Pusaka Pedang Embun 2
Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong Bagian 2
Pusaka Pedang Embun Karya dari Sin Liong "Apakah kau melihat jelas kejadian itu ?" Tanya seorang yang duduk di depan orang yang bicara duluan. "Bagaimana aku tidak lihat jelas, begitu mendengar ribut-ribut didepan rumah makan, semua orang bergegas-gegas lari menjauhi si iblis, pintu rumah sudah ditutup. Mendengar keributan itu segera kukeluar maksudku ingin melihat apa yang terjadi, kutanyakan kepada seorang yang berlari kearahku, orang itu hampir saja menubruk tubuhku, belum kutanya, dia sudah marah-marah, katanya, apakah sudah bosan hidup, tidak lekas menyingkir ? Iblis Sam-mo Eng-ciauw sedang mengamuk. Mendengar itu aku menjadi heran, bagaimana ibIis-ibIis ini bisa tiba-tiba muncul dikota ini, iblis yang sudah populer kejahatannya ada urusan apa dikota ini, karena rasa heranku, aku segera naik keatas pohon rindang, dari sana dengan jelas kulihat sepak terjang mereka." Ia menenggak araknya kemudian sambungnya lagi . "Dari pintu yang didobrak, si ibIis memperkosa anak gadis empek Ciu, ia tarik gadis itu, disobeknya seluruh pakaian gadis itu, tidak selembar benangpun menempel pada tubuhnya." "Leng-ko, apa gadis itu tidak teriak ?" Tanya seorang yang duduk disebelah muka Leng-ko. "Mana bisa teriak? Tolol ! Baru lihat tampang iblis itu saja, si In-moy sudah pingsan, ia sudah lemas tak bisa bikin apa-apa lagi," Jawab Leng-ko sambil tarik napas. "Jadi ......" Selak orang itu ingin cepat mendengar cerita Leng-ko. "Waktu itu aku juga sebetulnya ketakutan setengah mati, tapi begitu lihat tubuh In-moy yang kuning langsat telanjang bulat, kebetulan menghadap keluar, ah........aku sudah lupa takutku semangatku seakan terbang, kupandang tubuh gadis itu..........si iblis merebahkan In-moy disitu juga di lantai, rupanya sudah tidak tahan gelora napsunya, langsung.............." "Kau lihat tegas iblis itu berbuat......." Potong orang yang duduk didepannya. "Dasar kau bego Beng Hok," Bentak Leng-ko. "bagaimana aku tidak lihat tegas, bisa cerita padamu, toch tadi sudah kubilang jelas dipintu rumah empek Ciu !" La menenggak araknya lalu melanjutkan ceritanya . "Meskipun itu iblis rupanya jelek tapi kemauan kawinnya seperti orang biasa...." "Orang biasa, bagaimana ?" Potong Beng Hok lagi. Mata Leng-ko mendelik, katanya . "Kau jangan potong-potong ucapanku, kalau mau dengar, ya dengarlah, kalau tidak, ya sudah." "Ya, ya, aku mau dengar, teruskan, kau jangan marah-marah dulu, kau tahu orang-orang partai dan golongan dari segala aliran sudah meluruk kemari mencari tahu tentang peristiwa itu, juga mencari jejaknya iblis itu, hingga sampai sekarang belum ada seorang yang tahu secara mendetail kejadian perkosaan, serta apa maksudnya iblisiblis itu berbuat demikian," Kata Beng Hok lagi. Leng-ko meneruskan pembicaraannya . "Mmm, sesudah iblis sumpung itu merebahkan In-moy, ia tidak terus melalap korbannya. Ia raba-raba sekujur tubuh gadis itu, buah dadanya dipijit-pijit, diusap-usap rambutnya dielus-elus ... ah tampaknya mereka seperti kemanten baru, In-moy tentu diam saja tidak bergerak, ia sudah pingsan," Ditenggaknya secawan arak. "Hayo cepatan ceritamu," Kata Beng Hok yang sudah tidak sabar mendengar lanjutan cerita itu, juga sambil menenggak araknya. Leng-ko meneruskan penuturannja . "Tangan iblis terus meraba-raba sampai pada .....oh .... tibatiba ia sesapkan kepalanya dibagian itu ..., hampir aku jatuh menggelinding dari atas pohon melihat adegan itu." Ia tenggak lagi araknya. "Terus, terus........ bagaimana?" Tanya Beng Hok cepat. "Kelihatannya...." Sambung Leng-ko. "si hidung sumpung sesapkan kepalanya, ia seperti....." "Seperti apa?" Potong Beng Hok. "Seperti...." Lanjut Leng-ko. "Menjilat-jilat." "Hei, bocah apa kau tidak ngiler." Tiba tiba satu suara terdengar dibelakang Leng-ko. Itulah suara Pie-tet Sin-kay. Leng-ko menoleh dan disana tampak duduk si pengemis Pie-tet Sin-kay, ia tidak kenal siapa orang itu, lalu katanya. "Gembel tua, kalau kau yang lihat bagaimana, apa kau tidak minta mengemis untuk ambil bagian?" Pie-tet Sin-kay tertawa berkakakan, kemudian katanya. "Kau bocah ingusan pandai balik katakata orang, ha, ha, teruskan ceritamu aku juga mau dengar, tapi entah si nenek ini sanggup dengar apa tidak." Kim-ce Lonnie mendengus katanya. "Kau tua bangka gila, aku datang kesini bukan mau dengar cerita yang bukan-bukan, tapi ingin tahu jejak kemana larinya iblis-iblis Sam-mo Eng-ciauw itu." Pie-tet Sin-kay berkata lagi, sambil tertawa . "Ha, ha, ha, .... kau kira jejak bagaimana yang mau kau selidiki, ha, ha, aku gembel tua mau dengar kejadian mendetail. Kalau kau tidak mau dengar kau boleh tutup kupingmu, ha, ha, ha......." Kim-ce Lonnie berdengus tidak bicara lagi. "Hei ! Teruskan !" Tiba-tiba Beng Hok berkata. "Ya, hayo nyeletuk. teruskan!" Pie-tet Sin-kay turut Leng-ko melanjutkan penuturannya ; "Sesudahnya si iblis sumpung sesapkan kepalanya, digeleng-gelengkannya keras kepalanya itu sambil seperti menjilat, tangannya mengusap-usap....." Ia berhenti bicara menenggak araknya, nampak muka Leng-ko sudah menjadi merah akibat banyak minum arak. "Sesudah itu bagaimana?" Tanya lagi Beng Hok kurang sabar. "Sesudah kenyang, ia sesapkan kepalanya oh.........kasihan si In-moy.......hancurlah sudah......" Kembali Leng-ko menenggak secawan arak lagi. "Lalu..........?" Tanya Beng Hok cepat. "Sial," Bentak Leng-ko. "Lalu apa? Ya apa, kalau sudah kejadian itu, apa lagi ? Dasar bego.........." "Hmmm........" Dengus menenggak araknya. Beng Hok sambil Wajah Kim-ce Lonnie dan Pie-tet sin-kay samasama merah agak jengah mendengar cerita Leng-ko yang ngelantur sampai disitu. "Sungguh........." Lanjut lagi Leng-ko. "Lama sekali si hidung sumpung nengkurapi In-moy, sambil tangannya meraba-raba sana sini tubuhnya ber-gerak-gerak naik turun, ah sungguh mengerikan..........!" "Apa yang mengerikan, toch itu sudah lumrah kalau laki-laki bisa lama........" Kata Beng Hok. "Bukan lamanya yang mengerikan tolol........" Kata Leng-ko. "Entah mengapa, tiba-tiba si iblis sumpung gerakkan tangannya, mengepruk ubunubun In-moy.........." "Haaa.........." Tiba-tiba terdengar suara terkejut orang-orang disekitar rumah makan itu, tidak terkecuali Pie-tet Sin-kay dan Kim ce Lonnie. Suara itu begitu riuh, rupanya diam-diam mereka semua pasang kuping mendengar cerita Leng-ko. Beng Hok buru-buru bertanya . "Sesudah dia kepruk kepala In-moy, apa pula yang terjadi?" "Iblis sumpung itu mulutnya menghisap ubunubun In-moy yang sudah pecah akibat keprukan tangannya." Kata Leng-ko. "In-moy yang sedang pingsan mendapat pukulan kepalanya kontan kelejetan, si iblis juga sambil menyedot kepala Inmoy, tubuhnya seperti kelejetan, tubuh iblis itu berjingkat-jingkat pelan, ia baru menduplak rubuh disamping In-moy. In-moy sudah tidak bergerak, dari ubun-ubunnya mengalir darah merah, selangkangannya juga meleleh darah ! Sesudah itu iblis sumpung bangun pakai pakaiannya lalu melejit keluar." "Ah ... pemuasan sex abnormal ..." "Kejam ... ." "Iblis sadis ... ." Terdengar makan itu. beberapa teriakan dalam rumah "Ilmu siluman." Tiba-tiba Kim-ce Lonnie berkata. Pie-tet Sin-kay melenggak, lalu katanya. "Ya. Serupa ilmu siluman, apakah mereka sedang melatih ilmu siluman itu, sungguh berbahaya." Leng-ko menoleh kearah Pie-tet Sin-kay, ia masih belum mengerti, segera mengajukan pertanyaan-pertanyaan. "Ilmu siluman bagaimana ?" "Itulah cara melatih ilmu siluman ! Dengan menyedot sari perawan wanita yang masih gadis suci, tepat pada saat hampir tiba tersedotnya cita rasa kegadisan, pada saat itu juga menghisap otak gadis itu." Kata Pie-tet Sin-kay. "Berapa banyak gadis-gadis harus menjadi korban latihan ilmu siluman itu ?" Tanya lagi Lengko. "Tidak terbatas! Tambah banyak sari gadis tersedot, kekuatan iblis mereka bertambah maju, hingga sulit untuk ditaklukkan." Kata Pie-tet Sinkay, kemudian ia bertanya pada Leng-ko; "Dua iblis lainnya apa kau lihat ?" "Hei gembel miskin," Bentak Kim-ce Lonie. "rupanja masih senang dengan cerita begituan. Toch sama saja, seperti apa yang dilakukan si Hokmo." "Nenek pikun, gembel ya gembel, miskin ya gembel, kau bicara tidak keruan, apa teringat waktu muda?" Si nenek Kim-ce Lonnie cemberut asam; tampak wajahnya yang keriput tampak lebih keriput lagi. "Hei, bocah, bagaimana dua iblis lainnya juga sama." Desak Pie-tet Sin-kay. "Tidak begitu jelas," Kata Leng-ko. "Hanya kulihat mereka tidak romantis seperti si hidung sumpung. Begitu dapat perempuan, terus seret, tengkurap. Kadang-kadang baru tengkurap sudah kepruk kepala perempuan itu tapi tidak dihisapnya, ia melejit tanpa pake pakaian lagi." "Hua, hua, ha, ha, ha," Tiba-tiba si pengemis Pietet Sin-kay tertawa. "Rupanya iblis itu sudah salah pilih hua, hua, ha, ha........" Sedang Pie-tet Sin-kay tertawa begitu tiba-tiba berlari seorang perempuan setengah tua sambil berteriak-teriak . "Moy-moy ..... moy-moy .... kau dimana ...... apa saudara-saudara lihat anak gadisku? .... moy-moy ... ." Mendengar suara teriakan perempuan setengah tua itu, orang-orang dalam rumah makan terkejut, mereka memandang kearah orang perempuan setengah umur. Leng-ko yang sudah setengah mabok bertanya . "Siauw-ma, ada apa ?" "Leng-ko .... tolong cari moy-moy anak itu mendadak hilang !" "Dimana hilangnya ?" Tanya lagi Leng-ko. "Didapur .... didapur .....! Baru sebentar kutinggalkan ambil air disumur, baliknya anakku sudah hilang lenyap." Jawab perempuan yang dipanggil Siauw-ma. Belum lagi hilang kejut orang-orang didalam rumah makan, diluar ramai terdengar teriakanteriakan perempuan . "Anak gadisku hilang !" "Oh Tuhan, kemana anak gadisku !" "Tolong, tiba-tiba anak gadisku lenyap !" Pie-tet Sin-kay dan Kim-ce Lonnie segera lari keluar melihat suasana hiruk pikuk diluar rumah makan. Pie-tet Sin-kay menghampiri seorang perempuan tua yang berteriak teriak . "Cucuku, cucu perempuanku didalam kamar tiba-tiba lenyap......" "Nenek, bisakah kasih keterangan sedikit bagaimana cara hilangnya cucumu itu." Tanya Pie tet Sin-kay. "Oh, gembel, tolong carikan cucu perempuanku, ia hilang didepan mataku, entah bagaimana, tibatiba tampak awan putih mengepul dihadapanku, setelah mana cucuku lenyap tiba-tiba....." Nenek itu bicara sambil menggoyang-goyangkan tubuh Pie-tet Sin-kay. Oood..wooO Jilid ke 02 Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "SABAR, SABAR!" Kata Pie-tet Sin-kay. "nanti kucari pelan-pelan !" Karena bingungnya si nenek lari kesana kemari berteriak-teriak . "Cucuku .... cucuku .....?" "Hm ...... iblis siluman mana lagi doyan perawan!" Kata Pie-tet Sin-kay sambil berjalan masuk kedalam rumah makan. "Hei Pie-tet !" Tiba-tiba Kim-ce Lonie berkata perlahan. "Dalam suasana hiruk pikuk begini kemana perginya itu tosu-tosu Bu-tong-pay ?" Ternyata dimeja yang tadi diduduki oleh Sungceng San totiang sudah kosong. Pie-tet Sin-kay berkata . "Mungkin mengejar itu siluman-siluman yang menculik gadis-gadis." "Gila ! Bagaimana dalam waktu sesingkat ini sudah timbul segala macam siluman. Sia-sia orang-orang Bu-tong-pay mengejar penculik gadisgadis itu. Hilangnya gadis itu lama sebelum orang didekatnya sadar apa yang telah terjadi, iblis itu menggunakan asap beracun membuat orang orang pingsan seketika. Baru menculik gadis itu." Pie-tet Sin-kay berdengus . "Hmmm, sungguh gila, dalam waktu sesingkat ini sudah timbul segala macam siluman." Pie-tet Sin-kay menghela napas, kemudian berkata lagi . "Sungguh sial nasib rakyat jaman ini, pembesar anjing, memeras, menekan kehidupan rakyat, berfoya diatas darah rakyat, timbul lagi siluman-siluman mengacaukan rimba persilatan, nenek, kita juga harus segera bertindak." "Tidak semudah apa yang kau katakan." Kata Kim-ce Lonnie. "Apa sulitnya, kita satroni lebih dulu itu pembesar-pembesar anjing. Bunuh mereka, baru mengundang orang-orang sakti rimba persilatan membasmi segala macam siluman busuk itu. Kemudian kita angkat seorang patriot bangsa untuk mimpin negara, itu kaisar bangpak perlu dipancung kepalanya......" "Pie-tet, kau bicara harus ada remnya jangan mengumbar emosi politik bulukmu disini, kalau terdengar oleh petugas-tugas kota, bukankah kepalamu dan kepalaku akan ucapkan selamat tinggal dari tubuh kita masing-masing, juga tidak sampai disitu saja rumah makan ini juga bisa jadi abu......" Kata Kim-ce Lonnie. Pie-tet Sin-kay berkata lagi. "Jadi melihat keadaan masyarakat dan negara kacau balau, kau sebagai tokoh persilatan mau uncang-uncang kaki sambil nyisik duduk diam." Kim-ce Lonnie mendelik katanya. "Kau pengemis gila politik jangan seenakmu saja menggoyang lidah, bukan aku mau uncang-uncang kaki, tapi aku tidak mau menimbulkan korban cuma-cuma, harus tunggu timing yang tepat, jangan sampai karena tindakanmu seorang akhirnya rakyat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban, korban politikmu, mereka akan ditangkapi, dikompres suruh mengaku sebagai pemberontak, harta benda, tanah mereka disita. Bukankah keadaan ini yang diharapkan oleh pembesar-pembesar anjing itu, guna menumpuk harta kekayaan pribadinya sedang para menteri dorna melihat kekejaman pembesar-pembesar anjing itu turut kebagian komisi....." "Hua, ha, ha, ha,....." Pie-tet Sin-kay tertawa berkakakan. "Kau juga rupanya bersemangat, kata-katamu sudah tidak menguatirkan kalau kepalamu akan ucapkan selamat tinggal dengan lehermu, ha, ha, hau......" Dari luar rumah makan saat itu berjalan masuk dua orang, mereka berpakaian ringkas yang di muka wajahnya pucat pasi berumur sekitar 40 tahunan, yang berjalan dibelakang berwajah kemerah-merahan, beralis tebal, bibir tebal, tampak sangat kejam, dikedua pinggang orang itu tergantung sebatang golok. Mereka melangkah masuk. Matanya jelalatan mencari tempat kosong didalam rumah makan itu. Langkahnya diayun menuju kesatu meja kosong. Begitu mereka duduk seorang pelayan menghampiri katanya . "Jiwie enghiong, mau pesan makanan apa ?" Kedua orang itu melenggak kemudian saling pandang. Agaknya sedang menimbang nimbang, makanan apa yang hendak dipesan. "Dirumah makan kami," Kata lagi si pelayan cepat. "Tersedia arak wangi istimewa bakpau daging, telor pindang, nasi goreng, ikan bakar, babi panggang, ayam goreng dan bebek tim, silahkan jiwie Enghiong coba !" "Jie Kun, apa saja boleh asal jangan bakpau, jangan lupa kau pesan arak." Berkata salah seorang yang beralis tebal kepada kawannya. "Kau dengar! Ambil arak dan barang makanan asal jangan bakpau !" Berkata orang yang dipanggil Jie Kun. "Baik enghiong, tapi bakpau rumah makan kami istimewa," Kata pula pelayan rumah makan sambil ngeloyor pergi, tak lama sudah datang dengan senampan hidangannya. "Toako apakah kita langsung pergi melapor pada Tay-ong?" Bertanya Jie Kun. "Ya ! Pasti kita harus minta bantuan Tay-ong, untuk tuntut balas atas kematian Kie-heng, perempuan sundel itu harus dipancung kepalanya !" Kata seorang yang beralis tebal. "Toako, apakah tidak lebih baik kita serbu saja itu gedung Siang-an piauw-kiok di Sin-ciu-hu?" "Kau sudah gila ! Baru anak perempuannya saja, si sundel piausu pejajaran itu sudah berhasil membunuh Kie-heng. Apa lagi ...." "Ya, kudengar sundel itu mendapat julukan Botay-tiong-kiam si Pedang macan betina, dari mana ia dapat pedang pusaka." Kata Jie Kun. Selagi mereka bicara sambil makan minum tibatiba terdengar suara orang yang menegurnya . "Selamat, selamat rupanya jiwie ada itu Tiauw Jie Kun dan Pang Liong Ma dari gerombolan berandal Hek-khie-hwee gunung Ouw-pok-san." Kedua orang itu melengak, memperhatikan orang yang bicara, orang beralis tebal berkata dengan suara bengis ; "Pengemis, jangan turut campur urusan kami !" "Hm, tidak perlu turut campur? Ha, ha, kalau aku turut campur, tentu dua batok kepalamu akan pisah dari tubuhmu, ha, hua, ha .... baru saja kalian dihajar oleh anak perempuan kenalanku, kau sudah kucar kacir, sampai sarangmu berantakan diamuk Bo-tay-tiong-kiam, ha, ha ....apa lagi kalau aku Pie-tet Sin-kay ambil bagian." Ternyata orang yang menegurnya adalah Pie-tet Sin-kay. Mendengar hinaan Pie-tet Sin-kay, kedua orang itu hilang sabar, berdiri mencabut golok masingmasing, dengan cepat mereka menyerang Pie-tet Sin-kay. Menyaksikan adegan yang terjadi secara tibatiba itu para tamu-tamu dalam rumah makan menyingkir menjauhi diri, menyelamatkan diri mereka masing-masing, mereka tidak menginginkan terlibat dalam keributan itu. Pie-tet Sin-kay hanya mendengus. Golok kedua orang itu hampir mengena batok kepala Pie-tet Sin-kay, Pie-tet Sin kay masih tetap berdiri tenang. Belum lagi Pie-tet Sin-kay bergerak, tiba-tiba terdengar suara truk, truk, dua kali, kedua golok orang itu terpental menancap di tiang bangunan rumah makan itu. Disusul dengan suara ketepak ketepok, muka kedua orang itu menjadi merah bengap, mereka sempoyongan. "Hm, anjing kecil !" Bentak Pie-tet Sin kay. "Kalau berani main gila lagi, nyawamu kubetot keluar. Masih untung bagimu, Bo-tay-tiong-kiam hanya membunuh seorang diantaramu, ia sudah begitu baik, memberi kelonggaran bagimu untuk bertobat. Jika kesempatan ini tidak kau pergunakan panjang." Baik-baik, umurmu tidak akan Orang-orang dalam rumah makan itu tidak tahu bagaimana kedua golok Pang Liong Ma dan Jie Kun terpental dan menancap ditiang rumah makan. Mereka hanya mengangakan mulut menyaksikan kejadian itu terheran-terheran. Dengan muka merah bengap kedua orang itu ngeloyor pergi. "Tunggu dulu." Bentak Pie-tet Sinkay. "Kau tidak suka makan pakpau disini, apa alasanmu?" "Hei! Pie-tet, untuk apa tanya-tanya urusan bakpau, toch itu urusan mereka, mau makan atau tidak untuk apa kau jadi pusing." Teriak Kim-ce Lonnie. Pang Liong Ma berkata . "Baiklah, kalau kau ingin tahu, sepuluh hari setelah perkumpulanku Hek-khie-hwee digunung Ouw-pok-san diamuk oleh itu sundel.....eh.....Bo-tay-tiong lihiap, aku melakukan perjalanan selama tiga bulan, tiba dikampung Cin-kee-cun, aku mampir kesatu rumah makan untuk tangsel perut, aku pesan bakpau dan arak, ternyata.....didalam bakpau terdapat jari-jari manusia." "Haaa ... ." Pie-tet Sin-kay terkejut. "Jadi iblis itu sudah muncul lagi ?" "PlE-TET, apa kau tahu itu perbuatan siapa, bagaimana dalam bakpau bisa terdapat jari-jari manusia?" Tanya Kim-cee Lonie. "Hm, makanya kau nenek reot jangan mendekam terus diatas gunung Bu-san saja, apa ilmu kepandaianmu sudah tambah maju, selama belasan tahun kau tapa di gunung Bu-san, ha, ha ......" Mendengar jawaban Pie-tet Sin-kay nyeleweng dari pertanyaan Kim-cee Lonie, wajah si nenek cemberut keriput, lalu tanyanya lagi ; "Kau pengemis apek, baru punya kemampuan menjatuhkan golok dengan tulang ayam dalam mulutnya sudah berani bicara besar, lagakmu seperti anak kecil." Ternyata yang membuat kedua golok Pang Liong Ma dan Tiauw Jie Kun terpental adalah dua potong tulang ayam yang disemburkan dari mulut si pengemis Pie-tet Sin-kay. Pang Liong Ma meneruskan penuturannya. "Mengetahui isi bakpau terdapat jari manusia, segera kupanggil pemilik rumah makan, tetapi ia juga tidak mengerti, bagaimana sampai didalam bakpau terdapat jari manusia, dengan mendongkol kupukuI orang itu, tapi baru saja kepalanku bergerak, tiba-tiba berkeredap beberapa benda putih menjambar tubuhku, serangan tanganku kutarik kembali, mengelakkan datangnya serangan gelap, ternyata benda-benda berkeredap itu adalah beberapa pisau terbang, salah satu berhasil menggores kulit lenganku, darah mengucur keluar. Karena kuatir pisau beracun segera kulari meninggalkan rumah makan itu untuk mengobati luka lenganku. Hatiku agak lega, setelah tahu senjata-senjata tidak beracun, juga orang yang melemparkan pisau-pisau terbang itu ternyata tidak mengejar." "Hei, siapa yang melemparkan pisau-pisau gelap itu?" Tiba-tiba Kim-ce Lonie berteriak. "Aku tidak tahu." Jawab Pang Liong Ma. "Begitu kurasa lenganku sakit mengucurkan darah segera kami lari meninggalkan tempat itu." Setelah habis berkata begitu kedua orang itu ngeloyor keluar, meninggalkan rumah makan dengan meninggalkan beberapa keping uang perak diatas meja. "Hayaa .... iblis-iblis sudah bermunculan lagi !" Berkata Pie-tet Sin-kay sambil menyeret kursi duduk kembali dimeja. Kim-ce Lonnie mengkerutkan alis bertanya . "Pie-tet bisa kau terangkan apa maksud katakatamu dengan iblis-iblis muncul lagi ?" Pie-tet Sin-kay mengangkat cawan arak menghirup seteguk lalu katanya . "Selama belasan tahun kau mendekam digunung Bu-san, pada sebelas tahun yang lalu muncul satu iblis yang menamakan dirinya Kun-see-me-ong teng Kie Lang .." "Jadi selama itu iblis itu malang melintang dirimba persilatan ?" Potong Kim-ce Lonnie. Pie-tet Sin-kay melanjutkan penuturannya . "Iblis itupun doyan melalap perempuan-perempuan cantik, membunuh manusia seperti memites semut, daging manusia dicincang dijadikan isi bakpau, ia suruh murid-muridnya menjual menyebarkan bakpau-bakpau itu keseluruh kota, sampai suatu hari, pusat kegiatan mereka dapat diketahui oleh Ceng It Cinjin dari gunung Lionghouw-san. Sarang mereka diobrak abrik, sepuluh murid-muridnya terbunuh, tapi iblis Kun-sie-meong Teng Kie Lang lenyap tanpa bekas, sejak peristiwa itu sudah tiga belas tahun berselang orang tidak tahu di mana iblis Kun-sie-me-ong menyembunyikan dirinya, kini tanda-tanda itu sudah mulai muncul kembali di kampung Cin-keecun...." "Sungguh luar biasa," Berkata Kim-cee Lonnie. "dalam waktu beberapa hari sudah bermunculan tragedi-tragedi aneh, mengganasnya Sam-mo Engciauw, hilangnya gadis-gadis secara misterius kini datang lagi berita timbulnya kembali iblis Kun-sieme-ong Teng Kie Lang, sungguh berbahaya, kalau sampai iblis-iblis itu bersatu, rimba persilatan akan menjadi kacau balau, mayat mayat manusia bergeletakan disana sini...." "Bukankah itu bagus!" Kata Pie-tet Sin-kay. "Tulang-tulangku yang sudah tua, kulit keriput, urat kaku, akan mendapat pekerjaan lagi, hua, hua, munculnya iblis-iblis itu bisa menampung tubuh peotku yang selama ini sudah menjadi pengangguran, ha, ha, haaa, lapangan kerja baru terbuka didepan mata....... ha, hua, huaa......." Sedang Pie-tet Sin-kay tertawa berkakakkan dalam rumah makan tanpa memperdulikan orangorang yang berada dalam rumah makan itu, tibatiba dari luar rumah makan terdengar suara orang berlarian serabutan kesana kemari, berteriak58 teriak, disana sini timbul suara gedabruk gedubrak pintu-pintu ditutup, mereka berteriak-teriak diluar rumah makan. Pie-tet Sin-kay yang masih tertawa berkakakan mendengar keributan itu tertawanya terhenti seketika, mulutnya celangap, kemudian katanya heran . "Ada apa lagi, disini memang tempat ajaib, asal aku tertawa berkakakan, pasti terjadi keributan, sungguh aneh !" Segera Pie-tet Sin-kay geser kursinya berjalan keluar diikuti oleh Kim-ce Lonie. Diluar rumah makan keadaan masih panik para pedagang menutup dagangannya, orang-orang serabutan berlarian tidak keruan. Kim-ce Lonie menarik seorang yang sedang lari, lalu tanyanya . "Hei, ada apa ?" "Ada siluman, lekas lari......." Kata orang yang ditanya. Kim-ce Lonie dan Pie-tet Sin-kay berpandangan mata. Mereka memperhatikan orang-orang yang lari berserabutan kian kemari. Tak lama kemudian kota itu menjadi sunyi sepi kembali. Kembali kota Siao-shia menjadi sunyi, hanya tampak dibeberapa jendela menongol kepala orang yang rupanya sudah kebal takut, ingin melihat siluman macam apa lagi yang muncul ditengahtengah kotanya. Dari jalan sebelah timur kota tampak satu bayangan loreng bertubuh tegap, berambut gondrong berjalan lenggak-lenggok mendatangi kearah kota Siao-shia, dengan diikuti seekor monyet hitam. Bayangan loreng itu bukan lain adalah si pemuda berambut gondrong berpakaian kulit macan loreng berjalan lenggak-lenggok, kepalanya menoleh kekiri-kanan, memperhatikan jalan-jalan yang dilewatinya. Tampak dari jauh keadaan kota itu mendadak menjadi sunyi-senyap. Inilah lakon kita ! Dengan perasaan tidak mengerti si pemuda berpikir hatinya berkata. "Jelas kulihat dari atas puncak pohon tadi, ditempat itu begitu ramai orang-orang berlalu lalang, kini entah kemana lenyapnya orang-orang itu......." Ia berkata dalam hati, langkahnya terus diayun maju kedepan, masih dengan penuh rasa tanda tanya. Sampai dimuka pintu gerbang kota, ia melihat berderet-deret bangunan-bangunan rumah dikirikanan, pemandangan itu begitu asing baginya, matanya jelalatan memandang ke arah deretan bangunan-bangunan yang terdapat dalam kota itu, mulutnya menganga. Disana sudah tak tampak orang berlalu lalang, hanya dari lubang-lubang jendela kadang kala menongol keluar kepala orang memandang kearah dimana si pemuda berbaju loreng mendatangi, kemudian nyelusup hilang dibalik jendela. Langkah kaki si pemuda berbaju loreng diayun terus, mengikuti irama bisik hatinya, dia memasuki kota Siao-shia. Berjalan lagi beberapa tindak, tampak di tengah jalan kota Siao-shia berdiri dua sosok tubuh manusia, seorang laki-laki tua berpakaian dekil compang camping dan seorang nenek tua berpakaian putih bersih. Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mereka berdiri bagaikan patung menatap arah datangnya si pemuda berbaju loreng. Si pemuda menampak dua orang berdiri ditengah jalan, ia masih mengayunkan langkahnya terus menghampiri dua orang itu dengan tersenyum-senyum girang. Dua orang itu adalah si pengemis Pie-tet Sin-kay dan Kim-cee Lonnie dari gunung Bu-san, mereka memperhatikan bentuk tubuh serta pakaian si pemuda dengan mulut ternganga terheran-heran, menyaksikan pakaian si pemuda sangat aneh, itulah pakaian kulit macan loreng. Belum hilang rasa heran mereka, tiba-tiba melejit datang beberapa sosok bayangan putih menghadang perjalanan si pemuda. Pie-tet Sin-kay dan Kim-cee Lonnie memperhatikan orang-orang yang datang. Ternyata mereka adalah Sun-ceng San totiang dan kedua muridnya, serta beberapa hweeshio Siauw-lim-sie dibawah pimpinan Tie-kak Hweeshio. Terdengar suara bentakan Sun-ceng San totiang yang beradat berangasan, bentaknya . "Bocah siluman, kau bawa lari kemana itu gadis-gadis. Cepat beri jawaban, sebelum pinceng hilang sabar!" Si pemuda tidak mengerti segala ucapan katakata pertanyaan Sung-ceng San totiang, ia hanya tersenyum-senyum mengawasi tingkah laku Sungceng San totiang sambil masih tetap tersenyumsenyum, dalam hatinya berkata ; "Semua orang yang kujumpai kelakuannya aneh-aneh, selalu menunjukkan sikap ingin bermain-main mengikuti gerak-gerak lukisan dalam dinding goa. Untung aku sudah memahirkan semua gerak-gerakan lukisan itu, kalau tidak, mungkin sulit untuk bisa bercampur gaul dengan mereka...... " Anggapnya, semua orang itu mudah digauli ! Sung-ceng San totiang yang menampak si pemuda masih tersenyum-senyum, tidak menjawab pertanyaannya, ia membentak lagi . "Mmm, hei, anjing kecil, cepat kau bicara....." "Suhu, biar kuajar adat pada siluman cilik ini !" Terdengar murid Bu-tong-pay memajukan usul. "Leng Bie, kau beri ajaran padanya, tapi hatihati." Leng Bie mendapat perintah suhunya berjalan maju menghampiri si pemuda, ia berhenti dimuka si pemuda dan membentak . "Siluman kurangajar, kau anggap enteng suhuku, lihat pedang, nanti apa kau masih bisa tersenyum-senyum lagi dihadapan suhuku." Pada saat itu Pie-tet Sin-kay berbisik ke telinga Kim-ce Lonnie, untuk meninggalkan tempat itu kembali kerumah makan. Berbarengan dengan langkah kaki Pie-tet Sinkay dan Kim-ce Lonnie meninggalkan tempat itu, tepat pada berakhirnya bentakan Leng Bie, pedang Leng Bie sudah menyambar kearah pinggang si pemuda, untuk memapas tubuh si pemuda menjadi dua potong. "Aaaaaaa ...!" Terdengar suara kejut orang-orang Bu-tong dan Siauw-lim. Ternyata si pemuda sudah menghilang. Serangan Leng Bie mengenakan tempat kosong. Ketika si pemuda lenyap dari serangan pedang Leng Bie. Selagi mereka terheran-heran kehilangan bayangan lawannya tiba-tiba terdengar teriakan dari atas pohon, disebelah kiri belakang bangunanbangunan rumah ; "Tolong .... tolong ! Monyet ..... siluman!" Orang-orang yang sedang merasa heran atas lenyapnya si pemuda, semua membalikkan badan melihat dari mana datangnya suara. Ternyata dari batang pohon tampak merosot turun sesosok tubuh yang sudah penuh luka-luka, sedang dibelakangnya masih terus mengejar seekor monyet hitam. Sesampainya di tanah orang itu segera lari pontang panting kearah rombongan orang-orang Bu-tong-pay dan Siauw-Iim-pay sambil masih teriak-teriak. "Tolong! Tolong! Siluman." Pie tet Sin-kay dan Kim-ce Lonnie yang baru saja melangkah untuk meninggalkan orang-orang Butong dan Siauw-lim, mendengar teriakan itu. Mereka menahan langkah. Menengok kearah datangnya suara teriakan itu. Sung-ceng San totiang yang beradat berangasan melihat kelakuan orang itu, amarahnya bertambah meluap, ia sudah kehilangan si pemuda, begitu menampak kedatangan orang itu berteriak-teriak, hati panasnya berkata; "Hm, biang kerok kurang ajar!" Kakinya menendang orang itu. Terdengar suara teriakan; "Aduh ....." Orang itu ngusruk di emper rumah. Pie-tet Sin-kay segera menghampiri orang yang jadi korban tendangan Sung-ceng San totiang, ditentengnya dibawa masuk kedalam rumah makan. Kemana hilangnya pemuda berbaju loreng? Ketika mendadak mendapat serangan pedang, tubuhnya diputar melejit lompat melalui kepala Sung-ceng San totiang kemudian turun dengan ringan berdiri di-belakang tubuh ketua Bu-tongpay. Gerakan si pemuda gesit dan aneh, hingga tidak tampak bayangan si pemuda berbaju loreng menggerakkan tubuhnya, seakan-akan ia menghilang dihadapan orang-orang itu. Si pemuda melihat sang monyet berlarian mengejar seorang, ternyata orang itu juga sudah ngusruk ditendang Sung-ceng San totiang, si pemuda berbaju loreng bersiul kecil, maka mendengar siulan itu si monyet segera berlompatan lari kembali kebatang pohon tadi merambat naik. Sung-ceng San totiang, mendengar suara siulan itu, segera membalik tubuhnya lalu perintahnya . "Kurang ajar! Cepat kurung anak kurang ajar ini, jangan biarkan ia lolos!" Tie-kak hweeshio dari Siauw lim-pay pun perintahkan pada sembilan orang rombongannya ; "Kurung ! Serang dengan menggunakan senjata biji tasbih, jangan biarkan siluman ini lolos." Keadaan si pemuda berbaju loreng dalam sekejapan sudah terkurung rapat ditengah tengah orang-orang Bu-tong-pay dan Siauw-Iim pay. Ia masih tenang-tenang tersenyum-senyum memandang orang-orang itu satu persatu. Kita tinggalkan keadaan si pemuda yang terkurung oleh orang Bu-tong dan Siauw-Iim, mari kita ikuti Pie-tet Sin-kay yang menenteng orang yang jadi korban tendangan Sun-ceng San totiang. Didalam rumah makan Pie-tet Sin-kay mendudukkan orang itu dikursi, katanya pada Kim-ce Lonnie. "Hweeshio gundul itu sudah kalap tidak keruan. Kasihan bocah ini!" Sambil berkata tangannya dikerjakan memencet mulut orang yang masih pingsan sampai terbuka ternganga, kemudian lidah orang itu ia tarik keluar, terdengar suara "Aaa ... ach!" Maka orang itu siuman dari pingsannya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya yang masih terasa pening, wajahnya mengerinyitngerinyit menahan sakit bekas gigitan monyet. Pie-tet Sin-kay bertanya. "Leng-ko, bagaimana bisa terjadi begini atas dirimu?" Leng-ko dengan mengerinyitkan wajahnya dengan napas masih memburu berkata; "Hah begitu mendengar ribut-ribut ada siluman aku segera panjat pohon itu sembunyi disana untuk bisa melihat jelas, siluman apa lagi yang muncul dikota? Tidak tahunya diatas pohon entah dari mana datangnya, tiba-tiba monyet sialan itu mencakar pundakku, aku terkejut, kugebuk monyet itu, tapi ia gesit, sebelum gebukanku mampir ditubuhnya binatang itu sudah loncat kebelakang gegerku, menggigit, maka aku segera lari turun minta tolong. Sesampainya ditanah, aku lari kerombongan tosu-tosu gundul itu. Tapi mereka begini galak, bukan menolong, tapi malah menendang pantatku hingga aku nyungsep........" "Sudahlah," Kata Kim-ce Lonnie. "kau duduk istirahat, ini obat luka luar kautaburi ditempat luka bekas gigitan monyet, campur dulu dengan arak kau siram dilukamu." "Terima kasih nek !" Kata Leng-ko menyambuti obat itu. Kim-ce Lonnie berkata pada Pie-tet Sin kay. "Hmm, kalau kuperhatikan gerak-gerik bocah itu, baru pertama kali turun gunung, entah murid orang pandai mana, kalau melihat sikapnya ia bukan dari golongan hitam." "Hmm. apa Sam-mo Eng-ciauw dia yang menghajar sampai babak belur?" Kata Kim-ce Lonnie. "Kukira begitu, bocah itu memiliki gerakan aneh, dari sinar matanya yang berkilat membiru, ia pasti memiliki tenaga yang luar biasa, orang-orang Butong dan Siauw-lim itu kukira juga bukan tandingannya, pasti mereka akan roboh di bawah tangan si bocah itu." Kata Pie-tet Sin-kay. "Pie-tet." Kata Kim-cee Lonnie. "Kukira kau perlu segera memperingati padri itu, mereka mungkin sudah salah