Ceritasilat Novel Online

Misteri Pulau Neraka 13


Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 13



Misteri Pulau Neraka Karya dari Gu Long

   

   Sambil tertawa Lim Yu-kong segera menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Aku she Lim hanya seorang anak kemarin sore, tak perlu diherankan oleh pengemis sakti."

   Sambil tertawa Oh Put Kui berkata pula.

   "Nama besar saudara Lim sudah lama kudengar, beruntung sekali kita dapat bersua muka hari ini."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya.

   "Dapatkah saudara Lim melaporkan kepada Im tayhiap......"

   Sementara itu Lim Yu-kong sudah berseru lebih dulu sambil tertawa lebar.

   "Silahkan, aku she Lim mewakili dulu saudara Im untuk mempersilahkan sin kay Oh heng dan lo......."

   Ketika sorot matanya dialihkan ke wajah Kakek latah awet muda, tiba-tiba saja ia tertegun.

   Rupanya kakek latah awet muda sedang menunjukkan muka setan kepadanya.

   Melihat hal ini, Oh Put Kui segera berkata sambil tertawa.

   "Saudara Lim, barusan aku lupa untuk memperkenalkan, locianpwe ini adalah seorang tokoh yang sudah termashur hampir seratus tahun lamanya, dia adalah Kakek latah awet muda, Ban Sik-tong!"

   Mendengar nama itu, Lim Yu-kong segera merasakan mandi keringat dingin saking kagetnya.

   Mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau kakek berambut putih itu adalah Ban Sik-tong.

   Seketika itu juga dia bertekuk lutut dan segera menjatuhkan diri ke atas tanah sambil menyembah.

   "Boanpwe Lim Yu-kong menjumpai kau orang tua!"

   Katanya dengan penuh rasa hormat.

   "Haaaaahhh..... haaaaaahh... ..haaaaaahh..... bangun, bangun! Aku paling benci dengan segala tata cara semacam ini!"

   Mau tak mau Lim Yu-kong harus bangun juga, sebab dia sudah terhisap oleh tenaga murni yang dipancarkan kakek latah awet muda Ban Sik-tong sehingga tubuhnya meninggalkan permukaan tanah sejauh tiga depa lebih.

   Tak terlukiskan rasa terkejut dan ngerinya setelah menyaksikan kejadian tersebut, dia tak mengira kalau tenaga dalam yang dimiliki kakek itu sudah mencapai ke tingkatan yang begini dahsyat.

   "Boanpwe turut perintah!"

   Dengan sikap amat hormat Lim Yu-kong buru-buru berseru.

   Sementara itu si Kakek latah awet muda telah melangkah masuk ke dalam gedung.

   Lim Yu-kong mempersilahkan tamu-tamunya masih ke dalam sebuah kamar baca yang indah dan bersih.

   Ketika kacung baru menghidangkan air teh, Im Tiong-hok telah munculkan diri dari balik pintu kamar baca, Gelak tertawa nyaring menyusul kemunculan Im Tiong-hok.

   "Aku orang she Im merasa amat bangga menerima kunjungan dari saudara Oh........"

   Tapi sesudah melangkah masuk ke dalam kamar baca, ucapan tersebut segera terhenti sampai ditengah jalan.

   Rupanya pelayannya hanya menyebutkan Oh Put Kui seorang, padahal Im-tiong-hok menyaksikan di kamar baca hadir tiga orang, otomatis perkataannya terhenti sampai setengah jalan.

   Barulah setelah tertawa panjang, ia baru berkata.

   "Rupanya Liok sinkaypun ikut berkunjung."

   Setelah mengalihkan pandangan matanya kearah Kakek latah awet muda, ia baru bertanya.

   "Dan orang tua ini......"

   Cepat-cepat Lim Yu-kong maju ke depan sambil berkata.

   "Saudara Im, orang tua ini adalah Kakek latah awet muda Ban locianpwee......"

   Mendengar nama Kakek latah awet muda, tiba-tiba saja paras muka Im-tiong-hok berubah menjadi amat serius.

   Hampir seperminum teh lamanya dia mengawasi Kakek latah awet muda, kemudian dengan air mata bercucuran dia baru menjatuhkan diri berlutut dihadapan Kakek tersebut.

   Cepat-cepat Kakek latah awet muda mengulapkan tangannya sembari berseru.

   "Bocah muda, buat apa kau berlutut di hadapanku? Ayoh cepat bangun......!"

   Tubuh Im Tiong-hok segera terangkat oleh tenaga murni yang dipancarkan Kakek latah, hanya anehnya saja ternyata tubuh Im Tiong-hok masih tetap berada dalam posisi berlutut.

   Terdengar orang itu berkata lagi dengan air mata bercucuran.

   "Boanpwee adalah Cu Khing-cuang!"

   Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda melompat bangun dan menarik Im Tiong-hok dari atas tanah, kemudian serunya.

   "Kau......

   kongcu, baik-baikkah kalian?" Terpaksa Im Tiong-hok bangkit berdiri, lalu sahutnya.

   "Ban tua, mengapa sudah begini lama tiada kabar berita darimu? Dewasa ini negeri kita......"

   "Didalam dunia ini benar-benar terdapat banyak sekali persoalannya yang sama sekali tak terduga,"

   Ucap Kakek latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "seperti aku ini, banyak persoalan yang terbengkalai gara- gara sifatku yang kocak dan binal...... semenjak kapan sih kau gunakan nama Im Tiong-hok untuk mengikuti ujian negara?"

   Im Tiong-hok tertawa getir.

   "Apabila boanpwee tidak berbuat demikian, bagaimana mungkin bisa mengetahui berbagai rahasia Kerajaan?"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya.

   "Hanya sayang boanpwee menjumpai bahwa To tay-hu sudah kelewat terbiasa dengan watak wataknya sehingga mustahil untuk bisa merubahnya kembali, oleh sebab itu boanpwee pun segera mengundurkan diri serta berkumpul dengan sahabat-sahabat rimba hijau."

   "Haaaaahhhh...

   haaaaaahh...

   haaaaaahh...

   memang sudah seharusnya berbuat demikian,"

   Kata Kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "kalau gagal lewat pemerintahan harus dicari lewat kaum pencoleng... jiwa kita yang berani maju berani mundur sesuai dengan keadaan memang paling cocok buat kaum persilatan semacam kita ini..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berpaling kearah Oh Put Kui sambil berkata lagi.

   "Anak muda, Im Tiong-hok ini adalah keponakan langsung dari Thian-hiang Huciu!"

   Semenjak tadi Oh Put Kui sudah menduga sampai kesitu, hanya saja dia tak pernah menyangka kalau orang tersebut adalah keponakan dari Permaisuri Thian-yang. Maka cepat-cepat dia menjura sambil berkata. "Rakyat kecil menjumpai kongcu!"

   Pengemis sinting pun turut menjura dalam dalam.

   Im Tiong-hok tertawa sedih kemudian berkata.

   "Harap saudara Oh dan sin-kay jangan bersikap demikian, Cu Khing-cuan telah mati disaat kerajaan ditumpas, harap kalian berhubungan dengan diriku sebagai Im Tiong-hok saja!"

   Oh Put Kui berpikir sejenak, kemudian menyahut.

   "Betul, perkataan dari saudara Im memang sangat tepat!"

   Setelah pemuda ini mengatakan benar, tentu saja Pengemis sinting tidak menemukan bagian yang keliru lagi.

   Perlu diketahui, orang-orang pada jaman itu sangat menaruh hormat terhadap para pembesar kerajaan, itu berarti setiap tindak tanduk maupun cara berbicara harus menuruti tata kesopanan yang berlaku......

   Oleh sebab itulah kendatipun Si pengemis sinting binal sekali, akan tetapi dia sama sekali tidak setuju dengan cara pemikiran dari Oh Put Kui tersebut.

   Agaknya Oh Put Kui dapat membaca suara hati pengemis sinting, sambil tertawa segera ujarnya.

   "Liok loko, apakah kau menganggap pertimbanganku ini keliru?"

   "Sekalipun kau tidak keliru, namun bukan berarti benar!"

   Kata pengemis sinting tertawa.

   "Liok loko, apakah kau sudah melupakan peristiwa terhina yang dialami Thio Liang dan Hon Sim?"

   "Itu mah berbeda, hubungan antara seorang atasan dan bawahan harus dijalin secara ketat."

   "Itu sih tergantung pada saat dan keadaan seperti apa, dan kita sekarang adalah rakyat yang kehilangan kerajaan......" "Liok tua,"

   Sela Im-tiong-hok cepat.

   "asalkan kita semua bersedia bersatu padu dan berjuang demi menegakkan kembali kejayaan bangsa Han, apalah arti tata kesopanan antara pembesar dengan rakyat, apalagi..."

   Setelah tertawa dia meneruskan.

   "Sejak dulu sampai sekarang, bukankah banyak pemimpin kita yang justru muncul dari kalangan rakyat biasa?"

   Baru sekarang si pengemis sinting manggut-manggut.

   "Yaa, rasanya memang masuk diakal juga"

   "Bukan agaknya lagi,"

   Tukas Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Liok loko, marilah kuberitahukan kepadamu secara terus terang, dalam keadaan serba susah seperti sekarang ini hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya justru lebih baik berupa hubungan sesama saudara, dengan bekerja sama dan satu penderitaan, perjuangan kita baru dapat diwujudkan dengan sebaik-baiknya.

   "Bagaimana jika dihari-hari biasa?"

   "Kalau dihari-hari biasa tentu saja berbeda, kita wajib mempertahankan tata krama yang berlaku."

   Pengemis sinting kembali mengangguk.

   "Menurut pandangan aku si pengemis tua haaahh..... haaahh..... haaahh..... lebih baik tak usah dibicarakan saja."

   Tiba-tiba saja dia seperti tahu bagaimana caranya untuk menjual mahal. Tapi Oh Put Kui segera menyela dengan sikap acuh tak acuh.

   "Kalau enggan dibicarakan, hal itu lebih baik lagi!"

   Tapi si Kakek latah awet muda segera berseru.

   "Tidak bisa, bagaimana pun juga dia harus mengutarakannya keluar, hey pengemis cilik, kau berani jual lagak?" "Baik, baik, aku akan berbicara, aku akan berbicara......."

   Pengemis sinting cepat-cepat berseru. Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya.

   "CUma kalian jangan marah lho setelah mendengar perkataanku ini......"

   "Baik, kami tidak akan marah!"

   Kakek latah berjanji. Setelah tertawa pengemis sinting baru berkata.

   "Menurut pendapat aku si pengemis, berapa ribu patah kata pun yang mau digunakan, akhirnya toh cuma dua patah kata yang cocok untuk digunakan yakni "takut mampus"......"

   Im-tiong-hok yang pertama-tama bertepuk tangan setelah mendengar perkataan itu, serunya sambil tertawa.

   "Perkataan Liok tua memang benar-benar tepat sekali!"

   "Liok tua, perkataanmu itu memang sangat tepat,"

   Oh Put Kui turut tertawa pula.

   "andai kata tidak disertai pula dengan penjelasan tentang sebab musababnya, aku kuatir ucapan takut mampus ini bisa berubah menjadi memalukan sekali!"

   "Tentu saja aku mengetahui sebab musababnya, tunggu kesempatan baik bukan?"

   "Benar!"

   Saat itulah Kakek latah awet muda baru berkata sambil tertawa.

   "Pengemis kecil, tampaknya kau benar-benar mampu untuk mewarisi kemampuanku!"

   Cepat-cepat pengemis sinting menggeleng.

   "Ban lopek, Liok Jin-ki terlalu tua...... tidak cocok!"

   "Kau tak usah merendahkan diri lagi pengemis cilik, apakah kau belajar kesemuanya itu dari Oh Put Kui si bocah muda itu?"

   Seru Kakek latah sambil tertawa. "Tidak, cuma kalau orang sudah meningkat dewasa, biasanya dia akan lebih tahu urusan......"

   Ucapan ini segera disambut gelak tertawa oleh Oh Put Kui, bahkan Lim Yu-kong pun tak tahan ikut tertawa terpingkal- pingkal. -oo0dw0oo- "Liok tua memang tidak malu mempunyai hati yang jujur dan semangat yang menyala."

   Ujar Im Tiong-hok sambil tertawa. Kembali pengemis sinting menggeleng.

   "Kongcu, jangan sekali-kali kau memuji diriku sebagai orang berhati jujur yang bersemangat tinggi."

   "Kenapa?"

   Pengemis sinting memandang sekejap ke arah Kakek latah awet muda, lalu katanya.

   "Bila dia orang tua berniat mewariskan beberapa macam ilmu silat kepadaku, berarti aku harus menerima banyak penderitaan...

   oleh karena itu aku tak berani mempunyai hati jujur dan semangat tinggi lagi!"

   Im Tiong-hok yang mendengar ucapan mana segera tertawa terbahak-bahak tiada hentinya. Sambil tertawa Kakek latah awet muda berkata pula.

   "Tampaknya pengemis cilik ini betul-betul sudah ketularan."

   Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Oh Put Kui, kembali dia berkata.

   "Anak muda, nampaknya kau mempunyai ilmu untuk menularkan watak kepada orang lain, coba lihat, pengemis tua itu sudah ketularan sifatmu itu sehingga bersikap lain daripada yang lain." "Haaaaahhhh...

   haaaaaahhhh...

   haaaaaahhhh....

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ban tua telah memfitnah orang baik-baik."

   "AKu tidak memfitnahmu anak muda, kau tahu kalau dulu si pengemis cilik itu melihat diriku, maka persoalan pertama yang dia katakan adalah minta aku mengajarkan ilmu silat kepadanya."

   Tidak sampai Kakek latah menyelesaikan perkataannya, pengemis sinting segera menukas.

   "Tapi lain dulu lain sekarang........"

   "Ban tua, perkataan Liok loko memang benar,"

   Kata Oh Put Kui pula sambil tertawa.

   "Bagus sekali, jadi kalian bergabung mau mengerubuti aku?"

   Kontan saja Kakek latah mendelik.

   "Kami tidak berani......."

   Perlu diketahui ganjalan didalam hati Oh Put Kui sekarang telah hilang separuh bagian terbesar, sebab ketika dia mengetahui kalau Im Tiong-hok adalah keponakan Permaisuri Thian-yang, maka dia sudah merasa bahwa ibunya yang terbunuh pun pasti bukan hasil perbuatan dari Im-tiong-hok.

   Sekalipun persoalan ini tetap akan ditanyakan kepada Im- tiong, namun keadaannya sama sekali telah berbeda, atau paling tidak ia sudah tidak menganggap Im-ting-hok sebagai musuhnya lagi.

   Oleh sebab itu dia malahan mengambil sikap tidak terburu- buru menyelidiki persoalan ini.

   Sambil tertawa Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali seraya berkata.

   "Baik, baik, aku memang kalah untuk berdebat dengan kalian berdua......"

   "Haaaaahhhh...

   haaaaahhhh...

   haaaaaahh...

   kalau begitu Ban tua memang seorang yang sangat terbuka..."

   Kata Im tiong-hok sambil tertawa tergelak. Kemudian dia berpaling kearah Lim Yu-kong dan kembali berkata.

   "Saudara Lim suruhlah orang untuk menyiapkan beberapa macam sayur untuk dihidangkan di kamar baca..."

   Lim Yu-kong menyahut dan segera berlalu dari situ.

   Sepeninggal Lim Yu-kong, Im tiong-hok baru berkata lagi kepada Kakek latah awet muda.

   "Ban tua, sebetulnya ada urusan apa kau orang tua berkunjung ke Lam-cong ini?"

   "Apa lagi, tentu saja gara-gara urusan bocah muda itu,"

   Seru Kakek latah sambil menuding ke arah Oh Put Kui.

   "tanyakan sendiri kepadanya......."

   "Ooh, rupanya dikarenakan urusan saudara Oh, tapi persoalan apakah itu? Apabila membutuhkan tenagaku, silahkan saja saudara Oh utarakan keluar!"

   "Siaute hanya ingin menanyakan satu urusan kepada saudara Im..."

   Kata Oh Put Kui sambil tersenyum. Sikap maupun caranya berbicara sangat santai dan ringan, hal ini membuat pengemis sinting menjadi sangat tercengang.

   "Persoalan apakah itu?"

   Tanya Im-tiong-hok lagi.

   "asalkan aku tahu, pasti akan kuutarakan selengkapnya."

   "Aku hanya ingin menanyakan asal usul dari suatu benda mestika!"

   "Benda mestika?"

   Im Tiong-hok tertegun.

   Dalam pada itu para pelayan telah datang menghidangkan arak dan sayur.

   Lim Yu-kong telah kembali pula kedalam kamar baca, dengan cawan arak ditangan, suasana segera berlangsung lebih meriah lagi.

   Setelah menghormati ketiga tamunya dengan arak, Im- tiong-hok baru bertanya lagi kepada Oh Put Kui.

   "Bericara kembali tentang persoalan yang disinggung saudara Oh tadi, sebetulnya mestika apakah itu?"

   "Ooh, benda itu adalah tusuk konde Ngo im-hua-kut-cian, salah satu dari tujuh mestika dunia persilatan."

   Mendengar perkataan ini Im-tiong-hok segera menyahut sambil tertawa.

   "Sayang sekali tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian itu sudah tidak berada ditanganku sekarang!"

   "Aku sudah tahu kalau benda itu tidak berada ditangan saudara Im lagi,"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Apakah saudara Oh mempunyai hubungan dengan tusuk konde pelarut tulang ini?"

   Tanya Im-tiong-hok tiba-tiba. Dengan wajah amat sedih Oh Put Kui mengehela napas panjang, lalu manggut-manggut.

   "Yaa, memang besar sekali hubungannya."

   Ketika menyaksikan perubahan wajah Oh Put Kui tersebut, diam diam Im-tiong-hok merasa sangat terkesiap.

   Baru sekarang dia menyadari bahwa persoalan itu bukan masalah yang sederhana.

   "Dapatkah saudara Oh memberi penjelasan yang lebih terperinci kepadaku?"

   Kembali dia bertanya.

   Oh Put Kui manggut-manggut.

   "AKu memang ingin mengajukan pertanyaan kepada saudara Im serta mengharapkan petunjuk darimu!"

   "Soal petunjuk sih tak berani, silahkan saudara Oh mengajukan pertanyaan."

   "Dahulu, saudara Im mendapatkan tusuk konde pelarut tulang itu dari siapa?" "Ooh, benda itu merupakan hadiah seorang sahabat dunia persilatan ketika siaute menyelenggarakan peringatan hari ulang tahunku yang ketiga puluh!"

   "Masih ingatkah saudara Im dengan sahabat dunia persilatan itu?"

   Berkilat sepasang mata Oh Put Kui.

   "Tentu saja masih ingat, sekalipun dalam pandanganku, benda mestika tersebut tak seberapa bernilai, tapi dalam pandangan sementara umat persilatan justru berharga sekali."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya lagi.

   "Saudara Oh, diwaktu-waktu sebelumnya aku sama sekali tidak kenal dengan orang itu, karenanya setelah menerima hadiah yang amat bernilai itu, siaute malah dibuat pusing tujuh keliling dan mesti peras otak dengan seksama."

   "Betul,"

   Kata Kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.

   "siapa tahu kalau perbuatan itu merupakan suatu rencana busuk dari seseorang."

   Sambil tertawa Im Tiong-hok menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya lagi.

   "Pada waktu itu sih boanpwe belum merasakan sesuatu rencana busuk dibalik perbuatan itu, tapi setelah belasan tahun kemudian, baru sekarang boanpwe merasa bahwa dibalik kesemuanya itu memang terselip suatu rencana busuk yang amat mengerikan."

   "Apakah hal ini dikarenakan kedatangan si bocah muda yang menanyakan soal tersebut?"

   "Benar!"

   "Kalu begitu cepat diterangkan dengan sejelas-jelasnya."

   "Tatkala boanpwe menerima sumbangan tusuk konde Ngo- im-hua-kut-cian tersebut tempo hari, serta merta kuperingatkan orang untuk mengembalikan benda ini..."

   "Apakah berhasil dikembalikan?"

   Tanya Oh Put Kui. "Tidak!"

   Im-tiong-hok menggeleng.

   "orang yang memberi hadiah tersebut telah pergi dari sana."

   "Tapi tentunya saudara Im tahu bukan siapakah orang itu?"

   "Mula-mula aku tidak tahu, tapi selanjutnya setelah kuselidiki dengan seksama diketahui juga siapakah orangnya..."

   "Siapa?"

   Tanya Kakek latah awet muda dengan gelisah, saat ini dia justru lebih gelisah daripada Oh Put Kui sendiri.

   "Dia adalah Lui-ing-huang-kiam (pedang latah irama guntur) The Tay-hong!"

   "Oohh..."

   Oh Put Kui tertegun.

   Sebaliknya Kakek latah awet muda segera berseru.

   "Im lote, apakah kau tidak keliru?"

   "Tak bakal keliru, sikalipun penerima hadiah tersebut tidak kenal dengan si Pedang latah irama guntur The Tay-hong, tapi Ci-siong-kiam-kek Sik sianseng yang duduk di meja perjamuan sebelah barat mengenali dirinya dengan baik!"

   "Kalau memang Sik Yu mengenalinya, hal ini bakal tidak salah lagi!"

   Seru Kakek latah sambil tertawa tergelak.

   "Siapakah Sik Yu itu?"

   Tanya Oh Put Kui sambil berkerut kening.

   "Paman guru dari ketua Bu-tong-pay saat ini, seorang angkatan tua yang mempunyai nama dan kedudukan yang terhormat didalam dunia persilatan!"

   Oh Put Kui mengehela napas panjang, katanya.

   "Boanpwee benar-benar tidak menyangka kalau tusuk konde pelarut tulang ini..."

   Dengan sorot mata tak menentu tiba-tiba dia menutup mulutnya rapat-rapat.

   Jelas perasaannya saat itu sedang bergolak sangat keras.

   Tiba tiba terdengar Im-tiong-hok berkata lagi.

   "Kalau dilihat dari usaha saudara Oh untuk menyelidiki sumber tusuk konde itu, tampaknya tusuk konde tersebut menyangkut suatu persoalan yang amat besar dengan saudara Oh ?"

   Oh Put Kui manggut-manggut, dengan sepasang mata berkaca-kaca sahutnya.

   "Tusuk konde itu adalah barang peninggalan ibuku almarhum..."

   Sekujur badan Im-tiong-hok bergetar keras setelah mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa.

   "Jadi saudara Oh adalah ...

   putra dari Peh-ih-ang-hud Lan Lan-li-hiap..."

   "Siaute sendiripun baru belakangan ini mendapat tahu asal usulku yang sebenarnya,"

   Sahut Oh Put Kui sedih.

   "tapi sejak ibuku terbunuh, hingga sekarang belum kuketahui siapakah pembunuhnya, dan kini..."

   Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya, dia menambahkan.

   "Saudara Im, kau telah memberi sebuah petunjuk jalan terang kepadaku!"

   Im-tiong-hok manggut-manggut.

   "Dulu aku tidak mengetahui akan persoalan ini, kalau tidak, siaute pasti akan menahan tusuk konde pelumat tulang tersebut, saudara Oh, harap kau jangan menyalahkan siaute yang telah menghadiahkan benda itu kepada orang lain..."

   "Mana mungkin siaute mempunyai jalan pemikiran demikian?"

   Kata Oh Put Kui sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "lagipula siaute telah menjumpai tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian tersebut ditangan Kit Put-shia..."

   "Kalau begitu kehadiran saudara Oh kemari pun pasti atas petunjuk dari Kit Put-shia bukan?" "Kit Put-shia telah menerangkan kisahnya sampai mendapatkan tusuk konde tersebut, dia bilang tusuk konde itu telah dihadiahkan oleh saudara Im kepada cong-caycu dari bukit Kun-san ditengah telaga Tong-ting-oh yang bernama Ciu Khong!"

   "Benar, untuk menarik simpatik dari para jago telaga Tong- ting, maka setelah siaute menjumpai si pemberi hadiah tusuk konde itu sudah pergi, dalam keadaan jalan buntu maka keesokan harinya telah kukirim ke bukit Kun-san sebagai hadiah."

   Kakek latah awet muda yang mendengar ucapan tersebut segera tertawa tergelak.

   "Haaahh... haaahh... haaahh... benar-benar sebuah siasat membunuh orang meminjam golok yang sangat hebat!"

   Im Tiong-hok sangat terkejut atas perkataan itu, tapi segera katanya pula sambil tertawa.

   "Ban tua, kau orang tua benar-benar seorang pengamat yang amat cekatan...

   terhadap manusia bangsa Ciu Kong, bukan saja sulit untuk disuap, dibunuh pun tak gagah karena itu boanpwe pun mendapat sebuah akal bagus dan ternyata betul-betul berhasil mengirimnya ke neraka, tapi kawanan perompak dari Tong-ting telah bertobat semua dan kini telah bergabung dalam laskar pembela tanah air."

   "Betul-betul sebuah muslihat yang hebat"

   Seru pengemis sinting sambil tertawa tergelak.

   "Ciu Khong memang seorang manusia yang aneh dan susah dihadapi, seandainya dia tidak mampus, pihak Tong-ting oh memang selamanya sulit dikendalikan."

   Sementara itu Oh Put Kui sedang termenung sambil berpikir keras, ia tak bisa menduga dengan cara apakah si pedang latah irama guntur The Tay-hong bisa mencelakai ayah ibunya? Sekalipun empat jago pedang dari Raja setan penggetar langit turun tangan bersama pun rasanya...

   Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia teringat kembali dengan ucapan pedang perak berbaju biru Seebun Jin yang pernah berkata bahwa Pedang baja berhati merah Hui Bong-ki serta Pedang latah irama guntur The Tay hong yang selama ini berdiam dalam lembah sin-mo-kah.

   Mungkinkah dibalik semua peristiwa ini sebenarnya Kit Put- shia sendiri yang menjadi dalangnya? Atau mungkin...

   Ia berhasil memperoleh kesimpulan bahwa diantara sekian jago, ada tiga orang yang kemungkinan besar menjadi dalang dari peristiwa tersebut, mereka adalah.

   Kit Put-shia sendiri, kedua adalah raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, tapi kalau didengar dari sikap Seebun Jin sewaktu berjumpa raja setan itu, Ti-thian-yang memang paling mencurigakan.

   sedang orang ketiga yang mencurigakan adalah pihak istana Sian-hong-hu.

   Ia berani mengambil kesimpulan yang begini berani dikarenakan si pedang iblis berbaju merah Suma Hian dan panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi berada di istana Sian- hong hu semua, hal ini membuktikan bahwa Kakek suci berhati mulia Nyoo Thian wi sendiri meski tiada persoalan, tapi anak buahnya ini sudah pasti ada masalah.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ditambah pula dengan peristiwa Mu ni pian yang baru-baru ini terjadi, Nyoo Ban-bu justru merupakan orang yang paling mencurigakan diantara kesemuanya ini.

   Sikapnya yang termenung tanpa berkata kata ini tentu saja menumbulkan perasaan tak tenang bagi Im Tiong-hok.

   "Saudara Oh,"

   Katanya kemudian.

   "selewatnya hari ini, mulai besok pagi siaute akan menemani saudara Oh untuk mengarungi seluruh penjuru dunia untuk mencari si pedang latah irama guntur The Tay-hong sampai ketemu serta menanyainya sampai terang..." Mendengar ucapan ini, dengan penuh rasa berterima kasih Oh Put Kui berkata.

   "Saudara Im harus memikul tanggung jawab yang sangat berat, mana boleh lantaran urusan kecil harus meninggalkan posnya? Soal The Tay-hong, aku percaya dapat menemukannya dengan segera..."

   Belum habis dia berkata, tiba-tiba dari arah depan sana berkumandang suara bentakan yang sangat nyaring.

   "Dia pernah bilang akan kemari, mengapa kalian mengatakan dia tak ada disini? Hmm, jangan membuat nonamu menjadi marah, kalau tidak, gedung Tiong gi-hu ini bisa ku rubuh menjadi puing-puing yang berserakan..."

   Perkataan itu sungguh tekebur dan besar lagaknya, tapi siapakah dia? Semua jago yang berada dalam kamar baca sama sama tertegun dibuatnya.

   Sedangkan Im Tiong hong dengan wajah berubah segera melompat bangun sambil katanya.

   "Biar siaute pergi memeriksanya, ingin kuketahui siapakah yang berani mencari gara-gara disini!" @oodwoo@

   Jilid 30 Tapi Lim Yu-kong telah bertindak mendahuluinya, dia berseru.

   "Saudara Im, biar siaute yang pergi melihatnya..."

   Belum selesai berkata, tubuhnya sudah menyerobot keluar dari pintu.

   Tak lama kemudian Lim Yu-kong telah muncul kembali, dibelakang tubuhnya mengikuti seorang nona berbaju kuning.

   Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya berat seperti tenggelam ke air, pikirnya diam-diam.

   "Aduh celaka, mengapa dia bisa mencari sampai disini...?"

   Tapi disamping itupun timbul suatu perasaan aneh yang tidak dipahami olehnya.

   Ia seperti merasa amat senang dan gembira.

   Sementara itu Im-tiong-hok telah bangkit berdiri untuk menyambut kedatangan tamunya itu.

   Sedangkan si nona berbaju kuning itu sedang berjalan masuk ke dalam kamar baca dengan langkah lebar.

   Lim Yu kong segera berkata kepada Im-tiong-hok.

   "Nona ini datang untuk mencari saudara Oh..."

   Oh Put Kui yang sudah bangkit berdiri, segera menyapa.

   "Nona Nyoo, kau..."

   Baru beberapa patah kata dia berkata, ucapannya sudah dipotong oleh suara tertawa dari Hian-leng-giok-li Nyoo Siau- sian.

   Sikap nona ini begitu terbuka dan amat luwes, terdengar ia berseru.

   "Oh toako, ternyata kau memang berada disini..."

   "Darimana nona bisa tahu kalau aku berada disini? Mana gurumu...?"

   "Tentu saja aku dapat mencarimu, tiada urusan di dunia ini yang bisa mengelabui guruku..."

   Kata Nyoo Siau-sian sambil tertawa merdu.

   Sambil berkata, matanya melirik ke arah si kakek latah awet muda.

   -oo0dw0oo- Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda merasakan hatinya bergetar keras, segera pikirnya.

   "Entah apa maksud budak cilik itu berkata demikian? Jangan-jangan Hian-hian sudah tahu kalau waktu itu aku bersembunyi didalam ruangan perahu? Tapi mengapa dia tidak mencariku untuk menantang bertarung atau mungkin dia sudah memaafkan aku?"

   Berpikir demikian, tanpa terasa lagi Kakek latah awet muda berteriak keras.

   "Hey, budak kecil, apa maksud dengan perkataanmu tadi?"

   "Apakah locianpwe masih belum paham?"

   Tanya Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   "Heeehh... heeehh... heeehhh... apa yang kupahami?"

   Kakek latah tertawa pula.

   "Guruku kenal dengan kau orang tua."

   "Tentu saja, apalagi yang dikatakan gurumu?"

   "Persoalan apapun pasti suhu bicarakan denganku, kalau tidak, bagaimana mungkin aku tahu kalau kalian pasti berada didalam gedung Tiong-gi-hu ini?"

   "Budak cilik, apa yang suhumu bicarakan tentang aku?"

   Sambil tertawa Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Aku tak bisa membicarakannya denganmu suhu bilang bila aku mengatakannya maka selanjutnya dia tak bisa hidup dengan tenang, locianpwe, sebetulnya mengapa bisa begitu? Dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"

   Ketika mendengar perkataan tersebut, tiba tiba saja Kakek latah awet muda termenung dan tidak berbicara lagi.

   Dalam keadaan demikian, Im Tiong hok, pengemis sinting, Oh Put Kui tak berani menimbrung ataupun mengusik ketenangannya.

   Kurang lebih seperminum teh kemudian, Kakek latah awet muda baru melompat bangun dan berteriak keras.

   "Hian-hian, akhirnya kau mengerti, Hian-hian, akhirnya kau mengerti..."

   Ternyata kakek itu berteriak, tertawa dan melompat-lompat seperti orang gila saja.

   Tentu saja diantara sekian orang yang hadir, Nyoo Siau- sian yang merasa paling terkejut.

   Pada hakekatnya dia tak pernah menyangka kalau kakek tersebut akan melompat dan berteriak seperti anak kecil saja.

   Sedangkan diantara sekian orang, hanya Oh Put Kui seorang yang mengerti apa gerangan yang telah terjadi.

   Ia tahu, kakek tersebut tentu sedang merasa amat gembira hatinya pada saat itu.

   Sebab kesalahan paham antara dia dengan kekasihnya yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, akhirnya berhasil dijernihkan kembali, tak heran kalau dia amat gembira sekali.

   Diam-diam pemuda itupun turut merasa gembira untuk kebahagiaan kakek tersebut.

   Sedangkan Im Tiong-hok, sekalipun dia tidak paham sebab musababnya, namun ia pun tak ingin kehilangan keramahannya sebagai seorang tuan rumah, dengan cepat dia mempersilahkan Hian-leng-giok-li Nyoo Siau sian untuk mengambil tempat duduk.

   Sekarang Oh Put Kui baru teringat kalau ia belum memperkenalkan mereka berdua, maka segera ujarnya.

   "Saudara Im, Nona Nyoo Siau-sian ini adalah putri kesayangan dari Kakek suci."

   Sebetulnya Im Tiong-hok sudah dapat menduga berapa bagian, mendengar ucapan tersebut dia segera menjura seraya berkata.

   "Nama besar nona sebagai Hian-leng-giok-li sudah lama kukagumi..."

   "Akupun sudah lama mengagumi nama Im-tayhiap yang memimpin para jago liok-lim diwilayah Kanglam!"

   Sambung Nyoo Siau-sian sambil tertawa merdu. Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut sekali lagi dibuat tertegun, dia tak mengira kalau nona itu sudah mengetahui siapa gerangan Im tiong-hok tersebut.

   "Apakah nona Nyoo kenal dengan saudara Im?"

   Tanyanya kemudian.

   "Aku tidak kenal,"

   Nyoo Siau-sian menggeleng.

   "suhu yang memberitahukan soal itu kepadaku!"

   "Mana sinni cianpwee? Apakah dia sudah datang ke Lam- cong?"

   Tanya Oh Put Kui penuh pengertian.

   "Tidak, dia orang tua menyuruh aku mencari Oh toako seorang diri..."

   "Oya?"

   Oh Put Kui merasa agak terkejut bercampur keheranan.

   "ada urusan apa nona Nyoo mencari diriku?"

   Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya, tiba-tiba dia menegur.

   "Toako, mengapa sih kau selalu memanggil nona Nyoo kepadaku?"

   "Lantas aku harus memanggil apa kepadamu?"

   Oh Put Kui balik bertanya dengan wajah tertegun.

   "Usiaku lebih muda daripadamu, perguruan kitapun ada hubungannya, coba pikirkan sendiri kau mesti memanggil apa kepadaku? Bukankah kau pernah menggunakannya ketika berada di kuil Pan-im-si dikota Kang-ciu tempo hari?"

   Oh Put Kui segera berpikir.

   "Tentu saja aku masih ingat, cuma saja..." Dia sendiripun tidak tahu mengapa dia merasa kurang leluasa untuk menggunakan istilah tersebut dalam panggilan.

   Tapi berada dalam keadaan begini, mau tak mau dia harus memenuhi keinginan gadis tersebut, maka katanya kemudian.

   "Sumoay, ada urusan apa kau datang mencariku?"

   Sekulum senyuman manis segera menghiasi wajah Nyoo Siau-sian, secerah bunga yang sedang mekar dia berseru.

   "Tentu saja ada urusan penting!"

   "Urusan apa?"

   Tanya Oh Put Kui dengan kening berkerut. Nyoo Siau-sian memutar biji matanya yang jeli, kemudian menyahut dengan suara rendah.

   "Aku minta kau menemani aku pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san!"

   "Apa?"

   Hampir saja Oh Put Kui berteriak keras saking kagetnya.

   "mau apa pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tiong- lam-san?"

   "Bertarung melawan Yu-kok-ciau-li Kiau Hui-hui!"

   Nyoo Siau-sian tersenyum renyah.

   Oh Put Kui jadi serba salah dibuatnya, untuk sesaat dia sampai termenung tanpa berkata-kata.

   Hal ini dikarenakan saat tersebut ia sudah berhasil mengetahui sumber tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian dan ingin secepatnya pergi mencari si pedang latah irama guntur The-tay-hong.

   Tapi Nyoo Siau-sian minta kepadanya untuk menemaninya ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san, tak heran kalau dia dibuat serba salah.

   Ketika Nyoo siau-sian melihat anak muda itu membungkam sekian lama, dia segera mencibirkan bibirnya yang kecil dan berseru.

   "Toako, apakah kau merasa keberatan?" Oh Put Kui segera mengangkat kepalanya dan memandang nona itu, akhirnya dia mengangguk.

   "Aku bersedia..."

   Selesai berkata dia menghela napas panjang, karena ia melihat air mata telah jatuh berlinang dari balik kelopak mata Nyoo Siau-sian yang jeli. Toako, suhu bilang kau pasti akan mengabulkan permintaanku ini..."

   Katanya kemudian.

   Jelas dibalik perkataan tersebut, terkandung arti kata yang terlalu banyak.

   Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut, hatinya kontan saja merasa bergetar keras.

   Ia sudah merasakan bahwa sebuah rantai bibit cinta telah dikolongkan keatas tengkuknya.

   Ia tak dapat menjawab perkataan nona itu.

   Untung saja Kakek latah awet muda yang telah duduk kembali telah berkata.

   "Anak Sian, suhumu berada dimana sekarang?"

   "Suhu bilang hendak menyambangi teman temannya yang berada di empat samudra lima telaga, dia akan hidup santai tanpa ikatan."

   Sahut nona itu tertawa. Kakek latah segera berkerut kening.

   "Benarkah ia berkata demikian?"

   "Benarkah dia berkata begitu?"

   "Yaa benar, suhu memang berkata demikian!"

   Dengan wajah tak percaya, Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Gurumu tidak suka berbuat begini..." "Lo-kongkong, kau orang tua benar-benar mengetahui watak guruku,"

   Nyoo Siau-sian segera menutup mulutnya sambil tertawa cekikikan.

   "Haaahh... haaahh... haaahh... tentu saja, aku tahu anak Sian sedang membohongi aku..."

   "Tidak, aku tidak membohongi kau orang tua, suhu benar- benar berkata begitu!"

   Mendadak Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Aaah betul, suhumu tentu sudah kembali ke Kun-lun barat!"

   "Tidak, tidak, kongkong tua, kau orang tua tak boleh ke sana..."

   Cepat-cepat gadis itu mencegah.

   Bagaimanapun juga usianya masih terlalu muda, sehingga tanpa disadarinya ia telah membocorkan rahasia sendiri.

   Kembali si Kakek latah awet muda tertawa tergelak "Anak Sian, bagaimana pun juga usiamu masih terlalu muda, mau menipu orangpun belum pantas."

   Berbicara sampai disitu dia segera melompat bangun, kemudian katanya.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Silahkan kalian untuk berkumpul lebih lama, maaf kalau aku harus memohon diri lebih dulu."

   "Mengapa sih kau orang tua hendak pergi secara tiba- tiba?"

   Tanya Im Tiong-hok sambil tertawa.

   "apakah dikarenakan pelayanan boanpwe yang kurang memadai?"

   Oh Put Kui berkata pula sambil tertawa.

   "Ban tua, kita masih harus pergi mencari The Tay-hong..."

   Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak.

   "Anak muda, apa yang kau ucapkan dimulut tidak sesuai dengan dihati, bukankah kau hendak pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san? Tepat sekali, aku sih tak ingin hadir diantara kalian berdua sehingga menjemukan kamu berdua..."

   Lalu sambil berpaling ke arah Im Tiong-hok, kembali katanya.

   "Im lote, jika bertemu dengan bibimu, sampaikan salam dari aku... nah pengemis cilik, kau jangan minum arak melulu, kali ini kau harus pergi bersamaku."

   "Pergi bersamamu?"

   Tanya pengemis sinting sambil mendongakkan kepalanya.

   "Kenapa? Apakah kau ingin menyusahkan anak muda Oh?"

   Cepat-cepat Pengemis sinting menggeleng.

   "Tidak berani, tindakan Oh lote masih lebih ganas daripada kau orang tua."

   "Haaah... haaah... haaah... kalau begitu ayohlah berangkat sekarang juga!"

   Begitu selesai berkata, dia segera mencengkeram tubuh pengemis sinting seperti burung elang yang menangkap anak ayam, akibatnya pengemis sinting berkaok-kaok keras.

   Tapi Kakek latah sama sekali tidak menggubrisnya, malah memperkencang cengkeraman tubuhnya.

   Lalu sambil melemparkan pedang Cing-peng-siu-kiam kearah Oh Put Kui, dia segera menggerakkan tubuhnya keluar dari kamar baca dan beranjak pergi dengan cepatnya.

   Sambil menerima kembali pedang Cing-peng-siu-kiam tersebut, Oh Put Kui berseru keras.

   "Ban tua, dimana kita akan bersua muka?"

   Bayangan tubuh Kakek latah awet muda bersama pengemis sinting sudah lenyap dari pandangan mata, tapi dari kejauhan sana masih kedengaran orang tua itu berseru sambil tertawa tergelak. "Kita akan bersua lagi di bentengnya Kit Put-shia..."

   Oh Put Kui menjadi tertegun, buat apa mereka bertemu di kota kematian dari Kit Put-shia? Untuk sesaat pemuda itu dibuat kebingungan dan merasa tidak habis mengerti. Terdengar Im-tiong-hok menegur.

   "Saudara Oh, mengapa kau cuma termenung saja?"

   Dengan wajah agak panas karena jengah sahut Oh Put Kui.

   "Siaute sedang keheranan, mengapa Ban tua harus memilih benteng kematian dari Kit Put-shia sebagai tempat pertemuan kami?"

   Im-tiong-hok segera tertawa.

   "Apakah saudara Oh sudah lupa? Bukankah selama ini si pedang latah irama guntur The Tay-hong berdiam dikota kematian? kalau toh saudara Oh hendak mencari The Tay- hong, apakah kau tak akan berkunjung ke kota kematian tersebut?"

   Sesudah mendengar penjelasan dari Im-tiong-hok tersebut, Oh Put Kui baru tertawa geli, serunya kemudian.

   "Heran, mengapa secara tiba-tiba siaute berubah menjadi begitu pelupa..."

   Im-tiong-hok melirih sekejap kearah Nyoo Siau-sian, lalu katanya sambil tertawa.

   "Saudara Oh, persoalan ini tak ada sangkut pautnya dengan soal pelupa atau tidak."

   Kemudian setelah tertawa tergelak, kembali ujarnya.

   "Nona Nyoo adalah tamu agung yang datang dari jauh, nah saudara Oh, lebih baik kita kesampingkan dulu masalah didepan mata, bagaimana kalau kita teguk beberapa cawan arak sebagai perjamuan tanda perpisahan kita?" "Im toako, kau sangat baik,"

   Seru Nyoo Siau-sian sambil tersenyum manis.

   Oh Put Kui berkata pula sambil tertawa.

   "Keramah tamahan saudara Im sungguh membuat siaute merasa berterima kasih sekali..." -oo0dw0oo- Im-tiong-hok telah menyiapkan dua ekor kuda jempolan untuk Oh Put Kui dan Nyoo Siau-sian.

   Bahkan diapun bersama Lim Yu kong berdua mengantar tamunya sampai sejauh tiga puluh li lebih sebelum berpisah dengan Oh Put Kui berdua.

   Oh Put Kui yang cukup mengetahui asal usul dari Im Tiong hok masih tidak merasakan apa-apa, sebaliknya Nyoo Siau- sian merasa bergembira sekali karena Oh Put Kui mempunyai teman yang begitu akrab.

   Menyaksikan wajah berseri yang menghiasi wajah gadis itu, kendatipun dalam hati kecilnya Oh Put Kui merasa amat berat, namun akhirnya ia toh ketularan juga untuk turut gembira.

   Dengan mengambil jalan yang terdekat mereka berangkat menuju ke propinsi Soat-say.

   Selama hidup baru pertama kali ini Oh Put Kui menempuh perjalanan dengan didampingi seorang gadis, dia merasakan suatu kegembiraan yang luar biasa disamping pula suatu perasaan murung yang aneh dan tidak dimengerti.

   Ia selalu beranggapan bahwa tidak sepantasnya ia berhubungan dengan perempuan manapun didunia ini.

   Tapi diapun merasa bahwa senyuman dari Nyoo Siau sian dapat membuat hatinya gembira dan selalu cerah.

   Padahal begitu juga keadaannya dengan Nyoo Siau-sian sendiri.

   Lain halnya dengan si nona ia tidak berusaha keras untuk mengendalikan gejolak dalam hatinya, apa yang dipikirkan segera dilakukan olehnya tanpa canggung-canggung.

   Seperti misalnya dia amat menaruh perhatian terhadap pemuda itu, maka sebelum tidur setiap malam, dia selalu menunggu sampai Oh Put Kui benar-benar sudah membaringkan diri sebelum bersedia kembali ke kamar sendiri.

   Sikap lemah lembut dan penuh perhatian dari nona ini, membuat keindahan dan kelebihannya sebagai seorang nona, tertera lebih jelas lagi didepan mata.

   Kelebihan-kelebihan tersebut tentu saja semakin menggetarkan perasaan Oh Put Kui sehingga tanpa dia sadari, ia semakin terjerumus ke dalam jaring cinta nona itu.

   Pergaulan setiap hari yang begitu akrab, membuat perbedaan dan hubungan yang semula canggung menjadi lebih akrab dan intim.

   Perasaan cinta yang membarapun tumbuh dengan hebatnya...

   sepanjang jalan, Nyoo Siau sian menceritakan pula kisah permusuhannya dengan Yu-kok-cian-li Kiau Hui-hui, hal ini membuat Oh Put Kui semakin merasa bahwa Nyoo Siau-sian betul-betul seorang nona polos yang lincah dan amat menawan hati.

   Rupanya dia hanya dikarenakan sepatah kata dari kakaknya si pedang kilat naga perkasa Nyoo Ban-bu.

   Dan nona itu ternyata bersungguh hati hendak mencari Kiau Hui-hui dan memaksanya untuk kawin dengan kakaknya.

   Benar-benar suatu peristiwa yang lucu.

   Ketika Oh Put Kui selesai mendengarkan penuturan tersebut, hampir saja ia tak sanggup berdiri karena tertawa terpingkal pingkal.

   -oo0dw0oo- Hari ketujuh setelah meninggalkan Lam-cong, tibalah mereka di kota Tin-an.

   Mulai dari sini, merekapun meneruskan perjalanannya dengan menelusuri jalan gunung.

   Kalau menurut kehendak Oh Put Kui, maka pada malam itu juga dia hendak naik gunung.

   Tapi Nyoo Siau-sian menolak berbuat demikian.

   Atas kejadian ini, Oh Put Kui menjadi kehabisan akal, tentu saja dia tak dapat memaksa gadis itu untuk meneruskan perjalanan dengan menembusi bukit yang terjal dengan badan letih.

   Maka merekapun mencari sebuah rumah penginapan untuk melepaskan lelahnya.

   Malam itu, tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan sesuatu yang kurang beres.

   Karena dia melihat Nyoo Siau-sian sangat gelisah serta tidak tenang hatinya.

   Selain itu, diapun selalu merasa lelah, dan mendesak Oh Put Kui untuk beristirahat secepatnya.

   Oh Put Kui yang menyaksikan kesemuanya itu, segera memendam apa yang diduga ke dalam hatinya.

   Selesai bersantap malam, diapun menuruti keinginan gadis itu dengan menutup diri di dalam kamar.

   Padahal pemuda itu hanya pura-pura saja berbaring diatas pembaringan.

   Dengan mengerahkan ilmu Thian-si-too-ting-sian-kang yang dimilikinya, secara diam-diam pemuda itu memperhatikan setiap gerak gerik yang terjadi didalam rumah penginapan itu.

   Kentongan pertama lewat, kentongan kedua pun berlalu, suasana dilalui dalam keadaan yang tenag.

   Sementara Oh Put Kui merasa geli akan kecurigaan sendiri yang berlebihan dan bermaksud untuk pergi tidur, saat itulah dari kamar sebelah mulai terdengar sesuatu gerakan.

   Tampaknya Nyoo Siau-sian telah bangun dari tidurnya.

   Oh Put Kui segera berpikir sambil tertawa geli.

   "Aaah, rupanya kau pandai sekali menahan di..."

   Ia mendengar nona itu berjalan menuju kearah kamar tidurnya.

   "Tokk... took... toOdwOokk..."

   Gadis itu mulai mengetuk pintu kamarnya pelan-pelan. Oh Put Kui berlagak tidak mendengar, ia tidak memperdulikan suara ketukan tersebut.

   "Oh toako, toako... apakah kau sudah tidur?"

   Nyoo Siau- sian memanggil lirih.

   Oh Put Kui tetap membungkam dalam seribu bahasa dan berlagak tidak mendengar.

   Nyoo Siau-sian memanggil lagi beberapa kali, agaknya kemudian dia merasa yakin kalau Oh Put Kui benar-benar sudah tidur, diam-diam iapun berjalan menuju kehalaman luar.

   Oh Put Kui tak berani bertindak ayal lagi serentak diapun melompat bangun dan membuka jendela.

   Dari situ dia saksikan Nyoo Siau-sian sedang berdiri ditengah halaman sambil mendongakkan kepalanya memandang keangkasa.

   Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia mendepak- depakkan kakinya berulang kali, agaknya sudah mengambil suatu keputusan dalam hatinya, dengan cepat dia melompat naik keatap rumah dan bergerak menuju kearah timur.

   Oh Put Kui tidak berayal lagi, diapun membuka jendela dan turut melompat keluar Kemudian sambil mengempit pedang karatnya, bagaikan segulung asap ringan dia mengikuti jejak Nyoo Siau-sian dengan menggunakan kecepatan gerak yang susah dibayangkan dengan kata-kata.

   Dari kejauhan sana dia jumpai Nyoo Siau-sian sedang bergerak pada jarak dua puluh kaki dihadapannya.

   Oh Put Kui tak berani bergerak terlalu dekat, sebab sepanjang jalan dia sudah tahu kalau ilmu silat yang dimiliki Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian memang hebat sekali sehingga hampir sejajar dengan kemampuan sendiri.

   Setelah melewati lima buah jalan raya, akhirnya gadis itu berhenti di ujung dinding sebuah gedung besar.

   Mula-mula Nyoo Siau-sian celingukan sekejap memperhatikan sekeliling tempat itu, kemudian baru melompat masuk ke dalam bangunan gedung itu.

   Tatkala Nyoo S iau-sian celingukan tadi, Oh Put Kui segera menyembunyikan diri di belakang bangunan rumah, barulah setelah Nyoo Siau-sian melompat masuk ke dalam gedung itu, dia menyusul pula dengan sangat cepat.

   Ternyata dalam gedung besar itu terdapat lima buah bangunan samping.

   Saat itu dari ruangan kamar pada bangunan ketiga, tampak sinar lampu yang menerangi ruangan.

   Dengan berhati-hati sekali Oh Put Kui bergerak mendekati daun jendela ruangan itu.

   Ia tak berani merobek kertas jendela untuk mengintip kedalam, karenanya hanya berjongkok dibawah jendela sambil memasang telinga baik-baik...

   Sementara itu dari dalam kamar terdengar suara Nyoo Siau sian sedang bertanya.

   "Empek hweesio, apakah kau bertemu dengan Kit toasiok?" Oh Put Kui yang menyadap pembicaraan itu segera berpikir.

   "Heran, mengapa ada hwesio yang berdiam dalam gedung seperti ini...?"

   Dalam pada itu terdengar suara seseorang yang tua dan parau menyahut.

   "Pagi ini Kit sicu sudah pergi dari sini, anak Sian.

   kemungkinan besar dia sudah berangkat lebih dulu kelembah Yu-kok dibukit Tiong-lam-san untuk membuatkan persiapan bagimu, agar kau tak sampai terkena serangan gelap dari Kian Hui hui tersebut.

   "Empek hwesio, bukankah pernah kukatakan bahwa mereka tak usah ke situ?"

   Omel si nona sambil tertawa.

   "Anak Sian, lolap sekalian tak bisa membiarkan kau pergi menyerempet bahaya seorang diri?"

   "Tidak!"

   Nyoo Siau-sian seperti merasa marah.

   "empek hwesio, kau harus mencarikan akal untuk menyuruh mereka balik kemari semuanya..."

   "Hal ini mana boleh?"

   Suara tua itu kedengaran sangat ragu.

   "anak Sian kau mesti tahu, kepandaian silat dari Kiau Hui-hui sangat tangguh luar biasa."

   "Hmmm, aku sudah tahu!"

   Tiba-tiba Nyoo SIau-sian tertawa dingin tiada hentinya.

   Lalu untuk sesaat lamanya Oh Put Kui tidak berhasil mendengar suara apa-apa, agaknya Nyoo Siau sian sedang mengambek dan tak mau berbicara lagi.

   Setelah hening beberapa saat, akhirnya dengan perasaan apa boleh buat suara tua itu berkata lagi.

   "Anak Sian, kau ini cuma tahu apa?"

   "Sudah pasti delapan puluh persen, hal ini merupakan ide jahat dari engkohku." "Belakangan ini kongcu tak pernah berkunjung kemari."

   Sambil tertawa dingin Nyoo Siau-sian berkata lebih jauh.

   "Apakah dia tak bisa menyuruh orang datang kemari? Aku tahu, ilmu silat engkohku tak memadahi aku, maka dia sengaja memanasi hatiku agar bertarung melawan Kiau hUi- hui, andaikata aku menang maka Kian Hui-hui pasti akan menuruti sumpah sendiri dengan kawin dengan engkohku, sebaliknya kalau aku kalah, aku yakin engkohku pasti menyuruh Kit toasiok sekalian agar menculiknya dengan kekerasan, empek hwesio, benar bukan perkataanku ini?"

   Oh Put Kui yang mendengar perkataan itu segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.

   Dia tak menyangka kalau Nyoo Ban-bu adalah seorang telur busuk terbesar dari dunia.

   Sementara itu suara tua tadi kembali telah berkata.

   "Tidak mungkin, anak Sian, kongcu bujkan seorang manusia rendah seperti ini!"

   Nyoo Siau-sian kembali tertawa dingin.

   "Empek hwesio aku lebih tahu tentang wataknya daripadamu, dulu aku mungkin tak tahu, tapi kali ini aku dapat memahaminya dengan jelas sekali..."

   Diam-diam Oh Put Kui menggelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang.

   Dia merasa penasaran untuk Nyoo Siau-sian.

   Sebab dia tahu apa yang diduga gadis itu memang sangat cocok dan masuk akal.

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara itu suara yang tua itu telah berkata lagi.

   "Anak Sian, bukankah kau datang kemari bersama-sama seorang anak muda?"

   "Benar, dia adalah Oh Put Kui!"

   Sahutan nona ini kedengaran amat lirih. "Ooh, dia adalah pendekar aneh pengembara Oh Put Kui yang baru-baru ini namanya termashur dalam dunia persilatan?"

   Seru suara tua itu dengan perasaan kaget.

   "Yaa betul, memang dia!"

   "Anak Sian, tampaknya kau sudah dimabuk asmara, bukankah demikian?"

   Tiba-tiba Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan dengan suara yang amat rendah.

   Sebaliknya Oh Put Kui yang mendengar perkataan itu segera merasakan mukanya merah dan jantungnya berdebar keras, dia merasa amat tak tenang...

   Perasaan saling bertentangan yang selalu mengkilik hatinya ini belum juga dapat dihilangkan sama sekali...

   Dia selalu beranggapan sebelum dendam kesumat ibunya terbalas, dan sebelum ayahnya meninggalkan pulau neraka, ia tidak pantas melibatkan diri dalam soal asmara dengan perempuan mana pun...

   sementara dia masih termenung dengan perasaan tidak tenang, terdengar suara tua tadi bergema lagi.

   "Anak Sian, bagaimanakah watak orang ini?"

   "Dia adalah seorang lelaki sejati, tapi tata kramanya membuat orang bosan."

   Suara tua itu segera tertawa.

   "Nona, penilaianmu tersebut dapat membuat lolap merasa tak lega sekali..."

   "Empek hwesio, apa sih yang membuat kau kuatir?"

   "Aku kuatir kau si budak kecil ditipu orang sehingga menderita kerugian..."

   Tiba-tiba Nyoo Siau-sian berseru keras. "Empek hwesio, mana mungkin aku akan tertipu? Oh toako adalah muridnya Tay-gi supek, masa dia akan mempermainkan aku? Tak usah kuatirkan soal aku lagi!"

   Suara yang tua itu segera tertawa tergelak.

   "Haaah...

   haaah..

   haaahh...

   kalau memang muridnya Tay-gi sangjin, tentu saja lolap tak perlu kuatir lagi.

   Anak Sian, dengan ditemani orang seperti itu, lolap setuju untuk mengirim orang dan memanggil pulang Kit Bun-sin sekalian!"

   "Nah, begitu baru empek hwesio yang baik..."

   Seru Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   "Sekarang pulanglah, hati-hati kalau sampai Oh Put Kui bangun dari tidurnya dan menjadi gelisah karena tidak menemukan kau!"

   "Tak mungkin, Oh toako sudah tertidur nyenyak."

   Tiba-tiba kakek itu tertawa tergelak.

   "Haaahh... haaahh.. haaahh... nona bodoh pulanglah dan coba kau tengok..."

   Saat itu Oh Put Kui betul-betul merasa amat terkejut sekali.

   Dia mengetahui bahwa hwesio yang berada dalam ruangan itu seakan akan sudah mengetahui tempat persembunyian sendiri...

   jika hal ini benar, berarti ilmu silat yang dimiliki hwesio itu pasti selisih tak seberapa dengan kepandaian yang dimilikinya.

   Sementara itu Nyoo Siau sian telah menyahut.

   "Baik, aku akan pulang, empek hwesio, kau jangan lupa memanggil Kit toasiok sekalian untuk pulang kemari...

   kalau tidak, aku bisa marah."

   "Pulang saja, lolap pasti akan melaksanakan dengan sebaik-baiknya."

   Setelah ada janji dari hwesio itu, Nyoo Siau-sian baru tertawa cekikikan. "Empek hwesio, aku pergi dulu!"

   Mendengar itu, cepat-cepat Oh Put Kui membalikkan badan siap berlalu lebih dulu.

   Mendadak, disisi telinganya kedengaran seseorang berbisik dengan suara ilmu penyampaian suara.

   "Siau-sicu, harap kau jangan pergi dulu, lolap Bong-ho ada persoalan hendak dibicarakan denganmu..."

   Mendengar ucapan mana, Oh Put Kui segera menghentikan langkahnya dan balik kembali ke bawah jendela.

   Saat itu dia benar-benar merasa terkejut sekali.

   Sebab nama Bong-ho siansu jauh berada diatas nama besar Tiga dewa hong-gwa-sam sian.

   Ia sama sekali tidak menyangka kalau hwesio yang saleh dan berilmu tinggi ini bisa menjadi tamu terhormat dari istana Sian-hong-hu...

   Dalam pada itu Nyoo Siau-sian sudah keluar dari gedung itu.

   Ia tidak menduga kalau Oh Put Kui bakal mengikutinya sampai disitu maka tanpa menengok sekejap pun kesekeliling sana, dia langsung melejit ke udara dan kembali ke rumah penginapan.

   Sepeninggal gadis itu, Oh Put Kui baru bangun berdiri seraya ujarnya.

   "Boanpwee Oh Put Kui menanti petunjuk dari taysu..."

   "Silahkan siau-sicu masuk kedalam ruangan!"

   Kata suara tua itu sambil tertawa.

   "Saat ini Nyoo sumoay sudah pulang, bila ia tidak menemukan boanpwee sudah pasti hatinya akan terkejut dan panik, boanpwee kuatir akan terjadi hal-hal diluar dugaan..." "Siau sicu tak usah kuatir, silahkan saja masuk untuk berbincang bincang sejenak."

   Setelah mendengar perkataan itu, tentu saja Oh Put Kui tak bisa berkata apa-apa lagi, terpaksa dia masuk kedalam gedung dan menuju kearah kamar tersebut.

   Didalam ruangan yang lebar terdapat sebuah kasur duduk yang besar, diatas kasur duduk itu nampak seorang hwesio kurus kecil yang berjenggot putih.

   Oh Put Kui segera menjura sambil katanya.

   "Boanpwee Oh Put Kui menjumpai taysu"

   "Silahkan duduk siau sicu,"

   Kata Bong-ho siansu sambil tertawa.

   Setelah mengambil tempat duduk, Oh Put Kui baru bertanya lagi sambil tertawa.

   "Entah ada urusan apakah taysu mengundang kedatanganku?"

   "Siau sicu, baik-baikkah Tay-gi sangjin?"

   "Suhu berada dalam keadaan sehat wal afiat."

   Bong-ho siansu manggut-manggut, lalu tanyanya lagi secara tiba-tiba.

   "Siau-sicu, kehadiran lolap dalam istana Sian-hong-hu ini apakah membuat siau-sicu merasa terkejut bercampur keheranan?"

   Boanpwee memang merasa agak terkejut, dengan nama dan kedudukan taysu dalam dunia persilatan, rasanya tidak seharusnya berbuat demikian."

   "Omintohud!"

   Bong-ho siansu segera merangkap tangannya sambil tertawa.

   "kalau bukan aku yang masuk neraka, siapa lagi yang bersedia masuk neraka?"

   Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui merasa terkejut sekali, segera serunya. "Apakah taysu sudah mendapatkan suatu informasi yang luar biasa?"

   Siau-sicu, lolap sudah hampir dua puluh tahunan berdiam di istana Sian-hong-hu ini sedikit banyak aku toh berhasil juga menemukan gejala-gejala yang tidak beres."

   "Taysu bersedia mengorbankan diri demi kepentingan umum pengorbanan ini sungguh mulia dan mengagumkan."

   Seru Oh Put Kui dengan sikap yang amat menghormat. Bong-ho siansu segera menghela napas panjang.

   "Apabila benar-benar bisa berkorban demi kepentingan umum, lolap pasti akan berusaha tanpa menyesal, cuma saja..."

   Tiba-tiba hwesio itu menghela napas panjang, kemurungan menghiasi wajahnya yang saleh, setelah menggelengkan kepalanya berulang kali dia berkata lagi.

   "Siau-sicu, sampai akhirnya mungkin usaha lolap ini hanya sia-sia belaka..."

   Mendadak saja Oh Put Kui mengerutkan dahinya rapat rapat.

   Dari balik ucapan Bong-ho taysu tersebut dia telah berhasil menemukan banyak sekali titik-titik kelemahan yang mencurigakan.

   Dari sini pula dia bisa mengambil kesimpulan bahwa istana Sian-hong-hu memang sebuah sarang naga gua harimau yang amat mencurigakan sekali...

   Akan tetapi bagaimana dengan Kakek suci berhati mulia Nyoo Thian wi? Apakah orang ini...

   Berpikir sampai disitu, dengan wajah serius dia segera berkata.

   "Taysu, bagaimana dengan watak si Kakek suci, apakah sesuai dengan apa yang tersiar selama ini? Boanpwee menyesal dilahirkan terlalu lambat sehingga tak bisa terjun kedalam dunia persilatan secepatnya serta menyaksikan kegagahan orang ini..."

   Pertanyaan yang sangat tepat ini ternyata menghasilkan pula jawaban yang sangat mengejutkan hati.

   Tiba-tiba saja mencorong sinar tajam dari balik mata Bong ho siansu sesudah mendengar pertanyaan itu, dia tertawa dingin kemudian katanya.

   "Siau-sicu, apakah perkataan orang bisa dipercaya dengan begitu saja...?"

   Oh Put Kui jadi amat terkesiap.

   "Jadi maksud taysu, Nyoo Thian-wi ada maksud untuk menghilangkan jejaknya?"

   "Apakah siau-sicu mengetahui manusia yang bernama raja setan penggetar langit?"

   Oh Put Kui mengangguk.

   "Boanpwee sudah dua kali berjumpa dengan orang ini."

   Bong-ho segera tertawa hambar.

   "Siau-sicu, ada satu hal bila lolap ucapkan keluar maka siau-sicu pasti akan merasa keheranan."

   "Silahkan taysu utarakan keluar."

   "Empat puluh tahun berselang, didalam dunia persilatan sama sekali tidak terdapat manusia yang bernama Kakek suci berhati mulia Nyoo Thian wi, jadi kemunculan Nyoo Thian-wi boleh dibilang sangat tiba-tiba dan aneh sekali..."

   "Betul,"

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa.

   "menurut apa yang boanpwee dengar, Nyoo Thian wi mulanya menjadi termashur dalam suatu pertarungan, dengan kepandaian silatnya yang amat dahsyat dia berhasil membinasakan raja setan penggetar langit di puncak Koan jit-hong bukit Tay san..."

   "Jadi siau-sicu percaya akan hal ini?" "Cerita orang persilatan ini diketahui hampir oleh setiap orang, sudah barang tentu boanpwee percaya."

   "Tapi mengapa pula raja setan penggetar langit Wi Thian- yang tidak terbunuh hingga sekarang?"

   Tanya Bong-ho siansu lagi lirih.

   "Nasib ternyata tidak membiarkan bajingan itu mampus, sudah barang tentu Nyoo Thian-wi tidak pernah menyangka sebelumnya."

   "Dalam peristiwa ini tiada sangkut pautnya dengan nasib ataupun takdir,"

   Kata BOng ho siansu sambil menggeleng.

   "siau-sicu, menurut pendapat lolap, hal ini justru merupakan hasil perbuatan dari manusia sendiri."

   Oh Put Kui segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.

   Dia merasa tidak habis mengerti dengan arti kata yang terkandung dibalik ucapan Bong-ho siansu tersebut.

   "Hasil perbuatan manusia? Jadi menurut pendapat taysu, Nyoo Thian-wi sengaja melepaskan Wi Thian-yang dalam keadaan hidup?"

   Bong-ho siansu segera menghela napas panjang.

   "Siau-sicu, lolap rasa bukan cuma begitu..."

   Oh Put Kui yang mendengar sampai disitu segera menundukkan kepalanya dan termenung sampai lama sekali. Tiba-tiba ia tertawa tergelak sambil berseru.

   "Boanpwee mengerti sekarang..."

   "Tidak mungkin, siau-sicu tak akan memahami dengan begitu saja..."

   Kata Bong-ho siansu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Menurut pendapat boanpwe, Nyoo Thian-wi pasti berkomplotan dengan siraja setan penggetar langit Wi Thian- yang, sedangkan cerita tentang dibunuhnya Wi Thian-yang tak lebih hanya cerita isapan jempol untuk membohongi semua orang dikolong langit..."

   "Aah, tak nyana kalau siau-sicu memang amat pandai."

   Mencorong sinar tajam dari balik mata Bong-ho siansu sesudah mendengar perkataan itu.

   "sekalipun belum mengena secara tepat, tapi tidak selisih terlalu jauh!"

   Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun oleh ucapan mana, padahal dia mengira apa yang diduganya pasti tidak meleset.

   Siapa sangka Bong-ho siansu mengatakan meski tidak persis toh tidak selisih jauh, hal ini menunjukkan bahwa apa yang diduganya tidak betul secara seratus persen.

   Maka dengan kening berkerut katanya kemudian.

   "Taysu, apakah Wi Thian-yang dengan Nyoo Thian-wi bukan berasal dari satu komplotan?"

   "Buddha mengatakan tiada aku tiada manusia, mengapa siau-sicu tidak mencoba berpikir dengan perdoman perkataan itu?"

   Teka teki ini dengan cepat mendatangkan banyak kesulitan dan kemurungan bagi Oh Put Kui.

   Semakin dipikir dia semakin merasa bahwa apa yang diduganya semula merupakan dugaan paling tepat.

   Maka sambil menggelengkan kepalanya berulang kali ia berkata.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Boanpwee rasa sudah tiada kemungkinan yang lain lagi."

   "Siau-sicu,"

   Kata Bong-ho siansu sambil tertawa.

   "tolong tanya ketika Raja setan penggetar langit muncul dalam dunia persilatan untuk kedua kalinya, apakah Nyoo Thian-wi telah melakukan sesuatu gerakan atau tindakan penanggulangan?"

   "Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... sebulan sebelum Wi- thian-yang munculkan diri lagi kedalam dunia persilatan, Nyoo tayhiap telah berpulang ke alam baka..."

   Kata Oh Put Kui sambil tertawa tergelak.

   "Betul, tapi mengapa Oh sicu tidak berpikir lebih jauh, pernahkah Nyoo thian-wi dan Wi Thian-yang munculkan diri bersama-sama pada saat yang bersamaan pula?"

   "Pernah!"

   "Kapan? Apakah siau-sicu menyaksikan dengan mata kepala sendiri...?"

   Dengan wajah berubah Bong-ho siansu berseru dengan rasa kaget dan tercengang. Sudah jelas jawaban dari Oh Put Kui ini mendatangkan perasaan kaget dan keheranan yang luar biasa bagi Bong-ho siansu.

   "Apa yang perlu disangsikan lagi?"

   Oh Put Kui tertawa.

   "Ku Bun-wi sekalian adalah panglima-panglima andalan Raja setan penggetar langit, berita yang mereka siarkan apakah tak boleh dipercaya dengan begitu saja?"

   "Apa yang telah disiarkan oleh Ku Bun-wi?"

   "Dalam pertarungan di bukit Thay-san, Raja setan telah menemui ajalnya."

   Paras muka Bong-ho siansu berubah menjadi hambar kembali, dia menggelengkan kepalanya sambil tertawa, lalu katanya.

   "Siau-sicu, peristiwa itu adalah kejadian lama yang terjadi pada empat puluh tahun berselang."

   "Sekalipun merupakan kejadian lama, tapi toh bisa dipakai sebagai bukti bahwa Nyoo Thian-wi dan Wi Thian-yang pernah muncul bersama sama."

   BOng-ho siansu tertawa, hanya senyuman dari hwesio tersebut tampak begitu murung sedih dan pedih.

   -oo0dw0oo- Oh Put Kui merasa terkejut bercampur keheranan, mengapa hwesio tua itu menunjukkan perasaan yang begitu sedih? Mungkinkah hwesio tua ini merasa sedih karena Nyoo Thian-wi yang saleh telah mati, sedangkan Wi Thian-yang yang jahat justru tidak mati.

   Dengan perasaan tak tenang Oh Put Kui segera berbisik.

   "Taysu, kau orang tua tak usah terlalu risau dan murung, sekalipun Wi Thian-yang telah muncul kembali didalam dunia persilatan dengan membawa maksud dan tujuan yang jahat, namun boanpwee masih sanggup untuk membinasakan dirinya."

   "Siau-sicu, berbicara soal ilmu silat, lolap percaya kau memang sanggup..."

   Kata Bong-ho siansu tertawa.

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah amat sedih terusnya lebih jauh.

   "Tapi ia terlalu licik dan berbahaya, disamping dapat merubah diri menjadi seribu jenis manusia lain..."

   "Sekalipun Wi Thian yang mampu berubah seribu kali, boanpwee yakin masih dapat mencarinya sampai ketemu."

   "Siau-sicu, dengan cara bagaimana kau bisa mengenali Wi Thian-yang dalam begitu banyak manusia yang hidup didunia ini?"

   Tanya Bong-ho taysu tertegun.

   "Walaupun wajah, suara dan perawakan tubuh seseorang dapat berubah-ubah, tapi tahukah taysu bahwa didalam tubuh seseorang manusia, ada semacam benda yang tak mungkin bisa dirubah untuk selamanya?"

   Bong-ho siansu termenung beberapa saat, lalu katanya.

   "Apakah siau-sicu maksudkan sorot mata seseorang tidak dapat berubah-ubah?"

   "Betul!" Namun Bong-ho siansu kembali menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Tapi sayang diapun dapat merubah sorot matanya menurut kehendak hatinya!"

   Oh Put Kui sungguh dibuat berdiri bodoh oleh pernyataan itu, benarkah sorot mata seseorangpun dapat dirubah menurut kehendak hati sendiri? Kalau benar, kejadian ini betul-betul merupakan suatu berita yang luar biasa.

   Maka setelah menghela napas rendah katanya.

   "Kalau memang begitu manusia jahanam ini sungguh menakutkan sekali..."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa tergelak katanya lagi.

   "Taysu, persoalan tentang Wi Thian-yang lebih baik kita bicarakan lagi dikemudian hari, andaikata boanpwee berjumpa dengannya pasti tak akan melepaskan dengan begitu saja, aku justru ingin tahu sebetulnya hubungan apakah yang terjalin antara Sian-hong-hu dengan Wi Thian-yang tersebut?"

   "Apakah secara tiba-tiba siau sicu telah memahami sesuatu?"

   Tanya Bong-ho siansu dengan kening berkerut.

   "Tidak, aku belum berhasil memahami sesuatu,"

   Oh Put Kui menggelengkan kepalanya.

   "tapi boanpwee pernah melihat Nyoo Ban-bu bersikap amat menaruh hormat terhadap Wi Thian-yang!"

   "Dengan hubungan sebagai ayah dan anak, apakah dia berani bersikap kurang ajar?"

   Ujar Bong-ho siansu sambil merangkap sepasang tangannya didepan dada.

   "Apa yang taysu katakan?"

   Seru Oh Put Kui dengan wajah tertegun.

   "Lolap bilang Nyoo Ban-bu..."

   "Taysu, bukankah Nyoo Ban-bu adalah putra kakek suci?"

   Tukas pemuda itu keheranan.

   "Lolap tahu!" "Kalau memang tahu, mengapa pula taysu mengatakan bahwa sikap hormat Nyoo Ban-bu terhadap raja setan penggetar langit Wi Thian-yang adalah sikap hormat seorang anak terhadap ayahnya?"

   "Siau-sicu, coba kau membaca nama Nyoo Thian-wi itu secara terbalik..."

   Nyoo (Yang) thian-wi dibaca secara terbalik? Oh Put Kui berpikir dengan wajah tertegun, tapi begitu selesai membaca nama itu secara terbalik, tiba-tiba saja dia melompat bangun dengan wajah berubah hebat.

   "Jadi Nyoo (Yang) Thian-wi adalah Wi Thian-yang?"

   Serunya kemudian agak tertahan. Bong-ho siansu tertawa hambar.

   "Lolap sendiripun baru belakangan ini berpikir sampai ke situ."

   Tak terlukiskan rasa terkejut Oh Put Kui setelah mengetahui keadaan tersebut.

   Tidak heran kalau Bong-ho siansu selalu menyuruhnya berpikir apakah pernah Wi Thian-yang dan Nyoo (Yang) Thian wi munculkan diri bersama-sama, rupanya mereka adalah sama.

   Kalau begitu berita tentang dilukainya Wi Thian yang oleh Nyoo Thian-wi serta berita tentang Nyoo Thian-wi yang dicelakai orang sampai tewas merupakan isapan jempol belaka.

   Akan tetapi Oh Put Kui masih tetap tidak mengerti, bukankah dahulu si Raja setan penggetar langit Wi Thian- yang mempunyai empat orang pengawal pedang, apakah merekapun dikelabui juga oleh majikannya ini? Kemudian dia teringat pula dengan sikap si Pedang perak berbaju biru Seebun Jin yang bertemu dengan Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang diperkampungan Sin-sing- ceng tempo hari, sikap itupun tidak mirip sebagai sikap yang berpura-pura.

   Ditinjau dari sini bisa dibayangkan bahwa kelicikan dan kebuasan Wi Thian-yang benar-benar mengerikan sekali.

   Berpikir sampai disitu, tiba-tiba Oh Put Kui bertanya lagi dengan suara lirih.

   "Taysu, sebenarnya apa maksud dan tujuan Wi Thian-yang dengan perbuatannya ini?"

   Kembali Bong-ho siansu tertawa hambar "Apa lagi, tentu saja berniat menguasai seluruh dunia persialtan..."

   Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Kalau dipikirkan kembali, boanpwee merasa semakin tidak habis mengerti, dengan kedudukannya sebagai Kakek suci berhati mulia Nyoo Thian-wi, boleh dibilang semua perbuatan dan tindakan yang dilakukan olehnya merupakan perbuatan mulia.

   apakah tindakan semacam ini dapat membantu ambisinya untuk menguasai seluruh dunia persilatan?"

   Bong-ho siansu menghela napas panjang.

   "Siau-sicu, tahukah kau bahwa daya pengaruh Sian-hong- hu sudah tersebar luas sampai ke utara sampai selatan sungai besar, bahkan telah menyusup pula kedalam tubuh lima partai besar dunia persilatan?"

   Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun oleh berita itu, dia tak berani mempercayai berita tersebut dengan begitu saja.

   "Taysu,"

   Katanya kemudian.

   "aku rasa hal ini tidak mungkin..."

   "Justru mungkin sekali! Siau-sicu, kau jangan memandang rendah kemampuan yang dimiliki Wi Thian-yang itu..." Pikiran dan perasaan Oh Put Kui pada saat ini benar-benar sangat kalut dan kacau balau tak karuan, dengan perasaan agak bimbang katanya kemudian.

   "Taysu, apakah kesemuanya itu diatur oleh Wi Thian yang ketika dia munculkan diri dengan nama si Kakek suci berhati mulia Nyoo Thian-wi?"

   "Benar..."

   Pendeta itu mengangguk. Kemudian sesudah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.

   "Namun kesemuanya ini bisa berhasil berkat bantuan dari istri mudanya yang paling disayangi..."

   Untuk ketiga kalinya Oh Put Kui dibikin tertegun. Dia tak menyangka kalau Wi Thian-yang masih mempunyai seorang pembantu yang begitu setia. @oodwoo@

   Jilid 31 Mungkin perempuan yang dimaksud adalah ibu kandung Nyoo Siau-sian...........? Tiba-tiba saja dia merasakan hatinya bergetar keras.

   Jikalau Nyoo Siau-sian adalah putri Wi thian-yang, buat apa dia menemani gadis itu pergi ke lembah Yu-kok dibukit Tiong- lam-san? Bila hal ini dilakukan, bukankah hal tersebut akan membuat dia menjadi manusia berdosa dalam dunia persilatan? Untuk sesaat lamanya Oh Put Kui jadi termenung dan membungkam dalam seribu bahasa.

   "Siau-sicu, apa yang sedang kau pikirkan?"

   Tiba-tiba Bong- ho siansu menegur. Oh Put Kui menghela napas panjang. "Taysu, apakah nona Nyoo Siau-sian mengetahui bahwa Wi Thian-yang adalah ayahnya yang menggunakan nama Nyoo thian-wi?"

   Bong-ho siansu menggeleng.

   "Bocah itu tidak tahu, siau-sicu, bila kulihat dari sikap siau- sicu yang termenung begitu lama, apakah kau sedang merasa risau dan bingung karena persoalan gadis tersebut?"

   "Wi thian-yang adalah manusia yang berambisi besar dan berpikiran licik serta berbahaya, cepat atau lambat akhirnya dia akan menjadi musuh seluruh umat persilatan, sedangkan nona Nyoo adalah putrinya, maka boanpwee pikir bila aku berhubungan dengannya, hal ini justru membuat gerak gerikku menjadi kurang leluasa........"

   Tiba-tiba Bong-ho siansu menggelengkan kepalanya dan berkata.

   "Siau-sicu, sekalipun Wi-thian-yang seorang manusia yang berdosa, tapi nona Nyoo bukan seorang yang turut berdosa..........."

   Kemudian setelah menghela napas panjang, hwesio tua itu berkata lebih jauh.

   "Siau-sicu, andaikata nona Nyoo turut terlibat dalam kesalahan tersebut, tidak mungkin Wi-in sinni akan menerimanya sebagai murid serta mewariskan ilmu silat kepadanya"

   Sebagai seorang pemuda yang cerdas, sudah barang tentu Oh Put Kui memahami teori tersebut.

   Akan tetapi dia toh merasa resah juga, ujarnya kemudian.

   "Taysu, boanpwee masih ingin memohon petunjuk tentang satu persoalan."

   "Silahkan siau-sicu utarakan."

   "Apakah ibu nona Nyoo masih hidup?" "Masih!"

   "Apakah dia adalah gundik kesayangan Wi-thian-yang yang taysu maksudkan tadi?"

   Kata Oh Put Kui lagi sambil tertawa dingin.

   Bong-ho siansu segera menggelengkan kepalanya sambil tertawa.

   "Bukan, ibu kandung nona Nyoo sudah digunduli rambutnya oleh Wi-in sinni............"

   "Apakah Nyoo Thian-wi membiarkan istrinya mencukur rambut menjadi pendeta?"

   Oh Put Kui berkerut kening.

   "Hal ini justru yang sangat diharapkan olehnya........."

   "Mengapa?"

   "Karena seorang perempuan yang lain................"

   Setelah menghela napas rendah, Bong-ho siansu berkata lebih jauh.

   "Perempuan itu tak lain adalah gundik kesayangan yang banyak akal dan tipu muslihat itu, orang persilatan menyebutnya sebagai Thian-ho-wan-hoa-li "Perempuan bunga dari Thian-ho-wan"

   Lian Peng."

   "Apakah nona Nyoo mengetahui akan hal ini?"

   Tanpa terasa Oh Put Kui menghela napas panjang.

   "Sejak berusia satu tahun, anak Sian sudah pergi ke Kun- lun sebelah barat, darimana dia bisa tahu akan persoalan ini?"

   Untuk keempat kalinya Oh Put Kui dibuat tertegun.

   Kembali Bong-ho siansu berkata.

   "Wi-in siansu yang berhati saleh sudah sejak lama membawa pergi anak Sian, dia berharap bocah perempuan itu bisa menebuskan dosa yang pernah dibuat Wi Thian-yang tapi menurut pendapat lolap, sulit rasanya keinginan ini dapat terwujud..........." Berkilat sepasang mata Oh Put Kui setelah mendengar ucapan ini, katanya kemudian.

   "Jadi menurut taysu, sinni sengaja mewariskan ilmu silatnya kepada nona Nyoo dengan harapan ia bisa menebuskan dosa yang telah diperbuat Wi Thian-yang dan paling tidak membawa ayahnya kembali ke jalan yang benar?"

   "Begitulah maksudnya."

   Lalu setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata.

   "Siau-sicu, anak Sian adalah sebuah batu pualam yang belum digosok, lolap sangat berharap agar siau-sicu mau melindungi secara baik baik, kalau tidak, jikalau dia sampai terpengaruh oleh sikap Wi Thian-yang sebagai ayahnya, lolap kuatir hal ini akan menyebabkan posisi Wi Thian-yang ibarat harimau yang tumbuh sayap, tak sedikit bantuan yang akan diperoleh Wi Thian-yang di dalam mewujudkan cita citanya itu."

   Dengan cepat Oh Put Kui memutar otaknya keras keras, akhirnya dia menghela napas panjang.

   "Sekarang boanpwee sudah tidak mempunyai pendirian lagi, tapi apa yang taysu katakan pasti akan kulaksanakan dengan sebaik baiknya."

   Bong-ho siansu tertawa.

   "Bukan cuma harus dijalankan saja, menurut pendapat lolap, hal ini pun masih tergantung bagaimana cara siau-sicu menangani hal ini, aku cuma berharap agar siau-sicu berhati- hati dan selalu waspada, jangan membiarkan anak Sian terjerumus ke dalam perangkap ayahnya."

   "Perangkap? Apakah terhadap anaknya sendiripun wi Thian-yang menggunakan perangkap untuk menjebaknya?"

   Bong-ho tertawa lirih.

   "Perjalanan ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san merupakan salah satu perangkap........" "Ooh........."

   "siau-sicu, sebelum lolap mengetahui siapakah siau-sicu, aku merasa kuatir sekali dengan perjalanan yang akan dilakukan anak sian, oleh sebab itu lolap mengutus si kutu buku pena emas Ku Bun-siu untuk melakukan persiapan disana."

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Setelah berhenti sejenak, terusnya lebih jauh.

   "Tapi sekarang lolap dapat berlega hati."

   "Budi dan kasih sayang taysu terhadap Siau-sian sungguh membuat boanpwee merasa tak tenang."

   "Siau sicu, saat ini posisi lolap serta Ku Bun-wi terhadap istana Sian hong-hu belum mencapai saat bermusuhan, oleh sebab itu paling baik jika kami tidak ikut menampakkan diri."

   "Boanpwee pasti akan berupaya dengan sepenuh tenaga untuk membantu usaha ini..."

   Oh Put Kui memberikan janjinya sambil tertawa hambar.

   Kemudian setelah berhenti sejenak, dia seperti hendak menanyakan suatu persoalan lagi.

   Mendadak.......

   Dari kejauhan terdengar suara Hian-leng-giok-li Nyoo Siau sian sedang berteriak keras.

   "Empek hwesio......

   empek hwesio.........!"

   Bong-ho siansu cepat-cepat berbisik.

   "Siau-sicu boleh pulang secepatnya, paling baik kalau kau tidak menyinggung soal pertemuan dengan lolap ini."

   Oh Put Kui mengiakan dan cepat-cepat melompat keluar dari tembok pekarangan.

   Pada saat itulah ia sempat mendengar suara gelak tertawa dari Bong-ho siansu.

   Agaknya si hwesio tua ini sedang mentertawakan Nyoo Siau-sian yang bersikap terlalu tegang.

   Tapi Oh Put Kui tak sempat untuk mendengarkan lebih jauh, dia harus secepat-cepatnya kembali ke kamarnya sebelum jejaknya diketahui oleh gadis tersebut.

   Sebab dia masih teringat dengan pesan Bong-ho siansu yang minta kepadanya untuk merahasiakan pertemuan tersebut.

   Seperminum teh setelah Oh Put Kui kembali ke kamarnya, Nyoo Siau sian telah kembali pula ke rumah penginapan itu.

   Dari kejauhan dia sudah melihat cahaya lentera yang menyinari ruangan Oh Put Kui.

   Karena itu dia segera memburu ke dalam kamarnya sambil menegur .

   "Toako, kau telah pergi ke mana?"

   Oh Put Kui mempersilahkan Nyoo Siau-sian masuk lebih dahulu, melihat sikap si nona yang begitu menaruh perhatian dan gelisah, tapi juga gembira dan manja, hatinya merasa sangat bergetar keras. Sambil tersenyum diapun menyahut.

   "Aku pergi mencarimu!"

   Merah dadu selembar wajah Nyoo Siau-sian mendengar ucapan ini, segera ujarnya.

   "Toako...... tengah malam begini ada urusan apa kau mencariku.......?"

   Agaknya si nona telah menyelewengkan pikirannya ke hal- hal yang lain.

   Atas pertanyaan tersebut, seketika itu juga Oh Put Kui merasakan pipinya turut menjadi merah.

   "Berhubung aku merasa tak tenang pikirannya, maka akupun berjalan kekamar tidur sumoay, tapi panggilanku berulang kali tidak peroleh jawaban, maka persoalanku pun menjadi sangat tak tenang......."

   "Aku telah keluar rumah!"

   Kata Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   "Benar, sumoay memang tidak berada di dalam kamar, tapi aku menjadi gelisah sekali akibatnya."

   "Toako, menurut dugaanmu aku telah pergi berbuat apa?"

   Tanya Nyoo Siau-sian sambil tersenyum.

   "Jarak dari sini dengan lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam- san sudah dekat sekali, aku kuatir Kiau Hui-hui telah melakukan tindakan yang tidak menguntungkan bagimu, maka setelah mengetahui bahwa sumoay tidak berada di kamar, segera itu juga aku melakukan pencarian disekitar tempat itu......."

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ia berkata.

   "Sumoay, kemana sih kau pergi? Mengapa hingga sekarang baru pulang?"

   Nyoo Siau-sian tersenyum.

   "Aku pergi menengok seorang cianpwee, berhubungan toako sudah tidur maka aku tidak membangunkan kau, lagipula kau toh tidak kenal dengan orang itu......"

   Oh Put Kui tahu, Nyoo Siau-sian sengaja berkata demikian karena kuatir dia marah, ia merasa berterima kasih sekali dengan kebaikan hati nona tersebut, sebab hal ini menunjukkan bahwa peranan dirinya dalam hati kecil nona itu penting sekali.

   Padahal perasaannya waktu itu jauh lebih berat daripada semula.

   Paling tidak sampai sekarang ia belum mempunyai keyakinan, bagaimana dia harus bersikap terhadap nona yang masih polos dan lincah ini dimasa mendatang, terutama sekali hubungan perasaan diantara mereka berdua.

   "Sumoay,"

   Katanya kemudian.

   "pergilah beristirahat, besok kita harus mendaki bukit!"

   "Toako, kau tidak marah kepadaku bukan?"

   "Kenapa mesti marah? Ayohlah ce[at beristirahat, kalau ingin berbicara kita lanjutkan besok pagi saja."

   Sambil tertawa Nyoo Siau-sian segera beranjak pergi dari ruangan tersebut.

   Tapi Oh Put Kui tidak mampu tertawa lagi.

   Sekarang dia sudah tahu, bahwa Nyoo Thian-wi pada hakekatnya tak pernah mati.

   Itu berarti peristiwa terakhir dari empat peristiwa pembunuhan terbesar dalam dunia persilatan hanya merupakan perbuatan pura-pura saja, ditinjau dari sini dia mulai menduga-duga, mungkinkah pembunuh dari ketiga kali pembunuhan yang terdahulu adalah orang yang pura-pura mati pada peristiwa yang terakhir ini? Seandainya ditinjau dari bukti-bukti yang diperoleh, kemungkinan semacam ini bukannya tak ada.

   Tanpa terasa Oh Put Kui menghubungkan pula peristiwa ini dengan kehadiran ketiga pendeta See-ih ke wilayah Tionggoan.

   Lalu peranan Kakek penggetar langit Sian Hian yang menyaru sebagai ketua Pay-kau untuk merebut Mu ni pian.

   Ditambah pula keikut sertaan toya emas tangan sakti Sik Keng-seng dalam perebutan ruyung serta persekongkolan Wi- thian-yang dengan Pek Biau-peng di telaga Phoa-yang-oh......

   Dari semua peristiwa itu diperoleh petunjuk bahwa semua kekacauan ini menyangkut pula nama Wi Thian-yang.

   Disamping itu Oh Put Kui teringat juga dengan ketua dari lima partai besar yang mengikuti Nyoo Ban bu pergi ke istana Sian-hong-hu dan selanjutnya tiada kabar beritanya lagi, kejadian mana semakin memperlihatkan ambisi rakus dari Wi- thian yang untuk menguasai seluruh dunia persilatan.

   Tapi ada satu hal yang tidak dipahami olehnya, yakni para korban dari ketiga peristiwa berdarah itu sesungguhnya tak pernah terjalin perselisihan atau permusuhan apa pun dengan si raja setan penggetar langit Wi-thian-yang.

   Seharusnya tanpa dasar perselisihan atau permusuhan, mustahil dia mempunyai alasan untuk melakukan pembunuhan.

   Itulah sebabnya Oh Put Kui tak sanggup memecahkan teka-teki tersebut......

   Akhirnya sambil mengehela napas panjang dia berpikir.

   "Untuk menyelidiki latar belakang dari peristiwa ini, terpaksa harus menunggu sampai saatnya tiba......"

   Senja telah menjelang tiba.

   Dua buah lentera yang memancarkan sinar terang tampak tergantung pada mulut masuk menuju kelembah Yu-kok dibukit Tiong-lam-san.

   Empat orang gadis berdandan model keraton, berdiri dibawah lentera itu dengan lemah gemulai.

   Sementara kedelapan buah mata mereka yang melotot besar, ditujukan keluar lembah tanpa berkedip.

   Angin barat berhembus kencang dan mengibarkan ujung baju yang mereka kenakan.

   Udara yang dingin dan membekukan badan membuat paras muka mereka berubah menjadi merah padam.

   Akan tetapi mereka sama sekali tidak nampak kesal atau murung oleh keadaan yang dialaminya itu.

   Sementara itu kegelapan malam sudah mulai menyelimuti seluruh lembah tersebut.

   Mendadak salah seorang diantara keempat gadis itu berbisik dengan lirih.

   "Itu dia, sudah datang!"

   Siapa yang telah datang? Delapan buah mata yang jeli bersama sama dialihkan ke arah luar lembah yang remang-remang itu. Mendadak salah seorang diantaranya mengerutkan dahinya sambil berseru keheranan.

   "Mengapa dua orang yang datang?"

   Gadis yang berbicara tadi segera berkata lagi.

   "Memang dua orang yang datang, mengapa sih mesti merasa keheranan atau kaget?"

   Sementara pembicaraan masih berlangsung sang tamu agung sudah berada di hadapan.

   Rupanya kedua orang itu adalah Nyoo Siau-sian dan Oh Put Kui yang berjalan bersama-sama.

   Keempat orang gadis berdandan keraton itu segera maju ke muka menyongsong kedatangan mereka.

   Terdengar salah seorang diantara mereka berseru dengan suara yang merdu.

   "Empat orang dayang dari Kiau siancu lembah Giok-lan-kok dibukit Tiong-lam-san mendapat perintah dari majikan untuk menyambut kedatangan nona Nyoo serta sauhiap untuk bersua didalam lembah."

   "Silahkan membawa jalan!"

   Kata Nyoo Siau-sian sambil tertawa hambar.

   Oh Put Kui yang mendengar itu segera berkerut kening.

   Pihak tuan rumah telah menunjukkan sikap yang begitu sungkan, mengapa nona ini justru tidak sungkan-sungkan? Namun si anak muda itupun tidak berbicara apa-apa, dengan mulut membungkam mereka berjalan mengikuti dibelakang keempat orang dayang tersebut dan dibawah bimbingan dua sinar lentera, mereka berjalan menuju ke lembah Giok-lan-kok.

   Setelah berjalan kurang lebih lima li, sampailah mereka didepan sebuah bangunan loteng kecil yang berwarna putih, loteng itu dibangun dengan menempel pada bukit.

   Sinar lentera menyinari seluruh ruangan loteng itu sehingga terang benderang.

   Sepanjang jalan, sekalipun Oh Put Kui bersikap amat hati hati serta diam-diam menghimpun tenaga dalamnya untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan, namun dia sama sekali tidak menemukan pertanda yang mencurigakan ataupun jago-jago yang disembunyikan di sekitar sana.

   Melihat keadaan mana, diam-diam pemuda itu mulai merasa rada lega.

   Dalam pikirannya, paling tidak Kiau Hui hui bukanlah termasuk manusia licik yang berbahaya.

   Setelah berada didepan bangunan loteng berwarna putih itu, Oh Put Kui baru melihat bahwa loteng itu mencapai luas tiga kaki dan terdiri dari empat lantai.

   Pintu gerbang pada lantai terbawah bangunan itu tampak terbuka lebar lebar.

   Dibawah penerangan sinar lentera yang memancar keluar dari balik pintu, nampak seorang nona berbaju hijau yang berambut panjang berdiri di muka pintu.

   Begitu bersua dengan nona itu, tiba-tiba saja Nyoo Siau- sian bersorak gembira.

   "Enci Kiau, aku telah datang!" Dengan cepat tubuhnya melompat ke depan dan menubruk gadis tersebut.

   Gerakan dan tindakan yang diambil Nyoo Siau-sian ini dengan cepat menimbulkan perasaan kaget dan tercengang bagi Oh Put Kui.

   Bukankah mereka berjanji akan bertemu disini untuk melangsungkan pertarungan? Mengapa Nyoo Siau-sian justru menunjukkan sikap yang begitu mesra dengan gadis itu, bahkan hubungan mereka seperti lebih hangat daripada hubungan kakak beradik? Dalam pada itu, Nyoo Siau-sian telah saling bergenggaman tangan dengan nona berbaju hijau berambut panjang itu dan tertawa cekikikan tiada hentinya, entah apa saja yang mereka bicarakan saat itu.

   Otomatis Oh Put Kui jadi tertinggal seorang diri ditempat itu sambil berdiri melongo.

   Akhirnya dia cuma bisa menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas panjang.

   Perempuan memang makhluk yang sangat aneh dan susah diraba maksud dan tujuan mereka.

   Entah berapa saat sudah lewat, rupanya mereka sudah cukup puas berbicara sambil tertawa.

   Terdengar gadis berbaju hijau itu berkata lirih.

   "Adik Sian, coba kau lihat temanmu itu......."

   Baru sekarang Nyoo Siau-sian teringat kalau Oh toakonya masih berdiri tertegun disitu. Maka dengan wajah merah jengah serunya.

   "Toako, cepat kemari, mari kuperkenalkan kepadamu......"

   Oh Put Kui mendehem pelan dan segera maju menghampiri kedua orang gadis itu.

   Sambil tertawa merdu Nyoo Siau sian berkata lagi.

   "Dialah Yu-kok-cian-li (gadis suci dari lembah Yu kok) Kiau Hui-hui yang amat termashur namanya dalam dunia persilatan, toako, coba kau lihat betapa cantiknya enci Kiau......"

   Sebagai gadis yang polos, apa saja yang terpikirkan olehnya segera diutarakan pula secara blak-blakan, dia tak ambil perduli apakah orang yang dipuji dan diperkenalkan itu bakal rikuh atau tersipu-sipu dibuatnya.

   Dengan wajah bersemu merah karena jengah, gadis suci dari lembah Yu-kok segera menundukkan kepalanya rendah- rendah.

   Sebaliknya Oh Put Kui dengan peraaan tidak tenang segera menjura dan berkata sambil tertawa.

   "Aku adalah Oh Put Kui, sudah lama kukagumi nama besar siancu, sungguh gembira hatiku dapat bersua dengan siancu hari ini........"

   "Toako, tak nyana kau malahan memperkenalkan diri lebih dulu......."

   Goda Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   Merah padam selembar wajah Oh Put Kui oleh ucapan tersebut.

   Sebaliknya gadis suci dari lembah Yu-kok, Kian Hui-hui yang mendengar nama Oh Put Kui tersebut menjadi amat terperanjat, diam-diam dia mendongakkan kepalanya lagi sambil memperhatikan jago paling lihay dari angakatan muda dunia persilatan dewasa ini.

   Begitu dipandang wajahnya, gejolak perasaan hatinya menjadi semakin menjadi-jadi.

   "Ooh......

   betapa tampannya dia......"

   Dalam hati kecilnya dia berpekik lirih. Kepalanya ditundukkan semakin rendah setelah memberi hormat katanya pula lirih. "Nama besar Oh kongcupun sudah lama kudengar......."

   Ketika Nyoo Siau-sian menyaksikan sikap kedua orang itu sama-sama amat sungkan, tanpa terasa katanya sambil tertawa.

   "Aaah, sungguh menjemukan, semenjak kapan sih enci Kiau mempelajari tingkah laku yang membosankan seperti itu......"

   Dengan wajah memerah gadis suci dari lembah Yu-kok ini mengomel.

   "Adik Sian, mengapa sih kau selalu memaki enci mu dihadapan tamu.......?"

   "Apakah dia dianggap tamu asing?"

   Goda nona itu sambil tertawa. Kemudian setelah membalikkan badan dia berkata lagi.

   
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Enci Kiau, apakah kau tidak mengundang kami untuk masuk kedalam ruangan?"

   Mendengar perkataan ini, paras muka Kiau Hui hui kembali berubah menjadi merah padam, serunya kemudian sambil tertawa.

   "Aaah betul, gara gara kau suka menggoda, hampir saja aku melupakan sopan santun........"

   Setelah membetulkan letak rambutnya, diapun berkata kepada Oh Put Kui sambil tertawa.

   "Silahkan masuk Oh kongcu........."

   Sementara itu pelan-pelang Oh Put Kui sudah berhasil menenangkan kembali perasaan yang bergolak, sambil tersenyum dia menyahut.

   "Terima kasih........"

   Dengan cepat tubuhnya melangkah masuk kedalam ruangan itu.

   Dibalik pintu adalah sebuah ruangan tamu yang kecil.

   Tidak sampai Oh Put Kui memalingkan kepalanya, si gadis suci dari lembah Yu-kok Kiau Hui-hui telah berkata lagi sambil tertawa.

   "Silahkan naik ke atas loteng!"

   Tanpa mengucapkan sepatah katapun Oh Put Kui langsung menuju kelantai kedua.

   Rupanya pada lantai kedua terdapat sebuah ruang tamu yang jauh lebih lebar.

   Bukan saja semua perabotnya teratur sangat rapi, lagipula lantainya bersih dan bebas dari debu.

   Dengan cepat Kiau Hui-hui mendahului tamunya masuk kedalam ruangan dan berseru.

   "Kongcu, silahkan duduk!"

   Oh Put Kui mengucapkan terima kasih dan duduk disebuah kursi disebelah kanan. Sedangkan Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui duduk tepat dihadapan mukanya. Dua orang dayang berbaju hijau segera muncul menghidangkan air teh.......

   "Adik Sian,"

   Ujar Kiau Hui-hui kemudian sambil tertawa.

   "silahkan kau dan Oh kongcu minum secawan air teh lebih dulu......."

   "Tidak, aku justru merasa lapar........"

   Sela Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   Waktu itu Oh Put Kui sedang mengangkat cawan sembari menghirup air teh.

   Ketika perkataan dari Nyoo Siau-sian itu diutarakan keluar, hampir saja air teh yang memenuhi mulutnya itu tersembur keluar.

   Kiau Hui-hui segera tertawa tergelak.

   "Adik Sian, aku sudah tahu kalau kau merasa lapar, sekarang mereka sedang mempersiapkan hidangan didapur, siapa suruh kau malas sehingga datang terlambat? Ayoh kita segera pergi bersantap dulu......"

   "Enci Kiau, mengapa kau tidak suruh mereka cepatan sedikit.............?"

   Kembali Nyoo Siau-sian tertawa.

   "aaai, tahu kalau bakal kelaparan disini, aku pasti membawa rangsum dari rumah."

   Sementara pembicaraan masih berlangsung, para dayang telah muncul sambil menghidangkan sayur dan arak.

   Nyoo Siau sian segera melompat kedepan lebih dulu dan menyambar sumpit yang telah tersedia.

   Oh PUt Kui yang menyaksikan kejadian ini hanya bisa tertawa geli saja.

   Dengan wajah bersemu merah, Kiau Hui-hui segera menghormati mereka dengan secawan arak.

   Selama berada dihadapan anak perempuan, Oh Put Kui sendiripun tak ingin minum arak terlalu banyak, setelah menghirupnya sedikit, dia bertanya kepada Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   "Sumoay, bukankah kau berjanji dengan Kiau siancu untuk datang bertarung?"

   Nyoo Siau-sian memandang sekejap kearah Kiau Hui-hui, lalu sahutnya sambil tertawa.

   "Sebetulnya memang itu maksud kedatanganku."

   Oh Put Kui segera berkerut kening, lalu katanya sambil tertawa.

   "Sumoay, sekarang aku sudah merasa tidak percaya lagi........."

   Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan. "Toako, mengapa sih kau tak percaya? Apakah dikarenakan aku dan enci Kiau tidak saling memaki sehingga memerah mukanya?"

   "Aku rasa hubungan diantara kalian berdua justru merupakan kebalikannya........."

   Kata pemuda itu sambil tertawa hambar.

   "Aaah, belum tentu demikian........"

   Kiau Hui-hui ikut berkata pula sambil tertawa.

   "Oh kongcu, persoalan dari kaum perempuan memang mudah sekali berubah, bahkan berubahnya juga amat cepat."

   Oh Put Kui tertawa tergelak.

   "Kiau siancu, kebetulan sekali aku hanya mengetahui sedikit sekali tentang urusan kaum wanita........."

   "Kalau memang begitu tak usah ditanyakan lagi, yang penting makan dulu sampai kenyang, kemudian baru menonton keramaian."

   Oh Put Kui memang tidak mengetahui permainan setan apakah yang sebetulnya sedang dilakukan oleh Nyoo SIau- sian, karenanya diapun tertawa hambar, lalu sambil meneruskan santapannya dia berkata.

   "Tampaknya aku hanya memperoleh bagian makan banyak saja........."

   "Hidangan gunung yang kasar mungkin tidak cocok dengan selera kongcu,"

   Sambung Kiau Hui-hui tertawa. Cepat-cepat Oh Put Kui merendah.

   "Siancu terlalu merendah, aku hanya seorang manusia tak berarti, lebih baik siancu jangan terlalu sungkan."

   "Bila kongcu berkata begitu, aku menjadi malu sendiri."

   Kebetulan sekali sorot matanya saling bertemu dengan sorot mata dari Oh Put Kui, dengan tersipu-sipu dia menundukkan muka dan sampai lama sekali dia tak mampu berkata-kata.

   Nyoo Siau-sian yang menyaksikan hal ini segera bertepuk tangan sambil menggoda.

   "Aneh betul enci Kiau hari ini, mengapa sih pipimu menjadi merah melulu........."

   Godaan ini benar-benar membuat gadis suci dari Yu-kok ini menjadi malu sekali, seandainya dilantai ada lubang, dia pasti akan menyembunyikan diri disana.

   Sementara Oh Put Kui justru bersikap acuh tak acuh, sekalipun dia merasa tertarik oleh kelincahan, kelembutan serta kecantikan Kiau Hui-hui, itupun hanya terbatas mengagumi saja.

   Oh Put Kui menunjukkan sikap jengah hanya disaat permulaan berjumpa saja, tapi bagaimana pun juga dia memang seorang perantauan yang berhati tawar, sekalipun dia pernah dibuat tergetar hatinya oleh kecantikan serta kelembutan Kiau Hui hui, namun bukan berarti hatinya menjadi tertarik dan tergoda.

   Ia sadar, Nyoo siau-sian seorangpun sudah lebih dari cukup mendatangkan kesulitan baginya.

   Nyoo siau sian masih tertawa saja tiada hentinya, sebetulnya dia ingin menggoda Kiau Hui-hui lagi, akan tetapi ketika sinar matanya membentur dengan wajah hambar dari Oh Put Kui, hatinya menjadi tertegun, tanpa terasa pikirnya.

   "Kenapa sih dengan Oh toako ini? Mengapa sikapnya berubah menjadi begitu dingin dan hambar?"

   Secara tiba-tiba saja dia berhenti tertawa kejadian yang berlangsung sangat mendadak ini kontan saja mengejutkan hati Kiau Hui-hui. Dengan cepat gadis itu mendongakkan kepalanya lalu bertanya. "Adik Sian, mengapa sih kau ini?"

   Dengan mata melotot Nyoo Siau-sian segera berseru.

   "Enci Kiau, aku hendak beradu jiwa denganmu!"

   Begitu ucapan "adu jiwa"

   Diutarakan oleh Nyoo Siau-sian, Oh Put Kui turut menjadi terkejut sehingga tanpa terasa mendongakkan kepalanya secara tiba-tiba dan mengawasi gadis itu dengan pandangan termangu-mangu.

   Kiau Hui-hui sendiri pun nampak tertegun dibuatnya.

   "Adik Sian, kau ingin bertarung denganku?"

   Serunya tanpa sadar.

   "Tentu saja."

   "Apakah tidak menunggu sampai makan kenyang nanti?"

   "Aku sudah kenyang sedari tadi!"

   Sahut Nyoo Siau-sian sambil tertawa cekikikan.

   Sambil berkata dia lantas bangkit berdiri dari tempat duduknya.

   Oh Put Kui mengerutkan dahinya rapat-rapat, dengan perasaan tidak mengerti diawasinya dua orang gadis yang sama sama cantik dan menarik ini dengan termangu, untuk beberapa saat lamanya dia tak tah apa yang mesti dikatakan.

   Terdengar gadis suci dari lembah Yu-kok.

   Kiau Hui-hui tertawa cekikikan, sambil meletakkan kembali sumpitnya dia berkata.

   "Adik Sian, bagaimana kalau kita bertarung ditempat ini saja?"

   Pertanyaan ini sekali lagi membuat perasaan Oh Put Kui sangat terkesiap.

   Tampaknya kedua orang ini benar-benar hendak bertarung.

   Hanya saja ada satu hal yang tidak dipahami oleh Oh Put Kui, sekalipun pemuda ini termasuk seorang pemuda yang pintar, dia tidak mengerti kenapa dua orang gadis yang saling membahasai sebagai kakak beradik dan selalu berhubungan secara mesra dan hangat disertai gelak tertawa riang ini, dalam sekejap mata dapat berubah menjadi saling bermusuhan bahkan akan menyelesaikan pertarungan itu secara mati-matian........

   Dan didalam kenyataannya, Kiau Hui-hui betul-betul sudah meloloskan sebilah pedang Giok-pek-kiam dari atas dinding, Sedangkan Nyoo Siau-sian telah meloloskan pula ruyung Mu-ni-piannya sambil berkata.

   "Enci Kiau, bagaimana kalau kita bertarung diluar saja?"

   Dengan kening berkerut Kiau Hui-hui menyahut sambil tertawa.

   "Terserah kepadamu, bagaimana pun juga sang enci memang harus mematuhi keinginan sang adik......."

   Maka dia pun segera melompat turun dari atas loteng.

   Sambil tertawa Nyoo SIau-sian segera menggapai pula kearah Oh Put Kui seraya serunya.

   "Toako, mari bantu aku nanti........"

   "Aku memang ingin sekali menyaksikan kemampuan ilmu silat yang kalian miliki........"

   Sahut Oh Put Kui sambil tersenyum.

   Dengan langkah lebar mereka berdua segera menyusul pula kebawah loteng.

   Disisi sebelah kiri bangunan loteng berwarna putih itu merupakan sebuah kebun bunga dan sayur yang luasnya mencapai tiga hektar........

   Diantara pepohongan bunga dan sayur terdapat sebuah tanah lapang beralas batu putih yang luasnya mencapai sepuluh kaki persegi, disekeliling lapangan telah dipasang dua puluhan buah lentera.

   Pada waktu itu, gadis suci dari lembah Yu-kok Kiau Hui-hui dengan pedang terhunus berdiri ditengah lapangan itu.

   Pelan-pelang Nyoo Siau-sian berjalan menuju kedalam tanah lapang tersebut.

   Sedangkan Oh Put Kui dengan langkah cepat segera berdiri berapa kaki disamping kedua orang gadis itu.

   Kiau Hui-hui memandang sekejap ke arah Nyoo Siau-sian yang baru muncul, lalu katanya sambil tertawa.

   "Adik Sian, bagaimana kita harus bertarung? Apakah tak akan berhenti sebelum ada yang mampus?"

   "Terserah......."

   Sahut Nyoo Siau-sian sambil tertawa cekikikan.

   Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut, paras mukanya segera berubah hebat.

   Bagaimanapun juga dia merasa dua orang gadis ini telah bergurau keterlaluan.......

   "Sumoay, benarkah kau hendak bertarung mati-matian melawan Kiau siancu?"

   Tanyanya kemudian tanpa terasa. Pertanyaan itu diajukan dengan perasaan setengah tegang dan setengah bimbang.

   "Tentu saja!"

   Sahut Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   "bukankah golok dan pedang tak bermata?"

   Sambil tersenyum Kiau Hui-hui berkata pula.

   "Oh kongcu, urusan diantara aku dengan adik Sian ini lebih baik jangan ikut campur!"

   Oh Put Kui menggelengkan kepalanya sambil tertawa hambar.

   "Boleh saja aku tidak mencampuri, cuma......

   aku mendapat titipan orang......." Bagaimanapun juga dia mencoba memagang rahasia, akhirnya bocor juga tanpa sengaja, menanti pemua itu akan menutup mulut, keadaan sudah terlambat.

   Terdengar Kiau Hui-hui berseru sambil tertawa cekikikan.

   "Adik Sian, kau sungguh amat lihay......"

   Sekalipun kata selanjutnya tidak dilanjutkan, namun siapa saja dapat mendengar arti dari perkataan itu.

   Sudah jelas dia menuduh Nyoo Siau sian telah mempersiapkan bala bantuan yang tangguh sebelum dilangsungkannya pertarungan itu.

   Paras muka Nyoo Siau-sian segera berubah hebat, kemudian tegurnya cepat.

   "Toako, siapa yang memberi titipan kepadamu? Kau......."

   Mimpipun dia tak menyangka kalau Oh toakonya datang karena mendapat titipan dari seseorang.

   Sebab menurut apa yang diketahui, justru dialah yang mengajak pemuda itu datang ke sana.

   Tak heran kalau gadis itu amat terperanjat setelah mengetahui bahwa Oh Put Kui datang kesitu karena disuruh orang.

   Sambil tertawa hambar Oh Put Kui berkata.

   "Sumoay, tak usah kau ketahui siapa yang menitipkan kau kepadaku, yang penting aku ingin bertanya kepadamu, apakah persoalanmu dengan Kiau siancu pada hari ini tak bisa diakhiri sebelum salah seorang diantaranya mampus?"

   "Kau tak usah mencampuri!"

   Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Seru Nyoo Siau-sian tiba-tiba dengan wajah penuh amarah. Oh Put Kui menjadi tertegun, lalu pikirnya "Aku benar-benar mencari banyak urusan........"

   Sekalipun demikian, diluaran dia berkata lagi.

   "Sumoay, sebetulnya dikarenakan persoalan apa sih kalian sampai bertarung disini? Kalau dilihat dari sikap kalian, tampaknya kalian berdua begitu akrab dan hangat, mengapa pula harus melakukan pertarungan mati-matian?"

   "Apakah kau tak bisa tidak bertanya?"

   Seru Nyoo Siau-sian.

   Sambil tertawa Kiau Hui-hui berkata pula.

   "Oh kongcu, persoalan ini adalah urusanku dengan adik Siau-sian, paling baik apabila kau jangan mencampurinya, silahkan saja menonton pertarungan kami dari tepi arena, tapi bilamana Oh koncu kuatir akan kemampuan Nyoo Siau-sian, akupun bersedia bertarung satu melawan dua, silahkan saja Oh Kongcu mempersiapkan senjatanya untuk ikut bertarung......."

   Baru saja Oh Put Kui tertawa terbahak-bahak, Nyoo Siau- sian telah berteriak keras.

   "Enci Kiau, kau terlalu mempermainkan orang....... aku mah tak mau dibantu olehnya!"

   Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali serunya kepada Oh Put Kui.

   "Oh toako, tahukah kau bahwa persoalan ini menyangkut nama baik perguruanku, apabila kau mencampuri urusan ini, maka sulit bagiku untuk meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup......."

   Ooh, rupanya persoalan ini sudah menyangkut soal nama baik perguruan......."

   Pikir Oh Put Kui dengan perasaan terkesiap.

   Maka diapun tak bisa berkata apa-apa lagi.

   Disamping itu diapun tak percaya-percaya kalau kedua orang ini benar-benar akan saling beradu jiwa, oleh sebab itu setelah Nyoo Siau-sian mengungkapkan bahwa persoalan ini menyangkut masalah perguruan, diapun berkata sambil tertawa.

   "Sumoay, tampaknya aku hanya bisa berpeluk tangan saja sambil menonton kalian bertarung!"

   "Yaa, itu memang lebih baik lagi."

   Nyoo Siau-sian tertawa manis.

   Oh Put Kui yang menghadapi kejadian ini cuma bisa menggelengkan kepalanya berulang kali, diapun tidak menyangka kalau sebelum pertarungan mati-matian dimulai, sikap Nyoo Siau-sian masih begitu santai dan seenaknya sendiri.

   Dalam pada itu Kiau Hui-hui telah menggetarkan pedangnya dan berkata sambil tertawa.

   "Adik Sian, ruyung penakluk iblis akan berhadapan dengan pedang penakluk iblis, pertarungan hari ini merupakan pertarungan yang kedua puluh satu kalinya, kita tak boleh seperti guru kita, selalu bertarung seimbang dan sama kuat."

   "Tidak mungkin,"

   Sahut Nyoo Siau-sian sambil tertawa.

   "siapa tahu aku bisa mengunggulimu........"

   Kiau Hui-hui segera tertawa cekikkan sambil membungkukkan badannya, rambut yang panjang pun hampir saja menyentuh permukaan tanah.

   "Adik Sian, apakah Wi-in supek telah mewariskan berapa jurus tangguh lagi kepadamu?"

   Dia bertanya kemudian.

   "Kemungkinan sekali demikian, tapi setelah kau coba nanti kan bakal diketahui dengan sendirinya"

   Kiau Hui-hui menarik napas panjang, kemudian katanya pula sambil tertawa.

   "Tentu saja harus kucoba kemampuanmu, nah, adik Sian, kau mesti berhati-hati!"

   Sambil menegakkan badannya, dia segera memutar pedang sambil melancarkan sebuah tusukan ke depan.

   Serangan tersebut dilancarkan begitu cepat, membuat Oh Put Kui yang menyaksikan pertarungan itupun menjadi terkesiap.

   Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan, ruyung Mu-ni-pian itu diputar kencang sehingga menimbulkan sinar berwarna kehitam-hitaman, lalu secepat sambaran kilat menyambar pedang Pek giok-kiam milik Kiau Hui-hui tersebut.

   Oh Put Kui yang mengikuti jalannya pertarungan itu diam- diam mangangguk, berbocara soal tenaga dalam yang dimiliki kedua gadis itu, Nyoo Siau-sian tidak lebih cetek daripada si Gadis suci dari lembah Yu-kok.

   Akan tetapi perasaannya sekarang menjadi goncang dan tidak tenang.

   Sebab dari pembicaraan kedua orang gadis itu, dia dapat mendengar bahwa pertarungan yang dijanjikan hari ini, pada hakekatnya bukan kejadian seperti apa yang pernah diterangkan Nyoo Siau-sian kepada dirinya.

   Pertarungan ini dilangsungkan karena perselisihan dari kedua perguruan mereka.

   Wi-in sinni dengan ilmu ruyung penakluk iblisnya diwariskan kepada Nyoo Siau-sian sebaliknya Giok-bong sinni, satu diantara tiga dewa Hong-gwa-sam-sian telah mewariskan ilmu pedang penakluk iblisnya kepada Kiau Hui- hui.

   Ketika Oh Put Kui mendapat tahu kalau Kiau Hui-hui anak murid dari Giok-hong sinni It-ing taysu, dia segera mengethui bahwa pertarungan yang berlangsung saat ini tak akan berkembang menjadi pertarungan berdarah.

   Sudah lama orang persilatan tahu mengenai perselisihan antara Wi-in sinni dengan It ing taysu.

   Dan dari pembicaraan Kiau Hui-hui tadi, Oh Put Kui pun mendapat tahu bahwa kedua orang nikou tersebut sudah dua puluh satu kali bertarung untuk menentukan mana yang lebih unggul antara senjata ruyung penakluk iblis dengan pedang penakluk iblis, Dan didalam pertarungan kali ini, mereka telah menitahkan ahli waris masing-masing untuk melanjutkan pertarungan ini.

   Sekalipun pertarungan telah berlangsung berulang kali, namun kejadian itu bukan berarti merusak hubungan baik kedua orang sinni itu, sudah barang tentu murid-murid merekapun tak nanti akan saling beradu jiwa karena urusan tersebut.

   Menyadari akan hal ini, Oh Put Kui baru bisa tertawa, pikiran dan perasaannya pun tidak lagi merasa tegang seperti apa yang dialaminya semula.

   Sambil berpeluk tangan diapun menonton jalannya pertarungan dari kedua orang gadis itu........

   Dalam pada itu pertarungan ditengah arena sudah berkobar dengan serunya, tampak bayangan kuning dan hijau saling menyambar dengan serunya.

   Keempat orang dayang dari Kiau Hui-hui cuma berdiri dikejauhan sana sambil menonton jalannya pertarungan itu, namun wajah mereka sama-sama mencerminkan kegelisahan serta perasaan tak tenang.

   Mungkin mereka mengira Kiau Hui-hui sudah terdesak sehingga berada diposisi bawah angin.

   Waktu itu, dari ketiga puluh enam jurus ilmu ruyung penakluk iblis dari Nyoo Siau-sian, ia telah menggunakan sampai ke jurus yang kesembilan belas yang bernama "pekikan naga auman singa".

   Bayangan ruyung yang berlapis-lapis segera muncul dari empat arah delapan penjuru dan mengurung sekeliling tempat itu rapat-rapat.

   Kiau Hui-hui berkerut kening namun tidak menjadi gentar oleh keadaan tersebut, dengan cepat tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan, sementara pedang ditangan kanannya memainkan pula jurus Hui-sim-li-mo (dengan hati suci menangkap iblis) satu diantara jurus jurus ilmu pedang penakluk iblis.

   Tampak cahaya hijau berkelebat lewat dan menjebolkan pertahanan bayangan ruyung yang berlapis-lapis itu dan langsung menyerang iga kiri Nyoo Siau-sian.

   Menghadapi ancaman ini, bukan saja Nyoo Siau-sian tidak menunjukkan sikap gugup atau panik, malahan dia tertawa cekikikan sambil berseru.

   "Enci Kiau, kau sudah tertipu!"

   Tiba-tiba saja ruyungnya diayunkan ke atas dan berputar kekanan dengan kecepatan bagaikan kilat, dengan suatu gerakan cepat dia menghindarikan diri dari ujung pedang lawan.

   


Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Pedang Tanpa Perasaan -- Khu Lung Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan KL

Cari Blog Ini