Ceritasilat Novel Online

Pendekar Pemetik Harpa 23


Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen Bagian 23



Pendekar Pemetik Harpa Karya dari Liang Ie Shen

   

   Perlu diketahui Ong-koankeh ini bukan lain adalah Ong Cong-king alias Ji-pangcu dari Giam-ong-pang, sejak Giamong- pang bubar belasan tahun yang lalu, pemimpin besar mereka Giam Cong-po tidak karuan paran jejaknya.

   Sementara Ong Cong-king dan Koan Cong-yau demi menyambung hidup, terpaksa terima menjadi pembantu In Kip.

   Ong Cong-king diangkat jadi Koankeh, sementara Koan Cong-yau diangkat sebagai kuasa perhotelan di Say-cu-lim.

   Walau kedua orang ini sudah menemui jalan buntu dan akhirnya terima diperbudak.

   Tetapi lantaran di kalangan hitam dulu mereka mempunyai kedududukan baik, maka In Kip tidak berani main-main dan menghargainya.

   Sementara Kwik Tiangceng adalah jago pedang kenamaan dari Kun-lun-pay, kenal baik dengan Bak Bu-wi, kebetulan dia bertamu di Hoay-yangpang, maka Bak Bu-wi menariknya untuk membantu kei|a di rumah keluarga In.

   Kemarin malam Bak Itu wii memang terluka, namun lukanya tidak terlalu parah.

   Sementara Ong Cong-king dan Kwik Tiang-ceng terhitung jago kelas tinggi di kalangan Kangouw.

   In Kip kira dengan tenaga beberapa orang ini dia tidak usah kuatir bakal terjadi sesuatu yang merugikan di rumahnya.

   Diluar tahunya, kejadian justru diluar dugaannya.

   Setelah mengatur napas dan menyeka keringat Ong Cong-king berkata pula.

   "Bocah she Tan dan budak she In itu memang liehay, pedang mereka bergabung hanya tiga jurus Kwik Tiang-ceng sudah terluka oleh pedang mereka. Untung jumlah orang kita banyak, semua melabraknya beramai-ramai sehingga kedua bocah itu digebah lari."

   Diam-diam In Kip kaget, pikirnya.

   "Tak heran semalam Tang-bun-siansing kena dirugikan oleh Tan Ciok-sing,"

   Kejadian yang merugikan dirinya semalam, sudah tentu tidak pernah diceritakan oleh Tang-bun Cong sendiri, tapi Koan Cong-yau tahu akan kejadian itu. Ong Cong-king berkata lebih lanjut.

   "Cukong harap dimaafkan. Majikan muda, dia..."

   In Kip hanya punya seorang putra tunggal bernama In Hou, mendengar Ong Cong-king menyinggung putranya, dia terperanjat.

   "Apa anak Hou, dia kenapa?"

   Tanyanya kaget. '"Tuan muda terluka sedikit,"

   Sahut Ong Congking.

   "Luka apa?"

   "Terluka oleh Hun-kin-joh-kut-jiu-hoat she Tan keparat itu. Setelah melukainya, bocah itu masih menutuk Hiat-tonya pula, untung dia tidak tahu kalau dia tuan muda, kalau tidak..."

   Sudah tentu In Kip tidak sabar mendengar ocehannya, tanyanya gugup.

   "Apakah sekarang dia sudah cacat?"

   "Tulangnya yang patah sudah kusambung dan kuobati, kurasa tidak sampai cacat, cuma Kungfunya mungkin harus dilatih ulang."

   Lega hati In Kip, katanya.

   "Aku punya kekayaan sebanyak ini, umpama dia tidak pandai main silat juga hidupnya tidak akan kapiran."

   "Tapi, tapi..."

   Berkerut alis In Kip.

   "Tapi apa lagi?"

   "Tuan muda ditutuk jalan darah pelemas tubuhnya, kami tidak mampu membukanya."

   Jalan darah pelemas tidak segenting jalan darah mematikan, tapi bila kelamaan dan tidak mampu membukanya tutukan itu bakal menimbulkan akibat fatal bagi kesehatan tubuh. Karuan In Kip gugup lagi, serunya.

   "Kenapa kalian tidak lekas menggotong kemari?"

   "Tuan muda sudah kubawa kemari. Soalnya luka-luka Hunkin- joh-kut itu pantang mengalami getaran luar. Maka aku tidak berani membawanya menunggang kuda atau menggendongnya. Kini di perjalanan, dia naik kereta yang dilampiri kasur empuk. Yang pegang kendali adalah Thio Tiang-tui, si Kaki Panjang, cukong tidak usah kuatir,"

   Si Kaki Panjang adalah kusir In Kip yang paling pandai.

   In Kip tekan amarahnya supaya dia tidak marah-marah terhadap Ong Cong-king, betapapun hatinya tidak bisa lega.

   Berulang dia membanting kaki, serta berkaok-kaok suruh anak buahnya keluar menyambut putranya telah tiba.

   Merah padam muka Ong Cong-king saking malu, dia minggir ke samping, berdiri mematung seperti ayam jago yang kalah di arena.

   Untung mereka tidak menunggu lama, yang diharappun telah tiba.

   Tampak empat Keh-ting memanggul sebuah usungan, putranya yang terluka itu diturunkan di hadapannya.

   Melihat muka putranya pucat hijau, noda darah yang mengotori pakaiannya masih belum dibersihkan, sungguh perih dan kaget hatinya, katanya gelisah.

   "Tang-bun-siansing, mohon kau suka menolongnya. Aku yakin kau pasti dapat membebaskan tutukan Hiat-to putraku."

   Tang-bun Cong memang ahli Tiam-hiat, mahir membuka tutukan Hiat-to dari berbagai aliran. Ong Cong-king tahu akan keahliannya maka buru-buru membawa majikan mudanya kemari. Dengan tenang Tang-bun Cong berkata.

   "Baiklah biar kucoba." Perlahan dia menepuk punggung dan kedua ketiak In Hou masing-masing tiga kali.

   "Hauuaaah"

   Kontan In Hou memuntahkan sekumur riak kental, mulutnya mampu bersuara dan bicara.

   "Ayah, anak dianiaya keparat itu, kau harus membalaskan sakit hatiku."

   "Siauya tidak usah kuatir,"

   Ucap Koan Cong-yau.

   "Tan Cioksing adalah buronan baginda, kita beramai memang hendak menangkapnya."

   "Ayah,"

   Kata In Hou pula.

   "kau sudah berterima kasih kepada Ong-koankeh belum, kali ini berkat pertolongannya, kalau tidak akibatnya sungguh sukar dibayangkan."

   In Kip melengak, pikirnya.

   "Sebagai Koankeh dia tidak mampu mengatasi kesulitan sehingga kedua bocah itu membual keributan, sudah untung kalau aku tidak menyalahkan dia, kenapa aku harus berterima kasih kepadanya malah,"

   Tapi demi memberi muka kepada Ong Cong-king, dengan tawar dia berkata.

   "Oh, ya, berkat usaha Ong-koankeh sehingga musuh digebah pergi, aku memang harus berterima kasih kepadamu."

   "Bukan soal itu yang kumaksud,"

   Kata In Hou.

   "Ongkoankeh, apa kau belum jelaskan kepada ayah?"

   Ong Cong-king tersenyum, katanya.

   "Itu sudah kewajibanku, buat apa siauya menyinggungnya."

   Karena ingin tahu, terpaksa In Kip mendesak tanya. Tapi Ong Cong-king mandah tertawa saja tanpa mau buka suara.

   "Ayah,"

   Kata In Hou.

   "Bila kukatakan kau akan lebih marah lagi. Keparat itu bukan saja menganiaya aku, juga Sam Ihnio."

   Sam Ih-nio yang dikatakan In Hou adalah gundik In Kip yang ketiga, In Kip punya seorang istri dengan empat gundik, yang paling disayang justru adalah gundik yang ketiga ini. Kejut dan gugup In Kip dibuatnya, serunya gusar.

   "Tan Ciok-sing keparat itu memang kurang ajar, bagaimana dia bisa menganiaya Sam Ih-nio?"

   "Dia menerobos masuk ke kamar Sam Ih-nio, entah apa yang dilakukan, kudengar Sam Ih-nio menjerit-jerit minta tolong, segera aku memburu kedalam, sayang Kungfu anak kurang becus, bukan saja tidak mampu menolong Sam Ih-nio, jiwa sendiri hampir saja melayang. Untung Ong-koankeh datang tepat pada saatnya, sehingga anak dapat diselamatkan. Pakaian Sam Ih-nio sudah tidak karuan, tapi untung juga karena kenekatanku, dia tidak sampai mengalami gangguan lebih buruk."

   Legalah hati In Kip, lekas dia menyatakan terima kasih kepada Ong Cong-king, dan mencaci maki Tan Ciok-sing.

   Ternyata diluar tahunya bahwa peristiwa itu justru tidak pada tempatnya.

   Hakikatnya peristiwa itu hanya bualan putranya belaka.

   Cuma dalam bualan itu ada beberapa patah kata yang benar, namun istilah "aniaya"

   Terhadap gundik ketiga itu bukan Tan Ciok-sing yang melakukan, tapi justru putranya sendiri.

   Diluar tahu In Kip, In Hou putra tunggalnya sejak lama sudah main serong dengan gundik ketiga itu.

   Di waktu Tan Ciok-sing dan In San mengobrak-abrik rumahnya mencari jejak Kek Lam-wi, kebetulan dia kepergok sedang tidur seranjang di kamar gundik ketiga itu.

   Memang secara kebetulan saja, tujuan utama hendak membekuk In Kip, justru putranya yang lagi main serong ini ketangkap basah.

   Karena In Kip tidak ketemu, terpaksa Tan Ciok-sing memberi sedikit tanda mata kepada In Hou baru meninggalkan tempat itu.

   000OOO000 Ong Cong-king pandai menjilat, dia merangkul majikan muda ini demi kepentingannya, sudah logis kalau dia bantu menutupi peristiwa memalukan ini.

   In Hou amat berterima kasih akan bantuannya ini, maka berhadapan langsung dia bicara akan kebaikan Ong Cong-king.

   Sudah tentu In Kip juga seekor rase yang licin, namun tak berani dia menduga bahwa putranya ini mencuri gundiknya, setelah mendengar cerita bohong dia anggap kejadian sesungguhnya, maka wajahnya tampak merah padam.

   Ong Cong-king berkata.

   "Setelah tidak menemukan Cengcu, keparat Tan Ciok-sing itu mungkin mengompres keterangan salah seorang anak buah kita, bukan mustahil sudah tahu Cengcu disini, sebentar mungkin menyusul kemari."

   Seperti api disiram minyak, amarah In Kip makin berkobar, serunya.

   "Aku justru kuatir keparat itu tidak kemari. Disini kita banyak orang, Kek Lam-wi sudah tergenggam di tangan kita, apa pula yang harus ditakuti? Bila dia berani datang, biar kupatahkan tulangnya dan kubeset kulitnya."

   Ong Cong-king tertawa, katanya.

   "Harap Cukong tidak marah. Jelas kita tidak akan mendiamkan keparat itu, tapi jangan lupa dia adalah buronan yang diminta oleh Baginda."

   Seketika padam amarah In Kip, katanya.

   "Bila tidak kupatahkan tulangnya dan membeset kulitnya, aku akan menyiksanya juga sampai puas baru akan kuserahkan kepada Baginda. Hm, aku justru kuatir dia tidak berani kemari."

   Tengah bicara, mendadak dari kejauhan berkumandang sebuah suara, itulah suara tabib kelilingan yang berkaok-kaok tentang kemahirannya mengobati berbagai penyakit, suaranya sengaja ditarik panjang.

   "Khusus menyembuhkan berbagai penyakit aneh dan sukar disembuhkan, terutama menyambung tulang memulihkan otot dari urat, tanggung sekali diobati sembuh seperti sedia kala, tidak cacat tiada bekas."

   Mendengar suara tabib kelilingan ini, semua orang jadi melenggong dan saling pandang.

   Perlu diketahui villa In Kip ini terletak di tengah-tengah bukit didalam kebon yang luas arenanya, tabib kelilingan itu terang tidak boleh sembarang masuk kedalam kebonnya itu berarti dia mengumandangkan suaranya jauh diluar pintu besar.

   Padahal villa dimana sekarang mereka berada ada setengah li dari pintu bugar, melewati berlapis pintu dan hutan yang tersebar lagi Habis tertegun Tang-bun Cong segera berkata.

   "Tabib kelilingan ini kurang beres suaranya menggunakan ilmu mengirim suara gelombang panjang."

   In Kip bercekat, katanya.

   "Mungkin keparat itu yang datang?"

   In Hou mandengarkan seksama, katanya.

   "Tidak mirip, suara keparat itu aku dapat mengenalinya."

   "Suara orang ini serak tua,"

   Timbrung Koan Cong-yau.

   "kukira bukan samaran bocah itu."

   Sebetulnya In Kip juga seorang Kangouw yang pengalaman, dia pun dapat membedakan suara serak dan muda.

   Tapi kejadian amat mendadak, mau tidak mau perasaan yang masih gundah dan kebat kebit itu belum hilang, maka dia tidak memikirkan sejauh itu.

   Kini mendengar Koan Cong-yau yang sudah tahu dari dekat tentang pribadi Tan Ciok-sing, rasa curiganya lenyap seketika.

   In Hou berkata.

   "Ayah, bila dia betul seorang tabib tulen dan bukan membual, coba kita panggil dia masuk, biarlah anak menjadi percobaan untuk menguji kepandaiannya."

   Seperti diketahui In Hou dipelintir lengannya oleh Tan Cioksing dengan Hun-kin-joh-kut sehingga tulang-tulang patah urat keseleo, tulangnya sudah dibetulkan Ong Cong-king, sehingga tidak sampai cacat, namun selanjutnya dia tidak akan bisa bermain silat lagi.

   Tabib kelilingan ini mengagulkan diri pandai menyambung tulang segala, karuan In Hou mengharap luka-lukanya bisa sembuh cepat dan pulih seperti sedia kala.

   Hobby Tang-bun Cong belajar silat, maka dia berkata.

   "Mendengar ilmu mengirim suara gelombang panjangnya itu, aku jadi ingin menjajalnya. Bukankah kita ingin membekuk keparat itu? Umpama betul tabib kelilingan ini adalah komplotannya, dia berani mengantar jiwanya kemari, kita tidak usah takut menghadapinya. Bila dia bukan komplotan bocah itu, bukan mustahil kita bisa merangkul seorang tenaga yang dapat diandalkan."

   Bu-sam Niocu tertawa, katanya.

   "Kekuatiran In-cengcu juga harus dipikirkan, begini saja aku punya akal,"

   Lalu dia berbisik-bisik di pinggir telinga In Kip. In Kip girang, wajahnya berseri, serunya.

   "Bagus, bagus, dengan akal itu legalah hatiku, boleh segera kau siapkan. Ong-koankeh, tolong kau undang tabib kelilingan itu kemari."

   Tang-bun Cong berdarah campuran Han dan Mongol, Poyang Gun-ngo orang Watsu, wajah mereka mudah dilihat sebagai orang asing.

   Karena itu sebelum tahu seluk beluk tabib kelilingan ini, menurut rencana mereka, untuk sementara tidak unjuk diri saja, maka mereka sembunyi di belakang pintu angin.

   Tidak lama kemudian Ong Cong-king membawa seorang tabib kelilingan itu masuk, usianya kira-kira lima puluhan, perawakannya kurus tinggi, mukanya kuning kering, tampangnya biasa tiada yang istimewa.

   Justru tiada keistimewaannya, maka dia lebih mirip pemain akrobatik yang suka kelilingan di Kangouw mencari nafkah.

   Melihat tampang orang biasa saja, selintas pandang In Kip amat kecewa, namun lekas dia berpikir.

   "Manusia tidak boleh dinilai dari wajahnya, air tidak bisa diukur dengan gantang. Bukan mustahil tabib keliling ini benar-benar memiliki kepandaian,"

   Maka dia persilakan tabib itu duduk dan memberi hormat, katanya.

   "Tolong tanya siapa she dan nama Siangsing?"

   Tabib itu bersuara sumbang.

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hamba she Koan, bernama Put-ping."

   She Koan (mengurus) bernama Put-ping (tidak adil) jadi kalau digabung menjadi Koan Put-ping (mengurus yang tidak adil). Bercekat hati In Kip, batinnya.

   "Aneh juga nama tabib kelilingan ini,"

   Tapi mengingat orang-orang yang hidupnya mengembara di Kangouw kebanyakan memang nyentrik, maka tidak perlu dibuat heran bila dia menggunakan namanama yang aneh pula.

   "Entah siapa yang sakit disini, sakit apa?"

   Tanya tabib kelilingan, agaknya dia tidak suka ngobrol.

   "Putraku kurang hati-hati jatuh dari punggung kuda sehingga tulang patah otot keseleo, kudengar Siansing ahli menyambung tulang dan otot, entah Siangsing bisa menyembuhkannya seperti sedia kala?"

   Tabib kelilingan itu tertawa lebar, katanya.

   "Bukan aku suka mengagulkan diri, jangan kata tulang patah, umpama lengan putus atau paha patah juga aku bisa menyambungnya pula sampai sembuh tanpa meninggalkan bekas. Dalam jangka sebulan dia sudah akan mampu mengangkat barang berat."

   "Bagus sekali,"

   Seru In Kip senang.

   "bila putraku sembuh seperti apa yang Siangsing katakan, berapa saja ongkosnya pasti kubayar."

   Tawar suara tabib kelilingan.

   "Soal bayaran boleh tidak usah dirisaukan. In-toacengcu, nama besarmu sebagai hartawan nomor satu di Kanglam terkenal di seluruh jagat, memangnya aku kuatir kau tidak akan membayar maha padaku? Biarlah aku periksa dulu luka-luka putramu."

   "Baiklah, biar kusuruh putraku keluar. Silakan kau minum teh sambil menunggunya sebentar,"

   Lalu dia tuangkan secangkir teh dan disuguhkan sendiri kepada tabib kelilingan, lalu diapun isi cangkir sendiri mengiringi orang minum.

   Tabib kelilingan seperti tidak menaruh curiga sedikitpun, angkat cangkir terus ditenggaknya habis.

   Dengan mulut berkecek-kecek lidah menjulur keluar dia memuji.

   "Wah, teh harum dan sedap."

   Legalah hati ln Kip, diam-diam dia tertawa dalam hati.

   "Dugaan Bu-sam Niocu memang tidak meleset, mungkin kepandaian mengobati tabib kelilingan ini amat liehay. Kenyataan dia bakal kecundang juga oleh akalnya."

   Ternyata dalam air teh itu sudah dicampur Hap-kut-san oleh Bu-sam Niocu.

   Supaya tabib kelilingan ini tidak curiga, sebelumnya In Kip sudah minum obat penawarnya, maka dia berani mengajak tamunya ini minum bersama.

   Hap-kut-san bikinan Bu-sam Niocu ini daya kerjanya lambat, masuk mulut tidak terasa, namun dalam jangka setengah jam orang tanpa sadar akan lunglai tak mampu mengeluarkan tenaga.

   Jangan kata berjalan, mengangkat tangan atau kakipun rasanya berat.

   Begini rencana mereka, bila tabib ini betul-betul baik hati mau menyembuhkan luka-luka In Hou, setengah jam kiranya cukup untuk menyambung tulang dan membetulkan otot.

   Jadi sebelum dia menyadari dirinya keracunan, obat penawar yang sudah disiapkan dalam air teh di cangkir lain akan disuguhkan pula, hakikatnya dia tidak tahu bahwa dirinya pernah keracunan.

   Bila tabib keliling ini melakukan sesuatu sampai harus bergebrak dan turun tangan, khasiat obat bius itu akan kumat dan bekerja lebih dini dari waktunya, umpama ln Hou dia tangkap untuk sandera juga tidak perlu dibuat kuatir lagi.

   Adanya akal bulus yang diatur Bu-sam Niocu ini, dijaga pula oleh Ong Cong-king dan Koan Cong-yau dua jago yang dapat diandalkan, maka In Kip yakin segalanya akan berjalan lancar sesuai rencana, tanpa menguatirkan apa-apa dia serahkan putranya untuk diperiksa.

   Melihat si tabib setelah minum teh malah memuji teh wangi dan enak, diam-diam dia tertawa senang, katanya.

   "Itulah Liong-kin-teh yang diseduh dengan air embun, agaknya Siansing memang penggemar teh, silahkan minum secangkir lagi."

   Tabib kelilingan berkata.

   "Teh baik jangan minum banyakbanyak, lebih bagus disimpan saja. Nanti setelah menyembuhkan putramu, pelan-pelan akan kunikmatinya lagi."

   In Kip tahu sampai dimana khasiat Hap-kut-san buatan Busam Niocu, sebetulnya secangkir juga cukup untuk melumpuhkan tabib ini, supaya tidak menimbulkan rasa curiganya, maka dia berkata dengan tertawa.

   "Siansing agaknya ahli dalam soal minum, baiklah setelah mengobati putraku nanti, akan kusuguh pula Siansing beberapa cangkir."

   Mana dia tahu, padahal Tabib kelilingan juga tengah tertawa dalam hati.

   Tabib kelilingan yang memperkenalkan diri dengan nama Koan Put-ping ini, tanpa kami jelaskan tentu para pembaca sudah menduga siapa dia sebenarnya.

   Dia bukan lain adalah Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun.

   Setelah Tan Ciok-sing dan In San pergi, tiba-tiba dia teringat.

   "In Kip adalah rase tua yang licin, walau dia berpesan kepada kuasa hotel supaya Kek Lam-wi merahasiakan pertemuan hari itu terhadap Tan Ciok-sing, tidak mungkin dia tidak siaga bila Kek Lam-wi membocorkan pertemuan itu. Maka alamat pertemuan itupun sudah diatur sedemikian rupa di tempat lainnya."

   Dari mulut Kiau-jan Taysu dia mendapat tahu bahwa In Kip punya sebuah villa di atas Thian-ping-san, maka setelah menyamar jadi tabib kelilingan segera dia menuju ke Thianping- san.

   Dan secara kebetulan In Hou terluka, diluar dugaan klop dengan rencananya menyamar tabib kelilingan.

   In Kip ternyata ketipu dan mengundangnya masuk.

   Saat mana kedua pihak sama tertawa dalam hati, In Kip kira Tam Pa-kun betul sudah masuk perangkap, diluar tahunya, berkepandaian tinggi nyali Tam Pa-kun memang keliwat besar, meski tahu di atas gunung ada harimau, dia justru naik ke gunung dan lewat disana.

   Diam-diam Tam Pa-kun kerahkan Lwekangnya untuk mencegah Hap-kut-san bekerja dalam tubuhnya, kedua pihak punya perhitungan sendiri, sementara itu Ong Cong-king sudah memapah In Hou keluar dari dalam.

   Sengaja Tam Pa-kun bermain sandiwara, sebagaimana lazimnya seorang tabib dia periksa urat nadi serta memeriksa lengan yang terluka katanya.

   "In-toacengcu, ingin aku bicara, tapi mungkin kedengarannya kurang pantas, entah perlu tidak kuucapkan?"

   Yang dipikir In Kip adalah putranya lekas sembuh, maka katanya.

   "Silakan katakan saja Siansing."

   "In-toacengcu, untuk menolong putramu, maka tidak sepantasnya kau berbohong kepadaku,"

   Secara, blak-blakan dia membongkar kebohongan In Kip. In Kip justru kaget dan gembira, pikirnya.

   "Agaknya tabib kelilingan ini memang membekal kepandaian tulen,"

   Namun dia pura-pura bodoh, tanyanya.

   "Kenapa Siansing bilang begitu. Orang she In yakin tidak menipumu, harap Siansing memberi petunjuk."

   "In-cengcu,"

   Ujar Tam Pa-kun kalem.

   "tadi kau bilang putramu jatuh dari punggung kuda sehingga tulang patah urat keseleo. Tapi menurut pemeriksaanku, kukira kejadian tidak demikian?"

   "Waktu putraku jatuh, aku tak ada di rumah, aku hanya mendengar laporannya saja."

   "Kalau begitu putramu ini yang bohong?"

   Lekas In Hou berkata.

   "Siansing, tak usah kau peduli apakah aku ini bohong atau tidak, coba katakan menurut pemeriksaanmu, apa kau tahu kenapa aku terluka?"

   "Baiklah biar kuterangkan, coba cocokan apakah analisaku betul. Luka-lukamu ini bukan lantaran jatuh, tapi lenganmu dipelintir patah dengan Hun-kin-joh-kut oleh seorang ahli silat yang liehay. Orang yang melukai kau, kalau tidak salah seorang pemuda yang berusia belum genap dua puluh."

   In Hou ayah beranak betul-betul kaget, teriaknya bersama tanpa berjanji.

   "Dari mana kau tahu?"

   "Hun-kin-joh-kut adalah ilmu yang sukar diyakinkan, setiap turun tangan harus diperhitungkan baru hasilnya akan dapat diagulkan. Oleh karena itu bila ilmu ini dilatih sampai taraf yang sempurna, kebanyakan adalah jago silat yang usianya sudah mencapai setengah baya, seorang jago silat seusia itu dengan bekal kepandaiannya yang liehay, kebanyakan pula mempunyai ketabahan dan kesabaran yang luar biasa, dia tidak akan semau gue turun tangan melukai orang dengan ilmu yang ganas ini, tapi sekali turun tangan dia tidak akan kenal kasihan lagi. Dari hasil pemeriksaaan luka-luka di lengan putramu ini, meski latihan Hun-kin-joh-kut orang itu sudah termasuk taraf tinggi, namun waktu turun tangan dia diburu oleh emosi sehingga tenaga yang dikerahkan terlalu dipaksakan, ini jelas menandakan bahwa hatinya saat itu sedang marah atau tidak sabar lagi. Dan lagi, bagi orang yang sudah tua, tenaga dalamnya lebih condong agak lunak, terutama di waktu melukai lawan dengan gerakan Hun-kinjoh- kut, karena itu gerakan ini tidak memerlukan tenaga yang besar. Tapi orang itu bukan saja menggunakan tenaga yang diburu nafsu, tenaganya teramat kasar pula, maka aku berani memastikan bahwa penyerang itu usianya masih muda meski sudah memiliki Kungfu yang tinggi. Entah betul tidak uraianku?"

   "Betul,"

   Teriak In Hou.

   "betul sekali. Siansing, kau seperti menyaksikan sendiri, bangsat itu usianya mungkin memang belum genap dua puluh tahun."

   Tam Pa-kun berkata sungguh-sungguh.

   "Seorang tabib harus tahu sebab musabab datangnya penyakit, barulah dia bisa membuat resep dan memberikan obat yang tepat. Untung aku tahu akar asal mula luka-luka ini berdasarkan pengalaman puluhan tahun, kalau aku percaya begitu saja bahwa tulang ini patah lantaran jatuh dari punggung kuda, bukankah aku akan memberikan obat yang salah? Akibatnya kau sendiri yang akan mengalaminya."

   Lekas Ong Cong-king melerai, katanya.

   "Siansing tidak usah marah, begitulah kejadiannya, Siauya tidak ingin bila Loya tahu dia berkelahi dengan orang, maka dia berbohong., Untuk ini Loya memang benar-benar tidak tahu."

   Segera ln Kip pura-pura memaki putranya, katanya kemudian.

   "Koan-siansing ternyata memiliki Kungfu dan kepandaian mengobati yang liehay, uraianmu tadi sungguh membuka mata kami. Sungguh harus dipuji, yakin Siansing pasti dapat menyembuhkan putraku. Untuk itu Siansing tidak usah kuatir berapa .imbalan yang kau pinta, sesenpun tidak kurang akan kubayar. Siansing mau uang tunai atau..."

   Setelah tahu berita dan jejak Tan Ciok-sing lega hati Tam Pa-kun, katanya tersenyum.

   "Emas aku emoh, perak juga tidak mau, aku hanya menuntut satu orang untuk menukar jiwa putramu,"

   Sampai disini mendadak dia mencengkram In Hou serta dijinjingnya ke atas.

   Ong Cong-king yang berdiri tidak jauh sudah siap merebut maju, tapi sudah terlambat.

   Sekali mengebas lengan bajunya, angin kencang seketika menerpa muka, tanpa kuasa Ong Cong-king tergentak mundur dua langkah.

   Kagetnya bukan main.

   "Tabib ini sudah minum teh yang dicampur Hap-kut-san, kenapa tenaga dalamnya masih sehebat ini?"

   Mendadak didengarnya Tam Pa-kun tertawa tergelak-gelak, katanya.

   "Dengan maksud baik aku kemari mau mengobati, kalian justru mau meracuni aku, adakah aturan macam ini? Hehe, memangnya Hap-kut-san mampu berbuat apa terhadapku, kalian ingin mencelakai aku, memangnya siapa aku ini, begitu rendah kalian menilaiku."

   Di tengah gelak tawanya mendadak dia acungkan jari tengah tangan kirinya, sejalur air segera menyembur keluar dari jari tengah itu, tampak uap mengepul, lekas In Kip dan Ong Cong-king melompat minggir takut kecipratan.

   Koan Cong-yau yang berdiri di samping sana juga melongo ketakutan.

   Ternyata Tam Pa-kun menyimpan Bik-ling-tan pemberian In Hou yang dibuat dari Thian-san-soat-lian, khasiatnya dapat memunahkan berbagai racun, sejak tadi Tam Pa-kun sudah meminumnya setengah butir, ketambah Lwekangnya tangguh, meski minum secangkir teh beracun, dia kerahkan Lwekang memusatkannya ke ujung jari serta menyemburkannya.

   In Kip tenangkan hati, serunya gugup.

   "Siansing harap kau tidak salah paham. Soalnya musuhku terlalu banyak, setiap urusan harus bertindak hati-hati. Kupikir setelah Siansing menyembuhkan putraku, segera akan kuberikan obat penawarnya. Tak kira Lwekang Siansing begitu tangguh, kini tidak mengalami cidra apa-apa, biarlah aku mohon maaf dan memberi hormat kepadamu. Cuma siapa yang Siansing tuntut untuk menukar putraku?"

   "Kek Lam-wi, salah satu dari Kanglam-pat-sian."

   Sudah kaget In Kip masih mau mungkir.

   "Koan-siansing, tuntutanmu ini sungguh membuatku heran dan tidak habis mengerti, apa itu Kanglam-pat-sian..."

   "In-toacengcu,"

   Tukas Tam Pa-kun menyeringai dingin.

   "Kau bersimalaraja di Kanglam, kalangan hitam golongan putih kau punya kenalan, memangnya kau tidak tahu apa itu Kanglam-pat-sian?"

   "Kanglam-pat-sian"aku sih tahu, tapi dengan mereka hakikatnya aku tidak punya hubungan. Kau mencari Kek Lamwi dari Kanglam-pat-sian koh di tempatku, apa tidak salah alamat?" .

   "Apa betul kau tidak tahu dimana sekarang Kek Lam-wi berada?"

   Diam-diam In Kip memperhitungkan waktunya, dia yakin tabib kelilingan ini tidak mungkin bersua dengan Tan Ciok-sing lalu baru-baru menyusul kemari, maka dia tetap mengeraskan kepala, tetap mungkir.

   "Aku benar-benar tidak tahu."

   "Kalau kau tidak tahu, aku justru sudah tahu. Aku tahu sekarang dia berada didalam villamu ini."

   "Siansing berkelakar, selamanya aku tiada hubungan dengan Kek-jithiap, bagaimana mungkin dia bisa berada di rumahku?"

   "In-toacengcu,"

   Jengek Tam Pa-kun.

   "benda apa yang kau sembunyikan didalam bajumu? Agaknya kau memang pandai membual?"

   Seruling pualam hangat milik Kek Lam-wi tadi dirampas Busam Niocu dan diberikan kepada In Kip, In Kip belum sempat menyimpannya kedalam.

   terpaksa dia sembunyikan didalam jubahnya.

   Mendadak Tam Pa-kun membongkar bualannya, tanpa sadar dia menyurut mundur, sebelah tangan serta merta menekan ke tempat di mana seruling itu disembunyikan.

   Berkata Tam Pa-kun lebih lanjut.

   "Kepandaian lain aku tidak punya, tapi mataku ini amat tajam untuk mengenali benda pusaka, sinar mustika tampak cemerlang dari badanmu, sekali pandang aku lantas tahu seruling warisan leluhur Kek Lam-wi itu berada dalam bajumu, masih berani kau katakan dia tidak berada di rumahmu?" Hakikatnya kata-kata sinar mustika cemerlang dari badan hanyalah istilah berkelebihan yang digunakan Tam Pa-kun. Tapi sebagai ahli silat, senjata apa yang disimpan dalam baju orang, sekali pandang dia lantas dapat menebaknya.

   "In-toacengcu, kuharap kau tahu diri. Kalau tidak, jangan menyesal bila aku bertindak kasar. Tabib yang ahli mengobati ini juga bisa jadi jagal manusia. Sekarang aku hanya menunggu jawabanmu, lekas keluarkan Kek Lam-wi untuk menukar jiwa raga putramu, jual beli secara banter ini kau mau terima tidak?"

   Demikian ancaman Tam Pa-kun.

   "Nanti dulu Siansing, aku, aku, aku..."

   Beruntun In Kip menyurut mundur. Sekonyong-konyong terdengar sudra "Blang"

   Yang keras, pintu angin di depan Tam Pa-kun tiba-tiba jebol dan berlobang besar, segulung angin kencang langsung menerpa ke arahnya.

   Kembali Tang-bun Cong mendemonstrasikan kepandaian Kek-bu-thoan kang membokong Tam Pa-kun.

   Dengan Bikkhong- ciang dia menjebol pecah pintu angin, bila Tam Pa-kun jinjing In Hou menangkis pukulan jarak jauh ini, maka pukulan dahsyat itu akan tersalur seluruhnya ke tubuh Tam Pa-kun.

   Itu berarti mereka ada kesempatan untuk menolong In Hou.

   Tapi Tam Pa-kun bukan Kek Lam-wi, sejak tadi juga sudah dia ketahui bahwa di belakang pintu angin ada jago kosen yang menyembunyikan diri? Maka sergapan Tang-bun Cong boleh dikata sudah dia duga sejak tadi.

   Tampak dengan tangan kiri dia seret In Hou, telapak tangan kanan menekan miring dan sekali dorong ke samping, maka terdengarlah "Blam"

   Pintu angin di seberang sana kembali jebol berantakan diterjang angin kencang.

   Suara hancurnya daun pintu malah jauh lebih keras dari pukulan Bik-khong-ciang Tang-bun Cong tadi.

   Ternyata Tam Pa-kun tidak mau adu kekerasan, maka dia gunakan tenaga 'tuntun', damparan angin pukulan Tang-bun Cong yang dahysat itu dia tuntun ke samping sehingga pintu angin yang lain hancur berkeping-keping.

   Tang-bun Cong juga seorang jago silat kosen, melihat lawan memiliki Kungfu meminjam tenaga memunahkan tenaga, maka dia tahu kalau lawan tidak menuntun tenaga pukulannya ke arah lain, dia cukup mampu memanfaatkan kekuatan pukulannya ditambah tenaga sendiri untuk dialihkan ke tubuh In Hou.

   Bila hal ini terjadi, umpama jiwa In Hou rangkap dua belas juga akan amblas seluruhnya seketika itu juga, sementara Tam Pa-kun tidak akan cidera sedikitpun.

   Tahu akan liku-liku ini, sudah tentu Tang-bun Cong tidak berani pula bertindak gegabah untuk menyerang kedua kalinya.

   Bukan saja dia tidak berani menyerang pula, diapun tidak berani menampilkan dirinya.

   Di kala pintu angin rohoh berantakan, cepat-cepat bersama Poyang Gun-ngo dia melompat sembunyi ke ruang belakang.

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bukan lantaran dia takut menghadapi Tam Pa-kun, soalnya dia dan Poyang Gunngo sekarang sedang mengemban tugas lain yang penting dan berat, membantu In Kip hanya kerja samben.

   Bahwa sergapannya tidak berhasil, berarti dia tidak akan mampu membantu In Kip, dalam situasi yang tidak menguntungkan pihaknya, buat apa pula dia harus mengunjukkan dirinya.

   Satu pintu angin bolong, pintu angin yang lain roboh berantakan.

   Meski In Kip selicin rase dan banyak akal muslihat, setelah kejadian ini, berdiri dan melongo, lututnya bergetar keras.

   Di tengah kegaduhan robohnya pintu angin, Tam Pa-kun menjejak lantai, tubuhnya mumbul, meski dia menjinjing In Hou, Ginkangnya ternyata tidak kena korting.

   Secepat kilat, seperti elang menubruk kelinci saja, tahu-tahu dia sudah menubruk ke depan ln Kip.

   Koan Cong-yau dan Ong Cong-king kira dia hendak melukai In Kip, tanpa pikir serempak mereka menubruk bersama.

   Gaman Koan Cong-yau adalah Boan-koan-pit, menusuk ke Hong-hu-hiat di punggung Tam Pa-kun, sementara Ong Congking adalah ahli Tay-lik-eng-jiau-kang jari-jarinya mencengkram tulang pundak kirinya.

   Tam Pa-kun mengempit In Hou di bawah ketiaknya, tangan kiri jelas tidak mungkin bergerak, berarti pundak dan punggungnya terbuka lebar.

   Pimpinan Giam-ong-pang dulu ini cara turun tangannya ternyata amat keji, sekali turun tangan sudah paksa lawan untuk menyelamatkan diri lebih dulu.

   Gerakan tiga orang sama-sama cepat, sebat sekali Tam Pakun memutar tubuh.

   "Cret"

   Jubah In Kip sudah terobek, dengan memutar tubuh itu secara langsung dia angsurkan In Hou kemuka Koan Cong-yau, Koan Cong-yau tidak memiliki ilmu Kek-bu-thoan-kang, mana dia berani melanjutkan serangannya? Untung permainan Boan-koan-pit yang dilatihnya cukup mahir hingga sudah terkendali oleh jalan pikirannya, dalam seribu kesibukannya dia tarik tusukan potlot besinya yang dilandasi seluruh tenaganya, syukur ujung potlotnya tidak sampai melukai In Hou.

   Dalam pada itu Ong Cong-king merasa pandangannya silau, sinar kehijauan yang gemeredep tahu-tahu menyambar ke mukanya, tampak Tam Pa-kun sudah memegang sebatang seruling, itulah seruling pualam milik Kek Lam-wi.

   Kiranya tubrukan Tam Pa-kun menyergap In Kip bukan bermaksud mencelakai jiwanya, tapi hendak merampas balik seruling mustika itu.

   Padahal ln Kip memiliki ilmu silat cukup baik, meski dia melompat mundur secepatnya, tak urung mukanya yang tambun itu terasa panas dan pedas tersampuk oleh tenaga lengan baju Tam Pa-kun.

   Yang paling kaget dan ketakutan sudah tentu adalah In Hou yang menjadi sandera musuh, dalam gebrakan kilat ini, saking ketakutan muka pucat mulut megap-megap tidak mampu keluar suara, sekarang baru kuasa dia berteriakteriak.

   "Tolong, tolong."

   Tam Pa-kun tertawa dingin, jengeknya.

   "In-toasiauya, bila aku menghendaki nyawamu, sejak tadi sudah kubiarkan tubuhmu dimakan oleh pukulan Bik-khong-ciang tadi, memangnya aku perlu turun tangan sendiri?"

   In Kip suka bergaul, tidak sedikit tamu-tamunya berkepandaian tinggi, maka pengetahuannya dalam hal ini cukup matang.

   Pukulan Kek-bu-thoa-kang yang dilontarkan Tang-bun Cong berhasil dipunahkan oleh Tam Pa-kun, hal ini dia ketahui betul, insaf pakai kekerasan pihak sendiri mungkin bakal menderita rugi lebih besar, sebelum Koan dan Ong kedua anak buahnya bertindak pula, lekas dia berseru.

   "Semuanya berhenti, urusan baik dirundingkan saja."

   "Nah kan begitu,"

   Ujar Tam Pa-kun tertawa.

   "Marilah duduk dan bicarakan jual beli ini In toacengcu, seruling Kek Lam wi sudah kurebut kembali, sekarang kutunggu kau membawanya keluar, supaya aku kembalikan serulingnya ini kepada dia."

   "Silakan Siansing duduk,"

   Ucap In Kip.

   "kalau jual beli harus dibicarakan, harap tanya siapa she dan nama besar Siansing?"

   Ong Cong-king sudah berdiri terpaku sejak tadi, kini mendadak menyela.

   "Maaf, maaf, ternyata Siansing adalah Kim-to-thi-ciang (telapak besi golok emas) Tam Tayhiap."

   Tam Pa-kun tertawa gelak, katanya.

   "Pandangan Ongjipangcu memang lebih tajam, kawan-kawan Kangouw memang menempel emas di mukaku, menjuluki aku Kim-to

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   thi-ciang.

   In-toacengcu, kini kau sudah tahu siapa aku, yakin kau juga sudah mengerti kenapa aku ingin menjual beli ini? Selama hidup orang she Tam memang suka mencampuri urusan orang lain apalagi kau menawan temanku Kek Lam-wi.

   Bahwa aku mau jual beli dengan kau secara adil, ini sudah menguntungkan dan memberi muka kepada kau,"

   Merah, pucat dan menghijau wajah ln Kip, sesaat dia menghela napas lega, katanya.

   "Aku sudah mengerti, harap kau tidak mempersulit putraku, mari kita rundingkan persoalan dengan baik."

   Tam Pa-kun berpaling, berkata kepada Ong Cong-king dan Koan Cong-yau.

   "Dua puluh tahun yang lalu sudah ada niatku untuk mohon pengajaran dari tiga pimpinan Giam-ong-pang, sayang waktu itu tak bisa terlaksana. Hari ini baru kubuktikan kepandaian kalian memang mengagumkan, tapi aku jadi gegetun dan merasa sayang bagi kalian. Dengan kedudukan kalian dulu dan bekal kepandaian setinggi itu, kenapa terima diperbudak orang? Hehe, perlu kuperingatkan, harap kalian tidak mengingkari sumpah kalian dulu di hadapan In Tayhiap. Meski penghidupan selanjutnya akan sepi dan tawar, tapi lebih berharga dari pada menjadi anjing penjaga pintu orang lain."

   Merah padam muka Ong dan Koan, mereka tertunduk tanpa berani bersuara.

   Dua puluh tahun yang lalu, penyebab utama sehingga Giam-ong-pang kocar kacir dan bubar, maka ketiga pimpinannya menghilang dan tidak pernah mengunjukkan dirinya pula, bukan lain adalah teman baik Tam Pa-kun, yaitu In Hou ayah kandung In San.

   Waktu menumpas kejahatan orang-orang Giam-ong-pang dulu, pernah In Hou mengajak Tam Pa-kun untuk membantunya.

   Sayang waktu itu Tam Pa-kun sedang sibuk menyelesaikan tugasnya sehingga tidak bisa memenuhi undangannya, belakangan karena tanpa memperoleh bantuan Tam Pa-kun yang amat diandalkan, In Hou hanya kuasa mengalahkan ketiga pimpinan Giam-ong-pang dan tak berhasil membunuhnya.

   Sesaat kemudian baru Ong Cong-king buka suara.

   "Bukan kami ingkar janji, soalnya In Tayhiap sudah mati, disini kami sebagai tamu In-cengcu, di rumah kawan kami hanya membantu sekedarnya, kan tidak terhitung berkecimpung pula di Kangouw."

   Tam Pa-kun tidak suka urusan berlarut-larut, jengeknya dingin.

   "Masing-masing orang punya jalan hidupnya sendiri, kau suka menjadi anjing penjaga pintu orang lain, ya terserah. In-toacengcu, perlu kita balik bicarakan persoalan jual beli itu, sebetulnya kau mau menyelesaikan jual beli ini tidak?"

   Apa boleh buat, terpaksa In Kip memberi kedipan mata kepada Ong Cong-king, katanya.

   "Ong-koankeh, kau undang Kek-jithiap kemari."

   Ong Cong-king maklum segera dia berlalu, setelah menemukan Bu-sam Niocu, berdua mereka ke belakang masuk ke penjara.

   Kek Lam-wi dijebloskan di penjara bawah tanah, walau harus melewati beberapa pintu, sepatutnya lekas sekali sudah bisa digusur keluar, tapi setelah ditunggu hampir setengah sulutan dupa masih juga belum kelihatan Ong Congking keluar membawa Kek Lam-wi.

   Peristiwa tak terduga ternyata terjadi di penjara bawah tanah, bukan saja Tam Pa-kun tidak pernah duga bakal terjadi hal itu.

   ln Kip dan orang-orangnyapun tidak habis mengerti.

   000OOO000 Entah berapa lama Kek Lam-wi tidak ingat diri, dalam pulasnya dia bermimpi berada di Ji-si-kio di kota Yang-ciu, dalam mimpinya itu dia bersua dengan Toh So-so yang berdiri di bawah pohon di pinggir sungai tengah meniup seruling.

   Baru saja dia mau keluarkan serulingnya juga, tiba-tiba hidungnya mencium bau wangi, bayangan Toh So-so lenyap seketika, tapi dia jelas merasakan ada sebuah tangan halus lembut tengah mengelus jidatnya.

   Lapat-lapat dalam pulasnya itu Kek Lam wi mendadak seperti memperoleh kesadarannya.

   Dia masih kuatir dirinya terbuai di alam mimpi, waktu dia angkat tangan menangkap, tidak salah, terasa dia menggenggam jari-jari tangan seorang gadis, itulah tangan manusia tulen, bukan di alam mimpi.

   Tapi kulit tangan si jari begitu lembut dan halus laksana sutra sehingga pegangannya beberapa kali terlepas tapi sekarang dia yakin, dirinya tidak mimpi lagi.

   Kejut dan girang Kek Lam-wi, tanpa sadar dia berteriak.

   "So-moay, So-moay, apa betul kau?"

   Cepat gadis itu mendekap mulutnya sambil mendesis lirih di pinggir telinganya, katanya lirih.

   "Jangan keras-keras, lekas ikut aku keluar."

   Itu bukan suara Toh So-so.

   Kek Lam-wi masih dalam keadaan setengah sadar, tanpa merasa jari-jari tangannya merogoh kedalam baju, maksudnya hendak meraba serulingnya.

   Menyadari serulingnya telah lenyap, barulah Kek Lam-wi sadar kembali.

   Seketika dia ingat dirinya memenuhi undangan In Kip dan terbius oleh bau wangi Bu-sam Niocu.

   Kenapa sekarang dirinya tiba-tiba bisa bergerak? Pandangannya serba gelap, tempat apakah ini? Tangan gadis itu terulur lagi menggenggam tangannya terus menuntunnya pergi.

   Tapi tetap bungkam seribu bahasa.

   Dengan tangan kirinya Kek Lam-wi meraba-raba dinding batu di sampingnya, kesadarannya bertambah terang, dengan bekal pengalamannya, dia menyadari dirinya sekarang mungkin berada di penjara bawah tanah, jadi belum keluar dari lingkungan villa keluarga In.

   Dia sudah mulai curiga bahwa gadis yang menuntunnya ini bukan Toh So-so, tapi bahwa dia lekas sadar dan mampu berjalan terang berkat bantuan gadis ini peduli Toh So-so atau bukan, pendek kata gadis ini telah menolongnya, jelas tidak mengandung maksud jahat terhadap dirinya.

   Mereka seperti berjalan di lorong bawah tanah, di kala Kek Lam-wi masih bimbang, tiba-tiba sayup-sayup didengarnya suara percakapan orang.

   Dia kenal itulah suara Ong Congking.

   Ong Cong-king sedang berteriak.

   "Celaka, penjara bobol, lekas masuk Kek Lam-wi masih ada didalam?"

   Mendengar teriakan Ong Cong-king, gadis yang menarik tangannya segera berjalan lebih cepat.

   Dia tahu gadis ini berusaha menolong dirinya, tapi dirinya dilarang bersuara, maksudnya sudah tentu supaya jejak mereka tidak konangan orang.

   Dalam keadaan demikian, meski besar hasratnya ingin tahu siapa gerangan gadis ini, terpaksa dia tekan perasaannya, diapun percepat langkahnya.

   Agaknya gadis ini amat hapal segala seluk beluk dan rahasia di bawah lorong ini, entah berapa jauh telah mereka tempuh dengan belak belok kian kemari di bawah tanah, akhirnya dia dibawa merangkak keluar dari sebuah mulut lobang.

   Pandangannya kini terasa benderang, malam itu putri malam memancarkan cahayanya yang cemerlang, dikala rembulan tepat bercokol di tengah cakrawala.

   Kek Lam-wi kucek-kucek matanya, di bawah penerangan sinar bulan, baru sekarang Kek Lam-wi sempat mengawasi gadis yang menolongnya.

   Ternyata dia mengenakan cadar sehingga tak kelihatan wajahnya.

   000OO000 Tam Pa-kun sudah tidak sabar menunggu.

   In Houpun gugup setengah mati.

   "Kenapa begini lama, ayah lekas suruh orang lain menyusulnya,"

   Pinta In Hou. Waktu In Kip suruh Koan Cong-yau menyusul, tampak Ong Cong-king sudah berlari keluar, tapi hanya seorang diri tanpa membawa Kek Lam-wi. In Hou kaget setengah mati, tanyanya lebih dulu.

   "Ong-koankeh, kenapa hanya kau seorang diri?"

   Setelah mengatur napas, Ong Cong-king berkata tergagap.

   "In-cengcu, ce... celaka."

   Tahu gelagat tidak baik, lekas In Kip bertanya.

   "Apa yang celaka?"

   "Kek Lam-wi, dia, dia sudah pergi,"

   Sahut Ong Cong-king. Sudah tentu Tam Pa-kun tidak mau percaya, katanya.

   "Kalian masih bersandiwara apa? Baiklah, kalian tidak mau membebaskan Kek Lam-wi boleh terserah, In-toakongcu ini biar kubawa pergi saja."

   "Ayah,"

   Teriak In Hou ketakutan.

   "Ong-koankeh, tolonglah tuntutannya, tukarlah diriku dengan apa yang dimintanya."

   Ong Cong-king tertawa getir, katanya meringis.

   "Kongcu, Tam Tayhiap tidak percaya kepadaku, kenapa kaupun tidak percaya pula?"

   "Tam Tayhiap, sabar, jangan marah dulu,"

   Lekas In Kip tampil kemuka.

   "biar kutanya dulu persoalannya? Ongkoankeh, bagaimana Kek Tayhiap bisa hilang?"

   "Aku juga tidak tahu bagaimana dia bisa pergi? Penjaga semaput semua diluar pintu. Aku tidak sempat periksa mereka, apakah tertutuk Hiat-tonya atau terkena racun?"

   Tergerak hati In Kip, tanyanya.

   "Dimana Bu-sam Niocu?"

   Maklum dalam keadaan gugup dan gelisah, tanpa sadar dia sudah membongkar sendiri bahwa Bu-sam Niocu ada di rumahnya.

   "Bu-sam Niocu sedang mengejar dan menyelidiki kejadian ini. Dia suruh aku kembali memberi laporan kepada Cengcu."

   Melihat sikap In Kip yang gelisah dan kuatir, jelas bukan pura-pura, menurut pengalaman dia berpikir.

   "Agaknya mereka bukan sedang main sandiwara. Tapi siapa yang bisa menolong Kek Lam-wi?"

   Padahal Tan Ciok-sing dan In San belum menyusul kemari, orang lain jelas tidak akan mampu melakukannya.

   "Tam Tayhiap, persoalannya sudah jelas, seseorang telah membawa Kek-jithiap pergi, tujuanmu sudah tercapai, boleh kau membebaskan putraku, bukan?"

   Tam Pa-kun masih setengah percaya, tiba-tiba dia ingat sesuatu, katanya.

   "Tentang Kek Lam-wi apakah kalian sedang main sandiwara, aku tidak peduli lagi, tapi aku tidak sudi melakukan jual beli yang merugikan."

   "Baik, asal kau membebaskan putraku, apa kehendakmu, bila bisa kulaksanakan semua tuntutanmu kuterima."

   "Kek Lam-wi tidak bisa kalian keluarkan, baiklah ditukar seorang lain saja."

   Ln Kip melenggong, katanya.

   "Tam Tayhiap, siapa pula yang kau kehendaki?"

   "Barusan Bu-sam Niocu mengejar seorang diri bukan."

   In Kip mengiakan.

   "Baiklah. Aku tahu calon istri Kek Lam-wi yaitu Toh So-so tertawan oleh Bu-sam Niocu, bahwa Bu-sam Niocu ada disini, yakin Toh So-so juga disekap di rumahmu. Kalau dia tidak membawa Toh So-so, maka sekarang lekas keluarkan Toh Lihiap."

   In Kip tampak bingung, katanya kemudian.

   "Bahwasanya aku tidak tahu menahu soal itu."

   "Dia berlindung disini, apa yang dia lakukan mana mungkin kau tidak tahu?"

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Damprat Tam Pa-kun.

   "hm, kalau kau tidak tahu kenapa kaupun pancing Kek Lam-wi kemari? Ketahuilah bagaimana pesanmu kepada Koan Cong-yau untuk mengundangnya kemari semua sudah kuketahui dengan jelas. Bila kalian tidak gunakan Toh So-so untuk memancing kedatangannya, memangnya Kek Lam-wi sudi memenuhi undanganmu?"

   In Kip masih bingung, In Hou sudah tidak sabar lagi, teriaknya.

   "Tam Tayhiap, biar aku yang bicara sejujurnya. Bahwasanya tiada kejadian itu."

   Tam Pa-kun melenggong, tanyanya.

   "Jadi bukan sesungguhnya?"

   "Itu hanya akal bulus Bu-sam Niocu untuk menipu dan menjebak Kek Lam-wi. Yang benar Toh So-so tidak pernah terjatuh di tangannya. Tam Tayhiap, aku bicara sejujurnya, harap kau membebaskan aku."

   "Kalian ayah dan anak bicaranya berbeda, aku tidak mau percaya obrolan kalian,"

   Dengus Tam Pa-kun.

   "Tam Tayhiap, kali ini aku bicara sesungguhnya,"

   Teriak In Hou. Lekas In Kip juga berkata.

   "Omongan putraku memang bukan bualan. Tam Tayhiap, maafkan kecerobohanku, tidak pantas aku menuruti kemauan Bu-sam Niocu, aku membantunya mengatur muslihatnya itu."

   Karena ingin menolong putranya, apa boleh buat terpaksa In Kip membeberkan seluruh persoalannya.

   Meski ayah beranak bersumpah pada bumi dan langit, Tam Pa-kun masih ragu-ragu.

   Di kala kedua pihak masih bersitegang leher, tibatiba terjadi keributan diluar.

   Suara seorang gadis melengking.

   "In Kip keparat tua bangka itu dimana, lekas suruh dia keluar menemui aku."

   Mendengar suara gadis ini, Tam Pa-kun dan In Kip samasama tertegun. Gadis ini bukan lain adalah calon isteri Kek Lam-wi, yaitu Toh So-so. Setelah kaget, sikap In Kip tenang malah, teriaknya.

   "Jangan kalian merintanginya, biarkan dia masuk menemui aku."

   Tanpa dipesan oleh In Kip, anak buahnya memang tidak mampu merintangi Toh So-so.

   Dua Busu yang berjaga di pintu kena disapu jungkir balik dengan Sau-tong-tui oleh Toh So-so.

   Begitu melangkah ke ruang tamu, sudah tentu Toh So-so lantas melihat Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun.

   Kejut campur girang.

   Toh So-so berjingkrak.

   "Tam-sioksiok, kaupun datang?"

   "Nona Toh, kau selesaikan dulu urusanmu, nanti kita bicara lebih lanjut,"

   Sapa Tam Pa-kun tersenyum. Toh So-so berpaling dengan tawa mengejek, katanya kepada In Kip.

   "Kenapa aku meluruk kemari, tentunya kau sudah mengerti sendiri. Mana Kek Lam-wi? Apa yang kalian lakukan atas dirinya?"

   In Kip berkata.

   "Tam Tayhiap sedang bicarakan soal itu dengan aku. Kek-jithiap sudah pergi masa kau tidak tahu?"

   Seorang pesuruh masuk, katanya.

   "Nona ini sudah pergi memeriksa ke penjara bawah tanah. Tapi dia tidak mau percaya bahwa Kek-jithiap sudah pergi, tanpa banyak bicara langsung dia melabrak kita sampai disini."

   In Kip tertawa getir, katanya.

   "Kau sudah memeriksa ke penjara, tentu melihat juga orang-orangku semaput di tanah. Kami juga tidak tahu kau bakal datang kemari, percayalah bukan kami sengaja mengatur muslihat lagi."

   "Siapa tidak tahu kau banyak akal bulus, aku sendiri sudah merasakan kelicikanmu,"

   Jengek Toh So-so.

   "kalau ingin aku percaya, kecuali..."

   "Kecuali apa?"

   Ln Kip menegas.

   "Kecuali aku melihat sendiri dan bertemu dengan Kek Lamwi, atau beri kesempatan aku berbicara dengan putri angkatmu."

   "Putri angkatku? Em, ya, aku memang punya putri angkat, tapi entah yang mana yang ingin kau temui aku punya belasan putri angkat."

   Toh So-so menjengek.

   "Bu-san-pang Pangcu Bu-sam Niocu punya seorang putri, tiga bulan yang lalu kau mengangkatnya menjadi putri angkatmu, betul tidak?"

   Tahu tak mungkin mungkir lagi, ln Kip berkata.

   "Toh Lihiap, kau pandai memperoleh berita, kagum sungguh kagum, memang dia adalah putri angkatku yang terbaru, apa kau mau menemui dia?"

   "Jangan banyak ngomong, lekas suruh dia keluar,"

   Sentak Toh So-so. In Kip tahu gelagat tak menguntungkan, katanya dengan menyengir.

   "Toh Lihiap, kalau kau tidak mencarinya, akupun ingin memanggilnya."

   Tak lama kemudian, kacung yang disuruh memanggil putri angkatnya itu sudah kembali memberi laporan.

   "Lapor Loya, Kan-siocia (putri angkat) sudah tiada lagi."

   Berubah air muka Toh So-so, bentaknya.

   "Sudah tidak ada? Kapan dia pergi? Kemana?"

   Pesuruh itu menyengir, katanya.

   "Kami sudah memeriksa tempat kediamannya. Orang-orang disana tiada satupun yang tahu kapan dan kemana dia pergi.' Toh So-so menjengek dingin.

   "Siapa mau percaya obrolanmu. Kalau kalian tidak bebaskan Kek Lam-wi, Bu Siuhoa harus kalian serahkan kepadaku, kalau tidak, hm..."

   Tibatiba matanya melirik mengawasi In Hou yang masih dicengkram Tam Pa-kun, katanya.

   "Paman Tam, pinjamkan putra kesayangan In-cengcu ini kepadaku, boleh?"

   Tam Pa-kun tertawa, katanya.

   "In-toacengcu, kau dengar, bila kau masih ingin main-main mengapusi aku, maaf bila aku berlaku kasar pada putramu. Akan kubuat enam lobang dan tiga bacokan di tubuhnya baru mencabut nyawanya. Nah, boleh kau pilih, putramu atau putri angkatmu?"

   Serasa terbang arwah ln Hou, ratapnya ketakutan.

   "Ayah lekas kau cari Bu Siu-hoa dan serahkan kepada mereka."

   "Toh Lihiap,"

   Kata In Kip gopoh.

   "sabar, jangan marah, dengar dulu penjelasanku."

   "Aku hanya menuntut orangnya, siapa sudi mendengar ocehanmu,"

   Sindir Toh So-so.

   "Toh Lihiap, sekarang aku sendiri lebih gugup untuk mencarinya, dengar dulu penjelasanku."

   "Baiklah, lekas katakan,"

   Sentak Toh So-so sambil bertolak pinggang.

   "Kek-jithiap memang sudah melarikan diri, bukan kami sengaja mengatur tipu daya untuk ngapusi kau, untuk ini harap kau percaya padaku. Siapa yang membantu Kek-jithiap melarikan diri, sekarang juga sudah kuketahui."

   "Siapa?"

   Sentak Toh So-so.

   "Yaitu putri angkatku Bu Siu-hoa yang ingin kau temui. Karena kecuali dia, siapapun tiada yang bisa keluar masuk secara leluasa dan menolong Kek-jithiap yang masih semaput tanpa konangan orang, dia membawa Kek-jithiap keluar dari lorong penjara."

   Toh So-so masih setengah percaya, katanya dingin.

   "Dia kan putri angkatmu, mungkinkah dia menolong tawananmu dan mengajaknya lari? Kau kira aku mau percaya obrolanmu? Hm, yang jelas dia membantu kau untuk memancing Kek Lamwi dan menangkapnya, benar tidak?"

   "Maklum kalau kau tidak percaya,"

   Ujar In Kip.

   "aku juga tidak tahu kenapa dia mau berbuat demikian. Tapi semua ini kenyataan yang tak bisa dipungkiri, kecuali dia, aku yakin tiada orang lain yang mampu menolong Kek-jithiap dari tempat kediamanku ini."

   Sejak tadi Tam Pa-kun mendengarkan dari samping, tibatiba dia menyela.

   "Baik, untuk ini sementara biar aku percaya. So-so mari kita keluar mencari Lam-wi, bila tidak bisa ketemu, nanti kita kembali membuat perhitungan dengan mereka."

   Saat mana sayup-sayup Toh So-so mendengar irama seruling di tempat jauh yang terbawa angin, lagu tiupan seruling Kek Lam-wi boleh dikata sudah teramat hapal bagi Toh So-so.

   Meski tidak mendengar jelas, namun dia yakin peniup seruling itu pasti Kek Lam-wi adanya.

   Lekas In Kip berkata.

   "Biar kubantu kalian mencarinya, tapi sudilah kau bebaskan dulu putraku."

   Irama seruling itu hanya sayup-sayup sampai dan terputusputus sekejap saja, agaknya In Kip dan Ong Cong-king tidak ada yang ambil perhatian.

   "Tak usah kalian bantu mencarinya..."

   "Lalu putraku..."

   Tam Pa-kun tertawa tergelak gelak, katanya.

   "Buat apa gugup, putra mustikamu ini kau berikan kepadakupun aku emoh. Setiba diluar pintu, aku akan membebaskan. Kalian siapapun kularang beranjak dari tempat ini"

   Lega hati In Kip, dia yakin Tam Pa-kun tidak akan ingkar janji, maka dia berkata.

   "Baiklah, kita patuh kehendak Tam Tayhiap, bila kalian juga berhasil menangkap Bu Siu-hoa tolong serahkan kepadaku, biar kuhukum dia."

   "Apa betul ocehanmu aku belum tahu, setelah kutemukan orangnya baru akan kupertimbangkan bagaimana mengurusnya, kami tidak akan menerima segala usulmu."' Setelah keluar dari lingkungan villa, sesuai janji Tam Pakun bebaskan In Hou, katanya sinis.

   "In-toasiauya, menguntungkan kau saja, lekas enyah."

   Toh So-so berkata.

   "Barusan aku seperti mendengar seruling Lam-wi, tapi dari mana arahnya sukar ditentukan. Paman Tam, apa kau juga dengar?"

   "Karena mendengar suara seruling itu maka aku mau beri kelonggaran kepada mereka. Kedengarannya dari balik gunung di sebelah timur sana. Mari kita periksa kesana."

   Cepat sekali mereka berdua sudah berada di balik gunung sebelah sana, tapi jejak Kek Lam-wi sudah tidak ketemu lagi. Tam Pa-kun berkata.

   "Kemarin aku sudah janji dengan Lam-wi dan Tan Ciok-sing serta In San untuk berkumpul di Ham-sansi, walau dia tidak datang, dia juga tidak tahu bahwa yang mengundang mereka adalah aku, tapi setelah lolos dari rumah keluarga In, bukan mustahil dia akan mencari kita ke Hamsan- si. Marilah kita kembali dulu ke Ham-san-si."

   Di tengah perjalanan pulang ke Ham-san-si ini baru Toh Soso sempat ceritakan pengalamannya.

   Sejak dia pulang dari Pakkhia dengan perasaan kecewa dan putus asa, hari itu dia tiba Yang-ciu, sebelum masuk kota di tengah jalan kebentur suatu peristiwa, serombongan perampok merampas secara kekerasan seorang gadis.

   Maka dia turun tangan, dua rampok dipukulnya roboh, kawanan rampok itu baru lari tunggang langgang.

   Tak pedulikan kawanan rampok yang melarikan diri, dia tolong si gadis lebih dulu, untung gadis itu hanya terluka sedikit.

   Paras gadis iui memang lumayan, dia mengaku sebagai tukang ngamen bersama ayahnya hidupnya terlunta-lunta di Kangouw, ayahnya telah dibunuh oleh kawanan rampok, melihat parasnya yang cukup ayu, kawanan rampok itu hendak menculiknya pula, terpaksa dia melarikan diri dan hampir memasuki kota Yang-ciu dicandak, di jalan raya banyak orang lalu lalang, tapi tiada seorangpun yang berani menolongnya.

   Siang hari bolong, diluar kota Yang-ciu terjadi pembunuhan dan penculikan, seharusnya merupakan peristiwa yang patut dicurigai akan kebenarannya, tapi Toh So-so percaya saja akan cerita gadis itu.

   Tam Pa-kun berkata.

   "Gadis itu pastilah Bu Siu-hoa, putri Bu-sam Niocu itu?"

   "Betul,"

   Ujar Toh So-so. Tam Pa-kun tertawa, katauya.

   "Karangan ceritanya ternyata tidak begitu baik, kenapa waktu itu sedikitpun kau tidak curiga?"

   "Sebetulnya aku juga merasa kawanan rampok itu terlalu besar nyalinya, agak curiga, kutanya apa dia tahu asal-usul kawanan rampok itu? Dia bilang dari logat percakapan kawanan rampok itu, kelihatannya orang-orang dari Hoayyang- pang, dia akan diculik dan dipersembahkan menjadi isteri Pangcu mereka. Kekuasaan Hoay-yang-pang cukup besar di Kanglam, Bak Bu-wi sang Pangcu adalah laki-laki kemaruk paras ayu, itu sudah lama kuketahui. Bahwa yang melakukan kejahatan orang-orang Hoay-yang-pang, mau tidak mau aku jadi percaya."

   "Mengingat dia kini sebatangkara, terluka lagi, maka kuterima dia ke rumahku dan mengobati luka-lukanya. Dia pandai membaca bisa tulis, mengenal not-not lagu pula, aku jadi berat berpisah dengan dia, lekas sekali luka-lukanya, sudah kusembuhkan, ternyata diapun berat berpisah dengan aku, selalu dia bilang supaya aku sudi menerima dia sebagai pelayannya. Aku bersyukur mendapat teman, apalagi mengingat seorang diri bila berkelana di Kangouw salah-salah diincar orang Hoay-yang-pang pula, maka aku mengikat persaudaraan sebagai kakak adik."

   "Suatu malam bulan purnama, aku duduk menikmati bulan sambil minum-minum sama dia, hanya dua cangkir, entah kenapa secara tak terduga aku jatuh mabuk. Malam itu aku pulas sampai'esok hari. Setelah terang tanah, ternyata dia telah menghilang."

   "Pasti dia mencampur obat bius dalam minuman itu,"

   Kata Tam Pa-kun.

   "Aneh, dia tidak mencelakai kau dalam kesempatan sebaik itu. Apakah kau merasakan dirimu keracunan?"

   "Setelah bangun tiada tanda-tanda yang mencurigakan. Kini sudah hari kelima, aku tetap sama seperti sedia kala, aku yakin tidak pernah keracunan."

   "Dari sini dapat kita simpulkan, meski Bu Siu-hoa adalah putri Bu-sam Niocu, namun hatinya tidak jahat, tindak tanduknya belum menunjukan kekejaman hatinya. Tapi apakah kau tidak kehilangan apa-apa?"

   Toh So-so melengak, katanya.

   "Betul, aku kehilangan sebatang tusuk kondai, aku ingat malam itu tusuk kondai kuselipkan di atas sanggul, Paman Tam dari mana kau tahu?"

   "Dengan tusuk kondai itulah dia menipu Kek Lam-wi sehingga dia terjebak,"

   Ujar Tam Pa-kun. Lalu dia ceritakan apa yang dia dengar dari penuturan Tan Ciok-sing, lalu bagaimana In Kip bersekongkol dengan Bu-sam Niocu mengundang Kek Lam-wi setelah menyerahkan tusuk kondai itu.

   "Aku sudah mendapat firasat, dengan tusuk kondai itu pasti dia akan melakukan sesuatu, sungguh tidak nyana bahwa Lam-ko akan ketipu mereka."

   "Lalu kapan kau tahu asal-usulnya?"

   "Karena hanya kehilangan tusuk kondai, semula aku tidak menarik persoalan. Tapi hatiku amat heran, setelah kami angkat saudara, umpama dia memintanya juga akan kuberikan, kenapa dia justeru mencekok arak dan mencuri tusuk kondai itu? Apalagi dia bilang hidup sebatangkara, tiada sanak tiada kadang, hanya karena sebatang tusuk kondai apakah setimpal bila dia harus hidup terlunta-lunta di luaran? Aku tahu dia cukup cerdik, kenapa mau juga melakukan perbuatan kotor dan memalukan itu, kupikir-pikir tidak masuk akal?"

   "Tak nyana secara kebetulan, di kala aku berusaha mencari tahu asal-usulnya, seseorang yang tahu asal-usulnya sudah datang mencariku dulu,"

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Siapa dia?"

   "Ma-thocu dari Kaypang cabang Yang-ciu. Sepulang di Yang-ciu, sepantasnya aku pergi menyambangi dia, karena hatiku gundah gulana, aku jadi malas keluar pintu. Tak nyana hari kejadian itu, dia suruh seorang murid Kaypang mengundangku ke markas cabangnya."

   "Begitu berhadapan dia lantas bilang. 'Sepantasnya aku bertandang ke rumahmu, tahukah kau kenapa justru kau yang kuundang kemari?'-Tergerak hatiku, diam-diam sudah kuduga dalam hati, betul juga dia lantas berkata lebih lanjut. 'Kabarnya kau berkenalan dengan seseorang teman baru, gadis itu masih berada di rumahmu bukan?'"

   "Aku maklum, aku dipanggil kemari lantaran kuatir pembicaraan diketahui Bu Siu-hoa. Maka aku tanya. 'Bagaimana asal-usul gadis itu?'"

   "Setelah mendengar penjelasanku bagainana aku sampai berkenalan dengan dia. Ma-thocu menghela napas, katanya. 'Nona Toh, kau ketipu. Gadis itu bukan tukang ngamen yang tidak pandai main silat, asal-usul yang sebenarnya adalah putri Bu-sam Niocu. Pangcu dari Bu-san-pang, nama aslinya adalah Bu Siu-hoa. Kemarin baru kuketahui dia datang ke Yang-ciu dan sembunyi di rumahmu. Tapi aku tidak habis mengerti bagaimana dia bisa berkenalan dengan kau, untuk menjaga sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi, maka kuundang kau kemari untuk membicarakan hal itu.'"

   Toh So-so bercerita lebih lanjut.

   "Kujelaskan kepadanya, semalam Bu Siu-hoa sudah minggat mencuri sebatang tusuk kondaiku. Ma-thocu juga heran kenapa Bu Siu-hoa tidak gunakan racun mencelakai jiwaku?"

   "Lalu dia memberitahu dua berita kepadaku. Berita pertama ialah, jejak Bu-sam Niocu diketahui berada di Kanglam. Berita kedua, kabarnya Kek Lam-wi sudah berada di Soh-ciu."

   "Diapun memberitahu kepadaku, Bu-sam Niocu sejak jauhjauh hari sudah mengutus putrinya ke Soh-ciu langsung ke rumah In Kip. Hal itu terjadi kira-kira tiga bulan yang lalu, setelah berada di rumah keluarga ln, Bu Siu-hoa segera angkat In Kip sebagai ayah angkat."

   "Menurut dugaan Ma-thocu, Bu-sam Niocu mengutus putrinya sebagai kurir untuk mengikat hubungan lebih intim dengan In Kip, maka dia berani datang ke Kanglam. Agaknya Bu-sam Niocu bermaksud memindah pangkalan Bu-san-pang di Kanglam, atau mungkin juga ada muslihat atau rencana keji lainnya."

   "Bu-sam Niocu bersama Kek Lam-wi hampir bersamaan tiba di Soh-ciu, secara kebetulan putri Bu-sam Niocu mencuri tusuk kondaiku, apakah beberapa kejadian ini tiajda sangkut pautnya satu dengan yang lain? Mau tidak mau Ma-thocu merasa curiga."

   "Mendengar Lam-ko datang ke Kanglam dan tiba di Sohciu, aku tidak peduli apakah beberapa kejadian itu ada sangkut pautnya, aku harus menyusulnya ke Soh-ciu menemuinya."

   Tiba-tiba Tam Pa-kun ingat sesuatu, katanya.

   "Maaf, sementara kuputus ceritamu. Berapa usia Bu Siu-hoa?"

   "Kira-kira sebaya dengan aku, lebih kurang berusia likuran tahun."

   "Walau aku tidak pernah bertemu dengan Bu-sam Niocu, tapi kudengar dia berusia kira-kira lebih dari tiga puluh tahun belum genap empat puluh, mungkinkah dia punya putri sebesar itu?"

   "Hal itu pernah juga Ma-thocu bicarakan dengan aku. Menurut yang dia ketahui Bu Siu-hoa bukan putri kandungnya. Ayahnya Bu San-hun setelah kematian isterinya sejak belasan tahun yang lalu, lalu mempersunting Bu-sam Niocu. Ternyata Bu-sam Niocu cerdik pandai, dua tahun sejak dia menikah dengan Bu San-hun, kekuasaan terbesar daiam Bu-san-pang sudah tergenggam di tangannya. Tahun ketiga secara aneh tahu-tahu Bu San-hun juga mati, sejak itu secara resmi dia mengangkat diri sebagai Pangcu perempuan. Tapi meski Bu Siu-hoa bukan anak kandungnya, kabarnya mereka ibu beranak bisa hidup akur."

   "O, kiranya begitu, pantas."

   "Apanya yang pantas."

   "Hubungan mereka ibu beranak, kukira tidak sebaik yang diperlihatkan di hadapan umum. Maka bila sang ibu bersekongkol dengan In Kip menjebak Kek Lam-wi, sang putri justru menolong tawanan ibunya diluar tahu orang lain."

   "Paman Tam, apa kau percaya Bu Siu-hoa betul-betul mau menolong Kek Lam-wi? Kenapa pula dia mencuri tusuk kondaiku, bukankah langsung atau tidak langsung dia telah membantu ibunya melakukan kejahatan?"

   "Aku hanya merasa sedikit curiga, sekarang aku belum yakin bahwa Bu Siu-hoa benar bermaksud baik menolong Kek Lam-wi. Nah, teruskan ceritamu."

   "Kemarin kira-kira menjelang kentongan ketiga, aku baru tiba di Soh-ciu, langsung aku ke rumah seorang familiku. Ternyata kemarin Lam-ko pernah mencariku ke rumah familiku itu. Dari mulutnya aku tahu Lam-ko menginap di Say-cu-Iim. Hotel didalam Say-cu-lim juga milik In Kip, aku kuatir Lam-ko mengalami sesuatu, sebelum terang tanah langsung aku menyusulnya ke Say-cu-lim. Tak kira tiba di Say-cu-lim, aku bertemu dengan kenalan baik."

   "Apakah Kanglam Sianghiap."

   "Ya, Kwik Ing-yang dan Ciong Bin-siu. Mereka sedang siap berangkat ke Tong-thing-san di Thay-ouw barat. Karena kedatanganku, mereka menunda kira-kira satu jam baru mereka berangkat."

   "Dari cerita mereka baru aku tahu Lam-ko pergi memenuhi undangan In Kip. Mereka membujuk aku supaya tidak usah pergi ke Say-cu-lim, aku dianjurkan langsung ke rumah In Kip menemui Lam-ko serta membongkar muslihat mereka. Diberitahu juga bahwa Tan Ciok-sing dan In San sudah siap membantu Lam-ko secara diam-diam. Tapi mereka belum tahu bahwa kaulah yang mengundang Lam-ko dan lain-lain untuk bertemu di Ham-san-si."

   Cerita Toh So-so amat jelas dan terperinci tapi ada juga satu hal yang dia sembunyikan dan tidak diceritakan kepada Tam Pa-kun.

   Pertunangan Toan Kiam-ping dengan Han Cin dan kini sudah pulang ke negeri Tayli telah diceritakan oleh Kanglam Sianghiap kepada Toh So-so.

   Ditegaskan pula oleh Kanglam Sianghiap bahwa Kek Lam-wi sengaja minta tugas kepada Lim Ih-su sebagai wakil Kanglam Pat-hiap untuk memberi selamat ulang tahun kepada Ong Goan-tin, sekaligus untuk pulang ke kampung halaman mencari dia.

   Setelah tahu betapa murni dan suci cinta Kek Lam-wi terhadap dirinya, ganjalan hati selama beberapa hari seketika sirna tak berbekas.

   Setelah habis mendengar ceritanya, Tam Pa-kun segera berkata.

   "Ternyata urusan berbelit-belit, lalu dari mana kau tahu letak villa In Kip dan menyusulnya kesana?"

   "Aku sendiri yang menduga. Aku tahu bahwa In Kip punya villa disini, kupikir In Kip adalah rase tua yang licin kemungkinan pertemuan tidak diadakan di rumahnya."

   Toh So-so menutur lebih lanjut.

   "Aku juga berpikir, jikalau dugaanku meleset dan Kek Lam-wi memenenuhi undangan itu di rumah ln Kip, disana ada Tan Ciok-sing dan In San yang membantunya, tanpa bantuanku juga tidak usah dibuat kuatir. Kurasa membagi tugas menyelesaikannya dengan baik adalah paling tepat, maka aku berkeputusan kemari dengan mengadu nasib."

   Jalan pikirannya ini ternyata sama dengan dugaan Kiau-jan Taysu. Tam Pa-kun berkata dengan tertawa.

   "Kau memang pintar, sekali tebak ternyata tepat."

   Toh So-so berkata rawan.

   "Tapi aku belum menemukan Kek-toako."

   Tam Pa-kun menghiburnya.

   "Sedikitnya kau sudah mendapat tahu duduk persoalannya. Lam-wi lolos dari cengkeraman In Kip peduli apa rencana dan maksud Bu Siuhoa menolongnya, yang terang kini dia sudah tidak mengalami bahaya."

   Tanpa terasa mereka sudah berada di Hong-kio. Ham-san-si sudah kelihatan di kejauhan di atas bukit. Tam Pa-kun tertawa, katanya.

   "Kau begini pintar, nah sekarang coba kau terka, apakah Lam-wi dan Bu Siu-hoa sudah berada didalam biara?"

   Toh So-so berpikir sejenak, katanya.

   "Sulit aku menerkanya, paman?"

   "Kukira mereka sudah berada didalam biara?"

   Ujar Tam Pakun tertawa. Toh So-so geleng-geleng, katanya.

   "Kukira perempuan siluman itu takkan sebaik itu hatinya. Lam-ko tentu ditipunya ketempat lain."

   "Baik, bagaimana kalau kita bertaruh?"

   "Aku tidak mau bertaruh, karena aku lebih suka kau kalahkan."

   Dengan perasaan kebat-kebit Toh So-so manjat ke atas memasuki Ham-san-si.

   Tebakan siapa yang betul? 000OOO000 Sekarang mari kita ikuti pengalaman Kek Lam-wi setelah keluar dari lobang gua, di bawah terang bulan, dia kucek mata, kini dia melihat jelas gadis yang menuntunnya keluar dan menyelamatkan dirinya.

   Tapi gadis ini mengenakan cadar.

   Walau mukanya tertutup rapat, namun dia dapat merasakan bahwa gadis ini jelas bukan Toh So-so.

   Karuan Lam-wi kaget, tanyanya.

   "Siapa kau? Kenapa kau berani menolongku?"

   Kedengaran rawan suara si gadis.

   "Kek-siangkong, lebih baik jangan kau tanya siapa she dan namaku."

   "Lho, kenapa?"

   Gadis itu tidak menjawab, tapi berkata lebih lanjut.

   "Aku menolong kau lantaran demi diriku sendiri, kaupun tidak usah berterima kasih kepadaku."

   Gadis itu menggandeng tangannya serta menyeretnya pergi, tanpa kuasa Kek Lam-wi terseret lari begitu saja.

   Dia coba kerahkan hawa mumi terasa tenaganya kira-kira sudah mulai pulih tiga puluhan persen, dengan tenaga yang ada sekarang, walau dapat berlari namun masih belum mampu mengembangkan Ginkang untuk berlari di pegunungan yang tidak rata.

   Maka terpaksa dia mandah saja diseret oleh gadis penolongnya itu.

   Kira-kira setengah sulutan dupa kemudian si gadis telah menyeretnya sampai di atas gunung.

   Kira-kira ada beberapa li dari villa In Kip, baru si gadis menghentikan langkah, katanya dengan tersenyum.

   "Kek-siangkong, semangatmu belum pulih tentunya kau teramat letih, sementara boleh kau istirahat."

   Kek Lam-wi duduk di sampingnya, katanya.

   "Nona, kau menolongku dengan menyerempet bahaya, entah bagaimana aku harus membalas budimu. Walau kemungkinan kau tidak mengharap balas budiku, tapi aku, aku jadi..."

   Gadis itu tertawa cekikikan, katanya.

   "Kek-siangkong, kau ingin membalas kebaikanku bukan? Baiklah, aku mohon sesuatu kepada kau."

   "Nona ada pesan apa, boleh lekas katakan terjun ke air mendidih atau gunung berapi sekalipun akan kulakukan."

   "Kenapa harus terjun ke air mendidih atau menerjang gunung berapi segala, aku hanya ingin mendengar lagu serulingmu. Aku tahu kau adalah peniup seruling terbaik pada masa ini, maka aku ingin menikmati lagu serulingmu."

   Tanpa merasa Kek Lam-wi lantas merogoh kedalam bajunya, namun lekas dia teringat bahwa serulingnya sudah dirampas oleh Bu-sam Niocu dan diberikan kepada In Kip. Seketika dia duduk mematung dengan perasaan hambar. Gadis itu tertawa, katanya.

   "Nah sudah kusiapkan sebatang seruling yang lain. Walau tidak sebagus serulingmu itu, namun bisa juga kau tiup."

   Belum habis Kek Lam-wi meniup serulingnya, tiba-tiba lapat-lapat kedengaran ada orang berjalan naik ke atas bukit. Gadis itu segera berkata.

   "Seperti ada orang datang. Keksiangkong, coba kau sembunyi dulu, peduli siapa yang datang biar aku yang menghadapinya. Jangan kau unjukkan dirimu."

   Sudah tentu Kek Lam-wi tidak menurut, katanya.

   "Kau telah menolong jiwaku, kini tenagaku sudah pulih beberapa bagian, mana boleh aku berpeluk tangan. Betapapun kita harus senasib sepenanggungan."

   "Senasib sepenanggungan"

   Sebetulnya adalah kata umum yang sering digunakan bagi kaum persilatan, tanpa sadar Kek Lam-wi mengucapkannya, hakikatnya dia tidak pikir apakah perkataannya itu tepat dalam keadaan seperti ini, karuan si gadis menjadi merah jengah mukanya.

   "Tidak. Kau harus dengar nasehatku, lekas kau sembunyi,"

   Desak si gadis. Pada saat itulah, orang yang tengah berlari naik di lereng bukit sana sudah memperdengarkan tawa panjang yang bernada sinis. Orangnya belum kelihatan, tapi dari suaranya Kek Lam-wi sudah tahu bahwa yang datang adalah Bu-sam Niocu.

   "Perempuan siluman ini liehay betul, aku begini juga lantaran gara-garanya. Lekas kau sembunyi saja, biar aku adu jiwa dengan dia,"

   Demikian kata Kek Lam-wi. Tahu yang datang adalah Bu-sam Niocu, sudah tentu dia tidak akan membiarkan gadis ini mengalami bahaya.

   "Baiklah..."

   Mendadak jari tengahnya menjulur.

   Hiat-to pelemas Kek Lam-wi ditutuknya.

   Si gadis adalah penolongnya, nada perkataannya seperti sudah setuju akan saran Kek Lamwi, umpama dia sendiri tidak mau sembunyi, Kek Lam-wi juga tidak akan dipaksa sembunyi.

   Sudah tentu tak pernah terpikir dalam benak Kek Lam-wi bahwa dirinya bakal dikerjain, seketika dia tidak mampu berkutik lagi.

   Setelah menutuk Hiat-tonya, buru-buru si gadis mendorong tubuh Lam-wi kedalam semak rumput, lalu berbisik di pinggir telinganya.

   "Maaf, kau rebah sebentar. Semoga kau bisa selamat dari mara bahaya di depan mata, kesalahan apapun yang kau limpahkan kepadaku akan kuterima dengan senang hati."

   Kek Lam-wi rebah miring di belakang batu yang teraling semak-semak rumput tinggi, terdengar tawa Bu-sam Niocu yang dibuat-buat, katanya.

   "Kukira siapa yang mampu menawarkan obat biusku menolong tawanan, ternyata adalah putri kesayanganku sendiri."

   Mendengar ucapan Bu-sam Niocu, sungguh bukan kepalang kaget Kek Lam-wi.

   "Ternyata gadis ini adalah putri Bu-sam Niocu. Kenapa dia mau menolongku, apakah ada jebakan lainnya pula?"

   Maka didengarnya gadis itu berkata.

   "Bu, maaf bila anak tidak berbakti, tapi apa yang anak lakukan juga demi kebaikan ibu."

   Bu-sam Niocu tertawa dingin, katanya.

   "Demi kebaikanku, kebaikan apa? Coba jelaskan."

   "Bu, umpama betul Bu-san-pang kita tidak mampu lagi bercokol di Sujwan, dunia seluas ini masakah tiada tempat lain untuk berteduh. Untuk apa kita berlaku sejauh ini hingga menanam permusuhan dengan musuh tangguh? Coba kau pikir, Kek Lam-wi adalah salah satu dari Kanglam-pat-sian, bila kau serahkan dia kepada In Kip, dan In Kip serahkan dia kepada Tang-bun Cong terus digusur ke kota raja. Sebagai buronan raja, apakah dia bisa tetap hidup? Apakah Pat-sian yang lain tidak akan menuntut balas kepada kau?"

   Bu-sam Niocu tertawa dingin, katanya.

   "Ternyata pembicaraanku dengan mereka sudah kau curi dengar semua. Apa betul kau sudi memikirkan diriku?"

   "Benar, justru aku tahu rencana kalian, aku tidak ingin kalian mencelakai orang baik terutama aku tidak ingin kau ditipu orang lain, maka pikiranku berobah."

   "Memangnya berapa sih pengetahuanmu, berani kau turun rembuk segala kepadaku. Baik buruk adalah tanggunganku, tak usah kau turut campur dan bertindak diluar tahuku. Hm, kalau menurut rekaanku, mungkin kau sudah kepincut tampang bocah itu."

   Malu dan dongkol Bu Siu-hoa sambil membanting kaki, katanya.

   "Bu, kenapa kau bilang demikian? Coba pikir, bila benar seperti apa yang kau katakan, kenapa aku tidak membawanya minggat ke tempat yang jauh, kusuruh dia meniup seruling supaya kedengaran olehmu?"

   Diam-diam Kek Lam-wi berpikir.

   "Tak heran dia suruh aku meniup seruling, ternyata untuk didengar ibunya dan menyusul kemari. Tapi kenapa dia tidak mau menyerahkan aku kepada ibunya?"

   Timbul sepercik harapan dalam benak Bu-sam Niocu katanya.

   "Baiklah, bahwa kau memanggilku kemari dengan tiupan seruling itu maka serahkan dia kepadaku."

   "Bu, kuundang kau kemari, maksudku bukan seperti apa yang kau duga."

   "Lalu apa kehendakmu, lekas katakan saja."

   "Aku harap kau meninggalkan In Kip, Tang-bun Cong dan lain-lain."

   "Jadi Bu-san-pang yang didirikan ayahmu harus dibuang begitu saja?"

   "Maaf bila anak berkata blak-blakan, beberapa tahun belakangan ini, sepak terjang Bu-san-pang sudah menimbulkan rasa kurang senang kaum persilatan umumnya, dibubarkan juga tidak perlu dibuat sayang."

   Yang benar kejahatan yarg dilakukan orang-orang Bu-sanpang memang sudah keliwat takaran, perkataan Bu Siu-hoa boleh dikata sudah terlalu lunak. Tapi Bu-sam Niocu justru naik pitam, serunya.

   "Kurang ajar, berani kau memberi pelajaran kepadaku. Sejak bapakmu mati, aku yang jadi Pangcu, jadi menurut pandanganmu, tidak benar aku menjabat kedudukan Pangcu ini?"

   "Anak tidak berani berpikir begitu. Tapi soal benar atau salah, biar sementara dikesampingkan saja. Dalam situasi seperti sekarang bila Bu-san-pang dibubarkan, kurasa akan lebih menguntungkan para anggota dan membawa manfaat bagi dirimu."

   "Manfaat apa?"

   Desak Bu-sam Niocu.

   "Orang-orang yang hendak menuntut balas kepada kita, kebanyakan adalah kaum pendekar dan orang-orang gagah, bila mereka tidak menemukan kau, coba pikir bukankah anak buah kita yang berkepandaian rendah itu akan mendapat ganjaran."

   "Lalu bagaimana dengan diriku?"

   "Selanjutnya kau boleh cuci tangan mengundurkan diri dari percaturan Kangouw, hidup tentram dan bahagia, bukankah begitu lebih baik?"

   "Hidup tentram dan bahagia? Memangnya orang lain mau membiarkan aku hidup aman dan tentram?"

   "Hal itu sudah kupikirkan. Kanglam-pat-sian adalah tokohtokoh yang kenamaan dan disegani di dunia persilatan, bila Lim lh-su mau tampil memberikan pengampunan, semua musuh yang lain pasti juga akan memaafkan kau. Setelah aku menolong Kek Lam-wi, aku akan berikhtiar mohon bantuan Lim lh-su, aku yakin dia akan setuju dan menerima permohonanku."

   Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kini Kek Lam-wi sudah paham beberapa bagian, pikirnya.

   "Kiranya lantaran itu. Gadis ini memang pandai menggunakan akal, tujuannya juga boleh dipuji, terang hatinya jauh lebih luhur dari sang ibu, Entah Bu-sam Niocu apakah sudi menerima bujukannya?"

   Maka didengarnya Bu-sam Niucu berkata.

   "Kenapa aku harus memohon kepada orang lain, kau takut terhadap Kanglam-pat-sian, aku tidak. Tulang punggungku jauh lebih kuat dari Kanglam-pat-sian."

   "Bu, aku tahu kemana kiblat hatimu, kau kira di belakang In Kip adalah Sri Baginda yang berkuasa sekarang, maka tulang punggung ini pasti kokoh dan tak tergoyahkan dan kau bakal memperoleh apa yang kau inginkan? Tapi apakah Sri Baginda mau menerimamu ke istana supaya kau bisa menyembunyikan dirimu disana? Umpama kau bisa sembunyi di istana, bila Pat-sian tetap akan membuat perhitungan dengan kau, kukira Sri Baginda tetap takkan bisa melindungi kau. Apakah kau tidak dengar, kira-kira dua bulan yang lalu, keributan yang dilakukan Kanglam-pat-sian beserta orangorang Kaypang di istana terlarang?"

   "Tak usah aku mengambil contoh jauh-jauh, katakan saja yang di depan mata. Sekarang In Kip sendiri sulit menyelamatkan jiwanya, putranya terjatuh ke tangan Tam Tayhiap, dia toh kewalahan dan munduk-munduk tak mampu berbuat apa-apa? Jangan kata bila Kanglam-pat-sian meluruk bersama, seorang Tam Pa-kun saja kalian sudah kocar kacir."

   "Biar aku berterus terang kepadamu. Kuminta Kek Lam-wi meniup seruling juga supaya didengar oleh Tam Tayhiap. Bila dia mendengar, sementara mungkin dia tidak akan membuat kesulitan dan memperpanjang perkara dengan kalian. Walau aku tidak menunjang perbuatan In Kip, betapapun aku pernah memanggilnya 'ayah angkat', semoga seperti apa yang kuharapkan, Tam Tayhiap membebaskan putranya, terhitung aku telah membalas budinya."

   Mendengar perkataannya panjang lebar ini, sungguh kejut dan girang hati Kek Lam-wi bukan main.

   "Kecuali Kim-to-thi-ciang Tam Pa-kun, siapa pula yang disebut Tam Tayhiap di kalangan Bulim? Tam Tayhiap yang dimaksud pasti adalah paman Tam. Agaknya paman Tam juga meluruk ke villa In Kip, kalau tidak putra In Kip mana mungkin terjatuh ke tangannya?"

   Setelah reda rasa senangnya. Lam-wi berpikir pula.

   "Sayang sekali, umpama benar Tam Tayhiap telah datang, air jauh takkan bisa menolong kebakaran. Naganaganya Bu-sam Niocu tidak akan terpengaruh oleh bujukan putrinya, bila mereka ibu beranak bentrok dan berkelahi, tak mungkin Tam Tayhiap bisa menyusul kemari tepat pada saatnya. Aku sendiri tidak mampu bergerak, mana bisa membantunya?"

   Betul juga didengarnya Bu-sam Niocu tertawa dingin, jengeknya.

   "Sempurna juga akal sehatmu memikirkan diriku, sayang aku tidak terpengaruh oleh bujukanmu. Kejadian hari ini kaulah yang harus tunduk kepadaku."

   "Bu, rejeki atau bahaya tiada pintu, hanya kau sendirilah yang bisa meraihnya. Kuharap berpikir lagi dengan tenang."

   "Sudah kupikir jelas. Kau bilang demi kebaikanku, anggapmu aku ini sebodoh yang kau kira? Genta di depan mata tidak kupukul, kenapa aku harus ' memukul kelintingan di tempat lain?"

   Bu Siu-hoa melenggong, tanyanya.

   "Bu, apa maksud perkataanmu?"

   "Apa maksudnya? Kau begitu pintar, memangnya tidak paham? Coba pikir kau adalah putriku, kaupun menentang diriku, Lim Ih-su dan lain-lain mengagulkan diri sebagai kaum pendekar, apakah mereka bisa memaafkan aku? Ya, aku tahu diri, setelah aku mewarisi jabatan Pangcu, nama Bu-san-pang memang sudah buruk dan dicap sebagai golongan hitam, memangnya aku harus munduk-munduk kepada aliran ksatria supaya diampuni?"

   "Bu. pepatah kuno ada bilang, manusia siapa tidak pernah salah, tahu salah bisa merubah adalah budi pekerti yang paling luhur. Anak percaya, bila kau mau meninggalkan In Kip dan komplotannya, membina diri menjadi manusia baik, kaum ksatria pasti akan memaafkan dan menerimamu. Apalagi Kekjithiap akan bantu memberi penjelasan kepada mereka."

   Bu-sam Niocu mendengus, katanya tertawa dingin.

   "Kau boleh percaya, aku tidak mau percaya. Tam Pa-kun dan Kanglam-pat-sian adalah orang-orang yang tidak boleh diganggu, memangnya In Kip, Tang-bun Cong, Poyang Gunngo boleh diabaikan?"

   "Bu,"

   Teriak Bu Siu-hoa. masih ingin dia membujuk ibunya. Kkembali Bu-sam Niocu mendengus geram, serunya.

   "Katamu demi kebaikanku, akupun punya perhitungan untuk dirimu."

   Apa boleh buat, terpaksa Bu Siu-hoa berkata.

   "Bu, apa kehendakmu atas diriku?"

   "Demi masa depanmu, aku akan kawinkan kau dengan In Hou."

   "Apa? Kau hendak kawinkan aku dengan putra mustika In Kip itu?"

   "Memangnya In Hou jelek? Memang Kungfunya bukan tandingan Kek Lam-wi, tampangnya juga tak seganteng Kek Lam-wi, tapi kau harus tahu. Kek Lam-wi sudah punya simpanan, umpama kau menyerahkan dirimu, dia juga tidak akan mempersunting dirimu. Kan lebih baik kau kawin dengan In Hou, keluarganya adalah hartawan terkaya di Kanglam, setelah kau menjadi menantunya, hidupmu tidak akan kapiran seumur hidupmu."

   Malu dan dongkol bukan main Bu Siu-hoa dibuatnya, terisaknya.

   "Siapa bilang aku mau menikah dengan Kek Lamwi? Kau ini, kau... ai, kau kira siapa putrimu ini, aku hanya tidak senang melihat sepak terjang kalian, baru aku berusaha menolongnya. Untuk melicinkan jalan mundur bagi kau pula."- -Sebetulnya dia mau bilang kau mengukur jiwa seorang Kuncu dengan hati seorang rendah, untung dia masih kuasa mengekang emosi, kata-kata yang hampir dilontarkan ditelan kembali. Tapi Bu-sam Niocu sudab berkobar amarahnya, jengeknya.

   "O, jadi kau ingin jadi pendekar perempuan yang menegakkan keadilan? Tapi jangan kau lupa kau ini adalah putri Bu-sanpang Pangcu, di pandangan orang lain, kau tetap adalah perempuan siluman."

   "Tidak peduli bagaimana anggapan orang terhadapku, aku hanya mengejar ketentraman batin sendiri."

   "Apa itu ketentraman batin sendiri, sementara aku tak usah berdebat dengau kau. Baiklah jawab pertanyaanku, apa betul kau tidak ingin kawin dengan Kek Lam-wi?"

   "Aku tidak akan menikah dengan Kek Lam-wi. Tapi aku juga tidak akan tunduk padamu, apalagi menikah dengan putra mustika In Kip."

   "Baik, asal kau tidak ingin kawin dengan Kek Lam-wi. Sekarang kau serahkan Kek Lam-wi kepadaku."

   "Bu, apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya?"

   "Kau tidak perlu tahu. Bahwa kau masih memanggilku 'ibu', maka kau harus tunduk kepadaku, urusan lain kau tak usah turut campur. Nah sekarang buktikan bahwa kau tunduk kepadaku."

   Bu Siu-hoa menghela napas, bentrok ibu dan anak jelas tidak mungkin didamaikan lagi. Terpaksa dia bilang.

   "Aku menolong Kek Lam-wi, tentu sudah lepas dia pergi. Bagaimana aku harus mencarinya pula untuk kuserahkan kepada kau?"

   "Orang lain bisa kau tipu dengan obrolanmu, memangnya kau mau menipu ibumu juga? Kek Lam-wi terkena obat biusku, meski kau bisa menawarkan kadar racunnya, tenaganya juga tidak akan pulih selekas itu. Berani kau melepasnya pergi seorang diri tanpa melindunginya. Dia pasti kau sembunyikan dimana, lekas serahkan dia kepadaku."

   "Ada orang melindunginya. Dia betul-betul sudah pergi. Bu, kau tidak percaya, apa boleh buat."

   "Aku justru tidak percaya, kini biar kutegaskan walau kau bukan anak kandungku jelek-jelek sejak kecil kau kuasuh dan kubimbing sebesar ini, apakah kau masih pandang aku ini ibumu?"

   "Bu, terlalu berat kata-katamu. Sejak kecil aku sudah kematian ibu, mana berani aku melupakan budi bimbinganmu?"

   Di tempat sembunyinya diam-diam Kek Lam-wi membatin.

   "Ternyata perempuan siluman ini adalah ibu tirinya, tak heran mereka tidak mirip ibu beranak."

   "Bagus, bila kau masih punya rasa cinta kasih terhadap orang tua, lekas serahkan dia. Sampai disini saja perkataanku."

   Bu Siu-hoa kertak gigi, katanya.

   "Jangan kata dia benarbenar sudah pergi, umpama belum pergi, anak juga takkan tunduk akan perintahmu."

   "Kau tidak mau serahkan, memangnya aku tidak bisa menemukan?"

   Mulut bicara, diam-diam dia sudah genggam Bwe-hoa-ciam terus ditimpukkan.

   Senjata rahasia sekecil itu tersebar luas melesat ke semak rumput-rumput.

   Untung tempat persembunyian Kek Lam-wi dialangi batu besar, jaraknya juga jauh tak mungkin tercapai oleh daya luncuran jarum kecil itu.

   Tiba-tiba Bu-sam Niocu tertawa dingin, katanya.

   "Lantaran Kek Lam-wi, kau terima membangkang perintahku aku jadi ingin tahu apakah dia juga punya hati terhadap kau? Kek Lamwi, kau dengar kalau tidak segera kau keluar, biar kubunuh dia."

   Tersirap darah Bu Siu-hoa serunya.

   "Bu, kau hendak membunuhku?"

   "Tadi sudah kukatakan, kau tidak tunduk pada perintahku, hubungan ibu dan anak sudah putus, Seharusnya kau tahu. bila aku tidak bertangan ghpah dan berhati kejam, memangnya sejauh ini aku mampu menjadi Pangcu?"

   Di tengah tawa dinginnya, kembali dia ayun tangannya, tapi arahnya ditujukan kepada Bu Siu-hoa. Sebatang paku menyamber lewat di pelipis Bu Siu-hoa. Habis menimpuk senjata rahasia Bu-sam Niocu menubruk maju pula, bentaknya.

   "Hubungan sudah putus, hayo lawan aku."

   Sembari menghindar Bu Siu-hoa berteriak.

   "Bu, boleh kau bunuh aku, tapi lepaskan Kek Lam-wi."

   "Sundel, karena cinta kau tidak setia lagi terhadapku sayang Kek Lam-wi justeru tidak mau keluar menolong jiwamu. Hm, apa yang telah kuucapkan tak pernah kujilat kembali, kecuali Kek Lam-wi berhasil kutangkap, aku boleh mengampuni jiwamu. Kalau tidak kalian akan sama-sama kubunuh, pertama kubunuh kau baru kubunuh Kek Lam-wi. Memangnya aku tidak bisa menemukan dia?"

   "Cret"

   Baju Bu Siu-hoa tercengkram robek oleh jari Bu-sam Niocu, pundaknya sampai terluka lecet, untung tulang pundaknya tidak cidera. Pada hal dia sudah nekad mau adu jiwa, tak urung dia menjerit kaget. Pada saat itulah, mendadak seorang membentak.

   "Kek Lam-wi disini, perempuan siluman, kemarilah."

   Baru saja Bu-sam Niocu menoleh, tiba-tiba terasa kesiur angin menerjang tiba.

   "Plok"

   Dadanya telak tertimpuk sebutir batu, sakitnya seperti ditusuk pisau.

   Walau Kek Lam-wi tertutuk jalan darah pelemasnya oleh Bu Siu-hoa, tapi karena dia takut mengganggu kesehatan Kek Lam-wi, maka tutukannya tidak menggunakan Jong-jiu-hoat.

   Tenaga Kek Lam-wi sudah mulai pulih, dengan bekal tenaga yang sedikit ini ternyata cukup untuk kerahkan hawa murni menjebol tutukan Hiat-to.

   Kebetulan di saat genting itu, tutukan Hiat-tonya bebas dan dapat bergerak dan bersuara.

   Bu-sam Niocu kira Kek Lam-wi tidak punya tenaga untuk melawannya, siapa sangka orang masih mampu melancarkan Tam-ci-sin-thong dari Kungfu tingkat tinggi.

   Melihat Kek Lam-wi menerjang keluar, kejut Bu Siu-hoa melebihi waktu jiwanya terancam cengkraman ibunya.

   Untuk melindungi Kek Lam-wi juga demi keselamatan diri sendiri, dia tidak pikir lagi, di waktu Kek Lam-wi menjentik sebutir batu, diapun menimpukkan sebuah senjata rahasia.

   Begitu menerjang keluar, baru saja Kek Lam-wi hendak memburu kearah Bu Siu-hoa, tiba-tiba "BUM"

   Terjadi sebuah ledakan, pandangan menjadi gelap, asap mengepul api menjilat, kontan dia jatuh semaput.

   Bila Kek Lam-wi siuman pula didapati dirinya rebah didalam sebuah gua.

   Bu Siu-hoa duduk di sampingnya, membelakangi dinding, pakaiaan bagian atas tersingkap, tangannya memegang sebuah benda seperti kepingan besi ditekan di dada.

   Melihat Kek Lam-wi membuka mata lekas dia melengos sambil memutar tubuh, tersipu-sipu dia membetulkan pakaiannya.

   Kek Lam-wi kaget, katanya.

   "Nona Bu kau terluka?"

   Getir tawa Bu Siu-hoa, katanya.

   "Syukur aku hanya terkena jarum beracun, jarumnya sudah kusedot keluar. Bagaimana kau?"

   Kek Lam-wi menarik napas, pelan-pelan dia bergerak hendak berdiri, namun terasa tubuh lemas lungfai, mulut getir dada mual ingin muntah. Katanya.

   "Tidak apa, cuma rasanya mual seperti keracunan, tapi tidak terluka bagian dalam."

   Melihat orang bicara seperti biasa, lega hati Bu Siu-hoa, katanya.

   "Kau terkena tiga batang jarum beracun, semua sudah kukeluarkan dengan besi semberani. Kau sedikit menghirup asap beracun, kukira tidak jadi soal. Tadi kau pingsan setengah hari."

   "Terima kasih, kembali nona menolong jiwaku."

   "Berkat Lwekangmu sendiri yang tangguh, aku punya jasa apa? Kalau dibicarakan sepantasnya aku harus minta maaf kepadamu. Karena menimpuk pelor asap itu, sehingga kau terkena racun berganda."

   Keluarga Bu memiliki sejenis senjata rahasia yang dinamakan Tok-bu-kim-ciam-liat-yam-tam, untuk melindungi Kek Lam-wi melarikan diri, walau tidak berani menimpukkan Bwe-hoa-ciam melukai ibunya di tengah kepulan asap, tapi asap tebal itu memang beracun.

   Di kala Bu Siu-hoa menimpukkan pelor asapnya diapun tersambit oleh jarum beracun Bu-sam Niocu.

   "Mana ibu tirimu?"

   Tanya Lam-wi.

   "Kupanggul kau dan lari terbirit-birit, untung dia tidak mengejar, mungkin dia juga terluka. Sungguh berbahaya, jikalau jentikan batumu itu tidak tepat mengenai sasarannya, mungkin kita sukar lolos dari renggutan elmaut?"

   "Tempat apakah ini?"

   "Lobang batu di atas Thian-ping-san. Siang tadi waktu aku keluyuran di atas gunung, tanp.i sengaja kutemukan lobang ini Di depan lobang penuh ditumbuhi semak berduri, yakin mereka takkan menemui tempat ini "

   Kek Lam-wi diam saja, coba-coba dia kerahkan hawa murni, betapapun tenaganya tak mampu dikerahkan.

   Kiranya beberapa bagian tenaganya yang berhasil dipulihkan setelah ia berhasil menjebol tutukan Hiat-to, karena dia harus mengembangkan Tam-ci-sin-thong, tenaga sedikit yang telah pulih itu seketika ludes pula, maka dia harus mulai dari permulaan pula.

   Bu Siu-hoa tertawa pahit, katanya.

   "Sekarang tentunya kau maklum, kenapa semula aku tidak mau memberi tahu namaku kepada kau? Kau membenciku tidak?"

   "Teratai tumbuh dalam lumpur tapi tidak kotor, apalagi kau bukan anak kandungnya. Kau menolong jiwaku, berterima kasih juga belum sempat, kenapa aku harus membencimu."

   Melihat sikap bicaranya tulus dan sungguh-sungguh, seketika cerah wajah Bu Siu-hoa, senyum manis menghias mukanya. Tapi hanya sekejap saja, tiba-tiba dia menghela napas rawan. Kata Bu Siu-hoa setelah menghela napas.

   "Ada satu hal belum kau ketahui, bila sudah tahu, mungkin kau bisa membenciku setengah mati."

   Bercekat hati Kek Lam-wi, katanya.

   "Ada sebuah hal memang ingin kutanya kepadamu. Toh So-so apakah sudah jatuh ke tangan ibu tirimu, apa pula yang dilakukan atas dirinya? Kurasa kau tahu jelas tentang hal ini?"

   "Yang ingin kubicarakan dengan kau memang urusan ini?"

   Kata Bu Siu-hoa. Jantung Kek Lam-wi jadi deg-degan, pikirnya.

   "Mungkin Soso mengalami nasib jelek, kalau tidak kenapa Bu Siu-hoa kuatir untuk membicarakan hal ini dan takut aku membencinya?"

   Seperti meraba isi hatinya, Bu Siu-hoa berkata.

   "Kekjithiap, kau tidak usah kuatir, nona Toh itu tidak terjatuh ke tangan ibu tiriku, mereka hanya menipu kau."

   Terbelalak girang Kek Lam-wi, katanya.

   "Apa betul? Lalu dimana dia sekarang?"

   "Tiga hari yang lalu dia masih di Yang-ciu, tapi sekarang dimana, aku tidak tahu,"

   Yang benar Bu Siu-hoa tahu, namun dia tidak ingin segera memberi tahu kepada Kek Lam-wi. Lega hati Kek Lam-wi, tanyanya.

   "Lalu dari mana In Kip bisa memperoleh tusuk kondai itu sehingga dia memancing aku untuk memenuhi undangannya bersama Ouw-tiap-piau milik ibu tirimu. Sikap dan perkataan mereka membuat aku mau tidak mau percaya, sebetulnya apakah yang telah terjadi?"

   "Tusuk kondai itu akulah yang mencurinya. Akulah yang membantu mereka sehingga kau ketipu. Kau sudah jelas?"

   Setelah kejadian sesungguhnya dia ceritakan kepada Kek Lam-wi, Siu-hoa menambahkan.

   "Setelah mereka tahu Toh So-so juga sudah pulang ke kampung halamannya, sebetulnya ada maksud In Kip hendak mencelakainya. Dia suruh orang Hoay-yang-pang membantu aku mengatur tipu daya sehingga Toh So-so tertipu olehku, In Kip bilang nona Toh adalah putri seorang saingannya, dia suruh aku meringkus pulang setelah mencekok dia dengan racun, kalau tidak bisa hidup matipun boleh. Tapi umpama nona Toh sampai mati, aku harus membawa suatu benda sebagai tanda bukti, kalau tidak mereka tidak mau percaya kepadaku."

   "Lalu kenapa kau tidak turuti kehendak mereka? Apakah setelah kau bertemu dengan So-so, kau lantas tahu asalusulnya?"

   "Bukan begitu. Kungfu nona Toh amat tinggi, sudah tentu sejak lama aku tahu dia bukan perempuan sembarangan. Tapi sampai kemarin baru aku tahu, dia dan kau adalah sepasang kekasih didalam Pat-sian."

   Kek Lam-wi berpikir.

   "Jadi bukan karena dia jeri terhadap Pat-sian maka dia tidak berani mencelakai So-so. Walau berbuat salah, betapapun dia masih memiliki benih-benih kebaikan."

   Bu Siu-hoa bicara lebih lanjut.

   "Kanglam-pat-sian baru saja menimbulkan keributan besar di kota raja, sudah tentu nona Toh tidak mau menerangkan asal-usulnya kepadaku. Tapi sikapnya terhadapku justru seperti kakak beradik baiknya, kumpul beberapa hari, sungguh aku jadi tidak tega turun tangan kepadanya. Akhirnya kucuri tusuk kondainya dan pulang memberi tahu In Kip, kukatakan lantaran Kungfunya teramat tinggi, aku jauh bukan tandingannya. Begitu minum arak yang kucampur obat bius segera tahu perbuatanku. Aku bukan lawannya, terpaksa hanya berhasil merebut sebatang tusuk kondai saja."

   
Pendekar Pemetik Harpa Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Apa mereka tidak curiga akan cerita bohongmu?"

   "Yang kuceritakan bukan semuanya bohong, Toh-cici berkepandaian tinggi, memangnya In Kip tidak tahu? Kalau ceritaku lima puluh persen bohong, tapi tusuk kondai itu barang tulen."

   "Waktu itu kau berada di Soh-ciu, In Kip tahu kau menginap di hotel dalam Say-cu-lim miliknya sendiri. Segera dia mengatur tipu daya, menggunakan tusuk kondai itu dia hendak menipumu masuk perangkap, bahwa kau ternyata kena ditipu terbukti bahwa tusuk kondai itu memang bukan palsu, sudah tentu obrolanku tidak dicurigai lagi."

   "Setelah percaya kepadaku. Baru mereka membiarkan aku tahu rahasia mereka. Semalam otakku bekerja hingga terang tanah, hatiku amat menyesal, tidak sepantasnya aku mencelakakan engkau, kuharapkan pula lantaran peristiwa ini bisa memperoleh imbalan, supaya ibu tiriku sadar akan kesalahannya dan bertobat untuk kembali ke jalan lurus, karena itu aku berkeputusan untuk menolong kau."

   "Percakapanmu dengan ibu tirimu tadi, aku mendengar semuanya, tahu salah dapat merubahnya adalah perbuatan bijaksana, aku tidak menyalahkan kau."

   "Kau tidak salahkan aku, aku sudah amat berterima kasih, bila kau bicara sungkan lagi, hatiku akan lebih tak tenteram lagi. Tapi, apakah dalam hatimu tiada ganjalan sedikitpun?"

   Seperti terkorek isi hati Kek Lam-wi, katanya dengan suara guram.

   "Yang kukuatirkan adalah So-so, dia tidak menemukan aku, entah betapa gelisah batinnya. Aku mati tidak jadi soal, tapi sebelum melihat dia, si..."

   Ternyata hati kecilnya kira-kira sudah menerka, apa sebab Toh So-so minggat meninggalkan dirinya tanpa pamit, kemungkinan karena sedikit salah paham.

   Bila dia tidak bisa bertemu dengan So-so, salah paham itu akan selalu bersemayam dalam sanubarinya, bukankah akan menimbulkan penyesalan seumur hidup? Tapi Bu Siu-hoa memang ada budi pertolongan terhadap dirinya, betapapun gadis yang baru dikenalnya, bagaimana isi hatinya, rikuh untuk dituangkan kepada Bu Siu-hoa.

   Walau dia tidak menuangkan perasaan hatinya, namun sebagai gadis perasa, tanpa dijelaskan lagi Bu Siu-hoa sudah tahu apa yang dia pikirkan.

   Dengan tawa paksa dia berkata.

   "Aku sedang berpikir ke arah yang paling buruk, namun urusan kukira tidak sampai sefatal itu. Orang baik pasti dikaruniai oleh Thian. Kek-jithiap, aku percaya suatu ketika kau pasti bisa bertemu lagi dengan Toh-cici."

   Kek Lam-wi juga tertawa dipaksakan, katanya.

   "Ya, semoga seperti yang kau doakan."

   Bu Siu-hoa menghela napas panjang sambil melengos kesana. Dalam keadaan sama mengalami kesulitan ini, sepantasnya keduanya memerlukan hiburan. Tak tahan Kek Lam-wi bertanya.

   "Nona Bu, kaupun ada ganjalan hati apa, boleh beritahu kepada aku?"

   "Ah tidak, aku hanya iri terhadap Toh-cici."

   Kek Lam-wi melengak, tiba-tiba dia teringat olok-olok Busam Niocu kepada putrinya tadi.

   "Benarkah dia menaksir aku, jatuh cin..."

   Belum lanjut pikiran Lam-wi, tiba-tiba didengarnya Bu Siuhoa berkata.

   "Aku iri terhadap Toh-cici karena ada orang yang mau memperhatikan dia. Tapi aku kini sebatang kara. Bila kau tidak merasa..."

   Tegak alis Bu Siu-hoa.

   "Usiaku lebih tua, bila kau sudi, boleh kita angkat saudara, bagaimana?"

   "

   Sejenak Bu Siu-hoa terpaku, mendadak dia terkial-kial sambil menengadah, serunya.

   "Bagus, bagus sekali. Kau tidak anggap diriku rendah, itulah rejekiku. Pada hal aku ini dianggap perempuan siluman oleh orang lain, hari ini bisa memperoleh seorang kakak segagah kau umpama aku gugur nanti juga aku akan mati dengan meram,"

   Nada tawanya kedengaran agak getir dan pilu. Melihat tawanya kurang normal, cepat Kek Lam-wi berkata.

   "Jangan ngomong yang kurang baik, seperti apa yang kau katakan tadi, orang baik pasti dikaruniai Thian, yakin kita akan bisa lolos. Oh, belum aku memberitahu kepada kau, aku punya dua teman yang berkepandaian tinggi..."

   "Maksudmu Tan Ciok-sing dan In San?"

   "Ya, benar, ternyata kau sudah tahu."

   "Dari cerita In Kip aku tahu, Tang-bun Cong dan lain-lain sedang mengikuti jejaknya, maka merekapun menguntit sampai di Soh-ciu."

   "Kemarin mereka sudah berjanji hendak membantu aku, di rumah kediaman In Kip mereka tidak menemukan aku, pasti masih terus mencari jejakku. Karena itu kemungkinan kita bisa kepergok orang In Kip, tapi juga mungkin ketemu mereka."

   "Biarlah kita mengadu nasib. Tapi peduli bagaimana nasib kita, sekarang aku tidak merasa kuatir lagi. Aku sudah menjadi adikmu, apa yang kuinginkan sudah terkabul, Thian Yang Maha Kuasa cukup banyak memberi kepadaku, apa lagi yang kuharapkan?"

   Maka didalam lobang batu itu mereka jongkok berjajar, menyembah dua belas kali kepada langit dan bumi mengangkat saudara sebagai kakak adik.

   000OOO000 Tan Ciok-sing dan In San sudah pulang ke Ham-san-si.

   Begitu Tam Pa-kun dan Toh So so melangkah masuk, mereka lantas berlari keluar menyongsong dengan tawa riang.

   Kata Tan Ciok-sing "l.im Tayhiap, aku memang ingin menyusulmu ke villa In Kip ternyata kau sudah pulang, mana Kek-toako."

   Sementara In San memeluk Toh So-so kencang-kencang dengan perasaan haru, sesaat dia pegang lengan So-so serta bertanya.

   "Toh-cici, akhirnya kita bertemu lagi. Kau bertemu Kek-toako tidak? Lantaran kau Kek-toako ditipu In Kip untuk memenuhi undangannya, kau sudah tahu akan hal ini bukan?"

   "Aku sudah tahu,"

   Sahut Toh So-so.

   "tapi aku belum bertemu dengan dia. Dia digondol pergi seorang perempuan siluman,"

   Sampai disini dia berpaling ke arah Tam Pa-kun dan menyengir.

   "Paman Tam, tidak nyana akulah yang menang taruhan."

   Tan Ciok-sing saling pandang, tanyanya bersama.

   "Apa yang telah terjadi?"

   "Panjang ceritanya, mari bicara didalam,"

   Ujar Toh So-so. Waktu itu baru saja terang tanah, Toh So-so menyatakan ingin menghadap Kiau-jan Taysu. Tan Ciok-sing berkata.

   "Kiau-jan Taysu sedang sembahyang pagi."

   Terpaksa Toh So-so batalkan niatnya setelah diberi penjelasan oleh Tam Pa-kun pula. Lalu Toh So-so ceritakan pengalaman dan apa yang dia ketahui kepada Ciok-sing dan In San. Dengan tertawa In San berkata.

   "Paman Tam, taruhanmu dengan Toh-cici, menurut pendapatku hanya kalah separo."

   Toh So-so melengak.

   "Lho, koh begitu?"

   "Walau nona Bu tidak membawa Kek-toako ke Ham-san-si, jelas dia tidak bermaksud jahat kepadanya."

   "Ya, aku percaya. Walau dia mencuri tusuk kondaiku dan mengatur tipu daya membantu In Kip sehingga Kek-toako tertipu. Tapi dia tidak mencelakaiku mumpung ada kesempatan, dari sini dapat kusimpulkan bahwa hatinya memang tidak jahat."

   "Apalagi menurut ceritamu tadi, pertolongannya terhadap Kek-toako dari penjara bawah tanah jelas bukan permainan sandiwara yang sekongkol dengan In Kip. Asal dia punya maksud baik menolong orang, jadi tanpa ada muslihat, cepat atau lambat Kek-toako pasti dapat pulang mencari kau."

   Toh So-so bilang.

   "Yang tidak kumengerti justru kenapa dia berbuat demikian? Bu-sam Niocu memang bukan ibu kandungnya, tapi mereka kan segolongan. Kenapa lantaran Lam-wi, dia rela mengkhianati mereka?"

   In San cekikikan, katanya.

   "Toh-cici, jadi lantaran itu kau masih tidak lega hatimu? Pada hal cinta kalian tumbuh sejak masih kecil, seharusnya kau percaya padanya bahwa dia tidak akan mengalihkan cintanya kepada perempuan lain."

   Merah wajah Toh So-so, katanya.

   "Siapa pingin, kalau aku kuatir, kali ini memangnya aku tak bisa meninggalkan dia."

   "Sesama manusia logis bila terjadi kesalahan paham. Sampaipun manusia yang paling dekat sekalipun, suatu ketika juga demikian. Oh, ya, ada berita gembira belum sempat kuberitahu kepadamu. Toan Kiam-ping dan Han Cin cici sudah bertunangan, tak lama setelah kau meninggalkan Pakkhia, merekapun pulang ke Tayli."

   Mendadak ln San menyinggung pertunangan Toan Kiamping dengan Han Cin, dua persoalan ini tiada sangkut pautnya satu dengan yang lain, tapi Toh So-so maklum kemana arah tujuan perkataannya. Tak urung jengah mukanya, katanya.

   "Kemarin aku sudah mendengar berita ini dari Kwik Ing-yang dan Ciong Bin Siu,"

   Dalam hati dia membatin.

   "Salah pahamku terhadap Han Cin memang kekeliruanku. Tapi putri Bu-sam Niocu mana bisa dibanding Han Cin keturunan genah dari keluarga ternama."

   Namun setelah mendengar penjelasan In San, paling tidak mau percaya bahwa Bu Siu-hoa tidak punya maksud mencelakai Kek Lam-wi. Kek Lam-wi pun takkan mengalihkan cintanya, tentramlah hatinya. Tam Pa-kun berkata.

   "Untuk sementara yakin Lam-wi tidak akan mengalami bahaya, yang kukuatirkan justeru persoalan lain."

   "Persoalan apa?"

   Tanya Tan Ciok-sing.

   "Tang-bun Cong dan Poyang Gun-ngo jelas berada di Sohciu, tadi mereka juga berada di rumah In Kip, tapi tidak pernah menunjukkan diri."

   Toh So-so berkata.

   "Mungkin karena kau telah membekuk In Hou, mereka keluar juga tidak akan merubah situasi."

   "Mungkin itu salah satu sebab, tapi kukira urusan tidak semudah itu."

   Toh So-so tersentak sadar.

   "Betul?"

   Katanya.

   "waktu aku menerjang ke rumah keluarga In mereka juga tiada yang merintangi. Paman Tam tidak perlu heran bahwa mereka jeri padamu, tapi terhadapku sebetulnya mereka tidak perlu kuatir, hal ini jadi membingungkan."

   "Kedua orang itu punya latar belakang yang luar biasa, agaknya mengemban suatu tugas khusus yang serba rahasia, maka mereka tidak mau unjuk diri di muka umum. Walau kita tidak tahu apa rencana dan muslihat mereka, lapi kita harus berusaha memberitahu hal ini kepada Ong Cecu."

   "Paman Tam,"

   Kata Toh So so.

   "bukankah kau hendak ke Tong-thing-san barat memberi selamat ulang tahun Ong Cecu?"

   "Sebetulnya kami dan Kek Lam-wi juga akan kesana memberi selamat ulang tahun kepada Ong Cecu,"

   Demikian timbrung Tan Ciok-sing.

   "tapi ulang tahun Ong Cecu pada tanggal dua puluh dua bulan ini, masih ada sepuluh hari lagi"

   "Kalian bisa berangkat dini, kan tidak jadi soal. Biar aku tinggal disini mencari Kek-toako, kalian tidak usah menguatirkan diriku."

   "Tam Tayhiap ada sebuah janji lain, waktunya sudah ditentukan tanggal delapan belas bulan ini, alamatnya di Hayling,"

   Kata Tan Ciok-sing.

   "Aku justru sedang menguatirkan hal ini, yang mengundang aku adalah It-cu-king-thian Lui Tin-gak maka aku harus memenuhi undangannya itu. Walau kali ini In Kip menderita rugi yang berakibat cukup fatal dari kita, kukira nyalinya sudah pecah dan jera. Tapi kita tidak boleh puas diri, harus tetap siaga dan waspada. Lalu siapa yang harus diutus ke markas Ong Cecu memberitahukan hal ini, calonnya harus kita pikirkan dengan baik dan tepat."

   Sampai disini pembicaraan mereka, seorang hwesio cilik datang memberitahu.

   "Cong-piauthau Ceng-lam Piaukiok Seng Tay-coan dengan seorang pengemis tua datang minta bertemu dengan Tam Pa-kun."

   Tam Pa-kun berkata.

   "Yang datang bersama Seng Taycoan, pasti adalah sahabat dari Kaypang."

   Lekas dia suruh hwesio cilik menyilakan tamunya masuk.

   Dugaan Tam Pa-kun memang tidak meleset yang datang bersama dengan Seng Tay-coan bukan saja orang Kaypang malah sebagai Thocu cabang Soh-ciu bernama Kiau Tiong.

   Kiau Tiong sudah kenal baik dengan Tam Pa-kun dan Toh So

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   so. Tapi baru pertama kali ini bertemu dengan Tan Ciok-sing dan In San. Setelah sama memberi hormat. Kiau Tiong berkata dengan tertawa.

   "Toh Lihiap, kiranya kau juga ada disini sungguh kebetulan. Aku memang sedang mencarimu. Sebetulnya apa yang terjadi dengan penculikan dan pencurian, itu, apakah tusuk kondaimu sudah kau temukan?"

   Ternyata Kaypang cabang Yang-ciu telah mengirim kabar kepadanya, maka dia tahu bahwa Toh So-so kehilangan tusuk kondai di Yang-ciu kini kedatangannya ke Soh-ciu adalah untuk menyelidiki kejadian ini.

   Sebagai penduduk setempat, adalah menjadi kewajibannya untuk bantu memecahkan persoalan pelik ini.

   


Pedang Ular Emas -- Yin Yong Pedang Abadi -- Khu Lung Legenda Kelelawar -- Khu Lung

Cari Blog Ini