Manusia Aneh Alas Pegunungan 3
Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl Bagian 3
Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya dari Gan K.l Dibawah permainan Liok- hap-tong-cu, tipu itu menjadi makin hebat. Tapi hasilnya ternyata nihil, sebab orang aneh itu mendadak tekan goloknya kebawah sembari kepala mengegos, lalu tubuhnya terus meloncat keatas, dalam sekejap saja tipunya thian ho-to-kwa tadi sudah berganti menjadi te-lai-hong-seng atau bumi bergoncang menjangkitkan angin. Dalam kagetnya Li Pong tak berani menyusul buat merebut senjata lagi, dengan masgul ia melompat mundur, ia termangu-mangu tak berdaya. Disamping sana Jun-yan juga ikut kuatir bagi Li Pong, Pek-lin-to itu adalah golok pusaka kaum Khong-tong-pay yang hanya dibawa oleh ketuanya, malahan ada peraturan yang menentukan bahwa melihat golok itu seakan-akan melihat ketuanya, anak murid Khong-tong-pay sendiri tidak sedikit jumlahnya, golok pusaka itu mana boleh dihilangkan begitu saja? Tapi apa daya, kalau Li Pong sendiri tak mampu merebut kembali, apa lagi ia sendiri ? Hai, kau ini kenapa tidak kenal kebaikan , dalam gugupnya ia berseru, Orang meminjamkan golok padamu untuk menjajal ilmu goloknya, mengapa senjatanya malah kau kangkangi? Tiba-tiba mulut orang aneh itu menyengir, tapi karena wajahnya yang jelek dan bibirnya yang sudah cacat, maka nampaknya menjadi ngeri. Menyusul ia angsurkan Pek-lin-to itu kepada Lou Jun-yan yang terperanjat sembari mundur selangkah, tapi kemudian dapat dilihatnya orang tak bermaksud jahat, segera ia tabahkan diri dan menanya. Apakah kau hendak berikan golok ini padaku ? Orang aneh itu tertegun sejenak, lalu mengangguk. Maka tanpa ragu2 lagi Jun-yan mendekatinya, cuma untuk menjaga segala kemungkinan pecutnya ia siapkan ditangan. Lalu golok yang diangsurkan orang aneh itu diterimanya. Melihat itu, Liok-hap-tong-cu Li Pong menjadi lega, golok pusaka itupun ia terima kembali dari si gadis, dan katanya . Setan cerdik, sekali ini benar2 berkat kau ! Kebaikanmu ini tentu takkan kulupakan! 48 Takkan melupakan, apa gunanya ? Masakan kau bakal memberikan golok itu padaku? demikian sahut Jun-yan. Lalu iapun berkata lagi pada dirinya sendiri . Ah, betapa baiknya kalau benar2 golok pusaka ini milikku ? Siapa duga, baru selesai ia berkata, mendadak si orang aneh itu terus menerjang ke arah Li Pong, kelima jarinya terpentang terus hendak merebut golok itu, diwaktu tangannya bergerak itu samar2 membawa suara yang gemuruh. Lekas2 Li Pong enjot tubuh berjumpalitan kebelakang hingga jauh sambil berseru . Ilmu Pi-lik-cio yang hebat ! Setan cerdik, apa yang kau katakan tadi memang benar, orang ini mahir benar dalam berbagai cabang silat, ilmu pukulan Pi-lik-cio ini adalah kepandaian tunggal keluarga In di Holam yang hanya diturunkan kepada anaknya, ternyata diapun bisa menggunakannya, benar-benar hebat dan aneh ! Begitu ia melompat mundur, segera orang aneh itu memburunya dan beruntun- runtun melontarkan beberapa jurus serangan buat merebut golok, tapi Li Pong sudah memegang senjata pusakanya, iapun tidak gentar pula, segera ia mainkan Liok-hap-to- hoat dengan kencang hingga orang aneh itu ditahan dalam jarak-jarak tertentu tak mampu mendekat. Karena itu, maka terdengarlah orang aneh itu bersuara uh-uh-uh pula, rupanya gugup karena seketika tak bisa merebut senjata lawan. Lekas kau pulang ketempatnya Jing-ling-cu saja, buat apa masih keluyuran disini ? kata Jun-yan kemudian. Aneh bin ajaib, terhadap apa yang dikatakan Jun-yan, ternyata orang aneh itu selalu menurut. Maka sekali putar tubuh, cepat ia mengeloyor pergi. Li Pong dan Jun-yan ter-mangu2 melihat kelakuan orang yang susah dimengerti itu. Berpuluh tahun aku berkecimpung di kang ouw, tapi belum pernah kenal dikalangan persilatan ada seorang tokoh aneh seperti ini , demikian kata Li Pong saking herannya. Kalau melihat tindak tanduknya sudah terang seorang gendeng yang tak merasa lagi asal usul dirinya sendiri. Menurut aku, Jing-ling-cu harus mengumpulkan semua tokoh2 dunia persilatan dari yang rendah sampai yang tinggi, boleh jadi baru bisa mengenalinya! Maka kini biarlah aku pergi ke Ciok-yong-hong untuk menemui Jing-ling- cu, apakah kau juga ingin ikut? 49 Ah, tidak , sahut Jun-yan menggelengkan kepala. Tapi harap Li-siok-siok, jangan sekali2 kau beritahukan suhu tentang jejakku ini, bila kau mengatakan padanya, kelak pasti aku akan siarkan kejadian golokmu dirampas orang aneh tadi, coba pamormu bakal merosot atau tidak ? Habis berkata, dengan tertawa ter-kikih2 ia terus berlari pergi. Melihat kenakalan si gadis, Li Pong hanya bisa angkat bahu sambil tersenyum, lalu melanjutkan perjalanannya ke Ciok-yong-hong. Dengan kata2nya tadi, Jun-yan sudah yakin meski ia keluyuran setengah atau selama setahun diluaran, pasti juga Li Pong akan membelanya dimuka sang suhu, maka tak kuatir lagi kini, saking senangnya larinya tambah cepat. Malamnya, ia dapatkan sebuah penginapan disuatu kota kecil dibawah gunung, tapi belum lagi fajar tiba ia sudah bangun, ia melompat keluar melalui jendela, ia pilih sebuah gedung yang paling mentereng dan digerayanginya belasan lonjor emas yang seluruhnya hampir 400 tahil, dengan ini ia akan gunakan sebagai biaya pesiarnya nanti. Memangnya Jun-yan murid Thong-thian-sin-mo yang terkenal ksatria bukan, penjahat pun tidak, maka mesti sementara menjadi pencuri, Jun-yan tidak merasakan sesuatu keganjilan. Setibanya kembali dihotel, hari masih belum terang, ia masuk tidur lagi hingga hari sudah dekat lohor baru mendusin, tapi baru saja sadar, segera ia merasakan sesuatu yang aneh, di dekat lehernya serasa dingin tajam, seperti ada sesuatu senjata tajam terletak disitu. Ketika ia menoleh kesamping, maka terlibatlah sebilah golok pusaka yang memancarkan sinar hijau menyilaukan, persis terletak diujung hidungnya, jaraknya tidak lebih dari satu senti saja. Coba bila ia menolehnya sedikit sembrono, boleh jadi hidungnya yang mancung itu sudah menjadi pesek. Demi nampak golok pusaka itu, segera Jun-yan mengenali itu adalah Pek-lin-to milik Khong-tong-pay, maka tanpa ragu2 lagi segera ia berteriak. Ha, Li-siok-siok, kau selalu mau takut2i aku saja! Tapi meski ia mengulangi teriakannya, masih tiada orang menyahut, malahan terdengar pelayan hotel yang sedang menegur diluar. Apakah nona sudah bangun ? Apakah perlu diambilkan air cuci muka ? 50 Siau-ji-ko (panggilan pada pelayan), mari kau masuk, aku ingin tanya padamu ! sahut Jun-yan sembari betulkan rambutnya yang kusut. Sebenarnya datangnya Jun-yan seorang diri menginap dihotel sudah membikin pengurus hotel merasa heran, kini dilihatnya pula si gadis tidur hingga lohor masih belum bangun, rasa curiga mereka semakin menjadi, maka sebenarnya sipelayan dan kasir lagi kasak kusuk dan bisik-bisik diluar kamar, kini demi mendengar panggilan, segera mereka mendorong pintu dan masuk kekamar. Tapi begitu pintu terbuka, mendadak mereka melihat si gadis berdiri didepan ranjang sambil menghunus golok, mereka menjadi terpaku kaget, malahan saking ketakutan kasir hotel itu sampai mendeprok ditanah sembari memohon . Am........ampun Li-tai-ong (sebutan pada begal wanita) ! sedang sipelayanpun ikut-ikut mendekam diatas tubuh sikasir dengan badannya menggigil ketakutan. Mengkal dan geli si gadis melihat macam kedua orang itu, lalu dampratnya . Ngaco belo, masa aku kalian sangka Li-tai-ong apa segala? Lekas bangun! Dengan gemetar kedua orang itu berbangkit tapi muka mereka tetap pucat bagai mayat. He, apakah semalam kalian melihat ada orang memasuki kamarku ? tanya Jun- yan. Kedua orang itu saling pandang dengan heran oleh pertanyaan itu. Tidak ada! sahut mereka akhirnya. Tiada seorang kakek buntak bertangan merah yang masuk kemari ? desak Jun- yan. Tidak ada, tidak ada! sahut kedua orang itu berulang-ulang. Jun-yan menjadi semakin heran dan bingung tiba-tiba dapat dilihatnya disamping bantalnya terdapat pula secarik kertas kecil, lekas-lekas ia mengambilnya dan dibaca, ternyata diatasnya tertulis dua huruf Jing-kin , gaya tulisannya kuat dan indah, selain itu, tiada sesuatu lagi yang didapatkannya. Semakin Jun-yan tak faham apakah artinya itu, dan meski sudah dipikir dan tiada mengerti, akhirnya iapun simpan baik-baik golok pusaka itu dan pesan pelayan menyediakan makanan, habis itu, iapun tinggalkan hotel. Ia membeli seekor kuda kuat untuk alat pembantu perjalanannya, sepanjang jalan ia selalu tungak tengok kesana 51 kemari hingga sangat menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang, namun sama sekali ia tak menghiraukan. Jalan yang diikutinya itu ternyata adalah jalan raya yang menuju kota Hengyang, suatu kota yang ramai makmur dan terkemuka diwilayah Oulam dan banyak dikunjungi saudagar2. Diatas kudanya Jun-yan sangat terpesona oleh keramaian lalu lintas itu. Tiba2 didengarnya ada suara keleningan bercampurkan suara berdetaknya kaki kuda dari belakang, ketika ia menoleh, kiranya seorang Su-seng atau orang sekolahan, menunggang seekor keledai sedang mendatangi cepat dari belakang. Orang menunggang keledai sebenarnya tidaklah mengherankan, tapi Suseng ini justru anak aneh, sebab caranya menunggang binatangnya itu dengan mungkur, jadi seperti caranya Thio-ko-lo, itu dewa dalam cerita Pat-sin (delapan dewa). Pula keledai itu meski kecil, tapi larinya ternyata amat cepat, lebih aneh lagi ialah bulu tubuhnya seluruhnya putih mulus, sebaliknya empat telapakan kaki dan ekornya hitam mengkilap. Ter-heran2 Jun-yan melihat macam keledai yang menarik itu, diam2 ia membatin . Keledai ini hebat amat, jika dapat kurebutnya untuk pesiar ke-mana2, bukankah jauh lebih bagus daripada menunggang kuda belian ini ? Tapi sipelajar muda itu se-akan2 dapat menerka akan maksud hatinya, tiba2 ia membentak, segera keledai putih itu pentang kaki terus lari cepat luar biasa. Sesaat itu Jun-yan malah tertegun, ketika ia sadar kembali, dua saudagar yang berlalu disitu sudah mendahuluinya lagi. Lekas2 ia berdiri diatas kudanya untuk melongok, tapi keledai sipelajar sudah jauh sekali, untuk mengejar rasanya tak mudah, diam2 ia menyesal kenapa tadi melepaskan kesempatan baik itu. Sedang ia ter-menung2, tiba2 disamping ada orang membentak keras2 . Sam- thay.... lalu yang seorang menyambung. Piau-kiok! Nada teriakan itu semuanya sengaja ditarik panjang2 hingga kedengarannya rada aneh dan lucu. Ketika Jun-yan berpaling, kiranya itu adalah dua orang pembuka jalan dari sesuatu perusahaan pengawalan. 52 Memangnya hati Jun-yan lagi mendongkol, apa pula tiba2 melihat kedua pembuka jalan Piau-kiok itu selalu melarak-lirik kearahnya seperti copet mengincar sasarannya, tentu saja ia menjadi gusar. Setan, disamping nonamu, kenapa gembar-gembor sesukanya? demikian dampratnya. Pada umumnya, sebagai pengawal rendahan Piaukiok, meski bisa silat juga tiada artinya, tapi karena pengalaman pekerjaan mereka yang senantiasa merantau, mulut mereka justru tajam luar biasa, lebih-lebih kata-kata yang bersifat menggoda dan rendah, jangan ditanya lagi! Maka ketika mendengar Jun-yan mendamprat orang tanpa alasan, cara mereka memandang si gadis menjadi semakin berani, mereka tidak melirik lagi kini, tapi sengaja mengamat-amati dari depan sampai kebelakang dan dari kepala turun kekaki lalu dari kaki naik lagi keatas. Menghadapi seorang gadis jelita, tentu saja mereka menjadi tambah berani dan ingin mendapatkan keuntungan kata-kata. Mereka saling pandang sekejap, lalu tertawa bersama, sikap mereka sangat rendah memuakkan. He, nona besar, kami bukan lakimu, kenapa belum kenal, datang-datang kau memaki orang ? segera seorang buka suara. Ai, toako ini! demikian sambung yang lain seperti dua pelawak yang lagi main dagelan, kenapa dia memaki orang? Siapa tahu kalau dia telah penujui kita berdua! Hahaha! Begitulah mereka bergelak ketawa, masih ada tiga-empat orang kawannya yang dengan sendirinya ikut terbahak-bahak. Sebenarnya mulut Lou Jun-yan tidak kalah tajamnya, ditambah kecerdasannya, biasanya tokoh persilatan mana saja kalau kebentur dia, tentu akan merasa kewalahan. Seperti halnya Siau-yau-ih-su yang dipermainkannya diatas Ciok-yong-hong, tapi tak mampu membalas. Tapi kini menghadapi dua lelaki bangor dengan kata-katanya yang bersifat rendah kotor, sebagai seorang gadis dengan sendirinya tak ungkulan menandinginya. Keruan mukanya menjadi merah mendengar apa yang dikatakan kedua orang Piau- kiok tadi, pikirnya . Mereka berteriak membuka jalan memang sudah menjadi peraturan 53 Piaukiok, salahku sendiri tadi memaki mereka, kini rugi sendiri! maka sembari melototi kedua orang itu dengan sengit, tanpa buka suara lagi ia keprak kudanya berlari mendahului. Kalau si nona sudah terima salah, sebenarnya urusan menjadi beres, tapi dasar kedua orang Piaukiok itu memang lelaki bangor, mereka masih tidak kenal selatan, dikiranya Jun-yan hanya seorang gadis biasa yang mudah digoda. Tiba-tiba merekapun keprak kuda menyusul bahkan sambil bergembar-gembor dengan kata2 kotor yang tak sedap untuk didengar. Sungguh hati Jun-yan tak bisa bertahan lagi, diam2 ia pikirkan nama perusahaan Sam-thay-piau-kiok yang diteriakan mereka tadi, logat mereka juga logat daerah Soatang, nama Sam-thay-piau-kiok di Soatang memang sangat terkenal, cuma siapa pemimpinnya ia sudah lupa. Kini ia hendak memberi hajaran setimpal pada laki2 bangor itu, iapun tak pikir bakal cekcok dengan siapa nanti. Maka segera ia menahan kudanya sambil menoleh, ia menggapaikan tangan dan memanggilnya . Marilah, kalian kemari ! Melihat itu, mengira kalau si nona sungguh2 kepincut, saking senangnya, tulang kedua orang itu se-akan2 lemas seluruhnya. Maka dengan suara sahutan yang di-bikin2, segera merekapun keprak kuda kedepan. Diluar dugaan, baru mendekati si gadis, mendadak sinar pecut berkelebat, pandangan mereka menjadi silau tar-tar dua kali, muka kedua orang itu terkena sabetan pecut, saking kesakitan hingga mereka ber-kuik2 bagai babi disembelih, terus merosot kebawah kuda. Rasa gusar Jun-yan masih belum reda, sekali lompat turun sret golok Pek-lin-to asal milik Li Pong itu ia lolos hingga memancarkan sinar hijau, dan sekejap kemudian, daun telinga kedua orang itu sudah berpisah dengan tuannya, menyusul mana si gadis ayunkan kakinya hingga tubuh mereka terpental jauh ke tepi jalan. Meski perbuatan Jun-yan dilakukan dengan cepat sekali, namun tempat dimana terjadi itu adalah jalan raya yang sangat ramai. Maka demi melihat seorang gadis jelita memegangi sebilah golok yang gemerlapan, sedang dua orang lagi ber-guling2 ditanah penuh darah dimuka, karuan orang yang berlalu disitu menjadi kacau. 54 Tapi Jun-yan tidak peduli, sedang ia hendak melanjutkan perjalanannya, tiba2 terdengar lagi suara keleningan yang ber-ning2. Waktu ia memandang, kiranya keledai putih yang bertelapak kaki dan ekor hitam itu lagi yang sudah balik kembali dan berhenti sejauh dua-tiga tombak darinya. Penunggangnya, sipelajar muda itu yang menunggang keledai secara mungkur, lagi ter-senyum2 kearahnya diatas binatang tunggangannya. Pikir Jun-yan, kebetulan ular mencari penggebuk , memangnya dirinya lagi hendak merampas keledai itu, kini ia sendiri yang datang kembali, kenapa tidak sekalian dilakukan sekarang, tokh tadi sudah terjadi onar? Dengan keputusan itu, sedang ia hendak melesat kesana, tiba-tiba dilihatnya ada tiga kuda bagus sedang menerobos rombongan kereta dan berjalan menuju kearahnya, tiga orang penunggangnya nampak cekatan sekali diatas kudanya hingga sekejap saja sudah datang menghadang didepan si gadis. Belum lagi Jun-yan mengamat-amati ketiga orang itu, dilihatnya si Suseng tadi sedang bertepuk tangan sambil tertawa dan berkata . Hahaha, bakal ramai, bakal ramai, tentu bakal ramai sekali! Jun-yan menjadi mendongkol, ia mendelik kearahnya. Tapi tiba-tiba dilihatnya sewaktu pelajar itu bertepuk tangan tadi, tangannnya gemerlapan dengan sinar kuning emas, bila ditegasinya, baru diketahui bahwa kedua telapak tangan pemuda itu ternyata halus rata tanpa satu jaripun, kecuali ditangan kanannya pada jari telunjuknya memakai sebuah salut emas yang bersinar kuning mengkilap. Melihat itu, diam2 Jun-yan gegetun sendiri. Sungguh sayang seribu kali sayang, seorang pemuda yang begitu tampan ganteng ternyata tangannya cacat tanpa jari. Karena itu, tanpa merasa ia memperhatikan pula sekejap pada orang, sebaliknya Suseng itupun lagi tersenyum padanya, entah mengapa, Jun-yan menjadi merah jengah dan lekas-lekas melengos. Ketiga penunggang kuda yang memburu datang tadi, sebenarnya mula-mula berwajah sangat gusar, tapi ketika melihat ditangan si gadis membawa Pek-lin-to, mereka jadi tercengang dan mengunjuk rasa heran. Segera yang berdiri ditengah yang berumur paling tua melangkah maju serta menegur. Sam thay-piaukiok kami selamanya tiada permusuhan dengan Khong-tong- pay, guru kami Sam-jiu ji-lay Hang-It-wi dengan Liok-hap-tong-cu malahan adalah sobat 55 kental, kenapa sekarang nona mencegat ditengah jalan hendak merampas piau (barang kawalan) kami ditengah hari bolong ? Meski lagu perkataan orang ini tidak kasar tapi terang bersifat menuduh tanpa sebab musababnya, walau sudah kenal juga golok pusaka yang berada ditangan si gadis adalah Pek-lin-to pusaka Khong-tong-pay. Keruan Jun-yan menjadi marah. Hm, jadi kalian bilang aku hendak merampas barang kawalanmu? jengeknya segera. Ketiga orang itu tertegun, tapi toh menjawab juga . Rasanya juga tidak mudah, jika itu memang maksudmu ! Sebenarnya tiada maksud sama sekali pada Jun-yan hendak merampas barang kawalan orang, tapi kini ia benar2 dibikin marah. Tiba2 terdengar Suseng muda tadi dari samping malahan ikut mengipasi, katanya dingin. Aha, orang sudah terlalu mendesak, kalau tidak turun tangan, kemanakah muka harus disembunyikan! Sementara itu ketiga orang tadi sudah ambil kedudukan sejajar, masing2 mengeluarkan toya Sam-ciat-kun , yaitu toya tekuk tiga, hingga menerbitkan suara gemerincing karena rantai penyambungnya. Tentu saja hal mana sangat menarik perhatian orang yang berlalu lalang disitu, segera penonton merubung makin lama makin berjubel, se-akan2 tinggal menunggu Jun-yan yang memulai turun tangan. Dasar anak murid Thong-thian-sin-mo Jiau Pek king yang tindak tanduknya terkenal aneh, setiap perbuatan hatinya menurut panggilan hati seketika, sedang akibatnya tak pernah dipikir. Rupanya sifat ini sedikit banyak juga menurun pada diri Jun-yan. Maka dengan tertawa dingin segera jengeknya . Baiklah, katakan terus terang barang apa yang kalian kawal, jika nonamu tidak penuju, boleh jadi tidak sudi turun tangan! Ketiga orang itu berwatak berangasan dan tinggi hati, berkat nama besar Sam-thay piaukiok pula dengan tiga pemimpinnya, yaitu terdiri dari tiga saudara perguruan, yang tua bernama Sam-jiu-ji-lai Hang It-wi, kedua Sam-pi lo-jia Tiat Gin, ketiga Sam-bok-Ieng- koan Siang Lui. Kesemuanya memiliki kepandaian tunggal yang lihay, pergaulannya luas diseluruh negeri, sejak membuka Sam-thay piaukiok, dari kalangan mana saja suka 56 memberi bantuan seperlunya dan selamanya tak pernah gagal. Sebab itu sedikit banyak orang2nya menjadi terkebur, apalagi kini melihat Jun-yan hanya seorang gadis jelita, lebih2 tak dipandang sebelah mata oleh ketiga orang itu. Maka dengan tertawa dingin orang yang tadi menjawab . Yang kami kawal adalah benda berharga yang bernilai belasan laksa tahil emas, ada diantaranya sebuah kopiah bertabur mutiara yang besar-besar, ada pula sebuah perahu jamrud yang panjangnya hampir satu meter warna seluruhnya hijau dan terukir dari batu kumala asli, betapa hidup ukiran perahu itu hingga beberapa puluh penumpangnya diatas perahu juga seperti hidup sungguh2. Nah, dapatkah barang2 itu menarik perhatianmu ? Begitu terkeburnya, hingga barang2 berharga yang mereka kawal, benar2 ia beritahukan pada Jun-yan. Padahal biasanya benda apa yang dikawal, justru harus dirahasiakan, tak nanti sembarangan boleh diketahui orang, kini caranya bilang terus terang, jelas sekali Jun-yan di pandang sepele saja. Keruan hati si gadis semakin geram, ia pikir sekalipun nantinya harus berurusan dengan Sam jiu-ji-lai bertiga, hari ini sudah pasti aku akan menahan piau ini, bila tidak, mukaku ini harus ditaruh dimana seperti kata si Suseng tadi ? Mengingat akan pelajar muda itu, tanpa terasa ia melirik pula kearahnya dan tertampak orang masih berpeluk tangan sambil bersenyum saja menonton disamping. Dasar watak Jun-yan memang tak mau dikalahkan orang, apalagi sejak kecil sudah dimanjakan sang guru, maka begitu ambil keputusan, segera ia membentak . Nah, jika begitu, semuanya tinggalkan untuk nonamu disini! Habis itu, goloknya bergerak, selarik sinar hijau segera menyambar dari atas kebawah. Cepat ketiga orang itu bersuit, lalu memencar tanpa balas menyerang. Tapi orang yang berdiri ditengah-tengah tadi telah menjadi incaran Jun-yan, ia menyusul cepat dan mengirim tusukan dari samping. Lekas-lekas orang itu ayun toyanya untuk menangkis hingga menerbitkan suara gemerincingan. Mendadak dari menusuk Jun-yan baliki golok pusakanya terus membabat kebawah, maka terdengarlah suara creng yang keras, toya yang bertekuk tiga itu sudah kena ditabas kutung sebagian. 57 Ha, benar-benar Pek-lin-to pusaka Khong tong-pay! seru orang itu dengan muka berubah. Mungkin tadinya ia masih ragu-ragu apakah anak murid Khong-tong-pay bisa melakukan pembegalan. Sementara itu Jun-yan telah tertawa dan berkata . Nah, jika sudah kenal kelihayanku, tinggalkan barangmu, biar jiwamu nonamu ampuni! sembari berkata, goloknyapun terus membacok dan membabat ber-runtun2 beberapa kali. Sebenarnya ia tak faham To-hoat atau ilmu permainan golok, gerak serangan ini hanya dia keluarkan berdasarkan Hui-hun-cio-hoat atau ilmu pukulan awan mengapung yang dipelajari dari sang guru, gerakan enteng gesit, tipu serangannya cepat ganas, pula ketiga orang itu takut pada tajamnya golok itu, maka mereka jadi terdesak sampai mundur2 terus. Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Melihat ada kesempatan, segera Jun-yan melompat kedepan. Tatkala itu para pekerja perusahaan pengawalan itu lagi berdiri disamping kereta muatan buat menonton pertempuran dan kereta2 itu berhenti ditengah jalan raya, ketika Jun-yan menerjang kesamping kereta itu, sekali kakinya melayang, dua orang disitu segera terpental pergi. Menyusul mana Jun-yan cabut panji pertandaan diatas kereta itu dan sekali tekuk, ia patahkan panji itu menjadi dua terus dibuang sekenanya, habis itu goloknya untuk membacok kereta. Keruan ketiga orang tadi sangat terkejut, berbareng mereka memburu datang. Mendengar dari belakang ramai dengan tindakan orang, tanpa berpaling lagi Jun- yan ayun goloknya terus membabat kebelakang dengan gerakan heng-hun-liu-cui atau awan meluncur air mengalir, tapi mendadak ia robah menjadi liu-hun-tui-gan atau awan meluncur mengejar belibis. Dasar golok pusaka Pek-lin-to lebar dan panjang, maka seperti tangan si gadis bertambah panjang, dan pula dimainkan dengan dasar bui hun-cio-hoat , maka terdengarlah segera suara creng-creng dua kali, menyusul sekali lagi suara jeritan orang yang ngeri. Setelah ini, barulah Jun-yan memutar tubuh, dilihatnya toya kedua lawannya sudah terkutung semua, seorang lagi pundaknya terluka parah dan roboh ditanah. Nyata dalam dua jurus saja tiga orang lawan sudah dikalahkannya. 58 Nah, bagaimana ? Cukup tidak untuk maukan perahu jamrudmu itu ? jengek Jun- yan kemudian sembari acungkan goloknya. Tapi baru selesai ucapannya, tiba2 terlihat wajah ketiga orang itu mengunjuk rasa girang sembari berseru . Sam-susiok ! Menyusul mana lantas terdengar dibelakangnya ada suara orang tua yang serak sedang berkata . Perahu jamrud itu berada padaku, jika nona mau boleh mengambilnya, mari! Cepat Jun-yan berpaling, maka terlihatlah diatas kereta piau sana entah kapan sudah berdiri seorang tua berpakaian ringkas. Wajah muka orang tua ini aneh luar biasa, mukanya lebar, diantara kedua alisnya terdapat sebuah belang panjang bundar hingga nampaknya seakan-akan punya tiga mata, tangan dan kakinya pendek, tapi tanpa senjata. Kedua matanya bersinar tajam sedang memandangi Jun-yan. Hm , tiba2 kakek itu menjengek pula, kau membawa Pek-lin-to kaum Khong-tong- pay, tapi terhadap Liok-hap-to-hoat sedikitpun tidak becus. Ketiga murid keponakanku itu kena kau kelabui, sebab menyangka kau adalah anak murid Khong-tong-pay dan rada mengalah, karena itu, apakah kau lantas anggap diri sendiri tiada bandingan dikolong langit ini ? Melihat macamnya orang, diam2 Jun-yan menduga orang tua ini tentu yang disebut Sam bok-leng-koan Siang Lui, simalaikat bermata tiga. Pikirnya kebetulan, memangnya aku bertujuan menyohorkan nama, kenapa aku tidak coba-coba tempur tokoh terkenal ini ? Maka dengan tertawa dingin iapun menyahut . Huh, kalau golok pusaka Khong- tong-pay saja sudah berada di tanganku, lalu apa kau tidak pikir baik2 dulu, tapi ingin cari penyakit ? Dengan kata2nya itu, ia seakan-akan maksudkan . jika golok pusaka Liok-hap-tong- cu Li Pong dari Khong-tong-pay saja dapat kurebut, lalu kau Sam-bok-leng-koan kira- kira bagaimana kalau dibandingkan Li Pong ? Tapi Sam-bok-leng-koan Siang Lui justru bertabiat sangat keras, meski banyak sabar sesudah tua, namun tak tahan juga oleh kata2 pancingan si gadis, sekali menggereng tertahan mendadak orangnya mendoyong kedepan dengan kaki masih 59 menancap diatas kereta, lalu tangan kanannya tiba2 diulur, jarinya bagai kaitan terus mencengkeram kepundak si gadis. Melihat tangan orang pendek-pendek saja pula jarak mereka lebih dari lima kaki, Jung yan menaksir pasti cengkeraman orang itu tidak sampai, maka ia anggap sepi. Tak terduga, di waktu kecil Siang Lui bertiga pernah mendapat guru kosen dan masing-masing mendapatkan pelajaran ilmu yang lihay, sejak masih muda Siang Lui sudah berhasil melatih ilmu thong-pi-kong atau ilmu lengan sakti, walaupun lengannya pendek, tapi bila dijulurkan buat mencengkeram, sekali lengan kiri sedikit mengkeret, segera lengan kanan memanjang lebih dari dua kali. Karena tak ter-sangka2 akan kepandaian orang, hampir-hampir saja Jun-yan kena dicengkeram, cepat ia balikkan goloknya dengan tiy hun-li-yu-liong atau naga melayang didalam awan, segera ia bermaksud membabat lengan musuh. Akan tetapi sudah terlambat, tahu-tahu goloknya telah kena tercengkeram, ketika Siang Lui gunakan jari telunjuknya terus menjentik, maka nadi tangan Jun-yan kena tertutuk, separoh tubuh si gadis terasa kaku kesemutan, tubuhnya pun ter-huyung2 mundur beberapa tindak dan golok pusaka Pek-lin-to sudah pindah ke tangan Siang Lui. Ternyata sekali gebrak saja, segera golok pek-lin-to sudah dapat direbut Siang Lui, hal ini benar salah Jun-yan sendiri yang lengah, tapi kalau dibandingkan sungguh2, keuletan Siang Lui memangnya juga jauh diatas si gadis, seumpamanya sekali gebrak tak berhasil, dalam sepuluh jurus hendak merebut golok, rasanya juga tidak sulit baginya. Setelah golok dirampas orang, Jun-yan berdiri tertegun ditempatnya tanpa berdaya. Sementara itu Sam-bok-leng-koan Siang Lui telah berkata lagi dengan dingin . Nah, perahu jamrud itu apakah nona masih inginkan pula ? Dibawah pandangan orang banyak, Jun-yan menjadi malu dan gusar, sesaat ia berdiri kaku tanpa bisa menjawab, dan selagi hendak nekad menubruk maju buat adu jiwa dengan Siang Lui, tiba2 terdengar suara ting-ting keleningan, Suseng menunggang keledai tadi tahu2 telah menyelak masuk kelingkaran orang banyak terus bersoja kepada Siang Lui. 60 Sam-bok-leng-koan , sapa pemuda itu, sudah lama namamu tersohor, kenapa harus main2 dengan seorang nona cilik? Jika melihat dia membawa Pek-lin-to, dengan sendirinya dia ada hubungan dengan Liok-hap-tong-cu janganlah sampai dari kawan nanti menjadi lawan ? Siang Lui tergerak hatinya oleh kata2 si pelajar, sahutnya . Lalu, dua orangku dicelakai, apa lantas selesai begitu saja? Kejadian itu aku juga melihatnya tadi , kata Suseng itu pula. Asalnya disebabkan kata-kata orangmu yang kasar hingga terjadi salah faham, maka menurut aku, tidakkah lebih baik dianggap selesailah sudah! Meski usianya muda, tapi caranya berkata ternyata seperti orang tua. Memangnya Jun-yan lagi serba susah, kini dapat diketengahi orang, hatinya benar2 berterima kasih. Sesudah memikir sejenak, kemudian Siang Lui menjawab . Kata-katamu memang tidak salah, tapi golok ini harus ditinggalkan padaku biar kelak kalau pekerjaanku sudah selesai akan kuhantarkan sendiri ke Khong-tong san untuk diserahkan pada Li Pong! Mendengar golok pusaka itu akan ditahan, Jun-yan menjadi gusar lagi dan segera hendak mendamprat, tapi suseng itu telah kedipi matanya mencegah, lalu terdengar ia berkata . Baiklah, begitu juga boleh! Habis itu, keledainya ia keprak mundur ke samping Jun-yan dan berkata pula . Marilah kita pergi saja ! dan sedikit tubuhnya menggeser, tangannya diulur, tahu2 Jun- yan telah ditarik keatas keledainya, ketika suara keleningan berbunyi lagi, keledai itu segera pentang kaki berlari cepat, sekejap mata saja sudah jauh meninggalkan tempat itu. Karena merasa terima kasih, maka Jun-yan pun tidak anggap sembrono kelakuan Suseng itu, tanyanya kemudian . Belum lagi aku menanya namamu yang terhormat, banyak terima kasih atas pertolonganmu ! Tiba2 suseng tertawa dan menjawab. Keledaiku ini disebut oh-hun-hoan-hui (mega hitam ber-gulung2), disebut juga soat-li-song-than (menghantar orang dibawah salju), adalah binatang pilihan yang susah didapatkan, kalau siang bisa mencapai ribuan li, bila malam sanggup berlari ber-ratus2 li! nyata jawabannya menyimpang dari yang ditanya. 61 AHA, kau ini sungguh lucu, orang tanya namamu, tapi kau jawab tentang keledai! kata Jun-yan sambil tertawa geli. Eh, kiranya nona menanya namaku yang rendah ? Tapi bukankah nona juga ingin tahu betapa bagusnya keledai ini, supaya kalau ada kesempatan lantas turun tangan merampasnya kata suseng itu mengunjuk heran. Ternyata rahasia hati Jun-yan dengan tepat telah kena dibongkar oleh pelajar itu, keruan muka si gadis menjadi merah. Tapi iapun benar2 seorang gadis yang bersifat ke-kanak2an, segera iapun bertanya . He, darimana kau tahu ? Mudah saja , sahut suseng itu. Aku melihat nona mengincar keledaiku terus ketika aku larikan dengan cepat, malahan nona berdiri keatas punggung kuda buat melihatnya, mengapa aku tak mengerti maksud nona? Mendengar itu Jun-yan semakin kikuk, diam-diam ia merasa pelajar itu sangat menyenangkan, kalau melihat sifatnya yang ramah tamah tapi tentu juga orang kalangan Bulim, sudah tahu dirinya hendak mengincar keledainya, namun masih sudi menolong padanya, kalau dibandingkan, nyata dirinya yang terlalu tak berbudi. Karena pikiran ini, disamping berterima kasih, Jun-yan jadi menaruh hormat juga padanya. Pesat sekali keledai itu berlari, tidak lama 40-50 li sudah dilalui, tiba2 suseng itu menahan keledainya, perlahan sekali tangannya mengebas, tiba2 Jun-yan merasa didorong oleh sesuatu kekuatan yang maha besar, tahu2 orangnya terpental dari punggung keledai terus berdiri tegak baik2 diatas tanah. Sedang si gadis heran dan bingung sementara suseng itu sudah berkata. Harap nona jaga diri baik2 dalam perjalanan selanjutnya, aku masih ada urusan lain, sekarang juga kumohon diri , ketika mengucapkan kata2 mohon diri itu, orang berikut keledainya sudah berada belasan tombak jauhnya. Dengan ter-mangu2 Jun-yan terpaku ditempatnya, sampai bayangan orang sudah menghilang, barulah ia seperti tersadar dari impian. Aneh juga, hatinya yang selama ini tiada ganjelan, tiba2 timbul semacam perasaan kesal, ia merasa kalau bisa hendak menyusul suseng itu untuk diajak ngobrol, dengan begitu hatinya yang kesal akan terhibur. 62 Sesudah merenung sejenak, dengan masgul iapun meneruskan perjalanannya. Petangnya, ia sampai disuatu kota dan mendapatkan suatu penginapan, didalam kamarnya, ia masih merasa kesal, sembari bersandar pada jendela, ia memandang jauh keluar, pikirannya me-layang2 pada suseng tampan itu. Pada saat itulah diluar terdengar suara ramai berisik, kiranya kereta barang Sam- thay Piaukiok itu juga menginap pada hotel yang sama, tapi Jun-yan tidak ambil pusing. Malamnya sehabis dahar, kembali Jun-yan ter-mangu2 menghadapi pelita didalam kamar, sesudah capek akhirnya ia tidur. Tapi sebelum hari terang tanah ia telah mendusin. Diluar dugaan, ketika ia menggeliat bangun, se-konyong2 terasa angin lembut berkesiur, menyusul daun jendela berbunyi keriut sekali, dimana jendela terbuka se- akan2 ada seorang melompat keluar dengan cepat luar biasa terus menghilang. Karena baru mendusin, matanya masih sepat, dan pula gerakan orang itu hampir tiada mengeluarkan suara, hanya sekejap saja orang sudah menghilang, Jun-yan menjadi ragu2 akan pandangannya sendiri yang kabur, maka dengan sangsi ia rebahkan diri buat tidur pula. Bila kemudian ia mendusin pula, ini disebabkan oleh suara orang yang keras bagaikan guntur sedang ber-cakap2 diluar kamar. Segera juga Jun-yan dapat mengenali itu adalah suaranya Sam-bok-leng-koan Siang Lui. Sementara itu terdengar lagi Siang Lui membentak. Bagus, kapal terbalik didalam selokan! kalian tidur dengan mengelilingi kereta2 kawalan, masa tidur kalian sedemikian nyenyak seperti babi mati? Lalu seorang dengan suara gemetar, telah menyahut. Sung... sungguh kami ti... tidak merasa sa... sama sekali! Hm , terdengar Siang Lui mengejek. Jika manusia sembarangan rasanya tak berani membentur Sam-thaypiaukiok, bila bukan orang sembarangan, tak nanti berbuat secara sembunyi2. Coba periksa adakah sesuatu tanda yang ditinggalkan, mungkin sobat baik siapa yang telah bergurau dengan kita! Sudah kami periksa , sahut orang tadi, tiada sesuatu tanda2 yang ditinggalkan, golok Pek-lin-to dan perahu jamrud itupun lenyap semuanya! 63 O, jangan2 Liok-hap tong-cu yang menyesali aku? Tapi rasanya tak mungkin Ujar Siang Lui men-duga2 sendiri. Menyusul mana lantas terdengar suara tindakannya yang mantap. Rumah penginapan itu sebenarnya sudah kuno, dan mungkin Sam-bok-leng-koan Siang Lui sudah gusar luar biasa, maka diwaktu berjalan tindakannya menjadi berat luar biasa, sampai hotel itu se-akan2 ikut tergoncang. Mendengar percakapan itu, diam2 Jun-yan senang sekali, ia bersyukur Sam-bok- leng-koan ini bisa kehilangan barang2, benar2 Thian maha adil. Segera ia hendak ber-kemas2 untuk keluar buat melihat apa yang sebenarnya sudah terjadi. Diluar dugaan, baru ia bangun berduduk, tiba2 dilihatnya golok pusaka Pek-lin-to justru terletak diatas mejanya dengan mengeluarkan sinar kemilauan, malahan disamping golok ada pula sebuah bungkusan besar sepanjang hampir satu meter, cuma apa isinya belum diketahui. Kembali Jun-yan ter-heran2. Pikirnya, golok ini sudah dua kali mendadak datang padanya, pertama kali terang direbut langsung dari tangannya Li Pong, dan kini terang dicuri dari orang2nya Sam-thay Piaukiok ini, maka dapatlah dibayangkan betapa pandai orang yang melakukannya ini, cuma entah mengapa selalu golok ini diserahkan pada dirinya ? Cepat ia melompat bangun sambil betulkan rambutnya yang terurai, lalu membuka kain sutera bungkusan itu, meski didalamnya masih dibungkus lagi oleh selapis kertas, tapi segera sudah kelihatan cahaya hijau yang menyilaukan. Ketika kertas dibuka, kiranya isinya adalah sebuah kapal kumala hijau yang diukir sebagai Liong-cun atau kapal naga, didalam kapal itu terukir pula berpuluh penumpangnya yang semuanya beberapa senti besarnya, tapi gayanya seperti hidup sungguhan, benar2 semacam benda pusaka yang jarang diketemukan dan harganya tak ternilai. Dengan adanya benda itu, seketika Jun-yan malah menjadi terperanjat, lekas2 ia bungkus kembali kapal jamrud itu, dalam hatinya ia menjadi ragu-ragu dan serba salah. Terang sudah baginya kapal jamrud itu adalah benda kawalan Siang Lui yang memang nilainya tak terkatakan, jika ia ambil apa gunanya? Tadi Sam-bok-leng-koan Siang Lui marah2 diluar, tentu disebabkan kehilangan kapal ini, dan seharusnya sekarang juga ia kembalikan barang orang. 64 Tapi karena masih mendongkol kecundang oleh Siang Lui kemarin, jika bukan dilerai oleh suseng itu, entahlah bagaimana kesudahannya? Kalau teringat si suseng itu, hati Jun-yan jadi tergerak, diam-diam ia memikirkan gerak-gerik pemuda yang tampaknya lemah gemulai itu, tapi sebenarnya memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi, hal ini telah terbukti ketika ia dinaik-turunkan keledainya itu, bukankah dengan mudah suseng itu sedikit kebaskan tangannya. Maka terang sudah betapa tinggi tenaga dalamnya. Jangan2 dialah yang malam tadi menggerayangi barang kawalan Sam-bok-leng-koan Siang Lui sekedar untuk bergurau saja? Karena kemungkinan itu memang ada, tanpa merasa hati si gadis berlaut-madu. Ia termenung-menung sendiri, kemudian golok pusaka Pek-lin-to ia masukkan kebungkusan kapal jamrut itu dan di luarnya dibungkus lagi dengan sehelai kain kasar, ia pikir biarkan Siang Lui kelabakan sendiri, toh dirinya tiada pekerjaan lain, mengapa kapal jamrud ini tidak kuhantarkan sekalian ke Sam-thay Piaukiok di Soatang ? Sesudah ambil keputusan ini, segera ia angkat bungkusannya, lalu hendak keluar kamar, tapi tiba-tiba dilihatnya diujung ranjangnya sana terdapat lagi secarik kertas putih, waktu ia menjemputnya dan dilihat, ternyata diatas-kertas itu tertulis dua huruf Jing-kin yang mencang menceng, gaya tulisannya mirip seperti apa yang diketemukan waktu pertama kalinya orang menghantarkan golok dulu. Untuk sesaat Jun-yan tertegun, ia heran apakah artinya Jing-kin ini? Ia pikir, hal ini mungkin harus ditanyakan pada suseng itu. Tapi bila ia pikir lagi, tak mungkin orang yang pertama kali menghantarkan golok padanya itu adalah si suseng, sebab waktu itu kenal saja mereka belum, tentu percuma saja bertanya padanya. Karena kenyataan yang bertentangan itu, hati Jun-yan menjadi bingung, dengan murung ia melangkah keluar kamarnya hendak berangkat. Ia lihat Sam-bok-leng-koan Siang Lui sambil menggendong tangan lagi berjalan mondar-mandir di tengah ruangan hotel, mukanya mengunjuk rasa gusar, sedang orang2nya dan ketiga pembantunya yang kemarin itu berdiri dipinggir, semuanya diam tak berani buka suara. Tapi Jun-yan tak peduli, mendekati meja pengurus hotel dan berseru. Hai, kuasa, ini rekening saya! sembari berkata, ia letakkan serenceng uang perak di atas meja terus putar tubuh hendak pergi. 65 Diluar dugaan, mendadak dari samping tubuhnya angin menyerempet lewat, tahu- tahu Siang Lui sudah menghadang diambang pintu sambil melototkan mata padanya. Hei, maukah kau minggir, aku masih ada keperluan harus lekas-lekas berangkat! demikian Jun-yan mencoba berkata dengan sopan. Siapa tahu Siang Lui terus memaki. Budak maling! habis itu, mendadak ia ulur tangan mencengkram kemuka si gadis. Lekas-lekas Jun-yan melompat mundur menghindarkan serangan itu. Sementara itu Siang Lui sudah berteriak-teriak lagi. ayoh, kenapa kalian masih diam saja, kapal jamrud justru berada padanya! Jun-yan menjadi heran, dari manakah orang bisa tahu, dan bila ia memeriksa bungkusannya, barulah ia insyaf, kiranya dalam ter-gesa2nya waktu membungkus tadi, kain sutera pembungkus kapal jamrud itu ada sebagian terkacir keluar. Karena perbuatannya sudah konangan, ia pun tak mau unjuk kelemahan, cepat ia tarik Pek-lin-to dari bungkusannya terus mengayun kebelakang hingga orang2 yang mengepung di belakangnya itu terdesak mundur. Lalu dengan suara keras ia berseru . Sam-bok-leng-koan, katanya kau adalah Bu-lim cianpwe, kau tahu malu tidak ? Tapi Siang Lui sudah terlalu murka, mendadak ia melangkah maju, tangan kiri mengebas kesamping sekuatnya, walaupun kebasan itu tidak langsung menyerang Jun- yan, tapi tiba2 si gadis merasa ada suatu tenaga yang maha besar se-akan2 menyedot dirinya kesamping hingga hampir saja ia terjungkal, dan pada saat itulah, cepat sekali Siang Lui sudah baliki tangannya terus mencengkeram kemukanya lagi. Tenaga kebasan Siang Lui itu sebenarnya bertujuan untuk membikin miring tubuh Jun-yan, menyusul terus mencengkeram. Kalau tubuh Jun-yan sudah terhuyung-huyung kesamping, maka pasti akan kena dicengkeram seperti sengaja memapakkan sendiri. Dalam keadaan terancam, ternyata Jun-yan tidak kurang akal, mendadak ia jatuhkan dirinya kelantai dengan berduduk, berbareng golok Pek-lin-to ia babatkan kedepan dua kali, habis itu, ujung golok ia tutulkan kelantai dan tubuhnya meloncat kesamping. Sam-bok-leng-koan , dampratnya, kemudian mengancam, Jika kau berani maju lagi, segera aku bacok kapal jamrud ini hingga hancur, coba kau mampu membunuh aku tidak? 66 Siang Lui menjadi mati kutu, ia pikir, sekalipun gadis itu ia cincang, tapi kalau kapal pusaka itu sudah remuk, kemana harus dicari ganti benda yang tiada taranya itu? Lalu, kau mau apa? tanyanya kemudian kewalahan, tapi dalam hati gusar tidak kepalang. Sebenarnya kapal jamrud ini aku tak inginkan, cuma.......ah, meski aku ceritakan juga kau takkan percaya, lebih baik tak diceritakan , demikian sahut Jun-yan. tapi golok ini biar tinggalkan padaku saja, nanti aku yang kembalikan pada Liok-hap-tong-cu! Sejak Sam-bok-leng-koan Siang Lui malang melintang di kangouw, belum pernah ia dibikin mendongkol seperti sekarang ini. Maka sembari mendengar iapun sambil mencari akal. Ketika Jun-yan lagi senang2 hampir selesai mengucapkan kata2nya, mendadak Siang Lui menggertak. Ngaco-belo! dan sekali tubuhnya bergerak, secepat kilat ia menubruk maju, tangan kiri mengulur, seketika mulur hampir dua kali lipat, terus membalik hendak menampar muka si gadis. Keruan Jun-yan terkejut, tapi cepat pula ia angkat goloknya buat menangkis. Namun tahu2 tangan kiri Siang Lui sudah mengkeret lagi, sebaliknya tangan kanan yang mulur terus memegang buntalan dipinggang si gadis, ia barengi mendorong dengan tenaga dalamnya hingga gadis itu ter-huyung2 kebelakang sambil berseru. Sambuti! dan segera orang2nya menyambut buntalan itu dengan hati2. Merasa kecundang lagi, Jun-yan gusar tidak kepalang, sesudah berdiri tegak kembali, mendadak sinar tajam berkelebat, ia putar golok pusaka Pek-lin-to dan menghujani bacokan kepada Siang Lui. Karena tidak bisa menggunakan golok, meski Jun-yan mainkan dengan menurut ilmu pukulan Hui-hun-cio-hoat namun tetap tak ungkulan melawan Siang Lui. Sesudah beberapa jurus, ia sudah terdesak kalang kabut, keruan ia gugup dan sengit, permainan goloknya semakin cepat, ia menyerang mati2an tanpa pikir. Tapi pada suatu saat, ketika Sam-buk-leng koan kebaskan lengan bajunya kedepan hingga angin kuat menyambar pergelangan tangan, Jun yan merasa kesemutan hampir Pek-lin-to terlepas dari cekalannya. terpaksa ia melompat mundur, lalu putar golok semakin kencang. Tampaknya bila empat-lima jurus lagi, pasti si gadis akan kecundang dan goloknya terampas, tiba2 terdengar diluar hotel itu ada suara orang berkata . He, Li-heng didalam 67 hotel ada orang lagi bertempur, sinar senjata itu tampaknya adalah senjatamu Pek-lin- to! Lalu suara seorang menjawab . Benar, mari cepat kita melihatnya kedalam ! Girang sekali Jun-yan mendengar suara orang2 itu. dalam seribu kerepotannya itu ia kenal suara orang pertama itu adalah Jing-ling-cu dan yang lain terang Liok-hap- tong-cu Li Pong adanya. Saking girangnya semangatnya terbangkit. ser-ser dua kali ia ayun goloknya hingga Siang Lui terdesak mundur, dan pada saat itulah Jing-ling-cu dan Li Pong pun telah melangkah maju. Ketika tiba2 melihat yang sedang bertarung itu satu diantaranya ialah Lou Jun-yan yang memegang golok pusakanya sambil memainkan jurus2 ilmu golok yang aneh lagi bertahan mati-matian, sesaat itu Li Pong tertegun. Tapi kemudian bila mengetahui lawan si gadis adalah Sam-bok-leng-koan Siang Lui, segera iapun terkejut. Lekas2 ia berseru. Tahan dulu, tahan dulu! Orang sendiri semua. Namun Siang Lui sudah ketelanjuran murka, sesaat tak mudah untuk melerai, terutama bila mengingat si gadis segera dapat dilakukan. Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Berhenti dulu, Siang-heng! teriak Li Pong pula. Dengarlah kataku, Siang-heng, anak dara ini adalah murid lo-Jiau, pikiran lo-Jiau (maksudnya Jiau Pek-king situa) biasanya sempit suka mengeloni murid sendiri, kenapa kau mesti cekcok dengan dia ? Jun-yan tahu persahabatan antara Liok-hap tong-cu Li Pong dengan gurunya sangat karib, asal dia ikut campur, betapa besarnya urusan pasti akan beres, maka hatinya menjadi lega. Segera iapun berseru . Awas, Li-sioksiok, dibelakang suhu kau berani merasahi, kalau pulang nanti, biar aku laporkan pada suhu, coba bagaimana kau akan bela diri? Sembari berkata, ia menjadi sedikit lengah, kesempatan itu segera digunakan Sam- bok-leng koan untuk menyerang sambil berteriak . Sebentar lagi, Li-heng, biar aku rebut dulu goloknya! dan cepat sekali ia menabok kedepan, lalu tangannya menekan turun, lengan bajunya terus membelit hingga golok Pek-lin-to itu kena digulungnya sambil ditarik. Keruan tangan Jun-yan menjadi kesemutan hingga goloknya terlepas dari cekalannya. 68 Liok-hap-tong-cu Li Pong cukup kenal gurunya Jun-yan yang suka mengeloni muridnya pasti tak mau membiarkan muridnya dihina orang, dan jika sampai urusan makin meluas, kedua pihak sama-sama sahabat, tentu ia serba salah. Maka cepat ia menyelak ketengah sembari mengomeli si gadis . Jun-yan, makin lama kau semakin sembrono, Sam-bok-leng-koan adalah Bu-lim-cianpwe, kenapa kau sembarangan bergebrak dengan dia ? Nah, lekas kau minta maaf! Namun Jun-yan masih penasaran, sahutnya. Hm, kalau dia adalah Bu-lim cianpwe, seharusnya dia mempunyai sifat angkatan tua dari Bu-lim, kenapa dia berkeras menuduh aku yang telah mencuri kapal jamrudnya itu, tak sudi aku meminta maaf padanya! Li Pong benar2 kewalahan, maka dengan tertawa katanya kepada Sam-bok-leng- koan. Lau Jiau orangnya aneh, murid ajarannya ternyata juga serupa! Kalau Li Pong berulang kali menyebut asal usul Lou Jun-yan perlunya biar Siang Lui mengetahui dan jangan coba terlibat permusuhan dengan Jiau Pek king yang disegani itu. Tak terduga, maksud baiknya itu berbalik jelek, Siang Lui menjadi salah paham malah, segera dengan tertawa dingin ia menjawab. Jau-li, budak ini kemarin membawa golok Pek-lin-to dari Kong-tong-pay kalian dan mematahkan tiga bendera pertandaan kami, waktu aku tinggal minum di belakang hingga datang terlambat sedikit, ternyata daun telinga dua orangku sudah kena diirisnya. Tatkala mana ia sudah terang2an hendak merampas kapal jamrud itu, tapi melihat pertandaan golok pusakamu itu, aku hanya tahan goloknya dan biarkan dia pergi, siapa tahu semalam ia datang kembali untuk mencuri golok dan kapal, kalau bukan bungkusannya kurang rapat hingga dapat kuketahui boleh jadi sekarang ia sudah kabur jauh2. Hm, kau jeri pada Jiau Pek- king, masakan kami juga takut padanya ? Mendengar lagu kata2 orang menjadi kurang senang juga kepadanya, Li Pong hanya tersenyum saja, sahutnya . Siang-heng, gadis ini meski nakal, tapi tentang merampas barang kawalanmu, mungkin belum tentu berani melakukannya. Tapi Siang Lui makin gusar, plok mendadak ia gebrak meja hingga meja itu amblong suatu lubang besar, berbareng tangan lainnya pun mengayun, Pek-lin-to yang dirampasnya ia tancapkan keatas meja, lalu katanya dengan sengit . Tidak, budak ini takkan kulepaskan pergi, sesudah aku selesai hantarkan barangku, aku sendiri akan mengirimnya kembali ke Jing-sia san untuk menanya pada Jiau Pek-king cara 69 bagaimana mengajar murid. Jika kau merasa kurang senang, terserahlah kau bila mau membelanya! Melihat Siang Lui ternyata bermaksud menawan si gadis, Li Pong cukup kenal akan watak Jun-yan yang tentu takkan mau turut. Tapi tabiat Siang Lui juga keras luar biasa, apa yang dikatakannya kembali, maka ia menjadi serba salah untuk sesaat itu. Li-sioksiok? tiba2 Jun-yan berseru, orang itu menantang kau, masa kau tidak berani? Ciangbunjin dari Khong-tong-pay janganlah sampai dibikin malu orang! Li Pong menjadi geli dan mendongkol, omelnya. Jun-yan, jangan sembarangan omong ! habis itu ia coba kedipi Jing-ling-cu. Imam itu faham akan maksud sang kawan, maka cepat ia menyela. Siang-heng, kalau barang kawalanmu belum sampai hilang, kenapa mesti sepikiran seperti bocah ini? Biarkanlah dia pergi! Boleh juga, asal dia menjura tiga kali meminta maaf padaku , sahut Siang Lui marah2. Kent..... segera Jun-yan hendak mendamprat, tapi belum lagi ucapannya selesai, tahu-tahu Sam-bok-leng-koan Siang Lui sudah melesat kedekatnya dimana tangannya sampai, koh-ceng-hiat dipundak si gadis telah kena ditutuknya. Namun cepat Jun-yan dapat menyalurkan tenaga mematahkan tutukan itu, lalu teriaknya . Bagus, Li-sioksiok, kau tinggal peluk tangan saja tidak mau menolong, ya? Masa keparat ini menuduh aku merampok, lantas kau mau percaya ? Li Pong tahu didalam urusan ini tentu ada hal2 yang ber-belit2, tapi Siang Lui sudah ketelanjur bergusar sungguh2, rasanya susah mau beres begitu saja, maka cepat ia menyahut . Jun-yan, lekaslah kau pergi saja. Disini masih ada aku! Bagus, Lau-Li, beginilah baru benar-benar tegas , teriak Siang Lui tiba-tiba dengan bergelak tertawa. Dengan kata-katamu ini, putuslah persahabatan kami tiga saudara dengan pihak Khong-tong-pay kalian . Habis berkata, mendadak tangannya bergerak membalik dengan ilmu thong-pi-kang, tiba-tiba lengan kanannya seakan-akan mulur lebih panjang terus menggaplok ke dadanya Li Pong. Cepat Li Pong berkelit dan gunakan satu tipu Liok-hap-cio-hoat untuk mematahkan serangan Siang Lui itu. Dalam hati diam2 ia mengeluh. Ia cukup kenal Siang Lui bertiga saudara perguruan itu semuanya berwatak keras berangasan. Ketika melihat Siang Lui 70 hendak buka serangan pula dan Jun-yan masih belum mau pergi, tiba2 hatinya tergerak, cepat ia berseru; Nanti dulu Siang-heng, dengarlah kata2ku . Apalagi? jengek Siang Lui. Tapi Li Pong terus menanya si gadis. Golok Pek-lin-to itu cara bagaimana bisa jatuh di tanganmu, Jun-yan? Maka berceritalah si gadis apa yang dialaminya didalam hotel serta cara bagaimana golok Pek-lin-to itu tahu2 sudah berada disamping bantalnya hingga batang hidungnya hampir2 pesek terpapas. Asmara Dibalik Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Dan Kuda Iblis Karya Kho Ping Hoo Pendekar Gunung Lawu Karya Kho Ping Hoo