Si Racun Dari Barat 15
Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong Bagian 15
Si Racun Dari Barat Karya dari Jin Yong Akan tetapi, gerak-gerik mereka berdua tidak terlepas dari mata Ong Tiong Yang. "Ma Cing, kalian berdua jangan berlaku tidak hormat!" Bentaknya. Ong Tiong Yang ingin mencelat ke arah mereka dengan maksud mencegah, tapi sudah terlambat, sebab Ma Cing dan Seh Gwa Kie sudah mengerahkan lwee kang menyerang Su Ciau Hwa Cu dan Ang Cit Kong. Akan tetapi, lwee kang mereka yang telah dikerahkan itu, seperti membentur tembok baja, bahkan berbalik menyerang diri mereka sendiri, sehingga tubuh mereka terpental beberapa depa, lalu roboh di tanah. Ma Cing dan Seh Gwa Kie mendongakkan kepala. Mereka melihat Ang Cit Kong berada di hadapan Su Ciau Hwa Cu. Ma Cing dan Seh Gwa Kie adalah murid handal Ong Tiong Yang. Usia mereka tidak terpaut jauh dengan usia gurunya. Akan tetapi, mereka tidak menyangka sama sekali bahwa Ang Cit Kong memiliki lwee kang yang begitu tinggi. Mereka ingin mempermalukan Ang Cit Kong dan gurunya itu, namun sebaliknya malah mereka sendiri yang mendapat malu, sehingga wajah mereka berubah merah karena menahan rasa malu. Menyaksikan kejadian itu, Ong Tiong Yang menghela nafas panjang. Walau muridku cukup berbakat, namun masih kalah jauh dibandingkan dengan murid Su Ciau Hwa Cu itu. Begitulah kata dalam hatinya. Sedangkan yang lain pura-pura tidak melihat kejadian itu. Mereka mendekati Su Ciau Hwa Cu sambil mengeluarkan obat. Namun Su Ciau Hwa Cu cuma memandang Toan Hong Ya, lalu mengambil obat dari tangan raja Tayli itu sekaligus menelannya. Ternyata Su Ciau Hwa Cu tahu bahwa Toan Hong Ya berhati welas asih, maka mau menerima obatnya. Keputusan sudah disepakati bersama, yaitu lima tahun kemudian akan bertemu di Gunung Hwa San. Mereka akan bertanding di sana. Siapa yang berhasil keluar sebagai pemenang, dialah yang berhak memiliki kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, sekaligus menyandang gelar jago nomor wahid di kolong langit. Ketika membicarakan hal tersebut, wajah mereka semua tampak berseri-seri. Mereka kelihatan gembira sekali. Tak terasa hari pun sudah terang. Mendadak tampak seseorang menerjang ke arah mereka. "Siapa?" Bentak Ong Tiong Yang. Pendatang itu seorang gadis berdandan seperti pelayan. "Siapa yang bernama Ong Tiong Yang?" Tanyanya sambil menatap mereka. "Siapa kau? Ada urusan apa kau mencariku?" Ong Tiong Yang balik bertanya. "Kaulah yang bernama Oey Tiong Yang?" Tanya anak gadis itu. Ong Tiong Yang menatapnya. Ternyata anak gadis itu masih kecil, lincah tapi tidak tahu tata krama dunia persilatan. "Ada urusan apa kau mencariku?" Tegas Ong Tiong Yang. Mendadak anak gadis itu menangis terisak-isak dan air matanya berderai-derai. "Suhuku ... dia ... dia ..." Sahutnya tersendat-sendat. Semua orang tidak tahu siapa gurunya, juga tidak tahu maksud kedatangan anak gadis itu. Tapi anak gadis itu baru berusia dua belasan, tentunya membuat mereka semua tercengang. Akan tetapi, air muka Ong Tiong Yang tampak berubah hebat. "Kau bilang apa?" Tegasnya. "Suhuku ... dia sakit hingga mati," Sahut anak gadis itu. Ong Tiong Yang terbelalak. "Tidak benar! Tidak benar! Tadi aku masih melihatnya, tadi aku masih melihatnya! Dia memberitahukan padaku, bahwa dia telah menciptakan semacam ilmu pedang, yaitu Giok Li Sim Keng. Dia masih memainkan ilmu pedang itu di hadapanku, bagaimana mungkin dia ..." Ong Tiong Yang menatap anak gadis itu, kelihatannya kacau dan tidak tahu harus bagaimana menuturnya. Sementara di matanya muncul bayangan Lim Tiau Eng yang cantik jelita, dia bergumam. "Tiau Eng, Tiau Eng! Kalaupun Giok Li Sim Keng tidak lebih bagus dari ilmu pedangku, itu kan tidak jadi masalah? Lalu mengapa kau begitu memikirkan itu? Jangan terlampau egois! Kau tahu diriku, aku tahu dirimu, mengapa harus saling bertentangan?" Setelah bergumam, Ong Tiong Yang berkata pada anak gadis itu. "Gurumu ... bilang apa?" Anak gadis itu menatap Ong Tiong Yang dengan bengis sambil berkata dalam hati. Ong Tiong Yang ini kelihatan bukan orang baik. Ketika guru hampir mati, terus-menerus menyebut namanya. Sungguh mengherankan, biasanya guru selalu berkata padaku, bahwa kaum lelaki tidak pernah setia terhadap kaum wanita. Kalau bertemu wanita yang menarik hatinya, pasti bermulut manis dan merayu, juga berlaku amat mesra. Namun ketika melupakanmu, kau memanggilnya, dia pun tidak akan menggubrismu, bahkan tidak mau melihatmu Kalau lelaki tertarik padamu dengan cara demikian, bukankah kau akan menderita sekali? Gadis itu tinggal di dalam kuburan tua, setiap hari mendapat pendidikan yang demikian dari gurunya, sehingga membuatnya amat memusuhi kaum lelaki. Namun kini ketika melihat wajah Ong Tiong Yang begitu sedih, hatinya pun merasa tersentuh. Kelihatannya guru telah salah menilai Ong Tiong Yang, mungkin Ong Tiong Yang adalah seorang lelaki sejati. Ong Tiong Yang terus menatap anak gadis itu. Tampak air matanya keluar. Kemudian dengan suara gemetaran bertanya. "Sebelum gurumu mati, dia bilang apa padamu, harap beritahukan padaku!" Anak gadis itu berpikir sejenak, kemudian menyahut dengan tersendat-sendat. "Guru bilang, melarangku ..." "Beritahukanlah padaku!" Desak Ong Tiong Yang. Anak gadis itu melanjutkan dengan air mata berlinang-linang dan terisak-isak. "Guru melarangku pergi menemuimu, juga menyuruhku menutup mukanya dengan kain putih!" Usai mengatakan hal itu ia seperti tak tahan, menangis sambil menjatuhkan diri. Ong Tiong Yang berdiri termangu-mangu. Dia tidak menyangka bahwa ketika menantang dirinya untuk bertanding, Lim Tiau Eng ternyata sudah menderita sakit berat. Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu padaku, namun aku tidak menghiraukannya. Kini dia sudah mati, sementara aku masih hidup di dunia ... "Gurumu masih hilang apa padamu?" Tanya Ong Tiong Yang kemudian. Anak gadis itu mengerutkan kening, tidak berani mengatakannya. Ternyata sebelum menghembus nafas penghabisan, I i Tiau Eng menyampaikan sesuatu kepada gadis itu. "Aku yang menyelamatkan nyawamu. Aku menghendakimu mulai sekarang kau tidak boleh meninggalkan kuburan kuno ini. Kau harus menjaga perguruan Giok Li Bun ini. Kecuali jika ada lelaki yang berani mati demi dirimu, kau boleh meninggalkan kuburan tua ini! Kalau tidak, tentu kau tak boleh pergi. Kau bersedia mentaati pesanku?" Anak gadis itu mengangguk, pertanda tidak menolak pesan gurunya. Maka Lim Tiau Eng melanjutkan. "Aku punya sebuah bungkusan kecil. Pergilah, ambil bungkusan itu kemari!" Anak gadis itu segera mengambil bungkusan yang dimaksud dari kolong ranjang Han Giok (Giok Dingin), lalu diberikan kepada gurunya. Namun saat itu Lim Tiau Eng sudah tidak punya tenaga untuk menerimanya. Ia hanya mampu memberi isyarat agar gadis itu memapahnya bangun duduk. "Buka bungkusan itu!" Ujarnya lirih. Perlahan gadis itu membukanya. Ternyata bungkusan itu berisi sebuah lukisan seorang tosu muda berwajah tampan. Lim Tiau Eng menatap lukisan itu, kemudian bergumam. "Manusia hidup dengan kegembiraan yang tak terbatas, apa gunanya jubah tosu?" Ada rasa heran di hati gadis itu mendengar gumaman Lim Tiau Eng, karena setahunya, setiap hari gurunya pasti mencaci maki Ong Tiong Yang. Apakah lukisan itu adalah Ong Tiong Yang? Mengapa gurunya terus-menerus memandang lukisan itu dengan air mata bercucuran? Sejak kecil dirinya dibawa Lim Tiau Eng ke dalam kuburan tua. Hidup berpisah dengan dunia luar, membuatnya tak kenal cinta, kasih, benci dan dendam. Sementara Lim Tiau Eng mengangkat sebelah tangannya, mengusap lukisan itu dengan tangan bergemetaran. "Kau amat gagah dan diakui sebagai seorang pendekar besar, entah kau bisa menangis tidak?" Gumamnya lalu tertawa sedih. Setelah itu, berkata pada anak gadis tersebut. "Gantung lukisan ini!" Sang murid segera menggantung lukisan itu di dinding. Lim Tiau Eng tampak memandangi lukisan tersebut, lalu berkata kepada muridnya. "Aku sudah hampir mati, kau harus mendengar pesanku. Mulai saat ini dan selanjutnya, kau tidak boleh membiarkan semua lelaki busuk memasuki kuburan kuno ini. Dekatilah lukisan itu, ludahi dia dua kali ...!" Melihat Lim Tiau Eng sudah sekarat, gadis itu merasa pasti ada sebab tertentu dengan perintah meludahi lukisan itu. Tanpa menjawab, ia langsung melangkah mendekati lukisan Ong Tiong Yang, lalu meludahinya dua kali, seperti perintah gurunya. Kemudian ia berkata dengan sengit. "Kau telah membuat suhuku menangis! Seumur hidup aku tidak akan pernah memaafkanmu!" Saat itu ia baru sadar bahwa dirinya tak punya guru lagi. Selanjutnya dia akan hidup seorang diri di dalam kuburan tua itu. Sesungguhnya Ong Tiong Yang ingin bertanya dengan cermat pada anak gadis itu, bagaimana Lim Tiau Eng mengidap penyakit hingga membuatnya mati. Akan tetapi, mendadak Ong Tiong Yang teringat akan dirinya sebagai ketua partai Coan Cin Kauw. Lagi pula, para muridnya dan beberapa pesilat tangguh berada di situ. Kalau tidak, kemungkinan besar dia sudah membunuh diri untuk menyusul Lim Tiau Eng ke alam baka. Sia-sia saja ia menahankan air matanya yang terus keluar membasahi pipinya. Dia mendongakkan kepala memandang angkasa, bibir bergerak-gerak seakan sedang berdoa. Semua orang memandangnya. Mereka semua tahu duka yang menimpa Ong Tiong Yang. Namun tak seorang pun berani membuka mulut. Ma Cing dan Seh Gwa Kie pun ikut sedih, karena mereka tahu Ong Tiong Yang dan Lim Tiau Eng punya jalinan hubungan yang amat baik. Hanya anehnya mengapa guru mereka mendadak mendirikan partai Coan Cin Kauw, bahkan mereka selalu menentang wanita cantik itu. Kini begitu menyaksikan kedukaan Ong Tiong Yang, tahulah mereka bahwa Ong Hong Yang amat mencintai Lim Tiau Eng. Kalau tidak, bagaimana mungkin guru mereka begitu berduka mendengar tentang kematian Lim Tiau Eng. Ong Tiong Yang terus menatap ke angkasa. Beberapa lama kemudian barulah terdengar ucapan dari mulutnya. "Hatiku sedih, siapa yang tahu itu? Hidup kesepian, sama-sama merana! Manusia hidup penuh kegembiraan, hanya minum arak. Kau telah pergi, bagaimana kau tahu tentang kesedihan ini? Aku berada di sini, bertambah kesepian dan merana. Ingin memperoleh sepasang sayap, terbang mendampingimu!" Di antara semua orang, hanya Oey Yok Su dan Toan Hong Ya yang lebih tahu akan kedukaan hati Ong Tiong Yang. Dia telah kehilangan pujaan hatinya. Barangkali mulai saat ini hidupnya akan menderita sekali. Ong Tiong Yang tiba-tiba memberi hormat kepada semua orang. "Maafkan aku tidak bisa menemani kalian di sini, aku harus pergi menjenguk temanku itu, sampai jumpa kelak!" Usai berkata kepada semua orang, Ong Tiong Yang lalu berkata kepada anak gadis itu. "Kau ikut aku ke sana?" Anak gadis itu menghentikan tangisnya. Matanya melotot sambil menyahut dengan sengit. "Ong Tiong Yang! Kau kira aku ke sini mencarimu agar kau mau pergi menengok jenazah guruku? Kau sungguh bodoh menganggap begitu!" Semula semua orang memang mengira anak gadis itu datang untuk menyampaikan kabar duka agar Ong Tiong Yang pergi untuk melawat. Tak disangka, ia malah melarang Ong Tiong Yang pergi melawat. Mereka bahkan terkejut ketika kemudian gadis itu menuding Ong Tiong Yang sambil mencari maki. "Ong Tiong Yang! Coan Cin Kauw semuanya adalah telor busuk, semuanya tidak tahu aturan! Ong Tiong Yang, tahukah kau apa yang dipikirkan guruku? Kau selalu pura-pura sibuk, sama sekali tidak memperhatikan urusan di benak guruku. Maka karena beliau mati di tanganmu, aku akari mengadu nyawa denganmu demi guruku!" Usai berkata begitu, gadis itu langsung saja menerjang Ong Tiong Yang. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tampaknya hati Ong Tiong Yang masih kacau. Dia hanya menatap ketika gadis itu tahu-tahu saja menerjang ke arahnya. Mulutnya bahkan masih menggumamkan kata-kata. "Tiau Eng, bukankah kau ada perkataan yang belum disampaikan padaku? Ya kan?" Semua orang sempat tertegun melihat Ong Tiong Yang yang masih termangu, tak mengherankan serangan gadis itu. Hanya Oey Yok Su dan Toan Hong Ya tahu jelas, anak gadis itu menyerang Ong Tiong Yang karena sangat marah dan emosi. Plak! Sebuah pukulan yang dilancarkan anak gadis itu mendarat telak di badan Ong Tiong Yang, membuat badannya tergetar keras, kemudian terdorong mundur beberapa langkah. "Ong Tiong Yang, guruku amat membencimu, membenci Coan Cin Kauw! Membencimu sampai ke dalam tulang sumsum! Kau tidak usah pergi melihat guruku. Guruku sampai di alam baka juga tidak akan melepaskanmu." "Gurumu menghendaki bagaimana?" Tanya Ong Tiong Yang. Anak gadis itu menyahut dengan sengit. "Guruku menghendakimu tidak pergi melihatnya, tidak usah mengurusinya! Aku kemari hanya untuk membunuhmu! Demi membalaskan dendam guruku!" Ong Tiong Yang menatap anak gadis itu sambil berkata dengan sungguh-sungguh. "Baik! Kau sudi membunuhku, itu memang baik sekali. Aku pun rela membiarkanmu membunuhku." Ong Tiong Yang berpaling memandang para muridnya, kemudian berkata kepada Ma Cing dan Seh Gwa Kie. "Aku ingin mati di tangan anak gadis ini. Kalian tidak boleh menuntut balas terhadapnya, biar dia kembali ke kuburan kuno! Mulai saat ini, para murid Coan Cin Kauw tidak boleh mendekati ku-buran kuno itu! Siapa yang melanggar, harus dihukum berat!" Ma Cing dan Seh Gwa Kie mengangguk. Ong Tiong Yang berkata lagi kepada anak gadis itu. "Kau boleh turun tangan!" Ong Tiong Yang duduk, tidak melihat siapa pun dan tidak berkata apa pun. Hanya duduk me-nunggu anak gadis itu turun tangan membunuhnya. Anak gadis itu menengok ke sekelilingnya. Kalau sekarang dia turun tangan, pasti berhasil membunuh Ong Tiong Yang. Ditatapnya Ong Tiong Yang sambil dengan perlahan menghunus pedangnya. Lalu mendadak saja ditusuknya dada lelaki itu. Namun bersamaan dengan itu pula, sekonyong-konyong muncul dua orang di hadapannya. Salah seorang menangkis pedang, seorang lagi memegang pangkal pedang anak gadis itu, sehingga tak dapat bergerak sama sekali. Siapa kedua orang itu? Tidak lain adalah Oey Yok Su dan Toan Hong Ya. "Apakah dengan tusukan pedangmu kau dapat mengakhiri semua dendam dan kebencian? Bukankah sederhana sekali jalan pikiranmu itu?" Ujar Oey Yok Su. Sementara Toan Hong Ya menyebut, memuji Sang Buddha. "Omitohud! Masih kecil sudah bertindak demikian. Ini tiada gunanya terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain." Anak gadis itu menyahut dengan wajah bengis. "Kalian semua bukan orang baik. Kalian tak lebih dari telor busuk! Suka berpura-pura. Bertahun-tahun aku tinggal di dalam kuburan kuno, tidak pernah bertemu telor busuk seperti kalian!" Karena saking gusarnya gadis itu melepaskan pedangnya, lalu berlari meninggalkan tempat itu. Semua orang memandang Ong Tiong Yang. Tiada seorang pun yang bersuara, terus membungkam. Tak mungkin mereka berbicara dengan Ong Tiong Yang yang sedang dilanda duka seperti itu. Akhirnya semua orang berpamit pada Ong Tiong Yang meninggalkan tempat itu. Ong Tiong Yang cuma diam saja. Hanya Su Ciau Hwa Cu dan Ang Cit Kong yang masih duduk di situ. Ang Cit Kong tampak mulai mengobati luka gurunya dengan lwee kangnya. Tak lama kemudian Ong Tiong Yang bangkit berdiri, berjalan perlahan-lahan meninggalkan tempat itu, diikuti para muridnya. Sementara Ang Cit Kong terus mengobati gurunya. Tak lama keduanya pun bangkit berdiri. "Suhu, mari kita pergi!" Ajak Ang Cit Kong kepada Su Ciau Hwa Cu. Su Ciau Hwa Cu menyahut. "Lukaku tidak akan sedemikian cepat sembuh, Ang Cit. Kelihatan-nya aku sudah tidak dapat bertahan lagi. Cepat bawa aku ke cabang Kay Pang yang terdekat, kita berdua harus baik-baik menyelesaikan urusan pen ting." "Suhu, bolehkah aku memapahmu pergi?" Ang Cit Kong menawarkan. Su Ciau Hwa Cu mengangguk, maka Ang Cit Kong segera memapah gurunya meninggalkan tempat itu. Sementara itu Ouw Yang Hong terus bersembunyi hingga malam. Ketika hari mulai terang, dia berkata dalam hati. Kini aku sudah tahu urusan Ong Tiong Yang, juga tentang kitab pusaka Kiu Im Cin Keng. Kitab itu memang ada. Namun harus menunggu lima tahun, barulah aku bisa merebut kitab pusaka tesebut. Aku harus pulang ke See Hek mencari kakakku. Berhasil mencari kakakku sama juga berhasil mencari Bokyong Cen. Begitu teringat pada gadis itu, hati Ouw Yang Hong jadi berdebar-debar. Bagaimana keadaan Bokyong Cen? Apakah dia semakin akrab dengan kakakku? Mereka berdua selalu bersama, tentunya bisa akrab. Berpikir sampai di situ, hatinya jadi kebat kebit. Kalau bertemu kakaknya, dia akan memberitahukan tentang Kiu Im Cin Keng. Kakaknya pasti terkejut sekali. Ouw Yang Hong mulai melakukan perjalanan menuju gurun pasir See Hek. Belasan hari ke-mudian, dia sudah tiba di darah itu. Hari itu dia tiba di sebuah kota kecil, yang tenang dan sepi. Ouw Yang Hong berpikir, mengapa harus terburu-buru mencari kakaknya? Kalau kakaknya sudah sampai di daerah See Hek, sudah pasti selamat. Lebih baik aku beristirahat di kota kecil ini, setelah itu baru melanjutkan perjalanan. Malam harinya, Ouw Yang Hong kembali ke penginapan. Dia melihat dua pengemis sedang minum arak. Di pakaian mereka terdapat delapan buah kantong kecil, tidak berisi apa pun. Hanya tampak kepala mereka diikat dengan kain putih, itu pertanda sedang berduka cita. Mereka minum sambil bercakap-cakap. "Kalau sudah malam, aku akan pergi bersamamu. Aku pikir mereka juga sudah datang. Kalau mereka sudah datang, urusan besar kita bisa diselesaikan dengan baik!" Pengemis lain manggut-manggut. Orang ini berkepala botak dan urat di tangannya tampak semua. Dapat diketahui bahwa pengemis botak itu ahli gwa kang. Mereka berdua sama sekali tidak memperhatikan Ouw Yang Hong. Sementara Ouw Yang Hong sendiri memang mirip orang See Hek. Pakaian kumal dan rambut panjang tak diurus, sehingga mirip seorang pengemis. Namun dia bukan anggota Kay Pang. Sampai di mana dia pasti dihina orang. Ouw Yang Hong sudah terbiasa akan hal tersebut, maka tidak diambil hati. Akan tetapi, setiap hari dia pasti berlatih ilmu Ha Mo Kang, sehingga kepandaiannya bertambah terus. Kedua pengemis itu memandang Ouw Yang Hong, mengira dia adalah pengemis setempat, maka menegurnya. "Hei! Sobat, tolong tanya mana jalan yang menuju Ngo Koan Keng?" Ouw Yang Hong tampak kaget. Dia ingin mengatakan tidak tahu, tapi kedua pengemis itu pasti mengira kalau dirinya pengemis setempat. Bagaimana dia tidak tahu tempat tersebut? Kebetulan Ouw Yang Hong sudah berkeliling di kota kecil itu, tahu di mana Ngo Koan Keng. "Kalian berdua harus menuju ke barat, tak lama akan melihat sebuah sungai, di situ adalah tempat Ngo Koan Keng!" Jawab Ouw Yang Hong kemudian. Ouw Yang Hong lalu meneguk araknya, tidak menghiraukan mereka. Kedua pengemis itu me-natapnya, kemudian salah satu pengemis itu berkata pada temannya. "Daerah See Hek ini terlampau tiada tata krama. Para murid Pik Lo Cit juga demikian, bertemu Tetua tidak memberi hormat. Kau tunggu di sini, aku akan pergi menghajar mereka!" Pengemis lain segera mencegahnya. "Jangan emosi, saudara! Di sini bukan daerah kekuasaanmu. Lagi pula Pik Lo Cit tidak suka orang lain turut campur, maka punya murid yang tak tahu kesopanan. Kau harus membuat perhi-tungan dengannya, untuk apa mencari para muridnya? Pengemis botak itu kelihatan tidak senang. Melihat hal itu Ouw Yang Hong hanya tertawa dalam hati sambil membatin, apa itu Pik Lo Cit, kalau aku senang, kalian semua pasti mati satu persatu di tanganku. Apa itu Kay Pang? Aku sama sekali tidak memandang kalian! Ketika masih kecil, Ouw Yang Hong hidup bersama kakaknya. Dia banyak mengalami pen-deritaan, bahkan juga pernah dihina oleh kaum pengemis pula. Maka hingga saat ini dia tidak terkesan baik terhadap para pengemis. Yang dia tahu orang baik di kolong langit ini hanyalah kakaknya dan gurunya. Karena itu dia bertekad membalaskan dendam gurunya, agar gurunya bisa tenang di alam baka. Ouw Yang Hong berkata dalam hati, aku ingin lihat kalian Kay Pang sedang berbuat apa, kalau punya waktu, aku pasti bermain-main dengan kalian. Setelah mengambil keputusan tersebut, Ouw Yang Hong mulai minum lagi, tanpa menghiraukan kedua pengemis itu. Begitu pula pengemis, anggota Kay Pang itu tidak memperhatikan Ouw Yang Hong, mereka terus minum sambil bercakap-cakap. Setelah hari menjelang malam, barulah mereka menaruh sekeping uang perak ke atas meja, dan meninggalkan penginapan itu. Sampai di luar, kedua pengemis mengerahkan ginkang melesat pergi. Tak lama sudah mereka tiba di tempat yang disebut Ngo Koan Keng. Di tempat tersebut terdapat sebuah bangunan yang di depannya tampak begitu banyak pengemis sedang bermain judi. Di dalam bangunan itu, juga terdapat begitu banyak pengemis, semuanya duduk sepertinya tidak akan tidur malam ini. Kedua pengemis tadi, menuju bangunan itu. Para pengemis yang sedang bermain judi tidak menggubris kehadiran mereka berdua, terus asyik dengan permainan mereka. Sementara Ouw Yang Hong terus mengikuti kedua pengemis tadi yang sudah masuk. Ouw Yang Hong berpikir, ada apa di dalam bangunan itu, lebih baik aku ke dalam melihat-lihat. Ouw Yang Hong berjalan ke pintu masuk. Tampak para pengemis menatapnya curiga. Namun Ouw Yang Hong berlenggang ke dalam. Tentu saja mereka heran melihat pemuda mirip pengemis itu, karena pakaian Ouw Yang Hong tiada kantongnya seperti Tetua yang masuk tadi. Mungkin pengemis itu lain dari yang lain, pikir para pengemis di depan bangunan itu. Untuk apa menghiraukannya? Ouw Yang Hong terus masuk. Di dalam ada sebuah aula besar. Tampak begitu banyak pengemis duduk di situ, kelihatannya ada suatu urusan besar yang harus dilaksanakan. Ketika Ouw Yang Hong melangkah ke dalam aula besar itu, muncul pengemis menegurnya. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Saudara, apakah kau adalah Tetua?" Ouw Yang Hong tidak berani mengaku dirinya Tetua, maka menyahut dengan suara rendah. "Aku bukan Tetua!" Pengemis itu tertawa. Bab 23 "Kau bukan Tetua, berdasarkan apa kau masuk ke mari? Lebih baik kau duduk bersama kami di sini saja!" Ouw Yang Hong tersenyum. "Mereka yang di dalam sedang berunding apa? Kau tahu tidak?" Pengemis itu tidak menyahut, hanya memandangnya dengan mata terbelalak. Ouw Yang Hong segera menambahkan. "Sobat! Aku pergi beberapa lama untuk mengurusi sesuatu, jadi tidak tahu apa yang telah terjadi di sini! Bolehkah kau memberitahukan padaku?" Pengemis itu menyahut dengan suara rendah. 'Baik-baik! Tapi suaramu jangan keras-keras! Aku beritahukan, Su Ciau Hwa Cu ketua kita meninggal, kini semua yang di dalam sedang memilih ketua baru, maka amat sibuk!" "Kenapa harus sibuk? Pilih saja Ang Cit Kong sebagai ketua baru, bukankah beres?" Pengemis itu manggut-manggut. "Tidak salah! Kau juga ingin memilihnya? Tapi sayang sekali, dia tidak bersedia jadi ketua baru!" Sahut pengemis itu, setuju dengan ucapan Ouw Yang Hong. Ouw Yang Hong tertegun. Su Ciau Hwa Cu sudah meninggal, mengapa Ang Cit Kong tidak bersedia jadi ketua baru? Pikir Ouw Yang Hong lalu berkata. "Sobat, tahukah kau mengapa Ang Cit Kong tidak mau jadi ketua baru?" "Karena ... dia bilang ... dia bilang tidak leluasa jadi ketua!" Jawab pengemis itu dengan suara terputus-putus. Ouw Yang Hong mengerutkan kening seolah sedang berpikir. "Ini amat mengherankan! Mengapa tidak leluasa?" Gumamnya, heran. Pengemis itu tidak menyahut, hanya menatap Ouw Yang Hong. Kelihatannya dia tidak berani mengatakan apa pun. Ouw Yang Hong berpikir sejenak, kemudian menepuk paha sendiri seraya berkata. "Betul, betul! Dia pasti tidak sudi jadi ketua!" "Kau tahu apa sebab-musababnya?" Pengemis itu malah balik bertanya. "Ang Cit Kong, dia ... tentunya tidak leluasa!" Pengemis itu manggut-manggut sambil tertawa. "Betul! Kelihatannya kau amat mengenalinya!" Ouw Yang Hong juga tertawa, dia memang kenal baik Ang Cit Kong, bahkan pernah ber-samanya menyelinap ke dalam dapur istana untuk mencuri makan hidangan kaisar. Berselang sesaat, Ouw Yang Hong berkata. "Bolehkah aku kedalam melihat-lihat?" Pengemis itu sudah tahu Ouw Yang Hong kenal baik dengan Ang Cit Kong, maka mengangguk memperbolehkan. "Kenapa tidak? Lihatlah! Yang duduk dekat pintu aula, semuanya merupakan murid Kay Pang yang handal, berkepandaian lumayan. Aku akan memberitahukan pada mereka, agar membiarkan-mu duduk di sana. Tapi kau harus ingat! Jangan bersuara, apabila kau bersuara, Tetua Penghukum pasti tidak akan melepaskanmu!" Ouw Yang Hong manggut-manggut. Pengemis itu berseru pada teman-temannya, lalu mempersilakan Ouw Yang Hong masuk. Ouw Yang Hong berjalan ke dalam, lalu duduk bersama para pengemis dekat pintu aula sambil memandang ke dalam. Di dalam tampak duduk dua belas orang. Yang duduk di tengah adalah Ang Cit Kong. Dia duduk dengan kepala tertunduk, seperti padri yang sedang bersamedi, sama sekali tidak bersuara. Salah seorang pengemis yang paling muda menoleh ke arah Ang Cit Kong. "Cit Kong sudah berpikir dengan baik? Kalau sudah, harus segera mengadakan upacara!" Ang Cit Kong menyahut lantang. "Bukankah aku sudah bilang pada kalian, aku tidak biasa melewati hari-hari seperti itu. Aku sudah terbiasa berkeliaran, bagaimana mungkin jadi ketua? Kalian memilihku, orang yang tidak bersedia jadi ketua!" Salah seorang berkata. "Lu Yu Kha, kau adalah Tetua yang paling muda, mengerjakan sesuatu tanpa berpikir panjang dulu! Cit Kong tidak bersedia jadi ketua, sudah pasti punya sebab tertentu. Tapi Cit Kong, katakan olehmu siapa yang berderajat diangkat jadi ketua Kay Pang?" Ditanya demikian, Ang Cit Kong justru tidak bisa menjawab. Dia memandang semua pengemis yang duduk di situ, tapi tidak bersuara sama sekali. Berselang sesaat, barulah Ang Cit Kong mengatakan, bahwa salah seorang pengemis yang du-duk di situ pantas diangkat sebagai ketua. Seorang Tetua yang agak tua berkata. "Menurut aku Teng Cong, alangkah baiknya Cit Kong saja yang menggantikan Su Pangcu. Ka-lau Ang Cit tidak bersedia jadi ketua, lalu bagaimana dengan kami semua? Lagi pula sebelum me-ninggal, Su Pangcu sudah berpesan, bahwa Ang Cit Kong yang harus menggantikannya. Akan tetapi, Ang Cit Kong diam saja!" Begitu Teng Cong menyinggung tentang pesan Su Ciau Hwa Cu, hati Ang Cit Kong pun berduka sekali. "Tidak salah, mendiang guru memang berpesan begitu ..." Ujar Ang Cit Kong. "Su Pangcu tidak memaksamu, beliau cuma tersenyum di waktu itu, tapi langsung menyerahkan padamu .Tongkat Penggebuk Anjing! Ya, kan?" Singgung Teng Cong lagi. Ang Cit Kong mengangguk. "Betul!" "Nah, itulah! Begitu kau menerima Tongkat Penggebuk Anjing, Su Pangcu menghembus nafas terakhir!" Ang Cit Kong manggut-manggut dengan wajah murung. "Ya!" Gumamnya, semakin sedih. Teng Cong dan para Tetua lain segera berkata. "Kau sudah menerima Tongkat Penggebuk Anjing, lalu mengapa tidak bersedia jadi ketua? Apakah kau takut pada Ong Tiong Yang di Hwa San Lun Kiam kelak? juga takut pada Oey Yok Su dan Toan Hong Ya itu?" Ang Cit Kong membungkam, betul-betul tak mampu bersuara sedikit pun. Akan tetapi berselang beberapa saat, mendadak Ang Cit Kong tertawa dingin. "Aku takut apa? Aku justru ingin bertarung dengan mereka lima tahun kemudian. Kepandaian suhuku amat tinggi, namun beliau memberitahukan padaku, bahwa ilmu Hang Liong Cap Pwe Ciang-nya masih memiliki kekurangan. Aku disuruh menyempurnakan ilmu tersebut. Maka aku harus berlatih baik-baik dan tenang dalam lima tahun ini, bahkan harus terus berlatih ilmu Tongkat Penggebuk Anjing. Lima tahun kemudian, aku harus meraih gelar jago nomor wahid di kolong langit, sekaligus memperoleh kitab pusaka Kiu Im Cin Keng, agar Kay Pang bertambah cemerlang!" Mendengar tekad Ang Cit Kong itu para Tetua yang berkumpul di tempat tersebut merasa gembira. "Cit Kong, apabila kau berhasil meraih gelar jago nomor wahid di kolong langit, itu sungguh menguntungkan Kay Pang kita. Karena itu, biar bagaimana pun kau harus jadi ketua Kay Pang, hanya saja kau tidak usah mengurusi kegiatan Kay Pang. Bagaimana menurutmu?" Tanya Tetua Teng Cong. Ang Cit Kong berpikir sejenak, kemudian menyahut. 'Baik, namun kalian harus memberitahukan pada para anggota, agar tidak mengikutiku! Kalau ada urusan, aku pasti pergi mencari kalian. Tapi kalian jangan mencariku!" Para Tetua mengangguk, semua setuju permintaan Ang Cit Kong itu. "Aku tidak perduli pakaian indah atau pakaian kumal. Aku suka mengenakan pakaian apa, itu adalah urusanku! Bagaimana?" Tanya Ang Cit Kong lagi. Para Tetua mengangguk lagi, bagi mereka yang penting Ang Cit Kong bersedia jadi ketua, tidak perduli Ang Cit Kong mau berpakaian apa pun. Sementara Ouw Yang Hong terus memperhatikan pertemuan itu. Namun mendadak saja ma-tanya membelalak terkejut. Ternyata dia melihat dua orang di antara para Tetua itu adalah su-hengnya yang jarang berbicara, yaitu yang menyertai Cu Kuo Cia, Su Bun Seng, dan Ciok Cuang Cak saat membawanya dari kota Ciau Liang ke daerah utara. Ouw Yang Hong tidak tahu mereka berdua bermarga apa. Melihat mereka duduk bersama Ang Cit Kong, sudah jelas mereka berdua merupakan Tetua Kay Pang. Itu membuat Ouw Yang Hong tersentak. Dia tidak pernah tahu sejak kapan mereka berdua bergabung dengan Kay Pang, yang jelas sudah lama mereka berdua bergabung perkumpulan ini. Kalau tidak, bagaimana mungkin mereka berdua jadi Tetua Kay Pang? Ouw Yang Hong berkata dalam hati. Bagus! Aku melihat kalian berdua di sini, berarti ajal kalian berdua sudah tiba. Hari ini aku harus membunuh kalian demi membalaskan dendam guruku. Darah Ouw Yang Hong serasa mendidih ingin menuntut balas. Namun tiba-tiba salah seorang Tetua bangkit berdiri, lalu mengumumkan bahwa Ang Cit Kong bersedia jadi ketua. Terdengar tepuk sorak di dalam aula itu. Para Tetua tampak gembira sekali. Setelah itu, mulailah upacara pengangkatan ketua. Ang Cit Kong duduk di tengah-tengah dengan wajah tampak serius sekali. Tetua Penghukum berseru lantang. "Hari ini Ang Cit Kong diangkat secara sah sebagai ketua Kay Pang. Para anggota Kay Pang harus memberi hormat kepadanya!" Para anggota Kay Pang maju satu persatu mendekati Ang Cit Kong, kemudian meludahinya, sehingga membuat pakaian Ang Cit Kong penuh ludah. Menyaksikan itu, Ouw Yang Hong berkata dalam hati. Tidak gampang jadi ketua Kay Pang, harus menerima ludahan itu. Pengemis yang berbicara dengan Ouw Yang Hong mendekat. "Saudara, kau kenal baik dengan ketua, kau juga harus maju meludahnya!" Usai berbisik, pengemis itu langsungg menarik Ouw Yang Hong untuk maju ke depan. Guguplah Ouw Yang Hong seketika itu juga. Namun ingat akan dirinya yang seorang pengemis Kay Pang, tentunya Ang Cit Kong tidak akan mengenalinya lagi. Siang hari saja Ouw Yang Hong yakin Ang Cit Kong tidak akan mengenalinya, apa lagi saat ini malam hari, bagaimana mungkin Ang Cit Kong mengenalinya? Karena itu, Ouw Yang Hong memberanikan diri untuk mendekati Ang Cit Kong. "Hamba Ouw Yang Peng menghaturkan hormat kepada ketua, semoga ketua sukses selalu!" Ang Cit Kong manggut-manggut, sedangkan Ouw Yang Hong menundukkan kepala. Namun ketika melewatinya, mendadak Ang Cit Kong berseru. "Berhenti!" Ouw Yang Hong langsung berhenti. Hatinya jadi gugup dan panik. Rupanya Ang Cit Kong mengenaliku. Hh ... padahal wajahku sudah berubah banyak. Bagaimana dia bisa mengenaliku? Apabila dia tahu aku bukan anggota Kay Pang, aku pasti celaka! Ouw Yang Hong berdiri diam, menunggu Ang Cit Kong berbicara. "Siapa kau?" "Hamba adalah anggota Kay Pang cabang ..." Ang Cit Kong tidak banyak bicara lagi. Namun Tetua Penghukum yang melihat Ouw Yang Hong begitu gugup, segera bertanya. "Kau murid siapa dan ikut siapa kemari?" Ouw Yang Hong bukan murid Kay Pang cabang dan tidak ikut siapa-siapa kemari, maka tidak bisa menjawab. Akan tetapi ketika melihat kedua su-hengnya, dia langsung menunjuk mereka berdua seraya berkata dengan lantang. "Aku ikut mereka berdua kemari!" Ang Cit Kong menatapnya tanpa bersuara, sedangkan Ouw Yang Hong mendekati kedua orang itu. "Aku adalah Ouw Yang Hong!" Bisiknya kepada kedua orang itu. Walau suara Ouw Yang Hong amat perlahan dan rendah, namun seperti geledek di telinga ketua orang itu. Mereka berdua tertegun, tak mampu bersuara sedikit pun. Sesaat kemudian kedua orang itu berbicara pada Ang Cit Kong. "Ketua, orang itu adalah anggota Kay Pang, kami berdua yang membawanya kemari. Dia masih belum tahu aturan Kay Pang, nanti kami akan memberitahukan padanya!" Kedua orang itu tidak tahu untuk apa Ouw Yang Hong datang ke tempat itu. Namun mereka tahu pemuda ini telah membunuh Ciok (uang Cak. Khawatir dia juga akan memhunuh mereka, maka mengakuinya sebagai anggota Kay Pang. Ang Cit Kong tertawa setelah mendengar penjelasan kedua orang itu. "Kay Pang berkumpul di sini, bukan merupakan urusan besar. Lagi pula di sini bukanlah tempat terlarang, tidak akan terjadi apa-apa. Kalian semua boleh beristirahat. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Setelah itu, barulah pulang untuk melaksanakan tugas masing-masing!" Para anggota Kay Pang mengangguk, memberi hormat lalu mengundurkan diri dari aula itu. Sedangkan hati kedua bersaudara itu berdebar-debar. Mereka memandang Ouw Yang Hong lekat-lekat. Mereka sadar benar bahwa Ouw Yang Hong amat lihay, sudah memhunuh Ciok Cuang Cak suheng mereka. Lagi pula mereka berdua pernah berguru pada Si Racun Tua di daerah See Hek. Tentang ini tidak begitu banyak orang Kay Pang mengetahuinya. Mereka berdua tidak mau para aggota Kay Pang tahu tentang itu, karena akan menghancurkan nama baik mereka. "Ayoh! Ikut aku pergi!" Ajak Ouw Yang Hong tiba-tiba. Kedua orang itu tidak menyahut, hanya berjalan pergi. Tak lama sudah sampai di suatu tanah kosong. Oi.w Yang Hong menatap mereka seraya berkata dingin. "Aku beritahukan, ajal kalian sudah tiba! Sebelum guru mati, mengharuskanku bersumpah di hadapannya, agar membunuh kalian semua ..." Kedua orang itu memang jarang bicara. Saat itu pun keduanya tampak hanya saling meman-dang. Kemudian, mendadak menyerang Ouw Yang Hong. Kepandaian mereka berdua lebih tinggi dari Ciok Cuang Cak, tentunya serangan mereka amat dahsyat. Lagi pula kedua orang itu melancarkan serangan dengan suatu siasat. Satu menyerang yang lain bertahan secara bergantian dan cepat. Dalam pertarungan yang berlangsung lebih dari dua puluh jurus, tampak belum ada yang kalah dan menang. Hal itu tentu saja membuat hati Ouw Yang Hong amat gusar dan penasaran. Aku memiliki lwee kang dari guru, juga memiliki ilmu Ha Mo Kang, kenapa aku bertarung seimbang dengan mereka berdua? Pikir Ouw Yang Hong. Berpikir sampai di sini, mendadak Ouw Yang menjongkokkan badannya. Mulutnya mengeluarkan 'Krok! K rok! Krok!' mirip suara kodok. Karena kedua orang itu juga murid Si Racun Tua, begitu mendengar suara tersebut, wajah mereka langsung berubah hebat. Mereka tahu Ouw Yang Hong akan mengeluarkan ilmu Ha Mo Kang. Betapa gugup dan panik hati keduanya. Ingin mereka melarikan diri, tapi mana mungkin Ouw Yang Hong memberi kesempatan. Ouw Yang Hong membentak keras, sambil kedua tangannya dihentakkan ke arah kedua orang itu. Maka seketika terdengar suara jeritan menyayat. Kedua orang itu langsung roboh dan tak bergerak lagi. Ouw Yang Hong menatap keduanya. Ternyata mereka sudah tidak bernafas. Walau demikian, dia masih maju mendekati mereka, dan melancarkan sebuah pukulan lagi. Plak! Plaaak! Kepala kedua orang itu hancur berantukan, dengan berhamburan ke mana-mana. Barulah Ouw Yang Hong menarik nafas lega. Ouw Yang Hong sendiri pun merasa terkejut, karena tidak tahu tenaga lwee kangnya begitu dahsyat. Dalam satu pukulan saja dapat membunuh kedua orang itu. Sejenak ditatapnya kedua sosok mayat itu. dan ketika berniat meninggalkannya, mendadak terdengar suara orang. "Ketua suruh kita melihat kedua saudara pendiam itu ke mana. Tadi masih terlihat mereka, namun tiba-tiba menghilang, entah kemana?" "Mereka berdua tidak akan terjadi apa-apa, kan?" Sahut suara yang lain. "Sulit dikatakan! Aku justru merasa heran, orang tadi sungguh luar biasa. Hanya berbisik saja, kedua saudara pendiam itu langsung mengikutinya. Sebetulnya siapa dia, katanya bawahan kedua saudara pendiam itu, namun kelihatannya tidak seperti itu!" "Mungkin ketua sudah melihat ada sesuatu yang tak beres, maka suruh kita mencari kedua saudara pendiam itu!" Ouw Yang Hong mendengar suara pembicar an itu semakin mendekat ke arahnya. Maka buru-buru dia bersembunyi. Kedua orang yang berbicara tadi sudah sampai di tempat itu. Ketika melihat dua mayat, merek berdua terkejut. Namun kemudian keduanya melesat pergi untuk melapor kepada ketua, bahwa kedua Tetua itu telah mati. Ouw Yang Hong meninggalkan kota kecil itu melewati gurun pasir dan tiba di rumah. Namun, sampai di rumah dia kaget melihat rumahnya sudah berubah. Di dalam ada perabotan baru dan amat bersih. Bahkan ada sebuah rak buku, berisi kitab-kitab syair dan kitab-kitab suci Buddha. Mendadak muncul seorang gadis, dia adalah pelayan bernama Ceh Liau Thou. Gadis pelayan itu tersenyum-senyum menyambut kedatangannya. "Tuan siapa? Tuan kemari ingin menemui majikanku?" Ouw Yang Hong menyahut dengan lantang. "Ceh Liau Thou, kau sudah tidak mengenaliku lagi? Aku adalah tuan muda kedua!" Gadis pelayan itu tampak tersentak, menatap Ouw Yang Hong dengan penuh perhatian. Rambut Ouw Yang Hong panjang awut-awutan dan pakaiannya pun amat kumal. Hanya sepasang matanya bersinar terang. Sesaat kemudian barulah Ceh Liau Thou berseru girang, kemudian berlari ke dalam seraya berteriak-teriak. "Cepat kemari! Kalian lihat! Tuan muda kedua ... sudah pulang! Tuan muda kedua sudah pu-lang!" Berhambur keluar beberapa orang dari dalam rumah. Mereka adalah Ouw Yang Coan. Bokyong Cen, dan Lo Ouw, budak tua yang amat setia itu. Ouw Yang Coan tampak menatap Ouw Yang Hong. Kemudian digenggamnya tangan Ouw Yang Hong erat-erat. "Adik! Kau ... kau tidak mati? Sungguhkah kau tidak mati? Aku mengira kau ..." Ujar Ouw Yang Coan merasa gembira dan haru. Air matanya tampak bercucuran membasahi pipinya. "Aku tidak mati, bagaimana aku akan mati?" Bukan main girangnya Ouw Yang Coan saat itu. Terus ditatapnya Ouw Yang Hong sambil berkata dengan suara bergemetar. "Bagus kau masih hidup! Bagus kau masih hidup!" Ouw Yang Coan berpaling seraya bertanya pada Ouw Yang Hong "Kau masih kenal dia?" Yang berdiri di belakang Ouw Yang Coan adillah Bokyong Cen. Begitu melihatnya, barulah Ouw Yang Hong tersadar apa sebabnya rumah itu telah berubah. Tampaknya wanita inilah yang membersihkan rumah tersebut. Bokyong Cen tampak lebih cantik, hanya wajahnya yang menyiratkan kedukaan. Ketika Ouw Yang Hong memandangnya, dia cuma tertawa ringan, tidak mengucapkan apa pun. Ouw Yang Hong juga tidak mengatakan apa-apa, hanya memandang Ouw Yang Coan sambil menunggunya membuka mulut. Ouw Yang Coan memandang adiknya dengan wajah berseri-seri merasa gembira, melihat kembalinya Ouw Yang Hong. "Adik, bagus sekali kini kau sudah kembali! Selama ini aku mengira kau sudah mati, aku dan guru pergi ke utara mencarimu. Namun perkampungan Liu Yun Cun hanya tersisa puing-puing, tiada seorang pun di sana. Kami tidak berhasil menemukanmu, maka mengiramu sudah mati. Akan tetapi, kau ternyata belum mati, sungguh beruntung bagi keluarga Ouw Yang!" Usai berkata, Ouw Yang Coan pun tertawa gembira ... Malam harinya, Ouw Yang Hong duduk seorang diri di dalam rumah. Dia berpikir mengenai perubahan baru-baru ini. Sepertinya belum lama dia bersama Bokyong Cen di gurun pasir, bertengkar tidak habis-habisnya. Kini, gadis itu sudah menjadi kakak iparnya, dan satu hal sungguh di luar dugaannya, yaitu kini dia telah berhasil menguasai ilmu Ha Mo Kang dan Hong Hoang Lak yang amat tinggi serta dahsyat itu. Baru disadari kini telah terjadi banyak perubahan. Hingga malamnya dalam tidur pun dia tak dapat nyenyak. Maka ketika terdengar suara ketukan di pintu dan disusul suara orang, dia masih mendengarnya. "Adik, kau sudah tidur belum?" Ternyata suara Bokyong Cen, yang tentu saja membuat Ouw Yang Hong tersentak. Sudah larut malam, mau apa dia kemari? Karena Bokyong Cen bertanya begitu, dia merasa tidak enak apabila tidak menyahut. "Kak ipar, ya? Aku belum tidur!" Pintu kamar itu terbuka, Bokyong Cen berjalan masuk, lalu duduk di depan meja. "Adik. apa yang kau lakukan di perkampungan Liu Yun Cim itu?" Ouw Yang Hong pun menceritakan segala kejadian itu. Bokyong Cen mendengar penuturan itu dengan mata terbelalak, tak terasa malam pun semakin larut, sedangkan Bokyong Cen terus bertanya ini dan itu. Di saat itulah mendadak terdengar suara di luar. "Adik, kau sudah tidur?" Begitu mendengar suara itu, wajah Bokyong Cen langsung berubah merah. Dia dan Ouw Yang Hong merupakan kakak ipar dan paman, namun duduk berduaan bercakap-cakap di tengah malam di dalam kamar. Tentunya itu akan menimbulkan kecurigaan orang lain. Ouw Yang Hong menyahut. "Kakak, aku masih belum tidur, sedang bercakap-cakap dengan kakak ipar, kebetulan kakak kemari!" Ouw Yang Coan membuka pintu kamar, dan berjalan ke dalam. Ketika melihat Bokyong Cen, terkesiap hatinya. "Tadi siang belum sempat bertanya tentang pengalamanmu, malam ini aku ingin mengobrol denganmu!" Ouw Yang Coan duduk sambil menambah beberapa patah kata, sementara Bokyong Cen bangkit berdiri. "Kalian kakak beradik mengobrollah! Aku mau pergi tidur!" Bokyong Cen tidak menunggu mereka membuka mulut, langsung berjalan pergi meninggalkan kamar itu. Setelah Bokyong Cen pergi, Ouw Yang Coan dan adiknya saling membisu sesaat, tiada seorang pun membuka mulut. Sesungguhnya Ouw Yang Hong ingin memberitahukan pada kakaknya, bahwa tadi dia sudah bercerita tentang pengalaman pada Bokyong Cen. Namun dia tak dapat mencetuskannya. Begitu pula Ouw Yang Coan, dia ingin memberitahukan pada adiknya mengenai perjodohannya dengan Bokyong Cen, tapi juga tak dapat membuka mulut. Berselang beberapa saat, barulah mereka berdua mulai bercakap-cakap, namun sesingkat-singkatnya ... Tengah malam gelap gulita, Ouw Yang Coan melesat keluar dari rumahnya. Saat itu Bokyong Cen tengah tidur pulas. Sampai di luar, Ouw Yang Coan mengerahkan ginkangnya menuju ke suatu tempat, ternyata menuju goa es. Tiba di tempat tujuan, dia meloncat ke dalam sebuah lubang besar yang menuju ke dalam goa es. "Suhu! Suhu!" Suara seruan Ouw Yang Coan bergema-gema, namun tiada sahutan sama sekali. Hati Ouw Yang Coan gelisah, maka segera meloncat ke atas batu es yang biasa diduduki oleh gurunya. "Suhu! Suhu .. .!" Ouw Yang Coan terus berseru, namun tetap tiada sahutan. Dia mengira gurunya sudah meninggalkan gua es itu. Air mata Ouw Yang Coan bercucuran. Hatinya merasa sedih, dan menangislah dia. "Suhu! Suhu! Kau ke mana? Mengapa tidak memberitahukan padaku?" Mendadak tangannya menyentuh sesuatu yang ternyata pakaian gurunya. Ouw Yang Coan meraba lagi. Ternyata benar itu tubuh seseorang, tubuh gurunya! Ouw Yang Coan berteriak-teriak. "Suhu! Suhu ...!" Akan tetapi, gurunya tidak menyahut sama sekali. Ouw Yang Coan segera memeluk gurunya erat-erat. Tubuh gurunya saat itu sudah dingin me-rupakan sosok mayat. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ouw Yang Coan terus menangis gerung-gerungan. Mendadak dia teringat olehnya, bahwa gurunya duduk di atas batu es itu belasan tahun lamanya, tidak pernah terjadi apa-apa, mengapa kini bisa mati? Guru pasti belum mati! Guru pasti belum mati! Ouw Yang Coan segera memeriksa nadi gurunya, namun tak berdenyut sama sekali. Ouw Yang Coan putus asa, namun cepat-cepat menyalurkan lwee kangnya ke dalam tubuh gurunya. Beberapa saat kemudian, sepasang mata gur u nyi terbuka perlahan-lahan, kepalanya mendongak memandang Ouw Yang Coan. "Anak Coan, anak Coan ... apakah kita berada dalam mimpi?" "Suhu, bagaimana keadaanmu?" Ouw Yang Coan balik bertanya. "Anak Coan, aku ... aku baik-baik saja," Sahut Pek Bin Lo Sat perlahan-lahan. Air mata Ouw Yang Coan berlinang-linang. "Suhu, jangan tinggalkan anak Coan!" Katanya dengan suara gemetar. Pek Bin Lo Sat tersenyum getir. "Anak Coan yang baik ..." Wanita itu ingin mengatakan sesuatu, namun kelihatannya sudah tak bertenaga. Ouw Yang Coan terus memeluknya erat-erat. Walau wajah gurunya itu amat buruk dan sepasang tangannya kurus kering, namun tubuhnya sungguh indah sekali! Maka tak mengherankan kalau Ouw Yang Coan terpukau menyaksikannya. Berselang sesaat, Ouw Yang Coan bertanya dengan suara ringan. "Suhu, bagaimana keadaanmu?" Pek Bin Lo Sat tidak menyahut, hanya meraba-raba wajah Ouw Yang Coan, setelah itu barulah berkata. "Anak Coan, wajahmu agak kurus, apakah hidupmu kurang bahagia?" Ouw Yang Coan tersenyum sedih, terus memeluk Pek Bin Lo Sat erat-erat. "Anak Coan, aku ... aku akan bernyanyi untukmu, dengarkanlah baik-baik!" Kata Pek Bin Lo Sat. Wanita itu mulai bernyanyi dengan suara gemetar, dan Ouw Yang Coan mendengarkannya dengan penuh perhatian. "Ini dalam malam, merupakan waktu yang paling baik untukmu. Orang baru seperti mimpi, senyumannya semanis madu. Hati gugup, wajah terasa panas ..." Ouw Yang Coan menutup mulut Pek Bin Lo Sat dengan tangannya, agar gurunya itu tidak ber-nyanyi lagi. Pek Bin Lo Sat memandangnya sayu, kemudian berkata dengan perlahan-lahan. "Anak Coan, ketika aku masih kecil, pernah bersembunyi di kolong ranjang pengantin baru. Namun aku tertidur di situ. Entah berapa lama kemudian, aku terjaga karena suara berisik di ranjang. Ternyata kedua pengantin itu sedang bermesra-mesraan. Aku ketakutan dan menangis. Untung kedua pengantin itu amat haik. Aku digendong ke tempat tidur. Mereka berdua membiarkan tidur di tempat tidur itu. Aku hanya menemani mereka tidur. Nasibku memang begitu, hingga kini hidup merana seorang diri ..." "Suhu tidak mau hidup lagi? Bagaimana aku mati bersamamu?" Kata Ouw Yang Coan. Pek Bin Lo Sat tersenyum getir. "Anak Coan, kau sudah punya istri, bagaimana mungkin kau meninggalkannya? Lagi pula kau harus punya keturunan ..." Ouw Yang Coan menaruh Pek Bin Lo Sat ke bawah. "Suhu, mengapa Suhu membohongiku?" Tanyanya dengan sungguh-sungguh. Pek Bin Lo Sat tersenyum hambar. "Anak Coan, aku pernah membohongi dan membunuh orang pula. Namun selama ini aku tidak pernah membohongimu." "Suhu justru membohongiku, membohongiku! Suhu bilang, setelah aku memperistri Bokyong Cen, lalu bisa punya keturunan! Suhu membohongiku, mengapa Suhu membohongiku?" Air mata Ouw Yang Coan bercucuran. Dia menikah dengan Bokyong Cen, justru tidak bisa menceritakan pada orang lain. Bagaimana mungkin menceritakan pada orang lain? Bagaimana mungkin? Sejak dia belajar ilmu silat pada Pek Bin Lo Sat di batu es yang amat dingin itu, dia sudah kehilangan hawa kejantanannya, tidak bisa berhubungan intim dengan kaum wanita. Pek Bin Lo Sat menjodohkannya dengan Bokyong Cen dengan alasan agar keluarga Ouw Yang punya keturunan, bahkan dapat menolong Bokyong Cen. Karena itu, Ouw Yang Coan terpaksa setuju. Akan tetapi, setelah menikah dengan Bokyong Cen, justru membuat mereka berdua amat sengsara. Sebelumnya Ouw Yang Coan sudah menduga akan hal tersebut, sebab dirinya tidak mampu melakukan itu. Berpikir sampai di situ, Ouw Yang Coan amat gusar. Dia langsung menjambak rambut Pek Bin Lo Sat seraya berkata. "Kau membohongiku! Kau membohongiku! Kau menjodohkan kami agar aku melupakanmu! Kau ingin mati seorang diri! Kau memiliki lwee kang dingin, tidak mungkin akan mati di atas batu es ini! Kau menotok jalan darah sendiri, ingin mati di sini, aku justru tidak menghendakimu mati!" Air mata Pek Bin Lo Sat bercucuran. Dia menahan sakit karena rambutnya ditarik Ouw Yang Coan. "Aku mau mati, tapi tidak bisa mati bersama Beng Lui, juga tidak bisa hidup bersamamu, lalu apa artinya aku hidup? Anak Coan, aku sama sekali tidak pernah memhohongimu, hanya saja aku berpikir, kau dan Bokyong Cen bisa bermesraan, tidak punya anak juga tidak jadi masalah. Siapa tahu kau justru begitu bodoh. Lagi pula aku sudah punya rencana, agar keluarga Ouw Yang punya keturunan. Anak Coan, apabila keluarga Ouw Yang tidak punya keturunan, itu adalah dosaku. Kau tahu itu?" "Suhu, kalau kau ingin mati, biar aku mati bersamamu. Kini aku sudah tidak takut keluarga Ouw Yang tidak punya keturunan lagi, sebab adikku sudah kembali dari daerah Utara." Begitu mendengar itu, Pek Bin Lo Sat kelihatan gembira sekali. Dia segera bertanya lantaran kurang percaya. "Anak Coan! Sungguhkah itu? Kau tidak membohongiku?" Ouw Yang Coan menutur tentang adiknya yang baru kembali dari daerah Uara. Pek Bin Lo Sat mendengarkan dengan mulut ternganga lebar. "Anak Coan, kalau begitu bagus sekali. Sekarang kau pulang dulu, esok pagi aku akan ke rumahmu menemui adikmu!" Ouw Yang Coan berpikir. Pek Bin Lo Sat ingin membunuh diri, itu pasti karena dirinya telah menikah dengan Bokyong Cen. Maka malam ini biar bagaimana pun aku tidak akan pulang. Aku harus menemani guru di goa es ini! "Suhu, aku akan menemanimu malam ini!" Pek Bin Lo Sat menghela nafas panjang. Sesungguhnya dia pun tidak menghendaki Ouw Yang Coan pulang. Mereka berdua saling memeluk dalam bercakap-cakap dengan penuh kegembiraan hingga pagi. Sementara itu, Ouw Yang Hong sudah pulas di dalam kamarnya. Namun mendadak dia terjaga dari tidurnya, karena mendengar suara ketukan pintu. "Siapa?" Tanyanya. Terdengar suara sahutan. "Adik, aku ..." Begitu mendengar suara Bokyong Cen, tersentaklah hati Ouw Yang Hong. Mengapa dia kemari lagi? Tadi ketika bercakap-cakap dengan Ouw Yang Coan, Bokyong Cen langsung pergi tanpa menoleh. Setelah kakaknya pergi, Bokyong Cen justru kembali lagi, mau apa dia kemari? "Kak ipar, ada urusan apa kau kemari lagi? Lebih baik tunggu esok pagi saja!" Tanya Ouw Yang Hong. "Adik, apakah kakakmu ada di dalam?" Bokyong Cen balik bertanya dengan nada sedih. "Dia tidak ada, sudah kembali ke kamarnya," Jawab Ouw Yang Hong. "Dia memang sudah kembali ke kamar, namun setelah aku pulas, dia pergi lagi, entah kemana. Mungkin dia pergi... ke goa es menemui gurunya," Ujar Bokyong Cen. Ouw Yang Hong amat cerdas, tentunya tahu hubungan kakaknya dengan Pek Bin Lo Sat amat istimewa, namun saat ini dia harus mengatakan apa? "Aku menghendakimu menemaniku ke goa es itu," Kata Bokyong Cen. Ouw Yang Hong serba salah. "Kak ipar, kalau kau takut seorang diri, aku akan membangunkan Ceh Liau Thou, lalu kita duduk di depan mengobrol," Katanya. Ouw Yang Hong bangun, lalu mengenakan pakaian. Setelah itu dia keluar membangunkan Ceh Liau Thou. Kemudian mereka bertiga duduk di luar sambil mengobrol. Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara tawa dingin yang menusuk telinga. Kini kepandaian Ouw Yang Hong sudah amat tinggi. Dari tadi dia sudah mendengar suara langkah beberapa orang. Namun dia pura- pura tidak tahu, ketika mendengar suara tawa dingin itu. Padahal dia tahu bahwa yang tertawa dingin itu adalah Pek Tho San San Kun Jen It Thian. Ouw Yang Hong mendongakkan kepala. Dilihatnya seorang kerdil duduk di dahan pohon. Tidak salah, orang kerdil itu adalah Pek Tho San San Kun. Dia tertawa cengar-cengir seraya berkata pada Bokyong Cen. "Nona Bokyong, aku dengar kau sudah menikah dengan Ouw Yang Coan, jago nomor satu Daerah See Hek. Itu tidak baik, tidak baik sama sekali. Ketika kau belum menikah, kau merupakan sebuah giok yang amat indah. Tapi setelah menikah, kau akan berubah menjadi sebuah batu biasa. Itu sungguh tidak baik." Bokyong Cen diam, namun amat gusar dalam hati, sebab teringat akan semua penghinaan yang dilakukan Pek Tho San San Kun terhadapnya. Kini Ouw Yang Hong bukan seorang sastrawan lemah lagi. Begitu melihat kemunculan Pek Tho San San Kun, timbullah kegusarannya. Kebetulan sekali kau kemari. Saat ini aku sedang kesal dan tidak dapat melampiaskannya, kebetulan kau muncul, akan kulampiaskan pada dirimu! Oleh karena itu, Ouw Yang Hong tertawa dingin. "Jen It Thian, aku sudah menikah! Kalau kau kemari cari gara-gara, aku tidak akan berlaku sungkan-sungkan terhadapmu!" Kata Bokyong Cen. Pek Tho San San Kun tertawa dingin. "Kuberitahukan padamu, aku sudah membuat sebuah peti baru, khusus untukmu tinggal di dalam. Kau ikut aku pulang, coba tidur di dalam peti itu, apakah cocok untukmu?" Pek Tho San San Kun terus menatap Bokyong Cen, sepertinya ingin menelannya bulat-bulat. Kemudian mendadak dia bersiul panjang. Seketika juga muncul beberapa orang. Mereka adalah Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong, Sang Pwe Jeh Nuh, Wan To Ma Sih dan Bie Li Sang Seng Kiani Giok Shia. Begitu keempat orang itu muncul, suasana di tempat itu langsung berubah menjadi tegang. Apabila Pek Tho San San Kun memberi perintah, keempat orang itu pasti turun tangan terhadap Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen. Namun Pek Tho San San Kun tidak memberi perintah pada mereka, melainkan mengeluarkan sebuah alat tiup yang amat kecil, lalu ditaruhnya di mulut dan ditiupnya. Maka terdengarlah suara aneh yang melengking-lengking. Berselang beberapa saat, tampak entah berapa banyak ular beracun merayap ke tempat itu, menuju ke arah Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen sambil menjulurkan lidah, sekaligus menyemburkan racun. Ketika meilhat ular-ular beracun itu, Ouw Yang Hong mengerutkan kening. Dia tahu akan kelihayan ular-ular beracun itu, tapi tidak merasa takut, sebab dirinya sudah kebal terhadap racun apa pun. Ouw Yang Hong menoleh memandang Bokyong Cen. Dilihatnya tangan Bokyong Cen memegang pedang pendek, namun wajahnya tampak pucat pias. Mendadak Ouw Yang Hong melesat ke arahnya, sekaligus membawanya ke dalam kamarnya, lalu ditaruhnya di tempat tidur. Ouw Yang Hong juga duduk di tempat tidur itu, agar dapat melihat ular-ular beracun yang merayap ke dalam kamarnya. Tak lama kemudian, tampak ratusan ular beracun merayap ke dalam kamar. Ouw Yang Hong segera menarik Bokyong Cen ke dalam pelukannya, lalu menjulurkan sepasang tangannya ke arah ular-ular beracun itu. Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pedang Karat Pena Beraksara Karya Tjan ID Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo