Manusia Aneh Alas Pegunungan 1
Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl Bagian 1
Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya dari Gan K.l yoza collection Hong san Koay Khek Halaman yoza collection Hong san Koay Khek Halaman Saduran . Gan K.L Penerbit . Pantja Satya Semarang (1961) Edited & Ebook by . yoza Manusia Aneh Dialas Pegunungan 1 IANTARA gunung-gemunung diwilayah Tiongkok yang paling terkenal adalah Ngo-gak atau lima gunung raksasa, yaitu Tiong-gak (gunung tengah) Ko-san, Lam-gak (gunun selatan) Heng-san, Pak-gak (gunung utara) Hing san, Tong-gak (gunung timur) Thay-san dan Se-gak (gunung barat) Hoa-san. Lam-gak Heng-san yang tegak berdiri ditengah propinsi Oulam itu menjulang setinggi beberapa ribu meter, diantaranya adalah puncak Giok-yong-hong yang paling tinggi dan diatas puncak ini terdapat sebuah biara yang tidak terlalu besar, tapi cukup megah, namanya Lo-seng-tian . Suatu hari di-tengah2 pendapa rumah biara tersebut, beberapa orang tertampak duduk berhadapan mengitari meja. Yang duduk ditempat tuan rumah adalah seorang tosu atau imam tua yang berjenggot panjang memutih, memakai jubah biru, dandanannya sederhana. Duduk disamping imam tua itu juga seorang tosu yang berusia setengah umur, mata-alisnya jernih bagus, semangatnya tangkas. Dan dua orang lagi, yang satu adalah seorang laki2 berewok, dipunggungnya menggemblok sebuah perisai besar, sedang seorang lainnya adalah lelaki kurus. Beberapa orang yang mengitari meja ini bukan sedang mengadakan Konperensi Meja Bundar , tapi mereka duduk tenang tanpa buka suara, masing2 memandang keluar pintu dengan wajah yang tak sabar se-akan2 sedang menantikan kedatangan seseorang. Jing-ling Totiang , kata lelaki berewok tadi tiba2, agaknya sudah tak sabar lagi. Siapakah gerangannya yang kau undang pula? Mengapa hingga kini masih belum muncul? Lelaki tegap berewok ini adalah tokoh dunia persilatan yang terkenal didaerah Kanglam, she Tong bernama Po, orang memberikan julukannya Tai-lik-kim-kong atau Dewa bertenaga raksasa, perangainya sangat keras dan tak sabaran. 2 Sedang Jing-ling Totiang yang ditegurnya itu ialah imam tua tuan rumah tadi. Maka dengan mengelus jenggotnya ia menjawab dengan suara berat, Ya, orang ini selamanya tak pernah ingkar janji, sepantasnya saat inipun sudah harus tiba. Jing-ling Toyu (kawan dalam agama), sela imam setengah umur tadi, siapakah gerangan yang seorang itu ? Sungguh bukannya aku membual, sekalipun umpamanya langit bakal ambruk, dengan kita beberapa orang ini rasanyapun cukup kuat untuk menyanggahnya. Maka ada urusan apakah sebenarnya, lekas kau tuturkan saja! Imam yang menyela ini she Cu bernama Hong Tin alias Siau-yau-ih-su atau si Kelana hidup bebas. Ia adalah tokoh kelas tertinggi dari golongan Jing-sia-pay. Silahkan kalian melihat tungku batu didepan pintu kelentingku itu ! demikian sahut Jing-ling-cu sambil meng-geleng2 kepala menunjuk keluar pintu. Kiranya kelenting Lo seng-tian itu hampir seluruhnya dibangun dengan lonjoran2 batu yang rata2 4-5 kaki persegi. Lebih2 undak2an batunya adalah tatahan dari pegunungan yang melengkeit. Diatas undak2an batu itu, tadinya terdapat sebuah tatahan tungku besar hio-lo (tempat pembakaran dupa besar) yang tingginya kira2 lima kaki, tapi kini kelihatan sudah roboh. Nampak itu, Tai-lik-kim-kong Tong Po menjadi heran. Apanya yang harus dilihat? katanya dengan mata membelalak lebar. Namun tidak demikian dengan Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin. Eh, tenaga orang ini besar amat! katanya heran sambil kebaskan kebut pertapaannya. Ya, malahan amat besar pula nyalinya! timbrung si lelaki kurus yang sejak tadi berdiam itu. Sungguh berani ia mengunjukkan kemahiran didepan Lo-seng-tian diatas Ciok-yong-hong ini! Mendengar percakapan kawannya itu, barulah kini Tong Po tahu bahwa tungku batu itu ternyata didorong roboh mentah2 oleh tenaga orang. Pernah beberapa kali ia datang ke Ciok-yong-hong ini dan selamanya tahu kalau tungku batu itu aslinya bergandengan dengan batu undak2an yang sengaja dipahat dari sebuah batu raksasa. Ia sendiri berjuluk Tai-lik-kim-kong dan mempunyai tenaga sakti pembawaan, tapi ia sendiri menaksir takkan mampu mendorongi tungku batu itu sedikit juga, maka ia melelet2kan lidah, lalu ia tak berani buka suara lagi. 3 Jing-ling-Toyu, sebenarnya siapakah gerangan seorang lagi yang belum datang itu? kembali Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin bertanya. Kiranya ia bersama Tong Po dan Hui-hi (Ikan Terbang) Bok Siang-hiong dari Tong- ting-ou (Danau Tong-ting, diwilayah Oulam), yaitu silelaki kurus itu, semuanya datang ke Lo-seng tian ini karena menerima undangan penting kilat dari Jing-ling-cu, maka siang dan malam jauh2 mereka memburu datang. Siapa tahu sesudah sampai, Jing-ling-cu sendiri tampaknya malahan tidak gugup atau kuatir, hanya bilang masih harus menantikan pula kedatangan seorang bala bantuan, seorang tokoh terkemuka. Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin adalah seorang cerdik pandai dan serba bisa, baik ilmu silat maupun ilmu surat, biasanya ia anggap dirinya seperti Khong Beng pintarnya. Maka kini demi nampak robohnya tungku batu itu, segera ia tahu Jing-ling-cu telah kedatangan musuh kelas berat, dirinya diundang kemari bukan lain melulu diminta membantu menghadapi musuh, maka persoalannya dipandang remeh saja olehnya. Dan karena ber-ulang2 didesak, maka sesudah merenung sejenak, pula melihat hari sudah larut, akhirnya berkatalah Jing-ling-cu . Baiklah, kukatakan pun tiada halangannya. Orang ini kalianpun sudah kenal semua, ialah Jiau Pek-king. Ha. Thong-thian-sin-mo! teriak Tai-lik-kim-kong Tong Po per-tama2 sembari meloncat bangun. Begitu pula wajah Cu Hong-tin tampak berubah hebat, sekali ia mengebas lengan bajunya diatas meja, maka tertinggallah selarik goresan yang dalam bagai dikorek pisau. Jing-ling cu , katanya kemudian kurang senang. Jika kau telah mengundang Jiau Pek-king, mengapa mengundang pula aku Cu Hong-tin? Kalau Tong Po dan Cu Hong-tin berjingkrak ketika mendengar siapa orang yang ditunggu itu, adalah Hui-hi Bok Siang-hiong, Si-ikan terbang dari Tong-ting-ou, yang masih tetap duduk tenang ditempatnya tanpa buka suara. Cu-toyu, sahut Jing-ling-cu kemudian, undanganku kali ini