Beruang Salju 23
Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 23
Beruang Salju Karya dari Sin Liong menumpahkan seluruh perasaan mereka. Tetapi waktu bibir Sasana dilumat oleh Yo Him, waktu itulah si gadis tiba-tiba meronta dan telah mendorong dada Yo Him, kemudian melompat turun ke bumi dengan gerakan yang ringan, dia memutar tubuhnya berdiri membelakangi Yo Him. Sebab si gadis malu sekali, seraya ingin menyembunyikan mukanya ke dalam bumi..... "Kau..... kau pemuda kurang ajar!" Menggumam si gadis pura-pura marah. Sesungguhnya hati Sasana tengah berlompatan bahagia. Yo Him cepat-cepat melompat turun dari kudanya, dihampirinya si gadis. Dengan lembut dipegangnya ke dua bahu kekasihnya, katanya lirih. "Adikku yang manis. adikku yang baik.....! Memang bibirku ini terlalu kurang ajar sekali..... karena itu pantas jika dihajar terus.....!" Dan setelah berkata Yo Him menggerakkan tangan kanannya, dia bermaksud untuk menghajar bibirnya lagi. Akan tetapi Sasana cepat sekali menyambar tangan Yo Him, dicekalnya kuat-kuat. katanya dengan suara yang lirih. "Engko Yo Him, jangan aku..... aku tidak marah.....!" Yo Him dan Sasana saling tatap, sampai akhirnya mereka berpelukan lagi. Begitulah, mereka melanjutkan perjalanan dengan gembira, hati mereka terjalin lebih kuat dan cinta mereka semakin mendalam. Tidak ada kekuatan apapun juga di dunia ini yang sanggup untuk memisahkan mereka...... "Bagaimana kelanjutan ceritamu mengenai dongeng si pemuda dan si gadis yang cinta mereka memperoleh tentangan kuat dari pihak keluarga masing-masing?!" Tanya Yo Him setelah mereka berada di kuda tunggangan masing-masing. Hujan masih turun, walaupun tidak sederas tadi, tapi air hujan tetap seperti tercurah dari langit dan membasah kuyupkan seluruh tubuh Yo Him dan kekasihnya itu. "Si pemuda yang tengah kebingungan itu tidak mengetahui harus mengambil jalan mana yang sekiranya bisa membawa kebaikan untuk ke dua pihak..... Karena dari itu akhirnya dia menjadi nekad dan meminta untuk bertemu dengan gadisnya. "Kekasihnya itu tidak keberatan dengan permintaan si pemuda, sebab memang iapun sangat mencintai pemuda itu, karenanya, mereka telah bertemu di depan permukaan sebuah hutan yang terletak di luar kota..... Mereka saling menangis, saling menyesali nasib mereka yang buruk, saling rangkul..... sampai akhirnya si pemuda mengatakan selamat tinggal kepada kekasihnya itu......!" "Apakah....., pemuda itu bermaksud uutuk pergi merantau dan meninggalkan kekasihnya itu?!" Tanya Yo Him yang kini jadi tertarik mendengar cerita Sasana mengenai pasangan yang tengah bercintaan itu. "Tidak! Bukan!" Menyahuti Sasana. "Keluarga si gadis yang kaya raya memang menantang percintaan puteri mereka dengan si pemuda miskin. Akan tetapi merekapun tidak berdaya untuk membendung cinta si gadis kepada kekasihnya, walaupun pemuda itu telah diancam berulang kali oleh tukang pukul keluarga si gadis, namun kenyataannya mereka selalu mengadakan pertemuan sembunyi-sembunyi..... Hal ini disebabkan cintanya kasih mereka yang mendalam sekali..... Dan perkataan si pemuda mengenai selamat tinggalnya kepada kekasihnya itu adalah untuk menyatakan bahwa mereka di dunia tidak mungkin dapat bersatu, dan mungkin setelah berada di sorga mereka baru bisa berkumpul. "Di luar dugaan si gadis, waktu gadis itu tengah tertegun mendengar ucapan selamat berpisah dari kekasihnya itu, si pemuda telah menikamkan sebatang pedang pendek di dadanya, pedang mana memang dibawanya waktu dia berangkat dari rumahnya..... maka pedang telah menembus dalam sekali di dadanya, darah memancur deras sekali bagaikan pancuran, menyiram tubuh si gadis kekasihnya..... "Si gadis menjerit memanggil nama si pemuda berulang kali, tubuh pemuda itu terkulai rubuh tidak bergerak lagi, karena napasnya seketika telah berhenti..... Sambil menangis menggerung-gerung gadis itu telah merangkul tubuh kekasihnya sambil menangis mengutuki akan malaikat dan dewa yang tidak mau mengasihani mereka!" Sasana berhenti dari ceritanya, matanya menatap jauh sekali, seperti juga si gadis terpengaruh oleh cerita yang tengah dibawakannya itu. Iapun menghela napas berulang kali. Yo Him sendiri tergoncang perasaannya, karena diapun tengah jatuh cinta dan merasakan manisnya madu cinta dengan Sasana dan sekarang mendengar kegagalan percintaan dari pasangan muda-mudi itu, perasaannya jadi terharu dan iba. "Lalu..... bagaimana?" Tanyanya. "Si gadis merasa hidupnya hampa dan tidak ada gunanya lagi, walaupun ke dua orang tuanya kaya raya tetapi dia telah kehilangan kekasih dan cintanya, karena itu, diapun menjadi nekad. Diambilnya pedang pendek di dada si pemuda, kemudian menikam dadanya sendiri, sehingga pedang itu menancap dalam sekali di dada si gadis, darahpun memancur deras sekali..... Tubuhnya seketika terkulai menindih mayat kekasihnya.....! Itulah menunjukkan akan kesetiaannya terhadap cinta dan kasihnya.....! "Langit bergoncang, Raja langit terharu. Naga langitpun meraung menangis, para malaikat menghela napas, bumi tergoncang dan para dewa-dewi dari kerajaan Langit telah turun untuk menebarkan bunga, langitpun menangis, mengucurkan butir-butir air mata, menyiram ke dua sosok jenazah dari pasangan kekasih yang tidak tercapai percintaan mereka! "Itulah sebabnya, jika sepasang kekasih yang tengah berkasihkasihan di bawah derasnya hujan, cinta mereka direstui oleh Raja Langit, Malaikat dan dewa-dewi di Kahyangan..... Mereka akan bahagia dan juga seperti halnya kita tadi!" Berkata sampai di situ, Sasana melirik kepada Yo Him dengan pipi yang berobah jadi merah..... Dia menghela napas berulang kali. Yo Him merasakan betapa hatinya tergoncang, dan dia mengulurkan tangan kanannya. Dicekalnya tangan si gadis, dan meremasnya dengan penuh perasaan, hati mereka yang bicara. Dan waktu kuda mereka berjalan perlahan-lahan ke duanya masih berpegangan tangan dengan mata saling tatap dan mesra. Ke dua ekor kuda merekapun seperti mengerti apa yang tengah dialami oleh ke dua orang majikan mereka, ke dua ekor binatang tunggangan itu berjalan berendeng. Sejauh itu Sasana dan Yo Him masih dapat saling bergenggam tangan...... Y Matahari senja tampak telah merangkak turun ke tempat peraduannya di ufuk sebelah Barat, dan sebentar lagi sang malam akan segera menyelimuti permukaan bumi. Rembulan yang mulai mengintip di ufuk Timur pun telah mulai merangkak naik. Sasana dan Yo Him telah tiba di depan kota Ma-siang di daerah Ho-lam. Pasangan kekasih ini memang melakukan perjalanan yang meletihkan, namun ke duanya tidak merasa letih sama sekali disebabkan ke duanya diliputi oleh kebahagiaan, manisnya cinta dan juga disebabkan dengan melakukan perjalanan berdua. Kesukaran apapun juga dan keletihan yang bagaimana pun juga tidak akan terasa oleh mereka. Ma-siang merupakan sebuah kota yang tidak begitu besar, tetapi memang memiliki penduduk yang sangat padat. Di sebuah rumah penginapan yang cukup besar, Yo Him dan Sasana telah singgah. Seorang pelayan segera menyambut mereka, untuk membawa kuda tunggangan ke dua tamu ini, sedangkan seorang pelayan lainnya telah memimpin ke dua tamu ini ke ruang tengah, untuk memesan kamar pada pengurus rumah penginapan. Barangbarang Yo Him dan Sasana dibawa oleh pelayan itu. Ternyata rumah penginapan ini telah menerima tamu yang cukup banyak, sehingga tinggal beberapa buah kamar yang kurang bagus masih kosong. Yo Him meminta dua kamar untuk mereka. Kemudian dengan diantar oleh pelayan, mereka telah dibawa ke ruang belakang rumah penginapan. Walaupun ke dua kamar yang mereka peroleh itu kurang baik, namun tidak membawa kesan kurang baik untuk Yo Him dan Sasana yang tengah dimabuk alunan cinta kasih..... Mereka merasakan kamar yang sederhana itu sebagai ruangan sorga buat mereka. Tampak Yo Him maupun Sasana selalu gembira. Waktu pelayan membawakan mereka makanan dan minuman, ke duanya bersantap malam sambil tertawa-tawa. Banyak yang mereka bicarakan dan juga cerita-cerita yang mereka percakapkan, sehingga menimbulkan gelak tawa mereka, jika suatu saat mereka menceritakan hal-hal yang lucu. Setelah beristirahat sejenak, Yo Him mengajak Sasana untuk menikmati keindahan kota tersebut, di mana walaupun hari mulai malam, namun justru keramaian di kota tersebut tidak berkurang. Dari lorong yang satu ke lorong yang lainnya Yo Him dan Sasana telah mengelilingi kota yang tidak begitu besar. Yang menarik perhatian mereka justru kota yang ramai ini tampaknya penduduknya riang gembira. Boleh dibilang mereka tidak pernah bertemu dengan seorang penduduk yang berwajah muram. Hal ini memperlihatkan bahwa penduduk kota ini hidup tenteram dan makmur, di samping itu tentu saja keamanan di kota tersebut juga terjamin. Ketika mereka sampai ditengah-tengah koya, di sebuah lapangan rumput yang cukup besar, di sebelah selatan kota itu, tampak seorang penjual obat. Tabib yang tengah menjual obat itu adalah seorang laki-laki berusia hampir enampuluh tahun, tubuhnya tinggi kurus, di samping bentuk mukanya yang panjang tirus. Waktu itu tabib tersebut, sambil memukul gembrengnya tidak henti-hentinya berseru. "Nah, jika memang saudara-saudara memakan obat ini, usia tuan-tuan akan bertambah sepuluh tahun dari yang semestinya! "Percayalah obat ini merupakan obat mujarab yang bisa membawa kebahagiaan buat orang yang memakannya, karena terbuat dari teratai salju dari Thian-san. Juga dicampur dengan Giok-bun, Samciok, Kiok-cie, dan beberapa macam ramuan bahan obat yang langka. Jika memang sengaja kita mencari salah satu dari bahan obat itu saja sulit setengah mati. Jika memang ada, tentu harganya pun sangat tinggi. "Sekarang kebetulan aku datang di kota ini, merupakan kesempatan yang sangat baik untuk tuan-tuan membelinya dengan harga yang murah! Satu butirnya hanya tiga bun. Dan dibandingkan dengan khasiat dan manfaat obat ini dari harganya yang begitu ringan, tentu saja tidak dapat dikatakan apa-apa lagi, pasti akan puas dan bahagia! "Nah, siapa yang ingin membelinya? Ayo, siapa yang akan membelinya? Akh hanya singgah satu hari saja di kota ini, besok pagi aku akan berangkat pula melanjutkan perjalanan..... Jika besok kalian membelinya walaupun berani membayarnya dengan harga yang tinggi, itu sudah terlambat dan tidak mungkin memperoleh obat mujarab yang khasiatnya menyamai obat dewa..... Ayo siapa yang ingin membeli......? Siapa yang ingin membeli?!" Dan tabib itu telah memukul gembrengnya berulang kali, memukulnya dengan keras, dan berteriak-teriak menanyakan siapa yang ingin membeli obatnya. Yo Him dan Sasana berdiri di antara orang lainnya yang mengelilingi tabib tersebut. Mereka saling bergenggam tangan dengan sikap yang mesra sekali. Waktu tabib itu tengah menanyakan siapa yang ingin membeli obatnya, Yo Him dan Sasana berulang kali saling lirik dan tersenyum. Mereka mengetahui, itulah cara penjual obat untuk menawarkan barang dagangannya. Tidak mungkin jika obatnya itu dibuat dari Teratai Salju yang berasal dari Thian-san, dicampur juga dengan bahan-bahan obat Giok-bun, Sam-ciok, Kiok-cie dan beberapa macam ramuan lainnya, obatnya bisa memiliki harga yang begitu murah. Jelas tabib itu hanya bicara besar tentang obat itu. Setelah melihat ada beberapa orang penduduk kota itu yang membeli obat tersebut, Yo Him dan Sasana meninggalkan lapangan itu. Mereka bermaksud untuk menyaksikan keramaian di tempat lainnya. Tetapi baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba Yo Him merasakan di belakangnya menyambar angin yang berkesiuran perlahan sekali. Jika memang seseorang yang berkepandaian biasa saja, jelas tidak mungkin dapat merasakan sambaran angin yang perlahan dan halus itu. Akan tetapi Yo Him memang telah memiliki kepandaian yang tinggi sekali, disamping itu memang iapun memiliki pendengaran yang sangat tajam. Dengan sendirinya membuat Yo Him dapat mengetahui menyambarnya angin serangan tersebut. Segera juga Yo Him menduga kepada serangan menggelap seseorang. Dengan sikap yang tenang, Yo Him tetap melangkah seperti juga tidak terjadi suatu apa pun juga. Waktu merasa sambaran angin itu semakin dekat dan hampir mengenai pinggangnya dengan gerakan yang gesit sekali, Yo Him telah memiringkan pinggangnya sedikit kemudian sikutnya bekerja menuju ke bawah. Seketika itu juga tangan si orang yang tengah terulur ke arah pingang Yo Him terhantam sikut si pemuda. Terbentur tidak sebegitu keras, namun akibatnya hebat sekali, karena seketika itu juga orang tersebut menjerit nyaring dan tubuhnya telah terlempar beberapa tombak. Yo Him dan Sasana segera menoleh ke belakang, dan mereka melihat seorang laki-laki berusia limapuluhan, tengah meringis tidak jauh dari beradanya mereka. Dia tengah mengurut-urut tangannya dengan mata terpentang lebar-lebar mengawasi bengis. Rupanya dia tengah gusar sekali. Yo Him telah menghampiri laki-laki tua itu. Dengan sabar dan suara yang ramah, tanyanya. "Paman mengapa kau tidak hujan tidak angin menyerang menggelap seperti itu kepadaku? Apa salahku? Dan mengapa kau ingin mencelakaiku?" Orang tua itu masih menguruti tangannya dengan wajah meringis. Waktu itu dia telah mengerang perlahan, tahu-tahu tangannya yang kanan telah bergerak. Dia akan mencengkeram dada Yo Him. Gerakan yang dilakukannya itu sangat kuat. Juga tangan kirinya telah menyusul menyerang lagi. Diapun telah menerjang dengan tiba-tiba sekali, dengan cara membokong. Akan tetapi Yo Him memiliki kepandaian yang tinggi, mana mau dia membiarkan orang menyerang dirinya seperti itu. Sambil mengeluarkan suara heran karena tidak mengerti mengapa orang tua itu telah beruntun menyerangnya lagi, tanpa mau memberikan penjelasan, Yo Him menghindarkan diri dari serangan orang tersebut. Begitu Yo Him menjejakkan kakinya, tubuhnya telah berada di belakang tubuh orang tua yang menyerangnya. Karena menyerang tempat kosong dan lawannya tahu-tahu telah lenyap dari penglihatannya, orang tua tersebut mengeluarkan seruan kaget. Tenaga yang telah dikerahkan dan dipergunakan untuk menyerang itu sudah tidak keburu untuk ditarik lagi, karenanya seketika tubuhnya terjerunuk ke depan beberapa tindak. Namun memang orang tua itu rupanya memiliki kepandaian yang tidak rendah, sebab begitu dia mengempos semangatnya, seketika dia dapat memperkuat kedudukan ke dua kakinya. Dia berhasil untuk memperkokoh kuda-kuda kakinya berdiri tetap lagi, dan cepat bukan main dia memutar tubuhnya. "Hemmm, kau memiliki kepandaian yang lumayan tingginya.....!" Mendengus orang tua tersebut, dari matanya dan wajahnya terlihat bahwa dia tengah penasaran sekali. Sedangkan Yo Him telah menyaksikan bahwa orang tua ini walaupun memiliki kepandaian itu sebetulnya tidak terlalu luar biasa. "Paman, tunggu dulu..... coba kau jelaskan sesungguhnya mengapa kau menyerangku terus menerus seperti itu. Apa kesalahanku? Katakanlah.....!" Berseru Yo Him waktu melihat orang tua tersebut telah melangkah dan menghampiri ke arah dirinya untuk mulai menyerang lagi. Akan tetapi orang tua tersebut telah mendengus, dia tidak memperdulikan perkataan Yo Him, melainkan tangan kanannya telah bergerak lagi. Dia menyerang dengan hebat, beruntun tiga jurus. Tangan kirinya juga tidak tinggal diam, sebab dia telah menyusuli menyerang beberapa kali pula. Dengan demikian Yo Him juga tidak hisa berdiam diri, berulang kali dia harus berkelit ke sana ke mari menghindarkan diri dari serangan orang tua tersebut. Tetapi diam-diam Yo Him juga berpikir bahwa dia tidak bisa tinggal berdiam diri saja. Itulah sebabnya ketika melihat orang tua itu menyerang dirinya lagi, Yo Him telah memutar ke dua tangannya. Hal ini untuk melindungi tubuhnya dari serangan orang tua tersebut, sedangkan kaki kanan Yo Him telah menendang dengan kuat ke arah kempolan lawannya. Orang tua tersebut mengeluarkan suara seruan tertahan karena kaget. Waktu itulah terlihat betapa tampak jelas dia tidak bisa mengelakkan diri, karena dengan mengeluarkan suara jeritan yang nyaring, tubuhnya telah terpental dan melayang di tengah udara. Kemudian dirinya meluncur jatuh ambruk di tanah, menimbulkan suara bergabrukan yang nyaring disertai juga dengan suara jeritannya. Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu telah melihatnya keributan ini. Mereka segera juga mengelilingi Yo Him dan orang tua tersebut, karena mereka memang ingin menyaksikan keramaian. Di saat itu Sasana telah mendongkol bukan main, karena melibat orang tua itu tidak keruan dan tidak juntrungannya telah menyerang Yo Him. Waktu melihat orang itu ambruk terbanting di tanah akibat tendangan Yo Him, seketika Sasana menepuk tangannya berulang kali dan memuji Yo Him yang kakinya sangat hebat. Orang-orang yang menonton keramaian ini juga banyak yang telah berseru-seru dan memuji akan kehebatan Yo Him. Yo Him berdiri tenang di tempatnya, sama sekali dia tidak berobah sikapnya, tetap ramah dan tenang sekali. Dia bilang dengan sabar kepada orang tua yang tadi menyerangnya dan kini tengah merangkak untuk bangun. "Paman, sekali lagi kutanyakan, apa sebabnya kau menyerangku secara membabi buta seperti itu?!" Orang tua itu telah merangkak dan sanggup berdiri lagi, walaupun sepasang kakinya agak gemetar karena dia tengah menahan kemarahan, yang bukan main di dadanya. Matanya yang memandang kepada Yo Him juga berapi-api memancarkan sakit hati dan penasaran. "Kau tidak perlu rewel menanyakan apa sebabnya, yang pasti kau harus mampus.....!" Berseru orang tua itu, dan membarengi dengan habisnya seruannya tersebut, tahu-tahu tubuhnya telah mencelat dengan gesit sekali, sepasang tangannya telah digerakkan, dia menyerang lagi. Sekali ini orang tua tersebut menyerang dengan hebat, tenaga serangannya juga sangat kuat. Rupanya tadi telah dirasakannya betapa Yo Him bukanlah lawan yang mudah diserang, karenanya sekarang dia menyerang bertubi-tubi dengan pukulan yang jauh lebih hebat. Yo Him melihat dirinya diserang terus menerus, jadi mengerutkan alisnya. Karena dia melihat orang tua yang selalu menyerangnya ini bukanlah seorang baik-baik yang dapat bicara. Melihat menyambarnya tangan orang tua tersebut, Yo Him berkelit dengan cepat, berbareng tangan kanannya mengibas. Kali ini Yo Him tidak berlaku sungkan-sungkan lagi, karena waktu dia mengibas, dari tangannya itu telah meluncur kekuatan tenaga dalam yang cukup kuat, menderu-deru menyambar kepada orang tua itu. Seketika tubuh orang tua tersebut terhuyung mundur dengan muka yang pucat, karena dia seperti juga diterjang oleh sesuatu pukulan yang sangat dahsyat dan hebat sekali. Seketika itu pula, setelah dia mundur beberapa langkah ke belakang, dengan muka yang pucat, dia memuntahkan darah segar beberapa kali! Yo Him tertawa dingin, katanya. "Kau tampaknya bukan seorang manusia baik-baik! Aku tidak kenal denganmu, juga tidak memiliki kesalahan apapun juga, namun kau berulang kali berusaha menyerangku! Karenanya, sekarang aku akan memberikan hajaran yang setimpal dengan perbuatanmu itu, agar kau mau membuka mulut dan memberikan penjelasan yang sesungguhnya!" Sambil berkata begitu Yo Him telah melangkah mendekati orang tua tersebut. Dia memang bermaksud untuk membekuk orang tua itu, untuk memaksanya agar dia mau membuka mulut guna memberikan keterangan padanya, apa sebenarnya yang diinginkan oleh orang tua itu. Tetapi melihat Yo Him melangkah maju menghampirinya. orang tua tersebut cepat-cepat merogoh saku bajunya, dan mengeluarkan sesuatu. Kemudian tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia menggerakkan tangannya, melontarkan benda yang berada di tangannya. Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Benda itu adalah semacam benda bulat seperti telor menyambar ke arah Yo Him. Melihat itu Yo Him telah menyampok dengan tangannya, dan tidak diduganya, tahu-tahu benda bulat yang semula diduganya adalah senjata rahasia, telah meledak dengan suara ledakan yang sangat keras sekali. Asap pun segera tersebar di sekitar tempat tersebut memedihkan mata. Yo Him kaget juga, karena dia kuatir asap itu adalah asap beracun. Cepat sekali dia melompat ke belakang untuk menghindarkan diri dari asap tersebut. Mempergunakan kesempatan tersebut, orang tua itu telah menjejakkan kakinya, tubuhnya mencelat gesit sekali, karena dia bermaksud melarikan diri. Sasana yang menyaksikan peristiwa itu, semula memang kaget, dia mengeluarkan seruan marah. Dan waktu melihat orang tua itu ingin melarikan diri, Sasana telah mengejarnya. Tubuh si gadis bergerak dengan lincah dan ringan sekali, di tangannya juga telah mencekal pedangnya, mata pedang ditujukan ke punggung orang tua itu. Merasakan menyambarnya angin serangan di belakangnya, cepatcepat orang tua itu telah mencelat ke samping, dia menghindarkan diri. Akan tetapi Sasana tidak mau melepaskannya, dia telah menyerang lagi dengan pedangnya. Pedangnya berkelebat beberapa kali, dia telah menikam ke berbagai tempat yang bisa mematikan di tubuh orang tua itu. Rupanya orang tua tersebut menyadari bahwa dia sulit melarikan dan meloloskan diri dari lawannya. Hanya saja yang melegakan hatinya, dilihatnya kepandaian Sasana tidak setinggi kepandaian Yo Him, karenanya dengan hati yang lebih tabah, dia menghadapi tikaman-tikaman pedang Sasana. Malah tangan kanannya cepat sekali mencabut senjatanya yaitu sebatang golok yang berukuran besar, dia menangkis dan balas membacok. Gerakan golok orangtua itu memang merupakan bacokan yang berbahaya, karena jika lawannya tidak dapat bergerak gesit dan terkena bacokan tersebut, niscaya dia akan terbinasa di mata golok itu. Karenanya, Sasana tidak berani berayal, menyadari akan kepandaian orang itu memang cukup tinggi, maka dia memutar pedangnya menangkis beberapa kali, lalu berbareng pedang Sasana berkelebat-kelebat balas menyerang. Begitulah mereka berdua telah terlibat dalam pertandingan yang menyebabkan sinar dan senjata masing-masing berkilauan tertimpah oleh cahaya lampu penerangan. Yo Him sendiri telah berhasil menghindarkan diri dari gumpalan asap dari senjata rahasia aneh orang tua itu, sedangkan gumpalan asap itu telah menipis terhembus oleh siliran angin. Dengan tenang Yo Him menyaksikan pertandingan antara Sasana dengan orang tua itu. Sebenarnya terkandung maksud di hati Yo Him untuk menerjang maju guna membekuk orang tua itu. Akan tetapi menyaksikan Sasana telah bertanding dengan orang tua tersebut, justru Yo Him jadi berpikir lagi. Ia ingin melihat ilmu pedang si gadis yang menjadi kekasihnya itu, apakah telah memperoleh kemajuan. Karena itu Yo Him telah berdiam diri saja, dan hanya menyaksikan jalannya pertempuran itu dari samping. Orang yang berkumpul di tempat juga semakin banyak, karena mereka ingin menyaksikan keramaian yang menarik hati itu, terlebih lagi yang tengah bertempur adalah seorang gadis yang cantik manis. Suara mereka yang berseru-seru memuji akan kelincahan Sasana, dengan pedangnya seperti mendesak hebat pada lawannya, menambah semangat Sasana. Karena semangatnya terbangun seperti itu Sasana semakin gencar dan hebat. Orang tua itu sebelumnya memang telah mengetahui bahwa kepandaian Sasana dan Yo Him sangat tinggi. Waktu sebelum menempur ke dua orang itu, ia sama sekali tidak mempercayai keterangan yang diperolehnya, karena merasa yakin bahwa kepandaiannya sangat tinggi. Sebab itulah, walaupun dia telah mendengar perihal ke dua muda-mudi yang memiliki kepandaian tinggi, namun kenyataannya sama sekali dia tidak memandang mata. Akibat kecerobohannya itu dan tidak memandang mata kepada Yo Him, orang tua tersebut berulang kali telah kena dihajar oleh Yo Him. Hal ini menyadarkannya akan kehebatan pemuda tersebut. Dan sekarang menghadapi Sasana ia berlaku jauh lebih hati-hati lagi. Dengan begitu, Sasana tidak semudah Yo Him untuk merubuhkan orang tua itu, apa lagi kepandaian Sasana memang berada di bawah kepandaian Yo Him. Orang tua itu menggerakkan goloknya berulang kali dan setiap kali goloknya menyambar, ia menggerakkan untuk menyerang ke bagian yang mematikan di diri Sasana. Maksudnya agar si gadis tidak mendesaknya lebih jauh dan melonggarkan desakannya. Akan tetapi, Sasana ternyata memang tetap mendesaknya dengan hebat, setiap serangan yang dilancarkannya itu merupakan serangan yang sulit untuk dihadapi. Apa lagi memang Sasana bertekad, walaupun bagaimana ia tidak boleh dirubuhkan lawannya itu di hadapan kekasihnya, yang tentu akan menyebabkan ia menderita malu. Menghadapi kepandaian si gadis, orang tua itu berulang kali terancam bahaya tidak kecil. Ujung pedang Sasana hampir mengenai bagian-bagian tubuhnya. Hanya saja, disebabkan ia memang memiliki kepandaian yang cukup tinggi juga, masih dapat menghindarkan dan menyelamatkan dirinya dengan baik, walaupun untuk selanjutnya dia terdesak lebih hebat. Di antara menderu-deru angin sambaran golok dan pedang, ke dua orang yang tengah bertempur itu bergerak sangat gesit sekali. Dengan demikian telah membuat Sasana harus dapat memperhatikan baik-baik agar dirinya tidak terserang bokongan orang tua itu, yang tadi telah mempergunakan senjata asapnya. Beberapa kali Sasana memang melihatnya orang tua itu telah menggerakkan tangannya ke sakunya, tangan kiri itu seperti ingin mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Hanya saja disebabkan Sasana menyerangnya dengan deras, sehingga orang tua itu tidak memiliki kesempatan untuk merogoh sakunya. Akibat desakan Sasana itu, orang tua tersebut jadi mendongkol dan penasaran. Pernah sstu kali goloknya itu melayang ke kiri dan ke kanan menyambar deras sekali, memaksa Sasana untuk mengelakkan diri dengan melompat mundur. Mempergunakan kesempatan tersebut, orang tua itu telah menggerakkan tangan kirinya untuk merogoh sakunya, karena dia bermaksud untuk mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Akan tetapi Sasana cepat sekali menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melayang seperti juga seekor burung rajawali, pedangnya telah meluncur menikam ke arah dada orang tua itu. Adanya serangan seperti itu membuat orang tua tersebut batal kembali merogoh sakunya dan menggerakkan goloknya menangkis pedang Sasana. Lalu dia menyingkir ke belakang beberapa langkah mencegah Sasana melanjutkan serangannya. Yo Him yang menyaksikan sejak tadi dari pinggir tidak sabar lagi. Dia telah melompat ke tengah gelanggang dan mengulurkan tangan kanannya. Maksudnya ingin merampas golok orang tua itu, akan tetapi Yo Him gagal dengan keinginannya itu, karena begitu tangannya meluncur golok orang tua itu dimiringkan ke samping kanan, kaki kanan orang tua itu berusaha menendang selangkangan Yo Him. Sambil memperdengarkan suara tertawa dingin, Yo Him telah menotok kaki orang tua itu. Memang apa yang dilakukan oleh Yo Him merupakan gerakan yang tidak terduga, begitu orang tua tersebut menyadari bahaya yang mengancamnya dan ingin menarik pulang kakinya sudah terlambat, sebab tepat sekali jalan darah Pai-tu-hiat nya telah kena ditotok jari tangan Yo Him, sehingga seketika orang tua tersebut terhuyung-huyung tidak bisa berdiri tetap lagi. Dengan demikian Yo Him dapat mempergunakan kesempatan tersebut untuk menyusuli dengan hantamannya. Telapak tangan kirinya telah menyampok ke arah dada lawannya. Orang tua itu mengeluarkan suara keluhan kaget karena dia tengah terhuyung dan tidak bisa berdiri tetap. Sekarang dia diserang begitu kuat oleh Yo Him, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk melolosi diri dari gempuran tersebut. Tidak ampun lagi, dadanya menjadi tatakan dari telapak tangan Yo Him. Dengan mengeluarkan suara bentrokan yang keras, tubuh orang tua itu terpental dan bergulingan di tanah beberapa kali...... Yo Him tidak menyerang lebih jauh, dia hanya berdiri di tempatnya mengawasi orang tua itu. Sasana sendiri telah menyimpan pedangnya. Orang tua itu tidak bisa segera bangun karena rupanya dia terluka di dalam yang cukup berat, mukanya pucat, dan tidak hentinya memuntahkan darah. Tubuh orang tua itu juga menggigil tampaknya dia tengah menahan sakit yang tidak ringan. Mulutnya mengeluarkan suara rintihan perlahan. Yo Him menghampiri orang tua itu, katanya dengan sikap yang tenang dan sabar. "Paman, kau telah mendesak kami untuk turun tangan keras padamu.... Sebenarnya apa maksudmu mendesak dan menyerang kami sedangkan kita tidak saling kenal satu dengan yang lainnya dan juga kita tidak memiliki urusan apapun juga.....?" Orang tua itu berusaha untuk merangkak bangun. Waktu itu matanya memandang penuh kebencian pada Yo Him sampai akhirnya dia berkata. "Baik! Kalian memperoleh kemenangan dengan cara mengeroyok seperti tadi. Hemm, di lain waktu aku akan mencari kalian untuk meminta penghajaran pula dari kalian!" Rupanya orang tua yang angkuh itu tidak mau menerima kenyataan yang ada, bahwa sebenarnya kepandaiannya masih berada jauh di bawah kepandaian Yo Him. Sedangkan dibandingkan dengan Sasana saja belum tentu dia dapat menghadapi dengan baik gadis itu, yang kepandaiannya tidak lebih rendah dari kepandaiannya sendiri. Dan rupanya dia berkata begitu hanya sekedar menutupi malunya yang telah dirubuhkan oleh Yo Him. Yo Him tercengang sejenak, dia kemudian tertawa tawar, katanya. "Paman, kami tidak bermusuhan denganmu..... Jika memang kami menghendakinya, dengan mudah kami dapat merubuhkanmu siang-siang tadi, malah dapat pula menghabisi sekalian jiwamu...... "Hanya saja disebabkan kami memang tidak menaruh dendam atau sakit hati padamu, disebabkan itu pula kami tidak menurunkan tangan keras padamu. Namun tampaknya engkau sama sekali tidak mau menerima kenyataan seperti itu..... Bahkan sekarang menaruh dendam pada kami, dan bermaksud kelak hendak mencari kami guna membalas sakit hatimu ini yang disebabkan kekalahanmu ditangan kami! Nah, sekarang katakanlah paman, apa alasanmu dengan perbuatanmu tadi, yang tidak hujan tidak angin telah menyerang kami secara membuta seperti itu.....?!" Orang tua itu telah berdiri dengan susah payah, tubuhnya sering bergoyang-goyang, tampaknya seperti akan rubuh, namun dia memaksakan diri untuk bertahan. Sampai akhirnya dia menyahuti dengan suara yang kasar dan mata mendelik memancarkan kebencian yang sangat kepada Yo Him dan Sasana. "Baiklah! Kalian dengarlah baik-baik, aku akan memberitahukan apa sebabnya kalian harus mampus ditanganku! Aku telah diutus oleh Sun Kauw-cu dari Lang-kauw..... Dan aku telah menerima tugas agar menghabisi jiwa kalian berdua.....! Walaupun bagaimana, kalian memang harus mampus dan tidak bisa melewati hari ini sampai besok menjelang terbitnya matahari pagi......!" Waktu berkata-kata begitu tampak orang tua itu memancarkan kebencian yang bukan main pada Yo Him dan Sasana, matanya juga memancarkan sinar yang bengis sekali. Yo Him dan Sasana tercengang juga mendengar orang tersebut utusan Sun Cie Siang Kauw-cu dari Lang-kauw itu. Sedangkan Kauw-cu itu sendiri telah hampir dirubuhkan oleh Yo Him, sekarang ini justru hanya mengutus orang seperti orang tua di hadapan mereka ini untuk membinasakannya. Dengan sendirinya membuat Yo Him dan Sasana tidak mempercayainya. Bukankah Sun Kauw-cu dari Lang-kauw mengetahui bahwa Yo Him memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali, sedangkan dia tidak berdaya untuk merubuhkan Yo Him, terlebih lagi utusannya yang hanya memiliki kepandaian tidak berapa tinggi itu...... "Lalu, apakah dengan hanya mengandalkan kepandaian seperti yang kau miliki itu, kau yakin akan dapat membinasakan kami?!" Tanya Yo Him yang mulai mendongkol. Orang itu tersenyum mengejek, hanya sejenak saja, karena dia kemudian meringis seperti menahan sakit, tangan kanannya juga telah memegang dadanya. "Ya, kalian tidak akan melewati malam ini, tidak sempat buat kalian menyaksikan matahari pagi terbit dikeesokan pagi.....!" Menyahuti orang tua itu. "Dan walaupun bagaimana kalian berdua memang harus mampus di tanganku.....!" Yo Him tersenyum sabar, walaupun hatinya mendongkol, namun pemuda ini yakin bahwa orang tua itu hanya bicara besar untuk menutupi perasaan malunya belaka. "Baiklah! Kami akan menantikan saja apa yang ingin kau lakukan pada kami!" Kata Yo Him akhirnya. Bola mata orang tua itu telah mencilak-cilak memain tidak hentinya, katanya. "Aku orang she Bin tidak pernah bicara kosong. Dan bisa kalian buktikan malam ini, di mana kalian tidak bisa melihat lagi terbitnya matahari pagi besok karena malam ini juga kalian berdua akan menemui kematian ditanganku!" Setelah berkata begitu, orang tua she Bin itu telah mendengus beberapa kali, namun mata Yo Him dan Sasana yang awas melihat bahwa tangan kiri orang tua tersebut telah merogoh sakunya, seperti akan mengambil sesuatu apa dari dalam saku bajunya. "Akh, dia mau main gila?!" Pikir Yo Him. Sambil berpikir begitu, cepat luar biasa tampak Yo Him telah mencelat akan menyambar tangan orang tua she Bin itu. Akan tetapi terlambat. Rupanya orang she Bin tersebut juga menyadarinya bahwa Yo Him jelas tidak mungkin membiarkan dia merogoh saku bajunya. Begitu melihat Yo Him menerjang kepadanya, dia telah berhasil mengeluarkan tangannya dari dalam sakunya, kemudian melontarkan empat benda bulat. Yo Him hendak menyanggapi benda-benda itu, agar tidak terbanting. Akan tetapi gerakan orang tua itu yang cepat, dan cara membantingnya yang langsung dibantingkan dekat kakinya, telah menyebabkan ke empat benda itu meletus keras sekali. Dan seketika di sekitar tempat itu dipenuhi oleh gumpalan asap yang tebal sekali..... Yo Him merasakan matanya pedih bukan main, dia menjejak ke dua kakinya, tubuhnya melompat ke belakang. Demikian juga halnya dengan Sasana, yang menjauhi diri dari tempat tersebut dan menghindar dari gumpalan asap itu. Orang-orang yang menyaksikan di sekitar tempat tersebut terkejut waktu mendengar letusan dan melihat gumpalan asap yang memenuhi sekitar tempat tersebut. Mereka segera lari berebutan. Bahkan yang hatinya kecil serta penakut menjerit-jerit dengan ketakutan, menjauhi diri dari tempat itu. Yo Him mengucek-ucek matanya, dia telah merasakan bahwa asap yang dari benda-benda bulat yang bisa meledak itu mengandung racun. Karena itu dia telah berusaha untuk dapat menghindarkan diri sejauh mungkin dari gumpalan asap. Orang tua she Bin itu sendiri telah menjauhi diri, mempergunakan kesempatan di saat tempat itu tengah dipenuhi oleh asap yang menganggu pandangan mata. Orang tua ini telah berlari ke arah barat, dan terdengar suara siulannya yang nyaring sekali. Suara siulan orang tua tersebut telah disusul dengan suara siulan dari berbagai tempat. Lalu tampak belasan tubuh yang menghampiri orang tua tersebut. Belasan orang yang memapak orang tua she Bin itu, rupanya kawan-kawannya. Mereka umumnya memiliki wajah yang seram, dengan bentuk tubuh yang tidak rata, ada yang gemuk, ada yang kurus, ada yang jangkung tinggi!, ada yang pendek cebol..... tetapi mereka semuanya mencekal senjata tajam, dan bentuk senjata tajam mereka itu bermacam-macam bentuknya. "Kita harus membinasakannya malam ini juga!" Berseru orang tua she Bin itu. Terdengar belasan orang kawannya itu mengiyakan dan dengan suara pekik yang berbisik sekali. Tampak belasan orang itu dengan senjata telanjang telah menyerbu ke arah Yo Him dan Sasana, yang waktu itu tengah sibuk mengucek-ngucek mata mereka yang pedih. Senjata belasan orang tersebut juga telah meluncur menyerang Yo Him dan Sasana dengan serentak. Orang tua she Bin itu yang telah terluka di dalam, rupanya tidak dapat menyerang lagi, karena dia sudah tidak memiliki tenaga pula, karenanya dia hanya berdiri menyaksikan saja kawan-kawannya itu menyerang Yo Him dan Sasana. Waktu itu, tampak jelas Yo Him dan Sasana mengelakkan serangan belasan senjata tajam yang menyerang diri mereka, tetapi mereka terus juga didesak. Sedangkan waktu itu baik Yo Him maupun Sasana tidak bisa melihat dengan jelas karena mata mereka terganggu oleh asap. Dan belasan orang itu rupanya memang telah terbinasa dengan gumpalan asap tersebut. Dengan mendongkol tampak Yo Him telah menggerakkan sepasang tangannya, malah suatu saat, dia telah berhasil merampas senjata tajam dari salah seorang lawannya. Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan gerakan yang sangat cepat sekali, dia telah memutar senjata itu, dia telah menangkis jatuh tiga batang senjata tajam lawannya. Kemudian bagaikan seekor harimau terluka Yo Him telah mengamuk dengan senjata rampasannya itu, yaitu sebatang pedang. Gerakan Yo Him sangat cepat sekali dan setiap serangan yang dilancarkannya itu merupakan serangan yang bisa mematikan, terlebih lagi memang kepandaian belasan orang tersebut biasa-biasa saja dan tidak ada keistimewaannya, karena mereka hanya merupakan anggota Lang-kauw yang memiliki kepandaian biasa. Dalam waktu yang singkat sekali, tampak Yo Him telah bisa merubuhkan tujuh orang lawannya. Sasana juga tidak tinggal diam. Sejak diserang oleh lawanlawannya itu, dia menggerak-gerakkan pedangnya, bertubi-tubi menyerang kepada lawannya yang berada paling dekat dengannya. Dan tampak pedangnya itu telah berulang kali melukai beberapa orang lawannya. Gerakan pedang Sasana selalu mengincar bagian-bagian yang bisa mematikan. Karenanya, lawan-lawannya akhirnya tidak berani terlalu mendesak. Terlebih lagi setelah beberapa orang yang dirubuhkan Yo Him itu bangun dan melarikan diri dari tempat tersebut dengan menenteng senjata mereka. Sisanya jadi ketakutan dan mereka pun memutar tubuh, ikut melarikan diri. Orang tua she Bin itu waktu melihat kawan-kawannya melarikan diri, diapun tidak bisa tinggal diam terus di tempat itu, karena dia telah memutar tubuhnya dia melarikan diri. Yo Him dan Sasana tidak mengejarnya, karena mereka merasa, tidak bermaksud untuk terlalu mendesak lawan-lawan mereka. Hanya saja yang membuat mereka mendongkol adalah pandangan mata mereka yang, masih saja terhalang oleh asap yang timbul dari keempat benda bulat yang tadi meledak. Asap itu menyebabkan mata mereka berair dan juga tidak bisa melihat dengan jelas. Setelah berdiam diri sejenak, akhirnya sisa gumpalan asap itu sirna terhembus oleh angin. Orang-orang yang semula ramai menyaksikan keramaian di tempat tersebut, telah bubar melarikan, diri entah kemana. Tidak ada orang lain, selain Sasana dan Yo Him berdua. Setelah saling pandang sejenak, Yo Him menghela napas, dia tersenyum, katanya. "Sungguh keterlaluan Sun Kauw-cu itu. Rupanya dia memang memusuhi kita..... Dan juga tampaknya dia hanya ingin mengorban anak buahnya yang tidak berarti, untuk melakukan perbuatan-perbuatan hina belaka. Dengan demikian, jika memang anak buah yang dikirimnya itu menemui kematian, itulah memang tidak berarti apa-apa baginya, akan tetapi jika saja anak buahnya itu berhasil untuk mencelakai kita, tentu besar sekali artinya buat Sun Kauw-cu tersebut......! "Hemm, dilihat demikian, tampaknya memang Sun Kauw-cu itu telah berusaha untuk menancapkan kekuasaannya di dalam rimba persilatan. Setiap orang yang tidak disenanginya tentu akan dimusnahkannya dengan mempergunakan berbagai cara dan jalan.....!" Setelah berkata begitu, Yo Him menghela napas berulang kali. Sedangkan Sasana mengangguk dan menghela napas. Namun gadis ini gembira juga, karena mereka telah berhasil merubuhkan lawannya itu, membuat lawan-lawannya itu akhirnya melarikan diri. Dengan demikian telah membuat mereka merasa puas juga, dan Sasana setelah menghela napas satu kali lagi baru berkata. "Engko Him, apakah kita perlu mencari Sun Kauw-cu itu? Dia telah mengirim belasan orang kaki tangannya, dengan demikian, jelas dia berada di sekitar tempat ini! Kita bekuk saja salah seorang dari kaki tangannya itu, lalu kita memaksanya agar orang itu memberikan keterangan di mana beradanya Sun Kauw-cu?!" Yo Him menggeleng. "Sekarang bukan waktunya..... karena kita masih memiliki tugas yang jauh lebih penting.....!" Kata Yo Him kemudian. "Perihal Sun Kauw-cu itu dapat kita urus di kemudian hari, juga sahabat-sahabat kita, para pendekar gagah dari rimba persilatan tidak akan tinggal diam, mereka pasti akan mengambil tindakan jika mendengar perihal sepak terjangnya Sun Kauw-cu tersebut..... karenanya kita tidak perlu terlalu tergesa-gesa.....!" Sasana telah mengangguk. "Ya..... jika memang kau berpandangan seperti itu, aku hanya menurut saja!" Jawab si gadis. Begitulah, mereka kembali ke rumah penginapan. Di rumah perginapan, orang tengah ramai membicarakan pertempuran yang terjadi tadi. Dan waktu orang-orang yang tengah bercerita itu melihat datangnya Yo Him dan Sasana, ke dua orang yang tadi bungkam menutup mulut. Hanya diam-diam mereka melirik dengan kepala tertunduk takut. Yo Him dan Sasana kembali ke kamar masing-masing, tampaknya mereka tidak memperdulikan sikap orang-orang itu. Malam itu, Yo Him dan Sasana tertidur nyenyak. Walaupun demikian, mereka tetap berlaku waspada dan tidak lenyap kesiap siagaan mereka, kalau-kalau orang-orang Lang-kauw menyatroni mereka. Tetapi malam itu berlalu tanpa terjadi sesuatu apapun juga..... Keesokan paginya, waktu matahari pagi telah terbit agak tinggi, Yo Him dan Sasana telah melanjutkan perjalanan mereka. Ke duanya tetap mempergunakan kuda mereka yang dijalankan perlahanlahan, karena memang mereka melakukan perjalanan tidak terlalu tergesa-gesa. Setelah meninggalkan kota tersebut belasan lie, tiba-tiba pasangan muda mudi ini bertemu dengan suatu peristiwa yang menegangkan sekali, peristiwa yang di luar dugaan dan bisa mendirikan bulu tengkuk. Awal peristiwa tersebut dimulai ketika Yo Him akan mengajak Sasana untuk beristirahat. Waktu itulah mata Sasana telah melihat sesuatu yang menggeletak di tengah jalan. "Engko Him...... lihat.....!" Teriak Sasana sambil menunjuk ke arah benda itu. Yo Him memperhatikan arah yang ditunjuk oleh Sasana sehingga dia bisa melihat benda yang menpgeletak di tengah jalan. Setelah memperhatikan dengan cermat, maka dia memperoleh kenyataan itulah sesosok tubuh manusia yang tengah rebah di tengah jalan. Tentunya itulah sesosok tubuh manusia yang telah mati, karena sama sekali tidak bergerak. Cepat-cepat Yo Him melarikan kudanya lebih cepat menghampiri sosok tubuh itu. Sasana mengikuti di belakang si pemuda. Ketika sampai di dekat sosok tubuh itu, Sasana mengeluarkan seruan tertahan terlebih dulu, sedangkan muka Yo Him berobah, karena dilihatnya sosok tubuh itu merupakan sosok tubuh manusia yang telah menjadi mayat. Hanya saja keadaan mayat tersebut luar biasa, tubuhnya seperti dicingcang oleh senjata tajam. Orang tersebut menemui kematian dengan cara yang mengenaskan sekali, tubuhnya hancur seperti juga tidak ada salah satu anggota tubuhnya yang utuh. Yo Him cepat melompat turun dari kudanya, dia memeriksa keadaan mayat itu. Mayat seorang laki-laki berusia antara limapuluh tahunan. Walaupun mukanya tercacah rusak dan sulit dikenali lagi, namun masih bisa diketahui akan usia lanjut itu. Sasana yang tidak kuat hatinya melihat pemandangan yang mengiriskan hati itu, telah membuang pandang ke arah lain, dan dia tidak mau melihat keadaan mayat tersebut yang telah rusak seperti itu. Sedangkan Yo Him memeriksa terus keadaan mayat tersebut, sampai akhirnya dia melihat dari cara berpakaian mayat tersebut, tentunya orang ini adalah seorang rimba persilatan. Dia mungkin telah bertempur dengan musuhnya dan dibinasakan dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Setelah memeriksa sekian lama, akhirnya Yo Him menghampiri Sasana. "Korban dari pertempuran, dia mungkin di binasakan oleh seseorang yang telengas sekali dan tubuhnya telah dicingcang hancur lumat....." Menjelaskan Yo Him. "Mari kita berangkat!" Mengajak Sasana yang tidak mau melihat lagi mayat yang telah hancur rusak itu. Yo Him mengangguk tunggangannya. sambil melompat ke atas kuda Tetapi baru saja Yo Him duduk di atas kudanya, tiba-tiba menyambar dua batang panah yang pesat sekali. Panah itu telah melesat sebatang ke arah punggung Yo Him, sedangkan yang sebatang lagi menyambar ke punggung Sasana. Panah itupun menyambar dengan cepat dan kuat, menimbulkan kesiuran angin yang keras sekali. Sasana terkejut, dia mempergunakan cambuk di tangannya menyampok anak panah yang menyambar ke arah punggungnya, karena untuk mengelakkan sambaran anak panah itu, penyerangnya memang memanah secara membokong. Tetapi berbeda dengan Yo Him, waktu dia merasakan sambaran anak panah ke arah punggungnya, pemuda ini tetap tenang. Dia memutar tubuhnya sedikit, kemudian mempergunakan jari telunjuknya untuk menyentil. Perlahan sentilan yang dilakukan Yo Him namun kesudahannya sangat hebat, karena anak panah itu seketika menjadi patah dua dan jatuh di atas tanah. Sedangkan Sasana melompat turun dari kudanya, tangannya cepat sekali mencabut pedangnya. Gerakan yang dilakukannya itu merupakan gerakan berwaspada terhadap serangan berikutnya dari musuh. Yo Him bukan bertindak seperti Sasana, karena tahu-tahu tangan pemuda ini telah menekan pelana kudanya. Kemudian tubuhnya dengan ringan melesat ke belakang berjumpalitan beberapa kali di udara, tubuhnya melesat ke arah dari mana datangnya sambaran anak panah itu. Waktu tubuh Yo Him tengah meluncur di tengah udara, telah menjepret lagi suara yang keras, disusul dengan mengaungnya menyambar sebatang anak panah lagi. Sasana menjerit perlahan dengan kaget, sebab Yo Him tengah terapung di tengah udara. Jelas sulit baginya untuk menghindarkan diri dari sambaran anak panah itu. Terlebih lagi anak panah itu dilepaskan dengan tenaga yang kuat sekali, menyambarnya sampai mengaung. Yo Him sebenarnya terkejut juga waktu melihat sebatang anak panah menyambar ke arahnya dengan pesat. Waktu itu jaraknya pun sudah tidak jauh lagi. Akan tetapi sebagai seorang yang memiliki kepandaian telah tinggi, ia tidak menjadi gugup. Anak panah menyambar lurus ke arah dirinya, melesat dengan cepat. Dan jalan satu-satunya Yo Him hanya mementang mulutnya. Begitu anak panah itu menyambar tiba, dia menggigitnya. Sedangkan tubuhnya sendiri meluncur turun terus dengan pesat. Tangan kanannya digerakkan menghantam ke arah sebatang pohon yang ada di dekat tempat itu. Batang pohon itu bergoyang keras, karena seperti dihantam oleh lempengan baja, banyak daunnya yang rontok. Dari atas pohon itu telah melesat sesosok tubuh, dengan tangan kanannya mencekal busur yang berukuran besar. Rupanya akibat goncangan di pohon tersebut memaksa dia melompat turun. Dialah seorang laki-laki berusia empatpuluh tahun lebih, dengan muka yang bengis. Dan orang tersebut, dengan memakai baju singsat warna hijau dan celana biru, telah menggerakkan busurnya ketika tubuhnya tengah meluncur turun, di mana tubuh Yo Him juga berada tidak jauh dari tempatnya berada. Karena itu ujung anak panah itu menyambar tepat di jurusan pundaknya pemuda she Yo itu. Yo Him rupanya telah mengetahui bahwa penyerang gelap itu bersembunyi di atas pohon tersebut, karenanya dia menghantam dengan kekuatan lweekangnya ke arah pohon tersebut. Sekarang melihat orang itu melompat turun dari atas pohon dan mempergunakan busurnya untuk menyerang dan menotok pundaknya, Yo Him telah memperdengarkan tertawa dingin. Cepat sekali tangan kanannya digerakkan, dia menyampok dengan kuat. "Takkk.....!" Terdengar suara benturan antara tangan Yo Him dengan busur tersebut. Tetapi Yo Him jadi terkejut, hatinya terkejut, karena dia merasakan pergelangan tangannya sakit bukan main. Jika sebelumnya Yo Him menduga bahwa busur itu terbuat dari kayu seperti umumnya busur yang ada, tetapi sekarang dia menemui kenyataan yang mengejutkan. Busur itu terbuat dari semacam benda logam yang keras sekali. Karenanya waktu pergelangan tangannya menangkis dan saling bentur dengan ujung busur tersebut, membuat Yo Him menderita kesakitan. Tetapi laki-laki yang bersenjata busur itupun bukannya tidak kaget karena diapun mengeluarkan seruan-seruan tertahan dan melompat mundur beberapa langkah ke belakang dengan muka berobah. Kiranya tangkisan tangan Yo Him yang mengandung kekuatan lweekang, membuat busur logamnya itu tergetar, dan getaran yang terjadi menyebabkan telapak tangan orang tersebut pedih sekali. Itulah sebabnya dia mengeluarkan seruan jeritan tertahan. Yo Him mengawasi orang itu beberapa saat, kemudian tanyanya dengan sabar. "Siapa kau? Mengapa menyerang menggelap seperti itu kepada kami?!" Laki-laki bersenjata busur tersebut melintangi busurnya, sahutnya angkuh. "Tidak perlu kau mengetahui siapa aku dan dari mana datangnya, lalu apa sebabnya aku menyerang kalian...... yang terpenting kalian harus mampus di tanganku!" Yo Him tidak segera menyahuti. Dia mengawasi orang itu sampai akhirnya dilihatnya, orang tersebut memiliki mata yang sipit sekali seperti mata elang, sedangkan bibirnya lebar dengan hidung yang besar bengkung. Karenanya dia segera menduga orang ini memang bukan sebangsa manusia baik-baik. "Hemmm, aku mengerti, tentunya kau tidak mau menyatakan bahwa dirimu adalah anak buah dari Sun Cie Siang Kauw-cu, dari Lang-kauw itu, bukan?!" Orang tersebut mukanya berobah, tetapi sejenak kemudian dia telah berkata. "Hemmm, dari mana kau mengetahui bahwa aku adalah orang kepercayaan dari Sun Kauw-cu? Memang Sun Kauw-cu mengutus diriku untuk mengambil jiwa kalian.....!" Yo Him tersenyum. "Apakah belasan orang kawanmu yang telah kami berikan pelajaran sedikit pahit itu cukup sebagai contoh dan kau pun ingin minta diberikan hajaran?!" Tanyanya dengan suara yang tawar. Orang tersebut telah gusar dan bentaknya. "Kau terlalu bicara besar, tahukah kau siapa diriku sebenarnya?!" "Bukankah tadi kau sendiri yang mengatakan bahwa aku tidak perlu mengetahui siapa namamu, dari mana asalmu.....? Karena itu, akupun tidak ingin mengetahui siapa adanya kau! Hanya saja sebagai salah seorang kaki tangan Sun Cie Siang dari Lang-kauw, jelas kau bukan sebangsa manusia baik-baik!" Kembali orang bermuka bengis itu telah mengibaskan busurnya, serunya gusar. "Hemm, engkau terlalu congkak, pemuda jelek! Kau kira di Lang-kauw tidak terdapat orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, sehingga kau menjadi congkak seperti itu.....! Baiklah! Baiklah kau terimalah ini!" Dan berbareng dengan perkataannya itu, dengan sebat sekali tangan kanannya bergerak ke arah sampingnya. Tahu-tahu dia mengambil sebatang anak panah, tanpa mengatakan suatu apapun juga, terdengar suara menjepret dari busurnya. Anak panah itu melesat menyambar ke arah Yo Him dengan cepat sekali. Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Yo Him berdiam diri di tempatnya, sama sekali tidak mengelakkan sambaran anak panah itu, walaupun jarak mereka sangat dekat sekali. Orang dari Lang-kauw yang bersenjata panah itu rupanya girang bukan main, dia yakin Yo Him akan celaka oleh kesombongannya sendiri. Jarak mereka terlalu dekat, dan jarang sekali ada orang yang bisa menghindarkan anak panahnya dari jarak sedekat itu. Sedangkan untuk menghindarkan diri dari sambaran anak panahnya di jarak yang cukup jauh saja sudah sulit bukan main. Dengan senyum dikulum, dia telah menggerakkan tangan kirinya lagi, menyusul busurnya itu menjempret, dan menyambar pula anak panah lainnya. Yo Him telah melihat anak panah pertama menyambar ke arahnya. Cepat luar biasa Yo Him membuka mulutnya, dia menunduk sedikit dan tahu-tahu telah menggigit anak panah itu. Kemudian tampak anak panah ke dua yang telah menyambar. Yo Him mempergunakan anak panah tersebut, dia menjepit dengan mempergunakan ibu jari dan telunjuknya, menjepit anak panah tersebut yang tidak bergeming lagi. Bukan main terkejutnya orang dari Lang-kauw tersebut karena betapa kuatnya tenaga gigitan gigi Yo Him dan jepitan dari telunjuk dan ibu jarinya itu, sehingga menunjukkan bahwa Yo Him memang memiliki lweekang yang tinggi sekali. Sebagai seorang ahli panah yang telah puluhan tahun mengandalkan kepandaian memanahnya tersebut, yang selain memiliki kekuatan memanahnya tersebut, yang selain memiliki kekuatan memanah yang kuat sekali, karena busur yang yang dipergunakannya terbuat dari besi, juga memang orang tersebut memiliki tenaga dalam yang cukup terlatih baik. Dengan demikian, setiap kali dia melepaskan anak panahnya ke korbannya, tentu tenaga melesat anak panah itu bisa menembus sebungkah batu dalam sekali. Terlebih lagi jika menembusi tubuh manusia, tentu akan menembusi sampai anak panah itu meluncur keluar dari bagian lainnya tubuh sang korban. Tetapi sekarang Yo Him dengan mudah memunahkan sambaran anak panahnya. Ada yang digigit tidak berdaya oleh giginya, juga hanya dijepit oleh jari telunjuk dan ibu jarinya. Dengan demikian membuat orang tersebut jadi memandang tercengang sejenak. Yo Him tertawa sambil melontarkan anak panah yang dijepitnya tadi oleh telunjuknya. Dia melontarkan ke arah batang pohon di belakang orang tersebut. Anak panah itu melesat memperdengarkan suara mengaung yang keras. Orang itu melompat ke samping kiri karena menyangka dirinya yang diserang. Sedangkan anak panah yang dilontarkan Yo Him telah menyambar batang pohon tersebut dan menancap dalam sekali, sampai di ekornya. Tentu saja satu kali lagi orang Lang-kauw itu tercengang dengan hati tercekat. Yo Him melontarkan anak panah tersebut dengan mempergunakan tangannya belaka, diapun melempar dengan seenaknya dan tampaknya tidak mempergunakan tenaga. Pedang Langit Dan Golok Naga Karya Chin Yung Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Raja Silat Karya Chin Hung