Ceritasilat Novel Online

Anak Naga 35


Anak Naga Karya Chin Yung Bagian 35


Anak Naga Karya dari Chin Yung   "Sekarang kami justru mau pergi mencarinya, karena dia yang menciptakan wabah penyakit itu, maka dia yang harus bertanggung jawab .   "   "Maaf"   Pembesar Yap menatapnya.   "Engkau juga pandai bersilat?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Sungguh hebat engkau, anak muda"   Pembesar Yap memandangnya dengan kagum sekali, begitu pula putrinya.   "Sungguh tak disangka..."   Ujar Nona Yap.   "Engkau begitu hebat"   Thio Han Liong tersenyum, kemudian bangkit berdiri An Lok Keng cu ikut berdiri "Maaf, Pembesar Yap Kami mau mohon pamit,"   Ucap Thio Han Liong.   "Kalian mau ke kuil itu menemui Mao san Tosu?"   Tanya pembesar Yap sambil bangkit berdiri, begitu pula Nona Yap.   "Ya,"   Sahut Thio Han Liong.   "Pembesar Yap"   An Lok Kong cu memberitahukan.   "Kami akan ke mari lagi."   "oh?"   Pembesar Yap tampak girang sekali.   "Aku... aku tunggu kalian, semoga kalian berhasil menundukkan Mao san Tosu"   "Permisi, Pembesar Yap"   Ucap Thio Han Liong, lalu bersama An Lok Keng cu meninggalkan rumah itu. Pembesar Yap dan putrinya mengantar mereka sampai di depan rumah. Setelah Thio Han Liong dan An Lok Keng cu tidak kelihatan, barulah mereka kembali masuk rumah.   "Nak,"   Pembesar Yap menatap putrinya dengan penuh kasih sayang.   "Syukurlah engkau telah sembuh"   "Ayah,"   Ujar Nona Yap kagum.   "Pemuda itu amat hebat, sayang sekali sudah punya tunangan. Kalau tidak...."   "Nak"   Pembesar Yap menggeleng-gelengkan kepala.   "Ayah pun amat menyukainya, tapi dia sudah punya tunangan. Kalau tidak, ayah pasti menjodohkan kalian."   "Aaah..."   Nona Yap menghela napas panjang.   "Sudahlah"   Pembesar Yap tersenyum.   "Engkau harus segera menyuruh pelayan masak sekarang, ayah mau menjamu mereka."   "Ayah, betulkah mereka akan ke mari lagi?"   Tanya Nona Yap girang.   "Mereka tidak akan ingkar janji, percayalah"   Sahut pembesar Yap.   "Maka engkau harus cepat menyuruh pelayan agar membuat masakan yang lezat."   "Ya, Ayah."   Nona Yap langsung masuk ke dalam. Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu sudah sampai di depan kuil itu. Masih banyak penduduk kota berbaris di situ untuk membeli obat.   "Adik An Lok, engkau tunggu di sini."   Bisik Thio Han Liong.   "Aku akan ke dalam menyeret Tosu itu keluar."   Bagian 35 An Lok Kong Cu mengangguk. Thio Han Liong berjalan memasuki kuil, tapi dihadang oleh beberapa orang penjaga.   "Mau apa engkau ke dalam?"   Tanya salah seorang penjaga sambil bertolak pinggang dan tersenyum dingin.   "Aku mau bertemu Mao San Tosu,"   Sahut Thio Han Liong.   "Kalau engkau mau membeli obat, harus antri,"   Bisik orang itu.   "Tapi bisa juga engkau langsung ke dalam, hanya saja...."   "Aku mengerti."   Thio Han Liong tersenyum, kemudian diselipkannya satu tael perak ke tangan orang itu.   "Bagaimana? Bolehkah aku masuk sekarang?"   "Silakan, silakan"   Ucap orang itu dengan wajah berseri-seri.   "Tuan muda boleh masuk sekarang"   "Terimakasih."   Thio Han Liong melangkah ke dalam. Tampak seorang Tosu sedang duduk, Usianya sekitar lima puluh, bentuk mukanya segi empat dan berhidung besar. la sedang sibuk menjual obatnya. Laci mejanya sudah penuh dengan uang perak.   "Mao San Tosu"   Bentak Thio Han Liong. Mao San Tosu tersentak dan langsung menoleh. Wajahnya berubah bengis begitu melihat Thio Han Liong.   "Anak muda"   Bentaknya.   "Mau apa engkau ke mari?"   "Hem"   Dengus Thio Han Liong dingin.   "sungguh bagus sekali perbuatanmu, Engkau menciptakan wabah penyakit, lalu memeras penduduk kota ini oleh karena itu, aku harus membasmimu"   "Eh?"   Mao san Tosu mengerutkan kening.   "siapa engkau? Kenapa menuduh sembarangan?"   "Mao san Tosu, engkau kira aku tidak tahu semua perbuatanmu?"   Sahut Thio Han Liong dingin.   "Aku yang menyembuhkan putri pembesar Yap...."   "Apa?"   Mao san Tosu langsung bangkit berdiri "Engkau yang menyembuhkan Nona Yap?"   "Betul"   Thio Han Liong mengangguk.   "He he he"   Mao san Tosu tertawa terkekeh-kekeh.   "Kalau begitu, engkau ke mari cari mampus"   "Engkaulah yang akan mampus"   Sahut Thio Han Liong.   "Anak muda"   Mao san Tosu menatapnya tajam.   "Lihatlah Ada seekor macan buas menerkammu"   "Memang ada seekor macan buas, tapi macan buas itu sudah berbalik menerkammu"   Sahut Thio Han Liong. Ternyata ia telah mengerahkan Ilmu Penakluk iblis.   "Haaah..."   Betapa terkejutnya Mao san Tosu, sebab ia melihat seekor macan buas sedang menerkam ke arahnya. ia cepat-cepat meniup ke arah macan buas tersebut, dan macan buas itu sirna seketika.   "Mao san Tosu, percuma engkau mengeluarkan ilmu hitam"   Ujar Thio Han Liong.   "Lebih baik engkau membagi-bagikan obatmu kepada para penduduk. Uang yang sudah engkau terima itu harus dikembalikan pada mereka Kalau tidak, itu berarti engkau mau cari mampus"   "Omong kosong"   Bentak Mao san Tosu, lalu mendadak menyerang Thio Han Liong. Cukup lihay dan dahsyat serangan itu, namun yang dihadapinya adalah Thio Han Liong yang berkepandaian amat tinggi, maka serangannya itu tiada artinya sama sekali.   "Aaaakh..."   Tiba-tiba Mao san Tosu menjerit dan tubuhnya terpental membentur dinding kuil.   "Aduuuh"   Ternyata Thio Han Liong mengibaskan lengan bajunya, sehingga membuat Mao san Tosu itu terpental membentur dinding kuil, lalu terkulai dengan mulut mengeluarkan darah.   Thio Han Liong mendekatinya selangkah demi selangkah dengan tatapan dingin sekali, maka pecahlah nyali Mao san Tosu itu.   "Ampunilah aku, siauhiap. Ampunilah aku...."   "Mao san Tosu"   Bentak Thio Han Liong.   "Bagaimana cara engkau menciptakan wabah penyakit itu?"   "Aku...."   Mao san Tosu menundukkan kepala.   "Aku menaruh racun ke dalam sumur penduduk kota, maka mereka keracunan...."   "Engkau sungguh kejam, maka aku tidak bisa mengampunimu"   "Siauhiap"   Mao san Tosu menyembah di hadapan Thio Han Liong.   "Ampunilah aku...."   "Aku bersedia mengampunimu, tapi engkau harus membagi-bagikan obat itu kepada mereka yang membutuhkan"   "Ya, siauhiap."   "Dan juga..."   Tambah Thio Han Liong.   "Uang yang ada di dalam laci itu harus diserahkan kepadaku, akan kuserahkan kepada pembesar Yap agar dikembalikan kepada para penduduk kota yang telah membeli obatmu"   "Ya, ya."   Mao san Tosu mengangguk. Mendadak tangan Thio Han Liong bergerak, dan itu membuat Mao san Tosu menjerit lagi.   "Aaaakh"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku telah memusnahkan ilmu silatmu, bahkan juga ilmu hitammu"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Maka engkau jangan coba-coba mengeluarkan ilmu hitam sebab akan merusak dirimu sendiri"   "Haaah...?"   Mendengar ucapan itu, Mao san Tosu nyaris pingsan seketika.   "Engkau...."   "Ayoh"   Bentak Thio Han Liong.   "cepat bagi-bagikan obat itu kepada mereka yang antri di depan kuil"   "Ya."   Mao san Tosu segera membagikan obatnya itu.   Betapa girangnya para penduduk.   mereka bersorak-sorai penuh kegirangan.   sebaliknya wajah Mao san Tosu malah meringis-ringis, kemudian ia pun menyerahkan uang yang ada di dalam laci kepada Thio Han Liong.   Thio Han Liong berjalan ke luar, dan An Lok Kong cu menyambutnya sambil tersenyum-senyum.   "Kakak Han Liong,"   Tanya gadis itu.   "Engkau telah memusnahkan kepandaian Mao san Tosu itu?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   Sementara para penduduk memandang Thio Han Liong dengan penuh rasa terima kasih dan Thio Han Liong manggutmanggut.   Mereka berdua lalu kembali ke rumah pembesar Yap.   Pembesar Yap dan putrinya berdiri di depan rumah menyambut kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu.   Wajah mereka berseri-seri dan diliputi kekaguman.   "Pembesar Yap"   Panggil Thio Han Liong sambil memberi hormat.   "Han Liong...."   Pembesar Yap memegang bahunya.   "Aku tahu, engkau berhasil menundukkan Mao san Tosu itu."   "Ada yang ke mari melapor?"   "Ya, salah seorang penduduk,"   Sahut pembesar Yap sambil tertawa.   "Para penduduk kota amat kagum dan berterima kasih kepadamu."   "Itu kewajibanku,"   Ujar Thio Han Liong.   "Han Liong, mari kita ke dalam"   Ujar pembesar Yap. Thio Han Liong mengangguk. Mereka masuk ke dalam tapi pembesar Yap mengundang mereka berdua ke ruang makan.   "Pembesar Yap...."   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu terheran-heran.   "Ha ha ha"   Pembesar Yap tertawa gelak.   "Aku mau menjamu kalian, mari makan bersama"   "Pembesar Yap."   Sahut An Lok Kong cu.   "Kami kembali ke mari bukan untuk dijamu, melainkan ingin bercakap-cakap saja."   "Kalau begitu...."   Pembesar Yap tersenyum.   "Usai makan, barulah kita bercakap-cakap."   "Baiklah,"   An Lok Kong cu mengangguk, Mereka makan bersama sambil bersulang. Usai makan mereka kembali ke ruang depan. Putri pembesar Yap juga ikut disana. Thio Han Liong menaruh bungkusan yang dibawanya diatas meja, setelah itu berkata.   "Pembesar Yap. uang perak yang ada di dalam bungkusan ini adalah kepunyaan penduduk kota yang membeli obat. Harap pembesar Yap mengembalikan uang ini kepada mereka"   "Baik, baik."   Pembesar Yap manggut-manggut.   "Apakah Mao san Tosu itu tidak akan menuntut balas terhadap kami?"   Tanyanya.   "Tentu tidak."   Thio Han Liong tersenyum.   "Sebab aku telah memusnahkan kepandaiannya. Maka, kini dia sudah tidak bisa bersilat maupun mengeluarkan ilmu hitamnya."   "Oooh"   Pembesar Yap menarik nafas lega.   "syukurlah kalau begitu"   "Pembesar Yap"   An Lok Kong cu menatapnya seraya bertanya.   "Apakah pembesar Yap akan tetap menjadi pembesar kota ini?"   "Betul."   Pembesar Yap mengangguk.   "Karena kami turun-temurun menjadi pembesar di kota ini. Hanya saja aku tidak punya anak lelaki, maka selanjutnya...."   "Pembesar Yap punya anak perempuan, siapa tahu dia akan menikah dengan seorang sarjana yang akan menggantikan pembesar Yap."   Ujar An Lok Kong cu.   "Aku tidak berharap begitu,"   Ujar pembesar Yap sungguhsungguh.   "Aku cuma berharap putriku akan menikah dengan lelaki yang Baik, tidak perduli miskin atau kaya."   "Mudah-mudahan Nona Yap akan bertemu pemuda idaman hatinya"   Ucap Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Terima kasih,"   Sahut Nona Yap sambil menundukkan kepala.   "Nona Cu sungguh beruntung, punya tunangan yang begitu tampan dan hebat"   "Nona Yap"   An Lok Kong cu tersenyum lembut.   "Percayalah Kelak engkau pun akan bertemu pemuda yang seperti Kakak Han Liong."   "Mudah-mudahan"   Ucap Nona Yap sambil menarik nafas dalam-dalam.   "Pembesar Yap."   Tanya Thio Han Liong mendadak.   "Betulkah pembesar Yap tidak berniat naik pangkat?"   "Sebetulnya aku tidak berniat naik pangkat, tapi. ..."   "Kenapa?"   "Atasanku itu selalu korupsi. Kalau aku bisa naik pangkat menggantikannya penduduk sekitar daerah ini pasti hidup makmur dan sejahtera."   "Ngmmm"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Oh ya, bolehkah kami mohon bantuan pembesar"   "Apa yang dapat kubantu?"   "Undang penjabat itu ke mari, kami ingin menemuinya."   "Apa?"   Pembesar Yap terbelalak.   "Itu... bagaimana mungkin?"   "Ayah"   Nona Yap tersenyum.   "Bukankah pejabat itu pernah minta giok milik leluhur kita?"   "Benar."   Pembesar Yap manggut-manggut.   "Maksudmu dengan alasan itu ayah mengundang dia ke mari?"   "Betul, Ayah."   Yap In Hong mengangguk.   "Kalau gubernur itu dengar giok tersebut, dia pasti mau ke mari?"   "Tapi...."   Pembesar Yap memandang Thio Han Liong.   "Untuk apa gubernur itu diundang ke mari?"   "Itu adalah rahasia kami,"   Sahut Thio Han Liong dengan serius.   "Ayah,"   Sela Yap In Hong.   "Percayalah kepada Kakak Han Liong, dia pasti tidak akan menyusahkan Ayah"   "Baiklah."   Pembesar Yap manggut-manggut.   "Kalian tunggulah di sini, aku akan pergi mengundang gubernur ke mari."   "Terima kasih, Pembesar Yap."   Ucap Thio Han Liong. Setelah pembesar Yap pergi mengundang gubernur, Yap In Hong mulai bercakap-cakap dengan An Lok Kong cu.   "Nona Cu,"   Tanya Yap In Hong. engkau bisa bersilat juga?"   "Ya."   An Lok Kong cu mengangguk.   "Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi,"   Ujar Yap In Hong sambil tersenyum.   "Dulu aku ingin belajar ilmu silat, tapi ditentang oleh ayahku. Alasannya anak gadis tidak boleh belajar ilmu silat, sebab akan membuat tangan menjadi kasar."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Nona Yap."   Ujar An Lok Kong cu.   "Buktinya tanganku tidak kasar, kan?"   "Ya."   Yap In Hong mengangguk.   "Sebaliknya malah halus sekali. seandainya pada waktu itu aku diperbolehkan belajar ilmu silat, tentunya kini aku bisa melindungi ayahku."   "Adik Yap."   Ujar Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Engkau berniat sekali belajar ilmu silat?"   "Betul. Kakak Han Liong bersedia mengajariku?"   Tanya Yap In Hong dengan wajah berseri.   "Aku tidak punya waktu. Tapi aku akan menulis semacam ilmu Lweekang untuk engkau pelajari, termasuk gerakgerakannya,"   Sahut Thio Han Liong, kemudian wajahnya tampak serius.   "setelah engkau berhasil menguasai ilmu itu, kertas yang berisi pelajaran ilmu itu harus dibakar, agar tidak terjatuh ke tangan penjahat."   "Kakak Han Liong, ilmu apa itu?"   Tanya Yap In Hong tertarik.   "Ih Kin Kong,"   Sahut Thio Han Liong memberitahukan.   "Itu merupakan ilmu Lweekang yang amat tinggi. Gerakangerakannya pun amat hebat, lihay dan dahsyat. Kalau tidak dalam keadaan yang membahayakan dirimu, engkau tidak boleh mengeluarkan ilmu itu."   "Ya."   Yap In Hong mengangguk.   "Kalau begitu..."   Ujar Thio Han Liong.   "Tolong sediakan kertas, pit dan tinta"   Yap In Hong manggut-manggut, lalu masuk ke dalam. An Lok Kong cu menatap Thio Han Liong, kemudian bertanya dengan suara rendah.   "Kakak Han Liong, dia akan berhasil mempelajari ilmu Ih Kin Kong itu?"   "Memang sulit,"   Jawab Thio Han Liong dan menambahkan.   "Namun aku akan membantunya."   "Maksudmu?"   "Aku akan memindahkan sedikit Lweekang ku kepadanya, sebagai dasar Lweekangnya. Engkau setuju, bukan?"   An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum.   "Nona Yap dan ayahnya adalah orang baik, kita memang harus membantu mereka. Kalau Nona Yap berhasil menguasai ilmu itu, maka dia akan dapat melindungi ayahnya."   "Itu tujuanku,"   Ujar Thio Han Liong.   "Oh ya, Kakak Han Liong,"   Bisik An Lok Kong cu.   "Engkau ingin memecat gubernur korup itu?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Pembesar Yap akan kuangkat untuk menggantikan gubernur itu."   "Bagus"   An Lok Kong cu tersenyum.   "Aku sependapat denganmu."   Thio Han Liong juga tersenyum. Di saat itulah muncul Yap In Hong dengan membawa beberapa lembar kertas, pit dan tinta hitam, kemudian ditaruh ke atas meja.   "Kakak Han Liong,"   Ujar gadis itu sambil tersenyum.   "Sudah kusiapkan semuanya."   "Terima kasih,"   Ucap Thio Han Liong.   Ia duduk di belakang meja dan mulai menulis ilmu pelajaran Ih Kin Kong, termasuk semua gerakan-gerakannya.   Tak seberapa lama, ia telah selesai menulis, lalu diberikannya kertas-kertas itu kepada Yap In Hong.   Betapa kagumnya gadis itu akan keindahan tulisan Thio Han Liong.   la menerima kertas-kertas itu dengan wajah berseri.   "Terima kasih, Kakak Han Liong,"   Ucapnya dan sekaligus menyimpan kertas-kertas catatan itu.   "Adik Yap"   Thio Han Liong memandangnya seraya berkata.   "Engkau sama sekali tidak punya dasar ilmu Lweekang, maka sulit bagimu untuk mempelajari ilmu Ih Kin Kong. Aku sudah berunding dengan Adik An Lok, dan dia setuju aku membantumu."   "Terimakasih Kakak Han Liong, terimakasih Nona Cu,"   Ucap Yap In Hong.   "Wah Tidak boleh begitu iho"   An Lok Kong cu tersenyum.   "Engkau memanggilnya Kakak Han Liong, tapi kenapa memanggilku Nona?"   "Aku... aku harus memanggil apa padamu?"   "Panggil saja namaku"   "Baik."   Yap In Hong manggut-manggut.   "Engkau pun harus memanggil namaku, tidak boleh memanggilku Nona lho"   An Lok Kong cu mengangguk. Di saat bersamaan, Thio Han Liong berpesan kepada Yap In Hong.   "Apabila ayahmu pulang bersama gubernur itu, engkau harus bilang bahwa kami baru datang, agar gubernur itu tidak membenci ayahmu. Tentunya engkau pun bisa memberi isyarat kepada ayahmu. Ya kan?"   "Ya."   Yap In Hong mengangguk sambil tersenyum.   "Adik Yap"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Engkau duduklah bersila di lantai, aku akan memindahkan sedikit Lweekang ku ke dalam tubuhmu Kalau merasakan adanya arus hangat mengalir ke dalam tubuhmu, janganlah engkau kaget"   Yap In Hong mengangguk, lalu duduk bersila di lantai.   Thio Han Liong duduk di belakangnya, setelah itu sepasang telapak tangannya ditempelkan dipunggung gadis itu, kemudian mengerahkan Kiu Yang sin Rang, sekaligus disalurkan ke dalam tubuhnya.   seketika juga Yap In Hong merasakan adanya aliran hangat menerobos ke dalam tubuhnya.   Karena sebelumnya Thio Han Liong sudah memberitahukan, maka gadis itu tidak merasa kaget.   Berselang beberapa saat, barulah Thio Han Liong berhenti menyalurkan Lweekangnya ke dalam tubuh gadis itu, lalu bangkit berdiri seraya berkata.   "Adik Yap. engkau sudah boleh bangun."   Yap In Hong bangun. Dirasakannya sekujur tubuhnya penuh tenaga, dan itu membuatnya terheran-heran.   "Kakak Han Liong Kenapa aku merasa sekujur tubuhku amat bertenaga?"   "Adik Yap"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Kini engkau sudah memiliki ilmu Lweekang, maka engkau harus giat belajar ilmu Ih Kin Kong."   "Oh ya Bagaimana kalau ayahku tahu?"   Tanya Yap In Hong dengan wajah cemas.   "Tentang itu, kami akan memberitahukan kepada ayahmu,"   Sahut Thio Han Liong dan menambahkan.   "Aku yakin beliau tidak akan memarahimu"   "Terimakasih, Kakak Han Liong,"   Ucap Yap In Hong. Di saat itulah terdengar suara tawa, dan tak lama masuklah pembesar Yap bersama seorang lelaki berusia lima puluhan, yang ternyata gubernur setempat.   "Ayah"   Seru Yap In Hong memberi isyarat.   "Ketika Ayah pergi, ke dua tamu ini datang"   "Oh?"   Pembesar Yap agak tertegun.   "Pembesar Yap"   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu menghampirinya.   "Kami ke mari, tapi pembesar Yap tidak ada, maka Nona Yap yang menemani kami."   "Oooh"   Pembesar Yap manggut-manggut.   "Maaf, siapa kalian berdua?"   "Kami datang dari Kotaraja,"   Sahut Thio Han Liong.   "Kebetulan kami tiba di kota ini, maka mampir di sini."   "Ada urusan apa kalian mampir ke rumahku?"   Tanya pembesar Yap.   "Kami dengar dari penduduk kota ini, bahwa pembesar Yap merupakan pembesar yang amat jujur, sama sekali tidak pernah korupsi. oleh karena itu, kami berkunjung ke mari."   "Terimakasih, terimakasih"   Ucap pembesar Yap lalu memperkenalkan gubernur itu.   "Beliau ini adalah gubernur setempat...."   "Gubernur Kwa?"   Tanya Thio Han Liong. Ternyata tadi Yap In Hong memberitahukan kepadanya.   "Betul,"   Sahut pembesar Yap. Sedangkan Gubernur Kwa mengeluarkan suara hidung, sama sekali tidak pandang sebelah mata kepada Thio Han Liong dan An Lok Kong cu. Kalau ia memperhatikan An Lok Kong cu, tentunya ia akan segera menjatuhkan diri berlutut.   "Gubernur Kwa, silakan duduk"   Ucap Pembesar Yap. Gubernur Kwa manggut-manggut sambil duduk, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu masih tetap berdiri Pembesar Yap juga mempersilahkan mereka duduk, akan tetapi mendadak Gubernur Kwa mencetuskan ucapan sindiran.   "Walikota Yap. mereka berdua itu apa? Kenapa engkau harus mempersilakan mereka duduk?"   "Gubernur Kwa...."   Pembesar Yap salah tingkah.   "Hmm"   Dengus An Lok Kong cu.   "Para penduduk di sini, semuanya mengatakan bahwa Gubernur Kwa selalu memeras rakyat dan melakukan tindakan korupsi. Pembesar Yap. apakah itu benar?"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Aku...."   Pembesar Yap terkejut mendengar pertanyaan itu "Gadis kurang ajar"   Bentak Gubernur Kwa.   "Siapa engkau, kok berani kurang ajar terhadap seorang Gubernur?"   "Gubernur Kwa, engkau sudah buta barangkali"   Sahut An Lok Kong cu.   "Betulkah engkau tidak kenal aku?"   "Engkau gadis liar, bagaimana mungkin aku mengenalmu?"   Gubernur Kwa menatapnya dingin, kemudian membuang muka. Kalau ia tidak membuang muka, tentunya akan mengenali An Lok Kong cu yang pernah dilihatnya di istana.   "Gubernur Kwa"   Thio Han Liong mendekatinya, lalu memperlihatkan sebuah benda. Begitu melihat benda tersebut, wajah Gubernur Kwa langsung berubah pucat pasi dan ia sebera berlutut.   "Yang Mulia, terimalah hormat hamba"   Ucapnya sambil membenturkan kepalanya ke lantai.   "Hm"   Dengus Thio Han Liong. Ternyata ia memperlihatkan Medali Emas Tanda Perintah Kaisar.   "Gubernur Kwa, apa hukumanmu sekarang?"   "Hamba mohon ampun, Yang Mulia"   Ucap Gubernur Kwa dengan badan bergemetar seperti kedinginan. Sementara pembesar Yap dan putrinya terbelalak menyaksikan itu. Mereka tidak tahu apa yang telah terjadi, karena pembesar Yap tidak melihat Medali Emas tersebut.   "Gubernur Kwa, dongakkan kepalamu dan perhatikan gadis ini"   Ujar Thio Han Liong.   "Sebetulnya siapa gadis ini?"   Gubernur Kwa mendongakkan kepalanya perlahan-lahan, kemudian memperhatikan wajah Lok Kong cu dengan seksama. Tak lama wajah Gubernur Kwa bertambah pucat.   "Kong cu..."   Ujar gubernur Kwa tak tertahan.   "An Lok Kong cu...."   Pembesar Yap dan putrinya terkejut bukan main, dan mereka segera berlutut di hadapan An Lok Kong cu.   "Hamba memberi hormat kepada Kong cu"   Ucap pembesar Yap.   "Bangunlah pembesar Yap dan In Hong"   Ujar An Lok Kong cu.   "Terimakasih, Kong cu."   Pembesar Yap dan putrinya segera bangkit berdiri, kemudian bertanya.   "Kong Cu, siapa sebenarnya Thio Han Liong?"   "Wakil ayahku."   An Lok Kong cu memberitahukan.   "Haaah...?"   Pembesar Yap dan putrinya terkejut bukan main.   "Kami harus segera memberi hormat kepadanya"   "Tidak usah"   Sahut An Lok Kong cu sambil tersenyum.   "Sebab engkau adalah pembesar yang jujur, lagi pula Kakak Han Liong tidak akan menerima hormatmu."   "Aaah...."   Pembesar Yap menghela nafas.   "Tak disangka Thio Han Liong adalah wakil Yang Mulia"   Sementara Gubernur Kwa masih berlutut di hadapan Thio Han Liong dengan badan bergemetar, sedangkan Thio Han Liong menatapnya dengan tajam.   "Gubernur Kwa, mulai sekarang engkau dipecat dari jabatan"   Ujar Thio Han Liong.   "Engkau sekeluarga tidak boleh pergi ke mana-mana harus menunggu petugas dari istana ke rumahmu"   "Ya, Yang Mulia."   Gubernur Kwa berlega hati, karena Thio Han Liong tidak menghukumnya .   "Mulai sekarang, Pembesar Yap menggantikan kedudukanmu"   Ujar Thio Han Liong.   "Sekarang engkau boleh pulang"   "Terimakasih, Yang Mulia."   Ucap Gubernur Kwa sambil bangkit berdiri, lalu meninggalkan rumah pembesar Yap.   "Yang Mulia...."   Ketika pembesar Yap baru mau berlutut, mendadak ia merasakan adanya tenaga yang amat kuat menahannya, sehingga ia tidak sanggup berlutut.   "Pembesar Yap"   Thio Han Liong tersenyum.   "Tidak usah memberi hormat kepadaku. Mulai sekarang pembesar Yap adalah Gubernur setempat."   "Terimakasih, Yang Mulia,"   Ucap pembesar Yap. namun ia tetap tidak bisa berlutut.   "An Lok...."   Yap In Hong menatapnya dengan mata tak berkedip.   "Tak disangka engkau Putri Kaisar."   "In Hong"   An Lok Kong cu tersenyum.   "Aku dan engkau sama saja. Maka engkau jangan bersikap terlampau hormat kepadaku."   "Tapi...."   "Tidak ada tapi-tapian,"   Tandas An Lok Kong cu.   "Pokoknya engkau tidak boleh berlaku terlampau hormat kepadaku."   "Ya, Kong cu."   Yap In Hong mengangguk.   "Eeeh?"   An Lok Kong cu menggeleng-geleng kan. kepala.   "Panggil saja namaku"   "Ya."   Yap In Hong mengangguk lagi.   "Kakak Han Liong, urusan di sini sudah beres, kita harus segera melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja,"   Ujar An Lok Kong Cu.   "Baik,"   Thio Han Liong manggut-manggut.   Mereka berdua berpamit kepada Pembesar Yap dan putrinya, lalu meninggalkan rumah itu untuk kembali ke Kotaraja.   Bab 69 Pernikahan Yang Sederhana Tapi Semarak Dan Bahagia Thio Han Liong dan An Lok Kong cu melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja dengan santai, penuh kegembiraan dan canda ria .Sepanjang jalan, mereka sama sekali tidak mendengar tentang Ban Tok Lo Mo dan muridnya.   "Adik An Lok, engkau tidak merasa heran terhadap Ban Tok Lo Mo dan muridnya?"   Tanya Thio Han Liong.   "Memangnya kenapa?"   An Lok Kong Cu balik bertanya dengan heran.   "Mereka berdua muncul mendadak, lalu menghilang begitu saja. Bukankah itu aneh sekali? Lagipula tiada seorang kaum rimba persilatan yang tahu tempat tinggal mereka."   "Kakak Han Liong, jangan memikirkan itu, sebab akan mengganggu pikiranmu"   "Mereka berdua menghilang begitu saja.Justru amat mengganggu pikiranku,"   Sahut Thio Han Liong.   "Sebelum Ban Tok Lo Mo dan muridnya dibasmi, hatiku tidak akan bisa tenang sama sekali."   "Kakak Han Liong...."   An Lok Kong Cu menggelenggelengkan kepala.   "Sudahlah tidak usah memikirkan itu, mereka berdua pasti bersembunyi di suatu tempat rahasia, maka tiada seorang pun mengetahuinya."   "Aaah..."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Aku khawatir, Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan mencelakai rimba persilatan."   "Mereka berdua memang sudah mencelakai rimba persilatan. sudahlah Kakak Han Liong, jangan memusingkan itu"   An Lok Kong Cu mengalihkan pembicaraan.   "Oh ya ilmu Penakluk iblis khusus nya untuk melumpuhkan berbagai macam ilmu hitam, sihir dan ilmu sesat?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Pantas engkau dapat menyembuhkan Yap In Hong."   An Lok Kong Cu tersenyum.   "Kelihatannya gadis itu amat menyukaimu."   "Karena merasa berhutang budi kepadaku,"   Sahut Thio Han Liong.   "Ayahnya adalah seorang pembesar yang amat jujur, kini rakyat di daerah itu pasti akan hidup makmur."   "Ya."   An Lok Kong cu mengangguk.   "Kakak Han Liong...."   Ketika An Lok Kong cu ingin melanjutkan, tiba-tiba Thio Han Liong memberi isyarat, agar An Lok Kong cu diam.   "Ada orang datang."   Bisiknya.   "Oh?"   An Lok Kong cu mengerutkan kening.   "Heran Di tempat sepi ini kok ada orang lain?"   Berselang beberapa saat kemudian muncullah dua orang Tosu yaitu Mao san Tosu dan yang satunya adalah seorang Tosu yang sudah tua renta, namun tampak gagah dan sepasang matanya berkilat-kilat.   "Guru"   Mao san Tosu menunjuk Thio Han Liong.   "Orang itu...."   "Ngmmm"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Tosu tua renta itu manggut-manggut.   "Anak muda, wajahmu amat tampan, tidak mirip penjahat. Tapi... kenapa hatimu begitu kejam?"   "Tosu tua"   Bentak An Lok Kong Cu.   "Jangan bicara sembarangan"   "Diam"   Hardik Tosu tua renta dengan suara berwibawa.   "Mulai sekarang engkau menjadi bisu"   "Hah?"   An Lok Kong Cu terperanjat, karena ia langsung tak mampu berbicara lagi.   "Akh Ukh"   "Tosu tua"   Thio Han Liong memberi hormat.   "Sungguh tinggi ilmu sesatmu, tapi tak berguna di hadapanku"   "Anak muda"   Tosu tua renta itu menggeleng-gelengkan kepala.   "Sayang sekali, padahal wajahmu sangat tampan"   "Tosu tua"   Thio Han Liong tersenyum.   "Bolehkah aku tahu siapa engkau?"   "Liang Goan Tosu dari Mao san"   Tosu tua renta itu memberitahukan.   "Mao san Tosu adalah muridku Kenapa engkau begitu kejam menyiksanya?"   "Tosu tua"   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Aku yang kejam atau dia yang jahat?"   "Engkau memusnahkan kepandaiannya, bahkan merampok uangnya juga sungguh jahat engkau"   Sahut Liang Goan Tosu.   "Kami para Tosu dari Mao san, sama sekali tidak pernah mengganggu orang, juga tidak pernah mencampuri urusan rimba persilatan, hanya menekuni ilmu yang diturunkan leluhur Tapi ketika muridku mengobati para penduduk kota, engkau muncul dan memusnahkan kepandaiannya, bahkan juga merampok uangnya oleh karena itu, aku harus menuntut balas"   "Muridmu itu yang memberitahukan begitu?"   Tanya Thio Han Liong.   "Ya."   Liang Goan Tosu mengangguk. Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala. sementara An Lok Kong cu terus mengeluarkan suara "Akh akh ukh ukh"   Seperti gadis bisu. Thio Han Liong menatapnya sambil mengerahkan ilmu Penakluk Iblis, kemudian berkata lembut.   "Adik An Lok, engkau tidak bisu. Mulai sekarang engkau sudah bisa bicara. Ayoh bicaralah"   "Ka.... Kakak Han Liong."   An Lok Kong cu langsung bisa bicara lagi, dan itu sungguh menggirangkannya . Liang Goan Tosu terperanjat, karena tidak menyangka kalau Thio Han Liong memiliki batin yang begitu kuat.   "Anak muda, cukup hebat engkau. Baik, mari kita bertanding ilmu gaib"   Tantang Liang Goan Tosu.   "Tosu tua...."   "Diam"   Bentak Liang Goan Tosu dan mulai mengerahkan ilmu gaibnya.   "Anak muda, engkau telah berdosa maka harus dibakar dengan api"   Mendadak Thio Han Liong melihat api muncul dari bumi membakar dirinya. Maka, cepatlah ia meloncat ke belakang. Namun di mana kakinya menginjak di situ muncul api membakarnya .   "Ha ha ha"   Liang Goan Tosu tertawa gelak.   "Anak muda, engkau pasti terbakar hangus"   An Lok Kong cu tercengang. la tidak melihat api, namun melihat Thio Han Liong meloncat ke sana ke mari.   "Tosu tua"   Thio Han Liong berdiri tegak di tempat, kemudian menghempaskan kakinya tiga kali di bumi seraya berkata.   "Api dari bumi kembali ke dalam bumi"   Sungguh menakjubkan, api itu langsung masuk ke dalam bumi. Air muka Liang Goan Tosu berubah seketika, lalu ditatapnya Thio Han Liong dengan tajam sekali.   "Anak muda, siapa engkau?"   "Namaku Thio Han Liong"   "Engkau menggunakan ilmu apa melawan ilmuku?"   "Aku menggunakan ilmu Penakluk Iblis"   "Hah? Apa?"   Liang Goan Tosu tampak terkejut sekali.   "Engkau telah menguasai ilmu itu?"   "Ya"   Thio Han Liong mengangguk.   "Itu tidak mungkin ..tidak mungkin"   Liang Goan Tosu menggeleng-gelengkan kepala.   "Engkau masih muda, tidak mungkin telah menguasai ilmu yang teramat tinggi itu"   "Tosu tua"   Ujar Thio Han liong sungguh-sungguh.   "Aku memang telah menguasai ilmu itu"   "Orang yang berjiwa polos, berhati bersih dan memiliki batin yang kuat, barulah bisa berhasil mempelajari ilmu Penakluk Iblis itu. Engkau begitu kejam, bagaimana mungkin bisa berhasil...."   "Tosu tua"   Thio Han Liong tersenyum.   "Muridmu itu memfitnahku dan membohongimu. sebetulnya kejadian itu bukanlah seperti apa yang diceritakan muridmu"   "Oh?"   Liang Goan Tosu mengerutkan kening, kemudian menatap Mao san Tosu dengan tajam.   "Engkau membohongiku dengan cerita itu?"   "Guru, aku...."   Wajah Mao san Tosu pucat pasi.   "Jadi benar engkau membohongiku?"   Liang Goan Tosu tampak gusar sekali.   "Ayo jawab"   "Guru, ampunilah aku"   Mao san Tosu langsung berlutut di hadapan Liang Goan Tosu.   "Aku... aku sakit hati terhadap pemuda itu, maka...."   "Aaaah..."   Liang Goan Tosu menghela nafas panjang.   "Anak muda. Aku mohon maaf"   "Tidak apa-apa, Tosu tua"   Thio Han Liong tersenyum.   "Anak muda,"   Tanya Liang Goan Tosu.   "Bagaimana kejadian itu, bolehkah engkau menceritakannya? "   "Ketika kami tiba di kota Cin Lam..."   Tutur Thio Han Liong tentang kejadian itu. Liang Goan Tosu mendengarkan dengan penuh perhatian. wajahnya tampak gusar sekali. seusai Thio Han Liong menutur, Tosu tua itu menatap Mao san Tosu dengan tajam.   "Engkau telah melanggar sumpah maka engkau harus bunuh diri"   Bentak Liang Goan Tosu.   "Guru...."   "Lakukanlah"   "Baik, Guru."   Ketika Mao san Tosu baru mau membunuh diri, tiba-tiba terdengar suara yang amat lembut.   "Engkau tidak usah bunuh diri, cukup bertobat saja"   Itu adalah suara Thio Han Liong menggunakan ilmu Penakluk iblis.   "Aku mau bertobat. Aku mau bertobat...."   "Bagus"   Thio Han Liong tersenyum.   "Mao san Tosu, bangunlah"   Mao san Tosu segera bangkit berdiri. Liang Goan Tosu menghela nafas panjang, kemudian memandang Thio Han Liong seraya bertanya.   "Kenapa engkau menolongnya?"   "Dia sudah tidak bisa melakukan kejahatan lagi, maka harus diampuni,"   Jawab Thio Han Liong.   "Tosu tua, bawa dia pulang dan bimbing dia dengan ilmu kebatinan, agar dia mengamalkan ilmu itu kelak"   "Betul."   Liang Goan Tosu manggut-manggut, kemudian memandang Thio Han Liong dengan kagum sekali.   "Kalau engkau sempat, sudikah engkau mampir di gunung Mao san, tempat tinggalku?"   "Aku tidak berani berjanji. Tapi apabila aku punya waktu, aku akan ke gunung Mao san mengunjungi Locianpwee,"   Jawab Thio Han Liong.   "Terima kasih,"   Ucap Liang Goan Tosu.   "Anak muda, sampai jumpa"   Liang Goan Tosu menarik Mao san Tosu meninggalkan tempat itu. Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu memandang punggung mereka sambil menghela nafas panjang.   "Adik An Lok"   Thio Han Liong memberitahukan.   "   Ilmu gaib Tosu tua itu tinggi sekali. Hanya ilmu Penakluk iblis yang dapat mengalahkan ilmu gaibnya itu."   "Oh?"   Ujar An Lok Kong Cu.   "Untung Tosu tua itu tidak berhatijahat. Kalau dia berhati jahat seperti muridnya...."   "Kalau dia berhati jahat, tentunya ilmu gaibnya tidak akan begitu tinggi,"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sahut Thio Han Liong dan menambahkan.   "Sesungguhnya tadi dia sama sekali tidak berniat jahat terhadapku, melainkan hanya ingin menjajal ilmu gaibku saja."   "oh?"   An Lok Kong cu tersenyum.   "Pantas engkau begitu ramah terhadapnya."   "Adik An Lok"   Thio Han Liong menggandeng tangannya.   "Mari kita melanjutkan perjalanan"   Ajaknya.   An Lok Kong cu mengangguk, Mereka lalu melanjutkan perjalanan kembali ke Kotaraja.   Bukan main girangnya hati An Lok Kong cu, sebab begitu tiba di Kotaraja, ia akan segera menikah dengan Thio Han Liong.   Ketika sampai di sebuah rimba, mendadak Thio Han Liong dan An Lok Kong cu saling memandang, ternyata mereka mendengar suara rintihan.   "Adik An Lok"   Thio Han Liong memberitahukan.   "Itu adalah suara rintihan orang terluka."   "Kalau begitu, mari kita ke sana melihatnya"   Ajak An Lok Kong cu.   "Baik,"   Thio Han Liong mengangguk. Mereka berdua melesat ke arah suara rintihan itu. sampai di sana mereka melihat seorang tua terkapar dan merintihrintih.   "Paman tua"   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mendekatinya.   "Engkau terluka?"   "Anak muda, aku... aku terluka...."   "Siapa yang melukaimu?"   "Aaaah..."   Orangtua itu menghela nafas panjang.   "Ban Tok Lo Mo yang melukaiku."   "Oh?"   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Kenapa dia melukaimu?"   "Dia... dia membunuh anakku. Aku mencarinya untuk membalas dendam, dan dapat menemukannya di sini. Namun aku tak menyangka kalau kepandaiannya sangat tinggi dan dapat melukaiku dengan ilmu pukulan beracunnya."   "Paman tua,"   Ujar Thio Han Liong.   "Jangan khawatir aku akan memeriksa lukamu."   "Terima kasih, Anak muda,"   Ucap orangtua itu.   "Terima kasih...."   Thio Han Liong membungkukkan badannya.   Di saat itulah mendadak orangtua itu mengayunkan tangannya ke arah Thio Han Liong dan An Lok Kong CU, dan tampak bubuk putih mengarah pada mereka.   Betapa terkejutnya Thio Han Liong, namun ia cepat-cepat menyambar An Lok Kong cu sambil meloncat ke belakang.   "He he he"   Orangtua itu tertawa terkekeh-kekeh, lalu melesat pergi.   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu tidak sempat mengejarnya.   Ternyata orangtua itu tidak meninggalkan tempat tersebut, melainkan hanya bersembunyi di balik sebuah pohon.   la menahan nafas sambil mengintip.   "Adik An Lok, engkau tidak apa-apa?"   Tanya Thio Han Liong dengan rasa cemas.   "Aku tidak apa-apa."   Sahut An Lok Kong cu.   "Engkau?"   "Aku pun tidak apa-apa."   Thio Han Liong mengerutkan kening.   "Entah siapa orangtua itu? Dia menyerang kita dengan racun...."   "Kakak Han Liong, bukankah kita kebal terhadap racun apa pun?"   An Lok Kong cu memandangnya .   "Aku lupa."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Tadi aku amat terkejut dan mengkhawatirkanmu, maka aku menyambarmu sekaligus meloncat ke belakang. Kalau aku ingat diri kita kebal terhadap racun apa pun, aku pasti menangkap orangtua itu."   "Bagaimana kita pergi menyusulnya?"   "Percuma,"   Sahut Thio Han Liong.   "Orangtua itu sudah pergi jauh, sebab ilmu ginkangnya cukup tinggi."   "Heran"   Gumam An Lok Kong cu.   "Sebetulnya siapa orangtua itu? Kenapa dia ingin membunuh kita dengan racun?"   "Aku tidak habis pikir dan tidak dapat menduga siapa orangtua itu,"   Ujar Thio Han Liong dengan kening berkerutkerut.   "Sebab wajah orangtua itu amat asing bagiku."   "Kakak Han Liong, mulai sekarang kita harus berhati-hati,"   Ujar An Lok Kong cu.   "Jangan sampai terjebak oleh penjahat."   "Ng"   Thio Han Liong mengangguk.   "Adik An Lok, mari kita melanjutkan perjalanan"   Mereka melanjutkan perjalanan lagi. setelah mereka pergi jauh, barulah orangtua yang bersembunyi di belakang pohon itu menarik nafas lega.   "Heran?"   Gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.   "Aku menyerangnya dengan racun ganas, tapi... mereka kok tidak apa-apa? Mungkinkah mereka kebal terhadap racun?"   Siapa orangtua itu, ternyata adalah samaran Tan Beng song, yang diutus Ban Tok Lo Mo untuk membunuh Thio Han Liong dan An Lok Kong cu.   "Hmm"   Dengus Tan Beng Song.   "Di depan sana masih ada perangkap. mereka pasti akan mampus di dalam perangkap itu He he he..."   Sementara Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu terus melanjutkan perjalanan, mereka pun membicarakan tentang orangtua itu.   "Kakak Han Liong, mungkinkah orangtua itu adalah Ban Tok Lo Mo?"   "Tidak mungkin."   Thio Han Liong menggelengkan kepala.   "Orang itu tampak belum begitu tua, maka aku yakin dia bukan Ban Tok Lo Mo."   "Heran?"   An Lok Kong cu menghela nafas panjang.   "Sebetulnya siapa orangtua itu?"   "Dia menyebut Ban Tok Lo Mo, berarti dia kenal si Iblis Tua itu,"   Gumam Thio Han Liong dengan kening berkerut-kerut.   "Dia ingin membunuh kita, tentunya tahu siapa diri kita. Jadi orangtua itu adalah... Tan Beng song, murid Ban Tok Lo Mo."   "Oh?"   An Lok Kong cu tersentak.   "Orangtua itu adalah murid Ban Tok Lo Mo?"   "Ya."   Thio Han Liong mengangguk.   "Dia pasti menyamar, agar aku tidak mengenalinya."   "Maksudmu wajahnya dirias?"   "Ya."   "Kalau begitu, kita harus berhati-hati,"   Ujar An Lok Kong cu, kemudian bertanya.   "Kakak Han Liong, kejadian itu akan membuatmu batal kembali ke Kota raja?"   "Tentu tidak,"   Thio Han Liong tersenyum.   "Sebab dua hari lagi kita akan tiba di Kota raja, kenapa harus dibatalkan?"   "Oooh"   Lega rasanya hati An Lok Kong cu mendengar itu.   "Terimakasih, Kakak Han Liong."   "Adik An Lok"   Thio Han Liong tersenyum.   "Kenapa engkau berterima kasih kepadaku?"   "Aku.."   Wajah An Lok Kong cu tampak kemerah-merahan.   "Engkau jahat ah"   Mendadak An Lok Kong cu mencubit lengannya, dan itu membuat Thio Han Liong menjerit kesakitan.   "Aduuuh"   "Rasakan"   "Adik An Lok"   Thio Han Liong ingin balas mencubitnya. Tapi An Lok Kong cu langsung berlari ke depan. Thio Han Liong terus mengejarnya, namun mereka justru tidak tahu bahwa ada perangkap di depan sana. Di saat itulah mendadak Thio Han Liong berseru keras.   "Adik An Lok Cepat berhenti, ada sesuatu yang aneh"   An Lok Kong Cu segera berhenti, lalu berbalik menghampiri Thio Han Liong.   "Apa yang aneh?"   "Lihatlah rerumputan di sini"   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Thio Han Liong menunjuk rerumputan yang kelihatan seperti pernah diinjak.   "Kenapa sih?"   An Lok Kong Cu tidak menyadari hal itu.   "Ada apa di sini?"   "Rerumputan itu seperti pernah diinjaki maka aku menjadi curiga,"   Sahut Thio Han Liong.   "Kenapa harus bercuriga?"   An Lok Kong Cu heran.   "Bukankah di sini terdapat binatang liar? Mungkin rerumputan terinjak binatang liar."   "Itu bukan bekas injakan binatang liar."   Thio Han Liong memberitahukan.   "Melainkan bekas injakan kaki orang."   "Mungkin pemburu? "   "Tadi kita bertemu orangtua yang ingin membunuh kita, lalu engkau berpesan kepadaku agar berhati-hati. Nah, kita harus berhati-hati."   Thio Han Liong mengambil beberapa buah batu sebesar kepalan, lalu dilemparkan ke depan. Tak lama setelah batu itu jatuh ke tanah, terjadilah ledakan dahsyat, kemudian asap dan api langsung membumbung tinggi.   "Haaah...?"   Wajah An Lok Kong cu berubah pucat pias seketika.   "Kakak Han Liong...."   "Adik An Lok...."   Thio Han Liong menggenggam tangan An Lok Kong cu erat-erat.   "Kakak Han Liong,"   Bisik An Lok Kong cu dengan suara bergemetar.   "Kita nyaris mati hangus di sana."   "Aaah..."   Thio Han Liong menghela nafas panjang.   "Kalau tadi aku tidak melihat rerumputan itu, kita pasti sudah mati hangus."   "Kakak Han Liong"   An Lok Kong cu menatapnya.   "Hampir saja kita menikah di alam baka."   "Adik An Lok"   Thio Han Liong membelainya.   "Kita masih dilindungi Thian (Tuhan). Menyaksikan itu, aku...."   "Tidak berani berbuat dosa, bukan?"   "Ya."   "Engkau memang tidak pernah berbuat dosa, maka Thian (Tuhan) masih melindungi kita."   "Adik An Lok...."   Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.   "Itu pasti perbuatan Tan Beng song."   "Dia dan gurunya sungguh menghendaki kematian kita. Padahal... kita belum bermusuhan dengan mereka"   "Tapi mereka justru tahu, kalau kita akan membasmi mereka. oleh karena itu, mereka turun tangan lebih dulu."   "Oooh"   An Lok Kong cu manggut-manggut.   "Kalau begitu, kita harus lebih berhati-hati."   "Ng"   Thio Han Liong mengangguk, lalu melanjutkan perjalanan dengan hati-hati sekali. Setelah mereka meninggalkan tempat itu, muncullah seseorang dari balik sebuah pohon. orang itu tidak lain Tan Beng Song, yang menyamar sebagai orangtua.   "Sialan"   Caci nya.   "Mereka masih terhindar dari perangkap itu Tapi kelak mereka pasti mampus di tanganku" -ooo00000ooo- Cu Goan Ciang menyambut kedatangan Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu dengan penuh kegembiraan. Kaisar itu memandang mereka dengan wajah berseri-seri "Ayahanda, kami sudah pulang."   "Yang Mulia"   "Ha ha ha"   Cu Goan Ciang tertawa gembira.   "Syukurlah kalian sudah pulang dengan selamat Duduklah"   Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu duduk, kemudian An Lok Kong Cu menutur semua yang mereka alami. Cu Goan Ciang mendengarkan dengan mata terbelalak, lalu menarik nafas dalam-dalam.   "Rimba persilatan memang begitu, bunuh membunuh dengan berbagai cara. Kini kalian sudah pulang, maka legalah hatiku."   "Terima kasih atas perhatian Ayahanda,"   Ucap An Lok Kong Cu.   "Nah"   Cu Goan Ciang menatap mereka dalam-dalam seraya berkata.   "Sudah saatnya kalian menikahi jangan ditunda-tunda lagi"   "Ya,"   Sahut An Lok Kong Cu dan Thio IHan Liong serentak.   "Bagaimana menurut kalian, perlukah aku menyelenggarakan pesta besar-besaran dan semeriahmeriahnya? "   "Tidak perlu,"   Jawab Thio Han Liong.   "Kami sudah bersepakat untuk menikah dengan cara yang paling sederhana, tidak ada pesta, musik maupun tarian apa pun."   "Oh?"   Cu Goan ciang menatap putrinya seraya bertanya.   "Setujukah engkau?"   "setuju."   An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum.   "Itu merupakan contoh yang baik untuk para pejabat tinggi istana. Kalau kita tidak berfoya-foya, tentunya mereka pun tidak berani berfoya-foya pula."   "Bagus, bagus"   Cu Goan ciang tertawa terbahak-bahak.   "Tapi biar bagaimana pun, aku harus mengundang para pejabat tinggi dalam istana. Kalian jangan menolak"   "Ya, Ayahanda."   An Lok Kong cu mengangguk.   "Kalau begitu..."   Pikir Cu Goan ciang dan melanjutkan.   "Lusa kalian harus menikah."   An Lok Kong cu memandang Thio Han Liong dengan wajah agak kemerah-merahan, dan agak malu-malu.   "Terimakasih, Yang Mulia,"   Ucap Thio Han Liong.   "Ha ha ha"   Cu Goan ciang terus tertawa gembira.   "Ha ha ha..."   Malam harinya, Thio Han Liong dan An Lok Kong cu duduk berdampingan di taman bunga. Wajah mereka tampak berseriseri.   "Adik An Lok,"   Tanya Thio Han Liong.   "Engkau merasa keberatan kita menikah dengan cara sederhana?"   "Aku tidak mempermasalahkan itu,"   Sahut An Lok Kong cu sungguh-sungguh.   "Yang penting kita saling mencinta dan hidup bahagia selama-lamanya."   "Betul"   Thio Han Liong manggut-manggut.   "Itu yang paling denting bagi kita, bukan pesta yang meriah."   "Kakak Han Liong,"   Tanya An Lok Kong Cu dengan suara rendah.   "Kalau aku sudah menjadi nenek-nenek, apakah engkau masih tetap mencintaiku?"   "Ha ha ha"   Thio Han Liong tertawa mendadak.   "Eh?"   An Lok Kong Cu tercengang.   "Kenapa engkau tertawa?"   "Adik An Lok, kalau engkau sudah menjadi nenek-nenek tentunya aku pun sudah menjadi kakek-kakek,"   Sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Aku tetap mencintaimu."   "Kakak Han Liong...."   An Lok Kong Cu langsung mendekap di dadanya.   "Aku bahagia sekali."   "Sama-sama,"   Sahut Thio Han Liong sekaligus membelainya.   "Aku pun bahagia sekali."   "Kita tinggal di istana sekitar sepuluh hari, setelah itu barulah kita pergi ke pulau Hong Hoang To. Bagaimana?"   "Aku setuju."   "Terimakasih, Kakak Han Liong."   Hari itu Thio Han Liong dan An Lok, Kong Cu melangsungkan pernikahan.   sesuai dengan apa yang dikatakan cu Goan ciang, maka yang diundang hanya beberapa pejabat tinggi dalam istana.   Walau sederhana pernikahan itu, namun amat semarak dan bahagia.   Para pejabat tinggi dalam istana tak henti-hentinya memuji Thio Han Liong, sehingga membuat Cu Goan ciang terus tertawa gembira.   "Ha ha ha Aku sungguh gembira sekali hari ini, karena putriku menikah dengan Han Liong"   "Yang Mulia,"   Ujar salah seorang pejabat tinggi.   "Tak disangka Yang Mulia akan berbesan dengan pendekar besar Thio Bu Ki.Mari kita bersulang untuk itu Ha ha ha..."   Mereka mulai bersulang lagi sambil tertawa, sedangkan An Lok Kong cu tersenyum malu-malu. Berselang beberapa saat kemudian, para penjabat tinggi itu berpamit. setelah itu, cu Goan ciang berkata sambil tersenyum.   "Kalian boleh kembali ke istana An Lok. Nikmatilah hari pernikahan kalian"   "Ya, Ayahanda."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Ya, Yang Mulia."   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berjalan ke istana An Lok, sedangkan cu Goan ciang masih tertawa gembira.   "   Dik An Lok..."   Bisik Thio Han Liong setelah berada di dalam kamar.   "Engkau merasa bahagia?"   "sungguh bahagia sekali,"   An Lok Kong cu mengangguk.   "Engkau?"   "Juga bahagia sekali,"   Sahut Thio Han Liong sambil menatapnya lembut dan mesra.   "Hari ini adalah hari pernikahan kita. Walau tanpa musik dan carian, namun amat semarak dan bahagia."   "Benar oh ya, para pejabat tinggi itu terus memujimu. Itu... membuat aku merasa bangga sekali."   "Oh?"   Mendadak Thio Han Liong memeluknya erat-erat, kemudian mengecup bibirnya.   "Kakak Han Liong...."   "Ng?"   "Mulai sekarang, setiap hari engkau harus memelukku dan... mengecup bibirku"   "Baik,"   Thio Han Liong mengangguk.   "Aku pasti memelukmu sambil tidur. Boleh kan?"   "Tentu boleh."   An Lok Kong cu tersenyum manis.   "Dan jangan lupa mengecup bibirku"   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu berdiri di dekat taman bunga. Ketika mereka menikmati keindahan bunga yang baru mekar, tiba-tiba muncul Lie Wie Kiong menghampiri mereka, kemudian memberi hormat sambil melapor.   "Putri Hui mengantar upeti untuk kaisar, dan ingin bertemu Kong cu."   "Dia tahu aku berada di dalam istana?"   Tanya An Lok Kong cu.   "Tidak tahu. Katanya ingin bertemu Cu An Lok, maka Yang Mulia menyuruhku ke mari untuk melapor.   "jawab Lie Wie Kiong pemimpin pengawal istana.   "Baik,"   An Lok Kong cu mengangguk.   "Aku dan Kakak Han Liong akan sebera ke sana."   "Ya, Kong cu."   Lie Wie Kiong memberi hormat lagi, lalu meninggalkan istana An Lok itu.   "Kakak Han Liong, tak disangka putri Hui itu ke mari mengantar upeti,"   Ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.   "Mari kita temui"   Thio Han Liong mengangguk, mereka berdua lalu berjalan ke ruang tamu istana kaisar.   Kemunculan Thio Han Liong dan An Lok Kong cu di ruang tamu itu, justru membuat Dewi Kecapi Putri Hui terbelalak.   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu memberi hormat kepada Cu Goan ciang, setelah itu barulah mereka memandang Dewi Kecapi yang duduk bersama para pengawalnya.   "Dewi Kecapi Apa kabar?"   Tanya An Lok Kong cu.   "Engkau...."   Dewi Kecapi menatapnya dengan mata tak berkedip.   "Engkau An Lok Kong cu?"   "Ya."   An Lok Kong cu mengangguk sambil tersenyum lembut.   "Dewi Kecapi, aku tidak menyangka kalau engkau ke mari mengantar upeti."   "An Lok Kong cu...."   Dewi Kecapi tertawa gembira.   "Han Liong...."   "Dewi Kecapi,"   Ucap Thio Han Liong.   "Selamat bertemu"   "Han Liong...."   Dewi Kecapi memandangnya sambil tersenyum.   "Kita berjumpa di sini."   An Lok Kong cu memberi hormat kepada Cu Goan ciang, kemudian berkata.   "Ayahanda, perbolehkanlah Ananda mengajak Dewi Kecapi ke istana An Lok Kami ingin bercakap-cakap. sebab Ananda dan Kakak Han Liong adalah teman baiknya."   "Silakan, silakan"   Cu Goan ciang manggut-manggut.   "Terima kasih, Ayahanda,"   Ucap An Lok Kong cu, lalu bersama Thio Han Liong mengajak Dewi Kecapi ke istana An Lok. sampai di istana itu, Dewi Kecapi menengok ke sana ke mari dengan kagum sekali.   "Sungguh indah tempat ini"   Ujarnya.   "Ini adalah istana An Lok, tempat tinggalku."   An Lok Kong cu memberitahukan.   "Oh?"   Dewi Kecapi terbelalak.   "Pantas engkau mengajakku ke mari, ternyata istana ini tempat tinggalmu"   "Engkau menyukai tempat ini?"   Tanya An Lok Kong Cu.   "Suka sekali,"   Sahut Dewi Kecapi.   "Di tempat tinggalku hanya tenda dan gurun pasir, tiada pemandangan yang sedemikian indah."   "Dewi Kecapi,"   Tanya An Lok Kong cu.   "Bagaimana kalau engkau tinggal di sini beberapa hari?"   "Itu..."   Wajah Dewi Kecapi berseri.   "Apakah tidak akan mengganggumu?"   "Tentu tidak,"   Sahut An Lok Kong cu.   "Sebaliknya aku malah merasa senang sekali."   "Kalau begitu...."   Dewi Kecapi berpikir sejenaki kemudian manggut-manggut.   "Baiklah."   "Dewi kecapi"   An Lok Kong cu memandangnya serada bertanya.   "Engkau sudah punya kekasih?"   "Ng"   Dewi Kecapi mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.   "Syukurlah"   Ucap An Lok Kong cu sambil tersenyum.   "Kami mengucapkan selamat kepadamu."   "Terimakasih,"   Sahut Dewi Kecapi.   "Oh ya, kalian sudah menikah?"   "Kemarin dulu kami menikah."   An Lok Kong cu memberitahukan.   "Kalau kemarin dulu engkau ke mari, tentunya dapat menyaksikan pernikahan kami."   "Sayang sekali."   Dewi Kecapi menggeleng-gelengkan kepala.   "Kami terlambat tiba di sini."   "Dewi Kecapi,"   Tanya Thio Han Liong sambil tersenyum.   "Dimana engkau bertemu pemuda idaman hatimu itu?"   "Dia adalah pemuda Hui juga. Hanya saja beberapa tahun yang lalu dia pergi merantau, akhirnya berguru pada seorang pertapa sakti. Beberapa bulan lalu dia pulang, kebetulan bertemu aku. Karena iseng maka aku menantangnya bertanding..."   Tutur Dewi Kecapi.   "Kami bertanding seri, itu membuatku kagum sekali. sejak itu kami pun menjadi teman, dan kini kami saling mencinta."   "Kok dia tidak ikut kemari?"   Tanya An Lok Kong cu.   "Dia tidak sempat, karena harus mengurusi ini dan itu,"   Sahut Dewi Kecapi sambil tersenyum.   "Bulan depan kami akan melangsungkan pernikahan, maka jika kalian sempat, hadirlah"   "Ya."   An Lok Kong cu mengangguk.   Dewi Kecapi menginap beberapa malam di istana An Lok, setelah itu barulah kembali ke daerah Hui.   Thio Han Liong dan An Lok Kong cu mengantarnya sampai di depan istana.   Betapa terharunya Dewi Kecapi atas kebaikan dan keramahan mereka berdua.   setelah Dewi Kecapi dan para pengawalnya berangkat, Thio Han Liong dan An Lok Kong Cu pergi menghadap Cu Goan ciang.   "Ha ha ha"   Cu Goan ciang tertawa gelak "Tak kusangka kalian adalah teman baik Putri Hui itu"   "Tapi dia tidak tahu ananda adalah An Lok Kong cu."   Anak Naga Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Oooh"   Cu Goan ciang manggut-manggut.   "Pantas dia bertanya kepadaku, di mana tempat tinggal Cu An Lok? Ha ha ha..."   "Ayahanda,"   Ujar An Lok Kong cu.   "Kami ingin ke pulau Hong Hoang To."   "Itu memang harus,"   Sahut Cu Goan ciang.   "Tapi jangan sekarang, tunggu beberapa hari lagi"   "Ya, Ayahanda."   An Lok Kong cu mengangguk.   "Kami mohon diri kembali ke istana An Lok."   "Baik."   Cu Goan ciang manggut-manggut sambil tersenyum.   An Lok Kong Cu dan Thio Han Liong memberi hormat, lalu kembali ke istana An Lok.   Mereka berdua sama sekali tidak tahu, bahwa dalam rimba persilatan akan terjadi sesuatu yang amat menggemparkan.   Bab 70 Ketua Hwa san Pay Dan Ketua Khong Tong Pay Tewas Di dalam kuil tua yang terletak di gunung Wu san, tampak Ban Tok Lo Mo clan muridnya sedang bercakap-cakap dengan serius sekali.   "Engkau memang tidak becus"   Caci Ban Tok LoMo.   "Racun yang begitu ganas tidak membinasakan Thio Han Liong dan kekasihnya itu, bahkan mereka dapat meloloskan diri dari perangkap itu Cara bagaimana engkau mengatur perangkap itu? Dasar goblok"   "Guru"   Tan Beng song menundukkan kepala.   "Mereka berdua kebal terhadap racun. cara bagaimana mereka berdua bisa lolos dari perangkap itu, aku pun tidak habis pikir."   "Eng kau memang gobLok, Ban Tok Lo Mo menudingnya.   "Sudah berusia setengah abad, tapi tak punya otak sama sekali"   "Guru, aku justru terus berpikir...."   "Berpikir apa?"   "Kita tidak perlu mengusik Thio Han Liong dan kekasihnya, lebih baik kita menyorot ke arah tujuh partai besar itu."   "Tapi...."   Ban Tok Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala.   "Thio Han Liong dan kekasihnya justru merupakan halangan bagi kita. Kalau kita tidak turun tangan lebih dulu membunuh mereka, niscaya mereka akan menghalang-halangi rencana kita."   "Guru, kini mereka sudah kembali ke Kota raja. Kemungkinan besar mereka tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan lagi."   "Oh?"   Ban Tok Lo Mo mengerutkan kening.   "Itu bagaimana mungkin?"   "Guru,"   Ujar Tan Beng song sambil tersenyum.   "Kalau kita tidak mengganggu Bu Tong Pay, mereka pasti tidak akan mengusik kita."   "Ngmm"   Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.   "Ternyata engkau punya otak juga, tidak salah perkataanmu barusan. Lalu apa tindakan kita? Apakah engkau mempunyai ide?"   "Bukankah Guru ingin jadi jago yang tanpa tanding?"   "Betul."   "Karena itu, kita harus membunuh beberapa ketua partai besar,"   Ujar Tan Beng song dan menambahkan.   "Selama ini kita cuma membunuh para muridnya, kini kita harus membunuh ketua partai. Itu pasti menggemparkan dunia persilatan, dan sudah barang tentu nama Guru akan membumbung tinggi."   "Kalau begitu..,"   Tanya Ban Tok Lo Mo.   "Kita harus turun tangan terhadap partai mana?"   "Hwa san pay dan Khong Tong pay,"   Sahut Tan Beng song memberitahukan.   "Kedua partai itu agak lemah, gampang bagi Guru membunuh ketuanya."   "Tidak salah."   Ban Tok Lo Mo manggut-manggut.   "setelah itu apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"   "Itu adalah urusan nanti, maka dibicarakan nanti saja."   "Ha ha ha"   Ban Tok lo Mo tertawa gelak.   "Baik, mari kita berangkat ke Hwa san Pay Ha ha ha..."   Hari itu ketua Hwa san Pay bercakap-cakap dengan beberapa murid handalnya di ruang depan. Ternyata mereka sedang membicarakan situasi dunia persilatan.   "Ban Tok Lo Mo dan muridnya itu sungguh memusingkan kaum rimba persilatan golongan putih,"   Ujar salah seorang murid.   "Setelah membunuh, mereka berdua menghilang entah ke mana."   "Aaaah..."   Ketua Hwa san Pay menghela nafas panjang.   "Aku justru merasa heran, kenapa siauw Lim Pay diam saja?"   "Siauw Lim Pay memang tidak bisa bertindak, sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya bermain kucing-kucingan dengan tujuh partai besar. Kalau pun pihak siauw Lim Pay mengundang para ketua partai untuk berunding, itu pun percuma,"   Ujar murid tertua sambil menggeleng gelengkan kepala.   "Sebab Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak akan muncul menantang. Mungkin karena itu maka pihak Siauw Lim Pay diam saja."   "Itu memang masuk akal."   Ketua Hwa sanpay manggutmanggut.   "Selama ini Ban Tok Lo Mo dan muridnya tidak pernah menantang partai yang manapun, hanya membunuh secara diam-diam."   "Tapi biar bagaimanapun, kita harus bersiap-siap."   Ujar murid tertua sambil mengerutkan kening.   "Aku khawatir sewaktu-waktu Ban Tok Lo Mo dan muridnya akan menyerbu kita."   Bagian 36   "Benar."   Ketua Hwa San mengangguk perlahan.   "Kita semua harus bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan, tidak boleh lengah sama sekali."   "Guru"   Murid kedua memberitahukan.   "Belum lama ini, dalam rimba persilatan telah muncul seorang pendekar wanita yang cantik jelita, yang ke mana-mana pasti pakai tandu digotong empat lelaki kekar. Dia setalu membunuh para penjahat, sehingga para penjahat amat takut kepadanya."   "oh? Siapa pendekar wanita itu?"   "Tiada seorang rimba persilatan mengetahui namanya, hanya tahu julukannya saja."   Murid kedua melanjutkan.   "Julukannya adalah Lian Hoa Nio cu."   "Lian Hoa Nio cu?"   Ketua Hwa San tercengang.   "Aku kok belum pernah mendengarnya?"   "Dia baru muncul di rimba persilatan, maka Guru tidak pernah mendengar julukannya"   "Bagaimana ilmu silatnya?"   Tinggi sekali."   "Lian Hoa Nio cu itu berasal dari perguruan mana?"   "Tidak tahu."   "Heran?"   Gumam Ketua Hiwa San Pay.   "Mungkinkah dia bukan berasal dari Tionggoan?"   "Maksud Guru Lian Hoa Nio cu berasal dari Kwan Gwa (Luar perbatasan)?"    Beruang Salju Karya Sin Liong Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini