Ceritasilat Novel Online

Pendekar Pemetik Harpa 11


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 11



Pendekar Pemetik Harpa Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Baik juga kau nikmati dulu pemandangan sepanjang Kwi-lin ke Yang-siok ini, yakin kau akan lebih mantap tinggal disini. Kau adalah teman Siauciok- cu, maka aku amat senang menyambut kedatanganmu."

   "Siau-ciok-cu (si krikil cilik), em, Tan-toako baru sekarang aku tahu akan nama kecilmu,"

   Demikian kelakar In San.

   "Sejak kecil dengan Tan-toako kami saling memanggil nama kecil. Dia bernama Tan Ciok-sing, maka aku memanggilnya Siau-ciok-cu. Namaku Lauw Tui-cu, maka dia memanggilku Siau-cu-cu (si jagak cilik)."

   "Siau-cu-cu,"

   Tukas Tan Ciok-sing.

   "beberapa hari ini adakah pelancongan dari luar daerah yang menyewa perahumu pergi Yang-siok?"

   "Ya, kemarin dulu ada beberapa orang berlogat utara hendak menyewa perahuku, jumlah mereka terlalu banyak, perahu kecil, akhirnya mereka menyewa perahu Hou-losam."

   "Di Yang-siok adakah tokoh besar yang diagungkan? Maksudku orang ternama seperti It-cu-king-thian Lui Tin-gak dan lain-lain."

   "Betul, kini kuingat,"

   Ujar Siau-cu-cu.

   "Di Yang-siok memang ada seorang gagah yang kaya raya, kabarnya dalam gedungnya memelihara banyak busu, kepandaian kungfunya sendiri juga tinggi. Memang namanya tidak tersohor sebanding Lui Tayhiap, tapi daerah sekitarnya dia cukup terkenal dan disegani. Kabarnya beberapa hari lagi dia akan merayakan hari ulang tahunnya yang ke 60, bukan mustahil tamu-tamu luar daerah itu semua hendak memberi selamat kepadanya."

   "Siapakah orang itu? Kok belum pernah kudengar adanya orang gagah macam itu."

   "Orang itu she Nyo bernama Hou Hu. Kabarnya rumahnya berada di atas Bik-lian-hong. Dua tahun terakhir ini aku sering ke Yang-siok baru kudengar perihal dia."

   Dalam hati Tan Ciok-sing berpikir.

   "Belum pernah kudengar nama Nyo Hou-hu di kalangan Kangouw, mungkin hanya raja tanah di sekitar Yang-siok saja? Apakah pantas dia mengerahkan delapan dewa menyambut tamu segala? Mungkin aku masih cetek pengalaman, setelah tiba di Yang siok akan kucari tahu saja,"

   Lalu dia bertanya.

   "Hari ini adakah tamu yang menuju ke Yang-siok?"

   "Sejak kemarin sudah tiada tamu yang menyewa perahu ke Yang-siok. Kau kan tahu, untuk sampai ke Yang-siok, naik perahu memerlukan waktu tiga hari dua malam, jauh lebih lambat dari jalan darat. Bagi yang suka menikmati pemandangan alam baru naik perahu dan mereka berangkat lebih dini, kalau sekarang baru berangkat, naik perahu lagi, dia tidak akan sempat menghadiri perayaan hari ulang tahun Nyo-toaya."

   Seperti ingat sesuatu tiba-tiba tukang perahu menambahkan.

   "Tadi kau menyinggung It-cu-king-thian Lui Tin-gak, kini aku baru ingat. Bukankah kakekmu dulu sahabatnya? Setelah rumahmu terbakar habis dia pernah datang mencari tahu duduk persoalannya."

   "Lho, kabarnya It-cu-king-thian juga menghilang pada tahun itu bukan?"

   Tanya Ciok-sing.

   "Memangnya, hal itu memang agak aneh, malam kedua setelah rumahmu terbakar, rumah Lui Tayhiap juga terbakar habis. Sejak itu tak pernah ada orang melihat Lui Tayhiap pula."

   "Kapan dia mencari tahu kepada kalian?"

   "Hari ketiga setelah rumah keluargamu terbakar habis. Tapi bukan Lui Tayhiap sendiri yang datang, tapi seorang tua pesuruh yang mencari tahu kalian kakek dan cucu."

   "Dia tidak mencari majikan sendiri malah perhatikan kami, bukankah aneh."

   "Lui Tayhiap dijuluki It-cu-king-thian, apa makna julukannya itu, memangnya kau tidak tahu?"

   "Kakek pernah menjelaskan kepadaku, julukannya itu mengandung dua arti. Pertama diibaratkan Tok-siu-hong di Kwi-lin, sebagai sebuah tonggak di langit selatan. Kedua, dia suka melindungi teman, umpama tonggak yang menyanggah langit, melindungi umat manusia yang menderita kesukaran."

   "Lho, kau sudah tahu, kenapa dibuat heran, Lui Tayhiap adalah laki-laki sejati, seorang kawan setia, menurut cerita orang tua pesuruh itu, dua hari setelah rumahmu terbakar, sebetulnya dia sendiri mau datang memeriksa. Tapi setelah lewat lohor baru dia memperoleh berita, kebetulan rumahnya kedatangan seorang teman lama yang sudah sekian tahun tak pernah ketemu, maka dia tidak sempat meluangkan waktu. Maka berpesan kepada pesuruh tua itu untuk menyelidiki persoalan dan mencari tahu jejak kalian kakek dan cucu. Malam itu juga pesuruh tua itu meninggalkan rumah keluarga Lui dan tinggal di rumah familinya di pintu timur, besok paginya baru akan ke Cit-sing-giam memeriksa rumah dan mencari tahu kalian. Tak nyana malam itu juga rumah keluarga Lui kebakaran, beruntung pesuruh tua ini terhindar dari petaka ini tapi dia sendiri juga tidak tahu nasib majikannya, karena kejadian amat mendadak, maka dia terlambat bertindak hingga hari ketiga dia sempat mencari kalian dan menyelidiki kejadian itu."

   "Pesuruh tua itu bilang, perduli majikannya masih hidup atau sudah mati, dia harus tetap melaksanakan pesannya itu. Pertama harus mendapat tahu nasib sebenarnya kalian kakek dan cucu, kalau masih hidup harus ditampung, kalau sudah mati harus kebumikan atau diperabukan sesuai keinginan sang majikan. Sayang dia mencari tahu kepadaku, aku sendiri tahu apa. Ai, Lui Tayhiap setia kawan dan berani berkorban demi kawan, walau kejadian itu tidak terlalu mengherankan bagi aku, tapi aku ikut menyesal dan gegetun sekali."

   Tan Ciok-sing tertawa dingin, katanya.

   "Bahwa dia begitu memperhatikan kakek dan aku, akupun merasa heran dan terharu, entah bagaimana aku harus membalas kebaikannya."

   Agaknya tukang perahu itu tidak memperhatikan sikap nada ganjil Tan Ciok-sing, katanya lebih lanjut.

   "Akhir-akhir ini kudengar berita angin, katanya Lui Tayhiap masih hidup, berapa tahun yang lalu setelah rumahnya kebakaran dia lantas ngungsi ke lain tempat, kini sudah kembali. Entah betul atau tidak... semoga Thian melindungi umatnya yang sosial dan dermawan."

   Hari kedua perahu sudah keluar dari daerah Ling-yang dan mulai masuk keresidenan Yang-siok.

   Setelah melewati dua selat, tampak puncak gunung menjulang tinggi di kejauhan sana.

   Menuding sebuah puncak yang bentuknya seperti sebuah mahkota tukang perahu berkata.

   "Itulah puncak pertama yang paling ternama di Yang-siok bernama Kwanwan (karang mahkota)."

   Keluar dari Kwan-wan mereka memasuki daerah Siau-san (gunung sulam), sesuai namanya puncak inipun terdiri dari batu karang yang beraneka ragam bentuk dan warnanya, coraknya seperti sebuah kain sulaman yang memiliki warnawarni yang mempesona, tak ubahnya laksana sebuah lukisan alam nan permai.

   Tiba-tiba tukang perahu berkata.

   "Siau-ciok-cu sudikah kau memetik harpamu, petiklah sebuah lagu untukku? Sejak kecil aku suka mendengar petikan harpa, di alam nan permai dengan hawa nan sejuk ini, betapa nikmatnya mendengarkan himbauan musik yang santai."

   Memang Tan Ciok-sing sendiri juga menjadi gatal jarijarinya, segera dia turunkan harpanya serta mulai memetikkan sebuah lagu tamasya.

   In San dan tukang perahu berdiri pesona mendengar perpaduan irama musik dan gemericiknya air sungai.

   Begitu satu lagu selesai dipetik tukang perahu segera tepuk tangan sambil memuji.

   "Siau-ciok-cu hebat sekali, begitu bagus petikan harpamu kukira tidak kalah dari kakekmu dulu."

   Tengah mereka bicara, tiba-tiba dari tempat yang amat jauh sayup-sayup terdengar sebuah suitan panjang, suitan yang memuji oleh himbauan irama harpa yang indah ini. Diam-diam Tan Ciok-sing kaget, hatinyapun amat menyesal.

   "Eh, Siau-ciok-cu, kenapa kau? Sikapmu kelihatan agak janggal?"

   Tanya tukang perahu.

   "Tidak apa. Siau-cu-cu, apa kau mendengar suara suitan?"

   "Aku tidak perhatikan. Mungkin kau salah dengar."

   "Tidak mungkin salah, yang kudengar betul adalah suitan manusia, bukan suara air."

   Tan Ciok-sing tidak tahu dari arah puncak mana datangnya suitan tadi, maka jaraknyapun sukar diukur, apakah orang yang bersuit memiliki lwekang tinggi juga sukar diduga.

   Maka diapun tidak tanya lebih lanjut.

   Hari itu mereka berlayar tanpa mengalami sesuatu kejadian, hanya perasaan Tan Ciok-sing agak terganggu oleh suitan tadi, sehingga tiada seleranya lagi menikmati pemandangan sepanjang perjalanan ini.

   Sesuai rencana hari ketiga menjelang magrib mereka sudah tiba di bawah Bik-Iian-hong.

   Seperti juga Tok-siu-hong di Kwilin, Bik-lian-hong inipun menjulang tinggi mencakar langit tak ubahnya sebuah tonggak yang menyanggah langit, tapi kelihatannya lebih tinggi dibanding Tok-siu-hong.

   Cuaca sudah remang, dari kejauhan tidak kelihatan jelas, tapi lapat-Iapat masih kelihatan puncak gunung ini seperti mekar laksana kelopak kembang teratai yang sedang berkembang.

   Setelah perahu menepi tukang perahu berkata.

   "Hari sudah gelap, kalian nginap di perahu saja semalam. Nanti kupancing dua ekor ikan segar untuk lauk pauk makan malam."

   "Siau-cu-cu, ingin aku melihat caramu memancing ikan, tapi setelah makan malam, kami akan naik ke darat,"

   Kata Ciok-sing.

   "Kalian mau pergi kemana, kan siang hari lebih baik. Kenapa malam-malam, apa mau cari hotel?"

   "Kita punya tujuan tertentu, bukan mau cari hotel."

   "Kalian mau kemana?"

   "Terus terang, ada seorang teman yang baru kami kenal mengundang kami bertemu disini,"

   Demikian Tan Ciok-sing menjelaskan.

   "Siau-cu-cu, sejak kecil kita adalah teman karib, tidak pantas aku ngapusin kau, kedatanganku ke Yang-siok kali ini bukan hanya ingin bertamasya, tapi ada urusan lain yang akan kami kerjakan. Tapi akan merugikan kau bila kau tahu tentang urusan ini, oleh karena itu aku mohon maaf dan harap kau maklum, hal itu tak bisa kujelaskan kepadamu. Tiga hari kemudian, aku akan pulang ke rumahmu, tapi andaikata aku tidak bisa pulang, tolong kau rawat kuda kami itu. Kelak ada orang akan datang mengambilnya, asal orangnya cocok dan bicaranya benar, boleh kau serahkan padanya,"

   Lalu dia sebutkan nama Kanglam Sianghiap serta melukiskan perawakan dan muka mereka, Lalu dia merogoh perak seberat 10 tahil diserahkan kepada tukang perahu sebagai ongkos makan kudanya.

   Karuan tukang perahu melongo kaget, sekian lama baru dia bersuara.

   "Siau-ciok-cu, uang ini kau harus tarik kembali. Walau aku miskin, kedua ekor kuda itu aku masih mampu memberinya makan Tapi aku rada kuatir, kenapa kau punya maksud untuk tidak kembali Terus teranglah kepadaku, apakah urusan yang hendak kau selesaikan itu mungkin bakal merenggui jiwamu?"

   "Nasib manusia sukar diramal, aku hanya berusaha untuk berhati-hati dan menjaga segala kemungkinan, kukira aku tidak akan mengalami bahaya seberat itu. Untuk ini kau tidak perlu terlalu kuatir."

   "Kalau begitu, Siau-ciok-cu, kau tidak usah pergi saja."

   "Pertemuan kali ini menyangkut masa depanku, betapapun aku harus menepati janji ini. Sekarang tak bisa kujelaskan, tapi bila aku bisa pulang ke rumahmu, kelak akan kuceritakan padamu."

   "Baiklah, kalau begitu aku juga tidak akan pulang, biar aku menunggumu di bawah Bik-lian-hong ini."

   "Lho, jangan, jangan kau terlibat dalam persoalan ini."

   Tukang perahu geleng-geleng, katanya.

   "Tidak, kau ini sukalah maafkan aku kalau aku tidak menurut petunjukmu. Sejak kecil kita sudah seia sekata, berat sama dipikul enteng sama dijinjing bersama, kau masih ingat bukan?"

   Melihat sikap tegas dan kukuh tukang perahu akhirnya Ciok-sing berkata.

   "Baiklah begini saja, kau tunggu sampai besok pagi bila mentari sudah terbit, aku belum kembali, kau harus segera pulang, jangan kau mencari tahu tentang diriku."

   Melihat sikap Ciok-sing yang serius tukang perahu tahu urusan agak genting, maka dia tidak banyak tanya lagi.

   Saat mana sudah mendekati kentongan kedua Tan Cioksing mohon diri kepada Siau-cu-cu, dia ajak In San meninggalkan perahu terus mendarat, sengaja dia memilih letak dan jurusan utara yang curam dan berbahaya dari Biklian- hong terus manjat ke atas.

   Dengan ginkang mereka yang tinggi, tidak ada kesulitan yang dapat merintangi mereka, lekas sekali mereka sudah berada di puncak Bik-lian-hong.

   Pohon siong tampak menjulang tinggi ke angkasa, batu-batu gunung bercorak ragamnya tersebar disana sini, di bawah penerangan cahaya bulan sabit, suasana tampak sunyi dan seram.

   Dari tempat nan tinggi ini tampak Le-kang legat legot laksana ular putih yang merambat di bumi nan luas ini.

   Tan Ciok-sing selalu memikirkan pertemuannya dengan Kek Lam-wi, maka dia tidak punya selera menikmati pemandangan alam di malam hari yang mempersona ini.

   Batinnya.

   "Dia pasti menduga aku baru akan datang setelah lewat tengah malam, maka dia tidak akan menungguku di puncak ini, bagaimana aku harus mencarinya?"

   Tengah dia melamun, tiba-tiba dilihatnya di tanah berumput di depan sama muncul bayangan dua orang, In San segera berbisik di pinggir telinganya.

   "Nah itu mereka datang, bagaimana kita?"

   Yang muncul ternyata memang Kek Lam-wi dengan gadis jelita yang seperjalanan menunggang kuda tempo hari.

   "Tunggu dulu perkembangan selanjutnya,"

   Kata Tan Cioksing lirih. Terdengar gadis ita berkata. 'Sudah menjelang kentongan ketiga, kukira sahabat yang kau undang itu takkan datang kemari."

   "Rembulan belum bercokol di tengah cakrawala, berarti masih termasuk hari ini. Kalau aku mengundangnya bertemu hari ini, maka kita harus menunggunya pula satu jam,"

   Demikian sahut Kek Lam-wi.

   "Untuk menunggu dia disini kau sampai tidak menghadiri perjamuan ulang tahun yang besar-besaran itu. Tamu-tamu ternama yang datang dari berbagai tempat tidak sedikit jumlahnya."

   "Aku tahu, namanya saja tuan rumah perjamuan adalah Nyo Hou-hu, yang betul atas nama dan pamor It-cu-kingthian, Lui Tayhiap. Memangnya siapa yang takkan memberi muka terhadap Lui Tayhiap?"

   Tan Ciok-sing kaget, batinnya.

   "Kiranya tidak meleset dugaanku, tuan rumah sebetulnya memang It-cu-king-thian."

   Terdengar gadis itu bertanya.

   "Apa kau tahu kenapa Lui Tayhiap meminjam kesempatan perayaan hari ulang tahun Nyo Hou-hu ini mengundang kawan-kawannya sebanyak itu?"

   "Walau aku diangkat salah satu dari Pat-sian menyambut tamu, tapi liku-liku persoalannya juga tidak tahu?"

   "Apa kau beritahukan perjanjianmu kali ini kepada Lui Tayhiap?"

   "Dia terlalu banyak urusan, sekecil ini kenapa harus diberitahu padanya?"

   Apalagi asal-usul sahabat itu aku sendiri juga belum tahu,"

   "Tapi dia tanya padaku tentang dirimu."

   "Apa jawabmu?"

   "Apa yang kau katakan kepada Nyo Hou-hu demikian pula kukatakan padanya."

   Ternyata sejak pagi-pagi tadi Kek Lam-wi sudah memberi salam hormat dan menghaturkan selamat hari ulang tahun kepada Nyo Hou-hu, diapun mohon pamit untuk bertamasya ke Kwan-wan dan Bik-lian-hong, malamnya baru pulang ikut menghadiri perjamuan.

   Tapi dikuatirkan bila pulangnya terlambat, maka dia mohon diri dan harap dimaafkan.

   Bagaimana asal-usul Tan Ciok-sing, Kek Lam-wi sendiri tidak jelas, apakah Tan Ciok-sing mau menepati undangannya? Juga dia tidak tahu, maka urusan ini tidak berani dia bicarakan kepada tuan rumah, kuatir kalau terjadi sesuatu yang tak terduga.

   Dia pikir setelah bertemu dengan Tan Ciok-sing baru aku berkeputusan apakah patut dia membawa kawan baru ini hadii dalam perjamuan itu.

   Tamu-tamu yang menghadiri perayaan hari ulang tahun Nyo Hou-hu kebanyakan datang dengan dua tujuan, pertama ialah ingin bertemu dengan It-cu-king-thian yang telah menghilang sejak empat tahun yang lalu, kedua ingin bertamasya di daerah sekeliling Yang-siok yang penuh dengan obyek-obyek wisata.

   Hari ini perjamuan akan diadakan malam hari, maka banyak tamu seperti juga Kek Lam-wi sejak pagipagi sudah membuat rencana bersama teman-temannya untuk bertamasya.

   Soalnya Kek Lam-wi termasuk salah satu dari Pat-sian, maka dia-memerlukan untuk memberitahu dulu kepada tuan rumah.

   Menurat rencana Kek Lam-wi semula, sebelum hari gelap dia sudah bakal kembali menghadiri perjamuan besar di rumah keluarga Nyo tak nyana setelah ditunggu-tunggu sampai kentongan ketiga Tan Ciok-sing belum juga kunjung tiba.

   Kini mendengar Lui Tayhiap pernah menanyakan dirinya, dia jadi rikuh dan agak menyesal.

   "Bagaimana Lui Tayhiap sampai menanyakan diriku?"

   Tanya Kek Lam-wi. Gadis itu lantas bercerita.

   "Tadi ada seorang tamu memetik kecapi sambil minum arak untuk memeriahkan pertemuan dan menyambut kedatangan para tamu yang lain, tiba-tiba Lui Tayhiap ingat dirimu."

   "Karena mendengar petikan kecapi itu baru dia teringat akan tiupan serulingku?"

   "Betul, malah dia juga menyinggung seorang lagi. Coba kau tebak siapa?"

   "Kenalan Lui Tayhiap tersebar di seluruh jagat, bagaimana aku bisa menebaknya."

   "Yang dia singgung adalah orang yang kau undang untuk bertemu disini."

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"O, jadi sahabat she Tan itu juga kenalan Lui Tayhiap?"

   Tan Ciok-sing yang mencuri dengar percakapan mereka, diam-diam ikut terkejut.

   "Pemuda itu masih terhitung Wanpwe Lui Tayhiap, kakeknya adalah sahabat baik Lui Tayhiap. Bukankah kau ingin tahu asal-usulnya? Biar sekarang kuberi tahu padamu, kakeknya adalah..."

   "Nanti dulu coba kutebak. Kakeknya pasti adalah guru harpa nomor satu di seluruh jagat Tan Khim-ang."

   "Sungguh pintar, sekali tebak kena sasaran. Menurut cerita Lui Tayhiap, Tan Khim-ang menghabiskan masa tuanya di bawah Cit-sing-giam, mereka sering berhubungan. Sayang beberapa tahun yang lalu telah meninggal. Cucunya itu juga meninggalkan Kwi-lin. Kukira cucu Tan Khim-ang yang dia maksudkan, sembilan puluh persen adalah pemuda she Tan yang kau undang kemari itu."

   "Ya pastilah,"

   Ucap Kek Lam-wi tertawa getir.

   "kau memujikan pintar, yang benar aku ini terlalu ceroboh. Seharusnya sejak mula aku sudah menebak kalau dia adalah keturunan Tan Khim-ang. Kecuali keturunan Tan Khim-ang, siapa pula yang mampu memetik harpa sebagus itu? Sayang aku tidak tahu bahwa Tan Khim-ang mengasingkan diri di bawah Cit-sing-giam, kalau tidak tentu sudah kutebak akan dirinya. Siapakah nama cucu Tan Khim-ang apakah Lui Tayhiap memberitahu padamu? Kukira nama yang dia pakai di hotel adalah nama palsu."

   "Pemuda itu bernama Tan Ciok-sing. Lui Tayhiap bilang, katanya dia dengar Tan Ciok-sing sudah kembali ke Kwi-lin, dia minta bantuan kita untuk memperhatikan. Dia ingin bertemu dengan cucu sahabatnya itu."

   "Lalu kau memberitahu kepadanya tidak?"

   "Waktu itu ada beberapa tamu lain yang ajak dia bicara, kulihat dia terlalu sibuk, maka kupikir biar setelah kau bertemu dengan sahabat itu, kalau betul dia adalah Tan Ciok-sing, lalu membawanya menemui Lui Tayhiap biar dia merasa diluar dugaan dan kesenangan."

   Diam-diam Tan Ciok-sing sembunyi di belakang batu membatin.

   "Untung aku tidak segera unjuk diri. Hm, Lui Tinggak ingin selekasnya bertemu denganku karena ingin bantu menyelesaikan tugas kerja Ciang Thi-hu, aku hendak dibekuknya dan diserahkan kepada Liong-tayjin mereka? Kek Lam-wi ini agaknya orang baik, tapi dia belum tahu kemunafikan Lui Tin-gak, sekarang biar kutunda dulu bertemu dengan dia. Coba dengarkan percakapan mereka."

   Tan Ciok-sing ingin tahu apakah Ciang Thi-hu sudah datang belum. Tapi Kek Lam-wi dan gadis itu membicarakan persoalan yang lain, hakikatnya mereka tidak pernah menyinggung Ciang Thi-hu. Kek Lam-wi menghela napas, katanya.

   "Sayang kini sudah mendekati kentongan ketiga, Tan Ciok-sing belum juga kunjung tiba, mungkin dia akan datang. Kau menyusulku hendak mengajak pulang bukan? Memang aku yang bikin kau menunggu dengan hati tidak tentram."

   "Kali ini hanya separo tebakanmu yang kena,"

   Ujar si gadis tertawa.

   "Kena separo bagaimana?"

   Tanya Kek Lam-wi melengak.

   "Hatiku gelisah menunggumu, memang betul. Tapi bukan aku menyusul kemari untuk mengajakmu pulang. Sebaliknya aku ingin kau tetap berada disini saja, malah kalau bisa sampai besok pagi setelah fajar menyingsing."

   "Setelah kentongan ketiga, berarti perjanjian hari itu batal, kau kira Tan Ciok-sing masih akan datang?"

   "Bukan untuk menunggu Tan Ciok-sing, Yang ingin supaya kau tetap berada disini juga bukan aku, aku hanya menyampaikan pesannya saja."

   Semakin heran Kek Lam-wi tanyanya.

   "Pesan siapa?"

   "Nyo Cengcu yang merayakan hari ulang tahun."

   "Untuk apa dia suruh aku tetap disini?"

   "Aku sendiri juga tidak tahu. Setelah perjamuan bubar dia mengundangku kedalam sebuah kamar, diam-diam dia memberitahukan kepadaku supaya sebelum kentongan ketiga sudah berada di atas Bik-lian-hong, katanya ada sebuah peristiwa besar bakal terjadi. Kutanya dia peristiwa apa, dia bilang setelah saatnya kau akan tahu. Pendek kata ada sebuah tontonan baik. Dia tanya kau apa sudah pulang, kalau sudah pulang supaya mengajakmu pula. Sebetulnya aku ingin bilang bahwa kau memang sudah berada disini. Tapi dia masih banyak kerjaan, mungkin hendak memberitahu tamu lain secara pribadi, sikapnya kelihatan buru-buru, maka tak enak aku banyak tanya, saat itu juga aku lantas berangkat kemari menyusulmu."

   "Pesan apa yang dia sampaikan?"

   "Dia suruh aku jangan bersuara meski melihat kejadian aneh apapun, setelah dia tepuk tangan sebagai tanda, hadirin baru diharapkan keluar."

   "Apa hadirin?"

   "Ya, oleh karena itu aku yakin orang yang diundang kemari untuk melihat tontonan itu bukan kita berdua saja."

   "Kejadian ini sungguh aneh, sandiwara apa sih yang tengah dirancangnya?"

   "Mana aku tahu? Seperti kau akupun tidak habis mengerti. Pendek kata ada tontonan, marilah kita menunggu dengan sabar."

   Agaknya dia masih tidak tahu, kecuali Kek Lam-wi tak jauh dari mereka masih ada dua orang lain yang juga keheranan dan bertanya-tanya dalam hati. Akhirnya Tan Ciok-sing berbisik di pinggir telinga In San.

   "Mungkin tidak karena aku?"

   "Kukira tidak mungkin. Kek Lam-wi dan nona itukan tidak membocorkan rahasia pertemuan disini. Bagaimana Nyo Houhu bisa tahu kalau kau berada disini. Apa lagi bila untuk menghadapi kau, seorang Lui Tayhiap kan sudah cukup berkelebihan, kenapa harus mengerahkan orang banyak itu?"

   "Kalau begitu biarlah kitapun tunggu disini saja, nanti ikut menonton keramaian."

   "Betul, saat ini sudah hampir kentongan ketiga, sebentar lagi tontonan akan segera dimulai."

   Mereka bicara dengan bisik-bisik, ternyata kedua muda mudi disana tidak tahu. Tiba-tiba didengarnya gadis itu berkata lirih.

   "Agaknya ada orang datang, lekas kita sembunyi jangan bersuara."

   Tak lama kemudian, betul juga tampak dua orang beranjak memasuki tanah rumput, melihat kedua orang ini, jantung Tan Ciok-sing serasa hendak melonjak keluar.

   Yang datang ternyata bukan lain adalah It-cu-king-thian Lui Tingak dan Ciang Thi-hu.

   Saking heran In San berbisik menempel telinga Tan Cioksing.

   "Eh, tak kira Ciang Thi-hu bangsat tua inipun kemari."

   "Kenapa heran, bukankah tuan rumah pertemuan ini adalah It-cu-king-thian sendiri, mereka memang sedang berintrik, tidak heran kalau It-cu-king-thian juga mengundangnya,"

   Demikian Tan Ciok-sing dengan suara tawar. Bagaimana juga In San masih tidak percaya kalau It-cuking- thian sudi bersekongkol dengan Ciang Thi-hu, katanya.

   "Kukira Lui Tayhiap punya rencana dan maksud tertentu?"

   "Kecuali ingin menjilat pada bangsat tua ini, apa pula tujuannya?"

   Jengek Ciok-sing.

   "Kukira Lui Tayhiap tidak akan seperti itu, apalagi dalam pertemuan ini betapa banyak kaum pendekar yang hadir, kalau Lui Tayhiap berani membawa bangsat tua ini kemari, mau tidak mau memang harus dicurigai, memangnya Nyo Hou- hu tidak tahu akan asal-usul bangsat tua ini?"

   "Kuatirnya kaum pendekar itu semuanya diapusi oleh It-cuking- thian. Kapan Nyo Hou-hu keluar dari daerahnya, sejak dua puluh tahun yang lalu Ciang Thi-hu sudah jadi antek kerajaan, maka tidak perlu heran kalau Nyo Hou-hu tidak tahu asal-usulnya."

   "Kukira urusan tidak segampang itu, Nyo Hou-hu mengundang orang banyak menyaksikan tontonan di Lian hoa-hong yang dimaksud adalah adu kepandaian antara It-cuking- thian melawan Ciang Thi-hu."

   "Kalau begitu tak perlu kita berdebat sendiri, lihat saja tontonan apa yang bakal terjadi."

   Tatkala It-cu-king-thian dan Ciang Thi-hu sudah berada di tengah tanah lapang, keduanya lantas duduk di atas sebuah batu karang sambil bercakap-cakap. Terdengar It-cu-king-thian berkata.

   "Lociang, sekarang kau sudah maklum kenapa aku mengajakmu memberi selamat ulang tahun kepada Nyo Hou-hu bukan? Semula aku masih kuatir, apakah kau punya keberanian sebesar ini?"

   "Aku sudah tahu kaulah sebenarnya yang menjadi tuan rumah pertemuan itu, bahwa kau percaya padaku, maka akupun harus percaya padamu, kau pula yang mengundangku, apa pula yang harus kutakuti?"

   "Aku mengundangmu bukan lantaran aku tuan rumahnya, maksudku untuk menambah semarak perjamuan besar itu. Untuk ini kukira kau sudah maklum akan jerih payahku ini."

   "Kira-kira aku sudah dapat meraba, tapi sukalah kau menjelaskan lebih lanjut."

   It-cu-king-thian tertawa, katanya.

   "Orang-orang yang ingin kau temui, umpama kali ini tidak seluruhnya hadir, kukira delapan puluh persen juga sudah ada."

   "Betul, menurut daftar yang kuterima dari Liong-tayjin orang-orang dari kawan dan lawan memang banyak yang hadir pagi tadi."

   "Adakah yang mengenali dirimu."

   "Kawan-kawan yang menjadi spion Liong-tayjin sudah tentu ada yang kenal aku, tapi mereka tidak membocorkan rahasiaku."

   "Kalau orang-orang yang harus kau tangkap menurut perintah Liong-tayjin?"

   "Mungkin mereka juga belum tahu asal-usulku, kalau tidak di waktu kau memperkenalkan aku meski aku memakai nama palsu, mereka pasti sudah melabrakku. Hehe bukan aku suka agulkan diri, kepandaianku merias diri ternyata dapat mengelabuhi mereka, sudah dua puluh tahun aku tidak berkecimpung di kalangan Kangouw, kecuali tokoh-tokoh yang sudah tua dan kenal aku, mereka takkan ada yang tahu akan diriku."

   "Siapa yang paling menarik perhatianmu?"

   "Memangnya perlu dikatakan lagi, sudah tentu teman baikmu Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun."

   "Kau tidak kira kalau dia datang bukan?"

   "Liong-tayjin sudah mendapat kabar. Cuma aku tidak kira bahwa kau sampai menggunakan peradatan Pat-sian-ing-khek untuk menyambut kedatangannya."

   Mendengar sampai disini, sungguh senang hati In San bukan main. Pikirnya.

   "Ternyata Pat-sian-ing-kek itu untuk menyambut kedatangan Tam Pa-kun. Lui Tayhiap adalah sahabat mati hidup Tam Tayhiap, yakin dia tidak akan menjual teman baiknya itu? Tapi kenapa Lui Tayhiap mengadakan perundingan rahasia dengan bangsat she Ciang ini?"

   Mau tidak mau goyah juga kepercayaan In San terhadap It-cuking- thian.

   "Kenapa tidak kau duga?"

   It-cu-king-thian menegas.

   "Walau dia teman baikmu, tapi di antara tamu-tamu yang hadir, nama dan pamornya adalah yang paling besar dan dihormati, tapi menurut hematku dia belum setimpal untuk disambut dengan cara Pat-sian-ing-kek. Mereka yang menjadi Pat-sian, seperti Wi-cui-hi-kiau, Ui-yap Tojin, Sia-cin Hwesio dan lain-lain, paling hanya setingkat di bawah kedudukan dan pamornya di bulim. Bagaimana juga Kim-to-thi-ciang masih terpaut jauh bila dibanding Thio Tan-hong. Oleh karena itu, Lo-lui, aku jadi heran dan tidak habis mengerti bagaimana kau bisa mengerahkan Pat-sian untuk menyambutnya."

   Berkata It-cu-king-thian kalem.

   "Pat-sian-ing-kek hakikatnya bukan menyambut kedatangan Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun. Tapi sekaligus untuk menyambut kedatangan duta khusus yang diutus oleh Kim-to Cecu."

   Sebenarnya Ciang Thi-hu juga sudah meraba ke arah itu, tapi dia sengaja pura-pura tidak tahu, sengaja dia malah bertanya pula.

   "Untuk apa Kim-to Cecu mengutusnya kemari?"

   "Kini pihak kerajaan minta damai dengan pihak Watsu, kedua pihak sama-sama ingin memberantas laskar rakyat yang dikoordinir oleh Kim-to Cecu. Masakah kau tidak tahu, kenapa Kim-to Cecu khusus mengutus Tam Pa-kun kemari?"

   "Ya, dia mewakili Kim-to Cecu untuk menarik simpati orang-orang gagah dan pahlawan-pahlawan bangsa untuk membantu perjuangannya?"

   "Betul, demikian halnya."

   "Apa kau ada maksud membantu mereka?"

   It-cu-king-thian tidak menjawab "Ya"

   Atau "tidak"

   Namun dia berkata tawar.

   "Apa tidak keterlaluan kau tanyakan hal ini kepadaku?"

   Agaknya jawaban ini sudah diduga oleh Ciang Thi-hu, dia tertawa gelak, katanya.

   "Kim-to Cecu dengan gabungan kekuatan laskar yang campur aduk itu hendak melawan pasukan besar Watsu, bukankah ibarat telur membentur batu. Mereka yang mau bergabung dan bantu dia berperang, bukan saja harus menderita dan tersiksa lahir batin, merekapun harus berkorban jiwa raga secara percuma, hanya kaum bodoh saja yang sudi berbuat demikian, oleh karena itu kita harus menggagalkan rencana gila ini Lo-lui, biar kuberi tahu suatu kabar baik padamu."

   "Kabar baik apa?"

   Tanya It-cu-king-thian.

   "Sekarang Liong-tayjin sedang jaya, sebelum dia keluar dari kota raja. Baginda Raja telah mengundangnya, keputusan sudah akan segera diumumkan bahwa dia naik pangkat menjadi sekretaris militer. Dahulu orang tua Liong-tayjin juga pernah menjabat sekretaris militer, kini setelah sepuluh tahun berselang, diapun mendapat jabatan seperti ayahnya dulu, bukankah hal ini amat menggembirakan, sekaligus menguntungkan kita pula?"

   "Ya, pepatah juga bilang air pasang perahunya tinggi, wah kau patut diberi selamat."

   Ciang Thi-hu senang dan bangga, katanya tertawa.

   "Kalau aku mendapat keuntungan, memangnya aku bakal melupakan kau? Tapi tahukah kau kenapa Baginda Raja mengangkat Liong-tayjin sebagai sekretaris militer, malah bukan mustahil kelak dia bisa diangkat menjadi perdana menteri?" "Liong-tayjin cerdik pandai dan mahir bekerja, jasanya lebih dari orang tuanya adalah patut kalau Baginda Raja menggunakan tenaga militan untuk bantu menguasai pemerintahan kerajaan ini."

   "Bahwa Liong-tayjin cerdik pandai bekerja pula hal ini tidak perlu diragukan, bahwa Baginda Raja mau memberikan hal dan kekuasaan sebesar itu, memang ada sebab musabab lainnya."

   "Boleh aku tahu sebab-sebabnya itu?"

   Tanya It-cu-kingthian.

   "Sudah tentu boleh. Tentunya kau tahu pihak kerajaan sedang berusaha mengulur perdamaian dengan pihak Watsu, politik yang dianut adalah menentramkan dulu dalam negeri baru akan melawan atau membendung ofensif dari luar. Sementara Liong-tayjin memang sejak lama sudah ada ikatan dengan pihak Watsu, meski pasukan kedua negara sudah herbaku hantam di medan laga, duta-duta kedua pihak masih terus hilir mudik membicarakan perdamaian itu. Jadi peranan Liong-tayjin dalam hal ini boleh dikata amat besar, tidak heran kalau Baginda mengangkatnya sampai setinggi itu, maka..."

   "Oleh karena itu jangan kita biarkan tugas utama kedatangan Tam Pa-kun kesini sampai berhasil, betul tidak?"

   It-cu-king-thian meneruskan.

   "Betul,"

   Seru Ciang Thi-hu keplok tangan.

   "karena itu bagaimana juga aku mohon bantuanmu untuk menggagalkan usaha mereka."

   Tiba-tiba It-cu-king-thian berkata.

   "Tahukah kau kenapa aku mengajakmu ke Lian-hoa-hong?"

   Ciang Thi-hu melenggong, katanya.

   "Di rumah keluarga Nyo memang tidak leluasa berbicara, kira-kira ada rahasia apa yang ingin kau beritahukan kepadaku?"

   "Betul,"

   Suara It-cu-king-thian kalem.

   "ada sebuah berita baik yang akan kuberitahukan kepadamu juga."

   Diam-diam bersorak girang hati Ciang Thi-hu tanyanya cepat.

   "Kabar baik apa?"

   "Belasan orang yang ada maksud masuk kedalam pasukan laskar rakyat Kim-to Cecu sudah diringkus secara diam-diam oleh Nyo Hou-hu, di antaranya adalah orang-orang yang sudah terdaftar oleh Liong-tayjin. Minuman yang diberikan kepada mereka sudah dicampur obat bius yang khusus dibuat untuk mereka. Orang lain menyangka mereka mabuk, lalu bagaimana membereskan mereka, untuk ini harap Lo-heng memberi petunjuk."

   Dada Tan Ciok-sing hampir meledak mendengar kata-kata It-cu-king-thian ini, hampir saja dia tak kuat lagi menahan emosi dan hendak terjang keluar melabraknya. Lekas In San menariknya, katanya berbisik.

   "Kalau betul Lui Tin-gak kini sudah berkiblat kepihak kerajaan, hanya mengantar nyawa saja kau keluar. Sabarlah dan dengarkan pembicaraan mereka lebih lanjut?"

   Sebaliknya Kek lam wi dan gadis itu saling melongo berpandangan di tempat sembunyi mereka.

   Kiranya merekapun sudah siap pergi membantu Kim-to Cecu, malah mereka juga sudah menyampaikan niatnya ini kepada It-cuking- thian dan Nyo Hou-hu.

   Kalau betul ucapan It-cu-kingthian, kenapa mereka berdua sekarang bebas? Demikian pikir mereka.

   Maklum meski Kek Lam-wi tidak mengikuti perjamuan besar tadi, tapi bilamana It-cu-king-thian dan Nyo Hou-hu mau mencelakai dirinya, dirinya yang tidak siaga dan tidak pernah menduga pasti bisa celaka.

   Sementara si gadis, bukan saja dia hadir dalam perjamuan besar itu, Nyo Hou-hu malah mengundangnya berbicara secara rahasia, kenyataan sampai sekarang dia masih segar bugar.

   "Kabar baik"

   Ini memang amal menguntungkan Ciang Thihu, ha! ini sudah terpikir oleh Ciang Thi-hu, tapi sampai taraf mana "baik"nya, ternyata masih berada diluar dugaannya, sesaat dia melengong, katanya kemudian.

   "Jadi Nyo Hou-hu juga sehaluan dengan kita?"

   "Betul, kubujuk dia, seorang laki-laki harus bisa melihat gelagai dan memilih jalan yang benar, untung dia mau tunduk dan menerima bujukanku."

   "Dari mana dia bisa tahu siapa-siapa yang hendak ditangkap tayjin?"

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Tapi lekas sekali dia sudah tertawa geli sendiri, lalu menyambung dan menjawab pertanyaan sendiri.

   "Tentu kau yang memberitahu bukan?"

   "Sayang kau hanya memberitahu beberapa orang yang jadi pentolannya, entah aku melupakan mereka tidak?"

   Lalu secara hapal dia sebutkan nama beberapa orang.

   "Ingatanmu amat bagus. Tapi ada seorang lagi yang paling penting, entah bagaimana kau akan menghadapinya?"

   "Maksudmu Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun?"

   "Betul, bukankah kau kawan baiknya?"

   "Demi menunjukkan darma baktiku kepada Liong-tayjin, aku tidak perduli kawan baik segala siapa suruh dia tidak tahu diri? Tapi lwekangnya amat tangguh, arak beracun pun tidak akan dapat melumpuhkan dia. Apa boleh buat terpaksa aku sendiri yang harus tampil, besok akan kuajak dia berunding di kamar rahasia bersama Nyo Hou-hu, di kala dia tidak siaga akan kututuk hiat-tonya."

   "Paling baik akalmu ini,"

   Seru Ciang Thi-hu.

   "Sebetulnya Kungfumu tidak lebih asor dari dia, kalau kau membokong secara mendadak, pasti berhasil."

   Mendengar sampai disini, sungguh hati Tan Ciok-sing gugup, kaget, gemes lagi, katanya lirih kepada In San.

   "Bagaimana? Mereka hendak mencelakai Tam Tayhiap."

   In San juga tidak menyangka bahwa It-cu-king-thian ternyata betul-betul sebejat itu, sudi berintrik dengan Ciang Thi-hu hendak melakukan perbuatan kotor dan serendah itu. hatinya jadi bingung dan hambar, tanyanya pula.

   "Bagaimana menurut pendapatmu?"

   "Akan kusergap mereka dan menahannya untuk beberapa lama, lekas kau laporkan hal ini kepada Tam Tayhiap."

   "Tidak jiwamu bisa melayang."

   "Kalau kau tidak memberi kabar ini, Tam Tayhiaplah yang akan celaka jiwanya."

   Sudah tentu In San juga tahu keselamatan jiwa Tam Pakun menyangkut pula kalah menangnya pasukan laskar rakyat di bawah pimpinan Kim-to Cecu.

   Tapi dia juga tahu, kalau sekarang Tan Ciok-sing nekat melabrak kedua orang ini, jiwanya pasti melayang pula.

   Memangnya dia tega melihat kekasihnya mati dihadapannya dalam beberapa kejap ini? Tengah mereka bimbang, didengarnya It-cu-king-thian sedang berkata pula.

   "Kali ini Nyo Hou-hu banyak membantu kerja kita, sepantasnya jangan kita anggap dia orang luar pula."

   "Sudah tentu, selanjutnya aku masih perlu minta bantuannya,"

   Sembari bicara mereka jalan mondar mandir di tanah lapang berumput, kebetulan sekarang mereka berada tak jauh dari tempat persembunyian Tan dan In berdua, jaraknya paling hanya belasan langkah.

   Ingin rasanya sekali tusuk Tan Ciok-sing membunuh kedua orang ini, sayang jarak sedekat ini, umpama dia mau bekerja sesuai kehendaknya tadi, mungkin dia sendiri nanti takkan sempat lolos dari telapak tangan kedua jagoan kosen ini, jikalau dirinya bertindak nekad tapi tidak membawa hasil dan keuntungan berarti sia-sia.

   Apa boleh buat, untuk sementara terpaksa dia menahan sabar dan menunggu kesempatan untuk bertindak.

   Tengah dia menimang-nimang, didengarnya It-cu-kingthian berkata pula.

   "Akupun sedang berpikir, membabat rumput tidak sampai ke akarnya setelah kehujanan dia akan tumbuh lagi, kebetulan memperoleh kesempatan baik ini, seharusnya kita menjaring mereka seluruhnya."

   "Maksudmu kita babat musuh-musuh kita itu?"

   Ciang Thihu menegas.

   "Terutama orang-orang yang ingin dibekuk oleh Liongtayjin. Sementara orang-orang gagah yang hadir hari ini kelak juga harus diciduk satu persatu. Cuma untuk minta bantuan Nyo Hou-hu kau harus betul-betul mempercayai nya."

   "Menurut kau bagaimana aku harus percaya padanya?"

   "Untuk melaksanakan tugas besar ini hingga sukses, kalau hanya aku dan Nyo Hou-hu saja yang melaksanakan kukira masih kurang menyeluruh, aku masih ingin bantuan orang lain. Lo-ciang, kau pernah bilang Liong-tayjin ada memberi sebuah daftar nama kepadamu, serahkan daftar nama itu kepadaku, biar kutunjukkan kepada Ngo Hou hu, bagaimana?"

   "O, kau ingin mendapat daftar itu?"

   "Tanpa daftar itu bagaimana kita bisa membedakan mana kawan mana lawan? Lo-ciang orang yang mencurigakan jangan dipakai, kalau memakai orang jangan curiga padanya. Kalau kau ingin bantuan Nyo Hou-hu, kau harus anggap dia orang kita sendiri."

   Ciang Thi-hu ragu-ragu katanya kemudian.

   "Setelah memperoleh daftar ini bagaimana kalau Nyo Hou-hu berubah hati?"

   "Kau tidak percaya pada Nyo Hou-hu berarti tidak mempercayai aku, baiklah, kalau kau tetap curiga begini, ya, sudahlah."

   Dalam sekejap ini Ciang Thi-hu sudah berpikir putar balik, otaknya bekerja secara kilat, akhirnya dia berkeputusan untuk menempuh bahaya, batinnya.

   "Tanpa bantuan mereka, jangan kata untuk menjaring musuh sebanyak mungkin hanya Kim-tothi- ciang Tam Pa-kun seorang saja, mungkin aku tak mampu menandinginya."

   Maka dengan seri tawa segera Ciang Thi-hu berkata.

   "Lui-heng, jangan kau salah paham, bagaimana aku tidak mempercayaimu? Cuma daftar itu menyangkut urusan besar, peranannya amat penting, betapapun aku harus hatihati bertindak tadi aku memang usil, jangan berkecil hati. Baiklah, daftar nama ini harap kau serahkan kepada Nyo Houhu."

   It-cu-king-thian terima daftar nama itu serta dibacanya sekali, dengan ' hati-hati dia menyimpannya. Lalu tertawa tergelak-gelak riang, katanya.

   "Baiklah segera kuserahkan kepada Nyo Hou-hu."

   Mendengar gelak tertawa orang yang bernada ganjil sekilas Ciang Thi-hu melengak, pikirnya.

   "Kenapa dia bilang segera akan diserahkan kepada Nyo Hou-hu?"

   Tanyanya.

   "Daftar sudah kuserahkan masih ada persoalan apa pula yang ingin kau bicarakan disini?"

   Tawar suara It-cu-king-thian.

   "Kukira tiada lagi,"

   Sikapnya dingin dan kereng.

   "Kalau begitu, marilah kita pulang saja,"

   Ajak Ciang Thi-hu.

   "Kenapa pulang?"

   "Bukankah kau hendak serahkan daftar itu kepada Nyo Hou-hu?"

   "Betul, tapi tak usah pulang dan serahkan dia di rumahnya."

   "O, jadi kaupun mengundang dia kesini, cobalah suruh dia keluar untuk berkenalan dengan aku?"

   It-cu-king-thian berkata.

   "Tanah lapang disini kulihat amat bagus dan cukup luas, bagai mana kalau dibanding gelanggang latihan silat di rumah keluarga Nyo itu,"

   Dia bicara tanpa menjawab pertanyaan. Karuan Ciang Thi-hu melenggong tanyanya cepat.

   "Lo-lui, apa maksud ucapanmu ini?"

   It-cu-king-thian berkata dengan kalem.

   "Tiada omongan yang perlu kubicarakan lagi dengan kau, tapi ada satu persoalan, betapapun aku harus membereskan dengan kau disini."

   Ciang Thi-hu kaget, serunya.

   "Persoalan apa?"

   "Malam itu aku telah mendapat kesempatan belajar dengan kau di puing-puing rumah keluarga Tan, sayang siapa kalah siapa asor belum ada ketentuan, sejauh ini belum lagi lenyap seleraku berantam. Maka mumpung sekarang ada kesempatan ingin aku melanjutkan adu kepandaian, mohon kau suka memberi petunjuk."

   "Apa, kau masih ingin bertanding dengan aku?"

   "Bukan lagi bertanding, aku ingin menentukan siapa jantan atau betina di antara kau dan aku. Atau boleh juga dikatakan menentukan mati hidup."

   Karuan bukan kepalang kaget Ciang Thi-hu.

   "Kau, kau, kau tidak berkelakar bukan? Baru saja bicara baik-baik, kenapa kau..."

   It-cu-king-thian menukas dengan jawaban dingin.

   "Karena aku orang she Lui ingin berbuat seperti orang 'bodoh' yang kau katakan tadi."

   Orang "bodoh"

   Yang dimaksud Ciang Thi-hu adalah mereka yang tidak mau harta benda, pangkat dan jabatan tinggi, tapi lebih suka menjadi pembantu Kim-to Cecu melawan kekuasaan raja, tepatnya kaum pemberontak.

   Tak nyana kini It-cu-king-thian Lui Tin-gak justru rela menjadi orang yang "bodoh".

   Bukan Ciang Thi-hu saja yang kaget mendengar pernyataan tegas ini, In San pun hampir bersorak kegirangan.

   Memang sejak mula dia sudah menduga pasti ada latar belakang tertentu sehingga It-cu-king-thian mengajak Ciang Thi-hu kemari, tapi tak terpikir olehnya bahwa tujuan It-cu-king-thian adalah hendak ngapusi daftar nama itu, kini setelah tujuan tercapai segera dia hendak membunuh Ciang Thi-hu.

   "Lha, bagaimana. Sudah kukatakan Lui Tayhiap pasti bukan orang jahat, sekarang kau sudah percaya? Oh, ya kau pernah bilang..."

   Demikian bisik In San di pinggir telinga Tan Ciok-sing dengan tertawa. Tan Ciok-sing sendiri juga merasa senang dan kaget, tapi juga amat menyesal, tapi dia tetap tidak percaya akan pendengarannya sendiri, segera dia menukas perkataan In San.

   "Betul, tadi kukatakan bila It-cu-king-thian membunuh keparat tua itu, baru aku mau percaya padanya, kini biar aku menunggu kenyataan."

   Tampak Ciang Thi-hu berjingkrak gusar, suaranya gemetar.

   "Kau, kau, jadi obrolanmu tadi semua hanya hendak menipuku?"

   It-cu-king-thian terbahak-bahak, katanya.

   "Menghadapi sampah persilatan macammu ini, aku hanya menggunakan cara yang sama untuk membalas kepada orang yang melakukannya. Tapi aku tidak menipumu seluruhnya, tadi aku berjanji untuk menyerahkan daftar ini kepada Nyo Hou-hu, nah sekarang juga boleh kau saksikan bahwa ucapanku dapat dipercaya."

   Belum habis It-cu-king-thian berbicara tahu-tahu terdengar tiga kali tepukan tangan serempak dari gerombolan batu-batu yang berserakan di sekitar lapangan bermunculan banyak orang dalam sekejap beberapa orang menyulut obor sehingga keadaan sekelilingnya menjadi terang benderang.

   Batu-batu karang dengan berbagai bentuknya yang aneh-aneh dan besar di atas Lian-hoa-hong berserakan itu memang tempat baik untuk sembunyi.

   Orang yang berdiri paling depan adalah tuan rumah Nyo Hou-hu, di belakangnya lagi adalah Ui-yap Tojin, Sia-cin Hwesio, Wi-cui-hi-kiau dan lain-lain anggota Pat-sian.

   Karena Kek Lam-wi dan gadis itu termasuk anggota Pat-sian sudah tentu merekapun ikut keluar.

   Belasan orang yang tadi dikatakan sudah diringkus dengan arak bius oleh It-cu-king-thian tadi, ternyata berada dalam rombongan besar yang berdiri mengelilingi tanah lapang ini.

   Tiba-tiba terdengar sebuah siulan panjang melengking, begitu keras getaran suitan ini sampai memekak telinga Ciang Thi

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   hu, dari pucuk pohon tak jauh di belakangnya tiba-tiba melompat turun seseorang. Orang ini adalah Kim-to-thi-chiang Tam Pa-kun, katanya dengan gelak tertawa.

   "Lui-toako, peranan sandiwaramu sungguh baik dan berhasil, Tapi aku harap babak selanjutnya dari peranan sandiwara ini kau serahkan kepadaku,"

   Maksudnya dia hendak mewakili It-cu-king-thian menempur Ciang Thi-hu. It-cu-king-thian tersenyum, katanya.

   "Tam-toako, biarlah aku lanjutkan saja. Aku tahu banyak kawan-kawan yang menaruh curiga padaku, entah mengapa aku membawa bangsat tua ini pada perjamuan tadi. Kalau peranan ini tidak kulanjutkan, bagaimana aku bisa menunjukkan kebersihan jiwaku,"

   Sembari bicara dia serahkan daftar nama itu kepada Nyo Hou-hu. Seterima daftar itu sekilas Nyo Hou-hu membacanya lalu tertawa, katanya.

   "Ciang Thi-hu, banyak terima kasih atas pemberian daftar ini, biar kuberitahu kepadamu, kawankawanmu yang tercantum dalam daftar ini, hampir seluruhnya telah kutangkap. Memangnya aku sedang kuatir bila ada ikan yang lolos dari jaring, hingga kurang bersih aku menyapu mereka, kini berdasar daftar ini, aku bisa melanjutkan grebekanku, sesuai apa yang tadi kau katakan membabat rumput harus sampai ke akar-akarnya."

   Ciang Thi-hu berdiri lemas dengan muka pucat pias, adalah orang-orang gagah yang hadir sama tertawa gemuruh. Lebih lanjut Nyo Hou-hu berkata pula setelah ikut tertawa lebar.

   "Para kawan-kawan yang hadir, kenapa malam ini kuundang kalian ke Lian-hoa-hong ini tentunya tak usah kujelaskan, kalian sudah maklum sendiri. Haha, kalau mau nonton ya carilah adegan yang bagus, bahwa Lui Tayhiap adalah jagoan top yang tidak perlu diragukan lagi, sementara 'Ciang Tayjin' yang berperan sebagai tokoh jahat ini, sejak dua puluh tahun yang lalu merupakan jagoan paling kosen dalam pasukan Gi-lim-kun. Hehe, haa, beruntunglah kita semua dapat menyaksikan pertunjukan yang seru dan ramai ini."

   Dengan muka pucat berkeringat dingin, terpaksa Ciang Thihu mengeraskan kepala katanya.

   "Orang she Ciang hari ini terjebak dalam permainan licik kalian, tiada yang perlu kukatakan lagi kalian maju bersama, orang she Ciang dapat gugur di tangan kalian orang-orang gagah sebanyak ini, setimpal juga kematianku."

   "Jangan mengumpak awak sendiri sebagai orang gagah, tuan besar Ciang,"

   Jengek It-cu-king-thian.

   "kupingmu kan tidak tuli, memangnya kau tidak dengar apa yang diucapkan Nyo Cengcu barusan? Untuk menjagalmu kenapa harus membuang banyak tenaga? Cukup aku orang she Lui seorang saja yang berlaga dengan kau, biar nanti kau mati dengan tentram,"

   Terbetik setitik harapan dalam benak Ciang Thi-hu, setelah ngakak dipaksa akhirnya dia berkata.

   "Memang kata-katamu inilah yang kuharapkan. Tapi perkataanmu belum cukup jelas, bolehkah aku bertanya supaya persoalan lebih terang."

   "Kau ingin omong atau mau kentut, lekas saja,"

   Jengek Itcu- king-thian.

   "Bagaimana kalau orang she Ciang beruntung dapat mengalahkan kau Lui Tayhiap? Hadirin sebanyak ini, apakah merekapun boleh satu persatu melawanku satu persatu? Hehe, namaku Thi-hu (tukang besi), tapi badanku yang hampir reyot ini bukan terdiri rangka besi balung saja, terus terang aku takkan kuat melawan kalian secara giliran."

   Karena ucapannya ini menimbulkan reaksi kemarahan hadirin.

   "Keparat kau ini barang apa masakah bisa mengalahkan Lui Tayhiap? Dia memancing kemarahan kita, supaya sudi melepas dia, kau bilang dia ibarat nelayan yang sudah terbalik perahunya di tengah lautan, yang diharap dapat menangkap setangkai jerami. Memangnya dia sedang bermimpi kalau mengharap bisa mengalahkan Lui Tayhiap. Akan tetapi biarlah dia berhasil menangkap setangkai jerami itu."

   It-cu-king-thian angkat kedua tangan sambil berputar menekan keributan hadirin. Serunya lantang.

   "Baiklah, kujelaskan dulu kepadamu, kalau kau mampu mengalahkan aku, segera kupersilahkan kau turun gunung."

   "Apa betul?"

   Teriak Ciang Thi-hu terbeliak girang.

   "Kau kira kita ini manusia kerdil macammu yang tidak dipercaya ini?"

   Demikian bentak Nyo Hou-hu.

   "cara apa yang sudah disebutkan Lui Tayhiap tadi, hadirin pasti akan mematuhinya."

   Mendadak It-cu-king-thian membentak.

   "Persoalan sudah jelas, tidak segera dimulai, masih tunggu apa lagi?"

   "Tamu tak boleh mendahului tuan rumah, harap Lui Tayhiap memberi petunjuk."

   "Jangan kau meninggikan derajatmu, siapa anggap kau sebagai tamu?"

   Damprat It-cu-king-thian Lui Tin-gak.

   "Aturan tetap aturan,"

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Demikian ucap Ciang Thi-hu, hadirin kira dia sengaja hendak mengulur waktu, tak nyana mendadak dia melontarkan sebuah pukulan mengepruk batok kepala Itcu- king-thian. Setelah telapak tangannya terayun baru dia lanjutkan kata-katanya.

   "Tapi kalau Lui Tayhiap tidak sudi melayaniku sebagai tamu, terpaksa aku tidak sungkan lagi."

   It-cu-king-thian tetap tidak bergerak, setelah telapak tangan lawan terpaut lima dim dari kepalanya, baru mendadak dia miringkan tubuh telapak tangan melintang bagai golok, dengan jurus Hian-niau-hoa-sa, dia menepis pergelangan tangan lawan, jengeknya.

   "Siapa suruh kau sungkan?"

   Jurus Hian-niau-hoa-sa ini adalah permainan tunggal yang pandai melawan serangan lawan dengan tenaga keras dan lunak, jikalau Ciang Thi-hu tidak merubah permainannya, pergelangan tangannya itu salah-salah bisa tertabas kutung.

   Dalam pada itu, Tan Ciok-sing dan In San juga sudah keluar dari tempat persembunyiannya, perhatian hadirin tertuju ke tengah gelanggang, maka tiada perhatikan mereka.

   Tan Ciok-sing berkata lirih.

   "Lui Tayhiap terkenal bukan karena ilmu pedangnya yang liehay, tapi jurus Hian-niu-hoa-sa ini adalah perubahan dari cabang ilmu pedang, seakan-akan ada persamaan yang serasi dengan Bu-bing-kiam-hoat yang diajarkan oleh suhu. Agaknya Kungfu tingkat tinggi kebanyakan memang terjalin dalam satu sumber yang sama,"

   Tanpa disadarinya kini dia sudah ganti sebutan kepada It-cuking- thian, ini menandakan bahwa dia sudah tidak menaruh curiga pula terhadap Lui Tin-gak.

   Di kala Tan Ciok-sing berbisik bicara dengan In San itu, keadaan pertempuran di tengah arena ternyata sudah berubah.

   Kungfu Ciang Thi-hu memang liehay dan tinggi, pukulan yang dia lontarkan untuk menyergap It-cu-king-thian tadi semula kelihatan kuat dan deras, begitu mengadakan perlawanan ternyata dalam waktu singkat itu mendadak gerakan yang membela itu telah dirobah menjadi tabasan miring.

   "Biang"

   Telapak tangan kedua pihak kontan beradu, keduanya sama limbung dua kali.

   Bahwa dia mampu mengadu pukulan sampai sepuluh jurus dengan It-cu-king-thian memang tidak perlu dibuat heran, hal inipun sudah diduga oleh hadirin.

   Tapi dalam waktu sependek itu dia bisa bermain sesuka hati, maju mundur dan keluar masuknya tenaga ternyata terkontrol baik sekali, ini menandakan bahwa taraf kepandaian silatnya memang sudah tinggi.

   Tadi hadirin sudah yakin bahwa It-cu-king-thian pasti akan memenangkan pertempuran adu jiwa ini, kini mau tidak mau timbul rasa kuatir dalam benak mereka.

   Cepat sekali begitu limbung dan tersurut mundur selangkah, dia tuntun tenaga lawan ke atas berbareng dengan langkah berantai dia menyelinap maju, tiba-tiba kakinya melayang dengan tendangan miring.

   Telapak tangan kanan Ciang Thi-hu melayang miring dia membalas dengan sejurus Hou-te-jan-hou.

   Lekas It-cu-king-thian menarik kaki kanan, tahu-tahu kaki kiri melayang pula, tendangan berantai tiga kali mendesak Ciang Thi-hu mundur tiga langkah.

   Hadirin kagum dan memuji.

   "Kiranya kepandaian ilmu tendangan Lui Tayhiap juga begini liehay dan mahir."

   Hadirin kira It-cu-king-thian sudah merebut posisi yang lebih unggul dan pasti akan menang, tak nyana mendadak Ciang Thi-hu berputar badan sembari menarikan kedua telapak tangannya, sekaligus dia lontarkan sepuluh jurus pukulan dengan kekuatan penuh secara keras, hingga dia berhasil mendesak maju ke depan Itcu- king-thian sehingga lawannya tak mampu lagi menyerang dengan pukulan yang dikombinasikan dengan tendangan pula.

   Para ahli Kungfu yang hadir sama tahu bahwa dia memainkan Ngo-hing-ciang-hoat, pukulan ini mengutamakan membelah, menyelinap, menggebuk, membabat, dan menjojoh, lima unsur saling isi dan tubuh, ada pula keras ada pula lunak, kekuatan pukulannya menderu bagai gelombang pasang.

   Di bawah serangan gencar yang deras dan nekad seperti mau adu jiwa ini, It-cu-king-thian ternyata terdesak mundur selangkah demi selangkah.

   Angin pukulan bergolak, pasir terbang batu berguling.

   Terdengar suara keretekan yang ramai, itulah suara dahandahan pohon yang patah dan runtuh.

   Pada hal mereka berhantam di tengah tanah lapang yang cukup luas, pohon yang tumbuh paling dekat juga ada belasan langkah jauhnya, sudah tentu pukulan mereka takkan mungkin secara telak memukul ke arah pohon, tapi dahan-dahan itu sama rontok karena kekuatan Bok-khong-ciang yang dahsyat.

   Bila mereka bertempur di sebelah timur, dahan pohon di sebelah timur sama runtuh, kalau berkisar ke barat, pohon-pohon di sebelah barat pun sama tumbang.

   Kalau pohon jadi korban, adalah manusia yang menonton diluar gelanggang sama menyingkir semakin jauh, padahal mereka memiliki kepandaian cukup tinggi, namun tak kuasa membendung gelombang kekuatan pada pukulan kedua jagoan yang kosen ini.

   Di tengah pertempuran sengit itulah, mendadak terdengar suara ledakan dahsyat, disusul batu krikil besar kecil sama muncrat ke berbagai penjuru, kiranya Ciang Thi-hu terlalu bernafsu untuk mengalahkan musuh, maka pukulannya sudah terukur lagi kekuatannya, dimana angin pukulannya menyambar sebuah batu karang sebesar pelukan orang dewasa dihantamnya hancur lebur.

   Tapi pukulannya tidak mengenai It-cu-king-thian.

   Meski tidak terkena pukulan lawan, tapi It-cu-king-thian terdesak turun seakan dia hanya mampu menangkis, membela diri dan tak kuasa balas menyerang.

   Para ahli silat yang hadir kini lebih nyata lagi, bahwa Ciang Thi-hu kini sudah getol adu jiwa, pukulannya dilandasi kekuatan Gun-goan-it-cu-kang.

   "Gun-goan-it-cu-kang ternyata memang Iiehay, agaknya bangsat tua ini sudah melatihnya mencapai tingkat paling tinggi, taraf ke sembilan,"

   Demikian kata seorang busu. Seorang busu (guru silat) lain menimbrung;

   "Tidak menurut pendapatku, tingkat latihannya sekarang paling baru mencapai taraf ke delapan. Tiga puluh tahun yang lalu aku pernah saksikan Tiong-pangcu dari Kaypang dalam jarak seratusan langkah mampu memukul hancur sebuah pilar batu marmer dengan Gun-goan-it-cu-kang, jelas dia punya jauh lebih Iiehay."

   "Umpama betul baru mencapai taraf ke delapan, perbawanya juga sudah cukup hebat. Aku jadi kuatir, apakah Lui Tayhiap..."

   Guru silat pertama tadi tidak meneruskan kata

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   katanya, tapi orang lain tahu, dia menguatirkan It-cu-kingthian, mungkin tidak mampu melawan Gun-goan-it-cu-kang Ciang Thi-hu yang mencarai taraf ke delapan.

   Teman bicaranya tadipun diam saja tidak memberi tanggapan pula, agaknya secara diam-diam diapun mengakui kebenaran katakata temannya, maka dia tinggal bungkam saja.

   Tiba-tiba didengarnya sebuah suara serak kasar berkata.

   "Omong kosong, kalian tahu kentut apa, Lui Tayhiap menggunakan kelunakan melawan kekerasan, seperti lemah kenyataan kuat, sebaliknya keparat she Ciang itu sudah hampir kehabisan tenaga. Aku berani bertaruh dalam seratus jurus, Lui Tayhiap pasti menang, hayo siapa yang berani bertaruh denganku?"

   Pembicara ini adalah seorang Hwesio, dia bukan lain adalah Hwesio kasar atau salah satu dari Pat-sian yang pernah bersua di tengah jalan dengan Tan Ciok-sing itu julukannya Sia-cin Hwesio, suaranya keras maka banyak hadirin yang mendengar kata-katanya.

   Kata-katanya diucapkan kasar seperti tidak kenal aturan, tapi kedua guru silat itu ternyata bungkam seketika, tidak marah mereka malah girang dan lega.

   Bahwa Sia-cin Hwesio berani bicara sekeras dan setandas itu, jelas bahwa It-cu-kingthian sudah punya akal dan cara untuk mengalahkan dan membekuk musuhnya.

   "Memangnya kita semua mengharap Lui Tayhiap yang menang, buat apa harus bertaruh dengan kau,"

   Demikian seseorang berseru. Tapi banyak hadirin yang masih belum tahu akan selukbeluk dari pertempuran seperti yang dikatakan Sia-cin Hwesio tadi. Tapi Tan Ciok-sing justeru mengikutinya dengan jelas dan seksama.

   "Perhatikan gerak langkah Lui Tayhiap,"

   Bisik Tan Ciok-sing kepada In San.

   "dia melangkah dengan posisi Ngo-hing-patkwa, setiap langkah gerakannya selalu memunahkan sebagian tenaga pukulan dahsyat Ciang Thi-hu. Jelas dia betul-betul bisa mempraktekan ajaran ilmu tingkat tinggi yaitu menghindari yang isi menggempur yang kosong, dari pihak yang diserang berbalik menyerang, yang hijau mengalahkan yang sudah matang. Kalau Sia-cin Hwesio menilai dia baru akan menang dalam seratusan gebrakan, kukira terlalu banyak. Menurut penglihatanku, dalam sepuluh jurus lagi, Lui Tayhiap sudah akan balas menyerang. Kira-kira tiga puluh jurus kemudian, jiwa bangsat tua she Ciang ini pasti akan tamat, kau percaya tidak?"

   Maka terlihat Ciang Thi-hu sedang melontarkan sebuah pukulan, yang digunakan adalah jurus membelah, tapi jari-jari tangannya terkepal dan terangkat tinggi di atas kepala, gerakannya seperti martil yang lagi diayun dan siap hendak dipukulkan perbawa serangan ini memang hebat sekali, tapi kali ini It-cu-king-thian ternyata tidak mundur lagi kepalannya melintang terus disampokan keluar, sehingga kepalan Ciang Thi-hu kena dituntun ke samping, sekaligus dia tambahi dengan gerakan mendorong pula.

   Lekas Ciang Thi-hu gunakan merubah bentuk memindah kedudukan, sekaligus serangannya dirobah menjojoh, sasarannya di atas mengancam muka lawan, jurus ini dinamakan Ciong-thianbau, atau Meriam Yang Mengincar Ke Udara.

   Telapak tangan It-cu-king-thian terayun, gerakan mendorong berubah menggelantung, dengan jotosan sekaligus dia menggantolnya keluar, maka kepalan dan telapak tanganpun beradu, kali ini ternyata tidak menimbulkan suara, tapi kenyataan bahwa Ciang Thi-hu kini yang berganti tertolak mundur selangkah.

   Perkembangan selanjutnya memang terlalu cepat, kini It-cuking- thian sudah lebih berinisiatip menyerang, kedua telapak tangannya bekerja sekencang angin kitiran, Ciang Thi-hu balas diserangnya dengan gencar dan ganas.

   Diam-diam In San tertawa, katanya.

   "Sudah tentu aku percaya akan komentarmu, mungkin kau pun berkelebihan menilainya,"

   Ternyata hanya dalam tiga gebrak saja setelah Tan Ciok-sing memberikan komentarnya, It-cu-king-thian sudah merubah situasi, dari pihak terdesak berbalik balas mendesak, lebih banyak menyerang dari pada bertahan.

   Keringat Ciang Thi-hu gemerobyos, matanya mendelik otototot hijau merongkol keluar, sikapnya kini lebih mirip serigala yang mengamuk didalam kandang, kelihatan betapa liar dan buas perangainya, secara nekat diapun melawan dengan serangan-serangan gencar dan mematikan, seolah-olah dia mengharapkan kemenangan meski dalam keadaan terdesak ini.

   Diam-diam It-cu-king-thian tertawa dalam hati.

   "Jikalau kau tidak segugup dan emosi seperti ini, mungkin masih kuat bertempur tiga puluh jurus. Hehe, kini kau masih berani mengadu serangan dengan aku, itu berarti kau memang ingin lekas tamat riwayatmu."

   Di tengah pertempuran sengit itu, tiba-tiba lengan It-cuking- thian seperti melengkung, sekonyong-konyong dengan jurus Wan-kiong-sia-gwat (menarik gendewa memanah rembulan), jarinya menutuk ke hiat-to di dada Ciang Thi-hu.

   Pada hal Ciang Thi-hu sedang menarikan sepasang tangannya sekencang baling-baling, dengan menyerang dia berusaha mempertahankan posisinya yang terdesak, dia sudah yakin pertahanannya sekarang sudah amat ketat dan kokoh, tak nyana entah kenapa, tahu-tahu jari It-cu-king-thian masih juga menyelonong masuk dan dadanya kena tertutuk dengan telak.

   Karuan Ciang Thi-hu kaget sekali, lekas dia gunakan gerakan Hong-biau-loh-hoa untuk berkelit, sudah tentu It-cuking- thian tidak memberikan kesempatan pula padanya, begitu tangan kiri bergerak naik menyanggah sikut lawan, telapak tangan kanan tiba-tiba menyusup keluar dari bawah ketiak terus menjojoh ke Ih-gi-hiat di bawah ketiak Ciang Thihu.

   Ih-gi-hiat adalah salah satu hiat-to mematikan di tubuh manusia, berkelit jelas tidak mungkin lagi, dia juga tahu bahwa tenaga dalamnya kini sudah bukan lagi tandingan Itcu- king-thian, apa boleh buat terpaksa dia berbuat nekat serta melawan dengan setaker tenaganya yang masih tersisa.

   Betapa dahsyat kekuatan binatang yang sudah nekat didalam kandang, demi mempertahankan mati dan hidup lagi.

   Tampak Ciang Thi-hu mendoyongkan tubuh, sehingga seluruhnya melengkung miring laksana busur, kedua telapak tangannya didorong lurus ke depan laksana pucuk panah, tenggorokannya mengeluarkan suara krok krok seperti kodok ngorek, seolah-olah dia hendak menindihkan seluruh kekuatannya ke tubuh lawannya.

   Para penonton diluar gelanggang sama merasakan tenaga gempurannya ini sedahsyat gugur gunung.

   Sekejap ini seluruh hadirin menyaksikan dengan mata terbeliak dan suasana menjadi hening lelap, sedemikian sepinya umpama jarum jatuh juga bisa terdengar.

   Perawakan Ciang Thi-hu tinggi kekar dan berotot kencang, perawakannya lebih tinggi sekepala dari It-cu-king-thian, kini dengan serangan menindih dari atas ke bawah ini, seluruh kekuatan tubuhnya sekaligus menindih turun sehingga kelihatan dia memperoleh posisi yang menguntungkan.

   Banyak hadirin yang pernah menyaksikan kedahsyatan Gungoan- it-cu-kang, mau tidak mau mereka sama kuatir dan berdegup jantungnya, mereka kuatir bila It-cu-king-thian tidak kuat melawan gempuran hebat ini.

   Di tengah keheningan lelap itu, mendadak terdengar suara "krak"

   Yang keras, tubuh Ciang Thi-hu yang gede itu mendadak jungkir balik dan terpental kesana terus tergulingguling sambil menjerit keras seperti babi hendak disembelih.

   Kiranya pada detik-detik yang menentukan tadi It-cu-kingthian bukan saja tidak menerjang maju, diapun tidak menangkis atau berusaha mematahkan serangan musuh, tapi dalam posisi yang menyulitkan dan didalam keadaan yang tidak mungkin menurut penglihatan orang lain, mendadak dia merebut kecepatan balas menyerang, telapak tangan kanan menggantol keluar, berbareng dengan jurus Ling-yang-kwakak (kambing gembel menanduk) secepat kilat telapak tangan kiri menempiling ke muka Ciang Thi-hu.

   Waktunya tepat sasarannyapun telak sehingga Ciang Thi-hu dipaksa untuk miring tubuh sambil melontarkan pukulannya, sudah tentu serangannya mengenai tempat kosong, kelambatan yang sedetik ini sudah memberi peluang untuk It-cu-king-thian melancarkan serangan liehay dari Hun-kin-joh-kut-jiu, lengan Ciang Thi-hu kena dipelintirnya patah.

   Dari jurus Ling-yangkwa- kak yang gertakan belaka tahu-tahu dirubah dengan serangan Hun-kin-joh-jiu yang sesungguhnya, perubahan antara isi dan kosong ini sungguh amat menakjubkan, kecuali Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun, Ui-yap Tojin, Sia-cin Hwesio dan Tan Ciok-sing, hadirin yang lain belum lagi melihat jelas, tahutahu tampak Ciang Thi-hu sudah mencelat jatuh bergulingguling seperti bola yang tertendang.

   Hening sekejap mendadak meledaklah sorak sorai dan tepuk tangan yang gegap gempita.

   Hadirin sama berjingkrak dan menari-nari dengan senang serta merubung maju.

   Nyo Hou-hu tertawa tergelak-gelak, katanya.

   "Tontonan sudah berakhir, kini tiba giliran adegan selanjutnya, yaitu mengompres keterangan dari mulut tawanan. Lui Tayhiap silakan kau istirahat di samping, nanti masih kami butuhkan keputusanmu untuk memberikan hukuman padanya."

   Baru saja dia menghampiri kesana hendak menarik Ciang Thi-hu yang telah patah lengannya, mendadak didengarnya Ciang Thi-hu meronta-ronta sambil berkuik-kuik mengerikan, darah tiba-tiba menyembur dari mulutnya, setelah berkelejetan beberapa kali, tiba-tiba kakinya mengejang lurus, tangannya pun mencakar-cakar tanah, kejap lain tubuhnya pun menjadi lemas dan tak bergerak lagi untuk selamanya.

   Kiranya dengan sisa tenaga Gun-goan-it-cu-kang yang masih tersisa dia menghancurkan urat nadi sekujur badannya, sehingga jiwanya melayang seketika.

   It-cu-king-thian berkata.

   "Untung daftar nama itu sudah berada di tangan kita, tidak mengompres keterangannya juga tidak menjadi soal."

   "Kematian keparat tua ini memang setimpal, sepatutnya dia mati lebih mengenaskan lagi,"

   Demikian ujar Nyo Hou-hu.

   Segera dia suruh tiga Ceng-sing menyeret Ciang Thi-hu serta dikuburkan secara sederhana.

   Baru sekarang hadirin sempat memberi salam kepada It-cu-king-thian.

   Tam Pa-kun juga hendak maju memberi selamat, tiba-tiba didengarnya seorang memanggilnya.

   "Tam-pepek." Waktu Tam Pa-kun menoleh, dilihatnya seorang pemuda berwajah ganteng berdiri di sampingnya, waktu dia menegas dan meneliti, lekas dia mengenalinya kiranya In San yang menyamar laki-laki. Karuan senang Tam Pa-kun diluar dugaan, katanya.

   "Hian-tit-li, kaupun datang juga?"

   "Aku datang bersama seorang kawan,"

   Sahut In San.

   "Siapa?"

   Tanya Tam Pa-kun.

   "Seorang pemuda gagah yang sudah kau kenal, kau pernah membantu dia, diapun pernah menolongmu."

   Di kala mereka bicara, di waktu terjadi keramaian dimana para hadirin berlomba memberi selamat kepada It-cu-kingthian itulah, Tan Ciok-sing melompat maju kesana, teriaknya lantang.

   "Lui Tin-gak, kau orang tua keparat ini apa masih kenal padaku?"

   Sudah tentu hadirin kaget dan tertegun, sorot mata mereka sama tertuju ke arah Tan Ciok-sing.

   "Dari mana munculnya pemuda bernyali besar ini?"

   Hadirin yang bertabiat kasar segera mendamprat.

   "Bocah busuk, kau ini barang apa, berani bermulut kasar terhadap Lui Tayhiap?" -Ada juga yang mengira dia komplotan Ciang Thi-hu, bentaknya.

   "Apa kau hendak menuntut balas kematian Ciang Thi-hu si keparat itu? Memangnya kau kira Lui Tayhiap sudi bergebrak melawanmu, biar aku saja yang mengajar adat kau bocah busuk ini."

   Melihat dia mendadak muncul, karuan Kek Lam-wi kaget dan senang, lekas dia berteriak.

   "Kawan ini akulah yang mengundangnya kemari, aku tahu dia bukan anak buah Ciang Thi-hu."

   "Kalau dia bukan komplotan Ciang Thi-hu, kenapa sikap dan tutur katanya begini kurang ajar terhadap Lui Tayhiap? Siapa dia, kau tahu, lekas terangkan,"

   Hadirin berlomba tanya dengan bentakan kasar. Sudah tentu Kek Lam-wi juga tidak mampu menjawab pertanyaan ini, dengan tawa getir terpaksa dia berkata.

   "Biarlah dia sendiri yang menerangkan. Hai, Tan-heng, apakah kau tidak kenal It-cu-king-thian Lui Tayhiap? Apa kau tidak salah menemukan orang?"

   Dengan sikap pongah Tan Ciok-sing menjawab.

   "Sampai terbakar hanguspun aku kenal keparat tua ini, memangnya aku hendak membuat perhitungan dengan dia."

   Sudah tentu hadirin semakin murka mendengar katakatanya yang kasar ini.

   Kek Lam-wipun tak berani bersuara lagi, apalagi tampil ke depan melerai.

   Lekas It-cu-king-thian angkat sebelah tangannya memberi tanda, hadirin segera tahan sabar, keributanpun berhenti, katanya.

   "Betul, aku tahu siapa pemuda ini, dia memang bukan komplotan Ciang Thi-hu, dia adalah keturunan seorang sahabatku, yaitu cucu dari guru harpa nomor satu di jagat ini - Tan Khim-ang."

   Didalam perjamuan besar siang tadi It-cuking-thian pernah membuka kata mohon bantuan hadirin yang ikut mencari jejak Tan Ciok-sing, maka tidak sedikit hadirin yang tahu akan hal ini menjadi bingung dan keheranan.

   Di bawah tatapan hadirin yang sebanyak itu, sedikitpun Tan Ciok-sing tidak gentar, katanya dengan nada kereng.

   "Urusan sudah sejauh ini, kukira para hadirin juga pasti sudah maklum bukan? Dengan Ciang Thi-hu hakikatnya aku tidak kenal, apalagi menjadi komplotannya, kedatanganku kemari bukan untuk menuntut balas kematian orang lain, tapi demi menuntut balas sakit hatiku sendiri."

   "Bagus,"

   Seru It-cu-king-thian.

   "memang aku ingin bicara dengan kau supaya jelas, mohon tanya ada permusuhan dan sakit hati apa antara aku dengan kau?"

   Tan Ciok-sing menyeringai dingin, katanya.

   "Masa kau tidak malu mengagulkan diri sebagai sahabat baik kakekku, pada hal apa yang kau lakukan kukira hanya kau sendiri yang paham."

   "Apa sih maksud perkataanmu, kau kira akulah yang mencelakai kakekmu?"

   "Memangnya kau masih berani mungkir?"

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Pesuruh tua keluarga Lui yang pernah mencari tahu kepada Siau-cu-cu itu kebetulan juga berada di antara rombongan hadirin, tak tahan lagi segera dia tampil ke depan, katanya.

   "Kau bocah goblok ini, memangnya tidak tahu membalas kebaikan malah memfitnah orang baik. Tahukah kau siapa yang mengubur dan merawat pusara kakekmu? Tahukah kau di kala Lui Tayhiap sendiri mengalami bencana, dia masih tidak lupa memikirkan keselamatan kalian kakek dan cucu, dia suruh aku pergi membantu kalian, untuk ini aku berani menjadi saksi."

   Tan Ciok-sing menyeringai pula, katanya kalem.

   "Memangnya sekarang aku hendak membongkar kemunafikan keparat tua ini, supaya orang-orang gagah di kolong langit ini tidak tertipu olehnya. Betapapun sabar dan besar pambek It-cu-khing-thian, kini dia dibikin naik pitam juga, katanya.

   "Jadi didalam benakmu aku ini adalah sedemikian bejatnya?"

   "Malam itu kakekku pulang dari rumahmu, tubuhnya sudah terluka parah, jelas kaulah yang mencelakainya. Peduli kau bermulut manis dan ludahmu sampai kering, aku tetap takkan mau percaya padamu, maka tidak perlu kau mengoceh, simpanlah tenagamu."

   Disana Tam Pa-kun geleng-geleng kepala, katanya kepada In San.

   "Temanmu kenapa begitu keras kepala dan kukuh pendapat, berangasan lagi, seluk beluk persoalan itu aku tahu jelas dia keliru kalau menyalahkan Lui Tayhiap,"

   Baru saja dia hendak tampil ke depan tiba-tiba In San menarik lengan bajunya, serta berbisik di pinggir telinganya.

   "Paman Tam, jangan kau mencampuri urusan ini. Temanku itu hendak memerankan sebuah tontonan yang lebih menarik dengan Lui Tayhiap, namun tujuannya tidak boleh diberitahukan dulu kepada Lui Tayhiap."

   Tam Pa-kun melengak, tanyanya.

   "Apa tujuannya?"

   "Saksikan lebih lanjut, nanti kau akan tahu,"

   Sahut In San.

   "pendek kata, membawa keberuntungan dan tidak akan merugikan Lui Tayhiap."

   Mendengar penjelasan yang serba sembunyi ini Tam Pakun jadi ketarik dan ingin tahu, maka dia batalkan niatnya hendak memisah, katanya tertawa.

   "Baiklah, biarlah aku menonton saja, ingin aku menyaksikan sandiwara bagus apa yang hendak mereka perankan."

   It-cu-king-thian tidak tahu maksud tujuan Tan Ciok-sing, namun dia jadi uring-uringan, jengkel tapi juga geli, katanya.

   "Hampir empat puluh tahun aku berkecimpung di Kangouw, belum pernah kulihat pemuda sendablek ini, kesempatan untuk aku memberi penjelasan juga tidak kau berikan, memangnya apa kehendakmu?"

   "Begitu tampil tadi sudah kukatakan secara blak-blakan, memangnya kau tidak dengar?"

   "Jadi kau betul-betul hendak menuntut balas kematian kakekmu?"

   "Jangan cerewet lagi, keluarkan senjatamu."

   "Menghadapi jagoan macam Ciang Thi-hupun aku bertangan kosong, memangnya melawan kau aku harus pakai senjata malah?"

   "Aku tidak ingin memungut keuntungan darimu. Tadi kau sudah bergebrak dengan Ciang Thi-hu, kalau kau tidak pakai senjata, yakinlah akan rugi. Dan lagi golok, pukulan telapak tangan dan lwekangmu diagulkan sebagai kepandaian tunggal, sepantasnya aku memberi kesempatan padamu untuk mengembangkan segala kemampuanmu, kalau tidak kau takkan mati dengan mata meram dan kalah lahir batin,"

   Sembari bicara "Sret"

   Dia sudah melolos pedang pusakanya lebih dulu, ujung pedangnya memancarkan cahaya kemilau, langsung dituding ke arah It-cu-king-thian. Hadirin jadi dongkol tapi juga geli, kembali mereka berebut memaki.

   "Bocah bodoh yang sinting, berani dia menjajal tiga jurus ilmu kebanggaan Lui Tayhiap, hajar dia, ganyang saja."

   Melihat orang melolos pedang diam-diam It-cu-king-thian tersirap darahnya, apalagi melihat pedang lawan senjata pusaka, tak berani dia memandang enteng.

   Memang Tan Cioksing melolos Pek-hong-po-kiam yang diwariskan Thio Tanhong kepadanya.

   Sudah tentu It-cu-king-thian cukup ahli untuk menilai senjata, diapun tahu pedang apa yang berada di tangan Tan Ciok-sing.

   Hanya Pek-hong-po-kiam yang ujungnya memancarkan cahaya kemilau dingin berwarna putih biru, dalam jarak sepuluh langkah, orang masih merasakan hawa pedangnya yang dingin.

   Tapi yang membuat darah It-cu-king-thian tersirap bukan lantaran pedang pusaka ini, tapi gaya orang memegang pedang.

   Sikap menuding dengan gerakan seenaknya ini, seolah-olah bukan jurus permainan pedang, namun kenyataannya merupakan tipu permulaan dari ilmu pedang tingkat tinggi, tujuh hiat-to di atas tubuh It-cu-king-thian ternyata di bawah ancaman hawa pedang.

   Kalau orang lain tidak melihat dan merasakan kenyataan ini sebagai ahli Kungfu sudah tentu Itcu-king-thian maklum akan ancaman serius ini.

   Sesaat dia jadi menjublek, hatinya kaget tapi juga girang.

   Pengalamannya cukup luas, dia kaget karena ilmu pedang Tan Ciok-sing ternyata begini aneh dan belum pernah dilihatnya sebelum ini.

   Senang karena cucu sahabat lamanya, kini telah berhasil mempelajari ilmu pedang liehay.

   "Tak heran dia begini temberang, kiranya memang sudah punya bekal. Sudah mendalam salah pahamnya terhadapku, jelas takkan mau mendengar penjelasanku. Pemuda yang suka membawa adat sendiri ini memang patut dihajar adat, setelah keok baru dia akan insaf, hal ini akan membawa manfaat bagi dia. Biar aku menjatuhkan dulu pamornya baru nanti kuberi penjelasan kepadanya,"

   Demikian batin It-cu-kingthian.

   "Ha, ha, ha,"

   It-cu-king-thian tertawa bergelak tiga kali, katanya.

   "Tam-toako, tolong pinjamkan golok pusakamu, biar aku mohon pengajaran dari pemuda perkasa ini,"

   Ternyata waktu berangkat ke Bik-lian-hong dia tidak membawa senjata.

   Hadirin melongo.

   Maklum hakikatnya Tan Ciok-sing tidak mungkin dijajarkan dengan It-cu-king-thian.

   Walau Tan Cioksing menantangnya mencabut senjata, tapi dengan kedudukan It-cu-king thian, biasanya dia hanya tersenyum ejek dan pasti tak sudi memakai senjata melawan bocah kemarin sore.

   Tadi diapun hanya bertangan kosong dan kenyataan berhasil mengalahkan Ciang Thi-hu, apalagi menghadapi bocah kroco yang masih hijau lagi, tak nyana bukan saja dia menuruti keinginan Tan Ciok-sing, malah dia meminjam golok pusaka Tam Pa-kun, sudah tentu hadirin kaget dan diluar dugaan.

   Setelah menerima golok pusaka dari Tam Pa-kun baru Itcu- king-thian berkata.

   "Sudah 10 tahun aku tak pernah memakai senjata bergebrak dengan lawan, hari ini biar aku melanggar pantangan ini untuk dikau. Anak bodoh, walau kau tidak membedakan salah benar, keberanianmu sungguh mengagumkan aku. Tapi kau harus hati-hati, inilah golok pusaka milik Kim-to-thi-ciang Tam Tayhiap, golok ini jauh lebih tajam dari golok yang dulu pernah kugunakan. Senjata tidak punya mata, maka kau harus waspada, jangan kau terluka karenanya."

   "Memangnya siapa tahu kalau kau sendiri yang bakal terluka oleh pedang mustikaku?"

   Tan Ciok-sing balas mengejek.

   "sebelum turun tangan tak usah kau mengagulkan diri. Ketahuilah, kau pakai golok pusaka, akupun menggunakan pedang mustika."

   Karuan kata-katanya ini membakar kemarahan publik.

   "Lui Tayhiap berbaik hati, kau bocah keparat ini tidak tahu di untung, memangnya kau bocah bodoh yang hijau pupus ini mampu melukai Lui Tayhiap?"

   Tan Ciok-sing berkata tawar.

   "Siapa menang, atau kalah setelah bergebrak baru akan diketahui. Orang she Lui, jangan cerewet saja, hayo silakan mulai."

   Sungguh dongkol, geli dan gemas pula It-cu-king-thian dibuatnya, katanya.

   "Kau minta aku menyerangmu lebih dulu?"

   "Tadi aku sudah bilang tidak akan memungut keuntunganmu, kau sudah bergebrak sebabak, kini biar aku mengalah tiga jurus lebih dulu."

   It-cu-king-thian tertawa tergelak-gelak, katanya.

   "Anak muda, patut dipuji keberanianmu. Baiklah, kuturuti keinginanmu,"

   Golok diangkat tinggi, betul juga dia lantas membelah ke batok kepala Tan Ciok-sing.

   Berapa tinggi dan terhormat kedudukan It-cu-king-thian, tapi kenyataan dia mau menerima tantangan anak muda yang mengalah tiga jurus pula padanya, sudah tentu hadirin sama kaget dan melongo keheranan.

   Terutama kejut In San paling besar.

   Maklum jawaban It-cu-king-thian terasa ada maksud sampingan yang berbeda.

   Maksud yang sebenarnya adalah ingin membantu lawannya angkat nama supaya tersohor, arti sampingannya adalah hendak menamatkan jiwanya.

   Dan umumnya nada sampingan yang sering terjadi di kalangan Kangouw adalah menjurus pada arti yang kedua ini.

   Tam Pa-kun seperti tahu jalan pikiran In San, katanya tertawa.

   "Kau tak usah kuatir kurasa Lui Tayhiap tidak bermaksud jahat kepada temanmu, malah aku kuatir temanmu yang masih berdarah panas itu tidak tahu mengukur kekuatan sendiri."

   Belum selesai dia bicara, dilihatnya It-cu-king-thian sekaligus telah menyerang tiga bacokan secara berantai.

   Kedua orang masih tetap berdiri di tempat masing-masing.

   Tan Ciok-sing sama sekali tidak terluka.

   Kiranya tiga jurus serangan It-cu-king-thian hanya gerakan gertak sambal belaka, tapi tajam goloknya betul-betul menyambar di atas kepalanya, pada hal gaya dan tenaga bacokannya begitu kuat dan mengejutkan.

   Kalau para penonton berseru kaget, adalah Tan Ciok-sing berdiri diam dan tenang, sikapnya wajar.

   Dia seperti sudah tahu kalau golok It-cu-king-thian tidak akan melukai tubuhnya, di kala ketiga jurus serangan golok secara berantai dilancarkan, hakikatnya dia tidak bergeming sedikitpun.

   Mau tidak mau It-cu-king-thian merasa kagum dan memuji akan ketenangan dan ketabahannya.

   Maklumlah bagi seorang persilatan tidak sukar untuk meneliti serangan isi kosong lawannya, namun di kala sinar golok yang gemeredep menyilaukan mata tak urung biasanya secara reflek orang akan berkelit, sebaliknya kelopak mata Tan Ciok-sing sedikitpun tidak bergerak.

   Baru sekarang In San menghela napas lega, katanya lirih.

   "Paman Tan, kau juga tidak usah kuatir, aku tahu Tan-toako tidak akan berbuat sembrono dan kurang ajar."

   Disana didengarnya It-cu-king-thian tengah membentak.

   "Tiga jurus sudah kulancarkan kau masih belum juga turun tangan, memangnya apa pula yang kau tunggu?"

   Dingin suara Tan Ciok-sing.

   "Kau tidak mau turun tangan secara keji adalah salahmu, kesempatan sebaik ini kau siasiakan, aku justru tidak akan menerima kebaikanmu ini. Nah lihat pedang!"

   Begitu pedang berkelebat tahu-tahu dia sudah mendesak maju tiga langkah, dengan jurus Li Khong Memanah Batu pedangnya lurus laksana anak panah yang meluncur, kira-kira tiga kaki sebelum mengenai pundak It-cu-king-thian, tahutahu membelok balik pula dengan setengah lingkaran gerakannya berubah menjadi Hing-hun-cin-nia, lalu Soatyong- lan-kwan, kalau luncurannya pesat adalah tarikan pedangnyapun teramat cepat.

   Inilah ilmu pedang yang serba sempurna dalam tahap menyerang dan tahap membela diri.

   It-cu-king-thian tak mampu membedakan asal-usul ilmu pedangnya, diam-diam terkejut hatinya, batinnya.

   "Li-khong sia-ciok (Li Khong memanah batu) adalah jurus ilmu pedang dari Kun-lun-pay yang tersohor, sementara jurus Hing-huncin- nia dan Soat-yong-lan-kwan adalah ilmu pedang dari Gobi- pay, namun tiga jurus yang dia pamerkan tadi jelas lebih sempurna, bervariasi dari sumber aslinya,"

   Tidak berani balas menyerang secara gegabah, lekas dia melintang golok di depan dada, tujuannya memunahkan serangan pedang lawan.

   Dua jurus susulan yang dilancarkan Tan Ciok-sing memang berjaga bila lawan balas menyerang, karena It-cu-king-thian tidak menyerang maka gerakan pedangnya ini mengenai tempat kosong.

   "Siapa gurumu?"

   Tanya It-cu-king-thian heran.

   "Setelah pertandingan ini usai, bila kau masih hidup, nanti kau akan tahu. Buat apa gugup?"

   Demikian jengek Tan Cioksing.

   "Sret"

   Kembali pedangnya menusuk tiba. Di antara para penonton ada yang naik pitam segera berebut memaki.

   "Bocah kurang ajar yang tidak tahu adat, Lui Tayhiap, buat apa kau sungkan dan memberi hati padanya."

   It-cu-king-thian berseru lantang.

   "Baiklah, diberi tidak membalas tidak hormat, sambutlah beberapa jurus golokku."

   Tampak, cahaya emas kemilau menyilau mata kini It-cuking- thian betul-betul menggerakan golok emas pinjaman Tam Pa-kun untuk menyerang secara sungguhan, kanan kiri seperti selulup timbul di antara rumpun kembang, berputar dan menukik seperti menari, beruntun dia membacok lima kali.

   Tak sedikit ahli silat yang hadir, banyak di antaranya yang menyaksikan dengan jelas beberapa jurus tadi bagi It-cu-kingthian paling hanya gerak percobaan belaka, namun kali ini dia betul-betul melancarkan serangan secara serius.

   Begitu bermain secara sungguhan.

   seketika Tan Ciok-sing seperti terkurung didalam libatan cahaya emas golok lawan.

   Lima jurus bacokan ini memang dilancarkan dangan gagah dan deras, pada hal orang gagah yang hadir tidak sedikit yang sering mengalami pertempuran besar dan sengit, namun demikian mereka toh merasa kaget dan terbalik pandangannya.

   Demkian pula In San menyaksikan dengan merinding, keringat dingin gemerobyos.

   Pada hal dia tahu bahwa It-cu-king-thian tidak akan melukai Tan Ciok-sing.

   Di tengah kurungan cahaya golok emas lawan, Tan Cioksing tak ubahnya seperti sampan di tengah lautan yang dipermainkan gelombang pasang.

   Langkahnya bergontai gaya pedangnyapun berputar kencang.

   Dalam sekejap itu kalau Itcu- king-thian menyerang lima jurus, maka diapun menyerang tujuh tusukan pedang, Tapi penonton diluar kalangan hanya melihat sinar golok tanpa melihat bayangan manusia.

   Jurus apa yang digunakan Tan Ciok-sing, ternyata tiada seorangpun yang tahu.

   Sudah tentu kecuali Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun.

   Berdiri alis Tam Pa-kun, matanya terbeliak, mulutnya menyungging senyum, tak tertahan akhirnya dia menghela papas gegetun senang.

   "Temanmu itu memang hebat dan jempolan, belum pernah aku saksikan ilmu pedang sehebat dan seaneh ini. Dalam ilmu senjata selama hidup aku hanya menyakinkan ilmu golok, yakin kemampuanku cukup melebihi orang lain, tapi dibanding Lui Tayhiap aku jadi merasa rendah diri, tapi temanmu ini bukan saja mampu bertahan dan mementalkan serangan, dia mampu pula dua jurus lebih banyak dari Lui Tayhiap, dalam sekejap tadi dia mampu menyerang tanpa kalah asor dari ilmu golok Lui Tayhiap."

   Bayangan dua orang di tengah gelanggang tiba-tiba berpencar, tanpa sadar keduanya sama menunduk memeriksa golok dan pedang masing-masing.

   Tan Ciok-sing melompat keluar kalangan di kala Tam Pa-kun bicara sampai "lebih dua jurus".

   Kejut dan girang In San, katanya tertawa.

   "Paman Tam, apa betul dia melancarkan tujuh jurus tusukan pedang untuk melawan lima bacokan golok? Kenapa sedikitpun aku tidak melihatnya?"

   Pada hal kejadian tujuh tusukan pedang melawan lima bacokan golok hanya sekejap saja, tapi dalam perasaan In San seperti telah melampaui suatu masa yang panjang dan gelap.

   Didalam jangka waktu menghadapi lima bacokan golok lawan secara beruntun ini, Tan Ciok-sing sendiripun merasakan adanya perbedaan yang menyolok pada gebrakan pertama tadi terasa olehnya bahwa lwekang It-cu-king-thian tidak seampuh yang dibayangkan semula, tapi tiga jurus kemudian tenaga lawan ternyata bertambah kuat dan kokoh.

   Waktu dia menyambut jurus ke empat, terasa pergelangan tangannya tergetar, hampir saja Pek-hong kiam tak kuat dipegangnya lagi Tapi di waktu dia menyambut jurus terakhir, tenaga lawan ternyata jauh lebih lemah lagi, kebetulan cukup tiba untuk dia tahan secara pas-pasan.

   Tan Ciok-sing maklum, agaknya It-cu-king-thian sengaja menggunakan tenaga dalamnya sesuai situasi yang diperlukan saja setelah dia mengukur sampai dimana taraf lwekang Tan Ciok-sing, sehingga dia cukup mampu melawannya dan tidak sampai dirugikan.

   "Baru saja dia berhantam dengan Ciang Thihu, namun tenaga dalamnya masih setangguh ini jelas takkan mampu menandinginya,"

   Demikian batin Tan Ciok-sing, mau tidak mau semakin kagum dan diam-diam dia memuji akan kebesaran jiwa lawan.

   It-cu-king-thian sendiri setelah mengalami lima bacokan goloknya dibalas tujuh tusukan pedang, dia pun merasakan adanya gejala-gejala yang mengherankan.

   Ternyata ke lima jurus bacokkannya ini dilancarkan sekaligus tanpa ganti napas, namanya Ngo-gak-tio-yang (lima puncak menghadap mentari), kekuatannya sedahsyat gelombang samudera yang satu lebih hebat dari yang lain.

   Supaya Tan Ciok-sing kuat melawan secara pas-pasan, dia pun telah memeras keringat dan memutar otak, setelah melancarkan empat kali bacokan dengan tenaga ^ang sedikit lebih besar, secara kekerasan segera dia menarik dan mengurangi tenaganya sehingga anjlok sejauh itu, pada detik itulah Tan Ciok-sing lancarkan dua tusukan yang terakhir, sebetulnya dia punya kesempatan untuk menusuk luka dirinya, tapi Tan Ciok-sing cukup menutul saja lantas menghentikan gerakannya, tidak meneruskan serangan dia malah melompat keluar kalangan.

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Anak bocah ini tadi bilang mau menuntut balas sakit hati kakeknya, kenapa kesempatan sebaik itu dia sia-siakan? Dengan bekal kepandaiannya sekarang, tak mungkin dia tidak tahu adanya peluang di waktu aku sedang merubah jurus permainanku tadi?"

   Demikian batin It-cu-king-thian.

   Di nilai kwalitas pedang Tan Ciok-sing sebetulnya masih lebih unggul dari golok It-cu-king-thian, tapi lantaran tenaga dalam Tan Ciok-sing tidak setanding lawannya, pedang dan golok hanya membentur lantas saling mundur, oleh karena itu senjata mereka sama-sama tidak sampai rusak.

   Pertama karena rasa ingin tahunya, kedua juga ingin menyaksikan sampai kemana taraf kepandaian ilmu pedang Tan Ciok-sing yang serba baru dan aneh ini, maka setelah golok pinjaman ini tidak cidra legalah hati It-cu-king thian, segera dia maju pula seraya membentak.

   "Ilmu pedangmu belum kau kembangkan sesuai kemampuanmu, tak usah takut-takut lancarkan saja segala kemahiranmu. Bahwa Tan Ciok-sing mampu melawan Ngo-gak-tio yang dilancarkan It-cu-king-thian hadirin sudah sama heran dan kaget, kini mendengar It-cu-king-thian suruh lawan mudanya ini mengembangkan segala kemampuan ilmu pedangnya lagi, semakin melenggong mereka dibuatnya. Banyak di antaranya yang cerewet mengejek dan menceroboh Tan Ciok-sing tidak tahu diri, seketika sirep dan suasana menjadi sunyi senyap. Gebrak kedua kalinya antara Tan Ciok-sing kontra It-cuking- thian ini baru betul-betul merupakan adu kepandaian sejati yang amat tinggi mutunya. Tampak It-cu-king-thian merubah gaya permainan ilmu goloknya, golok emasnya berkisar membuat lingkaran-lingkaran yang membuka tutup dengan rapat dan membacok dan membabat ke arah Tan Ciok-sing, sementara gerakan Tan Ciok-sing mengikuti gaya pedang bergerak secara kilat. Kalau pedang Tan Ciok-sing bergerak semakin cepat dan deras, adalah sebaliknya golok It-cu-king-thian semakin lambat dan berat. Ujung goloknya seperti diganduli barang ribuan kati, membacok ke timur membabat ke barat, meski gaya goloknya kokoh dan mantap, tapi lajunya amat lamban. Tapi keanehan justeru terletak pada kelambanan ini betapapun serangan kilat pedang Tan Ciok-sing tetap tak mampu menembus pertahanannya. Setiap kali ujung pedangnya menusuk ke depan It-cu-king-thian, seolah ditangkis dan membentur dinding baja yang tidak kelihatan saja, mau tidak mau dia harus lekas menarik pedang merubah permainan. Setelah melancarkan delapan belas jurus serangan golok secara lamban, mendadak It-cu-king-thian membentak.

   "Anak muda, hati-hatilah, kini aku akan menyerangmu secara gencar,"

   Tangan terangkat golok membacok turun, mendadak permainan goloknya berubah.

   Tampak sinar golok seredup cahaya rembulan, menyilaukan mata terasa dingin pula, golok digerakkan laksana angin lesus, serangan dengan jurus-jurus yang liehay sambil melangkah berkisar mengitari Tan Cioksing.

   Maju mundur dengan silang bersilang, berputar dan menyerobot dengan berbagai perubahan yang sulit diselami, begitu cepat gerakannya sehingga baru saja kelopak mata terpejam tahu-tahu kedudukannya sudah berpindah, tiba-tiba di depan kadang-kadang di kanan.

   Bayangan tubuhnya bergerak serasi dengan permainan goloknya.

   Seorang hadirin yang mengenal betapa hebat permainan ilmu golok ini tak tertahan bersorak memuji.

   "Sungguh hebat golok cepat Cappwe- ban."

   Kiranya ilmu golok ini khusus cipjaan It-cu-king-thian sendiri, merupakan cangkokan dari delapan belasan kisaran puncak Thay-san yang terletak di bawah Thian Bun, bentuknya yang ideal .

   menimbulkan ilham dibenak Lui Tingak sehingga terciptalah ilmu goloknya ini.

   Cap-pwe-ban adalah nama tempat yang berbahaya di puncak Thay-san, jalan gunung berliku dan bolak-balik memutar dari bawah ke atas, setiap lima langkah satu putaran, sepuluh langkah sekali membelok, semakin berputar semakin tinggi, semakin tinggi semakin berbahaya.

   Demikianlah permainan ilmu golok ciptaan It-cu-king-thian ini gayanya laksana tegaknya gunung Tay-san dengan lingkaran delapan belas jalan gunungnya yang berbahaya ini, maka dapatlah dibayangkan betapa hebat dan ganas serta kejinya ilmu golok ini.

   Tam Pa-kun segera memberi penjelasan kepada In San.

   "Cap-pwe-ban di Tay-san ada perbedaan antara delapan belas cepat dan delapan belas lamban, delapan belas bagian depan agak longgar, sebaliknya bagian belakang lebih sempit dan pendek, keadaannyapun jauh lebih berbahaya. Bagian depan mengutamakan gaya permainan yang berat dan keras, bagian belakang justeru mengutamakan gaya permainan yang ganas dan berbahaya. Dahulu dengan bekal ilmu goloknya ini entah berapa banyak orang-orang gagah yang kecundang dan dikalahkan olehnya. Memang ada berapa tokoh silat yang mampu menandingi delapan belas lamban, tapi tiada pernah kudengar ada yang mampu melawan delapan belas kencang. Untuk menilai ilmu golok ini, yang paling penting adalah memperhatikan perubahan langkah kakinya."

   Ternyata In San tidak ketarik oleh penjelasan ini, dia tetap menguatirkan keselamatan Tan Ciok-sing, lama kelamaan dia sendiri sampai ikut memburu napas saking menahan rasa tegang yang berlebihan, tanpa disadarinya mata berkunang kepalapun berat dan pusing tujuh keliling, lekas dia memejamkan mata serta bertanya.

   "Tam-pepek, begitu liehay permainan ilmu golok Lui Tayhiap, menurut hematmu apakah Ciok-sing mampu..."

   Tiba-tiba didengarnya Tam Pa kun tertawa dan berkata.

   "Lekas kau buka matamu, bukan saja dia kuat melawan, kini malah berbalik balas menyerang."

   Ternyata dengan bekal Bu-bing-kiam-hoat yang diselaminya Tan Ciok-sing berhasil mengembangkannya dalam praktek, dasar berbakat dan pandai menambah variasi, dengan mudah dia memunahkan seluruh rangsakan lawan, orang lain tak melihat jelas, yang kelihatan hanya bayangannya yang bergontai di tengah kurungan cahaya golok, kelihatannya seperti terdesak di bawah angin, Tapi kenyataan dia justeru adem ayem dan selamat saja, rangsakan golok lawan dihadapinya secara wajar.

   Di kala In San memejam mata itu, sementara rangsakan golok Lui Tin-gak yang telah mencapai kecepatan gerakan permainannya di bagian belakang delapan belas itupun sudah selesai dimainkan.

   Beruntun Tan Ciok-sing hanya mengembangkan tiga jurus permainan pedang berantai untuk mematahkan jurus serangan lawan yang terakhir.

   It-cu-king-thian tertawa tergelak-gelak, katanya.

   "Ilmu pedang bagus, hanya kau seorang yang pertama mampu memunahkan delapan belas kencang dari permainan golok cepatku ini, hayolah diteruskan."

   Karuan hadirin sama melenggong dan kaget mendengar pernyataan ini. Kata Tan Ciok-sing.

   "Utang piutang memangnya belum selesai perhitungannya, sudah tentu harus dilanjutkan,"

   Di tengah alunan perkataannya cahaya pedang di tangannya mendadak melebar panjang, dalam sekejap ini situasi berubah seratus delapan puluh derajat, kalau tadi dia yang dikurung oleh cahaya golok yang kemilau kuning adalah sekarang Pekhong- kiam yang kemilau perak itu berbalik membungkus sinar golok yang kekuning-kuningan.

   It-cu-king-thian tak bisa tertawa lagi, raut wajahnya tampak serius.

   Jelas bahwa menghadapi gebrak selanjutnya ini tidak berani lena, memandang enteng.

   Sikapnya jauh lebih prihatin dari pada waktu dia menghadapi Ciang Thi-hu, keadaannyapun lebih payah.

   Permainan goloknya juga berubah cepat dan lambat, ditarikan naik turun dengan segala variasi dan kelincahannya.

   Dalam pertempuran sengit itu, golok It-cu-king-thian tampak membuat sebuah lingkaran yang mumbul semakin tinggi dari bawah terus membacok, beruntun tujuh jurus serangan, gaya rangsakannya kencang, tapi di kala menarik goloknya amat lamban.

   Penonton tiada yang melihat jelas berapa jurus serangan yang telah dia lancarkan dan menggunakan tipu apa, yang tampak hanyalah entah goloknya mengetuk, menangkis dan membacok, semua adalah gerakan dasar ilnu golok yang menjadi acak-acakan dan tidak teratur.

   Namun demikian, kenyataan Tan Ciok-sing didesaknya mundur dalam jarak setombak lebih.

   Kalau penonton tidak merasakan langsung dimana letak keliehayan dan kehebatan tujuh jurus serangan ini, tapi bagi Tan Ciok-sing yang menghadapi serangan ini secara langsung diam-diam amat kaget.

   Bu-bing-kiam-hoat yang diyakinkan adalah peranti mematahkan dan memunahkan permainan lawan serta menyergapnya, gerakannya gampang berubah mengikuti situasi dan kondisi.

   Tapi dalam menghadapi tujuh jurus rangsakan golok It-cu-king-thian ini, Tan Ciok-sing betulbetul merasakan seperti ditindih kekuatan yang berlapis dan bersusun, amat berat dan rapat sekaligus, hakikatnya tak mampu dijebol atau dibendung.

   Kalau dikatakan para penonton tiada yang menyaksikan jelas jalannya pertempuran seru ini rasanya kurang tepat, paling tidak Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun dapat menyaksikan secara terperinci dan jelas sekali, setelah menyaksikan tujuh serangan bacokan golok It-cu-king-thian, sungguh hatinya kejut dan girang pula, katanya kepada In San.

   "Selama 10 tahun ini Lui Toako tak pernah memakai golok lagi, tak nyana secara diam-diam dia telah meyakinkan ilmu golok sehebat ini permainannya sekarang jauh lebih tinggi dibanding permainan golok cepat Cap-pwe-ban tadi. Coba lihat setiap jurus permainannya mengandung makna yang mendalam, setiap jurus serangannya merupakan intisari yang berhasil dia cangkok dari berbagai ilmu golok kelas tinggi."

   In San tertawa, katanya.

   "Penjelasanmu terlalu tinggi untuk kumengerti, manalagi aku tidak mampu mengikuti jalan permainan mereka. Aku hanya ingin tanya, menurut pendapatmu apakah Tan Ciok-sing mampu menandinginya?"

   Tam Pa-kun tidak berani segera memberi jawaban, sesaat lamanya lagi dia menyaksikan dengan cermat, akhirnya dia manggut-manggut dan berkata dengan rasa kagum.

   "Ilmu pedang temanmu itu ternyata semakin lama main pedangnya semakin aneh, semakin tinggi dan semakin mahir dan wajar, mau tidak mau aku jadi merasa apa yang pernah kupelajari juga hanya demikian saja, terlalu dangkal bila dibanding dengan bekal kepandaiannya ini. Lalu siapa bakal menang di antara mereka ini aku sendiri belum bisa menentukan, cuma boleh kukata masing-masing memiliki kemahiran dan keunggulannya sendiri-sendiri."

   Dalam bicara dengan In San ini, dia merasa seperti sayang kehilangan kesempatan untuk menikmati pertarungan hebat dan bermutu tinggi ini, setelah memberi penjelasan ala kadarnya lekas dia berpaling dan menonton seperti orang kesurupan layaknya, matanya tak berkesip, seluruh perhatian dia tumplek ke arena pertempuran.

   Pertempuran meningkat semakin sengit dan kedua pihak sama-sama memboyong Kungfu tingkat tinggi, para hadirin kecuali mereka yang memiliki tingkat kepandaian setaraf dengan Tam Pa-kun yang dapat menyaksikan dan menganalisa jalannya pertempuran, tapi jumlahnya juga cukup bisa dihitung dengan jari tangan, kebanyakan terang merasa kabur dan merasa pertempuran babak kedua ini hakikatnya tidak seseru pertandingan babak pertama tadi Maka terdengar suara bisik-bisik disana sini.

   "Aneh, pertandingan macam apa nih, seperti sedang latihan sendiri-sendiri saja,"

   Orang yang diajak bicara memangnya juga berkepandaian rendah, namun dia pura-pura punya isi dan banyak pengalaman, maka segera dia menanggapinya.

   "Masakah seenteng yang kau perkirakan itu? Coba saja saksikan, bukankah keringat telah membasahi jidat Lui Tayhiap?"

   Memang kedua orang yang lagi berhantam di tengah arena berjarak antara setombak, masing-masing mainkan tipu jurus senjata masing-masing, hakikatnya golok dan pedang tidak pernah beradu, ada kalanya Tan Ciok-sing mendadak melompat mumbul.

   "Sret"

   Pedangnya menusuk, tapi begitu Itcu- king-thian melintangkan pedang menangkis, seketika Tan Ciok-sing mencelat balik ke tempatnya pula.

   Kadang kala Itcu- king-thian yang membentak sambil melangkah maju setindak, goloknya membacok beberapa kali, tapi cukup Tan Ciok-sing menudingkan ujung pedangnya ke arahnya, seketika dia menyurut mundur sambil berkelit.

   Delapan puluh atau sembilan puluh persen dari penonton banyak yang tidak tahu apa sebetulnya yang sedang dilakukan oleh kedua jago yang sedang berhantam di tengah arena ini.

   Setelah pertempuran semakin memuncak, mendadak kedua orang sama-sama melejit tinggi ke atas, selarik sinar emas dan selarik cahaya perak kemilau bagai pelangi putih saling gubat dan seliweran di tengah udara.

   "Trang"

   Terdengar sekali bentrokan nyaring, tampak Pek-hong-kiam di tangan Tan Ciok-sing mencelat terbang ke angkasa.

   Bahwa senjata Tan Ciok-sing kena dibentur dan lepas dari cekalannya, maka pertempuran sengit ini secara kenyataan dan tak boleh digugat lagi, It-cu-kingthian berada di pihak pemenang.

   Bahwa pertempuran sengit yang aneh dan seperti mustahil ini berakhir demikian saja secara mendadak, hadirin masih melongo dan belum sempat berganti napas, mereka jadi lupa bersorak.

   Di kala mereka masih melongo dan sudah buka mulut hendak memberi applus kepada It-cu-king-thian, tampak Itcu- king-thian sudah anjlok turun dan memasukkan golok ke sarungnya, katanya sambil bersoja.

   "Suatu kenyataan bahwa gelombang sungai yang di belakang selalu memang mendorong gelombang yang di depan, patah tumbuh hilang berganti. Kau dapat mengalahkan aku sejurus, aku betul-betul tunduk lahir dan batin. Bagaimana keputusanmu terhadap jiwa ragaku ini, orang she Lui boleh terserah kepada kehendakmu saja."

   Ternyata pada gebrak terakhir tadi, pakaian It-cu-kingthian ternyata bolong tertusuk oleh pedang Tan Ciok-sing, setelah itu baru pedang pusaka Tan Ciok-sing kena diketuk lepas oleh getaran tenaga dalam It-cu-king-thian yang hebat sehingga mencelat terbang ke udara.

   Jadi jelasnya didalam adu tenaga dalam jelas Tan Ciok-sing ketinggalan jauh, tapi didalam permainan tipu jurus serangan kedua pihak, It-cuking- thian sudah jelas bukan tandingan Tan Ciok-sing.

   Serangan pedang Tan Ciok-sing boleh dikata teramat cepat, di kala berhasil menusuk bolong pakaian lawan, bila dia mau sedikit tambah tenaga, maka perut lawan bakal ditusuknya tembus.

   Orang lain tiada yang tahu, tapi It-cu-king-thian sendiri maklum akan hal ini, bahwa Tan Ciok-sing telah sengaja menyelamatkan jiwanya.

   Sudah tentu It-cu-king-thian sendiri tadi pernah juga menaruh belas kasihan kepada Tan Ciok-sing, bila dia betul-betul menggunakan kekuatan besarnya, ketukan goloknya itu bukan hanya menggetar lepas pedangnya, tapi Tan Ciok-sing sendiri juga bakal mengalami luka dalam yang parah.

   Akan tetapi umpama betul hal ini menjadi kenyataan It-cuking- thian sudah terluka lebih dulu, sedang Tan Ciok-sing terluka belakangan.

   Kini setelah kedua pihak sama tahu lawan menaruh belas kasihan, orang sebagai It-cu-king-thian yang lebih tua dan punya kedudukan dan gengsi di kalangan persilatan, tapi sebagai seorang kesatria, sebagai pendekar besar, betapa dia takkan secara rela untuk bersoja dan mengaku kalah terhadap Tan Ciok-sing? Tadi Tan Ciok-sing menyatakan hendak menuntut balas atas kematian kakeknya baru dia menantang It-cu-king-thian berkelahi.

   Kini setelah It-cu-king-thian mengaku kalah, maka kejadian sesungguhnya dari duel sengit ini perlu juga segera dibereskan.

   Oleh karena itu It-cu-king-thian berpegang pada peraturan dan kebiasaan kaum persilatan umumnya, setelah mengaku kalah dia terima menyerahkan diri terserah pada hukuman apa yang dilakukan lawannya yang menang.

   Orang-orang gagah yang hadir seratus persen menjagoi Itcu- king-thian, dan yakin pasti dia yang akan menang, mendadak mendengar tokoh yang dijagoi mengaku kalah, keruan semua merasa melongo keheranan, karena lobang kecil di pakaian It-cu-king-thian di bagian perut itu tiada orang yang memperhatikan.

   Nyo Hou-hu yang pertama merasa tidak terima, serunya.

   "Hai apa sih yang telah terjadi, umpama kau ingin memberi muka dan menyempurnakan seorang muda yang gagah ini, kan tidak perlu kau berbuat sejahat ini?"

   It-cu-king-thian tertawa getir katanya.

   "Tapi kenyataan memang aku yang kalah."

   Tapi sebelum dia sempat memberi penjelasan lebih lanjut, sementara itu Tan Ciok-sing sudah tangkap pedangnya yang meluncur jatuh dari udara, langsung dia menghampiri ke depan It-cu-king-thian, dengan laku hormat dia menjura dan memberi hormat.

   "Wanpwe memang kurang ajar dan melakukan kesalahan terhadap Lui Tayhiap. Yang benar adalah Wanpwe yang harus mendapat hukuman dan hajaran dari Lui Tayhiap,"

   Demikian ucap Tan Ciok-sing. Keruan hadirin melengak keheranan pula, mereka bingung menghadapi ulah Tan Ciok-sing yang tidak karuan. Adalah Itcu- king-thian sendiri merasa senang dan kaget pula, katanya.

   "Bukankah kau hendak menuntut balas kematian kakekmu dan ingin membuat perhitungan dengan aku?"

   "Betul, Wanpwe memang patut mampus, dulu memang aku merasa curiga terhadap Lui Tayhiap, tapi kini aku tahu bahwa akulah yang salah,"

   Sahut Tan Ciok-sing menunduk.

   "Apa, kau sudah tahu? Jadi kau tadi, waktu bertempur dengan aku, hakikatnya kau tidak anggap aku musuhmu."

   "Lui Tayhiap berbuat baik dan setia kawan untuk ini belum lagi Wanpwe menyatakan terima kasih, mana berani aku menganggapmu sebagai musuh?"

   "Kalau demikian, kenapa tadi kau menekankan hendak menuntut balas kematian kakekmu, dan paksa aku untuk bertempur dengan kau?"

   Tanya It-cu-king-thian.

   "Mohon Lui Tayhiap memberi ampun. Wanpwe memang bermaksud paksa Lui Tayhiap untuk berhantam dengan aku. Kalau aku tidak menggunakan alasan menuntut balas memangnya Lui Tayhiap sudi bergebrak dengan Wanpwe?"

   "O, kiranya begitu. Tapi aku tetap tidak mengerti, kenapa kau harus paksa aku bergebrak dengan kau?"

   Pelan-pelan Tan Ciok-sing menegakkan tubuh serta berbicara kalem.

   "Kira-kira sebulan yang lalu pernah aku bertemu dengan seorang aneh yang sudah lama mengasingkan diri, cianpwe ini she Ku bernama Ti."

   Kejut dan girang pula It-cu-king-thian dibuatnya, katanya.

   "Khu-loenghiong yang ketemu kau ini, bukankah jagoan ternama dari Gi-lim-kun yang sejajar dengan Bu-conggoan In Jong pada tiga puluh tahun yang lalu itu?"

   Tan Ciok-sing mengangguk, katanya lebih lanjut.

   "Khulocianpwe pernah bercerita akan masa silamnya dulu, Lui Tayhiap memang benar, memang betul beliau adanya."

   


Amarah Pedang Bunga Iblis -- Gu Long Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long

Cari Blog Ini