Taruna Pendekar 21
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen Bagian 21
Taruna Pendekar Karya dari Liang Ie Shen
Guru kedua dari NyoYan adalah kakek luar Liong Leng-cu yaitu Liong Ci-Jeng, tapi selama ini belum pernah gadis tersebut mau mengakui dia sebagai yaya-nya, terutama di hadapan Nyo Yan.
Tapi sekarang, untuk membantu Nyo Yan dia tak sempat berpikir untuk mencari sebutan lain yang lebih tepat lagi, maka tanpa sadar dipakainya sebutan "yaya".
Nyo Yan menjadi sangat kegirangan segera serunya tanpa terasa.
"Hebat sekali kau Leng-cu! Perkataanmu memang ada betulnya!"
Nyo Yan memutar pedangnya membentuk satu lingkaran lebar, kemudian dengan menganggap sebagai sebilah golok besar "Srect!", dia melancarkan sebuah bacokan kilat Sedemikian dahsyatnya serangan tersebut, membuat Bcng Hoa sendiri pun mau tak mau harus meningkatkan kewaspadaannya.
Ternyata yang dipergunakannya sekarang adalah ilmu pedang Liong-heng-lak-cap-si-kiam (Enampuluh Empat Pedang Berbentuk Naga) dari keluarga Liong.
Ilmu pedang tersebut mengutamakan kekuatan yang besar dan keras, ibarat burung hong dan naga sakti yang menari diangkasa, terutama setelah dikombinasikan dengan ilmu pukulan Sau-yap-ciang, kehebatannya sungguh berlipat ganda.
Beng Hoa segera merasakan makin lama titik kelemahan yang berhasil dilihat semakin berkurang, bahkan lambat laun dia merasa agak kepayahan juga menghadapi serangan lawan.
Rupanya dua pukulan yang dilepaskan oleh Siau Jt-kek ke arahnya tadi kendatipun tidak mendatangkan cedera, namun membuat tenaga dalamnya berkurang beberapa bagian.
Selain itu, dia pun enggan melukai adiknya, banyak jurus tangguh yang mematikan tak berani dipergunakan.
Di antara sekian banyak kepandaian, terdapat dua jurus ilmu pedang penusuk jalan darah yang sebetulnya dapat menembus tubuh lawan andaikata tenaga dalamnya tidak mengalami kerugian, tapi berhubung selisih sedikit akibatnya kepandaian tersebut kena dipunahkan oleh Nyo Yan.
Diam-diam Beng Hoa mulai berkerut kening, pikirnya.
"Aku mendapat perintah untuk menghukum murid murtad ini, seandainya aku tak berhasil membekuk adik Yan dan menggusurnya pulang, sudah pasti anggota perguruan lainnya akan berprasangka kepadaku, ya apa boleh buat, terpaksa aku harus membuatnya menderita sedikit luka."
Mendadak dia mengubah permainan pedangnya, lalu berseru dengan suara nyaring.
"Ilmu pedang tidak selalu terikat oleh suatu peraturan, mau cepat mau lambat yang penting mengikuti suara hati. Meski berat, bisa dilaksanakan seperti enteng, melakukan yang enteng bisa pula dilaksanakan dengan berat. Ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat adalah gerak serangan yang berat lagi lamban sebaliknya ilmu pedang Tui- hong-kiam-hoat enteng lagi lincah, kedua unsur tersebutsebetulnya tidak mudah untuk dikombinasikan, tapi bila kepandaian tersebut bisa dilatih hingga mencapai tingkatanku sekarang, enteng atau berat, lincah atau lambat sesungguhnya dapat dibaurkan menjadi satu."
Sembari berkata.
"Sreet!"
Dia melancarkan sebuah tusukan ke depan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, inilah jurus Li-khong-sia-sik (Li Khong Membidik Batu) dari ilmu Tui- hong-kiam-hoat.
Dengan cekatan Nyo Yan ber kelit ke samping, sambil berkelit sembari menyerang, dia melancar kari serangan balasan dengan jurus Hui-liong-cay-thian (Naga Terbang di Angkasa) dari ilmu pedang keluarga Liong.
Kedua belah pihak sama-sama menyerang dengan jurus serangan yang amat cepat, tapi masing-masing pihak tak berhasil mencapai sasarannya dengan tepat Siapa sangka di saat yang terakhir itulah serangan kilat dari Beng Hoa tiba-tiba berubah menjadi posisi bertahan, seperti bendungan baja yang menahan terjangan air bah, ancaman itu dibendung kuat-kuat Nyo Yan tidak sempat menarik kembali serangannya, pedang tersebut kena tangkis hingga saling membentur satu dan lainnya.
"Criiing!"
Pedang Nyo Yan tersentil hingga mencelat sementara tubuhnya mundur dua langkah ke belakang tanpa terasa. Liong Leng-cu yang menyaksikan jalannya pertarungan tersebut dari samping menjadi terkejut bercampur gembira, serunya segera.
"Beng taybiap, rupanya perkataan itu kau ucapkan bagiku?"Harus diketahui, tadi ia menasihati Nyo Yan agar jangan menggunakan ilmu gabungan dari Tui-hong-kiam-hoat dan Tay-si-mi-kiam-hoat, alasannya karena ia beranggapan pedang cepat tak akan bisa menandingi pedang lamban, gerakan lincah sukar menghadapi gerakan lambat Itulah sebabnya dia merasa perkataan Beng Hoa tersebut ditujukan kepadanya. Beng Hoa sama sekali tidak menggubrisnya, kembali dia membentak keras-keras.
"Coba perhatikan dengan seksama!"
Pedangnya diputar membentuk lingkaran, kemudian seperti putaran roda yang kuat serangannya meluncur ke depan bergulung-gulung.
Gerak ini dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa, inilah jurus Sam-hoan-hoat-lun (Tiga Kali Memutar Roda Hukum) dari ilmu pedang Tay-si-mi-kiam-hoat.
Menyusul kemudian lingkaran pedang itu dikembangkan, ujang pedangnya seperti dtbanduli oleh besi berat, pelan- pelan menyodok ke depan, jurus serangan yang digunakan adalah Seng-hay-hu-cha (Bintang Bertaburan di Samudra) Menyusul kemudian lingkaran pedang itu dikembangkan, ujang pedangnya seperti dibanduli oleh besi berat, pelan-pelan menyodok ke depan, jurus serangan yang digunakan adalah Seng-hay-hu-cha (Bintang Bertaburan di Samudra) dari ilmu pedang Tui-hong-kiam-hoat.
Betul juga, bukan saja dia dapat mengubah gerakan lamban menjadi lincah, gerakan lincah bisa diubah menjadi gerakan lamban, semua kekuatannya bisa disalurkan seperti apa yang diinginkan.Begitulah, setelah Beng Hoa mempergunakan dua macam ilmu pedang yang berbeda dikombinasikan menjadi satu sebentar lembut dan halus seperti kapas, sebentar lagi berat dan mantap seperti besi baja, kontan Nyo Yan tak sanggup untuk mempertahankan diri.
Dalam waktu singkat dia sudah mundur sejauh delapan langkah.
Liong Leng-cu yang menyaksikan kejadian ini makin lama semakin terkejut, pikirnya kemudian.
"Liong-hcng-cap-pwee- kiam yang dimainkan Nyo Yan sudah mencapai separuh bagian, bila delapan belas jurus telah dipunahkan semua na- mun belum mampu untuk mengunggulinya, mungkin akhirnya dia akan teriuka di ujung pedang kakaknya!* Rupanya ilmu Liong-heng-lak-cap-si-si dari keluarga Liong itu bisa dipakai sebagai ilmu telapak tangan, bisa pula dipakai sebagai ilmu pedang, lagi pula Liong-heng-cap-pwee-kiam merupakan petilan intisari ilmu Liong-heng-lak-cap-si-si yang khusus dipakai untuk ilmu pedang, kekuatannya betul-betul luar biasa. Nyo Yan dengan mengandalkan Liong-heng-cap-pwee-kiam saja tak sanggup mempertahankan diri hal ini menandakan dia bakal menderita kekalahan total. Siapa sangka kalau Liong Leng-cu kaget, Beng Hoa bukan saja lebih kaget, dia malah merasa sedih bercampur murung. Yang membuat hatinya terkejut adalah ilmu silat adiknya ternyata masih jauh di atas perhitungannya semula, dengan keadaan tenaga dalam yang menderita kerugian untuk berhasil membekuk adiknya berarti dia harus mengerahkan segenap kekuatan yang ada. Ini berarti pertarungan tak bisa diakhiri dengan cara yang baik atau bahkan hanya "terluka ringan"
Pun sulit sekali.Tiba-tiba Liong Leng-cu membentak keras.
"Beng Hoa, kau telah menganiaya diriku, bagaimanapun jua sakit hati ini harus kubalas, bagaimanapun kau sudah menganggapku sekomplotan dengan Nyo Yan, maka aku merasa wajib untuk menikmati rejeki bersama dengannya, menanggulangi bencana bersama pula dengannya! Kau seorang tokoh kenamaan dari dunia persilatan, maaf, terpaksa kami harus mengerubutimu!"
Beng Hoa tidak berbicara, sedangkan Nyo Yan segera berseru.
"Aduuh, hal-ini mana boleh jadi? Leng-cu, terus terang saja kukatakan kepadamu, bila kau maksudkan membantuku karena ada rejeki dinikmati bersama maka kau jangan memimpikan keuntungan apa-apa, sebaliknya ada bencana ditanggulangi bersama, maka ini berarti bencana hanya akan menimpa dirimu seorang."
Kendatipun sedang melangsungkan suatu pertempuran yang amat seru, namun si anak muda tersebut masih saja berbicara sambil tertawa cengar-cengir.
"Sreeet!"
Ujung baju Nyo Yan tersambar hingga robek sebagian.
Masih untung sambaran tersebut tak sampai membuatnya cedera, namun memaksanya mundur sejauh tiga langkah.
Dari delapanbelas jurus ilmu pedang Liong-heng-cap-pwee- kiam kini sudah empatbelas jurus yang digunakan, hingga sisanya tinggal empat jurus lagi.
Dalam pada itu, dengan suatu gerakan cepat tahu-tahu Liong Leng-cu telah meloloskan sebuah ruyung lemas, dengan tangan kanan memegang ruyung tangan kiri memegang pedang, ia menerjang ke arah Beng Hoa.Ruyung itu berukuran panjang sedang pedang berukuran pendek, belum lagi orangnya sampai, ruyung lemas sudah menyambar datang terlebih dulu.
Padahal waktu itu Beng Hoa sedang menerjang maju untuk mengejar Nyo Yan.
Dengan jurus Hwee-hong-sau-Isu (Angin Puyuh Menyapu Lio) tampaknya ruyung lemas itu sudah hampir menyambar kakinya.
Beng Hoa mengurungkan tu-brukannya dan menendang ruyung lemas itu dengan jurus Te-tong-tui.
Begitu ia mencabangkan pikiran, Nyo Yan telah memutar pedangnya untuk memunahkan ancaman.
Tiba-tiba Beng Hoa membalikkan badan sambil menyambar cambuk lemas.
Liong Leng-cu segera melompat ke samping, ruyung lemasnya ditarik membentuk satu lingkaran.
Begitu Beng Hoa gagal dengan cengkeramannya, pedang yang berada di tangan kiri Liong Leng-cu telah meluncur setengah depa ke muka langsung mengarah jalan darah Lau- kiong-hiat pada telapak Ternyata pedang yang dipergunakan olehnya ini adalah sebilah pedang lemas.
Bila tidak dipergunakan, pedang tersebut bisa dililitkan pada pinggangnya sebagai ikat pinggang.
Sudah tentu Beng Hoa tak akan membiarkan jalan darah Lau-kiong-hiat-nya tertusuk, tetapi berhubung dia harus melayani Nyo Yan yang berkepandaian lebih tinggi daripada Liong Leng-cu, apalagi Nyo Yan telah mengubah posisi bertahannya menjadi menyerang, ia tidak sempat melanjutkanserangannya untuk merampas pedang Liong Leng-cu lagi, terpaksa dia harus berkelit ke samping.
Sambil tertawa Liong Leng-cu berseru.
"Beng tayhiap ilmu silatmu sangat lihay, aku pun ingin memohon beberapa petunjukmu."
Di tengah gelak tawanya, ruyung dan pedang dipergunakan bersama, bukan saja ilmu niyungnya sangat aneh, ilmu pedangnya pun jauh berbeda dengan ilmu pedang yang dipergunakan tadi.
Tampak ruyung lemasnya berputar dan menari-nari kian kemari, ada kalanya digetarkan sampai mengeras seperti tombak, lalu menotok jalan darah dengan ujung niyungnya seperti ilmu pedang penotok jalan darah, ada kalanya lemas seperti ruyung biasa.
Dalam taktik ilmu silat dikatakan, tombak takut bulat, ruyung takut lurus.
Ruyung merupakan sebuah senjata yang lunak, untuk digetarkan sampai lurus maka orang harus memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Sekalipun kepandaian tingkat tinggi yang dimiliki Liong Leng-cu masih dianggap biasa dan tiada sesuatu yang aneh dalam pandangan Beng Hoa, toh kepandaian yang dimiliki gadis tersebut sedikit di luar dugaannya.
Ilmu pedang yang dipergunakan olehnya terhitung aneh, oleh karena pedang lemasnya tiba-tiba diluncurkan ke depan tiba-tiba ditarik kembali, gerak-geriknya semakin bertambah lincah dan gesit.
Ketika kepandaiannya itu dimainkan mencapai puncaknya, di mana cahaya pedangnya berkelebat lewat segera berubahmenjadi lingkaran-lingkaran cahaya yang besar kecil tak menentu, di balik lingkaran terdapat lingkaran bahkan seringkah ruyung tersebut menciptakan pula lingkaran- lingkaran lainnya Sekalipun Beng Hoa tak sampai dibikin jeri, tak urung pandangan matanya silau oleh berkelebatnya cahaya tersebut.
Beng Hoa yang lihay dapat menangkap kalau di balik permainan cambuknya terdapat ilmu pedang, di balik ilmu pedangnya terdapat ilmu cambuk, jurus serangannya begitu aneh sehingga seringkali sama sekali di luar dugaannya.
Diam-diam ia kebenaran, pikirnya.
"Rupanya siluman perempuan kecil ini masih memiliki kepandaian yang begini tangguh, tampaknya aku terlalu memandang rendah dirinya."
Padahal tadi bukan karena ia memandang rendah lawannya melainkan di saat Liong Leng-cu sedang bertarung melawannya tadi, pada hakikatnya tidak memiliki kesempatan untuk memperlihatkan ilmu silatnya.
Semenjak tenaga dalam Beng Hoa menderita kerugian tadi, kemampuannya sekarang tak lebih hanya setingkat lebih unggul dari adiknya.
Tapi karena Nyo Yan dibantu Liong Leng-cu dan bersama- sama mengerubutinya, situasi pun segera mengalami perubahan besar.
Akhirnya sambil menggigit bibir Beng Hoa membentak keras.
"Adik Yan, hati-hati kau!"
"Sreeet!"
Dia melancarkan sebuah tusukan ke depan, berkuntum-kuntum bunga pedang menyebar di angkasa seperti bintang yang bertaburan di angkasa dan jatuh menye-bar ke mana-mana, cahayanya begitu tajam sehingga amat menyilaukan mata.
Kali ini jurus serangan yang dipakai bukan jurus dari Tui- hong-kiam-hoat juga bukan dari Tay-si-mi-kiam-hoat, melainkan jurus mematikan dari Khong-tong-pay yakni Oh-ka- cap-pwee-pa.
Karena keadaan memaksanya, maka dia mengeluarkan jurus terakhir untuk menghadapi kedua orang lawannya.
Tempo hari dengan mempergunakan jurus itulah dalam waktu singkat dia telah menusuk delapan-belas buah jalan darah di tubuh NyoYan.
Dengan taraf ilmu silat yang dimilikinya, kendatipun mempergunakan jurus ampuh tersebut, sesungguhnya dia dapat tidak melukai orang, begitu pula kali ini.
Hanya kali ini keadaannya sedikit agak berbeda, apakah dia bisa menahan diri sehingga tak sampai melukai NyoYan, sesungguhnya ia sendiri pun tidak yakin.
Sebab ketika Nyo Yan benemu dengannya tempo hari, ilmu silat adiknya masih selisih jauh dengannya, sebaliknya kali ini selisih mereka tak banyak sehingga dia harus melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga.
Di tengah bentakan nyaring, cahaya pedang sebentar mengumpul sebentar membuyar.
Beng Hoa melompat keluar dari arena, Nyo Yan berdiri serius dengan pedang tersilang di depan dada, sebaliknya Liong Leng-cu berdiri di sisinya seperti patung.
Terdengar Beng Hoa berkata dengan sedih.
"Nyo Yan, terima kasih atas kebaikan hatimu yang tak sampai melukaiku. Tak usah menunggu sepuluh tahun lagi, ilmu silatmu sudahpasti dapat mengungguli aku. Cuma ilmu silat bagaikan air dapat melajukan sampan, tapi dapat pula menenggelamkan sampan, aku harap kau bisa baik-baik menjaga diri."
Ternyata jurus Oh-ka-cap-pwee-pa yang dipergunakan Beng Hoa sama sekali tak berhasil menusuk tubuh Nyo Yan, malahan sebaliknya di atas pakaiannya muncul tujuh buah lubang kecil sebesar mata uang.
milah hasil serangan yang dilakukan Nyo Yan dengan mempergunakan jurus Pak-to-jit-seng.
Tempo hari, setelah Nyo Yan menderita kerugian besar di tangan Beng Hoa akibat jurus Oh-ka-cap-pwee-pa, ia memeras otak untuk mencari akal untuk mengatasi serangan tersebut Apa yang dia pikirkan waktu itu pun hanya terbatas sampai "menahan"
Serangan tersebut pada hakikatnya dia tak berani memikirkan bagaimana caranya "mematahkan"
Serangan tersebut Setengah tahun lamanya dia mengasah otak namun tak sebuah cara pun yang berhasil dia peroleh.
Sampai akhirnya setelah dia memahami bagaimana caranya untuk mengerahkan tenaga seperti apa yang dilakukan Siau It- kek dengan ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat, lalu mendapat petunjuk pula dari Beng Hoa, satu ingatan lantas melintas dalam benaknya.
Ia berpendapat dengan menggunakan jurus Liong-heng- cap-pwee-kiam yang keras tiba-tiba diubah menjadi jurus Pak- to-jit-seng yang lincah besar kemungkinan dia dapat meraih kemenangan secara tak terduga.Jurus Pak-to-jir-seng merupakan salah satu jurus serangan yang dilatih paling matang olehnya di antara jurus-jurus Tui- hong-kiam-hoat lainnya.
Sebagaimana diketahui, dalam setengah babak pertarungan yang pertama tadi, dia mencoba untuk mengombinasikan ilmu Tui-hong-kiam-hoat dengan Tay-si-mi-kiam-hoat untuk mencoba mendesak musuhnya, akan tetapi kombinasi tersebut sama sekali tak menimbulkan hasil apa-apa bahkan terlihat banyak titik kelemahan dari permainannya.
Kemudian setelah mendapat petunjuk dari Beng Hoa, dalam babak terakhir dari pertarungan itu, ia mengubah ilmu pedangnya dengan ilmu pedang Liong-kiam-hoat, itu pun hanya terbatas bisa membendung kekuatan lawan.
Oleh karena itu, dia menduga Beng Hoa tak akan pernah menduga dia akan mengubah jurusnya secara tiba-tiba dengan memakai jurus ampuh dari perguruannya.
Akan tetapi, kendatipun? dia bertarung dengan persiapan yang matang, namun dia sama sekali tak menyangka kalau dia dapat mengalahkan kakaknya dengan mengandalkan jurus tersebut.
Sesudah termangu-mangu sesaat, dia pun berkata, Tempo hari kau telah mengampuni selembar jiwaku, kali ini aku pun tidak melukaimu, anggap hutang piutang di antara kita sudah impas.
Oh-ka-cap-pwee-pa dan Pak-to-jit-seng berarti satu jurus dibalas dengan satu jurus, siapa pun tidak usah berhutang kepada yang lain.
Sedangkan mengenai usahamu untuk membersihkan perguruan Thian-san-pay dari murid murtad, itu merupakan urusanmu sendiri, aku tak ingin mencampuri masalah tersebut!"Sementara mengucapkan perkataan tersebut diam-diam dia pun bersyukur di hati.
"Untung aku berhasil memahami teori bagaimana caranya mengatur tenaga menurut keadaan, kalau tak bisa mengerahkan tenaga sesuai dengan yang dibutuhkan, tak mungkin aku bisa membuat tujuh lubang kecil di atas pakaiannya."
Begitulah selesai berkata dia lantas menatap wajah Beng Hoa lekat-lekat Dengan suara sedih Beng Hoa berkata.
"Menurut peraturan dunia persilatan aku telah menderita kekalahan di tanganmu. Soal pembersihan perguruan Thian-san-pay sudah tak bisa kucampuri lagi. Aku hanya berharap kau sudi mengingat-ingat perkataan terakhirku ini, baik-baiklah mempergunakan ilmu silatmu untuk kepentingan orang banyak. Jangan sudah salah melakukan kesalahan lagi, nah aku pergi dulu."
Pada waktu itu hampir saja Nyo Yan memanggil kakak tapi akhirnya dia masih bisa menahan diri.
Ketika berpaling, bayangan tubuh Beng Hoa sudah tak tampak lagi, semuanya itu membuat Nyo Yan menitikkan air mata.
Pelan-pelan dia berpaling, tampak olehnya Liong Leng-cu masih tetap berdiri kaku di tempat semula Mendadak Nyo Yan menjerit keras dengan perasaan terkejut,"Aab, ruyung lemasmu."
Rupanya ruyung lemas yang masih tergenggam di tangan gadis tersebut tinggal sepotong yang amat kecil. Pada saat itulah Liong Leng-cu dapat menenangkan hatinya, bagaikan baru mendusin dari impian dia berkata.
"Ilmu pedang Beng Hoa benar-benar lihay sekali, sewaktu diamempergunakan jurus Oh-ka-cap-pwee-pa tadi, aku khawatir dia akan melukaimu, maka tanpa mem-pedulikan risikonya kugunakan ruyung lemasku untuk menerobos lingkaran cahaya pedangnya. Siapa tahu, aaai seandainya dia berniat melukaiku, mungkin sepuluh lembar jiwaku pun akan ludes semua di tangannya."
Rupanya selama berlangsungnya pertarungan kilat tadi, Nyo Yan hanya memusatkan seluruh pikiran dan perhatiannya terhadap ujung pedang "musuh"
Dan "diri", terhadap keadaan di sekeliling sana boleh dibilang "melihat tapi tak melihat, mendengar tapi tak mendengar".
Bagaimanakah cara Liong Leng-cu membantunya dia sama sekali tidak tahu.
Tapi sekarang dia telah tahu, rupanya kemenangan yang berhasil diraihnya, justru atas jasa Liong Leng-cu.
Seandalnya tiada bantuan Liong Leng-cu, mungkin beberapa buah jalan darahnya pun akan tertusuk oleh pedang Beng Hoa.
Tapi kalau dibicarakan, alasan utama dari kemenangan yang berhasil dicapainya tadi bukan "bantuan"
Dari Liong Leng-cu melainkan kebajikan Beng Hoa yang tak ingin melukai mereka yang tidak bersalah.
Berhubung dia tak ingin melukai orang yang tak bersalah, maka di saat Liong Leng-cu mengusik tadi, terpaksa dia harus menggunakan ilmu pedang yang cepat untuk mengurungi ruyung lemasnya.
Sekalipun gerak serangan tersebut dilakukan dengan "kecepatan luar biasa"
Akan tetapi hal tersebut sudah cukup memberi kesempatan kepada Nyo Yan untuk menerobos masuk.Setelah terkejutnya lewat, sambil tertawa Nyo Yan berkata.
"Bukan cuma sepuluh lembar jiwa, melainkan delapanbelas lembar jiwa!"
"Delapanbelas jiwa? Maksudmu?"
Dengan keheranan dan tidak habis mengerti Liong Leng-cu bertanya.
"Coba kau hitung kutungan ruyung lemasmu itu, bukankah ruyung tersebut sudah terpapas jadi delapanbelas bagian?"
Dengan teliti Liong Leng-cu menghitung jumlah kutungan ruyung lemas yang berserakan di tanah itu, benar juga, jumlahnya delapanbelas. Tanpa terasa dengan perasaan terkesiap dia menjulurkan lidahnya sembari berkata.
"Jurus Oh-ka-cap-pwee-pa betul- betul sangat lihay, seandainya jurus tersebut ditujukan ke tubuhku, sudah pasti delapanbelas lembar jiwaku sudah lenyap."
Nyo Yan tertawa.
"Sekarang dua lembar jiwa kecil kita telah berhasil diselamatkan, aku pikir sudah sepantasnya kalau kita tengok bagaimanakah keadaan empek Siau."
Setelah diingatkan kembali, Liong Leng-cu baru teringat pada empek-nya tersebut, buru-buru mereka berangkat ke atas bukit.
Riwayat Siluman Perempuan Kecil Siau It-kek ditotok jalan darahnya oleh Beng Hoa dengan mempergunakan ilmu menotok yang khusus, setelah lewat satu jam kemudian, kesadarannya telah pulih kembali, tapi tubuhnya masih belum dapat bergerak sedikit pun jua.
Sambil berjongkok, Liong Leng-cu memeriksa keadaan luka di tubuh empek-nya, lewat beberapa saat kemudian dengankening berkerut dia baru berkata.
"Nyo Yan kau kemari, aku tak dapat membebaskan totokan jalan darah dari engkoh-mu."
Mendadak dia teringat kalau Nyo Yan tidak mengakui Beng Hoa sebagai engkoh-nya, maka buru-buru dia berkata.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku tak dapat membebaskan pengaruh totokan dari Beng Hoa!"
Nyo Yan berjalan menghampiri mereka, ketika sorot matanya terbentur pada sebutir pil yang masih berada dalam telapak tangan Siau It-kek, ia berseru tertahan, kemudian katanya.
"Pil tersebut?"
"Pil ini ditinggalkan Beng Hoa setelah dia menotok jalan darah empek Siau, katanya pil tersebut merupakan pil Siau- huan-wan dari kuil Siau-lim-si, khasiatnya bisa menyembuhkan berbagai luka dalam secara jitu. Entah benar tidak ucapannya itu?"
"Kalau toh dia berkata demikian, aku rasa tidak bakal salah lagi!"
Liong Leng-cu tertawa.
"Betul, meski Beng Hoa agak sedikit jahat, namun bukan cuma kau saja yang percaya kepadanya, aku pun amat mempercayai perkataannya."
Mendadak dia menemukan suatu perubahan aneh pada mimik wajah Siau It-kek, tergerak hati Liong Leng-cu, dengan cepat dipungutnya pil Siau-huan-wan tersebut dari telapak tangan orang.
Sementara itu, di dalam sekilas pandang saja Nyo Yan sudah mengetahui ilmu menotok dari aliran manakah yang telah dipergunakan Beng Hoa, dia merasa sangat lega, katanya sambil tertawa.
"Ooh, rupanya dia menggunakan ilmu totok Tay-si-mi-si dari Thian-san-pay untuk menotok jalandarah Tam-tian-hiat. Jika ilmu totok aliran lain akan berpengaruh jelek atau paling tidak merugikan kesehatan badan orang, maka ilmu totok jalan darah yang digunakan olehnya justru dapat membantu hawa murni berhimpun kembali ke dalam pusar, bukan saja tidak merugikan bagi kesehatan badan bahkan bermanfaat sekali. Apalagi totokan jalan darah yang digunakan pun bukan totokan berat, sekalipun tanpa bantuan orang lain, tiga jam kemudian jalan darah darah tersebut akan bebas dengan sendirinya."
"Tapi aku tak sabar menunggu dua jam lagi baru bisa berbicara dengan empek Siau."
"Tentu saja kita tak bisa membiarkan Siau locianpwe berbaring terus di sini. Tak usah khawatir, aku akan segera membebaskan totokan jalan darahnya."
"Eeeh tunggu dulu!"
Mendadak Liong Leng-cu berseru keras.
Kemudian dia jejalkan pil Siau-huan-wan ke dalam mulut Siau It-kek.
Rupanya dia cukup mengetahui watak empck-nya ini, ia khawatir bila jalan darahnya dibebaskan lebih dulu, maka ia enggan menelan pil mestika hadiah Beng Hoa tersebut Betul juga, setelah totokan jalan darahnya dibebaskan, sambil terta- wa getir Siau It-kek berkata.
"Dengan menelan pil Siau-huan- wan tersebut, berarti aku telah berhutang budi kepada Beng Hoa. Entah sampai kapan hutang budikuliu baru bisa dibayar kembali!"
"Empek Siau, yang penting sekarang adalah kesehatan badanmu,"
Kata Liong Leng-cu cepat "Beng Hoa bukan terhitung orang yang kelewat jahat, sekalipun dia pernahmenganiayaku asal aku tidak menuntut balas kepadanya anggap saja utangmu itu sudah kubayarkan kepadanya."
"Aah, itu omongan anak kecil,"
Seru Siau It-kek sambil tertawa.
"Namun sekalipun harus kubayar budi tersebut juga tak kuketahui bagaimana cara membayarnya, ya untuk sementara waktu tak usah dipikirkan lebih dulu. Nyo siauhiap, aku harus mengucapkan banyak terima kasih dulu kepadamu."
Liong Leng-cu cekikikan setelah mendengar ucapan itu, tukasnya tiba-tiba.
"Empek Siau, kau tak usah sungkan- sungkan kepadanya. Aku pernah membantunya, kali ini sudah sepantasnya jika dia pun membantuku. Kau tak usah mencatat budi kebaikan tersebut atas namamu lagi."
Siau lfkek seperti memahami akan sesuatu, setelah memandang mereka secara bergantian, katanya kemudian dengan senyum dikulum.
"Aah, betul! Bicara hubunganku dengan kedua orangtuamu yang telah tiada, Nyo siauhiap memang bukan orang luar lagi, baiklah, akan kuterima budinya tanpa sungkan-sungkan!"
Ucapan tersebut mengandung maksud ganda, kontan saja Liong Leng-cu menjadi tersipu-sipu. Kembali Siau It-kek berkata.
"Setelah menelan pil Siau- huan-wan, paling tidak tenaga dalamku akan pulih tiga empat bagian besok. Kecuali ada jagoan tangguh seperti Beng Hoa yang menyatroni kita, kalau cuma kawanan tikus tak akan kupikirkan lagi di hati. Nyo siauhiap, apakah kau masih ada urusan lain?" "Maaf locianpwee, aku memang masih ada persoalan yang harus diselesaikan, aku bermaksud akan berangkat besok pagi!""Leng-cu, bila kau ingin membalas dendam kemarian ayahmu, besok kalian boleh berangkat bersama-sama. Tak usah menunggu sampai kekuatanku pulih kembali."
Liong Leng-cu segera tertawa "Empek Siau, tak perlu mengkhawatirkan diriku, yang penting jaga kesehatan badanmu baik-baiki"
Mendadak Siau It-kek menepuk kepala sendiri sembari berseru.
"Aah, betul! Coba kau lihat, betapa pikunnya akui"
Liong Leng-cu kembali tertawa.
"Empek Siau, kau hanya tahu memikirkan orang lain tapi tak tahu memperhatikan diri sendiri, kau memang tampaknya rada pikun."
Dia mengira Siau It-kek hanya berbicara mengikuti pembicaraannya saja, siapa tahu Siau It-kek justru tertawa terbahak-bahak. Dengan tertegun Liong Leng-cu segera menegur.
"Empek Siau, apa yang kau tertawakan?"
"Bukan begitu maksudku,"
Kata Siau It-kek sambil tertawa.
"Aku maksudkan ehmm, ehmm haahh haah kini sudah ada orang yang jauh lebih mampu membantumu, tapi aku masih saja mengkhawatirkan kau, bukankah hal ini kelewat pikun?"
Tentu saja Liong Leng-cu maupun Nyo Yan tahu apa yang dimaksudkan kakek tersebut, namun mereka merasa kurang leluasa untuk membantah, apalagi menerangkan kalau mereka tak lebih hanya "teman biasa"
Saja. Liong Leng-cu segera mengalihkan pembicaraan ke soal lain, sambil celingukan ke sana kemari katanya kemudian.
"Entah adik Teng sudah bangun belum? Mari kita pulang untukmenengoknya. Empek Siau, soal membalas dendam lebih baik kita bicarakan di kemudian hari saja, sekarang apakah kau sudah dapat berjalan sendiri?". Siau It-kek sangat mengkhawatirkan keselamatan putranya, sambil menghimpun tenaga ujarnya.
"Pil Siau-huan-wan betul- betul obat mujarab yang dapat menyembuhkan luka dalam, bukan saja aku dapat berjalan sendiri bahkan sudah dapat beradu ilmu meringankan tubuh dengan kalian."
Sampai di rumah dijumpainya bocah tersebut masih tidur amat nyenyak, paras mukanya telah berubah menjadi merah kembali. Dengan perasaan lega Siau It-kek berkata.
"Hawa mumi yang berada dalam tubuhku terasa bergulung-gulung, rupanya pil Siau-huan-wan sudah mulai menunjukkan khasiatnya. Akn ingin melakukan semadi sebentar. Leng-cu, coba kau kum- pulkan sedikit kayu bakar, sekalian berburulah dua ekor kelinci uar untuk menjamu tamu. Aah, kau seorang tentu tak bisa melakukan pekerjaan sebanyak ini, Nyo siauhiap, tentunya kau bersedia membantunya bukan? Kau toh bukan orang luar, aku tak usah sungkan lagi denganmu."
Liong Leng-cu tahu kalau dalam ruangan masih tersedia kayu bakar, sudah barang tentu dia pun memahami maksud hati Siau it-kek Cuma dia memang ingin berbicara empat mata dengan Nyo Yan, maka dia segera menyanggupi dengan cepat.
NyoYin sebagai tamu tentu saja tak bisa menolak permintaan tuan rumah, setelah Siau It-kek berkata demikian, sudah barang tentu dia pun harus menuruti perintahnya itu.
Sambil berjalan bersanding mereka berdua meninggalkan mangan tersebut tapi berhubung Siau It-kek telah menggodamereka tadi, maka untuk beberapa saat kedua orang itu tak tahu harus memulai pembicaraan dari mana.
Tanpa terasa sorot mata mereka berdua saling bertemu satu sama lainnya, tiba-tiba Nyo Yan tertawa.
"Apa sih yang menggelikan?"
Liong Leng-cu segera menegur.
"Orang-orang itu memanggilmu sebagai siluman perempuan kecil."
"Kau sendiri?"
Tukas gadis itu cepat. Kembali Nyo Yan tertawa.
"Terus terang saja, di saat aku baru berkenalan denganmu dulu, aku pun merasa kau seperti membawa hawa siluman, tak salah lagi kau dikatakan sebagai siluman perempuan kecil."
"Bukan cuma seperti, tapi pada hakikatnya memang sesungguhnya, bukan sedikit, tapi amat banyak, bukankah sesungguhnya kau pun berpendapat demikian?"
Kata si nona tertawa. Nyo Yan segera tertawa bergelak.
"Haah haah haah, kau memang cukup tahu diri."
Tiba-tiba Liong Leng-cu menarik wajahnya kemudian berseru.
"Kalau toh kau sendiri pun berpendapat demikian, setelah mendengar orang-orang itu memanggilku sebagai Siluman perempuan kecil, apa lagi yang menggelikan hatimu?"
"Aku merasa geli karena mereka hanya melihat setengah dari siluman perempuanmu."
Ucapan ini kontan saja membuat Liong Leng-cu menjadi tertegun, serunya beberapa saat kemudian;
"Ucapanmu makin lama makin aneh, aku toh tak pandai mengubah diri memangnya masih ada aku yang lain?""Bukan kau pandai mengubah diri, sesungguhnya kau masih mempunyai kau dari sudut pandang lain. Di satu bagian adalah seorang siluman kecil, hal itu menurut pandangan orang, di lain pihak kau bukan siluman perempuan cilik, kau adalah kau yang sesungguhnya."
"Oh, menurut apa yang kau ucapkan itu, macam apakah diriku dari sudut pandangan yang lain?"
"Kau adalah seorang bocah perempuan yang lincah, menarik hati dan baik!"
"Cis, berapa sih usiamu tahun ini? Tak tahu malu, masa aku pun kau sebut bocah perempuan? Aku ingin bertanya kepadamu, dari mana pula kau tahu kalau aku demikian?"
Sewaktu mendengar Nyo Yan mengatakan dirinya lincah, menarik hati tadi, meski wajahnya pura-pura cemberut padahal hati kecilnya merasa manis dan hangat Dengan wajah sungguh-sungguh Nyo Yan berkata.
"Di dalam pandangan orang lain, mungkin hawa silumanku jauh lebih banyak dari dirimu, oleh sebab ini aku malah merasa takut, aku takut bila kau sudah tak pantas disebut siluman perempuan lagi, maka kita pun tak bisa berkumpul lagi karena bukan sejenis."
"Ah, ngaco belo saja kau ini, siapa sih yang berkumpul karena sejenis? Tahukah kau dari mana kuperoleh sebutan siluman perempuan kecil itu?"
Nyo Yan tertawa.
"Usiamu masih kecil, tapi membuat keonaran di mana- mana, terutama sekali mencari gara-gara dengan para tokoh silat yang sudah punya nama, tak heran kalau orang lain memanggilmu sebagai siluman perempuan kecil. Janganberbicara yang lain, bibiku adalah Lak-jiu-Koan-im yang termashur karena judesnya, tapi dia toh kau buat sampai menangis tak bisa tertawa pun tak dapat?"
"Marahkah kau kepadaku karena bibimu kupermainkan?"
"Terus terang saja, aku sendiri pun ingin menempeleng bibiku ini,"
Kata Nyo Yan sambil tertawa.
"cuma lantaran memandang See-kiat piauko maka mau tak mau niatku harus diurungkan . Sekarang kau telah menggodanya habis-habisan, untuk berterima kasih pun tak sempat, mengapa aku harus marah kepadamu? Cuma, aku tak setuju kalau kau mengusik para tokoh kenamaan lainnya tanpa sebab musabab."
"Aku mengusik mereka j karena sebab-sebab tertentu."
"Apa sebabnya?"
Tanya Nyo Yan tertegun.
"Aku sengaja memamerkan ilmu silat keluargaku dan sengaja mengusik orang-orang kenamaan dunia persilatan, tujuanku tak lain adalah untuk menarik perhatian musuh besarku!"
Dengan cepat Nyo Yan menyadari hal itu, serunya dengan ccr "Ooh, rupanya begitu, jadi lantaran kau tak berhasil menemukan musuh besarmu maka kau menginginkan musuh besarmu yang datang mencarimu?"
"Benar, ayahku mati secara mengenaskan di tangan Pek- tou Sanca, Waktu itu usiaku sudah sepuluh tahun, aku masih ingat jelas wajah musuh besarku itu. Tapi sebeban hari ini, aku tidak tahu kalau dia ada di Bukit Unta Putih. Dia ingin membabat rumput sampai ke akarnya, aku yakin dia pasti akan mencariku. Siapa tahu dugaanku tersebut hanya benar setengah karena dia hanya mengutus seorang muridnya saja.""Perkembangan peristiwa ini menurut pendapatku justru makin menguntungkan bagimu. Dewasa ini paling tidak kau sudah tahu jejak musuh besarmu itu."
"Benar. Oleh sebab itu kau tak usah menasihati aku lagi, sebab mulai hari ini aku pun tidak ingin I mengusik jago-jago kenamaan dari dunia persilatan lagi tanpa sebab-sebab tertentu."
Bicara sampai di sini, mendadak I dia seperti teringat akan sesuatu, segera tanyanya kepada Nyo Yan.
"Kau bilang perkembangan situasi hari ini justru menguntungkan diriku, Spa maksudmu?"
Sementara Nyo Yan masih memutar otak untuk mencari kata-kata yang dirasakan lebih halus sehingga tidak sampai menyinggung perasaan gadis tersebut; sambil tertawa Liong Leng-cu telah berkata lagi.
"Kau tak usah terlalu memikirkan soal gengsi atau nama baikku, aku sudah mengetahui maksudmu itu. Baru muridnya saja aku sudah bukan tandingannya, apalagi kalau Pek-tou Sancu turun tangan sendiri, mungkin dendam sakit hatiku belum lagi tertuntut, aku sudah keburu tewas di tangannya, bukankah begitu?"
Ketika bicara sampai di situ, mendadak ia seperti teringat lagi akan suatu peristiwa lain, kembali gadis itu tertawa.
"Apakah tulisan yang berbunyi, omong besar seperti katak dalam sumur, adalah hasil karyamu juga?"
Nyo Yan segera tertawa.
"Aku merasa mendongkol sekali dengan perbuatan kedua orang murid Pek-tou Sancu, maka sengaja kuukir tulisan tersebut di atas batu untuk menertawakan mereka. Mengapa kau menanyakan soal ini?"
Liong Leng-cu menghela napas panjang."
Aai, kalau dibicarakan yang sesungguhnya, bukankah aku sendiri pun ibarat katak dalam sumur? Dahulu, aku mengira setelah berhasil melatih ilmu silat keluargaku, maka sakit hati tersebut bisa kutuntut balas.
Tapi sesudah menyaksikan ilmu silat Imun Lui, rasanya bila aku ingin mengungguli gurunya, paling tidak aku harus berlatih lima tahun lagi, meski itu pun belum tentu akan berhasil."
Nyo Yan bungkam, lewat beberapa saat kemudian ia berkata.
"Leng-cu, aku aku harap kau bisa memahami"
"Memahami apa?"
Tanya Liong Leng-cu dengan wajah tertegun, m Dengan agak tergagap Nyo Yan berkata.
"Maaf seribu kali maaf aku tak dapat membantumu. Paling tidak dewasa ini masih belum dapat Lain kali, andaikata andaikata."
Paras muka Liong Leng-cu berubah secara tiba-tiba, katanya dengan suara dingin.
"Siapa sih yang membutuhkan bantuanmu? Soal membalas dendam merupakan persoalanku sendiri, apalagi aku tak pernah mohon bantuan dari mu."
"Bukan begitu maksudku, dendam sakit hati kematian orangtua sudah sepantasnya kalau dibalas dengan kekuatan sendiri. Tapi bila ada sahabat karib yang akan membantumu dari samping, itu pun bukan suatu halangan bagi usahamu. Leng-cu, kau pernah membantuku, membuat aku lolos dari penghinaan dan cemoohan orang, soal itu tertanam dalam- dalam di hati kecilku, bahkan jauh lebih mengharukan .hatiku dari pertolonganmu untuk menyelamatkan jiwaku. Seharus- nya, di dalam usahamu membalas dendam kali ini, tiada alasan bagiku untuk tidak membantu, namun sekarang aku masih harus mencari seseorang, aku aku betul-betul mempunyai kesulitan yang tak bisa diutarakan kepadamu."Liong Leng-cu segera tertawa dingin.
"Heeeeh heeeh heeeh pertama, aku sama sekali tidak membutuhkan bantuanmu. Kedua, aku pun tak berani menganggap diriku sebagai sahabatmu, kau pun tak usah menganggapku sebagai sahabat karib yang harus diutamakan. Ketiga, siapa orang yang hendak kau cari tiada sangkut pautnya denganku, kau tak usah memberitahukan soal ini kepadaku. Jadi mau apa kau sekarang, sama sekali tiada sangkut pautnya dengan diriku, kau pun tak usah terikat lantaran persoalan pribadiku."
"Leng-cu, kau marah kepadaku?"
Tanya Nyo Yan lembut.
"Siapa sih yang punya waktu marah kepadamu?"
Ucap Liong Leng-cu hambar.
"Hm, aku pun sudah tahu siapa yang hendak kau cari.
"Dialah sahabat karibmu yang sebenarnya, dan dia pula yang pantas untuk marah kepadamu. Kalau aku Hmm aku mana punya hak untuk marah kepadamu?"
Nyo Yan tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, buru-buru serunya.
"Leng-cu kau salah paham, kau anggap siapa yang hendak kucari?"
"Siapa yang sudi mengurusi dirimu? Mau mencari siapa, apa urusannya denganku?"
"Kau anggap aku hendak mencari enci Leng, bukankah begitu? Kalau memang demikian, aku akan memberitahukan kepadamu, kali ini aku bukan pergi untuk mencarinya."
"Siapa sih yang mengurusi kau hendak mencari siapa?"
Teriak Liong Leng-cu dengan suara keras.
"Mau mencari enci juga boleh, mencari adik juga tak jadi soal. Mau menjadi dingin seperti es (Leng Ping-ji) juga boleh, mau mencari panas bagai api juga bukan urusanku, mengapa aku harusmencampuri urusanmu? Kau tak usah memberitahukan kepadaku, aku pun tak sudi untuk mendengarkan."
Sembari berseru dia lari meninggalkan tempat itu. Nyo Yan segera mengejar dari belakang sambil berseru.
"Nona Liong, dengarkan dulu perkataanku, bersedia bukan?"
"Tak sudi! Tak sudi! Aku tak sudi mendengarkan ucapanmu lagi,"
Teriak Liong Leng-cu sambil menutup lubang telinganya dengan jari tangan.
"Kalau kau tak mau mendengarkan ya sudahlah, mengapa mesti pakai lari segala?"
"Nyo Yan, kau tak tahu malu, si muka tebal, aku lari dengan kakiku sendiri, mengapa kau harus mengikutiku terus- menerus?"
Nyo Yan segera tertawa.
"Ya, tentu saja aku harus mengikutimu terus, sebab empek Siau yang menyuruh aku mengikutimu kemari"
Liong Leng-cu segera sadar kembali dari sewotnya, dengan cepat dia berpikir.
"Ya, betul, sekalipun aku tak senang hati juga tidak seharusnya kutunjukkan muka masamku kepadanya."
Karena berpikir demikian, maka dengan suara yang jauh lebih lembut dia berkata.
"Masih ingatkah kau, empek Siau menyuruh kita berdua melakukan apa?"
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya, tentu saja masih ingat, tentu saja masih ingat. Ia menyuruh kita berburu kelinci dan mencari kayu bakar."
"Kalau begitu kita membagi tugas saja, biar aku yang berburu kelinci, sedang kau mencari kayu bakar.""Tak bolehkah aku mengikuti kau berburu kelinci dulu kemudian baru mencari kayu bakar?"
Ucap Nyo Yan sambil tertawa.
"Tidak bisa, tidak bisa! Jika kau masih saja cengar-cengir macam kuda meringis, jangan salahkan kalau aku tak akan menggubris dirimu lagi- "Aaai."
Akhirnya Nyo Yan menggelengkan kepalanya sambil menggeleng.
"kau memang selalu membikin susah aku saja."
Tapi dia cukup mengetahui watak Liong Leng-cu, maka di hatinya dia punya rencana bila rasa dongkol gadis itu sudah mereda, barulah dia akan memberi penjelasan kepadanya.
Beberapa waktu kemudian, Nyo Yan telah mengumpulkan setumpuk ranting kering, sedangkan Liong Leng-cu pun telah berhasil memburu dua ekor kelinci liar.
Tapi agaknya dia masih marah pada Nyo Yan, sekembalinya di rumah sepatah kata pun tak ada yang diucapkan! Sementara itu paras muka Siau It-kek pun sudah membaik, dia baru saja melakukan semadi, melihat kemunculan muda- mudi tersebut ujarnya sambil tertawa.
"Pil Siau-huan-wan memang sungguh ampuh, kini kondisi badanku telah membaik seperti sediakala, mungkin besok pun tenaga dalamku sudah kembali empat lima bagian. Eee mengapa kalian? Mengapa bermuram durja dan tidak senang hati?"
Terpaksa Liong Leng-cu harus tertawa.
"Aah, tidak apa-apa. Aku hanya mengkhawatirkan keadaanmu, melihat kau bisa pulih kembali secepat ini, hatiku pun turut gembira."Terima kasih banyak atas perhatianmu. Musuh besarmu terlampau tangguh, tak heran kalau kamu berdua jadi bermuram durja. Cuma kalau menurut pendapatku, bila pihak lawan hanya Pek-tou Sancu seorang, kerja sama kalian berdua belum tentu kalah."
"Huuhh, siapa yang kesudian minta bantuannya?"
Liong Leng-cu menjengek dingin. Siau It-kek mengira si nona malu-malu kucing, maka katanya sambil tertawa.
"Baik, baik, soal mau kerja sama dengan siapa pun adalah urusanmu sendiri, aku tak ingin mencampurinya."
Dengan turut adanya Siau It-kek, maka suasana yang semula kaku, kini menjadi lebih baik.
Liong Leng-cu tak ingin menunjukkan sikap yang kelewat kaku maka dia pun mengajak Nyo Yan bergurau kembali.
Di saat bersantap malam, tiba-tiba Liong Leng-cu berkata.
"Empek Siau, aku ingin menanyakan satu hai kepadamu."
"Soal apa?"
"Apa sih yang menyebabkan ayahku bermusuhan dengan Pek-tou Sancu di masa lalu?"
Sesungguhnya inilah persoalan yang ingin diketahui Nyo Yan semenjak tadi, hanya dia kurang leluasa untuk menanyakan secara langsung kepada Liong Leng-cu. Tapi kini, dia pun baru tahu kalau Liong Leng-cu sendiri pun tidak tahu.
"Aku sendiri pun kurang jelas,"
Demikian Siau It-kek berkata.
"Sebelum meninggal dunia apakah ibumu pernah meninggalkan sesuatu kepadamu?""Ya, dia telah menyerahkan kitab pusaka ilmu pukulan dan ilmu pedang dari keluarganya dan ayah kepadaku."
"Selain kitab ilmu pukulan dan ilmu pedang apakah masih ada benda lainnya?"
Agak tertegun Liong Leng-cu mendapat pertanyaan tersebut "Tidak."
Ia menggeleng.
"mengapa empek Siau menanyakan persoalan ini kepadaku?"
"Aah, tidak apa-apa, aku hanya menduga saja."
"Empek menduga apa?"
"Aku ingin tahu apa yang mendorong Pek-tou Sancu Itbun Poh mencelakai ayahmu?"
"Menurut dugaan empek, apa yang menjadi penyebabnya?"
Cepat Liong Leng-cu bertanya.
"Kakekmu bergelar Giok-bin-liong-ong (Raja Naga Berwajah Kemala), tahukah kau apa arti julukan tersebut?"
"Mungkinkah semasa mudanya dulu, kakekku berparas tampan?"
"Ya benar. Tapi masih ada dua maksud lagi. Pertama, karena ilmu silatnya kelewat tinggi, maka julukan raja naga melambangkan kewibawaannya "
"Aku tahu maksud itu. lapi apa pula arti yang lain?"
"Raja naga melambangkan Hok dan Kui atau kekayaan dan keanggunan, bukankah dalam dongeng sering orang melambangkan harta karun berada dalam istana naga? Kakekmu adalah seorang tocu (pemilik pulau) di Lam-hay, menurut penuturan seorang bulim cianpwe, ia adalah seorang pencuri budiman yang sepanjang tahun selalu malangmelintang di tengah lautan dan membajak orang kaya untuk menolong fakir miskin, bayangkan saja, Spa tidak mungkin harta kekayaannya yang menumpuk di pulaunya amat melimpah?"
Liong Leng-cu segera tertawa getir.
"Sewaktu ibu mengajakku melarikan diri dulu, kami pernah mengalami masa yang paling sulit, seringkali kami kehabisan uang, bahkan aku pun pernah menjadi seorang pengemis."
"Tapi Itbun Poh tidak tahu hal tersebut? Mungkin dia mengira sedikit banyaknya ayahmu masih i mempunyai beberapa macam benda mestika yang tak ternilai harganya, kemudian timbul keserakahannya untuk merampas mestika tersebut Apalagi di samping benda mestika bisa jadi dia pun mengincar kitab ilmu pukulan dan ilmu pedang milik keluarga ayahmu."
Mendengar hal ini, memang masuk akal. Maka Liong Leng-cu lantas berkata.
"Ketika malapetaka muncul dulu, ibu sendiri juga tidak tahu apa sebabnya hal itu bisa terjadi. Tapi kalau kita pikir sekarang, rasanya memang disebabkan dua hal tersebut Kami tak punya mestika, tapi untung saja kitab pusaka keluarga kami pun tak sampai dirampas olehnya."
Lain halnya dengan Nyo Yan yang mengikuti pembicaraan tersebut dengan mulut membungkam, dia merasa agak curiga terhadap perkiraan Siau It-kek yang dibilang masuk akal itu. Diam-diam pikirnya kemudian.
"Walaupun ilmu silat Itbun Poh waktu itu belum mampu menandingi ayah Leng-cu, paling tidak dia terhitung seorang jagoan kelas satu di dalam dunia persilatan, biasanya manusia macam begini paling gampang mencari kekayaan dari bidang apa pun, rasanya kurang cocokkalau dibilang dia mau menyerempet bahaya hanya disebabkan harta kekayaan belaka. Sebaliknya kalau dibilang lantaran kitab ilmu silat, betul dugaan ini mendekati kebenar- an, tapi aliran ilmu silat yang dianut Itbun Poh berbeda sekali dengan aliran ilmu silat keluarga Liong Leng-cu, sekalipun ia berhasil memperoleh kitab pusaka keluarga Liong, untuk mempelajari isinya ia harus membuang dulu kepandaian yang pernah dipelajari, kemudian berlatih kembali sejak awal. Jelas hal ini membutuhkan waktu yang lama dan kesulitan yang amat besar. Jadi mustahil bila dia mengincar kitab pusaka itu untuk kepentingan sendiri, kecuali kalau dia ingin mewariskan kitab itu untuk keturunannya, kalau tidak, mungkinkah dia bersedia menyerempet bahaya? Namun kalau didengar dari pembicaraan anak muridnya, dia sepertinya hanya mempunyai seorang keponakan saja yakni Itbun Lui."
Kecurigaan tersebut tidak diutarakan, melainkan hanya disimpan dalam hati. Liong Leng-cu telah berkata lagi.
"Padahal apa pun alasannya bukan masalah yang penting, kini aku telah tahu kalau Pek-tou Sancu adalah musuh besar pembunuh ayahku, masalah terpenting bagiku kini adalah bagaimana caraku untuk membalas dendam!"
"Betul!"
Sokong Siau It-kek.
"Masalah terpenting memang bagaimana caranya membalas dendam. Masih untung kalian memiliki bakat bagus untuk belajar silat, walaupun sekarang belum mampu mengungguli lawan, tapi lima tahun kemudian usaha ini pasti akan berhasil, dan aku percaya soal ini bukan soal pelik untuk kalian!"
Hingga kini, dia selalu menggandengkan Nyo Yan dan Liong Leng-cu dalam setiap pembicaraannya, seakan-akan sudahsepantasnya bila Nyo Yan membantu usaha Liong Leng-cu untuk membalas dendam.
Nyo Yan sendiri hanya bungkam dalam seribu bahasa karena tak dapat mengemukakan kesulitan yang dihadapinya kepada Siau It-kek.
Liong Leng-cu sendiri pun merasakan hatinya tak keruan, namun perasaan itu sungkan diutarakan di hadapan Siau It- kek, maka dia pun berlagak seakan-akan tidak mengerti.
Tiba-tiba Siau It-kek berkata.
"Nyo siauhiap, apakah besok kau akan berangkat?"
"Betul, aku benar-benar masih ada urusan penting, maaf bila aku tak dapat menemani cianpwee lagi."
"Aku bukan bermaksud untuk menahanmu, aku hanya ingin menyerahkan sebuah hadiah untukmu!"
"Harap Siau cianpwe jangan sungkan-sungkan!"
Tapi belum habis pemuda itu berkata, kembali Siau It-kek telah menukas sembari tertawa terbahak-bahak.
"Haah haah haah, sesungguhnya kau sendiri yang memilih hadiah tersebut!"
Baru saja Nyo Ya n tertegun, Liong Leng-cu yang cerdas telah menyambung sambil tertawa.
"Ya, benar, sesungguhnya hadiah itu sudah kau ambil tanpa permisi, buat apa mesti berlagak sok sungkan?"
Nyo Yan bukan anak bodoh, dengan cepat dia memahami apa yang dimaksudkan, maka ujarnya kemudian.
"Ooh rupanya Sau-yap-cianghoat yang Siau locianpwe maksudkan."
"Sewaktu mengintip aku berlatih dari bukit seberang tadi tentunya kau tak sempat melihat dengan cukup jelas bukan?""Empek Siau, biar aku saja yang mewakilimu bicara terus terang, bukankah kau bermaksud hendak menghadiahkan ilmu itu secara lengkap?"
Kata Liong Leng-cu tertawa.
"dan lagi bukankah kau sedang bertanya kepada Nyo Yan, apakah dia sudah memahami semua intisari dari ilmu pukulanmu itu."
Nyo Yan bukan pemuda bodoh, dia memiliki dasar ilmu silat yang dalam sekali.
Betul dia menyadap ilmu orang dari seberang bukit, namun intisari ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat telah dikuasai sepenuhnya.
Hanya untuk keperluan tata kesopanan saja terpaksa dia berkata lembut.
"Ilmu pukulan ciptaan Siau locianpwe rumit dan dalam sekali, bagaimana mungkin aku dapat memahaminya secepat ini? Apa yang berhasil kusadap pun tak lebih baru seujung jari."
Siau It-kek seperti puas sekali dengan jawaban tersebut, sambil mengelus jenggotnya dan tertawa, ia berkata.
"Bukan aku sengaja mengunggulkan kepandaianku, sesungguhnya ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat-ku ini termasuk cara mengerahkan tenaga, telah banyak menyita keringat dan pikiranku selama banyak waktu. Tidak heran kalau Nyo lote tidak mengetahui kehebatannya, sebab itulah maka aku baru menyerahkan kepandaian tersebut kepadamu sebagai hadiah. Nyo lote, mari ikutilah aku keluar sebentar, aku hendak memainkan ilmu pukulan ini sekali lagi di hadapanmu, kemudian harap kau suka memberikan pengarahan."
"Bila locianpwe bersedia memberi petunjuk, hal ini sangat menggembirakan. Namun bukankah kondisi badan cianpwe bani saja pulih, aku tak berani terlalu merepotkan locianpwe. Mengenai hal ini ehm aku pikir aku pikir bisa dilakukan di lain kesempatan saja.""Sekalipun aku tak becus, kalau cuma untuk memainkan ilmu pukulan ini sekali saja, tulang belulangku yang bangkotan masih sanggup. Bila kau enggan menerima hadiahku ini, artinya kau memandang hina ilmu silatku."
Oleh sebab dia telah berkata demikian, sudah barang tentu Nyo Yan tak bisa menolak lagi.
"Leng-cu!"
Kata Siau It-kek kemudian "bukan aku pilih kasih, tapi kali ini aku hanya bisa memainkan ilmu pukulan itu untuk Nyo siauhiap seorang, sebab itu aku minta kepadamu untuk mengerjakan tugas yang lain saja."
"Empek Siau,"
Liong Leng-cu tertawa.
"sekalipun kau akan memberiku tugas yang lain, aku pun tak nanti akan berlatih bersama-sama Nyo Yan. Kemampuannya jauh lebih hebat daripada diriku, kalau kami mesti latihan bersama, soal pintar bodoh bukan masalah, tapi yang jelas kau si guru bakal mene- mui banyak kesulitan, bahkan bisa habis kesabarannya."
"Waduh waduh kau memang hebat, paling tidak ada seseorang dari angkaranmu yang akan mengagumi dirimu ini. Cuma kau jangan menuduh aku mengusirmu dengan cara halus, yang pasti sebentar lagi Teng-ji akan mendusin, maka tolong kau tinggal di sini saja sambil menjaganya."
"Empek Siau tak usah banyak bicara lagi,1 seru Liong Leng- cu.
"Aku tak bakal menggerutu kau pilih kasih, silakan saja pergi agar pulangnya pun jangan ke lewat malam Sebab besok pagi dia masih harus menempuh perjalanan jauh, setelah lelah seharian, paling tepat kalau cepat beristirahat"
Nyo Yan dan Siau It-kek menuju ke tanah lapang, di tengah jalan Siau It-kek banyak menanyakan soal-soal sekitarperubahan ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat untuk mengetahui seberapa dalam yang telah dipahami oleh anak muda itu.
Jawaban dari Nyo Yan amat lancar dan tepat hal ini membuat Siau It-kek semakin gembira, katanya kemudian.
"Banyak penemuan baru yang kau ungkapkan dalam kete- ranganmu barusan, padahal ada beberapa hal yang belum pernah kuduga sebelumnya, walaupun demikian, aku ingin memberi penjelasan yang lebih terperinci lagi kepadamu mengenai beberapa jurus serangan serta teknik mengerahkan tenaga Nah perhatikan baik-baik! Akan kumainkan beberapa jurus tersebut"
Nyo Yan memang paling khawatir jika orang tua ini sampai kecapaian, cepat-cepat serunya.
"Ya, begini memang paling baik, seandainya kurang jelas, baru kutanyakan lagi kepadamu."
Begitulah, sambil memainkan jurus serangannya Siau It-kek memberikan keterangannya panjang lebar, hampir seluruh rahasia terdalam dari ilmu pukulan maupun teknik mengerahkan tenaga dituturkan semua pada Nyo Yan.
Tidak sampai setengah jam kemudian, Nyo Yan telah berhasil memahami rahasia tersebut Sambil tertawa Siau It-kek lantas berkata.
"Yang paling dikhawatirkan bagi orang yang berlatih silat adalah tidak memahami kunci rahasia dari kepandaian tersebut bila rahasia itu sudah dipahami, sekalipun jurus serangannya terlupakan juga tidak menjadi soal, rupanya kau telah berbasil mencapai tingkatan tersebut"
"Terima kasih atas pujian locianpwe, bagaimana kalau kita pulang saja?""Tak usah terburu-buru, tak usah terburu nafsu. Sekalipun pulang sebelum tengah malam juga tidak menjadi soal, aku masih ada persoalan yang hendak dibicarakan denganmu. Aku ingin menanyakan tentang satu masalah pribadi, bila Leng-cu turut hadir, aku jadi kurang leluasa untuk membicarakannya."
Nyo Yan merasakan hatinya berdebar keras.
"Persoalan apa sih yang hendak locianpwe ketahui?"
Katanya kemudian.
"Aku ingin menanyakan tentang gwakong (kakek luar) Leng-cu, konon kau pun menyebutnya sebagai yaya, baik- baikkah dia orang tua?"
Nyo Yan agak tertegun, kemudian sahutaya.
"Ooh, jadi Leng-cu telah memberitahukan kepadamu. Di kala aku berangkat meninggalkan bukit dulu, yaya masih segar bugar dan sehat walafiat, aku rasa dia masih bisa hidup banyak tahun lagi. Terus terang saja kukatakan, tujuan yaya menyuruhku turun gunung kali ini adalah untuk mencari putrinya. Siapa tahu kedua orangtua Leng-cu telah tiada, jadi hanya dia seorang yang masih terhitung keluarga yaya. Aku sangat berharap Leng-cu bisa berkumpul dengan gwakong- nya, tapi dia enggan menuruti nasihatku."
"Kau sudah tahu tentang tindakan gwakong Leng-cu terhadap ayahnya. Leng-cu amat membenci gwakong-nya, ia tak pernah menyinggung tentang dirinya, lapi kemudian karena dirimu, dan ia ingin memberitahukan asal-usulmu kepadaku, terpaksa ia membicarakan persoalan ini untuk pertama kalinya denganku. Aku rasa sulit bagi kita untuk mengubah jalan pikiran Leng-cu atas persoalan ini, jadi lebih baik kita pelan-pelan membicarakannya lagi besok. Namun, aku hendak mengajakmu membicarakan masalah yang lain lagi."Kemudian setelah berhenti sejenak, Siau It-kek berkata.
"Aai, berbicara yang sebenarnya, mungkin ayah ibu Leng-cu sendiri pun tidak mengetahui sebab musabab yang utama mengapa ayah Leng-cu mati dibunuh orang!"
Dengan terkejut Nyo Yan segera berseru.
"Kalau begitu Siau locianpwe mengetahui hal ini?"
"Benar. Ketika sahabatku yang paling karib mati terbunuh, tentu saja aku harus menyelidiki sebab musababnya. Setelah bersusah payah dengan segala kemampuan dan kekuatanku, akhirnya rahasia paling besar ini berhasil juga kuketahui!"
Bukan cuma rahasia biasa saja, dia menandaskan dengan suara dalam kalau rahasia itu adalah rahasia paling besar. Tak. urung terperanjat juga Nyo Yan setelah mendengar perkataan itu, ia segera bertanya.
"Benarkah ayah Leng-cu memiliki harta kekayaan yang tiada tandingannya di dunia ini?"
"Tidak. Benda yang ada sangkut pautnya dengan rahasia ini, mungkin sama sekali tak ada nilai dan harganya apabila terjatuh di tangan orang biasa, tapi benda tersebut dapat membuat sri baginda saat ini merasa panik dan tidur tak nyenyak makan tak enak!"
"Siau locianpwe, mengapa kau enggan memberitahukan rahasia ini kepada Leng-cu?"
"Sudah kuketahui kalau benda tersebut tidak berada di tangannya, jadi tidak perlu memberitahukan soal ini kepadanya. Bila ia sampai mengetahui rahasia tersebut hanya kerugian saja yang akan diperoleh; nya, maka dari itu sengaja ku-gunakan dongeng tentang harta karun untuk menipunya, asalkan dia merasa dugaanku benar, niscaya dia pun tidak akan menanyakan persoalan ini lebih lanjut"
"Bolehkah Siau locianpwe memberitahukan rahasia besar ini kepadaku?"
"Ketika kuundang kau untuk keluar menemaniku, waktu itu pun telah kuputuskan akan menyampaikan rahasia ini kepadamu, tapi sebelum itu, aku ingin bertanya lagi kepadamu, tahukah kau tentang rahasia asal-usul yaya-mu itu?"
"Yaya tak pernah memberitahukan soal itu kepadaku. Namun aku pernah mengetahui dari Leng-cu."
"Bagaimana ceritanya?"
"Dia bilang leluhur ibunya dulu adalah seorang pengawal setia dari Nian Keng-yau. Nian Keng-yau adalah seorang panglima perang kenamaan pada masa pemerintahan kaisar Yong-ceng, ia sangat berjasa dalam usahanya menaklukkan wilayah perbatasan untuk kerajaan Cing, dia merupakan seorang panglima pembuat pahala bagi kaisar Boan-chiu waktu itu, tapi dianggap sebagai penjual negara bagi bangsa Han. Kemudian sang panglima pembuat pahala* ini mari dibunuh kaisar Yong-ceng, sedang yaya dari gwakong-nya khawatir terseret dalam musibah itu. Gwakong-nya adalah keturunan ketiga yang berdiam di sana."
"Ehmm,.. sikapnya terhadapmu memang bagus sekali, sesungguhnya dia menganggap kejadian ini sebagai suatu aib bagi keluarganya tapi nyatanya toh ia ceritakan juga kepadamu. Cuma tidak semua ceritanya itu benar, justru ada bagian yang terpenting dia telah salah bercerita.""Seuap orang tentu mempunyai suatu rahasia yang tak ingin diketahui orang lain, bila dia enggan memberitahukan secara keseluruhan kepadaku, itu urusannya sendiri, aku tak bisa menyalahkan dirinya."
"Bukan dia sengaja merahasiakan untukmu, gwakong- nyalah yang telah merahasiakan kejadian sesungguhnya kepada putrinya. Sedang dia mengetahui riwayat keluarganya dari ibunya, padahal cerita itu sudah diubah gwakong-nya, tak heran kalau cerita yang diketahui olehnya pun sama sekali telah berubah."
"Kalau begitu, yaya dari yaya tersebut sesungguhnya siapa dan apa jabatannya?"
"Dia adalah putra bungsu Nian Keng-yau, dialah satu- satunya keturunan keluarga Nian yang berhasil meloloskan diri dari musibah tersebut!"
Nyo Yan jadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut, katanya kemudian.
"Tak heran kalau yaya sengaja merahasiakan asal-usulnya, sehingga putri kandung sendiri pun tidak diberi tahu rahasia yang sesungguhnya. Tapi apa hubungan serta untung ruginya antara rahasia ini dengan ayah Leng-cu?"
"Besar sekali hubungannya, oleh karena dia adalah menantu dari keturunan Nian Keng-yau, maka akhirnya dia mengalami musibah dan terbunuh secara mengerikan."
"Kalau ibu Leng-cu sendiri pun tidak mengetahui riwayat hidup sendiri yang sebenarnya, sudah tentu ayahnya pun tak tahu bukan?"
"Ya, dia memang tak tahu, tapi orang lain tahu.""Wah, aku jadi rada bingung. Sejak Nian Keng-yau terbunuh di tangan kaisar Yong-ceng, hingga kini paling tidak sudah."
"Tujuhpuluh tahun!"
Sambung Siau It-kek.
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sesudah melampaui waktu yang begitu lama, masalah pun sudah berakhir, mengapa pihak kerajaan Cing masih saja melakukan pengusutan? Apalagi seandainya mereka hendak membekuk keturunan Nian Keng-yau, sepantasnya kalau gwa- kong-nya Leng-cu yang dicari, tidak sepantasnya jika mereka membinasakan menantunya."
"Nah, di sinilah terletak rahasia paling besar yang menyangkut sri baginda saat ini. Ceritanya harus dimulai sejak Nian Keng-yau masih hidup dulu. Pada masa pemerintahan kaisar Yong-ceng dulu, Nian Keng-yau pernah memegang ke- kuasaan terbesar di dalam kekuatan militer. Kedudukannya sangat tinggi dan terhormat, tahukah kau apa yang menyebabkan dia sampai mendapat penghargaan sebesar itu?"
"Konon dia pandai sekali berperang."
"Benar, dia pandai sekali mengatur siasat perang. Tapi keberhasilannya memegang tampuk pimpinan tertinggi dalam bidang militer, sehingga kaisar Yong-ceng sendiri pun agak jeri kepadanya, adalah karena alasan lain, dia pernah membantu Yong-ceng, terutama keberhasilan Yong-ceng menjadi kaisar boleh dibilang adalah jasanya.
"Ayah Yong-ceng, kaisar Khong-si mempunyai banyak putra, semuanya berjumlah tigapuluh lima orang, di antaranya hanya pangeran keempat In-ceng yang kemudian menjadi kaisar Yong-ceng dan pangeran keempatbelas In-ti yang paling berkuasa. Tapi In-ti lebih dipercayai ayah bagindanya,kekuasaan di bidang militer berada di tangannya. Waktu itu Nian Keng-yau hanya merupakan salah seorang panglima andalannya saja.
"Sistem yang dipakai kaisar bangsa Cing waktu itu untuk mewariskan tahtanya amat istimewa, biasanya sri baginda meninggalkan pesan yang menunjuk calon penggantinya dengan menyimpan surat wasiat tersebut dalam sebuah sampul tertutup, kemudian diletakkan di belakang papan nama Kong-beng-cing-toa yang berada di tengah keraton. Bila kaisar telah mangkat maka segenap pembesar dan pangeran dikumpulkan bersama-sama untuk membaca isi surat kaisar, jadi sebelum kaisar mangkat, kecuali dia pribadi tiada orang yang mengetahui rahasia tersebut. In-ceng ingin sekali menjadi kaisar, maka diperintahnya Nian Keng-yau untuk menyerempet bahaya dengan mengintip surat wasiat ayahnya di belakang papan nama dalam keraton. Nian Keng-yau sebagai seorang jago dari kuil Siau-lim-si selain mempunyai banyak anak buah yang berbakat, kepandaiannya sendiri pun amat lihay, maka entah dia sendiri yang kemudian melaksanakan tugas tersebut atau menyuruh jago lihay kepercayaannya, tak ada seorang pun yang tahu.
"Tapi yang pasti dia berhasil mengetahui rahasia surat wasiat kaisar Khong-si tersebut serta mengetahui siapa bakal menjadi penggantinya. Rahasia tersebut diberitahukan kepada In-ceng yang waktu itu masih merupakan pangeran keempat Seketika itu juga In-ceng merasakan hatinya menjadi dingin separuh!"
Nyo Yan menjadi bertambah asyik mendengarkan kisah cerita itu, katanya kemudian sambil tertawa.
"Rupanya bukan dia yang ditunjuk ayahnya sebagai pengganti kedudukannya?""Tentu saja bukan. Karena dalam surat wasiat tersebut disebutkan dengan jelas bahwa pangeran keem-patbelas yang ditunjuk sebagai penggantinya!"
"Lantas bagaimana cara kaisar Yong-ceng menjadi kaisar di kemudian hari?"
"Semuanya ini berkat akal muslihat yang kemudian disusun oleh Nian Keng-yau serta ibu Yong-ceng, mereka telah meru bah huruf sip dengan menambahi sebuah garis sehingga berubah menjadi Yu\ Nah coba kau baca sekarang."
"Bagus sekali bagus sekali!"
Puji Nyo Yan sambil tertawa lebar, dengan begitu perkataan yang seharusnya berbunyi kedudukan diwariskan pangeran keempatbelas kini berubah menjadi kedudukan diwariskan kepada pangeran keempat!"
"Benar, karena itulah pangeran keempat In-ceng pun kemudian naik tahta dan mengubah dirinya sebagai kaisar Yong-ceng. Tapi setelah peristiwa besar itu, Nian Keng-yau telah melakukan suatu perbuatan yang mungkin dia anggap besar serta membanggakan, padahal perbuatannya itu bodoh sekali."
"Apa yang telah dia lakukan?"
"Setelah surat wasiat dari kaisar Khong-si dibacakan, dia tidak menyerahkan surat wasiat tersebut kepada kaisar Yong-ceng melainkan disimpan olehnya."
"Diakah yang membacakan isi surat wasiat tersebut?"
Tanya Nyo Yan keheranan.
Walaupun dia tidak memahami tentang peraturan yang berlaku dalam keraton kaisar, namun dia tahu bahwa Nian Keng-yau adalah seorang bangsa Han, sepantasnya kalauorang yang membacakan surat wasiat dari kaisar yang lalu adalah seorang bangsa Boan-ching.
"Bukan Nian Keng-yau, melainkan paman kerajaan Keloto yang membacakan isi surat wasiat tersebut Konon setelah isi surat wasiat itu selesai dibacakan segera terjadi kegaduhan yang luar biasa. Pangeran keempatbelas In-ti sebagai seorang yang berilmu silat tinggi segera mengemukakan kecurigaannya dan menyerbu ke depan untuk merampas surat wasiat tersebut, namun segera dibekuk oleh Nian Keng-yau, bahkan surat wasiat itu pun segera dirampas olehnya dari tangan Keloto. Berbicara menurut situasi waktu itu, dia bertindak untuk melindungi surat wasiat, tapi setelah kejadian tersebut mereda dia tidak menyerahkan kembali surat wasiat tersebut kepada kaisar Yong-ceng. Saat itu dia telah menjadi seorang jenderal yang memegang kekuasaan tertinggi di bidang militer. Kaisar Yong-ceng sendiri karena baru naik tahta maka ia masih selalu membutuhkan bantuannya, karenanya meski tahu kalau Nian Keng-yau bermaksud lain, namun dia tak berani memintanya kembali secara terang-terangan."
"Buat apa dia menyimpan surat wasiat tersebut?"
"Tentu saja untuk memeras kaisar Yong-ceng agar menurut perintahnya, kendatipun hurufSip telah diubah menjadi huruf Yu dan penggantian ini dilakukan amat teliti, namun jika dilakukan pemeriksaan yang seksama bukan tidak mungkin menemukan perbedaan itu.
"Dalam anggapan Nian Keng-yau, dia berhasil menguasai titik kelemahan1 kaisar Yong-ceng dan pasti akan membuatnya tak berkutik, siapa tahu kaisar Yong-ceng justru lebih licik daripadanya, sebelum kedudukannya mantap, dia terus-menerus bersabar menahan diri, tapi begitu kedudukannya mantap, ia segera memerintahkan panglimaperangnya untuk membekuk Nian Keng-yau dan membunuhnya."
"Bagaimana dengan surat wasiat tersebut?"
Tanya Nyo Yan kemudian.
"Setelah berhasil membunuh Nian Keng-yau, kaisar Yong- ceng telah menitahkan orang-orangnya untuk melakukan penggeledahan secara besar-besaran, alhasil mereka berhasil menemukan sejumlah besar harta kekayaan, tapi surat wasiat itu tidak ditemukan sama sekali. Putra bungsu Nian Keng-yau merupakan satu-satunya anggota keluarga yang berhasil menyelamatkan diri, kaisar Yong-ceng curiga kalau surat wasiat tersebut telah dilarikan oleh putra bungsu Nian Keng- yau, namun pencarian yang dilakukan secara besar-besaran tidak berhasil menemukan jejaknya, sejak itu tidak pernah ter- jadi peristiwa apa pun, kasus ini pun lambat laun mulai jadi dingin. Tapi kejadian ini masih tetap dianggap sebagai kasus yang paling rahasia bagi kalangan kerajaan, mereka pun tak pernah mengen-dorkan usahanya untuk menyelidiki jejak keturunan keluarga Nian, hanya pencarian tidak dilakukan seketat dan seserius tahun-tahun permulaan."
Setelah berhenti sejenak untuk mengatur napas, Siau It-kek meneruskan kembali kata-katanya.
"Tiga-belas tahun setelah kaisar Yong-ceng naik tahta, suatu malam tiba-tiba saja ia ditemukan telah dibunuh orang!"
"Apakah ia dibunuh oleh seorang pembunuh gelap?"
Tanya Nyo Yan terkejut.
"Benar, pembunuh gelap itu berhasil memenggal batok kepalanya!"Nyo Yan merasakan lidahnya menjadi kaku dan tak sanggup untuk melanjutkan kembali kata-katanya, selang beberapa saat kemudian ia baru berkata lagi.
"Waduh waduh, seorang kaisar pun bisa kehilangan batok kepalanya di tengah malam buta, peristiwa ini sungguh merupakan suatu peristiwa luar biasa! Siapa sih pembunuh gelap itu?"
"Menurut cerita bulim cianpwe, pembunuh gelap itu adalah seorang pendekar perempuan yang paling termashur waktu itu, Lu Su-nio. Ayah Lu Su-nio yang bernama Lu Lui-liong dibunuh kaisar Yong-ceng karena tulisannya maka Lu Su-nio membalas dendam bagi ayahnya. Ia berhasil memasuki Istana Terlarang tanpa menimbulkan kecurigaan bahkan berhasil membunuh kaisar Yong-ceng tanpa diketahui siapa pun, para pengawal istana tak berani terlalu meyakini kalau dialah pem- bunuhnya.
"Akibatnya timbul dua perkiraan dalam kalangan istana waktu itu. Ada yang bilang Lu Su-nio pembunuhnya, tapi ada juga yang mengatakan putra Nian Keng-yau yang kembali ke istana untuk membalaskan dendam bagi kematian ayahnya. Dalam ketidakpastian tersebut, akhirnya pihak kerajaan memutuskan bahwa kedua orang ini sama-sama merupakan orang yang paling dicurigai."
Nyo Yan segera menghela napas panjang "Kalau bicara perbuatan kaisar Yong-ceng, dia memang pantas dibunuh, tapi bagi yaya-ku itu, boleh dibilang merupakan suatu bencana yang datang tanpa diundang."
"Siapa bilang tidak? Kematian sri baginda dalam keadaan mengenaskan itu tentu saja tidak diumumkan oleh pihak kerajaan, akan tetapi mereka justru meningkatkan penyelidikannya. Pada jaman pemerin- tahan Kian-liong, mereka berhasil mendapat tahu kalauketurunan dari Nian Keng-yau telah berganti nama menjadi Liong Leng-kiau dan mengasingkan diri di perbatasan negeri Tian-tok (India). Kaisar Kian-liong segera mengutus beberapa kelompok busu-nya untuk melakukan penyelidikan, tapi ada yang pulang dengan tangan hampa, tapi ada pula yang tak pernah kembali lagi untuk selamanya."
"Aku pikir, pihak kerajaan pasti tak akan menyudahi persoalan tersebut sampai di situ saja?"
Kata Nyo Yan kemudian.
"Tidak. Suatu ketika mereka justru mengendorkan usaha penyelidikan tersebut dalam jangka waktu yang cukup panjang."
"Mengapa demikian?"
"Pertama, karena kaisar Kian- liong berhasil mendapat tahu kalau orang yang membunuh ayahnya adalah pendekar wanita Lu Su-nio. Kedua, Liong Leng-kiau tinggal di bukit Tay-kiat-nia yang terletak di perbatasan dengan negeri Tian-tok dan tak pernah muncul kembali di daratan Tionggoan, kendatipun surat wasiat kaisar Khong-si masih berada di tangannya, hal ini sudah bukan merupakan bencana lagi. Maka dia menyimpulkan kalau orangnya sukar dicari, asal saja dia tak pernah menginjak kembali daratan Tionggoan dan mengacau dirinya, dia pun tak akan mempersoalkan kembali kejadian tersebut."
"Tapi mengapa kasus tersebut bisa merembet sampai ke ayahnya Leng-cu?n tanya Nyo Yan.
"Hingga duapuluh tahun berselang, sewaktu orang tua Leng-cu berdiam di sebuah dusun dalam wilayah Tionggoan, jejak mereka berhasil diketahui pihak kerajaan* Cing, kejadian itu dengan cepat menarik kembali perhatian kaisar sekarang.
"Kaisar Ka-king adalah cucu kaisar Yong-ceng, sekalipun peristiwanya telah berlangsung tujuhpuluh tahun berselang, semestinya walaupun surat wasiat kaisar Khong-si munculkembali dalam masyarakat pun tak banyak berpengaruh terha- dap posisi serta kedudukannya, tapi orang yang menjadi kaisar biasanya besar kecurigaannya, bagaimana pun jua, ia tetap khawatir apabila surat wasiat tersebut sampai terjatuh ke tangan orang lain!"
"Mengapa dia curiga kalau surat wasiat itu berada di tangan ayahnya Leng-cu? Bukankah sepasang kaki ayahnya justru patah karena dihajar oleh mertuanya sendiri?"
"Sebagai seorang kaisar bagaimana mungkin dia bisa mengetahui soal kecil semacam ini? Begitu memperoleh laporan dari congkoan istana tentang asal-usul ayah Leng-cu, dia segera menurunkan perintah untuk melakukan penyelidikan. Mata-mata yang diutus congkoan is- tana dengan cepat berhasil mendapat tahu tentang keturunan Liong Leng-kiau ini, bahkan mendapat tahu kalau yaya-mu hanya mempunyai seorang putri.
"Kini putri dan menantunya telah kembali ke daratan Tionggoan, seandainya keluarga Liong menyimpan surat wasiat kaisar Khong-si, benda yang dianggap sebagai mesti-ka keluarga itu tentu diserahkan kepada menantunya.
"Sebagaimana kebiasaan pihak kerajaan, lebih baik salah membunuh seratus orang daripada melepaskan satu orang, apalagi perintah itu diturunkan langsung oleh kaisar?"
"Lantas mengapa Pek-tou Sancu yang melaksanakan pembunuhan tersebut? Menurut apa yang kuketahui, meski dia mempunyai hubungan yang akrab dengan congkoan istana, namun bukan berarti seorang utusan kaisar."
"Kaisar telah melimpahkan tugas penyelidikan kasus tersebut kepada congkoan istana dan memerintahkan kepadanya untuk dilaksanakan secara rahasia, dia dilarangmeng gerakkan pasukan secara besar-besaran. Tapi congkoan istana agak jeri terhadap ilmu silat dari Giok? liong Taycu (Pangeran Naga Kemala), sudah tentu dia tak berani melaksanakan sendiri tugas itu, maka dia mencari seseorang yang cocok untuk mewakilinya melak sanakan perintah ini.
"Kebetulan orang tersebut adalah Itbun Poh. Waktu itu Itbun Poh belum menjadi Pek-tou Sancu. Konon ayahnya adalah seorang tocu pula di wilayah Lam-hay, bahkan kenal akrab dengan kakek Leng-cu, yakni Giok-bin-Iiong-ong (Raja Naga Berwajah Kemala) Tian Lam-beng.
"Itbun Poh dan ayah Leng-cu, Giok-liong Taycu Tian Leng- kun, angkat nama bersama-sama, di antara mereka berdua pun terikat suatu perselisihan kecil, sedangkan congkoan istana dan Itbun Poh adalah sobat karib, mungkin ia sudah banyak memperoleh kebaikan darinya, karena itulah baru memohon bantuannya. Mengenai kejadian selanjutnya tentu kau sudah tahu bukan? Aku rasa tak usah menerangkan lebih lanjut"
Mendengar sampai di situ, Nyo Yan menghela napas panjang.
"Aaaiii, sungguh tak kusangka kalau di balik peristiwa tersebut masih terdapat banyak seluk beluk. Tak heran kalau di antara pencari jejak Leng-cu tempo hari, terdapat pula orang-orang yang bekerja untuk pihak kerajaan Cing, seperti Phang Tay-yu dan lain-lainnya!"
"Walaupun orang-orang itu berhasil kau halau pergi, namun masalahnya tak akan berakhir dengan begitu saja!"
Nyo Yan sangat terkejut "Maksudmu kaisar dan congkoan istana menaruh curiga kalau surat wasiat itu berada di tangan Leng-cu, maka mereka bertekad hendak membekuk dirinya?""Benar! Pek-tou Sancu tak nanti akan melepaskan Leng-cu dengan begitu saja, sedangkan pihak kerajaan Cing juga sedang mengejar dirinya, kalau kita bicara sej uj urnya, maka posisinya sekarang benar-benar sangat gawat!"
"Apa daya kita sekarang? Apa yang harus kita lakukan?"
Gumam Nyo Yan cemas.
"Lote!"
Tiba-tiba Siau It-kek berseru.
"bersediakah kau membantu Leng-cu?"
"Asal bisa kulakukan, tentu saja aku bersedia"
"Cara ini mungkin bisa mengurangi separuh dari musuh- musuhnya sehingga tinggal Pek-tou Sancu seorang, dengan demikian dia akan lebih gampang menghadapinya. Dan lagi, cara ini hanya kau seorang yang dapat melaksanakannya"
"Kalau memang hanya aku seorang yang dapat melakukannya, harap Siau locianpwe memberikan perintah."
Siau It-kek seperti merasa kurang leluasa untuk buka suara, dia melirik sekejap ke arah Nyo Yan, kemudian pelan-pelan berkata.
"Nyo siauhiap, bila aku salah berbicara nanti, harap kau jangan marah."
Nyo Yan malah tertegun sesudah mendengar ucapan tersebut, katanya kemudian.
"Siau locianpwe, kita bekerja demi kebaikan nona Liong, bila ingin menyampaikan sesuatu, utarakan saja terus terang."
Di hati kecilnya dia merasa keheranan, seorang buHm cianpwe yang selama ini terus terang, mengapa secara tiba- tiba berubah ragu-ragu, persoalan apa yang sebenarnya hendak dilimpahkan kepadanya? "Di dalam istana terdapat seorang pengawal yang hampir serupa dengan Phang Tay-yu,"
Kata Siau It-kek.
"Dia bekerjauntuk kerajaan Cing secara diam-diam, tapi jarang sekali umat persilatan yang tahu kalau sesungguhnya dia telah menjadi seorang pengawal istana Orang ini lebih mendapat kepercayan dari congkoan istana ketimbang Phang Tay-yu bahkan di hadapan kaisar pun ia mempunyai kesempatan untuk turut bicara"
Paras muka Nyo Yan berubah hebat sesudah mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa.
"Siau locianpwe, siapa., siapakah yang kau maksudkan?"
"Nyo siauhiap,"
Siau It-kek tersenyum.
"kau tak usah gugup. Kalau dibicarakan sungguh kebetulan sekal i, orang ini pun she Nyo. Apakah."
"Siau locianpwe, apa saja yang telah kau ketahui?"
Kata Nyo Yan dengan suara parau.
"Nyo siauhiap, harap kau jangan marah. Kau sudah tahu, aku telah menganggap Leng-cu sebagai putri kandungku sendiri. Sejak dia berkenalan denganmu, diam-diam aku telah menyelidiki riwayat hidupmu secara jelas. Tidak banyak yang berhasil kuketahui, aku hanya tahu pengawal she Nyo itu berasal sedesa denganmu, duapuluh tahun berselang dia masih merupakan seorang busu kenamaan dari kota Po-teng."
Tampaknya dia seperti enggan untuk berbicara secara langsung, sementara masih kebingungan dan tak tahu bagaimana harus melanjutkan kata-katanya, Nyo Yan telah berteriak kembali.
"Siau locianpwe, kau tak usah berbicara lagi, aku enggan untuk menyinggung kembali orang ini!"
"Demi Leng-cu, apakah kau pun tidak bersedia untuk berjumpa dengan orang ini?"
Nyo Yan menggigit bibir dan tidak berbicara lagi. Pelan- pelan Siau It-kek berkata.
"Yaya-mu adalah keturunan NianKeng-yau, aku pikir, kau tentunya tidak merasa malu pada riwayat hidup serta asal-usulnya bukan? Teratai yang tumbuh di atas lumpur toh tetap suci dan bersih, yang penting bagi seseorang adalah perbuatan serta tindak-tanduk sendiri, asal dia tak pernah melakukan kesalahan, dia tak perlu merasa malu atau rendah diri."
"Apakah Leng-cu sudah tahu?"
Pertanyaan Nyo Yan kedengaran agak parau.
"Dia tidak tahu. Dan aku pun merasa tidak penting untuk memberitahukan persoalan ini kepadanya."
"Aku tak bisa menyanggupi permintaanmu dengan segera, aku pun tak tahu bisa atau tidak menolong Leng-cu. Tapi aku ingin tahu, mau apa kau menyuruhku berjumpa dengan orang ini?"
"Aku berharap kau dapat mengucapkan kata-kata bohong yang tidak merugikan diri sendiri namun berfaedah bagi orang lain."
"Perkataan apa?"
"Katakan kalau yaya-mu telah mati, sebelum meninggal dunia dia telah memberitahukan riwayat hidup serta asal- usulnya kepadamu, bahkan di hadapanmu dia telah membakar habis surat wasiat dari kaisar Khong-si tersebut"
"Dengan memberitakan kabar bohong tentang kematian yaya, cara ini memang dapat menghindarkan dirinya dari bencana serta ancaman bahaya, apalagi yaya berjiwa terbuka, sekalipun mengetahui akan hal ini, dia pun tak akan menyalahkan aku. Cuma, mengapa surat wasiat tersebut harus dibakar?""Keluarga Nian telah putus keturunan, putrinya juga telah mem- bangkang perintahnya dengan kabur bersama orang lain, dalam kesedihannya, buat apa dia harus menyimpan terus surat wasiat tersebut? Lagi pula selewat puluhan tahun, dia pun sudah menyadari kalau meninggalkan surat wasiat tersebut hanya akan meninggalkan bencana, mengapa dia harus menyusahkan keturunannya lagi?"
"Kau anggap orang akan mempercayai perkataanku dengan begitu saja?"
"Kau dapat menceritakan tentang rahasia keluarga Nian serta surat wasiat tersebut sekalipun congkoan istana melakukan pemeriksaan sendiri atas dirimu, mau tak mau dia harus mempercayainya juga, apalagi orang itu adalah adalah.,.."
Ia tidak melanjutkan perkataannya, namun Nyo Yan sudah tahu apa yang hendak diutarakan olehnya, tahpa terasa ia tertawa getir di dalam hati, pikirnya.
"Benar, menurut keadaan pada umumnya, hubungan darah daging memang terhitung hubungan paling akrab, perkataan dari putranya tentu akan dipercayai oleh ayahnya. Tapi, empek Siau tak pernah menyangka kalau kami ayah dan anak tak pernah bergaul, di antara kami pun masih tertanam perasaan saling mencurigai, mana mungkin kami bisa berhubungan akrab dan saling mempercayai seperti orang lain?"
Kemudian dia berpikir, lebih jauh.
"Tujuanku membunuh Beng Goan-cau tak lain untuk menolong ayahku lolos dari liang api dan tidak menjadi kuku garuda lagi. Kini bila kumohon kepadanya demi urusan Leng-cu, bukankah hal ini sama artinya dengan mendorongnya masuk lagi ke liang api?Sekalipun di kemudian hari dia masih dapat meloloskan diri, paling tidak tentu membutuhkan banyak waktu lagi."
Sementara dia masih termenung, terdengar Siau It-kek telah berkata lagi.
"Kaisar memang tidak tahu kalau yaya-mu telah mengurungi sepasang kaki menantunya, tapi congkoan Istana Terlarang pasti mengetahui akan hal ini. Asal orang itu bersedia mempercayai perkataanmu, asal dia menyampaikannya kepada congkoan Istana Terlarang, cong- koan itu pasti akan percaya seratus persen. Para pengawal dan anak buahnya juga tak akan datang mencari gara-gara lagi dengan Leng-cu. Dengan begitu bukankah Leng-cu akan kehilangan separuh musuhnya? Yang tertinggal kini hanya Pek-tou Sancu seorang, betul ilmu silatnya sangat lihay, namun dengan kerja sama kalian berdua, mustahil kalian kalah di tangannya?"
"Tentang soal ini, tentang soal ini, aku aku rasa dalam waktu singkat tak mungkin bisa membantu apa pun untuk Leng-cu."
"Masalah ini besar sekali sangkut pautnya, tentu saja aku tak akan memaksamu untuk melaksanakannya dengan segera, pertimbangkan saja secara pelan-pelan sebelum mengambil keputusan. Sedang terhadap Leng-cu, akan kuanjurkan agar jangan terburu nafsu untuk membalas dendam, dia pasti akan menuruti perkataanku."
"Aku pun tak akan turun gunung bersama dia,"
Kembali Nyo Yan menambahkan.
"Mengapa?"
Siau It-kek agak tertegun.
"Ooh, mengerti aku sekarang. Rupanya kau tak ingin dia mengetahui rahasia asal- usulmu sekarang? Tapi, bukankah kau bisa mencari alasan lain di saat kau hendak bertemu dengan orang itu hingga tak usah pergi bersama-sama Leng-cu?""Mungkin Leng-cu sendiri pun tak akan turun gunung bersama-samaku."
Siau It-kek segera tertawa "Siapa bilang kalau dia enggan turun bersamamu? Kau benar-benar tidak memahami suara hatinya!"
Nyo Yan merasakan pipinya jadi panas, namun dia pun sungkan untuk memberi penjelasan lebih jauh, terpaksa katanya.
"Harap Siau loocianpwe jangan menertawakan, aku sebenarnya aku dan Leng-cu tidak mempunyai hubungan apa- apa."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menambahkan.
"Waktu sudah siang, bila locianpwe tiada persoalan lain, mari kita pulang kerumah."
Siau It-kek mengira pemuda itu takut malu, dia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haahh haahh baiklah kita pulang sekarang juga daripada Leng-cu merasa khawatir. Tentang rahasia hatinya, biar dia saja yang mengutarakan sendiri kepadamu di masa mendatang, tak baik kalau aku si kakek tua renta ikut mencampurinya O ya tadi masih ada beberapa jurus ilmu pukulan Sau-yap-cianghoat yang lupa kumainkan di hadapanmu, tapi beberapa jurus itu sudah dikuasai penuh oleh Leng-cu, bila kau khawatir tidak ada waktu lagi, cari saja kesempatan di kemudian hari dan lajar darinya"
Walaupun keesokan harinya dia akan berangkat, malam ituNyoYan tak bisa tidur nyenyak, dia hanya berguling kian kemari sementara matanya tetap melotot "Benarkah Leng-cu telah telah jatuh cinta kepadaku?"
"Aah, tidak mungkin tidak mungkin! Aku toh sudah menceritakan hubunganku dengan enci Leng kepadanya?""Dia seperti kurang senang tiap kali kusinggung enci Leng, bahkan orang yang bukan kumaksudkan sebagai enci Leng tadi pun menyebabkan dia mengambek, mengapa bisa demikian? Mungkinkah ya, mungkinkah"
Kemudian dia berpikir lebih jauh.
"Nyo Yan wahai Nyo Yan mungkinkah kau sendiri menduga yang tidak-tidak. Dia memang berwatak aneh, dia inginnya diperhatikan dan dihormati setiap orang, masa kau anggap dia cemburu pada enci Leng? "Kalau begitu, lantas apa sebabnya Siau locianpwe berkata demikian? Atau mungkin dia telah mengungkapkan rahasia hatinya di hadapan Siau locianpwe? "Aah! Aku makin mengigau. Sekalipun si nona jatuh hati terhadapku, terhadap orangtua sendiri pun malu untuk mengutarakan, apalagi terhadap orang luar? Ehmm, sudah pasti Siau locianpwe sendiri yang menduga ke situ! Sungguh menggelikan sekali perbuatanku sekarang, masa menduga yang bukan-bukan atas dugaan Siau locianpwe.* Dalam hati kecilnya dia mendengar suara hatinya sendiri, betapapun banyak alasan yang berhasil ditemukan olehnya yang membuatnya tidak percaya kalau Leng-cu telah jauh cinta kepadanya, namun rahasia hati Leng-cu masih tetap me- rupakan sebuah teka-teki baginya Seperti juga watak dan perangai gadis itu, ada kalanya dia seperti merasa dapat menembusinya dalam sekali pandang, tapi ada kalanya seperti berada di tengah awan tebal, sukar diraba Jangan lagi menebak suara hati Leng-cu, suara hati sendiri pun tetap merupakan sebuah tanda tanya besar!Dalam hati kecilnya terdapat beberapa bagian perasaan takut, tapi terdapat pula beberapa bagian perasaan gembira Apakah ia takut bila Leng-cu sampai jatuh cinta kepadanya? Atau gembira kerena Leng-cu mencintainya? Dia sendiri tak dapat menjawab pertanyaan tersebut Namun ada satu hal yang dia anggap mengetahui dengan pasti, cintanya kepada "enci Leng"
Merupakan cinta yang sejati, entah berapa lama pun mereka telah berpisah, cinta kasih itu tak pernah luntur.
"Buat apa aku mesti menebak suara hati orang lain? Aku telah bersumpah hendak mempersunting enci Leng, biar samudra mengering biar batu menjadi lapuk, cinta kasihku kepadanya tak pernah akan berubah."
Demikian pada akhirnya dia berpikir.
Setelah berpikir begini, perasaan hatinya jadi tenang kembali.
Menjelang fajar dia tertidur sangat nyenyak.
Bangun dari tidur, hari baru saja terang tanah.
Ia tidak menjumpai Siau It-kek, canggung untuk mencari Liong Leng-cu di kamarnya, maka dalam hati kecilnya lantas berpikir.
"Bagaimanapun jua, semalam aku sudah memberitahukan kepada Siau locianpwe, dia seorang tokoh persilatan yang berjiwa besar, rasanya aku pun tak usah terlalu banyak adat lagi dengan dirinya,.."
Taruna Pendekar Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka sambil membawa bun-talannya dia siap berlalu dari situ.
Di dalam anggapannya luka yang diderita Siau It-kek baru sembuh, semalam pun tidur kelewat malam maka kini belum mendusin kembali, dia tak ingin mengusik ketenangan orang hingga mengambil keputusan untuk pergi tanpa pamit"Entah Leng-cu masih marah kepadaku atau tidak?"
Terbayang entah sampai kapan mereka baru akan bersua kembali, Nyo Yan merasa agak masgul.
Sementara pemuda itu melanjutkan perjalanan tanpa arah tujuan, mendadak sesosok bayangan manusia melintas lewat dari balik hutan, orang itu adalah Liong Leng cu.
"Nyo Yan!"
Dari kejauhan gadis itu sudah menegur.
"harap kau terangkan sejelas-jelasnya hendak ke mana kau? Dan hendak berbuat apa?"
"Aku tak dapat memberitahukan kepadamu hendak ke mana aku pergi, aku pun tak bisa menjelaskan kepadamu siapa yang akan kucari. Tapi aku dapat memberitahukan bahwa pekerjaan yang hendak kulakukan sama dengan dirimu."
"Sama dengan diriku?"
Liong Leng-cu tertegun.
"Apakah apakah kau pun hendak membalaskan dendam bagi kematian ayahmu?"
"Orang itu membuat aku menderita aib dan malu semenjak dilahirkan di dunia ini, jadi tak berbeda jauh dengan musuh besar pembunuh orangrua!"
"Kau sudah banyak mengetahui tentang asal-usulku tapi aku belum mengetahui asal-usulmu. Orang itu adalah."
"Maafkan aku Leng-cu,"
Tukas Nyo Yan cepat.
"Ketika kau menanyakan persoalan ini kepadaku tempo hari, aku telah mengatakan kepadamu bahwa aku tak dapat memberitahukan hal ini kepadamu, demikian juga halnya dengan sekarang. Cuma seandainya nasibku masih baik dan aku bisa pulang dalam keadaan hidup, saat itu pasti akan kuberitahukan segala sesuatunya kepadamu."Diam-diam Liong Leng-cu segera berpikir.
"Dia tidak mengakui Beng Hoa sebagai kakaknya, berarti ayah Beng Hoa bukan ayahnya. Tapi kalau dilihat dari situasi kemarin, rasa cinta Beng Hoa kepadanya bukan pura-pura. Yang seorang she Beng, yang lain she Nyo, sebenarnya apa sih hubungan mereka berdua? Ehmm, bi sa jadi riwayat hidupnya jauh lebih rumit dari aku."
Sebagai seorang gadis yang cerdas, lamat-lamat dia sudah menduga beberapa bagian. Terdengar Nyo Yan berkata lagi.
"Kini, seharusnya kau memahami arti perkataanku semalam bukan? Bukan aku tak ingin membantumu membalas dendam, sesungguhnya aku tak yakin bisa kembali dalam keadaan selamat. Kecuali aku bisa pulang dalam keadaan hidup, kalau tidak percuma kita membicarakan soal-soal lain. Aaai tapi sayang sekali harapan ini begitu tipis dan samar."
"Lihaykah ilmu silat yang dimiliki musuh besarmu itu?"
"Dibandingkan Pek-tou Sancu, mungkin dia masih lihay beberapa puluh kali lipat!"
"Kau pernah menyaksikan ilmu sflat orang itu?"
"Belum pernah."
"Lalu dari mana kau tahu kalau dia lihay?"
"Menurut apa yang kuketahui, ilmu silat yang dimiliki orang itu masih setingkat lebih unggul dari Beng Hoa, tentunya kau pernah menyaksikan ilmu silat Beng Hoa bukan?"
Ia berhenti setelah berbicara sampai di situ karena pemuda itu merasa tidak perlu untuk menjelaskan kata-kata selanjurnya.Perlu diketahui ilmu silat yang dimiliki Beng Hoa sudah mampu mengungguli It-bun Lui, murid yang pating diandalkan oleh Pek-tou Sancu, bila ilmu silat orang itu jauh lebih lihay dari Beng Hoa, maka dari smi bisa disimpulkan kalau orang itu sudah pasti jauh mengungguli Pek-tou Sancu.
Liong Leng-cu seperti sedang memikirkan sesuatu, dia menundukkan kepalanya sambil membungkam seribu bahasa.
Mendadak Nyo Yan berkata.
"Leng-cu kumohon satu hal kepadamu, kuharap kau bersedia mengabulkannya."
"Baik, katakanlah."
"Setelah kuutarakan, kau tak boleh mengambek kepadaku lho."
"Baik, apa pun yang kau katakan, aku tak akan marah kepadamu."
"Seandainya aku kurang beruntung, tewas, harap kau suka melaksanakan suatu keinginanku."
"Hus, jangan mengatakan kata-kata yang tidak baik,"
Tegur si nona cepat "Aku sendiri pun berharap bisa pulang dalam keadaan hidup, tapi dalam hal ini aku tak bisa memastikan, anggap saja kata-kataku ini sebagai suatu persiapan saja."
"Baik, kalau memang kau berkata secara bergurau, aku pun akan mendengarkan secara bergurau saja."
"Tidak. Pertama, aku tidak bergurau. Kedua, kau pun tak boleh mendengar secara sambil lalu. Aku minta kau menjawab dengan sejujurnya."
"Aaai kau memang sulit dilayani,"
Liong Leng-cu berkerut kening.
"Baiklah, katakan saja, pasti akan kukabulkan."Saat itulah, pelan-pelan Nyo Yan baru berkata.
"Pada masa tuanya yaya kesepian dan hidup dalam kemurungan, andaikata aku tak bisa pulang, entah sampai di manakah rasa pedih hatinya. Aku hanya berharap kau bersedia menemaninya selama beberapa tahun!"
Liong Leng-cu menggigit bibirnya kencang-kencang dan bungkam. Kembali Nyo Yan melanjutkan kata-katanya.
"Di masa lampau, yaya memang telah melakukan kesalahan, tapi justru karena kesalahan itulah dia sangat menyesal, sudah puluhan tahun dia hidup merana dan sengsara, apakah kau tidak bersedia untuk memaafkan dirinya?"
Titik-titik air mata mulai berlinang membasahi ujung mata Liong Leng-cu, sampai lama kemudian dia baru berkata.
"Baik, kukabulkan permintaanmu itu."
Nyo Yan menjadi kegirangan setengah mati.
"Leng-cu, terima kasih banyak!"
Pekiknya penuh emosi. Saking tak kuasa menahan diri, tanpa terasa dia menggenggam tangannya kencang-kencang. Merah padam selembar wajah Liong Leng-cu karena ulah pemuda tersebut, katanya kemudian.
"Tapi, bukankah kau juga tahu kalau aku pun mempunyai kewajiban untuk membalaskan dendam bagi orang-tuaku."
"Seorang kuncu yang berniat membalas dendam, sepuluh tahun pun belum terlambat. Paling baik kalau kau pulang dulu untuk berjumpa dengan yaya, terhadap soal balas dendam aku percaya hal ini justru akan lebih bermanfaat daripada merugikan."Tentu saja Liong Leng-cu memahami maksud hatinya, dengan ilmu silat yang dimilikinya sekarang, bila ingin mencari Pek-tou Sancu untuk membalas dendam, maka hal ini ibarat telur yang diadu dengan batu. Tapi bila dia berkenalan dulu dengan gwakong-nya, sekalipun dia tidak berharap gwakong-nya akan mewakili dia untuk membuat pembalasan, paling tidak dia pasti akan menurunkan banyak ilmu silat kepadanya sehingga usahanya untuk membalas dendam dapat berlangsung lebih lancar. Liong Leng-cu segera menarik wajahnya, dia seperti tidak senang dengan perkataannya itu, bahkan tangannya pun turut dikibaskan ke samping. Dengan wajah tertegun Nyo Yan berseru.
"Leng-cu, salahkah perkataanku itu?"
"Tentu saja salah besar. Aku hanya setuju untuk menjumpai "yaya"-mu, bukan berniat untuk mohon bantuannya agar membalaskan dendam bagiku, aku aku berbuat demikian karena kau!"
Nyo Yan tertegun, namun dengan cepat katanya lagi sambil tertawa.
"Kau sudah berjanji tak akan marah."
"Padahal aku tahu kalau aku tak bakal melaksanakan janjiku tersebut, itulah sebabnya aku tak ragu menyanggupi permintaanmu itu!"
"Apa maksudmu?"
"Ilmu silat yang kau miliki sangat baik, kendatipun ilmu silat orang itu jauh mengungguli dirimu, namun aku yakin kau tak akan mati!""Terima kasih atas doa restumu itu,"
Nyo Yan tertawa.
"moga-moga saja demikian. Cuma cuma."
"Tak usah berputar-putar kalau bicara, kalau ingin menolong orang seharusnya menolong sampai akhir. Hari ini aku telah menyanggupi permintaanmu, tapi bila kau bisa pulang dalam keadaan hidup, aku pun lebih senang bersama- sama denganmu pergi menjumpai orang tersebut!"
Tak terlukiskan rasa girang Nyo Yan setelah mendengar perkataan tersebut, tanpa terasa dia menggenggam sepasang tangan orang sambil serunya.
"Leng-cu, kau baik sekali!"
Liong Leng-cu memutar sepasang biji matanya, lalu seperti girang seperti cemberut katanya sembari mengerling.
"Asal kau tahu kalau aku baik kepadamu, itu sudah cukup. Sekarang waktu sudah siang, aku pun tak ingin berkata apa-apa lagi kepadamu, berangkatlah!"
Setelah sebuah persoalan yang selama ini menjerat perasaannya dapat teratasi, dengan perasaan yang lega dan gembira Nyo Yan turun gunung.
Bayangan tubuh Liong Leng-cu sudah tidak tampak lagi, namun suara tawa dan perkataannya seolah-olah masih mendengung di sisi telinganya.
"Benar-benar suatu kebetulan yang tak pernah kuduga, tak nyana kalau riwayat hidup serta pengalaman yang kami alami bisa banyak kemiripan. Bahkan kami dua orang anak piatu bisa bertemu bersama-sama."
Sekalipun ia tak percaya akan takdir, namun mau tak mau harus mengakui juga kenyataan yang dihadapinya sekarang. Mendadak satu ingatan melintas di dalam benaknya.
"Aah, benar! Mengapa dia bersikap begitu baik kepadaku?Mungkinkah perasaannya benar-benar seperti apa yang diucapkan Siau It-kek semalam? Aai tapi haruskah kuingkari sumpah setiaku dengan enci Leng?"
Dengan cepat dia berpikir lebih jauh.
"Harapanku untuk pulang dalam keadaan hidup sangat tipis, budi dan dendam akan berlalu seperti asap. Enci Leng juga baik, nona Liong juga baik, aku berhutang budi kepada mereka semua, jelas se- mua utangku tak akan bisa kubayar dalam kehidupanku sekarang, lebih baik cepat-cepat berangkat ke Jik-tat-bok saja. Sehari lebih cepat aku mati, berarti sehari lebih cepat aku bebas dari kemurungan!"
Tapi seandainya dia benar-benar bernasib baik tidak mati? Ia tak berani berpikir lebih jauh.
Kebetulan sekali, pada waktu itu ada seorang yang lain sedang merasakan hal yang sama, dia sedang memikirkan Leng Ping-ji.
Orang itu pun sedangmenempuh perjalanan cepat, sama- sama menuju ke Jik-tat-bok dan sama-sama hendak mencari Beng Goan-cau.
Ki See-kiat Menyampaikan Kabar Kalau Nyo Yan berangkat ke Jik-tat-bok untuk membalas dendam, maka orang itu berangkat ke sana untuk menyampaikan kabar buruk tersebut Orang ini bukan lain adalah Ki See-kiat Kuda tunggangannya adalah kuda jempolan pemberian Kang Siang-hun, hari ini dia sudah memasuki wilayah Cing-hay dan menyeberangi padang rumput di utara bukit Kosiha yang berada di Say-ning.Jagat amat luas, matahari senja bersinar cerah, angin malam yang mulai berhembus membawa udara dingin.
Namun perasaan hatinya panas dan membara.
Ia teringat akan persahabatannya dengan Kang Siang-hun, terutama sekali berita dari Kang Siang-hun yang mengatakan pengharapan dari Kwan tang tayhiap Utti Keng, membuat perasaannya begitu gembira dan puas.
Ternyata Utti Keng tidak menganggapnya sebagai musuh karena "tindakannya yang sembrono", malah sebaliknya menaruh kesan baik kepadanya.,..
Sedangkan Kang Siang-hun sebelum berkenalan dengannya telah berusaha untuk mengalihkan berita tentang dirinya, berusaha membantah perbuatan salah yang telah dilakukannya, bahkan menarah kepercayaan yang mendalam, kesemuanya ini membuat dia sangat terharu.
Mereka begitu percaya kepadaku aku tak boleh manyia- nyiakan harapan mereka padaku! Ucapan ibu memang harus kuturuti, namun nyawa Beng Goan-cau harus pula kuselamatkan.
Bila kedua-duanya tak bisa dilaksanakan berbareng, terpaksa aku harus membangkang perintah ibu untuk kali ini saja"
Sebenarnya Beng Goan-cau merupakan orang yang paling dibenci oleh keluarga Ki dan keluarga Nyo, gara-gara persoalan adiknya dengan Beng Goan-cau dulu, ibunya paling tak dapat memaafkan perbuatan orang she Beng tersebut Tapi sekarang, tak segan-segan See-kiat menempuh perjalanan, bahkan bisa jadi menyerempet bahaya untuk pergi menyelamatkan "musuh besar"
Keluarganya.Betul akibat pengaruh pandangan keluarganya semenjak kecil, dia masih belum bisa memahami Beng Goan-cau, namun paling tidak sekarang dia sudah lebih mengerti, ibunya membenci Beng Goan-cau hanya terbatas karena merasa rugi martabat dan nama baiknya akibat ulah orang tersebut, sedangkan usahanya menolong Beng Goan-cau sekarang juatru merupakan masalah yang menyangkut kebahagiaan dan keuntungan segenap umat persilatan.
"Beng Goan-cau satu aliran dengan Utti tayhiap,"
Demikian ia berpikir.
"aku tak boleh membiarkan jiwanya terancam hanya disebabkan masalah perselisihan pribadi antara dia dengan keluarga kami, aku pun tak boleh membiarkan piaute tertipu oleh engku sehingga makin terperosok ke jalan yang sesat."
Ia telah memikirkan banyak masalah, tapi di antara sekian banyak orang dan masalah tersebut, yang paling menggetarkan perasaannya adalah Leng Ping-ji, orang yang tak ingin dijumpai tapi tak bisa untuk tak dijumpai tersebut beserta hubungan cintanya dengan Leng Ping-ji yang sukar diraba ujungnya "Entah nona Leng berada di Jik-tat-bok tidak?"
Kembali dia berpikir lagi.
"Aaai, ibu telah membuatnya sedih dan tersinggung, meski dia tak terpikir sampat menyalahkan aku, tetap aku menyesal dan malu terhadapnya. Moga-moga saja dia tidak berada di Jik-tat-bok."
Terbayang kembali bagaimana Leng Ping-ji dibikin kabur oleh ibunya dengan perasaan marah, Ki See-kiat benar-benar merasa tak punya muka untuk menjumpainya"Ya, sekalipun tak pernah terjadi peristiwa tersebut, belum tentu ia akan menyukai diriku, tampaknya dia sudah mempunyai pilihan hati sendiri."
Teringat kalau pilihan hati Leng Ping-ji ternyata adalah piaute-nya sendiri, Ki See-kiat hanya bisa tertawa getir di hati.
"Bicara sebenarnya, kecuali perbedaan usia mereka yang agak mencolok, tiada sesuatu yang jelek bila ia menjadi suami istri dengan piaute. Moga-moga saja kali ini aku bisa sampai di tempat tujuan tepat pada waktunya dan menarik adik Yan keluar dari jalan yang sesat, dengan demikian aku baru dapat membantu adik Yan agar memperoleh kebahagiaan hidup yang kekal!"
Dia cukup mengetahui watak Leng Ping-ji, seandainya dia membiarkan Nyo Yan pergi membunuh Beng Goan-cau dan sengaja membiarkan Nyo Yan melakukan kesa-ahan, sudah pasti Leng Ping-ji tidak akan mau menjadi istri Nyo Yan.
Terpikir sampai di situ cepat-cepat dia membuang jauh semua pikiran tersebut dan mempercepat perjalanannya.
Ia tak tahu kalau waktu itu Leng Ping-ji juga sedang di dalam perjalanannya menuju ke Jik-tat-bok.
Mereka bertiga menempuh perjalanan yang sama, sayangnya tak seorang pun yang saling bersua di tengah jalan.
---ooo0dw0ooo--- Nyo Yan telah tiba di Jik-tat-bok.
Dengan cara apa melaksanakan usahanya membunuh Beng Goan-cau, Nyo Yan sudah memikirkan banyak cara, haruskahdia menantangnya untuk berduel secara terang-terangan? Ataukah membunuhnya secara diam-diam? Memohon untuk menghadap dengan menggunakan nama Nyo Yan? Ataukah untuk sementara waktu merahasiakan identitasnya terlebih dahulu? Akhirnya dia mengambil kepu-tusan untuk menempuh jalan yang tidak terang-terangan, untuk sementara waktu dia merahasiakan identitas sendiri, mengubah wajah aslinya dan memohon untuk berjumpa dengan Beng Goan-cau.
Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Pedang Gadis Yueh Karya Jin Yong Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL