Ceritasilat Novel Online

Beruang Salju 3


Beruang Salju Karya Sin Liong Bagian 3


Beruang Salju Karya dari Sin Liong   "Hahahahaha, aduh, aduh...... perutku sakit..... perutku sakit......!"   Kata Sung Ceng Siansu sambil tertawa dan tangan kanannya memeluki tubuh Lie Ko Tie yang dikempit dalam keadaan tertotok itu, sedangkan tangan kirinya mengusap-usap perutnya.   Muka Hang-ciu-kui-bian Auwyang Bun jadi berobah, ia heran melihat kelakuan si pendeta, lalu katanya.   "Jika engkau sakit perut, pergilah kau meninggalkan tempat ini, aku bersedia memberikan pengampunan untukmu, tetapi lepaskan anak itu......!"   Si pendeta Sung Ceng Siansu tertawa semakin keras, iapun berulang kali berteriak-teriak.   "Aduh perutku...... perutku sakit sekali...... aku ingin membuang kotoran...... aku ingin membuang air......!"   Dan si pendeta telah memutar tubuhnya untuk meninggalkan tempat tersebut. Hang-ciu-kui-bian terkejut dan marah, ia cepat-cepat menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat menghadang di depan si pendeta.   "Lepaskan dulu anak itu......!"   Katanya dengan suara membentak.   "Hemmm...... engkau rupanya tidak melihat aku bukan? Baiklah...... baiklah, biarlah Siauw-ceng menahan dulu sakit perut ini, aku akan melayani keinginanmu. Apa yang kau kehendaki?"   "Anak itu!"   Menyahuti Auwyang Bun.   "Ada urusan apa dengan anak ini...... dia adalah keponakan dari seorang sahabatku...... tidak mungkin dia kuberikan......!"   "Hemmm,"   Tertawa dingin Auwyang Bun.   "Jika engkau tidak mau melepaskan anak itu, jangan harap engkau bisa meloloskan diri dari tanganku......!"   Dan tampak Auwyang Bun telah menggerakkan serulingnya.   Ia telah menyerang dengan cara menotok beberapa kali ke tubuh si pendeta.   Totokan seruling Auwyang Bun merupakan totokan-totokan maut.   Dan ia juga tahu, pendeta ini tengah sakit perut.   Jika dia menghalangi terus tentu akhirnya pendeta tersebut kewalahan.   Sedang Sung Ceng Siansu sambil mengelakkan totokan Auwyang Bun berulang kali tertawa sambil berteriak-teriak.   "Aduh perutku sakit..... sakit sekali, aku sakit perut. Aduh aduh, tidak tahan lagi......!"   Dan berkata sampai di situ, si pendeta sambil memiringkan tubuhnya yang gemuk itu, menghindarkaa diri dari totokan yang dilancarkan Auwyang Bun pada tulang iganya di sebelah kanan.   Tahu-tahu ia mengeluarkan angin busuk.   Kentut suaranya nyaring sekali, baunya juga bukan main.   Mendongkol sekali Auwyang Bun, bercampur geli di hati karena melihat kelakuan si pendeta, yang jenaka ini.   Maka ia telah menunda serangan serulingnya dan iapun berkata sambil menahan tertawanya.   "Jika engkau memang mau menyerahkan anak itu kepadaku, engkau boleh segera berlalu untuk mengurus perutmu yang sakit itu......!"   Tetapi Sung Ceng Siansu telah tertawa lagi dengan keras, tahutahu ia telah menjejakkan kakinya, tubuhnya melayang ke tengah udara.   "Awas serangan......!"   Kata pendeta jenaka tersebut, tahu-tahu tangan kirinya meluncur akan menepuk kepala Auwyang Bun Gerakan yang dilakukan si pendeta mengejutkan Auwyang Bun, karena waktu itu mereka terpisah tidak terlalu jauh, dan angin serangan telapak tangan si pendeta begitu kuat.   Untuk menghindarkan diri sudah tidak keburu maka ia hanya mengangkat serulingnya untuk menangkis tangan kiri si pendeta.   Tetapi rupanya Sung Ceng Siansu hanya menggertak belaka.   Begitu seruling lawannya bergerak hendak menangkis, Sung Ceng Siansu telah menarik pulang tangannya dan tubuhnya melompat menghindar dan menjauh diri dari Auwyang Bun dan bermaksud menghindar diri dari Auwyang Bun.   Auwyang Bun mana mau melepaskan Sung Ceng Siansu berlalu begitu saja, maka ia mengejarnya dengan cepat.   Disaat itu dari kejauhan tampak Lie Su Han berlari mendatangi.   Sung Ceng Siansu sambil tertawa melemparkan Lie Ko Tie sambil katanya.   "Terimalah anak ini......!"   Dan tubuh Lie Ko Tie meluncur cepat ke arah Lie Su Han.   Lie Su Han terkejut, ia berusaha memusatkan tenaga untuk mengulurkan ke dua tangannya untuk menyambut tubuh Lie Ko Tie.   Memang Lie Su Han berhasil menyambuti tubuh keponakannya itu dengan baik, tetapi tubuh Lie Su Han terhuyung seperti akan rubuh, karena kuatnya tenaga lemparan yang dilakukan Sung Ceng Siansu.   Untung saja Lie Su Han telah bersiap sedia mengerahkan tenaga dan kekuatan pada ke dua kakinya, sehingga hanya kuda-kuda ke dua kakinya saja yang tergempur tetapi tidak sampai ia terjatuh.   Setelah melemparkan Lie Ko Tie, Sung Ceng Siansu langsung saja menghadapi Auwyang Bun.   "Orang she Auwyang.......!"   Bentak Sung Ceng Siansu, tidak ketinggalan suara tertawanya yang nyaring.   "Sekarang kita boleh main-main dengan sepuas hati kita masing-masing......!"   Auwyang Bun telah berkata dengan suara mengandung kemurkaan, karena ia melihat betapa Lie Ko Tie telah berhasil dilemparkan kepada Lie Su Han.   "Pendeta celaka,"   Bentak Auwyang Bun dengan suara yang mengandung kemarahan itu.   "Kau jagalah seranganku......!" Dan seperti kalap Auwyang Bun telah mengerakkan serulingnya, di mana ia telah menotok beberapa bagian anggota tubuh Sung Ceng Siansu. Sekarang tanpa mengempit Lie Ko Tie, Sung Ceng Siansu bisa bergerak dengan gesit dan leluasa. Iapun telah mempergunakan cara bertempur dengan mengandalkan kepalanya, tubuhnya seperti sebuah bola telah melompat ke sana ke mari dengan gesit dan juga sangat lincah sekali. Auwyang Bun memang dapat melayani setiap terjangan Sung Ceng Siansu, tapi makin lama semakin terlihat jelas bahwa orang she Auwyang itu telah terdesak oleh setiap terjangan si pendeta. Yang luar biasa, setiap kali kepala Sung Ceng Siansu kena ditotok atau diketok oleh seruling peraknya Auwyang Bun, pendeta itu sama sekali tidak memperlihatkan bahwa ia menderita kesakitan. Auwyang Bun juga heran sekali, karena ia tidak mengerti si pendeta bisa melatih kepalanya sampai begitu kuat dan keras sekali. Maka Auwyang Bun mulai berobah cara bertempurnya, ia menotok sekujur tubuh dari Sung Ceng Siansu. Totokan demi totokan telah meluncur cepat sekali, dan juga jalan darah yang hendak ditotoknya itu merupakan jalan darah yang mematikan dan berbahaya sekali. Lie Su Han sambil menggendong keponakannya, telah berdiri mengawasi dengan takjub. Ia heran bisa bertemu beruntun dengan orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, seperti Bo Liang Cinjin, Po San Cinjin, Sung Ceng Siansu dan juga Auwyang Bun ini. Dalam waktu yang satu harian ini, telah empat orang rimba persilatan yang memiliki kepandaian tinggi dan aneh dijumpainya. Dan Lie Su Han seketika merasakan bahwa ilmu yang dimilikinya itu ternyata jauh dari apa yang disebut mahir dan sempurna. Karena jika ia yang bertempur dengan orang-orang tersebut, paling tidak ia hanya bisa bertahan sepuluh jurus saja. Setelah itu segera ia dapat dirubuhkan. Maka dari itu, Lie Su Han telah berjanji kepada dirinya sendiri. Jika nanti ia memiliki waktu yang cukup banyak. Tentu akan melatih diri lebih giat lagi, guna memperoleh kepandaian yang lebih tinggi. Waktu itu Auwyang Bun penasaran sekali, karena setiap totokannya selalu dapat dipunahkan oleh Sung Ceng Siansu, maka semakin lama Auwyang Bun telah melakukan totokan-totokan yang semakin cepat dan mempergunakan tenaga lweekang yang semakin kuat. Sung Ceng Siansu sambil bertempur selalu memperdengarkan suara tertawanya yang jenaka dan diapun telah mengadakan perlawanan yang benar-benar mengejutkan Auwyang Bun. Setiap kali ia selalu mengelakkan diri dari serangan Auwyang Bun tersebut, tentu Sung Ceng Siansu akan membarengi dengan serangan balasannya sehingga telah membuat Auwyang Bun harus berlaku hati-hati sekali. Yang membuat Lie Su Han jadi heran adalah orang she Auwyang itu. Mengapa ia hendak menculik Lie Ko Tie. Tentu saja hal itu merupakan tanda tanya yang tidak terjawab oleh Lie Su Han. Karena setahunya, Lie Ko Tie merupakan keturunan orang anak biasa saja, dan tentu tidak akan nanti akan jadi persoalan yang terlalu menarik untuk dipersoalkan. Tetapi kenyataannya, Auwyang Bun memang begitu gigih untuk menculiknya. Tentunya di balik dari semua ini, terdapat sesuatu yang agak luar biasa. Sambil mengawasi pertarungan antara Auwyang Bun dengan Sung Ceng Siansu tampak Lie Su Han berdiri terpekur sambil menggendong keponakannya, sedangkan pikirannya bekerja keras untuk memecahkan persoalan tersebut. Auwyang Bun yang melihat bahwa dirinya tidak mungkin bisa merubuhkan Sung Ceng Siansu, akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari gelanggang pertempuran itu. Maka ia telah menggerakkan serulingnya mendesak pendeta itu berulang kali. Dan di waktu Sung Ceng Siansu tengah menyingkirkan diri mengelakkan serangan itu, Auwyang Bun melompat mundur beberapa langkah, dan berkata.   "Pendeta gundul...... sekarang biarlah aku tidak akan menarik panjang urusan ini. Tetapi nanti jika memang kita memiliki kesempatan yang baik tentu kita akan bertemu dan main-main lagi sepuas hati.....!"   Dengan berkata begitu, Auwyang Bun hendak menutupi malunya sendiri, karena ia memang tidak mungkin bisa mengalahkan Sung Ceng Siansu, maka dia bermaksud untuk meninggalkan pendeta tersebut. Sung Ceng Siansu tertawa tergelak-gelak.   "Jika memang engkau hendak bermain-main sepuas hati sekarang atau nanti aku pendeta miskin selalu menuruti, siauw-ceng bersedia untuk menerima ajakanmu untuk latihan, menguruskan tubuh...... hahaha......!"   Si pendeta tertawa sampai bergelak-gelak tubuhnya bergoncang keras.   Auwyang Bun mengawasi mendelik si pendeta.   Kemudian menoleh kepada Lie Su Han yang tengah menggendong Lie Ko Tie memang matanya melotot seperti mata ikan koki.   Sekarang dia mendelik penuh kemarahan seperti itu, tentu saja membuat keadaan mukanya menyeramkan sekali.   Tanpa mengucapkan sepatah kata pun lalu Auwyang Bun memutar tubuhnya, ia bermaksud untuk meninggalkan tempat tersebut.   Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han hanya mengawasi saja, di mana tampak Auwyang Bun telah berlari-lari mennju ke arah permukaan hutan yang terpisah tidak jauh dari tempat itu.   Setelah bayangan Auwyang Bun lenyap, Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han yang menggendong Lie Ko Tie bermaksud kembali ke Siang-yang.   Namun baru saja mereka berjalan belasan langkah, tiba-tiba terdengar jeritan melengking tinggi sekali dari arah di mana Auwyang Bun tadi berlari memasukinya.   Dan menyusul dengan suara jeritan yang menyayatkan hati itu, di waktu Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han memutar tubuh mereka untuk melihat apa yang terjadi, tampak sesosok tubuh tengah berlari mendatangi sambil mengeluarkan suara orang meraung kesakitan yang tak hentinya.   Gerakan tubuhnya itu cepat sekali, berlari seperti bayangan dan menjerit kesakitan.   Cepat sekali Sung Ceng Siansu den Lie Su Han mengenali bahwa orang tersebut tidak lain dari Auwyang Bun! Tetapi yang luar biasa sekali, muka Auwyang Bun berlumuran darah, pakaiannya telah koyak-koyak, dan juga ia berlari mendatangi sambil menjerit-jerit kesakitan sekali dengan sikap yang diliputi oleh perasaan ketakutan yang bukan main! Inilah pemandangan yang diluar dugaan dari Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han.   Karena bukankah tadi Auwyang Bun masih dalam keadaan segar bugar dan juga tidak terluka sama sekali.   Mengapa sekarang begitu ia memasuki hutan tersebut, belum begitu lama, ia telah keluar kembali dalam keadaan terluka parah seperti itu? Dan juga, sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi, yang hampir berimbang dengan kepandaian Sung Ceng Siansu, mengapa Auwyang Bun jadi lari terbirit-birit dari dalam hutan tersebut, dengan sikap ketakutan begini rupa? Seperti juga ada sesuatu yang benar-benar sangat ditakutinya.   Lie Su Han yang melihat keadaan Auwyang Bun seperti itu, jadi menggidik ngeri dan tergetar keras hatinya.   Itulah pemandangan yang benar-benar sungguh sangat mengerikan sekali.   Auwyang Bun hanya berlari-lari sampai di dekat Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han, setelah melewati tiga tombak, tubuhnya terjungkal dan berkelonjotan di tanah, menggelepar-gelepar keras sekali.   Mulutnya meraung-raung mengeluarkan suara jeritan yang mengandung perasaan sakit yang bukan kepalang, dan juga sepasang matanya terpentang lebar-lebar.   Wajahnya tertarik keras sekali bahkan otot mukanya itu telah mengejang memperlihatkan ia tengah dicekam oleh ketakutan yang sangat hebat.   "Aduhhh..... dia..... dia...... akan datang..... lari kalian lari......!"   Dalam jeritan kesakitan dan ketakutannya itu, Auwyang Bun masih sempat menganjurkan Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han untuk meninggalkan tempat tersebut secepat mungkin.   Sung Ceng Siansu berdiri mengejang kaku di tempatnya, lupa dia dengan julukannya sebagai Bi-lek-hud, yang selalu tertawa.   Wajahnya memperlihatkan ketegangan.   Ia tidak menyangka seorang jago persilatan yang memiliki kepandaian tinggi seperti Auwyang Bun bisa mengalami nasib yang begini mengenaskan dan juga anehnya ia begitu ketakutan sekali.   Lie Su Han juga hanya berdiri tertegun kaget dan ngeri di tempatnya, mengawasi tubuh Auwyang Bun menggelepar dengan sekujur tubuh dan wajahnya berlumuran darah.   "Cepat lari..... cepat..... aduhhh, aduhh!"   Tubuh Auwyang Bun masih menggelepar-gelepar terus keras sekali, bergulingan di atas tanah.   Sung Ceng Siansu seperti baru tersadar bengongnya, cepat-cepat ia melompat ke sisi tubuh Auwyang Bun yang masih menggelepar begitu seperti juga menahan rasa sakit yang bukan main.   Pendeta ini berjongkok dan bertanya dengan suara yang agak tergetar.   "Apa yang telah terjadi? Apa yang sesungguhnya terjadi? Katakanlah.....!" Auwyang Bun telah mengerang-erang kesakitan sambil menggelepar terus, mukanya memperlihatkan perasaan ketakutan bagaikan ada sesuatu yang benar-benar membuat hatinya ngeri.   "Lari...... aduhhh...... aduhhh...... lari kataku..... dia akan segera datang!"   Teriak Auwyang Bun dalam kesakitan dan ketakutannya itu.   Napasnya memburu keras dan tersendat-sendat, bagaikan jantungnya tergoncang keras sekali, darah juga masih mengucur deras sekali sekujur tubuh Auwyang Bun yang terluka begitu pula wajahnya yang dilumuri darah yang memerah mengerikan.   Wajah Auwyang Bun memang telah buruk.   Skarang keadaannya sedemikian rupa, sehingga menyebabkan mukanya jadi benarbenar mengerikan sekali.   Sung Ceng Siansu berdiam sejenak dalam kebimbangan, hatinya jadi tergetar juga.   Tetapi setelah berdiam diri sejenak lamanya, ia berdiri, katanya kepada Lie Su Han.   "Pergilah kau bawa keponakanmu itu kembali ke Siang-yang, biarlah aku nanti yang akan melihat sesungguhnya apa yang terjadi! Pergilah, kelak siauw-ceng juga akan menyusul ke Siang-yang."   Tetapi Lie Su Han menggelengkan kepalanya. Tidak mau ia meninggalkan Sung Ceng Siansu dalam keadaan seperti itu.   "Kalian aduhhh..... aduhhh...... kalian jangan terlambat pergi dari tempat ini...... dia akan segera datang, pergi cepat...... pergi..... cepat pergi..... aduhhh...... aduhhh......!"   Dan tubuh Auwyang Bun menggelepar semakin kuat, bergulingan di atas tanah.   Iapun akan meraung lagi untuk melampiaskan perasaan sakit yang dideritanya, tubuhnya mengejang-ngejang, sepasang matanya mendelik lebar-lebar.   Kulit wajahnya seperti tertarik mengejang membayangkan ketakutan yang sangat, mulutnya menyeringai dan akhirnya tubuhnya diam, napasnya putus dengan keadaan wajahnya yang tetap membayangkan ketakutan yang sangat.   Hati Sung Ceng Siansu jadi tergoncang juga, ia membayangkan bahwa Auwyang Bun seorang tokoh persilatan yang memiliki kepandaian tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya, tadi mereka telah saling tempur, dan Sung Ceng Siansu walaupun tidak berhasil dirubuhkan Auwyang Bun.   Namun sekarang Auwyang Bun telah mengalami nasib seperti ini, dengan tubuh yang lukaluka parah dan muka yang juga terluka berlumuran darah, lain dengan keadaannya yang ketakutan seperti itu, di mana akhirnya ia telah menghembuskan napasnya menemui kematian dengan cara yang begitu mengerikan, benar-benar membuat Sung Ceng Siansu jadi merasa tergetar juga hatinya.   Entah manusia atau makhluk macam mana yang telah menyebabkan kematian Auwyang Bun dengan cara yang begitu mengerikan sekali? Di waktu itu Lie Su Han merasakan sepasang lututnya menggigil gemetaran, jantungnya berdegup sangat cepat, hatinya tergetar menyaksikan kematian Auwyang Bun yang begitu mengerikan dan mengenaskan sekali.   Di saat mereka tengah berpikir begitu, tiba-tiba Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han mendengar suara tertawa yang mengikik perlahan, namun tajam menusuk telinga.   Bukan main terkejutnya Sung Ceng Siansu.   Sebagai seorang yang telah mahir tenaga dalamnya, dengan sendirinya Sung Ceng Siansu mengetahui bahwa suara perlahan dan halus itu namun tajam menusuk telinga, adalah suara tertawa dari seorang yang telah terlatih baik sekali lweekangnya.   Suara tertawa yang perlahan itu, walaupun didengar dari dekat atau jauh, nyaringnya tetap sama.   Dari dekat didengarnya memang perlahan tetapi dari jauhpun tetap perlahan seperti itu, namun tetap terdengar jelas tidak berkurang atau lebih keras tekanan suara tertawa itu.   Hal itulah disebabkan sempurnanya latihan lweekang dari orang yang bersangkutan.   Bagi seorang yang belum sempurna lweekangnya, jika menginginkan lawannya mendengar suara tertawanya, ia harus tertawa keras sambil mengerahkan lweekangnya, sehingga lawannya dapat mendengar suara tertawanya itu dari tempat yang jauh sekalipun.   Tetapi jika didengar dari dekat, suara tertawa seperti itu tentu akan memekakkan dan menyakitkan anak telinga.   Sebagai contoh disini bisa dikemukakan, seperti seseorang yang memainkan alat musik kecapi.   Seseorang yang belum begitu ahli, tentu sentilan pada tali-tali kecapi itu akan kasar dan terdengarnya menusuk telinga.   Tetapi semakin ahli orang yang bersangkutan menguasai alat makin halus petikannya pada tali-tali alat musik kecapi tersebut.   Dengan demikian, bisa ditarik kesimpulan bahwa suara tertawa yang semakin halus dan dapat didengar dari jarak yang jauh, menunjukkan orang tersebut memiliki lweekang yang tinggi sekali.   Diam-diam Sung Ceng Siansu mengerutkan sepasang alisnya.   Apakah orang yang memperdengarkan suara tertawa itu yang seperti suara tertawa seorang wanita, yang telah melukai sampai Auwyang Bun terbinasa dengan cara mangenaskan itu? Sampai begitu tinggi dan luar biasa kepandaiannya, sehingga Auwyang Bun yang memiliki kepandaian silat yang tinggi, hanya dalam waktu sekejap mata saja, dapat dibinasakan dengan cara yang mengerikan? Sehebat-hebatnya kepandaian orang itu, tentu Auwyang Bun tidak mungkin dapat dirubuhkan dalam sekejap mata saja.   Tetapi kenyataannya, Auwyang Bun baru memasuki hutan itu, dan baru saja Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han melangkah belasan tombak, dia telah berlari keluar lagi dari dalam hutan, dengan keadaannya yang terluka begitu parah dan mengerikan sekali, dan akhirnya terbinasa.   Inilah peristiwa yang benar-benar mengejutkan sekali.   "Sampai begitu hebatkah kepandaian orang yang mendatangi ini?"   Berpikir Sung Ceng Siansu dalam hatinya, yang masih saja tergoncang terpengaruh oleh suara tertawa yang sangat perlahan namun sangat tajam sekali menusuk telinga itu.   "Siapakah orang itu?"   Didengar dari nada suara tertawa itu, tentunya ia seorang wanita......!"   Dan Sung Ceng Siansu dalam waktu beberapa detik itu berusaha untuk mengingat tokoh wanita di rimba persilatan yang memiliki kepandaian tinggi tentunya orang yang tengah mendatangi itu, setidaknya lweekangnya sudah dilatih lebih limapuluh tahun.   Sedang Sung Ceng Siansu berpikir begitu, suara tertawa yang halus dan perlahan itu tetap terdengar, dan akhirnya dari permukaan hutan itu muncul sesosok tubuh.   Memang seorang wanita, tetapi bukan seperti yang diduga oleh Sung Ceng Siansu.   Yang muncul justru seorang wanita yang cantik jelita, paras mukanya segar, usianya tidak lebih dari duapuluh lima tahun, hidungnya mancung.   Sepasang alisnya melengkung seperti bulan sabit, sepasang matanya yang lentik dengan sinarnya yang gemerlapan itu seperti juga bintang Pak-tauw, dan juga bibirnya yang merah dan kecil mungil, bagaikan juga buah tho.   Rambutnya yang hitam dan tebal itu, dibuntut kuda dan diikat oleh sehelai pita berwarna merah.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      yang berkibar-kibar terhembus angin.   Wanita cantik ini memakai gaun atas yang berwarna merah darah, sedangkan gaun bawahnya berwarna kuning gading dengan diberi hiasan berwarna-warni pada tepian bawah gaun tersebut.   Iapun mengenakan cukup banyak barang-barang perhiasan pada pergelangan tangannya, leher, di rambutnya dan juga di telinganya.   Di ke dua tangannya yang dilipat pada dadanya, tampak menggendong sesuatu.   Dan waktu wanita cantik jelita ini telah mendatangi dekat, barulah Sung Ceng Siansu dan Li Su Han bisa, melihat jelas apa yang digendong oleh wanita tersebut.   Dan Sung Ceng Siansu maupun Lie Su Han telah mengeluarkan suara seruan tertahan, mereka kaget tidak terkira.   Ternyata yang berada dalam gendongan wanita cantik tersebut, tidak lain dari seorang bayi berusia beberapa bulan, yang matanya tengah terpejam, dan mukanya pucat pias.   Langkah kaki wanita tersebut perlahan sekali, selangkah demi selangkah menghampiri Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han, namun kenyataan ia bisa juga untuk dapat pula bergerak cepat luar biasa, karena hanya sekejap mata saja ia telah berada di hadapan Bi-lek-hud Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han.   Hal itu memperlihatkan bahwa ginkang wanita cantik ini memang tinggi sekali.   Lenyap suara tertawanya, terdengar senandungnya.   "Anakku, tidurlah..... tidurlah esok kau bangun untuk bergembira bermain dengan ibu...... tidurlah anakku..... tidurlah anakku......!"   Suara wanita cantik ini halus sekali, ia pun menggerak-gerakkan perlahan ke dua tangannya, seperti tengah menimang-nimang anak tersebut.   Tetapi bayi yang berada dalam pelukan ke dua tangan wanita tersebut diam saja, dan wajahnya yang pucat itu, pias sekali.   Setelah berada dekat sekali, barulah Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han melihatnya nyata bahwa bayi tersebut ternyata sudah tidak bernapas! Bayi yang digendong oleh wanita cantik tersebut ternyata hanyalah sesosok mayat bayi belaka! Bi-lek-hud yang biasanya gemar tertawa, seketika berobah menjadi pucat dan hatinya tergetar.   Sedangkan Lie Su Han telah mengeluarkan suara seruan tertahan.   Ke dua tangannya menggndong Lie Ko Tie erat-erat, yang dipeluknya dengan ketat.   Wanita cantik itu masih menina bobokan bayi yang telah menjadi mayat itu, seperti juga ingin menidurkan bayi tersebut.   Tidak terlihat perasaan sedih, berduka, kesal, merana, maupun perasaan lainnya.   Wajahnya itu begitu polos, hanya memancarkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.   "Tidurlah anak..... tidurlah anak..... engkau tidur yang nyenyak, besok engkau bangun dengan riang gembira, bermain dengan ibu..... tidurlah anak....!"   Dan suara wanita cantik tersebut semakin halus, tergetar, dan telah mengayunkan ke dua tangan, seperti menimang-nimang mayat bayi itu, agar mau tertidur! Tetapi setelah melakukan semua itu, di saat Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han tengah berdiri bengong mengawasi keadaan di hadapan mereka yang demikian luar biasa, tiba-tiba wanita cantik tersebut telah menoleh kepada Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han dengan wajah yang bengis, sinar matanya yang sangat tajam sekali.   "Kalian datang ke tempat ini hanya mengganggu ketenangan tidurnya anakku.....!"   Bentaknya itu disertai dengan langkah kakinya yang mendekati Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han. Belum lagi Sung Ceng Siansu dam Lie Su Han menyahuti, tahutahu tangan kanan wanita itu telah bergerak mengebut. "Wuttt......!"   Serangkum angin yang kuat sekali menerjang Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han dengan serentak.   Dan yang luar biasa sekali adalah tubuh Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han terpental seketika itu juga.   Jika tubuh Sung Ceng Siansu begitu terpental, dia dapat berjumpalitan dan kemudian turun ke tanah dengan ke dua kakinya terlebih dulu.   Justru Lie Su Han begitu terpental, segera dia terbanting bergulingan di tanah bersama-sama dengan keponakannya yang berada dalam gendongannya itu.   Lie Su Han juga tidak bisa segera bangkit berdiri, ia merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan matanya berkunang-kunang.   Wanita cantik itu tertawa dingin, ia berkata lagi.   "Kalian perlu dihajar lagi.....!"   Dan tampaklah tangan kanan wanita bergerak cepat menghantam kepada Sung Ceng Siansu.   Gerakan wanita tersebut sangat cepat dan kuat, tubuhnya bergerak ringan dengan mayat bayi berada dalam gendongan salah satu tangannya dan angin kebutan tangannya itu telah menyambar ke arah Sung Ceng Siansu.   Tentu saja Sung Ceng Siansu tidak berani berbuat ayal dengan berdiam diri, ia telah merasakan betapa kuatnya tenaga kebutan wanita tersebut.   Dengan merasakan kebutan wanita tersebut Sung Ceng Siansu telah mengetahuinya bahwa lweekang yang dimiliki wanita tersebut sangat dahsyat sekali.   Sekarang ia diserang dengan kebutan seperti itu lagi.   Dengan gesit Sung Ceng Siansu melompat ke tengah udara, dan tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian menekuk ke dua kakinya, tangannya memeluk ke dua kakinya dan tubuhnya telah meluncur turun dengan kepala menyeruduk ke arah dada si wanita cantik yang memiliki sikap aneh dan telengas itu.   Dengan cara menyerang menyerudukan kepalanya seperti itu, Sung Ceng Siansu bermaksud mempergunakan kekebalan dan kekuatan batok kepalanya untuk menyerang si wanita cantik tersebut.   Tetapi wanita cantik tersebut memang memiliki kepandaian yang tinggi sekali.   Dengan kecepatan luar biasa, ia telah berkelit ke samping dan tahu-tahu tangannya yang satu itu telah bergerak menghantam batok kepala Sung Ceng Siansu.   "Dukkk!? hantaman itu kuat sekali mengenai sasarannya. Walaupun kepala Sung Ceng Siansu tidak sampai pecah atau retak, tokh kenyataannya begitu ia turun berdiri di atas tanah, ia merasakan pusing dan terhuyung beberapa langkah, dengan tubuh yang seperti akan jatuh terjerembab. Hebat, inilah pengalaman yang pertama kali dialami oleh Sung Ceng Siansu. Karena biasanya, walaupun dia menyeruduk dinding batu atau batang pohon, malah korban serudukannya itu yang akan hancur berantakan, dan dia tidak merasa pusing sedikitpun juga. Namun sekarang dia ditabok begitu saja oleh telapak tangan wanita tersebut, ia merasakan kepalanya seperti dihantam oleh benda keras yang kuat sekali, membuat ia merasa sangat pusing. Dengan demikian, segera dia mengetahui bahwa lweekang yang dimiliki wanita cantik yang aneh ini memang berada di sebelah atasnya. Tetapi Sung Ceng Siansu penasaran sekali ia mengeluarkan suara tertawanya, walaupun tidak secerah biasanya, namun suara tertawanya itu memang ciri khasnya. Berbareng tubuhnya bergerak lagi, di mana ia telah melompat dan menyeruduk lagi cepat sekali mempergunakan kepalanya. Di saat itulah, segera tampak wanita cantik tersebut mengeluarkan suara tertawa dingin, dan segera ia menggerakkan tangannya untuk menghantam lagi. Cepat dan tepat sekali, telapak tangannya telah mengenai sasarannya sehingga terdengar suara "dukkk!"   Yang keras sekali, kepala Sung Ceng Siansu kena dihantam lagi oleh telapak tangan wanita cantik tersebut.   Tubuh si pendeta kali ini terpelanting bergulingan di atas tanah, karena hantaman telapak tangan wanita aneh tersebut benarbenar kuat sekali.   Dia merasakan matanya berkunang-kunang dan juga di saat itu terlihat Sung Ceng Siansu tidak bisa segera berdiri, malah mengeluarkan suara erangan perlahan, seperti mengeluh kesakitan.   Sedangkan wanita cantik itu telah menimang-nimang mayat bayi di tangannya.   Mulutnya masih bersenandung dengan suara yang lembut, selembut seorang ibu yang tengah mencurahkan kasih sayangnya pada anaknya.   "Tidurlah anakku..... tidurlah..... tidurlah..... tidurlah yang nyenyak anakku sayang..... engkau akan bangun esok dengan riang dan gembira, bermain lincah dengan ibu...... tidurlah anakku sayang..... tidurlah......!"   Tetapi justru mayat bayi itu diam kaku dengan wajah yang tetap pucat dan sepasang mata yang terpejam, sama sekali tidak bergerak.   Tidak menyahuti, dan tidak bernapas.....   Sung Ceng Siansu telah menggedik-gedikkan kepalanya beberapa kali, dan kemudian bangkit berdiri.   Tetapi belum lagi ia sempat membuka mulut.   Wanita aneh yang cantik itu telah berkata dengan suara yang halus, ditujukan kepada mayat bayi yang berada dalam gendongannya.   "Anakku ibumu hendak menghajar dulu seekor babi.........!"   Dan sambil berkata begitu.   tanpa menoleh kepada Sung Ceng Siansu tangannya telah mengebut lagi dengan kuat.   Sung Ceng Siansu belum sempat mempersiapkan diri, di saat itu serangkum angin serangan yang kuat sekali telah menyambar dengan dahsyat.   Tubuh Sung Ceng Siansu telah terpental kembali dengan kuat, sehingga mukanya mencium tanah.   Darah segar mengucur keluar dari hidungnya, bibirnya juga telah pecah dan mengeluarkan darah.   Dan yang lebih celaka lagi, justru giginya sudah rontok dua......! Inilah pengalaman yang baru pertama kali dialami oleh Sung Ceng Siansu.   Dengan demikian ia kaget dan penasaran sekali.   Kaget, karena ia melihat kepandaiannya kini seperti tidak ada artinya apa-apa dalam menghadapi wanita tersebut, dan juga penasaran, karena baru dua kali gebrak, justru dua kali itu pula wanita cantik tersebut telah berhasil membuatnya terguling seperti itu.   Dengan demikian jelas wanita cantik jelita yang aneh tersebut memiliki kepandaian yang sulit sekali diukur.   Di saat itu Lie Su Han yang baru saja bangkit berdiri sambil berusaha mengangkat tubuh keponakannya, yaitu Lie Ko Tie, justru telah merasakan menyambarnya serangkum angin yang kuat sekali.   Belum lagi Lie Su Han sempat mengangkat Lie Ko Tie di waktu itulah Lie Su Han terjungkal lagi, mukanya telah menyambar sebatang pohon, karena tubuhnya seperti terbang, terangkat dan terlempar kuat sekali.   Begitu mukanya menghantam batang pohon, di saat itu juga Lie Su Han pingsan tidak sadarkan diri.   Tubuhnya menggeletak di bawah batang pohon itu.   Sung Ceng Siansu jadi mengeluh.   Ia teringat akan anjuran Auwyang Bun agar segera melarikan diri dan meninggalkan tempat tersebut.   Tanpa menanti apa-apa lagi dengan sendirinya Sung Ceng Siansu jadi menyesal bukan main, karena wanita cantik jelita yang aneh dan menggendong mayat seorang bayi tersebut, benarbenar sangat tangguh sekali.   Di mana kepandaiannya sulit sekali dijajakinya.   Tetapi Sung Ceng Siansu tidak bisa berpikir terlalu lama.   Di waktu itu segera terlihat betapa wanita yang menggendong bayi yang telah menjadi mayat dalam rangkulannya itu melangkah mendekati dia, sambil mulutnya terus juga bersenandung.   "Anakku..... sebentar lagi malam tiba, tidurlah...... tidurlah yang nyenyak..... ibu akan mengusir nyamuk-nyamuk jahat ini, agar engkau bisa tidur dengan nyenyak......!"   Dan mulutnya memang bersenandung seperti ingin menidurkan "bayi"   Yang telah menjadi mayat itu.   Namun tangannya yang satu telah digerakkan lagi ke arah Sung Ceng Siansu.   Hebat kesudahannya.   Tubuh Sung Ceng Siansu seperti diterjang oleh gelombang laut yang hebat sekali dan sangat kuat, tanpa bisa dipertahankan lagi, tubuhnya telah terpental ke tengah udara.   Tetapi Sung Ceng Siansu cepat-cepat mengempos semangatnya.   Ia menyalurkan tenaga lweekangnya pada sekujur tubuhnya.   Dan ia memang memiliki kepandaian yang agak aneh yaitu menyerang lawannya selalu dengan serudukan kepalanya yang kebal dan kuat itu.   Di mana iapun selalu berlompatan dengan sepasang kaki ditekuk dan dirangkul oleh ke dua tanganya, karena iapun memiliki ginkang yang terlatih baik sekali.   Sekarang tubuhnya telah melayang di udara demikian cepat akibat tenaga sampokan tangan wanita cantik jelita yang aneh dan mengerikan itu.   Namun Sung Ceng Siansu sekarang tidak mau tubuhnya sampai terbanting pula.   Cepat sekali ia menguasai tubuhnya, lalu ia menjejakkan kakinya dan tubuhnya melompat ke udara ringan sekali, ia telah menyerudukkan kepalanya itu pada si wanita cantik tersebut.   Kali ini Sung Ceng Siansu berlaku hati-hati sekali.   Di mana ia menyeruduk sambil mempersiapkan ke dua tangannya, walaupun ke dua kakinya tetap ditekuknya, namun ke dua telapak tangannya itu dipentang, seperti juga seekor burung yang tengah merentangkan ke dua sayapnya.   Wanita cantik itu memperdengarkan suara tertawa dingin, dan menghantam dengan telapak tangannya ke kepala Sung Ceng Siansu.   Namun belum lagi tangan wanita cantik tersebut mengenai kepala si pendeta yang sesungguhnya gemar tertawa itu, tiba-tiba Sung Ceng Siansu telah menggerakkan ke dua tangannya.   Hebat bulan main kesudahannya, sepasang tangan Sung Ceng Siansu telah bentrok dengan tangan wanita cantik jelita yang aneh dan bertangan telengas tersebut.   Tetapi yang menderita kerugian adalah Sung Ceng Siansu.   Karena begitu tangan mereka saling bentur, tubuh Sung Ceng Siansu terpental keras dan terbanting lagi di atas tanah bergulingan beberapa kali.   Belum sempat Sung Ceng Siansu bangun berdiri, wanita cantik jelita tersebut telah melompat ke sampingnya dan telah mengulurkan tangannya.   "Brettth......!"   Tahu-tahu bahu Sung Ceng Siansu kena dicakarnya.   Cakaran yang dilakukan oleh wanita cantik berkepandaian tinggi tersebut bukan cakaran sembarangan.   Karena begitu ia mencakar, segera pakaian yang dipakai Sung Ceng Siansu bagian bahunya telah kena terobek lebar dan darah segera mengucur deras sebab kulit tangannya juga telah ikut robek.   Ternyata dengan kuku-kuku jari tangannya yang memang runcing dan cukup panjang, wanita cantik tersebut telah mempergunakannya sebagai pengganti senjata tajam.   Luka yang derita oleh Sung Ceng Siansu juga bukan luka sembarangan.   Sebab begitu tercakar, ketika itu juga si pendeta merasakan tubuhnya menjadi panas, bagaikan mengeluarkan uap.   Ternyata pada jari tangan wanita tersebut terdapat racun yang bekerjanya cepat sekali.   Sung Ceng Siansu kaget bukan main.   Pendeta gemuk yang dijuluki Bi-lek-hud si Budha Tertawa tersebut, kini sudah tidak ada tertawanya lagi.   Dengan bersungguh-sungguh ia memusatkan pada kekuatan lweekangnya untuk membendung racun yang mulai menjalar di setiap jalan darahnya di bagian bahunya.   Ia berusaha mendesak racun tersebut keluar dari permukaan kulit bahunya.   Tetapi rupanya racun itu memang hebat sekali, karena Sung Ceng Siansu telah berusaha mendorongnya keluar sampai mempergunakan sebagian besar tenaga lweekangnya, tokh racun itu tidak bisa didorong keluar keseluruhannya.   Malah yang sebagian lagi, yang terdorong keluar oleh kekuatan lweekang si pendeta, telah berkumpul di dalam lapisan kulit bagian bahu si pendeta.   Dengan begitu, racun tersebut sewaktu-waktu bisa bekerja kembali, begitu daya tahan Sung Ceng Siansu berkurang atau lenyap.   "Tidurlah anakku sayang..... tidurlah ibu sedang menghajar seekor babi gemuk biar dia mampus cepat-cepat.....! Tidurlah anakku sayang, besok engkau akan bermain dengan ibu...... tidurlah......!"   Menina bobokan wanita cantik tersebut pada mayat bayi yang berada dalam pelukannya.   Walaupun mulutnya menina bobokan bayi yang telah menjadi mayat dalam rangkulannya itu tokh tangan wanita cantik itu bekerja cepat sekali.   Di mana tangan kanannya itu berkelebat-kelebat cepat sekali bagaikan telah berubah menjadi sepuluh tangan.   Karena cepatnya setiap saat gerakan yang dilakukannya menyambar ke berbagai tubuh dari si pendeta yang dijuluki Bi-lekhud.   Bukan main kagetnya Sung Ceng Siansu melihat kecepatan berkelebatnya tangan wanita cantik tersebut, dan ia sudah tidak keburu lagi untuk mengelakkan diri, di mana tahu-tahu Sung Ceng Siansu merasakan di beberapa bagian anggota tubuhnya terasa sakit dan pedih sekali.   Rupanya tangan wanita cantik itu telah berhasil menggurat beberapa bagian anggota tubuh Sung Ceng Siansu seperti lengannya, pundaknya, punggungnya, dadanya dan paha dari Bi-lek-hud.   Darah juga telah mengucur deras sekali dari luka-luka tubuh Sung Ceng Siansu karena setiap luka yang dideritanya itu sangat lebar, kulit tubuhnya terobek dan darah mengucur banyak sekali membasahi tubuhnya, menyebabkan keadaan Sung Ceng Siansu mengenaskan sekali.   Wanita cantik tersebut tidak melancarkan cakaran-cakarannya lagi.   Ia melompat mundur sambil tertawa-tawa menina bobokan mayat bayi di dalam rangkulannya.   "Tidurlah yang nyenyak anakku...... tidurlah..... tidurlah anakku......!" Tetapi hebat penderitaan Sung Ceng Siansu waktu itu, ia merasakan tubuhnya seperti terbakar oleh kobaran api. Dia merasakan di dalam tubuhnya seperti juga berjalan puluhan ekor kelabang atau semut yang membuat ia bergelinjang dan disusul kemudian dengan perih dan pedih pada setiap bagian anggota tubuhnya. Ke dua kakinya berkelejotan terus menerus tidak bisa dikendalikan dan sepasang tangannya juga seperti ingin bergerak di luar kehendaknya. Wajah Sung Ceng Siansu waktu itu mengejang kaku, karena dua guratan yang panjang terdapat di mukanya. Dan juga, darah telah melumuri wajah si pendeta gemuk itu, mulutnya jadi menyeringai diluar kemauannya dan sepasang matanya terpentang lebar dan mengeluarkan jeritan yang panjang. Tampaknya Sung Ceng Siansu sangat tersiksa dengan keadaannya seperti itu. Lie Su Han yang waktu itu telah tersadar dari pingsannya, tengah merangkak bangun, iapun telah berusaha mengangkat Lie Ko Tie, yang dirangkulnya dan kemudian mementangkan ke dua kakinya untuk melarikan diri dari tempat tersebut. Tetapi wanita cantik berkepandaian liehay itu telah tertawa renyai dengan nadanya yang seperti juga mengejek. Ia telah menina bobokan terus mayat bayi dalam rangkulannya.   "Tidurlah anakku....... tidurlah, ibu hendak menangkap seekor babi lainnya......!"   Dan dikala mulutnya berkata begitu dengan nada yang penuh kasih sayang ditujukan kepada mayat bayi dalam rangkulannya namun ke dua kakinya telah menjejak.   Tubuhnya melompat seperti juga terbang, dan tahu-tahu telah berada disamping Lie Su Han, di mana tangan si wanita cantik telah bergerak, dan "breeettt!"   Segera juga pakaian di bagian punggung Lie Su Han kena dirobeknya, bahkan kulit punggung Lie Su Han juga telah robek oleh cakaran tangan wanita tersebut, darah segera mengucur deras.   Lie Su Han menggeliat sambil mengaduh.   Rangkulannya pada Lie Ko Tie terlepas, sehingga Lie Ko Tie menggelinding di atas tanah dalam keadaan masih tertotok.   Kemudian tubuh Lie Su Han terjerunuk dan jatuh lemas.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Wanita cantik tersebut telah memandang Lie Su Han dengan sorot mata yang dingin.   kemudian menina bobokan mayat bayi dalam rangkulannya.   Lie Su Han berusaha untuk berdiri walaupun sekujur tubuhnya dirasakan pada sakit dan pedih.   Sepasang kaki Lie Su Han gemetaran tenaganya seperti lenyap meninggalkan raganya, di mana luka pada punggungnya itu pedih sekali seperti digerayangi oleh ribuan ekor semut.   Kepandaian Lie Su Han memang berada jauh di bawah Sung Ceng Siansu, dengan demikian daya tahan yang dimiliki Lie Su Han juga tidak sekuat Sung Ceng Siansu.   Dengan begitu, sekali ia terluka, seluruh tenaganya telah punah dan juga di waktu ia berhasil lari, ia telah terjungkal kembali di atas tanah.   Lie Su Han juga meraung keras dengan wajah yang telah bersemu hijau gelap.   Ia menggeliat-geliat kesakitan.   Wanita cantik aneh yang memiliki kepandaian tinggi itu mengeluarkan suara tertawanya lagi yang renyai, kaki kanannya bergerak menendang tubuh Lie Su Han, sehingga Lie Su Han terlempar ke udara tinggi sekali hampir tiga tombak.   Kemudian jatuh menggelinding di atas tanah pula.   Dengan begitu, penderitaan Lie Su Han jadi lebih hebat lagi, terutama kulit pada wajahnya terasa seperti mengejang kaku.   "Paman......!"   Tiba-tiba Lie Ko Tie menjerit dengan suatu yang nyaring.   Hati anak lelaki ini ngeri melihat keadaan pamannya.   Ia memang dalam keadaan tertotok, tetapi ia tertotok pada jalan darah Tiancie-hiat, sehingga tubuhnya saja yang kaku, di mana sepasang tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan.   Tetapi Ah-hiatnya (jalan darah gagu)nya tidak tertotok, anak lelaki ini masih bisa bicara.   Karena tidak tahan melihat penderitaan pamannya, anak lelaki she Lie ini telah menangis mengucurkan airmata.   Mendengar teriakan Lie Ko Tie, wanita tersebut menoleh.   Ia melihat Lie Ko Tie yang rebah di tanah.   Semula ia memang tidak memperhatikan keadaan anak lelaki tersebut.   Namun sekarang, di saat mendengar teriakan Lie Ko Tie, entah mengapa ia telah menoleh dan melihat kepada anak lelaki tersebut seperti ada sesuatu yang menarik hatinya.   Dengan mulut masih bernyanyi bersenandung perlahan, menina-bobokan mayat bayi dalam rangkulannya, ia melangkah mendekati Lie Ko Tie.   Waktu berada di dekat anak lelaki itu.   wanita cantik tersebut telah memperhatikan baik-baik Lie Ko Tie.   Dan setelah mengawasi sekian lama, kaki kirinya telah ditendangkan pada jalan darah "Wut-tie-hiat"   Dan jalan darah "Lung-kie-hiat". sehingga totokan pada jalan darah "'Tian-cie-hiatnya"   Anak lelaki itu telah terbebaskan dan Lie Ko Tie dapat menggerakkan ke dua kaki dan ke dua tangannya kembali. Begitu terbebas dari totokannya, Lie Ko Tie merangkak bangun dan berlari menubruk pamannya yang dirangkulnya sambil menangis.   "Paman..... paman.....!"   Panggilnya goncangkan tubuh Lie Su Han. sambil menggoncang- Lie Su Han mengerang menahan rasa sakit yang bukan main pada sekujur tubuhnya. Ia pun berkata dengan suara yang susah payah.   "Lari..... cepat kau tinggalkan tempat ini..... lari......!"   Tetapi Lie Ko Tie bukannya lari meninggalkan tempat tersebut, malah telah berdiri dan memutar tubuhnya menghadapi wanita cantik yang liehay itu.   "Wanita iblis......!"   Memaki Lie Ko Tie dengan suara yang keras dan mengandung kemarahan.   "Engkau memang seperti iblis yang jahat sekali yang tidak memiliki prikemanusiaan...... hemm.....hemmm. Thian tentu akan mengutukmu!"   Wanita cantik yang liehay itu semula tertegun melihat keberanian Lie Ko Tie, anak lelaki kecil tersebut, yang berani memakinya. Tetapi setelah tersadar dari tertegunnya, ia malah tertawa. "Anak, berapa usiamu?"   Tanyanya kemudian dengan suara yang sabar. Lie Ko Tie mendelikkan matanya.   "Tidak perlu engkau menanyakan usiaku!"   Menyahuti anak lelaki itu.   "Cepat keluarkan obat pemunah racun untuk menyembuhkan pamanku..... dan juga paman pendeta itu!"   Kata Lie Ko Tie.   "Engkau tidak merasa takut kepadaku, nak?"   Tanya wanita cantik itu.   "Takut? Mengapa aku harus takut kepada wanita iblis jahat seperti engkau? Cepat kau keluarkan obat untuk ke dua paman itu.....!"   "Jika aku menolak......?"   Tanya wanita cantik tersebut, yang merasa lucu di dalam hatinya melihat sikap Lie Ko Tie.   Ditanggapi begitu oleh wanita cantik tersebut, Lie Ko Tie jadi berdiam diri bengong memandangi wanita cantik tersebut.   Ia juga menyadari, jika memang wanita cantik tersebut tidak mau memberikan obat untuk pamannya dan pendeta itu, tentu ia juga tidak bisa memaksanya, karena bukankah kepandaian wanita cantik itu sangat tinggi sekali.   Pamannya dan pendeta itu saja tidak berdaya apa lagi ia seorang anak kecil tak tahu apa-apa.....   habis daya ia, tubuhnya menubruk ke arah wanita itu sambil teriaknya.   "Akan kugigit pecah kulit tubuhmu.....!"   Wanita cantik tersebut tersenyum ketika melihat kelakuan Lie Ko Tie, dengan mudah ia berkelit ke samping.   Tahu-tahu telah berada di belakang Lie Ko Tie, ia menepuk punggung anak itu perlahan sekali tepukannya, tetapi hebat kesudahannya, tubuh Lie Ko Tie jadi terjerembab dan kemudian bergulingan di atas tanah.   Waktu Lie Ko Tie bangun berdiri, mukanya telah dilumuri darah, karena dari hidungnya telah mengucur darah merah yang masih segar, bocor akibat terbentur dengan tanah.   "Kau...... kau......!"   Kata Lie Ko Tie tergagap, tetapi anak ini tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Wanita cantik itu tertawa, dengan suara yang tetap renyai dan sabar. Katanya.   "Kutanya, siapa namamu?"   "Aku she Lie...... bernama Ko Tie.....!"   Menyahuti Lie Ko Tie kemudian.   "Berapa usiamu......?"   Tanya wanita cantik itu lagi "Enam tahun.....!"   "Hemm, sama sebaya dengan anakku ini!"   Kata wanita cantik tersebut sambil menunjuk kepada mayat bayi yang berada dalam rangkulannya.   Melihat mayat bayi dalam rangkulan wanita itu, muka Lie Ko Tie jadi berubah pucat.   Ia bergidik merasa ngeri karena melihat betapa mayat bayi itu pucat dan sepasang matanya terpejamkan, dan sekarang dipersamakan dengan dirinya.   Melihat Lie Ko Tie berdiam diri, wanita cantik tersebut tertawa lagi,.   lalu katanya.   "Ke mari kau mendekat.....!" Lie Ko Tie sesungguhnya tidak mau menuruti panggilan wanita cantik itu. Ia melirik kepada Lie Su Han yang tengah mengerangerang dengan tubuh berkelonjotan kaku seperti juga tengah menderita kesakitan yang hebat. Ketika itu di hati Lie Ko Tie berpikir.   "Lebih baik kuturuti saja kemauan wanita iblis ini baik-baik, agar ia mau memberikan obat untuk pamanku dan pendeta itu......!"   Dan Lie Ko Tie melangkah mendekati wanita cantik itu.   "Tadi kau mengatakan bahwa orang itu adalah pamanmu?"   Kata wanita cantik tersebut. Lie Ko Tie mengangguk.   "Tadi engkau juga memintaku untuk memberikan obat penawar kepada pamanmu bukan?"   Tanya wanita cantik itu lagi. Lie Ko Tie telah mengangguk pula.   "Baik, aku akan memberikannya, tetapi ada syaratnya!"   Kata wanita cantik tersebut sungguh-sungguh.   "Apa syaratnya?"   Kata Lie Ko Tie yang girang mendengar wanita cantik yang bertangan liehay tersebut memberikan obat kepada pamannya, dan tentunya juga kepada paman pendeta itu juga.   "Syaratnya tidak sulit. Engkau pasti dapat melakukannya jika memang engkau bersedia!"   Menyahuti wanita cantik tersebut.   "Engkau harus ikut bersamaku.....! Aku akan membagikan obat yang kau minta, tetapi kau ikut bersamaku. Bersediakah kau?" Lie Ko Tie jadi tertegun di tempatnya. Inilah syarat yang sama sekali tidak diduganya semula.   "Ikut denganmu? Untuk...... untuk apa?"   Tanya Lie Ko Tie dengan suara tergagap.   "Untuk menjadi kacungku, untuk menggendong anakku ini......!"   Menyahuti wanita cantik tersebut. Lie Ko Tie jadi tambah heran, disamping ia juga bergidik ngeri.   "Menjadi kacungmu?"   Tanya Lie Ko Tie dengan suara tergagap.   "Dan..... dan aku harus menggendong mayat bayi itu?"   Mendengar pertanyaan Lie Ko Tie, muka wanita cantik tersebut berobah merah, tampaknya ia jadi marah.   "Sekali lagi kau mengatakan bahwa anakku ini telah menjadi mayat, mulutmu itu akan kurobek !"   Katanya galak sekali.   Lie Ko Tie terkejut.   Ia juga berada dalam kebimbangan, antara menerima atau tidak syarat dari wanita tersebut antara menolongi jiwa pamannya dan menggendong mayat itu.   Tapi jika ia menolak, jelas pamannya akan celaka di tangan wanita cantik tersebut.   Waktu itu juga Lie Ko Tie mendengar suara erangan Lie Su Han yang semakin lemah dan perlahan.   Tubuh pamannya berkelonjotan tidak hentinya dengan mukanya yang mengejang kaku menyeringai dan sepasang matanya yang mendelik terbuka lebar-lebar.   Keadaannya sangat mengenaskan dan mengkhawatirkan.   Begitu juga ketika Lie Ko Tie melirik kepada Sung Ceng Siansu, ia melihat Bi-lek-hud dalam keadaan sekarat juga.   Namun disebabkan pendeta itu memiliki ilmu yang lebih tinggi dari Lie Su Han, maka ia memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat, tetapi keadaan pendeta itu juga mengenaskan.   Keadaannya sama seperti Lie Su Han.   Sepasang kaki dan tangannya berkelonjotan kejang kaku dengan sepasang mata yang terbeliak lebar-lebar dan juga mulutnya seperti menyeringai.   "Bagaimana? Jika engkau berlambat-lambat jiwa mereka tidak akan tertolong lagi...... di waktu itu. Biarpun engkau bersedia menerima syaratku, tidak nantinya aku bisa menolong mereka.....!"   Kata wanita cantik tersebut. Lie Ko Tie menghela napas dalam-dalam akhirnya ia mengangguk nekad.   "Baiklah, kau berikan obat untuk ke dua paman itu!"   Katanya. Dan sambil berkata begitu ia telah memandang ke arah mayat bayi yang ada di pelukan wanita cantik tersebut, hatinya tergetar dan tubuhnya bergidik lagi. Wanita cantik tersebut tertawa, ia berkata.   "Aku akan segera mengampuni ke dua orang itu dari kematian, akan kuberikan obat penawar racun yang dibutuhkan mereka. Namun ingat, engkau juga tidak boleh memungkiri janjimu yang telah menyanggupi untuk ikut serta denganku, untuk menjadi kacungku dan menggendong anakku ini......!"   Lie Ko Tie tidak bisa menyahuti, ia hanya mengangguk saja.   Perasaan ngeri jadi mencekam hatinya, anak ini bergidik berulang kali.   Namun menolong jiwa pamannya dan paman pendeta itu jauh lebih penting dari segalanya, maka ia telah memutuskan untuk menahan perasaan seram dan ngerinya untuk menerima syarat dari wanita tersebut asalkan Lie Su Han dan Sung Ceng Siansu bisa tertolong jiwanya.   Di waktu itu wanita cantik tersebut telah merogoh saku bajunya, ia mengeluarkan sebuah botol kecil dan mengangsurkan kepada Lie Ko Tie, katanya.   "Pergilah kau masukkan ke dalam mulut ke dua orang itu masing-masing sepuluh butir. Sisanya yang sepuluh butir lagi, biarkan di dalam botol itu. Berikan kepada mereka dan pesan jika kelak tiga bulan kemudian mereka masing-masing memakannya lagi lima butir. Pergilah kau lakukan!"   Cepat-cepat Lie Ko Tie menerima botol tersebut dan melakukan apa yang dipesankan oleh wanita cantik tersebut. Ia mengeluarkan sepuluh butir pil yang berwarna hijau dan berukuran kecil seperti tahi cicak, di mana ia masukkan ke dalam mulut Lie Su Han.   "Telanlah paman......!"   Katanya kemudian.   Walaupun waktu itu sekujur tubuh Lie Su Han telah kejang kaku, namun keadaannya itu tidak menyebabkan pikirannya terganggu.   Ia masih bisa berpikir dengan baik.   Dan ia telah mendengarkan percakapan Lie Ko Tie tadi waktu itu dan tanpa dua kali Lie Ko Tie menganjurkannya agar menelan pil tersebut, ia telah mempergunakan bantuan air ludahnya untuk menelan sepuluh butir pil tersebut.   Lie Ko Tie telah menghampiri Sung Ceng Siansu dan sama seperti tadi.   Ia memasukkan sepuluh butir pil obat tersebut ke dalam mulut pendeta itu dan menganjurkan agar Bi-lek-hud menelannya.   Botol obat yang berisi sisa sepuluh butir lagi telah disesapkan ke dalam tangan Sung Ceng Siansu, sambil katanya.   "Paman pendeta di dalam botol itu terdapat sepuluh butir pil obat dan kalian harus memakannya seorangnya lima butir lagi, jika telah tiga bulan mendatang nanti......!"   "Ke mari kau......"   Baru saja Lie Ko Tie berkata sampai di situ, ia telah dipanggil oleh wanita cantik yang liehay tersebut. Dengan perasaan segan dan langkah kaki yang satu-satu, Lie Ko Tie telah menghampiri wanita cantik tersebut.   "Gendonglah.....!"   Katanya sambil mengangsur mayat bayi dalam gendongannya itu ke Lie Ko Tie.   Kembali anak lelaki she Lie tersebut jadi menggidik ngeri, di mana ia harus menggendong mayat seorang bayi yang telah dingin.   Namun dengan menguatkan hati, Lie Ko Tie telah mengulurkan tangannya menyambut mayat bayi tersebut.   Beruang Salju Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Ia merasakan betapa mayat bayi itu telah dingin, sedingin es, dan keras sekali seperti batu.   Bukan main perasaan ngeri yang terbayang diotaknya dan berkecamuk di hati Lie Ko Tie.   Jantungnya jadi berdegupan sangat keras sekali, ke dua tangannya yang dipakai untuk menggendong mayat bayi tersebut juga gemetaran keras.   Jika saja Lie Ko Tie tidak mengeraskan hati, tentu ia tidak sanggup menggendong bayi yang telah menjadi mayat tersebut, tentu akan terlepas jatuh dari ke dua tangannya yang gemetaran keras itu.   Sesungguhnya, wanita cantik bertangan liehay dan membawabawa mayat bayi dalam gendongannya itu adalah seorang tokoh pendekar wanita yang memiliki kepandaian sangat tinggi sekali.   Namanya juga sangat terkenal di dalam dunia persilatan.   Ia she Khiu bernama Bok Lan.   Sepuluh tahun yang lalu ia merupakan pendekar wanita yang disegani oleh jago-jago dari kalangan putih maupun hitam.   Empat tahun lamanya ia berkecimpung di dalam kalangan Kang-ouw, sampai akhirnya ia menikah dengan seorang pemuda yang memiliki kepandaian yang tidak berada di bawahnya, yaitu Siangkoan Ting.   Setelah menikah, ke duanya giat sekali berlatih diri terus, sehingga ke duanya memperoleh kemajuan yang lebih banyak dari semula, mereka jadi semakin liehay.   Setahun sejak perkawinan mereka, Khiu Bok Lan hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki, yang diberi nama Siangkoan Sin Lun.   Namun sayang sekali, kebahagiaan pasangan suami isteri tersebut hanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan.   Di waktu mana bayi mereka itu terserang semacam penyakit dan meninggal dunia, betapa berdukanya Khiu Bok Lan dan Siangkoan Ting.   Malah Khiu Bok Lan tidak hendak berpisah dengan anaknya itu, maka dengan mempergunakan bermacam-macam ramuan obat, ia telah mengeraskan tubuh mayat bayinya itu, agar tidak menjadi rusak.   Memang ramuan obat yang dibuat oleh Khiu Bok Lan dan Siangkoan Ting berhasil mengawetkan mayat bayi tersebut di mana Khiu Bok Lan selalu membawa mayat bayinya tersebut dalam gendongannya dan memperlakukan mayat bayi tersebut seperti juga masih hidup! Tetapi setahun kemudian sejak meninggalnya bayi mereka, Siangkoan Ting pun terserang semacam penyakit.   Ditambah dengan hatinya yang memang selalu diliputi perasaan duka menyaksikan isterinya selalu menggendong mayat bayi mereka, akhirnya iapun mati meleras.   Penderitaan yang diterima oleh Khiu Bok Lan terlalu hebat.   Kematian bayinya, sekarang ia kehilangan suaminya.   Ia berduka bukan main dan akhirnya terganggu pikirannya, ia menjadi gila! Begitulah, setiap hari ia selalu berkeliaran kemana-mana sesenang ke dua kakinya, menggendong-gendong mayat bayinya sambil selalu bersenandung, seperti juga tengah menidurkan anaknya tersebut.    Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH Kembalinya Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Kembalinya Pendekar Rajawali Karya Chin Yung

Cari Blog Ini