sesungguhnya terlalu hebat dan aneh, maka diapun sekalian telah kuundang. Namun Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin masih kurang senang tampaknya oleh penjelasan itu. 4 Jing-ling Totiang. seru Tong Po pula, baiknya jangan kau main teka-teki lebih lama lagi, sebenarnya ada urusan apakah ? katakanlah lekas! Ya, mungkin Jiau Pek-king takkan datang sudah, biarlah aku jelaskan kini! kata Jing- ling-cu, lalu ia berbangkit dan menuju keruangan dalam. Karena tidak paham persoalan apa yang sedang dimainkan oleh sahabatnya itu Cu Hong-tin, Tong Po dan Bok Siang-hiong hanya saling pandang sekejap, lalu duduk diam menanti. Tapi baru saja Jing-ling-cu melangkah beberapa tindak, tiba2 terdengarlah suara seorang wanita yang nyaring merdu sedang menanya diluar pendapa . Hai, apakah ini Lo-seng-tian ? Kenapa tiada satu imampun? Jing-ling-cu melengak, ketika ia menoleh tahu2 bayangan orang berkelebat, satu gadis jelita sudah menaiki undak2an batu dan berdiri di ambang pintu pendapa. Usia gadis ini tidak lebih 17-18 tahun, cantik molek wajahnya, lebih2 sepasang mata bolanya yang besar jernih makin menambah kelincahannya. Siapakah nona, adakah sesuatu petunjuk atas kunjungan nona? segera Jing-ling- cu menyapa sambil memberi hormat. Ah, aku hanya mencari Jing-ling Totiang, sahut gadis itu sambil tertawa. Akulah........ O, tiba2 si gadis memutus kata2 orang, Kata Suhu, sebenarnya ia akan datang sendiri ketika menerima undanganmu, tapi ia tahu tentu kau telah mengundang juga seorang imam hidung kerbau (kata olok2 terhadap Tosu) yang lain yang bernama Cu Hong-tin apa segala. Ia tidak sudi bertemu dengan manusia rendah semacam itu, maka akulah yang disuruh datan Dengan uraiannya yang panjang lebar itu, keruan disamping lain Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin mukanya sudah merah padam bagaikan kepiting rebus. Budak bernyali besar! bentaknya mendadak saking gusar. Cu Hong-tin adalah tokoh terkemuka aliran Jing-sia-pay, di waktu mudanya seorang diri pernah ia kalahkan Khong-tong-su-kiat atau empat jago dari Khong-tong-pay, maka namanya menjadi cerlang-cemerlang dikang-ouw. Sudah tentu suara gertakannya tadi pun bukan sembarangan gertak. 5 Tapi gadis jelita itu ternyata tidak menjadi gugup, apalagi gentar, bahkan dengan senyum simpul ia menoleh dan menuding Cu Hong-tin dengan jarinya yang halus lentik, katanya. E-eh, jadi kau inilah yang disebut Siau-yau-ih-su itu? Ah, memang benar kata Suhu, kau memang bikin orang jemu ! Habis berkata, kembali ia tertawa, maka pada pipinya sebelah kiri tertampak sebuah lekuk kecil, hingga kecantikkannya makin menggiurkan. Sebenarnya Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin berwatak sangat tinggi hati, jangan kata si gadis hanya anak muridnya Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, sekalipun Jiau Pek-king yang datang sendiri juga tidak nanti ia mau terima dihina mentah2. Tapi kini demi nampak sikap dan wajah si gadis dikala tertawa, seketika hatinya tergetar, tiba2 teringat olehnya sesuatu peristiwa pada masa berselang. Siapakah namamu ? Dan siapakah ayah bundamu? tanyanya kemudian setelah tertegun sejenak. Namun si gadis tak mau menjawab, sebaliknya dengan mulut menjengkit ia mengolok2. Tu, bukankah kau memang bikin orang jemu? Baru saja berkenalan sudah bertanya macam2. Menanya namaku masih dapat dimengerti, tapi datang2 tanya orang tuaku, aturan macam apakah ini? Melihat si gadis bersikap kasar terus terhadap Cu Hong-tin, diam2 Jing-ling-cu menjadi kuatir, lekas2 ia buka suara membilukan perselisihan mulut itu . Sebenarnya diwakili nona, juga serupa saja. Gurumu bergelar Chong-thian-sin-mo , tidak saja memiliki kepandaian yang tinggi, juga mempunyai pengetahuan yang luas, maka pinto (imam miskin, sebutan diri sendiri) telah mengundang padanya, justru ingin minta dia ber-sama2 untuk mengenali seseorang ! Itulah mudah, sahut si gadis cepat. Bagi Bu-beng-siau-cut (orang kecil tak ternama) memang aku tak kenal, tapi kalau jago2 yang berilmu tinggi seperti Sian-hoat Suthay dan Biau-in Suthay dari Go-bi-san, Pek-hoa-siancu To Hong dari Thian-ti, dan tujuh pendekar wanita dari Bu-tong-pay, kesemuanya itu aku sudah kenal. Begitulah tanpa berhenti gadis itu telah uraikan serentetan nama2 tokoh silat yang kesohor dan semuanya adalah wanita. Sebagai seorang pertapa yang saleh, Jing-ling-cu tak ingin memutus kata2 orang, ia tunggu si gadis sudah selesai, barulah berkata . Baiklah, silahkan nona duduk dulu, 6 biarlah pinto membawa keluar orang itu ! Lalu ia melanjutkan niatnya menuju keruangan belakang. Sementara itu, demi mendengar cerita Jing-ling-cu tadi, diam2 Cu Hong-tin, Tong Po dan Bok Siang-hiong menjadi heran. Mereka cukup kenal tokoh Jing-ling-cu yang mempunyai pengalaman dan hubungan luas dikalangan Bu-lim serta lapisan atas dan bawah, tapi kini mengapa malah mengundang mereka kemari untuk mengenal seseorang, katanya? Sebaliknya si gadis tadi ternyata tidak bisa duduk anteng, hanya sejenak saja ia duduk, lalu berbangkit dan mengelilingi ruangan pendapa sambil me-lihat2, sebentar2 ia melompat keatas panggung arca, untuk me-raba2 arca Sam-jing Cosu yang dipuja dalam kuil itu, lain saat ia pun melompat turun lagi sambil memeriksa meja sembahyang dan hiolou. Ketika pada saat tiba2 dilihatnya macam arca Tio Hian-than, itu malaikat yang terkenal dalam cerita Hong Sin, mendadak ia tertawa terpingkal2 sambil menuding Tai- lik-kim-kong Tong Po. Sudah tentu, semua orang menjadi heran, lebih2 Tong Po yang ditertawai tanpa mengerti sebab2nya, menjadi mendongkol. Budak cilik, apa yang kau tertawai? omelnya sambil melototkan kedua matanya yang besar. Tapi gadis itu masih ter-pingkal2, kemudian sambil menuding Tong Po, lalu ia menunjuk arca Tio Hian-than, katanya. Kalian berdua mirip benar! Gusar tidak kepalang Tong Po dibuatnya, masakan dia dipersamakan dengan arca saja, tapi sebenarnya kalau melihat wajah mereka yang berewok, memang rada2 mirip juga. Cuma segan terhadap nama besar guru si gadis, yaitu Thong-thian-sin-mo, maka tak berani ia umbar kemurkaannya. Sebaliknya gadis itu makin senang, dengan lemah gemulai ia mendekati arca To Hian-than itu, mendadak ia cabut seutas jenggotnya, lalu katanya. Nih, lihatlah, raksasa (olok2nya pada Tong Po) ! Tak perlu matamu