Pendekar Cacad 19
Pendekar Cacad Karya Gu Long Bagian 19
Pendekar Cacad Karya dari Gu Long
Tiba-tiba Bong Thian-gak membentak.
"Sumoay, adik Hui, kalian segera masuk ke dalam ruangan untuk menyambut kedatangan mereka, biar aku menghadapi Hek-mo-ong seorang diri."
Selesai berkata Bok Thian-gak segera berpekik panjang, tubuhnya melambung ke udara dan sekali lagi melangkah ke arah gunung-gunungan untuk menyerang Hek-mo-ong. Song Leng-hui yang menyaksikan kejadian itu segera berteriak.
"Cici, kau cepat membantu Thio-locianpwe, biar aku berada di sini membantu engkoh Gak menghadapi Hek-moong."
Sambil berkata Song Leng-hui menggerakkan pula tubuhnya, bagaikan burung walet yang terbang di angkasa, dia menerjang ke arah gunung-gunungan itu.
Di luar dugaan, kali ini Hek-mo-ong sama sekali tidak menyambut serangan mereka, sekali berkelebat bayangan tubuhnya sudah lenyap di balik kegelapan malam.
Bong Thian-gak dan Song Leng-hui serentak melayang turun dari gunung-gunungan itu, tapi malam itu amat hening, bayangan tubuh Hek-mo-ong telah lenyap.
Mendadak suara jeritan ngeri yang memilukan dan menggidikkan berkumandang dari balik halaman gedung.
Song Leng-hui, Bong Thian-gak serta Thay-kun seperti baru mendusin dari impian saja, serentak melompat naik ke atas pagar pekarangan dan menerjang masuk ke dalam gedung.
Ujung baju yang terhembus angin bergema tiada hentinya.
Dari atas pagar pekarangan tahu-tahu melayang turun dua orang kakek berjenggot hitam yang menghadang jalan mereka dengan pedang terhunus.
Begitu melihat jelas kedua orang itu, Bong Thian-gak segera menjerit kaget.
"Tio-pangcu, Tan-locianpwe, rupanya kalian berdua!"
Ternyata kedua kakek berjenggot hitam yang berdiri dengan pedang terhunus itu tak lain adalah malaikat sakti pedang iblis Tio Tianseng serta delapan pedang salju beterbangan Tan Sam-cing.
Waktu itu mereka berdiri dengan hawa membunuh menyelimuti wajah masing-masing, mereka berdiri dengan serius dan pedang siap melancarkan serangan.
"Bong-laute,"
Terdengar Tio Tian-seng berkata dengan suara dalam.
"kumohon kepada kalian agar tidak mencampuri urusan ini, cepatlah pergi meninggalkan tempat ini!"
Sementara itu secara lamat-lamat Thay-kun sudah dapat menduga apa gerangan yang telah terjadi, ia segera tertawa cekikikan.
"Tio-pangcu, bukanlah kalian kemari untuk membunuh Thio Kim-ciok?" .
"Kalau nona sudah mengetahui bahwa Thio Kim-ciok berada di sini, harap nona segera mengundurkan diri dari tempat ini,"
Ucap Tio Tian-seng dengan suara dalam. Kembali Thay-kun berkata sambil tersenyum.
"Berita tentang masih hidupnya Thio Kim-ciok telah membuat kalian merasa amat terkejut dan segera menganggap Hek-mo-ong adalah Thio Kim-ciok. Tapi sekarang aku hendak memberitahukan sebuah berita yang amat mengejutkan kepada kalian, Hek-mo-ong yang sesungguhnya bukan Thio Kim-ciok melainkan Liu Khi. Bila kalian tidak percaya, aku hendak bertanya, lagi kepada kalian, apakah si golok sakti berlengan tunggal datang bersama kalian?"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, dari balik kegelapan dalam halaman itu terdengar seseorang menyahut sambil tertawa seram.
"Nona Thay-kun, harap kau tidak memfitnah orang semaumu sendiri, apalagi mencoba mengadu-domba di antara kami. Bukankah aku orang she Liu berada di sini?"
Dalam pembicaraan itu, tampak seorang lelaki berjubah hitam bertubuh jangkung kurus dan berlengan tunggal, dengan sebilah golok panjang tersoreng di pinggangnya pelan-pelan menampakkan diri dari kegelapan.
Orang itu tak lain adalah si golok sakti yang berlengan tunggal Liu Khi adanya.
Bong Thian-gak serta Song Leng-hui segera dibuat tertegun oleh kejadian itu.
Hanya Thay-kun seorang yang tersenyum, pelan-pelan ujarnya.
"Liu-tayhiap, cepat amat gerakan tubuhmu, tak nyana dalam sekejap mata saja kau dapat memerankan dua peranan yang berbeda." "Perkataan nona benar-benar membuat orang merasa kebingungan dan tidak habis mengerti,"
Ujar si golok sakti yang berlengan tunggal dengan suara dingin. Mendadak Tio Tian-seng berkata dengan wajah serius dan suara dalam.
"Tentunya nona Thay-kun sudah pernah mendengar, tiga puluh tahun berselang sepuluh tokoh persilatan bekerja sama membunuh Thio Kim-ciok."
"Sekarang terbukti Thio Kim-ciok masih hidup dan tak diragukan lagi Hek-mo-ong yang telah mencelakai jiwa Kui-kok Sianseng, Song-cui suami-istri, Oh Ciong-hu serta Ku-lo Hwesio, tak lain tak bukan adalah Thio Kim-ciok."
Thay-kun tersenyum.
"Betul, sampai sekarang Thio Kim-ciok memang belum dapat melupakan dendam kesumat sedalam lautan terhadap kalian sepuluh tokoh persilatan, karena perbuatan kalian yang telah mencelakai jiwanya pada tiga puluh tahun berselang, tapi menurut apa yang kuketahui, Thio Kim-ciok belum pernah melakukan tindakan untuk mewujudkan harapannya membalas dendam."
"Darimana nona bisa tahu kalau ia belum melakukan sesuatu tindakan?"
Tanya Tio Tian-seng dengan suara dalam, wajahnya berubah hebat.
"Sebab sejak menderita luka keracunan pada tiga puluh tahun lalu, hingga kini luka itu belum pernah sembuh, kematian Kui-kok Sianseng sekalian sepuluh tokoh persilatan pasti bukan perbuatan Thio Kim-ciok."
"Kalau bukan, siapa pula yang telah membunuh mereka?"
Thay-kun melirik sekejap ke arah Liu Khi, lalu sahutnya merdu.
"Hek-mo-ong!"
"Mengapa pula Hek-mo-ong harus membunuh Kui-kok Sianseng sekalian?" "Tujuan utama Hek-mo-ong membunuh sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang tak lain adalah untuk merampas peta rahasia tambang emas milik Thio Kim-ciok."
"Tatkala Thio Kim-ciok menerima surat undangan kematian dari Hek-mo-ong tempo hari, secara diam-diam dia telah memotong peta rahasia tambang emasnya menjadi sebelas bagian yang dihadiahkan kepada sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang."
"Baik Tio-pangcu maupun Tan Sam-cing Locianpwe adalah termasuk orang-orang yang tergabung dalam sepuluh tokoh persilatan, bukankah kalian pun pernah menerima satu bagian peta rahasia tambang emas itu?"
Pertanyaan yang diajukan Thay-kun segera membuat wajah Tio Tian-seng dan Tan Sam-cing berubah hebat. Hanya Liu Khi seorang yang tertawa dingin tiada hentinya, katanya.
"Budak setan, sungguh tak kusangka begitu banyak persoalan yang telah kau ketahui. Hehehe! Benar, pada tiga puluh tahun berselang sepuluh tokoh persilatan telah menerima satu bagian peta rahasia tambang emas dan sejak saat itu pula kesepuluh tokoh persilatan dan Ho Lan-hiang telah berubah menjadi orang yang dicurigai sebagai Hek-moong, masing-masing saling mencurigai dan gontok-gontokan. Sejak saat itu pula sepuluh tokoh dunia persilatan tidak pernah merasakan hari yang tenteram. Bila dipikir sekarang, aku sungguh merasa kagum dengan siasat pinjam golok membunuh orang dari Thio Kim-ciok."
Thay-kun tersenyum, segera ia berkata pula.
"Thio Kim-ciok bisa melaksanakan rencana balas dendam dengan siasat meminjam golok membunuh orang, hal ini jelas membuktikan bahwa Thio Kim-ciok sudah lama tahu kesepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang memang berencana hendak membinasakan dirinya." "Waktu itu dengan jelas Thio Kim-ciok mengetahui bahwa sulit baginya untuk meloloskan diri dari musibah itu, akan tetapi dia pun tak rela mati dengan membawa dendam sakit hati. Itulah sebabnya dia pun mulai menyusun rencana kejinya, agar setelah kematiannya nanti, para pembunuh yang telah mencelakai jiwanya saling gontok dan bunuh untuk memperebutkan peta rahasia tambang emas itu."
"Ai, andaikata dugaanku tak salah, Ku-lo Hwesio dan Songciu suami-istri telah merasakan betapa lihainya siasat meminjam golok membunuh orang Thio Kim-ciok waktu itu sehingga mereka putuskan untuk hidup mengasingkan diri di pegunungan terpencil sambil berusaha menghindari musibah itu. Tapi darimana mereka dapat menduga Hek-mo-ong yang dimaksud Thio Kim-ciok itu sebenarnya adalah salah seorang di antara kesepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang? Itulah sebabnya mereka pun tak dapat meloloskan diri dari nasib tragis di tangan Hek-mo-ong yang sedang berusaha merebut peta rahasia tambang emas yang berada di tangan mereka."
Mendengar sampai di sini, Tio Tian-seng menghela napas panjang, katanya kemudian.
"Benarkah nona beranggapan bahwa Hek-mo-ong adalah salah seorang di antara kesepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang?"
"Aku yakin dugaanku ini tak akan salah,"
Jawab Thay-kun dengan wajah bersungguh-sungguh. Liu Khi tertawa dingin, katanya.
"Yang masih hidup di dunia ini hingga sekarang tinggal enam orang, apakah kita harus saling gontok dan bunuh terus-terusan?"
"Andaikata aku tidak bertemu dengan Gi Jian-cau di Banjian- bong, rasanya kita masih akan terus saling bunuh!"
Sambung Tan Sam-cing.
Dari perkataan Tan Sam-cing, sudah jelas ia memberi dukungan kepada Liu Khi.
Dalam keadaan begini agaknya Tio Tian-seng pun dihadapkan pada suatu pilihan yang sangat berat, ia membungkam dan memandang bintang yang tersebar di angkasa sambil memutar otak.
Mendadak Thay-kun tertawa cekikikan.
"Masih ada satu persoalan yang belum sempat kusampaikan kepada kalian, yaitu sampai sehari sebelum hari ini, antara Thio Kim-ciok dan Hek-mo-ong sesungguhnya masih terjadi kontak dan hubungan yang akrab, justru kedua orang itulah yang telah menyusun rencana untuk membunuh sepuluh tokoh persilatan beserta Ho Lan-hiang."
Perkataan ini seketika mengejutkan Tan Sam-cing, ia segera bertanya.
"Nona apa maksudmu?"
Thay-kun tersenyum.
"Dengarkan perkataanku ini dengan pikiran tenang."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih lanjut.
"Barusan sudah kubilang, hingga sekarang Thio Kim-ciok masih belum dapat melupakan dendam kesumatnya terhadap sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang yang telah bekerja sama mencelakakan jiwanya. Sudah barang tentu tidak dapat disalahkan jika Thio Kim-ciok berkeinginan membalas sakit hatinya itu, tapi siapa orang yang mampu membunuh kesepuluh tokoh persilatan yang sangat lihai itu? Lagi pula Thio Kim-ciok masih menderita luka racun sehingga sama sekali tak mampu membalas dendam."
"Itulah sebabnya Thio Kim-ciok segera memanfaatkan maksud tujuan Hek-mo-ong yang ingin mengangkangi peta rahasia tambang emas itu seorang diri dengan membunuh musuh-musuhnya. Padahal sesungguhnya Thio Kim-ciok sudah mengetahui siapakah otak dari semua ini, yaitu Hek-mo-ong, tapi rahasia itu tetap dijaganya hingga kini."
Ketika pembicaraan baru berlangsung sampai di situ, sambil tertawa dingin Liu Khi menukas.
"Budak setan, perkataanmu barusan pada hakikatnya cuma ngaco-belo. Jadi menurut pendapatmu, Hek-mo-ong membunuh sepuluh tokoh persilatan karena tujuannya hendak mengangkangi peta rahasia tambang emas yang berada di tangan kesepuluh tokoh persilatan itu? Tapi aku ingin bertanya tentang satu hal kepadamu, apa sebabnya Hek-mo-ong tidak secara langsung pergi mendesak Thio Kim-ciok supaya dibuatkan peta rahasia tambang emas yang baru?"
"Kau harus tahu, Hek-mo-ong bukan orang bodoh, dia cukup tahu bagaimana harus menghadapi Thio Kim-ciok. Aku rasa bila dia mau turun tangan terhadap Thio Kim-ciok, maka hal ini mempermudah baginya untuk mencapai apa yang diharapkan ketimbang harus menghadapi sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang."
Bantahan Liu Khi itu kembali menggetarkan pikiran semua orang, diam-diam mereka pun berpikir.
"Ya, betul, apa sebabnya Hek-mo-ong tidak langsung membunuh Thio Kimciok?"
Padahal Thay-kun sendiri pun belum dapat memecahkan masalah itu, maka untuk sementara waktu dia hanya membungkam.
Sementara itu sosot mata semua orang telah dialihkan ke wajah Thay-kun menantikan jawabannya.
Namun sikap Thay-kun waktu itu amat tenang dan santai, senyum manis tetap menghiasi ujung bibirnya yang terbungkam.
Sikap semacam ini segera mendatangkan perasaan misterius bagi siapa pun yang melihatnya.
Bahkan Liu Khi sendiri pun tak dapat menduga apa gerangan yang sedang diperbuat Thay-kun.
Suasana hening dan sepi, tiba-tiba dipecahkan oleh suara ledakan keras yang amat memekakkan telinga.
Ledakan itu begitu dahsyatnya sampai menggetarkan seluruh permukaan bumi, mengejutkan pula segenap jago yang berada di sana.
Suara ledakan itu berasal dari balik ruang gedung, menyusul segulung asap yang sangat tebal menggulung keluar dari balik jendela.
Mendadak dari balik jendela melompat keluar sesosok bayangan orang yang tubuhnya terjilat kobaran api.
Dalam genggaman orang itu memegang sebatang Boankoan- pit.
Begitu muncul dari jendela, ia segera menjatuhkan diri dan berguling beberapa kali di atas tanah hingga kobaran api yang menjilat tubuhnya padam, setelah padam dia baru melompat bangun dari atas tanah.
Walaupun ia berhasil menghindarkan diri dari bencana tubuh terbakar, namun keadaan orang itu sungguh sangat mengenaskan.
Jubah panjang berwarna birunya telah terbakar hangus hingga compang-camping tak keruan, wajahnya hitam terkena hangus dan asap yang tebal.
Biarpun begitu, orang yang pernah kenal dengannya masih dapat mengenali raut wajah itu.
"Ah, dia adalah si tabib sakti Gi Jian-cau!"
Thay-kun yang pertama-tama menjerit kaget.
Ketika Bong Thian-gak mendengar Thay-kun mengatakan orang itu adalah tabib sakti Gi Jian-cau, terbayang jeritan ngeri perempuan yang terdengar tadi, tanpa terasa ia mulai berpikir apa gerangan yang sedang dilakukan tabib sakti Gi Jian-cau di dalam gedung itu? Bong Thian-gak berkelebat ke depan, kemudian secara tiba-tiba menerobos masuk lewat daun jendela.
Baru saja tubuhnya bergerak, seseorang telah membentak pula.
"Berhenti!"
Tio Tian-seng dengan pedang terhunus telah mendesak ke depan, pedangnya seperti naga sakti yang keluar dari air segera menusuk ke tubuhnya serta menghalangi jalan pergi anak muda itu.
"Bong-laute,"
Ujarnya kemudian.
"Bila kau bermaksud memasuki halaman gedung, jangan salahkan pedangku ini tak kenal dirimu lagi!"
Bong Thian-gak mundur selangkah, lalu sahutnya sambil tertawa dingin.
"Tio-pangcu, rupanya kalian sudah bersekongkol hendak membunuh Thio Kim-ciok!"
"Tiga puluh tahun berselang, sepuluh tokoh persilatan tidak memperkenankan Thio Kim-ciok hidup di dunia, maka tiga puluh tahun kemudian pun kami tetap tak akan mengizinkan dia hidup terus!"
Kata Tio Tian-seng dengan suara dalam. Tiba-tiba Bong Thian-gak berpaling dan memandang sekejap ke arah tabib sakti Gi Jian-cau yang masih berdiri dengan Boan-koan-pit terhunus, tanyanya dengan dingin.
"Apakah kalian berhasil?"
Jawaban tabib sakti itu justru merupakan jawaban yang sangat ingin diketahui Tio Tian-seng, Tan Sam-cing serta Liu Khi, maka sorot mata semua orang pun dialihkan ke wajah Gi Jian-cau yang amat mengenaskan itu.
Dengan gerakan yang amat santai Gi Jian-cau membersihkan tubuhnya dari debu, lalu ujarnya dengan hambar.
"Thio Kim-ciok telah mendirikan sebuah benteng di bawah tanah yang kuat dan tangguh, ibarat sarang naga gua harimau di dalam gedung ini."
Biarpun cuma sepatah kata yang sederhana dan biasa, namun justru mencakup seluruh jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Paras muka Tio Tian-seng sekalian segera berubah hebat. Liu Khi tertawa dingin dan mengejek.
"Huh! Biarpun sarang naga gua harimau, memangnya mampu membendung serbuan sepuluh tokoh persilatan."
Ketika mendengar ucapan itu, tabib sakti Gi Jian-cau segera memandang sekejap ke arah Liu Khi, kemudian ujarnya pelan.
"Selama ini banyak sudah ilmu Ngo-heng dan berbagai ilmu lain yang kupelajari, aku pun mengerti ilmu bangunan dan ilmu jebakan api, tapi barusan hampir saja tak sanggup keluar dari gedung itu dengan selamat."
Dalam deretan sepuluh tokoh persilatan, Gi Jian-cau terhitung tokoh yang berkepandaian tinggi serta berpengetahuan luas, hal ini cukup diketahui setiap umat persilatan, tapi beberapa patah kata yang barusan diucapkan olehnya itu membuat Tio Tian-seng sekalian berkerut kening.
Dengan suara dalam Tan Sam-cing berkata.
"Bila kita tak mampu menyerbu masuk ke dalam ruang bawah tanahnya, bagaimana cara kita membekuk Thio Kim-ciok?"
Liu Khi tertawa dingin.
"Bagaimana pun juga Thio Kim-ciok tak mungkin bersembunyi terus di ruang bawah tanah. Hm, sekalipun dia bersembunyi terus di situ, aku yakin mampu menerobos masuk ke dalam ruang rahasianya."
Pembicaraan beberapa orang ini segera membuat Bong Thian-gak, Thay-kun serta Song Leng-hui merasa gembira.
Mimpi pun mereka tidak mengira kecerdikan Thio Kim-ciok demikian mengagumkan sehingga dia telah melengkapi gedung yang luas ini dengan ruangan bawah tanah yang penuh dengan alat rahasia.
Thio Kim-ciok sudah lama menduga suatu waktu para jago akan berkumpul di situ untuk membekuknya, maka jauh hari sebelumnya dia telah mempersiapkan tindakan jitu untuk menanggulangi keadaan itu.
Bong Thian-gak berdehem pelan, kemudian tanyanya kepada Gi Jian-cau dengan suara dalam.
"Gi-locianpwe, tadi kudengar dua kali jeritan ngeri dua perempuan yang berada di dalam ruangan gedung. Tolong tanya apakah kedua dayang itu ajal di tanganmu?"
Agaknya baru sekarang Gi Jian-cau memperhatikan kehadiran Bong Thian-gak bertiga. Ia mendongakkan kepalanya yang hitam pekat oleh hangus, Lalu diawasinya mereka bertiga dengan sorot mata tajam.
"Mungkin kau yang disebut Jian-ciat-suseng?"
Katanya ketus. Mendadak Thay-kun mendorong ke depan dan serunya.
"Gi-locianpwe, kau masih ingat aku?"
"Tentunya kesadaran pikiranmu telah pulih kembali, bukan?"
Thay-kun tertawa cekikikan.
"Betul, aku sudah sadar seutuhnya, banyak terima kasih atas pemberian Hui-hunwanmu itu."
Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hm!"
Gi Jian-cau mendengus dingin.
"Kalau begitu sudah lama kau bersekongkol dengan Thio Kim-ciok!"
"He, atas dasar apa kau menuduh aku telah lama bersekongkol dengan Thio Kim-ciok?"
Seru Thay-kun agak tertegun . Dengan gemas dan rasa benci Gi Jian-cau berkata.
"Dengan mengorbankan segenap pikiran dan tenagaku selama setengah umur hidupku, aku berhasil membuat tiga butir Huihun- wan, tapi akhirnya dicuri sebutir di antaranya oleh Kengtim Suthay yang bersekongkol dengan Thio Kim-ciok. Akibat perbuatannya itu, aku gagal mewujudkan suatu masalah besar yang kucita-citakan."
"Tapi satu hal yang tidak kumengerti adalah perbuatan Thio Kim-ciok, mengapa dia bersedia memberikan pil Hui-hun-wan itu untukmu?" "Thio Kim-ciok menderita luka cukup parah serta membutuhkan sebutir pil Hui-hun-wan untuk menyembuhkannya, aku tidak percaya Thio Kim-ciok memberikan pil Hui-hun-wan itu untukmu."
Perkataannya ini segera menggerakkan pikiran Bong Thiangak, tiba-tiba ia teringat kejadian di Sam-cing-koan dimana Keng-tim Suthay serta jago-jago lihai Hiat-kiam-bun terbunuh secara mengenaskan.
Berpikir sampai di situ, tiba-tiba saja pemuda itu mengernyitkan alis, kemudian membentak.
"Gi Jian-cau, aku ingin bertanya kepadamu. Apakah Keng-tim Suthay sekalian jago lihai Hiat-kiam-bun tewas di tanganmu?"
"O, jadi Keng-tim Suthay telah mampus?"
Kata Gi Jian-cau dingin.
"Kalau begitu Keng-tim Suthay pasti bermaksud mengangkangi pil Hui-hun-wan sehingga dibunuh Thio Kimciok lebih dahulu."
Bong Thian-gak yang mendengar ucapan itu jadi termangu, diam-diam ia pun berpikir.
"Benarkah Keng-tim Suthay mati terbunuh di tangan Thio Kim-ciok?"
"Tapi jelas Sam-cing Tosu yang berada di dalam kuil Samcing- koan adalah hasil penyaruan Thio Kim-ciok, sedang sekarang tabib sakti bilang Thio Kim-ciok telah bersekongkol dengan Keng-tim Suthay untuk mencuri sebutir pil Hui-hunwan untuk menyembuhkan penyakitnya. Kalau begitu mungkinkah Keng-tim Suthay dibunuh oleh Thio Kim-ciok?"
Sementara dia masih berpikir, tiba-tiba terdengar Thay-kun yang berada di sampingnya berkata sambil menghela napas sedih.
"Kematian Keng-tim Suthay sungguh mengenaskan, tapi andaikan Gi-locianpwe tidak berubah pikiran, Suthay pun tak akan mati secara mengenaskan."
Waktu itu Bong Thian-gak merasakan darah yang mengalir dalam tubuh bagaikan mendidih. Dengan penuh perasaan dendam ia berkata.
"Thay-kun, lebih baik kita urungkan saja niat kita menyembuhkan luka yang diderita Thio Kim-ciok."
"Bong-suheng!"
Thay-kun tersenyum.
"sekalipun Keng-tlm tutttiy sekalian jago-jago Hiat-kiam-bun tewas di tangan Thio Kim-ciok kita tetap harus berupaya menyembuhkan luka yang diderita Thio Kim ciok"
Bong Thian-gak menjadi tertegun untuk beberapa saat, kemudian katanya.
"Thio Kim-ciok telah membantai anak murid Hiat-kiam-bun. Dendam sakit hati ini lebih dalam dari samudra. Bilamana sakit hati Itu tidak dibalas, bagaimanakah kita bisa menghibur arwah anggota Hiat-kiam-bun yang telah berada di alam baka?"
"Bila ada dendam, sudah barang tentu kita wajib menuntut balas,"sahut Thay-kun dengan suara dalam.
"tapi paling tidak kita wajib melakukan penyelidikan lebih dulu sejelas-jelasnya, siapakah pembunuh yang sesungguhnya dalam peristiwa itu?"
Ucapan nona itu segera menggerakkan pikiran Bong Thiangak segera dia berpikir pula.
"Ya betul, kenapa aku harus mempercayai perkataan Gi Jian-cau begitu saja? Ah benar, bukankah Keng-tim Suthay pernah meninggalkan pesan yang mengatakan agar aku berusah membunuh tabib sakti itu."
Gi Jian-cau berdehem pelan, katanya lagi dengan suara dingin.
"Dalam perselisihan kami sepuluh tokoh persilatan dengan Thio Kim ciok, kalian para angkatan muda sama sekali tak tersangkut. Kuanjurkan kepada kalian lebih baik tak usah mencampuri urusan ini, kalau tidak, aku kuatir kalian akan mampus tanpa liang kubur."
Kembali Thay-kun tersenyum.
"Gi-locianpwe, tahukah kau siapa Hek-mo-ong itu?"
Dia bertanya.
"Hek-mo-ong adalah Thio Kim-ciok!"
Sahut Gi Jian-cau sambil tertawa dingin. Liu Khi segera berseru pula sambil tertawa licik.
"Nona Thay-kun, kuperingatkan sekali lagi kepadamu, di sekitar gedung ini sekarang telah berdatangan begitu banyak jago lihai persilatan, kedatangan mereka pada malam ini tak lain hendak membunuh Thio Kim-ciok."
"Oleh sebab itu biarpun kali ini Thio Kim-ciok memiliki sepuluh lembar nyawa cadangan pun, jangan harap bisa mempertahankan hidupnya. Bilamana kau ingin membantu Thio Kim-ciok, maka hal ini sama artinya sudah bosan hidup di dunia."
Thay-kun tersenyum.
"Sejak tadi sudah kuduga Ho Lan-hiang dan Biau-kosiu sekalian bersembunyi di sekitar gedung ini bersama-sama jago andalannya, malah bisa jadi sastrawan berwajah tampan Liong Oh-im beserta jago-jagonya pun telah berdatangan. Cuma aku pikir belum tentu kawanan jago persilatan yang begini banyak itu akan tunduk dan menuruti perintahmu."
"Siapa tahu orang yang sedang mereka cari bukan Thio Kim-ciok, melainkan Liu Khi serta Gi Jian-cau!"
Berubah hebat paras muka Liu Khi, dia segera membentak.
"Budak setan, rupanya arak kehormatan kau tampik, arak hukuman kau cari. Sudah bosan hidup rupanya kau!"
Di tengah bentakan itu, Liu Khi telah mencabut senjatanya, lalu dengan kecepatan luar biasa dia langsung membacok pinggang gadis itu.
Baru saja golok Liu Khi bergerak, dua bilah pedang yang muncul secara tiba-tiba dari sisi arena, seperti sepasang naga yang muncul dari samudra, satu dari kiri dan yang lain dari kanan, segera mencegat dari arah berlawanan dengan kecepatan tak kalah dari gerakan Liu Khi.
Kedua bilah pedang itu tahu-tahu sudah menangkis sambaran golok panjang itu.
Ternyata kedua bilah pedang itu adalah pedang iblis Tio Tian-seng serta pedang bambu Bong Thian-gak.
Dengan satu gerakan yang tak kalah cepatnya Liu Khi segera memutar kembali mata goloknya dan ditarik ke belakang.
Kemudian sambil melotot ke arah Tio Tian-seng, dia membentak penuh gusar.
"Tio-pangcu, sesungguhnya apa maksudmu?"
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh Tio Tianseng berkata.
"Kepandaian silat Jian-ciat-suseng bertiga tidak berada di bawah kepandaian silat tokoh mana pun dari sepuluh tokoh persilatan di masa lalu. Bila kita harus bertarung melawan mereka, maka tanpa kita sadari perbuatan itu telah memenuhi harapan Thio Kim-ciok."
"Kalau bukan begitu, lantas dengan cara apakah kita harus menghadapi beberapa orang yang tak tahu diri ini?"
Seru Liu Khi sambil tertawa dingin. Tiba-tiba Tio Tian-seng berpaling ke arah Bong Thian-gak, lalu katanya.
"Bong-laute, ada satu patah kata yang ingin kusampaikan kepadamu, yaitu soal dendam kesumat sepuluh tokoh persilatan dengan Thio Kim-ciok, kau tahu perselisihan ini sudah terjalin sejak tiga puluh tahun berselang, oleh karena itu selama sepuluh tokoh persilatan masih ada yang hidup, kami tak akan membiarkan Thio Kim-ciok tetap hidup, pertarungan kami dengan Thio Kim-ciok tak pernah bisa dileraikan lagi."
"Sebaliknya kalian adalah orang-orang yang berada di luar garis, mengapa kalian mesti menjerumuskan diri ke dalam kancah perselisihan itu? Hasilnya tak menguntungkan bagi kalian? Karena itu kuanjurkan kepada kalian, lebih baik tinggalkan tempat ini secepatnya."
"Boanpwe merasa berterima kasih atas nasehat Tiopangcu,"
Kata Bong Thian-gak dengan lantang.
"tapi ada satu hal yang perlu Locianpwe mengerti, walaupun antara kami bertiga dengan Thio Kim-ciok tidak mempunyai hubungan budi dan dendam secara langsung, namun hubungan kami adalah anak murid atau keturunan langsung sepuluh tokoh persilatan, maka kami wajib mengetahui sampai jelas siapa gerangan Hek-mo-ong yang sesungguhnya."
"Ah betul, hampir saja aku lupa bahwa Bong-laute adalah anak murid Oh Ciong-hu serta Ku-lo Hwesio,"
Segera kata Tio Tian-seng. Sampai di situ, sorot matanya segera dialihkan ke wajah Song Leng-hui sambil tanyanya pula.
"Siapa pula dia?"
"Dia adalah istriku, putri tunggal sepasang kekasih persilatan Song-ciu suami-istri."
Tio Tian-seng menghela napas sedih, ujarnya kemudian.
"Kalau memang begitu Bong-laute sekalian memang berhak untuk tetap tinggal di sini."
"Tio-pangcu,"
Kata Bong Thian-gak.
"sesungguhnya musuh besar yang sedang Boanpwe cari saat ini adalah Hek-mo-ong, bukan Thio Kim-ciok. Andaikata Thio Kim-ciok adalah Hek-moong, maka di antara kami dengannya terjadi pula hubungan sakit hati."
"Jadi kau beranggapan Thio Kim-ciok bukan Hek-mo-ong?"
Tiba-tiba Tio Tian-seng bertanya dengan suara dalam.
"Barusan kami telah bertarung melawan Hek-mo-ong asli dan bilamana pandanganku belum lamur, Boanpwe masih teringat dengan jelas bahwa Hek-mo-ong adalah seorang berlengan tunggal."
Liu Khi tertawa kering, katanya.
"Dalam Kangouw dewasa ini, orang berlengan tunggal yang cukup pantas menjadi Hekmo- ong hanya Jian-ciat-suseng serta aku dua orang."
"Bong-laute mengatakan orang yang paling dicurigai sebagai Hek-mo-ong adalah Liu Khi, tapi aku tak akan mempercayai begitu saja,"
Kata Tio Tian-seng dengan suara dalam. Tiba-tiba Thay-kun menghela napas panjang, lalu katanya.
"Tidak percaya pun tak ada gunanya. Bila dugaanku tidak salah, maka untuk membuktikan siapakah Hek-mo-ong yang sesungguhnya, maka jawaban itu tidak dapat diperoleh sebelum sepuluh tokoh persilatan dan Ho.Lan-hiang mampus semua hingga tinggal orang terakhir. Saat itulah wajah asli Hek-mo-ong baru akan ketahuan."
Mendadak Bong Thian-gak tertawa keras, serunya.
"Liu Khi, mudah sekali bila kau ingin membuktikan bahwa kau bukan Hek-mo-ong, cukup kau singkap baju kananmu yang kutung itu dan perlihatkan kepada semua orang, apakah di situ telah kau sembunyikan tangan tengkorakmu atau tidak. Jika tak ada, maka terbukti kau memang bukan Hek-mo-ong."
"Tangan tengkorak andalan Hek-mo-ong untuk membunuh sudah cukup menggetarkan setiap orang, namun tak seorang pun di dunia ini yang mengetahui bahwa tangan tengkorak andalan Hek-mo-ong disembunyikan di lengan kanannya yang kutung."
Tidak heran perkataan Bong Thian-gak itu mengejutkan para jago, masing-masing segera berpikir dalam hati.
"Betulkah tangan tengkorak Hek-mo-ong tersembunyi di balik lengannya yang kutung?"
Dengan hati berdebar dan perasaan amat tegang, sorot mata kawanan jago itu serentak dialihkan ke lengan kutung Liu Khi. Sambil mengerut dahi Tio Tian-seng bertanya pula dengan suara dalam.
"Bong-laute, benarkah kau pernah bersua dengan Hek-mo-ong?"
"Bukan hanya bersua, malahan dada kiriku sempat dihajar olehnya dengan tangan tengkoraknya. Jika kalian tak percaya, silakan diperiksa tanda yang berada di tubuhku ini."
Sembari berkata, tiba-tiba pemuda itu membuka pakaian yang menutupi dadanya.
Biarpun suasana malam itu sangat gelap, namun dengan ketajaman mata Tio Tian-seng sekalian, sekilas pandang saja mereka dapat melihat dengan jelas bahwa di atas dada sebelah kiri Bong Thian-gak terdapat sebuah cap tangan tengkorak yang sembab membengkak dan berwarna hitam seperti yang biasanya ditemukan, justru karena itulah Bong Thian-gak tak sampai menemui ajal.
Pada saat itulah tiba-tiba berkumandang suara gelak tawa yang amat keras, menyusul terdengar seseorang berkata.
"Tio Tian-seng, benarkah di atas tubuhnya terdapat bekas tangan tengkorak?"
Sesosok bayangan orang berbaju putih telah melompat datang dengan cepatnya.
Orang ini bukan lain adalah sastrawan berwajah tampan Liong Oh-im, salah seorang di antara sepuluh tokoh persilatan.
Liong Oh-im muncul dengan pedang tersoreng di punggung dan kipas tulang kemala di tangan, dia berjalan ke hadapan Bong Thian-gak dengan langkah amat santai.
Setelah memeriksa sekejap bekas tangan tengkorak di dada Bong Thian-gak, dengan wajah berubah ia berseru keras.
"Ah, ternyata memang bekas tangan tengkorak yang asli, cuma warnanya saja yang berbeda."
Sampai di sini sorot matanya segera dialihkan ke wajah Liu Khi. Liu Khi tertawa seram, katanya.
"Liong Oh-im, sungguh tak disangka kau pun datang kemari!"
Liong Oh-im tertawa ringan, sahutnya.
"Dari kesepuluh tokoh persilatan yang belum mampus, hampir semuanya telah muncul di sini. Termasuk Ho Lan-hiang pun mungkin sudah berada di sekitar tempat ini."
Belum selesai perkataan itu diucapkan, terendus bau harum semerbak bunga anggrek yang tersebar di sekitar tempat itu, lalu terdengar seseorang berkata dengan suara lembut dan halus.
"Lan-hiang sudah tiba sejak tadi!"
Semua orang segera berpaling ke arah asal suara ini, tampaklah tiga sosok bayangan orang berdiri di atas gununggunungan.
Tak disangkal lagi orang yang berada di tengah adalah Ho Lan-hiang, sedangkan di sisi kirinya adalah Ji-kaucu, sedang orang yang berada di sebelah kanan adalah Sim Tiong-kiu.
Liu Khi tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya.
"Sungguh tak kusangka semua orang telah berdatangan kemari. Hm, kalau begitu kita pun tak usah menunggu lebih lanjut, sekarang juga kita dapat turun tangan terhadap Thio Kim-ciok."
"Tunggu sebentar!"
Mendadak Liong Oh-im berseru keras sambil tertawa.
"Liong-suseng, apalagi yang kau ragukan?"
Tegur Liu Khi sambil tertawa dingin. Liong Oh-im tertawa terbahak-bahak.
"Tiga puluh tahun lalu, sepuluh tokoh persilatan hendak membunuh Thio Kimciok dan tiga puluh tahun kemudian Thio Kim-ciok yang hendak membunuh sepuluh tokoh persilatan untuk membalas dendam. Kedua belah pihak telah bersumpah tak akan hidup berdampingan secara damai lagi, namun di balik dendam kesumat yang berlangsung selama ini terselip pula seorang sutradara yang misterius. Dialah yang sesungguhnya menjadi dalang peristiwa berdarah ini, yakni Hek-mo-ong. Sebelum kita melangkah lebih jauh, aku pikir ada baiknya menyelidiki lebih dulu siapa sesungguhnya orang yang telah berperan sebagai Hek-mo-ong?"
Berubah hebat paras muka Liu Khi, segera tegurnya dengan suara dingin.
"Jadi Liong-heng mencurigai aku sebagai Hek-mo-ong?"
Liong Oh-im tersenyum.
"Sekarang persoalan telah berkembang menjadi begini rupa, aku rasa Liu-sianseng wajib memperlihatkan lengan kananmu yang kutung itu kepada semua orang."
"Liu Khi,"
Tio Tian-seng berseru pula dengan lantang.
"Kau harus bertindak untuk menghilangkan kecurigaan orang terhadap dirimu."
Mendadak terdengar Thay-kun berseru dengan suara merdu.
"Tidak usah diperiksa lagi, dalam keadaan dan waktu seperti ini, di balik lengan tunggalnya itu tak akan ditemukan tangan tengkoraknya."
"Sumoay, apa maksudmu berkata demikian?"
Tanya Bong Thian-gak dengan wajah termangu.
"Seandainya aku menjadi Hek-mo-ong, jika muncul sebagai orang lain, aku tak akan melengkapi diriku dengan tangan tengkorak itu."
Kobaran hawa amarah yang membara telah menyelimuti wajah Liu Khi, tiba-tiba ia membentak dengan geram.
"Budak setan, rupanya kau sudah menuduh aku habis-habisan. Hm, bila aku harus menerima penghinaan hari ini tanpa balas, perbuatanmu ini sama artinya dengan memberi aib sepuluh tokoh persilatan, hm .... Sekarang pentang mata kalian lebarlebar, lihat dengan jelas, benda apakah yang kusembunyikan di balik lengan kutungku ini?"
Seraya berkata Liu Khi segera menggulung ujung baju kanannya yang kosong sampai ke batas bahu kanannya sehingga lengannya yang kutung itu dapat terlihat dengan jelas dan nyata.
Kecuali bekas kutungan lengan akibat bacokan pisau, ternyata tidak nampak tangan tengkorak seperti apa yang dicurigakan.
Mendadak pada saat itu terdengar Liu Khi membentak dengan penuh rasa geram.
"Bocah keparat yang berani menghina aku, kalian harus menyerahkan nyawamu."
Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Golok saktinya kembali dilontarkan ke muka dengan hebatnya.
Serangan golok itu langsung ditujukan ke arah Bong Thiangak.
Serangan itu meluncur dari bawah berbalik membacok ke arah atas.
Selain dilepaskan dengan kecepatan luar biasa, jurus serangan pun luar biasa, dalam waktu singkat telah mencapai sasarannya.
Terdengar bunyi robekan, di tengah kilauan cahaya putih yang terpancar dari mata golok, Bong Thian-gak melayang pergi ke samping, sekalipun ia sudah bergerak cukup cepat, ujung baju sebelah kirinya terpapas juga dan terjatuh ke atas tanah.
Andaikata lengan kanan Bong Thian-gak tidak kutung sejak dulu, hari ini lengan itu pasti akan kutung juga termakan oleh sambaran golok kilat itu.
Bersamaan waktunya dengan gerakan menghindar tadi, Bong Thian-gak telah mengayunkan pula pedang bambunya melancarkan sebuah bacokan kilat.
Serangan itu langsung mencegah serangan golok kedua Liu Khi yang berusaha menyerobot posisi.
Itulah sebabnya di saat mata golok Liu Khi menyambar tiba untuk kesekian kalinya, serangan pedang Bong Thian-gak pun turut membabat tiba dari arah samping.
Begitu pertarungan berlangsung, para jago yang hadir di arena segera mengerti bahwa pertarungan antara kedua orang itu tak akan berakhir dalam waktu singkat.
Bila jago-jago lihai sedang bertarung, sekalipun terdapat sedikit selisih kepandaian mereka, asalkan kemampuan itu hampir berimbang, maka bukan pekerjaan mudah bagi mereka untuk menentukan menang kalah dalam waktu singkat.
Tampaknya Liu Khi bermaksud melangsungkan pertarungan kilat, makin menyerang semakin cepat.
Tujuannya tentu ingin membinasakan Bong Thian-gak.
Oleh sebab itu setiap jurus serangan yang dilontarkan, hampir semuanya merupakan jurus maut yang ganas dan buas, kecepatannya pun bagaikan sambaran kilat.
Sebaliknya permainan pedang Bong Thian-gak pun cepat, ganas dan buas untuk mengimbangi permainan lawan.
Kendati ia dipaksa oleh gerak serangan Liu Khi sehingga berada dalam posisi di bawah angin, namun ia tetap menghadapi serangan musuh dengan tenang, jurus dilawan dengan jurus, gerakan dipatahkan dengan gerakan, gerakgeriknya sama sekali tidak kalut.
Untuk sementara waktu Thay-kun dan Song Leng-hui merasa agak lega.
Sebaliknya kawanan jago lainnya menjadi bingung dan tak tahu bagaimana harus menyelesaikan pertikaian itu.
Tiba-tiba terdengar si tabib sakti Gi Jian-cau berkata dengan suara dingin.
"Tujuan kedatangan kita hari ini adalah membekuk Thio Kim-ciok. Barang siapa berani menentang usaha kita membunuh Thio Kim-ciok adalah musuh kita juga, apakah kita mesti membuang waktu lagi dengan percuma?"
"Gi Jian-cau,"
Bentak Thay-kun dengan suara dingin.
"jika kau berani maju selangkah lagi, silakan mencicipi dahulu kelihaian ilmu pukulan Soh-li-jian-yang-sin-kang."
Sambil berkata gadis itu menyiapkan telapak tangan kirinya dan ditujukan ke arah si tabib sakti di hadapannya.
Soh-li-jian-yang-sin-kang merupakan ilmu pukulan yang amat dahsyat dan sudah lama termasyhur di seantero persilatan, sekalipun si tabib sakti Gi Jian-cau terhitung salah seorang yang tercantum dalam sepuluh tokoh sakti persilatan, namun dia pun tak berani bertindak secara gegabah.
"Budak setan,"
Gi Jian-cau segera mengumpat.
"biarpun kau memiliki ilmu Soh-li-jian-yang-sin-kang yang maha dahsyat, tetapi kemampuanmu itu hanya sanggup menandingi aku seorang."
"Seorang pun sudah lebih dari cukup,"
Kata Thay-kun sambil tertawa merdu.
"Sebab sampai detik ini, hanya kau serta Liu Khi yang berniat melenyapkan kami dari sini."
Baru selesai perkataan itu diucapkan, mendadak Ho Lanhiang yang berada di atas gunung-gunungan berkata dengan suara dingin.
"Budak busuk, aku pun tak akan melepaskan kau."
Belum sempat Thay-kun menanggapi, tiba-tiba terdengar pula seorang berseru dengan suara merdu.
"Ho Lan-hiang, jika orang-orang Put-gwa-cin-kau berani bergerak, aku pun akan segera turun tangan menghadang kalian."
Semua jago segera berpaling ke arah asal suara itu, entah sejak kapan ternyata dalam halaman itu telah bertambah dengan Biau-kosiu beserta rombongan.
Adapun rombongan Biau-kosiu ini terdiri dari Biau-han-thian suami-istri serta nenek berambut putih.
Betapa senang Thay-kun mengetahui Biau-kosiu serta rombongan mendukung pihaknya, ia segera tertawa cekikikan, katanya.
"Nona Biau, apakah kau sudah mengetahui siapa Hek-mo-ong yang sebenarnya?"
"Setiap orang yang hadir di arena saat ini mempunyai kecurigaan sebagai Hek-mo-ong dan kedatanganku kali ini adalah khusus untuk menyelidiki siapa Hek-mo-ong yang sesungguhnya sehingga dendam sakit hati ayahku bisa dibalas,"
Ucap Biau-kosiu dingin.
Sembari berkata, ia bersama rombongannya pelan-pelan berjalan masuk ke dalam arena.
Dalam pada itu pertarungan antara Bong Thian-gak melawan Liu Khi telah mencapai puncak yang paling kritis.
Pertarungan di antara mereka berdua yang semula berlangsung amat cepat dan ganas, kini telah berubah menjadi lambat, bahkan gerakannya amat sederhana dan bersahaja.
Walaupun begitu, setiap orang yang hadir tahu bahwa di balik setiap jurus serangan yang digunakan kedua orang itu terselip intisari segenap kepandaian yang mereka miliki.
Tiba-tiba terdengar Bong Thian-gak membentak.
"Liu Khi, sambut dulu jurus serangan 'bianglala panjang menutup sang surya' ini!"
Pedang diangkat sejajar dada, kaki kiri maju selangkah dan pedangnya seperti semburan air yang kuat menusuk dada Liu Khi dengan kekuatan maha dahsyat.
Begitu Bong Thian-gak mengeluarkan jurus serangan ini, berubah hebat paras muka para jago yang menonton dari samping, mendadak terdengar Tio Tian-seng berteriak keras.
"Liu Khi, jangan bertindak gegabah, jangan kau sambut serangan itu."
Tio Tian-seng meluncur ke depan dari sisi kiri sambil mengayun pedangnya dengan kecepatan luar biasa.
Dengan bertindaknya Tio Tian-seng secara di luar dugaan ini, suasana dalam arena menjadi kalut, bentakan nyaring, hardikan lantang bergema silih berganti.
Thay-kun, Soh Leng-hui, Biau-kosiu dan Tan Sam-cing serentak melompat ke depan dan terjun ke dalam arena.
Di tengah gelak tawa yang amat keras, Liu Khi melejit ke tengah udara bagaikan seekor burung elang raksasa dan melayang ke belakang.
Terdengar suara benturan keras.
Tahu-tahu pedang bambu di tangan Bong Thian-gak telah terpapas kutung oleh bacokan pedang Tio Tian-seng Bong Thian-gak mendengus tertahan, tubuhnya mencelat jauh dan jatuh terduduk di atas tanah.
Thay-kun dan Song Leng-hui sama-sama menjerit kaget, serentak mereka melompat ke hadapan Bong Thian-gak.
Sementara itu Bong Thian-gak memutar biji mata, lalu sambil melompat bangun dari atas tanah, bentaknya.
"Tiopangcu, sebenarnya serangan pedangku dapat memaksa Liu Khi mengungkap identitasnya. Sungguh tak disangka, kau telah menggagalkan usahaku itu."
Dengan wajah serius Tio Tian-seng berkata.
"Ilmu pedang Bong-laute telah mencapai puncak kesempurnaan. Aku merasa amat kagum atas kemampuanmu itu, tetapi aku tak bisa membiarkan Liu Khi terluka di ujung pedangmu begitu saja."
Sementara itu Song Leng-hui telah bertanya dengan penuh kuatir.
"Engkoh Gak, apakah kau terluka?"
"Tidak,"
Bong Thian-gak menggeleng. Dalam pada itu Liu Khi yang sudah berdiri, katanya dengan senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya.
"Malam ini aku orang she Liu telah memperoleh pengalaman baru. Hm, hampir saja aku terluka di ujung pedangmu itu."
"Sungguh menyesal aku gagal membuka kedok palsumu pada malam ini,"
Kata Bong Thian-gak hambar. Mendadak terdengar Biau-kosiu berseru dengan suara lantang.
"Bong-siauhiap, mengapa kalian harus menjual tenaga untuk Thio Kim-ciok?"
"Sebab kami tahu Thio Kim-ciok bukan Hek-mo-ong yang sedang kita cari."
Biau-kosiu tertawa dingin.
"Peduli Thio Kim-ciok adalah Hek-mo-ong atau bukan, dari ambisi serta tekad Thio Kim-ciok untuk melampiaskan rasa benci dan dendamnya, tak mungkin dia melepaskan setiap orang yang berhubungan dengan sepuluh tokoh persilatan begitu saja. Oleh sebab itu bila kalian bersikap membela Thio Kim-ciok secara membabi-buta, pada hakikatnya perbuatan kalian itu merupakan perbuatan yang sangat tolol."
"Bong-laute,"
Tio Tian-seng segera menambahkan.
"apa yang dikatakan nona Biau tepat sekali. Thio Kim-ciok adalah seorang buas yang berhati sempit dan munafik, dia seorang pendendam dan tak pernah melepaskan musuhnya begitu saja, padahal Bong-laute serta nona Song mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan sepuluh tokoh persilatan, pada akhirnya Thio Kim-ciok juga tak bakal melepas kalian begitu saja."
Baru saja Tio Tian-seng selesai berkata, mendadak terdengar suara ledakan keras yang memekakkan telinga, menyusul gedung yang amat besar dan megah itu roboh berantakan ke atas tanah.
Di tengah robohnya gedung itu, terdengar pula beberapa kali jeritan ngeri yang memilukan.
Beberapa sosok bayangan orang nampak melarikan diri terbirit-birit dari balik reruntuhan bangunan.
Dengan ketajaman mata Bong Thian-gak, sekilas pandang saja ia sudah mengenali orang yang sedang melarikan diri itu, seorang kakek berbaju hitam serta tiga orang lelaki kekar berbaju hitam pula.
Mendadak hatinya bergetar keras, tanpa sadar serunya tertahan.
"Hek-ki-to-cu Long Jit-seng."
Ketika kakek berbaju hitam yang kabur menyelamatkan diri itu sampai di hadapan Bong Thian-gak dan melihat kehadiran si anak muda itu, ia tertawa licik, sapanya.
"Jian-ciat-suseng, sungguh tak disangka kita bersua lagi di sini."
Sebagaimana diketahui, dalam pertempuran di kuil Hongkong- si, Long Jit-seng berhasil menyelamatkan jiwanya dari kematian. Kemunculan orang ini membuat Bong Thian-gak segera teringat perkataan Liu Khi barusan.
"Sesungguhnya aku sudah menyiapkan selembar kartu raja untuk menghancurkan semua peralatan rahasia yang berada dalam gedung ini."
Dari sini bisa diduga kartu raja yang dimaksud Liu Khi tadi tak lain adalah Hek-ki-to-cu Long Jit-seng.
Sementara itu di saat Long Jit-seng berempat menyelamatkan diri dari reruntuhan bangunan rumah tadi, Gi Jian-cau memperhatikan bangunan yang roboh itu dengan seksama.
Tiba-tiba wajahnya berubah hebat, dari balik matanya mencorong sinar penuh rasa kaget.
Sambil mengawasi Long jit-seng sekalian, katanya dengan suara dingin.
"Sungguh tak disangka, kalian berhasil menemukan pintu masuk Kiu-kiongpat- kwa, sungguh mengagumkan."
Liu Khi tertawa terbahak-bahak, katanya pula.
"Gi-heng, mari kuperkenalkan, dia adalah Long Jit-seng dari lautan timur. Aku pernah bilang bukan, betapa pun lihai serta rumitnya alat rahasia Thio Kim-ciok, persiapannya itu takkan bisa menghalangi kita untuk pergi mencarinya."
Long Jit-seng tertawa seram pula, ujarnya.
"Sungguh tak disangka, para jago seluruh kolong langit berkumpul di sini pada malam ini. Sungguh kejadian ini merupakan suatu keberuntungan bagiku. Kini pintu masuk Pat-kwa-kiu-kiong sudah berhasil ditemukan, mengapa kalian tidak masuk ke dalam untuk membekuk Thio Kim-ciok?"
Gi Jian-cau tertawa dingin.
"Walaupun pintu masuk barisan Kiu-kiong-pat-kwa telah berhasil ditemukan, namun alat rahasia yang terdapat di ruang bawah tanah sana masih banyak dan berlapis-lapis. Dalam hal ini rasanya kita masih memerlukan bantuan Long-tocu."
Long Jit-seng tertawa tergelak.
"Aku tak lebih cuma melaksanakan perintah untuk membukakan pintu masuk barisan Kiu-kiong-pat-kwa yang berada dalam gedung ini. Sekarang tugas telah selesai, aku tak sudi menyerempet bahaya lagi dengan percuma."
Sampai di situ Long Jit-seng segera mengulap tangan kanannya dan bersiap mengajak ketiga anak buahnya pergi meninggalkan tempat itu. Mendadak terdengar Biau-kosiu membentak.
"Berhenti!"
Long Jit-seng memandang sekejap ke arah nona itu, lalu bertanya.
"Siapakah kau? Ada urusan apa memanggil aku?"
"Aku bernama Biau-kosiu, aku meminta padamu untuk mengajak kami memasuki barisan Kiu-kiong-pat-kwa yang berada di bawah tanah itu."
"Seandainya aku keberatan?"
Tanya Long Jit-seng menantang.
"Kalau begitu, silakan kau mampus di tempat ini."
"Bila aku mati, kalian pun jangan berharap bisa menangkap Thio Kim-ciok untuk selamanya."
Tiba-tiba Biau-kosiu memandang sekejap ke arah Liu Khi yang berada di samping arena, lalu tegurnya dingin.
"Dia ini anak buahmu?"
Liu Khi tertawa.
"Aku pernah menyelamatkan jiwanya satu kali, maka dia pun hanya membantuku sekali. Waktu itu aku hanya meminta kepadanya utnuk membantuku menemukan pintu masuk menuju barisan Kiu-kiong-pat-kwa yang berada dalam bangunan bawah tanah itu dan sekarang tugasnya telah selesai, tentu saja aku pun tak bisa mengekang dirinya lagi."
Biau-kosiu tertawa dingin, tiba-tiba ia berjalan ke muka dan pelan-pelan menghampiri Long Jit-seng.
Setiap jago yang berada dalam arena mengetahui bahwa Biau-kosiu bermaksud memaksa Long Jit-seng memenuhi keinginannya.
Mendadak terdengar Long Jit-seng membentak, telapak tangannya segera diayunkan ke depan membacok dada Biaukosiu yang sedang berjalan mendekat.
Dengan suatu gerakan yang amat cepat dan lincah, Biaukosiu menghindar ke samping, kemudian pergelangan tangannya diputar sambil menyambar, tanpa mengeluarkan sedikit tenaga pun, dia telah berhasil mencengkeram urat nadi pergelangan tangan kanan Long Jitseng.
Pada saat itulah ketiga lelaki kekar berbaju hitam yang berdiri di belakang Long Jit-seng menerjang maju secara bersama-sama.
Biau-kosiu segera mengayun tangan kirinya siap meluncurkan sebuah bacokan mematikan, tiba-tiba terdengar Long Jit-seng berteriak.
"Nona, jangan kau lukai pembantu utamaku."
Di tengah seruan itu, golok Liu Khi telah tercabut, kemudian diayunkan sejajar dada menghadang jalan pergi ketiga lelaki kekar itu serta niat Biau-kosiu untuk menyerang.
Melihat Liu Khi menghalangi niatnya, Biau-kosiu segera menegur sambil tertawa dingin.
"Liu-tayhiap, apakah kau berniat melepaskannya pergi dari sini?"
Liu Khi tertawa terbahak-bahak.
"Apabila nona Biau bermaksud minta bantuan Long-tocu, aku rasa kau harus memohonnya secara baik-baik."
"Tapi sayang dia enggan menerima arak kehormatan, sebaliknya justru mencari arak hukuman,"
Jengek Biau-kosiu sambil tertawa dingin. Liu Khi tak menggubris Biau-kosiu lagi, dia segera menggerakkan badan dan memberi hormat kepada Long Jitseng sambil katanya.
Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Long-tocu, kau pun terhitung seorang pintar, kau juga tahu bahwa setiap orang yang mengepung gedung ini merupakan jago-jago persilatan yang pernah menggetarkan persilatan, lagi pula mereka bertekad hendak membekuk Thio Kim-ciok, padahal Thio Kim-ciok pernah belajar ilmu bangunan dan ilmu alat rahasia dari Susiokmu."
"Berarti selain dirimu yang mampu memecahkan alat rahasia yang dipasang Thio Kim-ciok, tidak ada orang kedua di dunia ini yang mampu melakukannya. Oleh sebab itu bagaimana pun juga mereka tak akan melepaskan dirimu begitu saja pada malam ini."
Long Jit-seng tertawa dingin.
"Sungguh tidak disangka Liu-tayhiap telah menyingkap semua rahasiaku di hadapan umum."
"Itulah sebabnya kau harus membantu usaha kami membekuk Thio Kim-ciok."
Long Jit-seng tertawa licik.
"Oh, tentu saja"
Liu Khi tersenyum, dia melirik sekejap ke arah Biau-kosiu, lalu ujarnya.
"
Nona Biau, sekarang kau boleh melepaskannya."
Biau-kosiu mendengus dingin. Sambil mengendorkan tangan kanannya ia berkata dingin.
"Seharusnya sejak tadi kau memerintahkan kepadanya untuk berbuat demikian."
Mendadak Liu Khi berseru dengan suara lantang.
"Dengarkan baik-baik saudara sekalian, sekarang Thio Kimciok telah berada dalam ruang bawah tanah gedung ini yang telah dilengkapi dengan alat-alat rahasia yang tangguh dan kuat. Selama puluhan tahun terakhir ini, dia selalu mengeram di situ untuk merawat lukanya, sampai dimanakah ketangguhan alat-alat rahasianya serta rahasia apa yang terkandung di balik semua ini, aku rasa kita harus masuk sendiri serta menggalinya."
Baru saja Liu Khi selesai berkata, tiba-tiba dari balik kegelapan malam berkumandang suara seorang tua yang serak tapi lantang.
"Apa yang diucapkan Liu Khi memang benar. Di balik ruang bawah tanah dalam gedung ini memang tersimpan banyak sekali rahasia, cuma kalian harus ingat, tempat ini pun merupakan perangkap kematian yang bisa menghabisi riwayat hidup kalian."
Beberapa patah kata itu bergema dengan lantang dan dapat didengar oleh setiap jago dengan jelas, namun semua orang hanya bisa mendengar suaranya tanpa berhasil melihat sang pembicara.
Berubah hebat paras muka semua jago.
Tio Tian-seng segera menghardik dengan suara dalam.
"Siapakah kau? Harap sebutkan namamu."
Suara yang serak tapi nyaring itu tertawa terbahak-bahak.
"Aku adalah Thio Kim-ciok yang hendak kalian bekuk pada malam ini. Pintu neraka menuju ke barisan Kui-kiong-pat-kwa telah terbuka lebar dan siap menyambut kalian, mengapa kalian ragu-ragu memasukinya?"
Bong Thian-gak, Thay-kun dan Song Leng-hui telah mengenali suara itu, suara Thio Kim-ciok yang bermaksud menantang sepuluh tokoh persilatan untuk berduel.
Perubahan yang berlangsung sangat tiba-tiba ini segera membuat gedung itu diliputi suasana misterius, tegang dan menyeramkan.
Sementara itu para jago telah melangkah menghampiri bangunan yang roboh itu.
Ketika semua orang sudah melihat jelas keadaan di situ, berubah hebat paras muka mereka.
Ternyata di atas bekas gedung yang megah dan mentereng, kini telah muncul sebuah kuburan yang mengerikan.
Di atas batu nisan di muka kuburan yang sangat besar dan sangat aneh itu muncul sebuah pintu berbentuk rembulan, di atasnya terpajang tujuh huruf besar berwarna merah darah.
"Kuburan umat persilatan Kiu-kiong-pat-kwa". Di sebelah kiri dan kanan batu nisan itu terpancang pula sepasang nisan yang bertuliskan.
"Pintu neraka menyambut umat manusia dengan tubuh hancur tulang remuk naik ke surga."
Bergidik perasaan para jago menyaksikan semua ini, untuk beberapa saat lamanya mereka hanya bisa mengawasi liang kuburan yang terbuka lebar itu dengan mata terbelalak dan wajah termangu. Liong Oh-im berseru lantang.
"Thio Kim-ciok, benarkah kau berada di dalam liang kuburan itu?"
Gelak tawa nyaring segera berkumandang.
"Liong Oh-im, aku memang berada di liang kuburan. Aku telah membuang pikiran dan tenaga selama tiga puluh tahun untuk mempersiapkan liang tempat peristirahatan yang paling nyaman untuk kalian sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lanhiang si perempuan rendah itu. Mengapa kalian tidak cepat masuk kemari?"
Kalau tadi sepuluh tokoh persilatan yang masih hidup serta Ho Lan-hiang amat bernapsu untuk menangkap Thio Kim-ciok, maka sekarang setelah Thi Kim-ciok menantang mereka, orang-orang itu malah ragu menyambut tantangan itu.
Semua orang tahu bahwa Thio Kim-ciok telah bertekad hendak membalas dendam.
Perangkap yang telah ia siapkan selama tiga puluh tahun dengan susah-payah ini merupakan sarang naga gua harimau yang amat berbahaya dan sukar untuk dilewati.
Dengan suara setengah berbisik, Bong Thian-gak segera bertanya kepada Thay-kun.
"Sumoay, apakah kita akan turut masuk ke dalam?"
"Tentu saja kita harus ikut masuk. Hanya saja, bila kita sudah masuk ke dalam, mungkin tak akan bisa keluar lagi untuk selamanya."
"Apa maksudmu berkata demikian?"
"Aku merasa tempat ini seperti juga apa yang dikatakan Thio Kim-ciok tadi, merupakan kuburan yang paling besar untuk mengubur jago-jago lihai dunia persilatan."
Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Ai, dugaan Sumoay memang benar, Thio Kim-ciok belum dapat melupakan dendam sakit hati yang pernah dialaminya tiga puluh tahun berselang. Ai, buat apa kita mesti ikut serta dalam persoalan ini?" "Ya benar, kita memang tak usah melibatkan diri dalam perselisihan itu, tapi perselisihan antara sepuluh tokoh persilatan dengan Thio Kim-ciok pada malam ini, terutama menang kalah mereka akan mempengaruhi nasib dan keadaan persilatan di masa mendatang."
Sementara kedua orang itu masih berbincang-bincang, kawanan jago lainnya secara beruntun telah memasuki pintu di muka kuburan besar itu.
Liu Khi berjalan paling akhir, ketika kakinya baru saja akan melangkah masuk, tiba-tiba ia menariknya kembali.
Kemudian sambil berpaling ke arah Bong Thian-gak sekalian, tanyanya sambil tertawa.
"Apakah kalian tidak bermaksud memasuki kuburan umat persilatan?"
Thay-kun tertawa dingin.
"Setelah kau masuk nanti, kami bisa masuk sendiri."
"Bila kalian berniat ikut masuk, paling baik jika berjalan mengikut di belakang kami. Kalau tidak, pasti akan sulit untuk meneruskan perjalanan,"
Kata Liu Khi sambil tertawa seram.
"Terima kasih atas maksud baikmu, silakan kau pergi lebih dulu!"
Sementara itu dari balik liang kubur terdengar suara Tio Tian-seng berteriak.
"Liu Khi, semua orang sedang menantikan kedatanganmu. Mengapa kau tidak segera masuk ke dalam?"
Liu Khi tertawa terbahak-bahak, dia segera masuk ke dalam liang kubur.
Waktu itu pintu neraka menuju ke kuburan masih terbuka lebar, pada mulanya masih terdengar suara langkah kaki para jago serta suara pembicaraan mereka, tapi lambat-laun semakin jauh, makin jauh ...
akhirnya tidak terdengar lagi sedikit suara pun.
Bong Thian-gak yang menjumpai keadaan itu menjadi sangat terkejut, segera ujarnya.
"Wah, liang kubur ini nampaknya mempunyai lorong yang amat panjang dan dalam."
Paras muka Thay-kun berubah juga, katanya pula.
"Bila seseorang berjalan di lorong bawah tanah, biarpun sudah mencapai jarak sejauh satu li pun, seharusnya masih bisa mendengar suara langkah kakinya. Tapi mereka baru masuk selama seperempat jam, nyatanya suara mereka lenyap, kejadian seperti ini benar-benar aneh sekali."
Belum lagi mereka selesai berkata, mendadak terlihat seseorang berkelebat keluar dari balik liang kubur, tahu-tahu seorang kakek berbaju hijau telah berdiri di depan pintu liang kubur itu.
"Ah, Thio-locianpwe."
Ternyata orang tua yang berdiri di depan pintu liang kubur itu tak lain adalah Thio Kim-ciok. Waktu itu ia berdiri dengan wajah kereng dan serius, ujarnya tiba-tiba.
"Bong-siauhiap, bila bersedia menyembuhkan penyakit yang kuderita, silakan ikut masuk ke dalam. Bila menolak, harap secepatnya pergi meninggalkan tempat ini."
Satu ingatan segera melintas dalam benak Bong Thian-gak, tanyanya dengan suara dalam.
"Dengan cara apakah Thiolocianpwe hendak menghadapi Liu Khi sekalian?"
Dengan wajah serius dan nada bersungguh-sungguh, Thio Kim-ciok menjawab.
"Agaknya sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang telah bertekad membunuh diriku. Demi melanjutkan hidup, terpaksa aku harus memberikan perlawanan dengan sepenuh tenaga dan berjuang sampai titik darah penghabisan."
"Apakah Locianpwe mempunyai kekuatan yang cukup untuk menghadapi orang-orang itu?"
Kembali Bong Thian-gak bertanya.
"Sudah barang tentu kekuatan yang kumiliki tidak mampu melawan kemampuan mereka, tapi sampai akhirnya hanya Hek-mo-ong seorang yang akan berduel melawan diriku."
Sebelum Bong Thian-gak dapat menangkap arti di balik perkataan Thio Kim-ciok itu, Thay-kun telah berhasil menangkap arti ucapan itu, sambil menghela napas ia segera berkata.
"Jadi kalau begitu Thio-locianpwe benar-benar telah memperalat kemampuan Hek-mo-ong untuk membunuh sisa kesepuluh tokoh persilatan? Ai, apakah tindakan dan cara yang ditempuh Thio-locianpwe ini tidak terlampau kejam?"
Hijau membesi wajah Thio Kim-ciok.
"Umpatan nona Thay-kun memang tepat sekali,"
Sahutnya.
"Nah, katakan sekarang, apakah kalian bersedia membantuku? Saat ini Hek-mo-ong telah berada di dalam kuburan untuk membunuh sepuluh tokoh persilatan yang tersisa serta Ho Lan-hiang, aku pun harus selekasnya mempersiapkan segala sesuatunya."
Thay-kun menghela napas sedih.
"Kini badai pembunuhan sudah berada di depan mata, apakah Thio-locianpwe bersedia mengungkap siapa gerangan Hek-mo-ong yang sebenarnya?"
Thio Kim-ciok termenung dan berpikir beberapa saat, setelah itu baru menghela napas panjang.
"Nona Thay-kun memang seorang nona yang cerdas dan berotak encer, aku benar-benar merasa kagum atas kepintaranmu itu. Memang benar, Hek-mo-ong adalah Liu Khi."
"Hah, jadi benar adalah Liu Khi?"
Seru Bong Thian-gak terperanjat.
"Ya, sejak tiga puluh tahun berselang, aku sudah tahu Liu Khi adalah Hek-mo-ong." "Kalau Thio-locianpwe sudah mengetahui bahwa otak dari semua kejahatan ini adalah Liu Khi, mengapa kau tidak secara langsung mencarinya untuk membalas dendam?"
Tanya Bong Thian-gak dengan suara keras. Tiba-tiba Thio Kim-ciok mendongakkan kepala dan tertawa tergelak dengan suara menyeramkan.
"Walaupun Liu Khi dan aku terikat dendam sakit hati sedalam lautan, tapi sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lanhiang pun punya dendam sakit hati denganku, aku sangat membenci mereka, begitu benciku hingga bertekad akan membasmi mereka satu per satu, tapi ... aku sudah tidak memiliki kekuatan sedemikian besar, maka aku..."
Berbicara sampai di sini, suara Thio Kim-ciok terdengar amat sedih, murung dan terputus-putus karena menahan emosi. Thay-kun menghela napas sedih, segera ujarnya pula.
"Maka Thio-locianpwe pun memperalat Hek-mo-ong Liu Khi untuk membinasakan kesepuluh tokoh persilatan itu satu per satu?"
Thio Kim-ciok mengangguk pelan.
"Ya, meskipun begitu, akhirnya Liu Khi akan turun tangan juga terhadapku."
"Bukankah kau sangat berharap bisa membunuh Liu Khi?"
Jengek Bong Thian-gak sambil tertawa dingin. Thio Kim-ciok menghela napas sedih.
"Tapi yang pasti aku tak akan mampu menandingi Hek-moong Liu Khi."
"Ai, selama tiga puluh tahun terakhir ini, aku harus berusaha keras mengendalikan rasa dendam dan benciku yang terbesar untuk bekerja sama dengan Liu Khi serta berusaha melenyapkan sepuluh pesilat tangguh dari muka bumi ini. Terus terang kukatakan, aku memang sengaja mengulur waktu agar luka yang kuderita bisa disembuhkan lebih dulu."
Mata Thio Kim-ciok yang sedih dan penuh duka itu dialihkan ke Song Leng-hui.
Itulah pandangan penuh harapan.
Hingga detik ini Bong Thian-gak baru mulai memperoleh sedikit pengertian atas budi dendam serta musibah yang terjadi dalam dunia persilatan selama ini, sesungguhnya persoalan ini memang terlalu rumit dan memusingkan kepala.
Tentu saja yang patut dikasihani adalah mereka yang telah keburu mati secara mengenaskan.
Satu masalah pelik yang dihadapi mereka sekarang, yaitu apakah mereka harus membantu kakek yang berhati kejam dan buas ini untuk mengembalikan kekuatannya sehingga ia dapat memuaskan napsunya untuk membalas dendam sakit hatinya? Tapi seandainya mereka tidak membantu kakek ini untuk memulihkan kembali kekuatannya, Hek-mo-ong Liu Khi pasti akan membinasakan pula Thio Kim-ciok setelah ia berhasil menghabisi nyawa Tio Tian-seng sekalian.
Tiba-tiba terdengar Thay-kun menghela napas panjang.
"Sudahlah, kami bersedia membantu memulihkan kembali kekuatanmu itu."
Thio Kim-ciok amat gembira. Sebaliknya paras muka Bong Thian-gak berubah hebat, ia segera menegur.
"Sumoay, apakah kita harus menyetujui permintaannya?"
"Bicara soal dosa dan kekejaman, Hek-mo-ong Liu Khi otak dari semua kekejian ini. Apabila kita berniat menyingkirkan dalang semua kekejian dan kebuasan itu, maka kita harus berbuat demikian. Hanya satu masalah yang dikuatirkan adalah sehabis sembuh dari lukanya nanti, apakah Thiolocianpwe benar-benar mampu melawan kekuatan Liu Khi."
Thio Kim-ciok menghela napas panjang.
"Sekalipun tidak dapat membunuhnya, paling tidak aku mempunyai kekuatan untuk beradu jiwa dengannya."
Mendadak Thay-kun berkata dengan serius.
"Thiolocianpwe, aku ingin mengucapkan sesuatu kepadamu, yaitu Thian adalah maha pengasih dan penyayang, kecuali menghadapi seorang buas yang dosanya sudah menumpuk dan tidak terampuni lagi, kita harus menolong mereka yang terancam bahaya."
"Kini Liu Khi telah memancing Tio Tian-seng sekalian para jago memasuki kuburan itu serta membantai mereka secara brutal. Apakah Thio-locianpwe akan berpeluk-tangan tanpa berusaha menolongnya?"
Thio Kim-ciok menghela napas panjang.
"Ai, dendam sakit hatiku kepada mereka sudah mencapai titik puncaknya, ibarat air dengan api, aku tak akan hidup berdampingan lagi dengan mereka secara damai. Dengan sendirinya mati hidup mereka pun tak usah kupusingkan lagi, sebab daripada membiarkan mereka tetap hidup di dunia ini, lebih baik membiarkan mereka saling gontok. Apakah nona berniat memaksaku menyelamatkan mereka?"
"Aku tidak suruh Locianpwe pergi menolong mereka, kami hanya minta kepada Locianpwe untuk menerangkan pintu masuk dan keluar kuburan ini."
"Ai, baiklah! Mari kalian ikuti aku,"
Ucap Thio Kim-ciok kemudian sambil menghela napas.
Selesai berkata, ia membalikkan badan dan berjalan kembali ke arah kuburan.
Bong Thian-gak, Thay-kun serta Song Leng-hui segera mengikut di belakangnya.
Terdengar Thio Kim-ciok yang berada di depan berkata lagi.
"Pintu masuk menuju ke kuburan Bu-lim-bong ini terbagi menjadi dua buah lorong yang masing-masing adalah lorong kehidupan dan lorong kematian. Tadi lorong kematian sudah ditutup, sedang jalan yang kita lalui sekarang adalah lorong kehidupan."
"Perlu kalian ketahui, lorong kehidupan ini berada dalam suasana gelap-gulita, tak nampak jari sendiri, ditambah dengan perubahan Kiu-kiong-pat-kwa, maka akan timbul kesan seperti munculnya badai, kilat, setan atau makhluk aneh. Tapi kalian tak usah takut, kalian pun jangan berusaha turun tangan memukul atau menyerang benda yang dijumpai."
Belum selesai perkataan Thio Kim-ciok, Bong Thian-gak sekalian telah mendengar timbulnya suara angin puyuh yang menderu-deru, suara angin itu begitu dahsyatnya sehingga menggidikkan siapa pun yang mendengar, bahkan seolah-olah menggulung ke arah tubuh mereka.
Bong Thian-gak sekalian menjadi sangat terperanjat, andaikata Thio Kim-ciok tidak berpesan lebih dulu, niscaya mereka akan mundur.
Dengan membusungkan dada dan langkah lebar, Bong Thian-gak meneruskan perjalanan ke depan.
Anehnya, walaupun mereka mendengar suara hembusan angin puyuh yang menderu-deru dan memekakkan telinga, namun tubuh mereka sama sekali tidak terasa seperti terhembus angin puyuh.
Perubahan aneh yang sama sekali tak terduga ini benarbenar sangat luar biasa, baru sekarang Bong Thian-gak mengagumi betapa hebatnya ilmu Ngo-heng itu.
Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada saat itulah terdengar Thio Kim-ciok yang berada di depan berkata.
"Setelah hembusan angin lewat, hujan dan guntur akan datang silih berganti, tapi semuanya hanya khayalan belaka, kalian tak perlu merasa kuatir."
Baru selesai peringatan itu diberikan, Bong Thian-gak segera merasakan menyambarnya halilintar yang menusuk mata di depannya, kemudian disertai ledakan guntur yang menggelegar, terasa hujan turun dengan derasnya.
Padahal semuanya itu hanya merupakan khayalan belaka, Bong Thian-gak merasa tubuhnya kering dan sama sekali tidak ada setetes air pun yang membasahi tubuhnya, namun telinganya justru menangkap suara air hujan yang turun sangat deras.
Lama kelamaan Bong Thian-gak tak dapat mengendalikan rasa ingin tahunya lagi, ia segera bertanya.
"Thio-locianpwe, sesungguhnya darimanakah datangnya suara khayalan itu?"
"Di sinilah letak kelihaian ilmu rahasia barisan Ngo-heng serta Kiu-kiong-pat-kwa, padahal suara-suara khayalan itu justru timbul dari dalam tubuh kita sendiri."
"Timbul dari dalam tubuh sendiri? Apa artinya?"
"Tak mungkin kujelaskan hal ini dalam waktu singkat. Nah, hati-hatilah, bayangan setan yang lebih menakutkan akan segera muncul, ingat baik-baik, jangan turun tangan menyerang makhluk apa pun yang datang menyerang kalian!"
Baru selesai ia berkata, suara tangisan setan dan jeritan kuntilanak bergema silih berganti.
Bersamaan Bong Thian-gak seolah-olah melihat munculnya kepala setan berambut panjang dan berwajah bengis menyeramkan menerjang ke arahnya.
Andaikata Thio Kim-ciok tidak berpesan sekali lagi, sudah pasti Bong Thian-gak akan menyingkir jauh-jauh dari situ.
Benar juga, ternyata bayangan setan yang menerkam datang tadi hanya khayalan semu belaka.
Dengan perasaan terkejut bercampur keheranan Bong Thian-gak segera bertanya.
"Thio-locianpwe, jika aku turun tangan melancarkan serangan atau menghindar ke samping, apakah akibat yang akan terjadi?"
"Bong-laute, kau juga jangan bergurau secara sembarangan,"
Seru Thio Kim-ciok dengan perasaan gelisah.
"bila kau bergerak hingga rubuhmu menyentuh alat rahasia, maka tubuhmu akan terseret masuk ke dalam lorong kematian."
"Bukankah Tio Tian-seng sekalian masih berada di dalam lorong kematian sekarang?"
"Benar, sejak memasuki kuburan Bu-lim-bong tadi, mereka sudah menempuh jalan yang salah, yaitu lorong kematian."
"Apa yang bakal terjadi bilamana seorang berjalan melalui lorong kematian?"
"Bila orang yang memasuki lorong kematian itu tidak menguasai perubahan Kiu-kiong-pat-kwa, maka selama hidup dia tak akan bisa kembali dalam keadaan selamat, apalagi keluar dari kuburan Bu-llm bong ini."
"Kalau begitu, seandainya Tio Tian-seng sekalian tidak memahami rahasia perubahan Kiu-kiong-pat-kwa, maka selama hidup dia akan terkurung di dalam lorong kematian itu?"
"Hek-mo-ong telah bertekad akan membunuh seluruh orang di dalam kuburan Bu-lim-bong ini, aku rasa nasib mereka lebih banyak bencananya daripada selamat."
"Tio Tian-seng Locianpwe mempunyai hubungan yang paling akrab denganku, aku tak bisa membiarkan mereka tewas terbunuh tanpa berusaha menolongnya."
Di tengah pembicaraan itu, Bong Thian-gak segera mengerahkan tenaga pukulannya dan membacok ke sisi kirinya. Baru saja dia akan melancarkan pukulan, Thio Kim-ciok telah menyadari perbuatannya itu, ia segera menjerit kaget.
"Jangan kau lakukan..."
Dengan cepat dia menggerakkan tangannya balas mencengkeram tangan pemuda itu.
Tahu-tahu serangan yang dilancarkan Bong Thian-gak sudah menghantam di dinding batu itu Di tengah suara ledakan keras yang memekakkan telinga, Bong Thian-gak merasakan permukaan tanah dimana ia berdiri terasa berputar kencang, tidak bisa ditahan lagi tubuhnya segera terjatuh ke sisi kanan Bersamaan waktunya pula Bong Thian-gak mendengar Thay-kun berteriak.
"Bong-suheng, apa yang hendak kau lakukan?"
Walaupun Bong Thian-gak tak bisa mengendalikan keseimbangan tubuhnya lagi hingga berputar dan terjatuh ke kanan, namun kesadaran pikirannya masih tetap utuh. Mendengar teriakan itu, ia segera menyahut dengan lantang.
"Aku hendak menyelamatkan jiwa Tio Tian-seng sekalian, kalian segera mendesak Thio Kim-ciok."
Belum habis perkataan itu, kembali terdengar suara ledakan keras menggelegar, tubuh Bong Thian-gak terjerumus ke dalam sebuah jurang yang tak nampak dasarnya, angin tajam terasa menderu di sekelilingnya.
Berada dalam keadaan begini, Bong Thian-gak tak sanggup melanjutkan perkataannya lagi, cepat dia menghimpun tenaga dalam untuk memperingan bobot tubuhnya agar dirinya yang sedang meluncur ke bawah bisa bergerak lebih lamban.
Tiba-tiba saja Bong Thian-gak merasakan kaki telah menyentuh permukaan tanah, suasana di sekitar sana terasa hening, suasana gelap mencekam sekelilingnya membuat kelima jari sendiri pun tak terlihat.
Baru sekarang Bong Thian-gak merasa sangat menyesal, dia menyesal karena bertindak gegabah hingga terperosok ke tempat itu.
Di samping itu dia pun merasa amat terkejut bercampur keheranan terhadap peralatan ganda dalam kuburan Bu-limbong yang mempunyai perubahan sedemikian rupa, ia tidak habis mengerti apa sebabnya serangan yang dilancarkan olehnya tadi bisa mengalihkan dirinya sampai ke tempat semacam ini.
Di tengah keheningan yang mencekam, tiba-tiba Bong Thian-gak menangkap suara langkah kaki berjalan mendekat dari hadapannya.
Diam-diam Bong Thian-gak menghimpun tenaga murninya sambil bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Sementara itu suara langkah kaki tadi makin mendekat.
Bong Thian-gak dapat menangkap suara langkah itu terdiri dari dua orang.
"Siapa di situ?"
Bong Thian-gak segera membentak.
Tapi begitu suara teguran diutarakan, Bong Thian-gak segera merasakan datangnya dua gulung desingan senjata rahasia yang amat tajam ke arah tubuhnya.
Walaupun Bong Thian-gak dalam lorong bawah tanah yang gelap, namun sepasang telinganya sangat tajam, serta-merta dia menggerakkan tubuhnya dan bergeser ke sisi sebelah kanan.
Baru saja tubuhnya berdiri tegak, dua orang itu telah menerjang dari kiri dan kanan dengan kecepatan luar biasa, bahkan melancarkan serangan bersama-sama.
"Siapa di situ?"
Kembali Bong Thian-gak membentak.
"Bila tidak menyebutkan nama kalian, jangan salahkan bila aku menyerang secara keji."
Sekali lagi anak muda itu berkelebat menghindar ke sisi sebelah kiri.
Agaknya kedua orang yang gagal dalam serangannya itu merasa terperanjat sekali, serentak mereka menghentikan serangannya.
Dalam pada itu jarak antara kedua belah pihak sudah dekat, Bong Thian-gak dapat mendengar dengan jelas suara napas kedua orang yang berada di hadapannya itu sangat berat disertai suara rintihan dan dengusan tertahan.
Dengan perasaan terkejut bercampur keheranan Bong Thian-gak segera bertanya lagi.
"Kenapa kalian? Apakah terluka?"
Setelah suara rintihan dan hembusan napas memburu agak mereda, terdengar orang itu menjawab dengan suara parau.
"Kau adalah orang Thio Kim-ciok ataukah salah seorang di antara para jago yang memasuki kuburan Bu-lim-bong ini?"
Sekarang Bong Thian-gak sudah dapat melihat wajah kedua orang yang berada di hadapannya ini, walaupun secara lamat-lamat. Dia berseru tertahan, lalu bergerak lebih ke depan, tegurnya segera.
"Bukankah kalian berdua adalah anak buah Biau-kosiu ... Biau-han-thian suami-istri?"
Benar, kedua orang itu memang kedua anak buah Biaukosiu, lelaki dan perempuan kekar bermata tunggal itu. Tampaknya Biau-han-thian suami-istri masih belum mengenali Bong Thian-gak, segera bentaknya.
"Berhenti! Jika kau berani maju selangkah lagi, kedua puluh empat peluru emas akan kami lancarkan secara bersama."
Bong Thian-gak menghentikan langkah, lalu berseru lagi dengan lantang.
"Aku adalah Jian-ciat-suseng, apakah kau masih belum mengenali diriku?"
Biau-han-thian suami-istri berseru tertahan, lalu berkata.
"Ya benar, kau adalah Jian-ciat-suseng, tapi kau adalah teman atau musuh?"
Bong Thian-gak tertawa ringan.
"Aku adalah sahabat kalian, senasib sependeritaan yang sama-sama berkurung di dalam Bu-lim-bong ini."
Biau-han-thian segera mendengus.
"Hm, selagi berada di halaman tadi, kau berpihak kepada Thio Kim-ciok. Selama berada dalam kuburan Bu-lim-bong, kau pun termasuk salah satu pembantu untuk membunuh para jago. Hm! Hari ini, kami akan mengadu jiwa denganmu."
"Tunggu dulu!"
Bentak Bong Thian-gak dengan suara keras.
"Apalagi yang hendak kau katakan?"
Seru Biau-han-thian sambil tertawa seram.
"Apa yang menyebabkan kalian terluka? Dimanakah Biaukosiu serta para jago lainnya?"
Tanya pemuda itu dengan suara dalam. Biau-han-thian tertawa seram.
"Apa yang mengakibatkan kami terluka? Masakah kau belum tahu? Apalagi kalau bukan dilukai oleh begundal-begundalmu."
"Tutup mulutmu!"
Bentak Bong Thian-gak sambil berkerut kening.
"Sekarang kalian sudah termakan oleh siasat busuk Hek-mo-ong. Keselamatan jiwa kalian terancam, masakah kalian belum menyadari akan hal ini? Dimanakah para jago lainnya saat ini? Harap kau segera mengajakku ke sana."
Mendadak Biau-han-thian tertawa seram.
"Aku tidak bakal mengajakmu ke sana. Kami suami-istri bisa bertemu dengan kau saat ini, hitung-hitung kami lagi sial. Jika kau memang berkepandaian, ayo cepatlah bunuh kami berdua."
Sekarang Bong Thian-gak sudah tahu bahwa kedua orang itu telah salah mengira dia sebagai musuh.
Padahal dalam keadaan seperti ini, ia tak bisa merubah sikap serta pandangan mereka yang keliru itu, tapi bila dilihat dari keadaan Biau-han-thian suami-istri yang menderita luka, bisa diduga Liu Khi sudah mulai melakukan pembantaian secara besar-besaran.
Tindakan paling baik sekarang adalah secepatnya menemukan para jago dan menyingkap tabir rahasia bahwa Liu Khi adalah Hek-mo-ong.
Sementara dia masih termenung memikirkan persoalan itu, tiba-tiba Biau-han-thian suami-istri telah menerjang datang lagi dari sisi kiri dan kanan.
Bong Thian-gak segera membentak, tubuhnya bagai gangsingan segera berputar, serunya.
"Dengarkan baik-baik kalian berdua! Liu Khi adalah Hek-mo-ong, dalang semua kekejaman dan kekejian selama ini, dia sengaja memancing para jago memasuki kuburan Bu-lim-bong ini tak lain bertujuan untuk membunuh setiap jago lihai persilatan. Apa yang aku ucapkan ini adalah sesungguhnya dan fakta, percaya atau tidak terserah kepada kalian sendiri!"
Selesai mengucapkan perkataan itu, Bong Thian-gak segera menyelinap ke samping dan melanjutkan perjalanannya menuju ke arah depan.
Waktu itu Biau-han-thian suami-istri sudah menderita luka parah sehingga sama sekali tak berkekuatan lagi untuk mengejar Bong Thian-gak, namun kata-kata Bong Thian-gak sebelum pergi serta tindakan si anak muda yang tidak membunuh mereka, membuat kedua orang itu merasa curiga bercampur ragu, tanpa terasa pikirnya.
"Mungkinkah dia adalah orang baik-baik?"
Suasana di dalam lorong bawah tanah itu gelap-gulita dan lembab, dengan langkah cepat Bong Thian-gak bergerak maju, namun masih belum juga ditemukan ujung lorong bawah tanah itu.
Tiba-tiba hati Bong Thian-gak bergetar keras, ia teringat lorong bawah tanah ini ada beberapa bagian mirip lorong bawah tanah Kiu-kiong-mi-hun-to di dalam kuil Sam-cingkoan.
Bagi orang yang tidak memahami kunci rahasia lorong itu, walaupun sudah berjalan pulang pergi akhirnya kembali lagi ke posisi semula.
Teringat sampai di sini, hatinya menjadi bergidik, segera pikirnya lagi.
"Aduh celaka! Thio Kim-ciok pernah bilang, lorong kematian di dalam kuburan Bu-lim-bong ini dibangun menurut perubahan barisan Kiu-kiong-pat-kwa. Bagi mereka yang tak memahami kunci rahasia ilmu barisan itu, dengan cara apakah baru dapat keluar dari tempat ini?"
Sementara dia masih termenung memikirkan hal itu, mendadak dari kejauhan sana terdengar suara seseorang sedang menghela napas sedih. Secepat kilat Bong Thian-gak segera bergerak ke muka mendekati sumber suara itu, segera tegurnya.
"Siapa yang berada di depan?"
Bong Thian-gak memiliki sepasang mata tajam, ia bisa melihat ada seseorang dengan sepasang mata tajam sedang berdiri bersandar di dinding lorong di hadapannya.
Tampak orang itu menggenggam sebatang senjata yang pendek bentuknya.
Ketika melihat kedatangan Bong Thian-gak, orang itu segera menggerakkan senjatanya langsung menusuk ke dada lawan dengan kecepatan luar biasa serta keganasan yang menggidikkan.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Bong Thiangak, ia masih ingat di antara kawanan jago yang memasuki kuburan Bu-lim-bong ini, tak seorang pun yang mempergunakan senjata pendek macam begini.
Orang itu sudah pasti adalah pembunuh yang telah disiapkan Hek-mo-ong Liu Khi sebelumnya untuk menyergap dan membunuh para jago yang kebetulan lewat di situ.
Berpikir begitu Bong Thian-gak segera membentak, rubuhnya bergerak ke muka dengan kecepatan tinggi dan menerobos lewat dari bawah cahaya kilat senjata pendeknya, kemudian tangan kanannya bergerak cepat dan menghantam pergelangan tangan kanan lawan yang menggenggam senjata itu.
Jerit kesakitan segera bergema, pergelangan tangan kanan orang itu segera termakan oleh bacokan tangan Bong Thiangak yang tajam bagaikan golok itu hingga patah.
Sekalipun Bong Thian-gak sendiri berlengan tunggal, namun perubahan jurus serangannya amat cepat dan boleh dibilang nomor wahid di dunia ini.
Terlihat pergelangan tangan kirinya membalik dengan cepat, tahu-tahu kelima jarinya sudah mencengkeram jalan darah kaku di bahu orang itu.
Dengan dicengkeramnya jalan darah kaku di bahu, pada hakikatnya orang itu tak bisa berkutik lagi.
"Apakah kau sudah bosan hidup?"
Hardik Bong Thian-gak. Tampaknya orang itu menderita kesakitan yang luar biasa, dia merintih tiada hentinya, tapi segera sahutnya.
"Bagaimana kalau masih ingin hidup? Bagaimana pula kalau sudah bosan hidup?"
Baru sekarang Bong Thian-gak dapat melihat bahwa orang itu seorang kakek yang telah berusia lanjut, dia tertawa dingin.
"Bila ingin hidup, turuti semua perintahku tanpa membantah. Kalau sudah bosan hidup, cukup tanganku digerakkan ke bawah dan menghantam nadi penting di atas tengkukmu, nyawamu pasti akan dibereskan dengan segera." "Daripada hidup menderita, lebih baik aku minta kematian yang cepat,"
Kata kakek itu lagi setengah merintih.
"Tapi sayang, aku tak akan membiarkan kau mati dalam waktu singkat,"
Jengek Bong Thian-gak sambil tertawa dingin. Kakek itu mendengus.
"Hm, dari usiamu yang masih muda, tidak kusangka hatimu begitu keji dan buas."
Untuk sesaat Bong Thian-gak menjadi tertegun, segera ujarnya lagi.
"Kau menyergapku secara tiba-tiba dari balik kegelapan, apakah tindakanmu ini bukan merupakan suatu perbuatan yang kejam?"
Bantahan itu membungkamkan si kakek. Kembali Bong Thian-gak berkata dengan suara dingin.
"Ayo cepat mengaku, apakah kau adalah begundal Hek-mo-ong?"
"Siapa itu Hek-mo-ong? Aku tidak tahu, kami hanya mengetahui pemilik kuburan Bu-lim-bong ini adalah Thio Kimciok."
"Kalau begitu kau adalah anak buah Thio Kim-ciok?"
Tanya Bong Thian-gak dengan perasaan terkesiap. Sambil mengertak gigi menahan emosi, kakek itu berkata.
"Bukan, kami bukan anak-buah si orang edan itu."
"Lantas kau berasal dari aliran mana?"
Tanya Bong Thiangak.
Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kami adalah orang-orang mengenaskan yang dikurung oleh orang edan itu selama puluhan tahun di dalam Bu-limbong ini."
"Apa? Jadi kau pun dicelakai oleh Thio Kim-ciok?"
Bong Thian-gak terkejut.
"Benar, Thio Kim-ciok sudah dua puluh tahun mengurung kami di dalam Bu-lim-bong ini. Siksaan lahir-batin dalam jangka waktu yang begini panjang membuat sebagian orangorang kami menjadi orang yang tak waras lagi otaknya."
Bong Thian-gak sungguh merasa terkejut bercampur keheranan, kembali dia bertanya.
"Apa sebabnya Thio Kimciok mengurung kalian di dalam Bu-lim-bong ini?"
"Kami sendiri pun tidak tahu apa sebabnya dia mengurung kami di sini."
"Lantas berapa banyak rekan-rekanmu yang ikut disekap oleh Thio Kim-ciok di tempat ini?"
Tanya Bong Thian-gak lagi agak tertegun.
"Semua berjumlah tujuh puluh dua orang."
"Apakah ketujuh puluh dua orang ini semuanya adalah orang-orang persilatan?"
"Ya, tentu saja mereka semua adalah jago persilatan."
Setelah berhasil mengetahui rahasia yang sangat aneh itu, Bong Thian-gak merasa kaget, dia tidak habis mengerti mengapa Thio Kim-ciok menyekap kawanan jago persilatan itu.
"Bagaimana ceritanya sehingga kalian dapat disekap di sini?"
Tanya Bong Thian-gak. Sambil berkata, ia kendorkan cengkeramannya atas pergelangan tangan kakek itu. Kakek itu memandang sekejap ke arah Bong Thian-gak, lalu setelah menghela napas panjang, katanya dengan nada suara yang amat sedih.
"Ai, hal ini terjadi pada dua puluh empat tahun berselang, aku she Kim bernama Toa-hay, sesungguhnya aku adalah seorang Piausu dari perusahaan Anwan- piau-kiok di wilayah Ho-pak. Suatu hari aku telah mengawal sejumlah barang yang diterima perusahaan, tetapi secara aneh tahu-tahu sudah ditawan ke tempat ini. Sejak memasuki kuburan Bu-lim-bong ini, tak pernah ada harapan lagi bagi kami untuk keluar dari sini." "Siapakah pemilik barang yang kau kawal waktu itu?"
Tanya Bong Thian-gak.
"Tentu saja pemilik barang kawalan kami adalah Thio Kimciok!"
Hingga kini Bong Thian-gak belum juga mengerti apa sebabnya Thio Kim-ciok mengurung orang-orang itu di dalam Bu-lim-bong, ia menggeleng sambil menghela napas, lalu katanya.
"Kim-piauthau, apa sebabnya kau membokongku tadi?"
"Sebab aku mengira kau adalah komplotan Thio Kim-ciok."
"Kalau begitu, kalian benar-benar amat membenci Thio Kim-ciok?"
Mendadak Kim Toa-hay tertawa seram.
"Siapa bilang tidak membencinya? Tanpa sebab-musabab Thio Kim-ciok telah menyekap kami sepanjang tahun di dalam neraka dunia yang tak kelihatan matahari ini, membuat kami semua harus jauh dari rumah, berpisah dengan anak istri dan sanak keluarga. Dendam sakit hati kami sudah begitu mendalam, kalau bisa kami ingin mendahar dagingnya dan menghirup darahnya."
Kembali Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Ai betul, walaupun Thio Kim-ciok tidak mencelakai jiwa kalian, tetapi telah menghancurkan masa depan kalian. Ai, siksaan hidup semacam ini pada hakikatnya memang lebih berat daripada kematian."
"Tapi apa sebabnya Thio Kim-ciok bersikap begitu kejam dan tidak berperi-kemanusiaan terhadap kalian?"
Tiba-tiba terdengar Kim Toa-hay berseru tertahan, lalu tanyanya dengan cepat.
"Anak muda, bagaimana caramu memasuki Bu-lim-bong ini?"
Mendengar pertanyaan ini, tiba-tiba saja Bong Thian-gak teringat kembali dengan tugas dan kewajibannya memasuki Bu-lim-bong itu, maka katanya kemudian.
"Kim-piauthau, aku hendak memberitahukan satu hal padamu, di Bu-lim-bong ini segera akan dilangsungkan suatu pembantaian secara besarbesaran dan kejam. Saat ini di sini telah hadir seorang yang bernama Hek-mo-ong, manusia itu bermaksud hendak membunuh sejumlah jago lihai, ia telah memancing banyak jago lihai memasuki Bu-lim-bong ini pada setengah jam berselang. Berhubung aku mendapat tahu intrik busuk Hekmo- ong, maka aku bergerak menyusul kemari dengan tujuan hendak menyelamatkan jiwa pada jago itu."
"Yang menjadi Hek-mo-ong pastilah Thio Kim-ciok, si orang edan itu,"
Teriak Kim Tao-hay.
"Dugaanmu keliru besar,"
Bong Thian-gak menggeleng.
"Yang menjadi Hek-mo-ong bukan Thio Kim-ciok. Sekarang kau tak usah mencampuri urusan itu, aku ingin memohon sesuatu bantuan dari Kim-piauthau. Bila nasibku memang baik, aku yakin tak lama kemudian Kim-piauthau bisa meninggalkan kuburan Bu-lim-bong serta kembali ke alam bebas."
Kim Toa-hay termenung sambil berpikir beberapa saat lamanya, lalu bertanya.
"Bantuan apakah yang kau harapkan dariku?"
"Sudah dua puluh tahun Kim-piauthau berdiam di dalam Bu-lim-bong ini, aku rasa kau pasti sudah hapal lorong rahasia dalam Bu-lim-bong ini. Karena itu, aku berharap Kim-piauthau suka membawaku berjalan-jalan melalui lorong rahasia yang terdapat di sini."
"Baik, aku menyanggupi permintaanmu itu,"
Jawab Kim Toa-hay dengan cepat.
"Urusan ini tak bisa ditunda lagi, mari kita segera berangkat."
Ketika Kim Toa-hay hendak menggerakkan rubuhnya, tulang pergelangan tangan kanannya segera terasa amat sakit sehingga tanpa terasa dia merintih kesakitan.
Melihat hal ini, Bong Thian-gak merasa sangat menyesal, karena sudah turun tangan kelewat berat sehingga mematahkan tulang pergelangan tangannya.
Setelah menghela napas, katanya.
"Kim-piauthau, sekarang akan kutotok dulu jalan darah di atas lengan kananmu sehingga akan mengurangi rasa sakit yang kau derita. Setelah berhasil lolos dari Bu-lim-bong ini, pasti akan kucarikan akal untuk mengobati luka pada pergelangan tanganmu itu."
Seraya berkata dia segera turun tangan secepat kilat menotok semua jalan darah penting di atas lengan kanannya.
Dengan begitu lengan itu berubah menjadi lemas, mati rasa dan sama sekali tak berfungsi lagi.
Baru sekarang Kim Toa-hay tahu bahwa Bong Thian-gak hanya memiliki sebuah lengan, tanpa terasa dia menghela napas.
"Anak muda, rupanya kau pun cacat?"
"Ya, aku adalah seorang cacat, aku bernama Bong Thiangak,"
Kata pemuda itu sambil tertawa getir.
Baru selesai dia berkata, mendadak dari balik lorong rahasia itu secara lamat-lamat dia mendengar suara jerit kesakitan dan teriakan kalap yang bergema.
Suara itu tidak terlalu keras, namun nadanya amat mengenaskan dan penuh perasaan ngeri, bagaikan jeritan setan di tengah malam buta, membikin bulu kuduk siapa pun berdiri bila mendengarnya.
Dengan terkejut Bong Thian-gak bertanya.
"Suara apakah itu?"
Kim Toa-hay memasang telinga pula mendengarkan suara itu dengan seksama, tiba-tiba paras mukanya hebat.
"Ah, ada orang sedang membantai saudara-saudaraku, mari kita segera berangkat!"
Seusai berkata, ia telah membalikkan badan dan beranjak pergi dari sana. Bong Thian-gak segera mengikut di sampingnya, dalam perjalanan ia bertanya.
"Saudaramu? Siapakah saudaramu itu?"
"Rekan-rekan yang disekap di tempat ini bersamaku."
Bong Thian-gak terkejut, katanya.
"Ya benar, seandainya kawanan jago yang memasuki Bu-lim-bong bertemu dengan rekan-rekanmu itu, sudah pasti akan timbul kesalah pahaman yang berakibat timbulnya pertarungan. Ayo cepat! Kita harus ke sana secepatnya."
Saat itu Kim Toa-hay nampak amat gelisah dan cemas, dia berlari dengan kecepatan tinggi.
Setelah melalui tiga buah tikungan, mendadak di depan sana muncul setitik cahaya lentera, jeritan ngeri dan teriak kesakitan yang bergema tadi ternyata berasal dari situ.
Suara jeritan masih terdengar, bahkan jauh lebih jelas, keadaan di situ masih kalut dan seru.
Bong Thian-gak tak dapat menahan diri lagi, mendadak ia menyambar lengan kiri Kim Toa-hay, lalu secepat sambaran kilat berkelebat menuju ke depan.
Setelah keluar dari lorong bawah tanah, tempat itu berupa sebuah ruangan yang luas, saat itu ruangan itu telah berubah menjadi lautan darah, mayat bergelimpangan di atas lantai mendatangkan suatu pemandangan yang sangat mengerikan.
Beberapa buah lentera minyak tertempel di empat penjuru dinding menerangi suasana dalam ruangan itu dengan jelas.
Waktu itu dua orang jago lihai berpedang sedang bertarung seru melawan sekelompok orang aneh berambut panjang, berpakaian compang-camping serta berwajah tujuh bagian mirip setan.
Kawanan orang aneh itu menyerang dengan buas, ganas dan menyeramkan.
Tapi berhubung ilmu silat yang mereka miliki masih selisih jauh bila dibandingkan dengan kedua orang lawannya, maka setiap kali kedua orang itu mengayun pedangnya, seperti memotong sayur saja, batok kepala segera menggelinding dan jeritan mengerikan mencekam perasaan.
"Tio-pangcu, Liong-tayhiap, hentikan pembantaian itu!"
Waktu itu Bong Thian-gak telah melihat dengan jelas kedua pendekar itu tak lain adalah Tio Tian-seng serta Liong Oh-im.
Sambil membentak, ia segera melompat maju ke muka.
Ketika mendengar bentakan itu, Tio Tian-seng dan Liong Oh-im segera menarik kembali pedang masing-masing dan mundur beberapa langkah ke belakang.
Akan tetapi puluhan orang aneh berambut panjang yang berada di hadapan mereka kembali berteriak aneh dan sambil mementang cakar mautnya menerjang maju lagi secara kalap.
Terlihat jelas betapa murkanya Liong Oh-im terhadap kawanan orang aneh itu, dia membentak dan pedangnya sekali lagi melancarkan bacokan maut ke depan.
Bong Thian-gak yang melihat hal ini, segera berteriak.
"Hentikan pembantaian itu, mereka bukan orang jahat!"
Sambil mengendorkan kempitannya atas Kim Toa-hay, Bong Thian-gak melejit ke udara sambil menyambar ke depan, tapi sayang sudah terlambat.
Serangan Liong Oh-im yang dilancarkan sepenuh tenaga itu benar-benar amat dahsyat, apalagi belasan orang aneh itu sedang menyerbu ke depan secara bersama-sama.
Dimana cahaya pedangnya berkelebat, sebelas orang aneh itu roboh bergelimpangan ke atas tanah, semburan darah segar memancar kemana-mana bagaikan sumber mata air.
Merah berapi-api sepasang mata Kim Toa-hay menyaksikan peristiwa itu, dia meraung keras, lalu menubruk ke arah Liong Oh-im dari belakang.
Waktu itu Liong Oh-im sudah setengah kalap, dia segera memutar ujung pedangnya dan menyongsong datangnya terjangan Kim Toa-hay.
Melihat kejadian ini, Bong Thian-gak segera membentak.
"Liong-tayhiap, tindakanmu kali ini sungguh kelewat keji dan buas!"
Dari tengah udara Bong Thian-gak mengayun tangan kirinya serta melepaskan sebuah bacokan ke depan.
Angin pukulan yang dahsyat seperti amukan ombak di tengah samudra langsung menyapu ke depan dengan hebatnya.
Terhadang oleh angin pukulan yang begitu kuat, tubuh Liong Oh-im yang sedang menerjang ke muka itu segera terhenti dan sukar untuk maju barang selangkah pun, akan tetapi ia tidak berdiam diri saja, ujung pedangnya segera diputar, lalu menusuk Bong Thian-gak dengan jurus naga sakti mengibas ekor.
Bong Thian-gak membentak gusar, tubuhnya segera melayang turun ke atas tanah, kemudian dengan cekatan menggelincir maju ke muka, telapak tangannya menerobos lewat bawah cahaya pedangnya yang berkilauan, lalu secara ganas dan dahsyat menghantam dada Liong Oh-im.
Serangan yang sangat kuat dan dahsyat ini mendesak Liong Oh-im, mau tak mau ia harus menarik pedangnya sambil menyurut mundur, tapi saat itulah Kim Toa-hay telah berhasil menyelinap maju dari belakang dan melepaskan sebuah jotosan yang keras ke punggung lawan.
Tak ampun lagi punggung Liong Oh-im termakan oleh pukulan Kim Toa-hay yang amat keras itu.
Untung saja tenaga dalam yang dimiliki Liong Oh-im cukup kuat dan sempurna.
Biarpun begitu, jotosan Kim Toa-hay cukup membuatnya semakin kalap.
"Bajingan busuk, kau ingin mampus rupanya!"
Ia mengumpat dengan penuh gusar.
Kelima jari tangan kirinya dipentang lebar segera menyambar ke belakang dan persis mencengkeram pergelangan tangan kiri Kim Toa-hay.
Dengan gerakan cepat bagaikan kilat, Liong Oh-im segera membalik pedangnya langsung digorokkan ke leher Kim Toahay.
Walau urat nadi penting pada pergelangan tangan kiri Kim Toa-hay sudah dicekal sehingga seluruh tubuh tidak memiliki kekuatan untuk melawan lagi.
Melihat datangnya sambaran pedang yang langsung menggorok ke arah lehernya, dia tidak dapat berbuat banyak kecuali mengejangkan wajah yang penuh penderitaan dengan pancaran amarah yang meluapluap.
Pada saat yang kritis itulah, terdengar Bong Thian-gak menjerit kaget.
"Tahan!"
Sambil berseru, ia segera mengeluarkan ilmu Kim-na-jiuhoat tingkat tinggi, dia pergunakan jepitan kedua jari tangannya untuk menahan tusukan pedang Liong Oh-im.
Tindakan nekat yang dilakukan Bong Thian-gak itu kontan saja membuat kaget Tio Tian-seng serta Liong Oh-im.
Mimpi pun, mereka tidak menyangka Bong Thian-gak berani mengeluarkan tindakan semacam ini secara berani.
Liong Oh-im tertawa dingin, sambil mengerahkan tenaga dalam ke batang pedang, dia memilin pedangnya, lalu digesekkan lebih ke belakang.
Dalam keadaan begini, seandainya Bong Thian-gak tidak segera melepas tangan, niscaya pergelangan tangannya akan tersayat putus.
Sebaliknya jika Bong Thian-gak mengendorkan cengkeraman, sudah pasti Kim Toa-hay tak dapat lolos dari bencana itu dan termakan oleh tusukan maut ini.
Dalam keadaan kritis dan sangat berbahaya inilah, tiba-tiba Bong Thian-gak membentak, dia segera mengeluarkan ilmu simpanannya yang paling dahsyat.
Kaki kanannya secepat sambaran kilat tahu-tahu menendang urat nadi penting pada pergelangan tangan kanan Liong Oh-im.
Sekalipun Liong Oh-im termasuk jago lihai dunia persilatan, namun sulit baginya untuk menghindarkan diri dari tendangan kilat yang dilancarkan Bong Thian-gak itu.
Seketika pedangnya tertendang hingga mencelat, menancap di atas dinding lorong rahasia itu.
Sedemikian kerasnya tenaga serangan itu, terlihat betapa kerasnya getaran pedang itu setelah tertancap pada dinding gua.
Muka Liong Oh-im berubah hijau membesi, secara beruntun dia mundur tiga-empat langkah, lalu bentaknya.
"Jian-ciatsuseng, hari ini jika bukan kau yang mati, biarlah aku yang mampus!"
Sembari berseru, dengan kecepatan bagai kilat ia mengeluarkan kipas kumalanya dari saku. Cepat Bong Thian-gak berseru.
"Tunggu dulu Liongtayhiap, harap kau suka mendengarkan penjelasanku lebih dahulu."
Dalam pada itu Tio Tian-seng telah berjalan mendekat dengan pedang terhunus.
Dilihat dari sikapnya waktu itu, jelas jago ini berdiri sepihak dengan Liong Oh-im.
Sebaliknya Kim Toa-hay berdiri dengan wajah murung dan penuh rasa dendam, berulang kali dia bermaksud menerjang lagi ke depan.
Untung saja niat itu segera dicegah oleh Bong Thian-gak, serunya sambil menarik tangan.
"Kim-piauthau, kau bukan tandingannya."
Dengan menahan tangis Kim Toa-hay berteriak.
"Kalian telah membunuh saudara-saudaraku senasib sependeritaan yang telah hidup selama dua puluh tahun di tempat ini. Aku ... aku akan membalas dendam."
Memandang mayat yang bergelimpangan di atas tanah, tanpa terasa hati Bong Thian-gak terasa kecut dan turut melelehkan air mata. Setelah menghela napas sedih, katanya kemudian.
Pendekar Cacad Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Liongtayhiap, terlalu kejam kalian, mengapa kau bantai orang-orang yang tak berdosa itu? Ai...."
"Orang-orang ini sama sekali tak berdosa, justru hidup mereka sangat menderita karena sejak dua puluhan tahun berselang mereka telah disekap oleh Thio Kim-ciok dalam Bulim- bong ini. Kehidupan mereka sudah lama putus dengan alam kehidupan bebas, sungguh.tak disangka akhirnya mereka harus mati secara mengenaskan karena dibantai oleh kalian secara keji."
"Bong-laute, aku tidak mengerti dengan perkataanmu itu,"
Kata Tio Tian-seng dengan wajah serius.
"Ketika orang-orang itu bertemu kami, bagaikan siluman sesat dan setan iblis, mereka menyerang kami secara ganas dan kalap. Apakah kami berdua tidak boleh melakukan perlawanan melindungi keselamatan jiwa sendiri?"
Kembali Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Ai, mereka mati secara mengenaskan, nasib mereka betul-betul mengibakan hati!"
Mendadak Liong Oh-im tertawa ringan, jengeknya.
"Jianciat- suseng, kau tak usah berlagak iba hati macam kucing menangisi tikus, sudah lama aku mencarimu untuk berduel!"
Bong Thian-gak segera menarik wajah secara tiba-tiba, lalu berkata.
"Liong Oh-im, tanpa mempedulikan keselamatanku sendiri, aku telah masuk ke dalam Bu-lim-bong. Tujuanku tak lain adalah ingin mencegah Hek-mo-ong yakni Liu Khi turun tangan secara keji untuk membantai kalian."
Perkataan Bong Thian-gak itu diucapkan dengan nada berat dan tegas, setiap kata disertai kesungguhan wajah. Mendadak Liong Oh-im terbahak-bahak.
"Jian-ciat-suseng, kau tak usah berlagak mulia dan baik hati, Thio Kim-ciok tak lain adalah Hek-mo-ong. Barusan kami telah mencoba kelihaian ilmu silatnya dalam lorong rahasia itu."
"Bong-laute,"
Dengan wajah serius Tio Tian-seng berkata.
"bila aku mendengar perkataanmu itu semasa masih ada di luar Bu-lim-bong, mungkin hatiku akan ragu dan curiga. Tapi sekarang kami telah yakin, sesungguhnya Hek-mo-ong bukan lain adalah Thio Kim-ciok."
"Tio-pangcu, apa yang telah kalian alami sewaktu berada di Bu-lim-bong ini?"
Tanya Bong Thian-gak dengan kening berkerut kencang.
"Kami telah merasakan kehebatan serangan maut Hek-moong."
"Ada yang terluka?"
Tanya Bong Thian-gak dengan terperanjat. Kembali Liong Oh-im tertawa dingin.
"Ilmu silat yang dimiliki sepuluh tokoh persilatan adalah nomor wahid di kolong langit, sekalipun Hek-mo-ong mempunyai tiga kepala enam lengan tak nanti bisa melukai kami."
Dengan suara dalam Bong Thian-gak bertanya lagi.
"Di saat kalian mendapat serangan brutal dari Hek-mo-ong, apakah Liu Khi hadir pula di tempat kejadian?" 'Tentu saja, Liu Khi pun hadir di arena,"
Sahut Tio Tianseng sambil mengangguk. Bong Thian-gak termenung beberapa saat, lalu menjawab dengan lantang.
"Orang yang melancarkan serangan kepada kalian waktu itu sudah pasti bukan Hek-mo-ong sesungguhnya."
"Kalau bukan, lalu siapa yang menjadi Hek-mo-ong sesungguhnya menurut pendapatmu?"
Jengek Liong Oh-im dengan suara dingin dan ketus. Bong Thian-gak menghela napas panjang.
"Ai, Hek-mo-ong yang sesungguhnya tak lain adalah Liu Khi."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh.
"Kini Liu Khi telah memancing kalian memasuki Bu-lim-bong. Hal ini tak lain karena Liu Khi dan Thio Kim-ciok telah melakukan persekongkolan secara diam-diam dengan tujuan membasmi kalian sepuluh tokoh persilatan serta Ho Lan-hiang dari muka bumi."
"Hm, pada hakikatnya perkataanmu itu hanya ngaco-belo tak keruan,"
Jengek Liong Oh-im sambil tertawa dingin.
"Andaikata Liu Khi adalah Hek-mo-ong, maka dia pasti bersumpah tidak akan hidup berdampingan secara damai dengan Thio Kim-ciok. Bagaimana mungkin mereka malah bersekongkol dengan suatu kerja sama yang begitu rapi?"
"Jian-ciat-suseng, kau jangan berbohong. Nah, katakan segera kepada kami, sebetulnya hari ini kau ingin bekerja sama dengan kami untuk membekuk Thio Kim-ciok atau tidak?' Bong Thian-gak tidak langsung menjawab pertanyaan itu, hanya katanya setelah menghela napas panjang.
"Kalian enggan menuruti perkataanku, akhirnya kau akan menyesal."
Pada saat itulah mendadak terdengar Kim Toa-hay membentak.
"Setelah membunuh tujuh puluh satu lembar nyawa manusia, apakah kalian akan menyudahi persoalan ini di sini saja?"
Bong Thian-gak memandang sekejap ke arah Kim Toa-hay, lalu katanya sambil menggeleng kepala dan menghela napas panjang.
"Kim-piauthau, kau tak perlu membalas dendam bagi kematian rekan-rekan senasib sependeritaanmu lagi."
"Mengapa aku tidak boleh membalas dendam bagi kematian mereka?"
Teriak Kim Toa-hay sambil melotot, matanya merah membara karena kobaran api dendam dan amarah.
"Kedua orang yang kau hadapi sekarang, satu adalah Tio Tian-seng, yang lain adalah Liong Oh-im. Aku rasa kau pasti sudah pernah mendengar nama besar mereka sebelum memasuki Bu-lim-bong ini? Selama puluhan tahun terakhir ini, entah sudah berapa banyak jago persilatan yang tewas di ujung pedangnya. Coba bayangkan berapa orangkah di antara mereka yang berhasil membalas dendam?"
Ucapan itu diutarakan dengan wajar dan merupakan kenyataan, yang lemah memang sulit menghadapi yang kuat, sebab barang siapa nekat melakukannya juga, maka keadaan mereka ibarat telur yang diadu dengan baru cadas.
Tiba-tiba Kim Toa-hay memeluk kepala sendiri sambil menangis tersedu-sedu.
"Betul, aku memang tak berkemampuan untuk membalas dendam bagi kematian saudara-saudaraku itu karena ilmu silat yang kumiliki memang bukan tandingan orang. Sekalipun nekat membalas dendam, paling aku akan mengorbankan jiwaku dengan percuma. Oh, Thian, mengapa kau begini tak adil."
Sambil menangis tersedu-sedu, Kim Toa-hay membalikkan badan berlalu dari situ dengan langkah cepat.
Keadaannya saat ini tak ubahnya seperti orang gila, sambil menjerit dan menangis, dia berlari meninggalkan tempat itu.
Melihat hal ini Bong Thian-gak segera berteriak.
"Kimpiauthau ... Kim-piauthau, kemana kau hendak pergi?"
Tapi dalam waktu singkat bayangan tubuh Kim Toa-hay sudah lenyap dari pandangan mata.
Sejak disekap dalam Bu-lim-bong selama dua puluh tahun, keadaan Kim Toa-hay sudah berubah menjadi setengah sinting.
Apalagi saat ini mesti menerima pukulan batin yang begitu besar, tak heran ia menjadi gila sungguhan.
Tiba-tiba Tio Tian-seng berkata sambil menghela napas panjang.
"Setiap korban yang tewas dalam ruangan ini, tak ubahnya seperti orang gila. Mereka menerkam dan berusaha membunuh lawan begitu bertemu orang asing, sikap dan tindakan mereka sangat mengerikan. Andaikata Bong-laute yang menjumpai keadaan semacam itu, aku yakin kau pun pasti akan terlibat dalam pembantaian secara besar-besaran terhadap mereka. Ai! Aku tidak mengerti, apa sebabnya dalam Bu-lim-bong ini bisa terdapat orang-orang macam itu?"
Elang Terbang Di Dataran Luas -- Tjan Id Iblis Sungai Telaga -- Khu Lung Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung