Ceritasilat Novel Online

Pendekar Panji Sakti 13


Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung Bagian 13



Pendekar Panji Sakti Karya dari Khu Lung

   

   Saat itu udara terasa hangat, aneka bunga mekar dengan indahnya, sudah hampir setahun pemuda itu meninggalkan Perguruan Tay ki bun.

   Membayangkan kembali semua pengalamannya selama ini, Thiat Tiong-tong tidak tahu haruskah merasa sedih atau gembira, walaupun dia sudah banyak mengucurkan darah dan keringat demi perguruan, diapun tidak tahu apakah semua perbuatannya bisa dimaklumi gurunya atau tidak.

   Bagaimana pula keadaan saudara perguruan lainnya selama setahun ini? Bagaimana pula dengan keadaan luka yang diderita Im Ceng? Biarpun ada Un Tay-tay yang melindunginya, namun dia tetap merasa amat kuatir.

   Apalagi dihati kecilnya masih menyimpan sebuah rahasia yang amat besar, setiap menjelang tengah malam, di saat sepi manusia, dia seringkah bergumam seorang diri.

   "Waktunya sudah hampir tiba, jangan lupa....

   jangan sampai lupa...."

   Setibanya di kota Cu-shia, walaupun dihati kecilnya Thiat Tiong-tong ingin melanjutkan kembali perjalanannya, namun lantaran kuatir Ai Thian-hok kelewat lelah, maka menjelang senja dia pun mencari tempat penginapan untuk beristirahat, berdua dia duduk terpekur sambil minum arak.

   Ketika malam semakin kelam, selera minum kedua orang itu makin meningkat, siapa pun enggan kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

   Selama ini Thiat Tiong-tong selalu berusaha untuk bicara keras, agar Ai Thian-hok dapat menangkap pembicaraannya secara jelas, akibatnya saat ini tenggorokannya benar-benar sedikit agak parau.

   Setiap kali Ai Thian-hok tidak dapat menangkap isi pembicaraan secara jelas, Thiat Tiong-tong selalu berseru sambil tertawa.

   "Tenggorokan siaute memang semakin parau, bayangkan, kemarin sewaktu minta air, jarak tiga meter pun orang tidak mendengar teriakanku, tentu nya toako juga makin pusing bukan untuk menangkap ucapanku?"

   Ai Thian-hok tersenyum tanpa menjawab, lewat sesaat kemudian tiba-tiba setitik air mata membasahi kelopak matanya. Melihat itu dengan terperanjat Thiat Tiong-tong bertanya.

   "Toa.... toako, kenapa kau bersedih hati?"

   Ai Thian-hok duduk tanpa bergerak, sampai lama kemudian ia baru berkata pelan.

   "Saudaraku yang bodoh, memangnya kau sangka toako benar-benar tidak tahu?"

   "Toako, apa yang kau ketahui?"

   "Berulang kali kau minta aku membantumu, membimbingmu, padahal kau tidak tega meninggalkan diriku bukan? Padahal kau kasihan kepada toako lantaran sudah buta, tuli lagi bukan?"

   Sekujur tubuh Thiat Tiong-tong bergetar keras, air mata kembali jatuh bercucuran, sambil memegang bahu Ai Thian-hok kuat-kuat, ujarnya gemetar.

   "Toako, kau....

   sejak kapan kau tahu akan hal ini?"

   "Sewaktu tiba di kaki bukit, toako sudah mengetahuinya!"

   Sahut Ai Thian-hok sambil menghela napas. Kemudian setelah tertawa pedih, lanjutnya.

   "Kau tidak menyangka bukan, meski toako sudah buta lagi tuli, namun masih mampu berdiri tegak, mampu berjalan, masih punya selera makan, tidur dengan nyenyak?"

   Thiat Tiong-tong hanya mengawasi raut mukanya yang kaku itu dengan termangu, dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan hatinya sekarang, dalam waktu sesaat pelbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya.

   Bukan saja seluruh kemewahan dan keindahan dunia tidak bisa dilihat dan dinikmati lagi, kedudukan terhormat dalam dunia persilatan, nama harum di antara umat persilatan pun harus dia tinggalkan untuk selamanya.

   Seandainya dia hanya seseorang yang pasrah pada nasib, mungkin keadaan jauh agak mendingan, tapi dia adalah seorang jagoan sejati yang besar ambisinya dan tinggi cita-citanya, mungkinkah dia sanggup menghadapi pukulan batin ini? Tapi kenyataannya sekarang, pukulan batin yang belum tentu dapat dihadapi siapa pun tidak sampai merobohkan dirinya, ia masih dapat bertahan dengan tenang, bersikap seakan tidak pernah terjadi sesuatu, bukan hanya orang lain saja, bahkan Thiat Tiong-tong sendiripun tidak menyangka.

   Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya terdengar Ai Thian-hok berkata kembali.

   "Saudaraku, kau jangan lupa, keteguhan batin seorang lelaki terbentuk karena tempaan penderitaan dan siksaan, biarkan saja tubuh berubah jadi cacad, biarkan saja tubuh dan phisikmu berubah tidak berguna, yang penting hatimu belum menjadi cacad, pikiranmu masih berguna, itu semua sudah lebih dari cukup"

   "Aaaa, kelihatannya memang gampang, padahal sulit untuk dilakukan"

   Pikir Thiat Tiong-tong didalam hati.

   "berapa orang sih di dunia ini yang sanggup melakukan hal tersebut?"

   Sekalipun perasaan hatinya amat pedih, namun diliputi perasaan kagum yang tidak terhingga. Tiba-tiba Ai Thian-hok bangkit berdiri, setelah menghela napas panjang, ujarnya.

   "Waktu sudah larut malam, mari kita tidur!"

   Sewaktu kembali, tubuhnya berjalan sangat tegak.

   Malam itu Thiat Tiong-tong tidak dapat tidur nyenyak, hingga fajar menjelang tiba dia baru bisa terlelap tidur.

   Ketika dia mendusin dari tidurnya, Ai Thian-hok telah pergi dari situ sambil meninggalkan sebuah surat yang ditindihkan dibawah sebuah kotak kecil dari kayu.

   Tulisan diatas kertas sangat kacau dan susah dibaca, namun secara lamat-lamat masih bisa terbaca.

   "Meski belajar pedang susah, ternyata mendapat kawan sejati jauh lebih susah, memperoleh seorang adik macam kau membuat aku rela mati, oleh sebab itu aku tidak ingin membuat susah kau, sepanjang-panjangnya jalanan akhirnya akan tiba diujungnya juga, mungkin mulai kini aku akan berkelana ke ujung dunia dan entah sampai kapan baru bersua kembali.

   "Sebuah kotak kayu yang sudah banyak tahun kusimpan kuberikan sebagai kenangan, semoga hiante tidak usah mencariku lagi"

   Membaca surat itu sambil memegang kotak kayu kecil, Thiat Tiong-tong merasakan seluruh tubuhnya gemetar keras, rasa sedih menyelimuti seluruh perasaan hatinya.

   Bukit Lau-san terletak di daerah Ciau-ciu (Propinsi Shoatang) yang terletak di pesisir laut, udara amat hangat, karena berada disepanjang laut, tidak heran kalau banyak pelancong yang berkunjung ke situ.

   Setibanya dikaki bukit, Thiat Tiong-tong mulai berjalan mengelilingi seluruh tanah perbukitan, namun dia tidak berhasil menemukan seorang manusiapun diseputar sana.

   Akhirnya dia mencari seorang penebang kayu yang dijumpainya di kaki bukit dan bertanya apakah pernah menjumpai sekelompok manusia aneh diseputar sana, tapi penebang kayu itu menjawab tidak pernah dijumpai sesuatu yang aneh.

   Thiat Tiong-tong merasa panik bercampur kecewa, mencari hingga menjelang senja, akhirnya dia duduk termangu dibawah pohon sambil mengawasi lembayung dikaki bukit, pikirnya.

   "Mungkinkah dia membohongi aku? Jangan-jangan mereka menuju ke barat sementara aku menuju ke timur hingga selama hidup tidak akan berhasil menemukan mereka kembali?"

   Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar suara meong bergema dari sisi pepohonan, menyusul kemudian terlihat seekor kucing berbulu putih muncul dari balik semak.

   Kucing itu kelihatan gagah dan keren, jauh lebih gagah dari kucing biasa, sepasang matanya yang berwarna hijau seolah memancarkan cahaya api, binatang itu tidak lain adalah Ping-nu, kucing kesayangan Yin Ping.

   Tidak terkirakan rasa girang Thiat Tiong-tong menyaksikan kemunculan kucing itu, segera serunya.

   "Meong, apakah kau datang menjemputku?"

   Tampaknya Ping-nu sangat mengerti bahasa manusia, sepasang matanya yang hijau nampak memandang anak muda itu berulang kali, kemudian diiringi suara meong, kucing itu lari menuju ke atas bukit.

   Thiat Tiong-tong tidak berani berayal, segera dia mengikuti di belakangnya.

   Kecepatan gerak kucing pintar itu ternyata sama cepatnya dengan gerakan tubuh seorang jago persilatan, tampak bulu putihnya yang halus memantulkan cahaya bianglala ketika tertimpa cahaya senja.

   Thiat Tiong-tong berlarian dengan sepenuh tenaga, dia tidak berani berayal hingga ketinggalan, lebih kurang sepertanak nasi kemudian mereka telah melampaui punggung bukit dan memasuki hutan yang lebat.

   Angin gunung yang berhembus kencang, mendatangkan hawa dingin yang menggigit.

   Biarpun udara dingin, peluh sempat membasahi punggung Thiat Tiong-tong, setelah melampaui berapa tikungan bukit, lagi-lagi kucing itu mengeong, kemudian menerobos masuk ke balik semak disisi dinding tebing dan melenyapkan diri.

   Thiat Tiong-tong tertegun, buru-buru dia berlarian mendekat sambil melakukan pemeriksaan.

   Ternyata di antara dinding bukit itu terdapat sebuah jalan setapak selebar satu meter, jalan sempit itu tertutup oleh lebatnya semak belukar sehingga kalau tidak dicari dengan seksama, sulit untuk ditemukannya.

   Dengan kegirangan kembali Thiat Tiong-tong berpikir.

   "Dibalik celah sempit ini pastilah tempat tinggal manusia aneh itu"

   Tapi ingatan lain kembali melintas, pikirnya lebih jauh dengan sedih.

   "Berbicara dari kungfu yang kumiliki, kendati pun berhasil menemukan tempat tinggalnya, bukan berarti aku dapat menyelamatkan Leng-kong secara gampang...."

   Sementara dia masih melamun, mendadak dari belakang tubuhnya terdengar seseorang menegur sambil tertawa merdu.

   "Bocah bodoh, apa yang sedang kau tengok disitu?"

   Dengan perasaan terkejut Thiat Tiong-tong berpaling, entah sejak kapan dua orang gadis berambut hitam telah berdiri dibawah sinar senja yang mulai redup.

   Mungkin karena dia sedang melamun hingga kurang konsentrasi, maka tidak diketahui kehadiran mereka berdua.

   Kedua orang gadis itu mengenakan jubah panjang terbuat dari sutera yang halus, lembut lagi longgar, satu berwarna merah yang lain berwarna hijau dan panjangnya selutut hingga nampak jelas sepasang betisnya yang putih halus, kaki mereka terbungkus oleh sepatu terbuat dari rumput yang datar dan amat sederhana.

   Mereka berdua tidak lain adalah gadis yang pernah ikut bersama manusia aneh itu mengunjungi lembah kong-kok-san.

   Thiat Tiong-tong merasa terkejut bercampur girang, terkejut karena jejaknya ketahuan lawan, girang karena dugaannya ternyata tidak meleset, disitulah tempat tinggal manusia aneh itu.

   Dengan matanya yang jeli nona berbaju hitam itu memperhatikan wajah Thiat Tiong-tong berapa saat, kemudian tegurnya sambil tertawa.

   "Ternyata perhitungan kokcu tidak meleset, kau benar-benar datang kemari!"

   "Yaa, kalau memang sudah datang, ayohlah masuk ke dalam"

   Sambung nona berbaju hijau itu pula.

   "apa lagi yang kau perhatikan?"

   "Darimana dia tahu kalau aku bakal kemari?"

   Tanya Thiat Tiong-tong terperanjat.

   Dia duga manusia aneh itu benar-benar seorang manusia sakti yang bisa melihat masa depan, hingga apa yang bakal terjadi sudah diketahui terlebih dulu olehnya.

   Tentu saja dia tidak mengira kalau manusia aneh itu sesungguhnya adalah seorang jagoan silat yang berbakat alam, sekalipun tidak dapat meramal masa depan, namun perhitungan serta dugaannya selalu tepat.

   Ketika dia saksikan Yin Ping yang dihari biasa jarang meninggalkan dirinya tahu-tahu keluar lembah secara diam-diam, dia segera menduga kalau perempuan itu menaruh rasa cemburu terhadap Sui Leng-kong hingga sengaja memancing kedatangan Thiat Tiong-tong ke situ untuk menolong gadis tersebut.

   Sementara masih kaget bercampur ragu, kawanan gadis itu telah meluruk maju mendekat, satu menarik tangan Thiat Tiong-tong, yang lain menarik lengan bajunya sembari berseru.

   "Kokcu kami sudah menunggu, ayoh cepat masuk!"

   Tanpa membuang waktu lagi mereka menarik anak muda itu memasuki celah sempit di antara dinding bukit dan menuju ke dalam lembah.

   Thiat Tiong-tong hanya merasakan bau harum semerbak terendus disisi hidungnya, dia mencoba meronta namun tidak berhasil.

   Celah sempit itu lembab, gelap lagi tertutup rapat oleh semak yang lebat, untuk melewatinya maka orang harus berjalan satu per satu, begitulah, Thiat Tiong-tong dengan diapit dua orang gadis itu, satu di depan yang lain di belakang, berjalan menelusuri jalan setapak itu hampir seperminum teh lamanya.

   Tiba-tiba pemuda itu merasakan pandangan matanya jadi terang, ternyata pemandangan dihadapannya telah berubah jadi amat lebar dan terbuka, hembusan angin yang semilir ditambah bau harum bunga yang harum, membuat suasana disitu terasa nyaman dan mengesankan.

   Rupanya disudut celah yang sempit tadi merupakan sebuah lembah bukit yang luas dan lebar, lembah itu dikelilingi perbukitan diseke-lilingnya dengan pepohonan yang rimbun dan sebuah sungai kecil yang mengalir tenang.

   Sepanjang sungai kecil itu penuh ditumbuhi pohon Yang-liu, di antara rimbunnya dedaunan lamat-lamat tampak sebuah bangunan indah yang muncul dibalik bukit.

   Di depan bangunan indah itu merupakan sebuah tanah lapang dengan rumput yang dipotong pendek tapi rapi, diatas hamparan rerumputan nan hijau tergeletak puluhan macam alat musik, meja catur dan lain sebagainya.

   Thiat Tiong-tong tidak menyangka kalau di dunia pun terdapat alam seindah nirwana, tidak urung dia berdiri tertegun berapa saat lamanya.

   Terdengar nona berbaju merah itu berseru sambil tertawa cekikikan.

   "Saudara-saudaraku, apa indahnya melihat ikan disungai? Cepat kemari dan lihatlah si burung bodoh ini...."

   Rupanya disepanjang sungai kecil, dibalik pepohonan yang rimbun berkumpul belasan orang gadis cantik.

   Kawanan gadis itu hanya mengenakan kain tipis yang terbuat dari sutera, ketika berlarian terhembus angin, tampaklah dengan jelas lekukan tubuh mereka yang montok dan indah, ternyata dibalik kain sutera tipis itu, mereka berada dalam keadaan telanjang bulat.

   Thiat Tiong-tong hanya merasakan rangsangan yang hebat setelah melihat kawanan gadis bugil itu, buru-buru dia pejamkan matanya rapat rapat dan tidak berani memperhatikan lebih jauh.

   Dalam waktu singkat kawanan gadis itu sudah berada disisi tubuhnya, ada yang menarik bajunya, ada yang menarik lengan bajunya, bau harum yang menusuk hidung muncul dari empat arah delapan penjuru.

   Thiat Tiong-tong merasa gugup bercampur panik, dia mencoba mendorong kawanan gadis itu, tapi begitu jari tangannya menyentuh tubuh yang halus, lembut bagaikan kapas, dengan perasaan takut cepat dia menarik kembali tangannya.

   Sekalipun dia adalah seorang lelaki sejati berhati baja, tidak urung dibikin kelabakan juga setelah berada dalam kerumunan gadis bugil.

   Terdengar seorang gadis muda berseru sambil tertawa cekikikan.

   "Coba lihat tampangnya, dulu saja dia nampak gagah perkasa dan banyak akal hingga manusia pengecut takut mati itu dibuat kelabakan setengah mati, siapa sangka kalau hari ini dia sendiri yang justru seperti burung dungu"

   Ditengah gelak tertawa yang riuh, seorang gadis lain membelai pipi Thiat Tiong-tong dengan lembut, lalu katanya sambil menghela napas.

   "Sejak bertemunya tempo hari, aku sudah ingin mengelus pipinya, coba kalian lihat wajahnya, oooh....

   macam pahatan saja, sungguh indah dan mengesankan, akhirnya keinginanku itu kesampaian juga hari ini"

   "Tidak heran kalau nona cilik itu mati-matian menunggu kehadirannya"

   Seru gadis yang lain pula.

   "biar kokcu sudah membujuk dan merayu dengan cara apapun, dia tetap tidak menggubris dan ambil perduli, rupanya dia memang tampan sekali"

   Kelihatannya gadis itu baru pertama kali ini bertemu Thiat Tiong-tong, bukan saja mengaguminya, bahkan nona itu seperti menyesal kenapa bukan dia yang dicintai pemuda itu.

   Sementara Thiat Tiong-tong sendiri merasa sedikit agak lega setelah tahu kalau Sui Leng-kong masih berada dalam keadaan selamat.

   Tiba-tiba dari seberang sungai kecil terdengar seseorang berseru dengan suara nyaring.

   "Tamu sudah tiba kenapa tidak dipersilahkan masuk? Kawanan gadis itu sama-sama membuat muka setan sambil menjulurkan lidahnya kemudian menarik tangan pemuda itu dan diajak menyeberangi jembatan kecil.

   "Tolong lepaskan tangan kalian"

   Pinta Thiat Tiong-tong.

   "aku bisa berjalan sendiri!"

   Sambil tertawa kawanan gadis itu melepaskan tangannya.

   Thiat Tiong-tong menghembuskan napas lega, dia mencoba celingukan kesana kemari, ternyata setelah menyeberangi sungai mereka menelusuri sebuah jalan setapak yang terbuat dari batu warna warni, dikedua sisi jalan setapak itu penuh ditumbuhi aneka bunga yang indah dan semerbak.

   Jalan setapak itu langsung menghubungkan tempat itu dengan sebuah bangunan mungil, saat itulah kembali terdengar seseorang berseru dari balik ruangan sambil tertawa.

   "Tamu agung datang dari jauh, ayoh para budak, cepat ajak dia masuk ke dalam, aku malas untuk keluar menyambut"

   Nona berbaju merah itu tertawa lirih sambil menutupi mulutnya, dia segera berjalan duluan menuju ke sebuah serampi samping, ketika membuka pintu pagar maka bergemalah suara keleningan yang merdu.

   Manusia aneh itu dengan jubah merahnya sedang duduk diatas sebuah alas tidur yang terbuat dari batu kemala putih, di depan pembaringan adalah sebuah meja pendek dengan sebuah vas berisi aneka bunga dan sebuah jamban berisi aneka buah buahan.

   Beberapa orang gadis cantik berdiri disekelilingnya sambil meniup seruling dan bermain khiem, ketika melihat kemunculan Thiat Tiong-tong, meski irama musik tidak berhenti namun kerlingan mata kawanan gadis itu hampir semuanya tertuju ke arah anak muda itu.

   Ke empat dinding ruangan itu bersih berkilat bagai cermin, suasana dalam ruangan pun indah bagai sebuah lukisan, ketika Thiat Tiong-tong mencoba mengawasi sekitar situ, dia tidak tahu ada berapa banyak gadis cantik yang berada disana, dia pun tidak tahu ada berapa banyak kerlingan mata yang tertuju ke wajahnya.

   Sambil tertawa tergelak manusia aneh itupun berseru.

   "Wouw, seorang penebar bibit cinta yang luar biasa.

   Tidak nyana kau rela menempuh perjalanan sejauh ribuan li hanya untuk menyusul seorang nona.

   Tentu sudah kelelahan bukan selama perjalanan? Mari, mari, mari, duduklah kemari"

   Seorang gadis yang duduk diatas pembaringan batu itu segera bangkit berdiri dan memberikan tempat duduknya. Thiat Tiong-tong segera berpikir.

   
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Kalau ku tampik ajakan itu, dia pasti menduga hatiku cupat dan takut kepadanya...."

   Maka sambil tersenyum diapun berjalan mendekat dan duduk.

   Dia memang seorang pemuda yang cerdas, pemberani dan tidak terbiasa terkekang oleh adat yang bertele-tele, kendatipun dia sedikit lupa diri ketika menyaksikan suasana bak berada di nirwana tadi, namun hanya sekejap kemudian dia sudah berhasil mengen-dalikan diri.

   "Kau berani minum arak dan makan buah yang tersedia disini?"

   Tantang manusia aneh itu lagi sambil tertawa.

   Thiat Tiong-tong tersenyum, sahutnya.

   "Berbicara dari ilmu silat yang cianpwee miliki, buat apa mesti meracuni arak dan buah itu jika ingin membunuhku? Jangan lagi baru secawan dan sebiji buah, disuruh menghabiskan tiga kati pun aku sanggup"

   Manusia aneh itu tertawa terbahak-bahak.

   "Hahahaha.... bagus!"

   Serunya.

   Dia bertepuk tangan, seorang gadis muncul menghidangkan arak wangi, arak itu berwarna hijau dan harum baunya.

   Thiat Tiong-tong tahu, bila orang itu mengijinkan dirinya bertemu Sui Leng-kong maka dia tidak usah banyak bicara, sebab banyak omongpun tidak ada gunanya, oleh karena itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia mulai meneguk arak sambil menikmati buah-buahan.

   Kawanan gadis cantik yang berada disekitar sana hanya berdiri menonton sambil tertawa cekikikan, melihat itu si manusia aneh itu segera menegur sambil tertawa.

   "Dasar budak cilik, apa yang kalian tertawakan, cepat tunjukkan kebolehan kalian dihadapan tamu!"

   Kawanan gadis itu menyahut, irama musik pun berubah, dari nada yang halus lembut berubah jadi keras dan cepat, beberapa orang di antara mereka sudah mulai bertepuk tangan sambil menyanyi, ada pula yang tampil ditengah ruangan dan mulai menari.

   Tarian yang dibawakan kawanan gadis itu lembut dan indah, liukan pinggul yang bergetar bagai liukan ular ditambah dengan kibaran baju yang memperlihatkan betis putih mereka, membuat suasana disitu benar benar mengobarkan rangsangan syahwat.

   Kerlingan mata merekapun menggetarkan sukma, diiringi senyuman manis yang memikat tiba-tiba seorang gadis penari menjatuhkan diri ke dalam pelukan anak muda itu.

   Tapi Thiat Tiong-tong tetap duduk sambil memegang cawan, bukan saja tidak memandang kearah nona itu, menyentuh pun tidak.

   Melihat sikapnya yang kaku itu sambil tersenyum manusia aneh itu mengulapkan tangannya.

   "Sudahlah"

   Dia berseru.

   "biar kuajak sang tetamu mengunjungi tempat lain"

   Begitu dia selesai bicara, nyanyian dan tarian berhenti seketika, nona yang berada dalam pelukan Thiat Tiong-tong pun ikut bangkit berdiri, sambil menowel ujung hidungnya dia mengumpat lirih.

   "Dasar kau.... lebih kaku dari sebatang balok kayu"

   Thiat Tiong-tong hanya menghembuskan napas lega, cepat dia ikut bangkit berdiri.

   Sejujurnya, barusan diapun sedikit terangsang oleh ulah gadis cantik itu, masih untung dia sudah terbiasa menyembunyikan perasaan hingga orang lain tidak mengetahuinya.

   Kembali manusia aneh itu berkata sambil tertawa.

   "Jarang sekali ada orang yang sanggup berkunjung kemari, tapi sekarang kau sudah datang, berarti kaulah tamu agung kami.

   Kalau tidak kuajak melihat-lihat sekitar sini, kau pasti akan menuduhku berjiwa sempit!"

   Diam diam Thiat Tiong-tong berpikir.

   "Sampai sekarang dia sama sekali tidak menyinggung soal Sui Leng-kong, jangan-jangan dia sedang mengajakku untuk menjum-painya?"

   Sementara dia masih termenung, manusia aneh itu sudah beranjak pergi terlebih dulu.

   Setelah melewati berapa serambi dan beberapa bangunan rumah, Thiat Tiong-tong baru sadar kalau kesemuanya itu terdiri dari satu kesatuan bangunan besar, kendatipun dari luar bangunan itu kelihatan biasa tidak ada keistimewaan tapi dalamnya nyaris seluruhnya dibangun dari batu pualam putih yang bening dan berkilat hingga bangunan itu mirip sebuah istana salju yang bening bagai cermin.

   Perabot maupun dekorasi dalam ruangan pun indah, sederhana tapi penuh artistik, sama sekali tidak meninggalkan kesan kemewahan yang berlebihan.

   Tidak tahan kembali Thiat Tiong-tong berpikir sambil menghela napas.

   "Tampaknya manusia aneh ini memang seseorang yang sangat pandai menikmati hidup"

   Manusia aneh itu berjalan terus tiada hentinya, setelah melalui beberapa bilik, tiba-tiba Thiat Tiong-tong merasakan pandangan matanya silau, ternyata mereka telah tiba disebuah ruangan besar yang dipenuhi aneka batu permata, zamrud, intan permata serta benda berharga lainnya, boleh dibilang seluruh benda yang berada disitu rata rata indah dan mahal harganya.

   Thiat Tiong-tong pernah menjumpai tumpukan batu permata yang amat banyak ketika berada dalam gua harta tempo hari, waktu itu dia menganggap tumpukan barang berharga itu luar biasa dan tiada duanya dikolong langit, siapa tahu bila dibandingkan tumpukan harta yang dijumpai di tempat ini, apa yang pernah dilihatnya dulu ternyata masih tidak seberapa.

   Tidak tahan lagi dia menghela napas panjang.

   Dari atas sebuah meja, manusia aneh itu mengambil sebilah pedang yang gagangnya penuh ditaburi batu permata, ujarnya sambil tertawa.

   "Aku percaya kau memiliki ketajaman mata yang luar biasa, bagaimana menurut pandangan-mu tentang pedang ini?"

   Sewaktu ibu jarinya memencet sebuah tombol.

   "Criiiing!"

   Pedang itu sudah diloloskan dari sarungnya.

   Di antara dentingan suara yang nyaring bagai pekikan naga, cahaya pedang segera memancar ke empat penjuru, sinar yang amat menyilaukan mata membuat setiap benda yang berada dalam ruangan terlihat sangat jelas.

   "Pedang bagus!"

   Tidak tahan Thiat Tiong-tong berteriak memuji.

   Sekulum senyuman bangga tersungging di ujung bibir manusia aneh itu, sambil memandang sekeliling ruangan itu sekejap ujarnya.

   "Seluruh harta karun yang berada dalam ruangan ini merupakan hasil jerih payah leluhurku yang mengumpulkan sedikit demi sedikit, bagaimana menurut pendapatmu?"

   "Jarang dijumpai di tempat lain"

   "Bagaimana pula dengan kawanan nona cantik tadi?"

   Kembali manusia aneh itu bertanya sambil tertawa.

   "Semuanya cantik jelita bak bidadari dari kahyangan"

   Tiba-tiba manusia aneh itu menarik muka, katanya dengan nada berat.

   "Asal kau bersedia mengabulkan satu permintaanku, seluruh harta karun yang berada disini boleh kau angkut pergi, seluruh gadis cantik yang kau jumpai tadipun boleh kau pilih sesuka hatimu"

   "Apa permintaanmu itu?"

   Tanya Thiat Tiong-tong dengan perasaan hati sedikit tergerak.

   Manusia aneh itu tidak menjawab, dia tekan sebuah tombol diatas dinding batu kemala, tiba tiba muncul sebuah jendela kecil yang terbuat dari kaca kristal, tidak tahan Thiat Tiong-tong melongok ke dalam.

   Diseberang jendela merupakan sebuah ruangan mungil, didalam ruangan tersedia sebuah pembaringan yang terbuat dari batu kemala, seorang nona berbaju putih dengan rambut sebahu dan wajah cantik bak bidadari duduk termenung disitu, siapa lagi kalau bukan Sui Leng-kong? Di depan maupun dibelakang tubuhnya penuh bertumpuk aneka macam benda mestika yang mahal harganya, ada buah segar, ada pakaian indah, ada perhiasan mahal....

   ada pula setumpuk buku dan seekor burung kakaktua yang indah bulunya.

   Segala sesuatu yang tersedia disitu boleh dibilang merupakan benda benda yang paling disukai setiap wanita dikolong langit.

   Tapi Sui Leng-kong duduk diatas ranjang dengan wajah murung, kendatipun dia sedang memegang se

   Jilid buku, namun matanya tidak memandang ke arah buku itu, dia hanya duduk melamun.

   Thiat Tiong-tong seketika merasakan hatinya bergolak keras, hampir saja dia berteriak memanggil.

   Sambil tersenyum manusia aneh itu segera berkata.

   "Walaupun kau dapat melihatnya namun dia tidak dapat melihatmu, biar kau berteriak sampai serak pun jangan harap dia mendengar suara teriakanmu"

   Thiat Tiong-tong tertawa dingin.

   "Mengakunya saja seorang bulim cianpwee, tapi bisanya hanya menyekap seorang nona, enghiong macam apa pula dirimu itu"

   Ejeknya.

   Dia segera membuang muka dan tidak memperhatikan dirinya lagi.

   Manusia aneh itu sama sekali tidak menanggapi, katanya lagi perlahan.

   "Asal kau bersedia mengatakan dihadapannya bahwa selama hidup tidak akan bertemu lagi dengannya, seluruh harta karun dan wanita cantik yang ada disini boleh kau bawa pergi"

   Siapa yang tidak akan terpikat, siapa yang tidak akan tertarik dengan harta karun serta wanita cantik? Dia yakin Thiat Tiong-tong tidak bakal menampik tawarannya itu.

   Thiat Tiong-tong mendongakkan kepalanya dan tertawa keras.

   "Hahahaha....

   kusangka cianpwee adalah seorang tokoh yang luas pengetahuannya, siapa tahu...

   hehehehe....

   memangnya cianpwee anggap cayhe adalah manusia semacam itu?"

   Serunya. Berubah paras muka manusia aneh itu, serunya sambil tertawa dingin.

   "Jangan lupa, sampai detik ini dia masih berada dalam cengkeramanku, bila aku menggunakan kekerasan, memangnya dia bisa terbang ke langit?"

   Thiat Tiong-tong kembali tertawa.

   "Walaupun cianpwee salah menilai tentang diriku namun cayhe tidak bakal salah menilai diri cianpwee, bila kau ingin menggunakan kekerasan, buat apa mesti menunggu sampai hari ini!"

   Walaupun manusia aneh ini suka main wanita, tapi dia selalu bersikap angkuh dan tinggi hati, perkataan dari Thiat Tiong-tong barusan tepat menyentuh perasaan hatinya, kontan saja sikap maupun wajahnya berubah jadi lebih lembut dan ramah.

   Dia berjalan mengelilingi ruangan itu satu lingkaran, kemudian sambil menghentikan langkahnya berkata.

   "Kau sudah pernah melihat kepandaian silatku, bagaimana kalau aku membantu musuh-musuh besarmu menghadapi dirimu?"

   "Kepandaian silat yang cianpwee miliki sangat tangguh, belum pernah kujumpai sebelum ini, bila kau membantu musuh-musuhku, sudah jelas aku tidak mampu melawan kalian"

   Kembali manusia aneh itu tersenyum.

   "Bila kau bersedia mengabulkan permintaanku, aku segera akan turun tangan membantumu urttuk membunuh seluruh musuh besarmu itu!"

   Janjinya.

   Sesungguhnya manusia ini berwatak aneh, selama hidup dia paling enggan mencampuri urusan dunia persilatan, kalau bukan dipaksa oleh keadaan, tidak nanti dia akan mengucapkan perkataan tersebut.

   Hal inipun antara lain disebabkan sejak kecil dia sudah hidup manja, apa yang diinginkan selama ini, tidak ada yang berani menentang, semuanya dapat diperoleh secara gampang.

   Dalam perkiraannya semula, Sui Leng-kong pun akan diperoleh dengan gampang sekali tanpa harus menggunakan paksaan, siapa tahu, walau sudah menggunakan cara apa pun Sui Leng-kong tetap tidak menggubris dirinya.

   Semakin dingin sikap Sui Leng-kong terhadapnya, semakin bersemangat manusia aneh ini mengejarnya, namun diapun tidak ingin memperoleh gadis itu dengan cara paksaan, oleh sebab itu dia berusaha menjebak Thiat Tiong-tong dengan segala iming-iming, agar Sui Leng-kong mematikan perasaannya terhadap pemuda ini.

   Itulah sebabnya dia menggunakan pelbagai cara dan upaya memaksa Thiat Tiong-tong untuk mengabulkan permintaannya.

   Benar saja, Thiat Tiong-tong mulai tertarik dengan tawaran itu, dengan hati berdebar pikirnya.

   "Bila dia mau membantu, sudah jelas dendam kesumat Perguruan Tay ki bun akan terbalas"

   Tapi ingatan lain kembali melintas.

   "Tapi benarkah tindakanku ini, mengorbankan Sui Leng-kong demi masalah pribadi? Lagipula.... balas dendam atas penghinaan yang dialami Perguruan Tay ki bun menjadi kewajiban setiap anak muridnya, mana boleh aku libatkan orang lain?"

   Berpikir sampai disitu diapun tertawa hambar sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.

   "Benar-benar manusia yang tidak tahu diri!"

   Umpat manusia aneh itu sangat gusar.

   "Weess!"

   Dia ayunkan telapak tangannya langsung membacok tubuh Thiat Tiong-tong, serangannya cepat melebihi sambaran petir.

   Biarpun melihat datangnya serangan itu, Thiat Tiong-tong tidak mencoba untuk menghindar, segera terasa olehnya angin dingin menggulung wajahnya, tajam bagai sayatan pisau dan dingin menyesakkan napas.

   "Kau pingin modar?"

   Bentak manusia aneh itu gusar.

   Ditengah bentakan nyaring, pada detik yang terakhir dia tarik kembali serangannya itu.

   Terkesiap juga Thiat Tiong-tong melihat kesaktian lawan, apalagi melihat kemampuannya mengontrol tenaga pukulan, tapi dia berkata juga sambil tertawa hambar.

   "Bila cianpwee benar-benar akan menggunakan ilmu silatmu, jelas aku bukan tandinganmu, buat apa mesti bersusah payah menghindarkan diri?"

   Manusia aneh itu tertegun, telapak tangannya yang siap melancarkan bacokan lagi segera ditarik kembali, dengan gemas da menghentakkan kakinya sambil melontarkan pukulan ke muka.

   Kasihan barang mestika yang berada dihadapannya, termakan pukulan itu benda-benda berharga itu segera mencelat ke empat penjuru dan hancur berantakan.

   Dengan wajah tidak berubah jengek Thiat Tiong-tong dingin.

   "Biarpun tenaga pukulan cianpwee sangat hebat, ternyata nyalimu kecil sekali"

   "Apa kau bilang?"

   Teriak manusia aneh itu gusar.

   "Kalau cianpwee memang bernyali, kenapa tidak berani membiarkan aku bertemu dengan-nya?"

   Lagi-lagi manusia aneh itu tertegun, tiba-tiba bentaknya.

   "Ikut aku!"

   Sambil bicara dia segera beranjak pergi.

   Thiat Tiong-tong tahu, orang itu sudah termakan oleh ejekannya, dengan girang dia segera mengikuti di belakangnya menelusuri sebuah serambi panjang yang terbuat dari batu pualam.

   Meskipun antara ruangan penyimpan harta dengan ruangan dimana Sui Leng-kong tersekap hanya dipisahkan oleh sebuah dinding, namun jalan untuk menuju ke sana ternyata amat jauh dan penuh dengan liku-liku dan tikungan, orang akan tersesat bila tidak mengikuti petunjuk jalan.

   Dalam sekilas pandang Thiat Tiong-tong dapat menangkap kalau letak jalan berliku itu diatur sesuai dengan ilmu barisan, namun dia tidak menggubris, kini dirinya sudah berada dalam sarang harimau, maka dia tidak akan ambil perduli terhadap persoalan lain.

   Beberapa saat kemudian tibalah mereka diujung sebuah jalan, suara nyanyian Sui Leng-kong terderigar bergema dari balik tirai.

   Suara nyanyiannya merdu merayu, terdengar dia sedang bersenandung.

   "Janganlah sakit rindu, rindu membuat kau cepat tua.

   Dari pada pikiran pusing dan jenuh, lebih baik sakit rindu"

   Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Hmm, apa enaknya sakit rindu?"

   Dengus manusia aneh itu sambil melangkah masuk ke dalam ruangan, tapi begitu bertemu Sui Leng-kong, seluruh hawa amarahnya hilang lenyap seketika.

   Sui Leng-kong pun sudah melihat kehadiran Thiat Tiong-tong yang berada di belakangnya, dia sedikit tertegun sambil memandang melongo, tidak tahu harus sedih atau gembira, bahkan buku yang berada dalam genggaman pun terjatuh tanpa terasa.

   Sorot mata mereka saling menatap tanpa berkedip, seakan tidak ingin saling berpisah kembali.

   Menyaksikan adegan itu, manusia aneh tersebut merasa murung bercampur masgul, dia tidak dapat mengutarakan bagaimana perasaan hatinya sekarang.

   Lama kemudian akhirnya dia berteriak keras.

   "Setelah saling bertemu kenapa tidak segera bicara!"

   Namun sepasang muda mudi itu masih saling menatap tanpa bicara, dalam keadaan seperti ini, biar ada berjuta patah kata pun tidak sepotong kata yang mampu diutarakan, mereka merasa berdiam diri jauh lebih mesrah ketimbang bicara.

   Dari atas meja manusia aneh itu memetik berapa biji anggur, sambil mengunyah dia berjalan mondar mandir di antara ke dua orang itu, tanpa sadar anggur berikut bijinya tertelan semua.

   Sebetulnya anggur itu dari jenis yang langka, selain manis pun harum, tapi sekarang dia tidak bisa membedakan bagaimana rasanya buah itu, mulutnya bergumam terus tiada hentinya.

   "Gampang! Gampang....

   aaai, susah! Susah! Susah!"

   Terdengar suara cekikikan berkumandang dari balik pintu, Yin Ping sambil membopong kucing kesayangannya, Ping-nu berjalan masuk ke dalam.

   Sambil berjalan ke samping Thiat Tiong-tong dan tertawa, ujarnya.

   "Adik cilik, tahukah kau apa yang dia maksud sebagai gampang? Dan apa pula yang susah?"

   Dengan penuh rasa berterima kasih Thiat Tiong-tong meliriknya sekejap, kemudian sahutnya sambil tersenyum.

   "Gampang untuk membunuhku saat ini juga, namun meski berhasil membunuhku, kalau ingin Sui Leng-kong melupakan aku, sulitnya melebihi mendaki ke puncak langit"

   Sambil tersenyum Yin Ping berpaling ke arah manusia aneh itu, tanyanya.

   "Benarkah yang dia katakan?"

   Manusia aneh itu tertawa.

   "Pemuda yang kau giring kemari tentu saja memiliki kecerdasan otak yang luar biasa"

   "Kalau memang luar biasa, berarti kaupun tahu kalau selama hidup jangan harap bisa membuat gadis itu berpaling darinya, kalau memang begitu....

   lebih baik bebaskan saja dirinya! "Hmm, tidak segampang itu!"

   Seru manusia aneh itu sambil menarik muka.

   Tiba-tiba Sui Leng-kong melompat bangun dan menjatuhkan diri berlutut dihadapannya, sambil menyembah pintanya.

   "Dari pada kau menyekapku terus disini hingga menimbulkan rasa benciku terhadapmu, lebih baik bebaskanlah aku, selama hidup aku tidak akan melupakan kebaikanmu!"

   Ucapan itu diutarakan dengan air mata berlinang, wajahnya kelihatan menyedihkan sekali, jangankan manusia biasa, orang berhati baja pun pasti akan tergerak hatinya setelah menyaksikan raut mukanya itu.

   Manusia aneh itu memandangnya berapa kejap, kemudian ujarnya sambil tertawa getir.

   "Tentu saja aku tidak berharap kau membenciku, Cuma....

   biarpun aku bebaskan dirimu dan persilahkan kau segera pergi dari sini, tapi apa gunanya kau selalu teringat kebaikanku? Apa manfaatkan bagiku pribadi?"

   "Kalau begitu....

   kalau begitu bunuh saja aku!"

   "Aaaai, apalagi disuruh membunuhmu....

   mana aku tega?"

   Manusia aneh itu mendongakkan kepalanya menghela napas panjang.

   "Kau enggan membebaskannya, tidak ingin membunuhnya pula, apa sebenarnya maksudmu?"

   Tegur Thiat Tiong-tong.

   "Benar"

   Seru Yin Ping pula sambil tertawa.

   "sebenarnya apa keinginanmu, paling tidak biarlah orang lain mengerti, kalau keadaan dibiarkan berlarut terus semacam ini, memangnya kau anggap selamanya aku tidak bisa cemburu?"

   "Ooh, rupanya kaupun mengerti cemburu...."

   Manusia aneh itu tertawa geli. Kemudian setelah berjalan mondar-mandir berulang kali sambil menggendong tangan, mendadak dia menghentikan langkahnya seraya berseru.

   "Aaah, ada akal!"

   "Bagaimana?"

   Tanya Thiat Tiong-tong cepat.

   "Bila kau berhasil menembusi delapan barisanku, kalian berdua akan segera kubebaskan!"

   Berubah paras muka Yin Ping.

   "Tapi.... tapi delapan barisan Pat-bun-tin itu...."

   Serunya sambil tertawa paksa.

   "Tapi kenapa!"

   Tukas manusia aneh itu sambil tertawa.

   "tempo hari, aku sendiripun harus menembusi delapan barisan itu sebelum mendiang ayah mengijinkan aku turun gunung!"

   "Siapa pun tahu kalau kau adalah seorang manusia berbakat alam dalam dunia persilatan, ada berapa orang di dunia ini yang mampu menandingimu? Sementara dia.... aaai, dia pun tidak terlalu jelek!" "Hahahaha.... kalau memang tidak terlampau jelek, apa salahnya kalau dicoba?"

   Jelas perkataan terakhir ini sengaja ditujukan kepada Thiat Tiong-tong. Diam diam pemuda itu berpikir.

   "Kalau kau saja mampu menembusi, kenapa aku tidak?"

   Selama pertarungan itu berlaku adil, dia memang merasa tidak perlu takut untuk menghadapinya, maka dengan suara lantang sahutnya.

   "Baik!"

   "Kalau begitu, ikutlah aku!"

   Kata manusia aneh itu sambil tersenyum.

   Selesai bicara, dia bergerak terlebih dulu mengajak beberapa orang itu menuju ke dalam sebuah bilik batu.

   Bilik batu itu berbentuk segi delapan dengan delapan buah pintu, setiap pintu ditutup dengan sebuah tirai berwarna, masing-masing berwarna merah, kuning tua, kuning muda, hijau tua, hijau muda, biru, ungu dan hitam.

   Tidak diketahui apa isi dibalik setiap pintu tersebut.

   Di depan pintu bertirai itu terdapat beberapa buah meja batu dengan bangkunya, buah buahan segar, arak wangi serta teh harum tersedia lengkap disitu komplit dengan cawan-cawan kemalanya.

   "Delapan pintu sudah terlihat, tapi dimana letak barisan nya...."

   Diam-diam Thiat Tiong-tong berpikir.

   Terdengar manusia aneh itu bertepuk tangan sekali, kecuali pintu berwarna hitam, dari ke tujuh pintu lainnya segera bermunculan tujuh orang gadis cantik yang mengenakan pakaian berwarna warni.

   Setiap gadis itu mengenakan pakaian sesuai dengan warna pintunya, yang merah memakai baju merah, yang hijau mengenakan baju warna hijau.

   Ke tujuh orang gadis itu rata-rata berwajah cantik rupawan, selain beda warna, potongan pakaian yang mereka kenakan pun berbeda satu dengan lainnya, ada yang memakai gaun lebar, ada yang memakai gaun pendek, ada yang bercelana ketat, ada pula yang bercelana pendek.

   Sambil menghela napas dihati, pikir Thiat Tiong-tong.

   "Hampir semua gadis itu cantik jelita, entah dari mana saja dia mengumpulkannya, gadis secantik inipun masih tidak pantas menjadi bininya, aku lihat...."

   Belum selesai dia berpikir, tampak ada enam orang gadis cantik telah maju mengepungnya.

   "Barisan inikah yang harus kutembusi?"

   Thiat Tiong-tong segera menegur dengan kening berkerut.

   "Hahahaha.... tepat sekali", jawab manusia aneh itu dengan tawa tergelak.

   "barisan semacam ini hanya ada di nirwana dan jangan harap menemukan keduanya dikolong langit. Jadi meski nanti kau gagal menembusi ilmu barisan ini, paling tidak kau punya hokkie untuk menikmatinya"

   "Bagaimana aku harus menembusinya, dengan cara apa menentukan menang kalahnya?"

   "Ilmu barisan ini bernama ilmu barisan bidadari telanjang...."

   Manusia aneh itu menerangkan sambil tertawa.

   Begitu mendengar nama tersebut, sepasang alis mata Thiat Tiong-tong berkerut semakin kencang.

   Terdengar manusia aneh itu berkata lebih jauh.

   "Biarpun ilmu silat yang dimiliki ketujuh orang budak cilik ini tidak terlampau tinggi, namun kemampuan mereka sangat hebat, ketika mereka bertujuh mengepung dirimu nanti, sambil menelanjangi diri sendiri mereka pun akan berusaha menelanjangi dirimu, ketika mereka selesai melucuti semua pakaian yang dikenakan sementara pakaian mu sama sekali tidak berhasil dilucuti oleh mereka, maka kau akan dianggap memenangkan setengah dari pertarungan ini, sisanya yang setengah....

   hahahaha....

   lebih baik kita bicarakan nanti saja setelah kau berhasil menangkan setengah pertandingan ini"

   Thiat Tiong-tong merasa tercengang bercampur kaget, untuk sesaat dia hanya bisa berdiri melongo dengan mata terbelalak.

   Sementara Sui Leng-kong sendiripun hanya bisa berdiri melongo dengan pipi bersemu merah, merah lantaran jengah.

   Gelak tertawa manusia aneh itu semakin menunjukkan kebanggaan, ujarnya lagi.

   "Aku yakin belum pernah ada jago persilatan yang pernah menjumpai ilmu barisan bidadari telanjangku ini, barangsiapa berhasil menembusnya, kungfu yang dimiliki boleh dibilang sangat hebat!"

   Diam-diam Thiat Tiong-tong berpikir.

   "Meskipun ilmu barisan ini langka dan luar biasa hebatnya, toh aku bukan orang mati yang tidak mampu berkelit, masa akan kubiarkan mereka meloloskan pakaianku...."

   Berpikir begitu segera tanyanya dengan suara keras.

   "Berapa lama waktu yang mereka bertujuh butuhkan untuk melucuti semua pakaiannya?"

   "Hahahaha.... mereka bertujuh akan tidak berhenti melepaskan pakaian, melepas terus sampai benar-benar telanjang!"

   Thiat Tiong-tong berpikir sejenak, kemudian katanya lagi dengan suara lantang.

   "Bagaimana pula jika aku berhasil merobohkan mereka semua di saat ketujuh orang itu sedang menanggalkan pakaiannya dan berhasil lolos dari dalam barisan?"

   "Jika kau mampu merobohkan mereka semua, tentu saja kaulah yang akan keluar sebagai pemenang"

   Kembali Thiat Tiong-tong berpikir.

   "Biarpun kungfu yang mereka bertujuh miliki cukup tangguh, bukankah mereka harus menanggalkan pakaiannya satu per satu, dalam keadaan begini mana mungkin mereka bisa bersilat? Kenapa tidak kumanfaatkan kesempatan itu untuk merobohkan mereka?"

   Berpikir sampai disini, diapun membenahi pakaian sendiri seraya menyahut.

   "Baiklah, silahkan nona semua mulai turun tangan"

   Kawanan gadis cantik itu tertawa merdu, dengan cepat mereka bergerak maju dan mengelilingi anak muda itu dari jarak berapa meter, belum lagi tubuhnya yang bahenol, cukup gelak tertawa mereka yang merdu pun sudah mampu menggetarkan hati.

   Tiba-tiba Sui Leng-kong berteriak keras.

   "Tunggu sebentar, bagaimana pula jika dia....

   dia kalah?"

   Manusia aneh itu tertawa tergelak.

   "Hahahaha....

   jika dia kalah, akan kuberi satu kesempatan lagi, coba kau lihat ukiran manusia di dinding sekeliling ruangan, hampir semuanya terukir gerakan untuk memecahkan barisan ini, asal dalam tujuh hari dia berhasil mempelajari kungfu yang tertera di dinding dan mampu menjebol barisan ini....

   hahahaha....

   aku jadi teringat, dulu akupun harus mempelajari cara untuk menjebol ilmu barisan ini dalam tujuh hari"

   Sui Leng-kong mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, benar saja, diatas dinding penuh dengan ukiran manusia yang melakukan gerakan silat, tanpa terasa dia menundukkan kepalanya seraya berkata.

   "Kalau begitu cara kerjamu cukup adil" "Hahahaha...

   kalau tidak adil, kenapa aku tidak turun tangan sendiri? Kalau ingin bersaing dengan seseorang, tentu saja kita mesti kalahkan dia secara adil"

   Perlahan-lahan dia berjalan menuju ke muka pintu bertirai hitam, ujarnya lebih jauh sambil tertawa.

   "Bagaimana kalau geser kemari untuk menonton jalannya pertarungan?"

   Sambil tertawa Yin Ping mengintil di belakangnya, sementara Sui Leng-kong melirik sekejap ke arah manusia aneh itu sembari berpikir.

   "Meskipun orang ini rada menjengkelkan, ternyata ada banyak hal sikapnya tidak terlepas dari sikap seorang kuncu"

   Pikiran ini seketika menimbulkan kesan baik dihati kecilnya, setelah menghela napas imbuhnya.

   "Padahal kau sudah memiliki begitu banyak gadis cantik, kenapa.... kenapa justru tidak mau melepaskan aku?"

   Manusia aneh itu hanya bersandar diatas ranjangnya tanpa menjawab, sementara Yin Ping menyahut setelah tertawa terkekeh.

   "Adikku, terus terang aku beritahu, semakin kau tolak keinginannya, dia semakin berminat untuk mendapatkan dirimu"

   "Be....

   begitu rendahkah pandangan seorang lelaki?"

   Bisik Sui Leng-kong agak tertegun.

   Ungkapan ini kontan membuat manusia aneh itu tertegun dengan mata terbelalak dan mulut melongo, sedangkan Yin Ping tertawa makin terpingkal.

   Lewat sesaat kemudian manusia aneh itu baru menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir, lalu sambil bertepuk tangan serunya.

   "Irama musik, barisan segera mulai!"

   
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Ketika suaranya yang nyaring bergema keluar dari ruangan, irama musik pun segera berkumandang.

   Irama musik yang dibawakan lembut, halus dan amat menyegarkan perasaan, berbareng itu juga kawanan gadis cantik itu mulai berputar mengelilingi arena sembari membawakan gerak tarian yang indah.

   Melihat ke tujuh orang gadis itu hanya berputar tanpa ada niat turun tangan, tidak tahan Thiat Tiong-tong segera berseru.

   "Ayohlah mulai tanggalkan pakaian kalian!"

   Tapi secara tiba-tiba dia seperti teringat akan sesuatu, kontan pipinya berubah jadi merah padam lantaran jengah.

   Terdengar Yin Ping sudah mengumpat sambil tertawa cekikikan.

   "Dasar lelaki tidak tahu malu, masa memaksa gadis muda untuk menanggalkan pakaiannya...."

   Sui Leng-kong sendiri meski pikirannya dipenuhi dengan pelbagai masalah, tidak urung dia ikut tertawa juga setelah mendengar perkataan itu.

   Dalam pada itu irama musik tiba-tiba berubah, dari alunan yang memanjang berubah jadi irama yang semakin lembut.

   "Kau tidak perlu tergesa-gesa"

   Terdengar nona berbaju merah itu menyahut sambil tertawa ringan.

   "sekarang kami akan mulai telanjang...."

   Terlihat dia memutar separuh tubuhnya sambil menggerakkan jari tangannya yang lentik, mantel sutera yang berada dipundaknya bagaikan selapis awan berwarna merah melayang ke arah depan Thiat Tiong-tong.

   Jangan dilihat mantel sutera merah itu halus dan ringan, ketika dilempar dari tangannya segera terdengar suara deruan angin tajam yang memekikkan telinga.

   Kehebatan daya serangannya ternyata tidak berada dibawah kemampuan sebilah senjata yang amat lihay.

   Thiat Tiong-tong tidak berani berayal, cepat dia menggerakkan tubuhnya untuk menghindar.

   Waktu itu seorang nona berbaju kuning tua telah melepaskan gaun pendeknya dan dilontarkan ke arah tubuhnya.

   Di antara kibaran kain, tampak ujung gaun itu mengancam jalan darah Ciang bun hiat di iga Thiat Tiong-tong, bukan saja ilmu Huat hiat jiu hoat yang digunakan jarang dijumpai dalam dunia persilatan, ketepatannya mengarah sasaran pun sangat mengerikan.

   Dalam kagetnya cepat Thiat Tiong-tong maju selangkah sambil menekuk pinggang.

   Suara tertawa cekikikan kembali berkumandang dari belakang tubuhnya, selembar selendang hijau dengan membawa desingan angin tajam telah mengancam Ming bun hiat di tulang belakangnya.

   Setelah bertarung tiga gebrakan, Thiat Tiong-tong mulai sadar bahwa setiap gerakan nona-nona itu ketika menanggalkan pakaiannya ternyata mengandung jurus serangan yang sangat lihay.

   Sekalipun setiap gerakan yang mereka lakukan sangat halus, lembut, hangat dan penuh godaan, namun perubahan jurus serangan yang digunakan susah ditebak arah sasarannya bahkan kerja sama ke tujuh orang itu boleh dibilang sangat rapat bagaikan jaring langit, jurus demi jurus dilancarkan secara berangkai dan tiada putusnya, boleh dibilang mereka sama sekali tidak memberi kesempatan kepada lawan untuk berganti napas.

   Bukan hanya begitu, irama musik yang dipadukan dengan gerak tarian esotik cukup membuat perasaan setiap lelaki berdebar keras, gampang menimbulkan rangsangan yang membuat pikiran jadi kalut.

   Thiat Tiong-tong merasa terkejut, keheranan bercampur ngeri, meskipun dengan sekuat tenaga dia masih mampu mempertahankan diri, namun belasan gebrakan kemudian peluh sudah mulai membasahi punggungnya, gerak serangan yang dilancarkan pun mulai bertambah sulit.

   Perlu diketahui, jurus serangan yang dilancarkan berdasarkan gerakan menanggalkan pakaian boleh dibilang merupakan gerak serangan yang aneh dan tidak pernah dijumpai dalam dunia persilatan, apalagi menggunakan pakaian sebagai pengganti senjata, hal ini cukup membuat orang kerepotan dibuatnya.

   Apalagi ketika ditambah dengan irama musik serta tarian esotik yang gampang bikin pikiran jadi kalut, boleh dibilang ilmu barisan bidadari telanjang ini merupakan sebuah ilmu barisan yang sangat mematikan.

   Sui Leng-kong yang menonton jalannya pertarungan dari sisi arena pun diam-diam mulai tercekat perasaan hatinya.

   Terdengar manusia aneh itu berseru sambil tertawa.

   "Coba kalian saksikan ilmu barisan tujuh bidadariku, pantas bukan disebut sebagai barisan nomor wahid dikolong langit!"

   Yin Ping menghela napas panjang.

   "Aaaai, ilmu barisan lain meski ada yang sangat lihay namun kalah uniknya dibandingkan ilmu barisan, biarpun ada yang unik namun tidak ada yang menggetarkan sukma seperti kawanan gadis muda itu.

   Selama mengembara di dalam dunia persilatan, pelbagai macam ilmu barisan telah kujumpai namun jarang ada yang selihay, seaneh, seunik dan sedemikian merangsang hati orang seperti saat ini.

   Aaaai, harus diakui ilmu barisan ini sangat tangguh dan mungkin hanya keluarga mu yang mampu menciptakan ilmu barisan semacam ini"

   Dengan penuh kebanggaan manusia aneh itu tertawa terbahak bahak.

   "Hahahaha.... tontonan hebat masih berada di belakang, tunggu saja saatnya nanti"

   Dalam pada itu irama musik kembali berubah, kali ini iramanya mirip sekali dengan dengusan serta desisan seorang wanita yang hampir mencapai orgasme.

   Senyuman yang menghiasi kawanan gadis cantik itu kelihatan semakin menggoda, pakaian yang dikenakan pun sudah sebagian di tanggalkan, ada yang tampak pahanya yang putih, ada yang kelihatan lengannya yang mulus, ada pula yang kelihatan sebagian payudaranya yang montok dan merangsang, bahkan ada pula yang gaunnya sudah turun dibawah perut....

   Sebagaimana diketahui, warna pakaian yang mereka kenakan sama sekali berbeda, cara mereka menanggalkan pakaian pun berbeda, itulah sebabnya jurus serangan yang digunakan pun terdiri dari aneka ragam cara, tapi semua jurus serangan yang digunakan boleh dibilang ampuh dan mematikan.

   Thiat Tiong-tong telah mengerahkan segenap kemampuannya untuk menyelamatkan diri, angin pukulan yang menderu serta gerak serangan yang aneh telah dia gunakan namun masih terasa sulit untuk menanggulangi ancaman yang tiba.

   Mendadak terdengar si nona berbaju kuning muda berseru sambil tertawa.

   "Coba lihat, indah bukan paha ku?"

   Di antara gerakan jari tangannya yang lentik, ikat pinggangnya sudah dilepas dan gaun panjang yang dikenakan pun mulai terlepas ke bawah.

   Kemudian kaki kanannya menggaet ke samping, tahu-tahu paha putihnya sudah melayang kemuka melancarkan serangkaian tendangan berantai.

   Dengan jurus burung belibis terbang bersama, dia tendang pinggang Thiat Tiong-tong, karena harus mengangkat tinggi kakinya, otomatis bagian tubuhnya yang paling rahasia pun terlihat dengan jelas.

   Kontan Thiat Tiong-tong merasakan jantungnya berdebar keras, ketika melihat datangnya tendangan berikut, karena merasa tidak sanggup menghadapinya, cepat dia melompat mundur ke belakang.

   "Hahahaha....

   kau tetap terkena tendangan ku!"

   Seru nona berbaju kuning itu sambil tertawa.

   Sepatunya ditendangkan keras-keras ke depan, diiringi desingan angin tajam, benda itu meluncur keluar bagaikan sambitan sebuah senjata rahasia.

   Jurus serangan ini sangat tangguh, siapa pun tidak akan berpikir sampai ke situ.

   Waktu itu tubuh Thiat Tiong-tong masih berada ditengah udara, ketika melihat ada empat buah sepatu menyergap tiba dari arah belakang dengan membawa desingan angin tajam, cepat dia rentangkan lengan sambil melepaskan tendangan, maksudnya dua buah sepatu yang datang paling duluan hendak dirontokkan terlebih dulu.

   Siapa sangka sepatu itu meluncur datang dengan ketepatan yang luar biasa, sedikitpun tidak kalah dengan kehebatan senjata rahasia, tahu-tahu dua buah sepatu yang berada dibelakang meluncur lebih cepat, mendahului sepatu sebelumnya dan menghantam sepasang lutut anak muda itu.

   Kejadian ini sama sekali diluar dugaan Thiat Tiong-tong, melihat tidak ada tempat lagi untuk berkelit, cepat tubuhnya berjumpalitan di udara kemudian meluncur turun ke bawah, sambil pejamkan mata dia lontarkan sepasang kepalan-nya ke depan.

   Anak muda ini merasa tidak tega untuk menyaksikan bagian tubuh terlarang dari si nona yang kelihatan sewaktu melontarkan tendangan, itulah sebabnya dia melancarkan serangan sambil pejamkan mata, tapi angin pukulan yang menderu memaksanya mau tidak mau harus mundur.

   "Jurus serangan bagus!"

   Puji Yin Ping sambil bertepuk tangan.

   "Belum tentu bagus sekali"

   Tukas manusia aneh itu cepat.

   "bagaimana menurutmu Sui Siau-moay?"

   Saat itu Sui Leng-kong sudah dibuat berkunang matanya oleh gerak serangan kawanan gadis itu, jangan lagi menjawab, belum tentu dia mendengar pertanyaan itu.

   Seorang nona berbaju ungu tiba-tiba mengangkat kakinya, gaun panjangnya yang lebar segera tersingkap lebar hingga tertinggal celana ketatnya berwarna hijau muda serta sebuah kaos tipis yang membalut paha mulusnya.

   Waktu itu kelima ujung jari kirinya yang tajam sudah ditusukkan ke dalam kaos sementara tangan kanannya memegang ujung yang lain, begitu ditarik diapun meloloskan kaos kaki tadi kemudian disabetkan ke muka.

   Bagaikan sebuah cambuk panjang, kaos itu meluncur ke depan dan menghajar wajah Thiat Tiong-tong, serunya sambil tertawa merdu.

   "Coba kau endus bau kaos kakiku!"

   Menggunakan kesempatan itu kakinya melancarkan japitan dari atas dan bawah, hebatnya luar biasa.

   Thiat Tiong-tong benar-benar dibuat menangis tidak bisa tertawapun tidak dapat, mana mungkin dia berani menghadapi jurus serangan semacam itu.

   Belum sempat bertindak sesuatu, dari arah belakang kembali terdengar seseorang berseru sambil tertawa.

   "Kalau kau segan mengendus miliknya, coba-lah mengendus milikku ini!"

   Betul saja, lagi lagi selembar kaos kaki berwarna hijau muda meluncur tiba bagaikan sebuah bianglala.

   Biar keteter hebat dan terjerumus ke dalam kondisi yang berbahaya, Thiat Tiong-tong sama sekali tidak panik, dengan satu lompatan kilat dia menerobos kemuka dan meloloskan diri dari datangnya ancaman.

   Sebenarnya diapun bisa menggunakan kesempatan itu untuk melancarkan serangan, meski belum tentu akan melukai lawan, paling tidak bisa meringankan beban tekanan yang datang.

   Siapa sangka begitu sorot matanya terbentur dengan sepasang paha yang putih mulut iu, kembali hatinya ragu, jurus serangan yang sudah dipersiapkan pun tidak sanggup lagi dilanjutkan.

   Sementara itu gaun baju si nona berbaju merah yang berada dihadapannya telah ditanggalkan semua, kini dia hanya mengenakan selembar pakaian dalam yang tipis dan berwarna merah menyala, warna merah yang amat kontras dengan kulit tubuhnya yang putih.

   Tidak jelas dengan cara apa nona itu melepaskan pakaian dalamnya yang ketat, yang pasti dengan jurus serangan yang ampuh pakaian dalam itu langsung menggulung ke atas kepala pemuda itu.

   Tanpa berpikir panjang Thiat Tiong-tong melontarkan sepasang kepalannya ke depan, dengan jurus Hek hau tau sim (macan hitam mencuri hati) dia hantam dada lawan.

   Rupanya setelah melancarkan serangannya tadi, pertahanan di depan dada nona berbaju merah itu terbuka lebar, satu kesempatan baik baginya untuk merobohkan lawan.

   Jurus serangan macan hitam mencuri hati pun merupakan sebuah gerakan yang mengubah posisi menyerang jadi bertahan, sebuah gerakan yang paling pas untuk memunahkan datangnya ancaman.

   Tapi baru saja jurus serangan itu dilontarkan, pemuda itu segera merasa gelagat tidak benar, ternyata dada nona itu sudah berada dalam keadaan bugil, Thiat Tiong-tong hanya merasakan matanya berkunang, terutama setelah menyaksikan sepasang payudara si nona yang montok merangsang, serangannya tidak lagi mampu dilanjutkan.

   Semua kejadian itu berlangsung dalam waktu singkat, begitu dia lengah tahu-tahu sepasang lengannya berhasil digapit lawan.

   Nona bebaju merah itu tertawa cekikikan, pakaian dalamnya langsung dikerudungkan keatas kepala Thiat Tiong-tong, sementara ke sepuluh jari tangannya mulai melepaskan kancing pakaian pemuda itu.

   Terkejut bercampur gusar Thiat Tiong-tong berusaha meronta, siapa tahu jalan darah Ci ti hiat dikedua belah ketiaknya sudah tertotok, kontan seluruh tubuhnya tidak mampu bergerak lagi.

   Menyaksikan kesudahan pertarungan itu, manusia aneh itu tertawa terbahak-bahak, serunya.

   "Budak sekalian, jangan robek pakaiannya, mengerti? Kalian mesti melucutinya satu per satu, dengan begitu baru akan tampak kehebatan dari ilmu barisan tujuh bidadari"

   "Kalau mesti merobek pakaiannya, kenapa mesti menunggu sampai sekarang?"

   Sahut nona berbaju merah itu sambil tertawa.

   "hey, tidak usah kuatir, kami tidak bakal merusak sebuah kancing baju mu pun!"

   Baru selesai dia bicara, pakaian atas Thiat Tiong-tong telah dilucuti olehnya, hal ini membuat pemuda itu berdiri kaku.

   Dia mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, tampak kawanan gadis cantik yang mengelilingi tubuhnya sedang memandang sambil tertawa, meskipun sebagian sudah memperlihatkan kaki dan tangan mereka yang putih mulus, namun tidak seorangpun di antara mereka yang sudah berada dalam keadaan bugil, hal ini membuktikan bahwa dialah yang telah menderita kekalahan.

   Terdengar si nona berbaju kuning muda yang berada disamping kanannya menegur sambil tertawa.

   "Apa yang kau perhatikan? Kalau ingin menyalahkan, salahkan diri sendiri, coba kalau bisa bertahan sebentar saja, niscaya kami....

   kami...."

   "Hey budak cilik1 si nona berbaju hijau muda yang berada disisinya segera menyela.

   "kalau ingin bicara, cepatlah bicara, kenapa mesti malu malu kucing?"

   Nona berbaju kuning muda itu segera tertawa cekikikan.

   "Coba kalau kau bisa bertahan sebentar lagi, sudah pasti mata mu akan kenyang melihat pemandangan indah, tahu?"

   Sambil berkata dia membusungkan dadanya yang montok.

   Cepat-cepat Thiat Tiong-tong memejamkan matanya, entah karena malu atau merasa masgul.

   Sementara itu si nona berbaju merah telah berseru sembari mengibarkan pakaian atas yang dikenakan Thiat Tiong-tong.

   "Pakaian orang lelaki memang selalu bau, bau keringat, bau kelakian, siapa di antara kalian yang mau...."

   Belum selesai dia bicara, sesosok bayangan manusia telah melesat ke tengah udara dan meluncur ke depan dengan gerakan indah, orang itu tidak lain adalah Sui Leng-kong.

   Nona itu berdiri dengan wajah murung bercampur sedih, namun sinar matanya memancarkan cahaya kegusaran, hardiknya.

   "Bawa kemari!"

   Sambil berbicara dia merebut pakaian yang berada ditangan gadis berbaju merah itu.

   Cepat si nona menarik tangannya sambil menyembunyikan pakaian itu ke belakang tubuhnya, setelah mundur dua langkah, serunya.

   "Cisss, tidak tahu malu, pakaian ini toh bukan milikmu, kenapa kau yang berusaha merebutnya!"

   "Bawa....

   bawa kemari baju itu!"

   Gadis ini memang tidak terbiasa ribut dengan orang lain, kini saking jengkelnya dia sampai tidak mampu berkata-kata, wajahnya yang semula putih pucat kini berubah jadi merah dadu, tapi justru menambah kecantikan wajah-nya.

   Untuk berapa saat manusia aneh itu hanya bisa mengawasi dengan wajah kesemsem.

   Terdengar nona berbaju merah itu berkata lagi.

   "Huuuh, apa gunanya pakaian bau ini bagi kami? Tapi kalau kau menginginkan, aku justru sengaja tidak mau serahkan kepadamu, bukan begitu adik adikku?"

   Sejak awal kawanan gadis cantik itu memang sudah merasa cemburu kepada Sui Leng-kong yang dianggapnya telah merebut perhatian serta kasih sayang manusia aneh itu terhadap mereka, kontan saja semua orang bertepuk tangan sambil bersorak.

   "Betul, betul, jangan berikan kepadanya!"

   Sui Leng-kong menggigit ujung bibirnya menahan rasa mendongkol, tanpa terasa air mata berlinang membasahi pipinya.

   Melihat lawannya menangis, kawanan gadis cantik itu semakin gembira, teriaknya lagi.

   "Hooree, coba lihat, dia mulai menangis.

   Toaci, coba lihat, dia menangis begitu sedih, kasihanilah dia, berikan saja baju bau itu!"

   "Waah, tidak nyana wajah bulat telurnya nampak semakin cantik waktu menangis"

   Seru nona berbaju merah itu sambil tertawa.

   "sayang aku bukan lelaki, kau semakin manja, aku semakin tidak akan mengembalikan kepadamu!"

   Sui Leng-kong berdiri termangu ditempat dengan kepala tertunduk semakin rendah, dia nampak amat mengenaskan.

   Sedih bercampur kasihan segera menyelimuti perasaan hati Thiat Tiong-tong, sambil menghela napas pikirnya.

   "Leng-kong kelewat lemah dan lembut, tidak heran banyak orang ingin menganiaya dirinya!"

   Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, tiba-tiba....

   "Plook, plook, plook!"

   Terdengar tiga kali suara tepukan bergema memecahkan keheningan.

   Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ternyata Sui Leng-kong dengan kecepatan bagaikan hembusan angin telah menghadiahkan masing-masing satu tamparan ke wajah nona berbaju merah, kuning muda dan hijau itu, tamparan yang muncul secara tiba-tiba dan diluar dugaan membuat kawanan gadis cantik itu berdiri tertegun.

   "Tamparan yang bagus....

   tamparan yang bagus!"

   Puji manusia aneh itu sambil tertawa tergelak. Sembari membesut air matanya, Sui Leng-kong kembali berteriak keras.

   "Letakkan pakaian itu dan keluar!"

   Mimpi pun kawanan gadis cantik itu tidak menyangka kalau si nona yang kelihatan lemah lembut itu tiba-tiba berubah jadi begitu galak dan buas, untuk sesaat mereka hanya berdiri saling berpandangan dengan wajah tertegun.

   Thiat Tiong-tong merasa terkejut bercampur girang, pikirnya lagi.

   "Cepat amat Leng-kong berubah, berubah jadi amat tegar!"

   Mana di tahu kalau Sui Leng-kong sebenarnya berwatak keras dan sangat ulet, kalau bukan begitu, mana dia tahan hidup seorang diri di dasar lembah yang gersang dan penuh penderitaan.

   Hanya saja sejak kecil dia sudah terlatih bisa menyembunyikan watak pemberontaknya sehingga sekilas pandang dia nampak sangat lemah dan penurut, andaikata orang lain tidak mendesaknya hingga terpojok, tidak mungkin dia akan memperlihatkan watak pemberontaknya itu.

   Mendadak dia pungut gaun merah dan hijau yang tergeletak ditanah lalu tanpa hujan tanpa angin langsung ditimpukkan ke wajah kawanan gadis itu.

   Terkejut bercampur panik kawanan nona cantik itu segera berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri, dalam waktu singkat suasana menjadi amat gaduh.

   Sambil lari menuju ke depan pintu, nona berbaju merah itu tiba-tiba berpaling seraya berseru.

   "Siapa yang kesudian dengan baju bau, nih, ambil kembali!"

   Dari kejauhan dia timpuk pakaian itu ke arahnya.

   Begitu Sui Leng-kong menyambar pakaian tersebut, manusia aneh itu sudah berseru pula sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Bagus, bagus sekali, tidak nyana segerombol kucing liar berhasil ditaklukan oleh seekor kelinci kecil"

   "Hahahaha....

   kelihatannya tidak gampang bagi seekor luwak untuk mencicipi daging kelinci!"

   Sindir Yin Ping sambil tertawa terkekeh.

   "Yaa, kalau aku luwak maka kau adalah siluman rase"

   Sambung manusia aneh itu sambil tergelak pula. Sui Leng-kong seolah tidak mendengar pembicaraan mereka, setelah termangu berapa saat, dia baru berjalan menghampiri Thiat Tiong-tong sambil berbisik.

   "Ini.... ini pakaianmu, kenakanlah!"

   Thiat Tiong-tong tahu gadis itu harus mengalami penghinaan gara-gara dirinya, dia tidak tahu harus merasa manis atau getir, sahutnya sambil menerima kembali pakaiannya.

   "Baik....

   akan kukenakan"

   "Dalam tujuh hari mendatang...."

   "Dalam tujuh hari mendatang aku harus mencoba mempelajari semua yang ada disana, selama dia sanggup belajar memecahkan barisan itu dalam tujuh hari, akupun pasti sanggup melakukan hal yang sama"

   Kemudian selesai mengenakan kembali pakaiannya, dia melanjutkan.

   "Mereka tidak bakal mampu melucuti kembali pakaianku ini"

   Sui Leng-kong mengawasinya tanpa berkedip, meskipun tidak berkata namun sorot matanya dipenuhi dengan pancaran sinar mesra dan rasa cinta, selain itu dia pun menaruh kepercayaan penuh terhadap pemuda itu.

   Yin Ping melirik manusia aneh itu sekejap, kemudian sambil sengaja menghela napas panjang gumamnya.

   "Benar-benar pasangan yang serasi, yang lelaki tampan yang wanita cantik, mereka memang pantas hidup berpasangan...."

   Sambil membopong Ping-nu, kucing kesayangannya dia berjalan keluar meninggalkan tempat itu.

   Manusia aneh itu mendengus dingin, katanya.

   "Dalam tujuh hari mendatang, walaupun kau boleh mempelajari cara memecahkan ilmu barisan, namun dilarang meninggalkan ruangan ini walau selangkah pun"

   "Tujuh hari mendatang merupakan waktu yang amat berharga bagiku"

   Jawab Thiat Tiong-tong.

   "biar kau menggunakan tandu besar yang digotong delapan orang pun, tidak mungkin aku tinggalkan ruangan ini barang selangkah pun"

   "Benar"

   Sambung Sui Leng-kong pula.

   "akupun tidak akan mengganggumu, kau.... kau harus pelajari secara seksama!"

   Selesai bicara, gadis itu membalikkan tubuh dan beranjak pergi dari situ, namun ketika tiba dipintu depan, tidak tahan dia berpaling lagi.

   Sambil tertawa dingin manusia aneh itu berkata.

   "Hmmm, dia begitu mencintai dirimu, kalau aku tidak memberi sedikit siksaan kepadamu, kau tidak akan bisa memahami perasaan hatinya"

   "Ketika cianpwee sedang menyiksa aku, dapat dipastikan kau sedang merasa cemburu bukan?"

   Ejek Thiat Tiong-tong sambil tertawa.

   "Hahahaha.... tepat sekali, tepat sekali, jika aku tidak cemburu, kenapa mesti menyiksa dirimu"

   Ditengah gelak tertawa, dia meninggalkan ruangan itu.

   "Siksaan apa?"

   Tanya Sui Leng-kong yang berdiri di depan pintu terperanjat. Manusia aneh itu tidak menjawab, dia hanya bersenandung.

   "Kalau ingin menjadi malaikat, latihlah otot dan tulang dengan keletihan, latihlah ketahanan tubuh dengan lapar...."

   Suaranya makin lama semakin jauh dan akhirnya bersama Sui Leng-kong lenyap dari pandangan mata.

   BAB 19 Perempuan Bercadar dari Kahyangan Setelah berada dalam ruangan seorang diri, Thiat Tiong-tong mulai memperhatikan setiap lukisan yang ada di dinding sekeliling tempat itu, ternyata setiap gerakan yang terpampang disana merupakan sebuah gerak serangan yang amat tangguh.

   Biarpun ada di antara ukiran itu yang satu lukisan merupakan satu gerakan jurus, tapi ada pula yang harus dirangkai dari lima, tujuh ukiran untuk membentuk satu jurus serangan, tapi setiap gerakan yang tertera boleh dibilang ada sangkut pautnya antara yang satu dengan lainnya, semua merupakan gerakan jurus langka yang mengerikan.

   Thiat Tiong-tong kembali berpikir.

   "Manusia aneh ini berjiwa besar tapi sayang wataknya sedikit nyentrik, susah untuk dibedakan baik buruknya, tapi kalau tidak aneh, mana mungkin dengan segampang itu dia serahkan rahasia ilmu silat yang begini hebat kepada orang lain?"

   Dasarnya dia memang gemar belajar silat, tidak terkirakan rasa gembiranya setelah mene-mukan pelajaran ilmu silat yang begini hebat, cepat dia membuang seluruh pikirannya dan pusatkan segenap perhatiannya untuk mempelajari jurus-jurus silat itu.

   Seorang nona dengan membawa alat waktu yang berisi pasir berjalan masuk, katanya sambil tertawa.

   "Bila pasir yang ada diatas gelas ini habis tertumpah ke bawah, berarti satu hari telah berlalu"

   Waktu itu Thiat Tiong-tong sedang pusatkan seluruh perhatiannya untuk mempelajari jurus silat, dia hanya mengiakan sekenanya tanpa berpaling sedikit pun.

   Dia mencoba membandingkan antara jurus silat yang berada diatas dinding dengan jurus silat yang dipergunakan kawanan gadis tadi, segera terasa bahwa ilmu pukulan melepaskan pakaian yang digunakan gadis gadis itu meski tangguh dan ampuh, namun jurus silat yang tertera diatas dinding justru merupakan tandingan dari serangan mereka.

   Terkadang jurus serangan itu nampaknya sangat biasa dan sederhana, tapi bila direnungkan kembali maka terasalah bila serangan tersebut mampu membuat para gadis itu serasa terbelenggu dan tidak sanggup melakukan serangan lagi.

   Thiat Tiong-tong benar-benar dibuat mabuk kepayang, makin diperhatikan semakin terlihat semua kelebihan dan kesaktian jurus serangan itu, sampai pada akhirnya dia mulai menemukan jurus-jurus pertahanan yang tertera diatas dinding itu, jurus pertahanan yang meliputi.

   mengunci, menutup, menghadang, memotong, membelenggu dan lain-lainnya.

   Bila direnungkan lebih mendalam maka ditemukan bahwa semua jurus pertahanan itu kelihatannya sengaja diciptakan untuk menghadapi jurus jurus serangan dari ilmu pukulan melepaskan baju yang mengutamakan tehnik menendang, memukul, menyambar, menusuk, membacok dan mengait.

   Thiat Tiong-tong termasuk seorang pemuda cerdas yang encer otaknya, dalam sekilas pandang saja dia sudah menemukan semua kelebihan yang dimiliki jurus serangan itu, tidak tahan pikirnya sambil menghela napas.

   "Kalau bukan manusia sakti, bagaimana mungkin dapat menciptakan jurus serangan sehebat ini?"

   Menanti dia tengok kembali tabung pasir penunjuk waktu, dijumpai bahwa pasir yang ada diatas telah habis, ini menunjukkan kalau satu hari telah dilewatkan tanpa terasa.

   Waktu boleh berlalu dengan cepat, tapi perut yang lapar tidak bisa dibiarkan begitu saja, sekarang Thiat Tiong-tong baru merasa kelaparan.

   Buah-buahan serta minuman yang ada diatas meja entah sejak kapan sudah diambil pergi, disitu hanya nampak seorang nona muda yang sedang berdiri mengawasinya sambil tertawa.

   "Nona!"

   Tanpa terasa Thiat Tiong-tong maju menghampiri seraya menjura.

   "Ada apa? Kelaparan?"

   Tukas nona itu sambil tertawa. Thiat Tiong-tong tertegun, serunya tergagap.

   "Dari mana nona bisa tahu?"

   Kembali nona muda itu tertawa hingga nampak sepasang lesung pipinya yang dalam, ujarnya.

   "Sudah cukup lama kunantikan perkataanmu itu, tapi nampaknya perutmu sama sekali tidak ambil perduli atas teriakan lapar...."

   Nona ini meski tidak terlampau cantik, namun kulit tubuhnya putih dan kerlingan matanya indah, dia tampil dengan membawa sebuah gaya yang cukup mengesankan.

   "Bila nona tidak keberatan, bolehkah aku minta sedikit makanan...."

   Nona itu kembali tertawa, sambil membenahi rambutnya yang panjang dia menukas.

   "Dia minum cuka (cemburu), kau makan hati, masa sudah lupa dengan perkataan itu? Lagipula...."

   Setelah tertawa terkekeh lanjutnya.

   "Biarpun dikolong langit terdapat lelaki yang berjiwa besar, tidak mungkin akan menyiapkan hidangan lezat untuk menjamu musuh cintanya bukan?"

   Kembali Thiat Tiong-tong tertegun.

   "Jadi.... jadi...."

   Sekarang dia baru mengerti apa yang dikatakan manusia aneh itu sebagai "latihlah ketahanan tubuh dengan lapar", cuma....

   tanpa makan dan minum, sanggupkah dia bertahan selama tujuh hari? Sambil mengerdipkan matanya yang jeli, nona itu membaringkan diri diatas ranjang batu lalu katanya lagi.

   "Dia suruh aku menyampaikan kepadamu, boleh saja bila ingin makanan dan minuman, cuma...."

   Dia menutup mulutnya dengan tangan sambil tertawa dan tidak melanjutkan kembali kata katanya.

   "Cuma kenapa?"

   Tanya Thiat Tiong-tong tanpa sadar.

   "Bila kau tidak bermusuhan lagi dengannya berarti kau adalah tamunya, tentu saja sebagai tuan rumah yang baik dia akan menjamu tamunya dengan baik, kalau tidak....

   maka dia akan menyiapkan hidangan bila kaupun bekerja untuknya".

   "Ooh, jadi ini yang dimaksud sebagai latihlah otot dan tulang dengan keletihan!"

   Kembali pemuda itu berpikir, meski kheki namun diapun tidak bisa berbuat apa-apa.

   "Jadi dia suruh aku mengerjakan apa?"

   Tanyanya kemudian sambil menghela napas. Nona itu sengaja membalikkan sedikit tubuhnya hingga nampak paha nya yang putih mulus, sambil tertawa genit sahutnya.

   "Mengerjakan apa? Itu mah harus menunggu perintah dariku"

   Biarpun gadis itu telah beberapa kali berganti gaya untuk menggodanya, Thiat Tiong-tong berlagak seolah sama sekali tidak melihat, katanya kemudian dengan nadaketus.

   "Kalau memang begitu silahkan nona memberi perintah!"

   Tiba-tiba nona itu bangkit berdiri, umpatnya.

   "Buta, buta, memangnya kau seorang lelaki buta?"

   Selama ini dia menganggap dirinya adalah seorang nona yang gampang membuat lelaki terangsang dan tergoda, dia jadi mendongkol bercampur jengkel setelah melihat sikap dingin pemuda itu.

   Setelah memutar biji matanya berulang kali, tiba-tiba ujarnya sambil tertawa.

   "Baik, aku akan segera memberi perintah, cepat pijat dulu badanku kemudian pijat kakiku!"

   Sambil berkata dia berbaring kembali ke atas ranjang sambil memperlihatkan sepasang pahanya yangputih mulus.

   Andaikata Im Ceng yang menghadapi kejadian seperti ini, niscaya dia sudah melontarkan pukulannya tanpa berpikir panjang, sebaliknya bila Sim Sin-pek yang menghadapi kejadian ini....

   hmmm, dapat dipastikan kejadiannya pasti berbeda.

   Tapi Thiat Tiong-tong hanya tersenyum, dia benar-benar duduk disamping ranjang dan mulai memijat kaki nona itu.

   Sepasang kaki yang dimiliki nona itu benar-benar putih mulus tanpa cacad, dari tumit hingga ke pahanya selain empuk, putih dan halus, boleh dibilang tidak nampak setitik noda hitampun.

   Lama-kelamaan Thiat Tiong-tong terangsang juga dibuatnya, sekarang dia baru tahu kalau setiap bagian tubuh yang dimiliki gadis itu benar-benar menarik dan menggoda napsu.

   Melihat perubahan yang ditampilkan Thiat Tiong-tong, nona itu segera tertawa cekikikan, serunya.

   Ternyata kau tidak buta!"

   Kakinya yang mulus segera diangkat dan didekatkan ke wajah pemuda itu.

   Mengendus bau harum semerbak, Thiat Tiong-tong justru tersadar kembali dari kesilafannya, sambil tertawa katanya.

   "Sungguh tidak kusangka wajah serta potongan badanmu sangat menggoda hati lelaki...."

   Mendadak dari luar pintu terdengar seseorang berkata sambil tertawa.

   "Nona Sui, coba lihat lelaki gagah pujaan hatimu, tidak kusangka dia hebat juga dalam soal rayuan...."

   Nona yang berbaring diatas ranjang itu ikut tertawa terkekeh sambil berkata.

   "Bukan Cuma soal rayuannya hebat, pijatan-nya juga sangat enak.... aduuh.... pelan dikit.... yaa. Pijat lebih ke atas...."

   Tanpa berpaling pun Thiat Tiong-tong tahu kalau manusia aneh itu sengaja hendak mempermalukan dirinya dengan membawa Sui Lengkong datang menonton, tapi dia menanggapi kesemuanya itu dengan senyuman.

   Terdengar Sui Leng-kong berkata lembut.

   "Bila tidak berbuat begitu, mana mungkin ia bisa bertahan selama tujuh hari, dia....

   dia berbuat kesemuanya itu demi aku, semakin banyak siksaan yang dia derita, aku akan semakin baik terhadapnya, lagipula....

   
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
biarpun dia mencintai gadis lain, aku tetap akan mencintainya"

   Perkataan itu disampaikan dengan sederhana tapi cukup membuat orang tidak mampu membantah.

   Meski Thiat Tiong-tong hanya tersenyum saja setelah mendengar perkataan itu, namun pelbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya.

   Untuk sesaat suasana jadi sangat hening, tampaknya manusia aneh itu sudah dibuat tertegun oleh perkataan tadi.

   Terdengar Yin Ping menghela napas sambil bergumam.

   "Tidak aneh kalau pemuda itu berpaling pun tidak, ternyata dia sudah tahu kalau nona Sui sangat mempercayainya"

   Setelah menghela napas panjang, kembali gumamnya.

   "Kalau sudah seia sekata, kenapa takut menghadapi godaan iblis...."

   Diam-diam Thiat Tiong-tong tertawa geli, dia tahu perempuan itu sengaja hendak membuat jengkel manusia aneh itu.

   Siapa tahu manusia aneh itu tidak menjadi marah, malah ujarnya sambil tertawa tergelak.

   "Hahahaha....

   sungguh kagum melihat Sui Leng-kong yang tidak cemburuan, sayang aku tidak punya rejeki untuk mendapatkan nya.

   Baiklah, anggap kerja rodi hari ini telah usai, beri dia makanan!"

   Sambil tertawa Thiat Tiong-tong menghentikan pijatannya, pikirnya.

   "Ternyata dia memang tidak malu disebut seorang lelaki sejati"

   Dua orang nona muncul membawa pelbagai hidangan, Thiat Tiong-tong yang sejak tadi sudah kelaparan tidak membuang waktu lagi, dia siap menerkam semua hidangan yang ada.

   Siapa tahu si nona kembali menghalangi niatnya itu, katanya sambil tertawa ringan.

   "Hidangan ini disiapkan khusus untuk majikan, kalau kuli mah makan disebelah sana"

   Sambil berkata ia menuding ke arah lain.

   Thiat Tiong-tong berpaling ke arah yang ditunjuk, diatas sebuah baki kayu tersedia semangkuk air putih dan sebiji mantau keras.

   Tapi mana mungkin sebiji mantou bisa membuat kenyang perutnya yang sedang lapar? Masih mending kalau tidak dimakan, begitu selesai melahap mantau tersebut, dia merasa semakin kelaparan hingga susah ditahan.

   Tampak nona muda itu dengan nikmatnya melahap hidangan yang tersedia, sembari bersantap katanya tertawa.

   "Kalau kau hentikan perlawanan, apa pun yang ingin kau santap, kami pasti akan mempersiapkannya, lagipula...."

   Setelah mengerling genit, tambahnya.

   "Kau boleh membawa pergi semua barang berharga serta gadis cantik yang ada disini, aku... aku pun bersedia pergi mengikutimu!"

   Dia sengaja menyingkap belahan bajunya hingga secara lamat lamat tampak kulit badannya yang putih mulus.

   Thiat Tiong-tong hanya melirik sekejap ayam goreng serta bebek panggang yang ada diatas meja, kemudian setelah menghela napas panjang dia berjalan balik ke depan dinding ruangan.

   Nona muda itu tertawa dingin, tiba-tiba dia melompat turun dari ranjang batunya lalu dengan cepat melepaskan seluruh pakaian yang dikenakan, teriaknya keras.

   "Coba lihat, apakah aku kalah bila dibandingkan dengan dia?"

   Tubuh bugil yang indah, putih dan montok segera terpampang jelas di depan mata.

   Thiat Tiong-tong hanya berpaling sambil melirik sekejap, kemudian sambil tertawa dia melanjutkan kembali pengamatannya keatas dinding, sama sekali tidak ambil perduli lagi.

   Andaikata dia tidak berani berpaling tadi, mungkin si nona muda itu tidak terlalu kheki, namun pemuda itu berpaling tanpa terpikat sedikitpun, hal ini membuat si nona merasa seakan dipermalukan, tiba-tiba diambilnya seluruh pakaiannya dari lantai kemudian satu demi satu ditimpukkan keatas wajah Thiat Tiong-tong.

   Begitulah, selama berapa hari beruntun nona itu berusaha dengan pelbagai cara untuk menyiksa Thiat Tiong-tong, bukan saja semakin sering harus kerja rodi, mantau yang disediakan pun makin lama semakin bertambah kecil.

   Selama itu, manusia aneh itupun berulang kali mengajak Yin Ping dan Sui Leng-kong sekalian untuk makan minum berpesta pora disekitar sana, tapi Thia Tiong-tong tetap acuh, seakan-akan dia tidak pernah menyaksikan kejadian seperti itu.

   Seluruh pikiran dan perhatiannya tertuju diatas dinding, mempelajari seluruh gerak silat yang tertera disana, diapun merasa mendapat kemajuan yang pesat, dengan dasar ilmu silat yang dimiliki ditambah kecerdasan otak serta daya ingatnya yang bagus, tentu saja tidak sulit baginya untuk menyerap semua pelajaran yang ada.

   Menjelang hari ke tujuh, nyaris seluruh lukisan yang tertera diatas dinding sudah berhasil dia hapalkan diluar kepala, dia yakin dengan menggunakan jurus serangan apapun, mustahil pihak lawan bisa merobohkan dirinya.

   Saat itu, kendatipun kondisi tubuhnya sudah melemah namun semangatnya justru semakin berkobar, seluruh tubuhnya seakan dipenuhi oleh kekuatan hidup yang menyala.

   Mendadak nona muda itu muncul kembali, duduk persis dihadapannya, lalu ujarnya sambil tertawa.

   "Hari ini adalah hari ke tujuh, kalau selama ini sikapku kurang baik terhadapmu, harap kau jangan marah"

   "Nona merpati tidak usah sungkan, masa aku akan menyalahkan dirimu"

   Sahut Thiat Tiong-tong sambil tertawa.

   Kini dia sudah mengetahui nama gadis ini, ternyata semua gadis yang ada disitu diberi nama dengan sebutan unggas.

   Nona merpati menghela napas panjang, katanya lagi.

   "Berapa jam lagi kita akan bertarung kembali, kali inipun kau tidak bakalan menang, jadi tidak perlu menaruh pengharapan yang terlalu besar"

   Tampaknya Thiat Tiong-tong sudah mempunyai rencana yang matang, sahutnya sambil tertawa.

   "Aku hanya berharap nona mau bersikap lebih sungkan"

   "Aku sendiri mah tidak bakalan menyusahkan kau, tapi ke enam saudaraku yang lain...."

   Belum selesai nona itu berbicara, tiba-tiba Thiat Tiong-tong merasakan telinganya amat sakit bagai tersambar geledek saja, membuat perasaan hatinya bergetar keras hingga tidak sanggup bergerak.

   Semula dia mengira dengan kemampuannya sekarang pasti akan berhasil membendung semua serangan dari kawanan gadis itu, tapi setelah diingatkan kembali oleh nona merpati bahwa mereka bukan hanya terdiri dari satu orang melainkan bertujuh, hatinya tersentak kaget.

   Dengan kerja sama tujuh orang, bila gerak serangan seseorang terbendung, rekannya dapat segera menutup kegagalan itu.

   Apalagi sisa waktunya tinggal tiga, empat jam lagi, mungkinkah baginya untuk menemukan jalan lain yang bisa digunakan untuk menghadapi kerja sama tujuh orang itu? Untuk sesaat pemuda itu hanya bisa berdiri kaku dengan keringat bercucuran deras.

   "Hey, kenapa kau?"

   Tanya nona merpati keheranan. Sambil tertawa getir sahut Thiat Tiong-tong.

   "Hanya sisa berapa jam terakhir pun apa nona tidak bisa membiarkan aku beristirahat sejenak dengan tenang?"

   Ketika menyaksikan perubahan sikap maupun wajah sang pemuda yang semula begitu bersemangat, tiba-tiba berubah jadi sangat aneh, nona merpati menghela napas panjang, tanpa bicara lagi dia beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

   Thiat Tiong-tong duduk seorang diri dengan pikiran kusut dan perasaan putus asa, hilang sudah semangat dan minatnya untuk mempelajari sisa berapa jurus silat itu.

   Kini kondisi musuh yang jauh lebih kuat sudah tertera jelas, dia sadar kendatipun dia memiliki kemampuan yang lebih hebatpun mustahil bisa digunakan dalam keadaan seperti ini.

   Semenjak terjun ke dalam dunia persilatan, baru kali ini dia merasa sedih bercampur kecewa.

   Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya keheningan dipecahkan oleh gelak tertawa manusia aneh yang muncul diiringi Yin Ping, Sui Leng-kong serta kawanan gadis cantik itu.

   Tujuh hari sudah lewat, kau telah siap?"

   Tegur manusia aneh itu sambil tertawa.

   "Sudah!"

   Jawab ThiatTiong-tong kaku.

   "Bila kali ini kau menderita kekalahan lagi, aku segera akan menghantar kau turun gunung, tapi....

   hahaha....

   karena kuanggap tidak terlalu besar kesempatanmu untuk meraih kemenangan, lagi pula sudah berhari-hari kau menderita kelaparan, baiklah kita bersantap dulu sebelum melanjutkan pertarungan!"

   Thiat Tiong-tong tidak ingin berdebat, maka tidak selang berapa saat kemudian hidangan telah disiapkan.

   Beberapa saat kemudian terlihat ke tujuh orang nona muda itu sudah munculkan diri di dalam ruangan.

   Pakaian yang dikenakan kawanan nona itu masih terdiri dari pelbagai macam warna, hanya kali ini jumlah yang mereka kenakan jauh lebih banyak.

   Di antara mereka bertujuh, nona merpati dengan baju coklatnya yang nampak paling menawan hati.

   Diam-diam Thiat Tiong-tong menghela napas panjang, pikirnya.

   "Buat apa mereka mengenakan pakaian yang lebih banyak dan sengaja memperpanjang waktu, toh aku...."

   Satu ingatan tiba-tiba melintas lewat dalam benaknya, sambil tertawa terbahak-bahak dia segera bangkit berdiri. Sui Leng-kong paling kuatir melihat perubahan sikap pemuda itu, segera teriaknya.

   "Ke.... kenapa kau?"

   Thiat Tiong-tong tidak menjawab, dia mulai duduk dan bersantap, setelah kenyang dan semangatnya bertambah kembali, dia baru melompat bangun.

   "Sekarang sudah dapat dimulai?"

   Tanya manusia aneh itu kemudian sambil tersenyum. Tunggu sebentar!"

   Tiba-tiba dia melucuti pakaian sendiri satu per satu, sambil melepaskan bajunya diam-diam dia melirik sekejap ke arah lawan. Benar saja, paras muka manusia aneh itu seketika berubah hebat. Sui Leng-kong turut panik juga, teriaknya.

   "Kau.... kau...."

   Dengan bertelanjang dada, Thiat Tiong-tong menyerahkan pakaiannya ke tangan Sui Leng-kong.

   Dengan termangu nona itu menerimanya, tapi setelah tertegun berapa saat, mendadak dia bertepuk tangan dan serunya sambil tertawa.

   "Kau....

   kau menang! Kau menang!"

   Sambil melompat bangun, dia menggenggam tangan Thiat Tiong-tong erat-erat dan melompat-lompat saking girangnya.

   "Kau memang bocah pintar!"

   Puji Yin Ping pula sambil tertawa. Kawanan nona cantik itu saling bertukar pandangan, mereka betul-betul dibuat tidak habis mengerti. Salah seorang di antaranya segera berteriak.

   "Bertarung saja belum, bagaimana mungkin bisa menang?"

   Oleh karena selama ini belum pernah seorang manusia pun mampu menjebol barisan mereka, maka mereka pun tidak tahu bagaimana cara untuk menjebol ilmu barisan tersebut.

   Sambil tertawa terbahak-bahak seru Thiat Tiong-tong.

   "Apakah celana termasuk baju?"

   Kawanan gadis itu kembali tertegun.

   "Celana ya celana, tentu saja bukan pakaian"

   Sahut nona berbaju merah itu kemudian.

   Dia mengira pemuda itu sudah pikun hingga mengajukan pertanyaan semacam itu.

   "Kalau celana tidak termasuk baju, maka sekarang aku sudah tidak mengenakan pakaian lagi, padahal taruhan kita adalah bila kalian sampai selesai melepaskan pakaian yang dikenakan namun belum berhasil melepaskan sebuah pakaianku pun, berarti akulah yang menang.

   Kini aku tidak mengenakan pakaian, sekalipun akhirnya berhasil kalian robohkan pun, kemenangan tetap menjadi milikku"

   Kawanan gadis itu jadi melongo dan berdiri terbelalak, serentak mereka berpaling ke arah manusia aneh itu.

   Tampak manusia aneh itu masih duduk bersila diatas ranjang tanpa bicara, wajahnya kaku tanpa perubahan.

   Nona berbaju merah itu segera memprotes.

   "Kenapa kau.... kau melepas dulu pakaian-mu...."

   "Kalian saja boleh menambah pakaian yang dikenakan, kenapa aku tidak boleh mengurangi?"

   Tukas Thiat Tiong-tong cepat.

   "apalagi sebelum pertarungan dimulai, toh tidak ada ketentuan berapa banyak pakaian yang harus kukenakan"

   Sesudah menghela napas panjang, lanjutnya.

   "Ilmu barisan ini boleh dibilang merupakan sebuah ilmu barisan yang amat langka, cara untuk menjebol barisan inipun sangat unik, boleh dibilang kehebatannya tidak terkirakan di kolong langit!"

   "Tapi.... tapi...."

   "Tidak usah bicara lagi"

   Tiba-tiba manusia aneh itu menghardik.

   "anggap saja dia yang menang. Kalau tidak berbuat begitu, siapa yang mampu mempelajari ilmu untuk menjebol barisan tersebut hanya dalam tujuh hari yang singkat!"

   "Berarti dahulu kaupun menggunakan cara yang sama untuk memenangkan pertaruhan ini?"

   Tanya Yin Ping sambil tertawa.

   "Benar"

   Jawab manusia aneh itu sambil tertawa tergelak. Kembali Yin Ping menghela napas panjang, ujarnya sambil tersenyum.

   "Walaupun kau adalah srigala pemogoran, ternyata sikapmu sangat terbuka dan berani mengaku terus terang"

   Sorot matanya dipenuhi dengan pancaran sinar pujian serta rasa kagum.

   Walaupun manusia aneh itu berlagak seolah tidak mendengar, namun tidak dapat menutupi rasa bangga yang tampil diwajahnya.

   Terdengar Yin Ping berkata lebih jauh.

   "Bukan saja berterus terang bahkan adil dan bijaksana, bila kau sengaja mengajukan persoalan yang pelik untuk mengajaknya bertaruh, bukankah kemenangan pasti berada dipihakmu?"

   Thiat Tiong-tong dan Sui Leng-kong saling bertukar pandangan sekejap, dalam hati kecilnya mereka berpikir.

   "Benar juga perkataan ini"

   Sui Leng-kong menatap sekejap wajah manusia aneh yang sedang diliputi perasaan bangga itu, tiba-tiba ujarnya.

   "Ada orang berkata, bila dirinya dipuji oleh orang yang dicintai, maka rasa gembiranya akan luar biasa sekali"

   "Memang begitu"

   "Ada pula orang berkata, perempuan hanya bisa memuji orang yang dicintai, bila dia tidak menyukai orang itu, jangan harap dia akan mengucapkan kata-kata pujian"

   "Adik cilik, tidak nyana kaupun sangat memahami hal semacam itu"

   Seru Yin Ping sambil tertawa terkekeh.

   Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Kalau memang kau menaruh cinta kepadanya sementara diapun menaruh perasaan kepadamu, kenapa kalian berdua tidak hidup berdampingan hingga tua nanti? Kenapa kalian harus memberi kesempatan kepada pihak ke tiga untuk mengacau hubungan kalian berdua? Kalau berganti aku yang menghadapi kejadian seperti ini....

   aaai, oleh sebab itulah aku sungguh tidak mengerti, kenapa kalian berdua harus....

   harus berbuat begini?"

   Mendengar perkataan itu, senyuman yang menghiasi wajah Yin Ping maupun manusia aneh itu hilang seketika, sinar aneh memancar keluar dari balik mata perempuan itu.

   Manusia aneh itu menarik mukanya dan segera berkata dingin.

   "Hmm, kau jangan keburu senang dulu, barisan yang berhasil kau lalui baru setengahnya, apalagi masih ada delapan pintu lain yang menanti, delapan pintu dengan delapan persoalan sulit, ingin lolos dari delapan pintu itu secara gampang? Huuh, tidak usah bermimpi disiang hari bolong"

   "Betul, memang lebih sulit lolos dari ke delapan pintu itu ketimbang naik ke langit"

   Sambung Yin Ping sambil membelai bulu Ping-nu, si kucing kesayangannya.

   "untung saja sisa waktu yang tersedia sudah tidak banyak lagi"

   Berubah paras muka Thiat Tiong-tong maupun manusia aneh itu, tanya mereka serentak.

   "Apa maksud perkataammu itu?"

   Baru selesai mereka bertanya, mendadak terdengar suara keleningan emas berkumandang datang dari kejauhan.

   Perlahan-lahan Yin Ping melompat turun dari pembaringannya, setelah menyapu sekeliling tempat itu sekejap, katanya.

   "Coba dengar, suara keleningan kembali berbunyi, bukankah kita sudah kedatangan tamu lagi!"

   Manusia aneh itu memandang dua kejap ke arahnya, kemudian tanpa banyak bicara dia melompat turun dari ranjangnya dan beranjak pergi dengan langkah lebar.

   Melihat wajah serius yang ditampilkan manusia aneh itu, tergerak perasaan hati Thiat Tiong-tong, tanpa terasa dia berpaling pula ke arah kawanan gadis itu.

   Ternyata mereka pun memperlihatkan wajah kaget bercampur keheranan.

   Dengan kening berkerut terdengar nona merpati berkata.

   "Sudah banyak tahun lembah kami jarang didatangi orang luar, siapa pula yang datang kali ini? Apakah Yin hujin sudah menduga jauh sebelumnya?"

   Yin Ping tidak menggubris pertanyaan itu, sambil membelai Ping-nu, kucingnya, dia berkata.

   "Sayangku, disini bakal ada keramaian, mau ikut lihat?"

   Sembari berkata, diapun ikut beranjak pergi. Kawanan nona itu saling bertukar pandangan dengan wajah tertegun, kembali terdengar nona merpati berkata.

   "Kau ingin tetap tinggal disini, atau ikut bersama kami?"

   Thiat Tiong-tong tahu, andaikata dia tetap tinggal disitu, dapat dipastikan pintu ruangan akan ditutup kembali, maka tanpa ragu jawabnya sambil tertawa. Tentu saja ikut menonton keramaian"

   Walaupun kawanan gadis itu tahu kalau gelagat tidak beres, namun mereka masih tersenyum sambil saling bergurau, mengiringi Thiat Tiong-tong dan Sui Leng-kong, tibalah semua orang di sebuah bangunan gedung yang amat besar.

   Namun kawanan gadis itu tidak berani masuk, mereka hanya mengintip secara diam-diam dari balik jendela.

   Gedung itu amat besar dan luas, kecuali batu batu pilar besar boleh dibilang tidak ada perabot lainnya, ke empat dinding batunya memancarkan sinar kehijauan yang menyeramkan, jauh berbeda dengan kemewahan dari ruangan semula.

   Manusia aneh itu berdiri ditengah ruangan, kini dia telah berganti pakaian dengan mengenakan satu stel baju berwarna hitam, kepalanya diikat dengan tali berwarna hiam pula, wajahnya tanpa senyuman dan sikapnya secara tiba-tiba berubah jadi amat serius.

   Thiat Tiong-tong sangat keheranan, dia tidak habis mengerti apa sebabnya sikap manusia aneh itu berubah jadi begitu serius, seolah-olah sedang menghadapi serbuan musuh tangguh saja.

   Tentu saja dia tidak tahu kalau lembah tersebut sudah banyak tahun tidak pernah dikunjungi orang luar, kehadiran orang-orang asing tersebut sungguh diluar dugaannya.

   Tentu saja kehadiran Thiat Tiong-tong di lembah tersebut merupakan pengecualian, karena kehadiran pemuda itu sudah seijin dan sepengetahuan manusia aneh itu.

   Yin Ping sambil membopong kucingnya berdiri jauh disudut ruangan, ia berdiri dengan wajah senyum tidak senyum, matanya mengerling berulang kali keempat penjuru sementara tangannya membelai bulu kucing kesayangannya.

   Suasana didalam gedung amat sepi, tapi terasa hawa tekanan yang luar biasa beratnya.

   Tiba-tiba bergema suara teriakan nyaring dari luar pintu.

   "Yin hujin tiba!"

   Dua orang gadis muda menyingkap tirai di depan pintu, seorang nanek berambut putih yang mengenakan jubah hijau, bertubuh kurus kering tinggal kulit pembungkus tulang dan membawa hawa setan yang menggidikkan hati, perlahan-lahan berjalan masuk ke dalam ruangan.

   Walaupun wajahnya sudah amat tua namun biji matanya masih bening bercahaya, tangan kirinya berpegangan di puncak seorang bocah berusia tiga, empat belas tahunan sementara tangan kanannya membawa sebuah tongkat berwarna hitam.

   Mengikuti di belakangnya adalah sekelompok muda-mudi berpenampilan mencolok, yang lelaki tinggi semampai berwajah tampan, sedang yang wanita bertubuh ramping berwajah cantik jelita.

   Thiat Tiong-tong serta Sui Leng-kong nyaris menjerit tertahan setelah menyaksikan kemunculan rombongan manusia itu, ternyata mereka adalah Kiu cu Kui bo beserta para anak muridnya, antara lain Gi Cing-kiok serta si bocah pincang.

   Pemuda tampan yang ada dibelakang Kui bo itu meski nampak tanpa cacad, namun dia bisu lagi tuli, orang itu tidak lain adalah murid ke delapan dari Kiu cu Kui bo yang disebut orang persilatan sebagai Bu im to hun, Lak-jiu Longkun (pemuda bertangan telengas mencabut nyawa tanpa suara).

   Ketika masuk ke dalam gedung, Kui bo Yin Gi hanya menyapu sekejap wajah adiknya, Yin Ping, kemudian setelah manggut-manggutkan kepala dia langsung berjalan menuju ke hadapan manusia aneh itu.

   Padahal dua bersaudara ini sudah banyak tahun tidak pernah bersua muka, namun perjumpaan mereka hanya ditandai dengan saling mengangguk belaka, sikap yang begitu dingin boleh dibilang melampaui sikap orang asing saja.

   Sui Leng-kong ikut tertegun menyaksikan adegan tersebut.

   Terdengar Yin Gi telah berkata dengan nada dingin.

   "Walaupun kau bergelar Bu lim Kui cay (manusia berbakat setan dari dunia persilatan), namun kehadiranku kali ini pasti diluar dugaanmu bukan?"

   Paras muka manusia aneh itu sama sekali tidak berubah, sahutnya sambil tertawa hambar.

   "Selama ini cara kerja dua bersaudara Yin selalu penuh rahasia dan misterius, aku sudah banyak melihat dan mengetahuinya, kenapa mesti tercengang oleh kehadiranmu?"

   "Memang lebih bagus begitu!"

   Yin Gi tertawa dingin, dia segera mengambil tempat duduk dan tidak bicara lagi.

   "Kau jauh-jauh datang kemari, apakah tujuannya hanya untuk duduk?"

   "Kalau tidak duduk memangnya mesti kenapa?"

   Manusia aneh itu tertawa terbahak-bahak.

   "Hahahaha....

   kalau masih ada urusan lain harap segera disampaikan"

   "Tentu saja akan kusampaikan, hanya sekarang saatnya belum tiba"

   "Mau menunggu sampai kapan?"

   "Hingga tamu lain berdatangan"

   "Masih ada tamu lain?"

   Berubah hebat paras muka manusia aneh itu.

   Yin Gi tertawa dingin tanpa menjawab, Gi Cing kiok serta pemuda bisu tuli itu segera berdiri di belakang tubuhnya, sementara bocah pincang itupun berdiri disisinya, hanya saja dengan matanya yang besar dia celingukan ke sana kemari.

   Manusia aneh itu berpaling melotot Yin Ping beberapa kejap, cepat Yin Ping mendongakkan kepalanya sambil membuang muka.

   Saat itulah suara keleningan kembali bergema, seorang gadis berjalan masuk dengan langkah tergesa-gesa.

   Dia muncul sambil membawa selembar kartu nama berwarna putih, wajahnya kelihatan kaget bercampur tercengang, sambil berjalan masuk gumamnya berulang kali.

   "Aneh, sungguh aneh, lagi-lagi kedatangan tamu"

   Setelah menerima kartu nama itu dan menengoknya sekejap, dengan wajah berubah seru manusia aneh itu.

   "Persilakan tamu untuk masuk"

   Tidak selang berapa saat kemudian terdengar suara langkah manusia disusul munculnya seorang kakek berjubah panjang dan seorang pemuda tampan yang menggembol pedang.

   Thiat Tiong-tong maupun Sui Leng-kong merasa terkejut, pekik mereka hampir berbareng.

   "Kenapa mereka ayah beranak pun ikut datang?"

   Ternyata kakek dan pemuda yang barusan munculkan diri tidak lain adalah Li Lok-yang dan Li Kiam-pek.

   Dengan langkah lebar Li Lok-yang melangkah masuk ke dalam ruangan, seraya menjura memberi hormat, katanya dengan suara dalam.

   "Banyak tahun tidak bersua, hampir setiap detik setiap saat aku memikirkan anda, tidak disangka justru anda yang mengirim undangan, meski undanganmu sedikit diluar dugaan, namun akupun tidak berani untuk menolak datang"

   Setelah mendongakkan kepalanya tertawa keras, lanjutnya.

   "Orang yang berdagang sangat mementingkan catatan nota, aku pikir jiwa dagang anda mungkin bangkit secara tiba-tiba hingga ingin mengajak diriku untuk membuat perhitungan"

   Lalu setelah memberi hormat kepada Yin Gi, diapun mengambil tempat duduk.

   "Undangan apa?"

   Tanya manusia aneh itu dengan wajah membeku.

   "Aneh, masa lupa dengan undangan yang ditulis sendiripun? Bukankah kau undang kami semua untuk datang ke bukit Lau-san pada hari ini? Jangan-jangan kau sudah terjangkit penyakit pelupa?"

   "Bagaimana caramu menemukan jalan tembus ke lembah ini?"

   "Ini pertanyaan yang lebih aneh lagi"

   Kata Li Lok-yang.

   "bukankah sepanjang jalan kau sudah memasang petunjuk yang sangat jelas, aku toh bukan orang buta, masa tidak bisa membaca petunjuk tersebut!"

   Manusia aneh itu mendengus dingin, setelah termenung berapa saat katanya kemudian dengan nada nyaring.

   "Bila kedatangan tamu lagi, kalian tidak usah membunyikan keleningan, juga tidak usah memberi laporan, persilahkan saja mereka semua masuk ke mari"

   Dua orang gadis muda itu menyahut dan berlalu. Kembali manusia aneh itu berkata.

   "Bangunkan aku setelah mereka semua datang kemari!"

   Selesai bicara dia segera duduk bersila, memejamkan mata dan mengatur pernapasan, tampangnya seperti orang yang sudah tertidur.

   Diam-diam Sui Leng-kong menarik ujung baju Thiat Tiong-tong, bisiknya.

   "Aneh, kenapa Li Lok-yang pun ikut kemari? Coba lihat wajahnya, dia seperti mempunyai dendam kesumat dengan manusia aneh itu"

   "Aaai, apa yang terjadi hari ini memang sangat aneh, aku sendiripun dibikin tidak habis mengerti"

   Sahut Thiat Tiong-tong sambil menghela napas. Mereka berdua hanya melongok dari luar jendela, oleh sebab itu orang lain tidak dapat melihat kehadiran mereka. Kembali Sui Leng-kong berkata.

   "Kalau dilihat situasinya sekarang, besar kemungkinan kartu undangan yang diterima Li Lok-yang bukan berasal dari manusia aneh itu, tapi.... siapa pula yang menyebar undangan itu ?"

   Thiat Tiong-tong melirik sekejap ke arah Yin Ping, setelah berpikir sejenak sahutnya.

   "Aku rasa...."

   Belum selesai dia bicara, lagi lagi terlihat empat, lima orang berjalan masuk ke dalam ruangan.

   Dandanan dari berapa orang ini sangat aneh, tingkah lakunya juga aneh, bila ditinjau dari cara mereka berjalan, jelas kungfu yang dimiliki sangat hebat, yang lebih aneh lagi, walaupun mereka datang sejalan namun masing-masing tidak bertegur sapa.

   Beberapa orang itu memperhatikan sejenak situasi didalam ruangan lalu masing-masing mengambil tempat duduk, mulutnya komat kamit seperti sedang bergumam, meski tidak jelas apa yang mereka ucapkan namun dari nadanya bisa diduga kalau tidak berniat baik.

   Beberapa orang gadis muncul menghidangkan air teh, Kui-bo sekalian menerima empat cawan teh tanpa bicara.

   Seorang lelaki bermata gede segera berseru sambil tertawa dingin.

   "Kami datang kemari untuk membuat perhitungan, buat apa mesti dihidangkan air teh!"

   Begitu diterima, dia segera membanting cawan itu ke atas lantai.

   "Perkataan sicu tepat sekali"

   Seorang tojin bertubuh kurus kering menimpali sambil tertawa dingin.

   "siapa tahu dengan minum air teh ini, pinto justru akan lebih cepat kembali ke langit barat, tidak boleh diminum.... tidak boleh diminum...."

   Ke empat orang itu sambil menggerutu sembari membuang cawan air teh mereka ke lantai.

   Li Lok-yang yang menyaksikan hal itu segera tersenyum, katanya.

   "Kalau dibilang dia sering berbuat tidak senonoh, itu memang benar.

   Tapi kalau dibilang dia suka mencelakai orang dengan racun, itu mah belum pernah terjadi"

   Seraya berkata dia mengangkat cawannya dan meneguk habis isinya.

   "Jadi kau membantunya berbicara?"

   Bentak lelaki bermata gede itu gusar.

   Tiba-tiba terdengar seseorang berseru dari luar pintu gerbang sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Hahahaha....

   kita datang untuk membuat perhitungan, masa orang sendiri malah gontok-gontokan lebih dulu, sungguh menggelikan"

   Ditengah gelak tertawa yang amat nyaring, kembali terlihat dua sosok bayangan manusia melangkah masuk ke dalam ruangan.

   Kedua orang ini mempunyai perawakan tubuh yang tinggi besar, berjidat tinggi dan penuh bercambang, mereka tidak lain adalah Bi Lek hwee serta Hay Tay-sau.

   Diam-diam Thiat Tiong-tong terperanjat, dia tidak menyangka kalau ke dua orang itupun bisa muncul disitu.

   Setelah memandang sekejap sekeliling ruangan, sambil tergelak ujar Hay Tay-sau.

   "Bagus, bagus sekali, ternyata yang hadir adalah sobat-sobat lama, kenapa tuan rumah bukannya menyambut kedatangan tamu malahan ditinggal tidur mendengkur"

   "Tuan rumah hanya akan mengadakan penyambutan bila semua tamunya telah hadir"

   Seru Li Lok-yang.

   "Tepat, dengan begitu dia memang mengirit banyak tenaga"

   Kata Hay Tay-sau tertawa.

   Kemudian setelah memandang lelaki bermata gede itu sekejap, lanjutnya.

   "Tidak nyana lo-heng pun punya perselisihan dengan tuan rumah disini, bagus, bagus sekali"

   
Pendekar Panji Sakti Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Hahahaha....

   kelihatannya hanya lohu seorang yang datang untuk menonton keramaian"

   Kata Bi Lek hwee sambil tertawa keras.

   "kenapa kau tidak perkenalkan beberapa orang jago itu kepadaku?"

   "Kau pasti sudah kenal dengan Kui-bo hujin serta saudara Li bukan"

   Ucap Hay Tay-sau. Sambil menuding ke arah lelaki bermata gede itu, terusnya.

   "Jika loko inipun tidak kau kenal, berarti pengetahuanmu betul-betul amat cetek, bikin malu aku saja"

   Lelaki bermata gede itu melotot sekejap ke arahnya, mimik mukanya kelihatan sedikit aneh.

   "Sebenarnya siapa sih orang itu?"

   Desak Bi Lek hwee lagi. Hay Tay-sau tertawa terbahak-bahak.

   "Repot kalau aku mesti perkenalkan satu per satu"

   Katanya.

   "pokoknya ke empat orang itu kalau bukan seorang pemimpin dunia persilatan, pastilah piau pacu yang namanya telah menggetarkan delapan penjuru"

   Serentak ke empat orang manusia berdandan aneh itu melompat bangun dari tempat duduk-nya, perasaan kaget bercampur tercengang melintas diwajah mereka.

   Sudah banyak tahun ke empat orang itu tidak pernah berkelana dalam dunia persilatan, tentu saja mereka dibuat terperanjat setelah identitas mereka dibongkar oleh Hay Tay-sau.

   "Aku tidak kenal kau, dari mana kau bisa mengetahui tentang aku?"

   Bentak lelaki itu keras.

   Hay Tay-sau tertawa terbahak-bahak, belum sempat menjawab pertanyaan itu mendadak terdengar lagi suara langkah kaki yang gaduh, kembali muncul enam tujuh orang dalam ruangan itu.

   Sui Leng-kong yang bersembunyi dibalik jendela segera menggenggam tangan Thiat Tiong-tong erat-erat, gumamnya.

   "Mereka....

   mereka juga ikut datang"

   Thiat Tiong-tong manggut-manggut, sepasang alis matanya berkerut makin kencang.

   


Rahasia Peti Wasiat -- Gan K L Dendam Sejagad Legenda Kematian Karya Khu Lung Sang Ratu Tawon -- Khulung

Cari Blog Ini