mendelik begitu rupa padaku, coba jenggot kalian berdua boleh di-banding2kan, bukankah memang sama miripnya! Sembari berkata, tanpa takut2 terus saja ia mendekati Tai-lik-kim-kong Tong Po dan mendadak juga ulur tangannya hendak mencabut jenggotnya seperti lakunya kepada arca Tio Hian than tadi. Nyata seorang tokoh terkemuka yang diangkat sebagai Ciang- 7 bun-jin dari tiga belas aliran persilatan diempat propinsi daerah Kanglam sebagai Tai- lik-kim-kong Tong Po, oleh si gadis dianggap saja seperti anak kecil umur tiga tahunan. Keruan muka Tong Po se-akan2 hangus saking gusarnya ketika melihat tangan si gadis yang putih halus itu sudah hampir menyentuh jenggotnya yang pendek2 bagai duri landak, se-konyong2 iapun ulur tangannya yang lebar bagai daun pisang, lima jarinya tergenggam, lalu menjentik kedepan ber-turut2, sayup2 diantara tulang2 jarinya terdengar berkertakan, dan yang diarah tepat kelima jari halus lentik si gadis. Segera Cu Hong-tin dan Bok Siang-hiong dapat mengenali apa yang dikeluarkan oleh Tong Po itu adalah sejurus serangan yang disebut Jiu hun-ngo-hian atau tangan mementil rebab lima senar, salah satu jurus yang lihay dari Tai-lik-kim-kong-jiu-hat atau ilmu pukulan sakti bertenaga raksasa. Sebenarnya dengan kedudukannya sebagai Tong Po, agaknya ber-lebih2an untuk mengeluarkan jurus serangan yang lihay itu untuk menghadapi seorang gadis jelita yang berusia tiada 20 tahun. Tapi karena Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong dan Siau- yau-ih-su Cu Hong-tin berdua juga ada selisih paham dengan Thong-thian-sin-mo Jiau Pek-king, ialah guru gadis itu, maka merekapun tak sudi melerai, malahan justru ingin menyaksikan anak dara itu dihajar Tong Po. Dalam pada itu, serangan kilat Tong Po yang menjentikan kelima jarinya ber-turut2 memapak tangan lawan, ternyata mengenai tempat kosong, sebab mendadak gadis jelita itu sempat menarik tangannya. Hihihi, kau ini benar2 pelit, masakan seutas jenggot saja disayang? kata gadis itu sambil tertawa-tawa. Cara si gadis itu mengucapkannya begitu kalem dan wajar, tapi cara menggerakkan tangannya justru cepat luar biasa, begitu ditaruh, tahu2 sebelah tangan lain sudah melayang kemukanya Tong Po terus mendadak menepuk kebawah. Maka terdengarlah suara plak yang nyaring, dengan tepat punggung tangan Tong Po yang diangkat tadi kena dihantam. 8 Dalam terperanjatnya, lekas2 Tong Po membaliki tangannya hendak menangkap tangan orang, tapi tahu2 pipinya sendiri terasa sakit pedas, menyusul terdengar suara tawa ter-kikik2 si gadis, ketika ditegasinya, ternyata anak dara itu sudah berdiri ditempat sejauh setombak lebih, sedang ditangannya terlihat memegangi seutas jenggot pula sembari diunjukkan kepadanya. Lihatlah, nih, tidak salah bukan, kataku ? Mirip amat, seperti pinang dibelah dua! kata gadis itu dengan tertawa sambil geraki kedua utas jenggot yang dipeganginya itu. Sampai disini Tai-lik-kim-kong Tong Po tak tahan lagi, mendadak ia berbangkit, sekali tangannya menarik kebelakang, segera perisai besar yang menggemblok di punggungnya dikeluarkan, sambil mengeluarkan gertakan bagai guntur, ia melompat maju dan angkat perisainya terus mengepruk keatas kepala si gadis. Perisai itu terbuat dari baja, lebarnya kira2 satu meter bundar, tebalnya lebih satu senti, beratnya hampir seratus kilo. Maka dapat dibayangkan betapa jadinya kalau kepala gadis itu berkenalan dengan perisai. Keruan sambaran angin berjangkit karena ayunan perisai itu, hingga areal dalam ruangan itu turut bergoncang ! Tiba2 terdengar suara jeritan si gadis, dengan gesit ia sudah meluncur pergi. Tong Po hanya merasa pandangannya menjadi kabur, sasarannya tahu2 sudah menghilang. Cepat ia membaliki tubuh, ternyata gadis itu sudah berdiri lagi ditempat sejauh setombak lebih dan sedang melelet2kan lidah sambil unjuk muka badut kepadanya. Gusar dan geli Tong Po melihat kelakuan anak dara itu. sesaat itu ia menjadi tak tega untuk mencelakai gadis yang lincah menyenangkan itu. Dan sedang ia ragu2, sementara itu Jing-ling-cu sudah keluar sambil menuntun satu orang. Orang itu berkaki telanjang, memakai sepotong baju yang ukurannya tidak sesuai dengan tubuhnya dan sudah compang-camping, sebaliknya kepalanya diselubungi 9 sehelai kain hingga wajah aslinya tidak tertampak, hanya tangan dan kakinya terlihat kurus kering. Sedang muka Jing-ling-cu tampak agak tegang seperti sedang menghadapi sesuatu urusan yang maha penting. Aha, apakah sedang main kemanten2an ? Tapi kenapa seorang setan kurus begini yang disuruh menyamar mempelai perempuan ? demikian segera gadis tadi berseru sambil tepuk tangan dan tertawa. Hendaklah nona jangan bergurau, kata Jing-ling-cu. Lalu dengan sungguh2 ia melanjutkan. Lihatlah para hadirin, apakah kalian kenal siapakah gerangan sobat ini ? Sembari berkata, berbareng iapun menyingkap kain yang menutupi kepala orang itu. Ketika mendadak berasa kain selubung kepalanya disingkap, orang itu bersuara perlahan tertahan, cepat sekali ia tutupi mukanya dengan kedua tangannya terus menunduk hingga wajah aslinya tetap belum jelas dilihat orang. Namun begitu, kepala orang itu toh sudah terlihat. Ternyata halus tanpa seutas rambutpun, tapi bukan halus gundul, melainkan seperti terluka oleh sesuatu hingga seluruh kulit kepalanya se-akan2 mengelotok, maka belangnya yang benjal-benjol dengan sendirinya takkan tumbuh rambut lagi. Melulu melihat keadaan kepala ini saja sudah bikin orang merasa seram. Sobat , kata Jing-ling-cu kemudian kepada orang aneh itu. Lekaslah buka tanganmu, biarlah kawan2 Bu-lim yang berada disini mengenali dirimu, mungkin siapa asal-usulmu akan dapat diketahui ? Tapi orang itu seperti tak mendengar apa yang dikatakan Jing-ling-cu, masih tetap mukanya ditutup kencang2. Melihat itu, Jing-ling-cu menjadi kewalahan, ia geleng2 kepala dan bertanya . Nah, apakah diantara kalian ada yang kenal siapakah gerangan sobat ini ? Diantara orang2 yang hadir itu, Siau-yau-ih-su meski berkediaman diatas gunung Jing-sia, tapi jejaknya sudah meratai seluruh negeri, bahkan sampai daerah2 terpencil, tempat2 tinggal suku2 bangsa diperbatasan, juga sudah pernah dikunjunginya. Sedang Tai-lik-kim-kong Tong Po boleh dikata tiada seorang tokoh silat terkemuka didaerah yang tak dikenalnya. Begitu juga Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong yang merajai perairan, siapa jago terkenal disungai telaga yang bukan sahabat kentalnya ? Dan 10 ditambah pula Jing-ling-cu sendiri yang kawannya merata di seluruh penjuru, semestinya jago terkemuka Bu-lim yang manapun juga, walau tak pernah bertemu seharusnya namanya juga sudah dikenal. Namun anehnya justru selamanya mereka tidak pernah mendengar bahwa didunia persilatan terdapat tokoh kelas terkemuka seperti orang aneh ini. Maka tidak heran kalau mereka hanya saling pandang saja tanpa bisa buka suara. Jing-ling Toyu, kata Cu Hong-tin sejenak kemudian. Mungkin orang ini hanya Bu- beng-siau-cut saja dari kalangan Bu-lim, siapa bisa kenal padanya ? Akan tetapi Jing-ling-cu menggeleng kepala, sahutnya . Dugaan Toyu salah. Lihatlah, tungku batu didepan Lo-seng-tian itu justru didorong roboh olehnya ! Ha, dia ? seru Tong Po terkejut. Hai, sobat, marilah, biar aku melihat wajahmu yang sebenarnya. Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Habis itu, dengan langkah lebar segera ia mendekati orang aneh itu sesudah letakkan perisainya diatas meja, sekali tangannya menguIur, kedua tangan orang aneh yang menutupi mukanya itu hendak ditariknya. Sudah tentu yang paling terkejut adalah Jing-ling-cu demi melihat apa yang hendak diperbuat oleh Tai-lik-kim-kong, cepat ia berseru. Jangan sembrono, Tong-heng! Namun sudah terlambat, berbareng dengan suara seruannya itu, mendadak terdengar suara teriakan aneh Tong Po, tahu2 orangnya terpental pergi hingga berjumpalitan. Ketika Tai-lik-kim-kong Tong Po hendak menarik tangan orang itu, karena tubuh Tong Po yang besar tegap hingga meng-aling2i penglihatan kawan2nya yang berada dibelakangnya, maka apa yang terjadi sebenarnya tidaklah diketahui, hanya Tong Po yang terpental hingga berjumpalitan itu, tampaknya sangat runyam, ia tak mampu mengerem tubuhnya hingga meja bundar dibelakangnya kena diseruduk hingga pecah berantakan, begitu pula senjatanya, perisai yang besar itu, terjatuh kelantai dan menerbitkan suara yang gemerontang keras. Sebaliknya ketika memandang manusia aneh itu, ternyata masih tetap berdiri kaku ditempatnya tadi, kedua tangannya juga masih menutupi mukanya. Tong-heng tidak sampai terluka, bukan? segera Jing-ling-cu menanya. 11 Namun Tong Po sudah lantas gembar-gembor. Cepat benar gerakan tangannya ! Siau-yau ih-su, dia adalah orang dari Jing-sia-pay kalian. Tadi ketika aku hendak menarik tangannya, mendadak tangannya membalik, kedua jarinya terus hendak mengarah kedua mataku. Bukankah gerakan itu adalah tipu Siang-hong-jak-hun dari aliran Jing- sia-pay kalian ? Coba, kalau kurang cepat aku berkelit, mungkin dua biji mataku ini cacat. Lihatlah, nih ! Betul juga, ketika semua orang memandang muka Tong Po, ternyata kulit kelopak matanya terlihat lecet sedikit. Aneh, demikian ujar Cu Hong-tin heran. Setahuku, dari yang tua sampai yang muda, dalam Jing-sia-pay kami belum pernah ada orang seperti ini? Habis itu, iapun berbangkit dan dengan lenggang2 ia mendekati orang itu serta bertanya . Sobat, dari angkatan keberapakah kau ini dalam Jing-sia-pay kita ? Akan tetapi orang itu tetap tidak menjawab bagai tidak mendengar. Orang ini kecuali makan minum, selalu menjublek kaku bagai patung dan selamanya tak pernah bicara , demikian Jing-ling-cu menyela, namun ia memiliki ilmu kepandaian yang hebat terang ia adalah seorang kosen yang belum dikenal, pinto sendiri sampai kini pun belum bisa melihat wajahnya yang asli. O , hanya sekali Cu Hong-tin bersuara, habis ini, mendadak dua jari tangannya menjulur terus mengarah kedua mata orang itu. Gerak tipu inilah yang disebut Siang- hong-jak-hun atau sepasang puncak gunung menembus awan, seperti dikatakan Tong Po tadi. Siapa duga, belum lagi serangannya tiba, mendadak orang itu menjentikkan jarinya -ciong dan siang-yang dua jalan darah diujung kedua jarinya Cu Hong-tin tadi, bahkan jentikan itu diiringi pula sambaran angin tajam yang menuju ke mukanya. Biasanya Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin sangat agulkan dirinya, ketika tadi menyaksikan orang itu berdiri kaku bagai patung sesudah dibawa keluar Jing-ling-cu, pula tiada sesuatu tanda2 yang luar biasa, meski tadi Tong Po terkecundang, boleh jadi karena kepandaiannya yang kurang becus, sebab itulah, waktu maju, Cu Hong-tin tidak menaruh prasangka apa2. 12 Tapi kini demi nampak dimana jari orang itu menjentik, sambaran angin yang terbawa terasa dingin bagai es ketika menyambar sampai mukanya, dengan latihan Iwekangnya masih berasa juga panas pedas. Maka barulah ia terkejut dan kenal kelihayan orang. Lekas2 ia tarik kembali serangannya tadi, namun tidak urung Siang- yang-hiat diujung jarinya sudah terkena ditutuk orang dengan perlahan, hingga seketika tangannya kesemutan. Cepat ia kumpulkan Iwekangnya untuk mendesak tempat yang tertutuk itu hingga perasaan pegal kesemutan itu menjadi buyar. Namun begitu cepat iapun sudah melompat mundur kesamping terus berteriak . Hai, lau-Tong, gerak orang ini tadi sudah kau saksikan, bukan ? terang sekali itu adalah Tai-lik-kim-kong-jiu-hoat, cuma kemahirannya masih jauh diatasmu ! Melihat kedua kawannya ber-turut2 kecundang, Tong-ting-hui-hi Bok Siang-hiong menjadi getol ingin coba2, mendadak ia lompat bangun hingga tinggi, kemudian baru tancapkan kakinya kelantai dengan enteng sekali. Si Ikan terbang dari danau Tong-ting ini mempunyai dua macam kepandaian yang diagulkan, pertama adalah ginkang atau ilmu entengkan tubuh, dan yang lain adalah kemahiran renang. Maka terdengarlah ia berkata . Tong-heng, harap pinjamkan perisaimu yang besar itu ! Sembari berkata tanpa tunggu jawaban yang empunya perisai lagi, segera ia angkat senjata itu terus mengemplang keatas kepala orang itu. Hai, hai! Dia toh tiada permusuhan apa2 dengan kau, mengapa kau turun tangan sekeji itu ? tiba2 si gadis tadi berseru kuatir. Namun belum selesai teriakannya, tahu2 terdengarlah suara trang yang keras, hanya sedikit orang aneh itu angkat sebelah sikutnya keatas, maka terbenturlah perisai besar yang beratnya hampir seratus kilo itu, kontan pula Bok Siang-hiong berikut perisainya mencelat terbang keatas, malahan akhirnya iapun tak kuasa memegangi perisai besar itu yang terus menerobos atap dan jatuh keluar Lo-seng-tian, sedang Bok Siang-hiong sendiri lalu melayang turun kebawah dengan enteng sambil memandang kepada Cu Hong-tin serta Tong Po. Aneh, bukankah gerakannya tadi adalah Jian-kin-cun-tui (palu sikut beribu kati), kepandaian Thi-thau-to dari Ngo-tai-pay? demikian mereka bertiga sama2 menyatakan keheranannya. 13 Memang benar, ujar Jing-ling-cu. Orang ini hampir kenal dan memiliki kepandaian istimewa dari segala aliran dan golongan, bahkan melebihi jago2 tertinggi dari aliran- aliran bersangkutan. Maafkan bila aku boleh mengatakan terus terang, seperti gerak tipunya tadi. Siang-hong-jak-hun dan Kim-kong-jiu-hoat terang masih lebih unggul dari kalian berdua, begitu pula benturan jian-kin-cun-tui tadi, sekalipun umpamanya Thi-thau-to dari Ngo-tai-san datang kemari juga mungkin tiada sehebat seperti dia! Sedang mereka bicara, dua imam kecil sudah menggotong masuk perisainya Tong Po yang terbang keluar kuil tadi. Ketika Tong Po periksa senjatanya itu, nyata pelat baja yang berat dan tebal itu sampai dekuk meski hanya perlahan terkena sikutan orang itu. Menyaksikan semuanya itu, sungguhpun Cu Hong-tin yang biasanya sangat tekebur, kini mau tak mau harus mengakui juga akan kebenaran kata2 Jing-ling-cu tadi. Diam2 ia memikirkan tokoh2 kalangan Bu-lim yang sekaligus merangkap memiliki kepandaian dari berbagai cabang silat, terang sudah jarang terdapat, apalagi ilmu silat dari cabang orang lain sampai melebihi penganut cabang itu sendiri. Lantas siapakah gerangan orang yang berada dihadapannya ini ? Jing-ling Toyu, segera ia menanya, dari manakah orang ini kau ketemukan ? Dapatkah kau ceritakan ? Cerita ini agak panjang, kata Jing-ling-cu lantas hendak menutur. Kira2 setengah bulan yang lalu....... Tapi baru sampai disini, tiba2 si gadis tadi telah menukas. Jing-ling Totiang, biarkan aku mencobanya juga, ingin kulihat apakah iapun kenal akan ilmu silat Thong-thian-bun kami ! Mendengar itu, kembali hati Cu Hong-tin tergetar, serupa ketika melihat andeng2 merah kecil di-tengah2 dekuk pipi si gadis tadi, ia tertegun sejenak. Sementara itu Tai-lik-kim-kong Tong Po lantas mengejek si gadis dengan tertawa dingin . Hm, baiknya kau tinggalkan namamu dulu, nona! Supaya kami nanti dapat mengabarkan pada gurumu, bahwa kau telah ketimpa malang disini ! Ya, nona harus hati2, begitu juga Jing-ling-cu memperingatkan. Namun anak dara itu ternyata cukup bandel, ia malah melototi Tong-Po, lalu dengan gaya yang lincah ia menjawab Jing-ling-cu . Aku mengertilah ! 14 Habis itu, cepat sekali ia memutar tubuh terus berkata kepada orang aneh itu sembari memberi hormat . Aku bernama Lou Jun-yan. Ingin kumohon melihat wajah aslimu. Bila tidak biarlah kau merasakan tipu pukulan lihay dari Thong-thian-bun kami! Cara berkata si gadis begitu sungguh2, tapi kalimatnya justru tidak masuk akal, keruan Tong Po yang per-tama2 bergelak ketawa geli. Sebaliknya si gadis, Lou Jun-yan ternyata tidak merasa lucu sedikitpun, per-lahan2 ia mendekati manusia aneh itu, dengan teliti ia meng-amat2i sejenak, ia lihat muka orang itu meski ditutupi kedua tangannya, tapi jarinya terdapat sela2. Pikiran cerdiknya tergerak, segera ia cabut seutas rambutnya yang panjang. Diam2 semua orang memperhatikan apa yang hendak dilakukan anak dara itu, maka terlihatlah sebelah ujung rambut itu ia ikat dijarinya, lalu rambut yang panjangnya belasan senti itu tiba2 menjengkit lurus kedepan, nyata gadis itu telah menyalurkan Iwekangnya keatas rambut melalui jarinya yang lentik. Sebagai tokoh silat terkemuka, sudah tentu Jing-ling-cu dan yang lain2 tahu akan hal itu, diam2 mereka kagum akan kepandaian si gadis yang masih muda belia, tapi Iwekangnya sudah terlatih cukup sempurna. Nyata di bawah pimpinan panglima tangkas tiada prajurit yang lemah alias dibawah guru pandai tiada yang bodoh! Sementara itu dengan wajah gembira, seperti menyusup kelubang jarum saja, Lou Jun-yan menyisipkan rambutnya melalui sela2 jari orang aneh itu terus dimasukkan kelubang hidungnya. Melihat itu, Tai-lik-kim-kong yang berwatak polos jujur, meski tadi kena digoda Lou Jun-yan hingga marah2, tapi kini dialah yang paling kagum oleh kecerdikan si gadis, maka ia telah ber-teriak2. Bagus! Akal bagus ! Dan karena di-kilik2 lubang hidungnya, mendadak orang aneh itu bersin. Haiiiiih! Sebab itu untuk sesaat kedua tangannya yang menutupi muka menjadi kendor dan sedikit terbuka kebawah. Lou-jun-yan sendiri segera gunakan gerakan le-hi-pak-teng atau ikan lele melentikan tubuh, terus melompat pergi. Sedang yang lain2 menjadi terkejut ketika sekilas dapat melihat jelas macam muka orang itu, begitu juga Jun-yan tidak terkecuali, saking kagetnya sampai ia menjerit terus menutupi matanya tak berani memandang pula. 15 Hanya sekejap saja tangan orang aneh itu kendor, sebab segera ia tutupi lagi mukanya kencang2 seperti tadi. Keruan semua orang hanya saling pandang terkesima setelah dapat melihat wajah sebenarnya orang itu. Kemudian Jing-ling-cu yang mendekati orang itu, dengan perlahan ia tepuk2 pundaknya dan membujuk . Lebih baik kau masuk istirahat saja, sobat. Habis itu, kain selubung kepala tadi ia tutupkan pula keatas kepala orang aneh itu, maka kedua tangan yang menutupi muka pun lantas diturunkan kembali. Ketika Jing- ling-cu mendorongnya, barulah ia bertindak, tapi gerak-geriknya tak bersemangat, mirip orang gendeng belaka. Aduh mak ! Muka orang itu mengapa begitu menakutkan ? kata Jun-yan kemudian dengan lega sesudah orang aneh itu memasuki ruangan belakang. Nona, siapakah gerangan nama ibumu ? se-konyong2 Siau-yau-ih-su Cu Hong-tin menanya. Karena pertanyaan itu, Tai-lik-kim-kong Tong Po menjadi geli. Cu-heng, macam apakah kau ini, kenapa tanya2 ibu orang? godanya tertawa. Mendadak wajah Lou-jun-yan berubah hebat. Hidung kerbau, apakah kau kenal ibuku? balasnya menanya. Ha ? ah, tidak, hanya sekedar menanya saja ! jawab Cu Hong-tin cepat. Diantara orang2 yang hadir disitu, si Ikan terbang dari danau Tong-ting, Bok Siang- hiong, adalah yang paling pendiam, tapi cerdik. Sekilas dapat dilihatnya sikap Cu Hong- tin rada aneh ketika mendadak menanya Lou-jun-yan tadi, namun ia tetap diam saja, pura-pura tidak tahu. Tidak lama sesudah keluar kembali, segera Jing-ling-cu berkata . Ai, sungguh tidak nyana bahwa muka sobat ini ternyata begitu menakutkan. Tentu nona Lou tadi dikejutkan, bukan ? Ya, tapi tak apa2 sudah! sahut Jun-yan sambil elus2 dadanya. Kiranya ketika sekilas tangan orang aneh itu menjadi kendor hingga mukanya kelihatan, ternyata macamnya tidak berwujut muka manusia lagi, tapi keadaannya benjal benjol tidak rata penuh belang bekas luka, kedua biji matanya se-akan2 mencolot 16 keluar, tampaknya sudah buta, jeleknya tak terkatakan. Jika kepergok di tengah malam buta, heranlah kalau orang tidak menyangka genderuwo (hantu). Tadi pinto hendak bercerita tentang diketemukan orang aneh ini, tapi telah terputus oleh tindakan nona Lou tadi, maka kini biarlah aku melanjutkannya, kata Jing-ling-cu kemudian. Hm, coba kalau tiada aku, boleh jadi seumur hidup kalian takkan dapat melihat wajah orang jelek macam dia ! sela Jun-yan, rupanya ia penasaran karena dikatakan memotong cerita orang. Namun Jing-ling-cu tidak menghiraukannya lagi, ia tersenyum dan meneruskan ceritanya yang belum lagi dimulai tadi. Kiranya tidak jauh dari belakang Lo-seng-tian itu adalah tebing2 jurang yang curam, kira2 setengah bulan yang lalu, ketika Jing-ling-cu habis melatih diri diwaktu subuh, dalam isengnya ia ber-jalan2 kebelakang kuilnya dan sampai ditebing curam yang disebut sik-sin-khe itu, mendadak didengarnya semacam suara yang aneh. Suara itu tidak mirip mengaumnya binatang buas, juga tidak serupa suara manusia, tapi kedengarannya sedih dan sangat mengharukan. Ketika didengarkannya lebih teliti, ia merasa berjangkitnya suara aneh itu kadang2 jauh dan tempo-tempo dekat, juga mendadak nadanya sangat tinggi, lain saat tiba-tiba menjadi rendah, suatu tanda betapa cepat perubahan tempat berjangkitnya suara itu. Diam-diam Jing-ling-cu teperanjat sekali, ia pikir, tak perduli suara itu suara manusia atau binatang, tapi gerak-geriknya begitu pesat, sungguh hal yang susah dimengerti. Dikalangan Bu-lim, Jing-ling-cu terkenal seorang yang budiman dan suka menolong sesamanya. Ia pikir, meski sedikit tamu2 yang mengunjungi kuilnya sehari2, tapi disekitar gunung itu tidak sedikit tukang2 kayu yang mencari nafkah, jikalau suara aneh yang didengarnya itu adalah suara binatang buas, lalu kepergok oleh tukang2 kayu, terang sekali nasib malang takkan dapat terhindar, kebetulan saat itu suara aneh tadi telah berhenti pada suatu tempat yang tidak terlalu jauh, pula nadanya telah berubah rendah lirih. Segera Jing-ling-cu mendekatinya per-lahan2 sambil menggendong tangan. Tatkala itu sang betara surya sudah memancarkan sinarnya yang gilang gemilang menguning emas, dan diutara puncak2 gunung yang se-akan2 gundukan arang 17 terbakar oleh sinar emas sang surya, disitulah orang aneh itu diketemukan oleh Jing- ling-cu. Saat mana dilihatnya manusia aneh itu lagi berdiri diatas tebing Sik-sin-khe yang bertepikan jurang curam, kedua tangannya nampak dipentang keatas, kepalanya mendongak, dan mengeluarkan suara teriakan aneh menyeramkan tadi. Melihat gelagatnya, dengan suara teriakannya yang aneh itu, agaknya orang aneh itu lagi melampiaskan perasaan hatinya yang penuh penasaran dan amarah yang tak terhingga kepada alam semesta. Sebagai seorang tokoh, begitu melihat tempat dimana orang itu berdiri, segera Jing- ling-cu tahu orang aneh itu pasti memiliki ilmu ginkang yang luar biasa, apalagi mendengar suara yang aneh itu, rendah, tapi penuh tenaga dan mencapai jauh, terang kalau Iwekangnya belum mencapai tingkatan sempurna, tak mungkin mampu melakukannya. Dasar watak Jing-ling-cu memang suka bersahabat, pula ketarik oleh kelakuan orang aneh itu, maka iapun segera menegurnya dengan suara kumandang yang disertai tenaga dalam . Ksatria darimanakah telah sudi mengunjungi Ciok-yong-hong ini, silahkan omong2 kedalam kuil kami saja? Diluar dugaan, demi mendengar suaranya, orang aneh itu mendadak menghentikan suara rintihannya, tanpa berpaling lagi se-konyong2 orangnya terus menerjun kedalam jurang sik-sin-khe itu. Keruan Jing-ling-cu luar biasa terkejutnya. Ia cukup tahu akan kedalaman jurang disitu yang sedikitnya ber-ribu2 kaki, kalau terjun ke bawah, jangan kata bisa hidup, sedang mayatnya pasti akan hancur lebur juga. Dalam kuatirnya, secepat kilat Jing-ling cu pun melompat maju ketempat si orang aneh berdiri tadi, dan ketika melongok kedalam jurang, namun dibawah hanya kabut tebal belaka yang menutupi permukaan jurang, lebih dari itu tiada sesuatu lagi yang kelihatan. Mengira orang itu takkan bisa tertolong lagi dibawah jurang yang tak terkirakan dalamnya, apa daya ? Terpaksa Jing-ling-cu menghela napas dan kembali kekuilnya. Siapa tahu, ketika besok subuh ia melakukan latihan pagi seperti biasanya, kembali suara aneh orang itu dapat didengarnya. Segera Jing-ling-cu mendatangi pula tempat 18 kemarin, betul saja, disitu dapat dilihatnya orang aneh itu masih tetap berdiri mendongak sambil mengeluarkan suara teriakan atau lebih mirip rintihan yang mengharukan. Dan ketika Jing-ling-cu mendadak menegurnya pula, tahu2 orang aneh itu terjun lagi kedalam jurang. Jing-ling-cu menjadi ragu2, ia tahu tentu dibawah jurang itu ada apa2nya hingga meski orang menerjunkan diri kebawah, tidak sampai terbinasa. Tiba2 tergerak pikirannya, ia melompat keatas suatu pohon yang ada disitu dan memotes sebatang dahan sebesar lengan yang lebat daunnya, dengan dahan itu sebagai payung yang dia pegangi kencang2, kemudian iapun terjun kebawah jurang menyusul si orang aneh tadi. Maka seperti parasut saja Jing-ling-cu melayang2 kedalam jurang, karena adanya daya tahan payung itu, daya terjerumusnya menjadi agak lambat, namun begitu, Jing- ling-cu merasa cukup cepat tubuhnya menurun, sampai lama sekali barulah nampak dataran bawah. Dan begitu kakinya menyentuh tanah, mendadak pluk , kakinya telah kejeblos. Kiranya didasar jurang itu adalah sebuah kolam lumpur. Lekas2 Jing-ling-cu sabetkan dahan pohonnya tadi kepermukaan lumpur, menyusul itu cepat ia tutul kakinya se-kuat2nya, dan pada saat dahan pohon itu belum amblas kedalam lumpur, orangnyapun mencelat keatas setinggi lebih dua tombak. Sekali tangannya meraup, tepat dapat dipegangnya dahan sebuah pohon Siong yang tumbuh ditepi tebing jurang itu. Apabila ia melongok lagi kebawah, maka dahan pohonnya tadi ternyata sudah menghilang kedalam lumpur. Diam2 Jing-ling-cu bersukur atas nasibnya tadi. Ketika ia me-ngamat2i sekitarnya, ternyata keadaan lembab dan agak gelap, dari dalam lumpur tadi tiada hentinya mengeluarkan suara pluk-pluk , kadang2 berbuih, tempo2 menongol keluar ular berbisa dan binatang2 lain yang tak dikenal namanya. Semakin jauh mata memandang, keadaan makin gelap, tumbuh2an lebat yang tak pernah terlihat diatas gunung, teramat banyak, hingga keadaan disitu ternyata berwujut suatu dunia lain. 19 Jing-ling-cu merasa dirinya percuma saja berdiam selama berpuluh tahun dipuncak Ciok-yong hong itu, tapi tak mengetahui bahwa dibawah gunung ternyata ada lagi tempat yang seram bagai akherat ini. Dan selagi ia meneliti sekitarnya, tiba2 tidak jauh dari tempatnya ada sesuatu suara perlahan ketika dipandangnya kearah sana, maka terlihatlah dari segunduk rumput2 mendadak menyusur keluar seekor ular, dan sesudah berkecimpung dalam lumpur sejenak, lalu amblas kebawah. Ketika Jing-ling-cu berpaling memandang ke arah suatu batu besar yang menonjol tidak jauh dari tempatnya, ia menjadi terkejut tidak kepalang. Kiranya diatas batu itu tampaknya rata saja dan luasnya kira2 7-8 kaki, diatas bukit tumbuh serumpun lumut hijau yang subur, tadinya ia sangka hanya lumut biasa saja, siapa tahu mendadak bisa bergerak, ternyata dibawah lumut itu terlentang satu orang ! Segera Jing-ling-cu mengenali orang itu, bukan lain adalah orang aneh yang disusulnya tadi. Mau tak mau hatinya kembali tercengang, ia menaksir kepandaian dirinya sendiri boleh dihitung kelas tertinggi, tapi diwaktu menerjun ke bawah jurang tadi, masih perlu ia gunakan bantuan sebatang dahan pohon berdaun sebagai payung untuk mengurangi daya turunnya. Tapi orang aneh ini disaksikannya menerjunkan diri begitu saja tanpa bantuan sesuatu benda, nyata ilmu kepandaian orang itu masih jauh diatas dirinya. Maka tak berani Jing-ling-cu berlaku ayal, segera ia menegur pula . Orang kosen darimanakah yang menyepi disini ? Cayhe (aku yang rendah) bergelar Jing-ling, sudilah kiranya memperlihatkan diri untuk bertemu ? Tiba2 orang itu berbangkit perlahan, kepalanya masih menghadap rumpun lumut hingga seluruh mukanya ter-aling2, lalu berdiri tanpa bergerak. Karena itu, kembali Jing-ling-cu mengulangi kata2nya tadi. Tak terduga mendadak orang itu angkat sebelah tangannya dan tahu2 terus memukul kearah pohon siong di mana Jing-ling-cu menahan dirinya itu, begitu keras pukulannya hingga lapat2 bersuara se-akan2 bunyi guntur. 20 Terkejut luar biasa Jing-ling-cu, ternyata pukulan yang dilontarkan orang aneh itu dapat dikenalinya bukan lain adalah Lui-bin-cio-hoat atau ilmu pukulan guntur menggelegar, ialah ilmu pukulan yang terkenal dari Heng-san-pay mereka sendiri. Kalau mendengar suara mengguruh yang terbawa dalam angin pukulan tadi, nyata tenaga dalam yang dipergunakan sudah mencapai tingkat tertinggi, Jing-ling-cu sendiri menaksir dirinya belum mencapai ketingkat itu, maka diam2 ia menjadi heran atas diri orang aneh itu. Menurut peraturan Heng-san-pay mereka yang istimewa, tiap2 orang hanya boleh menerima satu murid, ia sendiri juga murid tunggal dari gurunya, pernah ia menerima seorang murid, tapi karena diketahui kelakuannya yang menyeleweng, sudah lama berselang dibasminya dan kini belum punya ahliwaris. Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gurunya sudah lama wafat, lalu kalau melihat betapa tinggi ilmu pukulan bunyi guntur yang diunjukan orang aneh itu, apakah mungkin ia adalah kaum angkatan tua dari perguruannya, sebab ilmu silatnya terlalu tinggi hingga berumur panjang sampai sekarang ? Begitulah, selagi Jing-ling-cu memikir, sementara angin pukulan orang aneh itu sudah mengenai dahan pohon yang dibuat pegangan tadi, maka terdengarlah suara krak-krak yang keras, seketika dahan pohon itu patah, tubuh Jing-ling-cu pun terjerumus kebawah. Baiknya ia cukup tenang, cepat ia himpun semangat dan melompat keatas pula, selagi dirinya terapung diudara, lalu dengan punggungnya menempel dinding tebing terus sambil tangannya bertahan mati2an, dengan begitu untuk sementara badannya dapat diselamatkan. Bila ia melirik ketempat dahan patah tadi, ternyata disitu seperti hangus habis terbakar, hal ini lebih nyata lagi bahwa ilmu pukulan yang dilontarkan orang aneh itu adalah Lui-bin-cio-hoat dari perguruannya, Heng-san-pay. Siapakah nama Locianpwe, sudilah kiranya memberitahu ? Supaya tidak sampai terjadi kekacauan peradatan kaum kita ! dengan merendah kembali Jing-ling-cu menanya. Tapi orang itu tetap tidak menjawab, hanya kedua tangannya ber-gerak2 sambil mulutnya mengeluarkan suara uh-uh-uh seperti orang gagu. Jing-ling-cu menjadi bingung, dilihatnya tangan dan kaki orang itu kurus kering, pakaian yang menempel dibadannya juga compang-camping tak keruan. Selang sejenak, barulah kemudian Jing-ling-cu paham akan maksud orang itu, kiranya ia lagi 21 memberi tanda agar dirinya pergi dari situ, tentu saja Jing-ling-cu bertambah heran, segera iapun berseru . Baiklah, pinto menurut saja! Lalu tubuhnya bergerak, ia keluarkan kepandaian pia-hou-yu-jio atau cecak merayap ditembok, dengan ilmu Iwekang yang tinggi, cepat sekali ia merembet keatas setinggi beberapa tombak, ketika tangannya dapat memegang sebuah tonjolan batu, lalu ia berhenti untuk mengaso sambil memandang kebawah. Ternyata orang itu sedang miringkan telinganya keatas buat mendengar, lalu mulutnya bersuara uh-uh-uh lagi, kemudian orangnya berjongkok terus menyomot beberapa potong daun lumut dan dimasukkan kedalam mulut, rupanya itulah santapannya se-hari2 yang tampaknya lezat sekali. Diam2 Jing-ling-cu mengkirik sendiri demi menyaksikan kelakuan orang aneh luar biasa ini. Dan sesudah makan orang ini lalu merebahkan diri lagi diatas batu tanpa bergerak. Diam2 Jing-ling-cu mempelajari keadaan orang itu lagi, tapi meski ia menunggu sampai hari lewat lohor, masih belum diketahui dari mana asal usul orang ini, cuma dapat ditaksirnya sudah cukup lama tinggal di tempat kolam lumpur itu. Tapi apapun juga, sebagai seorang tokoh Bu-Iim, tak nanti tega melihat sesamanya hidup ditempat binatang2 berbisa. Dan pula bila mendengar suara rintihan yang keluar dari mulut orang aneh itu, entah perasaan penasaran dan benci apa yang terpendam didalam hatinya. Oleh karena itu, tak tertahan Jing-ling-cu bersuara menegur pula . Sebenarnya ada perasaan apakah yang tertekan dalam hatimu, kenapa tak mau kau bicarakan pada orang, sebaliknya berkeluh kesah sendirian disini ? Karena suara Jing-ling-cu yang mendadak itu, rupanya orang aneh itu menjadi kaget, cepat ia berdiri, kedua tangannya terus bergerak, hanya sekejap saja kekanan, kekiri, kemuka dan kebelakang, sekaligus telah dilontarkannya 7-8 jurus pukulan. Melihat hal ini, hati Jing-ling-cu semakin heran dan tercengang, sebab diantaranya terdapat Lui-bin-cio-hoat , bahkan ada pula ilmu pukulan terkenal dari cabang2 persilatan lainnya, malahan jurus pukulan terakhir yang dilontarkan dengan tutukan jari, dapat dikenalinya adalah Tiam-hiat-hoat atau ilmu tutuk yang tersohor dari Sian-hoat Suthay dan Bian-in Suthay, kedua paderi wanita terkemuka dari Go-bi-pay, yaitu yang disebut Ji-lay-it-ci atau jari tunggal Ji-lay-hud (budha). 22 Dan setelah melontarkan pukulan2 tadi, lalu orang itu berdiri tegak sambil mengerang tertahan. Menyaksikan kelakuan orang, semakin kuat dugaan Jing-ling-cu bahwa pasti orang itu berhati penasaran tak terkatakan, mungkin kena diperdayai orang hingga mukanya menjadi jelek, mata buta, mulut bisu, sebab itulah, asal sedikit mendengar suara orang, segera terkejut terus melontarkan serangan. Harap sobat jangan kuatir, pinto tiada maksud jahat ! Bagaimana kalau singgah dikuil kami untuk sekedar omong2? demikian kemudian Jing-ling-cu membujuknya lagi dengan ramah. Namun orang itu tetap tak menjawab, hanya sikapnya sudah agak tenang dan dengan kaku berdiri ditempatnya. Jing-ling-cu menjadi berani, sekali lompat ia menaiki batu besar itu, dan betul juga, orang itu tidak menyerangnya lagi, melainkan dengan telinganya yang tajam untuk mendengarkan gerak-gerik Jing-ling-cu. Sobat, kata Jing-ling-cu pula sembari coba menarik tangan orang. Marilah kita naik keatas bersama! Ternyata orang itu tidak melawan ketika tangannya dipegang, dan bila kemudian Jing-ling-cu geraki tubuhnya meloncat keatas, tahu2 tubuh orang itu serasa enteng bagai kapas, terus mereka me-rayap2 didinding tebing yang curam itu untuk menaik keatas puncak Ciok-yong hong. Setiba kembali dikuilnya, Jing-ling-cu memberi ganti sepasang pakaian kepada orang aneh itu, tapi sepatahpun masih orang itu tidak bersuara. Maka kini Jing-ling-cu mengerti mungkin orang sudah gendeng, kalau disuruh duduk, ia pun menurut, suruh berdiri, juga ia berdiri. Hanya ada beberapa hal, reaksinya ternyata amat tajam dan cepat. Pertama ialah mukanya tidak mau dilihat orang, kedua, jika ada orang mendadak bersuara didepannya, maka seketika itupun ia melompat bangun dan sekaligus 7-8 jurus pukulan lihay dilontarkannya. Hari kedua, ketika Jing-ling-cu membawanya keruang depan, mendadak seorang imam masuk memberi sesuatu laporan, dan karena mendengar suara yang tiba2, kontan orang aneh itu melontarkan beberapa jurus serangan, tapi rupanya 23 penglihatannya sudah tak ada, maka tungku batu didepan kuil itu kena dihantamnya hingga roboh ! Dan karena bingung oleh asal usul orang aneh itulah, maka Jing-ling-cu menyebarkan undangan kilat kepada para sobatnya supaya mereka datang mengenalinya. lapun tahu diantara Thong-thian-sin-mo Jiau-pek-king dan Siau-yau-ih- su Cu Hong-tin ada perselisihan paham, tapi jejak keduanya sudah menjelajahi seluruh negeri, terpaksa ia undang semuanya. Siapa tahu Thong-thian-sin-mo toh tidak datang, hanya mengirim murid perempuannya, yaitu si nona jahil Lou-Jun-yan untuk memenuhi undangan itu. Begitulah setelah Jing-ling-cu tuturkan kisahnya, semua orang hanya saling pandang saja, mereka tetap tak mengetahui siapakah gerangan orang aneh ini. Aku tahu, mendadak Lou Jun-yan mendahului, orang ini pasti seorang kosen yang punya dendam kesumat aneh, sebab itulah ia korbankan masa hidupnya untuk menyepi sambil melatih diri lebih tinggi didalam lembah dibawah jurang, boleh jadi ia hanya pura2 gendeng saja! Ah, nona cilik tahu apa! cela Tai-lik-kim-kong. Hm, kalau tiada aku, macam apa orang ini, belum tentu kalian bisa melihatnya, balas Jun-yan menjengek. Hai, hidung kerbau, betul tidak kataku ? Yang berada disitu ada dua tosu atau imam, sedang kata2 hidung kerbau itu adalah sebutan yang tidak terhormat bagi kaum imam, cuma ia tunjukkan kepada Cu Hong-tin, maka Jing-ling-cu pun tidak ambil pusing. Sebaliknya karena lagak lagu si gadis itu, telah mengingatkan Cu Hong-tin pada sesuatu peristiwa yang dulu, maka sejak tadi ia mencoba untuk bersabar, setelah diolok-olok berulang kali, kini ia menjadi murka, sekali bergerak, kebut pertapaannya segera menjengkit. Budak cilik, mungkin gurumu tak berani datang, maka kau yang disuruh datang kesini untuk menerima hajaranku ? bentaknya. Dasar watak Lou Jun-yan memang nakal, tapi lincah dan cerdik, pula bernyali besar, berkat nama besar suhunya, siapapun suka mengalah padanya, kedatangannya ke Heng-san kali ini justru atas suruhan sang guru, maka terhadap Siau-yau-ih-su Cu Hong- tin, sedikitpun ia tak sungkan-sungkan. 24 Karena itu, segera ia balas memaki . Hai, hidung kerbau, kata-katamu itu memang betul, suhu suruh aku kemari untuk mewakilinya menghajar kau, maka lekaslah kau turun kemari, biar aku gebuk kau tiga puluh kali dengan perisai besar si raksasa ini! habis berkata ia tertawa terkikih-kikih. Karena muka Cu Hong-tin merah padam seakan-akan orang keselak tulang, seketika ia berbangkit hendak bertindak. Baiknya tuan rumah, Jing-ling-cu keburu mencegahnya . Ah, apa guna Toyu sepandangan dengan kanak2 ? setelah itu ia berpaling dan berkata pada Lou Jun-yan . Sudahlah, nona, kaupun terlalu nakal! Baru saja selesai ucapannya, tiba2 dari belakang ruangan terdengar suara blung yang keras, menyusul mana kembali tiga kali blung-blung-blung yang maha dahsyat, seluruh isi kelenteng itu se-akan2 tergoncang oleh suara itu. Ketiga suara itu lebih keras dari yang pertama, malahan kembali disusul lagi sekali blung yang terlebih keras, seketika batu pasir berhamburan, tiga arca Sam-jing-cosu yang besar ditengah kuil itupun mendadak roboh, dari gugusan tembok sana satu orang melangkah keluar dengan tindakan lebar. Siapa lagi dia, kalau bukan si orang aneh itu ! Nyata cara keluarnya itu dengan menggunakan ilmu nge-kang (tenaga keras) untuk menumbuk beberapa lapis tembok kuil itu. Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung