Golok Halilintar 2
Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 2
Golok Halilintar Karya dari Khu Lung
Thio Kim San berkata perlahan, ia segera mendahului jalan berdinding yang hendak membawanya ke jembatan penyeberang, Tatkala tangannya meraba dinding batu mendadak ia terkejut.
"Apa artinya ini?"
Serunya kaget. Dengan pandang tegang ia mengawasi dinding batu, Lan Hwa dan ketiga anaknya ikut mendekati, dan mereka menemukan dua baris huruf kecil-kecil, Setelah membaca, mereka terkejut.
"Kim San. Golok itu tidak mudah kuperoleh, karena itu pertahankan dengan jiwamu!"
"Apa artinya ini?"
Thio Kim San mengulangi seruannya dengan suara setengah membisik, sedangkan jari tangannya masih meraba-raba huruf-huruf itu. Lalu ia berkata seakan-akan kepada dirinya sendiri.
"Bukan! Bukan! Bukan suhu. Siapa yang menulis ini? Apa maksudnya?"
"San-ko,"
Tiba-tiba terdengar suara Lan Hwa membisik.
"ltulah karena aku ... apakah kau masih ragu?"
Baru saja Lie Lan Hwa menutup mulutnya, terdengarlah suara nyaring beberapa orang. Mereka menoleh dan di atas gundukan berdiri lah dua puluh orang lebih memegang senjata masing-masing.
"Akh! Mereka bertiga lagi!"
Thio Kim San mengeluh, Mereka membawa tenaga baru, Sampai kapankah kita bisa hidup aman tenteram?"
Jawabannya kini makin terang. San-ko,"
Sahut Lan Hwa."Kita akan bisa hidup damai kembali, manakala penulis tulisan itu sudah lenyap dari dunia. Bukankah itu suatu fitnah?"
"Benar! Memang suatu fitnah!"
Kata Thio Kim San dengan napas memburu - "Kini tahulah aku ... apa sebab mereka menuduh aku menyimpan golok itu. Akh, benar-benar gila!"
Tak sempat lagi Thio Kim San berbicara berkepanjangan.
Beberapa orang datang meluruk ke bawah, Gerak-gerik musuh baru ini, lebih mantap dan perkasa, Namun hati Thio Kim San sama sekali tak gentar.
Dengan pandang tajam ia mengawasi mereka, mendadak di atas ketinggian ia melihat seorang mengenakan jubah abu-abu.
siapakah dia? tak dapat ia mengenali.
Selagi ia berusaha untuk memperoleh penglihatan terang, Sin Han telah melompat menerjang sambil berteriak.
"Manusia-manusia serigala, kalian ganas melebihi binatang, Hayo maju!"
Thio Sin Houw yang masih merupakan seorang bocah, ikut tergetar hatinya oleh rasa kesal dan marah. Dengan menghunus pedang pendeknya, ia melompat maju, Kim San terkejut.
"Sin Han, Sin Houw! Kembali!"
Ia berteriak.
Mendengar seruan ayahnya, Sin Han merandek, ia terkejut tatkala ayahnya menyebut nama Sin Houw, Cepat ia berputar kebelakang dan melihat Sin Houw berada di belakangnya dengan langkah kalap, seperti burung alap-alap, ia menyambar lengan adiknya, Katanya nyaring.
"Sin Houw, tahan!"
Dan terus di bawanya kembali kepada ayahnya.
Tatkala itu beberapa orang sudah berada sepuluh meter didepannya, Dengan senjata andalannya masing-masing, mereka mengurung.
Sedang yang lain, datang berturut-turut bagaikan gugurnya bukit batu.
Thio Kim San menggeser tubuhnya, mendampingi isterinya, ia menghunus pedangnya.
wajahnya nampak tak tenang.
Setelah menoleh kepada Sin Han, ia berkata.
"Sin Han! Dan semua saja, dengarlah! Dengan susahpayah ayah bundamu melindungi kalian sampai disini. Tadinya aku berharap akan dapat bertemu dengan kakek-guru kalian, sebaliknya aku justru menemukan suatu deret tulisan yang membuat hatiku tak tenteram, Anak-anakku, kalian tidak boleh mengadu jiwa, kalian harus tetap hidup untuk bisa memecahkan teka-teki itu agar kelak kalian dapat menyambung anak-keturunan keluarga kita. Bersama ibumu, aku akan mempertahankan serbuan mereka, Kalian pergilah cepat cepat menyeberangi jembatan itu!" "Ayah! Mengapa ayah tidak mencoba mengajak mereka bicara?"
Teriak Thio Sin Lan.
"Tak ada gunanya, Siu Lan.
"Mereka semua ganas. Tujuan mereka hanya ingin membunuh ayahmu sekeluarga, Nah, pergilah, cepat!"
Sahut Thio Kim San. Sebelum Thio Sin Han bertiga dapat melangkah, terdengarlah seorang musuh berkata nyaring.
"Hai! jangan biarkan mereka membunuh diri, maju!"
Perkataan i tu ternyata merupakan suatu aba-aba.
Belasan orang segera bergerak mengepung, akan tetapi sudah tentu Thio Kim San tidak tinggal diam, Keputusannya sudah kokoh, ia bersedia mengorbankan nyawa dalam pertarungan ini.
Segera ia maju dan menghantamkan pedangnya.
Seperti semalam, Cie-san Liong-ong Kwee Sun, su Tay Kim dan Bu Seng Kok bertiga segera mengepung, mereka bertiga merupakan lawan yang tangguh dan gesit, walaupun demikian, tak berani mereka semberono.
Sekali Cie-san Liong-ong Kwee Sun mendekat, senjatanya segera terbang keudara, senjatanya Cie-san Liong-ong Kwee Sun merupakan sebuah pian atau gada bergigi terbuat dari besi utuh, Tetapi dengan sekali babat, Thio Kim San dapat mementalkan.
Maka dapat dibayangkan betapa dahsyat tenaga Thio Kim San, tak memalukan ia menjadi murid Tiekong tiangloo dari Go-bi pay! ***** THIO SIN HAN mengeluh, sebenarnya enggan ia meninggalkan ayah dan ibunya menghadapi ancaman bahaya yang menentukan.
Akan tetapi pesan ayahnya sangat penting artinya, terus saja ia menarik lengan Sin Houw sambil berkata kepada Siu Lan.
"Siu Lan, adikku, Tak dapat kita sia-siakan harapan ayah dan ibu. Mari kita maju membuka jalan untuk Sin Houw...!"
"Baiklah, koko, Biarlah aku yang membuka jalan, Mereka bertiga memasuki jalan batu yang berlumut dan licin, Karena sangat sempitnya, tak dapat mereka berjalan berendeng, Thio Sin Han segera menolak Sin Houw agar berjalan di sebelah depan.
"Jangan! Biar aku yang di depan,"
Kata Siu Lan.
"Kalau aku menemukan kesulitan , aku bisa segera mengisiki Sin Houw."
"Benar,"
Sahut Sin Han dengan terharu, Kemudian kepada Sin Houw ia berkata.
"Kau sendiri, Sin Houw. Kau harus memenuhi harapan kita semua, sejak detik ini, kau harus menyayangi tubuh dan jiwamu. Kalau kau gagal, hancurlah nama keluarga kita!"
Thio Sin Houw sendiri pada waktu itu merasa telah kehilangan diri, Dengan hati dan kepala kosong, ia melangkah maju, Setapak demi setapak, jari-jari kakinya dicengkeramkan kepada dasar jalan itu, Kalau tidak demikian, ia akan tergelincir ke dalam jurang yang curam.
Thio Sin Han yang jalan di sebelah belakang, rusak hatinya, Dengan muka berkeringat ia menoleh.
Bukan main kagetnya, karena dilihatnya ayahnya ternyata telah rebah melintang di atas tanah pegunungan yang lembab, sedang ibunya berkelahi dengan pedang di tangan kanan dan belati ditangan kirinya.
Thio Kim San sebenarnya sudah menderita luka parah, Hanya saja ia pandai menyembunyikan di hadapan keluarganya, untuk menanamkan rasa kepercayaan terhadapnya.
Tetapi begitu kena dikepung Cie-san Liong-ong Kwee Sun bertiga, mendadak saja ia merasa kehilangan sebagian tenaganya.
ia berhasil melontarkan senjatanya Kwee Sun dari genggaman, tetapi gerakannya sendiri sudah kurang gesit.
Tatkala Bu Seng Kok menusukkan pedangnya, tak dapat ia mengelak, Masih bisa ia menangkis, di luar dugaan Su Tay Kim melayangkan kaki nya.
Dak! Dan ia mundur terhuyung.
Tepat pada saat itu si kate Su Tay Kim membarengi, sepasang goloknya menyambar dan Kim San roboh terkulai menungkerup di tanah.
Su Tay Kim lompat dan mengulangi serangannya, Thio Kim San yang masih memegang sebilah pisau belati, dengan sisa tenaganya menikam, inilah suatu serangan balasan yang sangat mengejutkan.
Hati Su Tay Kim tercekat, cepat-cepat ia mundur jumpalitan Dan selamatlah ta dari tikaman belati itu! Melihat ayahnya roboh terguling, Thio Sin Han nyaris tak dapat menguasai diri.
Kakinya sudah bergerak, tatkala ia melihat suatu pemandangan ngeri lagi, ibunya yang sedang sibuk melayani kepungan musuh, kena tikam pedang Bu Seng Kok dari belakang, Berba-reng dengan itu pula, Cie-san Liongong Kwee Sun yang curang, sudah berhasil memungut senjatanya kembali.
Dengan panas hati ia melesat dan menghantarkan gadanya, Lie Lan Hwa sudah tak dapat bergerak banyak, Meskipun ia melihat datangnya bahaya, namun ia tak sudi berteriak, Dengan memejamkan kedua matanya, ia menunggu, Bress! Dan ia roboh tersungkur.
Betapa keadaan hati Thio Sin Han pada saat itu, tak dapat dilukiskan lagi, itulah suatu kejadian yang hebat sekali, ia dipaksa menyaksikan gugur-nya kedua orang tuanya didepan matanya, serentak ia mengertak gigi dan menggerakkan kakinya, tetapi tiba-tiba ia menoleh kebelakang seperti ada yang mengingatkan.
Thio Sin Houw ternyata sudah berada dibelakangnya dengan pedang pendek ditangan kanan.
Melihat adiknya hendak menuruti kata hati untuk membuat suatu pembalasan, tersadarlah Sin Han.
ia kini merasa bertanggung jawab penuh untuk mempertahankan jiwa adiknya, demi pesan ayahnya, Segera ia menghadang dengan merentangkan tangannya .
"Sin Houw, kau mau kemana?"
Bentaknya. Pada waktu itu terdengar Cie-san Liong-ong berteriak nyaring.
"Hai, anak-anak! Kalian mau kemana? Hayo ...menyerah atau tidak?"
Panas hati Thio Sin Han mendengar Cie-san Liong-ong Kwee Sun yang bicara temberang, serentak ia menjawab dengan sinar mata menyala.
"Kami anak-anak keturunan Thio Kim San tak dapat kalian hina, Kalian boleh menguntungi kepala "kami atau menyiksa kami, tetapi jangan harap kami akan menyerah begitu saja tanpa perlawanan!"
Mendengar jawaban itu, banyak di antara para pengepungnya menyatakan rasa kagum dan hormat. Berkatalah salah seorang diantara mereka.
"Memang tepat kata orang, harimau tidak akan melahirkan anak anjing .,."
Sebaliknya Cie-san Liong-ong Kwee Sun tak mau sudah, Dengan perisai dan penggada ditangan kiri-kanannya, ia maju mendekati sambil berkata.
"Benar-benarkah kalian tak sudi menyerah? Apakah kalian memang segagah ayah kalian? Baiklah, aku akan mengujimu!"
Cie-san Liong-ong Kwee Sun tidak hanya licik dan ganas, tapipun berangasan pula, setelah berkata demikian, gadanya menyambar.
Thio Sin Han pandai membawa diri, Kalau melompat, ia akan kena dikepung, Maka perlahan-lahan ia mundur lalu balas dengan menabaskan pedangnya.
"Tranggg!"
Tubuh mereka berdua segera nampak bergoyang-goyang.
Cie-san Liong-ong Kwee Sun sudah terlanjur mengumbar mulut besar, Tak dapat ia menarik diri, Melihat lawannya mundur, ia maju setapak demi setapak dengan melindungi diri dengan perisai bajanya, Dasar lebih berpengalaman, setelah terseret maju ia dapat memindahkan gelanggang.
Setiap kali pedang Thio Sin Han menghantam perisainya, ia memutar sambil mundur sedikit, Gerakan mundur dan membawa musuh ini ke tepi, benar-benar berhasil.
Tahu-tahu Sin Han telah berada di luar ujung jalan.
"Hm, bagus! sekarang mampus kau!"
Bentak Kwee Sun, yang terus mencecar dengan perisai dan godanya. Mendadak pada saat Itu, sebatang pedang berkelebat disampingnya. Kwee Sun tahu maksud rekannya, dan ia berteriak nyaring.
"Bagus, Bu-heng! Lebih baik anak itu kau ringkus saja."
Hati Sin Han tercekat, ia berteriak gugup.
"Sin Houw, awas!"
Siu Lan yang berada dibelakangnya Sin Houw, tak memikirkan keselamatan jiwanya lagi, terus saja ia melompat sambil menangkis, Tentu saja tak dapat ia mengadu tenaga dengan Bu Seng Kok.
Tubuh dan pedangnya terpental tinggi di udara, dan Sin Houw tak terlindungi lagi.
Menyaksikan hal itu, Sin Han mengerahkan segenap kepandaiannya.
ia mendesak Kwee Sun hendak mendekati Sin Houw, akan tetapi pada saat itu belasan orang datang mengepungnya.
Sin Han tak gentar sedikitpun, Masih ia berkesempatan berpaling mencari Siu Lan.
Di lihatnya adiknya itu tengah bertempur melawan seorang yang mengenakan jubah abu-abu.
Orang itulah yang tadi membuat teka-teki ayah dan ibunya.
Thio Siu Lan walaupun belum sempurna, namun ilmu pedangnya tidak tercela.
itulah disebabkan pengalamannya selama menjadi kejaran musuh.
Gerakan pedangnya gesit dan berbahaya, setiap kali ada kesempatan ia menikam atau menabas, Akan tetapi musuhnya si jubah abu-abu terlalu kuat baginya, Dengan memperdengarkan suara tertawa serangan Siu Lan kena dipunahkan dengan sangat mudah.
Dalam pada itu Thio Sin Han tak berkesempatan lagi memainkan pedangnya, yang di ingatnya hanyalah Sin Houw yang masih bercokol di atas jalan maut, Cepat ia berteriak.
"Sin Houw, jangan perdulikan kami berdua! Sebaliknya, ingatlah keluarga ayah dan ibumu. Engkaulah satu-satunya yang kami harapkan, Lekas lari, jangan kau sia-siakan harapan ayah dan ibu!"
Siu Lan mendengar suara kakaknya, ia menoleh sambil melayani orang yang berjubah abu-abu.
