Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Gurun 3


Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen Bagian 3



Pahlawan Gurun Karya dari Liang Ie Shen

   

   Maka ia berkata.

   "Kuburan ini belum ada batu nisannya, akan kucari sepotong batu yang baik, akan kita ukir tulisan diatasnya sebagai bongpay (batu nisan)."

   Setelah Nyo To melangkah pergi, Su-lam berlutut dan menyembah di depan kuburan sang ayah dan berdoa.

   "semoga arwah ayah memberkahi anak, berilah kekuatan kepada anak agar berhasil membinasakan musuh."

   Nyo Wan juga berlutut di belakangnya dan ikut berdoa.

   "Mohon berkah ayah, lindungilah kami sampai dirumah dengan selamat."

   Dia tidak Cuma bilang melindungi "aku", tapi pakai "kami", terang rumah yang dia maksudkan adalah rumah Li Su-lam. Dalam hati Su-lam menjadi malu sendiri, pikirnya.

   "Aku sudah bertunangan resmi dengan dia, suami-istri adalah dua badan satu jiwa, jika tidak melupakan aku diwaktu berdoa, tapi aku malah melupakan dia."

   Setelah berdiri, kedua orang bertemu pandang, Su-lam merasa rada rikuh, katanya.

   "Adik Wan, perjalanan pulang ini jauhnya berpuluh ribu li, bahaya2 yang harus kita hadapi masih sangat banyak. Jengis Khan sudah mengerahkan pasukannya menyerang Kim, kampung halamanku tepat berada ditempat peperangan itu. Kau ikut pulang dengan aku, tentu kau akan ikut menderita, bisa jadi akan ikut korban jiwa malah, aku, sungguh aku merasa sangat tidak enak."

   Nyo Wan tertegun, katanya kemudian.

   "Sebagai suami-istri, sudah seharusnya manis pahit dirasakan bersama, sehidup dan semati menghadapi segala bahaya. Mengapa.mengapa kau mengucapkan kata2 demikian?"

   Wajah Su-lam menjadi merah, seketika tak bisa menjawab. Nyo Wan menghela napas, katanya pula.

   "Agaknya kau tidak tega menolak maksud ayahmu, makanya kau menuruti keinginan beliau bukan? Tentang perjodohan kita ini memang jadinya terlalu mendadak, kalau kau menyesal, sekarang masih belum kasip. Cuma kita harus berunding dan menyiapkan kata2 yang cocok untuk dibicarakan dengan kakakku. Anak perempuan keluarga Nyo kami selama turun temurun tiada yang pernah menikah untuk kedua kalinya, watak kakakku sangat keras dan kukuh."

   Dibalik kata2 Nyo Wan itu sesungguhnya dia tidak ingin membatalkan ikatan perjodohan ini.

   Maklum adat istiadat jaman Song paling mengutamakan tata susila, adalah memalukan jika ada perempuan yang menikah dua kali.

   Apalagi Nyo To dan Nyo Wan adalah keturunan keluarga panglima Nyo-lengkong yang termashur, betapapun mereka tidak mau menodai nama baik keluarga Nyo yang terhormat itu.

   Melihat Su-lam terdiam, Nyo Wan tambah pilu, katanya dengan menahan air mata.

   "

   Lamko, mungkin sekali kau sudah mempunyai pilihan lain, tak perlu lagi kau bicara dengan kakakku, mumpung dia belum kembali, silahkan kau berangkat dulu, nanti akan kukatakan padanya."

   Su-lam menjadi serba susah, dia sendiri tidak begitu mementingkan adat-istiadat, tapi masakah dia tega melukai perasaan harga diri seorang nona, apalagi nona ini adalah penolong ayahnya? Memang, sesungguhnya dia telah jatuh hati kepada satu gadis lain, yaitu Beng Bing-sia.

   Tapi dengan Bing-sia juga Cuma pernah bertemu satu kali saja, bicara saja belum pernah, sekali bertemu Su-lam sudah jatuh cinta, tapi apakah Bing-sia juga jatuh cinta padanya? Terdorong oleh rasa utang budi dan rasa mencela diri sendiri, ditambah perasaan tidak tega melukai rasa harga diri Nyo Wan, akhirnya Su-lam menjawab dengan gugup."Wanmoay, janganlah kau salah paham.

   Aku Cuma merasa diriku tidak sesuai untuk memperistri kau, aku kuatir membikin susah pula padamu, maka tanpa sadar aku telah salah omong, hendaklah kau jangan marah."

   Perlahan2 Nyo Wan angkat kepalanya, biji matanya yang hitam memancarkan sinar tajam, katanya dengan lirih."kau dan aku sama2 anak piatu yang kenyangmenderita di tengah peperangan.

   Seperti dirimu akupun berpisah dengan ayah pada umur tiga, ayah kita sama2 mengalami nasib difitnah pembesar dorna.

   Kalau dibicarakan kau masih lebih beruntung dariku.

   Paling tidak kau telah bertemu kembali dengan ayahmu, tapi ayahku, sampah kuburan beliaupun aku tidak tahu dimana beradanya.

   Yang tak pernah terpikit adalah kita berdua yang mempunyai nasib serupa dan sebelumnya yang satu di utara dan yang lain di selatan kini ternyata bisa berkumpul menjadi satu dan terikat menjadi suami-istri.

   Asal kau tidak mencela dan meningalkan diriku, biarpun selanjutnya akan menghadapi penderitaan2 yang lebih berat, apa artinya bagiku."

   Setiap kata2 se-akan2 dikorek keluar dari lubuk hari Nyo Wan yang paling dalam sehingga menggetar sukma pihak lawan, sunguh Su-lam sangan terharu, tanpa terasa Nyo wan dirangkulnya dan mengusapkan air matanya, katanya dengan perlahan.

   "Adik Wan, tepat sekali ucapanmu,kita memang benar adalah sepasang merpati yang senasib."

   Bayangan Beng Beng-sia se-akan2 mencair bersama air mata Nyo Wan, pada waktu Su-lam menyebut, merpati yang senasib", yang tertampak kini hanya bayangan samar2 dibalik air mata.

   Ia merasakan getaran jantung Nyo Wan yang ver-debar2, ia merasa dirinya berkewajiban membela gadis yang senasib ini.

   Tapi apakah bayangan Beng Bing-sia benar2 sudah lenyap dalam benaknya? Li Su-lam tidak berani memikirkannya.

   Andainya ditanya mungkin dia sendiripun tidak tahu.

   Seperti halnya perasaannya terhadap Nyo Wan ini, apakah cinta? Kasihan atau Cuma rasa simpatik saja? Per-lahan2 Nyo Wan Melepaskan diri dari pelukan Su-lam, katanya.

   "Sebentar kakak tentu akan kembali, tidakkah enak kalau dilihatnya."

   Bicara tentang Nyo To barulah Su-lam teringat, katanya.

   "Ya, sudah sekian lamanya toako pergi mencari sepotong batu, mengapa sampai sekarang belum kembali?"

   Pada saat itulah se-konyong2 terdengar suara mendengung yang nyaring memecah angkasa sunyi. Itulah suara panah berpeluit. Nyo Wan terkejut, katanya.

   "Kakak tidak pernah menggunakan panah berpeluit."

   Tiba2 terdengarlah kumandang suara Nyo To dari jauh, terdengar dia sedang tertawa dan berkata.

   "Hahaha! Memangnya kalian mengira Li-kongcu mau menunggu di pegunungan ini akan kedatangan kalian untuk menangkapnya? Hehe, sudah lama dia pergi, silahkan mengubernya saja ke Kanglam. Disini hanya tinggal aku sendirian, kalau mau cari perkara, silahkan maju saja!"

   Nyata Nyo To sudah ketemu musuh, dia sengaja berbicara keras2 begitu maksudnya supaya didengar oleh Li Su-lam dan adik perempuan sehingga bisa berusaha melarikan diri lebih dahulu. Tentu saja Su-lam terkejut, cepat ia berkata.

   "Wah , celaka, toako telah ketemu musuh. Panah bersuara tadi tentu dilepas oleh Cepe. Marilah kita lekas kesana, lekas!"

   Ia tahu kemenangan Nyo To atas Cepe tempo hari tidaklah mutlak, kalau sekarang Cepe datang lagi tentulah tidak sendirian.

   Sekalpun Nyo To sengaja bersuara keras memperingatkannya, tapi mana Su-lam mau melarikan diri sendiri? Begitu tanpa pikir lagi segera ia lari ke arah datangnya suara tadi disusul kencang oleh Nyo Wan dari belakang.

   Sampai di pinggang gunung terlihatlah Nyo To sudah bertemput dengan Cepe.

   Ternyata Cepe membawa tiga orang teman, dua lama dan seorang Bu-su, Su-lam kenal Bu-su itu adalah Cilaun.

   Seorang lama berkasa kuning adalah Hulitu yang pernah dihajar lari oleh Beng Siau- kang digurun Gobi tempo hari, seorang lagi adalah lama berkasa hitam yang belum dikenalnya.

   Tangan kiri Cepe memegang busur dan tangan kanan menyekal golok sabit, dia lagi bertempur dengan sengitnya melawan Nyo To.

   Karena kekalahan tempo hari, maka sekarang Cepe sudah berpengalaman, kedatangannya ini telah pakai perhitungan.

   Ia menggunakan goloknya untuk menjaga diri bagian bawah, berbareng busurnya dipakai menyerang bagian atas, menyerang berbareng bertahan sehingga Nyo To sama sekali tidak memperoleh keuntungan.

   Sambil bertempur Cepe berseru kepada kawan2nya.

   "Jangan percaya ocehannya, lekas kalian menggeledah seluruh Siong-hong-kok, bocah she Li itu pasti masih berada disitu. Belum lenyap suaranya Li Su-lam sudah muncul sambil membentak.

   "Inilah aku adanya! Kalian tidak perlu mencari lagi!"

   Nyo To terkejut, serunya.

   "Adik Lam, kewajibanmu masih sangat berat, lekas kau lari bersama Wan-moay!"

   "Tidak, andaikan mati biarlah bersama saja, apalagi yang harus lari mungkin juga mereka,"

   Sahut Su-lam.

   "Bagus, jiwa ksatriamu harus dipuji, Cuma kau terlalu tidak tahu diri,"

   Ejek Hulitu.

   "Nah, apa susahnya jika kau ingin mampus, akan kupenuhi harapanmu."

   Pada pertempuran di Gobi tempo hari, kalau Beng Siau-kang tidak keburu muncul tentu Li Su-lam sudah dilalap oleh Hulitu.

   Sebab itulah sedikitpun Hulitu tidak pandang sebelah mata terhadap Li Su-lam.

   Begitu menanggalkan jubahnya, segera ia menubruk kearah Su-lam dengan jubah yang terpentang itu.

   "E-eh, masih ada seekor betina,"

   Tiba2 Cilaun berseru aneh.

   "Ehmm, boleh juga si betina ini, dia adalah bagianku."

   Nyo Wan menjadi gusar. Tanpa bicara lagi ia terjang Cilaun.

   "sret"

   Kontan ia mendahului menusuk. Sementara itu kasa (jubah) Hulitu telah mengerudung keatas kepala Li Su-lam. Cepat Su-lam angkat pedangnya keatas, dengan gerakan "Ki-hwe-liau-thian" (angkat obor menerangi langit).

   "bret", tahu2 kasa lawan telah berlubang. Hulitu terperanjat dan heran mengapa anak muda itu mendadak bertambah tangkas. Lekas2 ia puntir jubahnya dengan tenaga dalam sehingga berbentuk pentungan, lalu dimainkannya sebagai toya, dengan demikian serangan2 Li Su-lam dapat lah ditahan. Sudah tentu dugaan Hulitu adalah keliru, bukanlah kepandaian Li Su-lam mendadak bertambah lihai, soalnya kejadian di Gobi tempo hari dan sekarang tidaklah sama. Tempo hari Su-lam dalam keadaan payah, lapar dan dahaga setelah mengarungi gurun pasir seluas itu, bahkan lebih dahulu telah bertarung melawan Cilaun maka ia sudah terlalu payah, ketika kemudian harus bertarung melawan Hulitu. Sebaliknya sekarang Su-lam benar2 penuh dengan kekuatan, semangat segar. Ia bertekad akan membalas kekalahan tempo hari, begitu maju ia terus menyerang dengan tangkas. Sebab itulah beberapa gebrak saja Hulitu hampir kecundang. Rupanya Cilaun juga punya penyakit yang sama dengan kawannya, yaitu menilai enteng lawannya, maka pil yang dia telan jauh lebih pahit daripada hulitu. Lantaran Nyo Wan kelihatan Cuma seorang anak dara, tentu saja Cilaun anggap sepele. Ia pikir sekali gebrak tenntu anak dara itu akan dibekuknya dengan mudah dan itu berarti suatu jasa besar bilamana tawanannya nanti dipersembahkan Jengis Khan. Tak terduga , mestki tenaga Nyo Wan kalah kuat, tapi gerakannya sangat gesit, belum lenyap suara tertawa Cilaun tadi tahu2 pandangannya menjadi silau, ujung pedang Nyo Wan telah menyamber tiba mengancam tenggorokannya. Keruan kejut Cilaun tak terhingga, untung dia memakai rompi perang dari baja, pada saat berbahaya lekas2 ia kerutkan kepalanya sehingga topi baja yang tertusuk pedang, bebaslah dia dari nasib tenggorokan tertembus pedang lawan, walaupun begitu kepalanya juga kesakitan tergetar oleh tusukan Nyo Wan itu. Setelah mengalami kerugian ini, Cilaun tidak berani gegabah lagi, dengan demikian sulitlah bagi Nyo Wan untuk melancarkan serangan dengan berhasil. Tenaga Nyo Wan terang kalah kuat, ia tidak berani keras lawan keras, terpaksa ia harus menggunakan kelincahan dan kegesitannya. Saat itu dipihak Cepe masih ada seorang cadangan belum ketemu tanding, yaitu si Lama berkasa hitam. Tenang2 saja si Lama itu mengikuti pertempuran itu, Cuma perhatiannya lebih tercurah atas diri Li Su-lam, setelah belasan jurus kelihatan Hulitu tidak sanggup mengalahkan Li Su-lam, segera ia angkat tongkatnya dan melangkah maju, serunya dengan tertawa.

   "Li-kongcu, bukan maksud kami hendak main kerubut. Soalnya Khan telah memberi perintah agar engkau diundang pulang, tapi kau membangkang, terpaksa kami mesti pakai kekerasan."

   "Kau tak perlu pura2 seperti tikus menangisi kucing, memangnya aku tidak pikirkan soal mati dan hidup lagi lekas kau maju saja sekalian,"

   Damprat Su-lam.

   "Hahaha! Li-kongcu benar2 seorang yang suka blak2an, sahut Lama jubah hitam dengan terbahak.

   "Baiklah mengingat kegagahanmu, rasanya aku juga tidak tega menghabiskan jiwamu."

   "Tutup mulut "

   Belui lanjut Su-lam mendamprat, tahu2 tongkat si Lama sudah menyamber tiba.

   Cepat Su-lam menangkis dengan pedangnya "Trang", lelatu api meletik, tangan Su-lam terasa sakit, hampir2 saja pedang terlepas dari cekalan.

   Kesempatan itu segera digunakan oleh Hulitu untuk menyerang, jubahnya lantas menyabet.

   Tapi Li Su-lam terus meloncat keatas, jubah lawan menyerempet lewat dibawah kakinya.

   Sementara itu dengan cepat luar biasa tongkat si Lama jubah hitam sudah menyerang pula, dengan gerakan "Ki- hwe-liau-thian"

   Pula, tongkatnya menyodok keatas, keperut Li Su-lam.

   Dalam keadaan mengapung di udara, sukar bagi Su-lam untuk mengelak.

   Tiba2 timbul akalnya, ia berjumpalitan di tengah udara, ujung pedang menutul pada ujung tongkat lawan, dengan tenaga tutulan itulah badannya lantas mencelat beberapa meter jauhnya ke belakang.

   Jurus yang berbahaya tapi sangat jitu itu, mau tidak mau membuat si Lama jubah hitam merasa kagum.

   Dalam pada itu Hulitu sudah lantas mengadang di depan Li Su-lam sebab kuatir anak muda itu bergabung dengan Nyo To.

   Menyusul Lama jubah hitam itupun memburu maju.

   Su-lam sudah dapat mengukur kepandaian Lama jubah hitam itu lebih tinggi daripada Hulitu, untuk melawannya hanya bisa menggunakan akal dan tidak bisa dihadapi dengan mengadu tenaga.

   Segera Su-lam menggunakan ilmu pedang yang lunak untuk menempurnya lagi.

   Namun melawan si Lama jubah hitam saja kalah kuat, apalagi sekarang ia dikeroyok, apalagi kepandaian Hulitu juga tidak dibawahnya, keruan Su-lam menjadi kewalahan.

   Melihat Su-lam terdesak, baik Nyo To maupu Nyo Wan berusaha menggabungkan diri dengan anak muda itu.

   Nyo To segera melancarkan serangan kuat kepada Cepe.

   "A-ah, sebaiknya kau simpan tenaga supaya mampu menandingi aku lebih lama,"

   Demikian Cepe meng-olok2.

   Nyo To tidak ambil pusing akan ocehan lawan, ia terus menyerang secara membadai sehingga dalam sekejap likuran jurus sudah berlalu.

   Namun selangkahpun Cepe tidak mau mengalah, ia menghadapi lawannya denga tidak kalah tangkasnya.

   Tidak lama Nyo To sendiri sudah mandi keringat, kesempatan ini segera digunakan Cepe untuk melancarkan serangan balasan sehingga Nyo To terdesak mundur malah.

   Untung ilmu pedang Nyo To tidaklah mudah dibobol, betapapun dia masih sanggup bertahan, walaupun Cepe sedikit diatas angin, terpaksa tak berani terlalu mendesak lantaran dia sudah pernah merasakan lihainya ilmu pedang lawan itu.

   Di sebelah sana Nyo Wan ternyata berhasil melepaskan diri dari rintangan Cilaun.

   Dalam "ksatria kemah emas"

   Cilaun hanya termasuk jago nomor delapan, kepandaiannya jauh dibawah Cepe.

   Sebaliknya kepandaian Nyo Wan selisih tidak banyak dengan kakaknya, sebab itulah Cilaun tidak mampu menahannya.

   Ketika suatu tabasanpedang Nyo Wan memaksa Cilaun harus menangkis dengan giliknya, mendadak dengan gerakan "Yan-cu-coan-liam" (burung walet menyelinap dibalik kerai), seperti burung terbang Nyo Wan terus melayang lewat diatas kepala Cilaun.

   Keruan Cilaun Kelabakan, ver-ulang2 ia meludah dan berteriak.

   "Sial!" ~ Maklum, dilangkahi seorang perempuan umumnya menjadi pantangan setiap jago silat. Dengan gusar segera Cilaun memutar tubuh terus mengudak. Dalam pada itu dengan cepat luar biasa Nyo Wan sudah berada disamping Hulitu, pedangnya berkelebat, kontan menusuk keatas kepala lawan itu. Hulitu mementangkan jubahnya keatas sehingga mirip segumpal awan merah melindungi kepalanya. Ketika pedang Nyo Wan mengenai jubah lawan, jubah merah itu robek satu lubang, tapi iapun teregtar kesamping oleh tenaga kebutan jubah itu, dengan enteng Nyo Wan tepat tancapkan kakinya di sebelah Li Su-lam. Segera kedua muda-mudi itu bahu mmbahu menepur musuh. Alangkah syukur dan terima kasih Li Su-lam melihat Nyo Wan menerjang maju untuk membantunya tanpa mengenal bahaya. Seketika semangatnya terbangkit, keadaan terdesak tadi segera diperbaikinya. Cuma sayang, pihak lawan segera bertambah juga bantuan seorang, yaitu Culaun. Dalam keadaan dua lawan tiga kembali Su-lam berdua terdesak dibawah angin. Kepandaian Cilaun tidak terlalu hebat, tapi juga mengandung daya gempuran yang tidak ringan. Sedangkan Lama jubah hitam dan Hulitu adalah jago kelas tinggi, andaikan dua lawan dua akhirnya Su-lam berdua juga akan kecundang, apalagi sekarang ditambah Cilaun, tentu saja kekuatan kedua pihak lantas sangat berbeda. Terpaksa Su-lam belakang membelakangi dengan Nyo Wan dan bertempur mati2an, dalam sekejap beberapa puluh jurus lalu pula. Meski mandi keringat Li Su-lam masih sanggup bertahan sekuatnya, sebaliknya sebagai anak perempuan tenaga Nyo Wan tentunya terbatas, setelah bertempur sengit dua babak, kini tenaganya benar2 terperas, napasnya sudah megap2, pedangnya juga mulai lamban. Melihat itu, perasaaan Su-lam menjadi pedih, katanya.

   "Wan-moay, akulah yang membikin susah padamu!"

   Tapi Nyo Wan menjawab dengan tertawa.

   "Bukankah kau pernah mengatakan kita adalah merpati yng sehidup semati, kenapa sekarang kau berkata demikian pula, memangnya kau anggap aku sebagai orang luar?" ~ Pernyataan tekad Nyo Wan ini ternyata sangat membangkitkan semangat Li Su-lam sehingga perlawanannya tambah kuat.

   "Bila kalian mau ber-mesra2an disilahkan di Holin saja nanti,"

   Ejek Cilaun.

   "Sekarang kalian lebih baik menyerah saja daripada menjadi merpati senasib diakhirat."

   Su-lam menjadi murka, mendadak pedangnya memutar ke belakang.

   Saat itu Cilaun lagi menghadapi Nyo Wan, sudah tentu ia tidak menduga akan serangan Li Su-lam yang mendadak itu, tanpa ampun lagi lengan kirinya melekah beberapa senti panjangnya, keruan ia ber-kaok2 dan berjingkrak kesakitan.

   Tapi pada saat Su-lam menghajar Cilaun, hampir berbareng tongkat si Lama jubah hitam juga menyodok kepunggung Li Su-lam.

   Nyo Wan menjerit kuatir, syukur ia masih sempat menangkiskan serangan itu bagi Su-lam.

   Namun tenaga Nyo Wan lemah, ketika pedangnya membentur tongkat "Trang", pedangnya yang malah mencelat keudara, tangannya sampai lecet dan berdarah.

   Segera Su-lam putar kembali pedangnya, dengan gerakan "Hing-in-toan-hong" (awan mengapung memotong puncak), tongkat si Lama kena disampuk kesamping menyusul ia serahkan pedangnya kepada Nyo Wan sambil berkata.

   "Wan-moay, pakailah pedangku ini!"

   Dalam pertarungan sengit itu Nyo Wan tidak sempat ragu2 sedetikpun, terpaksa ia terima pedang Li Su-lam itu. Sekarang Su-lam hanya menggunakan "Pan-yak-ciang-hoat"

   Dari Siau-lim-pay untuk menggempur Hulitu dan si Lama jubah hitam.

   Pan-yak-ciang paling ampuh untuk merusak urat nadi lawan bilamana mengadu pukulan.

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sebagai seorang tokoh, si Lama jubah hitam cukup kenal serangan Su-lam yang nekat itu, betapapun ia harus berpikir dua kali sebelum menyambut serangan anak musda itu.

   Kiranya waktu berangkat si Lama jubah hitam ini telah diberi perintah oleh Jengis Khan agar dalam terpaksa boleh Su-lam dibunuh, tapi selain itu Puteri Minghui juga telah menyusulnya dan memberi pesan padanya agar bocah she Li ini jangan se-kali2 dicelakai.

   Dalam keadaan demikian, memangnya Li Su-lam bertempur mati2an pula mengingat akan pesan Puteri Minghui itu, si Lama jubah hitam pikir tiada gunanya mengadu jiwa, lebih baik tunggu kalau nanti tenaga Li Su-lam sudah habis kan dengan gampang akan dapat menawannya? Karena keputusan demikian, si Lama jubah hitam hanya bertahan saja dan tidak menyerang lagi.

   Keadaan Su-lam menjadi rada enteng, namun dia masih terlibat dalam pertempuran sengit.

   Sementara itu Cilaun yang terluka itu tidak tinggal diam, sudah tentu oa tidak tahu tentang pesan Puteri Minghui kepada si Lama jubah hitam segala, segera ia menerjang maju sambil memaki.

   "Anak bangsat, aku akan memampuskan kau!"

   Ber-ulang2 si Lama jubah hitam memberi isyarat kepada Cilaun, namun Cilaun tidak paham maksudnya. Terpaksa si Lama jubah hitam berseru.

   "Jasa kita akan lebih besar jika bocah ini dibekuk hidup2. Kalau kau merasa gemas padanya, bolehlah kau bacok dia satu kali."

   Baru sekarang Cilaun tahu maksud Lama itu, sahutnya.

   "Baiklah, akan kibacok dia dua kali, yang satu kali sebagai persen!"

   Nyo Wan menjadi murka, dampratnya.

   "Hm, kau ingin membacok dua kali? Ini, kau rasakan dulu pedangku!" ~ Dengan geregetan NyoWan kerahkan segenap tenaganya terus menusuk kearah Cilaun. Saat itu si Lama jubah hitam dan Hulitu sedang melayani Su-lam, mereka tidak sempat emberi bantuan kepada Cilaun. Sedangkan Cilaun sendiri sudah terluka, gerak-geriknya kurang gesit, pula tidak menduga sinona berani mengadu jiwa padanya secara mendadak, keruan tusukan Nyo Wan yang ganas dan cepat itu tak bisa dihindarkan.

   "Crot", kontan ujung pedang menancap didadanya. Cilau menjerit ngeri sambil mundur dua langkah, waktu melihat dada sendiri, ternyata dada sudah berlubang, darah mengucur sebagai sumber air.

   "Matilah aku!"

   Jerit Cilaun pula.

   Kakinya menjadi lemas dan jatuh terkulai.

   Lantaran tenaga Nyo Wan kurang kuat, maka sebenarnya tusukan yang mengenai dada Cilaun itu tidaklah mematikan, hanya bagian dadanya yang gemuk saja yang terluka.

   Cepe adalah jagoan tempur yang berpengalaman, mendengarkan suara jeritan Cilaun itu, ia mengerut kening dan mengomel.

   "Janganlah melempem begitu, hanya terluka sedikit saja kenapa mesti ver-kaok2, tahu malu tidak?"

   Kini Cilaun juga sudah menyadari lukanya tidka mematikan, tapi melihat derasnya darah yang mengucur itulah hatinya menjadi takut. Lekas2 ia membubuhi obat luka, namun rasa sakitnya masih belum reda. Dengan gemas ia berteriak. Bunuh saja bentina itu!"

   Dalam hati si Lama jubah hitam itu menduga si nona tentulah kekasih Li Su-lam dan orang demikian tentu takkan disukai sang Peteri (Minghui), maka iapun menajwab.

   "Baiklah, aka kubalaskan sakit hatimu itu. Kau boleh pulang saja dulu!"

   Tiba2 si Lama jubah hitam ganti cara bertempur dan melancarkan serangan gencar terhadap Nyo Wan.

   Sebaliknya tenaga Nyo Wan sudah hampir ludes setelah menusuk Cilau tadi.

   Dengan mati2an Li Su-lam berusaha melindungi Nyo Wan, namun tetap tak bisa menahan serangan si Lama jubah hitam yang dahsyat, tiada seberapa lama ver-ulang2 mereka harus menghadapi serangan2 maut.

   Cemas dan kuatir pula Nyo To, mendadak ia menggertak keras.

   "Bukan kau yang mampus biarlah aku yang binasa!" ~ Tanpa pikir lagi ia putar pedangnya terus menerjang kearah Cepe. Meski tenaga Cepe lebih besar daripada lawannya, tapi melihat kekalapan Nyo To itu, terkejut juga dia, dan lekas2 menghindar, menyusul secepat itu pula goloknya lantas menabas, namun luput dan Nyo To sudah menerjang lewat kesana. Saat itu si Lama jubah hitam sedang angkat tongkatnya dengan gerakan "Thay-san-an-teng" (gunung Thay menimpa kepala) sedang menghantam kepala Nyo Wan.

   "Jangan mencelakai adik perempuanku, kepala gundul!"

   Gertak Nyo To dengan berang, pedangnya sempat digunakan menangkis.

   "Trang", kedua senjata kebentur dan lelatu tepercik, tangan si Lama jubah hitam terasa sakit, jubahnya juga robek tergoresoleh pedang Nyo To. Baru saja Nyo To bermaksud menyorong pedang sekuatnya kedepan untuk menembus perut musuh, tiba2 terdengar suaraangin menyambar dari belakang, untuk memutar pedangnyakebelakang buat menangkis sudah tidak keburu lagi, walaupun Nyo To masih sempat mengelak tak urung punggunya kena golok Cepe hanya saja tidak parah. Kepandaian si Lama jubah hitam itu tidak dibawah Nyo To, begitu terhindar dari elmaut karena perutnya hampir tertembus pedang Nyo To tadi, segera ia melancarkan serangan balasan, tongkatnya lantas menghantam dan inilah maut bagi Nyo To. Dada Nyo To kena digenjot, tan[pa ampun lagi darah segar tersembur dari mulutnya, berbareng Nyo To melompat mundur beberapa meterjauhnya kebelakang.

   "Hahahaha!"

   Lama jubah hitam bergelak tertawa, ia memburu maju dan tongkatnya menyodok kedepan.

   Saat itu Nyo To baru saja menancapkan kakinya ditanah dan tahu2 ujung tongkat si Lama sudah menyamber tiba.

   Disebalah sana Hulitu juga lantas putar jubahnya untuk merintangi Li Su-lam yang bermaksud memburu kesana untuk membantu Nyo To.

   Tampaknya sekali terkena lagi tongkat si Lama dan jiwa Nyo To pasti akan melayang.

   Pada detik terakhir itulah se-konyong2 Nyo To berteriak.

   "Kau yang mampus atau aku yang mati!" ~ Berbareng tangannya digunakan menangkis dan memegang, dengan tepat ujung tongkat musuh telah dicengkeramnya. Terdengar suara "Krak", tulang tangan Nyo To yang digunakan menangkis itu patah, tapi pedang disebelah tangannya yang lain secepat kilat pula telah meluncur dan menyamber kedepan. Mimpipun si Lama jubah hitam tidak membayangkan bahwa dalam keadaan terluka parah Nyo To masih mampu menggunakan cara bertempur sehebat itu. Meski tongkatnya telah mematahkan tulang Nyo To, tapi karena tangkisan itu iapun tidak keburu menarik kembali tongkatnya untuk menjaga diri. Bagian dada si Lama menjadi terbuka tanpa penjagaan ketika pedang Nyo To meluncur tiba.

   "Bles", tanpa ampun dadanya tertembus oleh pedang itu. Sambil menjerit ngeri Lama ubah hitam itu terguling binasa mandikan darah. Nyo To sendiri setelah menyambitkan pedangnya juga sudah kehabisan tenaga, keadaannya sudah sempoyongan, pada saat itulah jubah Hulitu juga menyabet kearahnya.

   "Sudah mampus satu, kalau mampus satu lagi berarti untung bagiku!"

   Bentak Nyo To.

   Jubah lawan disambut dengan cengkramannya, sekuat sisa tenaganya ia membetot sambil menjatuhkan diri ketanah, tak tertahankan lagi jubah terlepas dari tangan Hulitu.

   Pada saat demikian itulah pedang Nyo Wan telah menusuk punggung Hulitu, pedang Li Su-lam juga sudaah mengancam dadanya.

   Kedua pedang tiba bersama, satu muka dan satu belakang, sekaligus tubuh Hulitu tertembus dua lubang.

   Kematian Hulitu jauh lebih ngeri daripada si Lama jubah hitam, menjerit saja dia tidak sempat.

   Beberapa gebrakan menentukan itu benar2 berlangsung dengan maha dahsyat dan amat cepat.

   Setelah berguling ditanah dan baru saja Nyo To bangkit, tahu2 lehernya terasa kencang, kiranya Cepe telah menjirat lehernya dengan busur.

   Inilah salah satu jurus yang paling lihai dalam ilmu gumul orang Mongol.

   Tali busur terbuat dari kulit lembu yang sangat kuat, sekali leher terjirat dan ditarik sekuatnya, kontan sang korban akan mati seketika.

   Pada detik antara mati dan hidup itu, Nyo To sedikit miringkan kepalanya, dengan mulut ia gigit tali busur musuh, berbareng ia menjatuhkan diri kedepan.

   Karuan Cepe ikut terseret maju dengan ter- huyung2 , baru saja ia hendak menjerat sekuatnya untuk membinasakan Nyo To, pada saat itulah sepasang pedang Nyo Wan dan Li Su-lam juga sudah menyamber tiba.

   Senjata Cepe hanya tertinggal golok sabit saja, dalam keadaan terhuyung pula dia, keadaannya menjadi serba salah, ketika goloknya menangkis.

   "Trang", goloknya kena disampuk jatuh oleh pedang LI Su-lam, sedangkan bahu kanan tertusuk oleh pedang Nyo Wan. Meski lemah tenaga Nyo Wan, namun serangannya itu dilancsrkan dengan segenap sisa tenaganya, maka parah juga luka Cepe itu. Sambil mengerang keras, terpaksa Cepe melerikan diri dengan meninggalkan busurnya yang masih mengalungi leher Nyo To. Dalam keadaan sendirian dan terluka parah, biarpun kepandaiannya setinggi langit juga Cepe tidak berani bertempur lagi. Lekas2 Su-lam dan Nyo Wan membangunkan Nyo To. Tapi lantas Nyo To berseru.

   "Lekas kejar dan bunuh Cepe, jangan sampai dia lolos!"

   "Bagaimana keadaanmu, Toako, keselamatanmu jauh lebih penting,"

   Ujar Su-lam.

   "Ai, jangan pikirkan aku, bunuh dulu Cepe lebih penting,"

   Kata Nyo To dengan napas memburu.

   Karena lehernya luka oleh jiratan busur Cepe, dadanya terkena hantaman tongkat si Lama jubah hitam, kedua luka itu sama2 sangat parah, lebih2 luka di dada yang mengucurkan darah itu sehingga pakaian Nyo To basah kuyup.

   Melihat keadaan luka Nyo To itu, manabisa Su-lam dan Nyo Wan meninggalkan dia dan mengejar musuh? Leaks Nyo Wan membubuhkan obat pada luka kakaknya, sambil membalut lukanyaitu Su- lam berkta.

   "Empat musuh, dua mati dan dua lagi melarikan diri. Nyo-toako, pertempuran ini telah dimenangkan kita secara mutlak. Cepe juga tertusuk oleh pedang adik Wan, lukanya jauh lebih parah daripada Cilaun. Seumpama dia dapat mencapai Holin dan kembali dengan bala bantuan juga memerlukan waktu beberapa hari lamanya."

   "Biarpun begitu, ada lebih baik kalian lekas meninggalkan tempat berbahaya ini,"

   Ujar Nyo To dengan meringis kesakitan.

   "Aku sudah terang tak berguna lagi. Adik Wan jangan buang percuma obatmu." ~ Suaranya makin lama makin lemah, wajahnya juga makin pucat.

   "Tidak, koko, kau takkan mati,"

   Seru Nyo Wan kuatir dan sedih.

   "Ah, bodoh kau, setiap manusia akhirnya pasti akan mati,"

   Kata Nyo To dengan tersenyum.

   "Hari ini aku telah binasakan dua musuh, matipun cukup berharga. Adik Lam, selanjutnya kuserahkan adik perempuanku dalam lindunganmu. Tugas kalian masih sangat berat, kalian lekas lari dari Mongol. Kewajiban menuntut balas sakit hati keluarga dan negara sedang menantikan kalian, lekaslah kalian berangkat. Maaf adik Lam, beban yang amat berat itu terpaksa kuserahkan padamu semua, aku akan .akan mangkat lebih dulu."

   Selesai bicara sebanyak itu, napas Nyo To tampak memburu dan suarnay lemah, ketika kedua matanya terkatup dan untuk seterusnya tak pernah terbuka lagi.

   Ia telah meninggal dalam pangkuan Li Su-lam.

   Dalam dua hari ber turut2 Li Su-lam kematian ayah dan Nyo Wan kematian kakaknya, perasaan sedih kedua muda mudi itu dapatlah dibayangkan, hendak menangispun tiada air mata lagi.

   Sementara itu sang surya sudah makin condong kebarat, dengan menahan duka Su-lam berkata.

   "Yang sudah meninggal tak bisa hidup kembali, adik Wan, lebih baik kita menurut pesan Toako saja."

   Nyo Wan tidak menjawab, tapi bersama Su-lam mereka mulai menggali liang dengan pedang mereka.

   Teringat oleh Su-lam kemarin baru saja Nyo To membuatkan peti mati untuk mengubur ayahnya, tapi sekarang gilirannya yang harus mengubur Nyo To, malahan tanpa peti mati segala, ia menjadi tidak enak hati dan berdoa.

   "Nyo-toako, hendaklah kau istirahat dengan tenang disini, kelak bila aku sempat datang pula tentu akan kupindahkan tempat abadi ayng layak bagimu."

   Sesudah mengubur Nyo To, Su-lam berkata pula.

   "Adik Wan, hari sudah lama lewat lohor, mumpung masih ada waktu sedikit, marilah kita meninggalkan tempat ini saja, berapa jauh dapat kita tempuh terserahlah keadaannya nanti."

   Nyo Wan tetap tidak buka suara, tapi ia lantas menggendong buntalannya dan ikut pergi bersama Su-lam.

   Melihat keadaan bakal istrinya itu , Su-lam tahu duka nestapa yang dirasakan Nyo Wan itu jauh lebih hebat daripada dirinya, Cuma sukar baginya mencari kata2 yang pantas untuk menghiburnya.

   Jalan Nyo Wan sangat cepat, langkahnya seperti menggeser secara otomatis, ia terus jalan kedepan tanpa memilih jalan, tidak lama kemudian bajunya sudah robek2 terkait oleh duri belukar.

   Melihat itu, Su-lam menjadi sedih dan kuatir, dibiarkannya Nyo Wan berjalan didepan, bila berada di tempat yang curam atau banyak tumbuh2an berduri barulah ia memajangnya.

   Namun Nyo Wan tetap bungkam, juga tidak mengucapkan terima kasih.

   Kedua orang terus berjalan kedepan, tanpa terasa sang surya sudah terbenam, awan ke-merah2an indah diufuk barat, itulah suasana senja.

   Mau tak mau Su-lam merasa lelah juga, tangan Nyo Wan yang dipegangnya itupun berkeringat, terang sinona juga sangat lelah.

   Saat itulah mereka berada di suatu dataran didasar lembah, di dekat situ ada sebuah air terjun dengan kolam air yang gemericik, sekitar dataran itu banyak bunga2 hutan yang tidak terkenal jenisnya sedang mekar menyebarkan bau harum semerbak.

   "Hari sudah hampir gelap, marilah kita mengaso saja disini,"

   Kata Su-lam. Nyo Wan tetap tidak bicara, ia hanya ikut berhenti dan duduk ditanah.

   "Kau tentu sudah lapar? Makanlah sedikit ransum kering yang kita bawa, akan kucarikan lagi makanan yang lain,"

   Kata Su-lam pula. Nyo Wan menggeleng, katnya kaku.

   "Tidak lapar."

   "Tentunya kau sangat lelah, silahkan cuci muka dulu dan tidur saja."

   Kembali Nyo Wan menggeleng kepala dan berkata.

   "Tidak lelah."

   Sungguh pedih sekali hati Su-lam, dengan suara parau ia berkata pula.

   "Menangislah se-puas2mu saja!"

   "Aku tak bisa menangis!"

   Sahut Nyo Wan.

   Nyo Wan tidak menangis, sebaliknya air mata Li Su-lam sudag bercucuran, ia tidak tahu cara bagaimana harus menghibur Nyo Wan, dilihatnya Nyo Wan sedang membuang kelopak2 bunga hutan yang dipetiknya ke kolam air terjun.

   Bila dilihat orang lain, mungkin Nyo Wan akan disangka seorang gadis jelita sedang memainkan bunga dan air, hanya Su-lam saja yang dapat menyelami perasaan duka dilubuk hati sinona.

   Terpikir oleh Su-lam.

   "Nasib orang sungguh sukar diukir. Tiga hari yang lalu aku dan adik Wan tidak saling mengenal, tapi sekarang kami sudah terikat menjadi suami istri yang senyawa." ~ Terpikir demikian, tiba2 ia merasa ada perasaan cintanya terhadap Nyo Wan, akan tetapi Cuma sekilas itu saja timbulnya, sebab bayangan Beng Bing-sia se-akan2 juga terbayang dalam benaknya. Diam2 Su-lam mencela dirinya sendiri mengapa tak bisa melupakan "si dia". Karena perasaan kusut itu, tanpa terasa iapun meremas setangkai bunga dan dibuang kedalam kolam. Sambil memandangi buih air yang menggelembung itu, Su-lam berpikir pula.

   "Pertemuanku dengan Beng Bing-sia mungkin juga seperti gelembung air ini."

   Tiba2 Nyo Wan angkat kepalanya dan bertanya.

   "Engko Lam, apa yang sedang kau pikirkan?"

   Dapatkah Li Su-lam dan Nyo Wan bebas dari rintangan2 dan kembali ke Selatan? Pertarungan2 sengit apa yang akan timbul di dunia persilatan Tionggoan?

   Jilid 03 bagian pertama Su-lam menoleh, sahutnya.

   "Katakan dulu, kau sendiri sedang memikirkan apa?"

   "Aku sedang berpikir, sejak kini hanya kau seoranglah adalah sanak-keluargaku!"

   Kata Nyo Wan.

   "Bukankah ini sangat aneh, tiga ahari yang lalu kita belum saling kenal."

   "Ya, tadi akupun berpikir demikian, tapi seteleh kupikir lagi menjadi tidak merasa heran. Pengalaman nyata dan nasib kita yang sama yang telah mengikat kita menjadi satu."

   Setelah kedua orang sama2 mengutarakan isi hati masing2, tanpa terasa keduanya saling berpelukan, baru sekarang Nyo Wan dapat menangis se-puas2nya.

   Lega hati Su-lam melihat Nyo Wan sudah bisa menangis.

   Maklum, seseorang yang mengalami pukulan batin yang maha dahsyat, paling berat kalau perasaan duka yang hebat itu tetap tersekam di dalam hati, tapi kalau bisa menangis perasaannya akan menjadi longgar malah.

   Benar saja, setelah puas menangis, semangat Nyo Wan tertampak sangat lelah dan terasa akan perlunya mengaso, bahkan juga terasa lapar.

   "Adik Wan,"

   Kata Su-lam kemudian.

   "hendaknya kau ingat pesan Nyo-toako, tugas kita masih berat, sakit hati keluarga dan negara masih menantikan kita untuk menuntut balas. Kau harus makan sedikit baru ada tenaga untuk jalan besok. Di kolam ini ada ikan, akan kutangkap dua-tiga ekor."

   Segera Su-lam melompat kedalam kolam, setelah tubruk sini dan gagap sana. Dengan susah payah akhirnya dapat ditangkap dua ekor ikan sebesar telapak tangan. Dengan tertawa Su-lam berkata.

   "

   Biasanya kita menyangka kaum nelayan sangat mudah menangkap ikan, sesudah kita sendiri mengerjakan barulah tahu akan sukarnya. Meski kedua ekor ikan ini tidak mengenyangkan kita, tapi jauh lebih baik daripada makan rangsum kering yang hambar."

   Sementara itu Nyo Wan sudah membuat api, katanya.

   "Dua ekor ikan itupun sudah cukup buat menangsal perut kita. Bawalah kemari akan kubukin ikan panggang. Wah kau menjadi basah kuyup, lekas mendekati api agar bajunya bisa cepat kering. Sambil memanaskan badan ditepi api unggun sembari menyaksikan Nyo Wan Memanggang ikan, Su-lam merasa badannya menjadi hangat, bukan saja badan terasa hangat, se-akan2 api yang disulut Nyo Wan itu telah membakar hatinya. Selagi Su-lam ter-mangu2 memandangi wajah Nyo Wan yang ke-merah2an tersorot oleh sinar api, tiba2 air muka sinona tampak berubah dan mendesis padanya.

   "Engko Lam, coba dengarkan, seperti ada orang datang!"

   Su-lam terperanjat dan tersadar dari lamunannya, benar juga sayup2 di lembah yang sunyi itu terdengar suara ketak ketik, suara berdetaknya kaki kuda, bahkan tidak hanya seekor kuda saja.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Lekas padamkan api dan mencari tempat sembunyi,"

   Seru Su-lam dengan suara tertahan.

   Maklumlah, keadaan mereka sekarang lapar lagi lelah, kalau pendatang2 itu adalah musuh, terang mereka tidak sanggup bertempur lagi.

   Belum sempat mereka berbuat apa2, tertampak tiga orang dengan enam kuda sudah muncul di dataran lembah itu.

   Nyo Wan menjadi heran melihat pendatang2 itu, katanya.

   "Ketiga orang itu semuanya wanita, mungkin bukan datang buat menyatroni kita. Tapi tengah malam buta untuk ketiga orang perempuan ini datang ke lemah sunyi. Eh, kau mau apa, engko Lam?" ~ Saat itu ternyata Su-lam telam memapak kesana. Kiranya ketiga orang perempuan itu bukan lain daripada Putri Minghui dengan dua dayangnya. Rupanya Minghui tetap merasa kuatir meski dia telah memberi pesan pada si Lama jubah hitam yang ditugaskan ayah bagindanya untuk menangkap Su-lam, karena tidak sabar menunggu di rumah, akhirnya ia sendiri ikut menyusul ke pegunungan ini. Ia kuatir tidak keburu menyusul, maka bersama kedua dayangnya masing2 membawa sekor kuda cadanganuntuk digunakan dalm perjalanan jauh itu. Kebetulan malam ini Nyo Wan menyalakan api unggun sehingga rombongan Minghui itu terpancing datang. Melihat kedatangan Putri Minghui itu, meski Su-lam terkejut dan bersangsi, tapi timbul juga secuil harapannya. Karena tidak bisa mengelak lagi, sekalian ia lantas memapaknya dan berseru.

   "Ada urusan apakah Tuan Putri jauh2 datang kemari?"

   "Kenapa kau tidak memenuhi janji undanganku? Ayahku tidak jelek padamu, mengapa kau melarikan diri dari Holin?"

   Tegur Minghui dengan wajah dingin.

   "Pertama, hakikatnya aku tidak pernah menyanggupi memenuhi undanganmu, Sia It-tiong sendir yang menetapkan bagiku, kalau mau mengusut soal tidak memenuhi janji silahkan kau tanya kepada Sia It-Tiong. Kedua, aku tidak menerima sesuatu jabatan dari ayahmu, aku adalah bangsa Han, aku akan pulang kerumah dengan secara terang2an, mengapa aku dituduh melarikan diri?"

   "Kau bilang apa?"

   Minghui menegas heran. Siapa itu Sia It-tiong? Kau tidak menjabat tugas apa2, tapi ayahmu adalah pembesar Mongol. Rumahmu berada di Holon. Kau hendak pulang kemana lagi? Kata2mu hanya bisa digunakan menipu anak kecil saja."

   "Ceritanya memang panjang, harap kau mendengarkan penjelasanku."

   Ujar Su-lam/ Minghui menunjukkan sikap tidak sabar, jengeknya.

   "Kau tidak perlu mengarang obrolan kosong lagi. Hm, tidak kau katakan juga aku mengetahui bahwa kepergianmu kesini untuk bertemu dengan siluman cilik ini. Pernah apa dengan kau siluman cilik ini, coba katakan!"

   Mendadak Su-lam mendelik dan menjawab.

   "

   Kau mau marah atau mau bunuh aku boleh silahkan, tapi se-kali2 kau tidak boleh menghina istriku."

   Minghui tampak tercengang, katanya.

   "Apa katamu? Perempuan ini adalah adalah istrimu?"

   Sejak tadi Nyo Wan diam saja, baru sekarang dia balas mendengus.

   "Hm, Li-kongcu dan aku adalah suami istri resmi, siluman cilik yang suka menaksir laki2 memang ada, tapi bukan aku." ~ Saking dongkolnya Nyo Wan sengaja meng-olok2 Minghui secara tidak langsung. Tiba2 Minghui bergelak tertawa, serunya.

   "Li Su-lam, kau benar2 pembohong besar. Tempo hari ayahmu sendiri mengatakan kau masih bebas, darimana mendadak muncul istrimu ini?" ~ Ia lantas senang karena mengira dirinya telah membongkar kebohongan v, maka terhadap olok2 Nyo Wan tadi tak dipusingkannya. Su-lam menjawab.

   "Nona Nyo ini adalah istriku yang dijodohkan oleh ayahku. Ayahku memang bernama Li Hi-ko, tapi bukan orang yang memalsukan nama ayahku yang kini tinggal di Holin itu, yang benar di Holin itu bernama Sia It-tiong. Sekarang kau paham tidak?"

   Seketika Minghui terkesima, selang sejenak barulah ia menegas.

   "Kau bilang Sia It-tiong itu memalsukan nama ayahmu dan sekarang menjadi pembesar dibawah ayahku itu? Mana bisa jadi demikian?"

   "Sia It-tiong itu sebenarnya kawan ayahku dalam kamp tawanan, ketika mengetahui ayah dicari pihak kalian karena akan dimanfaatkan kepandaiannya, secara keji Sia It-tiong telah emncelakai ayah, lalu memalsukan beliau. Sesungguhnya dia adalah musuh pembunuh ayah, Cuma mula2 aku tidak tahu, tapi sekarang aku telah mengetahui duduknya perkara,"

   Begitulah secara ringkas Su-lam menceritakannya. Keruan Minghui terkejut, katanya.

   "Sungguh luar biasa. Baiklah, akan kulaporkan kepada ayah untuk minta keadilan bagimu. Tapi kau telah melakukan kesalahan besar, apa yang akan kau kerjakan sekarang?"

   "Mestinya aku yang tanya kepada Tuan Putri mau apa sekarang?"

   Sahut Su-lam.

   "Kami suami istri sudah pasti akan pulang kenegeri kami sendiri, bila Tuan Putri saudi memberi jalan, selama hidup kami akan merasa utang budi padamu. Kalau engkau tidak mau melepaskan kami, maka aku sendirilah yang akan bertanggung jawab. Cuma, Cuma, pulang ke Holin sudah terang aku tidak mau, jika engkau mau menangkap aku, silahkan bawa pulang kepalaku ini."

   "Mereka telah membunuh kakak istriku, jika aku tidak menghajar mereka, tentu saat ini kami tidak bisa bicara berhadapan padamu,"

   Kata Su-lam.

   "Tapiakupun tidak ingin minta perlindungan Tuan Putri, Cuma saja urusan ini tiada sangkut pautnya dengan istriku, boleh kau bawa pulang kepalaku untuk dipersembahkan kepada ayahmu dan persoalan ini tentunya menjadi beres bukan?"

   "Tidak perlu kau bicara demikian, aku tiada maksud mencelakai kau,"

   Uajr Minghui.

   "Coba akan kupikirkan daya upaya lain yang lebih baik." ~ Setelah merenung sejenak, kemudian katanyapula dengan senyum getir.

   "Sesungguhnya bukan maksudku hendak memencarkan suami-istri kalian, Cuma kupikir ada lebih baik nona Nyo ikut aku pulang ke Holin saja. Suami nona jelas tidak boleh tertangkap oleh ayahku, tapi kalau kau ikut aku kesana, seumpama tidak terhindar dari hukuman, paling sedikit kematianmu akan diampuni. Nanti akan kuterima kau sebagai dayangku. Menurut hukum bangsa Mongol kami, tahanan yang telah kujadikan dayang tentu tiada orang yang berani menggangu kau lagi."

   Dengan menggertak gigi Nyo Wan menjawab tegas.

   "

   Baik, asalkan kau melepaskan suamiku, aku ikut padamu."

   "Tidak,"

   Sela Su-lam.

   "Aku sudah membikin tewasnya Nyo-toako, tidak nanti kubukin susah padamu lagi. Aku yang ikut pergi. Paling2 mati saja, kenapa aku?"

   Nyo Wan lantas merangkul Su-lam.

   "

   Apakah kau belum lagi paham akan maksudnya, dia inginkan kau tetap hidup dan menghendaki aku berpisah darimu." ~ Kata2 ini diucapkannya dalam bahasa daerah asalnya sehingga tidak dipahami oleh Minghui.

   Walaupun begitu melihat kemesraan kedua orang itu, timbul juga rasa cemburu dan sedih dalam hati Minghui.

   Sekilas itu timbul pertentangan batin Minghui antara baik dan buruk, akhirnya perasaan yang baik ternyata lebih unggul, pikirnya.

   "Sekalipun aku dapat membikin mereka suami istri terpisah, tapi apa gunanya jikalau hatinya tetap terpusat kepada istrinya. Bila aku memang suka padanya seharusnya akupun membuatnya senang dan bahagia."

   Terpikir demikian tetaplah keputusannya. Minghui dapat mengatasi api cemburu yang membakar. Katanya kemudian.

   "Baiklah, kalian tidak perlu menangis lagi. Akan kulepaskan kalian biarpun aku akan dihukum oleh ayah."

   Su-lam kegirangan. Nyo Wan ditariknya, untuk bersama memberi hormat kepada Putri Minghui, katanya.

   "Banyak terima kasih. Jika begitu segera kami akan berangkat saja."

   "Nanti dulu!"

   Tiba2 Minghui mencegah. Seketika Su-lam tertegun karena mengira Minghui berubah pikiran. Tapi Putri itu tersenyum dan berkata.

   "Meski kepandaian kalian tidaklah rendah, tapi hendak kabur dari Mongol mungkin tidaklah mudah. Setiba kembali Cepe di Holin tentu dia akan memberitahukan Mufaji dan mengirimkan jago2nya untuk memburu kalian. Apalagi kalian adalah orang Han yang pasti akan ditanya dan diperiksa dengan teliti oleh setiap pos penjagaan yang tidak sedikit jumlahnya itu."

   "Kesukaran2 demikian sudah dalam perhitunganku,"

   Sahut Su-lam.

   "Biarpun mati juga kami tidak gentar."

   "Baiklah, sekali mau menolong orang harus ditolong sampai saat terakhir. Ini kuberikan Kim-pay (medali emas) ini,"

   Kata Minghui. Waktu Su-lam terima medali emas itu diperiksanya ternyata diatas medali itu terukir seekor elang yang garang dan hidup, ditepinya ada dua baris huruf kecil2. Su-lam hanya kenal dua huruf diantaranya yang berarti "kemah emas".

   "Ini adalah medali emas ayahku,"

   Tutur Minghui.

   "Dengan medali emas ini, tentu kau akan diberi kebebasan oleh setiap pos penjagaan yang kalian lalui. Namun ada medali tanpa kuda tunggangan juga percuma, sebab kalian harus cepat mendahului lari keluar daerah kami sebelum perintah penangkapan kalian disiarkan. Selain itu kalian harus waspada bilamana tersusul oleh ksatria2 kemah emas yang dikirim oleh Mufali. Jago2 kemah emas itu bisa menangkap kalian tanpa peduli medali emas yang kau pegang ini."

   Sampai disini Minghui memberi tanda kepada kedua dayangnya, tiga ekor kuda yang dituntun oleh dayangnya itulantas digiring maju. Lalu Minghui berkata pula.

   "Ketiga ekor kuda ini adalah kuda2 pilihan, boleh kalian pakai secara bergiliran dan tak sampai sepuluh hari tentu kalian dapat mencapai tapal batas. Cepe terluka parah, sekalipun dia pulang sampai di Holin juga makan waktu beberapa hari lagi, dan untuk menyiarkan perintah penangkapan atas kalian tentu akan terlambat beberapa hari lagi daripada perjalanan kalian. Namun jangan kalian gegabah, semakin cepat kalian lepas dari tapal batas semakin baik bagi kalian. Semoga kalian bisa selamat lolos dari bahaya dan selanjutnya akupun tidak berharap akan bertemu lagi dengan kalian."

   Tak terduga oleh Su-lam bahwa Minghui berpikir sedemikian rapinya bagi mereka.

   Nyo Wan lebih2 tidak pernah membayangkan akan kebaikan Putri Mongol itu, padahal baru saja masih dimakinya, tanpa terasa ia menjadi rikuh sendiri.

   Ia bermaksud mengucapkan terima kasih, namun Minghui sudah melarikan kudanya dengan cepat diiukuti oleh kedua dayangnya.

   Ter-mangu2 sejenak Nyo Wan, katanya kemudian.

   "Engkoh Lam, baik sekali Putri Minghui itu kepadamu."

   Wajah Su-lam menjadi merah, sahutnya.

   "Aku Cuma mengiringi dia berburu satu kali, sesungguhnya tiada punya pergaulan apa2, hendaklah kau jangan salah paham."

   "Kalian sudah saling kenal lebih dahulu, seumpama ada pergaulan yang lebih akrab juga tidak bisa disalahkan kau,"

   Ujar Nyo Wan tertawa.

   "Apalagi kebaikanmu padaku juga tidak kurang baiknya daripada kebaikannya kepadamu. Coba tadi kalau kau tidak mengancamnya dengan prngorbananmu, mungkin dia takkan membebaskan aku. Engkoh Lam, sungguh aku sangat bertereima kasih padamu, hendaklah kaupun jangan salah paham akan ucapanku yang sungguh2 ini."

   Tiba2 Nyo Wan mencium bau sangit, ia menoleh dan berseru.

   "Ai, kedua ikan panggang itu menajdi hangus."

   Su-lam terima seekor ikan panggang itu terus dimakan dengan lahapnya, sampai2 duri dan tulang ikan juga dilahap seluruhnya. Katanya.

   "Ehm, lezat sekali, selama hidupnya belum pernah makan ikan seenak ini."

   "Aku tidak percaya,"

   Ujar Nyo Wan sambil mengunyah ikannya sendiri. Tapi ia lantas mengerut kening dan berkata.

   "Ai, sudah hangus, rasanya pahit seperti makan arang saja, masakah kau bilang lezat?"

   "Tapi bagiku benar2 sangat enak,"

   Kata Su-lam dengan tertawa.

   "Menurut adat kampung kami, pengantin perempuan setelah menikah tiga hari harus masuk dapur dan masak kuah ikan. Sekarang kau tidak masak kuah, tapi panggang ikan dan ternyata sedemikian lezatnya. Kelak setiap hari kau membuatkan ikan panggang bagiku, tentu pula aku akan merasa senang sekali."

   "Ah, kau hanya sengaja membikin senang aku saja. Kelak tentu kau akan rasakan pahitnya,"

   Omel Nyo Wan dengan muka merah.

   "Asalkan kau sendiri yang masak, biarpun pahit juga kurubah menjadi manis,"

   Kata Su-lam.

   "Hayolah lekas kau makan, setelah kenyang tentunya lekas pulih juga tenagamu."

   "Betul,"

   Sahut Nyo Wan mengangguk.

   "Kita tidak boleh sia2kan maksud baik pemberian kuda dari Putri Minghui ini."

   Sebenarnya Nyo Wan tidak kepalang lelahnya, tapi sekarang karena hatinya telah lapang, ada harapan buat menyelamatkan diri pula, tanpa terasa semangat terbangkit, dan setelah kenyang makan mereka lantas menyemplak keatas kuda dan menempuh perjalanan malam.

   Ternyata besar manfaatnya medali emas pemberian Minghui itu, banyak pos2 penjagaan sepanjang jalan sama memberi kelonggaran, mereka tidak dipersulit, bahkan diberi bantuan perbekalan2 yang diperlukan.

   Hari ini mereka sudah memasuki Gobi, Nyo Wan kegerahan sehingga megap2, Su-lam menjadi teringat kepada pengalaman waktu datangnya dahulu, digurun Gobi inilah dia menemukan mayat To Pek-seng dan bertemu dengan Beng Siau-kang serta putrinya kejadian2 dahulu itu terbayang2 lagi, tanpa terasa wajah Beng Bing-sia kembali timbul dalam benaknya.

   Beberapa kali Su-lam bermaksud menceritakan tentang Beng Siau-kang dan peterinya itu kepada Nyo Wan, tapi urung diceritakan karena kuatir Nyo Wan menaruh curiga dahulu menjadi beban tekanan dijiwanya.

   Melihat sekian lamanya Su-lam tidak bicara,Nyo wan berpaling dan tanya padanya."Engkoh Lam, kau sedang memikirpan apa?"

   "O,tak apa2, hawa sangat panas, hendaklah sebentar petang ada ingin yang sejuk. Aduk Wan, akan kuceritakan satu kisah padamu."

   Tapi sebelum dia bicara lebih lanjut tiba2 Nyo Wan berseru.

   "He,lihatlah disana ada pepohonan, lekas kita mengaso disana, kisahmu hendaklah ditunda dulu!"

   Waktu Su-lam memandang kesana, kiranya adalah bukit yang pernah ditempatinya bersama Beng Siau-kang dahulu.

   Ketika dia jatuh pingsan dihantam Hulitu, waktu sadar ia sudah berada dalam kemah Beng Siau-kang.

   Malam itu ia malah mendengar pembicaraan Beng Siau-kang dan anak perempuannya dan besok paginya kedua ayah beranak itu telah benrangkat tanpa pamit dan hanya meninggal tulisan yang memperingatkan dia agar jangan ikut2an melakukan kejahatan jika ingin selamat.

   Teringat kepada kejadian dahulu itu, jantung Su-lam menjadi berdebar2 sambil mengikuti Nyo Wan melarikan kuda kearah bukit.

   "Ehm, aku seperti membau hawa segar, kuterka dibukit ini tentu ada sumber air, ujar Nyo Wan sembari menarik napas panjang2.

   "Benar, dibukit ini memang ada sumer air"

   Sahut Su-lam "Darimana kau tahu?"

   Tanya Nyo Wan.

   "aku pernah mengisi dua kantong air diatas bukir ini,"

   Kata Su-lam. Tapi mukanya menjadi merah sendiri sebab kedua kantong air itu sesungguhnya diperolehnya dari Beng Bing-sia. Nyo wan sendiri lagi gembiran karena menemukan "benua hijau"

   Digurun Gobi, hakikatnya ia tidak perhatikan raut muka Su-lam itu. Dengan senang ia berkata pula.

   "Ja, di sini pula kita dapat mengisi kantong air kita. Engkoh Lang setiba dihutan sana boleh kau tidur sepuasnya, habis mengaso barulah kau menceritakan kisahmu."

   Su-lam sangat terharu dan malu pula atas kelembutan Nyo Wan itu, pikirnya.

   "aku harus menceritakan semua pengalamanku padanya. Sedikitpun takkan kurahasiakan. Dia sesungguhnya teramat baik padaku, mana boleh hatiku memikirkan gadis lain?"

   Sampai dikaki bukit tiba2 tertampak warna kain tenda didalam hutan sana. Seru Nyo Wan. He, disitu sudah ada orang. Marilah kita menyapa mereka."

   Sebaliknya Su-lan merasa heran siapakah gerangan yang berkemah disitu? Dalam pada itu orang didalam kemah itupun rupanya sudah mendengar suara mereka dan keluar, ketika berpapasan muka, kedua pihak sama2 melenggong.

   Yang muncul dari dalam kemah adalah seorang laku2 dan seorang perempuan, mereka bukan lain adalah Song Thi-lun dan Liu Sam-nio suami-istri.

   Sebagaimana diketahui Song Thi-lun dan isterinya telah salah paham terhadap Lu Su-lam, terutama setelah Li Su-lam diselamatkan oleh Mufali, maka salam paham atas diri La Su-lam sebagai penghianat menjadi tambah mendalam.

   Dasat watak Song Thi-lun memang berangasan, begitu melihat Li Su-lam lagi, tak tahan lagi gusarnya, segera ia menerjang maju sambil membentak.

   "Bangsat, kedatanganmu sangat kebetulan, memangnya tuanmu hendak menjara dan bkin perhitungan padamu!"

   Berbareng sepasang senjatanya berbentuk roda, segera bergerak dan menghantam "Song-toako!......."

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Seru Su-lam sambil melompat mundur. Tapi belum lanjut ucapannya senjata Song Thu-lun sudah menyamber tiba.

   "Tidak tahu malu, siapa sudi bersaudaraan dengan kau?"

   Song Thu-lun memaki tanpa mengendurkan gempurannya yang dahsyat sehingga terpaksa Lu Su-lam mesti menangkis satu kali.

   Namun Song Thi-lun tidak ambil pusing terhadap seruan Su-lam itu, susul menyusul ia menyerang lagu beberapa kali, semuanya jurus2 yang mematikan.

   Sebaliknya timbul perasaan ragu2 pada diri Liu Sam-nio demi menyaksikan Li Su-lam melayani suaminya secara mengalah.

   Serunya kemudian.

   "Toako, coba dengarkan dulu apa yang akan dikatakan?"

   "Dengarkan apa? Sudah jelas dia adalah begundal tartar Mongol, bekas luka panah di baguku masih belum lagi sembuh seluruhnya sampai sekarang, apakah kau masih mau pecaya kepada ocehannya?"

   Sahut Song Thi-lun. Liu Sam-nio berseru pula.

   "Tapi nona Beng bilang"

   "Mungkin nona Beng jatuh hati kepada bocah ini, apakah kau juga percaya omongannya? Hm, bahkan Beng tayhiap sendiri menyesal tempo hari telah melepaskan bocah ini!"

   Kata Thi-lun.

   "He, hei! Apakah kalian telah bertemu dengan Beng tayhiap?"

   Seru Su-lam.

   "Aku justru ingin memberi penjelasan kepada beliau. Apakah kau tidak dapat berhenti dahulu?"

   "Benar, aku telah bertemu dengan Beng-tayhiap, tapi beliau suruh aku membinasakan kau!"

   Bentak Thi-lun.

   Begitulah ia tidak menghiraukan seruan Li Su-lam, sebaliknya menyerang lebih gencar.

   Nyo Wan sendiri tertegun disamping dengan penuh tanda tanya, siapakah gerangan nona Beng yang dimaksudkan? Mengapa engkoh Lam tak pernah katakan padaku? Demikian ia menjadi sangsi.

   Walaupun begitu dari nada ucapan Song Thi-lun lapat2 iapun dapat menduga apa sebabnya mereka hendak membunuh Lu Su-lam.

   Maka cepat iapun berseru.

   "Hei, tentu kalian telah salah paham. Engkoh Lam adalah orang baik,dia baru saja melarikan diri dari Ho-lin, se-kali2 dia bukan begundal orang Mongol sebagaimana disangka kalian."

   "Wah, engkoh Lam, panggilan yang mesra benar!"

   Kata Liu Sam-nio. Kau ini siapa dan hubungan apa dengan bocah ini?"

   Karena pertanyaan yang kurang hormat ini, dari jengah Nyo wan menjadi gusar, jengeknya.

   "Aku adalah istrinya, kau mau apa?"

   Liu Sam-nio tercengang, ejeknya.

   "O, kiranya kau tidak tahu seluk beluknya dan kena dipelet olehnya. Pantas kau bilang dia orang baik2. Haha, sekarang tidak perlu lagi mengusut lebih jauh, dari pernyataanmu ini justru membuktikan bocah ini adalah orang busuk."

   Malu, gemas, mrah dan sangsi pula Nyo Wan, dampratnya.

   "Kau mengoceh tak keruan apa?"

   "Kau telah tertipu olehnya tanpa sadar, hal ini tak bisa menyalahkan kau,"

   Sahut Liu Sam-nio.

   "Tapi bocah yang berhati palsu ini tidak bia diampuni." ~ Habis berkata.

   "Sret"

   Cambuknya lantas menyabet. Serangan itu teramat cepat datangnya, saat itu Su-lam sedang berseru.

   "

   Wan-moay, jangan percaya omongannya, nanti akan kuceritakan padamu." ~ Pada saat yang sama itulah punggungnya telah kena cambukan sehingga baju robek dan babak belur.

   Kiranya tempo hari Song Thi-lun berhasil kabur setelah terluka oleh panah Mufali.

   Hari kedua dapatlah mereka menyusul Beng Siau-kang dan menceritakan pengalaman mereka.

   Karena laporan itulah, Beng Siau-kang juga anggap Li Su-lam telah ikut ayahnya"

   Menjadi begundal orang Mongol, ia menjadi menyesal Li Su-lam tidak dibunuhnya.

   Tapi anak perempuannya, yaitu Beng Bing-sia tetap membela Li Su-lam dan tidak percaya pemuda itu sudi mengabdi kepada musuh.

   Dasar watak anak dara yang masih polos apa yang dia anggap betul lantas dibelanya, oleh sebab itulah Liu Sam-nio mengira nona Beng Bing-sia itu telah jatuh hati kepada Li Su-lam.

   Song Thi-lun dan istrinya adalah anak buah To Pek-seng, karena kematian To Pek-seng terjadi secara aneh, sampai2 siapa pembunuhnya juga belum tahu walaupun dapat dipastikan musuh tentu tokoh silat kelas wahid.

   Mereka tahu tidak mampu menuntut balas bagi sang Thocu, tapi sedikitnya mereka harus menyelidiki sehingga diketahui siapa musuh yang membunuh itu untuk dilaporkan kepada kawan2nya.

   Sebab itulah mereka bertekad tetap tinggal di Mongol untuk menyelidiki.

   Sedangkan Liu Sam-nio adalah perempuan yang telah biasa dimanjakan oleh sang suami, dalam pandangannya segenap lelaki di dunia ini harus setia dan menurut terhadap istri seperti suaminya, maka paling benci dia adalah lelaki yang ingkar janji, yang berhati palsu dan tidak setia.

   Padahal ia mengira Li Su-lam telah merebut hati Beng Bing-sia, sekarang diketahuinya, bahwa ada seorang gadis lain yang mengaku sebagai istri Li Su-lam, keruan ia menjadi gusar dan gemas kepada Li Su- lam.

   Begitulah ver-ulang2 Liu Sam-nio lancarkan serangan dengan maksud menghajar Li Su-lam.

   Keruan Su-lam kelabakan, ia sudah kena cambuk satu kali, kalau kena lagi tentu bisa runyam.

   Nyo Wan juga kuatir, cepat pedangnya menusuk punggung Liu Sam-nio.

   Serangan ini memaksa Liu Sam-nio harus menyelamatkan diri lebih dahulu.

   Benar juga, ketika mendengar samberan angin dari belakang, cepat Liu Sam-nio berkelit kesamping, tusukan Nyo Wan mengenai tempat kosong, tapi cambukan Liu Sam-nio terhadap Li Su-lam juga luput.

   Tiada maksud Nyo Wan buat membunuh Liu Sam-nio.

   Cuma dia mendongkol cambukannya terhadap Li Su-lam tadi, maka setelah tusukannya meleset segera ia melancarkan serangan pula secara gencar.

   Keruan Liu Sam-nio menjadi murk, makinya.

   "Dasar budak busuk, aku membela kau, sebaliknya kau malah menyerang aku!" ~ Berbareng cambuknya lantas balas menyabet. Ketika Nyo Wan menangkis dengan pedangnya. Hampir saja pergelangan tangan terlibat ujung cambuk. Syukur ia lantas ganti serangan sehingga pedang tidak terlepas dari cekalan. Namun kepandaian Liu Sam-nio memang lebih tinggi, pula lebih berpengalaman, setelah bergebrak belasan jurus, akhirnya Nyo Wan kewalahan. Terpaksa ia berseru.

   "Engkoh Lam, bicaralah kau!" ~ Lantaran bicara dan sedikit meleng, hampir2 saja ia kena disabet oleh cambuk Liu Sam-nio. Syukur kepandaian Li Su-lam lebih kuat dari pada Song Thi-lun, semula dia sengaja mengalah untuk mengurangi salah paham lawan, maka dia hanya bertahan saja, bahkan digempur oleh Song Thilun sampai kerepotan. Kini dia telah merasakan cambuk Liu Sam-nio, ia menjadi gemas juga, pikirnya kalau lawan tidak dilabrak tentu sukar untuk memberi penjelasan. Maka dengan menahan sakit segera ia balas menyerang.

   "Bagus, biar aku mengadu jiwa dengan kau, kalau bukan kau yang mampus biarlah aku yang mati,"

   Teriak Song Thi-lun dengan gusar. Walau demikian, apa daya, tenaga sudah lemah, betapapun ia menyerang tetap sukar mengenai Li Su-lam.

   "Siapa yang mau mengadu jiwa dengan kau , tolol!"

   Damprat Su-lam saking mendongkolnya.

   "Tapi kalau kau tidak tahu diri, pedangku ini tidak punya mata, bila kau mampus janganlah menyalahkan aku."

   Setelah merasakan lihainya Li Su-lam, diam2 Song Thi-lun berpikir jangan2 orang tadi memang mengalah padanya. Ia menjadi sangsi dan main mundur. Tekadnya ingin mengadu jiwa menjadi kabur. Li Su-lam lantas berseru.

   "Aku tahu apa sebabnya kalian memusuhi aku, tentunya kalian mengira pembesar yang bekerja bagi Mongol di Holin itu adalah ayahku. Tapi ingin kukatakan padamu bahwa bangsat itu namanya yang asli adalah Sia It-tiong, dia memalsukan nama ayahku untuk mencari kedudukan. Ayahku sesungguhnya adalah patriot sejati, beliau telah dicelakai oleh Sia It- tiong. Yang kukatakan ini adalah kejadian yang sungguh2, percaya atau tidak terserah padamu."

   Meski mulai ragu2 juga setelah Song Thi-lun mendengar kata2 Li v itu, tapi ia masih belum mau percaya sepenuhnya.

   Pada saat itulah dibawah bukit mendadak debu mengepul tinggi disertai derap kuda yang ramai.

   Air muka Song Thi-lun berubah hebat, bentaknya.

   "Siapakah orang2 itu?"

   "Darimana aku tahu?"

   Sahut Su-lam melengak juga.

   Waktu menoleh dilihatnya tujuh penunggang kuda sudah muncul disitu.

   Dua Bu-su diantaranya samar2 masih dikenal oleh Li Su-lam sebagai jago2 yang pernah ikut berburu dengan Jengis Khan tempo hari, cuma namanya tidak ingat lagi.

   Ketika melihat Li Su-lam berada disitu dan sedang bertempur dengan Song Thi-lun, kedua jago Mongol itupun merasa heran dan berseru.

   "Li-kongcu, kiranya engkau sudah berada disini dulu! ~ Eh, awas musuh mau lari, lekas kejar!"

   Kiranya kedua Bu-su ini adalah anak buah Mufali yang ditugaskan mencari begundalnya To Pek- seng, mereka hanya tahu Li Su-lam sangat disukai oleh Khan Agung, tapi tidak tahu kalau sekarang Li Su-lam adalah buronan.

   Karena itulah mereka masih anggap Li Su-lam sebagai teman.

   Sebaliknya Song Thi-lun menjadi gusar dan kuatir, dampratnya kepada Su-lam.

   "Anak bangsat, pintar benar kau putar lidah, sekarang kebohonganmu sudah terbongkar sendiri. Biar aku mengadu jiwa saja padamu!"

   Su-lam tidak menjawabnya, tapi dia memberi serangan pura2 untuk terus mundur kebelakang, saat itu kedua Bu-su Mongol tadi sedang memburu ke arah Su-lam sambil berseru.

   "Li-kongcu janga kuatir! Kami akan bantu kau!" ~ Tapi belum lenyap suaranya, mendadak pedang Su-lam menyamber.

   "Sret-sret", secepat kilat kedua Bu-su itu terguling binasa, yang satu tertabas separoh kepalanya, yang lain tertembus tenggorokannya. Saat itu dari belakang Song Thi-lun sedang ayun rodanya hendak menghantam punggung Li Su-lam , tapi melihat Su-lam mendadak binasakan kedua jago Mongol itu, Song Thi-lun terkejut, lekas2 ia menahan senjatanya. Baru sekarang ia mau percaya omongan Li Su-lam. Sementara itu kelima Bu-su Mongol yang lain sudah memburu tiba pula dan mengepung mereka ditengah.

   "Lekas kalian lari saja, kami berdua cukup mampu melayani beberapa orang ini!"

   Seru Su-lam.

   "Sungguh aku .aku pantas mampus!"

   Seru Song Thi-lun menyesal. Mendadak ia menggertak se-keras2nya, kedua rodanya berputar, sebagai kerbau gila ia menerjang salah seorang lawan. Waktu Bu-su itu menangkis dengan tomabk.

   "trang", tombaknya terpukul bengkok, sebaliknya lengan Song thi-lun juga keserempet tomabk lawan. Namun ia sudh nekat, kembali sepasang rodanya mengepruk tanpa ampu lagi Bu-su itu terkapar dengan kepala hancur. Sementara itu Liu Sam-nio dan Nyo Wan juga sudah menerjang maju, sekali cambuk Liu Sam-nio bekerja kontan pinggang seorang Bu-su terlilit, cambuk terus diayun sekuatnya sehingga Bu-su itu terlempar kesana dan menumbuk kawannya sendiri. Segera Nyo Wan memburu maju dan manamatkan mereka dengan dua tusukan pedang. Tujuh Bu-su sudah mampus lima, sisa dua Bu-su lagi menjadi ketakutan, cepat mereka putar tubuh dan lari sipat kuping. Namun Li Su-lam dan Nyo Wan lantas mengejar, sebelum tiba dibawah bukit kedua Bu-su itu sudah tersusul.

   "Sam-nio, tampaknya kita telah salah menuduh mereka, bagaimana baiknya ini?"

   Tanya Song Thi- lun kepadanya istrinya.

   Liu Sam-nio tidak menjawab, tapi tangannya lantas bergerak, dua buah Tok-liong-piau telah sisambitkan kebawah bukit.

   Terdengarlah jeritan ngeri dua orang Bu-su itu masing2 terkena sebuah piau berbisa itu dan terguling kebawah.

   Selesai membinasakan kedua Bu-su itu bagi Li Su-lam, lalu Liu Sam-nio berseru lantang.

   "Orang kangouw paling mengutamakan budi dan tegas soal dendam. Hari ini kau telah membantu kami, selamanya kami suami-istri tentu takkan melupakan budimu ini."

   "Kawanan Tartar ini terbunuh oleh gabungan tenaga kita, maka siapapun tidak perlu merasa utang budi kepada pihak yang lain,"ut Su-lam dengan tertawa.

   "Aku sih tidak mengharapkan terima kasih apa2, cukup asalkan kalian tidak salah paham lagi padaku."

   Liu Sam-nio mendengus, lalu menyambung lagi.

   "Seluk beluk urusan ini akhirnya tentu akan jelas seluruhnya. Setelah kami selidiki duduk perkara yang sebenarnya, bilamana cocok dengan kata2mu, kelak kami tentu akan mencari dan minta maaf padamu. Tapi selamanya aku paling benci kepada laki2 yang berhati palsu, bila hal ini kau lakukan, disamping terima kasih juga aku akan suruh kau rasakan cambukku lagi. Habis berkata demikian, segera mereka suami istri tinggal pergi melalui balik bukit sebelah sana. Rupanya Liu Sam-nio sudah mau percaya terhadap keterangan Li Su-lam tadi dan sudh siap minta maaf kepadanya. Cuma dalam urusan Su-lam dengan Beng-sia, dia tetap masih salah paham dan anggap Su-lam sebagai pemuda yang berhati palsu dan suka permainkan anak perempuan, sebab itulah ia hendak membela keadilan bagi Bing-sia. Sudah tentu Su-lam serba runyam mendengar kata2 Liu Sam-nio itu. Seperginya Song Thi-lun berdua, dengan suara pelahan Nyo Wan bertanya.

   "Engkoh Lam, nona Beng yang dikatakan itu sebenarnya apa persoalannya?"

   "Yang hendak kuceritakan tadi justru mengenai hal ini,"

   Kata Su-lam.

   "Mereka anak beranak pernah menyelamatkan jiwaku, akupun hanya kenal satu hari saja dengan dia, sehingga tiada persoalan hubungan akrab segala. Perempuan gila tadi mengoceh tak karuian, hendaklah kau jangan salah sangka."

   Begitulah Su-lam lantas menceritakan kejadian dahulu, hanya tentang tulisan diatas pasir yang ditinggalkan Bing-sia untuk menasehatinya itu tidak diuraikan.

   "Jika demikian, nona Beng itupun terhitung temanmu yang intim,"

   Ujay Nyo Wan dengan tertawa.

   "Dia harus dipuji, walaupun hanya kenal kau secara singkat toh sudah percaya penuh padamu. Ayahnya menyelamatkan jiwamu dari tangan Hulitu, sedangkan dia sendiri menyelamatkan jiwamu dari pedang ayahnya, maka pantaslah kalau kau berterima kasih kepada teman akrab lain jenis ini."

   "Wan-moay, janganlah kau menggoda aku,"

   Sahut Su-lam dengan muka merah.

   "Kini kita adalah suami istri yang senasib sepenanggungan ikatan kita dipupuk dengan darah, yang mana tidak dapat dibandingi dengan persahabatan akrab apapun juga Untuk ini apakah barangkali kau masih sangsi padaku?"

   Ucapan Su-lam ini jelas timbul dari lubuk hatinya yang paling dalam, Nyo Wan merasa masam dan manis pula. Ia mengusap airmata yang menggenangi kelopak matanya, katanya dengan tertawa.

   "Engkoh Lam, mengapa kau menjadi kelabakan atas kelakarku ini, sesungguhnya yang kukatakan tadi juga bukan tidak beralasan, nona Beng itu telah menyelamatkan kau, kan pantas juga bila kau berterima kasih padanya.

   "Baiklah, jangan kau kuatir, kau sangat baik padaku, masakah aku tidak tahu. Ocehan Liu Sam-nio yang gila2an itu ku anggap tidak pernah ada saja." ~ Walaupun demikian katanya, namun dalam hati Nyo Wan sudah terdapay juga setitik bayangan gelap. Maklumlah, dikala seorang anak perempuan mulai jatuh cinta, maka daya perasanya terhadap orang yang dicintainya itu amatlah tajam dan ajaib, sekalipun Cuma suatu lirikan, suatu kalimat kata2 atau menurut perasaan langsung saja sudh cukup mengintai rahasia yang terkandung didalam hati sang kekasih. Sekarang Nyo Wan sudah mengetahui sebelum dia sang suami sudah pernah bersahabat akrab dengan dua peempuan lain, yang seorang ialah Minghui dan satu lagi adalah Beng Bing-sia. Minghui sudah diketahuinya dengan jelas akan cinta Putri Mongol itu terhadap suaminya, akan tetapi setelah kejadian itu lampau, kini sedikitnya Nyo Wan tidak tahu apakah Bing-sia juga jatuh cinta kepada sang suami, hal inilah yang menimbulkan bayangan suram didalam benaknya, menimbulkan rasa sangsi dan kuatirnya. Apa sebabnya bisa terjadi demikian? Sebab dapat telah dirasakan oleh Nyo Wan bahwa kedua nona itu menempati kedudukan yang berbeda didalam hati Lu Su-lam. Kalau terhadap Minghui secara blak2an Su-lam telah menyelesaikan persoalannya secara tegas waktu memberi penjelasan kepada Nyo Wan juga tidak merasa malu dan merasa bersalah, sebaliknya mengenai Beng Bing-sia ternyata Su-lam merasa perlu membela diri se-akan2 kuatir dicurigai Nyo Wan. Dari ini saja Nyo Wan sudah dapat merasakan. seumpama mereka bukan kekasih, sedikitnya dalam hati Li Su-lam sudah tertanam perasaan aneh terhadap Bing-sia Nyo Wan menjadi teringat kepada waktu menjelang adanya Lu Hi-ko telah suruh Su-lam menikahinya, tapi waktu itu Su-lam berusaha mengelak, walaupun kemudian dia memberi alasan tidak ingin membikin susah padanya, tapi bukan mustahil soalnya justru mengenal diri nona Beng ini. Apalagi tentang pengalamannya itu mengapa baru sekarang Su-lam menceritakan padanya? Terpikir demikian rasa sangsi Nyo Wan menjadi bertambah. Hal ini sebenarnya juga tak bisa menyalahkan Nyo Wan bila dia merasa sangsi dan cemburu umpamanya. Dasarnya Nyo Wan bukan wanita yang berjiwa sempit, soalnya kedudukannya sekarang ini kecuali Li Su-lam seorang, dia tidak punya sanak keluarga lain lagi. Nasib mereka sudah terikat menjadi satu, bahkan dia juga sudah mencintai Su-lam secara mendalam. Kini diketahuinya dalam hari Su-lam ternyata ada lagi seorang gadis lain, tentu saja menimbulkan bayangan gelap dalam benaknya. Namun biarpun timbul rasa sangsi dan kuatirnya, Nyo Wan, iapun merasakan pula bahwa kian hari Su-lam kian baik padanya, semula pemuda itu memang rada canggung dan seperti rada terpaksa, tapi kini Nyo Wan benar2 telah dianggapnya sebagai bakal istri. Suatu hal Nyo Wan cukup yakin, yaitu Su-lam pasti tidak berhati palsu padanya. Karena kemungkinan disusul oleh musuh selama mereka belum meninggalkan wilayah Mongol tetap ada, maka lekas2 mereka melanjutkan perjalanan pula. Sepanjang jalan Su-lam sangat baik menjaga Nyo Wan, dibawah dorongan semangat pemuda itulah akhirnya Nyo Wan sanggup melintasi Gobi yang luas itu. Lambat-laun bayangan gelap dibenak Nyo Wan itupun terbakar habis oleh terik matahari di gurun Gobi itu. Suatu hari mereka sedang melarikan kuda mereka di padang rumput, ternyata di tanah rumput itu banyak terdapat bekas tapak kuda. Su-lam terkesiap, katanya kepada Nyo Wan."Melihat keadaan ini, pasukan Mongol baru saja lalu disni bisa jadi kemarin,"

   "Bukankah Jengis Khan masih berada di Holin?"

   Ujar Nyo Wan "Sebulan yang lalu Jengis Khan sudah memerintahkan serangan terhadap Kim, mungkin pasukan ini adalah pasukan pelopornya,"

   Kata Su-lam.

   "Entah medali emas pemberian Pueteri Minghui itu berlaku tidak dalam pasukan Mongol?"

   "Kukira agak repot juga bilamana kutemukan pasukan besar,"

   Ujar Su-lam.

   "Lalu bagaimana apakah kita perlu mencari suatu tempat sembunyi. Nanti kalau pasukan induk Mongol sudah lewat barulah kita melanjurkan perjalanan?"

   "Memang serba susah, coba kupikir dulu bagaimana baiknya."

   Sahut Su-lam Ia tahu padang rumput itu adalah daerah tak bertuan ke selatan adalah wilayah kerajaan Kim, ke barat adalah daerah kekuasaan Sehe, suatu kerajaan kecil yang meliputi daerah Lingsia dan Siamsay utara.

   Jika berputar memasuki daerah utara Siamsay, lalu masuk ke daerah Soasay yang termasuk wilayah kekuasaan Kim, kemudian bisa sampai di Tiongtoh (Peking sekarang) yang menjadi kotaraja kerajaan Kim.

   Su-lam pikir akan lebih aman bila mengambil jalan memutar ke Sehe itu walaupun lebih jauh.

   Tapi bila mengikuti jurusan yang ditempuh pasukan Mongol akan ada kesempatan buat membalas sakit hati, sebab Sia It-tiong diduga pasti ikut dalam pasukan Mongol.

   Sulitnya cara bagaimana menghindari kepergok oleh pasukan Mongol dan cara bagaimana pula mencari peluang untuk membunuh Sia It-tiong.

   Belum lagi mengambil ketetapan, tiba2 dari arah jauh berkumandang suara rebab yang menawan hati.

   Tertarik oleh suara rebab itu, tanpa terasa Nyo Wan melarikan kudanya kesana, renungan Su- lam juga terganggu dan terpaksa ikut melarikan kudanya.

   Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tidak seberapa jauh, terdengar jelas suara rebab tadi diiringi oleh nyanyian seorang gadis.

   Sesudah dekat, ternyata di depan sana ada tiga penunggang kuda.

   Dua Bu-su bernaju hitam mengapit seorang perempuan muda ditengah.

   Kalau tidak salah ingat Su-lam merasa sudah pernah melihat gadis Mongol itu diantara rombongan agdis2 Mongol yang sedang mengantar keberangkatan pemuda2 Mongol ke medan bakti ketika dia dibawa ke Holin oleh Cilaun dan Mufali dahulu, menurut pembicaraan Cilaun dan Mufali, agaknya nama gadis penyanyi Mongol yang cantik itu adalah Kalusi.

   Ketika mendengar dari belakang ada suara keleningan kuda, kedua Bu-su itu telah menoleh, Kalusi juga berhenti memetik rebab dan berhenti menyanyi.

   Melihat kecantikan Nyo Wan, Bu-su baju hitam dibagian belakang itu menjadi melotot, serunya sambil tertawa.

   "Aha, betina Han ini ternyata lebih ayu daripada sicantik Mongol. Ai, rejeki kita benar2 tidak sedikit. Eh, Toako, kita rebut dia sekalian, kita bagi sama rata, satu orang dapat satu."

   Bu-su bicara dalam bahasa Sehe yang tidak dimengerti oleh Li Su-lam, tapi Nyo Wan yang sudah tinggal tujuh tahun di Mongol dan pernah mendengar pembicaraan antara penggembala Sehe yang sering berkunjung ke Mongol, walaupun tidak paham benar artinya, namun dapatlah Nyo Wan menangkap arti ucapan Bu-su tadi.

   Dengan gusar baru saja Nyo Wan hendak mendamprat, mendadak Kalusi telah menjerit minta tolong.

   Bu-su dibagian belakang itu lantas menyabet dengan cambuknya kepada tawanannya itu, tapi Nyo Wan dan Li Su-lam berbareng juga telah menyambitkan dua buah pisau dan enam buah mata uang.

   Kepandaian Bu-su itu ternyata tidak lemah, cambuknya terus memutar balik.

   "tarrr", sebuah pisau yang disambitkan Nyo Wan itu kena disampuk jatuh. Tapi mendadak Bu-su itu berteriak kaget, cambuknya lantas jatuh ketanah. Kiranya tiga buah telah mengenai Hiat-to di tubuhnya sebuah lagi mengenai tangannya sehingga cambuk terlepas dari cekalan. Menyusul Bu-su itupun terjungkal dari kudanya. Baik kedua buah pisau maupun keenam mata uang yang disambitkan Nyo Wan dan Li Su-lam itu masing2 terbagi untuk menyerang kedua Bu-su di depan dan belakang Kalusi itu. Bu-su di depan itu berkepandaian lebih lebih, pisau Nyo Wan kena ditangkap olehnya, berbareng pisau rampasan itu menggores, sedangkan jari tangan kiri menyelentik dengan cepat.

   "Jreng-jreng", kedua mata uang yang mengarah mukanya terselentik jatuh, sedangkan mata uang terakhir yang mengarah dadanya telah pecah kena dipotong oleh pisau yang ditangannya itu.

   "Ini terima kembali!"

   Bentak Busu itu.

   Pisau rampasannya terus disambitkan kembali kepada Nyo Wan.

   Cepat Nyo Wan melolos pedangnya untuk menangkis "Trang", meletiklah lelatu api.

   Tenaga Bu-su itu terjatuh sangat hebat, pusai itu bahkan terus melayang ke arah Kalusi dengan tidak kurang pesatnya.

   Keruan Nyo Wan terkejut, secepat anak panah lepas dari busurnya iapun meloncat dari kudanya terus melesat kesana dengan Ginkang yang tinggi, sekali cengkeram segera ia angkat Kalusi keatas.

   Tertampak sinar pisau berkelebat, kuda tunggangan Kalusi terus terkapar, rupanya sebelah kakinya telah patah terkena pisau terbang itu.

   Agaknya yang diarah Bu-su itu bukanlah Kalusi, tapi adalah kudanya agar nona itu tidak dapat melarikan diri.

   Nyo Wan menurunkan Kalusi dibawah pohon ditepi jalan.

   Rupanya Kalusi sangat ketakutan, dengan muka pucat ia mendekap didalam pelukan Nyo Wan yang menghiburnya agar jangan takut.

   Sementara itu Li Su-lam telah mulai bertempur dengan Busu yang berada di depan tadi.

   Busu itu menggunakan senjata golok melengkung sabit, tangkas juga busu itu, goloknya menabas kian kemari dengan sinar putih yang menyamber2.

   Su-lam terkesiap melihat kepandaian lawannya yang tidak lemah itu.

   Iapun melancarkan serangan dengan gencar.

   Pertarungan diatas kuda mengutamakan kecepatan.

   Tapi meski sudah bergebrak belasan jurus, sedikitpun Su-lam tidak lebih unggul.

   Melihat itu, Nyo Wan suruh Kalusi sembunyi dibalik pohon itu, ia sendiri lantas mencemplak pula, keatas kudanya dan menerjang maju untuk membantu.

   Dengan gabungan tenaga mereka barulah Busu baju hitam itu merasa kewalahan.

   Kalusi yang ditinggal dibalik pohon sana masih kebat-kebit ketakutan, terutama suara nyaring beradunya senjata membuatnya merasa ngeri.

   Pada saat itulah sekilas dilihatnya Busu yang terluka tadi sedang me-rangkak2 ke arahnya.

   Tentu saja ia tambah takut dan menjerit.

   Tupanya Busu itu mampus membuka sendiri Hiat-to yang tertutuk piau mata uang tadi.

   Hanya saja belum begitu lancar sehingga tenaga belum pulih, terpaksa ia hanya merangkak saja.

   Waktu itu Su-lam sedang melancarkan serangan gencar, tampaknya lawan sudah sukar menangkisnya.

   Pada saat itulah terdengar jeritan Kalusi.

   Keruan Nyo Wan terkejut dan menoleh karena mengira terjadi apa2 atas diri gadis Mongol itu.

   Kesempatan baik ini tidak di sia2kan Busu itu, dengan kepandaiannya menunggang kuda, secepat angin ia terus melesat lewat disamping Nyo Wan.

   Ketika Nyo Wan menyadari apa yang terjadi, pedangnya lantas menabas kebelakang.

   Namun Busu itu sempat melorotkan dirinya kesamping perut kuda sehingga hanya betisnya saja yang terluka.

   Tapi dengan demikian Busu itupun terlolos dari kepungan mereka.

   Kuatir Busu itu akan mencelakai Kalusi, cepat Su-lam memburu.

   Ia tidak tahu bahwa Busu itu sudah tidak berani bertempur lebih lama lagi, tujuannya bukan Kalusi, tapi hendak menolong temannya yang terluka itu.

   Busu yang terluka itu masih belum mampu berdiri, hanya sanggup mengacungkan tangan saja.

   Ketika temannya melarikan kudanya sampai disampingnya sambil menyulurkan cambuk, sekuatnya Busu terluka itu memegang ujung cambuk, ketika kawannya mengayun cambuk sekuatnya terangkatlah Busu terluka itu ke atas kuda, berbareng, kuda terus dilarikan dalam sekejap saja lantas kabur jauh.

   Sementara itu Nyo Wan telah membangunkan Kalusi dan menghiburnya agar jangan takut.

   Dengan muka yang masih pucat, Kalusi mengucapkan terima kasih.

   "Untung kau telah memancing kedatangan kami dengan suara rebabmu yang merdu tadi sehingga kedua bangsat itu dapat kami enyahkan,"

   Ujar Nyo Wan.

   "Tempo hari kau seperti mengantar teman2mu berangkat ke medan perang, mengapa sekarang kau sampai disini. Orang macam apalagi kedua Busu tadi?"

   Tnya Su-lam.

   "Aku merasa berat ditinggal oleh Akai,"

   Tutur Kalusi dengan wajah merah cengah ketika menyebut nama kekasihnya itu.

   "Sebab itulah aku terus mengikuti perjalanan pasukan kami dan mengantar sampai di Liong-sah-tui"

   Liong-sah-tui adalah suatu tempat kira2 seratus li di dalam wilayah kekuasaan Kim, suatu tempat yang makmur dan strategis bagi pangkalan tentara.

   Diam2 Nyo Wan terharu terhadap cinta suci Kalusi yang mengantar kekasih ke medan bakti itu.

   Sungguh suatu nona yang setia dan berbudi.

   Sebaliknya Su-lam merasa heran mengapa pasukan penjaga perbatasan Kim sama sekali tidak mengadakan perlawanan, sampai tempat penting seperti Liong-sah-kui juga tidak dijaga dan begitu gampang diduduki pihak Mongol.

   "Sampai di Liong-sah-tui, Akai membujuk aku lebih baik pulang saja,"

   Demikian Kalusi melanjutkan ceritanya.

   "Katanya beberapa hari lagi peperangan besar mungkin akan terjadi. Tapi aku tidak menurut bujukannya."

   "Mengapa kau tidak menurut apa yang dia katakan kan demi keselamatanmu?"

   Ujar Nyo Wan.

   "Cici adalah penyelamatku, biarlah kukatakan terus terang padamu,"

   Tutur Kalusi "Sesungguhnya aku ada rencana membujuk Akai mau melarikan diri saja dari pasukan.

   Aku bilang padanya bahwa penghidupan kita sebagai gembala di padang rumput cukup bahagia, buat apa kita pasti mendatangi negeri orang untuk perang, merampas dan membunuh segala? Begitu luas pula negeri Tiongkok dan entah betapa jauh letaknya.

   Konon Khan Agung berniat menghancurkan Kim dan menumpas Song, lalu betapa lama barulah kalian dapat pulang? Bukan mustahil selama gidup ini kita takkan berjumpa pula."

   Nyo Wan mengangguk, katanya. Benar kata2mu memang beralasan. Setiap rakyat jelata lebih suka hidup dalam aman tenteram yang ingin perang hanya Khan dan panglima2nya, mungkin ditambah lagi saudagar2 jahat yang ingin menambah kekayaannya."

   "Seperti kau sebenarnya bangsa Han kami juga tidak suka perang,"

   Su-lam ikut bicara.

   "Akan tetapi bila kami dipaksakan perang, terpaksa kami melawan. Dan kalau perang sampai terjadi tentu bunuh membunuh tak terhindarkan lagi, entah betapa banyak anak yatim piatu dan janda2 akan bertambah di masing2 negeri. Sebab itulah peperangan yang dilancarkan oleh Khan kalian ini sesungguhnya adalah suatu kejahatan. Bujukanmu kepada Akai kekasihmu itu memang tepat."

   "Kiranya kalian juga sependapat dengan aku,"

   Ujat Kalusi dengan senang.

   "Cuma sayang Akai tidak mau menurut nasihatku. Padahal biasanya dia sangat penurut, iapun tidak tega meninggalakn aku, tapi sekali ini dia tetap tidak mau menurut meski aku ber-ulang2 membujuknya. Dia mengatakan dia tidak ingin membunuh orang, tapi juga tidak sudi ditertawai orang, dia adalah pemburu gagah berani yang terkenal dipadang rumput padanya. Dia bilang, orang punya nama, pohon punya bayangan, hendak menutupinya juga tidak dapat. Pohon besat takkan roboh kalau tidak ditebang, elang tetap terbang meski terkena panah, setiap pejuang tetap akan perang sebelum ulu hatinya ditembus oleh senjata musuh. Dia menyatakan hanya akan membunuh musuh yang bersenjata dan se-kali2 takkan membunuh rakyat jelata yang tak berdosa."

   Su-lam berharap dapat mengorek sedikit berita dari Kalusi, ia coba bertanya.

   "Jika demikian, jadi kalian telah berpisah di Liong-sah-tui? Apakah Akai memberitahumu padamu kemana pasukannya akan menuju?"

   "Justru aku tidak tahu kemana dia akan pergi perang dan bila selesainya."

   Sahut Kalusi.

   "Namun menurut Akai katanya paling lama setahun atau setengah tahun, bila dia tidak gugur dimedan perang tentu akan pulang menjenguk aku, maka aku disuruh menanti dan jangan kuatir."

   "O, kalau menurut nada ucapan Akai itu, jadi peperangan ini paling lama setahun sudah bisa selesai?"

   Kata Su-lam.

   "Bukankah Khan kalian telah sesumbar mau menyaplok Kim dan menghancurkan Song? Apakah begitu gampang tercapai cita2nya itu?"

   "Itulah soalnya,"

   Kata Kalusi.

   "Akupun katakan pada Akai bahwa negeri Tiongkok begitu luas, untuk mencapai tempat kediaman rajanya saja puluhan ribu li jauhnya. Naik kuda saja mungkin juga akan makan waktu setahun lamanya. Akan tetapi Akai tampaknya seperti sangat yakin, katanya tidak sampai setahun tentu dapat pulang menemukan aku."

   Tergerak juga hati Su-lam,ia pikir apa barangkali Jengis Khan telah mengubah rencana perangnya? Atau mungkin raja Mongol itu hanya ingin mencaplok Kim lebih dulu lalu menunggu kesempatan lain untuk menggempur Song. Kalusi menyambung pula.

   "Biasanya Akai tidak pernah mendustai aku, namun aku pikir apa yang dia katakan ini mungkin hanya untuk membikin senang hatiku saja. Aku tidak ingin berpisah dengan dia, pasukan induknya masih berpangkalan di Liong-sah-tui, bahkan sedang membangun kubu, mesti Akai tidak bilang padaku, tapi menurut cerita prajurit lain, mungkin sakali peperangan takkan terjadi di dalam waktu singkat. Maka aku mohon kepada Akai agar aku diperbolehkan tetap tinggal bersama dia, paling tidak sampai pasukan berangkat baru aku akan pulang. Namun kemudian apa yang terjadi sungguh diluar dugaan, hampir2 saja aku takbisa lolos dari bahaya. Tentang orang yang hampir membikin celaka diriku itu tentu Li-kongcu kenal padnya, agaknya dia sangat benci padamu."

   "Siapa dia?"

   Tanya Su-lam heran.

   "Pangeran Tinkok bakal suami Putri Minghui,"

   Sahut Kalusi.

   "O, kiranya dia, bagaimana dia bisa berada di Liong-sah-tui?"

   Tanya Su-lam.

   "Dia adalah komandan pasukan di Liong-sah-tui itu,"

   Tutur Kalusi.

   "Sebenarnya Akai sudah memperingatkan aku ketika aku mau tinggal disana. Katanya Pangeran Tinkok itu sangat kejam dan gemar main perempuan pula, bila aku dipergok berada ditengah pasukannya mungkin akan terjadi bencana. Ternyata pada hari itu juga lantas terjadi."

   Nyo Wan terkejut, tanyanya. Dia adalah komandan pasukan, masakah dia berani merampas kau secara terang2an?"

   Dengan kedudukannya, selain Khan dan calon istrinya, rasanya tidak ada seorangpun yang ditakutinya. Disiplin pasukannya hanya berlaku bagi orang lain, tapi tidak berlaku bagi dia sendiri,"

   Tutur Kalusi.

   "Hari itu baru saja aku keluar dari kemah Akai lantas kepergok olehnya. Seketika dia bersikap marah dan menuduh aku sembarangan masuk ketangsi dan mengacaukan disiplin, segera aku ditangkap."

   "kemudian cara bagaimana kau bisa meloloskan diri?"

   Tanya Nyo Wan.

   "Sekian lamanya aku dikurung didalam kemah, lalu datanglah dia untuk memeriksa aku,"

   Kata kalusi.

   "Lucu juga kalau diceritakan, begitu tiba, ternyata marahnya telah berubah menjadi cengar cengir padaku. Dia berkata.

   "Anak cantik, anak molek, kau jangan takut, aku tidak tangkap kau secara sungguh2, tapi hanya sebagai contoh bagi orang lain saja. Bila kau memang senang tinggal didalam pasukan, maka akan kupenuhi keinginanmu. Kau boleh menjadi pelayanku, tentu tiada seorangpun yang berani mengusir kau. Waktu berangkat perang nanti juga kau akan kubawa serta." ~ Aku tahu manjadi pelayan bukanlah pekerjaan yang baik, maka aku menolaknya. Dia menjadi marah dan mengancam akan memberi hukuman setimpal bila aku tetap kepala batu. Aku sudah bertekad tetap menolak biarpun akan disiksa, tak terduga lantas datang seorang penolong."

   "Siapa itu penolongnya?"

   Tanya Su-lam.

   "Ialah bakal istrinya, Putri Minghui,"

   Sahut Kausi tertawa.

   "Putri Minghui juga berada di Liong-sah-tui sana?"

   Su-lam menegas dengan heran.

   "Putri belum datang sendiri, hanya berita akan datangnya telah menakutkan Pangeran Tin-kok,"

   Kata Kalusi.

   "Seorang pembantu Tin-kok melaporkan berita akan datangnya Putri Minghui itu, diberitahukan pula bahwa aku adalah bakal istri Akai yang terkenal dikalangan jago2 gelut Mongol, rupanya Tin-kok menjadi jeri dan kemudian membebaskan aku."

   "Baik juga pembantu Tin-kok itu,"

   Ujar Su-lam.

   "Dia adalah kawan baik Akai, hal ini tidak diketahui siluman buruk itu,"

   Kata Kalusi.

   "Waktu ia mengantar aku keluar kemah Tin-kok, dia mengatakan padaku bahwa Akai yang minta bantuannya agar menolong aku. Sesungguhnya Putri Minghui masih jauh digurun pasir dan tidak mungkin tiba di Liong-sah-tui dalam waktu singkat."

   "Apakah rupa Pangeran Tin-kok itu sangat jelek, masakah kau panggil dioa siluman buruk?"

   Tanya Nyo Wan tiba2.

