Ceritasilat Novel Online

Beruang Salju 12


Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 12


Beruang Salju Karya dari Sin Liong   Begitulah, malam itu mereka lewati di istana pangeran Ghalik tersebut, tidak ada peristiwa apapun juga.   Keesokan paginya, Yo Him dan kawan-kawannya melihat banyak sekali tentara yang berpakaian seragam lengkap dengan senjata mereka, tengah melakukan pemeriksaan dan penjagaan yang ketat sekali, juga sebagian dari mereka telah mengadakan pemeriksaan di seluruh istana.   Tampak kesibukan yang menguasai istana.   Tiat To Hoat-ong pun tampak lewat dua kali di depan tempat Yo Him dan kawan-kawannya berada, di mana Koksu negara tersebut telah melirik dengan sorot mata yang bengis kepada Yo Him dan kawan-kawannya.   Tetapi Tiat To Hoat-ong tidak melakukan sesuatu apapun juga.   Dengan melihat semua itu, Yo Him dan yang lainnya mengetahui bahwa istana pangeran Ghalik ini tengah diliputi oleh hawa panas, yang setiap saat bisa melahirkan peristiwa......   Dan dugaan Yo Him memang tidak meleset, pada malam ke dua itu telah terjadi peristiwa yang cukup hebat......   Malam telah cukup larut, suara kentongan telah dipukul dua kali, rembulan tergantung di langit memancarkan sinarnya yang kuning keemas-emasan, menerangi keadaan di sekitar istana pangeran Ghalik.   Waktu itu Yo Him, Cin Piauw Ho, Liu Ong Kiang, Wang Put Liong, belum lagi tidur, sedangkan Ko Tie telah tertidur.   Tetapi Yo Him tengah merundingkan cara untuk melarikan diri.   Hanya yang membuat mereka tidak bisa mengambil jalan kekerasan melarikan diri adalah disebabkan kesehatan Cin Piauw Ho dan Liu Ong Kiang belum lagi sembuh keseluruhannya.   Sedangkan Wang Put Liong boleh dibilang telah terpunahkan seluruh kepandaiannya.   Ko Tie pun masih terlalu kecil dan tidak mengerti apa-apa, setidak-tidaknya hanya merupakan beban belaka.   Jika dalam keadaan biasa, jelas Yo Him dan kawankawannya itu akan mempergunakan ginkang mereka untuk meninggalkan istana pangeran Ghalik.   Yo Him sebetulnya ingin sekali bertemu dengan Sasana untuk mengajak puteri pangeran Ghalik merundingkan rencana mereka.   Tapi justeru untuk bertemu dengan puteri dari pangeran tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah.   Bahkan Yo Him mengetahui bahwa Tiat To Hoat-ong telah menempatkan orang-orangnya untuk mengawasi dirinya.   Hal ini membuat Yo Him pun harus berlaku waspada.   Waktu Yo Him tengah berunding seperti itu, tiba-tiba dia mendengar suara langkah kaki yang ringan sekali di luar kamarnya.   Wang Put Liong dan yang lainnya pun mendengar setelah lewat beberapa saat.   Didengar dari suara langkah kaki itu, bukan hanya satu orang saja yang tengah mendatangi, sedikitnya tiga atau empat orang.   Yo Him memberi isyarat kepada kawan-kawannya, agar mereka berwaspada, sedangkan Yo Him sendiri dengan gerakan yang gesit telah melompat ke dekat meja, memadamkan api penerangan.   Lalu dia melompat ke dekat pintu.   Suara langkah kaki berhenti di luar kamar.   Tidak lama kemudian terdengar pintu diketuk perlahan.   "Orang she Yo, kami mengundang kau untuk ikut bersama kami!"   Terdengar suara yang dingin, suara itu menyeramkan, karena parau dan dalam, terutama sekali dalam suara itu mengandung hawa pembunuhan.   Yo Him segera mengetahui bahwa kedatangan orang-orang itu itu tentunya tidak mengandung maksud baik.   Setelah menoleh kepada kawan-kawannya, Yo Him membuka pintu kamarnya dalam keadaan siap sedia dan berwaspada terhadap serangan bokongan.   Di luar kamar berdiri lima sosok tubuh yang semuanya berpakaian sebagai pendeta Mongolia.   Ternyata mereka adalah lima orang pendeta Mongolia dari ke tujuh pendeta yang ke marin bersamasama Tiat To Hoat-ong mencegah mereka meninggalkan istana.   Wajah mereka dingin tidak memperlihatkan perasaan memandang tajam sekali.   "Yo kongcu, kau bersama kawan-kawanmu harus ikut bersama kami!"   Kata salah seorang di antara mereka, yang rupanya jadi pemimpinnya, suaranya tetap dingin menyeramkan.   "Hari telah larut malam seperti ini, kukira ada baiknya jika kami besok pagi saja ikut bersama dengan kalian!"   Kata Yo Him yang ingin menolak ajakan ke lima pendeta itu.   "Ini perintah dari Koksu dan kalian harus turut dengan kami!"   Kata pendeta itu lagi, suaranya keras dan meninggi, mukanya kian dingin, matanya memancarkan sinar yang tajam menyeramkan. Yo Him tertawa tawar.   "Maafkan, kami tidak bisa mematuhkan perintah Koksu kalian. Kami disini hanya tamu, jadi bukan orang bawahan Koksu, dan jika memang kami perlu dipanggil menghadapnya, tentu hal itu dilakukannya besok pagi..... Sedangkan sekarang hari telah selarut ini dan kukira juga tidak ada baiknya jika kami dalam keadaan seperti sekarang harus menghadap pada Koksu kalian! Lihatlah, bahwa kawan-kawan kami pun sudah mengantuk......!"   Muka ke lima orang pendeta itu berobah waktu mendengar perkataan Yo Him, malah yang menjadi pemimpin mereka telah berkata dengan suara yang tawar.   "Kalian jangan memaksa kami mempergunakan kekerasan pada kalian untuk menyeret kalian menghadap pada Koksu, lebih baik kalian ikut kami dengan cara baik-baik.....!"   "Hemm, maafkan! undangan Koksu!"   Maafkan! Tidak dapat kami memenuhi Pendeta yang menjadi pemimpin dari kawan-kawannya itu rupanya telah habis sabar.   Dia mengulurkan tangan kanannya akan mencengkeram pergelangan tangan Yo Him.   Cengkeraman itu bukan cengkeraman yang sembarangan, karena itu adalah semacam ilmu mencengkeram dari ilmu gulat di Mongolia.   Siapa yang terkena dicekal, tentu sulit untuk meloloskan tangannya dari cekalan tersebut.   Di Tiong-goan, ilmu seperti itu memiliki kemiripan dengan ilmu Kin-na-chiu, ilmu mencengkeram dan menangkap.   Yo Him mendengus tertawa dingin, dia telah menggeser tangannya yang ingin dicengkeram, kemudian cepat dan gesit sekali, tangan kanannya mendorong ke arah dada si pendeta.   Gerakan yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang sangat kuat sekali, karena Yo Him telah mendorong dengan disertai oleh tenaga lweekangnya.   Pendeta itu yang gagal mencengkeram pergelangan tangan Yo Him, dan melihat dadanya yang telah diserang ingin didorong oleh Yo Him cepat menarik pulang tangannya.   Tapi tangannya itu dipergunakan untuk menampar tangan Yo Him, yang ditangkisnya dengan kuat.   Malah cara menangkisnya pendeta ini aneh sekali, begitu tangannya saling bentrok dengan tangan Yo Him, maka tangan si pendeta seperti juga terbuat dari karet, bisa melibat.   Yo Him terkejut juga.   Dia tadi mendorong dengan mempergunakan tenaga lweekang yang tidak ringan.   Tenaga dorongannya itupun berkesiuran kuat, tidak sembarangan orang bisa menangkisnya.   Dan sekarang ternyata, selain pendeta itu bisa menangkis, dan juga bisa melibat pergelangan tangannya.   Semua itu berlangsung hanya beberapa detik saja.   Yo Him juga tidak tinggal diam, karena begitu pergelangan tangannya dilibat, Yo Him segera mengempos semangatnya.   Jika tadi dia mempergunakan dua bagian tenaga dalamnya, kini dia mengerahkan lima bagian dari tenaga dalamnya, maka pergelangan tangannya itu keras dan kuat seperti besi, sehingga walaupun tangan dari pendeta itu melibatnya dengan kuat, yang ingin meremukkan tulang pergelangan tangan Yo Him, namun dia gagal dengan maksudnya.   Begitu tangan si pendeta melibat dan seperti ingin meremas pergelangan tangan Yo Him, dia merasakan pergelangan tangan itu keras sekali.   Di saat si pendeta tengah mengeluh karena gagal dengan maksudnya itu, tampak Yo Him telah menggerakkan tangan kirinya, dia telah menotok ke arah jalan Jeng-kian-hiat.   Jalan darah itu merupakan hiat-to yang penting, karena merupakan jalan darah yang bisa mematikan.   Dengan demikian, segera terlihat si pendeta tidak berani berayal untuk melepaskan libatannya.   Karena pendeta tersebut yakin, jika sampai hiat-tonya tertotok, berarti dia akan tercelaka hebat, sedikitnya akan bercacad.   Begitu melepaskan libatan tangannya, si pendeta juga telah mundur dua langkah ke belakang.   Memang maksud si pendeta ingin menyelamatkan kiri dari totokan Yo Him, tapi dengan dilepaskan libatan tangannya pada tangan kanan Yo Him, dia lebih celaka lagi.   Karena Yo Him begitu merasakan libatan tangan si pendeta mengendor, lalu terlepas, dia membarengi dengan gerakan tangan kanannya, mendorong ke depan hebat sekali.   "Bukkk!"   Keras bukan main dada si pendeta telah terkena hantaman telapak tangannya, maka tubuh si pendeta telah terhuyung ke belakang beberapa langkah, dan di saat itulah, tampak telah memuntahkan darah segar.   Walaupun totokan tangan kiri Yo Him terloloskan, tokh gempuran telapak tangan Yo Him bukanlah pukulan yang ringan.   Keempat pendeta lainnya jadi terkejut, mereka telah mengeluarkan seruan marah dan mengurung Yo Him.   Tapi Yo Him berdiri di tempatnya tanpa bergeming, dia menantikan serangan.   Sedangkan pendeta yang telah terluka itu, rupanya telah bisa mengatur jalan pernapasannya dengan cepat.   Dia memandang Yo Him dengan sorot mata yang tajam, katanya sambil menyusut darah di sudut bibirnya.   "Yo kongcu, engkau memaksa kami harus menempuh jalan kekerasan..... Maafkan, bukan kami tidak berlaku hormat pada tamu..... tapi Yo kongcu yang mencari kesulitan sendiri!" Sambil berkata begitu, tampak si pendeta telah melangkah maju lagi, dia telah menggerakkan ke dua tangannya, dirangkapkan, bilangnya.   "Dari Kong lompat ke Thian, lalu tutup di Beng dan kemudian ke Liang!"   Berseru begitu, ke dua tangannya telah mendorong Yo Him. Rupanya, dia memberikan petunjuk kepada ke empat pendeta lainnya, agar menduduki "pintu"   Tertentu, untuk mengepung Yo Him.   Tenaga dorongan dari pendeta tersebut, walaupun tampaknya dia telah terluka di dalam yang tidak ringan sampai memuntahkan darah tokh tenaga mendorongnya itu menderu-deru bagaikan angin topan.   Ini membuktikan bahwa tenaga dalam dari pendeta tersebut memang terlatih baik sekali.   Dan tenaga dalam yang dipergunakannya itu bukan merupakan latihan lweekang namun merupakan latihan Yoga.   Ilmu yang dilatihnya dengan baik sekali, telah mencapai tingkat ke tujuh sehingga dorongan ke dua tangannya bisa merubuhkan batu dan menumbangkan pohon! Yo Him melihat cara orang menyerang seperti itu telah berkelit ke samping dia menyampok dengan tangannya, keras dilawan keras.   Dua kekuatan telah saling bentur.   Waktu itulah, pendeta yang menduduki "pintu"   Thian telah menyerang ke arah pinggang Yo Him.   Pukulannya tidak kalah hebat dengan pendeta yang seorang itu.   Menghadapi serangan seperti ini Yo Him tidak boleh berayal, memang ke lima pendeta itu jika ingin dibandingkan dengan kepandaian Yo Him, mereka masih berada di bawah beberapa tingkat.   Cuma saja yang luar biasa adalah ilmu mereka, yaitu kombinasi dari ilmu gulat Mongolia dan ilmu Yoga, yang menjurus ke arah latihan ilmu Soboc nya Tiat To Hoat-ong! Belum sempat Yo Him menghindari serangan dari pendeta yang menduduki "pintu"   Thian yang berada di "pintu"   Kong, Beng dan Liang telah mengeluarkan suara bentakan yang bengis dan serentak telah menyerang juga, sehingga angin serangannya itu menderu-deru kuat sekali.   Tidak ada pilihan lain buat Yo Him, dia memutar ke dua tangannya, dan dengan gerakan yang cepat bukan main.   Dia telah memutar tubuhnya seperti gangsing, hawa sakti dari ke dua telapak tangannya telah menghantam kuat sekali.   Terdengar suara "bukk, bukk, bukkk, bukkk, bukkk!"   Lima kali, disusul dengan seruan kaget tertahan dari ke lima pendeta tersebut, di mana mereka telah terhuyung mundur masing-masing dua langkah ke belakang.   Tubuh Yo Him bergoyang-goyang, namun kedudukan ke dua kakinya tetap tidak tergoyahkan.   Di waktu itu Yo Him tidak membuang waktu sia-sia, dia membarengi dengan tangan kanannya terulur kepada pendeta yang menduduki "pintu"   Kong, di mana dia mencengkcram baju di punggung si pendeta terpental.   Menyusul beruntun tangan Yo Him bergerak lagi dua kali, dua orang pendeta lainnya telah berhasil dilontarkan sejauh dua tombak lebih keluar kamar.   Sedangkan dua orang pendeta lainnya, telah berdiri tergagap, karena mereka tidak menyangka sama sekali kepandaian Yo Him demikian tinggi.   Sedangkan Yo Him setelah berhasil melontarkan ke dua pendeta yang tadi, membarengi dengan uluran tangannya menyambar lagi ke punggung pendeta yang satu lagi, yang pertama-tama tadi dilontarkan, yang waktu itu baru bisa berdiri dengan tubuh yang bergoyang-goyang.   Pendeta itu terkejut, ia mengeluarkan seruan tertahan ketika melihat menyambarnya ke dua tangan Yo Him.   Tetapi dia bisa melihat menyambarnya ke dua tangan Yo Him tanpa bisa mengelakkan dari cengkeram Yo Him karena itu tubuhnya telah terlempar kembali ke tengah udara.   Yang mengejutkan justeru tubuhnya itu meluncur ke arah sebuah tiang.   Jika memang kepalanya membentur tiang itu, jika tidak mati, tentu kepalanya itu sedikitnya akan retak.   Sisa ke dua pendeta lainnya yang telah tersadar dari tertegun mereka, waktu melihat ancaman yang dialami oleh kawan mereka yang seorang itu, cepat-cepat telah menjejakkan kakinya.   Tubuhnya mereka berbareng mencelat menyambut ke arah kawan mereka.   Gerakan mereka gesit sekali, tetapi yang berhasil menyambar lengan dari pendeta yang seorang itu adalah si pendeta yang menjadi pimpinan mereka, karena dia bergerak lebih gesit.   Dan begitu berhasil mencekal lengan kawannya, dia menariknya, dan ketika dia hinggap di lantai, kawannya itu bisa diselamatkan sehingga kepalanya tidak sampai membentur tiang itu.   Dengan berhasilnya dilontarkan ketiga orang pendeta tersebut, berarti pecahlah barisan pengepungan ke lima pendeta itu.   Yang membuat mereka jadi kaget justru belum lagi mereka memulai dengan penyerangan mereka, dalam satu gebrakan Yo Him telah berhasil memukul pecah barisan mereka, malah hampir saja kawan mereka yang seorang ini tercelaka karenanya.   Ke lima pendeta itu telah berdiri pula di hadapan Yo Him dengan sikap bersiap sedia untuk menyerang.   Yo Him telah tertawa dingin, katanya.   "Lebih baik kalian pergi melaporkan pada Koksu kalian, besok aku akan pergi menemuinya. Namun jika Koksu kalian memiliki urusan penting sekali denganku, mintalah agar dia sendiri yang datang ke mari!"   Mendengar perkataan Yo Him seperti itu, ke lima pendeta ini rupanya telah terpukul pecah nyalinya, mereka tidak berani mendesak lagi. Hanya si pemimpinnya telah berkata.   "Baiklah, Yo kongcu menimbulkan kesulitan untuk kalian sendiri. Jika memang Koksu kami murka, maka kami tidak bisa berbuat lain lagi dan janganlah Yo kongcu nanti menyesali kami. Sebab kami telah mengundang Yo kongcu dengan cara yang baik.....!"   Setelah berkata begitu, si pendeta yang jadi pimpinan dari ke empat pendeta lainnya, telah memberi isyarat, agar mereka segera mengundurkan diri.   Yo Him hanya memperlihatkan senyum mengejek, dia mengawasi kepergian ke lima pendeta itu.   Sedangkan di dalam hatinya Yo Him yakin, tidak lama lagi tentunya Tiat To Hoat-ong akan melakukan sesuatu yang licik dan jahat sekali untuk mencelakainya bersama kawan-kawannya.   Karena itu, begitu ke lima pendeta tersebut berlalu, Yo Him lalu meminta kepada Cin Piauw Ho, Wang Put Liong, Liu Ong Kiang dan Ko Tie yang dibangunkan dari tidurnya, agar mereka segera berwaspada.   Malam itu mereka tidak akan tidur, karena mereka kuatir Tiat To Hoat-ong melakukan sesuatu, tindakan yang kasar.   Tetapi menanti sekian lama, tidak terjadi sesuatu apapun lagi sampai menjelang fajar.   Matahari memancarkan sinarnya yang hangat, dan tampak pasukan keamanan istana pangeran Ghalik mulai sibuk pula di tempat mereka masing-masing dengan penjagaan yang ketat.   Waktu pelayan mengantarkan makanan pagi untuk Yo Him dan kawan-kawannya, pelayan itu telah menyerahkan sehelai surat kepada Yo Him yang dilipat kecil sekali.   Setelah Yo Him membukanya dan membacanya, ternyata surat itu dari Sasana.   Isi surat tersebut antara lain.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Malam ini datang ke tempatku untuk bertemu, ada yang sangat penting ingin kusampaikan."   Surat itu tidak ditanda tangani, dan hanya terdapat beberapa huruf kecil lagi di bawahnya yang berbunyi.   "Datang seorang diri tepat kentongan ke dua."   Yo Him menghela napas.   Ia menyadari dirinya mulai terlibat dalam pergolakan yang terjadi di istananya pangeran Ghalik ini.   Di mana dengan janjinya dia bersedia membantu Sasana, berarti Yo Him telah membiarkan dirinya terseret dalam pergolakan tersebut.   Menjelang kentongan ke dua Yo Him bersiap-siap untuk menuju ke istananya Sasana.   Sebelum meninggalkan kawan-kawannya, Yo Him telah berpesan jika selama dia pergi dan tempat kawankawannya itu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka Liu Ong Kiang diminta agar melepaskan panah api bersuara, untuk isyarat kepada Yo Him, yang berjanji akan segera secepatnya kembali.   Istana dari puteri pangeran Ghalik ternyata merupakan sebagian dari istana pangeran Ghalik yang terletak di sebelah barat dari bangunan yang menyerupai perbentengan itu.   Dan istana tempat kediaman Sasana merupakan tempat yang indah sekali, dipenuhi oleh pohon-pohon bunga beraneka warna.   Di istana ini, Sasana menempatinya bersama ibunya, dan dilayani oleh para pelayan wanita.   Tidak seorang pria pun penghuni istana yang diijinkan untuk memasuki bagian dari istana tersebut, selain pangeran Ghalik sendiri.   Ketika Yo Him tiba di tempat tersebut, keadaan sunyi sekali, hanya sinar rembulan yang memancarkan sinarnya yang guram.   Dan ketika itu Yo Him melihat seorang pelayan wanita yang tengah berjalan menuju ke dalam istana.   Cepat-cepat Yo Him menyusulnya, dengan beberapa kali lompatan, dia telah mengejar pelayan itu.   Si pelayan terkejut waktu tiba-tiba di dekatnya berkelebat sesosok tubuh, tetapi setelah melihat jelas bahwa orang itu tidak lain dari Yo Him, mukanya jadi berseri-seri.   "Yo Him kongcu? Kuncu kami tengah menantikan kedatanganmu!"   Katanya. Segera pelayan itu mengajak Yo Him menuju ke sebuah ruangan. Benar saja Sasana telah menantikan di situ, dan waktu melihat Yo Him memang memenuhi panggilannya, mukanya jadi berseri-seri waktu dia menyambut.   "Yo kongcu, akhirnya kau mau memenuhi undanganku! Maafkanlah, aku mengundangmu dengan cara yang kurang begitu sopan......!"   "Di dalam surat nona dinyatakan ada urusan yang sangat penting, sesungguhnya urusan apakah itu?"   Tanya Yo Him sambil menatap kepada si gadis dengan hati yang agak berdegup tergoncang, karena dia melihat betapa jelita dan cantik rupawannya puteri pangeran Ghalik.   Gadis itu bagaikan seorang dewi belaka, dengan senyumannya yang begitu manis, tubuhnya yang langsing menggiurkan, dan juga dengan keagungannya dalam pakaiannya yang reboh itu.   "Benar Yo kongcu, memang ada urusan penting yang ingin kurundingkan bersamamu.....!"   Kata Sasana kemudian.   "Dan urusan itu mengenai urusan Tiat To Hoat-ong. Pagi tadi, Koksu negara kami itu telah menemuiku. Kami telah bertengkar, dan Koksu kami itu telah mengancam akan mengambil tindakan yang bisa merugikan diriku dan ayahku!"   "Lalu apa yang dilakukan oleh nona?"   Tanya Yo Him.   "Melaporkan seluruhnya pada ayahku, dan ayahku telah mengadakan penjagaan yang ketat sekali. Tetapi yang membuat kami ragu-ragu, kami tidak mengetahui, siapa-siapa saja di antara anak buah ayah yang telah berpihak pada Tiat To Hoat-ong. Inilah yang mempersulit ayah.   "Memang ada beberapa orangnya yang menjadi kepercayaan ayah, namun sejauh itu jumlah kami diperkirakan sekarang jauh lebih sedikit dari jumlah yang dimiliki Tiat To Hoat-ong, sebab Koksu kami itu memiliki banyak sekali jago-jago yang berkepandaian tinggi. Terutama sekali, memang dia telah mendatangkan jago-jago Mongolia yang menjadi keponakan murid maupun saudara seperguruannya......!"   Mendengar keterangan Sasana, Yo Him teringat sesuatu.   "Apakah keponakan Tiat To Hoat-ong itu terdiri dari pendetapendeta muda dari Mongolia?!"   Tanya Yo Him.   Sasana mengangguk.   Yo Him segera menceritakan pengalamannya ke marin malam di mana dia telah bertempur dengan ke lima pendeta yang datang menyatroni kamarnya.   Kepandaian mereka memang tidak seberapa tinggi tapi tampaknya mereka memiliki semacam barisan untuk mengepung.   Entah masih berapa banyak lagi anak buah Tiat To Hoat-ong namun urusan ini kukira harus diselesaikan oleh ayahmu secepat mungkin, nona.   Karena jika menanti sampai Tiat To Hoat-ong berhasil memasukkan orang-orangnya lebih banyak lagi di istana ini, jelas ayahmu lebih sulit lagi kedudukannya.....!"   Sasana mengangguk.   "Memang Tiat To Hoat-ong pun telah mengatakan kepadaku, bahwa dia batal pergi ke- kotaraja, karena dia ingin menundanya sebulan lagi, di mana kukira selama sebulan dia akan berusaha untuk dapat memupuk kekuatan dan menghimpun jago-jagonya yang lebih banyak lagi jumlahnya.   Namun ayahku waktu kuberitahukan perihal itu, telah mengeluarkan pengumuman tadi pagi, tidak perduli siapapun adanya, mulai hari ini dilarang untuk memasukkan orang luar ke dalam istana! "Dengan demikian, keinginan Tiat To Hoat-ong yang hendak menyusupkan orang-orangnya bisa dibendung sebagian.   Jika memang hal itu dilakukan juga secara diam-diam, berarti ayah memiliki alasan yang kuat untuk menumpasnya!"   Yo Him mengangguk pelahan, namun urusan tingkat atas seperti ini sesungguhnya tidak menarik perhatian Yo Him, karena yang lebih menarik hatinya adalah paras si gadis yang ada di hadapannya yang begitu jelita.   "Lalu, tindakan apa yang nona rencanakan? Dan bantuan-bantuan apakah yang sekiranya bisa kuberikan?!"   Tanya Yo Him kemudian dengan suara yang perlahan, sambil mengawasi si gadis.   "Jika memang Yo kongcu tidak keberatan aku bermaksud untuk pergi ke tempatnya Tiat To Hoat-ong bersama denganmu!"   Menyahuti Sasana. Yo Him tercekat hatinya.   "Apakah...... apakah nona telah memperhitungkan baik-baik kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi? Karena kukira, di sana tentu berkumpul banyak sekali kawan-kawan Tiat To Hoatong. Aku memang tidak jeri berurusan dengannya namun dalam hal ini, walaupun aku bisa menghadapi Tiat To Hoat-ong, tokh nona terancam oleh anak buahnya yang pasti berjumlah tidak sedikit itu.......!"   Sasana tersenyum.   "Semua itu telah kuperhitungkan baik-baik. Dan jika memang keadaan terpaksa sekali di mana kita terpaksa menghadapi orangorangnya Tiat To Hoat-ong, guruku telah memberikan janjinya akan membantu!"   Menyahuti Sasana.   "Guru nona?"   Tanya Yo Him sambil mengawasi si gadis.   "Bolehkah aku mengetahui siapa guru nona?"   Sasana tersenyum, lalu menyahuti.   "Guruku seorang Locianpwe, yang menurut pengakuannya merupakan sahabat dekat ayahmu..... nanti kau juga mengetahuinya, Yo kongcu!"   Yo Him masih penasaran, dia telah bertanya.   "Siapakah she guru nona?"   Sasana tertawa lagi.   "Nanti juga guruku itu akan menyusul......!"   Yo Him mengangguk.   "Baiklah, mari kita segera berangkat!"   Katanya.   "Tunggu dulu Yo kongcu!"kata Sasana.   "Aku hendak memakai ini dulu!" Setelah berkata, Sasana mengeluarkan sehelai kain hitam, yang kemudian dikenakan untuk menutup mukanya. Lalu mengambil sehelai lainnya, untuk diberikan kepada Yo Him.   "Kaupun lebih baik memakai topeng ini, Yo kongcu, untuk menghindarkan kerewelan!"   Yo Him menurut, dia telah menutupi mukanya dengan topeng itu.   Kemudian dengan gerakan yang gesit, Yo Him berdua dengan Sasana telah berlari-lari di atas genting.   Sasana memang mengenal benar keadaan di istana tersebut, sehingga beberapa pos penjagaan telah mereka lewati dengan mudah.   Ilmu meringankan tubuh gadis itupun tidak rendah, walaupun masih berada di bawah ginkang Yo Him, namun gadis itu memiliki ginkang yang bukan sembarangan.   Sambil berlari-lari di atas genting, Yo Him memperhatikan gerakgerik si gadis.   Dia melihat cara melompat dan berlari si gadis mengingatkan Yo Him pada seseorang.   "Akh, tidak mungkin!"   Pikir Yo Him kemudian.   "Orang tua itu tidak mungkin berada di tempat ini. Tapi ilmu gadis ini memang mirip dengan ilmunya orang tua itu!"   Dan setelah berpikir begitu, Yo Him juga teringat ketika si gadis dengan nekad berusaha untuk memisahkan Tiat To Hoat-ong dan Swat Tocu.   Walaupun lweekang si gadis belum sesempurna ke dua tokoh itu, dan juga walaupun gadis ini masih berada di tingkat bawah kepandaian ke dua orang itu, namun dengan jurus yang luar biasa, dia bisa meminjam ke dua tenaga yang hebat itu, sehingga dia tidak terluka dan ke dua orang tokoh persilatan itu, Swat tocu dan juga Tiat To Hoat-ong telah bisa dipisahkan.   Jurus yang dipergunakan oleh si gadis yang mempergunakan tolakan ke dua tangannya dengan berbareng, yang satu menolak tangan Tiat To Hoat-ong, sedangkan yang lainnya tangan si gadis telah menolak tangan Swat Tocu mengingatkan Yo Him kepada ilmu Kong-beng-kun atau Kepalan Kosong, yang dimiliki sebagai ilmu andalan seseorang yang dikenalnya.   Namun Yo Him tidak yakin bahwa Sasana menerima pelajaran ilmu "Kong-beng-kun"   Dari orang tersebut. Begitu juga waktu pernah Sasana menyerangnya dengan jari tunggal yang ingin menotok Yo Him, yang semula Yo Him menduga sebagai "It-yang-cie"   Yang kemudian ternyata bukan, baru sekarang Yo Him teringat lagi, bahwa jurus tersebut merupakan salah satu jurus dari Kong-beng-kun juga, hanya saja, yang dirobah ialah dari pukulan dijadikan totokan jari tunggal.   Namun gerakan tersebut memang merupakan salah satu gerakan Kong-beng-kun yang bernama "Naga Menerobos Matahari."   Sambil mengikuti berlari-lari di belakang Sasana, pikiran Yo Him bekerja terus.   Dia jadi berpikir keras, entah siapa sebenarnya guru dari puteri pangeran Ghalik ini.   Dengan demikian, berarti si gadis telah memperoleh ilmu yang tinggi sekali, walaupun latihannya belum lagi sempurna.   Cuma, yang membuat Yo Him tidak mengerti, ilmu Kong-beng-kun itu, dia memang memilikinya juga, yang pernah diterimanya dari Ciu Pek Thong, selama dia berguru pada Oey Yok Su dan berdiam di pulau Tho-hoa-to.   Karena selama itu Ciu Pek Thong, si tua berandalan itupun menetap di pulau itu, menemani Oey Yok Su untuk bermain catur.   Secara tak resmi, Ciu Pek Thong merupakan guru Yo Him.   "Apakah Ciu Locianpwe yang menjadi guru puteri pangeran ini?!"   Berpikir Yo Him dalam hatinya.   "Tapi.... akh, tidak mungkin! Tidak mungkin! Mana mungkin Ciu Locianpwe mau menurunkan kepandaiannya pada gadis Mongolia ini, terlebih lagi dialah puteri dari pangeran Ghalik, yang memiliki tngas untuk membasmi para jago-jago daratan Tiong-goan."   Dengan berpikir seperti itu, Yo Him jadi bingung sendirinya, jadi tidak mengerti dan menduga-duga.   Karena semakin diperhatikan olehnya, semakin terlihat jelas bahwa memang Sasana memiliki ilmu yang banyak persamaannya dengan ilmu-ilmu yang pernah diperolehnya dari Ciu Pek Thong.   Waktu itu Sasana telah berlari sampai di balik batu gunung, di mana dia telah melompat menyelinap ke balik batu gunung itu.   Tangannya melambai memanggil Yo Him.   Yo Him juga melompat ke balik batu gunung itu, berdiri di dekat si gadis.   Jarak mereka dekat sekali, sehingga Yo Him bisa mencium bau harum yang menerjang hidungnya.   Bau yang membuat tenaga dan semangat Yo Him tergoncang, di mana tubuhnya dirasakan jadi lemas dan hatinya berdegupan tidak hentinya.   Itulah bau harum yang benar-benar membuat pikiran Yo Him melayang-layang.   Namun akhirnya pemuda ini cepat-cepat menetapkan pikirannya, diapun membathin.   "Akh, urusan besar ada di depan mata, bagaimana mungkin sekarang ini aku berpikir yang tidak-tidak.....!"   Waktu Yo Him berpikir begitu, kebetulan si gadis tengah menoleh dan beberapa helai anak rambutnya yang telah menyentuh mukanya si pemuda.   Kembali membuat jantung pemuda ini tergoncang karenanya, sebab waktu itu dia mencium harumnya rambut itu, selain lembut bagaikan sutera.   "Mereka berada di dalam kamar rahasia di balik batu gununggunungan ini!"   Menjelaskan Sasana.   "Kita harus hati-hati, karena kita tidak boleh diketahui oleh mereka, bisa menimbulkan kerincuhan dan pekerjaan kita akan gagal karenanya. Sedapat mungkin kita harus bisa menyelidiki keadaan mereka, di mana nanti bisa menyusun rencana sebaik mungkin guna menghadapi mereka.....!"   Yo Him mengangguk.   "Apakah Tiat To Hoat-ong juga berada di dalam ruangan rahasia itu?"   Tanya Yo Him dengan suara yang berbisik. Sasana mengangguk.   "Ya, menurut hasil penyelidikan dari beberapa orang-orang kepercayaanku yang mengawasi gerak-gerik mereka, Tiat To Hoat-ong memang sering mengadakan pertemuan dengan orangorangnya di tempat ini. Dan sekarang diapun tengah memimpin pertemuan di antara anak buahnya itu. Yang terpenting bagi kita, harus dapat menyelidiki, siapa-siapa saja orang ayah yang telah ditarik ke pihaknya dan pahlawan-pahlawan ayah yang mana saja telah mengkhianati ayah......!"   Yo Him mengiyakan.   Merekapun telah memasang mata.   Keadaan di sekitar tempat itu sunyi sekali, tidak terlihat seorang manusia pun juga.   Namun setelah berdiam sekian lama akhirnya mereka mendengar samar-samar suara orang yang tengah bercakapcakap.   Yo Him memasang pendengarannya lebih tajam, dia mendengar beberapa patah perkataan yang tidak jelas, seperti.   "Harus dapat..... dua malam sejak sekarang ini..... kematian pangeran...... kita akan berhasil...... urusan rahasia...... di antara keterangan..... Kaisar..... para pahlawan......"   Dan setelah itu tidak begitu jelas lagi kata-kata berikutnya, karena suara orang yang berkata-kata itu semakin perlahan dan semakin tidak jelas. Yo Him menoleh kepada si gadis dia bilang.   "Jika dilihat demikian, tampaknya mereka benar-benar tengah mengatur suatu rencana untuk mencelakai ayahmu, nona......! Kaisarpun disebut-sebut oleh mereka!"   Sasana mengangguk.   "Karena itu bantuan Yo kongcu kami harapkan sekali! Memang guruku sangat liehay, dia bisa menghadapi beberapa orang-orang penting Tiat To Hoat-ong, namun yang perlu kita selidiki, fitnah apa yang hendak dilontarkan oleh Tiat To Hoat-ong kepada ayah, yang akan dilaporkan kepada Kaisar!" "Apakah kau tidak mengetahui kunci rahasia dari ruangan itu?"   Tanya Yo Him. Si gadis mengangguk.   "Aku mengetahui, tetapi jika sekarang kita menggeser batu itu yang merupakan pintu utama ruangan rahasia tersebut, tentu akan menimbulkan suara yang cukup keras dan akan diketahui oleh mereka......"   Setelah berkata begitu, Sasana berdiam sejenak, kemudian dia telah berpikir beberapa waktu lamanya. Sampai akhirnya dia mengulurkan tangannya mencekal tangan Yo Him, katanya lagi.   "Mari kau ikut aku, ada tempat yang bisa kita pergunakan mengintai mereka!"   Tetapi baru saja mereka ingin meninggalkan tempat tersebut, Yo Him melihat sesosok tubuh yang berkelebat gesit sekali, gerakannya begitu ringan dan cepat, sehingga dia seperti juga bayangan saja.   Yo Him menahan tangan si gadis yang ditariknya agak keras, bisiknya.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Diam dulu...... ada orang!"   Sosok bayangan itu telah bergerak dekat sekali di sebelah kanan mereka, dan Sasana juga telah melihatnya. Setelah melihat jelas, ternyata orang itu tidak lain dari Swat Tocu! "Aneh!"   Bisik Yo Him dengan suara perlahan sekali di pinggir telinga si gadis.   "Apa maksudnya Swat Tocu datang ke mari? Apakah..... apakah dia pun telah berkomplot dengan Tiat To Hoatong. Tetapi berkata sampai di situ, Yo Him telah menggeleng sendirinya. Waktu menggeleng begitu, dia merasakan beberapa helai anak ramput Sasana bermain di mukanya, menggelitik perasaannya, karena anak-anak rambut itu diterbangkan oleh desiran angin malam. Bau harumnya menggelitik perasaan Yo Him juga. Namun dalam keadaan seperti ini Yo Him harus menindih perasaannya. Dia pun tidak berani menggeser tubuhnya dari sisi si gadis, karena sedikit saja mereka menimbulkan suara yang perlahan, tentu Swat Tocu akan mengetahui kehadiran mereka di tempat itu, karena Swat Tocu memang merupakan tokoh persilatan yang jarang tandingannya. Sedangkan Yo Him dan Sasana sendiri belum mengetahui di pihak mana Swat Tocu berdiri, musuh atau memang kawan dan juga apa maksud kedatangannya kembali ke istana pangeran Ghalik ini.   "Tidak mungkin!"   Akhirnya Yo Him berbisik lagi pada Sasana.   "Tidak mungkin Swat Tocu berhasil dipengaruhi oleh Tiat To Hoatong. Dia seorang tokoh rimba persilatan yang setingkat dengan Oey Locianpwe, ayahku atau beberapa tokoh persilatan lainnya dari angkatan tua...... maka tidak mungkin dia mau membiarkan dirinya diperalat oleh Tiat To Hoat-ong. Namun apa maksudnya datang ke mari lagi? Apakah dia mengandung maksud buruk terhadap ayahmu?"   Sasana berdiam diri saja, hanya wajahnya memperlihatkan bahwa gadis ini diliputi perasaan tegang.   Matanya juga mengawasi tajam, tangannya mencekal keras sekali pada pergelangan tangan Yo Him, sehingga Yo Him merasakan telapak tangan yang dingin dan begitu lembut.....   halus sekali.   "Kau tidak usah kuatir, kuyakin bahwa Swat Tocu Locianpwe tidak akan berdiri di pihak Tiat To Hoat-ong. Kita hanya perlu mengawasi dulu, apa yang ingin dikerjakannya!"   Waktu itu Swat Tocu telah melompat ke samping batu gunung, yang berhadapan dengan Yo Him dan Sasana, hanya terpisah beberapa batang pohon.   Rupanya Swat Tocu juga telah memperhatikan keadaan di sekitar tempat itu, sampai akhirnya tampak dia menggerakkan tangan kanannya, mempergunakan telapak tangannya yang ditempel pada batu gunung di hadapannya.   Luar biasa sekali! Batu itu meluruk menjadi abu tanpa menimbulkan suara.   Beberapa kali Swat Tocu melakukan hal seperti itu, yaitu menempelkan telapak tangannya pada batu gunung tersebut, maka batu gunung itu telah hancur sampai cukup besar.   Rupanya Swat Tocu tengah membuat lobang yang cukup besar pada batu gunung itu, yang akan dipergunakan untuk mengintai ke dalam yaitu ruangan rahasia di dalam batu gunung itu.   Diapun telah mendekati mukanya ke dekat lobang itu, mengawasi ke dalam.   Lama sekali Swat Tocu dengan sikapnya itu, dia seperti tengah memperhatikan sesuatu yang menarik hatinya.   Sampai akhirnya setelah puas mengawasi seperti itu, Swat Tocu berdiri tegak sekali, matanya mengawasi tajam, kemudian tangan kanannya telah digerakan menghantam batu gunung yang telah dilobanginya tadi, dihantamnya dengan kuat, sehingga berbunyi nyaring sekali.   "Plakkk!"   Batu gunung itu telah sempal besar sekali menimbulkan suara yang bergemuruh keras.   "Pendeta gundul Mongolia! Keluar kau, mari kita mengadu kekuatan lagi!"   Teriak Swat Tocu dengan suara yang perlahan, namun tajam.   Dia berkata-kata seperti itu dengan mempergunakan hawa lweekangnya yaitu mempergunakan ilmu mengirim suara.   Terdengar seruan kaget dari beberapa orang di dalam ruangan rahasia di balik batu gunung itu, malah kemudian disusul dengan melompatnya sesosok tubuh tinggi besar, diikuti oleh beberapa sosok tubuh lainnya.   Orang yang pertama melompat itu tidak lain dari Tiat To Hoat-ong, yang dengan muka merah padam karena murka telah mengawasi kepada Swat Tocu.   Sedangkan di belakangnya tampak beberapa orang pendeta Mongolia lainnya, yang berdiri dalam keadaan siap sedia untuk menyerang.   "Swat Tocu!"   Kata Tiat To Hoat-ong dengan suara yang dingin.   "Kau rupanya masih belum puas dan telah datang kembali ke mari untuk mencari urusan denganku! Baiklah, dengan cara apa kau ingin mengadu kekuatan?"   Swat Tocu tertawa dingin.   "Pendeta gundul, hari itu karena kau ditolong oleh puteri pangeran Ghalik, sehingga aku mengampuni jiwamu dan melepaskan kau dari kematian, karena aku tidak sampai hati untuk membinasakan gadis secantik itu! Namun sekarang, kita bisa mengukur ilmu sepuas hati!" Ternyata Swat Tocu setelah dipisahkan oleh Sasana dalam pertempurannya dengan Tiat To Hoat-ong beberapa hari yang lalu itu, merasa penasaran sekali. Semakin dipikir, dia jadi semakin penasaran. Karena dia yakin, bahwa dia akan dapat merubuhkan Tiat To Hoat-ong. Apa lagi setelah dia menyelidiki dan mengetahui bahwa Tiat To Hoat-ong adalah Koksu dari Mongolia, di mana Kaisar mereka kini berkuasa di daratan Tiong-goan. Dengan demikian, penasaran Swat tocu semakin besar juga. Akhirnya dia memutuskan, untuk mengadu ilmu lagi dengan Tiat To Hoat-ong, dan dia telah mendatangi istana pangeran Ghalik. Karena ginkangnya yang sempurna dan juga kepandaiannya tinggi, dengan mudah Swat Tocu berkeliaran di istana pangeran Ghalik, walaupun waktu itu di istana yang menyerupai perbentengan itu dijaga kuat sekali. Malah Swat Tocu telah mencekuk seorang pengawal istana, memaksanya keterangan dari pengawal itu perihal Tiat To Hoat-ong. Dia pun mengetahui dari pengawal itu di mana pada waktu itu beradanya Koksu negara tersebut. Karena itu dengan mudah Swat Tocu menemukan tempat itu. Tiat To Hoat-ong mengetahui bahwa Swat Tocu merupakan seorang tokoh persilatan yang luar biasa kepandaiannya. Jika beberapa hari yang lalu dia berhasil menghadapi ilmu dari Swat Tocu, itulah disebabkan Tiat To Hoat-ong memang telah berhasil meyakinkan ilmu Soboc nya. Dan juga waktu itu Swat Tocu memang bukan menyerang, melainkan hanya mempergunakan tenaga Inti Es nya yang hendak menguasai Tiat To Hoat-ong, yang hendak dibekukan dalam lapisan es. Jika memang Swat Tocu bertempur bersungguh-sungguh, tentu Tiat To Hoat-ong akan dapat dirubuhkannya. Juga waktu Tiat To Hoat-ong akan berhasil dirubuhkannya itu, di saat itulah memang tampak betapa Swat Tocu masih setengah hati, sehingga ketika Sasana "memisah"   Kan mereka. Swat Tocu tidak meneruskan penyerangannya. Tetapi sebagai seorang yang memiliki kedudukan sebagai Koksu negara, tentu saja Tiat To Hoat-ong tidak mau memperlihatkan kelemahannya.   "Pendeta gundul, kita pernah main-main beberapa jurus dan kepandaianmu memang lumayan! Sekarang justeru aku ingin melihat, sampai berapa tinggi kepandaian yang engkau miliki..... mari kita mulai!"   Tiat To Hoat-ong tertawa dingin.   "Untuk bertempur mengadu kekuatan memang mudah, tetapi apakah engkau telah memikirkan kemungkinan-kemungkinan bahwa engkau mudah memasuki istana ini namun sulit untuk angkat kaki?"   Swat Tocu tertawa dingin.   "Siapa yang bisa menahanku? Kau?"   Tanyanya dengan suara yang dingin.   "Ayo maju! Jika memang kau tidak memiliki nyali, kau boleh perintahkan seluruh anak buahmu maju mengeroyokku, nanti kubinasakan mereka semua terlebih dulu, baru nanti aku menghantam pecah batok kepalamu yang gundul itu!"   Tiat To Hoat-ong selama itu telah berpikir keras sekali.   Dia mengetahui bahwa dirinya tengah menghadapi dua macam persoalan yang sulit.   Pertama, dia tengah bersiap-siap untuk menindih pengaruhnya pangeran Ghalik.   Sekarang di saat rencananya untuk mencelakai pangeran Ghalik, muncul Swat Tocu ini.   Tetapi Swat Tocu demikian mendesak, akhirnya Tiat To Hoatong tidak memiliki pilihan lain, dia mengangguk.   "Baiklah...! Tetapi sebelumnya kau jelaskan dulu, apakah engkau memang melakukan semua ini untuk membela Pangeran Ghalik?"   "Pangeran Ghalik? Hemm! Aku tidak memiliki hubungan apa-apa dengan dia! Aku tidak bekerja untuk siapapun! Aku tidak dapat diperintah oleh Kaisarmu sekalipun! Aku hanya ingin melihat sampai berapa tinggi kepandaian yang kau miliki!"   Waktu Swat Tocu berkata begitu, dari kejauhan terdengar suara erangan yang panjang sekali, terdengar samar-samar.   Swat Tocu mengetahui bahwa suara erangan itu adalah suara erangan dari biruang salju yang ditinggal di luar istana.   Sepasang alis Swat Tocu jadi mengkerut.   Dia heran, entah apa yang terjadi pada diri biruang saljunya itu.   Tetapi Tiat To Hoat-ong telah bersiap-siap untuk mulai mengukur kepandaian.   "Mulailah!"   Kata Swat Tocu kemudian.   Tiat To Hoat-ong tidak membuang waktu lagi, telah menggerakkan tangannya, menyerang dengan hebat, karena begitu menyerang dia telah mempergunakan delapan bagian dari tenaga dalamnya.   Swat Tocu memperdengarkan suara tertawa dingin, tubuh Tocu dari pulau salju tersebut berkelebat gesit sekali, gerakannya begitu ringan.   Beruntun Tiat To Hoat-ong telah menyerang lagi, dan beberapa kali pula Swat Tocu hanya berkelit.   Lewat lima jurus, barulah Swat Tocu menggerak-gerakkan sepasang tangannya, maka berkesiuran angin serangannya, menyambar-nyambar dingin melebihi dinginnya es.   Begitulah, ke dua orang itu telah bertempur dengan hebat.   Ke duanya memang memiliki kepandaian yang tinggi, maka begitu bertempur mereka telah mengeluarkan kepandaian andalannya masing-masing.   Yo Him dan Sasana yang bersembunyi di balik batu gunung hanya mengawasi saja sampai akhirnya.   Dikala ke dua orang itu tengah bertempur dengan seru, Sasana telah menarik Yo Him, bisiknya perlahan.   "Inilah kesempatan baik untuk kita menyelidiki keadaan di dalam ruangan rahasia itu......!"   Yo Him mengangguk.   "Ya, orang-orang Tiat To Hoat-ong yang masih berdiam di dalam ruangan rahasia itu tentunya terdiri dari para pahlawan ayahmu. Mereka mendengar ribut-ribut, namun mereka tidak berani memperlihatkan diri dulu, sebab mereka menduga bahwa yang datang adalah orang-orang ayahmu.....!"   Setelah berkata begitu, Yo Him mengeluarkan pedangnya, dia mencekal batu gunung-gunungan itu.   Tajam sekali pedang itu, maka dengan mudah dan cepat dia berhasil membuat lobang yang cukup besar pada batu gunung-gunungan tersebut.   Setelah selesai melobangi batu gunung-gunungan tersebut, mereka mengintai ke dalam.   Rupanya batu gunung-gunungan tersebut, selain dipergunakan sebagai pintu rahasia, juga merupakan dinding yang berhubungan langsung dengan ruangan rahasia di dalamnya.   Yo Him dan Sasana melihat bahwa di dalam ruangan itu terdapat puluhan orang, semuanya ternyata memang merupakan orangorang kepercayaan dari ayahnya si gadis.   Dan juga Sasana melihat diantara mereka itu terdapat Liong Tie Siang, Lengky Lumi, Gochin Talu dan beberapa pahlawan-pahlawan kepercayaan ayahnya.   "Hmmm,"   Bisik Sasana lagi di pinggir telinga Yo Him.   "Pantas selalu saja apa yang hendak dikerjakan oleh ayah diketahui jelas oleh Tiat To Hoat-ong. Rupanya mereka memang telah bekerja untuk Koksu!"   "Persoalan ini harus segera diberitahukan kepada ayahmu, agar segera diadakan penyergapan pada mereka. Jika ayahmu terlambat mengambil tindakan, memang bisa mencelakai diri ayahmu sendiri! Seperti yang telah mereka rundingkan tadi, walaupun tidak bisa kutangkap keseluruhannya dari percakapan mereka, namun dirangkaikan perkataannya itu, tampaknya memang dalam dua hari ini mereka hendak mencelakai ayahmu dengan menurunkan tangan jahat......!"   Sasana mengangguk.   "Kita tunggu sampai pertempuran antara Swat tocu dan Koksu selesai...... baru nanti kita menghadap pada ayahku!"   Kata si gadis.   Yo Him hanya menurut saja.   Swat Tocu dan Tiat To Hoat-ong bertempur seru sekali, tetapi lewat beberapa belas jurus lagi, mulai tampak Tiat To Hoat-ong terdesak hebat.   Karena setiap kali dia menyerang, selalu pula dia yang berbalik terkena gempuran hawa dinginnya serangan Swat tocu.   Dengan demikian, telah membuat Tiat To Hoat-ong bertempur semakin hati-hati, dan tenaga serangan yang dipergunakannya pun semakin hebat juga, namun selalu dapat diruntuhkan lawannya yang akhirnya membuat Tiat To Hoat-ong seperti kehabisan tenaga sendiri.   Sedangkan Swat tocu menyerang semakin lama semakin bersemangat dan gencar, hawa pukulannya pun semakin dingin membekukan, sampai beberapa orang pendeta Mongolia yang keluar bersama Koksu tersebut, telah menggeser kedudukan kaki mereka, berdiri lebih jauh, menghindari hawa dingin yang menusuk tulang itu......   Tiat To Hoat-ong sendiri mengeluh, dia tak menyangka bahwa Swat Tocu demikian hebat, beberapa kali punggungnya hampir membeku dilapisi oleh lapisan es serangannya tocu itu.   Jika sampai punggungnya itu dilapisi oleh lapisan es dan membeku, berarti akan membekukan juga peredaran darahnya, yang akan membuat tubuhnya tidak leluasa bergerak dan mengurangi tenaganya.   "Baru beberapa hari berpisah, ternyata kepandaiannya jadi demikian hebat!"   Diam-diam Tiat To Hoat-ong berpikir dalam hatinya.   Karena biarpun dia telah mengeluarkan ilmu Soboc nya tokh tidak urung terdesak hebat sekali.   Sesungguhnya, dalam beberapa hari itu bukan kepandaian Swat Tocu yang semakin hebat atau memang kepandaian dari Tiat To Hoat-ong yang semakin lemah.   Kejadian yang sesungguhnya adalah Swat Tocu setelah bertempur dengan Tiat To Hoat-ong beberapa hari yang lalu, telah bisa melihat kelemahan ilmn Tiat To Hoat-ong.   Sebagai tokoh sakti yang jarang tandingannya, kepandaian Swat Tocu hebat sekali.   Jika beberapa hari yang lalu tampaknya dia agak sulit untuk dapat merubuhkan Tiat To Hoat-ong, itulah untuk pertama kali dia bertemu menghadapi ilmu seaneh Soboc.   Tetapi selama beberapa hari, Swat Tocu memutar otak memikirkan kehebatan Soboc nya Tiat To Hoat-ong, dan mempelajarinya kelemahan dari ilmu lawannya itu dengan mengingat-ingat lagi cara bertempurnya Tiat To Hoat-ong.   Karena itu, sekarang dia bisa bertempur dengan menyerang bagian-bagian terlemah dari Tiat To Hoat-ong, membuat Tiat To Hoat-ong terdesak hebat sekali.   Swat Tocu melihat lawannya telah kewalahan seperti itu, dia memperhebat serangannya.   Dari sepasang tangannya telah menyambar angin serangan yang dingin luar biasa, menerjang beruntun kepada Tiat To Hoat-ong.   Bahkan Yo Him dan Sasana yang bersembunyi di tempat yang cukup jauh itu, merasakan sambaran-sambaran hawa dingin yang menggigilkan tubuh itu.   "Tidak seberapa ilmu dan kepandaianmu pendeta gundul!"   Teriak Swat Tocu mengejek.   "Hmm sungguh terkebur sekali kau pendeta gundul, dengan memiliki kepandaian sebegini saja engkau berani menjabat kedudukan Koksu!"   Dan sambil mengejek, Swat Tocu telah memperhebat serangan-serangannya, membuat Tiat To Hoat-ong tadi terdesak mundur berulang kali.   Dan juga tampak Tiat To Hoat-ong telah bermandikan keringat, yang telah membeku oleh hawa dingin serangan Swat Tocu.   Butiran keringat yang telah membeku itu jatuh ke tanah menimbulkan suara.   "ting, ting, ting...!"   Waktu keadaan Tiat To Hoat-ong terdesak seperti itu, di mana belakangan ini Tiat To Hoat-ong hanya lebih banyak berkelit dan mengelakkan diri belaka.   Tampak beberapa orang pendeta lainnya yang sejak tadi hanya menyaksikan saja, telah bersiap-siap hendak menerjang maju guna membantui Koksu tersebut.   Namun waktu mereka ingin melompat, mereka selalu terkena sambaran angin pukulan yang dingin menggigilkan tubuh mereka.   Pendeta-pendeta tersebut memiliki lweekang yang jauh di bawahnya Tiat To Hoat-ong dengan sendirinya daya pertahanan mereka pun jauh lebih lemah dari Tiat To Hoat-ong.   Jangankan terkena serangan langsung dari pukulan Swat Tocu, sedangkan terkena desiran angin pukulan itu saja setiap kali ingin menerjang maju, mereka terpaksa selalu harus melompat mundur lagi karena tidak kuat untuk mempertahankan diri dari hawa yang dingin itu.   Beberapa kali pendeta-pendeta itu gagal melompat maju untuk membantui Tiat To Hoat-ong.   Sedangkan Swat Tocu semakin lama semakin hebat melancarkan serangannya, angin pukulannya semakin dingin.   Berbeda dengan pertempuran beberapa hari yang lalu, di mana Swat Tocu menyerang dari jarak jauh, yang hanya berusaha membekukan Tiat To Hoat-ong dengan ilmu Inti es nya.   Sekarang justru setiap kali menyerang dengan hawa mukjijatnya itu, diapun membarengi dengan uluran tangannya itu, untuk menghantam dan mencengkeram, maka Tiat To Hoat-ong terdesak hebat sekali.   Dalam keadaan terdesak hebat seperti itu, Tiat To Hoat-ong hanya bisa mempergunakan ilmu Soboc nya untuk menghalau hawa dingin, dan selalu berkelit ke sana ke mari menghindari diri dari cengkeraman, pukulan dan totokan.   Dan setiap gerakan itu hanya merupakan pembelaan diri tanpa bisa melancarkan serangan balasan.   Tapi, dari sebelah selatan istana itu, tiba-tiba sekali tampak cahaya terang, dan berlari-lari cepat puluhan sosok tubuh.   Gerakan mereka ringan sekali, dan yang berlari di sebelah depan di tangan kanan masing-masing memegang sebuah tengtoleng, sehingga ketika mereka tiba di tempat pertempuran itu, segera juga di sekitar tempat tersebut jadi terang benderang.   Malah Tiat To Hoat-ong yang tengah bertempur dan terdesak, masih sempat melihat, bahwa salah seorang yang berlari paling depan tidak lain dari pangeran Ghalik! Namun pangeran Ghalik yang datang bersama belasan orang pahlawannya itu tidak segera turun tangan, hanya berdiri menyaksikan jalannya pertempuran itu.   Tiat To Hoat-ong mendongkol bukan main karena di hatinya dia jadi berpikir.   "Hemmm, kau melihat aku dalam keadaan terdesak seperti ini, tapi engkau tidak cepat turun tangan untuk membantuku......"   Tetapi Tiat To Hoat-ong tidak bisa berpikir terlalu lama, sebab berulang kali dia harus menghindarkan diri dari serangan-serangan Swat Tocu.   Swat Tocu sendiri pun telah melihat kedatangan pangeran Ghalik bersama para pahlawannya itu.   Namun Swat Tocu hanya mendengus memperdengarkan suara tertawa dingin, tapi ke dua tangannya tetap bergerak cepat dan hebat sekali mendesak Tiat To Hoat-ong.   Sasana dari tempat persembunyiannya yang melihat kedatangan ayahnya, jadi girang luar biasa.   Karena dalam keadaan seperti ini di waktu Tiat To Hoat-ong dalam keadaan terdesak oleh Swat Tocu, dan semangat maupun tenaganya tentu telah lemah, tentu ayahnya bisa mempergunakan kesempatan ini untuk membongkar penghianatan dari orang-orang kepercayaannya.   Namun waktu Sasana hendak melompat keluar dari tempat persembunyiannya, waktu itulah Yo Him telah mencekal lengannya, bisiknya perlahan.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Tunggu dulu nona, kau lihat itu......!" Yo Him menunjuk ke arah sebelah timur istana tersebut. Segera tampak beberapa sosok tubuh lain yang berkelebat dengan gesit dan lincah sekali, di mana sosok-sosok tubuh yang kurang lebih berjumlah enam orang itu, telah tiba di tempat terjadinya pertempuran itu dengan cepat sekali. Malah langkah kaki mereka tidak memperdengarkan suara sedikitpun, menunjukan ginkang ke enam orang tersebut tinggi sekali! Semua orang yang melihat kedatangan ke enam orang tersebut, yang rupanya bukan orang sembarangan, telah mengawasi dengan sorot mata tajam. Terutama sekali pangeran Ghalik yang telah menoleh kepada ke dua orang pahlawannya, yaitu yang seorang bermuka putih bertubuh tinggi jangkung dan yang seorang lagi, yang berdiri di sebelah kanannya bermuka hitam, berbisik.   "Hek Pek Kiesu, kalian berdua harus berwaspada!"   Sepasang orang yang berdiri di dekat pangeran Ghalik, yang mukanya yang seorang putih dan yang seorang hitam itu telah mendengus saja.   Mereka telah menoleh ke belakang, bicara beberapa patah perkataan kepada belasan orang lainnya dari pahlawan-pahlawan pangeran Ghalik.   Ke enam orang yang baru datang itupun telah berdiri tegak mengawasi ke sekitar tempat itu.   Dan orang yang berada paling depan telah mengerutkan alisnya ketika menyaksikan pertempuran yang tengah terjadi antara Tiat To Hoat-ong dangan Swat Tocu.   Dialah seorang yang berpakaian sebagai pengemis dan usianya cukup lanjut, namun mukanya segar sekali.   Pakaiannya itu terbuat dari potongan kain berwarna yang dijahit menjadi satu.   Ke lima orang lainnya yang datang bersama juga berpakaian sebagai pengemis.   Melihat orang yang pertama itu, si pengemis tua yang tengah mengerutkan alisnya menyaksikan pertempuran yang tengah berlangsung antara Tiat To Hoat-ong dengan Swat Tocu itu, Yo Him hampir berteriak girang dari tempat persembunyiannya.   Karena segera juga Yo Him mengenal, pengemis tua itu tidak lain dari Wie Liang Tocu, Wie Tocu yang telah angkat saudara dengannya, yang menjadi Toakonya.   Peristiwa pengangkatan saudara antara Yo Him dengan Wie Tocu bisa diikuti dalam Sin-tiauw-thian-lam.   Yang membuat Yo Him jadi tidak mengerti, apa maksud Wie Tocu, sang Toako itu, datang ke istananya pangeran Ghalik di mana Toako itu telah datang justru bersama ke lima pengemis lainnya itu? Apakah memang kedatangan Wie Liang Tocu memang ingin memusuhi pangeran Ghalik juga? Apakah tokoh pengemis itu memang ingin melakukan sesuatu di istananya pangeran tersebut? Karena berpikir begitu, Yo Him telah melirik ke arah Sasana yang berada di sampingnya.   Jika memang Wie Liang Tocu bersama ke lima pengemis lainnya itu memusuhi pangeran Ghalik, berarti bertambah lagi lawan tangguh buat ayah si gadis.   Sasana sendiri mengerutkan alisnya, dia berbisik heran kepada Yo Him.   "Aneh, apa yang diinginkan ke enam pengemis itu? Siapa mereka sebenarnya?" "Mereka dari Kay-pang!"   Menjelaskan Yo Him, berbisik juga di pinggir telinga si gadis.   "Dan pergemis tua yang berada di depan itu adalah Wie Liang Tocu, dialah toakoku!"   "Apa?"   Tanya Sasana terkejut, dia juga telah menoleh memandang tajam pada Yo Him, sorot matanya tajam dan bola matanya tampak begitu bening.   Waktu dia menoleh juga anak-anak rambutnya telah menyentuh lembut pipi Yo Him, sehingga pemuda inipun mengendus bau harum semerbak.   "Wie Liang Tocu memang kakak angkatku!"   Kata Yo Him kemudian, menjelaskan.   "Entah apa maksud kedatangannya ke mari?"   Waktu itu Wie Liang tocu, pengemis yang tadi memandang pertempuran yang tengah berlangsung antara Tiat To Hoat-ong dengan Swat Tocu, dengan suara yang perlahan.   "Sungguh, pertempuran yang menarik! Aku tidak menyangka, bahwa si pengemis miskin seperti kita bisa menyaksikan pertunjukan yang menarik seperti ini!"   Ke lima pengemis itu memperdengarkan suara tertawa mereka.   Tampaknya mengambil sikap yang tenang dan memperhatikan keadaan di sekitar tempat itu dengan sikap yang waspada, di mana ke lima penpemis tersebut berdiri dengan mengambil kedudukan di sekitar Wie Tocu tersebut.   Rupanya, memang ke lima pengemis ini berkuatir kalau-kalau mereka mendadak diserang secara membokong oleh orangorangnya pangeran Ghalik.   Tetapi Wie Tocu sendiri cuma memperlihatkan jalannya pertempuran antara Tiat To Hoat-ong dengan Swat Tocu, sama sekali tidak mengacuhkan semua orang yang berada di tempat tersebut.    Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini