Anak Naga 26
Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 26
Anak Naga Karya dari Chin Yung "Tolong bukakan pintu. Aku pelancong...," Ucapnya sambil mengetuk pintu rumah itu Sejenak kemudian pintu rumah itu terbuka sedikit, seoran gtua menjulurkan lehernya ke luar. "Anak muda, siapa engkau?" "Namaku Thio Han Liong. Kebetulan aku melancong sampai di desa ini" "Anak muda, lebih baik engkau segera meninggalkan desa ini. Kalau tidak engkau pasti celaka." "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Paman, apa yang telah terjadi di desa ini?" Jangan banyak bertanya, cepatlah engkau pergi" Tandas orangtua itu sambil menutup kembali pintu rumahnya. Akan tetapi, mendadak Thio Han Liong mendorong pintu rumah itu, kemudian melangkah masuk. "Hah?" Mulut orangtua itu menganga lebar saking terkejutnya. "Engkau...." "Jangan takut, Paman" Ujar Thio Han Liong sambil tersenyum. "Aku bukan orang jahat." "Tapi...." Orangtua itu menatapnya dengan wajah agak pucat. "Kenapa engkau menerobos ke mari?" "Paman mau menutup pintu, maka aku terpaksa menerobos ke mari," Sahut Thio Han Liong dan tersenyum lagi. "Aku ingin bertanya, apa gerangan yang terjadi di desa ini?" "Engkau tiada hubungan dengan pendeta siluman itu?" Tanya orangtua itu mendadak. "Pendeta siluman? siapa dia?" Thio Han Liong balik bertanya dengan heran. "Hiih" Orangtua itu tampak ketakutan sekali. "Sungguh menyeramkan, dia betul-betul pendeta siluman yang amat jahat sekali." "Paman, tolong tuturkan apa yang telah terjadi di desa ini...." Mendadak muncul seorang gadis berusia belasan. Begitu melihat Thio Han Liong gadis itu terbelalak. "Kakek.." "Ah Yun, cepat masuk" "Kakek" Tanya gadis itu "Siapa tamu itu, kenapa Kakek tidak mau memperkenalkannya?" "Ah Yun...." Orangtua itu menggelengkan kepala. "Dasar bandel, suruh masuk malah mau di sini" "Adik kecil," Ujar Thio Han Liong sambil tersenyum. "Aku bernama Thio Han Liong. Bolehkah aku tahu siapa namamu?" "Namaku.... Tan Ah Yun," Sahut gadis itu dengan malumalu. "Ah Yun" Bentak orangtua itu. "Cepat duduk. Jangan kurang ajar di hadapan tamu" "Kakek..." Tan Ah Yun cemberut. "Paman" Thio Han Liong. "Ah Yun tidak kurang ajar, dia gadis yang tahu diri dan manis sekali." "Terima kasih atas pujian Kakak" Ucap Tan Ah Yun sambil tertawa gembira dan bertanya. "Kakak bukan penjahat kan?" "Aku bukan penjahat, melainkan pembasmi penjahat," Sahut Thio Han Liong dan menambahkan. "Maka engkau tidak usah takut kepadaku" "Kakak begitu tampan dan lemah lembut. Begitu melihat, aku sudah tahu bahwa Kakak bukan penjahat," Ujar Tan Ah Yun sambil tersenyum. "Oh?" Thio Han Liong menatapnya, kemudian tertawa kecil seraya bertanya. "Adik kecil, berapa usiamu?" "Empat belas." "Engkau sudah remaja, tidak lama lagi akan dewasa," Ujar Thio Han Liong dan melanjutkan. "Kelak engkau akan menjadi gadis yang cantik dan manis." "Oh ya?" Tan Ah Yun menghela nafas panjang. "Aku tidak mau menjadi gadis yang cantik manis, melainkan ingin menjadi gadis yang sederhana saja." "Ngmmm" Thio Han Liong manggut-manggut, lalu memandang orangtua itu. "Paman lanjutkanlah penuturan tadi" "Pendeta jahat itu memiliki ilmu hitam. Para gadis desa kalau terkena sorotan matanya, pasti langsung mengikutinya." Orangtua itu memberitahukan. "Oh?" Thio Han Liong mengerutkan kening. "Maka aku melarang cucuku keluar...." Orangtua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Belasan gadis yang mengikutinya sangat menurut kepadanya. setiap senja pendeta siluman itu pasti ke mari bersama gadis-gadis itu." "Mau apa pandeta siluman itu ke mari setiap senja?" Tanya Thio Han Liong dengan kening berkerut. "Mencari anak gadis lagi," Jawab orangtua itu sambil menghela nafas panjang. "Maka aku khawatir sekali...." "Menguatirkan Ah Yun akan ditangkap pendeta jahat itu?" "Ya." Orangtua itu manggut-manggut. "Paman" Thio Han Liong tersenyum. "Kini aku telah berada di desa ini, maka Paman tidak usah khawatir lagi. Aku akan membasmi pendeta siluman itu." "Apa?" Orangtua itu terbelalak. "Engkau... engkau akan membasmi pendeta siluman itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Anak muda" Orangtua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Jangan bergurau, bagaimana mungkin engkau mampu membasmi pendeta siluman itu?" "Aku percaya Kakak mampu membasmi pendeta siluman itu," Ujar Tan Ah Yun mendadak. "Apa?" Orangtua itu mengerutkan kening. "Kok engkau percaya?" "Kakek tidak mungkin Kakak Thio akan membohongi kita. Dia berani melakukan perjalanan seorang diri, tentu memiliki ilmu silat tinggi, kalau tidak dia pasti tidak berani melakukan perjalanan seorang diri" "Oh?" Orangtua itu mengerutkan kening lagi, lalu memandang Thio Han Liong seraya bertanya. "Anak muda betulkah engkau memiliki ilmu silat tinggi?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Aaah...." Orangtua itu menghela nafas panjang. "Seandainya engkau muncul beberapa tahun lalu, tentu kedua orangtua Ah Yun tidak akan mati." "Ke dua orangtua Ah Yun di bunuh para penjahat?" "Ya." Orang tua itu mengangguk "Beberapa tahun lalu, muncul segerombolan orang berpakaian merah, mereka merampok dan memperkosa, akhirnya ke dua orangtua Ah Yun mati di tangan mereka." "Hiat Mo Pang" Seru Thio Han Liong tak tertahan. "Hiat Mo pang?" Orangtua itu mengerutkan kening. "Engkau kenal para penjahat itu?" "Mereka anggota Hiat Mo Pang." Thio Han Liong memberitahukan. "Namun belum lama ini, Hiat Mo Pang telah bubar." "Oooh" Orangtua itu manggut-manggut. "Paman, betulkah pendeta siluman itu akan muncul di senja hari?" Tanya Thio Han "Ya." Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Kalau begitu, bolehkah aku menunggu di sini?" "Boleh" Sahut Tan Ah Yun cepat. "Kakak boleh menunggu di sini." "Ah Yun" Orangtua itu melotot. "Kalau orangtua lagi bicara, engkau tidak boleh menyelak, tahu?" "Kakak Thio belum tua kan?" Sahut Tan Ah Yun sambil tertawa. "Jadi aku boleh menyelak." "Ah Yun...." Orangtua itu betul-betul kewalahan terhadap cucu perempuannya itu. "Adik kecil," Ujar Thio Han Liong sambil tersenyum lembut. "Engkau tidak boleh kurang ajar terhadap kakekmu." "Ya, Kakak Thio." Tan Ah Yun mengangguk. "Mulai sekarang aku tidak akan mulai kurang ajar lagi terhadap Kakek." "Nah, itu namanya gadis baik dan penurut." Thio Han Liong tersenyum lagi. "Kakak Thio" Tan Ah Yun menatapnya seraya berkata. "Senyuman Kakak Thio sungguh menawan hati" "Engkau masih kecil kok sudah bisa omong begitu?" Orangtua itu terbelalak. "Kakek Tan Ah Yun tersenyum. "Aku sudah tidak kecil lagi, sebab usiaku sudah empat belas tahun." "Ha ha ha" Orangtua itu tertawa gelak "Betul, betul Tidak lama lagi engkau akan punya suami Ha ha ha...." "Dasar Kakek pikun" Tan Ah Yun bersungut-sungut. "Tadi bilang aku masih kecil, sekarang malah bilang aku akan punya suami Huuh Dasar pikun" "Ah Yun, Cepat ambilkan arak wangi" Ujar orangtua itu. "Kakek mau minum bersama Han Liong?" "Ya." Tan Ah Yun segera berlari ke dalam. Tak lama kemudian ia sudah kembali dengan membawa satu guci arak dan dua buah cangkir lalu ditaruhnya di atas meja seraya berkata. "Kakek jangan minum sampai mabok lho" "Kakek tidak akan minum sampai mabok, sebentar lagi hari akan senja, pendeta siluman itu pasti ke mari," Sahut orangtua itu, lalu menuang arak ke dalam cangkir Thio Han Liong dan cangkirnya. "Anak muda, mari kita bersulang" "Mari" Thio Han Liong mengangkat cangkirnya, kemudian dibenturkannya dengan cangkir orangtua itu. "Ha ha ha" Orangtua itu tertawa gelak lalu mulai minum. Thio Han Liong cuma minum satu cangkir, orangtua itu minum dua cangkir. sementara hari pun sudah mulai senja. "Kakek jangan ditambah lagi" Tan Ah Yun mengingatkan. "Hari sudah mulai senja." "Kakek tahu." Orangtua itu manggut-manggut. Di saat bersamaan, terdengarlah suara angin menderuderu. Wajah orangtua itu langsung berubah pucat, sedangkan Tan Ah Yun malah mendekati jendela, lalu mengintip ke luar melalui cela-eel a jendela itu. "Ah Yun..." Panggil orangtua itu dengan suara bergemetar. "Jangan mengintip, cepat masuk" "Kakek aku mau tahu pendeta siluman itu sudah datang apa belum," Sahut Tan Ah Yun. "Ah Yun...." Orangtua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Biar dia belajar berani" Ujar Thio Han Liong sambil tersenyum. "Kini bukan waktunya Ah Yun belajar berani. Kalau terlihat pendeta siluman itu, Ah Yun pasti ditangkap." "Jangan khawatir paman. Aku pasti melindunginya." "Anak muda...." Orangtua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Terus terang aku masih ragu terhadapmu. Bagaimana mungkin engkau mampu melawan pendeta siluman itu?" "Tenang, Paman" Sahut Thio Han Liong dan memberitahukan. "Mereka mulai memasuki desa ini." "Oh?" Orangtua itu segera bertanya kepada cucu perempuannya. "Ah Yun, engkau melihat pendeta siluman itu?" "Aku tidak melihat apa-apa." Jawab Tan Ah Yun. "Anak muda...." Orangtua itu menatapnya. "Mereka berada satu mil dari sini, tentunya Ah Yun tidak melihat mereka." Thio Han Liong memberitahukan. "Apa?" Orangtua itu terbelalak. "Engkau bisa mendengar sejauh itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Anak muda" Orangtua itu menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau jangan membual" Mendadak terdengar lagi suara angin menderu- deru. Justru mengherankan, karena tiba-tiba tampak kabut. "Mereka sudah mendekat," Ujar Thio Han Liong. "Yang berjalan paling depan pasti pendeta siluman. Belasan gadis berjalan di belakangnya sambil tertawa-tawa." "Oh?" Orangtua itu kelihatan percaya. Berselang sesaat. Tan Ah Yunpun, berkata dengan suara rendah. "Aku sudah melihat pendeta siluman itu...." "Ah Yun cepat masuk" Seru orangtua itu. "Biarkan saja" Ujar Thio Han Liong. "Sebentar aku akan ke luar menghadapi pendeta siluman itu." "Tapi...." Orangtua itu tampak ketakutan. "Paman" Thio Han Liong tersenyum. "Ah Yun lebih berani dibandingkan dengan Paman." "Aku...." Orangtua itu tampak tidak senang. "Aku pun berani mengintip ke luar." Orangtua itu mendekati jendela, lalu mengintip ke luar melalui celah-celah jendela itu. "Hah?" Betapa terkejutnya orangtua itu. "Pendeta siluman itu makin mendekat. Kok gadis itu terus mengikuti sambil tertawa-tawa?" "Mereka telah terkena sihir pendeta siluman itu." Thio Han Liong memberitahukan. "Paman, Adik kecil. Kalian tetap di dalam, boleh mengintip tapi jangan ke luar" "Ya." Sahut Tan Ah Yun. "Kakak Thio, basmilah pendeta siluman itu" "Baik," Thio Han Liong mengangguk lalu membuka pintu sekaligus berjalan ke luar. Ia berdiri di tengah-tengah jalanan menunggu kedatangan pendeta siluman itu. Tan Ah Yun yang sedang mengintip itu berkata kepada kakeknya. "Kakak Thio sungguh berani. Dia berdiri di situ menghadang pendeta siluman. Mudah-mudahan Kakak Thio mampu membasmi pendeta siluman itu, agar desa kita aman kembali" "Kalau dia tidak mampu membasmi pendeta siluman itu, desa kita ini pasti bertambah celaka." Sahut orangtua itu sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Kakek" Bisik Tan Ah Yun. "Pendeta siluman itu sudah berdiri di hadapan Kakak Thio...." "Jangan berisik, kakek sudah melihat" Sahut orangtua itu dengan suara rendah. Tidak salahi pendeta siluman itu memang sudah berdiri di hadapan Thio Han Liong. gadis-gadis yang berdiri di belakangnya terus tertawa cekikikan. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Thio Han Liong memandang mereka, kemudian menatap pendeta siluman dengan tajam sekali. "Engkau pendeta Taoisme yang berkepandaian tinggi, kenapa malah melakukan kejahatan?" Tanya Thio Han Liong. "Anak muda, siapa engkau?" Pendeta siluman ilu balik bertanya. "Namaku Thio Han Liong." Sahut pemuda ilu. "Pendeta, lepaskan gadis-gadis itu. Aku pun akan mengampunimu, kalau tidak.." "Hmm" Dengus pendeta siluman itu. "Anak muda, pernahkah engkau dengar Leng Leng Hoatsu?" "Leng Leng Hoatsu?" Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Aku tidak pernah mendengar sama sekali" "Aku adalah Leng Leng Hoatsu. Engkau masih muda, tentunya tidak pernah mendengar namaku" Ujar pendeta siluman sambil menatap Thio Han Liong sekaligus mengeluarkan ilmu sihirnya untuk mempengaruhi pemuda itu. Akan tetapi, Thio Han Liong tetap tampak tenang sekali. Itu membuat Leng Leng Hoatsu terkejut bukan main. Ternyata Thio Han Liong mengerahkan Ilmu Penakluk iblis, maka ia tidak terpengaruh ilmu sihir ilu. "Anak muda" Leng Leng Hoatsu tersenyum dingin. "Tak kusangka engkau berisi juga, mampu menangkis ilmu sihirku sekarang cobalah kau dengar suara siulanku" Mendadak Leng Leng Hoatsu mengeluarkan siulan aneh. Itu memang bukan suara siulan biasa, melainkan adalah Toh Hun siauw Im (suara siulan Pembetot sukma). Ketika mendengar suara siulan ilu, hati Thio Han Liong tersentak. la segera mengeluarkan lonceng saktinya pemberian Bu Beng siansu, lalu dibunyikannya. Begitu mendengar suara lonceng sakti itu, tergetarlah sekujur badan Leng Leng Hoatsu. Pendeta siluman itu mengempos semangat sambil mengeluarkan suara siulannya, akan tetapi, suara lonceng sakti itu bertambah nyaring menusuk telinga dan hatinya. Berselang beberapa saat kemudian, wajah Leng Leng Hoatsu berubah menjadi pucat pias dan sekujur tubuhnya menggigil seperti kedinginan dan mendadak.... "Uaaaakh...." Leng Leng hoatsu muntah darah. Thio Han Liong berhenti membunyikan lonceng saktinya, gadis-gadis itu telah tersadar, maka mereka segera berlari ke rumah masing-masing. "Anak muda. Tak kusangka engkau mampu melawan suara siulanku dengan lonceng kecil itu. Sekarang..." Ujar Leng Leng Hoatsu dingin. "Mari kita bertarung. Aku harus membunuhmu" "Leng Leng Hoatsu, kalau engkau masih ingin bertarung denganku itu berarti engkau cari mati" Sahut Thio Han Liong. "Lebih baik engkau segera meninggalkan desa ini" "Hmm" Dengus Leng Leng Hoatsu, kemudian mendadak menyerang Thio Han Liong dengan sengit sekali. Thio Han Liong berkelit, tapi Leng Leng Hoatsu menyerangnya lagi. Karena itu, terpaksalah Thio Han Liong menangkis dengan ilmu Thay Kek Kun. "Ternyata engkau murid Bu Tong Pay" Ujar Leng Leng Hoatsu dan mulai mengeluarkan ilmu andalannya. Terkejut juga Thio Han Liong menyaksikan ilmu andalan Leng Leng Hoatsu itu. Ia menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata. "Leng Leng hoatsu, ilmu silatmu cukup tinggi, tapi justru digunakan untuk kejahatan, sungguh sayang sekali" "Ha ha ha" Leng Leng hoatsu tertawa sambil menyerangnya bertubi-tubi. "Engkau harus mampus di tanganku" "Leng Leng Hoatsu, lihat seranganku" Kini Thio Han Liong mulai menangkis dan balas menyerang dengan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw. "Haah..?" Betapa terkejutnya Leng Leng Hoatsu. la berusaha mengelak tetapi Thio Han Liong berhasil memukul dadanya, sehingga membuat Leng Leng Hoatsu menjerit dan terdorong beberapa depa. "Aaakh..." Leng Leng Hoatsu roboh dan mulutnya mengeluarkan darah. "Engkau... engkau...." "Tadi aku sudah menyuruhmu pergi, tapi engkau malah menyerangku" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Akhirnya engkau terluka parah. Dalam waktu tiga jam, engkau pasti binasa " "Thio Han Liong, suhengku pasti membalas dendamku ini" Ujar Leng Leng Hoatsu. la berusaha bangkit berdiri, lalu berjalan pergi dengan sempoyongan. Di saat bersamaan, Tan Ah Yun dan kakeknya menghambur ke luar menghampiri Thio Han Liong. "Kakak Thio Kakak Thio..." Panggil Tan Ah Yun dengan wajah berseri-seri. "Dugaanku tidak meleset, engkau memang mampu membasmi pendeta siluman itu." "Adik kecil" Thio Han Liong tersenyum sambil membelainya. "Anak muda...." Orangtua itu tertawa gelak. "Engkau sungguh hebat, aku sama sekali tidak menyangka. Engkau telah menyelamatkan desa ini...." Di saat itulah muncul kepala desa dan para penduduk. Kepala desa mendekati Thio Han Liong sambil memberi hormat. "Pendekar muda, bolehkah aku tahu namamu?" Tanya nya sambil memandangnya dengan kagum. "Dia adalah Kakak Thio," Sahut Tan Ah Yun cepat. "Namanya Han Liong." "Oooh" Kepala desa manggut-manggut. "Thio siau-hiup, engkau telah menyelamatkan desa kami, entah bagaimana kami berterimakasih kepadamu?" "Bapak kepala desa," Sahut Thio Han Liong. "Secara kebetulan aku lewat desa ini. Karena desa ini amat sepi, maka aku mampir di rumah Ah Yun dan bertanya kepada kakeknya, barulah kutahu desa ini diteror oleh pendeta siluman itu. Namun kini desa ini sudah aman, karena pendeta siluman itu pasti mati dalam waktu tiga jam." "Oooh" Kepala desa manggut-manggut. "Thio siau-hiap, aku akan menyelenggarakan pesta untuk menjamu Thio siauhiap...." "Itu tidak perlu." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Thio siauhiup, aku pun akan menghadiahkan sesuatu untukmu...." "Bapak kepala desa," Ujar Thio Han Liong dengan sungguhsungguh. "Aku lihat Kakek Ah Yun paling miskin di desa ini, maka lebih baik hadiah itu diberikan kepadanya." "Baik" Kepala desa mengangguk "Tapi biar bagaimanapun, aku harus mengadakan perjamuan makan-makan...." "Maaf" Ucap Thio Han Liong. "Aku menolak." "Thio siauhiap...." Kepala desa tampak kecewa sekali. "Bapak kepala desa,jungan lupa berikan hadiah itu kepada Kakek Ah Yun" Pesan Thio Han Liong, kemudian berkata kepada Tan Ah Yun dan kakeknya. "Maaf, aku mau pamit" "Han Liong, hari sudah malam," Sahut orangtua itu. "Lebih baik engkau bermalam di rumahku." "Kakak Thio...." Tan Ah Yun mulai terisak-isak. "Kok begitu cepat sih engkau mau pergi? Aku... aku...." "Adik kecil, aku harus segera berangkat ke Kwan Gwa. Kelak kita akan berjumpa lagi," Ujar Thio Han Liong sambil membelainya. "Jangan menangis ya" "Kakak Thio...." Air mata Tan Ah Yun meleleh. "Bapak kepala desa dan paman-paman sekalian, aku mohon pamit" Mendadak Thio Han Liong melesat pergi dan seketika juga ia melesat dari pandangan mereka. Betapa terkejutnya kepala desa dan para penduduk itu, mereka terbelalak sedangkan Tan Ah Yun berteriak-teriak "Kakak Thio Kakak Thio...." Gadis itu mulai menangis terisak-isak. "Ah Yun" Sang kakek memeluknya erat- erat. "jangan menangis, kelak dia pasti ke mari menengokmu, percayalah" "Itu tidak mungkin...." Tan Ah Yun terus menangis dengan air mala berderai-derai. "Tidak mungkin Kakak Thio akan ke mari menengokku Tidak mungkin...." Kepala desa menghampirinya sambil tersenyum, lalu membelainya seraya lembut sekali. Berkata. "Ah Yun, besok aku akan ke rumahmu mengantar hadiah untukmu. sudahlah jangan menangis lagi, Thio siau hiap pasti ke mari kelak menengokmu percayalah" "Aaah.." Keluh Tan Ah Yun dan bergumam. "Kakak Thio, kapan engkau akan ke mari menengokku? " Bab 50 Hiat Mo Nyaris Binasa Thio Han Liong terus melanjutkan perjalanan ke Kwan Gwa. Beberapa hari kemudian, ia telah sampai di luar perbatasan. Begitu luas daerah itu sehingga membingungkannya, la sama sekali tidak tahu harus ke mana mencari Hiat Mo. Ketika ia memasuki sebuah hutan, justru berpapasan dengan seorang tua pencari kayu. "Paman," Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Panggilnya dan seraya menyapanya. "Eh?" Orangtua itu terbelalak. "Anak muda, engkau kesasar ya?" "Paman," Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum. "Aku mencari seseorang tapi tidak tahu tempat tinggalnya." "Engkau cari siapa?" "Aku mencari Hiat Mo." "Hiat Mo?" Orangtua itu tampak tersentak. "Anak muda, mau apa engkau mencari iblis itu?" "Aku mau membunuhnya." "Apa?" Orangtua itu terkejut, lalu menatap Thio Han Liong dengan mata terbelalak. "Engkau... engkau mau membunuhnya?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk Orangtua itu menggeleng-geleng kepala. "Engkau sudah tidak waras ya? Bagaimana mungkin engkau dapat membunuhnya? Tahukah engkau? Hiat Mo adalah iblis nomor wahid di Kwan Gwa ini" "Kalau begitu, Paman pasti tahu tempat tinggalnya. Ya, kan?" Tanya Thio Han Liong bernada girang. "Aku memang tahu, tapi tidak akan memberitahukanmu." "Paman...." Orangtua itu menasihatinya. "Lebih baik engkau segera pergi saja, jangan cari mati di daerah Kwan Gwa ini" "Paman, biar bagaimanapun aku harus membunuhnya," Ujar Thio Han Liong tegas. "Walaupun Paman tidak bersedia memberitahukan tempat tinggal Hiat Mo, aku tetap akan mencarinya." "Anak muda...." Orangtua itu menghela nafas panjang. "Karena engkau sudah membulatkan tekad, maka aku tidak akan mengecewakan mu." "Terima kasih, Paman," Ucap Thio Han Liong sambil memberi hormat. "Terima kasih...." "Tempat tinggal Hiat Mo berada di Pek Ciauw Kok (Lembah seratus Burung)." Orangtua itu memberitahukan. "Keluar dari hutan ini, engkau akan melihat sebuah gunung. Nah, lembah Pek ciauw Kok terletak di gunung itu." "Terima kasih, Paman," Ucap Thio Han Liong, lalu segera melesat ke dalam hutan itu. Berselang beberapa saat kemudian, ia sudah keluar dari hutan tersebut. Tampak gunung menjulang tinggi di depan. Tanpa ragu lagi ia langsung melesat ke gunung itu dengan menggunakan ginkang, dan tak seberapa lama ia sudah berada di sebuah lembah. Sungguh indah sekali lembah tersebut Burung- burung yang beraneka warna beterbangan di lembah itu. "Inikah lembah Pek Ciauw Kok?" Gumam Thio Han Liong sambil menelusuri lembah tersebut. Mendadak ia mendengar suara tawa yang riang gembira, la tercengang, lalu melesat ke arah suara tawa itu. Thio Han Liong terbelalak ternyata yang sedang tertawa riang gembira itu adalah Kwan Pek Him dan Ciu Lan Nio. Perlahan-lahan Thio Han Liong mendekati mereka. suara langkahnya membuat mereka berdua menoleh dan terbelalak. "Kakak Han Liong" Seru Ciu Lan Nlo tak tertahan. "Saudara Han Liong...." Mulut Kwan Pek Him ternganga lebar. la sama sekali tidak menyangka Thio Han Liong akan menemukan tempat itu. "Adik Lan Nio, saudara Kwan" Thio Han Liong tersenyum. "Kalian berdua baik saja?" "Kami baik-baik saja," Sahut Ciu Lan Nio. "Engkau?" "Aku pun baik-baik" Ujar Thio Han Liong dan menambahkan. "Terima kasih atas kebaikan kalian menemui An Lok Kong cu." "Dia... dia pergi ke Hok An menemuimu?" Tanya Ciu Lan Nio. "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Bahkan kami pun sudah pergi ke pulau Hong Hoang To." "Oh?" Ciu Lan Nio mengangguk "Syukurlah kalau begitu" Kwan Pek Him terus memandang Thio Han Liong, lama sekali barulah membuka mulutnya. "Saudara Han Liong, engkau ke mari mencari Hiat Mo?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk. "Kakak Han Liong," Tanya Ciu Lan Nio dengan wajah berubah. "Engkau masih ingin bertanding dengan kakekku?" "Tapi...." Ciu Lan Nio menghela nafas panjang. "Giok Cu sudah tiada, untuk apa engkau masih ingin bertanding dengan kakekku?" "Semua itu karena perbuatan kakekmu, maka aku harus membuat perhitungan dengan kakekmu" Tegas Thio Han Liong. "Kakak Han Liong...." Wajah Ciu Lan Nio tampak murung sekali. "Aku mohon engkau jangan bertanding dengan kakekku" "Adik Lan Nio" Thio Han Liong menatapnya. "Engkau adalah gadis yang baik, punya nurani, perasaan dan berprikemanusiaan. oleh karena itu, aku menganggapmu sebagai adikku. Tapi lain pula dengan kakekmu. Giok Cu bunuh diri gara-gara kakekmu, maka aku harus membuat perhitungan dengan kakekmu." "Saudara Han Liong," Ujar Kwan Pek Him. "Tentunya engkau tahu, kepandaian Hiat Mo amat tinggi sekali." "Aku tahu itu, namun aku tetap akan membuat perhitungan dengannya," Sahut Thio Han Liong. "Kakak Han Liong...." Ciu Lan Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Adik Lan Nio" Thio Han Liong menatapnya seraya berkata. "Aku harap engkau sudi membawaku pergi menemui kakekmu" "Tapi...." "Adik Lan Nio, bawa aku pergi menemui kakekmu" Desak Thio Han uong. "Atau aku akan pergi mencarinya seorang diri?" Ciu Lan Nio memandang Kwan Pek Him, sedangkan pemuda itu hanya menghela nafas panjang, kemudian berkata. "Saudara Han Liong telah sampai di lembah ini, tentunya kita harus membawanya pergi menemui kakekmu." "Tapi...." Ciu Lan Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau kita tidak membawanya pergi menemui kakekmu, dia pun bisa pergi mencarinya. Ya, kan?" Ujar Kwan Pek Him. "Baiklah." Ciu Lan Nio manggut-manggut. "Kakak Han Liong, mari ikut kami pergi menemui kakekku" "Terima kasih, Adik Lan Nio," Ucap Thio Han Liong. Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him lalu mengajak Thio Han Liong ke sebuah gua tempat tinggal Hiat Mo. Hiat Mo sedang duduk bersila di dalam gua. ciu Lan Nio berlari ke dalam seraya berteriak-teriak. "Kakek Kakek..." "Lan Nio, ada apa?" Hiat Mo tercengang. "Kakak Han Liong ke mari mencari Kake.k Dia... dia ingin membuat perhitungan dengan Kakek" Ciu Lan Nio memberitahukan dengan air mata meleleh. "Oh?" Hiat Mo tertawa. "Apakah kepandaiannya sudah tinggi, sehingga berani ke mari mencariku^" "Aku tidak tahu," Sahut Ciu Lan Nio. "Kejadian itu adalah kesalahan Kakek maka Kakek tidak boleh membunuhnya." Bagian 26 Hiat Mo tersenyum dan memandang cucunya seraya berkata. "Lan Nio, kalau kakek mau membunuhnya, tidak mungkin dia bisa hidup hingga sekarang." "Aku tahu itu, Kakek. Maksudku... kini pun Kakek jangan membunuhnya," Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ujar ciu Lan Nio. "Dia menganggapku sebagai adiknya, bahkan juga amat menyayangiku. Aku pun sudah menganggapnya sebagai kakak." "Kakek tahu itu." Hiat Mo tersenyum sambil bangkit berdiri. "Mari kita ke luar menemuinya" Mereka berjalan ke luar. Tampak Thio Han Liong sedang bercakap-cakap dengan Kwan Pek Him. "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak. "Han Liong, bagaimana kabarmu selama ini?" "Aku baik-baik saja," Sahut Thio Han Liong. "Bagaimana Locianpwee? Apakah baik-baik juga?" "Aku pun baik-baik" Hiat Mo menatapnya dengan penuh perhatian, kemudian manggut-manggut. "Ngmmm. Kelihatannya kepandaianmu bertambah tinggi. Bagus, bagus sekali" "Kalau kepandaianku tidak bertambah tinggi, tentunya aku tidak berani mencari Locianpwee," Ujar Thio Han Liong dengan nada mulai dingin. "Aku ingin bertanya, kenapa Locianpwee menikahkan Giok cu dengan Ouw Yang Bun?" "Sebab Ouw Yang Bun mencintainya, lagipula Giok cu harus punya anak. Nah, karena itu aku menikahkan mereka." "Hmm" Dengus Thio Han Liong. Justru karena itu, Giok cu bunuh diri. Itu gara-gara ulah Locianpwee, maka Locianpwee harus bertanggung jawab." "Tidak salah." Hiat Mo manggut-manggut. "Aku memang harus bertanggungjawab tentang itu." "Kalau begitu, aku akan membuat perhitungan dengan Locianpwee" Thio Han Liong menatapnya tajam. "Oh?" Hiat Mo tersenyum. "Cara bagaimana engkau membuat perhitungan denganku?" "Giok Cu mati bunuh diri gara-gara Locianpwee, ke dua orangtuanya mati karena dibunuh para anggota Hiat Mo Pang Karena itu, aku harus membunuh Locianpwee" "Oh?" Hiat Mo tertawa gelak "Ha ha ha..." "Kakak Han Liong" Seru Ciu Lan Nio. Betapa terkejutnya gadis itu la tidak menyangka kalau Thio Han Liong begitu dendam terhadap kakeknya. "Adik Lan Nio" Tegas Thio Han Liong. "Ini adalah urusanku dengan kakekmu, aku harap engkau jangan turut campur" "Kakak Han Liong...." Mata Ciu Lan Nio mulai bersimbah air. Kwan Pek Him mendekatinya, lalu memegang bahunya seraya berbisik-bisik. "Lan Nio, itu adalah urusan mereka, biar mereka yang menyelesaikannya" "Tapi...." "Jangan khawatir" Kwan Pek Him tersenyum. "Kakekmu tidak akan membunuhnya, percayalah" "Kalau mereka bertarung, pasti ada yang akan terluka. Aku... aku tidak menghendaki itu." Ciu Lan Nio mulai terisakisak. "Lan Nio" Hibur Kwan Pek Him. "Tenanglah Kalaupun mereka bertarung, mereka pasti tidak akan terluka." "Aaaah Ciu Lan Nio menghela nafas panjang. Sementara Thio Han Liong dan Hiat Mo saling memandang. Wajah pemuda itu tampak semakin dingin, bahkan penuh diliputi hawa membunuh. Tersentak juga hati Hiat Mo, sebab ia tidak pernah menyaksikan wajah Thio Han Liong seperti itu. "Han Liong," Ujar Hiat Mo perlahan. "Kalau kepandaianmu memang sudah tinggi sekali, engkau boleh membunuhku," "Aku ke mari justru ingin membunuhmu" Sahut Thio Han Liong. "Mari kita mulai bertarung" "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak. "Kudengar engkau mampu menyadarkan Giok Cu, Tong Koay dan Pak Hong dengan suara lonceng, maka aku pun ingin mencobanya dengan suara sulingku" "Baik" Thio Han Liong mengangguk. "Boleh mulai sekarang" Hiat Mo memandang Kwan Pek Him dan cucunya seraya mengibaskan tangannya agar mereka menjauh. Ciu Lan Nio segera menarik tangan Kwan Pek Him menjauhi tempat itu. Tentunya hal itu membuat Kwan Pek Him terheran-heran. "Lan Nio, kenapa kita harus menjauhi tempat itu?" Tanyanya. "Kakekku akan meniup suling pusakanya, kita tidak akan tahan." Sahut Ciu Lan Nio memberitahukan. "Darah kita akan bergolak dan kemungkinan besar kepandaian kita pun akan musnah." "Oh?" Kwan Pek Him terbelalak. "Begitu lihay dan hebat suara suling itu?" "Ya." Ciu Lan Nio mengangguk "Karena suara suling itu mengandung semacam ilmu sesat." "Oooh" Kwan Pek Him manggut-manggut. "Kalau begitu... bagaimana mungkin saudara Han Liong bisa bertahan?" "Itu...." Ciu Lan Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Mudah-mudahan kakekku tidak memusnahkan kepandaiannya" Sementara Hiat Mo telah mengeluarkan suling pusakanya, la memandang Thio Han Liong seraya bertanya. "Kenapa engkau belum mengeluarkan loncengmu?" "Kalau sudah saatnya, aku pasti mengeluarkan lonceng saktiku" "Kalau begitu.." Ujar Hiat Mo sambil menatapnya tajam. "Bersiap-siaplah engkau menghadapi suara sulingku" Thio Han Liong tersenyum dingin, lalu duduk bersila sambil mengerahkan Ilmu Penakluk iblis. Hiat Mu mulai meniup guling pusakanya. Maka terdengarlah suara alunan suling yang bernada aneh terus meninggi dan bergelombang-gelombang. Ternyata Hiat Mo mengeluarkan ilmu Toat Hun Mi Im (suara suling Pelenyap sukma). Dengan irama tersebut ia ingin melumpuhkan Thio Han Liong. Akan tetapi, ia justru terbelalak karena melihat Thio Han Liong tetap duduk bersila di tempat, sama sekali tidak terpengaruh oleh suara sulingnya. Karena itu, ia meninggikan nada irama sulingnya. Tampak keringat sebesar kacang hijau mulai merembes ke luar dari kening pemuda itu. Di saat itulah ia mengeluarkan lonceng saktinya, pemberian Bu Beng sian Su dan mulailah membunyikannya. Hiat Mo tersentak kaget ketika mendengar suara lonceng sakti, karena suara lonceng itu begitu nyaring lembut dan menggetarkan hati. Setelah membunyikan lonceng saktinya hati Thio Han Liong menjadi tenang sekali dan tidak merasa bergolak lagi darahnya. Begitu pula Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio. Walau mereka berada di tempat yang agak jauh, tapi ketika Hiat Mo mulai meniup suling pusakanya, mereka harus menutup telinga. Akan tetapi, begitu Thio Han Liong membunyikan lonceng saktinya, mereka pun merasa tenang dan lega. Meskipun Hiat Mo telah mengempos semangatnya untuk meniup sulingnya, namun suara lonceng itu tetap menggetargetarkan hatinya. Akhirnya ia berhenti meniup sulingnya dan Thio Han Liong pun berhenti membunyikan lonceng saktinya. "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak. "Bukan main Tak kusangka engkau memiliki lonceng sakti, pantas engkau mampu menyadarkan Giok Cu, Tong Koay dan Pak Hong" "Kini kita bertanding ilmu silat" Tantang Thio Han Liong sambil menyimpan lonceng saktinya. "Ngmm" Hiat Mo manggut-manggut. "Dengan tangan kosong atau bersenjata?" "Cukup dengan tangan kosong saja" Sahut Thio Han Liong dan menambahkan. "Harap Locianpwee harus berhati-hati, sebab aku akan membunuhmu" "Oh?" Hiat Mo tertawa lagi. "Ha ha ha..." "Locianpwee, bersiap-siaplah. Aku akan mulai menyerangnya" "Baik" Thio Han Liong menatapnya tajam sambil mengerahkan Kiu Yang Sin Kang, kemudian mendadak menyerangnya dengan Thay Kek Kun (Ilmu Pukulan Taichi). "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa sekaligus berkelit, lalu balas menyerang. Terjadilah pertarungan yang amat seru dan sengit. Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio menyaksikan pertarungan itu dengan hati berdebar-debar tegang. Thio Han Liong dan Hiat Mo saling menyerang dengan sengit sekali. Hiat Mo tampak terkejut akan kemajuan ilmu silat Thio Han Liong. "Ha ha" La tertawa. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Han Liong, pantas engkau berani ke mari menantangku. Ternyata ilmu silatmu telah maju pesat, begitu pula Iweekangmu Aku kagum sekali pada mu" "Hm" Dengus Thio Han Liong dingin. "Hari ini ajalmu telah tiba" "Oh?" Hiat Mo tertawa lagi. "Kalau begitu, silakan cabut nyawaku" Walau mereka berbicara, tapi tetap saling menyerang. Pertarungan telah melewati puluhan jurus namun mereka masih seimbang. "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak sambil meloncat ke belakang beberapa depa. la menatap Thio Han Liong seraya berkata. "Berhati hatilah Aku akan menyerangmu dengan Hiat Mo Kang" "Aku sudah siap menyambut ilmu itu" Sahut Thio Han Liong. Hiat Mo mulai mengerahkan Hiat Mo Kang, sedangkan Thio Han Liong mulai mengerahkan Kian Run Taylo sin Kang. Mereka terus saling menatap dengan mata tak berkedip. Namun Hiat Mo hanya mengerahkan lima bagian Iweekangnya itu, ternyata ia masih ingat akan janjinya kepada cucunya, tidak akan membunuh Hiat Mo. Sementara Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio menyaksikannya dengan wajah pucat pias. Mereka berdua tahu bahwa kali ini merupakan pertarungan mati hidup. "Ha ha ha" Mendadak Hiat Mo tertawa gelak lalu mulai menyerang Thio Han Liong. Thio Han Liong tidak berkelit. Disambutnya serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Bu Pien (Alam semesta Tiada Batas), maka terdengarlah suara benturan keras. Blaaaam.. Thio Han Liong terdorong ke belakang beberapa langkah begitu pula Hiat Mo. setelah berdiri tegak Hiat Mo menatapnya dengan mata terbelalak. Rupanya ia tidak percaya Thio Han Liong telah menyambut serangannya itu. Bahkan ia pun merasa heran, karena ada serangan balik dari Iweekangnya sendiri "Ha ha ha" La tertawa gelak. "Tak kusangka kepandaianmu sudah begitu tinggi, mampu menyambut seranganku" "Hmm" Dengus Thio Han Liong sambil menatapnya dingin. "Hati-hati, aku sudah siap membunuhmu" "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak lagi. "Kalau engkau mampu membunuhku, aku pun akan mati dengan mata meram" Sementara Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio terperangah akan kejadian itu, sama sekali tidak menyangka Thio Han Liong mampu menyambut serangan yang dilancarkan Hiat Mo. Mereka berdua kagum tapi juga cemas. "Han Liong Hati-hatilah, aku akan menyerang lagi" Ujar Hiat Mo sambil mengerahkan Iweekangnya pada puncaknya. Akan tetapi, mendadak ia teringat akan janjinya kepada cucunya. Maka seketika juga ia batal menyerang Thio Han Liong dengan sepenuh Iweekang, hanya mengerahkan tujuh bagian saja. "Hati-hati" Seru Hiat Mo sambil menyerang. Thio Han Liong sama sekali tidak berkelit, namun langsung menyambut serangan itu dengan jurus Kian Kun Taylo Hap It (segala galanya Menyatu Di Alam semesta). Blaaaam... Terdengar suara benturan yang, amat dahsyat, memekakkan telinga. Hiat Mo terpental enam tujuh depa, sedangkan Thio Han Liong terhuyung-huyung ke belakang hampir sepuluh langkah wajahnya tampak agak pucat. Hiat Mo jatuh terkapar di tanah, mulutnya tampak mengeluarkan darah. "Kakek Kakek..." Jerit Ciu Lan Nio. Kwan Pek Him segera memegang lengannya, agar gadis itu tidak lari mendekati Hiat Mo. "Hiat Mo" Ujar Thio Han Liong sepatah demi sepatah "Bersiap-siaplah untuk mati" "Han Liong...." Hiat Mo tersenyum. "Aku merasa puas mati di tanganmu, karena kini engkau dapat mengalahkanku. Aku merasa puas sekali...." "Hmm" Dengus Thio Han Liong, lalu mendekati Hiat Mo selangkah demi selangkah. Hiat Mo sama sekali tidak tampak takut, sebaliknya malah tampak tenang sekali. Di saat bersamaan, ciu Lan Nio meronta sekuat-kuatnya, sehingga terlepas dari tangan Kwan Pek Him. "Kakak Han Liong Kakak Han Liong..." Ciu Lan Nio berlari mendekatinya sambil berteriak-teriaki "Kakak Han Liong...." Thio Han Liong mengerutkan kening sambil berhenti, seketika Ciu Lan Nio berlutut di hadapannya. "Kakak Han Liong" Air mata gadis itu berlinang-linang. "Jangan kau bunuh kakekku Jangan kau bunuh kakekku" Ujarnya memohon. "Adik Lan Nio...." Kening Thio Han Liong berkerut-kerut. "Aku...." "Kakak Han Liong" Ciu Lan Nio menatapnya. "Kalau engkau membunuh kakekku, aku pasti bunuh diri" "Apa?" Air muka Thio Han Liong berubah menjadi hebat. "Saudara Han Liong" Kwan Pek Him mendekatinya seraya berkata. "Apabila Lan Nio bunuh diri, aku pun tidak akan hidup lagi." "Kalian...." Thio Han Liong berdiri termangu-mangu di tempat, kemudian menatap mereka dengan kening berkerutkerut. "Kakak Han Liong...." Ciu Lan Nio berlutut di hadapannya. "Aku mohon, jangan bunuh kakekku..." Thio Han Liong diam saja, lama sekali barulah membuka mulut. "Sudahlah. Aku tidak akan membunuh kakekmu." "Terima kasih, Kakak Han Liong," Ucap Ciu Lan Nio terharu. "Terima kasih...." "Adik Lan Nio, bangunlah. Jangan terus berlutut di situ" Thio Han Liong membangunkannya . "Kakak Han Liong...." Ciu Lan Nio terisak-isak saking terharu. "Kami berhutang budi kepadamu." "Jangan berkata begitu, Adik Lan Nio" "Terima kasih, saudara Han Liong," Ucap Kwan Pek Him sambil memegang bahu Thio Han Liong. "Aaah.." Thio Han Liong menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ciu Lan Nio berlari mendekati Hiat Mo, sedangkan Hiat Mo telah bangkit berdiri "Kakek terluka?" Tanya Ciu Lan Nio dengan rasa cemas. "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa. "Kalau kakek berniat membunuh Han Liong, sekarang kakek sudah tergeletak jadi mayat." Ciu Lan Nio terperanjat mendengar ucapan kakeknya itu. "Kakek tidak bohong," Ujar Hiat Mo sambil menghampiri Thio Han Liong. "Aku tak menyangka Lwee-kang mu sudah mencapai tingkat kesempurnaan. Apa yang kau alami selama beberapa tahun ini?" "Locianpwee...." Thio Han Liong memandangnya, lama sekali barulah menutur tentang kejadian di gunung soat san. "Haah..?" Hiat Mo terbelalak mendengar penuturannya. "Syukurlah engkau makan buah soat san Ling che itu, bahkan engkau pun bertemu Bu Beng sian su" "Locianpwee pernah bertemu Bu Beng siansu?" "Pernah." Hiat Mo mengangguk "Kalau tidak salah lima puluh tahun lalu, aku tahu Bu Beng sian su memiliki sebuah lonceng sakti. Tak disangka lonceng sakti itu telah dihadiahkan kepadamu. Kalau aku tahu, tentu aku tidak akan menikahkan Giok Cu dengan ouw Yang Bun." "Locianpwee...." Wajah Thio Han Liong langsung berubah murung. "Aku ingin bertanya, kenapa tujuh delapan tahun lalu Locianpwee begitu tega menyihir Giok cu?" "Aaah.." Hiat Mo menghela nafas panjang. "Pada waktu itu aku terlampau egois. Aku tahu Giok Cu mencintaimu, tapi cucuku ini pun mencintaimu pula. Maka aku menyihirnya agar engkau menjauhi Giok Cu, dan selanjutnya akan mencintai cucuku. Akan tetapi, ternyata engkau tetap mencintai Giok Cu. Karena itu, aku pun menyatakan apabila engkau mampu mengalahkan ku, aku pasti melepaskan Giok Cu. Aku menyatakan itu lantaran dapat memastikan tidak mungkin engkau mampu mengalahkanku, lagipula aku menghendakimu terus berlatih dengan giat. selain itu. Giok Cu pun tidak bisa disadarkan...." "Lociancwee...." Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Oleh karena itu..." Lanjut Hiat Mo sambil menghela nafas panjang. "Akupun merasa kasihan kepada Giok Cu, lagipula ouw Yang Bun amat mencintainya, maka aku menikahkan mereka, agar Giok Cu punya keturunan. Itu adalah maksud baikku dan walaupun Giok Cu masih dalam keadaan terpengaruh oleh ilmu sihirku, tapi ouw Yang Bun tetap mencintainya. setelah mereka punya anak ouw Yang Bun yang mengurusi anak itu Kemudian muncul Yo sian sian. Berhubung dia memperlihatkan sebuah benda, sehingga aku harus menepati sebuah janji pula. Yo sian sian menyuruhku kembali ke Kwan Gwa. Aku menurut dan langsung kembali ke Kwan Gwa ini...." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Locianpwee, benda apa itu?" Tanyanya. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sebuah tusuk konde," Jawab Hiat Mo dan menutur tentang itu, kemudian menghela nafas panjang. Tak kusangka Lam Hai Lo Ni adalah nenek Yo sian sian." "Aaah.." Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Yang patut dikasihani adalah Giok Cu, dia...." "Kakak Han Liong," Sela Ciu Lan Nio memberitahukan. "Kematian Giok Cu membuat kakekku menangis tiga hari tiga malam, amat menyesali perbuatannya itu." "Oh?" Thio Han Liong mendekati Hiat Mo. "Betul." Hiat Mo manggut-manggut "Sesungguhnya aku amat menyukaimu, sedangkan cucuku pun amat mencintaimu. oleh karena itu...." "Locianpwee, semua itu telah berlalu, jangan diungkit lagi" Tandas Thio Han Liong. "Dan jangan terus bilang Adik Lan Nio amat mencintaiku, nanti saudara Kwan akan cemburu." "Tidak" Kwan Pek Him tersenyum. "Sebab kini Lan Nio amat mencintaiku, itu berkat bantuanmu." "Saudara Kwan...." Thio Han Liong tersenyum getir. "Kalau aku teringat Giok Cu, rasanya aku tiada gairah hidup,..." "Kakak Han Liong, bukankah engkau telah bertemu An Lok Keng cu? Jangan memikirkan yang tidak-tidak lagi" Ujar ciu Lan Nio. "Pada waktu itu, aku terus menangis di depan makam Giok cu." Thio Han Liong memberitahukan. "Akhirnya mataku mengeluarkan darah lalu pingsan. Ketika siuman, aku melihat An Lok Keng cu berada di sisiku dengan wajah pucat pias. "Dia terus menghibur sekaligus menasihatiku. Kalau dia tidak muncul, aku pasti sudah mati." "Saudara Han Liong" Kwan Pek Him tersenyum. "Aku dan Lan Nio pergi ke Kotaraja menemui An Lok Keng cu." "Dia telah memberitahukan itu, oleh karenanya aku pun amat berterima kasih kepada kalian." "Kakak Han Liong" Ciu Lan Nio tersenyum. "Kini engkau sudah tidak mendendam kakekku lagi kan?" "Adik Lan Nio," Sahut Thio Han Liong. "Semua itu telah berlalu, dendamku pun sirna dengan sendirinya." "Terima kasih, Kakak Han Liong," Ucap ciu Lan Nio. "Adik Lan Nio" Thio Han Liong menghela nafas panjang. "Aku pun harus berterima kasih kepadamu." "Kakak Han Liong...." Ciu Lan Nio menundukkan kepala. "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa gelak "Kini legalah hatiku, karena Han Liong telah memiliki kepandaian yang amat tinggi Ha ha ha..." "Locianpwee..." Ujar Thio Han Liong. "Kalau bukan dikarenakan Locianpwee, kepandaianku tidak akan mencapai tingkat yang sedemikian tinggi." "Han Liong" Hiat Mo menatapnya seraya bertanya. "Engkau menggunakan ilmu apa meroboh kanku?" "Kian Kun Taylo sin Kang." Thio Han Liong memberitahukan. "Bu Beng sian su yang mengajarku." "Ooh" Hiat Mo manggut-manggut. "Tapi kenapa malah diriku terserang oleh Iweekangku sendiri?" "Itulah keistimewaan ilmu Kian Kun Taylo sin Kang," Sahut Thio Han Liong dan menambahkan. "Maka Locianpwee terserang oleh Iweekang sendiri." "Jadi...." Hiat Mo terbelalak. "Kian Kun Taylo sin Kang dapat mengembalikan Iweekang lawan, sekaligus balik menyerangnya pula?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Sungguh hebat ilmu itu" Hiat Mo menghela nafas panjang. "Kalau begitu kini engkau adalah jago nomor wahid dalam rimba persilatan." "Lociancwee...." Thio Han Liong menggeleng-ge-lengkan kepala. "Di atas gunung masih ada gunung, di atas langit masih ada langit. Aku bukan jago nomor wahid dalam rimba persilatan." "Ha ha ha" Hiat Mo tertawa. "Bagus Bagus Engkau masih mau merendahkan diri, itu sungguh bagus sekali" "Kakak Han Liong," Tanya Ciu Lan Nio mendadak. "Engkau akan langsung ke Kotaraja?" "Tidak" Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Aku masih harus berangkat ke Tibet." "Mau apa engkau ke sana?" Tanya Hiat Mo heran. "Membuat perhitungan dengan sembilan Dhalai Lhama di sana," Jawab Thio Han Liong. "Apa?" Hiat Mo terperanjat. "Engkau punya dendam pada Dhalai Lhama itu?" "Ya." Thio Han Liong mengangguk lalu menutur tentang para Dhalai Lhama itu melukai ayahnya. Hiat Mo manggut-manggut. "Han Liong, sembilan Dhalai Lhama itu memiliki semacam ilmu istimewa, lagipula ketua Dhalai Lhama berkepandaian amat tinggi, maka engkau harus berhati-hati menghadapi mereka" "Ya." Thio Han Liong mengangguk "Bagaimana kelandaian ketua Dhalai Lhama dibandingkan dengan kepandaian Locianpwee?" Tanyanya kemudian. "Kepandaian ketua Dhalai Lhama lebih tinggi," Jawab Hiat Mo dengan jujur. "Oleh karena itu, engkau harus berhati-hati menghadapi ketua Dhalai Lhama itu. Namun setahuku, ketua Dhalai Lhama amat adil dan bijaksana." "Syukurlah" Ucap Thio Han Liong. "Maaf, aku mau pamit" "Han Liong" Hiat Mo memegang bahunya sambil tersenyum. "Kapan engkau akan ke mari lagi?" "Entahlah" Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Mudah-mudahan kelak aku dapat ke mari mengunjungi Locianpwee, Adik Lan Nio dan saudara Kwan" "Kakak Han Liong," Pesan ciu Lan Nio. "Jangan lupa ajak An Lok Keng cu ke mari juga" "Baik" Thio Han Liong mengangguk "sampai jumpa" Pemuda itu melesat pergi. Hiat Mo menghela nafas panjang sambil bergumam. "Kalau aku berniat membunuhnya, nyawaku pasti melayang." "Kakek..." Ciu Lan Nio tercengang. "Kok begitu? Aku sama sekali tidak mengerti." "Kakek tadi menyerangnya dengan tujuh bagian Iweekang, maka cuma membuat kakek terpental dan muntah darah. Kalau kakek menyerangnya dengan sepenuh tenaga kini kakek pasti sudah tergeletak menjadi mayat." "Kenapa bisa begitu?" Ciu Lan Nio tetap tidak mengerti. "Ternyata dia memiliki semacam ilmu yang dapat mengembalikan Iweekang lawan, dan sekaligus menyerang lawan itu pula." Hiat Mo memberitahukan. "Oooh" Ciu Lan Nio manggut-manggut mengerti. "Ternyata begitu..." Bab 51 Im sie Cin Keng (Kitab Pusaka Alam Baka) Bagaimana nasib Kwee In Loan yang terjatuh ke dalam jurang? Apakah ia akan mati dengan remuk seluruh tulangnya? Ternyata wanita itu tidak mati, karena badannya menyangkut di pohon yang tumbuh di tebing. Hanya saja kepalanya membentur dahan pohon itu, sehingga merusak urat syaraf yang di kepalanya. Karena itu, ia jadi lupa akan semua kejadiannya, bahkan juga lupa dirinya sendiri Ketika siuman, ia tampak gembira sekali, berloncat- loncatan dipohon itu sambil tertawa cekikikan. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tak disangka sama sekali, Kwee In Loan sudah tidak waras. "Hi hi hi Aku bisa seperti monyet, loncat ke sana kemari Hi hi hi..." Ujarnya sambil tertawa. Kemudian meloncat turun dan terbelalaki karena melihat sebuah gua. "Asyiiik Ada gua, aku akan ke dalam untuk beristirahat" Kwee In Loan memasuki gua itu. Sungguh mengherankan, gua itu terang benderang. Ternyata ada beberapa butir mutiara menempel di dinding gua. Mutiara-mutiara itu memancarkan cahaya, sehingga membuat gua tersebut menjadi terang-benderang. Kwee In Loan menengok ke sana ke mari. Dilihatnya sebuah batu berbentuk segi empat berwarna hijau di tengahtengah gua, yang di atasnya terdapat sebuah botol kecil dan sebuah kitab tipis. "Hi hi hi Ada makanan" Didekatinya batu itu sambil memandang botol kecil tersebut, ternyata berisi belasan butir obat. "Permen Hi hi hi..." Diambilnya botol kecil itu, lalu dibukanya tutupnya dan langsung dituang ke dalam mulutnya. "Eeeh?" La terbelalak. "Kok permen itu pahit rasanya? Tapi enak juga. Hi hi hi..." La mengambil kitab itu, kemudian dibacanya dengan suara lantang, sehingga bergema di dalam gua. "Im sie Cin Keng (Kitab Pusaka Alam Baka) Hi hi hi Ini pasti kitab dewa. Aku harus mempelajarinya agar diriku bisa menjadi dewi yang cantik Hi hi hi..." Ternyata kitab pusaka itu berisi Im sie Hong Kang (Ilmu Tenaga Dalam Tidak Waras Alam Baka), Hong Loan Kian Hoat (Ilmu Pedang Kacau Balau) dan Hong Loan ciang Hoat (Ilmu Pukulan Kacau Balau). siapa yang mempelajari kitab tersebut, maka pasti akan menjadi gila. Namun kini Kwee In Loan memang sudah tidak waras, maka tidak sulit baginya mempelajari kitab itu. Perlu diketahui, kitab Im sie Cin Keng sudah ratusan tahun lenyap dari rimba persilatan. Bagi orang yang waras, tentunya tidak mau mempelajari kitab tersebut. Akan tetapi, kini Kwee In Loan sudah tidak waras, gara-gara urat syarafnya telah rusak terbentur dahan, maka ia mempelajari kitab itu. Obat ditelannya, ternyata adalah obat penambah Lwee kang. seharusnya obat itu dimakan sehari, namun ditelannya semua sehingga membuat urat syaraf di kepalanya semakin rusak dan sudah barang tentu ia pun menjadi gila total. Walau Kwee In Loan sudah gila total, tapi kepandaiannya justru terus meningkat. "Hi hi hi" La terus tertawa gembira. "Kini aku adalah Im sie Pepo (Nenek Alam Baka), Im sie Popo yang cantik jelita Hi hi hi..." -ooo00000ooo- Setelah meninggalkan Kwan Gwa (Luar Perbatasan), Thio Han Liong kembali ke Tionggoan dan langsung menuju Tibet. Beberapa hari kemudian, ia sudah tiba di kota Cing shia dan mampir di sebuah rumah makan. "Tuan mau pesan makanan dan minuman apa?" Tanya seorang pelayan rumah makan itu dengan ramah. Thio Han Liong memesan beberapa macam hidangan dan arak wangi. Tak lama kemudian, pelayan itu sudah menyajikan apa yang dipesankan nya. Mulailah Thio Han Liong bersantap. Di saat itulah ia mendengar percakapan tamu lain, yang duduk di depannya. "Pembesar Liu amat baik, adil dan bijaksana. Tapi... ia justru malah tertimpa kejadian itu." "Aaah Kita tidak bisa berbuat apa-apa, begitu pula para pengawalnya. sungguh malang nasib Nona itu" Thio Han Liong mengerutkan kening kelika mendengar percakapan itu. la lalu bangkit dari tempat duduknya dan mendekati tamu-tamu itu. "Maaf," Ucapnya sambil tersenyum. "Aku mengganggu Paman sekalian" "Anak muda...." Salah seorang tamu memandangnya. "Silakan duduk" "Terima kasih," Ucap Thio Han Liong lalu duduki "Anak muda, apa yang dapat kami bantu?" "Aku tertarik akan percakapan tadi, maka aku ingin tahu apa yang terjadi di kota ini." "Oooh" Salah seorang tamu itu manggut-manggut dan menutur. "Beberapa hari yang lalu, kota ini didatangi beberapa perampok yang berkepandaian tinggi, langsung ke rumah pembesar Liu. Para pengawal pembesar Liu berusaha menahan perampok-perampok itu, namun malah dirobohkan secara mudah sekali. Beberapa perampok itu menemui pembesar Liu dan memberitahukan bahwa dalam waktu beberapa hari, pemimpin mereka akan datang menjemput putri pembesar Liu. Apabila pembesar Liu berani menolak maka para perampok itu akan membantai keluarga Pembesar Liu berikut para penduduk kota." "Oooh" Thio Han Liong manggut-manggut. "Kapan para perampok itu akan datang menjemput Nona Liu?" Tanyanya. "Kalau tidak salah esok." "Paman," Tanya Thio Han Liong. "Di mana tempat tinggal pembesar Liu?" Salah seorang tamu memberitahukan. Thio Han Liong segera berpamit dan langsung menuju rumah pembesar Liu. Tampak beberapa pengawal menjaga di depan rumah pembesar itu. Thio Han Liong menghampiri mereka. "Maaf, aku ingin bertemu pembesar Liu" Ujarnya. "Oh?" Pengawal itu menatapnya. "Siapa engkau dan ada urusan apa ingin bertemu pembesar Liu?" "Namaku Thio Han Liong. Aku ingin bertemu pembesar Liu karena ada urusan penting." "Tapi...." Pengawal itu menggeleng-gelengkan kepala. "Pembesar Liu tidak mau bertemu siapa pun, karena beliau sedang menghadapi suatu masalah." "Aku ingin bertemu beliau justru berniat membantunya memecahkan masalah itu. Cepat antar aku menemui beliau" Desak Thio Han Liong. "Tapi...." "Kalau kalian tidak mau mengantarku, aku akan masuk sendiri" "Engkau...." "Hm" Dengus Thio Han Liong. "Kalian semua adalah gentong nasi, cuma gagah-gagahan saja" Thio Han Liong melangkah ke dalam. Namun salah seorang pengawal segera menahannya. Mendadak Thio Han Liong mengibaskan tangannya, seketika juga pengawal itu terpentai beberapa depa dan jatuh gedebuk dengan wajah meringis. "Dia... dia adalah kawan perampok itu, cepat beritahukan kepada Tayjin" Seru pengawal yang terpental itu. Dua pengawal langsung berlari ke dalam, sedangkan Thio Han Liong melangkah santai di halaman itu. Ketika sampai di depan pintu rumah tersebut, ia melihat seorang lelaki berusia lima puluhan berhambur ke luar dengan wajah pucat pias. Ke dua pengawal yang berjalan di sisinya menunjuk Thio Han Liong seraya berbisik. "Tayjin, pemuda itu kawan para perampok." Pembesar Liu memandang Thio Han Liong dan terbelalak. Pemuda itu begitu tampan dan tampak lemah lembut, bagaimana mungkin dia kawan para perampok? Pembesar Liu bertanya dalam hati. "Maaf, aku telah mengganggu ketenangan Tayjin" Ucap Thio Han Liong. "Siapa engkau?" Tanya pembesar Liu. "Namaku Thio Han Liong." "Ada urusan apa engkau ke mari menemuiku?" "Tayjin, aku bukan penduduk kota ini. Kebetulan tiba di kota ini maka aku mampir di rumah makan. Aku mendengar percakapan para tamu yang makan di sana, bahwa ada suatu kejadian menimpa keluarga Tayjin. itulah yang menyebabkan aku ke mari." "Oh?" Pembesar Liu menatapnya dalam-dalam. "Jadi engkau bukan kawan perampok itu?" "Bukan." Thio Han Liong menggelengkan kepala. "Karena aku tidak diperbolehkan masuk menemui Tayjin, maka aku menerobos ke dalam, sehingga menimbulkan kesalahpahaman itu. Mohon Tayjin sudi memaafkan aku" "Ha ha" Liu Tayjin tertawa. "Anak muda, silakan masuk" "Terima kasih." Thio Han Liong masuk ke dalam rumah. "Silakan duduk" Ujar pembesar Liu. Thio Han Liong segera duduk dan seorang pelayan wanita langsung menyuguhkan teh. Di saat menaruh minuman ke atas meja, pelayan wanita itu melirik ke arah Thio Han Liong. setelah itu, barulah ia meninggalkan ruang depan menuju kamar putri pembesar Liu. "Nona Nona" Panggilnya. "Masuklah Pintu tidak dikunci" Sahut seorang gadis dari dalam. Pelayan wanita itu mendorong daun pintu kamar, lalu melangkah ke dalam mendekati Nona Liu, yang sedang duduk dipinggir tempat tidur dengan murung sekali. "Nona, ada seorang pemuda ke mari." "Biarkan saja." "Pemuda itu tampan sekali dan gerak-geriknya pun halus." Pelayan wanita itu memberitahukan. "Dia ke mari karena mendengar tentang para perampok itu. sekarang ia sedang bercakap-cakap dengan Tayjin." "Oh?" Nona Liu terbelalak.. "Siapa pemuda itu?" "Entahlah." Pelayan wanita itu menggelengkan kepala. Sementara di ruang depan, Thio Han Liong dan pembesar Liu sedang bercakap-cakap dengan serius sekali. "Ternyata beberapa perampok itu diutus oleh pemimpin mereka untuk melamar putriku secara paksa," Ujar pembesar Liu memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kepala. Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Besok pemimpin perampok dan para anak buahnya akan ke mari. Kalau aku menolak, mereka akan membantai seluruh keluargaku dan seluruh penduduk kota ini. Nah, apa yang dapat kuperbuat? Bukankah aku harus menyerahkan putriku kepada pemimpin perampok itu?" "Aku harap Tayjin tenang, itu pasti tidak akan terjadi" Ujar Thio Han Liong dengan sungguh-sungguh. "Aku mampu membasmi pemimpin perampok itu dan para anak buahnya." "Anak muda...." Pembesar Liu menggeleng- gelengkan kepala. "Para pengawalku sama sekali tidak berdaya, apalagi engkau? Aaaah.." Tiba-tiba muncul Nona Liu. Apa yang diceritakan pelayan wanita itu membuat hatinya tertarik, maka gadis itu memberanikan diri untuk ke luar. "Tin cu...." Pembesar Liu mengerutkan kening. "Kenapa engkau keluar?" "Ayah...." Liu Tin cu menundukkan kepala. Namun ia telah melihat Thio Han Liong, dan itu membuat hatinya berdebardebar aneh. la tidak menyangka pemuda itu begitu tampan. "Ayoh cepat masuk" Bentak pembesar Liu. "Ayah..." "Tayjin, biarlah dia duduk di sini, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya" Ujar Thio Han Liong. Pembesar Liu tampak tidak senang. "Dia adalah putri seorang pembesar, sedangkan engkau... aku masih belum tahu identitasmu. Karena itu, tidak kuperbolehkan putriku duduk di sini." Thio Han Liong tersenyum. "Aku ke mari justru ingin menyelamatkannya, tapi Tayjin... kalau begitu, Tayjin harus punya menantu pemimpin perampok itu." Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Pendekar Bego Karya Can Leak Dari Gua Gajah Karya Kho Ping Hoo