Ceritasilat Novel Online

Kedele Maut 6


Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 6



Kedele Maut Karya dari Khu Lung

   

   Nama Kedele Maut bagaikan kekuatan yg mengerikan hati, tiba2 kawanan jago berbaju kuning ittu menggeserkan badannya kembali dg wajah memucat, kemudian tanpa banyak berbicara mereka bersiap-siap melarikan diri dari situ.

   Menghadapi suasana seperti ini, tentu saja Sastrawan berkipas kemala enggan berdiam kelewat lama disitu, dg cepat iapun bersiap siap ikut kabur dari sana.

   Tapi sayang gerakan tubuh Kho Yang chiu beserta kedua orang dayangnya kelewat cepat, bahunya baru nampak bergerak, payung bulat ditambah dua utas tali pengikat dewa secara terpisah telah menutup mati seluruh jalan keluar dari ruangan tsb.

   Sambil tertawa dingin nona itu berkata.

   "Beng Yu, ternyata otakmu cukup cerdas, tepat sekali, akulah Kedele Maut yg kalian cari2, tapi sayang setiap orang yg namanya sudah tercantum dlm daftar kematianku jangan harap ia dapat lolos dari cengkeramanku."

   Menyusul kemudian pandangan matanya dialihkan kewajah lima orang jago pedang berbaju kuning itu dan katanya lebih lanjut.

   "Mengingat kalian semua bukan sasaran yg hendak kucabut nyawanya, maka aku persilahkan kalian pergi dari sini, tapi kalian harus membungkam terhadap peristiwa yg terjadi pada malam ini, bila kuketahui dikemudian hari bahwa satu diantara kalian telah membocorkan peristiwa ini keluaran, hmmmsaat bertemu kembali dilain waktu berarti waktu kalian untuk berangkat keakhirat! Nah, sekarang bawa serta yg tewas dan terluka dan cepatlah enyah dari sini!"

   "Ehkalian jangan pergi!"

   Teriak Sastrawan berkipas kemala ketakutan.

   Namun dibawah ancaman kematian yg mengerikan, kawanan jago pedang tsb sama sekali tidak memperdulikan teriakan Sastrawan berkipas kemala lagi, seorang demi seorang mereka kabur dg secepatnya dari situ Pada saat itulah Kho Beng tak dapat menahan diri lagi, ia segera berteriak keras.

   "Tunggu dulu! Orang2 itu tak bolh dilepaskan barang seorangpun"

   "Hmmm!"

   Kho Yang ciu mendengus dingin.

   "Siapa yg berani membangkang terhadap perintahku?"

   Karena takut terjadinya perubahan , tanpa membuang waktu lagi kawanan jago berbaju kuning itu melarikan diri terbirit-birit dari sana.

   Waktu itu, walaupun paras muka Kho Yang ciu tertutup oleh kain kerudung sehingga tidak diketahui bagaimanakah perubahan wajahnya, namun pancaran sinar matanya benar2 menggidikkan hati! Kepada Kho Beng ia berseru sambil tertawa dingin.

   "Masih ingatkah kau apa yg kuperingatkan kepadamu sewaktu mengampunimu dikota tong ciu tempo hari? Hmm...hmmm...sekarang aku hendak membuat perhitungan dulu dg mu, akan kulihat dg beberapa butir batok kepala kau akan membayar hutang tsb!"

   Kho Beng menjadi tertegun untuk sesaat, tak tahan ia berteriak keras.

   "Cici....apakah Li sam tidak memberi tahukan kepadamu siapakah aku sebenarnya?"

   Panggilan tsb seketika menggetarkan perasaan setiap orang yg hadir dalam ruangan. Berapa saat kemudian, Kho Yang ciu baru berbisik.

   "Kau......kau adalah adik Beng?"

   Suaranya gemetar keras menandakan betapa kerasnya gejolak perasaannya waktu itu. Dg agak emosi dan air mata bercucuran Kho Beng mengangguk, lalu selangkah maju menghampiri nona tsb. Siapa tahu pada saat itulah tiba2 Kho Yang ciu membentak keras.

   "Berhenti!"

   Dg perasaan tertegun Kho Beng menghentikan langkahnya, lalu bertanya keheranan.

   "Cici, apakah kau tak percaya dgku?"

   "Hmm, tidak sedikit manusia licik didunia ini, aku harus bersikap lebih waspada dan berhati-hati!"

   Jawab Kho Yang ciu dingin.

   "Empat musim mengenakan bunga seruni putih disanggul, siang malam tak pernah dilepas, yang lelaki menerima panji bergambar naga sebagai lambang, apakah semuanya ini bukan suatu bukti?"

   "Kalau toh kau sudah mengetahui akan hal ini, cepat tunjukkan panji bergambar naga itu sebagai bukti!"

   Buru2 Kho Beng menyodorkan lencana giok bei yg berada dipinggangnya seraya berkata.

   "Lencana panji telah hilang, tapi giok bei kemala masih ada, silahkan toaci memeriksa keasliannya!"

   Kho Yang ciu menyambut benda tsb dan diperiksanya beberapa saat, kemudian katanya dingin.

   "Hmmm, barang bukti kurang satu, ini membuat diriku masih mencurigai gerak gerikmu, ambil contoh dg kematian Kho lotoa, aku dengar mati ditanganmu, benarkah begitu?"

   Buru2 Kho Beng berseru.

   "Kho lotoa sudah jelas tewas karena racun jahat dari jarum pembeku darah perasuk tulang, dalam hal ini Li Sam pun mengetahui secara jelas?"

   Belum habis perkataan tsb diutarakan, Sastrawan berkipas kemala yg berada disamping arena segera tertawa dingin dan selanya.

   "Hmmm, seorang lelaki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab, sewaktu berada di perkampungan Hui im ceng tempo hari, bukankah kau sudah mengakui sebagai pembunuhnya? Mengapa kau menyangkalnya kembali sekarang?"

   Tampaknya ia sadar kalau tiada harapan lagi untuk lolos dari kematian, maka satu2nya jalan baginya sekarang adalah berusaha mengadu domba dua bersaudara itu sehingga saling gontokgontokan sendiri, sebab hanya cara inilah kemungkinan besar ia masih punya harapan untuk hidup? Dg tujuan itulah ia bersikeras menuduh Kho Beng sebagai pembunuh Kho Po koan.

   Kho Beng bukan orang bodoh, tentu saja ia dapat menduga maksud serta tujuan si Sastrawan berkipas kemala, dg penuh amarah segera bentaknya keras2.

   "Waktu itu aku toh belum mengetahui keadaan yg sebenarnya, karena itu berbicara sekenanya dg kalian."

   "Paling tidak waktu itu kau hadir dalam arena"

   Tukas Kho Yong ciu tiba2 dg suara dingin.

   "tapi kenyataannya kau tidak memberi pertolongan kepadanya yg terancam bahaya, hal ini merupakan suatu kejadian yg patut disesalkan, tapi soal tersebut tak usah dibicarakan kembali, sekarang mari kita singgung masalah kedua, dimana kau telah melaporkan identitas serta ciri khas ku kepada para jago lihay yg berkumpul dikawasan telaga Tong ting dan kota Gak yang, apakah tujuanmu hendak membunuh diriku?"

   Dg perasaan gelisah buru2 Kho Beng memberi penjelasan.

   "Cici, waktu itu aku belum memahami betul tentang asal usulku sehingga aku telah melakukan perbuatan yg amat bersalah, atas kejadian tsb aku menyesal sekali sehingga untuk menyelamatkan keadaan aku menyusul pula ketelaga Tong ting"

   Setelah berhenti sejenak dan menghela napas panjang, kembali lanjutnya.

   "Cici, seharusnya semua persoalan ini telah dilaporkan Li Sam kepadamu."

   "Tidak! Li Sam sama sekali tidak memberitahukan apa2 kepadaku"

   Kho Beng menjadi tertegun, selanya.

   "Mengapa tidak?"

   Setelah mendengus, kata Kho Yang ciu.

   "Sewaktu meninggalkan kota Gak yang, aku sama sekali tidak berjumpa dg Li Sam."

   "Kalau begitu dg cara apa cici dapat meloloskan diri dari pemeriksaan begitu banyak pos penjagaan"

   Bwee hiang yg berada disisi arena segera menyela.

   "Orang baik selalu dilindungi Thian, ketika pihak Sam goan bun menarik diri secara tiba2, nona kami segera mendapat berita tsb sehingga memanfaatkan kesempatan yg sangat baik ini untuk meloloskan diri."

   Perasaan menyesal dan masgul seketika menyelimuti perasaan Kho Beng, sambil menghentakkan kakinya dan menghela napas keluhnya.

   "Aaaisungguh tak nyana aku harus dibikin bodoh karena kecerdikan sendiri, akibatnya Li Sam harus tewas dg mata tak meram!"

   Tiba2 mencorong sinar mata yg tajam dari balik mata Kho Yang ciu, serunya dingin.

   "Jadi Li Sam telah tewas?"

   Agaknya ia belum mengetahui kejadian tsb hingga tubuhnya kelihatan gemetar keras dan nada pembicaraannya penuh diliputi perasaan kaget dan terkesiap. Dg air mata ercucuran dan mulut membungkam Kho Beng manggut2.

   "Bagaimana matinya?"

   Bentak Kho Yang ciu kemudian.

   Secara ringkas Kho Beng bercerita bagaimana ia menyusun rencana pertolongan darurat, bagaimana ia menyaru sebagai encinya untuk memancing perhatian musuh dan sebagainya.

   Kho Yang ciu mendengarkan semua penuturan tsb dg seksama, sementara pancaran sinar matanya berkilat-kilat, mendadak terdengar ia membentak keras, lalu payung Thian lo san nya menyambar kemuka dg kecepatan bagaikan sabaran kilat.

   Tak terlukiskan rasa kaget Kho Beng melihat kejadian itu, teriaknya ketakutan.

   "Cici."

   Ternyata serangan payung yg dilancarkan Kho Yang ciu tsb bukan kearahnya, sewaktu berpaling ia saksikan Sastrawan berkipas kemala telah beralih dari posisi semula.

   Ternyata memanfaatkan kesempatan disaat Kho Beng berdua sedang terlibat dalam pembicaraan serius, secara diam2 Sastrawan berkipas kemala telah bergeser ke sisi peti mati yg berada dipaling kanan dan membukanya secara pelan2.

   Pada saat itulah Kho Yang ciu mengetahui akan perbuatannya itu, dalam keadaanbegini dg sekuat tenaga orang she Beng menghentakkan tutup peti matinya dan membuang kearah tubuh Kho Yang ciu yg sedang menerjang kearahnya.

   Memanfaatkan kesempatan mana, ia sendiri segera melompat masuk kedalam peti mati tsb.

   Tusukan kilat payung thian li san dari Kho Yang ciu seketika tertahan oleh penutup peti mati itu.

   Untung saja Bwee hiang yg berdiri disisinya cukup sigap menghadapi perubahan tsb, begitu mendengar tanda bahaya dg cepat dia menghentakkan lecutnya kemuka disusul kemudian badannya ikut menerjang kesisi peti mati.

   Bagaikan seekor ular sakti, nona itu menyusup kedalam peti mati sambil mengayunkan kembali tangannya kebawah, tiba2 saja dengusan tertahan bergema dari balik peti mati itu.

   Menyusul suara dengusan tsb, Bwee hiang menarik tali angkinnya keatas, ternyata tubuh Sastrawan berkipas kemala sudah terjirat dan segera terseret keluar dari balik peti mati.

   Pada saat itulah Kho Beng telah menerjang pula kesisi peti mati tsb sambil melongok kebawah, sekarang ia baru tahu rupanya dibalik peti mati tsb terdapat sebuah mulut lorong rahasia yg tembus kebawah tanah.

   Dg perasaan terkejut bercampur heran, sekali lagi ia menengok tubuh Sastrawan berkipas kemala yg tergeletak ditanah, waktu itu matanya kelihatan melotot keluar, lidahnya menjulur panjang, ternyata ia sudah tewas terjirat oleh tali mestika pengikat dewa.

   "Aduh celaka ia sudah mampus!"

   Serunya tanpa sadar.

   "Lebih bagus kalau sudah mampus"

   Sahut Kho Yang ciu dingin.

   "Kho Beng, seandainya kau benar2 adalah adikku, aku Cuma bisa menghela napas atas ulahmu selama ini."

   "Cici, apa yg kau maksudkan?"

   Tanya Kho Beng tertegun. Dg nada suara yg tetap sedingin es, Kho Yang ciu berkata lebih jauh.

   "Sejak kematian Kho lo tia ditangan orang sampai kematian Li Sam karena tersiksa, meski bukan menjadi tanggung jawabmu tapi semua peristiwa tsb berlangsung gara2 kebodohanmu."

   "Umpakan cici benar, aku mengaku salah!"

   Bisik Kho Beng sangat menyesal. Kembali Kho Yang ciu mendengus.

   "Hmmm...umpatanku tak akan mampu menghidupkan kembali Li Sam, tapi aku menghela napas bukan disebabkan persoalan tsb."

   Dg suara tergagap Kho Beng berkata.

   "Saudara tua bagaikan ayah, kakak perempuan bagai ibu, toaci, bila aku telah melakukan kesalahan atau kebodohan, silahkan kau menghukumku sehabis-habisnya, mengapa kau menghela napas?"

   "Bukan hanya menghela napas, pada hakekatnya aku merasa amat kecewa, sebagai putra keluarga Kho yg memikul beban dendam berdarah sedalam lautan, apalagi sudah berhasil memiliki ilmu silat yg cukup tangguh seharusnya setiap waktu yg dimiliki dipergunakan untuk membalas dendam serta membangun kembali nama baik serta kejayaan keluarga, tapi kau hingga kini belum nampak sesuatu kegiatan apapun, aku tak mengerti apa saja yang kau repotkan selama ini, begitukah caramu membalas budi kedua orang tua mu serta para pembantu setia yg sudah membela Hui im ceng hingga titik darah penghabisan?"

   Kho Beng terkesiap sekali, dg serius segera katanya.

   "Aku tak akan melupakan semuanya itu, aaai...terus terang saja cici, kedatanganku hari ini tak lain adalah untuk menyelidiki siapa gerangan pembunuh sebenarnya dari kedua orang tua kita, hanya saja cara berpikirku jauh berbeda dg pikiran cici..."

   "Hmmm...bagaimana menurut jalan pikiranmu?"

   Tanya Kho Yang ciu dg suara dingin.

   "Bagiku, kita harus menemukan dalang dari peristiwa berdarah itu, bukan melakukan pembantaian secara membabi buta dan membunuh setiap orang yg dicurigai, dg begitu paling tidak kita akan menghibur arwah ayah dan ibu yg telah beristirahat tenang dialam baka, meski orang yg ikut menyerbu keperkampungan Hui im ceng waktu itu banyak sekali, tapi mereka berbuat demikian karena siasat licik si dalang yg masih bersembunyi dibelakang layar. Hingga kini kau telah membantai ratusan orang, bersediakah cici untuk menuruti nasehatku, banyak membunuh tak akan menolong keadaan, kau seharusnya mulai menghentikan kegemaran membunuhmu itu..."

   "Hmmm, besar amat jiwamu"

   Dengus Kho Yang ciu dingin.

   "Lalu tahukah kau siapakah dalang dari peristiwa berdarah itu?"

   "Aku rasa dewi in nu siancu yg paling mencurigakan!"

   "Kalau hanya mencurigakan saja, kau anggap aku tidak tahu?"

   "Jadi cici sudah?"

   Seru Kho Beng termangu.

   "Hmmm..tadi kau anggap aku membunuh semaunya sendiri..."

   Kho Beng segera berkerut kening, katanya cepat.

   "Cici, kalau toh kau sudah tahu mengapa kau "

   "Tidak menghentikan pembunuhan secara besar-besaran, bukan?"

   Sambung Kho Yang ciu melanjutkan kata2 Kho Beng yg belum selesai, setelah mendengus dingin terusnya.

   "Tahukah kau apa alasan dan penyebab dari orang2 yg tewas ditanganku itu?"

   "Apakah ada alasan lain?"

   "Terus terang saja kukatakan, justru karena manusia tsb enggan memberitahukan asal usul serta tempat kediaman dewi in un siancu, maka dalam gusarnya aku telah menghabisi nyawa mereka."

   Kho Beng baru menjadi paham setelah mendengar perkataan ini, ia tak menyangka kalau apa yg diketahuinya ternyata telah diketahui semua oleh cicinya, malah apa yg diperbuatnya selama ini justru merupakan sebagian dari usahanya untuk mencapai tujuan tsb.

   Tak tertahan lagi dia menghela napas panjang, katanya dg nada minta maaf.

   "Cici, maafkanlah kelancanganku tadi, yasemua kesalahan hanya terletak mengapa kita berpisah sejak kecil sehingga aku tak dapat memahami perasaanmu, tapi tidak seharusnya cici tidak menuruti perkataanku tadi dg membebaskan kawanan jago pedang berbaju kuning itu."

   "Mengapa?"

   "Sebab orang2 itu adalah anak buah dewi in nu siancu!"

   Kho Yang ciu kelihatan tertegun, lalu katanya dingin.

   "Mengapa tidak kau katakan sedari tadi?"

   "Aaaitadi kau sama sekali tidak memberi kesempatan kepadaku untuk berbicara lebih jauh."

   Sesudah termenung beberapa saat lamanya, tiba2 Kho Yang ciu mengulapkan tangannya kepada Bwee hiang berdua sambil serunya.

   "Mari kita pergi!"

   "Cici, mengapa kau hendak pergi?"

   Buru2 Kho Beng berseru dg gelisah.

   "Kalau tidak pergi, mau apa tetap tinggal disini?"

   "Cici, kalau begitu mari kita pergi bersama."

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kata Kho Beng kemudian sambil manggut2. Kho Yang ciu mendengus dingin.

   "Tahukah kau aku bersedia atau tidak menempuh perjalanan bersamamu....?"

   "Kita kan sesama saudara kandung, apakah cicipun tetap membedakan antara pria dan wanita?"

   Seru Kho Beng termangu.

   "Hmmm...enak benar kedengarannya, terus terang saja aku bilang, dua tanda bukti yg kuminta masih kurang satu, jadi aku tak berani menerima sebutan "cici"

   Dari mu, tunggulah sampai kau berhasil mendapatkan kembali lencana panji Hui im ceng sebelum kita berkumpul kembali secara resmi!"

   Habis berkata ia mengulapkan tangannya dan melayang keluar dari ruangan, dlm waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan malam.

   Memandang tiga sosok bayangan manusia yg makin menjauh, tanpa terasa Kho Beng menghela napas panjang.

   Ia menyadari sekarang bahwa cicinya meski seorang wanita namun wataknya amat keras dan pendiriannya amat kukuh, tanpa sadar semuanya ini makin menunjukkan kelemahan dirinya.

   Tapi....benarkah ia begitu lemah? Mendadak ia menggertak gigi keras2 dan melompat keudara meninggalkan tempat tsb.

   Ia bertekad akan membuktikan dg tindakan bahwa dirinya tidak lemah, sasaran yg pertama dari gerakannya in adalah Siau lim si, sebab dia harus merebut kembali lencana panji Hui im leng tersebut.

   Kuil Siau lim si....

   Selama beberapa hari ini, walaupun suasana dikuil tsb nampak tenang dg para pejiarah yg datang berdoa, namun dibalik kesemuanya itu suasana tegang menyelimuti perasaan setiap orang, hal ini disebabkan berita penting yg dibawa oleh Bok sian taysu.

   Setiap hari boleh dibilang para pendeta tingkat tinggi kuil itu selalu menyelenggarakan rapat rahasia dg ketuanya untuk membicarakan soal Kho Beng serta pelbagai kemungkinan untuk menghadapinya.

   Pagi ini, seperti juga diwaktu lain, pintu gerbang kuil Siau lim si yg besar dan berat pelan2 terbuka lebar, dua orang pendeta muda muncul diplataran da mulai membersihkan debu disekitar kuil.

   Ketika salah seorang pemuda itu selesai menyapu dan memandang sekeliling kuil, tiba2 paras mukanya berubah hebat dan menjerit kaget.

   Mendengar jeritan kaget itu, rekannya segera berpaling seraya menegur keras.

   "Hiong pun sute, persoalan apa yg membuatm kaget? Apakah kau lupa sg pelajaran tentang "ketenangan"

   Yg selalu diajarkan suhu kepada kita semua."

   Hiong pun taysu tidak menjadi tenang karena teguran tsb, sambil menunding keatas pintu kembali serunya.

   "Suheng, coba lihat.."

   Hiong hoat taysu mengikuti arah yg ditunjuk dan segera mendongak, tapi apa yg kemudian terlihat membuat air mukanya berubah hebat dan menjerit tertahan pula. Ternyata papan nama "Siau lim si"

   Yg terbuat dari sepuhan emas itu sudah hilang lenyap dalam semalaman saja, sedang pada tempat semula kini telah muncul dua baris tulisan yg berbunyi demikian.

   "Kutunggu kedatangan Bok cuncu untuk mengembalikan panji Hui im ki dipuncak Siau lim kentongan pertama malam nanti, bila nanti main kerubut dg menggunakan akal licik, jangan salahkan kalau papan nama kalian kuhancurkan."

   Dibawah tulisan tsb sama sekali tidak dijumpai tanda tangan. Hiong hoat taysu yg semula menegur sutenya tentang "ketenangan"

   Kali ini tak dapat mengendalikan "ketenangan"

   Sendiri, sambil berpaling segera teriaknya.

   "Sute, cepat hapus semua tulisan disitu!"

   Kemudian dg langkah cepat dia berlarian masuk kedalam kuil untuk memberi laporan.

   Tak sampai setengah peminuman teh kemudian, suara genta dalam kuil telah dibunyikan sembilan kali.

   Ditengah dentangan suara genta yg amat nyaring, berbondongbondong para penghuni kuil keluar dari kamar masing2 dan bergerak menuju keruang tengah Tay hiong po tian.

   Dalam waktu singkat ruangan Tay hiong po tian telah dipenuhi lima ratusan orang pendeta dg pandangan tidak mengerti dan saling bertanya, mereka seling berpandangan satu sama lainnya.

   Tak lama kemudian kelima pendeta agung ngo heng dari ruang Tat mo beserta para pemimpin ruangan telah hadir semua disitu dan akhirnya ketua kuil Siau lim si pun muncul dg membawa tongkat kebesarannya.

   Serentak para anggota kuil memberi hormat dg wajah serius.

   Setelah membalas hormat dan menghentakkan tongkatnya keatas tanah, ketua siau lim si mulai berkata dg suara dalam .

   "Barusan murid kita Hiong pun menemukan papan nama kuil kita telah dicuri orang, untuk itu apakah ada diantara kalian telah melihat seseorang yg mencurigakan kemari ? "

   Dg perasaan terkejut dan bimbang segera murid Siau lim si saling berpandangan dg mulut membungkam, nampaknya tak seorangpun yg menyaksikan peristiwa ini. Dg wajah serius dan nada dalam kembali ketua Siau lim si ini berkata .

   "Papan nama gereja kita merupakan hadiah dari bagina almarhum, bukan saja melambangkan kewibawaan da sejarah kuil kita selama seratus tahun terakhir ini, juga melambangkan posisi terhormat kita dimata umat persilatan pada umumnya, tapi sekarang ternyata papan nama itu telah dicuri orang tanpa diketahui kabar beritanya, peristiwa ini betul2 merupakan suatu aib dan penghinaan untuk kuil kita, oleh karenanya sejak hari ini tidak terbatas dari tingkatan mana saja kalian semua diwajibkan siaga, tak boleh lalai, tak boleh gegabah, semuanya harus siap sedia setiap saat untuk menanggulangi hal2 yg tidak diinginkan, barang siapa berani lalai dia akan ditindak secara tegas!"

   "Menurut perintah ciangbunjin!"

   Segenap anggota kuil menyahut bersama-sama.

   Maka ditengah ulapan tangan ketuanya, beratus orang pendeta itu pun mengundurkan diri dari ruangan itu.

   Tak lama kemudian pintu ruangan telah tertutup kembali, kini yg tinggal hanya para tongcu serta kelima pendeta ngo heng dari ruang Tat mo wan.

   Terdengar ketua Siau lim si berkata.

   "Bok lim sute, yakinkah kau bahwa ini adalah perbuatan Kho Beng?"

   Dg nada yakin Bok sian taysu menjawab.

   "Menjawab pertanyaan ciangbunjin, menurut dugaanku hal ini tak bakal salah lagi , bukankah sangkut paut serta hubungannya persoalan ini telah kujelaskan tadi?"

   "Semula menurut laporanmu dari telaga Tong ting, kau mengatakan Kho Beng masih belum mengetahui asal usulnya sehingga mengusulkan kepadanya untuk menariknya sebagai murid kita sehingga tindak tanduknya dikemudian hari bisa diawasi tapi sekarang mengapa ia bisa mengetahui asal usul sendiri sehingga mencari gara2 dg pihak kita?"

   "Menurut dugaanku, andaikata bukan si unta sakti berpunggung baja Thio Ciong san telah mengingkari janjinya, tentu ketua Sam goan bun yg membongkar rahasia tsb atau kemungkinan terakhir adalah Li Sam yg telah tewas telah mengungkap asal usulnya menjelang kematian, kecuali tiga orang ini aku rasa tiada kemungkinan yg lain lagi."

   Ketua Siau lim si itu nampak termenung sebentar, tiba2 ujarnya sambil tertawa dingin.

   "Budha maha pengasih, demi melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan, mau tak mau kita mesti menggunakan tindakan yg keji untuk mengatasinya, Li Sam sudah mati, jejak si unta sakti berpunggung baja pun masih penuh tanda tanya, satu-satunya jalan adalah mengundang kehadiran ketua Sam goan bun untuk ditanyai persoalan tsb, entah bagaimana menurut pendapat para tongcu serta tianglo berlima?"

   Padahal yg dimaksud "mengundang.

   dari ketua Siau lim si itu.

   Lebih tepat kalau dibilang "diciduk".

   Serentak para sesepuh Siau lim si memberikan persetujuannya.

   Maka dg beberapa patah kata itulah nasib tragis perguruan Sam goan bun telah diputuskan.

   Melihat tak ada lagi usul lain, ketua Siau lim si segera berpaling kearah Bok sian taysu seraya berkata.

   "Entah tindakan apa yg mesti kita ambil untuk menghadapi perjanjian malam nanti?"

   Dg suara tenang Bok sian taysu berkata.

   "Pamor serta nama baik Siau lim si harus kita bela mati-matian, menurut pendapatku, malam nanti kita penuhi undangannya kemudian setelah mendapatkan kembali papan nama tsb, kita bekuk orangnya."

   "Yakinkah sute akan keberhasilan kita?"

   Tanya ketua Siau lim si dg secara dalam. Bok sian taysu tersenyum.

   "Tak usah kuatir, pokoknya aku tak akan mengecewakan pengharapan ciangbun suheng."

   "Baiklah"

   Kata ketua Siau lim si kemudian sambil manggut2.

   "Silahkan sute memenuhi janji itu, aku akan mengatur persoalan lainnya."

   Dan perundingan rahasia pun diakhiri sampai disitu.

   Pintu gerbang ruang Tay hiong po tian kembali terbuka lebar, para sesepuh Siau lim si itupun kembali keruangannya masing2.

   Tulisan diatas pintu gerbang kuil Siau lim si juga telah dihapus, segala sesuatunya pulih kembali dalam ketenangan, seakan-akan sebelum itu tak pernah terjadi sesuatu peristiwa pun.

   Waktu berlalu dg cepatnya, dalam waktu singkat sehari sudah lewat, kini rembulan sudah bersinar diatas angkasa, kentongan pertama telah menjelang tiba.

   Ditengah keheningan dan kegelapan yg mencekam seluruh kuil Siau lim si, tiba2 kelihatan sesosok bayangan abu2 berkelebat keluar dari ruangan dan bergerak menuju kepuncak bukit.

   Tampak ditangan kanan orang itu membawa sebuah toya besi, sementara ditangan kirinya membawa sebuah panji yg berbentuk segi tiga.

   Ternyata orang itu tak lain adalah Bok cuncu, sesepuh Siau lim si yg sedang berangkat kebelakang bukit untuk memenuhi janji.

   Sementara itu malam amat hening, selain hembusan angin malam yg terasa dingin, tak kedengaran sedikit suara pun yg memecah keheningan.

   Bok sian taysu dari Tat mo wan berdiri tegak dipuncak bukit dg sorot mata yg tajam mengawasi sekeliling tempat itu, namun suasana tetap hening dan tidak kelihatan setitik bayangan manusia pun.

   Karena terlalu mengandalkan kemampuan ilmu silatnya yg amat lihay, ditambah lagi ia tahu kalau ciangbun suhengnya telah mempersiapkan bala bantuan disekitar sana, maka wajahnya sama sekali tidak nampak tegang ataupun gelisah.

   Ditunggunya sampai kentongan pertama menjelang tiba, sewaktu dilihatnya orang itu belum nampak juga maka dg suara lantang ia berseru.

   "Kemana perginya orang yg mencuri papan nama? Aku telah datang memenuhi janjiku, apakah kau tidak segera menampilkan diri?"

   Baru selesai perkataan tsb diucapkan, suara jawaban yg nyaring telah bergema tiba.

   "Bok sian hweesio, apakah sudah kau bawa panji Hui im ki leng tsb? "Panji Hui im ki leng berada ditanganku"

   Sahut Bok sian taysu lantang.

   "Harap bentangkan panji tsb dan kibarkan tiga kali."

   Bok sian taysu menurut dan kibarkan panji tsb tiga kali, kemudian baru ujarnya dingin.

   "Apakah sicu sudah melihatnya dg jelas?"

   Mendadak berkumandang suara gelak tertawa yg amat nyaring berasal dari atas puncak bukit sebelah kiri, ditengah gelak tertawa yg amat keras itu nampak sesosok bayangan manusia menerobos angkasa dan melayang turun dihadapan Bok sian taysu.

   Ternyata orang yg bermata tajam dan berwajah tampan itu memang tak lain adalah Kho Beng, orang yg sudah diduga oleh Bok sian taysu sebelumnya.

   Sambil tertawa seram Bok sian taysu segera berkata.

   "He...he...he...ternyata memang sauhiap, tak kusangka aku masih punya jodoh untuk bersua kembali dg sicu"

   "Tak usah banyak bicara"

   Tukas Kho Beng sambil menarik muka.

   "nah hweesio gede cepat serahkan panji Hui im ki leng tsb kepadaku!"

   Bukan diserahkan, Bok sian taysu malah menyimpan kembali panji tsb, kemudian katanya sambil tersenyum.

   "Sau sicu, bolehkah aku berbicara dulu barang sepatah dua patah kata?"

   "Kalau ingin bicara, katakan saja terus terang!"

   "Masih ingatkah sau sicu dg kata2 ku ketika berada dalam wisma tamu di bukit Kun san ditepi telaga Tong ting?"

   Kho Beng segera tertawa bergelak.

   "Hahahajadi kau masih ingin menerimaku sebagai muridmu hweesio tua?"

   "Membujuk orang berbuat baik merupakan suatu amal yg sangat mulia, Budha maha pengasih, aku tak boleh melenyapkan kesempatan seseorang untuk kembali kejalan yg benar, asal tindakan yg sau sicu lakukan sekarang hanya merupakan dorongan emosi maka pintu gerbang Siau lim si masih terbuka bagi sau sicu."

   "Hweesio gede! Enak amat perkataanmu itu"

   Jengek Kho Beng sambil tertawa dingin.

   "Masih ingatkah dg drama penyiksaan terhadap Li Sam tempo hari?"

   "Sau sicu, ketahuilah bahwa perbuatanku itu demi kepentinganmu sendiri"

   "Sayang sekali hweesio tua, aku Kho Beng justru hendak menyingkap topeng dibalik kebajikanmu itu!"

   Tukas anak muda itu.

   Tiba2 saja paras muka Bok sian taysu berubah hebat, serunya dg penuh kegusaran.

   "Selama ini aku selalu berusaha membujuk mu agar berbuat kebaikan serta kembali kejalan yg benar, tindakan inikah yg kau tuduh sebagai tindakan pura2?"

   "Hehe.hekalian toh bukan pejabat pengadilan, atas hak apa kamu semua menyelenggarakan sidang penyiksaan? Hey hweesio tua mengapa kau tidak memberi kesempatan kepada Li Sam untuk menempuh hidup baru? Mengapa kau hanya memberi kesempatan macam itu kepadaku seorang?"

   Merah padam selembar wajah Bok sian taysu, tapi justru karena itu dia menjadi marah hingga wajahnya hijau membesi, ujarnya kemudian dg suara dalam.

   "Sau sicu, kalau toh kau enggan menuruti nasehatku, sampai waktunya kau pasti akan menyesal sekali."

   Kho Beng tertawa angkuh "Tentang soal ini tak usah kau kuatirkan, yang datang tak akan membawa maksud baik, orang baik tak akan datang mencari gara2.

   Hehehehweesio tua, tahukah kau apa sebabnya aku Kho Beng justru menunjuk dirimu untuk datang memenuhi janji?"

   "Sayang aku tak paham niatmu itu!"

   Dengus Bok sian taysu.

   Kho Beng tertawa dingin "Kalau begitu tak ada salahnya bila kuberitahukan kepadamu, selain menukar papan nama kuil kalian dg panji tsb, akupun hendak memenggal batok kepalamu untuk dipakai bersembahyang didepan meja abu engkoh Li Sam!"

   Mendengar perkataan tsb, Bok sian taysu segera tertawa terbahak-bahak.

   "Hahahaasal sau sicu merasa yakin dg kemampuanmu, silahkan saja untuk berusaha memenggalnya, tapi sayang batok kepalaku ini bukan barang yg bisa dipetik sembarangan.Hmmmm, sebelum itu aku ingin bertanya dulu kepadamu, sesungguhnya apa sih hubunganmu dg Li Sam?"

   "Li Sam adalah kakak angkatku, nah hweesio, serahkan panji tsb kepadaku sekarang juga!"

   "Apakah sicu telah membawa serta papan nama kuil kami?"

   "Papan nama itu terlalu besar dan berat lagi hingga kurang leluasa untuk dibawa kesana kemari, tapi tak usah kuatir perkataan seorang lelaki sejati tak akan diingkari lagi, asal panji tsb sudah kau serahkan, tentu papan nama itu akan kukembalikan kepada kalian."

   "Hmmmdalam soal ini aku dapat mempercayai perkataanmu, tapi akupun merasa heran dg mempertaruhkan selembar jiwau kau berusaha untuk mendapatkan panji tsb, sebetulnya apa sih kegunaan panji itu bagimu."

   "Hmmm hweesio busuk, tahukah kau siapakah Kho Beng yg sebenarnya?"

   Seru pemuda itu sambil tertawa dingin. Bok sian taysu balik tertawa dingin.

   "Bila dugaanku tidak keliru, sicu adalah putra Kho Po koan, pelayan dari perkampungan Hui im ceng dimasa lalu!"

   Kho Beng segera manggut2, katanya dg suara dalam .

   "Kho lo tia pernah melepaskan budi setinggi bukit kepadaku, sudah sepantasnya kalau kusebut dia orang tua sebagai ayah angkatku, tapi aku bukan putra kandungnya."

   "Jadi sicu bukan anak kandung si toya baja pedang tembaga Kho Po koan?"

   Bok sian taysu menyela dg wajah tercengang. Tepat sekali perkataanmu, sebab mendiang ayahku tak lain adalah Hui im cengcu yg termashur itu!"

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Bok sian taysu terperanjat sekali, tapi sejenak kemudian ia sudah mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Ha...ha...ha....siapa sih yg hendak kau tipu? Putra tunggal Hui in cengcu sudah mampus diujung pedang Ciu bu ki, Ciu tayhiap semasa masih bayi dulu. Mana mungkin bisa muncul putra kedua dari Hui im cengcu dewasa ini...."

   "Hmmm...tak nyana kau si hweesio begitu dungu"

   Ejek Kho Beng sambil tertawa sinis.

   "Orang yg mewakiliku mati waktu itu lah baru putra tunggal pelayan kami, kasihan kamu semua ternyata hingga kini masih belum menyadarinya"

   Sekali lagi paras muka Bok sian taysu berubah hebat.

   Dulu pendeta dari Siau lim si ini memang menaruh curiga atas raut wajah Kho Beng yg dianggapnya mirip Hui im cengcu, tapi selama ini ia selalu berpendapat itu hanya suatu kebetulan saja.

   Karena itu setelah menyelami kembali peristiwa masa lampau, ia tak mau percaya kalau bocah yg telah mampus diujung pedang tempo hari, ternyata masih hidup terus hingga hari ini.

   Sekarang, pendeta agung dari Siau lim si ini baru memahami duduk persoalan yg sebenarnya, diam2 ia menyesal sekali karena sudah menyia-nyiakan kesempatan baik sewaktu masih ditelaga Tong ting tempo hari, coba kalau waktu itu ia bertindak tegas, niscaya Kho Beng tak akan lolos hingga hari ini.

   Hawa nafsu membunuh pelan2 menyelimuti perasaan Bok sian taysu, meski begitu sikapnya masih tetap tenang dan lembut seperti sedia kala, malah ujarnya sambil tertawa nyaring.

   "Kalau toh sicu adalah putra kandung Hui im cengcu, tentu saja aku harus mengembalikan benda ini kepada pemiliknya, nah ambillah!"

   Tangan kirinya segera diayunkan kemuka, panji Hui im ki leng segera meluncur kemuka bagaikan sekilas cahaya hijau dan....

   "Duuuk!"

   Segera menancap diatas sebuah batu karang, persis ditengah antara kedua orang itu.

   Menyusul kemudian tangan kanannya bergeser dari batang tongkat keujung senjatanya.

   Setelah itu toyanya diputar dan dijajarkan didepan dada, inilah gaya pembukaan dari suatu serangan.

   Sebagai orang persilatan tentu saja Kho Beng dapat melihat hal tsb, dg kening berkerut serunya dingin.

   "Hey Hweesio, kelihatannya kau sudah tak sabar lagi untuk bertarung melawanku."

   Bok sian taysu tersenyum.

   "Bukankah sicu menghendaki batok kepalaku? Sekarang kau dapat menyelesaikan dua persoalan sekaligus, selain lencana panji bisa kau peroleh, batok kepalaku bisa kau penggal, Cuma masalahnya sekarang apakah sicu mempunyai kesanggupan untuk melakukannya."

   Kho Beng mendengus dingin, sambil membusungkan dada ia segera berjalan kemuka mendekati lencana panjinya.

   Ia tahu baik kecerdasan maupun tenaga dalam yg dimiliki Bok sian taysu masih satu setengah tingkat diatas kemampuannya, diapun menyadari bahwa pihak lawan tak akan membiarkan dirinya mendapatkan kembali panji tsb secara aman, bahkan bisa jadi serangan yg bakal dilancarkan musuh luar biasa hebatnya.

   Akan tetapi kobaran semangat yg dibangun oleh sindiran encinya, menimbulkan kegagahan dan kejantanan yg tak terbendung dalam tubuh Kho Beng, apalagi kematian Li Sam yg tragis amat melekat didalam benaknya, boleh dibilang rasa bencinya terhadap Bok sian taysu sudah merasuk sampai ke tulang sumsum.

   Maka mempergunakan kesempatan disaat ia selangkah demi selangkah mendekati panji tsb, dg teliti dan hati2 sekali ia mulai memperhatikan kemungkinan2 yg dilakukan Bok sian taysu dalam menghadapi dirinya, dia pun mulai mempersiapkan jurus serangan yg mungkin bisa dipakai untuk menanggulanginya.

   Selisih jarak sejauh berapa kaki tidak terlalu jauh, ditengah suasana tegang yg mencekam seluruh kalangan inilah akhirnya Kho Beng telah sampai disisi panji tsb.

   Dalam keadaan demikian, mau tak mau dia harus mengalihkan sorot matanya yg semula mengawasi wajah Bok sian taysu lekat2 kini harus beralih keatas panji yg berada diatas tanah.

   Pada saat inilah sekulum senyuman dingin yg licik tersungging diujung bibir Bok sian taysu, sebelum jari tangan Kho Beng menyentuh panji itu mendadak ia membentak keras.

   "

   Lihat senjata!"

   Toyanya diputar sambil bergetar menciptakan selapis cahaya hitam yg disertai angin tajam langsung mengancam tubuh anak muda tsb. Inilah jurus "Cahaya suci bayangan budha"

   Dari ilmu delapan belas jurus penaklus iblis yg merupakan ilmu toya rahasia dari Siau lim si, seperti apa yg telah diduga semula, ternyata kekuatan yg disertakan didalam serangan tsb benar2 hebat dan luar biasa sekali.

   Berbicara menurut keadaan situasi saat itu rasanya selain membendung ancaman mana dg mempergunakan senata, hanya ada satu jalan saja bagi Kho Beng yakni menghindarkan diri.

   Akan tetapi Kho Beng tak rela melepaskan panji yg sudah hampir tersentuh oleh tangannya itu, dalam terperanjatnya ia pun bertekad mengambil tindakan yg amat berbahaya sekali.

   Tiba2 saja badanya menerjang maju kedepan lalu menjatuhkan diri mendekam ketanah, dg suatu gerakan yg manis tapi berbahaya ia berhasil lolos dari sapuan tenaga lawan.

   Memanfaatkan kesempatan inilah dia menyambar panji tsb, kemudian menjejakkan kakinya kebelakang keras2.

   Laksana anak panah yg terlepas dari busurnya, pemuda itu pun meluncur kemuka langsung menerjang kedada Bok sian taysu, pedangnya menusuk sejajar dada dan menggunakan gerakan "ombak berbaring gelombang memburu"

   Dia mengancam lambung lawan.

   Baru saja serangan toya Bok sian taysu menemui sasaran kosong, ia makin terperanjat lagi setelah menyaksikan kejadian itu.

   Ia bukan terkejut karena tindakan pembalasan dari Kho Beng yg menyerempet bahaya, sebab tindak serangan balasan dari anak muda tsb telah berada dalam dugaan pendeta agung dari Siau lim si ini.

   Yang membuatnya amat terperanjat adalah jurus serangan yg digunakan Kho Beng untuk melancarkan serangan balasan tadi , ia tak mengira kalau jurus serangan yg dipakai adalah ilmu pedang aliran air Lin sui jit si yg amat termasyur itu.

   Dg suara dalam dan berat Bok sian taysu segera menegur.

   "Rupanya sicu telah memperoleh warisan ilmu silat dari Bu wi lojin"

   Toyanya kembali diputar dg jurus "Guntur sakti penakluk iblis"

   Sepenuh tenaga ia babat tubuh lawan.

   Disaat melejit kedepan tadi Kho Beng telah mencabut panjinya dari batu, kini semangatnya berkobar-kobar, namun oleh karena perubahan jurus yg dilakukan Bok sian taysu kelewat cepat, maka dalam keadaan terdesak dan tak mungkin dapat dihindari lagi, ia segera tertawa keras2 sambil serunya.

   "Hey hweesio gede, aku Kho Beng akan menjajal sampai dimanakah kemampuan tenaga dalammu!"

   Tubuhnya cepat2 meluncur kebawah, begitu menginjak permukaan tanah, pedangnya ditarik sambil berputar, lalu membentak keras ia bendung serangan musuh dg kekerasan.

   "Traaanggg!"

   Dua senjata yg saling bertemu menimbulkan suara bentrokan yg nyaring sekali, percikan bunga api memancar kemana-mana.

   Kho Beng segera merasakan kekuatan serangan Bok sian taysu begitu berat dan kuat seperti tindihan bukit karang sehingga seluruh lengan kanannya menjadi skit dan kesemutan, hampir saja pedangnya lepas dari genggaman.

   Akan tetapi senjata toya Bok sian taysu yg tertangkis pedang kho Beng pun dibuat mencelat kebelakang, akibatnya pendeta dari Siau lim si ini menjadi terkejut sekali sampai paras mukanya berubah hebat, buru2 dia menghindarkan diri kebelakang.

   Mimpipun dia tak pernah menyangka kalau Kho Beng pemuda yg lemah lembut selain mendapatkan warisan ilmu pedang Lui sui jit si, juga memiliki tenaga dalam yg begitu sempurna sampai2 bila dibandingkan dg tenaga latihannya selama enam puluh tahun selisihnya cuma sedikit sekali.

   Jilid 13 Begitulah, setelah terjadi dua kali bentrokan, masing2 pihak segera mundur kembali sejauh dua kaki dan saling berhadapan dg penuh konsentrasi.

   Dg penilaian yg salah terhadap Kho Beng sebelum ini, kini Bok Sian taysu tak berani bertindak gegabah lagi, terutama setelah menyaksikan Kho Beng berdiri sambil menyilangkan pedangnya didepan dada, tentu saja ia semakin tak berani bertindak secara gegabah.

   Sebaliknya Kho Beng pun tak berani bertindak secara sembarangan krn lengan kanannya dibuat kesemutan hingga sama sekali tak bertenaga lagi, kini ia membutuhkan waktu yg cukup untuk beristirahat dan memulihkan kembali kekuatan tubuhnya.

   Walaupun demikian, namun ia sendiripun sudah mengerti bahwa niatnya untuk mencabut nyawa Bok sian taysu tak mungkin berhasil, krn kemampuan yg dimilikinya sekarang masih ketinggalan jauh dari musuhnya.

   Maka secara diam2, ia pun mengambil keputusan untuk mengundurkan diri saja dari situ, toh bagaimana jua lencana panji warisan ayahnya telah diperoleh kembali.

   Siapa tahu pada saat itulah mendadak terdengar seseorang menegur dari belakang tubuhnya.

   "Bok sian sute, apakah kau terluka?"

   Bok sian taysu segera berpaling, tiba2 saja semangatnya makin berkobar, sahutnya dg gembira.

   "Lapor ciangbun hongtiang, pinceng dalam keadaan sehat, hanya sampai kini aku belum berhasil mendapatkan kembali papan nama kuil kita!"

   Dg perasaan terperanjat Kho Beng berpaling, ternyata diujung bukit sana telah muncul seorang pendeta tua yg membawa sebuah toya baja, dari sebutan Bok sian taysu diapun segera mendapat tahu kalau orang itu tak lain adalah ketua Siau lim pay sendiri.

   Hatinya segera berdebar keras, ia sadar posisinya berbahaya sekali.

   Dalam keadaan begini, satu2 nya jalan terbaik baginya adalah mengambil langkah seribu, cepat2 dia melejit keudara dan berusaha meloloskan diri dari situ.

   Siapa sangka baru saja tubuhnya melambung ketengah udara, ketua Siau lim pay itu sudah memutar toyanya tiga kali.

   Dari empat penjuru sekeliling bukit pun segera bermunculan bayangan manusia yg dg cepat mengambil posisi mengurung.

   Dlm waktu singkat puluhan orang pendeta yg bersenjata lengkap telah mengepung tempat itu, hawa nafsu membunuhpun menyelimuti wajah setiap orang.

   Sambil tertawa dingin, Bok sian taysu segera berkata.

   "Sicu, apakah kau masih berharap bisa meninggalkan kuil Siau lim si ini?"

   Kho Beng amat terperanjat, melihat sekeliling tempat tsb sudah terkurung musuh, terpaksa ia melayang turun kembali keatas tanah dan bentaknya penuh kegusaran.

   "Pendeta yg tak tahu malu! Apakah kalian berniat mencari kemenangan dg mengandalkan jumlah yg banyak?"

   "Hehehesicu belum menyerahkan kembali papan nama kuil kami mana mungkin aku akan membiarkan kau pergi dari sini?"

   Sahut Bok sian taysu sambil menjengek dingin. Kho Beng segera tertawa seram.

   "Bagaimana pula andaikata aku telah mengembalikan papan nama tersebut?"

   Sementara Bok sian taysu tertegun, ketua Siau lim pay telah menyambung.

   "Sicu ini memang tidak mengingkari janji, papan nama telah tergantung kembali diatas pintu gerbang kuil kita!"

   Rupanya sebelum malam menjelang tiba tadi, Kho Beng telah bersembunyi disekitar kuil Siau lim si, begitu melihat Bok sian taysu sudah meninggalkan kuil untuk memenuhi janji, ia segera menggantungkan lebih dulu papan nama ketempat semula, sesudah itu ia baru membuntuti Bok sian taysu menuju ketempat perjanjian.

   Tentu saja Bok sian taysu menjadi tertegun dibuatnya, saat itu juga ia mulai sadar bahwa kecerdikan dan kelicikan Kho Beng tak boleh dianggap enteng.

   Tapi sebelum sempat ia menegur sesuatu, ketua Siau lim pay, Phu sian sangjin telah berkata lebih dulu.

   "Bok sian sute, anak siapa sih orang ini?"

   "Dialah Kho Beng, putra tunggal Hui im cengcu dimasa lalu!"

   Berubah hebat paras muka Phu sian sangjin, serunya tercengang.

   "Darimana munculnya putra kedua dari Hui im cengcu?"

   Bok sian taysu menghela napas panjang.

   "Aaaairupanya si toya baja pedang tembaga Kho Po koan telah mengorbankan putranya sendiri untuk menyelamatkan putra majikannya, ternyata siasatnya itu berhasil mengelabui seluruh umat persilatan sampai bertahun-tahun lamanya. Ciangbun suheng, kita tak boleh melepaskan bibit bencana ini lagi!"

   "Ooooh."

   Phu sian sangjin mengalihkan pandangannya dan mengawasi Kho Beng lekat2, kemudian katanya.

   "Sau sicu sebagai putra tunggal Hui im cengcu tentunya mengetahui juga bukan atas peristiwa yg terjadi dimasa lalu?"

   "Tahu!"

   Sahut Kho Beng dingin.

   "Sesungguhnya Hui im cengcu Kho tayhiap adalah seorang pendekar yg berjiwa ksatria dan gagah perkasa, sayang seribu kali sayang ia berubah menjadi licik dan munafik karena terpengaruh kitab pusaka Thian goan bu boh sehingga semua orang hilang kepercayaan terhadap dirinya. Bukan saja ia telah mempermainkan umat persilatan sehingga mondar mandir tak ada tujuannya, ia pun sudah membohongi semua orang hingga akhirnya mengorbankan amarah orang banyak dan menderita nasib yg amat tragis. Kalau toh sicu sudah mengetahui secara jelas duduk persoalan itu, sepantasnya juga bila kau banyak berbuat kebajikan dan perbuatan sosial untuk menebus dosa dan kesalahan ayahmu dimasa lalu, tapi nyatanya sekarang.kau malah melakukan perbuatan amoral, perbuatan yg terkutuk, nampaknya kau sendiripun sudah bosan hidup!"

   Dg kening berkerut Kho Beng berseru.

   "Ayahku adalah seorang pendekar berjiwa besar, setelah beliau berjanji akan menghadiahkan kitab pusaka itu kepada seluruh persilatan, dia tak akan mengingkari janji. Biarpun masa lalu sudah lewat namun masih banyak titik kelemahan yg mendatangkan kecurigaan, sayang kau sebagai seorang pendeta agung dari suatu perguruan besar justru kelewat bodoh dan pikun, tidakkah kau tahu bahwa perbuatan bodohmu telah ditertawakan sidalang yg masih bersembunyi dibalik layar."

   "Seorang anak membelai ayahnya merupakan kejadian yg lumrah"

   Kata Phu sian sangjin dg suara dalam.

   "tapi memutar balikkan kenyataan merupakan perbuatan terkutuk, tahukah sicu bahwa pembelaanmu barusan justru semakin merusak nama baik ayahmu?"

   Kho Beng tertawa dingin.

   "Aku bukan manusia yg suka memutar balikkan duduknya persoalan, sayangnya kau sebagai seorang ciangbunjin justru tak mampu meneliti persoalan yg terjadi. Padahal dalam kenyataannya diwaktu itu justru ada seorang yg telah menyaru sebagai Bu wi cianpwee untuk menipu kalian serta mengadu domba kalian semua, siasat licik itulah yg menimbulkan kesalahpahaman umat persilatan terhadap ayahku, sungguh tak disangka ternyata tak seorangpun yg menyelidiki persoalan tsb secara teliti sehingga tanpa disadari telah dijadikan alat oleh orang lain."

   Phu sian sangjin nampak terperanjat sekali, serunya tertahan.

   "Darimana sicu mengetahui persoalan ini?"

   "Aku telah bertemu dg Bu wi cianpwee, justru untuk membersihkan diri ia mengajarkan ilmu silatnya kepadaku, malah ia telah kembali terjun kedalam dunia persilatan untuk menyelidiki siapa gerangan otak atau dalang dibelakang layar yg menyebabkan terjadinya peristiwa berdarah itu.."

   "Apakah sicu sudah mengetahui siapakah dalangnya?"

   "Tentu saja tahu"

   "Siapakah dia?"

   "Dewi In nu!"

   Phu sian sangjin segera tertawa terbahak-bahak.

   "Ha...ha...ha...sudah hampir lima puluh tahun lolap memimpin partai Siau lim pay, banyak sudah tokoh persilatan dimasa lalu yg kukenal atau paling tidak pernah kudengar namanya, tapi rasanya belum pernah kudengar tentang seseorang yg bernama In nu siancu, ditinjau dari namanya, lolap duga ia seorang wanita, tapi tanpa bukti yg nyata siapa yg akan mempercayai keteranganmu itu..."

   Kembali Kho Beng tertawa dingin.

   "Bila ciangbunjin tidak percaya, hal ini merupakan urusan ciangbunjin sendiri, tapi aku, Kho Beng bertekad akan membersihkan nama baik ayahku dari segala tuduhan yg tidak benar, akan kusingkap dulu persoalan yg sebenarnya dan kuumumkan kepada seluruh umat persilatan."

   "Untuk sementara waktu tak usah kita singgung dulu masalah tsb"

   Kata Phu sian sangjin kemudian sambil menarik muka.

   "sekarang lolap ingin menegur sicu lebih dulu, apa sebabnya kau mencari gara2 dg partai kami?"

   "Ha.ha.ha.tanpa sebab tak mungkin timbul akibat"

   Kata Kho Beng sambil tertawa lantang.

   "mengapa ciangbunjin tidak bertanya lebih dulu kepada Bok sian hwesio, apa sebabnya ia telah mencuri panji Hui im ki leng milik ayahku tempo dulu?"

   Phu sian sangjin mendengus dingin.

   "Bila anda hanya menginginkan panji tsb toh bisa mendatangi kuil kami secara terang-terangan dan memohonnya kembali secara baik2, mengapa kau justru melanggar peraturan dunia persilatan dg mengambil tindakan mencuri?"

   Kho Beng tertawa keras.

   "HahahaBok sian sebagai seorang pendeta agung dari suatu perguruan besar telah merampok panji Hui im ki leng secara paksa, apakah tindakan semacam ini bukan termasuk tindakan pencurian? Aku toh cuma mengambil papan nama kalian untuk ditukar dg panji, apa salahnya bila tindakan semacam ini kuperbuat?"

   Phu sian sangjin benar2 sangat gusar, serunya kemudian dg suara dalam.

   "Anak muda kau harus tahu bahwa lolap sengaja menegurmu karena berharap kau bisa menyadari atas kesalahanmu serta bertobat, tak disangka kau justru keras kepala dan tak tahu adat."

   "Hmmm, aku Kho Beng toh belum perah berbuat kesalahan kenapa mesti bertobat, Ciangbunjin, kau tak usah manis dimulut jahat dihati, sekarang bila kau tak segera membubarkan kepungan, terpaksa aku hendak mengandalkan pedang ini untuk beradu jiwa dg kalian!"

   "Omitohud!"

   Phu sian sangjin segera merangkapkan tangannya didepan dada.

   "Buddha maha pengasih, melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan merupakan perbuatan mulia, maaf lolap akan melanggar pantangan membunuh.!"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Berbicara sampai disini, ia pentang matanya lebar2 seraya membentak keras.

   "Kemana perginya Ngo heng cuncu dari ruang Tat mo?"

   "Tecu siap melaksanakan perintah ciangbun suheng!"

   Jawaban serentak bergema dari sisi kiri bukit, menyusul kemudian tampak empat sosok bayangan abu2 melayang turun bagaikan rajawali sakti, mereka tak lain adalah Kim cuncu, Hwee cuncu, Sui Cuncu dan Toh Cuncu.

   Sementara itu Kho Beng telah bersiap sedia dg wajah serius, kini ia sudah tak memikirkan lagi soal mati hidupnya, dg pedang terhunus ia telah siap melangsungkan pertarungan mati-matian.

   Dg suara lantang Phu sian sangjin berseru kembali.

   "Kuharap Tianglo berlima dapat membekuk orang ini hidup2, bila terpaksa cabut jiwanya...."

   Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tiba2 dari bawah bukit sana telah muncul gulungan api, ternyata arah munculnya cahaya api tsb tak lain adalah kuil Siau lim si.

   Kelima orang Ngo heng cuncu telah siap melancarkan serangannya ketika secara tiba2 melihat munculnya cahaya api tsb, dg wajah tertegun mereka segera berpaling.

   Betapa terperanjatnya jago2 tsb setelah melihat bangunan kuil mereka terjadi kebakaran besar, saking kagetnya mereka sampai menjerit tertahan.

   Sementara itu para pendeta yg berdiri disisi kanan bukit telah berteriak keras.

   "Lapor ciangbunjin, kuil kita terbakar!"

   Berubah hebat paras muka Phu sian sangjin, belum pernah bangunan kuil itu terbakar, apalagi terjadi disaat suasana setegang ini tanpa terasa ia melirik sekejap kearah Kho Beng, hatinya curiga sekali.

   Tapi hanya tertegun sejenak, ketua dari Siau lim si ini segera membentak dg suara dalam.

   "Harap kesepuluh Tianglo pelindung hukum segera pulang kekuil untuk menyelidiki sebab musabab terjadinya kebakaran, begitu mendapat kabar segera kirim laporan kemari!"

   Sepuluh orang pendeta tua yg berada disisi kanan bukit serentak menyahut dan beranjak meninggalkan tempat tsb.

   Dg demikian selain Ngo heng cuncu dari Tat mo wan, diatas puncak bukit itu masih terdapat juga para ketua ruangan yg lain, Phu sian sangjin segera mmbentak lagi.

   "Tianglo berlima...!"

   Namun sebelum perkataan itu selesai diutarakan, dari balik kegelapan tiba2 berkumandang lagi suara teriakan seseorang dg penuh nada panik.

   "Ciangbunjin dari Siau lim pay, bila kau tak segera pulang, mungkin kuil Siau lim si akan berubah jadi abu dan anak buahmu akan habis dibantai orang!"

   Dg wajah berubah Phu sian sangjin segera membentak.

   "Tolong tanya siapakah sicu?"

   Kali ini jawaban berasal dari tebing sebelah kanan.

   "Lo pousat, aku jauh2 datang kemari memberi kabar hanya atas dasar niat baik, jangan bertanya siapa aku, bila nanti perguruan Siau lim si bisa lolos dari musibah malam ini, akhirnya toh akan tahu sendiri siapakah aku.."

   Phu sian sangjin segera mengalihkan pandangan matanya kearah batuan karang serta gua batu yg berada disisi kanan bukit, sesudah termenung sejenak, sahutnya kemudian.

   "Terima kasih atas pemberitahuan sicu, tapi lolap telah mengutus sepuluh tianglo pelindung"

   Sambil tertawa dingin suara itu bergema lagi.

   "Wahai hwesio tua, bukan aku sengaja meremehkan kekuatan kalian, bila kau hanya mengutus sepuluh orang tianglo pelindung hukum saja, sementara seluruh kekuatan lain yg bisa diandalkan terhimpun disini, aku kuatir mereka yg telah pergi tak akan kembali lagi, kasihan sepuluh lembar jiwa melayang dg percuma!"

   Tanpa terasa Phu sian sangjin mengalihkan sorot matanya kebawah bukit, betul juga kobaran api kelihatan makin lama semakin membesar sehingga separuh langit menjadi merah membara.

   Padahal setahunya dalam kuil masih terdapat empat lima ratus anggota kuil angkatan dua dan tiga yg tak lemah kekuatannya, apabila bukan terjadi serbuan yg tangguh dari luar, mustahil dg kekuatan sebesar itu mereka tak sempat memadamkan api hingga api yg membakar kuil makin lama semakin membesar.

   Begitu dipikir, tanpa terasa dia pun mempercayai keterangan orang tsb sebesar lima bagian, segera tanyanya kembali.

   "Tahukah sicu kawanan bajingan darimana yg melakukan serbuan kekuil kami?"

   "Kawanan manusia tsb semuanya baju dan kerudung hitam, ilmu silatnya amat tangguh...aaai, ciangbunjin, apa lagi yg kau ragukan? Apakah kau lebih memberatkan seorang bocah ingusan ketimbang karya Siau lim si selama lima ratusan tahun?"

   Kata2 yg sangat mengena itu segera membuat hati Phu sian sangjin menjadi gugup, diam2 ia memikirkan untung dan ruginya meninggalkan tempat ini.

   Memang benar Kho Beng merupakan bibit bencana yg harus dilenyapkan dari muka bumi, akan tetapi hasil karya Siau lim si selama lima ratusan tahun jauh lebih penting lagi.

   Maka setelah mempertimbangkan untung ruginya, dg perasaan apa boleh buat ketua Siau lim si ini menatap sekejap kearah Kho Beng dan berkata dg suara dalam.

   "Bocah keparat, malam ini aku akan membebaskan dirimu untuk sementara waktu, kuharap kau bisa memperbaiki perbuatanmu selanjutnya, janganlah mengikuti jejak ayahmu dulu sehingga menyebabkan kematian yg tragis bagi diri sendiri!"

   Selesai berkata ia segera mengibaskan ujung bajunya kearah kawanan pendeta Siau lim si yg berada disekitar situ.

   "Hayo jalan!"

   Secepat kilat ia segera meluncur turun kebawah bukit.

   Waktu itu kelima cuncu Ngo heng dari ruang Tat mo telah dibuat terperanjat sampai termangu oleh berita yg barusan didengarnya maka begitu ketuanya memberi perintah untuk kembali kekuil mereka tak berani ayal-ayalan lagi dan menyusul dibelakang Phu sian sangjin.

   Dlm waktu singkat seluruh pendeta sakti yg berada diseputar bukit telah mengundurkan diri dari sana dan cepat2 pulang ke Siau lim si.

   Ditengah jalan mereka saksikan kobaran api masih belum juga mereda, kejadian mana membuat para pendeta menjadi panik dan gelisah, nafsu membunuhpun telah menyelimuti wajah setiap orang.

   Terutama sekali Phu sian sangjin sebagai ketua Siau lim pay, hawa amarah menyelimuti dadanya, akan tetapi ia pun curiga.

   Ia tak habis mengerti manusia darimanakah dewasa ini yg bernyali begitu besar dg melakukan penyerbuan kekuil Siau lim si? Mungkinkah kawanan manusia penyerbu tsb adalah komplotan dari si Kedele Maut yg misterius itu? Siapa tahu belum habis ingatan tsb melintas lewat, dari kejauhan sana ia telah menyaksikan sepuluh sosok bayangan manusia meluncur datang dg cepatnya.

   Ketika bayangan manusia itu semakin dekat, segera mereka kenali sebagai kesepuluh tianglo pelindung hukum yg diutus untuk menolong kuil mereka.

   Phu sian sangjin segera menghentikan langkahnya lalu dg wajah tertegun tegurnya.

   "Mengapa kalian buru2 balik kemari? Apakah anak murid kita sudah tak mampu lagi menahan serbuan musuh?"

   Kesepuluh tianglo itu cepat2 menghentikan larinya, setelah memberi hormat maka pemimpin dari kesepuluh pendeta tsb, Sin tiong taysu berkata dg pelan.

   "Lapor cingbun hongtiang, meskipun tanda bahaya telah dibunyikan dari dalam kuil namun hingga sekarang belum ditemukan jejak musuhnya...."

   Phu sian sangjin semakin tertegun, serunya agak keheranan.

   "Kalau toh jejak musuh tak ditemukan, mengapa kobaran api didalam kuil semakin membesar?"

   "Api itu membakar hutan pohon siong disisi kuil, entah siapa yg telah mengguyur minyak disekitar sana sehingga begitu terkena api maka kobaran apinya menjulang sampai kelangit. Kini pepohonan disekitar tempat kebakaran sudah mulai ditebangi anak murid kita hingga lokasi kebakaran pun telah diisolir, bila minyak sudah habis terbakar niscaya kobaran api akan padam dg sendirinya."

   "Jadi kuil kita tak terbakar?"

   Sela Phu sian sangjin.

   "Kuil kita selamat dan tetap utuh, namun tecu telah perintahkan untuk meningkatkan kesiap siagaan!"

   Berubah hebat paras muka Phu sian sangjin, serunya kemudian sambil menghentakkan kakinya ketanah.

   "Celaka! Kalau begitu sipembawa berita tadi adalah komplotan bajingan muda tsb, tak disangka aku sudah termakan oleh siasat licik?"

   Rupanya bila dilihat dari puncak bukit maka hutan pohon siong tsb justru menyelimuti sekeliling kuil, tak heran kalau para pendeta tsb salah mengira kuil mereka telah terbakar.

   Demikianlah, setelah selesai berbicara ketua dari Siau lim si itu segera mengebaskan ujung bajunya dan beranjak pergi menuju kepuncak bukit kembali.

   Tentu saja kawanan pendeta lainnya harus mengikuti dari belakangnya, tak selang berapa saat kemudian mereka telah tiba kembali ditempat semula, namun apa yg terlihat membuat mereka termangu-mangu, suasana dipuncak bukit itu amat hening, tak nampak sesosok bayangan manusia pun disitu..

   Tak terlukiskan rasa gusar yg menyelimuti perasaan Phu sian sangjin waktu itu, tiba2 ujarnya kepada Bok sian taysu.

   "Sute, sekembalinya kedalam kuil nanti segera utus orang untuk memberi kabar kepada seluruh partai yg ada, beritahu tentang asal usul bocah keparat itu, suruh semua rekan2 persilatan yg terlibat dalam peristiwa berdarah saat itu untuk memperketat gerak geriknya, barang siapa membocorkan rahasia tsb bunuh saja tanpa ampun ..hehehe biarpun kolong langit amat luas, aku justru akan memojokkannya hingga tiada tempat berpijak lagi."

   OooOOooo Malam sangat gelap.

   Ditengah pegunungan yg membentang dari puncak Siong san sebelah utara sampai dikota The ciu tampak ada dua sosok bayangan manusia yg sedang berlarian dg kecepatan tinggi.

   Orang yg berada dimuka adalah seorang menusia berkerudung hitam yg bertubuh kecil pendek, sedangkan orang yg mengikuti dibelakangnya adalah seorang pemuda berbaju biru, dia adalah tak lain dari pada Kho Beng yg baru lolos dari kepungan para jago Siau lim pay.

   Waktu itu, Kho Beng bertanya sambil meneruskan larinya.

   "Sobat, sebenarnya siapa sih kau ini? Hendak kau bawa diriku kemana.?"

   Manusia berkerudung hitam yg berada didepan sama sekali tak berpaling, ia berlarian terus dg kencangnya, hanya sahutnya dingin.

   "Bocah muda, tak usah banyak bicara terus, setelah keluar dari pegunungan ini belum terlambat kalau ingin bicara!"

   Kali ini adalah kali keempat Kho Beng mengajukan pertanyaan yg sama, sebaliknya yg menjawab pun empat kali memberikan jawaban yg sama, hal ini membuat Kho Beng merasakan betapa misteriusnya si manusia berkerudung hitam itu.

   Kini, walaupun ia sudah tahu kalau orang tsb tidak bermaksud jahat, akan tetapi pelbagai kecurigaan masih mencekam dalam perasaannya, ia tak tahu akan dibawa kemanakah dirinya setelah orang itu berhasil memancing pergi kawanan pendeta dari Siau lim pay? Dan apa pula maksud tujuannya? Sesungguhnya Kho Beng ingin menanyakan kecurigaan2nya itu akan tetapi akhirnya ia berusaha mengendalikan perasaan tsb, sebab ia tahu kalau lawannya enggan berbicara, ini berarti ditanya pun tak ada gunanya.

   Begitulah, mereka berada satu dimuka yg lain dibelakang saling berkejaran menelusuri jalan setapak.

   Lebih kurang dua jam kemudian, manusia berkerudung hitam yg berjalan dimuka itu memperlambat gerak larinya.

   Sementara itu titik cahaya terang sudah mulai muncul diufuk timur, ini menandakan kalau fajar mulai menyingsing, jalan yg terbentang didepan mata pun sudah makin mendatar atau dg perkataan lain mereka sudah meninggalkan pegunungan Siong san sebalah timur.

   Akhirnya manusia berkerudung hitam itu menghentikan langkahnya, dadanya nampak tersengal-sengal, suara dengusan napas yg memburu lamat2 kedengaran jelas.

   Begitu pula keadaan Kho Beng napasnya terengah-engah, dadanya naik turun hingga untuk berbicara pun rasanya susah sekali.

   Lama sekali mereka berdua termenung sambil mengatur napas akhirnya manusia berkerudung hitam itu menghembuskan napas panjang dan berkata lebih dulu.

   "Akhirnya kita berhasil juga lolos dari kawasan yg berbahaya, kita tak usah kuatirkan pengejaran dari kawanan hwesio Siau lim si lagi.!"

   Perkataan itu diucapkan seakan-akan bergumam, tapi seperti juga memberi penjelasan kepada Kho Beng mengapa ia tidak memberikan jawaban tadi. Kho Beng manggut2 sekarang ia baru bisa bernapas lega, sahutnya sambil tersenyum.

   "Terima kasih atas bantuan saudara yg telah menolongku dari pengepungan, aku rasa sobat boleh segera melepaskan kain kerudungmu sehingga kita dapat saling berhadapan dg wajah sebenarnya."

   Manusia berkerudung itu tertawa terkekeh-kekeh, pelan2 dia melepaskan pula jubahnya yg kedodoran... Begitu melihat jelas muka orang itu, Kho Beng jadi tertegun, tanpa terasa ia berseru tertahan.

   "Aaaah, rupanya kau!"

   Siapakah dia? Ternyata orang itu adalah lelaki yg membawa sekarung kedele yg pernah ditemuinya dirumah makan kota Kwan tong tempo hari. Waktu itu dg senyuman dikulum ia mengawasi Kho Beng lekatlekat....

   "He...he...he...daya ingatan sauhiap memang sangat bagus"

   Katanya sambil tertawa terkekeh.

   "rupanya kau masih ingat dg ku.....aaah betul, hamba Chee Tay hap menjumpai kongcu!"

   Seraya berkata ia memberi hormat dalam2.

   "Chee Tay hap?"

   Kho Beng berbisik dg wajah tertegun.

   "dia telah melepaskan budi pertolongan kepadaku, masa aku harus menyebutnya dg nama secara langsung?"

   Maka ia pun buru2 menjura untuk memberi hormat.

   "Kongcu tak usah keheranan atau terkejut"

   Kata Chee Tay hap lagi sambil tertawa,"hamba hanya melaksanakan perintah majikan untuk melindungi keselamatan kongcu secara diam2"

   "Siapa sih atasanmu itu?"

   Tanya Kho Beng gelisah. Chee Tay hap segera tertawa misterius.

   "Atasanku tak lain adalah nona Kho"

   "Oooh rupanya toaci, Ya betul, bila ditinjau dari kantung kedele yg kau bawa sewaktu di Kwan tong tempo hari seharusnya aku sudah menduga kesitu. Jadi kau mulai menguntil dibelakangku semenjak kau meninggalkan Yang ciu tempo hari."

   Chee Tay hap manggut2. Kembali Kho Beng bertanya.

   "Kalau begitu kau juga yg telah melepaskan api di Siau lim si malam tadi?"

   Sekulum senyum kebanggaan segera tersungging diujung bibir Chee Tay hap, katanya.

   "Aaaai, aku cuma menggunakan sedikit siasat untuk menipu mereka"

   "Aaaai.bagaimanapun juga perbuatanmu itu sedikit keterlaluan."

   Kata Kho Beng sambil menghela napas. Chee Tay hap segera tertawa terkekeh-kekeh.

   "Membunuh seorang hwesio Siau lim atau melepaskan api membakar ludes seluruh kuil Siau lim rasanya tiada perbedaan menyolok, toh satu kali berhutang juga tetap hutang."

   "Biarpun perkataanmu ada benarnya juga"

   Kata Kho Beng dg wajah serius.

   "tapi pandangan kita harus benar, tak boleh emosi atau berat sebelah dalam penilaian, kalau tidak maka kita sendirilah yg bakal terjerumus dalam posisi yg sulit"

   "Perkataan kongcu memang benar"

   Buru2 Chee Tay hap memberi hormat. Kembali Kho Beng berkata.

   "Kuharap sekembalinya dari sini kaupun bisa menyampaikan kata2 yg sama kepada enciku, apalagi jejak dalang yg sesungguhnya sudah diketahui, kuharap ia tidak bertindak secara membabi buta lagi. Ketahuilah orang2 yg terlibat dlm peristiwa berdarah tempo hari, sampai sekarangpun belum mengetahui duduk persoalan yg sebenarnya, siapa tak tahu dia tak bersalah, banyak membunuh hanya akan dikutuk Thian"

   Mendengar perkataan tsb, Chee Tay hap segera menghela napas panjang, katanya kemudian.

   "Aaaaaikongcu berjiwa besar dan berhati mulia, jauh sekali berbeda dg sifat majikanku, tapi kuharap jangan sampai bentrok dg majikan hanya dikarenakan mempunyai pandangan yg berbeda, sesungguhnya majikan mempunyai wajah yg dingin dan kaku namun berhati lembut dan mulia, ketika ia tahu kalau kongcu adalah adik kandungnya, saat itu juga ia menitahkan hamba untuk melindungi kongcu secara diam2, betapa hangat dan besarnya perhatian majikan terhadap kongcu sungguh tak terurai dg kata2.."

   Dg perasaan bergolak Kho Beng ikut menghela napas panjang.

   "Mengerti, kakak yg tertua bagaikan ibu kandung, aku sebagai adik tentu saja cuma bisa memberi saran, masa antar saudara sendiri sampai terjadi bentrokan? Sudahlah, mulai sekarang kau tak usah mengikuti diriku lagi."

   "Kongcu menyuruh aku pulang?"

   Tanya Chee Tay hap tercengang. Kho Beng mengangguk.

   "Toaci bercita-cita hendak menuntut balas, itu berarti dalam setiap aksinya ia selalu membutuhkan bantuan, sebaliknya aku saat ini cuma ingin menyelidiki jejak pembunuh sebenarnya secara diamdiam, apalagi panji Hui im ki leng sudah kuperoleh kembali, rasanya sudah tiada lagi urusan penting yg akan kukerjakan lagi, oleh sebab itu aku pikir lebih baik kau pulang saja untuk melindungi keselamatan toaci"

   Chee Tay hap berpikir sebentar, akhirnya dia manggut seraya berkata.

   "Perintah kongcu pasti akan kulaksanakan, cuma sebelum pergi hamba ingin menyampaikan dulu sesuatu kepadamu"

   Sambil berkata ia mengeluarkan sebuah kantung kecil dari sakunya, melihat kantung itu menggunung dg tercengang Kho Beng bertanya.

   "Apa sih isi kantung itu?"

   "Apalagi selain kedele pencabut nyawa"

   Terkesiap juga hati Kho Beng sesudah mendengar penjelasan itu, terdengar Chee Tay hap berkata lebih jauh.

   "Sekarang hamba akan menjelaskan rahasia dari ilmu tsb, kuharap kongcu dapat mengingat sebaik-baiknya Im dikiri dan Yang di kanan, Yang dilepas Im ditarik, nyata dikiri kosong dikanan, empat penjuru berputar terbang melayang. Nah kongcu! Apakah kau sudah mengingatnya?"

   "Ingat sih sudah kuingat, tapi tidak kupahami apa arti dari rahasia tsb?"

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Kembali Chee Tay hap tertawa.

   "Sesungguhnya kepandaian ini merupakan suatu kepandaian yg luar biasa, padahal kalau sudah diketahui rahasianya bukan suatu kepandaian yg hebat. Pernahkah kongcu melihat kanak2 yg bermain kelereng.?"

   Kho Beng segera menggeleng. Melihat itu Chee Tay hap berkata lebih jauh.

   "Padahal asal kongcu bisa membayangkan saja rasanya tak susah untuk memperoleh gambaran, misalnya sebutir kelereng yg disentilkan dg jari tangan, ia pasti menggelinding kemuka secara lurus, akan tetapi kalau sewaktu menyentil kita melakukan gerakan menekan dg jari tangan maka keadaannya menjadi berbeda!"

   Bagaimanapun juga sifat kekanak-kanakan Kho Beng belum hilang, karena tertarik segera ujarnya sambil manggut2.

   "Ya benar, bila ditekan dg jari maka setelah kelereng itu melejit kedepan maka ia akan menggelinding balik kembali, tapi apa sih hubungannya dg ilmu melepaskan kedele?"

   Chee Tay hap segera tertawa terkekeh-kekeh.

   "Ilmu hwee hun toh mia (sukma membalik pencabut nyawa) dari tuan putri justru mempergunakan prinsip kerja dari kelereng tsb, hanya saja kalau main kelereng kita menggunakan kekuatan jari maka dalam bermain kedele kita mesti menggunakan sepasang tangan secara bersamaan dan disini pula letak perbedaan antara ilmu sukma membalik pencabut nyawa dg ilmu pelepas senjata rahasia pada umumnya!"

   Seraya berkata dia mengeluarkan empat butir kedele dari sakunya dan diletakkan pada telapak tangan, lalu katanya lagi sambil tertawa.

   "Bila senjata rahasia menggantungkan kekuatannya pada lontaran jari tangan maka ilmu Hwee hun toh mia ini justru mengandalkan pancaran tenaga dalam yg menyembur keluar dari balik telapak tangan, disaat telapak tangan kanan memancarkan tenaga yang kang maka telapak tangan kiri yg merapat secara diam2 memancarkan tenaga Im kang, sewaktu melancarkan serangan pun dua butir yg didepan dipakai untuk memancing perhatian lawan sebaliknya dua butir yg menyusul kemudian sebagai senjata pembunuh, sasaran termudah tak lain adalah sepasang mata musuh."

   Kho Beng memperhatikan keterangan tsb dg bersungguhsungguh sampai disitu tak tahan lagi ia menyela.

   "Mengapa sasaran yg termudah justru terletak pada sepasang mata musuh?"

   "Mata adalah bagian terutama dari tubuh manusia, begitu terkena maka daya kerja obat akan menyebar dg cepat, karenanya barang siapa terkena maka dia akan segera tewas. Berbeda sekali dg bagian lain, bukan saja belum tentu bisa membunuh lawan, daya kerja obat racun pun belum tentu bisa berkasiat sebagaimana mestinya, kedua, pandangan mata siapapun, entah bagaimanapun tajamnya pasti bakal keliruhe.he.he.dg memanfaatkan kesalahan pada pandangan manusia inilah ilmu sukma berbalik pencabut nyawa seringkali menewaskan lawannya!"

   Berbicara sampai disini, sambil tertawa ia segera menambahkan.

   "Dua kaki didepan sana terdapat dua batang pohon besar yg berdiri berjajar, apa salahnya jika kongcu membuat dua lingkaran pada masing2 pohon, kemudian menyaksikan demontrasi ilmu sukma berbalik pencabut nyawaku?"

   Dg gembira Kho Beng melompat kesisi pohon lalu dg jarinya ia membuat dua buah lingkaran pada batang pohon itu, setelah itu diperhatikannya pohon lain yg berjarak lebih kurang lima inci disisinya.

   Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, ia sengaja melukis dua lingkaran yg bengkok2 dan selisih satu inci satu sama lainnya, kemudian sambil berjalan balik kesamping Chee Tay hap katanya sambil tertawa.

   "Sekarang akan kulihat kebolehanmu dalam menggunakan ilmu sukma pencabut nyawa"

   Dari kejauhan Che Tay hap dapat melihat bagaimana Kho Beng sengaja melukis lingkaran tsb secara bengkok2, dg kening berkerut ia menegur.

   "Kongcu sengaja melukis lingkaran secara bengkok2, mana ada mata manusia yg berbentuk seperti itu?"

   Kho Beng tertawa"

   "He....he....he....katanya ilmu tsb hebat sekali? Kalau cuma keadaan seperti inipun tak sanggup dilakukan dimana lagi letak keistimewaannya?"

   "He...he...he...terus terang saja kongcu, hamba sendiri pun baru belajar jadi tak sehebat kepandaian yg dilakukan tuan puteri sendiri, tapi hamba akan memberanikan diri untuk mencobanya, silahkan kongcu lihat dg seksama!"

   Tangannya segera digoncangkan, tahu2 keempat butir kedele itu sudah berjajar menjadi satu baris. Kemudian ia merapatkan telapak tangan kirinya sambil menarik kebelakang, ketika tangan kanannya diayunkan kemuka maka.

   "Sreet!"

   Dua buah titik bayangan hitam telah meluncur dari tangannya dan melayang kearah kiri. Kho Beng menjadi tertegun, segera pikirnya dg keheranan.

   "Aneh benar orang ini, padahal sasarannya berada didepan, mengapa kedua butir kedele itu justru dilontarkan kesebelah kiri?"

   Belum habis ingatan tsb melintas lewat, tampak olehnya kedua titik bayangan hitam itu sudah meluncur sejauh dua kaki lebih, tiba2 saja benda tadi membuat suatu gerakan melingkar dan tahu2 sudah menancap ditengah lingkaran pada batang pohon tsb.

   Diam2 Kho Beng merasa terkesiap, pikirnya tanpa terasa.

   "Aaaiternyata kepandaian tsb benar2 sangat tangguh"

   "Duuuk,duukk!"

   Sekali lagi bergema suara benturan nyaring, ternyata lingkaran pada batang pohon yg lain pun sudah terkena serangan kedele tadi meski satu diantaranya tidak mengena persis pada sasarannya.

   Tapi satu hal yg membuat pemuda itu tercengang adalah sejak kapan kedua butir kedele yg terakhir dilepaskan Chee Tay hap, saking kesemsemnya memperhatikan perubahan pada dua butir kedele pertama, ia sampai lupa memperhatikan gerakan selanjutnya.

   Sementara itu Chee Tay hap telah berkata sambil tertawa rikuh.

   "Aaaai, dasar tidak berbakat, baru dicoba pertama kali sudah meleset"

   Setelah berhenti seenak, kembali ia berkata.

   "Rasanya kongcu sudah mengetahui garis besarnya bukan? Bila kita andaikan pohon yg pertama sebagai musuh dan lingkaran yg dibuat adalah sepasang mata lawan maka dua butir kedele yg dilepaskan lebih dulu tadi tak lebih berguna untuk memancing perhatian lawan, disaat musuh melihat datangnya sambaran bayangan hitam maka ia pasti akan berusaha menghindar, dg hindarannya tadi muduh pasti akan beralih pada posisi batang pohon yg kedua, da justru dg posisi inilah dia akan termakan oleh dua butir kedele yg terakhir. Cuma sayang kepandaianku kurang matang, coba kalau encimu yg melakukannya sendiri, dua butir pun sudah lebih dari cukup."

   Sambil tertawa Kho Beng menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.

   "Kau jangan lupa sekarang pohon yg kita anggap manusia adalah benda mati tak mampu bergerak, jika orang hidup yg kita hadapi dia tak bakal berdiri saja menanti digebuk"

   "Ha....ha....ha....kali ini perkataan kongcu memang tepat, memang dsisinilah kelemahan dari ilmu silat Sukma berbalik pencabut nyawa, yakni tak dapat dilepaskan menurut kehendak hati disaat pertarungan sedang berlangsung, ilmu ini hanya bisa dipergunakan disaat lawan lengah sedang tenang. He...he....he...setiap kali encimu mencari sasarannya, dia selalu memberi kata-kata pembukaan!"

   "Apa itu kata2 pembukaan?"

   Tanya Kho Beng agak geli.

   "Bila nafsu membunuh telah menyelimuti perasaan nona, dia pasti berkata begini....aku yakin kalian tentu tak rela menanti kematian dg begitu saja, tapi nona pun belum tentu harus membunuh kalian, asal kau bisa menghindari kedua butir kedele maut ku, akan kubebaskan kau dari kematian....he....he....sepuluh orang jago sembilan orang diantaranya sudah dibuat keder oleh keseraman kedele maut, mereka tentu akan menghadapi secara serius, didalam keadaan seperti inilah serangan dari encimu pasti akan mengenai sasaran!"

   "Aku masih saja tak mengerti!"

   Kata Kho Beng dg kening berkerut kencang.

   "Dalam hal apa kongcu tidak mengerti?"

   "Darimana toaci bisa tahu kalau musuhnya hendak menghindar kemana, kekiri atau kekanan, muka atau belakang?"

   Chee Tay hap segera tertawa.

   "Pertanyaan kongcu amat tepat, encimu pernah bilang, hal ini tergantung pada penilaian serta pandangan yg berpengalaman, reaksi dari seseorang berilmu silat kebanyakan dilakukan setelah lawan bertindak duluan, maka disaat kau siap sedia melancarkan serangan, pihak musuh tentu akan memperhatikan serta bersiap siaga dg penuh keseriusan, sewaktu menghindar pun kalau bukan kekiri pasti kekanan, sebalknya kau harus mengandalkan kesempatan disaat butiran kedele itu berputar untuk menentukan arah gerakan bahu dari lawanmu.Bila gerakannya kekanan pasti menghindar kekiri, bila gerakannya kekiri pasti berkelit kekanan. Bagi orang macam encimu, dia tak usah menggunakan empat butir untuk memancing reaksi lawan, dua butir pun sudah lebih dari cukup, karena biasanya ia menilai gerakan musuh dari kedipan matanya, biasanya bila kedele sudah dilontarkan, bukan kedele itu yg mencari mangsa, justru korbanlah yg menghantarkan diri untuk disergap kedele maut itu?"

   Sampai disini Kho Beng pun segera berpikir, meski encinya sudah lelewat banyak membunuh orang, namun perbuatannya tsb sengaja dilakukan demi menuntut balas atas kematian orang tuanya.

   Ia sebagai adik kandung sudah menjadi kewajibannya untuk turut memikul tanggung jawab itu.

   Siapa tahu dg sekantung kedele tsb ia bisa mengacaukan pandangan umat persilatan terhadap encinya, atau paling tidak bisa mengurangi beban yg menghimpitnya? Berpikir sampai disitu, katanya kemudian.

   "Baiklah, akan kuterima sekantung kedele ini"

   Tampaknya Chee Tay hap masih tetap kuatir, kembali dia bertanya.

   "Apakah kongcu sudah memahami teori tsb sekarang?"

   "Sudah mengerti"

   Kho Beng mengangguk sambil tertawa.

   "Tak nyana kau sudah menguasai sekali tentang seluk beluk ilmu tsb."

   Chee Tay hap tertawa.

   "Sesungguhnya hamba mendapat rejeki gara2 membonceng dibelakang kongcu, seandainya nona tidak ingin mewariskan ilmu tsb kepadamu, mana mungkin dia akan mengajarkan kepandaian sakti itu kepada hamba?"

   "Apakah racun dari kedele ini ada obat penawarnya?"

   Chee Tay hap menggeleng.

   "Hamba tak punya waktu untuk membuatnya, tapi asal kulit tak robek dan darah tidak mengalir, racun tsb tak akan menyerang tubuh manusia.

   "

   "Dari Li Sam kudengar kalau ilmu silat toaci berasal dari Gin san siancu, tapi belum pernah kudengar kalau keahlian gin san siancu didalam permainan senjata rahasia "

   Kembali Chee Tay hap tertawa .

   "Menurut penjelasan majikan, ilmu sukma berbalik pencabut nyawa diwarisinya dari seorang manusia berkerudung sewaktu ia baru turun gunung dulu, hanya sewaktu mewariskan kepandaian tadi, orang tsb menggunakan semacam senjata rahasia yg istimewa bentuknya, tuan putri menganggap cara membuat senjata rahasia tsb tidak mudah, maka dg kecerdikannya ia merubah senjata dg menggunakan kedele."

   "Oooohrupanya begitu"

   Kho Beng manggut2.

   "Nah sekarang kau boleh pergi!"

   Dg sikap hormat sekali Chee Tay hap menjura katanya.

   "Kalau begitu hamba mohon diri lebih dulu"

   Ia membalikkan badan dan beranjak pergi tapi belum berapa langkah tiba2 dua berbalik kembali.

   "Apakah kau masih ada persoalan yg belum dijelaskan?"

   Tanya Kho Beng tertegun. Sesudah sangsi sejenak Chee Tay hap berkata agak tergagap.

   "Mengingat kongcu seorang yg berjiwa besar dan berhati mulia, ada beberapa persoalan perlu kujelaskan dulu agar kongcu tidak memikirkan persoalan itu didalam hati"

   "Soal apa?"

   Pemuda itu makin bingung.

   "Sesungguhnya hamba tidak pernah memasuki kuil Siau lim si, padahal kongcu mesti membayangkan sendiri, Siau lim si dg lima ratusan pendeta bukan kekuatan yg lemah, dg mengandalkan kemampuan hamba seorang, mana ada kemungkinan untuk masuk kedalam bangunan dan membakarnya."

   "Ehmmm, soal tsb belum pernah kubayangkan"

   Ujar Kho Beng termangu.

   "jadi kau masih punya teman?"

   Chee Tay hap tertawa jengah.

   "Teman sih tidak punya, aku tak lebih Cuma melepaskan api dihutan siong belakang kuil sehingga memberi kesan kepada para pendeta yg berada dipuncak bukit bahwa kuil Siau lim si sudah terbakar, dg cara tsb aku berharap kawanan hwesio itu menjadi panik dan gugup. Padahal dalam kenyataannya kuil itu tidak rusak sama sekali, apa yg hamba katakan kepada kongcu tadi lebih Cuma bualan belaka!"

   Kho Beng agak tertegun sejenak, tapi ia segera tertawa terbahakbahak.

   "Ha.ha.ha..sungguh tak kusangka siasat busukmu amat banyak, tapi bila dilihat dari demontrasi ilmu meringankan tubuh yg kau lakukan tadi, jelas tenaga dalammu tidak berada dibawahku!"

   "Kongcu kelewat memuji"

   Chee Tay hap tertawa.

   "lima tahun berselang hamba masih dikenal orang sebagai Sin hek tok ho atau saudagar racun berkaki sakti, soal ilmu meringankan tubuh memang menjadi kepandaian andalanku, padahal kecuali yg satu ini aku tak punya kemampuan lain yg bisa dibandingkan dg kongcu."

   Habis berkata ia tertawa lagi sambil menambahkan.

   "Justru karena pengalaman hamba sebagai saudagar, maka menjadi kebiasaanku untuk membual dalam bidang apa saja, dalam hal ini harap kongcu jangan menjadi gusar!"

   Setelah memberi hormat diapun beranjak pergi meninggalkan tempat itu, dari kejauhan ia sempat berseru lagi.

   "Aku hendak pergi dulu, soal keselamatan kongcu selanjutnya kuserahkan pada kalian!"

   Dg kecepatan bagaikan sambaran kilat ia berkelebat menuruni bukit, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Kho Beng yg mendengarkan perkataan itu menjadi tertegun, pikirnya .

   "Ia bilang tak punya teman, lantas pesan tsb ditujukan kepada siapa?"

   Berpikir sampai disitu, diapun mencoba untuk memperhatikan keadaan disekitar sana namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun yg tampak.

   Permainan setan apa lagi yg dilakukan Chee Tay hap? Pikir Kho Beng dg termangu.

   Diliputi perasaan heran dan tak mengerti ia berjalan menuruni bukit.

   Siapa tahu baru berjalan sepuluh langkah, mendadak dari balik semak belukar disisi jalan melompat keluar dua sosok bayangan manusia yg membawa golok terhunus, dg cepat mereka menghadang jalan perginya.

   Kho Beng terkejut sekali, dg cepat dia melompat mundur sejauh dua langkah lebih.

   Ketika diamati lebih teliti, ditemukan dua orang tsb mempunyai perawakan tubuh tinggi besar, wajahnya kasar dan bengis, matanya tajam dan hidungnya melengkung, tampangnya menunjukkan kalau mereka bukan manusia baik2.

   Pakaian yg dikenakan adalah baju ringkas dari bahan kain kasar,dadanya terbuka lebar hingga nampak bulu dadanya yg hitam lebat, dg sorot mata yg tajam begaikan sembilu mereka awasi Kho Beng tanpa berkedip.

   Terkejut juga perasaan Kho Beng menghadapi dua orang yg tak dikenal itu, pikirnya.

   "Jangan2 kedua orang ini adalah yg dimaksud Chee Tay hap dg perkataannya tadi? Tapi Chee Tay hap adalah anak buah enciku, mengapa ia justru berteman dg kawanan manusia buas? Kalau dibilang hal ini merupakan ide cici, rasanya lebih mustahil lagi"

   "Kaukah yg bernama Kho Beng?"

   Dari nada pembicaraan lawan, Kho Beng segera mengetahui kalau mereka berdua bukan orang Tionggoan, bisa jadi suku asing dari luar negeri perbatasan, hal ini semakin mencurigakan hatinya. Sambil mempersiapkan diri secara diam2, sahutnya dingin.

   "Betul!"

   Tapi sebelum perkataan tsb selesai diucapkan, lelaki berbaju kembang yg lain tela menyambung.

   "Kalau memang benar, hayo cepat ikuti kami berdua!"

   "Kalian berdua hendak mengajakku pergi kemana?"

   Tanya Kho Beng adak tertegun.

   "Tidak jauh dari sini!"

   "Maaf"

   Kata Kho Beng dg suara dalam.

   "belum kuketahui nama kalian berdua!"

   "Aku bernama Hapukim dan dia Rumang!"

   Ucap lelaki berdada bidang pula. Sambil menjura Kho Beng segera berkata.

   "Oooh, rupanya saudara Hapukim dan saudara Rumang, barusan kalian bilang akan mengajakku pergi tak jauh dari sini, tampat mana sih yg dimaksud...?"

   "Aaah, kau ini kelewat cerewet!"

   Tukas Rumang sambil melotot. Berubah paras muka Kho Beng katanya pula sambil tertaw dingin.

   "Aku tidak terbiasa menuruti perintah orang, apalagi mengikuti seseorang secara membuta, bila kalian berdua tak bisa menerangkan , maaf kalau aku tak bisa mengikuti kehendak kamu berdua."

   "Aku tidak memahami perkataanmu, terus terang saja sekalipun enggan pun kau harus ikut kami!"

   "Bila kalian ingin menggunakan kekerasan, aku akan mencoba sampai dimanakah kemampuan kalian berdua "

   Jengek Kho Beng tertawa dingin. Berkerut kencang kulit wajah rumang, bentaknya murka.

   "Bocah keparat! Bila ingin mencoba silahkan kau rasakan dulu ketajaman mata golokku! Sreeet!"

   
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sinar mata golok berkelebat lewat secara kilat, dia babat pinggang Kho Beng dg derasnya.

   Baik dalam kecepatan maupun dalam keganasan serangan, nyata sekali kepandaian silat orang ini cukup tangguh.

   Kho Beng terkesiap, karena tak sempat lagi meloloskan pedangnya, dalam keadaan tergopoh-gopoh ia melintangkan panjinya dg tangan kiri, sementara kepalan kanannya siap disodokkan kemuka.

   Mendadak terdengar Hapukim berteriak keras, dg golok panjangnya ia tangkis bacoan Rumang "Traaaang.!"

   Ketika dua senjata beradu, kedua belah pihak sama2 tergetar mundur satu langkah. Dg wajah tertegun Rumang segera menegurnya.

   "Hey saudara Hapukim, apa-apaan kamu ini?"

   Hapukim berkata dg suara dalam.

   "Majikan menitahkan kepada kita berdua untuk menyambut kedatangan seseorang, tidak berarti kita harus melukainya, apalagi kalau terjadi kesalahan, bagaimana pertanggungjawaban kita nantinya?"

   Rumang segera terbungkam dalam seribu bahasa, namun ia sempat melotot sekejap kearah Kho Beng dg ganas. Tiba2 Kho Beng berseru sambil tertawa nyaring.

   "Rupanya kalian berdua hanya melaksanakan perintah seseorang, tapi bolehkah aku tahu siapa majikan kalian?"

   "Setibanya ditempat tujuan kau toh akan tahu dg sendirinya, Cuma tempat tujuannya bisa kuberitahukan dulu kepadamu, yakni kuil Ngo li bio diluar kota The ciu!"

   Tiba2 satu ingatan melintas dalam benak Kho Beng, segera tanyanya.

   "Apakah kalian kenal dg Chee Tay hap yg baru saja berlalu dari sini?"

   "Tentu saja kenall!"

   Jawab Rumang tampaknya tak sabar lagi.

   "Kalau begitu kalian berdua adalah sahabat Chee Tay hap?"

   Tanya Kho Beng lebih jauh. Hapukim menggeleng.

   "Bukan, kami tidak berteman!"

   "Kalau sudah kenal, mana mungkin bukan sahabat?"

   Seru sang pemuda tertegun. Rumang mendengus dingin.

   "Kami Cuma pernah bersua satu kali ditengah jalan, bila orang semacam inipun dianggap sebagai teman, bukankah semua orang dikolong langit adalah teman kami semua?"

   "Betul!"

   Rumang segera berteriak keras.

   "Hey bocah muda, mengapa sih kau cerewet sekali, sebenarnya mau jalan atau tidak!"

   Saat ini Kho Beng sudah diliputi oleh perasaan ingin tahu, setelah berpikir sebentar, katanya sambil tertawa nyaring.

   "Baiklah akan kulihat manusia macam apakah majikan kalian itu, silahkan kalian berdua membawa jalan!"

   Rumang kembali mendengus.

   "Huuuh, setelah setengah harian ngerocos terus akhirnya toh ikut juga, kau betul2 lebih susah diatur ketimbang bocah perempuan!"

   Sesudah menyarungkan kembali goloknya, ia membalikkan badan dan berjalan menuruni bukit dg langkah lebar.

   Kho Beng mengerti kalau orang itu merupakan suku asing yg masih belum beradab, karenanya ia Cuma tersenyum tanpa berbicara lagi.

   Setelah menyimpan kembali panjinya dan menyoren pedangnya, dg langkah lebar ia menyusul dibelakang.

   Sementara itu Hapukim mengikuti pula dipaling belakang.

   Tak selang beberapa saat kemudian mereka sudah menelusuri jalan raya yg lebar, tentu saja kehadiran dua lelaki bengis yang mengiringi seorang pemuda menimbulkan perhatian orang banyak.

   Diam-diam Kho Beng berkerut kening menghadapi keadaan tsb, tapi ia tetap bersabar sebab kota The ciu sudah muncul didepan mata.

   Menjelang masuk kedalam kota, tiba2 Rumang berbelok kesamping jalan raya dan menelusuri sebuah jalan setapak.

   Jalanan setapak itu membentang menembusi sebuah hutan yg lebat, suasana amat hening agaknya amat jarang dilalui orang.

   Belum beberapa langkah mereka berjalan, tiba2 dari sisi kiri dan kanan jalan masing2 muncul sesosok bayangan manusia yg menghadang jalan perginya.

   Salah seorang diantaranya segera menegur dg suara lantang.

   "Loji apakah kau sudah berhasil menemukan orang yg kita cari?"

   "Yaa benar, apakah loji ada dirumah?"

   Kata Rumang sambil manggut2. Orang itu segera tertawa.

   Jilid 14

   "Ia sudah tak sabar menunggu lagi, maka kami berdua pun disuruh keluar untuk mencari kabar."

   Sembari berkata, sinar matanya segera dialihkan ketubuh Kho Beng dan mengamatinya dg seksama.

   Kho Beng baru terperanjat setelah menyaksikan tampang muka kedua orang tsb, ternyata mereka memiliki perawakan tubuh yg tinggi lagi ceking, tinggi seperti bambu sementara tampangnya seseram Rumang serta Hapukin.

   Hal ini membuktikan kalau mereka berasal dari satu daerah yg sama.

   Hanya bedanya sikap maupun tingkah laku mereka jauh lebih dingin dan menyeramkan ketimbang Hapukin berdua, menimbulkan rasa sebal dan muak bagi yg memandang.

   Yg lebih istimewa lagi adalah senjata yg tersorong dibahu mereka berdua bukan saja tanpa sarung, bentuknya pun golok tak mirip golok, pedang tak mirip, bentuknya meliuk-liuk mirip ular.

   Sudah setengah harian lamanya Kho Beng memperhatikan bentuk senjata tajam tsb namun sampai terakhir pun ia tak mengetahui apa namanya, sebab belum pernah dijumpai dalam daratan Tionggoan.

   Dalam pada itu si jangkung lagi ceking tadi telah berkata kembali.

   "Kami akan jalan duluan untuk memberi laporan kepada si tua, harap kalian segera menyusul datang!"

   Selesai berkata tampak dua sosok bayangan manusia meluncur bagaikan hembusan angin dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka sudah lenyap dibalik pepohonan sana.

   Diam2 Kho Beng merasa amat terkesiap seingatnya kepandaian silat yg dimiliki keempat orang itu tidak lebih rendah daripada jagoan kelas satu dari daratan Tionggoan.

   Dg kekuatannya seorang diri, andaikata terjadi pertarungan satu lawan satu mungkin saja ia bisa meraih kemenangan, tapi kalau sampai mereka berempat maju bersama, sudah pasti dia bukan tandingannya.

   Dalam terkesiapnya tiba2 dia teringat akan sesuatu, sambil berpaling tanyanya kemudian kepada Hapukim.

   "Apakah si tua yg dimaksud adalah majikan kamu semua..?"

   "Betul!"

   Hapukim mengangguk membenarkan. Dg perasaan tercengang Kho Beng segera berpikir.

   "Sebagai seorang hamba ternyata dibelakang majikannya mereka memanggil sebagai si tua, hal ini menunjukkan kalau orang2 tsb tidak begitu menaruh hormat kepada majikannya, lantas hubungan antara hamba dan majikan macam apakah itu?"

   Seketika itu juga ia berpendapat bahwa gerak gerik keempat orang ini bukan saja amat aneh dan mencurigakan, bahkan hubungan mereka dg majikannya yg belum sempat dijumpai pun jelas bukan suatu hubungan yg sederhana.

   Sementara ia masih termenung, mereka telah membelok dua tikungan dan sampai didepan sebuah bangunan kuil yg bobrok.

   Saat itu dua orang asing berperawakan jangkung lagi ceking itu sudah berdiri menanti ditepi pintu kuil, mereka segera menggapai kearah Rumang begitu melihat rekannya munculkan diri.

   Dg cepat Kho Beng memperhatikan sekejap keadaan kuil tsb, rupanya tempat itu hanya merupakan sebuah bangunan yg sudah tak utuh, jelas sudah terbengkalai dan tak dihuni manusia.

   Menghadapi situasi semacam ini, ia tak tahu apakah kedatangannya bakal beruntung atau sebaliknya, tanpa terasa pemuda kita menjadi ragu.

   Mendadak terdengar Hapukim yg berada dibelakangnya menegur dg suara rendah.

   "Hey anak muda, tinggal dua langkah sudah masuk kedalam kuil, mengapa kau malah ragu2 untuk melanjutkan?"

   Sementara Kho Beng masih tertegun, tiba2 pinggangnya didorong orang keras2.

   Dalam keadaan tidak siap, ia segera terdorong hingga maju kemuka dg sempoyongan, tahu2 tubuhnya telah berada didepan pintu kuil.

   Dg cepat hawa amarahnya berkobar, sambil membalikkan badan ia segera menghimpun kekuatan dan siap memberi pelajaran kepada pihak lawan yg dianggapnya kurang ajar itu.

   Tapi belum sempat ia berbuat sesuatu dari balik ruang kuil sudah terdengar seseorang berseru.

   "Kho sauhiap silahkan masuk kedalam, apalah artinya membuat keributan dg kawanan manusia seperti itu!"

   Mendengar perkataan tsb Kho Beng segera berpikir sejenak, kemudian sambil tertawa dingin pikirnya.

   "Betul juga perkataan ini, apa artinya ribut dg kawanan manusia biadab seperti ini, toh ada alasanpun tak bisa dijelaskan dan pula mereka hanya tahu melaksanakan perintah seseorang, bila ingin menegur, mangapa aku tidak menegur langsung kepada majikannya yg berada didalam ruangan kuil...?"

   Dg pandangan dingin ia menyapu sekejap sekeliling ruangan, tampak olehnya Rumang telah berdiri disamping ruangan sementara dibagian tengah berdiri seorang kakek bertubuh pendek lagi kecil tapi kelihatan amat keras.

   Setelah melihat dg jelas wajah si kakek yg berdiri sambil memegang sebuah huncwee, Kho Beng menjadi termangu untuk beberapa saat lamanya, sementara kejadian lainpun serasa melintas kembali dalam benaknya.

   Dg darah mendidih dan air mata bercucuran membasahi pipinya, ia maju beberapa langkah kedepan dan segera menjatuhkan diri berlutut sambil katanya dg suara gemetar.

   "Kho Beng tidak menyangka akan bersua kembali dg Thio cianpwee setelah berpisah setengah tahun berselang, ternyata kita bersua lagi disini, terimalah salam hormat boanpwee bagi kesehatan dan keselamatan cianpwee!"

   "Ha...ha...ha..."

   Kakek ceking tertawa gelak.

   "bocah muda, kau tak usah menyebutku dg panggilan demikian, aku masih Thio bungkuk malah terasa lebih hangat..."

   Ternyata kakek ceking ini tak lain adalah si Unta sakti berpunggung baja yg pernah dihebohkan karena kematiannya. Waktu itu sambil berkata ia membangunkan Kho Beng dari atas tanah, kemudian agak emosi katanya lagi.

   "Sebenarnya aku sibungkuk telah berjanji akan menemui dirimu lagi pada tiga tahun mendatang, siapa sangka dalam setengah tahun belakangan ini ternyata sudah terjadi perubahan yg besar sekali, kemajuan ilmu silat yg kau raih pun jauh diluar dugaanku sama sekali, mari, mari karena kuil ini tanpa bangku, mari kita duduk dilantai saja sambil berbincang-bincang!"

   Dg perasaan gembira yg meluap-luap Kho Beng menyeka air mata yg membasahi pipinya, lalu bertanya.

   "Darimana cianpwee bisa tahu kalau aku pergi ke kuil Siau lim si..?"

   Si unta sakti berpunggung baja segera tertawa.

   "Sejak aku melihatmu tanpa sengaja dikota Yang ciu, sampai sekarang aku selalu membuntuti disekitarmu, masa kau sama sekali tidak merasakannya."

   "Mengapa cianpwee tak segera munculkan diri untuk bertemu"

   Seru Kho Beng agak tertahan. Kali ini si Unta sakti berpunggung baja menghela napas.

   "Selama hidup aku sibungkuk enggan ingkar janji, meski kekalahanku ditangan Bok sian taysu sewaktu berada diperguruan Sam goan bun tempo hari membuat hatiku tak puas namun karena ikatan janji tsb, aku tak dapat mengingkarinya lebih dulu!"

   Ucapan mana segera menimbulkan perasaan kagum dan hormat didalam hati Kho Beng, tapi sebelum ia sempat berbicara, si unta sakti berpunggung baja telah berkata kembali sambil menghela napas.

   "Aku dapat menyaksikan pertemuanmu dg encimu, lalu melihat pula kau meninggalkan bangunan kosong di Yang ciu dalam keadaan mendongkol, dari sikap serta gerak gerikmu itu aku segera tahu kalau kau tak akan mampu menahan diri dan pasti akan berangkat ke Siau lim si untuk mendapatkan kembali panji tsb, karena itu aku menguntil terus dibelakangmu. Tatkala kujumpai kalau jejakmu memang tak meleset dari dugaanku, terpaksa akupun munculkan diri dan mengajak pengurus rumah tanggamu itu untuk berunding serta ,mengatur siasat, hehehepertama kali ini aku thio bungkuk ketenggor batunya."

   "Ketenggor batunya? Bagaimana maksudmu?"

   Tanya Kho Beng agak keheranan.

   "Walaupun aku sibungkuk telah berhasil menyelidiki identitas saudara tsb, namun ia justru tidak kenal dg aku sibungkuk, sewaktu terjadi pertemuan, aku sibungkuk nyaris sudah mengorek keluar seluruh isi hatiku, tapi ia sangsi dan curiga, dalam keadaan apa boleh buat tak mampu mengutarakannya keluar, aku terpaksa mohon diri dan mengikutinya terus secara diam2"

   "Lantas bagaimana akhirnya? Aku lihat dia toh sudah percaya penuh dg cianpwee?"

   Kata Kho Beng sambil tertawa. Si Unta sakti berpunggung baja mendesis lirih.

   "Kebetulan sekali pada saat kau belum tiba dibukit Siong san, hampir saja dirimu disatroni orang, agaknya Chee loko itu merasa kalau gelagat tak menguntungkan, segera ia munculkan diri dan melakukan penghadangan!"

   "Cianpwee, belum kau jelaskan siapa yg telah bermaksud menyatroni diriku itu?"

   "Mereka adalah Leng hong dan Leng tiok totiang, dua diantara delapan pelindung hukum Bu tong pay. Dalam satu dua patah kata saja saudara Chee telah terlibat dalam pertarungan sengit melawan Leng hong serta Leng tiok totiang berdua. Kemampuan dari anak murid partai besar memang tak boleh dianggap enteng, tak sampai dua puluh gebrak kemudian saudara Chee mulai terdesak hebat dan tak mampu bertahan lagi. Maka aku sibungkuk pun segera memanfaatkan kesempatan itu untuk memberi bantuan, dalam pertarungan yg kemudian terjadi kami berhasil memukul mundur dua orang tosu Bu tong pay itu, dg demikian aku pun bisa memperoleh kepercayaan hingga bersamasama mengatur siasat api tsb.

   "Oooh, rupanya menggunakan api untuk memukul mundur musuh merupakan siasat yg diatur locianpwee"

   Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba2 saja paras muka si unta sakti berpunggung baja telah pulih menjadi dingin kembali, segera tegurnya.

   "Sebagai seorang laki2 sejati memang wajar memiliki semangat dan keberanian yg luar biasa, tapi kau kelewat gegabah, terlampau jumawa, kau tahu berapa ribu orang jumlah anggota kuil Siau lim si dan berapa ratus orang jago lihay yg mereka miliki? Tapi nyatanya kau berani mencuri papan namanya seorang diri untuk ditukar panji, perbuatan semacam begitu betul2 perbuatan bodoh. Apakah kau anggap Siau lim si yg termasyur itu gampang untuk dihadapi."

   Dg perasaan menyesal Kho Beng menundukkan kepalanya rendah2, sahutnya lirih.

   "Teguran cianpwee memang benar.."

   Sewaktu pandangan matanya membentur kembali dg wajah Rumang, Hapukim maupun kedua lelaki kurus jangkung yg berdiri termangu disisi arena dg pandangan bingung itu, tanpa terasa dia mengalihkan pembicaraan sambil tanyanya.

   "Siapakah mereka berempat? Rasanya cianpwee belum memperkenalkan mereka kepadaku?"

   Si unta sakti berpungung baja segera manggut2, katanya.

   "Yaa, kita hanya tahu membicarakan persoalan pribadi sehingga melupakan mereka semua"

   Sambil berkata ia segera bangkit berdiri, lalu gapainya kearah keempat orang itu sambil serunya dingin.

   "Coba kemarilah kalian berempat!"

   Keempat lelaki bengis itu serentak maju dua langkah kedepan, setelah berdiri berjajar, Rumang baru bertanya.

   "Apakah cukong hendak memerintahkan sesuatu?"

   Si Unta sakti berpunggung baja mendengus dingin, kepada Kho Beng katanya.

   "Aku rasa kau tentu sudah mengetahui bukan nama dari dua orang yg mengajakmu kemari "

   Lalu sambil menunjuk kearah dua lelaki jangkung lagi ceking tsb ia menambahkan.

   "Mereka berdua adalah dua saudara dari keluarga Mo, yg tua bernama Molim sedang yg muda bernama Mokim seperti juga Rumang dan Hapukim, mereka semua merupakan penduduk yg berasal dari kawasan Cing hay."

   "Ooohrupanya dua bersaudara Mo"

   Buru2 Kho Beng menjura kepada dua orang lelaki kurus jangkung itu. Tapi si Unta sakti berpunggung baja segera menyela dg suara dalam.

   "Kau tidak usah bersikap begitu sungkan terhadap mereka"

   Sementara Kho Beng masih tertegun, si Unta sakti berpunggung baja telah berkata lagi kepada Molim berempat.

   "Hayo kalian berempat cepat maju untuk memberi hormat, selanjutnya sauhiap ini adalah majikan kalian yg baru!"

   Kho Beng semakin termangu lagi sehabis mendengar ucapan tsb, sebaliknya keempat orang itu pun nampak tertegun, tapi kemudian paras mukanya berubah hebat.

   Rumang yg berangasan tak bisa mengendalikan gejolak emosinya lagi, ia segera membentak penuh amarah.

   "Apa-apan kamu ini? Mak nyasebetulnya kami mempunyai berapa orang majikan sih?"

   Wajahnya kelihatan menyeringai bengis sementara tangannya meraba gagang golok yg tersoren dipinggang, agaknya dia merasa amat tidak puas terhadap perkataan dari si unta sakti tsb.

   Kho Beng betul2 dibikin kebingungan setengah mati, dg wajah tak mengerti dan termangu diawasinya si unta sakti tanpa berkedip, dia ingin sekali bertanya, namun kedipan mata si unta sakti mencegahnya untuk mengajukan pertanyaan.

   Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Terdengar si Unta sakti berkata dingin.

   "Seekor kuda tak akan bisa dikendalikan dua orang, tentu saja kalian hanya mempunyai seorang majikan, Cuma selanjutnya Kho sauhiap lah yg bakal menggantikan kedudukan aku si bungkuk!"

   "Tidak bisa!"

   Tukas Molim tiba2 dg suara yg dingin dan menyeramkan.

   "Mengapa tidak bisa?"

   Si Unta sakti balik bertanya dg wajah sama sekali tak berubah.

   "Sewaktu kami berempat menyatakan kesediaan untuk menjadi pembantumu tempo hari, kita toh sudah berjanji bahwa mulai saat itu kami hanya akan menuruti perintahmu seorang, apabila kau si tua ingin melepaskan diri dari kami berempathehe...jangan mimpi!"

   Kho Beng betul2 dibikin tercengang oleh peristiwa ini, kalau dilihat dari sikap maupun tingkah laku keempat orang tsb, nampaknya meski mereka sudah menjadi pembantunya si Unta sakti, namun kesediaan mereka bukan atas dasar benar2 takluk.

   Tapi anehnya lagi, ternyata mereka pun enggan meninggalkan si Unta sakti untuk berganti majikan lain, sebenarnya hubungan macam apakah yg terjalin diantara mereka berdua? Mendadak terdengar Si Unta sakti tertawa terbahak-bahak.

   "Hahahamengerti aku sekarang, rupanya kalian takut kalau aku sibungkuk mengingkari janji bukan?"

   "Benar!"

   Sahut Molim dingin. Sambil tertawa terbahak-bahak si Unta sakti berkata lebih jauh.

   "Justru lantaran aku sibungkuk hendak menepati janji maka aku baru perkenalkan Kho sauhiap sebagai majikan kalian yg baru, bila ingin mempelajari isi kitab pusaka Thian goan bu boh serta tenaga singkang, selanjutnya kalian harus baik2 melayani majikan kalian ini."

   Kho Beng merasakan hatinya bergetar keras sekali, terutama setelah mendengar disinggungnya soal kitab pusaka. Sementara itu Rumang sudah berteriak keras.

   "Kami tak percaya, hayo cepat suruh dia tunjukkan kitab pusaka tsb."

   Kho Beng pun tak bisa menahan diri lagi, kepada si Unta sakti serunya.

   "Cianpwee, sebenarnya apa yg telah terjadi? Jangan lagi kabar berita tentang kitab pusaka Thian goan bu boh belum diketahui, sekalipun benda tsb berada ditanganku pun pewarisnya harus diseleksi lebih dulu secara ketat!"

   Siapa tahu begitu perkataan selesai diucapkan paras muka Rumang berempat sudah berubah sangat hebat, mereka segera mundur dg sempoyongan, menyusul kemudian tampak cahaya tajam berkilauan, ternyata keempat orang itu sudah meloloskan senjata masing2.

   Sambil menyeringai seram Hapukim segera berseru.

   "Bagus sekali! Tak disangka kau si tua bangka suka membohongi kami berempat, jauh2 dari Cing hay kau mengajak kami memasuki daratan Tionggoan, ternyata apa yg berlangsung Cuma sandiwara belaka."

   Paras muka si Unta sakti kelihatan dingin kaku tanpa emosi, agaknya dia sudah mempunyai persiapan yg cukup matang, selanya dg suara dalam dan berat.

   "Selama hidup aku tak pernah berbohong kepada siapapun, siapa bilang aku telah membohongi kalian berempat?"

   


Bulu Merak -- Gu Long Legenda Kelelawar -- Khu Lung Lembah Patah Hati Lembah Beracun -- Khu Lung

Cari Blog Ini