Misteri Pulau Neraka 12
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 12
Misteri Pulau Neraka Karya dari Gu Long
Selama pembicaraan masih berlangsung, Oh Put Kui sendiri hanya tersenyum hambar tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Baru sekarang Ibun Hau menemukan kalau si pengemis sinting masih berlutut diatas tanah, katanya kemudian sambil tertawa.
"Liok Jin Ki, ayoh cepat bangun dan duduk!"
Pengemis sinting baru bangkit berdiri dan mengambil tempat duduk...
Sementara itu Samwan To juga telah mempersilahkan Oh Put Kui untuk mengambil tempat duduk.
Tapi tawaran tersebut segera ditampik oleh Oh Put Kui.
Dengan perasaan tidak habis mengerti Kakek latah awet muda segera bertanya sambil tertawa.
"Hey anak muda, mengapa sih kau ini? Kenapa sikapmu tak bisa gagah dan bebas?"
Dengan hambar Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali, kemudian menjawab lirih.
"Dalam hati kecil boanpwee masih terdapat satu masalah yang rasanya masih mengganjal di dalam hati!"
"Kau begitu duduklah lebih dulu sebelum dibicarakan."
Tapi Oh Put Kui kembali menggeleng.
"Persoalan ini sudah sepantasnya bila kuajukan sambil berdiri daja..."
Jawaban tersebut tentu saja membuat Kakek latah awet muda menjadi tertegun.
Bahkan Samwan To dan Ibun Hau pun ikut dibuat tertegun dan penuh perasaan tidak mengerti.
Hanya si pengemis sinting seorang yang memahami beberapa bagian atas peristiwa tersebut.
"Hey anak muda, penyakit apa sih yang telah menyerang dirimu kali ini?"
Tegur Kakek latah kemudian. "Berhubung persoalan itu menyangkut soal ayahku oleh sebab itu sudah seharusnya bila dibicarakan sambil berdiri..."
"Banyak amat tingkah lakumu!"
Sambil tertawa getir Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali.
"ada kalanya aku lihat kau si anak muda kolot dan amat keras kepala..."
Namun berbeda sekali dengan pendapat dari Samwan To serta Ibun Hau dua orang kakek ini.
Sebagaimana diketahui, Samwan To selalu pernah menjadi teman baca dari kaisar Tiong-cong.
lagipula pernah menjabat sebagai seorang pembesar dibidang militer, sedangkan Ibun Hau pun merupakan seorang pembesar kerajaan, oleh sebab itu mereka sangat menghormati tata cara.
itulah sebabnya sikap yang ditampilkan Oh Put Kui saat ini seratus persen cocok dengan selera mereka.
"Nak, kau memang tidak kehilangan kesopanan seorang manusia sejati..."
Kata dua orang Kakek itu sambil tertawa.
"Terima kasih banyak atas pujian lojin berdua!"
Sahut Oh Put Kui dengan hambar. Kemudian dengan mata berkilat teriaknya lagi.
"Tentunya kalian berdua kenal dengan ayahku bukan?"
"Sebagai sobat karib selama banyak tahun, masa kami tidak saling mengenal?"
Jawab Ibun Hau tertawa.
"Bagaimana dengan Samwan lojin?"
Tiba tiba Oh Put Kui bertanya lagi sambil tertawa hambar.
Sesungguhnya pertanyaan itu merupakan suatu pertanyaan yang berlebihan dan sama sekali tak berguna.
Tapi Samwan To tidak menjadi marah, malahan sahutnya sambil tertawa ramah.
"Ceng-thian lote dengan aku boleh dibilang bersahabat karib!" Sorot mata penuh kepedihan segera memancar keluar dari balik mata Oh Put Kui, sebetulnya dia ingin mendongakkan kepalanya dan tertawa panjang, tapi ia tak tega untuk berbuat demikian, sebab ia merasa bahwa kedua orang Kakek itu termasuk orang baik.
"Kalau toh lojin berdua bersahabat karib dengan ayahku, tentunya kalian tahu bukan kalau ayahku disekap di Pulau Neraka?"
"Tentu saja tahu!"
Jawab Samwan To dan Ibun Hau bersama-sama.
"Tahukah lojin berdua, siapa yang telah memaksa ayahku untuk hidup mengasingkan diri di pulau neraka tersebut?"
"Haaah..
haaah...
haaah...
hiantit memang bertanya kepada orang yang tepat, sebab memang aku bersama saudara Samwan dan tiga dewa Hong-gwa-sam-sian yang mengundang ayahmu sekalian untuk menetap di pulau tersebut."
Sekalipun Oh Put Kui sudah mengetahui tentang kejadian ini, namun tak urung dibuat tertegun juga setelah mendengar pengakuan tersebut.
Karena menurut perkiraannya, kedua orang Kakek itu pasti tak akan mengakui secara terus terang, bahkan menurut perhitungannya sekalipun kedua orang Kakek itu akhirnya mengaku juga, hal ini dikarenakan desakannya yang bertubi- tubi.
Tapi kenyataannya sekarang, pihak lawan telah memberikan jawaban secara sportip dan jujur.
Hal ini membuatnya mengambil dua kesimpulan atas kejadian tersebut...
Kesatu, pihak lawan merasa menyesal karena perbuatannya itu, dan kedua pihak lawan terlalu tinggi hati sehingga pada hakekatnya tidak memandang sebelah matapun terhadap diri dan ketujuh orang Kakek tersebut.
Sekalipun demikian, dia merasa kedua macam alasan ini sama-sama membuatnya merasa tak tahan untuk berdiam diri saja.
Maka dengan suara yang sangat dingin ia berkata lagi.
"Apakah ayahku telah banyak melakukan kejahatan atau mempunyai nama jelek di dalam dunia persilatan?"
"Cong-thian lote sama sekali tidak mempunyai nama jelek!"
Jawab Samwan To tertawa.
"Bagaimana pula dengan keenam orang lainnya..."
"Nama jelek sih tak ada, cuma cara kerjanya saja terlalu menuruti adat..."
"Apakah dikarenakan cara kerja mereka terlalu menuruti adat, maka kalian lantas memaksa mereka untuk hidup mengasingkan diri di pulau neraka?"
Sekarang Samwan to dan Ibun Hau baru memahami maksud tujuan dari Oh Put Kui, rupanya pemuda tersebut merasa tak puas karena mereka telah memaksa ayahnya untuk hidup mengasingkan diri di pulau tepencil tersebut.
Samwan To segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...
haaahh..
haaahh..
ucapanmu memang benar sekali nak!"
"Tidakkah kalian berdua rasakan bahwa tindakan tersebut terlalu keji dan buas?"
Desak Oh Put Kui lebih jauh dengan kening berkerut.
Samwan To segera tertawa.
"Nak, apakah kau beranggapan bahwa tidak seharusnya kami mendesak ayahmu sekalian untuk hidup terpencil di pulau neraka?"
"Bagaimanapun juga, boanpwee menganggap tindakan yang dilakukan kalian berdua kelewat batas!" "Nak, aku rasa tindakan ini tidak kelewat batas.."
Kata Samwan lojin sambil tertawa. Kakek latah awet muda yang ikut mendengarkan dari samping segera mengernyitkan alis matanya yang putih sambil menyela.
"Anak muda, sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan?"
Oh Put Kui tertawa hambar dan secara ringkas menceritakan bagaimana ayahnya bertujuh dipaksa hidup terpencil di Pulau Neraka dan baru boleh meninggalkan pulau itu bila ia sudah mengunjungi mereka.
Ketika selesai mendengarkan penjelasan tersebut, Kakek latah awet muda nampak tertegun, lalu serunya kepada Samwan To.
"Lote berdua benar-benar gemar mencari urusan, buat apa sih kalian mesti berbuat begitu?"
"Saudara Ban.
ha! ini terjadi karena ada suatu alasan tertentu,"
Kata Samwan To sambil tertawa.
Ibun Hau ikut menimbrung pula dengan senyum dikulum.
"Saudara Ban, bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya kurang leluasa untuk dibicarakan pada saat ini, tapi aku berani menjamin kehidupan mereka selama delapan belas tahun di pulau terpencil tersebut justru mendatangkan keuntungan yang besar bagi ketujuh manusia aneh dari dunia persilatan itu."
"Apa maksud perkataanmu itu?"
Seru Kakek latah awet muda sambil tertegun.
"masa seseorang yang disekap dalam pulau terpencil justru mendatangkan keuntungan baginya, mana ada kejadian semacam ini?"
Tiba tiba Ibun Hau berpaling kearah Oh Put Kui dan berkata sambil tertawa.
"Bukankah keponakan telah berkunjung ke pulau tersebut? Tentunya kau mengetahui bukan sampai dimanakah kepandaian silat yang dimiliki ketujuh orang Kakek tersebut?"
"Yaa, ilmu silat mereka telah mencapai tingkatan yang paling sempurna!"
"Nah bagaimana saudara Ban?"
Ibun Hau tertawa.
"bagaimana pula dengan ilmu silat yang mereka miliki tempo dulu? Bukan aku sengaja menghina, tapi kenyataanya saja meski mereka tergolong jago kelas satu di dalam dunia persilatan, namun belum mencapai tingkatan yang sempurna, tapi sekarang andaikata aku diharuskan bertarung satu lawan satu, belum tentu aku dapat menangkan pertarungan itu."
Kemudian setelah ebrhenti sejenak, katanya pula kepada Oh Put Kui sambil tersenyum.
"Keponakanku, tahukah kau sebelum mereka disekap dalam pulau neraka, dengan kemampuanku seorang masih sanggup untuk mengungguli kerubutan mereka bertiga sekalipun!"
Oh Put Kui segera mengerutkan dahinya.
Ia jadi teringat dengan perkataan dari Thian-hiang Huicu yang berpesan agar dia tidak menjemput ketujuh orang Kakek itu sebelum sembahyang Bakcang, mungkinkah mereka memang mempunyai suatu maksud tujuan tertentu?"
Sementara dia masih termenung, Kakek latah awet muda telah berkata sambil tertawa.
"Tampaknya lote berdua telah membantu ketujuh manusia aneh itu untuk memenuhi pengharapan mereka?"
"Haaahhh...
haaahhh...
haaahhh...
saudara Ban, kesemuanya ini bukan jasa kami,"
Kata Samwan To sambil tertawa tergelak.
"melainkan pemberian dari toa kuncu..."
Tapi secara tiba tiba dia menggeleng dan berkata lagi sambil tertawa.
"Aaaai, aku memang sukar untuk merubah panggilan itu...
Kakek latah awet muda yang mendengar ucapan tersebut segera tertawa tergelak.
"Haaahhh...
haaahhh...
haaahhh...
apa salahnya memanggil? Asalkan saja tidak salah menyebut sewaktu berada di ibu kota, aku percaya tak akan ada orang yang mencap dirimu sebagai penghianat..."
Sambil tertawa Ibun Hau segera berkata.
"Saudara Ban, sebagai pembesar dari negara yang telah ditumpas, lebih baik kalau tidak mempergunakan sebutan semacam itu lagi."
"Terserah kalian.
pokoknya aku memang tak pernah suka dengan cara semacam itu!"
"Tentang urusan tujuh manusia aneh dari dunia persilatan, kalau toh nona Ki sudah memberi petunuk, aku rasa tak bakal salah lagi."
Tiba tiba Oh Put Kui berkata sambil tertawa.
"Ban tua, Ki locianpwee pernah berpesan kepada boanpwee agar datang lebih lambat ke pulau tersebut." -oo0dw0oo- "Benarkah? Bukankah kau pernah bilang kalau bapakmu telah membangun pagoda menanti putra di pulau tersebut? Mengapa kau justru agak terlambat kesana? Lagipula bukankah barusan kau seperti hendak mencari gara gara dengan kedua orang bekas pembesar ini sebenarnya karena apa sih?"
Sambil tertawa Oh Put Kui menyahut.
"Sebelum duduknya persoalan menjadi jelas, sedikit banyak boanpwee merasa tak senang hati juga karena persoalan itu..." Samwan To segera tertawa tergelak.
"Haaaahhh...
haaahhh...
haaahh...
sebagai anak muda, tidak seharusnya kau kaya akan perasaan permusuhan, tentunya keponakan sudah paham bukan sekarang?"
"Ya, setelah mendengar menjelasan dari locianpwee berdua, ditambah lagi dengan pesan dari Ki locianpwee serta bukti bahwa ayah bertujuh yang tinggal di pulau neraka memang memiliki kepandaian silat yang amat sempurna, maka aku percaya bahwa apa yang telah dijelaskan locianpwee berdua memang tidak bermaksud untuk membohongi boanpwee..."
Ibun Hau segera tertawa tergelak.
"Haaah... haaah... haaahh.. jika keponakan masih belum juga mengerti, aku berdua tentu akan kena didamprat..."
Merah padam selembar wajah Oh Put Kui dibuatnya, baru saja dia hendak mengucapkan terima kasih, tiba-tiba Kakek latah awet muda telah berseru kepada Samwan To dan Ibun Hau sambil tertawa.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Nah mereka telah datang!"
"Siapa?"
Tanya Ibun Hau tanpa terasa.
"Siapa lagi, tentu saja sahabat yang mengundang kedatangan kalian berdua!"
"Aaah betul, ternyata sudah datang..."
Kata Samwan To pula sambil tertawa.
Sementara itu Oh Put Kui juga sudah merasa kalau dari kejauhan saja berkumandang datang suara air yang memecah kesepian.
Dengan kening berkenyit Ibun Hau kembali berkata.
"Saudara Samwan, tampaknya Wi Thian-yang tidak datang seorang diri..." "Setelah menderita kerugian satu kali, mana mungkin Wi Thian-yang sudi tertipu lagi? Mungkin kedatangannya hari ini disertai dengan suatu perencanaan yang matang..."
Kalau memang demikian, hal ini lebih baik lagi."
Kata Ibun Hau tertawa tergelak.
"siaute memang ingin sekali menyaksikan kawanan setan dan kepala kerbau mukakuda dari Tong-thiau-kui-hu, ingin kulihat sampai dimanakah kemampuan yang mereka miliki."
Belum habis Ibun hau berbicara, dari kejauhan sana telah berkumandang datang suara tertawa dingin.
Sekalipun suara tertawa dingin itu tidak begitu keras, namun cukup membuat kelima orang yang berada dalam ruang perahu itu berubah wajahnya.
Sambil tertawa Kakek latah awet muda segera berkata.
"Sungguh tak disangka setelah berpisah selama empat puluh tahun, kemampuannya bisa bisa berubah menjadi begini sempurnanya..."
Rupanya suara tertawa dingin tadi telah dipancarkan dengan disisipkan dalam pancaran hawa murni, membuat kawanan jago tersebut merasakan hatinya sangat bergetar.
Benarkah Wi Thian yang memiliki kemampuan yang begitu sempurna? Tak aneh kalau Kakek latah awet muda pun merasa kurang percaya dengan kenyataan tersebut.
"Hal ini sulit untuk dikatakan..."
Kata samwan To sambil menggelengkan kepalanya Tapi Ibun Hau segera menyela sambil tertawa.
"Saudara Ban, orang ini bukan Wi Thian-yang!"
"Kalau bukan Wi Thian-yang lantas siapa?"
Tanya Kakek latah awet muda dengan wajah tertegun.
"Sekalipun Wi Thian-yang pernah memperoleh pengalaman luar biasa, namun sulit baginya untuk menguasai hawa murni Hian-im-cing-khi tersebut hingga mencapai tingkat macam ini, karena itu kuyakin suara tertawa dingin itu berasal dari orang lain..."
Belum selesai dia berkata, seseorang telah menyambung.
"Tak nyana kalau jago tanpa kemurungan berbaju putih Ibun Hau memiliki kemampuan yang begitu hebat, bilamana ada kesempatan aku harus meminta petunjuk darimu..."
"Haaah...
haaah...
haaahh...
saudara terlalu memuji, Ibun Hau pasti akan mengulangi setiap saat..."
Jawab Ibun Hau sambil tertawa keras.
Sementara pembicaraan masih berlangsung, dua buah peranu besar telah meluncur mendekat.
Cahaya lentera yang terang benderang menerangi seluruh perahu besar itu.
Ketika jaraknya tinggal dua kaki perahu itu telah berhenti berlayar bahkan menurukan jangkar.
Menyusul kemudian Raja setan penggetar langit Wi Thian- yang dengan perawakan tubunya yang tinggi besar telah munculkan diri diujung geladak.
Pada saat itulah Kakek latah awet muda berkata kepada sepasang jago dari Thian-tok ini sambil tertawa.
"Lote berdua, aku tak usah munculkan diri daripada pihak lawan menuduh kita mengandalkan jumlah yang banyak, cuma kau boleh saja mengajak serta bocah muda ini..."
"Apa yang diperintahkan saudara Ban tentu akan kami turuti!"
Sahut Samwan To tertawa.
Ibun Hau juga segera bertanya kepada Oh Put Kui sambil tertawa.
"Keponakanku, pernahkah kau berjumpa dengan Wi Thian- yang sebelum pertemuan hari ini?" "Pernah, bahkan sudah pernah bentrok satu kali."
"Kalau didegnar dari nada pembicaraan keponakan, tampaknya Wi Thian yang tidak berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa?"
Oh Put Kui hanya tertawa hambar tanpa menjawab. Sambil manggut-manggut Ibun Hau segera berkata.
"Kalau begitu akupun tak usah kuatir..."
Tampaknya dia tetap menguatirkan kepandaian silat dari Oh Put Kui, takut dia sebagai seorang pemuda yang berdarah panas akan mencari gara-gara sehingga merugikan pihaknya sendiri, bila pemuda itu sampai celaka, niscaya merekalah yang akan merasa tak enak.
Sementara itu Samwan To telah berkata pula lirih.
"Keponakanku, andaikata jago lihay yang tak diketahui namanya munculkan diri nanti, harap kau jangan berkeras kepala untuk menghadapinya lebih dulu, tampaknya kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki orang itu tidak berada dibawah kemampuan Kakek Ban."
"Boanpwee mengerti,"
Oh Put Kui tertawa hambar.
Padahal pikirannya berpendapat lain, dia justru ingin mencari kesempatan untuk mencoba kemampuan yang dimiliki orang yang memperdengarkan suara tertawa dingin tadi.
Baru selesai mereka bertiga berbicara, dari arah seberang telah terdengar lagi suara Wi Thian-yang sedang berkata sambil tertawa.
"Samwan To, Ibun Hau, mengapa kalian berdua belum juga menampakkan diri? Apakah kalian berdua tahu diri dan bersedia menerima hukuman dariku?" Sambil tertawa terbahak-bahak Samwan To segera munculkan diri dari perahunya, lalu sambil mengelus jenggotnya dia berkata.
"Wi lote, hadiah sebuah jari tanganku ternyata tak pernah kau lupakan selama empat puluh tahun terakhir ini, daya ingatmu yang begitu hebat dan tekadmu yang begitu membara sungguh membuat aku merasa amat kagum!"
Kemudian setelah berhenti sejenak dan kembali tertawa tergelak, terusnya.
"setelah kau undang kehadiran kami hari ini, bisakah kutahu dengan cara bagaimana kau hendak menyelesaikan perselisihan ini?"
Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa seram.
"Bagaimana pula menurut penapat saudara Samwan untuk menyelesaikan perselisihan ini?"
"Haaah...
haaah...
haaah...
masa aku yang mesti memutuskan penyelesaian persoalan ini? Bila kuusulkan untuk menyudahi saja peristiwa tersebut, apakah kau bisa menyanggupinya?"
"Keterus terangan saudara ternyata masih tetap seperti sedia kala, sungguh mengagumkan hati orang saja,"
Wi Thian- yang tertawa.
"kalau toh saudara Samwan enggan mengajukan usul, baiklah kalau aku saja yang mengajukan suatu usul untuk menyelesaikan masalah ini, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Aku akan mendengarkan dengan seksama!"
Setelah tertawa seram raja setan penggetar langit berkata lagi.
"Dahulu saudara Samwan telah melukai diriku dengan ilmu Sam-yang-ci, maka hari ini akupun bersedia mempergunakan ilmu Tong-thian-ci untuk bertempur melawan saudara Samwan." "Baik, baik sekali, aku setuju!"
Kemudian setelah berhenti sejenak terusnya.
"Cuma perlu kutanyakan, pertarungan ini dibatasi saling menutul ataukah bertarung sampai salah satu diantara kita mampus?"
Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa nyaring.
"Tempo hari saudara hanya melukai aku, mengapa pula pertarungan yang akan berlangsung hari ini harus diakhiri bila satu pihak sudah mampus? Tapi, bila saudara Samwan berkeinginan untuk melangsungkan pertarungan ini sampai ada yang mampus, sudah barang tentu aku bersedia mengiringinya."
Oh Put Kui yang mencuri dengar pembicaraan tersebut dari balik perahu menjadi terkejut bercampur keheranan.
Bagaimana pun juga ia dapat menangkap betapa liciknya manusia yang bernama Wi Thian-yang ini.
Seolah-olah saja dia datang karena memenuhi undangan, sehingga bagaimanakah akhir dari pertarungan tersebut ia melepaskan diri dari segala pertanggungan jawabnya.
Dari sini pula bisa disimpulkan betapa licik, berbahaya dan menakutkannya orang ini.
Selain itu, Oh Put Kui pun teringat kembali dengan masalah tentang ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian tersbut.
Tiba-tiba saja dia seperti mendapat suatu firasat, bahwa antara Wi Thian-yang dengan majikan muda dari Sian hong- hu yaitu Nyoo Ban-bu pasti mempunyai suatu hubungan yang luar biasa.
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, dari luar ruang perahu telah berkumandang datang suara gelak tertawa Samwan To yang amat keras.
"Wi lote, setelah memunculkan diri kembali ke dalam dunia persilatan, mengapa caramu berbicara berubah menjadi begini merendah? Tampaknya aku harus meningkatkan kewaspadaanku..."
Mendengar hal itu, Wi Thian-yang segera tertawa.
"Saudara Samwan, setelah empat puluh tahun lamanya duduk menghadap ke dinding, manusia baja pun pasti akan berubah menjadi manusia tanah liat, semua keberangasan dan kekejamanku dulu, kini sudah tersapu habis bersamaan dengan berputarnya waktu selama empat puluh tahun."
Samwan To merasa amat gembira sekali, segera ujarnya cepat.
"Buddha berkata.
Siapa yang bersedia meletakkan golok pembunuh, dia akan diterima kembali sebagai murid Buddha, bila Wi lote benar-benar sudah berubah menjadi seorang yang lain karena hidup dalam pengasingan selama empat puluh tahun, bukan saja aku perlu bersyukur demi kebahagiaan umat persilatan, terlebih-lebih harus mengucapkan selamat buat Wi lote sendiri!"
"Saudara Samwan terlalu memuji!"
Tukas Wi Thian-yang sambil tertawa.
Kembali Samwan To tertawa terbahak-bahak.
"Kalau toh Wi lote sudah dapat melenyapkan sifat dan perangaimu yang dahulu, menurut pendapatku lebih baik anggap saja aku yang kalah dalam pertarungan hari ini dan anggap saja urusan dulu sebagai sudah beres, entah bagaimana menurut pendapatmu?"
Ternyata nada pembicaraan dari Samwan To ikut pula berubah menjadi amat sungkan.
"Haaahhh... haaahh... haaahh... tidak bisa jadi!"
Seru Wi Thian yang kembali sambil tertawa.
"sebab niat pertamaku setelah terjun kembali ke dunia persilatan adalah membereskan masalah budi dan dendamku di masa lalu, siapa yang merasa berhutang, dia harus membayar kembali hutang tersebut..." Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, Samwan To kembali telah menyela.
"Wi lote, buat apa sih kau mesti berbuat demikian? Masalah budi dan dendam akan beres dan terselesaikan dengan sendirinya, bila kita bersedia untuk berlapang dada, bila urusan semacam inipun masih diributkan, bukankah hal ini akan merusak suasana?"
"Biarpun segala sesuatunya akan menjadi hambar, soal budi dan dendam harus diselesaikan dahulu hingga tuntas!"
Teriak Wi Thian-yang dengan suara lantang. Kemudian setelah berhenti sejenak tiba-tiba dia menjura kepada Samwan To sambil ujarnya lagi.
"Saudara Samwan, bagaimana kalau kita selesaikan dahulu perselisihan tersebut?"
Melihat kekerasan kepala orang, Samwan To menghela napas panjang.
"Aaai, kalau toh Wi lote bersikeras hendak menyelesaikan dahulu perselisihan tersebut, sudah barang tentu aku tak dapat menampik terus, tapi bagaimanakah cara kita untuk bertarung diatas permukaan air telaga ini?"
"Bagaimana kalau kita saling melancarkan ilmu jari kita ke tengah udara dalam jarak dua kaki ini?"
Samwan To yang mendengar usul tersebut, diam-diam kembali merasa terkejut.
Dia tahu kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya masih jauh melebihi gembong iblis tersebut.
Tapi kenyataannya sekarang, gembong iblis itu berani menantangnya untuk saling beradu ilmu jari ditengah udara, itu berarti seandainya ia tidak peroleh kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu silatnya selama empat puluh tahun belakangan ini, sudah jelas iblis tersebut telah berhasil memperlajari sejenis ilmu silat yang lain.
Tentu saja diapun sudah mempertimbangkan bahwa cara ini dipergunakan karena gembong iblis ini telah bertobat sehingga dia mengajak penyelesaian cara begitu untuk membereskan persoalannya secara damai saja.
Berpikir demikian, Samwan To pun segera berkata sambil tertawa nyaring.
"Setelah hidup mengasingkan diri selama empat puluh tahunan dipegunungan yang terpencil.
aku kira ilmu silat yang dimiliki Wi lote pasti sudah peroleh kemajuan yang pesat, padahal aku sudah lama melalaikan latihanku.
karenanya didalam pertarungan yang berlangsung hari ini, kuharap lote sudi melepaskan budi untukku."
Selesai berkata, dia segera menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Nah, berhati-hatilah saudara Samwan!"
Seru Wi Thian- yang kemudian dengan lantang.
Seusai berkata, dia segera melepaskan sebuah serangan jari kearah depan.
Tiba-tiba Samwan To berkelebat kesamping dan berseru sambil tertawa .
"Wi lote, kita harus membuat suatu perjanjian lebih dulu sebelum melangsungkan pertarungan ini."
Gagal dengan serangannya, Wi Thian-yang menegur.
"Perjanjian apa lagi?""
"Kita harus membatasi masing-masing pihak dengan berapa jurus serangan saja."
"Betul, kita memang harus membuat pembatasan."
Kemudian setelah berpikir sebentar katanya lagi.
"Samwan To, bagaimana kalau kita membatasi dengan sepuluh jurus serangan sjaa?" "Sepuluh jurus? Menurut pendapatku, lima juruspun sudah lebih dari cukup!"
"Baik, kalau begitu kita tetapkan lima jurus saja!"
"Wi lote"
Samwan To kembali berkata.
"kita akan melancarkan serangan bersama-sama ataukah setiap orang dibatasi dengan lima buah serangan lebih dulu?"
"Haaah... haaah... haaah... paling baik kalau kita melancarkan serangan bersama-sama, selain itu..."
Tiba-tiba dia tertawa seram dan menambahkan.
"Sewaktu pihak lawan melancarkan serangannya, maka dilarang untuk menghindarkan diri."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dari perkataan tersebut, Samwan To mengetahui kalau lawannya sedang mengejek dirinya karena menghindarkan diri tadi.
Namun Samwan To sama sekali tidak menggubris ejekan itu, katanya segera.
"Tentu saja, aku menyetujuinya sama sekali."
"Haaahhh..
haaahh...
haaahh...
kalau begitu maaf saudara Samwan!"
Tiba-tiba saja dia melancarkan sebuah serangan jari tangan ke arah depan.
Samwan To tertawa hambar, diapun menggerakkan jari tangannya sambil balas melancarkan sebuah serangan.
Tenaga serangan yang dihasilkan dari lima Sam-yang ci ini benar-benar sangat hebat, diiringi desingan suara yang amat tajam dan menggidikkan hati, angin serangan tersebut meluncur ke muka dengan kecepatan luar biasa.
Namun tenaga serangan dari Tong-thian-ci ternyata tidak menimbulkan bekas apapun.
Dalam waktu singkat tenaga serangan keras dan lunak itu telah saling bertemu satu sama lainnya pada jarak berapa kaki ditengah udara...
"Bluuukkk!"
Diiringi suara benturan keras, kedua belah pihak sama- sama tertawa lebar.
Samwan To segera berseru.
"Wi lote benar-benar hebat, tampaknya empat puluh tahun hidup mengasingkan diri membuat tenaga seranganmu dalam ilmu Tong-thian-ci ini bertambah sempurna, mau tak mau aku harus menyatakan juga akan kekagumanku..."
Wi Thian-yang segera berseru pula dengan suara keras.
"Ilmu jari Sam-yang-ci dari saudara Samwan jauh lebih menggidikkan hatiku!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, diiringi suara tertawa yang memanjang ia berseru kembali.
"Saudara Samwan, lihatlah serangan jariku yang kedua!"
Baru selesai dia berkata, angin serangan telah memancar keluar dengan hebatnya.
"Saudara benar-benar sangat hebat!"
Bentak Samwan-to dengan sorot mata berkilat. Tangan kanannya segera diayunkan ke muka, dengan mengerahkan seluruh kekuatan Sam-yang-ci nya dia melepaskan sebuah totokan kilat.
"Blummm..."
Lagi-lagi bentrokan tersebut menghasilkan keadaan yang seimbang alias setali tiga uang. Pada saat itulah mendadak sekulum senyuman licik tersungging diujung bibir Wi Thian-yang. "Saudara Samwan,"
Katanya.
"aku lihat susah juga buat kita untuk menentukan siapa menang siapa kalah dalam pertarungan ini... aaai, aku sungguh merasa malu dan menyesal, ternyata latihan tekunku selama empat puluh tahun belum berhasil juga membawa kepandaian silatku mencapai puncak kesempurnaan!"
Samwan-to segera tertawa tergelak.
Wi lote, kalau toh kau sudah mengerti bahwa menang kalah adalah sudah ditentukan, bagaimana kalau kita sudahi saja pertarungan ini sampai disini saja?"
"Tidak bisa, budi harus dibalas budi, dendam harus dibayar dendam, hutangmu dulu harus dibayar dulu sampai lunas!"
Kembali dia melepaskan serangan ilmu Tong-thian-ci untuk ketiga kalinya.
"Berhati-hatilah saudara!"
Serunya keras.
Setelah dua kali bentrokan tadi, Samwan-to telah mengetahui bahwa ilmu jari Tong-thian-ci dari lawannya ini meski tangguh manum masih belum mampu untuk mengungguli kehebatan dari Sam-yang-ci andalannya.
Oleh sebab itu sahutnya sambil tersenyum.
"Wi lote, tampaknya pertarungan ini pun harus diakhiri dengan seimbang dan sama kuat."
Tapi secara tiba-tiba saja perkataan dari Samwan to itu terhenti sampai ditengah jalan. Disusul kemudian ia membentak penuh kegusaran.
"Besar amat nyalimu, kau berani bemain gila denganku..."
"Blaaammm..."
Tahu-tahu saja tubuh Samwan-to yang itnggi besar itu sudah roboh terjengkang ke atas geladak. Sedangkan Wi Thian-yang yang berada di perahu seberang segera tertawa seram. "Samwan-to, kau tak menyangka akan mengalami nasib seperti hari ini bukan..."
Ketika peristiwa yang berlangsung digeladak tersebut terlihat oleh Ibun Hau, tokoh sakti yang gemar mengenakan baju berwarna putih ini benar-benar merasa amat terkejut.
Sebenarnya permainan setan apakah yang sedang dilakukan oleh Wi Thian-yang? -oo0dw0oo- Secepat sambaran petir Ibun Hau menyelinap keluar dari ruangan perahu.
Oh Put Kui ikut menerjang keluar dari tempat persembunyiannya dan langsung menghampiri Samwan-to yang terluka.
Ketika denyut nadinya diperiksa, ia segera berseru dengan wajah berubah.
"Ibuh cianpwee, Samwan lojin terkena racun hawa dingin!"
Ibun Hau mendengus dingin, lalu katanya.
"Nak, bopong dia masuk kedalam, Ban tua pasti dapat menyembuhkan lukanya..."
Oh Put Kui mengangguk dan segera membopong masuk Samwan-to kedalam ruang perahu.
Sedangkan Ibun Hau sendiri dengan wajah dingin bagaikan es dan hawa napsu membunuh menyelimuti wajahnya membentak kearah Wi Thian-yang dengan suara keras.
"Wi Thian-yang, kau betul-betul tak tahu malu!"
"Saudara Ibun, mengapa kau berkata demikian?"
Seru Wi Thian-yang sambil tertawa seram.
"bukankah tempo hari Samwan-to juga melukai dengan serangan ilmu jarinya? Tidak pantaskah bila empat puluh tahun kemudian Wi Thian-yang balas melukainya dengan ilmu jariku?" Ibun Hau tertawa dingin, tegurnya lagi.
"Wi Thian-yang, ilmu jari apakah yang barusan kau pergunakan...?"
"Ilmu jari Tong thian ci!"
"Betulkah ilmu jari Tong-thian-ci?"
Seru Ibun Hau sambil tertawa dingin.
"aku yakin kau lebih mengerti daripadaku, belum pernah kudengar kalau dibalik kekuatan ilmu jari Tong- thian-ci, terselip pula hawa dingin beracun Peng-pok-han tok!"
"Haaah... haaah... haaah... saudara Ibun, ilmu jari Tong- thian-ci ku ini memang jauh berbeda dengan kepandaian lain, selain terselip hawa murni cing-khi yang murni, sesungguhnya terselip juga hawa dingin beracun Peng-pok-han-tok..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya sambil tertawa dingin.
"samwan-to terlalu sombong dan ingin mencari penyakit buat diri sendiri, apa sangkut pautnya denganku?"
"Enak amat pembicaraan itu...
sayang sekali Ibun Hau rada kurang percaya."
"Kalau kurang percaya lantas apa yang hendak kau perbuat?"
Seru Wi Thian-yang sambil tertawa dingin.
"Aku ingin sekali mencoba kelihayan ilmu jari Tong-thian-ci mu itu..."
"Haaah...
haaah...
haaah...
apakah kau memang lebih hebat daripada Samwan-to? Ibun Hau, bukan aku she Wi sengaja memandang rendah dirimu, tapi aku yakin kau pun tak nanti mampu untuk bertahan atas serangan jariku ini..."
Belum habis perkataan tersebut diucapkan, tiba-tiba saja Ibun Hau telah berkerut kening.
Lalu ujung bajunya dikebaskan kedepan dan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak besar ditengah samudra langsung menyambar kedepan.
Bersamaan itu juga terdengar Ibun Hau membentak keras.
"Wi Thian-yang, kau harus merasakan dulu kelihayanku ini..."
Perkataan dari Wi Thian-yang yang belum selesai diutarakan itu segera berhenti di tengah jalan, cepat-cepat dia mengebaskan pula sepasang ujung bajunya dengan mata melotot besar.
Sekalipun begitu, dia toh belum juga mampu untuk menahan serangan dahsyata dari Ibun Hau, seketika itu juga tubuhnya tergetar mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Akibatnya Wi Thian-yang menjadi naik pitam, seluruh rambut dan jenggotnya pada berdiri kaku semua bagaikan landak.
"Ibun Hau, main sergap secara licik seperti apa yang kau lakukan hanya akan memalukan dirimu, apakah kau tidak kuatir merosotkan pamormu?"
Ditengah bentakan tersebut, tiba-tiba tubuhnya maju ke muka, lalu dengan telapak tangan di katan dan jari tangan di kiri, dia serang dada Ibun Hau dengan dahsyatnya.
Baru saja Ibun Hau tertawa tergelak sambil membentak.
"Wi Thian-yang, kau tak usah berlagak..."
Mendadak...
sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat telah menyusup ke hadapan tubuhnya.
Kebasan ujung baju dari Ibun Hau segera ditarik kembali dengan cepat, ringan dan indah.
Kemudian sambil bergendong tangan ternyata dia mengundurkan diri kesamping.
Dengan demikian, pukulan telapak tangan dan serangan jari tangan dari Wi Thian-yang tersebut langsung menghantam keatas bayangan tubuh yang menerjang tiba itu.
Disaat tubuhnya hampir termakan oleh serangan musuh yang maha dahsyat itu, ternyata dia malahan berpekik nyaring.
Bahkan pekikan tersebut keras dan kuat, ditengah keheningan malam yang mencekam telaga Phoa-yang-oh tersebut, suaranya dapat berkumandang sampai jarak sejauh sepuluh li lebih.
Tanpa terasa Wi Thian-yang mengerutkan dahinya.
Siapa gerangan orang itu? Dengan cepat dia mendongakkan kepalanya sambil memperhatikan orang tersebut dengan seksama, tapi dengan cepat paras mukanya berubah sangat hebat.
Oh Put Kui...
Hampir saja dia berteriak keras, tapi bagaimana mungkin bocah keparat itu bisa berada bersama-sama Thian tok-siang- coat? Wi Thian-yang dengan julukannya si Raja setan memang tak perlu takut terhadap Thian-tok-siang-coat, tapi terhadap Oh Put Kui yang cuma seorang berandal dunia persilatan ini justru merasa segan untuk memusuhinya.
Tanpa terasa dengan kening berkerut dia termenung sambil memutar otak.
Apakah dia harus memanfaatkan peluang di saat masih berpekik nyaring itu diam diam ia lepaskan sebuah serangan...? Tapi akhirnya dia berhasil mengendalikan diri dan tidak melepaskan serangan mautnya.
Sebab dia cukup tahu diri bagaimana pun dia menyergapnya tak mungkin bocah tersebut dapat dilukainya.
Dalam pada itu suara pekikan panjang dari Oh Put Kui telah terhenti.
Dengan sorot mata yang tajam ditatapnya wajah Wi Thian- yang tajam-tajam, lalu tegurnya sambil tertawa.
"Wi tua, baik-baikkah kau selama ini?"
Wi Thian-yang tertawa tergelak.
"Lote, mengapa kaupun datang ke Phoa-yang-oh? Kau tentu merasa gembira bukan dengan arak kegirangan di perkampungan Sin-ling-ceng? Apakah Siau lojin datang bersamamu?"
"Siau tua masih berada di perkampungan Sin-ling-ceng..."
Sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Selintas rasa girang segera menghiasi wajah Wi Thian- yang.
Oleh karena Siau Lun tidak datang, maka dia merasa nyalinya semakin berani.
Sudah barang tentu dia tak pernah menyangka kalau dibelakang Oh Put Kui masih terdapat seseorang yang berapa kali lipat lebih tangguh dan hebat daripada Siau Lun yang saat itu sedang mengawasinya dengan seksama, serta menunggunya mengalami kejelekan...
"Kenapa Siau lojin tidak ikut kemari?"
Wi Thian-yang tak dapat menahan rasa gembiranya lagi, dia segera tertawa tergelak sambil katanya.
"Siau-lote, barusan kau telah menampilkan diri dan mewakili Ibun Hau untuk menerima pukulan dan totokan jariku, apakah kau hendak mewakili Ibun Hau untuk..."
"Kalau benar kenapa?"
Sahut Oh Put Kui sambil tersenyum.
Wi Thian yang menjadi tertegun.
"Apakah siau-lote tidak menganggap tindakanmu itu kelewat latah dan ceroboh?" "Haaah...
haaah...
haaah...
seingatku, kaupun pernah mengucapkan kata yang sama ketika berada di perkampungan Sin-ling-ceng tempo hari..."
"Heeeh...
heeeh...
heeeh...
itu mah persoalan lalu, sebab aku tak ingin melakukan kesalahan terhadap Siau Lun."
"Ooh, jadi rupanya kau takut terhadap Siau Lun?"
Paras muka Wi Thian-yang segera berubah menjadi amat rikuh, malu dan sangat tak sedap dipandang.
Dapatkah dia mengakui rasa "takut"nya itu? "Ngaco belo, siapa bilang aku takut kepadanya? Cuma saja aku tak ingin bermusuhan apalagi mencari gara-gara dengannya..."
"Wi tua, jadi kau telah bertekad akan mencari gara-gara denganku hari ini...?"
"Heeeh...
heeehh...
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
heeeh..
andaikata Siau lote beranggapan demikian, akupun tak akan menolak!"
Sahut Wi Thian-yang sambil tertawa seram. Oh Put Kui kembali tertawa hambar.
"Wi tua memang seorang yang berlapang dada..."
Lalu setelah berhenti sejenak, terusnya.
"Tapi sebelum kita saling berhadapan sebagai musuh, ada satu hal yang ingin kutanyakan dahulu kepadamu!"
"Soal apa?"
"Nyoo Siau-sian dari Istana Sian-hong hu telah kehilangan sebuah senjata mestikanya Mu-ni-ciang-mo-pian, aku ingin bertanya apakah Wi tua yang mengambil benda tersebut?"
Wi Thian-yang segera merasakan hatinya terkesiap sesudah mendengar perkataan tersebut, namun diluarannya dia berdiri seakan-akan seseorang yang sedang tertegun.
"Siau-lote, mengapa kau memfitnah orang semuanya sendiri sehingga aku pun kau tuduh yang bukan-bukan?"
"Jadi bukan kau yang mengambil?"
Ejek Oh Put Kui sambil tertawa. Dengan cepat Wi Thian-yang menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku toh bukan manusia sembarangan, buat apa sih mencuri sebuah senjata milik seorang boanpwee?"
"Haaah... haaah... haaah..."
Oh Put Kui tertawa tergelak.
"aku justru beranggapan bahwa sembilan puluh persen peristiwa pencurian itu merupakan hasil perbuatanmu."
"Lote!"
Tegur Wi Thian-yang dengan kening berkerut, atas dasar apa kau berani mengatakan begitu?"
"Aku pernah bersua dengan Kakek penggetar langit Siau Hian ketika berada di kota Kang-ciu!"
Kali ini Wi Thian yang kelihatan benar-benar sangat terkejut.
"Siau Hian? Apa yang telah diocehkan tua bangka tersebut kepadamu........"
Dia masih juga tidak mengakui bahkan sikapnya seolah- olah berlagak pilon.
Oh Put Kui tertawa dingin.
"Siau tua memberitahukan kepadaku bahwa kau pernah memberi kabar kepadanya kalau senjata Mu-ni-pian telah terjatuh di tangan tiga pendeta dari Tibet..."
"Sialan........."
Umpat Wi Thian-yang tanpa terasa.
"Siau Hian betul-betul seorang manusia bedebah yang tolol........"
"Wi tua, ternyata persoalaln tersebut sama sekali tak pernah kau duga bukan?"
Ejek Oh Put Kui sambil melototkan matanya. "Hal inipun belum dapat membuktikan kalau akulah yang telah mencuri ruyung tersebut."
Kata Wi Thian-yang dengan gusar.
"kau harus tahu Hian-long lhama dari Tibet sendiripun tidak tahu ruyung tersebut sudah terjatuh ke tangan siapa?"
"Betul, Lhama dari Tibet itu hanya pantas dicurigai saja."
"Lote, mengapa kau tidak pergi mencari mereka?"
Jengek Wi Thian-yang sambil tertawa seram.
"Aku percaya Put-khong siansu, seorang dari tiga pelindung hukum aliran Tibet tidak akan membohongi diriku, karenanya akupun membebaskan mereka bertiga..."
Dalam pada itu sorot mata yang memancar keluar dari balik mata Wi Thian-yang berkilat tak menentu.
Ia sudah dapat mendengar arti lain dari perkataan Oh Put Kui tersebut, seakan-akan ketiga pendeta dari Tibet itu telah membeberkan segala sesuatunya, namun dia tak ingin mengakui sesuatau persoalan pun sebelum posisinya betul- betul terdesak dan menjumpai jalan buntu.
Karena itu sambil tertawa seram kembali katanya.
"Lote, tampaknya kau seperti menuduh aku!"
"Itu mah hanya saudara sendiri yang mengerti, apakah tuduhan tersebut betul atau salah"
Sambung Oh Put Kui tertawa.
"Lote, aku perlu menjelaskan kepadamu, bukan saja aku tak pernah mencuri ruyung Mu-ni-pian tersebut, sekalipun aku pernah mencuri benda itu, atas dasar apa pula lote mencari gara gara dan permusuhan denganku."
Oh Put Kui tertawa tergelak.
"Haaaaaahhhh......... haaaaahhhhh........ hhaaaaaahhhhh........ aku mah tiada maksud untuk meminta kembali ruyung tersebut darimu......."
"Lantas buat apa lote mencampuri urusan ini?"
Tanya Wi Thian-yang tertegun. "Aku cuma ingin tahu, sesungguhnya siapa yang telah mencuri ruyung mestika itu?"
Berkilat sepasang mata Wi Thian-yang sehabis mendengar perkataan itu, ia tertawa tergelak.
"Lote, apakah sekarang kau sudah tahu?"
"Betul, aku memang sudah tahu!"
Mendadak Wi Thian-yang mendehem berulang kali, lalu katanya.
"Lote, persoalan apa lagi yang hendak kau utarakan?"
"Ada, yaitu aku pingin tahu benarkah Nyoo Ban-bu adalah muridmu...?"
"Bukan!"
Sahut Wi Thian-yang sambil menggeleng.
"Sudah lamakah kalian berkenalan?"
"Tidak lama!"
"Saudara, jawabmu keterlaluan, janganlah berbohong untuk mempermainkan orang."
"Lote, belum lama aku terlepas dari sekapan, tahukah kau akan hal ini?"
Wi Thian-yang balik bertanya sambil tertawa.
"Aku tentu saja tahu, tapi hal inipun bukan berarti kau sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan Nyoo Ban-bu, lagi pula mesti saudara agak lambat keluar gunung, namun melepaskan diri dari kurungan justru sudah sangat lama."
Padahal apa yang diucapkan hanya merupakan semacam rabaan atau dugaan belaka.
Dugaan tersebut berdasarkan bahwa Nyoo Ban-bu dan Wi Thian-yang bersama-sama mengetahui kalau ruyung Mu-ni- pian sudah berada didalam kiriman kayu dari pihak Pau kau namun kenyataannya mereka tak berani mengambilnya dan malahan memberitahukan soal ini kepada orang lain.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa dibalik peristiwa itu jelas tersembunyi semacam tipu muslihat yang amat jahat........
dan tipu muslihat itu pastilah hasil perbuatan dari mereka berdua.......
Sementara itu Wi Thian-yang telah tertawa lebar.
"Lote, kau benar-benar amat pintar berbicara ngaco belo tak karuan........"
"Jadi kau beranggapan aku sedang mengaco belo?"
Oh Put Kui balik bertanya sambil tertawa.
"Apa yang lote katakan, hampir semuanya berupa dugaan yang sama sekali tanpa dasar."
Tiba-tiba berkilat sepasang mata Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu, setelah tertawa hambar katanya.
"Tahukah saudara bahwa Nyoo Ban-bu pun juga tahu kalau Mu-ni-pian sudah terjatuh ketangan Pay-kau? Lagipula dia memberitahukan persoalan ini kepada si toya emas tangan sakti Sik Keng-seng........"
"Lote, apa salahnya dengan peristiwa ini? soal Nyoo Ban- bu pun mengetahui persoalan ini, apa pula sangkut pautnya denganku? Apalagi kalau toh orang she Nyoo itupun tahu, bukankah hal ini berarti lebih banyak orang yang pantas dicurigai?"
"Hhaaaaahh........
haaahhhh.........
haaahhhh.........
memang begitulah Nyoo Ban-bu memang sangat mencurigakan.........."
Lalu setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi sambil tertawa dingin.
"Seandainya kau tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan Nyoo Ban-bu, mengapa pula kau belum pernah menyinggung soal dendam lamamu dimana hampir saja kau mampus ditangan ayahmu tempo hari?"
Pertanyaan semacam ini betul-betul merupakan suatu pertanyaan yang hebat dan sangat memojokkan posisi orang.
Akan tetapi Wi Thian-yang sama sekali tidak ambil perduli, malahan katanya pula sambil tertawa.
"Lote, kau sudah menganggap aku ini sebagai manusia apa? Memangnya aku adalah seorang pembunuh yang sudi turun tangan terhadap seorang boanpwee?"
Jawaban yang diberikan pun sangat tepat dan mantap.
Oh Put Kui segera berseru sambil tertawa dingin.
"Jadi anda tidak mau mengakui kalau kalian sudah lama saling berkenalan?"
"Dalam kenyataan memang begitu, tapi mereka justru bersikeras menambahkan nama kepadaku, apakah lote memang berniat untuk melakukan sesuatu tindakan kepadaku......."
"Haaahhhh......
haaahhhh......
haaahhhh.......
menurut pendapat saudara, tindakan apa yang hendak kulakukan? Malah saudara pernah menuduh Hut Lok sebagai pembunuh Nyoo Thian-wi, tentang hal inipun aku sudah tidak percaya."
"Mau percaya atau tidak, tak perlu kurisaukan, aku cuma ingin mencari Hui Lok dan menuntut balas dengan kemampuan sendiri..."
"Maksud dan tujuan saudara ini benar-benar membuat hati orang merasa terkejut bercampur keheranan!"
Oh Put Kui tertawa hambar.
"Hhaaaaaahhhhh...... haaaaahhhhh....... haaahh...... sejak dulu cara kerjaku memang sukar diraba orang......"
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya.
"Apakah benda itu adalah Mu-ni-pian yang menjadi senjata mestika Wi-in-loni?"
"Yaa betul, memang ruyung tersebut!" @oodwoo@
Jilid 28 Tiba-tiba Ibun Hau tertawa hambar dan berkata kepada Wi Thian-yang.
"Mengapa Wi lote pun ikut melakukan perbuatan tengik macam pencuri saja? Atau mungkin pemunculanmu untuk kedua kalinya ini telah membuat kau merubah lebih rendah dan hina daripada dulu?"
Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang tertawa seram.
"Ibun Hau, kau pun sudah mulai belajar memfitnah orang? Kau anggap aku orang she Wi akan memandang sebelah matapun terhadap ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian tersebut?"
Berkilat sepasang mata Ibun Hau, serunya pula sambil tertawa dingin.
"Wi Thian-yang, apakah kau tidak merasa kalau bacotmu itu kelewat latah?"
"Haaahh...
haaahh...
haaahh...
dengan mata kepala sendiri aku orang she Wi menyaksikan ruyung tersebut disembunyikan kedalam balok kayu, tapi aku menganggapnya seperti tak berarti malahan sengaja kusampaikan rahasia tersebut kepada orang lain, bagaimana mungkin aku bisa dibilang latah?"
Baru selesai Wi Thian-yang tertawa, Oh Put Kui telah menyambung sambil tertawa.
"Ternyata cara kerja anda benar-benar sukar diraba.."
Pada saat itulah Ibun Hau yang berdiri disampingnya sambil berpeluk tangan itu berkata sambil tertawa.
"Keponakanku, buat apa sih kau mesti banyak berbicara dengannya?"
"Boanpwee hanya ingin membuktikan suatu persoalan..."
Kata Oh Put Kui sambil tersenyum.
"Persoalan apa? Apakah hiantit sudah berhasil membuktikannya?"
"Boanpwee telah berhasil membuktikan delapan-sembilan puluh persen, aku yakin ruyung Mu-ni-ciang-mo-pian yang hilang dari Istana Siang-hong-hu adalah merupakan hasil curian dari Nyoo Ban bu dan Wi Thian-yang yang berkomplot." -oo0dw0oo- "Dapatkah perkataannya dipercaya?"
Baru selesai Ibun Hau berkata, Oh Put Kui telah menyambung dengan cepat.
"Ibun tua, kali ini pengakuan Wi-thian-yang adalah sejujurnya!"
"Apa? Kau percaya kalau ia tidak berniat mengincar ruyung mestika itu?"
"Tidak..."
Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali.
"aku bukan bermaksud demikian, Wi thian-yang bukan lantaran mengincar ruyung tersebut maka dia mencuri benda mestika itu, sebaliknya ia berbuat demikian karena mempunyai suatu rencana busuk."
"Oya...?"
Ibun Hau segera tertawa dingin.
Sebaliknya Wi-thian-yang tertawa seram.
"Bocah keparat, kau benar-benar menurut suara hati sendiri tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang."
"Aku rasa justru kau sendiri yang terlalu menuruti suara hati sendiri tanpa memperdulikan bagaimana pendapat orang lain,"
Seru Oh Put Kui sambil tertawa.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"coba bayangkan saja caramu memfitnah orang, tak segan mengadu domba sesama umat persilatan, tidakkah kau rasakan betapa keji dan buasnya tindakan tersebut." Tiba-tiba Wi-thian yang mendongakkan kepalanya dan tertawa keras.
"Orang yang berjiwa sempit bukan seorang Kuncu, orang yang tidak berhati keji bukan seorang lelaki sejati, bocah keparat, kau masih ketinggalan jauh sekali..."
"Wi Thian-yang, tampaknya kau benar-benar berniat mencelakai umat persilatan lagi?"
Tiba-tiba Ibun Hau menegur sambil tertawa dingin.
"Demi rejeki atau demi keuntungan hanya selisih dalam satu ingatan, saudara Ibun darimana kau tahu kalau semua perbuatanku ini bukan demi melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan?"
Jago tanpa kemurungan berbaju putih Ibun Hau mengelengkan kepalanya seraya tertawa sahutnya.
"Andaikan Raja setan penggetar langit yang dimasa lalu banyak melakukan kejahatan dan kekejaman pun berniat melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan, aku jadi tak tahu manusia manakah dalam dunia persilatan ini yang bisa dikatakan sebagai orang jahat lagi?"
"Saudara Ibun terlalu memandang hina diriku...!"
Pekik Wi Thian-yang tertawa. Kemudian sambil berpaling pada Oh Put Kui, kembali serunya sambil tertawa.
"Bocah keparat, hari ini kau telah mencari gara-gara denganku."
Setelah berhenti sebentar, ia baru berkata lagi pada Ibun Hau sambil tertawa seram.
"Saudara Ibun, anda tak usah melotot penuh amarah, malam ini sudah pasti ada orang yang akan menemani kau mampus di atas telaga Pho yang Oh ini, dan sekarang aku hendak beradu kemampuan lebih dulu dengan bocah keparat ini." "Haaahh...
haaahh...
haaahh sejak tadi aku sudah tahu kalau didalam ruang perahumu masih hadir seseorang yang lain,"
Ucap Ibun Hau sambil tertawa terbahak-bahak.
"Wi Thian-yang, kalau toh kalian sudah datang, mengapa harus malu bersembunyi, takut berjumpa dengan orang?"
Baru selesai ucapan itu diutarakan, dari balik ruang perahu itu sudah berkumandang suara tertawa dingin.
Menyusul bergemanya suara tertawa dingin itu, dari ujung geladak telah muncul seorang tua berjenggot putih yang bertubuh kurus kering.
Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan orang itu, segera diamatinya sekejap kakek tersebut dengan pandangan seksama.
Ternyata orang itu berambut putih berjenggot putih, berbaju putih dan bersepatu putih, seluruh tubuhnya berwarna putih semua.
Sekalipun wajahnya keren dan gagah, namun terselip juga sikap dingin dan ketus yang menyeramkan.
Begitu melihat kemunculan Kakek tersebut, diam-diam Ibun Hau segera berkerut kening.
Kemudian umpatnya di dalam hati.
"Sialan betul orang she Wi itu..."
Sementara itu Oh Put Kui telah berseru.
"Ibun tua, orang ini sangat licik dan amat berbahaya, menurut pendapat boanpwee, sudah seharusnya kalau kita manfaatkan keadaan dan saat seperti ini untuk mendesaknya agar berbicara sampai jelas..."
"Tidak usah!"
Sahut Ibun Hau sambil tertawa dingin.
"Jika membiarkan harimau pulang gunung, bencana dikemudian hari tentu besar sekali..."
Kata Oh Put Kui sambil berkerut kening. Belum selesai dia berkata, Wi thian-yang telah membentak keras.
"Lote, sebenarnya apa maksudmu? Apakah kau sengaja hendak bermusuhan dengan aku?"
"Kapan sih aku memusuhi dirimu?"
Tanya Oh Put Kui tertawa.
"buktinya justru kaulah yang licik dan berbahaya, Oh Put Kui tak lebih hanya ingin membantu sahabat dunia persilatan untuk melenyapkan bibit bencana bagi mereka dikemudian hari."
Kata-kata tersebut sungguh membuat Wi Thian-yang naik darah dan merasa gusar sekali.
Selapis hawa napsu membunuh yang tebal dan menyeramkan segera menghias wajah Raja setan penggetar langit.
Dipandangnya Oh Put Kui sekejap dengan penuh kebencian, lalu serunya keras-keras.
"Hati-hati kau bajingan cilik..."
Dalam pada itu, Ibun Hau yang melihat kemunculan Kakek berambut putih itu sudah berpikir.
"Tak nyana kalau iblis tua ini belum mampus bahkan membantu berbuat kejahatan benar-benar hal ini tidak kusangka, tampaknya dunia persilatan akan sulit peroleh ketenangan untuk selamanya..."
Setibanya diujung perahu, Kakek berambut putih itu memandang sekejap kearah Ibun Hau, kemudian katanya sambil tertawa dingin.
"Ibun Hau, kita telah bersua kembali."
Sekalipun dalam hati kecilnya merasa terkejut, namun diluarnya Ibun Hau tetap bersikap santai dan tenang.
Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa tergelak sambil menyahut.
"Aku mengira siapa yang berada dalam ruang perahu, rupanya jago seribu li penggait sukma Pek loko, tak aneh kalau Wi-thian-yang secara tiba-tiba bernyali besar..."
Mendengar nama "jago seribu li penggait sukma", paras muka Oh Put Kui segera berubah hebat.
Ia pernah mendengar susioknya, Thian-liong sangjin menyinggung nama gembong iblis tua ini.
Konon Thian liong sangjin sendiripun pernah menderita kekalahan ditangannya tempo hari.
Nama aslinya adalah Pek Biau-peng, dan nama tersebut jauh lebih termashur daripada tiga Kakek iblis dunia persilatan.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui mulai merasa tidak tenang hatinya.
Ia tak bisa menduga, pun tak dapat memperhitungkan secara tepat apakah Kakek latah awet muda sanggup menandingi kehebatan dari si Jago seribu li penggait sukma ini.
Oleh sebab itulah baru pertama kali ini dia merasakan hatinya amat kuatir semenjak pertama kali terjun kedalam dunia persilatan...
Dalam pada itu si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau- peng telah berkata dengan suara dalam.
"Ibun Hau, setelah berpisah selama puluhan tahun, aku rasa ilmu Hian-goan-cing-khi mu yang pernah termashur di daratan Tionggoan telah mencapai tingkatan yang sempurna bukan?"
Ibun Hau tertawa tergelak.
"Aku rasa masih jauh ketinggalan bila dibandingkan ilmu Hian-im cing-khi dari Pek loko."
"Heeehh...
heeehh...
heeehh...
pandai amat kau merendahkan diri." Kemudian setelah berhenti sebentar, ia berpaling kearah Wi Thian-yang dan serunya lagi sambil tertawa.
"Wi Thian-yang, mundurlah agak jauh!"
Kali ini Wi Thian-yang menunjukkan sikap yang sangat penurut, mendengar perintah tersebut dia benar-benar mundur dua langkah ke belakang.
Tapi Oh Put Kui yang melihat hal itu kembali mengacau.
"Wi Thian-yang, bukankah kau menantang aku untuk adu kepandaian? Tapi bilamana kau tak lebih hanya manusia cecunguk yang mudah dibentak dan diperintah orang semaunya, aku mah tak sudi lagi bertarung melawanmu."
Umpatan yang begitu pedas dan sangat menghina ini tentu saja tak mampu diterima oleh Wi thian-yang dengan begitu saja.
Kontan saja mukanya berubah menjadi merah, matanya melotot besar dan wajahnya menyeringai menyeramkan, dengan suara menggeledek teriaknya keras-keras.
"Bajingan keparat, kau sudah bosan hidup nampaknya!"
"Benarkah begitu? Hmmm...
aku rasa justru kaulah yang sudah bosan hidup."
Belum selesai pemuda itu berbicara, tiba-tiba Pek Biau- peng telah tertawa dingin lagi, dan terdengar ia menegur.
"Hey anak muda, kau berasal dari perguruan mana?"
"Kau sedang bertanya padaku?"
Tanya Oh Put Kui dengan wajah tertegun penuh keheranan.
"Kalau bukan bertanya kepadamu lantas kepada siapa?"
Sahut si Jago seribu li pengait sukma Pek Bian peng dengan ketusnya.
"bocah keparat, kulihat nyalimu benar-benar besar sekali."
Oh Put Kui tertawa hambar. "Aku bernama Oh Put Kui, guruku adalah Tay-gi sangjin, nah, sudahkah cukup jelas?"
Sejak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah Pek Biau-peng diperlakukan orang semacam ini apalagi oleh seorang anak muda semacam Oh Put Kui, tidak heran kalau sepasang matanya segera berkilat tajam, bahkan dibalik sorot matanya terselip pula pancaran hawa amarah yang membara.
"Jadi kau adalah murid Oh Sian? Rupanya kau sedang gagah-gagahan dengan membonceng ketenarannya."
Ia segera mendongakkan kepala dan tertawa terbahak- bahak, terusnya.
"Bocah keparat, kali ini kau telah salah alamat besar, jangan lagi baru gurumu, bahkan sucoumu hidup kembalipun aku tak akan memandang sebelah mata kepadanya..."
Oh Put Kui kontan saja naik pitam, mukanya terasa merah membara karena hatinya panas.
Sekalipun diapun tahu bahwa gembong iblis tua ini tidak gampang untuk dihadapi, akan tetapi diapun tak dapat berpeluk tangan belaka membiarkan guru dan Kakek gurunya dihina serta dicemooh orang lain, sambil mendengus dingin segera serunya.
"Kurangajar, tua-tua bangka, kau berani menghina dan mencemoh guru dan Kakek guruku? Manusia semacam kau tak bisa diampuni lagi..."
Pek Biau-peng yang mendengar ucapan tersebut kontan saja mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh...
haaah...
haaah...
kau tak mau mengampuni aku? Apa sih yang dapat kau perbuat?"
"Kau harus minta maaf kepadaku!"
"Kentut busuknya makmu!"
Umpat Pek Biau-peng penuh amarah.
"huuuh... kau ini manusia macam apa? Kau suruh aku minta maaf kepadamu? Jangan bermimpi disiang hari bolong!"
"Bila kau enggan minta maaf, terpaksa aku akan memaksamu dengan mempergunakan kekerasan,"
Ancam pemuda itu sambil tertawa dingin.
"Haaahh... haaahh... haaahh... gampang sekali bila kau ingin mempergunakan kekerasan, aku hanya kuatir kau tak mampu menahan sepuluh jurus seranganku!"
Dengan nama dan kedudukan Pek Biau-peng dalam dunia persilatan, sesungguhnya kata-kata semacam ini sudah merupakan suatu sikap yang amat sungkan.
Sebab Pek biau-peng pun sadar bahwa ia tak boleh memandang terlalu enteng terhadap lawannya ini, karena bagaimanapun juga Oh Put Kui adalah anak murid dari Tay-gi sangjin.
Coba kalau bukan begitu, dia cukup mengandalkan satu gebrakan saja sudah cukup untuk mengirim anak muda tersebut ke neraka, bahkan dalam anggapannya tak seorang anak mudapun didunia ini yang mampu menghadapi setengah gebrakanpun darinya.
Sebaliknya Oh Put Kui justru tertawa senang di dalam hati, sebab apa yang dicita-citakan telah terpenuhi, dan dia merasa perlu untuk mengikat lawannya dengan perkataannya itu.
Dengan suara keras katanya.
"Seandainya dalam sepuluh gebrakan nanti aku berhasil mempertahankan diri, apakah kaupun akan meminta maaf kepadaku?"
"Tentu saja,"
Jawab Pek Biau-peng dengan geram.
"apa yang telah kuucapkan selamanya akan kupenuhi!"
"Baik, kalau begitu aku harus memaksamu untuk meminta maaf kepadaku..." "Sudahlah, tak usah banyak bicara, silahkan melancarkan serangan lebih dulu!"
"Turun tangan?"
Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa hambar.
"apakah kita harus saling bertarung dengan begini saja?"
"Kau ingin bertarung dengan cara apa?"
"Selisih jarak kita demikian jauhnya, aku takut kau membuang tenaga terlalu banyak."
Pek Biau-peng sungguh dibuat sangat mendongkol sampai jenggot putihnya bergetar keras.
Mendadak saja dia berpekik keras lalu melompat kearah ujung geladak perahu yang ditumpangi Oh Put Kui.
"Bocah keparat, aku tahu akan maksud jahatmu itu, tapi aku tak akan kuatir untuk menghadapi rencana busuk apapun darimu, bagaimana? Kita harus bertarung sekarang juga?"
Tiba-tiba terdengar Ibun Hau berkata sambil tertawa.
"Keponakanku, minggirlah kau..."
Oh Put Kui yang menjumpai Pek Biau-peng sudah masuk perangkap. tentu saja tak mau mengundurkan diri dengan begitu saja.
"Ibun tua, boanpwee yakin masih mampu untuk menghadapinya!"
Dia berseru cepat.
Kemudian tidak menunggu jawaban dari Ibun Hau, dia telah berpaling kembali ke arah Pek Biau-peng dan katanya sambil tertawa.
"Disaat batas waktu sepuluh jurus sudah lewat, pada saat itulah anda akan mendapat malu."
"Haaahh...
haaahh...
haaahh...
selembar mulutmu sungguh amat tajam bagaikan pisau, sayang sekali aku segan untuk banyak berbicara denganmu."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ucap Pek Biau-peng sambil tertawa seram.
"bila kau enggan melancarkan serangan lebih dulu, jangan salahkan kalau aku pun enggan bertarung lebih lanjut."
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui tertawa tergelak.
"Aku memang sudah tahu kalau nyalimu kecil dan sekarang kau lagi merasa ketakutan setengah mati."
Pek Biau-peng kembali tertawa seram.
"Bocah keparat, kau tidak usah membuat perhitungan yang kelewat indah dihadapanku, andaikata orang di dunia ini dapat membuat aku masuk perangkap dan menjadi naik darah, maka orang itu tentunya kaulah orangnya."
Diam-diam Oh Put Kui tertawa geli, namun diluar dia menjawab dengan berterus terang.
"Mungkin saja begitu..."
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba saja sebuah pukulan keras telah dilontarkan ke depan.
Pek Biau-peng mengira dia masih hendak mengucapkan sesuatu, maka pada hakekatnya dia tidak melakukan persiapan apapun.
Menanti dia sadar akan datangnya serangan dahsyat dari lawannya, kesempatan baginya untuk menghindar pun sudah tidak ada lagi.
Sekalipun demikian, dia sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap serangan yang dilancarkan oleh Oh Put Kui tersebut.
Begitu tangannya digerakkan, dia langsung membabat ke arah pergelangan tangan kanan dari Oh Put Kui.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui menarik kembali tangannya sambil mundur setengah langkah, lalu katanya sambil tertawa.
"Jurus pertama!" Rupanya bacokan telapak tangan yang dilontarkan Pek Biau-peng tersebut sama sekali mengenai sasaran yang kosong.
Pek Biau-peng yang menjumpai keadaan tersebut segera mengejek sambil tertawa dingin.
"Kau tak usah keburu merasa bangga, aku masih mempunyai sembilan kali kesempatan untuk merenggut nyawamu."
"Benarkah begitu? Sayang sekali aku..."
Belum habis dia berkata, sepasang lengannya kembali dilontarkan bersama melepaskan bacokan pertama.
Segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak ditengah samudra langsung saja melanda tiba.
Menghadapi datangnya ancaman yang begitu dahsyat, mau tak mau Pek Biau-peng merasa terkejut juga.
Dia sama sekali tidak mengira kalau bocah muda tersebut benar benar memiliki kepandaian silat yang dahsyat.
Dalam keadaan demikian terpaksa ia harus mengebaskan ujung bajunya berulang kali untuk memudahkan datangnya ancaman dari Oh Put Kui tersebut.
Akibat dari bentrokan kekerasan yang kemudian terjadi, kedua belah pihak sama sama bertahan pada posisi semula.
"Saudara, lagi-lagi kau kehilangan sebuah kesempatan yang baik untuk membinasakan aku..."
Jengek Oh Put Kui sambil tertawa lebar.
Tidak sampai lawannya berbicara, tiba tiba saja Oh Put Kui telah melepaskan kembali tiga buah serangan berantai.
Ketiga buah serangan tersebut boleh dibilang mempergunakan jurus-jurus silat yang belum pernah digunakan Oh Put Kui selama ini.
Segulung desingan tajam bagaikan suara sempritan dari bambu, segera bergema diatas permukaan telaga itu.
Menyusul desingan itu, menyambarlah ketiga buah serangan Oh Put Kui yang tidak nampak kekuatan sambarannya tapi justru mengandung kekuatan maha dahsyat yang mengerikan hati itu.
Pek Biau-peng segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut, terpaksa dia harus mempergunakan gerakan tubuh yang terhebat dan tenaga pukulan yang paling hebat untuk memutar badan sambil secara berurutan melancarkan tiga pukulan dan tiga kelitan sebelum berhasil meloloskan diri dari ancaman mana.
Selintas perasaan kaget segera memancar keluar dari balik mata Kakek tersebut, serunya tanpa terasa.
"It-ing-ci!"
"Haaahh...
haaahh...
haaahh...
rupanya luas juga pengetahuanmu, nah saudara, lagi lagi kau sudah kehilangan kesempatan untuk mencelakai diriku!"
Oh Put Kui tahu, dengan tenaga serangan It-ing-ci yang dimilikinya sekarang, masih belum mampu untuk melukai gembong iblis tua tersebut, oleh karenanya dia tidak melancarkan serangan dengan seluruh kekuatan Akan tetapi hal tersebutpun sudah cukup memusingkan kepala Pek Biau-peng Dengan sorot mata berkelit dan diiringi suara tertawa yang menyeramkan, tiba-tiba dia menggerakkan sepasang tangannya sambil melepaskan tiga buah serangan beruntun.
Dalam waktu singkat, permukaan telaga Phoa-yang oh tersebut sudah dicekam oleh angin puyuh yang maha dahsyat.
Permukaan air telaga sekitar tiga kaki dari posisi Oh Put Kui berdiri, tiba-tiba saja dikurung oleh amukan ombak setinggi berapa depa...
Oh Put Kui sama sekali tidak menyangka kalau Pek Biau- peng memiliki tenaga pukulan yang begitu dahsyat dan mengerikan.
Serta merta dia menghimpun tenaga murninya, lalu mengerahkan ilmu Kiu-coan-tay-sian sinkang untuk melindungi seluruh badan, bukannya mundur dia justru mendesak maju ke depan dan menyusup ke balik tenaga serangan dari Pek Biau-peng.
Ibun Hau yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut, bentaknya tanpa terasa.
"Hiantit, kau tak boleh bertindak gegabah...!"
Akan tetapi bayangan tubuh Oh Put Kui telah menyusup masuk kedalam lingkaran tenaga pukulan lawan.
"Blaaammm...!"
Ditengah bentrokan yang amat memekikan telinga, Oh Put Kui telah melayang mundur kembali ke belakang.
Ibun Hau sungguh merasa terkejut sekali hingga dia hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang, pikirnya.
"Bocah ini benar-benar bernyali besar untuk menyerempet bahaya."
Hanya saja suara helaan napas panjangnya hanya sempat diutarakan sampai setengah jalan saja lalu berhenti tiba-tiba.
Tampaknya si Jago seribu li penggait sukma Pek Biau- peng pun terdorong mundur sejauh dua langkah lebih sebelum berhasil berdiri dengan tenang, malahan dengan wajah terkesiap, teriaknya.
"Kau si bocah keparat bukan manusia!"
"Yaa, berbicara yang sebenarnya dia memang tidak mirip manusia melainkan seperti dewa..." Tubuhnya yang masih melambung ditengah udara, dalam waktu singkat telah balik kembali keatas perahu.
-oo0dw0oo- Nyatanya pemuda tersebut sama sekali tidak menderita luka, bahkan dengan senyuman dikulum katanya.
"Saudara, apakah ketiga buah serangan berantaimu tadi dapat terhitung sebagai tiga jurus serangan?"
Pek Biau-peng tak sanguup menahan gejolak emosinya, dengan penuh amarah dia mendengus dingin.
"Betul, dianggap tiga jurus, tapi..."
Mendadak sepasang matanya melotot besar, lalu sambil mengebaskan tangannya ke depan dia berseru.
"Lihat serangan..."
"Blaaamm!"
Tubuh Oh Put Kui segera terlempar sejauh satu kaki lebih hingga terlempar kearah telaga, namun dengan amat cekatan sekali pemuda itu menjejakkan kakinya keatas permukaan telaga kemudian segera balik kembali ke atas perahu.
Rupanya dalam pembicaraan tersebut, Oh Put Kui kembali termakan sebuah pukulannya.
Tapi sayang sekali tenaga pukulan yang dilancarkan Pek Biau-peng itu gagal melukai Oh Put Kui sebaliknya menimbulkan sebuah lubang sebesar berapa depa diatas papan geladak perahu itu.
Oh Put Kui segera tertawa tergelak sambil mengejek.
"Nah saudara, apakah jurus yang terakhir inipun masih akan kau lepaskan?"
Kali ini Pek Biau-peng benar benar merasa gusarnya luar biasa, namun diapun merasa terkesiap bercampur terkejut.
Bagaimanapun juga dia sama sekali tidak menyangka kalau ilmu silat yang dimiliki Oh Put Kui telah mencapai tingkatan yang demikian hebatnya.
Padahal menurut perkiraannya semula, sekalipun Tay-gi sangjin turun tangan sendiri pun tak mungkin akan jauh lebih hebat dari pada kemampuan yang dimilikinya, sudah barang tentu kemampuan dari muridnya tak mungkin lebih hebat daripada gurunya.
Padahal dia mana tahu kalau kemampuan yang dimiliki Tay-gi sangjin terutama setelah mempelajari ilmu Kiu-pian-tay- sian sinkang, telah mencapai tingkatan yang sedemikian dahsyatnya hingga sukar untuk dicarikan tandingannya didunia ini? Pek Biau-peng mengerutkan dahinya lalu berkata sambil tertawa menyeramkan.
"Dalam seranganku yang terakhir ini, aku akan mencabut selembar jiwamu..."
Tiba-tiba saja tangan kanannya digetarkan ke muka...
telapak tangannya menghadap ke depan dan pelan-pelan digerakkan dengan sikap mengamcam.
Dalam sekejap mata, telapak tangan itu sudah berubah menjadi semu keabu-abuan.
Oh Put Kui yang melihat gerakan mana segera berkata sambil tertawa mengejek.
"Tak nyana kalau saudara mempunyai begitu banyak gaya..."
Sebaliknya Ibun Hau yang menyaksikan kejadian ini segera berseru dengan kaget.
"Keponakanku, iblis tua ini sudah berhasil memiliki ilmu Hian-im-tou-kut-toh-mia-ciang (pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa), kau jangan bertindak gegabah sehingga membiarkan tubuhmu tersambar angin pukulan..." "Ibun tua tak usah kuatir, boanpwee tidak takut kepadanya!"
Mendengar jawaban tersebut Ibun Hau semakin gelisha lagi, kembali ujarnya.
"Hiantit, ilmu pukulan semacam ini bukan saja disertai dengan tenaga dalam yang kuat, lagipula amat beracun..."
"Kau orang tua tak usah kuatir..."
Pada saat itulah... Mendadak terdengar Pek Biau-peng membentak keras.
"Bocah keparatm pergilah menjumpai Kakek moyangmu!"
Didalam gusarnya yang luar biasa, rupanya Kakek itu tak mampu menahan diri lagi sehingga umpatan dengan kata-kata yang kasarpun segera berhamburan keluar.
Bahkan telapak tangan kanannya segera diayunkan pula ke depan melancarkan sebuah serangan maut.
Sementara Oh PUt Kui telah menghimpun ilmu Kiu-pian- tay-sian-sinkang nya untuk melindungi seluruh badan, berada dalam keadaan seperti ini, maka lima depa disekeliling tubuhnya sudah terlindung tenaga murni sehingga berbagai racun tak akan mampu menyelusup kedalam tubuhnya lagi.
Dalam keadaan demikian, dia hanya menguatirkan satu hal saja, yaitu apabila tenaga serangannya kelewat dahsyat.
Asalkan tenaga pukulan lawan tidak lebih tangguh satu kali lipat daripada kemampuan yang dimilikinya, maka dia masih mampu menghadapi serangan lawan dengan mengandalkan ilmu Kiu-pian-tay-sian-sinkang nya itu.
Namun nyatanya ilmu pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa itu benar-benar sangat tangguh, kuat dan menggidikkan hati.
Seketika itu juga Oh Put Kui merasakan sekujur badannya gemetar keras sekali.
Sekalipun demikian, akhirnya toh dia tak sampai mundur kebelakang...
Tenaga serangan dari Pek Biau-peng tersebut selain membuat sekujur tubuhnya gemetar keras, nyatanya tidak mendatangkan reaksi apapun...
Oh Put Kui segera mengetahui bahwa kemenangan berada di pihaknya...
"Saudara, sepuluh jurus sudah lewat..."
Serunya kemudian dengan lantang.
Pek Biau-peng menjadi tertegun dan termangu-mangu sampai setengah harian lamanya.
Hingga Ibun Hau yang berada disisinya ikut memperdengarkan suara tertawanya yang keras, ia baru sadar kembali seraya menegur.
"Ibun Hau, apa yang sedang kau tertawakan?"
"Aku mentertawakan kau sebagai seorang tua bangka yang tidak memegang janji."
"Kapan sih aku tidak memegang janji?"
"Sepuluh jurus sudah lewat, apakah kau masih ingin mungkir?"
"Haaah...
haaah...
haaah...
Ibun Hau, kau terlalu memandang rendah diriku..."
Seru Pek Biau-peng sambil tertawa tergelak.
"Kapan sih aku mungkir?"
Kembali gembong iblis itu berpaling.
"Kau sudah seharusnya mengaku kalah."
Pek Biau-peng manggut-manggut.
"Yaa, aku bukannya tak mau mengaku kalah, hanya aku sadar bahwa diriku tertipu mentah-mentah."
"Kau pun bisa tertipu?"
Ibun Hau tergelak.
Pek Biau-peng mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put Kui, kemudian katanya.
"Tidak kusangka sama sekali kalau bocah muda ini telah berhasil melatih ilmu sian kang tingkat atas dari golongan Buddha, sehingga ilmu pukulan hawa dingin penembus tulang pencabut nyawa ku sama sekali tidak mendatangkan ancaman apapun pada dirinya."
"Haaahhh..
haaahhh...
haahh...
hal ini mah hanya bisa menyalahkan kepada saudara, mengapa kekurangan pengalaman untuk menilai kemampuan lawan."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi dengan wajah yang serius.
"Persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan soal kalah menang, lebih baik saudara bersikaplah jantan..."
Baru selesai Ibun Hau berkata, tiba-tiba saja Oh Put Kui telah menyambung.
"Ibun tua tak usah memaksa Pek lojin ini mengaku kalah, sebab kalau kudengar dari pembicaraannya, dia seperti menganggap sepuluh jurus kelewat sedikit, boanpwee memutuskan untuk bertarung lagi selama ratusan jurus lagi."
Kedengarannya saja perkataan itu begitu gagah dan terbuka, padahal arti yang sebenarnya amat memojokkan posisi Pek Biau-peng, bahkan lebih tak sedap didengar daripada nya yang diucapkan Ibun Hau tadi.
Sambil tertawa Ibun Hau segera berseru.
"Bagus sekali, kalau begitu ditambah lagi dengan seratus gebrakan...!"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sudah barang tentu Pek Biau-peng sebagai seorang jago yang punya nama, tak sudi kehilangan muka dengan begitu saja.
Dengan penuh amarah yang membara dan rambut yang berdiri kaku seperti landak, dia segera berseru keras.
"Ibun Hau, kau tak usah bermain setan lagi dengan bocah keparat tersebut, urusan pada hari ini kita akhiri sampai disini saja, bila bersua lagi dikemudian hari, kalian mesti lebih berhati-hati..."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, ia sudah beranjak pergi dari sana.
Diam-diam Oh Put Kui harus mengakui juga akan kehebatan ilmu silat yang dimiliki si jago seribu li pembetot sukma ini, bahkan orang ini tidak kehilangan sifat terbuka dan gagahnya.
Pada saat Pek Biau-peng sudah melayang turun disamping Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, Oh Put Kui baru berseru sambil tertawa nyaring.
"Pek lojin, asal kau orang tua tidak bergaul dengan manusia sebangsa Wi Thian-yang, Oh Put Kui amat bersedia untuk berhubungan lebih akrab lagi dengan kau orang tua..."
Perkataan dari Oh Put Kui ini diutarakan dari hati sanubarinya yang sejujurnya.
semenjak tadi ia sudah tahu bahwa Pek Biau-peng menaruh perasaan kasihan dan sayang kepadanya sehingga didalam serangan yang dilepaskan tadi, ia sama sekali tidak menggunakan jurus maut untuk merenggut nyawanya.
Kalau bukan begitu, sekalipun ia masih dapat menyelamatkan selembar jiwanya, namun tak urung akan menderita luka juga! Berdasarkan alasan inilah, dia ingin berusaha sedapat mungkin untuk memisahkan Pek lojin dari rombongan Wi Thian-yang, daripada memberi peluang bagi kelompok Wi- thian-yang untuk lebih memperkokoh kekuatannya.
Ibun Hau yang mendengar perkataan tersebut, dalam hati kecilnya segera memuji akan ketelitian dan kecermatan Oh Put Kui.
Dalam pada itu, Pek Biau-peng telah tertawa, suara tertawanya sama sekali tidak mengandung nada gusar ataupun perasaan yang lain.
Dalam gelak tertawa Pek Biau-peng tersebut, cepat-cepat Wi Thian-yang berseru sambi tertawa dingin.
Oh Put Kui, kau tidak usah membuang waktu dan pikiran dengan percuma, Pek lojin tak akan termakan oleh siasat adu dombamu!"
Sekalipun dalam hati kecil Oh Put Kui timbul perasaan kecewa, namun ia toh tertawa tergelak lagi sambil berkata.
Wi Thian-yang, sekalipun hari ini kau bersikeras tak mau mengaku sebagai pencuri ruyung mestika Mu-ni-ciang-mo- pian, tapi aku percaya dalalm satu bulan mendatang, kau pasti akan mengakui dengan sendirinya...!"
Wi Thian-yang yang mendengar ucapan mana merasakan hatinya terkesiap.
Bagaimanapun juga dia harus mempercayai perkataan dari sianak muda itu, maka serunya lantang.
"Oh Put Kui, sekalipun kau memiliki kemampuan yang lebih hebatpun belum tentu pekerjaan tersebut dapat kau lakukan dengan baik!"
"Wi Thian-yang, jika kau tak percaya tunggu saja bagaimana hasilnya nanti,"
Kata Oh Put Kui sambil tertawa.
"aku cukup berkunjung ke puncak bukit Kun-lun sebelah barat dan mengundang kehadiran pemilik ruyung mestika ini, akan kulihat kau berani menyangkal lagi tidak..."
Mendadak...
"Omintohud!"
Suara pujian kepada sang Buddha yang nyaring berkumandang datang.
Lalu dari permukaan telaga Phoa-yang oh yang tenang muncul tiga buah sampan besar.
Menyusul suara pujian kepada Sang Buddha itu, terdengar pula seseorang berkata dengan suara lembut.
"Ornag muda, kau tak perlu bersusah payah pergi ke Kun- lun sebelah barat!"
Ketika perkataan tersebut berkumandang datang, orang- orang yang berada diatas dua perahu tersebut sama-sama merasa terperanjat.
Sorot mata Ibun Hau segera dialihkan ke arah perahu yang masih berada beberapa li jauhnya itu, kemudian berkata.
"Hianti, tampaknya pemilik ruyung mestika itu sudah datang!"
Oh Put Kui pun sudah berpikir pula sampai keseitu.
Tapi dengan terpikirnya hal itu maka dia pun memperoleh suatu perasaan lain, dengan kehadiran Wi-in sinni, pemilik ruyung mestika itu, bisa jadi Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian pun ikut datang pula.
Sambil membelalakkan matanya lebar-lebar, diawasinya kejauhan tersebut tanpa berkedip, dia mengawasi terus perahu-perahu itu hingga semakin mendekat.
Pada saat itulah, dibelakang tubuhnya tahu-tahu sudah bertambah dengan si kakek latah awet muda, terdengar ia berpesan.
"Anak muda, lo nikou itu telah datang, kau jangan sekali- kali mengusiknya."
Sambil berpaling Oh Put Kui tertawa, pikirnya didalam hati.
"Mengapa aku harus mengusiknya?"
Tiba-tiba saja dia menjumpai paras muka Kakek latah awet muda nampak sangat luar biasa, ia seperti merasa tegang, tapi juga merasa terkejut bercampur gembira.
Ditatapnya kembali Oh Put Kui, kemudian ujarnya lebih jauh.
"Anak muda, jangan sekali-kali kau katakan kalau aku berada ditempat ini!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya.
"Aaah, tidak bisa, aku harus merubah wajahku."
Dengan cepat dia menggerakkan tubuhnya dan menyusup masuk kedalam ruangan perahu.
Dalam pada itu, perahu tersebut pelan-pelan telah berlayar kembali ke depan.
Tapi pada saat itu juga, tiba-tiba Oh Put Kui melihat ada sesosok bayangan manusia yang meluncur ke atas perahu dengan kecepatan luar biasa.
Kemudian terdengar pula si Jago seribu li penggait sukma berseru sambil tertawa "Hian-hian toaci, baik-baikkah kau selama ini?"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, orang tersebut sudah melayang turun diatas perahu milik Pek Biau-peng tersebut.
Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut sekali.
Apa hubungan antara Pek Biau-peng dengan Wi-in sinni? Mengapa dia menyebut Wi-in sinni sebagai Hian-hian toaci? sudah jelas dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal lain.
Tanpa terasa ia menundukkan kepalanya sambil berpikir.
Tapi pada saat itu pula dari atas perahu yang ditumpangi Wi Thian-yang tampak sesosok bayangan hitam pelan-pelan turun ke dalam air lewat buritan dan cepat-cepat berenang menuju ke pantai yang berjarak tiga li jauhnya itu.
Hanya sayang tak seorangpun yang memperhatikan kejadian tersebut.
Sementara itu perahu yang ditumpangi Wi-in sinni telah berhenti dan menurunkan jangkar.
Ibun Hau segera mengalihkan perhatiannya ke arah perahu tersebut dan berseru sambil tertawa nyaring.
"Sudah lama sinni mengasingkan diri dari keramaian dunia, kedatanganmu secara tiba-tiba hari ini sungguh membuat aku merasa terkejut bercampur keheranan, bersediakah sinni datang ke perahu kami untuk berbincang-bincang?"
Suara yang lembut itu segera menyahut sambil tertawa merdu.
"Untuk memenuhi undangan dari saudara Ibun dan Samwan, tentu saja pinni harus memenuhinya..."
Dalam pembicaraan mana, perahu tersebut sudah bergerak merapat.
Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan muncullah tiga orang, sebagai orang pertama adalah seorang nikou tua berambut perak yang berwajah lembut, dibelakangnya mengikuti Pek Biau-peng, dan dibelakang Pek Biau peng adalah seorang nona berbaju kuning.
Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan nona tersebut, sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya, dia segera membalikkan tubuh masuk kedalam ruangan, lalu setelah mengambil kembali ruyung mu-ni-pian dari tangan pengemis sinting, dia balik kembali ke ujung geladak dan berdiri disitu sambil tersenyum.
Rupanya nona berbaju kuning itu tak lain adalah Nyoo Siau-sian yang pernah dicari di seluruh Kang-ciu tapi tak berhasil ditemukan itu.
Sementara itu Samwan-to ikut pula munculkan diri.
Setelah diiringi basa basi, maka kedua belah pihakpun saling tertawa tergelak.
Bahkan Pek Biau-peng sendiripun seakan-akan sudah lupa dengan kejadian tadi, sambil tertawa serunya kepada Ibun Hau dan Samwan-to.
"Mungkin kalian berdua tidak pernah menyangka bukan kalau Wi-in sinni adalah suci (kakak seperguruan)ku...."
"Hhaaaaah...
haaaaah...
haaahhh...
kejadian ini memang sama sekali diluar dugaan..."
Jawab Samwan-to sambil tertawa tergelak. Ibun Hau menyambung pula.
"Kalau memang saudara Pek adalah adik seperguruan sinni, maafkanlah kelancangan kami tadi!"
Mendengar ucapan mana Pek Biau-peng segera berseru.
"Kejadian yang sudah lewat biarkan saja lewat, lebih baik tak usah disinggung kembali."
Sementara itu Wi-in sinni telah mengalihkan sorot matanya ke wajah Oh Put Kui, dia seperti menaruh kesan dan perhatian yang khusus terhadap pemuda tersebut, kendatipun dia sudah melihat sejak tadi bahwa benda yang berada ditangan Oh Put Kui adalah senjata Mu-ni-ciang-mo-pian andalannya selama ini, tapi ia sama sekali tidak menyinggung masalah itu, malah tanyanya.
"Saudara Samwan, siapakah si anak muda itu?"
"Ooh dia adalah Oh Put Kui, murid Tay-gi!"
Sahut Samwan To sambil tertawa.
"Jadi Tay-gi sudah mempunyai ahli waris? Sungguh menggembirakan......"
Sambil tertawa Ibun Hau berkata pula.
"Oh hianti ini selain menjadi ahli waris Tay-gi, diapun merupakan ahli waris dari Thian-liong." -oo0dw0oo- Paras muka nikou itu semakin berseri segera ucapnya.
"Sebagai ahli waris dari Tay gi dan Thian liong sinceng berdua, sudah pasti anak muda ini bukan manusia sembarangan, Oh sauhiap apakah kau telah menemukan kembali Mu-ni-pian milik pinni?"
Sebenarnya sejak tadi Oh Put Kui sudah ingin berbicara, hanya saja ia tak berani berlaku kurang adat maka selama ini hanya berdiam diri belaka.
Setelah ditanyai sinni, pemuda itu baru menjawab dengan hormat.
"Benar!"
"Terima kasih banyak untuk bantuan sauhiap yang telah berhasil menemukannya kembali untuk Sian-ji!"
Sementara itu Nyoo Siau sian sudah tak mampu untuk menahan diri lagi, ia segera berteriak.
"Oh toako, kau berhasil menemukannya dimana? Benarkah benda itu dicuri oleh pihak Pay kau?"
"Betul,"
Sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
"cuma bukan pihak Pay-kau yang mencuri benda itu."
"Oh toako, tahukah kau siapa yang telah mencuri benda itu?"
"Yaa, aku tahu, bahkan akupun tahu kalau orang itu bermaksud untuk memfitnah pihak Pay-kau..."
Nyoo Siau-sian sama sekali tidak menggubris apakah Pay- kau difitnah atau tidak, dia hanya ingin tahu dengan secepatnya siapa yang mencuri ruyung mestikanya itu.
Maka sambil tersenyum manis, dia menukas.
"Oh toako, cepat katakan siapa yang telah mencuri mestikaku itu......?"
"Wi Thian-yang serta kakakmu Nyoo Ban-bu!"
Ucapan tersebut betul-betul suatu perkataan yang sangat berani. Nyoo Siau-sian segera dibuat tertegun, kemudian serunya.
"Aaah, hal ini tak mungkin terjadi......"
Oh Put Kui segera tertawa.
"Nona, pertama-tama aku akan mengembalikan dulu ruyung mestika ini kepadamu, soal nona mau percaya atau tidak kalau kakakmu yang telah mencuri benda tersebut, sekembalinya ke Ibu kota nanti, segala sesuatunya toh akan menjadi jelas!"
Selesai berkata, dia segera melemparkan ruyung mu-ni- pian tersebut kedepan, bagaikan sekilas cahaya hitam benda itu segera meluncur kedepan.
Dengan cekatan sekali Nyoo Siau sian menyambar ruyung itu dan menangkapnya.
"Oh toako, terima kasih banyak............"
Tapi belum habis berkata, dia telah menundukkan kepalanya rendah-rendah.
sebaliknya Wi-in sinni segera berkata sambil tertawa.
"Oh sauhiap, kau mengatakan ruyung itu dicuri oleh Wi Thian-yang............?"
"Yaa, semestinya Wi-thian-yang yang telah mengajak Nyoo Ban-bu bersekongkol untuk mencuri benda itu."
Nikou tersebut segera berpaling ke arah Pek Biau-peng dan serunya lantang.
"Sute, cepat kau suruh Wi-thian-yang keluar!"
"Baik, siaute akan segera pergi............."
Sahut Pek Biau- peng sambil tertawa.
Selesai berkata, bayangan tubuhnya segera berkelebat pergi dari situ.
Tapi sekejap kemudian ia telah muncul kembali.
Oh Put Kui yang menjumpai hawa amarah diwajah Kakek tersebut segera berseru.
"Wi-thian-yang telah melarikan diri.............."
"Bagaimana caranya dia kabur?"
Tanya Wi-in sinni dengan kening berkerut.
"bukankah tadi ia masih berada disitu?"
Sambil menggertak gigi Pek Biau peng mendepak- depakkan kakinya berulang kali, lalu katanya.
"Pemilik perahu mengatakan dia telah kabur melalui lorong bawah perahu."
Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa.
"Pek tua, hal ini membuktikan kalau perkataan boanpwee memang benar!"
Sepasang mata Pek Biau-peng berkilat, kemudian setelah tertawa hambar katanya.
"Aaah, belum tentu demikian, tapi aku pasti akan menyelidiki persoalan ini hingga tuntas."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wi-in sinni pun berkata pula sambil tersenyum.
"Nyali Wi Thian-yang sungguh amat besar sute, dikemudian hari kau tak usah berhubungan dengannya."
"Toa-suci, siaute hanya silaf sesaat."
"Hiantit, kau mesti tahu, dalam dunia persilatan kau masih dikenal orang sebagai seorang gembong iblis."
Sekilas perasaan menyesal menghiasi wajah Pek Biau- peng sesudah mendengar perkataan itu, ucapnya kemudian.
"Yaa, sungguh menyesal akan hal ini."
"Buddha atau ibliskah dia, semuanya hanya tergantung pada jalan pemikiran sesaat"
Kata Wi-in sinni sambil tertawa.
"aku tahu hiante tak lebih hanya sempit jalan pemikirannya dan terlalu menuruti watak sendiri apabila sifat jelek tersebut dapat dihilangkah, niscaya niat iblis pun akan turut musnah!" Dengan keringat bercucuran Pek Biau-peng segera menyahut.
"Siaute amat menghormati petuah dari toaci............"
Saat itulah Wi-in sinni baru berkata kepada Oh Put Kui sambil tertawa.
"Terima kasih banyak pinni ucapkan atas bantuan Oh sauhiap untuk merebut kembali ruyung tersebut............"
"Aaah, hanya urusan kecil tak perlu locianpwee risaukan!"
Sinni kembali tersenyum.
"Bilamana Oh sauhiap ada kesempatan di kemudian hari, silahkan mampir di Hian-leng-an kami untuk bermain..."
"Boanpwee pasti akan meluangkan waktu untuk menyambangi sinni..."
Wi-in sinni manggut-manggut sambil tertawa, saat itulah dia baru berkata kepada Samwan-to dan Ibun Hau.
"Apabila kalian berdua ada waktu luang, tak ada salahnya turut berpesiar ke sana, pinni harus mohon diri lebih dulu!"
Samwan-to dan Ibun Hau sama-sama tertawa.
"Undangan dari sinni membuat aku merasa amat gembira, selewatnya sembahyang bakcang nanti, kami pasti akan berkunjung ke sana..."
Maka berangkatlah perahu yang ditumpangi Wi-in sinni menjauhi tempat itu.
Pek Biau-peng segera minta diri pula kepada Sinni untuk kembali ke perahunya.
Sedangkan Nyoo Siau-sian berseru kepada Oh Put Kui dari kejauhan.
"Oh toako, kau hendak ke mana?"
"Lam-cong!" Nyoo Siau-sian segera tersenyum malu, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat itu diurungkan.
Oh Put Kui juga membuka mulut, namun tak sepatah katapun yang dapat diutarakan keluar.
Selisih jarak kedua buah perahu itupun makin lama semakin jauh sebelum akhirnya tinggal setitik hitam.
Dalam waktu singkat perahu yang ditumpangi Wi-in sinni dan Nyoo Siau-sian itu sudah lenyap ditempat kegelapan dikejauhan sana.
Pada saat inilah Kakek latah awet muda baru muncul dari ruangan perahu.
Dengan wajah termangu-mangu diawasinya arah dimana bayangan perahu itu lenyap, lalu sambil menghela napas panjang katanya.
"Hian-giok, cepat amat kau pergi................"
Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui, sambil tertawa katanya kemudian.
"Ban tua, mengapa kau tidak menampakkan diri? Bukankah kalian adalah bekas kekasih lama?"
Kakek latah awet muda tertawa getir.
"Lebih baik jangan bersua muka, kalau tidak............"
Tiba-tiba ia tutup mulut dan tidak berbicara lagi.
"Kalau tidak kenapa?"
Tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
"Mengapa sih kau suka mencampuri urusan ini?"
Kakek latah awet muda tiba tiba dengan mata mendelik.
"Masa bertanya saja tak boleh? Kenapa sih kau ini?"
Seru Oh Put Kui sambil tertawa. @oodwoo@
Jilid 29 Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak.
"Hhaaaahh..... haaaaahh..... hhaaaaah...... kesulitan dan kemurungan dalam soal cinta memang mendatangkan kekuatan yang sangat besar......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek itu menghela napas dan berkata lebih jauh.
"Anak muda, tahukah kau andaikata aku munculkan diri tadi, maka ditelaga ini sekarang tak akan demikian tenang dan heningnya, mungkin dunia akan terbalik......."
"Kenapa? Apakah antara kau dengan sinni terikat dendam atau permusuhan?"
Tanya Oh Put Kui tertegun.
"Tidak ada,"
Kakek latah awet muda menggeleng.
"tapi memang terjadi suatu kesalahan paham kecil!"
Sementara itu perahu yang ditumpangi Pek Biau-peng sudah berlayar menjauh dari situ.
Sambil mengawasi bayangan perahu yang sudah berada berapa li jauhnya itu, kembali Kakek latah berkata.
"Anak muda, kau tak akan mengira bila aku munculkan diri tadi, maka mereka Kakak beradik seperguruan pasti akan turun tangan bersama untuk mencabut nyawaku."
"Aaah, masa begitu?"
Seru Samwan To terkejut.
"Ban loko, sebenarnya kesalahan paham apa sih yang terjalin diantara kalian berdua?"
Tanya Ibun Hau pula. Kakek latah awet muda menghela napas panjang.
"Aaai, mereka mengira Tiau-ki lonie tewas ditanganku."
"Ooh......."
Samwan To semakin terkejut "kalau begitu tak aneh lagi...... jadi mereka menyangka kau adalah musuh besar pembunuh guru mereka?" "Locianpwe, mengapa kau tidak memberi penjelasan kepadanya?"
Tanya Oh Put Kui pula dengan kening berkerut.
"Percuma, diberi penjelasanpun tak ada gunanya."
Kata Kakek latah awet muda sambil menggeleng.
"kecuali kalau aku berhasil menemukan si pembunuhnya."
"Pernahkah Ban loko melakukan pencarian?"
Seru Ibun Hau.
"Siapa bilang tak pernah? Aku sudah mencari selama enam puluh tahunan."
Kata Kakek latah awet muda dengan mata melotot.
"Kalau begitu kejadian tersebut sudah berlangsung semenjak enam puluh tahun berselang."
Pikir Oh Put Kui kemudian.
"sudah jelas penghidupan mereka bertiga selama ini pun amat menderita."
Sementara itu terdengar Ibun Hau berkata.
"Dengan kepandaian silat yang dimiliki kalian bertiga, masa selama enam puluh tahun ini tidak berhasil menemukan siapa pembunuhnya? Kalau begitu cara bekerjanya orang itu pasti luar biasa sekali."
"Belum tentu begitu."
Sela Oh Put Kui sambil tertawa. mengapa orang itu ingin membunuh Tiau-ki locianpwe? Apakah Ban tua pun tahu?"
"Jika aku tahu, persoalan ini tentu sudah berhasil kuselidiki sedari dulu."
"Betul,"
Kata Samwan To pula sambil tertawa, hanya pembunuhan yang tidak diketahui sebab musababnya yang paling sukar diselidiki......."
Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba saja teringat akan urusan sendiri. Cepat-cepat dia berseru kepada kakek latah.
"Ban tua, kita harus segera berangkat!" "Yaa betul, kita memang harus segera berangkat!"
Kata Kakek latah awet muda dengan pandangan sedih.
Tanpa menyapa atau menegur lagi, ia segera melompat ke perahu yang berada di samping perahu Samwan To itu.
Pengemis sinting segera melongokkan kepalanya dari balik ruang perahu, melihat Kakek latah telah kembali keperahunya, cepat-cepat diapun menyusul keluar.
"Locianpwe berdua, pengemis Liok ingin memohon diri lebih dulu......."
Serunya cepat.
"Silahkan pengemis sakti,"
Ucap Samwan-to sambil tertawa.
"maaf kalau aku tak bisa memberi pelayanan yang baik......."
Pengemis sinting yang telah menyeberang ke perahu sendiri segera berseru sambil tertawa terbahak-bahak.
"Arak wangi dari kalian berdua sudah kucuri cukup banyak terima kasih atas hidangan kalian itu......."
Rupanya sewaktu hendak keluar dari ruang perahu tadi, dia sempat mencuri arak wangi. Samwan-to dan Ibun Hau segera tertawa geli.
"Jika pengemis sakti menginginkan, aku akan menghadiahkan berapa guci arak lagi."
"Tidak usah,"
Pengemis sinting segera menggeleng.
"biasanya arak curian lebih enak rasanya ketimbang arak pemberian orang......."
Oh Put Kui tertawa geli, kepada dua orang Kakek itu segera katanya sambil menjura.
"Boanpwee ingin mohon diri dulu........"
"Hiantit, apakah kau hendak pergi ke Lam-cong untuk mencari Im-tiong-hok?"
"Benar!" "Ada urusan apa sih hiantit hendak mencarinya?"
Tanya Samwan-to pula.
"Untuk menyelidiki soal terbunuhnya ibuku!"
Kata Oh Put Kui dengan sorot mata memancarkan sinar tajam.
"Apakah Im-tiong-hok tahu?"
Tanya Ibun Hau dengan wajah berubah hebat.
"Boanpwee tidak yakin apakah dia tahu atau tidak........"
Ibun Hau segera bertanya lagi sambil tertawa.
"Apakah hiantit kenal dengan Im-tiong-hok?"
"Kami pernah bersua di perkempungan Sin-ling-ceng!"
"Bagaimanakah pendapat hiantit tentang orang ini?"
"Pintar, gagah dan berkepandaian silat tangguh......."
"Haahhhahhh.....
hhaaaaahhh.....
haaaaahhh.....
cocok, cocok........."
Seru Samwan-to sambil tertawa tergelak. Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu, tiba-tiba saja timbul kecurigaan dalam hatinya.
"Mungkinkah Im-tiong-hok mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan Thian-tok-siang-coat?"
Berpikir begitu, diapun bertanya sambil tersenyum.
"Apakah cianpwee berdua kenal dengan Im-tiong-hok?"
"Kami adalah sahabat karib, teman lama!"
Kata Samwan-to.
"Hiantit,"
Kata Ibun Hau pula.
"apakah kau mencurigai Im- tiong-hok tersangkut dalam pembunuhan terhadap ibumu?"
"Saat ini boanpwee tak berani memastikan!"
"Hiantit, apakah menurut pendapatmu Im-tiong-hok mencurigakan?"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanya Samwan-to terkejut.
"Belum tentu!"
"Tidak mungkin, masa dia......." Belum selesai Samwan-to selesai berbicara, Ibun Hau sudah menyela.
"Hiantit, kau mendapatkan kabar ini dari siapa?"
"Dari Kit Put-shia......."
"Jadi hiantit percaya dengan perkataan si gembong iblis tersebut.......?"
"Boanpwee tidak bisa tidak harus percaya!"
"Mengapa?"
"Sebab barang peninggalan ibuku berada ditangan Kit Put- shia!"
"Kalau begitu Kit-put-shia sangat mencurigakan, mengapa hiantit tidak pergi mencarinya?"
"Tusuk konde pelebur tulang Ngo im-hua kut-cian milik almarhum ibuku telah muncul ditangan Kit-put-shia, ketika boanpwee bertanya kepada gembong iblis tersebut, baru kuketahui kalau tusuk konde itu diperoleh dari Im-tiong-hok!"
"Ooh......"
Ibun Hau segera termenung berapa saat lamanya, kemudian baru berkata lagi.
"persoalan ini haru dibikin jelas lebih dulu......"
Perkataan itu seakan akan diutarakan sebagai gumaman seorang diri, tapi seperti juga mengajak Samwan To untuk merundingkan persoalan ini.
Terdengar ia berkata lagi.
"Bila salah dalam pengurusan, maka akibatnya akan timbul bencana besar.......
cuma aku percaya Im-tiong-hok bukan manusia rendah yang memalukan seperti itu."
"Boanpwee pun berpendapat demikian,"
Sahut Oh -put-kui sambil tertawa.
Ibun Hau segera manggut-manggut.
"Hiantit, aku rasa dalam persoalan ini hanya Im-tiong-hok seorang yang bisa menjawab dari siapakah tusuk konde pelebur tulang itu dia peroleh!"
"Justru untuk menyelidiki persoalan inilah, boanpwee berangkat ke Lam-cong!"
Mendadak Ibun Hau tertawa tergelak sambil berkata.
"Lohu ucapkan semoga sukses perjalanan hiantit kali ini dan berhasil membalaskan dendam bagi kematian ibumu!"
"Terima kasih banyak locianpwee berdua......."
Kata Oh Put Kui dengan wajah sedih. Selesai berkata dia lantas menjura dan masuk ke dalam ruangan perahu. Kembali Ibun Hau berseru sambil tertawa tergelak.
"Hiantit, jika bertemu dengan Im-tiong-hok, tolong sampaikan salamku kepadanya......."
Perahu yang ditumpangi Oh Put Kui sekalian telah berlayar, tapi Oh Put Kui justru dibuat amat tak tenang oleh perkataan Ibun Hau yang titip "salam"
Tersebut.
Im-tiong-hok tidak lebih hanya seorang Bulim Bengcu dari Kanglam yang berkedudukan tak seberapa, mengapa Thian- tok-siang-coat justru titip salam kepadanya? Peristiwa ini benar-benar suatu kejadian yang sangat aneh.
Ataukah dibalik kesemuanya itu masih terselip sesuatu yang aneh? Yang tidak diketahui setiap orang? Untuk sesaat lamanya Oh Put Kui menjadi termangu dan merasa tidak habis mengerti.
-oo0dw0oo- Kota Lam-cong.
Orang bilang kota Lam-cong merupakan suatu kota kuno yang megah dan antik, namun semua dalam kenyataan tidak semegah apa yang dilukiskan.
Sekalipun begitu pemandangan alam yang dlihat dari atas pagoda Peng ong-kok memang amat menawan hati.
Hari ini, di depan sebuah gedung lebih kurang sepuluh kaki disebelah kanan pagoda Peng-ong-kok telah muncul tiga orang, mereka tak lain adalah Oh Put Kui sekalian.
Didepan gedung megah itu terpancang sebuah papan nama terbuat dari emas yang bertuliskan tiga huruf besar.
"TIONG-GI-HU."
Bengcu kaum Liok lim untuk tujuh propinsi di wilayah Kanglam ini betul-betul memiliki gaya yang luar biasa.
Berhadapan dengan gedung bangunan yang begitu megah ini, Pengemis sinting menggelengkan kepalanya berulang kali sambil bereru.
"Betul-betul suatu pemborosan secara besar besaran, apa sih gunanya gagahan? Padahal kedudukannya tak lebih cuma seorang Liong-tau totoa dari kaum Liok-lim, kalau seorang pentolan pencolengpun hidup begitu mewah, bagaimana pula dengan kehidupan seorang kaisar?"
Kalau didengar dari caranya berbicara, tampaknya si pengemis sinting ini semakin lama semakin tidak sinting.
Masih untung Oh Put Kui sudah menaruh pandangan lain terhadap Im-tiong-hok sehingga ia cuma mengatakan hal-hal yang biasa saja, kalau tidak, entah apa lagi yang ia ucapkan keluar.
Oh Put Kui sendiri cuma tertawa hambar dan sama sekali tidak memberi jawaban apa-apa.
Sebaliknya Kakek latah awet muda berkata sambil tertawa terbahak-bahak.
"Sebagai seorang pentolan Liok-lim, aku rasa kekayaannya melebihi seorang raja muda!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia mengulapkan tangannya kepada sipengemis sinting sambil berseru.
"Hey pengemis kecil, ayoh ketuk pintu!"
"Baik!"
Sahut pengemis sinting sambil mengangguk.
"tapi orang-orang dari ruang Tiong-gi-hu ini memang aneh sekali, masa ditengah hari bolong begini tak nampak seorang manusiapun? Ngapain mereka selalu mengunci pintu?"
Biar mulutnya ngerocos terus, tangannya tidak berarti cuma menganggur saja.
Dengan mengepal tinjunya yang besar ia segera menggedor pintu gerbang yang hitam berkilat itu keras-keras.
Jangan dilihat orangnya pendek, ternyata tenaganya yang dipakai untuk menggedor pintu kasar sekali.
"Duuukkk.......
duuukkk......."
Suara yang ditimbulkan keras sekali bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari.
Belum habis gempuran yang kesepuluh, tiba-tiba pintu gerbang berwarna hitam pekat itu sudah dibuka orang.
Seorang kakek berdandan pelayan yang berusia lima puluh tahunan munculkan diri dengan kening berkerut, ditatapnya sekejap pengemis yang baru saja menggedor pintu keras- keras itu, kemudian bentaknya "Apakah kau datang untuk meminta-minta."
Mendengar pertanyaan ini kontan saja ia merasa naik darah, dengan gemas dia meludah ke wajah pelayan tua itu, lalu sambil mengeluarkan selembar uang kertas senilai seribu tahil emas, teriaknya dengan marah.
"Kau tak usah menghina, lihat ini, dalam kantungku masih terdapat beberapa lembar uang kertas ribuan tahil emas, buat apa aku meminta-minta padamu?!"
Mimpipun pelayan itu tak menyangka kalau didunia ini terdapat pengemis yang bukan minta-minta.
Ludah bercampur riak yang menyembur ke atas mukanya itu segera menimbulkan bau amis yang amat memuakkan.
Tak heran kalau pelayan itu amat gusar sampai menggertak giginya kencang-kencang.
setelah menyeka riak kental dari wajahnya, dia langsung saja mengumpat.
"Pengemis sialan yang tak punya mata, tahukah kau gedung apakah ini? Berani amat mencari gara gara disini? Sudah pasti kau sudah bosan hidup rupanya?"
"Haaaahhhh.....
haaaaahhhh......
haaaaahhhh......
kaulah yang sudah bosan hidup, aku si pengemis datang untuk mencari orang!"
Tanpa terasa pelayan tua itu memperhatikan sekejap dua orang yang berada dua kaki dibelakang pengemis tadi, lalu tegurnya.
"Kau datang mencari siapa?"
Sekalipun orang ini tidak dapat bersilat, paling tidak ia mempunyai pandangan yang cukup jeli, dari sikap Kakek latah awet muda serta Oh Put Kui yang gagah, ia sudah dapat menebak berapa bagian kalau tamu tamunya adalah jago berilmu tinggi dari dunia persilatan, kalau tidak, mana mungkin mereka akan datang ke gedung ini.
Rupanya gedung Tiong gi-hu dari si tombak emas kuda terbang Im Tiong-hok ini selamanya tak pernah dipakai untuk menerima sahabat-sahabat rimba hijaunya, bila para jago Liok-lim hendak mencarinya, kebanyakan akan pergi ke markas besar yang dibangun disisi sungai Leng-kang, lima li diluar kota Lam cong, markas besar mereka itu dinamakan Jit gwat-san cong.
Oleh sebab itu dalam gedung Tiong-gi-hu sama sekali tiada pelayan yang pandai bersilat.
Dalam pada itu si pengemis sinting telah melongokkan kepalanya sambil berkata.
"Kami datang mencari Im Tiong-hok!"
"Apakah membawa kartu nama?"
Tanya pelayan tua itu lagi dengan kening berkerut.
"Tidak ada. Huuuhh, gaya kalian tampaknya lebih besar daripada tata cara rumah pembesar."
Pelayan tua itu kontan saja tertawa dingin "Kongcu kami adalah pensiunan pembesar kelas tiga, tentu saja harus mengikuti tata cara yang berlaku......."
Baru pertama kali ini si pengemis sinting mendengar kalau Im Tiong-hok pernah menjadi pembesar kelas tiga, hampir saja dia tertawa tergelak saking gelinya.
Masa seorang pentolan pencolengpun pernah menjadi pembesar kelas tiga dari Kerajaan? "Katakan kepada Im Tiong-hok, kami yang hendak menjumpainya......."
Seru pengemis sinting itu cepat. Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya.
"Jangan lupa, suruh dia yang munculkan diri dan menyambut sendiri kedatangan kami !"
"Kau si pengemis betul-betul sudah edan......"
Umpat pelayan itu sambil tertawa tergelak.
"Tapi tiba-tiba saja ucapan tersebut terhenti sampai ditengah jalan......"
Rupanya dari balik pintu telah muncul seorang sastrawan setengah umur yang berusia empat puluh tahunan.
Orang itu mengenakan baju serba hijau dengan dandanan yang rapi dan langkah yang gagah.
Begitu melihat orang itu menampakkan diri, pelayan tadi segera memberi hormat sambil berkata.
"Lim suya, kebetulan sekali kedatanganmu, pengemis ini bilang mau bertemu kongcu tapi mulutnya kotor dan mengumpat semaunya sendiri, budak tak sanggup lagi untuk menghadapinya!"
"Silahkan lo-koankoh mundur selangkah......."
Ucap suya she Lim itu sambil tertawa hambar. Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah pengemis sinting, tiba-tiba ucapnya sambil tertawa tergelak.
"Aku kira siapa yang datang, rupanya Liok sinkay dari kay- pang!"
Ucapan mana saja membuat pengemis sinting terbelalak heran, pikirnya.
"Heran, mengapa bocah keparat ini dapat mengenaliku dalam sekilas pandangan saja? Sebaliknya aku justru tidak kenal dengannya?"
Dalam hati ia berpikir demikian, sedang diluar katanya sambil tertawa tergelak.
"Betul, aku si pengemis tua adalah Liok Jin ki, siapa kau ? Mengapa kenal aku?"
Lim suya tertawa.
"Nama besar Liok sinkay sudah tersohor diseantero dunia, sudah barang tentu aku mengenalnya......."
Sementara berbicara, sinar matanya telah dialihkan kearah Kakek latah awet muda serta Oh Put Kui.
"Apakah kedua orang itu adalah rekan sinkay?"
"Tentu saja, cuma siapakah kau? Tentunya punya nama bukan? Dan lagi jika Im Tiong-hok tidak berada didalam gedung, aku si pengemis tak punya waktu lagi untuk menunggu......." Lim suya menunggu sampai pengemis itu menyelesaikan perkataannya, kemudian baru berkata sambil tertawa.
"Saudara Im berada dalam gedung, sinkay tak usah kuatir harus menunggu, dan kedua orang rekan sinkay, kalau toh sudah datang silahkan pula memperkenalkan diri......."
Walaupun sudah berbicara setengah harian, suya ini belum juga memperkenalkan nama sendiri. Dengan gemas pengemis sinting berpaling kemudian serunya sambil menggapai.
"Im Tiong-hok ada di rumah!"
"Kalau begitu mari kita masuk!"
Jawab Kakek latah awet muda dengan cepat.
Belum selesai dia berkata, tahu-tahu saja tubuhnya sudah berdiri dihadapan pengemis sinting.
Sementara itu Oh Put Kui juga telah datang dengan langkah lebar, sejak tadi ia sudah melihat kalau Lim suya ini bergaya luar biasa, maka begitu bersua dia lantas menjura sambil berkata.
"Aku Oh Put Kui mohon bertemu dengan Im tayhiap, dapatkah saudara melaporkan ke dalam?"
Agaknya nama besar Oh Put Kui masih jauh lebih terkenal daripada nama besar pengemis sinting.
Betul juga, paras muka sastrawan setengah umur she Lim itu segera berubah hebat, serunya tanpa terasa.
"Jadi saudara adalah pendekar aneh perantauan Oh Put Kui?"
"Yaa memang aku, entah siapa nama suya?"
Sikap Lim suya itu segera berubah seratus delapan puluh derajat, dengan sikap yang lebih hangat katanya.
"Aku Lim Yu-kong, dalam gedung milik saudara Im ini bekerja sebagai juru tulis......." "Siapa kau?"
Seru pengemis sinting agak tertegun.
"jadi tangan sakti pemutar langit adalah kau? Maaf kalau begitu......"
Rupanya si Tangan sakti pemutar langit Lim Yu-kong mempunyai nama yang cukup termashur dalam dunia persilatan.
Pedang Tanpa Perasaan -- Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan KL Anak Naga -- Chin Yung