Ceritasilat Novel Online

Taruna Pendekar 18


Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 18



Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen

   

   "Oleh sebab itu dia lantas memberitahukan rahasia ini kepada congkoan pengawal istana untuk mengatakan rasa setianya kepada sri baginda?"

   Kata Nyo Yan kemudian.

   "Benar. Cuma kesetiaan tersebut sesungguhnya hanya kesetiaan palsu.""Mengapa dia mengijinkan dirimu untuk memberitahukan hal ini kepada orang lain?"

   "Siheng, kau begitu pintar, seharusnya dapat menduga sendiri apa maksudnya."

   "Justru aku tidak dapat menduga, maka bal ini baru kutanyakan kepadamu."

   Saat itulah dengan senyum tak senyum Phang Tay-yu sengaja tertawa bergelak.

   "Haah haah haah sebenarnya tujuannya tak berbeda dengan tujuannya melaporkan kejadian tersebut kepada congkoan pengawal kaisar, yakni agar orang lain percaya kalau dia benar-benar setia kepada sri baginda. Dengan demikian, apabila berita ini sampai terdengar oleh congkoan, maka congkoan akan makin percaya lagi kepadanya. Kali ini aku bisa datang sampai ke kota Tio-gi pun lantaran perintah dari ayahmu. Sebetulnya congkoan menyuruh dia yang datang kemari, tapi dia lantas menyuruh aku yang datang ke sini."

   "Tujuannya agar kau bisa mewakilinya untuk menyampaikan hal-hal yang tak leluasa baginya untuk mengutarakannya sendiri?"

   "Bukan hanya begitu. Aku toh sudah mengatakannya kepadamu, aku pun mempunyai jalan pemikiran yang sama dengannya. Aku sudah tak ingin menjual nyawa untuk sri baginda lagi. Dia menyuruh aku datang kemari, tujuannya tak lain agar aku pun turut membuat pahala. Oleh sebab itu sewaktu aku sengaja membocorkan rahasianya itu, aku pun menambah minyak tambah bumbu di sana sini untuk menyatakan kesetiaanku terhadap sri baginda dan menyiarkan pula kalau kami sedang memperalat kau untuk membunuh Beng Goan-cau. Padahal kau sendiri pun tahu, apa yang kukatakan itu sesungguhnya cuma bohong belaka, tapi kamiharus mempergunakan kata memperalat tersebut, karena kami ingin meminjam kekuatanmu itu untuk membantu kami melepaskan diri dari lautan kesengsaraan. Kami sama sekali tidak bermaksud untuk memperalat kau untuk naik pangkat dan menjadi kaya."

   Dia menduga kalau Nyo Yan sudah menyadap pembicaraannya dengan Im tiong-siang-sat, maka sebelum Nyo Yan menegur, dia berlagak seakan-akan berbicara blak- blakan dan memberi penjelasan terlebih dahulu. Diam-diam Nyo Yan tertawa geli, pikirnya.

   "Bangsat ini mengira aku cuma seorang bocah berusia tiga tahun yang gampang ditipu, huuh, memangnya obrolannya itu bisa membuatku percaya? Hmm! Kau memang seekor rase tua, siapa tahu ayahku pun ikut kau tipu habis-habisan, sebentar aku harus memberi kenikmatan untuk dirimu."

   Cuma saja, dia hanya tidak percaya kepada Phang Tay-yu sedang terhadap ayahnya, boleh dibilang dia hanya memikirkan dari sudut "kebaikan"nya saja, sedikit banyak ia masih menaruh kepercayaan terhadapnya.

   "Siheng, apa yang sedang kau pikirkan? Apakah tidak percaya dengan ucapanku?"

   Seru Phang Tay-yu lagi.

   "Percaya, percaya, siapa bilang aku tidak percaya dengan perkataan sahabat ayahku? Cuma saja aku percaya kepadamu, apakah kau pun percaya kepadaku?"

   "Hiantit, apa maksudmu berkata demikian?"

   Dari sebutan "siheng"

   Kini ia berganti menyebut dengan sebutan "hiantit"

   Atau keponakan, agaknya dia mencoba untuk mempererat hubungan di antara mereka.Tidak apa-apa,"

   Jawab Nyo Yan.

   "Aku cuma berharap agar kau bisa berbicara sejujurnya denganku.* "Ooh, tentu saja! Masa aku akan membohongi putra sahabat karibku? Hiantit, apa yang ingin kau ketahui?"

   "Ada urusan apa kau mengajakku kemari? Tentunya bukan cuma ingin menyampaikan suara hati ayahku kepada diriku saja bukan?"

   "Terus terang saja kukatakan, kedatangan kami ke kota Tio-gi kali ini adalah untuk menghadapi seorang siluman perempuan kecil she Liong!"

   Nyo Yan sudah pernah memeriksa Im-tiong-siang-sat tentang masalah yang menyangkut "siluman perempuan kecil"

   Itu, Phang Tay-yu juga sudah menduga kalau dia mengetahui akan hal ini, maka pesoalan itu tidak dirahasiakan lagi, sembari berkata secara diam-diam ia mencoba untuk memperhatikan bagaimanakah reaksinya. Tampak Nyo Yan berkata dengan suara hambar.

   "Apakah kalian takut tak mampu menghadapi siluman perempuan kecil, maka sekarang minta bantuanku?"

   "Bukan, bukan begitu! Kekuatan kami sudah lebih dari cukup, kecuali dua bersaudara Lau dan Im-tiong-siang-sat, masih ada lagi banyak sekali jago-jago persilatan yang cukup temam&t misalnya susiok-mu Li Wu-si adalah satu di antaranya* Kendatipun siluman kecil itu merupakan manusia berkepala tiga berlengan enam pun, kami masih sanggup un- tuk menghadapinya."

   "Lantas karena urusan apa kau mengundangku keluar?""Aku hanya ingin menganjurkan kepada hiannt agar secepatnya pergi meninggalkan tempat ini, daripada mendapat banyak kesulitan yang tak diinginkan. Kini susiok-mu telah bertarung melawanmu, dia pasti tahu kehadiranmu di sini."

   "Sebenarnya, besok aku akan pergi dari sini, tapi sekarang aku justru tak akan pergi lagi dari sini."

   Phang Tay-yu memandang sekejap ke arahnya, tiba-tiba sambil senyum-senyum ia bertanya.

   "Hiantit, apakah siluman perempuan kecil she Liong ini adalah sahabatmu?"

   "Kalau benar kenapa? Kalau bukan kenapa?"

   "Seandainya bukan, kami bisa menghadapinya dengan segala cara dan kemampuan yang kami miliki, seandainya benar, ehmm."

   "Kenapa?"

   Seru Nyo Yan cepat Rasa khawatirnya terhadap keselamatan "siluman perempuan kecil"

   Pun segera tercermin di atas wajahnya.

   "Seandainya benar, tentu saja lain ceritanya,"

   Pelan-pelan Phang Tay-yu menjawab.

   "Bagaimana lain ceritanya? Apakah lantaran hubunganku dengannya, maka kalian akan melepaskannya pergi?"

   "Permintaan masai sukar dibatalkan dengan begitu saja, apalagi siluman perempuan kecil itu sudah menyalahi banyak orang. Sekalipun aku pribadi bersedia untuk melepaskan dia, toh aku tak bisa mengambil keputusan untuk memaksa yang lain pun berbuat demikian. Cuma aku masih mempunyai akal untuk membantunya, aku dapat memberitahukan kepadanya lebih dulu, agar dia menyingkir ke tempat lain.""Benarkah kau bersedia melakukan hal tersebut untukku?"

   Jengek Nyo Yan cepat.

   "Andaikata ia benar-benar adalah sahabat hiantit, sekalipun bahayanya jauh lebih besar pun aku tetap bersedia untuk melakukannya bagimu."

   Nyo Yan tahu kalau orang ini berbicara lain di mulut lain di hati, tujuan yang sebenarnya tak lain adalah ingin menipunya agar cepat-cepat meninggalkan tempat ini.

   Tapi dia pun tidak membongkar rahasia orang, sedangkan terhadap pertanyaan Phang Tay-yu yang menyelidiki nada pembicaraannya itu, dia pun tidak menjawab "ya"

   Atau "tidak". Setelah termenung sejenak, dia malah bertanya kepada Phang Tay-yu.

   "Apakah siluman perempuan kecil she Liong pernah menyalahi dirimu..;?" Tidak,"

   Jawab Phang Tay-yu cepat.

   "Menurut apa yang kuketahui,"

   Sambung Nyo Yan lebih jauh.

   "Im-tiong-siang-sat juga tak pernah bertemu d angan siluman perempuan kecil itu, mengapa kalian harus bekerja sama untuk menghadapi dia?" Tentang soal ini ehnunm, tentang soal ini..,"

   "Jangan lupa, kau telah berjanji akan menjawab dengan sejujurnya semua pertanyaanku,"

   Nyo Yan memperingatkan dengan suara dingin. Phang Tay-yu termenung beberapa saat lamanya, kemudian baru menjawab.

   "Sebenarnya hal ini tak boleh kuungkapkan kepada orang luar, tapi setelah hiantit menanyakan persoalan ini, mau tak mau aku harusmenjawabnya juga, terus terang saja, aku datang untuk melaksanakan perintah."

   "Melaksanakan perintah siapa?"

   "Perintah dari congkoan pengawal kaisar."

   Sewaktu mengucapkan perkataan itu, ia segera memperlihatkan sikap seolah-olah terpaksa harus menjawab.

   "Apakah siluman perempuan kecil itu telah melakukan perbuatan yang menentang pemerintah sehingga dianggap sebagai buronan?"

   Sementara dalam hati kecilnya berpikir.

   "Liong Leng-cu pernah, membicarakan soal riwayat hidupnya denganku, sejak kecil dia sudah mengikuti ibunya menyingkir ke utara, belakangan ini baru balik kembali ke daratan Tionggoan. Se- kalipun dia suka mempermainkan orang-orang kenamaan dari dunia persilatan, rasanya tidak sampai melakukan perbuatan yang menentang pemerintah, masa dia jadi buronan pemerintah penjajah?"

   Tapi entah mengapa, dia justru amat berharap bisa mendengar kata "benar"

   Dari mulut Phang Tay-yu. Sayang sekali, apa yang menjadi kenyataan justru merupakan kebalikan dari apa yang diharapkan, Phang Tay-yu segera tartawa terbahak-bahak.

   "Haahh haahh haahhhiantit menilai dia kelewat tinggi, perempuan itu masih belum pantas disebut sebagai buronan pemerintah. Kalau dibilang berkhianat terhadap pemerintah kerajaan, maka Li Wu-si susiok-mu itu jauh lebih besar dosanya daripada dia, tapi buktinya susiok-mu toh belum berhak dinamakan buronan pemerintah kerajaan?"

   "Lantas apa sebabnya congkoan pengawal kaisar menurunkan perintah untuk membekuknya?""Soal ini aku tak jelas. Aku tak lebih hanya seorang pengawal kelas dua, aku hanya tahu melaksanakan perintahnya, masa aku berani bertanya kepada congkoan, mengapa ia memerintahkan demikian?"

   "Apakah kau yang mengundang Im-tiong-siang-sat dan dua bersaudara Lau sekalian?"

   "Bukan!"

   "Lantas kenapa mereka datang kemari?"

   Agaknya Phang Tay-yu merasa jemu untuk menjawab persoalan ini, katanya kemudian dengan hambar.

   "Kami berkumpul hanya disebabkan tujuan kami sama. Menyelidiki rahasia orang lain merupakan pantangan yang terbesar bagi umat persilatan, oleh sebab itu siapa pun merasa sungkan untuk menyelidiki rahasia orang lain."

   Tiba-tiba Nyo Yan tertawa dingin, kemudian jengeknya.

   "Sayang sekali aku justru seorang manusia yang tak tahu diri, aku justru hendak menyelidiki persoalan ini."

   Sambil tertawa dingin dia segera mencengkeram tangan Phang Tay-yu, setelah itu ujarnya lagi sambil tertawa.

   "Ilmu Hun-kin-toan-kut-jiu (Ilmu Memisah Otot Mematahkan Tulang) yang kumiliki ini terhitung semacam ilmu mencengkeram, bagaimana menurut pendapatmu jika dibandingkan dengan ilmu Eng-jiau-kang yang kau miliki?"

   Phang Tay-yu yang kena dicengkeram sama sekali tak dapat berkutik, bahkan seluruh persendian tulangnya terasa amat sakit bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum.

   Sebagai seorang jago persilatan yang berilmu, dengan cepat dia sadar kalau apa yang diucapkan Nyo Yan memang tepat sekali.Ilmu Memisah Otot Mematahkan Tulang yang digunakannya belum menggunakan segenap kekuatan yang dimilikinya, kalau tidak, niscaya seluruh persendian tulangnya akan retak dan patah menjadi beberapa bagian.

   Dengan perasaan terkesiap, buru-buru Phang Tay-yu berseru.

   "Hiantit, jangan bergurau dengan aku, ilmu silat yang hiantit miliki tentu saja jauh lebih hebat daripada kepandaianku!"

   "Siapa yang bergurau dengan kau?"

   Jengek Nyo Yan dingin.

   "Kau telah berjanji akan berbicara sejujurnya kepadaku, maka aku pun bersikap sungguh-sungguh pula terhadap dirimu."

   "Tapi semua yang kukatakan adalah ucapan yang sesungguhnya,"

   Teriak Phang Tay-yu. Nyo Yan tertawa dingin.

   "Heeehh heeehh heeehh belum tentu begitu bukan? Menurut pendapatku, sekalipun apa yang kau katakan tidak seluruhnya bohong, paling tidak ada juga yang tidak jujur."

   "Tidak, tidak."

   Teriak Phang Tay-yu cemas.

   "Kau tak usah menyangkal kelewat cepat, ada satu hal yang harus kuberitahukan kepadamu lebih dulu."

   "Silakan hiantit utarakan!"

   Buru-buru Phang Tay-yu berseru. Mendadak Nyo Yan melotot besar, lalu membentak.

   "Siapa yang hiantit-mu?"

   Phang Tay-yu semakin terkejut lagi, segera pikirnya.

   "Aduh celaka mengapa dia tidak mengakui aku sebagai empek-nya lagi?"Waktu itu Nyo Yan sedang menggencet tangannya dengan tenaga hingga dia merasakan kesakitan selengah mati, tentu saja ia tak berani banyak berbicara. Maka buru-buru teriaknya.

   "Baik, baik, sebenarnya aku me- mang tak pantas untuk meninggikan kedudukan sendiri. Silakan Nyo siauhiap utarakan."

   Pelan-pelan Nyo Yan mengen-dorkan cengkeramannya, lalu berkata.

   "Aku harus memberitahukan kepadamu lebih dahulu, aku paling benci kalau ada orang yang membohongi aku Tahukah kau caraku menghukum orang-orang yang telah membohongi diriku?"

   "Bila siauhiap tidak memberitahukan kepada kami, bagaimana mungkin aku bisa tahu?"

   "Kalau begitu dengarkanlah baik-baik, akan kuberitahukan kepadamu urutannya dari yang ringan sampai yang berat Pertama adalah kutempeleng mukanya beberapa kali, kedua kupotong lidahnya, ketiga kuremukkan tulang pi-pa-kut-nya, yang paling berat adalah kujaga! tubuhnya untuk makan. Nah, kau suka yang mana?"

   Phang Tay-yu menjadi ketakutan setengah mati, buru-buru serunya.

   "Semuanya tidak kusukai. Nyo siauhiap, apa yang ingin kau ketahui katakan saja, pasti akan kujawab, pasti akan kujawab!"

   "Jawab dulu pertanyaan yang kuajukan tadi!"

   Bentak Nyo Yan dengan suara keras.

   "Kau bertanya apa sebabnya congkoan kami hendak menangkap siluman perempuan kecil itu? Tentang soal ini tentang soal ini, tidak banyak yang kuketahui."Kali ini, dia tak berani mengatakan kalau dia sama sekali tidak mengetahui persoalan ini.

   "Katakan saja menurut apa yang kau ketahui!"

   "Terus terang saja, congkoan hanya memberitahuku bahwa dia telah mendapat titipan dari seorang sahabatnya."

   "Siapakah sahabatnya itu?"

   "Dia tidak memberitahukan ke- padaku, dari mana aku bisa mengetahuinya?"

   "Aku rasa, di dunia saat ini tidak banyak, maka meskipun sudah kupikirkan pulang pergi, aku selalu merasakan tidak benar. Karenanya, aku pun tak berani sembarangan berbicara."

   "Bagaimanakah menurut jalan pemikiranmu? Coba katakan kepadaku Sekalipun salah berbicara, aku pun tak akan menyalahkan dirimu."

   "Seandainya ketua Thian-san-pay, atau hongtiang dari kuil Siau-lim-si, atau tianglo dari Bu-tong-pay dan manusia- manusia kenamaan lainnya yang minta bantuan kepadanya, sudah pasti dia akan memberi muka untuk mereka semua."

   "Kentut!"

   Bentak Nyo Yan keras-keras.

   "masa orang-orang itu akan minta bantuan kepadanya? Bahkan Li Wu-si saja tak sudi bekerja sama dengan kawanan kuku garuda macam kalian, apalagi ketua dari Thian-san-pay? Siau-lim-pay dan Bu- tong-pay adalah tulang punggung dunia persilatan di daratan Tionggoan, apalagi mereka? Masa orang-orang seperti ini juga minta bantuan congkoan-mu?"

   "Benar, orang-orang itu memang merupakan musuh pemerintah, congkoan kami hanya berharap agar orang-orang itu jangan memusuhi kerajaan saja, hal ini sudah membuatnya puas, tentu saja congkoan pun tidak berharap mereka bisabersahabat dengannya. Tapi kecuali pihak Kaypang yang secara terang-terangan memusuhi kerajaan, pemimpin dari pelbagai partai dan perguruan lainnya lebih banyak bersikap netral, siapakah yang mempunyai kedudukan begitu besar sehingga dapat membuat congkoan kami memberi muka kepadanya?"

   Nyo Yan bisa menangkap maksud dari perkataannya itu, namun tentu saja dia tak sudi mempercayainya begitu saja M Dengan cepat Nyo Yan menggencet tangannya makin keras, lalu bentaknya keras-keras.

   "Ayo cepat katakan, kau bersedia menjawab atan tidak?"

   I Dengan wajah merengek mau menangis Phang Tay-yu segera berseru.

   "Aku benar-benar tidak tahu, bagaimana mungkin aku bisa menjawab?"

   "Baik, kalau toh kau tidak bersedia untuk menjawab, selanjutnya kau pun tak usah mengucapkan perkataan apa pun,"

   Kata Nyo Yan dengan suara dingin. Phang Tay-yu tertegun, kemudian ujarnya.

   "Nyo siauhiap, kau kau apa maksudmu? Kau tidak begitu memahami___"

   "Sederhana sekali, aku akan menghukummu dengan cara yang kedua, bila lidah sudah kupotong, maka selamanya kau pun tak usah berbicara lagi, bukankah demikian?"

   Phang Tay-yu menjadi terperanjat sekali.

   "Nyo siauhiap,"

   Cepat teriaknya.

   "aku adalah sahabat ayahmu, kau tak boleh bersikap demikian terhadap diriku!"

   "Selamanya aku bekerja tanpa .menghubungkan antara yang satu dengan lainnya, boleh saja kalau kau ingin mengikat hubungan denganku, tapi hal ini hanya bisa dibicarakan setelah persoalan ini selesai. Tapi kenyataannya sekarang,beberapa pertanyaan yang kuajukan kau jawab semua dengan perkataan tak tahu, lantas apa gunanya kau mempunyai lidah lagi?"

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Selesai berkata, dia lantas mencabut keluar pedangnya. Phang Tay-yu menjadi ketakutan setengah mati sehingga sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya, buru-buru dia berteriak.

   "Nyo siauhiap, tunggu dulu, aku.. aku teringat sekarang."

   "Siapa?"

   Bentak Nyo Yan cepat.

   "Ingat jangan kau sebut nama seseorang secara mengawur, hmmm, hmmm, kalau sampai kuketahui bahwa ucapanmu itu bohong, kau harus tahu, aku masih mempunyai hukuman yang jauh lebih berat lagi daripada memotong lidah."

   "Nyo siauhiap, aku tak berani sembarangan berbicara,"

   Kata Phang Tay-yu dengan suara gemetar.

   "meski aku tidak tahu siapakah orang itu, tapi sahabatku tahu Asal kuberitahukan jejak ini kepadamu, apakah kau pun bersedia mengampuni akur "Andaikata sahabatmu itu bersedia menjawab dengan sejujurnya, dalam persoalan ini boleh saja kuampuni dirimu."

   "Aah, apakah masih ada urusan hdn7n seru Phang Tay-yu dengan perasaan terkejut "Aku tidak ingin membohongi-mu agar mengaku, tentu saja persoalan yang ingin kuketahui bukan cuma persoalan ini saja. Cuma bila kau tidak mau menjawab persoalan ini, maka lidahmu juga tak bisa dipertahankan lagi."

   "Bila di antara persoalan-persoalan itu ada yang tidak kuke- tahui?""Hal ini harus dibicarakan menurut keadaan. Bila jawaban yang kau berikan kepadaku dalam masalah tersebut cukup membuatku merasa puas, atau mungkin saja aku tidak akan mengajukan pertanyaan yang lain."

   Phang Tay-yu segera berpikir.

   "Bisa melewati satu pintu penjagaan, kulewati dulu, yang terpenting sekarang adalah menyelamatkan lidahku lebih dulu."

   Berpikir demikian, dia lantas berkata.

   "Baik, aku aku akan memberitahukan nama dari kedua sahabatku ini kepadamu. Apabila kau ingin mengetahui masalah itu, mungkin mereka tahu jauh lebih banyak daripada apa yang kuketahui."

   "Siapakah mereka?"

   "Im-tiong-siang-sat."

   Dengan perasaan setengah percaya setengah tidak, Nyo Yan berkata lagi.

   "Im- tiong-siang-sat tak lebih hanya manusia kelas dua dan kelas tiga, kau saja tidak tahu, bagaimana mungkin mereka bisa tahu?"

   "Nyo siauhiap, kau tidak tahu, walaupun mereka tidak termasuk manusia yang bernama besar, tapi aku duga mereka cukup mengetahui persoalan yang sebenarnya."

   "Persoalan apa?"

   "Sejak aku menjadi pengawal istana, meskipun tidak putus sama sekali hubunganku dengan dunia persilatan, namun bagaimanapun juga persoalan tentang dunia persilatan sedikit terasa asing bagiku. Berbeda dengan Im-tiong-siang- sat, sekalipun ilmu silat yang dimiliki- nya tidak tinggi, tapi dengan kedudukan mereka, orang yang bisa mengundang kehadiran mereka pun harus merupakan manusia yang punya nama besar. Kebanyakan sahabat congkoan kami adalah orang itu. Konon orang itubertekad untuk menangkap siluman perempuan kecil itu sampai dapat, bisa diduga kalau dia adalah musuh besar dari siluman perempuan kecil itu. Bila kau melakukan penyelidikan dari mulut Im-tiong-siang-sat, bukankah semua persoalan akan selesai dengan sendirinya?"

   Nyo Yan segera manggut-mang-gut.

   "Ehm, ucapanmu itu memang masuk akal."

   Buru-buru Phang Tay-yu berseru.

   "Kalau begitu, Nyo siauhiap tidak usah bertanya kepadaku lagi bukan?"

   "Betul, aku memang tak usah bertanya lagi kepadamu,"

   Sahut Nyo Yan sambil tertawa. Terima kasih banyak atas petunjukmu. Atas jasamu itu, aku pun sudah sepantasnya memberi kebaikan bagimu."

   Phang Tay-yu menjadi kegirangan setengah mati, buru- buru katanya.

   "Kebaikan tak berani kuminta, aku hanya berharap siauhiap sudi melepaskan diriku."

   "Bukankah kau adalah sahabat karib ayahku?"

   Phang Tay-yu mengira anak muda tersebut hendak minta maaf kepadanya, maka segera sahurnya.

   "Aku adalah sahabat karib ayahmu, kita adalah orang sendiri masa aku akan minta kepada hiantit"

   Kembali dia memanggi 1 pemuda itu dengan sebutan "hiantit". Tapi belum habis dia berkata, Nyo Yan sudah menukas perkataannya yang belum selesai itu, katanya sambil senyum tak senyum.

   "Ooh jadi kau adalah sahabat karib ayahku? Kalau begitu kebaikan ini harus kuberikan juga kepadamu."

   "Bila hiantit bersikeras hendak memberi, terpaksa aku pun menerima kebaikanmu itu""Tempo hari, sewaktu aku berjumpa dengan ayahku di kuil Hay-sin-bio, di depan patung kuil aku telah bersumpah, terhadap semua sahabat ayahku, aku tak boleh merugikan mereka, maka asal bertemu denganku, aku harus menghadiahkan cara keempat kepadanya! "

   Phang Tay-yu menjadi tertegun, kemudian serunya tertahan.

   "Apa itu cara keempat?"

   "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, terhadap orang yang kubenci, selamanya kuhadiahkan cara keempat kepadanya, yakni memotong alat untuk bersantap!"

   Phang Tay-yu menjadi ketakutan setengah mati sehingga sukma serasa melayang meninggalkan raganya, buru-buru dia berteriak keras.

   "Apa, kau kau bilang benci."

   "Tepat sekali, aku paling benci dengan sahabat kuku garuda ayahku. Apalagi kau paling akrab dengannya."

   Mendengar itu, buru-buru Phang Tay-yu berseru.

   "Kau sudah berjanji melepaskanku!"

   "Aku pun membenci orang-orang yang membohongi aku,"

   Kembali Nyo Yan berkata dengan suara dingin.

   "Dua dosa yang menjadi satu sesungguhnya cukup untuk mencabut nyawamu, tapi memandang keterangan atas Im oong-siang- sat aku mengurangi satu hukuman, kau kuhadapi dengan cara yang ketiga saja."

   Belum sampat Phang Tay-yu membayangkan apakah cara yang ketiga itu, Nyo Yan sudah mengerahkan tenaga dalamnya dan menggencet tulang pi-pa-kut-nya sampai hancur. Setelah itu, ujarnya sambil tertawa.

   "Apakah kau sudah lupa? Cara yang ketiga adalah memusnahkan ilmu silatmu"Phang Tay-yu mendengus tertahan lalu roboh tak sadarkan diri, pada hakikatnya dia sudah tak mendengar lagi keterangan dari Nyo Yan tersebut Mendadak terdengar ada dua orang sedang berteriak bersama.

   "Phang toako, Pang toako!"

   Ternyata yang datang adalah dua bersaudara Lau. Pemuda itu amat kecewa, pikirnya.

   "Tidak heran kalau suaranya seperti pernah kukenal, aku mengira Im-tiong-siang-sat yang datang sendiri tanpa diundang.* Rupanya setelah Lok Kan-tang dilempar masuk ke dalam gentong air oleh Nyo Yan, kendatipun tidak sampai mati tenggelam, namun setelah menderita kerugian yang begitu besar, dia tidak berani menyelidiki persoalan tersebut lebih jauh. Dua bersaudara Lau adalah orang yang datang ke kota Tio- gi bersama-sama Phang Tay-yu, begitu mendengar terjadinya peristiwa, tentu saja mereka lantas menduga kalau Li Wu-si yang sedang membuat suatu perhitungan dengan Phang Tay- yu. Mereka tahu kalau ilmu silatnya masih bukan tandingan Li Wu-si maupun Lok Kan-tang, khawatir turut terseret dalam peristiwa itu, maka di saat Lok Kan tong sedang marah-marah besar, mereka segera melarikan diri dari situ. Mereka sudah berjanji dengan rekan-rekannya bahwa besok akan mendaki bukit Ci-lian-san, maka mereka pun segera kabur menuju ke arah bukit Ci-lian-san. Mereka berharap bisa berjumpa dengan rombongannya di atas bukit, bila demikian halnya maka dia pun tidak usah khawatir Li Wu-si akan menyusahkan dirinya lagi.Sungguh tak disangka bukan Li Wu-si dan Lok Kan-tang yang mengejarnya, di bawah kaki bukit dia justru telah bertemu dengan Nyo Yan. Nyo Yan merasa kecewa sekali, tapi dia pun segera berpikir lebih lanjut.

   "Dua bersaudara Lau seangkatan dengan Tan Khu-seng, dalam dunia persilatan terhitung manusia yang punya nama, tapi aneh, mengapa mereka pun menyusahkan Liong Leng-cu? Mengapa aku tidak menangkap mereka untuk diperiksa? Toh menangkap mereka atau menangkap Im-tiong- siang-sat sama saja?"

   Berpikir sampai di situ, dia lantas berkata sambil menampilkan diri dari tempat persembunyian.

   "Maaf, Phang toako kalian sudah roboh dan punah ilmu silatnya. Kini, aku minta kepada kalian berdua agar bertindak tanpa dipaksa lagi, seorang membawanya kembali ke kota Tio-gi untuk merawat lukanya, sedang yang lain tetap tinggal di sini!"

   "Mau apa tinggal di sini? tanya lotoa Lau Hok-im cepat "Tentu saja ada kegunaannya, kalau tidak, buat apa aku menyuruh kalian tinggal di sini? Sudah, tak usah banyak berbicara lagi!"

   Loji Lau Hok-pi menjadi amat gusar, segera teriaknya.

   "Bagus sekali, belum pernah kujumpai bocah keparat yang takabur seperti engkau. Kau hendak menahan salah seorang di antara kami sebagai tawanan untuk diperiksa?"

