Kembalinya Pendekar Rajawali 43
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung Bagian 43
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya dari Chin Yung Dia melenggong sejenak, lalu mengambil obat itu dan berlari kembali ke kamar obat, segera aku menyusul ke sana, sementara budak hina itu sedang kelojotan saking kesakitan. Kudengar Kongsun Ci berkata. "Yu-ji, mangkatlah kau dengan baik, biar kumati bersamamu!" Habis itu lantas melolos pedang, Melihat Kongsun Ci begitu setia padanya, Yu-ji tampak sangat berterima kasih dan menjawab dengan setengah merintih. "Baiklah, mari kita menjadi suami isteri di akhirat saja." Segera, Kongsun Ci menusukkan pedangnya ke dada Yu-ji dan matilah dia. "Diam2 aku terkejut menyaksikan itu dari luar jendela, kukuatir dia akan menggorok pula lehernya sendiri, sementara itu kulihat dia sudah angkat pedangnya, baru hendak kucegah dia, tiba2 pedangnya di-gosok2kannya pada mayat Yu-ji untuk menghilangkan noda darah, lalu pedang dimasukkan kembali ke sarungnya, kemudian ia berpaling ke arah jendela dan berkata. "Niocu (isteriku), aku sudah insaf dengan setulus hati, Budak hina ini telah kubunuh, sekarang hendaklah engkau mengampuni diriku." -Habis berkata ia terus minum sendiri Coat-ceng-tan yang diambilnya tadi. "Tindakannya sungguh diluar dugaanku, meski aku merasa perbuatannya itu rada kelewat kejam dan keji, tapi urusan dapat diselesaikan cara begitu, betapapun aku merasa puas. Malamnya dia mengadakan perjamuan di kamar dan ber-ulang2 dia me-nyuguh arak padaku sebagai tanda permintaan maaf padaku, Aku telah mendamperat dia secara pedas, dia juga mengaku salah dan bersumpah macam2, ia berjanji selanjutnya tak berani berbuat lagi." Sampai di sini, air mata Lik-oh tampak berlinang-linang. "Memangnya kenapa? Apa kau kasihan kepada budak hina itu?" Tanya Kiu Jian-jio dengan gusar. Lik-oh menggeleng dan tidak menjawab, yang dia sedihkan sesungguhnya adalah kekejian hati ayahnya itulah. Lalu Kiu Jian-jio menyambung pula. "Setelah kuminum dua cawan arak, dengan tersenyum kukeluarkan pula satu biji Coat-ceng-tan, kutaruh di atas meja dan berkata padanya. "Caramu membunuh dia tadi agaknya terlalu buru napsu sedikit, sebenarnya aku cuma ingin menguji pikiranmu, asalkan kau memohon lagi dengan setulus hati, waktu itu tentu akan kuberikan kedua biji obat sekaligus untuk menyelamatkan jiwa si cantik itu." "lbu," Cepat Lik-oh bertanya. "jika dia benar2 memohon begitu padamu apakah betul kau akan memberikan kedua biji obat itu padanya?" Kiu Jian-jio termenung sejenak, lalu menjawab "Entah, aku sendiri pun tak tahu, Pernah juga timbul pikiran pada waktu itu untuk menyelamatkan jiwa budak hina itu, dengan demikian kupikir Kongsun Ci akan berterima kasih padaku, lalu tergugah perasaan padaku. Tapi dia untuk jiwanya sendiri dia telah buru2 menghabisi kekasihnya itu, tentunya aku tak dapat disalahkan" "BegituIah dia termenung memegangi Coat-ceng-tan kedua itu, kemudian dia angkat cawan dan berkata padaku dengan tertawa. "Jio-cici, urusan yang sudah selesai buat apa dibicarakan lagi, Marilah kita menghabiskan secawan ini." Dia-terus membujuk aku minum, akupun tidak menolak karena merasa suatu ganjelan hati telan kubereskan tanpa terasa aku telah mabok dan tak sadarkan diri. Waktu aku smman kembali, ternyata aku sudah berada di gua ini, urat kaki tanganku sudah putus, tapi bangsat keparat Kongsun Ci itupun tidak berani lagi bertemu dengan aku? Hm tentu dia mengira aku sudah menjadi tulang belulang disini." Habis menuturkan kisahnya itu, sorot mata Kiui Jian-jio menjadi beringas, sikapnya sangat menakutkan. "lbu, selama belasan tahun engkau hidup di gua ini, apakah berkat buah korma inilah engkau bisa bertahan sampai sekarang?" Tanya Lik-oh. "Ya, memangnya kaukira Kongsun Ci mau mengirim nasi padaku setiap hari?" Kata Kiu Jian-jio. Tidak kepalang pedih dan haru hati Lik-oh, ia memeluk sang ibu dan berseru. "O, lbu!" "Apakah Kongsun Ci itu dahulu pernah bicara padamu tentang gua di dalam tanah ini serta jalan keluarnya?" Tanya Nyo Ko. "Hm, sekian lamanya menjadi suami-isteri, belum pernah dia mengatakan di bawah perkampungannya ini ada sebuah gua sebesar ini, lebih2 tidak diketahui di kolam sana banyak buayanya," Jawab Kiu Jian-jio. "Tentang jalan keluar gua ini kukira ada, cuma aku adalah orang cacat, apa dayaku." Girang sekali Nyo Ko, cepat ia berseru. "Dengan tenaga kita bertiga tentu bisa." Segera Lik-oh menggendong sang ibu, dengan petunjuk nenek itu mereka segera menyusur keujung gua sebelah sana, setiba disamping sebatang pohon kurma raksasa, Kiu Jian-jio menuding lubang gua bagian atas dan mengejek. "Nah, jika kau mampu boleh coba kau melompat keluar dari situ!" Waktu Nyo Ko menengadah, terlihat lubang gua itu sedikitnya ada ratusan meter tingginya, andaikan dapat memanjat sampai pucuk pohon juga tak berguna. Diam2 Nyo Ko mendongkol melihat sikap Kiu Jian-jio yang sinis, sikap yang mencemoohkan itu, ia pikir kalau aku tidak mampu keluar toh kau juga takkan bisa keluar, kenapa mesti menyindir?, Ia coba berpikir sejenak, ia merasa memang serba susah dan tak berdaya, akhirnya ia berkata. "Coba kupanjat ke atas pohon, sekiranya dapat kulihat sesuatu di sana." Segera ia melompat keatas pohon kurma besar itu dan memanjat ke pucuknya, dilihatnya dinding gua itu berlekak-lekuk tidak merata dan tidak selicin di bagian bawah, ia coba menarik napas panjang2, lalu melompat ke dinding goa terus merambat ke atas. makin merayap makin tinggi, diam2 ia girang. ia menoleh dan berseru kepada Lik - oh . "Nona Kongsun, jika aku berhasil keluar goa ini, segera kuturunkan tali untuk mengerek kalian ke atas." Ia terus merayap hingga ratusan meter, berkat Ginkangnya yang tinggi segala rintangan dapatkah diatasinya, Tapi ketika 20-an meter hampir mencapai mulut gua itu, dinding gua itu ternyata licin luar biasa dan tiada tempat lagi yang dapat dipegang atau dipijak, bahkan dindingnya miring ke bagian dalam, dalam keadaan begitu hanya cecak, lalat atau sebangsanya saja yang dapat merayap ke atas tanpa kuatir akan terpeleset ke bawah. Nyo Ko mengamati sekitar situ, diam2 ia mendapatkan akal. Segera ia merosot turun ke dasar gua dan berkata kepada Lik-oh berdua. "Mungkin dapat keluar. Cuma kita harus membuat seutas tambang yang panjang dan kuat," Segera ia mengeluarkan belati dan mengumpulkan kulit pohon kurma untuk dipintal menjadi tambang yang kuat Lik-oh juga membantunya. Menjelang magrib barulah mereka berhasil memintal seutas tambang kulit pohon kurma yang sangat panjang, Nyo Ko menarik dan membetot sekuatnya tambang buatannya itu, lalu berkata. "Cukup kuat, takkan putus." Lalu ia memotong sebatang dahan pohon sepanjang tiga meteran, sebelah ujung tambang itu di-ikatnya di tengah dahan pohon itu, lalu di bawanya serta memanjat lagi ke atas dinding gua. Setiba di tempat yang dapat dicapainya tadi, ia pasang kuda2 dan berdiri dengan mantap pada dinding, ia kumpulkan tenaga pada tangannya, lalu membentak. "Naik!" Sekuatnya ia lemparkan dahan pohon bertali tadi keluar mulut gua. Tenaga yang dia gunakan ternyata sangat tepat, waktu dahan pohon itu jatuh ke bawah lagi, dengan tepat melintang dan menyangkut di mulut gua itu, Cepat Nyo Ko menarik tambang panjang itu beberapa kali dan terasa cantolan dahan pohon sangat kukuh dan cukup kuat menahan bobot tubuhnya. Dengan girang ia menoleh ke bawah dan berseru. "Aku naik ke atas!" Habis itu kedua tangannya bekerja cepat bergantian, dengan gesit ia merambat ke atas. Waktu ia memandang lagi ke bawah, samar2 ia melihat bayangan kepala Lik-oh dan ibunya telah berubah menjadi dua titik kecil. Girang dan lega sekali hati Nyo Ko mengingat tidak lama lagi dapat menyampaikan Coat-ceng-taa kepada Siao-liong-Ii, karena itu ia merambat terlebih giat, hanya sebentar saja tangannya sudah dapat meraih dahan pohon yang melintang di mulut gua itu, sekali tarik, cepat sekali tubuhnya melayang keluar gua dan menancapkan kakinya di atas tanah. Ia menarik napas dan membusungkan dada, di lihatnya rembulan baru muncul dari balik gunung, Hampir sehari terkurung di gua bawah tanah yang ampek dan gelap itu kini mendapatkan kembali kebebasan terasalah segar tak terkatakan. Segera ia mengulurkan tali panjang itu kebawah. Melihat Nyo Ko berhasil keluar gua, kontan Kiu Jian-jio marah2 dan mendamprat anak perempuannya. "Goblok, mengapa kau membiarkan dia keluar sendirian? Sesudah keluar masakah dia ingat lagi pada kita?" "Jangan kuatir, ibu, Nyo-toako bukanlah manusia begitu," Ujar Lik-oh. "Huh, semua lelaki di dunia ini sama saja, mana ada yang baik?" Kata Kiu Jian-jio dengan gusar Mendadak ia berpaling dan mengamat-amati Lik-oh dari ubun2 hingga ujung kaki, lalu menatap wajahnya dan berkata pula. "Anak bodoh, kau telah kena digasak olehnya, bukan?" Muka Lik-oh" Menjadi merah, jawabnya. "Apa yang kau maksudkan, ibu, aku tidak paham." Kiu Jian-jio tambah gusar, damperatnya. "Kau tidak paham? Tapi mengapa mukamu merah? Ketahuilah bahwa terhadap lelaki sedikitpun tidak boleh longgar, harus kau pegang ekornya kencang2, tidak boleh lena, cermin yang paling baik adalah nasib ibumu ini!" Tengah mengomel, mendadak Lik-oh memburu kesana dan menangkap ujung tali yang dijulurkan Nyo Ko itu, cepat ia mengikat kencang pinggang sang ibu, katanya dengan tertawa. "Lihatlah-ibu, bukankah Nyo-toako tetap ingat kepada kita?" "Hm," Kiu Jian-jio. "kau harus dengar pesan ibumu ini, nanti setelah berada diluar sana, kau harus kuntit dia serapatnya, selangkahpun tidak boleh berpisah tahu tidak?" Lik-oh merasa dongkol, geli dan duka pula, ia tahu maksud baik sang ibu, tapi iapun pikir masakah Nyo Ko mau memperhatikan dia? Tiba2 matanya menjadi merah dan basah, cepat ia berpaling ke sana, Kiu Jian-jio hendak mengoceh pula, tapi mendadak pinggangnya terasa kencang, tubuhnya lantas melayang ke atas. Sambil mendongak Lik-oh mengikuti sang ibu yang dikerek ke atas itu. meski yakin sebentar lagi Nyo Ko pasti akan menurunkan lagi talinya untuk menolong dirinya. namun berada seorang diri di dalam gua sekarang, mau - tak - mau ia menjadi gemetar dan takut. Setelah mengerek Kiu Jian-jio keluar gua, ce-pat Nyo Ko melepaskan tali dari pinggang orang tua itu, lalu di ulur lagi ke dalam gua. Girang sekali Lik-oh, ia ikat pinggang sendiri dengan tali kulit pohon itu, lalu ia sendal tali itu beberapa kali sebagai tanda siap, segera terasa tali itu tertarik kencang, tubuhnya terus mengapung keatas. Lik-oh melihat pohon kurma dibawah itu makin mengecil, sebaliknya titik2 bintang di atas sana makin terang, rasanya sebentar lagi dirinya pasti dapat keluar gua. Pada saat itulah mendadak terdengar gertakan seorang, menyusul tali kulit pohon itu lantas mengendus tubuh Lik-oh terus anjlok ke bawah dengan cepat Terjatuh dari ketinggian ratusan meter itu, mustahil tubuhnya takkan hancur lebur? Keruan Lik-oh menjerit kaget, hampir saja ia pingsan, dirasakan tubuhnya terjerumus terus ke bawah, sedikitpun tak berkuasa. Sungguh kejutnya tidak kepalang, ia tidak sempat memikirkan membalik tubuh untuk menghadapi musuh, tapi kedua tangannya bergantian dengan cepat menarik talinya, Namun segera terdengar angin menyamber, sebatang tongkat baja yang amat berat telah menghantam tubuhnya. Dari suara samberan senjata itu Nyo Ko lantasr tahu penyerang itu ialah Hoat It-ong, dalam keadaan kepepet terpaksa ia gunakan tangan kiri untuk menangkis, ia berusaha mendorong tongkat lawan ke samping agar hantaman itu dapat dipatahkan Hoat lt-ong merasa dendam karena jenggot kesayangannya kena dikacip oleh Nyo Ko, maka serangannya tidak mengenal ampun. Sekali putar tongkatnya membalik terus menyabet lagi ke pinggang Nyo Ko dengan sepenuh tenaga, kalau kena, maka tubuh Nyo Ko pasti akan patah menjadi dua. Dalam keadaan cuma tangan kanan saja digunakan untuk menahan bobot tubuh Kongsun Lik-oh, ditambah lagi tali yang panjangnya ratusan meter itupun cukup berat, lama2 terasa payah juga bagi Nyo Ko. Ketika melihat tongkat musuh menyamber tiba pula, terpaksa ia gunakan tangan kiri pula untuk menahannya. Di luar dugaan bahwa samberan tongkat Hoan It-ong sekali ini sungguh luar biasa dahsyatnya, begitu tangan kiri Nyo Ko menyentuh tongkat, seketika tubuhnya tergetar, tangan kanan menjadi kendur, tali yang dipegangnya terlepas, tanpa ampun tubuh Lik-oh terus anjlok ke bawah dengan cepat. Di dalam gua itu Lik-oh menjerit kaget, di luar gua Nyo Ko dan Kiu Jian-jio juga berteriak kuatir, Nyo Ko tidak sempat memikirkan lagi serangan tongkat musuh, cepat tangan kirinya meraih, dengan setengah berjongkok ia berusaha memegang tali panjang itu, namun daya jatuh Lik-oh itu sungguh hebat sekali, bobot tubuh yang ratusan kati itu ditambah daya jatuhnya yang keras itu total jenderal bisa mencapai ribuan kati beratnya. Ketika Nyo Ko berhasil memegang tali dan bertahan, segera iapun kena dibetot oleh daya anjloknya tubuh Lik-oh yang hebat itu, tanpa kuasa ia sendiripun ikut terjerumus ke dalam gua dengan terjungkir, kepala dibawah dan kaki di atas. Meski sekarang ilmu silat Nyo Ko sudah mencapai tingkatan kelas satu, tapi lantaran tubuh terapung di udara, pula daya turun tubuh Lik-oh itu se-akan2 membetotnya kebawah, maka ia menjadi mati kutu, kecuali ikut jatuh ke bawah, kepandaiannya sedikitpun tak dapat di keluarkannya. Menyaksikan kejadian itu, sungguh rasa kaget dan kuatir Kiu Jian-jio tidak kurang dari pada Nyo Ko dan Lik-oh. Karena dia lumpuh, ilmu silatnya sudah punah, sama sekali ia tak dapat berbuat apa2 dan cuma kuatir belaka. Dilihat tali yang panjangnya beratus meter itu masih terus melorot dan makin pendek, asalkan tali itu ha-bis, maka riwayat Nyo Ko dan Kangsun Lik-oh juga tamat Karena tali itu hampir habis terserot ke dalam gua, saking kerasnya tertarik oleh bobot tubuh Nyo Ko dan Lik-oh, mendadak bagian tali yang masih tersisa belasan meter itu beterbangan menyebar kesamping Kiu Jian-jio. Tergerak pikiran nenek itu, ia pikir keparat cebol itu telah membikin celaka anak perempuannya, biarlah ku-bikin kau mampus juga. Sungguh hebat daya jatuh Lik-oh dan berat tali ratusan meter itu, sehingga Nyo Ko ikut terjerumus jungkir balik ke dalam sumur. Begitulah ia lantas incar tali itu, sebelah tangannya menyampuk pelahan, sampukan itu tak memerlukan banyak tenaga, tapi arahnya sangat tepat, ketika bagian tali itu menyamber ke sana, dengan tepat terus melilit beberapa putaran di pinggang Hoan It-ong. Maksud tujuan Kiu Jian-jio sebenarnya ingin membikin Hoan lt-ong ikut terseret ke dalam gua dan mati terbanting, sebab ia merasa tidak dapat menyelamatkan jiwa putrinya, Siapa tahu si kakek cebol yang berwajah jelek ini ternyata memiliki tenaga sakti yang luar biasa kuatnya, ketika mendadak merasa pinggangnya terbelit tali dan mengencang, cepat ia menggunakan kepandaian Jian-kin tui ( ilmu membikin berat tubuh laksana ribuan kati ) untuk menahan geseran tubuhnya. Namun gabungan bobot tubuh Nyo Ko bersama Lik-oh ditambah lagi daya anjlokan ke bawah yang maha dahsyat itu tetap menyeretnya ke depan selangkah demi selangkah menuju mulut gua, tampaknya kalau dia melangkah lagi satu-dua tindak tentu dia akan ikut terjungkel masuk gua itu, Saking kagetnya ia pegang tali itu sekuat-kuatnya sambil ditarik kebelakang, bahkan disertai dengan bentakan menggelegar dan sungguh hebat, tali itu ternyata kena ditariknya hingga berhenti seketika. Padahal waktu itu jarak Lik-oh dengan permukaan tanah hanya tinggal belasan meter saja, boleh dikatakan mendekati detik terakhir ajalnya, Maklumlah, justru daya anjlokan itulah yang paling berbahaya, biarpun sepotong batu kecil saja jika dijatuhkan dari tempat setinggi itu juga akan membawa kekuatan yang amat besar, apalagi bobot tubuh manusia. Ketika Hoan It-ong berhasil menahan daya anjlokan itu dengan tenaga saktinya, maka bobot dua tubuh manusia ditambah tali panjang beratus meter yang seluruhnya paling2 cuma dua-tiga ratus kati saja boleh dikatakan tiada artinya lagi baginya. Dengan sebelah tangannya segera ia hendak melepaskan lilitan tali pada pinggangnya itu dan akan menjerumuskan lagi kedua orang, Tapi sebelum dia sempat berbuat lebih banyak, se-konyong2 punggungnya terasa sakit sebuah benda runcing tepat mengancam pada Leng-tay-hiat dibagian tulang punggung, Suara seorang wanita lantas membentaknya pula. "lekas tarik ke atas!" Sekali Leng-tay tertusuk, segenap urat nadi putus semua ! Tidak kepalang kaget Hoan It-ong. "sekali Leng-tay-hiap tertusuk, segenap urat nadi putus semua" Adalah istilah yang sering diucapkan gurunya di waktu mengajarkan ilmu Tiam-hiat padanya, artinya kalau Hiat-to yang dimaksud itu terserang, maka binasalah orangnya. Maka Hoat It-ong tidak berani membangkang terpaksa kedua tangannya bekerja cepat untuk menarik Nyo Ko dan Lik-oh ke atas. Tapi ketika menahan daya anjlokan tadi ia sudah terlalu hebat mengeluarkan tenaga, kini dada terasa sesak dan darah bergolak akan tersembur keluar, ia tahu dirinya telah terluka dalam, celakanya bagian mematikan terancam musuh pula, terpaksa ia berusaha mati2an menarik tali. Dengan susah payah akhirnya Nyo Ko dapat ditarik ke atas, hatinya menjadi rada lega, seketika tangannya menjadi lemas, kontan darah tertumpah dari mulutnya, dengan lemas iapun roboh terkulai. Karena robohnya Hoat It-ong itu, tali yang dipegangnya itu terlepas dan merosot lagi ke dalam gua. Keruan Kiu Jian-jio terkejut, cepat ia berteriak "Lekas tolong Lik-ji!" Tanpa disuruh juga Nyo Ko lantas menubruk maju dan syukur masih keburu memegang tali itu, akhirnya Lik-oh dapat dikerek ke atas. Mengalami naik turun beberapa kali di lorong sumur itu, Lik-oh seperti bercanda saja dengan maut, keruan ia pingsan saking ketakutan. Cepat Nyo Ko menutuk Hiat-to Hoan It-ong agar kakek cebol itu tidak dapat berkutik, habis itu barulah dia tolong Lik-oh, ia pijat Jin-tiong-hiat (antara atas bibir dan bawah hidung ) nona itu, tidak Iama nona itupun siuman. Pelahan2 Lik-oh membuka matanya, ia tidak tahu lagi dirinya berada dimana sekarang, di bawah sinar bulan samar2 dilihatnya Nyo Ko berdiri di depannya dan sedang memandangnya dengan tersenyum simpul. Tanpa tahan ia terus menubruk ke dalam pelukan pemuda itu sambil berseru. "O, Nyo-toako, apakah kita sudah berada di akhirat?" Sambil merangkul si cantik, dengan tertawa Nyo Ko menjawab. "Ya, kita sudah mati semua," Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Mendengar ucapan Nyo Ko itu mengandung nada kelakar, cepat Lik-oh mendongak untuk memandang muka pemuda itu, tapi segera dilihatnya pula sang ibu sedang menatap padanya dengan senyum2 aneh, ia menjadi jengah dan cepat melepaskan diri dari pelukan Nyo Ko. Betapapun Nyo Ko sangat kagumi terhadap Kiu Jian-jio yang lumpuh itu tapi dapat mengatasi Hoan-It-ong untuk menyelamatkan jiwanya, segera ia bertanya. "Dengan cara bagaimana tadi engkau membikin kakek cebol ini mati kutu?". Kiu Jian-jio tersenyum dan angkat sebelah tangannya, kiranya yang dipegangnya ada sepotong batu kecil yang ujungnya runcing. Karena kepandaian Kongsun Ci adalah ajaran Kiu Jian-jio sendiri, sedangkan Hoan It-ong adalah murid Kongsun Ci, maka tidak heran kalau Hoan It-ong dibikin mati kutu oleh ancaman Kiu Jian-jio walaupun sebenarnya nenek itu tak bertenaga sama sekali. Kini yang terpikir oleh Nyo Ko hanya keselamatan Siao-liong-li saja, sedangkan Kongsun Lik-oh dan Kiu Jian-jio sudah berada di tempat yang aman, Hoan It-ong juga sudah dibuatnya tak berkutik, segera ia berkata. "Harap kalian berdua menunggu sebentar, aku perlu mengantarkan Coat-ceng-tan lebih dulu." Kiu Jian-jio menjadi heran, tanyanya. "Coat-ceng-tan apa? Kau juga punya?" "Ya, lihatlah ini, bukankah ini Coat-eeng-tan tulen?" Jawab Nyo Ko. Lalu ia mengeluarkan botol kecil dan menuang pil yang berbentuk persegi itu. Setelah mengambilnya dan diendus beberapa kali, Kiu Jian-jio berkata. "Betul, inilah Coat-ceng tan, Mengapa obat ini bisa berada padamu? Kau sendiri terkena racun bunga cinta, mengapa pula kau tidak meminumnya sendiri?" "Soal ini cukup panjang untuk diceritakan." Ujar Nyo Ko. "nanti setelah kuantarkan obat ini akan kuceritakan kepada Locianpwe." Habis itu ia terima kembali obat itu terus hendak melangkah pergi. Sedih dan prihatin pula hati Lik-oh, dengan perasaan hampa ia berkata. "Nyo-toako, kalau ayahku merintangi kau, kukira kau harus mencari suatu akal yang baik." "Kembali ayah!" Bentak Kiu Jian-jio. "Jika kau memanggjl dia ayah lagi, selanjutnya kau jangan memanggil ibu padaku," "Kuantar obat untuk menyembuhkan Kokoh yang keracunan itu, tentu Kongsun Kokcu takkan merintangiku," Ujar Nyo Ko. "Tapi kalau dia menjebak dengan cara lain?" Kata Lik-oh pula. "Apa boleh buat, terpaksa kubertindak menurut keadaan," Jawab Nyo Ko. Kiu Jian-jio menjadi curiga melihat tekad Nyo Ko itu, segera ia bertanya. "Jadi kau perlu menemui Kongsun Ci, begitu?" Nyo Ko mengatakan tanpa sangsi. "Baik, aku ikut kesana, mungkin dapat kubantu kau apabila perlu," Kata Kiu Jian-jio Maksud tujuan Nyo Ko hanya ingin menyelamatkan Siao-liong-ii belaka dan tidak pernah memikirkan urusan Jain, sekarang mendengar Kiu Jian-jio ingin ikut, mendadak timbul setitik cahaya dalam benaknya, pikirnya. "Kalau saja isteri pertama Kokcu bangsat muncul mendadak, masakah dia dapat menikahi Kokoh lagi?" Sungguh girangnya tak terkatakan, Tapi tiba2 teringat puia. "Coat-ceng-tan hanya ada satu biji, meski dapat menyelamatkan jiwa Kokoh, diriku tetap tak terhindar dari kematian." - Berpikir demikian, seketika ia menjadi sedih pula. Melihat air muka Nyo Ko sebentar gembira dan lain saat sedih, Lik-oh menjadi bingung, apalagi ayah-ibunya sebentar lagi bakal bertemu kembali dan entah bagaimana jadinya nanti, sungguh kacau benar pikirannya. Sebaliknya Kiu Jian-jio tampak sangat senang dan bersemangat, ia berseru. "Hayo anak Lik, lekas gendong aku ke sana!" "Kukira ibu perlu mandi dulu dan berganti pakaian," Ujar Lik-oh. Sesungguhnya dia cuma takut menyaksikan adegan pertemuan kembali ayah-bundanya nanti, maka maksudnya sengaja mengulur tempo belaka. Kiu Jian-jio menjadi gusar, omelnya. "Memangnya bajuku hancur dan badanku kotor begini karena perbuatan siapa? Apakah..." Sampai disini, tiba2 teringat olehnya dahulu Toako Kiu Jian-li sering menyamar menjadi Jiko Kiu Jian-yim untuk menggertak orang di dunia Kangouw dan tidak sedikit tokoh persilatan yang mengkerut kena di-gertaknya. Kini diri sendiri dalam keadaan lumpuh dan pasti bukan tandingan Kongsun Ci, sekalipun nanti berhadapan juga sakit hati sukar terbalas, jalan satu2nya hanya menyaru sebagai Jiko untuk menggertak Kongsun Ci, biar nyalinya pecah dan ketakutan setengah mati, habis itu barulah kuturun tangan menurut gelagat nanti, untungnya Kongsun Ci tidak pernah kenal Jiko, pula mengira diriku sudah mati di dalam gua bawah tanah itu, dia pasti tidak curiga. Begitulah diam2 Kiu Jian-jio merencanakan cara menundukkan Kongsun Ci nanti, Tapi segera berpikir pula ."Sekian tahun menjadi isterinya, masakah dia akan pangling padaku?" Melihat si nenek ter-mangu2 ragu Nyo Ko dapat menerka sebagian apa yang dipikirkan orang tua itu, katanya kemudian. "Apakah engkau takut dikenali Kongsun Ci? Haha, jangan kuatir aku mempunyai sesuatu barang mestika." Segera ia mengeluarkan kedok kulit dan dipakai pada mukanya sendiri, benar saja wajahnya lantas berubah sama sekali, seram menakutkan tanpa emosi. Kau Jian -jio sangat girang, cepat ia terima kedok kulit tipis itu, katanya. "Anak Lik, kau mendekati belakang perkampungan dan sembunyi dihutan sana, lalu kau menyusup kesana mengambilkan sehelai baju coklat serta sebuah kipas bulu, jangan lupa." Lik-oh mengiakan, lalu ia berjongkok dan menggendong sang ibu Waktu Nyo Ko memandang sekeiilingnya, kiranya mereka berada di atas bukit yang dikelilingi hutan yang lebat, perkampungan Cui-sinkouw tampak remang2 di sebelah bukit sana. Sambil menghela napas Kiu Jian - jio berkata "Bukit ini bernama Le-kui-hong (bukit hantu) konon dipuncak bukit ini sering ada hantu yang mengganggu orang, maka biasanya tiada orang berani naik ke sini. Tak tersangka bahwa kelahiranku kembali didunia ini justeru berada di bukit-ini." Segera Nyo Ko membentak Hoan It-ong untuk mengorek keterangannya. "Lekas katakan, untuk apa kau datang ke sini?" Meski berada dalam cengkeraman musuh, sedikitpun Hoan It - ong tidak gentar, ia balas membentak. " Tidak perlu banyak omong, lekas kau bunuh saja diriku!" "Kongsun Kokcu yang mengirim kau kesini, bukan?" Desak pula Nyo Ko. "Benar." Jawab Hoan It-ong dengan gusar. "Suhu memerintahkan aku memeriksa sekitar bukit ini untuk menjaga penyusupan musuh ke sini, Ternyata dugaan beliau tidak meleset, memang betul ada orang sedang main gila disini," Sembari bicara ia terus mengawasi Kiu Jian-jio, ia heran siapakah nenek botak ini, mengapa nona Kongsun memanggil ibu padanya? Maklumlah usia Hoan It-ong memang jauh lebih tua dari pada Kiu Jiang-jio dan Kongsun Ci, dia sudah mahir ilmu silat sebelum berguru pada Kongsun Ci, waktu masuk perguruan ia tidak pernah bertemu dengan Kiu Jian-jio karena sudah dijebloskan ke dalam gua bawah tanah oleh Kongsun Ci. Tapi dari percakapan Nyo Ko bertiga Hoan It-ong yakin mereka pasti akan memusuhi sang guru. Kiu Jian-jio menjadi gusar, dari nada ucapan Hoan It-ong dapat diketahuinya kakek cebol itu jelas sangat setia kepada Kongsun Ci, segera ia berseru kepada Nyo Ko. "Lekas binasakan dia daripada menanggung risiko dikemudian hari." Nyo Ko menoleh, dilihatnya Hoan It-ong tidak gentar menghadapi kemungkinan dibunuhnya, diam2 ia kagum akan sikapnya yang jantan itu, iapun tidak ingin membantah keinginan Kiu Jian-jio, maka katanya kepada Lik-oh. "Nona Kongsun, boleh kau gendong ibumu turun dulu ke sana, segera aku menyusul setelah kubereskan si cebol ini." Kongsun Lik-oh kenal pribadinya Toa-suheng-nya yang baik itu, ia tidak tega melihat Hoan It-ong mati konyol, maka ia mohon ampun. "Nyo-toako..." "Lekas berangkat... lekas!" Mendadak Kiu Jian-jio menyentaknya dengan gusar. "Apa yang kukatakan selalu kau bantah, percuma punya anak perempuan seperti kau." Lik-oh tak berani bicara Iagi, cepat ia menggendong sang ibu dan turun dari bukit itu. Nyo Ko mendekati Hoan It-ong dan membuka Hiat-to bagian lengan yang ditutuknya tadi, lalu berkata dengan suara tertahan. "Hoan-heng, Hiat-to pada kakimu yang kututuk tadi akan buyar dengan sendirinya setelah lewat 6 jam, selamanya kita tidak ada permusuhan apapun, aku tidak ingin mencelakai kau," Habis berkata ia terus menyusul Lik-oh dengan Ginkangnya yang tinggi. Sebenarnya Hoan It-ong sudah pejamkan mata dan menunggu ajal, sama sekali ia tidak menduga Nyo Ko akan berlaku begitu baik padanya, seketika ia melenggong kesima dan memandangi bayangan ketiga orang menghilang dibalik pepohonan yang kelam sana. Setelah menyusuInya, Nyo Ko merasa langkah Lik-oh terlalu lambat, segera ia berkata. "Kiu-locianpwe, biar aku saja yang menggendong engkau." Tadinya Lik-oh merasa kuatir antara Nyo Ko dan ibunya sering tidak cocok dalam pembicaraan kini pemuda itu menyatakan mau menggendong sang ibu, tentu saja Lik-oh sangat girang, katanya. "Wah, bikin susah kau saja." "Dengan susah payah aku mengandung sepuluh bulan barulah melahirkan anak perempuan secantik ini, sekarang tanpa kau minta sudah kuberikan padamu, masakah menggendong sebentar bakal mertua juga enggan?" Demikian omel Kiu Jian-jio. Nyo Ko melengak dengan perasaan kikuk, ia merasa tidak enak untuk menanggapi ucapan orang tua itu, Segera ia mengangkat tubuh Kiu Jian-jio ke punggung sendiri, lalu dibawanya berlari secepat terbang ke bawah bukit. Kiu Jian-yim, yaitu kakak kedua Kiu Jian-Jio yang menjabat ketua Thi-cio-pang dahulu terkenal dengan julukan Thi-cio-cui-siang-biau, sitelapak tangan besi melayang di permukaan air, julukan yang menggambarkan kelihayan Ginkangnya. DahuIu dia pernah berkelahi dengan Ciu Pek-thong secara maraton dimulai dari daerah Tionggoan sampai ke wilayah barat dekat Tibet, Tokoh yang berkepandaian tinggi seperti Lo-wan-tong saja sukar menyusulnya. Sedangkan Kanghu (kepandaian silat-Kungfu) Kiu Jian-jio adalah ajaran sang kakak, Ginkangnya juga kelas satu, tapi sekarang berada di punggung Kyo Ko, rasanya pemuda itu berlari sedemikian cepat dan mantap langkahnya se-olah2 kaki tidak menempel tanah, mau-tak-mau Kiu Jian-jio sangat kagum dan heran puIa, ia pikir Ginkang anak muda ini jelas tidak sama dengan Ginkang perguruanku sebagaimana ilmu pukulan yang pernah ia mainkan kemarin, namun jelas kepandaiannya tidak dibawah kanghu Thi-cio-pang dan sama sekali tidak boleh diremehkan. Tadinya Kiu Jian jio merasa rugi kalau anak perempuannya mendapatkan suami seperti Nyo Ko, soalnya puterinya sudah suka, ia merasa apa boleh buat. Tapi sekarang ia mulai merasakan bakal menantu ini sedikitpun tidak merendahkan harga diri anak perempuannya. BegituIah hanya sebentar saja Nyo Ko sudah membawa Kiu Jian-jio sampai dibawah bukit, waktu ia menoleh, tertampak Lik-oh masih tertinggal di pinggang bukit, sejenak kemudian barulah nona itu dapat menyusulnya dan kelihatan napas memburu dan dahi berkeringat. Dengan hati2 mereka bertiga memutar ke belakang perkampungan Cui-sian-kok, Lik-oh tidak berani masuk ke sana melainkan pergi kepada seorang tetangga untuk meminjam baju buat dipakai sendiri, selain itu iapun meminjam baju dan kipas yang diperlukan sang ibu. Kiu Jian-jio mengembalikan bajunya kepada Nyo Ko, lalu memakai kedok kulit serta memakai baju coklat, dengan tangan memegang kipas serta dipayang Nyo Ko dan Lik-oh di kanan-kiri, menujulah mereka ke pintu gerbang perkampungan. Waktu memasuki pintu itu, pikiran ketiga orang sama2 bergolak hebat, sudah belasan tahun Kiu Jian-jio meninggalkan perkampungan ini dan sekarang berkunjung lagi ke sini, sungguh sukar dilukiskan perasaannya pada waktu itu. Terlihat pintu gerbang perkampungan itu ada beberapa pasang lampu kerudung warna merah yang sangat besar, jelas itulah pajangan pada rumah yang sedang berpesta perkawinan, suara tetabuhan juga terdengar berkumandang dari ruangan pendopo sana. Ketika para centeng melihat Kiu Jian-jio dan Nyo Ko, mereka sama melengak bingung, Tapi lantaran mereka didampingi Kongsun Lik-oh, dengan sendirinya para centeng itu tak berani merintanginya. Langsung mereka masuk ke ruangan pendopo yang penuh dengan tetamu dan dalam suasana riang gembira itu. Kelihatan Kongsun Ci memakai baju merah dan berdandan sebagai pengantin laki2 berdiri di sebelah kiri Di sebelah kanan pengantin perempuan bertopi bertabur mutiara dan kembang goyang, meski wajahnya tidak kelihatan karena memakai kerudung, tapi dilihat dari perawakannya yang ramping, siapa lagi dia kalau bukan Siao-liong-li? Se-konyong2 sinar api berkelebat menyusul terdengar suara letusan beberapa kali, suara mercon. "Tiba saat bahagia, pengantin baru disilakan bersembahyang!" Demikian pembawa upacara berseru. Pada waktu itulah mendadak Kiu Jian-jio bergelak tertawa, suaranya menggetar hingga genting rumah sama berkelotek, cahaya lilin juga berguncang, Menyusul ia berseru lantang. "pengantin baru bersembahyang, pengantin lama lantas bagaimana?" Meski urat kaki tangannya sudah putus, namun Lwekangnya sama sekali belum punah, apalagi selama belasan tahun ia tekun berlatih dalam gua bawah tanah tanpa terganggu, maka hasil latihan belasan tahun itu boleh dikatakan satu kali lipat lebih kuat daripada latihan orang biasa. Maka suara seruannya itu sungguh keras luar biasa sehingga anak telinga semua orang serasa mendenging, suasana menjadi suram, sebagian besar lilin yang memenuhi sudut2 ruangan itu sama padam. Semua orang terkejut dan berpaling ke sana, Kongsun Ci juga kaget mendengar suara bentakan hebat itu, ia menjadi bingung dan waswas. Ketika nampak Nyo Ko dan anak perempuannya muncul di situ tanpa kekurangan sesuatu mendampingi orang berkedok yang aneh itu. "Siapakah saudara?" Segera Kongsun Ci membentak. Kiu Jian-jio sengaja membikin serak suaranya dan menjengek. "Hm, aku adalah sanak pamilimu yang terdekat, masakah kau pura2 tidak kenal padaku?" Kim-lun Hoat-ong, In Kik-si, Siau-siang-cu dan lain2 juga sama tertarik oleh suara Kiu Jian-jio yang hebat itu, mereka tahu orang aneh ini pasti bukan sembarang orang, serentak mereka memusatkan perhatian. Melihat Kiu Jian-jio memakai baju coklat dan membawa kipas, dandanannya persis seperti Kiu-Jian-yim yang pernah diceritakan oleh isterinya dahulu, Namun ia merasa janggal bahwa Kiu Jian-yim bisa mendadak datang ke sini. Tampaknya kedatangan orang tidak bermaksud baik, diam2 ia siap siaga, Dengan dingin iapun berkata pula. "Selamanya kita tidak kenal, mengapa kau mengaku sanak pamiliku segala? Sungguh menggelikan!" Di antara hadirin itu In Kik-si paling paham kisah dunia persilatan di masa lampau, melihat dandanan Kiu Jian-jio itu, seketika pikirannya tergerak, legera iabertanya. "Apakah tuan ini Thi-cio-cui-siang-biau Kiu Jian-yim, Kiu-locianpwe?" Kiu Jian-jio sengaja ter-bahak2 dan menggoyang-goyang kipasnya, lalu menjawab. "Hahahaha! Kukira orang yang kenal diriku sudah mati semua, kiranya masih sisa seorang kau ini!" Kongsun Ci tenang saja, katanya kemudian. "Apakah betul saudara ini Kiu Jian-yim? Hah, kukira tiruan belaka!" Kiu Jian-jio terkejut akan kecerdikan orang, ia menjadi ragu pula jangan2 penyamarannya itu telah diketahui Maka ia cuma mendengus saja tanpa menjawab. Sementara itu Nyo Ko tidak pedulikan permainan apa yang sedang terjadi pada bekas suami isteri itu, ia menyerobot ke samping Siao-liong-li, dengan tangan kanan membawa Coat-ceng-tan, tangan kiri-terus menyingkap kerudung muka si nona sambil berseru . "Kokoh, lekas buka mulut -mu!" Jantung Siao-liong-li berdebar juga ketika mendadak nampak Nyo Ko berada di depannya, WHe, engkau betul sudah sembuh!" Serunya girang bercampur kejut. Kini Siao-liong-Ii sudah tahu betapa keji hati Kongsun Ci serta tindak tanduknya yang tidak baik, sebabnya dia menyanggupi akan menjadi istrinya hanya demi menyelamatkan jiwa Nyo Ko saja, kini nampak anak muda itu muncul mendadak, disangkanya Kongsun Ci benar pegang janji telah menyembuhkan racun dalam tubuh Nyo Ko. Dalam pada itu Nyo Ko terus menyodorkan Coat-ceng-tan kemulut Siao-ttoog-li sambil berseru. "Lekas telan !" Siao-liong-li tidak tahu barang apa yang di -suruh makan itu, namun dia menurut dan menelannya ke dalam perut, Segera terasa suatu arus hawa segar langsung menyusup kedalam perut. "He kau berikan dia, kau sendiri lantas bagaimana ?" Seru Lik-oh kuatir. Seketika Siao-liong-li paham duduknya, perkara, tanyanya dengan kaget. "Jadi kau sendiri belum pernah minum obat penawarnya?" Nyo Ko tersenyum saja tanpa menjawabnya, sementara itu ruangan pendopo sedang kacau baIau. Mestinya Kongsun Ci hendak mencegah pendekatan Nyo Ko dengan Siaoliong-li, tapi iapun jeri pada tokoh berkedok yang aneh itu, sebelum tahu siapakah lawannya ia tak berani sembarangan bertindak. Dalam pada itu Nyo Ko lantas menanggalkan topi pengantin Siaoliongli dan di-robek2, lalu nona itu digandeng ke samping ruangan, katanya. "Kokoh, Kokcu bangsat itu bakal ketemu batunya, marilah kita menonton permainan yang menarik saja. Hati Siao-liong li sendiri merasa kacau, ia menggelendot di tubuh Nyo Ko dan tidak tahu apa yang harus diucapkan. Yang paling senang melihat kedatangan Nyo Ko adalah si dogol Be Kong-co, ia tidak ambil pusing anak muda itu sedang asyik masyuk dengan Siao-liong-li dan sepantasnya jangan diganggu, ia justeru mendekati mereka serta bertanya ini dan itu tanpa habis2 Pada 20-an tahun yang lalu In Kik-si sudah dengar nama Kiu Jian-yim yang termashur dan disegani setiap orang Bu-lim, kini melihat Lwe-kangnya memang sangat tinggi, diam2 ia ingin berkenalan dengan dia, segera ia melangkah maju dan memberi hormat, sapanya. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hari ini adalah hari bahagia Kongsun Kokcu, apakah Kiu-locianpwe hadir untuk minum arak bahagia pernikahannya ini?" "Apakah kau tahu dia pernah apa dengan aku?" Jawab Kiu Jian-jio sambil menuding Kongsun Ci. In Kik-si menggeIeng. "Tidak tahu, justeru Cayhe ingin minta penjelasan," Katanya. "Coba kau suruh dia katakan sendiri," Ujar Kiu Jianjio. "Apakah kau betul2 Thi-cio-ciu-siang-biau?" Terdengar Kongsun Ci menegas pula, Mendadak ia bertepuk tangan dan berkata kepada seorang muridnya "Ambilkan kotak surat yang tertaruh di rak sebelah timur dikamar tulisku!" Dalam keadaan bingung Likoh menarik sebuah kursi untuk berduduk ibunya. Kongsun Ci sangat heran anak perempuannya dan Nyo Ko yang di jerumuskannya ke dalam kolam buaya itu ternyata tidak mati, malahan sekarang muncul lagi dengan seorang yang mengaku sebagai Kiu Jian-yim. Tidak lama muridnya telah membawakan kotak surat yang diminta, Kongsun Ci membuka kotak itu dan mengeluarkan sepucuk surat, katanya dengan dingin. "Beberapa tahun yang lalu pernah kuterima surat dari Kiu Jian-yim, kalau benar engkau Kiu Jian-yim, maka surat inilah yang palsu." Kiu Jian-jio terkejut, pikirnya. "Sejak Jiko bertengkar dengan aku, selama itu tak pernah memberi kabar, mengapa dia bilang menerima surat dari Jiko? Dan entah apa yang dikatakan didalam suratnya itu." Karena itu segera ia berseru. "Huh, bila kupernah menulis surat padamu? Benar2 omong kosong belaka!" Dari logat bicaranya, tiba2 Kongsun Ci teringat kepada seorang, ia terkejut, seketika keringat dingin membasahi punggungnya. Tapi segera ia berpikir pula. "Ah, tidak mungkin. Dia sudah mati di gua bawah tanah itu, tulang belulangnya sekalipun sudah lapuk, manabisa hidup lagi? Tapi orang ini sebenarnya siapa?" Segera iapun membentang surat tadi dan di bacanya dengan suara lantang. "Kepada adik Ci dan adik Jio, sejak Toako tewas di tangan Kwe Cing dan Ui yong di Thi-cio-hong...." Mendengar kalimat pertama isi surat itu, seketika hati Kiu Jian-jio menjadi pedih dan berduka, bentaknya cepat. "Apa katamu? Siapa bilang Toakoku sudah mati?" Selamanya dia berhubungan paling akrab dengan Kiu Jian-li, kini mendadak mendengar berita kematiannya, dengan sendirinya ia sangat sedih, tubuhnya gemetar dan suarapun berubah, mau-tak-mau keluar juga suara kewanitaannya. Kongsun Ci sangat cerdik, begitu yakin orang yang dihadapinya ini adalah perempuan meski dalam hatinya bertambah kejut dan waswas, namun iapun tambah yakin orang pasti bukan Kiu Jian-yim, Maka iapun meneruskan membaca isi surat tadi. "kakakmu ini merasa menyesal telah berselisih paham dengan kau sehingga selama ini kita tak pernah berkumpul. Kini kakak sudah disadarkan oleh It-teng Taysu, golok jagal sudah kubuang, kakak telah tunduk pada ajaran Budha. Pada hari tua sekarang sering terkenang olehku betapa senangnya ketika kita berkumpul dahulu, Mudah2-an saja kalian hidup bahagia dan banyak rejeki...." Sembari mengikuti bunyi isi surat itu, diam2 Kiu Jian-jio meneteskan air mata, setelah surat itu habis di baca Kongsun Ci, ia tidak dapat menahan tangisnya lagi, segera ia berteriak . "O, Toako dan Jiko, tahukah kalian betapa penderitaanku ini! " Mendadak iapun menanggalkan kedoknya dan membentak ."Kongsun Ci, masih kenal tidak padaku ?" Suara bentakan yang menggelegar ini seketika membikin sebagian api lilin padam lagi, sisa api lilin yang lain juga terguncang goyang dan suram, pada saat itulah mendadak wajah seorang nenek2 yang bengis muncul di hadapan semua orang. Seketika mereka terkejut, siapapun tidak berani bersuara, suasana menjadi sunyi senyap, hati setiap orang ikut berdebar-debar Sekonyong2 seorang budak tua yang berdiri di pojok sana ber-lari2 maju sambil berseru. "Cubo," Cubo (majikan perempuan, Cukong - majikan Iaki-Iaki), kiranya engkau masih segar bugar!" "Ya, Thio-jiok, syukur kau masih ingat padaku," Sahut Kiu Jian-jio sambil mengangguk. Rupanya budak itu sangat setia, ia kegirangan melihat majikan perempuannya belum mati, berulang2 ia menyembah dan menyatakan syukur, Di antara tetamu yang hadir itu kecuali rombongan Kim-lun Hoat-ong, selebihnya kebanyakan adalah para tetangga perkampungan Cui-sian-kok, orang yang berusia setengah tua kebanyakan masih kenal Kiu Jian-jio, maka serentak mereka merubung maju untuk bertanya ini dan itu. "Minggir semua!" Bentak Kongsun Ci mendadak. Semua orang kaget dan terpaksa menyingkir Kongsun Ci menuding Kiu Jian-jio dan membentak pula. "perempuan hina, mengapa kau kembali lagi ke sini? Kau masih punya muka bertemu dengan aku?" Sejak mula Lik-oh berharap ayahnya mau mengaku salah dan rujuk kembali dengan sang ibu, siapa duga ayahnya telah mengucapkan kata2 yang begitu kasar dan ketus, saking sedihnya ia berlari ke depan sang ayah, ia berlutut dan berseru. "O, ayah, ibu tak meninggal beliau tak meninggal. Lekas ayah minta maaf dan mohon beliau mengampuni!" "Mohon dia mengampuni?" Jengek Kongsun Ci. "Hm, mengampuni siapa? Memangnya apa salahku?" "Ayah telah memutuskan urat kaki tangan ibu dan mengeramnya di gua bawah tanah selama belasan tahun sehingga beliau tersiksa dalam keadaan mati tidak hidup tidak, betapapun ayah telah membikin susah ibu," Kata Lik-oh dengan terguguk. "Hm, dia sendiri yang mencelakai aku lebih dulu, kau tahu tidak?" Jengek Kongsun Ci. "Dia melemparkan aku ke semak2 bunga cinta sehingga aku tersiksa oleh duri bunga itu. Dia merendam obat penawar di dalam air warangan, aku menjadi serba salah, minum obat penawar itu akan mati, tok minum juga mati, Apakah kau tahu semua kejadian ini? Dia malah memaksa aku membunuh... membunuh orang yang kucintai, tahu tidak kau?" "Tahu, anak sudah tahu semua," Sahut Lik-oh sambil menangisi "Dia bernama Yu-ji." Sudah belasan tahun Kongsun Ci tidak pernah dengar orang menyebut nama itu, air mukanya menjadi berubah hebat, ia menengadah dan menggumam. "Yu-ji ya benar, Yu-Ji kekasihku, perempuan hina yang keji inilah yang memaksa aku membunuh dia." Kelihatan air muka Kongsun Ci semakin beringas dan penuh rasa duka pula ber-ulang2 ia menggumam pelahan. "Yu-ji... Yu-ji..." Nyo Ko pikir suami-isteri konyol itu jelas bukan manusia baik2. sedangkan dirinya sendiri mengidap racun dan takkan hidup terlalu lama lagi di dunia ini, pada kesempatan terakhir ini hanya diharap akan berkumpul dengan Siao-Iiong-li di suatu tempat yang sunyi dan melewatkan tempo yang tak lama lagi itu dengan tenteram, maka sama sekali tiada minatnya buat ikut campur persoalan Kongsun Ci dan isterinya, segera ia menarik Siao-liong-li dan mengajaknya pergi saja. "Apakah betul wanita ini adalah isterinya dan benar2 telah dikurung olehnya selama belasan tahun?" Tanya Siao-liong-li tiba2 dengan hati yang tulus, sungguh ia tidak percaya bahwa di dunia ini ada orang sejahat itu. "Ya, mereka suami-isteri cuma saling balas dendam belaka," Kata Nyo Ko. Siao-liong-li termenung sejenak, lalu berkata dengan suara tertahan. "Sungguh aku tidak paham. Masakah wanita ini serupa aku dan juga dipaksa menikah dengan dia?" Menurut jalan pikirannya, kalau dua orang tidak dipaksa untuk menikah, seharusnya pasangan itu akan berkasih sayang, mana mungkin saling menyiksa secara begitu kejam. "Di dunia ini sedikit sekali orang baik dan lebih banyak orang jahat," Ujar Nyo Ko sambil menggeleng. "Hati orang2 begini memang sukar juga dijajaki orang lain." Baru saja berkata sampai di sini, mendadak terdengar Kongsun Ci membentak. "Minggir!" -Berbareng sebelah kakinya mendepak, kontan tubuh Lik-oh mencelat. Arah mencelatnya tubuh Kongsun Lik-oh tepat menuju ke dada Kiu Jian-jio. padahal Kiu Jian-jio dalam keadaan lumpuh, kaki tangannya lemas tak bertenaga, terpaksa ia menunduk dan ingin mengelak namun tubrukan Lik-oh itu datangnya teramat cepat. "bIang" Dengan tepat tubuh si nona menumbuk badan ibunya, kontan Kiu Jian-jio jatuh terjengkang bersama kursinya kepalanya yang botak itu tepat membentur tiang batu dan seketika darah muncrat serta tak dapat bangun. Lik-oh sendiri juga jatuh tersungkur dan pingsan karena depakan sang ayah. Dalam keadaan begitu mau-tak-mau Nyo Ko menjadi gusar menyaksikan keganasan Kongsun Ci itu, Baru saja ia hendak memburu maju, tiba2 Siao-liong-li melompat maju lebih dulu untuk membangunkan Kiu Jian-jio serta mengurut beberapa kali di belakang kepala nenek itu untuk membikin mampet darahnya yang mengucur itu, habis itu ia merobek ujung baju untuk membalut lukanya dan kemudian ia membentak Kongsun Ci. "Kongsun-siansing, dia adalah isterimu yang sah, mengapa kau perlakukan dia begini? jika kau sudah beristeri, kenapa ingin menikahi aku pula? seumpama aku jadi nikah dengan kau, bukankah kelak kaupun akan perlakukan diriku seperti dia ini?" Beberapa pertanyaan yang tepat ini membikin Kongsun Ci melongo dan tak dapat - menjawab, serentak Be Kong-co bersorak memuji, sedangkan Siau-siaug-cu hanya menanggapi dengan ucapan. "Hm, jitu benar kata2 nona ini." Dasar Kongsun Ci sudah ter-gila2 kepada Siao-liong-li maka iapun tidak menjadi gusar oleh pertanyaan itu, dengan suara halus ia menjawab. "Liu-ji, mana kau dapat dibandingkan dengan perempuan busuk ini? cintaku padamu tanpa batas, jika aku mempunyai pikiran buruk padamu, biarlah aku mati tak terkubur." "Di dunia ini bagiku cukup hanya dia seorang saja yang mencintai aku, sekalipun kau suka padaku seratus kali lipat juga aku tidak kepingin," Jawab Siao-liong-li hambar sembari mendekati Nyo Ko dan menggenggam tangannya. Tidak kepalang rasa gembira hati Nyo Ko melihat betapa cinta Siao-liong-li kepadanya, tapi rasa gemasnya kepada Kongsun Ci juga memuncak bila ingat umurnya tinggal berapa hari saja dan semua itu gara2 perbuatan Kongsun Ci, maka dengan gusar ia menuding dan memaki. "Hm, kau berani bilang tiada pikiran buruk kepada Kokoh ? Hm, kau menjebloskan aku ke kolam buaya itu, lalu menipu Kokoh agar mau menikah dengan kau, apakah perbuatanmu ini baik? Kokoh terkena racun bunga cinta, padahal kau tahu tiada obat lagi untuk menyelamatkan dia, namun hal ini tidak kau katakan padanya, apakah ini maksud baikmu?" Siao-liong-li terkejut mendengar ucapan Nyo -Ko itu dengan suara gemetar ia menegas. "Apakah betul begitu ?" "Tapi tidak soal lagi, kau sudah minum obat penawarnya tadi," Ujar Nyo Ko sambil tersenyum. Senyuman yang pedih dan girang pula mengingat obat Coat-ceng-tan akhirnya dapat disampaikan dan diminum oleh Siao-Iiongli, maka matipun dia rela sekarang? Kongsun Ci memandang ke sana dan ke sini, sorot matanya mengusap wajah Kiu Jian-jio, Siao--liong-li dan Nyo Ko bertiga, hatinya penuh rasa cemburu dan benci serta napsu berahi, ya kecewa, ya malu, macam2 perasaan berkecamuk menjadi satu. Meski biasanya dia sangat sabar, namun kini dia sudah berpikiran gelap dan setengah gila, Se-konyong2 ia berjongkok dan melolos keluar sepasang senjatanya dari bawah selimut merah yang digunakan alas kaki waktu upacara tadi. "trang." Ia bentrok kedua senjata dan membentak. "Baik, baik sekali! Biarlah hari ini kita gugur bersama saja." Karena sama sekali tidak menyangka Kongsun Ci akan menyembunyikan senjata dibawuh perabot sembahyang pernikahannya itu, maka semua orang sama berseru kaget Segera Siao-Iiong-Ii menjengek. "Ko-ji, orang jahat begini buat apa sungkan2 lagi padanya ?" "Creng", dari dalam baju pengantinnya iapun mengeluarkan sepasang pedang hitam lemas itu. Kun-cukiam dan Siok-likiam. "Aha, bagus! jadi demi menolong diriku, maka Kokoh pura2 mau menikah dengan dia?" Seru Nyo Ko girang. Perlu dimaklumi bahwa meski Siao-liong-li tidak paham seluk beluk kehidupan manusia umumnya, namun terhadap orang yang dibencinya, cara turun tangannya sedikitpun tidak kenal ampun, seperti dahulu waktu dia menuntut balas bagi kematian Sun-popoh, pernah dia mengobrak-abrik Tiong-yang-kiong dan membikin kalang-kabut para imam Coan-cin-kau, malahan jiwa Kong-leng-cu Hek Tay-thong hampir melayang ditangannya, sekarang Kongsun Ci telah membikin dia merana dan tak dapat berkumpul dengan Nyo Ko, diam2 ia sudah bertekad akan melabrak orang meski harus korbankan jiwa sendiri. Sebab itulah di dalam baju pengantinnya itu diam2 ia sembunyikan sepasang pedang, asalkan Nyo Ko telah diobati, segera ia mencari kesempatan untuk membunuh Kong-sun Ci, kalau gagal, maka iapun akan membunuh diri dan takkan mengorbankan kesuciannya di Cui-siang-kok ini. Para hadirin juga heran dan kaget melihat kedua calon pengantin itu sama menyembunyikan senjata, hanya beberapa tokoh lihay seperti Kim-lun Hoat-ong saja sudah menduga pesta nikah ini pasti akan berakhir dengan keonaran. Tapi melihat Kiu Jian-jio hanya tertumbuk oleh tubuh Kongsun Lik-oh saja lantas roboh, jauh tidak seimbang dengan Lwekang yang maha-tinggi yang diperlihatkannya tadi, mau-tak-mau semua orang mendjadi heran. Nyo Ko lantas menerima Kun-cu-kiam dari tangan Siao-liong-li, katanya. "Kokoh, marilah kita bunuh bangsat ini untuk membalas sakit hatiku." "Membalas sakit hatimu?" Siaoliong-li menegas sambil menggetar pedang Siok-li-kiam. Diam2 hati Nyo Ko berduka, tapi mengingat hal itu tak dapat dijelaskan kepada Siao-liong-li, terpaksa ia hanya menjawab. "Ya, sudah tidak sedikit bangsat ini mencelakai orang baik2" Habis berkata, Kun-cu-kiam bergerak, langsung ia menusuk iga kiri Kongsun Ci, ia tahu pertarungan sekarang pasti akan berlangsung sangat dahsyat dan berbahaya pula, ia sendiri mengidap racun, bila kedua orang memainkan "Giok-li-kiam-hoat" Dan merangsang perasaan cinta, maka mereka akan kesakitan seketika. Karena itu pandangannya lurus menatap musuh, yang dimainkan adalah "Coan-cin-kiam-hoat". Kongsun Ci juga tahu betapa lihaynya ilmu pedang gabungan kedua muda-mudi itu, maka begitu gebrak segera ia lancarkan serangan Im-yang-to-hoat yang terbalik itu, pedang hitam bermain dengan gaya golok, sedangkan golok bergigi bermain dengan gaya pedang, setiap jurus serangannya lihay luar biasa, Namun ilmu pedang Coan-cin-pay yang dimainkan Nyo Ko itu adalah ciptaan Ong Tiong-yang, itu cakal bakal Coan-cin-pay, walaupun tidak seganas serangan musuh, namun gayanya indah dan perubahannya rumit, dia berjaga saja dengan rapat dan menyambut setiap serangan musuh dengan baik. Sudah tentu Siao-liong-li juga tidak kurang lihaynya, ia membentak nyaring, Siok-Ii-kiam segera menusuk punggung Kongsun Ci. Dongkol dan menyesal Kongsun Ci tak terperikan, nona secantik bidadari ini mestinya sudah menjadi isterinya kalau Nyo Ko tidak muncul, tapi sekarang justeru bergabung dengan anak muda ini untuk mengerubutnya. BegituIah makin dipikir makin murka Kongsun Ci, namun serangannya tetap berjalan dengan ganas. Di pihak lain SiaoIiong-li memainkan Giok li-kiam-hoat, maksudnya ingin mengadakan kontak batin dengan Nyo Ko agar daya ilmu pedang bisa dikeluarkan seluruhnya, siapa tahu anak muda itu selain menghindarkan adu pandang dengan dia juga cuma bertempur dengan caranya sendiri. Siao-liong-li menjadi heran danbersero. "Ko ji, mengapa kau tidak memandang padaku? Karena rangsangan perasaannya yang penuh kasih mesra itu, sinar pedangnya memanjang seketika dan serangannya tambah kuat. Sebaliknya demi mendengar nada si nona yang menggiurkan itu, hati Nyo Ko terguncang, dada kesakitan seketika, gerak pedangnya juga berubah lambat "Bret", tahu2 lengan bajunya tertabas robek oleh pedang hitam Kongsun Ci. Siao-Iiong-li terkejut, cepat ia melancarkan tiga kali serangan untuk mengalangi gempuran Kongsun Ci. "Aku tak dapat memandang kau dan juga tak dapat mendengarkan perkataanmu " Kata Nyo-Ko. "Sebab apa?" Tanya Siaoliong-li dengan lemah lembut. Kuatir terancam bahaya lagi, Nyo Ko sengaja menjawab dengan suara kasar. "Jika kau ingin aku mati, maka bolehlah kau bicara dengan aku." Karena timbul amarahnya, rasa sakitnya lantas berhenti seketika, semua serangan Kongsun Ci dapat ditangkisnya. "Baiklah, aku tidak bicara lagi," Ujar Siao-liong-li dengan rasa menyesal Tapi mendadak pikirannya tergerak. "Ah, aku sendiri sudah sembuh dari racun bunga cinta itu, apakah dia belum meminum obat penawarnya?" Berpikir begitu, sungguh rasa terima kasih dan kasih sayangnya tak terbatas mendalamnya, perasaan mesra ini mendorong tenaga, seketika daya tempur Giok-li-kiam-boatnya bertambah hebat, setiap jurus serangannya segera melindungi seluruh tubuh Nyo Ko. Dalam keadaan begitu, seharusnya Nyo Ko harus bergilir untuk menahan serangan musuh bagi Siao-liong-li, tapi lantaran dia tak berani melirik, jadinya Siao-liong-li tak terjaga sama sekali dan selalu menjadi ancaman musuh. Betapa tajam pandangan Kongsun Ci, hanya beberapa gebrak sadja ia sudah dapat melihat peluang itu, namun dia tidak ingin mencelakai Siao liong-li sedikitpun, setiap serangannya selalu dilontarkan kepada Nyo Ko. Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Walaupun begitu serangan yang dahsyat itu dapat juga dihadapi oleh pedang nan lawan yang kuat, dalam beberapa puluh jurus ternyata sedikitpun Kongsun Ci takdapat berbuat apa2. Sementara itu Kongsun Lik-oh sudah siuman dan ikut menonton di sebelah ibunya, dilihatnya Siao-liong-li terus melindungi Nyo Ko melulu tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, diam2 ia bertanya pada dirinya sendiri. "Jika aku yang menjadi dia, dalam keadaan gawat antara hidup dan mati, apakah akupun sanggup mengorbankan diriku untuk membela dia?" Ia menghela napas pelahan dan menjawab sendiri pula. "Aku pasti akan berbuat sama seperti nona liong ini kepadanya, tapi dia yang tidak mungkin berbuat begitupula terhadap diriku." Tengah mengelamun, tiba2 terdengar Kiu Jian-jiu berseru. "Golok bukan golok, pedang bukan pedang!" Sudah tentu Nyo Ko dan Siao-liong-li merasa bingung oleh seruan itu, mereka tidak paham apa maksudnya. Terdengar Kiu Jian jio berteriak pula. Seruling Gading Karya Kho Ping Hoo Raja Silat Karya Chin Hung Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH