Ceritasilat Novel Online

Kaki Sakti Menggemparkan Dunia 13


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek Bagian 13


Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya dari Hong San Khek   "Mula-mula ia telah sengaja mengirim dua orang piauw-sunya buat "mencari lantaran"   Denganku di jembatan Hian-bu-kio, tetapi keduanya telah kabur pada sebelum pertempuran itu berakhir. Dan itulah ada dari anjuran kedua orang ini, yang si pengusaha piauw-kiok itu telah ,menyuruh"   Ca Tiauw Cin buat membikin malu kepadaku di hadapan umum.   Ia telah melakukan penyerangan gelap dengan menggunakan pukulan Thiatsee-ciang, yang sebenarnya dijujukan ke arah embunembunanku, tetapi syukur juga pukulan itu meleset.   Kalau tidak, niscaya siang-siang aku sudah menjadi mayat karena kecurangan itu.   "Apakah hal itu tidak membikin aku jadi sangat penasaran dan mendongkol? Dalam pertempuran memang sudah sejamaknya, jikalau sampai mengalami luka, tetapi akan mendapat luka dalam cara ini, sesungguhnya aku tidak bisa terima dan kubelum mau sudah, jikalau aku belum dapat membalasnya dengan sama hebatnya!"   "Kalau begitu,"   Kata Lie Poan Thian.   "aku ada suatu 401 akal yang akan membikin ia kapok akan bermusuh dengan kau, kalau tidak mampu kubikin ia bertobat."   "Tetapi bagaimanakah Lie Lauw-hia hendak atur akal itu?"   Kong Houw bertanya.   "Nanti hari esok atau lusa aku akan berangkat ke Cakee-chung buat lantas mengatur akalku ini,"   Kata Lie Poan Thian dengan sikap yang sungguh-sungguh.   "Dalam hal ini kamu tidak usah menanyakan dahulu dari di muka. Kamu di sini boleh dengarkan saja kabar apa yang nanti tersiar di luaran, karena aku sendiripun dapat memastikan siapa di antara Ca Tiauw Cin dan aku yang lebih unggul."   Kong Houw yang mendengar omongan itu, lalu berbayanglah suatu khayalan yang seolah-olah menggambarkan suatu pertempuran mati-matian antara musuh dan sahabatnya yang tercinta ini, yang jikalau belum ada salah seorang yang mati atau menyerah, ia percaya bahwa pertempuran itu akan belum dapat disudahi dengan begitu saja.   "Kalau begitu,"   Kata Kong Houw pada akhirnya.   "baik aku saja yang berjalan di muka, sedangkan kau boleh mengiringi padaku."   "Itu tidak perlu,"   Kata pemuda kita.   "kau tidak perlu merintangi buat menggagalkan siasat yang aku telah atur ini!"   "Lukaku sekarang boleh dikatakan telah sembuh sama sekali,"   Kata Cin Kong Houw.   "Ya, itu aku tahu,"   Poan Thian memotong pembicaraan sahabatnya.   "tetapi itu belum berarti bahwa kau sudah cukup kuat untuk memasuki gelanggang pertempuran. Aku bukan menganggap kau takut pada Ca 402 Tiauw Cin, malahan kemungkinan akan kau menang dalam pertempuran pun memang bukan mustahil, kalau saja orang she Ca itu suka bertempur dengan secara jujur. Dan itulah ada karena kecurangannya ini, yang telah bikin aku sangat penasaran dan ingin mencoba sampai dimana kelihayannya."   Kong Houw dan Liu Sian yang mendengar omongan itu, mau tak mau harus mengakui juga kebenarannya omongan sahabat mereka itu.   Kemudian Liu Sian perintah koki buat menyajikan satu meja perjamuan untuk menjamu pada Lie Poan Thian.   Y Selama duduk makan minum dengan ditemani oleh Cin Kong Houw dan isterinya, mendadak Poan Thian teringat pula pada peristiwa yang terjadi di kelenteng rusak itu, dimana ia telah ditantang oleh seorang yang mengaku bernama Sin-tui Bie, tetapi tidak kenal siapa dan dimana tempat kediamannya.   Maka karena mengingat bahwa pergaulan Kong Houw di kalangan Kang-ouw begitu luas, ia jadi percaya, kalau-kalau sahabat ini tentu kenal dengan nama itu.   Tetapi buat membikin suasana kelihatan tenang.   Poan Thian sama sekali tidak mengatakan apa-apa tentang peristiswaperistiwa yang dialaminya di kelenteng rusak sehingga ia mendapat kembali pauw-hoknya yang hilang itu.   Ia hanya menanyakan pada Kong Houw demikian.   "Di daerah Kang-lam ini sudah lama aku mendengar namanya seorang gagah yang disebut Sin-tui Bie."   Katanya.   "tetapi belum tahu apakah Cin Lauw-hia kenal 403 baik dan mempunyai perhubungan apa-apa dengan dia itu?"   "Nama itu rasanya akupun pernah dengar juga,"   Sahut Kong Houw.   "Ia itu ada seorang jago tua yang sekarang telah mengundurkan diri dari kalangan Kangouw dan menuntut penghidupan sebagai toosu di kelenteng Ceng-hie-koan di kota ini. Belum tahu dari mana Lie Lauw-hia mendapat dengar nama orang tua itu? Juga engkau ada hubungan apakah dengan dia. itu?"   Poan Thian jadi kemekmek sejurus lamanya. ketika mendengar Kong Houw menghujani pertanyaanpertanyaan padanya begitu rupa.   "Itu semua hanyalah suatu kejadian yang kebetulan saja,"   Ia berkata akhir-akhirnya.   "Di dalam perjalananku kemari, aku mendengar orang bercerita tentang dirinya orang tua itu, maka aku telah iseng-iseng menanyakan hal ini kepadamu. Apakah kau sudah pernah mengunjungi kelenteng Ceng-hie-koan tersebut?"   "Belum,"   Sahut Cin Kong Houw.   "Tetapi apabila kau hendak berkunjung ke sana, akupun ingin turut juga pergi, buat sekalian belajar kenal dengan orang tua itu."   Poan Thian mufakat.   Begitulah setelah mereka habis dahar dan istirahat, di waktu sorenya kedua sahabat itu lalu berkunjung ke kelenteng Ceng-hie-koan yang ternyata terletak sedikit jauh di luar kota Kim-leng, hingga mereka merasa perlu akan menunggang kuda untuk menyampaikan tempat yang dituju itu.   Sesampainya di halaman kelenteng tersebut dan menambatkan kuda mereka di bawah sebuah pohon 404 gouw-tong, Kong Houw dan Poan Thian lalu mengetok pintu beberapa kali.   Kemudian dari sebelah dalam terdengar suara orang yang bertanya.   "Siapa?"   "Kami, orang dari kota Kim-leng yang sengaja berkunjung kemari untuk mencari sahabat,"   Kata kedua orang itu dengan suara hampir berbareng. Dan tatkala pintu kelenteng itu dibuka, seorang toosu kecil lalu menyambut pada mereka sambil bertanya.   "siapakah nama sahabat tuan-tuan yang hendak dicari itu? Di sini tidak ada lain orang selainnya guruku dan para toosu. Apakah barangkali tuan-tuan mempunyai sahabat juga kaum toosu?"   Kedua orang itu jadi kemekmek dan sejurus lamanya tidak tahu mesti menjawab bagaimana. Tetapi Poan Thian yang lekas juga bisa membikin tenteram hatinya, segera maju menanyakan.   "Apakah di antara para toosu di sini, ada seorang yang dahulu bernama Sin-tui Bie?"   Si toosu kecil itu jadi melongo waktu mendengar omongan itu.   "Aku ini adalah toosu baru dan tidak tahu-menahu tentang nama itu,"   Katanya.   "tetapi apabila tuan-tuan sudi menunggu sebentar, boleh juga aku coba tanyakan nama ini pada guru kami."   "Ya, baik,"   Kata pemuda kita.   "Kami tunggu padamu di sini."   Tidak antara lama toosu kecil itu telah balik kembali dan bertanya pada mereka.   "Apakah tuan-tuan ini bukan pesuruh-pesuruh dari Sin-kun Louw Cu Leng di kota Cee-lam?"   Poan Thian jadi melengak waktu mendengar nama 405 itu.   Ia tidak tahu mesti memberikan jawaban bagaimana.   Ia tahu yang ia memang kenal baik dengan nama yang disebutkan itu, tetapi ia belum tahu, apakah Louw Cu Leng itu ada sahabat atau musuhnya Sin-tui Bie ini? Maka karena memikirkan bahwa sedikit saja ia keliru menjawab akan mengakibatkan suatu salah paham yang bisa menerbitkan permusuhan, tidaklah heran jikalau Poan Thian menjadi kelihatan serba salah dan akhirnya dengan apa boleh buat menjawab.   "Oh, bukan, bukan. Kami ini bukan pesuruh-pesuruh Louw Cu Leng dari Ceelam, hanyalah dua orang pelindung piauw yang sengaja berkunjung untuk meminta nasehat dan petunjukpetunjuk dari Sin-tui Bie di sini. Belum tahu apakah orang itu sesungguhnya ada di sini atau tidak?"   "Ya, benar,"   Kata toosu kecil itu.   "itulah ternyata ada guru kami sendiri. Kalau begitu, marilah tuan-tuan boleh mengikut padaku."   Poan Thian dan Kong Houw jadi girang dan lalu masuk ke kelenteng tersebut, mengikuti toosu kecil tadi.   Di sebuah halaman yang bersih dan di antara asap dupa yang berkepul-kepul, kedua orang itu menampak seorang tua yang usianya antara enampuluh-tujuhpuluh tahun.   Rambut, janggut, dan misainya sudah putih bagaikan kapas.   Ia duduk di atas dipan yang diberi alas permadani.   Dan tatkala ia melihat Poan Thian dan Kong Houw mendatangi, dengan sabar ia lantas berbangkit dari atas dipan dan memberi hormat sambil berkata.   "Selamat datang atas kunjungan kedua orang Kie-su ke tempat kediamanku yang hina ini. Belum tahu Kie-su berdua ada urusan apa datang berkunjung ke kelenteng kami ini?"   "Murid yang rendah bernama Lie Kok Ciang,"   Sahut 406 Poan Thian.   "orang dari Cee-lam dan ini adalah sahabatku Cin Kong Houw, yang mengusahakan sebuah piauw-kiok di kota Kim-leng di sini."   "Kalau begitu,"   Kata toosu tua itu setelah mempersilahkan duduk kedua orang tetamunya.   "apakah tuan Lie ini kenal baik Sin-kun Louw Cu Leng di Ceelam? Kau yang menjadi penduduk dari kota itu, mestinya kenal juga namanya orang tua itu, bukan?"   Poan Thian jadi gugup, tetapi kesediaan pikirannya di waktu kesusu segera timbul dan lantas menjawab.   "Ya, nama itu memang sudah lama murid dengar, tapi tidak kenal betul yang mana satu antara penduduk Cee-lam yang bernama begitu."   Si toosu tua itu kelihatan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum sedikit.   "Kalau begitu, tidak heran jikalau kau tidak kenal pada orang tua itu,"   Katanya dengan pelahan. Si pemuda mengangguk, membenarkan.   "Omong punya omong,"   Kata Poan Thian pula.   "dengan ini murid numpang bertanya, apakah Lo-suhu bukan seorang gagah di kalangan Kang-ouw yang dahulu terkenal dengan nama julukan Sin-tui Bie?"   Orang tua itu jadi memandang wajah pemuda kita dengan sorot mata tajam. Kemudian ia tersenyum sambil berkata.   "Itulah hanya sebuah gelaran kosong belaka. Dari manakah kau mendengar tentang segala urusan tetek-bengek itu?"   "Itulah karena..... karena..... oh, bukan, bukan,"   Kata Poan Thian dengan gugup.   "Nama itu memang sudah lama aku dengar di kalangan Kang-ouw......"   "Kau tidak perlu see-jie akan bicara dengan secara 407 terus terang,"   Kata orang tua itu, yang ternyata benar dahulu terkenal dengan nama julukan Sin-tui Bie.   "Apakah barangkali kau mendapat pengunjukan orang, bahwa Tie Hwie Taysu yang bersemayam di kelenteng, Ceng-hie-koan di sini dahulunya seorang yang dijulukkan dengan nama Sin-tui Bie itu?"   Poan Thian menggelengkan kepalanya.   "Bukan, bukan,"   Katanya.   "Nama itu sebenarnya telah dikenal olehku dengan secara tidak disengaja."   "Cobalah tuturkan padaku dengan sejujur-jujurnya,"   Kata toosu tua itu, yang ternyata ia baru ketahui bergelar Tie Hwie Taysu.   Oleh karena melihat tidak ada jalan buat menyembunyikan rahasia hatinya, maka dengan rasa sungkan Poan Thian lalu tuturkan juga segala pengalamannya, semenjak ia kehujanan di kelenteng rusak sehingga akhirnya ia berkunjung ke kelenteng Ceng-hie-koan dengan diantar oleh Cin Kong Houw, yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang terjadinya peristiwa yang luar biasa itu.   Sin-tui Bie alias Tie Hwie Taysu jadi kelihatan sedikit terperanjat, ketika mendengar penuturan Poan Thian tersebut.   Tetapi setelah berdiam sejurus bagaikan seorang yang memikirkan sesuatu, dengan lantas ia jadi tersenyum sambil berkata.   "Di dunia ini memang lebih banyak terdapat manusia yang berhati busuk dan dengki dari pada manusia-manusia yang sesungguhnya ingin melihat perdamaian dan kerukunan di antara sesamanya yang hidup di kolong langit ini.   "Satu pihak tidak segan menggunakan pengaruh atau nama pihak ini untuk meruntuhkan atau membusuki pihak lain, yang tujuannya semata-mata adalah untuk 408 keuntungan diri sendiri. Pikirnya, dengan menggunakan cara yang dianggapnya amat cerdik ini, dia bisa merobohkan dua saingan dengan sekaligus. Dan dengan tidak banyak susah atau mesti berjoang dengan matimatian, dia bisa menjagoi dan boleh menganggap bahwa dirinya adalah paling jempolan di kolong langit! Padahal dia lupa akan memikirkan, bahwa jikalau kedua-dua saingannya itu (yang dibusuki namanya) mempunyai kesadaran pikiran dan bekerja sama untuk menindas pada dirinya, dia bisa mengalami dua ancaman hebat dengan sekaligus pula! "Maka dengan adanya lelakon yang agak "menegangkan"   Ini, apakah Lie Sicu mau percaya, bahwa segala apa yang orang telah berbuat kepada dirimu itu, adalah sesungguhnya telah dilakukan olehku Sin-tui Bie, yang sekarang telah memeluk agama Too Kauw dengan memakai gelaran Tie Hwie ini?"   Poan Thian yang sekarang baru mendusin, bahwa dirinya orang hendak "adu dombakan"   Dengan Sin-tui Bie, sudah barang tentu jadi amat terkejut dan segera meminta maaf sambil berkata.   "Jikalau Lo-suhu bukan seorang yang berpikir panjang, niscaya urusan tetek bengek ini bisa membikin orang jadi terjerumus ke dalam permusuhan yang tidak ketahuan asal-mula atau sebabmusababnya."   Sementara Cin Kong Houw yang baru di saat itu mengetahui apa sebabnya Poan Thian mencari pada Sin-tui Bie, dengan lantas ia menghela napas sambil berkata.   "Ah, ternyata bahwa Lie Lauw-hia juga telah mengalami suatu peristiwa yang jalannya hampir mirip dengan peristiwa yang telah kualami itu. Hanya jikalau aku telah mengalami itu dari suatu jalanan yang agak jelas, adalah soalmu ini amat sukar dimengerti dan tidak 409 diketahui pasti karena apa dan untuk maksud apa orang berbuat begitu kepadamu, disamping beranggapan bahwa orang telah sengaja berbuat begitu untuk mencari setori kepadamu. Itulah bedanya, antara soalmu dan soalku, yang kita sekarang justru sedang hadapi bersama-sama."   "Ya, ya, itu benar,"   Kata Lie Poan Thian selaku orang yang sedang asyik berpikir.   Tidak antara lama toosu kecil yang telah menyambut mereka tadi balik kembali dengan membawa teh-koan, tiga buah cangkir dan beberapa piring yang terisi buahbuahan kering yang sangat digemari oleh Tie Hwie Taysu.   Setelah menuangi air teh buat guru dan kedua tetamunya, lalu ia suguhkan itu di hadapan masingmasing, sambil mempersembahkan juga buah-buahan kering tadi, yang ditaruhnya di atas meja di hadapan ketiga orang itu.   Kemudian ia berdiri di suatu pinggiran untuk melayani, tetapi Tie Hwie lantas perintah ia berlalu dan tak usah melayani mereka di situ, asalkan teh-koan itu ditaruh di atas meja di dekatnya.   Toosu kecil itu menurut, kemudian ia berjalan masuk setelah memberi hormat pada semua orang.   "Anak ini adalah salah seorang murid yang baru saja beberapa hari ini datang ke sini,"   Kata toosu tua itu.   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "tetapi aku yakin bahwa ia inilah seorang anak yang cerdik dan terang sekali otaknya. Ia ini bukan lain dari pada cucu seorang bekas musuhku di waktu masih sama-sama muda, tetapi kemudian kita jadi berbalik saling menghormati dan bersahabat begitu akrab, sehingga melebihi saudara yang keluar dari satu kandungan." 410 Dan tatkala Poan Thian hendak menanyakan siapa adanya orang itu, dengan pengharapan kalau-kalau ia juga kenal pada orang itu, Tie Hwie telah keburu berkata.   "Lie Sicu sendiri tentu pernah dengar tentang perbuatannya orang itu di kalangan Kang-ouw dari penuturan orang-orang Cee-lam juga."   "Ya, bisa jadi juga akupun pernah mendengarnya,"   Sahut pemuda kita dengan sembarangan.   "Dia itulah bukan lain dari pada Sin-kun Louw Cu Leng,"   Kata Sin-tui Bie alias Tie Hwie Taysu sambil tertawa.   "Kedatanganmu tadi sebetulnya aku tidak menduga lain dari pada pesuruh-pesuruhnya Louwsamtee. yang memang ia telah berjanji akan kirim, jikalau ia sendiri tidak bisa datang sendiri ke sini."   "Oh, oh, kalau begitu,"   Kata Lie Poan Thian seperti orang yang baru mendusin dari tidur yang nyenyak, sekarang teranglah sudah, bagaimana aku telah keliru menyangka jahat atas diri Lo-suhu di sini, sehingga tadi aku telah berjusta dengan mengatakan bahwa Louw Cu Leng itu aku hanya kenal namanya saja, padahal dalam kenyataan, kita pernah bertempur, hendak saling merobohkan satu sama lain, yang beruntung juga akhirnya tidak sampai kejadian ada salah seorang yang celaka, malah selanjutnya kita jadi bersahabat akrab sekali sehingga di saat ini."   Tie Hwie Taysu yang mendengar omongan itu, iapun jadi tertawa dan berkata.   "Nah, itulah justru ada apa yang telah kusangka tentang salah paham yang mungkin terjadi antara kita sama kita, tetapi syukur juga tidak sampai mengakibatkan hal-hal lain yang merugikan pada perhubungan persahabatan kita. Maka soal ada seorang yang mengaku bernama "SIN-TUI BIE"   Hendak menantang kepadamu, bolehlah urusan itu 411 dikesampingkan dan dianggap remeh saja. Karena, sebagaimana katanya satu pepatah, batu-batu akan segera kelihatan, jikalau air banjir di sungai telah surut.   "Maka ada baiknya juga jikalau Lie Sicu suka bersabar dan saksikan dari kejauhan, akibat dari pada surat tantangan yang tidak keruan juntrungannya itu. Sedangkan aku di sini pun, nanti membantu sedapat mungkin untuk menyelidiki urusan ini dengan bantuannya beberapa orang sahabat dan handai taulan di kalangan Kang-ouw." 4.26. Penyelidikan Sin-tui Bie Palsu Poan Thian yang mendengar omongan itu, merasa terhibur juga, walaupun hatinya masih tetap kepingin menyelidiki sendiri, siapa sebenarnya orang yang telah menggoda padanya di kelenteng rusak itu, yang ilmu kepandaiannya bukan saja tidak ada di bawah dari pada dirinya sendiri, malah di lain pihak ia masih kalah jauh dan perlu berlatih keras untuk dapat memperoleh kepandaian seperti apa yang dipunyai orang yang ia sama sekali belum pernah kenal atau melihat romannya itu. Maka setelah minum air teh dan makan buah-buahan kering yang disuguhkan, barulah Poan Thian dan Kong Houw meminta diri kepada Tie Hwie Taysu yang dengan laku ramah tamah menyatakan kesediaannya akan menerima kunjungannya kedua orang itu di setiap waktu mereka ada waktu terluang untuk berbuat begitu, buat mana kedua orang itupun tak lupa mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikannya toosu tua itu. Begitulah sekembalinya Poan Thian dan Kong Houw ke kota Kim-leng, kedua orang itu lalu menuturkan 412 pengalaman mereka pada Liu Sian di waktu mereka duduk bersama-sama untuk bersantap sore.   "Terhadap orang yang mengaku bernama Sin-tui Bie itu,"   Kata si nyonya.   "memanglah amat perlu akan kita berlaku hati-hati, karena ia tentu bukan orang sembarangan, apabila ia mampu mempermainkan Lie Cong-su sampai begitu rupa."   "Ya, itupun memang justru salah suatu hal yang dibuat pikiran olehku,"   Kata Lie Poan Thian sambil menghela napas.   "Orang itu mestinya jauh lebih pandai dari pada diriku sendiri....."   Tetapi Liu Sian lalu memotong pembicaraannya.   "Bukan dia lebih pandai,"   Katanya.   "tetapi dia lebih sebat, lebih gesit dari pada kau. Tetapi dia belum tentu bisa lawan tendanganmu, tidak perduli dia meminjam nama SIN-TUI dari siapa juga! Sampai pun Sin-tui Bie sendiri, aku tidak percaya akan mampu mengalahkan kau. Aku bukan hendak bicara secara "mengumpak", itulah ada perkataan yang keluar dari hatiku yang tulus."   "Itu benar, itu benar,"   Menambahkan Cin Kong Houw dengan separuh bersorak. Setiap orang memang doyan dipuji, tetapi pujian Liu Sian kali ini justru dianggap paling tepat oleh Lie Poan Thian.   "Aku boleh kalah sebat atau gesit dengan orang lain,"   Pikirnya.   "tetapi dapatkah ia memenangkan tendanganku? Dalam hal ini aku sungguh mesti membenarkan pendapat Liu Sian ini."   Itulah sebabnya mengapa Poan Thian jadi kelihatan adem terhadap urusan ini, walaupun di dalam hatinya ia tetap berjanji akan mencari Sin-tui Bie tetiron itu hingga 413 dapat untuk dijajal sampai dimana ilmu kepandaiannya yang sesungguhnya dipunyainya.   Maka setelah berdiam di Kim-leng beberapa hari lamanya, Poan Thian lalu menyatakan pikirannya pada Kong Houw dan Liu Sian, mengenai niatannya semula akan menyatroni pada Ca Tiauw Cin di Ca-kee-chung itu.   Kong Houw dan Liu Sian menganjurkan, supaya pemuda kita suka membawa kawan secara diam-diam, apabila ia tidak suka dikawani oleh mereka dengan secara berterang.   Tetapi Poan Thian telah menolak dengan getas dan berkata.   "Cara itu malah akan memberi kesan semakin buruk dari pada membawa kawan dengan secara berterang. Maka turut pendapatku, paling betul kamu tidak usah pikirkan tentang diriku. Rawatlah dirimu sebaik-baiknya, sehingga kesehatanmu dapat pulih kembali sebagaimana sediakala. Selanjutnya, kamu boleh lepas orang untuk mendengar-dengar tentang segala sepak terjangku di Ca-kee-chung. Tetapi, tidak perduli apa aku di sana memperoleh kemenangan atau kekalahan, aku melarang keras akan kamu turut campur dalam urusanku ini, karena menyimpang dari pada rencana yang kamu juga tentu pikirkan di dalam hati, aku telah pecah antara urusanmu dan urusanku yang hendak dilakukan ini menjadi dua soal yang terpisah sendirisendiri. Tidak saling berhubung satu sama lain, walaupun pokoknya didasarkan atas titik yang bersamaan."   Kong Houw dan Liu Sian merasa akan sia-sia saja untuk menanyakan keterangan lebih jauh tentang tindakan-tindakan yang akan diambilnya terhadap pada diri cabang atas dari desa Ca-keechung itu, maka selanjutnya merekapun tak menanyakan apa-apa pula selainnya memesan dengan wanti-wanti, agar supaya 414 Poan Thian suka menjaga diri dan berlaku waspada terhadap perbuatan musuh yang telah ternyata amat curang dan suka membokong itu.   "Jikalau orang lain bisa berbuat begitu,"   Kata pemuda kita.   "masakah kita juga tidak mampu meneladaninya?"   "Pertempuran ini tentunya akan terjadi dengan amat hebatnya,"   Berbisik Liu Sian pada suaminya, ketika pada sore itu Poan Thian kebetulan beromong-omong dengan para piauw-su di serambi depan kantor usaha pengangkutan Siang-hap Piauwkiok itu.   "Maka buat bantu melindungi supaya Lie Cong-su jangan sampai dicelakai pihak musuh kita paling betul kau boleh lantas perintah Lauw An atau Lauw Thay untuk menguntit padanya secara diam-diam. Syukur jikalau Ca Tiauw Cin dapat dikalahkan; tetapi jikalau urusan sampai kejadian sebaliknya, bolehlah kau perintah supaya dia selekasnya kembali ke sini akan mengabarkan pada kita, agar kita di sini bisa berikhtiar bagaimana baiknya untuk melakukan pembalasan pada orang she Ca itu."   Cin Kong Houw menyatakan mufakat dengan pikiran isterinya itu.   Lalu ia perintah salah seorang pelayannya untuk pergi memanggil pada Lauw Thay.   Dan tatkala Lauw Thay diberitahukan apa yang ia harus berbuat, lalu teringatlah olehnya desa Sam-li-tun, dimana ia tahu Poan Thian bersahabat baik dengan An Chun San, yang di suatu waktu pernah menjadi juga penolong dari kaum keluarganya.   Maka setelah hal ini ia terangkan juga pada Kong Houw suami-isteri, sudah tentu suami-isteri itupun jadi girang dan berkata.   "Nah, kalau begitu, apakah salahnya jikalau ternyata memang amat perlu kau minta bantuan orang tua itu, 415 sementara menantikan bala bantuan dari kita di sini? Kita bukan hendak membikin susah pada orang tua she An itu. Juga aku melarang akan kau berbuat begitu, jikalau keadaan masih dapat dipertahankan tanpa bantuannya."   Lauw Thay mufakat dengan omongan itu. Kemudian ia diperintah untuk bersiap-siap akan melakukan tugas menurut apa yang telah dirundingkan mereka tadi, apabila nanti Poan Thian berangkat ke Ca-kee-chung. Lauw Thay menjawab.   "Baik,"   Barulah kemudian ia berlalu buat melakukan tugas itu dengan secara diamdiam dan di luar pengetahuannya Sin-tui Lie Poan Thian.   Maka ketika Poan Thian bermohon diri pada Cin Kong Houw suami-isteri akan berangkat ke Ca-keechung, Lauw Thay pun dengan diam-diam lalu membuntutinya belakangan.   Begitulah setelah melalui perjalanan beberapa hari lamanya, akhirnya Poan Thian telah sampai di luar desa Ca-kee-chung dan lalu mencari sebuah pondok untuk melewati hari yang telah mulai berganti dengan malam.   Sementara Lauw Thay yang membuntuti dari kejauhan, juga mencari sebuah pondok lain untuk membantui dengan bergelap, apabila kiranya Poan Thian tidak berhasil dapat mengalahkan cabang atas she Ca itu.   Di dalam pondok itu, setelah mendapat kamar dan duduk dahar, Poan Thian lalu panggil seorang pelayan buat ditanyakan keterangannya mengenai beberapa hal yang bersangkut-paut dengan dirinya Ca Tiauw Cin, yang menjadi chung-cu dari desa tersebut.   Tetapi, sudah barang tentu, ia tidak menerangkan dengan maksud apa ia telah datang ke desa itu.   416 "Sudah lama aku mendengar namanya dia orang tua yang begitu tersohor di kalangan Kang-ouw,"   Lie Poan Thian pura-pura memuji.   "tetapi belum tahu pada waktu bagaimana ia biasa ada di rumah? Kau yang menjadi penduduk di sini dan menjadi juga salah seorang rakyatnya, tentulah mesti ketahui juga urusan ini, bukan?"   "Ya,"   Sahut pelayan itu.   "Pada beberapa hari yang lalu, aku dengar ia bepergian ke luar kota, hingga belum tahu apakah ia sekarang sudah kembali atau belum. Tetapi belum tahu apakah tuan kenal juga kepadanya, atau memang sengaja datang ke sini dengan maksud untuk berkenalan saja?"   "Benar, benar,"   Sahut Poan Thian.   "maksud kedatanganku ini memanglah semata-mata untuk belajar kenal dengannya. Oleh karena itu, sudikah kiranya saudara turut juga aku pergi bersama-sama ke rumah Ca Lo-suhu akan menjumpainya. Si pelayan menyatakan tidak berkeberatan buat mengabulkan permintaan pemuda itu.   "Tetapi karena aku di sini memang diwajibkan untuk menerima tetamu,"   Katanya.   "maka aku tidak bisa mengantarkan kamu sampai di hadapan Ca Chung-cu. Hanya asal aku sudah menunjukkan tempat kediamannya, akupun sudah mesti buru-buru kembali lagi ke sini, harap tuan sudi maafkan sebesar-besarnya."   "Ya, begitupun boleh,"   Kata Lie Poan Thian yang lalu minta disediakan air masak untuk mencuci muka dan membersihkan badan. Pelayan itu menjawab.   "Baik,"   Sambil kemudian 417 berlalu untuk melayani segala keperluan tetamunya itu. Dan tatkala selesai dahar dan membersihkan badan, Poan Thian lalu ajak pelayan itu pergi berkunjung ke rumahnya Ca Tiauw Cin.   "Ca Chung-cu ini apakah orangnya berhati budiman?"   Begitulah sambil berjalan Poan Thian coba menyelidiki tentang dirinya orang she Ca itu dari mulut pelayan tersebut.   "Tentang itu aku kurang terang,"   Katanya.   ,,tetapi aku tahu betul bahwa ia itu ada seorang yang mempunyai banyak sekali kawan-kawan yang paham ilmu silat.   Sedangkan dia sendiri menurut kabar yang aku dapat dengar di luaran adalah seorang ahli silat yang paham ilmu Thiat-see-ciu.   Tidak perduli batu atau besi yang bagaimana keras juga, jikalau digenggam dan diremes dalam telapak tangannya, niscaya akan hancur menjadi tepung.   Demikianlah menurut cerita orang, tetapi belum tahu apakah itu benar atau cuma berarti suatu "umpakan"   Saja terhadap Ca Chung-cu, yang memang umumnya amat gila hormat dan tidak suka orang berlaku sedikit saja kurang menghormati terhadap pada dirinya."   Mendengar keterangan begitu, Poan Thian jadi tersenyum adem.   "Patutlah lagaknya begitu congkak terhadap Kong Houw,"   Pikirnya di dalam hati.   "tidak tahunya dia mempunyai banyak "simpanan"   Yang berupa tukang kepruk di dalam rumahnya. Tunggulah. aku nanti kasih ajaran yang akan membikin dia kapok buat berlaku congkak pula, karena mengandal tenaga banyak orang!"   "Tetapi belum tahu apakah Ca Chung-cu ini suka menerima juga ahli-ahli silat yang datang dari tempattempat lain untuk menumpang tinggal atau minta bekerja 418 di bawah perintahnya?"   Poan Thian mencari tahu tentang keadaan pihak bakal lawannya dengan jalan menanyakan pada pelayan itu, yang ternyata mengetahui banyak juga tentang dirinya cabang atas she Ca itu.   "Dahulu memang ia suka juga menerimanya,"   Kata pelayan itu.   "malahan beberapa orang sebawahannya ia telah sengaja datangkan dari tempat-tempat lain, antara mana ada seorang yang terkenal dengan nama sebutan Hek-houw-lie Cian Cong, yang sehingga sekarang masih berdiam di desa ini, yang kabarnya dipekerjakan oleh Ca Chung-cu sebagai seorang penasehatnya. Orang ini amat jahat dan terlalu dibenci oleh penduduk desa ini. Tetapi karena ia selalu dikeloni oleh Ca Chung-cu, maka penduduk di sini tidak bisa mengusirnya, lain perkara jikalau hal ini disetujui oleh Ca Chung-cu sendiri. Kita anak negeri yang lemah memang harus selalu mengalah pada segala bebodor. Tidak perduli kita diperlakukan bagaimana, kita harus terima dan telan itu semua tanpa berani memprotes apa-apa. Itulah caranya tuan tanah mengunjuk sepak terjangnya di desa Ca-kee-chung ini!"   Poan Thian jadi menghela napas, sedang di dalam hatinya ia menyomel.   "Kurang ajar!"   Kemudian ia pasang telinganya mendengari terus sesuatu penuturan si pelayan itu.   "Apakah barangkali Ca Chung-cu ini ada seorang yang suka memeras pada anak rakyatnya?"   Si pelayan itu lalu menggelengkan kepalanya.   "Tentang itu aku sama sekali belum pernah dengar,"   Katanya.   "Orang tua ini memang bertabeat agak luar biasa. Di waktu dia berlaku keras, dia sering seperti juga kerangsokan iblis, jikalau dia berlaku lemah, dia sering seperti juga buta dalam hal mengeloni pihak-pihak yang 419 dicintainya. Maka dari itu, tidaklah heran kalau orangorang semacam Hek-houw Lie Cian Cong yang begitu licin dan likiat bisa pentang pengaruhnya dan mengadu biru ke sana-sini, dengan semua penyesalan orang timpakan di atas bahu Chungcu-ya seorang. Maka kalau hal ini kita pikirkan secara teliti, bukan saja perkara itu amat tidak adil, tetapi juga kita telah berlaku membuta dalam soal mempersalahkan orang yang sama sekali tidak campur dalam urusan orang lain, yang ia sendiri sama sekali tidak tahu-menahu sebab-musababnya, bukan?"   "Ya, itulah memang sudah sepantasnya,"   Kata Lie Poan Thian.   "apabila orang timpakan kesalahan itu ke atas bahunya Ca Chung-cu sendiri. Karena dia yang seolah-olah bertanggungjawab atas segala urusan yang telah diperbuat oleh orang-orangnya, cara bagaimanakah bisa terlolos dari segala penyesalan serupa itu, yang memang ia harus terima sebagai risiko dari perbuatannya yang terlalu mengeloni pada gundal-gundalnya sendiri?"   Si pelayan itu mendadak jadi bungkem, ketika mendengar penyahutan pemuda kita yang agak keras itu, hingga selanjutnya ia tidak berani berkata apa-apa pula, jikalau Poan Thian tidak menanyakan sesuatu kepadanya.   Begitulah setelah berjalan beberapa lamanya, akhirnya sampailah mereka ke muka sebuah gerbang yang dijaga oleh beberapa orang pengawal, yang hampir rata-rata bertubuh tinggi besar dan menyoren pedang di masing-masing pinggangnya.   "Inilah pintu gerbang dari mana tuan bisa minta permisi akan berjumpa pada Ca Chung-cu,"   Kata si pelayan.   "dengan begitu, selanjutnya aku persilahkan supaya tuan sendiri saja yang berurusan dengan para 420 pengawal itu. Aku tak dapat mengantar tuan terlebih jauh pula."   "Ya,"   Sahut Poan Thian, sambil meminta terima kasih dan memberikannya sedikit uang sebagai persenannya. Kemudian ia menghampiri pada para pengawal itu sambil memberi hormat dan bertanya.   "Tuan-tuan, aku mohon tanya, apakan hari ini Ca Lo-suhu ada di rumah?"   "Kau ini siapa? Asal dari mana? Dan ada keperluan apa dengan induk semang kami?"   Balas menanyakan salah seorang pengawal itu, setelah beberapa saat lamanya ia mengawaskan dengan teliti kepada pemuda kita.   "Aku bernama Lie Kok Ciang,"   Sahut Poan Thian dengan terus terang.   "asal orang Cee-lam dalam propinsi Shoa-tang."   Tetapi si pengawal lalu memotong omongan orang sambil menegaskan, katanya.   "Tuan, apakah kau ini bukan Lie Kok Ciang yang terkenal dengan nama alias Poan Thian dan bergelar Sin-tui?"   "Ya, benar,"   Sahut Lie Poan Thian.   "memang nama alias dan gelaranku yang rendah."   Si pengawal lalu membungkukkan badannya sambil memberi hormat dan berkata.   "Selamat datang Lie-toako, induk semang kami memang sudah lama mengharapharap tentang kedatanganmu ini. Ia sangat kagumi padamu dan telah mencari padamu beberapa lamanya untuk belajar kenal."   "Tetapi belum tahu apakah Ca Lo-suhu sekarang ada di rumah atau tidak?"   Menanya Lie Poan Thian sambil mengunjukkan roman girang yang dibuat-buat.   "Kemarin malam ia memang ada di rumah,"   Kata si 421 pengawal.   "tetapi entahlah apa hari ini ia keluar bepergian atau tidak. Dan jikalau Lie-toako sudi menunggu di sini beberapa saat lamanya, aku boleh coba tengok ke dalam untuk mendapat kepastian, apakah sesungguhnya ia ada di rumah atau tidak."   "Ya, jikalau Lauw-hia sudi mencapaikan hati buat pergi melaporkan pada ia orang tua tentang kedatanganku ini,"   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kata Lie Poan Thian dengan suara merendah.   "sudah barang tentu aku merasa girang dan berterima kasih atas kebaikanmu. itu."   Kemudian Poan Thian menantikan di situ beberapa lamanya barulah pengawal tadi kelihatan muncul dan berkata.   "Lie-toako, sangat menyesal, hari ini Ca Chungcu telah keburu keluar, berhubung ada sesuatu urusan penting yang perlu sekali segera dibereskan pada hari ini juga. Tetapi pada orang-orang kepercayaannya di sana aku telah memberitahukan tentang kedatanganmu ini, agar supaya nanti bisa disampaikan pada Ca Chung-cu, jikalau ia kembali sebentar lohor atau di hari esok. Maka buat membikin kunjunganmu tidak sampai tersia-sia, hendaknya Lie-toako kembali ke sini di hari esok saja kira-kira di waktu magrib."   "Ya, baiklah,"   Kata Lie Poan Thian sambil memberi hormat dan berlalu, tetapi di dalam hatinya diam-diam ia menggerutu.   "Kurang ajar! Dia kira aku boleh dikelabui dengan segala omongan yang tidak masuk diakal? Tunggulah, apa yang nanti "kuketemukan"   Dalam penyelidikanku sebentar malam."   Dari situ Poan Thian tidak kembali lagi ke tempat penginapannya, hanyalah segera mencari sebuah kedai buat duduk menantikan sampai hari sudah terganti dengan malam, kemudian barulah ia akan kembali ke desa Ca-kee-chung, untuk melakukan penyelidikan dan 422 pengintaian atas diri Ca Tiauw Cin, yang ia percaya tidak pergi ke mana-mana, tetapi sedang bersiap-siap untuk ,,menyambut"   Kedatangannya. Karena jikalau pengawalnya telah dapat mengenali dirinya, apakah itu bukan berarti bahwa orang she Ca itupun memang sudah "mengendus"   Tentang maksud kedatangannya ini? Dugaan ini memang belum tentu cocok dengan anggapannya sendiri, tetapi gerak-gerik si pengawal itu telah menimbulkan kesan apa-apa bagi pirasat pemuda kita ini.   Maka sesudah hari terganti dengan malam, Poan Thian lalu kembali ke Ca-kee-chung dan masuk dengan diam-diam ke gedung Ca Tiauw Cin dengan melompat pagar tembok yang agak tinggi dan tidak terjaga.   Seperti juga seekor kucing yang hendak menerkam mangsanya, Poan Thian merayap dari atas pagar tembok itu dan terus berlompat ke atas wuwungan rumah, yang ia sebenarnya kurang tahu, apakah Ca Tiauw Cin berdiam di situ atau di-gedung-gedung lain, yang memangnya banyak terdapat dalam halaman yang dikitari dinding-dinding tembok yang tinggi dan mustahil akan dapat dipanjat, jikalau bukannya oleh orang-orang yang pandai ilmu silat dan dapat berlompat tinggi.   Tetapi maksud itu kelihatannya agak sukar berhasil, karena Poan Thian yang melakukan penyelidikan pada sebelum mengetahui betul seluk-beluk keadaan tempat itu.   Tentu saja bukan perkara yang mudah, akan mencari Ca Tiauw Cin yang memangnya ia belum pernah kenal sama sekali! Maka sesudah mendusin atas kesemberonoannya, buru-buru ia kembali ke arah pagar tembok tadi, lompat 423 turun dan terus kembali ke kedai tadi, dimana ia berniat akan mencari keterangan-keterangan yang perlu pada sebelum menyatroni pula sarangnya cabang atas she Ca itu.   Tetapi, di luar sangkaannya, pelayan kedai yang telah melayani padanya tadi, telah menyodorkan padanya sepucuk surat yang tertutup sambil menanyakan.   "Tuan, apakah tuan ini bukan Lie Poan Thian yang berasal dari Cee-lam dalam propinsi Shoatang?"   "Ya, benar,"   Sahut pemuda kita dengan rupa heran.   "Barusan ada seorang muda yang minta aku sampaikan surat ini kepadamu,"   Kata pelayan itu. Dan tatkala Poan Thian membuka sampulnya dan membaca bunyinya surat itu, ia jadi sangat terperanjat dan menyebut "Aya!"   Dengan hampir tak terasa pula.   "Inilah kembali suratnya Sin-tui Bie tetiron itu!"   Katanya dengan hati berdebar-debar.   Bunyi surat itu tidak begitu panjang seperti apa yang pertama ia terima di kelenteng rusak pada beberapa waktu yang lampau, tetapi bermaksud cukup keras buat membikin Poan Thian mendongkol bukan buatan! Lie Poan Thian Sampai kapankah kita bisa bertemu buat menentukan siapa di antara kita berdua yang berhak memakai gelaran SIN-TUI itu? Aku tunggu kedatanganmu di kelenteng Ceng-hiekoan di kota Kim-leng.   Tertanda aku, SIN-TUI BIE.   Poan Thian jadi gemetaran karena menahan 424 amarahnya.   "Jikalau manusia ini aku belum putar batang lehernya sehingga tidak mampu berkutik lagi,"   Katanya.   "belumlah puas rasa hatiku. Aku nanti kembali ke Ceng-hie-koan setelah aku selesai berhitungan dengan si jahanam she Ca ini. Tunggulah giliranmu dalam tempo tidak berapa lama lagi!"   Sesudah berkata begitu, lalu ia berniat akan merobek-robek surat tantangan itu.   Tetapi, setelah ia mendapat pikiran bahwa surat itu bisa dipergunakan sebagai bukti dimana ia perlu, maka ia lantas urungkan niatannya dan lalu masukkan surat itu ke dalam saku bajunya.   Kemudian ia panggil pelayan tadi yang lalu diminta keterangannya mengenai orang muda yang memberikan surat untuk disampaikan kepadanya itu.   "Orang itu rupanya belum cukup berusia duapuluh tahun,"   Kata pelayan itu.   "Ia menyoren pedang dan memakai baju biru."   "Akur!"   Poan Thian berkata di dalam hatinya. Karena lukisan itu agak cocok dengan apa yang dahulu ia pernah dengar dari pemilik kedai di sebuah desa yang dilewatinya dalam perjalanan ke kota Kim-leng.   "Apakah kau tidak coba menanyakan padanya,"   Tanyanya pula.   "dia itu orang dari mana?"   "Dia itu orang dari mana,"   Sahut pelayan itu.   "itulah sama sekali tidak pernah kutanyakan. Tetapi dia itu memang sering datang ke sini, juga tidak jarang aku menjumpainya di pasar atau di kantor-kantor usaha pengangkutan di dalam kota."   Poan Thian mengangguk-angguk sambil berpikir di 425 dalam hatinya.   "Apakah barangkali dia menjadi juga salah seorang gundalnya jahanam she Ca itu?"   Pikirnya.   "Cobalah hal ini aku selidiki sedikit demi sedikit dari keterangan si pelayan ini."   "Orang itu,"   Kata pemuda kita kemudian.   "apakah kau pernah juga lihat berkunjung ke tempat kediamannya Ca Chung-cu di sini?"   Si pelayan lalu menggelengkan kepalanya.   "Tidak,"   Sahutnya.   "Itu belum pernah aku ketahui."   "Apakah kau tidak pernah dengar di waktu kawankawannya berbicara sebutan apa yang orang biasa pergunakan untuk memanggil kepadanya?"   Poan Thian coba menanyakan terlebih jauh pula.   "Ya,"   Sahut si pelayan.   "Mereka sering bahasakan orang muda itu dengan sebutan Bie-sutee, tetapi aku tidak tahu siapa nama aslinya."   "Siapa? Bie-sutee? Apakah antaranya ada juga orang yang mengatakan Sin-tui Bie?"   Menanya Poan Thian dengan rupa bernapsu.   "Ya, benar,"   Kata pelayan itu sambil tertawa.   "Apakah dia itu bukan sahabat tuan juga?"   "Benar,"   Kata Lie Poan Thian yang juga berpura-pura tertawa, walaupun hatinya panas bagaikan dibakar oleh api yang tidak kelihatan.   "Apakah ia tidak mengatakan bilamana ia dapat kembali lagi ke sini?"   "Tidak. Tetapi mungkin juga ia bisa kembali dalam tempo tidak berapa lama lagi,"   Sahut si pelayan.   "Kalau begitu,"   Kata Lie Poan Thian akhirnya.   "apakah boleh kau tolong sampaikan kepadanya, bahwa 426 aku akan kembali lagi ke sini pada hari esok selewatnya lohor? Katakanlah padanya, bahwa aku ada omongan sangat penting yang hendak disampaikan kepadanya."   Si pelayan berjanji akan berbuat begitu.   Dalam pada itu, Lie Poan Thian yang melihat ada suatu jalan untuk mencari tahu bagaimana raut mukanya Sin-tui Bie itu dengan pertolongan si pelayan ini, lalu keluarkan sedikit uang yang segera diberikan pada si pelayan tersebut sebagai "persekot"   Atas pertolongannya yang akan datang itu. 4.27. Pelayan Penipu Buka Kartu "Jangan salah,"   Ia memesan lebih jauh.   "Katakanlah bahwa aku sangat perlu akan dapat menjumpainya di sini."   "Ya, baiklah, tuan,"   Kata si pelayan dengan wajah berseri-seri.   Tatkala itu karena sang waktu sudah tidak mengizinkan pula akan ia kembali ke Ca-kee-chung, maka apa boleh buat Poan Thian lalu pulang ke tempat penginapannya, sambil di dalam hatinya berjanji akan menempur Ca Tiauw Cin dan Sin-tui Bie dengan sekaligus di hari esok juga.   Hanya hal apa yang telah membikin ia agak raguragu adalah ini.   Apakah di dalam dunia ini bisa ada dua orang yang mempunyai gelaran dan she yang bersamaan seperti Sin-tui Bie itu, dengan Sin-tui Bie alias Tie Hwie Taysu dari kelenteng Ceng-hie-koan itu? Kalau kejadian itu memang sesungguhnya ada suatu 427 hal yang kebetulan, memanglah kedua-duanya orang itupun tidak bisa dipersalahkan.   Tetapi jikalau Sin-tui Bie yang lebih muda itu ternyata ada Sin-tui Bie tetiron, ia benar-benar ingin bertanya.   Perlu apakah ia memakai nama dan/atau gelaran orang lain, sedangkan orang yang menjadi pemilik gelaran aslinya masih segar bugar di kolong langit ini? Tetapi semua ini sukar dijawab atau dijelaskan pada sebelum urusan ini dapat dibikin terang.   hingga Poan Thian pikir lebih baik tunggu apa yang akan terjadi, dari pada memutar otak buat menerka dari di muka hal apa yang akan terjadi berikutnya.   Demikianlah ia menuju ke tempat penginapannya dengan tidak banyak memikirkan pula segala hal yang tidak-tidak.   Tidak kira selagi enak berjalan, mendadak di suatu tempat yang terpisah kira-kira beberapa puluh tindak jauhnya dari tepi jalan, ia melihat dua orang yang sedang bertempur dengan amat hebatnya.   Tetapi karena keadaan di situ amat gelap, maka Poan Thian tidak dapat mengenali apakah kedua pihak yang sedang bertempur itu ada orang-orang muda atau orang-orang yang usianya sudah lanjut.   Karena di kalangan orang-orang yang paham ilmu silat, perbedaan usia bukan menjadi ukuran bagi gesit/ayalnya atau tangkas/lemahnya seseorang.   Maka itu, tidak mudah akan mengenali usia seseorang selagi orang-orang itu bertempur di tempat gelap.   Maka Poan Thian yang juga tidak tahu yang mana pihak lawan atau kawan, sudah tentu saja tidak tahu mesti berbuat bagaimana di saat itu.   Tetapi ketika pikiran tentang persaudaraan teringat di 428 dalam hatinya, buru-buru ia berlompat ke dalam kalangan pertempuran sambil berseru.   "Ji-wie Ho-han, haraplah supaya kamu berhenti dahulu dan janganlah bertempur satu sama lain jikalau masih ada jalan untuk saling mengalah!"   Tetapi sebegitu lekas pemuda kita terdengar berseru, salah seorang yang sedang bertempur itu lantas menyahuti.   "Lie-toako! Jangan kasih lari manusia yang pandai mengacau ini?"   Poan Thian jadi terperanjat tempo mendengar ada orang yang mengenali dirinya.   Tetapi pada sebelum ia membuka mulut akan menanyakan, mendadak orang itu terdengar berteriak dan segera roboh oleh karena kena terpukul atau dilukai oleh pihak musuhnya.   Sementara Poan Thian yang menyangka bahwa orang yang memanggil itu adalah kawannya sendiri, buru-buru ia berlompat ke tengah kalangan pertempuran untuk mencegat orang yang telah merobohkan orang yang pertama memanggil dan rupanya kenal pada dirinya itu.   "Tunggu dahulu, sahabat!"   Poan Thian berseru sambil berkelit dari pukulan yang dijujukan orang itu kepadanya.   "Aku sungguh ingin tahu apa yang telah menjadi sebab-musabab dari pertempuran ini."   Dalam pada itu Poan Thian yang memang bukan bermaksud akan bertempur dengan orang yang ia tidak kenal itu, lalu berkelit kian-kemari dengan sama sekali tidak mencoba buat membalas.   Dan tatkala orang itu melihat sesuatu pukulannya telah jatuh di tempat kosong, dengan lantas ia ketahui, 429 bahwa Lie Poan Thian ini bukan tandingan yang terlalu empuk, hingga setelah beberapa tendangan yang dipergunakannyapun tidak ada satu yang mengenai dirinya sang lawan, maka orang itupun lalu berlompat keluar kalangan pertempuran dan menghilang di antara kegelapan.   Poan Thian yang merasa lebih perlu menolong orang yang telah dirobohkan tadi, tentu saja tidak ada pikiran untuk mengejar pada sang lawan yang kabur itu.   Tidak tahunya, ketika ia menghampiri dan mengangkat bangun orang yang jatuh tadi, mendadak ia jadi kaget dan menyebut.   "Allah, cara bagaimanakah kau bisa berada di sini? Dan siapakah orang yang kau tempur tadi? Lauw Hiantee. lekaslah kau kasih tahu padaku, dan karena apa kau katakan orang itu pandai mengacau?"   Orang yang roboh itu ternyata bukan lain dari pada Lauw Thay adanya, yang sebagaimana para pembaca tentu masih ingat, telah diperintahkan oleh Cin Kong Houw untuk membuntuti Lie Poan Thian yang hendak menyatroni Ca Tiauw Cin di desa Ca-kee-chung.   Maka setelah Poan Thian bawa ia kembali ke tempat penginapannya dan ditanyakan sebab-musabab mengapa ia sampai bertempur dengan orang tadi, Lauw Thay lalu tuturkan pengalamannya seperti berikut.   Dengan menyampingkan segala hal yang bersangkut-paut dengan penguntitan yang ia telah lakukan atas perintahnya Cin Kong Houw.   Lauw Thay telah menuturkan pada pemuda kita, bagaimana ia telah bertemu dengan seorang yang usianya sudah agak lanjut di sebuah kedai minuman di luar desa Ca-kee-chung.   "Orang tua ini karena oleh kawan-kawannya disebut Sin-tui Bie Loya,"   Kata Lauw Thay.   "maka aku jadi ingat 430 Sin-tui Bie yang pada beberapa waktu pernah menantang kepadamu. Hanya aku belum tahu, apakah dia ini Sin-tui Bie yang dimaksudkan itu atau bukan. Maka buat mencari keterangan lebih jauh tentang urusan ini, lalu aku berpura-pura belajar kenal dengannya, dan dalam tanya-jawab antara kita berdua, barulah aku ketahui, bahwa ia itu bernama Bie Tiong Hong, dan juga benar dia bergelar Sin-tui. Lebih jauh karena nama dan gelaran itu ternyata terkenal juga di antara golongan hitam dan putih di kalangan Kang-ouw, maka aku berpendapat bahwa orang tua ini tentulah bukan orang sembarangan. Selanjutnya untuk coba mencari keterangan sebab apa ia begitu memusuhi padamu, sedangkan kau sendiri pernah mengatakan bahwa kau tidak pernah kenal siapa sebenarnya Sin-tui Bie itu, maka aku telah mengundang dia untuk duduk makan minum bersama-sama, dengan semua rekeningnya dibayar olehku sendiri. Orang tua itu tidak menolak dan dahar segala hidangan yang aku pesan dengan tidak mengunjuk rupa see-jie lagi. Hal mana, dengan secara kebetulan, telah membikin aku mendapat suatu jalan untuk meloloh padanya sehingga sinting, hingga dengan jalan begitu, aku bisa menanyakan dengan cara yang lebih leluasa, dari pada jikalau pikirannya dalam keadaan sadar. Begitulah tatkala ia telah kelihatan mulai sinting, aku lalu pancing padanya dengan sengaja mengatakan, bahwa jumlahnya orang-orang gagah di kalangan Kangouw lebih banyak di Utara dari pada di Selatan. Demikian juga kaum mudanya lebih maju dari pemuda dan pemudi kita di Selatan. Tetapi waktu orang tua she Bie itu mendengar omonganku ini, dengan tiba-tiba ia menggebrakkan 431 sumpitnya ke atas meja sambil membentak.   "Kau bohong! Kau ini orang dari mana?"   "Aku ini adalah seorang dari Selatan,"   Jawabku.   "Hm!"   Orang tua itu mengeluarkan suara jengekan dari hidung.   "Jikalau kau sendiri memangnya berasal dari Selatan, mengapakah kau memuji-muji pihak lain untuk merendahkan pihak sendiri? Omonganmu ini betul tak dapat kuterima dengan begitu saja! Cobalah terangkan lebih jauh mengapa kau berpendapat bahwa kita orang Selatan lebih rendah derajatnya dari pada orang Utara?"   "Aku bukan bermaksud hendak merendahkan pihak sendiri untuk meninggikan pihak orang lain,"   Kataku.   "tetapi kenyataan yang sesungguhnyalah yang begitu keadaannya....."   "Cobalah kau berikan aku beberapa contoh!"   Kata orang itu dengan rupa penasaran.   "Tentang hal-hal yang lain boleh tak usah kita ceritakan,"   Si Kaki Sakti Menggemparkan Dunia Persilatan Karya Hong San Khek di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Kataku.   "sedangkan seorang gagah yang tingkatnya berimbang dengan Sin-tui Lie Poan Thian saja kita di Selatan belum mampu keluarkan barang seorang......"   "Apa? Kita di Selatan tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkan Sin-tui Lie Poan Thian?"   Teriak orang tua itu sambil tertawa menjindir.   "Kau ini masih terlalu muda buat mengetahui tentang kelihayannya jagojago tua di Selatan! Apakah kau sebagai seorang Selatan belum pernah mendengar tentang adanya SIN-TUI BIE di antara kita kaum Selatan?"   Aku lalu menggelengkan kepalaku.   "Ah,! Goblok benar kau ini!"   Katanya dengan sikap yang tidak merasa see-jie lagi.   "Buat apa kau punya 432 telinga. jikalau itu bukannya dipergunakan untuk mendengar. Dan buat apa kau punya mata jikalau itu bukannya dipergunakan untuk melihat? "Perhatikanlah olehmu orang muda, kita orang Selatan bukannya semacam penjual obat keliling yang suka menggembar-gemborkan kepandaian sendiri di muka khalayak ramai. Orang-orang pandai yang sepuluh kali lebih jempol dari pada Sin-tui Lie Poan Thian masih tak kurang jumlahnya di antara kita orang-orang Selatan. Hanya bedanya kita orang-orang Selatan tidak kemaruk dengan segala nama kosong, suka menonjol-nonjolkan gelaran yang boleh didapat dari tepi jalanan seperti Lie Poan Thian itu, kau mengerti?"   "Maafkanlah padaku, Bie Lo-suhu,"   Demikianlah aku telah memulai siasatku untuk memancing orang tua ini.   "Kita dan Lie Poan Thian belum pernah terbit permusuhan apa-apa, tetapi aku sungguh tidak bisa mengerti mengapakah Lo-suhu kelihatan begitu penasaran dengan dia itu?"   "Aku dengan Lie Poan Thian."   Menerangkan orang tua she Bie itu.   "memang benar belum pernah saling mengenal, tetapi dia itu seakan-akan musuhku juga, kau tahu? Dia telah membunuh muridku, menghinakan padaku yang menjadi gurunya. Oleh sebab itu, cara bagaimanakah bolehnya kau mempersalahkan aku penasaran dan memusuhi pada Lie Poan Thian dengan tidak ketahuan apa sebabnya?' "Oh......"   Kataku.   "yang sekarang baru mengetahui jelas apa sebabnya dia begitu penasaran dengan Lietoako."   Lie Poan Thian mendengari terus penuturannya Lauw Thay, dengan tidak mencoba akan memotong-motong 433 pembicaraan orang.   "Ya, ya,"   Katanya. .,Setelah itu. bagaimana?"   "Murid orang tua ini,"   Kata Lauw Thay.   "ternyata bukan lain dari pada Liu Tay Hong, yang aku juga sebagaimana Toako tentu telah ketahui memang kenal baik, karena siapa kita berdua saudara terpaksa menyingkir ke kota Kim-leng dan mengikut pada Cintoako sehingga sekarang ini.   "Barusan karena ia mengatakan yang ia telah ketahui bahwa kau ada di sini dan hendak melakukan pembunuhan gelap atas dirimu, maka aku lantas kuntit padanya sampai di tepi jalan tadi, dimana orang tua she Bie itu yang rupanya telah mengetahui bahwa aku seakan-akan hendak merintangi perbuatannya, akhirnya ia menjadi amat gusar dan lalu dalam keadaan mabuk menerjang padaku sehingga terjadi pertempuran sebagaimana apa yang telah kau saksikan tadi. Dalam pertempuran itu, aku harus akui bahwa ilmu tendangan orang tua itu memang amat lihay. dan bisa jadi aku sudah mati oleh tendangan itu. jikalau Toako tidak keburu muncul dan menolongku."   "Tetapi, mengapakah barusan kau mengatakan bahwa dia itu hendak mengacau?"   Menegasi pemuda kita.   "Sebab orang tua itu telah mengaku dalam mabuknya bahwa ia pernah mengirimkan surat budek dan mengganggu padamu di sebuah kelenteng rusak,"   Kata Lauw Thay.   "Malahan selanjutnya ia kata, iapun akan mengganggu terus kepadamu, sehingga kau jadi kewalahan sendiri. Itulah sebabnya mengapa aku katakan dia hendak mengacau, dia hendak melakukan perang dingin pada sebelum mencelakai pada dirimu." 434 "Oh, oh, begitu?"   Kata Lie Poan Thian yang sekarang baru mengerti, apa sebab Sin-tui Bie yang sama sekali belum ia kenal itu telah mengunjuk sikap yang begitu bermusuhan terhadap pada dirinya sendiri.   Kemudian Poan Thian menanyakan tentang roman dan perawakan orang tua she Bie itu, yang tatkala diterangkan dengan secara teliti oleh Lauw Thay, ia jadi teringat pada Sin-tui Bie alias Tie Hwie Taysu yang menjadi ketua dari kelenteng Ceng-hie-koan di luar kota Kim-leng "Keterangan Lauw Thay ini sungguh cocok benar dengan si toosu tua itu,"    Sepasang Pendekar Perbatasan Karya Chin Yung Drama Gunung Kelud Karya Kho Ping Hoo Bara Naga Karya Yin Yong

Cari Blog Ini