Ceritasilat Novel Online

Kelelawar Tanpa Sayap 11


Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying Bagian 11


Kelelawar Tanpa Sayap Karya dari Huang Ying   Berapa ratus gebrakan kemudian, Ong Bu-shia sudah bermandikan peluh, dia semakin keteter.   291 Si Kelelawar melanjutkan serangan gencarnya, tiba-tiba ia berseru.   Ke mana kau simpan ilmu pukulanmu yang pernah menggetarkan seantero jagad? Ong Bu-shia sama sekali tidak menjawab, dengan langkah kiu-kiong, ia menghindar berulang kali dari ancaman bacokan.   Paling banter juga sama sama satu bacokan, buat apa kau harus membuang waktuku? kata si Kelelawar lagi.   Ong Bu-shia masih tidak menjawab, menggunakan kesempatan disaat lawannya sedang bicara, dia menggerakkan kepalannya melancarkan satu serangan balasan.   Bagaimana pun juga dia adalah jago dari kawanan jago lihay, begitu melihat datangnya kesempatan, peluang itu segera dimanfaatkan.   Kelelawar tertawa dingin, sepasang goloknya disilang didepan dada melindungi badan, begitu serangan balasan dari Ong Bu-shia gagal menembusi pertahanannya, kembali dia putar senjatanya, golok kiri membacok menyilang sementara golok kanan membacok masuk lewat celah celah gempuran Ong Bu-shia.   Sesungguhnya kepandaian silat yang dimiliki Ong Bu-shia sangat tangguh, tapi menghadapi gencaran lawan, mulut lukanya yang baru merapat kembali merekah, rasa sakit hingga merasuk tulang membuat gerak serangannya jadi melambat, otomatis terbuka celah dalam sistim pertahanannya.   Merasakan gelagat yang tidak menguntungkan, buru buru dia melompat mundur, secara tepat ia berhasil menghindari ancaman tersebut.   Kepalan serta tendangan kakinya tersohor karena keras melebihi baja, sayang senjata yang dihadapi adalah golok Kelelawar yang luar biasa tajamnya, lagipula jurus golok yang Kepalan serta tendangan kakinya tersohor karena keras melebihi baja, sayang senjata yang dihadapi adalah golok Kelelawar yang luar biasa tajamnya, lagipula jurus golok yang dihadapi pun sangat aneh dan canggih.   Setiap bacokan yang dilepaskan mengubah senjata tersebut seakan sebuah mata bor, mata bor yang dengan cepat menembusi semua pertahanannya.   Andaikata Ong Bu-shia nekad menggunakan kepalannya untuk menangkis, setiap saat kemungkinan besar dia akan saling membentur dengan mata golok.   292 Tak bisa diragukan, si Kelelawar bukan lantaran ingin menghadapi kepalannya maka ia menggunakan ilmu golok semacam itu, tapi ilmu golok mana dalam dunia persilatan yang memiliki kehebatan seperti ini? Sementara pelbagai ingatan melintas dalam benaknya, kembali ia mundur sejauh tiga langkah, mendadak satu ingatan melintas lewat, segera teriaknya.   Ilmu yang kau gunakan bukan ilmu golok, melainkan ilmu pedang! Sinar mata si Kelelawar semakin menggidikkan, permainan golok pun makin gencar dan cepat.   Sambil mengigos kian kemari, kembali seru Ong Bu-shia.   Mampu menggunakan ilmu pedang sebagai ilmu golok, bahkan bergerak begitu cepat dan lincah, dapat dipastikan kau adalah seorang jago silat kelas satu Kelelawar tidak menjawab, sepasang goloknya berputar sambil membabat.   Sambil menghembuskan napas panjang, ujar Ong Bu-shia lagi.   setahuku, dalam dunia persilatan hanya ada seorang yang menggunakan ilmu pedang semacam ini! Segulung angin berhembus lewat, mengibarkan rambutnya yang telah beruban, membawa pula suara ringkikan dan derap kuda dari kejauhan.   Sinar mata Kelelawar makin menggidikkan, gerak serangan goloknya makin lambat, gerakan yang melambat itu entah karena mendengar suara derap kaki kuda atau karena terpeng aruh oleh ucapan terakhir Ong Bu-shia.   Coba kau dengar suara derap kaki kuda itu kembali Ong Bu-shia berkata sambil melambatkan pula gerak serangannya, ada orang sedang menyusul kemari, bisa jadi dia adalah Siau Jit! Kalau benar dia, lantas kenapa? Bicara dari ilmu silat yang kau miliki, mustahil dapat membunuh aku sebelum kedatangan mereka, begitu orang orang itu muncul, meski mungkin aku tak bisa lolos dari sini, kau sendiripun belum tentu bisa lolos, bagaimana kalau kita barter saja? Katakan! Kita mengambil jalan masing masing dan anggap tak pernah terjadi peristiwa ini, aku pun tak akan membongkar rahasiamu itu! Jadi kau sudah tahu siapakah aku? 293 Kecuali...........   ..   baru sepatah kata itu diucapkan, cahaya golok telah berkembang didepan mata, gerak serangan si Kelelawar yang terhenti tadi tiba-tiba berkembang makin ganas.   Tubuhnya berikut golok telah menyatu jadi satu dan meluncur maju, segumpal bola cahaya tahu tahu sudah menerkam tubuh Ong Bu-shia.   Gerakan ini sama sekali diluar dugaan siapa pun, sebab dari gerakan yang melambat nyaris berhenti, tahu tahu berubah secepat anak panah yang terlepas dari busur.   Setiap jengkal pori pori tubuhnya seolah ikut bergerak, setiap inci kekuatan yang dimiliki seakan sudah dipergunakan hingga maksimal.   Bila Ong Bu-shia memperhatikan wajahnya, dia pasti akan melihat kalau musuhnya sedang bersiap melancarkan gempuran dengan sepenuh tenaga.   Sayang yang dia saksikan hanya wajah si Kelelawar, perubahan mimik muka yang tersembunyi dibalik wajah itu sama sekali tak terlihat olehnya.   Disaat dia merasakan gelagat tidak beres, musuh sudah mulai bergerak! Tak tahan lagi Ong Bu-shia menjerit kaget, cepat tubuhnya mundur dari situ, sekali lompat ia sudah mundur sejauh dua tombak, sayang kini punggungnya sudah menempel diatas dinding rumah.   Sambil tetap menempel diatas dinding, dia melambung dan bergerak naik ke atas.   Tapi gerakan tubuh si Kelelawar jauh lebih cepat lagi.   Begitu tubuhnya sampai, bacokan golok pun mengikuti, Sreeet, sreeet! dalam waktu singkat dia telah melepaskan seratus dua puluh tujuh bacokan berantai, tak satu pun dari bacokan itu memiliki sudut yang sama, semua serangan seolah sudah terbentuk sebuah jaring golok yang sangat rapat.   Bagaimana pun Ong Bu-shia berusaha menghindarkan diri, ia tetap gagal melepaskan diri dari kepungan jaring golok yang begitu rapat.   Dalam keadaan begini, dia hanya bisa sembunyikan kepala, menarik dada, menggunakan sepasang lengannya melindungi diri, dengan gerakan tubuh Yau-cu- huan-si (belibis membalik badan), Lei-hi-to-ceng-po (ikan leihi meletik diatas ombak) 294 dalam waktu sekejap ia telah berganti dengan dua puluh tujuh macam gerakan untuk meloloskan diri, pada hakekatnya ia harus berjumpalitan terus ditengah udara.   Luka pada lambungnya makin merekah, darah segar mulai mengucur keluar membasahi seluruh pakaiannya.   Kini seluruh tubuhnya telah berubah jadi merah membara, merah karena kucuran darah yang makin deras.   Darah itu bukan hanya mengucur dari luka lamanya, bahkan berasal dari puluhan mulut luka baru, dari seratus dua puluh tujuh bacokan yang dilancarkan Kelelawar, paling tidak ada sepertiga nya bersarang telak ditubuh orang itu.   Ong Bu-shia menjerit kaget, meraung gusar, mendadak suaranya terputus ditengah jalan, lalu tubuhnya jatuh terjerembab, roboh terkapar diatas tanah.   Tusukan telak yang bersarang diperutnya mendatangkan luka yang amat serius, bukan hanya darah yang menyembur keluar, bahkan usus dan isi perutnya ikut berhamburan.   Sambil tertawa dingin ejek si Kelelawar.   Kalau Siau Jit memiliki pedang pemutus usus, maka aku mempunyai golok pemutus usus! Berbareng dengan teriakan itu, dia bergerak mundur.   Kini ia sudah mundur sejauh tiga tombak, tiada setetes noda darah pun yang melekat diatas sepasang goloknya.   Tak diragukan lagi setiap golok Kelelawar merupakan benda mustika yang tiada taranya, walau digunakan untuk membunuh namun tidak akan menodainya.   Dengan cepat ia sarungkan kembali sepasang goloknya, lalu mementangkan kedua belah ujung bajunya, dengan satu lompatan ia sudah melambung ke udara dan melewati wuwungan rumah.   Pada saat itulah Siau Jit, Lui Sin dan Han Seng telah melompati pagar tembok, melayang masuk ke tengah halaman.   Mereka semua sempat terkejut oleh suara teriakan kaget dan raungan gusar Ong Bu-shia, walaupun tidak tahu kalau berasal dari Ong Bu-shia, mereka pun tidak punya bayangan kalau suara itu berasal dari Kelelawar.   295 Siau Jit hanya ingin menolong orang secepatnya, sepanjang jalan dia larikan kudanya kencang kencang.   Kuda itu mereka beli ditengah jalan tadi, setelah berlarian sekian lama, binatang tunggangan itu sebenarnya sudah keletihan, tapi begitu dijepit kuat kuat, otomatis mereka pun berlari makin cepat.   Bagai anak panah yang terlepas dari busur, kuda itu berlari kencang langsung menerjang dinding pagar, disaat itulah tiba-tiba Siau Jit melejit ke tengah udara.   Lui Sin dan Han Seng yang menyusul dari belakang segera ikut melompat keatas dinding pagar sambil mencabut keluar senjata masing masing.   Siau Jit yang berada diatas dinding pagar ikut meloloskan pedangnya, dengan kecepatan tinggi dia meluncur ke bawah, bergeser menuju ke arah berasalnya suara teriakan tadi.   Kemudian diantara ranting dan dahan pohon yang berserakan, ia temukan tubuh Ong Bu-shia yang tergeletak bersimbah darah.   Siapa disitu? bentaknya sambil maju mendekat, tapi ia sontak berdiri tertegun setelah melihat wajah orang itu.   Lui Sin dan Han Seng segera menyusul tiba dibelakang Siau Jit, baru akan mengajukan pertanyaan, Siau Jit sudah menjulurkan tangannya sambil berbisik.   Ambilkan obor! Han Seng menyahut sambil menyulut opor, setelah melihat dengan jelas wajah sang korban, dia pun menjerit.   Ong Bu-shia?? Betul, memang dia! sahut Siau Jit sambil menerima obor itu.   Kenapa bisa tergeletak disini? tanya Lui Sin.   Siau Jit hanya termenung tanpa menjawab.   Siapa pula yang memiliki kepandaian silat begitu hebat sehingga berhasil membunuhnya disini? ujar Han Seng pula.   Kelelawar! Aaah betul, pasti perbuatan Kelelawar! Tapi...........   ..   tiba-tiba Lui Sin membungkam.   296 Waktu itu Siau Jit sedang menempelkan tangannya untuk memeriksa dengus napas Ong Bu-shia.   Napasnya sangat lemah, tapi tetap masih hidup, cepat Siau Jit menancapkan pedangnya ke tanah dan menyerahkan obor ke tangan Han Seng.   Setelah itu dia tempelkan sepasang tangannya diatas khi-bun-hiat ditubuh Ong Bu- shia dan menyalurkan hawa murninya.   Mau apa kau? tak tahan Lui Sin bertanya, buat apa kau menolong orang jahat itu? Siau Jit tidak menjawab.   Han Seng yang berada disisinya segera menjelaskan.   Siau kongcu pasti berusaha mengorek keterangan dari mulutnya, siapa tahu mendapat petunjuk lain Tiba-tiba terdengar Ong Bu-shia merintih kemudian perlahan lahan membuka matanya.   Sorot matanya sayu tak bercahaya, ia menatap Siau Jit sekejap, akhirnya berbisik.   Palsu.....   palsu ......   palsu .....   Walaupun suaranya parau, namun masih kedengaran dengan jelas.   Apa maksudmu palsu? desak Siau Jit gelisah, maksudmu si Kelelawar itu palsu? Ong Bu-shia tidak menjawab, ia pejamkan mata dan menghembuskan napasnya yang terakhir.   Perlahan Siau Jit menarik kembali tangan nya, untuk sesaat ia duduk bersila disana dengan wajah tertegun, sama sekali tak bergerak.   Lui Sin menunggu berapa saat, akhirnya tak tahan ia berseru.   Apa maksud ucapannya itu? Mana mungkin si Kelelawar itu palsu? Bagai mendusin dari impian, sahut Siau Jit.   Seandainya palsu pun tak ada yang perlu diherankan Ooh? Coba bayangkan saja, bukankah Kelelawar itu sama sekali tidak mirip orang buta? Lui Sin termenung sambil membayangkan, sahutnya kemudian.   Kalau dibicarakan sekarang, rasanya dugaanmu memang benar 297 Fajar itu, ketika kita mengejarnya dijalan raya, dia kabur menembusi hutan dan tiba ditepi sungai, akhirnya ia berhasil melompat naik keatas sampan dan lenyap dibalik ketebalan kabut Betul, memang begitu Ketika berlarian menembusi pepohonan dengan kecepatan tinggi, bahkan kita pun harus berhati hati agar tidak sampai bertumbukan dengan pepohonan, tapi dia seakan serba tahu, bukan saja dapat berlari kencang bahkan sama sekali tidak bertumbukan dengan pepohonan, padahal pohon kan tak mungkin bisa bersuara memberi peringatan, selain itu tak ada orang kedua yang memberi petunjuk, kalau dibilang ia orang buta beneran, siapa pun sulit untuk percaya Ehm, masuk akal juga............   Lui Sin mulai mengelus jenggot, kenapa selama ini aku tak pernah berpikir sampai ke situ? Orang yang bersangkutan pasti bingung, tapi penonton bisa melihat lebih jelas.   Waktu itu pada hakekatnya aku sudah lupa kalau dia adalah orang buta, yang kupikirkan saat itu hanya bagaimana menghadangnya serta mencari tahu kabar berita tentang nona Lui Betul, memang begitu Mungkinkah ucapan dari Ong Bu-shia tadi bermaksud begitu? sela Han Seng.   Rasanya memang begitu.   Jagoan ampuh semacam dia, walaupun sudah terluka parah dan nyawanya diambang kematian, namun hingga detik terakhir pikirannya masih tetap terang benderang, lagian kita toh sedang membicarakan masalah si Kelelawar Masalahnya sekarang adalah kenapa dia pun datang kemari? ujar Han Seng.   Aku rasa dia datang dengan maksud ingin membunuh Lau Ci-he Apakah diantara mereka terkait masalah dendam atau permusuhan? Secara dipaksakan boleh dibilang begitu Tampaknya saudara Siau amat jelas dengan kejadian ini? Betul, aku rasa salah satu alasannya adalah ingin membuat perhitungan bagi kematian Tui-hun-cap-ji-sat 298 Lotoa dari Tui-hun-cap-ji-sat tak lain adalah anak murid dari Ong Sip-ciu.   Bukankah Ong Sip-ciu adalah putra Ong Bu-shia? tanya Han Seng, berarti pertarungan kalian waktu itu..............   Benar, dia sedang membuat perhitungan untuk Tui-hun-cap-ji-sat Kalau begitu kedatangan Ong Bu-shia mencari Lau Ci-he bukannya sama sekali tak ada alasan Benar, tentu saja dia telah menyelidiki dengan jelas tentang sebab musabab kematian Ong Sip-ciu Kalau begitu aneh sekali, seharusnya dia bereskan dirimu terlebih dulu Satu satunya penjelasan dalam hal ini adalah luka yang ia derita dalam pertarungan di rumah makan Thay-pek-lo jauh lebih parah daripada apa yang kita bayangkan Tapi ketika melarikan diri, dia tidak tampak seperti menderita luka parah Berkilat sepasang mata Siau Jit.   Masalahnya justru muncul setelah dia menggempur dinding tembok dengan pukulannya Aaah, pasti begitu! seru Lui Sin.   Oleh karena dia tahu luka yang dideritanya bertambah berat dan susah disembuhkan dalam waktu dekat, hal ini memaksa ia harus bertindak dengan mencari sasaran yang paling enteng untuk dibereskan terlebih dulu, kemudian baru mencari saudara Siau untuk ditantang berduel Mungkin saja memang begitu Ketika tiba disini, secara kebetulan ia bertemu Kelelawar dan mengetahui rahasia si Kelelawar, itulah alasan mengapa si Kelelawar harus menghabisi nyawanya untuk menghilangkan saksi! Sangat masuk akalkah analisamu itu? Aku rasa sangat masuk akal tanpa terasa Han Seng manggut manggut.   299 Biarpun Ong Bu-shia membawa luka, andaikata jago yang dia jumpai bukan jago hebat macam Kelelawar, rasanya dia pun sulit untuk dibunuh Han Seng mengangguk berulang kali.   Betul, andaikata lukanya sangat parah, mana mungkin ia berani datang kemari untuk mencari Lau Ci-he? Kendatipun ilmu silat yang dimiliki perempuan ini masih belum sebanding dengan Siau-heng, dia pun bukan termasuk jago sembarangan Apa mau dibilang ia justru bertemu Kelelawar, boleh dibilang ia memang sedang sial ujar Lui Sin sambil tertawa.   Siau Jit tidak tertawa, sebaliknya malah menghela napas panjang.   Aaai, begitu pula dengan Lau Ci-he, walaupun malam ini dia bisa lolos dari tangan Ong Bu-shia, pada akhirnya toh susah juga menghindari Kelelawar Lui Sin berhenti tertawa, serunya.   Lalu kita..............   Aku yakin kedatangan kita sudah terlambat, kalau tidak, seharusnya Lau Ci-he sudah munculkan diri saat ini, tak mungkin perkampungan itu begitu tenang Mau tak mau Lui Sin harus setuju dengan pendapat ini.   Kenyataan membuktikan bahwa dugaan Siau Jit tidak keliru, setelah menemukan ke empat jenasah dari Lau Ci-he sekalian, mereka bertiga merasa masgul, murung dan sedih.   Untuk sesaat mereka hanya bisa duduk diatas genting sambil termangu, duduk mematung tanpa bergerak.   Dibawah sinar rembulan yang sendu, tampak paras muka ke tiga orang itu pucat bagai kertas.   Akhirnya Siau Jit yang buka suara lebih dulu, sambil menggeser jenasah Lau Ci-he, ujarnya sambil menghela napas.   Walaupun kedatangan kita sedikit terlambat, namun sesungguhnya telah berusaha semaksimal mungkin Aaai, seandainya si Kelelawar tidak membantai kuda kuda tunggangan kita, sejak tadi kita sudah tiba disini ucap Lui Sin uring uringan.   Siau Jit tertawa getir.   300 Justru karena dia sudah memperhitungkan kalau kita mungkin akan mencari sampai disini, maka kuda kuda tunggangan kita dihabisi dulu nyawanya Aku tak habis mengerti, atas dasar apa dia memperhitungkan sampai ke sini? Bila dia pun tahu kalau Hong-ji telah meninggalkan catatan, tidak seharusnya dia biarkan kita pun ikut membaca ke tiga nama diatas panggung itu Justru hal semacam inilah yang paling menakutkan dari dirinya, ketika ia tahu kalau kita berhasil menemukan lorong rahasia bawah tanah di kuil Thian-liong-ku-sat, sudah pasti mempertimbangkan pula setiap kemungkinan yang mungkin terjadi, mempertimbangkan petunjuk apa yang mungkin ditinggalkan nona Hong, atau dia telah teledor dengan suatu tempat, suatu masalah.   Oleh sebab itu dia bunuh kuda tunggangan kita lebih dahulu, agar ia bisa berebut satu langkah didepan kita dan menemukan Lau Ci-he lebih dulu! Tapi mengapa dia harus membunuh Lau Ci-he? tanya Han Seng keheranan, atau jangan jangan gadis itupun mengetahui suatu rahasia besar dari dirinya?' Bila demikian kejadiannya, tak mungkin Lau Ci-he bisa hidup melewati hari ini Itulah masalahnya, kenapa dia harus menghabisi nyawanya? Setelah berpikir pulang pergi, aku rasa hanya ada satu kemungkinan! Apa? Golok Kelelawar! Han Seng tidak habis mengerti, begitu pula Lui Sin, maka Siau Jit menjelaskan lebih jauh.   Kelelawar memiliki tiga belas bilah golok Kelelawar, dua belas diantaranya telah dihadiahkan untuk dua belas orang gadis yang paling dia sukai Hal ini kita sudah tahu Mengapa harus membuat tiga belas bilah golok Kelelawar? Aku yakin tak mungkin masalahnya hanya untuk barang kenangan, dibalik ke tiga belas bilah golok Kelelawar itu pasti tersimpan suatu rahasia besar Setelah berhenti sejenak, lanjutnya.   Mungkin menyangkut sejumlah harta karun, menurut cerita orang persilatan, sesungguhnya Kelelawar adalah keturunan dari suatu keluarga persilatan, keluarga itu kaya raya dan memiliki harta yang mampu menandingi harta sebuah negeri 301 Ehm, aku pernah dengar cerita tentang hal itu Lui Sin manggut manggut.   Mustahil baginya untuk selalu menggembol seluruh harta kekayaannya yang begitu banyak kesana kemari, sebagai orang cerdas dia pasti akan mencari sebuah tempat yang aman dan rahasia untuk menyimpannya, besar kemungkinan ke tiga belas bilah golok Kelelawar itu punya hubungan yang erat dengan harta karun itu Tanpa terasa Lui Sin dan Han Seng menganggukkan kepala.   Kembali Siau Jit melanjutkan.   Aku pernah melihat golok Kelelawar milik Lau Ci-he, selama ini dia selalu menggantungnya diatas dinding dalam kamar tidurnya, tapi sekarang, benda itu sudah lenyap Jika Kelelawar itu adalah Kelelawar tanpa sayap yang sebenarnya, tidak mungkin dia akan minta balik golok golok Kelelawar yang telah diberikan kepada orang lain pada sepuluh tahun berselang kata Lui Sin.   Dan satu hal lagi sambung Han Seng, mana mungkin seseorang yang sudah berubah jadi orang idiot, pada sepuluh tahun kemudian sembuh kembali seperti orang normal.   Kalau dipikirkan, hal ini pun patut dicurigai! Siau Jit segera tertawa.   Bicara sampai disini, kita semua nyaris yakin kalau si Kelelawar tanpa sayap yang muncul sekarang, seratus persen adalah gadungan katanya.   Tapi siapa pula Kelelawar tanpa sayap gadungan ini? Siau Jit tidak menjawab bahkan membungkam dalam seribu bahasa, tampaknya ia sudah terjerumus dalam pemikiran yang mendalam.   Apa yang sebenarnya sedang ia pikirkan? Baru saja Lui Sin ingin bertanya, Han Seng telah menarik tangannya dan memberi tanda agar dia tidak bersuara.   Dari perubahan mimik muka Siau Jit, dapat terlihat dengan jelas bahwa pemuda itu memang sedang memikirkan sesuatu, dan saat seperti ini kurang cocok untuk mengganggunya sehingga memutuskan jalan pemikirannya.   302 ---------------------------------------------------------------------------- ---------------------------------------------------------------------------- IGA BILAH golok Kelelawar berjajar menjadi satu, tampak bentuknya persis sama satu dengan lainnya.   Dengan pandangan tajam si Kelelawar menatap ke tiga bilah golok itu tanpa berkedip, tiba-tiba ujarnya.   Tang-shia, coba kau lihat, dimana letak perbedaan dari ke tiga bilah golok itu? Berbicara dari soal ukuran, bentuk maupun bobot, hampir semuanya sama tanpa perbeda an, satu satunya yang berbeda pada ke tiga golok ini rasanya hanya pada gambar yang terukir dipelindung tangan berbentuk Kelelawar itu Tahukah kau kalau ukiran itu bukan gambar melainkan huruf sansekerta? Aku hanya tahu kalau huruf yang terukir pada golok Kelelawar milikku adalah huruf Po (mustika) Dari golok yang kuperoleh dari tangan si Kelelawar, huruf sansekerta yang tertera disitu adalah huruf Si (kuil), kita pernah beranalisa bahwa rangkaian huruf tersebut merupakan petunjuk dimana harta karun itu disimpan, bila ke tiga belas tulisan yang tertera pada tiga belas bilah golok Kelelawar disatukan maka akan tercipta sebuah kalimat yang menunjukkan tempat penyimpanan itu Karena itulah kau berupaya dengan segala cara untuk memancing si Kelelawar mau mengaku, kepada siapa saja ke dua belas bilah golok itu diberikan? sambung Suma Tang-shia.   Padahal hal ini bukanlah satu pekerjaan mudah, hingga sekarang, kita hanya mampu mendapatkan tiga bilah diantaranya Bila ditambahkan golok milik Hek Botan dan Pek Huyung, paling juga baru lima bilah, sekalipun kita dapat merangkai ke lima huruf itu, belum tentu huruf huruf tadi dapat dirangkai menjadi sebuah kalimat yang dapat kita pahami artinya Aku rasa tiga bilah pun sudah lebih dari cukup tukas si Kelelawar cepat.   303 Oya? Coba kau periksa, huruf apa yang tertera pada golok Kelelawar milik Lau Ci-he? Sekarang Suma Tang-shia baru memperhatikan dengan seksama ukiran huruf Sansekerta yang terukir diatas golok tersebut.   Kemudian dengan suara tercengang teriaknya.   Aaah, ternyata huruf Liong (naga) Benar, memang huruf Liong.   Tang-shia, sekarang kau sudah mengerti bukan? Tanpa berbicara Suma Tang-shia mengangguk.   Kembali si Kelelawar berkata.   Bila dugaan kita tak salah maka bila ke tiga belas huruf yang tertera pada golok Kelelawar itu dirangkai jadi satu, maka semestinya kalimat yang dirangkai adalah ......   mestika disimpan di .....   kuil naga Kelihatannya memang begitu Didalam kenyataan, manusia semacam Kelelawar memang luar biasa senangnya dengan segala macam bangunan kuil, mungkin dia anggap melakukan perbuatan rahasia didalam sebuah kuil jauh lebih leluasa dan sukar ditemukan orang lain.   Tapi bangunan kuil semacam kuil Thian-liong-ku-sat (kuil naga langit) semuanya berjumlah tiga belas buah yang tersebar di utara sebanyak enam buah dan wilayah selatan sebanyak tujuh tempat, bukan satu pekerjaan yang gampang untuk melacak setiap bangunan kuil tersebut Tentu saja sulit Dapat menemukan kuil Thian-liong-ku-sat sesungguhnya merupakan hasil ingatanmu yang luar biasa, setelah dibebaskan oleh si Kelelawar ternyata kau masih dapat berjalan balik ke tempat penyekapanmu, hal ini merupakan sebuah kejutan.   Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Hanya sayangnya, walaupun kita pernah menaruh curiga kalau harta karun itu kemungkinan besar disimpan dalam kuil Thian-liong-ku-sat, namun setelah digeledah sekian lama, hasilnya tetap nihil.   Gara gara itulah kita jadi kepikiran untuk mengumpulkan kembali ke tiga belas bilah golok Kelelawar Setelah tertawa getir, lanjut si Kelelawar.   Kalau ingin melacak arti kalimat itu dari dua bilah golok saja, sudah jelas hal ini mustahil bisa berhasil 304 Setelah huruf po (mustika) mustinya huruf ciong (disimpan), setelah huruf Si (kuil) semestinya huruf wan (halaman), kini kita peroleh lagi huruf Liong (naga), itu berarti diatasnya adalah huruf Thian (langit)...   Betul, dan sekarang paling tidak kita berani memastikan kalau harta karun itu tersimpan didalam kuil naga langit (thian-liong-si) Tapi huruf Liong bisa dimaksudkan semacam benda mustika, mungkin juga nama sebuah tempat, dibawah huruf itu belum tentu huruf Si (kuil) dan diatasnya belum tentu huruf Thian (langit) Si Kelelawar menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.   Bukannya tanpa alasan kita merasa begitu yakin Suma Tang-shia tidak bicara, ia termenung.   Si Kelelawar segera menjelaskan.   Aku percaya kaupun tak akan menyangkal kalau si Kelelawar telah mengobarkan banyak pikiran, tenaga serta harta untuk membangun kerajaannya dalam kuil Thian-liong-ku-sat, padahal dia hanya seorang buta, jadi tak mungkin dia membangun kesemuanya itu dengan andalkan tenaganya seorang diri.   Bisa jadi untuk membangun semuanya itu, dia telah melibatkan banyak tukang serta tenaga kerja, namun ketika bangunan itu selesai dibangun, dia pun membantai habis semua pekerja itu untuk menghilangkan saksi.   Tapi pernahkah di kota ini terjadi kehebohan karena lenyapnya sejumlah besar tukang bangunan? Walaupun mereka mungkin diundang bekerja dengan bayaran tinggi atau ada juga yang datang secara sukarela, masa lenyapnya orang orang itu tak sampai menimbulkan kehebohan? Sudah jelas pembangunan dalam kuil Thian-liong-ku-s at telah melalui sebuah perencanaan yang masak, manusia sepintar Kelelawar seharusnya tak akan mengulang sebuah pekerjaan yang sama Setelah menghela napas tambahnya.   Padahal sejak awal kita seharusnya sudah berpikir sampai ke situ, tapi kita tidak melakukannya Karena selama ini kita selalu menempatkan si Kelelawar sebagai orang idiot hingga hampir saja lupa kalau dia sesungguhnya adalah orang buta Betul, betul! 305 Sekalipun kita sudah pastikan kalau harta karun itu tersimpan dalam kuil Thian- liong-ku-sat pun tak ada gunanya, bukankah nyaris kita sudah bongkar seluruh bangunan kuil itu tanpa hasil? Setelah menghela napas panjang, kembali Suma Tang-shia melanjutkan.   Bila harta karun itu betul betul tersimpan dalam kuil Thian-liong-ku-sat, seharusnya benda mustika itu telah berhasil kita temukan Jika harta itu bisa ditemukan segampang itu, si Kelelawar tak usah menggunakan banyak waktu, pikiran dan tenaga untuk menciptakan ke tiga belas bilah golok Kelelawar itu Mau tak mau Suma Tang-shia harus sependapat dengan perkataan itu.   Setelah tertawa getir, ujar si Kelelawar.   Tampaknya, walaupun kita tak usah mendapat semua dari ke tiga belas bilah golok Kelelawar itu, paling tidak berapa bilah yang terakhir harus kita dapatkan, dengan begitu harta karun baru bisa kita peroleh Suma Tang-shia hanya tertawa hambar, tidak menjawab.   Maka si Kelelawar berkata lebih lanjut.   Walau begitu, asal kita sudah bisa memastikan kalau tempat yang dimaksud adalah kuil Thian-liong-ku-sat, seharusnya persoalan ini bisa diselesaikan jauh lebih mudah Kalau soal itu mah tergantung bagaimana nasib dan rejeki kita Bukankah nasib kita selama ini baik sekali? Hingga detik ini memang masih terhitung sangat bagus Seandainya Siau Jit sekalian pergi mencari Hek Botan dan Pek Hu-yung, ini berarti dalam tiga sampai lima bulan mereka tak akan kembali kemari, cukup waktu bagi kita untuk bertindak Tiba-tiba sinar mata tajam yang menggidikkan memancar keluar dari mata kanannya, ia melanjutkan.   Siapa tahu pada malam ini juga kita sudah berhasil mendapatkan harta karun itu Malam ini? Dalam melaksanakan pekerjaan semacam ini, terkadang sedetik pun tak boleh terlambat 306 Kalau toh Siau Jit baru bakal kembali berapa bulan lagi, rasanya kita pun tak usah kelewat terburu-buru Jerih payah selama sepuluh tahun, Tang-shia, masa sampai sekarang pun kau belum bisa merasakan perasaan hati ayahmu? Ternyata kepada Suma Tang-shia, si Kelelawar menyebut diri sebagai ayah, kalau dia bukan Suma Tionggoan, lalu siapa lagi? Suma Tang-shia menghela napas panjang.   Aaai, aku tahu, kau sudah tak kuasa menahan diri Si Kelelawar tertawa, lanjutnya.   Sekarang, aku bahkan mempunyai satu firasat, kali ini si Kelelawar pasti akan membantu kita untuk menemukan tempat penyimpanan harta karun itu Kelelawar? Kali ini kita harus menggunakan segenap kemampuan untuk memaksa semua ingatan dan kesadarannya pulih kembali Mungkinkah? Aku mempunyai berapa cara yang selama ini tak pernah kugunakan, karena kuatir jika tak tahan dia bakal tewas seketika, tapi sekarang aku tak ambil peduli lagi, cara cara itu harus dicoba Jika si Kelelawar benar benar mampus ......   Sejak dulu orang ini sudah pantas mati, masih beruntung dia bisa mendapat tambahan hidup selama belasan tahun Suma Tang-shia terbungkam.   Sambil menyeringai seram kembali Kelelawar berkata.   Sekalipun harta karun itu tidak tersimpan dalam kuil Thian-liong-ku-sat, kitapun tak usah kuatir, sampai waktu kita masih bisa mencari ke sepuluh orang gadis yang lain dan mengumpulkan golok golok Kelelawar milik mereka Suma Tang-shia tertawa getir.   307 Jika Kelelawar mati, sekalipun berhasil menemukan Hek Botan dan Pek Hu-yang, paling banter juga hanya menambah dua bilah golok Kelelawar, sisanya yang delapan bilah akan dicari kemana? Kelelawar tidak menaruh perhatian atas perubahan wajah Suma Tang-shia, katanya lebih jauh.   Bawalah golok golok itu dan ikut aku menuju kuil Thian-liong-ku-sat Tidak, lebih baik aku tetap tinggal disini tampik Suma Tang-shia sambil menggeleng.   Kalau tidak mau yaa sudah, toh perjalanan kali ini belum tentu akan memperoleh hasil Dengan sedih Suma Tang-shia membalikkan badan, bergeser dari tempat duduknya dan menggeser kembali meja rias itu ke tempat semula.   Kemudian dia mengambil lagi buku yang tergeletak dimeja dan membacanya kembali.   Menyaksikan tingkah laku gadis itu, si Kelelawar hanya menggeleng sambil menghela napas, setelah memungut kembali ke tiga bilah golok Kelelawar, dia melompat keluar lewat jendela.   Bagai hembusan segulung angin, sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.   Dengan cepat cahaya lentera yang bergoyang pun menjadi tenang kembali.   Walaupun Suma Tang-shia memegang buku, tatapan matanya tak pernah dialihkan keatas buku tersebut.   Lama sekali ia duduk termangu, kemudian sambil menghela napas tiba-tiba katanya.   Kenapa kau belum turun juga? Baru selesai ia berkata, terdengar suara lirih diatas genting lalu terlihat sesosok bayangan manusia menerobos masuk lewat jendela.   Seorang gadis muda.   Ciu Kiok! Dia melayang turun dihadapan Suma Tang-shia, dengan sepasang matanya yang sayu dia awasi perempuan itu tak berkedip.   308 Dari balik pupil matanya, terpancar perasaan ngeri, seram, disamping perasaan heran dan ragu yang besar.   Paras mukanya pucat pias bagai kertas, tubuhnya yang lemah bagai rumput dimainkan angin musim gugur, seakan tenaga untuk berdiri pun tak ada.   Kenapa kau datang kemari? tegur Suma Tang-shia sambil meletakkan kembali bukunya.   Inilah hari pertama aku tinggal dalam perkampungan Suma-san-ceng ......   nada suara Ciu Kiok kedengaran gemetar.   Karena itu kau tak bisa tidur bukan? tukas Suma Tang-shia.   Semula aku ingin jalan jalan ditengah halaman, siapa tahu ketika membuka pintu, kusaksikan ada sesosok bayangan manusia meluncur melewati pagar langsung menuju kemari Dari bentuk tubuhnya yang mirip Kelelawar, kau sangka Kelelawar datang menyerang, maka cepat kau menyusul kemari, maksudnya ingin memperingatkan aku Ciu Kiok gigit kencang bibirnya tanpa menjawab.   Sambil menghela napas ujar Suma Tang-shia.   Tentu saja kau tahu bahwa ilmu silatmu cetek dan bukan tandingan Kelelawar, bila sampai ketahuan maka nyawamu pasti akan melayang Ciu Kiok masih membungkam.   Suma Tang-shia berkata lebih jauh.   Kau tentu tahu juga bahwa nasib baik seseorang tidak selalu berulang, bila sampai bertemu Kelelawar lagi, besar kemungkinan nyawa mu bakal dicabut! Ciu Kiok makin kencang menggigit bibir.   Tapi kau tetap nekad datang kemari, kenapa? tanya perempuan itu.   Bibir Ciu Kiok yang digigit mulai terluka, darah mulai meleleh keluar.   Suma Tang-shia segera mewakilinya untuk menjawab.   Karena kau tak bisa berpeluk tangan membiarkan jiwaku terancam, kau berharap bisa menyumbangkan sisa tenaga mu untuk bantu aku Ciu Kiok masih membungkam.   309 Suma Tang-shia menghela napas panjang.   Orang dari golongan pendekar memang tetap berjiwa pendekar, sekarang kau sudah tahu kalau aku satu komplotan dengan Kelelawar, menyesalkah kau dengan apa yang telah kau lakukan? Tidak! teriak Ciu Kiok, walaupun aku salah menilai orang, tapi tak pernah menyesal dengan apa yang telah kulakukan! Bagus, anak baik! Aku tahu, hidupku tak bakal lama lagi, tapi ada berapa hal tolong jawablah sejujurnya, agar aku bisa mati dengan mata terpejam! Tanyalahl Kelelawar tadi apakah bukan Kelelawar tanpa sayap yang sesungguhnya? Benar Siapa sebenarnya orang itu? Ayahku! Suma Tionggoan? Bukankah dia sudah mati? Aku yang mengatakan kalau dia sudah mati, sedang kalian percaya kalau dia sudah mati karena kalian percaya dengan perkataanku Jadi selama ini kau selalu berbohong! Benar Apa tujuanmu? Harta karun milik Kelelawar! Jadi apa yang kalian bicarakan tadi memang kenyataan? Betul, semuanya! Suma Tang-shia mengangguk, apalagi yang ingin kau ketahui? Dendam sakit hati apa yang sudah terjalin antara siocia kami dengan kalian? Sama sekali tak ada Lantas mengapa kalian berbuat begitu? 310 Ketika awal kejadian, aku sama sekali tak tahu, kalau tidak, aku pasti akan mencegahnya Bohong, kau bohong! jerit Ciu Kiok seperti orang kalap.   Suma Tang-shia tidak menyangkal, ia membungkam.   Sambil menggigit bibir kembali Ciu Kiok bertanya.   Kau telah membohongi siau kongcu, apakah kau tidak menyesal? Tidak malu? Suma Tang-shia tertawa hambar.   Apa pun yang kulakukan sekarang, tak ada satu pun yang dapat kurasakan lagi, sebab sejak sepuluh tahun berselang, perasaanku telah kaku, membeku, telah hilang lenyap Ciu Kiok menatap tajam wajah Suma Tang-shia, sesaat kemudian teriaknya lagi.   Kau sedang berbohong lagi, aku dapat melihatnya Hanya masalah ini saja yang ingin kau ketahui? tukas Suma Tang-shia tiba-tiba.   Sekarang kau boleh turun tangan membunuhku Tidak Suma Tang-shia menggeleng, bila aku ingin membunuhmu, sudah kulakukan sewaktu kau terjatuh diatas atap rumah tadi Setelah menghela napas panjang, lanjutnya.   Bahkan asal aku buka suara, biar kau mempunyai sepuluh lembar nyawa pun bakal mati semua Ciu Kiok tertegun, berdiri terperangah.   Sekarang kau boleh tinggalkan tempat ini kata Suma Tang-shia lagi sambil mengebaskan bajunya.   Tinggalkan tempat ini? untuk kesekian kalinya Ciu Kiok tertegun.   Kau adalah anak baik, karena itu nasibmu akan selalu baik, andaikata kedatanganmu bukan bersamaan dengan suara mesin rahasiaku berbunyi, tak nanti kehadiranmu bisa mengelabuhi dia, tak mungkin kau bisa hidup sampai sekarang Dengan ragu dan tak habis mengerti Ciu Kiok mengawasi Suma Tang-shia.   Perempuan itu berkata lebih lanjut.   Menurut kau, bagaimana aku bisa mengetahui kehadiranmu? Karena aku telah melihat bayangan tubuhmu! 311 Bayangan? Sewaktu kau melompat naik ke atap rumah tadi, sinar rembulan membiaskan bayangan tubuhmu diatas tiang yang berada diluar jendela Lagi lagi Ciu Kiok tertegun.   Ilmu meringankan tubuh yang kau miliki cukup bagus kata Suma Tang-shia lagi, hanya sayang pengalamanmu dalam dunia persilatan tidak cukup, mencuri angin tidak mencuri rembulan, mencuri hujan tidak mencuri salju, kau pasti pernah mendengar kata kata ini bukan? Ciu Kiok tetap membungkam.   Sekarang kau boleh pergi dari sini sekali lagi Suma Tang-shia mengebaskan ujung bajunya.   Apakah kau tidak kuatir aku bocorkan rahasia ini kepada Siau kongcu? Suma Tang-shia tidak menjawab.   Tiba-tiba Ciu Kiok berseru lagi.   Pasti hal ini merupakan satu perangkap, kau pasti sedang mempersiapkan satu perangkap busuk lagi? Suma Tang-shia tertawa hambar.   Kalau sudah tahu begitu, kau seharusnya cepat cepat pergi mencari Siau Jit dan memberitahukan rahasia ini kepadanya, agar dia tahu diri dan menghindar dari bencana itu Dengan termangu Ciu Kiok mengawasi Suma Tang-shia, sesaat kemudian kembali ia bertanya.   Kau benar benar membiarkan aku pergi dari sini? Tentu saja buku itu.   Kau jangan menyesal nantinya seru Ciu Kiok.   Suma Tang-shia kembali menghela napas, untuk kesekian kalinya dia memungut Suma Tang-shia tidak ambil peduli lagi, tatapan matanya kembali dialihkan keatas buku.   Ciu Kiok segera membalikkan tubuh dan membuka pintu, tapi hampir pada saat bersamaan ia menjerit keras! 312 Seseorang berdiri didepan pintu bagaikan mayat hidup, tiga bilah golok Kelelawar tergantung dipinggangnya, orang itu tak lain adalah Kelelawar tanpa sayap gadungan yang belum lama tinggalkan tempat itu.   Kelihatannya ia sudah cukup lama berdiri disana, ketika pintu terbuka, ia segera membuka mulutnya sambil tertawa menyeringai.   Selama hidup belum pernah Ciu Kiok saksikan senyuman sedemikian seram dan menakutkannya, dia pun belum pernah merasakan ketakut an yang luar biasa seperti saat ini.   Setelah lama tertegun, ia berpaling kearah Suma Tang-shia dan tiba-tiba serunya.   Ternyata kau sudah mempersiapkan segalanya, suruh aku tinggalkan tempat ini sebenarnya suruh aku cepat cepat masuk kubur! Untuk sesaat Suma Tang-shia tampak terkejut, tapi akhirnya dia hanya bisa menghela napas.   Belum selesai suara helaan napasnya, tenggorokan Ciu Kiok telah digorok hingga putus, tubuhnya terjerembab ke lantai.   Begitu cepat Kelelawar mencabut goloknya, begitu cepat melancarkan serangan dan begitu cepat menyarungkan kembali senjata pembunuhnya.   Ketika golok itu disarungkan, tak setetes darah pun yang melekat, ia segera bungkukkan badan untuk membangunkan mayat Ciu Kiok, lalu didudukkan diatas bangku.   Suma Tang-shia duduk kaku, sama sekali tak bergerak.   Setelah mendudukkan mayat Ciu Kiok, Kelelawar baru menegur.   Mengapa kau tidak menghalangi? Jika aku mampu menghalangi, pasti sudah kuhalangi jawab perempuan itu hambar.   Kali ini, kujamin dia tak bakalan bisa hidup terus Nasib seseorang memang tak selamanya baik terus Kalau sudah memahami teori tersebut, kenapa kau masih tetap membebaskan dia? 313 Kalau memang Siau Jit baru balik setelah tiga sampai lima bulan lagi, biar kubebaskan dirinya pun tak akan berpengaruh apa apa bagi kita bukan? ujar Suma Tang-shia hambar.   Tapi harta karun dalam kuil Thian-liong-ku-sat...........   ..   Bukankah sudah pasti? Paling tidak, mungkin dia bisa merusak rencana kita untuk mengambil harta karun Aku tidak pernah mempertimbangkan sampai ke situ Benar benar tak pernah? Bohong! sikap Suma Tang-shia masih begitu santai.   Saat ini bukan saat untuk berbelas kasihan ujar Kelelawar sambil menghela napas, belas kasihan terhadap musuh sama artinya bersikap kejam terhadap diri sendiri Suma Tang-shia tidak bicara lagi, ia terbungkam.   Sudah begitu banyak orang yang terbunuh, kenapa musti sedih karena membunuh seorang lebih banyak? ujar Kelelawar lagi.   Tanpa bicara Suma Tang-shia mengangguk.   Sebenarnya kenapa kau? tegur Kelelawar lagi sambil menatap tajam wajah putrinya, urusan telah berkembang jadi begini, masa kau masih belum dapat bersikap lebih tegas dan kejam? Kembali Suma Tang-shia hanya tertawa hambar tanpa menjawab.   Cepat kau singkirkan jenasah itu dari ruanganmu, jangan membuat masalah lagi perintah Kelelawar.   Begitu selesai bicara kembali ia berkelebat keluar dari pintu kemudian merapatkannya kembali.   Suma Tang-shia masih duduk tak bergerak ditempat semula, entah berapa lama sudah lewat, ia baru bangkit berdiri dan berjalan menuju ke bawah dinding sebelah kanan.   Sebilah pedang tergantung diatas dinding, pedang mustika penuh bertaburkan permata.   314 Perlahan dia menurunkan pedang itu kemudian berjalan balik ke tempat semula, duduk kembali, setelah itu baru mencabut keluar pedang miliknya.   Pedang itu panjangnya satu meter dan bening bagai air danau, dibawah timpaan cahaya lentera, tampak sinar bening membias ke mana mana.   Setelah mencabut pedangnya, ia letakkan kembali sarung pedang itu lalu mengambil pedang lain dan disarungkan ke sarung pedangnya semula.   Kemudian sekali lagi dia mengambil kitab itu, kali ini sinar matanya benar benar tertuju diatas buku.   Dia tampak membaca dengan serius, membaca dengan penuh perhatian.   Suasana dalam ruangan pun pulih dalam keheningan yang luar biasa, tentu saja Ciu Kiok sudah tak bisa merecoki atau mengganggu ketenangan Suma Tang-shia lagi.   Darah segar masih meleleh keluar dari luka di leher Ciu Kiok, meleleh ke bawah, membasahi seluruh pakaiannya.   Apakah pemandangan semacam ini pun terhitung aneh? ooOOoo Satu li dari situ, tiga ekor kuda sedang berlarian kencang, Siau Jit berada dibarisan paling depan.   Hembusan angin telah mengacaukan rambutnya, membuat pikiran dan perasaannya ikut kalut.   Jalan raya membentang menembusi pepohonan, rembulan yang pucat masih tergantung jauh di angkasa.   Dibawah cahaya rembulan, tidak sulit bagi mereka untuk mengenali jalanan disitu.   Lui Sin dan Han Seng mengikuti dari belakang, setelah berlarian berapa saat, Lui Sin tak kuasa menahan diri lagi, tanyanya.   Kenapa jalanan ini seperti sebuah jalanan yang tak ada habisnya? Karena kau sedang risau dan gelisah jawab Han Seng.   Apakah masih jauh? 315 Setelah keluar dari hutan dan berjalan setengah li lagi, seharusnya kita sudah tiba di perkampungan Suma-san-ceng Tiba-tiba Lui Sin seperti teringat sesuatu, kembali ujarnya.   Ciu Kiok masih tertinggal dalam perkampungan Suma-san-ceng, mungkinkah keselamatannya terancam? Seharusnya tidak, sebelum rahasia ini terbongkar, seharusnya dia aman disana Lui Sin menghela napas panjang.   Aaai, bocah yang patut dikasihani, aku benar-benar menguatirkan keselamatan jiwanya Hingga kini, semua peristiwa yang berlangsung masih merupakan sebuah teka teki, mau kuatir pun tak ada gunanya ujar Han Seng.   Aaai, aku hanya berharap apa yang mengganjal dihati kita hanya kecurigaan tanpa dasar, aku berharap dalam kenyataan bukanlah seperti apa yang kita duga Aku pun berharap begitu akhirnya Siau Jit ikut buka suara.   Sementara pembicaraan berlangsung, ke tiga ekor kuda tunggangan itu sudah menerjang keluar dari hutan.   ALAM YANG PANJANG belum mencapai diujungnya, langit gelap gulita bagai tinta bak, rembulan yang condong ke langit barat, seolah setiap saat bakal tanggal dari langit dan jatuh ke bawah.   Suasana didalam ruangan terasa begitu hening, sepi, cahaya lentera begitu redup, bayangan manusia pun begitu sendu.   Sinar mata Suma Tang-shia masih tertuju diatas bukunya, masih tetap dengan gayanya, sama sekali tak bergoyang maupun berubah.   Dia sama sekali tak tahu sekarang waktu sudah menunjukkan pukul berapa, dia pun tak tahu apa yang tertulis pada buku yang dibaca.   Sinar matanya membeku diatas buku, meski memandang dengan begitu serius, dalam kenyataan tak sepatah kata pun yang masuk ke dalam benaknya.   316 Benak perempuan itu tidak kosong melompong, justru pikirannya sedang bergolak, menggelora tiada habisnya.   Tatapan kosong hanya pada sepasang matanya, tentu saja dia bukan orang buta, tapi keadaannya saat ini tak jauh berbeda dengan orang buta.   Daun jendela masih terbuka, angin malam berhembus masuk membawa bau harum bunga Kui (Osmanthus), membawa pula nyanyian pedih dari serangga.   Dia seakan tidak ambil peduli, tidak menaruh perhatian, hingga mendengar suara derap kaki kuda yang bergema terbawa angin, tubuhnya baru gemetar, gemetar keras sekali.   Dia seakan baru merasakan dinginnya hawa malam dimusim gugur, merasakan mengigilnya tubuh.   Derap kaki kuda bergema makin dekat, lalu diiringi ringkikan panjang berhenti tak jauh dari situ, setelah itu suasana kembali terjerumus dalam keheningan yang luar biasa.   Keheningan yang mencekam, sedemikian hening sampai serangga pun tak berani melanjutkan lantunan lagunya yang sendu.   Dan pada saat itulah Suma Tang-shia menghela napas panjang.   Kelelawar Tanpa Sayap Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Belum selesai suara helaan napasnya, suara ujung baju tersampok angin telah bergema tiba.   Akhirnya Suma Tang-shia mengalihkan tatapan matanya, dari atas buku bergeser kearah pintu, suara ujung baju yang tersampok angin berhenti dipintu luar.   Menyusul kemudian tiga kali suara ketukan pintu bergema.   Siapa? sapa Suma Tang-shia sambil membenahi rambutnya yang kusut.   Siau Jit! Kau, Siau kecil? Didampingi Lui Sin dan Han Seng Jadi mereka semua telah datang? Kenapa toaci belum tidur? 317 Mungkin sedang menanti kedatangan kalian Oh? nada suara Siau Jit kedengaran sangat aneh.   Pintu tidak terkunci, dorong saja dan silahkan masuk ke dalam lanjut Suma Tang-shia.   Maaf kalau mengganggu! Siau Jit menyahut sambil mendorong daun pintu.   Cahaya lentera segera memancar diwajah Siau Jit, tampak rambutnya sudah kusut terhembus angin, namun ia sama sekali tak letih, dibalik matanya seolah memancarkan perasaan apa boleh buat, semacam perasaan pedih yang tak terlukis dengan perkataan.   Disaat melihat Suma Tang-shia, dia pun melihat mayat Ciu Kiok yang terduduk di bangku.   Paras mukanya sama sekali tak berubah, dia hanya menghela napas sambil melangkah masuk ke dalam.   Lui Sin dan Han Seng pun telah melihat jenasah Ciu Kick, tanpa sadar serentak mereka memburu masuk dan menghampirinya.   Darah yang meleleh dari mulut luka Ciu Kiok dibagian leher telah berhenti, cepat Lui Sin periksa dengus napas dayang itu, tapi paras mukanya kontan berubah jadi hijau membesi.   Berbicara dari pengalaman yang dimiliki, tentu saja diapun sudah melihat kalau Ciu Kiok telah tewas, namun tak urung dia tetap memeriksa dengus napasnya.   Dalam keadaan seperti ini, dia sama sekali tidak merasa kalau tingkah lakunya sama sekali tak berguna dan sangat menggelikan.   Tanpa terasa Han Seng ikut memegang pergelangan tangan kanan Ciu Kick.   Tapi ia segera menyentuh tangan yang dingin kaku, akhirnya sambil gelengkan kepala dan menghela napas, gumamnya.   Tidak tertolong lagi! Dengan wajah hijau membesi Lui Sin maju selangkah, tapi ia segera dicegah Siau Jit.   Duduk! kata Suma Tang-shia.   Siau Jit ambil tempat duduk lebih dulu, melihat itu Lui Sin dan Han Seng duduk disamping kiri kanannya.   318 Suma Tang-shia menyapu sekejap para tamunya, lalu berkata.   Kalian bertiga datang ditengah malam buta begini, maaf kalau dayangku sudah istirahat sehingga tak ada yang sediakan minuman, mohon maaf yang sebesarnya Tidak masalah...........   ..   sahut Siau Jit.   Perlahan Suma Tang-shia alihkan pandangan matanya ke wajah Siau Jit, sapanya sambil menghela napas.   Siau kecil............   Toacil Siau Jit seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya niat itu diurungkan.   Siapa yang telah membunuh Ciu Kiok? sela Lui Sin tiba-tiba.   Akul Paras muka Lui Sin berubah hebat, belum sempat ia mengucapkan sesuatu, Siau Jit telah menukas.   Toaci menggunakan pedang, sedang bekas luka di leher Ciu Kiok adalah luka golok Mendengar itu kembali Suma Tang-shia menghela napas.   Siau kecil, terkadang kau kelewat sembrono, tapi terkadang kau pun sangat teliti Untung saat dia sembrono tidak terlalu banyak sindir Lui Sin sambil tertawa dingin.   Bagiku, hal itu sudah merupakan satu ketidak beruntungan, suatu keadaan yang tidak baik bagiku Jadi sebetulnya siapakah pembunuhnya? desak Lui Sin lagi.   Belum sempat Suma Tang-shia menjawab, Lui Sin telah bertanya kembali.   Apakah si Kelelawar? Akhirnya Suma Tang-shia mengangguk.   Siapa pula si Kelelawar itu? desak Lui Sin lebih jauh.   Kelelawar adalah Kelelawar Yang kutanyakan adalah Kelelawar tanpa sayap gadungan itu? teriak Lui Sin lagi tertawa dingin.   Menurut apa yang kuketahui, Kelelawar tanpa sayap h anya ada satu orang 319 Sampai saat seperti inipun kau masih ingin membohongi kami? Apakah kau tidak tahu kalau Ong Bu-shia belum mati, dia telah memberitahukan semua rahasia itu kepada kami? Sungguh tak disangka Lui lo-enghiong pandai pula berbohong ujar Suma Tang- shia sambil tertawa hambar.   Lui Sin tertegun.   Setelah tertawa lanjut Suma Tang-shia.   Sayangnya Lui lo-enghiong tidak terbiasa bicara bohong, karena itu walaupun saat bicara tampak serius dan bersungguh sungguh, sayang tidak terlalu mirip Lui Sin mendengus dingin.   Suma Tang-shia berkata lebih jauh.   Sang pembunuh adalah seorang jago kawakan yang amat teliti dan hati hati, sekalipun Ong Bu-shia belum mati, aku percaya dia sudah tak sanggup banyak bicara, selain itu sesungguhnya Ong Bu-shia sama sekali tidak tahu apa apa Lui Sin hanya mendengus tanpa bicara, Siau Jit segera mewakilinya.   Sewaktu menemukan Ong Bu-shia, dia memang sudah kritis dan hampir mati Ong Bu-shia adalah seorang jago kawakan dengan tenaga dalam amat sempurna, selama ia masih bernapas, hal itu sudah lebih dari cukup Dia hanya mengucapkan kata palsu sebanyak tiga kali Walau hanya sepatah kata palsu pun sudah lebih dari cukup, tentunya kalian tak susah untuk mengartikan Ehml Suma Tang-shia menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya.   Siau kecil, selama ini aku selalu mengaku bahwa kau adalah seorang yang sangat pintar Sayang masih kalah jauh bila dibandingkan toaci Suma Tang-shia tertawa lebar.   Jika aku adalah orang pintar, tak nanti akan bersahabat begitu akrab dengan dirimu Sambil menarik kembali senyumannya, ia menambahkan.   Sekarang persoalan ini telah berkembang jadi begini, aku rasa kita pun tak usah bicara yang tak berguna lagi 320 Tanpa bicara Siau Jit manggut manggut.   Kembali Suma Tang-shia melanjutkan.   Jaring hukum langit memang susah ditembus oleh mereka yang bersalah, kalau dibilang kejadian ini bukan kemauan takdir, rasanya susah untuk dijelaskan, tapi kalau dibilang kemauan langit, jika diteliti kembali, rasanya hal ini seperti mencari kematian untuk diri sendiri Lagi lagi omong kosong tukas Lui Sin.   Betul, tapi omong kosong itupun hanya segitu saja Kalau begitu jawab lah berapa pertanyaanku secara terus terang bentak Lui Sin.   Siapa sebenarnya Kelelawar? Mengapa dia membunuh Lui Hong? Bagaimana duduk perkara sesungguhnya? Kau jawab dulu ke tiga pertanyaan itu Malam ini kalian bisa muncul lagi ditempat ini, aku percaya dalam hati kalian pasti sudah ada perhitungan, sementara apa yang harus kujawab rasanya telah kujawab semua Omong kosong, omong kosong teriak Lui Sin makin sewot.   Siau Jit menghela napas, tiba-tiba tanyanya.   Mengapa toaci harus membunuh Ciu Kiok? Ia menjumpai Kelelawar masuk ke dalam bangunan loteng ini Kalau begitu dia pasti menyusul kemari karena ingin menolong toaci, siapa sangka kejadian sesungguhnya sama sekali diluar dugaannya.....   Suma Tang-shia mengangguk.   Dia memang seorang gadis yang baik, sayang orang baik biasanya berumur pendek katanya.   Yang lebih disayangkan lagi adalah walau toaci tak ingin dia mati, pada akhirnya kau tetap tak berdaya mencegahnya Kau anggap hatiku begitu baik, begitu mulia? 321 Jika toaci kejam dan jahat, bisa saja kau tipu kami agar masuk ke dalam hutan bambu, dengan bahan peledak yang terpasang dalam hutan bambu itu, sudah cukup membuat kami mati berulang kali Tergerak hati Lui Sin dan Han Seng, mau tak mau mereka harus mengakui bahwa apa yang dikatakan Siau Jit memang satu kenyataan.   Suma Tang-shia terbungkam.   Aku tahu sesungguhnya toaci adalah orang yang baik sekali hatinya kembali Siau Jit berkata, atas musibah yang menimpa toaci ......   Tak usah dilanjutkan lagi tukas Suma Tang-shia sambil mengebaskan ujung bajunya.    Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH Rondo Kuning Membalas Dendam Karya Kho Ping Hoo Geger Solo Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini