Pendekar Satu Jurus 8
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 8
Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L Sekarang Cian Hui mengejeknya secara halus, sindiran itu jauh lebih tak enak didengar daripada mencaci makinya secara blak-blakan, sebagai jago berpengalaman tentu saja Jit-giautui- hun dapat menangkap nada ucapannya. Sin Jiu Cian Hui masih bergelak tertawa setelah melirik sekejap Na Hui-hong yang berdiri membelakanginya, ia berjalan menghampiri pembaringan, setelah termenung sejenak, tiba-tiba ia berseru. "siapkan kereta dan segera berangkat!" Laki-laki berseragam hitam tadi serentak mengiakan dengan lantang, mereka berjalan keluar dengan mengisar di samping Na Hui-hong yang masih berdiri membelakangi mereka itu. Sinar matahari menerangi jagad, angin sejuk berembus sepoi2 menggoyangkan ujung baju Na Hui-hong, tampaknya ia sedang memikirkan sesuatu, ia berdiri tegak tanpa bergerak. Suasana jadi hening tak terdengar suara apapun, laki-laki berkantong kulit itu saling pandang sekejap, kemudian bersama-sama mengundurkan diri ke luar pintu. Tiba-tiba terdengar suara roda kereta berkumandang menyadarkan kawanan jago yang sedang melamun. Hanya Hui Giok seorang masih terlelap dalam pingsannya, hidup penuh derita yang dialaminya selama ini membuat pemuda bernasib jelek itu menjadi lemah dan tak sanggup menahan segala macam bentuk pukulan batin apapun, apalagi serangan yang dilancarkan Kim keh Siang It ti dilakukan dengan sekuat tenaga, untung tepat pada saatnya dia sempat miringkan badan ke samping, kalau tidak mungkin nyawanya sudah melayang sejak tadi. Setelah mengalami macammacam pergolakan pikiran, akhirnya untuk kedua kalinya Hui Giok membukit matanya. Lamat-lamat ia mendengar roda kereta berputar kencang, ia merasa suara itu datang dan tempat yang sangat jauh, tapi juga seperti datang dari tempat yang dekat sekali, waktu membuka matanya dilihatnya wajah Go Beng-si sedang mengawasinya dengan penuh rasa kuatir. Sekulum senyuman pun tersungging di ujung bibirnya. Begitulah, dikala ia ingin membuktikan bahwa dirinya tidak sebatang kara, bahwa dirinya tidak ditinggalkan orang lain, penampilan wajah sahabatnya yang mengawasinya dengan penuh perasaan kuatir adalah suatu hiburan yang amat melegakan bagi seorang yang baru sadar dari pingsannya..Meskipun waktu itu ia merasakan kelopak matanya amat berat, namun ia berusaha mempertahankan kelopak matanya itu tidak terkatup kembali ia malah berusaha untuk memandang lebih jelas lagi wajah yang penuh rasa kekuatiran yang terpampang di depan matanya itu. Tiba-tiba ia merasa seperti mendengar suara, suara yang berkumandang dari kejauhan, sekalipun tak terdengar olehnya kata-kata apakah yang dipancarkan suara itu, tapi jantungnya berdebar keras perasaannya bergetar itulah suara! Ya benar itulah suara! Ia dapat mendengar suara lagi! Oh, sungguh suatu kejadian yang terlampau aneh bagi perasaannya waktu itu. Sudah terlampau lama, hingga dia hampir lupa berapa lama ia tak dapat mendengar suara apa-apa. Segala kehidupan yang beraneka ragamnya baginya tiada ubahnya seperti kuburan, dia tak dapat mendengar apa-apa, tak dapat mengucapkan apa-apa. Tapi sekarang, kehidupan yang mati itu, kehidupan yang sudah lama beku itu mulai segar dan bersemarak lagi. Sebab ia dapat mendengar lagi. Rasanya tiada perkataan indah apapun yang dapat digunakan untuk melukiskan kegembiraan hatinya saat itu tiada tulisan yang dapat menggambarkan kenangan hatinya. Ia tak pernah menyumpahi nasibnya yang buruk, tak pernah menggerutu ketidak adilan yang dialaminya selama ini, tapi kini, ia merasa sangat berterima kasih, bahkan berterima kasih kepada nasib yang memperlakukan dia kejam dan tak adil itu. Manusia yang budiman, manusia yang bijaksana selamanya tak akan menyumpahi selamanya tak akan menggerutu akan nasib dan penderitaan yang menimpa dirinya, mereka hanya tahu berterima kasih dan bersyukur, sebab itulah kehidupan mereka selamanya juga lebih gembira dan lebih bahagia daripada orang lain. OO OO 00 OO Inilah sebuah kereta kuda sedang berlari kencang di jalan raya menuju Kanglam indah dan mentereng sekali. Go Beng-si duduk bersila di depan Hui Giok yang baru sadar ia dapat melihat senyum manis yang tersungging di ujung bibir rekannya ia berteriak kegirangan. "Hahaha kau telah sadar, ia telah sadar lagi" Hui Giok tersenyum. bibirnya bergetar dan meluncurlah beberapa patah kata yang lemah lembut hingga sukar terdengar dengan jelas. "Saudara Go, aku telah sadar, aku dapat mendengar suaramu." Meski lirih suara itu tapi Go Beng-si kegirangan setengah mati hampir saja dia melompatlompat dalam ruang kereta. ia hampir tak percaya pada apa yang terlihat dan apa yang terdengar. Tapi itu tak berlangsung lama, akhirnya dia berteriak lagi dengan kegirangan "Hahaha ia dapat berbicara! ia dapat berbicara lagi!" Bergembira karena keberuntungan teman, bersedih hati karena keburukan nasib teman, dua perasaan yang berbeda namun mempunyai arti yang sama, begitulah cinta kasih seorang sahabat yang sejati, yang agung dan patut dicontoh. Cian Hui melongok ke dalam kereta sinar matanya yang tajam memandang sekejap senyuman di ujung bibir Hui Giok dengan perasaan kaget bercampur girang ia bertanya "Dia dapat berbicara lagi?" Go Beng-si mengangguk kegirangan, sedang Cian Hui bergumam lagi dengan agak bingung. "Apa yang telah terjadi? Mungkinkah jalan darahnya yang tertutuk itu tergetar lepas oleh pukulan Siang It-ti?" Diam-diam ia membatin, untung dan malang manusia memang tak dapat dikejar mungkin takdir telah menentukan demikian. Debu kuning mengepul di belakang kereta membungkus kereta itu hingga lenyap dan pandangan. Musim semi datang lebih awal di wilayah Kang-lam tapi berlalu lebih lambat, pohon liu yang berjejer di sepanjang tepi sungai melambai-lambai terembus angin sejalur air sungai mengalir dengan tenangnya, burung walet terbang kian kemari di bawah langit nan biru, musik merdu di tepi sungai Hway berkumandang semalaman suntuk kereta kuda hilir mudik tak hentinya, terdengar seorang nyonya muda berdiri sendirian di atas loteng sedang bersenandung. Dalam suasana yang indah itu dunia persilatan di wilayah Kanglam telah digemparkan oleh tersiarnya berita maha penting. "Tahukah kau? Si tangan sakti Cian Hu, Si ayam emas Siang It-ti, Na Hui-hong dan Mo-si hiante, para pentolan Lok-lim itu berhasil menemukan seorang tokoh yang telah mereka angkat menjadi Congpiaupacu! Hehehe, selama puluhan tahun terakhir ini belum pernah wilayah Kanglam digemparkan oleh kejadian semacam ini, agaknya dunia persilatan akan jadi