Golok Halilintar 11
Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 11
Golok Halilintar Karya dari Khu Lung
"Paman! Dia telah mengangkat saudara denganku. janganlah paman melukainya .." "Setan! Minggir!"
Bentak Ceng Jie dengan sengit. Tetapi Giok Cu bahkan memegang tangannya. Katanya setengah merajuk.
"Paman tidak akan melukainya, bukan ?"
"Kau lihat saja bagaimana nanti!"
Sahut Ceng Jie sambil mengibaskan tangannya yang kena genggam, Dan oleh kibasan itu, Giok Cu terpelanting mundur beberapa langkah. Hampir saja ia roboh terguling. Ceng Jie tidak menghiraukan keponakannya itu, ia maju mendekati Sin Houw, Bentaknya.
"Kau majulah!"
"Akh, aku tidak berani."
Sahut Sin Houw sambil membungkuk hormat.
"Kau tak mau menyebutkan nama gurumu, maka seranglah aku tiga kali!"
Perintah Ceng Jie.
"Aku ingin melihat sendiri, apakah aku sanggup mengenal gurumu."
Panas juga hati Thio Sin Houw ketika mendengar dan melihat sikap Ceng Jie yang besar kepala, Setelah menimbang sejenak, akhirnya ia berkata dengan suara merendah.
"Kalau begitu, terpaksalah aku mengiringi kehendak paman. Tetapi kepandaianku hanya terbatas, aku mohon paman berbelas kasihan kepadaku."
"Jangan ngoceh tak keruan!"
Bentak Ceng Jie.
"Siapa sudi mengobrol denganmu? Hayo, seranglah!"
Sekali lagi Thio Sin Houw membungkuk hormat, dan tiba
KANG ZUSI WEBSITE
http.//cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )*** tiba tangannya menyambar.
serangan pendek itu membawa kesiur angin keras.
Keruan saja Ceng Jie terperanjat sama sekali tak diduganya, bahwa pemuda itu memiliki tenaga dalam begitu kuat, Buru-buru ia melintangkan tangannya dan hendak menyambar lengan baju.
Thio Sin Houw tadi menyerang dengan tangan kiri, Begitu melihat Ceng Jie membalas menyerang, gesit ia menarik tangannya kembali.
Kemudian dengan tiba-tiba pula, ia menyerang raut muka ! "Hey!"
Ceng Jie terperanjat lagi, itulah suatu serangan yang terjadi sangat cepat, Tak sempat lagi ia menangkis.
Padahal ia seorang pendekar yang sudah terlalu banyak makan garam.
Ribuan kali ia menghadapi lawan-lawan berat yang memiliki ilmu berkelahi yang berbeda-beda.
Namun serangan Sin Houw kali ini adalah yang terhebat.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri, hanyalah melenggakkan tubuhnya kebelakang.
Thio Sin Houw tak sudi memberi kesempatan lawan untuk dapat mengadakan serangan balasan, ia bergerak mundur dan kemudian melingkarkan tubuhnya, gerakan itu seperti memberi kesempatan kepada lawan untuk memperbaiki kedudukan dan mengira bahwa Thio Sin Houw hendak melarikan diri.
Cepat cepat Ceng Jie mengulurkan tangannya untuk memberi hajaran, tetapi sebelum tangannya sampai pada sasaran, sekonyong konyong ia merasakan suatu kesiur dari angin serangan.
Dilihatnya kedua tangan Sin Houw bergerak dengan berbareng mirip sambaran seekor ular hendak mematuk sasaran, sasaran itu mengarah kepada kedua tulang iganya.
"Ha-ha ..."
Ia tertawa di dalam hati.
"Meskipun kau berhasil menyentuh igaku, apa artinya dibandingkan dengan gempuranku?"
Cepat luar biasa ujung tangan Sin Houw tiba pada sasarannya, dan mengenai pinggang Ceng Jie dengan jitu, Dan terdengarlah suara gemeretak dua kali hampir berbareng, Dan tepat pada detik itu, Sin Houw telah melesat mundur sambil berputaran sebentar.
Kemudian berdiri tegak mengawasi lawannya.
Ceng Jie terperanjat dan mendongkol, ia kena tipu kesombongannya sendiri.
Temyata kekebalannya tak kuasa membendung pangutan ujung tangan Sin Houw yang nampaknya tak bertenaga.
Tetapi nyatanya seluruh tubuhnya merasa kesemutan.
sebaliknya, walaupun merasa diri seorang yang kenyang makan garam, namun masih tak dapat mengenal corak tata berkelahi yang terlalu percaya ke pada pagutan tenaga tangan.
Tapi dalam pada itu, Giok Cu kagum menyaksikan kegesitan Sin Houw, hampir saja ia berteriak memujinya.
sebenarnya dalam jurus tadi, Sin Houw menggunakan jurus gabungan.
Mula-mula ia bergerak dengan ilmu ajaran Bok Jin Ceng, lalu ia menggunakan ilmu kegesitan tubuh ajaran Bok-siang to-jin.
Dan yang terakhir ia memagutkan tangannya dengan ilmu sakti warisan Gin-coa Long-kun.
Maka tak mengherankan, apa sebab Ceng Jie menjadi bingung.
Tetapi yang heran dan bingung ternyata tidak hanya Ceng Jie seorang, juga Ceng It dan Ceng Sie tak kurang-kurang pula.
Mereka saling memandang dengan pandang penuh pertanyaan.
Selamanya, Ceng Jie menganggap dirinya seorang pendekar besar.
Kali ini, ia kena tertipu dalam satu gebrakan saja, Tak mengherankan kehormatan dirinya tersinggung sekaligus.
Dengan serentak ia melompat maju dan menyerang dengan mendadak.
wajahnya merah padam, alis dan kumisnya bagun seluruhnya.
Gerakan kedua tangannya lantas saja membawa kesiur angin dahsyat.
Hebat perbawa Ceng Jie.
Dibawah sinar bulan yang cemerlang, kepalanya nampak mengepulkan asap, siapapun mengerti, itulah akibat rasa amarahnya yang tak terkendalikan lagi.
Gerakan kakinya lambat, akan tetapi mantap.
Itulah suatu tanda, bahwa Ceng Jie memiliki himpunan tenaga dalam yang sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Thio Sin Houw tak berani bermain-main lagi, Menghadapi serangan Ceng Jie, ia mengendapkan diri sambil mendekat, Dua kali berturut-turut, ia dadat membebaskan diri dengan cara demikian, Pada jurus ketiga, diam-diam ia bersiaga mengadakan perlawanan dengan ilmu sakti Hok-houw ciang.
Dan pada jurus keempat, pertempuran sengit terjadilah.
Tetapi justru menghadapi perlawanan Sin Houw, serangan Ceng Jie tidaklah secepat tadi, Gerakannya kini agak kendor, namun setiap pukulannya mengandung tekanan dahsyat.
setiap kali, apabila tangannya bergerak, angin dahsyat mendahului atau mengiringi.
Menghadapi tekanan himpunan tenaga dalam demikian dahsyat, Sin Houw tercekat hatinya.
Namun sama sekali ia tak gugup.
sekonyong-konyong ia melihat cahaya merah kuning berada dalam telapak tangan Ceng Jie, ia terkejut dan sempat berpikir didalam hati.
"Apakah ia memiliki ilmu Ang-see ciang?"
Teringatlah ia kepada tutur kata gurunya tentang berbagai ilmu sakti dengan tanda-tandanya, seperti ilmu Tiat-see ciang (Tangan Pasir Besi), Cu-see ciang (Tangan Cu-se) dan Angsee ciang (Tangan Pasir Merah).
semua ilmu sakti itu adakalanya mengandung bisa racun, dan juga merupakan ilmu pukulan yang tak boleh mengenai sasaran.
Barang siapa kena gempurannya akan rontok tulang-tulangnya.
Memperoleh ingatan demikian, segera ia mengubah tata berkelahinya, Untuk mencegah pendekatan, kedua tangannya di pukulkan saling susul dengan cepat sekali.
Ceng Jie bersenyum mengejak, Tahulah dia, bahwa Sin Houw segan terhadap ilmu saktinya.
ia jadi berbesar hati, lantas saja ia mendesak selangkah demi selangkah, Mendadak saja, lengan kanannya terasa nyeri.
Kaget ia melesat mundur sambil memeriksa tangannya, ternyata lengan yang tadi terasa nyeri kelihatan merah dan bengkak.
Tahulah dia, lengannya tadi kena sentuh tanpa diketahui karena cepatnya, dan iapun segera mengerti bahwa Sin Houw bermurah hati terhadapnya, Sekiranya menghantam dengan benar-benar, tangan atau lengannya pasti sudah rusak.
Meskipun demikian, hatinya penasaran juga.
Sayang, tak dapat lagi ia melanjutkan pertempuran itu, Dalam peraturan adu kepandaian, ia sudah jatuh ! Selagi pertempuran terhenti, Ceng Sam maju mendekati Sin Houw, Katanya dengan suara tenang.
"Anak muda! Masih begini muda sekali umurmu, akan tetapi ilmu kepandaianmu hebat sekali. Marilah, ingin aku mencobamu dengan berbekal senjata."
Thio Sin Houw cepat-cepat membungkuk memberi hormat, sahutnya dengan suara merendahkan hati.
"Waktu datang kesini, tak berani aku membekal senjata. Aku datang dengan tangan kosong ..."
Ceng Sam tertawa dan memutus perkataan Sin Houw.
"Kau mengenal adat istiadat. Bagus! Memang, kulihat kau tak membawa senjata, Hal itu terjadi, karena kau terlalu yakin kepada kemampuanmu sendiri, Hatimu terlalu besar, sehingga keberanianmu sangat mengagumkan. Tidak apalah, hanya saja malam ini kau harus memperlihatkan kepandaianku kepadaku. Marilah, kita melihat-lihat gedung Lian-bu thia. (Lian-bu thia = semacam ruangan untuk berolah raga). Apa yang disebut Lian-bu thia, sebenarnya tempat anggauta Cio-liang pay berlatih, setelah berkata demikian, Ceng sam mendahului melompat turun dari atas genting, Dan rombongannya ikut turun pula. Maka tak dapat lagi, Sin Houw menolak undangan itu. Terpaksalah ia melompat turun dari atas genting, dan mengikuti mereka memasuki ruangan Lianbu thia. Tatkala hendak memasuki ambang pintu, tiba-tiba Giok Cu mendekati dan membisik dekat telinga Sin Houw.
"Didalam tongkatnya tersembunyi senjata rahasia."
Tercekat hati Sin Houw mendengar peringatan itu, seumpama tidak memperoleh pemberitahuan itu, sama sekali ia tidak menyangka.
Maka dengan hati waspada, ia menebarkan penglihatannya.
Ruangan berlatih itu berukuran lebar dan luas sekali.
Didalamnya terdapat tiga panggung persegi panjang, para anggau Cio-liang pay nampak berkumpul berkelompokkelompok.
Rupanya, mereka semua gemar akan ilmu silat.
Baik laki-laki maupun perempuan, Mereka hendak menyaksikan adu kepandaian antara Ceng Sam melawan Sin Houw, Malahan, diantara mereka terdapat beberapa kanakkanak berusia tujuh atau delapan tahun.
Setelah mereka mencari tempat duduknya masing-masing, muncullah seorang wanita setengah baya, usianya kurang lebih empatpuluhan tahun.
ia didampingi pelayan perempuan yang semalam mengantarkan makanan untuk Thio Sin Houw.
"lbu!"
Seru Giok Cu yang mendekati wanita setengah baya itu, wanita itu masih cantik wajahnya, namun mengandung rasa duka, Mendengar seruan anaknya, ia hanya mengerlingkan mata.
Sama sekali tak menyahut memperlihat wajah jernih.
pandang matanya guram tak bersinar.
"Anak muda,"
Kata Ceng Sam kepada Sin Houw.
"Disini banyak terdapat bermacam-macam senjata, Kau hendak menggunakan senjata apa, boleh pilih sendiri !"
Setelah berkata demikian, ia menunjuk sekitar ruangan, Pada dinding gedung itu terdapat deretan berbagai macam senjata tajam.
Thio Sin Houw menyadari, bahwa ia sedang menghadapi persoalan yang rumit sekali.
Tak mudah baginya untuk memperoleh penyelesaian tanpa kekerasan.
Namun, ia tak menghendaki akan terjadinya ketegangan yang bertambah hebat, Karena itu, tak boleh ia sampai melukai siapapun meskipun dirinya seumpama terdesak kepojok.
inilah pengalamannya untuk yang pertama kalinya setelah memasuki kancah penghidupan babak kedua, Dan masalah yang sedang dihadapi itu, ternyata sulit luar biasa, ia berbimbang-bimbang sejenak untuk menentukan sikapnya.
Giok Cu yang sejak tadi memperhatikan Sin Houw, melihat pemuda itu berbimbang-bimbang.
ia berserus "Pamanku yang ketiga ini paling senang terhadap seorang muda yang berkepandaian tinggi.
pastilah dia tidak akan melukaimu ..."
"Tutup mulutmu!"
Tukas ibunya dengan suara sengit, Tak usah dikatakan lagi, bahwa wanita itu tiba-tiba saja berpanas hati. Ceng sam menoleh kepada Giok Cu. Berkata.
"Kau lihat saja, bagaimana kesudahannya nanti."
Setelah berkata demikian, ia melemparkan pandang kepada Sin Houw dan berkata lagi.
"Anak muda, kau menggunakan pedang atau golok panjang?"
Thio Sin Houw terdesak.
Mau tak mau ia harus memberikan jawaban.
segera ia menebarkan penglihatannya.
Tiba-tiba ia melihat seorang kanak-kanak berusia ampat tahun berada di dekat seorang pelayan wanita, pastilah anak itu salah seorang anggauta keluarga tuan rumah.
ia hadir dengan membawa alat-alat permainannya, diantaranya terdapat sebatang pedang kayu yang di cat hitam, Melihat pedang kayu itu, Sin Houw segera mendekati anak itu dan berkata lembut.
"Adik kecil, bolehkah aku meminjam pedangmu? sebentar saja."
Anak itu ternyata pemberani. Sama sekali ia tak takut terhadap orang asing, Dengan tertawa ia mengangsurkan pedang kayunya, Dan setelah Sin Houw menerima pedangnya, ia lari ke dekapan pengasuhnya.
"Sam susiok, tak berani aku menggunakan senjata benarbenar."
Kata Sin Houw mendekati Ceng Sam.
"Bukankah kita hanya berlatih saja?"
Sebenarnya Sin Houw bermaksud merendahkan dirinya, akan tetapi bagi Ceng Sam justru dianggap menghinanya.
Hampir saja orang tua itu tak sanggup mengendalikan rasa marahnya.
Untuk menghibur dirinya sendiri, ia tertawa terbahak-bahak.
Katanya diantara suara tawanya.
"Memang akulah yang lagi sial, puluhan tahun lamanya, aku berkelana mencari lawan dan kawan. selama itu belum pernah aku bertemu dengan seorang yang berani merendahkan diriku. Hem, pernahkah kau mendengar nama tongkatku. Liongtou Koay-tung?"
Katanya.
"Baiklah! Jika benar-benar kau mempunyai kepandaian dewa, hayo kau tabaslah tongkatku kutung!"
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Yang disebut tongkat Liong-tou Koay-tung terbuat dari campuran besi dan baja, siapapun percaya bahwa tongkat itu tak akan mungkin tertatas kutung oleh pedang kayu, kecuali apabila pedang kayu itu buah tangan dewa sakti dan setelah berkata demikian, dengan hati mendongkol Ceng sam menyambar tongkatnya dan dibabatkan kearah pinggangnya Sin Houw.
Hebat sambarannya, didalam ruangan itu lantas saja terdengar suatu suara berdengung.
Gidk Cu memekik cemas, menyaksikan sambaran tongkat pamannya yang hebat tak terkatakan, pada saat itu, ia melihat tubuh Sin Houw berputar seperti terseret putaran anginnya.
Akan tetapi belum sampai tubuh Sin Houw terlempar, tibatiba pedang kayu ditangannya bergerak kencang dan menikam pergelangan.
Ceng Sam mundur sambil menarik tongkatnya, sebagai gantinya, ia maju selangkah dan menusuk ke arah dada.
"Akh!"
Seru Sin Houw didalam hati.
"Kiranya tongkatnya bisa dipergunakan untuk menikam pula, aku harus berhatihati."
Cepat-cepat ia mengelak dan pedang kayunya menotok lengan.
Ceng Sam terkejut, ia tahu, meskipun hanya pedang kayu akan tetapi bila menabas lengan bisa mengutungkan.
Sebat ia melepaskan pegangannya, sehingga ujung tongkat jatuh menusuk lantai.
Tetapi tepat pada saat itu, serangannya yang tak kalah dahsyatnya telah menyusul.
Hebat gerak-geriknya.
selain cepat, mengandung ancaman mengerikan, sedikit saja Sin Houw kena tersentuh, pasti akan celaka.
Thio Sin Houw kagum melihat kegesitan dan kesehatan Ceng Sam oleh rasa kagumnya, ia berkelahi dengan hati-hati dan cermat.
ia selalu mengelak atau menghindari.
Dan kemplangan tongkat yang tidak mengenai sasaran, menghantam batu lantai hingga hancur berantakan.
Keping-kepingannya terpeleset kesana kemari bagaikan titik hujan.
Maka bisa dibayangkan betapa akibatnya, apabila sampai mengenai tubuh manusia yang terdiri dari darah dan daging.
Sin Houw tak sudi terpengaruh kedahsyatan tongkat Liongtou Koay-tung, segera ia melayani kegesitan lawan dengan ilmu kelincahan tubuh ajaran Bok-siang tojin, Tubuhnya bergerak sangat lincah, gesit dan sebat luar biasa.
Tak ubah bayangan, ia melesat ke sana kemari.
Dan setiap kali memperoleh kesempatan, pedangnya menabas dan menikam, Tak terasa, pertempuran cepat itu telah memasuki jurus duapuluh, setelah itu, Ceng Sam kelabakan sendiri.
ia sudah terlanjur membuka mulut besar.
Akan tetapi sampai sekian jurus, belum berhasil merobohkan lawannya yang masih berusia muda sekali.
sekian puluh tahun lamanya, ia malang melintang tanpa tandingan karena tongkatnya itu.
Akan tetapi pada malam itu, ia malah kena dipermainkan seorang bocah cilik.
Masakan melawan pedang kayu saja, membutuhkan waktu begitu lama? Dan oleh pikiran itu, ia menjadi gugup, Tak dikehendaki sendiri, keringatnya membasahi seluruh tubuhnya.
Oleh rasa gugup dan mendongkol, ia menjadi penasaran.
segera ia merubah tata-berkelahinya, Dengan gesit ia mencoba melihat Sin Houw dengan tongkat andalannya.
Gerakannya membuat semua penonton mundur beberapa langkah, karena tersapu angin yang datang bergulungan.
Ada diantaranya yang bersandar pada tembok untuk mempertahankan diri.
Setelah merubah tata berkelahinya, Sin Houw mengakui didalam hati bahwa orang tua itu merupakan lawannya yang tertangguh selama hidupnya, Tak dapat ia mendekatinya.
sedang pedang kayunya tak dapat diharapkan bisa menabas kutung tongkat Liong-tou Koay-thung bahkan apabila kurang hati-hati, pedang kayunya sendiri yang bakal patah menjadi dua tiga bagian.
"Akh, kalau begini terpaksa aku harus melawannya dengan ilmu gabungan kedua guruku ..."
Pikir Sin Houw di dalam hati, Berpikir demikian, iapun segera merubah tata berkelahinya, Gerakannya jadi lambat dan nampak perlahan.
Ceng Sam bergirang hati menyaksikan gerakan Sin Houw yang makin lama jadi makin lambat.
Itulah suatu tanda bahwa dia kehilangan tenaga.
oleh pikiran itu, tak sudi ia sia-siakan kesempatan yang bagus.
Begitu memperoleh kesempatan, dengan sebat ia menghantamkan tongkatnya.
Thio Sin Houw nampak lelah.
Dengan gerakan lambat ia menyambut serangan tongkat Ceng Sam yang dahsyat tak mengenal ampun.
Giok Cu yang berada diluar gelanggang berseru cemas.
Tiba-tiba ia melihat suatu perubahan yang mengherankan.
Pada saat ujung tongkat lewat didepan dada, cepat, luar biasa Sin Houw menggerakkan tangannya.
Tahu-tahu ujung tongkat kena ditangkapnya dengan tangan kiri, Dengan tenaga penuh, ia menghentak sambil menarik.
Kemudian pedang kayunya menyambar.
Bret! dan bajunya Ceng Sam menjadi koyak! Ceng Sam kaget bukan kepalang.
Pada detik itu pula, telapak tangannya panas luar biasa oleh gentakan Sin Houw.
Tak dapat lagi ia mengelakkan diri atau mencoba mempertahankan diri.
Satu-satunya jalan, hanya melepaskan genggemannya.
Artinya, tongkat andalannya kena direbut lawan.
Hal itu sebenarnya sudah merupakan karunia meskipun memalukan sekali.
coba seumpama Sin Houw tidak mengenal belas kasih, dadanya sudah kena tikam dengan telak! Thio sin Houw tahu kegelisahan lawan.
Hatinya yang mulia tidak mengijinkan untuk ia membuat orang tua itu menanggung malu, selagi menarik pedang kayunya, ia menyodorkan tongkat yang kena dirampasnya kepada pemiliknya lagi.
Gerakan itu dilakukan dengan cepat dan semu, sehingga hanya seorang ahli saja yang bisa mengetahuinya.
Sebenarnya Ceng sam sudah merasa mati kutu, Akan tetapi hatinya panas dan mendongkol, sambil menerima tongkatnya kembali, ia berteriak tinggi sambil menyerang, itulah kejadian diluar dugaan Sin Houw, ia heran, apa sebab orang tua itu membandel? Bukankah dia sudah terkalahkan? Apa sebab ia masih menyerang? Tapi tak sempat lagi ia berpikir berkepanjangan, ia harus mengelakkan serangan tibatiba itu, Dengan gesit ia melesat ke samping dengan memiringkan badannya.
Lalu melompat mundur.
Ceng sam tak mau mengerti.
Sebenarnya, kalau mau Sin Houw dapat menyerangnya dari samping, Tapi ia tak memperdulikan kemuliaan hati pemuda itu.
Dengan penasaran, ia menarik pulang tongkatnya.
Lalu menyerang, tapi kali ini dibarengi dengan suara berdesir, Dan dari ujung tongkatnya, melesatlah tiga batang paku beracun yang tipis.
sasarannya membidik atas, tengah dan bawah.
Jarak mereka sangat dekat.
Maka bisa dibayangkan, betapa berbahayanya.
Apalagi Ceng Sam membarengi dengan tusukan.
Giok Cu berseru kaget, Hampir saja ia melompat ke dalam gelanggang, kalau saja tidak kena tarik ibunya.
Thio Sin Houw sudah berjaga-jaga sejak memperoleh kisikan Giok Cu.
Tapi serangan itu sendiri, sangat keji.
Gesit luar biasa, ia menyapu ketiga paku itu dengan pedang dan ujung baju-nya, itulah jurus simpanan ilmu sakti dari golongan Hoa-san pay ajaran guru-nya, Bok Jin Ceng yang jarang sekali muncul didepan umum.
Kalau saja tidak merasa terpaksa, tidak akan Sin Houw menggunakan ilmu simpanan tersebut.
Setelah itu, dengan geram ia maju selangkah dan menekan ujung tongkat Ceng Sam dengan pedang kayunya kelantai.
Itulah suatu peristiwa diluar dugaan Ceng Sam.
ia tadi sudah merasa pasti, bahwa serangan paku beracunnya akan berhasil.
Tak mengherankan, tongkatnya tidak perlu ditariknya kembali cepat-cepat, sekarang tongkatnya kena tindih, Suatu tenaga luar biasa besarnya menekan ujung tongkatnya ke lantai.
Terus saja, ia berjuang mempertahankan tongkatnya, Akan tetapi pedang kayu Sin Houw terus menekan ke bawah sedikit demi sedikit, Dan tatkala ujung tongkat meraba lantai, kaki kirinya menggantikan kedudukan pedang, Tongkat itu diinjaknya.
Keringat dingin membanjiri seluruh tubuh Ceng Sam, ia berkutat mati-matian untuk membebaskan tongkatnya.
Selagi mengerahkan sisa tenaganya, tiba tiba Sin Houw melompat mundur, oleh perubahan itu, Ceng Sam terhentak mundur beberapa langkah dan hampir saja ia roboh terjengkang, ia berhasil mengangkat tongkatnya kembali.
Akan tetapi lantai yang terbuat dari batu pualam hijau meninggalkan lobang besar sebesar tusukan ujung tongkatnya, Dan menyaksikan hal itu, semua hadirin terperanjat dan tercengang.
Tak usah diumumkan lagi, Ceng Sam telah kalah.
ia mendongkol bukan kepalang.
Tak pernah terlintas di dalam benaknya, bahwa pada suatu kali ia bakal dikalahkan lawan yang hanya bersenjata pedang kayu, ia menggigil oleh rasa marah, kecewa dan benci.
Dengan kedua tangannya ia melemparkan tongkatnya keatas wuwungan gedung.
Brak! Dan atap gedung itu tertembus tongkatnya dengan suara berderakan.
"Tongkatku kena kau kalahkan dengan pedang kayumu, Apa perlunya kusimpan lagi sebagai senjata mustika?"
Teriaknya dengan wajah merah padam.
Thio Sin Houw tak bergerak dari tempatnya.
ia tahu, orang tua itu sedang mengumbar rasa mendongkolnya.
sebenarnya bukan tongkatnya yang buruk, akan tetapi karena ilmu kepandaiannya kalah jauh dengan Thio Sin Houw.
Semua orang tahu akan hal itu, Dan sebenarnya tak perlu Ceng Sam menutup nutupi kekalahannya.
Diantara keluarga Cio-liang pay yang berkumpul didalam gedung itu, tinggal Ceng It, Ceng Sie dan Ceng Go yang belum melawan Sin Houw, Ceng Go adalah seorang ahli pembidik senjata rahasia.
senjata yang digunakannya adalah semacam pisau belati panjang yang tipis.
Bentuknya setengah golok setengah pisau, Tajamnya luar biasa.
selain itu mengandung racun jahat, Selama hidupnya, belum pernah ia kehilangan sasaran bidikannya, selalu tepat dan tak pernah meleset.
Senjatanya disimpan dalam sebuah kantong semacam tempat anak panah.
Masing-masing senjata mempunyai daya berat setengah kilo, Biasanya senjata bidik terlepas tanpa suara.
Tapi senjata bidik Ceng Go yang istimewa itu, meraung nyaring seperti seruling, itulah disebabkan pada ujung belati terdapat sebuah lobang sebesar biji asam.
Suara itu sendiri dimaksudkan sebagai suatu santun.
Lawan diperingatkan terlebih dahulu agar bersiaga penuh begitu mendengar suara raungan, Akan tetapi sebenarnya raungan suara itu justru mengacaukan pemusatan lawan.
salah salah bisa membuat lawan yang kecil hati jadi bingung dan gugup.
Melihat kakaknya gagal menguji ketangguhan Sin Houw, tanpa berbicara lagi ia melompat kedalam gelanggang.
"Saudara Sin Houw!"
Katanya.
"Tahun depan umurku mencapai empat puluh tahun, jadi aku masih pantas menyebut kau sebagai saudara. Kau hebat, saudara. Dengan senjata kayu kau bisa mengalahkan tongkat mustika kakakku. Bagaimana kalau sekarang aku mencoba-coba senjata bidikku?"
Dan setelah ia berkata demikian, dialihkannya kantong kulit yang berada dipunggung ke pinggang. Sin Houw menatap gerak-gerik Ceng Go sebentar. Rasanya tiada gunanya ia mencoba menolak. Maka terpaksalah ia mengangguk. sahutnya.
"Baiklah, hanya saja tak berani paman menyebut diriku dengan istilah saudara. sebab aku sudah mengangkat saudara dengan kemenakanmu, Harap saja paman sudi bermurah hati terhadapku "
Ia mengembalikan pedang kayu kepada anak yang meminjami, kemudian balik kembali memasuki gelanggang, ia tahu, kali ini bakal menghadapi pertempuran seru, apalagi ia menghadapi orang termuda dari lima dedengkot Cio-liang pay, pastilah dia lebih berangasan dari pada saudara-saudaranya yang tua tadi.
Dalam pada itu, semua penonton mundur sampai kedinding.
Mereka tahu, senjata bidik Ceng Go tak boleh di buat semberono, sekali terlepas, maka udara akan dipenuhi pisau belati yang berterbangan dengan suara meraung.
Tak mengherankan suasana gelanggang jadi tenang bercampur tegang, Sebab apabila Sin Houw terpaksa mengelak, senjata bidik akan terus meluncur menikam salah seorang penonton yang lagi bernasib sial.
Thio Sin Houw sendiri kala itu, terpaksa memeras otak, Bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melawan senjata bidik Ceng Go? Kalau hanya main tangkap, rasanya kurang kena.
Karena gerakan itu hanya memperlihatkan suatu kegesitan belaka, seumpama Ceng Go bisa dikalahkan dengan cara demikian, tentunya dia belum puas.
Kecuali apabila sanggup menanamkan rasa segan kedalam hati mereka semua, agar Cie Lan dibebaskan dengan hormat.Pikirnya.
"Dia hendak memperlihatkan kepandaiannya dalam hal membidikkan senjata kenapa aku tak menirunya?"
Dan memperoleh pikiran demikian, segera ia berkata.
"Go susiok, biarlah aku mengambil segenggam batu untuk menghadapi senjata bidik paman yang dahsyat."
Setelah berkata demikian, ia keluar gelanggang dan mengambil seraup batu-batu kerikil. ia sudah memperoleh keputusan hendak melawan senjata bidik Ceng Go dengan ilmu ajaran Bok-siang tojin! "Silahkan!"
Katanya setelah memasuki gelanggang kembali.
"Hati-hati!"
Ceng Go memperingatkan. Berbareng dengan peringatannya, sebatang pisau belati menyambar dengan suara meraung, Hebat suara raungan itu, gerakan Ceng Go tangkas pula. Maka cepat-cepat Sin Houw menyentil sebuah batu, !Takk!"
Batu membentur ujung pisau. Dan suara raungan itu terhenti, karena batu menyumbat lobang suara.
"Bagus!"
Ceng Go memuji.
"Kalau begitu, tak boleh aku bersegan segan lagi, Hati-hatilah!"
Dua pisau belati terbang menyambar dengan sekaligus, dan dua kali pula bentrokan terdengar nyaring, Yang pertama terpukul miring dan membenam pada tiang, sedang yang kedua runtuh bergelontangan dilantai, peristiwa itu benarbenar mengejutkan Ceng it yang memperhatikan adu kepandaian antara saudara-saudaranya melawan Sin Houw.
Betapa tidak? senjata bidik Ceng Go mempunyai berat kurang lebih setengah kilo, Kena tenaga lontaran pembidiknya akan mempunyai daya berat sekian kali lipat, Akan tetapi kena di runtuhkan Sin Houw yang hanya menggunakan batu kerikil.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tak usah dikatakan lagi, bahwa himpunan tenaga dalam Sin Houw jauh berada diatas Ceng Go.
Wajah Ceng Go nampak berubah, begitu menyaksikan runtuhnya dua pisau belatinya, Tapi pada saat itu pula, ia memberondongkan ampat pisau belatinya sekaligus.
Sin Houw sudah mempunyai dugaan demikian, ia menyongsong sambitan pisau belati Ceng Go dengan ampat butir kerikilnya, Dan ampat pisau belati itu runtuh diatas lantai saling susul seperti tadi, setelah terdengarnya suara benturan yang nyaring.
"Akh, bagus! Bagus!"
Seru Ceng Go, ia seperti menyatakan pujian dengan hati tulus, akan tetapi hatinya sesungguhnya mendongkol bukan main.
segera ia melepaskan enam pisau belatinya sekaligus, kemudian dua batang lagi menyusul beberapa detik.
Arah bidikannya memenuhi segenap penjuru akan tetapi sasarannya satu.
Teriaknya didalam hati.
"Hem! Coba, ingin kulihat apakah kau mampu meruntuhkan ke enam pisau-pisau belati, berikut dua lagi yang menyusul belakangan ..."
Terbangnya delapan benda tajam itu membawa suara meraung-raung berisik sekali, Kena pantulan sinar lampu, ke delapan senjata bidik itu membawa cahaya berkilauan, Tetapi sebentar saja, baik suara raungan maupun sinar berkilauan itu padam dengan mendadak kena benturan enambelas batu kerikil Sin Houw yang bersuing pula diudara! "Akh, benar-benar hebat!"
Seru Ceng Go didalam hati, sekarang ia jadi penasaran.
Dengan semangat tempur yang menyala, ia melepaskan enam batang pisau belati sampai tiga kali berturut-turut saling menyusul, Tak usah dikatakan lagi, betapa berisik suara raungan diudara! Ceng It adalah seorang pendekar berpengalaman.
Melihat gerak-gerik Sin Houw yang gesit dan tangkas luar biasa, tahulah dia bahwa pemuda itu pasti murid seorang pendekar yang berkepandaian tinggi luar biasa.
Kalau sampai pisaunya Ceng Go melukainya, akan panjang ekornya.
Maka cepatcepat ia berteriak mencegah.
"Go-tee, jangan menuruti hati panas saja, Tahan!"
Akan tetapi pencegahan itu sudah kasep, Tiga kali berturut-turut, Ceng Go melepaskan senjata bidiknya, setiap kali ia melepaskan enam batang.
Dengan demikian, delapanbelas batang senjata bidik berkilauan memenuhi udara tak ubah hujan gerimis.
Adalah tak mungkin untuk menarik kembali.
Thio Sen Houw sendiri bersikap tenang luar biasa, menghadapi hujan senjata bidik.
Mula-mula ia menebarkan duabelas batu kerikilnya untuk meruntuhkan enam batang golok.
Kemudian ia melesat kesana kemari menangkap enam pisau belati susulan.
setelah kena tergenggam ditangannya, ia menyambitkan kembali meruntuhkan enam senjata bidik yang menyambar untuk yang ketiga kalinya.
Dengan tiga gerakan itu, ke delapan belas senjata bidik Ceng Go rontok bergelontangan diatas lantai.
Dan yang kena bentur senjata kerikilnya terbang keluar gelanggang menancap pada dinding.
itulah suatu pemandangan yang benar-benar mempesonakan.
Mereka semua yang melihat, memekik tertahan oleh rasa heran dan kagum.
Pandang mata Ceng It, Ceng Jie, Ceng Sam, Ceng Sie dan Ceng Go mendadak menjadi bengis.
Dengan serentak mereka berteriak nyaring.
"Apakah kedatanganmu kemari atas perintahnya Gin-coa Long-kun?"
Sin Houw tercengang, Memang, ia tadi menggunakan jurus ilmu warisannya Gin-coa Long-kun selagi menghadapi kerumunan senjata bidiknya Ceng Go.
Tetapi bagaimana mereka berlima bisa mengenal dengan sekali melihat saja? Thio Sin Houw tidak mengetahui bahwa pada waktu muda, Ceng It berlima pernah bertempur melawan Gin-coa Long-kun.
Ketika waktu itu Ceng Go menyerang dengan delapanbelas senjata bidiknya, cara menangkap dan mengadakan perlawanan Gin-coa Long-kun, benar-benar tak pernah terlupakan oleh mereka berlima.
Di dunia ini hanya dia seorang, Bertahun-tahun lamanya, mereka membicarakan dan merundingkan gerakan Gin-coa Long-kun yang ternyata merupakan obat pemunah sambaran pisau terbang yang ampuh, Gerakan itu tak pernah terhapus dari ingatan mereka.
Bahkan seringkali dibawanya bermimpi.
Maka itulah sebabnya, begitu melihat gerakan perlawanan Thio Sin Houw segera mereka mengenali tanpa ragu-ragu lagi.
Thio Sin Houw tidak mengetahui adanya latar belakang sejarah mereka berlima yang bersangkut-paut dengan Gin-coa Long-kun.
Melawan Ceng Jie dan Ceng Sam serta Ceng Sie, ia hanya meng gunakan jurus-jurus ajaran kedua gurunya.
Tetapi setelah merasa terpojok oleh sambaran pisau terbang Ceng Go, dengan tak dikehendakinya sendiri ia melakukan perlawanan dengan jurus warisan Gin-coa Long-kun.
Memang warisan Gin-coa Long-kun sudah meresap didalam darah dagingnya, seakan-akan miliknya sendiri.
Karena itu cara menggunakannya secara naluriah belaka.
Begitulah, tatkala mendengar pertanyaan itu segera ia hendak memberi keterangan, Tetapi pengalaman hidupnya yang pahit, menahannya.
ia menaruh curiga terhadap bunyi dan nada pertanyaan mereka.
Cara mereka bertanya, mengingatkan dirinya kepada musuh-musuh ayah bundanya yang bersikap galak dan main paksa.
Mulutnya yang sudah bergerak, segera menutup kembali, selagi demikian, terlihatlah tiga orang memasuki paseban, Yang berjalan di depan adalah Cie Lan yang terbelenggu kedua tangannya.
ia dikawal oleh dua orang yang bersenjata terhunus.
Rupanya, baru saja Cie Lan dikeluarkan dari lubang jebakan.
Melihat munculnya Cie Lan, hati Sin Houw tergetar, Terus saja ia melesat menghampiri.
Ceng It dan Ceng Ji segera memburunya dengan senjata andalan mereka.
Thio Sin Houw tak menghiraukan, ia menyusul Cie Lan, Tiba-tiba dua pengawalnya menyerang dengan berbareng, Cepat ia mengendapkan diri, dan pada detik itu terdengarlah suatu bentrokan senjata tajam, itulah bentrokan senjata antara dua pengawal Cie Lan dan Ceng lt.
"Minggir, tolol!"
Bentak Ceng It mendongkol.
Sin Houw tadi tidak mengadakan perlawanan tatkala kena serang dua orang pengawalnya Cie Lan, ia hanya mengendapkan diri, sehingga kedua pedang penyerangnya menyelonong melalui punggungnya, justru pada saat itu Ceng It dan Ceng Jie sedang menyerang pula.
Dengan demikian senjata mereka berempat jadi berbenturan.
Keruan saja, dua pengawal itu kaget setengah mati.
Mereka heran bukan kepalang, atas terjadinya benturan itu, pada waktu itu Sin Houw mempunyai kesempatan untuk mendekati Cie Lan.
Dengan sekali tabas, ia memutuskan tali pembelenggu dengan pedangnya Cie Lan yang masih tergantung di pinggangnya.
Kemudian berkata.
"lni pedangmu!"
"Sin-ko!"
Seru Cie Lan girang, Cepat ia membuang tali pembelenggunya dan terus menerima pedangnya, Dan baru saja pedangnya tergenggam, dua batang tombak pendek Ceng It melintang di depannya, ia terperanjat Tetapi pada saat itu, ia mendengar suara mengaduh.
Cepat ia menoleh dan melihat dua pengawal yang sialan tertusuk tombak Ceng It.
Untung, Ceng It masih sempat menyadarkan tikamannya sehingga hanya menusuk paha.
Kalau tidak, mereka berdua pasti akan menjadi sate mentah.
Peristiwa itu terjadi oleh kecekatan Sin Houw yang bisa mengambil keputusan diluar dugaan.
Melihat ancaman bahaya, sebat ia menyambar dua pengawal yang menyerang dari samping dan dibenturkan pada tombak majikannya dan setelah itu, ia merenggut tali pembelenggu Cie Lan untuk dijadikan alat melawan keganasan tombak Ceng It.
Ceng It pada waktu itu mendongkol bukan main, Dengan geram, ia menendang kedua pengawalnya,Kemudian mengulangi tikamannya.
Sin Houw menyambar tangan Cie Lan dan dibawanya melompat mundur.
Kemudian ia melihat ujung tombak Ceng It dengan tali pembelenggu.
Sudah barang tentu, Ceng It tidak sudi kena libat, untuk membebaskan libatan itu, ia melompat dengan menikamkan tombaknya lagi untuk yang ketiga kalinya, Sin Houw memuji kecekatannya, Tetapi otaknya yang cerdas dapat mengambil tindakan diluar dugaan.
Tadi, memang ia bermaksud menarik tombak itu setelah melihatnya.
Apabila Ceng it melompat maju sambil melepaskan tikamannya, ia malah melepaskan tali libatan, Dan dengan kecepatan luar biasa, ia melompat kesamping sambil melindungi Cie Lan.
Ceng It jadi kehilangan keseimbangan.
Tubuhnya menyelonong ke depan sampai dua langkah jauhnya.
Kemudian dengan mati-matian ia mempertahankannya dengan menjagangkan kedua kakinya.
Thio Sin Houw mempergunakan kesempatan yang baik itu, Dengan membimbing tangan Cie Lan, ia lari keserambi depan, ia membalikkan tubuhnya, berdiri tegak dan menunggu kedatangan mereka dengan sikap tenang luar biasa.
Ceng It jadi panas hati, ia merasa diri kena dipermainkan seorang pemuda seumpama bocah yang belum pandai apaapa.
Maka dengan penasaran dan penuh dengki, ia memburu.
Keempat saudara dan dua kemenakannya segera menyusulnya.
Dan sebentar saja, mereka bertujuh sudah mengambil sikap mengurung.
"Kau jawablah pertanyaanku! Di mana Lim Beng Cin kini berada?"
Bentak Ceng It dengan menudingkan tombaknya.
"Lim Beng Cin? siapakah Lim Beng Cin?"
Sahut Sin Houw heran, Kemudian meneruskan dengan suara sabar.
"Marilah kita bicarakan dengan baik-baik. susiok sekalian tidak perlu bergusar hati terhadapku."
"Apakah kau muridnya Lim Beng Cin yang terkenal dengan sebutan Gin-coa Long-kun?"
Kata Ceng It yang tidak menggubris.
"Apakah kedatanganmu ke sini, atas perintahnya?"
Belum lagi Sin Houw membuka mulutnya, Ceng Sie ikut bicara, Katanya garang.
"Anak muda! sebelum terlanjur berilah kami keterangan sejelas-jelasnya - coba jawab, dimanakah Gin-coa Long-kun kini berada?"
Sepasang alis Sin Houw terbangun. Teringatlah dia, bahwa dahulu Kun Cu dan temannya secara samar-samar pernah menyebut Gin-coa Long-kun dengan nama Lim Beng Cin pula, Maka oleh ingatan itu, segera ia menjawab.
"Dengan sesungguhnya, selama hidupku belum pernah aku melihat wajah Gin-coa Long-kun. Bagaimana dia bisa memerintahkan aku untuk datang ke sini?"
"Apa kata-katamu ada harganya untuk kami percaya?"
Ceng sie menegas.
"Hem! Meskipun aku bukan seorang ksatria besar, tetapi selama hidupku belum pernah aku berbohong terhadap siapapun."
Sahut Sin Houw mendongkol.
"Secara kebetulan aku bertemu dengan saudara Giok Cu, kemudian bersahabat dan datang ke sini untuk mengunjungi dan menjenguk kesehatannya, Apakah hal ini ada hubungannya dengan Gincoa Long-kun?"
Mendengar perkataan Sin Houw Ceng It berlima agak menjadi tenang, Namun rasa curiga mereka belum hilang, setelah berdiam sejenak, Ceng It berkata mengancam.
"Kau bisa menyebut Gin-coa Long-kun dengan lancar, pastilah kau mengetahui dimana tempat persembunyiannya, janganlah kau mengharap bisa keluar dari dusun ini. Terus terang saja, dia adalah orang buruan kami!"
Thio Sin Houw menjadi tercengang mendengar bunyi ancaman Ceng It, ia menjadi teringat dengan nasib keluarganya yang terus-menerus dikejar-kejar musuh dari berbagai jurusan, Dan teringat hal itu, hatinya sengit, Namun masih bisa ia bersikap sabar dan tenang, setelah membungkuk hormat, ia menyahuti "Aku memang kenal namanya, tetapi aku bukan sanak atau keluarganya, Akupun belum pernah melihat dirinya dengan berhadap-hadapan, apalagi berbicara dengannya.
Hanya saja memang aku tahu, di mana dia kini berada.
Tetapi yang kukhawatirkan, barangkali tiada seorangpun yang berani menemuinya ..."
Itulah suatu penghinaan bagi Ceng It berlima, lantas saja ia menggerung hebat. Teriaknya.
"Siapa bilang kami tak berani mencarinya ? Belasan tahun sudah, kami berusaha mencari untuk menemukannya kembali. Kami berlima boleh kau antarkan seorang demi seorang, atau dengan berbareng. Sesukamulah! Biarpun dia bersembunyi di ujung langit, kami tidak akan mundur selangkah pun juga..."
Nah, antarkan kami kepadanya! Atau berilah kami keterangan di mana dia sekarang berada."
Thio Sin Houw tertawa tawar, sebagai seorang pemuda yang banyak mempunyai pengalaman berhadapan dengan musuh-musuh ayah-bundanya, lantas saja dia dapat menilai budi pekerti Ceng It dan saudara-saudaranya, sahutnya menggertak.
"Apakah benar-benar susiok hendak menemui dia?"
Dengan hati panas, Ceng It maju selangkah. Berteriak nyaring.
"Tidak salah lagi! Aku memang mau menemui dia, Di mana?"
Sin Houw mengkerutkan dahi, Ber-tanya menegas.
"Sebenarnya apa maksud susiok hendak menemuinya?"
"Hei, anak muda!"
Bentak Ceng It.
"Kau anak kemarin sore, janganlah kau mempermainkan aku yang sudah ubanan, kau katakanlah, dimana dia sekarang berada!"
Sin Houw tersenyum melihat kelakuan orang tua itu, yang masih berangasan, jawabnya.
"Kurasa susiok masih membutuhkan waktu beberapa tahun, untuk bisa menemui dia."
"Apa maksudmu?"
Potong Ceng It.
"Karena dia sudah meninggal dunia..."
Ujar Sin Houw dengan suara tenang. Mendengar perkataan itu, mereka semua tercengang, Juga seluruh anggauta keluarga Cio-liang pay yang ikut menyusul ke serambi depan. Tiba-tiba terdengarlah pekik suara Giok Cu.
"lbu! ibu ...!"
Thio Sin Houw menoleh.
Dan pada saat itu, ia masih berkesempatan melihat ibunya Giok Cu jatuh pingsan di atas kursi.
Cepat-cepat Giok Cu mengangkat kepala ibunya, dan diletakkan diatas pangkuannya, wajah ibunya pucat lesi, kedua matanya tertutup rapat.
"Hemm ...!"
Dengus Ceng Sie dengan bersungut, Ceng Jie berpaling kepada Giok Cu, menuding sambil berkata memerintah.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau bawalah ibumu masuk kedalam, Keluarga kita tak boleh memperlihatkan kelemahannya!"
Giok Cu menangis dengan tiba-tiba, jawabnya dengan sengit.
"lbu terkejut tatkala mendengar berita ayah, kenapa harus malu? Apa yang harus disembunyikan? ibu bersengsara, ibu pedih, Hatinya kena tertikam!"
Mendengar perkataan Giok Cu Sin Houw menjadi sangat terkejut, pikirnya didalam hati.
"Jadi, Gin-coa Long-kun suami wanita itu? Jadi, Gin-coa Long-kun ayahnya Giok Cu?"
Ceng Sam menegakkan pandangnya, mendengar perkataan Giok Cu. Dengan menahan luapan marahnya, dia membentak.
"Toako! Kau sayang kepada anak itu, nyatanya dia berani melawan perintah Jie-ko. Idzinkanlah aku menghajar dia!"
Ceng It mencoba menengahi, Kata-nya sengit kepada Giok Cu.
"Kau bilang, Gin-coa Long-kun itu ayahmu? Hayo, kau bawa ibumu masuk ke dalam! Cepat!"
Giok Cu tak berani membantah perintah pamannya yang tertua. Dengan memaksa diri, ia memapah ibunya hendak dibawanya masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba ibunya Giok Cu tersadar, perlahan-lahan ia berkata kepada Giok Cu.
"Katakan kepada anak Sin Houw, bahwa aku ingin berbicara esok malam, Banyak yang hendak kutanyakan kepada-nya."
Giok Cu memanggut dan segera mendekati Sin Houw. Katanya.
"Masih ada satu hari lagi. Esok malam datanglah ke sini lagi untuk mencari emasmu. ingin kutahu, kau mempunyai kemampuan atau tidak."
Setelah berkata demikian, ia mengeringkan matanya kepada Cie Lan. Pandangnya sengit, Kemudian ia memapah ibunya masuk ke dalam.
"Mari, Lan-moay. Kita pergi saja"
Ajak Sin Houw kepada Cie Lan. Dengan memanggut kecil, Cie Lan mendahului memutar tubuhnya.
"Tunggu dulu!"
Seru Ceng Go dengan menghalangkan kedua tangannya.
"Jawab pertanyaanku satu kali lagi!" "Hari sudah larut malam, susiok."
Sahut Sin Houw dengan membungkuk hormat.
"Lain kali aku datang ke sini untuk memenuhi kehendak susiok."
"Tidak! Jawab pertanyaanku dulu! Waktu Lim Beng Cin mati, siapa yang menyaksikan? Lagipula, di mana dia mati ?"
Dengan sesungguhnya, Gin coa Long-kun bukan sanak keluarga Sin Houw, Tetapi mendengar lagak pertanyaan Ceng Go, ia jadi panas hati.
Entah apa sebabnya, Dan seketika itu juga, teringatlah dia kepada Thio Kun Cu dan temannya yang datang ke gunung Hoa-san hendak mencari warisan Gin coa Long kun, pikirnya didalam hati.
"Hm... apakah aku tak tahu maksudmu sebenarnya? Kau benci terhadap Gin-coa Long-kun, tetapi hatimu mengincar warisannya. Bagus benar hatimu. walaupun sampai mati, tidak akan aku memberi keterangan kepadamu."
Dan oleh pikiran itu, ia menjawab dengan mengulum senyum.
"Sebenarnya aku hanya mendengar berita kematian Gincoa Long-kun dari tutur-kata seorang sahabat. Kalau tak salah, menurut sahabatku itu Gin-coa Long-kun meninggal disebuah pulau di seberang sungai Tiang-kang, Nama pulau itu sendiri, katanya Beng-to."
Ceng It berlima saling pandang dengan rasa heran penuh pertanyaan. Mati di pulau Beng-to? Mengapa begitu jauh? Sementara itu Sin Houw berkata lagi.
"Nah, bila susiok sekalian ingin melihat makamnya, pergilah ke pulau Beng-to ... Sekarang, perkenankan kami berdua beristirahat dulu, karena hari sudah jauh malam. Hawa pegunungan terlalu dingin bagiku." "Tunggu dulu!"
Cegah Ceng Jie.
Kedua tangannya dilintangkan menghadang kepergian Sin Houw, seperti perbuatan Ceng Go tadi.
Tak senang Sin Houw dihadang dengan cara demikian.
segera ia menolak lengan Ceng Jie.
Tetapi Ceng Jie tidak mau mengerti, dan ia segera menekuk lengannya lalu mencengkeram, sasarannya mengarah pergelangan tangan.
Thio Sin Houw tak sudi terlibat dalam suatu perkelahian lagi.
Begitu tangannya berbenturan, cepat-cepat ia menyambar lengan Cie Lan, Dengan suatu isyarat, ia mengajak Cie Lan melompat melalui hadangan kaki Ceng Jie.
Ternyata Cie Lan seorang gadis yang cerdas, ia mendahului melompat dan berhasil melalui hadangan Ceng Jie dengan selamat.
Ceng Jie jadi panas hati, Tangan kanannya bergerak meraba pinggangnya, Dan tiba-tiba saja ia sudah menggenggam sebatang cambuk lemas yang tadinya dipergunakan sebagai ikat pinggang.
Cambuk itu termasuk senjata andalannya .
Dibuat dari otot lembu yang kuat luar biasa, karena terlapis dengan logam, Kedahsyatannya melebihi cambuk yang dibuat dari logam penuh.
Sebab daya gunanya jauh lebih baik dari pada logam yang sifatnya kaku.
Kadang-kadang bisa kencang tak ubah sebatang tombak, kadangkala bisa melingkari semacam gaetan setajam pisau cukur.
Dan dengan satu lecutan, ia menghantam punggung Sin Houw yang telah melaluinya.
Betapa bahayanya, tak usah dikatakan lagi.
Thio-Sin Houw mendengar kesiur angin mengejar dirinya, Tanpa menoleh, ia melesat maju sambil menyambar tangan Cie Lan, Kemudian dengan mengerahkan enam bagian himpunan tenaga dalamnya, ia membawa Cie Lan melompat ke atas dinding.
Dan cambuknya Ceng Jie menghajar tempat kosong.
Ceng Jie semakin penasaran.
Belasan tahun lamanya ia telah melatih diri dengan cambuk andalannya, selama itu, tak pernah sasarannya gagal.
Tetapi anak muda itu ternyata bisa mengelakkan diri dengan mudah saja.
Maka ia mengulangi lagi serangannya, kali ini mengarah kakinya Cie Lan yang baru saja mendarat diatas tembok.
Mendongkol hati Sin Houw yang menyaksikan kelicikan Ceng Jie, Mengapa menghantam Cie Lan yang kepandaiannya kalah tinggi? Sebat ia mengulur tangan kirinya menangkap ujung cambuk, sambil ia melindungi Cie Lan.
waktu itu, kedua kakinya telah mendarat di atas tembokmaka dengan mengerahkan tenaga, ia menghentak.
Ceng Jie kaget bukan kepalang .
Sama sekali tak diduganya, bahwa Sin Houw mampu menangkap ujung cambukny .
Ketika melecutkan cambuknya, ia melompat maju pula, Kini tiba-tiba kena bentak Sin Houw dari atas tembok.
Karena kalah tenaga, ia terangkat naik, kedua kakinya jadi bergelantungan, ia jadi kehilangan tenaga.
Tak dapat lagi ia berkutik.
Dalam detik itu juga, ia jadi menyesal atas kesemberonoannya sendiri.
Tadinya ia mengira, dengan menjatuhkan Cie Lan dari atas tembok, kedudukan keluarga Cio-liang pay jadi tidak terlalu suram.
Tak tahunya, ia kini malah kena digelantungkan diudara, tak ubah seorang persakitan lagi menjalankan hukuman gantung.
ia mendongkol, panas hati, penasaran , malu dan menyesal.
Ceng Go menyadari kakaknya dalam kesulitan, Cepatcepat ia melepaskan pisau terbangnya hendak menolong, Bidikannya mengarah pada cambuk.
sebaliknya Sin Houw mengira, dirinya akan diserang, Cepat-cepat ia melepaskan ujung cambuk yang berada dalam genggamannya sambil membawa Cie Lan melompat turun melintasi tembok.
Tepat pada saat itu, sebatang pisau terbang menyambar kearahnya.
Dengan gesit ia mendupak selagi melompat, dan pisau itu terpental balik membentur pisau kedua.
Trang! Kedua pisau terbang itu runtuh bergelontangan diatas tanah.
Dalam pada itu, Ceng Jie yang bergelantungan diatas terbanting jatuh ketika Sin Houw melepaskan pegangannya, Tepat pada saat itu, ia melihat berkelebatnya sebatang pisauterbang yang terpental balik kena dupakan Sin Houw, Kaget ia melencutkan cambuknya.
Maksudnya, hendak menggaet sebelum mengancam dirinya, Diluar dugaan, cambuknya telah terpapas kutung.
Keruan saja hatinya tercekat, Dengan mati-matian ia merobohkan diri di atas tanah sambil bergulingan justru pada saat itu, kedua pisau yang saling berbenturan, meletik memburu dirinya, ia selamat, tetapi tak urung bajunya masih saja kena sambar sehingga menjadi koyak.
Ia bangkit tertatih-tatih, Mulutnya ternganga.
Sama sekali tak disangkanya, bahwa dalam keadaan demikian, masih Sin Houw mampu mengadakan serangan balasan dengan menggunakan pisau terbang lawan.
cambuknya sendiri terpotong menjadi dua bagian sehingga tak dapat dipergunakan lagi! Ceng It kagum bukan main, sampai ia menggelenggelengkan kepalanya, juga adik-adiknya pun begitu juga, Kata Ceng Go.
"Umur anak itu belum melebihi duapuluh lima tahun. seumpama dia belajar ilmu sakti selagi masih di dalam kandungan ibunya, kepandaiannya pun tentunya terbatas pada masa latihannya, tetapi kenapa dia memiliki kepandaiannya jauh melebihi diriku?"
Ceng Go yang masih penasaran, tak sudi mengakui keunggulan Sin Houw, ia mencari kambing hitamnya. Teriaknya.
"Bangsat Lim Beng Cin yang berkepandaian tinggi", akhirnya roboh di tangan kita, Masakan kita kini kalah melawan anak kemarin sore? Besok malam dia datang lagi untuk mencoba mengambil emasnya kembali. Baiklah, besok malam kita mengadakan perlawanan yang sungguh-sungguh!" ***** THIO SIN HOUW dan Cie Lan sudah berada dalam rumah pemondokannya, dengan tak kurang suatu apa. Mereka menyalakan lampu penerangan. Cie Lan memuji dan mengagumi kepandaian Sin Houw tiada hentinya. Katanya.
"Sin-ko! Ciu suheng biasanya memuji-muji kepandaian gurunya, Tetapi kurasa, kepandaian gurunya tak akan bisa menandingi kepandaianmu."
"Maksudmu, temanmu yang mengawal barang perbekalan?"
Sin Houw menegas.
"Ya."
Cie Lan mengangguk, pipinya kelihatan agak bersemu merah.
"Siapa gurunya?"
"Namanya Ciu suheng adalah Ciu San Bin,"
Cie Lan menjelaskan.
"Sedangkan gurunya adalah Tong-pit Thi-suipoa Lauw Tong Seng, waktu mendengar julukannya Tong-pit atau pit kuningan dan Thi-suopoa atau alat hitung besi, aku tertawa karena merasa lucu..."
Thio Sin Houw mengangguk. pikirnya didalam hati.
"Kalau begitu gurunya San Bin itu adalah kakak seperguruanku yang tertua..."
Dan teringatlah Sin Houw dengan penuturan gurunya selagi mereka masih berkumpul, yang sempat memberitahukan nama-nama saudara-saudara seperguruannya.
Pada malam hari ketiga, Sin Houw meminta kepada Cie Lan agar gadis itu menunggu saja ditempat pemondokan.
Seharian tadi, ia memikirkan tentang kemungkinankemungkinannya.
Rasanya, lebih baik apabila ia pergi sendirian.
Dengan demikian, perhatiannya tidak terbagi.
Apabila terancam bahaya, tak usah lagi ia memikirkan keselamatan Cie Lan.
Dilain pihak, Cie Lan menyadari kepandaian diri sendiri yang belum ada artinya apabila dibandingkan dengan pihak Ciu-liang pay.
Kalau ikut pergi, malahan membuat susah Sin Houw saja.
Meskipun maksudnya hendak memberi bantuan, kenyataannya jatuh sebaliknya, maka iapun tak membantah permintaan Sin Houw agar menunggu ditempat pemondokan.
Thio Sin Houw menunggu sampai larut malam, setelah itu ia minta diri kepada Cie Lan dan berangkatlah ia seorang diri, seperti kemarin malam, ia mengambil jalan masuk lewat dinding pagar, setelah berada didalam pekarangan - ia melihat rumah tiada penerangannya sama sekali.
suasananya sunyi senyap tak ubah suatu pekuburan.
Hati-hati ia mendekati serambi depan dari samping.
Tiba-tiba terdengar suara seruling mengalun tinggi.
"Akh! itulah serulingnya Giok Cu, yang agaknya memberi isyarat agar aku datang kepadanya."
Pikir Sin Houw didalam hati.
"Keluarganya licin dan ganas, tetapi Giok Cu masih mengingat azas persahabatan."
Dengan hati riang dan penuh rasa bersyukur, Thio Sin Houw segera melompati tembok pagar mengarah datangnya suara seruling, itulah bukit dengan dengan taman bunga dan rumah pesanggrahannya, yang baru-baru ini pernah mereka singgah dan bersenandung bersama.
Segera ia mendaki tanjakan, dan nampaklah dua sosok tubuh sedang duduk diserambi pesanggrahan.
Mereka berdua adalah wanita, Sin Houw berhenti dan memperhatikan, terpaksa ia harus menunggu sampai bulan bersinar dari balik gumpalan awan, Dan begitu sinarnya memancar ke bumi, nampaklah seorang di antaranya sedang meniup seruling.
"Siapakah itu?"
Pikirnya di dalam hati, Lagu yang dikumandangkan adalah lagu kesayangan Giok Cu, juga gaya dan cara meniup seruling itu adalah gayanya Giok Cu, ia menjadi heran dan curiga, lalu secara berhati-hati ia lantas mendekati.
"Sin koko!"
Seru wanita yang meniup seruling itu dengan suara tertahan. Thio Sin Houw menjadi terpukau, itulah suara Giok Cu! Tetapi mengapa seorang gadis? Apakah ia sedang menyamar setelah berdiam sejenak, barulah ia membuka mulutnya.
"Kau ... kau ... bukankah ...?"
Giok Cu memutus perkataan Sin Houw dengan tertawa geli, Katanya.
"Mari! sebenarnya aku memang seorang wanita. sekian lamanya aku telah menipu kau, Maafkanlah aku, Sin-koko, Kau tidak marah, bukan?"
Keterangan Giok Cu ini menambah keheranan Sin Houw, ia benar-benar jadi terpaku dan merasa diri seakan-akan berada dalam suatu impian aneh, Tetapi sedetik kemudian, teringatlah dia akan kelakuan dan sepak terjang Giok Cu perangai dan sifatnya memang perangai dan sifat seorang perempuan.
ia menjadi geli sendiri, dan rasa curiganya lenyap seketika! Dengan mengenakan pakaian wanita, Giok Cu nampak cantik luar biasa.
Alisnya lentik, matanya jernih bening, pipinya penuh, bibirnya tipis.
Dan perawakan tubuhnya langsing semampai.
Melihat kesan demikian, Sin Houw tertawa geli didalam hati.
Pikirnya.
"Dasar aku tolol! sampai seorang gadis saja tidak segera kukenal."
"Mari, Sin koko, Kuperkenalkan dengan ibuku. ibu ingin bicara denganmu, kalau kau tidak keberatan."
Kata Giok Cu menyambut tangan Sin Houw, Dan Sin Houw membiarkan tangannya terbimbing, justru demikian, wajahnya terasa menjadi panas, sambil berjalan menghampiri ibunya Giok Cu, ia menarik tangannya perlahan-lahan.
Giok Cu pun agaknya tersadar.
Dengan tersipu-sipu ia melepaskan genggaman tangannya.
"Su-bbuw, perkenalkan diriku .... Thio Sin Houw,"
Kata Sin Houw dengan suara agak kaku. Thio Sin Houw membungkuk hormat, dan ibunya Giok Cu segera bangkit dari tempat duduknya. sahutnya.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Anak, janganlah memakai adat-istiadat yang berlebihlebihan, Duduklah."
Sin Houw mengamat-amati ibunya Giok Cu. Kedua matanya merah seperti baru menangis. wajahnya kucal dan tidak bersemangat. suatu tanda, bahwa wanita itu dalam keadaan dukacita yang hebat. pikir Sin Houw didalam hati.
"Nyonya ini pada waktu mudanya telah kena diganggu iblis. Kemudian lahiriah Giok Cu, Kalau begitu, iblis itu adalah Gin-coa Long-kun. pantaslah keluarga Cio-liang pay benci luar biasa terhadap Gin-coa Long-kun, Bahkan nampaknya membenci nyonya ini pula, Tatkala Giok Cu menyebut Gin-coa Long-kun sebagai ayahnya, dia telah dibentak. Sebaliknya ketika mendengar kematian Gin-coa Long-kun, nyonya ini lantas saja jatuh pingsan. itulah suatu tanda rasa dukacita yang hebat! Kenapa diantara keluarga Cio-liang pay terjadi suatu perpecahan? pastilah ada latar belakangnya yang menarik. Mungkin pula menyangkut masalah hubungan antara Gin-coa Long-kun dan nyonya ini. Akh, biar bagaimanapun, aku harus berusaha menghibur nyonya ini."
Setelah memperoleh keputusan demikian, ia menatap wajah ibunya Giok Cu, Tetapi sekian lamanya, nyonya itu tetap mengunci mulutnya, setelah menghela napas beberapa kali, ia berkata memberanikan diri untuk meminta keterangan. Tanyanya.
"Benarkah dia telah wafat? Anak Sin Houw, apakah kau melihatnya sendiri ?"
Sin Houw tahu siapakah yang disebut itu, itulah pasti Gincoa Long-kun, Dan ia memanggut.
Nyonya itu menatapnya sejenak.
pandang matanya berbimbang-bimbang lalu berkata meyakinkan.
"Anak, kau adalah sahabatnya anak Giok Cu, Karena itu, tak dapat aku bersikap seperti sekalian pamannya.
percayalah, aku tidak mempunyai rasa permusuhan terhadapmu.
Maka kuminta sudilah kau menceritakan wafatnya dengan sebenar-benarnya,"
Bagaimana sifat dan perangai Gin-coa Long-kun, sebenarnya masih gelap bagi Sin Houw, ia hanya mendengar tutur kata kedua gurunya belaka.
Menurut kata kedua gurunya, sepak terjang Gin-coa Long-kun sangat aneh serta luar-biasa, Dia boleh digolongkan menusia sesat dan tak sesat.
itulah perkataan yang penuh teka-teki.
sebab penilaian terhadap Gin-coa Long-kun tergantung pada manusia-manusia yang pernah mengenalnya.
Yang merasa dirugikan tentu saja akan mengutuknya sebagai manusia iblis, sebaliknya yang merasa dilindungi, memujanya sebagai juru selamat, Sin Houw pun mempunyai pendapat sendiri.
Kalau kedua gurunya yang dikenal masyarakat sebagai manusia-manusia terkenal aneh menyebut Gin-coa Long-kun berperangai luar biasa, maka sudah dapat dibayangkan betapa hebat sepak terjangnya.
Akan tetapi, lepas dari persoalan buruk dan baiknya, sesungguhnya Gin-coa Long-kun memang manusia luar biasa, hal itu dapat dinilai dari warisan ilmu kepandaiannya.
Kalau bukan manusia yang memiliki otak cerdas luar biasa, mustahil bisa menciptakan ragam ilmu kepandaian hebat bukan main, Sin Houw mengagumi dengan diam-diam.
Dan sejak mempelajari kitab warisannya, ia mengakui Gin-coa Long-kun sebagai gurunya yang ketiga didalam hati sanubarinya, itulah sebabnya ia bersakit hati tatkala keluarga Cio-liang pay menyebut dan memaki Gin-coa Long-kun sebagai bangsat.
Hanya karena belum mengetahui latar belakang persoalannya, tak dapat ia mengadakan pembelaan, Benarkah Gin-coa Long-kun seorang bajingan yang pantas dikutuk? Kini ia mendengar suara ibunya Giok Cu yang lemah lembut, Dia bersikap lain terhadap Gin-coa Long-kun, padahal dia dikabarkan terusak masa gadisnya.
Tetapi melihat sikapnya pastilah cerita tentang dirinya adalah khabar isapan jempol belaka.
Maka ia memperoleh kesan lain terhadap Gincoa Long-kun.
Dan dengan kesan itu, ia memberikan jawaban atas pertanyaan ibu nya Giok Cu.
"Sebenarnya, belum pernah aku bertemu dengan orangnya. Meskipun demikian perhitungan kami seperti guru dan murid. Beliaulah guruku, karena ilmu kepandaianku ini kuperoleh dari beliau - lebih baik aku menutup mulut mengenai kematian beliau. sebab aku khawatir makamnya akan dirusak oleh tangan-tangan jahat."
Tiba-tiba ibunya Giok Cu roboh diatas kursinya. Giok Cu melompat dan menggoncang-goncang tubuh ibunya, serunya setengah meratap.
"lbu ... ibu! Kuatkan hatimu... bukankah ibu ingin mendengarkan keterangan tentang ayah yang sebenamya?"
Kira-kira sepuluh menit, ibunya Giok Cu roboh dan tak sadarkan diri di atas kursinya, Dan setelah memperoleh kesadarannya kembali, dia menangis sedih, Ratapnya.
"Delapanbelas tahun lamanya, aku menunggu, setiap hari, setiap malam. setiap detik, senantiasa aku berharap dan berdo'a bahwa pada suatu hari dia akan datang membawa aku dan Giok Cu pergi dari rumah terkutuk ini. akhirnya ... dia sendiri yang telah mendahului isteri dan anaknya, Dan kau .... Giok Cu, anakku. Kau belum pernah melihat wajah ayahmu, Tak bolehkah aku meratapinya?"
Sudah terlalu sering, Sin Houw melihat dan mengalami kepiluan demikian.
Tatkala ayah-ibunya dan kedua kakaknya mati dan hilang, betapa sedih hatinya tak dapat terlukiskan lagi.
Karena itu, bisa ia menerima ratap tangis ibunya Giok Cu, Tetapi adalah membahayakan, apabila membiarkannya dalam keadaan demikian.
Setidak-tidaknya kesehatannya akan terancam bahaya.
Katanya menghibur.
"Su-bouw, sudahlah, jangan diper-turutkan rasa hati, Akupun pernah merasakan kerisauan hati demikian. seumpama aku tak dapat menolong diri, pada saat ini tiada lagi Thio Sin Houw didalam dunia. suhu kini sudah tenteram dialam baka, akulah yang mengubur tulang-tulangnya."
"Kau? Kau yang mengubur tulang-tulangnya?"
Ibunya Giok Cu mengangkat kepalanya. Dan diantara tetesan air-matanya nampaklah sepercik sinar tersembul diwajahnya, Katanya lagi.
"Oh, budimu sangat besar. Entah bagaimana caraku kelak membalas budimu itu."
Setelah berkata demikian, segera ia bangkit dari kursinya.
Terus saja ia membungkuk hormat dan bahkan hendak berlutut.
Keruan saja Sin Houw kaget bukan kepalang, Cepatcepat ia mencegah.
Tetapi ibunya Giok Cu tak mau mengerti, katanya memberi perintah kepada anaknya.
"Giok Cu, hayo, Kau berlutut kepada anak Sin Houw!"
Dan sebelum Sin Houw dapat berbuat apa-apa, Giok Cu tiba-tiba saja menjatuhkan diri dan berlutut di hadapan Sin Houw, Cepat-cepat Sin Houw membangunkannya dan membalas memberi hormat.
setelah itu ia mempersilahkan ibunya Giok Cu kembali duduk di kursinya.
Beberapa saat kemudian, ibunya Giok Cu sudah dapat menguasai diri, ia nampak tenang kembali, lalu mengajukan pertanyaan.
"Apakah dia tidak menulis surat untuk kami berdua?"
Mendengar pertanyaan itu, Thio Sin Houw jadi teringat dengan bunyi pesan Gin-coa Long-kun, ia harus mencari seseorang yang bernama Shiu Shiu, dan ia diwajibkan memberikan uang emas sebanyak seratus ribu keping.
Apakah ibunya Giok Cu ini yang bernama Shiu Shiu? Menilik bunyi nama anaknya, Sin Houw jadi menebaknebak.
jumlah uang emas itu bukan main banyaknya, siapapun akan mudah tergiur.
Apakah Gin-coa Long-kun binasa karena harta itu? ia pernah memeriksa peta peninggalan Gin-coa Long-kun, namun tidak begitu menaruh perhatian, karena seringkali manusia mati dan tersesat oleh harta benda.
Dan sekarang pertanyaan ibunya Giok Cu seperti menggugah ingatannya.
Hati-hati ia minta ketegasan.
"Maaf, apakah su-bouw yang bernama Shiu Shiu?"
Ibunya Giok Cu terkejut sekali. Wajahnya berubah, dan sahutnya dengan suara agak menggeletar.
"Benar, itulah nama kecilku. Dari manakah kau mengetahui? siapa yang telah memberitahukan? Akh, ya. pastilah kau mengetahui dari bunyi suratnya apakah suratnya itu kini kau bawa?"
Agak tegang keadaan ibunya Giok Cu yang menunggu jawaban dari Sin Houw, pandang matanya seakan-akan tidak berkedip.
selagi ia menunggu jawaban, tiba-tiba Sin Houw lompat melesat ke luar serambi.
Tangannya menyambar kearah gerombol bunga-bunga yang berada didekat tanjakan.
Giok Cu dan ibunya menjadi terkejut dan heran.
Dengan pandang penuh pertanyaan, mereka mengikuti gerakan Sin Houw, Kenapa pemuda itu tiba-tiba melarikan diri? Tetapi kemudian terdengarlah suara mengaduh dari balik gerombol pohon bunga, dan muncullah Sin Houw dengan menggusur seorang laki laki yang mati kutu, Dia dijatuhkan di lantai didepan Giok Cu.
"Hey, Cit-susiok!"
Seru Giok Cu heran dengan suara tertahan. Ibunya Giok Cu segera mengenalnya pula, ia menarik napas panjang, Kata-nya prihatin kepada Sin Houw.
"Bebaskan dia, anakku! Di sini tiada seorangpun yang memandang kami berdua sebagai manusia berharga, karena itu mereka dengan enak saja main selidik dan main mengintai semua gerak gerik serta pembicaraan kami berdua."
Suara ibunya Giok Cu terdengar lesu dan patah semangat.
Sin Houw segera membebaskan tawanannya dari totokannya dengan sebuah tepukan.
Dan tawanan itu yang bernama Thio Ceng Cit, memekik perlahan dan tersadar.
Dengan Ceng Cit, belum pernah Sin Houw mengadu kepandaian.
Dia adalah salah seorang anggauta keluarga Cio-liang pay yang tidak hadir pada pertempuran kemarin.
"Cit susiok!"
Tegur Giok Cu dengan bersungut.
"Kami sedang berbicara, kenapa susiok mengintai? Sama sekali Cit susiok tidak menghargai martabatmu sendiri."
Sepasang mata Ceng Cit terbelalak, ia mendongkol namun tak membuka mulutnya.
Dengan berdiam diri, ia memutar tubuhnya dan melangkah hendak meninggalkan serambi, pengalamannya tadi menyadarkan dirinya, bahwa ia bukan tandingan anak muda itu yang dapat mencekuknya dengan sekali sambar.
Namun setelah berada beberapa langkah diluar serambi, ia menoleh dan berkata dengan sengit.
"Hey! Kalian yang seharusnya malu terhadap kami, karena kau melahirkan seorang anak tanpa bapak. Huh! Kau perempuan pandai mencuri laki-laki, Sekarang anak perempuanmu kau ajari pula mencuri laki-laki."
Itu adalah suatu penghinaan besar terhadap Giok Cu berdua.
Maka dapat di mengerti, betapa tersinggung rasa kehormatan ibunya Giok Cu dan anak gadis nya, Giok Cu secara tiba-tiba bahkan telah menghunus pedangnya dan melompat keluar serambi memburu pamannya, serunya dengan suara penuh kebencian.
"Kau bilang apa? Cit susiok, mulutmu kotor sekali!"
Thio Ceng Cit memutar tubuhnya dan berdiri tegak, siap bertempur. Bentaknya.
"Apa? Kau hendak melawan kami? Aku datang ke sini atas perintah paman-pamanmu semua, tahu! Kau mau apa?"
"Jika susiok hendak berbicara dengan kami, bukankah dapat menunggu esok hari dibawah matahari terang benderang .,.?"
Giok Cu balas membentak. .
"Kenapa susiok main selidik dan mengintai?"
"Hemm!"
Dengus Ceng Cit, Kemudian tertawa mengejek.
"Kalian memasukkan orang hutan ke sini, sejarah lama akan kalian ulangi lagi! Delapan belas tahun sudah nama kehormatan keluarga Cio-liang pay merosot akibat perbuatan ibu mu. Kau malu, tidak?"
Giok Cu menjadi pucat mukanya. ia menoleh kepada ibunya, berkata mengadu .
"lbu, dengarkanlah perkataannya, pantaskah ucapan itu keluar dari mulut seorang laki-laki yang kusebut paman?"
Thio Ceng Cit hendak membalas dengan ucapan sengit, tetapi ibunya Giok Cu mendahului memanggil anaknya. Katanya perlahan.
"Giok Cu, jangan layani dia, Dan kau, Cit-ko, Kemarilah. Aku ingin bicara denganmu."
Ceng Cit mendengus lagi, lalu menghampiri dengan sikap tinggi hati, Shiu Shiu tidak menghiraukan. Katanya kemudian.
"Kami ibu dan anak, sudah lama hidup menderita, Meskipun demikian kami berdua wajib berterima kasih kepada kalian semua saudara-saudaraku, sebab kami berdua masih dibolehkan bertempat tinggal didalam lingkungan keluarga Cio-liang pay. Tentang Lim Beng Cin, belum pernah aku berbicara sepatah katapun kepada Giok Cu. Tetapi sekarang, setelah ayahnya itu sudah meninggal dan selagi kalian mengetahui semua peristiwanya, sudilah Cit-ko menolong aku, menuturkan semua yang Cit-ko ketahui tentang Lim Beng Cin kepada anakku Giok Cu dan Sin Houw, sudikah Cit-ko meluluskan permintaanku ini?"
"Mengapa aku yang harus menceritakan?"
Tanya Ceng Cit dengan hati men-dongkol.
"lnilah urusanmu, inilah perkaramu! Maka kau sendirilah yang sebenarnya harus menceritakan asal mulanya. Apakah karena merasa malu, sehingga kau minta pertolonganku?"
Chiu Shiu menarik napas, sejenak ia berdiam diri, kemudian berkata.
"Malu! Apa yang harus aku malukan ...? Kalau aku minta pertolonganmu semata-mata karena Cit-ko adalah salah seorang saksi yang pernah berhutang budi kepadanya. Bukankah Beng Cin pernah menolong jiwamu? Hmm, apakah didalam hatimu tiada lagi terdapat nilai-nilai budi seperti kalian anggauta keluarga Cio-liang pay?"
Mendengar perkataan Chiu Shiu wajah Ceng Cit merah padam, sahutnya dengan sengit.
"Baiklah! Memang benar, ia pernah menolong jiwaku. Tetapi kenapa dia sudi menolong jiwaku? Huh! seorang bajingan seperti Lim Beng Cin mana mau menolong orang tanpa perhitungan yang matang demi kepentingan diri sendiri ? Baiklah, biar aku ceritakan semuanya. Memang, kalau kau yang bercerita sendiri, pastilah akan kau tambahi bumbubumbu penyedap!"
Setelah berkata demikian, Ceng Cit mengambil tempat duduk. Kemudian mulailah dia berkata.
"Kau, saudara Sin Houw dan Giok Cu, dengarkanlah. Aku akan mulai menceritakan mengenai seorang bajingan yang bernama Lim Beng Cin. Biarlah aku ceritakan semuanya, agar kalian bisa menilai dan mengetahui betapa jahatnya si bajingan itu!"
"Apa? Kau bilang bajingan? Jika kau memburuk-burukkan ayah, tak sudi lagi aku mendengarkan semua perkataanmu l"
Damprat Giok Cu, dan kedua telinganya lantas ditutupnya rapat-rapat.
"Giok Cu, dengarkan saja!"
Kata ibunya.
"Ayahmu kini sudah meninggal dunia. Meskipun ayahmu belum dapat di katakan sebagai manusia baik, namun apabila dibandingkan dengan keluarga Cio-liang pay - nilai budinya beratus kali lipat lebih tinggi."
"Hemm! jangan lupa, kaupun termasuk keluarga Cio-liang pay."
Ujar "Thio Ceng Cit dengan tertawa menghina.
Tetapi Shiu Shiu bersikap dingin.
sama sekali ia tidak mengacuhkan ejekan kakaknya.
Dan mulailah Ceng Cit bercerita.
"Peristiwa itu terjadi pada dua puluh tahun yang lalu, waktu itu aku baru berumur duapuluh satu tahun.
pekerjaanku membantu susiok Thio Kan Jie mengawal barang dagangan ..."
"Huhl Dagangan!"
Gerutu Giok Cu.
"Katakan saja terusterang, barang rampokan ...! Malu?"
"Giok Cu, jangan usil!"
Tegur ibunya. Wajah Ceng Cit menjadi merah padam, akan tetapi ia berusaha menguasai diri dan meneruskan ceritanya.
"Pada suatu hari aku membantu susiok Thio Kan Jie mengawal semacam barang di Yang-ciu. Pada malam kedua, aku memperoleh kesempatan untuk bekerja diluar, tetapi aku gagal ..."
"Coba jelaskan, apakah yang susiok kerjakan pada waktu itu."
Giok Cu memutus dengan suara dingin. Ceng Cit menjadi gusar. Dengan hati mendongkol, ia berkata sengit.
"Baik! Jadi aku harus bicara terus terang? Hem ... aku bukannya kau, Aku seorang laki-laki. Kalau berani berbuat, mengapa tidak berani menjelaskan? waktu itu, aku melihat seorang gadis cantik sekali. Dialah puteri Ti-koan di Yang-ciu. untuk mengharap bisa mempersunting gadis secantik itu, adalah mustahil bagiku. Satu-satunya cara hanyalah mendekapnya ditengah malam dan memperkosanya. Demikianlah malam itu, aku memasuki kamarnya. Diluar dugaan, gadis itu menolak kehendaku dengan angkuh. Karena jengkel, ia kubunuh. Ternyata dia masih berkesempatan untuk memekik, dan pekikannya terdengar oleh para penjaga gedung Ti-koan. Aku terkepung rapat, Dan merasa tidak sanggup menghadapi orang begitu banyak - aku lantas menyerah..."
Mendengar cerita Ceng Cit, bulu kuduk Sin Houw merinding, ia heran cara Ceng Cit menceritakan perbuatannya dengan enak saja, Sama sekali tak merasa malu atau menyesal.
Mengapa seorang seperti dia bisa kehilangan budi pekertinya? "Aku dijebloskan dalam penjara."
Ceng Cit meneruskan ceritanya.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tetapi aku tidak takut, paman Kan Jie adalah seorang gagah yang berkepandaian tinggi . Tak ada seorangpun didaerah kami yang bisa menandingi. Aku percaya asal susiok mendengar kegagalanku ini, pasti ia bakal datang menolong. Akan tetapi sepuluh hari sudah aku menunggu-nunggu, susiok tidak juga muncul. sementara itu, surat keputusan mengenai diriku telah datang, Aku diputuskan menjalankan hukuman mati, didalam penjara Yang-ciu itu juga. Tatkala orang penjaga penjara memberi khabar kepadaku tentang keputusan itu, barulah aku merasa takut ..."
"Hmm! Aku kira susiok tidak mengenal rasa takut!"
Ejek Giok Cu. Ceng Cit tidak menggubris ejekan keponakannya itu, ia meneruskan ceri-tanya.
"Tiga hari kemudian, kepala penjara datang menjenguk kamar tempat aku ditahan dengan membawa nampan berisi makanan dan arak, Aku tahu artinya. Esok pagi, aku harus menjalankan hukumanku, Aku tahu, semua orang pasti bakal mati, semua sama, akan tetapi cara mati itulah yang menakutkan diriku. Akupun masih sayang kepada diriku sendiri, aku masih muda dan merasa belum puas mereguk kesenangan. Namun, aku berusaha menguatkan dan mengeraskan hatiku. Makan dan minuman keras itu, aku sapu habis. Kemudian aku menidurkan diri, Tepat pada tengah malam, aku tersadar oleh tepukan perlahan pada pundakku. segera aku bangkit, dan terdengarlah bisikan ditelingaku.
"Sst! jangan bersuara. Aku akan menolong jiwamu!"
"Setelah berbisik demikian, ia menabas belenggu kaki dan tanganku dengan pedangnya. Alangkah tajam pedangnya. Dengan sekali tabas saja belenggu besi yang menelikung diriku terpapas putus. Setelah itu, ia menarik tanganku, dan aku diajak keluar penjara. sebentar saja, kami berdua telah tiba di luar kota dan berhenti disebuah surau. Selama diajak lari, aku menurut saja, Memang tak dapat aku berbuat apapun, selain menurut, Bukan main pesat larinya. Tenaganyapun besar pula, sehingga tak dapat aku melepaskan diri dari tekanan tangannya, Tetapi karena ditarik, aku tidak terlalu lelah. Sesampai di surau itu, napasku tidak memburu, ia melepaskan genggamannya, kemudian menyalakan sebuah lilin, setelah cahaya menyibakkan kegelapan malam, barulah aku dapat melihat wajahnya dengan jelas. Diluar dugaanku, ternyata dia seorang pemuda yang sebaya dengan usiaku, tadinya kukira seorang tua yang sudah berusia lanjut, menilik ilmu kepandaiannya yang sangat.Tinggi perawakan tubuhnya tegap, wajahnya tampan luar biasa. Dikemudian hari, ternyata ia baru berumur duapuluh tahun."
Berkata demikian, ia menyiratkan pandang kepada Shiu Shiu bergantian untuk mencari kesan. setelah itu, ia melanjutkan ceritanya lagi.
"Segera aku memberi hormat kepada pemuda itu sambil menyatakan rasa terima kasihku, Hmm. Ternyata dia seorang pemuda yang angkuh dan kepala besar, Sama sekali dia tidak membalas hormatku. Katanya dengan singkat.
"Aku bernama Lim Beng Cin, Apakah kau salah seorang keluarga Cie-liong pay?"
"Aku memanggut. Dalam pada itu, aku memperoleh kesempatan untuk memperhatikan pedangnya yang dapat menabas rantai belengguku dengan mudah. itulah sebatang pedang berwarna hitam, Anehnya, ujungnya terpecah menjadi dua semacam mulut ular."
Thio Sin Houw diam-diam bersenyum, katanya didalam hati.
"Itulah pedang Gin-coa kiam!"
Ia bersikap membungkam mulut dan membiarkan Ceng Cit melanjutkan ceritanya, Berkatalah orang itu.
"Kutanyakan tempat tinggalnya, akan tetapi ia menjawab dengan suara menggerutu. Katanya.
"Hm, Perlu apa kau ketahui. Betapapun juga, dikemudian hari kau tidak akan merasa berterima kasih kepadaku."
Mendengar ucapan itu, aku jadi sangat heran. Pikirku ia telah menolong jiwaku, untuk seumur hidup, pastilah aku akan selalu mengingat budinya, Agaknya ia mengerti jalan pikiranku, Katanya lagi.
"Aku menolong jiwamu, demi kepentingan pamanmu yang ke enam, Thio Kan Jie! Kau ikutlah aku!"
"Dengan hati menebak-nebak, aku ikuti dia, ia membawa diriku ke tepi sungai Yang-ho. Dengan menutup mulut ia melompat keatas sebuah perahu, dan aku mengikuti dibelakangnya, Dengan suara pendek ia memberi perintah kepada tukang perahu, agar berangkat mengarah ketimur. Aku jadi berlega hati, karena perjalanan itu mendekati jalan lintang yang menuju kemari. Artinya aku tak usah takut lagi kepada tentara negeri yang berusaha mengejarku. Lim Beng Cin mengeluarkan sebentuk senjata dari dalam sakunya, senjata itu mirip sebuah cempuling pendek, itulah senjata andalan Liok susiok. Dan melihat senjata andalannya itu aku jadi bertambah heran. Biasanya tak pernah Liok susiok berpisah dari senjatanya, kenapa senjatanya berada di tangan penolongku? "Semua pamanmu adalah sahabat-sahabat karibku !"
Kata Lim Beng Cin, diantara suara tawanya, ia tertawa beberapa kali lagi, Tiba-tiba pandang matanya berubah menjadi bengis. Entah apa sebabnya, aku dihinggapi perasaan kaget dan takut.
"Didalam gubuk itu, terdapat sebuah peti."
Katanya lagi.
"Aku menghendaki agar kau membawanya pulang. Kau serahkan suratku ini kepada ayahmu dan sekalian pamanmu!"
"Dengan berdiam diri, aku mengikuti arah telunjuknya, Didalam gubuk, kulihat sebuah peti besar yang tertutup rapat sekali. Kecuali dilibat dengan ikatan tali, terpaku pula.
"Kau harus membawa peti ini pulang secepatnya. jangan kau singgah di manapun juga!"
Ia berkata.
"Peti ini harus dibuka oleh tangan ayahmu sendiri !"
"Aku mengangguk, dan ia memberi pesan.
"Sebulan lagi aku akan datang ber kunjung ke rumahmu, Berilah kabar kepada ayahmu dan semua pamanmu yang kau hormati, agar menyambut kedatanganku dengan baik!"
"ltulah ucapan yang tak keruan juntrungnya, Meskipun demikian, aku tanggapi dengan hati lega. setelah ia memberi pesan demikian, sekonyong konyong ia menyambar galah penggayuh dan dengan sekali menancapkan penggayuh di atas permukaan air, ia melompat tinggi diudara dan mendarat ditebing sungai dengan selamat."
"Bagus!"
Seru Giok Cu tanpa merasa.
"Hmm!"
Dengus Kan Jie dengan mendongkol. Dan tiba-tiba ia meludahi lantai serambi.
"Bajingan itu memang gesit dan tenaganya besar luar biasa. Tetapi gerak-geriknya benarbenar sukar kuduga, Barangkali ia keturunan malaikat terkutuk."
Tak usah dikatakan lagi, ucapannya membersit dari hati yang mendongkol. Tetapi baik Shiu Shiu maupun Giok Cu, bersikap acuh tak acuh, Mereka seolah-olah tidak mengetahui keadaan hati Ceng Cit.
"Waktu itu, kupandang dia sebagai penolongku."
Ceng Cit meneruskan ceritanya .
"Melihat pandang matanya yang tajam dan bengis, rupanya dia sangat membenci aku, Meskipun demikian, aku tak mau percaya kepada penglihatanku sendiri. Mungkin sekali memang demikian perangainya. sebab biasanya, seseorang yang berkepandaian tinggi mempunyai kelakuan yang aneh. Karena itu, aku tidak terusik oleh pandang matanya yang bengis, setelah mendarat segera aku membawa peti besar itu pulang. Se-panjang jalan aku sibuk menduga-duga, tentang peti yang kupanggul di atas pundakku. Alangkah beratnya! pastilah isinya emas, atau perak, atau mungkin permata yang tak ternilai harganya . Tentunya, inilah harta benda berkat usaha Liok susiok. Aku percaya pula, bahwa semua paman dan ayahku akan menyambut kedatanganku dengan girang. Dan pastilah mereka akan memberi sebagian harta itu kepadaku sebagai hadiah, dan karena keyakinan itu, aku jadi bersemangat dan girang bukan kepalang. ternyata dugaanku tidak meleset sama sekali. Ayah dan sekalian pamanku memuji diriku setinggi langit. Kata mereka, baru pertama kali aku keluar rumah, namun sudah memperoleh hasil yang tidak tercela."
"Siapa bilang, paman tercela..?"
Potong Giok Cu dengan suara mengejek.
"setelah membunuh seorang gadis remaja - kau pulang dengan membawa sebuah peti besar. Mustahil kalau paman bukan kekasih malaikat."
"Giok Cu, diam!"
Tegur ibunya.
"Dengarkan cerita pamanmu baik-baik."
Ceng Cit sendiri tidak melayani ucapan keponakannya, ia melanjutkan ceritanya.
"Malam itu kami berkumpul di pa-seban, Ayah menyuruh kami semua menyalakan penerangan sebesar-besarnya. setelah itu, empat orang pelayan menggotong peti besar itu dan ditempatkan di tengah-tengah ruangan. Ayah duduk dengan didampingi oleh empat isterinya. Dengan satu isyarat mata, segera aku melepaskan ikatan tali yang melibat peti besar itu, setelah itu, semua pakunya kucabuti seluruhnya.
"Masih segar dalam ingatanku, ketika aku mencabuti pakupaku itu, paman tertawa geli, Katanya diantara ter-tawanya.
"Sebenarnya, gadis manakah yang memikat Kan Jie sehingga ia jadi lupa daratan? Dia hanya menyuruh seorang bocah membawa pulang petinya, Mari! Mari kita lihat mustika apakah yang dikirimkan pulang ini!"
"Segera aku membuka tutup peti, dan aku menemukan sepucuk sampul yang bunyinya begini. Dipersembahkan kepada seluruh keluarga Cio-liang pay."
Indah bentuk huruf-hurufnya. Terang sekali, bukan tulisan Liok susiok. Maka surat itu kuserahkan kepada paman tertua."
"Kau maksudkan Kan Cing susiok?"
Potong Shiu Shiu. Ceng Cit manggut membenarkan dan meneruskan ceritanya.
"Toa susiok menerima surat itu, akan tetapi ia tidak segera membukanya untuk dibaca. sebaliknya ia memberi perintah kepada isterinya Liok susiok, agar membuka bungkusan terlebih dahulu yang berada didalam peti besar. Bungkusan itu terjahit rapih, Kata Toa susiok kepada Cit subo.
"Silahkan kau menggunting semua benangnya."
Heran aku mendengar perintah Toa susiok. Kenapa dia perlu bertindak begitu cermat? sementara itu Cit-subo mengambil gunting. Dan setelah menggunting benang-benang pengikat, dengan kedua tangannya ia membawa bungkusan itu kepada Toa susiok.
"Mari kita lihat apa isinya!"
Kata Toa susiok sambil menjengukkan kepalanya.
"Temyata isi peti itu adalah mayatnya Liok susiok!"
Kata Ceng Cit.
"Dengan cekatan, Liok subo membuka tutup bungkusan. Tiba-tiba menyambarlah delapan atau sembilan anak panah dari dalam bungkusan..."
Giok Cu kaget sampai memekik ketika mendengar peristiwa itu, sebaliknya Sin Houw sama sekali tidak heran. Teringatlah dia, akan pengalamannya di dalam goa dulu, itulah kepandaian dan ciri Gin-coa Long-kun membuat jebakan.
"Syukurlah, aku tidak terburu napsu."
Kata Ceng Cit memuji diri sendiri .
"seumpama terburu napsu, dengan membuka bungkusan itu, maka akulah yang akan mati terjengkang, sebab sembilan batang anak panah itu terbagi dalam dua jurusan, yang empat batang langsung membenam di dada Liok subo, dan yang lima batang lagi menembus perut Toa susiok. Hebat racun anak panah itu - hampir berbareng, mereka berdua roboh ke lantai tanpa bersuara. Darah yang mengalir berubah menjadi hitam. Dan mereka berdua mati tiada berkutik lagi ..."
Berkata demikian, Ceng Cit menoleh kepada Giok Cu. Katanya dengan suara mengandung dendam dan ejekan.
"Itulah perbuatan ayahmu. Bagus, bukan? Hemm... dan gemparlah seluruh ruangan. Jie susiok dan Sam susiok serentak mengawasi aku. Mereka menduga buruk diriku, dan memerintahkan aku membuka bungkusan besar itu, Dengan terpaksa aku mematuhi perintah itu. Namun tak berani aku menghampiri atau mencoba meraba bungkusan besar itu, aku berdiri jauh-jauh dan membuka penutup bungkusan dengan menggunakan gala bambu. Ternyata kali ini tiada sebatang anak panahpun yang menyambar. Dan, tahukah kalian apakah isi bungkusan itu?"
"Apa isinya?"
Giok Cu balas menanya. Tiba-tiba wajah muka. Thio Ceng Cit menjadi merah padam, nampak sangat bengis. Dengan suara nyaring ia memekik.
"ltulah mayatnya Liok susiok!"
Giok Cu terkejut, Parasnya pucat. itulah berita yang sama sekali tak di duganya. Dan melihat kepucatan wajah Giok Cu, ibunya merangkulnya. Dan beberapa saat lamanya mereka berdua berdiam diri.
"Nah, kejam tidak perbuatan itu?"
Seru Ceng Cit.
"Sebenarnya, sudahlah cukup dengan membunuhnya saja, Mengapa perlu membungkus mayat Liok susiok demikian rapi untuk dikirimkan pulang kehadapan sekalian keluarga Cioliang pay? Kenapa? Coba jawab!"
"Benarkah kau tidak dapat menjawab pertanyaanmu sendiri?"
Jawab Shiu Shiu.
"Benar-benarkah kau tidak mengetahui apa sebabnya ia sampai berbuat demikian terhadap keluarga Cio-liang pay?"
Ceng Cit mendengus. Air mukanya berubah merah padam lagi, akhirnya ia berkata.
"Anggap saja aku memang tidak mengetahui. Dan kau yang maha tahu, coba jawab pertanyaanku itu!"
Shiu Shiu melemparkan pandang ke udara bebas yang penuh dengan bintang-bintang dan sinar bulan.
Hatinya nampak tertawan, dan lambat-lambat ia meruntuhkan pandangnya kepada alam sekitarnya.
Kemudian kepada Giok Cu.
sambil membelai rambut anaknya, ia berkata.
"Sekarang, biarlah aku yang meneruskan cerita pamanmu. waktu itu, umurku satu tahun lebih tua dari usiamu sekarang. Akan tetapi sifatku masih kekanak-kanakan. Aku kosong dari segala masalah hidup, seluruh keluarga memanjakan diriku. segala permintaanku pasti dikabulkan, Tetapi kutahu, seluruh anggauta keluarga Cio-liang pay adalah sekumpulan manusia-manusia jahat, semua bentuk kejahatan pernah mereka lakukan. Karena itu, aku tidak senang terhadap mereka. itulah sebabnya , sama sekali aku tidak bersedih hati tatkala melihat jenazah Liok susiok, aku hanya heran. Kukenal ilmu kepandaian Liok susiok. Dialah yang tertinggi diantara saudara-saudaranya, bagaimana dia dapat dibinasakan? Aku bersembunyi dibelakang punggung ibu, tak berani aku berbicara sepatah katapun. Ayah mengambil surat yang berada ditangan Toa susiok, beginilah bunyinya.
"Kukirimkan mayat saudaramu ke sini, terimalah dengan rasa syukur! Dia memperkosa kakak perempuanku, kemudian dibunuhnya. Dia pun membunuh ayah-bunda dan dua kakakku lagi, Jadi semuanya lima orang, yang hidup tinggal aku seorang diri, karena kebetulan dapat meloloskan diri, Dan hiduplah aku sebatang kara dari tempat ke tempat. Kini, barulah aku muncul kembali dalam pergaulan. Hutang darah harus terbayar Aku harus menuntut balas sepuluh kali lipat. Dan hatiku baru puas, Karena keluarga Cioliang pay hutang lima jiwa, maka aku harus membunuh lima puluh jiwa dan memperkosa sepuluh anggauta wanitanya, Karena itu, bersiagalah! "Peristiwa itu merupakan lembaran sejarah hidupku yang baru, sehingga bunyi surat Lim Beng Cin yang menggemparkan terukir kuat dalam ingatanku. selama hayat masih dikandung badan takkan tercicir walau sepatah katanya pun..."
Sin Houw jadi teringat nasib sendiri. Kalau begitu jalan hidup Gin-coa Long-kun sama dengan sejarah hidupnya. Diapun kehilangan ayah-bunda dan dua saudarasekandung.
"Cit-ko, benar tidak perbuatannya Liok susiok? Dia membunuh seluruh keluarga Lim Beng Cin atau tidak?"
Kata Shiu Shiu kepada Ceng Cit. Ceng Cit tidak menjawab. ia hanya memanggut. Tetapi setelah memanggut, tiba-tiba meledak.
"Kami semua hidup sebagai laki-laki, Merampas, merampok, membakar rumah atau membunuh adalah pekerjaan laki laki, Kenapa aku harus memungkiri perbuatan Liok susiok? ia melihat gadis cantik, hatinya tertambat tetapi gadis itu mungkin tak mau mengerti pastilah dia menolak ajakan Liok susiok yang bermaksud baik. Dia menyakiti hati Liok susiok, sebelum diperkosanya, Kalau Liok susiok sampai membunuhnya, itulah sudah semestinya."
"Kenapa yang lain-lain dibunuhnya pula?"
Damprat Shiu Shiu.
"Kau anak kemarin sore, tahu apa?"
Ceng Cit setengah memaki.
"ltulah justru merupakan suatu bukti, bahwa Liok susiok terlalu disakiti hatinya."
"Eh, enak saja susiok berkata begitu."
Gerutu Giok Cu.
"Sesudah memperkosa, lantas main bunuh!"
"ltulah laki-laki!"
Sahut Ceng Cit dengan suara gagah. Kemudian ia menyambung cerita Shiu Shiu.
"Setelah membaca suratnya Lim Beng Cin, ayah tertawa berkakakan, Kata ayah.
"Jadi, dia hendak datang ke sini...? Bagus! Dengan begitu, kita tidak perlu bersusah-payah mencarinya?"
Dan pada hari itu juga, ayah mulai bersiap siap. Ayah cermat sekali. Pada malam hari, seluruh keluarga diwajibkan berjaga dengan bergantian. Malah pada hari berikutnya ayah perlu memanggil kedua pamanku lagi yang berada di lain tempat.
"Kedua susiok itu, yakni Cit susiok dan Pat susiok, sebenarnya mereka berdua merupakan orang-orang sakti yang tiada bandingnya di dunia ini."
Ceng Cit menyambung dengan suara bangga.
"Tetapi Lim Beng Cin benar-benar tak ubah iblis. Entah bagaimana caranya ia bisa mengetahui maksud ayah memanggil kedua pamanku itu, Tiba-tiba saja dua orang utusan ayah, disergapnya di tengah jalan dan dibunuhnya. Dan sejak itu, ia muncul seperti malaikat dan menghilang seperti iblis. Setiap malam ia masuk ke dalam rumah kami dan mula-mula mencuri lima puluh batang arit dan dengan arit itu ia membunuhi keluarga kami. Kadang-kadang satu malam sampai sepuluh orang. Mereka mati dengan dada membenam arit, Maka tahulah kami, apa sebab ia mencuri lima puluh arit itu. Rupanya ia hendak membuktikan ancamannya, bahwa ia perlu menbunuh limapuluh orang keluarga kami demi memuaskan hatinya. Dan sebelum limapuluh orang terbunuh ditangannya, ia tak akan berhenti mengancam kedamaian hidup kami."
"Jumlah seluruh keluarga Cio liang pay lebih dari seratus orang, Masakan tak dapat melawan seorang saja?"
Kata Giok Cu.
"Soalnya, dia tak pernah memperlihatkan diri."
Sahut Ceng Cit.
"Dia main sembunyi seperti iblis, gerak-geriknya tak ubah seekor kucing mengintai sarang tikus. ia menunggu dan menerkam korbannya apabila kebetulan memencil, Keruan saja, ayah gusar bukan kepalang. Dalam kesibukannya, ayah mengundang belasan pendekar pada setiap malamnya, dengan dalih sedang mengadakan pesta. Dengan begitu, setiap malam kami mengadakan pesta makan minum, Berapa banyak harta yang telah dihamburkan, sudah tak terpikirkan lagi, Ayahpun menyebarkan surat-surat pengumuman untuk menantang Lim Beng Cin bertempur dengan terang-terangan agar memperoleh keputusan. Akan tetapi Lim Beng Cin membuta dan tuli, sama sekali ia tak menggubris tantangan ayah, Karena itu satu-satunya jalan hanyalah mengundang para pendekar sebanyak banyaknya dengan melalui pesta pora, Dan agaknya Lim Beng Cin takut melihat hadirnya demikian banyak pendekar. Setengah tahun lamanya, ia tidak pernah muncul lagi, dan para pendekar undangan ayahpun mulai berpamit pulang seorang demi seorang.
"Tetapi begitu rumah kediaman kami kembali sunyi sepi, kakak kami yang tertua, dan dua orang saudara sepupu kami terdapat mati didalam kamarnya. Dan keesokan harinya, tiga kemenakan kami, mati tenggelam didalam kolam, Di tubuh mereka masing-masing membenam sebatang arit, Benarbenar bajingan itu pandai menguasai diri. ia bisa menunggu kesempatan dengan sabar sampai setengah tahun lamanya. Dan sejak itu, setiap sepuluh hari sekali pasti ada seorang diantara kami yang jadi korban balas dendam Lim Beng Cin.
"Tukang peti mati sampai kehabisan persediaan. Maka terpaksalah kami membeli peti-peti mati dari luar kota. Tentu saja, kami kabarkan bahwa di dusun kami sedang terserang penyakit menular yang dahsyat. Dan untuk mengakali penduduk, ayah perlu membuat selamatan yang maksudnya untuk mengusir setan penyakit menular itu!"
"Waktu itu, seluruh dusun gempar karena rasa takut."
Shiu Shiu ganti bercerita.
"Betapa ayah berusaha untuk menutupi kejadian yang sebenarnya namun lambat laun tersiar juga. seketika itu juga, penduduk lantas pada mengungsi kedesadesa terdekat. Dengan demikian, ayah tidak mempunyai pengharapan lagi untuk bisa memperoleh tenaga peronda. Dan terpaksalah anggauta keluarga meronda dan berjagajaga diri pada siang dan malam hari secara bergiliran seperti dahulu. Anggauta anggauta wanita dan kanak-kanak disembunyikan didalam rumah tertentu yang di jaga rapat. Kami tidak diperkenankan meninggalkan pintu rumah selangkahpun.
"Meskipun demikian, pada suatu malam dua iparku lenyap tak keruan."
Sambung Ceng Cit dengan gigi bercatrukan.
"Kami semua menduga bahwa kedua iparku itu pasti telah mati di tangan si bajingan. Eh, diluar dugaan selang satu setengah bulan, mereka berdua mengirim surat dari kota Yang-ciu. Ternyata mereka berdua telah dijual oleh si bajingan kepada tengkulak perempuan, tegasnya, mereka harus melayani tetamu laki-laki tiap malam dua puluh tetamu. Dapat dibayangkan betapa menderita kedua kakak iparku itu. Mereka disekap setiap harinya ..."
Mendengar tutur kata Ceng Cit hati Sin Houw jadi bergidik. pikirnya didalam hati.
"Hebat cara pembalasan dendam Gin-coa Long-kun, Memang, ia harus membalaskan sakit hati ayah bunda dan ketiga kakaknya. Akan tetapi penyebabnya sudah kena dibinasakan, seharusnya tak perlu lagi ia merajalela begitu mengerikan ."
Sambil menghela napas, Ceng It melanjutkan ceritanya.
"Kedua kakakku mendongkol bukan main mendengar berita itu, oleh rasa mendongkol dan sakit hati, mereka berdua sampai jatuh pingsan. Ayah tak dapat berbuat suatu apa kecuali mengirimkan uang tebusan kepada tengkulak perempuan tersebut, agar membebaskan kedua menantunya.
"Dua tahun lamanya kami dirusak kedamaian hati kami. Dan yang membuat kami mendongkol, setiap tiga bulan sekali, ia mengirimkan surat perhitungan dan peringatan seakan-akan kami mempunyai hutang yang wajib kami bayar. Dalam waktu dua tahun itu, sudah berjumlah empatpuluh tiga orang, Dengan begitu, dia masih menagih tujuh jiwa lagi .
"Kami keluarga Cio-liang pay biasanya malang melintang tanpa tandingan sejak puluhan tahun yang lalu, Baik penduduk maupun penguasa setempat tak berani mengganggu gugat sepak terjang kami. Tetapi sekarang, kami dipermainkan oleh seorang lawan saja yang benar-benar bisa membuat hati kami sedih, lelah dan gelisah. Menuruti hati, kami ingin menuntut balas pula secepat cepatnya agar memperoleh penyelesaian. Akan tetapi bangsat Lim Beng Cin adalah seorang musuh yang sangat licin dan gagah. Ayah dan beberapa paman kami, pernah bertempur seorang demi seorang. Ternyata mereka bukan tandingan Lim Beng Cin yang memang berkepandaian tinggi luar biasa.
"Kami semua jadi putus asa. Rasanya, tiada sesuatu yang dapat kami lakukan, kecuali menunggu datangnya maut, akhirnya kami bersepakat untuk membuat pembelaan diri dengan cara bergabung. Akan tetapi asal kami sudah bersiaga dan membuat penjagaan rapat, ia tak pernah muncul sampai berbulan bulan lamanya. sebaliknya, bilamana lalai sedikit saja, tiba-tiba ia muncul kembali dan membunuh jiwa kami. Demikianlah, setelah melampaui masa dua tahun, hutang jiwa kami tinggal tujuh orang. Nah, Giok Cu. cobalah jawab secara terus terang! Layakkah kita apabila kita membencinya? pantas atau tidak, kita mengusiknya sampai tujuh turunan!"
"Kemudian bagaimana?"
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tanya Giok Cu mengelakkan pertanyaan pamannya.
"Biarlah ibumu saja yang meneruskan."
Sahut Ceng Cit dengan suara lesu.
Thio Sin Houw mengalihkan pandang kepada Shiu Shiu, wajah ibunya Giok Cu itu nampak berduka.
seperti menahan suatu penyakit dada, ia berkata perlahan.
"Anak Sin Houw, kau telah merawat dan mengubur jenazahnya, Biarlah aku berkata terus terang saja mengenai hubungan kami.
Rasanya tiada perlunya untuk menyembunyikan sesuatu hal, Hanya saja, setelah selesai aku menceritakan sejarah hubungan kami, tolong kau kabarkan sebab-sebabnya ia meninggal.
Dengan begitu kami, ibu dan anak jadi mengerti keadaannya yang sebenarnya.
Dengan begitu ..."
Shiu Shiu tak dapat menyelesaikan perkataannya. ia menangis sedih sekali, sehingga perkataannya tertunda beberapa saat lamanya, setelah hatinya lega, mulailah dia berkata lagi.
"Waktu itu, aku tidak mengetahui sebab-sebabnya kenapa dia demikian kejam terhadap keluarga kami. Bahkan aku tidak ingin mengetahuinya. Ayahpun juga membungkam terhadapku. Ayah hanya melarang aku keluar dari pekarangan rumah, meskipun hanya selangkah. Karena ayah tidak memberikan penjelasan, aku jadi masgul. Kenapa ayah mendadak saja menawan diriku? Meskipun ayah berusaha menemaniku dengan beberapa iparku, namun hatiku merasa tersiksa. Sebab aku hanya diperkenankan bermain-main didalam taman saja yang berukuran kecil.
"Pada bulan ketiga, tibalah musim bunga. Tamanku ini penuh dengan bau harum yang segar. Hatiku tak terkendali kan lagi karena ingin menjenguk bunga tanamanku. Tetapi karena sepak terjang Lim Beng Cin yang ganas, terpaksa aku bergulat mengatasi gejolak hatiku. Aku harus menyekap diri didalam rumah, pada suatu kali aku ingin membolos seorang diri, akan tetapi teringat betapa sungguh-sungguh ayah melarangku keluar rumah - maka aku batalkan niatku itu.
"Pada suatu hari, aku bermain-main didalam taman bunga dengan dua orang iparku yang menempati kamar ke tiga dan kelima. Pamanmu, Ceng Cit dan Ceng Pat ikut pula menemani. Jadi kami jumlah lima orang. Aku tertarik kepada permainan ayunan, sebab bila aku bisa berayun tinggi sampai melampaui pagar dinding, pastilah bisa melihat pemandangan yang berada diluar tembok. Maklumlah, aku sudah cukup lama tersekap. Kira-kira hampir dua tahun. Maka tak mengherankan, hatiku amat rindu melihat kehijauan alam dan kesegaran penglihatan.
"Demikianlah, aku bermain ayun-ayunan dengan gembira. setiap kali aku berayun, aku makin tinggi dan tinggi. pemandangan alam diluar tembok dapat kujenguk dan kureguk, Tiba-tiba saja, Fat susiokmu memekik menyayatkan hati. sebatang piao membenam didadanya, Dan ia mati seketika itu juga, Dan pada saat itu, kau, Cit-ko, lantas saja kau melarikan diri, Dan kami bertiga, tidak kau perdulikan lagi. Bukankah begitu?"
Merah wajah Ceng Cit, Cepat-cepat ia menjawab.
"Habis? seorang diri, tidak mungkin aku melawannya. Maka aku lari masuk kerumah untuk mencari bantuan. coba aku tidak cepat-cepat lari, pastilah aku akan mampus sia-sia saja,"
"Hem ..."
Giok Cu mendengus. sebaliknya ibunya bersikap dingin saja, Katanya melanjutkan ceritanya.
"Aku menyaksikan peristiwa pembunuhan itu dari papan ayunan yang masih berayun dengan cepat, Dan selagi aku kebingungan karena belum jelas tentang sebab-sebabnya terjadi pembunuhan itu,tiba-tiba kulihat berkelebatnya sesosok bayangan mengarah padaku. Bayangan itu menuruti gerakan ayunan. sewaktu aku terbawa papan ayunan menjangkau ketinggian, ia menyambar diriku dan dibawanya terbang. Aku memekik sekuat-kuatnya oleh rasa kaget dan cemas. Sebab kakiku tidak lagi menginjak papan ayunan, sedangkan diriku berada diudara hampir mencapai puncak pohon Yang-liu, Celakalah, bila sampai terbanting ditanah. Apalagi ayunan tadi, diriku dibuat terlambung seperti terlemparkan saja.
"Bayangan yang menyambar diriku, memegang tangan kiriku kuat-kuat, ia membawa aku terbang melintasi tembok. Tiba-tiba tangannya menyambar dahan pohon Yang-liu, dan dengan begitu lambungan ayunan agak tertahan. Kemudian dengan gesit, ia membawa aku mendarat di tanah.
"Aku terhindar dari mara bahaya. Tetapi kemudian, ia membawaku lari dengan memelukku erat-erat. Dalam Keadaan bingung, aku memukuli mukanya. Tatkala pundakku kena ditekan, sekonyong-konyong lenyaplah tenagaku, dan tak lama kemudian aku mendengar suara berisik dibelakangku, itulah langkah ayahku beramai yang berusaha mengejar diriku yang kena diculik.
"Dua jam lagi lenyaplah suara berisik itu. Tahulah aku, bahwa mereka sudah ketinggalan jauh, Dan aku masih saja dibawa lari makin lama makin cepat. Akhirnya, dia berhenti di sebuah goa yang berada disamping jurang curam, jarak antara goa dan seberang tebing kurang lebih duapuluh tombak.
"la menepuk pundakku seraya meletakkan aku diatas sebuah batu, Tenagaku pulih kembali, dan ia memandang diriku dengan bersenyum penuh kemenangan. Tiba-tiba teringatlah aku kepada nasib dua iparku yang pernah terculik, Apakah akupun akan dijualnya kepada tengkulak perempuan untuk melayani duapuluh orang hidung-belang setiap harinya? Daripada hidup demikian, lebih baik aku mati saja. Dan kini barulah aku menyadari kehendak baik ayahku - dengan cara menyekapku didalam rumah terpisah. Teringat hal itu, aku jadi benci kepada diriku sendiri. Terus saja aku melompat membenturkan kepalaku pada batu yang mencongak ditepi jurang."
"Dia terperanjat bukan kepalang melihat perbuatanku itu, sama sekali tak diduganya, bahwa aku hendak melakukan bunuh diri, Meskipun demikian masih bisa ia mencegah perbuatanku, dengan tangkas ia menyambar pinggangku - namun kepalaku terbentur juga pada batu itu, meskipun tidak keras. inilah bekas lukanya ..."
Shiu Shiu memperlihatkan ujung keningnya yang tertutup rambut. Nampak sekali bekas lukanya. Melihat bekas luka itu, pastilah ia dahulu menderita luka yang tidak enteng.
"Maksudnya hendak mencegah kenekatanku itu, mungkin sekali terbersit dari hati nuraninya yang baik, Tetapi andaikata ia membiarkan diriku membenturkan kepalaku pada batu, pastilah di kemudian hari tidak akan terjadi peristiwa yang berlarut-larut. Bagi dia sendiri, penggagalan itu mungkin baik akibatnya, tetapi bagiku adalah sebaliknya."
Demikian Shiu Shiu melanjutkan tutur katanya dengan menghela napas beberapa kali. Meneruskan.
"Aku pingsan karena lukaku. Tatkala memperoleh kesadaranku kembali, aku berada diatas sehelai permadani di dalam goa. penglihatan itu masih asing bagiku, oleh rasa kaget, hampir saja aku tak sadarkan diri lagi, Tetapi setelah melihat pakaianku masih dalam keadaan rapih, legalah hatiku. Ternyata dia tak memperkosaku. Mungkin sekali disebabkan oleh kenekatanku hendak bunuh diri, ia malahan tidak mengganggu aku."
"Rupanya dia dihinggapi rasa khawatir tentang diriku. Jangan-jangan aku akan nekat hendak bunuh diri lagi. Maka selama dua hari dua malam, dia menjagaku sangat cermat. Dia masak sendiri untuk makanku. sebaliknya, aku tak sudi menjamah masakannya. Aku menangis terus-menerus sampai pada hari keempat, Dan pada hari kelima, aku jadi kurus kering.
"la mencoba memasak hidangan lezat, dan dengan sabar membujukku agar mau makan masakan yang dihidangkannya, Tetapi tetap saja aku tak menghiraukan bujukannya, sekonyong-konyong ia menjambak rambutku, kepalaku di tengadahkannya, Hidungku dipencetnya rapat-rapat, mau tak mau aku harus meneguknya. Barulah hidungku dibebaskannya. Dan ia tidak menjambak lagi, Tetapi begitu terbebas, aku menyemburkan sisa makanan dan kuah ke mukanya. Dengan sengaja aku berbuat demikian, agar ia membunuhku karena marah. Dalam hatiku aku mengharapkan kematian daripada di perkosanya, pengalaman kedua iparku terlalu mengerikan bagiku.
"Diluar dugaan, ia hanya tertawa saja. Dengan sabar, ia menyusuti sisa makanan yang melekat dimukanya. ia menatap diriku beberapa saat lamanya. Kemudian menghela napas.
"Aku hendak menyanyikan sebuah lagu untukmu, kau mau mendengarkan atau tidak?"
Katanya kepadaku.
"Aku tak sudi mendengarkan!"
Dampratku. Mendadak saja ia berlompat-lompat kegirangan, dan menari-nari, katanya.
"Kusangka, kau gadis gagu, kiranya kau bisa berbicara juga."
"Itulah pernyataan diluar dugaanku. Tiba-tiba saja aku tertawa diluar kesadaran sendiri, karena perkataannya begitu lucu dan menggelikan. Jadi tadinya ia menganggap aku ini gadis bisu.
"siapa yang gagu!"
Dampratku lagi - "Aku membungkam mulut karena tak sudi berbicara dengan orang jahat!"
Dia tak melayani berbicara.
sebaliknya lantas saja merebahkan diri di mulut goa.
Kemudian menyanyi dan menyanyi dengan suara tinggi mengalun di tengah malam, sampai bulan bersinar tinggi diudara, ia masih saja menyanyi.
Senandungnya berisikan letupan asmara antara dua mudamudi yang hidup dalam masa madu, Seumurku belum pernah aku keluar rumah.
Telapak Emas Beracun -- Gu Long Antara Budi Dan Cinta -- Gu Long Gelang Perasa -- Gu Long