paham, aku yakin, hilangnya gadisgadis itu tidak ada hubungannya dengan si bocah." "Huh !" Dengus Pie-tet Sin-kay. "Padri berangasan itu sulit dibikin mengerti, aku kenal betul wataknya, kalau kita campuri, pasti ia menganggap aku berkomplot dengan si bocah. Urusan ini bisa lebih memusingkan kepala, lebih baik kita makan minum saja ditempat ini. Menunggu hasil ronde pertandingan. Toch lebih enak." Selagi Pie tet Sin-kay dan Kim-cee Lonnie ngobrol didalam rumah makan sambil makan minum, tiba-tiba terdengar suara siulan melengking panjang, menggema di udara menggetarkan seluruh isi kota Siao-shia. Pie-tet Sin-kay waktu itu baru saja mengangkat cawan araknya, ketika mendengar suara gema siulan, hatinya tergetar keras, sampai cawan arak terlepas dari tangannya, jatuh dimeja. Tidak terkecuali Kim-cee memeramkan matanya, pernapasan, menghilangkan gema siulan tadi. Lonnie, segera ia mengatur jalan pengaruh getaran Leng-ko yang baru selesai mengobati lukalukanya bersandar dikursi, mendengar siulan itu terjengkang kebelakang berikut kursinya. Berbarengan dengan hampir sirapnya irama siulan yang menggetarkan, tiba-tiba melayang masuk dua sosok tubuh, menubruk meja kursi didalam rumah makan. Terdengar suara gedabruk gedubrak, meja-meja kursi berantakan berserakan kesana kemari, sedang dua sosok tubuh yang melayang menubruk meja-meja kursi dalam rumah makan jatuh ambruk dilantai rumah makan pingsan seketika itu juga. Begitu suara siulan sirap, Pie-tet Sin-kay dan Kim-cee Lonnie segera bangkit menyaksikan apa yang telah terjadi. Diantara meja-meja kursi yang berantakan, menggeletak dua sosok tubuh, hweeshio Siauwlim-pay, mereka pingsan. Pie-tet Sin-kay dan Kim-cee Lonnie saling pandang, kemudian mereka berjalan keluar dengan langkah lebar. Ditengah jalan nampak si pemuda berbaju loreng dengan pundak kirinya mengucurkan darah, berjalan menuju arah rumah makan diikuti oleh monyetnya. Ketika berpapasan dengan Pie-tet Sin-kay dan Kim-ce lonnie, nampak sinar mata si pemuda berbaju loreng berkilat. Membuat hati kedua tokoh silat itu menjadi tercekat mundur tiga tindak. Si pemuda menampak Pie-tet Sin-kay dan Kimce Lonnie mundur juga tidak membuat gerakan apa-apa, si pemuda langsung nerobos masuk kedalam rumah makan. Setelah hilang rasa kagetnya Pie-tet Sin-kay dan Kim-ce Lonnie berjalan menuju dimana tadi terjadi pengeroyokan terhadap si pemuda. Disana tampak Sung-ceng San totiang duduk numprah ditanah, mulutnya mengeluarkan kecap asin. Diseberang jalan tampak dua murid Bu-tong masih pingsan. Sedang Tie-kak hweesio, keadaannya hampir serupa dengan Sung-ceng San totiang, ia duduk numprah ditanah, mulutnya mengeluarkan darah. Sedang kedelapan anak-anak buahnya rubuh pingsan berpencaran jauh terpental kesana kemari, dua diantaranya mental masuk kedalam rumah makan. Melihat kejadian itu, Kim-ce Lonnie segera berkata pada Pie-tet Sin-kay . "Kau pergi kerumah makan, tolong kedua murid Siauw-lim itu, awas! Jangan sampai timbul salah paham dengan bocah itu. Aku mengurus orang-orang tolol ini." Setelah berkata begitu Kim-ce Lonnie turun tangan memberi bantuan P3K pada anak-anak murid Bu-tong dan Siauw-lim, sedang Pie-tet Sinkay berjalan masuk kedalam rumah makan. Didalam rumah makan tampak pemuda berbaju loreng duduk disebuah kursi, kedua kakinya ditaruh diatas meja, ia duduk seenaknya, sedang sang monyet menjilat-jilat diluka si pemuda. Menampak kedatangan Pie-tet Sin-kay wajah si pemuda beringas, matanya memancarkan sinar berkilat memandang si pengemis. Melihat perobahan sikap si pemuda yang semula datang kekota dengan penuh ramah senyuman diwajahnya, kini telah berobah penuh dengan sinar kebencian dan kemarahan kepada orang yang dipandangnya. Pie-tet Sin-kay tidak menghiraukan pandangan si pemuda, ia menghampiri kedua anak murid Siauw-lim-pay, segera dipondong keluar untuk diberi pengobatan seperlunya. Tidak lama kemudian, tugas kedua orang itu selesai sudah, para padri dan hweeshio sudah siuman dari pingsannya. Seorang murid Bu-tongpay patah lengan kiri, dan seorang lagi terpincangpincang jalannya. Sedang seorang murid Siauwlim-pay patah tulang rusuknya, dan dua orang lainnya patah lengan kiri, sedang yang lainnya kepalanya masih bocor mengeluarkan darah. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sungceng San totiang dan Tie-kak Hweshio ngeloyor pergi, meninggalkan tempat itu, kembali kegunung masing-masing dengan membawa rasa malu dan penasaran. Apa yang telah terjadi? Bagaimana ketua Butong-pay generasi keenam serta Wakil ketua gereja Siauw-lim-sie berikut seluruh anak buahnya bisa mengalami nasib naas di tempat itu? Untuk jelasnya, mari kita mengikuti keadaan rombongan Bu-tong-pay dan Siauw-lim-pay setelah Pie-tet Sin-kay dan Kim-ce Lonnie meninggalkan rombongan mereka membawa Leng-ko kedalam rumah makan. Setelah si pemuda berbaju loreng terkurung kembali oleh orang Siauw-lim-sie dan Bu-tong-pay yang berjumlah duabelas orang banyaknya, ia masih menunjukkan senyum ramai di wajahnya. Ia tidak mengerti, apa maksud perbuatan orang-orang itu mengelilingi tubuhnya, hanya dianggap bahwa orang-orang itu tentunya masih ingin bermain menirukan gerak-gerak lukisan seperti terdapat didalam dinding goa dalam lembah. Para hweeshio Siauw-lim-sie, tosu Bu-tong-pay mereka sudah mengeluarkan senjata masing masing. "Serang !" Sung-ceng San totiang memberi abaaba. Maka terjadilah pertempuran satu lawan dua belas, si pemuda yang dikurung ditengah tengah kurungan hujan pedang dan biji tasbeh, tubuhnya berputaran melejit sana sini keluar dari kurungan. Begitu tubuh si pemuda bebas keluar dari kurungan, begitu cepat orang-orang Bu-tong dan Siauw-lim bergerak mengurung kembali dengan menghujani tajamnya mata pedang dan kerasnya lemparan biji-biji tasbih. Selama itu si pemuda hanya mengelakkan dengan gerakan-gerakan aneh luar biasa. "Hentikan pertempuran !" Tiba-tiba terdengar suara aba-aba Tie-kak hweeshio. Maka pertempuran berhenti seketika. "Sung-ceng San ciangbunjin, kau atur serangan pedang bagian atas tubuh musuh, sedang dua muridmu menyerang bagian bawah, aku dengan delapan murid-muridku menghujani jalan keluar bocah ini dengan biji-biji tasbeh. Hmmm.....ingin kulihat bagaimana ia bisa lolos dari kepungan kita." Berkata Tie-kak hweeshio. Sung-ceng San totiang yang mendengar penuturan Tie-kak hweeshio, ia segera sadar, maka segera mengatur orang-orangnya. Sedang si bocah yang mendengar ucapan itu masih tidak mengerti, ia masih tetap tersenyum-senyum ditengah gelanggang pertempuran. Sung-ceng San totiang segera memberi perintah kepada dua muridnya. "Leng Bie, kau bersama suhengmu menyerang bagian bawah pemuda itu." Setelah memberi pesan kepala muridnya, segera ia mulai menggerak-gerakkan pedangnya, sedang muridnya meng-gerak-gerakkan pedang mengincar bagian bawah perut si pemuda, maka mulailah kembali satu pertempuran yang dahsyat seru, diiringi dengan mendesingnya suara-suara biji-biji tasbeh yang melayang terbang mengurung tubuh si pemuda. Si pemuda yang mendapat serangan pedang dari bagian bawah perut tubuhnya, ia berusaha melejit keatas, baru sampai gerakannya setengah jalan, diudara menyambar beberapa buah biji tasbih menyerang tubuhnya. Segera ia memutar tubuh, terdengar suara gemuruh angin menderu-deru tubuh si pemuda bergulung-gulung, kini hanya tampak berkelebatan bayangan belang terkurung oleh sinar-sinar pedang menyambar-menyambar diikuti oleh mendesingnya suara biji-biji tasbeh mengancam jalan darah si pemuda. Bagaimanapun si pemuda belum berpengalaman tempur, menghadapi hujan serangan sinar kilatan pedang serta serangan desingan-desingan biji-biji tasbeh yang menyambar tubuhnya, ia menjadi repot, dengan masih berputaran diudara, berusaha keluar dari kurungan serangan pedang dan serangan biji-biji tasbih itu, tapi usahanya selalu gagal. Tetap ia tidak bisa keluar dari ancaman maut. Begitu kepalanya tersambar serangan angin dingin, ia mengelakkan sambaran angin itu, memiringkan kepalanya, baru saja kepala itu digeser miring tiba-tiba satu biji tasbeh sudah mengenai paha kirinya, dalam keadaan demikian ia hanya bisa menyelamatkan batok kepalanya dari samberan angin dingin pedang Sung-ceng San totiang, tapi bahu kirinya sudah terpapas oleh pedang itu. Mengucurkan darah merah. Ia jatuh duduk di tanah. Pusaka Pedang Embun Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Si pemuda jatuh duduk dengan mengucurkan darah dari bahu kirinya, matanya jelalatan memperhatikan darah yang meleleh diatas tubuhnya, senyum dibibirnya lenyap seketika, berubah mengerinyit-ngerinyit, menahan sakit dan marah. Sung-ceng San totiang, Tie-kak hwee-shio berikut anak-anak muridnya menghentikan serangan, mereka menyaksikan si pemuda jatuh duduk dengan berlumuran darah. Sung-ceng San totiang segera berkata. "Tie-kak hweesio, untuk melampiaskan dendam sakit hati muridku, biar kutabas saja batok kepala bocah ini." "Hmm," Dengus Tie-kak hweeshio. "jangan terlalu serakah, dendam kematian anak murid Siauw-lim juga harus dibikin impas. Kau papas leher bocah itu, berbarengan aku menghujani batok kepalanya dengan biji-biji tasbeh, kukira cara ini lebih adil !" Tie-kak hweeshio dan Sung-ceng San totiang sepakat mereka mengangguk untuk mengakhiri riwayat hidup si pemuda. Dengan serentak pedang dan biji-biji tasbeh menyambar kearah batok kepala si pemuda yang masih duduk mengucurkan darah, begitu serangan itu tiba, entah dengan cara bagaimana si pemuda bergulingan ditanah, serangan kedua senjata mengenai tempat kosong, terdengar suara mengguruh, debu-debu mengepul diudara. Menyaksikan dirinya mendapat perlakuan kejam, mendadak si pemuda memancarkan sinar mata berkilatan hijau, dadanya bergolak hawa kemarahan. Ia tidak bisa melampiaskan maksud kemarahannya. Pedang dan biji-biji tasbeh sudah menyambar nyambar tubuhnya lagi, dalam keadaan kritis antara mati dan hidup, tiba si pemuda bersiul melengking. Suara siulan itu menggetarkan, menggema lama diangkasa, laksana suara malaikat turun kebumi. Jantung Sung-ceng San totiang dan Tie-kak hweeshio tergetar keras. Telinganya dirasakan mau pecah, kepalanya terasa tidak enak, dalam keadaan perasaan demikian rupa, tahu-tahu dada Sung-ceng San totiang dirasakan sakit, pedang terlepas dari tangannya, ia jatuh numprah ditanah. Tidak terkecuali Tie kak hweeshio begitu jantungnya tergetar, telinganya dirasakan hampir pecah seluruh sendi-sendi tulangnya seakan kehabisan sumsum. Ia jatuh duduk dengan mulut mengeluarkan kecap asin. Kesepuluh murid-murid Bu-tong dan Siauw-lim, berpentalan kesana kemari, dua diantaranya nyeplos masuk kepintu rumah makan dimana Pietet Sin-kay dan Kim-ce Lonnie berada. Jatuhnya Sung-ceng San totiang dan Tie-kak Hweeshio serta terpentalnya murid-murid kedua golongan, terjadi dalam waktu singkat dan bersamaan, berbarengan dengan terdengarnya suara siulan yang menggema diangkasa. Mereka pontang-panting, akibat serangan balasan si pemuda secara mendadak. Kaki tangan si pemuda digerakkan, memukul, melempar dan menendang, membanting dengan diiringi suara siulannya yang menggetarkan kota Siao-shia. Keadaan kota Siao-shia yang sunyi sepi tiba-tiba disana sini terdengar suara gedabrukkan tubuhtubuh manusia jatuh terjengkang. Begitu suara siulan sirap, si pemuda melangkah kedepan memasuki rumah makan dengan diiringi oleh si monyet hitamnya. Setelah mana, baru Pie-tet Sin-kay bersama Kim-cee Lonie segera memberi bantuan P3K pada orang-orang dua partai itu. Yang akhirnya mereka pada ngeloyor pergi. PlE-TET SIN-KAY dan Kim-cee Lonie sama-sama mengetahui, kalau padri-padri Bu-tong serta hweeshio-hweeshio Siauw-lim-pay sudah pada ngeloyor pergi, merekapun kembali memasuki ruang rumah makan. Didalam rumah makan itu, si pemuda masih duduk dikursinya, kedua kakinya diletakkan diatas meja. Leng-ko masih pingsan terlentang di-lantai. Meja-meja, kursi-kursi, piring-piring dan mangkok-mangkok berantakan, pontang panting berceceran ditanah. Pemilik rumah makan melingkar dibawah meja. Sedang dua orang pelayan rumah makan duduk numprah bersandar di belakang meja yang terbalik. Si monyet hitam tidak tampak disana. Pie-tet Sin-kay duduk dimejanya, sedang Kim-ce Lonnie berjalan menghampiri si pemuda yang terluka. Hampir Kim-ce Lonnie menghentikan langkahnya ketika menampak sinar mata si pemuda berkilatan ganas, wajahnya menunjukkan kegarangan, menyaksikan kedatangan Kim-ce Lonnie. Meskipun tampak wajah garang, si pemuda tetap memancarkan sinar mata berkilatan, tapi ia tetap duduk tenang dikursinya dengan kedua kakinya masih diletakkan diatas meja. Si pemuda bisa membedakan, kedua orang kakek nenek ini tidak turut ambil bagian mengeroyok dirinya, meskipun hatinya masih panas, tapi pikirannya sudah bisa bekerja dengan jernih, dibiarkan Kim-ce Lonnie mendekatinya, dengan sikap berhati-berhati. "Bocah!" Kata Kim-ce Lonnie dengan suara lemah lembut. "Bahumu terluka." Tangan Kim-ce Lonnie meraba pundak kiri si pemuda. Menampak tangan Kim-ce Lonni bergerak kearah bahu kirinya yang masih terluka, dengan cepat si pemuda mencengkeram lengan Kim-ce Lonnie. Kim ce Lonnie cepat menarik kembali gerakan tangannya, tapi sudah terlambat, ternyata cengkeraman si pemuda lebih cepat. Lengan Kimce Lonnie tergenggam kuat. Terasa tulang-tulang seakan-akan hampir remuk. Dengan mengerahkan tenaga dalamnya kebagian lengan yang dicengkeram si pemuda, Kim-ce Lonnie membiarkan lengan itu dicengkeram demikian rupa, ia tidak melakukan gerakan apaapa. Pie-tet Sin-kay melihat perobahan demikian, ia terkejut, bangkit dari duduknya tapi kemudian duduk kembali dengan tenang mengikuti dan menyaksikan adegan itu. Berlangsung selama beberapa kali kedipan mata, si pemuda mengendorkan cengkeramannya, lalu melepaskan pegangan itu. Tanpa banyak bicara lagi, Kim-ce Lonnie memasukkan tangannya kedalam saku baju, mengeluarkan sebotol obat luka, lalu katanya. "Kau taburi obat luka ini pada bahumu !" Sambil menyerahkan botol itu pada si pemuda. Mendapat angsuran botol, si pemuda menyambuti dengan perasaan heran, ia bolak balik botol itu tanpa mengerti, apa maksud pemberian si nenek ? Kim-ce Lonnie bisa menyaksikan perbuatan si pemuda yang menjadi bengong tidak keruan, hatinya turut berteka-teki, begitu juga Pie-tet Sinkay, dari kursinya, ia memandang kelakuan si bocah dengan sifat tidak mengerti. Tanpa banyak bicara lagi, Kim-ce Lonnie menghampiri pundak kiri si pemuda yang mengucurkan darah, dengan jari-jari tangannya, ia periksa keadaan luka itu. Si pemuda menyaksikan perbuatan Kim-ce Lonnie dengan satu pandangan sinar mata berkilatan penuh kewaspadaan. Setelah memeriksa luka si pemuda, Kim-ce Lonnie berkata. "Untung kau mengenakan pakaian kulit macan, kalau tidak, pasti bacokan pedang mengenai tulang." Setelah berkata begitu, ia ambil botol obat yang dibolak-balik si pemuda, membuka tutupnya. Dengan kedua jari tangannya, Kim-ce Lonnie melowekan pakaian kulit macan yang terobek terpapas pedang, kemudian menaburi obat bubuk pada luka si pemuda. Kim-ce Lonnie kembali kemeja duduk dihadapan Pie-tet Sin-kay. Si pemuda masih duduk bengong terlongonglongong. Tambah lama, ia rasakan sakit pada lukanya berkurang, darah yang mengucur terhenti. Matanya terkatup ia tidur ngorok dibangku. Leng-ko, si pemilik rumah makan dan dua orang pelayan yang tadi pingsan kini sudah mulai siuman, mereka memijit-mijit kepalanya dengan sempoyongan bangun berdiri. Mata mereka mendelik kearah si pemuda gondrong dengan pakaian macan loreng, tubuhnya penuh noda-noda darah sedang menggeros dikursi. Leng-ko dengan tubuh masih terasa lemas duduk kembali numprah dilantai rumah makan memperhatikan si pemuda gondrong. Seorang pelayan masih bingung, mengambil sepoci arak, diletakkan diatas meja tanpa diminta, mata Pie-tet Sin-kay terus mengawasi kearah dimana duduknya si pemuda gondrong. Kim-ce Lonnie berkata pada Pie-tet Sin-kay. "Sin-kay, kalau dibiarkan bocah ini keliaran tidak keruan, kukuatir akan menimbulkan bencana hebat. Juga ia seperti tidak mengerti bahasa yang kita gunakan. Apa bocah tuli?" "Jadi, kau mau bikin apa ?" Potong Pie tet Sinkay ugal-ugalan. "Toch dia tidak berbuat apaapa yang membahayakan, kau perhatikan, apa yang dibuatnya disini? Soal orang orang Bu tong dan Siauw-lim, salah mereka sendiri, belum apa sudah naik darah menuduh orang yang bukanbukan. Hm, anggap mereka, orang-orang gundul itulah orang-orang suci yang tahu tata keadilan dan kebenaran, mengerti hukum-hukum Tuhan, menegakkan keadilan dan kebenaran. Nyatanya baru menghadapi persoalan sekecil ini saja sudah tidak pakai otak. Menyerang membabi buta, tanpa selidik lebih dulu seteliti-telitinya !" Kim-ce Lonnie menarik napas panjang lalu berkata lagi . "Maksudku biar kuajak bocah ini ke gunung Bu-san ...." "Kau sudah gila !" Potong lagi Pie-tet Sin-kay. "Kalau kau bawa ia kegunungmu, bagaimana setelah gurunya tahu, ia berada digunung Bu-san bersamamu, apakah tidak menimbulkan salah paham? Kau menculik muridnya. Apa kau tidak lihat gerakan-gerakan ilmu silat bocah itu sangat aneh. Tentu gurunya juga sebangsa manusia aneh yang sulit diajak urusan. Kukira, sebaiknya jangan mencari soal tetek bengek yang tidak keruan." "Aku kuatir kalau sampai ia tersesat ke jalan hitam !" Kata Kim-ce Lonnie. Pie-tet Sin-kay menghirup araknya, ia memandang langit-langit rumah makan, menikmati selusurnya cairan arak melewati tenggorokannya berputar dalam perut menghangatkan tubuh. Baru ia berkata perlahan . "Aku tahu, tapi kurasa tak mungkin ia sampai terjerumus dalam jalan sesat, kini jelas sudah bocah inilah yang membikin Sammo Eng-ciauw babak belur." "Apa hubungannya dengan Sam-mo Eng ciauw dengan arah perjalanan hidup bocah ini ?" Tanya Kim-ce Lonnie dengan sinar mata tertuju kearah wajah si pemuda dengan penuh tanda tanya. "Soalnya toch sudah logis, bocah ini menghajar Sam-mo Eng-ciauw, tentu iblis ini akan menuntut balas. Segera tersiar luas tentang munculnya satu tokoh muda anti iblis. Juga pasti Sam-mo Engciauw akan menghasut semua golongan hitam untuk membasmi bocah itu. Mereka akan mengejar-ngejar si bocah yang dianggapnya biang bencana kehancuran golongan mereka. Hanya inipun, jika dugaanku betul, si bocah ini yang pernah menghajar Sam-mo Eng-ciauw." Kim Ce Lonnie berkata . "Orang-orang Bu-tongpay dan Siauw-lim-pay juga akan menyiarkan bahwa bocah itulah satu siluman yang harus ditumpas, bukankah begitu ?" "Nggg............" Dengus Pie-tet Sin-kay. "Urusan ini harus segera dibikin bersih, partaipartai rimba persilatan harus segera diberitahu duduk perkara yang sebenarnya, sebelum mereka terhasut oleh Sung-ceng San totiang dan Tie-kak hweeshio. Kukira kita harus bagi tugas. Aku akan ke gereja Siauw-lim-sie, menjelaskan tentang kesalah pahaman ini. Kau ke Kun-lun-san, menjelaskan tentang munculnya si bocah dalam rimba persilatan serta minta bantuan mereka mengawasi gerak gerik si bocah, jangan sampai terperosok ke jalan yang sesat. Setelah itu, Go-biepay, Swat-san-pay, Ceng-san-pay dan lainnya lagi. Masing-masing kita mengambil arah jalan yang berdekatan !" "Bagaimana Bu-tong-pay?" Tanya Kim-ce Lonnie. "Siapa yang akan pergi kesana ?" Pie-tet Sin-kay menjawab; "Soal Bu-tong-pay jangan kita gubris dulu, tidak ada gunanya. Sungceng San totiang sangat sulit diberi mengerti, biar ia insaf sendiri akan kekeliruannya. Yang perlu, dijaga jangan sampai hasutan-hasutan Sung-ceng San totiang masuk ketelinga ketua-ketua partai lainnya. Kukira sudah cukup!" Sepasang Pendekar Perbatasan Karya Chin Yung Manusia Aneh Alas Pegunungan Karya Gan Kl Rahasia Si Badju Perak Karya GKH