ramai dan hangat kembali" "Ah. masa betul? Sin jiu Cian Hui dan Kim ke Siang It-ti beberapa orang pentolan Lok-lim itu tak pernah tunduk kepada orang lain, masa mereka sudi diperintah orang? Mo bersaudara, apa kau tahu, manusia macam apakah bakal Cong-piaupacu kita itu?" "Tentang ini... akupun kurang jelas, cuma kudengar dia she Hui, usianya tidak seberapa besar selain itu aku tak tahu apa-apa lagi !" "She Hui? Aneh benar! Rasanya di daerah Kanglam tak ada tokoh kenamaan yang memakai she Hui? lalu siapakah dia? Menurut apa yang kuketahui bukan saja daerah Kanglam, bahkan di utara sungai besarpun tak ada ksatria dari warga Hui" "Belum tentu benar, pernah kubaca Bu loenghiong boh (daftar lengkap tokoh-tokoh ternama) milik Pek-loyacu di kota Bu-oh. Bukankah dalam kitab itu tercatat pula dua orang jago dan warga Hui? Kudengar mereka bergelar Cong-khim bu-tek (tumbak dan pedang tanpa tandingan), yang satu memakai pedang dan yang lain bersenjata tumbak berkait, konon kungfu kedua orang itu lihay sekali. "Hei, pengetahuanmu terlampau cetek, kitab Bu-lim-enghiong boh itu dibuat Pek loyacu pada dua puluh tahun berselang, padahal Ciong kiam bu-tek kedua Hui bersaudara sudah mati belasan tahun lamanya, mereka mati bersama beberapa orang Piautau kenamaan lainnya dalam peristiwa manusia berkerudung yang menggetarkan dunia Kangouw belasan tahun yang lalu" "Oh, kiranya begitu!" "Sekalipun kedua orang bersaudara itu belum mati, mereka kan penduduk di kedua sisi sungai besar. Tidak mungkin lari ke wilayah Kanglam dan menjadi Congpiaupacu tempat ini?" "Hahaha, jangan kau lupa, kitapun berasal dari wilayah kedua sisi sungai besar? Siapa tahu pada suatu ketika kitapun akan menjadi Cong-piaupacu wilayah Kanglam". "Huh, jangan bermimpi di siang hari bolong" "Bicara sesungguhnya, bila kau ingin tahu manusia macam apakah pemimpin kita itu, datang saja ke Long-mong-san-ceng tempat si Tangan Sakti Cian Hui pada bulan lima hari Pek-cun nanti, kudengar hari itu akan diadakan pertemuan besar, semua tokoh wilayah Kanglam akan diundang datang, tujuannya adalah untuk menghadapi Naga sialan itu." "Eh, saudara hati-hati kalau bicara." Maka sejak hari itulah jalan raya Kanglam jadi ramai dengan kuda yang dilarikan dengan kencang, jago-jago persilatan bermunculan di mana-mana dan tujuan mereka adalah perkampungan Long-mong san-ceng untuk menghadiri pertemuan besar itu serta menghadap Cong-piaupacu mereka yang misterius itu. -o0o- o0o- - o0o- Matahari bersinar dengan teriknya, orang akan merasa segan untuk melakukan perjalanan dalam suasana seperti ini, di bawah sebuah pohon besar di tepi jalan berjajarlah penjual buah semangka yang besar dan segar dalam jumlah yang banyak tempat kecil yang berumput hijau dan berpohon itu lantas ramai orang yang berlalu lalang. Tengah hari udara panas membuat lesunya orang dalam perjalanan, suasana yang mendatangkan rasa mengantuk mi membuat beberapa laki-laki berbaju ringkas yang berdiri di samping penjual semangka tidak bergairah mencicipi semangka segar yang terletak di depannya. Tiba-tiba suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang dari ujung jalan depan sana, di bawah sinar matahari yang panas tampaklah beberapa ekor kuda dilarikan kemari, kuda-kuda itu adalah kuda-kuda jempolan dari daerah luar perbatasan tinggi besar gagah dan cepat larinya. Beberapa orang laki-laki berbaju ringkas di bawah pohon itu membuka matanya. kemudian saling pandang dengan curiga. Seolah-olah sedang saling bertanya. "siapakah mereka itu?" Pertanyaan mereka dalam waktu singkat telah memperoleh jawabannya, beberapa ekor kuda jempolan itu makin mendekat, ketika penunggang-penunggang kuda itu bercuit nyaring, sambil meringkik panjang kuda2 itupun berhenti. "Gerakan tubuh yang indah!" Puji orang-orang di bawah pohon itu dengan perasaan kagum. Lima ekor kuda jempolan berhenti di depan tempat teduh itu, orang pertama adalah seorang laki setengah baya yang kurus jangkung berjenggot pendek, mentereng sekali baju yang dikenakan hingga menambah kegagahannya. Di samping laki-laki jangkung itu adalah seorang laki berjidat lebar, bermata tajam seperti elang dan berlengan buntung sebelah, dia mengendalikan tali kudanya dengan tangan kiri, meski begitu tubuhnya sama sekali tak bergeming, ini menunjukkan kepandaiannya menunggang kuda sangat tinggi. Orang-orang yang berteduh di bawah pohon saling pandang sekejap, mereka coba alihkan perhatiannya kepada penunggang kuda yang ketiga. Orang ketiga itu adalah seorang nona muda yang mengenakan setelan baju ringkas berwarna hijau, rambutnya diikat dengan secarik kain warna hijau, mukanya cantik, matanya jeli, siapapun akan merasa kagum bila memandangnya. Selain cantik, anak dara itupun berwibawa dan anggun, membuat orang tak berani menantangnya lama-lama. Laki-laki bertangan tunggal itu melompat turun dari kudanya, dihampirinya nona cantik itu, ka tanya dengan tersenyum. "Nona, apakah perlu beristirahat dahulu?" Nona cantik ini mengerling sekejap ke arah kedua orang di belakangnya, lalu menggeleng kepala dan menjawab. "Tak usah, beli saja beberapa biji semangka itu. kita makan di tengah jalan saja!" Suaranya merdu bagaikan kicauan burung di pagi hari, dan logatnya dapat diperkirakan dia orang ibu kota. Sambil tersenyum laki-laki berlengan tunggal itu mengiakan lalu menghampiri penjual buah semangka dan melemparkan sekeping uang perak ke atas tanah. "Eh penjual semangka!" Teriaknya "Carikan semangka yang terbagus dan masukkan ke dalam keranjang, tuan mu akan borong semua!" Melihat tingkah laku laki-laki itu, si nona ayu tadi berkerut dahi, setelah melirik sekejap kedua orang di belakangnya, ia mengomeli "Ai. tabiat Kiong-samsiok masih juga seperti dulu!" Kedua orang penunggang kuda di belakangnya itu mempunyai wajah yang serupa dengan tubuh yang kurus kering yang sama pula, wajah kedua orang itu kaku tanpa emosi, tapi bersinar mata tajam. Mendengar perkataan si nona wajah mereka tetap kaku tanpa emosi. Seakan-akan tiada persoalan di dunia ini yang menarik perhatian mereka. Sebaliknya air muka orang berbaju ringkas yang berteduh di bawah pohon seketika berubah demi melihat kemunculan kedua laki-laki kembar tersebut setelah saling pandang sekejap kepala mereka tertunduk rendah, diambilnya semangka yang belum habis termakan itu dan dilahapnya dengan cepat, mereka tak berani memandang ke atas lagi. sejenak kemudian, Laki-laki bertangan tunggal itu selesai membeli semangka kelima ekor kuda itupun meneruskan perjalanannya ke depan. Setelah bayangan mereka lenyap dan pandangan orang-orang di bawah pohon itu baru berani menengadah serentak mereka berdiri. Seorang lelaki kekar yang bercambang lebat segera berkata "Dugaan Cengcu ternyata tidak meleset, pihak Hui-liong-piaukiok telah mengirim orang kemari. Hm, melihat lagak tengik Kuay-besinto (golok sakti kuda kilat) Kiong Cing-yang. Huh, andaikata tiada kedua orang yang mengikut di belakangnya itu? sungguh ingin kuberi ajaran kedua kunyuk itu." Laki-laki yang lain berkata sambil mengenakan topi lebarnya "Masih mendingan kalau yang datang melulu Kuay-be-sin-to Kiong Cing-yang dan Pat-kwa-cing Liu Hui kedua monyet itu, tapi ke dua orang di belakangnva itu memang tidak boleh diremehkan, juga si nona cantik tadi entah siapakah dia?" Orang ketiga berkerut dahi, setelah bersiul mengundang datang beberapa ekor kuda mereka lalu katanya "Tampaknya nona cantik itu pasti puterinya si naga sialan tersebut. Kalau bapaknya berani membiarkan anaknya berkelana di dunia persilatan, kungfunya tentu lumayan juga. Ai, aku benar2 tak habis mengerti akan rencana Cengcu kita, masa seorang bocah aneh juga diangkatnya menjadi Cong-piaupacu, kalau sampai bocah itu membuat lelucon di hari pertemuan nanti urusan kan bisa runyam?" Laki-laki bercambang lebat mendengus. "Hm memangnya rencana Cengcu boleh kau terka seenaknya? Agaknya nyalimu sudah tumbuh bulunya hingga berani main kritik segala!" Di pegangnya tali kendali kudanya dengan telapak tangannya yang besar, kemudian sambil lompat ke atas katanya lagi "Kini orang-orang Hui-liong-piaukiok telah muncul, rasanya kitapun tak perlu mencari berita lebih jauh. Hayo pulang ke perkampungan dan memberi laporan!" Dikempitnya perut kudanya dan berlalu lebih dulu. Kini tinggal si penjual semangka saja yang berdiri termangu sambil memandang kepergian rombongan laki-laki kekar tadi, tiba-tiba dia membereskan pukulannya dan berlalu juga dan situ dengan langkah lebar, cuma arahnya berlawanan. Tentu saja rombongan laki-laki kekar tadi tak tahu sikap dan tindak tanduk si penjual semangka ini. Dari tengah hari sampai senja, entah berapa puluh rombongan jago persilatan yang menuju ke arah timur mereka semuanya bermata tajam dan bertubuh tegap, siapapun akan tahu bahwa mereka adalah jago silat kenamaan. Bagi Hui Giok, tahukah dia bahwa namanya sekarang sudah menghebohkan dunia persilatan? -vo0o- -o0o- Hari sudah gelap, sepasang lilin besar di tempat lilin yang terbuat dari tembaga menerangi se buah kamar baca yang indah dan mentereng. Hui Giok duduk bertopang dagu menghadapi meja baja, ia memandangi tempat biin itu dengan termangu, entah apa yang dilamunkan? Sesaat kemudian ia berpaling dan melirik sekejap Go Beng-si yang duduk di sampingnya, kemudian berkata dengan suara tertahan "Saudara Go setelah kupikir bolak balik dapat kurasakan bahwa persoalan ini agak tak beres, tenggang waktu pertemuan sudah kian mendekat tapi hatiku terasa makin kalut tak keruan coba bayangkan seorang tak berguna macam diriku apakah sanggup memikul tanggung jawab seberat ini?" Dia menghela napas panjang, setelah membetulkan posisi tempat duduknya lalu ia menyambung "Kau tahu, lukaku sampai sekarang belum sembuh sama sekali Go-heng adalah seorang yang maha pintar sedangkan aku tak lebih hanya seorang manusia bodoh, setahun pengalamanku berkelana dalam dunia persilatan sudah cukup menambah pengetahuanku, bahwa orang pintar itu banyak sekali di dunia Kangouw ini. kalau seorang goblok dan tak punya kemampuan apa-apa macam diriku ini akan jadi seorang pemimpin dunia persilatan wilayah Kanglam. bukankah orang gagah di kolong langit ini akan mentertawakan diriku?" Go Beng si tersenyum tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia bangkit berdiri, pelahan ia berjalan mondar-mandir dalam ruangan. Hui Giok berkata lagi dengan dahi berkerut. "Apalagi... ai, sungguh aku tak tahu maksud Sin-jiu Cian Hui yang sebenarnya? sebabnya dia mengangkat aku jadi Cong-piaupacu adalah karena aku ini orang bodoh dan tak berguna, maka aku hendak dijadikan bonekanya agar menuruti perkataannya dan berbuat menurut seleranya kalau pekerjaan baik bukan soal, tapi kalau dia suruh aku melakukan hal-hal yang terkutuk dan melanggar peri-kemanusiaan, apa musti kulakukan? Ai saudara Go kalau tahu begini banyak kesulitan yang menanti diriku. lebih baik aku?" Dia menghela napas dan berhenti, tapi sesaat kemudian sambil tertawa sambungnya lagi "Entah mengapa, semenjak jalan darahku tergetar lepas, aku jadi sedikit ceriwis dan suka bicara, Ai dapat mengungkapkan suara hati dengan leluasa memang kejadian yang mengasyikkan, selama setahun ini..." Co Beng si yang lagi mondar-mandir dalam ruangan tiba-tiba berhenti. dengan ahs berkernyit dia memandang wajah Hui Giok lalu katanya tegas Hui-heng, tahukah kau biarpun kita belum lama berkenalan, tapi seumur hidupku hanya kaulah sahabatku yang sejati?" "Aku tahu, kecuali kau, didunia ini memang tak ada orang lain yang sudi menganggap aku sebagai sahabatnya" Hui Giok mengangguk. Go Beng-si tertawa, terusnya dengan serius. "Setelah kau tahu tentang soal ini, tentunya kau tahu yang paling penting bagi suatu persahabatan adalah kepercayaan! Ada kata-kata yang tak pantas untuk diucapkan tadi kurasa tak lega kalau tidak mengeluarkan kata-kata yang mengganjal tenggorokan itu maka kupikir lebih baik kukatakan saja terus terang." "Katakanlah saudara Go" Pinta Hui Giok. Kita saling tertarik pada perjumpaan pertama, di mana kau menuturkan semua pengalamanmu padaku, Kutahu, sebelum berkenalan, kau pasti bukan orang cacat, selama beberapa hari ini, sejak kau datang bersama Cian Hui, entah berapa ratus kali kau menghela napas panjang pendek dalam seharinya, tahukah kau bahwa sikapmu itu bukan sikap seorang laki-laki sejati?" Hui Giok termangu, sedang pemuda she Go itu melanjutkan lagi katanya "Tentu saja ada maksud Sin-jiu Cian Hui di balik semua ini. Tapi apa salahnya kalau kita gunakan perangkapnya dan berbalik menjebaknya? Mengapa tidak kita manfaatkan kesempatan ini untuk melakukan beberapa pekerjaan besar bagi kepentingan umat persilatan di dunia ini!" Hui Giok menunduk, ia malu pada diri sendiri yang pengecut. "Hui-heng, tahukah kau bahwa bakatmu jauh lebih bagus daripada diriku?" Sambung Go Bengsi lebih jauh. "kau tidak tahu tentang ini, kau telah menyia-nyiakan bakat baikmu, kau telah mengubur bakat sendiri serta kecerdasanmu itu, apakah ini tidak sayang?" Dengan mulut membungkam Hui Giok berpaling ke luar jendela, rembulan sudah bergeser ke barat, malam sudah makin larut. "Apa yang harus kulakukan?" Ia bertanya pada diri sendiri. "Cari nama, menjagoi dunia?" Memang itulah cita-citanya, itulah yang diidam-idamkan selama ini, tapi ia agak gentar menghadapi kesempatan paling baik untuk mencapai cita-citanya itu. Ya, sudah terlalu banyak penderitaan yang dialaminya selama ini, dia sudah hampir kehilangan kepercayaannya pada diri sendiri, nasib yang dialaminya setahun belakangan ini hampir tidak memberi kesempatan kepadanya untuk memilih kehendaknya sendiri, dia selalu harus tunduk, harus menurut terhadap setiap persoalan yang dihadapinya, ia tak pernah mendapat hak untuk menentangnya. Maka kini tiba saat baginya untuk menentukan pilihan bagi masa depannya sendiri ia jadi bimbang, ia kebingungan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan. Sinar mata Go Beng-si yang tajam memandang wajah anak muda itu tanpa berkedip, lama dan lama sekali, dilihatnya pemuda itu masih tundukkan kepalanya, boleh dibilang posisi dudukpun sama sekali tak berubah, ia menghela napas dan berpikir. "Apa dayaku untuk membangkitkan kembali semangat serta keberaniannya? Padahal ia dapat ku ubah menjadi seekor singa yang garang dan perkasa, tapi sekarang, dia tak lebih cuma seekor domba yang lemah dan tak punya kemampuan apa-apa!" Terdengar suara kentongan berkumandang di luar kentongan kedua sudah lewat. Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Dengan kesal Go Beng-si melangkah keluar ruangan, diam-diam ia memberitahukan pada diri sendiri "Biarlah kucari akal lain esok nanti, di malam musim semi ini singa yang garang saja bisa berubah jadi domba yang lunak cara bagaimana harus ku ubah domba yang lemah menjadi seekor singa yang perkasa?" Kamar baca yang indah dan mentereng itu kembali dalam keheningan malam, mendatangkan rasa kesepian yang tak terhingga bagi Hui Giok yang berdiri sendirian. Hui Giok berjalan menuju halaman yang kelam dan sunyi itu ia mendambakan sinar bulan di malam musim semi, diapun berharap dapat menikmati suara gemerisiknya angin malam yang syhadunya, bagaimanapun juga dia masih sayang pada kehidupan ini. Tempat tinggalnya sekarang adalah suatu ruangan mungil yang terletak di halaman paling belakang dan perkampungan Long-mong-san-ceng, hening dan terpencil tampaknya dan itu memang sengaja memisahkannya dari dunia luar ini terbukti pada penempatan Go Beng-si di kamar tamu yang jauh di ruang barat di bagian depan perkampungan. Di tengah halaman terbentang sebuah jalan sempit yang beralas batu. Pelan-pelan ia berjalan di tengah keheningan malam, smar bulan menyinari baju daji memantulkan cahaya yang menyilaukan, batu kerikil itu he-akan2 berubah menjadi intan permata yang berkilauan. Diambilnya sebutir batu dan dilemparkan ke sana, diam-diam ia menghela napas, menyesali nasibnya yang kurang beruntung, iapun gegetun pada kemukjijatan kejadian aneh yang pernah ditemuinya. Sudah banyak wajah yang dikenalnya melintas dalam benaknya, ia tak tahu berapa jumlahnya itu. Di sudut halaman terdapat sebuah pintu kecil, ia berjalan mendekatinya, Tapi apa yang dilihatnya kemudian membuat jantungnya berdebar keras, hampir saja ia menjerit. Dua sosok manusia terkapar di sudut pintu mereka adalah dua orang laki-laki bertubuh kekar. Rembulan telah bergeser ke tengah angkasa, ia lihat kedua orang itu terkapar dengan kaku, tangan kanan mereka menggenggam gagang golok yang tergantung di pinggang golok itu sudah tercabut setengah cahaya hijau terpancar dari golok itu, ketika dihampirinya, nyata kedua orang itu sudah tewas, mati dengan wajah penuh ketakutan. Hangat embusan angin malam di musim semi, tapi ketika berembus di tubuh Hui Giok, dirasakannya amat dingin hingga menggigilkan tubuhnya lama ia berdiri tertegun sambil memandang kedua sosok mayat itu, akhirnya ia putar badan dan lari kembali ke arah kamarnya. Belum jauh dia lari, ketika sesosok bayangan tahu-tahu muncul di hadapannya, tepat mengadang jalan perginya. Jantung hampir melompat keluar saking kagetnya Hui Giok, dilihatnya seorang laki-laki bertubuh kurus kering dengan jubah panjang yang longgar ujung baju berkibar terembus angin malam, air mukanya dingin, kaku tanpa emosi, andaikan matanya yang berkilat tidak memancarkan cahaya tajam, mungkin dia akan mengira orang itu bukan manusia hidup melainkan mayat hidup. Tak terkirakan rasa kaget Hui Giok, ia berusaha mengendalikan debaran jantungnya, pelahan ia berpaling dan tak berani memandang lebih lama lagi. Siapa tahu ketika ia berpaling, kembali sesosok bayangan berdiri di depannya. Bergidik Hui Giok menghadapi kejadian itu, orang ini juga bertubuh jangkung dengan jubah longgar mukanya dingin tanpa emosi serupa orang pertama tadi. Mula-mula pemuda itu mengira dia yang salah melihat atau matanya sudah lamur, tapi orang memang jelas-jelas berdiri di depannya, ia membatin dengan ngeri. "Mungkinkah aku melihat setan?" Ia berpaling ke belakang, orang tadi masih berdiri tak bergerak di tempat semula. Bagaimanapun besarnya nyali anak muda ini, menggigil juga badannya, secepat kilat dia menengok ke kiri dan ke kanan, memang benar, di depan dan belakangnya masing-masing berdiri sesosok bayangan manusia, bukan saja tampang mereka sama, malahan pakaian dan sikap merekapun serupa. Laki-laki kurus yang ada di sebelah kiri itu seperti senyum tak senyum, kemudian dengan langkah yang kaku seperti bambu di hampirinya pintu di sudut halaman itu dengan cepat, ia pegang gembok pintu dengan kuat. Paling sedikit gembok pintu itu ada puluhan kali beratnya, tapi cukup dengan sekali remas saja dengan tangannya yang kurus bagaikan cakar burung itu, gembok tadi lantas hancur. Setelah pintu terbuka orang yang berdiri di sebelah kanan berkata "Silahkan!" "Silahkan!" Laki-laki di sebelah kiri juga memberi tanda agar Hui Giok keluar melalui pintu itu, Kedua kata itu diucapkan dengan nada yang dingin, kaku, seolah-olah di ucapkan oleh badan halus, sedikitpun tidak berbau manusia hidup. Hui Giok sampai merinding, ia merasa hawa dingin merembes dan dasar telapak kaki dan meluncur ke tulang punggungnya, ia tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap kedua orang yang kaku bagaikan mayat hidup itu. Kedua orang ceking itu dengan ke empat matanya yang bersinar tajam mengawasi terus wajah Hui Giok tanpa berkedip, hal ini mndatangkan perasaan ngeri bagi Hui Giok. ia merasa seakanakan berada dalam neraka, darah terasa dingin seakan-akan beku. Setelah termenung sebentar "Entah siapakah kedua orang ini? Mau apa mereka datang kemari?" "Aku merasa tak kenal dengan mereka apalagi permusuhan tapi mengapa mereka mencari aku?" "Apa yang hendak mereka lakukan setelah membawa aku pergi dari sini?" Meski sangsi, Hui Giok bisa melihat gelagat, dia tahu setelah urusan berkembang jadi begini, kecuali mengikuti mereka keluar dari situ memang tiada jalan lain, Akhirnya dengan mengertak gigi ia melangkah keluar pintu itu. Sebuah sungai kecil mengalir dan barat menuju ke timur, di tepi sungai sana ada hutan bambu yang kuat, embusan angin mengakibatkan daun bambu gemerisik. Kedua orang ceking itu berjalan satu di depan dua satu di belakang mengapit Hui Giok di tengah, dalam keadaan begini dia tak dapat menikmati suara apa-apa kecuali debaran jantung sendiri. Setelah mendekati hutan bambu itu. Laki-laki ceking yang berjalan di depan itu tiba-tiba berpaling, tegurnya dengan ketus. "Benarkah kau ini Hui-taysianseng. Cong-piaupacu kaum Loklim yang baru di daerah Kanglam?" Beberapa patah kata itu diucapkan dengan nada yang datar tanpa irama hingga kedengarannya seram seakan-akan ucapan badan halus. Hui Giok termangu, tapi sejenak kemudian satu ingatan terlintas dalam benaknya "Aneh, darimana dia tahu aku bernama Hui-taysianseng? Wah jangan-jangan kedua orang ini adalah musuh si Tangan sakti Cian Hui? ya, pasti mereka hendak mencelakai jiwaku!" Jilid ke- 7 Dia coba mengawasi musuhnya, betul juga dibalik tatapan si ceking yang tajam bagaikan sembilu itu terselip sifat kebuasan dan kekejaman yang mengerikan. Tapi sebelum ia sempat menyangkal pikiran lain timbul lagi dalam benaknya. "Hui Giok wahai Hui giok ke mana keberanianmu? Apakah kau sudah menjadi pengecut yang cuma bisa menghela napas belaka? Umpama kau harus mampus di tangan kedua orang ini juga tidak boleh kau bertindak pengecut begini!" Darah panas segera membakar dadanya, seketika ia bersemangat ia membusungkan dada dan menengadah. "Betul! Akulah Hui Giok," Ia menjawab dengan lantang "Ada persoalan apa malam-malam begini kalian mencari diriku?" Sekarang ia sudah tidak memikirkan mati hidup sendiri lagi, sifat pengecutnya tadi segera tersapu lenyap. Tampang si ceking yang jelek menyeramkan itu kembali berkerut, sekulum senyuman dingin tersungging di ujung bibirnya katanya pelahan. "Usia mu masih muda. tak nyana orang Lok-lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam, sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!" Meskipun sedang mengucapkan kata-kata selamat namun nadanya tetap dingin dan kaku, Hui Giok ingin mengucapkan sesuatu. namun orang itu lantas mengulurkan tangannya sembari berkata. "Leng lotoa, kenapa tidak kau menghormati Cong-piaupacu kaum Lok-lim dari Kanglam itu?" Hui-Giok merasa pandangannya jadi kabur tahu-tahu si ceking yang berdiri di belakangnya sudah muncul di depannya. "Usiamu masih muda, tak nyana orang Lok lim sudah mengangkat dirimu menjadi pentolannya bagi daerah Kanglam. Sungguh peristiwa yang menggirangkan dan patut diberi ucapan selamat!" Dia berpaling kepada rekannya lalu melanjutkan. "Kau dan aku memang sepantasnya memberi hormat pada calon Congpiaupacu Lok-lim daerah Kanglam ini!" Hui Giok tertegun, kata-kata yang diucapkan si ceking belakangan ini ternyata persis seperti apa yang diucapkan rekannya tadi bukan saja nadanya sama bahkan sepatah katapun tak ada yang dikurangi. "Gila..." Demikian ia berpikir permainan apa yang hendak dilakukan kedua orang aneh ini" Jangan-jangan mereka ini orang sinting semua?" Sementara pemuda itu masih sangsi dan heran Leng-lotoa sudah alihkan sinar matanya ke wajahnya dan berkata. "Terus terang, jauh-jauh kami datang kemari, tujuan yang sebenarnya tak lain adalah ingin menyaksikan bagaimanakah tampang manusia yang akan diangkat menjadi "Congpiaupacu" Kaum Lok-lim di daerah Kanglam?" "Dan setelah kamu lihat sekarang, terbuktilah bahwa orangnya memang ganteng ibaratnya naga dan burung hong di antara kawanan manusia lain." Sambung si ceking yang lain. Cara kedua orang ini berbicara, baik sedang membicarakan hal2 yang menggembirakan atau menyedihkan atau sedang menyanjung orang ternyata tetap datar, tanpa irama dan dingin, ini menyebabkan setiap orang yang mendengar pembicaraan mereka akan timbul rasa ngeri. Hui Giok adalah pemuda cerdik, tapi sekarang ia menjadi bingung terhadap maksud kedatangan mereka dan tidak tahu cara bagaimana harus menjawabnya. Senyum dingin di bibir Leng lotoa mendadak sirna mukanya yang kaku semakin bertambah seram, katanya pula. "Cuma saja aku "Leng Ko-bok..." Ia sengaja berhenti sebentar untuk melihat reaksi Hui Giok ternyata anak muda itu tetap tenang, se-akan2 tidak terpengaruh oleh nama "Leng Ko-bok" Hal ini menyebabkan laki2 ceking itu keheranan "Aneh, apakah bocah ini sama sekali tidak pernah mendengar namaku? Atau kungfumu sangat hebat sehingga tidak jeri menghadapi aku. Setelah berhenti sebentar. ia berkata lebih jauh. "Ada persoalan ingin Leng Ko-bok tanya kepadamu, keberhasilanmu menduduki kursi Congpiaupacu untuk daerah Kanglam ini apakah atas pilihan rekan2 persilatan ataukah ditunjuk oleh orang tertentu. Rupanya orang ini sudah dibikin keder oleh sikap Hiu Giok yang tenang tanpa gentar ini, maka nada suaranya kini jauh lebih lunak daripada semula, tentu saja mimpipun dia tak tahu bahwa Hui Giok cuma seorang anak kemarin yang baru terjun ke dunia persilatan, tentu saja anak muda itupun tak pernah mendengar nama "Leng Ko-bok" Yang cukup membuat orang ketakutan meski hanya mendengar namanya saja. Hui Giok tertegun, belum lagi menjawab, laki2 ceking yang lain lantas berkata pula dengan senyum dikulum "Aku Leng Han-tiok ingin mengajukan pula suatu pertanyaan Keberhasilanmu menduduki jabatan Congpiaupacu daerah Kanglam ini jika bukan dipilih atas kehendak rekan2 persilatan, mungkinkah kungfumu luar biasa lihaynya sehingga semua jago mutlak tunduk padamu dan secara suka rela mengangkat kau sebagai pentolannya?" "Ai, jangankan disetujui, malahan akupun tidak pernah menyetujui pengangkatan ini," Demikian Hui Giok membatin sambil menghela napas ia tergagap dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok tertawa dingin, sambil bergendong tangan mereka menengadah memandangi langit, lalu katanya lagi. "Pertanyaan kami itu hendaknya segera dijawab agar kami berdua hehehe... bisa lekas2 menyembah pada dirimu" Angin malam berembus, Hui Giok merasa pipinya menjadi panas seperti digarang api, meski tangan dan kakinya sedingin es, sesaat lamanya dia berdiri termangu seperti orang linglung, dalam keadaan demikian dia sangat berharap Go Si-beng bisa berdiri mendampinginya, agar dapat mencarikan jawaban tepat untuk pertanyaan lawan. Dia menyesali kedodohan sendiri, menyesali lidahnya yang tumpul dan tak pandai bicara untuk sesaat rasa malu dan menyesal bercampur aduk. "Oh Hui Giok, ilmu silatmu tak becus namamu tak terkenal, berdasarkan apakah kau menduduki jabatan Congpiaupacu itu? pantas kalau orang mencemoohkan dan menanyai kau" Demikian pikirnya dengan kesal. Hui Giok adalah pemuda yang berhati bajik apa yang dipikirkannya sekarang hanyalah dirinya tak pantas menjadi Congpiaupacu, tak pernah dia bayangkan berdasarkan apakah kedua orang itu mengajukan pertanyaan semacam itu padanya, ia merasa malu dan menyesal sedikitpun tak ada rasa gusar atau mendongkol, diam2 dia menghela napas, memang tak ada alasan yang dapat diucapkannya. Terdengar Leng Ko-bok berkata lagi "Sobat kenapa tidak kau jawab pertanyaan kami? Apa kan merasa kami berdua tidak pantas ber-cakap2 dengan seorang Congpiaupacu dari wilayah Kanglam?" "Padahal kaupun tidak perlu angkuh!" Sambung Leng Han tiok dengan ketus. "meskipun kami berdua bukan pentolan persilatan juga bukan pentolan bandit, tapi sedikitnya kami setingkat lebih tinggi daripada kau si bocah ingusan yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, tapi dengan muka tebal mengurung diri dikamar dan mengangkat diri sendiri menjadi Congpiaupacunya orangorang Lok lim di wilayah Kanglam" Hui Giok jadi gusar, perkataannya itu menyakitkan hatinya, alisnya berkerut. "Huh kalian jangan menghina!" Teriaknya lantang. "Kau kira aku tertarik oleh kedudukan Congpiaupacu yang kalian incar ini?" Terus terang kukatakan hakekatnya aku tidak ingin kedudukan ini, Tapi sekarang tanpa sebab kau menghina aku memangnya di manakah aku bersalah pada kalian?" Leng Han-tiok diam saja, se-akap2 ucapan itu tidak didengarnya. "Tiba-tiba dia berpaling lalu katanya "Leng-lotoa, dengarkah kau ocehan apa yang dikatakan bocah yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi ini?" Leng Ko-bok menunduk seperti orang lagi termenung, sesaat kemudian dia baru menyahut "Agaknya dia sedang menegurmu, mengapa kau bersikap kasar kepadanya dan mengucapkan kata-kata yang tidak sopan!" "Oh, jadi kau merasa tak puas dengan kata-kataku tadi?" Tanya Leng Han-tiok kemudian sambil berpaling ke arah Hui Giok. "Wah kalau begitu... kalau begitu tentu kau akan menghukum aku ya?" Hui Giok memang merasa dirinya tak pantas menjadi seorang Congpiaupacu, tapi ejekan dan penghinaan yang diterimanya secara ber-tubi2 ini membual hatinya panas, kemarahannya berkobar dengan dahi berkerut teriaknya lagi." Aku kan tidak kenal kalian kenapa di tengah malam buta kau bawa aku kemari untuk dipermainkan belaka? Sebenarnya apa maksud kalian? Hm kalian cuma iseng, maaf aku tak sudi melayani ocehan orang gila macam kalian!" Sambil putar badan, dengan langkah lebar dia lantas berlalu dari sana. Baru dua langkah pemuda itu berjalan, tahu-tahu Leng Kong-bok dan Leng Han-tiak sudah menghadang pula jalan perginya. Terpaksa Hui Giok berhenti, teriaknya dengan marah "Aneh, usia kalian sudah lanjut, tapi tingkah laku kalian tak ubahnya seperti anak kecil. Kalau ada urusan kenapa tidak dikatakan terus terang? Kalau memang tak ada urusan kenapa jalan pergiku kalian hadang, sebetulnya kalian mau apa?" "Jawab saja pertanyaan kami tadi." Sela Leng Han uok sambil tertawa dingin. "bila tidak kau jawab pertanyaan tersebut hm, mungkin kedudukanmu akan menanjak satu tingkat lagi " "Naik setingkat lagi?" Seperti orang tak mengerti Leng Kong-bok berkerut kening. "Dia sudah menjadi Congpiaupacunya kaum Lok-lim di wilayah Kanglam. kalau naik satu tingkat lagi lalu dia akan menjabat kedudukan apa?" "Hehehe, tentunya kedudukan yang lebih terhormat, menjadi raja akhirat di neraka" Sambung Han tiok dingin. Leng Ko-Bok dan Leng Han-tiok adalah saudara kembar dua orang satu batin. mereka bicara macam orang yang lagi main sandiwara, kadangkala suaranya dingin menyeramkan tapi terkadang kocak seperti melawak. tingkah laku mereka ini sukar diraba apalagi dipahami orang lain, seandainya Hui Giok sudah lama berkelana di dunia persilatan tentu akan tahu pula betapa misteriusnya kedua orang ini, mereka sudah lama terkenal di dunia Kangouw, setiap kali orang persilatan menyinggung "Leng-kok-siang-bok" (sepasang balok kayu dan lembah dingin) niscaya akan menggeleng kemala dengan alis berkerut. Sayang Hui Giok masih hijau dan baru terjun ke dunia persilatan tentu saja dia tidak tahu nama besar kedua orang ini, pemuda itu hanya merasa bahwa kedua orang ceking ini terlalu menjemukan, Mimpipun tak pernah ia duga bahwa jiwanya saat itu ibaratnya telur di atas tanduk. "Terus terang kuberitahukan kepadamu." Teriak anak muda itu kemudian dengan dahi berkerut. "kungfuku memang tak dapat menundukkan kawanan jago persilatan, orang lain memang tidak memilih aku menjadi Congpiaupacu, aku sendiri enggan menjabat kedudukan ini, tapi justeru ada orang yang mengangkat aku untuk mendudukinya. Hm tentunya kalian merasa iri bukan? Boleh lah..." "Hehehe, kalau kau berkata demikian itu lebih baik lagi," Potong Leng Han-tiok sambil tertawa dingin. "cuma..." Ia berhenti sejenak, sambungnya sambil berpaling "Leng-lotoa, kaupun terhitung orang persilatan daerah Kanglam, setujukah kau jika Hui-taysianseng ini menjadi Congpiaupacu?" Leng Ko bok sengaja berlagak melenggong, kemudian menggeleng kepala dan menjawab "Aku... aku merasa rada keberatan!" "Kalau begitu, lantas bagaimana baiknya?" Tanya Leng Han tiok. "Ya bagaimana baiknya, Akupun tak tahu." Kembali Leng Ko-bok gelengkan kepalanya. Senyum dingin menghiasi ujung bibir Leng Han-tiok. Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Hehehe. kau keberatan aku juga keberatan, tapi ada orang paksa dia menduduki jabatan itu, wah sulit juga untuk menyelesaikan soal ini." Kurasa Leng lotoa, bagaimana kalau kita matikan saja bocah ini?" Nadanya tetap tenang dan datar, iramanya tidak meninggi juga tidak merendah sekalipun yang dibicarakan adalah soal mati-hidup seseorang tapi dalam pembicaraannya se-akan2 sedang mempersoalkan masalah biasa, seolah-olah nyawa orang lain sama sekali tak ada harganya dalam pandangan mereka. Hui Giok terkesiap, tak terduga Leng Ko-bok lantas goyangkan tangannya berulang kali "Rasanya kurang baik jika kita matikan dia!" "Kenapa?" Dia kan masih muda, belum kawin jika kita matikan kan terlalu sayang?" "Wah kalau begitu bagaimana baiknya?" Leng Ko-bok berlagak termenung, kemudian katanya "Hui-taysianseng, coba lihat kau akan di matikan oleh saudaraku, menurut kau bagaimana baiknya? Eeh cepat-cepat ngacir saja dan sini, asal kau tidak jadi Congpiaupacu tentunya kau juga takkan di matikan oleh saudaramu!" Meski Hui Giok tidak mau diperalat oleh Sin jiu Cian Hui untuk menjabat Congpiaupacu, tapi setelah mendengar ucapan Leng Ko-bok, sambil membusungkan dada ia lantas berteriak "Jika kau tidak mengucapkan kata-kata seperti itu, belum tentu aku mau menjadi Congpiaupacu, tapi setelah kalian berkata demikian, hm, bagaimanapun juga aku akan tetap mendudukinya Huh. ingin kulihat apa yang akan kalian lakukan" Dengan gemas kedua tangannya menolak ke samping, maksudnya hendak mendorong kedua orang itu sehingga dia bisa lewat ke sana, siapa tahu tangannya seperti menyentak baja yang keras, dingin berat. Sekarang dia baru kaget, cepat2 tangannya ditarik kembali sambil mundur ke belakang. Leng Ko-bok tenaga dingin "Hehehe asal kau mampu mendorong kami sehingga bergeser setengah langkah saja. maka kami akan segera pulang untuk tidur. bahkan kamipun pertama-tama akan hadir untuk memberi selamat lebih dulu pada waktu kau diresmikan menjadi Congpiaupacu, sebaliknya kalau tak mampu... Hmm!" Dengan mendengus itu dia mengakhiri ucapannya. Leng Ko-bok, Loloa atau tertua dan Leng kok-siang-bok ini memang tak malu sebagai tokoh persilatan yang sudah tersohor, ketika Hui Giok menyentuh bahunya dia segera tahu bahwa pemuda ini tak berilmu, atau kalau adapun cetek sekali, meskipun kenyataan ini membuatnya heran dan tak mengerti mengapa orang sama mengangkat pemuda yang tak berilmu ini menjadi Lok-lim Congpiau pacu, tapi rasa was-was dan ragu akan diri pemuda itu lantas lenyap. Hui Giok bukan orang bodoh, sudah tentu iapun tahu bila ingin menggeser kedua orang itu hakikatnya ibarat kecapung hinggap di pilar batu. Tapi dasarnya keras kepala, ia tak sudi mengaku kalah di hadapan orang, dengan alis berkerut dia lantas membentak, dengan sekuat tenaga didorongnya kedua Leng bersaudara itu keras2. Ketika tangannya menyentuh tubuh lawan kembali ia kaget, sebab kali ini badan kedua Leng bersaudara itu tidak sekeras baja lagi, tapi lunak seperti kapas se-akan2 benda yang tak bisa dipegang, padahal Hui Giok sudah mengerahkan segenap tenaganya, tapi ketika tenaga itu menyentuh mereka semua kekuatannya seperti batu yang tenggelam di dasar lautan, lenyap dengan begitu saja. Dengan tercengang dia menengadah, dilihatnya kedua orang itu masih berdiri dengan wajah kaku dingin sama sekali tidak nampak mengeluarkan tenaga. Dalam kagetnya cepat2 Hui Giok tarik kembali tangannya, tapi pada detik tangannya menyentuh badan mereka tiba-tiba dari tubuh kedua Leng bersaudara memancar keluar hawa panas yang menyengat, ketika tangan Hm Giok terisap lekat2 anak muda itu terkejut tenaga yang semula mendorong berubah menjadi menarik sekuatnya berusaha melepaskan diri. Siapa tahu hawa panas itu makin menyengat dalam sekejap bertambah beberapa kali lebih dahsyat bahkan saja Hui Giok merasakan sepasang tangannya bagaikan digarang api. Ternyata semua kekuatannya sebagian demi sebagian ikut lenyap dengan bertambahnya hawa panas yang terpancar dari tubuh lawan. Makin besar hawa panas itu makin lemah tenaga betotannya, bahkan kakinya mulai lemas dan ringan seperti lagi terbang, dia tak sanggup berdiri tegak lagi, lengan kanannya amat sakit seakan ditusuk ratusan jarum yang baru diambil dan garangan api. Perlu diketahui bahwa luka yang di lengannya masih belum sembuh benar karena geramnya dia telah melupakan lukanya, tapi setelah kemarahannya reda dan perasaannya tak seberapa tegang, rasa sakit sekitar luka itu segera terasa merasuk tulang. Dengan sinar mata yang dingin Leng Ko-bok menatap sekejap wajah pemuda itu, kemudian ujarnya dengan dingin " Huh katanya Hui taysianseng adalah seorang pentolan Lok lim wilayah Kanglam. Kenapa mendorong tubuh kamipun tak bergeming Hm. kukira lebih baik kau tinggalkan saja kedudukan Congpiaupacu tersebut." Ia berhenti sebentar dan mengawasi wajah Hui Giok dengan tajam, ketika dilihatnya pemuda itu meringis kesakitan, tahulah dia bahwa ilmu "Ji-kek hian-kang" (tenaga sakti dua unsur) sendiri telah mengakibatkan penderitaan hebat bagi anak muda itu. Maka iapun berkata lagi sambil tertawa dingin. "Watak Jite agak buruk, tapi aku Leng Ko-bok adalah orang yang paling baik, paling ramah di dunia ini. aku jadi tak tega menyaksikan penderitaanmu. Padahal asalkan kau bersumpah tak akan menjadi Congpiaupacu lagi, kami akan segera antar kaupulang. Ai. tentu rasa panas seperti dibakar dengan api tidak enak rasanya " La menghela napas berulang kali, mukanya di buat murung dan beriba hati, se-akan2 tak tega melihat anak muda itu menderita, padahal dalam pendengaran Hui Giok kata2 itu bagaikan beribu batang anak panah yang menembus ulu hatinya. Keadaan begitu dia tidak merintih, dia tidak mengeluh ia mengertak gigi, diterimanya semua penderitaan itu dengan membungkam. bagi pemuda yang keras kepala ini, minta ampun rasanya berpuluh kali lebih susah daripada membunuhnya. Leng Han-tiok tiba-tiba berkata sambil tertawa dingin "Leng-lotoa takut kau kepanasan, buat apa aku Leng-loji menjadi orang busuk, akan kuberikan hawa dingin agar badanmu terasa segar!" Habis perkataannya, Hui Giok merasa kedua tangannya yang semula panas seperti digarang dengan api mendadak berubah jadi dingin seperti berada di dalam gudang es. Seketika Hui Giok menggigil hawa panas dan dingin yang bergantian ini membuat semua tulang persendiannya seperti ditancap dengan sebatang jarum salju, siksaan semacam itu dirasakan beribu kali lebih hebat daripada siksaan apapun di dunia ini, tapi pemuda itu tetap bertahan dan membungkam meski diketahuinya dia tak akan tahan terlalu lama penderitaan tersebut. Peluh dingin sebesar kacang menetes dan jidat-nya, kemudian tubuhnya mulai menggigil keras, gemertukan. kendati begitu sinar matanya tetap menantang tanpa gentar ditatapnya wajah kedua orang bersaudara itu tanpa berkedip, se-akan2 dia sedang berkata. "Sekalipun kau bisa menyiksa badanku, jangan harap bisa menyiksa jiwaku. Sekali pun kau dapat membunuh aku, jangan harap kau akan memaksa aku untuk minta ampun." Leng-kok-siang-kok kagum juga oleh kekerasan hati anak muda itu, diam2 mereka mengangguk "Sungguh lelaki sejati! Seorang berjiwa keras." Akan tetapi justeru karena itu, semakin besar hasrat mereka untuk melenyapkan anak muda itu. serta merta tenaga dalam yang mereka pancarkan juga semakin berat. "Ah, sudahlah!" Sesaat kemudian Hui Giok mengeluh di dalam hati dia merasa se-akanbayangan kematian sudah di depan mata, sedih dan pilu berkecamuk dalam perasaannya, sambil pejamkan mata kembali dia berpikir "Oh, Bun-ki! Lu tin! Tahukah kalian bahwa aku tak dapat melihat kalian lagi?" Dia menghela napas sedih, bukannya dia takut mati pemuda yang berhati keras ini tak pernah kenal takut dia cuma merasa betapa pendek kehidupannya ini, ia merasa tak pernah menjumpai suatu peristiwa yang dapat ia banggakan, tentu saja dia tak tahu bahwa kekerasan hatinya serta keangkuhannya sudah cukup membanggakan dia. Andaikata ia benar2 mati maka ia merasa matipun tidak tenteram, dia merasa masih banyak utang budi yang belum terbayar. dalam keadaan setengah sadar dia terbayang kembali akan wajah si gemuk penjual siopia yang memberi siopia padanya, kebaikan ini tak terlupakan untuk selamanya, ia malah tak teringat sama sekali akan mereka yang pernah berbuat jahat kepadanya. Perasaan seorang menjelang kematiannya memang suatu siksaan yang sukar dilukiskan terutama ketika ia menyesali kehidupannya yang terlalu pendek serta merasa masih banyak utang bud. yang belum terbayar. Walaupun dia mencintai kehidupannya. tapi ia tak sudi bertekuk lutut karena kehidupan, dia merasa lebih baik menerima kematian daripada menyerah kalah. Di tengah keheningan yang mencekam, tiba2 terdengar suara tertawa nyaring berkumandang dari lorong dan belakang satu merdu sekali suaranya seperti bunyi keleningan, menyusul seseorang berseru. "Leng-toa-siok. Leng jisiok, kalian lagi kongkou dengan siapa" Kalau saja tidak kuintai dan ketinggian, tentu tak kusangka kalian berdua berada di sini." Setelah menghela napas, suara itu berkata pula dengan manja "lndah amat pemandangan alam di sini ada sungai kecil ada hutan bambu di situ, ada jembatan kecil. O alangkah indahnya! Dulu aku selalu heran ada orang menulis tentang jembatan kecil air yang mengalir dan rumah orang padahal jembatan kecil, air yang mengalir dimanapun ada, kenapa dibikin syair? Ai- siapa tahu setelah tiba di Kanglam baru kuketahui bahwa air yang mengalir dan jembatan kecil yang ada di sini benar-benar indah dan sukar dilukiskan dengan kata-kata. Eh! Leng-toasiok, kalian memang pandai menghibur diri untuk kongkou pun jauh2 datang kemari! Suara yang lembut dan merdu. ya bicara ya tertawa se-akan2 mutiara jatuh di baki pualam tapi justeru suara itu merupakan obat mujarab bagi Hui Giok ketika mendengar suara itu, pemuda yang hampir pingsan itu menjadi siuman kembali sekuat tenaga dia berpaling. Seorang nona berbaju hijau dengan ikat kepala warna hijau, hidung yang mancung dan bibir yang mungil. mata yang indah dan pinggang yang ramping berdiri di sampingnya, cantik gadis itu bak bidadari dan kahyangan. "Hah, kau?" Ketika nona itu menatap wajah Hui Giok, tiba2 ia menjerit kaget. Tatkala bentuk tubuh yang cantik itu terlintas dalam pandangan Hui Giok, pemuda itu merasa dadanya seperti dihantam orang, kepalanya jadi pening, hampir saja ia melupakan semua penderitaan tubuhnya. Sesaat itu, dikala kedua pasang mata saling bertatapan, langit se akan2 berubah warna, air yang mengalir di sungai se-akan2 berhenti mengalir. Bintang yang bertaburan di angkasa seperti tidak berkedip lagi, bahkan rembulan yang terang itupun seperti guram mendadak. Sebab dalam pandangannya sekarang kecuali si dia, tak ada yang terlihat lagi, begitu pula sebaliknya si dia, kecuali dia tak ada yang diperhatikannya. Waktu yang panjang, perpisahan yang lama, penderitaan selama berpisah, kerinduan yang menyiksa seolah-olah sudah mendapat imbalan. Ai, kehidupan memang sesuatu yang aneh! Leng Ko-bok dan Leng Han-tiok sama melongo. setelah saling berpandangan sekejap, masing-masing mengebaskan ujung baju sambil mundur tiga langkah ke belakang. "Bun-ki, kau kenal orang ini?" Tegur mereka berbareng Tapi nona itu tidak mendengar teguran mereka, biji matanya yang indah tetap menatap wajah Hui Giok tanpa berkedip. Hui Giok merasa tenaga tekanan mengendur ia merasa badan menjadi lemas kedua tangan terkulai, seluruh persendian tulangnya seperti terlepas, hampir saja ia tak mampu menegakkan tubuhnya dan nyaris jatuh tersungkur. Tapi dia tidak roboh, se-akan2 ada suatu tenaga gaib yang menunjang tubuhnya, membuat ia tak sampai roboh. Maklumlah, tatapan anak dara yang indah dan hening itu seperti mendatangkan suatu kekuatan yang membuat ia bertahan terus, demi mata yang indah itu dia rela menderita. rela mengalami macam-macam siksaan, selama setahun dia hidup bergelandangan menahan cemoohan, siksaan, kelaparan, kedinginan dan kekecewaan Kesemuanya itu dia terima demi dia. Dia, Tham Bun-ki, yang selalu terukir dalam hati Hoi Giok, selalu dikenang oleh pemuda itu. Cahaya rembulan yang cemerlang bagaikan emas dalam impian anak kecil dengan lembutnya mengusap tubuhnya, pelahan dia maju ke depan selangkah demi selangkah menghampiri Hui Giok yang masih mematung. Memang kau... benar2 kau!" Gumamnya suaranya selembut cahaya rembulan, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya yang halus. Air mata, tidak selalu menandakan kesedihan, air mata terkadang juga menyatakan rasa gembira, kegembiraan yang meluap. Sinar rembulan menciptakan bayangan Tham Bun ki yang panjang di tanah dan bayangan itu bergerak mengikuti irama langkahnya menungkupi kaki paha, lalu badan Hui Giok. Hui Giok berdiri gemetar, meski gemetarnya akibat tekanan tenaga Leng-kok-siang-hok yang nyaris menghancurkan tubuhnya, iapun gemetar karena kegembiraan serta kebahagiaan yang datang secara tiba-tiba, begitu mendadak sehingga hampir saja dia tak percaya. Ia merasa bayangan Tham Bun-ki yang menutupi badannya makin lama semakin besar, makin lama gadis itu semakin dekat di depannya, ia dapat melihat raut wajah yang cantik bagaikan bunga botan dibalik kabut mengikuti hembusan angin yang lembut dan terbuai ke dalam pelukannya. Tapi ia tak berani mengulurkan tangannya untuk menyambut kedatangan gadis itu sebab dia takut apa yang dilihatnya hanya impian kosong belaka, asal dia bergerak ke depan maka segala impian yang indah semua kebahagiaan yang dirasakan sekarang akan lenyap. Suara percikan air yang mengalir ketika itu kedengaran sangat halus, begitu halus se-akan2 bunyi kecapi dari kejauhan dan mendatangkan kelembutan cinta di malam yang sepi. Angin sebagaimana biasa berhembus dan mengibarkan ujung baju Leng Ko-bok dan Leng Han Liok yang longgar sehingga menimbulkan suara gemersik, namun tubuh mereka tetap berdiri kaku seperti tonggak, hanya ke empat mata yang bersinar pelahan bergerak dari wajah Tham Bun-ki beralih ke wajah Hui Giok, kemudian dari wajah Hui Giok beralih kembali ke wajah Tham Bun ki. Wajah mereka yang kaku tanpa emosi gembong iblis yang se-akan2 tidak memiliki perasaan apapun itu tiba2 menunjukkan sikap yang lain daripada yang lain, di balik sinar mata mereka tiba2 terpancar pergolakan perasaan yang hebat. "Aneh, sungguh mengherankan." Karena Wanita Karya Kho Ping Hoo Sejengkal Tanah Percik Darah Karya Kho Ping Hoo Tugas Rahasia Karya Gan KH