Si Racun Dari Barat 4
Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong Bagian 4
Si Racun Dari Barat Karya dari Jin Yong "Tunggu, aku mau bicara!" Begitu mendengar suara seruan Ouw Yang Hong, Pek Tho San San Kun bersiul aneh, lalu semua ular berbisa diam seketika. Pek Tho San San Kun menatap Ouw Yang Hong seraya bertanya. "Siapa kau?" Ouw Yang Hong menyahut lantang. "Aku tahu jago-jago tangguh rimba persilatan Tionggoan, tapi kenapa kau tidak bertanya kepadaku, melainkan malah bertanya kepada penduduk desa, bagaimana mungkin mereka tahu?" San Kun menatap Ouw Yang Hong dengan penuh perhatian. Dia merasa heran dalam hati, sebab di desa sekecil itu terdapat pemuda yang begitu gagah? Setelah menatapnya sejenak, barulah San Kun berkata. "Katakan! Siapa jago yang paling tangguh da-lam rimba persilatan Tionggoan masa kini?" Ouw Yang Hong tertawa menyahut. "Aku bukan kaum rimba persilatan, hanya per-nah mendengar dari orang, bahwa jago yang paling tangguh dalam rimba persilatan Tionggoan masa kini adalah Ong Tiong Yang, ketua Coan Cin Kauw di Gunung Cong Lam San, masih muda dan serba bisa. Namun sayang sekali, aku tidak pernah berjumpa dengannya. Akan tetapi, ketika aku berada di kotaraja, aku pernah berjumpa dengan Su Ciau Hwa Cu, Tetua Kay Pang yang berkarung sembilan, dan Ang Cit Kong, muridnya yang berkarung delapan. Bahkan aku pun pernah melihat It Sok Taysu dari Yun Lam Tayli, keluarga Toan. Taysu itu bersama Oey Yok Su, majikan Pulau Tho Hoa To dari Tong Hai. Mereka berdua mengadu kepandaian. Amat luas kolong langit, aku hanya berjumpa dengan beberapa jago tangguh dalam rimba persilatan Tionggoan." Pek Tho San San Kun mengerutkan kening, lalu berkata. "Meskipun mereka merupakan jago tangguh dalam rimba persilatan Tionggoan, tapi apakah mereka bisa dibandingkan dengan jago-jago tangguh dari Gunung Pek Tho San?" Ouw Yang Hong tertawa. Ternyata dia menter-tawakan Pek Tho San San Kun, yang terlampau menyombongkan diri. Ouw Yang Hong tinggal di kaki Gunung Pek Tho San, maka dia tahu orang yang berkepandaian paling tinggi di kaki gunung tersebut adalah Ouw Yang Coan, kakaknya. Akan tetapi, kepandaian kakaknya masih tidak dapat dibandingkan dengan It Sok Taysu dari Tay-li, juga tidak dapat dibandingkan dengan Oey Yok Su maupun Su Ciau Hwa Cu. Kepandaian aliran Pek Tho San boleh dikatakan terbatas, seperti halnya Pek Tho San San Kun, tapi dia justru amat menyombongkan diri. Setelah berpikir demikian, Ouw Yang Hong berkata dengan sungguh-sungguh. "Menurutku, San Kun masih tidak dapat diban-dingkan dengan It Sok Taysu, Oey Yok Su maupun Su Ciau Hwa Cu, sebab kepandaian mereka amat tinggi ..." Ketika Ouw Yang Hong berkata sampai di situ, Pek Tho San San Kun langsung berteriak aneh dan berkata. "Aku tidak percaya, pokoknya aku tidak percaya! Katakan! Di mana Ong Tiong Yang ? Suruh dia ke mari! Di mana Su Ciau Hwa Cu? Aku mau bertanding dengannya!" Begitu mendengar kata-katanya, Ouw Yang Hong tahu Pek Tho San San Kun merupakan orang yang tak tahu aturan. Pek Tho San San Kun tertawa dingin, lalu menuding Ouw Yang Hong sambil bersiul. Seketika juga tampak beberapa ekor ular berbisa meluncur ke arah Ouw Yang Hong, lalu melilit pinggang dan lehernya. Betapa terkejutnya Ouw Yang Hong. Kemu-dian dengan hati berdebar-debar tegang, dia memandang Pek Tho San San Kun seraya berkata. "San Kun mau apa, bilang saja!" Pek Tho San San Kun tertawa gelak, lalu me-nyahut. "Kau katakan, dengan kepandaianku ini, apakah aku bisa menjadi orang gagah nomor wahid dalam rimba persilatan?" Ouw Yang Hong diam tapi berkata dalam hati. Kau memang tak tahu diri. Hanya sebagai majikan Gunung Pek Tho San, kau sudah begitu sombong! Kau seperti katak dalam sumur, tidak tahu berapa tingginya langit! Ingin menjagoi rimba persilatan Tionggoan? Itu hanya bermimpi di siang hari bolong! Walau Ouw Yang Hong berkata demikian dalam hati, namun tidak berani mencetuskannya, sebab dia tahu Pek Tho San San Kun berhati kejam. Kalau majikan Pek Tho San itu gusar, nyawanya pasti melayang. Ketika melihat Ouw Yang Hong diam saja, Pek Tho San San Kun mengerutkan kening sambil berkata. "Aku akan menyuruhmu menyaksikan keht; balauku!" Pek Tho San San Kun bersiul aneh. Kemudian semua ular berbisa yang melilit Ouw Yang Hong langsung merayap turun. Ouw Yang Hong menarik nafas lega seketika. Tapi di saat bersamaan, Pek Tho San San Kun bertepuk tangan tiga kali. Kemudian terdengarlah suara musik mengalun halus, merdu dan amat sedap didengar. Tak lama tampak dua baris anak-anak cantik jelita berjalan ke luar dengan lemah gemulai. Semua gadis itu mengenakan gaun putih panjang. Mereka berjalan melayang-layang, sehingga gaun mereka berkibar-kibar, sungguh indah menakjubkan! "Tiada orang berjalan di gurun. Sunyi sepi tiada suara di langit. Memandang dengan mata bening berharap tuan selalu ada. Orang selalu menikmati keindahan alam." Para gadis itu bernyanyi sambil menari, se-hingga membuat penduduk desa memandang dengan mata terbelalak dan mulut ternftmga lebar. Mereka semua tidak pernah melihat gadis-gadis secantik itu, apa lagi tari-tarian seperti itu. Maka mereka melupakan mara bahaya yang mengancam diri mereka. Tiba-tiba hati Ouw Yang Hong tersentak. Ter-nyata dia pernah mendengar dari kakaknya, bahwa Pek Tho San San Kun memiliki semacam ilmu sesat, yang dapat membuat para gadis menari porno, menyebabkan orang yang menyaksikannya akan terpengaruh. Oleh karena itu, hati Ouw Yang Hong menjadi tersentak, tahu akan kelihayan ilmu sesat itu. Seorang pemuda desa, ketika menyaksikan para gadis itu menari, darahnya pun mulai bergolak-golak. Saking tak tahan akhirnya menerjang ke arah gadis-gadis itu, namun mendadak roboh menindih ular-ular berbisa yang di situ. Ular-ular berbisa itu langsung menggigitnya, dan dalam waktu sekejap, pemuda itu sudah ber-ubah menjadi sebuah tengkorak. Bukan main terkejutnya para penduduk desa itu, tapi mereka tetap terpengaruh oleh musik yang menggetarkan hati, maka mereka tampak seperti kehilangan kesadaran. Salah seorang wanita muda, wajahnya berseri-seri dengan penuh rasa cinta, berkata dengan lembut seakan berhadapan dengan sang kekasihnya. "Atua, aku menyukaimu. Kau pun bilang me-nyukaiku, tapi mengapa kau tidak berbicara? Apakah kau telah melupakanku? Hari itu aku memetik sekuntum bunga dari rumahku, lalu kupersembahkan kepadamu. Kau takut, tidak berani menerima persembahanku itu, maka aku terpaksa menaruh bunga itu di tanah. Tengah malam secara diam-diam kau menemuiku,lalu kita berdua saling memadu cinta. Apakah kau telah melupakan semua itu?" Dengan wajah penuh diliputi perasaan cinta, wanita muda itu mendekati ular-ular berbisa. Dalam penglihatannya, ular-ular berbisa itu adalah sang kekasihnya. Betapa terkejutnya para penduduk desa. Sesungguhnya wanita muda itu merupakan wanita baik dan amat lembut di desa tersebut. Apabila dia tadi berkata begitu, siapa pun tidak akan tahu dia mencintai Atua secara diam-diam. Akan tetapi, para penduduk pun sudah ter-pengaruh oleh musik itu, maka tidak dapat berbuat apa pun, karena kaki mereka terpaku di tempat. Semuanya hanya diam menyaksikan wanita muda itu berjalan ke arah ular-ular berbisa, kelihatannya wanita muda itu pasti akan mati digigit ular-ular berbisa tersebut. Di saat bersamaan, mendadak terdengar suara suling yang amat nyaring. Begitu mendengar suara suling itu, para penduduk dan wanita muda itu tersentak sadar, kemudian wanita muda itu menghentikan langkahnya. Dapat dibayangkan, betapa gusarnya Pek Tho San San Kun. Dia segera mengerahkan lwee kang, kemudian membentak seperti guntur. "Siapa?" Terdengar suara tawa panjang, terlihat se-seorang berdiri di atap rumah gubuk. Orang itu masih muda dan tampan, mengenakan jubah panjang dan sebelah tangannya memegang sebuah suling giok. Ternyata pemuda itu yang meniup suling. Ketika mendengar bentakan Pek Tho San San Kun, dia pun berhenti tertawa, lalu tersenyum dan menyahut. "Hanya berdasarkan sedikit kepandaian, kau sudah ingin menjagoi rimba persilatan Tionggoan? Bukankah itu merupakan suatu lelucon besar?" Pek Tho San San Kun gusar bukan main, lalu berkata dalam hati. Pemuda itu berani mencampuri urusanku, kelihatannya pasti bukan pemuda biasa. Kemungkinan besar dia merupakan jago tangguh dalam rimba persilatan Tionggoan. Setelah berkata demikian dalam hati, dia menatap pemuda itu lalu membentak. "Siapa kau? Cepat beritahukan namamu! Hati-hati terhadap ular-ular berbisa itu, karena mereka akan menggerogotimu sehingga kau akan berubah menjadi sebuah tengkorak!" "Aku adalah majikan Pulau Tho Hoa To dari Laut Timur, namaku Oey Yok Su! Siapa kau?" Sahut pemuda yang berdiri di atap rumah itu. Pek Tho San San Kun mengerutkan kening. Dia gusar dalam hati karena pemuda itu tidak tahu nama besarnya. "Kau justru tidak tahu namaku, baiklah! Aku menghendakimu mengetahui namaku!" Kemudian tak henti-hentinya Pek Tho San San Kun bersiul panjang. Semua ular berbisa itu lang-sung bergerak merayap ke arah rumah gubuk itu, kemudian merayap ke atas mengarah Oey Yok Su. Ketika melihat ular-ular berbisa itu merayap ke arahnya, Oey Yok Su tersenyum, lalu menaruh suling gioknya di bibir, dan ditiupnya perlahan-lahan. Begitu suara suling mengalun, semua ular berbisa itu tampak panik. Mereka mendongakkan kepala, kelihatannya seperti tidak tahu harus mendengar suara siulan atau suara suling itu. Akhirnya ular-ular berbisa itu saling menggigit satu sama lain. Menyaksikan kejadian itu gusarlah Pek Tho San San Kun. Dia segera meninggikan suara siulannya, namun nada suling itu pun meninggi pula. Sepasang mata Pek Tho San San Kun berapi-api. Dia berhenti bersiul lalu melambaikan tangannya. Empat orang langsung menggotong tandu itu mendekati rumah tersebut, kemudian berhenti dan Pek Tho San San Kun segera melesat ke atas rumah itu. Ouw Yang Hong terbelalak menyaksikannya. Setelah itu dia melihat Pek Tho San San Kun mulai bertarung dengan Oey Yok Su. Berselang beberapa saat, tampak seseorang terjatuh dari atap rumah gubuk, tidak lain adalah Pek Tho San San Kun. Keempat penggotong tandu segera memapahnya ke tandu. Setelah Pek Tho San San Kun duduk, mereka langsung menggotong tandu tersebut meninggalkan tempat itu. Para gadis yang bermain musik dan menari tadi, juga ikut pergi. Heninglah tempat itu. Terlihat Oey Yok Su meloncat turun dari atap rumah gubuk, berdiri di hadapan Ouw Yang Hong. "Siapa kau? Mengapa orang aneh itu men-desakmu?" Tanyanya. Ouw Yang Hong tidak menyahut. Dia hanya tertawa sambil menengok ke sana ke mari. Sungguh mengenaskan keadaan di tempat itu, sebab beberapa penduduk desa telah mati digigit ular berbisa, dan ada pula yang dilukai anak buah Pek Tho San San Kun. Dia memandang ke dalam rumah gubuk orang tua yang menjamunya makan, ternyata orang tua itu telah mati juga, karena digigit ular berbisa, keluarganya sedang menangisinya duduk desa akan mati semua di tangan Pek Tho San San Kun. Karena itu, dia merasa telah salah menegur Oey Yok Su, maka segera memberi hormat seraya berkata. "Maaf, namaku Ouw Yang Hong berasal dari Gunung Pek Tho San di See Hek. Menyaksikan perbuatan Pek Tho San San Kun, hatiku terasa tidak enak, aku mohon pamit pada tocu!" Oey Yok Su tersenyum. Dia tidak begitu mem-perdulikan Ouw Yang Hong, sebab tahu Ouw Yang Hong tidak berkepandaian tinggi. Mendadak dia bergerak secepat kilat, tahu-tahu Ouw Yang Hong sudah jatuh gedebuk di tanah. Ketika Ouw Yang Hong bangkit berdiri, Oey Yok Su sudah tidak kelihatan bayangannya. Ouw Yang Hong termangu-mangu. Begitu ce-pat gerakan Oey Yok Su, membuatnya amat ka-gum. Malam ini Ouw Yang Hong tidak jadi me-ninggalkan desa kecil itu. Dia berkumpul dengan penduduk desa, sekaligus membantu mereka me-ngubur mayat-mayat penduduk dengan mata bersimbah air, setelah itu barulah berpamitan untuk pergi. Ouw Yang Hong baru memasuki daerah Tionggoan, tapi sudah menyaksikan begitu banyak kejadian, dan nyawanya pun nyaris melayang. Dia pun merasakan penyambutan hangat dari para penduduk, bahkan juga menyaksikan perbuatan Pek Tho San San Kun yang amat sadis, sehingga dia sadar akan satu hal, yakni harus memiliki kepandaian tinggi. Oleh karena itu, dia mengambil keputusan pulang ke Gunung Pek Tho San untuk belajar ilmu silat kepada Ouw Yang Coan, kakaknya. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Saat itu, ketika Ouw Yang Hong hampir me-masuki daerah See Hek, hari sudah mulai senja. Akan tetapi, di daerah tersebut sama sekali tidak terdapat penduduk, hanya terdapat beberapa buah rumah yang dibuat dari tanah, tapi rumah-rumah itu telah rusak dan tiada penghuninya. Ouw Yang Hong sudah merasa lapar sekali dan kedinginan, namun harus ke mana mencari makanan? Apa boleh buat, dia terpaksa harus menahan lapar, kemudian beristirahat di bawah sebuah pohon, dan akhirnya pulas di situ. Ketika tengah malam, mendadak dia mendusin dan ... matanya terbelalak. Ternyata dia melihat sepasang mata yang bersinar-sinar, dan samar-samar tampak sosok bayangan di hadapannya. Orang itu berambut panjang terurai ke bawah dan berpakaian putih, duduk di hadapannya. Bukan main terkejutnya Ouw Yang Hong, se-hingga hatinya jadi tegang. Bahkan saking tegangnya, tanpa sadar dia meloncat seraya membentak. "Siapa?" Mendadak dia menjerit kesakitan, ternyata kepalanya membentur dahan pohon, dan kemudian dia jatuh gedebuk di atas tanah. Sekonyong-konyong angin berhembus kencang, sehingga membuat rambut orang itu yang panjang terurai berkibar-kibar ke kaki Ouw Yang Hong. Ouw Yang Hong tidak habis berpikir, bagai-mana mungkin di tempat sesepi ini terdapat orang lain? Ketika sedang berpikir, di saat bersamaan, dia mencium bau harum dari badan orang itu. OuwYang Hong tersentak. Kini dia baru tahu orang yang duduk di hadapannya adalah seorang wanita, jangan-jangan wanita itu adalah arwah penasaran, pikirnya sehingga membuatnya tidak berani bergerak. Berselang beberapa saat, hari sudah mulai terang. Ouw Yang Hong belum berani bergerak, namun memperhatikan wanita itu. Justru mem-buatnya terbeliak, ternyata wanita itu amat cantik. Ouw Yang Hong terheran-heran, bagaimana di tempat yang amat sepi ini terdapat wanita yang begitu cantik? Perlahan-lahan wanita itu membuka matanya. Ketika melihat Ouw Yang Hong duduk di hadapannya, dia tampak tertegun. "Kau ... kau ..." Ouw Yang Hong tersenyum. "Nona, kau sudah mendusin!" Wanita itu melotot dan langsung melancarkan pukulan yang bertubi-tubi ke arah Ouw Yang Hong. Begitu menyaksikan pukulan yang amat sengit itu, terperanjatlah hati Ouw Yang Hong. Walau dia berkepandaian rendah, namun cukup berpengetahuan, itu diperolehnya dari kakaknya yang berkepandaian tinggi, maka tahu wanita yang tampak lemah itu amat lihay. Ouw Yang Hong ingin berkelit, tapi terlambat. Pukulan yang dilancarkan wanita itu telah menghantam jalan darah Khie Hai Hiatnya. Untung Iwee kang wanita itu masih dangkal, kalau tidak, Ouw Yang Hong pasti terluka parah atau paling tidak kesakitan. "Aduuh!" Jeritnya dengan wajah meringis-ringis. "Nona, aku tidak mengenalmu, kenapa kau begitu kejam memukulku?" "Jangan banyak bicara! Kau mau membunuh-ku silakan, pokoknya aku tidak akan ikut kau pulang ke Pek Tho San Cung (Perkampungan Pek Tho San)!" Sahut wanita itu. Ouw Yang Hong tercengang dan berkata dalam hati. Aku memang ingin pulang ke Pek Tho San Cung, tapi ini adalah urusanku, bagaimana wanita ini mengetahuinya? Lagi pula kalaupun aku pulang ke sana, juga tidak akan membawanya. Aku dan dia tidak saling mengenal, tentunya tidak mungkin aku akan pulang bersamanya. Tapi sungguh mencurigakan, bagaimana dia tahu aku akan pulang ke Pek Tho San Cung? Pasti ada SUatu yang tak beres, aku harus berhati-hati! Setelah berkata dalam hati, Ouw Yang Hong memandang wanita itu seraya bertanya. "Kau berasal dari Pek Tho San Cung?" Wanita itu menyahut dengan penuh kebencian. "Aku sungguh ingin membunuh semua orang Pek Tho San Cung, sekaligus membakar musnah perkampungan itu! Aku adalah binatang kalau aku adalah orang Pek Tho San Cung itu!" Ketika mendengar wanita itu mencaci dan me-nyumpahi orang-orang Pek Tho San Cung, Ouw Yang Hong sudah tahu wanita itu bukan orang Pek Tho San Cung, sebaliknya punya dendam yang amat dalam terhadap perkampungan tersebut! Teringat akan Pek Tho San Cung, timbullah rasa rindu dalam hati Ouw Yang Hong kepada kakaknya. Entah apa sebabnya, mendadak hatinya pun berdebar-debar tegang, ternyata dia khawatir telah terjadi sesuatu di perkampungan itu, maka bertanya. "Kau datang dari San Cung itu?" Ketika wanita itu baru mau menjawab, justru mendadak teringat akan sesuatu. "Siapa kau? Kok tahu Pek Tho San Cung?" Ouw Yang Hong memberitahukan. "Aku adalah orang dari perkampungan itu" Wajah wanita itu langsung berubah, kemudian mendadak bangkit berdiri sambil mengayunkan tangannya untuk menampar Ouw Yang Hong. Plak! Plak! Plak! Setelah menampar, dia pun menendang. Ouw Yang Hong tertendang hingga mundur dua langkah dengan wajah meringis. Dia tidak tahu sama sekali, mengapa wanita itu menampar dan menendangnya. Ouw Yang Hong menjerit kesakitan, lalu ber-tanya dengan berteriak-teriak. "Mengapa tiada angin tiada hujan kau me-mukulku?" Wanita itu balik bertanya. "Kau ... kau adalah orang perkampungan Pek Tho San Cung?" Ouw Yang Hong tersenyum getir. "Tidak salah!" Wanita itu berkata dengan penuh kebencian dan dendam. "Bagus! Bagus! Aku harus membunuhmu! Harus membunuhmu!" Ouw Yang Hong tertegun, baru bertemu sudah ingin membunuhnya? Itu sungguh mengherankan! Sementara wanita itu menengok ke sana ke mari, kemudian menyambar semacam rumput merambat, lalu dengan rumput tersebut dia mengikat Ouw Yang Hong. Setelah Ouw Yang Hong diikat tak bergerak, wajah wanita itu tampak berseri-seri, namun di-liputi kekejaman. Dia menatap Ouw Yang Hong, lalu berkata dengan dingin sekali. "Bagus! Dimulai dari dirimu, aku sudah mem-bunuh seorang Pek Tho San Cung!" Ouw Yang Hong tersentak. Kini dia baru tahu wanita itu tidak main-main, melainkan ber-sungguh-sungguh ingin membunuhnya. Aaaah! Keluhnya dalam hati. Aku akan mati di sini sebelum berjumpa kakakku, ini membuatku penasaran sekali. Sedangkan wanita itu justru mengeluarkan sebilah pedang pendek. Pedang itu memancarkan cahaya kehijau-hijauan, pertanda sangat tajam. Kemudian dengan ujung pedang itu dia menuding muka Ouw Yang Hong seraya berkata. "Kalian kaum lelaki Pek Tho San Cung, tiada seorang pun yang baik! Aku harus membunuhmu!" Ouw Yang Hong memang bernyali besar. Wa-laupun nyawanya sudah terancam, namun dia tidak merasa takut sedikit pun, sebaliknya malah tersenyum. "Nona, kau sungguh cantik!" Wanita itu memang sudah ingin turun tangan membunuh Ouw Yang Hong, tapi justru tidak menyangka Ouw Yang Hong malah herkata begitu, maka wanita itu menjadi tertegun. Ouw Yang Hong menatapnya, lalu berkata lagi sambil tersenyum. "Nona memang baik, begitu juga pedang pendek itu. Tapi ... rumput yang mengikat diriku ini tidak baik, maka aku pun menjadi tidak baik." Ucapan Ouw Yang Hong itu amat aneh, mem-buat wanita itu semakin tertegun. Aku sudah mau membunuhnya, tapi mengapa dia masih bisa ber-gurau? Kata wanita itu dalam hati. Namun ke-mudian dia membentak. "Kau omong kosong apa?" Ouw Yang Hong tertawa lalu menyahut. "Kau memang berwajah cantik. Walau pakai-anmu dari bahan kasar, tapi kau tetap kelihatan cantik. Orang dulu hilang, pakaian berkibar-kibar, maka yang indah membinar-binar. Kau adalah wanita cantik, ingin membunuh orang pasti tidak bisa. Tanganmu memegang pedang pendek, mulut mengatakan ingin membunuh orang, namun matamu tidak bersinar kejam, bagaimana kau membunuh orang?" Wanita itu tertegun sambil menatap Ouw Yang Hong, lama sekali barulah herkata. "Bagaimana ... kau tahu aku tidak akan membunuhmu?" Ouw Yang Hong cuma tertawa, tidak menyahut sama sekali. Saat itu, matahari sudah berada di atas kepala. Mendadak wanita itu menyambar Ouw Yang Hong, lalu dibawa pergi. Kira-kira belasan langkah, dia menghentikan langkahnya, lalu memandang Ouw Yang Hong seraya berkata. "Kau berjalan di depan dan berhati-hatilah! Kalau kau tidak menuruti perintahku, akan ku-tusuk dengan pedang pendek ini, dan kau pasti tewas!" Ouw Yang Hong manggut-manggut, lalu mengayunkan kakinya. Wanita itu menyuruhnya berjalan ke arah mana, dia terpaksa menurut. Akan tetapi, dia berkeluh dalam hati, sebab wanita itu menyuruhnya menuju ke arah Tiong-goan, pada hal dia ingin pulang ke perkampungan Pek Tho San Cung. Ouw Yang Hong tahu tidak beres dan berkata dalam hati. Aku hersusah payah dari Tionggoan pulang ke kampung halaman, tapi justru harus kembali ke Tionggoan lagi, bukankah aku akan jadi gila? Setelah berkata dalam hati, Ouw Yang Hong lalu memohon kepada wanita itu. "Nona yang baik, aku mohon kepadamu mem-perbolehkanku pulang ke Pek Tho San Cung, aku pasti berterimakasih dan ingat selalu akan budi kebaikanmu!" Wanita itu tertawa ringan. "Kalau kau pergi, akan tinggal aku seorang diri di dalam hutan rimba! Apabila diriku terjadi apa-apa, bukankah kau yang berdosa?" Ouw Yang Hong tertegun mendengar ucapan itu. "Baiklah! Karena Nona berkata begitu, biarlah aku menemani Nona ke Tionggoan lagi, agar Nona tidak kesepian dalam perjalanan," Katanya. Wanita itu mengerutkan kening, tapi setelah itu lalu tertawa, dan menuding Ouw Yang Hong sambil berkata. "Bagus! Kau memang pandai bicara! Aku dengar dari orang, bahwa lelaki panjang usia, wanita yang meloncat tembok! Kau adalah lelaki semacam itu! Tapi kuberitahukan, sebetulnya tiada gunanya aku menghendakimu mengikutiku! Kalau muncul penjahat, aku pasti membiarkan mereka membunuhmu! Apabila aku lapar, kau harus carikan makanan untukku. Aku haus, kau harus carikan air untuk kuminum! Seandainya aku terlalu lapar tapi tiada makanan, maka aku akan mengiris dagingmu dengan pedang pendek ini untuk kumakan. Dan kalau aku terlalu haus tiada air, aku akan memotong urat nadimu, lalu kuhirup darahmu!" Ouw Yang Hong mendengar dengan mata terbelalak, namun tidak bersuara sama sekali. Semula Ouw Yang Hong berjalan dengan di-ancam pedang pendek di punggungnya, maka terpaksa berjalan dengan kepala tertunduk dan menuruti kemauan wanita itu. Tapi kini wanita itu telah menurunkan pedang pendek itu dari punggungnya, sehingga langkah kaki Ouw Yang Hong menjadi bertambah cepat. Oleh karena itu, wanita tersebut harus mem-percepat langkahnya, dan itu membuat nafasnya agak memburu. "Berhenti! Cepatlah kau berhenti!" Begitu mendengar suara teriakan wanita itu, Ouw Yang Hong langsung menghentikan langkah-nya. Wanita itu berlari ke hadapannya, lalu me-nudingkan pedang pendeknya ke dada Ouw Yang Hong seraya membentak. "Kau ... kau ingin kabur?" Ouw Yang Hong tertawa sambil menunjuk ke-empat penjuru dan berkata. "Lihatlah! Tempat ini merupakan gurun, aku bisa kabur ke mana?" "Kau boleh kabur, tapi dalam puluhan langkah, aku akan menerbangkan pedang pendekku, dan kepalamu pasti melayang!" Ouw Yang Hong tahu wanita itu cuma omong besar, tapi tidak mau mengungkapnya, hanya berkata. "Lebih baik Nona jangan membunuhku, sebab kalau aku mati, ke mana Nona mencari orang lain menemani melakukan perjalanan ini?" Wanita itu memandang Ouw Yang Hong yang tampak kelelahan, namun masih bisa tertawa. Diam-diam dia menghela nafas panjang, kemudian menurunkan pedang pendeknya. Orang ini lelaki sejati ataukah lelaki yang jahat dan licik? Pikir wanita itu. Tapi dia bertampang baik, tentunya bukan orang jahat. Kalau dia lelaki sejati, aku justru akan salah membunuh orang, dan itu merupakan perbuatan dosa. Kini lelaki ini bersamaku, makan dan minum bersama, bahkan begitu dekat pula seperti ... suami istri. Seandainya aku tidak membunuhnya, bagaimana kelak aku menemui orang? Karena itu, wanita tersebut mengambil keputusan untuk membunuh Ouw Yang Hong setelah melalui gurun itu. Ouw Yang Hong amat cerdas. Ketika menyak-sikan ekspresi wajah wanita itu, dia sudah tahu bahwa wanita ingin membunuhnya, hanya saja wanita itu masih berhati baik, maka belum turun tangan. Ouw Yang Hong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian bertanya. "Nona, bolehkah aku tahu namamu?" Wanita itu balik bertanya dengan mata melotot. "Mau apa kau tahu namaku?" Ouw Yang Hong menyahut. "Aku tahu kau akan membunuhku. Setelah aku mati arwahku pasti menuju ke alam baka. Para setan di alam baka akan bertanya kepadaku, siapa yang membunuhku. Aku pasti menjawab seorang Nona. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Bukankah para setan itu akan mentertawa-kanku, karena mati dibunuh tapi tidak tahu nama si pembunuh?" Mendengar itu, wanita tersebut tertawa dingin. "Kau kira dirimu apa? Kau memang tolol! Apabila kau kubunuh, di dunia ini akan berkurang seorang tolol! Ouw Yang Hong diam saja. Wanita itu amat membenci kaum lelaki, maka dia mau bilang apa lagi? *** Bab Pada malam harinya, di gurun terasa amat dingin sekali. Samar-samar tampak bulan bersinar remang-remang, sehingga kelihatan merana. Ouw Yang Hong dan wanita itu duduk ber-hadapan. Wanita itu terus memandang Ouw Yang Hong dengan air muka berubah tak menentu. Ternyata dia sedang berpikir harus bagaimana tidur. Kalau dia pulas di hadapan Ouw Yang Hong, tentunya akan merasa malu sekali. Apabila dia membelakangi Ouw Yang Hong, lalu pulas, bukankah Ouw Yang Hong akan kabur? Sementara Ouw Yang Hong terus memper-hatikan perubahan wajah wanita itu. Dia tahu apa yang sedang dipikirkannya, maka tersenyum se-raya berkata dengan sungguh-sungguh. "Nona tidak perlu banyak berpikir. Di gurun ini hanya ada kita berdua. Lebih baik Nona tidur, agar tidak merasa ngantuk." Mendengar kata-kata Ouw Yang Hong, men-dadak wanita itu meloncat bangun, lalu menuding Ouw Yang Hong dengan pedang pendeknya. "Kau hati-hati, tidak usah berbaik hati ke-padaku! Kalau aku gusar, kau pasti mampus!" Ouw Yang Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku amat sopan terhadapmu, tapi sebaliknya kau malah bersikap begitu kasar! Kita tidak punya dendam apa pun, namun kau justru berniat mem-bunuhku! Ini boleh dikatakan orang baik digigit anjing ..." Wanita itu langsung melotot. "Apa? Kau berani mengatai diriku anjing?" Ouw Yang Hong tertegun, kemudian tertawa. "Maaf! Aku tidak bermaksud begitu, itu hanya merupakan pepatah saja!" Wanita itu mendengus dingin, lalu memejam-kan matanya. Tak lama dia sudah pulas, tapi entah benar-benar pulas atau cuma pura-pura? Sebaliknya Ouw Yang Hong justru tidak bisa pulas sama sekali. Dia duduk sambil menahan dingin dan rasa lapar. Karena itu, dia tertawa dalam hati. Mengapa harus pura-pura pulas? Aku tidak bisa pulas, bagaimana mungkin kau bisa pulas? Dia tidak menghiraukanku, mengapa aku harus mem-perdulikannya? Daripada memandangnya, lebih baik memandang bulan yang kesepian di langit. Ouw Yang Hong mendongakkan kepala memandang bulan yang bersinar remang-remang itu. saking tertariknya, sehingga tanpa sadar dia bersenandung. "Memakai jubah panjang berjalan penuh kedinginan, sekolah tanggung tiada artinya. Bersenandung menghadap bulan, bunga pun tidak mau bersuara, hanya menyatukan hati dengan bulan ...!" Mendadak terdengar suara tawa dingin, ternyata wanita itu yang tertawa. Dia menatap Ouw Yang Hong dengan mata melotot, lalu berkata. "Kelihatannya kau tidak hanya pandai bicara, bahkan pandai bersenandung pula! Apakah kau bisa menulis dan membaca? Aku paling membenci orang semacammu, cerdik tapi licik dan selalu menipu kaum wanita! Kalau lelaki berkepandaian tinggi, pasti menggunakan pedang, golok atau senjata lainnya untuk saling membunuh! Tapi orang semacam itu justru bertampang seperti lelaki sejati, kelihatan ramah dan sopan, namun justru penjahat!" Mulut Ouw Yang Hong ternganga lebar. Dia tidak tahu harus menyahut apa, hanya berkata dalam hati. Kau memang wanita usil. Aku memandang bulan sambil bersenandung, ada urusan apa denganmu? Kau tidak tahu akan keindahan alam, cuma tahu memegang pedang mengancam orang! Percuma aku bicara denganmu, sebab kau tidak mengerti apa-apa! Oleh karena itu, Ouw Yang Hong sama sekali tidak mau bicara, hanya tertawa dingin. "Mengapa kau tidak bicara?" Tanya wanita itu dengan kening berkerut. Ouw Yang Hong tetap tidak bicara, melainkan terus tertawa. Wanita itu mendengus dingin. "Hm! Jangan kau kira dirimu hebat karena pernah belajar menulis, membaca dan bisa bersenandung! Di gurun ini kau memandang bulan sambil bersenandung, bukankah amat menggelikan?" Ouw Yang Hong tetap diam, sejenak kemudian baru menyahut. "Kalau Nona pernah sekolah dan tahu kesopanan, pasti akan melahirkan kelembutan, memiliki budi pekerti yang baik. Namun sayang sekali, Nona tidak mengerti semua itu dan juga tidak tahu akan keindahan alam, terutama di gurun ini, di bawah sinar rembulan." Wanita itu tertawa dingin, lalu bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Ouw Yang Hong dengan gaya seperti seorang sastrawan. Setelah itu dia pun bersenandung. Ouw Yang Hong terbelalak, karena tidak menyangka wanita itu juga pandai bersenandung, bahkan senandungnya bernada sedih. Hati wanita ini penuh diliputi rasa dendam dan kebencian, pasti dia pernah mengalami suatu pukulan hebat dan penghinaan. Dia adalah wanita baik, tapi berubah membenci segalanya. Bukankah amat sayang sekali? Pikirnya! Wanita itu tampak tersenyum, tapi senyumannya penuh dendam dan kebencian. "Kau bisa bersenandung, aku pun bisa!" Katanya sengit. Usai berkata begitu, mendadak dia menusukkan pedang pendeknya ke bawah, lalu diayunkannya ke atas mengarah Ouw Yang Hong. Ouw Yang Hong tidak tahu wanita tersebut akan melakukan itu, pasir berhamburan ke mukanya, membuat matanya kemasukan pasir. Tangannya meraih ke sana ke mari, sambil berteriak-teriak. "Mataku kemasukan pasir! Mataku kemasukan pasir ...!" Ternyata sepasang tangan Ouw Yang Hong masih terikat, sedangkan matanya terasa pedih sekali. Wanita itu cuma tertawa dingin, sama sekali tidak memperdulikan Ouw Yang Hong. Sesaat kemudian dia tertawa cekikikan seraya berkata. "Bagus begini, kau masih bisa bersenandung tentang kemasukan pasir! Sepasang matamu melotot hampir keluar, itu sungguh baik untuk bersenandung! Ayolah! Cepat bersenandung!" Ouw Yang Hong berkeluh dalam hati, sebab sepasang matanya masih terasa pedih sekali, sehingga air matanya meleleh ke luar. Sungguh sial diriku bertemu wanita cantik ini, sial sekali! Gumamnya dalam hati. Sedangkan wanita itu tertawa puas, lalu menatap Ouw Yang Hong sambil berkata perlahan-lahan. "Kini aku tidak takut padamu lagi! Kalau tidak, di gurun ini hanya terdapat kita berdua, aku khawatir ..." Wanita itu tidak melanjutkan ucapannya, karena wajahnya sudah tampak memerah. Ouw Yang Hong tidak melihat itu. Pada hal saat itu dia amat gusar, tapi ketika mendengar ucapan wanita itu, kegusarannya menjadi reda. "Mengapa Nona harus marah? Kalau Nona tidak menghendakiku melihat, aku pasti tidak melihat," Katanya dengan suara rendah. Ouw Yang Hong berusaha menyeka matanya, tapi tidak bisa, karena sepasang tangannya masih terikat. "Nona, tolong lepaskan rumput yang mengikat tanganku, aku ingin membersihkan mataku!" Katanya memohon. Wanita itu tidak memperdulikannya. Karena wanita itu diam saja, Ouw Yang Hong tidak memohon lagi. Dia tetap memejamkan matanya sambil menahan rasa pedih di hatinya. Tak terasa saat itu sudah tengah malam. Ketika Ouw Yang Hong hampir pulas, mendadak terdengar suara langkah, kemudian terdengar pula suara percakapan seorang lelaki. "Ada perintah dari San Kun, harus membawa wanita itu pulang. Kalau tidak, dia pasti herbangga diri." Kemudian terdengar seorang wanita tertawa cekikikan, lalu menyahut. "San Kun yang ingin menangkapnya, ataukah kau yang ingin membawanya kembali ke Pek Tho San Cung?" Lelaki itu menyahut dengan gugup. "Sumoi jangan mengatakan begitu, aku sama sekali tidak berniat demikian! Kau omong sem-barangan, kalau San Kun tahu, aku pasti dihukum berat." Wanita itu tertawa ringan, kemudian berkata dengan dingin. "San Kun itu apa? Berkaki tangan pendek dan berkepala besar, tapi justru menghendaki begitu banyak wanita cantik! Setiap hari tak bosan-bosannya dia memandang dan mempermainkan mereka. Sungguh kasihan mereka!" Terdengar suara yang agak parau. "Suheng dan sumoi, kalian sedang membicarakan apa?" Terdengar suara tawa beberapa orang, seakan mentertawakan orang yang bersuara parau itu. Kemudian salah seorang dari mereka menyahut. "Sudahlah! Jangan bertanya, yang dimaksudkan adalah dirimu." "Mengapa diriku?" Tanya orang yang bersuara parau. Terdengar suara sahutan. "Maksud sam suheng (Kakak Seperguruan Ketiga), kau amat tampan." Orang yang bersuara parau memang agak tolol. Ketika mendengar ucapan itu, dia tertawa gembira seraya berkata. "Apakah sumoi juga bilang aku tampan?" Semua orang tertawa, kemudian salah seorang menyahut. "Betul, sumoi pun bilang kau amat tampan." Orang bersuara parau Bertambah gembira, semua orang mentertawakannya. Sementara itu, Ouw Yang Hong terus mendengarkan percakapan mereka dengan penuh perhatian. Tiba-tiba dia merasa badannya hangat dan hidungnya mencium semacam hawa yang amat harum, ternyata wanita yang duduk di hadapannya mendekatinya. Ketika Ouw Yang Hong baru mau membuka mulut, wanita itu sudah mendahuluinya dengan suara rendah. "Jangan bersuara!" Suaranya agak bergemetaran, sepertinya dia ketakutan. Ouw Yang Hong tidak jadi membuka mulut. Sedangkan wanita itu bersandar pada badan Ouw Yang Hong. Terasa detak jantungnya amat cepat, pertanda dia dalam keadaan tegang. Di saat bersamaan, terdengar lagi suara percakapan orang-orang tadi. "Toa suheng, kita berteduh di sini saja, besok baru melanjutkan perjalanan, sebab kini hari sudah gelap." Terdengar suara si wanita yang amat lembut. "Suheng, memang lebih baik kita beristirahat di sini. Tidak gampang mencari orang di tengah malam, lagi pula kalau kurang berhati-hati, bisa-bisa kita akan tersesat jalan." Toa suheng itu berpikir sejenak, kemudian manggut-manggut seraytt berkata dengan wibawa. "Baiklah! Kita beristirahat di sini saja." Ouw Yang Hong membelalakkan matanya memandang ke arah suara percakapan itu. Samar-samar dia melihat empat orang sedang duduk tak jauh dari tempatnya, kira-kira hanya belasan depa. Betapa gugupnya wanita yang bersama Ouw Yang Hong. Badannya menggigil seperti kedinginan. Ouw Yang Hong tertawa dalam hati, sebab tadi wanita itu begitu galak dan bengis, tapi kini amat ketakutan sehingga badannya terus menggigil. Dasar wanita tak bernyali! Sementara keempat orang itu mulai bercakap-cakap lagi, kemudian sang sumoi menghela nafas panjang. "Aaaaah ...!" "Sumoi, mengapa kau menghela nafas panjang?" Tanya Toa Suheng. "Aku pikir ... lebih baik kita tidak berhasil mengejarnya," Sahut sang sumoi. Terdengar suara selaan yang bernada terkejut. "Kau bilang apa? Kalau kita tidak berhasil mengejarnya, begitu pulang, guru pasti menghukum kita semua!" Suasana di tempat itu mendadak berubah menjadi hening. Tiada seorang pun bersuara. Berselang sesaat Toa Suheng itu berkata dengan suara dalam. "Giok moi, aku tahu apa yang kau pikirkan. Tapi itu adalah perintah dari guru, maka kita sebagai murid tidak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula, guru ... patut dikasihani ..." Semua orang diam mendengar ucapan itu. Sedangkan Ouw Yang Hong sama sekali tidak tahu, bahwa keempat orang itu adalah murid kesayangan Pek Tho San San Kun-Jen It Thian. Toa Suheng adalah Tay Mok Sin Eng (Elang Sakti Gurun) Teng Khie Hong, Sam Sumoi adalah Bie Li Sang Seng Kiam (Wanita Cantik Berpedang Bintang Ganda). Giok Shia, Jie Suheng adalah Sang Pwe Seh Nuh (Si Pendiam) dan Sute adalah Hui Jin Wan To (Si Golok Lengkung) M a Sih. Mereka berempat amat terkenal di daerah See Hek, sedangkan guru mereka Pek Tho San San Kun-Jen 11 Thian merupakan lelaki yang tak normal, bahkan juga tidak bisa mendekati kaum wanita. Hal itu membuat sifatnya berubah amat aneh sekali. Dia sering meninggalkan Gunung Pek Tho San untuk mencari wanita cantik, lalu dibawanya pulang untuk menemaninya, sekaligus dipermainkannya. Ketika memasuki Tionggoan, dia bertemu Ouw Yang Hong, kemudian muncul Oey Yok Su bertarung dengannya. Dalam pertarungan itu dia mengalami kekalahan, maka segera kembali ke Gunung Pek Tho San. Akan tetapi, di tengah perjalanan pulang itu dia menculik seorang gadis bernama Bokyong Cen, murid seorang biarawati. Ketika melihat gadis itu Pek Tho San San Kun-Jen It Thian amat kagum akan kecantikannya, maka langsung menangkapnya. Bokyong Cen melawannya mati-matian, namun bagaimana mungkin gadis itu sanggup melawan Pek Tho San San Kun-Jen It Thian? Akhirnya gadis itu ditangkap dan dibawa pulang ke Gunung Pek Tho San. Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Betapa gembiranya Pek Tho San Sn Kun. Sejak dia menjadi majikan Gunung Pek Tho San, belum pernah melihat gadis secantik itu. Karena itu semakin lama melihat dia semakin menyukainya. Maka setelah sampai di rumahnya dia langsung menaruh gadis itu di atas meja, sekaligus menotok beberapa jalan darahnya, sehingga membuat gadis itu menjadi tak dapat bicara dan bergerak. Pek Tho San San Kun tertawa gembira, kemudian menyuruh semua orang keluar. Dia lalu duduk di hadapan Bokyong Cen sambil menatapnya dengan penuh kekaguman. Setelah itu, dielus-elusnya lengan gadis itu. Kelihatannya dia seperti sedang menikmati sebuah benda antik, namun tiada gairah nafsu birahi sama sekali. Menyaksikan lelaki yang tak normal itu, Bokyong Cen langsung merasa muak, gusar dan merasa malu. Kemudian dia berkata dalam hati. Kau adalah lelaki tak normal. Kaki dan tanganmu pendek, kepalamu besar, bahkan wajahmu amat menakutkan. Kau sedemikian terkesima memandangku. Kalau punya kesempatan, aku pasti menusukmu dengan pedang ... Sementara Pek Tho San San Kun terus memandangnya. Kemudian dia meloncat ke atas meja, lalu berjalan mengitari Bokyong Cen sambil memandangnya dengan mata terbelalak, dan menggeleng-gelengkan kepalanya yang besar itu seraya berkata. "Bukan main cantiknya!" Pek Tho San San Kun mulai mengusap kaki Bokyong Cen, membuat gadis itu jengah dan gusar. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa, karena beberapa jalan darahnya tertotok, sehingga dia tak bisa bergerak dan tak mampu bicara. Pek Tho San San Kun terus menatapnya sambil tertawa aneh, setelah itu berkata lagi. "Tahukah kau, di mana keistimewaan wanita cantik?" Bokyong Cen diam saja. Dia memandang Pek Tho San San Kun dengan penuh kebencian. Pek Tho San San Kun tertawa terkekeh-kekeh. "Tentunya kau tahu, keistimewaan wanita cantik adalah bertelanjang bulat. Itu sungguh indah mempesonakan! Apalagi berjalan dengan lemah gemulai, sudah pasti amat indah sekali!" Katanya lalu mulai mengusap-usap paha Bokyong Cen yang putih mulus. Betapa benci dan mendongkolnya hati Bokyong Cen. Gadis itu sama sekali tidak menduga kalau tubuhnya akan diraba-raba lelaki yang tak normal itu. Bahkan dia amat takut akan diperkosanya. Akan tetapi, Pek Tho San San Kun-Jen It Thian justru tidak melakukan hal tersebut. Setelah meraba-raba paha gadis itu sejenak, dia berkata. "Baiklah! Aku sudah harus menaruhmu ke bawah." Pek Tho San San Kun memeluknya. Pada hal Bokong Cen lebih tinggi dan lebih berat dari lelaki itu, tapi dengan gampang sekali Pek Tho San San Kun menurunkannya ke bawah. Setelah menaruh Bokyong Cen ke bawah, Pek Tho San San Kun lalu membuka sebuah peti besar. Ketika peti besar itu dibuka, terbelalaklah Bokyong Cen, karena bagian dalam peti besar itu amat indah, dihiasi dengan kaca dan berbagai macam mutiara yang memancarkan cahaya. Pek Tho San San Kun tersenyum, dan memandang Bokyong Cen seraya bertanya. "Bagaimana menurutmu mengenai petiku ini?" Bokyong Cen cuma mengerutkan kening. Pek Tho San San Kun tetap tersenyum-senyum, kemudian mengangkat gadis itu dan menaruhnya ke dalam peti. Dia tidak menutup peti tersebut, melainkan hanya mendorongnya ke depan ranjang. "Aku mau tidur. Kau pun harus tidur. Besok aku akan menengokmu lagi," Katanya sambil menutup peti itu. Kemudian dia naik ke tempat tidur, tapi berselang sesaat dia berkata lagi. "Tidak begitu nyaman kan di dalam peti?" Bokyong Cen tidak menyahut, karena Pek Tho San San Kun masih belum membebaskan jalan darahnya. Peti besar itu memang sungguh aneh, pada bagian dindingnya terdapat beberapa lubang kecil untuk masuk hawa udara. Ketika berada di dalamnya, Bokyong Cen merasa heran sekali, sebab terasa nyaman sekali, sehingga membuatnya cepat pulas. Di saat Bokyong Cen tidur pulas, mendadak peti besar itu bergerak dan itu membuatnya men-dusin. Tampak cahaya menyorot ke dalam melalui lubang-lubang kecil itu, maka Bokyong Cen tahu bahwa peti besar itu digeser ke luar. Gadis itu cepat-cepat mengerahkan hawa murninya. Maksudnya ingin membuka jalan darahnya yang ditotok oleh Pek Tho San San Kun, namun tidak berhasil, maka terpaksa pasrah. Akan tetapi, mendadak peti besar itu berhenti bergerak, dan di saat bersamaan terdengar suara seseorang. "Sesungguhnya dia bisa melihatmu, aku pun bisa melihat. Setelah menyelamatkanmu, aku pasti bisa melihatmu. Tapi ... kau harus berpakaian." Bokyong Cen mendengar jelas suara itu. Maka ia tahu bahwa orang yang berkata itu adalah lelaki sejati, mencuri peti besar tersebut demi menyelamatkan dirinya. Betapa girangnya Bokyong Cen, namun kemudian merasa cemas karena khawatir akan bertemu penjahat. Di saat dia sedang berpikir, tiba-tiba peti besar itu terbuka, tapi langsung tertutup kembali, kemudian terdengar orang itu berkata lagi. "Kau tidak berpakaian. Aku akan mengambil pakaian untukmu. Kau mau pakai atau tidak, itu terserah padamu! Tapi kalau aku adalah kau, pasti akan pakai, agar tidak masuk angin setelah berada di luar." Mendengar itu, Bokyong Cen berkeluh dalam hati, sebab orang yang bermaksud menolongnya, sama sekali tidak tahu kalau jalan darahnya sedang dalam keadaan tertotok, sehingga tidak dapat bergerak. Di saat Bokyong Cen sedang berkeluh dalam hati, orang itu justru berkata lagi. "Kau kira dirimu belum bisa bergerak? Pada hal sesungguhnya kau sudah bisa merangkak ke luar dari dalam peti itu!" Bokyong Cen tersentak mendengar ucapan orang itu, dan segera mencoba bergerak. Sunggguh di luar dugaan, ternyata ia sudah bisa bergerak. Bukan main girangnya dan ia cepat-cepat berpakaian. Kemudian ia mendorong ke atas dan begitu tutup peti itu terbuka ia langsung meloncat keluar. Ia menengok ke sana ke mari, nan1 ui tiada seorang pun di tempat itu. Seketika juga dia merinding, mengira dirinya telah bertemu setan atau arwah penasaran. Bokyong Cen penasaran sekali, sebab tidak melihat seorang pun berada di situ, pada hal tadi dia mendengar suara orang. Karena itu dia segera bertanya. "Siapa kau?" Akan tetapi, tiada sahutan. Itulah kejadian yang dialami Bokyong Cen yang kini bersama Ouw Yang Hong. Di saat gadis itu sedang memikirkan kejadian tersebut, mendadak Toa Suheng itu berkata. "Kita harus menuruti perkataan guru. Guru menyuruh kita mencari orang, kita menurut saja. Kalau tidak, guru pasti marah, dan kita pasti dihukum." Giok Shia menyahut setengah mengeluh. "Sulit sekali mencarinya, sudah beberapa hari kita berempat mencari ke sana ke mari. Menurut orang yang melihatnya, Bokyong Cen berada di sekitar tempat ini ... kita justru tidak menemukannya. Kalau terus mencarinya, sulit pula bagi kita kembali ke Gunung Pek Tho San. Entah bagaimana baik nih?" Wan To Ma Sih berkata dengan lantang. "Guru menyuruh kita mencari, maka kita harus mencari! Kalau kita tidak menemukannya, guru pasti marah besar!" Yang lain langsung diam. Sedangkan Ouw Yang Hong sudah tahu jelas, bahwa nona yang berada di sisinya tidak lain adalah Bokyong Cen yang mereka cari. Nona itu bengis terhadap Ouw Yang Hong, karena telah dihina oleh Pek Tho San San Kun, kini Ouw Yang Hong memakluminya. Wan To Ma Sih berkata lagi. "Suheng, aku mau pergi buang air kecil seben-tar!" Orang itu bangkit berdiri, kemudian berjalan, dan arah yang ditujunya justru tempat persembunyian Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen. Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen tidak berani bergerak sama sekali. Sedangkan Wan To Ma Sih semakin mendekat, bahkan kemudian mendadak berseru. "Toa suheng, ada orang!" Begitu mendengar seruan Wan To Ma Sih, yang lain langsung melesat ke sana. Bukan main terkejutnya Ouw Yang Hong, sebab keempat orang itu sudah tahu akan keberadaan dirinya dan Bokyong Cen. Ouw Yang Hong ingin memapah Bokyong Cen bangun, tapi gadis itu justru malah mengayunkan tangannya menampar Ouw Yang Hong. Plak! Ouw Yang Hong terbengang-bengong, tidak mengerti mengapa Bokyong Cen menamparnya. "Kau ..." Bokyong Cen berkata dengan bengis. "Kaum lelaki jahat semua! Aku harus membunuhmu!" Ouw Yang Hong terbelalak. Sementara keempat orang itu sudah melihat jelas wajah Bokyong Cen, tentunya mereka amat gembira. Toa suheng itu mendehem dua kali, kemudian berkata. "Sungguh cepat nona kabur! Setengah mati kami berempat mencarimu!" Bokyong Cen tertawa dingin, lalu menyahut. "Kalian adalah budak orang pendek itu, mau apa mencariku?" "Kau gadis liar, kenapa mencaci kami?" Kata Wan To Ma Sih. Bokyong Cen tahu, kalau dirinya sampai jatuh ke tangan mereka, pasti akan celaka. Oleh karena itu dia menjadi nekat. "Bukan cuma mencaci, bahkan aku pun harus membunuh kalian!" Sahutnya bengis, lalu mendadak meloncat bangun, sekaligus menyerang Wan To Ma Sih dengan pedang pendeknya. Bukan main terkejutnya Wan To Ma Sih. Dia cepat-cepat berkelit, kemudian berseru dengan penuh kegusaran. "Toa suheng, aku harus membunuhnya, harus membunuhnya!" "Guru menyuruh kita mencarinya! Kenapa kau mau membunuhnya? Kalau kau berani melukainya, guru pasti menghukummu mati!" Sahut Toa Suheng. "Anjing betina ini terlampau mendesakku, maka kalau aku tidak membunuhnya, kegusaranku tidak akan reda!" Kata Wan To Ma Sih dengan nada gusar. Walau Wan To Ma Sih berkata demikian, namun tidak berani mengeluarkan goloknya. Dia hanya berkelit dan balas menyerang dengan tangan kosong. Bokyong Cen tahu bahwa Wan To Ma Sih tidak berani mengeluarkan goloknya, maka gadis itu menyerangnya bertubi-tubi dengan sengit sekali. Dia memang berniat membunuh Wan To Ma Sih, dan beberapa jurus kemudian, bahu wan To Ma Sih telah terluka oleh sabetan pedang pendeknya, dan darahnya pun mengucur seketika. "Aduuuh!" Jerit Wan To Ma Sih sambil terhuyung-huyung ke belakang. Sementara Toa Suheng, Jie Suheng dan Sumoi itu cuma diam saja. Toa Suheng itu tidak bergerak dari tempat, Jie Suheng menatap Bokyong Cen dengan dingin sekali, sedangkan Sumoi itu mengerutkan kening, lalu tertawa dingin seraya berkata. "Bokyong Cen, kau merupakan benda mustika Pek Tho San San Kun, maka lebih baik kau ikut kami pulang, guru amat menyukaimu! Dia tidak akan menyusahkanmu, ikutlah kami pulang ke Gunung Pek Tho San, agar kau tidak menderita!" Si Racun Dari Barat Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Guru kalian tuh apa? Tidak lebih dari seekor anjing! Kaulah benda mustikanya!" Sahut Bokyong Cen dengan gusar. Sahutan Bokyong Cen itu amat menyinggung perasaan Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia, karena dia paling benci orang mengatai dirinya benda mustika gurunya. Maka, tidak heran dia berkata dengan sengit. "Baik! Kau memang tak tahu diri! Kau ditaruh di dalam peti besar, cuma merupakan benda mainan guruku ..." Betapa gusarnya Bokyong Cen mendengar ucapan itu. "Bagus! Kau pun harus mampus!" Sergahnya lalu mulai menyerang Wan To Ma Sih dengan jurus-jurus yang mematikan. Maksudnya setelah membunuh orang itu, dia akan membunuh Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia. Sementara Ouw Yang Hong amat gusar dalam hati, sebab dia juga tinggal di Gunung Pek Tho San, maka secara tidak langsung dirinya telah dipermalukan lantaran perbuatan Pek Tho San San Kun. Oleh karena itu dia membentak keras. "Kalian cepat berhenti! Dengar dulu perkataanku!" Suara bentakan Ouw Yang Hong itu mengejutkan mereka. Bokyong Cen dan Wan To Ma Sih langsung berhenti bertarung. Menyaksikan itu, legalah hati Ouw Yang Hong. "Aku juga orang Pek Tho San Cung, Coa Thau Cang (Tongkat Kepala Ular) Ouw Yang Coan adalah kakakku!" Katanya sambil menatap mereka. Keempat orang itu malang-melintang di daerah See Hek, namun merasa segan juga terhadap Coa Thau Cang Ouw Yang Coan. Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong mengerutkan kening, menatap Ouw Yang Hong seraya berkata dengan dingin. "Jadi kau adalah Si Sastrawan Bloon Ouw Yang Hong?" Ouw Yang Hong amat girang, karena orang itu mengetahui namanya. "Tidak salah, tidak salah! Aku memang Ouw Yang Hong!" Sahutnya segera. "Kau kira kami berempat akan takut mendengar nama kakakmu?" Kata Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. "Bukan, bukan begitu! Aku cuma ingin berunding dengan kalian berempat," Sahut Ouw Yang Hong. "Berunding tentang apa?" Tanya Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. "Begini! Aku mohon kalian berempat sudi melepaskan nona ini, memberi kesempatan hidup padanya!" Jawab Ouw Yang Hong. Keempat orang itu saling memandang. Mereka pun berkata dalam hati. Kelihatannya dia memang saudara Ouw Yang Coan. Kalau kami membunuhnya, iblis itu pasti menuntut balas. Kini harus membawa Bokyong Cen pulang, tapi juga tidak boleh melakukan kesalahan terhadap Ouw Yang Hong. Bukankah ini amat menyulitkan? Mendadak Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia tersenyum-senyum, kemudian berkata kepada Ouw Yang Hong. "Saudara Ouw Yang, apakah kau yang menculik wanita ini? Kalau benar, kami akan melepaskanmu dan memberitahukan kepada guru. Tentunya guru tidak akan menyalahkanmu. Tapi ... kau harus membiarkan kami membawa pulang wanita ini." "Aku memang bermaksud demikian. Bahkan aku juga tahu kalian semua mempunyai perasaan dan tahu aturan pula. Apa yang dilakukan guru kalian, itu amat menyimpang dari prikemanusiaan, maka mengapa kalian harus menuruti perintahnya?" Sahut Ouw Yang Hong. Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong langsung membentak. "Omong kosong! Kau tuh apa berani menghina guru kami? Aku tidak membunuhmu karena memandang muka kakakmu! Tapi kalau kau masih menghina guru kami, aku pasti tidak akan berlaku sungkan-sungkan terhadapmu!" Ouw Yang Hong tahu, kakaknya tidak punya hubungan baik dengan keempat orang itu, lagi pula mereka berempat diperintah oleh Pek Tho San San Kun, sudah pasti tidak akan melepaskan Bokyong Cen, maka percuma dia memohon kepada mereka. Oleh karena itu, dia amat membenci dirinya sendiri, sebab tidak memiliki kungfu tinggi seperti kakaknya. Justru itu dia menjadi diam. Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia berkata. "Toa suheng, menurutku, kita tidak usah merasa segan terhadap Coa Thau Cang Ouw Yang Coan. Bukankah dia tidak berada di sini? Kita bunuh saja pemuda itu, lalu kita bawa pulang gadis itu dan kita kurung di sana! Tiada saksi, tentunya tiada seorang pun akan tahu kita yang membunuh Ouw Yang Hong." Mereka bertiga diam, sebab apa yang dikatakan Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia memang masuk akal. Berselang sesaat, mereka berempat mulai mengurung Ouw Yang Hong dan Bokyong Cen. Itu membuat Ouw Yang Hong berkeluh dalam hati. Kelihatannya aku selalu dipermainkan orang. Kalau kungfuku setinggi kakakku, aku pasti akan membinasakan mereka! Aku harus belajar kungfu yang tinggi, harus! Tapi kelihatannya aku sulit meloloskan diri malam ini, bagaimana mungkin ada kesempatan untuk belajar kungfu tinggi lagi? Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong menatap Ouw Yang Hong dengan tajam, kemudian berkata. "Ouw Yang Hong, aku memang tidak senang akan wajah kakakmu yang angkuh itu! Karena itu aku harus menghajarmu!" "Betul, betul! Suheng, mari kita bunuh dia, agar wanita itu menangis gerung-gerungan!" Sambung Wan To Ma Sih. Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong manggut-manggut. "Baik!" Begitu Tay Mok Sin Seng berkata demikian, Sang Pwee Seh Nuh segera mengeluarkan senjatanya. Sunggguh aneh senjatanya itu, menyerupai sepasang cangkir dan diikat dengan benang baja. Wan To Ma Sih mengeluarkan goloknya, sedangkan Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia mengeluarkan sepasang pedangnya. Mereka bertiga menunggu perintah dari Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. Betapa gugup dan paniknya Ouw Yang Hong, namun tetap bersikap gagah. Tiba-tiba Bokyong Cen berteriak. "Mengapa kau masih tidak mau kabur? Dasar tolol! Orang sudah ingin membunuhmu, tapi kau masih berdiri di situ!" Sementara Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong sudah maju melangkah, lalu mendadak menjulurkan tangannya. Jari tangannya seperti cakar elang mengarah Ouw Yang Hong, kelihatannya ingin mencengkeram hancur tulang pemuda itu. Ouw Yang Hong segera berkelit, namun tidak dapat melepaskan diri dari serangan Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong. Bukan main cemasnya hati Bokyong Cen. Dia langsung berseru memperingatkan Ouw Yang Hong. "Hati-hati!" Gadis itu tahu, apabila Ouw Yang Hong tercengkeram, kemungkinan besar nyawanya akan melayang. Oleh karena itu, dia segera melesat ke arah Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong, sekaligus menusuknya dengan pedang pendeknya. Akan tetapi, di saat bersamaan Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong menggeserkan badannya, kemudian sebelah tangannya mendorong Bokyong Cen. Dorongannya yang disertai lwee kang itu, membuat Bokyong Cen terdorong ke belakang beberapa langkah lalu roboh. Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia tertawa dingin dan berkata. "Dasar gadis liar yang tak tahu malu, berani berkumpul dengan pemuda liar!" Betapa gusarnya Bokyong Cen, namun tidak dapat berbuat apa-apa. Akhirnya air matanya meleleh saking gusarnya, sebab ucapan Bie Li Sang Seng Kiam Giok Shia amat menyakitkan hatinya. Sedangkan Tay Mok Sin Seng Teng Khie Hong memandang Ouw Yang Hong sambil tertawa dingin. "He he! Ouw Yang Hong, ajalmu telah tiba hari ini, jangan menyalahkan kami berempat.. ." Belum juga usai berkata, mereka berempat sudah mulai menyerang Ouw Yang Hong dengan sengit sekali. Darah Daging Karya Kho Ping Hoo Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH