Ceritasilat Novel Online

Hikmah Pedang Hijau 9


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 9



Hikmah Pedang Hijau Karya dari Gu Long

   

   Maka berangkatlah Buyung Ham menuju ke tepi Tong-ting-oh untuk mencari harta karun itu.

   Apa mau dikata, di sana sudah banyak sekali jago silat yang bergerombol di seputar telaga itu.

   Sebagai seorang cerdik Buyung Ham tak berani bertindak gegabah, ia tidak langsung mencari harta karun sebaliknya ia melakukan penyelidikan yang saksama di sekitar sana.

   Akhirnya berhasil diketahui olehnya bahwa berita tentang adanya harta karun di dasar Tong ting-oh telah bocor dan diketahui oleh umum, jago silat yang berdatangan ke situ banyak sekali jumlahnya.

   Kemudian didengar pula bahwa kecuali harta karun konon ada pula se

   Jilid kitab pusaka Bu hak-cin-keng, sepotong batu pualam Pi-sui-giok-pi serta tiga biji obat mujarab Toa-lo kim-wan.

   Menurut kabar ceritanya, kitab pusaka Bu hak cin-keng adalah peninggalan Jik-siong-cu, seorang tokoh silat setengah dewa yang memiliki kepandaian tinggi, dalam kitab tercatat pelbagai ilmu yang sukar ditemukan di dunia ini, barang siapa berhasil mempelajari ilmu silat yang tercantum dalam kitab itu maka dia akan menjagoi dunia tanpa ada tandingannya.

   Sedangkan Pi-sui-giok-pi (batu kemala penolak air) bukan saja mampu menolak air, dengan membawa benda mestika tersebut maka makhluk berbisa tak berani mendekat, bagi mereka yang bersemadi dan berlatih ilmupun tidak takut akan menghadapi bahaya-bahaya kelumpuhan, malahan katanya menambah kekuatan dan mempercepat latihannya.

   Tentang pil Toa-lo-kim-wan lain lagi kehebatannya, konon bila orang biasa yang makan obat itu, maka rambut yang beruban akan menjadi hitam kembali, mereka yang giginya sudab ompong bisa tumbuh lagi giginya, akan awet muda dan tak kenal tua.

   Sebaliknya bila orang persilatan yang makan pil itu, maka tenaga dalam mereka akan seperti mendapat tambahan enam puluh tahun latihan, kalau tiga butir dimakan sekaligus akan panjang umur dan mendekati seperti dewa.

   Bayangkan, siapa yang tidak tergiur oleh ke-tiga macam benda mestika yang sangat bermanfaat bagi umat persilatan ini? Apalagi masih terdapat batu permata yang tak terhingga jumlahnya, siapa saja yang berhasil mendapatkan harta itu berarti akan menjadi manusia yang palin kaya di dunia dan jago silat tanpa tandingan di kolong langit.

   Tidak mengherankan apabila dunia persilatan lantas bergolak dan berkumpul di seputar telaga Tong ting oh.

   Cemas dan girang Ti-seng jiu Buyung Ham setelah memperoleh berita itu, ia girang karena peta pusaka sudah didapatkannya, tapi merasa cemas karena berita tentang harta kekayaan itu telah bocor ke seluruh dunia persilatan.

   Ia sadar dengan kekuatannya sendiri tak mungkin bisa menghadapi jago persilatan sebanyak itu.

   Ada lagi satu hal yang terpenting, sekalipun ia mempunyai peta pusaka, namunn tak pandai berenang, itu berarti tak mnngkin baginya untuk masuk ke dasar telaga.

   Karena tak berdaya, terpaksa Ti-seng-jiu Buyung Ham berunding dengan keenam saudara angkatnya.

   Ti seng-jiu Buyung Ham adalah orang licin tentu saja dihadapan keenam saudaranya ia tak berani mengungkapkan keserakahannya akan mengangkangi sendiri kekayaan tersebut, sebaliknya dia pakai alasan bahwa peta pusaka itu di dapatkan tanpa sengaja, karena tak berani mengangkangi sendiri penemuannya itu, maka diajaknya keenam saudara lainnya untuk menikmati bersama.

   Pek-lek-kiam Tian In-thian yang berbudi luhur menentang usul keenam saudaranya untuk mendapatkan harta tersebut demi kepentingan sendiri, ia usulkan agar harta karun itu digunakan menolong rakyat jelata di beberapa propini yang tertimpa bencana alam.

   Waktu itu rakyat di sekitar daerah itu sedang mengalami penderitaan yang hebat, mereka kekurangan bahan makanan, sedang pihak pemerintah tak mampu memberikan pertolongannya, setiap hari ada be-ribu2 orang mati kelaparan.

   Benta sedih itu sangat menyentuh perasaan Tian In-thian, maka dia ingin menggunakan harta karun untuk membeli bahan makanan dan menolong rakyat yang menderita.

   Dingin hati Buyung Ham mendengar usul tersebut, ia sadar harapannya untuk memperoleh batu permata itu demi kepentingan prihadi tak mungkin terlaksana lagi, tapi ia tak menyerah begitu saja, ia mengusulkan agar ketiga macam benda mestika itu dibagi rata ....

   Tapi kelima saudara lainnya menganggap sama sekali tak ada manfaatnya untuk mengambil harta kekayaan itu dengan pertaruhan nyawa, padahal tiada keuntungan apa2 bagi mereka, maka mereka sama menasehati Tian In-thian agar membatalkan niatnya itu.

   Akan tetapi Tian In thian tetap bersikeras dengan pendiriannya, untuk mengatasi sergapan dari jago2 silat lainnya dia mengusulkan agar ketiga macam benda mestika itu dipersembahkan saja kepada dunia persilatan, sedangkan mutu manikam itu digunakan untuk menolong rakyat yang tertimpa bencana alam, menurut pendapatnya umat persilatan hanya mengincar ketiga macam benda mestika itu saja, maka bila ketiga benda itu diserahkan kepada mereka, bukan saja niat mereka menggali harta karun takkan digangggu, bisa jadi malahan akan memperoleh bantuan mereka sehingga tujuan mulia dari Kanglam-jit-hiap akan terwujud.

   Buyung Ham semakin dingin hatinya, ia lantas mcndukung usul kelima saudara lainnya untuk batalkan maksud mereka menggali harta karun.

   Tapi Tian In-thian bertekad akan mewujudkan tugas mulia itu.

   ia tak peduli lagi pikiran ke enam saudara angkatnya dan meneruskan rencananya, Keenam saudaranya tak berani membantah keputusan Tian In-thian itu, maka berangkatlah mereka menuju ke tepi telaga dan berunding dengan para jago yang berkumpul di situ.

   Alhasil usul Tian In-thian memperoleh persetujuan dari kawanan jago silat, segera dibentuk suatu panitia yang terdiri dari tokoh2 Bu-tong-pay Go-bi-pay, Siau-lim-pay dan perguruan besar lainnya untuk ber-sama2 menyelam ke dasar telaga dan membantu Kanglam-jit-hiap mencari harta karun.

   Apabila harta karun ditemukan, maka mutu manikam yang berhasil didapatkan akan digunakan menolong rakyat yang kelaparan sementara ketiga macam benda mestika itu akan diperebutkan dalam suatu pertemuan besar para jago yang akan diadakan di puncak Kun-san, dalam pertemuan itu akan diadakan pertarungan secara adil, barang siapa tangguh maka dialah yang akan berhak mendapatkan ketiga macam benda mestika itu, untuk ini Kanglam jit-hiap juga harus ikut serta.

   Setelah hasil perundingan itu diumumkan, semua orang dapat menerima usul tadi, bahkan Buyung Ham yang sudah putus asa merasa ada harapan lagi untuk momenangkan ketiga macam benda mestika itu.

   Begitulah peta harta karun itupun diserahkan kepada panitia dan dipelajari bersama, alhasil ditemukan bahwa harta pusaka itu berada di dasar telaga Tong-tlng-oh yang amat luas dan dalam itu.

   Berhubung di antara Kanglam-jit-hiap hanya Gin-san-cu (kipas perak sakti) Liu Tiong ho saja yang mahir menyelam, maka diutuslah jago ini untuk melakukan pencarian.

   Dua hari dua malam lamanya Gin-san-cu berada di dasar telaga untuk melakukan pencarian, tapi ketika muncul kembali di permukaan air, dia menderita luka yang cukup parah.

   Kiranya dasar telaga itu be-ratus2 kaki dalam-nya, bukan saja daya tekanan air sangat besar, arus didasar telaga pun sangat deras, Liu Tiong-ho yang mahir menyelampun hampir kehilangan nyawanya di sana.

   Secara beruntun jago lain yang merasa punya kepandaian berenang juga menyelam ke dasar telaga untuk melakukan penyelidikan, hasilnya semua orang menderita luka cukup parah, malahan banyak di antaranya yang tidak berhasil mencapai ke dasar telaga itu, ada pula yang penasaran dan berulang kali berusaha mencapai dasar telaga, akibatnya nyawa mereka melayang ke akhirat.

   Gagal dengan cara ini, jago2 itu berusaha dengan pelbagai cara yang lain, kembali berpuluh orang jadi korban di dasar telaga tanpa hasil apapun-Setelah mengalami kegagalan demi kegagalan, akhirnya mereka jadi putus asa, banyak diantaranya segera berlalu dari sana.

   Lama2 orang yang berkumpul ratusan orang itu pergi semua, bahkan Kanglam-jit-hiap sendiripun lepaskan harapan untuk menggali harta karun itu.

   Beberapa tahun kemudian, meski terkadang masih juga ada satu dua rombongan jago silat yang datang ke situ untuk mencari harta karun, tapi kebanyakan mereka kalau bukan pulang dengan luka parah, tentu nyawa mereka ikut terkubur di dasar telaga.

   Sejak itu tak seorangpun yang berani lagi mencari harta karun di dasar telaga Tong-ting oh.

   Malahan dalam dunia persilatan lantas timbul kata2 ejekan yang ditujukan kepada para pencari harta karun.

   "Kalau ingin kaya, pergilah ke telaga Tong-ting-oh!"

   Lima atau enam tahun kemudian, kebanyakan orang sudah melupakan harta karun di dasar telaga Tong-ting-oh itu.

   Pada waktu itulah Tian In thian mendapat tahu bahwa Sin-kau (monyet sakti) Tiat Leng yang bercokol di Le-kun san di bilangan propinsi Hunlam memiliki sebutir "mutiara penolak air"

   Yang sakti, katanya dengan membawa mutiara tersebut bukan saja air akan memisah dengan sendirinya, pakaianpun tak akan sampai basah.

   Berita tersebut menggerakkan ingatan Tian In-thian, ia merasa bila mutiara penolak air itu bisa dipinjam, niscaya harta karun di dasar telaga Tong-ting-oh bisa diperoleh dengan mudah.

   Seorang diri berangkatlah Tian In thian kedaerah suku Miau dan mendaki Le-kung-san untuk meminjam mutiara mestika, di situ dia melakukan pertempuran selama tigahari tiga-malam melawan Sin-kau, akhirnya ia berhasil menangkan pertaruhan itu dan mendapatkau mutiara penolak air.

   Serta merta ia kembali ke wilayah Kanglam untuk mengumpulkan keenam saudara angkatnya, dan ber-sama2 berangkat menuju Tong-ting-oh.

   Tak disangka karena usahanya inilah Tian In thian harus menemui ajalnya dibunuh oleh keenam saudara angkatnya sendiri.

   Maklum, dalam usaha pencarian harta karun ini, Kanglam-jit-hiap bertindak secara rahasia, jarang orang yang tahu tindakan mereka itu, tak heran kalau kematian Tian In-thian di tangan keenam saudara angkatpun tidak diketahui orang luar.

   Lewat beberapa tahun kemudian, semua orang telah melupakan kejadian itu, sedang keenam saudara angkat itupun sama menikah dan punya anak, mereka hidup terpisah dan boleh dibilang jarang berkumpul.

   Sebab itulah orang lain mengira Tian In-thian mati dibunuh musuh, tiada orang menyangka dia justeru dicelakai oleh keenam saudara angkatnya sendiri.

   Dengan modal harta karun yang berhasil di-dapatkan dari dasar telaga itulah, Ti-seng-jiu Buyung Ham, Kian-kunciang In Tiong-liong, Cing-hu-sin Kim Kiu serta Kun-goan-ci Sugong Cing membeli tenaga jago persilatan untuk memupuk kekuatan sendiri dan akhirnya terbentuklah empat keluarga besar dunia persilatan.

   Pak-ong-pian Hoan Hui yang berdiam di kota Tin-kang tidak mengumpulkan jago persilatan, kendatipun demikian kekuatan serta kekuasaannya tidak di bawah keempat saadara-angkatnya.

   Hanya Gin-san-cu Liu Tiong-ho saja yang kabur keluar lautan dan tak tahu kabar beritanya, mungkin mengasingkan diri karena menyesal telah membunuh saudara angkatnva sendiri.

   Peristiwa ini jarang diketahui orang, sekali pun sahabat karib mendiang Tian In-thian seperti Tay-pek-siang-yat Lui Ceng-wan serta Bu-ing-sin tau (pencuri sakti tanpa bayangan) Hoa Jing-coan dan lain2 siang-malam melakukan penyelidikan hasilnya tetap nihil.

   Begitulah akhirnya Sin-lu-tiat-tan berkata.

   "Hanya aku saja yang mengetahui peristiwa itu, inipun kuselidiki dan kubuktikan kebenarannya selama ber-tahun2, apabila tidak bcrtemu dengan Sin-kau dan ia tidak berceritera tentang ayahmu pinjam mutiara penolak air miliknya, mungkin sampai kinipun aku tak tahu caranya ayahmu mengangkat harta karun itu dari dasar telaga"

   Tian Pek tidak mencucurkan air mata, akan terapi ia melotot beringas setelah tabu jelas kisah terbunuhnya ayah. Sin-lu-tiat-tan menghela napas panjang, ia tahu betapa benci dan dendam si anak muda, maka katanya dengan lembut.

   "Sayang aku bertindak menuruti nafsu dan melayani monyet tua itu hingga akibatnya sama2 terluka. dalam kcadaan begini aku tak mungkin bisa membantu kau membalas dendam, hidupku tinggal beberapa hari lagi, ilmu silat yang kuwariskan kepadamu juga tak bisa terlalu banyak, sekarang lebih baik tekan duhulu rasa sedihmu, mumpung aku masih bernapas, akan kuwariskan semua ilmuku padamu. Nah, sekarang dengar baik2 kunci ilmu saktiku ini!"

   "Ucapan Locianpwe sangat tepat, seorang ksatria sejati tak boleh sedih, aku harus dapat mengendalikan perasaan sendiri, silakan Locianpwe menguraikan ilmu silatmu, akan kuperhatlkan dengan saksama!"

   Maka Sin-lu-tiat-tan lantas mewariskan segenap ilmu silatnya yang paling ampuh kepada anak muda itu serta teori cara bagaimana merebut kemenangan bila berhadapau dengan musuh.

   Tian Pek berbakat bagus untuk berlatih ilmu silat, selain itu iapun memiliki dasar tenaga dalam yang kuat hasil pelajaran dari Thian-hud-pit-kip, maka tak heran kalau kemajuannya pesat sekali.

   Kecerdikan Tian Pek memang lain daripada yang lain, hampir semua pelajaran dapat dipahaminya dengan cepat, hal ini sangat menggirangkan hati Sin-lu tiat tan sampai lupa pada keadaan sendiri yang payah, segenap tenaga dan pikiran yang dimilikinya dicurahkan untuk mendidik anak muda itu.

   Sayang waktu yang tersedia minim sekali, hari itu adalah hari ke sembilan puluh Sin-lu-tiat-tan menurunkan ilmu silatnya kepada Tian Pek, karena terlalu banyak memeras tenaga dan pikirannya, genap tiga bulan keadaan jago tua itupun makin payah, keadaannya tak ubah seperti pelita kehabisan minyak.

   Tian Pek keranjingan belajar ilmu silat, sayang selama ini tak pernah ketemu guru yang pandai.

   kendatipun Lui Ceng-wan telah menghadiahkan Soh-kut-siau-hun-thian-hud-pit-kip kepadanya, itupun harus dilatih sendiri dengan jalan meraba, betul atau salah dan bagaimana kemajuan yang dicapai, ia sama sekali tidak tahu.

   Dan kini ia berjumpa dengan Sin-lu-tiat-tan yang lihay, setiap patah kata yang diwariskan kepadanya merupakan intisari paling tinggi suatu ilmu silat, bisa dibayangkan betapa rajin dan tekunnya pemuda itu mempelajari ilmu silat tersebut, kecuali makan dan minum, boleh dibilang dia lupa tidur dan lupa beristirahat, seluruh perhatiannya ditujukan pada ilmu, keadaan Sin-lu-tiat-tan yang makin lemahpun tidak diperhatikan olehnya.

   Dalam gua itu sudah tersedia bahan makaran dan air minum, selama tiga bulan hampir Tian Pek tak pernah keluar gua, ia mempelajari semua ilmu silat yang diwariskan kepadanya, pada hari yang ke sembilan puluh, hampir sembilan puluh persen ilmu kepandaian itu telah dikuasainya.

   Hari itu juga keadaan Sin-lu-tiat-tan semakin payah, untuk berbicarapun sudah tak mampu, setelah beristirahat lama sekali baru orang tua itu buka mata seraya berkata.

   "Aku hanya mampu mewariskan ilmu silatku sampai di sini saja, untung kau memiliki kitab Thian-hud-pit-kip yang ampuh, asal kau berlatih terus dengan tekun dan rajin, tidak susah untuk mencapai tingkatan melebihi diriku ....aku ....

   aku rasa jodoh kita hanya sampai di sini saja, keluarlah kau ..dari gua ini....

   "

   Ucapannya kian lama kian lemah dan lirih, akhirnya tinggal mulutnya saja yang berkomat-kamit namun tak terdengar lagi suaranya.

   Tian Pek melenggong, saat itulah baru dia memperhatikan keadaan Sin lu-tiat-tan yang payah, dilihatnya sorot mata kakek itu sudah buram, mukanya pucat dan dadanya bergelombang naik-turun, tahulah anak muda ini bahwa saat ajalnya sudah tak jauh lagi.

   "Locianpwe, kau kenapa kau ."

   Teriak Tian Pek kuatir. Sin-lu-tiat-tan tarik napas panjang2, dia membuka matanya kembali, dengan susah payah ia berkata.

   "Tak usah urus diriku lagi, ingat saja baik2 jangan bertindak gegabah dalam pembalasan dendammu, giatlah berlatih ilmu dan perbanyak mengikat tali persahabatan dengan jago di dunia, bila perlu umumkan peristiwa berdarah yang menimpa ayahmu pada dunia persilatan "

   Sebelum kakek itu menyelesaikan kata2nya, tiba2 di luar gua berkumandang suara gaduh, terdengar seseorang berseru dengan lantang.

   "Pasti berada di sini! Coba lihat bekas telapak kaki di mulut gua ini, sudah pasti ada orang pernah masuk sini!"

   "Hayo geledah saja! Mari masuk ke dalam, hayo!"

   Beberapa orang lantas menanggapi dengan ramai.

   Suara langkah kaki yang ramai menggema di luar gua, jelas ada beberapa orang telah memasuki gua itu.

   Tian Pek jadi gelisah, dia kuatir kehadiran beberapa orang itu akan mengganggu ketenangan Sin lu-tiat tan menjelang ajalnya.

   Cepat ia bertindak keluar gua, serunya dengan lantang.

   "Siapa itu di luar? Jangan sembarangan terobosan di sini!"

   Belum habis ia berseru, mendadak seorang membentak.

   "Serang!"

   Berpuluh titik cahaya tajam diiringi suara desingan langsung menyambar ke muka Tian Pek. Gusar Tian Pek menghadapi serangan tanpa alasan itu, segera ia ayunkan tangannya ke depan.

   "trang! trang!"

   Terdengar dentingan nyaring, tiga batang piau perak yang menyambar tiba tergetar mencelat menumbuk dinding gua, tenaga sakti anak muda mulai memperlihatkan kehebatannya.

   Pemuda itu benci kepada penyerang yang keji itu, setelah merontokkan senjata rahasia musuh, cepat telapak tangannya menghantam pula ke depan, berbareng Tian Pek ikut menyusup keluar gua.

   Gulungan angin pukulan bagaikan taupan mendampar dengan hebat, dua kali jeritan ngeri menggema di udara, menyusul tiga sosok bayangan melayang keluar.

   "Blang, blang!"

   Kedua sosok tubuh yang melayang masuk ke dalam gua itu terhempas di tanah, sementara Tian Pek sendiri juga meluncur keluar secepat terbang, telapak tangan kanan siap di depan dada dan telapak tangan kiri melindungi tubuh dari ancaman musuh.

   Dilihatnya puluhan orang berkerumun di situ, salah seorang di antaranya dikenali sebagai Siang-lin Kougcu yang tampan.

   Di sisi Siang-lin Kongcu berdiri Kanglam-te-it-bi-jin (gadis paling cantik di wilayah Kanglam) Kim Cay-hong.

   Di belakang kakak beradik itu berdiri Kim na-siang tiat-wi (sepasang pengawal baja keluarga Kim), yaitu Tiat-pi-to-liong (Naga bungkuk berlengan baja) Kongsun Coh serta Tiat-ih-hui-peng (Rajawali sakti bersayap baja) Pah Thian-ho.

   Jilid-13 Sementara di belakang kedua jago tua itu berdiri pula berpuluh jago keluarga Kim, hanya seketika Tian Pek tak dapat menyebut nama mereka satu persatu.

   Dalam pada itu, baik Siang-lin Kongcu kakak beradik maupuh jago2 keluarga Kim sama berdiri tertegun tatkala melihat Tian Pek muncul dari dalam gua, untuk sesaat mereka sama bungkam.

   Mereka heran bahwa kedua orang kawannya yang ditugaskan menggeledah gua ternyata mampus di tangan Tian Pek hanya dalam satu gebrakan saja.

   Setelah melengak segera Siang-lin Kongcu tenang kembali, dengan serius dia menegur.

   "Oo, rupanya Tian-heng yang berada di dalam goa ini, bolehkah kutahu tokoh silat mana yang masih berada di dalam gua itu? Bagaimana kalau persilakan keluar untuk berkenalan!"

   Tian Pek sendiri tak mengira jago yang menyergap dirinya dengan senjata rahasia itu adalah anak buah Kongcu, mendengar pertanyaan tersebut, dia tertawa dingin.

   "Hehehe, tokoh silat yang berada di dalam gua ini tak sudi bertemu dengan orang berhati keji dan suka menyergap orang dengan senjata rahasia, bila Kongcu ada urusan, akan kulayani saja!"

   Kata2nya ketus dan kasar, sedikitpun tidak sungkan2.

   Hati Kim Cay-hong berdebar keras demi mendadak melihat Tian Pek muncul dari dalam gua, tapi sebelum ia sempat buka suara, kakaknya telah mendahului berkata.

   "Harap Tian-hang jangan salah paham, aku benar2 tak tahu Tian-heng berada di dalam gua..........." "O, jadi kalau orang lain yang berada di dalam gua maka Kongcu boleh menurunkan derajat sendiri dengan melancarkan serangan gelap?"

   Ejek Tian Pek.

   "Hehe, kalau begitu, mestinya aku berterima kaiih atas kebaikan Kongcu!"

   "Eh, jangan kau salah paham pada engkohku,"

   Seta Kim Cay-hong dari samping.

   "Oleh karena ada benda mestika milik kami hilang dicuri orang, sudah dua rombongan jago kami yang ditugaskan melakukan pencarian di sekitar dua belas gua karang ini menderita kerugian berat, maka kami . ..

   "

   Di antara jago tangguh yang berkumpul dalam istana ke!uarga Tiat-ih-hui-peng terhitung seorang yang paling aneh tabiatnya, ilmu silatnya sangat tinggi, orangnya juga angkuh, seorang pemberang yang sukar menguasai emosinya.

   Sejak benda mestika milik istana mereka lenyap dicuri orang, setiap hari dia selalu uring2an, apalagi setelah dua rombongan jago yang dikirim ke "dua belas gua karang"

   Menderita kerugian besar, ia bartambah murka.

   Dan sekarang, dengan mata kepala sendiri ia saksikan kedua orang anak buahnya mati konyol, sedangkan Tian Pek yang menongol dari dalam gua bersikap jumawa, rasa gusarnya susah dikendalikan lagi.

   Maka sebelum Kim Cay-hong menyelesaikan kata2nya, dengan langkah lebar segera ia tampil ke depan.

   "Anak anjing yang tak tahu diri, jangan takkabur,"

   Teriaknya lantang.

   "diberi hati malah minta rempeia memangnya kau anggap orang2 istana keluarga Kim takut padamu? Huh, jika tak mau mengaku siapa yang berada di dalam gua, jangan menyesal bila tuan besarmu tak sungkan2 lagi!" "Hehehe...........kalau tak sungkan, lantas mau apa?"

   Ejek Tien Pek.

   "Bangsat, tampaknya kau harus dibekuk lebih dahulu!"

   Teriak Tiat-ih-hui-peng dengan gusar.

   Secepat kilat ia menubruk maju dan menyambar batok kepala pemuda itu.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tiat-ih-hui-peng tak malu disebut jago nomor wahid di kota Lam-keng, gerak tubuhnya cepat dan jurus serangannya lihay, sekalipun hanya serangan yang sederhana, ternyata desingan angin tajam berembus dengan keras.

   Tian Pek merasakan tibanya tenaga tekanan yang sangat kuat.

   Tapi Tian Pek sekarang bukanlah Tian Pek yang dulu, selama tiga bulan mendapat pendidikan yang ketat dari Sinlu-tiat-tan, ilmu silatnya telah maju pesat, banyak gerak jurus aneh berhasil dipahami olehnya, dan lagi tenaga dalamnya dapat digerakkan menurut kehendak hatinya.

   Maka dikala serangan Tiat-ib-hui-peng yang dahsyat menyambar tiba, cepat ia mengegos ke samping, kemudian ia membaliki telapak tangannya untuk mengunci tulang persendian lengan musuh.

   Gerak serangan yang dipakai Tian Pek tampak amat sederhana sekali, tapi sebenarnya merupakan ilmu Soh - liong -jiu ( gerak tangkap naga ) yang ampuh.

   Terkejut Tiat-ih-hui-peng, cepat ia tarik tangan, menyusul jarinya lantas mencengkeram tenggorokan.

   Tian Pek terperanjat, ia merasa kecepatan Tiat-ih-huipeng sukar dibayangkan, untung salama tiga bulan ia berlatih tekun di bawah asuhan Sin-lu-tiat-tan, kalau tidak niscaya serangan berantai itu akan bersarang dibadannya.

   Tian Pek tak berani gegabah, setelah mengegos ke samping, kedua telapak tangan menyodok ke depan, inilah jurus Bu-bong-tui-ing (merangkap angin mengejar bayangan), suatu jurus mematikan yang baru dipelajari dari Sin-lu-tiattan.

   Pertempuran dari jarak dekat ini berlangsung dengan gerak cepat dan sama gesitnya, dalam waktu singkat enam tujuh gebrakan sudah berlalu, demikian cepatnya pertarungan itu sehingga pandangan kawanan jago istana Kim yang berkumpul di situ jadi kabur.

   Dalam istana keluarga Kim, ilmu silat Tiat-ih-bui-peng tergolong paling top, sehari2 dia disanjung dan dihormati.

   Tap' kenyataan jago yang tersohor karena ketangguhannya itu hanya bertanding seimbang dengan Tian Pak, seorang pemuda yang masih ingusan, sudah tentu peristiwa ini cukup menggemparkan, kawanan jago itu sama berdiri dengan terbelalak dan melongo.

   Siang--lin Kongcu adalah jago muda yang suka pada tokoh silat yang tangguh, sudah banyak pengalaman tempurnya, tapi belum pernah ia menyaksikan pertarungan dahsyat seperti Tian Pek melawan Tiat-ih bui-peng sekarang ini.

   Oleh sebab itulah, untuk sesaat iapun termangu dan lupa menghentikan pertarungan itu.

   Kim Cay-hong pun terbelalak memandang Tian Pek dengan rasa heran, dari sikapnya yang mesra siapapun tahu bahwa gadis yang mendapat predikat Kanglam-te-it-bi-jin ini sudah kecantol hatinya oleh kegantengan Tian Pek si musafir.

   Selama pertarungan itu Tian Pek melayani musuh dengan mantap, tiap serangan segera dibalas dengan serangan, setiap pukulan disambut dengan pukulan, seketika pertempuran berjalan seimbang, kedua pihak sama tak mampu merobohkan lawannya.

   Kalau Tian Pek bertempur dengan mantap, sebaliknya Tiat-ih-hui-peng bertempur dengan kejut, marah dan rada panik.

   Sudah belasan tahun ia malang melintang di dunia persilatan tanpa tandingan, tapi sekarang serangannya yang ampuh tak mampu menjatuhkan seorang pemuda.

   macam Tian Pek, bisa dibayangkan betapa kesalnya.

   Dengan mempergencar serangan, kalau bisa dia hendak membinasakan Tian Pek dengan sekali hantam.

   Suatu ketika, tiba2 terdengar benturan keras.

   "Ptak! Plak!"

   Menyusul mana tubuh kedua orang itu saling berpisah sejauh dua tombak Iebih.

   Tiat-ih hui-peng berdiri dengan wajah hijau membesi dan mata melotot, sebaliknya Tian Pek juga berdiri dengan muka buram dan mendelik.

   Agak lama kedua orang itu saling memandang dengan gusar, dan tidak saling menyerang pula.

   Watak Siang-lin Kongcu suka pada orang pandai, ia sangat gembira karena berhasil menemukan seorang jago muda yang ilmu silatnya mampu menandingi Tiat ih-hui pang yang tangguh, selagi ia hendak membentak untuk memisah, mendadak kedua orang yang saling melotot itu membentak keras, kemudian saling menerjang pula.

   "Plak ! Plak ....

   !"

   Benturan nyaring kembali menggelegar.

   Beruntun kedua orang saling beradu tenaga beberapa kali di udara, setelah itu masing2 melayang kembali ke kiri dan kanan gelanggang, sekalipun menangkalah belum bisa ditentukan, namun kedua pihak tetap berdiri tak bergerak dan tak bicara, seperti ayam jago saja mereka saling melotot.

   Tiat-pi-to-liong Kongsun Coh yang sejak tadi hanya berpeluk tangan tiba2 maju malerai sambil tertawa.

   "Hahaha, saudara cilik, memang hebat kau! Tak sangka kepandaian silatmu seimbang dengan kemampuan Lo Peng kita!"

   Jika jago tua ini tidak berteriak begitu keadaan mungkin masih mendingan, tapi justeru mendengar kata2 yang tak sedap didengar ini, hui-peng marasa kehilangan muka, dengan sendirinya dia tambah gusar dan nekad.

   Sambil membentak mendadak kedua tangannya mencengkeram Tian Pak dengan sepenuh tenaga.

   Sudah tentu Tian Pek tak tinggal diam, dengan segenap tenaga ia sambut ancaman tersebut dengan keras lawan keras.

   "Blang!"

   Dua arus pukulan terbentur dan mengakibatkan goncangan hebat, debu pasir beterhangan memenuhi udara.

   Di tengah berembusnya angin puyuh yang bercampur dengan debu pasir, terlihatlah sesosok bayangan melayang ke atas bagaikan seekor burung rajawali, setelah mencapai ketinggian dua-tiga tombak lalu menukik ke bawah, kedua telapak tangannya terus menabas pula.

   Rupanya Tiat-ih-hui-peng telah menggunakan baju mestika sayap bajanya untuk melambung ke udara, karena sejak tadi tak berhasil merobohkan lawan, maka setelah melambung ia melancarkan serangan lagi dengan segenap kekuatan yang dimilikinya.

   Tian Pek tetap tak gentar, dengan jurus Pahong-ki-teng (raja bengis mengangkat wajan), kedua telapak tangannya memapak ke atas.

   "Blang!"

   Kembali terjadi benturan keras, pusaran angin kencang menyebar ke sekitar gelanggang, kawanan jago istana keluarga Kim berpekik kaget dan melompat mundur.

   Gagal dengan serangannya, cepat Tiat-ih-huipang melambung lagi ke atas, ia berputar beberapa kali kemudian melayang turun ke atas tanah dan memandang dengan mata melotot, dengan tenang ia menantikan robohnya anak muda itu.

   Rupanya ia telah mengerahkan segenap tenaga sakti Tiat ih sin-kang, selama ini belum pernah ada orang mampu menahan tenaga serangan tersebut.

   Tak sersangka Tian Pek masih tetap berdiri tegak di tempat semula, kuda2nya tetap kuat, malahan matanya memancarkan sinar tajam mengkilat, sama sekali tiada tanda terluka.

   Kenyataan ini bukan saja mercengangkan Tiat-ih-hui peng, bahkan Siang-lin Kongcu kakak beradik, Tiat-pi-to-liong serta jago istana keluarga Kim lainnya ikut melongo, peristiwa ini betul2 di luar dugaan siapapun.

   Sebagai orang yang yang suka mencari bakat bagus, sejak melihat ketangguhan Tian Pek, timbul niat Siang-lin Kongcu akan menariknya agar berpihak kepadanya.

   Tapi sebelum maksud itu diutarakan, Tiat-ih hui peng keburu melancarkan serangan yang mematikan.

   la tak sempat lagi untuk menghalangi perbuatan anak buahnya, menurut dugaan Suang-lin Kongcu, kali ini Tian Pek pasti akan mati atau terluka parah termakan oleh pukulan dahsyat itu, sebab dia tahu Tiat-ih-hui-peng telah mengerahkan Tiat-ih-sin-kang yang maha dahsyat.

   Apa yang tejadi kemudian sama sekali di luar dugaan, bukan saja Tian Pek mampu menahan pukulan dahsyat yang maha sakti itu, bahkan ia sama sekali tidak terluka sedikitpun.

   Kejadian ini membuat Siang-lin Kongcu semakin kegirangan, dengan sendirinya niat untuk menarik Tian Pak ke pihaknya semakin besar.

   Di pihak lain, air muka Kim Cay-hong telah berubah pucat pias tatkala menyaksikan Tiat-ih hui-peng menyerang dengan Tiat-ih-sin-kangnya, untuk mencegah jelas tak sempat lagi, ia mengira Tian Pek pasti akan celaka, maka dengan sedih ia pejamkan matanya.

   Tak tahunya setelah terjadi benturan keras dan dia membuka mata lagi, Tian Pek masih berdiri dengan gagahnya, hal ini membuat anak dara itu bersorak kegirangan.

   Reaksi Tiat-pi-to-liong berbeda lagi, ialah yang paling jelas mengetahui sampai dimanakah kelihayan Tiat-ih-sinkang rekannya, apalagi serangan itu dilepaskan dari udara disertai pula dengan daya luncur yang kuat, ia merasa dirinya sendiri juga belum tentu mampu menahan serangan itu.

   Dan sekarang Tian Pek ternyata sanggup menyambut serangan maut itu dengan mantap, saking herannya sampai lama ia tak mampu bersuara dan dengan mata tebelalak lebar ia mengawasi Tian Pek.

   "Bocah ini luar biasa tangguhnya, kalau melihat umumya jelas masih sangat muda, tapi aneh, kenapa Kungfunya sudah mencapai tarap satinggi ini dan melampaui jago tua seperti diriku, sungguh kejadian yang sukar dimengerti, .....

   "

   Demikian ia berpikir. Pada saat itulah, tiba2 Tian Pek membentak keras.

   "Kau juga merasakan suatu pukulan Siauyamu ini!"

   Berbareng dengan bentakannya, ia sedikit mendak ke bawah, tenaga murni terhimpun pada perut, pelahan kedua telapak tangannya di dorong ke depan.

   Inilah jurus Se-thian-lui-im (suara guntur di langit barat), satu jurus pukulan yang tangguh dari Lui-im--hud-ciang ajaran Sin-lu-tiat-tan.

   Segulung angin lembut menyambar ke depan mengikuti gerakan tangan anak muda itu, kendatipun tidak terdengar desingan akan tetapi suatu embusan angin kencang yang tak terwujud lantas meluncur ke depan dan mengurung sekujur badan musuh.

   Tiat-ih-hui pang terhitung jago lihay yang berwatak angkuh, ia lihat pukulan Tian Pek itu sangat enteng dan sedikrtpun tiada tanda mengerikan, akan tetapi sebagai seorang jago yang berpengalman, tentu saja dia sadar bahwa pukulan tersebut pastilah sejenis pukulan lunak yang lihay.

   Ia malu untuk berkelit, musuh yang masih muda beliapun berani menyambut dua kali serangannya dengan keras lawan keras, masa ia tak berani menyambut pukulan lawan yang kelihatan enteng ini? Terpaksa sambil menggignt bibir dia himpun segenap kekuatan pada kedua telapak tangan dan menyambut datangnya ancaman.

   Tiat-pi-to hong yang menonton di samping merasakan anehnya pukulan anak muda itu, satu ingatan cepat melintas dalam benaknya, ia teringat pada suatu cerita yang pernah didengarnya sekalipun belum pernah disaksikan dengan mata kepala sendiri, yaitu sejenis ilmu pukulan sakti dari benua barat.

   Cepat ia berteriak.

   "Saudara Pah, hati2 ilmu pukulan Lui im bud-ciang.......... ."

   Tapi sayang peringatan itu terlambat, belum lenyap suara. Tiat-pi to hong, telapak tangan Tiat ih-hui-pang telah saling beradu dengan angin pukulan Tian Pek.

   "Blang!"

   Benturan keras segera bergetar, debu pasir beterbangan Tiat-ih-hai peng mencelat sejauh beberapa tombak, kendati tidak sampai roboh, namun air mukanya berubah jadi hijau, napasnya berat dan sayap besi di badannya mengembang-kenpis seperti perahu, dia hendak "terbang"

   Lagi tapi gaga! ..... Ilmu pukulan Lui-im-bud-ciang yang hebat itu sekalipun si "Monyet Sakti"

   Tak sanggup menyambut serangan tersebut dengan keras lawan keras, apalagi Tiai-ihhul-peng.

   Padahal Tian Pek baru saja mempelajari ilmu pukulan itu, akan tetapi teraga pukulannya sudah luar biasa.

   Masih untung Tiat-ih-hui-peng dilindungi oleh baju bersayap, kalau tidak, mungkin sejak tadi dia sudah roboh tak bernyawa.

   Sekejap itu kawanan jago istana keluarga.

   Kim serta Siang-lin Kongcu kakak beradik jadi tertegun kaget dan heran, Tiat-ih-hui-peng yang menjadi andalan mereka ternyata kena dihajar sampai mencelat oleh seorang pemuda yang belum terkenal, apabila tidak menyaksikan sendiri, siapapun takkan percaya.

   "Pukulan sakti yang hebat!"

   Tiba2 ada orang berseru memuji di belakang sana. "Engkoh Tian!"

   Terdengar pula seorang gadis penyapa.

   Semua orang berpaling, tampak lah seorang pamuda tampan berdandan sederhana bersama seorang nona cantik jelita sedang menghampiri gelanggang, Nona ini berusia enambelas atau tujuhbelasan, cantik bak bldadari dari kahyangan, meskipun Kim Cay-bong terhitung Kanglam-te-it-hi-jin, tapi kecantikan anak dara itu tidak berada di bawah Kim Cay hong.

   Lebih2 mukariya yang masih ke-kanak2an itu, gerak geriknya lincah, siapa lagi dia kalau bukan Tian Wan-ji.

   Sedangkan pemuda tampan berdandan sederhana itu bermata jeli, hidung mancung, alis tebal serta perawakan yang tinggi kekar.

   Sekalipun ia berdandan sebagai orang udik, tapi kesederhanaannya itu tidak mengurangi kegantengannya Berbicara tentang ketampanannya, ia tak kalah dengan kegantengan Tian Pek, malah lebih gagah daripada Tian Pek, berbicara soal kegagahan dan ketampanan juga, melebihi Siang-lin Kongcu, malahan terasa lebih sederhana dan lebih polos.

   Tian Pek tidak kenal dengan pemuda tampan ini, namun ketika dilihatnya dia muncul bersama Wan ji, terasa kecut juga hatinya.

   Mengapa timbul perasaan begitu, Tian Pek sendiripun tak sanggup menjawab, sekalipun ia tidak menaruh perasaan apa2 terhadap Wan-ji, tapi entah mengapa, ketika menyaksikan nona itu berada dengan pemuda lain, hatinya jadi kurang senang...........

    Wan -ji tak peduli lagi perasaan orang lain, begitu melihat Tian Pek ada di situ, dia lantas berseru girang dan bagaikan burung kecil dia menubruk ke arah pemuda itu dan merangkul bahunya sambil berseru kegirangan.

   "Engkoh Tian, apakah ilmu silatmu sudah jadi? O, bagus sekali .....

   "

   Ketika Wan--ji muncul bersama pemuda tampan tadi, meskipun dalam hati Tian Pek merasa cemburu, akan tetapi perasaan itu tak sampai diperlihatkan.

   Berbeda dengan pemuda tampan itu, ketika melihat Wan-ji bersikap begitu mesra pada Tian Pek, air mukanya kontan berubah hebat, rasa cemburu dan benci selintas berkelebat di wajahnya.

   "Hehehe, tampaknya kalian sudah lama saling kenal.....

   ' jengeknya segera.

   Kim Cay-hong tertarik juga oleh ketampanan pemuda yang baru datang, ia pandang pemuda itu dengan melenggong, tapi ketika Wan-ji bermesraan dengan Tian Pek, cepat ia alihkan pandangannya kepada kedua orang itu, wajahnya juga terlintas rasa cemburu.

   "Bukan saja kenak bahkan kelihatan hubungan mereka sudah sangat erat,"

   Demikian ia menukas dengan mencibir. Hanya Siang-lin Kongcu yang tidak terpengaruh apa2 atas kedatangan kedua muda mudi itu, dengan jiwanya yang terbuka dan wataknya yang suka bersahabat, cepat ia melangkah ke depan dan memberi hormat, katanya.

   "Caybe Siang-lin, apa boleh kutahu siapa nama besar ksatria muda ini?"

   Air muka pemuda tampan tadi kembali berubah, cepat dia balas mewberi hormat.

   "O, maaf! Kiranya engkau Siang-lin Kongcu dari Lam-keng, aku ini orang miskin, orang menyebut diriku sebagai Toan-hong, sungguh beruntung dapat berkenalan dengan anda!"

   Semua orang melengak setelah pemuda itu memperkenalkan diri, pemuda udik ini ternyata tak-lain- tak-bukan adalah Toan-hong Kongcu yang punya nama besar sejajar dengan Siang-lin Kongcu.

   Air muka Siang-lin Kongcu juga berubah setelah mengetahui siapa lawannya, hasrat akan menarik orang ke dalam lingkungannya segera lenyap, diam2 timbul pikiran akan menjatuhkan pihak Iawan, segera ia tertawa terbahak2.

   Hahaha, suatu pertemuan yang sama sekali tak terduga!"

   Serunya lantang.

   "tak tersangka anda inilah Toan-hong Kongcu yang terkenal itu."

   "Suatu pertemuan yang sangat berarti!"

   Sambung Wan-ji dari samping dengan tertawa.

   "Siang lin yang simpatik serta Toan-hong yang suka keluyuran bertemu di sini, bila kuundang kehadiran engkohku. kemudian menemukan pula An-lok yang romantis, waah, kan terjadilah pertemuan Bu lim-su kongcu."

   Mendengar itu, Siang-lin Kongcu berpaling dengan terkejut.

   "O, jadi kakak nona adalah Lang--hong Kongcu?"

   Tanyanya.

   "Betul,"

   Sahut Wan-ji sambil tertawa. Siang-lin Kongcu bergelak tertawa.

   "Hahaha, kalau begitu tolong nona. Buyung suka menyampaikan pesanku kepada kakakmu, katakan saja bahwa Siang-lin dari Lamkeng ingin sekali berjumpa..."

   "Kau keliru, aku tidak she Buyung, aku she Tian!"

   Sela Wan-ji.

   "O, jadi nona dan Leng-hong Kongcu bukan saudara sekandung?"

   Tanya Siang-lin Kongcu. Wan-ji semakin tak senang hati.

   "Siapa bilang aku bukan saudara sekandung engkohku"

   Aku she Tian.

   "

   Biji matanya yang jeli tiba2 melirik sekejap ke arah Tian Pek, kemudian sambil menggenggam tangan pemuda itu ia menyambung.

   "Aku she Tian, sama seperti she engkoh Tian ini!"

   Tergetar hati Tian Pek mendengar ucapan gadis itu, biarpun ia tahu gadis itu she Tian karena ikut nama marga ibunya, tapi secara blak2an di hadapan orang banyak gadis itu mengaku mengikuti she dirinya, ucapan yang begitu berani dan mesra.

   Iapun heran setelah mengetahui bahwa su-kongcu yang amat tersohor itu ternyata tidak sailing mengenal, padahal ayah mereka berempat sama2 tergabung dalam..........

   jit hiap di masa lampau.

   Mungkinkah ayah mereka tak pernah berhubungan lagi sejak peristiwa.

   pembunuhan ayah? Tebakan Tian Pek memang tepat, sejak keenam orang dari Kanglam-jit-hiap membinasakan kakak angkat mereka, Tian Iu-thian, dan membagi rata harta karun yang berhasil mereka rampas, masing2 lantas hidup terpisah dan tak pernah berhubungan !agi, lebih2 setelah mereka beristeri dan beranak.

   bahkan boleh dibilang tak pernah berjumpa kembali, dihadapan anak isteri merekapun tak pernah mengungkap kejadian tentang Kanglam-jit-hiap, dengan begitu keturunan merekapun tidak saling mengenaI dan tidak mengetahui rahasia orang tua mereka.

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Di antara keenam orang itu, hanya Buyung Ham dan Hoan Hui saja yang masih bergaul rapat dan sering mengadakan hubungan.

   Tapi suatu peristiwa telah terjadi menyangkut rumah tangga mereka.

   Soalnya isteri Buyung Ham adalah perempuan cantik yang tersohor, sedang Buyung Ham adalah laki2 yang besar rasa cemburunya, ia tak senang bila isterinya bergaul dengan laki2 lain, seringkali dia jadi berang karena cemburunya ini.

   Suatu hari, Hoan Hui suami-isteri berkunjung ke rumah Buyung Ham, kebetulan pada waktu Buyung Ham tidak ada di rumah, karena udara sangat panas, isteri Buyung Ham mengundang nyonya Hoan untuk mandi di dalam kamarnya.

   sementara Hoan Hui sendiri duduk iseng di serambi, karena terembus angin yang sepoi2 akhirnya ia tertidur.

   Ia tak menyangka bahwa tempat duduknya yang dekat pintu masuk ke kamar tidur nyonya Buyung Ham akan menjadi persoalan, Buyung Ham mendadak pulang dan naik darah demi menyaksikan Hoan Hui berada di situ, dia mengira isterinya main gila dengan Hoan Hui, hal ini diperkuat setelah mendengar suara air mandi di dalam kamar.

   Tanpa mencari keterangan lebih jauh, dengan gusar ia langsung menerjang masuk kedalam kamar mandi, tentu saja nyonya Hoan Hui yang sedang mandi menjerit kaget, tubuhnya yang bugil terlihat semua oleh Buyung Ham.

   Betapa malu dan sedih isteri Hoan Hui, nyonya Buyung juga mencaci maki suaminya yang tidak tahu aturan.

   Keributan ini dengan cepat tersiar ke seluruh gedung, hampir semua orang mengetahui kejadian ini, tentu saja Hoan Hui dan isterinya menjadi malu dan buru2 pulang.

   Bila kejadian hanya sampai di sini saja mungkin tidak menjadi soal lagi, justeru setelah peristiwa itu di dunia persilatan lantas tersiar berita yang mengatakan bahwa Buyang Ham dan Hoan Hui saling tukar isteri dan berbuat tak senonoh di kamar mandi, keruan isteri Hoan Hui tak tahan menanggung malu, suatu malam akhirnya ia membunuh diri.

   Dari sinilah dendampun timbul sampai belasan tahun kemudian ketika tiga jago keluarga Hoan telah dewaca, bersama adik kecil perempuannya dan puluhan jago lihay mereka menyerbu ke gedung keluarga Buyung untuk melakukan pembalasan! Begitulah Siang-lin Kongcu baru tahu setelah Wan-ji menerangkan bahwa ia she Tian karena mengikuti she Tian Pek, sambil tertawa segera ia berkata.

   "O, jadi nona Buyung telah mengikat perjodohan dengan Tian-heng? Hahaha, yang perempuan cantik dan yang laki2 tampan, kalian memang dua sejoli yang amat cocok, kionghi, kionghi ......

   "

   Merah jengah wajah Wan-ji dan Tian Pek mendengar ucapan itu, mereka tahu Siang-lin Kongcu telah salah paham, sementara di pihak Kim Cay-hong dan Toanhong Kongcu juga lantas unjuk wajah kecewa.

   "Kongcu,"

   Buru2 Tian Pek berseru.

   "bukan begitu duduknya perkara, engkau keliru, kami tidak...."

   Belum Tian Pek menyelesaikan kata2nya, Toanhong Kongcu telah putar badan dan berlalu dengan langkah lebar. Siang-ling Kongcu tidak melayani pula sanggahan Tian Pek, ketika dilihatnya Toan hong Kongcu berlalu tanpa pamit, cepat dia berseru.

   "Toanhong Kongcu, harap tunggu sebentar! Masih ada urusan ingin kubicarakan dengan engkau..........

   "

   "Maaf, Toan-hong masih ada urusan lain, selamat tinggal!"

   Jawab pemuda itu tanpa berpaling. Siang-ling Kongcu bertindak cepat, sekali melayang tahu2 ia sudah mengadang di depan Toan--hong Kongcu. "Toan-hong Kongcu, sekalipun ada urusan kenapa musti ter buru2 pergi?"

   Ucapnya.

   "ada suatu urusan ingin kutanyakan padamu, apakah kau bersedia menjawab?"

   "Urusan apa?"

   Jawab Toan-hong.

   "Bukannya tinggal di rumah indah yang ada di kota Hang-ciu, Kongcu jauh2 malah datang ke Kim-leng yang gersang ini? Apa boleh kutahu untuk urusan apakah Kongcu berada di sini?"

   Toan-hong Kongcu unjuk muka tak senang, ia tertawa dingin dan menjawab.

   "Gunung dan hutan tak bertuan, sudah biasa aku Toan-hong suka berpesiar ke mana saja yang kukehendaki, kenapa kau melarang kebebasanku?"

   "Hehehe, jalan yang ada di dunia ini memang diperuntukkan semua manusia, tentu saja kami tidak berani mengalangi kehendak Toan-hong Kongcu untuk berpesiar. Cuma keadaan pada saat ini lain daripada biasanya, maka ingin kuketahui alasan Kongcu berkunjung ke sini!"

   Siang-lin Kongcu suka bergurau dan simpatik, tapi kini bicara dengan serius, ia tak pernah main kasar bilamana tak perlu, tapi sekarang berbicara dengan muka gusar, sikap macam ini jarang terjadi.

   Rupanya kawanan jago istana keluarga Kim dapat merasakan pula sikap majikan mereka, serentak mereka mengerumun dan mengambil posisi mengepung.

   Asal Siang-lin Kongcu memberi aba2, maka kawanan jago itu serentak akan menyerbu..........

   Toan-bong Kongcu memandang sekejap sekelilingnya, tiba2 ia tertawa dan berkata.

   "Hahaha, kalau aku keberatan untuk menerangkan? Kalian mau apa?"

   "Terpaksa aku menahan dirimu!"

   Jawab Siang-lin Kongcu sambil menarik muka. "Hahaha, kau akan main kerubut?"

   "Aku sendiri saja masih mampu menahan dirimu di sini!"

   Sahut Siang Li Kongcu dengan marah.

   Tiat-pi-to-liong tiba2 melangkah ke depan.

   ujarnya.

   "Kongcu, untuk menangkap bocah ini tak perlu turun tangan sendiri, serahkan saja tugas ini kepada Kongsun Coh, ingin kucoba sampai di manakah kelihayan Toanhong Kongcu yang tersohor itu!"

   Tapi Siang-lin Kongcu memberi tanda pada Tiat-pi-to-liong agar jangan maju, katanya pula kepada Toan-liong Kongcu.

   "Bicara terus terang, kami telah kehilangan sebuah benda berharga di sakitar bukit ini, kebetulan Kongcu juga berada di sini, hal inilah yang menimbulkan curiga kami atas diri Kongcu!"

   "Hehehe, apa betul kau kehilangan barang dan bukan barang rampasan yang kemudian diserobot orang?"

   Ejek Toan-hong. Air muka Siang-lin Kongcu seketika berubah hebat, ia membentak nyaring.

   "Bagus, rupanya kau inilah pelakunya! Lihat serangan."

   Sekaligus dua jarinya terus menyolok mata Toan-hong Kongcu, sementara telapak tangan kanan juga memotong bahu kiri lawan, satu jurus dua gerakan, serangan keras dan lihay. Bagus!"

   Bentak Toan-hong Kongcu.

   Sedikit miring ke samping, tangan kanan balas menghantam sikut kiri Siang-lin Kongcu, sedang tangan kiri mencengkeram pinggang kanan lawan, dengan serangan ia patahkan serangan lawan, sungguh hebat caranya.

   Dengan gerakan yang sama2 cepat dalam waktu singkat kedua pihak telah bertempur beberapa gebrakan.

   "Blang! Blang!"

   Benturan keras menggelegar, tiba2 kedua orang memisahkan diri kebelakang.

   Toan-hong Kongcu merasakan lengannya linu, kaku dan kesemutan, sedangkan Siang-lin Kongcu merasa telapak tangannya sakit, panas pedas, nyata kekuatan kedua pihak seimbang.

   Setelah saling melotot sekejap, sekali lagi Siang-lin Kongcu menerjang maju, pukulan demi pukulan dilepaskan dengan kecepatan tinggi, secara beruntun dia memukul beberapa kali sehingga Toan-hong Kongcu terdesak mundur beberapa kaki.

   Penasaran jago muda itu, ia membentak keras dan melancarkan serangan balasan dengan pukulan-pukulan yang tak kaiah cepatnya.

   Tiat-pi-to-tiong kuatir majikannya terluka, ia membentak dan ikut terjun ke tengah gelanggang, pukulan dahsyat segera menyambar punggung Toan hong Kongcu.

   Sekuatnya Toan hong melancarkan pukulan maut dan memaksa mundur Siang-lin Kongcu, lalu dia melompat ke samping.

   ia berhasil lolos dari ancaman pukulan Tiat-pi-to-liong pada saat yang tepat.

   Setelah pemimpinnya turun gelanggang, kawanan jago lainnya ikut bergerak pula mendekati gelanggang, dalam sekejap Toan-hong Kongcu sudah terkurung rapat.

   Dengan angkuh pemuda itu berdiri tegak di tengah gelanggang, tiba2 ia menengadah dan tertawa ter-bahak2, katanya.

   "Hahaha, sungguh tak tersangka Siang-lin Kongcu yang tersohor namanya adalah manusia pengecut yang suka cari kemenangah dengan main keroyok!" Mendadak ia masukkan jari kecil ke mulut dan bersuit melengking panjang. Suitan nyaring menggema angkasa, serentak dari hufan sisi kiri sana muncul puluhan sosok bayangan manusia, mereka adalah sekawanan pengemis yang bersenjata tongkat penggebuk anjing. Menyusul munculnya kawanan pengemis itu, dari hutan sebelah kananpun bermunculan puluhun orang pengemis lain yang juga bersenjata pentung. Dalam waktu singkat, di sekeliling situ telah muncul kawanan pengemis bersenjata pentung bambu, sedikitnya berjumlah ratusan orang. Baik, Siang-lin Kongcu maupun kawanan jago istana keluarga Kim serentak berdiri tertegun, sama sekali mereka tak menyangka kalau Toan-hong Kongcu telah menyiapkan barisan pengemis yang begitu banyak jumlahnya di sekitar bukit. Begitu muncul dari tempat sembunyinya, kawanan pengemis itu lantas membuat kegaduhan dengan teriakan2.

   "O, kasihan tuan, berilah sedekah pada kami.......... !"

   "Kasihanilah kami orang miskin yang tak punya.......... !! "Berilah uang kecil, sudah tiga hari kami tidak makan.......... !"

   "Berilah sisa makanan buat kami orang yang tak punya..... kami lapar."

   Sambil ber-teriak2 kawanan pengemis itu berkerumun maju, dalam waktu singkat sekeliling gelanggang tadi sudah terkepung.

   "O, rupanya dia pentolan kaum pengemis!"

   Bisik Wan-ji dengan dahi berkerut, "Siapa yang kau maksudkan pentolan kaum pengemis?"

   Tanya Tian Pek tak mengerti. Sambil mencibir Wan-ji menunjuk ke arah Toan hong Kongcu.

   "Itu dia, masa tidak tahu?' Teringat pada kemunculan Wan ji bersama pemuda tampan itu, cepat dia bertanya.

   "Wan-ji, bagaimana hasilmu berlatih silat dari Sin-kau? Kenapa kau bisa berkumpul dengan Toan-hong Kongcu?"

   Wan ji lantas menuturkan kisahnya waktu mencari gua bersama Sin kau dan bagaimana mereka salah minum air Sin-gin-han-cwan dan sebagainya ......

   Kemudian iapun menceritakan cara bagaimana ia mendapat latihan ilmu silat dari Sin kau dan pada hari yang kesembilan puluh "Monyet Sakti"

   Itu menemui ajalnya, bagaimana pula Toan-hong Kong-cu muncul serta bantu mengubur jenazah orang tua itu.

   Sepanjang mendengarkan penuturan tersebut, dalam hati Tian Pek memikirkan satu kejadian yang mencurigakan, yaitu keterangan yang dilukiskan Wan-ji mengenai kelima sosok mayat yang ditemukan dalam gua.

   Ia menduga kelima orang itu bisa jadi adalah Yam-in-ngo pah thizIn yang membegal barang kawulannya di hutan tempo dulu itu.

   Padahal Yan-in ngo-pah-thian tidak berhasil membegalnya, darimana mereka bisa mendapatkan kedua peti intan permata itu dan mengapa mereka mampus di dalam gua sana? Ia tak sempat berpikir lebih jauh karena kawanan pengemis tadi telah mengepung semakin rapat, dengan sendirinya suasana menjadi tegang dan tak sempat lagi baginya untuk menanyai Wan-ji.

   Setelah gelariggang terkepung rapat, Toan hong Kongcu tertawa ter-bahak2, katanya.

   "Ha-haha, mereka suka mencari kemenangan dengan jumlah banyak, mari kita pun mencari kemenangan dengan jumlah orang yang lebih banyak!"

   Bicara sampai disini, anak muda itu lantas melompat ke atas dan duduk di sebuah batu karang yang tinggi letaknya, lalu katanya lagi.

   "Saudara-saudaraku kaum miskin, orang2 yang berada di hadapan kalian sekarang adalah tuan2 besar yang paling kaya di wilayah ini, baik2lah kalian minta sedekah kepada beberapa orang di antaranya!"

   Mendengar ucapan tersebut, kawanan pengemis itu segera angkat tongkat dan mulai berkeliaran ke sana kemari sambil ber-teriak2 minta sedekah.

   Hanya saja teriakan kali ini sangat beraturan ibaratnya serombongan peuyanyi koor, setelah pemimpinnya menyanyikan sebait lagu, lalu kawanan pengemis lainnya menyambung dengan irama yang mirip kidungan.

   Terdengar pemimpin rombongan pengemis itu mulai berteriak lantang.

   "Kita semua adalah kaum miskin yang tak bisa makan .....

   "

   "Kaum miskin! Kaum miskin..........

   "

   Demikian kawanan pengemis lain lantas menyambung bersama "Sekuntum bunga teratai, mekar indah menawan"

   "Bunga teratai, bunga teratai .....habis mekar lantas rontok..........

   "

   Di tengah senandung itulah rombongan pengemis itu mulai angkat pentung mereka dan bergebrak ke sana kemari dengan teraturnya, dalam sekejap mereka telah membentuk suatu barisan pengemis yang rapi.

   Tian Pek masih hijau, Wan-ji juga baru pertama kali keluar rumah tentu saja belum pernah mereka saksikan barisan pengemis sebanyak ini, seketika mata mereka terbelalak mengikuti barisan kaum jembel yang hebat itu.

   Lain halnya dengan sepasang pengawal baja istana Kim yang sudah kenyang pengalaman dunia Kangouw, mereka tau kawanan minta2 itu sedang membentuk barisan pengemis yang ampuh, air muka mereka sama berubah hebat.

   Mereka menyadari musuh tangguh yang dihadapi, sedikit salah bertindak niscaya jiwa akan melayang.

   Mendingan kalau cuma beberapa korban yang jatuh bila Siang-Ian Kongcu kakak-beradik juga cedera, bukan saja nama besar mereka yang terpupuk selama ini akan hancur, tentu merekapun tak punya muka untuk bertemu lagi dengan Cing-husin Kim Kin.

   Dalam pada itu, Tiat-ih-hui-peng yang terluka oleh pukulan Lui-im-hud-ciang Tian Pek tadi sudah dapat memulihkan tenaganya, ia lantas menghampiri Siang-lin Kongcu dan siap menghadapi serangan kawanan pengemis itu.

   Suasana itu cukup tegang dan mendebarkan hati.

   Tiat-pi-to-liong berbisik kepada Siang-lin Kongcu.

   "Kongcu, engkau harus ber-hati2, barisan kaum jambel ini tak boleh dipandang enteng, biar aku dan Pah-hiante yang membendungnya lebih dahulu, sementara nona dan Kongcu berusahalah mundur dan melepaskan diri dari kepungan, bila ada urusan kita bicarakan lagi nanti."

   Dalam hati Kongcu memang ada niat mundur lebih dahulu terutama setelah menyaksikan betapa hebat gerakan ratusan pentung pengemis itu maka ia terima kisikan Kongsun Coh itu dengan mengangguk.

   Tiat-pi-to-liong menunjuk pula Thiati-bun-itkiam (pedang sakti dari Thian-bun Ong Yau-beng, Siang-san-coa (ular dari bukit Siang-san) Cau Liang serta Hengsan-ji-niau (sepasang burung dari Hang-sat)) kakak beradik Auyang untuk melindungi Sianglin Kongcu kakak beradik, sementara jago yang lain ikut sepasang pengawal baja untuk membendung barisan kaum pengemis.

   Dikala Tiat-pi-to-liong mengatur siasat, kawanan pengemis sudah makin dekat, terdengar pemimpin pengemis berseru lagi.

   "Perut lapar, Loya yang kaya, berilah kami sedekah!"

   "Beri sedekah! Beri sedekah ..... ! "

   Sambung kaum pengemis serentak. Toan-hong Kongcu yang duduk di atas batu karang mendadak menyela.

   "Hei, kalian jangan menyanyi melulu, orang kaya biasanya pelit, mau minta sedekah harus cepat!"

   Pemimpin pengemis itu tetap menyanyi.

   "Dua kuntum bunga teratai mekar bersama!"

   Beratus pentung bambu tiba2 diangkat, berbareng kawanan pengemis lantas berteriak.

   "Bunga teratai, bunga teratai, habis mekar segera rontok!"

   Serentak beratus batang pentung bambu mulai berputar dengan kencangnya, begitu nyanyian berakhir pentung bambu terus menyabat Siang-lin Kongcu dan rombongannya.

   Tiat-pi-to-liong bertindak cepat, ia lantas membentak, dengan tenaga pukulan dahsyat ia sambut ancaman tersebut.

   Angin pukulan mendampar bagai ombak samudera yang ber-gulung2.

   Pada saat yang sama, Tiat-ih-hui-pang juga berpekik nyaring, sayap bajanya berkembang dan melayanglah dia ke udara, dari atas ia melancarkan serangan Tiat-ih-sin-kang ke arah kawanan pengemis.

   Tapi barisan perang kaum pengemis ini sangat ruwet perubahannya dan berdasarkan perhitungau Ngo-heng dan Pat-kwa, malah ada orang yang membandingkan barisan ini dengan ketangguhan Lo-hantin dari Siau-lim-pay.

   Di tengah suara kidungan kaum pengemis itu, serangan gabungan kedua pengawal baja telah dipatahkan bahkan para jago istana Kim berikut Siang-lin Kongcu kakak beradik terkepung semakin rapat oleh barisan itu, Malahan Tian Pek dan Wan-ji yang tidak ikut berurusan juga terkepung di tengah.

   Gusar dan mendongkol Wan-ji melihat kawanan pengemis itu semakin mendekat, dengan dahi berkerut dia menghardik.

   "Bagus, jadi akupun tidak kalian lepaskan?"

   Seraya membentak, dua jari menjentik, dua arus angin segera menyambar ke depan.

   "Bluk! Bluk!"

   Dua sosok tubuh seketika roboh tak berkutik.

   Sungguh kejadian aneh.

   Coba bayangkan, kalau tenaga gabungan hu-siang tiat-wi yang dahsyatpun tak mampu merobohkan orang dari barisan pengemis, tapi hanya jentikan jari seorang nona berusia tujuh-belasan berhasil merobohkannya.

   Tapi sekilas pandang saja Tian Pek lantas tahu darimana ilmu, jentikan ini.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
sebab Sin lu-tiat-tan pernah beritahu kepadanya bahwa Sinkau, si monyet sakti memiliki beberapa macam ilmu sakti, antara lain adalah ilmu jentikan jari tersebut.

   Maka dengan kaget bercampur heran ia barseru.

   "Wan-ji jadi kau telah menguasai pula Sohhun-ci (ilmu jari pembetot sukma) dari monyet sakti?"

   "Huh, tadinya aku tidak mau belajar.. tapi makhluk tua itu memaksa aku belajar, apa boleh buat? Terpaksa aku mempelajarinya!"

   Jawab Wanji mencibir. Lalu sambil tertawa genit ia menambahkan.

   "Tapi engkoh Tian tak perlu kuatir, tak nanti kugunakan ilmu keji ini untuk menghadapi dirimu..........

   "

   Diam2 Tian Pek kurang senang, ia merasa tidak pantas Wan-ji menyebut Sinkau sebagai makhluk tua.

   Jelek2 Sin-kau telah mewariskan ilmu silatnya kepada gadis itu, walapun resminya bukan guru dan murid, pada hakikatnya antara kedua orang itu sudah mempunyai hubungan begitu, padahal orang persilatan sangat menghormati guru mereka, sebutan kasar tadi berarti pula tidak menghormati gurunya.

   Di samping itu Tian Pek juga tak senang karena Wan-ji berjanji tak akan menggunakan ilmu sakti itu padanya, meski hal itu timbul dari maksud baik si nona yang jatuh hati padanya, tapi bagi Tian Pek ucapan tersebut sebagai suatu penghinaan.

   Dengan dahi berkerut pemuda itu segera akan mengumbar rasa marahnya, tapi kawanan pengemis tadi telah bertindak, melihat dua rekannya tewas di tangan gadis itu, daya tekanan barisan yang maha dahsyat itu lantas dialihkan ke arah Wan-ji dan Tian Pek.

   Terdengar pemimpin mereka bernyanyi.

   "Nona yang kaya. berilah sedekah! Siauya yang baik hati kasihanilah............!' "Minta sedekah............. minta sedekahl ......

   "

   Kawanan pengemis berteriak serentak.

   "Tiga kuntum bunga teratai, mekar bersama!"

   "Bunga teratai, mekar bersama....

   "

   Ratusan pentung kembali berputar di udara, di antara kelebatan bayangan pentung yang memenuhi udara serentak memburu ke tubuh Tian Pak dan Wan ji.

   Jelas kaum jambel itu telah murka, daya serangan mereka sekarang berlipat dahsyat daripada ancaman terhadap kedua pengawal baja tadi.

   Wan ji terkesiap, cepat kedua tangannya beraksi, berbareng empat jari tangannya menjentik pula untuk menghalau musuh.

   Soh-hun-ci memang lihay, di tengah desiran angin jari yang tajam itu dua orang pengemis kembali roboh tak bernyawa.

   Segera empat tokoh pengemis menyergap maju, keempat jari Wan-ji menjentik pula, tapi hanya dua orang saja roboh terluka, sementara dua jentikan lain tidak mengenai sasarannya.

   Namun beratus bayangan pentung dari barisan itu serentak menyambar pula ke arah Wan-ji.

   Wan-ji menjerit kaget, kedua tangannya bergerak naik-turun, menghantam sana dan menangkis sini, ditambah Ni-gong-hoan-ing yang gesit, ia terus menyelinap kian kemari.

   Tian Pek yang berada di sampingnya juga segera bertindak, ia menyerang dengan ilmu pukulan Lui-im-hud-ciang.

   Pukulan yang lunak dengan tenaga besar, ia dapat merobohkan tiga atau lima orang pengemis yang berada paling depan, tapi berpuluh jago pengemis lain segera mendesak maju sehingga sukar untuk membendungnya.

   Sabagaimana Wan-ji, karena ilmu pukulan Lui-im-hud-ciang itu baru saja dipelajari, maka daya serangan Tian Pak juga belum sanggup mencapai puncaknya.

   Ketika merasakan tekanan musuh yang sangat kuat, menyusul ratusan bayangan pentung menyambar bersama, pemuda ini jadi gugup dan lupa memainkan Lui-im-hud-ciang terpaksa ia cuma berkelit ke kiri dan menghindar ke kanan.

   Begitulah, dalam sekejap Wan-ji dan Tian Pek telah terkepung oleh barisan pengemis yang tangguh itu.

   Karena keampuhan yang dimiliki kedua orang itu berbeda, dalam waktu singkat Wan-ji dan Tian Pek sudah terpisah jauh, dalam keadaan begitu mereka harus mengerahkan segenap kekuatan untuk mempertahankan diri, tapi semakin melawan merekapun semakin jauh terperangkap dalam barisan pengemis.

   Kalau di sini Win-ji dan Tian Pek harus melakukan perlawanan yang gigih maka keadaan ini pun dialami oleh kawanan jago istana Kim, kedua pengawal baja serta Sianglin Kongcu kakak beradik telah tercerai-berai oleh kekuatan barisan pengemis sehingga masing2 orang harus bertempur secara terpisah untuk melindungi diri sendiri.

   Sekalipun sebelumnya Tiat-pi-to-liong juga telah mengatur barisan penyerangnya dan membagi pula beberapa jago lihaynya untuk melindungi Sianglin Kongcu, sayang ia tak mengetahui betapa hebatnya barisan musuh, tentu saja usahanya mengalami kegagalan total.

   Kedua pengawal baja mulai melancarkan serangan lagi, satu dari atas dan yang lain di bawah, mereka herusaha menjebol kepungan musuh yang telah mengurung Siang-lin Kongcu.

   Tapi barisan pengemis itu terlalu lihay dan kuat, kendatipun terbentuk dari ratusan orang pengemis, namun akibat perubahan2 barisannya, terciptalah suatu kekuatan yang se-akan2 terdiri dari beribu2 pentung bambu hijau.

   Apalagi kaum jambel itu sama berambut semrawut, baju compang-camping, senjata merekapun sama berupa pentung bambu hijau, satu dan lain hampir serupa, hal inilah yang membikin bingung musuh.

   Hanya Tiat-ih-hui-peng saja agak mendingan, dengan sayap baja mestikanya dia bisa melambung ke udara dan menyerang dari atas, dengan begitu gerakgeriknya masih bebas dan leluasa.

   Sekalipun begitu iapun tak bisa berbuat banyak, sebab apa yang dilihat di bawah hanya bayangau pentung dengan tampang yang dekil, sedang rekan2 nya yang terjebak berbalik hampir tidak kelihatan.

   Sekalipun ia sempat melihat Tiat-pi-to-liong yang berambut putih sedang diamuk bayangan pentung, tapi setiap kali ia memberi bantuan, tahu2 iapun dihujani pentung musuh dan terpaksa ia harus melayang lagi ke atas.

   Begitulah jago keluarga Kim serta Siang Lin-Kongcu seakan2 tenggelam di lautan pentung barisan pengemis.

   Meski Tiat-ih hui-pang dapat melayang di udara, tapi tidak lebih hanya seperti burung yang melintas di lautan lepas dan tidak bisa berbuat banyak.

   Untung Tian Pek dan Wan-ji memiliki ilmu Lui-im-hud clang serta Soh-hun-ci yang hebat, setiap saat mereka mampu membobolkan barisan musuh dan lolos dari kepungan.

   Suatu ketika tiba2 terdengar jeritan ngeri, mayat seorang jago istana keluarga Kim terlempar jauh, sekujur badan merah bengkak dan penuh jalur-jalur matang biru yang mengerikan, jelas orang itu mati konyol karena kena dihajar oleh berpuluh pentung.

   Kejut dan gusar Tiat--ih-hui-peng, ia mengerahkan ilmu sakti Tiat-ih sinkangnya, dengan gerakan Ing po-kiu-siau (burung elang melambung ke angkasa), sayap bajanya dikibaskan.

   ia menyerang dengan gencar.

   "Blang! Blang!"

   Terdengar benturan menggelegar, barisan pengemis yang terpencar itu segera menutup kembali, ketika sayap baja jago tua itu menyambar tiba, otomatis barisan mereka membuka, tapi setelah angin pukulan lewat barisanpun menutup kembali dengan rapat, di tengah nyanyian pentung banbu itu terangkat dan menyabat jago tua itu.

   Dalam keadaan demikian, terpaksa Tiat ih-hui peng melambung lagi ke atas, sebab hanya dengan gerakan itulah dia akan terhindar dari kepungan pentung.

   Sergapan Tiat ih-hui-peng dari udara itu rupanya telah memberi ilham bagi Wan-ji.

   ia berpikir.

   "Daripada terkurung dalam barisan, kenapa aku tidak menggunakan Ni-gong-hoan-ing untuk mengacau barisan mereka, kan lebih baik daripada terkepung di sini."

   Berpikir demikian, ia membentak, jari menyelentik ke depan untuk mendesak mundur musuh, habis itu ia terus melambung tinggi ke udara.

   Setelah berputar di atas, lalu ia melayang ke bawah, ujung kaki menutul ujung pentung lawan dan segera mengapung kembali ke udara.

   Dengan cara inilah Wan-ji bergerak Iincah ke sana kemari dengan leluasa.

   Dasar wajahnya cantik dan tubuhnya Iangsing, gerakan Wan-ji tampak lebih menawan hati, begitu indah gayanya ibarat bidadari yang turun dari kahyangan.

   Toan-hong Kongcu duduk di atas karang sana dan memuji.

   "Gerak tubuh yang indah, sungguh menarik ............"

   Mendingan pemuda itu tidak berteriak, karena suaranya ini dia telah menarik perhatian Wan-ji.

   Sekian lama gadis itu tanpa sebab ikut terkurung di dalam barisan pengemis dan kini baru terlepas dari kepungan, sebaliknya Toan-hong Kongcu enak2 duduk santai di atas batu, kontan meledak marah si nona.

   Cepat dia melejit ke udara, dengan meminjam daya tolak ujung pentung lawan, tubuhnya melayang ke sana, menubruk ke arah Toan-hong Kongcu.

   Dengan ilmu meringankan tubuh Wan-ji menyeberangi barisan pengemis, lalu dia melayang ke atas batu karang yang beberapa tombak tingginya.

   Toan-hong Kongcu bersorak memuji, bahkan bangkit dari tempat duduknya, dengan wajah berseri dia se-akan2 hendak menyambut kedatangan si nona.

   Tapi Wan-ji sudah kadung gemas terhadap pemuda itu yang menyiksa dirinya dalam kepungan barisan, begitu meluncur tiba, suatu jentikan jari yang lihay segera dilontarkan mengarah jalan darah Sam-yang-biat di dada Toan-horg Kongcu.

   Terperanjat pemuda itu, ia tak berani menyambut serangan tersebut dengan kekerasan, cepat ia berkelit ke sampiug, kemudian serunya dengan gelisah.

   "Heh.. nona, ada apa ... Masa akupun kau serang?"

   "Hm, tak perlu berlagak lagi, apa pula maksudmu memerintahkan kawanan pengemis itu mengepung aku?"

   Balas Wan-ji sambil mendengus. Toan-hong Kongcu tertawa getir.

   "Nona, kalau engkau tidak berdiri di tengah mereka, niscaya kawan2 dari perkumpulan kaum miskin itu takkan mengganggu nona. ....

   "

   "Bagus, kalau begitu ingin kuberitahu padamu, bila kau tidak berdiri di sini, akupun takkan menyerang dirimu!"

   Toan-hong Kongcu jadi serba salah, dengan menyengir ia bertanya pula.

   "Kalau begitu. nona suruh aku pergi ke mana?"

   "Peduli amat kau akan ke mana!"

   Sahut Wanji sambil melotot.

   "Pokoknya, bila kawanan pengemis itu sampai melukai seujung rambut engkoh Tian, segera akan kubunuh kau."

   Perkataan ini mengobarkan rasa gusar Toanhong Kongsu, ia merasa gadis itu bukan saja tidak ingat lagi pada kebaikannya, bahkan membela Tian Pek mati2an, ini pula menimbulkan rasa dengkinya.

   Sambil mengerut dahi, napsu membunuh terlintas pada wajahnya yang cakap itu, segera ia menjengek.

   "Hehehe, masa kau anggap nyawa Toanhong Kongcu tidak lebih berharga daripada seujung rambut orang lain?!"

   "O, jadi kau anggap aku tak mampu membunuh kau?"

   Teriak Wan-ji.

   Sebelum Toan-hong Kongcu menjawab, tiba2 jeritan ngeri berkumandang di tengah barisan sana, serentak Wan- ji dan Toan-hong Kongcu memandang ke bawah.

   Kiranya seorang jago istana keluarga Kim kembali binasa, terlempar keluar dari barisan, kematiannya kelihatan mengerikan sekali.

   Siang-lin Kongcu dan Tiat-pi-to liong segera membentak gusar, mereka mengamuk dan menerjang kian kemari.

   "Blang! Blang!"

   Terdengar benturan menggeletar, dapat diduga kawanan jago istana Kim juga menyerang mati2an.

   Tiat-ih-hui peng yang melayang di udara juga tak mau ketinggalan, sayap baja menyabat dan menubruk dengan gencar.

   Tapi kekuatan barisan pengemis terlalu tangguh, perubahan barisan itupun sukar diraba, sekalipun kawanan jago itu berusaha mati2an tetap tak dapat membobol kepungan.

   Pada saat gawat itulah mendadak di tengah bayangan pentung bamhu hijau berjangkit pula sejalur cahaya hijau kemilau dan terdengar suara gemerincing berulang2.

   Menyusul terdengar suara suitan nyaring melengking, di tengah kepungan barisan pengemis yang ketat tadi mendadak terluang suatu kalangan luas, lima enam kaki.

   Di tengah lingkaran itu berdirilah Tian Pek dengan Pedang hijau terhunus.

   Kiranya anak muda itu jadi penasaran dan gusar setelah sekian lama tak dapat membobol barisan musuh, segera ia mengeluarkan pedang mestika peninggalan ayahnya.

   Ba-cing-pek-kiam memang pedang mestika yang tajam, ditambah ilmu pedang Hong-lui-pat-kiam yang baru dipelajari dari Sin-lu-tiat-tan, terciptalah daya kekuatan yang maha hebat.

   Begitu pedang mestika tersebut keluar, dengan jurus Hong-ceng-lui-bing (angin merderu guntur menggelegar) seketika ia memapas pentung lawan sehingga terluang satu kalangan di tengah, sebagian pentung bambu musuh juga terpapas kutung.

   Perlu diketahui pentung bambu hijau kaum pengemis ini bernama "tongkat penggebuk anjing"

   Dan langsung diterima dari ketua mereka, itupun harus mengalami banyak percobaan dan rintangan yang berat.

   Upacara penyerahan tongkat diadakan setiap tlga tahun sekali.

   Untuk mendapatkan pentung bambu, mereka harus mengalami beberapa tingkat lebih dahulu, pertama kali mereka menerima tongkat kayu biasa, ini berlaku bagi anggota yang sudah aktip selama tiga tahun.

   Kedua kalinya mereka menerima tongkat bambu kuning, yakni bila sudah menjadi anggota perkumpulan salama enam tahun.

   Untuk ketiga kalinya mereka akan menerima tongkat bambu hijau muda, ini hanya berlaku bagi anggota pengemis yang telah aktip selama sembilan tahun.

   Dan akhirnya akan menerima tongkat bambu hijau tua bila sudah duabelas tahun menjadi anggota, hanya murid2 yang berilmu silat tinggi saja berhak menggunakannya, oleh karena itulah tak heran kalau ber-puluh2 jago istana Kim serta Sianglin Kongcu dan Tian Pek sekalian tak mampu menembus kepungan mereka, sebab kawanan pengemis yang hadir saat ini rata2 berilmu silat tinggi.

   Pentung bambu hijau tua tersebut berasal dari Lam-bay (laut selatan), kerasnya melebihi besi, golok atau pedang tak mampu memapasnya kutung, maka tidaklah heran jika kaum pengemis itu terperanjat setelah menyaksikan beberapa batang pentung bambu hijau mereka tertabas kutung.

   Untuk sejenak kawanan pengemis itu sampai lupa melancarkan serangan lagi, otomatis barisan pengemis terhenti, mereka berdiri tertegun sambil mengawasi Tian Pek, terutama pengemis yang kehilangan pentung bambunya, mereka menjadi jeri dan juga sedih.

   Dengan gagah Tian Pek berdiri di tengah geIanggang, ia tidak manfaatkan kesempatan itu untuk melabrak musuh.

   "Engkoh Tian ....

   "

   Wan-ji berteriak kegirangan. Air muka Toan-hong Kongcu berubah hebat, cepat ia berseru.

   "Kawan2 kaum miskin, senjata pencari kalian makan sudah rusak, kalian tak punya muka untuk bertemu dengan Cousuya lagi!"

   Ucapan ini membakar semangat tempur kaum pengemis itu, timbul niat beradu jiwa mereka, serentak mereka meraung gusar, tongkat bambu hijau kembali berputar ke sana kemari menyerang Tian Pek.

   Kali ini mereka tidak menyertakan nyanyian lagi, semua orang melancarkan serangan dengan nekat, beratus pentung bambu hijau menghujani pemuda itu dengan rapat.

   Tian Pek tidak gentar, dengan pedang di tangan keadaan pemuda itu ibarat harimau tumbuh sayap, pedang mestikanya segera menyabat dan menusuk dengan gencar.

   Sebenarnya pemuda itu tak ingin mencari permusuhan, maka setelah berhasil memaksa mundur musuh.

   iapun meughentikan serangannya, tetapi setelah ia diserang tanpa kenal ampun, terpaksa ia layani mereka.

   Dengan jurus No-lui-hong-biau (Guntur mengamuk angin menyambar), jurus kedua dari Honglui-pat-kiam (delapan jurus ilmu pedang angin dan guntur), serentak ia melancarkan serangan balasan, tertampaklah serentetan cahaya disertai deru angin keras.

   "Creng! Creng!"

   Kutungan pentung bambu berhamburan di tanah, menyusul darah segar bermuncratan pula.

   Tujuh-delapan pengemis yang berada paling depan segera kehilangan pentung mereka, sementara dua orang lainnya yang tak sempat menghindar, lengannya tertebas kutung.

   Dengan rasa kaget bercampur ngeri serentak kawanan pengemis itu mengundurkan diri ke belakang, mereka melototi pemuda itu, akan tetapi tak seorangpun berani maju lagi secara gegabah.

   Dengan kereng Tian Pek berkata.

   "Bila kalian tahu diri, lekas mundur dari sini, jika tetap membandel, hm, jangan menyesal bila aku tidak sungkan2 lagi."

   Rupanya kawanan pengemis itu sudah dibikin gentar oleh keampuhan Tian Pek, ternyata tiada seorangpun berani maju. Sejenak kemudian, seorang pengemis tua berusia enam-puluhan tampil ke depan, katanya.

   "Kami kami, miskin sangat berterima kasih atas sedekah yang telah tuan berikan kepada kami, bolehkah kutahu siapa nama tuan agar di kemudian hari bila ada kesempatan kami dapat membalas kebaikanmu?"

   "Aku beruama Tian Pek!"

   "O, kiranya Tian-tayhiap! Selama hidup kami akan ingat budi ini, suatu ketika budi ini pasti akan kami balas."

   "Karena terdesak dan terpaksa turun tangan, Tian Pek sama sekali tidak bermusuhan dengan kalian, tapi bila kalian sudah menganggap kejadian ingin ini sebagai utang, akupun tak akan menolak, setiap saat akan kunantikan pembalasan perknmpulan kalian!" "Sungguh ksatria sejati!"

   Pun pengemis tua itu acungkan jempolnya. Rupanya Toan-hong Kongcu merasakan gelagat tidak menguntungkan, tiba2 ia berseru.

   "Hei Kiong lokiauhoa, (pengemis tua she Kiong), apa yang kau bicarakan? Coba lihat musuh sebelah sana sudah hampir lolos."

   Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Ketika pengemis tua itu ber-cakap2 dengan Tian Pek, otomatis barisan pengemis bagian sini tidak berfungsi, rupanya kesempatan itu segera dimanfaatkan oleh rombongan Siang-lin Kongcu untuk melancarkan serangan balasan sehingga barisan pengemis di sebelah sana agak kacau.

   Untung Toan-hong Kongcu memperingatkan dengan cepat, serentak pengemis tua tadi memimpin barisannya ke sana dan merapatkan kepungan pula segera pertempuran sengit berkobar lagi.

   Sambil melayang naik turun, diam2 Tiat-ih-hui berpikir menangkap maling harus menangkap pentolannya, bocah keparat ini enak2 nongkrong disitu menonton pertempuran, bila kubekuk dia tentu barisan pengemis ini akan bubar dengan sendirinya.

   Berpikir begitu, sayap bajanya segera terpentang, ia melayang ke arah Toanhong Kongcu.

   Bagaikan burung elang menerkam mangsanya, sebelum mencapai sasaran, kedua sayap bajanya di kebaskan berulang kali, kemudian ia menukik ke bawah dan menerkam anak muda itu.

   Toan-hong Kongcu tak berani menyambut ancaman yang mengerikan itu dengan keras lawan keras, dari jauh ia lepaskan pukulan ke udara.

   "Blang! Blang!"

   Benturan terjadi, desir angin tajam menyebar keempat penjuru.

   Walaupun angin pukulan yang memancar cukup kuat, namun hal ini tidak mengalangi daya maju Tiat-ih-huipeng, kedua sayapnya dikebaskan, setelah menggeser ke samping, sekali lagi dia menerjang lawan.

   Betapa kejut Toan hong Kongcu menghadapi serangan lihay itu, cepat ia mengegos ke samping, tapi sayap baja Teat-ih-hui-peng bergerak lebih cepat, tiba2 ia sudah berada di atas kepala anak muda itu dan membentak bengis.

   "Keparat, serahkan nyawamu!' Berbareng itu sayap bajanya terus menyabat batok kepala anak muda itu.

   "Celaka!..........

   "

   Tanpa terasa Toan-kiong menjerit. Wan-ji yang berada di samping Toan-hong Kongcu dapat menyaksikan datangnya ancaman itu, pada saat gawat itu mendadak anak dara itu menghardik.

   "Apa kau cari mampus?"

   Sambil membentak, jari tangannya segera menyelentik ke depan, angin tajam mendesis ke muka dan mengancam jalan darah Sim-gi-hiat di tubuh Tiat-ih-huipeng.

   'Rajawali sakti bersayap baja' ini sudah pernah merasakan keampuhan ilmu jari Soh-hun-ci Wan-ji, tentu saja ia tak berani menangkis secara gegabah.

   Cepat sayap bajanya menutup kemudian menggeser ke samping, sayang gerakannya itu tetap terlambat, sekalipun Hiat-to penting terhindar dari ancaman, namun sayap bajanya tak terlepas dari serangan itu.

   "Criit!"

   Desingan angin tajam menembus sayap baja mestikanya, tanpa ampun sayap yang tidak mempan ditusuk senjata tajam itu berlubang.

   Buru2 Tiat-gi-hut-bong menarik kembali sayap bajanya dan melayang turun, air mukanya berubah hebat, mimpipun ia tak menyangka kalau baju mestika yang kuat dan ampuh itu tak tahan oleh selentikan jari Wan ji, Kejut dan gusarnya tidak kepalang.

   "Budak hina, berani kau merusak baju mestikaku?"

   Teriaknya sambil mengertak gigi.

   "Hm, harus kuhancurkan kali!"

   Serentak kesepuluh jari tangannya diluruskan ke depan, persendian tulang sekujur badan bergemertuk, dengan muka yang bengis dan menyeramkan selangkah demi selangkah ia menghanipiri Wan ji.

   Gadis muda yang belum berpengalaman ini tidak tahu ilmu keji apa yang akan digunakan lawan, tapi melihat kebengisan lawan, diam2 iapun terkesiap, segera ia himpun tenaga dan siap menghadapi serangan.

   Sementara itu Toan-hong Kongcu sudah tenang kembali setelah diselamatkan Wan-ji, ia menjadi murka ketika dilihatnya Tiat-ih-hui peng sedang bergerak menghampiri Wan-ji.

   Ia membentak, ilmu jari Kun-goan ci ajaran ayahnya segera digunakan, desiran angin tajam segera menyambar punggung lawan.

   Waktu itu Tiat ih-hui-peng sedang menghimpun segenap tenaga dalam untuk menghadapi Wan-ji, ketika merasakan desiran angin tajam dari belakang, ia tahu ada orang sedang menyergapnya.

   Kejadian ini makin merggusarkan hatinya, ia meraung murka, sambil putar badan, telapak tangannya serentak menghantam ke belakang.

   "Blang...........!"

   Benturan keras terjadi dan terdengar dua..........

   jerit kesakitan.

   Karena pukulan Tiat-ih-hui-peng yang dahsyat itu, tubuah Toan-hong Kongcu mencelat ke bawah karang dengan terjungkir.

   Sebaliknya Tiat-ih-hui peng juga tergetar oleh tenaga Kim goan-ci musuh, rasa sakit yang tak terkira membuat dia menjerit, malahan tangannya juga lantas merah bengkak.

   Sudah puluhan tahun "Rajawali bersayap baja"

   Ini malang melintang di dunia persilatan dan jarang ketemu tandingan, tapi sekarang lengannya terluka, bahkan baju mestika yang paling disayangpun ikut rusak, kekalahan demi kekalahan ini menimbulkan nafsu membunuh.

   Segera iapun menubruk ke bawah begitu Toanhong Kongcu terjurgkir ke bawah karang.

   Tapi Toan-hong Kongcu hanya terluka ringan oleh sampukan baju Tiat-ih-huipeng, meski jatuh tersungkur ke bawah, namun di tengah udara ia sempat berjumpalitan, lalu hinggap di tanah dengan enteng.

   Ia terkejut ketika mengetahui musuh ikut melayang turun terus menghantam.

   Toan-hong Kongcu tahu tenaga pukulan musuh sangat kuat, maka begitu pukulan menyambar datang, cepat ia melejit ke samping.

   Ketika Toan-hong Kongcu menjerit kesakitan tadi, kawanan pengemis yang sedang bertempur mengetahui pemimpin mereka terancam bahaya, beberapa puluh orang diantaranya segera tinggalkan barisannya dan memberikan pertolongan.

   Karena itulah sebelum serangan kedua Tiat-ih-hui-peng mencapai sasaran, puluhan pentung bambu hijau telah menyambar tiba dan mendesak mundur jago tua itu.

   Maka pertempuran sengit segera berkobar pula.

   "Tahan!"

   Tiba2 seorang membentak.

   Bentakan itu dipancarkan dengan tenaga dalam yang kuat,suaranya mengelegar memekak telinga tanpa terasa pertarungan lantas berhenti.

   Terlihat di puncak bukit sebelah depan muncul serombongan jago persilatan.

   Rombongan ini berjumlah puluhan orang, suara bentakan tadi entah dilakukan siapa.

   Tapi gerak tubuh mereka sangat cepat, hanya sekejap saja beberapa puluh orang itu sudah berada di tengah medan pertempuran.

   Rombongan itu dikepalai seorang pemuda pe!ajar rudin, bajunya kumal, sepatunya butut, tangannya membawa se

   Jilid buku yang sudah robek.

   Meskipun dandanannya tak sedap, namun wajahnya bersih dan tampan, sikapnya gagah, umurnya sekitar 24 25 tahunan.

   Tian Pek segera mengenali orang ini ialah An-lok Kongcu yang pernah dijumpainya tempo dulu.

   Mo-in-sin-jiu Siang Cong-thian juga ikut di belakang An-lok Kongcu, sedangkan jago2 yang ada di belakang mereka tak dikenalnya.

   An-lok Kongcu juga mengenali Tian Pek, ia tersenyum dan mengangguk kepada Tian Pek, tiba2 pandangannya tertarik oleh pedang mestika yang berada di tangan anak muda itu, serunya.

   "Tian-hang, rupanya pedangmu yang hilang telah ditemukan kembali. Kionghi, Kionghi!"

   "Terima kasih atas perkataan Kongcu,"

   Jawab Tian Pek.

   Dahulu sebelum Tian Pek mengetahui bahwa An-lok Kongcu adalah salah seorang Bu-lim-sukongcu yang merupakan putera2 pembunuh ayahnya, ia memang ada maksud untuk mengikat tali persaudaraan dengan dia, tapi sekarang niat itu sudah tersapu lenyap dari benaknya, perkataan yang diucapkannya juga rada ketus.

   Marah juga wajah An-lok Kongcu, maklum.

   pedang mestika itu lenyap dirampas orang sewaktu berada di tangannya, ia mengejar setengah harian dan gagal merebutnya kembali, sekarang pedang itu ternyata sudah ditemukan oleh Tian Pek sendiri, makanya ia merasa malu.

   Dalam pada itu Wan-ji telah melayang turun dan berdiri di samping Tian Pek, ketika mendengar pembicaraan tersebut, dengan tertawa ia berseru.

   "Wah, datang lagi seorang Kongcu, kok banyak benar orang mengaku sebagai Kongcu?!"

   Jelas maksud perkataan si nona memandang rendah pemuda miskin yang baru datang ini, ia merasa pemuda macam begini tak pantas disebut sebagai Kongcu.

   "Ah, masa kau tak kenal?"

   Kata Tian Pek.

   "Dia kan Kongcu yang sejajar dengan ke besaran engkohmu!"

   Mendengar ini, semua orang segera berpaling ke arah An-lok Kongcu dengan terperanjat, agaknya semula orang tak menyangka An-lok Kongcu yang dikatakan paling romantic itu adalah seorang pemuda, rudin.

   An lok Kongcu sendiri sama sekali tidak peduli pandangan orang, setelah menjura ke empat penjuru, katanya.

   "Cayhe In Ceng, berkat pujian kawan2 persilatan, orang menyebut diriku sebagai An-lok Kongcu, maaf bila kedatangan kami ini terlalu mendadak, apa boleh kutanya lantaran urusan apakah kalian saling baku-hantam di sini?" Siang-lin Kongcu segera balas memberi hormat, jawabnya.

   "Hahaha, selamat berjumpa, selamat berjumpa! Cayhe Siang-lin, meskipun belum pernah bertemu, tapi sudah lama kudengar nama anda."

   Kali ini giliran kawanan jago di bawah pimpinan An-lok Kongcu yang merasa kaget. An lok Kongcu ter-bahak2, katanya.

   "Hahaha, maaf, maaf, kiranya Siang-lin Kongcu yang termashur, tampaknya kemunculanku ini hanya tindakan yang percuma."

   Sebagaimana diketahui, An-lok Kongcu adalah tokoh yang paling suka mencampuri urusan orang tapi setelah mengetahui si pembuat gara-gara ini tak lain adalah Sianglin Kongcu, ia lantas mengerti urusan yang hendak dicampuri tak perlu dilanjutan.

   Sementara itu Toan-hong Kongcu yang berada di sebelah sana tiada yang gubris, segera berdeham maksudnya hendak menarik perhatian kedua jago muda yang sedang ber-cakap2 itu.

   Wan-ji yang cerdik segera dapat menebak apa arti dehewan pemuda tampan itu, ia tertawa seraya berseru.

   "Wah, ini memang pertemuan yang tak terduga.

   di antara Bu-lim-su-kongcu ada riga di antaranya yang hadir di sini.

   Mari, Mari kuperkenalkan kalian "

   Sambil menuding Toanhong Kongcu ia menyambung.

   "Saudara ini ialah Toan hong Kongcu!"

   Cepat Toan-hong Kongcu memberi hormat ucapnya.

   "Selainat berjumpa! Selamat berjumna!"

   Kali ini baik An-lok Kongcu maupun kawanan jago yang dipimpinnya lebih tercengang lagi.

   mimpipun mereka tak menyangka kalau pertikaian yang baru saja berlangsung ini tak lain adalah pertikaian antara dua orang Kongcu dari Bu-limkongcu.

   "Wah.

   agaknya aku perlu pulang ke rumah dan mengundang engkohku agar tempat ini bisa lebih semarak lagi!"

   Demikian Wan-ji berkata. -Buat apa mengundang engkohmu?"

   Tanya Tian Pek heran, rupanya ia belum dapat menangkap maksud ucapan anak dara itu. An -lok Kongcu tertawa ter-bahak2.

   "Ha -haha, tak perlu ditanya lagi, nona ini pastilah adik perempuan Leng-hong Kongcu bukan?"

   Tian Pek baru paham, iapun berkata.

   "Apabila empat Kongcu dari dunia persilatan bisa sating bertemu, peristiwa ini benar2 luar piasa dan menarik, cuma sayang engkohmu tak keburu datang ke mari untuk menghadiri pertemuan besar ini!"

   Ucapan Tian Pek menggerakan hati Siang-lin Kongcu, ia memang mempunyai cita2 dan besar berambisi menjatuhkan ketiga orang Kongcu lainnva sebab bila ketiga rekannya dapat didorong atau paling sedikit menderita kekalahan di tangannya, maka dialah yang akan merajai dunia persilatan dan semua orang akan tunduk padanya.

   Karena itu dia lantas menengadah dan terbahak2, katanya.

   "Hahaha, apa susahnya untuk menyelenggarakan pertemuan besar semacam itu? Bu-lim-sukong-cu sama terkenal di dunia persilatan, sudah lama Siang-lin ingin berkenalan, sekarang diingatkan oleh saudara Tian, maka kesempatan ini hendak kugunakan untuk mengundang kehadiran ketiga Kongcu di rumahku, apakah Kong -cu berdua serta nona Tian bersedia memberi muka?" "Lalu bagaimana penyelesaian persoalan yang terjadi sekarang ini?' tanya Toan-hong Kongcu dengan ketus. Karena sudah banyak jatuh korban, ada yang terluka parah dan ada pula yang tewas, maka kawanan pengemis tadi masih penasaran dan ingin menyerbu pula. Siang-lin Kongcu mendengus, sahutnya.

   "Hehe, apa susahnya menyelesatkan masalah ini? Bila Bu lim su kongcu telah berkumpul, segala utang lama dan utang baru boleh sekalian kita bereskan nanti, bukankah cara ini cukup adil?"

   Siang-lin Kongcu cukup cerdik, iapun sadar bila pertarungan dilanjutkan mungkin pihaknya akan menderita kerugian, apalagi An-lok Kongcu belum diketahui berdiri di pihak mana, karena pertimbangkan inilah akhirnya dia memutuskan akan menyelesaikan sengketa ini pada pertemuan yang akan datang.

   Toan-hong Kongcu sendiri juga ragu melanjutkan pertarungan, sebab pihak pengemis sudah banyak yang jatuh korban, namun begitu mendengar ucapan Siang-Iin Kongcu itu, segera ia bertanya.

   "Kalau begitu, kapan hari pertemuan itu?"

   Siang-lin Kongcu termenung sejenak, laIu jawabnya.

   "Kini sudah dekat akhir tahun, kukira kebanyakan orang tentu sibuk menyelesaikan urusan pribadi masing2 menjelang tahun baru, maka, bagaimana kalau kita tetapkan pada hari Cap-go-meh tahun depan?"

   Jilid ke 14 Belum sempat Toan-hong Kongcu memberikan jawaban, An-lok Kongcu telah tertawa ter-bahak2;

   "Hahaha, Cap go-meh memang saat yang paling tepat untuk mengadakan pertemuan. Bu-lim-su-kongcu akan mengadakan pertemuan di Lam keng sambil menikmati pasta lentera bias ... O, peristiwa ini pasti akandikenang selaluolehsetiap umat persilatan di masa mendatangl"

   "Sebelum Cap-go-meh tiba. Toan-hong pasti akan hadir di Lam-kengl"

   Seru Toan-hong Kongcu pula dengan penuh semangat.

   "dan lagi, untuk menambah semaraknya suasana pertemuan itu, Toan-hong akan membawa serta batu kemala penolak air Pi-sui giok pik."

   Pernyataan benar-benar menggemparkan, air muka semua orang berubah hebat.

   lebih2 Siang-lin Kongcu, sebab Pi-sui giok-pik yang dimaksudkan Toanhong Kongcu bukan lain adalah benda mestika keluarganya yang hilang dicuri orang tiga bulan yang laIu, tujuannya membawa kawanan jagonya melakukan penggeledahan di sekitar "dua belas gua karang"

   Tak lain adalah untuk menyelidiki jejak benda mestikanya itu.

   Sejak mula ia memang curiga bahwasanya Toan-hong Kongcu yang mengutus anak buahnya untuk melakukan pencurian tersebut, tapi lantaran tiada bukti nyata, ia tak berani sembarangan menuduh, tapi setelah diucapkan sendiri oleh Toan-hong Kongcu, kegusaran dan rasa kagetnya tak terkendalikan lagi.

   "Bagus! Kita tetapkan begitu,"

   Serunya.

   "agar suasana dalam pertemuan itu lebih semarak, sampai waktunya Siang-lin juga akan mengeluarkan Tua-lo-kimwan, pil mestika yang tak ternilai harganya itu untuk dipertontonkan kepada semua yang hadir!" Kali ini giliran Toan-hong Kongcu yang berubah hebat wajahnya, sebab pil mestika Toa-lo-kim-wan justeru adalah benda mestika milik keluarganya. Ketika benda itu diangkut dari kota Peking menuju Hang-ciu, tahu2 benda mestika itu lenyap dicuri orang, lantaran peristiwa inilah terpaksa dia membawa jago2nya dari kaum pengemis untuk mencari pencurinya. Sudah ber-bulan2 lamanya ia melakukan penyelidikan dan pencarian yang saksama di sekitar bukit "dua belas gua karang", tapi tiada sesuatupun yang ia temukan. Dan sekarang, setelah diakui sendiri oleh Sianglin Kongcu, dia baru tahu pembegal barang mestikanya itu adalah kawanan jago dari istana keluarga Kim. Perlu diketahui, meski benda2 mestika itu sangat terkenal di dunia persilatan, namun belum ada seorangpun dari kalangan persilatan yang pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tentu saja kawanan jago yang berpengalaman dan hadir saat itu jadi melongo demi mendengar Siang-lin maupun Toan-hong Kongcu menyebutkan nama benda mestika itu. An-lok Kongcu tak mau kalah, sambil menggoncangkan buku kumal yang dipegangnya, ia berseru sambil tertawa.

   "Hahaha, kalau kedua Kongcu sudi membawa serta benda mestikanya guna dipertunjukkan kepada orang persilatan, sepantasnya In Ceng turut mengeluarkan pula benda mestika milik keluarganya, sampai waktunya nanti akan kubawa juga kitib pusaka Bu-hakcin-keng."

   Semua orang tambah terperanjat setelah An-lok Kongcu berkata demikian, bayangkan, tiga macam benda mestika yang paling berharga di dunia persilatan ternyata dimiliki oieh tiga orang Kongcu itu sudah tentu berita ini sangat menggemparkan.

   Dalam pada itu Tian Pek berdiri dengan wajah sedih, gusar dan penuh rasa dendam, matanya merah membara, sambil mengertak gigi ia bergumam.

   "Tiga macam benda mestika telah muncul ..... ya, tiga macam benda mestika ..... tak salah lagi, pastilah mereka .... ==mch== Tibalah malam Cap-go-meh, suasana di kota Lam-keng amat meriah, banyak bangunan dihias dengain indah, lampion berwarna-warni bergantungan pada setiap sudut rumah penduduk dan membuat suasana jadi lebih semarak dan meriah. Istana keluarga Kim yang terkenal sebagai keluarga nomor wahid di kota Lam keng berada didalam keadaan yang terang bendarang bermandikan cahaya, depan gedung dihias dengan indah, lampu berwarna-warni bergantungan hampir di setiap sudut tempat, membuat pintu gerbang istana yang tinggi besar jadi terang bagaikan di siang hari. Dua baris pengawal bersenjata pedang dan berpakaian perang bersisik emas berdiri berjajar di sepanjang undak2an yang terbuat dari batu marmer warna putih, di bawah sinar lampu kawanan pengawal itu tampak begitu angker seakan2 malaikat penjaga kuil. Selain pengawal berpakaian lengkap itu terdapat pula puluhan jago persilatan yang berdiri di sepanjang halaman untuk menyambut tamu mereka, satu di antaranya adalah seorang pemuda tampan berlengan satu, air mukanya kelihatan bengis dan penuh hawa napsu membunuh. Siapa lagi pemuda itu kalau bukan Siau-cinghu (kecapung kecil) Beng Kipeng yang lengannya kena ditebas oleh pedang Tian Pek. Sejak lengan yang kutung sembuh kembali, rasa benci Beng Ki peng terhadap musuhnya itu boleh dibilang sudah merasuk ke tulang sumsum, sebenarnya dia ada maksud mencari Tian Pek untuk membalas dendam, tapi ketika didengarnya pemuda itu akan hadir pada pertemuan yang akan diselenggarakan pada malam Cap-go-meh, maka dia memutuskan untuk menanti kedatangan musuh ini di istana keluarga Kim. Sebagai persiapan untuk menghadapi kejadian tersebut, secara khusus dia telah mempelajari pula beberapa macam ilmu silat yang keji dan beracun, pemuda ini bertekad membalas sakit hatinya walau dengan cara apapun. Sejak sang surya terbenam di ufuk barat ia sudah menanti kedatangan musuhnya di depan pintu gerbang, maksudnya begitu musuh yang dibenci itu datang, seketika itu juga dendamnya akan dibalas. Tapi apa mau dikata, malam sudah larut, jago dari pelbagai penjuru dunia sudah hadir di istana itu, hanya Tian Pak saja yang belum muncul. Sian-cing-hu Beng Ki-peng merasa kecewa, ia mengira Tian Pek tak akan hadir dalam pertemuan itu, dengan murung iapun hendak masuk ke dalam. Baru beberapa langkah dia masuk ke dalam gedung, tiba2 berkumandang suara derap kaki kuda, manyusul muncul seorang pemuda tampan dengan sebilah pedang mestika tersandang di punggung, tapi binatang tunggangannya adalah seekor keledai kecil lagi kurus, begitu tiba di depan pintu gerbang istana Kam, ia lantas berhentikan keledainya. Pertemuan besar yang diadakan malam ini bukan saja diselenggarakan sebagai pertemuan antara empat Kongcu dunia persilatan, dalam pertemuan ini pula akan dipamerkan pelbagai macam benda mestika yang tak ternilai harganva, tidaklah heran apabila sebagian besar tamu yang hadir ini adalah jago kenamaan dari segenap penjuru dunia, kebanyakan di antara mereka kalau bukan datang dengan menunggang kuda bagus tentu datang dengan menumpang kereta yang indah. Tapi luar biasa kedatangan pemuda ini, bukan saja dandanannya amat sederhana, malahan ia menunggang seekor keledai kurus kecil dan tak sedap dipandang. Sementara semua orang tertegun oleh kemunculan anak muda itu, mendadak pemuda tadi telah melompat turun dari keledainya dan melangkah masuk ke dalam gedung. Serentak kawanan pengawal yang berpakaian perang melintangkan tombak untuk mengalangi jaIan masuknya.

   "Cring"

   Beberapa tombak saling menyilang menghentikan gerak maju pemuda itu.

   "Berhenti!"

   Seorang pengawal menghardik.

   "Istana keluarga Kim bukan tempat sembarangan yang boleh dikunjungi ............. aduh! .............

   "

   Tanpa terlihat dengan cara apa pemuda itu bertindak, tahu2 dua orang pengawal yang berada paling depan menjerit kaget sambil mundur lima enam langkah dengan sempoyongan.

   
Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
sementara pemuda itu sendiri melanjutkan Iangkahnya menaiki anak tangga.

   Kawanan jago persilatan yang bertugas menyambut tamu tentu saja dapat menyaksikan peristiwa itu, sebagai jago silat yang berpengalaman tentu saja merekapun tahu apa sebabnya pengawal2 itu mundur sempoyongan kendatipun pemuda itu tidak turun tangan.

   Jelas pemuda itu memiliki Khi-kang (ilmu tenaga dalam) yang tinggi sehingga kedua orang pengawal tadi tergentak mundur.

   Dua orang segera melompat maju ke depan, setelah memberi hormat kepada pemuda penunggang k eledai itu, mereka menyapa.

   "Sahabat, sukalah menyebutkan nama lebih dahulu agar kami .....

   "

   Tapi mereka lantas melenggong demi melihat jelas siapa tamu muda ini, serta merta kedua orang itu berseru.

   "O, kiranya Tian-siauhiap, silakan masuk!"

   Dengan mata kepala sendiri kawanan jago itu pernah menyaksikan Tian Pek bertempur melawan Beng Ki-peng, dengan sendirinya mereka lantas mengenali tamunya ini.

   Tian Pek tersenyum sinis, ia tetap membungkam dalam seribu bahasa, entah dengan cara apa, orang hanya merasakan pandangannya kabur dan tahu2 pemuda itu sudah melayang ke atas undak2an dan berada di depan pintu gerbang.

   "Wah, sungguh hebat ilmu meringankan tubuhnya .............

   "

   Diam2 semua orang sama memuji.

   Ketika itulah Siau-cing-hu Beng Ki-peng sedang melangkah masuk ke dalam, ketika mendengar suara ribut2, ia memutar balik dan tahu2 seorang pemuda tampan sudah berdiri di depannya.

   Setelah mengetahui siapa yang datang, air muka Beng Ki-peng kontan berubah hebat.

   "Keparat, baru sekarang kau datang?"

   Hardiknya dengan murka.

   Tanpa membuang waktu lagi, telapak tangannya terangkat terus menyodok ke dada musuh.

   Angin dingin segera berembus mengikuti tolakan tangan pemuda itu.

   Tian Pek tahu serangan ini adalah sejenis pukulan berhawa dingin yang beracun, tapi ia tak gentar, mendadak ia mengebaskan lengan bajunya.

   Tampaknya ringan kebasan Tian Pek ini, kenyataan pukulan ganas lawan dapat dipatahkan bahkan Beng Kipeng segera merasakan daya tekanan yang maha dahsyat menindih dadanya, ia tak kuasa menahan diri lagi, tanpa ampun tubuhnya mencelat ke belakang.

   Untung punggungnya tertahan oleh dinding, bila tidak, entah berapa jauh lagi dia akan terlempar? "Duuk!"

   Begitu keras punggung Beng Ki-peng menumbuk dinding, membuat isi perutnya terguncang keras, pucat pasi wajahnya, sambil menggigit bibir dan menahan sakit dia melotot sekejap pada Tian Pek dengan sorot mata penuh kebencian.

   Beng Ki-peng tak menyangka dalam beberapa hari saja ilmu silat lawan telah memperoleh kemajuan yang begini pesat, bukan saja pukulan beracun yang dilatihnya dengan tekun selama ini tidak mempan, bahkan ia sendirilah yang menderita luka.

   Betapa marah dan kagetnya, ia tak berani bertindak gegabah lagi, sebab benturan keras yang barusan terjadi telah mengakibatkan luka dalam yang cukup parah, terpaksa ia saksikan Tian Pek tertawa dingin dan di antar masuk ke ruang dalam oleh para petugas penyambut tamu.

   Padahal perasaan dendam Tian Pek dan tekad membalas sakit hati entah berapa kali lipat lebih hebat daripada perasaan Beng Ki-peng, ia telah mengambil keputusan akan menunaikan dendam kesumat atas kematian ayahnya pada malam ini juga, ia bertekad akan mewujudkan cita2nya itu tanpa memikirkan apa yang akan terjadi.

   Sebab itulah ia sama sekali tidak berusaha menyembunyikan kepandaian saktinya, setibanya di depan gedung ia mendemontrasikan Ginkang Lenggong-hi-toh, kemudian menggunakan Ceng-ki-pu-te (hawa khikang pelindung badan) untuk menggetarkan tombak pengawal dan akhirnya mendemontrasikan Lui-in-tiat-siu (baju baja awan meluncur) untuk melemparkan tubuh Beng Kipeng, semua ini ia lakukan hanya dengan satu tujuan, yakni membuat keder musuh.

   Hanya kebetulan Beng Ki-peng yang per-tama2 ketiban pulung saja.

   Syukur orang2 ini sudah mengetahui betapa Iihaynya ilmu silat Tian Pek, selain itu merekapun mendapat pesan dari Siang-lin Kongcu agar menyambut tamunya secara hormat, oleh sebab itu kendatipun Beng Ki-peng terluka, mereka tetap mempersilakan Tian Pek masuk keruangan tengah.

   Tian Pek sudah pernah masuk ruangan tersebut, waktu itu di siang hari, perasaannya ketika itu juga tidak sekalut perasaannya saat ini.

   Kini ia sudah tahu pemilik gedung ini adalah biangkeladi pembunuh ayahnya.

   darahnya bergolak, dengan pandangan lurus ia langsung masuk ke ruang perjamuan.

   Indah sekali ruangan perjamuan itu, lampu hias bergantungan di sana sini, tiang berukiran naga berwarna kuning membuat bangunan tersebut kelihatan angker, lilin yang tinggi dan besar memancarkan sinarnya yang terang benderang bagaikan di siang hari.

   Meja perjamuan diatur dengan model tapal kuda, beratus jago persilatan telah hadir di situ, buah2an segar dan makanan ringan telah dihidangkan lebih dulu, sementara Bu-lim-su-kongcu yang punya nama besar duduk di kursi utama.

   Di kedua sini keempat Kongcu itu berduduk lah tokoh yang dibawa oleh keempat Kongcu tersebut, menyusul kemudian berduduklah para jago persilatan lainnya yang datang dari segenap penjuru dunia.

   Suasana pertemuan besar yang penuh tersembunyi hawa napsu membunuh ini tampaknya sangat gembira ria dan penuh dengan gelak tertawa.

   Begitu gaduh dan ramainya suasana dalam ruangan oleh suara bercakap dan gelak tertawa sehingga kedatangan Tian Pek tak terdengar ketika pengantar menyerukan namanya.

   Kedatangan Tian Pek adalah untuk mencari perkara, tentu saja ia tak sudi disambut secara dingin oleh tuan rumah, ketika ia lihat semua orang tidak menaruh perhatian atas kehadirannya, pedang mestika Bo-cing-pek-kiam segera dilolosnya, kemudian setelah menyentilnya hingga terdengar suata dentingan nyaring, dia bersenandung.

   "Menyentii pedang membuat syair menyanyikan irama sedih, hidup senang dipelihara orang kurang bermutu! Cayhe seorang pengembara Tian Pek datang berkunjung!' Suasana ramai dan gaduh dalam ruangan itu, seketika berubah menjadi sunyi senyap, beratus pasang mata sama ditujukan ke arah pemuda itu.

   Segera Siang lin Kongcu berbangkit dan bergelak tertawa.

   "Hahaha, kiranya saudara Tian? Mari, akan Siang lin perkenalkan beberapa orang Cianpwe kepadamu!"

   Ia menghampiri Tian Pek, kemudian sambil menggandeng tangannya mereka mendekati seorang kakek yang bermata tajam dan berduduk di tempat utama, katanya.

   "Inilah ayahku............

   "

   Darah Tian Pek bergolak, matanya serasa berkunang2 dan pandangannya jadi gelap, saking emosinya sampai kata2 Siang lin Kongcu selanjutnya tak didengarnya lagi.

   Menurut Sin-lu-tiat-tan, datang pembunuhan atas diri ayahnya tak lain adalah Cing-hu-sin Kim Kiu, sebab orang inilah yang mengusulkan kepada saudara angkat lainnya untuk melakukan pembunuhan, bahkan menurut cerita dialah yang pertama melukai ayahnya dengan senjata rahasia.

   Dilihatnya orang tua ini berusia di atas lima puluh, sinar matanya tajam, ini membuktikan tenaga dalamnya pasti sangat kuat.

   Jubahnya terbuat dari sutera halus, wajahnya bulat, jenggotnya yang panjang sudah mulai putih, gagah dan kereng.

   Tian Pek radar, bila ia bertindak gegabah dalam keadaan begini niscaya rencana pembalasan dendamnya akan mengalami kegagalan total, sekuat tenaga ia berusaha menekan emosinya yang menggelora, sambil menjura ia berkata.

   "Selamat berjumpa! Selamat berjumpa! Sudah lama kudengar nama besar Cing hu sin Kim-tayhiap, sungguh beruntung hari ini dapat bertemu."

   Cing hu sin Kim Kin sama sekali tidak berbangkit ataupun balas memberi hormat dengan angkuh dia hanya mengangguk katanya.

   "Bagus! Bagus ..... !"

   Dengan sorot mata yang tajam ia mengawasi beberapa kejap sekujur badan anak muda itu.

   Sikap congkak tersebut membikin Tian Pek naik darah, ia mengira Cing-hu sin tak pandang sebelah mata padanya.

   Rupanya Siang-lin Kongcu dapat melihat air muka Tian Pek yang kurang senang itu, buru2 ia menerangkan.

   "Harap Tian-heng maklum, kedua kaki ayahku tidak leluasa untuk berdiri ...." Sesudah diberi keterangan, Tian Pek baru melihat tempat duduk Cing-husin Kim Kiu itu bukan kursi melainkan sebuah kereta beroda, kedua kakinya ditutup dengan selimut tebal sehingga tidak diketahui apa sebabnya tidak leluasa bergerak. Lalu Siang-lin Kongcu memperkenalkan pula tokoh lain. mulai dan Bu-limso-kongcu, para anak buahnya sampai kawanan jago yang hadir di situ. Tian Pek hanya memperhatikan orang2 itu secara sambil lalu, seluruh perhatiannya hanya dicurahkan untuk mengamati Kian kun-ciang In Tiong hong, Kun-goan-ci Sugong Cing serta Pak-ong-pian Hoan Hui. Anehnya Ti-seng-jiu Buyung Ham tidak nampak hadir, pihak Pah -to-sanceng hanya diwakili Leng-hang Kongcu yang angkuh serta kawanan jagonya yang tak dikenal. Sampai2

   


Setan Harpa -- Khu Lung/Tjan Id Pedang Hati Suci -- Jin Yong Kait Perpisahan -- Gu Long

Cari Blog Ini