   "Benar, ada sedikit persoalan ingin kutanyakan kepada kalian. Cuma, mau menjadi sahabatku atau mau menjadi tawananku, hal itu tergantung pada kalian sendiri."Lau Hok-im tidak seberangasan adiknya, meski dia gusar sekali sesudah mendengar perkataan dari Nyo Yan itu, namun ia toh sempat tertawa terbahak-bahak.

   "Haahh haahh haahh konon kau adalah adiknya Beng Hoa, entah hal ini benar atau tidak?"

   Nyo Yan paling benci kalau ada orang menyinggung tentang kejelekan keluarganya, kontan saja sepasang matanya melotot besar.

   "Kalau benar kenapa? Kalau bukan kenapa?" Tahukah kau, kakakmu adalah keponakan murid kami? Sekalipun dia mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, belum tentu sikapnya begitu kurang ajar setelah bertemu kami."

   Nyo Yan segera tertawa.

   "Ooh, rupanya kalian menginginkan agar aku pun meniru cara Beng Hoa dengan menyebut sus t ok kepada kalian berdua? Tahukah kau, bagaimanakah sikapku terhadap seorang susiok? Ciok Thiang-hing, murid kepala dari keempat murid utama dari Thian-san-pay hitung-hitung masih susiok-ku j uga tapi aku telah memotong lidah anaknya, dan menghadapi dia sendiri sehingga harus berbaring selama tiga bulan di atas pembaringan. Tak mengapa jika kalian ingin mengikat hubungan denganku dan menjadi susiok-ku, tapi kau pun harus memikirkan dulu sampai jelas, bagaimanakah caraku untuk menghadapi kalian!"

   Belum habis dia berkata, dua bersaudara Lau telah meloloskan senjatanya bersama-sama kemudian membentak nyaring.

   "Bocah keparat, sekalipun kau tidak akan menghadapi kami, kami pun akan menghadapi dirimu!"

   Senjata mereka adalah sepasang gelang Jit-gwat-siang- huan.Senjata gelang Jit-gwat-siang-huan merupakan sejenis senjata tajam yang sangat lihay, selain bisa dipakai untuk mengunci golok dan pedang, bisa pula dipakai untuk membacok atau membabat perge-Iangan tangan.

   Ketika mereka menyaksikan Nyo Yan menyoren pedang, maka anggapan mereka asal keempat gelang itu digunakan bersama, entah Nyo Yan akan memakai pedang atau telapak tangan, anak muda itu tetap akan menderita kerugian.

   Lau Hok-pi berwatak berangas-an, dia segera turun tangan melancarkan serangan-serangan mematikan.

   Gelang Jit-huan yang berada di tangan kirinya menghantam ubun-ubun orang, sementara gelang Gwat-huan di tangan kanannya menyambar ke tengkuk orang, sebaliknya Lau Hok- im yang lebih licik, dengan gelang Jit-huan-nya meng- ancam pergelangan tangan kanan orang, sementara gelang Gwat-huan menghajar alat kelamin orang.

   Empat gelang yang dilancarkan bersama segera menimbulkan suara gemerincingan nyaring.

   Dengan cekatan Nyo Yan membalikkan badannya, kemudian dengan kelima jari tangannya seperti memetik harpa, dia menyentil pelan ke arah depan.

   Seketika itu juga gelang Jit-huan dari Lau Hok-pi kena disentil sehingga mencelat balik dan saling membentur dengan gelang Gwat-huan yang berada di tangan lain.

   Berhubung tenaga serangannya pada tangan kanan jauh lebih besar, maka begitu membentur gelang Gwat-huan, kontan saja senjata itu mencelat dan mengarah ke batok kepala sendiri.Untung saja tenaga serangannya sudah melemah sehingga kepalanya cuma bocor dan mengucurkan darah kental, coba kalau tidak, bisa jadi batok kepalanya sudah hancur berantakan.

   Sementara itu, tahu-tahu Nyo Yan membalikkan badan dan mencengkeram ke arah Lau Hok-im.

   "Suatu ancaman yang sangat bagus!"

   Bentak Lau Hok-im dengan suara lantang. Sementara di dalam hati kecilnya dia berpikir.

   "Jika kau berani berbuat demikian, bukankah tanganmu otomatis akan terjepit dalam gelangku?"

   Siapa tahu Nyo Yan memang seorang manusia yang bernyali besar dan berkepandaian tinggi, ia benar-benar memasukkan telapak tangannya ke dalam gelang Jit-huan lawan.

   Akan tetapi, sebelum Lau Hok-im sempat mematahkan tulang pergelangan tangannya, tahu-tahu gelang Jit-huan tersebut sudah berhasil dirampas, bahkan terbalik menyambar ke atas leher lawan.

   Sedangkan gelang Gwat-huan-nya segera terjatuh ke tanah.

   Begitu tubuhnya kena tersodok dan tahu-tahu seluruh tenaganya punah tak berbekas, tak ampun lagi badannya terjerembab di tanah.

   Dengan begitu, dia segera kena ditawan oleh Nyo Yan dalam keadaan hidup-hidup.

   Pengakuan dari Dua Saudara Lau"Jangan kau lukai kakakku,"

   Bentak Lau Hok-pi dengan suara keras.

   Ia segera menerjang ke muka secara nekat dan berusaha untuk memberikan pertolongan.

   Nyo Yan segera melepaskan gelang emas yang melilit di leher Lau Hok-im dan melemparkannya ke depan, seketika itu juga gelang tersebut melilit lengan kanan Lau Hok-pi dekat tulang pi-pa-kut-nya, bahkan berputar terus tiada hentinya.

   Lau Hok-pi menjadi sangat terkejut, pikirnya.

   "Heran mengapa bajingan cilik ini pun pandai mem-pergunakaa jurus gelang, bahkan tampaknya jauh lebih lihay dari kepandaianku?"

   Padahal Nyo Yan belum pernah mempelajari ilmu Jin-gwat- siang-huan, apa yang dilakukan tak lebih hanya meniru cara yang dipakai dua bersaudara tersebut Keunggulan Nyo Yan dari mereka adalah dalam hal tenaga, dalam lemparan tadi Nyo Yan telah mempergunakan tanaga dalam yang amat sempurna sehingga dari gelang emas itu timbul semacam kekuatan berputar yang amat kencang.

   Atas dorongan tenaga yang kuat inilah gelang emas itu berputar kencang tiada hentinya memaksa tubuh Lau Hok-pi mau tak mau turut berputar untuk mengurangi tekanan yang timbul dari tenaga tersebut, coba kalau bukan demikian, mungkin tulang pi pa-kut-nya akan mengalami cedera yang berakibatkan retak dan hancurnya tulang itu.

   Sambil tertawa, Nyo Yan segera berkata.

   "Aku hanya berharap salah seorang di antara kalian memberikan pengakuan sedang yang lain boleh membawa Phang Tay-yu pulang ke kota. Sekarang, aku telah berhasil menangkap kakakmu, maka kau boleh pergi. Asai kakakmu bersedia untuk mengaku terus terang, aku pun tak akan mencelakai jiwanya"Ucapan tersebut diutarakan terhadap Lau Hok-im. Sementara itu Nyo Yan telah menotok jalan darahnya, mengempitnya di bawah ketiak dan dibawa naik ke atas bukit. Sedangkan Lau Hok-pi masih saja berputar kencang seperti gasmgan di tempat semula. Nyo Yan lari masuk ke dalam hutan dan membaringkan Lau Hok-im ke atas tanah kemudian setelah membebaskan jalan darah bisunya, dia berkata.

   "Aku rasa kau pasti sudah tahu mengapa aku mengundangmu kemari. Sekarang, aku hendak mulai bertanya kepadamu, dan kau harus menjawab dengan sejujurnya, jangan mencoba untuk berbohong!"

   Lau Hok-im memelototkan matanya besar-besar dan mendelik ke arah Nyo Yan tanpa berkedip. Sambil tertawa Nyo Yan segera berkata lagi.

   "Jangan marah, sudah kukatakan, asal kau bersedia menjawab maka aku akan melepaskan kau pergi. Pertanyaanku yang pertama, perselisihan apakah yang terjalin antara kalian dua bersaudara dengan nona Liong itu?"

   Lau Hok-im diam membisu. Melihat orang itu membungkam, kembali Nyo Yan berkata.

   "Seandai- nya kalian memang tidak mempunyai perselisihan apa-apa dengan nona Liong, berarti kalian mendapat perintah dari seseorang, siapakah orang itu? Ayo katakan!"

   Lau Hok-im masih tetap membisu. Menyaksikan kebandelan orang, Nyo Yan menjadi naik darah, kembali dia membentak.

   "Kau toh bukan orang bisu? Jika kau tetap membungkam terus, jangan salahkan kalau aku tak akan bersikap sungkan-sungkan lagi."

   "Cuuuh!"

   Mendadak Lau Hok-im manyemprotkan ludahnya ke wajah Nyo Yan.Sudah tentu Nyo Yan tak membiarkan tubuhnya kena diludahi orang, tapi dia dibikin terkesiap juga oleh tindakan orang.

   "Sebagai seorang lelaki sejati, lebih baik mati daripada dihina, kini aku orang shc Lau sudah terjatuh di tangan gembong iblis kecil seperti kau, aku sudah tahu kalau tak mungkin bisa hidup lagi, mau bunuh cepatlah dibunuh, tak usah banyak berbicara lagi!"

   Umpat Lau Hok-im dengan amat gusarnya. Nyo Yan segera tertawa dingin.

   "Heeehh heeeehh heeehh kau maki aku sebagai gembong iblis kecil, sedang kau berkomplot dengan kuku garuda kerajaan penjajah, manusia macam apa pula dirimu itu? Baik, bila kau enggan menjawab, aku akan suruh kau mati tak bisa, hidup pun tak dapat!"

   Lau Hok-im mengertak giginya kencang-kencang, mendadak ia berteriak keras.

   "Aku sudah bertekad tak akan menerima penghinaanmu, sampai menjadi setan pun aku tak akan mengampuni kaul"

   Begitu mendengar pembicaraannya agak mencurigakan, buru-buru dia menotok kembali jalan darahnya.

   Ternyata Lau Hok-im bermaksud untuk memutuskan urat nadi sendiri, sebagai seorang jago persilatan, sudah barang tentu Nyo Yan dapat mengetahuinya dengan segera.

   Oleh sebab itu buru-buru dia menotok jalan darahnya agar dia tak mampu berkutik.

   Menyaksikan keteguhan hati orang yang sampai mati pun enggan menyerah, mau tak mau Nyo Yan merasa kagum juga, segera pikirnya.

   "Orang ini jauh berbeda dengan Phang Tay-yu, walaupun dia bukan berasal dari golongan pendekar, tapi aku toh bukan berasal dari golongan pendekar juga?"

   Pepatah bilang, watak yang sama bisa menimbulkan kesan yang berbeda, berhubung watak Lau Hok-im sangat sesuai dengan perasaan hatinya, maka anak muda tersebut malah kasihan untuk menyiksanya lebih jauh.

   Akan tetapi, kalau dia diharuskan melepaskannya dengan begitu saja pun, dia merasa tak rela.

   Sementara dia masih bingung dan tak tahu apa yang harus dilakukan, mendadak terdengar ada orang sedang berlarian naik ke atas bukit sambil berteriak-teriak.

   Yang datang ternyata bukan lain adalah adik Lau Hok-im, yakni Lau Hok-pi.

   Terdengar Lau Hok-pi berteriak dengan suara lantang.

   "Nyo Yan, kau bajingan keparat bersembunyi di mana? Kalau punya nyali ayo keluar dan beradu jiwa denganku!"

   Sambil tertawa terbahak-bahak Nyo Yan segera muncul dari tempat persembunyiannya, kemudian berkata.

   "Haahh haahh haahh sungguh mengagumkan. Sungguh mengagumkan!"

   "Nyo Yan, kau tak usah mengejek aku. Betul aku memang tak mampu menandingi kau, tapi sekalipun tak mampu menandingi dirimu paling aku akan beradu jiwa denganmu."

   Nyo Yan tertawa.

   Tadi, justru karena aku tak ingin membunuhmu, maka kusuruh kau mengantar Phang Tay-yu pulang ke kota Tio-gi merawat lukanya, mengapa sih kau balik lagi kemari untuk mengantar kematian sendiri?"Dengan suara lantang Lau Hok-pi segera berteriak.

   "Mati hidup Phang Tay-yu sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan diriku, sedang dia adalah kakakku!"

   Menyaksikan hubungan persaudaraan mereka yang begitu akrab, diam-diam Nyo Yan merasa amat sedih.

   "Kau a pakan kakakku?"

   Bentak Lau Hok-pi lagi.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Aku sama sekali tak mengapa-apakan dia. Sekarang dia berada di sini tanpa kekurangan mata, juga tidak kekurangan hidung"

   "Aku tidak percaya. Aduuuh kau apakah kau telah mencelakai dirinya?"

   Rupanya karena teriak-teriakan-nya selama ini tidak menghasilkan suara jawaban dari kakaknya, dia mulai merasa gugup. Nyo Yan segera meyenti Ikan jari tengahnya ke depan untuk membebaskan jalan darah Lau Hok-im. Buru-buru Lau Hok-im berteriak keras.

   "Adikku, kau jangan bersikap bodoh. Kedatanganmu hanya akan mengantar nyawa dengan percuma, sama sekali tidak membantu apa-apa. Cepat pergi dari sini..

   "

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, untuk ketiga kalinya Nyo Yan telah menotok kembali jalan darahnya.

   "Nah, sekarang kau sudah mendengar kakakmu berbicara bukan?"

   Kata Nyo Yan kemudian.

   "Aku tak lebih hanya menotok jalan darahnya, dan dia masih tetap hidup."

   "Kami adalah dua bersaudara, kalau harus hidup, kami akan hidup bersama, kalau harus mati, kami pun akan mati bersama. Kalau aku disuruh pulang sendirian, jangan mimpi!""Bagus sekali, kalau begitu kau boleh maju untuk mengajak kakak- mu pulang."

   "Maju ya maju, toh selembar nyawaku ini tak bisa dipertahankan lagi, apa yang harus kutakuti?"

   Dia segera menyusul ke atas bukit sambil memutar sepasang senjata gelangnya, kemudian diserbunya Nyo Yan secara kalap.

   Dengan cepat Nyo Yan mengibaskan ujang bajunya, segulung tenaga pukulan yang lunak segera menahan tubuhnya sehingga tak mampu untuk menerjang maju lebih ke depan.

   Lau Hok-pi segera mundur beberapa langkah, kemudian serunya.

   "Nyo Yan, bunuhlah aku."

   Nyo Yan tertawa.

   "Aku menyuruh kau mengajak pulang kakakmu, siapa bilang aku hendak membunuhmu?"

   "Kau benar-benar mempersilakan aku mengajak kakakku pergi dari sini?"

   "Lakukan saja dengan hati lega, jari tanganku tak bakal menyentuh tubuhmu!"

   Dengan perasaan setengah percaya setengah tidak, Lau Hok-pi menjadi nekad dan berjalan melalui sisi Nyo Yan yang memang tidak menghalanginya.

   Akan tetapi baru saja dia hendak mendekati kakaknya, mendadak terasa muncul segulung tenaga besar yang mengisap tubuhnya* sehingga tanpa terasa dia mundursejauh enam tujuh langkah dengan sempoyongan sebelum akhirnya berhasil berdiri kembali dengan tegak.

   Ternyata dari jarak sepuluh kaki lebih, Nyo Yan telah melakukan gerakan mencengkeram ke tengah udara dan mengisapnya mundur.

   Inilah ilmu Liong-jiau-jiu (tangan cakar naga) ajaran dari kakek Liong Leng-cu, ketangguhannya sama sekali tidak berada di bawah ilmu Liong-siu-kang yang dipelajari Ki See- kiat.

   Lau Hok-pi tidak sampai roboh terjengkang ke atas tanah pun terhitung sudah lumayan.

   Lau Hok-pi berpaling, kemudian bentaknya.

   "Hei, permainan setan apa yang sedang kau lakukan?" .

   "Selama ini, jari tanganku toh tak pernah menyentuh tubuhmu, kalau kau sendiri yang tak mampu mendekati kakakmu, itu kan persoalanmu sendiri."

   Sambil mengertak gigi, sekali lagi Lau Hok-pi menerjang maju ke depan.

   Kali ini Nyo Yan menambahi tenaganya menjadi dua bagian lebih besar, sewaktu tangannya melaku- kan gerakan mencengkeram di tengah udara, Lau Hok-pi segera terisap sehingga mundur sampai ke sisi tubuhnya.

   Dengan cepat Nyo Yan membimbing tubuhnya dan berkata sambil tertawa lebar.

   "Apakah kau ingin mencoba sekali lagi?"

   Mendadak Lau Hok-pi menjatuhkan diri berlutut di hadapannya, kemudian berkata.

   "Kumohan kepadamu sudilah kiranya kau habisi diriku dengan sekali tusukan pedang saja!"

   Nyo Yan segera mengibaskan ujung bajunya menahan pinggang orang agar dia tak sampai berlutut di tanah, setelahitu katanya.

   "Ayo bangun, bangun, kakakmu toh belum mati, mengapa kau sendiri malah kepingin cepat-cepat mati?"

   Bagaikan ayam jago yang kalah bertarung saja, Lau Hok-pi menundukkan kepalanya dengan lemas.

   "Aku tak mampu mengalahkan kau, sedangkan kakakku sudah kau bunuh, oleh sebab itu aku mohon kepadamu agar membunuh kami dua bersaudara bersama-sama, janganlah kau siksa lagi dirinya."

   "Siapa bilang kalau aku hendak membunuhnya?"

   Seru Nyo Yan dengan wajah tercengang.

   "Kalau tidak, mengapa kau membekuknya?"

   "Bukankah sejak tadi sudah kukatakan kepada kalian, aku tak lebih hanya ingin mengajukan beberapa pertanyaan saja kepadanya."

   "Apakah dia menjawab?"

   "Tidak, ia tidak bersedia menjawab!"

   "Aku sudah tahu kalau dia tak bakal menjawab!"

   Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Nyo Yan, dengan cepat tanyanya.

   "Dari mana kau bisa tahu kalau dia tak akan menjawab?"

   "Setelah menjawab juga mati, tidak menjawab pun mati. Mengapa harus bertekuk lutut kepada musuh?"

   "Mengapa kau menganggap aku sebagai musuhmu?"

   "Sekalipun kau bukan musuh kami, kakakmu adalah musuh kami. Masa kau tidak membantu kakakmu?"Dia khawatir setelah mengucapkan hal itu maka dia akan disiksa oleh Nyo Yan atau kena disiksa, tapi tanpa disadari pun hal tersebut telah dibocorkan pula. Nyo Yan pernah mendengar cerita tentang Khong-tong-pay dari mulut Lcng Ping-ji, maka secara lamat-lamat pun dia dapat menduga beberapa bagian, maka segera tanyanya.

   "Apakah yang kau maksud Beng Hoa?"

   "Benar, kau dan Beng Hoa adalah saudara, soal ini kami sudah mengetahuinya sedari dulu."

   "Hmmm, dia she Beng dan aku she Nyo, aku tak punya engkoh seperti dia,"

   Kata Nyo Yan dingin.

   "Aku tak tahu apa sebabnya kalian bermusuhan dengan dia, tapi seandainya dia berada di sini sekarang, akulah orang pertama yang akan bertarung melawannya."

   Sekalipun Lau Hok-pi adalah seorang yang kasar, bukan berarti dia bodoh sekali, segera pikirnya.

   "Konon sejak dilatihkan bocah ini. sudah diajak Miau Tiang-hong menuju ke gunung Thian-san, tapi permusuhan antara keluarga Beng dengan keluarga Nyo juga banyak jago persilatan yang tahu, jangan-jangan bocah ini sudah mengetahui riwayat hidup sendiri? Karena dia membenci Beng Goan-cau, maka dia pun membenci Beng Hoa?"

   Sementara itu, Nyo Yan telah berkata lebih jauh.

   "Oleh sebab itu kau pun tak usah khawatir kalau Beng Hoa dan aku mempunyai hubungan, pertanyaan yang kuajukan pun boleh kaujawab dengan segera, sekalipun menyangkut Beng Hoa juga tidak mengapa. Asal kau sudah berbicara, maka aku akan segera melepaskan kakakmu. Di kemudian hari, bila kalian hendak menghadapi Beng Hoa pun, aku bersedia membantu kalian."Lau Hok-pi merasa jiwa saudaranya jauh lebih penting, apalagi dia pun rela mengorbankan jiwanya demi melindungi keselamatan kakaknya. Maka setelah mendengar perkataan Nyo Yan, timbul kembali harapan dalam hatinya, dia segera berseru.

   "Sungguhkah perkataan itu?"

   Nyo Yan segera mengangkat telapak tangannya dan membacok batu cadas yang berada di hadapannya menjadi empat lima bagian, kemudian serunya dengan lantang.

   "Bila aku mengingkari janji, batu inilah saksinya!"

   "Baik, kalau begitu tanyalah, akan kujawab sebisa mungkin"

   "Perselisihan apakah yang terjalin di antara kalian dengan siluman perempuan kecil she Liong itu?"

   "Kami pun baru belakangan ini tahu kalau ada seorang manusia seperti ini."

   "Kalau memang begitu, mengapa kalian turut serta di dalam usaha penangkapan ini?"

   "Ada orang yang menyuruh kami datang kemari." ."Siapakah orang itu?"

   Lau Hok-pi menjadi sangsi untuk beberapa saat lamanya dan tak mampu menjawab.

   "Ayo katakan saja, terlepas apa pun alasanmu berbuat demikian, tak akan menyusahkan dirimu."

   Saat itulah, Lau Hok-pi baru menjawab.

   "Dia adalah Pek-tou Sancu!"

   "Siapakah pemilik dari Bukit Unta Putih ini? Siapakah nama aslinya?"

   "Aku belum pernah berjumpa dengan Pek-tou Sancu, terhadap asal-usulnya juga kurang tahu. Dia hanya mengutusseorang muridnya untuk memberitahukan hal itu kepada kami."

   Nyo Yan menjadi tercengang, segera serunya.

   "Mengapa kau hendak membantu dia? Dulunya, bagaimana kalian bisa saling berhubungan?"

   "Peristiwa ini terjadi pada tiga tahun berselang, peristiwa itu berlangsung di atas bukit In-tui-gay!"

   "Di mana letak bukit In-tui-gay tersebut?"

   "Suatu tempat yang terpencil di belakang bukit Kbong-tong- san, tempat itu amat strategis letaknya tapi cukup berbahaya medannya, dari kuil Cing-siu-koan masih sejauh enam tujuh li, anggota partai kami jarang sekali ke sana. Tapi setiap hari kami berada di tempat itu."

   "Apa yang kalian kerjakan disana?"

   "Waktu itu kami sedang melatih ilmu Siang-huan-pat-ciat tinggalan mendiang guru kami, dan kami pun tak ingin diketahui oleh anak murid Tan Khu-seng, maka kami berdua pun mencari suatu tempat yang terpencil letaknya untuk melatih diri."

   Setelah tahu kalau mereka sedang melatih ilmu secara rahasia, Nyo Yan menjadi geli sekali pikirnya.

   "Tan Khu-seng maupun Beng Hoa mempunyai ilmu silat yang luar biasa sekali, dengan sedikit ilmu silat yang kalian miliki, aku saja tidak memandang sebelah mata, apalagi mereka? Betul-betul katak dalam sumur."

   Terdengar Lau Hok-pi berkata lebih jauh.

   "Waktu itu, seperti biasa kami berlatih ilmu silat di tebing In-tui-gay pagi- pagi, sewaktu berlatih sampai jurus yang terakhir, di mana empat gelang bersama-sama menghantam batu cadassehingga memercikkan bunga api, belum lagi kami memeriksa bekas di atas batu tersebut dan mencoba untuk mem- bandingkan dengan bekas yang ditinggalkan kemarin, terdengar ada orang berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Haahh haahh haahh bila Jit-gwat-siang-huan bisa dilatih hingga mencapai kesempurnaan seperti ini, hitung-hitung lumayan juga."

   "Kami merasa amat terkejut dan segera berpaling, tampak ada dua orang lelaki bercambang sudah berdiri di hadapan kami, entah sedari kapan dia sudah berdiri di sana."

   "Siapakah kedua orang itu? "

   Pada waktu itu, aku pun tidak tahu siapakah mereka. Tapi kalau dilihat tampangnya bukan bangsa Han, hanya bahasa Han yang dipergunakannya sangat lancar.

   "Aku merasa terkejut sekali, meskipun dari luar mereka kedengarannya seperti memuji kami, padahal yang benar mereka seperti sedang memberi nasihat kepada kami dan sama sekali tak memandang sebelah mata terhadap kami berdua. Begitu mendengar ucapan itu, aku jadi naik pitam, coba kalau bukan kakakku mencegah aku bertindak, hampir saja aku akan bertarung melawannya."

   Diam-diam Nyo Yan tertawa geli, pikirnya.

   "Kakakmu memang jauh lebih tahu urusan daripada dirimu, kau seperti gentong nasi, bila sampai bergebrak, sudah pasti kau akan keok."

   Lau Hok-pi bukan orang yang kelewat tolol, tampaknya dia tahu kalau Nyo Yan sedang menertawakan dirinya, dengan wajah memerah segera lanjurnya.

   "Benar, aku adalah gentong nasi. Tapi waktu itu kegusaran sedang berkobar dalam dada, aku tak sempat untuk berpikir lebih jauh, menanti kedua orang itu sudah berada di hadapanku, aku baru sadar bahwa ilmu silat yang kumiliki masih belum sanggup untuk menandingilawan. Untung kakakku segera menarik tanganku hingga aku menjadi sadar. Maka aku pun terpaksa bertanya jawab dengan mereka.

   "Tanya kakakku kepada mereka, Siapakah kalian? Datang kemari mau apa?* "Salah seorang di antaranya segera tertawa dan menyahut, Sekalipun kalian tidak mengetahui siapakah aku, aku tahu siapakah kalian. Tentunya kalian berdua adalah dua bersaudara Lau, murid Tong Cin-cu, ketua Khong-tong-pay yang lampau bukan?*"

   "Siapakah mereka?"

   Tanya Nyo Yan.

   "Yang seorang bernama Sugong Cau, sedang yang lain bernama Buyung Sui."

   Mendengar nama tersebut, Nyo Yan segera berpikir.

   "Nama marga Sugong dan Buyung adalah nama marga yang biasanya digunakan orang-orang See-ih, bangsa Han yang memakai nama marga Sugong mungkin jauh lebih banyak tapi nama marga Buyung rasanya hanya ada di See-ih saja. Kedua nama ini rasanya belum pernah kudengar sebelumnya."

   Perlu diketahui, Thian-san terletak di sudut daratan Tionggoan yang terpencil dan jauh letaknya.

   Sejak kecil Nyo Yan memang seringkah mendengar para suheng-nya membi- carakan tentang jago-jago persilatan, tapi jago See-ih lebih banyak disinggung daripada jago lain.

   Itulah sebabnya terhadap nama jago-jago See-ih, dia jauh lebih hafal daripada nama-nama jagoan Tionggoan.

   Terdengar Lau Hok-pi berkata lebih jauh.

   "Setelah kudengar nama mereka itu, tak tahan lagi timbul perasaan ingin tahu dalam hati kecilku, maka segera kutanya mereka, Aku sajatidak mengetahui siapakah kalian berdua, dari mana kalian mengetahui diri kami dengan begitu jelas? "Buyung Sui yang tampaknya berusia lebih kecil segera menjawab, Bukan saja aku mengetahui kedudukan kalian dalam partai Khong-tong, kami pun khusus datang kemari untuk mencari kalian! * "Aku mengira mereka memang datang untuk mencari gara- gara, rupanya pertarungan ini mungkin tak bisa dihindari lagi.

   "Tapi sebelum aku berbuat sesuatu, kakakku telah mengerlingkan matanya mencegah aku bertindak seraya berkata, Kami sama sekali tidak kenal dengan kalian berdua, entah ada urusan apa kalian datang mencari kami? "Sugong Cau yang berusia lebih tua segera menjawab, Kami sengaja datang kemari untuk membantu kalian dua bersaudara! "Ucapan ini kedengaran aneh sekali, maka tanpa terasa aku pun bertanya lagi, Dari mana kalian bisa tahu kalau kami membutuhkan bantuan orang?* "Seperti senyum tak senyum Buyung Sui menyahut, Walaupun ilmu silat yang kalian miliki terhitung lumayan juga, tapi sayang. "Berbicara sampai di sini dia segera berhenti, maka kakakku segera bertanya, Sayang kenapa? "Setelah tersenyum, orang itu baru melanjutkan, Sayang sekali, walaupun kalian berlatih sepuluh tahun lagi juga tak mungkin bisa mencapai seperti apa yang diharapkan.* "Dia seperti bukan menjawab pertanyaanku, tapi sebodoh- bodoh-nya aku pun dapat memahami perkataannya. Jelas diamaksudkan kalau kepandaian kami belum cukup dan perlu bantuan dari mereka.

   "Mendengar perkataan tersebut, kami dua bersaudara merasa kaget bercampur keheranan.

   "Akhirnya kakakku berkata lagi, Perkataanmu itu sungguh aneh sekali, padahal baru saja berjumpa, darimana kau bisa mengetahui apa yang kami pikirkan di hati? "Apakah kau menginginkan aku mengungkap semua isi hati kalian? tanya Buyung Sui kemudian sambil tertawa.

   "Kami tak berani segera menjawab, maka mulut kami pun ditutup rapat-rapat.

   "Pada saat itulah Sugong Cau berkata, Buyung hiante, soal ini merupakan rahasia mereka, kita harus memikirkan untuk mereka, hati-hati kalau di balik dinding ada telinga. "Begitulah, kedua orang itu segera bertanya jawab sendiri, kata Buyung Sui kemudian, Benar aku harus menulis dengan tulisan saja. "Sembari berkata dia pun menggunakan ujung jarinya mengukir beberapa patah kata di atas sebuah batu cadas yang besar, setiap huruf yang diukurnya itu melesak sedalam tiga inci. Tampaknya kekuatan jari tangannya itu jauh lebih besar daripada kekuatan Jit-gwat-siang-huan yang kami miliki!"

   "Beberapa patah kata tulisan itu adalah"

   Tanya Nyo Yan kemudian. Lau Hok-pi seperti tak berani mengucapkannya keluar, dia tampak seperti sangsi. Melihat itu, Nyo Yan segera bertanya lagi.

   "Apakah ada hubungannya dengan Beng Hoa?""Benarkah kau tidak mengang- gap Beng Hoa sebagai kakakmu?"

   Bukan menjawab, Lau Hok-pi malah balik bertanya lagi. Nyo Yan segera mendengus dingin.

   "Hmm setiap perkataan yang sudah kuutarakan aku tak senang mengulanginya kembali."

   "Baik, aku mempercayai perkataanmu itu. Tan Khu-seng menerima jabatan sebagai ciangbunjin partai kami tepat pada saat guru kami menemui tragedi yang mengenaskan. meskipun beliau bukan tewas di tangan Tan Khu-seng, tapi kematian-nya adalah akibat dari ulahnya. Sekalipun kami tak ingin membalas dendam terhadap Tan Khu-seng, namun dalam hati kecil kami pun tidak dapat melupakan aib yang me- nimpa perguruan kami ini. Apalagi kami pun tidak merasa puas atas kedudukan Tan Khu-seng sebagai ciangbunjin partai kami."

   "Apakah ilmu silat yang dimiliki Tan Khu-seng kurang tinggi?"

   "Dia adalah seorang tokoh persilatan yang paling berbakat dan tak pernah dijumpai dalam Khong-tong-pay selama seratus tahun belakangan ini."

   "Lantas dalam hal apa kalian tidak puas?"

   Lau Hok-pi termenung sebentar, kemudian sahurnya.

   "Buat orang persilatan, yang diutamakan adalah urutan nama. Kami adalah angkatan tua, sedangkan Tan Khu-seng menurut urutan masih termasuk sute kami. Apalagi menjadi seorang ciangbujin toh tidak tergantung soal ilmu silat saja."

   "Apakah pamornya kurang baik?"

   Tanya Nyo Yan."Setiap pendekar dan orang gagah mendukungnya."

   "Lantas apa sebabnya kalian merasa tidak puas?"

   "Setiap perguruan mempunyai peraturannya sendiri-sendiri, semenjak Tan Khu-seng jadi ciangbunjin, pada hakikatnya dia telah memporak-porandakan peraturan Khong-tong-pay yang sudah berlaku turun temurun sejak cousu pendiri partai. Sekalipun peraturan itu boleh saja membuat kami merasa tak senang, tapi tak bisa kuutarakan kepada orang luar."

   Mendengar itu Nyo Yan segera tertawa.

   "Aku paling takut kalau sudah mendengar soal peraturan, pantangan dan sejenisnya, sekalipun kau bersedia menerangkan kepadaku, belum tentu aku bersedia mendengarkannya. Pokoknya aku tahu kalau kalian berdua tidak setuju kalau Tan Khu-seng menjadi ciangbunjin. Nah, lanjutkan ceritamu."

   Lau Hok-pi segera menyambung kembali ceritanya.

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kalau Tan Khu-seng yang menjadi ciangbunjin, kami sih tak bisa berbuat apa-apa, yang paling kami khawatirkan adalah bilamana kedudukan ciangbunjin tersebut diwariskan kepada Beng Hoa di kemudian hari Ilmu silat yang dimiliki Beng Hoa sekarang sudah tidak berada di bawah ilmu silat gurunya, nama serta pamornya dalam dunia persilatan juga ibarat matahari di tengah angkasa. Kalau ditinjau dari keadaan ini, bisa jadi kedudukan ciangbunjin Khong-tong-pay yang akan datang akan jatuh ke tangannya."

   "Apa salahnya kalau Beng Hoa yang menjadi ciangbunjin?"

   "Ilmu silat Beng Hoa yang berasal dari Khong-tong-pay tidak terlalu banyak, dia mempunyai beberapa orang guru, malah tercatat sebagai murid Thian-san-pay. Seandainya Khong-tong-pay dipimpin seorang ciangbunjin seperti dia, bukankah Khong-tong-pay pada akhirnya akan menjadi partaicabang dari Thian-san-pay? Terlepas apakah ilmu silat Thian- san-pay lebih hebat dari ilmu silat Khong-tong-pay, tapi bagaimanapun juga partai Khong-tong-pay adalah warisan dari cousu-cousu kami, sebagai anggota perguruan yang setia, kami merasa tak tega untuk membiarkan warisan cousu kami harus berganti haluan. Sehebat-hebatnya kepandaian silat Beng Hoa, dalam pandangan kami toh dia cuma seorang cucu yang tak berbakti."

   Nyo Yan yang mendengar ucapan itu diam-diam menghela napas panjang, pikirnya, Ternyata pandangan dari suatu perguruan besar di dalam dunia persilatan begitu dalam dan luas! Apalagi mereka mcncampur-adukkan budi dendam leluhur mereka, tak heran kalau urusannya makin ruwet dan tidak keruan.

   Tapi itu urusan mereka sendiri, aku tak usah mencampuri urusan yang memusingkan kepala ini."

   Terdengar Lau Hok-pi berkata lebih jauh.

   "Itulah sebabnya di samping melatih diri dengan tekun kami mulai berusaha menghubungi rekan seperguruan lainnya terutama sekali para anggota perguruan yang mempunyai pandangan serta penda- pat yang sealiran dengan kami. Maksudnya kami bersiap sedia di saat keadaan sudah matang akan menolak Beng Hoa menjadi ciang-bunjin. Tapi sebelum keadaan menjadi matang, rencana kami ini paling baik kalau tidak diutarakan dulu kepada sesama anggota perguruan.

   "Siapa tahu, rahasia hati kami berhasil ditebak secara jitu oleh manusia asing itu. Mereka beberkan melalui tulisan. Dengan ujung jari tangannya Buyung Cui menulis enambelas patah kata di atas batu cadas itu, selain hurufnya jelas, masuk ke dalam batu sedalam tiga inci, bahkan jauh lebih rapi daripada pekerjaan seorang pemahat. Keenam-belas huruf itu adalah,Aib perguruan sukar dilupakan, Ton Khu-seng, Beng Hoa, apa yang perlu ditakuti! Mendengar sampai di situ, Nyo Yan segera tergelak, timbrungnya dengan cepat.

   "Pada kalimat yang atas dia telah membongkar rahasia hati kalian berdua, sedangkan pada kata kalimat terakhir mereka maksudkan hendak menjadi tulang punggung kamu berdua. Cuma kalau dilihat dari demonstrasi ilmu silat yang diperlihatkan Buyung Cui tersebut, kendatipun ilmunya bisa menandingi Ki m-kong-ci dari Siau-lim-si, belum tentu bisa mengungguli Tan Khu-seng dan Beng Hoa. Walaupun aku belum pernah melatih ilmu Kim-kong-ci, namun kalau dipaksakan masih sanggup untuk mengerj akanny a."

   Berbicara sampai di situ, dia lantas mengerahkan jari tangannya dan menulis beberapa huruf di atas batu cadas.

   Dalam waktu singkat di atas sebuah batu cadas yang keras dan kuat itu sudah muncul sederet tulisan, kalau dilihat dari huruf yang tertera dalam batu cadas itu, sudah jelas tiap huruf melesak sedalam tiga inci ke dalam batu.

   Tulisan tersebut berbunyi demikian, Ucapan yang membuai, ibarat katak dalam sumur.

   Selesai menulis, sambil tertawa terbahak-bahak terusnya.

   "Haah haah haah, orang yang berani mengatakan, Tan Khu- seng, Beng Hoa apa yang ditakuti, paling tidak ilmu silat yang dimilikinya harus sepuluh kali lipat lebih hebat daripada ke- pandaian ku."

   Lau Hok-pi menjadi terperanjat dan ketakutan setengah mati, serunya cepat-cepat.

   "Nyo siauhiap, kau jangan menertawakan pendapatku sebagai katak dalam sumur,menurut pendapatku, ilmu silat yang kau miliki masih bisa menandingi Tan Khu-seng apalagi Beng Hoa, ilmu silatmu jauh lebih hebat daripada dirinya!"

   Dengan cepat Nyo Yan menggeleng.

   Tidak, masih selisih jauh sekali.

   Cuma kau pun tak usah menaruh curiga kalau ucapan tersebut tidak sejujurnya, apa yang telah ku utarakan selamanya pasti kuturuti.

   Seandainya Beng Hoa berada di sini sekarang, kendatipun ilmu silatku tak bisa mengungguli dia, pasti akan kulawan dirinya habis- habisan.

   "Untuk bisa mengalahkan mereka guru dan murid berdua sesungguhnya tak usah memiliki ilmu silat yang sepuluh kali lipat lebih hebat daripada dirimu. Tapi didengar nada pembicaraan Buyung Cui, pada hakikatnya dia tidak memandang sebelah mata pun terhadap guru dan murid dua orang itu.

   "Meski jago silat yang kukenal sangat terbatas, namun menurut apa yang kuketahui, orang yang masih bisa mengungguli guru dan murid dua orang itu, termasuk yang sudah mati, mungkin hanya dua orang saja!"

   "Apakah salah seorang di antaranya adalah gurumu Teng locian-pwee? Konon dia telah meninggal dunia tahun berselang?"

   Tanya Lau Hok-pi.

   "Benar. Tapi sekalipun guruku itu masih hidup, belum tentu dia berani mengucapkan kata-kata seperti Tan Khu-seng Beng Hoa apa yang perlu ditakuti."

   "Lantas siapakah orang yang kedua?"

   Tanya Lau Hok-pi dengan perasaan ingin tahu."Dia adalah seorang guruku yang lain, sekalipun kuutarakan juga tak akan kau kenal."

   Dalam keterkejutannya, Lau Hok-pi segera berpikir.

   "Akumasih mengira orang yang kedua adalah jago pedang nomor wahid di kolong langit Kim Tiok-liu, ternyata di dunia ini masih ada orang lain yang setaraf ilmu silatnya dengan Teng Keng-thian; pengetahuanku benar-benar amat picik. Bocah keparat ini bisa memiliki dua orang guru yang begitu tangguh, tak heran kalau ilmu silat yang dimiliki begitu lihay!"

   Perlu diketahui Kim Tiok-tiu si jago pedang nomor wahid di kolong langit itu kecuali memiliki seorang putra dan seorang putri (putrinya adalah Kim Bik-ki, istri Beng Hoa) dia hanya punya seorang murid yang di luar nama marganya, yakni putra kedua dari suheng-nya, Kang Hay-thian, yang bernama Kang Siang-hun.

   Setiap orang persilatan mengetahui persoalan ini dengan jelas sehingga sudah barang tentu dia bukan guru kedua dari Nyo Yan.

   "Di luar langit masih ada langit, di atas manusia pintar masih ada manusia pintar lainnya,"

   Kata Nyo Yan kemudian.

   "Aku tidak berani mengatakan apakah di kolong langit ini sudah tiada orang yang bisa mengungguli kedua orang guruku lagi, tapi yang pasti orang itu bukan Buyung Ciri!"

   "Tapi dia pun mengatakan kalau orang itu bukan dia sendiri, juga bukan suheng yang datang bersamanya,"

   Bantah Lau Hok-pi dengan cepat. Nyo Yan menjadi tertegun.

   "Lantas siapakah orang itu?"

   Serunya kemudian.Lau Hok-pi berkisah lebih jauh.

   "Nyo siauhiap, apa yang kau curigai tadi persis seperti apa yang kami ragukan waktu itu. Tenaga dalam yang dimiliki Tan Khu-seng dan Beng Hoa amat dahsyat dan itu sudah kami ketahui, maka setelah Buyung Cui selesai menulis ke-enambelas huruf di atas batu cadas tersebut, kakakku pun berkata, Ilmu silatmu amat lihay dan jauh mengungguli kami, sungguh mengagumkan, sungguh mengagumkan. Tapi seandainya berjumpa dengan ilmu Oh- ka-cap-pwee-pa dari Tan Khu-seng, kemungkinan besar ilmu Kim-kong-ci-mu itu tak sempat digunakan lagi!"

   Tiba-tiba Nyo Yan menimbrung.

   "Sebetulnya ilmu silat macam apa sih Oh-ka-cap-pwee-pa tersebut..?"

   "Itulah satu jurus ilmu pedang yang diciptakan oleh Tan Khu-seng, dalam satu gebrakan menusuk dela-panbelas buah jalan darah di tubuh musuh. Belasan tahun berselang, ketika ia berada di bukit Tay-seng-hong di wilayah Sinkiang, dia per- nah menggunakan jurus pedang tersebut membuat delapanbelas buah lubang besar di atas batuan cadas yang keras sehingga membuat kabur seorang gembong iblis, pada- hal pedang yang dipergunakan olehnya waktu itu hanya sebilah pedang biasa."

   Di atas bukit Soat-san-yang menjulang tinggi ke angkasa, terdapat semacam baru cadas berwarna hitam yang kerasnya melebihi baja, batuan semacam inilah yang dimaksudkan, itulah sebabnya batu cadas itu sama sekali tidak mengalami perubahan apa pun meski sudah berabad-abad lamanya.

   Ketika masih kecil dulu, Nyo Yan pernah juga mendengar orang membicarakan tentang soal ini, maka segera pikirnya.

   "Dengan sebilah pedang biasa, ternyata dia mampu membuat delapanbelas lubang di atas batu cadas besi hitam, bisa dibayangkan tenaga dalamnya luar biasa sekali, dan jauhkalau dibandingkan dengan ilmu Kim-kong-ci Buyung Cui. Apalagi kalau Buyung Cui berani bertarung melawannya, mungkin belum lagi tubuhnya berhasil mendekat, tubuhnya sudah bertambah dulu dengan delapanbelas lubang besar. Ketika delapanbelas buah jalan darahku kena ditusuk oleh Beng Hoa tempo hari, mungkin jurus pedang inilah yang digunakan."

   Sementara dia masih termenung, terdengar Lau Hok-pi sudah berkata lebih jauh.

   "Buyung Cui rupanya tahu tentang riwayat Oh-ka-cap-pwee-pa tersebut, tapi setelah mendengar itu, dia malah tertawa terbahak-bahak."

   "Apa yang dia tertawakan?"

   Tanya Nyo Yan dengan nada tercengang.

   "Apa yang dikatakan memang benar, dia sudah memeriksa bekas tusukan pedang yang ditinggalkan Tan Khu-seng di atas batu cadas tersebut dan diakui kalau dia tak mampu untuk mematahkan jurus pedang tersebut. Sedangkan Beng Hoa, sekalipun dia hanya mengeluarkan ilmu pedang Thian-san- kiam-hoat atau Tay-si-mi-kiam-si serta ilmu Boan-yok-sinkang yang diperolehnya dari kuil Lan-tou-si di negeri Tbian-tok, belum tentu mereka dua bersaudara seperguruan dapat mengungguli Beng Hoa. Tapi dia pun berkata lagi, Di luar langit masih ada langit, di atas manusia pintar masih ada manusia pintar lainnya. Ada satu orang yang mengetahui dengan jelas ilmu silat Tan Khu-seng maupun Beng Hoa. Di dalam pandangannya, apa itu Oh-ka-cap-pwee-pa, apa itu Tay-si-mi- kiam-hoat, atau Boan-yok-sinkang, semuanya itu tiada harganya sama sekali. "Tentu saja kami tidak percaya dengan omongan itu, sehingga serentak bertanya bersama, Siapakah orang itu?"Pada saat itulah Buyung Cui baru menyebutkan nama orang itu, Dia adalah Pek-tou Sancu!"

   Nyo Yan merasa terkejut sekali sesudah mendengar kisah tersebut, dengan cepat pikirnya.

   "Aku tahu Bukit Unta Putih tersebut letaknya berada di pinggir perbatasan dengan Tibet, dari bukit Tay-kiat-nia masih ada seribu li jauhnya. Sewaktu pulang dari bukit Tay-kiat-nia, aku pun pernah berkunjung ke Bukit Unta Putih, tapi tidak kuketahui kalau di atas Bukit Unta Putih terdapat seorang manusia yang begini lihay!"

   Terdengar Lau Hok-pi kembali bercerita.

   "Pada waktu itu kami pun belum mau percaya, segera kami bertanya lagi, Sebetulnya Pek-tou Sancu ini berasal dari aliran mana? Mengapa kami belum pernah mendengar tentang jagoan dalam dunia persilatan yang mempergunakan julukan tersebut?* "Mendengar pertanyaan kami ini, Buyung Cui segera tertawa terbahak-bahak, Haah haa haah ilmu silat yang dimiliki Pek-tou Sancu tiada tara dalamnya, hampir semua ilmu silat yang ada di berbagai perguruan besar di daratan Tionggoan maupun negeri Thian-tok diketahui olehnya, dan tiada ilmu silat yang tak bisa dipatahkan olehnya. "Ilmu silatnya merupakan aliran yang tersendiri dan pada hakikatnya tak termasuk dalam aliran yang mana pun. Dewasa ini hanya beberapa orang saja yang tahu tentang dia, andaikata Teng lociangbun dari Thian-san-pay belum meninggal, mungkin dia masih pantas untuk menanyakan namanya.* "Sudah jelas maksud dari perkataannya itu adalah manusia sebangsa Tan Khu-seng serta Beng Hoa masih belum berhak untuk mengetahui siapa dia, apalagi kami yang tidak pernahmendengar nama tersebut, hal tersebut sesungguhnya bukan sesuatu yang aneh.

   "Kakakku lantas bertanya,4 Apakah Pek-tou Sancu adalah guru kalian? "Sugong Cau, kakak seperguruan Buyung Cui segera menyahut, Kami tak berani mengaku sebagai anggota perguruan Pek- tou Sancu, namun kami memang sudah banyak tahun berbakti kepadanya dan atas kebaikan hatinya mendapat didikan ilmu silat selama tiga hari. Dia orang tua mengetahui keinginan kalian itu, maka kami sengaja diutus datang kemari untuk menyampaikan pesan dari dia orang tua. Sekarang kalian sudah mempunyai seorang tulang punggung yang kuat, jangan khawatir tak mampu mengalahkan Tan Khu-seng dan Beng Hoa, bahkan dia orang tua pun mengabulkan permintaan kalian untuk membantu seorang di antara kalian menjadi ciangbunjin Khong-tong-pay. "Ketika berbicara sampai di situ, dia lantas menggunakan telapak tangannya untuk menyeka lapisan batu itu, kemudian berkata lagi, Rahasia ini merupakan rahasia pribadi kalian yang tak boleh diketahui orang luar, kami bantu kalian untuk menghadapinya. "Ketika selesai berkata dan menarik kembali tangannya, permukaan batu cadas tersebut sudah licin kembali, tulisan itu seakan-akan lenyap tak berbekas dengan begitu saja. Kepandaiannya itu boleh dibilang jauh lebih hebat dari ilmu Kim-kong-ci sute-nya.

   "Padahal mereka hanya belajar ilmu selama tiga hari saja dari Pek-tou Sancu, namun kelihayannya sudah mengagumkan, sebab itulah meski kami tak beranimempercayai perkataannya seratus persen, mau tak mau juga percaya beberapa bagian!"

   Ambisi Pek-tou Sancu Dengan suara dingin Nyo Yan berkata.

   "Tentu Sancu tak akan membantu usaha kalian itu tanpa syarat bukan? Apa syarat yang dia ajukan?"

   Terlintas perasaan malu dan menyesal di atas wajah La u Hok-pi, dia bungkam seribu bahasa.

   "Apakah kau merasa rikuh untuk mengutarakannya kepadaku?"

   Ucap Nyo Yan lagi.

   "Baiklah, kalau begitu aku yang akan membantu kalian untuk mengutarakannya. Apakah sejak hari itu kalian harus menuruti semua perintah Pek-tou Sancu?"

   "Bahkan mereka pun menyuruh kakakku dengan kedudukannya sebagai calon ketua Khong-tong-pay yang akan datang untuk mendukung Pek-tou Sancu sebagai tiong-cu (pemimpin)nya."

   Nyo Yan segera tertawa dingin.

   "Ooh, rupanya kalian telah menemukan seorang tulang punggung yang begitu hebat, jadi lantaran kalian membutuhkan bantuan mereka maka tak heran kalau kalian pun rela diperintah dan diperbudak orang lain?"

   Lau Hok-pi tertawa getir.

   "Sekalipun tidak rela, kami bisa apa lagi? Dia telah mengetahui rahasia kami dan memancing dengan imbalan yang menawan hati, di dalam keadaan terdesak, bila kami tidak menurut mungkin bukan cuma pamor kami saja yang bakal rusak, nyawa pun bisa turut melayang.""Kalian rela berbakti kepada Pek-tou san-cu juga boleh, dipaksa oleh keadaan juga boleh, yang jelas persoalan tersebut sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan diriku, dan aku pun tak ada waktu untuk mengurusi urusan tetek bengek kalian itu. Sekarang aku hanya ingin tahu, sebenarnya karena persoalan apakah kalian datang ke kota Tio-gi kali ini?"

   "Kali ini Pek-tou Sancu mengutus Buyung Cui menemui kami. Dia tak mengatakan apa-apa, hanya menyuruh kami pergi ke Lan-ciu untuk bergabung dahulu dengan Phang Tay- yu, sebelum berjumpa dengan Phang Tay-yu, kami malah sama sekali tak tahu menahu tentang siluman perempuan kecil itu."

   "Apakah Phang Tay-yu juga berasal dari Bukit Unta Putih?n "Kami sendiri pun kurang jelas. Buyung Cui pernah berpesan kepada kami, agar kami jangan semba-rangan membicarakan soal rahasia Bukit Unta Putih dengan Phang Tay-yu. Tetapi dia pun menambahkan, asal kami telah berjumpa dengan Phang Tay-yu, maka Phang Tay-yu segera tahu karena persoalan apakah kami datang mencarinya."

   "Pek-tou Sancu telah mengundang kawanan jago kenamaan dari mana saja? Apakah dia bakal datang sendiri"

   "Aku tak tahu. Apa yang kuketahui telah kuberitahukan semua kepadamu. Sekarang, aku minta kau suka melepaskan kakakku."

   "Kau tak usah terburu nafsu. Terima kasih banyak atas kesediaanmu untuk memberitahukan begitu banyak persoalan kepadaku, dan sekarang aku pun ada beberapa patah kata yang hendak dibicarakan denganmu."Lau Hok-pi merasa gelisah dan tidak tenteram, tapi terpaksa sahutnya.

   "Harap Nyo siauhiap sudi memberi petunjuk."

   "Kalian tak setuju Beng Hoa menjadi ciangbunjin Khong- tong-pay, alasan yang terutama adalah khawatir pelajaran Beng Hoa yang terdiri dari berbagai aliran akan merusak ilmu silat asli dari Khong-tong-pay, bahkan khawatir menjadi partai cabang dari Thian-san-pay. Tapi pernahkah kalian bayangkan, seandainya kalian menuruti perintah Pek-tou Sancu, sekalipun di kemudian hari kakakmu diangkat sebagai ciangbunjin, tapi dalam soal apa pun Khong-tong-pay tak bisa mengambil keputusan sendiri, Khong-tong-pay tak lebih hanya sebuah partai boneka di bawah perintah Pek-tou Sancu, apa bedanya hal ini dengan partai cabang dari Thian-san-pay? Kalau memang menjadi seorang ciangbunjin, sedikit banyak kalian harus punya semangat jantan, jiwa ksatria, pikiran jujur dan jiwa besar!"

   Lau Hok-pi merasa peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, cepat dia berseru.

   "Sebelum aib dari perguruan kami dituntut balas, terpaksa kami harus menyingkirkan dulu masalah tersebut."

   "Aku tak mau mencampuri persengketaan pribadi di dalam tubuh Khong-tong-pay. Menurut penda-patku, belum tentu Beng Hoa sudi menjadi ciangbunjin dari Khong-tong-pay kalian."

   "Sudi atau tidak adalah urusannya, berjaga-jaga sebelum semuanya terjadi merupakan tugas kami!"

   "Sekalipun kalian hendak menghadapi Tan Khu-seng serta Beng Hoa, paling tidak kalian harus mencari dukungan dari sesama anggota perguruan sendiri,"

   Kata Nyo Yan lebih jauh.Takluk di bawah perintah Pek-tou Sancu merupakan suatu tindakan yang keliru, tidak mencerminkan jiwa seorang enghiong hohan, apalagi memohon bantuan dari kuku garuda pemerintah penjajah bangsa Cing, tindakan ini lebih-lebih terkutuk lagi."

   Lau Hok-pi menjadi tertegun.

   "Siapa bilang kalau kami minta bantuan pihak kuku garuda bangsa Cing,* serunya "Nyo Yan, kalau kau ingin membunuh kami berdua, silakan turun tangan, tapi jangan memfitnah kami dengan hal yang bukan-bukan."

   "Phang Tay-yu adalah seorang kuku garuda bangsa Cing, apakah kalian benar-benar tak tahu?"

   Lau Hok-pi semakin tertegun lagi.

   "Li Wu-si juga berkata demikian, tapi kami tidak percaya.* "Mengapa kalian tidak percaya?"

   Tanya Nyo Yan cepat.

   "Sudah banyak tahun kami berkenalan dengannya, kami hanya tahu kalau dia adalah seorang hartawan yang kaya raya dan gemar mencari sahabat terutama sahabat dari dunia persilatan."

   Nyo Yan segera teringat akan Pui Hou, sambil tertawa dingin dia men-jengek.

   "Jangan kau anggap lantaran dia punya harta dan punya kedudukan, maka ia tak sudi menjadi seorang kuku garuda. Justru hanya manusia munafik pura- pura berhati bajik semacam dialah merupakan manusia yang paling rakus, yang kemaruk harta dan pangkat. Terus terang kuberitahukan kepadamu, aku sengaja menghancurkan tulang pi-pa-kut-nya karena aku sudah tahu kalau dia adalah seorang pengawal istana kerajaan Cing!"Menyaksikan ketegasan dan kesungguhannya sewaktu mengucapkan perkataan itu, mau tak mau Lau Hok-pi harus percaya juga. Maka dengan perasaan menyesal, gugup bercampur kaget dia lantas berkata.

   "Kami benar-benar tidak tahu kalau dia adalah kuku garuda. Bila kau tidak percaya bunuhlah diriku!"

   "Kalian toh bukan pengawal istana kerajaan Cing, mengapa aku harus membunuh kalian?"

   Berbicara sampai di situ, dia lantas menghela napas panjang, kemudian lanjurnya.

   "Aku sendiri pun bukan seorang pendekar sejati, lagi pula sekalipun seorang pengawal istana kerajaan Cing ada pula yang baik, bagaimana mungkin aku bisa membunuh mereka semua? "Kau tak usah khawatir, apa yang telah kuucapkan tetap akan kutaati dengan teguh."

   Sementara dia berbicara, dalam hatinya berpikir.

   "Kalau Phang Tay-yu adalah seorang pengawal istana kerajaan Cing yang jahat, apakah ayahku seorang pengawal istana yang baik?"

   Lau Hok-pi menjadi kegirangan setengah mati, cepat-cepat serunya menegaskan.

   "Jadi kau benar-benar bersedia melepaskan kami kakak beradik?"

   "Di kemudian hari bila kalian hendak menghadapi Beng Hoa dan membutuhkan ban tuanku, aku pasti akan membantu usaha kalian, itu, aku hanya memberitahukan kepadamu, sekalipun menghadapi musuh besar tidak seharusnya bertindak tanpa perasaan. Seperti misalnya aku tak sanggup mengungguli Bcng Hoa, aku lebih suka mati di ujung pedangnya daripada menjual diri dan berkhianat!"Berbicara sampai di situ dia lantas menyentilkan jari tangannya dari jarak sepuluh langkah untuk membebaskan jalan darah La u Hok-im yang tertotok. Sambil melompat bangun Lau Hok-im segera melotot gusar ke arah adiknya sembari mengumpat.

   "Kau benar-benar membuat aku kehilangan muka!"

   Dengan ketakutan Lau Hok-pi berseru.

   "Koko, aku hanya ingin hidup bersamamu. Kalau kau menganggap tindakanku ini salah, hukuman apa pun yang hendak kau limpahkan kepadaku akan kujalani dengan rela."

   "Lau lotoaJ"

   Nyo Yan segera menimbrung.

   "seharusnya kau bangga mempunyai adik seperti dia, demi menyelamatkan jiwamu dia baru memohon kepadaku, kau tak boleh menyalahkan dia, kalau tetap ingin menyalahkan dia salahkan diriku. Tapi kau tak usah khawatir, aku tidak akan memberitahukan rahasia kalian ini kepada orang lain."

   Lau Hok-im menunduk dengan sedih, katanya kemudian.

   "Nyo siauhiap, apa yang kau katakan tadi sudah kudengar semua dengan jelas dan terima kasih banyak atas nasihatmu. Tapi aku pun hendak memberitahukan kepadamu, kami bisa hidup terus dengan melakukan pelbagai perbuatan, tujuannya tak lain adalah untuk membalas dendam atas aib yang menimpa perguruan kami. Bila keinginanku ini sudah terkabul, aku pun tidak kemaruk dengan kedudukan ciangbunjin itu, kami cukup mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Kau harus tahu, aku orang she Lau bukan seorang manusia yang berjiwa tempe, tentang bantuan yang kau tawarkan, biar kuterima dalam hati saja, tak usah merepotkan dirimu lagi."Nyo Yan sama sekali tidak menyangka kalau dia memiliki jiwa yang begitu keras, ucapnya kemudian.

   "Bila aku salah berbicara, biarlah aku minta maaf kepadamu, buat apa kau harus berbuat demikian?"

   Lau Hok-im tidak bicara lagi, sambil menarik adiknya dia lantas berlalu dari situ.

   Memandang bayangan punggung mereka berdua yang menuruni bukit, Nyo Yan menggelengkan kepalanya berulang kali, sambil tertawa getir pikirnya, Tak heran kalau Liong yaya sering berkata, Mana yang baik sukar dilihat, mana yang masuk akal sukar diselidiki.

   Cukup dua orang ini saja, apakah mereka baik atau jahat rasanya tidak gampang untuk ditentukan secara pasti."

   Ketika Nyo Yan berjalan keluar dari hutan, matahari sudah berada di tengah awang-awang, rupanya tengah hari sudah menjelang tiba. Dia pun lantas berpikir.

   "Akhirnya aku berhasil juga mendapatkan setitik berita terang, sayang sekali dua bersaudara Lau belum pernah berjumpa dengan Pek-tou Sancu sehingga asal-usulnya sukar diketahui."

   Kemudian dia pun berpikir lebih jauh.

   "Sekalipun omongan Pek-tou Sancu kelewat besar namun kalau dilihat dari anak buahnya seperti Sugong Cau dan Buyung Cui, ilmu silat yang dimiliki memang tak boleh dianggap enteng. Sekarang mereka hendak menyulitkan Liong Leng-cu, aku harus segera menga- barkan hal ini kepadanya agar dia bisa segera mempersiapkan diri."

   Tapi bukit Ci-lian-san panjangnya mencapai ratusan li lebih, mencari seseorang di tempat yang begitu luas sesungguhnya bukan suatu pekerjaan yang gampang.

   Belum jauh dia berjalan, mendadak terdengar suara manusia dan langkah kaki manusia berkumandang datang."Kalian tak usah khawatir, serahkan semuanya kepadaku, aku pasti akan membantu kalian untuk membekuk Nyo Yan si bajingan cilik itu.

   Asal kalian serahkan bajingan cilik tersebut kepada Li Wu-si, masa Li Wu-si akan menyusahkan kalian lagi?"

   Suara tersebut berasal dari seorang pemuda. Menyusul kemudian terdengar seseorang yang lain berkata.

   "Im-tiong-siang-sat, tuan penolong yang kalian jumpai benar- benar hebat, hal ini tampaknya merupakan rejeki kalian yang amat besar. Asalkan ada Mo siauhiap yang maju, persoalan apa lagi yang khawatir tak terselesaikan? Sekalipun Nyo Yan si bajingan cilik ini tak berhasil dibekuk, Li Wu-si juga pasti akan memberi muka kepada Mo siauhiap."

   Nyo Yan mengenali suara tersebut berasal dari manusia cerewet yang semalam telah mengejek dan mencemooh Im- tiong-siang-sat habis-habisan itu. Kali ini, untuk menyanjung jagoan yang bernama "Mo siauhiap"

   Tersebut, ia tak segan-segan untuk merendahkan kembali derajat Im-tiong-siang-sat Dari tanya jawab kedua orang itu, Nyo Yan segera dapat mengambil sebuah kesimpulan.

   "Rupanya Im-tiong-siang-sat seperti juga dua bersaudara Lau, setelah Phang Tay-yu tertimpa musibah, mereka sebagai orang yang berada bersama Phang Tay-yu khawatir dicari oleh Li Wu-si dan Lok Kan-tang, maka cepat-cepat melarikan diri. Tapi siapakah pemuda itu? Agaknya ia tak terlihat semalam."

   Manusia yang pandai menjilat pantat itu bernama Tu Seng, dalam dunia persilatan hanya termasuk jagoan kelas dua, di dalam anggapannya sesudah menjilat pantat "Mo siauhiap"tersebut, tentu akan diperoleh sesuatu menggembirakan hatinya.

   Siapa tahu "Mo siauhiap"

   Itu hanya mendengus dingin, lalu dengan nada suara yang tampaknya tak senang hati segera menjengek.

   "Huuuh, Nyo Yan itu manusia macam apa, siapa bilang kalau aku tak mampu membekuknya?"* Buru-buru Tu Seng tertawa paksa, lalu sahutnya.

   Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Heehh heehh heehh bukan maksudku ilmu silat Mo siauhiap tak mampu membekuk bajingan cilik itu, yang kukha-watirkan adalah tidak berhasil menemukan jejaknya, kalau orangnya tidak ditemukan tentu saja orangnya tak bisa dibekuk, bukankah begitu?"

   Loji dari Im-tiong-siat-sat, Thian Keng, berwatak agak lurus dan berterus terang, dia tak sudi menerima kebaikan Tu Seng dan segera berkata.

   "Mo siauhiap, Nyo Yan si bajingan cilik ini adalah seorang jagoan yang berilmu hebat, Phang iotoa saja kena dipecundangi olehnya, kita tak boleh kelewat meman- dang ringan dirinya."

   Mo siauhiap tersebut segera tertawa dingin.

   "Heeehh heeehh heeehb kepandaian apa? Paling dia belajar beberapa jurus Thian-san-kiam-hoat, toh dia adalah murid penutup Teng Keng-thian? Heehh;.. heeehh heeehh empat murid utama Thian-san-pay pun tidak kupandang sebelah mata, apalagi cecunguk muda yang masih berbau tetek seperti dia."

   Buru-buru Tu Seng menjilat pantat lagi, segera umpaknya.

   "Betul, ilmu pedang Si-im-kiam (Pedang Pengejar Awan) dari keluarga Mo di Bong-lay adalah ilmu pedang yang hebat dan dikenal oleh setiap jagoan yang ada di kolong langit. Walaupun ilmu pedang Thian-san-ki am-hoat sudahtermasyhur selama ratusan tahun lamanya, namun semenjak ciang bunjin dua generasi yang lampau Teng Hiau-lan meninggal, makin hari makin suram, orang yang berbakat pun makin habis. Siapakah manusia di dunia ini yang tidak mengakui kalau ilmu pedang Si-im-kiam dari Bong-lay jauh lebih hebat daripada ilmu pedang Tui-hong-kiam dari Thian- san-pay?"

   Nyo Yan yang mendengarkan pembicaraan tersebut segera berpikir dalam hatinya.

   "Ooh rupanya keparat muda ini adalah keturunan keluarga Mo dari Bong-lay, tak heran kalau sikapnya begitu jumawa dan takabur sekali."

   Ternyata di daratan Tionggoan terdapat beberapa keluarga persilatan, seperti keluarga Tan dari Siok-ciu, keluarga Ki dari Po-teng, juga keluarga Tong dari Seng-tok, keluarga Kok dari Yang-ciu dan lain sebagainya, keluarga Mo dari Bong-lay di wilayah Shoatang merupakan salah satu keluarga persilatan yang amat ternama.

   Ilmu pedang Si-im-kiam-hoat dari keluarga itu mengutamakan gerakan yang lincah dan cepat.

   Kepala keluarga dari keluarga Mo sekarang bernama Mo Yang-po, di lima propinsi wilayah utara dia termasuk seorang jagoan yang disegani banyak orang.

   Berbicara soal nama, keluarga Ki dan keluarga Nyo dari Po- teng masih jauh berada di bawah mereka.

   Tentang keluarga persilatan ini, Nyo Yan sering mendengar dari penuturan Leng Ping-ji.

   Diam-diam si anak muda itu berpikir.

   "Kedudukan keluarga Mo tidak lebih tinggi daripada kedudukan Im-tiong-siang-sat. Heee heee heee aku memang sedang mencari saksi hidup, tak tahunya kalian datang mengantar diri, bagus sekali,cuma aku harus berubah pikiran dan tidak boleh hanya membekuk Im-tiong-siang-sat saja."

   Sam-sauya dari Keluarga Mo Begitu mengambil keputusan, Nyo Yan segera memunculkan diri sembari berseru.

   "Haah haah haah kalian tak usah repot-repot mencari bajingan cilik itu lagi, se- karang bajingan cilik sudah datang sendiri!"

   Begitu menampakkan diri, bn-tiong-siang-sat menjadi terperanjat sekali hingga tanpa sadar sudah melompat mundur ke belakang. Mo siauhiap ini menjadi naik darah, dia segera mencabut pedangnya.

   "Tunggu dulu f"

   Kembali Nyo Yan membentak.

   "Apa hubunganmu dengan Mo Yang-po?"

   Rombongan orang she Mo ini terdiri dari enam tujuh orang, kecuali Im-tiong-siang-sat, yang lain masih belum tahu keiihayan Nyo Yan, apalagi ada orang yang menjadi tulang punggung mereka, tak heran kalau orang-orang itu saling berebut untuk mencari muka.

   TU Seng, si tukang penjilat pantat itu segera memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk mencari muka, dengan suara menggeledek ia segera membentak, Tutup mulut anjingmu, kau si bajingan cilik itu manusia macam apa? Kau masih belum berhak untuk menyebut nama ayah Mo siauhiap dengan semaunya sendiri!"

   Ternyata "Mo siauhiap"

   Itu adalah putra paling bungsu dari Mo Yang-po yang bernama Mo Kt-yau. Dengan sorot mata yang amat sinis Mo Ki-yau melirik sekejap ke arah lawannya, kemudian menjawab dengan suaradingin.

   "Akulah sam-sauya dari keluarga Mo, kalau kau sudah tahu keiihayan keluarga Mo dari Bong-lay, lebih baik cepat- cepat menyerahkan diri untuk dibekuk!"

   Tu Seng segera turut menimbrung.

   "Hci, bajingan cilik, kau sudah dengar belum? Ayo cepat menampar mulut sendiri sambil menyembah minta ampun, bisa jadi Mo siauhiap akan memaafkan dosamu itu."

   Nyo Yan sama sekali tidak menggubris ocehan Tu Seng, melirik sekejap pun tidak; dia langsung berjalan ke hadapan Mo Ki-yau, lalu ujarnya sambil tertawa.

   "Mo sam-sauya, k e I ihayan apa sih yang dimiliki keluarga Mo kalian? Maaf kalau aku tidak mengetahuinya secara jelas, aku cuma tahu kalau ilmu silat yang kalian miliki mungkin hanya terhitung nomor dua di dunia ini."

   "Kau mengatakan ilmu pedang keluarga Mo kami tak mampu menandingi ilmu pedang Thian-san-pay kalian?"

   Bentak Mo Ki-yau penasaran.

   "Aku tidak mengatakan ilmu pedangmu!"

   Jawab Nyo Yan hambar. Mo Ki-yau menjadi tertegun.

   "Oho, kalau begitu kau maksudkan kepandaianku yang mana?"

   "Kepandaianmu membual, kecuali Pek-tou Sancu, mungkin tiada orang kedua yang bisa menan-dingimu!"

   Dengan perasaan terkejut Mo Ki-yau segera berpikir.

   "Heran, mengapa dia pun tahu tentang Pek-tou Sancu?"

   Berpikir sampai di situ, dengan penuh kegusaran segera bentaknya.

   "Bajingan cilik, kau tak usah menga-co belo tak keruan, lihat pedang!"Kebetulan ketika itu Nyo Yan tiba di hadapannya. Serangan pedang tersebut dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, Nyo Yan mengibaskan ujung bajunya dengan maksud hendak merampas pedang itu. Siapa tahu ujung pedang Mo Ki-yau tahu-tahu berputar kemudian menusuk datang melalui posisi yang sama sekali tak terduga olehnya.

   "Criiittl^ ujtmg baju Nyo Yan segera kena tersambar oleh ujung pedang lawan sampai robek, sebaliknya Mo Ki-yau sendiri pun terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih. Kejadian ini kontan membuat Nyo Yan tertegun, kejadian ini sama sekali di luar dugaannya, dengan cepat dia berpikir.

   "Ilmu pedang Si-im-kiam dikatakan mengandalkan kecepatan dan kelincahan, tampaknya perkataan ini bukan cuma nama kosong belaka."

   Sebenarnya Mo Ki-yau tak akan mampu untuk bertahan dari kibasan tangan Nyo Yan, untung saja Nyo Yan baru pertama kali ini bentrok dengannya sehingga ia belum mengenali ilmu pedangnya, apalagi perubahan jurus ilmu pedang itu terlampau cepat, sehingga kibasan-nya tidak mengena secara tepat.

   Walaupun demikian, kibasan ujung bajunya sudah cukup membuat Mo Ki-yau tak mampu mempertahankan diri, rasa kaget dan takut yang mencekam perasaannya waktu itu pada hakikatnya tidak berada di bawah Nyo Yan.

   Dalam pada itu Nyo Yan sudah menyelinap melalui sisi tubuhnya dan muncul di hadapan Tu Seng.

   Dengan suara menggeledek Nyo Yan segera membentak.

   "Aku paling benci dengan manusia munafik yang sukanya menjilat pantat, mulutmu ini perlu ditampar dengan sekeras- kerasnya!"Dia segera maju melakukan tubrukan, kemudian serangan pun dilepaskan. Meskipun Tu Seng suka menjilat, akan tetapi dia bukan manusia sembarangan, apalagi ilmu pukulan Thi-see-ciang yang dilatihnya sudah cukup untuk menembus kulit kerbau, di dalam anggapannya serangan itu pasti akan berhasil mem- belah dada Nyo Yan..Maka dengan marah ia membentak.

   "Bocah keparat, kau jangan takabur, aku akan menyuruh kau tahu!"

   Belum habis ia berkata, telapak tangan kedua belah pihak sudah saling menghantam tubuh lawan.

   Tu Seng merasa seperti menghantam kapas yang lunak, bukan saja tak mampu mengeluarkan tenaga, telapak tangannya kena terisap kencang-kencang.

   Padahal Thi-see-ciang merupakan sebuah pukulan yang amat tangguh, terutama sekali bila menghantam di atas tulang yang keras, sudah pasti akan menimbulkan suara benturan yang keras sekali, tapi dia hanya mendengar suara tamparan Nyo Yan yang bersarang di pipinya.

   Dengan tangan kanan Nyo Yan menempeleng sebanyak empat kali, kemudian dengan tangan kiri dia menampar lagi sebanyak empat kali Plaak, plook plaak, plook! Semuanya dilancarkan dengan kecepatan yang luar biasa sekali. Sekalipun demikian, semua tamparan tersebut dilakukan dengan nyaring dan keras sehingga setiap orang dapat mendengar dengan jelas.

   Tamparan yang dilakukan pada Tu Sengkah ini diakukan jauh lebih keras daripada sewaktu menampar loji dari Im- tiong-siang-sat Thian Keng tempo hari.Kalau waktu itu Thian Keng hanya dihajar sampai dua giginya rontok, maka kali ini Tu Seng kena dihajar sampai semua giginya rontok.

   "Uaak!"

   Hancuran giginya berikut darah kental segera muntah keluar dengan derasnya.

   Kemudian Nyo Yan membusungkan kembali dadanya untuk mementalkan Tu Seng dari hadapannya, tenaganya tepat sekali.

   Tu Seng merasakan sepasang lututnya menjadi lemas dan ia segera jatuh berlutut di atas tanah, tanpa disadari pula.

   "Tok, tok, tok"

   Dia menyembah sebanyak tiga kali. Sambil tertawa tergelak Nyo Yan berseru.

   "Memandang pada kerelaanmu menyembah sambil minta ampun, kuampuni kau!"

   Kawanan manusia yang datang bersama Tu Seng dan Mo Ki-yau itu tentu saja tidak berpeluk tangan belaka, tapi berhubung serangan yang dilancarkan Nyo Yan terlampau cepat, maka sekalipun mereka ingin menyelamatkan Tu Seng pun tak sempat lagi.

   Kini setelah Tu Seng berjongkok di tanah, dari kiri baru muncul sebuah bacokan golok dan dari kanan meluncur tiba sebuah ayunan cambuk lemas.

   Nyo Yan segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haah haah haah bagus kalau kalian ingin bertarung, aku akan menyuruh kalian bertarung sampai puas."

   Dia melompat keluar dari lingkaran, kemudian dengan serangkaian tendangan berantai Yen-yang-lian-huan-tui, sepasang kakinya diayun ke sana kemari membuat dua oranglelaki yang menyergap datang itu mencelat sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula.

   Sampai di ani, kecuali Im-tiong-siang-sat yang kabur tunggang Ianggang, para pengikut Mo Ki-yau sudah dirobohkan semua oleh Nyo Yan.

   Pada saat inilah Mo Ki-yau baru berhasil berdiri tegak, setelah mundur dia maju kembali, bentaknya sambil memutar pedang.

   "Bajingan keparat, tahukah kau kelihayan keluarga Mo? Kalau punya nyali, jangan kabur dulu! Aku akan beradu jiwa denganmu!"

   Suaranya sekarang sudah kedengaran agak gemetar, dalam keadaan yang seperti ini, dia hanya bisa berharap menggertak lari "bajingan cilik"

   Itu dengan mengandalkan nama besar ayah dan kakaknya Sayang sekali perhitungannya kali ini meleset sama sekali.

   "bajingan cilik"

   Itu sama sekali tak kena digertak bahkan maju menyongsong dirinya.

   "Bagus sekali!"

   Seru Nyo Yan sambil tertawa terbahak- bahak.

   "sampai di mana sih kelihayan keluarga Mo kalian? Aku memang tak tahu akan hal ini, kebetulan sekali jika sam-sauya dari keluarga Mo bersedia memberi petunjuk kepadaku!"

   Sambil mengeraskan kepala, mengertak gigi kencang- kencang terpaksa Mo Ki-yau harus mengayunkan pedangnya berulang kali.

   "Sreeet sreeet sreeet!"

   Dalam waktu singkat dia sudah melancarkan delapan buah serangan berantai ke tubuh Nyo Yan, kedelapanjurus serangan tersebut semuanya merupakan intisari dari Si-imvkiam-hoat, di balik setiap jurus terdapat jurus, di balik gerakan terdapat gerakan, cukup rasanya untuk menandingi empat limapuluh jurus perubahan dari ilmu pedang aliran lain.

   Nyo Yan sudah mempersiapkan diri jauh sebelumnya, dia mengibaskan ujung bajunya, lalu di bawah kurungan hawa pedang yang berlapis-lapis tubuhnya berkelebat ke timur menyelinap ke barat, dengan gampang dia berhasil memunahkan kedelapan jurus serangan tersebut.

   Setelah gebrakan itu lewat, sedikit banyak Nyo Yan sudah mulai dapat menelusuri rahasia dari gerakan ilmu pedang Si- im-kiam-hoat itu, dia tak sabar ribut terus di sana, maka ujarnya sambil tertawa.

   "Ehmm, ilmu pedang Si-im-kiam-hoat memang terhitung lumayan, namun jika dibandingkan dengan Thian-san-kiam-hoat, menurut pendapatku masih terpaut jauh sekali!"

   Di tengah gelak tertawanya yang nyaring, secara beruntun dia melepaskan tiga buah pukulan berantai lalu bentaknya keras-keras.

   "Lepas pedang!"

   Ketika ujung jari tangannya disentilkan ke depan "Criiing!"

   Pedang Mo Ki-yau mencelat ke udara. Mo Ki-yau tertangkap dan tak mampu berkutik lagi, teriaknya kemudian dengan suara gemetar.

   "Bajingan kecil, kau berani menganiaya aku? Bila ayahku tahu kalau kau mempermainkan aku, tak nanti dia akan mengampunimu. Bila kau ingin hidup, cepat lepaskan aku."

   Nyo Yan segera tertawa.

   "Apakah begini pun dinamakan menganiaya dirimu? Kalau begitu, silakan saja kau rasakan bagaimana kalau kuremuk tulang pi-pa-kut-mu!"Melihat cara "keras"

   Tidak mendatangkan hasil, terpaksa Mo Ki-yau menggunakan taktik yang "lunak", kali ini dia tak berani berteriak-teriak lagi, dengan suara rendah mohonnya.

   "Nyo siauhiap, anggap saja aku merasa takluk kepadamu. Berbuatlah kebaikan dan lepaskanlah aku. Dalam peristiwa yang terjadi hari ini, asal kau tidak menguarkan keluar, aku pasti tak akan memberitahukan kejadian ini kepada ayah."

   Nyo Yan yang mendengar rengekan itu kontan saja berkerut kening, pikirnya.

   "Mo Yang-po adalah pemimpin dunia persilatan lima propinsi di wilayah utara, dengan nama- nya yang begitu termashur heran mengapa dia bisa melahirkan seorang anak macam gentong nasi seperti dia?"

   Berpikir sampai di situ, Nyo Yan segera membentak lagi.

   "Kau khawatir bapakmu kehilangan muka, aku pun takut mendengarkan re-ngekanmu itu. Terus terang saja kuberitahukan kepadamu, aku tidak doyan yang keras, kutampar dirimu lebih dulu, kemudian melumatkan gigimu dan akhirnya kuremukkan tulang pi-pa-kut-mu."

   Barusan Mo Ki-yau telah menyaksikan bagaimana lu Seng kena ditampar habis-habisan, dalam hati kecilnya dia lantas berpikir.

   "Jangan lagi menghancurkan tulang pi-pa-kut-ku, cukup dihajar sampai terlepas gigiku pun sudah membuat aku kehilangan muka, apa yang harus dilakukan sekarang?"

   Dalam terperanjatnya, dia benar-benar tak berani mendengus atau berbicara lagi.

   Ternyata dia adalah putra bungsu Mo Yang-po dengan gundik kesayangannya, semenjak kecil sudah terbiasa disayang dan dimanja oleh ayah ibunya, selama ini dia pun berkelana dalam dunia persilatan dengan mengandalkan nama besar ayahnya, karena di mana-mana memperoleh sanjungan,lama-kelamaan dia sendiri pun menganggap ilmu silat yang dimilikinya luar biasa sekali Ketika dibawa berlarian oleh Nyo Yan, pemuda itu merasa tubuhnya seakan-akan melayang di atas awan, saking terperanjatnya hampir saja jantungnya seperti mau melompat keluar, cepat-cepat dia pejamkan matanya rapat-rapat.

   Mendadak terdengar ada seseorang berteriak dengan suara yang parau seperti gembreng bobrok.

   "Aduuuh celaka, koko, kau lihat bajingan cilik itu sudah mengejar datang, bukankah orang yang berada dalam cengkeramannya itu adalah sam-sauya dari keluarga Mo?"

   Suara tersebut tidak lain berasal dari suara loji dari Im- tiong-siang-sat yakni Thian Keng. Buru-buru Mo Ki-yau berseru.

   "Benar, akulah orangnya, Im- liong-siang-sat ka kalian, kalian cepat"

   Belum habis dia berseru, Nyo Yan sudah mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi sambil memutarnya dengan kencang lalu bentaknya.

   "Hei, aku toh menyuruh kau jangan berkaok- kaok! Baik, bila kau ingin bersama-sama Im-tiong-siang-sat, pergilah sekarang juga!"

   Buru-buru Mo Ki-yau berseru.

   "Ja jangan! Aku tidak akan berteriak lagi, harap jangan lemparkan tubuhku!"

   Setelah dibikin terperanjat oleh gertakan Nyo Yan tadi, otaknya pun menjadi segar kembali, diam-diam dia lantas berpikir.

   "Benar, ilmu silat yang dimiliki Im-tiong-siang-sat jauh lebih rendah dari diriku, apa gunanya kumohon bantuannya."

   Sementara itu, Im-tiong-siang-sat yang menyaksikan Nyo Yan menyusul datang, mereka semakin panik lagi sehinggadiam-diam hanya menyesali orangtua sendiri yang melahirkan mereka hanya dengan dua buah kaki saja.

   Sekalipun sudah melarikan diri dengan sekuat tenaga, tapi Nyo Yan yang berlari sambil membawa seseorang masih bisa berlari jauh lebih cepat dari mereka.

   Tahu-tahu Nyo Yan sudah berhasil menyusul sampai di belakang mereka, dengan menggunakan ilmu Liong-jiau-jiu yang lihay, dia segera melepaskan sebuah gerakan mengisap.

   Tanpa sadar Im-tiong-siang-sat tergetar mundur sejauh tiga langkah lebih ke belakang kemudian tubuhnya berputar seperti gasing, kontan saja kepala mereka menjadi pening dan pandangan mata berkunang-kunang.

   Menanti mereka dapat berdiri tegak dan dapat melihat jelas keadaan di depan mata, barulah diketahui kalau Nyo Yan sudah berdiri tepat di depan mereka.

   Im-tiong-siang-sat benar-benar ketakutan setengah mati sehingga sukmanya seperti melayang meninggalkan raga, dengan suara gemetar mereka segera berseru.

   "Ooh nenek moyang kecilku, kami pernah me-nyalahimu, dan kau orang tua pun sudah menjatuhi hukuman kepada kami. Kami tidak berani mengusikmu lagi, begitu kau datang kami pun kabur. Mohon sudilah kiranya kau orang tua mengampuni kami."

   Nyo Yan segera tertawa.

   "Benar, benar, perkataan kalian hanya separuh yang masuk di akal,"katanya. Sementara Im-tiong-siang-sat masih kebingungan dan tidak habis mengerti apa yang dimaksudkan sebagai "separuh alasan yang bisa diterima"

   Itu, terdengar Nyo Yan berkata lebih lanjut.

   "Benar, aku sudah menampar Thian loji, olehsebab itu aku hanya bisa meminta kepada Be lotoa untuk menemani Mo sauya hari ini."

   Selesai berkata, tangan kirinya segera digerakkan mencengkeram tubuh Be Bong. Begitulah dengan tangan kiri mencengkeram tubuh Mo Ki- yau dan tangan kanan mencengkeram Be Bong, Nyo Yan sengaja tidak meno-tok jalan darah bisu mereka, pilarnya.

   "Liong Leng-cu tak mungkin bisa kutemukan dalam waktu singkat, tapi kemungkinan besar dari pihak bukit Pek-tou-san sudah ada orang yang datang kemari, asal aku bisa memancing munculnya orang Pek-tou-san ini, hal ini akan memberikan bantuan yang sangat besar untuk usahaku itu."

   Rupanya anak muda ini sengaja tidak menotok jalan darah bisu mereka, agar kedua orang itu mempunyai "kesempatan"

   Untuk berteriak minta tolong. Setelah berlarian beberapa saat kemudian, Mo Ki-yau sudah tidak berteriak lagi, tapi malah menguap berulang kali. Hal ini tentu saja membuat Nyo Yan merasa keheranan, pikirnya.

   "Aku tak pernah menotok jalan darah tidurnya, mengapa berada dalam keadaan terkejut dia bisa mengantuk?"

   
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Semakin ke atas bukit, jalanan yang dilalui semakin berbahaya, namun Nyo Yan masih saja bergerak di atas tebing curam tersebut bagaikan sedang terbang saja.

   Beberapa kali Be Bong tidak tahan menjerit kaget, sebaliknya Mo Ki-yau malah sama sekali tak berkutik lagi.

   Dengan perasaan heran Nyo Yan berpikir.

   "Heran, padahal toa-sauya ini jauh lebih mendingan keadaannya daripada Be Bong, masa dia pingsan karena ketakutan?"Mo Ki-yau yang dicengkeram pinggangnya, sepanjang jalan sama sekali tak berkutik barang sedikit pun jua. Nyo Yan yang sama sekali tidak mendengar suaranya itu menjadi keheranan, baru saja dia akan memeriksa apakah orang itu sudah pingsan atau belum, tubuh Mo Ki-yau sudah mulai bergerak, bahkan bergerak dengan amat hebatnya. Sekalipun tubuhnya tak bisa berputar balik, namun bergoyang ke dua sisi yang berlawanan bahkan kaki dan tangannya digerakkan pula bersama-sama. Melihat itu Nyo Yan baru merasa heran, segera bentaknya keras-keras.

   "Hei, apakah kau ingin mampus? Kebetulan sekali, di bawahmu sekarang memang jurang yang dalamnya puluhan ribu kaki!"

   Mo Ki-yau tak berani menggoyangkan tangan dan kakinya lagi, namun dia masih saja bersin berulang kali. Melihat kesemuanya itu, Nyo Yan lantas berpikir.

   "Kebanyakan orang yang berada di ambang pintu hidup dan mati seringkali mereka dibikin ketakutan sampai berdiri kaku seperti patung, sekalipun mereka bernyali agak besar pun seringkali dibikin ketakutan sampai akalnya tak jalan, tapi biasanya hanya menjerit-jerit dan tak pernah menggerakkan tangan dan kakinya. Kalau begitu, toa-sauya ini pasti sedang merasakan suatu penderitaan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata, bukan dikarenakan ketakutan hingga menjadi begitu."

   Dia lantas meneruskan perjalanannya meninggalkan jurang itu dan menuju ke arah hutan yang bertanah lebih datar.Be Bong telah menjadi tenang kembali, sebaliknya Mo Ki- yau masih saja merintih. Nyo Yan segera membentak gusar.

   "Aku toh tak menyiksamu, kenapa kau berteriak-teriak seperti setan yang menjerit?"

   Kembali Mo Ki-yau merintih.

   "Aku aku minta."

   "Kau minta apa?"

   Bentak Nyo Yan sambil mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi. Menanti dia sudah melekatkan telinganya di sisi bibir pemuda itu, Nyo Yan baru mendengar dengan jelas kalau dia minta pil dewa atau Sin-sian-wan.

   "Pil dewa? Apa sih pil dewa itu?"

   Mo Ki-yau sudah tak bisa memberi penjelasan lagi, dia cuma bergumam terus tiada hentinya.

   


Telapak Emas Beracun -- Gu Long Lembah Nirmala -- Khu Lung Anak Berandalan -- Khu Lung

Cari Blog Ini