   "Mukanya hitam dan bersiung pula, mirip beruang hitam,"

   
Pahlawan Gurun Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Kalusi.

   "Kasihan, Putri Minghui secantik itu mesti bersuamikan orang yang buruk rupa,"

   Ujar Nyo Wan sambil tersenyum penuh arti kepada Li Su-lam. Muka Su-lam menjadi merah, lekas2 ia ubah pokok pembicaraan dan tanya Kalusi.

   "Tadi kau mengatakan Pangeran Tin-kok menaruh benci padaku, darimana kau tahu hal ini?"

   "Ada suatu kejadian yang kebetulan kedengar,"

   Jawab Kalusi.

   "Ketika pembantu Tin-kok itu memberi laporan, telah diberikan pula sebuah gambar. Kulihat gambar itu melukiskan engkau, katanya Khan menghendaki orang dalam gambar itu ditangkap, maka siluman buruk itupun diminta agar mengawasi orang yang terlukis itu. Katanya seorang Han yang punya kedudukan disisi Khan Agung juga minta bantuannya dengan menyediakan hadiah kepada Tin-kok."

   Dalam hati Su-lam yakin orang Han itu pasti Sia It-tiong adanya. Katanya kemudian.

   "Orang Han yang dimaksud adalah musuhku, dia memang berusaha membinasakan aku."

   Kalusi terkejut, katanya.

   "Jita demikian, janganlah Likongcu berdua menuju keselatan." ~ Sebelah selatan adalah perbatasan kerajaan Kim, dimana pangkalan pasukan Tin-kok berada di Liong-sah- tui.

   "Banyak terimakasih atas ketarangan2mu,"

   Kata Su-lam.

   "Akulah yang harus berterima kasih padamu, Lu-kongcu."

   Sahut Kalusi. Lalu ia menceritakan pula cara bagaimana kepergok oleh kedua Busu Sehe tadi.

   "Setelah aku meninggalkan Liong-sah-tui, pagi2 tadi waktu lewat di perbatasan Sehe lantas kepergok kedua bangsat itu. Untunglah kalian telah menyelamatkan diriku."

   Karena hari sudah lewat lohor, Nyo Wan berkata.

   "Kalusi daerah ini adalah perbatasan maka dapatlah kau pulang dengan aman. Maafkan kami tidak antar kau, tapi ambillah kuda kami ini."

   Kuda Kalusi sendiri sudah terluka oleh sambitan pisau Busu baju hitam tadi, maka Nyo Wan memberinya seekor kuda pilihan pemberian Minghui. Kalusi mengucapkan terima kasih, baru saja ia hendak naek keatas kuda, tiba2 ia ingat sesuatu dan berkata pula.

   "Ci-ci, akupun ingin memberi sesuatu tanda mata padamu."

   Nyo Wan mengira nona Mongol itu hendak memberikan sesuatu tanda mata apa tak tahunya adalah sehelai saputangan. Pada ujung saputangan itu tersulam seekor elang yang indah dan hidup dengan sayap terpentang terbang di angkasa.

   "Bagus sekali sulamanmu ini,"

   Puji Nyo Wan setelah menerimanya "Akai-mu berjuluk elang dari padang rumput , saputanganmu ini seharusnya diberikan padanya."

   "Aku sudah memberikan saputangan lain yang serupa padanya."

   Sahut Kalusi dengan muka merah.

   "Maka saputangan ini hendaklah kau simpan saja, kelak bila kebetulan bertemu dengan Akai, saputangan ini dapat digunakan sebagai pengenal. Bila kalian memerlukan bantuan Akai,tentu akan dikerjakannya bagimu."

   Baru sekarang Nyo Wan paham maksud tujuan Kalusi itu, katanya dengan tertawa.

   "Baiklah semoga kami akan bertemu dengan Akai dan akan kuberitahukan tentang dirimu. Sesudah Kalusi pergi dengan tertawa Nyo Wan berkata kepada Su-lam.

   "Engkoh Lam, untuk menghindari cemburu bakal suami Minghui itu kepadamu, terpaksa kita harus mengambil jalan pulang dengan memutar kewilayah Sehe."

   

   Jilid 03 bagian kedua Begitulah mereka melanjutkan perjalanan kearah barat-daya. Tidak lama haripun mulai petang. Angin mulai meniup sehingga Nyo Wan merasa kedinginan, katanya.

   "Perubahan hawa disini sungguh luar biasa. Siang hari panas terik, sore hari hawa sudah sedingin ini."

   "Hawa dipadang rumput daerah sini memang beginilah, setelah malam nanti bahkan hawa akan tambah dingin lagi,"

   Ujar Su-lam.

   "Paling baik kalau nanti kita dapat menemukan rumah penduduk dan minta mondok semalam."

   Selama sebulan ini mereka terus mengarungi gurun dan melintasi padang rumput tanpa pernah ketemukan rumah penduduk, malam hari mereka berkemah, kehidupan demikian boleh dikata sudah biasa bagi mereka.

   Cuma sekarang berada didaerah yang berpenduduk, bila mereka dapat tidur nyenyak didalam rumah tentu akan terasa sangat nikmat.

   Apalagi sekarang mereka sudah dalam wilayah Sehe, merekapun ingin menemukan seseorang untuk diajak bicara.

   Maka mumpung hari belum gelap gulita, ketika ketemu sebuah rumah penduduk segera mereka mengetok pintu.

   Tak terduga rumah itu ternyata tiada penghuninya, cukup lama Su-lam mengetok pintu dan tiada suara jawaban dari dalam.

   Ketika diintip melalui sela2 pintu, ternyata rumah itu memang kosong melompong, jangankan manusia, ayampun tiada seekor.

   Sebagaimana umumnya pedusunan yang berpenduduk jarang2 setelah lama sekali baru mereka ketemukan lagi rumah penduduk yang lain, setelah pintu di-ketok2, samapi lama juga tiada suara jawaban.

   "Aneh, mengapa rumah2 disini kosong semuanya?"

   Kata Nyo Wan dengan heran. Selanjutnya beberapa rumah penduduk ditemukan lagi, tapi serupa tadi, semuanya tiada penghuninya. Sementara itu hari sudah tambah malam. Nyo Wan merasa menggigil oleh hawa dingin yang menusuk tulang, katanya.

   "Engkoh Lam, memang betul kau, hawa semakin terasa dingin."

   "Jika rumah tiada penghuninya, biarlah kita gunakanbermalam saja daripada tidur berkemah,"

   Ujar Su-lam.

   "Kurang baik kukira tanpa permisi menempati rumah orang. Bila kebetulan pemilik rumah pulang tentu kita akan manjadi malu,"

   Kata Nyo Wan. Sebagai anak keluarga kelas tinggi yang taat sopan santun, biarpun sudah hidup beberapa tahun di pegunungan sunyi tetap tak terlupakan tata adat itu.

   "Aku Cuma kuatir kau kedinginan, kalau kau tidak mau biarlah kita mencari suatu tempat untuk berkemah saja,"

   Kata Su-lam. Sementara itu angin meniup semakin kencang, udara gelap gulita tertutup awan tebal, meski tidak turun salju, tapi hawa lebih dingin daripada turun salju.

   "Lihat, rumah disana ada sinar api, mungkin disana ada orang,"

   Seru Nyo Wan tiba2.

   Su-lam sangat girang, cepat mereka berlari kerumah itu.

   Tertampak pintu pagar setengah tertutup, didalam rumah ada api unggun, tapi tidak tampak seorangpun.

   Su-lam meemriksa kedalam rumah, kiranya tempat itu adalah sebuah rumah gilingan, ada batu gilingan dan banyak jerami kering.

   Hanya tiada seorangpun.

   "Aneh, api masih menyala, kemana pergi orangnya?"

   Ujay Su-lam heran.

   "Dsirumah ini penuh kayu dan jerami tanpa ditunggui kan mudah terjadi kebakaran?"

   Kata Nyo Wan.

   "Biar kita yang menjaga baginya,"

   Kata Su-lam dengan tertawa. Pada umumnya di daerah barat-laut itu satu desa Cuma ada sebuah rumah gilingan yang dimiliki secara bersama. Lantaran sudah menggigil, melihat api unggun itu, Nyo Wan lantas menghangatkan badan disamping api.

   "Silahkan tidur saja, aku yang menjaga,"

   Kata Su-lam.

   "Kalau tuan rumah pulang, tentu aku akan malu. Engkoh Lam, silahkan mendongeng saja, aku tidak ingin tidur."

   "Mendongeng apa?"

   Aku tidak pandai bercerita. Ya, mengapa tuan rumah masih tidak nampak datang?"

   "Eh, aku menjadi teringat kepada sesuatu yang menarik,"

   Kata Nyo Wan tiba2.

   "Apa yang menarik? Lekas ceritakan."

   "Kalusi menyebut Pangeran Tin-kok sebagai siluman buruk sebaliknya Putri Minghui cantik molek, masakah dia sudi menjadi istri laki2 buruk rupa itu."

   "Ah, itu kan soal biasa, kenapa mesti heran? Dia terpaksa atas titah ayahnya, mau tak mau harus menurut."

   "memangnya, maka aku menjadi kuatir bila pada malam pengantin mendadak sang Putri mengamuk, kan lucu bukan?"

   Su-lam diam saja tidak menanggapi. Nyo Wan seperti merasa "leluconnya"

   Itu tidak lucu, ia menghela napas, lalu berkata pula.

   "Kasihan juga Putri Minghui itu, sang suami buruk rupa tidaklah mengapa, celakanya Pangeran itu adalah laki2 bejat lagi."

   "katanya kau hendak bercerita sesuatu yang menarik, mengapa kau sendiri menghela napas?"

   Tanya Su-lam dengan menyengir.

   "Engkoh Lam, Jengis khan memperlakukan kau cukup baik bukan? Dia telah menghadiahkan busur pribadinya padamu, bahkan menganugerahi kau sebagai ksatria kemah emas. Bila Pangeran konyol Tin-kok itu mati di medan perang, wah, besar harapanmu akan menjadi menantu raja Mongol itu."

   "Buset, bicara kesana kemari mengapa akhirnya aku dibawa2. Awas, akan kubikin kau kapok dan minta ampun!"

   Habis berkata Su-lam lantas acungkan jari tangan dengan lagak hendak meng-kili2. tapi mendadak ia merandek dan mengedipi Nyo Wan, lalu megumumam.

   "Aneh, baru saja aku seperti mendengar suara apa2, suara kresekan yang aneh, apakah suara tikus lari?"

   Sekilas pandang tiba2 Su-lam menemukan diatas lantai ada beberapa titik darah, tadinya titik2 darah itu tertutup oleh jerami, baru saja Su-lam menyomot segenggam jerami untuk umpan api sehingga titik2 darah itu kelihatan sekarang.

   Seketika timbul rasa curiga Su-lam, baru saja ia bermaksud menyingkap onggokan jerami untuk memeriksakannya, tiba2 terdengar suara detakan kaki kuda yang riuh sedang mendatang dengan cepat.

   Air muka Nyo Wan berubah, katanya dengan suara tertahan.

   "Apakah orang2 Sehe itu datang kembali untuk menuntut balas? Bagaimana baiknya, engkoh Lam? Sembunyi atau labrak mereka?"

   "Coba lihat saja apa maksud kedatangan mereka?"

   Sahut Su-lam.

   "Bisa jadi orang2 lain yang lalu disini."

   Tidak lama kemudian suara derapan kuda tadi mendadak lenyap, nyata ada lima-enak penunggang kuda yang serentak berhenti di depan rumah gilingan itu.

   Rupanya merekapun sudah melihat kuda2 Su-lam yang tertambat di pagar, terdengar seorang diantaranya berseru.

   "Hah, boleh juga kedua ekor kuda ini."

   Seorang lagi berkata.

   "Didalam gilingan ada sinar api, pemilik kuda2 ini tentu berada didalam, coba kita tanya mereka."

   Sudah beberapa tahun Nyo Wan tinggal di Mongol, meski kedua orang itu bicara dalam bahasa Sehe, namun pembicara yang terakhir itu jelas berlogat Mongol.

   Nyo Wan sangat heran, Mongol dan Sehe adalah negeri2 yang bermusuhan, mengapa Busu dari kedua negeri itu bergail menjadi satu.

   Sementara itu orang2 itu sudah menolak pintu dan melangkah masuk.

   Meski mereka bendandan dengan seragam Busu tapi kedua Busu Sehe yang ditemui Su-lam siang tadi tidak terdapat diantaranya.

   Maka rada legalah hati Su-lam dan Nyo Wan.

   "Siapa kalian? Datang darimana?"

   Bentak Busu yang berlogat Mongol tadi.

   "Kami kakak beradik adalah orang Han yang bertempat tinggal disekitar Liong-sah-tui, kami mengungsi kesini untuk menghindarkan peperangan."

   Sahut Su-lam.

   Karena perjalanan yang cukup lama, pakaian Su-lam berdua sudah kotor dan ada bagian yang robek sehingga tampaknya memang mirip kaum pengungsi.

   Cuma dasarnya Nyo Wan memang cantik sehingga sukar menutupi wajahnya yang menarik itu.

   Busu berlogat Mongol itu merasa sangsi, katanya pula.

   "Apa benar kalian kaum pengungsi dari Liong-sah-tua? Apakah tidak kutemukan pasukan besar Mongol?"

   "Kami selalu menghindarinya, untung tidak kepergok,"

   Kata Su-lam.

   "Hm, prajurit Mongol kan bukan setan iblis, kenapa kalian mesti takur? Huh, kukira kalian ini tidak mirip pengungsi punya kuda sebaik itu."

   Timbrung seorang Busu Sehe. Kulihat kedua ekor kuda diluar itu adalah kuda pilihan sedikitpun berharga ratusan tahil perak seekor."

   "Betina inipun sangat menggiurkan bawa pulang saja dia."

   Sambung Busu Sehe yang lain.

   "Nanti dulu!"

   Mendadak Busu berlogat Mongol tadi membentak. Agaknya dia adalah pemimpinnya sehingga Busu2 yang lain menjadi mengkeret oleh bentakannya. Mendadak, nada Busu berlogat Mongol itu berudah, tangannya sambil tunjuk busur besi yang dibawa Su-lam itu.

   "Apakah busur ini milikmu?"

   Tergerak hati Su-lam, ia pikir orang ini tentu pernah melihat busur baja milik Jengis Khan ini, tapi dia kenal siapa aku, maka dapat dipastikan dia bukan anak buah Cepe yang dikirim untuk menangkap diriku.

   Setelah mengetahui seluk-beluk pihak lawan, kemudian Su-lam menjawab.

   "Busur ini pemberian seorang temanku."

   Tampaknya Busu Mongol itu tambah kaget, tanyanya pula dengan ragu2.

   "Pemberian temanmu? Siapakah temanmu itu? Masakah dia memberikan busur ini kepadamu?"

   "Benarm temanku ini baru kukenal di Holin beberapa bulan lalu,"

   Sahut Su-lam. Tentang siapa dia tidaklah enak kukatakan, cuma dia cukup menghargai diriku sehingga menghadiahkan busur pribadinya ini, malahan memberikan sebuah medali emas lagi padaku."

   


Pendekar Setia Karya Gan KL Pendekar Binal -- Khu Lung Golok Kumala Hijau -- Gu Long

Cari Blog Ini