Misteri Pulau Neraka 15
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long Bagian 15
Misteri Pulau Neraka Karya dari Gu Long
"Ban tua, mengapa kau pun berada disini?"
Ternyata kakek itu tak lain adalah Put-lo huang-siu si kakek latah awet muda Ban Sik-tong.
Si kakek latah awet muda tidak menggubris teguran It-ing taysu, sebaliknya tertawa tergelak kearah Hian-hui koksu yang masih berdiri kagetnya seraya bentaknya.
"Huuuh, koksu dari perkumpulan Tibet cuma begini-begini saja, apa sih yang kau banggakan? Kuberi waktu seperminum teh kepada kalian untuk segera pergi meninggalkan tempat ini, kalau tidak........."
Tiba-tiba kakek itu berpaling kearah balik pepohonan dan serunya keras keras.
"Pengemis kecil, siapkan kencing anjing untuk mencekoki mereka........"
Dari balik pepohonan segera terdengar seseorang menjawab.
"Dari pada kencing anjing, rasanya lebih marem kotoran manusia, empek tua, sudah kusiapkan tiga kati tahi manusia, tanggung mereka akan menikmatinya sampai kenyang." Oh Put Kui segera tahu, si pengemis pikun pun telah ikut datang.
Tapi mengapa mereka bisa muncul disini? suatu persoalan yang tak sempat terpikir olehnya karena ia sudah tidak tahan untuk tertawa tergelak.
Bahkan It-ing taysu pun turut tersenyum sehabis mendengar perkataan itu.
Hian-hui koksu mengatur pernapasannya lebih dulu, kemudian dengan langkah lebar maju kedepan dan berseru.
"Lo sicu, siapakah kau? Boleh aku tahu siapa nama besarmu?"
"Ada apa? Kau tidak puas? Setelah mengetahui nama besarku lantas berniat membalas dendam dikemudian hari?"
Seru Kakek latah awet muda dengan mata melotot.
"baiklah, aku akan memberitahukan nama besarku itu.........."
Setelah berhenti sejenak dan tertawa tergelak, ia berkata lebih jauh.
"Didalam dunia persilatan terdapat seorang makhluk aneh yang tak pernah tua, orang menyebutnya si tua bangka binal, Kakek latah awet muda Ban Sik-tong, nah Kakek moyang she Ban tersebut tak lain adalah aku ini!"
Mendengar perkenalannya ini, Oh Put Kui yang sebenarnya sudah berhasil menahan rasa gelinya itu segera tertawa terpingkal pingkal lagi.........
Malahan si pengemis pikun yang bersembunyi di balik pepohonanpun ikut tertawa tergelak-gelak.
"Kakek moyang, kau benar-benar membuat perutku si pengemis kecil menjadi sakit lantaran kebanyakan tertawa........"
Sedangkan ketiga hwesio dari Tibet itu benar-benar tak mampu tertawa lagi.
Ketika Hian-hui Koksu mendengar Kakek dihadapannya adalah Kakek latah awet muda ia tak berani banyak berbicara lagi.
Setelah merangkap tangannya didepan dada untuk memberi hormat, segera serunya.
"Rupanya dewa tua yang telah datang, bila pinceng sekalipun berbuat dosa, harap sudi dimaafkan........"
Jelas nama besar si Kakek latah awet muda telah merontokkan nyali mereka.
Kakek latah awet muda menjadi amat girang setelah mendengar perkataan itu, segera serunya sambil tertawa.
"Hey keledai gundul kecil, rupanya kalian juga mengetahui akan nama besarku?"
Hian-hui Koksu segera mengerutkan dahinya karena dipanggil keledai gundul kecil, namun diapun tak berani untuk tidak menerimanya, terpaksa sambil tertawa getir dan merangkap tangannya didepan dada ia berseru.
"Siapa sih manusia didunia ini yang tidak mengenali nama besar dewa tua? Biarpun pinceng berdiam jauh diwilayah Tibet, namun nama besar kau orang tua sudah lama kami mendengarnya........."
"Mana, mana........"
Kakek latah awet muda tertawa tergelak.
Sekali lagi Hian-hui Koksu merangkap tangannya didepan dada memberi hormat.
"Kalau toh dewa tua masih hidup segar bugar didunia ini, maka pinceng sekalipun akan segera balik ke Tibet, selama kau orang tua masih hidup, kami orang-orang dari perkumpulan Tibet tak berani melangkah masuk lagi kedaratan Tionggoan!" Beberapa patah kata dari Hian-hui Koksu ini kontan saja membuat sikakek latah awet muda menjadi kegirangan setengah mati.
Sambil mengelus jenggotnya dan menari nari kegirangan, ia berseru sambil tertawa tergelak.
"Haaaaaahhhhh.........
hhhhaaaaaaahhh.........
hhhaaaaaaaahhh.........
bagus, bagus sekali! Tak nyana kalian semua begitu tahu diri.
Baiklah, seandainya kalian tidak akan memasuki daratan Tionggoan lagi, jika aku punya waktu senggang tentu akan kukunjungi Tibet untuk menjenguk kalian semua........."
"Tidak berani..........
tidak berani..........."
Cepat cepat Hian- hui Koksu berseru agak ketakutan.
"kami tak berani menerima kunjungan kau orang tua........"
Kemudian sambil mengajak kedua orang pendeta lainnya, cepat-cepat ia berseru lagi.
"Pinceng sekalian hendak mohon diri lebih dulu........."
"Selamat jalan, bila ada waktu aku pasti akan menjenguk kalian.........."
Sahut sikakek latah awet muda sambil mengulapkan tangannya berulang kali.
Sikap maupun gerak-geriknya persis seperti kawan lama yang sedang berpisah.
Namun keadaan dari ketiga orang hwesio itu amat lemas, dengan kepala tertunduk macam ayam jago yang kalah bertarung, selangkah demi selangkah berlalu dari situ.
Sementara itu Oh Put-kui telah datang mendekati sambil tegurnya.
"Ban tua, mengapa kau orang tua bisa muncul dilembah Yu kok bukit Tiong-lam-san ini?"
Kakek latah awet muda segera tertawa.
"Kau boleh datang, masa aku tak boleh ikut datang juga?" "Tentu saja kau boleh datang, cuma......... bukankah kau pergi ke Kun-lun-san........."
Tidak sampai Oh Put-kui menyelesaikan perkataannya, si kakek latah awet muda telah berteriak keras.
"Anak muda, kau bukannya tidak tahu apa yang hendak kulakukan dalam kepergianku kebukit Kun-lun? Setelah Wi-in sinni berada disini, buat apa aku mesti menyusulnya dibukit Kun-lun? Kau suruh aku kesitu untuk menghirup angin barat laut?"
"Yaaa.........
betul juga, boanpwee sudah lupa akan hal ini........"
Terpaksa Oh Put Kui tertawa lebar.
"Lupa? Kau bisa lupa? Hmmm, cuma setan yang bisa kau tipu......."
"Kau orang tua memang sangat hebat, sesungguhnya boanpwee hanya asal tanya saja."
"Anak muda, kau sungguh kurang ajar."
Kakek latah awet muda pura pura marah.
"begitukah caramu berbicara dengan orang tua? Masa bertanyapun asal tanya? tampaknya kau ingin digebuki........."
"Digebuki............"
Oh Put Kui pura-pura ketakutan juga.
"waaah, tulang-tulangku bisa rontok kalau digebuki.............
oya, ada satu hal yang tidak kupahami, mengapa beritamu begitu tajam?"
"Haaaaaahhhhh........
hhhaaaaaahhhhhh.......
hhhaaaaaaahhhhhhh.......
kau harus mencoba untuk menebaknya, darimana aku bisa tahu kalau Wi-in taysu telah datang kemari? Jika kau tak bisa menebaknya, hati-hati dengan gebukanku nanti............"
Mendengar perkataan tersebut Oh Put Kui segera tertawa, padahal dia sudah dapat menebak apa sebabnya.
Sudah dapat dipastikan, pihak anggota Kay-pang lah yang telah memberikan kabar tersebut.
Tapi pemuda tersebut tidak langsung menjurus kesitu, sebaliknya menebak dua kali secara ngawur.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Kakek latah awet muda berseru keras.
"Tidak cocok, kau hanya boleh menebak tiga kali, jika tebakanmu yang ketiga tidak benar, maka aku akan menggebuki pantatmu sampai memar........."
Oh Put Kui pura-pura berpikir sejenak lalu serunya sambil tertawa lebar.
"Aaah, kali ini tebakanku pasti benar."
"Coba kau utarakan!"
Sambil menuding kearah si pengemis pikun, Oh Put Kui berseru.
"Sudah pasti Liok loko yang berhasil mendapatkan berita tersebut........."
"Apa?"
Kakek latah awet muda nampak tertegun.
"Berita ini pasti diperoleh dari mulut para anggota Kay- pang........."
"Hey anak muda, tak nyana aku memang cerdik seperti setan kecil saja............"
Teriak Kakek latah awet muda dengan kening berkerut.
"Nah, bagaimana? Tepat bukan tebakan kali ini?"
Kakek latah awet muda melirik sekejap kearah pengemis pikun, tiba-tiba dia menegur.
"Hey pengemis cilik, kau sedang bermain gila?"
Cepat cepat pengemis pikun menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya.
"Masa kau orang tua melihat aku berani barbuat begini?"
"Betul juga,"
Kakek latah awet muda tertawa.
"aku yakin kau si pengemis cilik pasti tak berani berbuat begitu" Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melotot lagi kearah Oh Put Kui sambil serunya lebih jauh.
"Kau si anak muda, memang benar-benar licik dan banyak akalnya, anggap saja nasibmu memang sedang baik, gebukannya kutunda sampai dikemudian hari saja."
"Terima kasih atas kemurahan hatimu itu,"
Oh Put Kui segera tertawa tergelak.
Dalam pada itu Kiau Hui-hui telah muncul kembali dari mulut lembah tersebut.
It-ing taysu segera menarik nona tersebut untuk maju kedepan memberi hormat.
Kakek latah awet muda memandang sekejap kearah Kiau Hui-hui, kemudian katanya.
"Ehmmm.........
budak ini mempunyai tulang tulang yang bagus sekali untuk belajar ilmu silat!"
"Dengan pujian dari kau orang tua, dikemudian hari bocah ini tentu akan berhasil menonjol dimata dunia."
Kata It-ing taysu merendah.
"Itu sih belum tentu, apalagi nanti perempuan paling susah untuk diduga."
"Ban tua, bagaimana kalau kau bantu bocah ini agar berhasil?"
"Bagus sekali, baru bertemu kau sudah menyuruh aku menjadi kerepotan."
Teriak Kakek latah awet muda sambil tertawa keras.
"Tidak berani, tapi bukankah kau orang tua paling suka membantu kaum muda agar lebih maju?"
"Hhhaaaaaahhhhh.........
hhhhaaaaaaahhhhhhh.......
hhhaaaaaaahhhhhh..........
dulu memang begitu, tapi sekarang watak dan kebiasaanku telah berubah." "Berubah?"
It-ing taysu tertegun.
"kau orang tua sudah enggan membantu kaum muda meraih kemajuan?"
Kakek latah awet muda menghela napas panjang.
"Aaaaaaiiii.........
kaum muda sekarang terlalu hebat dan pandai, bahkan sewaktu aku ingin mengajarkan ilmu silat ku kepadanya pun ia enggan untuk mempelajarinya, oleh sebab itu aku menjadi sedih hati dan memutuskan tak akan membantu kaum muda lagi untuk meraih kemajuan."
Berbicara sampai disini, sepasang matanya yang melotot besar mengawasi Oh Put Kui tanpa berkedip. Tapi Oh Put Kui berlagak seolah-oleh tidak melihatnya, dia hanya tersenyum-senyum biasa.
"Kau orang tua bukan lagi bergurau?"
It-ing taysu bertanya dengan keheranan.
"Siapa bilang aku bergurau? Aku tak pernah berpura,"
Kakek itu menjawab sambil tertawa.
"Benarkah ada orang yang enggan mempelajari ilmu silatmu? Jangan-jangan orang itu adalah seorang tolol yang tak tahu urusan?"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kakek latah awet muda segera berpaling kearah Oh Put Kui sambil berseru.
"Hey anak muda, sudah kau dengar belum? Orang yang enggan mempelajari ilmu silatku akan disebut orang tolol oleh umat persilatan.........."
"Benarkah?"
Oh Put Kui tertawa tergelak.
"sayang sekali orang itu bukan boanpwee..........."
Kakek latah awet muda benar-benar dibuat tak berdaya oleh ulah si anak muda tersebut, terpaksa katanya kemudian sambil tertawa.
"Anak muda, kau memang sangat pandai berpura-pura!" "Boanpwee tidak berpura pura, sesungguhnya kau orang tua tak pernah menyebut namaku!"
Tanya jawab yang berlangsung diantara mereka berdua ini segera menimbulkan perasaan geli bagi It-ing taysu yang mendengarnya.
Tampaknya orang yang dimaksudkan oleh Kakek latah tersebut bukan lain adalah Oh Put Kui.
Berpikir sampai disini, sambil tertawa It-ing taysu segera berkata.
"Ban tua, kau mengatakan orang yang enggan mempelajari ilmu silatmu adalah siau sicu ini?"
"Selain dia, siapa lagi yang berani?"
Jawab Kakek latah awet muda dengan gemas. It-ing taysu segera tertawa.
"Kalau memang demikian, kau sudah sepantasnya mendidik murid boanpwee ini hingga berhasil."
"Kenapa?"
Tanya Kakek latah awet muda tertegun.
Kembali It-ing taysu tertawa.
"Oh sicu bermaksud melakukan perjalanan jauh, sedang kamipun telah berkeputusan akan memerintahkan nona Siau- sian serta anak Hui untuk mendampinginya, coba kau bayangkan, tidak seharuskah kau mendidik anak Hui agar ia lebih berkemampuan untuk membantu Oh sicu.........?"
Kakek latah awet mdua berpikir sejenak lalu setelah memandang wajah Kiau Hui-hui yang tersipu malu, dia menghela napas lalu tertawa tergelak.
"Betul, aku memang harus membantunya........."
Sambil berpaling kearah Kiau Hui-hui dia berseru pula dengan suara keras.
"Nah budak, ayoh turut aku keatas loteng akan kulihat bagaimanakah kemampuanmu........." "Ban tua, kau harus mencurahkan banyak tenaga untuk bocah ini........."
It-ing taysu segera menambahkan.
Selesai berkata dia lantas menarik Kiau Hui-hui dan mengikuti dibelakang Kakek latah awet muda menuju kedalam loteng.
Sedangkan Oh Put Kui bersama pengemis pikun tetap berada di lapangan tersebut.
Pengemis pikun memandang sekejap keadaan cuaca, lalu katanya sambil tertawa.
"Lote, setengah jam lagi fajar bakal menyingsing........" -oo0dw0oo- Menjelang tengah hari, dari balik lembah Yu Kok dibukit Tiong-lam-san muncul tiga ekor kuda yang dilarikan kencang.
Oh Put Kui dengan membawa Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui sedang menempuh perjalanan menuju kearah ibu kota.
Mereka berniat untuk mengunjungi istana Sian-hong-hu lebih dulu dan Oh Put Kui tidak menolak usul tadi.
Tentu saja dia pun teringat akan satu hal.
Ingin mengengok keadaan dari kelima orang ciangbunjin.
Tengah malam hari ketujuh, mereka telah tiba di istana Sian-hong-hu.
Bagi Oh Put Kui, baru pertama kali ini dia berkunjung ketempat tersebut.
Nyatanya semua perlengkapan dan bangunan dari istana Sian-hong-hu memang sangat mengejutkan hati, pada hakekatnya tidak kalah dari sebuah istana raja, selain itu begitu aneka ragam manusia yang berdiam di situ, membuat hatinya amat gelisah.
Nyoo Siau-sian bersama Kiau Hui-hui berdiam diruang belakang.
Sedangkan Oh Put Kui ditempatkan oleh Ku Bun-wi diruang tamu untuk beristirahat.
Terhadap kehadiran dari Oh Put Kui nyata sekali kalau pihak istana Sian-hong hu merasa terperanjat.
Sebagaimana diketahui Ku Bun-wi pernah menderita kekalahan ditangannya, tapi dia pun tak berani menampik kunjungan dari Oh Put Kui, apalagi dia datang bersama putri kesayangan majikannya.
Diluarnya mereka melayani Oh Put Kui sebagai seorang tamu terhormat, tapi dibalik semuanya ini, kawanan jago lihay dari istana Sian-hong-hu tersebut sama-sama mengerutkan dahi.
Malam itu, dikala Oh Put Kui telah beristirahat, Ku Bun-wi segera menghimpun beberapa orang jago kelas satunya untuk mengadakan perundingan yang cukup lama di dalam kamar rahasianya.
Beberapa orang jago lihay yang dihimpun Ku Bun-wi itu antara lain adalah.
Nyonya petani dari Lam-wan Ku Giok-hun, Perempuan cerdik dari ruang barat Leng Seng-luan, hakim sakti hitam putih Pak Kun jiau, Tabib sakti Ang Yok-su.
Ditambah pula dengan seorang jagoan yang belum pernah dijumpai Oh Put Kui sebelumnya yaitu Pak-san-ciau-sin (Kakek penebang kayu dari bukit utara) Siang Ki-pia.
Menurut usul dari Nyonya petani dari Lam Wan Ku Giok- hun, lebih baik mereka turun tangan lebih dulu dengan cara diam-diam mencampuri arak dan sayur yang dihidangkan dengan racun keji.
Tapi Ang Yok-su tidak setuju, dia berkata "Oh Put Kui mempunyai tubuh yang hebat dan kebal terhadap aneka racun, sudah jelas tindakan main racun hanya suatu perbuatan memukul rumput mengejutkan ular bukannya berhasil sebaliknya malah akan meningkatkan kewaspadaan."
"Perkataan saudara Ang memang benar,"
Dukung Ku Bun- wi.
"Bocah keparat itu memang rada hebat."
"Jadi menurut pendapat saudara Ang, apakah kita harus menyudahi begitu saja?"
Seru nyonya petani dari Lamwan Ku Giok-hun sambil tertawa dingin.
"Dengan kekuatan gabungan kita semua, masa kita tak mampu mengungguli keparat itu?"
Seru Ang Yok-su dengan wajah dingin. Hakim sakti hitam putih Pak Kun-jiau menggelengkan kepalanya berulang kali, selanya.
"Saudara Ang, kita tak boleh berkata begitu!"
"Lantas apa yang mesti kita bilang?"
Tanya Ang Yok-su sambil tertawa dingin.
Pak Kun-jiau tertawa.
"Jangan lagi tenaga gabungan kita semua belum tentu dapat mengungguli keparat tersebut, sekalipun berhasil, andaikata berita ini sampai tersiar keluar, apakah kita tak akan ditertawakkan oleh umat persilatan?"
Ang Yok-su mendengus dingin.
"Hmmmm! Kalau memang takut ditertawakan orang, mengapa tidak lebih baik gunakan otak untuk mencelakainya?"
Ku Bun-wi tak ingin melihat anak buahnya cekcok sendiri, cepat-cepat ia melerai sambil tertawa hambar.
"Kini majikan tak ada dirumah, saudara Nyoo juga lagi keluar, semua persoalan ini dalam istana kebanyakan diputuskan oleh nona Lian seorang, hanya saja......
nona datang bersama-sama Oh Put Kui, sekalipun nona Lian berniat membunuh Oh Put Kui pun aku rasa dia belum tentu mau menyerempet bahaya dengan menyalahi nona..............."
"Perkataan Ku tua itu memang betul,"
Leng Seng-luan dengan menyela sambil tertawa.
"dalam masalah ini nona Lian tak bakal mengunjukkan diri..."
Setelah menghela napas pelan Ku Bun-wi segera berkata.
"Menurut pendapatku, lebih baik kita tipu nya masuk kedalam penjara kematian saja."
Kakek tukang kayu dari bukit utara Siang Ki-pia segera berseru sambil tertawa tergelak.
"Bagus sekali, usul ini memang paling bagus."
"Saudara Siang."
Mendadak Ang Yok-su tertawa dingin.
"aku rasa hal ini tak mungkin bisa dilakukan."
"Apakah saudara Ang mempunyai pendapat lain?"
Dengan wajah membeku Ang Yok-su berkata lebih jauh.
"Apakah kalian lupa kalau didalam penjara kematian masih terdapat seorang makhluk tua lain?"
"Lantas apa sangkut pautnya dengan Oh Put Kui?"
Tanya Siang Ki-pia tertawa.
Ang Yok-su tertawa dingin.
"Saudara Siang, silahkan kau bertanya sendiri kepada saudara Ku, sebetulnya Oh Put Kui itu keturunan siapa? Aku rasa bila saudara Siang telah mengetahui hal ini tentu tak akan menyekapnya lagi di dalam penjara kematian."
"Saudara Ku, sebenarnya keparat she Oh itu keturunan siapa?"
Tanya Siang Ki-pia kemudian dengan kening berkerut.
Baru sekarang Ku Bun-wi memahami maksud dari Ang Yok-su, mendengar pertanyaan tersebut ia segera tertawa tergelak.
"Hhhaaaaaaahhh..........
hhhhaaaaaaaaahhhhhh...........
hhhaaaaaaaahhhhhhh..........
saudara Ang memang sangat teliti hampir saja aku melupakan persoalan yang sangat benar ini..."
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata kepada Siang Ki-pia.
"Oh Put Kui sesungguhnya adalah putra dari Oh Ceng- thian............!"
Siang Ki-pia menjadi tertegun, segera serunya.
"Jadi dia adalah putra Oh Ceng-thian? Kalau begitu........... Lan Hong adalah ibunya?"
"Tepat sekali."
Siang Ki-pia termenung beberapa saat lamanya, kemudian berkata lagi.
"Ehmmmmm, memang masalah ini perlu dipertimbangkan secara baik-baik, Oh Put Kui memang tak boleh sampai tahu tentang si makhluk tua yang berada didalam penjara kematian tersebut, kalau tidak, sudah pasti dia akan menimbulkan gelombang yang sangat besar ditempat ini......."
Tiba-tiba si nyonya petani dari Lam-wan Ku Giok-hun berseru sambil tertawa dingin.
"Sudah setengah harian kita berbicara, bagaimana pendapat kalian sekarang?"
Ku Bun-wi menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya.
"Aku sendiripun tak berhasil menemukan suatu akal yang cocok dan bagus........"
"Kalau begitu yaa sudahlah,"
Tiba-tiba nyonya petani dari Lamwan Ku Giok-hun tertawa.
"biar aku segera menghadap nona Lian sambil minta petunjuk darinya." "Bagus sekali, cara ini memang merupakan suatu tindakan yang paling baik,"
Kata Ang Yok-su dengan mata berkilat dan suara dingin.
"Apakah saudara Ang setuju bila kita minta petunjuk dari nona Lian?"
Tanya Ku Bun-wi kemudian dengan kening berkerut.
"Tentu saja! Sesungguhnya dialah majikan yang sesungguhnya dari istana ini!"
Ku Bun-wi tertawa getir.
"Kalau begitu terpaksa kita harus merepotkan nona Lian......."
Dalam pada itu satu ingatan mendadak melintas lewat dalam benark si Kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Ki- pia, segera katanya sambil tertawa.
"Saudara Ku, kalau begitu kita putuskan demikian saja.
Besok siang disaat saudara Ku menyelenggarakan perjamuan untuk menyambut Oh Put Kui, aku ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk mencoba tenaga dalam yang dimilikinya......."
"Saudara Siang, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan kau lakukan........!"
Tiba-tiba Ang Yok-su berseru sambil tertawa dingin.
"Apakah saudara Ang menganggap aku tidak mampu?"
Tanya Siang Ki-pia sambil tertawa.
"Andaikata kau tak kuatir mendapat malu sudah barang tentu lain ceritanya!"
"Aku percaya kalau saudara Ang tidak bohong, tapi aku tetap akan mencobanya."
Ang Yok-su mendengus dingin dan tak berbicara lagi segera melangkah keluar dari ruang rahasia.
Sementara itu nyonya petani dari Lamwan serta perempuan cerdik dari ruang barat telah beranjak pula dari situ.
Sambil memberi hormat Ku Bun-wi buru-buru berseru.
"Harap saudara sekalian pulang dulu untuk beristirahat, siapa tahu kita masih akan melangsungkan pertarungan sengit esok hari!"
Setelah berpamitan masing-masing orang pun kembali kekamarnya untuk beristirahat.
Tapi diantaranya ada seorang Kakek ternyata tidak kembali kekamarnya, dia justru berjalan menuju ke gedung tamu.
Lama dia berdiri disitu sambil mengawasi keadaan disekelilingnya, sampai dia yakin kalau disekitarnya tak ada orang yang menguntit, ia baru masuk kedalam gedung dan mengetuk pintu kamar dari Oh Put Kui.
"ToOdwOookkk........
toOdwOokkk........
toOdwOookkkkk........."
Oh Put Kui yang berada dalam ruangan belum tidur waktu itu, ia sedang duduk bersemedi mengatur pernapasan. Begitu mendengar suara ketukan, ia segera melompat bangun sambil menegur.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Siapa?"
Teguran itu lirih, sebab dia mengira Nyoo Siau-sian atau Kiau Hui hui yang telah datang mengunjunginya.
Tapi dari luar pintu segera kedengaran suara serak tua menjawab teguran itu.
"Aku adalah si Kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Ki-pia..........!"
Oh Put Kui pernah mendengar tentang nama orang tua ini, nama besarnya amat termashur diwilayah luar perbatasan.
Tapi dia tak pernah mengira akan menjumpai Kakek tersebut didalam istana Sian-hong-hu.
Begitu pintu dibuka, dihadapannya muncul seorang Kakek berjenggot putih yang berdandan sederhana tapi memiliki sinar mata yang amat tajam.
Sambil mengelus jenggotnya dan tersenyum Siang Ki-pia berkata.
"Bila kedatanganku mengganggu harap lote memaafkan.........."
Oh Put Kui tertawa.
"Siang tua adalah seorang tokoh lihay dari luar perbatasan, suatu keberuntungan bagiku bisa bersua muka hari ini."
Berbicara sampai disitu ia segera mempersilahkan tamunya untuk masuk kedalam. Setelah mengambil tempat duduk, Oh Put Kui baru berkata.
"Siang tua ada urusan apa?"
"Apakah lote telah bersua dengan Bong-ho siansu?"
Tanya Siang Ki-pia sambil tertawa. Tiba-tiba Oh Put Kui menjadi terkejut.
"Apakah Siang tua baru datang dari Shoa-tiong?"
"Tidak,"
Siang Ki-pia menggeleng.
"Aku datang dari luar perbatasan........."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya.
"Tapi aku telah menerima surat dari Kit Bun-siu!"
Kerutan kening Oh Put Kui segera memudar, dia percaya Siang Ki-pia adalah salah seorang dari kelompok Bong-ho siansu, maka katanya kemudian sambil tertawa.
"Apa yang dikatakan Kit tayhiap? Apakah menyangkut pula tentang diriku?" "Tidak! Cuma dibilang kalau lote datang ke istana Sian- hong-hu maka ia minta kepadaku untuk membantu secara diam-diam.......
hanya sayang kekuatanku sangat terbatas......."
Tidak sampai Siang Ki-pia menyelesaikan perkataannya, Oh Put Kui telah mencegah.
"Siang tua tak perlu kuatir, boanpwee mampu untuk menjaga diri........"
Siang Ki pia percaya kalau pemuda itu mampu untuk melindungi diri sendiri, tapi dia toh masih menguatirkan juga keselamatan jiwanya.
"Lote, kau mesti tahu istana Sian-hong-hu adalah sarang naga gua harimau!"
"Bila kita tak memasuki sarang harimau, bagaimana mungkin bisa memperoleh anak macan?"
Siang Ki-pia mengangguk berulang kali.
"Ehmmmm...... kegagahan lote memang sangat mengagumkan........"
Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba ia bertanya lagi.
"Lote sebenarnya apakah Lei-hun-mo-kiam (pedang iblis pencabut nyawa) adalah ayahmu?"
Rupanya dia masih menyangsikan hal tersebut sehingga perlu pembuktian lagi.
"Betul, dia memang ayahku,"
Oh Put Kui segera menyahut sambil bangkit berdiri.
Siang Ki-pia segera menghembuskan napas panjang.
"Lote, kalau begitu ibumu adalah Pek-ih ang-hud (kebutan merah berbaju putih) Lan Hong lihiap?"
"Sejak dilahirkan belum pernah boanpwee bertemu dengan ibuku, tapi menurut guruku, ibuku memang Lan Hong........" Setelah mengerutkan dahinya Siang Ki-pia berkata dengan sedih.
"Lote, kalau begitu nasibmu amat buruk."
"Jika takdir berkehendak begini, apa yang bisa kita lakukan? Cuma........
sebelum dendam sakit hati kematian ibuku terbalas, setiap hari boanpwee merasa tak tenang........"
"Lote, apakah kau berhasil mendapatkan titik terang mengenai peristiwa pembunuhan terhadap ibumu itu........"
"Titik terang sama sekali tidak kutemukan......."
Sambil menghela napas Siang Ki-pia menggelengkan kepalanya berulangkali, ujarnya kemudian.
"Terbunuhnya ibumu memang merupakan suatu peristiwa aneh dalam dunia persilatan, kalau dengan kemampuan suhu dan ayahmupun tak berhasil memperoleh keterangan apa-apa tentang peristiwa ini, jelas kalau masalahnya memang bebar- benar pelik........"
"Masalah tersebut memang merupakan beban pikiran boanpwee selama ini...........
tapi, apakah kau sudah mengetahui dengan jelas segala sesuatunya tentang istana Sian-hong-hu ini? Terutama watak dan perangai dari Nyoo Seng-siu.........."
Mendadak Siang Ki-pia menggoyangkan tangannya berulangkali mencegah Oh Put Kui berkata lebih jauh, tukasnya.
"Lote sudah bertemu dengan Bong-ho siansu, tentunya segala sesuatunya juga telah diketahuinya........
tapi ada satu hal yang perlu kusampaikan kepadamu malam ini."
"Ooh, nampaknya kau orang tua memang mempunyai suatu maksud tertentu,"
Kata Oh Put Kui tertawa.
Siang Ki-pia tertawa.
"Lote, aku hanya menyesal kemampuan yang kumiliki sangat terbatas........." Setelah berhenti sejenak, mendadak bisiknya dengan suara lirih.
"Lote, kau mempunyai seorang sanak yang terkurung didalam penjara kematian dalam istana Sian-hong-hu ini hampir dua puluhan tahun lamanya........."
Bergetar keras sekujur badan Oh Put Kui setelah mendengar kabar tersebut. Seorang sanak? Siapakah dia? Mungkinkah orang itu adalah ibu kandungnya?"
Setelah berhasil menguasai diri, Oh Put Kui segera bertanya kembali.
"Siang tua, siapakah sanak boanpwee itu?"
"Lote, sanak yang terkurung ditempat ini tak lain adalah kakek luarmu............"
"Kakek luarku?"
Berubah paras muka Oh Put Kui setelah mendengar hal ini.
"Betul! Dia adalah Pneg-gwan-koay-kek (jago aneh dari Peng-goan) Lan Ciu-siu tayhiap, seorang jago yang termashur dalam dunia persilatan dimasa lampau, saat ini dia disekap didalam penjara kematian dalam gedung Siang hong hu ini."
Mencorong sinar kegusaran dari balik mata Oh Put Kui segera tanyanya.
"Siang tua, dimanakah letak penjara kematian tersebut?"
"Penjara kematian konon berada didalam gedung tapi letak yang tepat tidak kuketahui,,, bukankah kau baik sekali dengan nona Siau-sian? Aku rasa dia tentu bersedia memberitahukan letak tempat itu kepadamu."
"Benar, kita harus bertanya kepadanya."
Oh Put Kui manggut-manggut.
"Lote, tahukah kau sejak kedatanganmu kemari, setiap orang yang berada didalam gedung ini sama-sama menaruh perhatian kepadamu? Bahkan ada maksud hendak mencelakai dirimu?"
"Boanpwee dapat melihatnya semenjak semula!"
Lalu setalah berhenti sejenak dan mencorong sinar tajam dari balik matanya, dia melanjutkan sambil tertawa.
"Tapi kau tak usah kuatir, boanpwee tidak takut menghadapi orang orang itu........"
Siang Ki-pia tertawa.
"Dalam hal ini aku percaya!"
"Apakah kau masih tidak percaya kepadaku dalam hal lain?"
Tanya pemuda itu kemudian sambil tertawa.
"Sesungguhnya aku tidak mempunyai persoalan lain yang membuatku tak percaya, kau harus tahu anggota gedung Sian-hong-hu ini beraneka ragam, aku hanya kuatir tidak mampu menghadapi sergapan-sergapan mereka."
Oh Put Kui tertawa ewa.
"Kalau aku sudah berani memasuki sarang harimau, otomatis mempunyai juga nyali untuk membekuk sang macan."
"Lote, keberanianmu memang sangat mengagumkan........"
Siang Ki-pia tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak, diapun bangkit memohon diri, katanya.
"Lote, sudah terlalu lama aku berada disini, untuk menghindari segala kecurigaan orang terpaksa aku mesti mohon diri lebih dulu.
Oya, besok siang ketika diselenggarakan pesta perjamuan, bisa jadi aku akan mengutarakan beberapa patah kata kasar kepadamu, harap lote bisa memaklumi keadaanku ini serta menanggapinya secara wajar........." "Boanpwee cukup memahami keadaan dari Siang tua.
maaf bia boanpwee tidak menghantarmu lebih jauh."
Siang Ki-pia tertawa seraya menjura, lalu menyelinap keluar dari pintu ruangan.
Oh Put Kui menghantar sampai diluar kamar sambil mengawasi keadaan disekeliling tempat itu, betul juga ternyata disekitar situ tiada nampak seorang manusia pun.
Diam-diam ia tertawa geli sendiri, bila pihak Sian-hong hu benar-benar berani mencari gara-gara dengannya maka perbuatan tersebut keliru besar sekali.
Sambil geleng-gelengkan kepalanya dan tertawa, ia balik kembali kedalam kamar.
Baru melangkah masuk, kembali Oh Put Kui dibuat terperanjat.
Ternyata didalam kamarnya telah muncul kembali seorang tamu yang tidak diundang.
Tapi dengan cepat pula Oh Put Kui tertawa lebar, agaknya tamu tak diundang yang berada didalam kamarnya adalah seseorang yang sudah dikenal olehnya.
"Lote, kau tidak menyangka bukan!"
Tamu tak diundang itu tertawa secara aneh.
"Liok loko, setelah kau muncul disini, aku yakin Ban tua pun pasti berada pula di sini!"
Seru Oh Put Kui kemudian sambil tertawa.
Ternyata orang yang baru muncul adalah si pengemis pikun.
Pengemis pikun segera tertawa.
"Jika tak ada Ban tua, masa aku si pengemis bernyali begini besar? lagipula biar aku bernyali cukup besar, belum tentu bisa masuk kedalam gedung Sian-hong-hu ini!"
"Mana Ban tua?"
Tanya si anak muda itu kemudian. "Dia orang tua sudah pergi tidur."
"Pergi tidur?"
Dimana?"
"Tentu saja didalam gedung Sian-hong-hu ini, tuh dia, dikamar sebelah!"
Oh Put Kui tak bisa menahan rasa gelinya, dia segera tertawa. @oodwoo@
Jilid 35
"Tak aneh kalau engkoh tua bisa memasuki kamarku tanpa menimbulkan sedikit suarapun....... rupanya kau serta Ban tua telah mengangkangi kamar sebelah lebih dahulu......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa kembali ia berkata.
"Engkoh tua, ayoh ajak aku menjumpai Ban tua!"
"Tidak usah,"
Tampik pengemis pikun sambil menggeleng "Ban tua telah berpesan, semua persoalan dibicarakan besok malam."
"Engkoh tua, tahukah kau bahwa persoalan yang kuhadapi ini adalah suatu persoalan yang amat gawat?"
"Apakah menyangkut soal gwakong mu?"
Tanya sipengemis pikun sambil tertawa menggelak.
"Betul, apakah tidak gawat masalah tersebut?"
"Ban tua menyuruh aku kemari tak lain hendak memberitahukan kepadamu agar jangan terlalu kelewat gelisah dan cemas menghadapi persoalan tersebut, sebab hingga sekarang kita belum mengetahui letak penjara kematian yang sesungguhnya, apabila bertindak kelewat gegabah sehingga "memukul rumput mengejutkan ular"
Bisa jadi keselamatan jiwa kakek Lan akan terancam bahaya. Lote nampaknya kau mesti menyelidiki letaknya lebih dulu besok."
Oh Put Kui termenung sejenak, lalu sahutnya.
"Baiklah, besok apakah Liok loko dan Ban tua tetap bersembunyi didalam kamar itu ?"
Pemuda itu yakin kedua orang rekannya pasti masuk dengan jalan menerobos, dengan demikian tiada leluasa bagi mereka untuk bergerak disiang hari.
Mendengar ucapan mana Pengemis Pikun menyahut seraya tertawa.
"Tidak! Besok kita bersua muka dalam perjamuan tersebut!"
"Jadi kalian akan munculkan diri secara terang-terangan?"
Tanya pemuda itu tertegun. Pengemis Pikun tertawa.
"Ban tua bilang dia punya cara yang baik untuk menghadapi persoalan tersebut......."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Oh Put Kui berpikir sejenak, lalu katanya.
"Kalau begitu besok pagi aku harus mencari kabar lebih dulu dari mulut Nyoo Sian-sian!"
"Lote, kau telah bersua muka dengan Lian Peng?"
Tanya pengemis pikun sambil tertawa.
"Gundik Nyoo Thian-wi maksudmu? Belum, aku belum bersua dengannya....."
"Bisa jadi kau akan bersua dengannya besok!"
"Engkoh tua, mengapa kau singgung tentang dia?"
Tanya Oh Put Kui dengan perasaan tidak mengerti.
"Dialah orang paling berkuasa didalam gedung Sian hong hu ini dan hak membunuh berada pula ditangannya, maka lote mesti berhati hati menghadapinya bila berjumpa dengannya besok!"
"Selamanya aku tak suka bermanis muka dengan kaum wanita!"
Seru Oh Put Kui sambil menggeleng.
"Lote, kali ini kau tak boleh kelewat mengikuti suara hatimu! Bila kau tidak menghadapinya secara hati-hati, bisa jadi Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui pun tidak dapat meninggalkan gedung sian hong-hu ini untuk selamanya........"
Oh Put Kui benar-benar merasa terperanjat setelah mendengar perkataan itu, tapi dengan ucapan mana dia sadar pula akan gawatnya persoalan yang sedang dihadapi.
"Baik"
Katanya kemudian sambil tertawa.
"akan kujumpai dengannya dalam kedudukan seorang angkatan muda!"
"Dalam soal tingkat kedudukan sih bukan masalah."
Ujar pengemis pikun sambil tertawa.
"yyang penting adalah jangan kau perlihatkan sikap angkuhmu itu......."
Setelah berhenti sejenak dan menguap besar-besar, pengemis itu menggelengkan kepalanya sambil menambahkan.
"Lote, setelah mengusikmu setengah malaman aku jadi mengantuk sekarang, aku pergi tidur lebih dulu."
"Loko, beristirahatlah disini, toh aku juga tak ingin tidur cepat-cepat."
Sambil menggelengkan kepalanya ppengemis pikun membuka pintu seraya berbisik lagi .
"Lote, semua alat rahasia yang berada didalam gedung tamu agung ini telah dirusak Ban tua secara diam-diam, itulah sebabnya kedatangan Siang Ki-pia tadi tak sampai ketahuan orang, kalau tidak, bisa jadi Siang loji yang lama berdiam diluar perbatasan itu sudah dijebloskan kedalam penjara kematian sekarang !"
Mendengar ucapan mana Oh Put Kui baru menjadi sadar.
Dia menjadi geli sendiri, disangkanya pihak sian hong-hu bertindak kelewat berani.
oOdwOo0dw0oOdwOoo Fajar belum lama menyingsing.
Baru saja Oh Put Kui bangun dari tidurnya, pintu kamar telah digedor orang dengan keras.
Ternyata Nyo Siau-sian telah muncuk didepan pintu dengan senyum di kulum.
Baru Oh Put Kui membuka pintu, si nona langsung berkata sambil tertawa merdu.
"Apakah tidurmu nyenyak semalam?"
"Dalam istana semegah ini, tentu saja tidurku amat nyenyak...."
Setelah berhenti sejenak, tambahnya .
"Tapi... ada urusan apa pagi-pagi begini Sumoay sudah muncul dikamarku?"
Sambil tertawa cekikikan sahut Nyo Siau-sian.
"Coba tebak, ada urusan apa pagi-pagi aku telah muncul disini?"
Oh Put-Kui menggeleng kepala.
"Darimana aku tahu?"
"Bibi Lian mengundangmu untuk sarapan bersama"
"Bibi Lian?"
"Betul, Bibi Lian, orang menyebutnya Lian Peng"
Oh Put Kui agak tertegun, cepat pikirnya.
"
Belum lagi ku temuan cara untuk menjumpai orang ini, ternyata dia telah mengundangku lebih dulu."
Buru-buru sahutnya "Ah, ternyata bibimu begitu menghormati aku hingga menyempatkan diri mengundangku sarapan bersama."
"Sudah, tak usah biara sungkan-sungkan lagi, ayo cepat kita berangkat kesana." Selesai membenarkan letak pakaiannya, berangkatlah Oh Put Kui mengikut dibelakang Nyo Siau Sian menuju ke sebuah ruangan yang sangat indah.
Baru melangkah masuk, tampak seorang wanita setengah umur berparas cantik, didampingi Kiau Hui=hui telah menyambut kedatangannya dengna senyum dikulum.
Cepat Oh Put-Kui maju menghampiri dan ujarnya sambil menjura.
"Bibi Lian, salam hormatku untukmu."
Wanita cantik itu memandang Oh Put Kui sekejap, kemudian sapanya.
"Apakah kau adalah Oh-Kongcu? Murid Tay-gi Siansu?"
"Benar, bibi Lian terlalu memuji, aku merasa tidak enak karena bibi harus menyiapkan sarapan untukku."
"Kongcu, perjamuan pun telah dipersiapkan, harap kau tak usah menampik lagi,"
Kata Lian Peng tertawa. Oh Put Kui juga tahu bahwa hal ini tak mungkin bisa ditampik, maka ujarnya kemudian sambil tersenyum.
"Kalau memang begitu terpaksa aku akan merepotkan bibi Lian saja..........."
Lian Peng tertawa sejenak kemudian diapun berkata lagi.
"Oh kongcu, baik-baikkah gurumu?"
"Suhu selalu berada dalam keadaan sehat wal'afiat tanpa kekurangan suatu apa pun."
Tiba-tiba Lian Peng menghela napas panjang, kemudian katanya.
"Aaaai......
suhumu selalu mengembara didalam dunia persilatan dengan kebesaran jiwanya, tempo hari akupun pernah memperoleh banyak petunjuk darinya, meski dua puluh tahun telah lewat, namun bila teringat kembali, sungguh membuat hati orang menjadi rindu dan mengingatnya kembali......." "Jadi bibi Lian pernah bersua dengan guruku dulu?"
Tanya Oh Put Kui dengan hormat.
"Benar, sudah bertemu tiga kali......"
Sahut bibi Lian sambil tertawa. SEtelah berhenti sejenah, tiba-tiba dia berpaling kearah Nyoo Siau-sian sambil menambahkan.
"Anak Sian, mana sarapannya ?"
Mendengar pertanyaan itu Nyoo Siau-sian segera tertawa merdu.
"Bibi, aku telah lupa.........."
Lian Peng segera tertawa cekikikan.
"Kalau begitu cepat suruh mereka hantar kemari, Oh Kongcu tentu sudah merasa lapar !"
Oh Put Kui yang melihat kesemuanya ini ikut tertawa geli, pikirnya.
"Adik Sian memang polos dan lucu, masa hal sarapan pun sampai dilupakan olehnya...... sungguh kebangetan!"
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian telah menyahut dan meninggalkan tempat tersebut. Cepat-cepat Oh Put Kui berseru.
"Tidak usah adik Sian, aku belum lapar."
"Kau tidak lapar, apakah kamipun tidak lapar ?"
Kata Nyoo Siau-sian sambil tertawa.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Lian-peng yang menjumpai hal ini segera berkata lagi sambil tertawa.
"Oh Kongcu, anak Sian memang sudah terbiasa hidup di manja, harap kau jangan menertawakan!" "Aaaaahh, anak Sian memang polos dan lincah, dia merupakan perempuan sejati yang mengagumkan."
Sementara itu Kiau Hui-hui turut berkata pula sambil tertawa ! "Bibi Lian, adik Sian toh masih kecil......."
"Yaa, kesemuanya ini gara-gara aku dan mendiang suamiku kelewat memanjakan dirinya......"
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian telah muncul kembali diiringi para dayang yang membawa hidangan sarapan.
"Toako, cepat bersantap!"
Serunya kemudian.
Sementara itu Lian Peng juga telah bangkit berdiri sambil mempersilahkan tamunya duduk.
Setelah mengucapkan terima kasih, Oh Put Kui mengambil semangkuk bubur sambil bersantap.
Dalam sarapan itu, Lian Peng pun bertanya lagi seraya tertawa.
"Oh kongcu, sebenarnya ada urusan apa kau datang ke ibu kota kali ini ?"
"Disamping datang menyambangi bibi Lian, sesungguhnya aku masih mempunyai suatu persoalan kecil."
"Persoalan apakah itu?"
"Aku ingin sekali menyelidiki nasib seseorang."
"Ooh, orang yang sedang dicari Oh Kongcu sudah tentu seorang pendekar besar dalam dunia persilatan bukan?"
"Betul........"
Mendadak ia menyaksikan paras muka Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui berubah hebat, karenanya diapun segera mengurungkan kembali kata-kata yang hendak diutarakan.
Oh Put Kui mengerti, berubahnya paras muka kedua orang gadis itu karena mereka kuatir bila dia mengemukakan nama dari raja setan penggetar langit Wi Thian-yang yang sesungguhnya sedang mereka cari sehingga menimbulkan sikap permusuhan dari Lian Peng.
Tapi dia sendiri tetap bersikap tenang seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu apapun, karena dia mengerti bahwa orang yang hendak dikemukakan sesungguhnya bukan Wi Thian-yang.
Sementara itu bibi Lian telah menanggapi dengan cepat.
"Oh Kongcu, siapa sih yang sedang kau cari?"
"The Tay-hong!"
Tiba-tiba Oh Put Kui menyahut sambil tertawa hambar.
Begitu nama tersebut diungkap, kedua orang gadis itupun menghembuskan napas lega.
Lian Peng nampak agak tertegun, lama kemudian ia baru berkata sambil tertawa.
"Bukankah The Tay-hong adalah salah seorang diantara empat pengawal pedang dari si Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang dimasa lampau? Aku dengar orang itu sudah lama meninggal dunia!"
Oh Put Kui sudah melihat perubahan sikap dari Lian-Peng, tapi ia tetap berlagak seolah-olah tidak tahu, segera ujarnya lagi sambil tertawa.
"Bibi Lian, The Tay-hong belum mati."
"Benarkah begitu?"
Bibi Lian terperanjat.
"aaaaii, aku memang sudah kelewat lama berdiam digedung ini, sehingga urusan dunia persilatan tidak banyak yang kudengar."
Kembali Oh Put Kui tertawa seraya menambahkan.
"Bukan saja The Tay-hong belum mati, bahkan keempat pengawal pedang dari siraja setan penggetar langit Wi Thian- yang pun telah munculkan diri semua dari dunia persilatan!" "Oya......?"
Penampilan wajah Lian-peng kali ini nampak amat bersungguh-sungguh. oo Lama kemudian perempuan itu baru berkata lagi.
"Apakah Oh Kongcu telah bertemu dengan mereka?"
Meskipun merasa geli, Oh Put Kui manggut-manggut juga.
"Yaaa tentu saja, aku telah bertemu muka dengan mereka semua !"
Lian Peng kembali tertawa.
"Ada urusan apa kongcu mencari The Tay-hong?"
"Ooh sesungguhnya aku hanya mendapat titipan saja dari seseorang untuk menyampaikan sebuah pesan!"
Jawaban dari anak muda tersebut benar-benar diluar dugaan bibi Lian. Menurut apa yang diketahuinya, kedatangan Oh Put Kui mencari The Tay-hong seharusnya bukan dikarenakan persoalan tersebut.
"Oh Kongcu kau mendapat titipan dari siapa sih?"
Tanyanya kemudian.
"Dia adalah seorang gembong iblis yang cukup termashur namanya didalam dunia persilatan, Siau Hian!"
"Siau Hian? Kau maksudkan kakek penggetar langit?"
Lian- peng benar-benar merasa terperanjat.
"Betul, memang dialah orangnya !"
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian menyela.
"Toako, mengapa kau bisa berhubungan dengan gembong iblis tersebut? Manusia itu tidak gampang untuk dihadapi." Oh Put Kui segera tertawa.
"Kalau tidak bertarung tentu tidak saling berkenalan, mujur sekali aku dapat menaklukkan gembong iblis ini dengan ilmu silatku, maka setelah kekalahannya ini ternyata si iblis tersebut malahan bersahabat denganku."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Beberapa patah kata ini diutarakan oleh pemuda tersebut secara ringan dan santai.
Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui tidak merasa terlalu kaget oleh perkataan semacam ini, sebab mereka tahu kalau ilmu silat yang dimiliki Oh toakonya memang sangat tangguh dan jarang ada yang sanggup menghadapinya.
Tapi bagi Lian-peng benar-benar merupakan suatu berita yang sangat mengagetkan, paras mukanya sampai berubah hebat.
Bocah muda ini berhasil mengalahkan si kakek penggetar langit yang amat termashur itu? Seandainya apa yang dikatakan benar, bukankah pemuda ini merupakan bibit bencana yang terbesar bagi pihaknya? Pelbagai ingatan jahat dan keji segera bermunculan didalam benaknya.
Tapi dia segera teringat kembali dengan Nyoo Siau- sian......
Satu-satunya hadangan terbesar adalah bila Nyoo Siau-sian turut campur didalam persoalan ini, jangan lagi dia, bahkan ayah Siau-sianpun tak akan berani menentang kemauan dari gadis tersebut.
Karena itulah dia tak berani berpikir lebih jauh.
"Tak nyana Oh Kongcu mampu mengalahkan kakek penggetar langit Siau Hian, kejadian ini sungguh membuat aku merasa kaget bercampur kagum........"
Katanya kemudian. Kemudian Oh Put-kui tertawa. "Aaaah, padahal kemenangan tersebut berhasil kuraih secara kebetulan saja, harap bibi Lian jangan menertawakan..........."
"Masa aku akan mentertawakan? Untuk mengagumi saja tak sempat.............."
Sesudah berhenti sejenak, dia berkata kepada Nyoo Siau- sian.
"Anak Sian, sebentar ajaklah Kiau titli serta Oh Kongcu untuk berjalan-jalan mengitari gedung kita ini........"
"Bibi, aku memang ingin mohon ijin kepadamu."
Seru Nyoo Siau-sian tertawa. Sambil tersenyum Lian Peng berkata lagi kepada Oh Put Kui.
"Oh kongcu, sayang aku masih ada urusan sehingga tak dapat menemani kongcu lebih lama lagi........"
Ia bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Oh Put Kui, kemudian beranjak dari ruangan tersebut.
Oh Put Kui segera bangkit berdiri untuk mengantar kepergiannya, padahal dihati kecilnya dia tahu Lian-peng bukannya ada urusan lain yang hendak dilakukan, sebaliknya karena dibuat kaget oleh perkataannya barusan.
Perempuan itu tentu akan mengumpulkan para jagonya untuk berunding serta menyusun rencana bagaimana caranya menghadapinya nanti.
Dalam hati kecilnya pemuda itu tertawa geli, pikirnya.
"Hmm, usahamu itu bakal sia-sia belaka."
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian kelihatan gembira sekali, katanya sambil tertawa merdu.
"Toako, apakah kau sudah kenyang?"
"Yaa, sudah kenyang!" "Kalau begitu mari kita berangkat."
"Kemana?"
Tanya pemuda itu sambil tertawa.
"sebetulnya berapa besar sih gedung sian-hong-hu ini? Adik Siau, apakah kau mengetahui semua bagian yang berada disini?"
Jelas terlihat kalau dibalik perkataan tersebut mengandung suatu maksud tertentu. Nyoo Siau-sian segera tertawa.
"Ini kan rumahku sendiri, masa ada bagian yang tidak kuketahui......?"
Oh Put Kui tertawa hambar, dia segera bangkit berdiri dan berjalan menuju keluar.
Sambil berjalan kembali katanya sambil tertawa.
"Aaaaah, belum tentu demikian.
Adik Sian, gedung sian- hong-hu terdiri dari ratusan buah bangunan, aku tak percaya kalau setiap tempat pernah kau kunjungi!"
Nyoo Siau-sian yang menyusul keluar sambil bergendong tangan dengan Kiau Hui-hui segera berseru kembali sambil tertawa.
"Toako, bagaimana pun juga aku kan jauh lebih mengerti dari pada dirimu!"
Tiba-tiba dia memburu kedepan seraya berseru pula.
"Mari, biar aku menjadi petunjuk jalan bagimu!"
"Baiklah, kita akan kemana lebih dulu?"
Tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
"Kebun cay-hong-wan!"
"Suatu nama kebun yang amat artistik, aku yakin pemandangan disitu pasti indah sekali!"
Seru Oh Put Kui sambil bertepuk tangan.
"Asal kau sdah kunjungi nanti, tentu akan kau pahami dengan sendirinya........" "Toako,"
Kiau Hui-hui yang berada disisinya segera menyela sambil tertawa.
"
Kebun Cay-hong-wan betul betul merupakan sebuah tempat yang indah menawan......"
"Ehmmmm, aku percaya........,"
Oh Put Kui tertawa.
Sambil berbincang-bincang sambil berjalan, sampailah mereka disebuah pintu berbentuk rembulan.
Oh Put Kui mencoba untuk memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, jaraknya dari ruang belakang sampai pintu berbentuk rembulan ini mencapai empat puluhan kaki.
Dibelakang pintu berbentuk rembulan itu merupakan sebuah kebun yang amat luas.
Diantara aneka bunga yang berwarna-warni, bangunan gardu, loteng dan gunung-gunungan tersebut diantara kolam kecil dengan bunga teratai yang sedang mekar, keadaan rimbun dengan pepohonan Cay-hong-wan betul-betul merupakan sebuah tempat yang indah menawan........"
"Ehmmm, aku percaya........."
Oh Put Kui tertawa.
Sambil berbincang-bincang sambil berjalan, sampailah mereka disebuah pintu berbentuk rembulan.
Oh Put Kui mencoba untuk memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, jaraknya dari ruang belakang sampai pintu berbentuk rembulan ini mencapai empat puluhan kaki.
Dibelakang pintu berbentuk rembulan itu merupakan sebuah kebun yang amat luas.
Diantara aneka bunga yang berwarna warni, bangunan gardu, loteng dan gunung-gunungan tersebar diantara kolam kecil dengan bunga teratai yang sedang mekar, keadaan rimbun dengan pepohonan, sejuk hawanya dan benar-benar merupakan suatu tempat yang amat menawan hati.........
"Ehmmmm, sebuah tempat peristirahatan yang menyenangkan !"
Puji Oh Put Kui kemudian dengan suara kagum.
Kiau Hui-hui tertawa, katanya pula .
"Toako memang seorang yang luar biasa, begitu melihat tempat yang berpemandangan indah, pikirannya langsung terbayang akan tempat peristirahatan yang nyaman......."
"Yaaaa, mungkin tak ada orang kedua yang dapat menandingi Oh Toako......."
Sambung Nyoo Siau-sian pula sambil tertawa.
Sementara berbicara, mereka tiba dibawah sederetan pepohonan bambu yang rindang.
Diantara tumbuhan bambu tersebut, terpancang sebuah papan nama besar yang bertuliskan .
"Cay Hong Wan"
"Adik Sian, tulisan pada papan bambu itu tentu hasil tulisan dari seorang sastrawan kenamaan !"
Oh Put Kui segera berkata sambil tertawa.
"Yaa, ketiga huruf itu merupakan hasil karya dari si jago berbaju putih Ibun Han !"
"Ehmmm, tulisan seorang seniman kenamaan memang lain dari pada yang lain........"
Dalam perbincangan, mereka bersama-sama memasuki kebun itu.
Dibawah petunjuk dan keterangan dari Siau-sian, Oh Put Kui segera menjumpai kalau kebun Cay-hong-wan ini memang memiliki keistimewaan yang tersendiri, setiap batu, setiap pohon seakan-akan diatur secara cermat dengan perhitungan yang matang.
Tapi disaat mereka sudah memasuki gardu Cui-sim-teng ditengah-tengah pohon bambu dalam kebun cay-hong-wan tersebut, secara diam-diam Oh Put Kui merasa terperanjat.
Sebab dengan cepat dia menemukan kalau didalam kebun tersebut telah diatur pula semacam ilmu barisan yang sangat hebat.
Untuk beberapa saat lamanya ia belum dapat mengenali barisan apakah itu, maka sambil mendengarkan penjelasan dari Nyoo Siau-sian tentang keindahan kebun tersebut, sorot matanya yang tajam dan jeli tiada hentinya mengamati keadaan disekeliling tempat tersebut.
Akhirnya pandangan matanya terhenti pada sebuah loteng kecil disebelah barat sana.
Dengan cepat Nyoo Siau-sian telah menjumpai ketidak tenangan Oh Put Kui, sambil tertawa ia segera menegur.
"Toako, apa sih yang sedang kau lakukan ?"
"Aku sedang memperhatikan loteng itu !"
Sahut sang pemuda sambil tertawa.
"OOdwOooohh, itu adalah loteng Seng-sim-lo !"
"Ada orang yang berdiam disitu ?"
Tanya sang pemuda sambil tertawa.
"Didalam kebun Cay-hong-wan ini hanya dibangun loteng tersebut ada penghuninya, tapi sekarang sudah tiada orang yang berdiam disitu..... sebab..... sebab......."
Tiba tiba wajahnya menjadi murung, sedih dan tak sanggup melanjutkan kembali kata katanya.
Kiau Hui-hui yang menyaksikan hal ini, segera menegur dengan kening berkerut .
"Adik Sian, mengapa kau ?"
"Adik Sian, persoalan apa sih yang membuat kau tidak gembira secara tiba-tiba ?"
Seru Oh Put Kui pula. Sambil menyeka air matanya kata Nyoo Siau-sian.
"Toako, loteng Seng-sim-lo ini merupakan kamar baca dari ayahku........."
"OOdwOooohhhhhhh......"
Baru sekarang Oh Put Kui paham, tak aneh kalau dia bersedih hati.
"adik Sian, bagaimana kalau kita berkunjung kesitu......?" "Boleh saja kita kesitu bila toako ingin melihatnya......"
Kata Nyoo Siau-sian sedih.
SEtelah berhenti sejenak, tiba-tiba ia melanjutkan sambil menahan isak tangisnya .
"Semestinya engkohku yang harus pindah kedalam loteng ini, tapi entah mengapa ternyata ia menolak keras keras untuk pindah kemari......."
"Mungkin saudara Nyoo menganggap tempat ini terlampau sepi dan terpencil !"
Kata Oh Put Kui.
"Benar, engkohku memang sangat tak becus...... coba kalau bibi Lian tidak melarang, sejak dulu aku sudah pindah kesitu.........."
Ketika mendengar perkataan itu, satu ingatan segera melintas didalam benak Oh Put Kui.
Apa sebabnya Lian Peng melarang Nyoo Siau-sian pindah keloteng itu? Mungkin dibalik semuanya ini masih tersimpan sesuatu rahasia lain? "Mari berangkat, kita harus melihat-lihat kesana......
tapi adik Sian mesti menyanggupi dulu suatu permintaanku, asal kau sudah menyetujui baru aku bersedia pula berpesiar kesana......"
"Urusan apa sih? Silahkan toako mengutarakannya,"
Seru Nyoo Siau-sian dengan wajah tertegun.
"Setelah masuk kedalam loteng itu, adik Sian tak boleh menangis lagi bila melihat barang-barang yang berada disitu......."
"Betul, adik Sian harus menyetujui permintaan ini !"
Dukung Kiau Hui-hui pula. Nyoo Siau-sian manggut-manggut.
"Baik, aku berjanji........" Biar begitu dia toh tidak tahan melelehkan kembali air matanya.
"Adik Sian, kita tak usah kesitu!"
Pemuda itu segera menggelengkan kepalanya.
"Mengapa ?"
"Sebab kau tentu akan menangis...... oleh sebab itu lebih baik kita tak usah kesana !"
"Toako, aku tak akan menangis, aku segera tertawa !"
Cepat-cepat Nyoo Siau-sian gelengkan kepalanya sambil memperlihatkan sekulum senyumannya.
Ia benar-benar tertawa, demi lelaki yang dicintai ini tentu saja dia harus tertawa, hanya saja tertawanya ini kelihatan begitu mengenaskan.
Iba juga Oh Put Kui menyaksikan kejadian ini, tapi ia sadar, persoalan yang lebih mengibakan hati masih berada dikemudian hari.
Sebab sesungguhnya Wi Thian-yang tidak mati.
Bukankah tangisan dari Nyoo Siau-sian saat ini sebenarnya hanya suatu perbuatan yang sama sekali tak berguna ? Berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi Oh Put Kui berkata sambil tertawa.
"Adik Sian, aku ingin cepat-cepat menyaksikan kamar baca dari Nyoo tua.......
ayoh kita segera berangkat !"
Ucapan ini tiba-tiba saja membuat Nyoo Siau-sian teringat kembali dengan apa yang pernah dikatakan olehnya, bahwa Nyoo Thian-wi sebenarnya tak ada.
Untuk berapa saat lamanya ia menjadi tertegun dan sempat lama sekali tak mampu melangkah setindakpun.
"Adik Sian, mengapa kau ?"
Oh Put Kui segera menegur dengan wajah tertegun. "Toako, apakah yang pernah kau ucapkan itu betul?"
Tanya Nyoo Siau-sian dengan kening berkerut. Suatu pertanyaan yang diajukan tanpa ujung pangkalnya.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apanya sih yang betul ?"
Tanya pemuda itu kemudian sambil tertawa.
"Wi Thian-yang sesungguhnya adalah ayahku..............."
Dengan perasaan terkejut Oh Put-kui segera berseru.
"Adik Sian, lebih baik persoalan ini dibicarakan lagi setelah bertemu dengan Wi Thian-yang besok !"
Padahal urusan yang paling dikuatirkan Kiau Hui-hui selama ini adalah masalah tersebut, justru keikut sertanya ke ibu kota tak lain karena kuatir Nyoo Siau-sian tak sanggup menerima pukulan batin yang sangat besar ini.
Dalam keadaan demikian mau tak mau dia harus berbicara pula, segera katanya.
"Adik Sian, kemungkinan besar Oh toako mempunyai tujuan yang mendalam tentang keinginannya meninjau loteng tersebut, kau jangan mengusik konsentrasi Oh toako lebih dulu dengan persoalan lain."
Dengan kening berkerut Nyoo Siau-sian segera menghela napas panjang.
"Aaaaaii...... enci Kiau, aku........ aaaaiii.......!"
Ia tak sanggup lagi untuk melanjutkan perkataannya.
Siapapun yang menghadapi persoalan semacam ini tentu akan dibuat bingung juga seperti halnya dengan gadis itu.
Dengan suara lirih Kiau Hui-hui segera menghibur.
"Adik Sian, segala sesuatunya lebih baik dibicarakan lagi bila sudah diperoleh bukti yang jelas........" Lalu tanpa menunggu Nyoo Siau-sian berbicara lagi, Kiau Hui-hui segera menariknya menuju ke loteng Seng-sim-loo.
Kepada Oh Put Kui serunya tiba-tiba sambil tertawa.
"Toako, mulai sekarang kita hanya akan membicarakan soal pemandangan alam tanpa menyinggung masalah lain, kau setuju bukan?"
"Tentu saja !"
Sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Bangunan loteng Seng-sim-lo mempunyai perabot yang sangat megah dan mewah.
Bagian bawah bangunan itu merupakan sebuah ruang tamu kecil.
Sedangkan bagian atasnya merupakan sebuah ruang baca.
Ketika Nyoo Siau-sian membuka semua jendela diempat penjuru bangunan loteng itu, pemandangan di kebun Cay- hong-wanpun segera terlihat semua dengan jelas.
"Betul-betul sebuah tempat kediaman yang indah !"
Oh-put- kui menghela napas pelan. Waktu itu Nyoo Siau-sian sedang mengambil se
Jilid kitab yang penuh berdebu, mendengar pujian ini segera katanya sambil tertawa.
"Toako, apa lagi yang sedang kau lamunkan..............?"
Kiau Hui-hui yang bersandar dijendala segera menanggapi pula dengan cepat.
"Adik Sian, pemandangan alam yang terbentang didepan mata memang sungguh merupakan suatu pemandangan yang menawan."
"Bila kalian senang, bagaimana kalau kita bertiga berdiam bersama-sama disini ?"
Usul Nyoo Siau-sian tiba-tiba sambil tertawa.
Merah padam selembar wajah Kiau Hui-hui setelah mendengar perkataan tersebut, sebaliknya Oh Put Kui malahan tertawa terbahak-bahak karena geli..
Sementara itu, Nyoo Siau-sian yang tidak mendengar jawaban dari mereka segera berpaling dengan wajah tercengang, serunya.
"Toako, salahkah perkataanku itu?"
"Adik Sian, kau benar benar telah salah berbicara,"
Ujar Oh Put Kui sambil tertawa. Sesudah ragu sejenak, kembali dia berkata .
"Mungkinkah bagi kita bertiga untuk berdiam bersama- sama ditempat ini ?"
Sebenarnya dia ingin menjelaskan sebagai lelaki dan perempuan, bagaiman mungkin mereka bisa tinggal bersama? Tapi diapun tahu bahwa Nyoo Siau-sian tidak mempunyai maksud lain dibalik perkataannya itu, bila ia sampai berkata demikian, bukankah hal tersebut malah menunjukkan ketidak jujuran? Mungkin NYoo Siau-sian telah memahami pula arti sebenarnya dari perkataan tersebut, mendadak paras mukanya berubah menjadi merah padam, dengan setengah tergagap ia berseru.
"Toako, aku..........."
Untuk menutupi rasa malu dari kedua orang nona itu, cepat cepat Oh Put Kui mengalihkan pembicaraan kesoal lain, tiba tiba dia bertanya.
"Adik Sian, buku apa sih yang berada ditanganmu ?"
Dengan perasaan berterima kasih Nyoo Siau-sian memandang sekejap kearah Oh Put Kui, lalu menyahut .
"Oooohh, se
Jilid kitab tulisan mendiang ayahku........" "Apakah menyangkut soal ilmu silat?"
Tanya sang pemuda itu lagi sambil tertawa.
"Aku sendiripun tidak mengerti, sepertinya memang begitu, tapi seperti juga tidak ?"
Sejak memasuki bangunan loteng Seng-sim-lo tersebut, Oh Put Kui sudah menaruh rasa keheranan.
Sebab didalam bangunan loteng ini sama sekali tidak terlihat jejak sesuatu yang menandakan bahwa penghuninya berilmu silat.
Bahkan pedang yang biasanya digantung sebagai hiasan pun sama sekali tidak dijumpai didalam bangunan tersebut.
Itulah sebabnya begitu Nyoo Siau-sian selesai berkata, ia segera maju menghampirinya sambil berseru.
"Adik Sian, bolehkah pinjamkan sebentar kepadaku?"
"Toako, apakah kau memahami isinya?"
Kata Nyoo Siau- sian sambil tertawa.
Seraya berkata ia sodorkan kitab tersebut kedepan.
Oh Put Kui menyambut lalu membuka buka halaman pertama, tapi tiba-tiba saja dia berkerut kening.
Ternyata kitab itu berisikan tulisan yang syair bukan syair, dibilang catatan ilmu silatpun bukan.
Pada halaman pertama hanya tercantum beberapa huruf yang berbunyi.
"Rumput dan pepohonan bertumbuh subur.
Kekalutan dan kemurungan susah dihilangkan dari tubuh"
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Oh Put Kui membalik pada halaman yang kedua, disitu tercantum kata- kata yang berbunyi begini.
"Bukit nan tinggi menjulang keangkasa ! Dewa turun dari kahyangan.
Duduk ditahta penuh dengan keanggunan...."
Oh Put Kui mengerutkan dahi semakin kencang.
Menyusul kemudian pada halaman ketiga dan keempatpun merupakan petilan dari syair syair kenamaan.
Kalau dibilang Nyoo Siau-sian tidak memahami isi dari kitab tersebut hal tersebut bukan suatu yang aneh.
Sebab dia sendiripun dibuat pusing dan tak habis mengerti menyaksikan kesemuanya itu.
Dengan gerakan cepat Oh Put Kui membalik pada halaman kelima dan seterusnya tapi isinya hampir semuanya merupakan petilan dari pelbagai syair.
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian menegur sambil tertawa.
"Toako, apakah kau telah berhasil menyaksikan sesuatu?"
Oh Put Kui menggeleng.
"Tampaknya isi buku ini bukan catatan ilmu silat........"
Mendadak perkataannya terhenti sampai ditengah jalan. Pada halaman terakhir dari tulisan tersebut, ada berapa patah kata yang telah menarik perhatiannya.
"Baju wasiat Thian-sun-gwat-lo san terjatuh dimana? Manusia biru tidak tahu........."
Mendadak saja Oh Put Kui merasakan darah yang mengalir didalam tubuhnya bergolak keras.
"Baju wasiat Thian-sun-gwat-lo san......."
Kata-kata tersebut bagaikan panah tajam yang menembusi lubuk hatinya.
Benda itu tak lain merupakan salah satu diantara tujuh mestika dunia persilatan.
Bahkan seperti juga tusuk konde penghancur tulang Ngo- im-hua-kut-cian, semuanya merupakan benda peninggalan ibunya.
Mengapa Nyoo Thian-wi mencatat tulisan tersebut dalam buku catatannya ? Yang lebih aneh lagi, kertas dari buku catatan itu tidak terlalu kuno, seolah olah belum lama berselang Nyoo Thian-wi baru berhasil menyelidiki masalah baju wasiat Thian sun gwat lo san tersebut dari mulut simanusia aneh biru.
Mungkinkah Nyoo Thian-wi mengurung kakek luarnya didalam penjara kematian lantaran baju wasiat Thian sun gwat lo san tersebut........? Saking asyiknya berpikir, dia sampai lupa dengan keadaan dan waktu.......
Nyoo Siau-sian menjadi termangu setelah menyaksikan kesemuanya itu, segera tegurnya.
"Toako, apa yang sedang kau pikirkan?"
Dengan perasaan terperanjat Oh Put Kui tersadar kembali, tentu saja dia tak ingin membiarkan Nyoo Siau-sian mengetahui akan persoalan itu.
Sambil tertawa paksa cepat cepat dia berseru.
"OOdwOooohhh......
sudah lama sekali aku berkelana didalam dunia persilatan dan lama juga tidak memegang buku syair, karenanya setelah melihat isi catatan ini aku jadi teringat kembali dengan masa kecilku dulu........."
"Benar"
Sambung Nyoo Siau-sian sambil tersenyum.
"sewaktu masih kecil akupun suka membaca buku syair, akibatnya setiap kali melihat syair akupun jadi teringat masa kecil dulu......."
Diam-diam Oh Put Kui merasa malu bercampur menyesal, Nyoo Siau-sian begitu polos dan jujur, tapi dia justru harus menghadapi dengan segala tipu muslihat.
"Adik Sian, kembalikan buku catatan ini ketempat semula !"
Kata pemuda itu kemudian sambil mengangsurkan buku itu. Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menambahkan lagi. "Adik Sian, apakah loteng Seng-sim-lo ini hanya terdiri dari dua tingkat ?"
Nyoo Siau-sian tertawa terkekeh-kekeh, setelah mengembalikan kitab catatan itu kemeja, dia menggeleng seraya berkata.
"Toako, kau tidak percaya hanya terdiri dari dua tingkat? Ehmmmmm, didepan sana hanya langit-langit ruangan, jika tak percaya silahkan dibuka untuk diperiksa."
"Tentu saja dibagian atasnya tak akan terdapat tingkatan yang lain........."
Kata Oh Put Kui. SEtelah sengaja menghela napas, dia melanjutkan.
"Seandainya aku yang memiliki bangunan ini, maka aku pasti akan membangun sebuah ruang rahasia dibawah tanah sana sebagai tempat untuk berlatih silat.........."
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan.
"Toako memang sangat pintar, padahal dibawah loteng ini memang terdapat sebuah ruang rahasia !"
Oh Put Kui berganti jadi tertegun.
Dia tak menyangka kalau dibawah loteng sana benar-benar terdapat sebuah ruangan rahasia.
Walaupun begitu, sudah barang tentu dia tak boleh memperhatikan rasa gelisahnya itu didepan wajah.
Setelah mendehem pelan, dengan lagak santai dia berkata .
"Benarkah begitu ? Tentunya ruangan tersebut sering digunakan oleh seng-siu untuk berlatih ilmu silat?"
"Tidak!"
Gadis itu menggeleng.
"ayah tidak berlatih ilmu silat disini."
"Kalau bukan digunakan sebagai tempat berlatih ilmu, lantas apa gunanya ruangan dibawah tanah ini ?"
Tanya Oh Put Kui agak tertegun.
Nyoo Siau-sian tidak menyangka kalau pertanyaan Oh Put Kui itu mempunyai maksud lain, dia segera tertawa .
"Aku dengar ayahku sengaka membangun ruang rahasia dibawah tanah itu, karena khusus digunakan unutk mengurung seorang gembong iblis, dihari-hari biasa selain ayah dan Ku cong-huhoat, siapapun dilarang memasuki tempat tersebut."
Mendengar perkataan ini Oh Put Kui segera berusaha keras untuk menekan gejolak perasaan hatinya, ia berkata lebih jauh.
"Bagiamana kalau kita tengok kebawah sana ?"
Tapi setelah ucapan tersebut, ia baru sadar kalau dirinya kelewat emosi, cepat-cepat dia menambahkan sambil tertawa.
"Adik Sian, siapa sih gembong iblis itu? Apakah kau mengetahuinya ?"
Dikala Oh Put Kui mengutarakan kata-kata tersebut tadi, Nyoo Siau-sian dibuat tertegun, baru pertama kali ini dia menyaksikan Oh Put Kui terpengaruh oleh gejolak emosi yang begitu hebat.
Tapi setelah mendengar kata selanjutnya, gadis itu baru mengerti, rupanya pemuda itu hanya terdorong oleh perasaan ingin tahunya saja.
Maka setelah tersenyum sahutnya.
"Akupun tidak tahu siapa gembong iblis itu, tapi jika didengar dari pembicaraan ayah, tampaknya ilmu silat yang dimiliki gembong iblis itu tidak lebih rendah daripada kemampuan yang dimiliki kakek latah awet muda."
"OOdwOooohh........."
Oh Put Kui sengaja berlagak termenung, kemudian katanya lagi.
"maukah kau mengajak diriku untuk menengok gembong iblis itu ?"
"Tidak bisa !"
Tampik Nyoo Siau-sian sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Oh Put Kui tidak menyangka kalau permintaannya bakal ditolak segera serunya lagi .
"Adik Sian, apakah kau takut aku terbitkan keonaran ?"
"Bukan begitu toako, aku tahu kau tak akan takut menghadapi gembong iblis itu, tapi ayah tak pernah memberitahukan kepadaku bagaimana caranya membuka pintu rahasia tersebut, oleh sebab itu........."
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah menghela napas pelan, dengan wajah minta maaf dia meneruskan.
"Toako, tentunya kau tak akan marah bukan,"
Dengan perasaan kecewa Oh Put Kui menghela napas panjang, tapi ia toh tak bisa memasuki penjara kematian untuk menolong orang...........
Maka sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa hambar dia berkata .
"Tidak usah adik Sian, kalau toh ruang rahasia itu dibangun dengan begitu rahasia, sudah tentu dibalik kesemuanya ini terdapat sebab-sebab tertentu, lebih baik adik Sian jangan pergi menanyakan, kalau tidak tentu akan mendatangkan banyak kesulitan bagiku."
Sudah barang tentu Nyoo Siau-sian tak ingin mendatangkan banyak kesulitan buat Oh Put Kui, maka diapun berkata.
"Kalau begitu tak akan kutanyakan lagi soal ini........."
Sementara itu Kiau Hui-hui yang selama ini hanya berada diluar pagar sambil memperhatikan pemandangan alam, saat itu berpaling dan tiba-tiba berkata sambil tertawa ! "Apa sih yang sebenarnya hendak kau tanyakan? Tampaknya kok begitu serius dan gawat ?"
"Aku ingin bertanya kepada bibi Lian bagaimana caranya membuka pintu rahasia dari ruang bawah tanah dalam loteng Seng-sim-lo ini, tapi Oh toako melarang aku untuk menanyakan."
Kiau Hui-hui turut kaget setelah mendengar perkataan itu, cepat-cepat ia berseru sambil tertawa.
"Perkataan toako memang ada betulnya juga, lebih baik adik Sian jangan bertanya."
"Baik, baiklah, aku tak akan bertanya,"
Janji gadis itu.
Sesudah membalikkan badan, dia berkata lagi kepada Oh Put Kui.
"Toako, mari kita berpesiar ketempat lain sebelum kembali keruangan Wan-sim-tong untuk makan siang."
"Baiklah, bagaimanapun juga kau toh tuan rumahnya, terserah apa maumu."
OOdwOo0dw0oOdwOo Sepanjang jalan Oh Put Kui tak mampu membendung gejolak didalam hatinya.
Ia tak dapat melupakan penjara kematian yang ternyata berada dibawah loteng Seng-sim-lo.
Oleh sebab itu meski dibagian lain dari kebun Cay-hong- wan terdapat banyak pemandangan yang indah, namun tak satupun yang berkenan didalam hatinya.
Untung saja Nyoo Siau-sian tidak mempunyai dugaan kesitu.
Dengan penuh riang gembira mengajak Oh Put Kui dan Kiau Hui-hui berjalan kesana kemari, sebentar menunjuk kesitu sebentar menuding kemari diiringi gelak tertawa yang riang.
Kiau Hui-hui sebagai seorang gadis yang lebih tua dan lebih berpengalaman setelah menemukan ketidak beresan pada diri Oh Put Kui.
Disaat mereka telah selesai mengitari kebun Cay-hong-wan dan ternyata Nyoo Siau-sian melihat masih ada sisa waktu hampir setengah jam, dia mengusulkan untuk berpesiar keruang Hud-tong.
Tapi Kiau Hui-hui segera menggelengkan kepalanya sambil berbisik lirih.
"Adik Sian, didalam perjamuan siang nanti, bisa jadi ada orang akan mencoba kemampuan Oh toako, ditambah pula semalam kita datang agak larut, sekarang kita mesti kasih waktu kepadanya untuk mengatur pernapasan."
Nyoo Siau-sian menjadi tertegun sehabis mendengar ucapan ini, segera ujarnya.
"Betul juga enci Kiau, aku memang bodoh sekali."
"Kau tidak bodoh, hanya kelewat gembira.........."
Bisik Kiau Hui-hui sambil tertawa. Nyoo Siau-sian segera mengerling sekejap kearahnya, lalu berbisik.
"Enci Kiau, jangan menggoda aku terus...... bukankah kaupun begitu juga......."
"Budak tak tahu malu........"
Seru Kiau Hui-hui segera dengan wajah bersemu merah.
Dalam pada itu mereka bertiga telah melangkah keluar dari kebun Cay-hong-wan.
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian berkata dengan lembut .
"Toako, setengah jam lagi perjamuan akan diselenggarakan, aku dan enci Kiau segera akan berganti pakaian dulu, bagaimana kalau toakopun kembali dulu untuk beristirahat."
Padahal Oh Put Kui telah mendengar semua pembicaraan mereka berdua, maka segera katanya sambil tertawa. "Adik Sian dan nona Kiau tak perlu sungkan, aku segera akan kembali untuk mengatur pernapasan dulu..........." @oodwoo@
Jilid 36 Belum habis ucapan tersebut diutarakan, kedua orang gadis itu sudah lari meninggalkan tempat itu dengan wajah bersemu merah.
Sebab dari ucapan tersebut, segera diketahui bahwa Oh Put Kui telah mendengar pula pembicaraan mereka berdua.
Tak heran kalau mereka segera lari karena jengah.
Wan-sim-teng memang sebuah gedung yang amat besar, lebar dan megah.
Pada ruangan berlapiskan batu hijau yang tingginya mencapai tiga kaki dan luar mencapai sepuluh kaki itu sudah disiapkan tiga buah meja perjamuan.
Setiap meja perjamuan hanya diperuntukkan empat orang.
Pada meja pertama ditempati Oh Put Kui, Kiau Hui-hui, Nyoo Siau-sian serta Lian Peng.
Pada meja kedua ditempati si nyonya petani dari Lamwan Ku Giok-hun, perempuan cerdik dari ruang barat Leng Seng- luan, sitabib sakti Ang Yok-su serta seorang gadis cantik berbaju merah.
Pada meja ketiga ditempati oleh si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Ki-pia, panji sakti pencabut nyawa Ku Bun- wi, hakim sakti hitam putih Pak Kun-jian serta seorang kakek toosu berbaju warna hitam.
Setelah menempati kursi masing-masing, bibi Lianpun memperkenalkan jago-jagonya satu persatu kepada Oh Put Kui.
Baru setelah diperkenalkan Oh Put Kui mendapat tahu setelah gadis cantik berbaju merah itu tak lain adalah Coat-jiu tongcu Si Cui-siong seorang gembong iblis yang angkat nama bersama-sama raja wilayah Biau Ibun Lam.
Sebaliknya toosu berbaju hitam itu merupakan seorang tukang ramal yang amat termashur namanya dalam dunia persilatan, ia lebih dikenal orang sebagai si tukang ramal setan tujuh bintang Li Hong-siang.
Kehadiran Coat-jiu tongcu Si Cui-siong tak sampai mengagetkan Oh Put Kui, namun kehadiran si tukang ramal setan Li Hong-siang dalam gedung Sian-hong-hu tersebut benar benar sangat mengejutkan Oh Put Kui.
Sekalipun Li Hong-siang terkenal sebagai situkang ramal setan, tapi orangnya justru jujur dan gerak-geriknya lurus.
Ia segera menaruh curiga kalau kehadiran kakek ini pun ada sangkut pautnya dengan Beng-ho siansu? Sehingga tanpa terasa ia perhatikan kakek itu beberapa kejap.
Akan tetapi Li Hong-siang sama sekali tidak menunjukkan reaksi apapun.
Setelah tertawa hambar, Oh Put Kui segera menjura kepada para jago dari gedung Sian-hong-hu itu sambil katanya.
"Sungguh merupakan suatu kebanggaan bagi aku she Oh dapat bertemu muka dan berkenalan dengan para cianpwe ditempat ini hari ini.........."
Balum sampai pemuda itu menyelesaikan katanya, Lian Peng segera menukas.
"Oh kongcu adalah ahli waris dari Thian Liong Senceng, sebutanmu itu tak berani kami terima..........."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata sambil tertawa terkekeh kekeh.
"Nama besar kongcu sudah terkenal diseantero dunia persilatan, merupakan suatu kebanggaan bagi kami hari ini dapat menjamu kongcu dalam gedung sian-hong-hu........."
Belum selesai perkataan tersebut diutarakan, mendadak dari depan pelataran gedung sian-hong-hu telah muncul seorang lelaki kekar yang memasuki ruangan dengan langkah tergesa-gesa.
Lelaki kekar ini merupakan salah satu diantara jago pedang pengawal gedung, tanpa suatu peristiwa yang gawat, mustahil lelaki itu akan munculkan diri dengan langkah yang begitu terburu-buru.
Tidak heran kalau Lian Peng jadi amat terperanjat setelah menyaksikan kemunculan orang ini.
Kontan saja perkataan yang belum selesai diutarakan itu segera terhenti sampai ditengah jalan.
Cepat-cepat sipanji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi melompat bangun seraya membantah.
"Majikan sedang menjamu tamu diruangan ini, ada urusan apa kau datang dengan gelagapan?"
Dengan wajah kaget bercampur gelisah lelaki kekar itu membisikkan sesuatu disisi telinga Ku Bun-wi, dan paras muka si panji sakti pencabut nyawapun segera berubah hebat.
Sementara itu Lian Peng telah berhasil mengendalikan perasaannya yang bergolak, pelan-pelan dia bertanya.
"Ada urusan apa saudara Ku ?"
Dengan langkah cepat Ku Bun-wi melangkah masuk kedalam ruangan, lalu sahutnya lirih.
"Ban Sik-tong serta Liok Jin-khi telah datang berkunjung dan mohon bertemu!"
Dengan langkah cepat Ku Bun-wi melangkah masuk kedalam ruangan, lalu sahutnya lirih. "Ban Sik-tong serta Liok Jin-khi telah datang berkunjung dan mohon bertemu!"
Mula-mula Lian Peng nampak agak tertegun sehabis mendengar kata-kata tersebut menyusul kemudian dengan wajah penuh senyuman serunya kepada Ku Bun-wi.
"Saudara Ku, cepat kau keluar lebih dulu, katakan kalau aku akan menyambut sendiri kehadiran mereka !"
Ku Bun-wi nampak tertegun, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun segera beranjak pergi dari situ.
Dalam pada itu semua jago yang hadir dalam ruangan tersebut sama-sama menunjukkan rasa kaget bercampur tertegun, masing-masing dengan kening berkerut mengawasi wajah Lian Peng tanpa berkedip.
Sambil tersenyum Lian-peng segera berkata kepada Oh Put-kui.
"Oh kongcu, sungguh tak disangka gedung kami telah kedatangan tamu agung lagi, benar-benar suatu kebanggaan berganda buat kami! Orang tua she Ban ini lebih dikenal umat persilatan sebagai kakek latah awet muda, berbicara soal tingkatan dia masih setingkat dengan para locianpwe yang berusia seratus dua puluh tahunan keatas........"
Bagaikan sengaja tak sengaja dia telah membeberkan asal usul dari kakek latah awet muda tersebut kepada Oh Put Kui, kemudian baru beranjak dari tempat duduknya dan maju kepintu luar.
Padahal Oh Put Kui yang menyaksikan tingkah lakunya itu justru merasa amat kegelian dalam hatinya.
"Locianpwe ini memang sangat menyenangkan hati, rupanya mereka sudah memperhitungkan waktu bersantap secara tepat, sehingga muncul tepat pada waktunya."
Nyoo Siau-sian segera melontarkan pula sekulum senyuman kepada Oh Put Kui.
Hingga kini Oh Put Kui belum mengetahui bagaimana sandiwara kakek latah awet muda selanjutnya, apakah dia akan berlagak tidak kenal dengannya ataukah berlagak sudah kenal.
Karena itu dia kuatir bila senyuman dari Nyoo Siau-sian tersebut segera akan menimbulkan persoalan yang tak diinginkan, sebab itu cepat-cepat dia berkata kepada gadis itu sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Nona Sian, apakah kau kenal dengan kakek latah awet muda?"
Biarpun orangnya polos dan bersifat kekanak-kanakan, kecerdikan Nyoo Siau-sian terhitung mengagumkan.
Dari perkataan Oh Put Kui, ia segera menyadari akan kesalahannya.
Karena itu ujarnya setelah tertawa terkekeh-kekeh.
"Oh toako, aku pernah satu kali bertemu muka dengan dia orang tua........., Ooh benar orang tua ini betul-betul bersifat ketolol-tololan persis seperti anak kecil........."
Belum habis perkataan itu diutarakan, dari arah pelataran muka sudah kedengaran kakek latah awet muda berseru sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haaaaaaaaaahhhhh......
haaaaaaaahhhh......
haaaaaahhh........
bagus, bagus sekali! Kebetulan sekali aku lagi lapar.........
nona Lian, jangan-jangan kau mempunyai kepandaian untuk meramalkan hal yang bakal terjadi sehingga telah mempersiapkan meja perjamuan, jamuan untuk menantikan kedatanganku? Waaaaah, kalau begitu aku juga jadi malu sendiri............."
Ditengah pembicaraan tersebut, kakek latah awet muda melangkah masuk kedalam ruangan.
Lian Peng mengikuti dibelakangnya.
Sedangkan pengemis pikun Liok Jin-khi serta Ku Bun-wi mengikuti dibelakang kedua orang itu.
Pada saat itulah Lian Peng telah berebut maju lebih dulu sambil serunya lantang.
"Ban tua, silahkan duduk dikursi utama !"
Dengan mata melotot besar Kakek latah awet muda memperhatikan sekejap sekitar ruangan, lalu sambil tertawa berjalan menuju kebangku disisi Oh Put Kui.
Lian Peng segera mengikuti pula disisinya.
Sedangkan pengemis pikun Liok Jin-khi bersama Ku Bun- wi berada pada meja perjamuan ketiga.
Setelah mengambil tempat duduk, kakek latah awet muda segera menengok sekejap kearah Oh Put Kui sambil menegur.
"Hei anak muda, rupanya kau juga telah datang?"
Mendengar teguran itu, Oh Put Kui tahu kalau sikakek latah awet muda tidak bermaksud berlagak tak kenal, sudah barang tentu diapun tak bisa berlagak pilon terus. Cepat-cepat sahutnya.
"Ban tua, boanpwe sendiri juga baru datang semalam!"
Mendengar itu Kakek latah awet muda tertawa terbahak- bahak.
"Haaaaaaahhhh.....
haaaahhhhh......
haaaaaahhhhh......
bagus sekali, nona Lian kukira si tukang ramal setan Li Hong- siang telah membuat ramalan bagimu sehingga mengetahui kedatanganku dan kau siapkan perjamuan lebih dahulu, ternyata dugaanku keliru besar, jadi kalian sedang menyelenggarakan perjamuan bagi bocah muda itu............."
"Kau orang tua memang gemar menggoda......"
Cepat-cepat Lian Peng tertawa paksa. Kakek latah awet muda segera berpaling kearah Oh Put Kui dan serunya keras-keras. "Hei anak muda, agaknya mukamu jauh lebih besar dariku.........."
"Siapa suruh kau tak datang sehari lebih duluan.........."
Sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Kakek latah awet muda kontan saja melotot besar.
"Bocah muda, siapa bilang aku tak ingin cepat-cepat datang kemari? Aaaaaii, gara-gara mesti membantu orang lain untuk menambah tenaga dalam, akibatnya aku jadi kehilangan banyak tenaga dan tak sanggup berjalan kelewat cepat........"
"Ban tua, bagaimana kalau kau jangan banyak bicara lebih dulu...........?"
"Kenapa tak boleh banyak bicara? Kau hendak memberontak haaaahh?"
"Bukan begitu, maksudku lebih baik minumlah arak lebih dulu..........?"
Kata pemuda itu sambil tertawa.
"Betul..... kita mesti minum arak lebih dulu........"
Seraya berkata dia lantas mengangkat cawan arak dan meneguk isinya sampai habis.
Dengan sangat berhati-hati sekali dan wajah penuh senyuman Lian Peng menemani dari samping.
Sebaliknya beberapa orang jago dari Sian-hong-hu justru sama-sama berkerut kening.
Rencana yang telah mereka persiapkan masak-masak, akhirnya harus berantakan dengan kehadiran kakek latah awet muda yang sama sekali tak terduga sebelum ini.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Terutama sekali Ku Bun-wi, saking gelisahnya dia sampai menghela napas berulang kali.
SEtelah meneguk tiga cawan arak, kakek latah awet muda baru berkata kepada Nyoo Siau-sian sambil tertawa.
"Hey budak cilik, suhumu menyuruh aku sampaikan kepadamu, jika tiada persoalan yang luar biasa, dalam dua tahun mendatang kau tak usah pergi mencarinya!"
Nyoo Siau-sian jadi tertegun.
"Ban tua, apakah belakangan ini suhu tak akan kembali ke bukit Kun-lun?"
"Entahlah, asal kau menuruti perkataannya itu sudah cukup!"
Lian Peng segera menimbrung pula sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Sian-ji, bila sinni tak maui dirimu lagi, sudah pasti dia mempunyai alasan tertentu, selama banyak tahun belakangan ini kau jarang sekali berdiam dirumah sampai setengah tahun, kenapa tidak kau manfaatkan kesempatan ini untuk berdiam lebih lama lagi dirumah?"
Cepat-cepat Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.
"Bibi, anak Sian cuma kuatir kalau suhu enggan berjumpa lagi dengan diriku........."
"Aaaah, tidak mungkin!"
Kata Lian Peng sambil tertawa.
Kemudian sambil berpaling kearah Ban tua, dia menambahkan.
"Ban tua, dimanakah kau telah bersua dengan sinni?"
"Di ibukota, tapi ia sudah bersiap-siap hendak berangkat keluar perbatasan......"
"Ban tua, ada urusan apa suhu hendak pergi keluar perbatasan?"
Sela Nyoo Siau-sian.
"Untuk menjenguk seorang sahabatnya!"
"Ooh, dia pasti pergi menengok tosu bungkuk dari Soat-nia, Thian-hian Cinjin......"
Tiba-tiba Lian Peng menyela sambil tertawa lebar. "Belum tentu!"
Sela kakek latah awet muda dengan kening berkerut kencang.
"Kecuali Thian-hian Cinjin seorang, teman mana lagi diluar perbatasan yang pantas disambangi sinni? Ban-tua, aku rasa dugaan boanpwe pasti benar!"
Padahal apa yang diduganya memang benar. Kakek latah awet muda segera tertawa terbahak bahak.
"Haaaahhhh...... haaaahhhh...... hhhhaaaaaaaaahhhhhh..... nona Lian, kau memang hebat......"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba serunya pula kepada sipengemis pikun.
"Pengemis kecil, mana kertas surat itu? Cepat bawa kemari!"
Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut segera berkerut kening, dia tak tahu permainan setan apa lagi yang hendak dilakukan kedua orang tua tersebut.
Sementara itu pengemis pikun Liok Jin-khi telah mengeluarkan secarik kertas dari sakunya dan dilontarkan kearah Kakek latah awet muda sambil serunya.
"Nah, sebutlah......"
Secepat kilat kertas itu meluncur kehadapan kakek latah awet muda.
Sebenarnya Oh Put Kui ingin menghadang kertas surat itu ditengah jalan tapi diapun kuatir hal tersebut akan menyinggung perasaan kakek Ban sehingga niat tersebut kemudian diurungkan.
Dalam waktu singkat kertas surat itu sudah terjatuh di tangan Kakek latah awet muda.
"Nona Lian, tahukah kau apa maksud kedatanganku kemari?"
Katanya kemudian.
Dari pertanyaan tersebut, Lian Peng segera mengerti bahwa maksud kedatangan si jago tua tersebut tentu ada hubungannya dengan isi surat tersebut.
Dengan senyuman yang tenang dia berkata kemudian.
"Apakah kau orang tua bukan kemari untuk bermain?"
"Betul, betul! Aku memang datang untuk bermain, cuma saja........"
Tiba-tiba kakek itu berkerut kening, kemudian melanjutkan.
"Nona Lian, pemandangan manakah dalam gedung sian- hong-hu yang paling indah?"
Lian Peng hanya tersenyum tanpa menjawab, sebaliknya Nyoo Siau-sian telah berseru sambil tertawa.
"Ban tua, Oh toako mengetahui dengan jelas pemandangan alam yang terindah didalam gedung ini."
Lian Peng segera mengerutkan dahinya setelah mendengar ucapan tersebut. Sedangkan kakek latah awet muda tertawa terbahak bahak.
"Hhaaaaahhhhh......hhhhhaaaaaahhhhhhhh..... haaaaahhhhh........ sudah kau dengar perkataannya anak muda?"
"Sudah!"
Oh Put Kui tertawa.
"Kalau sudah mendengar, ayohlah diutarakan!"
"Pemandangan alam dikebun Cay-hong-wan paling indah."
"Apakah seluruh kebun bunga itu sangat indah?"
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Oh Put Kui, segera ujarnya sambil tertawa.
"Kalau bicara soal keindahan alam, maka seluruh kebun Cay-hong-wan paling indah, tapi kalau berbicara soal keheningan, maka loteng Seng-sim-lo itu merupakan tempat paling terpencil dan hening."
"Hey, darimana munculnya loteng Seng-sim-loo itu?"
Seru Kakek latah awet muda sambil menggeleng.
"Didalam kebun Cay-hong-wan terdapat sebuah bangunan loteng yang bernama Seng-sim-loo!"
"Oya.......?"
Kakek latah awet muda segera berpaling kearah Lian Peng sambil serunya.
"Nona Lian, benarkah apa yang diucapkan bocah muda ini?"
"Benar!"
Lian Peng terpaksa tersenyum. Kembali Oh Put Kui menyela.
"Ban tua, kau jangan membicarakan keindahan alam lebih dulu, toh kedatanganmu kemari adalah untuk bermain, kalau begitu kau pasti akan berpesiar pula diseluruh kebun Cay- hong-wan tersebut."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian katanya.
"
Lantas apa sih kegunaan kertas surat yang berada ditanganmu itu?"
Mendengar perkataan itu kakek latah awet muda segera mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.
"Haaaaahhhhh......
hhaaaaaahhhhh......
haaaahhhh......
anak muda, kertas ini tak ternilai harganya."
"Kau maksudkan surat cek dari bank?"
"Yaaa boleh dibilang demikian,"
Kata kakek latah awet muda sambil tertawa.
"
Cuma uang tersebut hanya boleh diambil disuatu tempat saja, sedangkan jumlah terserah pada kemauanku sendiri."
"Waaahhh, masa ada cek semacam ini dikolong langit?"
Teriak Oh Put Kui tak percaya.
"Jadu kau tak percaya?" SEjak tadi Oh Put Kui sudah tahu kalau dibalik kertas yang berada ditangan kakek latah awet muda mempunyai hal hal yang luar biasa, karena itu untuk menggelitik perasaan para jago dari Sian-hong-hu, dia sengaja sambil tertawa.
"Tentu saja boanpwe tidak percaya, coba kau tanyakan saja kepada setiap orang, mereka pasti tak ada yang percaya."
"Baik aku akan bertanya kepada orang lain!"
Seru kakek latah awet muda penasaran. Ia pun berpaling kearah Lian Peng seraya bertanya.
"Nona, percayakah kau?"
Waktu itu perasaan Lian Peng benar-benar merasa tak tenteram, pada hakekatnya dia tak tahu apa maksud tujuan kakek latah awet muda yang sesungguhnya, tapi diapun tak bisa membungkam diri belaka.
Terpaksa katanya kemudian.
"Sebenarnya boanpwe sendiripun kurang percaya, tapi setelah kertas tersebut berada ditangan kau orang tua, apa boleh buat tak bisa tidak harus percaya juga..........."
"Jadi tegasmu?"
Desak kakek latah awet muda sambil tertawa tergelak.
"Aku percaya penuh dengan perkataan dari kau orang tua."
"Kau percaya?"
"Yaaa, boanpwe percaya!"
Kakek latah awet muda segera menyodorkan kertas tersebut kehadapannya dan berkata sambil tertawa tergelak.
"Jika percaya silahkan kau melihatnya sendiri............"
Lian Peng tertawa cekikikan, diterimanya kertas itu dan katanya kemudian.
"Kau orang tua memang suka bergurau.........." Namun secara tiba-tiba paras mukanya berubah hebat dan perkataan yang belum selesai diutarakan itu segera terhenti sampai ditengah jalan, kertas tersebut telah membuatnya tertegun.
Sementara itu kakek latah awet muda telah berseru kembali sambil tertawa tergelak.
"Bagaimana? Berapa besar nilainya?"
Pertanyaan yang diajukan olehnya ini segera membuat Oh Put Kui yang mendengarkan menjadi tertegun.
Sebaliknya para jago dari gedung Sian-hong-hu sama- sama dibuat gelagapan.
Sebab mereka tak tahu persoalan apakah yang membuat paras muka bibi Lian mereka berubah muka, bahkan tangannya yang memegang kertas itupun kelihatan gemetar keras..........
Setelah tertegun beberapa saat Nyoo Siau-sian bertanya.
"Ban tua, sebenarnya tulisan apa sih yang tertera diatas kertas tersebut?"
Kakek latah awet muda tertawa keras.
"Mengapa kau tidak membacanya sendiri, budak ?"
Mendengar itu Nyoo Siau-sian benar-benar berusaha melongok isi surat tersebut.
Tapi sayang dia tak sempat melihatnya.
Sepasang tangan Lian Peng secepat sambaran kilat telah meremas kertas itu sehingga hancur lebur dan berceceran diatas tanah.
Dengan wajah berubah Nyoo Siau-sian segera berseru.
"Bibi Lian.........
kau.........."
Sikap Lian Peng sangat tenang, setelah tertawa hambar katanya pelan. "Anak Sian, persoalan ini tak ada sangkut pautnya denganmu, lebih baik tak usah kau tanyakan..........."
Oo0dw0oo Sesudah berhenti sejenak, kembali katanya kepada sikakek latah awet muda.
"Ban-tua, kau orang tua benar-benar seorang yang mengetahui akan segala-galanya."
Kakek latah awet muda tertawa keras.
"Hhhaaaaahhhhh.......haaaaahhhhhh....... hhaaahhhhhh...... sesungguhnya aku memang seorang yang mengetahui akan segala galanya, nona Lian, apakah transaksi ini bisa dilaksanakan?"
Lian-peng ikut tertawa terkekeh-kekeh.
"Ban tua, aku adalah si pembeli, tolong tanya apakah masih ada kesempatan begitu untuk menawar?"
"Nona, belum pernah aku melakukan transaksi seperti saat ini atau dengan perkataan lain hari ini adalah hari yang pertama, jika kau masih mencoba menawar, bukankah hal ini sama artinya hendak merusak emasku?"
Lian Peng tersenyum.
"Kalau begitu hargamu tak bisa ditawar tawar lagi?"
"Dengan mengandalkan namaku selama seratus tahun, jangan harap ada yang bisa mengajukan tawaran kepadaku."
Lian Peng nampak termenung sambil berpikir sejenak, akhirnya dia berseru.
"Baiklah, aku menerima transaksi jual belimu itu!"
"Haaaahhhhh......
haaaahhhhh.......
haaaahhhhh.......
sungguh tak nyana kau mempunyai jiwa gagah seorang lelaki sejati.........." Setelah tertawa keras tiba-tiba dia berpaling kearah pengemis pikun dan serunya.
"Hey, pengemis cilik, siapa yang menang ?"
"Aku benar-benar menderita kekalahan secara mengenaskan........"
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keluh si pengemis pikun sambil bermuram durja.
Tampaknya kakek latah awet muda merasa gembira sekali menyaksikan sikap pengemis pikun yang bermuram durja tersebut.
Dia mengernyitkan alis matanya lalu tertawa terkekeh kekeh, serunya lagi.
"Pengemis cilik, kau jangan mencoba untuk mengingkar janji."
"Boanpwe tak berani......"
Sahut pengemis pikun sambil menghela napas panjang. Kembali kakek latah awet muda tertawa tergelak.
"Asal kau tahu hal ini, itu sudah cukup."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek itu berpaling kepada Oh Put Kui sambil katanya.
"Anak muda, tentunya kau ingin secepatnya mengetahui obat apakah yang sebenarnya kujual dalam cupu-cupuku?"
Sesungguhnya Oh Put Kui memang sudah dibuat kebingungan setengah mati oleh tingkah laku kakek latah awet muda yang sangat tidak dimengerti olehnya.
Mendengar pertanyaan tersebut ia tertawa hambar, sahutnya.
"Bila kau orang tua bersedia untuk memberi keterangan, sudah barang tentu boanpwe akan mendengarkan pula dengan senang hati..........."
"Anak muda, tak nyana kau pandai sekali mengendalikan perasaan..........." Dalam kesempatan itu Lian Peng telah berkata secara tiba- tiba sambil tertawa.
"Ban tua, sekarang transaksi diantara kita telah jadi, aku harap kau orang tua jangan membicarakan persoalan tersebut dalam perjamuan sekarang, tentunya kau tidak merasa keberatan bukan?"
Kakek latah awet muda tertawa terbahak bahak.
"Haaaaaaahhhh....... haaaaaahhhhh........ haaaahhhhh..... boleh saja tidak membicarakan persoalan tersebut untuk sementara waktu, tapi nona........"
Berkilat sorot mata kakek itu, lalu setelah mendengus dingin dengan wajah aneh dia melanjutkan.
"Apabila kau berani mempersiapkan segala perbuatan dan tindak tanduk yang merugikan diriku, jangan salahkan aku bila tidak akan memegang janji nantinya sehingga bersikap tidak sungkan kepadanya!"
"Tentu saja, tentu saja.
Nah Ban tua, terimalah hormatku dengan secawan arak ini..........."
"Bagus sekali, aku akan meneguk dulu arak kehormatanmu ini..........."
Seusai berkata, dia segera meneguk isi cawannya sampai habis.
Dalam pada itu, cong-huhoat dari gedung sian-hong-hu, si panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi benar-benar merasa cemas bercampur gelisah.
Ia tak tahu transaksi jual beli apakah yang sesungguhnya telah dijalin antara Lian Peng dengan kakek latah awet muda, makhluk tua yang berilmu silat sangat lihay itu.
Diapun berusaha untuk mengorek keterangan dari mulut pengemis pikun.
Sayang sekali pengemis pikunpun bertindak amat cerdik, tak sepatah katapun dia singgung persoalan tersebut.
Dalam keadaan begini Ku Bun-wi benar-benar mati kutunya, sudah barang tentu diapun tak berani memaksa pengemis pikun untuk buka suara, sebab bukan saja disitu hadir Oh Put Kui, bahkan kakek latah awet muda yang disegani pun berada pula disana.
Sebagai seorang yang cerdik tentu saja Lian-Peng juga mengetahui akan ketidak tenangan Ku Bun-wi, tapi dia sendiri tak bisa menyampaikan berita tersebut secara diam-diam.
Bayangkan saja kakek latah awet muda berada disitu, betapapun besar nyalinya, tak nanti ia berani mencoba untuk bermain setan dihadapannnya.
Kelihatan sekali si kakek latah awet muda merasa gembira tak terkirakan, dia tertawa terbahak bahak tiada hentinya.
Entah sedari kapan Oh Put Kui telah mengangkat pula cawannya untuk menemani orang tua itu minum arak.
Sebaliknya Nyoo Siau-sian dengan berkerut kening mengawasi Lian-peng tanpa berkedip.
Tiba tiba saja dia menaruh kecurigaan yang teramat besar atas kertas surat yang berada ditangan kakek latah awet muda tadi, dia merasa bahwa Lian Peng telah merahasiakan suatu masalah besar didalam gedung tersebut dan belum pernah menyinggung dihadapan mukanya.
Mendadak saja dia merasa dirinya seolah olah seorang luar yang tak tersangkut dengan urusan tersebut.
Dia seperti merasa bahwa tempat ini bukan rumahnya dan dia bukan termasuk salah seorang anggota dari kelompok orang-orang tersebut.
Perasaan sedih, terhina tertinggal segera mencekam dan meliputi seluruh perasaan Nyoo Siau-sian.
Tanpa disadari butiran air matapun jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Kiau Hui-hui menghela napas pula dengan gelisah, dengan pandangan memohon dia mencoba mencegah gadis tersebut melampiaskan napsunya, sebab dia tahu apa yang terjadi sekarang barulah suatu permulaan, ia tak ingin kemarahan gadis itu membuat terbengkalainya masalah besar tersebut.
Untuk saja Nyoo Siau-sian dapat mengendalikan diri dan akhirnya tidak sempat mengumbar hawa napsunya.
Mendadak si tukang ramal setan Li Hong Sian bangkit berdiri, lalu serunya.
"Ban locianpwe, boanpwe dapat meramalkan isi surat yang berada ditanganmu itu!"
Ucapannya benar-benar merupakan suatu kejutan yang menggemparkan seisi ruangan.
Sementara semua orang mengalihkan sorot mata serta perhatiannya kewajah orang itu, hampir semuanya mengawasi dengan penuh pengharapan, rasa gelisah dan tak tentram.
Pelan-pelan kakek latah awet muda meletakkan cawan araknya keatas meja, kemudian katanya sambil tertawa.
"Benarkah kau dapat menebak isinya?"
"Benar, boanpwe dapat menebaknya!"
Sahut Li-hong-siang sambil tertawa. Kakek latah awet muda segera tertawa dan manggut- manggut, katanya kemudian.
"Tak ada salahnya coba kau sebutkan......."
Li Hong Siang tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut, dia mengalihkan sorot matanya kewajah Lian Peng lalu bertanya.
"Nona Lian, bolehkah aku mengutarakannya keluar?"
Paras muka Lian Peng berubah menjadi dingin dan kaku bagaikan es, segera tukasnya. "Bukankah sudah kukatakan sejak tadi, selama perjamuan ini berlangsung, siapapun dilarang untuk membicarakan kembali masalah tersebut."
Li Hong-sian segera tertawa.
"Ban tua,"
Katanya kemudian.
"Berhubung nona Lian tidak setuju, terpaksa kutelan kembali kata-kataku tadi kedalam perut!"
Kakek latah awet muda tertawa keras.
"Ya, memang lebih baik kau telan kata-katamu itu didalam perut!"
Tanya jawab yang barusan berlangsung sudah jelas memberi pertanda yang cukup jelas bagi Oh Put Kui.
Secara tiba-tiba saja dia mendapat kesan bahwa delapan puluh persen Li Hong-siang merupakan salah seorang komplotan dari Bong-ho siansu, manusia yang diselundupkan kesitu seperti juga halnya dengan si kakek pencari kayu dari bukit utara.
Disamping itu diapun dapat merasakan betapa besarnya daya tekanan yang dihasilkan oleh kertas surat dalam cekalan kakek latah awet muda tadi, sedemikian besarnya sampai bisa membuat Lian-peng tak berkutik sama sekali.
Tapi persoalan apakah yang bisa mendatangkan daya tekanan sedemikian besar terhadapnya? Setelah mempertimbangkannya masak-masak, akhirnya Oh Put Kui berhasil mengambil tiga kesimpulan.
Kesatu, menyingkap sekitar teka-teki kematian Nyoo Thian- wi yang palsu.
Kedua, membongkar intrik busuk lawan yang menyekap Peng-gian-koay-kek Lan Cin Sui dalam penjara kematian.
Ketiga, bisa jadi kakek latah awet muda meminta kepada semua anggota Sian-hong-hu agar mengundurkan diri dari dunia persilatan dan selanjutnya tidak melakukan segala perbuatan yang merugikan lagi bagi umat persilatan.
Tapi dalam kenyataannya Oh Put Kui telah salah menduga, dia tidak menyangka kalau tindakan dari kakek latah awet muda sesungguhnya jauh lebih hebat dan lebih memusingkan orang.
Diatas kertas mana kakek latah awet muda hanya menuliskan beberapa kata yang berbunyi demikian.
"Menggunakan nyawa setan Nyoo Thian-wi untuk ditukar dengan keluarnya si jenggot Lan dari penjara."
Diancam dengan keselamatan jiwa suaminya tidak mengherankan kalau Lian Peng segera dibuat gugup, gelagapan dan sangat tidak tenang.
oOdwOooo0dw0oOdwOooOdwOo Dikala perjamuan telah berlangsung mencapai setengah jalan, Lian Peng makin dapat mengendalikan perasaannya, dia nampak jauh lebih tenang dan mantap.
Tiba-tiba ujarnya kepada Oh Put Kui sambil tertawa.
"Oh Kongcu, dengan kepandaian silatmu bukan saja kau termashur diseantero dunia persilatan, bahkan pernah pula mendatangi pulau neraka, kegagahanmu itu membuat kami semua orang-orang dari Sian-hong-hu merasa kagum.........."
"Bibi Lian terlalu memuji !"
Kata Oh Put Kui sambil tertawa.
Lian Peng tidak memperdulikan sikap merendah dari pemuda itu, kembali dia berkata.
"Oh Kongcu, baik aku pribadi maupun segenap sahabat dari gedung sian-hong-hu sangat berharap bisa menyaksikan kehebatan dari kongcu itu, entah bersediakah kongcu untuk mendemontrasikan kemampuanmu itu diruang Wan-sim-teng ini ?" Didalam perkiraan Oh Put Kui, dengan hadirnya kakek latah awet muda maka rencana si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Ki-pia yang ingin mencoba kepandaian silatnya pun turut diurungkan.
Siapa disangka Lian-peng justru mengajukan juga usul tersebut.
Untuk berapa saat lamanya dia dibuat bimbang dan tak tahu mesti menyanggupi ataukah harus menampik.
Sementara dia masih termenung dengan wajah kebingungan, Siang Ki-pia telah bangkit berdiri seraya berkata.
"Oh Siauhiap, aku yang tua Siang Ki-pia ingin sekali menemani siauhiap untuk melepaskan otot-otot badan!"
"Aaaaaaaaah, aku tahu Siang tua adalah seorang tokoh termashur dari luar perbatasan, tak berani kuiringi keinginanmu itu,"
Sahut Oh Put Kui cepat-cepat dengan kening berkerut.
"Haaaahhhh.......
haaaahhhhh......
haaahhhh......
apakah Oh sauhiap tak sudi menemani aku?"
"Bila Siang tua memang begitu tertarik denganku, sudah barang tentu aku akan mengiringi keinginanmu itu.........."
Dia segera bangkit berdiri dari tempat duduknya, kemudian kepada Lian Peng katanya sambil tertawa.
"Bibi Lian, terpaksa aku harus memperlihatkan kejelekanku, untuk itu harap kau sudi memaafkan."
Tanpa menunggu jawaban dari Lian Peng lagi, dia maju ketengah ruangan dengan langkah lebar.
Dalam pada itu si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Ki-pia telah meloloskan kampak pendeknya yang besar dan berwarna hitam berkilauan itu dari pinggangnya, dia sudah menanti dengan senyum dikulum, Melihat lagak orang tua itu, didalam hati kecilnya Oh Put Kui tertawa geli, pikirnya.
"Tampaknya Siang tua memang pandai amat bersandiwara !"
Tapi diluarnya dia berseru agak kaget.
"Siang tua, apakah kita harus menggerakkan senjata tajam?"
Siang Ki-pia tertawa tergelak.
"Haaaaaaaahhhhhh........
haaaahhh........
haaaahhhh......
semua kepandaian andalanku terletak pada permainan kampak pendek ini, jika Oh siauhiap enggan menggunakan senjata, bukankah hal ini sama artinya ingin memberi kejelekan kepadaku?"
Dengan kening berkerut Oh Put-kui tertawa.
"Sayang seribu kali sayang, pedang karatku itu tak boleh bertemu dengan orang, begini saja, kau orang tua tetap mepergunakan kampakmu, sedang aku biar melayani dengan tangan kosong saja, tentunya kau tidak merasa keberatan bukan?"
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata si kakek pencari kayu dri bukit utara Sian Ki-pia, serunya kemudian setelah tertawa tergelak.
"Lote, kalau begitu kau terlalu memandang enteng kemampuanku.........."
Di hati kecil Siang Ki-pia memang muncul perasaan tidak percaya terhadap kemampuan lawan.
Dia cukup yakin akan permainan kampaknya ini, sudah hampir lima puluhan tahun dia memperdalami kepandaian tersebut, padahal cuma beberapa gelintir manusia saja yang dapat mendhadapi permainan kampaknya sebanyak seratus gebrakan.
Tapi sekarang Oh Put-kui bermaksud menfhadapinya dengan tangan kosong belaka, Siang Ki-pia segera menganggap tindakan yang dilakukan si anak muda tersebut terlalu latah dan ceroboh.
Dalam pada itu Oh Put Kui telah berkata lagi sambil tertawa.
"Siang tua, aku masih berkeyakinan dapat menanggulangi keadaan tersebut, harap kau tak usah gelisah atau cemas !"
Siang Ki Pia segera mempersiapkan kampak pendeknya, lalu katanya sambil tertawa tergelak.
"Lote, tentunya kau tak akan memaksa aku untuk turun tangan lebih dulu bukan?"
Oh Put Kui tersenyum.
Dia tahu, menurut aturan dia memang harus turun tangan lebih dahulu.
Oleh sebab itu dalam senyumannya dia segera melepaskan sebuah bacokan kilat kedepan.
Hilang lenyap senyuma diujung bibir Siang Ki-pia, diam-diam hatinya merasa terperanjat.
Dari ayunan telapak tangan lawan, dia dapat merasakan betapa dahsyatnya tenaga serangan yang terselip dibaliknya.......
Cepat-cepat dia mengayunkan kapak pendeknya sambil mendesak maju kemuka, memanfaatkan peluang yang ada dia melepaskan sebuah serangan balasan.
Oh Put Kui segera mengayunkan sepasang telapak tangannya secara berangkai, beruntun dia melancarkan tiga buah serangan gencar.
Terpaksa Siang Ki-pia harus memutar kapaknya sedemikian rupa untuk menciptakan selapis bayangan senjata yang tebal sebelum berhasil menghadapi ketiga buah serangan lawan.
"Hong-hui-ciang........!"
Pekik bibi Lian dengan suara tertahan.
Lalu sambil berpaling kearah Nyoo Siau-sian, dia berkata lagi seraya tertawa.
"Kepandaian silat yang dipelajari Oh kongcu benar-benar beraneka ragam, sampai ilmu pukulan Hong-hui-ciang dari Ku Put-beng, salah seorang dari Bu lim-jit-sat pun berhasil dikuasai secara sempurna, kemampuan semacam ini benar- benar jarang ditemui dalam dunia persilatan.........."
Nyoo Siau-sian masih mengambek, dia tidak menanggapi perkataan tersebut, sebaliknya hanya mendengus dengan mulut dicibirkan.
Kakek latah awet muda yang berada disisi lain segera berseru sambil tertawa keras.
"Nona Lian, apakah tidak kau perhatikan bahwa ilmu silat yang dipelajari bocah muda itu selalu beraneka ragam, lagipula semua ilmu yang dipelajari merupakan ilmu pilihan........."
Ketika Nyoo Siau-sian mendengus tadi, sebenarnya paras muka Lian Peng telah berubah hebat, tapi setelah mendengar perkataan dari kakek latah awet muda itu, diapun memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengalihkan persoalan kearah lain.
Misteri Pulau Neraka Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil tertawa segera katanya.
"Akupun mempunyai pendapat begitu, hanya saja keadaan demikian ini rasanya kurang sesuai sebagai seorang tuan rumah yang baik........"
"Ban tua, aku tak ingin dimaki orang sebagai seorang tuan rumah yang menganiaya tamunya......."
"Aku kuatir kalian tak bakal bisa menganiaya dirinya........"
Kata kakek latah awet muda sambil tertawa aneh. Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa tergelak kembali dia berkata.
"Nona Lian, coba kau saksikan keadaan situa Siang yang begitu mengenaskan......"
Pusaka Pedang Embun -- Sin Liong Kaki Tiga Menjangan -- Chin Yung Darah Ksatria Harkat Pendekar -- Khu Lung