Anak Rajawali 28
Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 28
Anak Rajawali Karya dari Chin Yung "Tarrr!" Punggungnya kena dihantam oleh cambuk Kang Wei. Memang pedih dan sakit bukan main, namun dia masih bisa hinggap di tanah dengan ke dua kakinya. Dia memutar tongkatnya, untuk melindungi tubuhnya menjaga kalau-kalau ke dua lawannya itu akan menyusuli dengan serangan lainnya. Dikala itu memang Cing Kiang Wie yang penasaran, tengah menubruk dan menyerang lagi dengan pedangnya, tapi semua serangannya itu kena ditangkis dan dihalau oleh ujung tongkat si pengemis. Kang Wei yang juga tengah diliputi perasaan marah sebab matanya tadi hampir saja kena ditotok buta oleh ujung tongkat si pengemis. Maka begitu dia berhasil menghantam punggung si pengemis dengan cambuknya, dia jadi girang bukan main, semangatnya terbangun. Cambuknya itu menyambar-nyambar tidak hentinya menyerang Thio Kim Beng. Sedangkan Thio Kim Beng terus memutar tongkatnya, sehingga senjata lawan-lawannya, tidak ada yang bisa menerobos pertahanannya itu. Malam semakin larut, ramainya suara benturan senjata mereka telah terdengar berulang kali. Sedangkan Kang Wei waktu itu sudah memaki. "Jika kami tidak dapat membunuhmu, tua bangka mesum, hemmm, hemmm, selanjutnya kami akan meletakkan jabatan dan mengundurkan diri buat hidup mengasingkan diri duapuluh tahun meyakinkan ilmu silat kami!" Setelah berteriak begitu, cepat sekali cambuknya seperti hujan gencarnya, menyerang tidak hentinya ke bagian-bagian yang mematikan di tubuh Thio Kim Beng. Kepandaian Kang Wei memang telah mencapai tingkat yang tinggi. Dengan demikian dia dapat membuat cambuknya itu lemas, juga dengan mempergunakan sin-kangnya dapat menjadikan cambuk itu keras, tegak dan lurus yang bisa dipakai menotok. Karena dari itu, betapa berbahayanya senjata tesebut. Jika di waktu lemas, dia bisa mempergunakannya buat membelit merampas senjata lawan atau juga melibat leher lawannya. Kalau sampai berhasil demikian, selain senjata lawan kemungkinan besar bisa dirampas, juga akan membuat leher lawan menjadi putus, kena tercekik oleh cambuknya yang luar biasa. Dan dikala diluruskan karena pengerahan tenaga lweekangnya, membuat cambuk itu sepertt pentungan yang dapat dipakai buat menotok jalan darah yang mematikan. Di waktu itu Thio Kim Beng mengempos semangatnya. Dia telah mengadakan pembelaan diri yang rapat. Di dalam hatinya si pengemis berpikir juga. "Hemm, ternyata tidak percuma nama besar mereka yang cukup menggetarkan rimba persilatan kepandaian mereka ternyata memang benar-benar tangguh..... aku harus menghadapi mereka lebih hati-hati!" Thio Kim Beng berpikir seperti itu, karena dia telah merasakan, walaupun dia telah mempergunakan seluruh kepandaiannya tokh dia masih tidak bisa mendesak ke dua lawannya. Malah sebaliknya, tampaknya dia yang terdesak. Karena dari itu, dia telah mengerahkan seluruh tenaga lweekangnya dan ilmu tongkatnya. Sementara itu Thio Kim Beng telah membatasi diri buat tidak menyerang ke dua lawannya, dia hanya berkelit dan mengelak ke sana ke mari. Gerakannya begitu cepat dan ringan sekali, tenaga lweekang yang dipergunakannya juga sangat kuat luar biasa. Begitulah, dalam waktu yang singkat, ke tiga orang itu telah bertempur ratusan jurus. Sedangkan Thio Kim Beng suatu kali berseru nyaring, dia memutar tongkatnya itu dalam bentuk garis tengah yang cukup lebar, memaksa ke dua lawannya berhenti menyerangnya karena mereka harus melompat mundur menjauhi diri dari tongkat si pengemis yang lihay. "Berhenti, ada yang ingin kukatakan!" Teriak si pengemis dengan suara yang nyaring. Cing Kiang Wie dan Kang Wei memang tidak menyerang lagi, mereka masing-masing menahan senjata mereka. Cing Kiang Wie dengan suara menghina berkata mengejek. "Hemmmm, sekarang engkau baru mengetahui akan kelihayan kami, sehingga engkau ingin mengatakan memohon ampun dari kami agar membiarkan engkau pergi! Bukankah begitu!" Diejek seperti itu, Thio Kim Beng tidak memperlihatkan sikap marah. Dia hanya mendengus memperdengarkan suara tertawa dingin. Lalu katanya dengan sikap yang sangat menghina. "Sesungguhnya, jika memang aku jeri pada kalian, tentu aku tidak akan menghadang mencari urusan dengan kalian. Dan jika memang kalian berdua merasa kepandaian kalian telah tangguh, memiliki nama besar di dalam kalangan Kang-ouw, apakah dengan cara mengeroyok seperti ini tidak menurunkan pamor kalian? "Hemmm, memang kalian bicara enak saja.......... Bagaimana jika kalian maju satu-satu, kita bertempur buat menentukan siapa di antara kita yang benar-benar memiliki kepandaian sejati?!" Sambil berkata begitu, segera si pengemis mengibas-ngibas tongkat bambu hijaunya, seperti juga dia tengah menantang dengan sikap menghina. Bukan kepalang gusarnya Cing Kiang Wie dan Kang Wei, karena mereka berdua dianggap sebagai manusia-manusia pengecut oleh pengemis tersebut. Maka Cing Kiang Wie telah membentak. "Baik! Baik! Mari kita bertempur sampai ada penentuannya!" Dan dia telah menjejakkan kakinya, tubuhnya mencelat dengan cepat sekali. Dia menghampiri si pengemis dan bersikap menyerang dengan pedangnya. "Cing Toako, tunggu!" Panggil Kang Wie Cing Kiang Wie yang baru saja hendak merangsek, mendengar panggilan rekannya, segera menahan pedangnya, dia menoleh. Kang Wie melambaikan tangannya. "Ke marilah Cing Toako Aku ingin memberitahukan sesuatu kepadamu!" Cing Kiang Wie waktu itu tengah gusar bukan main, namun terhadap rekannya ini, walaupun memang lebih muda usianya, tapi dia menaruh rasa segannya dan menghormati. Karena dari itu, dia tidak menerjang terus, dia telah membatalkan maksud hendak menyerang si pengemis. Melainkan dia menjejakkan kakinya mencelat mundur kembali ke sisi Kang Wei. Sedangkan Kang Wei telah menarik tangannya, membawa Cing Kiang Wie mundur jauh dari si pengemis, kemudian mereka berdua tampak bisik-bisik. Cing Kiang Wie tampak ragu, namun tidak lama kemudian mengangguk-angguk beberapa. Kang Wei tersenyum puas dan menepuk-nepuk pundaknya. Thio Kim Beng hanya memperhatikan sambil memperdengarkan tertawa mengejek, sampai akhirnya ketika dia melihat ke dua perwira tinggi kerajaan itu mash kasak-kusuk saja, hilang kesabarannya. Dia mengejek. "Mengapa kasuk-kusuk seperti wanita saja? Ayo mari kita main-main buat menentukan siapa di antara kita yang lebih kosen! Hemmm, atau memang kalian jeri dan bermaksud hendak angkat kaki!" Bukan Cing Kiang Wie yang melayani ejekan si pengemis, melainkan Kang Wei yang telah melangkah maju mendekati pengemis itu. Dia bilang dengan suara yang lantang dan nyaring. "Dengarlah Thio Kim Beng! Memang kami akui kepandaianmu tidak rendah! Sayang sekali engkau mensia-siakan kesempatan baik, di mana engkau lebih mau hidup sebagai manusia hina, karena jika saja engkau bisa mengetahui, betapa nikmatnya hidup sebagai seorang pembesar tinggi, tentu engkau akan berlutut memohon-mohon kepada kami, agar kami memujikan engkau kepada Hong-siang! Hemmm, tapi kami selalu ingin berbuat baik terhadap siapa saja! "Terhadap engkau juga, Thio Kim Beng! Jika memang engkau bersedia menerima uluran tangan kami, di mana engkau bersedia menerima pertolongan kami, maka kami bisa mengangkat derajatmu Engkau tidak akan menjadi rendah lagi, tidak akan menjadi manusia hina, di mana setiap hari hanya kerjanya memohon belas kasihan orang lain! Sedangkan engkau sendiri memiliki kepandaian yang cukup tinggi. "Sekali saja kami pujikan engkau di hadapan Hong-siang, tentu engkau akan menerima pangkat yang tinggi Dengan demikian selanjutnya engkau bisa hidup senang! Bagaimana, engkau mau kami pujikan kepada Hong-siang?" Mendengar perkataan Kang Wei, Thio Kim Beng tertawa bergelakgelak. "Sungguh suatu penawaran yang menarik!" Katanya kemudian, lalu tertawa bergelak-gelak lagi. Kang Wei tersenyum, karena dia menduga hati si pengemis telah tergerak. "Bagaimana, apakah engkau setuju agar kami memujikan engkau di hadapan Hong-siang. Jangan kuatir, kami tidak akan menuntut budi kepadamu, karena bukankah engkaupun akan menjadi rekan kami yang baik?" Kata Kang Wei kemudian dengan tersenyumsenyum dan mengawasi si pengemis tua Thio Kim Beng dengan sorot mata yang tajam. Thio Kim Beng tertawa bergelak-gelak, sedangkan Kang Wei dan Cing Kiang Wie menantikan jawabannya sambil mengawasi dengan sorot mata yang tajam. Mereka yakin pengemis tua Kaypang ini akan dapat dipengaruhi oleh mereka. Bukankah sekarang ia merupakan pengemis melarat yang tidak memiliki apa-apa, yang hidupnya bersengsara dan selalu harus mengemis dan menghiba memohon akan belas kasihan orang? Jelas di dalam perkumpulan Kay-pang walaupun bagaimana enaknya dan tinggi derajatnya, tetap saja dia harus hidup sebagai pengemis yang melarat, yang tidak mungkin dapat menikmati keasyikan dunia ini. Sedangkan jika ia bekerja kepada kerajaan, memperoleh pangkat dan kedudukan serta harta yang berlimpah, niscaya setiap hari, setiap detik, ia akan hidup bahagia dan senang, di mana sekelilingnya dilimpahi oleh kemewahan. Namun dugaan ke dua orang perwira tinggi kerajaan tersebut ternyata meleset sama sekali, di mana setelah tertawa bergelakgelak tampak betapa Thio Kim Beng telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya melesat sangat cepat di mana tongkat bambu hijaunya telah digerakkan buat menotok dahsyat kepada Kang Wei yang berdiri paling dekat dengannya. "Aku justeru menginginkan jiwa kalian berdua!" Berseru pengemis tua Kay-pang itu. Kang Wei tidak menyangka Thio Kim Beng akan menyerangnya mendadak begitu. Dia pun berdiri dalam jarak dekat sekali, membuatnya kaget dan cepat-cepat berkelit, cuma saja, karena dia diserang begitu cepat, juga Thio Kim Beng mempergunakan jurus ilmu tongkatnya yang paling liehay, biarpun Kang Wei telah mengelak secepat-cepatnya, tetap saja pundaknya kena tergores oleh ujung tongkat Thio Kim Beng. Dengan muka merah padam memandang gusar, Kang Wei berkata bengis. "Pengemis tidak tahu diuntung. Kami bermaksud buat mengajak engkau ke dunia kesenangan, tapi engkau tetap memilih kemelaratan. Baiklah, kami akan melayani keinginanmu buat pergi ke neraka. Kami akan berusaha tidak mengecewakan harapan engkau!" Sambil herkara begitu cambuknya bergerak menggeletar sangat nyaring menyambar kepada Thio Kim Beng, demikian juga pedang Cing Kiang Wie. Mereka bertiga bertempur lagi dengan seru, sedangkan Thio Kim Beng berulangkali memperdengarkan suara tertawa bergelak mengejek. "Hemmm, walaupun kami menempuh kehidupan ini dengan cara mengemis, tetapi kami jauh lebih berharga dari pada kalian anjing- anjing pengkhianat bangsa! Kami lebih mulia, kami lebih luhur dari jiwa kalian yang kotor!" Kang Wei dan Kiang Wie tidak memperdulikan ejekan si pengemis, mereka berusaha menyerang semakin hebat buat mendesak pengemis itu, namun disebabkan kepandaian Thio Kim Beng memang hebat dan tinggi sekali sulit mereka mendesak pengemis itu apa lagi untuk merubuhkannya. Dalam waktu yang sangat singkat tigapuluh jurus lebih telah dilewatkan. Thio Kim Beng memang sesungguhnya merupakan pengemis yang berhati luhur dan setiap tindakannya juga sangat mulia. Itulah sebabnya mengapa Yeh-lu Chi, pangcu Kay-pang telah mengangkatnya sebagai salah seorang Tiang-lo, untuk berkelana dan memeriksa cabang-cabang Kay-pang, guna meneliti apakah di antara anggota-anggota Kay-pang ada yang menyeleweng dan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Thio Kim Beng selain duduk sebagai salah seorang Tiang-lo pengemis, di dalam rimba persilatan iapun sangat dihargai sekali oleh jago-jago rimba persilatan. Dengan kepandaiannya yang tinggi, sulit sekali orang menandinginya. Karena dari itu, diapun boleh dibilang hampir sama sekali jarang bertempur bersungguh-sungguh. Di dalam perkumpulan Kay-pang ia memiliki kekuasaan yang sangat besar sekali, kekuasaan buat menghukum berat kepada anggota Kay-pang yang diketahuinya menyeleweng, tanpa perlu meminta pertimbangan dari Pangcu. Waktu di Heng-san bertemu dengan Swat Tocu sebagai seorang tokoh Kay-pang, walaupun ia mengetahui Swat Tocu seorang tokoh sakti dalam rimba persilatan, namun si pengemis tua ini masih memiliki harga diri sehingga dia tidak mau terlalu menyembah-nyembah bersikap bermuka kepada Swat Tocu. Ia mengambil sikap yang wajar saja. Siapa tahu justeru Swat Tocu tengah uring-uringan, sehingga ia kena diperlakukan kurang baik dari Swat Tocu. Seumur hidupnya, barulah kali itu, Thio Kim Beng memperoleh perlakuan seperti itu. Jika menuruti hati kecilnya, dia akan bertempur sampai mati menyerang Swat Tocu, buat menebus perlakuan Swat Tocu yang dianggapnya sangat menghinanya. Akan tetapi pertimbangan ratio atau pemikiran yang sehat, telah menyebabkan dia akhirnya surut sendirinya meninggalkan tempat itu. Walaupun di dalam hatinya dia masih menaruh perasaaan penasaran dan tekad, kelak suatu saat dia akan mengadu ilmu dengan Swat Tocu. Memang di dalam hati kecilnya juga si pengemis mengakui dan mengagumi kepandaian Swat Tocu. Dia jika bertempur dengan Swat Tocu, sehingga terluka atau terbinasa, pasti akan menanam permusuhan di kalangan Kay-pang. Semua anggota Kay-pang pasti akan memusuhi Swat Tocu dan akan berusaha membalas sakit hati Thio Kim Beng. Hal itulah yang tidak diinginkan oleh Thio Kim Beng, karena akan membuat Kay-pang akan mengalami kerusakan tidak kecil. Bukankah Swat Tocu memiliki kepandaian yang sangat tinggi dan lihay sekali? Juga pertimbangan lainnya bahwa Swat Tocu merupakan seorang tokoh sakti rimba persilatan yang memiliki hubungan dekat dengan Sin-tiauw-tay-hiap, salah seorang tokoh sakti yang memiliki hubungan sangat dekat dengan Pangcu Kay-pang. Itulah, dengan menelan penasaran dan kemendongkolan hatinya, Thio Kim Beng meninggalkan Heng-san. Dia berkelana dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Sampai akhirnya dia mendengar perihal perjuangan orang-orang gagah di Lam-yang, maka dia menuju ke kota itu. Dia menyaksikan persiapan-persiapan yang tengah dilakukan oleh orang-orang gagah pecinta negeri, yang bercita-cita ingin berjuang mengusir penjajah. Hati Thio Kim Beng gembira karena senang sekali dia mengetahui masih cukup banyak para Ho-han pencinta negeri yang ingin berjuang buat mengusir penjajah! Dan diam-diam dia mengikuti perkembangan yang ada pada perhimpunan itu. Hati Thio Kim Beng tambah gembira setelah mengetahui bahwa para pemimpin orang-orang gagah itu, yang hendak melakukan perjuangan tersebut, adalah seorang yang benar-benar berjiwa patriot. Karena dari itu, dia bertekad, jika saja sudah tiba waktunya, tentu ia akan membantu perjuangan orang-orang gagah itu. Jika memang diperlukan, diapun akan meminta ijin dari pangcunya dan semua Tiang-lo Kay-pang buat mengerahkan anggotaanggota Kay-pang, guna mengadakan, perlawanan kepada kerajaan penjajah, membantu perjuangan pada Ho-han itu, agar perjuangan para pencinta negeri tersebut berhasil dengan baik. Terlebih lagi memang mengingat Kay-pang sangat dimusuhi Kublai Khan, kaisar Mongolia yang telah berhasil menguasai daratan Tiong-goan sebagai penjajah. Tapi, pada suatu malam, ketika pengemis tua yang gagah ini tengah tidur di dahan sebatang pohon dalam hutan itu, dia sempat menyaksikan pertempuran Liang Tie bertiga dengan Cing Kiang Wie dan Kang Wei, membuatnya jadi gusar sekali, karena mengetahui Cing Kiang Wie dan Kang Wei adalah orang-orang kerajaan, bangsa Han yang bekerja kepada kerajaan Mongolia sebagai Komandan Gie-lim-kun dan Kim-ie-wie. Setelah Liang Tie bertiga mengundurkan diri, buat mencegah Cing Kiang Wie mengejar, Thio Kim Beng muncul memperlihatkan diri dan bertempur dengan ke dua perwira kerajaan tersebut. Cing Kiang Wie semakin lama semakin penasaran, dia berdua dengan rekannya, Kang Wei, yang memiliki kepandaian setingkat dengannya, namun masih tidak bisa merubuhkan pengemis itu. Jagankan buat merubuhkan atau membinasakannya, sedangkan mendesak saja mereka pun masih belum sanggup, dimana mereka bertempur sama berimbang. Akhirnya Kang Wei berseru. "Baiklah, karena kami masih memiliki urusan penting, kami tidak bisa menemani engkau terlalu lama! Jika memang engkau mau, merobah pikiran menerima tawaran kami buat kami pujikan engkau kepada Hong-siang, kau boleh datang ke kota raja menemui, nanti kami membantu kau?" Sambil berkata begitu, tampak Kang Wei telah memutar cambuknya cepat sekali seperti titiran, dan dia melompat ke belakang menjauhi diri dari Thio Kim Beng. Sedangkan Cing Kiang Wie juga telah membarengi melompat menjauhi diri dari lawannya. Si pengemis tua Thio Kim Beng sama sekali tidak mengejar, dia berdiri tegak dengan tongkat bambu hijaunya yang digerakgerakkan dan tertawa bergelak. "Manusia-manusia hina dina bangsa pengecut tidak kenal malu!" Mencaci pengemis tersebut. Kang Wei dan Cing Kiang Wie tidak memperdulikan makian si pengemis, mereka telah berlari-lari pesat buat kembali ke dalam kota. Mereka batal buat menyatroni sarang dari kaum pemberontak. Dan mereka kembali ke rumah penginapan. Thio Kim Beng melihat ketiga lawannya melarikan diri, dia tertawa bergelak-gelak senang karena merasa telah dapat mempermainkan ke dua perwira kerajaan tersebut. Tapi setelah puas tertawa dia menghela napas dalam-dalam. "Tampaknya Kublai Khan memang tidak bermaksud main-main menumpas semua orang-orang gagah di daratan Tiong-goan, karena ke dua orang itu saja telah memiliki kepandaian yang tinggi, dan terus di istana Kublai Khan masih terdapat para pahlawannya yang memiliki kepandaian lebih liehay, baik dari orang Han bangsa hina dina yang berkhianat menganggap Kublai Khan sebagai majikannya, atau juga jago-jago Mongolia yang dibawanya. Tampaknya memang tidak mudah buat para orang-orang gagah itu melakukan perjuangan, sebab mereka akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil. Menghadapi ke dua orang perwira itu tadi saja jika memang bukan kepandaianku benar-benar tinggi, tentu sulit aku menghadapi keroyokan mereka berdua! Kembali Thio Kim Beng menghela napas dalam-dalam setelah menggumam seperti dia menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya melompat ke atas cabang pohon, dan merebahkan tubuhnya di situ buat tidur. Malam semakin larut dan keadaan di dalam hutan itu sepi sekali, hanya terdengar suara binatang malam belaka yang berdiam di dalam hutan, di mana binatang hutan yang tengah berkeliaran mencari mangsa atau burung-burung yang terbang pindah tempat. Namun pengemis tua itu yakin, ke dua perwira tersebut tidak akan muncul lagi! Y Apa yang diduga oleh Thio Kim Beng memang benar, karena Cing Kiang Wie dan Kang Wei langsung pulang ke rumah penginapan mereka, di mana ke dua perwira tersebut telah merundingkannya, langkah-langkah apa yang harus mereka lakukan. Ke duanya merupakan komandan pasukan khusus dari istana Kaisar, dengan demikian, mereka sangat cerdik dan licik. Melihat apa yang baru ini mereka alami, telah memperlihatkan di antara para pemberontak itu memang banyak yang memiliki kepandaian tinggi. Si pengemis tua Thio Kim Beng justeru mereka duga sebagai salah seorang anggota pemberontak itu. "Memang benar apa yang diduga oleh Hong-siang sebelumnya, Kay-pang merupakan perkumpulan yang cukup membahayakan. Karena jika Kay-pang dibiarkan terus hidup, berarti sama saja dengan duri di dalam daging Tidak terlalu mengherankan jika belum lama yang lalu Hong-siang telah perintahkan agar semua orang-orang Kay-pang disapu bersih! "Seperti kita telah alami tadi, si pengemis tua itu pasti tokoh Kaypang. Dia bekerja buat pemberontak-pemberontak itu! Karenanya, kita pun harus melaporkan semuanya ini kepada Hong-siang, agar Hong-siang lebih memperkeras lagi perintahnya dalam membasmi Kay-pang! Hemmm hemmm!" Tampaknya Kang Wei bukan main kecewa dan marahnya. Karena dia penasaran sekali tadi bersama-sama dengan Cing Kiang Wie, di mana mereka di istana Kaisar merupakan jago-jago yang sangat disegani dan kepandaian mereka tinggi sekali, ternyata tidak sanggup buat merubuhkan si pengemis tua Kay-pang itu, sedangkan buat mendesak Thio Kim Beng saja mereka pun tidak dapat. Cing Kiang Wie pun sangat penasaran. Dia sampai memukul meja berulang kali, buat melampiaskan kemendongkolannya itu. Dia bilang dengan hati diliputi perasaan gusar dan penasaran. "Kita harus berusaha menangkapnya! Agar kita bisa menggusurnya kehadapan Kaisar. Jika memang kita pulang tanpa menggusur orang-orang dari kaum pemberontak tersebut, niscaya kepercayaan Hong-siang pada kita akan berkurang.........!" "Tapi mereka terdiri dari orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi! Di luar dugaan kita sebelumnya, bahwa kita berdua akan dapat mengacaukan kesanggupan ke mereka arah ternyata itu...... kita Karenanya, tidak kita memiliki harus mempergunakan taktik lain yaitu kita harus dapat mengerahkan pasukan yang cukup besar, guna menumpas kaum pemberontak!" Cing Kiang Wie menghela napas dalam-dalam, wajahnya murung sekali. "Hemm, sebelum berangkat kita telah berjanji pada Hong-siang, bahwa kita berdua akan sanggup mengobrak-abrik kaum pemberontak itu, namun kenyataan yang ada sekarang ini justeru memperlihatkan, kita tidak memiliki kesanggupan ke arah itu.....!" Katanya kecewa. Kang Wei tersenyum, bilangnya. "Bukan tidak ada kesanggupan buat mengobrak-abrik mereka. Tapi jika memang kita harus mempertaruhkan jiwa menempuh bahaya yang terlalu besar, buat apa? Jika kita gugur, paling tidak hanya dapat penghargaan dari Hong-siang, lalu kedudukan kita akan diganti oleh orang lain! "Dengan demikian masih tidak apa-apa, tapi jika kita dapat lolos dari pada kematian, kemudian kira bercacad. Bukankah seumur hidup kita akan menyesal! "Kekuatan tentara kerajaan sangat besar, kita minta pada Hongsiang agar mengerahkan pasukan perang dalam jumlah besar. Niscaya kaum pemberontak itu dapat ditumpas. Mustahil kekuatan angkatan perang Kaisar tidak dapat menumpas mereka, yang jumlahnya hanya sekian ribu orang? Sedangkan Tiong-goan saja telah dapat direbut oleh Hong-siang.....!" Cing Kiang Wie beranggapan kata-kata kawannya itu ada benarnya juga, karenanya dia mengangguk beberapa kali. Dia bilang kemudian. Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hanya saja justeru Hong-siang tidak menginginkan penumpasan secara besar-besaran, sehingga menimbulkan kekuatiran dan kekacauan di kalangan rakyat! Sekarang Hong-siang tengah memupuk simpati rakyat, agar rakyat menyukai kerajaan yang diperintahnya, dan rakyat tidak memiliki perasaan kurang senang pada Hong-siang! "Secara politiknya, memang kita dapat menerima apa yang digariskan dalam kebijaksanaan Hong-siang. Biar bagaimana Kay1396 pang harus dilenyapkan, ditumpas habis, karena hanya merupakan manusia-manusia melarat yang merongrong belaka!" Begitulah, ke dua Komandan dari Gie-lim-kun dan Kim-ie-wie telah berunding. Akhirnya mereka sepakat buat coba-coba menghimpun pasukan tentara kerajaan yang berada di Lam-yang, guna dikerahkan menumpas kaum pemberontak. Memang dari Kaisar, merekapun telah menerima kuasa sepenuhnya, dimana mereka dapat mempergunakan tentara kerajaan yang ada di Lam-yang jika mereka membutuhkan dalam menumpas kaum pemberontak. Tadinya hanya disebabkan harga diri belaka menyebabkan mereka yakin dengan berdua saja dapat mengacaukan kaum pemberontak dan menangkap pemimpinnya, karena mereka yakin kepandaian mereka yang tinggi. Namun apa jadinya? Belum lagi mereka tiba di sarang pemberontak itu mereka telah menghadapi banyak kesukaran dan ke dua perwira kerajaan itu baru memaklumi bawa mereka tidak mungkin berhasil jika memang hanya bekerja berdua belaka. Disebabkan itu pula akhirnya mereka memutuskan buat memakai tentara kerajaan di Lam-yang, yang jumlahnya lebih dari sepuluhribu orang, untuk menumpas kaum pemberontak. Jika memang usaha itu gagal, maka mereka baru akan kembali kekota raja, buat melaporkan kepada Hong-siang, dan meminta Kaisar bertindak lebih tegas dengan perintahkan Menteri Angkatan Perangnya yaitu Peng-po-siang-sie, buat mengerahkan pasukan perang dalam jumlah yang besar dan kuat, buat menumpas kaum pemberontak itu! Y Pagi itu cerah sekali dengan matahari memancarkan sinarnya yang cemerlang. Dalam kota Lam-yang tampak tenang seperti biasa tidak terlihat sesuatu yang menarik perhatian rakyat. Namun di balik tembok-tembok yang tinggi dari beberapa gedung dan markas pembesar kerajaan, terlihat kesibukan yang sangat. Karena semuanya tengah mengadakan pertemuan, buat merundingkan permintaan dari Cing Kiang Wie dan Kang Wei, agar mengerahkan pasukan tentara kerajaan menumpas kaum pemberontak. Para pembesar di kota Lam-yang, umumnya memang hendak bermuka-muka, mereka bermaksud buat mendirikan pahala, agar memperoleh pujian dari Kaisar dan memperoleh kenaikan pangkat, sehingga kedudukan mereka lebih tinggi. Itulah sebabnya, mengapa setelah mereka diperlihatkan firman Kaisar, agar mereka membantu Cing Kiang Wie dan Kang Wei dalam hal mengerahkan pasukan angkatan perang di Lam-yang, mereka bekerja sibuk sekali mengatur segala sesuatunya. Para tentara kerajaan yang sebelumnya menganggur, di mana mereka sebelumnya hanya mondar-mandir di kota Lam-yang tanpa memiliki pekerjaan apapun juga, sekarang tampak mulai sibuk, mengatur diri dalam kesatuan-kesatuan mereka masingmasing, karena tidak lama lagi mereka akan dikerahkan buat menumpas pasukan para pemberontak yang diduga berjumlah limaribu orang itu! Memang Cing Kiang Wie dan Kang Wei telah berpesan, agar semua persiapan itu dilakukan dengan cermat sekali dan rahasia, karena jangan sampai kaum pemberontak itu mengendus dan mengetahui mereka akan diserang buat ditumpas dengan kekerasan. Sekali saja rencana akan penyerbuan tersebut bocor, niscaya akan membuat kaum pemberontak itu mengadakan persiapan. Berarti tentara kerajaan itu akan menghadapi kesukaran tidak sedikit, juga perlawanan yang lebih berat. Cing Kiang Wie dan Kang Wei memang bermaksud membuka serangan secara mendadak dan tiba-tiba sekali, agar kaum pemberontak itu, tidak memiliki persiapan lagi, hingga mereka pun akan dapat ditumpas dengan mudah. Semuanya dilakukan dengan tertutup, sampai penduduk Lamyang sendiri tidak menyadari dan tidak mengetahui. Tentara kerajaan di kota tersebut tengah dipersiapkan buat perang! Dalam keadaan seperti itulah Cing Kiang Wie dan Kang Wei memperlihatkan keterampilan mereka. Ke dua orang ini memang merupakan komandan dari pasukan khusus di istana yang menjamin keselamatan Kaisar, karena dari itu, segala macam taktik dan cara mereka banyak sekali. Dalam rencana penumpasan pemberontak, mereka juga telah mentrapkan cara-cara mereka, pasukan dibagi menjadi delapan bagian. Setiap bagian terdiri dari seribu orang. Dengan demikian, mereka akan menyerang dari delapan penjuru, hal ini memperkecil kesempatan kaum pemberontak melarikan diri dari kepungan mereka kelak. Juga, agar kaum pemberontak tidak bisa menduga berapa besar kekuatan tentara kerajaan yang dikerahkan. Sehingga para pemberontak hanya dapat menduga bahwa tentara kerajaan yang dikerahkan hanya seribu orang belaka. Dan tahu-tahu dari berbagai penjuru telah bermunculan pula tentara kerajaan dalam jumlah besar. Taktik yang dipergunakan oleh Kiang Wie dan Kang Wei merupakan cara pat-kwa. Mereka juga bermaksud menyediakan duaribu orang tentara kerajaan buat menyerang dari garis depan. Begitulah, semua rencana dan taktik telah diatur, dan Cing Kiang Wie berdua dengan Kang Wei yakin, kaum pemberontak itu dapat ditumpas. Sedikitnya dapat dihancurkan. Terlebih lagi, perlengkapan senjata dari para tentara kerajaan diperlengkapi dengan senjata-senjata yang baik dan lengkap, termasuk juga setiap tentara kerajaan selalu membawa golok, dan senjata rahasia, juga harus membawa panah! Jika diperlukan, Cing Kiang Wie dan Kang Wei hendak menjadikan pasukan tentara kerajaan itu sebagai barisan pemanah. Buat penyediaan anak panah, jelas sangat banyak sekali. Di gudang senjata dalam Kota Lam-yang, belum lagi mencukupi, segera dibuat anak-anak panah dengan mengerahkan ahli-ahli panah, sehingga meminta waktu buat menyiapkan anak-anak panah itu dengan jumlah yang diinginkan selama seminggu lamanya. Tetapi persiapan yang diadakan buat penyerbuan kepada sarang pemberontak itu telah matang benar. Juga Kiang Wie dan Kang Wei telah perintahkan beberapa orang ahli silat kelas satu yang membantu An-busu atau Penguasa Kota Lam-yang, buat pergi menyelidiki, juga puluhan orang tentara yang terampil diperintahkan mengadakan penyelidikan di sekitar Kota Lam-yang. Laporan-laporan telah sampai di tangan Cing Kiang Wie dan Kang Wei, mereka mempelajari semua laporan itu. Dan mereka memperoleh kesimpulan bahwa para pemberontak itu tidak memperlihatkan tanda-tanda mengadakan persiapan buat menyambut penyerbuan itu, membuktikan juga bahwa kaum pemberontak itu rupanya belum lagi mengetahui perihal rencana penyerbuan tersebut. "Bagus!" Berseru Cing Kiang Wie dengan suara nyaring. "Inilah sangat baik sekali karena dengan mereka tidak bersiap-siap, kita akan dapat menghancurkan mereka lebih mudah!" Kang Wei juga mengangguk-angguk senang, mereka bekerja dengan dibantu oleh beberapa orang panglima perang yang berada di Kota Lam-yang. Karena Cing Kiang Wie berdua membawa firman kaisar yang memberikan kekuasaan sepenuhnya pada mereka, semua panglima perang di kota itu dan juga semua perwira tingginya, tunduk pada perintah Cing Kiang Wie berdua. Mereka berdua sebagai panglima tertingginya dalam penyerangan kepada kaum pemberontak itu, dan semuanya harus patuh. Y Pengemis tua Thio Kim Beng ketika matahari memancarkan sinarnya cukup terang, baru terbangun dari tidurnya. Dia teringat semalam telah bertempur dengan ke dua orang perwira tinggi kerajaan, yaitu Cing Kiang Wie dan Kang Wei, yang masingmasing memiliki kepandaian lihay sekali. Dengan begitu, besar dugaan dari Thio Kim Beng, ke dua orang tersebut tentu kembali ke Lam-yang buat menghimpun kekuatan. Dan dalam beberapa hari akan menimbulkan kekacauan lagi, guna memusuhi orang-orang gagah yang bermaksud berjuang mengusir kaum penjajah. Karena dari itu, setelah berlatih ilmu tongkatnya beberapa saat di dalam hutan itu, buat mempersegarkan dirinya, tampak Thio Kim Beng dengan tubuh yang agak dibungkukkan, dan langkah yang perlahan-lahan ke luar dari hutan itu. Dia menuju ke Kota Lamyang, karena memang Thio Kim Beng bermaksud menyelusup ke dalam kota buat melakukan penyelidikan. Dalam keadaan seperti ini, Thio Kim Beng memang telah bermaksud menyelidiki segalanya, yang kelak hasil penyelidikannya itu akan disampaikan kepada kaum orang gagah yang tengah berjuang untuk membela tanah air mereka yang terjajah. Di dalam Kota Lam-yang ramai sekali. Penduduk tampak dalam keadaan seperti biasa, di mana mereka berdagang, bekerja dan rumah-rumah makan tetap buka seperti biasanya. Thio Kim Beng tidak melihat ada kelainan di dalam kota, dan juga tidak terlihat kegiatan-kegiatan dalam menghadapi sesuatu kerusuhan. Mereka, semua penduduk itu dalam keadaan tenang saja, melakukan tugas mereka masing-masing. Tetapi sebagai seorang berpengalaman, Thio Kim Beng segera memaklumi, bahwa pihak tentara kerajaan tentu tengah mempersiapkan diri diam-diam. Mungkin mereka tidak ingin diketahui oleh rakyat tentang maksud mereka yang ingin menumpas kaum pemberontak. Mereka tidak menginginkan jika rakyat mengetahui akan menimbulkan kekacauan, dan kemungkinan besar, sebagian besar dari rakyat, akan berpihak kepada para orang gagah pembela tanah air, berbalik mengadakan perlawanan kepada tentara kerajaan di Lam-yang. Dengan demikian akibat itu membuat tentara kerajaan menghadapi lawan yang tidak sedikit. Jika saja seluruh rakyat di Lam-yang mengadakan kerja sama yang kompak dan mempersatukan diri mengadakan perlawanan kepada tentara kerajaan, niscaya mereka akan merupakan suatu kekuatan yang tidak kecil. Penduduk Kota Lam-yang hampir meliputi duapuluh ribu jiwa lebih!" "Aku harus menyelidikinya di tempat-tempat para pembesar Boan, di markas-markas mereka!" Berpikir Thio Kim Beng. Dan dia segera berusaha menyelidiki di mana kantor-kantor Kerajaan Pemerintah Boan, terutama sekali pembesar yang khusus mengurus tentara kerajaan. Namun di saat dia tengah berjalan di jalan raya, dengan tubuh yang sengaja dibungkukkan dan kepala tertunduk dalam-dalam, sebab dia tidak mau kalau sampai ada orang yang mengenalinya, terutama sekali Cing Kiang Wie daa Kang Wei, dia terpikir lainnya lagi. "Atau lebih baik aku pergi menyelidiki di rumah-rumah makan. Bukankah banyak kaum pembesar yang bersenang-senang di rumah makan, meminum arak sampai mabok dan kemudian mengoceh tidak karuan. Dengan demikian tentu akan membuat mereka mengeluarkan segala apa yang mereka ketahui.. "Karena dari itu, walaupun bagaimana jelas aku bisa mengorek keterangan yang lebih jelas lagi. Aku bisa menawannya, dan kemudian mengkompresnya, memaksanya agar dia memberikan keterangan yang lebih terperinci! Para Pembesar Boan-ciu umumnya merupakan gentong-gentong nasi yang sayang akan jiwanya. Mereka tentu akan ketakutan setengah mati dan menceritakan sejelas-jelasnya apa yang mereka ketahui..!" Karena berpikir begitu, segera juga Thio Kim Beng mengalihkan langkah kakinya, menuju kepada sebuah rumah makan yang terletak tidak jauh dari jalan itu. Rumah makan itu memasang merek "Ang-tiauw-tiam", merupakan sebuah rumah makan yang tidak terlalu besar. Namun di rumah makan yang bertingkat dua tersebut, sangat ramai sekali. Dan disamping itu, memang tampaknya orang-orang yang berkunjung ke rumah makan tersebut terdiri dari bermacam-macam golongan. Thio Kim Beng berdiri di depan pintu rumah makan itu, di sebelah pinggir kanan dia berdiri dengan tubuh yang dibungkukkan walaupun matanya tajam mengawasi keadaan di sekitarnya. Dia telah pura-pura berdiri di situ seperti tengah menantikan sisa makanan yang akan diberikan pelayan. Dua orang pelayan melihat kehadirannya Thio Kim Beng, tampaknya tidak senang. Mereka beranggapan tentu dengan adanya pengemis mesum dan kotor itu, merupakan halangan yang tidak kecil buat rumah makan ini, di mana para tamu tentu akan merasa segan buat memasuki rumah makan tersebut. Karenanya, ke dua nelayan itu menghampiri Thio Kim Beng, katanya dengan sikap tidak senang. "Pengemis bau, jika engkau menghendaki makanan, engkau jangan menghalangi jalan masuk di pintu ini. Pergilah engkau di samping sana! Jika nanti telah ada sisa makanan, kami tentu akan memberikannya kepadamu! Jika engkau berdiri di sini, tentu para tamu akan segan masuk ke rumah makan kami! Selain kami akan rugi, juga sisa makanan tidak ada!" Thio Kim Beng menyeringai, dan ia berkata dengan suara yang sabar. "Sebetulnya..... di dalam hal itu merupakan urusan yang tidak terlalu penting, karena biar bagaimana jelas aku tidak akan mengganggu para tamu..... karena dari itu, biarlah aku di sini. Siapa tahu ada tamu yang memang berkasihan kepadaku, dan akan memberikan derma dan amal mereka!" Setelah berkata begitu, kembali Thio Kim Beng tertawa menyeringai, katanya. "Tuan-tuan, tentu sangat baik hati dan membiarkan aku mencari hidup di sini bukan?" Ke dua pelayan itu mengerutkan sepasang alisnya, tadi mereka berusaha mengusir pengemis tua ini dengan baik hati, dengan cara yang halus, agar pengemis itu tidak tersinggung. Namun sekarang melihat Thio Kim Beng bersikeras untuk berdiri di depan pintu itu. Karena dari tempatnya itu Thio Kim Beng memang dapat melihat jelas semua tamu yang berada di dalam rumah makan tersebut, tidak mau pindah tempat beranjak dari situ, membuat ke dua pelayan itu tambah tidak senang, maka mereka berdua hampir berbareng telah berkata dengan suara yang tidak senang. "Jika memang engkau tidak bisa diberitahukan dengan baik-baik, kami akan menyingkirkan engkau dengan cara paksa!" Thio Kim Beng tertawa. "Jangan begitu tuan-tuan aku si pengemis melarat hanya mencari sekedar hidup di sini....." Katanya kemudian seperti juga pengemis yang tidak berdaya. Salah seorang pelayan itu mengulurkan tangannya. Dia mencekal tangan Thio Kim Beng maksudnya hendak menarik Thio Kim Beng menyingkir ke samping rumah makan itu. Thio Kim Beng membiarkan tangannya dicekal, sama sekali dia tidak memberikan perlawanan. Sampai akhirnya waktu pelayan itu menariknya dengan kuat, dia jadi kaget sendirinya. Pelayan itu sampai mengeluarkan suara seruan tertahan. Karena biarpun dia menarik cukup kuat, pengemis tua yang kurus kering dan tampaknya lemah itu tidak bergeming dari tempatnya. Pelayan itu segera menariknya lebih kuat lagi, namun tetap saja tidak bisa me narik tubuh si pengemis tua tersebut. Kawannya, pelayan yang seorangnya lagi, ketika melihat rekannya tidak dapat menarik pengemis tua itu, segera bantu menariknya. Tetap saja Thio Kim Beng berdiri tenang-tenang di tempatnya, tubuhnya tidak bergeming. Dia membiarkan saja ke dua pelayan itu menarik-nariknya, namun dia sama sekali tidak bergeming atau beranjak dari tempatnya berada. Ke dua pelayan itu jadi tambah penasaran. Mereka segera mengerahkan seluruh tenaga mereka, tapi tetap saja, walau mereka menariknya dengan kuat, tidak berhasil menarik pengemis tersebut. Malah tidak lama kemudian, mereka merasakan dari lengan pengemis tua itu, yang dicekal oleh tangan mereka, seperti mengepul hawa panas bukan main, sehingga ke dua pelayan itu merasakan tangannya pedih sekali. Kaget dan heran, ke dua pelayan itu melepaskan cekalan mereka dan memandang termangu-mangu kepada pengemis tua itu. Hati kecil mereka segera menduga bahwa pengemis tua di hadapan mereka itu tentunya seorang pengemis yang tangguh dan memiliki ilmu yang lihay, karena segera juga ke dua pelayan rumah makan itu menduga, tentunya pengemis ini anggota Kay-pang. Memang banyak orang telah mengetahui, umumnya pengemis yang masuk dalam anggota Kay-pang, dan mereka juga biasanya memiliki kepandaian yang tidak rendah. Karena memiliki dugaan tersebut, ke dua pelayan itu, yang telah gagal dengan usaha mereka buat menarik menyingkir pengemis tua tersebut, memandang dengan sorot mata tidak senang, tapi mereka tidak berani memaksa Thio Kim Beng menyingkir lagi. Si pengemis tua tersenyum-senyum belaka. Waktu itulah tampak di jalan raya berlari-lari dua ekor kuda, yang berhenti di depan rumah makan tersebut. Ke dua penunggang kuda tersebut adalah sepasang muda-mudi. Seorang pemuda yang tampan dan gagah dengan seorang gadis jelita yang tampak keren dengan gagang pedang tersembul dari pundaknya! Matanya jeli, hidungnya bangir dan bibirnya tipis yang selalu tersenyum, namun memperlihatkan kekerasan hatinya. Mereka melompat ringan sekali turun dari kudanya masing-masing dan si pelayan telah menghampiri mereka buat menerima kuda ke dua tamu ini. Thio Kim Beng melihat sepasang muda-mudi tersebut, jadi tercekat hatinya. Dia kenal dengan mereka. Ternyata ke dua pemudapemudi tersebut yang bertemu dengannya di puncak Heng-san. Siapakah mereka? Tentu pembaca telah dapat menduganya. Benar! Mereka adalah Ko Tie dan Giok Hoa! Mengapa mereka tibatiba sekali bisa berada di Lam-yang? Dan melakukan perjalanan tampaknya hanya berdua? Ini ada ceritanya tersendiri. Y Seperti diketahui Giok Hoa ingin sekali merantau, namun tidak berani mengemukakannya di hadapan gurunya mengenai maksudnya itu. Karenanya, ia selalu gelisah sendirinya, sampai pada malam itu dia telah mengutarakan isi hatinya dan perasaannya pada Ko Tie. Sedangkan Ko Tie pada malam itu juga telah membuka isi hatinya, malah lebih dari segalanya. Dia telah menyatakan perasaan cintanya pada gadis tersebut yang memang telah dapat menggetarkan kalbu dan jiwanya! Pagi itu Ko Tie terbangun agak siang dan dia baru saja salin pakaian. Gurunya telah duduk menghadapinya dengan tatapan mata yang agak luar biasa. Gurunya duduk di pembaringannya, yang berseberangan dengan pembaringan Ko Tie. Dia menyaksikan muridnya tengah salin pakaian, sampai akhirnya setelah Ko Tie selesai dan waktu muridnya itu canggung ditatapi terus seperti itu, Swat Tocu telah tersenyum memanggilnya. "Ko Tie, ke mari kau!" Panggilnya sambil menunjuk ke sampingnya, agar pemuda itu duduk di tepi pembaringan di dekatnya. Ko Tie menghampiri gurunya, dia memberi hormat sambil menanyakan kesehatan gurunya. Barulah dia duduk di dekat gurunya dengan hati agak berdebar. "Aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu!" Kata Swat Tocu. "Silahkan suhu!" "Kulihat beberapa hari ini engkan gelisah sekali, apa yang engkau rasakan?!" Merah muka Ko Tie mendengar pertanyaan gurunya seperti itu, cepat-cepat dia memaksakan diri buat tersenyum, katanya. "Tidak suhu..... tidak...... tidak ada yang dipikirkan tecu!" Kata-kata itu agak tergetar, karena dia kuatir justeru rahasia hatinya diketahui gurunya. Swat Tocu tersenyum. "Muridku, aku sebagai gurumu, telah cukup lama hidup bersamamu. Aku telah mengenal tabiat dan watakmu, sifatsifatmu! Karena dari itu, engkau jangan coba-coba mendustai aku! Dan aku pun ingin menanyakan kepadamu, apakah menurut anggapanmu puncak Heng-san ini sesuai denganku!" "Tecu...... tecu tidak mengetahui dengan pasti, tetapi menurut tecu justeru tempat ini cukup baik!" "Bagus! Jika demikian. Apakah engkau menghendaki kita tinggal di sini?!" Mendengar perkataan "kita" Yang diucapkan gurunya dengan tekanan nada yang lebih panjang, mulut Ko Tie berobah merah lagi. "Terserah pada suhu, jika memang suhu cocok dengan tempat ini, tecu hanya menurut saja. Tapi menurut tecu memang tempat ini cukup baik buat suhu.....!" "Hemmmm, engkau memperlihatkan Heng-san sebagai tempat yang baik buatku. Apakah dibalik semua ini terkandung maksudmaksud tertentu?" Pipi Ko Tie berobah merah lagi. "Ti tidak suhu!" "Sungguh?!" Ko Tie tidak berani berdusta, memang sejak dia dididik oleh Swat Tocu, dia mengenal baik watak gurunya ini, yang paling tidak senang jika dia berdusta. Maka dia segera juga bangun dari duduknya, dan menekuk ke dua kakinya, dia berlutut di hadapan gurunya. "Suhu..... ampunilah tecu, memang sesungguhnya tecu mengharapkan suhu dapat menerima Heng-san sebagai tempat hidup mengasingkan diri melewati hari tua, itu memang menjadi harapan tecu!" "Mengapa begitu?!" "Karena karena tempat ini sangat indah dan cocok sekiranya dipergunakan sebagai tempat mengasingkan diri." "Bohong.....!" Kata Swat Tocu tersenyum, tapi tidak memperlihatkan kemarahan pada wajahnya. "Engkau telah mendustai aku lagi!" Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Muka Ko Tie berobah merah untuk sekian kalinya, hatinya berdebar. "Sesungguhnya suhu sesungguhnya suhu, jika memang kita tinggal di puncak Heng-san, kita tidak akan kesepian, karena di sini ada Yo Cici dan Giok...... Giok Hoa!" "Hemm, memang telah kuduga!" Kata Swat Tocu sambil mengangguk-angguk. Ko Tie tetap berlutut tanpa berani mengangkat kepalanya menatap gurunya, hatinya tergoncang keras dan dia sangat malu sekali terpaksa telah membuka isi hatinya. "Sesungguhnya, aku mengerti bahwa engkau adalah seorang pemuda, yang tentu tidak dapat hidup senang dan gembira di tempat yang sunyi! Itu memang kuketahui! Dan engkaupun memang perlu merantau, buat menambah pengetahuan dan pengalaman! "Dengan mempelajari kepandaian yang tinggi, tetapi tanpa pengalaman, maka kepandaian yang telah engkau pelajari itu, tidak ada gunanya! Juga kepandaian yang liehay setelah engkau miliki tanpa diamalkan melakukan perbuatan menolong orangorang yang membutuhkan pertolongan dan bantuanmu, itulah bukan perbuatan seorang ho-han...... Karenanya, akupun ingin menyampaikan kepadamu, bahwa aku memang merasa cocok dengan tempat ini!" "Suhu?!" Ko Tie mengangkat kepalanya memandang kepada gurunya. "Benarkah benarkah itu, suhu?" "Ya" Mengangguk Swat Tocu. "Aku memang telah menetapkan untuk berdiam di puncak Heng-san ini!" "Oh suhu!" Ko Tie girang bukan main. "Bangunlah muridku, duduklah di sini, aku ingin menyampaikan kepadamu banyak persoalan dan kata-kata!" Ko Tie bangun dari berlututnya, dia telah duduk di samping gurunya. Swat Tocu memandanginya beberapa saat barulah dia bilang. "Muridku, engkau seorang pemuda yang cerdik dan juga memiliki kepandaian yang tinggi! Karena dari itu, engkau harus pandaipandai membawa diri! Engkaupun seorang pemuda yang tampan, yang tentu banyak sekali gadis-gadis yang menghendakimu...... hanya satu pesanku, untuk sementara ini, engkau tidak boleh melibatkan diri dalam percintaan! "Engkau boleh mencintai seorang gadis, tetapi engkau tidak boleh membiarkan dirimu dilibat oleh cinta! Engkau masih memerlukan waktu yang cukup panjang, guna berjuang! Tahukah engkau, bahwa di daratan Tiong-goan sekarang ini banyak para penjajah? "Waktu aku berada dalam perjalanan ke Heng-san, aku telah bertemu seorang sahabat lama. Dia menyatakan keinginannya memohon agar aku turun tangan membantu perhimpunan orang gagah, guna membantu mereka berjuang! "Sayang hatiku telah tawar. Aku hanya ingin hidup menyendiri di sini...... Namun biarpun aku menolak permintaannya, aku telah mengatakan kepada sahabatku itu, bahwa aku akan mengirim muridku sebagai wakilku!" Ko Tie mengawasi gurunya beberapa saat lamanya kemudian dia bilang. "Jika demikian...... jika demikian suhu hendak perintahkan tecu pergi turun gunung buat membantu Ho-han itu?" "Tidak salah!" Menyahuti Swat Tocu. "Karena dari itu, ingatlah pesanku, bahwa sekarang ini bukan waktunya buat bermain cinta!" Pipi Ko Tie terasa panas, dia merasa telah tersindir oleh gurunya. "Ya, ya!" Menyahuti pemuda itu. "Dengarlah baik-baik Ko Tie! Aku telah melihat gerak-gerikmu, atau juga gerak-gerik Giok Hoa. Di antara kalian berdua seperti juga masing-masing memiliki perasaan sama! "Aku mengetahui bahwa kalian merupakan remaja yang membutuhkan cinta kasih. Kalian juga wajar jika saling menyintai! "Tetapi yang engkau harus ingat, kalian tidak boleh terperosok oleh perbuatan hina. Karena itu, kau harus menjaga hubunganmu dengan nona Giok Hoa baik-baik! Kelak jika memang telah waktunya dan di waktu itu engkau telah mengenal lebih baik lagi sifat-sifat dari nona Giok Hoa, barulah kalian menikah! Mengertikah engkau, Ko Tie?" Ko Tie mengangguk. "Mengerti suhu!" Menyahuti Ko Tie sambil menunduk. "Sekarang ini yang terpenting engkau harus mengerahkan seluruh perhatianmu buat membantu perjuangan para Ho-han, yang akan berusaha mengusir kaum penjajah itu!" Menegaskan Swat Tocu. "Engkau tentu ingat betapa perjuangan Kay-pang, juga perjuangan para tokoh-tokoh sakti seperti Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko, Kwee Ceng, Oey Yok Su, dan lain-lainnya. Karena dari itu, sebagai murid tunggalku, engkau harus memperlihatkan kepada dunia, bahwa Swat Tocu tidak percuma memelihara dan mendidik seorang murid, sebab muridnya itu akan menjadi manusia yang berjiwa luhur dan lihay, yang berjuang membantu para kaum pendekar dalam hal mengusir penjajah! Engkau harus menjadi manusia yang memiliki jiwa yang bersih dan dihormati di dalam rimba persilatan!" Mendengar kata-kata gurunya yang terakhir, yang nada suaranya semakin meninggi. Ko Tie terkejut. Belum pernah gurunya bicara bersungguh-sungguh seperti itu, karenanya dia cepat-cepat bangun dari duduknya dan telah berlutut lagi. "Ko Tie berjanji akan mengingat selalu pesan suhu, juga tecu akan segera melaksanakan perintah suhu guna membantu kaum pendekar mengusir penjajah..... "Tecu berusaha akan menjaga nama baik suhu, berusaha untuk memiliki nama yang bersih di dalam rimba persilatan. Jika memang tecu terpengaruh suatu perbuatan yang tidak baik, biarlah tecu mati dengan tubuh tidak diterima langit dan bumi!" "Bagus! Bangunlah muridku!" Kata Swat Tocu kemudian sambil mengusap kepala muridnya. "Dengan demikian, engkau tentu tidak akan mengecewakan harapanku.......!" Ko Tie telah duduk di samping gurunya lagi, di waktu itu Swat Tocu telah berkata pula. "Ko.Ti, sebetulnya, aku menginginkan engkau menjadi seorang yang terpandai di dalam rimba persilatan agar semua orang melihat Swat Tocu bukan orang sembarangan dalam mendidik murid, di mana engkau berhasil muncul sebagai pendekar muda, yang walaupun usianya masih muda, namun kepandaiannya sudah luar biasa! "Karena itu, engkau juga harus membuktikan, betapapun engkau memang akan sekuat tenaga membantu para pendekar itu! Kemuliaan dan juga nama baik, merupakan hal yang terpenting, karena dari sanalah tercermin akan jiwamu yang baik!" "Tecu akan mengingat selalu nasehat suhu!" "Ya, dan engkau lusa boleh turun gunung dan kau boleh pamitan pada Yo Kouw-nio dan muridnya itu! Dan untuk sementara waktu ini, engkau harus menindih perasaanmu. Tidak boleh engkau menuruti hati kecilmu belaka, yang belum lagi dapat melakukan perbuatan besar engkau bermain cinta!" "Tecu akan mematuhi pesan suhu!" Kata Ko Tie. Waktu Ko Tie ingin memohon pamit kepada gurunya buat keluar dari kamarnya, tiba-tiba terdengar suara langkah yang ringan, dan pintu kamar diketuk seseorang dari luar. "Swat Locianpwe........ bisakah boanpwe mengganggu sebentar?" Terdengar suara Yo Kouw-nio, dari luar kamar. Swat Tocu kaget dia menyahuti dengan segera. "Ya, ya, rupanya Yo Kouw-nio mempunyai persoalan yang penting! Ko Tie, cepat bukakan pintu buat Yo Kouw-nio!" Segera juga tanpa berayal Ko Tie membuka daun pintu kamar. Tampak Yo Kouw-nio dengan pakaian serba kuning, tengah berdiri tersenyum. Ko Tie memberi hormat kepadanya dan mempersilahkan masuk. Setelah memberi hormat kepada Swat Tocu, Yo Kouw-nio duduk di kursi yang disediakan Ko Tie. "Swat Locianpwe, ada sedikit persoalan yang hendak kusampaikan kepadamu dengan empat mata saja. Bisakah?" Tanya Yo Kouw-nio sambil melirik ke arah Ko Tie. Swat Tocu mengangguk, sedangkan Ko Tie sendiri mengetahui bahwa Yo Kouw-nio tentunya ingin menyampaikan sesuatu yang penting hanya empat mata dengan gurunya. Walaupun hatinya bertanya-tanya entah apa yang ingin disampaikan Yo Kouw-nio kepada gurunya. Dia telah memberi hormat kepada Swat Tocu dan Yo Kouw-nio, lalu keluar dari kamar. Setelah Ko Tie mengundurkan diri, Yo Kouw-nio tersenyum, belum lagi dia bicara. Swat Tocu telah bilang. "Yo Kouw-nio. silahkan kau mengemukakan apa yang ingin kau sampaikan? Tampaknya urusan yang cukup penting!" Yo Kouw-nio mengangguk. "Semua ini menyangkut urusan muridku Giok Hoa!" Menjelaskan Yo Kouw-nio. Muka Swat Tocu berobah. Dia kaget dan heran. Dia pun segera memiliki dugaan yang tidak baik, bahwa Ko Tie tentu telah melakukan sesuatu yang kurang ajar pada Giok Hoa, sehingga gurunya si gadis perlu buat menyampaikan teguran padanya. Dengan muka merah ia tertegun sejenak. Namun segera Swat Tocu bisa mengendalikan hati pada perasaannya. "Yo Kouw-nio, ceritakanlah, apakah muridku...... Ko Tie, telah melakukan sesuatu.. sesuatu yang kurang ajar dan hina pada muridmu?" Yo Kouw-nio cepat sekali menggelengkan kepalanya sambil mengulap-ulapkan tangannya. "Ohhh, bukan.. bukan.....!" Katanya cepat. "Urusan ini tidak ada sangkut pautnya dengan murid locianpwe!" Tenang hati Swat Tocu. Ketegangannya yang menguatirkan Ko Tie melakukan sesuatu yang hina dan bisa memalukannya jadi hilang. Sambil tersenyum dia bilang. "Nah, sekarang Yo Kouw-nio silahkan menyampaikan urusan yang ingin kau ceritakan itu!" "Maafkan sebelumnya locianpwe karena ini sebenarnya merupakan urusan dalam rumah tangga perguruan boanpwe, tapi karena adanya locianpwee di sini, maka boanpwe bermaksud hendak meminta pertimbangan dari locianpwe mengenai murid Boanpwe itu! "Sesungguhnya selama beberapa hari belakangan ini, boanpwe telah memperhatikan murid boanpwe, dia tampak selalu gelisah. Tadi pagi, boanpwe telah mendesaknya dan dia baru mengakuinya terus terang bahwa dia!" "Kenapa?!" Tanya Swat Tocu mulai tidak tenang. Dia menduga murid Yo Kouw-nio mengakui telah menjalin hubungan mesra dengan Ko Tie. "Dia mengatakan, bahwa dia ingin sekali pergi merantau, untuk mencari pengalaman!" Menjawab Yo Kouw-nio. "Oh begitu?!" Swat Tocu bernapas lega. "Ya..... dan boanpwe berpikir, memang keinginannya itu wajar, juga sangat bagus. Bukankah seseorang yang telah selesai mempelajari ilmu silat, harus berkelana, buat mencari pengalaman, disamping juga mengamalkan kepandaiannya itu, melakukan perbuatan yang mulia menolong orang-orang yang tengah dalam kesulitan? Karena dari itu juga, boanpwe ingin meminta pendapat locianpwe!" "Bukankah kau bisa saja membiarkan dia turun gunung, dengan pesan setiap tahun dia harus kembali ke puncak Heng-san ini buat menjengukmu?" Kata Swat Tocu. "Bukan begitu locianpwe.......... Persoalannya bukan demikian! Jika tokh kelak dia menjenguk boanpwe selama dua tahun sekali, boanpwe juga tidak keberatan! Tetapi Giok Hoa belum pernah turun gunung, dia belum pernah berkelana, dia tidak mengenal dunia luar "Terlebih lagi sekarang ini, di mana dia harus merantau seorang diri. Tentu sangat membahayakan dirinya! Dia belum memiliki pengalaman yang berarti." "Maksudmu?" "Karena dari itu boanpwe meminta pertimbangan locianpwe.. Maafkan locianpwe atas kelancangan boanpwe. "Bagaimana jika memang murid locianpwe, Ko Tie, ikut serta dengan murid boanpwe, menemani sementara waktu membimbingnya. Agar murid boanpwe itu tidak seperti si buta menunggang kuda, yang tidak mengetahui arah tujuan? Bukankah murid locianpwe memang selalu berkelana dan telah memiliki pengalaman yang walaupun belum banyak, namun setidaknya dia telah mengenal keadaan di dalam rimba persilatan" Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Bara Naga Karya Yin Yong Rase Emas Karya Chin Yung