Ilmu Ulat Sutera 26
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 26
Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Kata Thian-ti dengan mata setengah terpejam. Fu Giok-su langsung mengulaskan senyuman lebar. "Seandainya benar demikian, tentunya bagus sekali. Dengan bergabungnya Go-bi-pay dan Bu-tong-pay, tidak takut Bu-ti- bun masih bisa berdiri lebih lama lagi." Dia tertawa terbahak- bahak. Kali ini suaranya lebih menyeramkan daripada suara tawa Thian-ti tadi. ***** Dugaan Thian-ti memang tidak salah. Pada hari kedua menjelang matahari berada di atas kepala, surat undangan Kuan Tiong-liu sudah sampai. Tentu saja Fu Giok-su menyambutnya sebagai Ciangbunjin Go-bi-pay. Kuan Tiong-liu menyatakan minatnya mengajak Bu-tong-pay bekerja sama menggempur Bu-ti-bun. Fu Giok-su menyambutnya dengan gembira. Meskipun Kuan Tiong-liu adalah seorang pemuda yang cerdas, tapi dalam hal kelicikan, dia masih kalah jauh kalau dibandingkan dengan Fu Giok-su. Dalam dunia Kangouw, asal-usul Fu Giok-su masih merupakan misteri. Sedangkan para murid Bu-tong-pay memercayai dia sepenuhnya tanpa pernah tebersit kecurigaan 1084 sedikit pun. Apalagi partai lainnya. Sikapnya tidak pernah meragukan. Caranya berbicara ataupun menghadapi tamu jauh lebih berwibawa daripada Kuan Tiong-liu. Pada dasarnya dia memang keturunan tokoh terkenal. Nenek moyangnya pernah menggetarkan dunia persilatan sebagai tokoh paling misterius pada zamannya. Baik didikan ataupun silsilah keluarga saja, Kuan Tiong-liu sudah bukan apa-apa dibandingkan dengannya. "Bu-ti-bun adalah musuh seluruh Bu-lim. Asalkan Go-bi-pay dan Bu-tong-pay bergabung menyerangnya, partai lurus lainnya pasti tidak akan tinggal diam. Mereka pasti turun tangan memberi bantuan untuk membasmi kejahatan Bu-ti- bun yang sudah sekian lama merajalela. Ajakan Kuan- ciangbunjin memang tepat. Kalau bukan kita yang memulai, partai lain tentu belum berani mengambil tindakan mengingat besar dan kuasanya Bu-ti-bun di dunia Kangouw saat ini." "Tidak salah!" Sahut Kuan Tiong-liu dengan nada berat. "Tapi ular tidak mungkin tanpa kepala. Kita harus memilih seorang bengcu untuk memimpin penyerangan ini!" Fu Giok-su merenung sejenak. Kemudian dia tertawa lebar. "Kalau dihitung dari usia, bengcu seharusnya dijabat oleh Kuan-heng." Diam-diam hati Kuan Tiong-liu senang sekali mendengar kata- kata Fu Giok-su. Tapi dia pura-pura menolaknya agar terlihat rendah diri dan tidak sok. "Keputusan ini kurang adil. Menurut pandangan Siaute, lebih baik mengikuti peraturan Bu-lim. Memilih bengcu berdasarkan tingginya ilmu silat masing- masing." 1085 Kuan Tiong-liu berhasil mengalahkan Hay-liong Lojin dengan mengandalkan Lok-jit-kiam-hoatnya yang sudah mencapai taraf kesempurnaan. Tentu saja rasa percaya dirinya lebih besar lagi sekarang. Tentu saja Fu Giok-su juga tidak menolak. Tidak mudah mendapat seorang lawan seperti Kuan Tiong-liu. Kebetulan dia bisa menguji sampai di mana hasil latihan Coa-tiau-cap-sa-sut yang dilatihnya. Salah seorang murid Bu-tong segera turun ke bawah gunung untuk mengambil pedang Kuan Tiong-liu yang ditinggalkan di tempat itu. Fu Giok-su sendiri tidak menggunakan senjata yang biasa dipakainya. Dia sembarangan mengambil sebatang toya dari penyimpanan senjata. Kali ini dia sama sekali tidak berminat mengerahkan Bu-tong-liok-kiat dalam menghadapi lawannya. ***** Di luar pendopo angin bertiup dengan kencang. Batasnya memang hanya saling menutul saja. Tapi ketika kedua orang mulai bertarung dengan seru, tanpa terasa hati para murid Bu- tong menjadi tegang. Kuan Tiong-liu berniat menyelesaikan pertandingan itu dalam waktu secepatnya. Begitu berhadapan dengan Fu Giok-su, dia langsung memainkan tiga jurus terakhir dari Lok-jit-kiam-hoat. Serangannya gencar sekali. Pertama-tama Fu Giok-su menghindar serangan tersebut secara asal-asalan saja. Namun ketika jurus kedua mulai dimainkan oleh Kuan Tiong- liu, dia pun tidak ayal lagi. Coa-tiau-cap-sa-sut langsung dilancarkan. Tubuh Fu Giok-su meluncur bagai seekor rajawali sakti yang mengincar mangsanya. Kadang-kadang 1086 gerakannya berubah laksana seekor ular yang siap menggigit. Sekali waktu dia melayang di udara, sekejap kemudian dia seakan melata di atas tanah. Perubahan yang dilakukannya berturut-turut terlihat ruwet sekali. Bahkan orang yang ilmunya tidak seberapa tinggi langsung berkunang-kunang matanya mengikuti gerakan Fu Giok-su. Kuan Tiong-liu terkejut sekali. Tiga jurus terakhir Lok-jit-kiam-hoat telah dikerahkan seluruhnya, tapi dia tetap tidak sanggup menahan Fu Giok-su apalagi menyentuh tubuhnya. Baru saja dia berniat mengerahkan kembali tiga jurus terakhir Lok-jit- kiam-hoat, toya Fu Giok-su sudah meluncur mengancamnya. Kuan Tiong-liu tidak berani ayal. Cepat-cepat dia mencelat mundur beberapa langkah. Fu Giok-su malah bagaikan seekor ular yang menerjang terus. Kecepatannya sungguh mengejutkan. Toya di tangannya juga ibarat seekor ular berbisa yang siap menggigit musuhnya. Enam puluh empat kali berturut-turut dia menyerang Kuan Tiong-liu. Pada serangan yang keenam puluh empat, Fu Giok-su melihat titik kelemahan Kuan Tiong-liu. Toyanya langsung menerjang masuk. Tampaknya toya itu akan menghantam hancur pangkal lengan Kuan Tiong-liu. Tapi pada detik yang menegangkan itu, tiba-tiba Fu Giok-su menarik kembali senjatanya kemudian gerakannya pun terhenti. Wajah Kuan Tiong-liu berubah hebat. Tapi dia berusaha menahan kekesalannya. Pedangnya sendiri ditarik kembali. "Ilmu simpanan Bu-tong-pay ternyata merupakan pusaka yang tidak tertandingi. Aku Kuan Tiong-liu mengaku kalah. Kedudukan bengcu memang tepat dijabat oleh Fu-heng!" Fu Giok-su menggelengkan kepalanya. "Meskipun Siaute 1087 menang setengah jurus, tapi bagaimana pun pengalaman dalam dunia Kangouw masih dangkal. Menurut pendapat Siaute, lebih baik urungkan saja niat memilih bengcu. Urusan besar maupun kecil, kita rundingkan bersama dan mencari keputusan yang adil!" "Ini ...." Kuan Tiong-liu memerhatikan Fu Giok-su dengan tajam. Tapi dia tidak menemukan apa pun yang mencurigakan. Ucapan yang dikeluarkan oleh Fu Giok-su demikian tulus. Hatinya tergerak. Dia sudah mempunyai perhitungan yang matang. Akhirnya dia menganggukkan kepala tanda setuju dengan usul Fu Giok-su tadi. Fu Giok-su langsung-mengajak Kuan Tiong-liu duduk di ruangan dalam. Sementara itu, dia juga memerintahkan kepada salah seorang anak buahnya untuk mengantarkan surat tantangan kepada Tok-ku Bu-ti. Dalam surat itu dinyatakan bahwa dia mengajak Tok-ku Bu-ti bertemu di Kuan-jit-hong, Giok-hong-teng, untuk bertanding secara adil. Batas waktu setengah tahun yang dijanjikan juga sudah hampir sampai. "Ketika aku bertarung melawan Tok-ku Bu-ti di Giok-hong- teng. Kuan-heng segera mengumpulkan para murid Go-bi-pay dan Bu-tong-pay dan mengadakan serangan ke Bu-ti-bun. Basmi perkumpulan itu sampai bersih," Fu Giok-su mengemukakan siasat yang sudah dipikirkannya matang- matang. Tentu saja Kuan Tiong-liu setuju. Dengan ilmu silat yang dimiliki oleh Fu Giok-su, seandainya dia dapat mengalahkan Tok-ku Bu-ti tapi dia sendiri pasti tidak terhindar dari luka yang cukup parah. Pada saat itu, dia baru turun tangan menghadapi 1088 Fu Giok-su dan kalau perlu merampas kedudukannya sebagai Ciangbunjin Bu-tong-pay. Sudah pasti dia tidak mengemukakan hatinya kepada siapa pun. Bahkan wajahnya pun tidak menunjukkan perasaan apa- apa. Sampai dia memohon diri kepada Fu Giok-su dan turun ke bawah gunung, dia baru mengeluarkan suara tawa dingin dua kali. Tapi hanya dua kali suara tawa dingin itu saja. Fu Giok-su sendiri juga tidak menunjukkan perasaan apa-apa. ***** Malam hari, kentungan ketiga baru saja terdengar. Di dalam telaga dingin, Fu Giok-su mengemukakan siasat yang akan dijalankannya di hadapan Thian-ti. "Dalam pertarungan hari ini, meskipun aku menempuh bahaya dengan memenangkan Kuan Tiong-liu secara nekat, tapi dalam pandangan para murid Bu-tong-pay, kedudukan sekarang bagaikan pohon besar dan kukuh. Di samping itu, aku juga tidak menghilangkan muka Kuan Tiong-liu di depan umum. Tentu saja diam-diam orang itu bersyukur dan para murid Bu-tong menganggap Sun-ji berjiwa besar. Kuan Tiong- liu adalah manusia yang angkuh dan tinggi hati. Ambisinya juga besar sekali. Aku tahu apa yang terkandung di hatinya. Dia tentu mengira dalam pertarungan melawan Tok-ku Bu-ti, setidaknya aku akan terluka parah. Dia sendiri pasti akan mengerahkan segenap tenaga untuk membasmi Bu-ti-bun. Pada saat itu, kita baru meringkusnya juga belum terlambat." Thian-ti yang melihat cucunya demikian cerdas dan banyak akal, tentu saja hatinya girang tak terkatakan. 1089 ***** Pada malam yang sama, Tok-ku Bu-ti telah membuat sebuah keputusan. Dia akan menikahkan Tok-ku Hong dengan Kongsun Hong. Sudah pasti Kongsun Hong menerima keputusan itu dengan gembira. Sedangkan Tok-ku Hong terkejut sekali. Dia langsung mengunci dirinya dalam kamar dan tidak menemui siapa pun. Berita dengan cepat tersebar ke seluruh kantor maupun cabang Bu-ti-bun. Bahkan dayang Sen Man-cing yang bernama Guat Ngo juga sudah mendengar berita ini. Setelah mendapat laporan dari Guat Ngo, Sen Man-cing tetap tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Dia duduk termenung kurang lebih setengah kentungan. Akhirnya dia memerintahkan Guat Ngo untuk mengundang Tok-ku Bu-ti datang ke tempat tinggalnya. Tok-ku Bu-ti sendiri juga mempertimbangkan sekian lama, baru melangkahkan kakinya menuju Liong-hong-kek. ***** Angin malam berembus dari tirai jendela. Sen Man-cing masih duduk di tempatnya semula. Di hadapannya ada sebuah lentera yang melambai-lambai tertiup angin. Ketika telinganya menangkap suara langkah kaki manusia, baru dia menolehkan kepalanya. Dia melihat Tok-ku Bu-ti melangkah ke dalam kamar, cepat- cepat dia memalingkan kepalanya. Melihat keadaan itu, Tok- ku Bu-ti memperdengarkan suara tertawa dingin satu kali. Dia 1090 membalikkan tubuhnya berjalan ke arah pintu. Di situ dia menghentikan langkah kakinya. "Apakah aku salah masuk?" Tanyanya datar. "Kau tidak salah masuk. Tetapi apa yang kau lakukan baru dapat dikatakan kesalahan besar!" Nada Sen Man-cing bahkan lebih dingin lagi. "Kesalahan besar?" Tok-ku Bu-ti tentu tahu apa yang dimaksudkan oleh Sen Man-cing, tetapi dia pura-pura tidak tahu. "Hal apa yang kau maksudkan?" "Urusan yang satu ini!" "Aku rasa yang kau maksudkan mungkin pernikahan Hong-ji." Sen Man-cing tidak menyangkal. "Akhirnya kau harus memohon kepadaku juga," Kata Tok-ku Bu-ti tertawa bangga. "Aku hanya mengingatkan," Sahut Sen Man-cing sepatah demi sepatah. "Hong-ji sama sekali tidak ada perasaan apa-apa terhadap Kongsun Hong." "Perasaan bisa dibina perlahan-lahan." "Apakah manusia seperti engkau mengerti apa yang dinamakan perasaan?" "Aku hanya tahu bahwa aku mempunyai hak mengurus pernikahan Hong-ji!" 1091 "Tapi kau harus berpikir demi Hong-ji. Pernikahan bukan permainan. Ini masalah besar yang menyangkut seumur hidup Hong-ji!" Nada Suara Sen Man-cing begitu pilu. "Kau memaksanya menikahi seorang laki-laki yang tidak dicintainya. Bukankah sama saja kau ingin membuat dia menderita sepanjang hidup ini?" "Urusan apa pun hanya aku yang berhak menentukan. Tidak ada hubungan denganmu!" "Hong-ji adalah anak kandungku. Bagaimana kau bisa mengatakan tidak ada hubungannya?" "Anak kandungmu!" Wajah Tok-ku Bu-ti berubah menghijau. "Lalu, mengapa kau tidak mengatakan terus terang apa yang telah kau lakukan tempo dulu?" Dengan hati pedih Sen Man-cing menundukkan kepalanya. Tok-ku Bu-ti juga tidak banyak bicara lagi. Dia membalikkan tubuhnya berjalan keluar. Dibantingnya pintu kamar keras- keras. Sen Man-cing mendongakkan kepalanya. Mulutnya membuka, tapi akhirnya dia tidak jadi memanggil. Kepalanya tertunduk semakin rendah. Berulang kali dia menarik napas panjang. Entah berapa lama telah berlalu, Tiba-tiba terdengar suara pintu didorong dari luar. Sen Man- cing menghela napas sekali lagi. "Apakah kau sudah mempertimbangkan kembali?" Tanyanya dengan kepala tetap tertunduk. "Ibu, apa yang harus dipertimbangkannya kembali?" Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Yang 1092 masuk rupanya Tok-ku Hong. Sen Man-cing tertegun. Dia mendongakkan kepalanya perlahan-lahan. "Hong-ji, sudah larut malam. Mengapa kau masih belum tidur juga?" "Bukankah ibu juga sama saja?" "Dalam keadaan begini, mana mungkin bisa tidur nyenyak?" Sen Man-cing menarik napas sekali lagi. Tok-ku Hong terdiam. "Ibu sudah tahu semuanya," Kata Sen Man-cing dengan nada pilu. Keduanya merenung sekian lama. "Kau tidak ingin menikah dengan Kongsun Hong bukan?" Kembali Sen Man-cing membuka suara. Tok-ku Hong menganggukkan kepalanya. Sen Man-cing tertawa sumbang. "Ada bagusnya keputusanmu itu. Daripada menderita seumur hidup," Kata Sen Man-cing selanjutnya. "Tapi Tia berkeras ...." "Ayahmu memang picik pikirannya. Hong-ji, bagaimana dengan keputusanmu sendiri?" Mata Tok-ku Hong bersinar terang. "Aku akan meninggalkan tempat ini!" 1093 "Apa yang kau rasa baik, lakukanlah!" Sen Man-cing membelai rambut Tok-ku Hong. "Tapi dunia Kangouw penuh dengan kejahatan dan kelicikan. Kau harus berhati-hati!" "Kelak ibu akan lebih kesepian lagi!" "Kau tidak perlu khawatir. Ibu sudah terbiasa." "Ibu, lebih baik kita pergi bersama-sama saja!" Sen Man-cing menggelengkan kepalanya. Tok-ku Hong merasa heran. "Ibu, aku benar-benar tidak mengerti ...." "Kelak tentu kau akan mengerti. Kalau aku pergi sekarang, kesalahan terletak pada ibumu ini. Sudahlah, lebih baik kau pergi sendiri saja!" "Kalau begitu, sekarang juga Hong-ji mohon diri kepada Ibu. Harap Ibu menjaga diri baik-baik," Tok-ku Hong menjatuhkan diri dan berlutut di atas tanah. Dia menyembah sebanyak tiga kali. Ketika dia berdiri air matanya sudah mengembang. Sen Man-cing menahan kepedihan hatinya dalam-dalam. Sampai Tok-ku Hong meninggalkan kamar itu, barulah air matanya berderai dengan deras. ***** Siang terik pada hari kedua. Tok-ku Bu-ti baru tahu bahwa Tok-ku Hong sudah menghilang. Dia marah sekali. Dia segera kembali ke ruangan pendopo dan menurunkan Panji Telapak Darah. Dia memerintahkan kepada seluruh anggotanya untuk membunuh Tok-ku Hong apabila berhasil menemukan gadis 1094 itu. Tidak ada orang yang berani melarang. Demikian pula Kongsun Hong. Kali ini marah Tok-ku Bu-ti tampaknya benar- benar meledak. ***** Suasana sunyi mencekam. Pagi sudah tiba. Sinar matahari yang timbul menerobos lewat jendela. Tok-ku Hong sudah bangun. Dipandangnya sekitar rumah tua di mana dia berada. Tanpa sadar dia menarik napas panjang. Sekarang merupakan hari kedua dia meninggalkan Bu-ti-bun. Rasa kesepian dan kesendirian semakin lama semakin menggelayuti hatinya. Keadaan saat ini tidak sama dengan saat pertama kali dia pergi dari Bu-ti-bun karena marah. Sekarang dia tidak punya rumah lagi untuk pulang. Ke mana tujuannya, dia sama sekali tidak tahu. Asal di depannya masih ada jalan yang dapat ditempuh, dia melangkah terus. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa jejaknya sudah berada di bawah pengawasan para penyelidik Bu-ti-bun dan laporan sudah sampai di kantor pusat. Suara helaan napas masih terdengar, seseorang sudah muncul di depan pintu. Orang itu memandangnya dengan mulut cengar-cengir. "Tampaknya kedatanganku saat ini memang tepat. Tidak sampai mengejutkan mimpi Toasiocia yang indah!" "Kiu-bwe-hu!" Seru Tok-ku Hong tanpa sadar setelah melihat 1095 jelas siapa orang yang masuk itu. "Untuk apa kau datang kemari?" Jilid 24 Tangan Kiu-bwe-hu bergerak. Dia telah menggenggam sebuah Panji Telapak Darah. "Perintah dari Pangcu, harap Siocia ikut aku pulang sekarang juga!" "Kalau aku tidak bersedia?" "Pangcu juga menurunkan perintah, kalau membangkang boleh dibunuh!" Tok-ku Hong tertawa dingin. Goloknya langsung dicabut. "Kalau kau berani menghalangi aku, golokku ini juga tidak segan-segan membunuhmu!" "Tampaknya aku tidak mempunyai pilihan lain. Maafkan kelancanganku!" Sekali lagi tangan Kiu-bwe-hu bergetar. "Tar!" Sebuah pecut panjang disentakkan ke depan. Golok Tok-ku Hong segera berputar. Dua gulung sinar berkilauan menyelimuti tubuh Kiu-bwe-hu. Pecut panjang di tangan Kiu-bwe-hu tidak dapat dilontarkan dengan leluasa dalam ruangan yang sempit itu. Terdengar suara "crepp!" Ujung cambuk tertebas putus oleh golok Tok-ku Hong. Pada saat yang bersamaan, dari bagian ujung pecut yang bekas ditebas oleh Tok-ku Hong tadi keluar seembusan asap merah. Tok-ku Hong sedang menerjang ke arahnya. Otomatis 1096 asap merah itu pun terhirup olehnya. Gadis itu terkejut sekali. Dia cepat-cepat mundur dan menutup pernapasannya. Namun bagaimanapun dia sudah sempat mengisap asap merah itu. Kepalanya pening seketika. Tubuhnya terkulai ke tanah. "Ilmu silat Toasiocia tidak diragukan lagi memang cukup tinggi. Tapi pengalaman dunia Kangouw sayangnya masih terlalu cetek!" Kiu-bwe-hu menyimpan kembali pecut panjangnya. Dia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. "Manusia rendah!" Tok-ku Hong menekan goloknya di atas tanah dan berusaha bangkit. Dia memaki-maki Kiu-bwe-hu secara serabutan. Rasa pening di kepalanya semakin lama semakin berat. Kiu-bwe-hu menghampiri gadis itu perlahan-lahan. Tok-ku Hong mendelik kepadanya. "Bunuh saja aku!" Teriaknya dengan penuh kebencian. "Membunuhmu? Aku tidak sebodoh itu. Pendirian Pangcu tidak dapat dipastikan. Apabila dia menyesal, aku malah kena getahnya. Bisa-bisa aku mati tanpa kuburan," Kiu-bwe-hu tertawa dingin. "Lebih baik aku bawa kau pulang saja. Ada Kongsun Hong yang membelamu. Lagi pula kau toh putri Pangcu. Pasti tidak akan mati." Hati Tok-ku Hong panik sekali. Otaknya segera bekerja mencari jalan keluar. "Lebih baik kau lepaskan saja aku. Kalau kau bawa aku kembali ke Bu-ti-bun, aku akan melaporkan kepada Pangcu bahwa kau telah berbuat tidak senonoh kepadaku. Sampai saat itu aku ingin tahu ada berapa lembar nyawa yang kau miliki!" 1097 Mendengar kata-kata itu, Kiu-bwe-hu langsung tertegun. Tok- ku Hong tertawa dingin. "Pertimbangkanlah baik-baik!" Bola mata Kiu-bwe-hu mengerling ke sekitar tempat itu. "Seandainya aku melepaskan engkau begitu saja, lalu diketahui oleh Pangcu, sama saja akibatnya. Belum tentu jiwaku bisa dipertahankan. Rasanya lebih baik aku pulang dan melaporkan bahwa kau membangkang dan aku telah kesalahan tangan membunuhmu." "Kau berani membunuh aku?" "Di sini hanya ada kita berdua. Dan orang mati sudah pasti tidak bisa berbicara!" Kiu-bwe-hu tertawa seram. Tiba-tiba dia mengulurkan tangan meraba pipi Tok-ku Hong sekilas. "Dengan kata lain, bagaimanapun aku memperlakukanmu sebelum kau mati, Bu-ti belum tentu bisa tahu." Bulu kuduk Tok-ku Hong merinding seketika, Kiu-bwe-hu membungkukkan tubuhnya dan tertawa cengar-cengir. "Bisa bermesraan dengan nona secantik dirimu, mati pun aku rela!" Dia mengulurkan tangan melepas kancing pakaian Tok- ku Hong satu per satu. Gadis itu tidak mempunyai tenaga sedikit pun untuk melawan. Tanpa sadar air matanya mengalir turun. Kiu-bwe-hu semakin senang. Dia tertawa terbahak-bahak. Tepat pada saat itu juga, suara angin terdengar mengembus. Segurat cahaya dingin menghantam belakang punggung Kiu- 1098 bwe-hu. Orang itu menjerit ngeri. Tubuhnya mencelat namun terjatuh lagi di depan Tok-ku Hong. Belakang punggungnya telah tertancap sebuah Jit-goat-lun. Tok-ku Hong segera mengenali bahwa senjata itu adalah milik Kongsun Hong, dia langsung mendongakkan wajahnya. Kongsun Hong berdiri tegak di depan pintu. Kemudian laki-laki itu melangkah ke dalam. Dibalikkannya mayat Kiu-bwe-hu dengan ujung kaki. Setelah itu dia menggeledah seluruh tubuh orang itu. Dari saku Kiu-bwe-hu dia mengambil sebuah botol giok kecil. Dibukanya tutup botol tersebut lalu diendusnya di depan hidung. Kakinya menendang mayat Kiu-bwe-hu sampai terpental ke dinding yang ada di halaman. Lalu menghampiri Tok-ku Hong. Dia membungkuk di depan gadis itu dan meraba pipinya. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Apa yang kau inginkan?" Bentak Tok-ku Hong tanpa sadar. Kongsun Hong hanya memencet kedua belah pipinya agar mulutnya terbuka. Setelah itu dia memasukkan sebutir pil yang diambil dari botol giok kecil tadi dan memasukkannya ke mulut Tok-ku Hong. Serangkum hawa segar langsung terasa di tenggorokan. Perasaan Tok-ku Hong juga jauh lebih nyaman. Saat itu dia baru menyadari bahwa Kongsun Hong memberinya obat penawar asap merah tadi. Dia merasa malu karena telah menduga yang bukan-bukan. Kongsun Hong melempar botol giok di tangannya ke atas tanah. Dia membalikkan tubuh dan melangkah pergi. Tetapi Tok-ku Hong memanggilnya dengan gugup. "Apakah kau sudah mau pergi?" 1099 "Suhu kali ini benar-benar marah. Lain kali kau harus lebih berhati-hati!" Nada suara Kongsun Hong berat sekali, tapi dia tidak menolehkan kepalanya. "Sekarang kau toh sudah menemukan aku. Kau bisa menyeret aku pulang!" "Kau kira aku sampai hati membawamu pulang lalu melihat kau mati di tangan Suhu!" Kongsun Hong mendorong pintu, kepalanya tetap tidak menoleh. Tubuhnya melesat lalu menerjang keluar. ***** Dengan tertegun Tok-ku Hong memandang kepergian Kongsun Hong. Dia tidak dapat melukiskan bagaimana perasaannya saat itu. Setelah meninggalkan rumah tua itu, Tok-ku Hong meneruskan langkahnya tanpa tujuan. Hatinya semakin tertekan. Dia tidak meragukan apa yang dikatakan oleh Kongsun Hong, dan dia juga mulai menyadari betapa dalam cinta kasih laki-laki itu kepadanya. ***** Orang yang berlalu-lalang di jalan raya tidak banyak. Tapi setiap kali ada yang berpapasan dengannya, mereka pasti melihat Tok-ku Hong dengan tatapan aneh. Namun dia tidak peduli. Orang-orang itu juga tak acuh. Hanya dua orang yang merupakan kekecualian. Kedua orang itu mendatangi dari arah yang berlawanan. Mereka sudah 1100 melewati Tok-ku Hong lalu mendadak menghentikan langkah kakinya. Mereka saling pandang sekilas. Kemudian kaki mengentak, tubuh melesat ke udara dan melayang turun di hadapan Tok-ku Hong. Gadis itu terkejut. Dia memerhatikan kedua orang di depannya dengan saksama. "Hek-pai-siang-mo!" Serunya tanpa sadar. "Tok-ku-siocia, sudah lama tidak bertemu," Kata Pek-mo-cian sambil tertawa lebar. Tangan Tok-ku Hong perlahan-lahan meraba gagang goloknya. Belum lagi dia mencabut senjatanya itu, Hek-mo- cian sudah menukas. "Apakah Tok-ku-siocia yakin dapat menandingi kami?" Baru saja ucapannya selesai, tangan Hek- mo-cian sudah bergerak secepat kilat dan berhenti di atas bahu Tok-ku Hong. Gadis itu merasa sepasang pundaknya kesemutan. Tanpa sadar kelima jarinya merenggang dari gagang pedang. Hek- pai-siang-mo mengambil sepasang golok Tok-ku Hong dan memutarnya beberapa kali. Mereka tertawa terkekeh-kekeh. "Maafkan kelancangan kami." "Aku sama sekali tidak menyangka bahwa Hek-pai-siang-mo yang merupakan jago kelas satu di Tibet adalah dua orang manusia yang rendah," Bentak Tok-ku Hong marah. Hek-mo-cian tersenyum simpul. "Kami tidak mempunyai maksud jahat. Kami hanya ingin membawa Tok-ku-siocia untuk ditukarkan dengan semacam 1101 benda." "Benda apa?" Tanya Tok-ku Hong kebingungan. Sekali lagi Hek-mo-cian tertawa lebar. "Soat-lian dari Ping-san!" "Kami sudah menyelidiki sampai jelas. Tian-liong-siang-jin merebut soat-lian yang akhirnya jatuh ke tangan Tok-ku Bu-ti," Tukas Pek-mo-cian. Tok-ku Hong menggelengkan kepalanya. "Kalian salah besar!" Hek-mo-cian ikut-ikutan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Soat-lian dari Ping-san itu mempunyai khasiat besar. Sedikit saja sudah cukup untuk menambah tenaga dalam atau memperpanjang umur. Kami juga tidak serakah. Hanya ingin meminta separuhnya saja. Tok-ku Bu-ti sendiri toh tidak perlu begitu banyak. Kami membawa putri kesayangannya dan menukar sedikit soat-lian, rasanya tidak keterlaluan." "Tujuan kami melewati perbatasan kali ini adalah untuk merebut soat-lian. Kalau belum berhasil, kami tidak akan kembali begitu saja!" Tukas Pek-mo-cian kembali. Mendengar ucapan kedua orang itu, Tok-ku Hong sadar percuma bicara banyak. Mereka bukan jenis manusia yang mudah diberi pengertian. Dengan mengandalkan ilmu silatnya, sudah pasti dia bukan tandingan Hek-pai-siang-mo. Akhirnya dia hanya dapat menarik napas panjang. 1102 Mata Hek-mo-cian beralih ke arah golok di tangannya. "Sepasang golok ini biar kami simpan sementara, bagaimana menurut pendapatmu?" Tok-ku Hong tertawa. "Andai kata aku bilang tidak boleh, apa kalian akan mengembalikannya kepadaku?" Sindir gadis itu. "Kami tetap akan menyimpannya," Hek-pai-siang-mo tertawa terbahak-bahak. ***** Angin bertiup kencang. Tanah kuning menimbulkan debu yang beterbangan. Setelah melewati daerah bertanah kuning itu, dari kejauhan sudah tampak pintu gerbang Bu-ti-bun yang megah. Hek-pai-siang-mo membawa Tok-ku Hong berjalan di atas tanah kuning ini. Tiba-tiba mereka menghentikan langkah kakinya. Pek-mo-cian memandang Hek-mo-cian sekilas. "Anggota Bu-ti-bun banyak sekali. Kita memang tidak takut jumlahnya yang banyak, tapi sebaiknya kita menjaga segala kemungkinan. Aku rasa lebih baik kita tinggalkan saja dia di tempat ini." Hek-mo-cian menganggukkan kepalanya tanpa menyahut. Tiba-tiba tangannya terulur dan menutuk jalan darah Tok-ku Hong. Gadis itu terkulai di atas tanah. Hek-mo-cian menyeret Tok-ku Hong dan menyembunyikan di balik semak-semak. Pek-mo-cian menggerakkan golok di tangannya. "Dengan membawa sepasang golok ini saja, sudah cukup membuktikan 1103 bahwa putri Tok-ku Bu-ti ada di tangan kita!" Katanya dengan wajah berseri-seri. ***** Di bawah cahaya matahari, sepasang golok itu memancarkan cahaya yang dingin. Tok-ku Bu-ti menerima pedang yang disodorkan ke hadapannya. Matanya memandang sepasang golok itu lekat-lekat. Sinar matanya lebih tajam dan lebih dingin dari cahaya yang dipancarkan golok tersebut. "Ini memang senjata yang biasa digunakan Hong-ji. Aku sering mengajarkan bahwa golok ada, orangnya juga ada. Tampaknya Hong-ji benar-benar sudah di bawah cengkeraman kalian berdua," Kata Tok-ku Bu-ti sambil tersenyum lebar. "Asalkan Buncu memberikan separuh dari Ping-san soat-lian kepada kami, putri kesayangan Buncu ini pasti akan kembali dengan selamat!" Tok-ku Bu-ti tertawa terbahak-bahak. "Baik!" Bawa Tian-liong- siang-jin kemari!" Dua orang anggota Bu-ti-bun segera mengundurkan diri. Kongsun Hong juga keluar dari ruangan tersebut. Sejak tadi dia memerhatikan Hek-pai-siang-mo lekat-lekat. Kemudian sinar matanya terpusat pada tanah kuning di alas kaki kedua iblis hitam putih itu. "Hek-pai-siang-mo tidak mungkin meninggalkan tawanannya terlalu jauh. Sedangkan di daerah sekitar sini hanya ada satu tempat yang tanahnya kuning." 1104 Kongsun Hong mengambil keputusan untuk mencoba-coba keberuntungannya. ***** "Soat-lian sudah dimakan oleh Wan Fei-yang," Jawaban Tian- liong-siang-jin mengejutkan Hek-pai-siang-mo. Tapi mereka tidak begitu heran. "Kalian berdua sampai dikalahkan oleh Wan Fei-yang, apa sebabnya, sekarang kalian tentu sudah mengerti," Tukas Tok- ku Bu-ti sambil tersenyum lebar. Hek-pai-siang-mo saling lirik sekilas. Keduanya menarik napas panjang. Seharusnya mereka sudah dapat menduga mengapa Wan Fei-yang yang usianya masih begitu muda dapat mengalahkan mereka berdua dalam sekejap mata. "Kami dua saudara sudah salah paham terhadap Buncu. Untuk kesalahan ini, kami harap Buncu dapat memakluminya," Kata Hek-mo-cian. "Hong-kouwnio sebentar lagi akan kembali dengan selamat. Kami dua saudara di sini juga memohon diri kepada Buncu," Tukas Pek cian. "Tunggu dulu!" Wajah Tok-ku Bu-ti serius. "Datang sesuka hati, pergi seenaknya. Kalian berdua tampaknya memandang sebelah mata terhadap Bu-ti-bun!" "Sama sekali tidak ada maksud demikian," Sahut Hek-mo-cian. "Apa yang Buncu inginkan dari kami berdua?" 1105 "Aku hanya ingin bertaruh dengan kalian berdua," Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Kata Tok-ku Bu-ti tenang. "Bertaruh? Bertaruh apa?" "Bertaruh pertarungan silat. Lihat dalam seratus jurus apakah aku sanggup mengalahkan kalian berdua?" Wajah Hek-pai-siang-mo berubah hebat. "Selama ini aku sangat mengagumi ilmu silat kalian berdua. Apalagi sekarang Bu-ti-bun sedang membutuhkan tenaga. Seandainya kalian berdua bersedia membantu kejayaan Bu-ti ...." "Maksud Buncu, apabila dalam seratus jurus kami berdua dikalahkan oleh Buncu, maka kami harus masuk menjadi anggota Bu-ti-bun dan mendengar perintah Buncu?" "Kedudukan sebagai Wakil Buncu, rasanya tidak terlalu merendahkan derajat kalian berdua bukan?" Hek-mo-cian tertawa datar. "Kami berdua sudah terbiasa dengan kehidupan liar. Hidup bebas tanpa ada yang mengatur. Kalau dapat demikian seterusnya sampai tua, merupakan suatu hal yang paling bagus." "Kalau begitu, kita harus lihat sampai di mana kemampuan kalian berdua!" "Kami dua bersaudara sudah berada di tempat Bu-ti-bun, rasanya bagaimanapun kami harus bertaruh bukan?" Hek-mo- 1106 cian mengangkat matanya menatap langit-langit. "Meskipun sinkang Buncu sangat luar biasa, tapi dalam seratus jurus, kami dua saudara mungkin masih bisa menghadapinya." Tok-ku Bu-ti berdiri dari kursinya. Tongkat kepala naganya sudah siap di tangan. Dengan mengentakkan tongkat itu di tanah, dia berjalan turun dari undakan atas. Hek-pai-siang-mo menenangkan hati untuk siap siaga. Pertarungan seru sudah di depan mata. Sebentar lagi akan dimulai. Tok-ku Bu-ti dengan tongkat kepala naga menghadapi dua lawan sekaligus. Langkahnya penuh percaya diri. Dia bertekad untuk mengalahkan Hek-pai-suang-mo. Di lembah sempit tempo hari, Hek-pai-siang-mo sudah dikalahkan satu kali oleh Tok-ku Bu-ti. Sekarang mereka berada di kandang lawan, dalam kedudukan mereka sudah lemah tiga bagian. Dalam pertarungan kali ini, sebetulnya Hek-pai-siang-mo sudah setengah kalah. Masalahnya, apakah mereka sanggup menerima seratus jurus dari Tok-ku Bu-ti? ***** Begitu meninggalkan kantor pusat, Kongsun Hong langsung menghambur ke daerah bertanah kuning. Setelah mencari dengan saksama, akhirnya dia berhasil menemukan Tok-ku Hong di balik semak-semak. Dia melepaskan tutukan yang terdapat pada tubuh Tok-ku Hong, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dia membalikkan tubuh langsung meninggalkan tempat itu. Gadis itu sendiri tidak tahu harus berkata apa. Dengan berat dia menyeret kakinya pergi dari sana. 1107 Ketika Kongsun Hong kembali ke kantor pusat, Tok-ku Bu-ti sudah bertarung sebanyak sembilan puluh tujuh jurus. Pada saat itu juga, dia berhasil membuat golok di tangan Hek-pai- siang-mo terlepas. Hek-pai-siang-mo dikalahkan dengan hati ikhlas. Mereka mengakui keunggulan Tok-ku Bu-ti. Mereka langsung menjatuhkan diri berlutut di hadapan Tok-ku Bu-ti. Setelah itu keduanya menuju daerah bertanah kuning untuk membawa Tok-ku Hong kembali. Tapi mereka terkejut sekali ketika tidak dapat menemukan gadis itu. Mereka cepat-cepat kembali ke Bu-ti-bun dan melaporkan kejadian tersebut dengan hati kecut kepada Tok-ku Bu-ti. Ternyata Tok-ku Bu-ti tidak menyalahkan mereka. "Selamanya nasib Hong-ji tidak terlalu buruk. Dia pasti dalam keadaan baik-baik. Urusan sekecil ini, kalian berdua tidak usah menyimpannya dalam hati," Dia hanya mengucapkan beberapa patah kata ini. Setelah itu dia memerintahkan semua anggotanya keluar dari ruangan itu, kecuali muridnya sendiri, Kongsun Hong. Anak muda itu merasa agak curiga. Matanya tidak berani menatap langsung wajah Tok-ku Bu-ti. Kepalanya tertunduk dalam-dalam. Tok-ku Bu-ti melangkah perlahan menghampiri Kongsun Hong. Tiba-tiba dia menepuk bahu muridnya dengan lembut. "Benar-benar menyusahkan dirimu sampai-sampai kau harus lari bolak-balik," Katanya. 1108 Tubuh Kongsun tergetar. Dia menatap Tok-ku Bu-ti sekilas kemudian menjatuhkan diri berlutut di hadapannya. "Tecu bersedia menerima hukuman apa pun yang Suhu berikan," Sahutnya tenang. Tok-ku Bu-ti menggelengkan kepalanya. "Lagi-lagi terjerat dalam huruf asmara. Terlalu lugu bahkan terlalu bodoh." Dia meneruskan langkah kakinya keluar dari ruang tersebut. Tinggal ah Kongsun Hong sendiri di dalam ruangan dalam keadaan tetap berlutut. ***** Matahari bersinar dengan terik. Angin kencang mengembuskan pasir. Akhirnya Tok-ku Hong tidak kuat lagi. Dia jatuh terkulai di pesisir pantai. Ombak besar mendebur- debur. Sudah beberapa hari ini dia seperti orang yang tidak waras. Pertama-tama dia menyelinap ke atas Bu-tong-san. Namun dia tidak berhasil menemukan Wan Fei-yang. Dia balik kembali ke kota mencari ke rumah Lu Wang. Tapi anak muda itu juga tidak ada di sana. Dia teringat Wan Fei-yang pernah mengungkit persoalan Hai-liong Lojin kepadanya. Dia mengambil keputusan untuk berspekulasi. Beberapa hari berturut-turut dia berlari terus. Makan tidak tetap, tidur tidak bisa nyenyak. Belum lagi sepanjang hari diterpa angin kencang dan debu tebal. Belum lagi dia mencapai tempat kediaman Hai-liong Lojin, tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Dia jatuh pingsan di tepi pantai. 1109 Entah berapa lama dia tidak sadarkan diri. Ketika kesadarannya mulai pulih, dia mendapatkan dirinya terbaring dalam sebuah kamar yang bersih. Dengan terkejut dia melompat bangun. Setelah merasakan bahwa dirinya tidak mengalami apa-apa, barulah hatinya menjadi tenang kembali. Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Seorang gadis manis masuk dengan membawa sebaskom air. Gadis itu adalah Fu Hiong- kun. Dia sama sekali tidak tahu siapa Tok-ku Hong. Hanya kebetulan saja dia menemukan gadis itu terkapar di pantai. Dia langsung mengangkatnya pulang tanpa berpikir panjang lagi. "Kouwnio, akhirnya kau sadar juga," Sapa Fu Hiong-kun sambil meletakkan baskom berisi air hangat itu di atas meja dekat samping tempat tidur. "Kau yang menolong aku?" Tok-ku Hong segera dapat menduga apa yang telah terjadi. Fu Hiong-kun menganggukkan kepalanya. "Iya .... Mengapa kau bisa berjalan sampai ke tempat ini?" "Aku tersesat di jalan," Sahut Tok-ku Hong yang merasa curiga terhadap Fu Hiong-kun. Gadis itu tidak menyadarinya. "Bagaimana aku harus menyebutmu?" Tok-ku mempertimbangkan sejenak. "Aku bernama Sangkuan Hong," Sahutnya kemudian. Fu Hiong-kun tetap tidak curiga sedikit pun. 1110 ***** Yan Cong-tian juga tidak menaruh kecurigaan terhadap Tok- ku Hong. Dia malah tidak menutupi asal-usul dirinya. Mendengar cerita orang tua itu, diam-diam Tok-ku Hong terkejut setengah mati. Setelah menetap beberapa hari di tempat itu, dia terus mendengarkan dengan saksama pembicaraan mereka. Dia tahu sebelumnya Wan Fei-yang ada bersama mereka. Dan sekarang anak muda itu sedang menuju negara Fu-sang untuk mencari obat untuk menyembuhkan Yan Cong-tian. Setelah mengetahui bahwa Yan Cong-tian bermaksud menjodohkan Fu Hiong-kun dengan Wan Fei-yang, hatinya kacau dan sedih sekali. Rupanya diam-diam selama ini cinta kasihnya telah tumbuh terhadap anak muda itu. Tadinya dia merasa Wan Fei-yang juga mempunyai perasaan yang sama. Sekarang hatinya menjadi bimbang. Apakah dia telah salah tanggap atas sikap Wan Fei-yang selama ini? Dia merasa iri terhadap Fu Hiong-kun. Tapi ia tidak menunjukkan perasaannya di depan mereka. Kelembutan dan kecantikan Fu Hiong-kun membuat hatinya semakin rendah diri. Perasaan Fu Hiong-kun terhadap Wan Fei-yang, dia juga tahu. Tapi dia tidak ingin putus asa begitu saja. Dia ingin menunggu Wan Fei-yang kembali dan menanyakannya dengan jelas. Di bawah perawatan Fu Hiong-kun dan Yan Cong-tian, kesehatan Tok-ku Hong pulih dalam waktu yang singkat. Meskipun kedua orang itu tidak mencurigai asal-usulnya, 1111 namun melihat Tok-ku Hong selalu bermuram durja sepanjang hari, mereka merasa penasaran juga. Beberapa hari berlalu lagi. Akhirnya Wan Fei-yang pulang dengan selamat dan membawakan obat yang dibutuhkan Yan Cong-tian. Dia tidak bertemu dengan Tok-ku Hong. Diminumkannya obat tersebut kepada supeknya. Setelah mendengarkan cerita Fu Hiong-kun tentang gadis yang ditolongnya, semakin lama dia semakin curiga. Dengan tergesa-gesa dia menghambur ke kamar di mana Tok-ku Hong menginap. Kamar itu sudah kosong. Tidak ada bayangan Tok-ku Hong. Tetapi Wan Fei-yang menemukan sebuah tusuk konde emas di atas bantal. Melihat tusuk konde itu, hati Wan Fei-yang tergetar. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dia keluar dari kamar sambil berteriak-teriak memanggil nama Tok-ku Hong. Pada saat itu juga, Fu Hiong-kun baru tahu bahwa gadis yang ditolongnya ialah putri Tok-ku Bu-ti, Tok-ku Hong adanya. Baru saja dia berniat mengejar keluar, mendadak terdengar suara ribut seperti ada benda berat yang terjatuh di kamar Yan Cong-tian. Dia terkejut sekali. Maksudnya mengejar Tok-ku Hong dibatalkan, dia menghambur ke kamar Yan Cong-tian. Dia melihat tubuh orang tua itu kaku sekali. Dan suara tadi rupanya suara jatuhnya tubuh Yan Cong-tian ke atas tanah. Posisinya masih dalam keadaan duduk tegak. Dia sama sekali tidak bergerak. Meja yang ada di samping tempat tidur telah terbalik. Di atas kepala Yan Cong-tian mengepul asap putih berupa uap. Fu Hiong-kun mengerti bahwa reaksi obat telah mulai bekerja. Yan Cong-tian sedang mengumpulkan hawa 1112 murninya menyembuhkan luka. Dia tidak berani mengganggu juga tidak berani meninggalkan tempat itu. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk duduk di samping menjaga Yan Cong-tian. ***** Setelah mengeluarkan surat tantangan, para murid Go-bi-pay dan Bu-tong-pay menyamar sebagai orang biasa dan menyelundup ke dalam Bu-ti-bun. Tentu saja hanya sebagian besar. Gerak-gerik mereka memang dirahasiakan serapat mungkin. Namun tetap saja berhasil diketahui oleh para penyelidik Bu-ti-bun. Ketika mendengar laporan dari anggotanya tentang masalah ini, Tok-ku Bu-ti hanya tertawa dingin. Pada saat dia mendengarkan berita dari para bawahannya dari berbagai cabang itulah, Tok-ku Hong kembali ke rumah. Begitu memasuki ruangan pendopo, Tok-ku Hong langsung menjatuhkan diri berlutut. Para hadirin terkesima melihat kelakuannya. Apalagi Kongsun Hong, hatinya tegang sekali. Tok-ku Bu-ti seperti tidak melihat kehadirannya. "Teruskan!" Katanya dengan suara berat. Para penyelidik itu tidak berani membantah. Mereka meneruskan laporannya. Melihat keadaan itu, tanpa sadar air mata mengalir di pipi Tok-ku Hong. Akhirnya para penyelidik itu selesai juga memberikan laporannya. Tanpa dapat menahan perasaannya lagi, Tok-ku Hong memanggil. "Tia ...." Tok-ku Bu-ti sama sekali tidak menoleh ke arah Tok-ku Hong. 1113 "Panggil kepala penjaga pintu!" Teriaknya dengan suara lantang. Kim-liong Tongcu Cukek Ming cepat-cepat menurunkan perintah tersebut kepada bawahannya. Dua orang penjaga cepat-cepat masuk ke dalam. "Kami sedang mengadakan rapat penting di dalam ruangan ini, mengapa kau membiarkan orang luar masuk ke sini?" Bentaknya keras. Kedua penjaga itu terkejut sekali. Hati Tok-ku Hong perih tidak terkirakan. "Pek-houw Tongcu, menjaga keamanan dengan teledor. Hukuman apa yang harus dijatuhkan?" Tanya Tok-ku Bu-ti kepada Kongsun Hong. Kongsun Hong tertegun seketika. Tapi akhirnya dia menjawab juga. "Hukuman ringan tebas kedua kaki, hukuman yang berat, mati!" "Bawa kedua orang itu keluar! Tebas kedua kakinya!" Bentak Tok-ku Bu-ti sekali lagi. Tidak ada seorang pun yang berani menghalangi. Tidak lama kemudian, dari luar pendopo jeritan ngeri berkumandang. Wajah para hadirin berubah hebat. Pada saat itu, sinar mata Tok-ku Bu-ti baru beralih ke arah Tok-ku Hong. Kongsun Hong cepat-cepat maju ke depan dan berlutut di samping gadis itu. "Tecu bersedia menggantikan Gin-hong Tongcu menerima hukuman mati!" Katanya tanpa berpikir panjang. 1114 Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Bu-ti-bun tidak memiliki peraturan seperti itu." Dia berhenti sejenak. "Bawa keluar Gin-hong Tongcu, ikat keempat anggota tubuhnya pada masing-masing leher kuda. Tarik sampai putus!" Para hadirin terkejut setengah mati. Tok-ku Hong hanya mengalirkan air mata dengar wajah sendu. Dia tidak memohon pengampunan. Hu-hoat kiri dan kanan segera mengiakan. Mereka maju ke depan. Kongsun Hong berdiri dengan panik. Kedua belah lengannya terbentang mengadang di depan mereka. "Tunggu dulu ...!" Tok-ku Bu-ti meluap marahnya. "Kongsun Hong, apakah kau juga ingin ikut ikutan membangkang terhadapku?" Bentaknya garang. "Tecu tidak berani ...." Kongsun Hong menjatuhkan diri berlutut lagi. "Sejak zaman dahulu Bu-ti-bun ada sebuah peraturan. Tongcu baru pertama kali berbuat kesalahan, boleh digantikan oleh tongcu kedua dalam menerima hukuman berupa tujuh kali tebasan golok. Dengan demikian hukuman mati pun terhindarkan!" Sahutnya lantang. Wajah Tok-ku Bu-ti berubah kelam. "Kau bersedia menggantikan dia menerima tujuh kali tebasan golok?" "Betul!" Sahut Kongsun Hong tanpa berpikir dua kali. 1115 Pada saat itu, hati Tok-ku Hong merasa terharu sekali. Dia memalingkan kepalanya. "Suheng?" Panggilnya. Kongsun Hong menggelengkan kepalanya. "Mengapa kau harus kembali ke sini?" Kepala Tok-ku Hong tertunduk rendah-rendah. Dia juga tidak tahu bagaimana perasaannya saat itu. Kongsun Hong tetap berlutut. "Silakan Buncu menurunkan perintah hukuman!" Tok-ku Bu-ti memandang Kongsun Hong lekat-lekat. Dia menarik napas panjang. "Baik .... Tapi aku ingin Hong-ji berjanji bahwa dia bersedia menikah denganmu!" "Tecu merasa tidak pantas ...!" Kongsun Hong membenturkan kepalanya di atas lantai. "Aku bukan berbicara denganmu!" Mata Tok-ku Bu-ti beralih kepada Tok-ku Hong. "Jawab! Apakah kau bersedia menikah dengan Kongsun Hong?" Tok-ku Hong menoleh kepada Kongsun Hong. Dia ingat selama beberapa tahun ini entah telah berapa kali Kongsun Hong menempuh bahaya untuk membela dan menyelamatkannya. Budi laki-laki itu sudah tidak terkira banyaknya. Hatinya setia dan tulus. Meskipun Kongsun Hong sadar bahwa dia sendiri sama sekali tidak mencintainya. Kemudian dia teringat Wan Fei-yang yang sudah memiliki Fu Hiong-kun. Gadis itu pernah menyelamatkannya pula. Sampai hatikah dia menghancurkan hati seorang gadis setelah dia sendiri tahu bagaimana rasanya patah hati? Wan Fei-yang sudah tidak mempunyai orang tua. Walinya sekarang adalah 1116 Yan Cong-tian. Padahal sementara itu secara terang-terangan orang tua itu sudah mengemukakan maksud hatinya untuk menjodohkan Fu Hiong-kun dengan Wan Fei-yang. Andai kata tidak pun, belum tentu Yan Cong-tian setuju Wan Fei-yang menikahi putri Tok-ku Bu-ti yang terkenal jahat dan keji. Dia mempertimbangkan semuanya berkali-kali. Tok-ku Bu-ti tidak memaksa Tok-ku Hong segera menjawab. Baginya, apa pun jawaban Tok-ku Hong tidak menjadi persoalan. Bila gadis itu mengatakan tidak, Kongsun Hong tidak perlu menggantikan Tok-ku Hong menerima hukuman. Berarti nasib gadis itu memang harus mati hari ini. Apabila Tok-ku Hong mengiakan, lebih banyak lagi keuntungan yang dapat diraihnya. Niatnya mengangkat Kongsun Hong sebagai mantu terkabulkan. Selain itu dia bisa membuat Sen Man-cing semakin sedih dan kesal. Senyumnya mengembang ketika Tok-ku Hong menganggukkan kepalanya. ***** Tujuh bacokan golok memenuhi seluruh tubuh Kongsun Hong. Dada, puncak, pinggang, punggung, semua mendapat bagian. Kongsun Hong mengertakkan giginya erat-erat menahan rasa sakit, akhirnya dia jatuh tidak sadarkan diri juga. Tok-ku Hong tidak sampai hati melihatnya. Sejak tadi dia sudah memalingkan wajahnya. Tabib Cai Hua- to sudah menunggu di sudut. Setelah hukuman berakhir, cepat-cepat dia menghampiri laki-laki itu dan memborehkan obat kim-cang-yok (obat penyembuh luka) yang paling 1117 mujarab. "Bagaimana keadaannya?" Tanya Tok-ku Bu-ti. Sebetulnya dia sangat menyayangi Kongsun Hong. Wajahnya menyiratkan perasaan khawatir. "Mudah-mudahan pada hari pernikahan, luka-lukanya sudah sembuh semua," Sahut Cai Hua-to sembari tertawa getir. Tok-ku Bu-ti menoleh ke arah Tok-ku Hong. "Kau lihat sendiri, Kongsun Hong demikian tulus mencintaimu. Dapat menikah dengan seorang laki-laki seperti dia, merupakan keberuntunganmu!" Tok-ku Hong menundukkan kepalanya dalam-dalam. Keadaan sudah sampai taraf seperti ini, apalagi yang dapat dikatakan. ***** Sen Man-cing juga tidak dapat berbuat apa-apa. Dugaan Tok- ku Bu-ti bahwa pernikahan antara Tok-ku Hong dengan Kongsun Hong akan membuatnya kesal dan sedih tidak sepenuhnya benar. Ketulusan cinta Kongsun Hong sama sekali di luar dugaan nyonya itu. Dapat menikah dengan seorang laki-laki seperti itu, bukan suatu hal yang buruk. Tentu saja Tok-ku Bu-ti tidak menyangka Sen Man-cing dapat mempunyai pikiran demikian. Tok-ku Bu-ti lupa. Sebagai seorang ibu, kebahagiaan Tok-ku Hong adalah segalanya bagi Sen Man-cing. Lebih baik dicintai daripada mencintai, pikir nyonya itu dalam hatinya. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Lagi pula keputusan Tok-ku Bu-ti tidak dapat diganggu-gugat 1118 oleh siapa pun. Tidak ada orang yang bisa menghalangi apa saja yang ingin dilakukannya. Sedangkan kesan Sen Man-cing terhadap Kongsun Hong mulai bagus. Hanya satu hal yang selalu membuat nyonya itu sedih. Tok-ku Bu-ti tetap tidak memperbolehkan dia meninggalkan Liong-hong-kek. ***** Rembulan bersinar terang. Angin bertiup sejuk. Hari itu memang hari baik. Lentera berjumlah ratusan dipasang di mana-mana. Seluruh Bu-ti-bun bagai sehelai lukisan putih. Suara gendang bertalu-talu. Kegembiraan terlihat di seluruh pelosok gedung tersebut. Sepasang pengantin, Tok-ku Hong dan Kongsun Hong diantar ke hadapan Tok-ku Bu-ti. Melihat keadaan itu, senyum Tok-ku Bu-ti semakin lebar. Kepala Tok-ku Hong terpasang sebuah hong-koan, penutup kepala seperti mahkota yang dipakai pengantin zaman dahulu. Sehelai kain merah menutup wajahnya. Tidak terlihat bagaimana mimik wajahnya. Kalau Kongsun Hong sendiri tidak usah dikatakan lagi. Selain gembira, dia juga tegang sekali. Mata Tok-ku Bu-ti beralih kepada wajah Kongsun Hong. "Kongsun-ji, bagaimana keadaan lukamu?" Tanyanya dengan penuh perhatian. "Terima kasih atas perhatian Buncu. Semua sudah sembuh." Mendengar ucapannya, para hadirin tertawa geli. Tok-ku Bu-ti juga tertawa lebar. "Bagaimana kau memanggilku tadi?" Kongsun Hong tertegun. Dia mengganti panggilannya. "Suhu 1119 ...." Sekali lagi para hadirin tertawa terbahak-bahak. Tok-ku Bu-ti menggelengkan kepalanya. "Sampai saat ini kau masih belum tahu bagaimana harus memanggil aku?" Cian-bin-hud yang berdiri di sampingnya segera menjelaskan. "Kongsun Tongcu benar-benar lucu. Sekarang seharusnya kau memanggil Buncu dengan sebutan Yok-hu-tayjin (ayah mertua yang mulia)." Wajah Kongsun Hong merah padam. "Yok-hu-tayjin ...." Panggilnya gugup. "Nah, ini baru betul!" Kata Tok-ku Bu-ti sambil mengelus jenggotnya. "Tujuh kali tebasan golok sebagai pengganti seorang istri. Kalau dipikirkan tidak terlalu merugikan juga." "Betul sekali ...! Betul sekali!" Sahut Kongsun Hong sambil melirik ke arah Tok-ku Hong. Bibirnya tersenyum terus. Tok-ku Bu-ti mengalihkan pandangannya ke arah Tok-ku Hong. "Hong-ji, kau sudah menjadi istri orang. Lain kali adatmu jangan terlalu keras lagi," Katanya menasihati. Mak comblang yang menjadi perantara segera maju ke depan. "Waktunya sudah sampai," Katanya melaporkan. ***** Seorang laki-laki yang memimpin upacara segera maju menggantikannya. 1120 "Harap sepasang pengantin berlu ...." Kata-katanya belum selesai diucapkan, suara bentakan keras berkumandang dari luar. "Tunggu dulu!" Suara itu demikian lantang, para hadirin memalingkan kepalanya ke arah sumber suara. Para tamu yang tadinya berkerumun di pintu segera memencarkan diri. Wan Fei-yang melangkah masuk dengan sempoyongan. Tangannya menggenggam sebuah kendi arak. Tubuh Tok-ku Hong tergetar. Dia maju selangkah kemudian berhenti. "Wan Fei-yang, untuk apa kau datang kemari?" Teriak Kongsun Hong marah. Tok-ku Bu-ti tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Sinar matanya malah bertambah dingin menyeramkan. Tampaknya Wan Fei-yang benar-benar sudah mabuk. Dengan tubuh limbung dia menghampiri Tok-ku Hong. "Aku ... aku datang untuk mengucapkan selamat kepada Toasiocia dan Kongsun Tongcu. Selamat menempuh hidup baru ...." Dia menyodorkan kendi araknya ke hadapan Kongsun Hong. "Kongsun Tongcu, Siaute memberi selamat kepadamu dengan secawan arak ini. Mudah-mudahan kau akan hidup bahagia dan saling mengasihi sampai ratusan tahun ...!" Wajah Kongsun Hong berubah hebat. Dia mengibaskan kendi 1121 arak yang disodorkan oleh Wan Fei-yang. "Oh, kau tidak sudi memberi muka kepadaku? Tidak apa-apa. Kau tidak sudi, pasti ada yang sudi ...." Wan Fei-yang membalikkan tubuhnya ke arah Tok-ku Hong. "Toasiocia ...." Tok-ku Hong tidak dapat menahan perasaannya lagi. Dia melepaskan mahkota di kepalanya. "Siau Yang ...." Dalam waktu yang bersamaan, Cian-bin-hud maju ke depan. "Sejak tadi sudah terlihat jelas bahwa kedatanganmu ini hanya untuk mengacau!" Bentaknya dengan suara keras. Dia langsung mencengkeram Wan Fei-yang. Telapak tangan Wan Fei-yang juga tidak kalah cepat menghantam ke depan sehingga Cian-bin-hud terdesak mundur tiga langkah. "Kalian jangan coba-coba menghalangi pembicaraanku dengan Toasiocia!" Dia menoleh kembali kepada Tok-ku Hong. "Kau adalah putri Tok-ku Bu-ti. Sedangkan aku adalah murid murtad Bu-tong-pay. Tentu saja aku tidak pantas untukmu. Tapi aku benar-benar menyukaimu!" Para hadirin yang mendengar kata-katanya menjadi kebingungan. Air mata Tok-ku Hong sudah mengembang. "Kau memang keras kepala dan tidak pernah mau mengalah, aku tidak peduli. Salah siapa kau terlahir di tempat seperti ini. Aku mengalami luka parah karena hantaman ilmu Mit-kip-sin- kang ayahmu. Kalau bukan Fu-kouwnio yang menolong, mungkin aku hari ini sudah tidak ada di dunia ini. Tanpa bantuannya, Yan-supek juga tidak tertolong. Beberapa waktu 1122 yang lalu, aku pergi ke tempat yang jauh untuk mencari obat untuk luka Yan-supek. Dia juga yang merawat Yan-supek yang sudah kuanggap seperti orang tuaku sendiri. Coba kau bilang, apakah aku tidak sepantasnya berterima kasih atas jerih payah ini? Terhadap dirinya aku hanya terharu dan berterima kasih sekali. Dia telah kupandang sebagai adik kandungku sendiri. Tidak tersangka, kau malah salah paham atas kejadian kecil ini. Kau bahkan kembali ke Bu-ti-bun serta menuruti apa yang diperintahkan ayahmu yang kejahatan apa pun bisa dilakukan olehnya, dan menikah dengan Kongsun Hong!" "Tutup mulutmu!" Bentak Tok-ku Bu-ti akhirnya. Wan Fei-yang tertawa sumbang. "Baik. Memang tidak ada kata-kata lagi yang harus kuucapkan!" Dia mendongakkan kepalanya dan meneguk habis arak dalam kendi yang dibawanya. "Sayangnya aku masih belum cukup puas meminum arak. Mana arak? Cepat bawakan arak untukku!" Wan Fei-yang berteriak-teriak seperti orang yang kurang waras. Air mata Tok-ku Hong mengalir semakin deras. "Siau Yang ...!" Panggilnya dengan suara meratap. Tok-ku Hong bermaksud menghampiri Wan Fei-yang, tapi Cian-bin-hud, Teng Cu, Hek-pai-siang-mo sudah menerjang maju mengurung Wan Fei-yang. "Minggir! Aku tidak berminat bertarung dengan kalian!" Teriak Wan Fei-yang sambil membanting kendi araknya ke atas lantai. 1123 Hek-pai-siang-mo meraung murka. Keduanya menerjang ke depan. Dua pasang telapak tangan menghantam ke arah Wan Fei-yang. Tinju Cian-bin-hud juga sudah diluncurkan. Tubuh Wan Fei-yang berkelebat. Gerakannya berubah-ubah. Dalam keadaan mabuk, sepasang telapak tangannya menghantam ke depan dengan tenaga penuh. Dia mengerahkan Pik-lek- ciang. Hantamannya membuat orang-orang yang menyerbu terpental mundur. Tangannya menuding Tok-ku Bu-ti. "Kau saja yang turun tangan!" Tantangnya dengan suara lantang. Tok-ku Bu-ti berdiri dari tempat duduknya. "Malam ini aku akan memperhitungkan utang-piutang antara Bu-tong-pay dengan Bu-ti-bun!" Teriak Wan Fei-yang kembali. "Tampaknya kau sudah lupa bahwa kau adalah murid murtad bagi Bu-tong-pay!" Sindir Tok-ku Bu-ti. "Fu Giok-su barulah murid murtad Bu-tong-pay!" Tok-ku Bu-ti tertawa dingin. "Bagaimanapun, pokoknya malam ini kau jangan harap dapat keluar dari Bu-ti-bun dalam keadaan hidup!" Mata Tok-ku Bu-ti menyorotkan kobaran api "Aku memang tidak berharap dapat keluar dalam keadaan hidup!" Sahut Wan Fei-yang sambil membusungkan dadanya. "Pesta masih harus dilangsungkan. Kita bertarung di luar saja!" 1124 Wan Fei-yang tertawa terbahak-bahak. Kakinya dientakkan. Tubuhnya mencelat berjungkir balik dua kali kemudian menginjak di atas kepala seorang tamu lalu melesat keluar. Tok-ku Hong memandang dengan mulut terbuka. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Perasaannya pada saat itu kacau sekali. ***** Di luar ruangan juga terpasang banyak lentera. Keadaan terang benderang. Tok-ku Bu-ti menghentikan langkah kakinya. Dia mengibaskan lengan bajunya satu kali. "Sebelumnya aku pernah mengampunimu satu kali. Malam ini, jangan salahkan kalau aku turun tangan kejam!" Perasaan mabuk Wan Fei-yang telah hilang beberapa bagian karena tertiup angin yang sejuk. Wajahnya berubah serius. "Silakan!" Teriaknya. Tubuhnya mencelat ke udara. Secara berturut-turut dia melancarkan empat belas kali serangan. Tok-ku Bu-ti berdiri kukuh bagai gunung Thay-san. Penampilannya juga tenang sekali. Empat belas kali serangan Wan Fei-yang disambutnya dengan baik, tapi wajahnya mulai berubah. Kekuatan tenaga dalam Wan Fei-yang bukan saja sudah jauh melebihi sebelumnya, tapi benar-benar jauh di luar dugaannya. "Soat-lian dari Ping-san benar-benar obat yang tidak ada duanya. Orang ini tidak boleh dibiarkan hidup lebih lama!" Pikirnya dalam hati. 1125 Setelah mendapat pikiran itu, dengan diam-diam Tok-ku Bu-ti mengerahkan Mit-kip-sin-kangnya. Tiba-tiba tubuhnya bergerak. Telapak tangannya menghantam ke depan dengan cara keji. Ternyata Wan Fei-yang tidak terdesak mundur oleh angin hantaman telapak tangan Tok-ku Bu-ti. Tubuhnya melayang dan tangan kiri diputar. Tahu-tahu tangan Tok-ku Bu-ti telah memegang tongkat kepala naganya. Dia menerjang kembali ke arah Wan Fei-yang. Pada saat itu pedang Wan Fei-yang juga sudah dihunus. Tubuhnya meluncur menerobos ke dalam cahaya tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti. Walet Besi Karya Cu Yi Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung