Ceritasilat Novel Online

Beruang Salju 28


Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 28


Beruang Salju Karya dari Sin Liong   "Ampunnn..... ampun jangan mempersakiti aku..... janganlah tuantuan menurunkan tangan keras padaku si orang tua.....!"   Saudagar yang seorang itu telah melangkah menghampirinya kepada si kasir yang masih tengkurap di lantai, dia mengangkat kaki kanannya, menginjak punggung kasir itu.   Sedangkan belasan orang saudagar lainnya telah tertawa bergelak, tampaknya mereka girang sekali.   "Hemmm atau memang kami sendiri yang perlu mengusir tamutamumu itu?"   Tanya saudagar tersebut dengan suara yang dingin. "Itu..... itu mana boleh..... mereka datang lebih dulu dan mereka juga membayar dengan harga yang telah ditetapkan.....!"   Kata si kasir kesakitan dan ketakutan.   "Aduhhhh..... jangan diinjak seperti itu..... aku sudah tua, tulang punggung sudah rapuh, nanti patah..... ampunilah aku si orang tua.....!"   Saudagar itu mendengus mengeluarkan suara tertawa mengejek.   "Hemm..... jika memang mereka itu membayar menurut tarif yang telah ditentukan, maka kami akan membayarnya dua kali lipat kamar-kamar itu. Cepat kosongkan dan usir mereka!"   "Lepaskan dulu injakanmu, tuan...... aduh, aku bisa mati jika diinjak lebih lama lagi.....!!"   Berseru-seru kesakitan dan juga ketakutan. Saudagar tersebut injakannya. mengangkat kakinya, dia melepaskan "Cepat kau laksanakah perintahku!"   Bentaknya bengis, dia yakin tentunya si kasir akan mematuhi perintahnya itu. Kasir itu merangkak bangun sambil menangis, dia menyusut mulut dan hidungnya yang mengucurkan darah segar.   "Aku..... aku mohon kepada tuan-tuan, janganlah menghancurkan usaha kami..... kami berusaha dengan modal kecil. Jika saja kami mengusir tamu-tamu itu, tentu kami akan memiliki nama jelek dan kelak tentu tidak ada tamu-tamu lainnya yang sudi menginap di sini..... Maafkan dan ampunilah tuan-tuan..... janganlah tuan-tuan memaksa aku untuk melakukan perbuatan rendah seperti itu, walaupun tuan-tuan bersedia membayar dua kali lipat, akan tetapi aku tidak bisa menerimanya..... Maafkanlah tuan-tuan." Mendengar itu, si saudagar jadi mendelik lebar lagi matanya, dia berkata dengan suara bengis.   "Bagus! Bila demikian jelas kau ingin dihajar pula baru mau memenuhi perintahku. Kau mencari penyakit dulu.....!"   Sambil berkata begitu, si saudagar tersebut menghampiri dengan langkah perlahan-lahan.   Kasir itu tambah ketakutan, lemaslah sepasang kakinya, cepatcepat dia menekuk ke dua kakinya dan berlutut di hadapan saudagar itu sambil menganggukkan kepalanya berulang kali.   "Ampun..... ampun..... janganlah aku si orang tua disiksa.....!"   Dan dia memohon pengampunan itu sambil menangis, karena dia tahu, jika saja dia dibanting berulang kali, jelas tulang tuanya akan berantakan.   Saudagar itu tidak memperdulikan ratapan si kasir, dia telah mengulurkan tangannya akan menjambak punggung si kasir.   Si kasir tambah ketakutan bukan main, sampai dia menjerit dengan suara yang nyaring.   Di waktu itulah si saudagar, telah mengangkat tubuh kasir itu, maksudnya akan membantingnya.   Akan tetapi, waktu jiwa si kasir terancam tiba-tiba terdengar suara orang membentak.   "Tahan.....!"   Nyaring sekali suara tersebut, Segera juga terlihat, dari salah satu meja di sudut ruangan itu melompat sesosok tubuh, ringan sekali, menghampiri saudagar yang seorang tersebut.   Si saudagar tersebut menahan gerakan tangannya, dia batal membanting.   Di kala itu, dengan mata beringas dia menoleh kepada orang yang mencegah dia membanting si kasir.   "Ampun..... ampunnnn.....!"   Si kasir yang masih dicengkeram itu telah menjerit-jerit kalap, karena dia kuatir kalau-kalau dirinya dibanting ke lantai.   Berarti jika dia tidak mati tentunya akan terluka parah, patah tangan atau kakinya atau boleh jadi tulang punggungnya.   Dengan demikian, telah membuat dia menjerit sejadi-jadinya.   Saudagar itu rupanya sebal oleh jeritan-jeritan si kasir tersebut, dia melemparkan ke samping, tubuh kasir itu terbanting dan bergulingan di lantai.   Sedangkan orang yang tadi mencegah telah melompat ke hadapan si saudagar, tegurnya dengan suara mengandung perasaan tidak puas.   "Kau keterlaluan..... Selain meminta kamar seenakmu saja seperti juga rumah penginapan ini milik kakek nenekmu saja. Juga telah menganiaya pelayan dan kasir tua itu! Jika memang dibiarkan begitu saja, tentu akan mengumbar kejahatanmu itu!"   Bola mata dari saudagar itu telah memancarkan sinar yang bengis mencilak beberapa kali, diapun memperdengarkan suara mendengus karena murka.   Dilihatnya orang yang mencampuri urusannya adalah seorang lelaki berpakaian seorang petani bertubuh sedang saja, berusia antara tigapuluh tahun.   Wajahnya tidak begitu tampan, akan tetapi juga tidak buruk.   Hanya saja dari sorot matanya, jelas dialah seorang pemuda yang gagah.   "Lalu kau ingin memberikan petunjuk?!"   Tanya saudagar tersebut dengan suara yang bengis.   Dan dia bukan hanya sekedar bertanya.   Rupanya memang sudah menjadi sifatnya, dia selalu berlaku telengas dan ringan tangan karena begitu bertanya, ke dua tangannya telah diulurkan untuk mencekal ke dua pergelangan tangan dari si pemuda petani itu.   Pemuda berpakaian sebagai petani itu rupanya bukan petani biasa.   Dia memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi, terlihat dari cara bergeraknya yang begitu ringan.   Ketika melihat tubuh saudagar itu doyong maju dan dengan ke dua tangan diulurkan padanya maka cepat sekali pemuda petani itu telah membungkukkan tubuhnya, tahu-tahu dengkul kakinya sebelah kanan telah naik, di mana dia menekuk lututnya dan menghantamkan lututnya itu pada perut lawannya.   Saudagar itu kaget.   Biasanya seorang yang diserang seperti itu olehnya, yaitu dengan ke dua tangan terulurkan dan juga akan mencengkeram lengan lawan maka sang lawan akan menghindarkan diri dengan segera, melompat ke belakang, ke samping kiri atau kanan, atau juga menangkisnya dengan kuat.   Baru pertama kali ini saudagar itu memperoleh lawan yang demikian aneh yang menyambut serangannya dengan tubuh, yang agak dibungkukkan dan juga dengan lutut yang dipakai menyerang ke perutnya.   Saudagar itu mengetahui bahwa tenaga serangan lutut kaki lawannya tidak ringan, karena jika saja lutut petani itu berhasil menghantam perutnya, tentu seluruh isi perutnya akan hancur.   Karenanya saudagar itu tidak meneruskan serangannya, dia menarik pulang ke dua tangannya dan melompat mundur.   Dengan demikian dia berhasil menghindarkan perutnya dari benturan lutut kaki si petani tersebut.   Akan tetapi saudagar itu tidak bisa bernapas lega dalam waktu yang lama, karena baru saja dia berdiri dengan ke dua kakinya, waktu itu si petani telah melompat ke dekatnya dan telah menyerang dengan tangan kirinya.   Telapak tangannya itu menyambar ke arah dada saudagar tersebut dengan kekuatan tenaga lweekang yang mengejutkan sekali, karena ingin serangan itu bagaikan menyambarnya angin topan belaka.   Saudagar tersebut mengeluarkan seruan tertahan, sedangkan kawan-kawannya telah mengeluarkan suara teriakan kaget dan berusaha untuk melompat maju.   Tapi saudagar yang seorang itu telah berseru.   "Biarkan aku sendiri yang menghajarnya!"   Semua kawan-kawan saudagar itu batal mengepung si petani.   Mereka telah kembali mundur ke tempat masing-masing.   Sedangkan ssudagar yang seorang itu tidak berusaha mengelakkan hantaman telapak tangan si petani, karena dengan berani dia malah menangkis.   Rupanya dia bermaksud keras lawan keras, dan benar saja, dua kekuatan tenaga telah saling bentur dengan hebat.   Namun si petani itu tidak berlaku sungkan, karena begitu tangannya ditangkis, dia telah menggerakkan tangannya yang satunya, menyerang jauh lebih hebat.   Saudagar itupun telah mengempos semangatnya, maka mereka berdua bertempur seru.   Si kasir yang telah merangkak bangun, cepat-cepat merangkak ke kolong mejanya, dan mendekam di situ dengan ketakutan.   Pelayan-pelayan lainnya tidak berani ikut mencampuri urusan itu, karena mereka kuatir kalau-kalau merekalah yang dijadikan sasaran dari kemarahan saudagar yang pemberang dan ganas tangannya itu.   Mereka hanya berkumpul di sudut ruangan dengan ketakutan dan wajah yang pucat.   Petani muda itu merasakan bahwa kepandaian saudagar itu memang tinggi dan juga ilmu yang dipergunakannya bukanlah ilmu silat sembarangan.   Akan tetapi petani muda itu pun tidak jeri atau gentar, dia malah telah menyalurkan tenaga lweekangnya pada ke dua tangannya.   Tampak ke dua tangannya itu telah digerakkan berulang kali seperti juga kitiran, menyambar ke sana ke mari dengan gerakan yang cepat luar biasa disertai tenaga lweekang yang kuat.   Saudagar itu bukan seorang lawan yang lemah, dia memberikan perlawanan yang gigih.   Diam-diam di dalam hatinya saudagar itu penasaran bukan main.   Karena dilihat dari usianya, petani muda itu masih tidak begitu terlalu tua.   Dengan usia semuda itu dia bisa memiliki kepandaian yang lumayan, di mana saudagar itu tidak bisa merubuhkannya, membuat saudagar itu penasaran sekali.   Berulang kali saudagar itu telah mengeluarkan suara bentakan nyaring dan sepasang tangannya menyambar-nyambar dengan kekuatan yang dahsyat, karena dia bermaksud mendesak lawannya.   Akan tetapi, petani yang masih berusia muda itu terbawa oleh sifatnya yang panas, dia bukannya gentar menerima serangan-serangan yang berbahaya dari saudagar itu, malah dia memberikan perlawanan yang gigih.   Berulang kali tangan mereka telah saling bentrok dan menyebabkan mereka melompat mundur, namun selalu pula mereka menerjang maju untuk mengukur tenaga dan kepandaian lagi.   Keringat telah memenuhi muka saudagar dan petani itu, mereka masih juga saling serang dengan seru.   Banyak meja dan kursi yang telah terjungkal kena ditendang dan dihantam tangan mereka, benda-benda itu banyak yang rusak.   Namun ke dua orang yang tengah bertanding itu tidak memperdulikan keadaan seperti itu.   Kasir dan beberapa orang pelayan yang melihat kerusakan terjadi pada kursi dan meja jadi berseru-seru.   "Jika ingin bertanding di luar saja..... janganlah menghancurkan usaha kami yang bermodal kecil ini..... harap bertempur di luar saja.....!"   Tetapi si petani dan saudagar itu mana memperhatikan teriakanteriakan mereka.   Ke duanya tetap bertempur dengan seru.   Suatu kali rupanya petani muda itu berlaku ayal dalam hal mengelakkan diri dari gempuran tangan kanan saudagar itu, karena tahu-tahu kepalan tangan saudagar itu telah hinggap di pundaknya, tubuh petani itu terhuyung beberapa langkah dengan muka yang berobah merah padam.   Saudagar itu tampak bangga, dia telah mengejek dengan sikap yang bengis.   "Hemm, apakah kau ingin meneruskan pertempuran ini?"   "Mengapa tidak?!"   Berseru petani muda tersebut.   Dia telah melompat dengan gesit, tubuhnya bagaikan terbang menerjang nekad kepada saudagar itu.   Ke dua tangannya yang bergerak dengan cepat sekali, sehingga saudagar itu yang tidak menduga lawannya akan menyerang seperti itu telah terhantam telak dadanya.   Tubuhnya terjungkal bergulingan di lantai.   Kawan-kawan saudagar itu yang menyaksikan nasib kawannya, jadi mengeluarkan seruan marah, mereka juga menerjang maju untuk mengeroyok si petani.   Sedangkan petani itu tetap memberikan perlawanan atas serangan-serangan dari belasan orang saudagar itu.   Dia tidak mengenal mundur, dan setiap serangan dihadapinya dengan kekerasan.   Namun yang rugi adalah petani muda itu, berulang kali tubuhnya itu telah dihantam oleh kepalan tangan para saudagar tersebut.   Tubuh petani itupun akhirnya terjungkal di lantai, namun para saudagar itu tidak mau menyudahi begitu saja, mereka tetap menyerang dengan ganas.   Sedangkan saudagar yang seorang itu, yang tadi telah dirubuhkan oleh petani muda tersebut, telah bangkit kembali dan ikut menyerang, di mana dia menyerang dengan hebat sekali dan tanpa mengenal kasihan.   Dengan kakinya dia menjejak muka petani itu, sehingga darah mengucur deras sekali dari muka si petani.   Sedangkan petani muda tersebut walaupun telah diserang bertubitubi masih melakukan perlawanan yang gigih.   Malah di saat dirinya dikeroyok beramai-ramai seperti itu, membuat petani muda tersebut jadi nekad dan kalap.   Di antara suara teriakan gusar dia menerjang kepada salah seorang saudagar yang menjadi lawannya, sehingga mereka berdua bergulingan.   Cepat sekali saudagar-saudagar lainnya menyerang lagi kepada petani muda itu.   Dua orang di antara mereka telah berusaha menarik si petani dari rangkulannya pada diri kawan mereka.   Dan waktu ke dua tangan petani itu dapat dicekal dengan kuat, maka di saat itulah saudagar-saudagar lainnya telah menghantami petani muda itu dengan pukulan-pukulan yang keras.   Petani muda itu telah jatuh pingsan tidak sadarkan diri, karena darah banyak sekali mengalir keluar, membuat dia rubuh di lantai ketika cekalan para saudagar itu dilepaskan.   Sedangkan saudagar-saudagar itu cepat membersihkan pakaian mereka, salah seorang memanggil pelayan dengan suara yang bengis.   Dua orang pelayan rumah penginapan karena ketakutan menghampiri dengan tubuh yang terbungkuk-bungkuk dan wajahnya pucat.   Tubuh mereka tampak menggigil ketakutan, sebab kuatir kalau para saudagar itu melimpahkan kemarahan mereka kepada dirinya.   "Bawa dan lemparkan manusia tidak kenal mampus ini keluar!"   Perintah saudagar yang seorang itu.   "Dan cepat siapkan kamar buat kami!"   Setelah berkata begitu, tangan saudagar yang seorang itu mendorong dengan gerakan yang perlahan.   Akan tetapi kesudahannya memang luar biasa, sebab ke dua orang pelayan itu telah terjungkal rubuh bergulingan di lantai.   Sambil merangkak bangun dengan wajah yang pucat dan tubuh menggigil, ke dua pelayan itu cepat-cepat,menghampiri tubuh si petani muda, diangkatnya oleh mereka dan dibawa keluar.   Akan tetapi baru beberapa langkah ke dua pelayan itu menggotong tubuh pemuda tersebut, terdengar seseorang berseru.   "Berhenti, jangan berlaku kurang ajar pada pemuda itu......!"   Ke dua pelayan itu terpaku di tempat mereka, ke duanya melirik dengan takut-takut.   Sedangkan para saudagar itu telah melirik kepada orang yang berseru itu, dan ternyata dari sebelah kanan ruangan itu, di balik sebuah meja yang hanya terpisah tidak begitu jauh dari rombongan saudagar tersebut, tampak seorang hwesio bertubuh sedangsedang saja, usianya telah telah lanjutdan memelihara jenggot yang telah memutih.   Sikapnya sabar sekali, dan matanya yang bening memancarkan sinar yang tajam sekali.   Wajah para saudagar itu berobah dan mereka memandang dengan sikap tidak senang.   "Apakah kau pun ingin mencampuri urusan ini, keledai gundul?!"   Bentak salah seorang saudagar itu tidak sabar dan mendongkol sekali.   Pendeta itu telah beranjak dari tempat berdirinya dan dia melangkah menghampiri para saudagar itu dengan tindakan kaki yang tenang dan wajahnya tetap sabar.   Katanya dengan sikap yang tenang sekali.   "Jangan kau cepat-cepat marah! Siancai, nanti sicu sekalian cepat tua.....!"   Saudagar-saudagar itu bukannya bertambah lunak oleh perkataan si pendeta, malah semakin gusar. Yang tadi telah mengejek pada pendeta itu malah berkata dengan gesit.   "Jika memang kau kenal penyakit dan sayang akan jiwamu, cepat pergi menggelinding, Jangan coba mencampuri urusan kami..... atau memang kau ingin merasakan apa yang dialami oleh pemuda dungu itu?"   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Hwesio itu merangkapkan sepasang tangannya sambil memuji akan kebesaran sang Budha. Baru kemudian katanya.   "Siancai! Pinceng kira tidak ada seorang manusia di dunia ini bersedia dirinya dipukuli, dianiayai oleh orang lainnya.....! Dan begitu pula halnya dengan diri pinceng, tentu saja pinceng tidak mau jika memang seorang bermaksud menganiaya diri pinceng.....!"   "Jika demikian segera kau menggelinding pergi dari hadapan kami! Hemmm, memandang dari kedudukanmu sebagai seorang pendeta, maka kami mau berlaku sedikit lunak padamu! Tetapi jika memang kau lancang ingin mencampuri urusan kami, kepalamu yang gundul itu akan kami hajar sampai pecah dan keluar polo serta otaknya.....!"   Setelah berkata begitu, saudagar yang seorang tersebut memperdengarkan suara tertawa mengejeknya berulang kali.   Hwesio tersebut tetap membawa sikap yang tenang dan sabar, dia hanya mengucapkan kebesaran sang Budha, baru kemudian dengan melirik kepada pemuda yang terluka parah akibat dianiaya oleh saudagar-saudagar tersebut, berkata dengan suara mengandung iba dan kasihan.   "Walaupun pemuda itu bersalah pada kalian, akan tetapi Sicu semua tidak boleh main hakim sendiri memukulnya sampai begitu rupa. Jika memang pemuda itu hilang jiwa, tidakkah hal itu akan dibuat sayang? Dia masih berusia muda! Sedangkan pinceng kira kesalahan yang dilakukannya juga tidak terlalu besar, dia hanya ingin membela pelayan itu agar tidak diperlakukan kasar oleh Sicu, bukankah begitu? Mengapa harus dipukuli beramai-ramai seperti itu?"   Setelah berkata begitu, dengan matanya yang amat tajam pendeta tersebut telah mengawasi saudagar itu seorang demi seorang bergantian, dan sambil tersenyum dia berkata lagi.   "Nah, cobalah sekalian sicu, sekalian pikirkan, tidakkah apa yang pinceng katakan itu benar adanya?"   Mendongkol sekali para saudagar itu.   Mereka memang orang yang selalu bertindak dengan kasar dan juga segera turun tangan keras jika saja tidak menyukai seseorang.   Dan kini mereka ditegur seperti itu oleh si pendeta, dengan sendirinya mereka jadi tidak senang.   Akan tetapi sebagai orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, tentu saja saudagar-saudagar itu menyadari apa artinya sinar mata yang tajam dari pendeta tersebut, yang tentunya merupakan seorang pendeta yang memiliki kepandaian dan lweekang yang tinggi sekali.   Disebab dugaan itulah mereka tidak berani bertindak sembarangan dan ceroboh.   "Siapakah kau sebenarnya keledai gundul?"   Tanya salah seorang saudagar itu dengan suara dan sikap yang tetap kasar. Pendeta itu tetap tenang dan sabar, walaupun orang menyebut dia berulang kali dengan sebutan "keledei gundul"   Namun dia sama sekali tidak marah, dan dengan tersenyum ramah dan sabar si pendeta menyahuti diiringi oleh ke dua tangannya yang dirangkapkan dan tubuhnya yang membungkuk memberi hormat.   "Sesungguhnya Pinceng bergelar In Lap Siansu......!"   "Hemm, In Lap Siansu.....!"   Berseru beberapa saudagar itu dengan suara yang bengis.   "Rupanya kau seorang pendeta yang selalu banyak menimbulkan kerusuhan dan juga keonaran, mengganggu ketenangan pemerintah! Banyak laporan yang telah sampai pada pihak kerajaan bahwa kau merupakan seorang pendeta yang terlalu bertingkah dan mengandalkan kepandaianmu untuk menindas orang-orang pemerintahan......!"   In Lap Siansu mencilak matanya mengawasi para saudagar tersebut, hatinya heran juga mendengar perkataan saudagar itu.   "Mengapa Sicu menyebut-nyebut soal pemerintahan? Atau memang sicu sekalian adalah orang-orang kerajaan?"   Tanya si pendeta dengan suara yang tetap sabar. Saudagar itu rupanya menyadari bahwa dia telah keterlepasan berkata, maka cepat-cepat dia membetulkan perkataannya itu.   "Kami hanya para pedagang, akan tetapi sebagai pedagang kami memiliki hubungan yang luas dengan orang-orang kerajaan dan kami juga telah seringkali mendengar perihal sepak terjangmu! "Karena dari itu, tidak heran jika sekarang kaupun usil mencampuri arusan ini! Atau memang kau beranggapan kepandaianmu telah sempurna dan tidak ada orang yang bisa menandingimu lagi di dalam dunia ini, dan kau bertingkah demikian rupa.....!"   In Lap Siansu seorang yang sabar dan ramah, walaupun saudagarsaudagar tersebut membawa sikap yang kurang ajar dan kasar, tokh dia tetap membawa sikap yang sabar luar biasa.   Hanya dia telah menaruh kecurigaan, bahwa saudagar-saudagar ini bukanlah saudagar-saudagar yang sesungguhnya.   Jelas mereka merupakan saudagar tiruan.   Pertama dilihat dari gerak-gerik mereka, di mana semuanya memiliki kepandaian dan ilmu silat yang lumayan.   Juga dilihat dari cara saudagar-saudagar itu bicara yang menyebut-nyebut perihal kerajaan, membuat si pendeta mau menduga bahwa mereka tentunya orang orang kerajaan yang tengah menyamar diri.   Memiliki dugaan seperti itu, sikap In Lap Siansu jadi berobah, dia tidak berlaku selunak tadi.   Dengan wajah yang tawar dia berkata.   "Baiklah, sebagai seorang yang patuh pada agama yang berdiri di dasar perikemanusiaan, maka Pinceng ingin meminta agar Sicu sekalian tidak bertindak kasar dan semau Sicu saja dalam meminta kamar! Tadi kebetulan Pinceng telah mendengar bahwa di rumah penginapan ini kamar sudah penuh semuanya, dengan begitu sicu sekalian tentu saja tidak bisa memaksa untuk meminta kamar dan mengusir tamu-tamu yang datang terlebih dulu dari Sicu! Nah, silahkan, Sicu sekalian pergi mencari kamar di rumah penginapan lainnya, mungkin masih terdapat kamar kosong.....!"   Setelah berkata begitu, In Lap Siausu merangkapkan tangannya memberi hormat, dia membawa sikap seperti juga mempersilahkan para saudagar itu berlalu meninggalkan rumah penginapan ini dan tidak menimbulkan keonaran lagi.   Tetapi para saudagar itu mana mau diperlakukan seperti itu? Mereka memang tengah mendongkol dan tidak senang, dia sekarang merasa seperti diusir seperti itu.   Karenanya salah seorang di antara mereka yang rupanya tidak bisa menahan diri lagi, yang wajahnya bengis dan memelihara kumis yang tipis, telah maju sambil mencengkeram ke arah si pendeta.   In Lap Siansu memiliki kepandaian yang tinggi, dia sekali lihat saja mengetahui bahwa lawannya ini ingin mencengkeram dengan mempergunakan ilmu cengkeraman Eng-jiauw-kang, atau ilmu cengkeraman garuda.   Dan sambil tersenyum sabar, In Lap Siansu mengelakkan diri ke samping, tubuhnya bergerak lincah, tangan lawannya jatuh di tempat kosong.   Akan tetapi saudagar itu, yang rupanya memang telah dapat menduga bahwa si pendeta akan mengelakkan diri dari serangannya, sebab dia melihat bahwa pendeta ini bukanlah pendeta sembarangan dan tentu memiliki kepandaian yang tinggi, karenanya, begitu tangannya mengenai tempat kosong segera tangannya menyambar lagi ke arah dada si pendeta.   "Ohhh, pukulan telengas sekali!"   Berseru si pendeta dengan suara yang tawar, dan tubuhnya telah bergerak cepat sekali, meloloskan diri dari serangan lawannya.   Akan tetapi si saudagar tersebut tidak berhenti sampai di situ saja.   Cepat bukan main dia telah membarengi menyerangnya lagi.   Hebat kali ini saudagar itu menyerang, sebab dia mempergunakan ke dua tangannya.   In Lap Siansu kali ini tidak berusaha berkelit, dengan gesit dan sebat sekali, tangannya telah bergerak ke depan, tahu-tahu telah menyampok tangan dari lawannya sekaligus dia telah menyampok ke dua tangan dari saudagar itu.   Sampokan yang dilakukannya oleh In Lap Siansu ternyata mengandung tenaga lweekang yang dahsyat, karena biarpun gerakannya sangat perlahan, tokh begitu tangannya membentur ke dua tangan si saudagar tersebut, seketika ke dua tangan dari saudagar itu telah kesampok ke samping.   Dan membarengi dengan itu, sebelum saudagar tersebut sempat untuk memperbaiki kedudukan, tubuhnya dan ke dua kakinya In Lap Siansu telah menyerang lagi dengan totokan jari telunjuknya.   Gerakan yang dilakukan oleh In Lap Siansu sangat cepat sekali, dengan tepat dia menotok jatan darah Ma-tiang-hiat dari lawannya, maka tidak ampun lagi tubuh saudagar itu telah terjungkal rubuh bergulingan di lantai dengan mengeluarkan suara keluhan.   Kawannya saudagar itu, yaitu saudagar-saudagar lainnya, terkejut bukan main.   Mereka mengeluarkan bentakan marah ketika menyaksikan kawan mereka dirubuhkan begitu mudah oleh si pendeta.   Akan tetapi disamping perasaan gusar, merekapun jadi terkejut, karena seketika mereka mengetahui bahwa pendeta itu memang memiliki kepandaian yang tidak rendah.   Dalam dua jurus, dan dengan gerakan seenaknya saja, si pendeta berhasil merubuhkan kawan mereka.   Padahal para saudagar itu menyadari dan mengetahui jelas, kepandaian kawan mereka itu tidak rendah.   Cepat sekali belasan orang saudagar itu telah melompat mengepung si pendeta.   In Lap Siansu tetap berdiri tenang di tempatnya, dia merangkapkan sepasang tangannya sambil bergumam perlahan.   "Harap Sicu sekalian jangan menimbulkan keonaran.....!"   Belasan orang saudagar itu mana mau mendengar permintaan si pendeta. Salah seorang di antara mereka dengan bengis telah berkata.   "Keledai gundul, kami ingin meminta petunjukmu!"   Dan setelah berkata begitu, saudagar yang seorang tersebut malah melompat dan telah mulai menyerang dengan pukulan yang kuat sekali dan bisa mematikan.   Dalam keadaan seperti ini tidak ada pilihan lain buat In Lap Siansu.   Cepat luar biasa dia telah melompat ke samping dan berkelit.   Namun saudagar lainnya telah menyambutinya dan menyerang pula padanya.   Begitulah beruntun beberapa kali In Lap Siansu telah melompat ke sana ke mari dengan gerakan yang ringan sekali, dan selalu dia dapat menghindarkan diri dari serangan lawannya itu.   Hal ini disebabkan memang kepandaian In Lap Siansu berada di atas kepandaian dari para saudagar itu.   Sambil berkelit ke sana ke mari In Lap Siansu juga memperhatikan cara menyerang dari saudagar-saudagar tersebut.   Pendeta itu semakin yakin bahwa mereka bukanlah saudagar yang sesungguhnya, tentunya mereka hanya menyamar saja.   Itulah sebabnya.   semakin lama In Lap Siansu telah menyerang makin cepat dengan ke dua tangannya, memaksa lawannya tidak bisa mendekatinya.   Para saudagar itu rupanya juga telah melihat bahwa pendeta ini bukanlah lawan yang ringan.   Mereka berusaha mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian mereka, akan tetapi mereka tidak berhasil merubuhkan pendeta itu.   Walaupun mereka telah mengeroyok seperti itu, akan tetapi pendeta itu dapat menghadapi mereka bagaikan kucing yang tengah mempermainkan rombongan tikus.   Para saudagar tersebut semakin lama jadi semakin gusar dan penasaran.   Suara bentakan mereka terdengar berulang kali, karena mereka menyerang semakin hebat.   Dalam keadaan seperti itu, tampak jelas, betapa tubuh In Lap Siansu berkelebat ke sana ke mari menghindar dari pukulan lawannya.   Dan dalam suatu kesempatan yang ada, tahu-tahu tangan kanan In Lap Siansu telah menyambar dan mencengkeram baju salah seorang saudagar itu.   Kemudian dia melontarkan ke samping kanan.   Menyusul lagi dia mencengkeram dua orang lawannya, yang juga dilontarkannya.   Cepat sekali cara bekerja In Lap Siansu, karena dalam sekejap mata saja telah tiga orang lagi yang dilontarkannya.   Begitulah para saudagar tersebut jadi tak berani terlalu mendesak si pendeta, mereka telah mengepung sambil sekali-kali menyerang.   Akan tetapi, mereka tidak berani terlalu mendesak seperti tadi.   In Lap Siansu tertawa sabar, katanya.   "Apa untungnya kita bertempur seperti ini, lebih bijaksana jika memang sicu sekalian menyudahi pertempuran ini......!"   Akan tetapi para saudagar itu bukannya pengepungan yang mereka lakukan, justru semakin gencar.   Sekarang mereka telah kedudukan diri mereka masing-masing pula.   semakin ketat dan kuat.   berhenti-henti dari mereka menyerang berhasil mengatur Mereka menyerang In Lap Siansu berpikir, jika memang dia menghadapi lawannya dengan cara seperti itu terus, tentu selamanya dia akan dikepung dan pertempuran itu tidak akan berkesudahan.   Karena berpikir seperti itu, In Lap Siansu merobah cara bertempurnya.   Kini dia menggerakkan ke dua tangannya yang sering disilang.   Setiap kali ke dua tangan itu dipentang, dari telapak tangannya meluncur angin serangan yang luar biasa kuatnya.   Dan yang menakjubkan, angin serangan itu menerjang kepada salah seorang lawannya, dan lawannya itu kejengkang ke belakang, rubuh di atas lantai, karena dia seperti juga dihantam oleh lempengan besi yang keras dan kuat.   Setiap kali In Lap Siansu mengulangi gerakan tangannya, seorang lawannya rubuh.   Dan setelah melakukannya enam atau tujuh kali.   In Lap Siansu bertanya lagi, akan tetapi suaranya tawar dan dia sudah habis sabar.   "Apakah kalian masih ingin memaksa aku turunkan tangan keras......?"   Sisa dari saudagar-saudagar itu telah melompat ke belakang dengan wajah gusar. Sedangkan saudagar yang semula telah rubuh, lompat bangun dengan wajah merah padam.   "Kami akan mengadu jiwa.....!"   Teriak mereka sambil mencabut senjata masing-masing, yaitu pedang panjang yang berkilauan dan tajam sekali.   Pedang itu digerakkan untuk menikam dan menabas kepada In Lap Siansu.   Sebagai seorang pendeta yang memiliki kepandaian sangat tinggi, sebenarnya In Lap Siansu bisa saja menurunkan tangan keras mempercepat selesainya pertempuran itu.   Namun jika In Lap Siansu mempergunakan serangan yang mengandung kekerasan, lawan-lawannya itu disamping terluka parah, pun kemungkinan di antara mereka ada yang mati.   Inilah yang tak diinginkan oleh In Lap Siansu, karena dia tidak mau jatuh korban dalam pertempuran tersebut.   Bukankah di antara mereka memang tidak terdapat urusan yang perlu diperbesar? Dan juga In Lap Siansu hanya bermaksud mengusir orang-orang ini dari rumah penginapan tersebut, agar mereka tidak berlaku bengis kepada pelayan dan tamu-tamu rumah penginapan ini.   Karena itu In Lap Siansu dalam menurunkan tangan menghadapi serangan lawan-lawannya setengah hati.   Dia tidak mendesak terlalu keras, akan tetapi justru lawan-lawannya itu seperti nekad sekali.   Karena desakan yang terus menerus dari lawannya, akhirnya In Lap Siansu bertindak keras sedikit dengan menghadapi pedang lawannya itu.   Dengan mempergunakan jepitan jari telunjuknya, pedang lawannya telah patah berulang kali.   Setiap menyambar salah satu pedang lawannya, In Lap Siansu telah menjepitnya dan pedang itu menjadi patah.   Para saudagar itu jadi terkejut, mereka melompat mundur, dan akhirnya tanpa mengucapkan sepatah perkataan juga telah memutar tubuh mereka berlalu dari rumah penginapan itu.   Kasir dan pelayan rumah penginapan dapat bernapas lega, dan mereka cepat-cepat mengucapkan terima kasih kepada In Lap Siansu.   Sedangkan In Lap Siansu sendiri tidak berdiam terlalu lama di rumah penginapan tersebut, karena dia menaruh kecurigaan kepada saudagar-saudagar tersebut.   Setelah membayar harga minuman dan makanan yang telah dimakannya, In Lap Siansu meninggalkan rumah penginapan itu pula, karena pendeta ini bermaksud untuk mengikuti belasan orang saudagar tersebut.   Ternyata belasan orang saudagar tersebut telah berhasil menumpang di sebuah rumah penduduk, yang mereka bayar dengan harga yang mahal sekali.   In Lap Siansu mengawasi dari kejauhan, dan menantikan sampai sang malam tiba.   Ketika itu, di sekitar tempat tersebut lewat belasan orang pengemis.   Waktu melihat In Lap Siansu berdiam di balik sebatang pohon, mereka bercuriga.   Segera salah seorang di antara pengemis itu menghampiri si pendeta dan menegurnya.   "Taysu, apa yang tengah kau lakukan di situ?"   In Lap Siansu tersenyum.   "Aku sedang mencari tempat yang baik untuk membaca Liamkheng, hanya sayangnya justru Pinceng belum herhasil menemui tempat yang baik, untuk Pinceng dengan tenang membaca Liamkheng.....!"   Dusta In Lap Siansu. Pengemis itu mencilak matanya, dia rupanya masih bercuriga dan tidak mempercayai keterangan In Lap Siansu.   "Jika memang Taysu kesulitan untuk menemukan tempat yang tenang membaca Liam- kheng, mari ikut bersama dengan kami. Kami akan menunjukkan sebuah tempat yang sangat baik.....!"   Kata pengemis tersebut.   In Lap Siansu ragu-ragu sejenak akan tetapi waktu itu diapun telah berpikir, bahwa dia telah mengetahui tempat berdiamnya belasan orang saudagar yang diduganya sebagai saudagar gadungan itu.   Dan dalam menantikan tibanya sang malam, memang tidak perlu dia berada di situ terus! Karenanya, In Lap Siansu mengiyakan dan ikut bersama rombongan pengemis itu.   "Siapakah sebenarnya Taysu dan berasal dari kuil mana?"   Tanya beberapa orang pengemis itu, yang rupanya ingin mengetahui siapa adanya pendeta ini, yang tampaknya agak luar biasa.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   In Lap Siansu menyebutkan gelarannya.   Tiba-tiba muka belasan orang pengemis itu jadi berobah, mereka memperlihatkan sikap terkejut.   "Akh, jika begitu..... Taysu ternyata seorang yang patut kami hormati..... maafkan kami tadi berlaku kurang hormat!"   Kata belasan orang pengemis itu sambil merangkapkan tangan mereka memberi hormat. In Lap Siansu cepat-cepat membalas hormat pengemis-pengemis itu.   "Janganlah sicu sekalian berlaku sungkan seperti itu!"   Katanya.   "Kami telah mendengar dari beberapa orang Tianglo di partai kami, bahwa Taysu merupakan seorang yang selalu bertindak di atas keadilan, karena itu, sungguh suatu keberuntungan yang tidak ternilai harganya buat kami dengan adanya pertemuan seperti ini.....!"   Kata pengemis-pengemis itu.   "Tianglo kalian hanya membesar-besarkan saja diriku!"   Kata In Lap Siansu.   "Oya menurut apa yang Pinceng dengar, bahwa kalian berkumpul di Hou-ciu untuk menghadiri rapat besar yang akaa diselenggarakan oleh Kay-pang. Bukankah begitu?!"   Pengemis-pengemis itu mengangguk.   "Benar, kami memang telah diperintahkan untuk berkumpul di Houciu karena di malaman Cap-go di bulan ini kami yang akan mengadakan rapat besar. Pangcu kami yang akan langsung memimpin rapat besar partai kami itu,"   Menjelaskan si pengemis. Pengemis-pengemis lainnya juga membenarkan hal itu, banyak yang mereka ceritakan. In Lap Siansu tersenyum.   "Justru Pinceng datang ke Hou-ciu ingin menyaksikan keramaian, malah ada sesuatu yang ingin Pinceng sampaikan kepada Pangcu kalian! Ada sesuatu urusan yang sangat penting, menyangkut keselamatan Kay-pang. Secara kebetulan sekali Pinceng mengetahui urusan tersebut, sehingga Pinceng merasa bertanggung jawab juga sebagai sesama sahabat dalam rimba persilatan, untuk memberikan kisikan pada Kay-pang mengenai ancaman yang akan mengganggu partai kalian.....!"   Pengemis-pengemis itu jadi terkejut.   "Urusan apakah itu, Taysu?!"   Tanya mereka serentak. In Lap Siansu menghela napas.   "Sebulan yang lalu, secara kebetulan di In-kang-kwan, Pinceng telah menginap di sebuah rumah penginapan. Bersama Pinceng di dalam rumah penginapan itu bermalam juga empat orang hamba negeri, dan mereka tengah bercakap-cakap di kamar mereka. Sesungguhnya Pinceng tidak bermaksud untuk mendengarkan parcakapan mereka, akan tetapi mereka menyebut-nyebut perihal Kay-pang beberapa kali, menyebabkan pinceng jadi tertarik dan mendengarkan juga percakapan mereka.....!"   In Lap Siansu menceritakan pengalamannya.   "Dan apa yang pinceng dengar ternyata benar-benar mengejutkan, karena mereka tengah membicarakan perihal pengepungan dan juga menghancurkan rapat besar yang akan diselenggarakan oleh Kay-pang. Dari percakapan mereka itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak kerajaan akan mengutus orangnya untuk menggagalkan rapat besar itu, malah ingin juga menghasut Kaypang agar terpecah bela! Itulah yang diketahui oleh pinceng. Dan sesungguhnya pinceng ingin menawan mereka, untuk meminta keterangan yang lebih jelas. Namun pinceng pikir, jika pinceng melakukan hal seperti itu, sama saja dengan memukul rumput mengejutkan ular..... Karenanya Pinceng mengambil keputusan untuk cepat-cepat menemui Pangcu Kay-pang saja!"   Pengemis-pengemis itu jadi kaget, dan mereka telah bisik-bisik satu dengan yang lainnya. Akhirnya salah seorang diantara mereka telah berkata.   "Jika demikian, Taysu memang perlu cepatcepat dipertemukan dengan Pangcu kami, akan tetapi justru kami belum lagi mengetahui apakah Pangcu kami telah tiba di Hou-ciu ini. Tetapi ada baiknya jika memang kalau kami ajak bertemu dengan seorang pemimpin kami!" In Lap Siansu menyetujui usul pengemis-pengemis itu. Demikianlah In Lap Siansu telah diajak oleh para pengemis tersebut ke sebuah kuil tua yang terletak di sebelah barat dari Houciu. Kuil itu merupakan kuil yang tidak begitu besar, masih terawat baik sekali. Dan kuil tersebut merupakan kuil milik Kay-pang cabang Hou-ciu, di mana semua pengemis memang biasanya berkumpul di kuil itu. In Lap Siansu ternyata dipertemukan dengan seorang peagemis tua, yang di punggungnya menggemblok lima karung. Dan dia merupakan seorang pengemis yang senang tersenyum dan ramah. In Lap Siansu melihat betapa di kuil tersebut berkumpul banyak sekali pengemis-pengemis dari segala tingkatan. Ada yang membawa dua karung, tiga karung dan empat karung. Dan jumlah mereka pun hampir meliputi limaratus orang lebih. Biasanya, di kuil tersebut paling tidak berkumpul limapuluh lebih orang pengemis. Namun justru sekarang di Hou-ciu akan diselenggarakan rapat besar Kay-pang, maka banyak pengemispengemis dari luar daerah yang ditampung di kuil tersebut, tidak terlalu mengherankan jika jumlah pengemis-pengemis yang terdapat di kuil itu sangat banyak sekali. Akan tetapi walaupun jumlah mereka lebih dari limaratus orang pengemis, namun tidak ada seorangpun di antara mereka yang menimbulkan suara berisik. Pengemis tua yang menggemblok lima karung itu ternyata bernama Kay Cing Kay. Dia seorang yang ramah. Dan waktu itu telah menanyakan maksud kedatangan In Lap Siansu. Sebelum In Lap Siansu menjelaskan, salah seorang dari belasan orang pengemis yang membawa In Lap Siansu ke kuil tersebut telah menceritakan apa yang tadi telah diceritakan oleh In Lap Siansu, Kay Cing Kay terkejut bukan main, dia sampai mengeluarkan seruan tertahan.   "Ihhh, apakah ada urusan penting seperti itu?!"   Berseru Kay Cing Kay.   "Inilah urusan yang tidak boleh dibuat main-main, karena jika kelak sudah tiba waktunya dan kita telah berkumpul tanpa bersiaga, lalu menerima serangan dari orang-orang kerajaan, tentu rapat itu akan kacau atau......"   Setelah berkata begitu, Kay Cing Kay menoleh kepada In Lap Siansu, tanyanya dengan sikap menghormat sekali.   "Taysu bisakah Taysu memberitahukan kepadaku, apakah memang yang didengar oleh Taysu dapat dipertanggung jawabkan?!"   In Lap Siansu menghela napas dalam-dalam sambil tersenyum, dia merangkapkan sepasang tangannya, katanya.   "Jika memang urusan biasa tentu Pinceng tidak akan, bercapai lelah melakukan perjalanan ke Hou-ciu ini..... Justru karena mengetahui bahwa Kaypang merupakan sebuah perkumpulan yang berdiri di atas keadilan dan Pangcu dari Kay-pang pun patut dihormati, dengan sendirinya Lolap merasa bertanggung jawab untuk memberitahukan secepat mungkin ancaman yang akan terjadi pada Kay-pang!"   "Soal benar atau tidaknya berita tersebut, memang Pinceng mendengar langsung dari hamba-hamba negeri itu..... karena itu tidak dapat Pinceng menyatakan sendiri, apakah itu bisa dipertanggung jawabkan atau tidak. Namun jika memang Pinceng telah memberitahukan hal itu kepada Kay-pang, dan yang perlu dilakukan oleh Kay-pang adalah bersiap siaga saja. Tokh hal itu tidak ada ruginya? Yang Pinceng kuatirkan justru kalau-kalau ada orang-orang kerajaan yang sempat menyelusup ke dalam barisan Kay-pang!"   Kay Cing Kay mengangguk sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih.   "Kami bukan tidak mempercayai keterangan Taysu, akan tetapi inilah urusan besar. Jika memang pihak kerajaan benar-benar menaruh perhatian pada rapat besar yang akan diselenggarakan oleh Kay-pang dan mengandung maksud tidak baik. Memang sudah seharusnya kami berlaku waspada..... Terima kasih atas jerih payah Taysu......!"   In Lap Siansu pun segera menjelaskan perihal pertempurannya dengan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar.   Dan In Lap Siansu telah mengemukakan kecurigaannya bahwa belasan orang saudagar tersebut adalah hamba-hamba negeri yang tengah menyamar.   "Kemungkinan besar orang-orang kerajaan menyelusup masuk ke Hou-ciu dengan cara menyamar, misalnya dengan menyamar sebagai saudagar atau juga dengan cara lainnya.....!"   In Lap Siansu mengemukakan dugaannya. Kay Cing Kay pun mengangguk mengiyakan, katanya bahwa In Lap Siansu akan segera dibawa menghadap Pangcunya jika saja Pangcu mereka telah datang di Hou-ciu.   "Sayangnya sampai hari ini Pangcu kami belum lagi tiba di Houciu, dan kami sendiri tengah menantikan kedatangan Pangcu kami itu. Jika memang Taysu tidak keberatan, maukah kiranya Taysu menantikan sampai tibanya Pangcu kami itu, agar dapat menjelaskan seluruh apa yang diketahui oleh Taysu?"   In Lap Siansu mengangguk dan katanya.   "Justru Pinceng memang ingin menyelidiki keadaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu...... Jika memang mereka adalah orang-orang istana Kaisar yang tengah menyamar, maka pinceng tentu akan turunkan tangan keras pada mereka tanpa sungkan-sungkan lagi!"   "Jika demikian, biarlah begitu malam tiba Taysu bersamaku pergi menyelidiki keadaan belasan orang saudagar itu! Apakah Taysu tidak keberatan jika aku ikut serta?"   In Lap Siansu tersenyum.   "Mengapa harus keberatan? Bukankah dengan bersedianya sicu untuk pergi bersama-sama Pinceng menyelidiki keadaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu, jika terjadi pertempuran lagi akan meringankan pekerjaan Pinceng?!"   Kata In Lap Siansu sambil tertawa lebar.   Begitulah, banyak yang dibicarakan oleh In Lap Siansu dengan Kay Cing Kay.   Menurut keterangan yang diberikan Kay Cing Kay bahwa tokohtokoh Kay-pang yang sudah memperoleh enam karung ke atas, mereka berdiam sementara di sebuah gedung yang terletak di sebelah timur kota itu, yaitu rumah milik hartawan she Bun.   "Jika memang Pangcu telah tiba di Hou-ciu tentu pangcu pun akan di bawa ke rumah Bun Wangwe, karena di sanalah semua tokohtokoh Kay-pang telah berkumpul.....!"   Kay Cing Kay mengakhiri penjelasannya. Waktu itu, In Lap Siansu telah meminum teh yang disajikan untuknya, lalu tanyanya.   "Jika memang demikian, apakah setelah kita pergi menyelidiki keadaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu, kita akan pergi menemui tokoh-tokoh Kaypang yang lainnya? Siapa tahu ada di antara mereka yang bisa memberikan petunjuk yang lebih baik lagi?"   Kay Cing Kay mengangguk mengiyakan.   Begitulah mereka telah melewati waktu sambil bercakap-cakap.   Dan akhirnya malam pun telah tiba......   In Lap Siansu dan Kay Cing Kay pun bersiap-siap untuk pergi menyelidiki keadaan belasan orang saudagar itu.   Rumah di mana belasan orang saudagar itu bermalam ternyata sebuah rumah yang tidak begitu besar.   Dari kejauhan In Lap Siansu dan Kay Cing Kay telah melihat api penerangan di rumah itu belum dipadamkan, memperlihatkan bahwa belasan orang saudagar tersebut tentunya belum tidur.   In Lap Siansu memperingati Kay Cing Kay agar pengemis ini berhati-hati.   "Mereka semuanya memiliki kepandaian yang lumayan, jika kita kurang hati-hati, tentu akan menimbulkan kecurigaan mereka!"   Pesan In Lap Siansu.   In Lap Siansu berpesan begitu karena selama berangkat dari kuil tempat di mana berkumpul murid-murid Kay-pang, dia memperoleh kenyataan Kay Cing Kay memiliki kepandaian yang masih berada di bawahnya beberapa tingkat.   In Lap Siansu kuatir kalau-kalau nanti Kay Cing Kay menimbulkan gerakan yang bisa memancing kecurigaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu, yang tentu saja akan mempersulitkan mereka juga dalam hal menyelidiki keadaan belasan orang-orang itu.   Kay Cing Kay tidak tersinggung oleh pesan In Lap Siansu, sebab dia memang menyadari juga bahwa In Lap Siansu memiliki kepandaian yang jauh di atas kepandaiannya.   Malah diam-diam Kay Cing Kay sendiri merasa kagum sekali akan kemahiran ginkang si pendeta, yang dapat berlari cepat dan ringan sekali.   Begitulah, mereka mengambil tempat di belakang rumah tersebut, mereka melompat masuk dari pekarangan di belakang yang sepi dan tidak terlihat seorang manusia pun juga, karena semua orang tengah berkumpul di ruang depan bercakap-cakap.   Tuan rumah rupanya telah menyediakan beberapa macam masakan dan arak untuk belasan orang tamu mereka.   Waktu In Lap Siansu dan Kay Cing Kay melewati ruangan dapur, mereka melihat nyonya rumah berseri-seri, karena dia rupanya telah memperoleh hadiah besar dari tamunya, membuatnya jadi memasak dengan bersemangat seperti itu.   Dengan gerakan yang ringan dan tanpa bersuara, In Lap Siansu dan Kay Cing Kay melewati dapur.   Dengan berani mereka telah masuk ke ruang tengah, dan menempatkan diri mereka di sebuah kamar.   Mereka mendekam di bawah pembaringan.   Dengan demikian mereka dapat mendengarkan dengan leluasa percakapan dari belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar tersebut.   In Lap Siansu dan Kay Cing Kay mendengar mereka tertawa-tawa dengan gembira.   Salah seorang di antara mereka tengah berkata dengan sikap yang riang.   "Jika memang usaha kita nanti berhasil, tentu kita akan memperoleh kenaikan pangkat. Dan Kaisar tentu akan memberikan tanda jasa buat kita di samping hadiah yang cukup banyak..... Karena dari itu, walaupun bagaimana kita harus bekerja sebaik mungkin!"   "Ya!"   Beberapa orang kawannya telah menyahut. Lalu salah seorang kawannya yang lain telah bertanya.   "Sesungguhnya semua yang dikerahkan ke Hou-ciu ini berjumlah berapa orang?"   "Cukup banyak, hampir meliputi sepuluhribu orang! Dari istana saja telah diutus dua ribu orang...... semuanya merupakan pahlawan dan jago-jago istana. Maka Kay-pang jangan harap dapat hidup lagi, pasti akan hancur lebur...... hahahahaha.....!!"   Orang itu tertawa keras sekali, tampaknya dia tengah gembira dipengaruhi oleh arak yang telah cukup banyak diteguknya.   Sedangkan kawan-kawannya tertawa keras mengiringi tertawa kawannya, dan mereka tampaknya gembira sekali.   Waktu itu In Lap Siansu dan Kay Cing Kay telah saling pandang.   Mereka telah mendengar jelas betapapun juga saudagar-saudagar ini memang merupakan orang-orang dari kerajaan yang tengah menyamar dan ingin menghancurkan kay-pang.   Setidak-tidaknya memang mereka tentunya bermaksud untuk menggagalkan rapat besar Kay-pang yang akan diselenggarakan di Hou-ciu.   Di kala itu, dengan suara yang cukup nyaring, salah seorang di antara belasan orang saudagar itu telah berkata dengan suara yang mengandung perasaan bangga.   "Seperti yang telah diucapkan oleh Kaisar bahwa kalau urusan ini berjalan lancar dan Kay-pang dapat disapu bersih, atau sedikitnya harus terjatuh ke dalam tangan kita, maka jasa yang akan diimbali oleh Kaisar bukan merupakan imbalan yang kecil. Selain menerima hadiah yang besar juga akan memperoleh kenaikan pangkat! Karena itu, kita harus bekerja sungguh, dalam beberapa hari itu tentu kawan-kawan kita akan tiba!"   "Ya,"   Di saat itu, kita harus bersikap tidak saling kenal satu dengan yang lainnya.....!"   Kata yang lainnya. Jika telah tiba waktunya, yaitu di malam Cap-go mendatang, kita serentak bergerak. Tidak mungkin lagi Kay-pang bisa mengadakan persiapan untuk memberikan perlawanan yang berarti!"   "Hemmm, kalau tidak salah, Ho Ciangkun juga ikut serta dalam penghancuran Kay-pang ini?"   Tanya seorang yang lainnya.   "Ya, Ho Ciangkun memang akan tiba di Hou-ciu tanggal tigabelas, dan selama satu hari akan memberikan petunjuknya apa yang harus kita lakukan. Karena itu, selama beberapa hari ini kita masih memiliki kesempatan untuk bersenang-senang, asalkan kita tetap tidak membuka rahasia diri kita. Tentu seluruh penduduk Hou-ciu menduga bahwa kita adalah saudagar-saudagar yang kebetulan singgah di kota ini!"   "Pengemis-pengemis yang berkumpul di Hou-ciu telah cukup banyak. Menurut apa yang kulihat mungkin jumlah mereka telah meliputi beberapa ribu orang! Hemmm, mereka sama sekali tidak menyadari bahwa saat-saat kehancuran buat Kay-pang telah di ambang pintu!"   Dan mereka tertawa lagi.   Muka Kay Cing Kay merah padam, dia sangat marah.   Apa yang dilaporkan oleh In Lap Siansu ternyata tidak meleset bahwa pihak kerajaan memang bermaksud untuk menghancurkan Kay-pang.   Dengan demikian membuat Kay Cing Kay gusar bukan main.   Jika memang In Lap Siansu tidak menahannya, tentu Kay Cing Kay telah melompat keluar dari tempat persembunyiannya untuk menerjang orang-orang kerajaan yang menyamar sebagai saudagar-saudagar itu.   "Jangan menimbulkan keonaran dulu!"   Bisik In Lap Siansu.   "Kita masih membutuhkan banyak sekali keterangan dari mulut mereka! Biarkan mereka bicara, kita akan mengetahui lebih banyak apa yang ingin mereka lakukan kelak dalam rapat Kay-pang!!' Karena cegahan dari In Lap Siansu, Kay Cing Kay terpaksa menindih perasaan gusarnya itu, dia hanya mengintai dari tempatnya dengan sorot mata yang merah mengandung kemurkaan yang sangat. Sedangkan In Lap Siansu sendiri telah melihat salah seorang dari belasan orang saudagar itu telah merogoh sakunya, mengeluarkan segulungan kertas.   "Ini adalah surat dari Ho Ciangkun!"   Kata orang itu.   "Apakah kalian ingin mendengarnya?"   Beberapa orang kawannya mengiyakan.   Orang itu membuka membacanya.   gulungan surat tersebut, dia mulai ".....Jika memang kawan-kawan melakukan tugas dengan baik, tentu akan dikurniakan pangkat yang tinggi sekali, jika perlu akan memperoleh kenaikan pangkat dua tingkat.   Akan tetapi, kalau memang terjadi kegagalan disebabkan kalian, tentu kalian akan memperoleh hukuman yang tidak ringan dari pihak kerajaan! Kaisar merestui perjuangan kalian dalam menghancurkan Kay-pang!" Semua kawanan orang-orang itu mengeluarkan suara tertawa gembira, dan mereka tampaknya senang sekali.   Malah di antara mereka ada yang meneguk beberapa cawan arak lagi.   Di antaranya juga ada yang mengoceh.   "Sekarang ini kita masih memiliki kesempatan yang baik, jika memang telah tiba saatnya kita berjuang, tentu kita tidak memiliki ketika yang baik untuk menikmati arak..... Ayo, mari kita keringi beberapa cawan arak lagi..... Untuk merestui perjuangan kita agar berhasil dengan baik!"   Setelah berkata begitu, mereka semuanya mengangkat cawan dan meneguk kering.   Sedangkan tuan rumah dan isterinya sejak tadi, setelah selesai menyajikan makanan dan arak kepada tamutamunya ini, mengajak mereka berdiam di ruang belakang rumahnya.   Tamu-tamu ini memang terbuka sekali tangannya, tadi saja mereka telah diberi hadiah sebanyak limabelas tail perak, dan itu merupakan jumlah yang sangat banyak bagi mereka, cukup untuk mereka pergunakan hidup selama satu bulan.   Saat itu, In Lap Siansu dan Kay Cing Kay telah berbisik satu dengan yang lainnya.   "Apa yang akan kita lakukan, Taysu?"   Tanya Kay Cing Kay.   "Kita jangan memukul rumput mengejutkan ular!"   Menyahuti In Lap Siansu dengan suara berbisik juga.   "Tetapi jika kita melepaskan mereka, berarti mereka dapat bergerak lebih leluasa! Bukankah lebih baik kita menawan mereka dan kita kurung di dalam kuil? Dengan demikian, selain kita mengurangi jumlah lawan yang akan mengacaukan rapat besar Kay-pang, pun dari mereka kita dapat mengorek keterangan yang kita perlukan.....!"   In Lap Siansu tidak segera menyahuti, dia berdiam diri beberapa saat, sampai akhir nya dia mengangguk.   "Baiklah! Kepandaian mereka memang tidak terlalu tinggi, karena ilmu silat mereka biasa-biasa saja! Namun, jika memang kita gagal menangkap mereka semua dan ada salah seorang di antara mereka yang berhasil meloloskan diri. Tentu hal ini hanya akan merepotkan kita pula, di mana orang yang lolos itu dapat memberitahukan kepada kawan-kawannya bahwa Kay-pang telah mengetahui rencana mereka, tentu mereka dapat merobah rencana kerja mereka..... Dengan demikian kita akan menghadapi kesulitan baru.....!"   Mendengar penjelasan In Lap Siansu, Kay Cing Kay jadi ragu-ragu. Dia berdiam diri beberapa saat, sampai akhirnya dia berkata juga.   "Kita coba saja. Bagaimanapun kita harus menangkap semuanya, tidak seorangpun dari mereka yang akan kita biarkan lolos.....!"   Dan setelah berkata bcgitu, secepat kilat Kay Cing Kay telah melompat ke depan, gerakan tubuhnya itu seperti bayangan saja, karena dia mempergunakan ginkangnya, sehingga tubuhnya dapat melompat secepat angin.   Sedangkan In Lap Siansu yang melihat kawannya telah bergerak, cepat sekali menyusul.   Karena walaupun bagaimana dia tidak mau membuang waktu lagi.   Kalau sampai terlambat, dan Kay Cing Kay bergerak, lalu memperoleh kesulitan dari belasan orang saudagar palsu itu, tentu hanya akan mempersulit mereka juga, di mana para saudagar palsu itu bisa mempersiapkan diri buat menghadapi mereka.   Waktu itu, belasan orang saudagar itu telah dipengaruhi oleh arak, dan mata mereka sudah tidak bisa melihat dengan jelas.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Hanya melihat sesosok bayangan melompat ke depan dari salah seorang di antara mereka.   Cepat luar biasa sosok bayangan itu menggerakkan tangannya menyerang ke arah dada orang itu.   Suara "Bukkk!"   Yang keras terdengar, seketika tubuh orang itu terjungkal dan pingsan.   Kawan-kawan orang itu jadi terperanjat bukan main.   Mereka melompat bangun dan dengan gerakan yang gesit mereka menyerang kepada sosok bayangan itu.   Rupanya rasa kaget dan bingung mereka telah membuat pengaruh arak berkurang, sehingga mereka bisa menyerang dengan baik.   Sedangkan Kay Cing Kay bergerak cepat sekali, ke dua tangannya menyambar ke sana ke mari dengan gerakan yang sebat, dia melontarkan dua orang lawannya.   Berbareng dengan itu In Lap Siansu juga telah tiba.   Dengan gerakan yang sangat lincah dia telah bergerak menotok beberapa orang saudagar palsu itu.   Dengan demikian tubuh orang-orang itu terkulai rubuh tanpa bisa berkutik lagi.   Kawan-kawan dari para saudagar itu tampak lebih terkejut lagi.   Dan benar-benar pangaruh arak yang tadi masih bersisa di dalam diri mereka telah lenyap.   Dan mereka bergerak cepat sekali, melompat mengepung dan melancarkan serangan yang bertubitubi kepada In Lap Siansu dan Kay Cing Kay.   Akan tetapi mereka telah berada di bawah angin, karena memang In Lap Siansu dan Kay Cing Kay telah menyerang terlebih dulu dan merebut waktu.    Kembalinya Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Perintah Maut Karya Buyung Hok

Cari Blog Ini