Ilmu Ulat Sutera 30
Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying Bagian 30
Ilmu Ulat Sutera Karya dari Huang Ying Tanya Tok ku Bu ti. Tok ku Hong menganggukkan kepalanya. "Anak mempunyai satu permintaan yang harap Tia dapat kabulkan.." 1238 "Katakan saja," Kata Tok ku Bu ti sambil tertawa lebar. "Asal urusan yang dapat Tia lakukan, pasti Tia akan mengabulkannya." Tok ku Hong gembira sekali mendengar ucapan ayahnya. "Anak ingin mencari ibu dan memintanya kembali ke sini." Tok ku Bu (i tertegun. Wajahnya mulai berubah. Tetapi sesaat kemudian dia sudah pulih kembali seperti sedia kala. "Memang seharusnya demikian, tapi ibumu...." "Anak tahu di mana ibu sekarang!" Tukas Tok ku Hong cepat. "Oh?" Sinar mata Tok ku Bu ti bercahaya. "Kalau Tia sudah setuju, anak akan segera berangkat mencari ibu...." "Tidak bisa," Sahut Tok ku Bu ti menolak. "Bukankah Tia...." Tok ku Hong menjadi panik. "Kau salah paham. Maksud Tia, sebagai seorang pengantin mana boleh kau pergi kemana-mana sembarangan. Apalagi perjalanan jauh." Tok ku Bu ti tertawa lebar. "Begini saja, kau katakan kepada Tia di mana ibumu berada, sekarang juga aku akan menyuruh Kongsun Hong memanggil ibumu pulang." Barulah wajah Tok ku Hong kembali berseri-seri. Dia tersenyum manis. Sama sekali tidak curiga akan niat yang terkandung dalam hati ayahnya. Tok ku Bu ti lalu memanggil Kongsun Hong. Di depan Tok ku Hong, dia menyuruh laki-laki itu mengikuti petunjuk yang diberikan putrinya dan memanggil Sen Man Cing kembali. 1239 Hati Kongsun Hong merasa segan, namun mana berani dia membantah perintah yang diberikan oleh Tok ku Bu ti. *** Setelah meninggalkan Tok ku Bu ti, Kongsun Hong keluar dari ruangan besar. Dia melihat kertas warna-warni telah dipajang di sekeliling halaman. Para murid Bu Tong masih sibuk mengerjakan ini itu. Hatinya semakin tidak enak. Cepat-cepat dia meneruskan langkah kakinya. Kebetulan Yo Hong sedang menoleh ke arahnya. Melihat Kongsun Hong, dia segera menghadang di depannya. "Kami sedang membutuhkan bantuan tenaga. Hendak ke mana kau?" "Aku menjalankan perintah Suhu untuk menjemput Suho kembali," Sahut Kongsun Hong dengan nada kemalas- malasan. "Mana boleh begitu?" Yo Hong menggelengkan kepalanya. "Di sini masih banyak urusan yang harus diselesaikan. Kalau kau pergi, aku tentu kelabakan...." "Itu urusanmu." "Urusanku?" Teriak Yo Hong. "Kau lupa Toa siocia Bu ti bun kalian yang melangsungkan pernikahan!" "Tidak perlu kau ingatkan." "Kalau kau tetap mau pergi, tidak apa-apa. Tapi kau harus suruh orang lain menggantikanmu!" Kata Yo Hong. Sinar mata Kongsun Hong mengedar ke sekeliling. Dia tidak menyahut. Mata Kongsun Hong mengikuti pandangan Yo Hong. Yang terlihat di sekitar tempat itu cuma murid Bu tong pai. 1240 "Apakah murid Bu ti bun sudah mati semua sehingga tidak ada satu pun yang tertinggal?" Katanya tanpa sadar. Kongsun Hong mendengus dingin. "Kalau kau tidak mau diam di sini, aku tidak akan perduli segala macam lagi," Kata Yo Hong selanjutnya. Kongsun Hong menatap Yo Hong dengan mata menyiratkan kemarahan. "Kalau kau tidak mau mengurusnya, panggil saja Wan Fei Yang agar mengurusnya sendiri!' Dia langsung membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tempat itu. *** Setelah keluar dari pintu gerbang Bu ti bun, Kongsun Hong langsung naik ke atas punggung seekor kuda dan memacu kudanya melesat pergi. Hatinya kesal sekali. Dia menghentakkan pecutnya dengan keras. Karena kesakitan kuda itu lari semakin kencang. Dalam sekejap mata, pintu gerbang Bu ti bun sudah tidak terlihat lagi. Kurang lebih setengah li, Kongsun Hong melarikan kudanya. Dia memasuki sebuah hutan yang lebat. Kecepatannya tidak dikurangi. Kongsun Hong menolehkan kepalanya. Jarak dengan Bu ti bun sudah cukup jauh. Dia baru melambatkan kudanya dan mengendarai dengan perlahan. Pecut di tangannya dilipat dan diselipkan pada ikat pinggang. Tepat pada saat itu, sesosok bayangan berkelebat di hadapannya. Seseorang muncul dari balik pepohonan dan menghadang di depannya. "Kurang ajar!" Bentak Kongsun Hong marah. Pecutnya dikeluarkan kembali. Baru saja dia berniat menyabetkan pecut 1241 itu ke depan, tiba-tiba dia menariknya kembali. Tepat pada saat itu juga, dia sudah melihat siapa yang ada di hadapannya. "Suhu..." Panggilnya tanpa sadar. Hampir saja dia melorot turun dari kudanya. Ternyata orang yang menghadangnya adalah Tok ku Bu ti. "Kongsun ji, mengapa kau melarikan kuda dengan tergesa- gesa?" Ucapan Tok ku Bu ti lebih mengherankan lagi. "Bukankah Suhu memerintahkan agar Tecu bergegas menghadap Subo kembali ke sini?" Tanya Kongsun Hong bingung. Tok ku Bu ti menggelengkan kepalanya. "Aku hanya memerintahmu untuk menjemputnya, tapi tidak menyuruhmu tergesa-gesa menjemputnya." "Suhu...?" Kongsun Hong semakin tidak mengerti. "Waktunya sudah tinggal sedikit hari lagi." "Lebih baik kau kembali pada hari kedua setelah pernikahan Sumoaymu." "Bukankah Subo tidak sempat ikut merayakan hari pernikahan Sumoay?" "Memang aku berharap demikian." "Mengapa?" Tanya Kongsun Hong penasaran. "Tidak usah banyak tanya!" 1242 Wajah Tok ku Bu ti berubah kelam. "Tapi...." "Orang lain bergembira merayakan hari pernikahannya, apakah kau juga senang menyaksikan dari samping?" Tanya Tok ku Bu ti sambil tertawa dingin. Kongsun Hong tertegun mendengar ucapan itu. "Lakukanlah apa yang aku perintahkan. Ingat baik-baik!" Tanpa menunggu jawaban dari Kongsun Hong, tubuh Tok ku Bu ti langsung berkelebat menerobos ke dalam hutan. Mengapa? Kongsun Hong menatapi kepergian Tok ku Bu ti yang sulit ditebak. Cara bicaranya juga demikian misterius. Kata-katanya sangat terbalas. Biasanya dia selalu menjelaskan rencananya panjang lebar. Mau tidak mau perasaan Kongsun Hong jadi tidak dapat melepaskan diri dari pikiran yang bukan-bukan. *** Malam semakin larut, kesunyian mencekam. Kongsun Hong mondar-mandir di dalam kamarnya. Dia menyewa sebuah kamar di penginapan yang cukup mewah. Kenangan masa lalu berputaran di benaknya. Dia teringat ketika dirinya rela menerima tujuh kati tebasan golok demi membebaskan Tok ku Hong dari hukuman kematian. Dia juga teringat sikap Tok ku Hong yang dingin terhadapnya selama ini. Hatinya semakin galau dan gelisah. Salahkah bila dia mencintai gadis itu? Patutkah gadis itu mendapat cinta kasih yang sedemikian dalam darinya? Akhirnya ternyata yang mendapatkan Tok ku Hong adalah Wan Fei Yang yang tidak pernah mengorbankan apa-apa untuk gadis tersebut. Kongsun Hong membuka jendela kamarnya dan menatap langit. Rembulan berbentuk sabit. Laksana senjata yang siap 1243 menyayat hati Kongsun Hong. Hati laki-laki itu memang sudah hancur berkeping- keping. *** Rembulan yang sama, perasaan hati yang berbeda. Di dalam taman Bu ti bun, Tok ku Hong sedang menikmati indahnya rembulan Dia merasakan keberuntungan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sejak berkenalan sampai sekarang. Wan Fei Yang memang pernah beberapa kali membuat hatinya sedih. Namun anak muda itu juga tidak pernah membuatnya kecewa. Teringat akan wajah Wan Fei Yang yang ketolol-tololan dan tidak hentinya mencari akal untuk menggembirakan hati Tok ku Hong, diam-diam gadis itu tersenyum seorang diri. Perasaannya semakin gembira, hatinya berbunga-bunga. Senyuman yang dikembangkan merupakan lambang kebahagiaan dirinya. Dia yakin Wan Fei Yang pun mempunyai perasaan yang sama. Tiba-tiba sebuah wajah yang lembut terlintas di benaknya. Wajah seorang gadis bernama Fu Hiong Kun! *** Pada saat yang sama. Wan Fei Yang sedang berada dalam kamar. Dia sedang mencoret-coret huruf di atas sehelai kertas. Kertas itu besar sekali, namun huruf yang dicoretnya sejak tadi hanya satu kata 'Hong' saja. Sebetulnya dia sudah naik ke pembaringan sejak tadi, dia tetap tidak dapat pulas juga. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hatinya terlalu bahagia. Semangatnya berkobar-kobar. Segala penderitaan dan kesedihan yang pernah dialaminya ia anggap sebagai ujian Thian untuk menuju kebahagiaan abadi. 1244 Sementara itu, Tok ku Bu ti juga sedang berdiri di bawah cahaya rembulan. Wajahnya lebih dingin dari sinar rembulan itu sendiri. Senyum di ujung bibirnya menyiratkan kelicikan dan kekejian yang berbisa. Apalagi hatinya yang memang jahat dan berlumuran kedengkian yang beracun. Sen Man Cing, Ci Siong, putri kalian sebentar lagi akan menikah. Hal ini terjadi karena karma yang kalian lakukan. Kalian memang patut menerimanya! Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi terjadinya peristiwa ini. Sen Man Cing, aku ingin kau menderita seumur hidup karena kejadian ini. Ci Siong, biar di alam baka pun, kau tidak akan dapat mencapai ketenangan. Tidak ada seorang pun yang mendengar apa kata-kata yang tersirat dalam hatinya, lalu siapa yang bisa menghalangi agar peristiwa itu jangan sampai terjadi? Dapat dibayangkan betapa kejinya hati orang yang satu ini. *** Senja hari.. Sen Man Cing berjalan mondar-mandir di depan pondok penyimpanan alat-alat penangkap ikan. Di bawah sinar mentari yang hampir tenggelam, keadaan di sekitar tampak demikian tenang. Mestinya hati Sen Man Cing juga sudah mencapai ketenangan, tapi entah mengapa tiba-tiba dia mendapat firasat yang tidak enak. Ada apa sebetulnya? Pada saat itu juga, dia membayangkan Tok ku Hong. Bagi seorang ibu, keselamatan anaklah yang paling diutamakan. Apabila perasaannya tidak enak, dia segera resah. Pikirannya mulai membayangkan yang tidak-tidak. Jangan-jangan telah terjadi sesuatu hal yang tidak di nginkan pada diri putrinya? 1245 Tapi dengan didampingi oleh Wan Fei Yang dan Yan Cong Tian, rasanya tidak mungkin terjadi sesuatu pada Hong ji. Keselamatannya pasti dijaga oleh kedua orang itu. Sen Man Cing menarik nafas panjang. Tiba-tiba telinganya mendengar suara langkah kaki. Dia menolehkan kepalanya. Terlihat Fu Hiong Kun menghampiri dengan sebuah kail dari batang bambu dan sebuah keranjang tempat menaruh ikan. "Hujin, di luar angin begini kencang. Mengapa kau tidak berdiam di dalam rumah saja?" Sebagaimana biasanya sikap Fu Hiong Kun tetap lembut dan penuh perhatian. Sen Man Cing menggelengkan kepalanya.. "Tidak apa-apa." Matanya menatap ke arah keranjang yang dibawa Fu Hiong Kun. "Berapa ekor ikan yang kau dapat hari ini?" Fu Hiong Kun mengangkat keranjangnya dan memperlihatkan isinya kepada Sen Man Cing. "Yang kecil-kecil sudah aku lemparkan kembali ke dalam laut. Hanya tersisa dua ekor yang paling besar saja." Sen Man Cing tersenyum lebar. "Hal apa pun kau mengerti. Seandainya Hong ji ada setengah hari dari bakatmu saja sudah terhitung lumayan. "Aikh," Anak itu memang sejak kecil terlalu dimanjakan." Sen Man Cing menarik nafas kembali. "Tapi ilmu silat Hong cici tinggi sekali." "Apa gunanya ilmu silat yang tinggi bagi seorang gadis? Setiap hari berkelahi dan membunuh. Adat pun menjadi 1246 semakin keras. Tidak ada seorang pun yang bisa menasihatinya kalau dia sudah bertekad ingin melakukan sesuatu. Tempo hari beberapa kali, untung saja ada Wan Fei Yang yang turun tangan memberikan pertolongan, kalau tidak sejak dini sudah mati atau paling tidak terluka parah di tangan bocah Kuan Tiong Liu itu." Sen Man Cing menarik nafas dalam-dalam. Mendengar ucapan Sen Man Cing dan sikapnya, Fu Hiong sudah dapat menerka sebagian isi hati wanita itu. Dia cepat- cepat menghiburnya. "Ada Wan Toako yang menjaga Hong cici, pasti tidak akan terjadi apa-apa." Sen Man Cing mengangguk kecil. "Mudah-mudahan," Kalanya lirih. "Wan Toako pasti tidak akan membiarkan Hong cici dihina orang." Kata-katanya ini diucapkan dengan hati terharu. "Hiong Kun, bagaimana menurut pendapatmu pemuda bernama Wan Fei Yang itu?" Sen Man Cing mengalihkan pertanyaannya. "Meskipun sikapnya kadang-kadang sedikit ketolol-tololan, tapi hatinya mulia sekali. Dia lebih suka dirinya sendiri yang terhina daripada temannya yang dihina." "Tidak salah. Maka aku tidak sayang mewariskan sebagian tenaga dalamku untuk menyempurnakannya agar berhasil melatih Tian can sinkang." "Kelak dia pasti akan membalas budi Hujin," Sahut Fu Hiong kun. 1247 "Semuanya merupakan takdir Thian. Aku hanya berharap kelak dia dan Hong ji akan berbahagia untuk selamanya...." Kata Sen Man Cing dengan mata menerawang di kejauhan. Hati Fu Hiong Kun pedih mendengar kata-kata itu. Namun dia tidak memperlihatkan perasaanya. Dia memang seorang gadis yang bijaksana serta tidak pernah dengki terhadap siapa pun. "Wan Toako sudah menguasai semua ilmu pusaka Bu tong pai. Kelak namanya pasti akan menonjol di dunia kangouw." Sen Man Cing merasa terharu. "Selama hidupnya Ci Siong melatih ilmu dengan giat, toh dia hanya sanggup menguasai Bu Tong liok kiat. Untung saja ada Wan Fei Yang. Kalau tidak, mati pun dia tidak dapat memejamkan mata dengan tenang." Dia berhenti sejenak. "Ini yang dinamakan orang baik jangan takut kehilangan generasi penerus." "Tentu saja. Wan Toako sebenarnya memang putra Ci Siong to jin. "Apa?" Sen Man Cing terkejut sekali. Matanya membelalak dengan lebar. "Apa yang kau katakan? Wan Fei Yang adalah putra Ci Siong tojin?" Fu Hiong Kun menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Menurut cerita yang aku dengar, kejadiannya sebelum Ci Siong to jin menyucikan diri menjadi pendeta. Dia berhubungan dengan sepupunya sehingga gadis itu hamil, namun Ci Siong to jin tidak tahu. Ketika dia datang berkunjung lagi beberapa tahun kemudian, ternyata anak itu sudah mulai besar. Ibunya sendiri meninggal sehabis melahirkan Wan Toako. Ci Siong lalu membawa anaknya ke Bu tong san. Namun karena saat itu dia sudah menjadi Ciang bun ji Bu tong 1248 pai, dia tidak dapat mengakui Wan Fei Yang sebagai anaknya. Secara diam-diam dia mengajarkan Wan Toako ilmu silat. Hal ini pulalah yang akhirnya ketahuan sehingga Wan Toako dikira sebagai pembunuh Ci Siong to jin. Salah paham pun semakin besar karena Wan Toako sendiri tidak berani mengakui di depan umum bahwa Ci Siong tojin adalah ayahnya." Sementara mendengarkan, wajah Sen Man Cing semakin berubah. Hal ini bagaikan kilat yang menyambar di tengah hari bolong. "Putra Ci Siong..." Gumamnya seorang diri Tubuhnya terhuyung-huyung. Kepalanya pusing tujuh keliling. Dia mengulurkan tangannya bertumpu pada tembok rumah. Melihat keadaannya, Fu Hiong Kun terkejut sekali. Keranjang dan kail di tangannya cepat-cepat diletakkan di alas tanah, dia segera membimbing Sen Man Cing. "Hujin, bagaimana keadaanmu?" Tanyanya cemas. Keringat dingin mengucur deras dari kening Sen Man Cing. "Tidak apa-apa.... Rasanya tubuhku kurang sehat," Sahutnya lirih. "Mari aku papah Hujin masuk ke dalam rumah." "Tidak usah...." Tiba-tiba Sen Man Cing mengajukan pertanyaan yang mengejutkan Fu Hiong Kun. "Fu kouwnio, bukankah kau juga sangat menyukai Wan Fei Yang?" Wajah Fu Hiong Kun merah padam karena jengah.. Dia tidak menyahut pertanyaan itu. Sen Man Cing menarik nafas panjang. 1249 "Kau tidak usah khawatir. Kalau Fei Yang tahu kau begitu memperhatikannya dan secara diam-diam menyukainya, dia pasti tidak akan menyia-nyiakan engkau begitu saja." "Hong cici dengannya barulah pasangan yang serasi," Sahut Fu Hiong Kun dengan hati tersayat pilu. "Dia...." Sen Man Cing seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi dibatalkannya, akhirnya dia hanya berkata. "Kelak dia hanya bisa bersanding denganmu." Fu Hiong Kun menggelengkan kepalanya. "Lebih baik aku masuk ke dalam dan membersihkan kedua ekor ikan tadi agar dapat dimasak secepatnya." Sen Man Cing memandangi punggung gadis itu sampai masuk ke dalam rumah. Dia masih berdiri termangu-mangu di sana. Wan Fei Yang adalah putra kandung Ci Siong. Untung saja belum terjadi apa-apa antara diri anak muda itu dengan Hong- ji. Sen Man Cing mengangkat tangannya dan mengusap keringat dingin yang membasahi keningnya. Hatinya baru lega sedikit, namun kekhawatiran itu datang lagi. Entah bagaimana keadaan kedua orang itu sekarang? Semacam kengerian yang sukar dilukiskan menyelimuti hati Sen Man Cing. Sepanjang malam itu dia tidak dapat memejamkan matanya. Bayangan Wan Fei Yang dan Tok ku Hong terus berkecamuk di hatinya. Bagaimana kalau seandainya sekarang sudah terjadi sesuatu di antara mereka? Tapi Wan Fei Yang bukanlah pemuda sembarangan Sen Man Cing yakin dia pasti akan berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu. 1250 Tapi bagaimana kalau iblis merasuki hati mereka? Seperti apa yang terjadi antara dirinya dengan Ci Siong. Sen Man Cing tidak berani membayangkan hal yang bukan- bukan. *** Senja hari menjelang lagi. Fu Hiong Kun baru kembali dari dusun terdekat, tangannya memeluk sekarung terigu. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Karung terigu itu ternyata berlubang. Isinya berceceran. Tapi Fu Hiong Kun rupanya masih tidak menyadari. Tampaknya pikiran gadis itu sedang kacau, langkah kakinya seperti berat sekali. Cara jalannya juga seperti orang yang hilang ingatan. Setelah masuk ke dalam rumah, dia meletakkan karung berisi terigu di atas meja. Dia duduk di atas bangku panjang yang terdapat di samping meja tersebut. Sekian lama dia duduk termenung, Sen Man Cing sudah berada di sampingnya pun dia masih belum sadar. Melihat keadaannya yang aneh, Sen Man Cing merasa heran. "Hiong Kun. Apa yang telah terjadi?" Tanyanya penuh perhatian. Fu Hiong Kun tersentak dari lamunannya. Dia menggelengkan kepalanya dua kali. "Ti... tidak ada... apa-apa." "Apakah tubuhmu kurang sehat?" Sen Man Cing mengulurkan tangannya meraba kening gadis itu. Tapi tampaknya keadaan Fu Hiong Kun baik-baik saja. Fu Hiong Kun tidak dapat menahan kepiluan hatinya lagi. Sejak kecil dia memang tidak merasakan perhatian seorang ibu. Kasih sayang Sen Man Cing membuat hatinya semakin tersayat. Dia menangis tersedu-sedu. Sen Man Cing semakin 1251 bingung melihatnya. "Hiong Kun, ada apa sebetulnya? Katakanlah padaku. Siapa tahu aku dapat membantumu menyelesaikan masalah yang menggelayut hatimu?" Fu Hiong Kun menggelengkan kepalanya dengan air mata mengalir dengan deras. Sen Man Cing membelai-belai rambut gadis itu. Akhirnya Fu Hiong Kun mengatakan juga apa yang menyusahkan hatinya. "Wan Toako dan Hong cici akan menikah." Rasa terkejut Sen Man Cing bukan alang kepalang. Tubuhnya terhuyung-huyung mundur beberapa langkah. Tiba-tiba dia menjerit dengan keras. "Tidak mungkin!" Suara jeritannya demikian keras sehingga Fu Hiong Kun terperanjat. "Hujin, hal ini memang kenyataan! Tokoh-tokoh Bulim di sekitar sini sudah menerima surat undangan. Mereka beramai- ramai sudah bergegas berangkat ke markas Bu ti bun." Sen Man Cing tampaknya kalang kabut mendengar berita itu. "Kapan waktu pernikahan akan berlangsung?" Desaknya. Fu Hiong Kun malah memandang Sen Man Cing dengan terpana. "Cepat katakan kepadaku! Kapan?" Suara Sen Man Cing lebih mirip ratapan. "Lusa...." Sen Man Cing langsung menghambur ke depan. Fu Hiong Kun mengejarnya. "Hujin, kemana kau akan pergi?" "Bu ti bun!" Sahut Sen Man Cing sambil menerjang ke depan dengan kalap. 1252 Fu Hiong Kun merasa heran juga khawatir, cepat-cepat dia menyusul. Tiba-tiba Sen Man Cing menolehkan kepalanya. "Di mana aku dapat mendapatkan kuda di sekitar sini?" "Di dusun tempat kita biasa membeli segala keperluan." *** Kuda berlari di tanah pegunungan. Tubuh Sen Man Cing menempel erat-erat di pelana kudanya. Fu Hiong Kun yang mengendarai kuda lainnya berusaha mengikuti di belakang Sen Man Cing. Dari mula sampai berangkat, Sen Man Cing tidak mengatakan apa-apa. Fu Hiong Kun tidak jelas memahami apa yang telah terjadi. Tapi melihat kepanikan Sen Man Cing, dia dapat membayangkan bahwa urusan yang dihadapi nyonya itu pasti genting sekali. Dia juga tidak berani banyak bertanya. Dia hanya mengintil terus di belakang Sen Man Cing. Sepanjang perjalanan, kuda tidak pernah berhenti untuk beristirahat. *** Pagi-pagi buta, dua ekor kuda melintasi sebuah sungai kecil. Kebetulan Kongsun Hong sedang berhenti di tepi sungai, kudanya sedang beristirahat meminum air. Melihat Sen Man Cing lewat di depannya, dia segera berteriak memanggil. "Subo...!" Kuda Sen Man Cing melesat sejauh sepuluh depa baru dapat dihentikan. Dia menolehkan kepalanya ke arah Kongsun Hong. "Kongsun ji, apa yang kau lakukan di sini?" Tanyanya dengan nada tajam. 1253 "Suhu menyuruh aku menjemput Subo kembali ke Bu ti bun." "Pada saat ini kau baru sampai?" "Aku... Tecu...." Untuk sesaat Kongsun Hong juga tidak tahu bagaimana harus memberi jawaban kepada Sen Man Cing. "Apakah Tok ku Bu ti yang memintamu agar tidak usah tergesa-gesa?" Tanya Sen Man Cing dengan nada sinis. "Tecu... Suhu...." "Apa sebetulnya yang ia katakan?" Bentak Sen Man Cing dengan suara keras. "Suhu mengatakan bahwa biar Subo sampai pada hari kedua setelah pernikahan juga tidak jadi masalah." Kongsun Hong memberanikan dirinya. Karena bentakan Sen Man Cing tadi, dia tidak dapat berterus terang. Sen Man Cing tertawa sumbang. "Bagus! Tok ku Bu ti. hatimu benar-benar berbisa!" Tentu saja Fu Hiong Kun tidak mengerti apa maksud kata- katanya. Kongsun Hong juga tidak mengerti. Sen Man Cing juga tidak menjelaskan panjang lebar. Dia langsung menarik kudanya agar berlari dengan cepat. Fu Hiong Kun segera mengikuti dari belakang. Kongsun Hong tertegun sejenak.. Akhirnya dia naik ke atas kudanya dan berlari menyusul. Memang sifatnya kadang-kadang berangasan, tapi dia bukan orang bodoh. Melihat tampang Subonya yang begitu marah, lagipula melarikan kuda sedemikian cepat dan panik. Dia ingat lagi mimik wajah Tok ku Bu ti dan cara bicaranya yang aneh. Kongsun Hong segera 1254 dapat merasakan bahwa sesuatu yang mengerikan pasti akan terjadi. Tapi biar bagaimana pun memeras otaknya dia tetap tidak dapat berpikir mengenai yang akan terjadi. Kenyataannya, hal mengerikan yang akan terjadi benar-benar di luar dugaannya. Kalau saja dia tahu sejak semula, bagaimana pun dia akan membangkang perintah suhunya yang akan menghancurkan hidup Tok ku Hong. *** Senja hampir berakhir. Malam sebentar lagi menjelang. Tiba- tiba awan menjadi gelap. Langit mendung. Lalu disusul dengan kilat menyambar serta geledek bergemuruh. Namun pesta pernikahan tidak berhenti walaupun hujan turun dengan lebat. Para tamu sudah hampir memenuhi tempat itu. Cahaya lentera terang benderang. Suara tambur bertalu-talu. Belum lagi pekik sorak dan tawa para hadirin. Begitu keras dan riuhnya sampai-sampai sambaran petir pun hampir tidak terdengar jelas. Peristiwa ini memang menggembirakan semua orang. Termasuk to-koh-tokoh Bulim. Dengan bergabungnya Bu tong pai dan Tok ku Bu ti, tentu orang itu akan kembali memulai hidup baru dan tidak akan menimbulkan bencana lagi bagi dunia persilatan. Oleh karena itu, pesta pernikahan berlangsung dengan lancar. Wan Fei Yang juga gembira sekali, tapi kadang-kadang ada terselip juga kepedihan di dalam hatinya. Alangkah bahagianya seandainya ayah dan ibunya masih hidup dan dapat menyaksikan dirinya menikah. Sedangkan Tok ku Bu ti juga sedang melamun. Mengapa ibu belum sampai juga? 1255 Hatinya sudah rindu sekali. Berulang kali ia melirik ke halaman depan. *** Pada saat itu, Sen Man Cing masih melarikan kudanya di luar kota. Kuda yang ditungganginya saat ini adalah kuda yang kelima. Dia tidak pernah berhenti untuk mengisi perutnya selama dua hari ini. Tentu saja kudanya tidak kuat bertahan. Oleh karena itu, setiap setengah hari dia mengganti kuda yang baru. Dia sendiri bahkan tidak meminum air setitik pun. Sen Man Cing hanya berharap tidak terlambat mencegah pernikahan antara Wan Fei Yang dengan Tok ku Hong. Angin bertiup dengan kencang. Hujan semakin deras. Petir terus menyambar. Geledek memekakkan telinga. Sen Man Cing tidak memperdulikan semuanya. Dia terus memacu kudanya menerjang ke depan. Dipeluknya kudanya erat-erat. Wajahnya basah kuyup, demikian pula sekujur tubuhnya. Entah air hujan atau air mata yang membasahi pipinya. Fu Hiong Kun dan Kongsun Hong mengejar dari belakang. Mereka sendiri sudah seperti orang kalap. Jalanan di hadapan mereka hanya remang-remang. Entah masih berapa jauh jarak yang harus ditempuh untuk mencapai Bu ti bun? Diam- diam Fu Hiong Kun mengkhawatirkan keadaan Sen Man Cing. *** Upacara pernikahan berakhir dengan sempurna. Tok ku Bu ti sendiri yang mengantar sepasang pengantin itu masuk ke dalam kamar untuk melewati malam pertama. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tersenyum simpul atas keberhasilan rencananya yang jahat. Yan Cong Tian duduk di ruangan besar. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Hatinya galau sekali. Bagaimana pun dia tidak menyangka bahwa antara Bu ti bun 1256 dan Bu tong pai bisa menjadi besan. Apakah ini suatu keberuntungan ataukah suatu kemalangan? Dia benar-benar tidak tahu. Tok ku Bu ti masuk ke dalam ruangan tersebut. Dia melirik sekilas kepada Yan Cong Tian lalu mengangkat cawannya dari atas meja. "Yan heng, Siaute menghormatimu dengan secawan arak. Secawan arak ini sebagai tanda musnahnya permusuhan antara Bu ti bun dan Bu tong pai, juga demi ketenteraman dunia Bulim sejak sekarang," Katanya. Mulutnya memang mengucapkan kata-kata itu, tetapi sudah pasti hatinya tidak. Tentunya Yan Cong Tian tidak dapat menerka pikiran Tok ku Bu ti, dia hanya mendengar apa yang keluar dari bibirnya yang manis. Dia merasa arak yang ditawarkan oleh Tok ku Bu ti memang harus diterima. Perasaan gagahnya terbangkit seketika. Dia mengangkat cawannya tinggi-tinggi. "Bagus sekali! Apa yang kau katakan memang benar. Mari kita minum!" Secawan demi secawan mereka keringkan Kadang-kadang keduanya saling pandang lalu tertawa terbahak-bahak. Para tamu yang masih ada juga ikut meneguk arak sebanyak- banyaknya. Hari yang berbahagia ini harus diakhiri dengan meriah. Tidak ada orang yang memperhatikan senyum licik yang tersungging di bibir Tok ku Bu ti. Tidak seorang pun. Di luar ruangan hujan dan kilat saling menyapa. Geledek seakan tidak mau kalah menunjukkan kewibawaannya. Setelah suara tambur berhenti, suara geledek seperti lebih berkuasa lagi memperlihatkan keangkerannya. *** 1257 Di dalam kamar pengantin menyala sepasang lilin merah. Kerumunan orang-orang yang mengganggu sudah keluar semua. Hanya tertinggal sepasang pengantin baru yang saling berhadapan. Tok ku Hong berjalan menuju tempat tidur dan duduk di bagian ujungnya. Kepalanya tertunduk dalam-dalam. Tadinya dia tidak merasakan apa-apa. Sekarang kerumunan orang sudah bubar, tinggal mereka berdua. Perasaannya jengah sekali. Dia tidak berani menatap Wan Fei Yang. Hati anak muda itu sendiri sangat tegang. Maklumlah pengantin baru. Apalagi seumur hidupnya, dia belum pernah bermesraan dengan seorang gadis. Hatinya gelisah. Jantungnya berdebar- debar. Dengan tangan gemetar, dia membuka kerudung yang menutupi wajah Tok ku Hong. Gadis itu melirik Wan Fei Yang sekilas. Pipinya merah karena malu. Dia baru bermaksud menundukkan kepalanya kembali, tetapi Wan Fei Yang sudah memegang dagunya dan mengangkatnya ke atas sedikit. Dua pasang mata saling pandang. Seribu kata-kata telah terucap dalam sinar mata keduanya. Selelah sekian lama, akhirnya Tok ku Hong juga yang mulai membuka suara. "Tolol, mengapa kau memandang aku seperti itu?" Sahutan Wan Fei Yang lebih tolol lagi.. "Aku baru menyadari kalau kau demikian cantik." Tok ku Hong mencibirkan bibirnya. "Tadi kau hanya perduli meminum arak bersama para tamu. Kau bahkan tidak melirik aku sekalipun," Sindirnya pura-pura marah. ".Maka dari itu sekarang aku jadi terpesona memandangmu.." 1258 Tok ku Hong mengerutkan pucuk hidungnya. Wan Fei Yang juga melepaskan pegangannya. Dia berjalan ke arah meja dan mengambil dua cawan arak. "Jangan marah. Sekarang aku minum secawan denganmu." "Aku tidak ingin minum," Sahut Tok ku Hong sambi! memalingkan wajahnya. "Orang mengatakan bahwa pengantin baru malah harus minum arak dari cawan yang sama. Mana boleh tidak mau minum?" Tok ku Hong terpaksa menerima cawan arak itu dan mengeringkan isinya sekaligus. Sekejap kemudian wajahnya sudah berona merah, tetapi hal itu malah membuat kecantikannya semakin kentara. Wan Fei Yang kemudian mengeluarkan sepotong belahan giok dari saku pakaiannya. "Siau fei adalah orang yang melarat. Hanya ada sepotong giok ini yang dapat dihadiahkan kepadamu." Tok ku Hong mengulurkan tangannya menerima potongan giok tersebut. Wan Fei Yang mengambil kesempatan itu untuk meraih tangan Tok ku Hong. Dalam waktu yang bersamaan, keduanya saling berpelukan dengan erat.. Tepat pada saat itu juga, tiba-tiba pintu didobrak dari luar. Sen Man Cing menerjang masuk dengan seluruh tubuh basah kuyup. Wajahnya pucat pasi.... "Kalian tidak boleh...!" 1259 suaranya terdengar parau. Baru mengucapkan beberapa patah kata itu, dilihatnya keadaan kedua orang itu masih berpakaian rapi. Dia menghela nafas lega, seakan baru saja terlepas dari beban yang berat. Wan Fei Yang dan Tok ku Hong terkejut sekali. Melihat keadaan Sen Man Cing, hati mereka semakin tergetar. Sen Man Cing bertumpu pada pintu kamar. Nafasnya tersengal- sengal. Hampir saja dia jatuh terkulai. "Ibu...!" Tok ku Hong menyapa satu kali kemudian termangu-mangu. Akhirnya dia membuka suara juga. "Apakah ibu marah karena anak tidak memberitahu dahulu tentang pernikahan ini?" "Hujin...!" Wan Fei Yang masih menyapa dengan panggilan yang biasa digunakan. Tok ku Hong mengerling ke arah Wan Fei Yang sekilas. Baru saja dia hendak menegur Wan Fei Yang, Sen Man Cing sudah mencegahnya. Wanita itu menggoyangkan tangan berulang kali. "Kalian tidak boleh menikah," Katanya lirih. Tok ku Hong hampir tidak mempercayai pendengarannya. Namun dia masih belum mengerti. Dikiranya Sen Man Cing benar-benar marah karena tidak menghadiri pesta pernikahannya. "Ibu, Tia sudah menyuruh Suheng memanggilmu pulang. Tetapi rupanya terlambat. Kalau Ibu masih marah, biar anak menyembah dengan membenturkan kepala tiga kali untuk memohon pengampunan darimu." 1260 "Aku juga..." Tukas Wan Fei Yang gugup. Melihat keadaan kedua orang itu. Sen Man Cing tertawa getir. "Ibu, berjanjilah bahwa kau tidak akan marah lagi," Kata Tok ku Hong selanjutnya. Wan Fei Yang baru saja bermaksud mengucapkan beberapa patah kata, tapi Sen Man Cing kembali menggelengkan kepalanya. Dia tertawa sumbang. "Nasib kalian sungguh buruk," Sahutnya sambil menarik nafas panjang. Tok ku Hong dan Wan Fei Yang semakin terpana. Air mata Sen Man Cing sudah mengalir dengan deras. Dia mendongakkan kepalanya ke langit-langit dan berkata dengan suara mantap. "Thian. Seandainya kesalahan Sen Man Cing demikian besar, juga tidak seharusnya kau menghukum kedua anak yang tidak berdosa ini. Hukumlah aku seorang!" Tok ku Hong memandangnya dengan tatapan tidak mengerti. "Ibu, apa yang kau katakan?" Tanyanya kebingungan. Wan Fei Yang menatap ke arah Tok ku Hong kemudian beralih kepada Sen Man Cing. Meskipun dia tidak mengerti apa yang diucapkan wanita itu, namun hati kecilnya membisikkan tentang sesuatu yang tak beres. Sen Man Cing menolehkan kepalanya ke arah kedua orang itu. Dia menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Bagaimana pun kalian tidak boleh menjadi suami istri...!" "Kenapa?" Teriak Tok ku Hong. Dia menghambur ke depan dan mencengkeram sepasang tangan Sen Man Cing. Wan Fei Yang juga cepat-cepat menghampiri. "Betul, Hujin. Apa sebabnya kami tidak boleh menikah?" Tanyanya penasaran. 1261 "Karena kalian adalah abang adik seayah lain ibu," Sahut Sen Man Cing sepatah demi sepatah. Tiba-tiba kilat menyambar menerangi wajah ketiga orang itu. Tidak ada satu pun yang tidak berubah wajahnya pada saat itu. Demikian juga Sen Man Cing. Terbukti betapa besar keberanian yang harus dikumpulkan untuk mengutarakan kenyataan ini. Wan Fei Yang tertegun. To ku Hong malah seperti orang kalap. "Mana mungkin? Siau Fei she Wan, anak she Tok ku...?" Sen Man Cing menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya kalian berdua sama-sama she Gi. Kalian adalah putri Gi Ban li!" Hati Wan Fei Yang tergetar. Tubuhnya sampai terhuyung- huyung. Tok ku Hong masih belum mengerti. Dia menatap Sen Man Cing keheranan.... "Bukankah Gi Ban li adalah nama asli Ci Siong tojin sebelum menjadi pendeta. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Antara Tia dengan dia...." "Tok ku Bu ti bukan ayahmu!" Tukas Sen Man Cing. Dia berhenti sejenak. Kemudian duduk di samping meja dengan wajah sendu. Sekarang kejadian sudah terlanjur sedemikian rupa. Aku juga tidak perlu mengelabui kalian lagi." Matanya menerawang di kejauhan. Peristiwa itu terjadi ketika Ci Siong pertama kali bertarung dengan Tok ku Bu ti...." Akhirnya Sen Man Cing menceritakan rahasia hatinya yang telah terpendam selama puluhan tahun. "Dua puluh tahun lebih yang lalu, aku menikah dengan Tok ku Bu ti. Usianya masih cukup muda. Namun karena cita-citanya untuk menguasai dunia persilatan, dia rela mempelajari ilmu Mil kip sinkang. Sedangkan dia sendiri tahu dengan jelas, bahwa Mit kip sinkang adalah ilmu silat yang dapat 1262 merusakkan bagian kelamin kaum pria sehingga tidak dapat membuahkan anak. Tetapi Tok ku Bu ti tetap nekat. Akhirnya kami menjadi suami istri dalam pandangan orang luar saja. Padahal kami tidak bisa melaksanakan kewajiban sebagai suami istri yang sebenarnya." Tok ku Hong dan Wan Fei Yang mendengarkan sampai termangu-mangu. "Pada saat itu, hal yang paling diutamakan oleh Bu ti bun adalah pertarungan yang telah ditentukan selama sepuluh tahun sekali dengan Bu tong pai. Ketika saat pertandingan tiba akhirnya Tok ku Bu ti dapat mengalahkan Ci Siong tojin dengan ilmu Mit kip sinkangnya. Sen Man Cing menarik nafas panjang. Matanya masih menerawang seakan sedang mengingat kembali peristiwa yang terjadi saat itu. Tok ku Hong dan Wan Fei Yang menunggu dengan hati berdebar-debar. "Sebetulnya dia bermaksud membunuh Ci Siong tojin saat itu juga. Untung saja Ci Siong tojin masih mempunyai sisa tenaga untuk melarikan diri. Tidak disangka-sangka dia justru lari ke arah Liong hong kek. Pada saat itu, Tok ku Bu ti sudah bertekad untuk menguasai dunia persilatan. Dia menutup diri dan berlatih dengan giat agar dapat mencapai taraf tertinggi Mit kip sinkang. Hatiku juga sempit saat itu. Aku seperti sengaja ingin menantangnya sampai di mana pun. Orang yang ingin dibunuhnya jatuh tidak sadarkan diri di daerah Liong hong kek. Aku justru sengaja menolong orang itu. Aku bahkan membawa Ci Siong tojin tinggal di dalam Liong hong kek. Dengan penuh perhatian aku merawatnya. Sampai lama waktu berlalu, tetap tidak terlihat bayangan Tok ku Bu ti datang berkunjung. Selama dalam perawatanku, Ci Siong to jin sering mengajarkan berbagai hal kepadaku. Seperti melukis, membaca syair, memetik harpa bahkan bermain catur. Selama itu hubungan kami masih terbatas dalam kesopanan yang sudah semestinya.." 1263 Mendengar sampai di situ, tanpa sadar Wan Fei Yang memperdengarkan suara tertawa getir. Tok ku Hong justru semakin tertegun. "Tiga bulan berlalu kembali. Akhirnya Tok ku Bu ti keluar dari ruangan di mana dia menutup diri. Namun dia tidak mengunjungi aku, hanya menyuruh salah seorang anak buah- nya membawakan secarik kertas yang isinya menyatakan bahwa dia sudah berangkat ke Thai san untuk memenuhi undangan Eng-hiong tai-hwe (pertemuan para pendekar). Dia juga menyatakan keinginannya untuk menggemparkan dunia persilatan. Kurang lebih setahun setengah baru bisa kembali lagi. Meskipun aku tahu, sebetulnya dia ingin melatih Mit kip sinkang sampai taraf yang lebih tinggi, maka dari itu dia sengaja menghindari aku agar terlepas dari ikatan cinta kasih. Aku merasa sedih dan kecewa. Malam itu aku meminum arak sebanyak-banyaknya agar melupakan kepahitan yang kuterima itu. Siapa sangka setelah benar-benar mabuk, aku melakukan kesalahan besar." Wajah Wan Fei Yang dan Tok ku Hong semakin tidak enak dipandang. Sen Man Cing masih menangis terisak-isak. "Setelah tersadar dari mabuk, Ci Siong dan aku merasa sedikit menyesal. Saat itu luka Ci Siong sudah hampir sembuh. Ketika dia mengetahui aku juga mempelajari lwekang, maka dia mewariskan ilmu Tian can sinkang kepadaku. Dia berharap aku dapat menemukan kuncinya agar dapat mencapai taraf akhir ilmu tersebut. Di kemudian hari bila kami sampai mempunyai anak, dia meminta aku mewariskan ilmu itu kepada anak kami...." Semakin lama berbicara, perasaannya semakin bergejolak. Suaranya juga semakin parau. Dengan termangu-mangu Wan Fei Yang serta Tok ku Hong menatapnya lekat-lekat. Mereka tidak mengatakan apa-apa. Air mata Tok ku Hong sudah mulai membasahi pipinya. Tanpa menunggu sampai Sen Man Cing 1264 menyelesaikan kata-katanya, air mata sudah mengalir semakin deras. Tiba-tiba dia bangkit berdiri dan ber-teriak sekeras-kerasnya. "Jangan katakan lagi!" Sen Man Cing memang tidak sanggup meneruskan kata- katanya lagi. Dengan berurai air mata dia memeluk Tok ku Hong erat-erat. Tanpa dapat menahan diri lagi, Tok ku Hong menangis tersedu-sedu. Adatnya sangat keras. Biasanya jangan kata menangis tersedu-sedu, mengalirkan setetes air matapun tidak mudah baginya. Tapi kesedihannya sekarang sudah tidak terkatakan. Wan Fei Yang juga merasa hatinya tertekan. Dia menatap Tok ku Hong yang saling merangkul dengan Sen Man Cing dengan pandangan terpana. Air mata juga sudah membasahi pipinya. Tepat pada saat itu juga, tiba-tiba Tok ku Hong menarik dirinya dari pelukan Sen Man Cing. Dia menghambur dari kamarnya. Di luar angin masih bertiup dengan kencang. Hujan juga masih turun dengan lebat. Tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya, Tok ku Hong berlari seperti orang kalap. Sekejap saja wajah dan tubuhnya sudah basah kuyup. Tok ku Hong seperti tidak merasakannya. Dia terus menerjang ke depan. "Hong ji...!" Teriak Sen Man Cing pilu. Dia terus mengejar di belakang gadis itu. Sesampainya di koridor panjang, terdengar kilat menyambar. Geledek bergemuruh seakan ingin memecahkan angkasa. Hati Sen Man Cing semakin tergetar. "Blukk!" Dia menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.. "Thian, kalau kau memang ingin menjatuhkan hukuman, biarlah aku yang menerima hukuman ini...!" Ratapnya pilu. 1265 Mendengar teriakannya hati Wan Fei Yang semakin tertekan. Dengan air mata berderai, dia juga menerjang keluar dari kamar. Saat itu dia merasakan benaknya berubah menjadi kosong melompong. Kilat masih menyambar. Geledek masih menggelegar. Sekali disusul dua kali, membuat hati orang yang mendengarnya semakin tercekam. Di bawah cahaya kilat yang menyambar, perlahan-lahan Sen Man Cing bangkit berdiri. Dengan susah payah dia menyeret langkah kakinya. Meskipun hatinya sedih, tapi dia masih bersyukur kepada Thian. Setidaknya Thian telah menunjukkan kebesarannya dengan memberi kesempatan padanya untuk tiba pada saat yang tepat. Hanya satu orang yang dibencinya saat ini. Kebencian yang menyusup sampai ke tulang sumsum. Tok ku Bu ti! * ** Angin bertiup dengan kencang. Hujan tetap mencurahkan air dengan deras. Tok ku Bu ti justru membuka jendela di ruang perpustakaannya lebar-lebar. Sambil menikmati cahaya kilat dan suara guntur, dia meneguk arak seorang diri. Jilid 28 Malam sudah demikian larut. Tapi dengan pikiran yang bergejolak, mana mungkin dia dapat tidur dengan pulas. Sambil meminum araknya dia membayangkan apa yang telah terjadi. Tanpa dapat menahan diri dia tertawa terbahak-bahak. 1266 "Ci Siong, Sen Man-cing, hari ini dua puluh tahun telah berlalu. Namun kalian tidak menyangka kalau aku masih sempat membalas dendam yang terpendam selama dua puluh tahun ini bukan?" Tentu saja semua ucapannya itu hanya untuk didengar oleh dirinya sendiri. "Wan Fei-yang! Tahu rasa kau!" Dengan mata berkobar- kobar dia mengeringkan isi cawannya. "Meskipun kau telah berhasil melatih Tian-can sinkang, dan tidak ada tandingannya lagi di dunia ini, namun mulai besok, jangan harap kau masih punya muka berhadapan dengan orang-orang dunia kangouw." Tok-ku Bu-ti mulai mabuk. Dia berkata seorang diri sambil menganggukkan kepalanya. "Malam ini kau boleh merasakan kepuasan dan kegembiraan sepenuhnya. Besok aku akan membeberkan kebejatan kalian yang menikah antara saudara kandung sendiri. Pada saat itu aku ingin lihat bagaimana kalian harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh teman-teman dari dunia kangouw!" Dia mengisi cawannya lagi sampai penuh. Lagi diteguknya sekaligus. Belum lagi dia sempat meletakkan cawannya di alas meja. Pintu ruang perpustakaan itu sudah didobrak oleh seseorang. Tok-ku Bu-ti langsung menoleh ke arah pintu tersebut. "Siapa?" Bentaknya dengan suara keras. Kilat yang menyambar menyorotkan cahaya ke atas wajah orang itu. Sen Man-cing. Rambutnya acak-acakan. Matanya menyorotkan sinar kepedihan juga kemarahan. Tampangnya lebih mirip mayat yang baru bangkit kembali. "Ternyata kau sudah datang," Sapa Tok-ku Bu-ti sambil mengerutkan alisnya. Kemudian dia mengangkat cawannya 1267 tinggi-tinggi. "Hari ini adalah hari baik. Kita berdua suami istri harus minum satu dua cawan untuk merayakannya!" Bibir Sen Man-cing bergetar. "Apakah perbuatanmu ini masih dapat disebut kelakuan seorang manusia?" Akhirnya Sen Man-cing tidak dapat menahan diri lagi. Dia berteriak sekeras-kerasnya. Ternyata Tok-ku Bu-ti masih bisa tertawa lebar. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Apa sebetulnya maksud perkataanmu itu?" Sen Man-cing menatap Tok-ku Bu-ti lekat-lekat. Dia seakan malam ini baru melihat jelas siapa adanya manusia yang satu ini. "Apa yang kau katakan tadi?" Tok-ku Bu-ti pura-pura terkejut. "Oh? Rupanya kau sudah mendengar semuanya?" "Aku sudah mendengar semuanya dengan jelas. Semuanya.... Tidak ada satu kata pun yang ketinggalan!"sahut Sen Man-cing sepatah demi sepatah. "Kalau begitu, aku malah harus mengundang kau masuk ke dalam," Kata Tok-ku Bu-ti sambil bangkit dari duduknya. Sen Man-cing justru sengaja masuk ke dalam. "Kalau kau memang membenci aku, kau boleh bunuh saja diriku. Mengapa harus melakukan semua ini?" Tok-ku Bu-ti hanya tersenyum simpul. 1268 "Betul, aku memang bersalah terhadapmu. Aku mengkhianatimu. Tapi kau tidak perlu membalaskan sakit hati ini kepada putriku!" Senyum Tok-ku Bu-ti semakin lebar. "Masa ini yang kau namakan balas dendam? Putri kita mencintai Wan Fei-yang, aku justru merestui mereka. Apa salahnya?" "Kau masih berani membantah?" Sen Man-cing maju selangkah demi selangkah ke hadapan Tok-ku Bu-ti. "Kau tahu putri siapa Tok-ku Hong sebenarnya. Kau juga tahu Wan Fei-yang adalah anak kandung Ci Siong. Mengapa kau membiarkan mereka menikah?" "Dapatkah kau membiarkan aku mengatakan sesuatu yang bijaksana?" Sikap Tok-ku Bu-ti tetap demikian tenang. "Kau juga punya kata-kata yang bijaksana?" "Dengar baik-baik. Semua ini adalah hasil perbuatanmu sendiri!" Tok-ku Bu-ti menuding Sen Man-cing. "Thianlah yang lelah mengatur segalanya sebagai hukum karma kepada kalian pasangan anjing ini!" Sen Man-cing terhuyung-huyung mundur dua langkah. Tok-ku Bu-ti mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak- bahak. Dia mengulurkan tangannya menarik Sen Man-cing ke dekatnya. Dia mendelik ke arah Sen Man-cing dengan tertawa lebar. 1269 "Tidak seharusnya kau datang ke mari. Tetapi karena kau sudah datang, aku tidak akan membiarkan engkau meninggalkan kamar ini dan menghancurkan apa yang telah kurencanakan!" Tangannya mencengkeram lengan Sen Man- cing semakin erat. Sen Man-cing tertawa sumbang. "Dengan kecerdasan otakmu, seharusnya kau dapat berpikir bahwa sebelum menginjak tempat ini, aku pasti sudah singgah di tempat yang lain." "Kau sudah ke kamar pengantin Hong ji?" Tanya Tok-ku Bu-ti yang wajahnya langsung berubah kelam. "Untung saja belum terlambat." Sen Man-cing menggelengkan kepalanya. "Meskipun hati mereka sangat sedih, tapi mereka toh belum melakukan hal yang akan menghancurkan kehidupan mereka sendiri." Wajah Tok-ku Bu-ti berubah hebat. "Brak!" Cawan di tangannya diremasnya sampai hancur. Dia melepaskan cengkeramannya pada Sen Man-cing. Tangan kanannya terkepal erat. Dadanya naik turun. Wajahnya dari putih menjadi merah padam. Tampaknya dia akan menghantamkan tinjunya kepada Sen Man-cing. Wanita itu memandangnya dengan tatapan dingin. Tidak ada sorot takut sedikit pun di matanya. Tinju Tok-ku Bu-ti tidak dihantamkan ke depan. Malah tangannya yang tadi terkepal kiri mengendur kembali. Meskipun kau telah menggagalkan rencana yang aku jalankan, namun aku tetap tidak akan membunuhmu," Katanya dengan suara berai. 1270 "Apa lagi yang kau tunggu?" Nada Sen Man-cing dingin dan datar. "Kalau aku berniat membunuhmu, tentu sudah aku lakukan dua puluh tahun yang lalu. Tidak perlu menunggu sampai sekarang." Sen Man-cing tidak berkata apa-apa. "Aku rasa, terlalu enak kalau membunuhmu begitu saja," Kata Tok-ku Bu-ti selanjutnya. "Tanpa terasa air mata Sen Man-cing mengalir dengan deras. Tok-ku Bu-ti yang melihat keadaannya malah tertawa terbahak-bahak. "Tapi aku juga merasa heran, kau toh masih ada muka untuk hidup sampai hari ini." Sen Man-cing tetap menangis tanpa menyahut. Tok-ku Bu-ti menepuk tangannya keras-keras. "Ternyata Wan Fei- yang sudah mengetahui urusan ini. Mengapa dia masih belum mencari aku untuk membuat perhitungan?" Baru saja ucapannya selesai, Wan Fei-yang sudah muncul di depan pintu. Tubuhnya basah kuyup. Dia mendelik ke arah Tok-ku Bu-ti dengan pandangan sedih. "Menantu yang baik...." Tok-ku Bu-ti juga sudah melihat Wan Fei-yang. Dia malah terbawa terbahak-bahak. "Ini kan malam pengantinmu, mengapa kau tidak berdiam di kamar saja bermesraan dengan istrimu yang cantik jelita?" "Tutup mulut!" Bentak Wan Fei-yang dengan tubuh gemetar. Sepasang tangannya terkepal erat-erat sehingga berubah warna menjadi putih pucat. 1271 Tok-ku Bu-ti semakin senang melihat keadaannya. Seraya tertawa lebar dia menoleh kepada Sen Man-cing. "Hujin, menantu kita ini lumayan juga...." "Tok-ku Bu-ti, orang-orang boleh menganggap dirimu seekor burung rajawali, tapi aku memandangmu seperti seekor gagak!" Tukas Sen Man-cing ketus. Wan Fei-yang langsung mengulurkan jari tangannya menuding Tok-ku Bu-ti. "Tok-ku Bu-ti, keluar kau!" Bentaknya. Tok-ku Bu-ti menepuk-nepuk bajunya sen diri agar terlihat rapi. "Menantu yang baik, luka dalam mertuamu ini masih belum pulih betul." "Tidak perduli. Pokoknya malam ini aku harus membunuhmu!" Tukas Wan Fei-yang. Tok-ku Bu-ti tertawa lebar. "Membunuhku? Demi Bu-tong- pai atau demi Ci Siong?" "Terhadap manusia sesat dan keji seperti engkau, tidak perlu mengemukakan alasan kalau hanya untuk membunuhmu!" "Kata katamu ini kedengarannya sangat berjiwa pendekar. Sayangnya pribadi seseorang tidak dapat ditentukan dari pembicaraan saja. Apalagi murid Bu-tong," Sindir Tok-ku Bu-ti tajam. Wan Fei-yang marah sekali. "Tidak usah banyak bicara!" Tok-ku Bu-ti tidak memperdulikannya. 1272 "Umpamanya Ci Siong tojin, dia menjabat sebagai Ciangbunjin Bu-tong-pai, tetapi tindak-tanduknya sungguh memalukan. Berani merayu istri orang!" Sindirnya kembali. "Aku suruh kau keluar!" Suara Wan Fei-yang semakin menggelegar. "Kok cuma kau sendiri? Mana pengantin perempuannya?" Tanya Tok-ku Bu-ti mengalihkan pokok pembicaraan. Wan Fei-yang tidak dapat menahan dirinya lagi. Seraya meraung murka, dia menerjang ke arah Tok-ku Bu-ti. Telapak tangannya sudah bersiap-siap untuk dihantamkan ke depan. Angin yang terpancar dari sepasang telapak tangannya seperti badai yang siap mengamuk. Tok-ku Bu-ti mengungkit kakinya. Tongkat kepala naganya melayang ke udara. Sepasang tangannya mendorong, tongkat kepala naga itu meluncur ke depan. Wan Fei-yang merangkapkan kedua telapak tangannya. Tenaga dalam dikerahkan. Tongkat kepala naga itu pun terpental kembali. Setengah tubuh Tok-ku Bu-ti bagian atas melenggok sambil memutar tongkat kepala naganya seperti gasing. Tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti memang berbentuk panjang. Ujungnya yang berputaran menyerang Wan Fei-yang secara gencar. Wan Fei-yang menghimpun hawa murninya. Dia mengkombinasikannya dengan jurus Pik lek ciang. Sepasang telapak tangannya tiba-tiba berubah kaku laksana lempengan baja. Hantaman telapak tangannya terus menyambut sapuan tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti. Dua puluh sembilan kali berturut-turut tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti menyerang Wan Fei-yang dan semuanya berhasil disambut dengan baik. Namun seluruh perabotan dalam kamar seperti meja, kursi, jambangan bunga, kendir arak serta beberapa cawan pecah berkeping-keping akibat pertarungan mereka. 1273 Meskipun demikian, sepasang telapak tangan Wan Fei- yang sama sekali tidak tergores ataupun terluka akibat hancuran perabot-perabot tersebut. Melihat keadaan itu, Tok- ku Bu-ti terkejut sekali. Tongkat kepala naganya masih berputaran. Angin yang ditimbulkannya menerpa di sekitar. Tiba-tiba Tok-ku Bu-ti merubah gerakannya. Dia melancarkan sebuah jurus yang bernama 'Ular berbisa keluar dari goa'. Serangannya kali ini tertuju ke arah ulu hati Wan Fei-yang. Tubuh Wan Fei-yang menggeser ke samping menghindari serangannya. Tongkat kepala naga meluncur lewat di bahunya. Sepasang tangannya terulur secepat kilat. Dia mencengkeram tongkat kepala naga tersebut. Padahal Tok-ku Bu-ti telah mengukur dengan seksama. Namun ternyata perkiraannya meleset juga. Bukan saja dia tidak berhasil melukai Wan Fei-yang, malah tongkat kepala naganya kena dicengkeram. Dengan demikian, terjadilah adu tenaga dalam tarik menarik. Bagaimana pun Tok-ku Bu-ti berusaha, dia tetap tidak berhasil menarik kembali tongkat kepala naganya dari cengkeraman Wan Fei-yang. Lengan baju keduanya menimbulkan bunyi keresekan dan sepasang kaki masing-masing amblas ke dalam tanah. Ilmu Ulat Sutera Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Tok-ku Bu-ti sudah mengerahkan Mit-kip sinkangnya. Wan Fei-yang juga sudah menghimpun tenaga Tian-can sinkang. Dua pasang mata saling tatap dengan tajam seperti bilah pisau yang saling beradu. Suara keresekan lengan baju tidak terdengar lagi. Lengan baju Tok-ku Bu-ti bagai balon yang ditiup sampai mengembang. Sedangkan lengan baju Wan Fei-yang perlahan-lahan lurus dan semakin lama semakin kaku. Mereka tidak bergeming sama sekali. Sen Man-cing yang berdiri di sudut tanpa sadar telah mundur satu langkah. Sekarang dia mundur lagi satu langkah. Hal ini bukan atas kehendaknya sendiri. Tapi karena segulung demi segulung kekuatan yang tidak berbentuk maupun 1274 bersuara mendesaknya, sehingga mau tidak mau dia terpaksa mundur terus. Nafasnya semakin lama semakin sesak. Seluruh udara dalam ruangan itu seakan tersedot oleh tenaga kedua orang itu. Kekuatan yang menyelimuti keadaan sekitar juga semakin lama semakin dahsyat. Sen Man-cing sampai terdesak mundur tujuh langkah berturut-turut. Setelah itu barulah perasaannya lebih lega. Sementara itu, rambut Tok-ku Bu-ti dan jenggotnya tiba- tiba mengembang kaku. Demikian juga kuncir rambut Wan Fei-yang. Bedanya kalau rambut serta jenggot Tok-ku Bu-ti berdiri kaku, sedangkan rambut Wan Fei-yang berdiri namun lembut melambai-lambai bagaikan terapung di permukaan air. Di tengah-tengah kedua orang itu, tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti mulai memperlihatkan perubahaan. Kadang- kadang menyapu ke atas, kadang-kadang menyapu ke bawah. Kadang-kadang meluncur ke depan kemudian ditarik kembali. Akhirnya yang terlihat hanya bayangan putih yang berkelebat. Terdengar suara "Brak!" Tongkat kepala naga Tok-ku Bu-ti terputus menjadi dua bagian. Tubuh kedua orang itu terpental ke belakang dalam waktu yang bersamaan. Kemudian terjatuh di atas tanah. Begitu kerasnya tenaga kedua orang itu sehingga melayang keluar dari kamar. Wan Fei-yang bangkit dan mulai mengerahkan ilmu di koridor panjang tersebut. Tok-ku Bu-ti menerobos lewat sebuah jendela sehingga pecah berantukan. Dia juga terpental di tempa! yang sama. Tepai pada saat itu. di benaknya terlintas pikiran untuk melarikan diri. Pikiran ini datangnya begitu cepat dan sensitif. Tempo hari di Kuan-jit-hong, Tok- ku Bu-ti pernah dikurung oleh Thian-ti dan Fu Giok-su dan kawan-kawan dalam barisan Hujan. Angin, Kilat serta 1275 Geledek. Keadaannya waktu itu sangat berbahaya, namun dia tetap melangsungkan pertarungan. Dia menyadari bahwa keenam orang itu, seandainya berduel satu lawan satu sama sekali bukan tandingannya. Sekarang dia juga sudah menyadari bahwa kekuatan Wan Fei-yang seorang diri saja sudah jauh di atasnya. Boleh dikatakan bahwa sejak menjabat jadi ketua Bu-ti-bun atau seumur hidupnya baru kali ini dia menemui lawan setangguh Wan Fei-yang. Seorang lawan yang dihadapinya berdasarkan dendam pribadi dan benar-benar mempunyai ilmu lebih tinggi daripadanya. Sampai di mana kehebatan Tian-can sinkang dia sama sekali tidak tahu. Dia hanya tahu ketua generasi pendahulu dari Bu-ti-bun yaitu Sia ho Tian cong pernah mengalami kekalahan. Justru kekalahannya terjadi karena lawannya menggunakan Tian-can sinkang. Sedangkan dia berhasil mengalahkan Ci Siong tojin sebanyak tiga kali adalah karena Ci Siong tojin sama sekali tidak menguasai Tian-can singkang. Dalam soal adu tenaga dalam antara dia dan Wan Fei- yang tadi, paling tidak dia sudah dapat memastikan satu hal. yakni tenaga yang terpancar dari Tian-can singkang, sama sekali bukan kekuatan yang dapat ditandingi oleh Mit-kip sinkang. Meskipun tidak terluka, tapi kalau diteruskan, dia juga tidak mempunyai kemungkinan untuk memenangkan pertarungan tersebut. Dia seorang yang penuh perhitungan. Dari caranya menggempur Go-bi-pai, sudah terlihat jelas bahwa dia adalah jenis manusia yang tidak akan melakukan suatu hal yang tidak dapat dipastikannya. Seandainya dia sudah sadar bahwa pertarungan ini tidak mungkin dimenangkannya, mana mungkin dia masih mempunyai gairah untuk melanjutkan pertarungan itu? Toh tidak ada orang yang akan memperdulikan menang atau kalahnya lagi, lalu mengapa 1276 tidak menggunakan kesempatan yang ada untuk melarikan diri...? Begitu pikirannya tergerak, tubuhnya langsung melesat ke atas. Pada saat itu juga Wan Fei-yang sudah menerjang tiba. Dia sama sekali tidak perduli apa yang dilakukan oleh Tok-ku Bu-ti. Orangnya sampai telapak tangannya langsung meluncurkan dua kali hantaman, Wan Fei-yang juga tidak bimbang sewaktu menghantamkan telapak tangannya. Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo