Ceritasilat Novel Online

Pusaka Pedang Embun 11


Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong Bagian 11


Pusaka Pedang Embun Karya dari Sin Liong   Si Tosu yang bertubuh pendek gemuk membentak .   "Kalian dua anak gembel cepat keluar dari kelenteng ini, kelentengku tidak menerima anak-anak gembel bau busuk seperti kalian."   "Eee .... gundul! Terima saja seranganku jangan banyak mulut."   Ho Ho segera menghantam tubuh sipendek gemuk dengan kepalan tangannya.   Dari dalam kelenteng mendadak muncul dua orang tosu, tanpa mengucapkan ba atau bu kedua tosu itu mengemplang kepala Liong Houw dengan toya besinya.   Buukkkkkk ....   Toja besi melayang terbang keudara disambar serangan tangan Liong Houw.   Serangan tangan Liong Houw tidak sampai disitu, tubuhnya melejit keudara, ditengah udara ia jumpalitan, kaki kanannya membentur kepala si tosu yang menyerang dengan toya.   Kontan tubuh tosu itu kelojotan rubuh ditanah, batok kepalanya pecah, darah merah bercampur gumpalan otak muncrat disana-sini.   Tindakan kejam Liong Houw diluar dugaan para tosu itu, lebih-lebih begitu melihat sang kawan kelojotan rubuh dengan kepala pecah, mereka segera melejit kabur meninggalkan kelenteng.   "Toako ..."   Panggil Ho Ho.   "Tendanganmu hebat, tapi ... ."   "Tapi kejam bukan ?"   Potong Liong Houw. Si pengemis cilik hanya nyengir.   "Ayo cepat kita periksa apa didalam!"   Kata lagi Liong Houw. yang terjadi "Eeeh, bagaimana toako bisa tahu didalam terjadi sesuatu ?"   "Ketika si tosu itu menyerang dengan toya besinya, lapat-lapat terdengar suara rintihan kesedihan didalam, kukira suara itu suara wanita. Maka mendengar suara itu kubisa pastikan bahwa tosu-tosu ini adalah tosu-tosu keparat."   Mereka berdua segera berjalan masuk memeriksa setiap ruang kelenteng Siang-ceng Towan, ruangan demi ruangan diperiksanya tapi tak terdapat satu bayangan manusiapun. "Lihat toako!"   Teriak si pengemis cilik Ho Ho, tangannya menunjuk kearah dinding tembok kelenteng diatas meja sembahyang.   Tatapan mata Liong Houw mengikuti arah yang ditunjuk si pengemis cilik Ho Ho, di atas tembok meja sembahyang terdapat tulisan .   Tiga nona manis telah kubawa pergi Kun-see-mo-ong.   Beberapa tulisan itu mengejutkan Liong Houw, lagi-lagi Kun-se-mo-ong.   Dengan wajah penuh tanda tanya ia menoleh kearah si pengemis cilik Ho Ho, apa artinya tulisan itu dan bagaimana hubungannya Kun se-mo-ong dengan para tosu dikelenteng dan siapakah nona-nona manis itu ? Si pengemis cilik menceritakan pengalamannya.   Ternyata si pengemis cilik Ho Ho lima hari lebih dulu tiba dikota Siang im.   Dalam kota Siang-im, keluarga Kiauw Siu pie didalam kota itu namanya terkenal, tidak satupun penduduk kota atau daerah sekitarnya tidak mengenal keluarga Kiauw Siu-pie.   Kiauw Siu-pie mempunyai tiga orang anak, semua sudah menjadi gadis, anak perempuan yang paling besar bernama Tay Ceng, berusia 19 tahun.   Anak yang kedua bernama Jie Ceng berusia 18 tahun sedang anak yang ketiga yang paling kecil bernama Liep Ceng, yang baru saja berusia 17 tahun.   Ketiga anak gadis Kiauw Siu-pie memiliki paras cantik serta potongan tubuh yang menggiurkan setiap anak-anak muda yang memandangnya, serta sifat dari ketiga anak gadis itu luwes dan sopan-santun, mereka dididik oleh Kiauw Siu-pie dalam hal kepandaian kesusasteraan yang tidak bisa dipandang enteng dan belum ada keduanya didalam kota Siang-im, mereka pandai membuat syair-syair yang indah.   Didalam kota Siang-im, tiga dara dari keluarga Kiauw merupakan bunga kota itu karena kecantikan serta potongan tubuh begitu pula kepandaian kesusasteraannya belum ada orang yang bisa menyamainya.   Entah sudah berapa ratus pemuda-pemuda, kongcu-kongcu dari keluarga bangsawan datang melamar salah seorang dari gadis cantik itu, tapi tidak satupun yang diterima lamaran mereka.   Penolakan-penolakan dara-dara manis terhadap lamaran-lamaran para kongcu-kongcu putra bangsawan atau pemuda anak-anak orang kaya dikarenakan ketiga gadis itu menganggap bahwa para kongcu dan pemuda yang melamarnya itu bukanlah laki-laki yang bisa diharapkan kepandaiannya maupun kecakapannya, mereka bertiga saudara menghendaki mempunyai suami yang berkepandaian luar biasa, serta memiliki kecerdikan serta kecakapan otak yang lebih cerdas dari mereka sendiri.   Itulah pemuda yang diidamkan ketiga gadis cantik kembang kota Siangim.   Dalam mencari jodohnya, memandang kaya atau miskin.   mereka tidak Kiauw Siu-pie menghadapi sifat-sifat sang anak perempuannya yang demikian, ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena soal hidup selanjutnya adalah menyangkut pada penghidupan sang putri dikelak kemudian, tergantung pada tangan mereka sendiri.   Pada hari itu, tepat pada harian Tiong-chiu, diwaktu hari masih pagi, burung-burung masih berkicau, udara masih terasa sejuk dingin menyegarkan, ketiga saudara itu bersama-sama pergi kekelenteng Sian-ceng To wan untuk bersembahyang guna minta Hok-khie ! Yang menjadi Wan-cu kepala kelenteng Siangceng To-wan adalah seorang Tosu yang bernama Kak Seng, sedang para tosu lainnya Kak Ceng, Bok Ceng dan Lo Ceng yang kepalanya pecah ditendang Liong Houw.   Si pengemis cilik Ho Ho pada lima hari yang lalu pernah numpang nginap dikelenteng tersebut, tapi dengan garang ia diusir pergi oleh Kak Ceng tosu.   Melihat sikap Kak Ceng tosu, si pengemis cilik merasa curiga, karena dalam pengembaraannya pada dua tahun yang lalu ia pernah berkunjung kekota ini dengan suhunya Pie tet Sin-kay, serta para tosu yang ada didalam kelenteng itu kenal baik dengan suhu Ho Ho.   Entah mengapa mendadak tosu yang dihadapi Ho Ho begitu galak, juga tidak satu diantara mereka yang dikenal si Pengemis cilik.   Dengan kecurigaannya, si pengemis cilik pada waktu malam ia menyatroni kelenteng Siang-ceng To-wan, dari atas genteng si-pengemis cilik Ho Ho bisa menangkap pembicaraan mereka didalam kamar.   Ternyata mereka adalah empat orang murid Liok Hap Tojin, pada waktu ini Liok Hap Tojin memerlukan banyak orang-orang perempuan yang masih gadis untuk dibuat bahan baku dalam latihannya guna mempertinggi iImunya, maka memerintahkan keempat murid-muridnya dibawah pimpinan Kak Seng pergi ke kelenteng Siang-ceng To-wan untuk menculik wanita-wanita yang bersembahyang didalam kelenteng.   Kak Seng dan Kak Ceng beserta dua adik perguruannya menjalankan perintah suhunya, dengan cepat pergi ke Siang-ceng To-wan didaerah Siang Im, mereka tiba pada tengah malam menyatroni kelenteng Siang-ceng To-wan, membunuh ketuanya beserta seluruh tosu-tosu yang ada.   Mulai saat inilah kelenteng Siang-ceng To-wan berganti pimpinan dan berganti tosu.   Kak Seng cs, melaksanakan perintah suhunya menculik orang-orang perempuan yang datang bersembahyang dengan menggunakan obat pules yang ditaroh didalam saputangan, bilamana saputangan yang sudah diberi obat Bie-hun-pe, bilamana orang yang mencium bau obat pules Biehun-pe, segera orang itu akan tidur pules tidak ingat orang.   Begitulah yang terjadi pada diri si tiga dara yang datang bersembahyang dikelenteng tersebut telah dibikin pules tidur oleh obat Bie-hun-pe Kak Seng tosu.   Kak Seng yang mendapatkan korban cantik jelita begitu, ia tidak tega untuk menyerahkan ketiga gadis jelita itu kepada suhunya Liok Hap tojin.   Maka setelah gadis itu pules tidur, dibawanya ke dalam kamar khusus, dengan maksud untuk menelan sendiri.   Kak Seng murid tertua Liok Hiap tojin mendapat giliran pertama untuk menikmati ketiga gadis itu sekaligus.   Setelah nanti ketiga gadis-gadis itu diantri oleh ketiga tosu adik seperguruan Kak Seng, barulah ketiga gadis cantik itu dibawa dengan tandu diserahkan kepada sang suhu.   Tapi baru saja niatan Kak Seng untuk memperkosa ketiga gadis itu dimulai, baru saja ia membuka pakaian luarnya, tiba-tiba menyerobot satu bayangan dekil menyerang Kak Seng.   Kak Seng kelabakan, ia berteriak-teriak, lari keluar memanggil adik-adik seperguruannya.   Maka terjadilah pertempuran dibelakang kelenteng, si pengemis cilik Ho Ho yang tadi menyerobot masuk berhasil diusir keluar dan akhirnya bertempur dibelakang kelenteng dikeroyok oleh dua orang tosu sute-sute Kak Seng.   Tepat pada saat itu Liong Houw lompat turun dari atas genteng, yang kemudian keluar pula Kak Seng yang sudah mengenakan pakaiannya kembali bersama seorang sutenya Lo Ceng yang membawa toya langsung mengemplang batok kepala Liong Houw, akhirnya tosu itu remuk batok kepalanya ditendang kaki Liong Houw.   Liong Houw yang sejak tadi diam saja mendengarkan cerita si pengemis cilik Ho Ho, tibatiba ia bertanya.   "Liok Hap Tojin si tosu keparat itu dimanakah sarangnya ? Apakah adik Ho mengetahuinya?"   Si pengemis cilik Ho Ho menggelengkan kepalanya;   "Aku hanya mendengar si tosu bercerita tentang tugas-tugas suhunya, sedang dimana sarang si tosu siluman itu aku tidak mendengar mereka sebutkan dimana tempatnya."   Setelah berkata begitu, si pengemis cilik Ho Ho, menepuk pundak Liong Houw dan berkata .   "Hayo kita berangkat kerumahnya tiga gadis tercantik kota Siang-im ini untuk menceritakan peristiwa yang terjadi kepada orang tuanya !"   Liong Houw mengikuti si pengemis cilik Ho Ho keluar kelenteng menuju rumah keluarga Kiauw Siu-pie.   00dwkz00 DlMUKA PINTU gedung keluarga Kiauw Siu-pie, disana terjadi keributan, suara hiruk pikuk ramai terdengar, orang-orang berkumpul berjejal-jejal ingin mengetahui apa yang telah terjadi dalam rumah gedung keluarga Kiauw Siu-pie yang terkenal mempunyai tiga orang anak gadis cantik jelita.   Liong Houw dan si pengemis cilik Ho Ho saling pandang sejenak, lalu mereka celingukan, lalu menyerobot masuk diantara orang-orang ramai yang berkerumun dimuka rumah gedung keluarga Kiauw Siu-pie.   Si pengemis cilik Ho Ho serabat serobot ia langsung memasuki pintu gedung rumah itu yang terbuka lebar.   Seorang tua kurus dengan matanya masih merah bendul habis menangis, menegur si pengemis cilik Ho Ho.   "Hei, kau anak bau mau apa,......Waw, waw, waw, waw,........."   Ia berkata sambil menangis.   "Kakek jangan nangis dulu, aku ingin menerangkan sesuatu padamu,"   Kata Ho Ho.   "Hu, hu.......waw....waw....waw.. waw, kau mau terangkan apa, loya sudah lenyap......waw, waw, waw, cilaka, bagaimana nona-nona kita juga belum pulang waw, waw.....waw waw,"   Orang itu berkata sambil menangis waw, waw waw, waw. Liong Houw yang juga mengikuti nyerobot dibelakang Ho Ho, bertanya kepada si kakek yang sedang menangis.   "Kakek, apa sebetulnya yang sudah terjadi ?"   Si kakek tidak menjawab, ia menangis semakin keras, waw, waww, waww, hauww...... tangannya menunjuk keatas dinding tembok dibelakang pintu.   "Aaaaa.."   Teriak Ho Ho, dan Liong Houw berbareng.   "Kun-see-mo-ong.......   "   Bergumam Ho Ho.   Diatas tembok dibelakang pintu terdapat tulisan yang coretan dan gayanya sama dengan tulisan yang terdapat didalam kelenteng Siang-ceng To wan, tulisan itu berbunyi .   Kiauw Siu-pie dan hujin telah kubawa sekalian.   Kun-see-mo-ong.   Setelah mereka membaca tulisan itu, Liong Houw segera berkata kepada si orang tua yang masih menangis sesenggukan waw-waw-waw.   "Lopek sudahlah ! Jangan menangis lagi, nona kalian juga sudah dibawa kabur oleh iblis itu, kau rawat saja rumah ini baik-baik."   Setelah berkata begitu Liong Houw menarik lengan si pengemis cilik Ho Ho berjalan keluar meninggalkan gedung keluarga Kiauw Siu-pie.   Mereka lalu masuk kedalam rumah makan Hopeng menangsal perutnya.   Terdengar suara Liong Houw berkata sambil menggeragoti buah apel didalam rumah makan itu.   "Adik Ho, apakah kau pernah mendengar nama Kim-nio-mo-ong Gwat Leng?"   Mendengar pertanyaan itu mata si pengemis cilik nyureng-nyureng, jidatnya berkerut-kerut agaknya ia sedang mengingat-ingat nama itu.   "Haaaaa....."   Suara kejut dan girang si pengemis cilik Ho Ho yang merasa bangga juga terkejut telah mengingat kembali siapa itu Kim-nio-mo-ong Gwat Leng, katanya .   "Menurut cerita guruku, Kim-nio mo-ong Gwat Leng pada tigapuluh tahun berselang adalah seorang iblis wanita yang malang melintang dirimba persilatan, sifat-sifatnya aneh dan sulit dijejaki, sebentar ia seperti orang dari golongan putih, sebentar melakukan kejahatan yang luar biasa jahatnya. Dialah guru Kun-se-mo-ong Teng Kie Lang. Semasa si murid Kun-se-mo-ong Teng Kie Lang malang melintang, iblis wanita itu tidak terdengar lagi kabar beritanya. Ada apakah toako tanyakan ini padaku ?"   Liong Houw menghentikan mengunyah buah apelnya, mulutnya menganga, baru ia berkata .   "Nenek Sian ! Kau masih ingat bukan nenek Sian........."   "Apakah nenek Sian dibunuhnya,"   Potong si pengemis cilik Ho Ho.   "Tidak ! Bukan dibunuh, dialah Kim-nio-mo-ong Gwat Leng si nenek Sian!"   "Haaaa, ha, haaaaa, hoooo..........,"   Si pengemis cilik Ho Ho tertawa berkakakan, ia merasa lucu mendengar kata-kata Liong Houw.   "Kau apa mimpi, toako, bagaimana nenek Sian kau katakan Kimnio-mo-ong Gwat Leng, huh, mungkin kau salah dengar cerita orang."   "Bukan, anak gembel!"   Kata Liong Houw agak mendongkol.   "Nenek Sian itulah Kim-nio-mo-ong Gwat Leng, aku sudah ditipunya, ia meminta kedua bilah pisau belatiku sebagai jaminan untuk anak asuhannya yang diculik Kun-see-moong........" Selanjutnya Liong Houw menceritakan dengan jelas apa yang pernah dialaminya didalam rimba dalam perjalanan menuju kota Siang-im. Mendengar keterangan yang terperinci si pengemis cilik menunjukkan wajah terkejut, ia mempercayai keterangan sang toakonya, lalu berkata .   "Pantas saja kejahatan Kun-se-mo-ong Teng Kie Lang sudah meningkat, ia tidak menculik gadis-gadis saja, bahkan sudah menculik orang tua mereka, huh, gila sekali."   "Mungkin ia sudah betul-betul gila,"   Kata Liong Houw.   "untuk apa ia menculik orang setua seperti Kiauw Siu-pie itu?"   "Mmmm........   "   Dengus si pengemis cilik Ho Ho.   "Mungkin akan dijadikannya perkedel, atau dibuat isi bakpau."   "Hayaaa.... aku lupa,"   Kata si pengemis cilik Ho Ho.   "Ketiga tosu siluman itu entah pergi kemana, seharusnya kita mengikuti jejak mereka mencari tahu dimana sarang silumannya, sedapat mungkin harus kita hancur leburkan."   Liong Houw mengangguk-angguk, tanda setuju pendapat sang adik angkat yang ugal-ugalan.   Setelah selesai menangsal perutnya memberesi rekening makanan, mereka melanjutkan perjalanan.   Satu hari kemudian mereka tiba dikota Tonghien-cien, yang terletak diatas dataran sebuah bukit, memasuki rumah makan disana sudah ramai orang makan minum sambil bicara-bicara agaknya pembicaraan orang orang itu sangat serius sekali.   Liong Houw segera menarik tangan si pengemis cilik Ho Ho kesebuah meja yang masih kosong dipojok kanan bagian tenggara dari rumah makan itu.   Si pengemis cilik yang mendengar orang-orang pada kasak kusuk berbicara sangat serius ia segera bertanya kepada salah seorang yang duduk berdampingan dengan mejanya, orang itu berumur sekira empat puluhan tahun berpakaian ringkas seperti seorang ahli silat, berwajah terang, menunjukkan sikapnya yang baik hati.   "Aya, masakan kau belum tahu,"   Kata orang tua itu kepada si pengemis cilik Ho Ho.   "Didalam beberapa bulan dengan mendadak telah terjadi kejadian yang gaib sampai berulang empat lima kali dengan beruntun ! entah berapa banyak gadisgadis yang sedang berjalan dijalan sebelah utara dengan mendadak mereka menampak segulungan angin Yo kak hong yang melibat tubuh mereka, lalu gadis-gadis dibawa terbang dan entah mereka dibawa pergi ke-mana, kejadian itu sesungguhnya sangat mengherankan dan telah terjadi berulangulang, meskipun para famili gadis-gadis itu mencarinya ke setiap pelosok tempat, akan tetapi hasilnya tetap nihil. Ada orang bilang di beberapa gunung yang berdekatan dengan tempat ini, dengan mendadak telah muncul satu siluman macan, itu gulungan angin Yo-kak-hong, adalah hawa yang keluar dari siluman macan. Ada pula yang bilang, dibeberapa goa dipuncak gunung telah muncul satu manusia....."   Siluman yang suka makan Ho Ho setelah mendengar memandang wajah Liong Houw.   cerita itu ia Setelah selesai santapan, kembali mereka melakukan perjalanan, sebagai dua orang anak muda yang masih senang dengan segala macam keanehan-keanehan yang muncul dalam dunia, mereka berjalan pergi menyerap nyerapi berita tentang munculnya siluman-siluman itu.   Di tengah-tengah jalan mereka berjumpa dengan beberapa puluh orang yang masing-masing telah kehilangan anak gadisnya.   Karena itu maka mereka percaya akan obrolan orang didalam rumah makan.   Si pengemis cilik Ho Ho dan Liong Houw berjalan menuju ke jurusan barat, mereka meliwati beberapa puluh puncak-puncak gunung serta goagoa tempat sarang macan, akan tetapi sampai pada saat itu mereka belum menemukan tempat yang mencurigakan.   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Pada suatu hari mereka tiba dibawah kaki gunung Ouw ong-san, mereka berdua melihat keadaan gunung itu sungguh sangat berbahaya, puncak gunung itu menjulang tinggi seolah menembus langit, tak tampak puncaknya tertutup oleh awan-awan yang memutih tebal.   Mereka menaiki puncak gunung tersebut, ternyata disalah satu puncak gunung lapat-lapat tampak dua buah rumah berhala yang sudah tua, yang letaknya dikelilingi pohon-pohonan yang daunnya lebat, juga diatas gunung itu tampak satu anak sungai yang mengalirkan airnya dengan deras, anak sungai itu lebarnya kira-kira 7-8 kaki lebih.   "Apakah toako sudah lihat?"   Tanya si pengemis cilik Ho Ho.   "Bilamana betul-betul disini ada semacam manusia sebangsa siluman, aku yakin mereka bersarang didalam itu rumah berhala, karena keadaan tempat ini berbeda dengan keadaan puncak gunung lainnya, mari kita terus naik menyelidiki puncak gunung itu."   "Betul !"   Kata Liong Houw sambil menganggukkan kepala.   "Menurutku, juga tidak salahnya kita naik keatas gunung buat menyelidiki, dan kita tunggu sampai matahari sudah terbenam ke barat, bilamana betul disana ada siluman pasti akan terjadi keanehan-keanehan pada malam hari."   Berkata sampai disitu, mendadak saja mereka melihat diatas jalanan sempit berjalan seorang tukang potong kayu yang sedang jalan mendatangi. Liong Houw melihat orang itu, cepat mendatanginya, ia bertanya ;   "Toako, numpang tanya, diatas gunung ini semuanya ada berapa puluh rumah berhala? Dan didalam rumah berhala-berhala itu apakah ditinggali oleh padripadri?"   "Adik-adik apakah datang dari tempat jauh?"   Balik tanya si tukang kayu dengan keringat yang masih mengalir.   "Betul,"   Jawab si pengemis cilik Ho Ho. "Pantas saja kalian tidak tahu, kiranya kalian anak-anak dari luar daerah ini,"   Kata tukang kayu sambil menganggukkan kepala.   "Aku beri tahu pada kalian, gunung ini bernama Ouw-ong-san, diatas gunung terdapat tiga buah rumah berhala, yaitu Ouw hong-ko-sat, Liok-ong-sie dan Ma-kongsu, semua rumah-rumah berhala kuno. Dan diatas gunung terdapat banyak sekali binatang-binatang buas yang seringkali mencelakakan orang yang sedang jalan, maka rumah berhala itu sudah tidak lagi didiami oleh para padri-padri. Tapi pada tiga bulan belakangan ini, di pintu dirumah berhala Ouw-hong-ko-sat dengan mendadak terpasang satu Teng-liong semacam lampu gantung yang berwarna merah diwaktu hari sudah mulai gelap Teng mulai dinyalakan, sehingga sampai pada bunyi kentrongan yang ketiga baru teng itu dipadamkan kembali."   "Hmmm....."   Dengus Ho Ho.   "Setiap hari biasanya tidak tertampak ada bayangan orang yang naik keatas puncak gunung,"   Berkata lagi si tukang kayu.   "Tapi sangat heran sekali, pada waktu-waktu belakangan ini aku sering melihat keanehan keanehan, sudah dua kali aku melihat dari sebelah timur tertampak segulungan angin Yo-kak-hong yang melayang mengepul keatas gunung, tingginya kirakira -kira 0 kaki lebih, dan besarnya gulungan angin itu kira kira ada 4 atau 5 kali pelukan orang, angin Yo kakhong itu bergulung-bergulung melewati pohonpohonan yang lebat, terus menuju keatas puncak gunung dengan mengikuti jalanan yang melingkar dan ketika sampai dipintu gereja Ouw-hong-Ko-sat gulungan angin Yo-kak-hong berhenti dan lenyap, kejadian itu selalu terjadi pada waktu menunjukkan Sin-sie (antara jam 3-5 sore). Kejadian itu sebetulnya permainan apa sampai saat ini juga aku tidak mengetahui."   Si pengemis cilik Ho Ho yang mendengar penuturan tukang kayu itu, berjingkrak-jingkrak kegirangan. Si tukang kayu yang menyaksikan kelakuan si pengemis cilik Ho Ho agak tercengang heran, tapi cepat ia berkata.   "Sebaiknya kalian anak-anak jangan menuju kepuncak gunung itu, sungguh berbahaya, selain binatang-binatang buas mungkin juga di sana muncul siluman."   Setelah berkata begitu si tukang kayu segera melanjutkan perjalanannya. Tanpa menunggu reaksi kedua pemuda itu ia mengangkat potonganpotongan kayunya dipanggul lalu lari turun gunung.   "Toako, bagaimana rencana selanjutnya untuk menyelidiki tempat itu ?"   Tanya si pengemis cilik Ho Ho.   "Mengapa kau mesti tanya bagaimana, atau tidak bagaimana ?"   Berkata Liong Houw.   "malam ini juga kita lanjutkan perjalanan menuju puncak gunung untuk membasmi para siluman-siluman itu." 0)0od^wo0(0    Jilid ke 10 SI PENGEMIS cilik berpikir sebentar lalu memberi usul .   "Menurut hematku, lebih baik kita pulang dulu, memberitahukan kepada suhu dan kawan-kawan yang berkepandaian tinggi, karena dengan ilmu siluman yang menculik gadis-gadis dengan menggunakan angin Yo-kak-hong tentunya siluman itu memiliki ilmu kepandaian hebat, sudah pasti ilmu silatnya tidak berada dibawah kepandaian kita."   Tapi Liong Houw lain pendapatnya, sebelum menjajal kepandaian orang itu perlu apa takuti segala macam siluman.   "Aku si pengemis cilik Ho Ho bukannya bernyali tikus takut mati,"   Kata Ho Ho.   "Yang kupikirkan setiap apa yang kita kerjakan harus mendapatkan hasil yang gemilang, jangan sampai gagal ditengahtengah, bagaimana sekiranya kalau akhirnya kita tertangkap mereka, toch rahasia ini akan tertutup, untuk seterusnya si siluman bebas melakukan kejahatannya didalam rimba persilatan."   Setelah mendengar keterangan si pengemis cilik, Liong Houw menganggukkan kepala, ia setuju pendapat sang adik angkat yang ugal-ugalan tapi juga bisa berpikir panjang.   Maka mereka berunding.   Liong Houw naik keatas puncak gunung menyelidiki kemisteriusan itu, sedang si pengemis cilik Ho Ho menunggu dibawah kaki gunung.   Liong Houw berkata kepada si pengemis cilik Ho Ho.   "Kalau pada kentrongan ketiga nanti malam aku belum turun gunung, itu berarti kau tidak perlu tunggu lama-lama disini, cepat laporkan pada suhumu yang aku disini mendapat kecilakaan."   Setelah berkata begitu Liong Houw dengan gesit melejit kearah puncak gunung.   Mengikuti petunjuk si tukang kayu yang mengatakan bahwa itu angin Yo-kak-hong selalu berjalan melalui jalan timur naik keatas gunung, maka langkah kaki Liong Houw diputar menuju ketimur mengikuti jalan yang kecil berliku-liku diatas lereng pegunungan itu.   Tak lama kemudian matahari doyong ke sebelah barat dan terus menyelusup diantara puncakpuncak pegunungan, tampak pemandangan sore diatas puncak gunung itu amat indah dan permai.   Liong Houw yang mengikuti jalan berliku-liku, tiba pada satu jalan yang bercabang tiga berliku menuju keatas puncak gunung, ia tidak mengetahui jalan yang mana jalan yang menuju ke tempat sarang siluman.   Dengan kecerdikan otaknya, Liong Houw dengan sekali lihat saja ia sudah dapat mengetahui jalan yang sebelah kiri adalah jalan yang benar, karena jalanan itu tampak rata seperti pernah diinjak kaki manusia, sedang kedua cabang jalan yang lain banyak batu-batu dan rumput tumbuh disana sini.   Dengan melalui jalan itu Liong Houw terus naik keatas hingga akhirnya sampailah ia kesebuah jurang.   Waktu itu hari perlahan-lahan sudah mulai gelap, suara gerengan macan dan berbagai binatang buas terdengar dengan saling sahutsahutan, suara-suara itu mirip dengan jeritan atau tangisan setan atau jin.   Sebagai seorang pemuda yang biasa berjalan diatas pegunungan, berkeliaran di atas lampinglamping gunung dan jurang, maka suara-suara gerengan yang menyerupai suara setan dan jin itu yang ditimbulkan oleh binatang-binatang buas sudah menjadi biasa, Liong Houw tidak takut atau keder, dengan tenang terus berjalan kesebelah atas, hingga akhirnya ia berhasil tiba diatas jurang yang lebih tinggi.   Jurang itu yang merupakan puncak dari gunung Ouw-ong-san.   Diatas puncak itu Liong Houw menampak tiga rumah berhala, rumah berhala yang paling besar letaknya ditengah-tengah, dan tampak sangat angker, sedang disebelah timur selatan berdiri sebuah pagoda yang sangat tinggi seolah-olah menembus awan ! Selain itu masih ada dua kelenteng kuno, yang satu berada dilamping sebelah barat sedang yang lainnya terletak disebelah puncak barat utara.   Malam itu sang rembulan menguning di atas langit biru dihiasi bintang-bintang kemerlapan.   Dengan bantuan sinar sang rembulan Liong Houw memperhatikan sekeliling puncak gunung Ouwong-san, disana tak terdapat sebuah rumahpun, empat penjuru puncak gunung tampak sepi sunyi, hanya terdengar deruan angin pegunungan menghembus daun-daun pohon bergoyang-goyang.   Kedua rumah berhala disebelah barat dan dibarat utara tidak tampak api penerangan, keadaan kedua rumah berhala itu gelap sunyi sepi.   Pada kelenteng yang berada di-tengah; diruang besar tampak sinar lampu pelita yang menyorot keluar, juga dari sana berhembus bau harum asap hio, juga sayup-sayup terdengar orang bicara.   Liong Houw yang menyaksikan itu, segera mengetahui bahwa didalam berhala itu tentu ada penghuninya, entah manusia atau siluman jin atau setan, lalu ia berlari ke arah berhala itu, menjejakkan kaki lompat keatas wuwungan berhala laksana siluman terbang.   Dari wuwungan sebelah barat ia berjalan ke wuwungan sebelah timur dengan kecepatan laksana terbang.   Liong Houw sampai diatas wuwungan dalam ruangan sebelah timur, ia lalu membelok pula terus menuju keruang tengah, disana ia ngedakom diatas wuwungan genteng berhala, dengan menggunakan sepasang matanya yang jeli berwarna biru, ia memperhatikan sekeliling empat penjuru, memperhatikan dengan teliti.   )kzdw[ PINTU DEPAN berhala sudah tertutup rapat, juga tidak tampak sinar penerangan, sedang dikedua pinggiran dipavilyun tertampak banyak sekali bayangan orang yang sedang bergerak-gerak dengan tidak berhenti-henti, mereka simpang siur.   Ternyata rumah berhala itu adalah rumah berhala Ouw-hong-ko-sat, didalamnya terdapat lima ruangan, diantara ruangan depan dan ruangan tengah, terdapat satu ruangan Thian-ongthian dengan tiga kamar, diantara ruangan tengah dan ruangan besar juga terdapat satu ruangan Ceng-bu-thian yang mempunyai tiga kamar pula.   Didalam ruangan Thian-ong-thian, terdapat sinar lilin serta bau harumnya asap-hio yang menembus lubang hidung Liong Houw, begitu pula dalam ruangan Ceng-bu-thian yang terletak disebelah belakang ruangan tengah, disana tampak beberapa orang sedang menyakinkan ilmu berlatih di waktu malam.   Mata Liong Houw terbelalak lebar, karena orangorang itu adalah orang-orang perempuan yang berusia kira-kira baru -baru 0 tahun, rata-rata mereka berparas cantik dan memiliki bentuk potongan tubuh yang menggiurkan bagi laki-laki yang melihatnya.   Liong Houw segera melangkahkan kakinya terus berjalan menuju keruangan Ceng-bu-tian dengan mengambil jaIan dari lubang pian rumah berhala lalu memandang kebawah.   Didalam ruangan itu terdapat seorang tosu yang berwajah persegi dan berjenggot pendek, sedang badannya memakai pakaian Pak-kwa-siu-kim-toopauw, ditangannya mencekal kebutan, si tosu itu sedang duduk dibawah patung Ceng-bu-tay-tee, didepannya berbaris berpuluh-puluh perempuan muda dengan setiap barisan terdiri dari 4 orang dengan berbaris empat-empat kebelakang, hingga sampai pada barisan yang kesembilan.   Barisan yang kesembilan paling belakang disana hanya terdiri dari tiga orang.   Perempuanperempuan cantik yang berbaris itu mengenakan pakaian aneh-aneh, sikap mereka lemah lembut.   Dan menghormat kepada si tosu.   Si Tosu dengan menggunakan sepasang matanya yang bersinar, memandang kepada perempuanperempuan muda.   Begitu pandangan matanya sampai dibelakang barisan yang kesembilan, ternyata hanya terdiri dari tiga orang, wajah si tosu berubah bengis dan gusar, ia membentak .   "Itu perempuan she Lie, mengapa tidak ikut serta datang kesini mendengar Pun-hoat-su punya pelajaran ?"   Mendengar suara si tosu bernada bengis, segera tampil satu perempuan yang menjadi kepala rombongan, perempuan itu berkata .   "Harap Hoatsu jangan gusar, itu perempuan memang mempunyai tulang sombong dan bandel sekali, tapi setelah menerima nasehat-nasehat serta bujukan hamba, barulah ia mengetahui bahwa disinilah sesungguhnya merupakan satu tempat dewa, dan selanjutnya ia bersedia menerima pelajaranpelajaran Tay-hoat-su, hanya disayangkan bahwa ia sudah dua hari ini tidak enak badan, kepalanya sakit dan badannya juga panas, maka ia minta ijin pada Tay-hoat-su supaya memberikan sedikit kelonggaran buat tiga hari lamanya......" "Oh kalau begitu, baiklah,"   Berkata si tosu sambil menganggukkan kepala.   Setelah berkata demikian, si Tosu mengambil satu peles yang berwarna emas, dari dalam peles itu, ia keluarkan dua butir pel yang agak besar, kemudian ia berikan pada perempuan yang menjadi ketua rombongan dan berkata .   "Kau berikan dua butir pel ini padanya penyakitnya pasti segera sembuh."   Perempuan kepala rombongan itu menyambuti dua butir pel, sambil mengucapkan terima kasih, lalu ia berjalan pergi.   Perempuan kepala rombongan keluar melalui jalan pintu sebelah barat dan terus berjalan keserambi yang panjang, setelah sampai diujung serambi kamar tersebut, lalu ia membelok masuk kesatu pintu yang berbentuk bunder, lalu ia terus berjalan lagi menuju kesebelah barat.   Perempuan kepala rombongan itu sampai disuatu ruangan besar, ruangan itu terdiri dari dari 0 lebih kamar, lalu si perempuan kepala rombongan itu masuk kesalah satu kamar.   Dalam kamar itu terhias indah, didinding kamar tergantung lukisan Naga, lukisan bunga-bunga aneka warna, keindahan dan susunan kamar itu seperti kamarnya permaisuri raja.   Dari atas wuwungan Liong Houw terus mengikuti langkah-langkah kaki perempuan kepala rombongan itu, ia ingin tahu apa yang akan dikerjakan oleh perempuan itu.   Mata Liong Houw yang jeli bisa melihat didalam kamar itu duduk seorang wanita cantik sedang tulak dagu, ia duduk bengong dengan wajah cemas dan kuatir.   Hampir saja Liong Houw menubruk masuk menampak wanita muda itu, karena itulah sang kekasih Lie Eng Eng ! Tapi pikiran jernihnya segera menahan maksud hatinya, ia urungkan tubrukannya, ia tetap mengawasi tingkah lakunya perempuan yang membawa dua pel tadi.   Ketika si perempuan kepala rombongan memasuki kamar, Lie Eng Eng sedang menunjukkan wajah duka, dengan tertawa dipaksa kemudian ia bertanya pada si perempuan kepala regu yang baru masuk.   "Cici datang kesini ada urusan apakah?"   "Moay-moay !"   Terdengar perempuan itu berkata pada Lie Eng Eng sambil tertawa.   "Semua orang mengatakan kau ini sesungguhnya sangat bodoh sekali, kau harus ketahui, pelajaran Hoat-su sesungguhnya sangat baik, karena kalau saja ia tidak berjodoh denganmu tentunya Hoat-su tidak bisa menggunakan ilmunya untuk membawamu kemari, setelah tiba disini membuktikan jodohmu sangat bagus. Rejekimu besar. Seorang hidup didunia buat waktu 100 tahun lamanya, sangatlah pendek, maka siapakah yang tidak menginginkan mempunyai umur yang panjang dan awet muda ? Moay moay ! Kau harus dengar nasehat Gie-cie yang baik ini, tentu apa yang kukatakan tadi tidak akan merugikan dirimu, bahkan membawa banyak faedah bagi kehidupanmu kelak dikemudian hari. Kesehatanmu kini terganggu, sudah kulaporkan pada Hoat-su, ia memberikan dua butir obat pel ini, makanlah, nanti kesehatanmu segera akan pulih kembali dan tubuhmu jadi tambah segar dan bersemangat."   Lie Eng Eng menganggukkan kepala lalu menghaturkan terima kasih, kemudian ia telan dua butir pel pemberian si Tosu.   Tak lama kemudian perut Lie Eng Eng terdengar berbunyi keras sekali, sehingga tidak bedanya dengan bunyi guntur dan hawa panas segera menembus keatas dan kebawah tubuhnya, sedang semangatnya betul saja ia merasakan bertambah, dalam hati Lie Eng Eng sangat heran, tapi ia masih tidak mengetahui yang dirinya telah dipengaruhi oleh satu kekuatan iblis, karena setelah memakan pel itu, sikapnya berubah, ia kongkouw-kongkouw dengan perempuan kepala regu tadi membicarakan soal pelajaran ilmu To dan Siu-heng.   "Kalau aku disuruh Siu-heng dan mempelajari ilmu To ditempat ini, aku tidak keberatan, karena hal itu tidak ada bahayanya bahkan banyak kebaikannya,"   Demikian kata Lie Eng Eng.   "Tapi terhadap satu soal, maafkan saja, meskipun aku mati aku tidak akan menurut."   "Terhadap soal apakah itu ?"   Perempuan kepala regu dengan cepat. tanya si Lie Eng Eng mendengar pertanyaan itu, wajahnya berubah merah lalu dengan agak kemalu-kemaluan ia berkata ;   "Itulah soal Twahoat-su berniat mencemarkan kehormatanku ! Itulah yang aku tidak bisa lulusi, dengan terusterang kukatakan, meskipun aku dibunuh tidak nanti aku berikan kehormatanku dicemarkan."   "Anak bodoh !"   Bentak perempuan kepala regu itu sambil tertawa.   "Hoat-su mau memberikan dua pil obat padamu, itu disebabkan keberuntunganmu yang amat besar, mengapa kau tidak mau melulusi niatannya ?"   "Mana aku berani terima?"   Berkata Lie Eng Eng menggelengkan kepala.   "Biarlah rejekiku tipis, tapi aku ingin belajar ilmu dengan jalan suci."   "Setiap orang memang memiliki pikiran lain,"   Berkata pula si perempuan kepala regu sambil tertawa.   "Semua itu tidak bisa dipaksakan, jika kau hanya ingin mempelajari ilmu saja, dikemudian hari kau jangan menyesal, apabila tidak bisa Ceng ko (naik jadi dewa)."   "Aku tidak akan menyesal,"   Berkata Lie Eng Eng dengan tegas. Perempuan kepala regu itu tertawa dan lalu kongkouw-kongkouw yang tidak ada juntrungannya. Akhirnya si perempuan kepala regu berkata .   "Malam ini Hoat-su akan pergi kekamar no. 13 disebelah timur, untuk memberikan obat pada itu perempuan yang menetap di kamar itu, maka aku terus membantu Hoat-su, sampai disini saja dulu, nanti kita akan bertemu lagi pada besok pagi,"   Lalu perempuan kepala regu itu pergi keluar kamar meninggalkan Lie Eng Eng.   Liong Houw yang berada diatas wuwungan, ia telah dengar apa yang dibicarakan oleh perempuan itu dengan terang dan jelas, ketika menampak perempuan itu sudah meninggalkan kamar Lie Eng Eng, segera ia enjot kakinya melayang masuk kedalam kamar Lie Eng Eng.   Lie Eng Eng melihat adanya sesuatu yang melayang masuk, kagetnya bukan kepalang, dan ketika ia tegasi ternyata bayangan itu adalah bayangannya Liong Houw si pemuda yang sudah menjadi idaman hatinya.   Tanpa disadari ia berseru kaget dan girang bercampur aduk.   "Titlie !"   Tegur Liong Houw terharu.   "Bagaimana kau bisa sampai dibawa ketempat ini ?"   "Toako.........sulit untuk menerangkan secara jelas bagaimana aku sampai diculik ketempat ini,"   Berkata Lie Eng Eng.   "Hai siluman itu memiliki ilmu siluman yang tinggi sekali, aku sudah tiga kali mencoba melarikan diri, tapi setiap kali melarikan diri setiap kali itu pula si tosu membetot kembali diriku dengan ilmu silumannya hingga aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ingin rasanya aku cepat mati ditempat ini, tapi kematian itu tidak pernah kunjung datang. Toako sebaliknya lekas toako turun gunung cari suhuku, katakan padanya agar secepatnya minta bantuan Ceng-it Cinjin cianpwe, hanya Ceng-it Cinjinlah satu-satunya orang yang sanggup memecahkan ilmu siluman si tosu. Cepatlah toako pergi turun gunung sebelum mereka mengetahui kehadiranmu ditempat ini!"   "Sutit, cepat kita lari dari tempat ini!"   Ajak Liong Houw.   "Tidak mungkin, si tosu siluman sangat lihai dengan gerakan kita berdua telinganya lebih tajam mendengar langkah-langkah kaki, lebih aman kalau Toako pergi sendiri, biarlah aku menunggu disini!"   Kata Lie Eng Eng.   Liong Houw setelah mendengar ucapan itu, hatinya sangat terperanjat, tanpa mengucapkan apapun ia segera melesat pergi meninggalkan kamar Lie Eng Eng guna secepatnya mencari daya upaya menolong sang kekasih.   Dari kamar Lie Eng Eng ia terus berjalan menuju keruangan sebelah timur, ruangan itu mempunyai satu pekarangan luas disana terdapat berderetderet beberapa kamar.   Jumlah kamar-kamar tersebut sebanjak sebanjak 0 buah, dengan menggunakan jari tangannya Liong Houw menghitung, sampai pada kamar yang ketiga belas disana tampak sinar lampu yang menyorot keluar keadaan kamar itu terang benderang, sedang penghuni kamar itu tampak begitu jelas.   Pemuda kita dengan berindap-indap berjalan mendekati kamar itu, ia berdiri dimuka jendela kamar, ditepi jendela terdapat pot bunga ros, maka dengan mudah ia berlindung bersembunyi dibalik pohon bunga ros itu, ia mengintai kedalam.   Apa yang tampak didalam ruangan itu membuat hati pemuda kita berdebar keras, rasa kemarahannya memuncak.   Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Didalam kamar nomor 13 itulah, seorang gadis yang baru berusia kira-kira 17 tahun sedang meronta-ronta berusaha membebaskan dirinya dari rejangan empat orang perempuan yang sedang menelanjangi tubuhnya, gadis itu diringkus kaki tangannya, meskipun si gadis berusaha terus berontak, tapi akhirnya tidak berdaya menghadapi rejangan keempat perempuan.   Dan tubuhnya berhasil ditelanjangi.   Dari luar kamar mendatangi si tosu yang kini mengenakan pakaian hitam dengan langkah tenang dan perlahan-lahan ia memasuki kamar itu dan lalu berdiri didepan pembaringan gadis yang sudah telanjang tidak berdaya direjang oleh empat orang perempuan.   Tampak tubuh si gadis masih berkutetan berusaha membebaskan diri.   Mulut si Tosu jahat tampak berkemak-kemik didepan gadis tadi, matanya menatap tajam kearah mata si gadis yang masih direjang oleh empat orang perempuan.   Setelah mulut si tosu selesai berkemak-kemik, tampak si gadis yang direjang mendadak tidur pulas.   "Apakah kotorannya sudah keluar ?"   Tanya si tosu pada perempuan yang merejang gadis tadi.   Perempuan itu menganggukkan kepala mengiyakan, kemudian ia mengambil sepotong baju dalam dari bawah ranjang, dengan tangannya perempuan itu menunjukkan pada tanda darah yang terdapat diatas baju dalam itu, kemudian berkata .   "Baru tadi sore keluar."   Setelah itu si tosu memerintahkan keempat perempuan itu pergi.   Si gadis yang tadi tidur pulas setelah memakan pel yang dijejalkan kedalam mulutnya, tak lama kemudian membuka mata, wajahnya merah, sepasang mata jeli si gadis itu memandang kearah si tosu dengan pandangan mata penuh birahi, mulutnya berkemak kemik seakan hendak mengucapkan sesuatu tetapi selalu diurungkan pula.   Si tosu yang menyaksikan korbannya sudah terpengaruh pel obatnya yang ternyata adalah obat perangsang.   Mengetahui kalau sang korban sudah naik birahinya, ia pura-pura tidak tahu akan kejadian itu.   Ia berjalan mundar mandir dalam kamar.   Sedang si gadis yang nafsu birahinya sudah terangsang hebat akibat pel obat tadi, matanya berbinar-binar menatap kearah sipadri yang masih berjalan mundar mandir didalam kamarnya, dipengaruhi oleh hawa nafsu birahi yang meluapluap si gadis berkata .   "Harap Tay-hoat-su cepat berikan pelajaran untuk teecu segera laksanakan."   Si tosu yang mendengar permintaan si gadis, ia membalikkan tubuh menghadapi si gadis yang masih terlentang telanjang bulat diatas tempat tidurnya lalu katanya.   "Touw-jie. Ini adalah keinginanmu sendiri.......sudahlah, aku akan memberikan kepadamu kenikmatan yang luar biasa yang tidak pernah terdapat didalam dunia ini."   Setelah berkata begitu, si tosu membuka bajunya dan naik keatas pembaringan.   Disaat itu, telinganya mendengar suara dengusan dari sebelah luar jendela.   Mendengar suara dengusan itu, si Tosu mengetahui kalau diluar ada orang yang sudah mengetahui akan perbuatannya, tapi dengan tenang ia menggerakkan tangan kanannya, dari sana meluncur sinar merah dengan kecepatan luar biasa menyerang ke arah suara dengusan tadi, tak lama terdengar suara gedabrukan satu tubuh manusia.   Ternyata suara kedabrukan itu adalah suara jatuhnya tubuh Liong Houw yang ketika ia hendak menerobos masuk dengan mendadak menampak satu sinar merah menyerang kearahnya, tubuhnya segera melejit mengelakkan datangnya sambaran sinar merah tadi, tapi kecepatan sinar merah sungguh luar biasa, belum lagi Liong Houw tahu apa yang terjadi tubuhnya sudah terjerat oleh jala kawa-kawa berwarna merah, jatuh ambruk kelantai.   Tubuh Liong Houw berkutetan berusaha melepaskan jaring kawa-kawa yang mengikat dirinya, tapi begitu tubuhnya bergerak, begitu pula si jala itu menjerat semakin erat, akhirnya pemuda kita terperangkap kedalam sebuah sarang labalaba berwarna merah.   Bertepatan pada saat itu, tampak dua perempuan muda berlari datang, menggotong tubuh Liong Houw kesebelah dalam, kemudian dikeram dikamar kosong dalam pavilyun sebelah barat.   Si Tosu siluman karena adanya gangguan Liong Houw terpaksa menunda niatannya, setelah mengetahui si pemuda sudah tertangkap, dengan kalem, ia melanjutkan usahanya.   Didalam kamarnya si tosu siluman berkemak kemik sekian lama, baru ia suruh seorang perempuan membawa Liong Houw menghadap.   Tak lama kemudian Liong Houw telah dibawa menghadap diruangan besar.   "Binatang alas dari mana yang begitu berani datang ketempat keramat ini?"   Kata si tosu siluman sambil tersenyum dingin.   "Hayo lekas terangkan agar nanti kalau kau mati tidak mati penasaran."   Mendengar ucapan si tosu siluman Liong Houw naik darah, lalu memaki.   "Siluman durhaka! Kau telah banyak berbuat kejahatan, semua orang ingin sekali membunuh dirimu, kau tanya aku datang kesini hendak berbuat apa? Huh, tuan besarmu ini datang kemari sebetulnya hanya hendak mencopot batok kepalamu, sungguh sial tuan besarmu masuk perangkap, mungkin sudah takdir, sekarang setelah tuan besarmu tertangkap kalau kau mau bunuh, bunuhlah, jangan banyak cingcong tidak keruan."   "Sungguh satu binatang alas yang bandel."   Terdengar si tosu berkata sambil gelengkan kepala dan tersenyum dingin.   "Kau berani mati, justru sebaliknya aku tidak menghendaki kau mati. Hai, kalian cepat bawa binatang alas ini, sekap didalam kamar tahanan, setiap hari beri sedikit makanan kering jangan diberi minum, biar ia mati kelaparan!"   Dua orang perempuan segera menganggukkan kepala, lalu membawa Liong Houw dijebloskan kedalam kamar tahanan.   Pengemis cilik Ho ho menunggu Liong Houw sampai pada keesokan harinya di waktu Sien-sie (antara jam 7-9), ia masih belum melihat bayangan Liong Houw turun gunung.   Atas kejadian itu maka ia lantas mengetahui bahwa Liong Houw mendapat kecilakaan diatas puncak gunung, atau setidak-tidaknya tertawan oleh manusia siluman.   Maka segera ia meninggalkan tempat itu menuju kota Siang-im, selanjutnya meneruskan perjalanan mencari suhunya.   Dengan sangat kebetulan sekali didalam perjalanan ia bertemu dengan Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw, guru Lie Eng Eng yang juga sedang mencari-cari jejak muridnya.   Pengemis cilik Ho Ho menceritakan kepada Sinkiong-kiam Ong Pek Ciauw tentang apa yang terjadi atas diri Liong Hauw.   Setelah mendengar laporan pengemis cilik Ho Ho, wajah Ong Pek Ciauw menjadi pucat, dengan cepat berkata .   "Celaka duabelas, menurut cerita orang, pada limabelas tahun yang lalu digunung Ong-ong-san telah terjadi beberapa kejadian yang aneh-aneh, menurut keterangan tokoh tokoh silat yang pernah menyelidiki di-puncak gunung itu berdiam seorang tosu siluman yang sering melakukan kejahatan-kejahatan mencemarkan kesucian wanita baik-baik, ia senang sekali menggunakan ilmu silumannya menculik gadisgadis dari berbagai tempat, dibawa keatas gunung dicemarkan kesuciannya, tapi mendadak selama belasan tahun entah mengapa tidak terdengar lagi jejak beritanya si tosu siluman. Tak kuduga kini ia muncul kembali digunung Ouw-ong-san. Si tosu siluman itu ilmunya tinggi dan lihai, orang-orang yang diculiknya bukan saja gadis-gadis yang tidak berkepandaian, bahkan orang-orang berilmu tinggi masih bisa dicomot oleh ilmu siluman si tosu. Si tosu juga tidak mempan segala senjata tajam, kulitnya kebal. Menurut kabar, si tosu siluman paling takut mendengar suara Guntur dan api, orang yang paling ia takuti ialah Ceng-it cinjin. Pernah pada limabelas tahun yang lalu, ketika Ceng-it cinjin melakukan perjalanan ke Siang-im dari See-cong, lebih dulu ia pergi ke 18 gunung dan bukit membasmi segala macam siluman dengan menggunakan pedang Guntur, sejak itulah si tosu siluman lenyap tiada kabar beritanya lagi. Kau cepat cari suhumu dua hari kemudian kita berkumpul dikota Siang-im di Kelenteng Siangceng To-wan. Aku akan berkunjung kegunung Liong-houw-san meminta bantuannya Ceng it cinjin."   O o odzo o O Mengikuti perjalanan Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw dengan menunggang kuda siang malam melakukan perjalanan menuju gunung Lionghouw-san, hingga keesokan harinya ia tiba dikaki gunung Liong-houw-san lalu melanjutkan perjalanannya dengan berlarian mendaki puncak gunung Liong-houw-san menuju ke pesanggerahan Ceng-it cinjin.   Setibanya dipesanggerahan, Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw menceritakan hal yang menimpa diri Liong Houw.   Setelah mendengar cerita Ong Pek Ciauw, Cengit cinjin mengangguk-anggukkan kepala lalu berkata .   "Pada lima belas tahun yang lalu, aku mengubrak abrik sarangnya, entah ia lenyap kemana, mendadak kini sudah muncul kembali. Sulitnya si tosu siluman itu memiliki ilmu yang luar biasa tingginya, ia hanya takut kepada pedang guntur milikku tapi itupun hanya bisa membuat siluman itu lari ngacir belum bisa membunuhnya, lebih-lebih aku sudah bersumpah tidak akan membunuh, aku tidak bisa melakukan pembunuhan."   "Senjata apakah yang bisa memusnahkan tosu siluman itu dari muka bumi ?"   Tanya Sin-kiongkiam Ong Pek Ciauw. Ceng-it Cinjin mengkerutkan kening menarik napas lalu katanya .   "Pedang guntur harus dibantu dengan Pedang Embun, baru bisa membinasakan siluman itu menjadi hancur ribuan keping."   "Pedang Embun?"   Tanja Ong Pek Ciauw heran.   "Apakah pedang yang dimaksud itu Pedang Embun yang sedang dicari-cari oleh beberapa orang dari luar benua, lohu maksud orang-orang dari Hadramaut ?"   Ceng-it Cinjin mengangguk kepala.   "Bukankah pedang itu pusaka leluhur dari jagojago Hadramaut ?" Ceng-it Cinjin menggelengkan kepala, katanya .   "Pedang Embun itu adalah pusaka dataran Tionggoan, bukan pusaka orang-orang Hadramaut."   "Aaaaa........"   Sin kiong-kiam Ong Pek Ciauw terkejut.   "Apakah Cinjin mengetahui jelas tentang pusaka itu ?"   "Tidak!"   Jawab Ceng-it Cinjin. Jawaban itu membingungkan Sin-kiong kiam Ong Pek Ciauw. Ceng-it Cinjin mengetahui perasaan Ong Pek Ciauw maka cepat-cepat ia berkata lagi .   "Baiklah, setelah berhasil menolong Liong Houw dan muridmu, akan kutunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan rahasia Pedang Embun."   Sin-kiong-kiam Ong Pek mengangguk-anggukkan kepala. Ciauw hanya Ceng-it Cinjin sudah berkata lagi.   "Kau bersama muridku Thio Thian Su segera turun gunung, sedapat mungkin mencari bantuan beberapa orang untuk mengurung tempat itu jangan lupa sedia sebanyak-banyaknya darah anjing hitam dan ambil kotoran orang perempuan untuk diletakkan dimana jalan penting, bilamana kalian menampak si tosu siluman melarikan diri cepat gunakan senjata-senjata yang sudah diolesi darah anjing hitam, pasti si tosu siluman akan lari terbirit-birit, pada saat itu bilamana kalian melihat binatang gaib macam apa saja bentuknya, jangan sekali-kali kalian kaget atau takut, karena semua itu adalah ilmu silumannya si tosu, cuma bisa mengelabui mata orang saja. Maka bilamana kalian menemukan binatang atau makhluk jejadian apapun, gunakanlah senjata-senjata yang sudah dipolesi darah anjing hitam. Nah sekarang berangkatlah, aku akan menyusul kemudian."   Sin-kiong-kiam Ong Pek Ciauw setelah mendengar keterangan Ceng-it Cinjin lalu mengucapkan terima kasih kemudian turun gunung bersama Thio Thian Su.   Sesampainya dikota Siang-im, didalam kelenteng Siang-ceng To-wan si pengemis cilik Ho Ho sudah menunggu lama bersama gurunya dan Koangkoang Sin-kay serta sembilan orang anggota pengemis lainnya.   Didalam kelenteng itu mereka mengatur siasat.   Beberapa orang anggota pengemis ditugaskan mencari beberapa anjing hitam diambil darahnya, semua senjata, pedang, tongkat maupun senjata rahasia dipolesi dengan darah anjing hitam, begitu pula mereka mendapatkan kain kotoran perempuan, baru kemudian berangkat menuju kekaki gunung Ouw-ong san.   O o odwo o O Kembali kita melihat keadaan Liong Houw yang tertangkap oleh Liok Hap Tojin, itulah nama si tosu siuman.   Liong Houw dijebloskan dalam kamar tahanan disalah satu kamar pavilyun sebelah barat, dimana dia sudah tidak punya harapan untuk bisa hidup lagi.   Ketika baru mulai gelap, kuping Liong Houw yang memiliki ketajaman menangkap suara luar biasa, mendengar suara langkah-langkah kaki orang.   Dari jendela kamar tahanan ia melihat empat orang perempuan muda dengan mengenakan pakaian ringkas berjalan mendatangi, dua orang perempuan tampak membawa kayu yang berlubang ditengah sebesar piring panjangnya kirakira 10 kaki lebih, kayu itu diletakkan ditengahtengah Cim-chee.   Dari kayu berlubang itu berhembus bau harum semerbak dihembus angin.   Dua orang perempuan lainnya membawa lambang berwarna merah yang terbuat dari bahan wool, juga hio, lilin, dan lain-lain macam barang untuk keperluan upacara sembahyang.   Kembali tampak dua orang perempuan mendatangi dengan menggotong sebuah meja untuk sembahyang yang terbuat dari kayu jati, yang kemudian meja itu diletakkan didepan kayu yang berlubang sedang lilin dan hio diletakkan diatas meja.   Diatas kayu berlubang ditancapkan sebuah bendera Siu-kiam-chit-seng khie berwarna merah.   Setelah selesai menyiapkan meja sembahyang membakar lilin dan hio, keempat perempuan muda itu berjalan kedalam ruangan disebelah barat.   Tidak lama kemudian, dari dalam kamar, tampak dua orang perempuan tadi memayang seorang perempuan muda yang berusia kurang lebih -lebih 0 tahun, dibadannya cuma dikeredongi oleh jubah Kwan-im-tay-piauw yang tersulam kembang-kembang, ditubuh perempuan itu tidak mengenakan pakaian dalam, tampak dari jubahnya yang tipis lekuk liku tubuhnya.   Kaki perempuan itu kecil tidak bersepatu! Perempuan muda itu langsung dibawa kedepan meja sembahyang yang sudah disiapkan.   Dari kamar lain mendatangi pula dua orang perempuan yang juga mengenakan pakaian ringkas, kedua perempuan itu berjalan dengan membawa sebuah peti panjang yang terbuat dari gading, peti gading itu panjangnya kira-kira 8-9 cun lebih, dengan sikap hormat sekali, kedua perempuan itu meletakkan peti gading tadi diatas meja sembahyang.   Setelah meletakkan peti gading itu, perempuan tadi membalikkan tubuh menghadapi perempuan yang dikerudungi oleh jubah tipis.   "Moay-moay ! Aku ucapkan selamat padamu, karena Couw-su-ya akan membersihkan semua darah yang bergelimang dosa dalam tubuhmu, maka dengan begitu berarti kau akan segera menjadi seorang suci yang kelak dikemudian hari akan naik menjadi dewa, dan berumur panjang serta awet muda, peristiwa ini adalah suara hal yang sangat bersejarah bagi dirimu dalam menuju kesucian serta menjaga kecantikan agar kau tetap awet muda, oleh sebab itu kau tidak usah merasa takut atau ragu-ragu, tunjukkanlah semangat keberanianmu serta kerelaan hatimu dihadapan Couw-su-ya yang akan memberi kemurahan hati akan membersihkan darahmu dan memberikan obat mujijat padamu, nanti dihadapan Couw-su-ya kau harus mengucapkan terima kasih."   Perempuan muda itu yang mendengarkan ceramah tadi, dengan tertawa dipaksakan ia berkata .   "Twa-cici! Sama sekali aku tidak takut, lebih-lebih Couw-su-ya hendak membersihkan darahku yang mengandung dosa, dan memberi obat mujijat awet muda, tapi yang membuat hatiku cemas dan ragu, mengapa dalam melakukan upacara ini tubuhku harus ditelanjangi bulat bulat, juga kaki tanganku diikat oleh tali wool merah ini, seakan jika kupikirkan aku sedang menjalani hukuman mati, bagaimana aku tidak menjadi takut ?"   Perempuan berpakaian ringkas, segera berkata dengan lemah lembut ;   "Moay-moay, dengarlah keteranganku, seseorang yang hendak menjadi dewa, tidak ubahnya seperti seorang yang akan mati, dengan berbuat seperti orang yang akan mati barulah kita berhasil menjadi dewa. Couw-su-ya hari ini akan melimpahkan kebaikan hatinya kepadamu untuk membantu kau naik menjadi dewa, maka ia memerintahkan kami berbuat apa yang sekarang kau alami itu dikarenakan ingin membantu dirimu dalam menunaikan cita-citamu menjadi dewa yang sebelumnya harus membersihkan darah kotor yang mengalir dalam tubuhmu. Setelah darah kotor yang mengandung dosa itu dikeluarkan, maka tubuhmu akan menjadi suci, apakah kau mengerti moay-moay?" Si gadis yang akan dijadikan korban setelah mendengar keterangan perempuan tadi bertanya lagi .    Pedang Wucisan Karya Chin Yung Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Pendekar Bunga Karya Chin Yung

Cari Blog Ini