Ceritasilat Novel Online

Manusia Aneh Alas Pegunungan 9


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl Bagian 9


Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya dari Gan K.l   Saking kagumnya, maka Jun-yan coba menanya sedikit tentang dasar2 Ginkang yang dimiliki A Siu itu.   Tanpa ragu2 A Siu suka memberi penjelasan juga, begitu pula ia terangkan Lwekang yang pernah dipelajarinya dari ukiran digua itu.   Dan karena asyik tanya jawab itu, sampai mereka lupa bahwa mereka lagi mengintil Thau-to berambut panjang tadi.   Ketika mereka ingat kembali, namun Thauto itu sudah tak kelihatan lagi bayangannya, kedua gadis itu hanya saling pandang dengan tersenyum geli.   Keenakan paderi itu, demikian Jun-yan menggerutu.   Dan selagi mereka hendak mencari jalan lain buat melanjutkan perjalanan mereka, tiba-tiba tercium bau sedap yang menusuk hidung.   Nyata itulah bau makanan yang dipanggang, mungkin babi atau ayam panggang.   Dasar perut mereka sudah sangat lapar, maka Jun-yan yang pertama-tama tak tahan, hampir-hampir air liurnya menetes dari mulutnya.   Ehm, betapa lezatnya bau itu! Siapakah gerangan yang lagi panggang daging babi itu ? Ehm, betapa wanginya! demikian ia berkecap2 sambil lidahnya menjilat-jilat.   Habis berkata, cepat ia mendahului berlari menuju ke tempat datangnya bau sedap itu.   184 A Siu menjadi geli melihat wajah kerakusan kawannya itu, tetapi iapun berlari mengikut dibelakang.   Tidak seberapa jauh, tampaklah oleh mereka disuatu lapang sedang menyala segunduk besar api unggun ternyata Thauto tadi lagi membolak-balikkan tangkai kayu yang menyunduk tiga ekor kelinci panggang diatas api, pantas bau wangi lewat jauh.   Nampak itu, tiba2 timbul lagi pikiran jahilnya Jun-yan.   A Siu, harap kau pancing paderi itu pergi sejauh mungkin, biar aku goda dia agar tahu rasa, supaya kelak jangan berani-berani sembarangan omong, katanya segera.   Suruh menggoda orang, tentu saja A Siu sangat senang.   Segera ia melompat maju mendekati Thauto yang asyik memanggang kelinci itu.   Mungkin juga lagi bayangkan betapa lezatnya kelinci panggang itu, maka paderi berambut itu sama sekali tidak merasa bahwa dibelakangnya sudah berdiri seorang A Siu.   Tiba-tiba A Siu telah tertawa sekali, lalu cepat sekali ia melesat pergi.   Sungguh diluar dugaan Jun-yan, gerakan Thauto ternyata sebat luar biasa, mendadak ia putar tubuh, tapi A Siu sudah melesat kedalam semak2 pohon, maka tiada suatu bayanganpun yang dilihatnya.   Ia menjadi curiga, terang tadi suara tertawa orang, kenapa tiada terdapat seorangpun ? Kembali ia teruskan memanggang kelinci.   Kembali A Siu mendekatinya, sekali ini ia cabut setangkai rumput panjang, dengan itu ia jentikkan kepunggung si Thauto.   Karena rumput itu sangat enteng, tapi dengan tenaga dalamnya A Siu, rumput itu meluncur kedepan dengan cepat sekali tanpa suara menuju punggung Thauto itu terus menyusup masuk Kasa (jubah padri) dan nancap didaging.   Karuan paderi itu ber-kaok2 kaget sambil meloncat tinggi.   Bettt, kontan ia menghantam kebelakang, betapa keras tenaga pukulannya hingga dua pohon kecil dibelakangnya seketika patah kena angin pukulan itu.   Namun A Siu sendiri sudah melesat pergi dengan cepat.   Sekilas bayangan A Siu sekali ini dapat dilihat oleh Thauto itu, tentu saja ia menjadi murka, dengan menggerang terus saja mengudak.   Ketika melihat angin pukulan si Thauto yang maha hebat itu, untuk sejenak Jun-yan terkejut kalau Thauto itu saja demikian lihay-nya apalagi orang she Ki yang sangat dihormatinya didalam gubuk itu? demikian ia pikir.   185 Tapi demi nampak Thauto itu sudah jauh pergi mengejar A Siu, kembali Jun-yan membayangkan macamnya orang yang menggelikan ketika kena teperdaya olehnya nanti.   Maka cepat ia melompat keluar mendekati api unggun sementara itu dia sudah mengempal tiga comot besar lempung (tanah liat) yang bentuknya mirip kelinci, segera dia lepaskan tiga ekor kelinci panggang dari tangkai kayu, sebagai gantinya ia tusuk kelinci tepung itu keatasnya, ia tambahi pula kayu bakar agar api unggun berkobar lebih keras, lalu berlari sembunyi ketempatnya tadi.   Tak lama pula, ia lihat bayangan A Siu berkelebat, gadis itu sudah kembali dengan tertawa, Eenci Jun-yan, Thauto itu cukup lihay, tapi telah kuperdayai mungkin orangnya sekarang masih putar kayu dirimba sana sambil mencaci maki, demikian tuturnya dengan geli.   Dasar watak Jun-yan memang binal, biasanya dikalangan Kangouw orang segan pada nama gurunya, maka sama mengalah padanya.   Apalagi sekarang ada A Siu yang mengawalinya ia menjadi semakin berani, sahutnya dengan tertawa .   Ha-ha, biar kita tunggu sebentar lagi dan mempermainkan Thauto itu! Baru selesai ia berkata, tampak Thauto tadi sudah datang kembali dengan langkah lebar, dari wajahnya yang merah padam, tampak sekali rasa gusarnya yang tidak terhingga.   Begitu datang dengan marah-marah ia duduk diatas batu disamping api unggun, lalu termenung-menung seakan-akan lagi mengingat siapakah gerangan yang bergurau padanya tadi.   Tak lama kemudian tiba-tiba ia menggablok keatas batu disampingnya hingga remukan batu berhamburan.   Diam-diam Jun-yan terkejut dan memuji akan tenaga pukulan orang, ia pikir tenaga pukulan yang paling lihay di jaman ini yalah Thi-thau-to dari Ngo-tai-san.   Paderi piara rambut berkepala baja..   Dengan tenaga pukulannya Jian-kin-cio-tui atau hantaman beribu kati pernah ia patahkan pohon yang bulat tengahnya sebesar paha.   Sekarang orang inipun thauto jangan-jangan dia inilah Thi-tha-to yang tersohor itu ? Tapi pernah dia mendengar tentang sipat Thi-thau-to yang berjiwa besar, apalagi sebagai seorang ketua cabang persilatan, tak nanti mau merendah dan menjilat seperti kelakuan Thauto ini tadi.   Sementara itu si Thauto melihat kelinci panggangnya sudah berwarna hitam, ia sangka telah hangus, maka cepat2 ia angkat kayu sunduk-nya, tapi sebelum kelinci pangggang itu dihantar kemulutnya, mendadak ia membentak, sambil menoleh.   Nyata 186 karena digoda A Siu tadi, ia menjadi senewen, padahal dibelakangnya tiada seorangpun, tapi untuk ber-jaga2, ia sengaja menghardik kebelakang.   Melihat kelakuan orang yang menggelikan, hampir2 Jun-yan terbahak-bahak, tapi sedapat mungkin ia bertahan.   Pada saat lain, terlihatlah Thauto itu terus menggerogoti kelinci panggang.   Apa celaka, masih untung juga baginya, baru sekali-dua ia cokot kelinci itu dan baru mulai dikunyah, segera ia merasa rasanya kelinci panggang itu rada-rada luar biasa, ia menjadi kelabakan, frr....frr...   berulang-ulang ia semburkan lempung dari mulutnya disertai dengan suara gerengan yang murka.   Melihat macam orang yang lucu.   semula Jun-yan masih menahan rasa gelinya sedapat mungkin, sampai akhirnya ia benar-benar tak tahan lagi, dengan ter-bahak2 iapun berdiri dari tempat sembunyinya sambil menggoda .   Haha, Thauto busuk, kelinci panggangmu ini kurang pandai kau membakarnya, bukankah kelinci panggang yang kubikin untukmu itu jauh lebih lezat ? Thauto itu terkejut karena tiba-tiba melihat dari semak-semak sana muncul dua gadis dengan ter-tawa2 sambil tangan masing2 memegangi seekor kelinci panggang dan sedang dimakan dengan nikmatnya.   Maka tahulah dia duduknya perkara sebenarnya, karuan alangkah gusarnya tanpa pikir lagi ia kerahkan seluruh tenaga di sebelah tangannya terus dihantamkan kedepan.   Saat itu Jun-yan masih ter-pingkal2 dengan mulutnya penuh daging kelinci panggang, ketika mendadak Thauto itu melontarkan serangan, sama sekali ia tidak ber- jaga2.   Baiknya A Siu selalu waspada, melihat bahaya, cepat ia berseru sambil tumbuk badan Jun-yan dengan pundaknya sambil meloncat kepinggir.   Karena tumbukan A Siu itu, Jun yan ter-huyung2 kesamping hingga jauh, dalam kagetnya segera ia hendak mengomeli A Siu yang sembrono, namun bila ia pandang lagi, ia terkejut sendiri.   Ternyata dimana pukulan Thauto tadi sampai, seketika batu kerikil berhamburan.   Betapa hebat tenaga pukulan itu, sungguh sangat mengejutkan.   Namun Jun-yan bukan Jun-yan kalau dia menjadi takut, dengan gusar ia malah balas mendamperat .   Thauto keparat, hanya tiga ekor kelinci panggang, kenapa kau mesti turun tangan sekeji itu ? Siapakah ? 187 Saking murkanya Thauto itu tidak menjawab lagi, ia hanya memaki .   Setan alas! habis ini, sekali lompat, kembali ia melontarkan serangan pula, sebelah tangannya dengan kelima jarinya yang dipentang lebar terus mencengkeram keatas kepalanya Jun-yan, sedang telapak tangan lain dari samping bergaya merangkul ke tengah.   Tiba2 Jun-yan merasa suatu tenaga maha besar seakan-akan mencakup kepalanya, segera ia hendak melompat menghindari, tapi tahu-tahu sesuatu tenaga lain dari samping seakan-akan menggondeli tubuhnya hingga dirinya seperti sudah dikurung ditengah, sementara itu terdengar pula suara tertawa sinis si Thauto.   Dalam gugupnya Jun-yan terpaksa pukulkan juga kedua tangannya coba bertahan, pada saat itu pula iapun ingat siapa akan diri si Thauto itu, teriaknya .   He, kau Tai-lik- eng-jiau Ngo-seng Thauto! Kiranya Ngo-seng Thauto yang berjuluk Tai-lik-eng-jiau atau cakar elang bertenaga raksasa, adalah sutenya Thi-thau-to, ini ketua Ngo-tai-san yang tersohor.   Tapi karena jiwanya yang kotor dan kemurtadannya, maka ia telah mendurhakai perguruan dan memusuhi sang Suheng, malahan secara rendah berani menggondol lari kitab pelajaran Tai-lik-jiau-hoat dan kabur jauh ketempat lain, akhirnya berhasil juga melatih ilmu cakar elang itu, maka seperti harimau tumbuh sayap saja, kelakuannya semakin se- wenang2.   Begitulah, maka Jun-yan benar2 payah merasakan kurungan tenaga pukulan orang, sedapat mungkin ia coba bertahan, tetapi dadanya serasa sesak, mata ber-kunang2 diam2 ia mengeluh mengapa A Siu tidak lekas turun tangan membantu.   Namun A Siu sudah dapat juga melihat keadaan Jun-yan yang payah, serunya segera .   Thauto, jangan kau sesalkan aku bila kau tak mau lepaskan enciku ! Sudah tentu Ngo-seng tidak pandang sebelah mata pada seorang gadis jelita yang lemah itu segera iapun dapat mengenali orang yang menggoda dan diudak olehnya itu adalah gadis ini, tiba2 ia tertawa aneh, berbareng tangan kiri memutar, mendadak mencengkeram juga keatas kepalanya A Siu.   Nyata dengan demikian ia telah salah perhitungan.   Jika seorang diri Jun-yan yang diserangnya terang tenaganya masih jauh berlebihan tapi terhadap A Siu satu melawan satu saja belum tentu Ngo-seng sanggup menang, sudah tentu ia tidak tahu akan betapa tinggi ilmu lwekangnya A Siu hanya 188 disangkanya seperti Jun-yan yang mudah dilayani, maka sekaligus ia pikir hendak robohkan kedua gadis itu untuk kemudian akan disiksa.   Maka sekali A Siu kebas lengan bajunya menangkis mendadak Ngo-seng merasakan suatu tenaga yang maha besar membentur kemukanya begitu hebat hingga napasnya se-akan2 sesak matanya ber-kunang2.   Barulah sekarang ia terkejut tidak kepalang.   Terpaksa ia mesti tarik kembali sebelah tangan yang melayani Jun-yan tadi untuk membela diri.   Dan karena mendadak tangannya ditarik, Jun-yan menjadi kehilangan imbangan badannya karena dia juga lagi kerahkan sepenuh tenaga untuk melawan, gadis ini terhuyung-huyung kedepan hingga mendekati Ngo seng namun Jun- yan bukan anak murid Thong thian-sin-mo kalau dia lantas jatuh begitu saja.   Dalam keadaan sempoyongan ia masih sempat ayun tangannya menampar hingga plok dengan keras Ngo-seng telah kena ditempilingnya sekali sampai beberapa giginya rompal dan darah mengucur dari mulut.   Dan pada saat lain karena melihat Jun-yan sudah terbebas dari bahaya, cepat A Siu tarik kembali tenaga serangannya tadi.   Sungguh tidak kepalang murkanya Ngo-seng, belum pernah ia kecundang seperti sekarang ini sejak ia malang melintang didunia Kangouw, apalagi kecundang dibawah tangan si gadis cilik yang dianggap masih ingusan.   Saking gusarnya hingga untuk sesaat tampak ia berdiri menjublek dengan sinar mata bengis.   Sudahlah, enci Jun-yan, marilah kita pergi, ajak A Siu kemudian.   Nanti dulu, sahut Jun-yan sambil melolos pedang.   Habis siapa suruh paderi busuk itu berlaku begitu garang, kalau tak diberi sedikit hajaran, boleh jadi ia akan lebih me- mentang2 lagi.   Habis ini, tiba2 ia membentak Ngo-seng ; Nah, kau sudah dengar tidak, paderi busuk, jika kau ingin hidup, biarlah aku mengiris dulu kedua kupingmu, dan kau boleh pergi lantas.   Terdengar Ngo-seng mendengus tertahan, tetapi tidak buka suara, masih terus melotot, malahan dari ubun2nya se-akan2 mengepulkan hawa.   Nampak itu, segera Jun-yan hendak membentaknya pula, tak terduga, mendadak Ngo-seng telah mendahului menggertak sekali sekeras guntur, berbareng kedua tangannya diangkat, seperti cakar elang saja, dengan tipu Siang-jiau-bok tho atau dua cakar mencengkeram kelinci, segera mengarah kemukanya Jun-yan.   189 Kiranya berdiamnya Ngo-seng tadi ialah sedang mengumpulkan seluruh tenaga dalamnya untuk melontarkan serangan yang mematikan kepada Jun-yan yang sudah dibencinya tujuh turunan.   Maka sekali serang, ia yakin akan matikan lawannya itu.   Alangkah terkejutnya Jun-yan oleh serangan maha lihay itu.   cepat ia putar pedangnya keatas dengan gerak tipu heng-hun-liu-sui atau awan meluncur air mengalir, secepat kilat ia sambut cakaran orang.   Untuk kesebatan si gadis itu, mau tak mau Ngo-seng terkejut juga, mendadak ia putar telapak tangannya kesamping, namun begitu, lengan bajunya sudah terpapas sobek, cuma serangannya masih terus mencengkeram kedepan.   Dalam keadaan begitu, walaupun Jun-yan berhasil memapas baju orang, tapi ia sendiri masih tetap terancam bahaya.   Maka A Siu tak bisa tinggal diam lagi, terpaksa ia turun tangan menolong.   Saat itu Ngo-seng lagi kerahkan seluruh tenaganya untuk mematikan Jun-yan, ketika tiba2 merasa angin pukulan menyambar lagi dari samping, ia menjadi kaget dan sadar akan kepandaian A Siu yang tak boleh dipandang enteng itu, maksud hatinya akan mengegos kesamping sambil membaliki sebelah tangannya menangkis.   Tapi lagi2 ia mesti telan pil pahit, sedikit kelonggaran telah dipergunakan oleh Jun-yan dengan baik, plok-plok dua kali ia hantam pundak orang, berbareng pedang diputar dengan tipu hun-kay-goat-hian atau awan menyingkap, bulan kelihatan, tiba2 Ngo-seng merasa pipinya nyes dingin tahu2 sebelah kupingnya sudah berpisah dengan tuannya.   Sungguh apes bagi Ngo-seng akan kejadian hari ini, berulang kali ia kena dihajar, sebelah kupingnya kena diiris lagi.   Karuan bukan main murkanya, tapi apa daya? Menghadapi dua gadis lincah itu, ia benar-benar mati kutu, hanya sesudah melompat pergi ia memutar tubuh dan melotot dengan mata berapi.   Paderi busuk, tiba-tiba Jun-yan memaki pula, rupanya ia masih belum puas mempermainkan Thauto itu, kau masih punya sehelai daun kuping, supaya tidak ganjil, ada lebih baik biar kupotong sekalian! habis berkata, benar saja ia melompat maju dengan pedang terhunus.   Gemas luar biasa sebenarnya Ngo-seng kepada Jun-yan, kalau bisa gadis ini hendak ditelannya bulat2, tapi ia kuatir kalau2 A Siu nanti mengerubut maju lagi dan jangan2 kuping yang tinggal satu itu benar2 akan berkorban lagi, bagaimana macam kepalanya tanpa daun kuping itu ? 190 Karena itu, dengan gusar2 takut itu, mendadak ia hantamkan kedepan sekali sebelum Jun yan mendekat, angin pukulan yang keras itu menyambar kemuka si gadis, terpaksa Jun-yan sedikit merandek, maka Ngo-seng sempat putar tubuh angkat langkah seribu.   Namun begitu, berulang2 ia menoleh kuatir diudak.   Jun-yan ter-bahak2 geli, dampratnya dengan tertawa, Hahaha, paderi keparat, apa mungkin kau ajak berlomba lari ? lalu ia berpaling kepada A Siu dan berseru.   Marilah A Siu, paderi busuk itu sudah ketakutan, cepat kita kejar dia ! Sebenarnya A Siu yang lebih halus perangainya itu enggan ikut mengudak, tapi karena Jun yan sudah mendahului lari, terpaksa ia menyusul dari belakang.   Sebaliknya ketika mula2 Ngo-seng melihat Jun-yan sendiri yang mengejarnya, ia telah berhenti sejenak, tapi demi nampak A Siu sudah menyusul, ia menjadi jeri dan cepat berlari.   Uber punya uber, akhirnya mereka sampai didekat kompleks rumah2 gubuk tadi.   Melihat itu dari jauh, Jun-yan menjadi ragu2, teringat olehnya waktu Ngo-seng Thauto keluar dari gubuk itu telah mem-bungkuk2 badan sambil mengia dengan merendah sekali, terang didalam rumah itu terdapat seorang kosen, yang sangat disegani paderi itu.   Melihat Jun-yan berhenti dengan sangsi, sudah tentu Ngo-seng tidak tinggal diam, segera ia memaki2 lagi dengan kata2 kotor dan rendah untuk bikin hati si gadis menjadi panas.   Betul juga Jun-yan menjadi murka, dampratnya.   keparat, jika aku tidak potong lehermu, jangan kau panggil nona Lou kepadaku! Dan segera ia mengejar pula.   Karena kuatirkan keselamatan Jun-yan, cepat A Siu menyusul dibelakangnya.   Sebaliknya ketika sampai didepan pintu gubuk tadi, mendadak Ngo-seng berhenti dengan celingukan.   Lalu ia berpaling kearah Jun-yan dan memaki pula, tapi tidak keras, hanya dengan suara tertahan.   Karuan Jun-yan berjingkrak saking murka, la lihat gubuk itu ada suara lentera dari dalam tetapi keadaan sunyi saja, ia menjadi berani, ia mendamprat pula terus menubruk maju, sekali pedangnya mengayun, terus ia tusukkan.   191 Rupanya serangan inilah yang sedang ditunggu2 Ngo-seng, sebab begitu Jun-yan menubruk maju, tiba2 dengan bahunya ia dorong pintu gubuk dan orangnya menerobos masuk.   Tanpa pikir terus saja Jun-yan ikut menguber kedalam.   Diluar dugaan, suatu tenaga maha besar lantas menerjang dari depan, baiknya Jun- yan cukup cekatan, begitu merasa gelagat jelek, segera ia melompat mundur terdorong oleh damparan tenaga itu, menyusul mana suatu bayangan ikut melayang tiba hendak menubruk tubuhnya, dalam gugupnya cepat Jun-yan berjumpalitan ke samping, maka terdengarlah suara buk yang keras, sesosok tubuh telah terbanting ditanah.   Dan sejenak kemudian barulah A Siu dan Jun-yan dapat melihat itu adalah Ngo-seng Thauto yang gede.   Rupanya jatuhnya itu sangat keras hingga Ngo-seng berjongkok meringis hingga lama baru bisa bangun.   A Siu dan Jun-yan telah merasakan betapa lihaynya Ngo-seng, kalau satu lawan satu mereka belum pasti menang, tapi kini begitu mudah Ngo-seng terlempar keluar, maka betapa hebat tenaga pukulan orang yang berdiam didalam rumah itu dapat dibayangkan.   Dalam pada itu dengan ter-sipu2 Ngo-seng telah merangkak bangun walaupun dengan meringis kesakitan, sesudah berdiri, dengan sangat hormat ia masih berkata kearah rumah itu.   Ki-lociappwe, memang aku terlalu sembrono masuk tanpa permisi, tetapi kedua budak ini sesungguhnya keterlaluan...   Ngo-seng, tiba-tiba suara ke-malas2an menyela dari dalam rumah, kenapa kau berani main gila didepan rumahku dengan kata2mu yang kotor tadi? Apakah memangnya kau sudah bosan hidup? Dengan membungkuk2 Ngo-seng mengia belaka.   Melihat macam orang yang lucu karena masih meringis kesakitan itu, Jun-yan tertawa geli.   Karena Ngo-seng gemas dan mendongkol, ia pelototi dara nakal itu dengan sengit.   Ngo-seng, terdengar orang didalam gubuk berkata pula, Mengingat hormatmu kepadaku, kesalahanmu itu biarlah kuampuni.   Tapi budak yang membawa Tun-kau-kiam tadi, mana dia, suruh masuk minta ampun padaku ! Jun-yan melangkah, tadi ia hanya melangkah masuk terus terdesak mundur keluar hanya sekejap itu, siapa orangnya didalam saja ia tak jelas melihatnya.   Tapi orang itu sekilas saja sudah dapat mengetahui dia membawa pedang yang dihunusnya adalah Tun-kau-kiam, sungguh tajam amat matanya ? 192 Sementara itu Ngo-seng tampak berseri-seri, ia melirik ngejek Jun-yan sekejap, lalu katanya pula.   Ya, Ki-locianpwe.   Malahan dia masih punya seorang kawan budak lainnya.   Keduanya suruh masuk semua, kata orang didalam itu tanpa pikir.   Lagu suaranya angkuh seakan-akan dunia ini dia kuasa.   Ngo-seng menjadi senang, dengan mengejek ia berkata pada Jun-yan berdua.   Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Nah, kalian dengar tidak? Ki-locianpwe suruh kalian masuk minta ampun padanya.   A Siu menjadi sangsi, Enci Jun-yan, siapakah Ki-locianpwe itu kenapa kita disalahkan? Cis, buat apa kita peduli, sahut Jun-yan penasaran.   Siapa kenal orang she Ki ini manusia macam apa ? Peduli ! Kata2 Jun-yan itu diucapkan dengan keras, maka Ngo-seng juga mendengar dengan jelas, wajahnya berubah hebat dan bingung, tapi segera ia bergirang pula.   Sebaliknya Jun-yan telah menuding sambil membentak lagi.   Thauto keparat, kau mau maju kemari atau tunggu aku iris lidahmu yang kotor itu dan...   Sampai disitu, suara yang ke-malas2an didalam gubuk tadi menyela lagi .   Bocah dara, kau murid siapakah, ha ? Besar amat nyalimu ? Walaupun nakal, tapi Jun-yan juga mengerti bahwa orang didalam gubuk itu pasti bukan orang sembarangan.   Tiba2 hatinya tergerak, ia pikir gunakan nama gurunya untuk menggertak maka dengan tegak leher sahutnya .   Kau tanya nama guruku ? Hm, mungkin kau akan mati kaget bila kukatakan ! Dia orang tua she Jiau, namanya Pek- king, orang menjulukinya Thong-thian-sin-mo ! Nah, apa abamu sekarang ? sembari berkata ia bertolak pinggang dengan lagak nyonya besar.   Mendadak orang didalam gubuk itu tertawa tawar.   Aha, kukira siapa, tahunya murid ajaran siauw-Jiauw ! Pantas licin dan belut seperti sang guru.   Nah, tidak lekas masuk terima hukuman, apa kau minta aku keluar malah ? Jun-yan terkejut, tapi orang ini berani menyebutnya siau-Jiau atau Jiau sikecil, suatu tanda derajat angkatannya masih diatas gurunya.   Untuk sesaat, ia terpengaruh oleh perbawa orang.   Dasar gadis lincah yang tak kenal tingginya langit dan tebalnya bumi, segera ia berpendapat jangan2 orang menggertak saja, persetan orang macam apa? Kontan saja 193 dia menjawab.   Eh, kau she Ki bukan? Ya tahulah aku, bukankah kau adalah siau-Ki yang tercantum didalam kamus Kang-ouw itu? Melihat kau suka kasak-kusuk dengan Thauto keparat itu, tentu kau pun bukan manusia baik2.   Hayo, lekus kau menggelinding keluar.   Tapi baru saja ucapannya habis, se-konyong2 suara gelak tawa bergema dari dalam gubuk, suara ini keras tajam menggetar sukma, jauh berbeda dengan suara ke- malas2an tadi.   Terkejut sekali Jun-yan begitu pula A Siu terkesiap oleh tenaga lwekang itu.   Pada saat itulah tiba2 dua suara keras krak-krak berjangkit disamping mereka, dua pohon bambu besar telah patah tertimpuk dua batu kecil yang menyambar keluar dari gubuk itu.   Menyusul suara orang didalam itu berkata.   Budak bernyali besar nah sekarang sudah kenal lihayku belum? Apa tidak lekas masuk kemari? A Siu lebih baik kita angkat kaki saja, bisik Jun-yan kepada kawannya demi nampak gelagat tidak menguntungkan.   Sudah tentu A Siu hanya menurut saja, maka cepat mereka terus melompat kerimba bambu sana, diluar dugaan, baru mereka tiba didepan rimba bambu itu, tahu2 beberapa bintik sinar berkelebat mendahului mereka disusul dengan suara gemuruh robohnya beberapa pohon bambu merintang didepan, malahan suara orang didalam gubuk itu berkata lagi.   Jangan coba lari, dara bandel, tidak lekas kembali ? Melihat betapa hebat tenaga jari orang itu hanya beberapa batu kerikil sudah mematahkan pohon bambu, bila dia mau mencelakai mereka sesungguhnya seperti membaliki tangannya sendiri.   Maka sesudah ragu2 sejenak, segera Jun-yan mendengus dengan dada membusung ia mendahului kembali kearah gubuk tadi sambil berkata.   Mari A Siu, masakan kita takut kepada segala manusia? Hayo, dia minta masuk kegubuknya, marilah kita masuk saja, masakan dia sanggup telan kita ? Habis itu, dengan langkah lebar ia menuju kegubuk itu dan tanpa permisi terus menerobos kedalam.   Maka terlihatlah ruangan gubuk itu terawat rapih bersih, disebuah kursi malas buatan bambu berduduk seorang berbaju hitam lagi asyik membaca dibawah sinar pelita.   Mengetahui masuknya Jun-yan, tanpa menoleh, dengan nada kemalas2an tadi ia berkata .   Sekarang kau baru mau kemari bukan ? Hendaklah kau ketahui peraturanku, siapa yang berani membangkang perintahku, maka hukumannya akan ditambah sekali lipat.   Waktu Jun-yan menoleh ia lihat A Siu sudah ikut masuk, hatinya menjadi besar.   Ketika ia mengamat2i orang itu, walaupun sedang menunduk membaca, hingga 194 wajahnya tidak jelas kelihatan, tetapi usianya ditaksir takkan lebih setengah abad, terutama mengingat rambutnya yang masih hitam mengkilap.   Dengan lagak angkuh orang itu masih duduk ditempatnya tanpa sesuatu yang aneh, kembali timbul pandang rendah pada hatinya Jun yan, ia menyesal tadi kenapa mesti lari kena digertak orang, jika orang ini ada hubungannya dengan Ngo-seng Thauto tentunya juga bukan manusia baik? Karena itu sesudah memberi isyarat kepada A Siu, sahutnya .   lantas cara bagaimana kau akan menjatuhkan hukuman? Diatas saka situ ada gelang rantai, masukkanlah tanganmu sendiri dan suruh kawanmu ambil cambuk dilantai itu dan pecutkan tiga puluh kali, tidak boleh kasih ampun ! kata orang itu tetap menunduk.   Waktu Jun-yan mendongak, benar juga diatas saka sana ada gelang besi dan dilantai terdapat seutas pecut panjang hitam.   Baiklah, sahutnya tanpa pikir.   Mendadak ia terus meloncat keatas.   Tapi bukannya masukan tangannya kedalam gelang besi itu seperti yang diminta, tapi terus lolos pedangnya Tun-kau-kiam dan mengayun dua kali, terdengarlah suara creng-creng kedua gelang besi Itu sudah terpapas putus semua.   Bahkan ketika tubuhnya menurun, tiba2 pedangnya membalik, dengan gerak tipu hoat-hun-ji-goat atau menyingkap awan mengarah rembulan, ujung senjatanya itu terus menikam keatas buku yang dipegangi orang itu dengan maksud membikin kaget padanya.   Rupanya orang itu masih tidak berasa akan serangan itu, maka bles , buku yang dipegang itu tahu2 tertembus tusukan pedang, sungguh diluar dugaan Jun-yan bahwa serangannya bisa berhasil begitu mudah, dan lagi ia hendak congkel pedangnya agar buku orang terpental, se-konyong2 terasa pedangnya se-akan2 melengket pada sesuatu tenaga dan susah ditarik kembali.   Waktu ia dorong sekalian kedepan, ternyata pedangnya seperti menancap dibatu saja susah digoyah.   Dan selagi Jun-yan kaget dan bingung itulah orang itu telah geser bukunya sambil berpaling, kiranya sebabnya senjata Jun-yan itu tak bisa bergerak adalah disebabkan batang pedangnya kena dijepit oleh dua jari tangan orang itu.   Kini wajah orangpun dapat dilihat Jun-yan dengan jelas, benar umurnya antara lima puluhan saja wajahnya cakap gagah, matanya bersinar, alisnya tebal, sambil memandang Jun-yan, mulutnya mengulum senyum, nyata ia tidak bergusar pada si gadis yang sembrono.   195 Mendadak orang itu bergelak ketawa, tangannya yang menjepit pedang itu sedikit diangkat keatas, terasalah oleh Jun-yan suatu tenaga maha besar menumbuk ketubuhnya, tanpa kuasa pedangnya dilepaskannya, sedang tubuhnya terus mencelat menyundul atap rumah, kuatir kalau turun kembali akan dipermainkan orang lagi, tanpa pikir Jun-yan rangkul belandar diatas itu.   Diluar dugaan, tak-tak dua suara berjangkit dan pergelangan tangannya yang merangkul belandar itu terasa kencang seperti dijepit sesuatu.   Apabila ia menegasi, ia menjadi kaget, kiranya yang menjepit tangannya itu adalah kedua belahan gelang besi yang dipapas olehnya tadi, kini setengah gelang besi itu ambles kedalam belandar hingga kedua tangannya seperti terpaku dan badannya ter-katung2.   Waktu ia memandang kebawah, orang tadi masih acuh tak acuh membaca bukunya.   Kau dara ini tampaknya lebih mendingan, kata orang itu kemudian kepada A Siu, tadi aku hanya mau hajar dia tiga puluh kali cambukan, tapi ia berani membangkang, kini hukuman harus ditambah sekali lipat menjadi enam puluh cambukan.   Nah lekas kau mulai, sembari berkata, iapun letakan Tun-kau-kiam yang dijepitnya dari Jun-yan itu keatas meja lalu membaca bukunya lagi.   Ketika menyaksikan Jun-yan tahu2 mencelat keatas terus dipantek diatas belandar, untuk sementara itu A Siu heran juga akan kepandaian orang.   Kini mendengar dirinya diharuskan mencabuk enam puluh kali kepada Jun-yan ia menjadi ragu2 katanya cepat .   Toacek apakah hukuman ini tidak terlalu berat? Berat? orang itu menegas.   Malahan menurut aku harus enam puluh kali biar ia kapok.   Biarlah selanjutnya kami takkan merecoki kau, dapatkah kau lepaskan enciku itu? pinta A Siu ramah.   Orang itu bersangsi sejenak, tanyanya kemudian .   Apakah kau muridnya Siau-jian? Bukan aku tak punya Suhu, sahut A Siu.   Orang itu meng-amat2inya sejenak, tapi katanya lagi.   Tidak, dara bandel ini harus kuhajar mewakili siau-jiau.   Kalau kau tak mau lakukan, biar kupanggil Ngo seng yang menghajarnya.   Dalam pada itu, Jun-yan yang tergantung diatas itu lagi me-ronta2 berusaha melepaskan diri, dalam hati ia mendongkol sekali kenapa A Siu tidak lekas turun tangan 196 menolongnya, sebab ia yakin ilmu kepandaian A Siu yang tinggi itu cukup untuk melawan orang, cepat saja ia ber-kaok2 suruh A Siu turun tangan.   Dilain pihak, rupanya percakapan itu telah didengar Ngo-seng, tanpa disuruh lagi ia sudah masuk kedalam dan berseru.   Ki-locianpwe, biar kuhajar adat budak liar ini! Orang itu mengangguk setuju.   Dengan girang segera Ngo-seng hendak menjemput pecut panjang dilantai itu.   Tahan! bentak A Siu mendadak sambil kebas lengan bajunya kedepan, menyusul sebelah tangannya menyodok dada orang.   Lekas-lekas Ngo-seng hendak mundur, namun begitu angin pukulan A Siu sudah membikin tubuhnya ter-huyung2 mundur dan akhirnya jatuh duduk.   Walaupun Jun-yan sendiri ter-katung2 di-udara, tapi melihat A Siu menghajar Ngo- seng, ia tidak lupa bersorak.   Bagus! Tahu rasa kau, Thauto busuk.   Hajar lagi, A Siu! Sebaliknya orang itu rada heran melihat sekali gebrak Ngo-seng kena dirobohkan si gadis, Anak perempuan, boleh juga kepandaianmu.   Kau bernama apa dan siapa gurumu? Namaku A Siu, guru aku tidak punya, sahut A Siu ke-kanak2an, Toacek, silahkan kau turunkan enciku itu.   A Siu hajar saja, kenapa mesti banyak cing cong, teriak Jun-yan tak sabaran.   Sebaiknya orang tadi telah berkata pula.   Jika kau sanggup menerima tiga kali seranganku, segera aku lepaskan dia! A Siu suruh dia yang terima tiga seranganmu, biar dia tahu rasa, kembali Jun-yan ber-kaok2.   Nyata ia anggap ilmu kepandaian A Siu sudah tiada tandingan di jagat, tak tersangka bahwa A Siu cukup insaf akan betapa tinggi ilmu lwekang orang itu, apalagi ia sudah ambil keputusan takkan sembarang bergebrak dengan orang.   Tapi orang hanya minta menangkis tiga kali serangan saja lantas A Siu menerimanya dengan baik.   Jadilah, marilah kita keluar.   Tak perlu! sahut orang itu.   Nah hati2lah.   Habis berkata, sambil tetap berduduk, mendadak lengan bajunya menggontai, seluruh rumah itu seketika penuh terisi angin keras.   Memangnya Jun-yan yang tergantung diatas itu lagi me-ronta2, kini tubuhnya ikut ter-buai2 oleh angin keras itu 197 hingga pergelangan tangannya yang terjepit itu serasa akan patah.   Sedang angin keras itu menyambar kearah A Siu dengan dahsyatnya.   Tapi A Siu sudah siap siaga, cepat sekali ia mengegos, berbareng kedua lengan bajunya juga mengebas hingga kedua tenaga angin saling bentur.   Tapi ia sendiri lantas terasa kalah kuat hingga ter-huyung2 mundur beberapa tindak.   Bagus.   orang itupun berseru, menyusul mana sebelah telapak tangannya menepuk kedepan.   Saat itu baru saja A Siu dapat berdiri tegak, terpaksa ia meloncat minggir sembari sebelah lengan bajunya mengebas pula untuk mematahkan tekanan tenaga pukulan orang.   Dengan demikian barulah ia berhasil lolos dari bahaya.   Diam2 ia terkejut luar biasa, sungguh belum pernah diduganya bahwa lwekang orang bisa sedemikian hebatnya.   Nyata A Siu tidak tahu bahwa orang itu dimasa dahulu mendapat julukan Put-kue- sam atau tidak lewat tiga artinya selamanya tiada ada orang yang sanggup menerima tiga kali serangannya.   Kini A Siu sudah mampu mengelakan dua kali, sebenarnya sudah membuat orang itu bertambah heran.   Awas! kembali orang itu berseru, sekali ini kedua lengan bajunya mengebas kesamping, habis ini mendadak merangkup kedalam hingga tenaga pukulan itu se- akan2 menggulung terus menggunting.   Menghadapi gelombang serangan ini, mula2 A Siu seakan2 tertarik kesamping, tetapi mendadak seperti terjepit oleh dua tenaga dari kanan kiri.   Tidak kepalang terkejutnya, cepat ia hantam kedua tangannya kebawah hingga tubuhnya terangkat keatas.   Inilah satu diantaranya tujuh kunci ilmu Siau-jang-chit-kay yang dipelajarinya itu.   Pada saat itulah Jun-yan telah berhasil melepaskan tangannya dari jepitan gelang besi serta turun kebawah, maka teriaknya.   Bagus, tiga kali serangan sudah selesai.   Nah, lekas kembalikan pedangku biar kami pergi! Sementara itu muka orang tadi jadi berobah hebat demi nampak A Siu mampu mengelakkan tiga serangannya, pelan2 ia berdiri.   Anak perempuan, siapa gurumu? Katakan atau tidak? katanya dengan memandang tajam.   198 Toacek, bukankah kau sendiri sudah berjanji, setelah aku terima tiga kali seranganmu, lantas kau akan melepaskan enci Jun-yan ? tanya A Siu.   Benar, sahut orang itu dengan tertawa aneh.   Dan aku telah lepaskan dia, namun sekarang kau yang hendak kutahan! He, kenapa ? sahut A Siu heran.   Eh, kau kenal malu tidak, ludah sendiri dijilat kembali? teriak Jun-yan mengejek.   Akan tetapi orang itu tak menggubrisnya, sebaliknya mukanya masam dan berkata pula kepada A Siu .   Kau mampu menerima tiga kali seranganku, itulah suatu dosa besar! Aneh, sebab apa ? tanya A Siu tak mengerti.   Tidak aneh, ujar orang itu, Kini saja kau mampu menahan tiga kali seranganku, lalu kelak, bukankah kau akan mampu menahan berpuluh, mungkin beratus jurus? Dimasa hidupku, mana boleh ada orang berkepandaian yang memadai aku ! Dasar usiamu yang sudah ditakdirkan pendek! Sungguh tidak terduga oleh A Siu bahwa adat orang itu begini aneh.   Dengan mengkerut kening ia menanya .   Toacek, apakah tujuan kata-katamu tadi ? Hahaaha, tiba2 orang itu tertawa, lalu ia menanya pula .   Siapa gurumu ? Jika dia dapat mendidik seorang murid seperti kau, tidak nanti aku dapat hidup bersama dia didunia ini.   Aku benar2 tidak mempunyai Suhu, sahut A Siu.   Orang itu menjengek sekali, tiba2 ia berseru memanggil Ngo-seng.   Dengan muka ber-seri2 kembali Ngo-seng Thauto masuk dengan mem-bungkuk2.   Mendongkol sekali Jun-yan oleh lagak tengik paderi itu, ia pikir bila sebentar ada kesempatan, biar kuhajar pula.   Ngo-seng, tanya orang itu, paling akhir ini, dikalangan Kangouw adakah muncul tokoh-tokoh lihay ? Ada, sahut Ngo-seng tanpa pikir, baru-baru saja ada seorang aneh yang linglung, mahir segala macam ilmu silat, lihaynya luar biasa.   Kabarnya Jing-ling-cu hendak mengundang semua tokoh silat untuk mengenalinya.   199 Apakah anak dara ini muridnya? tanya orang itu.   Rasanya tidak mungkin, sahut Ngo seng geleng kepala.   Lalu ada lagi siapa ? Banyak! kata Ngo-seng.   Seperti Thong thian-sin-mo Jiau Pek-king, Liok-hap-tongcu Li Pong, kedua paderi dari Go-bi, Tai-liksin Tong Po, Bok Siang Hiong dan........   Stop! bentak orang itu mendadak.   Kenapa manusia2 sebangsa itu kau sebut2 didepanku? Masa mereka sanggup mendidik murid seperti ini? Hm, sekali orang itu masih hidup, tetap aku tidak lega! habis berkata, ia mendadak ia hantam meja disebelahnya hingga ujung meja sempal seketika.   Karuan Ngo-seng mengkeret sampai agak lama barulah ia berani bersuara.   Ki- locianpwe, aku ada satu usul.   Jika kau tahan bocah perempuan ini disini, bukankah gurunya akau mencari kemari? Fui,masakah kau ukur dirimu yang rendah dengan derajatku, semprot orang she Ki itu.   Diam2 Jun-yan dan A Siu memuji orang yang mendamprat jiwa Ngo-seng yang rendah itu.   Tapi mereka lantas dibikin terkejut bentakan orang she Ki itu.   Baiklah, biar bocah ini sekarang juga binasa dibawah Thian-sing-cing-lik-ku.   Kiranya ilmu pukulannya yang dasyat tadi disebut Thian-sing-cing-lik atau tenaga murni taburan bintang maka terlihat Tun-kau-kiam yang terletak dimeja itu mendadak diambilnya terus disentilnya hingga senjata itu menyambar kearah Jun-yan.   Terimalah bocah, bolehlah kalian berdua maju berbareng dan melawan sekuatnya supaya matipun tidak penasaran ! seru orang itu pula.   Manusia Aneh Dialas Pegunungan Karya Gan Kl di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Jun-yan bergirang melihat senjatanya pulang kandang, cepat ia ulur tangan menyambutnya.   Diluar dugaan, mukanya menjadi merah dan badannya hampir2 terjengkang, ternyata tenaga jentikan orang itu kuat luar biasa, sampai2 ia tidak sanggup menahannya.   Tapi nyali Jun-yan menjadi besar pula sesudah memegang senjatanya, ia pikir dengan kepandaian dua orang masakan akan kalah? Maka bisiknya lantas kepada A Siu.   Lihatlah betapa liciknya manusia, maka jangan kau sungkan2 lagi, marilah kita hajar manusia busuk ini! 200 Diam-diam A Siu membenarkan ujar Jun-yan itu, tapi bila ia pikir pula, apa yang terjadi itu toh gara-gara Jun-yan yang telah mencuri kelinci panggang orang, bukankah ini pun keterlaluan.   Cuma pikiran demikian tak enak dikatakannya.   Sementara itu orang she Ki itu masih menunggu walaupun melihat kedua gadis itu main bisik2.   Malahan kemudian Jun-yan memulai bersuara garang lagi.   Supaya tidak menyesal, hai, siapa namamu, kenapa tak kau beritahukan lebih dulu ! Tapi belum lagi orang itu bersuara, tiba2 Ngo-seng telah menyeletuk dengan mengejek.   Hm, budak picak, masakan Ki-go-thian, Ki-lo cianpwe yang berjuluk Tok-poh- kian-kun yang namanya termashur dikalangan Bu-lim berpuluh tahun yang lalu, tidak kau kenal? Sebenarnya Jun-yan lantas hendak memaki Ngo-seng yang berani menimbrung itu, tapi mendengar siapa adanya orang she Ki itu, seketika ia terperanjat sampai mundur beberapa langkah tanpa merasa.   Kiranya pernah didengarnya dari sang suhu bahwa jago silat terkemuka pada jaman itu dan dari lapisan apa saja, tiada yang bisa menandingi Tok-poh-kian-kun Ki Go-thian.   Ilmu silat Ki Go-thian ini sukar diukur tingginya, anehnya iapun tidak suka ada orang yang berkepandaian lebih tinggi darinya, maka tindakannya sewenang-wenang, beberapa kali tokoh Bu-lim hendak membasminya, tapi lima kali berkumpul; setiap kali kena dikalahkannya.   Paling akhir tokoh2 Bulim itu berkumpul ditepi tembok besar, tapi begitu Ki Go-thian tiba, sekali ia bergelak ketawa berpuluh tokoh silat itu menjadi keder semua akan Lwekangnya yang hebat, malahan yang ilmu silatnya sedikit rendah sudah lantas ter-kencing2 sampai senjata terjatuh tak disadarinya.   Tatkala itu usia Jiau Pek- king masih muda, adatnya juga sombong, namun nyalinya cukup besar, ialah yang tampil kemuka sebagai juru bicara Ki Go-thian, katanya.   Kami mengakui ilmu silatmu memang susah dilawan, tapi berkepandaian sungguh hebat tanpa tandingan, apanya yang menarik? Apabila kau dapat memberi kesempatan kepada kaum muda untuk melatih diri dalam jangka waktu tertentu, aku yakin bukan mustahil akan muncul jago baru yang sanggup merobohkan kau, tatkala mana bila kau masih mampu menjagoi barulah kami benar2 takluk.   Dasar adat Ki Go-thian sangat tinggi, tanpa pikir terus saja menjawab.   Haha, jago muda? Baik usiaku sekarang tiga puluh delapan tahun biarlah aku tunggu sampai berumur tujuh puluh tahun, aku akan muncul pula mencari kalian, tatkala mana bila kalian toh masih begini tak becus, haha, jangan salahkan aku yang tak kenal ampun.   201 Habis berkata, iapun tinggal pergi dan betul saja sejak itu Ki Go-thian menghilang dari dunia Kangouw dan lama2 orangpun se-akan2 lupa padanya.   Sebenarnya Jun-yan sudah ragu-ragu sejak mula ketika mendengar Ngo seng Thauto yang bukan orang sembarangan itu menyebut Ki-locianpwe pada orang tua itu, sungguh tidak terduga olehnya bahwa tokoh tertinggi berpuluh tahun yang lalu itulah yang kini dijumpai, padahal usianya kalau dihitung sudah 70an namun tampaknya belasan tahun lebih muda.   Maka untuk sejenak ia rada tercengang, tapi segera ia tenangkan diri dan berkata .   Oho kiranya adalah Tok-poh-kian-gun Ki-locianpwe, sungguh tidak nyana dapat berjumpa disini, kalau tidak salah, menurut ceritera, katanya kau berjanji takkan menjelajah Kangouw dalam waktu tertentu ? Karena teguran ini, tiba2 Ki Go-thian mengerling sekejap kepadanya, tapi lantas berpaling pula menatap A Siu dan katanya dengan dingin .   Ya, tiga hari yang lalu, persis genap waktu yang kujanjikan itu ! Jun-yan menjadi putus asa, maksudnya memancing menjadi gagal.   Ia pandang A Siu sekejap, sebaliknya A Siu yang polos merasa tenang saja walaupun dalam tiga gebrak tadi sudah merasakan betapa lihaynya orang itu.   Maka kata A Siu dengan sewajarnya .   Mungkin dia hanya bergurau saja dengan kita, marilah kita pergi saja, enci Jun-yan.   Melihat A Siu pandang suasana berbahaya itu seakan tak terjadi apa2, diam2 Jun- yan gegetun akan kepolosan sang kawan.   Tapi segera terpikir pula olehnya, kenapa tidak tiru caranya Suhu mengumpak musuh, lalu tinggal ngeloyor pergi ? Maka segera sahutnya dengan tertawa .   Ya, ya, kau benar A Siu, Locianpwe ini hanya bergurau saja dengan kita, masakan seorang Bu-lim-cianpwe benar2 sudi main2 dengan si anak kecil, kalau tersiar keluar, bukankah akan dibuat tertawaan? sembari berkata, ia coba melirik sikap Ki Go-thian, ternyata tokoh itu bermuka masam saja tanpa mengunjuk apa2, maka katanya pula.   Ki-locianpwe, sering guruku berkata bahwa tokoh Bu lim seluruh jagat tiada satupun yang ia kagumi, kecuali kau seorang! Tiba-tiba Ki Go-thian mengejek, sahutnya.   Ya, dan diseluruh jagat ini, dalam hal keberanian juga melulu siau-jiau saja seorang! Jangan kau senang dulu, kata guruku lagi bahwa disaat genting, kelakuanmu juga rada-rada rendah,maka dapat dipastikan kaupun bukan seorang kesatria sejati! kata Jun-yan pula.   202 Ngaco belo! mendadak Ki Go-thian menggerung keras.   Begitu hebat suara gerungan itu hingga muka Jun-yan pucat, telinga pekak.   Nyata suara gerungan itu apa yang disebut Say-cu-bo atau raungan singa, semacam lwekang yang hebat.   Diantara mereka bertiga hanya A Siu yang masih sanggup bertahan; walaupun jantungnya memukul keras juga.   Yang paling celaka adalah Ngo-seng Thauto, hampir-hampir ia jatuh tergetar oleh suara raungan itu, baiknya cepat ia menutupi telinganya, namun begitu kepalanya sudah pening dan mata ber-kunang2.   Kini barulah Jun-yan mau percaya sebabnya sang guru kagum terhadap Ki Go-thian yang memang bukan omong kosong ini padahal biasanya Jiau Pek-king tidak memandang sebelah mata kepada siapapun.   Segera iapun mengerti umpannya telah termakan Ki Go thian sekali tokoh itu sudah gusar pasti sudah akan masuk perangkapnya, ia tunggu sesudah suara raungan orang sudah reda; segera ia tambahi minyak lagi .   Tak perlu kau gusar tanpa alasan masakan guruku berani omong begitu tentang dirimu? Buktinya seperti sekarang ini, kau melihat ilmu silat A Siu sangat tinggi lantas ketakutan pada gurunya seketika minta bergebrak padanya disini.   A Siu coba kau mengaku terus terang apakah kau sanggup melawannya? Sudah tentu dengan jujur tanpa aling2 A Siu menjawab.   Mungkin aku hanya sanggup menandinginya paling banyak dalam sepuluh jurus.   Bagus, seru Jun-yan tertawa.   Nah Ki-lo-cianpwe kau sendiri sudah dengar, jika kau hanya pintar mencari lawan yang selalu menandingi kau sebanyak 10 jurus saja lalu macam jagoan apa kau ini? Kenapa kau tidak mencari gurunya saja buat bertanding ? Tapi terang kau tak berani kepada gurunya, paling2 kami berdua boleh kau binasakan saja.   Haha ! Enci Jun-yan, aku toh tidak mempu.....   Ya, sudah tentu kau tak mempunyai pendirian apa2, sela Jun-yan cepat sebelum A Siu selesai berkata, nyata ia tahu gadis itu hendak bilang tak mempunyai guru , hal mana berarti usahanya mengumpak Ki Go-thian akan gagal maka sembari berkata, terus iapun mengedipi A Siu hingga gadis itu menjadi bingung dan urung bicara lagi.   Mm, lantas siapa gurunya ? tanya Go-thian menjengek.   Muridnya saja begini lihay, apalagi sang guru,'' ujar Jun-yan.   Apalagi dia orang tua melarang kami menyebut 203 namanya diluaran, seumpama diperbolehkan, juga aku takkan terangkan, supaya kau tidak bakal kebat kebit merasa tidak tenteram.   Melihat tutur-kata Jun-yan itu tanpa merasa jeri sedikit juga, benar saja Ki Go-thian menjadi ragu2, ia coba meng-ingat2 tokoh persilatan terkemuka dimasa lalu, tapi ia merasa tiada seorangpun diantaranya yang dapat mengungkuli dirinya.   Kalau bilang selama ini muncul lagi jago baru, masakan Ngo-seng tidak tahu ? Setelah di-ingat2 pula, mendadak hatinya tergerak, teringat olehnya pada waktu dirinya malang melintang tanpa tandingan dahulu, pernah mendengar ceritera orang katanya di puncak tertinggi Khong-tong-san yang terdiri dari puncak timur dan barat itu, masing2 berdiam seorang paderi.   Kedua paderi sakti itu, bagi orang Khong-tong-san-pay sendiri belum pernah melihatnya.   Tapi kalau ada kabar demikian tentunya bukan tiada alasan.   Konon kedua paderi itu sangat tinggi ilmu lwekangnya, walaupun puncak timur dan barat itu berjarak beberapa li jauhnya tapi bila perlu mereka menyiarkan suara mereka dengan Iwekang yang tinggi itu untuk saling bicara.   Berpikir begitu, bukannya Ki Go-thian menjadi jeri, tapi dia merasa senang malah, sebab bakal mendapatkan tandingan yang selama ini dirasakannya hampa, maka dengan tertawa dingin katanya.   Hm budak setan, kenapa mesti pura-pura, apa kau sangka aku tak tahu gurunya kalau bukan kedua keledai gundul di Khong tong-san itu siapa lagi? Sebenarnya selama hidupnya belum pernah Jun-yan mendengar tentang paderi sakti dipuncak Khong-tong-san itu sebab usianya masih terlalu muda bagi kejadian dahulu.   Tapi gadis cerdik begitu mendengar kata2 Ki Go-thian itu ia merasa paderi2 yang dimaksud itu pasti bukan sembarangan orang, maka sengaja ia mengunjuk rasa heran dan berkata kepada A Siu .   Eh, dari mana dia dapat tahu ? Jika benar, bocah ini tetap harus kutahan disini! kata Ki Go-thian lagi, nyata seorang tokoh terkemuka dan pintar seperti dia ini juga kena diselomoti Jun-yan.   Melihat akalnya berhasil, dengan cepat kata Jun-yan lagi .   He, bukankah kau tadi sedang berunding dengan Ngo seng katanya hendak hajar adat kepada Jing-ling Totiang, hendak kemanakah kalian itu ?'' Menghadiri pertemuan para jago Bu-lim yang diadakan Jing-ling-cu di kuilnya Lo-kun-tian dipuncak Ciok-yong-hong, sahui Ki Go-thian.   204 Wah, sangat kebetulan sekali, jika begitu pasti kau akan bertemu dengan kedua Locianpwe dari Khong-tong-san itu, ujar Jun-yan.   Tapi segera ia pura2 ketelanjur omong .   Eh, jangan2 kau tidak jadi pergi kesana mendengar kabarku ini! Amarah Ki Go-thian memuncak dikatai jeri pada orang lain.   Kau boleh saksikan kedatanganku disana nanti ! Sekarang lekas enyah ! bentaknya sembari kebaskan lengan bajunya hingga Jun-yan merasa se-akan2 ditiup angin badai terus mencelat keluar sejauh beberapa tombak.   Cepat, A Siu ! seru Jun-yan sembari lari ketika dilihatnya A Siu juga sudah memutar tubuh.   Setelah beberapa li jauhnya, barulah mereka berani kendorkan langkah, namun suara bergelak Ki Go-thian masih terdengar berkumandang keras bagai guntur.   Cepat mereka berlari pula meninggalkan tempat berbahaya itu.   Wah, bila orang she Ki itu tak mau masuk perangkap, boleh jadi jiwa kita sudah melayang, ujar Jun-yan sesudah jauh.   Enci Jun-yan, kenapa kau suruh dia bertanding dengan guruku, darimana aku mempunyai guru? tanya A Siu tertawa.   Jangan kuatir A Siu, kalau sudah tiba harinya pertemuan di Ciok-yong-hong nanti, biarlah kita juga kesana, tentu disana akan terkumpul banyak jago2 terkemuka, masakan benar2 semuanya akan dikalahkan orang she Ki itu ? ujar Jun-yan, Dan bila benar2 dia memang lihay, kita punya kaki, masakan kita tak bisa angkat langkah seribu ? Kita juga hadir kesana, tapi kalau kepergok, bagaimana ? tanya A Siu lagi ragu2.   Kau jangan kuatir, guruku mahir menyamar, maka akupun sudah mempelajari kepandaian itu, sahut Jun-yan, nanti kalau kita sudah menyamar, tanggung kau takkan kenali dirinya sendiri lagi.   Sekarang paling perlu kita mencari tahu dulu kapan pertemuan para jago Bu-lim itu akan diadakan Jing-ling-cu.   sampai disini, ia merandek, lalu katanya pula.   A Siu kita sudah seperti saudara sekandung saja, dapatkah kau ceritakan padaku, kau bilang tiada punya guru, lantas dari mana kau belajar kepandaian? A Siu menjadi ragu2, tapi bila mengingat hubungan mereka memang melebihi saudara sekandung, tanpa sangsi lagi lalu diceritakannya tentang Siau-jang-cit kay yang diperolehnya dari Lo-liong-thau digua itu.   205 Heran sekali Jun-yan oleh penemuan aneh itu, sungguh tidak nyana seorang tua cacat Suku Biau yang sepele itu juga mahir ilmu silat setinggi itu.   Sembari bicara mereka sambil berjalan, kata Jun-yan pula.   A Siu, kata orang diatas ada sorga, dibawah ada Soh Hong (Sociau dan Hangciu), perjalanan kita toh mesti lewat wilayah Ciatkang, biarlah kita pesiar sekalian ke Hangciu.   Bagus, seru A Siu girang.   Tempat seindah itu, boleh jadi disana kita akan bertemu dengan Ti-koko.   Diam2 Jun yan gegetun akan hati A Siu yang telah begitu kesemsem atas diri Ti- put-cian.   Tidak seberapa hari, tibalah mereka dikota Hangciu dan mereka pesiar beberapa hari menikmati keindahan kota sorga itu.   Dan karena selama itu tidak melihat bayangannya Ti-put-cian hati A Siu menjadi murung.   Suatu hari mereka lagi pesiar mendayung perahu ditelaga So-oh yang indah permai itu.   Sedang mereka asyik tamasya, se-konyong2 suara air telaga gedebyuran, tahu2 sebuah kapal pesiar yang besar menerjang dari samping dengan kerasnya, diatas Kapal belasan lelaki sedang makan-minum sambil terbahak2 hingga suasana yang tadinya aman tentram itu jadi gaduh.   A Siu mengkerut kening, sebaliknya Jun-yan menjadi gusar.   Tanpa pikir lagi, cepat ia berdiri, ia tunggu kapal itu sudah hampir mendekat, ia samber sebuah ember disampingnya terus menciduk seember air penuh dan digebyurkan sekuatnya kearah kapal itu.   Betapa hebat tenaga yang digunakan Jun-yan, byur , itu tepat masuk kedalam ruangan kapal itu melalui jendela dan belasan lelaki di-dalamnya menjadi gelagapan dan jatuh pontang-panting, kemudian kapal itu sedikit miring hingga hampir2 terbalik.   Jun-yan ter-bahak2, dan sekali dayungnya bekerja, cepat perahunya sudah meluncur pergi jauh, tiba2 dari dalam kapal itu melompat keluar seorang terus terjun ketengah telaga, hebatnya meski didalam air, orang itu tidak tenggelam, tapi air hanya sebatas lututnya, dengan cara inilah orang itu mengejar perahunya Jun-yan dengan berjalan diatas air, dan cepatnya sungguh luar biasa.   Hayo, berhenti, siapa berani tepuk lalat diatas kepala harimau, main gila di telaga ini ? Suara itu Jun-yan merasa sudah pernah kenal, tapi karena perahunya meluncur sangat cepat, pula deburan air yang tinggi, lantaran diseberangi orang itu, maka 206 mukanya tidak nampak jelas.    Bagus Sajiwo Karya Kho Ping Hoo Bangau Sakti Karya Chin Tung Bangau Sakti Karya Chin Tung

Cari Blog Ini