamar Dulai itu terus memerintahkan anak buah Dulai membawanya kekamar tahanan Li Su-lam.
Pedang yang dilemparkan kepada Li Su-lam itu sangat tajam, dengan senjata yang menjadi kemahirannya itu u-lam mengeluarkan Tat-mo-kiam-hoat dari Siau-lim-apy yang hebat, sinar pedang kemilauan menyamber kian kemari, seketika para busu terdesak mundur.
Dulai menjadi murka, bentaknya.
"Minghui,apa apaan kau? Apa kau sudah lupa akan siapa dirimu? Mengapa kau membela orang luar?"
"Aku justru tidak lupa bahwa aku adalah putri Jengis Khan, makanya aku bertindak demikian,"
Sahut Minghui.
"Apalagi Li Su-lam adalah saudara angkatmu, mengapa kau melupakan hubungan baik saudara angkat sendiri?"
"Hubungan baik pribadi tidak boleh melampaui kepentingan dinas,"
Kata Dulai.
"Kecuali kau dapat mengubah pikiran Li Su-lam agar suka membantu aku mengamankan daerah Tionggoan sini."
"Aku tidak paham urusan kenegaraan, yang jelas bagiku ialah negeri Mongol kita cukup luas,rakyat kita hidup aman dengan ladang peternakan yang tak terbatas, buat apa kita harus menduduki negeri orang lain dan mengadakan perang hingga mengakibatkan jatuh korban yang tidak sedikit dengan meninggalkan anak yatim dan janda2 yang tak berdosa?"
"Minghui, kau berani bicara seperti ini?"
Bentak Dulai dengan gusar.
"Jika kau bukan adik perempuanku, seketika juga aku membinasakan kau."
"Memangnya akau sudah bosan dengantindak perbuatan kalian, tidak usah kau membinasakan aku, bila perlu aku sendiripun ingin mati saja,"
Sahut Minghui.
"Minghui, sebenarnya apa kehendakmu? Jika aku membebaskan dia , apakah kau akan ikut pulang dan tidak boleh bikin onar lagi,"
Kata Dulai dengan menahan gusarnya.
"Baik, aku menurut padamu,"
Sahut Minghui.
Segera Dulai membentak agar para busu yang mengerubut Li Su-lam itu mundur semua, juga Liong-siang Hoat-ong dan Beng Siau-kang sama2 melompat mundur dari kalangan pertempuran.
Waktu Liong-siang Hoat-ong mengenakan kembali jubahnya, tertampak jubah itu banyak ber- lubang2 kecil seperti sarang tawon, diam2 ia terkesiap, pikirnya.
"Orang ini berjuluk pedang sakti, ternyata tidak bernama kosong. Jika pertarungan ini diteruskan, bukan mustahil aku sendiri akan celaka bila meleng sedikit saja."
Sambil menyimpan kembali pedangnya Beng Siau-kang juga darah masih bergolak di rongga dadanya, kepala terasa pusing, diam2 iapun terkesiap dan berpikir."Jika ber tempur lebih lama lagi, andaikan aku dapat melukai dia, tapi aku sendiri juga pasti akan jatuh sakit berat, karena terlalu banyak memeras tenaga."
Dalam pada itu Minghui telah melepaskan sarung pedangnya kepada Li Su-lam dan berkata."
LI- kongcu, sayang aku tidak sempat ikut minum arak pesta nikahmu. Pedang inimestinya kuberikan kepada enci Wan, sekarang barang kembali kepada pemiliknya lagi, boleh anggap saja sebagai kado yang kusumbangkan kepada kalian."
Su-lam memasukkan pedang ke dalam sarungnya, ketika menengadah,dilihatnya kedua mata putri Minghui ber-linang2 dengan air mata yang hampir menetes, ia menjadi terharu dan merasa pilu pula bagi putri Mongol itu, seketika ia tidak tahu apa yang harus diucapkannya.
Di sebelah sana Han Tay-wi telah menghembuskan napas sambil menarik kembali kedua tangannya, katanya.
Cukuplah!"
Segera Nyo Wan melompat bangun dan berlari ke arah Minghui sambil berseru.
"Enci Minghui, engkau teramat baik kepadaku, sungguh aku tidak tahu cara bagaimana harus membalas? Akupun merasa kuatir bila engkau pulang ke Mongol sana."
Setelah NYo Wan mendekat, tiba2 dua busu Mongol menghalanginya dengan tombak panjang. Minghui lantas berkata dengan hamabr.
"Ada waktunya manusia bekumpul dan ada masanya pula harus berpisah. Bangsa Han kalian juga ada pepatah yang mengatakan di dunia ini tiada perjamuan yang tidak bubar. Sebagai orang Mongol sekarang akupun harus pulang kandang, maka engkau tidak perlu sedih bagiku. Mudah2an saja kalian hidup bahagia sampai hari tua."
"Sudahlah, mari berangkat, Minghui,"
Kata Dulai.
"Nanti dulu,"
Sahut minghui.
"Leih baik hendaknya kau menarik pasikan panah yang kau sembunyikan itu."
Kiranya pada waktu terjadi pertempuran sengit tadi, Mufali telah mengumpulkan semua busu pengiring Dulai.
Para busu itu pernah mendapat latihan memanah dari Mufali sendiri yang terkenal sebagai "Pemanah Sakti".
Sejak tadi Mufali dan regu pemanah itu sudah bersembunyi di sekeliling situ, asalkan ada perintah dari Dulai,serentak mereka akan menghamburkan anak panah.
Dulai memperhitungkan umpama dia melepaskan Li Su-lam dan kawan2nya, toh di tengah jalan sana mereka akan dicegat oleh Yang Thian-lui dan anak buahnya.
Maka dengan bergelak tertawa iapun berkata.
"Kau terlalu banyak curiga, Minghui. Aku sudah berjanji melepaskan Su-lam Anda, masakah aku menjilat kembali ludahku sendiri?" ~ Habis itu ia lantas menyerukan agar Mufali membubarkan pasukan panahnya. Minghui merasa lega, tapi sayup2 didengarnya pula suara pertempuran ditempat lain, kembali ia merasa sangsi, katanya.
"Selama masih ditempat ini, aku masih tetap tidak percaya."
"Tapi aku sendiri adalah tamu, aku tidak dapat ikut campur urusan dinegeri orang,"
Kata Dulai.
"Karena itu aku hanya menjamin jago2 Mongol takkan mengganggu orang2 Han ini, soal mereka mampu menerobos keluar istana Koksu ini atau tidak tentunya adalah urusan mereka sendiri."
Li Su-lam menjadi gemas, dengan alis menegak segera ia menanggapi.
"Ya, istana Koksu juga bukan sarang harimau atau kubangan naga, kalau kami masih sanggup masuk kesini tentu pula mampu keluar lagi. Banyak terima kasih atas kebaikan tuan Putri, semoga engkau menjaga diri baik2 dan tidak perlu kuatir lagi bagi kami."
"Bagus, itu namanya laki2 sejati,"
Seru Dulai.
"Nah, Minghui, orang sudah menyatakan pendiriannya, sekarang kau boleh berangkat bersamaku."
"Nanti dulu,"
Sahut Minghui. Lalu ia berpaling memanggil Akai dan kalusi, katanya kepada mereka.
"
Selama kalian ikut padaku, telah banyak suka duka yang kita rasakan bersama.
Sekarang aku harus ikut kakak pulang ke Mongol.
Maka terpaksa kita harus berpisah disini.
Jika kalian ingin pulang atau kemanapun, silahkan kalian berangkat saja lebih dulu."
Kiranya Minghui cukup kenal watak Dulai, luarnya Dulai memang tampak murah hati dan tulus, tapi sebenarnya jiwanya sempit, suka curiga.
Minghui yakin bila Akai dan istrinya ikut pulang ke Mongol, kelak pasti akan mendapat susah.
Sebab itulah Minghui sengaja memberangkatkan mereka lebih dulu.
Akai yang berwatak jujur itu tidak paham maksud Minghui, tapi kalusi dapat menyelami pikiran sang Putri, segera ia berkata.
"Baiklah, banyak terima kasih atas budi kebaikan Tuan Putri. Marilah kita berangkat lebih dulu, Akai!" ~ Sambil berkata ia remas tangan sang suami satu kali. Maka sadarlah Akai, dengan mencucurkan air mata terharu iapun menghaturkan terimakasih dan mohon diri kepada Minghui. Sesudah Akai berdua pergi, dengan menahan airmata Nyo Wan juga mohon diri kepada Minghui, hati masing2 sama paham bahwa perpisahan ini adalah perpisahan terakhir. Nyo Wan berkata.
"Semoga Tuan Putri selamat sampai dirumah dan hidup bahagia. Aku akan selalu ingat padamu, hanya saja mungkin aku tidak dapat lagi membalas budi kebaikanmu."
"Persahabatan kita terukir mendalam di hati, rasanya tak perlu kukatakan lagi,"
Ujar Minghui.
"Nona Beng dan nona To tentu akan datang juga kesini, bila ketemu mereka tolong sampaikan salamku dan permintaan maaf kepada mereka berhubung aku tidak sempat mohon diri lagi. Nah, aku berdoa semoga kalian suami istri hidup bahagia sampai hari tua dan tidak perlu lagi memikirkan diriku."
Sampai disini tiba2 terkenang olehnya pergaulannya yang mesra dengan Li Su-lam ketika di Mongol dahulu, ia tidak berani berpaling kearah Li Su-lam lagi, dengan menahan airmata segera ia berangkat bersama Dulai.
Setelah rombongan busu Mongol itu ikut pergi bersama Dulai, segera suatu rombongan busu kerajaan Kim mengerubung tiba sambil ber-teriak2.
"Hm, biar kalian kenal akan kelihaianku,"
Jengek Beng Siau-kang.
Berbareng itu ia terus menerjang maju sambil putar pedangnya dengan kencang, seketika sinar perak berkelebat, menyusul terdengarlah jerit mengaduh disana sini tak ber-henti2, dalam sekejap saja belasan busu Kim itu telah roboh terjungkal, tapi mereka Cuma roboh tak bisa berkutik saja dan tiada yang mengalirkan darah.
Rupanya Cuma hiat-to mereka saja yang tertotok oleh ujung pedang Beng Siau-kang.
Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Imbauan Pendekar -- Khu Lung Merpati Pedang Purba -- Kauw Tan Seng