Ceritasilat Novel Online

Ilmu Ulat Sutera 21


Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 21


Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying   Keempat pelayan itu membereskan sisa nasi dan bubur yang masih cukup banyak.   Pada saat itulah mereka melihat Wan Fei-yang menumpu pada tembok dan melangkah dengan susah payah.   Tampaknya anak muda itu mendatangi ke arah mereka.   Wan Fei-yang justru mencium harum nasi dan bubur.   Dia sudah pingsan selama dua hari.   Belum lagi diterpa hujan dan angin.   Perutnya tentu sudah kelaparan.   Tanpa sadar dia terus maju mengikuti kata hatinya.   Secara samar-samar dia dapat menangkap suara panggilan para pelayan itu yang memintanya mendekat untuk menerima nasi dan bubur yang sudah disediakan.   885 Niat hatinya sendiri memang demikian, tapi tenaganya sudah hampir habis.   Baru saja tangannya melepas dari pegangan tembok dan bermaksud menyeberang ke arah rumah tersebut, dia sudah terkulai jatuh dan pingsan seketika.   Keempat pelayan yang melihat keadaan itu segera menghampiri.   Dengan panik dan kalang kabut mereka memapah tubuh Wan Fei-yang ke depan pintu rumah.   Wan Fei-yang tidak memperlihatkan reaksi sama sekali.   Salah seorang pelayan itu mendekatkan jari tangannya di depan hidung Wan Fei-yang.   Dia masih merasakan embusan napasnya yang sudah lemah.   "Masih bernapas ....!"   Teriak pelayan itu.   "Kalau dilihat dari tampangnya, rasanya tidak mirip orang jahat.   Apakah dia bertemu dengan kaum perampok dan dibegal habis-habisan?"   "Toh-loya (majikan) setiap hari memikirkan bagaimana caranya berbuat kebaikan sebanyak mungkin.   Kita gotong saja dia ke dalam.   Setelah itu meminta Loya memanggil tabib untuk memeriksanya."   Rekannya yang lain segera menganggukkan kepalanya. Beramai-ramai mereka menggotong Wan Fei-yang ke dalam. Pada lentera besar yang tergantung di atas pintu tertera huruf "Lu"   Yang berwarna merah terang.   Di samping pintu juga terdapat kayu berukiran yang tertera "Kediaman keluarga Lu".   Kalau ditilik dari mewahnya rumah tersebut dan gayanya yang unik, kemungkinan besar pemilik gedung ini adalah seorang pejabat pemerintahan.   886 ***** Tiga kentungan kemudian, Wan Fei-yang baru tersadar kembali.   Ternyata obat pemberian si kerdil Sam-cun mulai menunjukkan reaksinya.   Meskipun tubuhnya lemas tidak bertenaga, namun kesadaran dan semangatnya sudah pulih banyak.   Wajahnya masih pucat pasi, tapi darah yang mengering di ujung bibir sudah dicuci bersih.   Pakaiannya pun sudah diganti.   Dia terbaring atas sebuah tempat tidur yang mewah.   Kamar itu sendiri juga sangat bersih dan indah.   Seorang laki-laki berusia lanjut yang rambut serta jenggotnya sudah memutih berdiri di pinggir tempat tidur.   Saat itu ia sedang memandangi Wan Fei- yang lekat-lekat.   Di samping orang tua berdiri dua orang pelayan.   Melihat Wan Fei-yang membuka matanya, mereka segera berseru.   "Sudah sadar!"   Wan Fei-yang memerhatikan sekitarnya kemudian menunduk memerhatikan keadaannya sendiri.   Dia langsung mengerti apa yang telah terjadi.   Dia berusaha menegakkan badannya untuk menjura tapi segulung rasa nyeri yang tidak terkirakan menyerangnya seketika.   Orang tua itu cepat-cepat memegang tangannya.   "Lukamu parah sekali, jangan sembarang bergerak!"   Katanya.   Nada suaranya keras dan berwibawa namun penampilan wajahnya welas asih serta lembut.   Wan Fei-yang menarik napas dalam-dalam berulang kali.   887 "Tempat ini ...."   "Di sini gedung keluarga Lu.   Tadi malam kau jatuh tidak sadarkan diri di depan pintu.   Untung saja ditemukan oleh kami,"   Sahut salah seorang pelayan.   "Ini adalah Loya kami,"   Tukas pelayan yang satunya. Sinar mata Wan Fei-yang beralih kepada orang tua tadi.   "Terima kasih atas pertolongan Lu-loya ...."   Katanya dengan suara serak. Orang tua itu mengibaskan tangannya.   "Tidak usah banyak peradatan."   Dia berhenti sejenak kemudian bertanya.   "Sebetulnya apa yang telah terjadi? Apakah kau dirampok oleh kaum penjahat?"   Wan Fei-yang menganggukkan kepalanya tanpa menyahut.   "Para perampok itu benar-benar kejam,"   Kata orang itu kembali.   "Kalau mendengar aksen bicaramu, tampaknya kau bukan orang sekitar sini?"   "Cayhe berasal dari Bu Ciu."   "Daerah itu bagus sekali.   Aku mempunyai seorang kenalan yang tinggal di daerah itu.   Pendidikannya malah lebih tinggi dariku."   Wan Fei-yang tertawa getir.   "Cayhe sejak kecil sudah meninggalkan rumah. Mungkin tidak kenal dengan sahabat 888 Loya itu."   Orang tua menganggukkan kepalanya.   "Sahabatku itu orang yang jujur.   Dia tidak suka mengejar kekayaan atau pun nama besar.   Sudah lama pula dia mengundurkan diri dari dunia ramai dan hidup menyepi.   Tidak heran kalau kau yang masih demikian muda tidak mengenalnya."   "Cayhe masih belum tahu nama besar Loya, biar kelak Cayhe mendapat kesempatan untuk membalas budi ini."   Orang tua itu tersenyum lembut.   "Ini soal kecil. Jangan kau simpan di hati."   "Loya kami merupakan mantan gubernur di wilayah ini. Hatinya selalu tulus dan baik terhadap siapa juga,"   Tukas seorang pelayan.   "Jangan banyak mulut!"   Tegur orang tua itu. Wajah Wan Fei-yang menyiratkan perasaan curiga.   "Apakah Loya bernama Lu Wang, Lu-tayjin."   Orang tua itu tertegun.   "Bagaimana kau bisa mengetahui nama Lohu?"   "Gwakong Boanpwe she Wan, namanya Hai-tian,"   Sahut Wan Fei-yang. Orang tua itu tertegun sekali lagi. Tiba-tiba dia tertawa lebar. Wajahnya berseri-seri.   "Ternyata Gwakongmu adalah sahabat 889 yang Lohu katakan tadi."   Dia berhenti sejenak kemudian bertanya lagi.   "Bagaimana keadaannya sekarang? Apakah dia masih suka duduk santai di depan rumah sambil menikmati arak?"   Wajah Wan Fei-yang langsung berubah kelam.   "Gwakong Boanpwe sudah meninggal beberapa waktu yang lalu,"   Sahutnya sendu. Orang tua bernama Lu Wang itu menarik napas panjang.   "Setahu Lohu, kesehatannya sangat baik. Badannya kuat dan jarang sakit. Ternyata dia malah mendahului Lohu menghadap Yang Kuasa."   Wan Fei-yang menundukkan kepalanya dalam-dalam.   Lu Wang menggenggam tangan Wan Fei-yang erat-erat, kemudian dia menepuk-nepuk bahunya.   "Kau tidak perlu bersedih lagi.   Orang sudah tua lalu mati karena sakit adalah hal yang lumrah.   Siapa pun tidak bisa menghindarkan diri dari kematian.   Tinggal ah di sini dan beristirahat sampai pulih.   Kita lihat saja perkembangan selanjutnya,"   Kata Lu Wang dengan maksud menghibur. Belum sempat Wan Fei-yang mengucapkan terima kasih, Lu Wang sudah melanjutkan kata-katanya.   "Hubungan Lohu dengan Gwakongmu sudah seperti saudara sendiri. Kau juga jangan sungkan. Anggaplah tempat ini sebagai rumahmu sendiri."   Dia merenung sejenak, kemudian tertawa sumbang.   "Lohu benar-benar sudah pikun, sampai sekarang Lohu masih belum menanyakan nama keponakan."   "Boanpwe bernama Wan Fei-yang ...." 890 "Oh? Keponakan juga she Wan?"   Wan Fei-yang tertawa getir.   "Boanpwe mengikuti she ibu."   Mata Lu Wang meliriknya sekilas. Dia tahu pasti ada sesuatu yang disembunyikan anak muda itu dalam hal yang menyangkut keluarganya. Tapi dia tidak bertanya banyak. Dia menolehkan kepalanya ke arah salah seorang pelayan dan memerintahkan.   "A Fuk, cepat kau undang tabib di gedung kejaksaan. A Cang ...."   Dia kembali memberi perintah agar pelayan yang satu itu membereskan ruang perpustakaan di sebelah timur.   Sebelum pensiun, Lu Wang merupakan pegawai pemerintahan yang kedudukannya cukup tinggi.   Dia menyadari banyak hal tidak pantas yang telah dilakukannya.   Tapi semua itu terhitung tugas yang harus dilaksanakannya.   Setelah tua, dia ingin menebus dosanya di masa lalu dengan berbuat kebaikan sebanyak mungkin.   Dia takut terhadap apa yang disebut hukum karma.   Apalagi dia tidak mempunyai keturunan satu orang pun.   Dia merasa semua ini merupakan hukuman yang dijatuhkan Thian kepadanya.   Oleh karena itu, seandainya dia tidak mengenal Gwakong Wan Fei-yang, dia tetap akan menerima anak muda itu dan menolong sebisanya.   Apalagi antara mereka ternyata ada hubungan meskipun tidak secara langsung, maka dia merasa terlebih-lebih harus mengulurkan tangan menolong Wan Fei-yang.   Oleh sebab itulah, Wan Fei-yang pun menetap di gedung keluarga Lu.   Saat itu dia sudah menyadari bahwa urat nadi seluruh tubuhnya sudah tergetar putus.   Dia tidak bisa mengumpulkan hawa murninya lagi.   Keempat anggota 891 tubuhnya lemas tidak bertenaga.   Meskipun dia masih bisa bergerak dan berjalan, tapi ilmu silatnya sudah punah.   Hal ini merupakan suatu pukulan yang besar baginya.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tapi, meskipun dia bersedih, dia tidak mau berputus asa.   Walaupun kehidupannya sekarang berkecukupan dan tidak perlu bekerja keras seperti di Bu-tong-pay, namun baginya hal itu tidak begitu menyenangkan.   ***** Kuda berhenti di depan sebuah penginapan.   Kuan Tiong-liu baru turun dari kudanya ketika seorang pelayan datang menyambutnya.   Penginapan itu merupakan tempat di mana Wan Fei-yang menginap tempo hari.   Tentu saja kedatangan Kuan Tiong-liu bukan untuk mencari Wan Fei-yang.   Meskipun ia sangat membenci anak muda itu, tapi dia tidak mempunyai minat khusus untuk mencari jejak Wan Fei-yang.   Karena baginya sekarang bukan waktu yang tepat.   Dua kali berturut-turut dikalahkan oleh Wan Fei-yang, baginya sudah cukup.   Dan kedatangannya bukan tanpa tujuan, tapi tujuannya bukan kota ini melainkan Yi-sa-peng.   "Ke mana arah yang harus kuambil apabila ingin menuju Yi- sa-peng?"   Baru duduk saja Kuan Tiong-liu sudah buru-buru mencari keterangan dari pelayan penginapan tersebut.   "Dari sini ambil arah timur kurang lebih dua puluh li lebih,"   Sahut sang pelayan.   Mimik wajahnya menyiratkan kecurigaan dan keheranan, karena setahunya, dalam jarak sepuluh li di daerah sekitar Yi-sa-peng hanya ditumbuhi lalang yang tinggi.   Sama sekali tidak berpenghuni.   892 Kuan Tiong-liu juga tidak bertanya apa-apa lagi.   Setelah mengalami berbagai kejadian, dia sudah berubah banyak.   Paling tidak dia tidak membawa perabotan makan sendiri sekarang.   Tidak seperti sebelumnya yang mana ada Liok An dan Jit Po yang membersihkan meja, menghamparkan kain wol di atas kursinya dan menyediakan sumpit serta mangkuk yang mewah.   Perubahan ini baginya bukan tidak menguntungkan.   Setidaknya perubahan ini membuatnya sanggup menyesuaikan diri dengan keadaan yang berlangsung di depan mata.   Kenyataannya Yi-sa-peng bukan tempat yang bagus.   Seputar daerah itu tidak ada yang dapat dinikmati.   Batu-batu berserakan di mana-mana.   Rumput dan lalang menghalau pemandangan.   Malam hari dingin menggigil, siang hari malah panas bagai terbakar api.   Mungkin telur ayam saja akan menjadi matang kalau dijemur di tempat itu.   Daerah seperti ini, tentu tidak ada manusia yang sudi menetap.   Saat itu tepat tengah hari.   Matahari bersinar terik.   Di luar hutan tandus daerah Yi-sa-peng berdiri lima orang.   Ada yang tinggi, ada yang tubuhnya pendek, ada yang kurus, dan ada pula yang gemuk.   Dua di antaranya memakai pakaian berwarna hijau, sedangkan ketiga orang lainnya mengenakan pakaian kuning panjang.   Sekitar dada terbuka lebar.   Tangan masing-masing menggenggam golok yang bentuk ujungnya melengkung.   Golok semacam itu berbeda dengan golok biasa.   Bagi orang dunia Kangouw yang sudah berpengalaman, tentu tidak sulit 893 menebak bahwa kelima orang itu adalah lima harimau dari keluarga Peng.   Sedangkan senjata yang digunakan mereka terkenal dengan sebutan Go-houw-toan-bun-to.   Tampaknya kelima harimau dari keluarga Peng itu sudah menantikan seseorang.   Tapi orang yang ditunggunya, pasti bukan Kuan Tiong-liu, sebab ketika mereka melihat Kuan Tiong-liu berjalan menghampiri, wajah mereka menyiratkan kecurigaan yang dalam.   Hutan itu tidak seberapa luas.   Pohon-pohon juga hampir gundul karena daunnya jarang sekali.   Tapi bagi daerah seperti Yi-sa-peng, keadaan di hutan ini sudah termasuk lumayan.   Go-houw berdiri di bawah bayangan pohon yang tersorot cahaya matahari.   Pada mata mereka hanya terlihat sinar kecurigaan, sama sekali tidak tampak sinar permusuhan.   Boleh dibilang antara mereka juga saling kenal dan pernah berteman.   Tidak menunggu sampai jarak Kuan Tiong-liu mendekat, mereka sudah maju menyambut, Kuan-heng, kebetulan sekali!"   Sikap Kuan Tiong-liu terhadap mereka juga sangat sungkan. Dia menjura dalam-dalam.   "Siaute memang sengaja datang menemui kalian lima bersaudara."   Dia merandek sejenak kemudian melanjutkan kembali.   "Siaute baru datang dari rumah kalian. Dengar kabar kalian sudah menuju kemari ...."   Kelima orang bersaudara itu merasa heran. Peng Kim-houw menyorotkan mata mengandung pertanyaan.   "Sebetulnya ada apa Kuan-heng mencari kami?" 894 "Sebelumnya Siaute pernah mendengar bahwa kalian lima bersaudara pernah berkunjung ke negara India. Siaute ingin menanyakan arah mana yang harus ditempuh apabila ingin pergi ke negara itu, dan perbekalan apa saja yang harus Siaute persiapkan?"   Peng Kim-houw semakin penasaran.   "Untuk apa Kuan-heng berkunjung ke negara India?"   Tanyanya menyelidik.   "Go-bi-pay mengalami musibah, kalian lima bersaudara pasti sudah mendengar beritanya.   Siaute terpaksa menghindarkan diri untuk sementara di negara India.   Sekalian ingin mencari jejak seorang Cianpwe yang menurut kabar sekarang menetap di negara itu.   Siaute ingin membangun kembali partai Go-bi-pay."   Peng Kim-houw tertawa lebar.   "Rupanya demikian. Mudah sekali. Setelah urusan di sini selesai, kami akan membuatkan sebuah peta yang terperinci dan jelas untuk Kuan-heng."   "Terpaksa merepotkan kalian. Siaute ...."   "Saudara sendiri .... Jangan sungkan-sungkan,"   Peng Kim- houw tersenyum lalu melanjutkan.   "Urusan Kuan-heng termasuk urusan kami juga."   "Kalau begitu, Siaute juga tidak perlu mengucapkan terima kasih lagi,"   Sahut Kuan Tiong-liu tersenyum.   "Menurut kabar, kalian lima bersaudara datang kemari untuk memenuhi perjanjian bertarung dengan seseorang."   "Tidak salah?"   Peng Kim-houw mendongakkan kepalanya menatap langit.   "Waktunya sudah hampir sampai." 895 Kuan Tiong-liu merasa agak heran.   "Mengapa kalian mengadakan perjanjian di tempat seperti ini?"   "Ini merupakan ide pihak lawan,"   Sahut Peng Kim-houw.   "Entah siapa orangnya yang bernyali begitu besar sehingga berani menantang kalian bersaudara?"   "Kami sendiri kurang jelas.   Pihak lawan telah membunuh tiga orang anak buah kami.   Mayat mereka dikirim bersamaan dengan sepucuk surat tantangan."   Mata Peng Kim-houw mengerling sekilas.   "Kedatangan Kuan-heng sungguh kebetulan. Mungkin nanti kami membutuhkan bantuan tenaga dari Kuan-heng."   "Jangan sungkan!"   Sahut Kuan Tiong-liu.   "Keluarga Peng merupakan keluarga yang menjunjung keadilan di Tionggoan. Siaute tentu tidak bisa menyaksikan dari samping saja, tapi ilmu silat kalian lima bersaudara sudah sangat terkenal. Apalagi Go-houw-toan-bun-hoat yang sangat hebat itu. Tentu tidak memerlukan ilmu cakar kucing seperti yang dikuasai Siaute ini."   Mendengar kata-kata ini, tidak satu pun dari mereka yang tidak merasa heran.   Hampir saja mereka mengira telah salah mengenali orang lain sebagai Kuan Tiong-liu.   Dalam ingatan mereka, Kuan Tiong-liu yang mereka kenal bukan jenis manusia yang biasa merendahkan diri sendiri.   Tapi mereka segera menduga tentu sikap Kuan Tiong-liu ini ada hubungannya dengan kehancuran Go-bi-pay.   Kemungkinan batin anak muda ini sangat terpukul sehingga sifatnya jadi berubah.   896 Tidak ada manusia di dunia yang tidak senang mendengar diri mereka dipuji dan diangkat tinggi.   Dengan ucapannya tadi, Kuan Tiong-liu langsung mendapat kesan baik dari kelima orang bersaudara itu.   Tepat pada saat itu juga, dari arah kejauhan berkumandang suara nyanyian.   Tidak usah diragukan lagi bahwa yang menyanyikan lagu tersebut pasti seorang gadis yang masih belia.   Nada suaranya sangat merdu, tapi mereka justru tidak tahu lagu apa yang sedang dinyanyikannya.   Kuan Tiong-liu langsung merasa heran.   "Bukankah lagu yang dinyanyikan itu menggunakan bahasa Tibet?"   Katanya tanpa sadar.   "Bukankah Toako pernah mengatakan bahwa kematian anak buah kita mencurigakan. Lukanya pun sangat aneh. Jangan- jangan mereka dibunuh dengan ilmu ajaib dari negara Tibet?"   Tukas Peng Ti-houw. Peng Kim-houw menganggukkan kepalanya tanpa menyahut. Pikiran Kuan Tiong-liu langsung tergerak.   "Apa kalian berlima pernah melakukan suatu hal yang menyalahi orang Tibet?"   Peng Kim-houw tidak menyahut.   Dia memicingkan matanya dan memandang ke arah asal suara nyanyian.   Kumandang suara itu berasal dari desa Yi-sa-peng.   Di bawah terik matahari, tanah di desa Yi-sa-peng seperti sudah terbakar matang.   Debu mengepul bagai uap putih.   Kalau diperhatikan bagai sebuah pemandangan dalam lukisan yang menggambarkan sebuah daerah yang tandus karena gempa bumi, atau bencana alam lainnya.   Tidak tampak seperti 897 sesuatu yang nyata.   Apalagi setelah seorang gadis berpakaian Tibet memunculkan diri di tempat itu.   Sambil berjalan mendekati dia bersenandung.   Di antara debu-debu yang menguap, dia tampak bagai seorang bidadari.   Gadis itu memakai cadar yang menutupi sebagian wajahnya.   Hanya bagian kening dan sepasang matanya yang terlihat.   Sepasang mata itu berkilauan bagai air sungai yang bening.   Begitu indah memesona.   Juga tampak polos dan kekanak-kanakan.   Tangannya menggenggam sebatang bambu hijau yang panjang.   Beberapa kali dia mengayunkan batang bambu itu, seperti ingin mengibaskan asap putih yang mengepul dari atas tanah yang di njaknya.   Peng Ti-houw menatap gadis itu lekat-lekat.   "Tidak mungkin gadis cilik ini ...."   Gumamnya lirih. Peng Kim-houw tidak bersuara. Dia hanya memandang gadis itu dengan sinar mata tajam. Terus memandang sampai gadis itu ada di hadapannya kurang lebih tiga tindak.   "Siapa yang datang?"   Tanya Peng Kim-houw segera. Gadis itu maju lagi satu tindak. Matanya juga menatap ke arah Peng Kim-houw tanpa mengunjukkan kegentaran sedikit pun.   "Yi Pei-sa!"   Suaranya lantang. Meskipun dia mengenakan pakaian adat Tibet, tapi dia menggunakan bahasa Han.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Apa arti Yi Pei-sa?"   Tanya Peng Kim-houw datar.   "Yi Pei-sa adalah namaku,"   Sahut gadis itu tenang. 898 "Kau yang membunuh anak buah kami lalu menantang kami di tempat ini?"   Desak Peng Kim-houw.   "Memang aku orangnya,"   Kata Yi Pei-sa mengaku.   "Mengapa?"   Nada suara Peng Kim-houw mulai naik.   "Ingin tahu jejak Sa-mo-ce-sing (bintang dari gurun pasir)."   Wajah kelima orang saudara Go-houw berubah hebat. Peng Kim-houw tertawa dingin.   "Siapa kau sebenarnya?"   "Akulah putri ketua suku di Tibet, Tian Ci-kuai yang meminum racun bunuh diri. Ayahku telah memberi imbalan yang tinggi kepada kalian untuk mengantarkan Sa-mo-ce-sing ke kota raja. Lalu enak saja kalian mengatakan hilang di jalan sehingga memaksa ayahku bunuh diri karena malu dan tidak dapat bertanggung jawab di hadapan raja kami."   Mendengar keterangannya, wajah kelima orang saudara itu semakin berubah.   Kuan Tiong-liu juga sudah mendengar dengan jelas.   Dia menoleh ke arah lima orang saudara Go- houw dengan pandangan bertanya.   Peng Kim-houw malah melengoskan kepalanya.   "Tutup mulut!"   Bentaknya dengan suara keras.   "Aku sudah menyelidiki semua sampai tuntas. Ternyata memang kalian yang bermain gila!"   Kuan Tiong-liu menoleh ke arah lima orang bersaudara itu sekali lagi.   Peng Kim-houw menghindar dari tatapan mata 899 anak muda itu.   "Keluarga Peng adalah keluarga yang menjunjung tinggi keadilan.   Mana mungkin melakukan hal seperti itu.   Tampaknya kau sudah mendengar fitnahan dari orang lain ...."   Kata-katanya terhenti, dia menoleh kepada Peng Ti-houw. Peng Ti-houw mengerti maksud abangnya, cepat-cepat dia berkata.   "Biar bagaimana, kau sudah membunuh tiga orang anak buah kami. Kaulah yang harus memberi keadilan kepada kami!"   Tanpa menunggu jawaban dari Yi Pei-sa, goloknya yang istimewa langsung dikeluarkan dan dia melesat menerjang ke arah gadis itu.   Golok yang dijadikan senjata oleh kelima orang saudara itu sangat berat.   Sedangkan tenaga Peng Ti-houw juga kuat sekali.   Serangannya kali ini cukup untuk menebas putus leher seekor sapi.   Tapi Yi Pei-sa hanya menggeser tubuhnya sedikit dan menggerakkan bambu hijau di tangannya yang mana hanya menyentuh pergelangan tangan Peng Kim-houw, golok yang sedang mengancamnya langsung melengos sendiri.   Hati Peng Kim-houw tergetar.   Kakinya tetap bergerak, berturut-turut dia membacok sebanyak tujuh kali.   Yi Pei-sa menggetarkan ujung bambunya sedikit dan menggeser ke kiri dan kanan, maka dirinya sudah dapat terhindar dari seluruh serangan tersebut.   Tenaga dalam yang digunakan gadis itu mengandung kelembutan Im.   Ilmu partai mana yang dipelajarinya? Perhatian Kuan Tiong-liu semakin tersita pada diri gadis tersebut.   Sedangkan sepasang alis Peng Kim-houw bertaut 900 semakin erat.   "Berhenti!"   Tiba-tiba dia berteriak.   Peng Ti-houw tertegun.   Namun dia menarik kembali goloknya yang istimewa.   Yi Pei-sa juga tidak mendesaknya, dia hanya memandang ke arah Peng Kim-houw.   Mata yang lainnya juga berpusat pada diri Peng Kim-houw.   Laki-laki pimpinan Go- houw itu tertawa kering.   "Mohon tanya kepada Kouwnio, apa hubunganmu dengan Hek-pai-siang-mo?"   "Apa urusannya denganmu?"   Yi Pei-sa tidak menjawab malah balik bertanya.   "Aku khawatir air bah akan memenuhi kuil raja naga dan melukai orang sendiri."   "Apa maksud ucapanmu ini?"   Tanya Yi Pei-sa kurang mengerti.   "Hek-pai-siang-mo merupakan sahabat kami ...."   "Omong kosong!"   Bentak Yi Pei-sa.   "Mana mungkin Suhuku mempunyai teman seperti kalian!"   Kuan Tiong-liu mendengarkan dengan jelas.   Matanya langsung bersinar.   Kali ini tujuannya ke Tibet adalah untuk menemukan para Cianpwe yang dikatakan oleh Hay-liong Lojin bahwa mereka semua menguasai ilmu kelembutan Im.   Hek-pai-siang-mo merupakan dua di antaranya.   Sedangkan di tempat ini sekarang dia menemukan ahli waris kedua orang Cianpwe tersebut.   Oleh sebab itulah hatinya gembira sekali 901 karena semua ini benar-benar di luar dugaannya.   Meskipun usianya masih cukup muda, namun pengalamannya berkecimpung di dunia Kangouw sudah banyak juga.   Mimik wajahnya sama sekali tidak berubah.   Diam-diam telinganya dipasang lebar-lebar agar dapat mendengar lebih jelas.   Setelah beberapa saat, dia mulai dapat menduga apa yang telah terjadi.   Kecurigaannya terhadap Peng-cia-go-houw semakin dalam.   Peng Kim-houw tampaknya tidak gentar sama sekali.   Bukan saja dadanya tidak disurutkan, malah dibusungkan semakin tinggi.   Wajahnya serius dan sengaja dibuat sewibawa mungkin.   "Kalau kau tidak percaya, coba saja kau pulang ke Tibet dan tanyakan pada kedua Suhumu itu!"   Katanya tegas.   Mendengar kata-katanya yang sedemikian yakin, mau tidak mau Yi Pei-sa menjadi curiga.   "Dengan adanya hubungan persahabatan antara kami dengan Hek-pai-siang-mo, apabila kami masih turun tangan juga kepadamu, tentu kami akan diejek sebagai yang besar hanya berani menghina yang kecil.   Tentu kami juga tidak dapat menjelaskannya pada teman-teman lain di dunia Kangouw.   Kau toh sudah membunuh tiga anak buah dari pihak kami, bagaimana kalau kita sudahi saja masalah ini sampai di sini?"   Kata Peng Kim-houw selanjutnya.   "Apa maksudmu dengan menyudahi sampai di sini?"   Tanya Yi Pei-sa. 902 "Sa-mo-ce-sing akan kami kembalikan kepadamu, mulai sekarang semua dendam di antara kita harus dihapus, bagaimana?"   Yi Pei-sa merenung sejenak. Dia memandang Peng Kim-houw dengan mata menyelidik. Setelah mempertimbangkan masak- masak, akhirnya dia berkata.   "Kalian kembalikan dulu Sa-mo- ce-sing kepadaku!"   "Sa-mo-ce-sing tersimpan di dalam gagang golok,"   Katanya sambil memutar gagang golok yang kemudian dibukanya dan disodorkan pada Yi Pei-sa.   Ternyata gagang golok itu kosong.   Baru saja Peng Kim-houw melepaskan tangannya, serangkum hawa dingin sudah menyerang ke arah Yi Pei-sa.   Segulungan sinar yang berkilauan meluncur dalam waktu yang bersamaan.   Ternyata Peng Kim-houw menggunakan kesempatan ketika menyodorkan gagang golok untuk melepaskan paku beracun ke arah gadis tersebut.   Jaraknya begitu dekat.   Yi Pei-sa sama sekali tidak menduga.   Tampaknya gadis itu pasti akan menjadi korban paku beracun itu.   Tiba-tiba secarik sinar pedang melintas di depannya, kemudian berputar dan merontokkan paku-paku beracun yang menyerang Yi Pei-sa.   Sinar pedang memudar.   Kuan Tiong-liu berdiri di depan gadis itu dengan sikap melindungi.   Yi Pei-sa terkejut sekali.   Sukmanya hampir meninggalkan tubuhnya.   Sejenak kemudian dia baru menyadari apa yang telah terjadi.   "Terima kasih,"   Ucapnya tanpa sadar. Kuan Tiong-liu memalingkan kepalanya dan tersenyum.   "Kau tidak terluka bukan?" 903 "Tidak,"   Yi Pei-sa memandangnya dengan curiga.   "Kau bukan sekomplotan dengan mereka?"   "Boleh dibilang teman juga, tapi aku tidak biasa melihat perbuatan yang membokong orang dari belakang."   Di sebelah sana, wajah kelima ekor harimau itu berubah hebat.   "Kuan Tiong-liu, kau ...."   Nadanya berat dan keras. Kuan Tiong-liu tertawa dingin.   "Masih berani mengatakan bahwa keluarga Peng adalah keluarga yang paling menjunjung tinggi keadilan di Tionggoan, tapi perbuatan semacam ini pun tidak malu kalian lakukan? Bagaimana aku bisa membiarkan begitu saja?"   Dia merandek sejenak, kemudian melanjutkan ucapannya kembali.   "Urusan tentang Sa-mo-ce-sing, aku yakin nona Yi Pei-sa ini juga bukan hanya sekadar mendengar fitnahan orang!"   "Manusia she Kuan, apakah kau sudah mempertimbangkan semua ini dengan baik-baik?"   Tanya Peng Kim-houw dengan mata menyorotkan kebencian yang dalam. Wajah Kuan Tiong-liu berubah serius.   "Pada dasarnya Go-bi- pay adalah partai aliran lurus yang sudah terkenal sejak dulu. Sekarang ada kejadian yang tidak adil berlangsung di depan mata, bagaimana mungkin aku akan mendiamkannya saja?"   Sahutnya tenang.   "Ucapan yang enak didengar!"   Peng Kim-houw tertawa dingin.   Dia menggapai tangannya.   Keempat saudaranya yang lain segera bersiap-siap.   Tiba-tiba tubuh mereka bergerak dan mengurung Kuan Tiong-liu serta Yi Pei-sa.   904 Tanpa bersepakat dulu, mereka segera mengambil posisi bahu-membahu.   Serangkum bau harum yang tipis terpancar dari tubuh Yi Pei-sa.   Semangat Kuan Tiong-liu hampir terbang mengendus bau harum tersebut.   Pada saat yang bersamaan, sinar mata Yi Pei-sa seakan mengikuti naluri hatinya.   Dia menolehkan kepala dan melirik ke arah Kuan Tiong-liu.   Kebetulan anak muda itu juga sedang memandang ke arahnya.   Dua pasang mata berpadu.   Keduanya merasa tersipu-sipu lalu melengos dengan cepat.   Tiba-tiba terdengar suara raungan dari kelima harimau bersaudara itu.   Mereka menerjang dari segala penjuru.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Hati-hati!"   Seru Kuan Tiong-liu sambil mengulurkan pedang panjangnya dan menangkis tiga buah serangan sekaligus.   Bambu di tangan Yi Pei-sa segera menyambut dua serangan lainnya.   Pedang dan golok saling berbenturan.   Menimbulkan suara dentingan yang bising dan nyaring.   Di pihak lain bambu dan golok juga saling beradu, namun suara yang ditimbulkan tidak begitu keras bahkan rada berat.   Kuan Tiong-liu dan Yi Pei-sa langsung memencarkan diri.   Tubuh Yi Pei-sa melesat di udara bagai seekor burung camar yang menari-nari.   Sedangkan gerakan Kuan Tiong-liu lebih mirip burung rajawali yang sedang mengamuk karena anaknya diganggu.   Dia menyadari bahwa kelima orang itu tidak boleh diberi kesempatan untuk membentuk barisan.   Apabila hal itu terjadi, maka kekuatan kelima orang itu akan bertambah satu kali lipat.   Mereka seakan bertarung dengan sepuluh orang yang mempunyai gerakan kompak.   Oleh karena itu, pertama-tama dia memperlihatkan gaya seperti membiarkan mereka berkumpul menjadi satu, tapi tiba-tiba gerakannya berubah 905 dan dia langsung mengerahkan Lok-jit-kiam-hoat yang sangat terkenal itu.   Serentak dengan dimainkannya tiga jurus terakhir, tubuh Kuan Tiong-liu melesat bagai anak panah menerobos dari kurungan kelima saudara keluarga Peng.   Setelah kepungan mereka berhasil diterobos oleh Kuan Tiong- liu, maka mereka tidak mempunyai kesempatan lagi untuk membentuk barisan.   Sementara itu batang bambu di tangan Yi Pei-sa mengadang dua di antara mereka.   Jurus yang digunakannya pun sangat aneh.   Ditambah lagi gerakannya yang lincah.   Dua orang dari lima bersaudara itu berusaha menghindar, tapi salah satunya terkena sabetan batang bambu tepat pada pergelangan tangannya sehingga golok lengkungnya yang istimewa langsung terlepas dan jatuh di atas tanah.   Hanya tiga jurus kemudian, lawan yang satunya juga terpaksa harus melepaskan goloknya kalau tidak pangkal lengannya akan tergetar remuk oleh sabetan bambu Yi Pei-sa.   Pada saat yang bersamaan, pedang di tangan Kuan Tiong-liu berhasil menggetar lepas golok dua orang dari lima bersaudara tersebut.   Dan dalam jurus Lok-jit-kiam-hoatnya yang terakhir, tubuhnya berkelebat dan melayang turun dengan pedang tepat menempel di tenggorokan Peng Kim- houw.   Wajah Peng Kim-houw berubah hebat.   Meskipun goloknya masih tergenggam di tangan, tapi dia tidak punya keberanian untuk menggerakkannya lagi.   Dia tahu pedang Kuan Tiong-liu akan menusuk tenggorokannya terlebih dahulu apabila dia mencoba mengangkat goloknya sedikit saja.   Tapi di luarnya, dia masih memperlihatkan sikap keras kepala.   "Manusia she Kuan, anggap saja memang lebih tinggi 906 daripada kami!"   Kuan Tiong-liu tidak memedulikannya. Matanya menoleh kepada Yi Pei-sa.   "Kouwnio, bagaimana caranya membereskan orang ini?"   Tanyanya lembut. Yi Pei-sa ikut tersenyum. Dia memandang kepada Peng Kim- houw. Tanpa terasa tubuhnya bergetar.   "Hati orang ini sangat licik dan keji. Mencuri Sa-mo-ce-sing pasti merupakan idenya."   "Benarkah apa yang dikatakan olehnya?"   Tanya Kuan Tiong-liu dengan nada dingin.   "Benar bagaimana, tidak benar juga bagaimana?"   Sahut Peng Kim-houw.   "Aku tidak suka membunuh orang, tapi juga tidak akan membiarkan kalian berbuat kejahatan lebih banyak lagi. Yang melakukan kejahatan ini sebetulnya engkau. Kau bayar saja selembar nyawa ayahku!"   Kata Yi Pei-sa. Mendengar kata-kata ini wajah keempat saudaranya memperlihatkan mimik aneh. Merck saling lirik sekilas. Peng Ti-houw segera maju dan berkata.   "Lotoa, semua ini merupakan idemu. Jangan kau libatkan orang lain dan melepaskan diri dari tanggung jawab!"   Wajah Peng Kim-houw langsung berubah hebat. Matanya mendelik ke arah Peng Ti-houw.   "Loji, apa maksud ucapanmu ini?" 907 Peng Ti-houw memalingkan wajahnya ke arah lain.   "Lotoa, satu orang yang berbuat, situ orang pula yang bertanggung jawab. Kalau kau mengaku semua ini idemu, maka hanya nyawamu yang akan menjadi penggantinya. Dalam keluarga Peng masih ada kami berempat dan tidak putus turunan sampai di sini saja!"   "Kau juga sudah melihat, seandainya mereka ingin membunuh kami, mudahnya seperti membalikkan tangan sendiri!"   Tukas saudaranya yang lain.   Peng Kim-houw memalingkan kepalanya ke arah dua saudaranya yang lain.   Mereka hanya menundukkan kepala dan tak mengucapkan sepatah kata pun.   Akhirnya dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.   "Bagus sekali, kalian memang saudara-saudaraku yang hebat!"   Perkataannya selesai, golok di tangan langsung bergerak dan menembus ke dalam dadanya sendiri.   Darah memercik di udara.   Keempat saudaranya yang lain langsung tertegun.   Kuan Tiong-liu menghela napas perlahan.   Pedangnya disimpan kembali.   Dia menatap keempat saudara itu dengan tatapan dingin dan tajam.   "Meskipun Peng Kim-houw licik dan selalu banyak akal busuk, tapi paling tidak dia termasuk seorang laki- laki sejati!"   Keempat orang itu menundukkan kepalanya dalam-dalam.   "Di mana kalian sembunyikan Sa-mo-ce-sing itu?"   Tanya Kuan Tiong-liu kembali. 908 "Disimpan dalam gedung keluarga kami."   "Kalau begitu, kita terpaksa harus berkunjung ke gedung keluarga kalian."   Kuan Tiong-liu menoleh kepada Yi Pei-sa.   "Kouwnio bagaimana pendapatmu ....?"   "Aku memang mempunyai pikiran yang sama."   Mata Yi Pei-sa menatap ke arah Kuan Tiong-liu dengan tersipu-sipu.   "Kalau Kongcu masih ada urusan yang lain ...."   Kuan Tiong-liu tertawa lebar.   "Toh aku sedang ada waktu senggang. Kecuali kalau Kouwnio sendiri keberatan ...."   Yi Pei-sa menggelengkan kepalanya.   Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang sangat memesona.   "Menurut kabar, dunia Bu-lim di Tionggoan penuh dengan para pendekar yang selain ilmunya tinggi juga gagah perkasa.   Selama ini aku kurang percaya dengan keterangan tersebut.   Hari ini akhirnya terbukti juga."   Kuan Tiong-liu tertawa lebar mendengar ucapannya.   "Kouwnio baru kali ini masuk daerah Tionggoan?"   "Memang baru pertama kali,"   Sahut gadis itu mengaku.   "Bagaimana Suhumu bisa membiarkan kau berjalan seorang diri dan tidak khawatir sama sekali?"   "Aku datang ke Tionggoan setelah berhasil mengelabui Suhu. Untung saja aku mendapat bantuan dari Kongcu ...."   Sahut Yi Pei-sa sambil menepuk tangannya. 909 "Mulai lagi ...."   Kuan Tiong-liu tersenyum. Kemudian dia menolehkan kepalanya ke arah empat saudara dari keluarga Peng.   "Suwi, harap kalian antar kami!"   Keempat orang itu menundukkan kepala dengan perasaan sendu.   Dua orang di antaranya langsung menghampiri mayat Toako mereka dan menggotongnya.   Setelah itu mereka melangkah di depan sebagai pembuka jalan.   ***** Sa-mo-ce-sing disembunyikan dalam sebuah kotak di balik dinding yang tertutup oleh sebuah lukisan.   Besarnya seperti telur ayam.   Cahayanya berkilau-kilau.   Dan ternyata Sa-mo-ce- sing merupakan nama dari jenis permata itu.   Dalam seumur hidupnya Kuan Tiong-liu belum pernah melihat permata yang demikian besar, indah, dan boleh dibilang sempurna.   Dapat dibayangkan nilainya pasti tinggi sekali.   Tidak heran kelima orang saudara dari keluarga Peng bisa timbul keserakahannya seketika.   Yi Pei-sa menerima kotak tersebut.   Dia membuka dan meneliti isinya sejenak, kemudian meninggalkan tempat itu bersama Kuan Tiong-liu.   Keempat saudara memandang kepergian mereka dengan mata mendelik.   Tapi mereka sadar dengan mengandalkan kekuatan mereka sekarang, masih bukan tandingan Kuan Tiong-liu dan Yi Pei-sa.   Sinar mata mereka menyorotkan kebencian yang dalam.   Kuan Tiong-liu dan Yi Pei-sa sama sekali tidak memandang sebelah mata pun.   ***** 910 Keluar dari gedung keluarga Peng, Kuan Tiong-liu dan Yi Pei- sa mengambil arah Timur.   Berkali-kali Yi Pei-sa mencuri pandang ke arah Kuan Tiong-liu.   Mata anak muda itu sangat awas.   Dia sudah tahu sejak tadi, tapi dia tetap berpura-pura melangkah terus.   Dalam hatinya dia menyadari bahwa dia sudah berhasil menggaet kepercayaan penuh dari gadis itu.   Mereka melanjutkan perjalanan dengan saling membisu.   Entah berapa lama sudah berlalu, akhirnya Yi Pei-sa yang pertama-tama membuka suara.   "Untung saja hari ini aku bertemu denganmu, kalau tidak saat ini nyawaku pasti sudah melayang terkena paku beracun Lotoa keluarga Peng tadi."   "Nona tidak usah mengingat persoalan kecil itu,"   Sahut Kuan Tiong-liu rada terharu.   "Aku sendiri tidak menyangka Peng-cia- go-houw dapat melakukan perbuatan seperti ini."   "Bagaimana kau bisa tahu bahwa dia akan melemparkan senjata rahasia ketika menyodorkan gagang golok tersebut?"   Rupanya masalah ini yang sejak tadi tidak dimengerti oleh Yi Pei-sa.   "Sederhana sekali,"   Sahut Kuan Tiong-liu sambil tersenyum.   "Meskipun aku tidak tahu benda apa yang dinamakan Sa-mo- ce-sing itu, tapi aku dapat membayangkan tentunya sebuah benda yang amat berharga.   Bagaimana mungkin Peng-cia-go- houw itu menyimpannya dalam gagang golok dan membawanya ke mana-mana?"   Yi Pei-sa tersenyum manis.   "Pemecahan yang demikian mudah saja masih tidak dapat kupahami. Tidak heran Suhu selalu mengatakan bahwa 911 pengalamanku di dunia Kangouw masih terlalu dangkal, sehingga tidak mengizinkan aku berkelana seorang diri."   Dia berhenti sejenak kemudian bertanya kembali.   "Apakah setiap orang yang berkecimpung dalam dunia Bu-lim di Tionggoan ini semuanya licik dan berhati keji?"   Kuan Tiong-liu tertegun. Pikirannya segera tergerak.   "Tidak semuanya, tapi kebanyakan. Kadang-kadang kita sendiri sulit membedakannya. Oleh karena itulah aku merasa bosan tinggal di Tionggoan dan berminat pindah ke Tibet."   Yi Pei-sa menunjukkan wajah keheranan.   "Kau ingin pindah ke Tibet?"   "Kali ini aku sengaja datang, mencari Peng-cia-go-houw justru karena mereka pernah tinggal di Tibet. Aku ingin meminta keterangan kepada mereka bagaimana caranya agar bisa sampai ke negara itu?"   Wajah Kuan Tiong-liu serius sekali. Yi Pei-sa memandanginya lekat-lekat kemudian tertawa terkekeh-kekeh.   "Sekarang kalian malah menjadi musuh. Bagaimana baiknya?"   "Terpaksa meminta keterangan dari orang lain,"   Sahut Kuan Tiong-liu dengan gaya apa boleh buat.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Meskipun pengalaman dalam dunia Kangouw cukup luas, tapi otakmu kurang encer."   Tiba-tiba Yi Pei-sa mengajukan pertanyaan.   "Apakah kau lupa dari mana aku berasal?"   Kuan Tiong-liu tertegun.   "Kau .... Ternyata aku lupa bahwa kau datang dari Tibet. 912 Sedangkan dandananmu pun merupakan pakaian adat dari negara itu."   Dia merenung sejenak.   "Bagaimana bisa demikian?"   Kata-katanya terhenti kembali. Yi Pei-sa merasa kata-katanya masih ada kelanjutan yang belum diucapkan.   "Apa yang ingin kau katakan?"   "Kalau begitu ... Kouwnio, kau ...."   "Aku bagaimana?"   Yi Pei-sa sengaja menggodanya.   "Kukira pasti kau sangat cantik. Melihat wajahmu aku jadi ...."   Ucapannya itu juga bukan seluruhnya dusta.   Yi Pei-sa menunggu sampai kata-katanya selesai.   Kepalanya sudah tertunduk dalam-dalam.   ***** Malam sudah larut.   Dalam kuil tua terlihat seonggok api unggun.   Seekor kambing kecil yang sudah dibersihkan terpanggang di atas api tersebut.   Kambing itu dibeli oleh Kuan Tiong-liu dari seorang pemburu di atas pegunungan.   Padahal dia sendiri tidak begitu suka makan daging kambing.   Tapi karena dia tahu Yi Pei-sa suka sekali maka pikirannya segera tergerak untuk mengambil hati gadis itu.   Sepanjang perjalanan menuju tempat ini, hubungan mereka sudah akrab sekali.   Wajah Yi Pei-sa tampaknya memang selalu dikerudungi kain 913 cadar yang tipis itu.   Meskipun Kuan Tiong-liu merasa heran, tapi dia takut menanyakannya.   Siapa tahu hal itu memang merupakan salah satu adat istiadat bagi kaum gadis di negara Tibet.   Tapi dia penasaran ingin melihat wajah gadis itu.   Akhirnya dia menemukan akal.   Dia memotong paha kambing panggang itu dan menyodorkannya kepada Yi Pei-sa.   "Apakah kalian gadis-gadis Tibet tetap mengenakan cadar sekalipun sedang menikmati makanan?"   Tanyanya hati-hati.   Kuan Tiong-liu merupakan seorang anak muda yang sangat cerdas.   Dia mengajukan pertanyaan itu seakan hanya ingin tahu saja tanpa niat apa-apa.   Yi Pei-sa sampai tersipu-sipu dibuatnya, namun dia tetap menganggukkan kepala.   "Apakah tidak merepotkan?"   Tanya Kuan Tiong-liu kembali. Sejenak kemudian dia tersenyum.   "Aku mengerti. Tentu takut diperhatikan."   Yi Pei-sa menggelengkan kepalanya. Kuan Tiong-liu mengedarkan pandangannya ke sekeliling.   "Di sini toh tidak ada pasir yang beterbangan, mengapa tidak dibuka saja?"   "Apakah kau ingin sekali aku melepaskan cadar ini?"   Tanya Yi Pei-sa tiba-tiba. Kuan Tiong-liu menganggukkan kepalanya.   "Tapi kalau kau keberatan, jangan dipaksakan."   Yi Pei-sa memerhatikan Kuan Tiong-liu.   Dia mempertimbangkan beberapa saat.   Akhirnya dia melepaskan juga cadar penutup wajahnya itu.   Kuan Tiong-liu tercengang seketika.   Kecantikan Yi Pei-sa bahkan di luar dugaannya.   Dia 914 belum pernah melihat gadis yang secantik Yi Pei-sa selama hidupnya.   Sekian lama dia termangu-mangu dengan mulut terbuka.   Wajah Yi Pei-sa berubah merah padam.   Dia menunduk dengan tersipu-sipu.   Matanya tidak berani menatap Kuan Tiong-liu.   Entah berapa lama telah berlalu, Kuan Tiong-liu masih memandang dengan terkesima.   Semakin dipandang, hatinya semakin tertarik.   Yi Pei-sa menunggu lagi beberapa saat.   Masih tidak terdengar suara Kuan Tiong-liu.   Kepalanya mendongak sedikit dan mengintip anak muda itu.   Melihat tampang Kuan Tiong-liu, dia semakin tersipu.   "Kenapa kau?"   Tanyanya dengan suara lembut. Kuan Tiong-liu bagai tersadar dari mimpi.   "Aku belum pernah melihat gadis lain yang lebih cantik daripada kau,"   Katanya tanpa sadar. Hati Yi Pei-sa berbunga-bunga mendengar pujian itu. Tapi wajahnya semakin merah karena malu.   "Apakah kau tidak tahu bahwa bagi gadis Tibet, cadar penutup wajah itu dapat disamakan dengan pakaian yang harus dikenakannya sehari hari?"   Tanyanya dengan suara lirih.   Mendengar keterangan itu, Kuan Tiong-liu semakin terpana.   Perlahan-lahan Yi Pei-sa mendongakkan kepalanya lebih tinggi.   Wajahnya masih merah padam.   Sepasang matanya menyorotkan sinar yang sulit untuk diuraikan dengan kata- kata.   Melihat keadaan gadis itu, Kuan Tiong-liu semakin yakin bahwa perasaan Yi Pei-sa terhadapnya mulai terpengaruh.   Ini merupakan kenyataan.   Gadis Tibet selalu terbuka dan tidak 915 pandai berpura-pura.   Yi Pei-sa juga tidak berbeda.   Dua pasang mata saling bertemu.   Perasaan asmara timbul tanpa perlu kata-kata mutiara.   Ketika api unggun benar-benar padam.   Hari kedua sudah menyapa.   Yi Pei-sa berbaring di atas meja sembahyang.   Dia masih tertidur dengan pulas.   Kuan Tiong-liu menyandarkan tubuhnya pada dinding yang sudah retak.   Dia tersentak bangun oleh suara langkah kaki yang ringan.   Pikirannya segera bekerja.   Dia membungkukkan tubuhnya dan menempelkan telinganya di lantai dan mendengarkan dengan saksama.   Sesaat kemudian dia melonjak bangun dengan wajah terkejut.   Dia cepat-cepat menghambur ke samping Yi Pei-sa.   Perasaan gadis itu yang tajam segera memperingatkannya.   Dengan panik dia membuka matanya dan melihat Kuan Tiong- liu.   "Ada apa?"   "Ada orang yang menghampiri kuil kita ini ...."   Belum sempat dia menyelesaikan kata-katanya, sebuah suara yang menggelegar berkumandang dari luar kuil.   "Kuan Tiong-liu! Keluar kau!"   Kuan Tiong-liu mengerutkan keningnya. Dia tidak dapat menebak siapa orang itu. Malah Yi Pei-sa yang menunjukkan mimik wajah keheranan.   "Rasanya aku pernah mendengar suara ini,"   Katanya lirih. Mendengar ucapan Yi Pei-sa, Kuan Tiong-liu tersentak sadar.   "Itu suara Peng Ti-houw!"   Wajah Kuan Tiong-liu berubah kelam.   "Tampaknya mereka berhasil mendapatkan orang yang 916 mendukungnya."   "Ada engkau, siapa pun tidak ada yang aku takuti,"   Sahut Yi Pei-sa dengan keyakinan penuh.   Mendengar kata-kata itu, bagaimana Kuan Tiong-liu tidak membusungkan dadanya.   Dengan langkah lebar dia berjalan keluar.   Yang datang memang empat harimau dari keluarga Peng.   Tangan masing-masing menggenggam sebatang golok.   Peng Ti-houw yang melihat Kuan Tiong-liu berjalan keluar dari dalam kuil langsung tertawa terbahak-bahak.   "Kuan Tiong-liu, utang piutang akan kami perhitungkan sampai jelas hari ini!"   Bentaknya dengan suara keras.   Jilid 20 Kuan Tiong-liu tidak menunjukkan sikap gentar sedikit pun. Dia malah tertawa lebar.   "Kalian tidak perlu sok gagah di hadapanku. Siapa orangnya yang kalian undang untuk menghadapiku, suruh keluar saja sekalian!"   Seraut wajah tua Peng Ti-houw sampai merah padam mendengar sindiran tersebut. Sebuah suara yang nyaring memecahkan keheningan seketika.   "Bukankah aku sudah keluar?"   Kata orang itu sambil tertawa terbahak-bahak. Ucapannya selesai, orangnya benar-benar muncul. Dia adalah seorang hwesio. Laksana seekor burung yang melayang turun dari atas sebatang pohon.   "Rupanya Cian-bin-hud dari Bu-ti-bun!"   Kuan Tiong-liu tertawa dingin.   917 Tiba-tiba sesosok bayangan menukik turun lagi dari atas sebatang pohon yang lain.   Model orang yang satu ini aneh sekali.   Meskipun dia seorang laki-laki tapi alisnya digambar dan lagaknya seperti kaum wanita.   Siapa lagi kalau bukan Kiu- bwe-hu dari Bu-ti-bun juga.   Mata Kuan Tiong-liu mengerling sekilas.   Dia tertawa dingin.   "Kedua Hu-hoat besar dari Bu-ti-bun muncul dalam waktu yang bersamaan, tujuannya pasti untuk mencari aku!"   Cian-bin-hud tertawa terbahak-bahak.   "Utang darah cabang tiga belas kami masih belum diperhitungkan dengan jelas!"   Kuan Tiong-liu mendongakkan kepalanya dan ikut tertawa terbahak-bahak.   "Utang nyawa para murid Go-bi-pay yang dibantai habis-habisan masih belum diganti tuntas!"   Sahutnya.   "Bagus! Manusia she Kuan memang mempunyai nyali!"   Wajah Cian-bin-hud masih dipenuhi senyuman. Yi Pei-sa yang menyusul keluar belakangan memerhatikan sejak tadi.   Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kuan-toako, bagaimana ilmu kedua orang ini?"   Tanyanya dengan suara lirih.   Belum sempat Kuan Tiong-liu menjawab sinar mata Cian-bin- hud sudah beralih kepada Yi Pei-sa.   Matanya membelalak, kemudian dia tertawa terkekeh-kekeh.   Namun bagi Yi Pei-sa tawanya itu lebih mirip seringai seekor serigala.   "Lihat! Betapa cantiknya budak perempuan ini!"   Dia berhenti sebentar, kemudian menolehkan kepalanya berpesan.   "Nanti kalau kalian turun tangan, jangan keras-keras. Tinggalkan 918 hidup-hidup agar dapat melayani Hudya."   Para hadirin menganggukkan kepalanya dan tersenyum penuh pengertian.   Yi Pei-sa sendiri merasa malu sekaligus marah.   Cepat-cepat dia menaikkan cadarnya yang diturunkan tadi malam.   "Kuan-toako, kali ini kita tidak boleh menaruh belas kasihan lagi kepada mereka.   Satu pun jangan dibiarkan hidup!"   Katanya garang. Kuan Tiong-liu mengerutkan keningnya.   "Pengaruh Bu-ti-bun besar sekali. Orang mereka banyak juga banyak terdiri dari orang-orang kuat. Tampaknya mereka sudah mempersiapkan segalanya sebelum mencari kemari. Kalau kita mengadu kekuatan dengan kekerasan, mungkin yang rugi diri kita sendiri."   "Maksud Kuan-toako ...."   "Lebih baik kita menghindar untuk sementara."   Kuan Tiong-liu menyentuh bahu Yi Pei-sa dengan lembut.   "Kau pergi dulu, aku akan menyusul belakangan."   Meskipun Cian-bin-hud tidak dapat mendengar jelas pembicaraan mereka, tapi dari mimik wajah kedua orang itu, dia sudah dapat menduga sebagian. Dia langsung tertawa terkekeh-kekeh.   "Mau kabur? Tidak begitu mudah! Maju!"   Teriaknya lantang sambil melesat mendahului. Kiu-bwe-hu dan Empat Harimau dari Keluarga Peng juga tidak mau ketinggalan. 919 "Jalan!"   Seru Kuan Tiong-liu sambil mengulurkan tangannya mencengkeram baju Yi Pei-sa dan menyeretnya melayang ke atas genting.   Tubuhnya bergerak dengan gesit.   Dia mendorong gadis itu agar cepat-cepat pergi.   "Kuan-toako, kalau hendak pergi, kita harus bersama-sama,"   Kata Yi Pei-sa panik.   "Tidak tersangka gadis Tibet juga tidak berbeda dengan gadis Tionggoan. Suka bertele-tele. Kadang-kadang malah jadi merepotkan kita,"   Pikir Kuan Tiong-liu dalam hati.   Tentu saja dia tidak mengutarakannya secara terang-terangan di hadapan gadis itu.   Kuan Tiong-liu terpaksa menganggukkan kepalanya.   Dia tahu percuma memaksakan kehendak terhadap gadis seperti Yi Pei-sa.   Ditariknya tangan gadis itu lalu melesat pergi secepat terbang.   Cian-bin-hud yang memerhatikan dari bawah segera mengibaskan tangannya memberi isyarat kepada yang lain.   Kiu-bwe-hu dan keempat harimau dari keluarga Peng segera mengambil jalan memutar dan mengepung di sekitar.   Cian- bin-hud langsung menutul kakinya dan mencelat ke atas genting kuil untuk mengejar.   Dalam waktu sekejap saja, bayangan Yi Pei-sa dan Kuan Tiong-liu sudah menghilang entah ke mana.   ***** Hamparan rumput melambai-lambai di bawah kaki Kuan Tiong-liu dan Yi Pei-sa melesat seperti anak panah meluncur ke depan.   Ternyata ginkang (ilmu meringankan tubuh) Yi Pei- 920 sa tidak di bawah Kuan Tiong-liu.   Kenyataan ini malah menguntungkan anak muda itu.   Cian-bin-hud dan Kiu-bwe-hu sudah mengejar dengan ketat.   Jarak mereka sekitar sepuluh depa lebih.   Keempat saudara dari keluarga Peng terlebih-lebih tidak usah dikatakan lagi.   Dibandingkan mereka semua, ilmu keempat harimau ini paling rendah.   Tentu saja semakin lama mereka semakin ketinggalan jauh.   Yi Pei-sa masih berlari terus di samping Kuan Tiong-liu.   Tiba- tiba dia mengeluarkan sebuah tabung bambu kecil panjang dari balik pakaiannya.   Dia menempelkan alat itu di bibir dan terdengarlah suara siulan yang aneh.   Kuan Tiong-liu tidak menanyakan apa-apa.   Dia sudah tahu bahwa alat semacam itu biasanya merupakan kode untuk memanggil rekan.   Tapi dia tidak tahu siapa yang dipanggil oleh Yi Pei-sa.   Mungkinkah Hek-pai-siang-mo sudah berada di Tionggoan dan sekarang tidak seberapa jauh dari tempat mereka? Meskipun Kuan Tiong-liu berpikir demikian, tapi gerak kakinya tidak diperlambat sama sekali, bahkan dia melesat secepat anak panah.   Napas Yi Pei-sa mulai tersengal-sengal.   Sebetulnya dia mulai tidak sanggup mengimbangi, namun untung saja tangannya ditarik oleh Kuan Tiong-liu sehingga dia tidak akan ketinggalan di belakang.   Setelah berlari lagi beberapa depa, mereka memasuki sebuah jalan kecil.   Otomatis langkah kaki mereka diperlambat.   921 Tepat pada saat itu juga, dari arah sebelah kiri terdengar sahutan suara yang persis dengan siulan alat Yi Pei-sa tadi.   Wajah gadis itu berseri-seri seketika.   "Ambil arah barat!"   Serunya sambil mendahului berlari ke arah barat.   Setelah melalui sebuah padang rumput, mereka sampai di daerah yang berbukit-bukit.   Bukit itu tinggi dan berkelok-kelok.   Di bawah bukit ada sebuah gua.   Suara siulan yang timbul dari batang bambu serupa suling justru berasal dari gua ini.   ***** Ketika Cian-bin-hud dan Kiu-bwe-hu sampai di daerah berbukit itu, bayangan Yi Pei-sa dan Kuan Tiong-liu sudah tidak terlihat lagi.   Tetapi terdengar suara siulan yang berasal dari sebuah gua di kaki bukit tersebut.   Mata Kiu-bwe-hu mengedar ke sekeliling.   Kemudian dia tertawa dingin.   "Pasti mereka menyelinap ke dalam gua itu,"   Katanya. Cian-bin-hud mengangguk setuju.   "Menurut keterangan keempat harimau dari keluarga Peng, ilmu silat gadis itu lumayan juga. Sedangkan keadaan dalam gua mungkin sempit. Seandainya mereka bekerja sama dengan baik, takutnya bukan saja keadaan kita tidak menguntungkan, bisa- bisa kita yang dibokong oleh mereka berdua,"   Sahutnya.   "Tidak salah. Tapi akal mereka melarikan diri ke dalam gua juga kurang cemerlang,"   Kiu-bwe-hu tertawa seram.   "Kalau kita berjaga terus di depan gua, aku yakin mereka akhirnya harus keluar juga!" 922 "Ada jalan lain yang lebih bagus daripada hanya duduk menunggu."   Cian-bin-hud meraba-raba dagunya sambil tertawa terkekeh-kekeh.   "Kita tunggu dulu kedatangan empat harimau dari keluarga Peng setelah itu baru kita boleh mengambil tindakan."   "Jalan apa yang kau maksudkan?"   Cian-bin-hud hanya menjawab satu patah kata saja.   "Api!"   Wajah Kiu-bwe-hu berseri-seri seketika.   ***** Begitu keempat harimau dari keluarga Peng, Cian-bin-hud langsung memerintahkan mereka mengumpulkan ranting- ranting kering dari daerah sekitar yang tandus.   Setelah berhasil mendapatkan ranting kering dalam jumlah yang cukup banyak, mereka meletakkannya di depan gua dan segera menyalakannya.   Suara siulan masih terdengar terus.   Kayu kering segera terbakar dan dilalap oleh api.   Asap mulai mengepul tinggi.   Dengan mengandalkan angin yang bertiup dari timur, asap itu terembus ke dalam gua.   Suara siulan terhenti seketika.   Suara batuk-batuk menggantikannya.   Cian-bin-hud, Kiu-bwe-hu, dan keempat saudara dari keluarga Peng tidak dapat menahan rasa hatinya.   Mereka tertawa terbahak-bahak.   Suara tawa Cian-bin-hud yang paling keras.   "Aku ingin lihat berapa lama kalian dapat bertahan!" 923 Suara tawanya mulai sirap, ketika terlihat asap yang memenuhi gua mulai menipis dan tiba-tiba berbalik mengembus ke arah mereka. Hati mereka tergetar serentak. Rasa terkejut masih belum lenyap ketika satu demi satu ranting kering yang masih menyala itu melayang ke arah mereka. Perasaan Cian-bin-hud tergetar tidak kepalang. Toyanya segera diayunkan dan menangkis ranting-ranting kering yang seakan menari-nari mengejek mereka. Pecut di tangan Kiu- bwe-hu juga segera digerakkan dengan gencar, persis seperti gerakan sehelai selendang seorang gadis yang sedang menari-nari. Ilmu keempat harimau dari keluarga Peng jauh lebih rendah. Dalam sekejap mata rambut dan pakaian mereka sudah terbakar. Mereka menjerit-jerit histeris. Asap semakin menipis. Dari dalam gua keluar dua sosok manusia yang warna kulitnya berbeda. Yang satu hitam pekat, sedangkan yang lainnya putih pucat. Yang putih tampak terang sekali. Sebab seakan pakaian yang dikenakannya berwarna putih, rambut dan jenggotnya juga sudah memutih semua. Kulit tubuh dan wajahnya demikian putih seperti selembar kertas layaknya. Sedangkan yang hitam, semuanya serbahitam. Pakaiannya hitam, rambut dan jenggotnya juga hitam. Bahkan kulit seluruh tubuhnya hitam pekat. Cian-bin-hud dan Kiu-bwe-hu yang melihat kemunculan kedua orang itu langsung berubah hebat wajah keduanya. Apalagi keempat harimau dari keluarga Peng. Api yang membakar rambut serta pakaian mereka sudah padam. Wajah mereka coreng-moreng seperti kena arang. Namun tetap tidak dapat menyembunyikan 924 kepucatannya.   "Hek-pai-siang-mo!"   Seru Cian-bin-hud tanpa sadar. Kiu-bwe-hu yang licik segera memamerkan seulas senyum ramah.   "Entah kapan kedua Cianpwe datang ke daerah Tionggoan?"   Hek-pai-siang-mo tidak memedulikannya.   Mereka mendongakkan kepala menatap langit, seolah tidak memandang sebelah mata pun terhadap orang-orang itu.   Kedua orang ini bernama Pek-mo-cian dan Hek-mo-cian.   Nama mereka sudah lama menggetarkan dunia Kangouw.   Selamanya mereka selalu bergabung dalam menghadapi lawan.   Ilmu silat mereka tinggi sekali.   Adat mereka juga aneh.   Mereka sudah terkenal sebagai manusia-manusia yang susah dihadapi.   Tujuh atau delapan tahun yang lalu sudah pernah datang ke daerah Tionggoan dan menimbulkan keonaran.   Kemudian entah dikalahkan oleh siapa, akhirnya mereka kabur pulang tanpa kabar berita.   "Para perampok itu benar- benar kejam,"   Kata orang tua itu kembali.   Cian-bin-hud dan Kiu-bwe-hu juga sudah lama berkecimpung di dunia Kangouw, tentu saja mereka tahu sampai di mana kelihaian Hek-pai- siang-mo.   Sedangkan keempat harimau dari keluarga Peng pernah menetap di Tibet beberapa waktu.   Kesan mereka terhadap kedua iblis itu sudah pasti lebih dalam lagi.   Yi Pei-sa dan Kuan Tiong-liu beriringan keluar dari dalam gua.   Tangan Yi Pei-sa segera menunjuk ke arah empat saudara dari keluarga Peng.   "Mereka adalah empat harimau dari keluarga Peng. Karena ingin merebut kembali Sa-mo-ce-sing, maka mereka sengaja mengundang kedua orang Hu-hoat dari Bu-ti-bun,"   Katanya menjelaskan. 925 Hek-pai-siang-mo saling melirik sekilas. Kemudian sinar mata mereka beralih ke arah Cian-bin-hud kemudian Kiu-bwe-hu.    Tugas Rahasia Karya Gan KH Kemelut Blambangan Karya Kho Ping Hoo Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini