Ceritasilat Novel Online

Pusaka Pedang Embun 10


Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong Bagian 10


Pusaka Pedang Embun Karya dari Sin Liong   Liong Houw hanya mengangguk-anggukkan kepala mendengar cerita sang adik angkat.   "Koko!"   Berkata lagi si pengemis cilik Ho Ho.   "Kalau sudah siap suhu menyuruh koko turut hadir dalam pertemuan diruang tengah !"   "Adik Ho, apakah semua orang sudah hadir ?"   Tanya Liong Houw. Ho Ho mengangguk.   "Ayohlah !"   Kata Liong Houw melangkahkan kakinya berjalan keluar.   Hari itu sebetulnya masih pagi, suara keruyukan ayam jago masih terdengar satu-satu disana sini.   Didalam ruang pertemuan, disebuah meja persegi panjang, sudah duduk para jago-jago rimba persilatan.   Baru saja Liong Houw meletakkan pantatnya diatas kursi, dari luar mendatangi Lie Eng Eng bersama Thio Thian Su mereka berjalan sambil bercakap-cakap perlahan, entah apa yang dipercakapkan.   Mata Liong Houw yang menyaksikan kedua muda-mudi itu sangat intim, timbul rasa cemburunya, darah mudanya meluap, tapi segera ia bisa mengendalikan perasaan itu.   Dipojok kanan duduk si orang tua dipanggil Siauw-ya sebagai tuan rumah.   yang Tak lama datang para pelayan membawakan hidangan-hidangan untuk sarapan pagi.   Mereka makan minum sambil bicara.   Si Rajawali cakar emas membuka suara .   "Saudara Pie-tet, muridmu memang luar biasa, kalau tidak ada bocah ugal-ugalan ini, mungkin sulit untuk kita meloloskan diri dari kepungan, samarannya begitu rapi sekali, aku sendiri sudah tertipu oleh samaran mereka dikota Kwie-yang-hu......ha, ha,....hua..... hai kau belum perkenalkan kawanmu itu pada kami, dan mana itu si-gadis cilik.....!"   "Teecu Liong Houw,"   Liong Houw mendahului memperkenalkan dirinya.   "Sebetulnya sejak perkenalan kami sudah saling angkat saudara juga kami masih mempunyai seorang saudara angkat perempuan, tapi ......hai.dia sudah diculik Kunsee-mo-ong Teng Kie Lang!"   "Haaa..... !"   Mendadak didalam ruangan itu menjadi gemuruh, oleh gema suara terkejut orangorang yang mendengarkan cerita Liong Houw.   Lebih-lebih mereka heran bagaimana baru berkenalan sudah saling angkat saudara.   Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan singkat tapi jelas semua pengalamanpengalamannya semenjak ia berkenalan dengan si pengemis cilik Ho Ho, diakuinya bahwa ia adalah murid Thian-lam it-lo Kak Wan Kie-su.   "Bocah !"   Kata Kim-ce Lonnie.   "bukankah Thianlam-it-lo Kak wan Kie-su mempunyai seorang murid bernama Leng-leng Paksu, si manusia durjana itu? Bagaimana ia bisa menerima murid manusia seperti binatang ?"   Liong Houw, menceritakan tentang si murid durhaka Leng-leng Pak Su kepada para hadirin dengan jelas, hingga melenyapkan perasaan kurang enak pada dirinya dan menjaga nama baik suhunya Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie-su.   "Nngg ... ."   Terdengar suara dengusan ramai didalam ruangan pertemuan itu.   "Hmm, pantas Leng leng Paksu memiliki kepandaian luar biasa pada jaman ini, sulit menemukan tandingan !"   Selak si Rajawali cakar emas. Si gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo berkata .   "Kepandaian saudara Liong Houw juga sangat hebat, kukira tidak berada dibawah si bocah gondrong berpakaian kulit macan itu....."   "Hebat! Tetapi terlalu kejam!"   Tiba-tiba terdengar suara sayup-sayup.   Semua orang yang berada didalam ruangan itu menjadi terkejut, mereka saling pandang satu sama lain, suara itu seperti dekat, tapi juga seperti jauh, kedengarannya terbawa angin.   Selagi orang-orang merasa heran-heran, tiba-tiba Thio Thian Su bangkit berdiri, ia lari keluar, sambil memanggil .   "Suhu .... suhu ....!"   "Ayaaa ......!" Terdengar suara riuh kembali. Kini mereka tahu, yang bicara adalah si jago tua dari gunung Lionghouw-san Ceng-it Cinjin. Tak lama, dari luar mendatangi seorang tua berjenggot putih, berjalan dengan tenang menghampiri meja pertemuan. Pie-tet Sin-kay segera bangkit, setelah memberi hormat, menyilahkan Ceng it Cinjin duduk disebelah kursi Siauw-ya. Mata Ceng-it Cinjin bersinar terang menatap wajah Liong Houw, setelah itu ia menatap wajah Thio Thian Su. Liong Houw yang ditatap oleh sinar mata Ceng-it Cinjin, sinar mata itu seakan menembus ulu hatinya, membuat si pemuda tergetar hebat. Lebih-lebih Thio Thian Su yang ditatap demikian oleh suhunya menjadi kebat-kebit, belum pernah sang suhu menunjukkan sikap yang demikian. Pie-tet Sin-kay, si Rajawali cakar emas, Lie Eng Eng dan lain-lainnya juga merasa heran menyaksikan sikap yang diperlihatkan si jago tua, tapi mereka hanya membungkam, tidak buka suara.   "Bocah !"   Berkata Ceng-it Cinjin kepada Liong Houw.   "IImu kepandaianmu boleh juga ! Hanya kusesalkan sedikit tindakanmu terlalu kejam, kau membunuh orang seperti main-main saja, nyawa orang seperti kau anggap tiada ada harganya hai. !" "Jadi!"   Potong Liong Houw.   "Apakah seharusnya boanpwe menerima saja mati ditangan keroyokan mereka? Jika tidak karena adik angkatku Ho Ho, aku juga tidak kesudian mencampuri urusan orang ..............!"   "Hai bocah !"   Berkata lagi Ceng-it Cinjin sabar, lebih sabar dari kata-kata yang duluan.   "Kau memang beradat keras tapi berdarah dingin ! Jika salah jalan, kau akan menjadi manusia kejam luar biasa, iblis laknat pembunuh berdarah dingin, sebenarnya aku sudah bosan dengan urusanurusan dunia, tapi karena muridku Thio Thian Su, terpaksa aku ambil bagian dalam tragedi dikotaraja."   Mendengar kata-kata Ceng-it Cinjin yang lebih lembut penuh wibawa pada akhir ucapannya, semua mata hadirin seperti mendapat perintah memandang kearah Thio Thian Su dengan perasaan heran tidak mengerti. Ceng-it Cinjin bertanya pada Pie-tet Sin-kay .   "Saudara Sin-kay, bagaimana tadi malam kau bisa lolos dari kurungan kamar penjara ?"   Pie-tet Sin-kay menjawab .   "Berkat bantuan si bocah gondrong berpakaian kulit macan."   "Mmm, kemana sekarang si bocah itu?"   Tanya Ceng-it Cinjin.   "Entahlah, setelah berhasil menolong diriku keluar dari kamar tahanan, tiba-tiba ia lenyap."   "Sayang, sayang ..."   Berkata Ceng-it Cinjin.   "Dua jago muda telah muncul dalam waktu bersamaan, hanya kukuatirkan ia akan terjerumus kejalan yang sesat, sungguh berbahaya."   Disebut-sebut nama si bocah gondrong berbaju kulit macan membuat hati Lie Eng Eng berdebar keras.   Sedang dalam hati Liong Houw tertawa, ia sangat girang sekali sudah bisa mengelabui si tua, yang ternyata masih bisa dikelabuinya.   Pie-tet Sin-kay berkata .   "Kukira, bocah gondrong itu tidak akan tersesat jalan, atas dasar pertemuan aku yang pertama tiga tahun yang lalu, aku bisa menilai pribadinya, yang kusesalkan kecerobohan orang-orang Bu-tong-pay dan Siauwlim-pay yang ceroboh, untung persoalan itu tidak menimbulkan ekor yang panjang !"   Liong Houw yang ingin segera mengetahui asal usul dirinya, maka dengan harapan orang-orang yang berada diruangan ini bisa memberi keterangan, maka tangannya dijulurkan mencomot sebuah buah apel, lalu dari dalam balik bajunya ia mengeluarkan sebilah pisau belati.   Begitu pisau belati itu keluar dari balik bajunya tanpa sarung, mengeluarkan sinar putih kemerlapan, maka terjadilah kegemparan dalam ruangan itu.   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw bangkit berdiri, dengan mata terbelalak lebar ia menatap kearah pisau belati yang tercekal di tangan Liong Houw.   Pie-tet Sin-kay hingga bangku kebelakang.   saking yang terburu-buru berdiri, didudukinya jatuh Tidak terkecuali si Rajawali Cakar Emas, Kim-ce Lonnie, Koang-koang Sin-kay, Pek-bie Locow yang juga mengenali pisau belati itu mereka semua pada berdiri.   "Bocah!"   Tiba-tiba Ceng-it Cinjin buka suara, semua orang yang pada berdiri, segera duduk kembali. Mata mereka masih diarahkan pada pisau belati ditangan Liong Houw.   "Coba kulihat pisau belatimu,"   Berkata lagi Ceng-it Cinjin.   Liong Houw yang begitu mencabut pisau belatinya telah membuat kegemparan didalam ruangan itu, dalam hatinya terkejut juga merasa girang.   Perasaan girang dikarenakan kalau saja orangorang ini betul mengenali pisau belatinya siapa yang menjadi pemiliknya, dengan sendirinya segera ia mengetahui asal usul dirinya dan siapa ayah bundanya.   Kuatir, kalau saja orang-orang ini begitu melihat pisau belatinya, mengetahui bahwa pisau ini ada hubungan erat dengan pusaka gaib Pedang Embun, pasti akan membuat kerewelan yang tidak diingini.   Begitu ia mendengar Ceng-it Cinjin meminta lihat pisau belatinya, dengan perasaan bingung dan ragu-ragu ia menyerahkan pisau itu, sedang ia sendiri sudah siap-siap menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi, jika sekiranya orang-orang yang kini dianggapnya sebagai jago patriot pembela keadilan dan kebenaran ternyata sebangsa manusia kemaruk yang haus harta benda pusaka, maka sikap kawan akan berubah menjadi sikap bermusuhan hanya dalam waktu sedetik.   Ceng-it Cinjin memperhatikan pisau itu, lalu menyerahkan kembali pada Liong Houw, tanyanya .   "Dari mana kau dapat pisau belati ini ?"   Liong Houw yang menampak Ceng-it Cinjin mengembalikan pisaunya, hatinya menjadi agak lega, segera ia menjawab.   "Pisau belati ini sudah berada pada diri boanpwe sejak bayi......."   "Aaaaaa.......!"   Terdengar suara teriakan orangorang yang berada dalam ruangan itu. Tiba-tiba Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw bangun berdiri, tubuhnya agak gemetar, dengan suara tergetar ia berkata .   "Jadi.......jadi kau adalah putranya yang bontot........ Hei, Pie-tet, mana pisau yang kupinjamkan padamu kemarin malam."   Pie-tet Sin-kay segera menyerahkan sebilah pisau belati yang serupa dengan pisau belati yang dimiliki oleh Liong Houw.   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menyambuti pisau itu, ia bulak balikan, diperhatikannya lagi pisau yang selama ini disimpannya, lalu bertanya pada Liong Houw.   "Bocah, apakah pada gagang pisaumu terdapat lukisan Naga?"   Sebetulnya pertanyaan itu tidak perlu diajukan, karena Ceng-it Cinjin tadi sudah melihatnya sendiri, tampak perobahan wajah si jago tua.   Pasti itulah pisau yang mereka kenal sebagai tanda khas dari si pendekar Budiman Thio Ban Liong.   Sin383 kiong-kiam Ong Pek Ciauw pun sudah mengetahui akan adanya hal demikian, tapi demi untuk melenyapkan rasa keragu-raguannya maka ia bertanya menegasi.   Liong Houw menjawab pertanyaan Sin-kiongkiam Ong Pek Ciauw hanya dengan menganggukkan kepala, membenarkan dugaan si jago tua, pisau belatinya berukir Naga.   Ia tidak bisa mengeluarkan kata-katanya, mulutnya bungkam sedang hatinya bergetar keras, jiwanya menggelora menahan emosinya yang ingin segera mendapat penjelasan tentang asal usul keluarganya.   Keadaan dalam ruangan pertemuan itu hening sesaat.   dwkz MATA Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw memandang kearah isi ruangan, ia menatap satu persatu wajah-wajah para jago yang duduk mengelilingi meja perjamuan, setelah mana matanya menatap tajam wajah Liong Houw, ia berkata dengan nada suara haru dan tergetar .   "Bocah wajahmu mirip sekali dengan dia ... hai, dengan adanya pisau belati berukir Liong ditubuhmu itu membuktikan kau adalah putranya yang bontot. Dua bilah pisau belati berukir Liong dan Hong adalah ciri khas dari Pendekar Budiman Thio Ban Liong, jarang orang yang mengetahui akan hal ini, hanya aku dan beberapa kawankawan yang berada disini yang merupakan sahabat karib ayahmu, sudah pasti mengenali tanda ciri khas dari pendekar Budiman Thio Ban Liong. Ketika ayahmu lenyap tiada kabar beritanya kau baru saja berusia tiga bulan, sedang kokomu berusia tiga tahun, sampai saat ini, jejak kokomu belum diketahui orang dan tidak ada ciri-ciri ditubuhnya, hal ini menyulitkan untuk mencarinya, untung pada dirimu masih terdapat pisau belati berukir Liong, kalau tidak hay ...... lenyaplah jejak keturunan Pendekar Budiman Thio Ban Liong......Bocah, aku dengan ayahmu adalah saudara angkat, dialah yang tertua, hilangnya jejak ayah ibumu sangat misterius yang kuketahui pada waktu kau berusia satu bulan, ayahmu pernah mengatakan, ia menggabungkan kekuatan pada perkumpulan Ko-lo-hwee, dan sejak itu lenyap kabar beritanya."   Sin koan kiam Ong Pek Ciauw menghentikan ceritanya, ia menahan gejolak emosi perasaannya, lalu berkata lagi .   "Untuk menyelidiki lenyapnya toakoku, aku memasuki perkumpulan Ko-lo-hwee, yang masa itu terkenal dengan motto Pembela Keadilan dan Kebenaran. Beberapa tahun kemudian terasa keganjilan-keganjilan dalam perkumpulan itu, aku tidak pernah berjumpa pada kaucu perkumpulan, setiap perintah atau segala macam urusan selalu melalui wakil kaucu, orang itu memiliki kepandaian setingkat dibawah kaucu, selalu menutupi wajahnya dengan sehelai kain sutra putih tipis, hanya tampak samar-samar bentuk raut wajahnya. Akhirnya aku berhasil mengendus kedok dari perkumpulan Ko-lo-hwee, ternyata perkumpulan itu adalah perkumpulan manusia berhati binatang, para jago-jago yang berusaha menentang bleid dari kaucu Ko-lo-hwee pasti mati secara misterius. Pada suatu hari akhirnya aku berhasil menemukan pisau belati berukir Hong didalam kamar penyimpanan senjata Ko-lo-hwee.."   Selanjutnya Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menceritakan bagaimana ia melarikan diri dari kejaran orang-orang Ko-lo hwee, jatuh sakit, lalu ditemukan oleh Lie Eng Eng yang kemudian menjadi guru si nona jelita.   Ketika mendengar cerita sang supek, pada bagian akhir, wajah Liong Houw bersemu merah, hatinya berdebaran, matanya menatap kearah Lie Eng Eng yang duduk dengan tenang mendengarkan cerita suhunya, ternyata si gadis yang ia lalap di kelenteng rusak dua tahun yang lalu yang selama ini menyemikan bibit cinta dihatinya adalah sang sutitnya.   0)0od^wo0(0   Jilid ke 09 LIE ENG ENG yang ditatap oleh Liong Houw dengan sikap demikian, hatinya juga merasa jengah, ia jengah menyaksikan perobahan wajah Liong Houw yang mendadak bersemu merah, juga merasa malu bahwa kini dirinya sudah tidak gadis suci lagi, bagaimana ia harus menerangkan kepada sang toako, kalau saja rahasia pribadinya bisa diketahui Liong Houw, yang berwajah tampan menarik.   Untuk menghilangkan rasa perasaan kurang enaknya cepat-cepat ia berkata .   "Suhu, mengapa perkumpulan Ko-lo-hwee selama teecu berkelana dirimba persilatan tidak terdengar lagi gerakannya ?"   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menganggukkan kepala, baru berkata .   "Sejak lolosnya diriku dari ancaman maut orang-orang Ko-lo-hwee, maka perkumpulan itu lenyap mendadak, sedang markasnya sudah dibumi hanguskan."   Tiba-tiba Ceng-it Cinjin berkata, suaranya lemah penuh wibawa.   "Bocah, menilik kepandaianmu, kukira kau sudah bisa menjagoi dirimba persilatan, tapi mengingat keadaan dirimu masih diselubungi asap kemisteriusan, sebaiknya kau harus berhati-hati, pada waktu itu kepandaian ayahmu dan ibumu pun termasuk jago kelas satu, tapi toch masih bisa lenyap tanpa kabar berita dimana hutan rimbanya, sampai saat ini masih merupakan tanda tanya, sedangkan perkumpulan Ko-lo-hwee, semenjak Sin-kiong-kiam menemukan pisau belati ayahmu, perkumpulan itu mendadak bubar, sedang siapa kaucu perkumpulan itu juga masih sangat misterius, mengenai kokomu kau tidak perlu pusing, pasti pada suatu hari kau bisa berjumpa padanya."   Tiba-tiba Liong Houw bertanya pada Ceng it Cinjin;   "Cianpwee apakah mengetahui siapakah kaucu dan wakil kaucu Ko-lo hwee itu ? Dan dengan jaminan apa cianpwee mengatakan bahwa boanpwe bisa bertemu dengan kokoku?" Ceng-it Cinjin mengelus-elus memejamkan mata baru ia berkata . jenggotnya.   "Tentang kaucu Ko-lo-hwee, aku sendiri tidak tahu, sedang mengenai wakilnya, hai, itulah si Manusia durjana Leng-leng Paksu !"   "Haya...... !"   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw terkejut, tidak nyana, wakil kaucu Ko-lo-hwe adalah Leng-leng Paksu murid Thian-lam-it-lo Kak-wan Kiesu.   Ia juga merasa kagum atas pengetahuan yang luas dari si jago tua Ceng-it Cinjin yang sudah bisa mengetahui siapa wakil kaucu Ko-lo hwee.   Ceng-it Cinjin berkata lagi .   "Soal kokomu, pasti kau akan menemukannya disuatu hari, hanya kuingatkan padamu untuk sementara kau jangan tonjolkan dirimu dirimba persilatan secara menyolok, dan siapa asal-usul dirimu juga harus kau rahasiakan, kukira orang-orang yang berkumpul disini juga bisa menyimpan rahasia ini, hal ini demi menjaga keselamatan dirimu, karena lawan-awan yang kauhadapi bukan sembarang jago-jago silat, juga kuharap setiap tindakanmu meskipun tindakan itu baik untuk menolong orang atau membela diri kau jangan terlalu telengas turun tangan terhadap jiwa orang."   Setelah berkata begitu Ceng-it Cinjin lalu pamitan dengan mengajak sang murid Thio Thian Su, meninggalkan ruangan perjamuan.   Semua orang yang ada didalam ruangan itu pada mengantarkan sampai dipintu.   Dengan langkah berat, Thio Thian Su terpaksa meninggalkan Lie Eng Eng yang juga sudah terbenam dihatinya, ia harus mengikuti sang guru naik keatas gunung Liong-houw-san.   0)0od^wo0(0 DIDALAM RUANGAN pertemuan kembali Sinkiong kiam, Ong Pek Ciauw membuka suara.   "Karena pisau belati berukir burung Hong adalah milik ayahmu, nah ambillah, kau simpan baik-baik benda ini."   Tangan Ong Pek Ciauw dijulurkan menyerahkan pisau belati yang tergenggam ditangannya.   Liong Houw segera menyambuti pisau belati itu, hatinya girang bercampur heran, mengapa orangorang ini tidak mengetahui rahasia tentang pisau belati ini, mengapa mereka hanya menyebutnyebutnya dua bilah sedang menurut keterangan Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie-su dilembah Im-bukok, bahwa pisau itu semua berjumlah tiga bilah, dan diatas tiga bilah pisau itu terdapat peta yang menunjukkan tersimpannya pedang pusaka gaib, bagaimana para jago ini tidak mengetahui rahasia tentang pedang gaib yang disebut Pedang Embun oleh Thian-lam it-lo Kak Wan Kie-su.   Selagi ia merasa bingung terheran-heran, terdengar suara Lie Eng Eng bertanya padanya .   "Toako, ketika didalam rimba ditengah perjalanan kekotaraja, ketika itu...."   Wajah Lie Eng Eng bersemu merah ia teringat keadaan dirinya yang hampir saja menjadi korban pemuasan sex si jago Hadramaut Habib, ia juga merasa malu yang sang toako sudah memandang bagian dadanya yang tersobek selama ia terpengaruh sihirnya Habib.   Liong Houw yang berotak cerdik segera mengerti kesulitan sang sutit, maka cepat-cepat ia berkata .   "Ya, benar aku ingat waktu itu Habib berusaha merampas pisau belati ini........"   Kim-ce Lonnie yang sejak tadi diam saja, tibatiba berkata.   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Bocah, apakah kau tahu apa maksud tujuan orang itu merampas pisaumu dan siapakah orang itu?"   "Benar!"   Kata Koang-koang Sin-kay.   "coba kalian jelaskan bagaimana terjadinya kejadian itu, aku ingin dengar?"   Pie-tet Sin-kay menatap kearah muridnya si Pengemis Cilik Ho Ho katanya ;   "Kau waktu itu menyamar sebagai kongcu anak hartawan, bisakah kau menjelaskannya mengapa semalam kau tidak menceritakannya hal itu padaku?"   Si pengemis cilik Ho Ho gelagapan, ia tidak menduga kalau akan mendapat pertanyaan sang guru sedemikian rupa, cepat ia menjawab.   "Teecu waktu itu terpengaruh oleh ilmu gaib orang itu, hingga tidak sadarkan diri......."   "Betul !"   Potong Lie Eng Eng.   "Orang yang mengaku bernama Habib itu memiliki ilmu gaib, ia bisa melenyapkan ingatan orang dengan pandangan sinar matanya."   "Hnggg....."   Pie-tet Sin kay hanya mendengus. Si Rajawali cakar emas menyelak.   "Sudahlah, yang penting kita harus mengetahui apa maksud dari kedatangan orang itu kedaerah Tionggoan, kalau mengingat letak Hadramaut, adalah benua dibagian timur dari benua Tionggoan, tempat itu begitu jauh, tentu ada maksud-maksud tertentu atas kedatangan mereka kedaerah Tionggoan."   Lie Eng Eng berkata lagi.   "Suhu, orang bernama Habib itu juga orang yang sering menculik gadisgadis, setelah diperkosanya gadis itu, entah bagaimana korban perkosaan mati seketika, lalu dikuburkan."   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menganggukanggukkan kepalanya.   Ia tidak membuka suara, tampak dahinya berkerut-kerut, ia sedang memikirkan sesuatu persoalan yang sangat memusingkan kepalanya, akhirnya ia menggelengkan kepala menatap Liong Houw dan bertanya.   "Anak Thio, bisakah kau menerangkan apa sebabnya orang itu meminta pisaumu, apakah hal ini berhubungan dengan lenyapnya ayahmu atau ada lain soal lagi?"   Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw menyebut diri Liong Houw dengan sebutan anak Thio, karena Liong Houw putra Thio Ban Liong, dengan demikian iapun memiliki she Thio yaitu she ayahnya.   Mendapat pertanyaan itu Liong Houw melengak, ia ragu-ragu, apakah ia harus menceritakan hal ichwal rahasia pisau ini kepada orang-orang yang ada dihadapannya, sekiranya ia menceritakan rahasia pisau belati ini, apakah tidak menimbulkan ekses-ekses tidak baik diantara hadirin.   Pikirannya berputar bolak balik.   Jika ia tidak menceritakan dan menerangkan duduknya persoalan yang sebenarnya rahasia apa yang menyangkut pada pisau belati itu, hatinya juga tidak enak, sebagai seorang pemuda jujur bagaimana ia tidak menceritakan hal yang sebenarnya.   Setelah berpikir masak-masak akhirnya ia bersedia menceritakan rahasia pisau belati itu dihadapan para jago sahabat-sahabat karib ayahnya, ia tidak perlu lagi menyembunyikan rahasia tentang tiga bilah pisau belati berukir huruf Hong, Liong dan ukiran Kiam (pedang) toch rahasia ini sudah diketahui oleh jago Hadramaut, tidak pantas kalau ia masih menyembunyikan rahasia tentang tiga bilah pisau itu.   Maka cepatcepat ia berkata;   "Supek, apakah semasa itu ayah tidak pernah menceritakan tentang rahasia pisau belati ini?"   "Haaaah......jadi pisau belati itu ada rahasianya?"   Tanya Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw terbelalak.   Bukan saja Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang dibuat terbelalak oleh pertanyaan Liong Houw, semua hadirin yang berada didalam ruang perjamuan itu, mata mereka terbelalak memandang kearah si pemuda dengan mulut menganga, terheran-terheran.   Betapa mereka tidak merasa heran, bocah ini sejak berumur tiga bulan sudah berpisah dengan ayahnya, bagaimana ia bisa mengetahui tentang rahasia pisau belati itu, sedang mereka yang merupakan sahabat-sahabat kental Thio Ban Liong belum pernah mendengar Thio Ban Liong menceritakan tentang rahasia itu.   Pisau itu hanya digunakan sebagai tanda pengenal si Pendekar Budiman Thio Ban Liong, juga merupakan senjata terampuh yang lihai, karena senjata itu jika dilempar kearah lawan, bisa berbalik berputar kearah si pelempar kembali kepada tangan si pemilik.   Menyaksikan sikap para jago tua yang demikian serius terhadap rahasia pisau belati itu, mau tidak mau Liong Houw segera menceritakan rahasia yang terdapat pada tiga bilah pisau belati itu.   Setelah mendengar dengan penuh perhatian cerita Liong Houw, mereka saling pandang.   Kim-ce Lonie berkata .   "Bocah, apakah kau tahu, dimana pisau belati yang berukiran pedang?"   Liong Houw menggelengkan kepala, katanya .   "Boanpwe sendiri tidak tahu !"   Si pengemis cilik Ho Ho dengan sikapnya ugalugalan berkata kepada suhunya .   "Suhu, kukira keterangan pengembara digurun gobi yang ditemui Thian-lam-it-lo Kak Wan Kiesu kukira cerita isapan jempol belaka."   "Hngg....."   Dengus Pie-tet Sin-kay.   "Kalau cerita pengembara Arab itu tidak benar, mengapa sebagai jago luar biasa Kak Wan Kiesu mau mempercayai adanya Pedang Embun itu ?"   "Yang teecu maksud bukan Pedang Embunnya, tetapi tentang asal Pedang itu, menurut pengembara bangsa Arab digurun pasir Gobi, pedang itu adalah pusaka bangsanya, teecu kira hal ini sangat tidak masuk diakal, mengapa kalau pedang itu salah satu barang pusaka gaib bangsa mereka, mengapa petanya terdapat pada tiga bilah pisau yang berukir Liong dan burung Hong serta ukiran pedang, bukankah Liong itu hanya terdapat di Tionggoan, mana mungkin dinegara Arab terdapat Liong (Naga) dari sini saja sudah bisa dipikirkan kalau keterangan orang itu keterangan isapan jempol belaka."   "Betul-betul memang kupikir begitu,"   Terdengar suara si Rajawali cakar emas.   "Mungkin mereka mencoba menipu kita, dengan mengatakan bahwa pedang pusaka itu adalah pusaka negerinya tentunya para jago-jago rimba persilatan golongan ksatria tidak mau ambil pusing tentang pusaka bangsa lain, pasti kita tidak mau dituduh merampok barang pusaka bangsa lain."   Liong Houw berkata lagi ;   "Persoalan betul tidaknya tentang asal usul Pedang Embun itu kita tinggalkan dulu, perlahan-lahan nanti kita selidiki kebenarannya, yang perlu dijaga jangan sampai benda pusaka itu jatuh ketangan mereka, sungguh berbahaya, kalau menyaksikan tindak-tanduk jago-jago Hadramaut yang datang ke Tionggoan, kelakuan mereka sungguh keterlaluan, menculik dan memperkosa wanita sampai mati.......!"   "Betul suhu !"   Selak Lie Eng Eng.   "Kalau saja tidak datang toako bersama si pengemis cilik Ho Ho, pasti diri teecu." Sampai disitu Liong Houw cepat memotong .   "Kepandaian mereka sangat hebat! Tubuh mereka tidak mempan senjata tajam."   "Pedang Ang-Io-po-kiam pun tidak berguna menghadapi dirinya !"   Tambah Lie Eng Eng. Si Gajah dungkul Tiang-pie-lo-twa Mo-mo yang sejak tadi hanya diam saja mendengarkan obrolan orang-orang itu, tiba-tiba ia membuka suaranya .   "Hai, saudara Liong, berapa orang jumlah mereka yang gentayangan didaratan Tionggoan ?"   "Menurut keterangan orang yang mengaku bernama Habib,"   Lie Eng Eng mendahului memberi keterangan.   "jumlah mereka lima orang, tersebar diseluruh pelosok daratan Tionggoan."   Si pengemis cilik Ho Ho memandang ke arah suhunya yang berwajah keriput, ia berkata .   "Suhu, karena pada saat ini kita harus mengerahkan segenap tenaga dan kekuatan yang ada guna membendung kejahatan yang ditimbulkan oleh lima jago Hadramaut, sebaiknya soal politik pemerintahan ditinggalkan saja dulu, toch bagi kita rakyat kecil, soal itu tidak ada gunanya dicampuri. Coba suhu pikir, umpama kata kita berhasil menghimpun satu kekuatan meletuskan satu revolusi rakyat menggulingkan kaisar serta menangkapi semua pembesarpembesar anjing, siapa kelak yang akan menggantikan kedudukan mereka. Apakah kita ? Toch tidak mungkin, yang pasti pihak golongan politik istana yang akan menggantikan kedudukan itu. Selama kita melakukan gerakan guna menggulingkan pemerintahan yang lama, tentu mereka itu dengan berkaok-kaok bahkan dengan uangnya, bersedia membantu kita bahkan menyanjung-nyanjung diri kita sebagai pahlawan revolusi segala, atau sebagainya, tapi setelah kita berhasil menggulingkan pemerintahan yang lama, digantikan oleh yang baru, akhirnya akan sama saja, rakyat juga yang sengsara, dan bila kita mengadakan protes-protes atau gerakan menentang bleid kebijaksanaan mereka, kita dicap lagi sebagai pemberontak, jadi tidak habishabisnya nasib kita melulu jadi pemberontak. Selagi tenaga dibutuhkan kita adalah pahlawan revolusi, sesudahnya kembali kepada kedudukan kita sebagai pemberontak, masih untung kalau hidup jadi gembel seperti sekarang."   Tiba-tiba saja Pie-tet Sin kay menggebrak meja, dia berkata tidak puas kepada sang murid .   "Anak dogol, didepan banyak orang kau tuduh aku makan suap........."   "Ha, ha, ha,..........   "   Koang koang Sinkay tertawa berkakakan.   "Pie tet, kau jangan salahkan muridmu, apa yang diucapkannya tidak salah, haha, ha, ha, hua......."   "Ya betul !"   Kata Lie Eng Eng.   "Sejarah telah membuktikan !"   "Huh !"   Pie-tet Sin-kay uring-uringan.   "Kau turut campur bicara, baca saja buku-buku sejarahmu jejal diotakmu tidak perlu turut campur urusan orang tua....."   "Suhu!"   Kata Ho Ho menyelak, ia kuatir keadaan menjadi lebih tegang akibat kata-katanya terhadap suhunya tadi, bisa menimbulkan salah paham antara suhunya dengan Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw, guru Lie Eng Eng.   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw yang mengetahui adat si pengemis Pie-tet Sin-kay ia hanya tertawa terbahak-bahak, lalu katanya.   "Sudahlah kita jangan bicarakan soal ini lagi, ha ha, hah, ha........."   Keadaan ruangan itu mendadak menjadi ramai suara tawa yang menggema.   Ketika matahari sudah berada tepat diatas tengah-tengah langit biru, pertemuan para jago bubar, mereka masing-masing pulang ke kampung halaman masing-masing.   Yang masih tinggal didalam kamar di-kampung Lip-cun adalah Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw, Liong Houw dan Lie Eng Eng.   Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw tidak segera melanjutkan perjalanannya, karena ia masih merasa perlu untuk bertanya lebih mendalam tentang riwayat hidupnya anak saudara angkatnya, bagaimana Liong Houw bisa hidup selama ini.   Sinkiong-kiam Ong Pek Ciauw didalam ruang pertemuan dihadapan para sahabat sahabat kang ouw sudah mendengarkan keterangan dari mulut Liong Houw tentang riwayat dirinya.   Tetapi sebagai seorang tua yang penuh pengalaman dunia, kenyang makan asam garam, ia sudah bisa menyelami keadaan jiwa sang keponakan, Liong Houw masih merahasiakan beberapa segi yang penting untuk diketahuinya.   Didalam kamarnya Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menanyakan kembali dengan mendetail riwayat hidupnya Liong Houw.   Liong Houw dengan jujur menceritakan riwayat hidupnya dengan singkat dan jujur kepada sang paman.   Yang belum diceritakannya adalah mengenai dirinya yang menjelma sebagai seorang pemuda berambut gondrong dengan pakaian kulit macan yang pernah menggemparkan rimba persilatan pada waktu tiga tahun yang lalu juga menggemparkan kalangan pemerintahan dengan munculnya si pemuda gondrong dengan kulit macannya berhasil menerobos keluar dari kurungan penjara di bawah air membebaskan Pietet Sin-kay.   Hal itu tidak ia ceritakan karena mempunyai hubungan yang sulit untuk diterangkan dihadapan sang paman.   Liong Houw bermaksud kelak akan menceritakannya menjelaskannya kepada sang sutitlie Lie Eng Eng, bahwa si pemuda gondrong berpakaian kulit macan yang pernah memperkosanya itu adalah dirinya.   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw setelah mendengarkan penuturan Liong Houw, tampak alisnya berkerut, kepalanya mengangguk-angguk, lama ia berpikir, suasana dalam ruangan kamar itu sunyi tiada terdengar ucapan kata-kata hanya terdengar suara elahan napas yang keluar dari tiga orang.   Akhirnya setelah berpikir lama Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw berkata .   "Dengan kepandaianmu yang sekarang ini, kau sudah bisa malang melintang di rimba persilatan. Tapi mengingat persoalan hilangnya ayah ibumu pada dua puluh tahun yang lalu sampai saat ini belum bisa dipecahkan maka sebaiknya kau rahasiakan lebih dulu tentang asal usul dirimu, juga baiknya kau kembali kedalam Lembah Air Terjun melatih kembali ilmu silatmu lebih dalam."   "Paman,"   Kata Liong Houw.   "Tapi para cianpwe yang tadi hadir dalam ruang pertemuan sudah mengetahui asal usul boanpwe apakah mereka tidak akan membocorkan rahasia ini?"   "Hmm, kukira mereka tidak akan membocorkan persoalan dirimu, mereka adalah tokoh-tokoh yang mempunyai pikiran luas serta banyak pengalaman."   Selanjutnya Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menerangkan maksudnya akan pergi ke Sin-ciu-hu dipropinsi Ouw-lam bersama-sama dengan Lie Eng Eng untuk menyambangi orang tua si gadis.   Liong Houw mendengar keterangan sang paman hatinya girang bukan kepalang, karena perjalanan itu tentunya bersama si gadis yang selama ini menjadi impiannya juga menjadi sutitlienya sendiri.   Tapi rasa girang itu tiba-tiba lenyap seketika, setelah mendengar lanjutan kata-kata sang paman dimana Sin-kiong kiam Ong Pek Ciauw menyarankan kepada Liong Houw agar si pemuda tidak turut ke Sin-ciu-hu, tetapi mengembara dirimba persilatan mencari pengalaman-pengalaman baru.   Liong Houw mendengar wejangan sang paman, ia bisa menyelami makna kata-kata Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw dalam wejangannya, memang pengalaman adalah guru yang berharga, betapa tinggi kepandaian seseorang tidak ada artinya kalau tidak diisi dengan pengalaman yang luas, ia bisa mengerti apa yang diucapkan sang paman, bagaimana si pengemis kawakan Pie-tet Sin-kay yang berkepandaian tinggi dengan pengalaman yang banyak toch akhirnya ia tertangkap dikotaraja, ditawan didalam penjara dibawah tanah dengan tipu licik dan akal bangsat.   Semua wejangan-wejangan itu diterimanya dengan perasaan terharu dan berterima kasih kepada sang paman yang begitu telaten memberikan pandangan-pandangan dalam mengarungi lautan hidup manusia yang penuh dengan akal licik dan tipu muslihat.   Mengingat Liong Houw akan berpisah kembali dengan Lie Eng Eng, tiba-tiba berkelebat satu pikiran diotaknya si pemuda, perpisahan ini entah sampai kapan bisa bertemu kembali.   Tentunya Lie Eng Eng dalam kehidupannya sehari-hari tetap merasa tidak tenang jika belum berhasil menemukan si pemuda gondrong berpakaian kulit macan yang memperkosanya, Liong Houw bisa menyaksikan sikap dan gerak gerik sutitlinya, keadaan gadis itu seperti orang sedang dirundung suatu kemisteriusan yang belum bisa diatasinya.   Keadaan itu juga tidak luput dari mata Sinkiong-kiam Ong Pek Ciauw, selaku guru Lie Eng Eng, sudah lama si orang tua memperhatikan sikap sang murid yang sangat aneh dalam gerak gerik dan tingkah lakunya, tapi sampai saat itu ia belum dapat memecahkan problem apakah yang sedang dihadapi si murid perempuannya.   Liong Houw memutar otaknya untuk mengatasi persoalan dirinya dengan Lie Eng Eng, ia tidak bisa membiarkan si gadis menjadi murung terusterusan, rasa cinta kasihnya yang sudah berdarah daging lebih-lebih rasa berdosanya kepada Lie Eng Eng, maka si pemuda telah mengambil keputusan untuk menerangkan lebih dulu duduk persoalan siapa yang pernah memperkosa diri Lie Eng Eng, kini ia tidak perlu ragu-ragu lagi, toch sebagai sutitlienya, tentu Lie Eng Eng bisa diajak bicara untuk berterus terang.   Setelah berpikir begitu, cepat Liong Houw berkata kepada Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw.   "Supek, sebelum perpisahan kita, teecu ingin mengemukakan sesuatu hal kepada sutitlie.........."   "Haaaa......."   Tiba-tiba Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw tertawa.   "Bocah, untuk apa kau harus lapor kepadaku lebih dulu, toch muridku ini adalah sutitmu, ajak saja ia bicara waktu masih panjang, biar kalian kutunggu dikamar ini."   Mendengar ucapan Liong Houw ini, Lie Eng Eng terkejut, sesuatu hal apakah yang akan dibicarakan oleh toakonya ini, apakah ia juga jatuh hati kepadaku, apakah si pemuda ini akan mengemiskan perasaan hatinya.   Rasa kejut dan bingung bercampur aduk dalam benak Lie Eng Eng, kalau saja dugaannya benar bahwa Liong Houw jatuh hati kepadanya, bagaimana ia harus menerangkan kepada si pemuda keadaan dirinya yang sudah tidak perawan lagi, hai runyam sekali.   Selagi Lie Eng Eng masih termangu-mangu dengan pikiran kacaunya, Liong Houw sudah bangkit dari duduknya, ia segera mengajak Lie Eng Eng keluar.   "Sutit, marilah kita jalan-jalan keluar, untuk bicara sepatah dua patah yang mungkin menarik pikiranmu."   Mendengar kata-kata demikian hati Lie Eng Eng tambah bingung juga, ia heran bagaimana sang toako yang baru saja bertemu ini bisa memberikan kata-kata yang bisa menarik perhatiannya.   Meskipun hatinya bingung penuh tanda tanya, tapi tubuhnya bangkit berdiri berjalan keluar mengikuti dibelakang Liong Houw.   Ditepi sungai keciI dibawah pohon rindang, Liong Houw duduk diatas akar pohon sebesar paha manusia.   Lie Eng Eng bersandar pada batang pohon, pakaian sutra putihnya berkibar-kibar ditiup angin siang itu, anak-anak rambutnya riap-riap mengikuti irama silirnya angin.   "Sutit, duduklah,"   Tiba tiba Liong Houw membuka suara memecahkan kesunyian siang itu.   Lie Eng Eng yang terkenal dengan nama julukannya si Pedang Macan Betina, selama malang melintang didunia kang-ouw dengan pedang Ang-lo-po-kiamnya, entah sudah berapa banyak kepala-kepala lawan menggelinding di tanah, sifatnya ganas dan galak.   Tapi entah bagaimana menghadapi sang toako kali ini seperti seorang gadis pemalu dan rendah diri.   Mendengar kata-kata Liong Houw, ia segera celingukan mencari akar pohon yang besar menonjol di tanah, ia duduk diatas akar pohon disebelah muka Liong Houw, tapi matanya masih tetap memandang riak air sungai yang bening mengalir kemuara, sedang tangannya melemparkan batu-batu kecil ke air sungai, plung......plung......plung.......   Liong Houw yang duduk dibelakang Lie Eng Eng menyaksikan sikap sang sutitlie segera bangkit, ia berjalan menghampiri duduk disamping Lie Eng Eng, tangan kirinya mengikuti tingkah sutitlie melemparkan batu-batu kerikil kedalam sungai.   Sedang tangan kanan tiba-tiba saja meraba tangan kanan kiri Lie Eng Eng.   "Heeh........"   Lie Eng Eng menarik tangannya, wajahnya bersemu merah, kepalanya menunduk, tampak jari tangan halus si gadis gemetar.   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Sutit......"   Tegur Liong Houw.   "Pertemuan ini akan segera berpisah........aku......ingin mengemukakan sesuatu, sesuatu yang pernah menimpali dirimu pada tiga tahun berselang dikelenteng rusak........"   Tiba-tiba saja Lie Eng Eng terjangkit berdiri, matanya liar menatap wajah Liong Houw, mukanya merah tubuhnya gemetar, dijidatnya berbintikan keringat-keringat dingin.   Tampak sepasang bibirnya yang kecil mungil merah merekah itu bergemetaran.   "Duduklah! Tenangkan hatimu!"   Kata lagi Liong Houw.   "Kau......... kau.........."   Lie Eng Eng tergetar.   "Bagaimana kau tahu kejadian itu.."   "Duduklah, duduk dulu nanti akan kuberi penjelasan secukupnya."   Dengan perasaan malu dan gusar Lie Eng Eng merosotkan tubuhnya kebawah, duduk kembali diatas akar batang pohon.   Rahasia dirinya sudah diketahui toakonya yang baru saja ia kenal, betapa tidak merasa malu, betapa pula ia tidak merasa gusar, gusar terhadap setiap laki-laki yang menurutnya hanya membuat malapetaka bagi dirinya.   Liong Houw tidak memperdulikan sikap sutitlienya, ia berkata perlahan ;   "Tadi pagi kau telah membaca surat itu bukan ?"   Wajah Lie Eng Eng merah membara, kulit muka yang kuning langsat itu berubah merah seperti udang goreng, keringatnya sudah menetel jatuh, baju sutera putihnya basah kuyup dengan keringat. Rahasia dirinya sudah diketahui sang toakonya.   "Sutitlie......"   Berkata lagi Liong Houw, tapi katakata itu tertahan.   Ia menarik napas, ragu-ragu Liong Houw mengucapkan kata lanjutannya untuk menuturkan isi hatinya kepada sang kekasih.   Lama suasana itu membisu, hanya terdengar suara keresekan daun-daun pohon bergesek satu sama lain ditiup angin.   "Titlie......."   Hampir suara itu tak terdengar, dengan suara tergetar Liong Houw memaksakan untuk bicara.   "Pemuda itu."   "Pemuda berbaju kulit macan!"   Potong Lie Eng Eng dengan suara gemetar.   "Ya pemuda itu, sebetulnya jatuh cinta padamu, tiga tahun lamanya semi bibit cinta itu mengeram didadanya, perbuatannya dikelenteng rusak sebetulnya ia dalam keadaan jiwa yang tertekan oleh himpitan arus tekanan manusia yang baru saja ia jumpai dalam pengembaraannya, ia juga tidak menyadari perbuatannya itu adalah satu perbuatan terkutuk......."   "Hmmmm........"   Dengus Lie Eng Eng.   "Apakah dia kokomu yang lenyap pada dua puluh tahun yang lalu bersama-bersama dengan kedua orang tuamu?"   "Bukan !"   Jawab Liong Houw tegas.   Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan jelas bahwa si pemuda gondrong adalah dirinya sendiri.   Semua itu diceritakannya secara jelas dan terperinci.   Mendengar cerita Liong Houw yang juga merupakan toako angkatnya, Lie Eng Eng hanya menundukkan kepala, hatinya kosong melompong otaknya butek, ia tidak bisa berpikir apapun untuk menciptakan kata-kata yang harus dicetuskan dari mulutnya.   "Titlie, apa yang telah terjadi semua sudah ditakdirkan Tuhan, urusan ini kuserahkan padamu, disini aku rela menerima apapun yang akan kau timpahkan kepada diriku, hanya sebelumnya kau harus tahu bahwa hatiku sudah lama mencintaimu, aku juga merasa berdosa atas perbuatan itu."   "Kokooh....."   Lie Eng Eng terharu. Dua titik air mata menetes jatuh. Tangan Liong Houw kembali meraba tangan Lie Eng Eng, ia meremas-remas jari-jari tangan halus itu. Lie Eng Eng membiarkan si pemuda berbuat begitu, tubuh mereka sudah saling merapat.   "Titlie setelah kau menemukan orang yang selama bertahun ini kau kejar-kejar, kukira bisa meringankan beban perasaanmu, kau bisa tenang tinggal dirumah, tidak perlu menguatirkan diriku, kelak aku akan datang untuk melamarmu......."   Lie Eng Eng membungkam, ia hanya mengangguk-angguk kepala membiarkan jari-jari tangannya diremas-remas perlahan oleh si pemuda.   Od,w,zO SEBULAN sudah perpisahan Liong Houw dengan supek dan kekasihnya Lie Eng Eng, dalam pengembaraannya terlunta-lunta dari satu kota kekota lain meliwati bukit-bukit gunung, menyeberangi sungai.   Hati Liong Houw dirasa sesak, otaknya pepat, ia memikirkan adik angkatnya Liu Ing yang lenyap diculik Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang.   Ia harus mempertanggungjawabkan kepada si nenek Sian dikota Cee-lam-hu yang dititipkan pada tukang pembuat kereta.   Ditengah perjalanan didalam rimba berjalan terbungkuk-bungkuk seorang nenek berambut putih dengan tungkai kayu yang bengkok bentuknya.   Liong Houw mengenali nenek yang sedang terbungkuk-bungkuk berjalan didalam rimba itu, ia segera menghampiri dan menegurnya .   "Nenek Sian........"   Si nenek menolehkan kepala, menghentikan langkah menatap orang yang memanggilnya. Terdengar nenek Sian terbatuk-batuk menegur Liong Houw ;   "Oh, kau ........"   Ia Kepala si nenek celingukan, matanya pelarak pelirik kesekeliling rimba dibelakang Liong Houw, ia bertanya ;   "Dimana anak asuhanku Liu Ing ?"   Liong Houw tidak menjawab pertanyaan itu, ia agak bingung mencari jawab pertanyaan si nenek agar bisa memuaskan hati tuanya.   Untuk tidak menunjukkan kecurigaan si nenek Sian kalau Liu Ing sudah lenyap diculik Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang, ia cepat bertanya .   "Nenek, sedang apa keluyuran ditempat ini, mengapa tidak tinggal dirumah si tukang pembuat kereta dikota Cee-lamhu, apakah orang tua itu mengusir nenek?"   Nenek Sian yang pertanyaannya belum dijawab Liong Houw, bahkan kini Liong Houw balik bertanya, ia ketrukan tongkatnya ditanah, dengan wajah asam kriput ia membentak ;   "Bocah, dimana anak asuhanku Liu Ing apakah kau sia-siakan hidupnya, huh, mungkin kau sudah memperkosanya dan kau tinggalkan dia tersia-sia ?"   "Nenek !"   Kata Liong Houw.   "Aku Liong Houw bukan manusia seperti itu, tapi........."   "Tapi apa ?"   Potong nenek Sian.   "Hmm, kau bocah bernama Liong Houw, mana tanggung jawabmu, hayo cepat katakan dimana anak asuhanku Liu Ing, kalau tidak, huh, akan kusiarkan kebusukan hatimu, kau tukang memperkosa wanita, rimba persilatan akan digemparkan oleh munculnya anak tukang potong perawan orang."   Mendengar kata-kata nenek Sian, hati Liong Houw berdebar keras, otaknya diputar bolak balik, bagaimana ia harus menerangkan keadaan sebenarnya tentang Liu Ing, tapi demi menjaga nama baiknya atas tersiarnya fitnah yang akan disebarkan oleh si nenek Sian, cepat ia menjawab.   "Adik Liu Ing pada dua bulan yang lalu diculik orang."   "Haa ....! Diculik orang ? Kau bohong, untuk apa orang menculik anak gadis itu ..."   "Betul!"   Potong Liong Houw agak jengkel.   "ia diculik Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang, kini aku sedang berusaha mencari jejaknya."   "Mmm,"   Si nenek Sian mendengus.   "Meskipun katamu ia diculik orang, tapi aku tidak percaya, kau pasti sudah memperkosanya dan kau tinggalkan dia ..." "Nenek,"   Bentak Liong Houw.   "Kau......."   "Apa ?"   Nenek Sian membentak Liong Houw. tidak kalah galak "Aku akan mencari kembali adik Liu Ing !"   Kata Liong Houw.   "Apa jaminan atas kata-katamu ini ?"   Tanya nenek Sian. Liong Houw melengak, ia bingung menghadapi nenek tua keriput yang kukuh ini, maka bertanya lagi.   "jaminan apa?"   "Huh, jaminan kalau kau betul-betul mencari kembali anak asuhanku Liu Ing, jika betul kau mencarinya kau harus menyerahkan lebih dulu suatu benda padaku, kelak bilamana kau sudah berhasil menemukannya kembali, membawa ia kekota Cee-lam-hu, disana barangmu itu akan kukembalikan."   Liong Houw mengangguk-angguk kepala, ia merogoh sakunya, lalu berkata .   "Nenek, sepuluh mutiara ini kuberikan padamu untuk jaminan, kalau nanti adik Liu Ing kuketemukan mutiara itu tidak usah dikembalikan."   "Anak anjing, aku tidak butuh mutiaramu, aku butuh anakku, aku tidak mau menerima jaminan seperti itu."   Bentak nenek Sian.   "Jadi jaminan apa yang nenek maksudkan ?"   Tanya Liong Houw tambah tidak mengerti akan sikap aneh si nenek. Nenek Siang mengkerut-mengkerut keningnya, tampak wajahnya yang sudah keriput tambah keriput mengkerut-mengkerut, lalu tanyanya .   "Apakah ditubuhmu tidak ada benda lain selain mutiara-mutiara itu?"   Liong Houw sebagai pemuda jujur ia tanpa berpikir lagi berkata ;   "Ada, ada dua bilah pisau belati, tapi kukira pisau itu tak ada harganya untuk nenek simpan."   "Heh, heeeeh......heeeeh ....."   Si nenek Sian tertawa.   "Hmm, apa yang kau anggap tidak berharga justeru aku inginkan barang itu sebagai jaminan. Ya, serahkan kedua pisau belati itu untuk jaminan anak asuhanku Liu Ing."   Liong Houw gelagapan, justru barang yang diminta si nenek adalah pisau belati pusaka tanda dari ciri-ciri keturunannya, juga merupakan barang pusaka yang dicari banyak orang.   Pikiran Liong Houw pusing seketika kepalanya dirasakan berdenyut-denyut.   Bulak balik ia putar otak untuk mencari jalan keluar guna mengelakkan permintaan si nenek, tapi sekian balik pula ia tidak bisa menemukan jalan.   Akhirnya terpikir olehnya nenek Sian adalah seorang nenek-nenek yang tidak pandai silat, bertubuh lemah, tentunya sebagai seorang yang tidak berkepandaian silat, ia tidak pernah berkecimpungan dalam rimba persilatan, dengan sendirinya tidak mengetahui rahasia pisau belati ini.   Mungkin si nenek tidak mau menerima pemberian mutiara-mutiaranya yang berharga ratusan tail perak dikarenakan ia merasa sungkan untuk menerima barang yang sangat mahal harganya.   Maka ia hanya meminta dua bilah pisau410 belati yang dianggapnya pisau biasa yang tidak seberapa mahal harganya.   Setelah berpikir begitu, ia memasukkan kembali mutiara-mutiara tadi, dari balik bajunya ia mengeluarkan dua bilah pisau belatinya lalu diserahkan kepada nenek Sian, dan berkata.   "Nenek, pisau belati ini adalah peninggalan orang tuaku, satu-satunya barang warisan yang ada, tolong kau jaga baik-baik selama aku mencari jejak adik Liu Ing."   Dengan wajah berseri keriput nenek Sian menyambuti kedua pisau belatinya, ia perhatikan sejenak kedua bilah pisau itu, sambil menganggukangguk senyum sepasang matanya tersipit-sipit ia selipkan pisau-pisau itu kedalam balik bajunya.   "Bocah, baik-baiklah kau mengarungi hidupmu......."   Jaga diri dalam Tiba-tiba..... Terdengar suara tertawa menggema di angkasa, memekakkan telinga orang yang mendengarnya. Belum lenyap gema suara tawa itu, dari tengah udara melayang satu bayangan merah berdiri dimuka si nenek Sian.   "Ayaaaaa."   Liong Houw melangkah mundur tiga tindak. Ia mengenali siapa orang yang datang. Orang itu mengenakan pakaian berwarna merah berkembang-kembang.   "Murid murtad !"   Bentak Liong Houw pada orang yang baru datang yang tidak lain adalah Leng-leng Pak su murid Thian-lam-it-lo Kak Wan Kie-su yang pernah menganiayai gurunya sendiri dilembah Imbu-kok. Leng-leng Pak-su membentak .   "Bocah sial, tunggu ! Sebentar akan kucabut nyawamu."   Setelah berkata begitu Leng-leng membentak kepada nenek Sian. Pak-su "Iblis tua, cepat kau serahkan pisau belati kepadaku !"   "Hmmm,"   Nenek Sian mendengus.   "Pisau apa, aku tidak mengerti maksudmu."   "Kau jangan pura-pura pion iblis keparat! Orang lain bisa kau kelabui dengan penyamaran bodohmu, tapi aku Leng-leng Pak-su haa......kau Kim-nio-mo-ong Gwat Leng ..... hauaaaaaa....."   Berbarengan dengan suara tertawanya sepasang tangan Leng-leng Pak-su bergerak, ia menyerang si nenek Sian.   Nenek Sian yang masih terbungkuk-bungkuk segera menyingkir kesamping.   Sungguh aneh ! Dalam pandangan mata Liong Houw, nenek Sian yang ia kenal tidak berkepandaian silat, mendadak bisa mengelakkan serangan Leng-leng Pak-su dengan mudah, gerakan si nenek yang tadi terbungkuk-bungkuk kini tampak lincah dan gesit.   Gerakan nenek Sian disusul dengan serangan tongkatnya kearah pelipis Leng-leng Paksu, tak lama disana hanya tampak bayangan merah dan hitam bergulung-gulungan, angin menderu-deru, daun-daun pohon berguguran.   Tubuh Liong Houw terdorong mundur, mukanya dirasakan pedas tersambar angin yang ditimbulkan dari pertempuran kedua jago.   Gulungan bayangan merah dan hitam mengeluarkan angin menderu-deru, dari sana nampak asap putih mengepul, kemudian buyar kembali keudara terbawa angin puyuh serangan Leng-leng Pak-su.   Uap putih yang mengepul terbawa angin puyuh itu adalah uap putih yang keluar dari serangan si nenek Sian yang disebut Kim-nio-mo-ong Gwat Leng.   Liong Houw terkejut, cepat ia lompat mundur, uap putih itu mengandung hawa yang berbau harum, daun-daun pohon disekitarnya rontok berguguran.   Ia pernah merasakan uap harum itu hampir masuk kedalam tenggorokannya, membuat ia muntah-muntah melarikan diri dari kejaran Kun-see-mo-ong Teng Kie Lang pada tiga tahun yang lalu.   Kini kembali dihadapannya muncul ilmu ini dimainkan oleh si nenek Sian.   Kepala Liong Houw pusing memikirkan kejadian yang barusan terjadi, nenek ini mengapa tiba-tiba memiliki kepandaian silat yang serupa dengan Kun-see-moong Teng Kie Lang, juga mengapa Leng-leng Pak-su memanggilnya si nenek dengan sebutan iblis Kimnio-mo-ong Gwat Leng.   Selagi otaknya berpikir-pikir, kakinya masih tetap melangkah mundur menjauhi pengaruh uap harumnya si nenek Sian alias Kim-nio-mo-ong Gwat Leng.   Tiba-tiba saja tubuh si nenek Sian alias Kim-nio-mo-ong Gwat Leng melejit keudara, ia kabur meninggalkan medan pertempuran.   Dikejar oleh Leng-leng Pak-su.   Keadaan dalam rimba itu sunyi kembali hanya tinggal bekas tanah pertempuran, tanah belukar itu gundul tiada berumput lagi, diterbangkan oleh angin puyuh Leng leng Pak-su.   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tipu muslihat ! Tipu muslihat ! Hati Liong Houw ngedumel, ia telah tertipu oleh lagak lagunya si nenek Sian yang pura-pura tidak berkepandaian silat.   Langkahnya diayun lemah meninggalkan tempat itu.   Matahari timbul tenggelam sudah berulang kali, lereng-lereng gunung lembah curam banyak sudah dilalui, Liong Houw masih melakukan perjalanannya mencari pengalaman.   Sekilas kadang kala timbul dalam otaknya untuk memutar perjalanannya, kembali kedalam air terjun melatih diri, tapi mendadak timbul pikiran lain menentang kilasan pikiran pertama, untuk apa ilmu kepandaian tinggi tanpa pengalaman yang luas, maka dengan pikiran itu Liong Houw terus mengembara dari hutan kehutan, dari kota kekota.   Banyak sudah jasa-jasanya yang diberikan kepada orang-orang yang tertimpa kemalangan atau penganiayaan dari orang kuat yang menganiaya orang-orang lemah.   Tapi ia tidak mau menonjolkan keharuman namanya, setiap tindakannya ia lakukan dengan menggunakan pakaian kulit macannya dengan rambut gondrong.   Hingga dalam waktu yang singkat dirimba persilatan sudah digemparkan dengan munculnya seorang pendekar macan loreng.   Pada harian Tiong-chiu Liong Houw tiba dikota Siang-im.   Kota Siang-im merupakan kota kecil terletak disebuah kaki gunung.   Meskipun kota itu kota kecil, tapi ramai dengan kegiatan para pedagang buah-buahan dan sayur-sayuran yang dihasilkan dari lereng gunung.   Para pedagang dari tempat jauh-jauh datang kekota itu untuk memborong buah-buahan dan sayuran untuk dijual kembali di-daerah mereka masing-masing.   Memasuki dalam kota, dimuka sebuah kelenteng kuping Liong Houw yang tajam mendengar suara pertempuran di dalam kelenteng.   Kakinya dilangkahkan kearah datangnya suara pertempuran itu, dimuka pintu kelenteng bercat merah bertuliskan Siang-ceng To-wan.   Liong Houw melangkah masuk melalui pintu tembok kelenteng yang terbuka, di sana suasana sepi sunyi.   Kembali suara benturan senjata serta bentakanbentakan terdengar dibawa angin, dengan memperhatikan arah angin, Liong Houw segera lompat keatas genteng kelenteng, ia berlarian menuju kebelakang kelenteng Siang-ceng To-wan.   Dibelakang kelenteng tampak dua orang tosu tinggi besar sedang mengeroyok seorang yang berpakaian kumel dekil.   Liong Houw kenal orang yang berpakaian kumel dekil itu, inilah seorang pemuda yang sedang sibuk mengelakkan serangan-serangan kedua tosu tadi.   Sesekali si pemuda kumel membalas menyerang kedua tosu itu membuat sang tosu kewalahan.   Dengan gerakan ringan Liong Houw lompat turun, menyelak ditengah-tengah pertempuran.   "Toako!"   Teriak si pemuda kumel yang bukan lain adalah si Pengemis cilik Ho Ho. Liong Houw yang baru saja tiba ditempat itu tidak mengetahui sebab musababnya pertempuran ia tidak mau gegabah turun tangan membantu adik angkatnya, maka segera ia bertanya .   "Jiwie tosu, apakah kesalahan adikku sampai-sampai kau orang suci turun tangan terhadap adik kecil ini ?"    Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Mustika Gaib Karya Buyung Hok Legenda Pendekar Ulat Sutera Karya Huang Ying

Cari Blog Ini