Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh 11


Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen Bagian 11



Pendekar Aneh Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Bangsat tua! Kau hendak membunuh aku, buat apa kau bertingkah sebagai ini? Hari ini kau membunuh, makabesok, aku tanggung, kau bakal mampus hingga tidak ada tempat untuk mengubur majatmu!". Thia Tat Souw tertawa mengedjek.

   "Apakah kau mengira aku tidak berani membunuhmu?", dia menanja tegas. Benar2 dia menurunkan tangan djahatnja.

   "Plak ...!", demikian satu suara. Itulah Lie It, jang menangkis serangannja ketua Hok Houw Pang itu. Mata Tat Souw membelalak.

   "Saudara Siangkoan !", dia menegur.

   "kenapa kau selalu melindungi dia?".

   "Thia Pangtjoe, kau tanja dulu padanja, dia mempunjai berapa banjak kontjo ", sahut Lie It.

   "Benar ...!", berseru Tat Souw, jang lantas menuding Tiangsoen Tay seraja meneruskan berkata.

   "Lekas kau bilang, selain kau dan Pek Goan Hoa, Boe Tjek Thian mengirim siapa lagi datang kemari ? Djikalau kau tidak omong terus-terang, nanti aku siksa kau dengan tipu silat Memetjah Otot Memutuskan Nadi! Supaja kau hidup tidak dan mati pun tidak !". Lie It kaget. Ia pertjaja Tat Souw pandai ilmu menjiksa itu, sebab dialah seorang ahli menotok djalan darah atau otot. Ia pikir.

   "Aku hendak menolongi Toa-ko Tay tetapi sekarang aku mendjadi mentjelakai dia. Tidakkah kata-kataku seperti membikin mendusin djago ini? Djangan2 aku terpaksa mesti menempur padanja ...". Tiangsoen Tay tidak takut, bahkan dia tertawa bergelak.

   "Thian-houw mempunjai orang pandai banjaknja bagaikan mega! Satu kali kau membinasakan aku maka akan berkerumunlah orang-orang jang bakal membunuh kau!", katanja. Tat Souw tertawa dingin.

   "Didjaman ini, orang jang dapat membinasakan aku sungguh sangat terbatas djumlahnja! Kau bilanglah, siapa dia atau mereka itu ?". Tiangsoen Tay mengasi lihat sikap djumawa, dia membungkam.

   "Baiklah djikalau kau tidak suka membuka mulut! Mari aku lihat, tulangmu terbikin dari besi atau bukan !". Djago tua ini mau menurunkan tangan, lagi2 Lie It mentjegah.

   "Loo- pangtjoe,"

   Katanja.

   "baiklah dia dikasi tinggal hidup, supaja dia dapat didjadikan manusia-tanggungan! Dengan begitu, tidak perduli djago siapa jang datang, dia tentu djeri turun tangan.

   "Sudah lima puluh tahun aku si orang she Thia malang-melintang didalam dunia Kang-ouw ini, kapannja aku takut orang?", ia berkata djoemawa.

   "Kenapa aku mesti menggunai siasat seperti saranmu ini ?". Sekedjab itu, Tiangsoen Tay nampaknja kaget, air mukanja pun berubah dengan tiba.

   "Bagus ja !", mendadak dia berseru.

   "Kiranja kau satu komplotan dengan mereka ini! Kau ... kau ....!". Tiangsoen Tay telah mengenali lagu-suaranja Lie It, hingga ia mengawasi pangeran itu. Lie It pun kaget. Djusteru itu, Thia Tat Souw meluntjurkan tangannja, untuk menotok djalan darah thay-yang-hiat dari Tiangsoen Tay. Lagi sekali Lie It mendjadi sangat kaget, hingga tak sempat ia bergerak untuk menolongi Tiangsoen Tay, hingga ia mesti menghadapi robohnja orang, tetapi, dia bukannja Tiangsoen Tay, iparnja itu, hanja Lamkiong Siang dan Thia Tat Souw. ---oo0oo--- KEDJADIAN ada luar biasa sekali, karenanja Lie It tertjengang. Tengah ia melengak itu, mendadak ia disadarkan suaranja Tiangsoen Tay.

   "Lie Kongtjoe, maafkan aku! Aku telah keliru menduga terhadapmu ! Kiranja kau bukannja kontjo mereka ini! Pantaslah berulang-kali kau menolongi aku, dan kali ini kau membinasakan dua djahanam ini !".

   "Apa?"

   Tanja Lie It, jang masih bingung. Dia bagaikan diliputi kabut.

   "Mereka ini bukan dibunuh kawanmu ?". Dia menanja tetapi segera dia membungkuk, untuk memeriksa tubuhnja Tat Souw dan Lamkiong Siang. Ia memeriksa nadi, embun2 dan punggung.

   "Heran!", katanja kemudian.

   "Mereka ini belum mati! Mereka kena dihadjar djarum Bwee-hoa-tjiam!". Thia Tat Souw termasuk ahli menotok djalan darah jang nomor satu untuk kaum Kang-ouw, sekarang dia kena orang serang tanpa sempat berdaja, itulah aneh. Maka pangeran itu mendjadi heran. Tiangsoen Tay pun heran.

   "Aku kira kaulah jang menghadjar mereka,"

   Katanja.

   "Kiranja bukan!".

   "Tadi kau bilang kau mempunjai kawan, jang akan datang menjusul", kata Lie It.

   "Habis dia itu, dia ...", Tiangsoen Tay tertawa.

   "Itulah kata2 bohong dari aku!", katanja.

   "Sengadja aku mengatakan begitu untuk menggertak ini bangsat tua. Orang jang datang bersama aku tjuma Pek Goan Hoa seorang ". Tanpa membuang tempo lagi, Lie It lari keluar, akan tetapi di tegalan berumput tidak nampak Pek Goan Hoa, sedang tadi, orang she Pek itu sudah ditotok Tat Souw hingga dia tak dapat berkutik. Sekarang dia lenjap. Kemana perginja dia? Tidak bisa lain, tentulah dia telah dibawa pergi oleh orang pandai jang tidak sudi memperlihatkan diri itu?".

   "Siapakah orang pandai itu? Dia menggunai Bwee-hoa-tjiam menghadjar Tat Souw, dia djuga menolongi Pek Goan Hoa", kata si pangeran didalam hati.

   "Kenapa dia tidak mau mengasi lihat dirinja? Djikalau dia bukannja kawan Tiangsoen Tay, kenapa dia membantunja?".Dengan keheran-heranannja itu, Lie It kembali kedalam kemah. Ia membukai belengguannja Tiangsoen Tay.

   "Kita beruntung sekali ", ia berkata.

   "kita dapat lolos dari bahaja maut. Orang liehay itu tidak mau perlihatkan dirinja, biarlah lain kali sadja kita mentjoba membalas budi kebaikannja ini. ---oo0oo--- "SAUDARA Tay, aku tidak menjangka sekali disini kita dapat bertemu. Aku djusteru hendak berbitjara dengan kau ", Lie It hendak memberitahukan halnja sudah menikah dengan Tiangsoen Pek, tetapi Tiangsoen Tay sudah mendahuluinja.

   "Aku djuga hendak bitjara denganmu!", kata ipar itu, jang masih belum ketahui jang mereka berdua telah mendjadi sanak dekat sekali satu dengan lain.

   "Aku telah menerima pesan dari satu orang maka aku datang kemari untuk mentjari kau ".

   "Sudah, tak usah kau menutur lagi, aku sudah ketahui maksud kedatanganmu ini ", kata Lie It sambil menggeleng kepala.

   "Bukankah kau menerima perintah dari Boe Tjek Thian untuk memanggil aku pulang? Djikalau aku sudi menjerah terhadapnja, tidak nanti aku melakukan perdjalanan laksaan lie hingga tiba ditanah perbatasan jang djauh ini! Setiap orang ada tjita2-nja masing2, aku tidak suka memangku pangkat dibawah perintahnja Boe Tjek Thian, maka itu aku minta, djangan kau memaksa aku ". Akan tetapi Tiangsoen Tay pun menggojang kepala.

   "Kau menduga keliru!", katanja, tertawa.

   "Aku bukan datang mentjari kau karena mendjalankan titahnja Boe Tjek Thian. Aku datang untuk sahabat karibmu semendjak masih ketjil, sahabat, jang paling mengerti tjita2-mu!". Lie It heran.

   "Siapakah dia?", ia tanja. Tiangsoen Tay tertawa, meskipun itu bukannja tertawa wadjar.

   "Siangkoan Wan Djie!", sahutnja. Hati Lie It berdenjutan.

   "Siangkoan Wan Djie, Siangkoan Wan Djie ...", katanja bagaikan mendumal. Lalu pikirnja.

   "Sudah lewat begitu tahun, kiranja dia masih belum melupai aku. Tapi, tjara bagaimana dia bolehnja meminta pertolongannja Tiangsoen Tay ini?". Belum lagi pangeran ini menanja, ia sudah mendengar iparnja itu berkata pula.

   "Wan Djie ketahui bahwa kau tidak nanti sudi kembali, akan tetapi untuknja sendiri, dia mengharap kau pulang satu kali sadja. Dia mempunjai satu urusan penting jang dia hendak bitjarakan dengan kau. Dia suka memberi tanggungan bahwa Thian-houw tidak nanti memaksa kau memangku pangkat! Djikalau kau sudah kembali ke Tiang-an maka terserahlah kepada kau. Djikalau kau suka berdiam terus disana, kau boleh berdiam, djikalau tidak kau boleh pergi kembali. Harapannja Wan Djie jalah agar dia dapat bertemu kau satu kali lagi sadja ...".

   "Wan Djie jalah penulis dari Boe Tjek Thian ", katanja Lie It.

   "dia tinggal didalam keraton, dapatkah kau sering bertemu dengannja?".

   "Walaupun tidak sering tetapi didalam satu bulan sedikitnja dua-tiga kali aku dapat menemui dia ", sahut Tiangsoen Tay.

   "Sekarang ini aku mendjadi Tay-lwee Siok-wie dari Thian-houw ". Lie It tertawa meringis.

   "inilah aku tidak pernah pikir ", katanja. Agaknja ia heran dan menjesal. Taylwee Siok-wie itu jalah pengawal pribadi.

   "Boe Tjek Thian dapat mempertjajaimu dan kau djuga dapat mendjadi pengawainja Boe Tjek Thian ...".

   "Perubahan ini, aku sendiri djuga tidak pernah memikirnja ", kata Tiangsoen Tay.

   "Ingatkah kau peristiwa malam dari delapan tahun jang lampau ketika kau mentjoba memasuki istana untuk membunuh Boe Tjek Thian? Ketika itu bersama-sama ajah dan adikku, aku menantikan kau dikaki gunung Lie San ".

   "Mana dapat aku tidak ingat itu? Menurut katanja adik Pek, malam itu kau telah terluka parah. Itu waktu, kita semua ada sangat berduka dan berkuatir. Sjukurlah sekarang kita sama2 selamat tidak kurang suatu apa dan dapat bertemu pula!". Tiangsoen Tay mengawasi Lie It. Ia heran akan mendengar lagu-suara dan sikapnja pangeran ini waktu si pangeran menjebut "adik Pek". Itulah lagu-suara jang akrab dan erat sekali. Tetapi ia merasa tidak leluasa untuk menanjakan. Ia berkata pula, memberikan keterangannja .

   "Tidak salah! Malam itu aku terkena tangannja Ok Heng-tjia dan terkena djuga djarum Touw-koet Sin-tjiam dari Tok Sian-lie. Aku merasa bahwa aku tidak bakal hidup lebih lama pula. Tatkala aku sadar, aku mendapatkan tubuhku tengah rebah diatas sebuah pembaringan jang empuk sekali sedang perlengkapan kamar dalam mana aku berada bukanlah perlengkapan rumah orang biasa. Jang paling mengherankan jalah adik Wan Djie jang mendjagai aku didampingku ".

   "Pastilah Wan Djie telah membawamu kedalam keraton ". Tiangsoen Tay mengangguk.

   "Sebenarnja ia hendak menolongi kau, tidak tahunja ia djadi menolongi aku. Thian-houw memerihtahkan tabibnja jang paling pandai untuk mengobati luka2-ku. Disana ada seorang muridnja Kim Tjiam Kok-tjioe Heehouw Kian, dia sudah mewariskan lima bagian kepandaian gurunja. Selama tiga tahun dia mengobati aku, baru aku sembuhseluruhnja ".

   "Kau tentunja berterima kasih atas budinja Boe Tjek Thian maka kau menerima baik mendjadi pengawalnja, bukan ?".

   "Bukan!, aku hanjalah mendengar segala keterangannja Wan Djie hingga aku mendapat tahu hal jang se-benar2-nja. Sementara itu selama tiga tahun aku berobat itu, kupingku telah mendengar dan mataku telah menjaksikannja, selama itu aku mendjadi mengetahui Thian-houw itu orang matjam apa, maka djuga setelah aku sembuh, aku bersedia mendjadi pengawainja ". Didalam hatinja, Lie It menghela napas. Ia kata dalam hati ketjilnja.

   "Boe Tjek Thian dapat mengubah musuhnja mendjadi hambanja jang setia, sungguh dialah seorang wanita jang harus dibuat takut! Aku hendak membangun pula Keradjaan Tong, nampaknja harapanku sudah tidak ada. Mungkin, djikalau Thay Tjong Hongtee menitis pula, baru Boe Tjek Thian ada tandingannja jang setimpal ".

   "Orang-orang jang me-ngibar2-kan bendera, jang hendak membangun pula Keradjaan Tong ", kata Tiangsoen Tay terlebih djauh.

   "sebenarnja mereka, dalam sepuluh, ada delapan atau sembilan jang mempunjai maksud-hatinja sendiri2. Seperti Pwee Yam itu, dia sendirilah jang mau mendjadi kaisar. Tahukah kau ?".

   "Sedari siang2 aku telah mengetahui itu,"

   Mendjawab Lie It.

   "Maka djuga sekarang ini, hatiku sudah mendjadi tawar. Ah, sudahlah, baik kita djangan omongkan soal merampas kekuasaan. Aku memikir untuk mendengar kabaran halnja Wan Djie ". Tiangsoen Tay mentjoba menguasai dirinja, toh masih terlihat kedukaannja. Ia berdiam sekian lama, baru ia dapat ber-kata2 pula.

   "Kau ketahui sendiri, Wan Djie itu datang kerumah kami waktu usianja tudjuh tahun ", ia melandjuti.

   "Sampai umur empat belas tahun baru dia meninggalkannja. Aku telah melihatnja hingga ia mendjadi besar, selama itu aku memandangnja sebagai adik kandung ".

   "Aku telah mendengar itu dari Wan Djie. Dia membilangi aku bahwa dia menghormati kau sebagai kakak kandungnja ".

   "Aku telah mendjadi pengawal pribadi dari Thian- houw, dengan begitu selama delapan tahun aku tinggal bersama dia. Aku telah mendapat kenjataan, njata orang jang berada didalam hatinja jalah seorang lain. Orang itu jalah kau !". Lie It kembali tersenjum meringis.

   "Aku ?", tanjanja. Tentu sekali, hal ini ia telah mengetahuinja.

   "Wan Djie mengatakan kaulah seorang jang berkepandaian tinggi ", kata pula Tiangsoen Tay.

   "Setiap hari dia meng-harap2 kepulanganmu. Dia pun memikir untuk mendengar suara khim-mu serta membatja sjairmu ". Lagi2 Lie It bersenjum meringis.

   "Tapi dia mengetahui jang aku tidak bakal kembali", katanja.

   "Akan tetapi untuk keberuntungannja seumur hidup, aku hendak mengasi nasihat padamu, biar bagaimana, kau harus pulang untuk menemui dia sekalipun untuk satu kali sadja ". Paras mukanja Lie It mendjadi putjat.

   "Tidak, tidak, saudara Tay,"

   Katanja, suaranja gemetar.

   "Kau dengar, aku tidak bisa! tidak bisa ...!". Sebenarnja hendak ia memberitahukan Tiangsoen Tay sebabnja kenapa ia tidak dapat menikah dengan Siangkoan Wan Djie, karena ia sudah mendjadi suami-isteri dengan Tiangsoen Pek, tetapi Tiangsoen Tay telah mendahului ia.

   "Djangan kau menolak dulu! Kau biarkan aku bitjara!", mendadak suaranja pengawal pribadi dari Boe Tjek Thian ini mendjadi keras. Itulah tanda tergeraknja hatinja. Lie It tertjengang, karenanja, ia berdiam.

   "Aku tahu bahwa kau sebenarnja sangat menjukai Wan Djie ", kata Tiangsoen Tay, melandjuti.

   "tetapi karena sekarang ia telah mendjadi penulisnja Thian-houw, kau djadi membentji dia, membentji dengan sangat ". Dengan tjepat Lie It menggeleng kepala.

   "Bukan, bukan !", ia menjangkal. Memang mulanja ia membentji, tapi sesudah berselang banjak tahun, kebentjiannja itu bujar lenjap.

   "Aku bukan hendak mengandjurkan kau nikah dia ", kata Tiangsoen Tay pula.

   "Tapi kau harus ketahui bahwa dia lagi menantikan kau. Kau lihat, inilah suratnja jang ia minta aku menjampaikannja padamu. Dia kata dia mempunjai sjair, jang dulu hari kau sangat menjukainja. Dia menulis pula itu dengan tangannja sendiri. Dia tanja apakah kau masih ingat atau tidak ". Tiangsoen Tay menjerahkan surat jang ia katakan itu dan Lie It menjambuti, untuk terus dibuka dan dibatja. Memang itulah sjairnja Wan Djie jang dulu hari itu, tentang "daun2 baru rontok ditelaga Tong Teng". Tentu sekali, ia ingat sjair itu. Ketika ia bertemu pula dengan Wan Djie habis merantau. Wan Djie pernah membatjakan untuknja. Sekian lama ia ingat sjair itu, tidak berani ia membatjanja diluar kepala, sekalipun ditempat dimana tidak ada orang lain, sampai hari ini ia membatja pula dalam tulisannja si nona sendiri. Ia mendjadi berduka, hingga ia menghela napas. Tanpa merasa, delapan tahun telah berselang "Sekarang kau telah mengerti djelas, bukan ?", kata Tiangsoen Tay perlahan.

   "Semendjak lama itu terus ia menantikan kau. Djikalau dia tidak dapat balasan kabar dari kau, dia pasti tidak bakal dapat menikah. Umpama kata benar kau tidak dapat nikah ia, sudah seharusnjalah djikalau kau membagi kabar kepadanja, agar ia dapat ketahui, supaja ia puas. Djikalau kautidak pulang, bukankah kau seperti djuga membikin tjelaka ia seumur hidupnja ?". Tiangsoen Tay djudjur dan polos, apa jang dia pikir, dia utjapkannja. Lie It tergerak oleh kedjudjuran itu. Kata2-nja pun memang benar dan mengenai djitu hatinja. Ia pun ingat Wan Djie pernah memberitahukannja bahwa Tiangsoen Tay samar2 menaruh hati terhadapnja. Maka ia kata didalam hatinja.

   "Tiangsoen Tay mengadjukan dirinja meminta Boe Tjek Thian mengutus dia pergi keperbatasan, kiranja itu bukan melulu untuk Wan Djie hanja djuga untuk kepentingannja pribadi ". Maka ia lantas memberikan djawabannja.

   "Aku tidak bakal kembali ke Tiang-an, kau sadja jang pulang, untuk memberi balasan kepadanja. Kau bilangi dia, seandainja dia bertemu orang jang dia penudju, aku harap sukalah dia lekas menikah untuk mendirikan rumah-tangga. Kau kata dia mempunjai urusan penting untuk mana dia perlu mentjari aku. Adakah itu karena ia ingin mendapat keputusan dari aku ? Baiklah ! Kau kasi tahulah padanja, sedjak delapan tahun jang lalu aku sudah mendo'a kepada Thian, memohon dia diberi perlindungan, supaja dia dapat seorang jang dipenudju olehnja !". Tiangsoen Tay heran hingga ia mendjadi bingung.

   "Aku tidak mengerti kau ", katanja.

   "Wan Djie sangat berdahaga ingin menemui kau, kenapa kau sebaliknja tidak suka menemui dia? Tentang urusan penting jang ia sebutkan itu, aku sendiri tidak tahu apa adanja, apa jang aku tahu jalah dia setiap hari bertambah lesu dan tiada semangat ...".

   "Kenapa aku tidak mau menemui dia ?", kata Lie It perlahan, bagaikan mendumal.

   "Kenapa aku tidak mau menemui dia ?". Mendadak ia madju setindak, mentjekal kedua tangannja Tiangsoen Tay keras2. Ia kata.

   "Ada satu hal jang kau belum ketahui! Diantara kita tidak ada hubungan satu pada lain, aku tidak dapat memberi kabar apa2 kepadamu! Kau tahu, dengan adik Pek aku sudah menikah dan sampai sekarang ini sudah delapan tahun lamanja !". Tiangsoen Tay heran, terperandjat, tubuhnja gemetar.

   "Apa ?", ia menegaskan.

   "Kau telah menikah dengan si Pek?".

   "Benar!", djawab Lie It.

   "Kami menikah dengan menuruti pesan ajahmu, kita melakukannja itu tanpa menanti habisnja waktu berkabung. Sekarang ini anak kami sudah berumur tudjuh tahun !". Achirnja Tiangsoen Tay mendjadi girang, hanjalah ia merasa sedikit likat. Didalam hatinja ia berkata.

   "Aku mengira dia menjintai Wan Djie, kiranja sekarang dialah iparku !". Maka disitu mereka saling memberi hormat, diantara toako den moay-hoe, ipar satu dengan lain. Kemudian mereka djuga saling memberi selamat. ---oo0oo--- "PERGAULAN kau dengan Wan Djie, bila itu dibanding dengan pergaulanku dengannja, ada djauh terlebih lama ", kemudian kata Lie It sambil tertawa.

   "maka itu tentang dia, kau tentunja mengetahui terlebih djelas. Dengan sebenarnja dialah seorang nona jang baik sekali, aku mengharap semoga kamu mendjadi pasangan !". Tiangsoen Tay djengah.

   "Buat omong terus-terang", ia berkata.

   "sebenarnja aku menjintai dia, hanjalah aku kuatir aku tidak tjotjok untuknja. Berselang setengah tahun jang lalu, pada satu kali aku melihat dia lagi berduka. Diam2m aku menanjakan sebabnja kepada Boe Koentjoe. Kau ketahui puteri she Boe itu jalah Boe Hian Song. Sambil tertawa, Boe Koentjoe mendjawab pertanjaanku .

   "Seorang wanita, satu kali dia telah dewasa, dia pasti memikir untuk menikah. Dia sedang berduka, pikirannja lagi kusut, maka djanganlah kau ganggu padanja !".Mendengar disebutnja nama Boe Hian Song, Lie It terkedjut didalam hatinja. Hian Song itu, disampingnja mendjadi wanita gagah jang ia kagumi, dengannja pun ada hubungannja jang sulit. Diantara mereka berdua ada menjelip budi dan penasaran. Hian Song ada dipihak Boe Tjek Thian, tetapi dia baik terhadapnja dan pernah melepas budi. Nona bangsawan itu mendjadi orangnja Thian- houw tetapi dia tidak membentji padanja, bahkan bersimpati dan melindunginja. Pergaulan mereka berdua pun erat sekali. Pernah ia memilih diantara Wan Djie den Hian Song, jang mana satu jang tepat untuk mendjadi isterinja. Ketika itu diantara mereka belum ada Tiangsoen Pek. Tidak di-sangka2, Tiangsoen Pek menjelak diantara mereka dan malah menang djuga! Meski sekarang ia telah beristerikan Tiangsoen Pek, kadang2 ia masih menanja dirinja sendiri, mengapa dulu ia ragu2 dan tidak segera memilih, Wan Djie atau Hian Song. Ia mesti mengakui, ia menikah Tiangsoen Pek bukan melulu disebabkan pesan Tiangsoen Koen Liang. Karena ini, satu waktu ia suka djengah sendirinja terhadap isterinja. Sekarang ini, ia djuga tidak mendapat tahu jang Hian Song telah berada didalam wilajah tanah perbatasan ini, djikalau tidak, pasti hatinja akan djadi tidak tenang.

   "Djadi, menurut nona she Boe itu ", ia berkata.

   "sebenarnja Wan Djiesudah memikirkan soal djodohnja. Sekarang ini, aku lihat, tak perduli kesangsianmu itu, baiklah kau lekas memilih dia dan mengambilnja sebagai isterimu !". Tiangsoen Tay berpikir. Ia kalah tjerdas dari Lie It, ia mendjadi tidak dapat segera menangkap maksud kata2 orang. Baru kemudian ia mengerti.

   "Benar!", pikirnja.

   "Benar Wan Djie lagi memikirkan djodohnja dan karenania dia berada dalam ragu2. Mungkin dia menjintai Lie It, tetapi didalam hatinja itu, sedikitnja aku pun ada ". Sekarang ia mendengar suaranja Lie It, hatinja mendjadi lega. Ia mendjadi girang sekali.

   "Bagaimana dengan Nona Boe ?", kemudian Lie It tanja.

   "Apakah ia pun sudah menikah ?", ia takut menjebut nama Hian Song tetapi ia menjebutkannja djuga. Keras sekali keinginannja mengetahui tentang nona bangsawan jang gagah dan tjantik itu.

   "Aku belum pernah mendengar, mungkin belum ", sahut Tiangsoen Tay.

   "Dia lebih banjak berada diluaran daripada didalam keraton. Benar ia keponakannja Thian-houw, didalam satu tahun, paling djuga satu dua kali ia berada di istana ". Hati Lie It memukul.

   "Usia Hian Song lebih tua beberapa tahun dari pada usianja Wan Djie ", ia berpikir.

   "Sampai sekarang dia masih belum menikah. Mungkinkah dia pun seperti Wan Djie, lagi menunggui aku ?".

   "Aku mendengar dari Wan Djie ", berkata Tiangsoen Tay, jang tidak dapat menduga pikirannja Lie It itu.

   "Thian-houw telah memikir untuk nanti menjerahkan tachta-keradjaan kepada Pangeran Louw Leng Ong, maka kalau itu sampai terdjadi, pemerintah tetap pemerintah kamu kaum Keluarga Lie, karena mana baiklah kau lekas pulang ". Kabar ini jalah kabar diluar dugaan Lie It, tetapi walaupun demikian, ia masih memikir lain.

   "Untukku lebih baik aku tidak pulang !", katanja.

   "Djikalau kau tidak mau pulang, aku pun tidak mau memaksa padamu ", kata Tiangsoen Tay.

   "Akan tetapi, kenapa kau ada bersama dengan ini bangsat tua she Thia? Apakah kau djuga memikir mau pergi menghamba kepada bangsa Turki?".

   "Meski aku menantang pihak Boe atau Keradjaan Tjioe palsu itu, aku masih belum terlalu hina untuk menghamba kepada pihak Turki ", djawab Lie It.

   "Bahwa sekarang aku berada dalam rombongannja Thia Tat Souw, itulah disebabkan aku hendak pindjam tenaga mereka agar aku dapat pergi kedalam istana Turki itu ".

   "Untuk apakah itu ?", Tiangsoen Tay tanja.

   "Untuk keponakan-luarmu ", sahut Lie It. Dengan keponakan luar itu, ia maksudkan anaknja.

   "Kenapakah keponakanku itu ?", tanja Tiangsoen Tay heran.

   "Dia ditjulik pihak Turki itu ", sahut Lie It, jang lantas menuturkan hal ditjuliknja anaknja itu, untuk Khan Turki dapat mempengaruhi dan memaksa ia suka bekerdja sama menjerbu ke Tionggoan. Mendengar keterangan itu, Tiangsoen Tay berpikir.

   "Pantas Wan Djie menjintai pangeran ini. Njata mereka berdua, disamping soal tjinta, mereka mengenal baik urusan, mereka bisa membedakannja mana urusan negara dan mana urusan peribadi, jang mana lebih penting ...".

   
Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tentang pihak Turki hendak menjerbu Tionggoan, siang2 Thian-houw sudah mendapat tahu,"

   Ia memberi keterangan.

   "Sekarang ini tapal batas telah didjaga kuat, djadi tentang penjerbuan itu tak usah dikuatirkan. Jang dibuat menjesal adalah banjaknja orang2 Rimba Persilatan jang murtad serta serombongan menteri2 lama dari Keradjaan Tong, jalah menteri2 jang tidak mengerti selatan, jang telah pada pergi kepada Khan Turki itu. Sepak terdiang mereka itu harus didjaga. Demikian kali ini aku ditugaskan Thian-houw untuk menawan Thia Tat Souw dan Lamkiong Siang. Kau bilang kau membutuhkan tenaga mereka, baiklah, kali ini aku membiarkan mereka hidup dulu ". Mendengar kata2 kau ini, berkata Lie It.

   "Djikalau tidak keliru maka rupanja Thian Ok Toodjin bersama Biat Touw Sin-koen beramai sudah pergi menghamba pada Khan Turki. Menurut apa jang aku tahu, ilmu silat mereka itu liehay, mereka tidak dapat dipandang enteng, mungkin tiga pahlawannja Boe Tjek Thian bukanlah tandingan mereka ".

   "Bahwa Thian-houw ada mengirim lain orang atau tidak, aku tidak tahu ", kata Tiangsoen Tay.

   "Kali ini aku datang tjuma ber-sama2 Pek Goan Hoa ". Lie It memikir untuk menanja lebih djauh, umpamanja halnja Boe Hian Song, akan tetapi mendengar Tiangsoen Tay membilang demikian, ia batal.

   "Bagaimana dengan si Pek ?", kemudian Tiangsoen Tay tanja.

   "Dimana ia sekarang ".

   "Aku tidak ingin ia menempuh bahaja, dari itu aku tinggalkan dia di Thian-san,"

   Lie It mendjawab.

   Tiangsoen Tay lantas menanja pula, tentang selama delapan tahun keadaan Lie It serta Tiangsoen Pek, adiknja itu.

   Pertanjaan itu didjawab rapi oleh Lie It, maka itu, lega hatinja.

   Ia tjuma menjesal atas kematian ajahnja, hingga ia tidak dapat bertemu pula sama orangtua itu, hingga ia tidak dapat merawatinja djuga.

   ---oo0oo--- KETIKA itu, sang fadjar sudah tiba.

   Beberapa ekor burung nasar terlihatbeterbangan diatasan tenda, terbangnja terdengar njata.

   Untuk penduduk padang rumput, burung2 itu adalah suatu pertanda, seperti di Tionggoan orang mendengar berkokoknja ajam djago.

   Jalah tandanja sang malam sudah lewat dan bakal diganti sang pagi atau siang.

   "Sekarang sudah siang, aku harus pergi ", kata Tiangsoen Tay habis memandang ke sekelilingnja.

   "Bagaimana dengan sepak-terdjangmu selandjutnja?", Lie It tanja.

   "Per-tama2 aku mesti pergi mentjari Pek Goan Hoa ", sahut Tiangsoen Tay.

   "Habis itu, ada kemungkinan aku pun akan pergi ke kotaradja Khan Turki. Djikalau tugasku sudah selesai, aku memikir pergi ke Thian-san mendjenguk kamu ". Lie It tidak bilang apa2 lagi, maka kedua sanak ini lantas berpisahan satu dari lain. Lie It mengantar sampai diluar tenda, untuk membantu melihat dulu diantara situ ada lain orang atau tidak. Mereka tidak melihat tapak kaki orang, dari Pek Goan Hoa pun tidak kedapatan. Lie It heran, pikirnja.

   "Orang pandai itu menolongi Pek Goan Hoa, dia tidak memperdulikan Tiangsoen Tay, apa mungkin itu disebabkan dia ketahui adanja hubungan kita berdua dan bahwa aku bakal menanjakan sesuatu kepada iparku ini ?" ---oo0oo--- HABIS mengantarkan iparnja, Lie It lantas kembali kedalam tenda. Sekarang ia periksa tubuhnja Thia Tat Souw dan Lamkiong Siang. Dua2 mereka telah terkena Bwee-hoa-tjiam, jaitu djarum Bunga Bwee, pada djalan darah kwan-goan-hiat dan hong-hoe-hiat masing2. Sulit untuk mentjabut djarum itu, untuk itu dibutuhkan besi berani dan besi itu ia tidak mempunjai.

   "Thia Tat Souw ahli menotok djalan darah, mungkin dia membekal besi berani,"

   Pikir Lie It kemudian.

   Maka ia lantas memeriksa kantung kulitnja orang she Thia itu.

   Untuk leganja hatinja, ia mendapatkan besi itu.

   Tepat Lie It hendak menolongi Thia Tat Souw mendadak ia mengubah pikirannja.

   Ia ingat Lamkiong Siang.

   Dia ini perlu ditolong terlebih dulu.

   Maka ia membukai bidju orang.

   Ia mendapat kenjataan Lamkiong Siang terserang dua batang djarum.

   Mungkin si penjerang berkuatir, sebatang djarumnja tidak tjukup, ia menggunai dua buah djarum.

   Djarum itu sangat halus.

   Dengan besi berani itu, Lie It berhasil mentjabut kedua batang djarum.

   Lamkiong Siang tidak lantas mendusin, maka itu, menggunai ketika itu, ia membuatnja kedua lubang luka itu mendjadi sedikit besar, hingga mendiadi seperti satu luka, setelah itu, sebatang djarum ia tusukkan kepada djalan darah giok-liong-hiat di bawahan iganja sendiri.

   Ia sengadja membuat tusukan meleset, supaja ia tidak mendjadi kurban dan roboh sendiri karenanja.

   Baru sesudah itu, ia menotok menjadarkan orang jang pingsan sekian lama itu.

   Lamkiong Siang mendusin untuk lantas mendjadi heran.

   Ia melihat Lie it disisinja dan sebaliknja Tiangsoen Tay tidak ada.

   "Sebenarnja apakah sudah terdjadi ?", ia bertanja.

   "Kita telah dibokong orang ". Menjahut Lie It.

   "Apakah kau danat melihat mukanja orang itu ?", Pangeran ini bersandiwara.

   "Tidak ", sahut Lamkiong Siang.

   "Ketika aku roboh ", Lie It berkata.

   "samar2 aku merasa ada orang datang masuk kemari, lalu setelah itu, aku tidak ingat apa djuga ". Lam-kiong Siang bersangsi.

   "Saudara Lie ", katanja.

   "kepandaian kau djauh lebih liehay daripada aku. Aku sendiri, aku merasa, begitu aku dibokong, begitu aku tidak sadarkan diri ". Habis berkata begitu, reda ketjurigaannja Lamkiong Siang. Ia lantas ingat bahwa Lie It ada orang dari pihak Keradjaan Tong, sebagai pangeran, tidak mungkin dia membantu musuh. Lie It berkata.

   "Selama diperdjalanan, agaknja Thia Loo-pangtjoe mentjurigai aku, tetapi aku ingin, sebelum sampai ketikanja, untuk terus menjembunjikan diri, oleh karena itu, saudara Lamkiong, aku minta kau tetap memegang rahasia dulu ". Lamkiong Siang setudju, ia memberikan djandjinja.

   "Itulah benar ", bilangnja. Ia girang sekali Lie It begitu pertjaja padanja. Hanja, sedjenak kemudian, ia berpikir djuga.

   "Mungkinkah, karena ada hubungannja diantara ia dan ajahnja Tiangsoen Tay, dan karena ia kuatir nanti dibikin tjelaka oleh Thia Toako, ia sengadja membokong aku, supaja ia mendapat ketika untuk melepas Tiangsoen Tay kabur? Kalau dugaanku ini benar, sebenarnja dapat ia mendjelaskan kepadaku, belum tentu aku suka membikin tjelaka orang she Tiangsoen itu ...". Sampai disitu, Lie It baru menolongi Thia Tat Souw. Pangtjoe ini benar liehay, baru sadja dua djarum didjalan darahnja itu ditjabut, dia sudah sadar sendirinja. Dia tidak menanti Lie It menotok bebas padanja. Dengan satu gerakan membalik tubuh, lantas sadja dia melompat bangun, hanja sambil berdiri itu, dia menjambar tangannja Lie It, guna mementjet nadinja. Lamkiong Siang mendjadi kaget sekali.

   "Toako, kau mau bikin apa ?", ia menanja ketua itu. Biarpun ia mentjurigakan Lie It, untuk hari depannja, ia tetap berada dipihaknja pangeranini. Dengan kepandaian jang ia miliki, Lie it dapat berkelit atau berontak dari samberan atau tjekalan itu, akan tetapi ia sengadja tidak melawan, ia membiarkan tangannja kena ditangkap. Ia djusteru mengasi lihat roman kaget dan berkuatir.

   "Toako ! Toako ! aku mau membebaskan totokanmu ...", ia kata, suaranja dibikin parau. Thia Tat Souw tertawa dingin. Ia lantas merobek badjunja pangeran itu. Maka ia lantas dapat melihat lubang djarum disamping djalan darah giok-liong- hiat.

   "Oh, kiranja kau pun kena dibokong !", dia kata. Ketjurigaannja lantas sedikit reda.

   "Memang ada orang luar membokong kita ", kata Lamkiong Siang.

   "Selagi aku pingsan aku mendengar suara orang berbitjara tjuma tidak njata ". Thia Tat Souw pun lantas berpikir.

   "Memang dia terlebih liehay daripada Lamkiong Siang tetapi djikalau dia mau membokong aku, kepandaiannja pastilah tidak tjukup ". Maka ia lantas melepaskan tjekalannja. Sebaliknja, ia lantas membentak kawannja .

   "Lamkiong Siang, mari !". Kawan itu kaget.

   "Toako ! Toako !", katanja.

   "Aku djuga kena dihadjar djarum musuh !".

   "Mari kasi aku lihat"

   Kata Tat Souw, jang merobek badjunja ketua muda itu. Habis memeriksa, ia mengangguk dan terus berkata.

   "Tidak salah, djalan darah hong-hoe-hiatmu terkena djarum Bwee-hoa-tjiam! Oh, sungguh liehay djarum itu !".

   "Sjukur Pangtjoe membekal besi berani ", berkata Lie It.

   "Menjesal kepandaianku tidak tjukup, maka itu aku berhasil mentjabut djarum dengan melukai kulit dipinggirannja."

   Sengadja pangeran ini berkata demikian supaja Tat Souw tidak bertjuriga karena lukanja Lamkiong Siang lebih besar dari biasanja.

   "Kau mengerti tjara menggunai besi berani, kau pun dapat membebaskan totokan, kaulah seorang ahli !", berkata pangtjoe itu. Ia lantas mendjumput empat batang djarum, jang tadi Lie It letaki ditanah, untuk diawasi.

   "Apakah kamu dapat melihat wadjah musuh ?", ia tanja selang sesaat.

   "Aku tjuma mendengar suaranja, lantas aku tak sadarkan diri ", menjahut Lamkiong Siang. Begitupun djawaban Lie It.

   "Sungguh malu ...! ", kata Tat Souw dalam hatinja. la ingat, ia lebih liehay banjak daripada Lamkiong Siang dan Lie It itu. Ia heran, kenapa mereka mendengar suara sebaliknja ia tidak ? Hal ini dapat menimbulkan ketjurigaan. Tapi Lie It telah mengatur baik sandiwaranja. Pula Tat Souw lantas berpikir pula.

   "Musuh datang membokong, sudah tentu akulah jang diarah paling dulu, baru Lamkiong Siang dan Siangkoan Bin. Aku diserang dengan dua batang djarum, mereka masing2 dengan sebatang. Siangkoan Bin sangat gesit, dia sempurna ilmunja ringan tubuh, maka dia kena terhadjar meleset ", Karena, berpikir demikian, lenjaplah ketjurigaannja. Ia pertjaja, setelah berpengalaman puluhan tahun, dugaannja ini tidak akan meleset. Maka diachirnja ia tertawa.

   "Sjukur musuh pembokong itu belum mahir kepandaiannja menggunai djarum rahasia !", ia berkata.

   "Lihat, djarum jang menjerang saudara Siangkoan tjuma mengenai pinggirannja djalan darah giok-liong-hiat! Djikalau tidak demikian, siapa nanti dapat menolong menjadarkan kita ? Sikapku barusan, saudara Siangkoan, disebabkan aku ingin membuat pemeriksaan, maka itu, aku harap tidaklah kau buat banjak pikiran ".

   "Tidak apa, tidak nanti aku buat pikiran ", menjahut Lie It, jang hatinja lega tidak terkira. Thia Tat Souw berkata begitu untuk menghibur dirinja sadja. Ia telah periksa empat batang djarum Bunga Bwee itu, jang pandjangnja tjuma tudjuh atau delapan hoen, dibanding dengan djarum mendjahit biasa, masih terlebih ketjil, maka orang jang dapat menggunai itu mesti liehay tenaga-dalam serta latihannja. Pula djarum itu digunai dalam djarak sedikitnja diluar tiga tombak. Djikalau itu digunai dalam djarak tak ada tiga tombak, mesti si penjerang kepergok. Ia sendiri, pasti ia tidak sangaup menimpuk demikian sempurna. Sampai sebegitu djauh ia pertjaja betul, ialah tukang menjerang djalan darah paling djempol, tak ada tandingannja, siapa njana sekarang ada orang jang melebihkannja ! Karenanja, ia kaget, hatinja gentar.

   "Pembokong itu boleh dianggap sebagai tukang menjerang djalan darah jang liehay, sajang senak terdjangnja bukan sepak terdjang seorang laki2 !", katanja pula.

   "Sajang aku tidak tahu siapa dia, djikalau tidak, ingin sekali aku men-tjoba2 dengannja !".

   "Tunggu sadja nanti setibanja kita di kotaradja Khan Turki ", kata Lam-kiong Siang.

   "Disana kita, boleh minta keterangan dari Thian Ok Toodjin dan Biat Touw Sin-koen, mungkin mereka itu mendapat tahu ".

   "Kau benar,"

   Kata Tat Souw.

   "Baiklah, mari kita berangkat sekarang !". Lamkiong Siang dan Lie It lantas bekerdja, untuk membongkar tenda mereka, setelah mana, terus mereka berangkat. ---oo0oo--- MEREKA baru djalan selintasan tatkala dipadang rumput disebelah depan tampaktiga penunggang kuda mendatangi dengan tjepat, hingga lantas terlihat tegas dua jang djalan dipaling depan jalah dua orang Han.

   "Bagus betul !", teriak Thia Tat Souw gusar.

   "Kamu berani menghina pula kepada tuanmu !". Dan kata2-nja ini diiring dengan ajunan setelah tangannia, menerbangkan dua potong thie-lian-tjie atau Teratai Besi kearah kedua orang itu. Dua orang itu melompat melesat dari atas kudanja.

   "Thia Toako!", mereka berteriak hampir berbareng.

   "Apakah toako sudah tidak mengenali siauwtee?"

   Sementara itu, penunggang kuda jang ketiga, jang telah sampai diantara mereka, adalah seorang opsir Turki. Tat Souw melengak. Ia sekarang telah melihat njata dan mengenali dua orang itu.

   "Kamu toh Hong Bok Ya dan Tjiok Kian Tjiang?", ia menanja.

   "Benar!", djawab kedua orang itu, jang berdandan sebagai boesoe.

   "Kita sudah tidak pernah bertemu selama sepuluh tahun lebih, kiranja toako masih mengenali kami!". Tat Souw mengawasi mereka itu dengan ia membuka lebar matanja.

   "Kabarnja kamu mendapat kedudukan bagus dibawah perintahnja Boe Sin Soe ", katanja.

   "kenapa sekarang kamu datang kemari? Mungkinkah kamu bekerdja untuk Boe Tjek Thian untuk mengundang aku si orang tua?". Hong Bok Ya tertawa.

   "Aku mewakilkan Khan Turki jang agung memapak kau, toako!", dia menjahut.

   "Kami tidak mempunjai sangkutan apa2 dengan Boe Tjek Thian! Ah, mari perkenalkan! Inilah Kochar, baturu dari Khan Turki jang agung!". Ia memperkenalkan si opsir Turki itu, jang kedudukannja sebagai baturu itu, opsir utusan radjanja. Kedua pihak saling memberi hormat.

   "Toako ", Hong Bok Ya berkata pula, habis memandang Lamkiong Siang dan Lie It.

   "kedua sahabat ini rasanja siauwtee pernah ketemu, hanja maaf, sesaat ini aku tidak ingat kapan dan dimana pernah bertemunja ...". Hong Bok Ya dan Tjiok Kian Tjiang mendjadi djago2 dari Tjeng Shia Pay dan Ban Seng Boen, didalam dunia Rimba Persilatan, nama mereka kesohor, pada sepuluh tahun jang lampau, pernah mereka melakukan pekerdjaan sebagai begal tunggal, akan tetapi karena pandainja mereka membawa diri, perbuatannja itu sedikit orang jang mendapat tahu. Ketika itu Thia Tat Souw mendjadi pemimpin Rimba Persilatan di lima propinsi Utara, mereka kedua pihak kenal satu pada lain. Maka itu, dengan lantas mereka saling mengenali. Tat Souw jalah seorang jang banjak pengalamannja, melihat kedua sahabat itu, ia lantas berpikir.

   "Telah lama aku mendengar bahwa mereka ini sudah menghamba kepada Boe Sin Soe, dari itu djikalau mereka tengah diutus Boe Tjek Thian, tidak nanti sekarang mereka ada bersama opsir Turki ini. Didalam sini mesti ada sebabnja. Mereka menanjakan Lamkiong Siang dan Siangkoan Bin, teranglah itu disebabkan mereka tidak sudi bitjara dihadapan Lamkiong Siang berdua ". Maka ia lantas mendjawab.

   "Inilah Hoe-pangtjoe Lamkiong Siang. Dan ini saudara Siangkoan Bin, seorang sahabat baru keponakannja See-tay Sie-long Siangkoan Gie dari pemerintah jang lama ".

   "Ja ...", kata Lamkiong Siang.

   "Pada delapan tahun dulu, selama dalam tangsi Sin Boe Eng di Tiang-an, aku rasa pernah bertemu sama kedua tuan. Ketika itu tuan2 tengah mengikuti Boe Sin Soe mengundjungi Tjongkoan Lie Beng Tjie. Akulah jang mendjadi pengawal pintu itu waktu ". Tatkala itu Lamkiong Siang masuk dalam Sin Boe Eng untuk mentjoba membunuh Boe Tjek Thian, Hong Bok Ya dan Tjiok Kian Tjiang sebagai orang2-nja Boe Sin Soe lagi melindungi ratu itu, karenanja mereka sedang bekerdja untuk tudjuan masing2. Sekarang mereka bertemu disini, kedua pihak lantas sama2 tertawa.

   "Sebaliknja aku tidak ingat dimana pernah bertemu sama tuan2

   ", berkata Lie lt. Ia berlagak pilon. Sebenarnja ia pernah menemui mereka pada sepuluh tahun jang lampau, sebelum ia meninggalkan kotaradja. Satu kali kedua orang itu turut Boe Sin Soe pergi ke istana menghadap Boe Tjek Thian, Lie It berada didalam istana, maka mereka bertemu satu pada lain. Sekarang Lie It heran, ia kata didalam hatinja.

   "Mustahilkah mata mereka tadjam luar biasa? Dulu-hari itu aku masih belum dewasa dan sekarang aku pun telah mengubah parasku, setelah berselang sepuluh tahun lebih, sedang dulu kita tidak berbitjara satu dengan lain, benarkah mereka masih mengenali aku? Mungkinkah mereka tjuma men-duga2 sadja disebabkan pengalaman mereka jang luas ".

   "Saudara Siangkoan gagah ", kata Hong Bok Ya sembari tertawa.

   "Melihat kau, orang lantas merasa kagum, dari itu, meski dulu kita belum pernah bertemu satu dengan lain, sekarang toh kita ada diantara orang sendiri. Aku girang sekali bertemu sama kenalan lama dan sekarang mendjadi kawan!".

   "Tuan2, mengapa tuan2 ketahui jang aku si orang tua telah datang kemari?", Tat Souw tanja.

   "Selama didalam istana Khan jang agung kami telah bertemu dengan Yang Thay Hoa, muridnja Pek Yoe Siangdjin ", djawab Tjiok Kian Tjiang.

   "Katanja pangtjoe telah minta perantaraannja memberi warta kepada Guru Besar Matu dan bahwa dua hari lagi pangtjoe bakal tiba. Hal itu membuatku girang sekali, karena siauwtee ingin sekali segera bertemu sama toako. Lantas siauwteemengadjak saudara ini datang memapak ".

   "Aku berterima kasih jang Guru Besar Matu demikian baik hati ", kata Tat Souw.

   "Apakah Pek Yoe Siangdjin sendiri sudah tiba disana?".

   "Belum, tetapi kabarnja ia akan sampai dalam ini satu-dua hari ", djawab Kian Tjiang. Mendengar pembitjaraan itu, Lie It terkedjut. Ia kata didalam hatinja .

   "Pek Yoe Siangdjin ber-sama2 Thian Ok Toodjin dan Biat Touw Sin-koen jalah jang dikenal sebagai 'Hek-Gwa Sam-Hiong'. Pek Yoe terlebih liehay daripada dua jang disebut belakangan ini. Dengan mereka turut pihak Turki itu, siapa nanti dapat mengalahkan mereka ?".

   "Kapankah akan dibikin pertemuan besar antara pelbagai boesoe dikota radja?", kemudian Tat Souw menanja pula.

   "Tanggal itu telah ditetapkan, jalah lagi tiga hari", djawab Tjiok Kian Tjiang.

   "Aku djusteru menguatirkan toako tidak keburu sampai diwaktunja jang tepat ".

   "Aku sudah tua ", kata Tat Souw, tertawa.

   "Kedatanganku ini untuk membantu meramaikan sadja. Biarlah mereka, anak2 muda, menggunai ketikanja ini untuk menundjuki kepandaian mereka, guna mereka mengeluarkan selaksa anak !". Kata2

   "mengeluarkan selaksa anak"

   Itu ada kata2 kaum Kang-ouw, artinja mengangkat nama. Demikian mereka berdjalan bersama. Hong Bok Ya berdjalan berendeng dengan Lie It.

   "Saudara ", ia berkata pada pangeran itu.

   "Pamanmu terkenal untuk ilmu suratnja, kau sendiri memahamkan ilmu silat dan bergaul sama saudara2 dari dunia Kang-ouw, sungguh itulah hal jang luar biasa. Menurut saudara Lamkiong, saudara mempunjai ilmu silat pedang jang liehay, entah siapakah guru saudara ?". Saudara Lamkiong itu tjuma sengadja meng-angkat2 namaku ", sahut Lie It merendah.

   "Jang benar aku beladjar beberapa djurus sambil lalu sadja. Aku tidak berani menerima pudjian itu ".

   "Puterinja Siangkoan Taydjin terhitung kakak-beradik dengan kau, saudara Siangkoan ", berkata pula Hong Bok Ya.

   "Dalam beberapa tahun ini ia telah mendapatkan kepertjajaannja Thian-houw. Pernahkah saudara bertemu dengannja ?". Mendengar disebutnja nama Wan Djie, dengan sendirinja air muka Lie It mendjadi guram. Dengan tidak gembira, ia menjahut.

   "Meskipun benar kami terhitung kakak-beradik, sekarang ini kami mengambil djalan masing2, karena tudjuan kami berlainan, berlainan pula perdjalanan kami. Semendjak dia masuk ke dalam keraton, sudah lama kami tidak saling bertemu ". Hong Bok Ya mengangguk.

   "Nona Siangkoan, nona tjerdik pandai didjaman ini, sajang ia tidak insaf akan suasana ", ia berkata.

   "Ia telah merubah sikapnja dan sekarang ia menghamba kepada musuh. Tidak heran, saudara, djikalau kau mendjadi berduka karenanja ". Kemudian Tjiok Kian Tjiang djuga mendekati Lie It, untuk berbitjara. Seperti Hong Bok Ya, dia pun mengeluarkan kata2 jang memantjing. Akan tetapi Lie It mengetahuinja kedudukannja, ia berlaku waspada, ia berbitjara dengan ber-hati2. Maka itu, meski mereka itu bertjuriga, mereka tidak menemukan sesuatu jang dapat menguatkan ketjurigaannja itu. Pada magrib hari itu, rombongan ini telah tiba di hilir sungai Koshalar, maka Hong Bok Ya lantas berkata .

   "Masih ada perdjalanan setengah hari untuk sampai di kotaradja Khan jang agung, karena itu tak usahlah kita terlalu ter-gesa2

   Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   ". Maka itu, mereka lantas berhenti, untuk memasang tenda. Baru mereka habis bersantap, hari sudah mulai gelap. Malam itu, rembulan indah sekali, pemandangan alam dipadang rumput sangat mengiurkan hati. Karena itu, mereka tidak lantas masuk tidur hanja ber-djalan2 diatas rumput. Hanjalah mereka berpisah rombongan, jaitu Thia Tat Souw bersama Hong Bok Ya dan Tjio Kian Tjiang, sedang Lie It bersama Lamkiong Siang. Mereka berdjalan dengan perlahan akan tetapi selang sekian lama, mereka berpisahan hingga kedua pihak tidak melihat lagi satu pada lain.

   "Thia Pangtjoe agaknja sangat bertjuriga,"

   Kata Lie It.

   "Demikian tadi malam hampir ia menjangka akulah jang menggunai djarum rahasia itu ".

   "Selama belasan tahun dia di-kepung2 orangnja Boe Tjek Thian ", kata Lamkiong Siang.

   "didalam dunia Kang-ouw ini, dia hampir tidak mempunjai tempat untuk memernahkan diri, tidak heran djikalau dia mendjadi sangat bertjuriga ". Dimulut, sahabat ini berkata demikian, didalam hatinja, ia memikir lain. Didalam hatinja itu ia mengatakan .

   "Aku sendiri, djikalau bukannja aku ketahui kaulah anggauta keluarga kaisar, bahwa kaulah musuhnja Boe Tjek Thian, aku pun pasti mentjurigai kau ...". Sekian lama mereka berbitjara dari hal lainnja, achirnja Lamkiong Siang berkata.

   "Sekarang sudah mulai larut malam, marilah kita kembali ".

   "Sukar didapat malam seindah ini, aku belum berniat tidur ", sahut Lie It.

   "Kalau kau ingin beristirahat, pergilah kau beristirahat terlebih dulu ".

   "Thian-hee, kaulah seorang sastrawan, beda dengan aku jang tidak mengerti akan keindahan malam jang berbulan-purnama ini ", berkata Lamkiong Siang.

   "Baiklah, akan aku pulang lebih dulu, sekalian aku nanti merapikan tempat tidurmu ". Lie It mengutjap terima kasih.---oo0oo--- SEBERLALUNJA kawan itu, ia mendjadi kesepian, pikirannja mendjadi tidak tenang. Ia berdjalan terus hingga tanpa merasa ia telah pergi djauh, sampai ditepi sungai dimana ada pepohonan jang lebat. Djusteru itu, kupingnja mendengar suara orang bitjara dengan perlahan. Ia heran. Tanpa merasa, ia memasang kupingnja.

   "Thia Toako ", demikian ia dengar.

   "Kau masih belum tahu, disini ada suatu rahasia jang besar ". Itulah suaranja Hong Bok Ya.

   "Heran, apa jang mereka bitjarakan ", pikir pemuda bangsawan ini. Ia bisa mendengar tegas suara orang.

   "Baiklah aku mendengari lebih djauh, untuk mendapat tahu rahasia itu rahasia apa ". Maka ia lantas mendekam dibelakang sebuah tanah mundjul dimana ia lantas memasang kupingnja.

   "Rahasia apakah itu ?", terdengar Tat Souw menanja.

   "Toako tahu, negara itu negaranja si orang she Boe atau si orang she Lie ?", Hong Bok Ya balik menanja.

   "Bagaimana itu ? Mungkinkah, setelah beberapa tahun aku meninggalkan Tionggoan, disana telah terdjadi sesuatu perubahan ?", Tat Souw menanja pula.

   "Toako tahu, sekarang ini Boe Tjek Thian sudah menerima baik saran dari Tek Djin Kiat, ia telah menetapkan bahwa keradjaan bakal diwariskan kepada puteranja jaitu Lie Hian jang sekarang ini mendjadi Pangeran Louw Leng Ong. Maka itu, Tionggoan, sekarang ini masih tetap kepunjaan kaum Keluarga Boe, lalu nantinja akan kembali mendjadi miliknja Keluarga Lie ". Mendengar keterangannja Hong Bok Ya itu, Lie It tidak mendjadi heran. Untuknja, itulah bukannja rahasia. Hal itu ia telah mendengarnja dari Tiangsoen Tay. Thia Tat Souw sebaliknja heran, hingga ia mengasi dengar tertawanja jang dingin.

   "Boe Tjek Thian benar2 tolol !", katanja.

   "Apakah mungkin dia menganggap anak lebih erat daripada keponakannja. Kenapa dia tidak mau memikir bahwa negara itu dia merampasnja dari tangan Keluarga Lie dan bahwa peristiwa itu untuk pihak Keluarga Lie adalah hal jang memalukan dan menjakiti hati? Bukankah banjak sekali orang bangsawan dan menteri2 jang terbinasa ditangannja?. Apakah dia tidak tahu bahwa musuhnja banjak sekali dan semua musuh itu bakal menuntut balas ? Mungkin dia sendiri dapat menjelamatkan dirinja akan tetapi bagaimana dengan sanak keluarganja she Boe ? Aku pertjaja mereka itu tentulah sukar terluput dari bahaja djiwa ". Ia hening sedjenak, lantas ia menanja .

   "Kamu berdua, bukankah kamu berkuatir penundjangmu nanti roboh maka kamu hendak mentjari penundjang jang baru ?". Tjiok Kian Tjiang tertawa, ia berkata .

   "Toako, aku hendak bitjara, aku tidak takut kau nanti mentertawainja. Bukankah toako sendiri djuga bukan dengan sesungguhnja hati hendak mendjadi menteri setia dari kaum Keluarga Lie ?".

   "Aku belum pernah makan gadji dari Pemerintah Tong, bolehlah aku tak usah membela mati2-an padanja ", menjahut Tat Souw, jang pun omong terus terang.

   "Tetapi karena Boe Tjek Thian mendesak aku sampai aku tidak dapat djalan keluar, terpaksa aku mesti memilih, hendak aku menundjang kepada kaum Keluarga Lie agar dia dapat mendjadi kaisar ".

   "Itu benar !", Kian Tjiang bilang.

   "Sebenarnja tidak perduli siapa mendjadi kaisar, si orang she Lie atau si orang she Boe, dua2-nja baik asal mereka djangan memusuhkan kita ! Tentu sekali terlebih baik pula djikalau mereka suka memberikan kita pangkat tinggi dan kedudukan mulia ".

   "Benar, kau bitjara tjotjok denaan hatiku !", berkata Tat Souw.

   "Djikalau demikian adanja, toako, tidak takut kami omong dengan se-benar2-nja kepada toako ", berkata Hong Bok Ya.

   "Sebetulnja sekarang ini kami datang kemari atas titahnja Pangeran Goei Ong. Djikalau nanti tentara Turki sudah menjerbu ke Tionggoan, Goei Ong sudi bekerdja sama, untuk menjambut dari dalam ".

   "Apakah kau omong benar ?", Tat Souw tanja.

   "Kenapa tidak benar ?", membaliki Hong Bok Ya.

   "Benar!, Goei Ong mendjadi keponakannja Boe Tjek Thian akan tetapi dia pun mesti memikirkan kepentingannja sendiri. Boe Tjek Thian hendak mewariskan tachta-keradjaan kepada puteranja, habis apakah pengharapannja Goei Ong? Maka itu asal Khan Turki suka berdjandji akan mengangkat dia mendjadi kaisar, dia tidak segan2 untuk menentang dan menterbaliki Boe Tjek Thian ". Inilah baharu rahasia, maka itu, mendengar keterangannja Hong Bok Ya itu, tubuh Lie It mendjadi bergemetar sendirinja. Ia menganggap, perbuatannja Goei Ong itu berbahaja dan hina. Thia Tat Souw tertawa untuk keterangannja Hong Bok Ya itu.

   "Untuk Boe Tjek Thian. itulah jang dinamakan, orang banjak berontak, sanak sendiri mentjeraikan diri !", ia berkata.

   "Ha! Sungguh aku tidak menjangka bahwa kamu berdua jalah utusan rahasia dari Boe Sin Soe !".

   "Sekarang ini Khan Turki sudah memberikan djawabannja jang menerima baik permintaan atau sjarat dari Goei Ong itu. Kita tinggal menanti sadja saatnja Khan mulai menggeraki angkatanperangnja. Satu hal aku mau minta perhatian toako. Ketua muda toako itu, Hoe- pangtjoe Lamkiong Siang, ber-tjita2 membangun pula Keradjaan Tong, maka itu rahasia kita ini tidak dapat diberitahukan kepadanja ".

   "Sebenarnja Lamkiong Siang pertjaja sekali padaku, apa jang aku bilang belum pernah ia berani bantah ", kata Tat Souw.

   "Tapi, untuk kebaikan kita, baiklah ia tak usah diberitahukan rahasia ini ".

   "Masih ada satu lagi ", Hong Bok Ya berkata pula.

   "Aku pun menjangsikan Siangkoan Bin ". Kaget Lie It mendengar pernjataan Hong Bok Ya itu.

   "Apa ?", tanja Tat Souw.

   "Apakah kau telah melihat sesuatu jang mentjurigakan ?".

   "Dimataku dia tidak mirip2-nja orang Kang-ouw ", Hong Bok Ya djawab.

   "Dia djuga nampaknja bukan sembarang orang. Anak dan keponakannja Siangkoan Gie, aku tahu sebagian besar, tetapi belum pernah ada keponakan seperti dia itu ".

   "Lamkiong Siang membilangi aku bahwa orang itu kakak- angkatnja ", berkata Tat Souw.

   "Mungkinkah dia mendustai aku ?".

   "Tapi kita pun tjuma menjangsikan sadja ", kata Hong Bok Ya.

   "Aku pikir tidaklah halangannja untuk kita waspada ". Thia Tat Souw mengasi dengar suara setudjunja.

   "Sekarang kau bilangi aku, dibawah perintahnja Boe Tjek Thian itu, siapakah orangnja jang lichay ?", tanja dia kemudian.

   "Tadinja Boe Tjek Thian mempunjai tiga djago dari tangsi Sin Boe Eng ", sahut Hong Bok Ya.

   "jalah See-boen Pa, Tjin Tam dan Thio Teng ...".

   "Dengan mereka bertiga, pernah aku bertempur ", berkata Tat Souw.

   "Diantara mereka, See-boen Pa jang paling tangguh, aku pernah terkena tjambuknja, dan dia pernah terhadjar pipaku. Kekuatan kita berimbang. Tentang dua jang lainnja, meskipun mereka tidak dapat ditjela, hmmm ...! mereka tjuma berimbang dengan Lamkiong Siang, pembantuku !".

   "Sekarang keadaan telah berubah ", Hong Bok Ya menerangkan pula.

   "Pada delapan tahun dulu, dalam pertempuran digunung Lie San, Thio Teng telah dihadjar mampus oleh Thian Ok Toodjin, bahkan See-boen Pa djuga kena dilukai hingga kepandaiannja mendjadi mundur ". Tat Souw nampaknja heran.

   "Menurut kau, mungkinkah Boe Tjek Thian tidak mempunjai lagi pahlawan jang gagah ?"

   Ia tanja.

   "Masih ada satu orang jaitu Lie Beng Tjie, tjongkoan dari tangsi Sin Boe Eng ", djawab Hong Bok Ya.

   "Kepandaian dia itu dalam ilmu luar dan dalam tidak dapat ditjela, tetapi dialah kepala dari satu pasukan, maka itu dia kurang mahir dalam ilmu ringan tubuh. Dia belum pernah muntjul dalam dunia Kang-ouw ".

   "Aku mendengar kabar Boe Tjek Thian mempunjai seorang keponakan perempuan jang bernama Boe Hian Song ", kata Tat Souw.

   "katanja dialah murid jang disajang dari pendeta wanita Yoe Tam. Selama dipuntjak gunung Ngo-bie-san, kabarnja dia sudah mengatjau pertemuan orang2 gagah, bahkan Kok Sin Ong terkalahkan olehnja, djadi dia tidak dapat dipandang enteng. Kenapa kau tidak menjebut nama dia ?". Mendengar disebutnja Hian Song, hati Lie It berdenjutan. Ia lantas menaruh perhatian terlebih besar lagi.

   "Toako menjebut Boe Hian Song ?", kata Hong Bok Ya.

   "Dia sekarang tidak ada di kotaradja. Dia ! Dia ...".

   "Dia kenapakah ?".

   "Ini pula suatu rahasia. Djusteru aku hendak mendamaikannja dengan toako ", Perkataannja Hong Bok Ya ini diputuskan Thia Tat Souw, jang mendadak membentak dengan tegurannja.

   "Siapa itu diluar ?", Lie It terkedjut. Ia heran. Ia menjangka Tat Souw telah mempergokinja. Ia sudah lantas berpikir untuk segera keluar dari tempatnja sembunji. Atau ia mendengar suara sahutan, suara jang ia kenal.

   "Toako, aku !". Itulah Lamkiong Siang.

   "Mau apa kau datang kemari?", Tat Souw tanja keras.

   "Selagi aku berada didalam tenda, aku mendengar suaranja seorang 'Ya-heng-djin' (pedjalan malam)", mendjawab Lamkiong Siang.

   "aku lantas keluar dan menjusul sampai disini, aku tidak menjangka akan menemui toako ". Tat Souw terkedjut, hingga ia berdjingkrak.

   "Kemana perginja dia ?", dia menanja tjepat. Lamkiong Siang menundjuk, kearah jang bertentangan dengan tempat sembunjinja Lie It.

   "Baik, mari kita susul dia !", kata Tat Souw, jang segera mendahului lari kearah hulu sungai, untuk mengedjar ya-heng-djin itu. Lie It bernapas lega. Tapi ia berpikir.

   "Lamkiong Siang menjebut-njebut ya-heng-djin, entah benar entah tidak. Mungkin sekali dia sengadja hendak menjingkirkan Thia Tat Souw ". Karena ini, ia lekas pulang ke tenda. Ia merebahkan diri, untuk mentjoba tidur, tetapi ia tidak dapat pulas. Ia bergulikan. Ia memikirkan perkataannja Hong Bok Ya. Sajang pembitjaraan Hong Bok Ya dan Thia Tat Souw diputuskan Lamkiong Siang. Setahu rahasia apa itu jang Hong Bok Ya hendak mengatakannja. Bukankah itu mengenai Boe Hian Song? Ingat kepada nona bangsawan itu, hati Lie it ber-guntjang. Karena ini, ia pun mendjadi ingat pula akal busuk dari Boe Sin Soe.

   "Dia mau menjambut bangsa Turki, pengkhianatannja itu hebat sekali ", pikir ini pemuda bangsawan.

   "Djikalau dia berhasil hingga dia mendjadi kaisar, terang sudah Tiongkok bakal mendjadi djadjahannja Turki, dan kaum keluarga Lie djuga mesti bakal habis di-bunuh2-i dia. Pasti dia bakal djadi terlebih kedjam daripada Boe Tjek Thian !". Mengingat itu, hati Lie It guntjang makin keras.

   "Kalau begitu, sudah seharusnja aku pulang ...!", pikirnja kemudian. Tjuma sedjenak pemuda ini memikir untuk pulang ke Tionggoan, atau ia lantas ingat Tiang-an jalah kota jang melukai hatinja, dikota itu ada semua orang jang ia tidak ingin menemuinja pula. Pula ia pernah bersumpah didepan Tiangsoen Pek bahwa ia suka menemani isteri itu hidup bersama sampai hari tua mereka diwilajah perbatasan, supaja untuk selamanja mereka tidak pulang lagi ke Tiongkok.

   "Akan tetapi sepak terdjang Boe Sin Soe ini sangat berbahaja ...", ia bersangsi lebih djauh.

   "Aku pulang atau djangan ...?", masih sadja ia bimbang, ia gulak-gulik tak mau pulas. Tidak terlalu lama, diluar tenda terdengar suara tindakan kaki dari pulangnja Tat Souw beramai. Ia lekas2 menjelimutkan diri, untuk ber-pura2 pulas. Hong Bok Ya bersama Tjiok Kian Tjiang dan si opsir Turki berdiam didalam satu tenda, Tat Souw bersama Lamkiong Siang mengambil tenda mereka. Ia mendengar tegas tibanja dua orang itu, ketua dan ketua muda dari Hok Houw Pang.

   "Dia liehay sekali, datang dan perginja tak ketahuan, apakah dia kembali si orang jang kemarin ini ?", terdengar Tat Souw berkata seorang diri. Lantas dia menegaskan Lamkiong Siang.

   "Apakah benar2 kau tidak melihat salah ?".

   "Aku melihat njata seorang, dalam rupa bajangan hitam, lari kearah sana ", ketua muda itu memberikan kepastiannja.

   "Baiklah, besok kita periksa tapak kakinja !", kata Tat Souw kemudian.

   "Hmmm! Lihat Siangkoan Bin, dia tidur njenjak sekali !". Lie It memang ber-pura2 menggeros, tetapi didalam hatinja, ia berpikir keras.

   "Teranglah, delapan dalam sepuluh Lamkiong Siang sengadja mendjauhkan Tat Souw dari aku ", demikian pikirnja.

   "Tat Souw seorang litjin bagaikan rase, dia sangat mentjurigai aku. Bagaimana kalau besok dia dapat mentjari tapak kakiku ?". Oleh karena mereka bertiga berdiam didalam sebuah tenda, ia menjesal jang ia tidak bisa memasang omong dengan Lamkiong Siang. Dipadang rumput, hawa udara gampang sekali salin rupa. Kalau ditengah malam pertama sang malam indah sekali, maka ditengah malam kedua, angin keras lantas me-njamber2 sekalian membawa turun hudjan lebat. Ini djusteru melegakan hati Lie It, jang mendjadi girang sekali.

   "Sjukur turun hudjan, besok tapak kaki pasti hilang ", pikirnja. Tapi, ia masih mendapatkan hal jang mengedjutkan hatinja. Besoknja pagi, ketika orang bangun dari tidur, hudjan sudah berhenti. Thia Tat Souw jang paling dulu keluar dari tenda. Dia lantas mengasi dengar seruan kaget dan heran. Ber-sama2 Lamkiong Siang, Lie It berlari keluar, dengan begitu, mereka lantas menjaksikan sebab dari kaget dan herannja ketua Hok Houw Pang itu. Dihadapan mereka, terlihat tendanja Hong Bok Ya bersama Tjiok Kian Tjiang dan si opsir Turki telah berpindah tempat, kira2 setengah lie. Ditempat baru, tenda itu bertumpuk dalam keadaan tenda rusak. Jang hebat adalah mereka bertiga pun rebah ditanah pasir berlumpur dengan tak berkutik. Dalam kagetnja itu, habis berseru, Thia Tat Souw lari menghampirkan. Hong Bok Ya dan Tjiok Kian Tjiang liehay, tidak nanti terdjadi mereka rebah berdiam sadja kalau itu hanja disebabkan tenda mereka diserang badai dan hudjan lebat semalam. Kalau tenda mereka terbawa angin, mereka tentu bisa menjelamatkan diri mereka. Segera setelah datang dekat, Tat Souw mendapatkan ketiga orang itu rebah sebab mereka mendjadi kurban2 totokan djalan darah mereka. Sebagai ahli, ia lantas menolong membebaskan, hingga mereka sadar seketika. Lantas mereka itu saling mengawasi, heran mereka tidak terkirakan.

   "Apakah artinja ini ?", tanja si opsir.

   "Terang sudah kita kena terbokong !", kata Hong Bok Ya dengan menjeringai. Sebab ia malu, mendongkol dan menjesal sekali. Opsir itu mengawasi Tat Souw.

   "Terbokong ?", katanja dingin. Lalu ia menambahkan kepada ketua Hok Houw Pang itu.

   "Dan kamu, kamu tidak apa2 !". Mukanja Tat Souw mendjadi merah. Ia malu sendirinja. Bukankah ia telah tidak ketahui siapa si pembokong? Bukankah seperti sengadja si pembokong tidak menganggu padanja? Pasti sekali, karenanja, opsir itu mendjadi bertjuriga. Memikir bahwa orang demikian liehay, Tat Souw malu sendirinja berbareng pun heran, hingga ia berpikir keras. Lamkiong Siang pun heran akan tetapi ia girang. Katanja dalam hatinja .

   "Tadi malam aku ngatjo-belo tentang seorang ya-heng- djin, siapa sangka benar2 datang orang tukang keluar malam itu!". Tentu sekali ia mendjadi tidak kuatir rahasia, atau kedustaannja itu, akan ketahuan. Tat Souw bertiga ada tetamu2 baru, si opsir Turki tidak berani berbuat keterlaluan, maka itu, urusan itu tidak ditarik pandjang. Pula, biar kedjadian diselidiki, mana bisa mereka memperoleh endusan? Si pembokong tentunja sudah kabur entah kemana. Hong Bok Ya bertiga lantas menjalin pakaian, habis itu, mereka melandjuti perdjalanan mereka itu.---oo0oo--- DI waktu magrib, tibalah mereka di kotaradja. Langsung mereka menudju kegedung tetamu dimana lantas ada orang jang menjambut, untuk melajani mereka. Bukan main girangnja Thia Tat Souw kapan ia telah berhadapan sama si penjambut. Orang itu bertubuh kurus dan djangkung, alisnja djarang. Karena dia berdjidat djantuk, romannja njata luar biasa. Dibelakang dia ada seorang opsir Turki.

   "Oh, Yang Laotee !", berseru ketua Hok Houw Pang.

   "Djikalau dari siang2 aku ketahui kau berada disini, tak usahlah aku mengambil djalan jang berabe, dapat aku langsung pergi padamu !".

   "Aku pun dapat pertolongan dari nama harumnja guruku !", menjahut orang jang dipanggil Yang Laotee itu, si adik she Yang.

   "Sjukur Khan jang agung mempertjajai aku, aku lantas diberikan sesuatu tugas. Aku dengar kau telah berhubungan sama Guru Besar Matu dan Guru Besar sudah berbitjara dengan Khan jang agung. Kaulah ketua dari suatu partai besar, Khan girang sekali. Diantara kau pula ada kedua lootjianpwee Thian Ok dan Biat Touw, jang bitjara untukmu, maka aku pertjaja kau pasti bakal terpakai Khan jang agung !".

   "Aku harap sadja!", kata Tat Souw.

   "Aku membawa bingkisan jang tidak berharga untuk Guru Besar, aku minta laotee sudi tolong menjampaikannja terlebih dahulu ".

   "Djangan kesusu ", berkata si kurus dan djangkung itu.

   "Besok sadja kita pergi menemui Guru Besar ".

   "Baiklah, aku menurut sadja ", kata Tat Souw, jang kembali menghaturkan terima kasihnja. Kemudian ia menambahkan .

   "Besok ada hari raja 'Mentjabut Hidjau', kabarnja Khan jang agung hendak mengadakan suatu pertemuan besar, maka itu, bagaimana dengan gurumu, laotee, ia sudah datang atau belum ?".

   "Mungkin soehoe datang disaat rapat dibuka ", menjahut si djangkung-kurus itu, jalah Yang Thay Hoa, murid kepala dari Pek Yoe Siangdjin. Dia ditugaskan Khan Turki mengepalai gedung tetamu, istimewa buat menjambut tetamu2 dari Tiongkok. Pula dia diharuskan setjara diam2 menilik sekalian tetamunja, untuk mentjari tahu tentang mereka. Habis berbitjara, Yang Thay Hoa mengadjak sekalian tetamunja masuk kedalam, untuk bertemu sama tetamu2 jang sudah datang lebih dulu. Kebanjakan Tat Souw sudah mengenal mereka, sebaliknja, untuk leganja hati Lie It, tidak ada seorang djua jang mengenali dia-nja. Semua orang memberi selamat kepada Tat Souw, maka ramailah gedung tetamu itu. Lie It sebal menjaksikan tingkah polah mereka itu, maka ia berdiam sendiri sadja dipinggiran. Dari sini ia dapat melihat Yang Thay Hoa berbitjara dengan Hong Bok Ya, lantas penjambut tetamu itu menundjuki roman heran, sembari tertawa dia datang menghampirkan. Ia bertjekat hatinja, tapi ia menenangkan diri. Yang Thay Hoa lantas mengangsurkan tangan.

   "Saudara Siangkoan, aku merasa beruntung dengan pertemuan kita ini !", katanja. Dia memberi selamat bertemu. Dengan terpaksa Lie It mengulur tangannja, untuk menjambuti. Begitu mereka berdjabat tangan, ia merasakan hawa panas seperti besi marong. Sjukur selama delapan tahun hidup menjendiri diatas gunung Thian-san, ia telah berlatih keras, maka itu ia dapat mempertahankan diri. la lantas menarik pulang tangannja dan tertawa.

   "Yang Taydjin berlaku sungkan sekali !", katanja manis. Melihat sikap orang tenang, Yang Thay Hoa mendjadi tjuriga.

   "Aku masih belum mengetahui saudara Siangkoan termasuk partai persilatan mana ?", dia menanja.

   "Siapakah guru saudara ?".

   "Aku beladjar silat sembarangan sadja ", Lie it menjahut.

   "Aku tjuma mengikuti tjinteng2 dari ajahku, dari itu aku tidak termasuk kedalam partai jang mana djuga ".

   "Tak usah kau terlalu merendahkan diri, saudara Siangkoan !", kata Thay Hoa, tertawa dingin.

   "Melihat tenaga-dalammu, kau mungkin dari Ngo-bie-pay. Entah bagaimana saudara berbahasa terhadap Tiangsoen Loosianseng dan Oet-tie Loosianseng ?". Mau atau tidak, didalam hatinja, Lie It terkedjut djuga, hingga ia berpikir .

   "Muridnja Pek Yoe Siangdjin ini liehay sekali, dengan hanja berdjabat tangan, dia ketahui asal-usul ilmu silatku. Djikalau dia melit menanja aku, bisa2 rahasiaku petjah ...". Sjukur untuk pangeran ini, belum sampai ia memberikan djawabannja, gedung jang berisik itu mendadak mendjadi sunji-senjap, lalu menjusul itu, ia mendengar beberapa orang berkata dalam keheranan .

   "Oh, Kok Loo-bengtjoe, kau djuga datang kemari ?". Lagi sekali, Lie It terkedjut. Ketika ia menoleh kearah kemana semua mata orang ditudjukan, kagetnja bertambah, hingga hampir iu tidak mau pertjaja matanja sendiri. Disana muntjul Kok Sin Ong, orang dengan siapa ia telah berpisah hampir sembilan tahun. Pada sepuluh tahun dulu, Kok Sin Ong mendjadi bengtjoe, kepala perserikatan kaum Rimba Persilatan di Tiongkok, maka itu, kedudukannja jalah kedudukan tjianpwee, orang jang terlebih tua, dan dibanding dengan kedudukannja Thian Ok Toodjin dan Biat TouwSin-koen, dia ada terlebih atas. Sekarang dia muntjul dengan tiba2, tentu sekali semua orang heran karenanja. Memang tentang dia, kabar anginnja pun tidak ada. Yang Thay Hoa menjambut dengan rupa ter-gesa2, sembari tertawa ia berkata .

   "Kok Lootjianpwee, angin apakah telah meniup kau datang kemari ?". Ia heran berbareng girang. Kok Sin Ong ialah orang jang menentang Boe Tjek Thian, akan tetapi ia memandang rendah terhadap Hek Gwa Sam Hiong, benar ia tidak terang2-an menentang tiga djago dari Tanah Perbatasan itu, diantara mereka sedikit sekali hubungannja satu dengan lain. Sekarang dia datang dengan mendadak, tanpa diundang, tidak aneh apabila orang dibuat heran karenanja. Yang Thay Hoa kata didalam hatinja .

   "Orang besar begini sampai turut datang, muka guruku pasti mendjadi bertambah terang !". Kok Sin Ong tertawa.

   "Aku mendengar kabar Pek Yoe Siangdjin bakal mendjadi agung kedudukannja sebagai Guru Negara, maka itu aku sengadja datang untuk memberi selamat kepadanja !". Yang Thay Hoa heran, didalam hatinja ia kata pula.

   "Hebat pendengarannja orang tua ini."

   Lekas2 ia mendjawab dengan sikapnja jang menghormat.

   "Guruku masih belum tiba. Adalah kedua paman guruku, Thian Ok dan Biat Touw, jang sekarang sudah berada didalam istana Khan jang agung. Nanti aku pergi memberi kabar pada mereka, lootjianpwee sendiri harap suka beristirahat dulu digedung ini ". Gedung tetamu ini ada tempat menjambut dan menempatkan tetamu, meski demikian, jang ditempatkan dan dilajani disitu jalah orang-orang dari kelas satu dan sebawahannja, mereka jang dari kelas utama langsung disambut oleh Khan sendiri, diperlakukan sebagai tetamu2 jang istimewa.

   "Tak usah, tak usah !", berkata Kok Sin Ong sambil ia mengulapkan tangannja.

   "Disini ada banjak kenalan, aku lebih suka berdiam disini ". Sembari berkata begitu, dengan matanja ia menjapu keseluruh ruangan, ketika ia melihat Lie It, ia tersenjum, terus ia bertindak, untuk menghampirkan pangeran itu. Lie It terkedjut, hingga hatinja berdebaran. Ia heran, hingga ia berpikir.

   "Kok Sin Ong jalah seorang jang hendak membangun pula Keradjaan Tong, ia pun luas pengetahuannja, kenapa ia bolehnja menelad Hek Gwa Sam Hiong dan datang djuga kemari ?". Ia belum habis berpikir, djago tua itu sudah tiba didepannja dan sambil mengulur tangan, dia berkata.

   "Sudah lama kita tidak pernah bertemu !". Lie It heran kenapa, meski ia telah salin rupa, orang masih mengenali padanja. Tapi ia menenteramkan diri, dengan lekas ia berkata.

   "Aku jang muda Siangkoan Bin mengudjuk hormatnja kepada Kok Loo-bengtjoe ".

   "Djangan memakai banjak kehormatan ", kata Kok Sin Ong seraja ia mendjabat tangan orang, tetapi sembari mendjabat itu, satu djarinja menulis kata2 .

   
Pendekar Aneh Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Segala apa aku telah ketahui !". Selagi Lie It tetap heran, Yang Thay Hoa njelak diantara mereka.

   "Kiranja djiewie telah kenal satu sama lain !", katanja ,,Aku mengenal Siangkoan Laotee semendjak dia masih orok ", kata Kok Sin Ong.

   "Dia gemar ilmu silat, maka itu aku si orang tua pernah bersama ia mejakinkan ilmu silat pedang "

   "Djikalau begitu pantaslah botjah ini mengenal ilmu tenaga dalam jang lurus ", pikir Thay Hoa. Kok Sin Ong keluaran Ngo-bie-pay, dengan Tiangsoen Koen Liang dan Oet-tie Tjiong ia bersahabat, pantas kalau ia mengenal Lie It semendjak Lie It masih ketjil, dan pantas djuga Lie It mengerti ilmu tenaga dalam jang sedjati itu. Karena ini, ketjurigaannja Yang Thay Hoa mendjadi berkurang. Kok Sin Ong berbitjara pula dengan Lie It, tangan si anak muda masih ia tidak lepaskan, maka itu, kembali ia mentjorat-tjoret.

   "Apakah kau benar datang kemari bukan untuk menghamba kepada Khan Turki ?". Lie It girang, pikirnja.

   "Dengan pertanjaannja ini, terang Kok Sin Ong pun bukan dengan sesungguhnja hati mau menghamba pada bangsa Turki ". Maka ia lantas mentjoret, mendjawab pertanjaan itu.

   "Memang bukan ". Sepasang alisnja Kok Sin Ong terbangun, ia tertawa. Itulah menandakan leganja hatinja. Maka ia lantas melepaskan tjekalannja, untuk berbitjara dengan jang lain2. la tetap bersikap gembira dan ramah-tamah. Lie It berpikir keras.

   "Mungkinkah itu malam dia ini jang mempermainkan Thia Tat Souw ?", ia tanja dalam hatinja.

   "Akan tetapi belum pernah aku mendengar halnja ia pernah mempeladjari sendjata rahasia jang berupa djarum untuk menjerang djalan darah. Laginja, rasanja orang itu berkepandaian lebih tinggi dari padanja. Djikalau bukannja dia, habis siapakah orang liehay itu? Mungkinkah ia selama sepuluh tahun ini telah bertambah pesat ilmu kepadaiannja ?". Pangeran ini mendjadi menjesal sekali atas ada banjaknja lain orang disitu hingga ia tidak memperoleh ketika untuk menanjakan bengtjoe itu, untuk ia memperoleh kepastian. Dihari kedua mestinja Thia Tat Souw menqadjak Lamkiong Siang dan Lie it menghadap Guru Besar Matu, jang kedudukannja mirip perdana menteri, tetapi ia mesti membatalkan itu disebabkan mendadak datang pemberitahuan dari Khan bahwa hari itu, tengah- hari, radja itu akan mengadakan perdjamuan didalam istana, dan bahwa, habispesta, pertemuan besar akan dibuka dengan resmi. Sementara itu ada boesoe Turki jang memberitahukan bahwa pesta itu bukan pesta biasa, hahwa pesta diadakan sekalian berhuhung hari itu bakal tiba selir jang baru dari Khan. Djadi itulah pesta penjambutan. Dikatakan djuga bahwa selir itu kabarnia puteri dari suatu negara ketjil diselatan gunung Altai, romannja tjantik luar biasa dan tersohor karenanja, maka untuk mendapatkanja, Khan sudah mengeluarkan banjak uang emas dan permata mulia. Untuk menjambutnja, ada dibilang lebih djauh, Khan sampai mengirim utusan istimewa. Boesoe jang bisa mendapat kabar itu menambahkan bahwa ada kemungkinan, didalam perdjamuan itu, sang selir sendiri akan menghaturkan arak kepada para tetamu. Djikalau Khan mengundang pesta, siapa jang menerima undangan merasakan girang sekali, karena itu herarti kehormatan luar biasa, dan sekarang, pesta ada dua maksudnja, tidak heran setiap orang ingin sekali mengehadirinja, untuk dapat melihat wadjahnja si selir tjantik. Demikian tengah-hari itu, boesoe dari pelbagai negara, sudah berkumpul dimedan pesta, jang diadakan didalam istana dalam taman keradjaan. Disitu telah diatur pendjagaan jang kuat dan rapih oleh sekalian boesoe jang diberikan tugas pendjagaan. Kedatangannja Kok Sin Ong telah diwartakan kepada Thian Ok Toodjin dan Khan djuga telah mendapat tahu, maka itu setibanja tetamu itu Thian Ok meniambut ber-sama2 Biat Touw, untuk memperkenalkan dia kepada Khan. Dengan begitu, Kok Sin Ong mendapat tempat duduk sebagai tetamu jang terhormat. Thia Tat Souw bertindak terlebih rendah, maka ia tjuma ditemani Yang Thay Hoa, tetapi ta dapat duduk dibagian depan. Jang lain2- nja, seperti Lie It dan Lamkiong Siang, mendapat kursi menurut runtunannja masing2. Karena banjaknja tetamu, sampai diluar istana, dilatar janq berumput, masih diatur medja pesta, hingga mereka ini sukar melihat sekalipun wadjah Khan. Lie It memandang Khan Turki, jang romannja agung, usianja sedikitnja sudah lima puluh lebih. Ia tidak melihat selir jang baru, jang belum sampai. Karena katanja selir itu berumur kurang-lebih duapuluh tahun, perbedaan mereka djauh sekali. Ia kata dalam hati ketjilnja.

   "Apabila benar puteri itu demikian muda dan tjantik, dia harus dikasihani ...". Tapi ia lantas tertawa sendirinja kapan ia ingat satu radja biasa mempunjai banjak selir. Kemudian Lie It mengawasi kearah Thia Tat Souw. Dibantu oleh Yang Thay Hoa, ketua Hok Houw Pang itu menundjuk sikap hormat sekali kepada Guru Besar Matu. Ia tidak dapat mendengar pembitjaraan orang tetapi dengan mejihat lagak-lagunja sadja, ia sudah merasa muak, hingga ia lantas menggeser pandangannja kelain arah. Baru selesai orang mengambil tempat duduknja masing2, lantas Lie It mendengar suara berisik jang datangnja dari luar istana. Ia lantas berpaling. Maka ia melihat muntjulnja seorang umur lima puluh tahun, badju pandjangnja sudah luntur dan kopiahnja sudah belutuk. Orang itu mirip sangat dengan seorang peladjar tua, jang sudah rudin, sedang gerak- geriknja seperti gerak-gerik orang jang otaknja tidak beres. Kelakuannja ini djuga jang menjebabkan bentak2-nja beberapa boesoe atau pengawal, jang hendak mentjegah dia memasuki istana. Lima atau enam pengawal itu lari kedalam, untuk menjusul. Melihat kelakuan itu, Lie it menduga, orang bukannja tetamu Khan. Para tetamu lainnja pun turut merasa heran. Pasti orang bernjali sangat besar maka dia berani lantjang memasuki istana. Sebentar sadja orang itu telah tiba dilatar rumput dimana ada belasan medja perdjamuan, hingga para tetamu pada bangun berdiri.

   "Berhenti ...!", membentak seorang pengawal, jang berhasil menjandak. Tapi dia bukan tjuma membentak dengan perintahnja itu, terus dengan goloknja dia membatjok kearah batok kepala orang! Orang dengan pakaian dan lagak tidak keruan itti nampaknja bingung, tepat dia dibatjok, mendadak dia terpeleset, tubuhnja lantas roboh terdjengkang. Lie It kaget, ia mengira orang bakal terbatjok tjelaka, atau ia lantas mendjadi heran. Ketika dia djatuh, kaki kanan orang itu terangkat kaget, sepatunja tjopot, terbang kelengannja si pengawal, hingga golok ditangan pegawal ini terlepas. Rupanja sepatu itu membuatnja kaget dan kesakitan. Begitu dia terdjengkang, orang aneh itu menggulingkan tubuh, untuk bangun herdiri dengan gesit sekali, untuk terus menjambuti sepatunja jang mau djatuh ketanah, kemudian tak sempat memakai sepatu itu, dia lari pula, untuk lari terus. Semua tetamu kaget dan heran. Kenapa orang djatuh tepat selagi dibatjok! Kenapa sepatu orang tjopot dan tepat mengenakan lengan si pengawal, hingga goloknja pengawal itu terbang? Bagaimana sebatnja dia dapat menanggapi sepatunja itu? Dan siapakah dia dan apa perlunja dia nerobos masuk ke dalam istana? Segera djuga terlihat Kok Sin Ong dan Thian Ok Toodjin ber-lari2 keluar dari istana, untuk memapaki si peladjar tidak keruan lagaknja itu, dan Kok Sin Ong sambil ber-teriak2 .

   "Eh, Lao Hoe! Inilah istana Khan jang agung, mengapakau main gila ?". Thian Ok Toodjin heran, dia, tanja Sin Ong .

   "Apakah Hoe Loo- sianseng dari Thian-san disana? Bagus! bagus sekali kau pun datang kemari !". Mendengar suaranja dua orang itu, Lie It mendapat tahu Kok Sin Ong kenal baik orang itu dan Thian Ok tjuma mengenal nama, melihat pun belum. Orang luar biasa itu tertawa berkakakan.

   "Kedua adikku, kamu boleh datang kenapa aku tidak ?", katanja. Mendengar suara orang itu, rombongan pengawal jang mengedjar lantas menghentikan pengedjarannja. Mereka pun melihat muntjulnja Thian Ok Toodjin dan Kok Sin Ong itu. Orang itu melihat dan mendengar suaranja Kok Sin Ong dan Thian Ok Toodjin, dengan lekas dia memakai sepatunja, habis mana, dia menjekal tangannja bengtjoe she Kok itu, sembari tertawa dia bertindak madju, untuk menaiki undakan tangga istana. Para tetamu asal Tiongkok mendjadi heran sekali, rata2 mereka itu menanja dalam hati mereka.

   "Siapakah orang ini? Sampaipun Kok Sin Ong dan Thian Ok Toodjin sangat menghormatinja ". Sekarang terlihat njata orang djenggotnja jang pandjang tetapi djarang, usianja paling tinggi baru lima puluh tahun lebih, djadi dia djauh lebih muda daripada Kok Sin Ong dan Thian Ok Toodjin, maka heran kenapa dia memanggil dua orang itu dengan panggilan "lao- tee"

   Atau adik jang tua.

   Pula agaknja dia kenal baik dengan Kok Sin Ong tetapi dengan Thian Ok baru kenal sekarang.

   Pula mereka heran atas Thian Ok, jang biasanja kepala besar dan djumawa, tetapi sekarang, dipanggil lao-tee, dia tidak kelihatan mendongkol .

   Khan Turki telah menjaksikan kekatjauan itu.

   Mulanja rasa tidak senang sekali pestanja didalam istana terganggu sedemikian rupa.

   Tidakkah orang itu mirip dengan pengemis dan kelakuannja seperti orang edan? Tapi, setelah menjaksikan kepandaian orang, sikapnja mendjadi lain.

   Ia mengerti orang adalah orang jang berkepandaian luar biasa, maka pantas sadja djikalau tingkah- polanja turut luar biasa djuga.

   Ia pun telah lantas melihat sikapnja Kok Sin Ong dan Thian Ok Toodjin terhadap si peladjar.

   Bagaikan seorang radja jang besar tjita2-nja, jang tjerdas, ia lantas memikir.

   "Ada orang pandai datang sendiri, inilah bagus sekali, tidak dapat aku perlakukan dia tak semestinja ". Hampir berbareng dengan itu Biat Touw Sin-koen pun memberitahukan radja itu bahwa tetamu tidak diundang itu seorang dengan kepandaian luar biasa, maka Khan lantas menitahkan guru negara menjambut. Demikian dilain saat, tetamu luar biasa itu sudah duduk ber-sama2 dimedja pesta jang utama itu. Lie It sendiri segera mendusin begitu lekas ia mendengar Kok Sin Ong memanggil orang "Lao-hoe", jang berarti 'Hoe jang tua' ". Kata ia didalam hatinja.

   "Kiranja ialah Lootjianpwee Hoe Poet Gie dari Thian-san !". Ia tahu, Hoe Poet Gie itu ben seorang Kang-ouw jang luar biasa. Dia djago Rimba Persilatan tetapi dia hidup menjendiri, kelakuannja aneh. Demikian telah terdjadi dalam pertemuan di Kim-teng, Puntjak Emas, dari gunung Ngo-bie-san, selagi Kok Sin Ong bertempur sama Boe Hian Song, mendadak dia muntjul dan mengadjak Sin Ong pergi. Tentang itu, Lie It tidak menjaksikan sendiri, ia sudah mengundurkan diri dari Kim-teng, tetapi kemudian Hian Song menuturkan kepadanja. Hoe Poet Gie pun bersahabat dengan Oet-tie Tjiong, gurunja Lie It. Oet-tie Tjiong tinggal di Thian-san Selatan, ia di Thian-san Utara. Pernah satu kali Oet-tie Tjiong datang menjenguk, keduanja lantas berunding tentang ilmu pedang. Oet-tie Tjiong memberitahukan bahwa dia telah medapat beberapa djurus jang baru, Poet Gie paling gemar pembitjaraan ilmu silat dan gemar menggoda djuga, maka mereka berdua kedjadian mengudji kepandaian mereka. Kesudahannja Poet Gie menang satu djurus dan ia menggoda pula. Oet-tie Tjiong tahu orang menang tetapi dia tahu djuga ilmu pedang sahabat itu masih ada kelemahannja, hanja pada saat itu, dia tidak tahu tjara untuk mengalahkannja. Maka mereka berdjandji lagi sepuluh tahun, mereka akan membuat pertemuan pula guna saling mengudji lagi. Kedjadian itu jalah kedjadian sebelum Lie It mendaki gunung Thian-san. Maka tidaklah diduga sama sekali, sebelum tiba hari djandji sepuluh lahun itu, Oet-tie Tjiong telah mendahului meninggal dunia. Terpisahnja gunung Selatan dengan Utara ada tiga ribu lie lebih, maka djuga meski Lie It dan Hoe Poet Gie sama2 tinggal di Thian-san, mereka belum pernah ketemu satu dengan lain. Sekarang Lie It melihat tibanja orang she Hoe itu, ia heran. Ia pikir, Hoe Poet Gie benar aneh tetapi dia tidak dapat disamakan dengan orang pandai jang kebanjakan, kenapa sekarang dia datang kemari untuk membantu meramaikan ?". Ketika itu orang sudah duduk pula dengan rapih dan Khan pun telah memerintahkan orang mendesak untuk selirnja jang baru lekas keluar guna memberi selamat kepada para tetamunja. Sebaliknja, selir itu ajal2-an untuk memuntjulkan diri. Maka achirnja pemimpin dari pasukan pengawal, Baturu Kakdu, mengadjukan usul, katanja.

   "Selama Jang Mulia Puteri belum hadir, mari kita main2 sebentar, untuk menggembirakan para tetamu, supaja mereka tidak mendjadi kesepian ".

   "Permainanapakah jang bagus dilihat ?", Khan tanja. ---oo0oo--- "KHAN Agung dari Pohai telah menghadiahkan kita beberapa ekor harimau asal gunung Tiang-pek-san, maka itu sekarang selagi hadirnja banjak orang gagah, baik kita mengadakan pertundjukan orang gagah menaklukkan harimau ". Negara Pohai jalah sebuah negara besar di Timur-daja dan harimau dari gunungnja, gunung Tiang-pek-san, kesohor galak dan ganasnja. Radja negara itu bersekutu sama Khan Turki, dia mendapat tahu, Turki bakal melakukan peperangan, maka dia menghadiahkan beberapa ekor harimau sebagai tanda menghormat, sebagai pudjian untuk Turki menang perang. Khan setudju dengan usulnja baturu itu.

   "Bagus, bagus !", katanja, girang.

   "Tidak usah dipilih lain orang, kau sadja yang madju untuk menaklukkan harimau itu !". Khan tahu pengawalnja itu gagah, ia pikir baiklah ia menggunai ketika ini untuk membikin para tetamu menjaksikan kegagahan pahlawan2- nja. Kakdu menerima baik putusan djundjungannja itu. Ia lantas memerintahkan perawat binatang untuk mengeluarkan seekor harimau. Untuk itu telah disediakan sebuah tanah-lapang, jang sudah dikurung pagar kawat, guna mentjegah harimau nerobos keluar dan mentjelakai orang banjak. Segera djuga orang melihat seekor harimau dengan pita putih didjidatnja. Benar2 radja hutan itu besar dan bengis romannja. Ketika Kakdu muntjul didepannja dan membentaknja lantas dia mendjadi gusar dia menderum njaring, ekornja di-gojang2, terus dia melompat, menubruk kepada Kakdu. Para hadirin pada mengerti ilmu silat tetapi melihat radja hutan demikian garang, ada jang hatinja gentar. Tidak demikian dengan si baturu. Begitu ditubruk, begitu ia berkelit, ketika radja hutan itu lewat disampingnja, ia menghadjar punggungnja binatang itu. Harimau itu berkulit tebal dan tubuhnja kuat, ketika dia kena dihadjar, dia mendjadi gusar, sambil mengaung keras dia menongkrong, matanja memandang tadjam, lantas dia menggojang ekor, terus dia melompat pula, menubruk untuk kedua kalinja. Kembali Kakdu berkelit, habis itu dia menjerang ke kempungan si radja hutan. Tapi binatang ini melawan, dia memutar tubuh, untuk menjingkur. Maka tubuh baturu itu terangkat naik dan terlempar. Orang rata2 terkedjut. Tidak demikian dengan Kakdu sendiri. Selagi tersingkur itu, ia meneruskan memindjam tenaga, untuk berdjumpalitan, lalu sedang tubuhnja turun, dengan kedua kakinja, ia mendjedjak kepalanja harimau itu. Hebat djedjakan itu, si radja hutan roboh, sedang ia sendiri, terus lompat turun ketanah. Harimau itu bergulingan, dia berderum gusar, lantas dia bangun, untuk mendekam, bersiap untuk menjerang. Akan tetapi, dia tidak lantas menerkam pula. Kakdu mengawasi tadjam, ia madju per-lahan2, untuk mendekati, sembari madju, ia terasa, tangannja pun men-gapai2. Harimau itu mendjadi gusar sekali, dia menderum bagaikan guntur, lantas dia berlompat bangun, untuk menerdjang, mulutnja dipentang lebar, untuk menggigit, kedua kakinja mementang kukuh, guna menjengkeram. Kakdu berlaku tabah, tenang tetapi gesit. Ketika diterkam itu, dia berkelit kesamping, dan ketika si radja hutan mengindjak tanah, menubruk tempat kosong, dia berbalik, untuk memberikan beberapa bogem-mentah. Sesudah menerkam tak berhasil, sedang barusan dia mengerahkan seluruh tenaganja, harimau itu mendjadi lelah. Ketika ini digunai Kakdu. Dia mendjambak kulit kepala radja hutan itu, dia menekan keras, sambil berbuat begitu, dia membentak.

   "Binatang, kau menjerah atau tidak ?". Sia2 harimau itu menderum dan keempat kakinja me- ronta2, hingga tanah kena terbongkar dan tergali tjukup dalam, ketika tenaganja habis, dia lantas berdiam sadja ditekan si baturu. Kakdu tertawa lebar, ia lompat naik kepunggung harimau itu, sebelah tangannja terus mentjekal kulit kepalanja, sebelah tangan jang lain me-nepuk2 perlahan kelehernja seraja berkata.

   "Kau mengalah kasi aku duduk diatas punggungmu !". Bagaikan seekor binatang jang djinak, harimau itu menurut, tanpa melawan dia berdjalan perlahan mengitari lapangan. Maka gemuruhlah tempik-sorak semua hadirin. Kakdu puas, ia terlihat bangga sekali. Ketika ia turun dari punggung harimau, binatang itu dia tolak masuk kedalam kerangkengnja. Khan girang menjaksikan pahlawannja itu menang, ia memberi selamat dengan tiga tjawan araknja. Sekalian ia memberi gelaran pada pahlawan itu, mendjadi 'Djendral Penakluk Harimau'. Kemudian sembari tertawa, ia tanja Thian Ok Toodjin.

   "Orang gagah sebagai Kakdu ini, didalam kalangan boesoe Tiongkok, dia termasuk jang keberapa ?". Thian Ok tertawa, tetapi ketika ia mendjawab, ia hening dulu sedjenak. Sahutnja.

   "Dia dapat dihitung kelas satu ". Nada suaranja nada menghormat, tetapi terhadap Kakdu sendiri, tidak terlihat kekagumannja. Kakdu tahu ia tidak dilihat mata, iamendjadi tidak puas.

   "Silahkan tootiang djuga menakluki seekor harimau, untuk kita membuka mata kita !", katanja. Thian Ok Toodjin bersenjum, lalu ia memanggil Yang Thay Hoa, katanja.

   "Hiantit, pergi kau main2 sama beberapa ekor binatang itu !". Sikapnja imam ini menundjuk njata sekali, ia sendiri tidak mempunjai kegembiraan untuk bertempur sama radja hutan. Yang Thay Hoa menerima baik perintahnja paman guru itu, lantas ia menghadap Khan, untuk berkata dengan hormat.

   "Aku mohon bertanja, Khan jang mulia masih mempunjai beberapa ekor harimau ?". Sama sekali Khan dari Pohai mengirim enam ekor ", menjahut radja itu.

   "Barusan pengawal Baginda telah menakluki seekor ", kata Yang Thay Hoa.

   "binatang itu baik tidak dimasuki hitungan, maka itu, silahkan Baginda mengeluarkan jang lima lagi untuk aku menaklukinja ". Yang Thay Hoa itu djangkung kurus, romannja tidak luar biasa, maka itu, mendengar perkataan orang, Kakdu berpikir.

   "Ini setan berpenjakitan berani mementang mulut begini besar ?". Lantas ia kata pada orang she Yang itu.

   "Djikalau kau dapat menakluki lima ekor, aku suka mendjadi tukang memegangi les kudamu !". Khan djuga heran. Ia ingin menjaksikan kepandaian orang.

   "Baiklah !", katanja. Terus ia menitahkan lepas lima ekor sekaligus. Yang Thay Hoa tidak berani ajal2-an lagi. Lalu ia bersiap untuk masuk kedalam gelanggang. Ia lantas duduk bersila. Lima ekor radja hutan gusar melihat orang, kelimanja menderum, lantas mereka madju, untuk berlompat menerkam dari empat pendjuru. Djusteru binatang liar itu menundjuk kemurkaannja dan menjerang, Yang Thay Hoa berseru njaring sekali, bagaikan guntur, hingga tjawan arak diatas medja pada berlompat sendiri, hingga deruman kelima harimau itu kalah pengaruh !. Kakdu kaget.

   "Aku tidak sangka orang berpenjakitan ini mempunjai suara begini keras!"

   Katanja didalam hati.

   la merasakan telinganja ketulian.

   Sedang para hadirin lain, banjak jang menutupi kuping.

   Kelima radja hutan pun kaget hingga mereka batal menerkam.

   Ekor mereka pada turun, mulut mereka dengan gigi2 kasar dan tadjam dirapatkan.

   Khan Turki berdiam.

   Dia djuga ketulian, hanja dia tidak sampai menutup kuping, tjuma dia mengerutkan alis.

   Sebagai radja, dia mesti memegang deradjat.

   Dia lantas berpaling kepada Thian Ok Toodjin.

   "Tootiang, tolong kau mewakilkan kami memberitahukan keponakan muridmu agar dia djangan lagi berseru njaring itu ", katanja. Thian Ok bersenjum. Ia lantas berbangkit.

   "Thay Hoa, kau taklukilah harimau itu !", katanja.

   "Djangan kau membikin kaget pada tetamu2 mulia dari Khan jang agung ". Kelihatannja imam ini bitjara biasa sadja akan tetapi kata2 itu terdengar tedas sekali hingga kedalam gelanggang, sedang Khan jang agung itu mulanja menjangka orang akan pergi menghampirkan sang keponakan murid itu. Ia tidak ketahui, Thian Ok telah mahir tenaga-dalamnja dan pandai menggunai ilmu-kepandaian 'Tjoan-im-djip bit', atau menjalurkan suara. Hoe Poet Gie mengetuk medja dengan sumpitnja, perlahan.

   "Sungguh kepandaian jang liehay ! Sungguh kepandaian jang liehay !", pudjinja. Orang banjak menganggap pudjian itu pantas, tetapi Thian Ok, mendengar itu hatinja terkesiap. Ketukan sumpit dan nada pudjian itu terdengarnja tadjam untuk telinganja. Ketika itu seruan Thay Hoa dan deruman si radja hutan sudah sirap. Kelima harimau mendekam mengurung Thay Hoa, tidak ada jang berani lompat menerkam, tidak ada djuga jang mau mundur, tjuma sikap mereka tetap mengantjam. Selang sekian lama, seekor harimau menderum pula, tubuhnja mentjelat, menubruk kearah si manusia. Tjepat menubruknja dia, tetapi lebih sebat Thay Hoa. Ia ini berkelit kesamping, sambil berkelit, sebelah tangannja melajang kearah leher sambil ia membentak.

   "Binatang tidak tahu mampus, kau rebahlah baik-baik ...!". Serangan itu tepat dilakukan ketika sang harimau menubruk tempat kosong dan keempat kakinja turun ditanah, lalu bagaikan kutjing djinak, dia terus menekuk dan rebah. Dia telah dihadjar dengan tipu silat 'Hoen-kin Tjo-koet-tjioe', atau 'ilmu memisah-otot membagi tulang', hingga seluruh tubuhnja mendjadi lemas. Terkaman harimau itu ditelad oleh empat kawannja, mereka melompat saling-susul, maka Thay Hoa lantas bekerdja terus, ia berkelit dan menghadjar setiap ekor, hingga semua kelima radja hutan itu diam mendekam disisinja, tidak ada jang berkutik.

   "Ha ... ha ... ha..... !", Thay Hoa tertawa.

   "Kau pun mendjadi binatang tungganganku ! Jang lain2-nja mengikuti !". Ia naik atas punggungnja harimau jang terbesar. Semua orang heran dan kagum, lantas mereka bertempik- sorak riuh sekali. Lie It pun heran. Ia berpikir.

   "Muridnja sadja sudah begini liehay, bisa dimengerti liehaynja Pek Yoe Siangdjin. Aku dibantu Kok Sin Ong, tetapi mungkin kita bukanlah lawan dia ...". Kakdu seorang laki2, setelah kekagumannja, dia menghampirkan Thay Hoa, jang telah kembali ke kursinja.

   "Aku kalah dari kau, gelaranku ini aku serahkan padamu !", dia kata. Mendengar begitu, Khan lantas berkata.

   "Kamu berdua sama2 gagah! Kakdu, tidak usah kaumenjerahkan gelaranmu, nanti aku memberikan orang gagah ini lain gelaran, jalah 'Djenderal Sakti Penakluk Harimau' !". Thay Hoa puas sekali, dengan bangga ia menerima gelaran itu. Djusteru itu waktu, dari antara medja utama terdengar tertawa dingin. Thay Hoa sudah lantas menoleh, maka tahulah ia, orang itu jalah Guru Budi dari mesdjid Tudjuh Mustika. Medja utama itu berada paling dekat dengan medja Khan, duduk disitu ada delapan hadirin jang paling dihormati, ketjuali Guru Besar Matu, tudjuh jang lainnja tetamu-tetamu terkenal dari pelbagai negara. Thian Ok Toodjin, Biat Tow Sin- koen, Kok Sin Ong dan Hoe Poet Gie ada diantaranja. Jang dua lagi jaitu, jang satu jalah boesoe dari Tuyuhun, Maitjan namanja, jang lainnja Ihama dari Tibet, Chang Chin Lhama. Guru Budi itu djago nomor satu diantara djago2 Turki, mulanja Khan hendak mengangkat dia mendjadi Guru Negara, berhubung dengan datangnja Pek Yoe Siangdjin, keangkatan itu dibatalkan. Sebabnja jalah nama Pek Yoe lebih termashur. Tentang itu, orang sudah berdamai dengannja. Maksudnja Khan bukan hendak merendahkan djago sendiri, ia hanja hendak mengambil hati , djago lain negara, orang sendiri boleh mengalah. Guru Budi tidak bilang apa2 tetapi hatinja tidak puas. Ia malu ketika mendapat kenjataan Kakdu kalah dari Thay Hoa, saking penasaran, ia mengasi dengar tertawa mengedjeknja itu. Thay Hoa tidak puas, akan tetapi ia diam sadja. Khan heran, ia menanja kenapa djagonja itu tertawa.

   "Hambamu mentertawakan harimau itu ", sahut orang jang ditanja.

   "Semuanja jalah kutjing2 hutan jang bagus dipandang tetapi tidak ada gunanja!".

   "Sebenarnja semua galak dan kuat!", kata Kakdu tidak puas. Ia merasa tersinggung. Guru Budi tidak memperlukan djago itu, ia hanja menanja radjanja.

   "Sri Baginda, djikalau dipadu, mana lebih tangguh, harimau ini atau burung garuda kita ?". Ditanja begitu, Khan berpikir.

   "Mungkin burung kita ", sahutnja kemudian.

   "Tidak ada halangannja untuk mentjoba ". Maka perintah dikeluarkan akan pegawai tukang piara burung garuda mengeluarkan burungnja, untuk burung itu diadu dengan harimau2 itu. Burung itu burung gunung Thian-san, dipelihara sedjak masih ketjil, oleh Khan biasa dipakai berburu, sering dia menempur singa, harimau dan lainnja binatang liar, hanja menghadapi harimau pitak dari gunung Tiang-pek-san barulah kali ini. Tubuh burung besar, sajapnja lebar, kalau kedua sajap itu dikibasi, pasir dan batu beterbangan. Kelima ekor harimau melihat musuh datang, semua lantas melompat, maka dilain saat, pertempuran jang dahsjat telah terdjadi. Binatang kaki empat itu main menerkam, binatang bersajap itu main terbang menjambar dan menjengkeram. Satu kali kedua pihak bentrok, Khan terkedjut. Bulu burungnja pada rontok. Tapi seorang pengawal, jang matanja tadjam, berkata.

   "Tidak apa, burung itupun telah kena menjambar matanja dua ekor harimau!". Itulah benar. Hati Khan mendjadi lega. Burung garuda itu terbang berputaran, mendadak dia menjambar pula. Dia berhasil. Lagi dua radja hutan rusak matanja. Tinggal jang seekor, jang masih utuh. Ketika burung itu menjambar untuk ke-tiga kalinja, tubuh harimau itu kena terangkat tinggi, maka ketika tubuhnja itu dilepaskan, dia djatuh terbanting terus mati!. Keempat harimau, jang matanja buta, tjuma bisa tabrak-tubruk tak keruan, ketika mereka diserang, tidak bisa mereka berkelit, maka belum terlalu lama, satu demi satu, tubuh mereka diangkat dan didjatuhkan. Demikian matilah semuanja. Khan girang hingga ia tertawa lebar. Ia perintah memotong daging harimau, untuk dikasi makan kepada burungnja itu. Kemudian ia berkata pada Guru Budi bahwa benar burung garuda itu lebih liehay !. Guru Budi menggapai kepada Kakdu dan berkata.

   "Kau telah melihat garuda menempur harimau, njatanja semua harimau itu tidak berarti apa2. Sekarang, beranikah kau melawan garuda itu ?". Kata2 itu ditudjukan kepada Thay Hoa. Thay Hoa mengerti itu, maka ia berkata didalam hatinja.

   "Sulit untuk melawan burung itu. Mungkin aku tidak dapat dilukakannja tetapi djuga sulit untuk aku mengalahkannja ...". Kakdu, jang djudjur, berkata.

   "Guru main2 ! Manusia boleh pandai tetapi dia tidak dapat terbang, mana bisa dia melawan burung ?". Guru Budi bersenjum, lantas ia berpaling kearah Kok Sin Ong.

   "Aku mendengar katanja kamu bangsa Tionghoa mengutamakan Ong-too, sekarang dengan Ong-too akan mentjoba menaklukkan burung itu,"

   Katanja.

   Kata2 ini pun diarahkan kepada Thay Hoa.

   Dengan me-njebut2 Ong-too, djalan kebidjaksanaan radja jang adil, tegasnja, kehalusan, Guru Budi mengertikan bahwa iparnnja Thay Hoa menaklukkan harimau barusan adalah tjara Pa-too, djalan radja se-wenang2 jang galak, jalah kekerasan.

   Thay Hoa mengetahui itu, ia mendjadi kurang senang.

   Kok Sin Ong pun tidak pertjaja kata2 orang itu.

   Maka ia kata.

   "Silakan guru besar menggunai Ong-too menakluki burung itu, supaja kami orang2 gunung dapat membuka mata kami!". Khan girang Guru Budi mau menempur burung garuda, hal itu dapatmengangkat deradjat bangsa Turki, tetapi toh ia kuatir, maka ia kata .

   "Guru Budi gagah-perkasa, inilah kami ketahui, akan tetapi burung itu kosen sekali, sjukur djikalau guru berhasil, kalau tidak, djanganlah dipaksakan ".

   "Harap Sri Baginda melegakan hati ", kata Guru Budi.

   "Telah hambamu mengatakan hendak menggunai Ong-too, maka itu, biarnja burung itu galak, tidak nanti hambamu membuatnja tjelaka ". Mendengar itu, hati Khan lega, hanja dilain pihak, ia berkuatir untuk keselamatan burungnja itu. Ia pertjaja, tanpa kepastian Guru Budi tidak nanti berani melawan burung garuda. Guru Budi sudah lantas masuk kedalam gelanggang. Disitu ia duduk bersila. Setelah itu Khan menitahkan melepaskan burungnja. Tukang merawat burdng bersiul, terus ia melepaskan tiga batang anak panah, jang dibikin djatuh tepat disisi Guru Budi, setelah mana ia melepaskan burungnja. Tiga batang anak panah itu berarti tanda untuk burung itu. Memang biasa, diwaktu berburu, Khan melepas anak panah, guna burung garuda menjambar bakal mangsanja. Demikianlah, burung itu lantas terbang kearah Guru Budi. Biar bagaimana, banjak hadirin berkuatir djuga. Mereka telah ketahui baik kegalakan dan liehaynja burung itu. Barusan pun terbukti, lima ekor harimau telah didjadikan kurbannja. Mereka lebih berkuatir melihat Guru Budi melawan dengan duduk bersila. Dilain pihak, perhatian mereka pun tertarik. Mereka ingin menjaksikan bagaimana nanti Guru Budi melawannja. Burung garuda terbang ber- putar2 diatas kepala Guru Budi, jang tetap bertjokol sadja, tak bergeming, tak berkutik. Hati penonton ada jang berdenjutan. Tjelaka kalau kepalanja guru itu kena ditjengkeram. Maka ada orang jang hatinja ketjil, jang lantas memedjamkan matanja. Setelah terbang berputaran, untuk mengintjar mangsanja, burung garuda terbang turun, menjambar! Tetapi heran, mendadak kedua sajapnja mendjadi tertutup rapat, lalu digeraki, seperti jang meronta, tapi achirnja dia djatuh ketanah. Masih dia berlompatan, tapi sekarang dia tidak dapat terbang lagi. Semua orang heran. Tahu2 burung itu sudah berada ditelapakan tangannja Guru Budi, jang mengulur tangan dengan telapakannja dipentang terlentang. Tak dapat burung itu terbang pergi, meski dia masih mentjoba meronta. Kedua kakinja, dengan kuku2 jang tadjam, tidak ada gunanja lagi. Guru Budi itu telah menggunai tenaga dari ilmu tenaga-dalamnja jang mahir sekali. Menampak itu, Lie It terperandjat. Maka mengertilah ia, tidak dapat ia memandang enteng kepada orang Turki itu. Burung itu berbunji ber-ulang2, seperti orang jang meminta dikasihani.

   "Kasihan kau ", kata Guru Budi, tertawa.

   "Baiklah, aku lepas padamu !". Lantas tangannja diapungkan ! Lantas, bagaikan bebas dari belenggu, burung itu terbang pergi! Habis itu Guru Budi kembali kekursinja.

   


Pendekar Gelandangan Karya Khu Lung Dua Musuh Turunan Karya Liang Ie Shen Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen

Cari Blog Ini