Anak Rajawali 44
Anak Rajawali Karya Chin Yung Bagian 44
Anak Rajawali Karya dari Chin Yung Berhasil! Pedangnya itu telah dicekalnya kuat dan berdiri tegak menantikan terjangan si kera bulu kuning. Kera bulu kuning ketika melihat Kam Lian Cu berhasil mengambil pedangnya, jadi berdiri tertegun. Tampaknya kera ini ngeri dan jeri buat menerjang terus, karena memang di waktu itu ia segera juga terbayang kembali, betapa lengannya pernah tertikam oleh pedang si gadis. Dia mengeluarkan suara erangan yang aneh, sedangkan Kam Lian Cu melihat kera itu seperti ketakutan dan bimbang buat menerjang kepadanya. Dia mengeluarkan suara tertawa dingin disertai tubuhnya melesat sangat cepat sekali, dengan pedangnya ditikamkan kepada dada kera bulu kuning tersebut. Kera itu mengeluarka pekik seperti ketakutan, dia telah memutar tubuhnya dan berlari. Kam Lian Cu mengejarnya. Begitulah, antara kera dengan manusia telah saling kejar mengejar. Kakek tua baju kuning ketika melihat Kam Lian Cu mengejar keranya dengan menggenggam pedangnya, jadi terkejut. Dia kuatir kalau sampai keranya itu kena dilukai si gadis. Sedangkan dia sendiri tengah dilibat oleh Oey Yok Su, dengan demikian dia tidak berhasil untuk membagi perhatiannya guna menolongi keranya. Karena mengetahui jika dibiarkan terus keranya akan memperoleh bahaya yang tidak kecil, si kakek tua telah bersiul. Nyaring suara siulannya, dan kera itu seperti mengerti maksud siulan itu. Dengan segera kera itu berlari menghampiri kakek tua tersebut. Oey Yok Su melihat kera itu menghampiri, segera menghantam dengan tangan kanannya Kera itu berkelit. Kakek tua tersebut juga menghantam lagi kepada Oey Yok Su, guna mencegah Oey Yok Su menyerang keranya itu. Di waktu itu Kam Lian Cu telah mengejar semakin dekat. Pedangnya siap buat ditikamkan kepada kera itu. Kera tersebut mengeluarkan suara yang aneh, kemudian berlari menjauhi lagi. "Hentikan dulu! Hentikan dulu!" Teriak si kakek baju kuning itu. "Aku ingin mengurus dulu urusanku!" "Cisssss. tidak tahu aturan!" Bentak Oey Yok Su mendongkol. "Kita bertempur sampai ada penentuan siapa di antara kita yang lebih tinggi kepandaiannya!" "Aku menyerah!" Teriak kakek tua itu tiba-tiba sekali. "Aku menyerah! Engkaulah yang memiliki kepandaian lebih tinggi dariku!" Rupanya kakek tua itu menyerah, karena dia sangat menguatirkan sekali keranya, dan dia tidak mau kalau sampai keranya itu nanti mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. Karena itu dia lebih rela untuk menyerah saja, Oey Yok Su tidak melibat terus padanya. Puas Oey Yok Su mendengar pengakuan si kakek. Dia juga tidak mendesak lebih jauh. "Jadi kau mengakui bahwa kepandaian kau berada di bawah kepandaianku?!" Tanya Oey Yok Su dingin. Kakek tua itu menghela napas dalam-dalam. "Ya..... kau memang lebih lihay dariku!" Kata si kakek tua tersebut. Dan dia sudah tidak memperdulikan Oey Yok Su lagi, dia melompat mengejar Kam Lian Cu. Bukan kepalang kagetnya Kam Lian Cu melihat si kakek tua menyudahi pertempurannya dengan Oey Yok Su. Kalau sampai dia menyerang dirinya, tentu saja Kam Lian Cu tidak akan dapat menghadapinya. Sedangkan kakek tua itu memang bergerak cepat sekali. Dia tahutahu telah berada di samping Kam Lian Cu. Belum lagi Kam Lian Cu sempat menyerangnya, kakek tua itu telah mengulurkan tangannya. Sebat bukan main, dan Kam Lian Cu sendiri tidak mengetahui entah dengan cara apa, tahu-tahu pedangnya telah kena dirampas oleh kakek itu. "Ohhh, mantuku, mengapa engkau hendak mencelakai Go-jie? Apakah dia kurang ajar?" Tanya si kakek, seperti juga bertanya kepada seorang yang dikasihinya. Kam Lian Cu kalap bercampur takut. "Kembalikan pedangku!" Katanya dengan nekad dan hendak menerjang kepada si kakek. Tapi kakek tua tersebut telah melemparkan pedang itu, yang meluncur jauh sekali, menancap di sebatang pohon. Dikala itu terlihat betapa Kam Lian Cu menjejakkan kakinya, tubuhnya segera juga melompat akan mengambil pedangnya. Tapi kakek tua itu segera menghalanginya "Jangan kau memaksa aku menotokmu sehingga engkau tidak bisa bergerak seperti tadi!" Katanya. Kam Lian Cu tertegun. Dia mengawasi kakek tersebut dengan sorot mata jeri. Ancaman kakek tua itu memang benar, jika kakek tua itu menotoknya, tentunya Kam Lian Cu tidak mungkin bisa menghindarkan diri dan akan membuat dia rubuh kembali. Karenanya, Kam Lian Cu akhirnya hanya berdiam diri saja, dia cuma mengawasi kakek tua itu. Waktu itu si kakek tua tersebut telah berkata lagi. "Kau baik-baik harus mendengar kata-kataku!" Kam Lian Cu tidak menyahuti. Di waktu itu kera bulu kuning melihat si kakek telah berhasil menghadapi Kam Lian Cu segera berlari mendatangi dengan mengeluarkan suara pekik yang aneh. Sedangkan Kam Lian Cu menoleh kepada Oey Yok Su, karena dia mengharapkan Oey Yok Su yang akan menolongnya. Tapi pada waktu itu Oey Yok Su yang telah merasa puas karena mendengar kakek tua tersebut telah manyatakan dia yang memiliki kepandaian lebih tinggi, dengan bersenandung perlahan, telah melangkah untuk meninggalkan tempat itu. "Awan gunung terus hitam hijau, sepanjang bergulung, air dunia salju turun, sungai mengalir..... masih berputar.....!" Senandung Oey Yok Su dengan suara perlahan, dan dia semakin menjauh, suara senandungnya semakin samar. Sedangkan Kam Lian Cu jadi tambah gugup. Walaupun bagaimana dia sesungguhnya hanya menumpahkan harapan pada Oey Yok Su. Dan sekarang melihat Oey Yok Su telah pergi, maka habislah harapannya. Kakek tua itu tertawa. "Kau tampaknya gugup dan ketakutan!" Katanya dingin sekali. "Sebetulnya tidak perlu engkau gugup dan ketakutan seperti itu karena aku tidak akan menyiksa dirimu. Aku tidak memusuhi dirimu, malah aku ingin mengambil engkau sebagai mantuku......!" Mendengar perkataan kakek tua tersebut, Kam Lian Cu berpikir cepat. Jika memang dia mengadakan perlawanan dan membangkang, berarti dia hanya mencari susah buat dirinya sendiri. Maka dari itu dia berpikir untuk pura-pura menurut saja terhadap perintah kakek tua itu. "Baiklah, apa yang kau inginkan?" Tanya Kam Lian Cu kemudian sambil menatap kepada kakek tua itu. "Aku ingin mengambil engkau menjadi mantuku!" Kata kakek tua tersebut. "Mana anakmu?" Tanya Kam Lian Cu. "Tanpa engkau memperkenalkan anakmu kepadaku, bagaimana mungkin aku bisa memastikan bahwa aku bersedia menjadi mantumu atau memang menolaknya permintaanmu itu!?" Dingin suara Kam Lian Cu. Kakek tua itu tertawa. "Kau pasti menerima keinginanku itu karena anakku itu selain memiliki kepandaian yang sangat tinggi, dialah satu-satunya calon ahli waris dari seluruh kepandaianku ini!" Kata kakek tua itu dengan gembira. Tapi Kam Lian Cu menggeleng. "Tidak, sebelum aku diperkenalkan dengan anakmu, maka aku tidak bisa memberikan keputusan!" Katanya. "Kalian sudah bertemu!" Kata kakek tua itu "Aku sudah bertemu dengan anakmu?!" Tanya Kam Lian Cu sambil mementang matanya lebar-lebar. Kakek tua itu mengangguk. "Ya..... kalian memang telah bertemu! Tapi sekarang ini lebih bagus aku tidak memperkenalkan dulu, karena engkau tentu akan banyak tingkah! Nanti saja, jika sudah tiba waktunya, aku akan memberitahukan!" "Mana ada aturan seperti itu?" Kata Kam Lian Cu. "Ini adalah aturanku!" Menyahuti kakek tua itu. Muka Kam Lian Cu berobah merah padam. "Aku tidak mau!" Tibatiba dia menggeleng dan berkata dengan tegas. "Tidak mau? Tidak mau apa?!" Tanya kakek. "Aku tidak mau menjadi mantumu!" Kata Kam Lian Cu. "Karena tampaknya engkau seorang yang aneh sekali!" "Hemmm, jika memang demikian baiklah. Aku akan merobek tubuhmu, aku akan membunuhmu dengan menyiksanya hebat terlebih dulu, agar engkaupun tidak bisa menjadi isteri orang lain! Dengan menolak anakku sebagai suamimu, maka sama saja engkau telah menghina aku!" Menggidik tubuh Kam l.ian Cu mendengar ancaman kakek tua ini, yang tampaknya agak sinting. "Mengapa diam?!" Bentak kakek tua itu dengan suara yang masih bengis. Kam Lian Cu menghela napas. "Locianpwe.....!" "Jangan kau memanggilku dengan sebutan locianpwe..... kau harus memanggilku dengan sebutan ayah, karena aku adalah mertuamu!" Kata si kakek. Bukan main mendongkolnya si gadis. "Aku ingin melihat anakmu. Tidak bisa pernikahan diadakan dengan cara paksa seperti ini!" Kata Kam Lian Cu kemudian. "Hem, tidak ada pilihan, mau atau tidak, engkau harus mau menjadi isteri anakku!" "Tapi.......!" "Mengapa harus pakai tetapi!?" Tanya kakek tua itu. "Aku sudah menyukai kau dan bersedia mengambil kau menjadi mantuku, itu.., itu saja sudah merupakan peruntungan yang sangat bagus buat kau! "Hemmmm, walaupun ada gadis yang bersedia menjadi isteri anakku dan berlutut menangis memohon-mohon, belum tentu dia akan kuambil sebagai mantuku! Engkau memiliki rejeki demikian bagus, ternyata benar-benar tidak perduli.....!" Kam Lian Cu hanya terdiam. Sedangkan kera bulu kuning itu mengeluarkan suara pekik yang aneh. Matanya memancarkan sinar yang sangat tajam, menunjukkan bahwa dia tengah bernapsu birahi kepada si gadis. Kam Lian Cu tampak sebal sekali melihat monyet itu, dia mendengus beberapa kali dan membuang pandangannya. Sedangkan pada saat itu tampak si kakek tua itu telah berkata. "Sekarang juga engkau harus turut bersamaku..... dan nanti akan menikah dengan anakku!" Kam Lian Cu menggeleng. "Tidak, aku tidak mau ikut sekarang denganmu!" Katanya kemudian terpaksa. "Ihhhh, kau masih pura-pura menolak?" Tanya Si kakek, mukanya jadi bengis Kam Lian Cu menghela napas. Bukan main bingung hati si gadis. Menghadapi kakek tua ini dia benar-benar tidak berdaya. Jika memang dia bersikeras, berarti dia akan menghadapi bahaya tidak kecil juga, bukankah kepandaian kakek tua itu memang sangat tinggi sekali dan bukan menjadi tandingannya. Karena itu dalam waktu yang hanya beberapa detik itu, dia telah memutar otak. "Aku bersedia menjadi mantumu, tapi harus ada syaratnya!" Kata Kam Lian Cu Sepasang alis si kakek berdiri. "Engkau sudah diberi rejeki bagus untuk menjadi isteri anakku, masih bertingkah seperti ini harus mengajukan syarat?" Kata si kakek sengit. "Jika memang kau tidak mau memenuhi syaratku ini, lebih baik aku mati dan tidak sudi menjadi isteri anakmu!" Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Baiklah!" Kata kakek tua itu setelah bimbang sejenak. "Aku menerima syaratmu. Katakanlah, syarat apakah itu?!" Kam Lian Cu bimbang, tapi akhirnya dia menunjuk Ko Tie yang rebah di tanah tidak berdaya dalam keadaan terluka parah. "Kau harus menyembuhkannya dulu. Setelah dia sembuh, aku akan ikut bersama kau pergi menemui anakmu!" Kata Kam Lian Cu. Kakek tua itu tampak jadi bimbang lagi, untuk sejenak dia berdiam diri. "Bagaimana, apakah kau menerima syaratku itu?!" Tanya Kam Lian Cu dengan menatap tajam kepada kakek tua tersebut, sedangkan hatinya berdebar keras sekali. Dia kuatir kalau kakek tua itu menolaknya, berarti dia pun tidak akan berdaya jika dipaksa oleh kakek tua itu untuk ikut dengannya. Sedangkan kakek tua tersebut tidak menyahutinya. "Bagaimana?!" Tanya si gadis menegasi. Kakek tua tersebut berkata ragu-ragu. "Untuk menyembuhkan pemuda itu........!" Dia tidak meneruskan perkataannya lagi. "Kenapa?!" Tanya Kam Lian Cu. "Apakah ada sesuatu yang luar biasa?!" Tanya Kam Lian Cu. "Bukan..... bukan begitu.....!" "Atau memang kepandaianmu kurang tinggi, sehingga engkau tidak bisa mengobatinya?" "Hemmmmmm, enak saja kau bicara!" Bentak kakek tua tersebut. "Kau berani memandang rendah kepandaianku?!" "Bukan begitu! Oey Yok Su sanggup mengobati pemuda itu, tapi karena engkau muncul dan mengganggunya, dia tidak jadi mengobatinya. Tapi kau tampaknya memang tidak sanggup buat mengobati pemuda itu! "Dengan demikian jelas kepandaianmu memang kurang tinggi untuk dapat mengobati pemuda itu. Bukankah dengan berkata begitu aku tidak bersalah!?" Muka kakek itu berobah. "Aku tidak akan kalah dengan Oey Yok Su!" Katanya dengan temberang. "Jika tadi aku mengakui bahwa dia memiliki kepandaian yang lebih tinggi dariku, karena aku kuatir kalau-kalau engkau melukai Go-jie! Hemmm, engkau ternyata pandai membakar-bakar! "Kuberitahukan, bahwa pemuda itu terluka parah sekali. Di dalam tubuhnya telah terjadi pergolakan Im dan Yang, dua macam hawa murni yang bergolak dan bercampur menjadi satu. "Dengan keadaannya seperti itu, jelas agak sulit buat menyembuhkannya.. Tentu akan memakan waktu yang lama sekali! "Sedikitnya aku harus mengerahkan lwekangku mengobatinya selama satu minggu! Dengan demikian hari pernikahan puteraku dengan kau akan tertunda juga cukup lama!" Setelah berkata begitu, tampak kakek tua tersebut memandang tertegun kepada Ko Tie. Sedangkan Ko Tie rebah dalam keadaan tidak berdaya. Sesungguhnya, dia mendongkol sekali melihat kakek tua itu hendak memaksa Kam Lian Cu buat menikah dengan anaknya. Tapi Ko Tie memang dalam keadaan tidak berdaya, maka dia diam saja, sambil memejamkan matanya. Karena memang dia tidak memiliki kesanggupan buat menghadapi kakek itu, sedangkan buat menggerakkan tubuh dan tangannya saja dia tidak sanggup. Kam Lian Cu telah mengawasi kakek itu, dia bilang. "Jika memang engkau tidak mau mengobati pemuda itu, biarlah aku akan bunuh diri saja. Aku tidak sudi menjadi isteri puteramu!" "Ohhhh, jangan! Jangan nekad seperti itu!" Kata si kakek yang jadi gugup sekali. "Kau sanggup mengobatinya?" Bertanya Kam Lian Cu, mendesaknya. Kakek itu mengangguk. "Ya, ya, aku sanggup. Tapi kau tidak boleh memungkiri janjimu. Jika memang aku berhasil mengobati pemuda itu, maka engkau tidak boleh menolak lagi untuk menjadi isteri puteraku, menjadi mantuku! Kau mengerti?" Kam Lian Cu mengangguk. "Ya, aku mengerti!" "Nah jika demikian aku akan mengobati pemuda itu!" Kata kakek tua itu. Dia segera menghampiri Ko Tie. Waktu itu Ko Tie memejamkan matanya saja. Sebetulnya dia tidak mengharapkan dirinya diobati oleh kakek tua itu. Jika dia harus mati, diapun tidak menyesal. Hanya saja, justeru sekarang, dia jadi mengharapkan bisa sembuh. Karena jika dia sembuh, berarti dia yang bisa menolongi Kam Lian Cu dari tangan kakek tua itu, agar mencegah si gadis dikawinkan dengan putera si kakek. Karena itu, Ko Tie berdiam diri saja, dia membiarkan ketika kakek tua tersebut telah memegang tangannya. Telapak tangan Ko Tie diletakkan pada telapak tangan si kakek tua, kemudian kakek tua itu mengerahkan sin-kangnya. Tenaga dalam kakek tua meluncur keluar dari telapak tangannya, mengalir masuk ke dalam telapak tangan Ko Tie. Dikala itu Ko Tie merasakan segulungan hawa yang hangat memasuki telapak tangannya. Mendadak sekali Ko Tie merasakan kepalanya pusing, dadanya seperti mau meledak, karena hawa panas yang memasuki telapak tangan itu seperti juga mengaduk-aduk dada dan perutnya, yang seperti juga jungkir balik. Dengan mengeluarkan suara jeritan yang nyaring, tampak Ko Tie tidak sadarkan diri. Pingsan. Kam Lian Cu kaget tidak terkira, dia segera menghampiri menjerit pada si kakek. "Kau.. kau..... kau telah mencelakainya!" Teriaknya Kakek tua itu menggelengkan kepalanya. "Tenang, dia tidak akan mengalami sesuatu apapun juga......!" Kata kakek tua itu. "Dia hanya tidak kuat menerima tekanan hawa murni dariku!" Kam Lian Cu mengangguk. "Kalau begitu..... kalau begitu dia akan dapat disembuhkan?!" Tanyanya. "Ya.....!" Mengangguk kakek tua itu. Segera juga kakek itu telah mengerahkan tenaga dalamnya lagi, mengempos hawa murninya. Ko Tie dalam keadaan pingsan tidak sadarkan diri, tapi hawa murni yang dikirim oleh kakek tua itu telah menorobos masuk ke dalam tubuhnya lewat telapak tangannya. Malah hawa murni itu telah menerjang beberapa jalan darah di dalam tubuh Ko Tie, yang semula telah tersumbat. Dengan terbukanya beberapa jalan darah yang tadi tersumbat itu, Ko Tie segera tersadar dari pingsannya. Tapi begitu dia membuka matanya, dia menjerit lagi, dan jatuh pingsan pula. Hal ini disebabkan begitu Ko Tie membuka matanya, segera dia merasakan kesakitan yang hebat pada dada perutnya, seperti juga di dalam perutnya itu terdapat sesuatu yang telah membuat isi perutnya diremas-remas. Sedangkan Kam Lian Cu tambah bimbang dan kuatir. "Apakah..... apakah dia tidak akan celaka oleh perbuatanmu ini?!" Tanya si gadis. Kam Lian Cu bertanya begitu, karena dia kuatir, kalau-kalau memang nanti Ko Tie jadi terbiasa karena cara pengobatan si kakek yang tidak benar. Sedangkan Kakek itu telah menggelengkan kepalanya tanpa menyahuti, dia mengerahkan terus tenaga dalamnya. Lewat lagi setengah jam, segera juga tampak dari sekujur tubuh Ko Tie menitik butir-butir keringat yang deras sekali. Dan tidak lama lagi, Ko Tie telah tersadar dari pingsannya, dia telah mengeluarkan suara seruan. Tapi sekarang dia tidak menderita kesakitan yang hebat seperti tadi. Dia juga tidak menderita kesakitan yang membuatnya pingsan. Dia hanya merasakan sekujur tubuhnya lemas, dan panas bukan main, karena hawa sin-kang yang dikirim oleh si kakek tua. Kakek tua itu pun memperlihatkan sikap gembira, wajahnya berseri-seri, karena dia mengetahui usahanya itu telah berhasil. "Jika dia telah berhasil diselamatkan, selanjutnya cuma memberikan pertolongan agar lweekang yang telah dimilikinya itu tidak lenyap dan punah! Kam Lian Cu mengangguk, diam-diam dia girang juga melihat Ko Tie dapat diobati oleh kakek tua itu. Ko Tie sendiri merasakan semakin lama hawa panas di dalam tubuhnya semakin meningkat, dan akhirnya dia merasakan sesuatu di lehernya. "Uwahhh!" Dia telah memuntahkan gumpalan darah yang telah menghitam. "Selamat!" Berseru kakek tua itu, setelah si pemuda memuntahkan gumpalan darah itu. Dan kakek itu menyudahi pengiriman sin-kangnya. Kam Lian Cu mecoleh kepada Ko Tie, katanya dengan suara raguragu berkuatir sekali. "Apakah keadaanmu, jauh lebih baik?!" Ko Tie mengangguk lemah. "Ya tapi aku merasakan sekujur tubuhku sangat lemas sekali......!" Kam Lian Cu memaksakan diri buat tersenyum untuk menghibur si pemuda. "Dalam seminggu keadaanmu akan pulih sebagaimana biasa!" Katanya. Waktu itu si kakek telah berkata kepada Kam Lian Cu. "Dan sekarang kau! Kau harus ikut aku dulu ke tempatku nanti aku akan melanjutkan pula mengobati pemuda itu. Kam Lian Cu gugup bukan main. "Tidak! Aku tidak mau!" Katanya sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Tidak mau? Bukankah tadi engkau telah berjanji, jika aku mengobati pemuda itu, maka kau bersedia menjadi isteri puteraku?!" Tanya si kakek, matanya memandang bengis sekali. Kam Lian Cu jadi tambah bimbang, dia menyahutinya. "Kau sendiri yang berjanji bahwa engkau akan mengobati pemuda itu sampai sembuh...... Sekarang dia belum sembuh, bagaimana mungkin kita bisa meninggalkannya? "Kalau memang kita meninggalkannya, niscaya dia akan mengalami sesuatu yang tidak diinginkan di tempat ini, kalau memang kita meninggalkannya seorang diri. Jika ada bahaya yang mengancamnya tentu dia tidak bisa menghadapinya, karena dalam keadaan terluka parah seperti itu!" "Jadi!" Bola mata kakek tua itu terbuka lebar-lebar. "Ya, aku menginginkan kau mengobati pemuda ini sampai benarbenar sembuh, barulah itu akan ikut bersama kau untuk pergi ke tempatmu buat menikah dengan puteramu!" Muka kakek tua itu berobah, tapi dia tampak jadi ragu-ragu. Akhirnya dia mengangguk. "Baiklah mari kita obati dia sampai sembuh, tapi setelah itu engkau tidak boleh mengajukan alasan-alasan lainnya lagi!" Katanya. Kim Lian Cu cuma mengangguk. Begitulah, kakek tua tersebut, yang aneh dan tampaknya agak sinting, berusaha mengobati Ko Tie. Selama itu Kam Lian Cu selalu gelisah, karena dia tidak mengetahui bagaimana nasibnya selanjutnya. Tapi yang nembuat dia terhibur, dia melihat kian lama kesehatan Ko Tie memang mengalami kemajuan. Ko Tie telah mulai sehat menjelang pada hari ke tiga. Y Selama kakek tua yang aneh itu mengobati Ko Tie, selalu pula Kam Lian Cu diganggu oleh kera berbulu kuning itu, yang berusaha mendekati si gadis dengan mengeluarkan suara yang aneh sekali seperti suara mendesis, seperti suara mengerang. Kam Lian Cu setiap kali didekati oleh kera bulu kuning yang setinggi manusia itu, selalu jadi jijik. Jika memang dia tidak memikirkan keselamatan Ko Tie dan takut kalau kakek tua itu jadi marah, tentu Kam Lian Cu sudah menikam mati kera itu. Terlebih lagi dia teringat betapa kera ini telah berusaha untuk memperkosanya. Dan jika teringat akan hal itu, maka dia selalu bermaksud membunuh kera tersebut. "Tapi jika aku membunuhnya kelak pun masih belum terlambat," Berpikir Kam Lian Cu akhirnya. "Jika memang aku terpaksa akhirnya harus menjadi isteri putera kakek tua keparat ini, maka di waktu itu akan membunuh kera ini pun masih belum lagi terlambat!" Karena berpikir begitu, hati Kam Lian Cu jadi lebih tenang. Dan diapun telah berusaha untuk mengendalikan diri. Setiap kali didekati kera bulu kuning itu, dia selalu menyingkir tidak melakukan reaksi apa-apa, dia hanya mendekati si kakek tua. Dan kalau sampai tangan kera bulu kuning itu jail, memegangmegang tubuhnya, dia membentaknya minta kepada kakek tua itu agar mengusir kera itu dan tidak akan mengganggunya. Sedangkan kakek tua tersebut hanya tertawa-tawa dan menganggapnya lucu. Tapi selalu juga dia menuruti permintaan Kam Lian Cu, dia selalu mengusir kera itu. Kera itu pergi dengan penasaran, sikapnya memperlihatkan bahwa dia tidak puas. Hal ini disebabkan kera itu memang sangat ingin sekali dekat selalu dengan Kam Lian Cu. Dia pun memang begitu bernafsu berahi pada gadis ini, sikapnya seperti seorang pemuda yang tengah tergila-gila pada seorang gadis cantik. Pada hari ke enam, tampak Ko Tie jauh lebih sehat. Sekarang dia telah dapat menggerakkan sepasang tangan dan kakinya dengan leluasa. Bukan main girangnya Kam Lian Cu. Dia mengharap Ko Tie memang benar-benar dapat diselamatkannya. Ko Tie pada malam hari ke lima telah bersilat. Dia merasakan gerakannya cukup gesit. Hanya saja, justeru di waktu itu, dia bersilat dengan tenaga yang terus kosong, karena dia belum bisa menyalurkan kekuatan tenaga lweekangnya. Segera dia mengetahui, bahwa tenaga lweekangnya terancam akan musnah. Tapi kakek tua itu yang melihat si pemuda termenung, dia bilang. "Kau jangan kuatir, setelah seminggu kekuatanmu akan pulih kembali sebagaimana biasa! Tapi ingat jangan sekali-sekali kau berusaha untuk menjadi lawanku dan memusuhiku, sehingga aku terpaksa turun tangan buat memusnahkan lagi kepandaianmu itu!" Waktu berkata begitu, sikap kakek tua itu sungguh-sungguh, matanya juga memancarkan sinar yang tajam sekali. "Ada lagi syaratnya!" Kata kakek tua tersebut. "Jika memang telah sembuh dari lukamu, pada hari ke delapan, di mana lweekangmu telah pulih kembali, maka harus meninggalkan tempat ini! Aku tidak mau melihat tampangmu lebih lama lagi!" Ko Tie tidak menyahuti, dia hanya mengangguk saja. Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dan dia berusaha untuk menyalurkan pernapasannya, dia mengempos sinkangnya. Tetap saja hawa murninya itu tidak dapat dikendalikannya. Karena itu, dia hanya dapat menghela napas, dia kuatir kalau-kalau kakek tua itu gagal dengan janjinya, bahwa dia akan pulih dengan sin-kang yang utuh. Namun pada hari ketujuhnya, justeru setelah seminggu ia diobati oleh kakek tua tersebut, dia merasakan sin-kangnya mulai dapat dikendalikan. Pernapasannya telah dapat disalurkan dengan lancar, sin-kangnya juga sudah dapat dikerahkan kepada Tan-tian. Dengan dapatnya hawa murni itu dikerahkan kepada Tan-tiannya, berarti Ko Tie telah sembuh seluruhnya. Sekarang yang tinggal cumalah beristirahat selama beberapa hari lagi, untuk memulihkan kesehatannya benar-benar, dan sembuhlah Ko Tie. Tapi justeru di waktu itu, pada sore harinya, kakek tua itu telah berkata. "Sekarang kau telah sembuh, karena itu, kuingatkan kepadamu, mulai besok aku sudah tidak mau melihat tampangmu lagi! Kau sudah harus angkat kaki meninggalkan tempat ini!" Ko Tie mengangguk. "Baik, aku memang akan melanjutkan perjalananku! Terima kasih atas pertolongan yang diberikan oleh kau, Locianpwe!" "Aku tidak mengharapkan terima kasihmu, aku cuma mengharapkan setelah kau sembuh seperti sekarang, engkau tidak menimbulkan kesulitan buatku!" Muka Ko Tie berobah merah. Di dalam hatinya dia memang tengah memikirkan, Setelah sinkangnya kumpul, dan ia sembuh, maka dia akan menghadapi kakek tua itu untuk mencegah kakek itu memaksa Kam Lian Cu menjadi mantunya. Maka dia telah berusaha untuk mempercepat mengerahkan sin-kangnya. Dan Ko Tie berpikir, setelah lewat satu hari lagi, di waktu itu tentunya dia telah leluasa untuk mengerahkan sin-kangnya, sehingga dia dengan leluasa akan dapat mempergunakan kepandaiannya, buat menghadapi kakek tua itu. Justeru di saat itu si kakek tua telah berkata dengan suara yang mengandung nada mengejek dan juga seperti telah mengetahui isi hatinya, membuat Ko Tie jadi jengah juga. Sebagai seorang yang selalu tegak pada aliran putih..... yaitu jalan pek-to, maka dia tentu saja menghormati kebaikan dan membenci kejahatan. Sekarang dia telah diselamatkan jiwanya oleh kakek tua itu, karenanya dia sangat berterima kasih sekali pada kakek tua tersebut. Dan jika memang dia bermaksud hendak menolongi Kam Lian Cu, maka dia harus menentang kakek tua itu, berarti dia melakukan kebaikan dibalas dengan kejahatan. Inilah yang membuat hati Ko Tie jadi bimbang dan tidak bisa segera mengambil keputusan. Kam Lian Cu pun girang melihat Ko Tie telah sembuh. Waktu si kakek tua dan kera bulu kuning berada di tempat yang terpisah cukup jauh, maka si gadis telah berkata. "Malam ini kita akan berusaha melarikan diri dari mereka!" Ko Tie mengangguk ragu-ragu. Waktu itu, tampak kakek tua tersebut telah melangkah menghampiri, dia bilang kepada Kam Lian Cu. "Mari sekarang kita melakukan perjalanan, untuk dapat tiba di tempatku lebih cepat lagi! Kukira kawanmu itu telah sembuh, dan besok dia bisa melakukan perjalanan meninggalkan tempat ini, kau sudah tidak perlu menguatirkan keadaannya!!" Hati Kam Lian Cu tercekat. "Tidak!" Katanya. "Aku ingin menantikan sampai kawanku ini pergi dulu dari tempat ini, sehingga membuktikan bahwa dia benarbenar telah sembuh.......!" "Hemmm!" Mendengus kakek tua itu. "Kau terlalu mencari-cari alasan saja......!" "Tapi aku telah berjanji padamu, bahwa aku akan menuruti keinginanmu, asalkan kawanku jadi benar-benar dapat disembuhkannya! Sekarang dia telah sembuh, tapi dia belum lagi sembuh keseluruhannya. Dan jika dia telah bisa meninggalkan tempat ini, berarti dia benar-benar telah sembuh!" Kakek tua itu itu tidak mau membantah dan berdebat dengan si gadis. Ia mengangguk dan mengajak si kera bulu kuning buat tidur di atas sebatang pohon, nyenyak sekali tampaknya tidur mereka. "Hemmm, tampaknya tak mudah kita melarikan diri dari mereka..... karena kakek tua itu walaupun dia tertidur, tokh dia memiliki ilmu tinggi dan pendengaran yang sangat tajam sekali! Karena itu, jika memang kita ingin melarikan diri, maka kita harus menantikan menjelang tengah malam.....!" Bisik Ko Tie kepada Kam Lian Cu, dengan suara yang perlahan sekali. Kam Lian Cu mengangguk. Sedangkan Ko Tie untuk melihat apakah tenaga dalamnya telah pulih, ia mengambil sebongkah batu yang dikepalnya dalam cengkeraman tangan kanannya. Iapun kemudian mengerahkan tenaga dalamnya. Seketika terdengar suara yang perlahan sekali, ternyata batu dalam kepalannya itu telah menjadi remuk dan hancur menjadi bubuk, dengan demikian telah membuat Ko Tie girang bukan main, karena lweekangnya memang telah pulih sebagaimana biasa dan dia dapat mempergunakannya dengan sebaik mungkin. Kam Lian Cu melirik. "Aku telah berhasil!" Bisik Ko Tie kemudian dengan suara yang perlahan. Kam Lian Cu juga girang. "Jika demikian kita berdua tentu akan dapat menghadapi kakek keparat itu......!" Kata Kam Lian Cu. Ko Tie mengangguk. "Ya, kukira jika kita maju berdua, kakek tua itu masih dapat kita hadapi!" "Tapi.?!" Kam Lian Cu tampak ragu-ragu. Ko Tie jadi heran. "Kenapa?!" Tanyanya. "Kakek tua itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali dan sukar juga kita menghadapinya, terlebih lagi mengingat kau baru saja sembuh dari lukamu! Kalau kau mengeluarkan tenaga berlebihan untuk menghadapinya, niscaya akan menyebabkan lukamu itu akan kambuh kembali!" Ko Tie juga menyadari apa yang dikatakan oleh Kam Lian Cu memang benar. Jika kelak ia menghadapi kakek tua yang lihay itu, dan mempergunakan tenaga yang berlebihan, niscaya akan membuat dia akan terlalu memaksakan mempergunakan tenaganya itu. Dan ini akan merugikan dirinya, di samping itu kemungkinan dirinya akan kembali pula terluka di dalam. Melihat Ko Tie tidak menyahuti, hanya berdiam diri saja, Kam Lian Cu mengawasinya ia melibat pemuda jadi tampak muram, tentunya ada sesuatu yang menyusahkan hatinya. "Kenapa?!" Tanya si gadis perlahan. "Benar juga apa yang kau katakan, nona Kam!" Kata Ko Tie. "Memang dilihat demikian, sulit kita menghadapi kakek tua itu walaupun kita maju serentak berdua!" Kam Lian Cu menghela napas. Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin. "Walaupun kalian melatih diri selama duapuluh tahun lagi, jangan harap kalian bisa menghadapi diriku!" Terdengar suara kakek baju kuning itu. Tercekat hati Ko Tie dan Kam Lian Cu. Rupanya pembicaraan mereka, walaupun hanya bisik-bisik belaka, telah diketahui oleh kakek tua tersebut. Maka Ko Tie dan Kam Lian Cu akhirnya hanya berdiam diri sambil saling pandang. Memang tidak mudah buat mereka berdua menghadapi kakek tua tersebut. Dan hal ini mereka menyadarinya. Akan tetapi, juga Ko Tie tidak akan membiarkan Kam Lian Cu dibawa oleh kakek tua itu, yang katanya ingin mengawinkan gadis itu dengan puteranya. Demikian juga halnya dengan Kam Lian Cu, tentu si gadis lebih baik mati dari pada dipaksakan seperti itu oleh si kakek tua, karena putera si kakek pun ia tidak mengetahui bagaimana rupa dan bentuknya. Dengan melihat keadaan si kakek seperti itu, maka Kam Lian Cu telah bisa membayangkannya, bahwa putera dari kakek tersebut juga bukankah seorang yang tampan. Di samping itu, yang dikuatirkan oleh Kam Lian Cu dan Ko Tie kalau-kalau putera si kakek itu yang sempat datang ke tempat ini, berarti mereka akan menghadapi kesulitan yang lebih besar, karena memang putera si kakek niscaya memiliki kepandaian yang tinggi sekali. Sedang Ko Tie dan Kam Lian Cu bengong saling pandang tanpa berkata apa-apa lagi, karena pendengaran si kakek tua yang memang sangat tajam itu, maka ia pun rupanya telah memasang telinga bukannya tidur, membuat Kam Lian Cu dan Ko Tie sempit sekali memiliki kesempatan untuk dapat melarikan diri. Di samping itu Kam Lian Cu pun menyadari, bahwa jika kakek tua itu bermaksud membawanya dengan cara paksa, tentu dia tidak akan berdaya mengadakan perlawanan. Bisa saja kakek tua itu menotoknya dan membawanya pergi dalam keadaan dia tidak berdaya seperti itu. Sedangkan Ko Tie walaupun berkepandaian tinggi, tetapi dia baru saja sembuh dari lukanya, jika sampai dia mengerahkan tenaga dalamnya terlalu berlebihan, niscaya akan membuat dia terancam bahaya yang tidak kecil. Malah kepandaian kakek tua itu juga setinggi dan selihay Oey Yok Su. Bagaimana mungkin Ko Tie bisa menghadapinya. Karena itu, segera juga Kam Lian Cu menangis. Tampaknya gadis ini memang sangat bingung sekali. Ko Tie melihat si gadis menangis, segera menghiburnya, katanya. "Kau jangan bersusah hati, walaupun bagaimana aku akan membelamu, nona Kam!" "Tapi..... tapi dia terlalu lihay.....!" Menangis Kam Lian Cu. Ko Tie menghela napas. Ia menyadari apa yang dikatakan oleh Kam Lian Cu memang benar, yaitu kepandaian kakek tua itu sangat lihay, tapi iapun bersedia buat mengadu jiwa guna melindungi si gadis. Dalam hal ini, Ko Tie juga tengah memperhitungkan, dengan cara apa dia bisa melawan dan menghadapi kakek tua itu. Maka sekali lagi Ko Tie telah mengambil sebungkah batu, dia meremasnya, sehingga batu itu kembali remuk dan menjadi hancur seperti juga bubuk. Di saat itulah tampak si kakek melompat turun dari atas pohon, katanya dingin. keseluruhannya. "Hemm, jika lwekangmu sampai kau belum lagi pulih mengeluarkan dan mempergunakan tenaga yang berlebihan, niscaya akan membuat kau terluka di dalam yang lebih parah lagi!" Muka Ko Tie berobah, sedangkan Kam Lian Cu memandang kuatir sekali. Yang di kuatirkan Kim Lian Cu dari Ko Tie, kakek tua itu merobah pikiran dan menyerang mereka. Tapi Ko Tie diam-diam telah memusatkan tenaga dalamnya, dia telah berwaspada dan bersiap sedia, karena walaupun ia menyadari kakek tua itu memiliki kepandaian tinggi, tokh buat belasan jurus dia masih bisa menghadapinya. Dia ingin berusaha, untuk dapat menghadapi kakek tua itu, di mana dia akan berusaha mengerahkan seluruh kepandaiannya dan juga tenaganya. Di waktu dia menghadapi kakek tua tersebut, dia akan berusaha membujuk si gadis agar melarikan diri. Jika memang Kam Lian Cu melarikan diri, tentunya kakek tua itu akan berusaha buat mengejarnya, dia akan meninggalkan Ko Tie. Tapi Ko Tie akan melibatnya terus, sehingga kakek tua itu tidak leluasa mengejarnya. Di saat-saat seperti itu, si gadis she Kam tentunya sudah melarikan diri jauh sekali. Ko Tie pun akan dapat melarikan diri dengan melepaskan si kakek mengejar Kam Lian Cu, sedangkan Kam Lian Cu niscaya akan dapat mengatur sedemikian rupa, agar dia tidak meninggalkan jejak buat si kakek. Karena berpikir begitu, Ko Tie diam-diam telah memusatkan tenaga dalamnya pada ke dua tangannya. Tapi kakek baju kuning itu sama sekali tidak menyerangnya, dia tertawa terkekeh dan kembali ke tempatnya, tubuhnya melesat dan rebah di cabang pohon dekat kera bulu kuning itu. Ko Tie menghela napas lega. Segera juga Ko Tie pun menceritakan kepada Kam Lian Cu tentang rencananya agar si gadis melarikan diri dengan segera begitu dia menghadang si kakek. Tapi Kam Lian Cu menggeleng. Dengan suara yang sangat perlahan karena kuatir kakek tua itu dapat mendengar percakapan mereka seperti tadi, Kam Lian Cu bilang. "Tidak...... tidak mau aku mengorbankan dirimu demi keselamatanku.!" Ko Tie tersenyum. "Tapi kakek tua itu niscaya akan bertempur setengah hati denganku. Begitu dia melihat engkau melarikan diri, tentu dia tidak bisa mencurahkan seluruh perhatinnya kepada pertempuran itu, dia niscaya akan berusaha mengejarmu. "Sedangkan engkau dapat melarikan diri jauh sekali, karena aku akan melibatnya terus, juga aku tidak akan terlalu berat menghadapi kakek tua itu, karena dia niscaya jadi panik dan akan segera tergesa-gesa berusaha mengejar dirimu.....!" Mendengar keterangan yang diberikan Ko Tie, Kam Lian Cu diam termenung sejenak. Namun akhirnya ia mengangguk mengerti, karena ia pun berpikir sama seperti Ko Tie "Ya baiklah! Sebelumnya aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepadamu.....!" Kata si gadis dengan suara mengandung perasaan terima kasih sekali kepada si pemuda. Mereka saling pandang, dan hati mereka saling berbisik lewat sinar mata mereka. Karena walaupun mereka tidak mengucapkan sepatah perkataan pun juga, tokh kenyataaanya mereka itu telah mengetahui akan isi hati masing-masing lewat sinar mata mereka. Ko Tie malah telah mengulurkan tangannya dia menggenggam tangan si gadis, menggenggamnya mesra dan lembut sekali, meremasnya perlahan-lahan. Memang si gadis cantik sekali. Ia malah lebih cantik dari Giok Hoa. Ko Tie di waktu itu teringat kepada Giok Hoa, yang lincah dan juga adatnya menarik sekali. Tapi Kam Lian Cu justeru memiliki sifat yang berbeda dengan Giok Hoa. Jika Giok Hoa bagaikan bunga Botan, maka Kam Lian Cu bagaikan bunga Pek-lian, teratai yang lembut, halus dan juga mesra sekali, yang masing-masing memiliki perbedaan antara Giok Hoa dengan Kam Lian Cu, karena satu dengan yang lainnya memiliki kelebihan dan kekurangannya. Waktu itu terdengar kakek baju kuning telah mendehem, rupanya ia mengetahui perasaan muda-mudi itu. Muka Kam Lian Cu berobah jadi merah, dia segera menarik tangannya. Ko Tie juga merasakan pipinya panas sekali karena malu. Keadaan di tempat itu sunyi sekali. "Lebih baik-baik kita berusaha sekarang, kau mencoba melarikan diri, dan aku yang akan menghadangnya!" Bisik Ko Tie perlahan. "Jika kera bulu kuning itu mengejar dan merintangiku, bukankah aku tidak dapat melarikan diri lebih cepat dari apa yang direncanakan?!" Tanya Kam Lian Cu. Ko Tie diam. Mereka jadi berpikir keras sekali. Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dalam keheningan di malam hari seperti itu, mendadak terdengar suara pekik yang aneh dari tengah-tengah angkasa. Suara pekik itu nyaring sekali. Ko Tie jadi girang bukan main. Dia mengenali suara itu, tapi ia tidak yakin dengan dugaannya. "Apakah benar dia?!" Pikir Ko Tie di dalam hatinya. "Tidak mungkin.. mungkin jupa hanya kebetulan saja suaranya yang sama.....!" Kembali terdengar suara pekik dan menggeleparnya sayap yang sangat kuat, menderu-deru. Kakek baju kuning itu melompat turun dari cabang pohon karena dia heran dan terkejut. Dia mengawasi ke atas, untuk melibat sesuatu yang besar dan tengah terbang melayang-layang di tengah udara. Ko Tie bersiul nyaring. Dia sengaja bersiul begitu untuk mencoba saja, apakah benar suara pekik itu berasal dari burung rajawali peliharaan Giok Hoa! Dia memang kenal dengan burung itu, suaranyapun dikenal baikbaik olehnya. Selama bersama-sama Giok Hoa dulu di puncak gunung, iapun selalu bermain dengan burung rajawali yang luar biasa itu. Cuma saja Ko Tie tidak yakin bahwa burung itu bisa muncul di sini. Namun apa yang diragukannya itu akhirnya buyar, karena memang begitu dia bersiul suara pekik itu menyahuti semakin keras dan suara menggeleparnya sayap yang menimbulkan angin menderu-deru kuat sekali terdengar. Ko Tie jadi girang. "Binatang apa itu?!" Tanya Kam Lian Cu dengan sikap yang berkuatir. "Burung rajawali..... aku kenal baik dengannya, dan ia pun jinak sekali, bisa di perintah!" Kata Ko Tie memberitahukannya. "Jika memang benar Pek-jie, maka kita akan tertolong...... karena dia akan dapat membantu kita.....!" Kam Lian Cu memandang heran. Sedangkan Ko Tie bersiul lagi tiga kali. Dia bersiul dengan meniru suara yang biasa Giok Hoa siulkan buat memanggil burung rajawali itu. Sesosok bayangan yang besar telah meluncur turun dari atas angkasa. Dan hinggap tepat di samping Ko Tie. Benar saja, itulah burung rajawali peliharaan Giok Hoa. Burung itu tampak girang bertemu dengan Ko Tie, dia menggesek-gesekkan kepalanya pada lengan Ko Tie. Kakek baju kuning itu memandang dengan mata terbeliak lebarlebar. Dia heran melihat burung rajawali yang demikian besar dan tampak kuat dan gagah. Yang membuat dia lebih heran justeru burung rajawali itu seperti menurut sekali pada Ko Tie, yang bisa memanggilnya dengan siulan belaka. Ko Tie waktu itu tertawa perlahan, dia bilang. "Hemmm, sekarang kau telah datang buat membantu! Nah nona Kam, kau bisa naik ke atas punggungnya, Pek-jie akan membawamu pergi terbang ke tengah udara!" Kakek baju kuning itu kaget, dia melompat menghampiri. "Kau kalian ingin melarikan diri?!" Tegurnya dengan suara yang dingin dan mengandung kemarahan. Ko Tie baru saja menyahuti, Pek-jie yang melihat sikap mengancam dari kakek baju kuning itu, telah mengibaskan sayap kanannya, gerakannya tidak di sangka-sangka dan di luar dugaan. Juga dari sayapnya itu mengeluarkan suara berkesiuran angin yang sangat dahsyat menerjang kepada kakek baju kuning itu. Kakek baju kuning tersebut tengah melompat maju buat mendekati Ko Tie, tapi mendadak sekali dia merasakan serangkum angin yang sangat kuat mendorong dirinya. Kakek itu kaget dan heran. Namun dia cepat sekali telah merangkapkan ke dua tangannya, dan mendorong. Kakek tua itu rupanya tidak memandang sebelah mata terhadap sampokan sayap burung rajawali itu, karena dia yakin, begitu dia mendorong dengan kekuatan tenaga dalamnya, berapa kuatnya tenaga burung itu sekalipun, tentunya dia akan terdorong terpental. Namun burung rajawali itu tetap saja berdiri tepat di tempatnya. Benturan tenaga yang terjadi membuat kakek baju kuning itu yang kaget, karena tubuhnya tergetar dan dia hampir saja terhuyung mundur, kalau saja dia tidak cepat-cepat mengerahkan tenaga dalamnya pada kakinya. Kemudian si kakek telah mendorongkan telapak tangannya pula dengan mengerahkan sin-kangnya lebih kuat. Kali ini sayap burung rajawali tersebut telah terdorong, dan burung itu terpekik, dia segera membarengi buat terbang ke tengah udara. Sedangkan kakek baju kuning ini segera mengetahui bahwa burung rajawali putih yang tubuhnya sangat besar itu bukanlah burung rajawali sembarangan. Iapun bersikap lebih hati-hati. Ko Tie waktu itu telah mengambil keputusan yang cepat sekali. "Nona Kam, cepat kau lari!" Berseru Ko Tie dengan suara yang nyaring, tubuhnya segera membarengi melompat ke dekat kakek baju kuning itu. Kam Lian Cu bimbang sejenak, dia kemudian memutar tubuhnya, berlari dengan cepat sekali. Dia pikir, tentunya dengan ada burung rajawali itu, Ko Tie akan dapat menghadapi kakek tua baju kuning lebih baik lagi. Malah kemungkinan nanti Ko Tie akan dapat duduk di punggung rajawali itu, terbang ke tengah udara sehingga dapat meloloskan diri dari kakek baju kuning itu. Dengan mengerahkan ginkangnya, ilmu meringankan tubuhnya, Kam Lian Cu berlari cepat sekali. Kakek baju kuning itu berjingkrak karena kagetnya melihat si gadis hendak melarikan diri. "Hei, mau ke mana kau?!" Teriak kakek baju kuning itu bengis sekali. Tubuhnya juga melesat dan ia bermaksud mengejar. Tapi belum lagi dia bergerak, dari arah belakangnya telah menyambar serangkum angin yang kuat sekali. Itulah serangan yang dilakukan oleh Ko Tie. Waktu si gadis she Kam melesat buat memelarikan diri, Ko Tie memang telah mengerahkan tenaga dalamnya. Dan waktu dia melihat kakek itu hendak mengejar Kam Lian Cu, tanpa membuang-buang waktu lagi segera juga ia melompat dam menghantam dengan sebagian besar lweekangnya. Hantamannya itu memang dahsyat, dan kakek ini mengetahuinya dengan merasakan berkesiuran angin serangan itu. Ia tidak berani menyambutinya. Segera juga dia berhenti dan membatalkan maksudnya untuk mengejar Kam Lian Cu. Dengan segera ia menangkisnya. "Dukk!" Ko Tie merasakan tangannya seperti akan patah oleh tangkisan yang dilakukan kakek itu. Namun Ko Tie nekad, mati-matian dia menahan rasa sakit itu dan menghantam lagi dengan kekuatan sepenuhnya, dia ingin berusaha mencegah kakek itu mengejar Kam Lian Cu. Kakek tua itu mendongkol bukan main, karena dia mengerti bahwa Ko Tie bermaksud hendak membendungnya dan melibatnya agar dia tidak memiliki kesempatan mengejar si gadis. Segera juga dia menangkis lagi, sekali ini dengan kekuatan yang jauh lebih hebat. Dan iapun kemudian membarengi dengan menyerang pula. Ko Tie kaget. Waktu tangkisan ke dua saling bentur dengan serangannya, dia merasakan tenaga kakek tua itu kuat sekali, tulang pergelangan tangannya semakin sakit. Dia belum lagi bisa melompat mundur menjauhi diri, dirinya telah dihantam begitu kuat oleh kakek tua tersebut. Terpaksa Ko Tie mengempos seluruh kekuatannya, karena dia bermaksud menangkisnya. Cuma saja Ko Tie menyadari, kali ini tentu dia tidak akan berhasil membendung kekuatan tenaga dalam si kakek. "Bukkk!" Tangan mereka saling bentur lagi. Ko Tie menggigit bibirnya. Dia merasakan tangannya seperti semper tidak dapat digunakan lagi untuk menyerang, sulit untuk diangkat dan juga sakitnya luar biasa, bagaikan tidak memiliki tenaga lagi. Ko Tie bingung, jika memang dia tidak berhasil melibat kakek tersebut, niscaya akan membuat kakek itu dapat mengejar Kam Lian Cu. Hanya saja, cepat sekali dia bersiul. Burung rajawali itu pun rupanya mengerti apa tugasnya. Dengan disertai pekikannya yang nyaring, burung rajawali itu telah menerjang kepada si kakek. Kuat sekali sampokan ke dua sayapnya. Kakek tua itu kaget dan juga sangat murka sekali. Dia berseru nyaring dan telah menghantam berulang kali dengan ke dua tangannya. Dia pun berkelit mengelakkan diri ke sana ke mari. Apa yang dilakukannya itu benar-benar sangat cepat sekali, namun burung rajawali itu pun cukup tangguh. Yang membuat kakek itu bertambah heran, dia melibat burung rajawali itu bergerak seperti juga dengan mempergunakan jurusjurus ilmu silat, karena tampaknya burung rajawali itu bagaikan mengerti ilmu silat. Maka untuk sesaat lamanya kakek tua itu dapat dilibat oleh si burung rajawali. Jika memang menghadapi burung rajawali biasa saja, tentu dengan cepat dan mudah kakek tua itu akan dapat merubuhkannya. Hanya saja sayangnya, justeru burung rajawali itu memiliki keluar biasaan dari burung rajawali lainnya. Selain pandai berkelit ke sana ke mari, setiap sampokan dari sepasang sayapnya seperti juga serangan tangan seorang ahli silat yang berbahaya, belum lagi disebabkan tenaga burung rajawali itu yang memang sangat kuat sekali. Dikala itu terlihat kakek tua itu tambah gusar, berulang kali dia membentak bengis sambil menyerang dengan tenaga dalam yang bisa mematikan. Burung rajawali itu memang terdesak, namun dia patuh terhadap perintah Ko Tie, dia terus juga melibat kakek tua itu, menerjang dengan segala kehebatannya. Kera bulu kuning mengeluarkan pekikannya, dia berlari untuk mengejar Kam Lian Cu. Tapi kera itu tidak bisa berbuat banyak. Dia berlari baru beberapa tombak, di hadapannya telah menghadang Ko Tie, yang membarengi tanpa membentak atau juga mengeluarkan suara lainnya, telah menghantamnya. Ko Tie memukul dengan tangan kirinya, karena tangan kanannya yang tadi saling bentur dengan tangan si kakek menjadi seperti semper tidak memiliki kekuatan tenaga lagi, tapi tangan kirinya itu pun tidak kalah hebatnya karena dia menghantam dengan disertai kekuatan lweekangnya. Walaupun kera bulu kuning itu memiliki ilmu silat yang rupanya diajarkan oleh si kakek tua itu, dan juga sangat gesit, tokh dia tidak bisa menghindarkan diri dari hantaman tangan kiri Ko Tie, yang mengenai telak sekali dadanya. Dengan diiringi pekik kesakitan dan kaget, kera itu terjungkal bergulingan di tanah. Ko Tie tidak memberikan kesempatan kera itu bernapas, ia melompat ke tempat kera tersebut, sambil menghantam dengan tangan kirinya pula. Kera itu telah merasakan betapa kuatnya serangan Ko Tie, sehingga dadanya kena dihantam telak dan dia menderita kesakitan, begitu bangun, tidak berani menghadapi Ko Tie, dia telah memutar tubuhnya, berlari ke sana ke mari. Ko Tie tersenyum puas. Dengan demikian, berarti Kam Lian Cu akan dapat melarikan diri dengan leluasa. Di waktu itu, burung rajawali yang menghadapi si kakek menghadapi kesulitan. Serangan si kakek luar biasa sekali. Ia duduk bersimpuh di tanah. Ke dua tangannya itu saja yang bergerak ke sana ke mari! Setiap hantaman tangannya mengandung kekuatan yang dahsyat sehingga burung rajawali itu tidak berani mendekatinya. Bahkan akhirnya burung rajawali itu telah terbang berputar-putar di atas si kakek sekali-kali dia menerjang turun, menukik dengan ke dua cakarnya siap mencengkeram. Tapi memang kakek itu hebat, dengan cara bertempurnya seperti itu dia bisa menghadapi rajawali tersebut, malah suatu kali, waktu burung rajawali itu menukik turun, kakek tersebut telah menantikan dengan mata terpentang lebar-lebar. Dia tidak menyerang dulu, dia menantikan sampai burung rajawali itu menukik dekat sekali, dan sayap burung itu tengah meluncur akan mengibas kepadanya. Setelah jaraknya terpisah tidak begitu jauh, segera juga kakek tua tersebut menghantamkan tangannya kepada sayap burung rajawali tersebut! "Bukkk!" Telak sekali hantaman itu mengenai burung rajawali itu, pada sayapnya, sehingga burung rajawali itu memekik kesakitan dan terbang tinggi sekali. Sayapnya itu ternyata kena di hantam sangat hebat, sampai beberapa helai bulu sayapnya telah rontok dan terbang jatuh ke tanah. Ko Tie kaget tidak terkira melihat burung rajawali sakti yang biasanya sangat tangguh, menghadapi kakek itu, telah dibuat tak berdaya. Burung rajawali itu, yang menderita kesakitan karena sayapnya telah patah, hanya mengeluarkan suara pekik yang nyaring berulang kali, terbang di udara tanpa berani menukik turun lagi. Ko Tie segera melompat ke dekat kakek tua itu, dia menghantam dengan tangan kirinya. Apa yang dilakukan Ko Tie sangat nekad sekali, karena dia seperti juga sudah tidak memikirkan lagi keselamatan dirinya, dia menghantam dengan sepenuh tenaganya. Kakek tua itu tertawa dingin, tangan kanannya telah menangkis. "Dukk, dukk.....!" Tubuh Ko Tie terpental dan bergulingan di tanah. Seketika Ko Tie merasakan dadanya sakit sekali ketika dia merangkak bangun! Kakek tua itu telah melompat berdiri, dia menggerakkan tangannya menyentil sebutir batu. Batu itu menghantam telak sekali jalan darah Hu-hiang-hiat si pemuda. Seketika Ko Tie merasakan sekujur tubuhnya lemas tidak hertenaga, mendatangkan rasa sakit yang bukan main, bagaikan tubuhnya dikoyak-koyak dan juga seluruh isi tubuhnya, perut dan dadanya, seperti menjadi hancur. Dengan mengeluarkan suara keluhan, seketika dia pingsan tidak sadarkan diri..... Dia tidak tahu lagi apa yang terjadi. Tadi memang dia tidak sanggup mengelakkan diri dari lontaran batu sentilan kakek tua itu, karena memang dia tidak dapat menggerakkan tubuhnya dengan lincah, dadanya tengah sakit. Terlebih lagi setelah ia tertotok seperti itu, membuatnya benarbenar jadi tidak berdaya dan pingsan tidak ingat orang.......! Kakek tua itu segera juga menepuk tangannya. Kera bulu kuning berlari menghampirinya. Bersama dengan binatang peliharaannya, segera kakek tua itu melarikan diri..... untuk mengejar Kam Lian Cu, karena dianggapnya bahwa sebelum burung rajawali itu sempat untuk menyerang nekad kepadanya, lebih baik dia melarikan diri dan mengejar Kam Lian Cu. Anak Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kera bulu kuning berlari-lari di belakangnya, mengikuti sambil berulang kali mengeluarkan suara pekiknya yang sangat nyaring. Burung rajawali itu tidak mengejar si kakek karena dia menyaksikan bagaimana Ko Tie telah rubuh di tanah dan kemudian diam tidak bergerak, pingsan. Segera juga burung rajawali itu telah meluncur turun, hinggap di samping Ko Tie, sambil mengeluarkan suara pekik yang perlahan, seperti juga tengah merintih sedih. Burung rajawali itu tidak berdaya untuk menyembuhkan Ko Tie, juga dia tidak berhasil untuk menyadari Ko Tie dari pingsannya. Dia hanya diam disamping pemuda itu dengan berulang kali mengeluarkan suara pekik yang lirih, ikut menyatakan tengah bersusah hati atas kemalangan pemuda ini. Tiauw-jie sebetulnya tengah berusaha mencari majikannya, yaitu Giok Hoa. Setiap kali dia terbang berkeliling di suatu tempat, dia mengeluarkan suara pekiknya dengan harapan bahwa majikannya akan mendengarnya. Siapa tahu, justeru dia bertemu dengan Ko Tie dan justeru mengalami, peristiwa seperti ini.!" Ko Tie masih rebah pingsan di tempatnya, dalam keadaan tertotok dan juga terluka di dalam, karena tadi dia telah mempergunakan tenaga yang melebihi takaran, juga memang dia baru saja sembuh. Begitu tenaga dalamnya dikerahkan melewati takaran, membuat peredaran darahnya bergolak, pernapasannya jadi seperti tersumbat, dan akhirnya luka di dalam itu telah bergolak kembali. Dia terluka yang tidak ringan. Itulah sebabnya mengapa totokan kakek tua baju kuning itu sempat telah membuatnya pingsan tidak sadarkan diri akibat penderitaan sakit yang luar biasa hebatnya yang membuat dia seperti juga merasakan tubuhnya bagaikan dikoyak-koyak Y Siapakah kakek tua baju kuning itu, yang kepandaiannya sangat lihay dan setingkat dengan kepandaian Oey Yok Su? Dengan melihat kepandaiannya itu saja, kita sudah menduganya bahwa kakek baju kuning itu bukanlah orang sembarangan. Dia setingkat dalam kedudukannya dengan Oey Yok Su dan tokoh sakti dalam rimba persilatan yang lainnya. Hanya saja, dulu-dulu mengapa dia tidak pernah muncul memperlihatkan diri? Mengapa waktu Lima Jago Luar Biasa memperebutkan gelar jago nomor satu, dia tidak pernah menampakkan diri, dan tidak pernah tersiar berita tentang dirinya. Padahal Oey Yok Su memiliki pengalaman sangat luas pun tidak kenal padanya, hanya kagum buat kepandaiannya yang memang sangat tinggi dan tidak berada di bawah kepandaiannya. Sekarang diapun bermaksud untuk mengambil Kam Lian Cu sebagai mantunya, dia telah bentrok dengan Oey Yok Su, dan membuat Ko Tie tidak berdaya, padahal kepandaian Ko Tie pun tidaklah rendah. Lalu membuat burung rajawali itupun tidak berdaya untuk mencegah keinginannya buat mengejar Kam Lian Cu. Sesungguhnya, dia seorang jago yang memiliki kepandaian benarbenar sangat hebat. Dia hanya saja, tidak pernah mau memperlihatkan diri di dalam rimba persilatan. Perihal perebutan gelar sebagai Jago nomor satu oleh Lima Jago luar Biasa, memang telah didengarnya. Namun dia tidak tertarik buat mengambil bagian. Dia hidup sebagai manusia biasa, hanya setiap hari, setiap waktu, setiap menit, dia lebih mementingkan berlatih diri. Tidak terlalu mengherankan jika ia bisa memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Karena tidak ada waktu yang luang dan disia-siakan begitu saja. Diapun kini telah menjadi seorang tokoh rimba persilatan yang sulit dicari tandingannya. Sedangkan Oey Yok Su yang memiliki kepandaian sudah mencapai tingkat paling sempurna, telah tidak berdaya buat merubuhkannya, hanya saja kakek tua itu belaka yang mengakui bahwa kepandaiannya berada di bawah kepandaian Oey Yok Su, tapi sesungguhnya, walaupun mereka bertempur beberapa hari lamanya, belum tentu Oey Yok Su bisa merubuhkannya. Bangau Sakti Karya Chin Tung Pertikaian Tokoh Tokoh Persilatan Karya Chin Yung Golok Sakti Karya Chin Yung