Tatkala itu Sin Han mencurahkan perhatiannya kembali kepada tiga orang lawannya, Perlahan-lahan ia mundur kembali, maksudnya hendak menutup jalan agar Sin Houw dapat meneruskan perjalanannya tanpa terganggu musuh.
Sin Houw sendiri sangat sedih hatinya, ia melihat ayah dan ibunya tak berkutik lagi dan berlumuran darah.
Kemudian kakak perempuannya yang kerepotan menghadapi musuh, sedangkan Sin Han terus dikepung oleh musuh yang sangat banyak jumlahnya, Meskipun belum cukup umur, akan tetapi dalam hidupnya sudah seringkali ia melihat suatu pertempuran Secara naluriah, segera ia mengetahui bahwa kedua kakaknya tiada harapan bisa menang.
"Kalau begitu benar kata koko, tak boleh aku mati. Kalau aku membuat ayah dan ibu kecewa, matipun rasanya belum bisa menebus kesalahan ini. Baiklah, koko, Kau tutuplah jalannya, aku akan berusaha lari dari sini,"
Katanya di dalam hati.
Tepat setelah mengambil keputusan demikian, mendadak ia mendengar pekik teriakan kakaknya, Dengan hati sangat terkejut ia menoleh, dan masih sempat ia menyaksikan kakaknya Sin Han kena tikam dan roboh terjungkal ke dalam jurang.
"Sin Houw, terusss!"
Teriak Sin Han, Dan itulah teriak suara kakaknya yang terakhir, yang selalu akan dikenang dan membangkitkan bulu romanya di kemudian hari, Suara teriakan itu mengaung panjang dan makin tipis, kemudian lenyap.
Hebat pemandangan itu.
Dalam menghadapi maut, Thio Sin Han masih ingat dengan kewajibannya untuk memperingatkan adiknya agar menyelamatkan diri, Dan teriak peringatan penghabisan itu sangat berpengaruh, sehingga Sin Houw bagaikan lupa akan segalanya.
Tanpa merasa ia melompat pula sambil berteriak memanggil.
"Koko Sin Hannn!"
Tepat pada saat itu, tiba-tiba suatu tenaga maha besar menyambar dirinya.
Dan tubuhnya terangkat naik lalu jatuh bergulingan di tepi jurang, Tetapi begitu mukanya mencium tanah, tiba tiba saja ia dapat berdiri tegak.
Rasa kaget yang berkecamuk di dalam diri Sin Houw bukan main hebatnya.
Beberapa saat lamanya belum dapat ia menemukan dirinya kembali, namun secara naluriah ia menoleh mencari sesuatu.
Dan diantara kedua pipinya yang melepuh bengkak, ia melihat seorang berbaju panjang memancarkan pandang berapi kepada belasan lawan ayah bundanya - orang itu kirakira berumur sebaya dengan ayahnya, kesannya agung dan kelihatan berwibawa, Baju panjang yang dikenakannya berwarna putih dan terbuat dari kain kasar.
Yang terkejut ternyata tidak hanya Sin Houw saja, Baik Cie-san Liong-ong Kwee Sun bertiga maupun yang lain saling pandang dengan wajah berobah.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mereka tadi menumpahkan seluruh perhatian kepada Sin Han yang roboh terjungkal ke dalam jurang dengan teriak suara yang menyayat hati, Tahu-tahu orang itu muncul dengan tiba-tiba.
Kapan ia berada di dekat arena pertempuran, tiada yang tahu.
Suatu hal yang membuat hati mereka bercekat adalah, walaupun Sin Houw masih kanak-kanak, namun tubuhnya cukup berat.
Dengan melompat ke dalam jurang, pelontaran tubuhnya mempunyai daya tekanan sendiri.
Namun dengan hanya mengebaskan tangannya, tubuh Sin Houw terangkat naik dan dibawa ke tepi jurang, Jelaslah, bahwa orang itu mempunyai ilmu sakti yang sukar diukur! Secara serentak, Cie-san Liong-ong Kwee Sun bertiga menatap wajah orang itu.
Ternyata orang itu memiliki wajah cemerlang, sepasang alisnya tebal.
Tepi mulutnya nampak beberapa jalur kerutan kulit, itulah suatu bentuk wajah yang yang sudah melampaui masa remaja serta kenyang akan berbagai penderitaan hidup.
Orang itu membungkam, sikapnya acuh tak acuh, Sama sekali tak bergerak dan pikirannya seperti melayang pada masa-masa lampau.
Cie-san Liong-ong Kwee Sun men-deham, ia bersikap hatihati.
Sebaliknya Bu Seng Kok yang berwatak berangasan, lantas saja menyapa dengan suara kasar.
"Siapa kau? Kenapa begitu datang, lalu ikut campur urusan kami?"
Ditegur demikian, orang itu tidak merasa tersinggung, ia membungkuk hormat dan menjawab.
"Tempat ini termasuk wilayah kami, kalau tidak boleh dikatakan demikian setidaknya berdekatan dengan rumah perguruan kami. Karena itu, sudah selayaknya kami harus menghaturkan selamat datang dan menyambut kedatangan kalian, siapakah sebenarnya tuan-tuan ini? Kenapa tuan-tuan melakukan suatu pembunuhan disini?"
"Siapa kau?"
Ulang Bu Seng Kok.
"Aku adalah Cia Sun Bie!"
Jawab orang itu.
Mendengar nama itu, baik Cie-san Liong-ong Kwee Sun bertiga maupun Sin Houw berseru berbareng.
Hanya saja seruan Sin Houw bernada kaget bercampur girang, sebaliknya Kwee Sun bertiga kaget berbareng gusar.
serentak mereka mundur selangkah dan memberi isyarat agar bersiaga.
Dengan pedang gemerlipan Bu Seng Kok melintangkan senjatanya di depan perut, sebaliknya Su Tay Kim memasang sepasang goloknya miring ketanah.
Ke dua gerakan itu merupakan inti ilmu saktinya masing-masing, nampaknya seperti saling bertentangan - tetapi apa bila mulai digerakkan tikamannya sangat ganas.
Dengan jurus itulah mereka bekerja sama mengepung Thio Kim San dan Kwee Sun yang curang diam-diam sudah memilih kedudukannya sendiri, ia melindungi dirinya dengan perisai baja dan gada bergiginya disembunyikan di baliknya.
Tetapi, meskipun diancam demikian, sama sekali Cia Sun Bie tidak gentar.
Sikapnya masih saja acuh tak acuh, perhatiannya malah kepada Sin Houw yang tadi berseru kaget bercampur girang, ia nampak heran dan menoleh dengan pandang penuh pertanyaan.
Waktu itu seluruh muka Sin Houw penuh lumpur, Meskipun demikian rasa girangnya tak lenyap dari kesan wajahnya yang tak keruan macamnya.
"Benarkah supeh adalah Cia Sun Bie?"
Tanya Sin Houw.
"Benar!"
Sahutnya tegas walaupun didalam hati masih penuh pertanyaan.
"Bukankah supeh adalah kakak seperguruan ayahku?"
Sin Houw menegas, Sejak diberitahukan oleh ayahnya, ia menghafal nama-nama semua paman gurunya, itulah sebabnya begitu mendengar nama Cia Sun Bie, serentak ia berseru girang.
"Eh, anak, Kau siapa?"
"Aku bernama Thio Sin Houw, Bukankah supeh datang karena melihat sinar api semalam?"
"Benar, Coba, kau bicara yang jelas! siapakah ayahmu?"
Kata Cia Sun Bie dengan suara gemetar.
"Ayah ... ayah ... bernama Thio Kim San,"
Sahut Sin Houw tersendat sendat.
"Thio Kim San? Kim San adik seperguruanku?"
Sun Bie menegas.
"Ayah ... ayah dikepung dan akhirnya dibunuh manusiamanusia ganas itu!"
Teriak Sin Houw.
"ibu juga dibunuh oleh mereka!"
Cia Sun Bie mengalihkan pandangnya kearah dua mayat yang bergelimpang tak jauh dari tempatnya, Dan melihat mayat itu, wajahnya berobah pucat.
"Jadi ... jadi ... ayahmu semalam yang melepas panah berapi?"
"Bukan ayah, tapi kakak, Diapunmati terjungkal ke dalam jurang."
Sahut Sin Houw dengan suara parau.
"Ya, Tuhan ..."
Seru Cia Sun Bie.
"Akulah yang semberono. Panah api itu tidak pernah kulihat, aku hanya menerima laporan, Akh, sutee!"
Setelah berseru demikian, dengan sekali melompat ia melesat melewati mereka yang mengepung.
Kemudian menghampiri adik seperguruannya, Thio Kim San.
Dan begitu melihat mayat adik-seperguruannya yang rusak seperti di cincang, Cia Sun Bie jatuh terkapar, tak sadarkan diri.
Panah api tanda bahaya itu, memang tak pernah dilihatnya, Pada waktu itu ia berada didalam rumah, tiba-tiba seorang datang berlari-lari menyerbu rumahnya dan mengabarkan tentang panah api.
Mula-mula dikiranya kelapan kilat, akan tetapi warnanya biru - Cia Sun Bie merasa bimbang ketika menerima laporan itu.
"Panah api bersinar biru memang merupakan isyarat tanda bahaya,"
Katanya.
"Masing-masing anak murid membekal beberapa batang, Akan tetapi selama belasan tahun belum pernah salah seorang diantara kami melepaskan panah itu, apakah kau tak salah lihat?"
Orang yang memberikan laporan itu adalah salah seorang murid Bu-tong yang dapat dipercaya, maka setelah sesaat merasa bimbang, akhirnya ia memutuskan hendak menyelidiki.
Dan bertemulah ia dengan rombongan Cie san Liong-ong Kwee Sun, sayang sudah terlambat - Thio Kim San dan isterinya telah binasa dikepung, Maka betapa hebat rasa sesalnya kepada diri sendiri tak dapat dilukiskan lagi.
Meskipun dia seorang pendekar yang sudah banyak makan garam, tak urung pingsan juga.
Tepat pada saat itu, sesosok bayangan melesat menghantam Thio Sin Houw, dan bocah itu lantas saja roboh tak berkutik, Tatkala menjenakkan mata ia melihat Cie-san Liong-ong Kwee Sun bertiga datang merubung Cia Sun Bie kata Su Tay Kim.
"Memberantas rumput harus sampai ke akarnya, Selagi ia tidak berdaya, kita kutungi saja lengan dan kakinya, Akulah yang akan bertanggung-jawab di kemudian hari."
"Benar."
Bu Seng Kok menguatkan.
Pada waktu itu Thio Sin Houw seperti kehilangan tenaga.
Kepalanya pening, dan seluruh tubuhnya terasa nyeri .
Entah siapa tadi yang memukulnya ia tak tahu, ia pingsan dan kemudian tersadar seorang diri saja, tiada yang memperhatikan keadaannya.
Mungkin sekali mereka mengira bocah itu telah binasa.
Demikianlah, untuk yang kesekian kalinya ia menyaksikan ancaman terhadap pihaknya.
Karena terkejut, kecewa dan marah, ia lupa kepada segala penderitaannya, Memang ia sama sekali tidak berkutik, tetapi pikirannya masih jernih dan sadar sepenuhnya, Tanpa berpikir panjang lagi, ia lalu berteriak sekuat-kuatnya.
Apabila manusia belum sampai pada ajalnya, maka terjadilah tiba-tiba suatu peristiwa diluar dugaan.
Oleh jeritan itu, Cia Sun Bie tersadar, Tapi tepat pada saat itu ujung sebatang pedang terasa menempel dijidatnya, Kemudian berkelebatlah sebatang golok menabas lengan kirinya.
Dalam keadaan demikian, meskipun bermaksud menangkis sudah tidak sempat lagi.
Apalagi ujung pedang Bu Seng Kok telah mengancam jidatnya, Sedikit gerakan saja, ia akan tewas tertembus.
Dalam keadaan tak berdaya sama sekali, jalan satu-satunya hanya menghimpun tenaga saktinya yang segera disalurkan ke lengan kiri untuk melindungi.
"Brtt!"
Golok Su Tay Kim menabas lengan kiri Cia Sun Bie.
Tapi begitu mengenai sasaran, golok melejit ke samping seperti membentur suatu benda keras.
Ternyata ilmu Yangkong (tenaga keras) dari Su Tay Kim telah dipunahkan oleh Im-jiu (tenaga lembek) dari Cia Sun Bie.
Namun demikian, darah segar tetap merembes keluar dari lengan baju Cia Sun Bie yang panjang, Dan pada saat itulah, sekonyong-konyong tubuh Cia Sun Bie yang rebah celentang diatas tanah, meluncur sejauh beberapa tombak, Gerakan itu sangat aneh, tubuhnya seakanakan seboah botol yang menggelinding karena kena sentuhan seseorang dari luar arena pertempuran, Kecepatannya dapat mengelakkan tikaman pedang Bu Seng Kok.
Sesungguhnya ujung pedang Bu Seng Kok berada satu senti diatas jidat Cia Sun Bie, Dengan sedikit gerakan saja akan dapat menggores hidung, mulut dan dada.
Tindakan Cia Sun Bie untuk membebaskan diri memerlukan suatu keberanian yang sangat berbahaya, Sebab apabila ujung pedang Bu Seng Kok tertekan lagi satu senti saja, maka dada, perut dan muka Cia Sun Bie akan seperti dibedah! Dalam gerakan membebaskan diri, Cia Sun Bie menekuk lutut dengan pinggang tetap tegak lurus.
Dan setelah lolos dari ujung pedang, mendadak ia berdiri tegak bagaikan berpegas, Kemudian dengan suatu gerakan senapas , terdengarlah suara patahnya pedang Bu Seng Kok dan golok Su Tay Kim! Sebenarnya kedua senjata musuh itu tak mungkin dapat dipatahkan oleh Cia Sun Bie dalam satu gebrakan saja, Soal nya tatkala tangan Cia Sun Bie bergerak, Bu Seng Kok dan Su Tay Kim tidak berkesempatan lagi menarik senjatanya masingmasing.
Begitu sadar akan akibatnya, pedang dan golok mereka kena dipatahkan dengan serentak.
Cia Sun Bie memang lebih tangguh daripada Thio Kim San yang menjadi sutee-nya, Begttu berhasil mematahkan senjata lawan, dengan gerakan melintang ia melontarkan patahan senjata itu kepada majikannya masing-masing, Tentu saja Bu Seng Kok dan Su Tay Kim kaget setengah mati, cepat-cepat mereka lompat mundur kesamping mengibaskan lengan untuk mengurangi daya lontaran.
Hebat pengaruh serangan balasan itu, belasan orang yang berada di belakang Su Tay Kim dan Bu Seng Kok ikut bergerak pula untuk menjaga diri, Dan kesempatan itu dipergunakan Cia Sun Bie untuk memikirkan kekuatan musuh.
Pikirnya didalam hati.
"Thio siauwtee binasa di tangan mereka, padahal ia dibantu oleh isteri dan anaknya, Aku sendiri mungkin pula dapat merobohkan beberapa orang diantara mereka, tetapi untuk merebut kemenangan rasanya tidak mudah. Baiklah aku mengambil jalan lain untuk menolong bocah itu ..."
Setelah berpikir begitu, ia berkata nyaring kepada mereka.
"Kami murid-murid Bu-tong pay selamanya mengambil jalan terang benderang. Kalian telah membunuh salah seorang saudara seperguruan kami, kenapa lancang tangan, Apakah kalian mengira kami akan berpeluk tangan saja? Sayang sekali sampai pada detik ini, aku belum mengetahui perkaranya dengan jelas - kalau kalian mempunyai keberanian mari ikuti aku!"
Dengan langkah perlahan ia mendekati mayat Thio Kim San dan isteri-nya, lalu memanggulnya diatas kedua belah pundaknya. setelah itu ia berkata kepada Sin Houw.
"Anak, kau naiklah ke punggungku. Tetapi Thio Sin Houw tak dapat bergerak sama sekali, ia hanya bisa membuka mulutnya, Sebagai seorang pendekar yang kenyang makan cparam, dengan sekali pandang - tahulah Cia Sun Bie apa yang sedang diderita anak itu. pikirnya didalam hati. Aku harus berusaha mengambil tindakan cepat, sebelum keadaan mereka berubah. Dengan sekali menggerakkan kakinya, tubuh Thio Sin Houw dilontarkan ke udara sambil ia berseru.
"Pegang leherku!"
Pukulan yang diderita Sin Houw tidak melumpuhkan seluruh anggauta badannya, ia masih bisa menggerakkan ke dua tangannya, Mendengar seruan Cia Sun Bie dan menyadari akan bahaya yang mengancam, kedua tangannya lantas saja merangkul leher paman gurunya.
"Bagus, anak!"
Cia Sun Bie berlega hati, Kemudian berputar kepada rombongan musuh dan berkata garang.
"Tuan-tuan, aku akan pergi. Siapa yang bosan hidup, ikuti aku. sebaliknya yang tak sudi mengikuti aku, akan kucari sampai dapat ..."
Berbareng dengan ucapannya ia ia melesat bagaikan bayangan, Tiba-tiba Thio Sin Houw setengah memekik.
"Eh, mana cici Siu Lan?"
"Siapa dia?"
Tanya Cia Sun Bie.
"Kakak perempuanku,"
Sahut Thio Sin Houw, ia memutar pandangnya, akan tetapi pada waktu itu ia telah terbawa melintasi dua dinding bukit.
***** KETIKA MENGALAMI berbagai tumpuan peristiwa yang mengejutkan, memedihkan dan menyakitkan hati, Thio Sin Houw lupa segalanya, Akan tetapi setelah ia terlepas dari marah bahaya, mendadak saja ingatannya sadar kembali.
Yang teringat untuk pertama kalinya adalah Thio Siu Lan, karena dialah yang masih bergerak.
Dan mendengar perkataan Thio Sin Houw, maka Cia Sun Bie berhenti dengan mendadak.
"Selain kau, tak ada lain orang yang kulihat."
Katanya dengan suara cemas.
Tadi, ketika melihat jenazah adik seperguruannya - ia jatuh pingsan karena merasa kecewa kepada keteledorannya sendiri.
Thio Sin Houw demikian pula, Karena itu keduaduanya tidak dapat mengikuti lagi apa yang telah terjadi selagi mereka dalam keadaan tidak sadar.
"Sebenarnya, bagaimana semuanya ini bisa terjadi?"
Cia Sun Bie menanya lagi.
Thio Sin Houw tak dapat menjawab dengan segera, Perutnya mendadak terasa melilit dan pandang matanya berkunang-kunang.
Setelah berdiri tegak, ia segera memberi keterangan apa yang telah dialami, kemudian latar belakang sebab-sebab yang didengarnya dari mulut ayahnya.
Katanya dengan menahan air mata.
"Ayah berkata ...
ayah berkata ..
itulah mengenai golok Sun-lui to ..."
Setelah berkata demikian, iapun jatuh pingsan untuk yang kedua kalinya.
Cia Sun Bie menyangka bocah itu pingsan karena rasa letih dan rasa sedih, maka ia segera melepaskan ikat pinggangnya dan mengikat bocah itu di dadanya.
Kembali ia siaga hendak lari secepat-cepatnya.
"Akh! Bagaimana mungkin malapetaka ini bisa menimpa Thio Kim San?"
Katanya didalam hati. Mendadak saja ia mendongak dan berteriak panjang. Begitu keras dan hebat tenaganya, sehingga bumi seakanakan tergetar dan daun-daun kering rontok berguguran, Lama dan lama sekali , baru ia berhenti berteriak, lalu berkata.
"Baiklah, aku akan membawanya kepada suhu, Entah bagaimana keputusan suhu, Tapi aku sendiri akan turun gunung . Ngo-tee, kau tenangkan arwahmu, dendammu pasti terbalas!."
Setelah berkata demikian, segera ia lari sekencangkencangnya bagaikan anak panah lepas dari busurnya.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam pada itu Thio Sin Houw belum sadar juga dari pingsannya, tatkala menjenakkan mata, ia sudah berada di sebuah ruangan sebuah rumah besar.
ia mendengar suatu kesibukan tak keruan, bentakan-bentakan yang diseling dengan suara membujuk.
Oleh suara itu, Thio Sin Houw jadi tersadar benar-benar dari pingsannya.
ia tersentak bangun, apa yang di lihat oleh matanya untuk yang pertama kalinya adalah jenazah ayah dan ibunya, tak mengherankan, hati bocah itu tergetar lagi.
Terus saja ia berteriak menyayatkan hati.
"lbu! Ibu! Ayah! Ayah ...!"
Terus ia menubruk dan merangkul jenazah ayah dan ibunya.
Waktu tiba di rumah perguruan, Cia Sun Bie segera membunyikan lonceng tanda bahaya, Kebetulan sekali hari itu menjelang ulang tahun Tie kong tiangloo yang ke sembilan puluh, Semua murid-murid hadir dalam rumah perguruan Giok-hie kiong.
Ketika mendengar bunyi suara lonceng tanda bahaya, mereka segera menemui Cia Sun Bie.
Betapa terkejut dan gusar hati mereka, tak dapat dikatakan lagi begitu mereka melihat jenazah saudara seperguruan mereka, Thio Kim San dan isterinya.
Selagi mereka sibuk memperoleh keterangan dari mulut Cia Sun Bie, maka tibatiba datang guru mereka - Tie-kong tiangloo yang sebenarnya sudah jarang sekali mau mencampuri segala urusan duniawi.
Pada waktu itu nama Tie-kong tiangloo disegani orang seumpama menggetarkan bumi.
Perawakannya sedang, agak tipis dan lembut, wajahnya bercahaya terang, bersemu merah.
Suatu tanda bahwa keadaan tubuhnya sehat dan kuat, Rambut, kumis dan jenggotnya memutih perak.
Pandangnya lemah lembut, penuh kemanusiaan.
Seperti keterangan Thio Kim San kepada isteri dan anakanaknya, Tie-kong tiangloo jarang sekali muncul di rumah perguruan, ia hadir satu tahun satu kali, yakni tepat pada hari ulang tahunnya.
Pada hari itu ia sengaja hadir untuk menyambut ucapan selamat dari murid-muridnya.
Sama sekali tak diketahui bahwa muridnya yang kelima Thio Kim San mengalami peristiwa kebinasaan yang sangat menyedihkan.
Dengan langkah penuh pertanyaan ia menghampiri.
Begitu melihat wajah muridnya yang kelima itu, tergetarlah hatinya, ia adalah seorang pertapa yang telah berusaha melepaskan diri dari ikatan keduniawian walaupun demikian, hubungan antara murid dan guru sudah meresap dalam bagian kehidupannya sendiri.
Tak dikehendaki sendiri, gemetarlah seluruh tubuhnya, Namun ia bisa membawa diri, dengan tenang ia membungkuk kemudian meraih, Setelah mengetahui bahwa muridnya yang kelima itu sudah tak bernapas lagi, mulailah ia memeriksa lukanya.
"Apakah ini isterinya?"
Tanyanya perlahan.
"Benar."
Sahut Cia Sun Bie, murid yang pertama. Tie-kong tiangloo lalu berpaling kepada Thio Sin Houw, dan bertanya.
"Dan bocah itu?"
"Dialah putera satu-satunya yang masih hidup."
Tie-kong tiangloo berhenti sejenak, berkata dengan suara kian perlahan.
"Bun Kiat, kau tolong lah anak itu, ia pasti ingin menangis."
Semua orang mengira, bocah itu yang kembali pingsan adalah karena pengaruh luapan tangis dan rasa dukanya.
Maka cepat-cepat Tan Bun Kian, murid Tie-kong tiangloo yang ke-empat meraihnya dan memijit-mijitnya, Urat dadanya diurut perlahan-lahan, lalu ia berkata.
"Anak, kau menangislah sekarang, Menangislah ..."
Akan tetapi Thio Sin Houw tetap tak bergerak, Menyaksikan hal itu, Cia Sun Bie dan sekalian saudara saudara seperguruannya terkejut.
seperti berjanji mereka berpaling kepada gurunya minta pertimbangan.
Semua murid Tie-kong tiangloo berjumlah lima orang, Murid tertua Cia Sun Bie, didalam rumah perguruan ia bertindak mewakili gurunya, sifatnya tenang dan berwibawa, jarang ia berbicara berkepanjangan, Akan tetapi tiap perkataannya, merupakan sikapnya yang bulat.
MURID kedua Lim Tiauw Kie, hari itu ia tidak hadir karena sudah beberapa tahun lamanya menghilang tanpa meninggalkan jejak dan tak pernah memberikan berita kepada rumah perguruannya maupun kepada sanak keluarganya, ia menghilang secara misterius, tanpa diketahui apakah masih hidup atau entah telah binasa.
Murid ketiga Koan Siok Hu, sudah berkeluarga sehingga tidak lagi berdiam di rumah perguruan.
Akan tetapi setiap tahun menjelang hari jadi gurunya, ia pasti datang menyambangi dan menyampaikan ucapan selamat panjang umur kepada gurunya, sekalian berkumpul untuk beberapa hari bersama saudara saudara seperguruannya.
Murid ke-empat Tan Bun Kian, perawakannya langsing dan gesit.
Matanya tajam bulat, karena itu kesan wajahnya kasar, ia pandai berdebat pula, itulah sebabnya seringkali ia mewakili gurunya dalam pertemuan perdebatan atau diwaktu menghadapi para tamu bermulut jahil.
Murid kelima adalah Thio Kim San - yang hari itu tiba dalam keadaan telah menjadi mayat.
Sementara itu, sambil menghela napas Tie-kong tiangloo berkata.
"Anak itu keras wataknya, coba bawalah kemari."
Dimulutnya Tie-kong tiangloo memberi perintah agar Thio Sin Houw dibawanya mendekat, akan tetapi ia sendiri lantas berdiri untuk menghampiri sebelum bocah itu diangkat oleh Cia Sun Bie.
Tie-kong Tiangloo segera mengulurkan tangannya ke punggung Sin Houw - pusat urat syarafnya, Segera ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk menyadarkan.
Lweekang atau ilmu tenaga dalam Tie-kong Tiangloo tak dapat diukur betapa tingginya, murid-muridnya saja sudah bisa mengagumkan para pendekar kelas utama, seperti Thio Kim San misalnya, untuk banyak tahun lamanya ia menjelajahi dikalangan Rim-ba persilatan sehingga memperoleh nama cemerlang.
Begitu juga Cia Sun Bie yang berhasil menolong Thio Sin Houw dari ancaman maut, itulah suatu bukti betapa tinggi ilmu kepandaian mereka berkat dasar tenaga dalam yang diberikan gurunya, Maka luka tak perduli betapa beratpun, asal kena tersalur tenaga dalam Tie-kong Tiangloo, pasti akan sembuh sebagian, dan yang pingsan akan segera siuman kembali.
Akan tetapi sama sekali tak terduga, setelah lweekang Tiekong Tiangloo menyusup ke dalam urat syaraf, wajah Thio Sin Houw mendadak berubah warna, Kini tidak hanya pucat saja, tapipun menjadi kebiru-biruan atau ungu gelap, Bocah itu terus menggigil - seluruh tubuhnya terasa dingin luar biasa.
Tie-kong Tiangloo mengerutkan dahinya.
ia meraba jidat Thio Sin Houw.
Mendadak tangannya terasa dingin seperti kena sentuh sebongkah batu es.
Dalam terkejutnya Tie-kong Tianglo dengan cepat merabaraba punggung sibocah, tetapi ditengah-tengah punggung terdapat sebagian daging yang panas seakan-akan terbakar.
Anehnya disekitar rasa panas itu, diselimuti hawa dingin luar biasa sampai meresapi tulang.
Kalau bukan Tie-kong Tiangloo yang telah memiliki ilmu sakti tak dapat diukur lagi betapa tingginya, pastilah akan ikut menggigil kedinginan begitu kena sentuh hawa yang bertentangan itu.
"Sun Bie, Waktu kau bertemu dengan bocah ini, dia dalam keadaan ba-gaimana?"
Tanya Tie-kong Tiangloo. Cia Sun Bie sejenak terdiam dan merasa bingung, sulit rasanya untuk ia memberikan jawaban.
"Ketika mula-mula murid memasuki arena pertempuran, bocah itu dalam keadaan sehat, walaupun nampak ia seperti kehabisan tenaga, Kemudian murid menjadi pingsan, setelah melihat jenazah sutee Thio Kim San. Begitu siuman lagi, murid itu nampak sedang berteriak ketakutan."
Akhirnya Sun Bie memberikan jawaban.
"Apakah kau yakin, bocah itu bebas dari suatu siksa ketika kau dalam keadaan tak sadar?"
Tie-kong tiangloo minta keterangan dengan sabar.
Cia Sun Bie nampak ragu-ragu.
Kemudian teringatlah dia bahwa muka Thio Sin Houw matang-biru, seperti bekas kena tamparan.
seketika itu juga ia mengerahkan ingatannya kembali kepada daerah pertempuran - lantas ia berkata setengah berseru.
"Benar, suhu! Muka bocah itu matang-biru, walaupun demikian, mungkinkah ia kena aniaya orang-orang yang menamakan dirinya pendekar? Murid rasa ... akh ... Suhu, waktu murid memasuki arena pertempuran, memang murid melihat seorang yang mengenakan pakaian jubah abu-abu sedang bertempur melawan seorang gadis. Menurut bocah itu, dialah kakaknya, Tapi benarkah dia sempat menganiaya bocah ini?"
Hening, Tie-kong tiangloo diam termenung, semua muridmuridnya ikut terdiam tak bersuara, Tie-kong tiangloo kemudian merobek baju Sin Houw untuk memeriksa tubuhnya yang berkulit halus dan putih.
Dipunggung terdapat tapak dari lima jari tangan yang nampak mengeluarkan hawa panas sekali.
Dilain pihak, disekitarnya semuanya berhawa dingin.
Pantaslah Sin Houw pingsan seperti mayat.
Wajah muka Tie-kong tianglo segera berubah muram, selagi diam-diam ia merasa sangat terkejut.
Kemudian ia bicara seperti pada dirinya sendiri.
"Aku tidak menyangka setelah tigapuluh tahun lamanya, dengan matinya Pek Kwie Tauwto - maka lenyaplah sudah ilmu Hian-beng Sin-ciang yang lihay luar biasa, Siapa sangka sebenarnya masih ada orang yang memiliki ilmu kepandaian itu ..."
Cia Sun Bie yang ikut mendengar perkataan gurunya, menjadi ikut terkejut sekali.
"Jadi bocah ini terluka karena terkena pukulan Hian-beng Sin-ciang?"
Tanyanya, ia berusia paling tinggi diantara muridmuridnya Tie-kong tiangloo, dan mengetahui perihal ilmu pukulan tangan kosong itu - Tangan Malaikat Air! "Benar,"
Sahut sang guru.
"Warna ungu dengan disertai tapak jari merupakan tanda khas dari ilmu pukulan Hian-beng Sin-ciang yang mudah dikenali."
"Bagaimana cara mengobatinya, suhu? Kami bersedia melakukan,"
Tan Bun Kian ikut bicara dan ikut merasa cemas hatinya.
Tetapi Tie-kong tiangloo tidak memberikan jawaban, ia menghela napas sedih, dan secara tiba-tiba saja air matanya mengalir keluar.
sambil mendukung tubuh Sin Houw, ia menghampiri jenazah Thio Kim San.
"Kim San, muridku. Belum lagi jelas sebab-sebab kematianmu kini gurumu menghadapi masalah baru lagi. Kau telah mengangkat aku sebagai guru tetapi ternyata aku tak pandai menjaga keselamatan jiwa anakmu. Bukankah bocah ini anakmu satu-satunya yang masih hidup? Oh , Kim San! Tiada gunanya aku hidup sampai setua ini, nama perguruanmu termashur diseluruh persada bumi, Akan tetapi, ternyata orang-orang tak menghargai rumdi perguruanmu dengan sepenuh hati. Ternyata kau binasa berselimut nama rumah perguruanmu. Bukankah mereka yang membunuhmu tahu juga, bahwa kau adalah salah seorang muridku? Akh, Kim San, perlu apa aku hidup lebih lama lagi...?"
Segenap murid-muridnya menjadi sangat terkejut ketika mendengar ucapan guru mereka, Selama berguru padanya, belum pernah mereka mendengar kata-kata Tie-kong tiangloo yang menyatakan suatu rasa kecewa, marah, dendam, benci, penasaran dan berduka.
Tapi kali ini dengan satu napas, Tie-kong tiangloo merangkum seluruh perasaan demikian.
inilah suatu tanda bahwa guru mereka dalam keadaan putus asa dan sedih tak terhingga.
"Suhu, benarkah anak ini tidak dapat ditolong lagi?"
Tanya Koan Siok Hu penasaran. Tie-kong tiangloo merangkul terus tubuh Sin Houw, ia berjalan tak menentu di dalam ruangan itu.
"Kecuali... kecuali guruku le Giam taysu hidup lagi dan mengajarkan aku seluruh isi kitab Kiu-yang cinkeng..."
Semua muridnya kian menjadi terkejut, semuanya berdiam sehingga kembali suasana di dalam ruangan itu menjadi hening. Tiba-tiba terdengar teriak suara Sin Houw.
"Ayah! Ayah! Kau tidak boleh mati ! Kau tidak boleh mati! Kasihanilah ibu ... kasihanilah ibu! Addduuuuuuh, sakit ...!"
Begitu mengerang, Thio Sin Houw segera merangkul Tiekong Tiangloo sekencang-kencang, kemudian menyusupkan kepalanya ke dalam rangkulan guru besar itu.
Tergoncang hati Tie-kong tiang-loo yang dirangkul dan mendengar teriakan Sin Houw, ia jadi merasa iba sekali.
Dengan memusatkan seluruh semangatnya ia berkata.
"Marilah kita sama-sama berusaha dengan sepenuh tenaga untuk merebut hidup bocah ini. Berapa lama dia bisa hidup, terserahlah kepada Yang Maha Kuasa."
Lalu ia menoleh kepada jenazah Kim San. Dengan air mata mengalir ia berkata setengah isak.
"Oh, muridku Kim San. Malang benar nasibmu."
Dengan langkah kaki lunglai Tie-kong tiangloo kemudian membawa Sin Houw ke dalam kamarnya sendiri, dimana segera ia memijat berulang-ulang delapan belas macam urat nadi untuk mengurangi kepekaan.
Setelah kena pijatan itu, Sin Houw tidak menggigil lagi, Tetapi, warna ungu yang nampak tersembul pada wajahnya kian menjadi gelap.
Tie-kong tiangloo tahu, apabila warna ungu gelap itu berubah menjadi hitam maka bocah itu tak dapat ditolong lagi.
Kesadaran itu membuat ia segera bertindak.
Baju Sin Houw ditanggalkan, kemudian iapun menanggalkan jubahnya sendiri.
Dan dengan mengadu dada, ia mendekap punggung sibocah.
Dilain pihak, Cia Sun Bie bertiga dengan Koan Siok Hu dan Tan Bun Kiat dengan dibantu oleh nurid-murid Boe~tong lainnya sibuk mengurus penguburan jenazah Thio Kim San dan isterinya, setelah selesai ketiga murid utama itu ikut serta memasuki kamar Tie-kong tiangloo, dan meneka segera mengetahui apa yang sedang dilakukan guru mereka untuk menolong Sin Houv, Guru mereka tengah mengerahkan tenaga dalamnya untuk menyedot keluar hawa dingin dari tubuh Sin Houw, Seumur hidupnya Tie-kong tiang-loo tidak menikah sehingga ia tetap merupakan seorang perjaka asli, dan berhasil meyakinkan ilmu tenaga dalam "Soen-yang Boekek kang"
Yang istimewa.
Hanya ilmu itu luar biasa sekali, kalau salah penggunaannya dapat membahayakan diri sendiri.
Cia Sun Bie bertiga berdiri tegak disamping gurunya.
Hati mereka tegang luar biasa, karena mereka menyadari pengobatan dengan cara demikian besar sekali bahayanya.
Kalau kurang tepat, tidak hanya Sin Houw gagal memperoleh kesehatannya kembali, tetapi yang berusaha menyembuhkan juga akan tertimpa malapetaka.
Didalam hati terpikir oleh mereka tenaga sakti gurunya yang murni, memang tiada tandingannya.
Akan tetapi guru itu telah berusia lanjut betapapun juga tenaga jasmaninya sudah mundur.
Jangan-jangan malah terjadi hal-hal yang mengerikan ...
Tak mengherankan bahwa hati mereka kian menjadi cemas.
setengah jam mereka berdiri tegak bagaikan patung, akhirnya Tie-kong tiangloo nampak bergerak, wajahnya samar-samar bersemu hijau dan sepuluh jari-jarinya bergemetar, Setelah membuka mata, ia berkata dengan suara perlahan.
"Siok Hu, kau majulah menggantikan aku, Apabila merasa tak tahan, Cepat-cepat kau mundur dan biar Bun Kiat menggantikan. jangan sekali-kali kau memaksa diri."
Koan Siok Hu segera membuka baju dan memeluk Sin Houw ke dalam pang-kuannya, Begitu tubuhnya bersentuhan ia menjadi terkejut, bukan main dinginnya.
ia merasa diri seakan akan sedang memeluk balokan es, maka cepat cepat ia berseru .
"Tan sutee, perintahkan beberapa orang membuat unggun api! Makin garang, makin baik!"
Sebagai murid Tie-kong tiangloo yang bermukim diatas gunung Boe- tong san yang berhawa dingin, sudah tentu Koan Siok Hu seringkali mendaki gunung untuk melatih diri dalam hawa yang sangat dingin, Akan tetapi, begitu memeluk tubuh Sin Houw, Koan Siok Hu menjadi sangat terkejut sampai ia berteriak.
Dengan demikian dapat dibayangkan, betapa dingin hawa yang menguap dari dalam tubuh bocah itu.
Tidak lama kemudian api unggun segera dinyalakan di dalam kamar itu, sekalipun demikian, Koan Siok Hu masih merasa kedinginan.
Kadangkala ia menggigil dengan gigi berceratukan - sehingga ia menyadari akan ancaman malapetaka, dan cepat-cepat ia menghimpun tenaga murninya.
Namun setiap kali akan terhimpun, mendadak menjadi buyar lagi.
Kini barulah ia mengenal betapa hebat ilmu sakti Hianbeng Sin-ciang yang ditakuti orang sejak puluhan tahun yang lalu.
"Suhu sudah berusia lanjut, tetapi masih sanggup bertahan setengah jam. sebaliknya aku baru saja memeluk tubuh bocah ini, sudah menggigil tak keruan. Akh, tenaga murni suhu benar-benar sudah mencapai puncak kesempurnaan ..,"
Katanya di dalam hati - sehingga ia menjadi malu sendirinya karena tadi ia menyangsikan tenaga gurunya yang sudah berusia lanjut.
Dalam pada itu Tie-kong tianglo sudah terbenam dalam semadinya, ia tidak menghiraukan segalanya, seumpama tiada melihat dan tiada mendengar sesuatu.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perhatiannya dipusatkan untuk menghapus hawa berbisa yang tersedot oleh tenaga murninya ke dalam jasmaninya.
Apabila hawa berbisa terkuras habis dari jasmaninya.
Sementara itu Tan Bun Kiat sudah menggantikan kedudukan Koan Siok Hu, lalu tempatnya digantikan lagi oleh Cia Sun Bie, Koan Siok Hu berdua Tan Bun Kiat duduk bersemadi di dekat tempat api unggun.
Cia Sun Bie yang mencontoh cara penyembuhan terhadap Thio Sin Houw, telah memeluk dan menempatkan bocah itu di atas pangkuannya, Kemudian tubuhnya yang bidang ditempelkan dan segera terjadilah suatu perjuangan mengadu ketahanan tenaga sakti.
Memang! Secara tidak langsung mereka semua seperti sedang diuji himpunan tenaga saktinya, Siapa yang dangkal segera tak tahan kena serangan hawa berbisa Hian-beng Sinkang, yang dingin luar biasa, Ternyata ilmu tenaga dalam Cia Sun Bie berada sedikit disebelah atas dari Koan Siok Hu dan Tan Bun Kiat.
"Serahkan kepada!"
Tiba-tiba perintah Tie-kong tiangloo yang terkejut ketika menyaksikan keadaan Cia Sun Bie yang sedang menggigil , berusaha mempertahankan diri.
"Duduklah kau dan pusatkan pernapasanmu, jangan sekali-kali pikiranmu terpecah!"
Demikian dengan cara bergiliran mereka berempat berjuang mengusir hawa beracun yang mengeram di dalam tubuh Thio Sin Houv, selama tiga hari dan tiga malam.
Cara mereka melakukannya seperti sedang berjuang menghadapi ancaman maut yang menyerang rumah perguruan mereka.
Sama sekali mereka tak kenal lelah.
Dan oleh ketekunan mereka, hawa beracun yang mengeram dalam tubuh Thio Sin Houw lambat laun makin tipis dan tipis.
Oleh karena itu daya tahan mereka kini bisa mencapai waktu dua jam, itulah sebabnya pada hari ke empat mereka bisa tidur secara bergilir.
Dan seminggu kemudian, mereka sudah bisa membagi waktu, masing-masing sudah bisa menanggulangi sisa hawa dingin dengan sendirian saja.
Dengan demikian, yang lain dapat beristirahat untuk mengembalikan tenaga sakti mereka yang telah terhambur keluar.
Pada hari kedua puluh, secara berangsur-angsur kesehatan Thio Sin Houw memperoleh kemajuan, Suhu dingin yang menyerang badannya makin berkurang.
Pikiran bocah itu nampak menjadi jernih pula, ia milai makan sedikit demi sedikit, sehingga hal itu menggembirakan semua penghuni rumah perguruan Go-bie pay, Mereka mengira bahwa beberapa hari lagi kesehatan Sin Houw akan pulih kembali seperti sediakala.
Mendadak pada hari ke empat puluh ketika tiba pada giliran Cia Sun Bie, terjadilah suatu hal yang mengejutkan Cia Sun Bie menemukan suatu bintik dingin yang membeku di dalam pusar Thio Sin Houw, ia berusaha mendorong keluar dan membuyarkan, akan tetapi betapapun ia mengerahkan tenaganya hawa dingin yang membeku itu tidak dapat didesaknya, Bahkan bocah itu kembali menjadi pucat gelap, Cia Sun Bie mengira, bahwa kegagalan itu disebabkan lantaran tenaga saktinya kurang kuat.
Maka ia melaporkan kepada gurunya.
Ketika Tie-kong tiangloo mencoba mendorong hawa dingin yang beku itu, iapun gagal juga, Lalu dicobanya untuk menghancurkan, tetapi usaha itupun gagal.
Koan Siok Hu lalu menggantikan, tetapi murid inipun tak berdaya.
Dan selama lima malam, mereka semua gagal melenyapkan hawa dingin yang mengeram itu.
Segera mereka berunding dan bertukar pikiran.
Akhirnya diputuskan untuk mengambil jalan lain dengan memberikan ramuan obat penghancur serta pelawan hawa dingin, namun percobaan itupun tak berhasil.
"Anakku, bagaimana perasaanmu ?"
Pada suatu hari Cia Sun Bie menegas.
Pada waktu itu Thio Sin Houw sudah bisa berbicara.
Selama itu, sedikit demi sedikit ia bisa menceritakan kembali pengalaman orang tuanya semenjak dikejar-kejar musuh yang pada mulanya tidak dikenal dan tidak diketahui entah apa sebabnya mereka memusuhi dan bermaksud membunuh Thio Kim San sekeluarga, Akhirnya secara samar-samar ia sudah bisa menebak-nebak latar belakang peristiwa yang menghantui keluarganya.
Demikian ketika mendengar pertanyaan Cia Sun Bie yang dikeluarkannya dari lubuk hati yang tulus ihlas, ia memberikan keterangan.
"Kaki dan tanganku hangat tetapi pada ubun-ubunan, dada dan perut rasanya makin lama makin menjadi dingin Tie-kong tiangloo yang ikut hadir pada waktu itu, diamdiam tercekat hatinya, Cepat-cepat ia menghibur.
"Cucuku, lukamu kini sudah sembuh. Aku tak perlu lagi mendukungmu setiap hari , kau boleh rebahan diatas tempat tidurku."
Thio Sin Houw manggut. Perlahan lahan ia turun dari tempat tidur dan merangkak-rangkak mendekati Tie-kong tiangloo dan sekalian paman gurunya, ia berlutut dan menyembah sampai mencium lantai, lalu ia berkata dengan suara halus.
"Sucouw dan sekalian supeh.... Sin Houw tidak akan melupakan budi sucouw dan sekalian supeh yang telah menolong jiwaku ini. Kini teecu mohon sucouw dan supeh, agar sudi mengajarkan ilmu yang tinggi dan sakti, supaya dikemudian hari teecu dapat menuntut balas sakit hati ayahibu dan kedua saudara..."
Mendengar perkataan Thio Sin Houw, mereka semua terharu bukan main - Bocah seumur Sin Houw, mengapa sudah dapat bicara seperti itu? Mereka agaknya lupa bahwa Thio Sin Houw di godok dan digembleng oleh pengalaman yang pahit dan dahsyat, sehingga mematangkan cara berpikir dan pernyataan perasaannya.
Dengan berdiam diri tanpa memberikan jawaban, Tie-kong tiangloo meninggalkan kamar serta ketiga muridnya mengikuti dari belakang, Di pen-dopo Tie-kong tiangloo menghela napas dan berkata.
"Racun Hian-beng sin-ciang sudah meresap kedalam ubun-ubun, dada dan perutnya, Artinya tiada sesuatu tenaga lagi yang dapat mengusir dari luar - tampaknya jerih-payah kita selama empat puluh hari empat puluh malam itu sia-sia belaka, Hanya saja yang tidak kumengerti, apa sebab terjadi perubahan ini?"
"Suhu,"
Kata Cia Sun Bie setelah berpikir sejenak.
"Kami mendengar kabar bahwa mertuanya sutee Thio Han Sin adalah seorang lo-cianpwee kenamaan. Apakah tidak mungkin Sin Houw menerima warisan himpunan tenaga sakti kakeknya lewat ibunya? Janganjangan... dalan usahanya mempertahankan diri dari rasa sakit, Sin Houw melawan serangan hawa berbisa itu dengan himpunan tenaga sakti warisan kakeknya. Karena kurang pengalaman, mungkin ia salah mengetrapannya, Dia bukan mengusir tetapi malahan menyedot sehingga kini melengket dengan himpunan tenaga saktinya sampai meresap ke dalam urat syarafnya."
Tie-kong tiangloo mendengarkan alasan itu, namun ia menggelengkan kepalanya, sahutnya.
"Andaikata empat atau lima tahun lebih tua usianya, kemungkinan itu memang ada, Tetapi masakan anak sekecil dia mempunyai tenaga yang berarti untuk mengadakan perlawanan?"
"Suhu keliru.
"
Bantah Cia Sun Bie.
"Tenaga dalam Sin Houw tidak lemah."
Ia segera menceritakan bagaimana Sin Houw ikut bertempur selagi dua saudaranya sibuk melayani pihak musuh yang mengepung."
"Ayah mertuanya Kim San adalah Lie Sun Pin, dalam kalangan Rimba persilatan memperoleh gelar sebagai "Singa kepala sembilan", kata Tie-kong tiangloo setelah mendengarkan perkataan muridnya.
"llmu saktinya tidak gampang-gampang dapat diwarisi atau dimengerti. Apakah karena dalam keadaan terdesak , maka ibunya telah menurunkan ilmu warisan ayahnya secara diam-diam? Akh, ya, Mungkin begitu itu, Tie-kong tiangloo bagaikan baru menyadari, lalu ia berkata lagi setengah berseru.
"Benar ... benar, Kiranya ilmu sakti warisan Lie Sun Pin berada pula di dalam dirinya, Sebab kalau hanya warisan Kim San 3 himpunan ilmu saktinya adalah sejalan dengan kita, pastilah bantuan kita dari luar tidak akan mengakibatkan sesuatu. Tapi bagaimana corak himpunan tenaga sakti aliran Lie Sun Pin itu, aku tidak mengerti. Biarlah kucobanya ..."
Setelah berkata demikian, Tie-kong tiangloo kembali memasuki kamarnya. Lalu ia berkata kepada Sin Houw.
"Cucuku, coba kau pukul aku tiga kali 3 berturut-turut dengan sungguh-sungguh."
"Bagaimana teecu berani memukul sucouw?"
Tanya Sin Houw heran. Tie-kong tiangloo tertawa, lalu berkata lagi.
"Jika kau tidak memukul aku, bagaimana aku bisa mengetahui sampai di mana dangkal dan dalamnya himpunan tenagamu, bagaimana aku bisa mengajarmu ?"
Thio Sin Houw berpikir sejenak, Alasan sang kakek guru memang berasalan, dari itu ia berkata.
"Kalau begitu , baiklah. Hanya saja, sucouw jangan memukul aku keras-keras ..."
"Tentu saja!"
Masakan aku akan memukul kau kembali? Aku hanya ingin menguji himpunan tenagamu."
Memang, secara tergesa-gesa Lie Lan Hwa pernah menurunkan ilmu warisan ayahnya kepada Sin Houw, ilmu itu sebenarnya banyak dikenal orang sebagai ilmu dari aliran "hitam"
Atau golongan sesat.
Lie Lan Hwa sendiri sebenarnya belum memahami seluruhnya, dia hanya menguasai tiga jurus saja, Hal itu dikatakan dengan terus terang kepada anaknya yang bungsu itu.
Gerakan Thio Sin Houw yang kini diperlihatkan kepada Tie-kong tiang-loo adalah jurus kesatu, yang seluruhnya terdiri dari tujuhpuluh dua jurus! Ketika pukulan itu tiba, Tie kong tiangloo menyambut, dan tenaga pukulan yang dahsyat kena dihisapnya hilang, Thio Sin Houw merasa diri seakan-akan sedang memukul udara kosong yang lunak, sehingga diam-diam ia menjadi terkejut.
"Bagus juga!"
Puji Tie-kong tiangloo sambil manggutkan kepalanya.
"Menurut kata ibu, pukulan ini dapat merobohkan gunung, Akan tetapi dihadapan sucouw, mengapa habis daya-nya? Sucouw hebat sekali. Maukah sucouw ajarkan aku ilmu sakti itu, agar aku bisa membalas sakit hati terhadap musuh-musuh orang tuaku?"
"Kau pusatkan dulu perhatianmu pada pukulanmu yang kedua dan yang ketiga,"
Sahut Tie-kong tiangloo yang tidak menjawab langsung.
Thio Sin Houw tiba-tiba berputar, lalu membalikkan tubuh dan menyusul gerakannya ia memukul.
ia menggunakan tipu "Sin-liong pa-bvee", salah satu tipu-pukulan yang dimalui di kalangan rimba persilatan.
Melihat berkelebatnya tangan, Tie-kong tiangloo menyambut dengan tangan kanannya, Dan daya pukulan itu amblas sirna, Yang mengheran, Sin Houw sama sekali tidak merasa kena pukulan pantulan tenaga sakti kakek-guru itu yang membalik.
Selagi heran dan kagum, kakek guru itu memuji lagi.
"Sin Houv, bagus sekali! Anak seusiamu sudah bisa mencapai himpunan tenaga sebesar ini, benar-benar patut mendapat pujian."
"Sucouv, sudahlah, Tidak guna lagi aku melancarkan pukulanku yang ketiga, kurasa tiada berarti apa-apa bagi sucouw."
Kata Sin Houw.
"Kedua pukulanmu tadi sangat hebat, kau pukullah aku dengan pukulanmu yang ketiga!"
Sahut Tie-kong tiangloo.
Dengan memaksa diri , Thio Sin Houw menghimpun tenaga dalamnya pada telapak tangannya, ia perlu melingkar dahulu sebelum tangannya bergerak.
Dan apabila tenaga dalamnya sudah merasa terhimpun , tiba-tiba ia menyodok - inilah tipu muslihat jurus ke sembilan, yang disebut Kang-liong Yoe-wie (penyesalan sang naga).
Barang siapa terkena pukulan ini, meskipun kebal dari sekalian senjata tajam, akan roboh terjengkang dengan luka di dalam! Diam-diam Tie-kong tiangloo terperanjat, pikirnya di dalam hati.
"Benar-benar dia bisa melakukan pukulan hebat ini?"
Terus saja ia bersiaga, akan tetapi pukulan itu ternyata tiada bertenaga, Perbawanya memang hebat, angin seakanakan kena gulung dan dilontarkan dengan suara menderu.
Akan tetapi begitu tiba pada sasaran, hebatnya pukulan tidak seperti yang pertama dan kedua, Tie-kong tiangloo jadi kecewa, sebab seharusnya pukulan ini dahsyat tak terkira, Maka dengan menggelengkan kepala ia berkata menasehati.
"Sin Houw, seranganmu kali ini kurang kuat, Mungkin sekali engkau belum memahaminya."
"Bukan begitu,"
Jawab Sin Houw cepat.
"Soalnya, ibu sendiri belum mahir, ibu berkata, bahwa ilmu itu merupakan salah satu cabang ilmu sakti yang hebat, merupakan salah satu ilmu sakti tertinggi di kalangan rimba persilatan. Betulkah begitu?"
"Benar,"
Jawab Tie-kong tiang-loo sambil manggut.
"Menurut kata ibu , beliau hanya mewarisi tiga jurus saja, karena menurut kata kakek - ibu kekurangan tenaga dalam yang dibutuhkan. itulah sebabnya, ibu belum bisa menyelami inti sarinya, Gerak tipu pukulan ketiga itu bernama "Kang-liong Yo-wie". Menurut ibu hebatnya luarbiasa, ibu tahu bahwa teecu belum bertenaga sama sekali. Akan tetapi teecu boleh menghafal dan mempelajari kulitnya saja. Dikemudian hari teecu masih mempunyai kesempatan untuk menyelami. Dengan cara itu, mungkin sekali teecu akan dapat mencapai intisarinya,"
"Oh, begitukah Maksud ibumu..,?"
Kata Tie-kong tiangloo dengan suara terharu.
"Tapi mulai saat ini, dalam suatu pertempuran sungguh-sungguh jangan sekali-kali kau gunakan tipu jurus itu. Sebab selain kau belum bertenaga seperti yang diperlukan, kaupun akan kena akibatnya sendiri."
"Kalau begitu, tolonglah sucouw ajari aku,"
Sin Houw memohon.
"Tidak, Bukan aku tidak mau, tapi lantaran aku sendiri tidak dapat menggunakan tipu jurus itu yang hebat luar biasa,"
Jawab Tie-kong tiangloo sambil mengurut-urut jenggotnya, Lalu ia berkata lagi .
"Kakekmu , Lie Sun Pin benar-benar hebat luar biasa, Di dunia ini, kukira hanya dia seorang yang mewarisi ilmu sakti itu dan para leluhur di jaman purba. Sayang, dia belum menemukan seorang ahliwarisnya, Apakah kau pernah bertemu dengan kakekmu itu?"
"Belum. Menurut kata ibu, kakek sudah wafat sebelum teecu dilahirkan..."
Sahut Thio Sin Houw.
Tie-kong tiangloo menarik napas dalam-dalam.
Kemudian ia minta keterangan tentang berbagai macam ilmu sakti yang pernah dipelajari oleh Sin Houw, dan Sin Houw dengan lancar memberitahukan.
Ternyata ia hanya menerima ajaran patahpatah dari ibunya.
Walaupun demikian mendengar berbagai kalimat hafalan yang diucapkan oleh Sin Houw, Tie-kong tiangloo kagum luar biasa.
ia seorang guru besar yang sudah banyak makan asam garam, berbagai cabang ilmu sakti hampir semua telah diketahuinya, Akan tetapi dengan terus-terang ia mengakui, bahwa ada beberapa hafalan yang sama sekali asing baginya, pikirnya di dalam hati.
"Benar-benar..
luas ilmu pengetahuan Lie Sun Pin, sedang ibu anak ini tak dapat mewarisi.
Rupanya hanya bisa menghafal kalimat-kalimat rahasianya, akan tetapi belum memperoleh kunci intipatinya ..." ***** SESUDAH menyambuti tiga pukulan Thio Sin Houw, maka Tie-kong tian gloo mengetahui bahwa tenaga dalam si bocah tidak "murni".
sebagai akibatnya lweekang dingin dari Hianbeng Sin-ciang tidak dapat disedot keluar lagi.
Dengin hati sedih kakek guru itu duduk terpekur sambil mengasah otak, Selang sekian lamanya, ia berkata didalam hati.
"Kalau hendak memusnakan hawa berbisa Hian-beng Sinciang yang sudah melekat rapat dalam sumsumnya Sin Houw harus berusaha sendiri. Dia harus memiliki tenaga dalam yang bisa mengatasi tenaga hawa berbisa, dengan mendorong dari dalam barulah hawa berbisa itu bisa dilenyapkan. soalnya kini, dapatkah dia memiliki tenaga sedahsyat yang diperlukan? jalan satu-satunya ia harus melatih diri dengan lweekang tertinggi dari Kiu-yang Cin-keng, tapi sayang sungguh pada waktu guruku-menghafal kitab itu, aku masih terlalu muda dan beliau keburu wafat. Biarpun sudah berulangkali aku menutup diri dan merenungkannya sekian lama, belum juga aku dapat menyelami seluruhnya. sekarang karena tiada jalan lain, biarlah ia berlatih sendiri dengan apa yang aku mampu. Jika ia bisa hidup lebih lama satu hari, biarlah ia hidup lebih lama satu hari setelah memperoleh keputusan demikian, keesokan harinya ia mulai menurunkan ilmu tenaga dalam berdasarkan kitab Kiu-yang Cin-keng yang dikuasainya, ia berharap dengan tenaga murni itu, menjalarnya hawa berbisa Hian-beng sinciang dapat dibendungnya, Syukur, apabila terjadi suatu peristiwa gaib diluar nalar manusia, sehingga tiba-tiba hawa berbisa itu dapat terusir sirna. Ilmu sakti himpunan tenaga dalam berdasarkan kitab Kiuyang Cin-keng tampaknya sederhana saja, akan tetapi sesungguhnya didalamnya banyak keruwetan-keruwetan yang gawat. Dasarnya harus bersih dan murni, itulah sebabnya maka mula-mula Sin Houw diberi pelajaran berlatih menghimpun tenaga murni yang kemudian disalurkan ke perut, pusat dan terus menanjak ke ubun-ubun. Dari sana hawa yang hangat dan bersih itu menyusuri urat syaraf seluruh tubuh. Dalam diri Sin Houw lantas saja terjadi suatu ketegaran, Rongga perutnya seperti terisi suatu gumpalan awan yang selalu bergerak dan terapung-apung, Setiap kali berputar semua urat yang dirambahnya terasa menjadi segar sekali. Tie-kong tiangloo mencapai tingkat ke tujuh, hawa dingin yang berkumpul di dalam perut akan bisa terusir bagaikan embun kena sinar matahari. Dengan tekun Thio Sin Houw melatih diri, kurang lebih dua tahun lamanya. Lambat laut dalam perutnya mulai berkumpul suatu gumpalan awan yang hangat nikmat. walaupun demikian - bisa Hian-beng sin-ciang yang bersarang didalamnya, masih saja melekat kuat-kuat, Malahan hawa berbisa itu seperti mengejek himpunan tenaga murni. Beberapa bulan kemudian, wajah Thio Sin Houw nampak makin pucat dan gelap. Pada saat-saat tertentu penyakitnya kumat, dan derita yang berkecamuk didalam dirinya serasa tak tertanggungkan lagi. Selama dua tahun itu, Tie-kong tiangloo benar-benar mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk menurunkan ilmu warisan gurunya kepada Thio Sin Houw, Dia selalu berada di rumah pertapaan dan tidak lagi bepergian seperti yang dilakukan belasan tahun yang lalu, Dan Cia Sun Bie berdua Tan But Kiat sibuk mencarikan obat pemunah racun yang mengeram dalam badan Thio Sin Houw, sementara Koan Siok Hu telah pulang ke rumah isteri serta ayah mertuanya. Berbagai macam ramuan obat telah diminumkan kepada Sin Houw, akan tetapi hasilnya nihil belaka. Tetap saja bisa Hian-beng sin-ciang tak tergoyahkan. Tidaklah mengherankan, bahwa mereka semua menjadi prihatin melihat keadaan tubuh Thio Sin Houw yang makin lama makin kurus kering, Akan tetapi dihadapan bocah itu, tentu saja mereka bersikap...lain. Selalu mereka menyatakan syukur, bahwa bisa racun yang mengeram di dalam tubuh si bocah makin lama menjadi tipis dan tipis. Dan setelah mereka berada sendirian diluar kamar, hati mereka.sangat berduka. Benar-benarkah anak keturunan Thio Kim San yang sisa satu-satunya itu tak dapat di pertahankan lagi? Karena terlalu berduka dan sibuk memikirkan obat apa yang mungkin bisa menanggulangi, tak sempat lagi mereka mengusut siapakah musuh ayah Thio Sin Houw sesungguhnya. Dan selama dua tahun itu, rumah perguruan Tie-kong tiangloo tidak lagi menerima kunjungan para tarau, Mereka seakan-akan telah menutup pintu, karena sedang menanggung kepedihan hati. Tanpa terasa, hari perayaan Tiong ciu tiba kembali. Menurut kebiasaan, Tie-kong tiangloo dan murid muridnya merayakan hari itu, Tetapi sebelum perayaan dimulai , mendadak saja Thio Sin Houw kumat lagi. Tetapi anak itu mengerti diri, dengan menggigit bibirnya ia berusaha bertahan serta menyembunyikan rasa sakitnya, Sudah barang tentu sekalian paman gurunya tak dapat dikelabui, sebab wajah anak itu nampak pucat sekali dan tubuhnya menggigil sampai giginya beradu perdengarkan suara. Cepat-cepat Cia Sun Bie membawa Thio Sin Houw masuk ke dalam kamar, dan hati-hati ia merebahkannya diatas tempat tidur, kemudian menyelimuti dengan selimut tebal. setelah itu ia membuat unggun api sebesar-besarnya -diatas tungku dan didorongnya kebawah ranjang agar badan Thio Sin Houw menjadi hangat. Tie-kong tiangloo menatap wajah Thio Sin Houw dengan berduka. Akhirnya setelah menghela napas, ia berkata memutuskan.
"Biarlah esok pagi aku membawanya ke kuil Siauw-lim sie di Siong-san."
Semua muridnya tertegun, Mereka mengerti, bahwa dalam keadaan terdesak dan karena rasa cintanya terhadap sang cucu murid, guru itu rela menundukkan kepala dihadapan Siauw-lim sie untuk meminta pertolongan.
Sementara itu terdengar Tie-kong tiangloo berkata lagi.
"Murid-muridku, kalian semua tahu bahwa gurumu ini hanya memiliki sepertiga ilmu sakti berdasarkan kitab Kuiyang Cin-keng. sekalipun sepertiga, akan tetapi cukuplah sudah untuk bisa menancapkan kedua kaki kita di atas bumi dengan kokoh. Akan tetapi apabila pada suatu kali ada seseorang yang bisa mewarisi ilmu itu dengan menyeluruh, maka ilmu warisanku ini tidak berarti sama sekali . Sun Bie, ajaklah Siok Hu dan Bun Kiat ke depan!"
Sebagai murid - mereka semua tahu sejarah pecahnya ilmu sakti Kiu-yang cin-keng menjadi tiga bagian akan tetapi mereka belum mengetahui perinciannya.
itulah sebabnya, mereka segera keluar paseban, untuk dapat mendengarkan keterangan gurunya lebih lengkap lagi.
Ilmu sakti yang ditulis diatas kitab Kiu-yang Cin-keng, konon di-kabarkan adalah ciptaan Tat-mo couw-su yang dikenal sebagai pendiri kuil Siauw-lim sie, Dahulu kala karena suatu peristiwa, terjadi perpecahan sehingga gurunya Tiekong tiangloo memisahkan diri dan mendirikan partai Boetong, sementara pihak ketiga telah mendirikan partai Go-bie pay.
Masing-masing pihak hanya memiliki sepertiga ilmu kesaktian berdasarkan kitab Kui-yang cin-keng, namun masing-masing pihak mempunyai keistimewaannya sendiri.
Kini ketiga sisa muridnya Tie-kong tiangloo mengerti, bahwa sang guru mengharap dengan ilmu Kui- yang cin-kang yang lengkap, nyawa Sin Houw akan dapat ditolong, Akan tetapi selama dua tahun akhir-akhir ini, mungkin karena terjadinya peristiwa binasanya Thio Kim San - perhubungan antara Siauw-lim dan Boe-tong telah menjadi retak.
sebagai seorang guru besar dari sebuah partai ternama, perginya Tiekong tiangloo ke kuil Siauw-lim sie untuk meminta pertolongan, menurunkan derajat Boe-tong pay - akan tetapi, demi cinta yang tidak mengenal batas terhadap diri Thio Sin Houw, guru besar itu telah menyampingkan segala nama kosong.
Sesudah tertegun, semua muridnya menghela napas,karena rasa kagum akan kebesaran jiwa sang guru.
pihak Go-bie pay yang memiliki sepertiga bagian ilmu Kiuyang Cin-kang, ternyata Ceng-in suthay yang menjadi ciangbunjin sungkan menemui orang luar, Beberapa kali sudah Tie-kong tiangloo pernah memerintahkan Koan Siok Hu membawa suratnya ke gunung Go-bie san, tapi pendeta wanita itu tidak menggubris dan mengembalikan surat-surat itu tanpa dibuka, Maka itulah, jalan satu-satunya yang masih terbuka adalah minta pertolongan Siauw-lim sie.
Tie-kong tiangloo menyadari bahwa apabila ia mengutus saja murid-muridnya ke Siauw-lim sie, Cie-beng taysu pasti tidak akan melayani.
Oleh karena itu ia mengambil keputusan untuk pergi sendiri.
Sekalian muridnya Tie-kong Tiangloo mengerti, bahwa dalam keadaan terpaksa dan demi mempertahankan anak keturunan Thio Kim San, gurunya rela turun gunung, Orang tua itu berharap pihak Siauw-lim sie mau menambahi kelengkapan ilmu sakti Kiu-yang Cin-kang.
Kalau hal itu terjadi, gurunya akan memiliki dua-pertiga bagian, dan dengan modal itu ia berharap akan dapat menolong jiwa Thio Sin Houw, Jadi alangkah besar pengorbanan orang tua itu, untuk menyelamatkan anak keturunan Thio Kim San satu-satunya.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Semenjak terjadi perpecahan antara ketiga pihak itu, masing-masing tidak pernah berhubungan demi mempertahankan kehormatan diri.
Malahan masing-masing saling bersaing, Kini terjadilah suatu peristiwa pengeroyokan terhadap Thio Kim San , dan dalam hal ini pihak murid-murid Go-bie pay dan Siauw-lim pay ikut campur pula.
Walaupun mereka tidak melakukan pembunuhan secara langsung, Hubungan ketiga aliran itu sudah tentu kian menjadi retak, tidak lagi hanya bersaing tetapi benar-benar saling mendendam suatu permusuhan.
Tie-kong tiangloo menyadari akan hal itu, inilah pokok sengketa apa sebabnya Thio Kim San dituduh yang bukanbukan, seakan-akan ia menyembunyikan golok Sun-lui to.
Namun suatu hal yang tidak diketahui oleh orang tua itu, adalah ulah Lim Tiauw Kie yang sampai saat itu tiada beritanya.
Walaupun demikian, Tie-kong tiangloo kini mau juga merendahkan diri dan bersikap mengalah dengan memohon bantuan kepada pihak Boe-tong pay dan Siauw-lim pay, Tegasnya ia rela mengorbankan kedudukannya yang tinggi , demi anak keturunan Thio Kim San.
***** PADA ESOK PAGINYA Tie-kong tiangloo berangkat dengan mengajak Thio Sin Houw, diantar oleh murid-muridnya sampai di kaki gunung.
Cia Sun Bie dan dua adik seperguruannya sebenarnya ingin mengikut, tetapi dilarang karena Tie-kong tiangloo khawatir kedatangannya banyak orang akan menimbulkan kecurigaan pihak Siauw-lim sie.
Dengan masing-masing menunggang keledai, si kakek dan si bocah menuju ke arah utara, jarak antara Siauw-lim dan Boe-tong tidak terlalu jauh, Dari Boe-tong san yang letaknya di Ouw-pak utara, ke Siong-san di Holam barat hanya memerlukan perjalanan beberapa hari, setelah menyeberangi Sungai Han Sui di Loo-ho kouw, mereka tiba di Lam-yang, terus menuju ke utara sampai di Nie-coe dan mulailah mereka memasuki daerah pegunungan yang berhutan lebat.
Menghirup udara segar, tergetarlah hati Thio Sin Houw, Teringatlah dia, tatkala ayah dan ibunya membawa lari dari satu tempat ke tempat lainnya sambil menggebu musuh, seringkali dibawa mendaki gunung dan menuruni jurang, kadang-kadang menyeberangi sungai-sungai yang berarus besar dan memasuki hutan lebat yang penuh binatang buas maupun binatang berbisa.
Sepuluh hari kemudian, gunung Siong-san nampak tegak di depan.
Tie-kong tiangloo menambatkan keledainya pada sebatang pohon, kemudian dengan menggandeng tangan Sin Houw, mulailah dia mendaki gunung itu, Dibalik bukit yang berada didepan, tergelarlah suatu lembah yang sangat indah, hijau daun bersemarak memenuhi persada bumi - angin meniup lembut dan segar.
"Dibalik bukit itulah, kita nanti melihat kuil Siauw-lim sie..."
Kata Tie-kong tiangloo.
"Kau harus belajar sungguh-sungguh, agar bisa menolong dirimu sendiri."
Thio Sin Houw mengangguk.
"Kau berjanji , bukan?"
Tie-kong tiangloo menegas. Kembali Sin Houw manggut.
"Bagus, Dengan begitu , kau tidak akan sia-siakan harapan orang tuamu."
"Benar, Tetapi diantara musuh-musuh yang mengepung ayah, katanya ada juga dari murid-murid Siauw Lim-pay."
Kata Sin Houw tiba-tiba.
"Akh, cucuku, Untuk tujuan besar, kau harus belajar kesampingkan hal-hal kecil, Ingatlah, seringkali tujuan besar bisa tergelincir oleh sebuah kerikil belaka, Aku mengharapkan kau kelak menjadi manusia yang berlapang hati."
Thio Sin Houv mengangguk lagi untuk yang ketiga kalinya, sementara itu, bukit yang berada di sebelah depan tadi sudah terlampaui, Dan didepannya tergelar suatu pemandangan yang menggairahkan.
Tetapi di depan penglihatan, berjajarlah tiga bukit yang sedang tingginya, samar-samar nampak sebuah bangunan tinggi yang berpagar dinding batu pegunungan.
Bentuk bangunan itu adalah sebuah kuil yang besar, luas dan bertingkat.
"ltulah kuil Siauw-lim sie yang kenamaan diseluruh jagat,"
Kata Tie-kong tiangloo memberitahukan, selagi Thio Sin Houw mengawasi bangunan itu dengan perasaan takjub.
Tie-kong tiangloo adalah ciangbunjin Boe-tong pay, Kedudukannya sama tingginya dengan Cie Beng taysu yang menjadi ketua partai Siauw-lim pay.
walaupun demikian, ia mau bersikap merendahkan diri, Dengan membimbing Thio Sin Houw, perlahan-lahan ia menuju ke gardu penjagaan untuk minta dilaporkan tentang kunjungannya.
Gardu penjagaan itu mirip sebuah biara kecil, di atas atap terpancang suatu papan dengan tulisan kuil Siauw lim sie, Di dalam gardu itu Tie-kong tiangloo bertemu dengan sebelas orang penjaga yang muda-muda, mengenakan pakaian seragam seperti seorang calon pendeta.
Dilain pihak, melihat pakaian yang dikenakan Tie-kong tiangloo dan Thio Sin Hoirw yang sangat kasar, dan nampak kotor penuh debu bercampur keringat - para penjaga itu lantas bersikap tawar.
Mereka tidak mempersilahkan masuk selagi menyambut kedatangan Tie-kong tiangloo berdua Sin Houw Tie-kong tiangloo adalah seorang pendeta golongan Boetong yang sudah bisa melonggarkan diri dari semua bentuk ikatan dunia, ia tidak memperdulikan sikap dan pandang mereka.
Dengan tetap berdiri ia minta disampaikan kepada Hong-thio taysoe (kepala kuil) , tentang kedatangannya.
Mendengar perkataan Tie-kong tiangloo, kembali para penjaga itu nampak terkejut.
Benarkah orang tua itu Ciangbunjin dari Boe-tong pay? Mengapa orang dan pakaiannya nampak demikian kotor dan datang tanpa pengawal ? Pribadi Tie-kong tiangloo memang sangat sederhana, Kecuali itu, ia seorang pendeta, ia tak menyukai pada segala tata-cara yang berlebihan.
ia memandangnya tak lebih seperti para pelawak.
itulah sebabnya, pakaian yang berupa jubah yang dikenakannya, terlalu sederhana bagi seorang dengan kedudukan seperti dia.
"Tie-kong tiangloo adalah seorang Ciang-bunjin Boe-tong pay, apakah betul-betul Totiang adalah Tie-kong Tiang loo?"
Tanya salah seorang dari para penjaga itu. Mendengar pertanyaan orang itu, Tie-kong tiangloo menjadi tertawa.
"Apakah ada Tie-kong tiangloo yang palsu?"
Ia balik menanya. Mendengar jawaban itu , penjaga yang lain ikut bicara.
"Apakah Tiangloo tidak sedang bergurau?"
Tie-kong tiangloo kembali tertawa.
"Apakah Tie-kong tiangloo memang sedemikian agungnya,sehingga ada orang yang sudi memalsukan?"
Dengan penuh keraguan, dua orang pendeta muda itu berlari-lari ke arah kuil untuk memberikan laporan, sesudah lewat sekian lamanya, pintu di tengah kuil terbuka dan Hongthio Cie Beng taysu nampak bersama-sama Cie Keng dan Cie Goan taysu, Di belakang mereka mengikuti lima orang pendeta tua yang mengenakan jubah pertapaan warna kuning.
Tie-kong tiangloo mengetahui bahwa mereka adalah para anggauta dari Tat-mo-ih, dan tingkatan mereka mungkin lebih tinggi dari Cie Beng taysu yang menjabat sebagai ketua pengurus kuil, Mereka itu biasanya menyendiri di dalam kuil untuk mempelajari dan merenungkan ilmu silat Siauw-lim pay.
Setiap anggauta Tat-mo ih tidak pernah mencampuri segala urusan lain tetapi sekarang, agaknya karena mendengar tentang kedatangan orang-orang Boe-tong pay, Cie Beng merasa perlu mengajak mereka.
Tie-kong tiangloo memberi hormat sambil berkata.
"Siauwtoo merasa berat untuk menerima sambutan dari para taysu," (Siauwtoo = Aku si imam kecil). Cie Beng Taysu dan yang lainnya segera merangkap tangan mereka.
"Kedatangan Tie-kong tiangloo di luar dugaan siauw-ceng, apakah maksud kedatangan Tiangloo?"
Tie-kong tiangloo tertawa.
"Ke datangan siauwtoo adalah untuk minta pertolongan Taysu,"
Jawabnya..
"Silahkan duduk."
Mengundang Cie Beng Taysu.
Setelah duduk di ruangan pendopo dan di suguhkan air teh, di dalam hati Tie-kong tianglo merasa mendongkol.
Setidaknya ia adalah seorang guru besar dari sebuah partai persilatan, tingkatannya bahkan lebih tinggi daripada, Cie Beng taysu.
Adalah selayaknya ia diundang masuk ke dalam kuil, bukan hanya di terima di ruangan pendopo seperti para tamu biasa umumnya.
Akan tetapi sebagai seorang insan yang sederhana dan berjiwa luhur, Tie-kong tianglo dapat menguasai diri, pikirannya dan hatinya sekaligus menjadi jernih kembali seperti permukaan sebuah telaga di atas gunung yang sunyi itu.
Dilain pihak Cie Beng taysu dan yang lainnya seringkali merasa mendongkol, karena di kalangan rimba persilatan nama Boe-tong pay sudah sejajar dengan Siauw-lim pay.
Padahal menurut anggapan Cie Beng taysu dan yang lain, ilmu silat Boe-tong pay dahulunya bersumber dari hasil curian milik Siauw-lim pay.
Kunjungan Tie-kong tianglo hari itu dianggapnya bertujuan untuk membalas sakit hati Thio Kim San, disamping masih ada hal-hal lainnya yang sedang dirisaukan oleh pihak Siauw-lim pay.
Selama dua tahun, akibat gara-gara "urusan"
Thio Kim San, pihak Siauw-lim pay seringkali menerima kedatangan para tamu yang menanyakan perihal Golok Halilintar dan perihal hilangnya Lim Tiauw Kie. Ada sementara pihak yang menganggap pihak Siauw-lim telah "menyingkirkan"
Lim Tiauw Kie dan merebut Golok Halilintar dari tangan murid Go-bie itu, sehingga mereka menuduh pihak Siauw-lim ingin menguasai sendiri golok mustika itu yang mengakibatkan mereka menjadi marah-marah dan sering terjadi pertempuran.
Pihak para tamu memang banyak yang binasa atau terluka, tetapi pihak Siauwlim pay juga tidak bebas dari kerusakan.
Dalam anggapan Cie Beng taysu dan rekan-rekan separtainya, jelas yang menanam bibit penyakit adalah pihak Boe-tong pay! Kini secara diluar dugaan Tie-kong tianglo datang mengunjungi kuil Siauw-lim, jelas pihak Cie Beng taysu tak ingin sia-siakan kesempatan itu untuk melampiaskan rasa mendongkolnya.
Dengan geram maka Cie Beng taysu lalu berkata.
"Silahkan tianglo jelaskan maksud kedatangan tianglo hari ini."
Tie-kong tianglo tertawa perlahan, tetapi secara berhatihati dia menceritakan maksud kedatangannya, dimulai dengan peristiwa terbunuhnya Thio Kim San suami-isteri, sampai kemudian Thio Sin Houw menderita luka berat didalam tubuhnya.
Dengan rendah hati dan kesabaran yang luar biasa Tie-kong tianglo menguraikan semua kisah itu, dan akhirnya dengan suara memohon ia menambahkan perkataannya.
"Samwie adalah para pendeta suci yang selalu mempunyai rasa belas kasihan terhadap sesama umat manusia, dan nyawa anak ini sangat bergantung akan belas kasihan dari samwie. Maka itu dengan tidak melupakan welas-asih Sang Budha, siauwto memohon pertolongan, dan untuk itu siauwto sangat berterima kasih sekali."
Cie-keng taysu yang berada di samping kiri Cie-beng taysu, tertawa dingin dan berkata.
"Benar, seseorang yang beribadat memang harus memiliki rasa belas kasihan terhadap sesama umat manusia, Tetapi tahukah tianglo, sudah berapa banyak murid-murid Siauw-lim yang binasa ditangan Thio Kim San dan isterinya? Bahkan setelah mereka binasa, terjadilah fitnah terhadap pihak kami mengenai urusan Golok Halilintar -orang-orang gagah dari berbagai partai dan golongan menuduh pihak kami yang telah menyerakahi benda keparat itu sehingga tak sudahnya mereka mengganggu kami dan terjadi peristiwa saling bunuh. Namun demikian pihak kami tidak mau menarik panjang urusan itu karena ingin menghindarkan terjadinya bentrokkan antara pihak kami dengan pihak tianglo. Kalau kami berpendirian hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa, sudah pasti kami akan meminta pertanggungan jawab kepada tianglo karena pihak murid-murid Boe-tong justeru yang telah membuat ulah sehingga terjadinya peristiwa berdarah ini!"
Thio Sin Houw yang sejak tadi mendampingi kakek gurunya dan ikut mendengarkan percakapan itu, bukan main mendongkolnya dan tak dapat menguasai diri lagi.
Apalagi ketika ia mendengar nama ayah dan ibunya juga telah diungkat-ungkat bahkan dianggap sebagai salah seorang pembawa bencana, maka tak sanggup lagi ia membungkam terus.
Lalu ia berkata dengan suara keras.
"Sucouw! Para pendeta ini justeru telah membuat ayah-ibu mati dengan penasaran, Tetapi mereka seakan-akan memikulkan seluruh tanggung jawabnya kepada ayah dan ibu. Aku tahu sendiri, baik ayah maupun ibu tak habis mengerti apa sebab menjadi kejaran terus-menerus. Karena itu lebih baik aku mati daripada memohon-mohon pertolongan mereka. Marilah kita pulang saja, sucouw!"
"Akh, Sin Houw,"
Tie-kong tianglo mengeluh."Kematian ayah dan ibumu, sebenarnya tiada sangkut-pautnya dengan para taysu ini."
Mendengar ucapan kakek gurunya, Thio Sin Houw tercengang karena bingung, berbareng mendongkol dan marah.
Karena gejolak perasaannya yang tak menentu itu, mulutnya jadi tergugu, Akan tetapi didalam hatinya telah timbul keputusannya, tak sudi ia menerima belas kasihan dari para pendeta itu.
Katanya didalam hati.
"Meskipun sucouw berhasil membujuk mereka untuk menurunkan ilmu sakti yang berada diperguruan Siauw-lim ini, aku tak sudi mempelajarinya. Aku memilih mati kering daripada menerima budi-baik dari musuh ayah-bundaku .."
Sementara itu Tie-kong tianglo tak bosan-bosan berusaha membujuk dan membuat para pendeta Siauw-lim mengerti tanpa menyinggung persoalan Thio Sin Houw, Berjam-jam ia berbicara sampai mulutnya terasa kering dan para pendeta itupun tak bosan-bosan menolak segala bentuk permohonannya.
Selagi mereka masih meneruskan pembicaraan, sekonyong-konyong terdengarlah derap kuda mendatangi gardu penjagaan.
Kemudian tampaklah lima penunggang kuda muncul diantara debu jalan yang berada di sebelah depan seorang laki-laki berperawakan kekar, gagah perkasa, Ketika tiba didepan gardu penjagaan ia menahan kudanya sambil berseru bagaikan guntur.
"Nah, kita sudah tiba, Kebetulan - inilah orangnya!"
Mendengar suaranya yang keras bagaikan guntur, semua orang terkejut dan berlari keluar dari ruangan pendopo, sementara itu, laki-laki berperawakan gagah tersebut sudah turun dari atas kuda sambil menebarkan penglihatannya, kemudian berkata kepada Cie-beng taysu.
"Aku adalah Fhang Kui Ceng, utusan dari persekutuan Heng-san pang. Datang dengan maksud menghadap Ciebeng taysu dari kuil Siauw-lim sie, harap anda sudi mengantarkan kami."
Agaknya laki-laki itu belum pernah bertemu muka dengan Cie-beng taysu, sehingga mengira dirinya sedang berhadapan dengan salah seorang pendeta pengurus kuil.
Dalam pada itu, mereka yang mendengar suara Phang Kui Ceng menjadi pengang telinganya.
Orang itu wajar saja ketika berbicara, akan tetapi suaranya bukan main kerasnya.
itulah suatu tanda, bahwa dia memiliki himpunan tenaga sakti yang dahsyat sekali .
Merekapun terperanjat pula dengan -- disebutnya nama persekutuan Heng-san-pang yang bermukim diatas- gunung Heng san, dibelahan sebelah barat negeri Cina.
Tak jelas bagaimana sepak terjang perkumpulan itu, akan tetapi menurut khabar mereka jarang sekali berhubungan dengan orang luar apabila tidak sangat penting.
Gerak-gerik mereka sangat sukar diamat-amati, namun mereka merajai wilayah mereka yang mempunyai sumber hidup makmur, Mereka yang memasuki daerahnya atau melintasi, harus membayar upeti, Dengan demikian, cara hidup mereka tak beda dengan tata-tertib seorang raja memerintah daerah kerajaannya.
Thio Sin Houw lantas saja teringat kepada peristiwa dua tahun yang lampau, Ayah dan ibunya sangat segan menghadapi menghadapi dua tokoh dari sekian banyak pengejarnya, Mereka bernama Bu Seng Kok dan Su Tay Kim - dua orang itu menyebut diri mereka sebagai orang-orang dari kelompok Heng-san pang, Tatkala kedua orang itu mendadak memasuki gelanggang pertempuran , ayah dan ibunya kena dilukai, akan tetapi merekapun menderita luka yang tak ringan pula.
Tak mengherankan bahwa mereka berdua berden-dam terhadap keluarganya.
Thio Sin Houw telah mengukir wajah dua orang musuh itu yang tak mungkin terlupakan selama hidupnya, dan kini ia melihat seorang tokoh lain yang gagah perkasa dan garang.
Diam-diam hatinya meringkas, terus saja ia bersembunyi dibelakang punggung kakek gurunya.
Dalam pada itu Cie-beng taysu berkerut keningnya, dan berpikir di dalam hati.
"Akh, kembali lagi ada orang yang ingin mengusut perkara Golok Halilintar, Benar-benar anak murid Tie-kong tianglo ini membuat susah saja ..."
"Kau mencari ketua kami, apakah sangat penting?"
Ciekeng taysu menyelak bicara. Dengan membungkuk hormat, Phang Kui Ceng menjawab.
"Sebenarnya kami tak berani mengganggu ketua anda, cukuplah asal kami diberitahukan. Di manakah sebenarnya Golok Halilintar itu berada?" "Kami disini adalah sekumpulan tulang-belulang yang hanya pandai bersemedhi atau berdoa, karena itu sama sekali kami tidak mengerti tentang peristiwa yang terjadi diluar pertapaan, silahkan anda pergi saja!"
Kata Cie-keng taysu mengekang marah. Mendongkol hati Phang Kui Ceng diusir dengan cara demikian, ia menyahut agak keras.
"Sebenarnya siapakah anda sampai berani mewakili suara golongan Siauw-lim?"
Cie-keng taysu pun sudah tak kuasa lagi mengekang marah, sahutnya pedas.
"Akh, nama hanya semacam sebutan bentuk luar. Apa perlu kami perkenalkan?"
Keruan saja hati Phang Kui Ceng kian mendongkol, kini kedua alisnya berkerut-kerut. Lalu membentak.
"Hm! Selagi mohon mendengar nama anda yang agung saja tidak berhasil, apalagi mengharapkan yang bukan-bukan. Apakah kedatanganku kemari sia-sia belaka?"
"ltupun belun tentu!"
Tiba-tiba muncul suatu pikiran lain di dalam hati Cie-keng taysu.
"Bukankah anda datang kemari untuk mengusut rahasia Golok Halilintar?"
"Akh, benar!"
Seru Phang Kui Ceng.
"Jika anda sudi memberitahukan, alangkah besar rasa terima kasih kami - golongan kami akan bersedia bersahabat sepanjang masa dengan golongan anda."
"Benarkah begitu?"
Cie-keng taysu tertawa terbahakbahak. Kunjungan anda hari ini benar-benar merupakan suatu karunia Tuhan. Coba, seumpama lambat sehari saja atau mendahului satu hari, maka akan sia-sia."
"Mengapa demikian?"
Tanya Phang Kui Ceng heran. Tapi pada wajahnya terbentang rasa syukur yang meluap, Keempat temannya segera menghaturkan rasa terima kasih berulangkali, sebagai penyambut kesediaan pihak Siauw lim pay.
"Mengapa demikian? Karena satu-satunya orang yang mengetahui dimanakah beradanya Golok mustika itu, sekarang ada disini, itulah dia, putera Thio Kim San!"
Kata Ciekeng taysu.
Sambil menuding kearah Thio Sin Houw yang bersembunyi dibelakang Tie-kong tianglo.
Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keruan saja hati Thio Sin Houw tercekat.
Akan tetapi begitu mendengar nama ayahnya disinggung, serentak timbul rasa jantannya.
Teringat betapa ayah-bundanya mati dengan penasaran, terus saja ia maju sambil membentak.
"Kedua rekanmu Bu Seng Kok dan Su Tay Kim dengan tidak menghiraukan harga diri, ikut mengeroyok ayah dan ibuku, Hari ini aku akan membuat perhitungan...!"
Perkataan anak sekecil Thio Sin Houw itu mengejutkan dan menggelikan hati, Mereka semua berpaling kepadanya seakan-akan berjanji, Melihat wajahnya yang pucat lesi, sepantasnya ia harus dikasihani.
Akan tetapi ternyata anak itu mempunyai kegarangan hati yang berlebih-lebihan.
Mana mungkin ia bisa membuat perhitungan terhadap Phang Kui Ceng, seorang laki-laki berkesan begitu perkasa? "Akh, anak kecil! Mulutmu kenapa gampang bocor? Apakah kau bosan hidup ?"
Bentak Phang Kui Ceng dengan suara menggeledek Dibentak dengan suara yang keras bagaikan suara halilintar itu, betapapun juga hati Thio Sin Houw menjadi meringkas, Tetapi dia seorang anak yang keras hati, maka dengan mati-matian ia mencoba menghimpun semua keberaniannya, Lalu membalas bentak dengan suara sekeraskerasnya.
"Dua tahun yang lalu, golonganmu pernah ikut mengeroyok ayah bundaku, Yang menjadi pemimpin dua orang, mereka bernama Bu Seng Kok dan Su Tay Kim. Kedua-duanya bagaikan hantu haus darah, tetapi beraninya hanya main keroyok, Apakah kau tak malu?"
Kembali mereka semua terkejut mendengar ucapan Thio Sin Houw, Benar-benar mereka tidak menyangka, bahwa anak kecil itu mempunyai keberanian yang luar biasa, sebaliknya Phang Kui Ceng dan keempat kawannya gusar bukan main, karena kena ditelanjangi oleh seorang anak kemarin sore dihadapan sekian banyaknya orang gagah.
Lantaran sangat malu, tanpa berpikir panjang lagi Phang Kui Ceng melompat maju menggampar kearah muka Thio Sin Houw, Namun demikian, ia menyadari dirinya bertenaga kuat, Khawatir kalau tenaganya dapat memecah kepala si bocah, Phang Kui Ceng hanya menggunakan tenaga satu bagian saja.
walaupun demikian apabila mendarat pada sasarannya, Thio Sin Houw akan bisa dibuatnya jungkir-balik dengan muka bengap.
Melihat berkelebatnya tangan, Thio Sih Houw hendak melompat mundur dengan segera.
Akan tetapi tangan Phang Kui Ceng terlalu cepat baginya, ia merasa diri seakan-akan kena kurung sangat rapat.
Tiada jalan lain kecuali menangkis.
Maka secara nekad, ia mengangkat kedua tangannya untuk melindungi mukanya, Dan pada saat itu mendadak suatu tenaga yang halus dan hangat terasa memasuki punggungnya, dan terus berkumpul pada telapak tangannya.
"Blesss!"
Gamparan Phang Kui Ceng kena di-tangkis kedua tangan Thio Sin Houw, Hanya saja bukan Thio Sin Houw yang terpental, melainkan Phang Kui Ceng yang gagah perkasa terhuyung mundur beberapa langkah.
Tatkala terasa kakinya hendak tergeser lagi, cepat-cepat ia mempertahankan diri.
Sebab tumitnya sudah meraba tangga gardu penjagaan, kalau mundur setengah langkah saja ia akan rebah terjengkang.
Akan tetapi maksud itu tidaklah mudah, ia menjadi kelabakan ketika tubuhnya terdoyong kebelakang, setelah dengan mati-matian menghimpun tenaga saktinya, barulah ia dapat berdiri tegak.
Akan tetapi wajahnya merah padam oleh rasa malu, sedangkan rasa hatinya runyam tak keruan.
Dengan mata melotot ia mengawasi Thio Sin Houw, sementara didalam hati ia heran bukan kepalang.
pikirnya.
"Bu Seng Kok dan Su Tay Kim memuji ilmu kepandaian Thio Kim San setinggi langit, agaknya bukan bualan kosong, Anaknya saja sudah memiliki tenaga lumayan sampai bisa mengundurkan tenaga pukulanku ..."
Phang Kui Ceng tidak menyadari apa sebab ia sampai kena terpukul mundur.
ia menyangka bocah itu tidak bertenaga, mengingat wajahnya pucat dan tubuhnya kurus kering.
Maka ia hanya menggunakan tenaga sebagian kecil saja, Diluar dugaan, bocah itu ternyata memiliki tenaga dalam yang tak boleh dipandang ringan.
Sebaliknya Cie-beng taysu dan rekan-rekannya mempunyai penglihatan lain.
Dengan matanya yang tajam, mereka tahu apa sebab Phang Kui Ceng kena terpukul mundur oleh tangan Thio Sin Houw.
itulah disebabkan Tiekong tianglo berada dibelakang punggung sibocah.
Dengan menyalurkan tenaga dalamnya, Tie-kong tianglo menggempur tenaga pukulan Phang Kui Ceng lewat punggung Thio Sin Houw, Dengan demikian, kedua tangan Thio Sin Houw sebenarnya hanya merupakan sepasang "alat"
Belaka.
Sebaliknya Phang Kui Ceng yang kurang waspada, hanya menuruti gejolak hatinya yang mendongkol.
pikirnya didalam hati, ia terpukul mundur karena kebodohannya sendiri.
Coba tadi ia menggunakan tenaga penuh, tak usah ia menanggung rasa malu dihadapan para pendeta Siauw-lim sie.
Kini ia bermaksud memperlihatkan gigi agar pamor Heng-san pang tidak menjadi suram.
Ia bermaksud pula dapat mengetahui dimana beradanya Golok Halilintar lewat mulut Thio Sin Houw.
Kalau perlu ia akan menggempur si bocah itu sampai mampus.
Apa boleh buat! Setelah memperoleh keputusan demikian, Phang Kui Ceng tertawa penuh ancaman sambil mendekati Thio Sin Houw dan membentak.
"Monyet cacingan! Kau terimalah lagi pukulanku!"
Ia melompat dan terus menghantam dada Thio Sin Houw, dan kali ini ia tak segan-segan lagi.
Tenaga dalamnya yang digunakan, penuh-penuh.
Tak mengherankan, belum lagi pukulannya mendarat pada sasarannya, angin dahsyat sudah tiba bergulungan, Lengan baju para pendeta Siauw-lim berkibaran, dan gardu penjagaan nampak bergetar.
Hati Tie-kong tianglo jadi tergoncang, ketika menyaksikan hebatnya tenaga pukulan yang digunakan oleh Phang Kui Ceng.
Pada detik itu, orang tua ini berpikir sengit didalam hati.
"Akh, kenapa untuk melampiaskan rasa mendongkol saja kau menggunakan tenaga begini dahsyat terhadap seorang anak kecil?"
Karena sengit, Tie-kong tianglo tidak lagi menyalurkan tenaga sakti kedalam urat nadi Thio Sin Houw, tetapi langsung ia menggunakan intisari ilmu sakti "Kiu-im Cin-kang"
Yang pernah dipergunakan untuk merebut nyawa Thio Sin Houw dahulu, ilmu itu merupakan titik tolak ilmu sakti Kiu-im Cinkeng, yang bersandar pada tenaga murni.
Tie-kong tianglo selama hidupnya belum pernah melakukan hubungan badaniah dengan wanita, karena itu tenaganya murninya masih penuh dan suci bersih.
Dan tenaga murni ini dituangkan habis-habis kedalam urat nadi Thio Sin Houw untuk melindungi, dan akibatnya hebat sekali.
Begitu dua tenaga raksasa berbenturan, genting gardu penjagaan rontok berhamburan, dan suatu debu tebal meledak dan melambung keudara lalu terdengarlah suara gemeretakan.
Ternyata gardu penjagaan yang berada didepan pagar biara, ambruk kena tubuh Phang Kui Ceng yang terpental akibat gempuran tenaga sakti "Kiu-im Cin-kang".
Karena Phang Kui Ceng memiliki tubuh yang kebal dari senjata, ia bisa merobohkan gardu penjagaan yang terbuat dari bahan batu pegunungan.
Begitu ambruk, tubuhnya terus melayang terbang bagaikan bola kena pukulan keras.
Tahu-tahu tubuhnya terkait pada sebatang dahan pohon cemara yang berada ditepi jurang.
Phang Kui Ceng kaget bukan kepalang.
Karena terdorong rasa kaget, ia sampai berteriak-teriak, sedangkan kedua kakinya bergelantungan di udara dalam usahanya melepaskan diri dari dahan pohon yang menggaetnya.
Untunglah, tenaga sakti yang di pergunakan Tie-kong tianglo memunahkan tenaga sakti Phang Kui Ceng yang kejam, adalah himpunan tenaga sakti yang murni, walaupun dahsyat luar biasa, namun sifatnya lurus dan halus.
Tenaga itu tidak untuk merusak, akan tetapi hanya menolak.
itulah sebabnya tubuh Phang Kui Ceng sama sekali tidak terluka, seumpama Phang Kui Ceng sempurna ilmu saktinya, tak sampai ia terkait pada dahan pohon, sebaliknya kini, apabila sampai terlepas dari kaitan itu malah besar bahayanya, Dia bisa terjatuh ke dalam jurang yang penuh dengan batu-batu tajam, Sadar akan hal itu, dengan menahan napas ia memutar tubuhnya menghadap pangkal pohon, lalu memeluknya erat-erat.
Benar-benar suatu kejadian lucu mengharukan .
Menyaksikan kejadian itu, semua orang terkejut, heran dan geli.
sedangkan dua orang bawahan Phang Kui Ceng segera menghunus golok mereka, lalu mereka melompat dan berusaha mematahkan dahan pohon dengan golok mereka, Tetapi dahan pohon itu terlalu tinggi , golok mereka tak sampai.
Maka dengan berjumpalitan mereka turun ketanah, Setelah menyimpan golok mereka, keduanya lalu memanjat pohon tanpa memperdulikan senyum simpul para pendeta Siauw-lim yang menyaksikan kelakuan mereka.
sementara itu Tie-kong tianglo lalu membisiki Thio Sin Houw,Bocah itu nampak memanggut, lalu ia membungkuk memungut sebutir batu kecil.
Setelah diincar baik-baik, segera jari-jarinya menyentil.
Dengan suara bersuling, batu itu menyambar dahan pohon.
"Krakkk!"
Dahan itu patah dan runtuh ketanah berikut tubuh Phang Kui Ceng yang memeluk erat-erat.
Kedua pembantunya kaget.
Seperti berjanji, mereka berdua melompat dengan berbareng.
Tangan mereka menyambar dalam usahanya menghindarkan Phang Kui Ceng jatuh kedalam jurang, Tapi celakalah mereka, Kena daya tekan tubuh Phang Kui Ceng yang terbanting dengan tiba-tiba dari atas udara.
Mereka berdua malahan kena tindih.
Dan dengan suara berkedubrakan, ketiga-tiganya terbanting diatas tanah saling tindih! Kejadian inipun mengherankan semua orang yang menyaksikan.
Mereka tak pernah menduga, bahwa sebutir batu kecil dapat mematahkan dahan pohon cemara yang cukup besar dengan suatu sentilan dari jauh, Selagi mereka termangu keheranan, kembali lagi Tiekong tianglo menunjukkan kepandaiannya.
Tiba-tiba tangan Thio Sin Houw terangkat, dan suatu kesiur angin dahsyat bergelungan menyendok tanah tempat Phang Kui Ceng bertiga jatuh saling tindih, Tahu-tahu tubuh mereka terangkat naik keudara dan terlempar balik.
Dengan demikian, mereka bebas dari ancaman tebing jurang yang meluruk berguguran kena benturan berat badan mereka.
Walaupun demikian Phang Kui Ceng bertiga tidak kurang kagetnya, tatkala tubuh mereka kena terangkat naik.
Mereka bertiga mengira, bahwa Thio Sin Houw hendak menceburkannya ke dalam jurang, mengingat kedua orang tua anak itu mati kena keroyok, walaupun yang membunuh Thio Kim San tidak hanya golongan mereka sendiri, namun oleh rasa dendam anak itu bisa kalap.
Diluar dugaan, mereka justeru berada dalam sebaliknya, Setelah dapat menancapkan kaki, ternyata mereka berada agak jauh dari tebing jurang yang sedang berguguran.
Kemudian suatu hawa hangat yang nikmat luar biasa merayapi seluruh tubuh mereka.
"Akh, anak itu bermaksud mulia sekali,"
Pikir mereka, Mungkinkah anak itu menghendaki kepergian mereka? Tiba- tiba mereka pun teringat, bahwa para pendeta Siauw-lim sie ikut pula memikul tanggung jawab atas binasanya Thio Kim San, Memperoleh pikiran demikian.
"Anak muda, kami benar-benar kagum, sungguh kagum!"
Kata mereka dengan membungkuk hormat.
Setelah itu dengan isyarat mata, Phang Kui Ceng menghampiri kudanya dan mendahului turun gunung.
Dan keempat pembantunya segera menyusul cepat-cepat, Mereka belum juga menyadari, bahwa semuanya itu tadi adalah berkat ilmu sakti Tie-kong tianglu yang tersalur pada tubuh Thio Sin Houw, Anak itu hanya merupakan sebuah boneka belaka, sebaliknya para pendeta Siauw lim sie yang bermata lebih tajam, kagum luar biasa terhadap Tie-kong tianglo.
Pikir mereka.
"Pada jaman ini, orang memashurkan nama Tie-kong tianglo, sebagai seorang mahaguru nomor satu tiada bandingnya. Setelah menyaksikan sekelumit kepandaiannya, ternyata kepandaian orang tua itu melebihi kabar berita orang, Akh, kalau begitu - ilmu saktinya cukup berharga untuk dipelajari."
Sebenarnya pihak Cie-beng taysu sudah mengambil keputusan tidak sudi saling menukar ilmu sakti dengan Tiekong tianglo untuk kepentingan menolong nyawa Thio Sin Houv, akan tetapi setelah menyaksikan kepandaian Tie-kong tianglo, mereka jadi sibuk menimbang-nimbang, pikir mereka lagi.
Sekalipun aku berlatih lima- puluh tahun lagi, takkan mampu aku mencapai tingkatan kepandaian setinggi dia.
ini suatu bukti, bahwa himpunan tenaga sakti kaum Boe-tong pay memiliki keistimewaannya sendiri.
Karena itu, apabila aku bersedia menukar rahasia ilmu sakti Boe-tong, rasanya tidak akan rugi."
Memperoleh pertimbangan demikian, Cie-beng taysu lantas berkata dengan suara agak sabar.
"Apakah ilmu sakti tadi anda peroleh dari rahasia ilmu Kiuim Cinkeng?"
"Bukan."
Sahut Tie-kong tianglo.
"kepandaian itu siauwto ciptakan sendiri, namanya Thaykek Koen Hoat, Namun demikian siauwto akui, ilmu itu bersumber kepada rahasia titik tolak ilmu Kiu-in Cin-keng. Apabila para taysu disini bersedia menolong nyawa cucuku ini, tak berani siauwto menyimpan semua kepandaian yang siauwto miliki. semuanya akan siauwto papar-kan kepada para taysu yang sudi mempelajari "
Sungguh menarik tawaran Tie-kong tianglo, Meskipun demikian, Cie-beng taysu belum berani mengambil keputusan.
Sebab ia mengira, bahwa yang tertarik hanya dia seorang diri.
Maka ia melemparkan pandang kepada Cie-keng taysu dan Cie-goan taysu.
Setelah kedua saudara seperguruannya itu memanggut pendek, segera ia berkata.
"Baiklah. Kami akan mengajarkan rahasia ilmu sakti yang diperlukan untuk menolong nyawa bocah itu, tetapi Tianglo harus berjanji bahwa yang berhak mempelajari seorang saja, Dialah sibocah itu, Selain dia, tidak kami perkenankan. Sebab ilmu ini kami relakan kepadanya, semata-mata untuk menyembuhkan penyakitnya. Dengan begitu, diapun tidak kami perkenankan mengajarkan kepada orang lain. Juga tidak kami perkenankan menggunakan ilmu sakti ajaran kami untuk bermusuhan dengan murid-murid Siauw-lim pay. Syarat ini berlaku di bawah sumpah nah, bagaimana?"
Bukan main girang hati Tie-kong tianglo. Sahutnya cepat.
"Samwie taysu, Akulah yang menjadi saksinya, bahwa dia menerima dua syarat tersebut. Yang pertama tidak boleh mengajarkan kepada orang lain, yang kedua tidak boleh menggunakan ilmu sakti tersebut untuk bermusuhan dengan pihak Siauw-lim pay. Nah, Sin Houw! cepatlah kau bersumpah ."
Sarang Perjudian -- Gu Long/Tjan Id Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Rahasia Peti Wasiat -- Gan K L