Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 10


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 10



Misteri Pulau Neraka Karya dari Gu Long

   

   Terpaksa ujarnya sambil tertawa getir.

   "Ban tua, aku harus menunggu sampai kapan lagi?"

   "Aku sendiripun tidak tahu!"

   Sahut si kakek latah sambil tertawa senang.

   Mendadak orang tua itu teringat akan sesuatu, maka kepada si ular aneh Wan Sam katanya pula.

   "Wan Sam, tahukah kau kapan pihak Sian-hong-hu hendak melancarkan serangannya terhadap pihak perkumpulan Pay- kau?"

   "Malam nanti!"

   "Apa? Mengapa tidak kau katakan semenjak tadi?"

   Teriak kakek awet muda dengan marah.

   "atau mungkin kau memang sengaja hendak mempermainkan diriku?"

   Pucat pias selembar wajah Wan Sam karena kaget bercampur takut, buru-buru dia menyahut.

   "Boanpwee tidak berani!"

   Kalau begitu, ayoh cepat suruh pelayan mempersiapkan hidangan..."

   Kata kakek latah awet muda kemudian sambil mengulapkan tangannya kepada pengemis sinting.

   Sang pengemis menyahut dan segera beranjak pergi dari situ.

   Ketika Oh Put-kui mendengar bahwa peristiwa itu akan berlangsung malam nanti, dalam hati kecilnya dia merasa gembira sekali, katanya kemudian sambil tertawa.

   "Ban tua, kau tak usah terburu napsu, sekarang toh baru mendekati tengah hari..." "Bocah muda, tahukah kau berapa jauhkah jarak antara tempat ini dengan tempat berlangsungnya pertarungan itu?"

   Seru sang kakek sambil tertawa dingin. Oh Put-kui menjadi tertegun, lalu pikirnya.

   "Bagaimana mungkin aku bisa tahu?"

   Karena itu diapun menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Kalau toh tidak mengetahui berapa jauh tempat tersebut, bila kita tidak berangkat sekarang juga, memangnya kau anggap masih keburu sampai di situ?"

   Oh Put-kui kembali menggelengkan kepalanya berulang kali.

   Sambil tertawa Wan Sam segera menyela "Locianpwee, boanpwee pun sudah menyelidiki tempat yang hendak mereka pergunakan untuk bertarung itu!"

   "Waaah, tampaknya kau si pengemis kecil pandai juga untuk bekerja, ayoh cepat katakan kepadaku, dimanakah peristiwa itu hendak berlangsung?"

   Seru kakek latah kegirangan.

   "Kuil Pau-in-si diluar kota Kang-ciu!"

   "Dekatkah tempat itu?"

   "Dekat sekali, paling banter cuma tiga li dari batas kota!"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... kalau begitu masih keburu..."

   Tapi kemudian secara tiba-tiba kakek itu berkata lagi.

   "Wan Sam, tahukah kau kapan waktu yang telah mereka tentukan?"

   "Kentongan ke dua nanti!"

   Kakek latah awet muda segera tertawa tanpa mengucapkan kata-kata lagi, sedangkan Oh Put-kui segera menyela pula.

   "Wan tongcu, perjanjian di kuil Pau-in-si ini ditentukan oleh siapa? Aapakah pihak keluarga Nyoo yang menentukan?"

   "Bukan! Tantangan itu dibuat antara pihak Pay Kau dengan tiga padri dari wilayah See-ih!"

   "Kalau begitu pihak Sian-hong-hu yang sedang bermain setan dibalik kesemuanya itu,"

   Kata Oh Put Kui tertawa.

   "Boanpwe pun menduga sampai ke situ, itulah sebabnya boanpwe telah mengutus anggota kantor cabang kamu untuk bersembunyi lebih dulu di sekitar kuil Pau-in-si pada malam nanti, bilamana pergi kami siap akan membantu pihak Pay Kau!"

   "Wah, tidak kusangka kau si pengemis kecil pun masih tahu soal setia kawan!"

   Kakek latah segera menghentikan tertawanya.

   "Selama ini perkampungan kami mempunyai hubungan yang sangat erat dan akrab dengan pihak Pay Kau, oleh sebab itu walaupun boanpwe tahu kalau tindakan yang kuambil merupakan tindakan yang tahu diri, namun kamu pun tak bisa berpeluk tangan belaka membiarkan rekan kami di gontok orang habis-habisan."

   "Wan tongcu, apakah kau sudah tidak percaya lagi terhadap pihak Sian-hong-hu?"

   Tiba tiba Oh Put Kui menyela sambil tertawa.

   Pertanyaan ini sudah jelas mengundang maksud dan tujuan yang amat dalam.

   Sebab bagaimanapun juga orang-orang dari pihak Sian- hong-hu merupakan anak murid Kakek suci, paling tidak, mereka adalah orang-orang yang pantas dihormati dan disegani oleh setiap anggota perkumpulan dan partai mana pun yang ada dikolong langit, andaikata, terjadi persoalan maka sudah sewajarnya bila anggota partai lain membantu pihaknya.

   Akan tetapi kenyataannya sekarang, pihak kay-pang lebih suka membantu Pay-kau untuk memusuhi para anak murid dari kakek suci, hal ini menunjukkan kalau si ular aneh Wan Sam sudah menaruh rasa tak percaya lagi terhadap tingkah laku dan perbuatan dari orang-orang Sian-hong-hu, paling tidak perintah ini diturunkan dari markas besar perkumpulan Kay-pang.

   Kalau bukan begiut, sudah pasti Wan Sam tak akan berani mencampuri perselisihan semacam itu.

   Benar juga, baru saja Oh Put Kui menyelesaikan perkataannya, Wan Sam segera berkata sambil tertawa .

   "Apa yang diucapkan kongcu memang benar, semenjak boanpwee mengetahui kalau kuku garuda dari Sian-hong-hu banyak melakukan perbuatan terhina dengan menindas kaum lemah dan rakyat kecil, boanpwee segera mangambil keputusan untuk membantu pihak Pay-kau dengan sepenuh tenaga..."

   Berhubung pengemis sinting membahasai Oh Put Kui sebagai saudara, oleh karena itu dia pun harus membahasai diri sendiri sebagai boanpwee.

   Oh Put Kui kembali tertawa hambar.

   "Apakah pihak markas besar perkumpulanmu mengetahui tentang keputusan yang kau ambil ini?"

   "Tidak tahu,"

   Wan Sam menggeleng.

   "Seandainya kau telah menyalahi pihak Sian-hong-hu, apakah pangcu mu tak akan menyalahi dirimu?"

   Tiba-tiba Wan sam tertawa tergelak dengan suara yang amat nyaring, kemudian serunya.

   "Selamanya boanpwe bekerja hanya berdasarkan atas kebenaran, entah pihak itu dari golongan mana pun, yang salah harus ditindak dengan tegas.

   Andaikata setelah kejadian tersebut pangcu menegurku, boanpwe pun berani menerima segala resiko dan akibatnya!" Mendengar sampai disini, Oh Put Kui segera tertawa terbahak-bahak, lalu pujinya.

   "Betul-betul seorang lelaki sejati!"

   Sebaliknya kakek latah awet muda ikut berkata pula sambil tertawa tergelak.

   "Laksanakan saja dengan hati tenang, biarpun ada kejadian yang bagaimana pun besarnya, biar aku yang tanggung!"

   Wan Sam menjadi kegirangan setengah mati, cepat-cepat dia berseru sambil tertawa.

   "Banyak terima kasih loocianpwe...

   cuma boanpwe pun percaya, sekalipun boanpwe melakukan perbuatan ini, pangcu kami tentu tak akan menegur apalagi menyalahkan tindakanku ini."

   "Betul.

   aku tahu Kongcu Liang si bocah kecil itu cukup pandai membedakan persoalan..." -------------------- Kentongan pertama sudah lewat.

   Cahaya lentera bersinar amat terang disekitar kuil Pau-in-si yang terletak diluar kota Kang-ciu Tapi suasana disitu amat sepi, tidak terdengar suara genta, tidak terdengar suara orang membaca doa, tidak terdengar pula manusia yang hiruk pikuk.

   Suasana dalam ruangan Wau-tong-poo-tiang pun sunyi senyap tak kedengaran sedikit suara pun.

   Hanya asap dupa dari balik hiolo yang mengepulkan asap harumnya memenuhi seluruh ruangan, Didepan ruangan dekat hiolo tersebut, duduk tiga orang lhama berbaju kuning.

   Tampaknya mereka sedang bersemedi, sehingga keadaannya tidak berbeda dengan orang mati.

   Pada saat itulah...

   Tampak dua sosok bayangan manusia melayang turun dari tengah udara dengan gagah dan angkernya.

   Gerakan tubuh dari kedua sosok bayangan manusia itu sungguh amat cepat, mereka bukannya melayang turun keatas permukaan tanah, melainkan meluncur masuk kebalik rimbunnya dedaunan ditengah pelataran tersebut.

   Meskipun gerakan tubuh kedua orang itu cepat sekali, namun didalam kenyataannya sama sekali tidak menimbulkan sedikit suara pun, bahkan dedaunan dibalik pepohonan itupun tidak sampai bergetar, dari sini dapatlah disimpulkan bahwa kepandaian silat yang dimiliki kedua orang itu benar-benar hebat sekali.

   Begitu melayang masuk kebalik dedaunan, kedua orang itu segera menyembunyikan diri baik-baik.

   Kemudian salah seorang diantaranya segera menongolkan kepalanya Ternyata orang itu adalah Oh Put Kui.

   Lantas siapakah seorang yang lain ? Kakek latah awet muda atau pengemis sinting? Setelah menongolkan kepalanya dan memeriksa sekejap keadaan disekeliling tempat itu, Oh Put Kui segera berkata kepada rekannya itu.

   "Ban tua, kalau ditinjau dari sikap ketiga orang lhama yang sedang bersemedi itu nampak begitu tenang, bisa diduga kalau ilmu silat yang dimiliki tentu hebat sekali, delapan puluh persen dia adalah jago lihay kelas satu dari golongan Mi tiong!"

   Rupanya rekan yang seorang lagi adalah Kakek latah awet muda.

   Kakek latah awet muda manggut-mangut, lalu dengan ilmu menyampaikan suara pula dia menjawab.

   "Hey anak muda, kau harus baik-baik mempersiapkan diri, aku akan periksa keadaan disekeliling tempat ini, daripada setelah sampai waktunya untuk turun tangan nanti, kau belum selesai mempersiapkan diri!"

   "Ban tua, memangnya kau anggap boanpwee adalah manusia yang tak berguna?"

   Seru Oh Put Kui sambil tertawa.

   Sementara itu, dari atas atap ruang tengah telah melongok keluar pula sebuah kepala manusia.

   Ternyata orang itu adalah si pengemis sinting.

   Rupanya dia sadar kalau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya kurang sempurna sehingga tak berani menyembunyikan diri diatas pohon tersebut, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terpaksa dia mendaki ke atas atap ruangan dan menyembunyikan diri disana.

   Kakek latah awet muda dan Oh Put Kui segera dapat menjumpai jejaknya.

   Cuma mereka sama sekali tidak menyapa, sebab Oh Put Kui kuatir kepandaian silat yang dimiliki ketiga orang Lhama itu terlalu tinggi sehingga sapaannya akan segera mengejutkan mereka bertiga.

   Pada saat itulah kakek latah awet muda menangkap suara langkah serombongan manusia yang datang dari kejauhan.

   Pada mulanya ida mengira rombongan manusia itu tentulah Li Cing-siu dan anak buahnya dari perkumpulan Pay kau.

   Tapi setelah diamati lagi dengan seksama, segera ditemukan olehnya bahwa gerak gerik kawanan manusia itu sangat mencurigakan bahkan seakan-akan berusaha untuk menyembunyikan diri dari pandangan orang lain...

   Menyaksikan hal ini, kakek latah awet muda segera tertawa tergelak kegelian.

   Kalau ditinjau dari gerak gerik mereka itu, sudah jelas rombongan manusia itu adalah orang-orang dari istana Sian- hong-hu...

   Diam diam ia bersyukur karena mereka bertiga datang selangkah lebih awal, kalau tidak, sudah pasti tempat persembunyian mereka akan diketahui oleh orang orang dari Sian-hong hu.

   Tampaknya Oh Put Kui juga sudah mengetahui akan kehadiran mereka, ia segera berbisik.

   "Ban tua nampaknya ada orang sedang menyembunyikan diri disekeliling tempat ini!"

   "Yaa, nampaknya orang-orang dari Sian-hong-hu!"

   Pada saat itulah dari kejauhan sana kembali berkumandang datang suara langkah kaki manusia.

   Lalu nampak munculnya belasan pedang obor yang menerangi serombongan manusia mereka berjalan langsung menuju ke kuil Pau-in-si.

   Agaknya rombongan yang datang kali ini adalah orang- orang dari pihak Pay Kau.

   Dengan sorot mata Oh Put Kui yang tajam, segera terlihat olehnya bahwa rombongan Pay Kau terdiri dari dua puluhan orang.

   Perjalanan yang mereka tempuh tidak terlalu cepat, jarak sejauh dua li tersebut ditempuh dalam waktu seperminum teh lamanya.

   Menanti rombongan tersebut sudah berada didepan kuil, Oh Put Kui baru dapat melihat dengan jelas wajah-wajah rombongan tersebut.

   Sebagai pemimpin rombongan adalah seorang kakek berambut putih yang mengenakan jubah seorang imam.

   Dia mempunyai raut wajah yang bersih dan sikap yang lembut, langkah tubuhnya sangat ringan, sikapnya berwibawa sehingga memberi kesan anggun bagi siapapun yang melihatnya.

   Oh Put-kui tahu, orang itu tentulah Huan-im cinjin Li Cing- siu dari Pay-kau.

   Dibelakang kakek itu adalah dua orang kakek berusia tujuh puluh tahunan, seorang berpakaian imam dan seorang lagi berpakaian preman.

   Dibelakang kedua orang kakek itu adalah tamu tanpa bayangan penghancur hati Ciu It-cing.

   Dibelakang Ciu It-cing adalah seorang tosu setengah umur dan seorang sastrawan setengah umur.

   Sedangkan dibelakang kedua orang itu adalah kawanan lelaki kekar berdandan kelasi.

   Tatkala rombongan tersebut tiba didepan ruangan, dari kejauhan sana terdengar suara kentongan berbunyi dua kali.

   Mendadak tiga orang lhama itu membuka matanya bersama-sama...

   Salah seorang diantaranya, seorang pendeta berusia tujuh puluh tahunan yang bermuka dingin menyeramkan segera berseru sambil tertawa seram.

   "Heeehhh...

   heeehhh...

   heeehhh...

   Li sicu benar-benar seorang yang memegang janji, datang tepat pada saatnya...!"

   Kakek berambut putih yang berbaju imam itu segera tertawa hambar.

   "Untuk memenuhi undangan dari siansu bertiga, tentu saja aku tak berani datang terlambat."

   "Li sicu pandai juga merendah..."

   Kata lhama itu kemudian sambil tertawa, lalu sambil menuding ke sebuah kasur ditengah ruangan, katanya lagi.

   "Silahkan duduk dulu sebelum berbincang bincang!" Kakek berdandan tosu dan dua kakek di belakangnya segera mengambil tempat duduk dibantal bantal yang sudah tersedia di hadapan ketiga orang lhama itu.

   Sedangkan Siu It-cing sekalian berdiri berjalan ketiga orang kakek itu.

   Sesudah mengambil tempat duduk, kaucu dari Pay Kau, Li Cing-siu baru berkata dengan suara dalam.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Tentang kehadiran Pu Khong siansu bertiga di daratan Tiong-gona sudah lama kudengar, hanya tidak kupahami apa sebabnya siansu justru menyegel beratus buah kapal dari perkumpulan kami yang ada di Kang-ciu sekarang sehingga menyebabkan perkumpulan kami menderita kerugian yang cukup besar?"

   Put-khong lhama segera tertawa tergelak"

   "Haaahhh... haaahhh...haaahhh.... Li sicu, berbicara yang sebenarnya, tindakan lolap dengan menyegel beratus buah kapal kalian itu merupakan suatu transaksi perdagangan."

   "Transaksi perdagangan?"

   Tanya Li Cing-siu menjadi tertegun.

   "harap siansu jangan bergurau, tahukah kau bahwa gara-gara ulahmu itu menyebabkan perkumpulan kami telah kehilangan langganan terbesar dari kota Kim-leng? Hmmm, masa siansu masih berkata demikian, bukankah perbuatanmu ini sama artinya dengan mengejek diriku?"

   Dari perkataan itu bisa diketahui kalau kaucu dari Pay-kau ini benar-benar sudah amat gusar, hanya saja dia masih berusaha untuk mengendalikan diri agar amarahnya tidak sampai meledak...

   Put-khong siansu kembali tertawa licik.

   "Li sicu, lolap akan membeli semua perahumu itu!"

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Li Cing-siu setelah mendengar perkataan itu, dengan lantang diapun berkata.

   "Kalau begitu siansu memang benar-benar bermaksud untuk mencari gara-gara dengan perkumpulan kami."

   "Haaahhh...

   haaahhh...

   haaahhh...

   apakah kaucu merasa keberatan untuk menjual perahu-perahumu itu?"

   "Semua kayu dari perahu-perahu tersebut merupakan pesanan dari seorang langgananku, bagaimana mungkin aku boleh menjualnya lagi kepadamu? Apalagi si pemesanpun belum tentu akan menyetujui jual beli ini?"

   "Aaah, soal si pemesan sih urusan kecil, lolap pasti dapat memaksanya untuk menyetujui."

   Tiba-tiba Li Cing-siu menarik muka lalu berkata.

   "Menurut peraturan dari perkumpulan kami, bilamana barang pesanan belum tiba ditempat tujuan maka siapapun tak boleh mengusiknya, jikalau siansu bersikeras hendak membelinya, tunggulah sampai aku mengirim semua perahu itu ke Kim-leng dan menyerahkan kepada pemesannya, kemudian siansu baru mengadakan jual beli sendiri dengan pemilik barang itu."

   "Hmmm, sayang sekali lolap tidak mempunyai banyak waktu..."

   Kata Put-khong siansu sambil tertawa dingin. Ki Siu-cing tertawa dingin pula.

   "Sebelum barang pesanan itu tiba ditempat tujuan, bila siansu memaksa terus sama artinya dengan ingin bermusuhan dengan perkumpulan kami."

   Baru saja perkataan dari Li Siu cing itu selesai diutarakan, lhama tua bertubuh kurus yang duduk disisi kiri Put-khong siansu itu sudah tertawa panjang sambil menyela.

   "Sejak kedatangan Li Kaucu dengan memimpin segenap kekuatan, kau telah menganggap lolap sebagai musuh!"

   "Apakah Wi cay siansu tidak menganggap perkataanmu itu ingin mencari menangnya sendiri,"

   Kata Li Cing-siu dengan suara dalam.

   Oh Put Kui yang mendengarkan pembicaraan tersebut, diam-diam segera berpikir .

   "Kalau didengar dari nama yang mereka pergunakan itu, nampaknya mereka melepaskan diri dari kependetaannya dan kembali menjadi orang swasta..."

   Belum habis Oh Put Kui berpikir, Wi-cay siansu telah berkata lagi dengan suara keras.

   "Kapan sih lolap ingin mencari menangnya sendiri?"

   Sambil tertawa dingin Li CIng-siu berseru.

   "Tanpa sebab musabab kalian menahan semua barang kami, bukankah tindakan tersebut sudah jelas mencerminkan sikap permusuhan kalian terhadap perkumpulan kami? Hari ini aku datang kemari sebetulnya berniat untuk menyelesaikan persoalan secara baik-baik..."

   Wi-cay siansu tertawa terbahak-bahak, sebelum dia sempat berkata lagi, si lhama gemuk yang duduk di sebelah kanan Put Khoong-siansu telah berkata pula smabil tertawa terkekeh- kekeh .

   "Heeehhh...

   heeehhh...

   heeehhh...

   Li Kaucu, aku si hwesio gemuk paling suka untuk berbicara secara baik baik, coba kau terangkan dulu bagaimana cara penyelesaianmu yang kau anggap baik?"

   "Biala Ha-ha siancu memang suka penyelesaian secara baik-baik, hal ini tentu saja lebih baik,"

   Seru Li Cing-siu dengan kening berkerut dan suara keras.

   "sekarang harap kalian bertiga untuk menurunkan perintah kepada anak buahmu untuk mengembalikan semua barang milik kami, sekalipun kami terlambat lima hari dari batas waktu penyerahan yang telah ditetapkan, tak nanti aku akan menuntut ganti kerugian dari kalian bertiga."

   Oh Put Kui tertawa geli, pikirnya tiba-tiba.

   "Hwesio ini memang tepat jika dipanggil Ha-ha siansu, nyatanya dia memang suka sekali tertawa haha hihi..." Sementara itu Ha-ha siansu telah menggelengkan kepalanya sambil berkata.

   "Tidak bia, cara penyelesaian kami yang dianggap baik hanya satu saja."

   "Penyelesaian yang bagaimana?"

   Tanya Lo Cing-siu marah.

   Kembali Ha-ha siansu tertawa terbahak bahak.

   "Haaahhh...

   haaahhh...

   haaahhh...

   jual semua barang itu kepada lolap, bukan saja lolap akan membayar semua harganya, bahkan akan kubayar beaya pengiriman lima kali lipat lebih besar."

   Li Cing-siu segera melompat bangun, lalu sambil menuding ke tiga orang pendeta itu serunya.

   "Tampaknya kalian bertiga hendak mengandalkan ilmu silat dari golongan Mi-tiong untuk berbuat semena-mena sehingga tidak memandang sebelah matapun kepadaku, tapi aku perlu memberitahukan kepada kalian, jika kalian beranggapan demikian maka anggapan kalian itu keliru besar sekali." ----------------------- Ha ha siansu kontan saja melompat dari tempat duduknya dan bersiap sedia untuk melancarkan serangan.

   Begitu ia bangun berdiri, maka tampaklah perawakan tubuhnya yang bulat persis seperti bola daging.

   Berbicara soal tinggi badan, dia sebanding dengan pengemis sinting, tapi perawakan tubuhnya justru empat kali lipat lebih besar daripada tubuh si pengemis sinting.

   Oh Put Kui yang menyaksikan hal tersebut hampir saja tertawa tergelak saking gelinya.

   Ha-ha siansu kembali berseru sambil tertawa tergelak.

   "Jadi Li kaucu bersikeras tak mau menjualnya?"

   "Lebih baik siansu tak usah bersilat lidah lagi,"

   Tukas Li Cing-siu sambil tertawa dingin.

   Baru selesai ia berkata, kakek berbaju hitam yang berada disisinya telah membentak gusar.

   "Kaucu, bekuk saja ketiga orang keledai gundul ini, masa dia tak akan membebaskan barang-barang kita?"

   "Haaahhh...

   haaahhh...

   haaahhh...

   Tio Sian-hau, nampaknya bacotmu makin lama semakin bertambah besar,"

   Kata Ha-ha siansu tiba-tiba.

   "aku lihat dulunya kau toh belum pernah mempunyai nyali sedemikian besarnya..."

   Selama ini Oh Put Kui merasa tidak habis mengerti apa sebabnya ketiga orang pendeta dari tibet ini bisa berbicara bahasa Han dengan begitu luwes dan lancar.

   Baru sekarang dia dapat menemukan sedikit titik terang tentang persoalan tersebut.

   Jangan-jangan ketiga orang hwesio itu sesungguhnya memang orang Tionggoan yang kemudian pergi ke Tibet ? Sementara itu, kakek berbaju hitam yang sebenarnya bernama kakek baju hitam Tio Sian-hau itu sudah berseru dengan penuh amarah.

   "Aku akan segera membekukmu lebih dulu!"

   Tubuhnya segera berkelebat maju kedepan lalu dengan kesepuluh jari tangan yang dipentangkan lebar-lebar dia cengkeram jalan darah cian-keng-hiat di atas bahu Ha ha siansu Ha-ha siansu tertawa nyaring kemudian berputar badan dan menyelinap ke belakang tubuh si kakek baju hitam Tio Sian-hau, sementara itu tangan kanannya diayunkan ke muka menghantam tubuh musuh.

   "Tio sicu"

   Bentaknya kemudian.

   "biar lolap menghantar kau pulang ke langit barat lebih dulu..."

   Sejak Ha-ha siansu menyelinap kebelakang tubuhnya tadi, Tio Sian-hau sudah menduga dan berjaga-jaga atas tindakan yang akan dilakukan musuhnya ini.

   Oleh karena itulah disaat Ha-ha siansu melancarkan serangan mautnya itu, dengan cekatan pula Tio Sian-hau melayang maju sejauh tiga depa dari posisi semula.

   Kemudian diiringi bentakan amarah, dia melepaskan lima buah serangan secara beruntun.

   Pertarungan yang amat serupun segera berlangsung, namun kedua belah pihak bertarung seimbang dan sama- sama tak ada yang berhasil merobohkan lawannya.

   Namun Oh Put Kui yang menyembunyikan diri sambil menyaksikan jalannya pertarungan itu sudah dapat menentukan siapa yang telah unggul diantara mereka berdua.

   Walaupun tenaga pukulan dari Tio sian-hau sangat kuat dan berat, namun dia seakan-akan tidak mampu untuk mendesak Ha-ha siansu apalagi mengancam keselamatan jiwanya.

   Sebaliknya Ha ha siansu yang bertarung sambil tertawa mengejek, meski kadangkala melepaskan pukulan ataupun tendangan, namun setiap serangannya selalu berhasil mendesak Tio Sian-hau untuk mundur dan menghindar.

   Tiga puluh jurus kemudian, Tio Sian-hau membentak penuh amarah.

   Tiba-tiba sepasang tangannya diputar dan dirangkapkan didepan dada kemudian tubuhnya melompat mundur sejauh satu kaki lima depa ke belakang.

   Setelah menghimpun seluruh kekuatan yang dimilikinya, sepasang telapak tangan itu didorong ke muka.

   Dalam melancarkan serangannya kali ini, si kakek berbaju hitam Tio Sian-hau telah mempergunakan segenap kekuatan yang dimilikinya.

   Senyuman yang semula menghiasi wajah Ha-ha siansu segera hilang lenyap tak berbekas, sementara mukanya bertambah serius.

   Cepat-cepat dia mengayunkan lengan pendeknya keatas dengan telapak tangannya menghadap keluar, disambutnya serangan maut dari Tio Sian-hau yang mempergunakan tenaga sebesar dua belas bagian itu dengan keras lawan keras.

   "Blaaaammm..."

   Tenaga pukulan yang saling membentur satu sama lainnya itu segera menimbulkan suara ledakan keras yang memekikkan telinga.

   Dalam bentrokan yang begitu keras, tubuh Tio Sian-hau terdorong mundur sejauh satu langkah.

   Sebaliknya tubuh Ha-ha siansu cuma sedikit bergetar saja akibat bentrokan ini.

   Dengan penuh amarah Tio Sian-hau segera membentak keras.

   "Sungguh sebuah ilmu pukulan tay-jiu-eng yang sangat kuat..."

   Sepasang lengannya segera diputar lalu melepaskan sebuah pukulan lagi dengan sepenuh tenaga. Ha-ha siansu tertawa sinis, dengan cepat dia menyambut pula datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan.

   "Blaaaammmm...."

   Sekali lagi terjadi bentrokan kekerasan yang memekikkan telinga, dalam bentrokan itu Ha-ha siansu hanya terdorong mundur sejauh satu langkah.

   Sebaliknya Tio Sian-hau terdorong mundur sampai sejauh lima langkah lebih sebelum berhasil berdiri tegak.

   Walaupun Tio Sian-hau tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki lawan masih jauh lebih unggul dari kemampuan sendiri, namun ia tidak putus asa, setelah menarik napas panjang-panjang, sekali lagi dia memutar badan sambil melepaskan sebuah pukulan.

   Menyaksikan datangnya ancaman ini, tiba tiba saja dari balik mata Ha-ha siansu yang kecil itu mencorong keluar sinar mata yang tajam dan menggidikkan hati.

   Sepasang telapak tangannya segera dirangkap menjadi satu, lalu diayunkan ke muka menyongsong datangnya serangan maut dari Tio Sian-hau itu.

   "Wahai orang she Tio"

   Teriaknya lantang.

   "Hud-ya segera akan mengirim kau pulang ke rumah nenek..."

   Tampaknya jurus serangan kali ini merupakan pertarungan adu jiwa yang akan menentukan nasib mereka selanjutnya.

   Tio Sian-hau menerjang kedepan sambil melepaskan pukulan mautnya, secara otomatis tenaga yang dihasilkan pun satu kali lipat lebih hebat.

   Tapi Ha-ha siansu pun bukan seorang manusia yang mudah diperdaya lawan, dia pun menghimpun semua kekuatannya untuk menyongsong datangnya ancaman ini.

   Tatkala kekuatan serangan dari kedua belah pihak saling membentur satu sama lainnya, tidak terdengar suara apapun disekitar arena.

   Tapi tiba-tiba saja tubuh Tio Sian-hau melayang naik ke tengah udara.

   Li Cing-siu segera melotot matanya bulat bulat, kemudian menjejakkan badannya sambil meluncur ke muka.

   Dia bermaksud untuk menyelamatkan jiwa Tio Sian-hau dari ancaman tersebut.

   Sayang sekali tindakan yang dilakukan olehnya ini sudah terlambat selangkah.

   Kendatipun dia berhasil menerima tubuh sikakek baju hitam Tio sian-hau yang terbanting kebawah, namun tak berhasil menyelamatkan selembar jiwa dari kakek baju hitam Tio Sian- hau tersebut.

   Disaat kekuatan dari kedua belah pihak saling membentur satu sama lainnya tadi ilmu pukulan Tay-jiu-eng dari Ha-ha siansu telah menggetarkan nadi Tio Sian-hau sehingga putus.

   Akhir dari pertarungan ini sama sekali di luar dugaan Oh Put Kui, dia tidak menyangka kalau ilmu pukulan Tay jin eng mempunyai daya penghancur yang begitu dahsyatnya.

   Tahu begini, dia bersama kakek latah awet muda pasti cepat turun tangan untuk menyelamatkan jiwa dari Tio Sian hau.

   Sekalipun demikian, tenaga pukulan yang dilepaskan kakek baju hitam Tio Sian-hau pun berhasil juga menghantam tubuh Ha-ha siansu secara telak.

   Sementara itu Ha-ha siansu sedang berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengendalikan gejolak hawa darah panas yang mendidih didalam dadanya, dia duduk bersemedi, hal ini membuktikan pula kalau luka yang dideritanyapun termasuk parah.

   Seorang tianglo dari perkumpulan Pay-kau ternyata menemui ajalnya ditangan Ha-ha siansu, salah seorang dari tiga padri See-ih yang berilmu silat paling cetek dalam empat puluh gebrakan saja, kenyataan ini benar-benar membuat Li Cing-siu merasa terkejut sekali.

   Dengan termangu-mangu dia memandangi jenasah Tio Sian-hau yang masih bermandikan cucuran darah dari tujuh lubang inderanya itu, kemudian menitahkan anak buahnya untuk menggotong pergi dari sana, setelah mendehem berat, dengan langkah lebar dia berjalan menghampiri Put-khong siansu.

   Melihat kedatangan lawannya itu, Put-khong siansu segera mengejek sambil tertawa sinis.

   "Li sicu, siapa yang tahu keadaan dialah lelaki yang pandai, sekarang Tio Sian-hau sudah mati, lolap percaya Li sicu tentu tidak berharap ada orang yang mengalami nasib seperti ini lagi bukan!" Perkataan dari hwesio ini benar-benar seenaknya sendiri, seakan-akan terbunuhnya seorang jago lihay itu merupakan kesalahan yang diperbuat oleh sang korban sendiri.

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Li Cing-siu sesudah mendengar ucapan ini, dia mendengus dingin, lalu katanya.

   "Put-khong, aku tak ingin melukai mereka yang tak berdosa, lebih baik persoalan hari ini kita selesaikan sendiri saja."

   Put-khong siansu kembali tertawa dingin.

   "Li sicu, sayang sekali kau enggan menerima nassehatku dan menghindari pertarungan yang tak berguna...

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   aaai, aku cuma kuatir bilamana salah turun tangan sehingga melukai dirimu nanti, sudah pasti lolap akan menyesal sekali..."

   Biarpun ucapan tersebut diutarakan dengan suara yang pelan dan lembut, akan tetapi nadanya justru sangat tajam dan penuh berisikan ejekan dan penghinaan.

   Li Cing-siu betul-betul gusar sekali, sampai semua rambutnya yang telah berubah berdiri kaku semua bagaikan landak.

   Dengan penuh rasa gusar dan dendam, ia berteriak.

   "Put-khong! Sejak kehadiran kalian bertiga didaratan Tionggoan pada sepuluh tahun berselang, belum pernah sekalipun aku bersikap kurang hormat kepadamu, tapi kali ini kau mendesak dan memojokkan posisiku terus menerus, sebetulnya apa sih niatmu? Aku percaya belum pernah mempunyai perselisihan atau permusuhan dengan umat persilatan manapun, sebenarnya atas perintah siapa sih kalian sengaja mencari gara-gara dengan kami?"

   Put-khong siansu segera tertawa seram.

   "Heeehhh...

   heeehhh...

   heeehhh...

   menurut Li sicu, memangnya lolap adalah manusia yang mau diperintah orang lain?" Kontan saja Li Cing-siu tertawa dingin.

   "Lantas memangnya antara aku dengan pihak Tibet pernah terjalin hubungan permusuhan atau perselisihan.

   "Dengan pihak kami sih sicu tak ada perselisihan apa-apa, cuma kayu-kayu yang dibuat dalam perahu kalian itu adalah..."

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak saja Put khong siansu menutup kembali mulutnya rapat-rapat.

   Sesungguhnya persoalan apa yang terselip dibalik pengiriman kayu-kayu itu Oleh karena dia enggan mengutarakannya keluar, sudah barang tentu tak ada yang mengetahuinya pula.

   Paras muka Li Cing-siu segera saja berubah sangat hebat.

   Dia mencoba untuk menelusuri arti kata dari Put-khong siansu yang belum habis diutarakan keluar itu, seakan-akan dibalik kiriman kayu-kayu tersebut masih terselip suatu rahasia besar yang menyangkut dunia persilatan, dan rahasia tersebut rupanya sudah mereka ketahui.

   Seandainya hal ini benar, sudah barang tentu mereka selalu berupaya agar rahasia ini jangan sampai bocor apalagi tersebar luas sampai dimana-mana.

   Kalau tidak, sekalipun berhasil menghadapi ketiga orang pendeta dari See-ih malam ini, mungkin perjalanan selanjutnya akan menjumpai banyak sekali ancaman mara bahaya.

   Berpikir sampai disini, Li Cing-siu segera mengambil keputusan didalam hatinya.

   Dia tidak ingin bertanya lebih jauh, tapi pertarungan harus diselesaikan dengan secepatnya.

   Setelah tertawa tergelak, Li Cing siu segera memberi hormat seraya berkata.

   "Put-khong, aku bersedia untuk bertarung melawan taysu untuk menyelesaikan persoalan ini!"

   Put-khong siansu segera tertawa dingin.

   "Heeehhh... heeehhh... heeehhh... L sicu, tahukah kau bahwa lolap sudah bertekad untuk memperoleh barang tersebut entah dengan pengorbanan apapun?"

   Li Cing-siu baru terkejut sesudah mendengar perkataan ini, sebab ucapan dari Put-khong siansu ini mengandung nada yang berat sekali."

   Itu berarti sekalipun ia berhasil mengungguli lawan, tak nanti lawan akan melepaskan barang-barang yang mereka begal itu...

   jelas persoalan ini merupakan suatu masalah yang pelik dan merepotkan sekali.

   Sementara Li Cing-siu masih termenung memikirkan persoalan tersebut, Put Khong siansu telah berkata lagi dengan suara yang menyeramkan.

   "Apa yang dapat lolap ucapkan sudah kuutarakan, Li sicu, seandainya kau ingin bertarung maka lolap akan melayani kehendakmu itu setiap saat..."

   Selesai berkata ia bangkit, berdiri dari tempat duduknya.

   Dalam keadaan demikian, tiada pilihan lain bagi Li Cing-siu setelah menerima tantangan tersebut.

   Sebab satu satunya jalan baginya adalah menaklukan ketiga orang pendeta tersebut secepatnya.

   Setelah tertawa dingin Li Cing-siu segera berseru.

   "Silahkan!"

   Begitu selesai berkata, secara beruntun dia melancarkan tiga buah serangan berantai yang gencar.

   Ketiga buah serangan tersebut dilancarkan dengan suatu gerakan yang sangat aneh, seakan-akan mengurung sekeliling tubuh Put-khong siansu hingga kemanapun pihak lawan akan menghindarkan diri, sulit baginya untuk meloloskan diri dari ancaman mana.

   Berkilat sorot mata Put khong siansu menghadapi kejadian tersebut, tiba-tiba saja tubuhnya melejit ke tengah udara.

   Memang inilah satu-satunya cara baginya untuk menghindarkan diri dari serangan yang maha dahsyat tersebut.

   Sudah barang tentu cara menghindar semacam ini justru akan membuka semua pertahanan tubuhnya serta memperlihatkan titik-titik kelemahan dari jurus serangannya.

   Betul juga, dia segera melejit ke tengah udara untuk menghindarkan diri dari ancaman ini.

   Serta merta Li Cing-siu melontarkan lagi sepasang telapak tangannya ke tengah udara, dan menghantam ke tubuh Put- khong siansu yang sedang melejit itu.

   "Tenaga serangan ini amat kuat dan dahsyat, bahkan secara lamat-lamat terdengar pula suara desingan angin dan sambaran guntur.

   Akan tetapi tampaknya pula Put-khong siansu sudah menduga akan datangnya serangan tersebut.

   Begitu badannya melejit ke tengah udara tadi, bukannya mundur dia justru mendesak maju ke muka dan langsung menerkam ke belakang tubuh Li Cing-siu.

   Gerakan yang dilakukan oleh Put-khong siansu ini boleh dibilang sangat menyerempet bahaya.

   Hanya selisih beberapa milimeter saja, nyaris tubuhnya termakan oleh serangan dahsyat Li Cing-siu.

   Begitu lolos dari ancaman bahaya maut itu, Put-khong siansu kontan saja membentak keras sambil melancarkan serangan balasan.

   Diam-diam Li Cing-siu harus memuji pula akan ketelitian serta kejelian pikiran Put-khong siansu, dengan cepat dia mengembangkan gerakan tubuhnya dan mengurung tubuh Put-khong siansu dibawah lapisan bayangan serangannya dengan mengeluarkan ilmu pukulan Hua-im-ciang yang amat tangguh itu.

   Oh Put Kui yang berada diatas pohon segera manggut- manggut sesudah menyaksikan serangan tersebut, bisiknya kemudian dengan ilmu menyampaikan suara.

   "Ban tua, coba kau lihat betapa hebat dan luar biasanya ilmu pukulan dari kaucu itu!"

   Kakek latah awet muda segera tertawa.

   "Itulah ilmu pukulan Hua-im-ciang dari Li Cing-siu, keistimewaan dari ilmu pukulan ini adalah cepat dalam perubahan dan tepat pada sasaran sehingga membuat orang sukar untuk meraba arah tujuannya, cuma aku lihat Li Cing siu masih belum mempergunakan seluruh kemampuan yang dimilikinya!"

   "Ban tua, Put-khong hwesio ini sudah pasti bukan tandingan dari Li Kaucu!"

   Kata Oh Put Kui tertawa.

   "Memangnya kau anggap nama besar Li Cing-siu cuma nama kosong belaka?"

   Kata kakek latah awet muda pula sambil tertawa.

   "coba kau lihat anak muda, tak sampai sepuluh begrakan lagi, Put Khong hwesio pasti dapat diringkus..."

   Padahal tak usah menunggu sampai sepuluh gebrakan lagi... Baru saja kakek latah awet muda menyelesaikan perkataannya, mendadak dari tengah ruangan sudah berkumandang suara bentakan nyaring dari Lin CIng-siu .

   "Roboh kau!"

   "Bluuuukk...!"

   Disusul kemudian terdengar suara benturan yang amat nyaring.

   Ternyata Put-khong hwesio menurut sekali, dia benar- benar roboh terjengkang keatas tanah.

   Wi-cay siansu yang selama ini cuma duduk saja tiba-tiba melejit ke udara dan meluncur ke depan.

   "Li Cing-siu, lihat serangan!"

   Bentaknya.

   Pendeta yang bermuka bengis ini ternyata bersikap cukup jantan, sebelum serangan dilancarkan, dia lebih dulu membentak keras.

   Li Cing-siu tertawa dingin, telapak tanannya segera diayunkan pula ke depan untu menyambut datangnya ancaman tersebut.

   Bila dibandingkan dengan Put khong siansu, maka kekuatan tenaga pukulan yang dimiliki Wi-cay siansu masih lebih tangguh dan hebat berapa kali lipat.

   Akan tetapi dia masih tetap bukan tandingan dari Li Cing siu yang memang termashur sangat tangguh itu.

   Dua puluh gebrakan belum habis, dia sudah kena dihajar jalan darahnya oleh serangan Li Cing-siu sehingga roboh terjengkang keatas tanha.

   Dengan demikian, dari tiga padri See-ih, dua orang berhasil ditangkap dan seorang lagi masih duduk mengatur pernapasan.

   Namun Li Cing-siu sama sekali tidak mengusik mereka, sebagai seorang kongcu dari suatu perkumpulan besar, tentu saja dia tak ingin mencelakai seseorang yang sama sekali tak bertenaga untuk melakukan perlawanan lagi.

   Tapi pada saat itulah anggota perkumpulan yang membopong jenasah dari kakek baju hitam Tio Sian-hau telah mengayunkan tangannya dan melemparkan jenasah yang berada dalam bopongannya itu keatas tubuh Ha-ha Siansu.

   "Blaaammm....!" Seketika itu juga percikan darah segar memancar kemana- mana, jeritan ngeri yang memilukan hatipun berkumandang memecahkan keheningan...

   Rupanya tulang bahu dari kakek baju hitam Tio Sian-hau yang sudah tewas berapa waktu itu telah menumbuk diatas ubun-ubun Ha-ha siansu yang masih duduk bersemedi itu.

   Tak ampun lagi tewaslah Ha-ha siansu seketika itu juga.

   @oodwoo@

   Jilid 23 Setelah tewas, dalam kenyataan Tio Sian-hau berhasil membalas sendiri sakit hatinya, rasanya biarpun dia sudah berada di alam baka, arwahnya tentu akan peroleh ketenangan.

   Oh Put-kui yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil berbisik .

   "Ban tua, kejam amat perasaan anggota Pay-kau itu!"

   "Siapakah yang tak ingin membalaskan dendam bagi kematian gurunya?"

   Kata kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "hey anak muda, andaikata kau yang menjumpai keadaan tersebutpun tentu kau akan berbuat yang sama!"

   Tapi Oh Put-kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Seandainya boanpwee yang menghadapi kejadian seperti ini, tak nanti boanpwee akan mempergunakan kesempatan dalam kesempitan dengan menyerangnya disaat orang belum siap, boanpwee tentu akan menunggu sampai hwesio itu mendapatkan kembali tenaga dalamnya, kemudian baru menantangnya secara jantan!"

   Kembali kakek latah awet muda tertawa.

   "Hey anak muda, bayangkan saja gurunya pun masih bukan tandingan lawan bagaimana mungkin dia berani menantang musuhnya secara blak-blakan untuk membalaskan dendam bagi kematian gurunya? Sekalipun tindakan yang dilakukan kurang terhormat, tapi demi membalaskan dendam bagi kematian gurunya, dia telah mempersilahkan jenasah gurunya untuk balas dendam sendiri, atas perbuatannya ini kita wajib memberi maaf yang sebesar-besarnya..."

   Belum selesai kakek latah awet muda berbicara, dipihak lain Li Cing-siu telah mengumpat orang tersebut dengan penuh amarah.

   Tapi si tosu tua yang berada disamping Li Cing-siu segera memintakan ampun sambil berkata.

   "Sekalipun apa yang diperbuat Siu Kong-cuan kurang terhormat, tapi tindakan tersebut dilakukan demi membalaskan dendam bagi kematian gurunya, perbuatan tersebut amat simpatik dan perlu kita maklumi, harap kaucu jangan gusar, apa salahnya bila sekembalinya ke rumah nanti, kita beri hukuman kerja paksa selama dua tahun sebagai hukumannya...?"

   Padahal Li Cing-siu sendiripun memahami alasan tersebut, hanya saja sebagai seorang kaucu, sudah barang tentu ia harus menunjukkan sikap demikian.

   Setelah mendengar perkataan tersebut, katanya kemudian sambil menghela nafas panjang.

   "Kalau toh Cu sute sudah mintakan maaf baginya, baiklah kita jatuhi hukuman sesuai dengan apa yang diaktakan sute!"

   Baru sekarang Oh Put Kui mendapat tahu kalau tojin berambut putih itu adalah jago tangguh dari Pay-kau yang disebut orang Leng-ho totiang Cu Kong-to.

   Sementara itu dari pihak Pay-kau telah muncul beberapa orang yang segera menggotong pergi jenasah dari Ha-ha siansu.

   Sedangkan jenasah dari kakek baju hitam masih tetap digendong oleh Sin Kong-coan.

   Sedangkan doa orang pendeta See-ih yang lain segera digotong oleh empat orang lelaki kekar.

   Li Cing-siu mengalihkan pandangannya dan memandang sekejap kesekeliling tempat itu, lalu ujarnya kepada Ciu It- cing.

   "Beritahu kepada hontiang kuil ini, bahwa aku minta maaf karena mengganggu ketenangan mereka pada malam ini, selain itu juga minta maaf karena tak dapat menyambanginya berhubung masih ada urusan penting lainnya..."

   Ciu It cing mengiakan dan siap beranjak pergi dari tempat tersebut...

   Mendadak...

   Suara tertawa dingin yang amat menggidikkan hati berkumandang datang dari sudut ruangan kuil.

   Ciu It-cing nampak tertegun, kemudian secepat kilat menerjang maju ke muka.

   "Anak Cing, jangan gegabah..."

   Li Cing siu segera membentak dengan suara rendah.

   Secepat kilat dia menyambar tangan muridnya itu serta ditarik kembali kebelakang.

   Sementara itu suara tertawa dingin yang bergema tadi sudah tak terdengar lagi.

   Dengan sorot mata yang berkilat Li Cing-siu memperhatikan sekejap lagi sekitar situ, kemudian tegurnya lantang.

   "Jago lihay dari manakah yang berada di situ, silahkan untuk menampakkan diri!" Bersamaan dengan selesainya perkataan tersebut, tampak sesosok bayangan manusia munculkan diri dari balik kegelapan.

   Begitu berjumpa dengan orang yang baru munculkan diri itu, tiba-tiba saja Li Cing-siu merasakan sekujur badannya bergetar keras.

   Serta merta Oh Put Kui mengalihkan pula pandangan matanya untuk mengawasi orang tersebut...

   Orang itu mengenakan jubah panjang berwarna hijau dengan sebuah ikat pinggang berbenang emas menghiasi pingganggnya, kepalanya memakai topi pelajar berwarna putih dan sepatunya berwarna putih juga.

   Orang ini memiliki raut wajah yang halus, tampan dan lembut, usianya kurang lebih empat puluh tahunan.

   Tapi air mukanya justru sangat dingin dan kaku persis seperti sebongkah es batu.

   Oh Put Kui yang menyaksikan wajah itupun diam-diam merasakan hatinya bergidik...

   Dalam pada itu, orang tadi sudah berhenti tepat dihadapan Li Cing-siu, jaraknya hanya satu kaki saja.

   Dengan sorot matanya yang dingin bagaikan es dia awasi Li Cing-siu tanpa berkedip sementara sekulum senyuman yang amat dingin menghiasi ujung bibirnya.

   Sejak munculkan diri sampai sekarang, dia tak pernah mengucapkan sepatah katapun.

   Setelah mengerutkan dahinya rapat-rapat, Li Cing-siu segera menjura dan menyapa sambil tertawa.

   "Ooh, rupanya saudara Ang!"

   Manusia berbaju hijau itu masih tetap membisu dan berdiri tak bergerak disana.

   --------------------- Agaknya Li Cing-siu cukup mengetahui tabiat dari orang itu, kembali ujarnya sambil tertawa.

   "Saudara Ang, kau bukannya hidup bahagia di Lo-hu, mengapa jauh-jauh datang ke Kang-ciu? Sebenarnya dikarenakan persoalan apa sih...?"

   "Karena kau!"

   Akhirnya orang berbaju hijau itu bicara juga, namun raut wajahnya masih tetap dingin tanpa berubah.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Akan tetapi Li Cing-siu justru dibuat tertegun oleh jawabannya tersebut.

   Tapi sambil tertawa segera katanya pula.

   "Masalah apa sih yang telah merepotkan saudara Ang untuk mengunjungi aku di Kang-ciu ini?"

   Tiba-tiba manusia berbaju hijau itu mendengus dingin lalu mendongakkan kepalanya dengan angkuh.

   Kalau orang lain yang menyaksikan ulah dan keangkuhan manusia berbaju hijau itu, niscaya mereka akan dibuat kheki dan mendongkolnya setengah mati.

   Akan tetapi Li Cing-siu, kaucu dari perkumpulan Pay-kau ini tidak menjadi gusar karena persoalan tersebut.

   Kembali dia menjura seraya berkata.

   "Seandainya saudara Ang tidak bersedia menjawab, tentu saja akupun tak berani mengganggu, berhubung kami masih ada urusan lain yang harus diselesaikan,maaf bila kumohon diri lebih dulu dari saudara Ang..."

   Seusai berkata dia lantas membalikkan badan dan siap meninggalkan tempat tersebut.

   Tiba-tiba manusia berbaju hijau itu membentak sambil tertawa dingin tiada hentinya.

   "Kau tidak usah pergi!" Paras muka Li Cing-siu kembali berubah hebat sesudah mendengar perkataan itu.

   Diapun balas mendengus dingin sambil katanya.

   "Apa maksud saudara Ang berkata demikian? Atau mungkin saudara Ang memang satu aliran denga Put-khong siansu?"

   "Huuuh, aku mah tak sudi bergaul dengan manusia rongsokan macam mereka!"

   Kata manusia baju hijau itu sinis, dia segera mengangkat kepalanya lagi dengan angkuh. Jawaban tersebut semakin mengejutkan Li Cing-siu.

   "Lalu mengapa saudara Ang berbuat demikian?"

   Mendadak manusia berbajuhijau itu memejamkan matanya rapat-rapat dan menunjukkan sikap sama sekali tidak menggubris atas pertanyaan dari Li Cing-siu tersebut.

   Lama kelamaan Li Cing-siu dibuat gusar juga oleh ulah lawannya yang sangat angkuh itu.

   "Saudara Ang, mengapa sih kau bersikap begitu tak tahu diri terhadapku?"

   Kembali manusia berbaju hijau itu membuka matanya lebar-lebar...

   Dengan cepat Oh Put Kui menjumpai bahwa sorot mata manusia baju hijau she Ang itu benar-benar tajam sekali bagaikan sambaran petir saja.

   Diam-diam ia terkejut bercampur keheranan, sejak kapan pihak siau-hong-hu memiliki jagoan yang demikian hebatnya? Bila ditinjau dari kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki manusia she ang ini, sudah jelas kepandaian silatnya masih jauh diatas kemampuan dari Ku Bun-wi.

   Sementara itu dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu manusia berbaju hijau itu melotot sekejap kearah Li Cing-siu.

   Hanya anehnya, dia masih tetap membungkam dalam seribu bahasa.

   Atas kejadian tersebut, jago tanpa bayangan penghancur hati Ciu It-cing menjadi gusar sekali dibuatnya.

   Mendadak saja dia membentak dengan penuh kegusaran.

   "Ang Yok-su, julukanmu Kin-huan-gi-in belum tentu bisa membuat jerinya orang lain, kau juga seorang manusia, mengapa sih berlagak aneh sehingga sama sekali tidak berbau kemanusiaan?"

   Diam diam Oh Put-kui bersorak gembira atas umpatan tersebut, pikirnya dihati.

   "Benar-benar sebuah umpatan yang sangat tepat!"

   Tapi sebaliknya Li Cing-siu bukannya memuji, sebaliknya justru menegur Ciu It-cing.

   "Anak cing, mengapa kau bersikap kurang ajar terhadap seorang cianpwe? Ayoh cepat mundur dari sini!"

   Dengan gemas Ciu It-cing mendepak-depakkan kakinya keatas tanah lalu mengundurkan diri sejauh tiga langkah ke belakang.

   Sebaliknya manusia berbaju hijau itu kembali berkata "Ooh, diakah murid didikan saudara Li? Hmmm, hukuman seratus cambuk kulit ular harus kau laksanakan di istana Kiu- huan-kiong di Lo-hu dalam dua puluh hari mendatang!"

   "Kau tak usah bermimpi disiang hari bolong..."

   Teriak Ciu It- cing sambil tertawa dingin.

   Li Cing-siu segera mendelik dan sekali lagi mencegah Ciu It cing untuk berbicara lebih jauh.

   Sebaliknya manusia berbaju hijau itu memandang sekejap kearah Li Cing-siu dengan pandangan dingin, lalu katanya.

   "Terserah kau sendiri, sampai waktunya lewat aku mah tak bisa menunggu lagi..." Kalau didengar dari nada suaranya itu, seakan-akan justru orang lainlah yang memohon agar bisa diberi hukuman olehnya.

   Oh Put Kui hanya bisa menggelengkan kepalanya berulang kali setelah mendengar perkataan tesebut.

   Dia sama sekali tidak menyangka kalau tokoh silat nomor wahid diwilayah barat daya yang dikenal orang sebagai tabib sakti Ang Yok-su adalah seorang manusia yang begitu dingin dan kaku.

   Sebaliknya Kakek latah awet muda segera berkata sambil tertawa.

   "Tepat, bagus sekali! Tampaknya bocah keparat ini makin lama semakin latah..."

   Dalam pada itu Li Cing siu telah berkata sambil tersenyum.

   "Saudara Ang, dalam soal ini aku tentu akan membereskan dengan sebaiknya, cuma saja ingin kuketahui sebenarnya karena persoalan apa saudara Ang datang kemari? Saat ini aku harus pulang dengan segera, bila saudara Ang ada urusan bagaimana kalau kita bersua lagi di kuil yang sama pada tengah hari besok?"

   "Tiak usah, besok aku masih ada urusan!"

   Tukas manusia berbaju hijau itu dingin.

   "Mengapa sih saudara Ang memojokkan diriku terus menerus?"

   Tanya Li Cing-siu kemudian dengan kening berkerut.

   Oh Put Kui yang menyaksikan hal ini benar benar merasa keheranan, dia tidak mengerti apa sebabnya kaucu dari perkumpulan Pay-kau ini bersedia menahan diri untuk bersikap mengalah dan bersabar terhadap tabib sakti Ang Yok-su yang dingin, angkuh dan kaku itu? Dia tak percaya kalau ilmu silat yang dimiliki Li Cing-siu belum mampu menandingi Ang Yok-su.

   Bila ditinjau dari kepunyaannya sewaktu membekuk dua orang pendeta dari wilayah See-ih tadi, bisa jadi kepandaian silatnya justru masih berada diatas kemampuan dari Ang Yok- su.

   Menghadapi persoalan yang aneh dan membuatnya tidak habis mengerti ini, dia ingin sekali bertanya kepada Kakek latah awet muda.

   Kebetulan sekali kakek latah awet muda pun sedang berkata kepadanya dengan ilmu menyampaikan suara.

   "Anak muda, mungkin kau merasa keheranan bukan apa sebabnya Li Cing-siu tak berani mengumbar hawa amarahnya?"

   "Yaa, boanpwee memang sangat keheranan"

   Sahut Oh Put-kui sambil tertawa.

   "Tidak aneh, dia bersedia mengalah Ang Yok-su pernah menyelamatkan jiwa Li Cing-siu!"

   "Ooh... rupanya begitu!"

   Baru sekarang Oh Put Kui menjadi paham.

   Tapi ia menggelengkan kepalanya lagi sambil menghela napas, lalu ujarnya lebih jauh.

   "Ban tua, si tabib sakti Ang Yok-su ini telah melepaskan budi lalu mencoba mempermainkan seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, aku rasa perbuatannya itu sangat keterlaluan sekali"

   "Hey anak muda, apakah kau beranggapan ilmu silat yang dimiliki Ang Yok-su tak mampu menandingi kehebatan dari ketua Pay Kau ini, sehingga kau mempunyai pendapat demikian?"

   Kata kakek latah awet muda sambil tertawa.

   "Boanpwe memang berpendapat demikian!"

   "Kalau begitu coba kau tebak, tenaga dalam siapakah diantara mereka berdua yang jauh lebih sempurna?"

   "Ang Yok su!"

   Sahut Oh Put Kui sambil tertawa. "Darimana kau bisa menduga sampai kesitu?"

   Oh PUt Kui kembali tertawa.

   "Manusia yang berwatak sangan aneh macam Ang Yo-su sudah pasti jarang sekali melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum dan susila dalam dunia persilatan, atau dengan perkataan lain dia pasti lebih mengutamakan soal berlatih ilmu silat daripada masalah lain, sudah barang tentu tenaga dalamnya jauh lebih sempurna daripada orang lain."

   "Bagus sekali, nyatanya kau memang tidak tolol."

   "Tapi bilamana dugaanku tidak salah, Li kaucu dari perkumpulan Pay-kau justru memiliki ilmu pukulan yang jauh lebih hebat daripada Ang Yok-su!"

   Kata Oh Put-kui lebih jauh.

   "Ehmm, memang begitulah kenyataannya."

   Mendadak Oh Put-kui seperti teringat akan sesuatu, sambil tertawa katanya kemudian.

   "Ban tua, mengapa Ang Yok su ini bisa mempunyai hubungan dengan pihak Sian-hong-hu?"

   "Pertanyaan yang amat bagus, aku justru hendak menanyakan persoalan ini kepadamu...."

   Oh Put-kui menjadi tertegun sesudah mendengar ucapan tersebut, padahal Kakek latah awet muda terkenal sebagai seorang kakek yang tahu akan segala-galanya, tapi sekarang...

   nyatanya dia sendiripun tidak tahu.

   Sementara kedua orang itu sedang berbincang bincang dengan ilmu menyampaikan suara, dipihak lain Ang Yok-su sudah tiga kali mendongakkan kepalanya ke angkasa tanpa menggubris perkataan dari Li Cing-siu.

   Betapapun baiknya kesabaran dari Li Cing-siu, lama kelamaan habis juga kesabaran tersebut.

   Tiba-tiba saja rambutnya yang beruban bergetar keras, mencorong sinar tajam dari balik matanya, lalu dengan lantang dia berseru.

   "Dulu, aku she Li pernah berhutang budi kepada saudara Ang karena berkat memberikan pil mestikamu maka racun jahat yang mengeram dalam tubuhku bisa dipunahkan.

   Tapi sekarang kau berusaha menghalangi kepergianku, semestinya aku harus menuruti perkataanmu itu sebagai pembalasan budi...

   hanya saja, persoalan yang terjadi hari ini menyangkut soal nama baik Pay-kau dimasa mendatang, aku tak bisa mengalah terus kepadamu demi kepentinganku pribadi sehingga harus mengorbankan nama baik dan kepercayaan orang terhadap perkumpulan kami, oleh sebab itu sekali lagi kumohon pengertian dari saudara Ang..."

   Ketika berbicara sampai disitu, sekali lagi kaucu dari Pay- kau ini menghela napas sambil berkata lebih jauh.

   "Saudara Ang, bagaimana kalau kau tunggu kedatanganku besok saja untuk sekalian minta maaf kepadamu?"

   Nada suaranya penuh dengan permohonan membuat orang yang mendengarkan ikut merasa beriba hati.

   Seharusnya, tabib sakti Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su akan memenuhi keinginannya itu.

   Tapi dalam kenyataannya, Ang Yok-su tetap tidak menggubris akan perkataan tersebut.

   Sikapnya sekarang seakan-akan merasa tidak tertarik untuk berbicara dengan siapapun.

   Li Cing-siu menunggu lagi beberapa saat, ketika belum juga memperoleh jawaban dari si tabib sakti Ang Yok-su, akhirnya dia berkerut kening dan mencorong sinar kegusaran dari balik matanya, dengan suara lantang dia berseru.

   "Demi nama baik perkumpulan kami, terpaksa aku she Li harus berbuat lancang terhadap saudara Ang pada malam ini, selesai peristiwa ini, aku tentu akan mengajak semua murid- muridku untuk minta maaf kepadamu di Lo-hu."

   Selesai berkata dia lantas menyelinap keluar dari ruangan tersebut...

   Semula Oh Put Kui mengira Ang Yok-su pasti akan menghalangi kepergian orang itu.

   Tapi tidak demikian dengan kenyataannya, kali ini Ang Yok- su sama sekali tidak berbuat sesuatu, bahkan tertawa dinginpun tidak, dia masih tetap mempertahankan posisinya yang berdiri sambilmengangkat kepala, sama sekali tidak bergerak barang sedikitpun jua.

   Dia seakan-akan sudah lupa kalau kedatangannya kemari adalah menghalangi Li Cing-siu meninggalkan tempat tersebut.

   Pada mulanya tentu saja Li Cing-siu sendiripun turut dibuat tertegun oleh kejadian ini.

   Menanti ia sudah tiba di pelataran dan Ang Yok-su masih juga tidak bergerak dari posisinya semula, dia baru merasa lega, diam-diam pikirnya dengan perasaan geli.

   "Rupanya saudara Ang sedang bergurau denganku!"

   Dengan cepat dia mengulapkan tangannya memberi tanda kepada semua anggota perkumpulannya...

   Leng ho cinjin Cu Kong-to dengan memimpin segenap anggota perkumpulannya segera menggotong kedua orang pendeta dari See-ih itu dan menuju kepelataran muka dengan langkah lebar.

   Pada saat itulah Li Cings-siu baru menjura kepada Ang Yok-su sambil berkata dengan nada terima kasih.

   "Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Ang untuk memenuhi keinginanku!"

   Selesai berkata diapun membalikkan badan dan siap meninggalkan tempat tersebut...

   Mendadak...

   Dari depan pintu gerbang kuil Pau-in-si muncul tiga sosok bayangan manusia.

   Ternyata ketiga orang itu semuanya adalah kaum wanita.

   Dari ketiga orang perempuan tersebut, Oh Put Kui hanya kenal seorang diantaranya, dia tak lain adalah Leng Sang-luan yang pernah dijumpainya sewaktu berada di perkampungan Siu-ning-ceng.

   Sedangkan dari dua orang yang lain, seorang adalah perempuan setengah umur yang berdandan sebagai perempuan dusun, sedangkan yang lain adalah seorang gadis berwajah cantik, bergaun panjang dan berambut panjang sebahu.

   Oh Put Kui tidak kenal siapakah kedua orang itu, tapi dia menduga gadis baju ungu berambut panjang itu delapan puluh persen adalah putri kesayangan dari sikakek suci berhati mulia Nyoo Thian-wi.

   Dengan langkah yang sangat pelan ketiga orang itu berjalan menuju kepelataran luar.

   Sebaliknya Li Cing-siu justru berdiri tak bergerak ditempat, dia seakan-akan merasa terkejut bercampur keheranan, tapi seperti juga tidak mengerti akan kehadiran dari ketiga orang perempuan tersebut...

   Pada saat itulah perempuan petani berusia setengah umur itu telah menegur sambil tertawa.

   "Li kaucu, masih kenal dengan aku?"

   "Terhadap Lam-wan-nong hu (perempuan petani dari Lam- wan) Ku Giok hun tentu saja aku masih ingat baik, nona Ku, angin apa yang telah membawamu datang ke Kang-ciu ini?"

   "Angin apa lagi? Li kaucu, tentu saja hembusan anginmu itu,"

   Sahut perempuan petani dari Lam-wan Ku Giok-hun sambil tertawa manis.

   Meskipun umurnya sudah mencapai setengah umur dan lagi berpakaian sangat sederhana, namun berhubung wajahnya ayu dan menawan hati, tak heran kalau senyumannya ini sangat menarik hati.

   DIam-diam Oh Put-kui pun merasa sangat terkejut, dia kenal perempuan petani dari Lam wan adalah seorang perampok yang selalu bekerja sendiri diwilayah Shia kam, sungguh tak disangka kalau perampok ulung inipun telah menggabungkan diri dengan pihak istana Sian-hong hu.

   Semakin dipikir Oh Put-kui merasa hatinya semakin tidak tenang...

   Sewaktu ketua Pay kau, Li Cing-siu mendengar jawaban dari Ku Giok-hun pun nampak terkejut dan sedikit diluar dugaan, tapi segera ujarnya sambil tertawa.

   "Nona Ku, rupanya kau memang khusus datang karena diriku?"

   Kembali Ku Giok-hun tertawa.

   "Kalau bukan lantaran kau, apa salahnya bila aku hidup bahagia di Lan-ciu?"

   "Lantas ada urusan apa nona Ku mencari diriku?"

   "Bukan aku yang hendak mencarimu, melainkan nona Nyoo ini."

   "Ooh...?"

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Li Cing-siu agak tertegun.

   "jadi nona Nyoo hendak mencari diriku?"

   Ku Giok-hun kembali tertawa hambar.

   "Kaucu, mari kuperkenalkan mereka kepadamu...

   Setelah berhenti sejenak, dia menunjuk ke arah gadis berambut panjang itu sambil berkata.

   "Dia adalah nona Nyoo, putri kesayangan dari kakek suci berhati mulia Nyoo lojin yang disebut orang Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian, pernahkah kau mendengar nama ini?"

   Dengan perasaan bergetar keras buru-buru Li Cing-siu menjura seraya berkata.

   "Ooh, rupanya putri kesayangan dari Kakek suci, maaf, maaf..." Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian cuma mencibirkan bibirnya sambil tertawa.

   Ku Giok-hun segera menunjuk kembali ke nona yang lain sambil berkata lebih jauh.

   "Dan dia aalah Leng Seng-luan, nona Leng!"

   Sekali lagi Li Cing-siu merasa terkejut, buru-buru katanya.

   "Sudah lama aku pun mengagumi nama besar nona Leng!"

   "Nama besar kaucu jauh lebih termasyur bagi diriku!"

   Sahut Leng Seng-luan ketus. Li Cing-siu tertawa getir.

   "Nona Leng terlalu memuji!"

   Setelah berhenti sejenak, dia berpaling ke arah Ang Yok-su sekejap lalu sambil menjura lagi kepada Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian, katanya pelan.

   "Aku sungguh merasa terkejut bercampur sedih ketika mendengar berita duka atas kematian ayahmu, tapi sayang urusan dalam perkumpulan membuatku tak dapat ikut berbela sungkawa, atas kejadian itu harap nona sudi memaafkan!"

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, Nyo Siau-sian sudah mengucurkan air matanya dengan sedih.

   Sesungguhnya dia memang seorang gadis yang cantik jelita, apalagi setelah pipinya dibasahi air mata, keadaannya menjadi amat mengenaskan dan cukup membuat orang merasa iba disamping kasihan.

   Menyaksikan kejadian tersebut, buru-buru Li Cing-siu berkata.

   "Aaah, tentu perkataanku yang kurang tepat sehingga memancing kembali rasa sedih nona, maaf...

   maaf..."

   Pelan-pelang Nyoo Siau-sian mengangkat tangannya dan menyeka air mata dengan ujung bajunya.

   Dengan perasaan tak tenang Li Cing-siu memandang sekejap ke arah perempuan petani dai Lam wan, lalu katanya lirih .

   "Nona Ku, tahukah kau ada urusan apa nona Nyoo datang mencari diriku?"

   Ku Giok-hun mengerling sekejap ke arahnya, lalu tanpa memperdulikan kesedihan dari Nyoo siau-sian, dia segera tertawa cekikikan.

   "Dia berharap kau suka membawa segenap anggota perkumpulanmu untuk berangkat ke istana Sian-hong-hu!"

   Kontan saja Li Cing-siu berdiri tertegun seperti patung, demikian juga Cu Kong-to bahkan segenap anggota perkumpulan Pay-kau ikut berdiri termangu-mangu.

   Bukan cuma mereka, malahan kakek latah awet muda Ban Sik-tong, Oh Put-kui dan pengemis sinting yang berada diatap ruangan pun ikut dibuat melongo.

   Sebenarnya apa maksud dan tujuan dari istana Sian-hong- hu dengan perbuatannya iut? Menyandera mereka? Atau menahan mereka secara halus? Atau mungkin maksud tujuan mereka serupa dengan ketiga pendeta dari See-ih, yaitu mengincar ratusan buah kayu yang dibuat dalam perahu-perahu pihak pay-kau? Segenap anggota Pay-kau dari ketuanya sampai anggotanya menjadi termangu semua, sehingga untuk beberapa saat suasana menjadi hening dan tak kedengaran sedikit suarapun.

   Perempuan petani dari Lam wan, Ku Giok-hun yang menyaksikan kejadian tersebut segera menegur dengan kening berkerut.

   "Li kaucu, mengapa kau?" Teguran tersebut segera menyadarkan kembali Li Cing-siu dari lamunannya, dia segera berkata.

   "Nona Ku, rupanya kau sedang bergurau dengan aku?"

   Sudah jelas Li Cing-siu merasa tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya itu.

   Tiba-tiba Ku Giok-hun berseru sambil tertawa dingin .

   "Biarpun aku bernyali lebih besarpun, tak akan berani bergurau dengan seorang tokoh silat termashur semacam kau, Li kaucu, apa kau belum percaya?"

   Yaa. aku kurang percaya!"

   Li Cing-siu tertawa. -------------------- "Jika kau tidak percaya, tanyakan saja kepada nona Nyoo..."

   Ternyata sikap Li Cing-siu terhadap putri kesayangan dari kakek suci berhati mulia ini sangat hormat dan tunduk, baru selesai Ku Giok-hun berbicara, dia sudah berpaling kearah Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian dan berkata sambil tertawa.

   "Nona Nyoo, ada urusan apa sih kau mencari diriku?"

   Sementara itu Nyoo Siau-sian sedang menyeka air matanya, namun wajahnya masih kentara sekali diliputi perasaan sedih yang amat sangat...

   Ketika Li Cing-siu mengajukan pertanyaan tersebut, mendadak dari balik matanya yang jeli memancar keluar cahaya amarah yang amat tebal, wajahnya berubah menjadi merah bersinar, sahutnya nyaring.

   "Aku hendak mengundangmu untuk berkunjung ke ibu kota!"

   Li Cing-siu jadi tertegun sambil berpikir.

   "Waaah, kalau begitu memang sungguhan," Meski dalam hati berpikir demikian namun diluaran dia berkata lagi sambil tersenyum.

   "Mau apa nona mengajak diriku pergi ke ibu kota?"

   "Tentu saja ada urusan!"

   Kalau didengar dari caranya berbicara, tampaknya gadis ini belum pernah bergaul dengan siapapun.

   Di dalam kenyataan, dia memang belum pernah bergaul dengan siapapun.

   Selama ini pihak Sian-hong-hu selalu memisahkan dia dari pergaulan dunia luar, disamping itu segenap pelayan dan dayang dari istana pun selalu menyanjung sebagai bintang di langit.

   Oleh karena itu boleh dibilang dia tak pernah belajar bagaimana caranya bergaul dengan orang lain.

   Sudah barang tentu Li Cing-siu tidak akan mengetahui akan kebiasaan manja dari gadis tersebut, oleh karena itu untuk sesaat dia menjadi tertegun dan melongo setelah mendengar jawaban dari lawan itu.

   "Nona, kau hendak mengajak aku pergi ke ibu kota?"

   Tanyanya kemudian.

   "Yaa, kalian segenap anggota Pay-kau harus turut aku semua berangkat ke ibu kota!"

   Kalau didengar dari perkataannya ini, hakekatnya seperti sebuah perintah saja.

   "Nona, beginikah caramu berbicara denganku?"

   Tegur Li Cing-siu dengan kening berkerut.

   "Kalau bukan berbicara denganmu, lantas dengan siapa? Apakah kau tak mengerti apa maksud perkataanku itu?"

   Sahut Nyoo Siau-sian sambil mendelik. Li Cing-siu tak sanggup menahan diri lagi, dia segera tertawa dingin seraya berseru. "Maaf nona, numpang lewat, aku harus pergi dari sini!"

   "Kau hendak pergi kemana?"

   Tanya Nyoo Siau-sian agak tertegun, mendadak dia seperti teringat akan sesuatu, kembali ujarnya.

   "Kau hendak pergi ke ibu kota?"

   Dengan ketus Li Cing-siu menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Tidak, aku hendak pulang ke kota Kang-ciu!"

   Sekarang Nyoo Siau-sian baru mengerti, rupanya orang tua ini enggan menuruti perkataannya.

   "Kau berani pergi dari sini?"

   Bentaknya dengan marah. Li Cing-siu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-abahk .

   "Haaahhh.. haaahhh... haaahhh... perlu kuberikan kepada nona, apa yang ingin kukerjakan selamanya belum pernah ada yang berani menghalanginya."

   "Kau bilang aku tak berani? Baik, akan kubuktikan..."

   Teriak Nyoo SIau-sian gusar.

   Kalau nona yang manja ini mulai mengumbar amarahnya, maka akan tampak begitu galak dan julasnya dia.

   Oh Put-kui yang menyaksikan kejadian tersebut dari atas pohon cuma bisa menggelengkan kepalanya berualng kali, namun ia toh akan tahan untuk melirik beberapa kejap lagi ke arahnya.

   Dia memang amat cantik...

   bahkan cantik dan suci...

   Tiba-tiba terdenagr kakek latah awet muda berbisik kepada pemuda itu sambil tertawa.

   "Bocah perempuan itu masih polos dan lugu, tapi aneh mengapa dia justru membawa pasukannya untuk membuat keonaran dengan pihak Pay-kau? Anak muda, aku duga dibalik kesemuanya ini tentu ada hal hal yang kurang beres!" Sebagai seorang pemuda yang cerdik tentu saja Oh Put Kui pun sudah pikir sampai di situ, katanya sambil tertawa.

   "Ban tua, persoalan ini sudah jelas sekali, nona Nyoo Siau- sian itu masih polos dan belum tahu tata cara pergaulan, ini berarti dibelakangnya pasti terdapat seseorang yang mengatur segala sesuatunya ini..."

   Belum selesai dia berkata, dari arah pelataran sudah terdengar Li Cing-siu sedang berkata sambil tertawa tergelak.

   "Nona, semasa kakek suci masih hidup pun, dia tak akan berani berbicara macam begini kepadaku!"

   Mendengar nama ayahnya disebut kembali, Nyoo Siau-sian sekali lagi merasa amat sedih. Tapi dengan air mata bercucuran ia segera membentak marah.

   "Sebetulnya kau bersedia untuk pergi atau tidak?"

   "Maaf, aku tak dapat menuruti kehendakmu!"

   Tiba-tiba Nyoo Siau-sian mengayunkan tangannya untuk menampar wajah Li Cing-siu.

   Tampaknya dia sudah terbiasa menempeleng orang, karena itu tamparannya terhadap Li Cing-siu dilakukan olehnya dengan sangat leluasa dan indah.

   "Bagaimana pun juga kau harus pergi..."

   Serunya nyaring.

   Tempelengan itu dilancarkan sangat mendadak, lagipula dilakukan dengan gerakan yang sangat cepat, sehingga membuat orang tak berani mempercayainya.

   Mimpipun Li Cing-siu tidak menyangka kalau dia bakal ditempeleng gadis tersebut secara tiba-tiba, dalam keadaan tak menyangka dan kagetnya orang tua ini tak sempat lagi untuk menghindarkan diri.

   "Plaaakkk!" Tempelengan tersebut dengan tepat bersarang diatas pipinya.

   Masih untung saja tamparan tersebut tidak disertai dengan tenaga dalam, sehingga tidak sampai menimbulkan perasaan sakit bagi orang tua tersebut.

   Kendatipun begitu, peristiwa tersebut sudah cukup membuat Li Cing-siu untuk menderita sepanjang hidup.

   Oh Put kui yang berada diatas pohon menjadi terkejut sekali setelah menyaksikan peristiwa ini, dia segera bertanya.

   "Ban tua, ilmu gerakan tubuh apakah itu? Tampaknya tidak lebih lama daripada ilmu langkah Tay-siu-huan-im poh yang kupelajari dari Mi-sim-kui-to tempo hari."

   "Tentu saja,"

   Sahut kakek latah sambil tertawa.

   "Jadi kau kenal dengan ilmu gerakan tubuh itu?"

   "Kenal!"

   Mendadak Oh Put Kui merasa terkejut, segera pikirniya.

   "Heran, mengapa dengan si kakek latah? Dia seperti acuh tak acuh? mengapa sih hari ini?"

   Dengan cepat dia berpaling... Ternyata kakek latah awet muda sedang memejamkan mata rapat-rapat sementara air matanya jatuh bercucuran. Oh Put Kui benar-benar terperanjat sekali oleh kejadian tersebut, ia segera menegur.

   "Ban tua, mengapa kau?"

   Baru pertama kali ini dia menyaksikan kakek berambut putih ini murung dan mengucurkan air mata.

   Sambil menahan sesenggukannya kakek latah berkata.

   "Anak muda, aku sedang teringat akan seorang sahabat intimku." Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Oh Put Kui, segera ujarnya lagi.

   "Siapakah orang itu? Apakah ada hubungan dengan nona Nyoo?"

   Dengan air mata bercucuran sahut kakek latah awet muda.

   "Yaa, ilmu gerakan tubuh yang digunakan budak itu mirip sekali dengan kepandaian yang dimiliki sahabat karibku itu... aaai, memang ilmu gerakan tubuh tersebut yang dipergunakan olehnya..."

   Perkataan si kakek yang tiada ujung pangkalnya ini, segera membuat Oh Put Kui menjadi bingung dan tidak habis mengerti.

   "Ban tua, ilmu gerakan tubuh apakah itu? Siapa pula sahabat karibmu itu?"

   "Hian-hian... Hian-hian..."

   Tiba-tiba kakek latah awet muda bergumam dengan air mata bercucuran.

   Kali ini si kakek lupa mempergunakan ilmu menyampaikan suaranya, tak heran kalau Oh Put-kui menjadi sangat terkejut sehingga buru-buru mendekap mulut kakek itu sambil berbisik.

   "Ban tua, saat ini kita masih belum boleh menampakkan diri!"

   Kakek latah awet muda baru terkejut sesudah mendengar teguran itu, cepat-cepat dia menutup mulut.

   Kemudian setelah menyeka air matanya dan menggelengkan kepalanya sambil tertawa, kembali dia berkata.

   "Anak muda, kenapa sih aku ini?"

   "Kau sedang menggumamkan nama Hian-hian!"

   Sahut Oh Put-kui sambil tertwa getir.

   "Benarkah itu?"

   Kakek latah awet muda tertawa aneh.

   "tampaknya aku benar-benar makin tua makin pikun." "Ban tua, siapa sih Hian hian itu?"

   Tanya Oh Put-kui kemudian dengan perasaan tidak mengerti.

   "Nama seorang perempuan."

   "Apakah dia adalah kekasihmu?"

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dengan perasaan rikuh kakek latah awet muda segera manggut-manggut...

   "Kau sudah begini tua, aku rasa kekasihmu itu pasti sudah berusia lanjut bukan?"

   Kata Oh Put kui lagi sambil tertawa.

   "Dia lebih muda sepuluh tahun dariku!"

   "Lalu dimanakah locianpwee itu sekarang?"

   "Dia sudah mengasingkan diri dari keramaian dunia, dan hidup membujang dalam biara!"

   "Ooh, dia sudah menjadi pendeta?"

   Tanya Oh Put-kui dengan perasaan terejut.

   Kembali kakek latah awet muda manggut-manggut, kemudian katanya sambil tertawa.

   "Anak muda, bagaimana kalau kita jangan membicarakan persoalan itu saja? Tentang ilmu gerakan tubuh yang dipergunakan budak kecil she Nyoo itu, aku mengenalinya sebagai ilmu gerakan tubuh "Beng-in-wan-wa-sin-hot" (ilmu gerakan tubuh melupakan diri)...!"

   "Benar-benar sebuah nama yang sangat aneh!"

   Seru Oh Put-kui sambil tertawa.

   "Tentu saja, dia khusus menciptakan gerakan tersebut dengan maksud untuk menghindari diriku, lagipula diapun ingin membujukku agar tahu keadaan serta melupakan dia!"

   Diam-diam Oh Put-kui mengangguk, tampaknya dibalik ilmu gerakan tubuh tersebut tterkandung suatu kisah cinta yang penuh dengan kesedihan dan air mata.

   "Ban tua, apakah Hian-hian locianpwe itu adalah gurunya nona Nyoo...?"

   Tanyanya kemudian. Mendadak kakek latah awet muda mendelik besar.

   "Hey anak muda, nama Hian-hian bukan sembarangan orang boleh menyebutnya. kau hanya boleh memanggilnya sebagai Wi-in sinni!"

   Begitu mendengar nama "Wi-in sinnni"

   Kontan saja Oh Put Kui merasa terkejut sekali.

   Nama besar dari Wi-in sinni, pemimpin kuil Hian-leng-an dibukit Tay-soat-san memang tidak lebih kecil daripada nama besar gurunya maupun Thian-liong susiok.

   Tidak heran kalau kaucu dari Pay Kau, Ling-siu tidak mampu menghindarkan diri dari tempelengan Nyoo Siau-sian.

   hal ini jelas disebabkan Nyoo S iau-sian adalah murid dari Wi- in sinni.

   Sementara kakek latah awet muda dan Oh Put-kui yang berada diatas pohon berbicara setengah harian, situasi dipelataran itu pun sudah terjadi perubahan yang amat besar...

   Setelah kena ditempeleng tadi, Li Cing-siu baru mengetahui bahwa putri kesayangan Kakek suci berhati mulia yang nampaknya lemah lembut itu, sesungguhnya adalah seorang jago yang berilmu silat sangat hebat...

   Tapi, dia tak dapat menahan diri terhadap tempelengan yang telah diterimanya itu.

   Diiringi dua kali bentakan gusar, suatu pertarungan yang amat seru segera berkobar.

   Nyoo Siau-sian sendiri tidak turun tangan.

   Sebaliknya si perempuan petani dari Lam Wan Ku Giok- hun telah bertarung melawan Li Cing-siu.

   Sedangkan Leng Seng luan telah bertarung melawan Leng- ho cinjin Cu Kong-to.

   Dalam waktu singkat angin pukulan dan bayangan telapak tangan telah menyelimuti seluruh angkasa.

   Nyo Siau-sian sendiri cuma berdiri disisi arena sambil menyaksikan keempat orang itu bertarung dengan seru, dia tidak nampak emosi atau pun menunjukkan suatu perasaan, sebab perasaannya memang kosong baagikan selembar kertas.

   Dan pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia pelan pelan bergerak mendekatnya.

   Gerakan orang itu pelan sekali...

   pelan dan sangat berhati- hati...

   Satu depa demi satu depa...

   makin lama selisih jarak mereka semakin dekat...

   Waktu itu, semua perhatian orang sedang tertuju pada keempat orang yang sedang bertarung sengit ditengah arena, oleh sebab itu tak seorangpun yang menyaksikan kalau ada orang sedang bergerak mendekati Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian.

   Dalam pada itu sebuah tanganpun bergerak pelan kedepan, satu inci demi satu inci diulurkan kemuka...

   Mendadak...

   Sebuah jeritan kaget diiringi bentakan nyaring bergema memecahkan keheningan.

   "Kalian semua berhenti bertarung, nona Nyoo telah jatuh kedalam cengkeramanku..."

   Mendengar bentakan yang menggelegar itu, Ku Giok hun dan Leng Seng luan segera menarik kembali serangannya dan melompat mundur ke belakang...

   Sedangkan Li Cing-siu serta Cu Kong to segera berpaling ke arah mana berasalnya suara itu.

   Pada saat itulah, mereka saksikan Nyoo Siau-sian sedang berteriak sambil mengernyitkan alis matanya.

   "Lepaskan aku, apa yang hendak kau lakukan?" Ternyata tangannya telah dicengkeram orang erat erat, sehingga orang yang mencengkeram dirinya adalah si tamu tanpa bayangan penghancur hati Cin It-cing.

   Rupanya secara diam-diam ia telah mendekati Nyoo Siau- sian, lalu dengan mempergunakan ilmu Thian-ciat-jiu dari perguruannya mencengkeram tubuh Hian leng-giok-li Nyoo Siau sian itu secara mudah.

   Percuma saja Nyoo Siau-sian memiliki ilmu silat yang hebat, namun sama sekali kehilangan tenaganya, dalam gelisahnya dengan muka merah iapun menegur pemuda tersebut.

   Sambil tertawa hambar sahut Ciu It-cing.

   "Nona, terpaksa aku akan menyiksamu berapa saat!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata pula kepada Li Cing-siu dengan nada hormat.

   "Suhu, lebih baik kau bicarakan dulu persoalan ini hingga jelas dengan nona Nyoo, tempat ini tak boleh ditinggali terlalu lama.."

   Saat itu bukan saja Li Cing-siu merasa agak diluar dugaan atas terjadinya peristiwa tersebut, agaknya diapun merasa gembira sekali atas kecekatan serta kecerdasan murid andalannya ini.

   Sambil tersenyum diapun berseru kemudian.

   "Anak Cing, kau tak boleh melukai nona Nyoo!"

   "Murid mengerti!"

   Nyoo Siau-sian masih mencoba untuk meronta, selama hidupnya belm pernah pergelangan tangannya dicengkeram orang lelaki asing seperti apa yang dialaminya sekarang, tak heran kalau dia merasa gelisah bercampur gusar, tapi diapun tak bisa berbuat apa-apa.

   Terdengar Li Cing-siu berkata lagi.

   "Nona Nyoo, antara aku dengan pihakmu sama sekali tak pernah terjalin perselisihan apa-apa, tapi hari ini nona Nyoo datang secara mendadak bahkan memaksa aku untuk ikut pergi ke istanamu, sebenarnya karena persoalan apa?"

   Nyoo Siau-sian membungkam diri dalam seribu bahasa, dia sama sekali tidak menggubris pertanyaan dari Li Cing-siu tersebut, jelas sudah kalau gadis itu sedang mengambek.

   Yaa, kalau seorang gadis sedang mengambek, biasa dia tak akan memperdulikan orang lain.

   Li Cing-siu segera mengernyitkan alis matanya, dia memandang sekejap ke arah Ku Giok-hun dan Leng Seng- luan yang sedang memperhatikan dirinya dengan wajah gusar dan perasaan tak tenang itu, kemudian berpaling pula ke arah Ang Yok-su...

   Hingga detik itu, Ang Yok-su masih belum bergerak dari posisinya semula, bahkan berpaling pun tidak, seolah olah semua peristiwa yang terjadi disitu tak ada ubungan dengan dirinya.

   Li Cing-siu segera dibuat serba salah dan tak tahu apa yang harus diperbuatnya.

   Tentu saja tak mungkin baginya untuk turun tangan dan memaksa Nyoo Siau-sian untuk berbicara.

   Oleh sebab itulah dia cuma bisa berkerut kening sambil menghela napas panjang...

   Agaknya Ciu It-cing mengetahui akan kesulitan yang dihadapi gurunya, sebagai seorang ketua dari suatu perkumpulan besar, lagi pula sebagai seorang angkatan tua, tentu saja ia tak boleh memaksa Nyoo Siau-sian untuk berbicara, apalagi mempergunakan kekerasan.

   Sedangkan dia, sebagai seorang anak muda yang sederajat dengan nona itu, sudah barang tentu ia tak usah menguatirkan tentang masalah semacam ini.

   Tiba-tiba Ciu It-cing tertawa dingin lalu berkata dengan suara dalam.

   "Nona Nyoo, bila kau tahu diri lebih baik jelaskan saja duduknya persoalan, menurut apa yang kuketahui, antara nona Nyoo dengan perkumpulan kami telah terjadi kesalahan paham!"

   "Siapa bilang salah paham?"

   Seru Nyoo Siau-sian sambil menggigit bibirnya.

   "apa yang telah kalian lakukan masa tidak kalian pahami...?"

   Ciu It-cing jadi melongo dibuatnya.

   "Perbuatan apa sih yang telah dilakukan perkumpulan kami terhadap istana kalian?"

   "Kalian hendak mungkir?"

   Tampaknya Ciu It-cing telah naik pitam oleh perkataannya itu, tiba-tiba saja dia menggencet tangan nona itu lebih keras.

   Kontan saja Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya dengan keringat bercucuran keras namun ia tetap menggigit bibirnya kencang kencang sehingga tak kedengaran sedikit suara rintihanpun.

   Li Cing-siu yang menyaksikan kejadian ini segera membentak.

   "Anak Cing, jangan berbuat kurang ajar!"

   "Dia toh yang kurang ajar lebih dulu suhu, tecu benar-benar tak dapat menahan diri lagi,"

   Seru Ciu It-cing dengan gusar. @oodwoo@

   Jilid 24 Dari nada pembicaraan itu, bisa disimpulkan bahwa dia hendak memaksa Nyoo Siau-sian berbicara dengan menggunakan kekerasan.

   Li Cing-siu segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berseru.

   "Anak Cing...

   kau tak boleh berbuat begitu..."

   Belum selesai dia berkata, mendadak dengan mulut membungkam dia mundur selangkah ke belakang. Cahaya hijau berkilauan lalu disusul munculnya sesosok bayangan manusia dari tengah udara.

   "Siapa dirimu?"

   Dengan perasaan terkesiap Ciu It-cing menarik Nyoo Siau-sian mundur setengah langkah ke belakang dan menghardik keras-keras.

   "Saudara Ciu. Belum lama kita berpisah, masa kau sudah tidak kenal lagi dengan diriku?"

   Seseorang menyahut dengan lantang. Ternyata orang yang munculkan diri itu tak lain adalah Oh Put Kui... Dengan senyum dikulum Ciu It-cing segera berseru.

   "saudara Oh, sungguh tak kusangka akan bersua denganmu disini..."

   Oh Put Kui tertawa hambar.

   "Dapatkan saudara Ciu melepaskan nona Nyoo lebih dulu?"

   Katanya tiba-tiba.

   Mendengar pertanyaan tersebut mula-mula Ciu It-cing nampak agak tertegun, tapi kemudian dia menampilkan perasaan keberatan dan serba salah.

   Tapi akhirnya sambil tertawa nyaring dia berkata.

   "Perintah dari saudara Oh tak berani kubangkang!"

   Bersama dengan selesainya perkataan tersebut, secepat kilat dia melepaskan cengkeramannya.

   Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian yang menghadapi kejadian ini menjadi tertegun lalu dengan termangu mangu mengawasi lawannya tanpa berkedip, untuk sesaat dia seperti lupa dengan pergelangan tangan kanannya yang sakit.

   Demikian pula dengan Li Cing-siu, dia dibuat tertegun dan tidak habis mengerti.

   O0odwkzo0o Ia tak habis mengerti, mengapa muridnya tidak menuruti perkataan sendiri sebaliknya malah menuruti perkataan orang lain, bahkan orang itu nampaknya masih begitu muda dan begitu rudin.

   Selain itu diapun kuatir kalau tindakan melepaskan harimau pulang gunung ini akan berbalik merugiakn pihaknya.

   Oleh sebab itulah tanpa terasa dia berjalan ke depan dan mendekati Nyoo Siau-sian.

   Disaat Ciu It-cing melepaskan cekalannya tadi, Oh Put Kui segera berseru sambil tertawa.

   "Terima kasih banyak atas kesediaan saudara Ciu memberi muka kepadaku..."

   Lalu secara tiba-tiba dia maju selangkah ke depan dan menghadang dimuka Li Cing-siu, sambil menjura katanya pula.

   "Oh Put Kui menjumpai Li kaucu!"

   Kemudian dia menjura dalam-dalam, sikapnya amat menghormat. Li Cing-siu segera menghentikan langkahnya dan balas memberi hormat sambil katanya.

   "Ooh, rupanya Oh sauhiap, maaf... maaf..."

   Agaknya orang tua inipun mengetahui siapa yang sedang berada dihadapannya.

   "Kaucu terlalu serius..."

   Oh Put Kui tertawa.

   Kemudian setelah memandang sekejap sekeliling sana, ujarnya lebih jauh.

   "Ketika boanpwe meminta kepada saudara Ciu untuk membebaskan nona Nyoo tadi, sebetulnya kemungkinan sekali hal ini akan berakibat tidak menguntungkan diri kaucu, tapi nyatanya kaucu tidak berusaha untuk menghalangi, hal mana menunjukkan kalau kaucu memang seorang lelaki sejati yang mengutamakan kebenaran, sikap kaucu itu sungguh mengagumkan boanpwee!"

   Sekalipun Li Cing-siu merasa ucapan ini sangat bertentangan dengan jalan pemikiranya, namun dia toh menjawab juga sambil tertawa.

   "Perkataan dari sauhiap itu hanya membuat aku merasa malu saja..

   muridku yang bodoh telah menyergap orang secara diam-diam, tidakan semacam ini sudah jelas melanggar peraturan, sekembalinya nanti aku tentu akan menjatuhi hukuman yang berat kepadanya..."

   "Harap kaucu jangan menghukum saudara Ciu,"

   Ucap Oh Put Kui segera sambil menggeleng.

   "seandainya orang lain yang menjumpai kejadian semacam inipun boanpwee percaya dia akan berbuat yang sama seperti apa yang telah diperbuat saudara Ciu..."

   Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Ciu It cing, kembali katanya.

   "Ternyata saudara Ciu telah memberi muka untuk ku pada saat yang terakhir, bukan saja hal ini membuat siaute merasa kagum, dari sinipun terbukti kalau saudara Ciu adalah seorang lelaki terbuka yang berjiwa besar!"

   "Saudara Oh jangan berkata lebih jauh, siaute akan malu untuk mendengarkannya lebih jauh..."

   Seru Cu It-cing sambil tersenyum.

   "Baik, siaute tak akan menyinggung lagi persoalan ini..."

   Kata Oh Put Kui kemudian. Pelan-pelan dia membalikkan badan, lalu terhadap Hian- leng-giok-li Nyoo Siau-sian yang sedang memikirkan sesuatu katanya pula sambil tertawa rendah.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Nona Nyoo, aku adalah Oh Put Kui!"

   Dengan wajah memerah karena jengah Nyoo Siau-sian menjawab.

   "Aku tahu... nama besar Oh kongcu sudah lama kudengar..."

   "Terima kasih banyak atas pujian dari nona!"

   Oh Put Kui tersenyum ramah. Kemudian ia berkelebat maju setengah langkah dan berkata lebih lanjut.

   "Entah dikarenakan persoalan apa nona Nyoo sampai bermusuhan dengan Li kaucu?"

   Berbicara sesungguhnya, Li Cing siu sendiripun ingin mengetahui duduknya persoalan sampai jelas. Nyoo Siau sian segera menundukkan kepalanya dan menghela napas sedih, katanya lirih.

   "Mereka telah mencuri barang milik kami!"

   Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut menjadi tertegun, dengan cepat dia berpaling ke arah Li Cing-siu dan mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

   Li Cing-siu yang mendengar ucapan itu segera menyambut sambil tertawa.

   "Nona, anggota perkumpulan kami selalu memegang peraturan secara ketat, entah benda mestika apakah milik nona yang hilang sehingga kau tak segan membawa semua anggotamu datang ke Kang-ciu?"

   Kalau berbicara dengan Oh Put Kui, maka Nyoo Siau-sian selalu menunjukkan sikap yang lemah lembut, sebaliknya kalau berbicara dengan orang lain justru memperlihatkan sikap dan wataknya sebagai seorang nona yang anggun.

   Dia mendengus dingin lalu berkata.

   "Kau masih mencoba menyangkal? Aku telah kehilanan ruyung penakluk iblis Mu-ni-ciang-mo-pian!"

   Mendengar nama benda itu, paras muka Li Cing-siu segera berubah sangat hebat.

   Sebab benda yang dimaksudkan itu tak lain adalah salah satu diantara tujuh macam mestika dari dunia persilatan.

   Konon ruyung tersebut merupakan benda mestika andalan dari Wi-in sinie dalam menaklukan kaum iblis, mungkinkan Hian-leng giok-li Nyoo Siau sian adalah anak murid dari Wi-in sinnie? Dengan perasaan terkesiap Li Cing siu segera bertanya.

   "Apakah nona adalah anak murid dari Wi in sinni?"

   "Kalau benar mau apa kau?"

   Sehut Nyoo Siau-sian dengan suara ketus.

   "Bila kau berlaku lancang tadi, harap nona sudi memaafkan..."

   Li Cing siu segera tertawa paksa. Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan kening berkerut katanya lebih jauh.

   "Nona, bagaimana ceritanya sehingga kau bisa kehilangan ruyung penakluk iblis Mu ni-ciang-mo-pian tersebut?"

   Paras muka Nyoo Siau-sian diliputi kembali hawa amarahnya yang membara, bentaknya keras-keras.

   "Buat apa kau berpura-pura bertanya lagi kepadaku? Bukankah kau lebih mengerti daripada aku sendiri?"

   Dengan perasaan keheranan Li Cing siu segera berpikir.

   "Aneh sekali, mengapa dia justru menuduhku sebagai pencurinya...?" Sekalipun dalam hati berpikir demikian diluar dia tersenyum dan berkata sambil menggelengkan kepala.

   "Nona, aku berani bersumpah dihadapan bahwa aku tak pernah melihat ruyung tersebut!"

   "Benarkah itu?"

   Nyoo Siau-sian melotot besar.

   "Buat apa aku mesti berbohong?"

   Li Cing siu balik bertanya dengan senyuman dikulum. Dengan ketus Nyoo Siau-sian mendesis, lalu serunya sambil tertawa terkekeh kekeh.

   "Li kaucu, memangnya kau anggap semua anggota Sian- hong-hu adalah gentong nasi yang tak becus?"

   Kembali Li Cing-siu tertawa terbahak-bakhak.

   "Haaahhh...

   haaahhh..

   haaahhh...

   perkataan dari nona terlampau serius, masa berani aku shi Li bersikap begitu latah? Justru akulah yang ingin bertanya kepada nona, darimana kau peroleh berita tersebut sehingga bersikeras menuduh akulah yang telah mencuri ruyung penakluk iblis Mu ni-ciang-mo-pian tersebut?"

   Nyoo Siau-sian segera mengerlingkan matanya yang jeli kewajah tabib sakti Ang Yok-su, lalu katanya lagi sambil tertawa.

   "Soal itu mah tak usah Li kaucu ketahui, aku cuma berharap Li kaucu bersedia mengembalikan ruyungku itu, tentang permintaan maafku...

   aku pikir..."

   Setelah mengerlingkan sekejap ke arah Oh Put Kui dengan tersipu-sipu, dia meneruskan.

   "Memandang diatas wajah Oh kongcu, aku rasa persoalan tersebut tak perlu dibicarakan lagi!"

   Menurut anggapannya, keputusan yang diambilnya tersebut sudah cukup berarti.

   Sebaliknya Li Cing-siu justru dibuat serba salah, menangis tak bisa tertawa pun tak dapat.

   Selang beberapa saat kemudian ia baru bisa berkata.

   Nona, kau terus menerus menuduh aku sebagai pelaku pencurian tersebut, mengapa kau tidak memberi kesempatan kepadaku untuk mendebat ataupun membantah?"

   Tiba-tiba perempuan petani dari Lam-wan Ku Giok-hun yang selama ini membungkam terus membentak dengan keras.

   "Li kaucu, dengan kedudukanmu dan nama besarmu seharusnya apa yang telah kau lakukan harus berani diakui secara ksatria, tapi kenyataannya kau menyangkal terus menerus, apakah kau tidak takut ditertawakan orang...?"

   Dari ucapannya yang begitu tegas dan yakin, perempuan ini seakan-akan menuduh bahwa Li Cing-siu lah pelaku yang sebenarnya atas pencurian terhadap ruyung Mu-ni-ciang mo pian tersebut.

   Sekali lagi hawa amarah menyelimuti wajah Li Cing-siu, segera serunya dengan lantang.

   "Nona Ku, apakah kalian mempunyai bukti yang bisa menunjukkan bahwa akulah yang telah mencuri ruyung mestika tersebut?"

   "Tentu saja dapat!"

   Jawab Ku Giok-hun sambil tertawa seram.

   "Mengapa tidak nona Ku pelihatkan?"

   Sambil tertawa dingin Ku Giok-hun segera berseru.

   "Tampaknya Li kaucu tak akan menyerah sebelum melihat bukti tersebut..."

   Tiba-tiba dia berpaling kearah Nyoo Siau-sian dan berkata lebih jauh.

   "Nona, perlihatkan benda itu kepadanya!" Sambil tertawa Nyoo Siau-sian merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan sebuah sampul surat yang kemudian diperlihatkan kepada Li Cing-siu sambil katanya.

   "Ini dia, bukti berada disini"

   "Apakah itu?"

   Tanya Li Cing siu sambil berkerut kening.

   "Surat yang ditinggalkan pencuri ruyung tersebut!"

   "Bersediakah nona untuk membacakan isi surat itu?"

   "Apakah salahnya? Bibi Ku, coba kau saja yang membaca isi surat tersebut..."

   Ku Giok-hun menyahut dan menerima surat itu, kemudian setelah melotot sekejap ke arah Li Cing-siu, segera bacanya.

   "Bila menginginkan kembali ruyung penakluk iblis, datang ke Seng ciu menjumpai Pay-ku."

   Ketika Ku Giok-hun selesai membaca isi surat itu, Nyoo Siau-sian segera berseru sambil tertawa dingin.

   "Kalau toh kalian mempunyai keberanian untuk meninggalkan surat tersebut, mengapa hari ini tak berani mengakuinya?"

   Li Cing-siu yang mendengar ucapan tersebut segera tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh...

   haaahhh..

   haaahhh...

   nona, betulkah surat tersebut bisa dipergunakan sebagai bukti bahwa akulah yang telah mencuri ruyung tersebut? Tidakkah nona pernah pikirkan, bahwa ada kemungkinan orang lain sengaja memfitnah perkumpulan kami?"

   "Mengapa orang lain harus memfitnah?"

   Nyoo Siau-sian balik bertanya sambil tertawa cekikikan.

   "Andaikata aku pun tahu, bukankah persoalan ini tidak bakal terjadi?"

   "Hmmm, omong kosong..."

   Nona itu segera mendengus dingin. Pada saat itulah tiba-tiba Oh Put Kui menyela.

   "Nona Nyoo, apa yang dikatakan Li kaucu ada benarnya juga!"

   "Jadi kau... Oh kongcu percaya kepadanya?"

   Tanya Nyoo Siau sian agak tertegun. Oh Put Kui segera tertawa.

   "Aku cukup mengetahui bagaimanakah watak dari Li kaucu dimasa lampau, aku rasa lenyapnya ruyung milik nona itu delapan puluh persen dilakukan seseorang yang sengaja mengadu domba kalian."

   Nyoo Siau sian segera mengerutkan dahinya rapat rapat.

   Ia tak habis mengerti mengapa terhadap ucapan dari Oh Put Kui tersebut, dia seakan akan tidak berkemampuan untuk memberikan perlawanan, dia seakan akan lemah sekali dan tidak memiliki pendirian.

   Dengan wajah sangat gelisah Ku Giok-hun segera menyela.

   "Siau sian, siapa tahu orang she Oh itu satu komplotan dengan Pay-kau."

   Dengan perasaan terkejut Nyoo Siau-sian segera mendongakkan kepalanya, lalu menegur.

   "Oh kongcu, benarkah kaupun anggota Pay kau?"

   Oh Put-kui segera tertawa tergelak.

   "Haah.. haah.. aku adalah seoarang pengembara, tak pernah terikat dalam satu partai atau perkumpulan macam apapun!"

   "Itu lebih bagus lagi..."

   Seru Nyoo Siau-sian girang, lalu sambil berpaling serunya pula.

   "bibi Ku, dia bukan..."

   Nona ini begitu polos dan lugu, andaikata ada orang berusaha untuk mempengaruhi jalan pikirannya, sudah pasti tak perlu membuang banyak pikiran dan upaya lagi untuk berhasil mempengaruhinya.

   Sambil tertawa Ku Giok-hun kembali berkata.

   "Siau-sian, dia memang bukan anggota Pay-kau, tapi mereka berasal dari satu komplotan yang sama, coba lihat, bukankah dia lebih membantu mereka daripada membantu pihak kita?"

   "Aaah, tidak benar!"

   Nyoo Siau-sian menggeleng.

   "bibi Ku, sendainya Oh kongcu membantu mereka, maka apa sebabnya dia meminta mereka melepaskan aku ketika baru munculkan diri tadi?"

   Menghadapi perkataan tersebut, kontan saja Ku Giok-hun dibuat terbungkam dalam seribu bahasa.

   sebaliknya Oh Put Kui segera berkata lagi sambil tertawa hambar.

   "Aaai, bagaimana pun juga nona memang seorang gadis yang pandai sekali..."

   "Kongcu terlalu memuji..."

   Oh Put Kui kembali tertawa.

   Mendadak...

   dari arah ruangan berkumandang datang suara seseorang yang tertawa dingin tiada hentinya.

   Kemudian disusul suara Ang Yok-su berseru dengan lantang.

   "Nona Nyoo, kau sudah terperangkap oleh siasat bocah keparat itu!"

   Dengan cepat Nyoo siau-sian berpaling lalu tanyanya.

   "Ang lopek mengatakan aku sudah tertipu Oh kongcu?"

   "Betul!"

   "Ang lopek, kapan sih aku tertipu?"

   Nyoo Siau-sian bertanya lagi sambil tertawa.

   "Bocah keparat itu telah memutar balikkan keadaan, padahal Li Cing-siu lah si pencuri ruyung mestika itu, kau jangan sekali kali melepaskan penyelidikanmu gara-gara percaya dengan perkataan dari bocah keparat tersebut"

   Nyoo Siau sian betul-betul seorang yang masih polos, serta merta ia berpaling ke arah Oh Put Kui dan bertanya lagi.

   "Oh kongcu, benarkah kau... kau sedang membohongi aku?"

   Oh Put Kui kembali tertawa.

   "Aku dan nona belum pernah bersua sebelumnya, kenapa aku mesti membohongimu?"

   "Betul, kau memang tak punya alasan untuk membohongi aku..."

   Nyoo Siau-sian tersenyum manis. Tiba-tiba Ang Yok-su berseru lagi sambil tertawa dingin.

   "Siau-sian, jangan percaya kepadanya..."

   Mendadak segulung bayangan hitam meluncur masuk ke dalam mulut Ang Yok su, seketika itu juga perkataan yang belum selesai diutarakan itu terputus sampai ditengah jalan dan tak mampu dilanjutkan lebih jauh.

   Disusul kemudian terdengar seseorang muntah-muntah keras...

   Keadaan yang begitu mengenaskan dari Ang Yok-su tersebut membuat segenap anggota Pay-kau yang melihatnya segera tertawa terpingkal pingkal saking gelinya.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tabib sakti Kiu-huan gi-in Ang Yok su harus muntah setengah harian lamanya baru dapat menyeka mulutnya kembali, lalu sambil berpekik nyaring dia melompat naik ke atap ruangan tengah itu.

   Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu, dia periksa sekeliling tempat itu dengan seksama, tapi sayang sekali ia tak berhasil menjumpai sesuatu apapun.

   Dalam amarahnya yang membara, Ang Yok-su segera tertawa dingin tiada hentinya Begitu keras suara tertawanya sehingga seluruh atap dan bangunan ruangan itu turut bergetar keras.

   Oh Put-kui yang menjumpai hal tersebut diam-diam mengerutkan dahinya kencang-kencang.

   Baru sekarang dia tahu kalau Kiu-huan gi-in Ang Yok-su sebetulnya adalah seorang jago kelas satu dalam dunia persilatan, terutama dalam suara tertawanya yang mengandung tenaga dalam ini, jelas kalau kemampuannya sama sekali tak berada dibawah kemampuan dari Leng Siau- thian.

   Setelah selesai tertawa, tiba-tiba Ang Yok su membentak keras dengan suara yang dingin menyeramkan.

   "Manusia darimana yang berani mempermainkan orang? Ayoh cepat menggelinding keluar dari tempat persembunyianmu!"

   Setelah bentakan tersebut menggelegar, Oh Put-kui baru paham apa gerangan yang telah terjadi.

   Rupanya baru saja Ang Yok-su menderita kerugian yang besar sekali.

   Dia tahu, perbuatan semacam ini tak terlepas dari orang lain, seratus persen tentu hasil karya dari si pengemis sinting Liok-jin ki yang bersembunyi diatap ruangan.

   Ternyata apa yang diduga memang betul! Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan dari Kiu- huan-gi-in tadi, pengemis sinting Liok Jin-ki segera munculkan diri dari balik atap rumah sambil tertawa cengar cengir, serunya kemudian.

   "Hey tabib Ang, aku si pengemis lagi tidur disini, mengapa sih kau berteriak teriak macam kambing kebakaran jenggot saja?"

   Tabib sakti Kiu-huan-gi-in Ang Yok-su sama sekali tidak mengira kalau dirinya tak berhasil mengetahui akan kehadiran lawannya yang berada diatas ruangan, ia merasa bahwa peristiwa ini sangat memalukan dirinya.

   -------------------- Tatkala dia sudah melihat dengan jelas siapa gerangan orang yang menampakkan diri itu, kontan saja hawa amarahnya sirap lima bagian.

   Sambil tertawa dingin Ang Yok-su segera berseru "Hmmm...

   kukira siapa yang datang, rupanya kau si telur busuk yang tak tahu diri..."

   "Tabib Ang,"

   Seru pengemis sinting sambil tertawa.

   "kau termashur sebagai Kiu-huan gi-in, tentunya kau tahu bukan bahwa aku sipengemis mengindap penyakit pikun dan sinting, dapatkah kau mencarikan akal untuk menyembuhkan penyakitku itu?"

   "Liok Jin-ki, kau boleh saja berlagak konyol dihadapan orang lain, tapi jangan mencoba menggunakan cara itu untuk menghadapi aku!"

   Teriak Ang Yok-su dengan penuh amarah dan kening berkerut. Pengemis sinting tertawa tergelak kembali.

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh... baik, baik aku tak akan berlagak lagi, ayoh kita berbincang dibawa saja..."

   Sembari berkata dia segera melompat turun dari atas atap ruangan itu..

   Ang Yok-su segera menyusul dari belakangnya, sementara sebuah tangannya diangkat ke atas.

   Cuma, dia sama sekali tidak melepaskan serangan apa pun, kalau tidak, bukankah pengemis sinting segera akan berubah menjadi pengemis gepeng...? Begitu mereka berdua melayang turun ke atas permukaan tanah, Ang Yok-su segera menegur lagi sambil tertawa dingin.

   "Liok Jin-ki kaukah yang barusan mempermainkan aku?" Rupanya orang ini pun tidak yakin seratus persen bahwa perbuatan perbuatan tadi dilakukan oleh pengemis sinting tersebut.

   Sebaliknya pengemis sinting pun segera memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyangkal perbuatan tadi, katanya cepat cepat.

   "Hey tabib Ang, bukankah aku si pengemis sudah bilang semenjak tadi, aku sedang tertidur nyenyak, andaikata bukan mendengar gelak tertawa setanmu tadi, paling tidak aku si pengemis akan tidur sampai matahari terbenam ke pantai baru bangun..."

   "Lebih baik kau tak usah bergelak edan dihadapanku!"

   Bentak Ang Yok-su lagi dengan gemas.

   "Andaikata aku hendak berlagak edan, paling tidak harus melihat lihat sasarannya dulu bukan? Kalau bertemu dengan manusia semacam kau, biar pun aku si pengemis berlagak edan pun, belum tentu mampu untuk berlagak dengan sebaik- baiknya."

   "Hmmm, asal kau sudah tahu diri, hal ini lebih baik,"

   Jengek Ang Yok-su sambil tertawa dingin. Pengemis sinting tertawa lagi.

   "Selamanya aku si pengemis selalu sinting, tapi bilamana tak tahu diri, seratus orang pengemis pun tak nanti bisa hidup sampai hari ini... bukankah begitu?"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba serunya pula kepada Oh Put Kui.

   "Lote, mari kau jumpai Ang Yok-su yang mempunyai nama yang amat termashur ini..."

   Sambil tersenyum Oh Put Kui maju ke muka, tanpa menjura dia menyapa dengan suara hambar.

   "Selamat bersua..." Ang Yok-su sudah mendongakkan kepalanya bersiap-siap menerima penghormatan lawan.

   Tapi akhirnya dia merasakan hatinya tak karuan setelah melihat Oh Put-kui hanya menyapanya secara hambar.

   Dengan sorot mata yang tajam dan tertawa dingin tiada hentinya dia segera menegur.

   "Betul-betul seorang manusia yang tahu sopan santun!"

   Mendengar ucapan tersebut, tiba-tiba saja Oh Put-kui tertawa terbahak-bahak.

   Semenjak masih bersembunyi diatas pohon tadi, ia sudah menaruh perasaan tak puas terhadap sikap Ang Yok su yang angkuh, dingin dan ketus itu.

   Apalagi sesudah mendengar cara Ang Yok su menghasut serta mengadu domba Nyoo Siau-sian dengan Li cing-siu, andaikata pengemis sinting yang bersembunyi diatas atap rumah tidak menghadiahkan segumpal lumut kedalam mulutnya, bisa jadi Nyoo Siau-sian sudah dibuat percaya oleh perkataannya.

   Oleh sebab itu diapun bertekad untuk bertarung melawan Ang Yok-su yang sombong ini serta memberi pelajaran yang setimpal kepada dirinya.

   Justru karena tekadnya itulah, maka Oh Put-kui sengaja berlagak hambar, tinggi hati serta sinis.

   Dengan kening berkerut dan wajah penuh amarah Ang Yok-su segera membentak keras "Hey, apa yang sedang kau tertawakan?"

   "Aku sedang mentertawakan kesombonganmu serta sikapmu yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi!"

   Hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh wajah Ang Yok-su, dia mendengus dingin lalu serunya.

   "Manusia yang tak tahu diri, nampaknya kau sudah bosan hidup di dunia ini?"

   "Haaahhh...haaahhh...

   haaahhh...

   anda toh belum pernah pergi ke akherat, dari siapa kau pelajari kata kata dari raja akherat itu? Apakah aku sudah bosan hidup atau tidak, aku rasa kau belum berhak untuk mengusirnya, mengerti?"

   Beberapa patah kata ini seketika itu juga semakin mengobarkan hawa amarah dari Ang Yok-su, sampai sepasang matanya melotot keluar sebesar gundu.

   Tiba-tiba Ang Yok su tertwa seram, lalu bentaknya.

   "Bocah keparat, hari ini aku mesti memberi pelajaran yang setimpal kepadamu..."

   Belum selesai perkataan itu diutarakan, tanpa memperdulian peraturan dunia persilatan lagi, dia langsung menyentilkan jari tangannya ke arah Oh Put Kui.

   Menghadapi ancaman tersebut, Oh Put-kui tertawa terbahak-bahak.

   "Haaahhh...

   haaahhh...

   haaahhh...

   sayang sekali cakar setan gantungmu itu masih belum mencapai tingkatan kesempurnaan!"

   Ditengah gelak tertawa tersebut, tangan kanannya segera bergerak sangat cepat.

   Jangan dilihat tangan kanan itu cuma diangkat keatas saja, ternyata tenaga serangan ilmu Tan ci-sin-tong yang dilancarakan Ang Yok-su itu hilang lenyap dengan begitu saja oleh gerakan sederhana tadi.

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Ang Yok su menyaksikan kejadian ini, sambil tertawa dingin segera serunya "Tak aneh kalau kau bernyali begitu besar, rupanya kau mengandalkan ilmu Mi-lek sin-kang..." Padahal ilmu yang digunakan oleh Oh Put-kui bernama Hud-im-hian-kong-ciang (pukulan cahaya suci bayangan Buddha) kontan saja menyebutnya sebagai Mi-lek-sin-kang (ilmu sakti Mi-lek).

   kontan saja hal ini membuat pengemis sinting yang mendengarkan segera tertawa terpingkal-pingkal sampai perut pun turut terasa sakit.

   "Hey, apa yang sedang kau tertawakan?"

   Dengan penuh amarah Ang Yok-su melotot kearahnya. Pengemis sinting segera menggelengkan kepalanya berulang kali, dengan napas tersengkal-sengkal katanya.

   "OOdwOo... tidak apa-apa... tidak apa-apa..."

   Walaupun dimulut dia berkata begitu, namun ia tak berhasil menghentikan suara tertawanya, gelak tertawa yang amat keras bergema terus tiada hentinya.

   Ang Yok-su segera berkelebat kedepan, dengan meninggalkan Oh Put-kui dia langsung menerkam kearah pengemis sinting.

   "Pengemis cebol, aku mesti memberi pelajaran untukmu..."

   Kelima jari tangan kanannya segera dipentangkan lebar- lebar lalu secara langsung mencengkeram bahu kiri si pengemis.

   "Ah, belum tentu kau berhasil!"

   Tiba-tiba sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, ternyata bayangan tubuh sipengemis sinting sudah lenyap dari pandangan mata.

   Tapi dengan cepatnya Ang Yok-su menemukan bahwa tangan kanan sendiri sedang mencengkeram diatas bahu Oh Put-kui.

   Kejadian yang sama sekali diluar dugaan ini segera itu juga membuat hatinya amat terperanjat.

   Namun secara diam diampun ia merasa bergirang hati, pikirnya.

   "Asalkan kelima jari tanganku ini kukerahkan sedikit tenaga, niscaya peredaran darah dari bocah keparat ini akan tersumbat dan akibatnya dia akan menjadi lumpuh sebelum akhirnya mampus..."

   Berpikir sampai disitu, mencorong sinar buas dari balik matanya itu.

   Peristiwa mana dengan cepat mengejutkan dan mencemaskan kaucu dari perkumpulan Pay-kau.

   Tapi mencemaskan pula Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian, sehingga tanpa terasa dia menjerit keras.

   "Empek Ang, jangan kau lukai dirinya..."

   Nada suaranya begitu menaruh perhatian dan mencemaskan keselamatan jiwa pemuda tersebut.

   Tapi justru sikapnya yang penuh perhatian ini, membuat Ang Yok-su semakin bertekad untuk menghabisi nyawa lawannya ini.

   Sambil tertawa seram Ang Yok-su segera berseru.

   "Nona, bocah keparat ini tak boleh dibiarkan hidup terus, ia harus disingkirkan secepatnya..."

   Mendadak tenaga dalamnya disalurkan ke luar, lalu dengan ganasnya mencengkeram bahu lawan kuat-kuat.

   Oh Put-kui segera tertawa hambar sembari mengejek.

   "Sayang seribu kali sayang saudara, aku toh sudah bilang kesempurnaan ilmu silatmu masih ketinggalan amat jauh."

   Rupanya ilmu Kim kong ci yang diperkirakan Ang Yok-su sanggup menghancur lumatkan tubuh lawannya itu ternyata tidak berhasil mencapai apa yang bisa diharapkan, bukan saja ia gagal menghancurkan tulang bahu Oh Put-kui, bahkan tak berhasil pula untuk memutuskan saluran urat nadinya.

   Untuk sesaat Ang Yok-su dibuat tertegun dan tarmangu- mangu seperti patung.

   Sebaliknya sebuah tangan Oh Put-kui justru secara pelan- pelan telah menekan keatas dada Ang Yok-su.

   Pada saat itulah Nyoo Siau-sian bagaikan seekor kupu- kupu telah melayang datang sambil menegur dengan penuh perhatian.

   "Oh kongcu...

   kau...

   kau tidak apa-apa bukan?"

   Setelah pertanyaan tersebut diajukan, dia baru melihat secara pasti bahwa orang yang sebetulnya terancam bahaya bukan Oh Put-kui, melainkan si tabib sakti Ang Yok-su yang sombong, dingin dan kejam itu...

   Dengan senyum dikulum diapun berseru.

   "Kongcu...

   kau...

   aaah, kaupun jangan melukai empek Ang...

   kasihan dia..."

   Andaikata telapak tangan dari Oh Put-kui dilanjutkan tekanannya ke depan, sudah dapat dipastikan Ang Yok-su akan mampus seketika itu juga.

   Tapi beberapa patah kata dari Nyoo Siau sian telah menyelamatkan selembar jiwanya.

   sambil tertawa Oh Put-kui segera menarik kembali telapak tangannya itu.

   "Aku akan menuruti permintaan nona!"

   Katanya sambil menggerakkan badan dan mundur selangkah.

   Sebaliknya Kiu huan-gi-in Ang Yok-su harus mundur sejauh delapan langkah dengan sempoyongan sebelum berhasil untuk berdiri secara tegak.

   


Duel Di Butong -- Khu Lung Misteri Bayangan Setan -- Khu Lung Rahasia Iblis Cantik -- Gu Long

Cari Blog Ini