Ceritasilat Novel Online

Beruang Salju 15


Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 15


Beruang Salju Karya dari Sin Liong   Ko Tie telah mengawasi Swat Tocu beberapa saat lamanya, sampai akhirnya anak ini telah berkata lagi dengan sikap yang ragu-ragu.   "Paman ada sesuatu yang ingin kutanyakan pada paman. Entah boleh kutanyakan atau tidak dan kau akan marah atau tidak, paman?"   "Mengapa aku harus marah? Pertanyaan apa yang ingin kau ajukan?"   Tanya Swat Tocu sambil tertawa lebar.   "Nah, kau tanyalah, jika memang mengetahui tentu aku akan menjawab dengan sebenarnya."   "Paman, sesungguhnya..... sesungguhnya, apakah paman mengajakku selalu bersamamu?"   Tanya Ko Tie. maksud Swat Tocu tidak segera menyahuti, dia menunduk memandang pada pakaiannya yang diperhatikan sesaat lamanya, kemudian baru mengangkat kepalanya mengawasi Ko Tie. Tanyanya.   "Ko Tie, kau lihat pakaianku ini?"   Ko Tie mengangguk.   "Tentu engkau melihat aku berpakaian seperti ini yang tidak karuan macam, tentunya kau beranggapan bahwa aku seorang yang tidak mempunyai harta dan benda seorang yang miskin, dan juga sampai pakaian saja tidak ada. Itukah yang memberatkan hatimu selama ini untuk ikut bersamaku?"   Ko Tie menggeleng.   "Bukan!"   Sahutnya.   "Aku hanya tidak mengetahui mengapa paman justru mengajakku bersama-sama denganmu, sedangkan tampaknya paman tengah memiliki urusan yang penting di istananya pangeran Ghalik!"   Swat Tocu tersenyum.   "Memang aku telah datang kembali ke istananya pangeran Ghalik ingin menghajar si pendeta gundul yang menjadi Koksu negara. Dia memang memiliki kepandaian yang tinggi dan ilmu andalan yang agak aneh, namun sayangnya kurang latihan, di mana ilmunya yang luar biasa itu belum dilatih sempurna."   "Apakah paman bermusuhan dengannya?"   Tanya Ko Tie.   "Tidak!"   Swat Tocu menjawab.   "Aku hanya ingin mengetahui berapa tinggi kepandaian yang dimiliki Koksu itu! Dan sesungguhnya aku memang tidak mempunyai urusan lainnya lagi, karena itu, melihat kau, aku jadi tertarik dan membawamu serta. Apa kau tidak senang dengan maksudku hendak mengajakmu pesiar ke sebuah tempat yang indah, yang tidak mungkin dilihat oleh sembarangan orang?!"   "Paman hendak mengajakku pesiar ke suatu tempat yang indah? Tempat apakah itu, paman?"   Tanya Ko Tie.   "Hmm nanti akan kujelaskan!"   Kata Swat Tocu. Dan waktu itu mukanya telah berubah keren sekali, Swat Tocu juga menggeser duduknya jadi tegak menghadapi Ko Tie dengan tatapan mata yang tajam sekali, bagaikan dari bola matanya itu memancar kilatan api.   "Sekarang kau katakan yang jujur, jika ada orang yang pandai dan memiliki kepandaian tinggi yang hendak mengambil kau sebagai muridnya untuk dididik agar kau menjadi seorang yang berguna dan memiliki kepandaian yang tinggi, apakah kau bersedia menerima maksud baik orang itu atau memang akan menolaknya?"   Ko Tie bingung menghadapi pertanyaan seperti itu, dia telah mengawasi Swat Tocu beberapa saat, sampai akhirnya dia telah menundukkan kepalanya.   "Aku..... aku seorang anak yang berasal dari keluarga miskin dan juga tidak memiliki sanak saudara...... sebagai anak yatim piatu apakah bisa memiliki keberuntungan sebagai itu?!" "Hmmm, kau bukannya menjawab pertanyaanku, malah mengoceh yang tidak-tidak!"   Kata Swat Tocu.   "Sekarang kau jawab dulu pertanyaanku!"   Ko Tie bersenyum, katanya.   "Tentu saja aku akan berterima kasih sekali jika ada orang yang menaruh kasihan dan sayang padaku seperti itu..... Perhatian yang diberikannya tentu saja harus dihargai!"   Swat Tocu tersenyum, tampaknya dia puas oleh jawaban yang diberikan Ko Tie.   "Baiklah, sekarang kau jawab pertanyaanku!"   Kata Swat Tocu.   "Apakah kau bersedia untuk menjadi muridku?!"   "Apa...... apa paman?"   Tanya Ko Tie kemudian dengan suara tergagap.   "Aku bertanya kepadamu, apakah engkau bersedia menjadi muridku?"   Ko Tie memang cerdik, tapi walaupun dia mengetahui Swat Tocu adalah tokoh persilatan yang memiliki kepandaian yang tinggi sekali, dia juga pernah menyaksikan Yo Him bersikap hormat sekali pada Swat Tocu, dan biarpun telah sanggup menerima tiga jurus serangan Swat Tocu, tokh Yo Him sesungguhnya berada di bawah tingkat kepandaian Swat Tocu.   Sekarang Swat Tocu hendak mengangkat dirinya menjadi murid bukankah hal itu menggmbirakan sekali? Namun yang membuat Ko Tie jadi berat perasaannya, yaitu dia belum bertemu dengan Yo Him.   Swat Tocu mengawasi tajam pada anak ini dia melihat anak itu hanya bengong saja, tidak menjawab pertanyaannya, maka akhirnya Swat Tocu telah bertanya.   "Bagaimana? Apakah engkau menerima tawaranku itu?"   Ko Tie akhirnya mengangguk, tahu-tahu dia telah menekuk kakinya berlutut di hadapan Swat Tocu, katanya.   "Jika memang paman memandangku demikian tinggi, tentu saja aku berterima kasih sekali. Sedangkan untuk meminta saja agar diterima menjadi muridmu aku tidak berani....., tapi paman sekarang telah menawarkan. Bukankah itu merupakan suatu yang sangat sulit sekali untuk dibalas walaupun sampai menjelang akhir hidupku?!"   "Ha, engkau bicara seperti seorang kakek-kakek saja!"   Kata Swat Tocu.   "Ayo bangun! Ayo bangun! Akupun menyukaimu, maka jika engkau bersedia menjadi muridku tentu aku senang menerima kau menjadi muridku!"   Ko Tie telah bangun dari berlututnya, dia berkata dengan raguragu.   "Tadi paman telah mengatakan bahwa untuk selamanya bersama denganmu seorang aku harus memiliki syarat-syarat tertentu, syarat pertama telah paman sebutkan lalu syarat-syarat apa lagi yang lainnya?"   "Hmm, itulah syarat-syarat yang mengharuskan seorang anak memiliki bakat yang baik, tulang yang baik dan sebagai seorang Sin-tong. Disamping itu juga, harus memiliki kecerdasan yang baik, dapat menghormati guru sebagai pengganti orang tua, tidak boleh membantah perkataan guru, tidak boleh mengkhianati pintu perguruannya.   "Dan jika memang melanggar salah satu dari larangan yang telah kusebutkan itu, maka murid itu tentu akan menerima hukuman yang berat. Untuk urusan lainnya, mengenai tidak boleh melakukan tindak kejahatan, belum kau mengerti walau kujelaskan di sini, maka jika kelak kau sudah lebih dewasa, aku akan menyebutkannya satu demi satu lebih terperinci."   Ko Tie mengangguk.   "Jika memang demikian syarat-syarat yang paman katakan itulah demi kebaikan,"   Kata Ko Tie kemudian.   "Ya, memang begitu maksudnya!"   Menyahuti Swat Tocu.   "Lalu, kau bersedia untuk mematuhi semua syarat-syarat itu?!"   Ko Tie mengangguk dan berlutut lagi, dia memanggil.   "Suhu!"   Dan anak itu telah mengangguk-anggukkan kepalanya sembilan kali. Waktu itu, Swat Tocu telah mengangkat Ko Tie agar berdiri, katanya.   "Mulai sekarang kau telah menjadi muridku dan kaupun akan mewarisi kepandaianku! Seumur hidupku belum pernah menerima murid. Jadi engkau merupakan muridku yang pertama juga yang terakhir sebab memang aku hanya menghendaki seorang murid tunggal belaka! "Secara kebetulan sekali aku menemukan bahan yang baik seperti kau, maka aku puas! Asal kau harus rajin-rajin dan tekun belajar, dan kita akan kembali ke pulauku, di sana kita akan hidup dengan tenang dan kau bisa mempelajari ilmu silat yang akan kuwarisi sebaik mungkin......!"   Ko Tie mengucapkan terima kasihnya dan juga berjanji akan belajar dengan rajin.   Sedangkan Swat Tocu telah berdiri, dia memberikan isyarat kepada biruang saljunya yang menghampirinnya.   Kemudian Ko Tie diangkat oleh Swat Tocu, di mana anak tersebut telah didudukkan di punggung biruang salju itu.   "Mari kita meneruskan perjalanan kita untuk mencapai pulau tempat kediamanku, mungkin akan memakan waktu perjalanan selama dua bulan lebih......"   Ko Tie yang duduk di punggung biruang salju telah mengiyakan.   Dan waktu Swat Tocu berlari dengan cepat, kala itu biruang salju itupun telah berlari dengan gesit mengikuti dari belakangnya.   Begitulah, Swat Tocu telah melakukan perjalanan dengan mengajak biruang salju dan Ko Tie untuk kembali ke pulau tempat kediamannya, di mana Swat Tocu memang bermaksud untuk mendidik Ko Tie agar anak itu telah kelak menjadi seorang pendekar yang memiliki kepandaian yang tinggi dan sakti......   Y Sepanjang perjalanan yang dilakukan olah pangeran Ghalik ternyata tidak selancar apa yang diduga sebelumnya, karena mereka selalu menemui berbagai kejadian yang menghambat perjalanan mereka.   Seperti pada waktu itu, rombongan pangeran Ghalik, yang terdiri Hek Pek Siang-sat, Sasana, Yo Him dan enam orang pahlawan pangeran Ghalik tengah beristirahat di sebuah rumah penginapan di kota Kiu-san-kwan.   Kota itu memang tidak terlalu besar, namun cukup penting, karena banyak para pedagang dari daerah Ho-pak dan Ho-lam yang ingin menuju ke Siam-say harus melewati daerah tersebut.   Memang terdapat jalan lain, yang lebih jauh dan harus memutar, disamping itu jalur jalan yang satu itu pun tidak aman sering terjadi perampokan.   Karena itu, banyak sekali para pedagang yang memilih jalur jalan di kota Kiu-san-kwan sebagai jalur lintas mereka yang lebih dekat dan aman.   Dengan demikian, jelas betapa kota itu selalu kebanjiran para pengunjung yang terdiri dari para pedagang keliling maupun juga para pelancong yang ingin pesiar ke berbagai daerah yang berdekatan.   Pangeran Ghalik sendiri telah berpakaian sebagai rakyat jelata untuk menghindarkan perhatian dari orang di sepanjang jalan.   Terlebih lagi perjalanan menuju ke kota raja memang dilakukan mereka dengan cepat, jika tidak perlu tentu mereka tidak beristirahat.   Kalau memang kuda-kuda mereka telah lelah dan juga para penunggangnya itupun letih sekali, barulah mereka singgah di suatu tempat untuk beristirahat.   Adalah keinginan pangeran Ghalik, untuk tiba di kotaraja dalam waktu yang secepat-cepatnya, agar dapat melaporkan segalanya peristiwa yang terjadi pada Kaisar.   Yang terutama sekali pangeran Ghalik kuatir kalau Tiat To Hoat-ong dapat tiba terlebih dulu di kota raja, sehingga Koksu itu bisa lebih dulu memberikan laporan palsu memfitnah pangeran Ghalik.   Di kota Kiu-san-kwan mereka beristirahat di sebuah rumah penginapan yang cukup bagus bertingkat dua.   Mereka mengambil empat buah kamar.   Pangeran Ghalik bersama para pengiringnya yang terdiri dari Hek Pek Siang-sat mengambil sebuah kamar yang besar, sedangkan Yo Him memperoleh sebuah kamar dan Sasana pun sebuah kamar.   Sedangkan ke enam orang pahlawannya pangeran Ghalik memperoleh sebuah kamar juga.   Mereka bermaksud untuk bermalam satu malaman di kota ini untuk melepaskan lelah karena besok menjelang fajar mereka segera akan melanjutkan perjalanan mereka.   Namun malam itu telah terjadi suatu peristiwa.   Waktu itu pangeran Ghalik dan Hek Pek Siang-sat belum lagi tidur, dan mereka tengah merundingkan untuk menghadapi Tiat To Hoat-ong, jika memang kelak mereka telah berdekatan dengan kota raja, karena pangeran Ghalik yakin, Tiat To Hoat-ong pasti akan menempatkan orangorangnya untuk menghadang mereka di tengah jalan.   Waktu pangeran Ghalik tengah membicarakan segala sesuatu rencananya itu untuk menghadapi Tiat To Hoat-ong, di luar rumah penginapan terdengar suara tambur yang dipukul nyaring sekali.   Seorang pelayan telah mengetuk pintu kamar pangeran Ghalik.   "Apakah toaya bisa memberitahukan bersama kalian terdapat pangeran Ghalik?"   Pelayan itu bertanya waktu Pek Siang-sat membuka pintu kamar. Muka Pek Siang-sat jadi berubah, dia terkejut dan heran pelayan itu mengetahui bersamanya ada pangeran Ghalik. "Siapa kau?"   Bentak Pek Siang-sat sambil menjambak baju di dada si pelayan yang dicengkeramnya dengan kuat.   "Darimana kau mengetahui bersama kami ada pangeran Ghalik?"   "Ampun Toaya..... aku... aku hanya diperintah oleh taijin di bawah itu...... Taijin itu mengaku dirinya datang dari istana Kaisar di kotaraja mencari pangeran Ghalik."   Muka Pek Siang-sat jadi berubah, dia melepaskan cengkeramannya.   Kemudian menutup pintu kamar melaporkan segalanya pada pangeran Ghalik.   Pangeran Ghalik sendiri jadi heran dan kaget.   Heran karena adanya utusan Kaisar yang datang mencarinya, sehingga dia ingin menduga apakah Kaisar telah menerima laporan Tiat To Hoatong? Dan juga dia kaget karena menduga tentunya utusan Kaisar itu tidak mengandung maksud baik padanya.   Jika memang utusan Kaisar itu datang untuk menyambut dirinya atas perintah Kaisar, jelas akan membawa pasukan dan penyambutan tidak dilakukan di rumah penginapan seperti sekarang ini.   "Pergi kau tanyakan dulu siapa pembesar yang menjadi utusan Kaisar!"   Kata pangeran Ghalik kemudian pada Pek Siang-sat.   Pek Siang-sat mengiyakan, segera dia meninggalkan kamar itu.   Sedangkan Hek Siang-sat telah bersiap-siap berdiri di samping pangeran Ghalik, untuk menjaga segala kemungkinan guna melindungi junjungannya ini kalau terjadi hal yang tidak diinginkan.   Sedangka keenam pahlawannya pangeran Ghalik telah mendengar ribut-ribut, segera keluar dari kamar mereka.   Dan juga mereka telah bersiap-siap berdiri di samping junjungan mereka.   Untuk menjaga suatu kemungkinan yang tidak mereka inginkan.   Pangeran Ghalik telah menoleh kepada salah seorang pahlawannya itu, katanya.   "Pergi kau memanggil Kuncu dan Yo kongcu!"   Pahlawan itu mengiyakan, dia pergi memanggil Sasana dan Yo Him, yang telah datang dengan cepat. Belum lagi pangeran Ghalik sampai menceritakan suatu apapun pada Sasana, Pek Siang-sat telah kembali dengan wajah yang guram.   "Yang datang berkunjung Sim Thaykam dari istana, pangeran!"   Melapor Pek Siang-sat.   Muka pangeran Ghalik berubah.   Sim Thaykam atau, orang kebiri she Sim itu, yang biasanya dipanggil dengan sebutan Sim Kongkong merupakan Thaykam yang selalu mendampingi kaisar dan juga orang kepercayaan Kaisar.   Sekarang thaykam itu menemuinya di rumah penginapan, inilah urusan luar biasa dan jarang terjadi.   "Malah..... Sim Thaykam..... membawa firman!"   Melapor Hek Siang-sat lebih jauh.   "Hmm membawa firman?"   Tanya perasaannya semakin tidak tenang. pangeran Ghalik yang Pek Siang-sat membenarkan.   "Sim Thaykam perintahkan agar pangeran segera keluar menyambut firman!"   Kata Pek Siang-sat lebih jauh. Pangeran Ghalik menghela napas, kemudian dia menggumam.   "Hmm, jika dilihat demikian, tentunya Tiat To Hoat-ong telah mendahului kita tiba di kotaraja.....!"   Tetapi pangeran Ghalik dengan langkah lebar telah keluar dari kamar itu.   Ketika dia tiba di ruang bawah, benar saja dilihatnya Sim Thaykam tengah berdiri megah dengan sikap yang keagung-agungan, di pinggir kiri kanannya tampak dua orang Thaykam muda yang masing-masing memegang sebuah tambur berukuran tidak begitu besar.   Pangeran Ghalik segera menghampiri Thaykam itu, dia telah membungkukkan tubuhnya menjura kepada Sim Thaykam, katanya.   "Ada perintah apakah dari Kaisar sampai Sim Kong-kong menemuiku ke mari?"   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tetapi muka Sim Thaykam tetap dingin karena dia hanya memperlihatkan senyuman ketus dan matanya memandang tajam sekali.   Berbeda dengan sebelumnya, di mana Sim Thaykam sangat menghormati pangeran Ghalik.   Karena jika ingin dibandingbandingkan, pangkat Sim Thaykam tidak berarti banyak buat seorang pangeran yang memiliki kekuasaan yang sangat besar terhadap angkatan Perang Mongolia seperti pangeran Ghalik.   "Apakah kau tidak mau segera berlutut untuk menerima firman Kaisar?!"   Bentak Sim Thaykam dengan suara yang dingin. Tentu saja hal ini tidak diduga oleh pangeran Ghalik, bahwa Sim Thaykam akan bersikap kurang ajar seperti itu padanya.   "Hmm, menerima firman Kaisar?!"   Tanya pangeran Ghalik dengan suara yang dingin juga tidak senang oleh sikap Thaykam tersebut.   "Baik! Mengenai penerimaan firman aku tentu mengetahui caranya harus bagaimana, kukira tidak perlu Sim Kong-kong menjelaskan lagi kepadaku.....! Tapi sekarang yang ingin kutanyakan kepada Sim Kong-kong, apakah demikian sikap seorang Thaykam yang tengah berhadapan dengan seorang Panglima Terbesar dari seluruh angkatan perang?"   Sim Thaykam memperdengarkan suara mendengus dingin, katanya.   "Panglima Terbesar dari seluruh angkatan?"   Katanya dengan suara yang tawar sekali, dan berulang kali mendengus tertawa dingin, baru kemudian melanjutkan perkataannya lagi.   "Firman kaisar akan segera dibaca, berlututlah!"   Membarengi dengan perkataan Sim Thaykam, segera juga ke dua orang Thaykam muda berdiri di sisi kiri dan kanan Sim Thaykam telah memukul tambur mereka, suaranya bertalu-talu nyaring sekali.   Sedangkan Sim Thaykam telah mengeluarkan segulungan kertas, diangkat tinggi-tinggi, teriaknya dengan suara yang lantang.   "Firman Kaisar akan segera dibacakan. Harap diterima sebagaimana layaknya!"   Walaupun mendongkol dan gusar, tokh pangeran Ghalik tidak berani main-main dengan firman Kaisar.   Dia telah menekuk ke dua kakinya berlutut untuk menerima Firman.   Segera juga Sim Thaykam telah membacakan firman itu dengan suara yang nyaring! "Kaisar telah memutuskan seluruh kekuasaan yang berada di tangan Pangeran Ghalik diambil alih keseluruhannya sampai persoalannya dapat diselesaikan.   Dan pangeran Ghalik, diperintahkan untuk segera menghadap ke istana.   Firman ini dikeluarkan untuk menjaga keamanan negara dan jika pangeran Ghalik menolak firman ini akan segera diambil tindakan yang jauh lebih tegas lagi."   Lantang dan nyaring sekali suara Thaykam itu, sedang tubuh pangeran Ghalik yang tengah berlutut itu bergemetaran.   Walau di dalam firman tersebut tidak disebut-sebut mengenai salah dan dosanya pangeran tersebut, tapi jelas dengan dicopot seluruh kekuasaannya oleh Kaisar, untuk selanjutnya dirinya akan mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan......! Sim Thaykam waktu itu telah berkala lagi.   "Dan kami harap pangeran bersedia untuk ikut bersama kami tanpa menimbulkan kerusuhan!"   Muka pangeran Ghalik berubah pucat.   Diapun mendongkol dan penasaran bukan main, karena seumur hidup dia berjuang bersungguh-sungguh untuk negeri dan Kaisar, bahkan atas usahanya, Mongolia kini pun telah berhasil menduduki Tiong-goan.   Semua itu merupakan jasanya yang tidak kecil karena pangeran Ghalik berhasil untuk mengadu domba para jago-jago daratan Tiong-goan disamping itupun berhasil mempengaruhi para pembesar Kerajaan Song, sehingga mereka bersedia bekerja untuk Mongolia yang akhirnya membawa keruntuhan untuk kerajaan Song tersebut.   Tapi sekarang, justru pangeran Ghalik telah difitnah oleh Tiat To Hoat-ong, di mana Kaisar begitu saja mengambil keputusan mempercayai laporan palsu Tiat To Hoat-ong.   Betapa urusan ini membuat pangeran Ghalik jadi penasaran bukan main.   Sim Thaykam yang melihat pangeran Ghalik hanya berlutut berdiam diri dengan muka yang pucat, segera berkata lagi.   "Pangeran Ghalik, ini adalah perintah Kaisar engkau benar-benar hendak membangkang?"   Pangeran Ghalik bangkit dengan lesu, tanyanya.   "Sesungguhnya Sim Kong-kong, apa dosa dan kesalahanku, sehingga Kaisar mengeluarkan firman seperti itu....?"   "Itu akan kau ketahui jelas jika telah bertemu dengan Kaisar..... sekarang kau harus ikut bersamaku untuk kembali ke kotaraja.....!"   "Tunggu dulu Sim Kong-kong, apakah memang Kong-kong dapat menjelaskan...... semua ini mungkin disebabkan oleh Koksu yang telah kembali ke kota raja! Bukankah begitu?"   Kata pangeran Ghalik lagi. Sim Thaykam tersenyum tawar, sikapnya sinis sekali, dia menyahuti.   "Untuk urusan ini aku tidak mengetahuinya dengan jelas, karena aku hanya menerima tugas untuk membawa firman dan untuk itu harap pangeran mau memberi muka padaku, tidak mempersulit kedudukanku.....!" Pangeran Ghalik tersenyum tawar kemudian tanyanya lagi.   "Kalau memang ini menyangkut persoalan Tiat To Hoat-ong, aku hendak menjelaskan kepada Kaisar semua duduk persoalannya."   "Ya! Jika memang pangeran Ghalik telah sampai di kotaraja, tentu kau dapat menjelaskan segala-galanya kepada kaisar, karena itu sekarang harap bersedia untuk ikut bersama dengan kami ke kotaraja!"   "Tapi tidak bisa dengan cara seperti ini, di mana statusku sebagai tawanan!"   Kata Pangeran Ghalik.   "Pangeran......?"   Pangeran Ghalik menggelengkan kepalanya perlahan, wajahnya muram sekali.   "Di dalam urusan ini tersangkut penasaran, karena itu tak dapat aku menuruti begitu saja untuk ikut ke kota raja bersama dengan Sim Kong-kong.....! Maafkan, bukan aku membangkang terhadap firman Kaisar, namun aku sekarang tengah menuju ke kotaraja, dan aku akan menghadap Kaisar, bukan sebagai tawanan! Jika memang Kaisar telah mendengar seluruh keterangan dan laporanku, tentu Kaisar akan dapat mengambil kesimpulan lain, bahwa apa yang telah dikeluarkan dalam firmannya adalah tidak tepat.....!"   Muka Sim Thaykam jadi berubah.   "Pangeran Ghalik, kau berani mencercah dan mempersalahkan Kaisar?"   Tanyanya dengan suara yang dingin.   "Dan itu engkau berani mengatakan tidak ingin menerima firman. Apakah engkau menyadari dosa berat apa yang telah kau lakukan?!"   Pangeran Ghalik tersenyum tawar, kemudian katanya.   "Jika memang aku harus menghadap kepada Kaisar sebagi tawanan, jelas aku tidak bersedia. Bukan membangkang. Tapi jika memang Kaisar memerintahkan Sim Kong-kong untuk meyambutku untuk bersama-sama menghadap Kaisar, itu lain lagi urusannya! Terlebih lagi, aku tidak pernah melakukan suatu pekerjaan yang bisa merugikan negeri dan Kaisar, aku merasa tidak dosa apapun juga, maka dari itu, aku akan menghadap pada Kaisar sebagaimana biasanya. Muka Sim Thaykam berubah merah, dia tertawa bergelak-gelak, kemudian dengan bengis dia bilang.   "Pangeran Ghalik, dengarlah! Dosamu telah bertambah dengan sikap membangkangmu ini! Ketahuilah, memang Kaisar kita yang maha agung telah menduga akan terjadi hal seperti ini, maka ketika akan berangkat, aku telah diberikan hak sepenuhnya serta kekuasaan untuk menghadapi kejadian seperti sekarang ini, kalau memang terjadi pembangkangan dari kau!"   Pangeran Ghalik telah berdiri tegak.   "Telah berpuluh tahun aku menjabat kedudukanku, pangkat dan kebesaran serta kekuasaan yang kumiliki, kujalankan dengan baik di mana tugas yang diberikan oleh Kaisar selalu kulaksanakan dengan sebaik mungkin! Tidak pernah satu kalipun aku berusaha untuk membangkang atau memang memiliki pikiran untuk berkhianat maupun memberontak! Tapi mengapa aku harus menerima perlakuan seperti ini? Mengapa?!"   Semakin lama suara pangeran Ghalik semakin meninggi.   Melihat ini Sim Kong-kong telah tertawa dingin, tapi hatinya sesungguhnya jeri karena dia mengetahui bahwa pangeran Ghalik memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi.   Disamping itu juga memang pangeran Ghalik masih memiliki kekuasaan yang besar dan pengaruh yang tidak kecil pada angkatan perang Mongolia.   "Jika memang terjadi sesuatu pada diri pangeran Ghalik, sehingga berita itu tersiar, jelas akan menimbulkan kerusuhan di antara angkatan perang Mongolia, inilah yang tidak dikehendaki oleh kaisar. Dan sebelum Sim Thaykam berangkat untuk membawa Firman, memang telah dipesan agar mengundang pangeran Ghalik secara baik-baik, dan baru mengambil tindakan kekerasan jika keadaan memaksa sekali.   "Pangeran Ghalik, soal dosa dan kesalahan apa yang telah kau lakukan semua itu belum lagi jelas, sebab itulah jika memang kau menghadap Kaisar, kemungkinan besar urusan ini bisa diselesaikan......! Karena itu, janganlah pangeran menimbulkan kesulitan untuk dirimu sendiri. Alangkah bijaksananya jika bersedia ikut bersama denganku secara baik-baik!"   "Sim Kong-kong! Kau kembalilah ke kotaraja dan sampaikan kepada Kaisar, dalam beberapa hari mendatang, akupun akan segera menghadap pada Kaisar. Kukira, tidak perlu dengan cara pemanggilan seperti ini, aku tidak akan menyingkirkan diri! Karena memang akupun memiliki laporan yang penting untuk kaisar......!" Muka Sim Thaykam jadi berubah tak enak dilihat. Kemudian katanya dengan suara yang tawar.   "Hmmm, jika memang demikian, baiklah! Terpaksa aku tidak berani melanggar perintah yang diberikan oleh kaisar. Aku harus kembali menghadap kaisar bersamamu!"   Waktu itu Sasana telah keluar dari kamarnya, tanya si gadis dengan wajah berubah pucat ketika melihat Sim Thaykam.   "Ada apa, ayah?!"   Pangeran Ghalik telah memandang sejenak pada puterinya, kemudian katanya perlahan.   "Tiat To Hoat-ong telah tiba lebih dulu di kotaraja. Inilah utusan Kaisar......"   Muka Sasana jadi berobah semakin pucat, dia mengerti apa yang telah terjadi. Karenanya dia telah berkata dengan suara tergagap.   "Ayah ini..... ini......!"   "Kau kembalilah ke kamarmu. Biarlah kuhadapi semua ini!"   Kata pangeran Ghalik.   "Tidak ayah! Kau harus dapat menjumpai Kaisar. Jika memang ngkau harus ikut dengan Sim Kong-kong tentulah perkaramu ini akan di tangani orang lain.....!"   "Akupun bukan hendak ikut bersama Sim Kong-kong!"   Kata pangeran Ghalik.   "Aku telah meminta pada Sim Kong-kong, bahwa aku akan pergi sendiri menghadap pada Kaisar.   "Tapi ayah!" Pangeran Ghalik tersenyum getir, katanya.   "Hemmmmm. engkau ingin mengatakan, begitu aku tiba di kota raja tentu aku akan disergap dan ditawan oleh orang-orangnya Kaisar. Bukankah begitu?!"   Sasana mengangguk.   "Ya...... sekarang urusan telah menjadi lain lagi, ayah! Jika beberapa lama yang lalu, kita memang bermaksud untuk ke kotaraja guna menghadap Kaisar. Jika memang keadaan telah berubah jadi demikian, di mana Kaisar telah dipengaruhi Koksu, lalu tidakkah sangat bahaya jika memang ayah tetap datang ke kotaraja untuk menghadap Kaisar?"   Sim Kong-kong waktu itu telah berkata dengan suara yang nyaring.   "Pangeran Ghalik, apakah tetap kau tidak mau turut serta dengan kami? Atau memang aku terpaksa harus memaksamu?!"   Pangeran Ghalik telah tersenyum pahit, katanya.   "Sim Kong-kong, seperti yang telah kukatakan, engkau kembali ke kotaraja dan aku akan menyusul segera menghadap Kaisar. Percayalah aku tidak akan melarikan diri.......!"   Namun Sim Thaykam telah telah menggelengkan kepalanya, dia telah mendengus dingin ke dua tangannya digerakkan, bertepuk tangan.   Dari luar penginapan tampak masuk ke dalam puluhan tentara berpakaian lengkap, mereka semua memiliki tubuh yang tinggi tegap dan juga memang merupakan pasukan istana Kaisar, di mana mereka diperbantukan pada Sim Kong-kong.   Melihat itu, alis pangeran Ghalik telah mengkerut dan telah memandang tajam, katanya dengan tawar.   "Apakah Sim Kongkong memang bersungguh-sungguh hendak menangkapku??"   "Hmm, apakah perintah Kaisar dapat dilalaikan?"   Sahut Sim Thaykam.   Waktu itu pangeran Ghalik menyadari bahwa dirinya tidak mungkin bisa meloloskan diri lagi dari thaykam ini, karena jika dia mengadakan perlawanan, berarti dirinya bisa dicap sebagai pemberontak, dan untuk selanjutnya Kaisar lebih mempercayai kepada Koksu negara.   Karena itu dia telah mengawasi Sim Thaykam beberapa saat lamanya.   Sampai akhirnya dia telah berkata dengan suara yang mengandung kedukaan.   "Sim Kong-kong baiklah dari pada timbul kerusuhan di sini aku ikut bersamamu ke kotaraja."   Sasana terkejut mendengar keputusan ayahnya.   "Ayah..... kau tidak boleh ikut serta dengan mereka, karena engkau bisa dicelakai oleh mereka!"   Teriak Sasana. Pangeran Ghalik telah merangkul puterinya katanya dengan suara yang perlahan mengandung kedukaan.   "Anakku pergilah kau kembali ke istana kita, kau nantikan aku. Jika memang aku tidak ke rumah dalam waktu tiga bulan, untuk selanjutnya kau tidak perlu memikirkan aku pula..... karena telah terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan.....! Tapi jika memang di waktu tiga bulan itu aku telah bisa memberikan pengertian pada kaisar dengan laporan yang sebenarnya......!" Sasana jadi menangis, air matanya mengucur deras sekali. Dan di saat itu Yo Him yang juga telah keluar dari kamarnya, melihat betapa ayah dan anak itu saling merangkul bertangis-tangisan. Pangeran Ghalik telah melirik kepada Yo Him, lalu katanya. Yo kongcu, kutitipkan puteriku ini agar dapat kau lindungi dengan baik!"   Sim Thaykam telah mendengarkan suara tertawa dengan katanya tawar.   "Oh, kiranya Yo kongcu yang merupakan putera dari Sintiauw-tay-hiap Yo Ko berada bersama-sama dengan kalian dan melakukan perjalanan bersama denganmu juga, pangeran Ghalik? Sungguh suatu persahabatan yang akrab sekali..... sehingga engkaupun mempercayai puterimu untuk dijaga baik oleh pemuda itu!"   Jelas kata Sim Thaykam itu memang mengejek Yo Him dan terutama untuk memojokkan pangeran Ghalik.   Waktu itu sebagai seorang pangeran yang telah lama berkecimpung dan juga memimpin angkatan perang Mongolia, otak pangeran Ghalik telah bekerja cepat sekali.   Segera ia berpikir, dia telah melakukan suatu kesalahan yang paling besar sekali, karena bukankah kelak Sim Thaykam bisa saja melaporkan kepada Kaisar bahwa dia menjalin hubungan yang erat dengan Yo Him, puteranya Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko tapi semua itu telah terjadi dan pangeran Ghalik hanya menghela napas saja.   "Mari kita berangkat pangeran Ghalik!"   Ajak Sim Thaykam dengan suara yang tawar.   Pangeran Ghalik menghela napas.   Dia bersedia untuk ditawan oleh Sim Thaykam dan orang-orangnya untuk dibawa ke kotaraja karena dia mengetahui, jika sampai terjadi pertempuran antara Hek Pek Siang-sat dan para pahlawannya tentu akan jatuh korban.   Dan itu akan menambah buruknya pandangan Kaisar padanya.   Karena itulah, akhirnya dia memilih jalan mengalah untuk ikut serta dengan Sim Thaykam untuk pergi ke kota raja menghadap Kaisar.   Hal itu juga menyangkut akan keselamatan puterinya, jika sekarang ini pangeran Ghalik memberikan perlawanan, untuk selanjutnya ia akan dicap sebagai pemberontak, dan tentu saja seluruh keluarganya akan disapu bersih memperoleh hukuman juga.   Dan Sasana pun tentu tak akan terhindar dari hukuman mati juga.   Hek Pek Siang-sat mendengar bahwa pangeran Ghalik bersedia untuk ikut bersama Sim Thaykam, segera melompat ke samping pangeran.   Ke dua jago yang setia pada pangeran Ghalik ini juga menyadari, memang junjungan mereka sulit sekali untuk menolak firman Kaisar.   Namun disamping itu karena Hek Pek Siang-sat mengetahui junjungan mereka itu tengah mengalami peristiwa penasaran, mereka bersedia untuk membela mati-matian pada pangeran ini.   Kala itu Hek Siang-sat telah berkata dengan dingin pada Sim Thaykam.   "Sim Kong-kong jika memang kau mengetahui urusan yang sesungguhnya, tentu tidak demikian sikapmu...... junjungan kami memang benar-benar menerima urusan penasaran. Koksu telah memfitnahnya!"   Tapi Sim Kong-kong telah tertawa dingin katanya.   "Aku hanya menjalankan tugas saja!"   "Hmm!"   Mendengus Pek Siang-sat.   "Jika memang pangeran memerintahkan kami untuk menerjang, jangankan utusan Kaisar, sekalipun utusan Giam-lo-ong akan kami hadapi!"   Setelah berkata begitu Pek Siang-sat mendengus beberapa kali dengan sikap menantang sekali. Sasana telah menghampiri Yo Him katanya.   "Yo kongcu, apa yang harus dilakukan?! Ayah tidak boleh dibiarkan ikut bersama mereka......!"   "Benar nona, mereka adalah utusan kaisar dan sesungguhnya mereka tentu hanya menjalankan tugas belaka. Tapi di dalam persoalan ini, Kaisar telah dipengaruhi oleh Koksu sehingga memiliki pandangan yang salah terhadap ayahmu......! Aku telah berjanji untuk bantu melindungi ayahmu, dan ini merupakan tugasku...... Bagaimana kalau kita melarikan ayahmu dengan jalan kekerasan saja?!"   "Tapi...... apakah kekuatan kita cukup?!"   Tanya Sasana ragu-ragu.   "Dan urusan ini bukan urusan biasa, juga bukan urusan kecil. Sekali saja kita keliru mengambil langkah, berarti kita akan bercelaka semua......!"   "Itu adalah urusan belakangan yang perlu dipikirkan sekarang......! Yang terpenting kita harus memikirkan bagaimana caranya agar dapat meloloskan diri dari orang-orang itu! Namun ingat, kita tidak boleh melukai salah seorang di antara mereka, karena jika di antara mereka ada yang terbinasa, tentu pandangan Kaisar terhadap diri ayahmu akan tambah buruk lagi!"   Sasana mengangguk.   "Sayang guruku tidak ikut serta......!"   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Menggumam si gadis.   "Aku berada di sini!"   Tiba-tiba terdengar suara orang berseru sambil tertawa "hahaha, hihihi."   Sasana dan orang-orang lainnya yang berada di tempat tersebut terkejut, mereka telah menoleh ke atas dari mana asal suara itu.   Terlihat seorang tengah duduk di wuwungan dengan sikap seenaknya sambil tertawa-tawa.   Orang itu memiliki kumis dan jenggot yang telah memutih, yang tumbuh panjang sampai menutupi seluruh tubuhnya.   Rambutnya juga dibiarkan tumbuh panjang.   Ternyata orang tersebut tak lain dari Ciu Pek Thong! "Suhu!"   Teriak Sasana dengan perasaan girang yang meluap-luap.   "Ciu Locianpwe!"   Berseru Yo Him yang ikut girang juga. Dengan adanya si berandal jenaka ini, tentu urusan jadi lebih mudah diatur. Waktu itu Ciu Pek Thong telah berkata dengan suara yang riang, di antara suara tertawanya yang "hahaha, hihihi,"   Bilangnya, "Aku telah tinggal selama beberapa tahun di dalam istananya pangeran Ghalik, selama itu aku makan dan tidur gratis tanpa perlu bayar! Hmm, walaupun dia adalah pangeran Mongolia, namun aku berhutang budi pada pangeran.   Adalah pantas jika sekarang aku membalas budi kebaikan pangeran Ghalik.....!"   Membarengi dengan habisnya perkataan Ciu Pek Thong, tampak tubuh Ciu Pek Thong telah melompat turun dengan gerakan yang ringan sekali.   Kala itu Sim Sie Thaykam dan para pahlawannya istana kaisar telah memandang dengan bengis dan semuanya bersiap-siap dengan memegang senjata tajam.   Ketika melihat tubuh Ciu Pek Thong meluncurkan turun menyambar ke bawah, mereka jadi terkejut dan segera juga beberapa orang pahlawan telah menyerbu maju untuk menyerang Ciu Pek Thong dengan senjata tajam mereka.   Tapi Ciu Pek Thong tetap meluncur turun dengan cepat sekali, ke dua tangannya telah digerakkan untuk mengebut lima orang pahlawan itu terpental.   Tubuh Ciu Pek Thong tetap meluncur.   Dengan perlahan dia mendorong pundaknya Sim Thaykam, sehingga membuat orang kebiri itu terguling-guling di lantai sambil berseru-seru, dengan suara yang mengandung kemarahan bukan main dan juga perintahkan para pahlawan istana Kaisar agar segera mengepung Ciu Pek Thong untuk membekuknya.   Tapi mereka semua itu mana bisa menghadapi si tua berandalan yang jenaka itu? Dengan mengeluarkan suara tertawa yang nyaring.   "hahaha, hihihi,"   Ciu Pek Thong telah sampai di samping pangeran Ghalik, di mana dia telah mengulurkan tangannya dan ketika Pangeran Ghalik tengah berdiri bengong seperti itu, dia telah merangkul pinggang Pangeran Ghalik.   Dalam waktu yang singkat sekali, Ciu Pek Thong telah mencelat membawa kabur pangeran Ghalik.   Gerakan Ciu Pek Thong begitu gesit dan cepat sehingga tak bisa dirintangi.   Dalam keadaan seperti inilah, tampak para pahlawan istana Kaisar telah berlari-lari mengejar sambil berteriak-teriak.   "Tangkap pemberontak! Tangkap pemberontak!"   Namun ketika tiba di luar rumah penginapan Ciu Pek Thong dan pangeran Ghalik lenyap dari pandangan mereka.   Sim Thaykam jadi mengamuk penuh kemarahan juga membentak para pahlawan Kaisar itu perintahkan mereka untuk menangkap Yo Him dan Sasana, serta Hek Pek Siang-sat dengan para pahlawannya pangeran Ghalik yang berjumlah enam orang itu.   Namun Yo Him dan Sasana memiliki kepandaian yang tinggi, mereka mudah sekali menerobos kepungan itu sampai di luar rumah penginapan, sedangkan Hek Pek Siang-sat pun telah mempergunakan kepandaiannya merubuhkan para pahlawan Kaisar yang merintangi jalan mereka.   Pek Siang-sat sendiri yang tengah murka terhadap Sim Thaykam, ketika lewat di samping Sim Thaykam, telah mengayunkan tangannya.   "Bukk!"   Tubuh Sim Thaykam telah terpental keras sekali dan ambruk di lantai bergulingan tidak bisa berkutik lagi karena telah pingsan.   Begitulah Yo Him, Sasana, Hek Pek Siang-sat dan keenam pahlawannya Pangeran Ghalik telah menyingkirkan diri berlari-lari gesit sekali keluar kota.......   Tidak ada seorangpun para pahlawan Kaisar yang dibawa oleh Sim Thaykam yang dapat menghalangi mereka.   Bukan main marahnya Sim Thaykam, dia telah mencaci maki beberapa saat lamanya sampai akhirnya mengajak para pahlawan Kaisar untuk itu kembali ke kota raja guna memberikan laporan pada Kaisar.   Sesungguhnya, jika saja Kaisar mau mendengar petunjuk Tiat To Hoat-ong, tentu sulit buat pangeran Ghalik terlolos dari tangan mereka.   Karena Tiat To Hoat-ong telah meminta kepada Kaisar agar mengikut sertakan para pahlawannya, jago-jago silat yang memiliki kepandaian tinggi.   Namun Kaisar telah menolak permintaan Koksu tersebut.   Menurut Kaisar, pangeran Ghalik yang masih terikat darah sebagai saudara sepupunya, tentu tidak akan membangkang terhadap firmannya.   Karena itu, Kaisar hanya perintahkan para pahlawan Kaisar untuk ikut serta mengiringi Sim Thaykam.   Tapi hasil yang diperoleh adalah kegagalan belaka.   Tapi inipun cukup menggembirakan Koksu negara itu, karena Tiat To Hoatong segera bisa menyebar racun yang lebih hebat pada Kaisar, di mana ia melaporkan hal-hal yang tidak benar pada Kaisar mengenai sepak terjang pangeran Ghalik, yang dikatakannya telah berserikat dengan Sin-tiauw-tay-hiap dan para pendekar yang pernah membantu kerajaan Song, ingin melakukan suatu pemberontakan pada Kaisar.   Karena hasutan seperti itulah, maka kaisar telah mengambil tindakan seperlunya.   Para panglima dan jenderal yang diketahui merupakan orang-orangnya pangeran Ghalik yang memimpin berbagai pasukan angkatan perang telah dicopot dan dipecat dari jabatannya, digantikan oleh orang-orang kepercayaan Kaisar lainnya, yang menjadi kaki tangan Koksu.   Terlebih lagi dengan terjadinya peristiwa di mana pangeran Ghalik tidak mau menerima firman dan telah melarikan diri ditolong oleh kawan-kawannya, di mana Sim Thaykam juga menceritakan di dalam rombongan pangeran Ghalik itu terdapat juga Yo Him putera Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko.   Hasutan Koksu negara itu makin termakan oleh Kaisar yang semakin mempercayai keterangan palsu Koksu tersebut.   Karena itu, setelah Sim Thaykam melaporkan kegagalannya menunaikan tugas untuk "menangkap"   Dan membawa pangeran Ghalik ke kota raja, Kaisar telah bersungguh-sungguh menghadapi masalah ini.   Dikerahkannya beberapa orang pahlawan pilihan dari istana Kaisar untuk memimpin pasukan melakukan pengejaran menangkap pangeran Ghalik.   Juga disamping itu kaisar telah memerintahkan pada Tiat To Hoat-ong agar Koksu ini memimpin jago-jago yang berada di bawah kekuasaannya untuk segera melakukan pengejaran pada pangeran Ghalik, guna menangkapnya.   Tentu saja perintah itu menggembirakan Koksu tersebut, di mana dia telah dapat memiliki kekuasaan yang penuh untuk menangkap pangeran Ghalik.   Maka dua hari kemudian, Tiat To Hoat-ong telah berangkat diiringi oleh Gochin Talu, Lengky Lumi dan lain-lainnya melakukan pengejaran pada pangeran Ghalik.   Selama berada d istana Kaisar, memang Tiat To Hoat-ong telah menyembuhkan luka dalamnya.   Di mana semangat dan tenaga murninya telah terkumpulkan kembali, sehingga pendeta Mongolia yang menjadi Koksu negara tersebut bersemangat sekali.   Dia yakin dengan dibantu oleh jago-jagonya tentu dia bisa menangkap pangeran Ghalik.   Hanya yang dikuatirkan oleh Tiat To Hoat-ong cuma Swat Tocu saja.   Jika memang Swat Tocu merupakan orangnya pangeran Ghalik, tentu Koksu ini menemui kesulitan yang tidak kecil guna menangkap pangeran itu, yang telah dicap sebagai pemberontak......! Y Ternyata Ciu Pek Thong memang telah mengikuti rombongan pangeran Ghalik diam-diam.   Sasana ketika ingin berangkat telah memberitahukan maksudnya yang ingin ikut serta ke kota raja mengiringi ayahnya.   Dan Ciu Pek Thong hanya tertawa-tawa saja tidak memberikan sambutan apaapa.   Namun setelah tiga hari keberangkatan muridnya itu di mana Ciu Pek Thong, dilayani oleh para pelayan wanita istana pangeran Ghalik dengan baik sekali menimbulkan kebosanan juga pada si tua berandalan yang jenaka ini.   Dia memang seorang yang jenaka dan gemar bermain, maka lewat tiga hari tanpa muridnya, tanpa mendengar dongeng-dongeng, membuat dia jadi bosan berada terus menerus di istana pangeran Ghalik.   Akhirnya ia pergi meninggalkan istana.   Karena memang Ciu Pek Thong memiliki ginkang yang sangat sempurna sekali, sampai Oey Yok Su, Auwyang Hong pun sulit untuk menandingi ginkangnya itu, dia bisa menyusul rombongan pangeran Ghalik dengan cepat.   Tapi Ciu Pek Thong memangnya berandalan dan jenaka, dia tidak segera memperlihatkan diri hanya mengikuti terus rombongan pangeran Ghalik.   Dia ingin mengejutkan muridnya.   Siapa tahu, justru terjadi urusan Sim Thaykam yang membawa firman Kaisar, yang hendak menangkap pangeran Ghalik.   Dengan demikian memaksa Ciu Pek Thong harus memperlihatkan diri menolongi pangeran Ghalik.   Ciu Pek Thong memang memiliki kepandaian yang telah mencapai tingkat yang tinggi dan puncak kesempurnaan.   Dengan mengandalkan kepandaiannya itu, dia telah berhasil menyelamatkan pangeran Ghalik, yang telah dibawa lari keluar kota tersebut.   Pangeran Ghalik sendiri yang berada dalam kempitan Ciu Pek Thong telah berseru.   "Ciu locianpwe! Berhenti dahulu, ada yang hendak kukatakan padamu!" Namun Ciu Pek Thong lari terus dengan tidak mengurangi kecepatannya, malah dia telah menyahutinya.   "Hemmm, apa yang hendak dibicarakan lagi? Engkau memang ingin menggantikan puterimu untuk menceritakan sebuah dongeng kepadaku?"   "Ada urusan yang penting sekali yang perlu kukatakan padamu!"   Sahut pangeran Ghalik.   "Nanti jika kita telah tiba di tempat yang aman, barulah kita bercakap-cakap. Syukur jika memang engkaupun memiliki banyak cerita dongeng yang bisa ceritakan kepadaku!"   Dan Ciu Pek Thong telah berlari terus dengan cepat sekali. Dalam waktu yang singkat hampir limapuluh lie dilaluinya. Waktu itulah Ciu Pek Thong baru menghentikan larinya di muka sebuah rumah penduduk, dia menurunkan pangeran Ghalik dari kempitannya.   "Kita mengasoh di sini!"   Kata Ciu Pek Thong.   "Tapi kau telah membawaku ke tempat sedemikian jauh. Tentu......!"   Kata pangeran Ghalik.   Dia melihat walaupun berlari cepat dalam jarak begitu jauh, Ciu Pek Thong tetap tenang dan napasnya tidak memburu sama sekali.   Sedangkan pangeran Ghalik sendiri, yang sejak tadi hanya berada dalam kempitan Cia Pek-thong, namun karena dibawa lari sehingga tubuhnya terguncang terus menerus.   merasakan napasnya memburu.   Maka diam-diam pangeran Ghalik tambah menaruh perasaan kagum pada jago tua tersebut.   "Tentu, tentu apa?!"   Tanya Ciu Pek Thong sambil tertawa.   "Tentu mereka tidak bisa menyusul kita!"   Menyahuti pangeran Ghalik. Ciu Pek Thong tertawa tergelak-gelak.   "Apakah memang kau menginginkan manusia-manusia busuk itu bisa mengejar kita?!"tanyanya kemudian setelah puas tertawa.   "Bukan begitu maksudku!"   Menyahuti pangeran Ghalik cepat.   "Maksudku Yo kongcu dan yang lain-lainnya itu bersama dengan puteriku, tentu mereka tidak mencari kita, karena kita berada di tempat yang demikian jauh, terlebih lagi ginkang mereka tentunya tidak sehebat yang dimiliki Ciu Locianpwe!"   Mendengar perkataan pangeran Ghalik, Ciu Pek Thong jadi berhenti tertawa dia memandang bengong. Kemudian dia mengangkat tangannya mencabuti kumisnya itu dengan sikap seperti sedang berpikir keras.   "Benar juga, apa yang kau katakan pangeran!"   Kata Ciu Pek Thong kemudian.   "Kita telah meninggalkan kota itu terlalu jauh...... ai, ai, tentu mereka tidak akan dapat menyusul ke mari sebab setelah mencari-cari kita belasan lie jauhnya, mereka akan mengambil arah lain! Celaka! Sungguh celaka!"   Sambil berkata begitu, Ciu Pek Thong telah berjingkrak-jingkrak.   Waktu Ciu Pek Thong berjingkrak-jingkrak seperti itu dan pangeran Ghalik ingin berkata lagi, pintu rumah penduduk itu terbuka.   Dari dalam keluar seorang lelaki tua, karena dia mendengar suara ributribut di luar rumahnya.   "Ohhhh, ada tamu!"   Kata tuan rumah itu dengan ramah.   "Silahkan masuk silahkan masuk!"   Tapi Ciu Pek Thong telah menggelengkan kepalanya berulang kali dia berkata.   "Tidak, tidak, aku ada urusan penting! Celaka! Celaka! Sungguh celaka."   Tuan rumah yang sudah lanjut usia itu jadi bengong saja mengawasi tamu-tamunya yang agak istimewa ini.   "Apanya yang celaka?' tanya tuan rumah itu waktu melihat Ciu Pek Thong masih berjingkrakan menyebut-nyebut celaka.   "Ada yang celaka! Ada yang celaka!"   Menyahuti Ciu Pek Thong.   "Siapa yang celaka!"   Tanya tuan rumah itu tambah tidak mengerti.   "Aku dan pangeran!"   Menyahuti Ciu Pek Thong.   "Kau dan pangeran '? Pangeran mana?"   Tanya tuan rumah tambah heran.   "Aku dan pangeran Ghalik, celaka."   "Apakah kalian bertemu perampok?"   Tanya tuan rumah lagi. "Tidak! Bukan!"   Menyahuti Ciu Pek Thong.   "Tapi kami justru telah melarikan diri terlalu jauh......!"   "Melarikan diri? Melarikan diri untuk menghindarkan apa?!"   Tanya tuan rumah itu lagi, tambah heran, juga sangat tertarik sekali.   "Apakah tidak lebih tuan-tuan singgah dulu untuk beristirahat sambil minum teh?!"   Ciu Pek Thong menggelengkan kepalanya berulang kali, kemudian katanya.   "Tidak, aku sedang menghadapi urusan yang bisa membuat aku celaka!"   "Apakah memang jiwa kalian tengah terancam bahaya?!"   Tanya orang tua itu.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Jika memang benar, apakah tidak lebih baik kalian bersembunyi di rumahku."   Ciu Pek Thong berhenti berjingkrak kemudian memandang tuan rumah itu dengan sepasang mata terpentang lebar-lebar.   "Bersembunyi di rumahmu? Ohhh, justru aku tengah ingin kembali untuk menemui orang-orang itu! Karena jika tidak berhasil bertemu dengan mereka, celakalah aku..... karena aku tidak bisa mendengar dongeng-dongeng lagi, cerita-cerita yang menarik itu!"   Tuan rumah jadi bengong bercampur heran dan lucu, dia telah bertanya dengan suara yang ragu-ragu.   "Tidak bisa mendengar cerita saja merupakan hal yang celaka? Ohhhhhh, benar-benar merupakan urusan yang mengherankan sekali!"   "Aku telah meninggalkan muridku cukup jauh, jika itu muridmuridku itu tidak bisa menyusul ke mari. Karena itu, jika memang kami tidak bisa bertemu lagi, jelas aku bisa celaka, nasibku jadi buruk, karena untuk selanjutnya aku tidak bisa mendengar muridku bercerita, menceritakan dongeng-dongeng yang sangat menarik sekali!"   "Jika begitu kalian bisa menunggu di sini saja, aku akan menyediakan air teh pada kalian, untuk beristirahat dulu! Bagaimana? Bukankah nanti jika muridmu telah menyusul ke mari, tuan, kalian murid dan guru bisa bertemu kembali, bukan?"   "Tidak, aku harus kembali menemui mereka!"   Menyahuti Ciu Pek Thong.   Dan baru saja perkataannya itu habis diucapkan, mendadak dia mengulurkan tangannya, tubuhnya telah melompat dengan gesit sekali, dia berlari-lari meninggalkan tempat itu.   Tuan rumah itu jadi bengong, karena tahu tahu tubuh Ciu Pek Thong yang mengempit pangeran Ghalik, telah lenyap dari pandangan matanya, menghilang begitu cepat, bagaikan setan saja yang berkelebat lenyap.   Setelah tersadar dari tertegunnya orang tua empunya rumah bergidik sendirinya, dia menyangka telah bertemu hantu di siang hari bolong, maka dia cepat-cepat menutup pintu rumahnya.   untuk segera dipalangnya kuat-kuat......! Y Ciu Pek Thong telah membawa pangeran Ghalik berlari-lari cepat sekali, kembali ke jurusan dari mana tadi mereka mendatangi.   Berlari-lari sekian lama, sampai tigapuluh lie lebih mereka masih belum bertemu dengan rombongan Yo Him.   "Apakah mereka telah ditawan oleh Sim Thaykam?"   Menggumam pangeran Ghalik dengan suara mengandung kekuatiran.   "Apa kau bilang!"   Tanya Ciu Pek Thong sambil menahan larinya.   "Aku kuatir...... aku kuatir......!"   Kata pangeran Ghalik dengan wajah muram.   "Kau kuatir, kuatir apa?"   Tanya si tua berandalan jenaka itu.   "Apa yang dikuatirkan pangeran!"   "Aku kuatir mereka tidak bisa meloloskan diri dari orang-orangnya Sim Kong-kong!"   Menyahuti pangeran Ghalik.   "Sim Kong-kong, orang kebiri itu!"   Tanya Ciu Pek Thong.   "Dan kau kuatir para pahlawan yang jadi pengiringnya itu akan berhasil menangkap muridku dan juga pemuda she Yo itu......?!"   "Ya...... tentu sudah terjadi pertempuran yang hebat di antara mereka! Sedangkan Hek Pek Siang-sat dan keenam orang pahlawanku itu mereka merupakan pengikutku yang setia, tak mungkin berkhianat dan menyerah pada Sim Kong-kong......! Namun keselamatan puteriku itu......"   "Mari kita kembali saja ke sana......!"   Kata Ciu Pek Thong tidak sabaran.   "Jika terjadi sesuatu pada muridku atau Yo Him, hem, hem, biarlah Sim Kong-kong itu kucabuti seluruh bulu di tubuhnya!" "Tunggu dulu, lihat itu! Apakah bukan mereka!"   Kata pangeran Ghalik sambil menunjuk ke arah kanannya.   Ciu Pek Thong menoleh dan melihat serombongan orang yang tengah berlari-lari dengan cepat sekali.   Ciu Pek Thong berjingkrak kegirangan, diapun telah melepaskan kempitannya pangeran Ghalik dan berseru.   "Benar! itulah muridku! Hai muridku, cepat kau ke mari untuk menceritakan dongengdongeng menarik untukku!"   Teriakan terakhir dari Ciu Pek Thung sangat nyaring sekali karena dia berteriak dengan mempergunakan lweekangnya.   Rombongan yang tengah berlari-lari itu mendatangi memang tidak lain dari pada Yo Him, Sasana, Hek Pek Siang-sat dan ke enam orang pahlawannya pangeran Ghalik! Rombongan pangeran Ghalik setelah berunding untuk mencari jalan keluar yang baik nanti menghadapi Tiat To Hoat-ong dan orang-orangnya, akhirnya mereka melakukan perjalanan ke kota raja.   Memang pangeran Ghalik menyadarinya, jika dalam waktu-waktu sekarang dia menghadap Kaisar, tentu Kaisar yang tengah berada dalam pengaruh Tiat To Hoat-ong akan menjatuhkan hukuman mati padanya tanpa mempertimbangkan lagi akan hal itu dan tidak memperdulikan benar atau tidaknya dosa pangeran Ghalik seperti yang difitnah oleh Tiat To Hoat-ong.   Namun sebagai seorang pangeran dan panglima yang memiliki kekuasaan atas semua angkatan perang Mongolia, Boan-ciu.   jelas dia memiliki bawahan-bawahan yang bekerja di bawah perintahnya.   Jika dianggap sebagai pengkhianat dan pemberontak, jelas bawahannya itu akan bercelaka juga.   Demikianlah ancaman bahaya untuk semua orang-orang bawahannya itu, dan pangeran Ghalik tidak bisa membiarkan begitu saja.   Walaupun harus menempuh bahaya yang tidak kecil, tokh dia mengajak rombongannya untuk pergi ke kota raja, dan disamping nanti mencari jalan untuk bertemu dengan kaisar dan memberikan pengertian kepada rajanya itu.   Ciu Pek Thong si bocah tua bangkotan yang jenaka yang semakin tua semakin jadi keberandalannya itu, hanya menyetujuinya saja.   Malah dia gembira bukan main, karena melakukan perjalanan ke kota raja yang menurut dia di kota raja tentu dia akan menyaksikan banyak keramaian.   Sasana dan Yo Him sesungguhnya tidak menyetujui keinginan pangeran Ghalik, karena menurut mereka dengan pergi ke kota raja berarti mereka menghampiri maut, sedikitnya mencari kesulitan untuk mereka.   Sasana beranggapan, sekarang ini bukanlah waktunya yang tepat untuk menghadap Kaisar.   Puteri pangeran Ghalik ini berpendapat, jika keadaan telah reda dan dalam kesempatan tertentu yang tepat sekali, barulah ayahnya itu menghadap kaisar untuk menjelaskan duduknya perkara.   Pangeran Ghalik tetap dengan keinginannya itu, di mana dia bersama rombongannya akan pergi ke kota raja, untuk menjelaskan duduknya persoalannya pada Kaisar.   Karena menurut pangeran Ghalik, jika peristiwa yang menimpa dirinya itu dibiarkan berlarut-larut, tentu segalanya akan berubah jadi semakin hebat.   Disamping dia benar-benar akan dituduh sebagai pemberontak dan pengkhianat bangsa, juga orang-orang bawahannya akan menerima bencana tidak kecil.   Akhirnya Sasana maupun Yo Him telah menuju ke kota raja, dengan harapan di sana mereka akan memiliki kesempatan yang baik untuk menyelesaikan urusan pangeran Ghalik, agar dia terlepas dari fitnahan yang dilontarkan oleh Tiat To Hoat-ong.   Dengan adanya Ciu Pek Thong bersama mereka, memang rombongan pangeran Ghalik tidak perlu jeri terhadap siapapun juga, karena Loo-ban-tong ini seorang tokoh yang memiliki kepandaian pada puncak kesempurnaan dan boleh dibilang sudah tidak ada tandingannya lagi di jaman ini selain beberapa tokoh Rimba Persilatan lainnya yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan dan mereka semua umumnya telah mengundurkan diri hidup mengasingkan diri di tempat-tempat yang sunyi.   Begitulah, rombongan pangeran Ghalik telah melakukan perjalanan ke kota raja.   Untuk mencapai kota raja sesungguhnya tidak memerlukan waktu perjalanan yang terlalu lama.   Sebab memang mereka telah berada dalam jarak yang cuma dua hari perjalanan guna mencapai Kotaraja......" Y Bintang-bintang yang memenuhi permukaan langit yang tersebar puluhan ribu, mungkin ratusanribu atau jutaan, yang kerlap kerlip dengan sinarnya, dan juga rembulan yang waktu itu tidak bersinar penuh, dalam bentuk seperti perahu mayang dengan sinarnya yang tidak begitu terang, dan awan-awan yang bersih hanya di beberapa bagian saja, di permukaan langit yang dilaluinya merupakan malam yang sangat cerah dan bersih sekali indah bukan main.   Dengan siliran angin yang lembut mempermainkan permukaan air laut, sehingga permukaan laut beriak perlahan saling susul tidak henti-hentinya, sambung menyambung bagaikan tengah bercumbu satu dengan yang lainnya.   Kesunyian yang langgeng memenuhi sekitar lautan itu, tidak terlihat lainnya lagi, hanya laut yang terhampar begitu luas.   Sejauh mata memandang hanya air laut yang bergelombang perlahan itu yang terlihat.   Tapi dikejauhan tampak sebuah titik, yang tengah melayanglayang meluncur di permukaan laut.   Semakin dekat, barulah jelas bahwa itulah sebuah perahu yang tidak begitu besar, bahkan tidak memiliki layar atau peralatan lainnya.   Perahu itu merupakan perahu yang kosong, dan tidak ada sepotong barang apapun juga, selain tiga sosok tubuh manusia yang tengah rebah terlentang di dalam perahu tersebut.    Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo Satria Gunung Kidul Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini