Lima Jago Luar Biasa 7
Lima Jago Luar Biasa Karya Sin Liong Bagian 7
Lima Jago Luar Biasa Karya dari Sin Liong Dengan sikap seperti itu, orang tersebut akan 205 berhasil memperoleh kenajuan yang sangat pesat dan lebih sempurna. Selama dia mempelajari Kiu Im Cin Keng, walaupun dia telah menguasai dengan sempurna, namun orang itu mengambil sikap "Kosong atau juga "Hampa, seperti yang tidak memiliki kepandaian apa-apa maka selamanya orang itu akan belajar. Dengan demikian orang tersebut akan memperoleh kemajuan yang tidak ada habisnya dan tetap berisi. Akan tetapi seseorang yang yang telah merasa puas dengan hasil ilmunya yang telah dimilikinya, sehingga terjadi perkataan "Isi namun disertai kekosongan, berarti akan membahayakan orang itu, dimana orang tersebut tidak akan memperoleh kemajuan lagi yang lebih tinggi, juga tidak akan memperoleh sesuatu yang baru. Ong Tiong Yang bertambah kagun atas kata-kata yang ditulis oleh Tat Mo Kauwcu itu. Jika seorang yang belum memiliki kesempurnaan seperti Coan Cin Kauwcu, tentu tak akan dapat menangkap arti perkataan dan maksud dari Tat Mo Kauwcu. Namun karena Ong Tiong Yang telah memiliki kepandaian tingkat tinggi, disamping itu diapun sebagai seorang Tojin yang memiliki pengetahuan luas, dengan demikian dia telah bisa menangkap maksud pelajaran dasar dari Kiu Im Cin Keng, yang menghendako segalanya yang berhubungan dengan Kiu Im Cin Keng itu harus kosong dan hampa namun berisi. Sedangkan Ong Tiong Yang sendiri telah memilki kepandaian yang tinggi dan sempurna. Dan jelas dia tidak mungkin bisa mempelajari Kiu Im Cin Keng dengan baik. dia telah memiliki dasar dari kepandaiannya sendiri. Dengan demikian dasar dari Kiu Im Cin Keng tidak bisa ditanamkan pada dirinya. 206 Kesulitan seperti inilah, walaupun belum melihat halahan- halaman berikutnya dari Kiu Im Cin Keng telah membuat Ong Tiong Yang bersusah hati. **** MALAM itu dia telah menatapi kata-kat yang tertulis pada halaman pertama itu. Dia telah berpikir keras, memeras otak dan pikiran untuk memperoleh jalan keluar. hanya satu jalan keluarnya yang bisa ditempuhnya, yaitu dengan mengambil seorang murid lagi yang akan menerima seluruh warisannya dan juga warisan Kiu Im Cin Keng. Seseorang yang memang belum pernah mempelajari ilmu silat. Dengan demikian tentunya orang itu akan dapat menerima pelajaran Kiu Im Cin Keng dengan sempurna dan murni. Tapi siapa? Siapa orangnya yang bisa siambil sebagai murid nya itu? Sedangkan sekarang ini saja ia telah memiliki tujuh orang murid yang semuanya terlatih baik menurut dasar ilmu silat Coan Cin Kauw. Dengan demikian mereka tidak mungkin menerima warisan kepandaian Kiu Im Cin Keng. Dan juga Ciu Pek Thong, sama halnya dengan kedudukan Ong Tiong Yang, telah tertanam dasar kepandaian dari aliran Coan Cin Kauw, sehingga Ong Tiong Yang jadi berpikir terus menerus tanpa bisa memecahkan kesulitan itu. Yang terpenting lagi, jika memang dia mengambil murid baru, jelas diapun harus mengambil seseorang disamping yang belum pernah mempelajari ilmu silat, juga harus berbakat dan tulang serta ototnya baik untuk belajar ilmu silat, setidaktidaknya dia harus menemukan Sin-tong, seorang anak 207 ajaib. Jika hanya anak biasa saja, berarti akan sia-sia belaka jerih payahnya , dia akan gagal mendidik anak itu, atau calon muridnya yang baru itu. Ketujuh murid Ong Tiong Yang dalam rimba persilatan telah punya nama yang cukup disegani. Mereka digelari Coan Cit Cin Cu atau Tujuh Mutiara dari Coan Cin yang terdiri yaitu, Ma Giok, Tam Cie Toan, Lauw Cie Hian, Khu Cie Kie, Ong Cie It, Cek Tay Thong dan Sun Put jie. Ketujuh orang itu menjalankan kehidupan sebagai Tosu (Pendeta Agama "To), mereka mamiliki kepandaian yang tidak dapat diremehkan, ketujuhnya telah digembleng dengan baik. juga disamping itu mereka memiliki semacam ilmu barisan mengepung yang sulit sekali dihadapi lawan. Ilmu barisan mengepung yang diberi nama "Thian Kong Pak Tauw Tin yang diciptakan sendiri oleh Ong Tiong Yang untuk ketujuh orang muridnya itu. Dan barisan mengepung Thian Kong Pak Tauw Tin baru akan dipergunakan jika memang Coan Cin Cit Cu tengah menghadapi ancaman bahaya yang sulit diatasi oleh mereka sendiri-sendiri. Dengan begitu, Ong Tiong Yang tak dapat mengambil salah seorang muridnya itu untuk diwarisi kepandaian Kiu Im Cin Keng itu. Selain mereka bertujuh tidak mungkin dapat menerima dengan sempurna segara menyeluruh kepandaian Kiu Im Cin Keng tersebut secara murni dan lurus. Juga dapat menggagu kepandaian dasar yang telah mereka miliki yang diperoleh menurut aliran Coan Cin Kauw. **** Malam itu Ong Tiong Yang jadi mengawasi terpekur pada halaman pertama Kiu Im Cin Keng tersebut. Dan baru tersadar 208 dari terpekurnya itu ketika mendengar suara langkah kaki yang ringan diluar kamarnya. Ong Tiong Yang tidak bergerak dari tempat duduknya, tetap mengawasi halaman pertama dari Kiu Im Cin Keng, namun Tojin ini telah bersiap sedia penuh kewaspadaan . mendengar langkah kaki orang diluar, tentu orang itu memiliki Ginkang yang tinggi sekali. "Bintang Pak Tauw bersinar terang, Rembulan sedang tersenyum, Pohon-pohon berkembang indah, Mengapa harus meninggalkan semua ini? Mengapa harus menyembunyikan diri Selama setahun lebih tanpa meninggalkan jejak Menyembunyikan hudtim atau kebutan, yang biasa dipergunakan oleh pendeta-pendeta, penganut agama To menuimpan kitab, sunyi sekeliling Tiong Yang Kiong!" Terdengar suara orang bersenandung diluar jendela. Suaara seorang wanita yang halus sekali, suaranya bening dan jelas terdengar oleh Ong Tiong Yang. Mendengar senandung itu, muka Ong Tiong Yang berobah menjadi pucat dan merah. Kemudian Coan Cin Kauwcu ini menghela nafas, dia membalas. "Menyembunyikan Hudtim, Untuk membersihkan debu didalam, Meninggalkan sinar rembulan yang indah, Bunga-bunga yang indah, Dan tak melihat sinar bintang Pak Tauw, Hanya untuk memperoleh cahaya, 209 Yang terik dari matahari." "Hmm, alasan kosong saja! untuk kebaikan apa kau telah meninggalkan Ciong Lam San?" Menggerutu orang diluar. "Demi kebaikan umat manusia, untuk sahabat seluruh kangouw, maka pinto telah melakukan perjalanan jauh ke Tayli. Maaf, dengan begitu pinto telah melanggar sumpah dan bersedia untuk menerima hikuman!" "Hmm!" Terdengar lagi wanita diluar kamar itu mendengus dingin. "Dengan berbagai alasan kau tinggalkan Ciong Lam San melanggar janji dan ingkar pada sumpah, pantaskah itu untuk deorang Coan Cin Kauwcu yang namanya begitu mulia?!" "Karena itu, pinto bersedia dengan ikhlas menerima hukuman apapun yang hendak dijatuhkan pada pinto!" Menyahuti Ong Tiong Yang masih duduk ditempatnya tanpa bergerak sama sekali. "Apakah demikian caramu menyambut tamu?" Tegur wanita diluar kamar. "Ya, ya sulit buat pinto, sebab memang sang tamupun datang diakhir trbukanya mata ini.!" Menyahut Ong Tiong Yang pelan. "Hmm!" Mendengus orang diluar itu. "Apakah dengan kedatanganku ini kau hanya beranggapan aku sebagai pengganggu dan sumber keonaran? Apakah kau tetap tak mau meyembut tamu, Coan Cin Kauwcu yang agung dan mulia?" Kembali terdengar suara mendengus mengejek. 210 Ong Tiong Yang menghela nafas, dia bangkit dari duduknya. Dengan langkah tenang dia menghampiri jendela, dan telah merangkapkan kedua belah tangannya menghadap keluar, darimana angin malam yang dingin sekali bersilir menerpanya. "Silakan Sam Lim yang mulia masuk ke dalam!" Mempersilakan Ong Tiong Yang. "Tentunya kau akan dingin sekali berda di luar seperti itu." "Cisss! Siapa yang sudi masuk kedalam kamarmu?" Mengejek wanita diluat. "Ataukah memang sekarang kau demikian agung dan mulianya, sehingga kakimu tidak boleh menginjak tanah diluar kamarmu, Tojin yang maha agung?" Ong Tiong Yang tidak segera menyahuti. Dia yakin dia kelur dari kamarnya menemui wanita diluar kamar itu yang telah diketahui siapa adanya, tentu akan timbul keributan belaka. Seperti memang selalu terjadi, mereka bertemu muka, maka selalu ereka bertengkar. Dan Ong Tiong Yang sesungguhnya tidak mau bertemu dengan wanita itu lagi untuk mengambil jalan masing-masing. Waktu Ong Tiong Yang tengah ragu-ragu bergitu, wanita diluar kamar telah berkata. "Engkau telah melanggar janji, ingkar pada sumpah, setelah melakukan kedosan itu, apakah kau tetap akan membawakan sikap yang agung dan mulia dari seorang Tojin bau yang tak mau keluar menyambut tamu??" Ong Tiong Yang tak melayani ejekan wanita itu, dia menghela nafas. Dengan gerakan yang ringan sekali tubuhnya melesat keluar dari kamarnya. Diluar udara dingin sekali, harumnya bunga menebarkan harum semerbak yang menyegarkan. Dan dihadapan Ong Tiong Yang berdiri seorang wanita cantik jelita. Sulit mencari duanya wnita secantik itu di 211 dunia ini. namun pada sinar mata yang tajam itu terlihat sifat angkuhnya. Dengan bajunya yang berwarna putih dengan angkinnya berwarna kuning, dan pengikat sanggulnya yang berwarna merah muda, kelihatan dia bagaikan seorang dewi yang baru turun dari kahyangan. Benar-benar cantik jelita. Ong Tiong Yang menghela nafas sambil merangkapkan tangannya, dia membungkuk dan memberi hormat. "Hukuman apakah yang hendak kau turunkan padaku?" "Hukuman? Apakah aku punya kemampuan untuk menghukum Coan Cin Kauwcu yang lihay dan memiliki kepandaian yang luar biasa, yang telah berhasil sebagai Te It Nenghiong didalam sebuah pertemuan di Hoa san yang kepandaiannya lebih tinggi dari empat guru besar lainnya, dan sekarang telah berhasil memiliki Kiu Im Cin Keng? Hmm, bisakah aku menghukum seorang Tojin yang agung?" Ong Tiong Yang jadi berobah merah mukanya, dia bilang. "Tiauw Eng, kau jangan menggoda terus menerus, aku sekarang telah menganut sebagai seorang Tosu. Bukankah aku telah memenuhi keinginanmu menemanimu di Ciong Lam San ini, dan aku kini berdiam di Tiong Yang kiong? Dan memang jika beberapa hari yang lalu, karena aku memiliki urusan yang menyangkut keselamatan umat manusia banyak, demi kebaikan dan prikemanusiaan, aku telah pergi meninggalkan Ciong Lam San. jika memang kau beranggapan itu merupakan sebuah kesalahan dan dosa, maka aku ikhlas menerima hukuman dari kau!" Wabita dihadapan Oang Tiong Yang tak lain adalah Lim Tiauw Eng. 212 Beberapa waktu yang lalu dia tahu Oang Tiong Yang telah kembali ke kuil Tiong Yang Kiong, maka malam ini dia telah datang untuk menemuinya. Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, Lim Tiauw Eng telah mendengus mengejek, dia berkata. "Tiong Yang Cinjin, selama ini kau berudaha menepati janji dan menjalankan sumpahmu. Namun sebab kau bersalah besar melanggar janji dan sumpahmu meninggalkan Ciong Lam San , tidak dapat aku mepercayai kata-katamu lagi untuk dia-sia hidupku ini! hmmm, memang seperti yang kukatakan, setiap lelaki itu bukan manusia baik-baik, walaupun kini kau telah menjadi seorang Tosu, ternyata kau masih ingkar sumpahmu, merupakan manusia yang tidak bisa dipegang kata-katanya, tak bisa dipercaya hatinya!" Ong Tiong Yang merangkapkan kedua tangannya memberi hormat. "Mengapa kau berkata begitu?" Kata Ong Tiong Yang. "Bukankah kita telah pibu, demikian juga kita telah mengadi ilmu sastra, mengadu kepandaian secara Bun, akhirnya kau memenngkan pertempuran tersebut, sehingga aku harus memenuhi syaratmu itu, harus berdiam di Ciong Lam San menemani kau..?" "Hmmm! Tapi kukira, jika engkau tetap menimbulkan hal- hal yang tidak-tidak, selamanya kita tidak pernah menuntut penghidupan yang tenang, selama itu pula kita bagai sekor anjing dan seekor kucing dalam satu kurungan, yang akan selalu cakar-cakaran! Tentang kepandaian Lim Tiauw Eng, Im Seng Ie Yang? Apakah kau belum puas?" Mendengar perkataan Ong Tiong Yang, bola mata Lim Tiauw Eng berputar brmain, mukanya pucat, dari matanya 213 memancarkan sinar mencintai, benci, dendam, penasaran, kuatir, sayang dan benci yang menjadi satu. Setelah mengawasi Ong Tiong Yang sekian lama, dia mengangkat kepalanya, menengadah mengawasi ke arah langit dan bibirnya yang kecil memereh indah itu telah bersenandung dengan suara yang merdu. "Rembulan dilangit mengejar matahari, Gadis dibumi mengejar kekasih, Matahari terbit di timur tenggelam di barat, Dewi bulan bersedih hati tersayat, Sinar senja memabuki langit, Sisa sinar matahari menerangi rembulan, Siapa bilang matahari tidak berperasaan, Oh ! Mengapa kau tak menoleh memandangku, Kata orang purbakala, Mendung timbul dari samudera, Mendung jadi hujan, Air hujan mengalir masuk sungai, Sungai bergerak maju, Akhirnya masuk ke samudera kembali, Tapi cinta kasih itu, Burung terbang dapat dipanah, Ikan berenang dapat dijala, Binatang lari dapat dijebak, Namun cintaku hanya siliran angin belaka.! 214 Mendengar senandung Lim Tiauw Eng, muka Ong Tiong Yng berubah pucat, walaupun sekarang dia telah menjadi tosu, tokh kenyataannya dia mengakui dulupun dia pernah mencintai wanita dihadapannya ini. namun Lim Tiauw Eng terlampau angkuh, dengan demikian mereka selalu berselisih pendapat dan pandangan, acap kali bertemu tentu mereka bertengkar. Dengan demikian mereka tidak ada kecocokan satu sama lain, membuat cinta mereka hanya terpendam didlam hati masing- masing, hanya saja mereka menyadari cinta mereka tidak akan terpadu sampai kapanpun juga, karena diantara mereka bagaikan terdapat dinding yang menjulang tinggi membatasi mereka. Setelah bersenandung seperti itu, Lim Tiauw Eng menghela nafas beberapa kali, kakinya menendang-nendang perlahan batu-batu kerikil didepannya. Mendapat kenyataan Ong Tiong Yang berdiam diri, Lim Tiauw Ong telah menoleh kepada Ong Tiong Yang, kemudian dengan sorot mata mencintai dia bertanya. "Apakah kau tetap tidak mempedulikan aku?!" Ong Tiong Yang cepat-cepat merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat dengan sikap yang gugup, dengan suara agak tergetar dia menyahuti. "Cu Thian Cu Ie Cie Ie Siie Jin, Ie Si Ka Ie Siu Sin Wi Pun!" 215 Muka Lim Tiauw Eng merah mendengar perkataan Ong Tiong Yang seperti itu, yang telah diambil dari kitab agama To nya yang berarti sebagai berikut. "Dari raja sampai semua rakyat, sebagian saja memperbaiki sifat diri yang dipergunakan untuk dasar." Lim Tiauw Eng menyadari bahwa berkata begitu Oang Tiong Yang secara tidak langsung mencela sifatnya yang terlalu angkuh, tak pernah mau mengalah, juga aneh, dimana mereka selalu bertengkar setiap bertemu, sampai sekarang mereka bertemu kembalipun dilewati dengan pertengkaran. Bagaimana mungkin mereka dapat bersatu padu? Dengan menjawab singkat seperti itu, Ong Tiong Yang seperti ingin mengatakan, selama Lim Tiauw Eng tidak dapat merubah sifat dan wataknya, maka selama itu pula cinta mereka tidak memiliki dasar dan tak mungkin pula dapat terjalin dengan baik. ong Tiong Yang seperti hendak mengartikan diantara mereka sudah tidak mungkin pula membicarakan hal-hal seperti itu, sebab dia telah menjadi seorang Tosu. Bukankah sekarang ini untuk menjawab pertanyaan Lim Tiauw Eng yang menanyakan soal hubungan cinta mereka, Tiong Yang telah menyahuti dengan mengambil salah satu ucapan yang terdapat dalam kitab agamanya? Lim Tiauw Eng menunduk dalam-dalam, dia tertawa dingin, katanya. "Ya, mungkin adatku yang buruk dan mungkin juga watakku yang berandalan, tapi kesalahan tidak seluruhnya berada padaku, dan engkau bukanlah manusia baik- baik! dengan menjadi Tosu seperti sekarang ini, engkau bukan didorong oleh keinginan dan kesadaranmu sendiri, tapi karena 216 terpaksa, karena kau kalah dalam pertaruhan yang kita adakan, dimana engkau tentu merasa tersiksa dengan cara hidupmu sebagai seorang pendeta ini yang kau jalani dengan terpaksa dan tertekan! Ciss, apakah kau kira aku demikian hina dan rendah mengejar-ngejar cintamu? Engkau seorang laki-laki yang tidak memiliki perasaan! Sekali ini kita akhiri pertemuan kita sampai disini, tapi kelak jika satu kali saja kau akan melangkah setindak hendak keluar dari Ciong Lam San, walaupun harus bertaruh jiwaku untuk binasa bersama, akan kubinasakan kau!" Berkata sampai disitu, Lim Tiauw Eng diam, tak bisa menahan tangisnya. Dia putar tubuhnya, mencelat melompati tembok kuil, lenyap dalam kegelapan. Ong Tiong Yang mengangkat kepalanya memandangi rembulan yang cemerlang memantulkan sinarnya didepan pohon-pohon bunga yang harum semerbak. Namun hati Ong Tiong Yang malam itu seperti digandul oleh ribuan kati benda berat yang membuat dia jadi sumpek sekali. Perkataan Lim Tiauw Eng malam ini memang tepat sekali mengenai hati dan perasaannya. Jadi seorang Tosu seperti sekarang, malah sebagai cikal-bakalnya Coan Cin Kauw, sesungguhnya semua ini dijalani oleh Ong Tiong Yang dalam keadaan terpaksa. Terlebih waktu pertama kali dia harus menjalani jadi Tosukarena kalah bertaruh dengan Lim Tiauw Eng, dia menjadi tersiksa sekali, walaupun akhirnya menjadi terbiasa. Secara terus terang dia mengakui, menjadi Tosu seperti sekarang ini memang bukan atas kehendaknya dan bukan disebabkan kesadarannya, hanya disebabkan paksaan. Teringat semua itu, Ong Tiong Yang menghela nafas dalam-dalam dengan wajah yang buram. Betapa tidak, cinta kasih yang telah berekor panjang, karena diantara dia dengan 217 Lim Tiauw Eng selalu timbul pertengkaran yang tidak ada akhirnya dimana tampaknya Lim Tiauw Eng yang sungguh- sungguh mencintai dirinya, namun disebabkan karena keanghuhan dan adatnya yang keras itu membuat cinta mereka tidak dapat terpadu itu selalu mengejar dan mengingatkannya, melibatnya tidak dapat terlepas dari mata dan hati Lim Tiauw Eng. Dengan demikian, Ong Tiauw Yang seumur hidupnya akan menemani Lim Tiauw Eng di gunung Ciong Lam San dan akan selamanya berdiam di Tiang Yong Kiong, menemani wanita yang mencintainya sepenuh hati, yang juda secara diam-diam dicintai oleh Ong Tiong Yang. Mereka berdiam di sebuah tempat yang dekat satu dengan yang lain. Seharusnya cinta mereka akan terpadu lebih erat. Namun kenyataannya mereka mengalami seperti semboyan. "Dekat dimata Jauh dihati. Setelah menghela nafas beberapa kali, dan berjalan hilir- mudik ditempat itu, akhirnya Ong Tiong Yang masuk kembali kekamarnya. Dia telah menyimpan Kiu Im Cin Keng, kemudian duduk bersemedhi untuk memenangkan hati dan pikirannya, untuk membaca kitab suci agamanya. Tapi selama itu pikiran Ong Tiong Yang melayang-layang menerawang tidak menentu. Bayangan Lim Tiauw Eng sulit dihapus dari pandangan matanya, bagaikan bermain-main dipelupuk matanya. Dimana tidak seperti biasanya jika duduk bersemedhi sebentar saja, Ong Tiong Yang akan dapat melupakan Lim Tiauw Eng dan dapat melepaskan diri dari gangguan bayangan wanita itu. Malam ini sungguh menyiksa perasaan Ong Tiong Yang, bayangan Lim tiauw Eng begitu kuat melekat dipelupuk matanya. Dia duduk bersemedhi memejamkan matanya, mengatur pernafasan dan perasannya, namun Tiauw Eng 218 seperti tersenyum-senyum dihadapannya. Dia mengambil kitab suci agamanya dan membacanya, tetap juga bayang- bayang Tiauw Eng seperti menari-nari di kitab agamanya itu. Akhirnya Ong Tiong Yang rebahkan dirinya dipembaringan dan pejamkan matanya kuat-kuat, tkh pikirannya itu seperti berputar-putar kembali, teringat peristiwa yang telah lalu.!" **** COAN CIN KAUWCU Ong Tiong Yang atau dalam rimba persilatan disebut sebagai Tong Sin Thong itu bikan telah menjadi Tosu sejak dilahirkan. Diwaktu berusia muda remaja, karena tidak tahan melihat serbuan tentara Kim yang merusak harta benda dan membunuh rakyat yang tidak berdosa, ia telah bangkit dan membentuk satu pasukan rakyat guna melawan tentara musuh. Waktu itu dia melakukan satu pekerjaan besar di daratan Tioggoan, akan tetapi akhirnya oleh tentara Kim semakin lama semakin kuat dan berjumlah besar. Berulangkali Ong Tiong Yang dengan pasukannya menderita kekalahan dimedan perang dan banyak sekali tentara dan panglima yang binasa atau terluka. Diwaktu itulah Ong Tiong Yang memutuskan untuk menyendiri ditempat sepi dan menamakan dirinya sebagai "Mayat Hidup. Beberapa tahun lamanya Ong Tiong Yang menyembunyikan diri dalam sebuah kuburan tua di gunung Ciong Lam San dan tidak mau melangkah setindakpun dari pintu kuburan. Dengan demmikian Ong Tiong Yang hendak memperlihatkan bahwa biarpun masih hidup, dia tidak berbeda dengan mayat yang tidak mau hidup bersama-sama dengan orang Kim dikolong langit!. 219 Selama bebeerapa tahun, banyak sahabatnya yang datang menengok, berusaha untuk membujuk agar Ong Tiong Yang mau keluar dari kuburan itu dan melakukan pekerjaan yang berharga. Namun Ong Tiong Yang hatinya sudah tawar dan tidak ada muka untuk menemui lagi kawan-kawan lama didunia kangouw, sudah menolak segala bujukan . setelah lewat delapan tahun, seorang lawan yang paling kuat telah mencaci-maki padanya dari luar kuburan, tujuh hari tujuh malam lamanya dia menaci-maki terus, sehingga Ong Tiong Yang tidak bisa menahan diri lagi, lalu keluar guna menyembut tantangan orang itu. Dan orang tersebut ketika melihat Ong Tiong Yang keluar, mendadak tertawa sambil berkata. "Nah sekarang kau sudah keluar dan tidak perlu balik ke dalam kuburan!" Ong Tiong Yang jadi tersadar dan segera menyadari bahwa orang yang telah memaki-makinya itu sesungguhnya memiliki maksud baik, orang itu rupanya merasa sayang jika Ong Tiong Yang yang memiliki kepandaian begitu tinggi sudah "mengubur dirinya hidup-hidup dalam kuburan, maka ia sengaja mencaci-maki untuk membikin Ong Tiong Yang gusar dan keluar dari kuburan. Demikianlah mereka bersahabat dan terjun dalam dunia kangouw. Orang yang telah memaki-maki Ong Tiong Yang sehingga berhasil memancingnya keluar dari kuburan itu adalah seorang wanita yang tidak lain adalah Lim Tiauw Eng. Waktu itu, jika memang ingin diperbandingkan kepandaiannya Ong Tiong Yang dengan Lim Tiauw Eng hampir berimbang karena Lim Tiauw Eng memiliki kepandaian ilmu silat yang masih berada satu tingkat lebih tinggi dari kepandaian Tong Shia Oey Yok Su, Pak Kay Ang 220 Cit Kong, Lam te Toan Hongya maupun See Tok Auwyang Hong, keempat guru besar itu. Lima Jago Luar Biasa Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hanya saja disebabkan Lim Tiauw Eng seorang wanita dan jarang sekali berkelana di dunia kangouw, namanya tidak tersebar luas. Sesungguhnya Lim Tiauw Eng sangat mencintai Ong Tiong Yang, cintanya demikian besar dan tulus, sehingga dia telah berusaha untuk dapat menikahdengan Ong Tiong Yang. Namun disebabkan Ong Tiong Yang memang telah melepaskan perkataan bahwa jika sebegitu lama bangsa Kim belum tersapu dari wilayah Tionggoan, ia tak akan mendirikan rumah tangga, maka terhadap cinta kasihnya Lim Tiauw Eng tidak dilayaninya dan Ong Tiong Yang pura-pura tidak mengetahui dan memperlakukan Lim Tiauw Eng sebagai sahabat biasa. Justeru karena telah melepas perkataan tidak akan menikah sebelum orang-orang Kim tersapu bersih dari daratan Tionggoan, maka mempersulit hubungan mereka, karena akhirnya tokh dengan berada selalu bersama, berkelana bersama, selalu berdekatan tokh benih cinta lahir juga dihati Ong Tiong Yang . hanya sebagai seorang yang berkeras perpegang pada kata-kata, tidak dapat Ong Tiong Yang melanggar sumpahnya. Karena itu, benih cinta yang mulai tumbuh dihatinya telah ditindihnya. Semakin Ong Tiang Yang berudaha menindih perasaan cintanya terhadap Lim Tiauw Eng, semakin besar juga bersemi dihatinya. Karena yang ditekan jelas akan bereaksi dan berkembang. Dengan demikian Ong Tiong Yang akhirnya mengakui bahwa dia memang sesungguhnya mencintai Lim Tiauw Eng. 221 Sedangkan Lim Tiauw Eng sendiri memiliki adat yang sangat angkuh. Dia salah menafsirkan sikap Ong Tiong Yang. Dia beranggapan bahwa Ong Tiong Yang tidak memandang sebelah mata padanya dan meremehkan cintanya. Padahal, jika memang Tiauw Eng mau bersabar dan berusaha menyelami perasaan Tiong Yang, kemungkinan besar cinta mereka akan berpadu, walaupun terdapat sumpah Tiong Yang yang seperti dinding tebalnya, Tiauw Eng karena tersinggung berbalik menjadi gusar, diapun memang telah dikuasai oleh perasaan kecewa karena cintanya tidak bersambut dan merasa terhina karenanya. Disebabkan kegusaran yang meluap dihatinya kian hebat juga. Dahulu mereka merupakan dua orang musuh yang tak berkesudahan karena kepandaian mereka hampir berimbang. Yang satu gagah perkasa, sementara yang satunya lagi lihay dan kosen sekali. Karena itu setelah bersahabat dan berkelana bersama-sama, mereka sangat disegani oleh orang- orang seluruh rimba persilatan. Namun karena disebabkan cinta yang terhalang itu, cinta yang tidak tercapai, cinta yang tidak terpadu dan disebabkan salah pengertian juga, kembali mereka bagaikan menjadi dua orang lawan. Malah disebabkan kekecewaannya itu, Lim Tiauw Eng telah menantang Ong Tiong Yang untuk Piebu, mengadu epandaian diatas gunung Ciong Lam San. Ong Tiong Yang yang mengetahui bahwa Lim Tiauw Eng sangat mencintainya dan tantangan itu disebabkan hanya karena rasa kecewanya belaka dan salah pengertian, disamping itu pula Ong Tiong Yang mengalah pada Lim Tiauw Eng. Namun Limm Tiauw eng memang benar-benar memiliki adat yang aneh dan perangai yang sulir sekali diterka, semakin Ong Tiong Yang mengalah berarti semakin menghinanya. Karena Lim Tiauw Eng pun pernah berkata pad Ong Tiong yang dengan begitu bengis. "Semakin kau berusaha mengalah 222 padaku, maka ini jelas memperlihatkan bahwa engkau memang sungguh-sungguh tidak memandang sebelah mata padaku!" Karena desakan Lim Tiauw Eng seperti itu, Ong Tiong Yang tidak memiliki jalan lain lagi, terpaksa dia melayani juga dan mereka lalu bertempur sampai ribuan jurus. Namun selama itu Ong Tiong Yang tidak bertempur sepenuh hati. Dia tidak pernah turun tangan jahat. Lim Tiauw Eng semakin gusar dan penasaran, dia telah bilang. "Dengan tidak bersungguh-sungguh engkau bertempur denganku, kau pandang aku sebagai manusia apa? atau memang aku tidak ad harganya untuk bertempur mengadu kepandaian denganku?!" Waktu bertanya begitu, sorot mata dan muka Lim Tiauw Eng bengis sekali, karena memang dia tengah penasaran dan kecewa sehingga terlahirlah perasaan benci pada Ong Tiong Yang. Ong Tiong yang menghela nafas dalam-dalam dan bingung sekali, namun akhirnya dia telah menyahuti juga. "Mengadu kepandaian silat, sulit sekali untuk memperoleh keputusan, lebih baik kita mengadu "bun atau surat saja. dengan begitu kita dapat bertempur dengan baik dan bisa diambil keputusan yang lebih tinggi pengetahuan ilmu "bunnya. Dan tak akan menyebabkan luka diantara kita dan menimbulkan kesan kurang baik." Lim Tiauw Eng tertawa dingin, dengan angkuh dia mengangguk smbil katanya. "Baik! jika aku kalah, seumur hidupku tidak akan menemui kau lagi, agar teling dan matamu bisa memperoleh ketenangan!" 223 "Bagaimana kalu kau yang menang?" Tanya Ong Tiong Yang sabar. Muka im Tiauw Eng berobah merah. Dia berdiam sesaat, akhirnya dia mengawasi Ong Tiong Yang yang dengan sorot mata yang aneh mengandung sorot mencintai dan membenci yang campur aduk jadi satu, membuat Ong Tiong Yang tidak bisa menentang tatapan mata itu terlalu lama dan menundukkan kwpalanya. Disaat itulah Lim Tiauw Eng baru menyahuti. Dia berkata. "Jika memang aku yang untung dalam pertandingan ini maka kau harus serahkan kuburan "Mayat hidup padaku!" Mendengar itu, Ong Tiong Yang jad ragu-ragu. Harus diketahui bahwa Ong Tiong Yang sudah berdiam delapan tahun lebih lamanya dalam kuburan itu dan sudah membuang tenaga guna melengkapi kuburan itu dengan berbagai alat rahasia. Maka dari itu dia merasa berat dan tida rela menyerahkan kuburan itu dengan hanya kalah bertanding, walaupun belum pasti dia kalah, tokh dia tidak berani mengiyakan. Ong Tiong Yang hanya ingat pada waktu itu bicara tentang ilmu silat. Segera dia mengambil keputusan untuk memengakan pertempuran yang akan datang itu. Maka segera dia juga menanyakan bagaimana cara mereka bertempur yang akan segera dilakukan itu. "Hari ini kita sudah terlalu lelah, baiklah besok malam kita bertemu pula." Jawab Lim Tiauw Eng sambil memutar tubuhnya untuk meninggalkan Ong Tiong Yang. Ong Tiong Yaang juga tidak menahan kepergian Lim Tiauw Eng. Dia hanya menghela nafas dalam-dalam. 224 Sebagai seorang manusia, jelas Ong Tiong Yang memiliki perasaan. Dia merasa kasihan melihat keadaan Lim Tiauw Eng. Itulah disebabkan cinta yang gagal membuat Lim Tiauw Eng selalu mengganggunya dengan berbagai cara untuk melibat dan mengikatnya terus. Dengan demikian, Ong Tiong Yang merasa kasihan pada nasib Lim Tiauw Eng. Jika dia tidak pernah melepas sumpah, tidak akan berumahtangga sebelum bangsa Kim tersapu bersih dari daratan Tionggoan, tentu dia akan menyambut dintanya Tiauw Eng, karena sesungguhnya diapun telah mencintai Lim Tiauw Eng, bahkan mencintai sepenuh hatinya. **** Jilid 7 HANYA disebabkan sebarisan sumpah yang telah diucapkan itulah membuat Ong Tiong Yang harus menelan dan menindih cintanya itu, walau bagaimanapun pahit akibatnya. Waktu itu Ong Tiong Yang juga belum dapat mengambil keputusan apakah dalam pertandingan besok dengan Lim Tiauw Eng dia akan mengalah pula seperti biasanya dan bersedia sebagai pihak yang dipecundangi atau memang dia harus memenangkan pertempuran itu. Jika memang dia mengalah, berarti kuburan "Mayat Hidup nya harus diserahkan ke tangan Lim Tiau Eng. Tapi untuk merebut kemenangan dan 225 mengalahkan Lim Tiauw eng, hati kecilnya juga tidak mengijinkan karena dia tak tega. Malam itu pikiran Ong Tiong Yang sangat pepat sekali. Keesokan malamnya Ong Yiong Yang berdua dengan Lim Tiau Eng bertemu pula di Ciong Lam San. "Sebelum kita bertanding," Kata Lim Tiauw Eng setelah berhadapan muka. "Lebih dulu kau harus bersumpah!" Ong Tiong Yang mengangguk. "Sumpah apa?" Tanyanya ingin tahu. "Jika memang kau menang, aku segera menggorok leher, agar tak ketemu muka diwaktu mendatang," Sahut Lim Tiauw Eng. Tentu saja perkataan Lim Tiauw Eng ini hebat ditelinga Ong Tiong Yang. Dia sampai mengigil dibuatnya. "Ini mana boleh begitu?" Seru Ong Tiong Yang kaget bukan main. Tapi waktu itu muka Lim Tiauw Eng dingin, dia telah meneruskan perkataannya. "Tapi jika memang aku yang beruntung jadi pihak yang menang, kau harus jadi pendeta, jadi Hweshio boleh, jadi Tosu juga boleh. Asalkan kau harus menyucikan diri jadi pendeta! Dan tak peduli jadi Hweshio atau Tosu. Kau harus mendirikan sebuah kuil di atas gunung ini guna menemani aku sepuluh tahun lamanya!" Ong Tiong Yang menghela nafas dalam-dalam, bukan main berduka hatinya. Menang kalah merupakan dua pilihan yang tidak menggembirakan hatinya. Jika menang, dia yang dapat 226 kemenangan, berarti Lim Tiauw Eng akan menggorok lehernya untuk mati. Ini tidak diinginkan oleh Ong Tiong Yang. Namun celakanya juga, jika menang dia yang mengalah dan membiarkan Lim Tiauw Eng sebagai pemenang, jelas dia akan melewati hari-hari selanjutnya sebagai seorang pendeta, entah jadi Hwedhio entah jadi Tosu. Inilah yang benar-benar tidak disangkanya dan jelas dia tak mau terikat begitu, karena sejak kecil diapun tak mau menjadi seorang pendeta. Ong Tiong Yang juga paham, dengan mengajukan syarat itu, Lim Tiauw Eng menghendaki Ong Tiong Yang tidak menikah seumur hidupnya. Akhirnya setelah tertegun beberapa saat, Ong Tiong Yang mengambil keputusan. Walaupun bagimana, dia tak sudi memperoleh kemenangan karena dia tak menginginkan kematian Lim Tiauw Eng, dia hendak menghindarkan Lim Tiauw Eng membunuh diri karena menderita kekalahan. Namun yang membuat Ong Tiong Yang berduka, jika dia kalah, dia harus menemani Lim Tiau Eng selama sepuluh tahun, dan itu merupakan tugas yang tidak ringan! Terlebih lagi juga dia harus menjadi seorang pendeta. Inilah yang membuat dia jadi bersangsi sekali. Waktu itu Lim Tiauw Eng tertawa tawar, katanya dengan suara nyaring. "Bagaimana?? Apakah kau menerima syarat itu dan bersedia angkat sumpah agar setelah itu kita berdua tak ada yang mengingkari sumpah tersebut?" Ong Tiong Yang berdiam diri saja tak menyahuti, karena dia tengah tenggelam dalam kebimbangan. "Jika kita mengadu "Bun atau sastra memang jauh lebih mudah lagi dibandingkan jika harus mengadu dengan cara "Bu atau silat, karena dengan mempergunakan jari tangan, kau 227 pahat beberapa huruf diatas batu itu, sedang akupun memahat beberapa huruf dengan jari tanganku. Siapa yang menulis lebih baik, dialah yang menang!" Ong Tiong Yang jadi heran dan melengak. "Apa kau bilang?" Tanyanya. Lim Tiauw Eng mengulangi lagi cara bertempur mereka, yaitu mereka masing-masing akan menggunakan jari tangan untuk menulis beberapa huruf di batu, dengan demikian kelak siapa yang tulisannya lebih bagus dan indah, dialah pemenangnya. Ong Tiong Yang gelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Bagaimana memahatnya?" Tanyanya. "Siapa memahat lebih dalam, dialah yang menang! Kita mau lihat siapa yang tinggi ilmu jari tangannya!" Sahut Lim Tiauw Eng. Ong Tiong Yang kembali menghela nafas dan berkata. "Aku bukan Dewa, bagaimana mungkin aku bisa memahat hanya dengn menggunakan jari tangan?" Lim Tiaue Eng tertawa dingin, sikapnya tawar dan menyahuti. "Jika memang aku bisa, apakah kau mengaku kalah?" Ong Tiong Yang berada dalam keadaan yang serba salah. Dan menurut pendapatnya di dunia ini tentu tak ada seorang manusia yang dapat menulis surat diatas batu dengan jari tangannya. Tentu tulisan surat itu harus dalam bentuk pahatan. Berarti batu itu harus berlobang dan jari tangan menembusi batu itu, bukan menggunakan bak hitam atau cairan warna lainnya. 228 Akhirnya setelah berfikir beberapa saat lamanya Ong Tiong Yang mengangguk. "Baiklah, jika memang engkau dapat melakukannya, menulis huruf memahat batu, dengan hanya menggunakan jari tangan saja, aku bersedia mengaku kalah, tapi jika kau gagal dan tidak bisa, anggap saja kita seri dan tidak perlu bertempur lagi!" "Kau bicara yang jelas!" Kata Lim Tiauw Eng. "Jika aku berhasil memahat batu dengan hanya mempergunakan jari tanganku dan menulis beberapa huruf diatas batu itu, maka kau yang kalah! Dengan berkata begitu, menambahkan perkataan "bersedia berarti kau menerima kekalahanmu itu dengan terpaksa. Dan ini berarti engkau tak memandang sebelah mata padaku! Engkau belum mencoba sudah mengatakan tidak dapat melakukannya, dan sekarang juka memang akupun tidak bisa, hitung-hitung seri. Dengan berkata begitu, sama saja kau ingin menganjurkan agar akupun tidak mencobanya memahat batu dengan jari tanganku! Hemm, sekarang kau harus bersumpah dengan tegas. Jika memang kau tidak dapat menulis surat diatas batu, memahatnya mempergunakan jari tangan, dan aku dapat melakukannya, kau kalah dan akan tunduk melaksanakan syarat yang kita adakan!" Ong Tiong Yang tersenyum sabar, dia tak yakin bahwa Lim Tiauw Eng dapat menullis surat memahat diatas batu dengan jari tangannya, karenanya dia menyebuti. "Baiklah, jika kau dapat menulis surat diatas batu dengan memahatnya memakai jari tanganmu, maka aku kalah dan tunduk melaksanakan syarat-syarat yang telah kita sebutkan tadi." "Bagus!" Berseru Lim Tiauw Eng dengan wajah berobah berseri-seri, dan diapun telah menunduk. Namun waktu dia 229 memandang Ong Tiong Yang, Ong Tiong Yang jadi terkejut, dia melihat mata Lim Tiauw Eng digenangi air mata, bibirnya gemetar ketika dia meneruskan perkataannya. "Ong Tiong Yang , aku menghendaki kau menjadi Tosu saja!" Suaranya perlahan dan dia berkeyakinan pasti akan menang. Ong Tiong Yang hanya memandang tertegun padanya. Perasaannya waktu itu jadi tak tenang, karena Ong Tiong Yang meyakini kesusahan hati Lim Tiauw Eng, kedukaan yang bersarang dihati wanita ini. Lim Tiauw Eng sendiri telah mengusar-usar sepotong batu, mempergunakan telapak tangan kiri, lalu dengan menggunakan telunjuk tangan kanannya dia mulai menulis. Dan apa yang terjadi pada waktu itu memang luar biasa sekali. Dengan mata mendelong terpentang lebar Ong Tiong Yang mengawasi tak mempercayai apa yang dilihatnya, dia tahu bagaimana batu itu seperti juga tahu yang ditusuk oleh telunjuk jari tangan Lim Tiauw Eng, bagaimana debu batu meluruk jatuh begitu tersentuh dengan telunjuk wantita tersebut. Dalam sekejap mata dia telah memahat satu huruf dengan batu itu berlobang dalam tepat dalam ukuran jari telunjuknya. Semangat Ong Tiong Yang terbang, dia terkesiap dan ternganga bengong. Huruf-huruf yang ditulis Lim Tiauw Eng pada waktu itu benar-benar merupakan hal yang sulit dipercaya, dimana hanya dengan menggunakan jari telunjuk belaka, Tiauw Eng dapaat menulis huruf memahat batu tersebut dengan mudah dan tampaknya tanpa mempergunakan tenaga. 230 Selesai menulis huruf yang pertama, Lim Tiauw Eng melirik pada Ong Tiong Yang, dia melihat Ong Tiong Yang berdiri mendelong dengan mulut menganga takjub seperti patung. Lima Jago Luar Biasa Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lim Tiauw Eng trtawa dingin dan telah menulis pula huruf yang kedua, lalu huruf yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya, hingga berhasil menulis diatas batu sebarisnya syair yang berbunti sebagai berikut . "Cu Pong yang berangan-angan merobah Cin, Pernah mengambil sepatu di kolong jembatan, Membantu Han mendirikan dinasti baru, Berdiri tegak seperti tiang kerajaan, Setelah tugas selesai, dia mengikuti Dewa Cek Siong Cu, Sambil mengibas tangan baju, segala harta ia tinggalkan, Memang juga orang luar biasa dan kitab luar biasa, Tuhan tidak gampang-gampang mau turunkan." Selesai menulis, Lim Tiauw Eng telah menoleh menghadapi Ong Tiong Yang sambil tersenyum lebar. Dan ketika melihat Ong Tiong Yang berdiri mematung seperti semangat dah rohnya telah meninggalkan raganya, meledak tertawa Lim Tiauw Eng, tertawa terbahak-bahak yang sambung menyambung, namun dari sepasang matanya mengalir deras sekali air mata. Air mata kesedihan yang benar-benar mendalam. Ong Tiong Yang tidak mempedulikan sukap Lim Tiauw Eng yang tengah tertawa dalam tangis kedukaan itu, karena Ong Tiong Yang tengah berdiri mematung, mendelong mengawasi tulisan-tulisan yang terpahat diatas batu tersebut. Delapan baris yang disebelah depan yang menceritakan prihalnya Thio Liang alias Cu Pong, telah mengambil kasutnya 231 seorang tua (yang dalam ceritanya adalah seorang Dewa) sehingga orang itu menjadi merasa girang dan memberikan Cu Pong se Jilid kitab yang luar biasa. Belakangan dia ini membantu Kaisar Han Ko Couw membangun kerajaan Han dan merupakan salah seorang dari Samkiat (tiga orang gagah) yang sudah membantu mendirikan kerajaan tersebut. Akhirnya setelah tugasnya selesai, Thio Liang menyembunyikan dirinya dan pergi bertapa bersama Cek Ciong Su. Dengan menulis seperti itu, sama halnya juga seperti Lim Tiauw Eng ingin mengartikan sebagai penggerak tentara rakyat yang hendak membangun sebuah kerajaan baru dan mengusir bangsa Hiongno (Kim), Ong Tiong Yang memang akan me- nyembunyikan diri selamanya. Namun dengan menyinggung prihalnya Thio Liang yang telah menyembunyikan diri bersama Cek Siong Cu, berarti perbuatan Ong Tiong Yang bukanlah hina, karena dia hendak bertapa menjadi pendeta menemani Ling Tiauw Eng di gunung Ciong Lam San, disamping kuburan Mayat Hidup, dimana Ong Tiong Yang akan mendirikan sebuah kuil tempat berdiam. Semangat Ong Tiong Yang seperti tak ada diraganya, dia berdiri tak bersemangat. Cara menulis yang ditunjukkan Lim Tiauw Eng benar-benar merupakan suatu kekuatan yang dahsyat dari jari tangannya, itulah kepandaian dahsyat sekali, dan jika dibandingkan kepandaian Ong Tiong Yang berarti dia kalah. Dan sejak peristiwa inilah telah muncul perkataan Lam Lim Pak Ong, Im Seng Ie Yang. Disebelah selatan terdapat Lim dan disebelah Utara terdapat Ong, yang wnita mengalahkan yang lelaki. 232 Waktu itu Ong Tiong Yang sudah tidak bisa berkata apa- apa lagi. Bagaikan orang yang ditinggal pergi arwahnya. Ong Tiong Yang menerima dan mengakui kekalahan. Disamping dia harus menyerahkan Kuburan Mayat Hidup nya kepada Lim Tiauw Eng diapun harus menjadi Tosu. Dan beberapa hari kemudian dia telah membangun sebuah kuil kecil disamping kuburan Mayat Hidup, dan itulah permulaan adanya Kuil Tiong Yang Kiong, pusat dari pintu perguruan Coan Cin Kauw. Namun selama kekalahan yang diderita oleh Ong Tiong Yang tidak bisa diterimanya dengan hati ikhlas. Dia berusaha memecahkan teka-teki dari kehebatan jari telunjuk tangan kanannya Lim Tiauw Eng karena telah berhasil menulis syair diatas batu yang dipahat dengan jari telunjuk itu saja. Namun selama bertahun-tahun menjadi Tosu, tokh Ong Tiong Yang tetap saja tidak dapat memecahkan teka teki itu, hingga akhirnya karena telah biasa hidup sebagai seorang Tosu, dengan sendirinya Ong Tiong Yang tidak mempedulikan lagi hal itu, yang sudah tak dipikirkannya. Memang awal-awalnya dia menjadi Tosu, Ong Tiong Yang tidak betah dan merasa tersiksa sekali. Namun lama kelamaan tokh akhirnya dia jadi biasa dengan kehidupannya sebagai Tosu. Ong Tiong Yang dan Lim Tiauw Eng merupakan sepasang manusia luar biasa dalam rimba persilatan. Sungguh sayang karena masing-masng mempunyai perangai yang aneh dan adat yang luar biasa, mereka terus menerus tarik urat tentang ilmu silat, sehingga buntut-buntutnya jodoh mereka tidak bisa tertangkap, yang seorang menjadi pendeta, yang lainnya menjadi penghuni kuburan. 233 **** Ong Tiong Yang yang sekarang telah memakai gelar Cinjin tersebut, menghela nafas dalam-dalam dengan hati berduka ketika teringat akan pengalamannya disaat dia mendirikan kuilTiong Yang kiong dan juga mendirikan pintu perguruan Coan Cin Kauw setelah menyerahkan kuil mayat hidup kepada Lim Tiauw Eng. Dengan demikian segalanya telah lewat banyak tahun, tokh tampaknyaLim Tiauw Eng tetap mencintainya. Walaupun dia telah menjadi Tosu tokh gerak- geriknya selalu diawasi oleh Lim Tiauw Eng, dan begitu dia turun gunung dari Ciong Lam San, segera diketahui pula oleh Lim Tiauw Eng yang datang untuk bertengkar lagi dengannya.. selamanya mereka tidak pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan baik-baik, tak dapt mereka merundingkan ilmu silat secara baik-baik, dan tak dapat pula berhubungan sebagai sahabat karib, walaupun cinta mereka telah kandas.. dengan keadaannya yang begitu memprihatinkan Ong Tiong Yang terus menerus, bahwak rela untuk mengubur dirinya didalam kuburan mayat hidup, menunjukkan betapa besarnya cinta Lim Tiauw Eng pada Ong Tiong yang. Sampai jauh malam disaat hampir sang fajar menyingsing, Ong Tiong Yang baru bisa terlelap dalam tidurnya. Dandalam mimpinya itu dia bertemu dengan Lim Tiauw Eng dan bertempur lagi. Keesokan paginya, ketika terbangun dari tidurnya Ong Tiong Yang menyesali diri. Sekarang dia telah menjadi Tosu, berarti telah menjauhkan diri dari hal-hal keduniawian. Dengan demikian, jelas diapun tidak bisa dipengaruhi dan dikuasai oleh 234 perasaannya yang tidak-tidak. jika semalam dia bisa terkuasai begitu rupa oleh perasaannya sehingga bisa terkenang kembali pada peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya, benar-benar menunjukkan bahwa pada malam itu Ong Tiong Yang kehilangan pengendalian dirinya. Seharusnya sebagai seorang jago nomor satu di kolong langit ini, dia tak akan mengatakan perasaan seperti itu. Dan dihari-hari selanjutnya Ong Tiong yang dapat menguasai dirinya sebagai mana biasanya, dan urusan Lim Tiauw Eng telah dilupakan pula. Setiap sore hari, Ong Tiong Yang mengunjungi kamar dimana Ciu Pek Thong dikurung. Setiap kali Ong Tiong Yang masuk kedalam kamar, Ciu Pek Thong yang duduk bersila menghadap dinding tembok, telah melirik ke pintu dan bertanya. "Oh Suheng, sudah habiskah masa hukumanku ini?" Dan pertanyaan seperti ini kadang-kadang mendukakan hati Ong Tiong Yang yang jadi tidak tega pada adik seperguruannya, namun Ong Tiong Yang tetap pada pendiriannya bahwa Ciu Pek Thong harus berlatih diri guna mengendalikan keberandalannya, dan harus duduk bersemedhi satu tahun menghadap dinding agar keberandalannya itu brerkurang. Karenanya dia tetap tak membebaskan Ciu Pek Thong. Si Bocah Tua bangkotan yang nakal dan berandalan itupun benar-benar merasa jera untuk melakukan keonaran lagi, karena duduk selama satu tahun penuh menghadap dinding tembok tersebut tanpa boleh bergerak atau bangun. Setelah masa hukumannya habis, setahun penuh Ciu Pek Thong masih dilarang keluar kuil oleh suhengnya, karena dia diwajibkan untuk berlatih diri dengan tekun dan giat, sambil juga memberikan petunjuk-petunjuk pada Ma Giok dan 235 keenam saudara seperguruan yang tergabung dalam Coan Cin Cit Cu. Namun Ciu Pek Thong dalam memberikan petunjuk pada keponakan-keponakan muridnya itu benar-benar berandalan sekali. Dia akan mengajarkan satu jurus jika mereka mau menemani bermain kelereng dengannya. Coan Cin Cit Cu mengenal baik sekali watak susiok atau paman gurunya ini, setiap ada waktu senggang ketujuh murid Ong Tiong Yang selalu menemani Ciu Pek Thong bermain-main dengan berbagai permainan yang menarik. Dan walaupun dikurung didalam kuil karena larangan keluar satu langkahpun dari pintu kuil, Ciu Pek Thong jadi kesepian. Yang disebut sebagai kuburan mayat hidup, ternyata sebuah kuburan yang bentuknya cukup besar dalam bentuk bulat dan penuh dengan peralatan rahasia. Kuburan itu terletak di hutan, dan di pintu kuburan itu dilengkapi dua buah batu yang berukuran besar dan beratnya laksaan kati. Kedua batu didepan pintu kuburan itu diberi nama Toan Ling Sek atau Batu Putuskan Naga oleh Ong Tiong Yang. Waktu Ong Tiong Yang membangun dan membuat kuburan mayat hidup ini, dia mengetahui bahwa sehubungan denga gerakan perlawanan terhadap tentara Kim yang pernah dilakukannya. Raja Kim tntu tidak mau sudah begitu saja. itulah sebabnya dia sudah siapkan dua batu besar untuk menjada segala sesuatu. Jika musuh terlalu besar dan ia tak dapat melawan lebih lama, dia akan turunkan batu itu buat mati dalam kuburan. Dengan lain perkataan, dia lebih suka binasa dengan cara begitu daripada takluk atau kena ditawan musuh. Akan tetapi,lantaran ilmu silatnya yang tinggi, selama belasan tahun dia sudah bekuk puluhan jago-jagonya raja kim dan penjarakan mereka dalam kuburan Mayat hidup tanpa ada 236 seorangpun diantara mereka yang dapat melarikan diri. Belakangan waktu menyerhkan kuburan Mayat hidup pada Lim Tiauw Eng, Ong Tiong Yang tidak pernah mempergunakan kedua batu laksaan kati beratnya yang bernama Toan Liong Sek itu. Disamping kuburan mayat hidup tersebut, didalamnya masih banyak sekali terdapat peralatan rahasia yang melengkapi kuburan luar biasa itu. Namun kini majikan kuburan mayat hidup tersebut bukan lagi Ong Tiong Yang, karena Ong Tiong Yang sendiri telah menjadi Coan Cin Kauwcu Coan Cin Kauw di kuil Tiong Yang Kiong, sedangkan yang menjadi majikan barunya adalah Lim Tiauw Eng bersama budaknya seorang gadis yang berusia lebih muda itu jauh tahun dari Lim Tiauw Eng sendiri. Dengan memperolehnya kuburan "Mayat Hidup tersebut dan juga telah hidup mengurung diri didalamnya, Lim Tiauw Eng tak pernah keluar dari kuburan "Mayat Hidup jika memang tidak perlu benar dan urusan benar-benar sangat penting. Demikian juga dengan pelayannya itu yang telah dilarang keluar dari kuburan "Mayat Hidup tersebut. Walaupun kedudukannya hanya sebagai pelayan, budak Lim Tiauw Eng ini memperoleh didikan ilmu silat yang tinggi sekali dari Lim Tiauw Eng. Malam itu di hutan dimana kuburan "Mayat Hidup itu berada, tampaknya sunyi dan sepi sekali. Tidak terlihat seorang manusiapun disekitar tempat tersebut, hanya terdengar berkeresekan daun-daun pohon yang terhembus siliran angin malam. Dan kuburan "mayat hidup yang berukuran sangat besar itu tampak merupakan benda bulat yang membungkah, 237 sangat menyeramkan sekali, membuat keadaan sekitar hutan tersebut tambah seram saja. Namun diantara kekelaman malam, tampak sesosok tubuh dengan langkah kaki yang ringan tengah menyusuri hutan itu dengan tindakan kaki yang enteng bukan main dan gerakannya sangat gesit, diikuti dibelakangnya dua sosok tubuh lainnya. Jika sosok tubuh yang berjalan didepan adalah sosok tubuh manusia, tapi dua sosok tubuh yang dibelakangnya mengikuti sosok tubuh yang pertama itu bentuknya aneh sekali, bukan sosok tubuh manusia, melainkan dalam bentuk binatang ajaib. Waktu berada ditempat yang tidak terhalang oleh rindangnya daun pohon di hutan itu, sehingga sedikit sinar bulan bisa menerobos masuk memancarkan sinarnya itu, ternyata yang pertama memang seorang manusia, seorang pemuda yang berusia sekitar tiga puluh tahun lebih, yang memiliki tubuh tinggi tegap dan dia tidak lain daripada Auwyang Hong. Sedangkan kedua sosok tubuh lainnya yang memang bukan manusia itu, ternyata seekor kodok raksasa dan seekor burung bangau putih berjambul merah, itulah Cengjie dan Pekjie, dua sahabat dari Auwyang Hong. Rupanya Auwyang Hong memang telah sengaja menerima tantangan yang diberikan Lim Tiauw Eng beberapa waktu yang lalu, sebagai seorang yang licik, dia girang bukan main. Dengan menerima tantangan Lim Tiauw Eng, dia mempunyai alasan untuk berkeliaran disekitar gunung Ciu Lam San. Aueyang Hong mengetahui, disamping dari kuburan "Mayat Hidup itu berdiri megah kuil Tiong Yang Kong, kuilnya Coan Cin Kauw, dimana Ong Tiong Yang menempati 238 sebagai Coan Cin Kauwcu. Ong Tiong Yang dalam pertemuan pertama di Hoa San memang telah memenangkan sebagai jago nomor satu di kolong langit dan berhak untuk memiliki Kiu Im Cin Keng, karena itu pula, dengan demikian telah membuat Auwyang Hong sangat mengiler sekali bisa merebut dan mencuri kitab Kiu Im Cin Keng dari tangan Ong Tiong Yang. Namun disebabkan Ong Tiong Yang menang satu tingkat diatas kepandaiannya, sehingga Auwyang Hong tidak berani bersikap gegabah. Dengan begitu, diapun tidak berani berkeliaran sembarangan di gunung Ciong Lam San, selama dia tidak memiliki alasan yang kuat. Tapi dia telah menerima tantangan dari Lim Tiauw Eng, karena itu pula, dengan memiliki alasan untuk memenuhi tantangan Lim Tiauw Eng, dia bisa berkeliaran di Ciong Lam San, dan jika melihat nanti memiliki kesempatan yang baik untuk mencuri kitab Kiu Im Cin Keng dari Coan Cin Kauw jelasnya dari tangan Ong Tiong Yang. Itulah persoalan yang menggembirakan sekali, walaupun untuk itu Auwyang Hong mempertaruhkan jiwa dan keselamatan dirinya. Tadi, waktu mendaki gunung Ciong Lam San memang Auwyang Hong telah melihat-lihat keadaan kuil Tiong Yang Kiong, dia telah melihat kuuil yang dibangun megitu megah dan luas. Tapi Auwyang Hong tidak berani dekat di tempat itu. dia hanya mengawasi Tiong Yang Kiong dari jarak jauh, baru kemudian Auwyang Hong memasuki hutan itu untuk mencari kuburan mayat hidup. Auwyang Hong memperoleh kenyataan dimana adanya kuburan-kuburan mayat hidup itu disamping kuil Tiong Yang Kiong benar-benar merupakan hutan yang cukup angker, dipenuhi oleh pohon yang tumbuh tinggi-tinggi dan besar. 239 Disamping juga batu-batu gunung yang bertonjolan disekitar hutan itu. Setelah menyusuri hutan itu beberapa saat, akhirnya kuburan mayat hidup telah berada didepannya. Auwyang Hong melihat kuburan itu berukuran besar, merupakan kuburan raksasa. Lama Auwyang hong berdiam diri didepan kuburan mayat hidup, meneliti disekitarnya. Sebagai seorang yang teliti, tentu saja dia tidak berani bergerak sembarangan. Terlebih lagi dia seorang yang licin dan licik, karena dia tidak mau nantinya terjebak oleh Lim Tiauw eng. Dia baru pertama datang ditempat itu, dan melihat kuburan mayat hidup tersebut. Dengan demikian dia belum tahu keadaan disekitar tempat itu. sekarang dia harus memperhatikan dengan seksama, jika memang kelak dia tak sanggup menghadapi Lim Tiauw Eng, atau terdapat urusan yang lainnya, bukankan dia bisa menyelamatkan dirinya dengan cara yang telah diperhitungkan? Terlebih bagi kuburannya mayat hidup ini, letaknya sebelah-menyebelah bertetangga dengan kuil Tiong Yang Kiong, sehingga jika terjadi keributan kelak, akan memancing Tosu-tosu dari kuil itu dan menyebabkan Ong Tiong Yang keluar dari kuilnya. Kidung Senja Di Mataram Karya Kho Ping Hoo Perintah Maut Karya Buyung Hok Darah Daging Karya Kho Ping Hoo