Pedang Kiri Pedang Kanan 10
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 10
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L Tak lama kemudian lantas didengarnya seo-rang membentak keras. "..Kalian berhenti" Kuping Ji-ping mendengung pekak oleh bentakan keras bagai bunyi genta itu, keruan kagetnya bukan main, lekas dia berpaling ke sana, di-lihatnya kira2 setengah li di kejauhan sana ada dua titik sinar seperti api setan tengah terbang turun naik menyusuri kaki bukit berlari ke arah sini. Bertambah besar rasa kejutnya, batinnya. "Masih setengah li jauhnya, tapi suara orang ini dapat membuat pekak kuping, kalau dia menghardik berhadapan mungkin aku bisa jatuh semaput." Mendengar bentakan keras ini, keempat orang jubah hitam tadi segera melompat mundur berpencar pada posisi masing2. Dengan pedang melintang di depan dada Cu Bun-hoa berpaling ke arah datangnya suara, tertampak dari pegunungan sana beriring mendatangi enam orang berjubah hitam pula. Keenam orang ini bukan saja berpakaian sama, wajah dan sikap merekapun sama. kaku dingin tidak berperasaan-Masing2 dua orang berjajar beriring datang, gerak langkah mereka kaku mirip mayat hidup dan seperti tonggak berjalan Diam2 kaget juga cu Bun-goa melihat orang2 ini, dia insaf untuk menghadapi keempat lawan ini sudak cukup berat, kini ketambahan enam orang lagi. agaknya nasib dirinya malam ini lebih banyak celaka daripada selamat, semoga Ji-ping jangan lekas2 menyusul ke mari. Demikian batinnya. Lekas sekali keenam orang ini sudah tiba di tanah berumput sebelah kiri, mendadak tampak pula sesosok bayangan orang tinggi besar berlenggang mendatangi, jangan kira gerak kakinya kelihatan seperti berlengang, mirip badut di atas panggung, lapi setiap langkah kakinya mencapai jarak dua tiga tombak jauhnya, kedua kakinya seperti tidak menyentuh tanah. Sekali pandang Cu Bun-hoa lantas tahu bahwa kepandaian si gede inijauh lebih tinggi dari kawanan jubah hitam ini, maka dia tumplekperhatiannyaterhadapsi gedeini. Badan orang ini tingginya delapan kaki, dada lebar lengan besar, wajahnya mengkilap mirip tembaga, alisnya pendek. matanya sipit, hidung besar mulut lebar, jubah sempit warna tembaga yang dipakainya hanya sebatas di lutut, kaki telanjang memakai teKiek tembaga. Sebagai cengcu dari Liong-bin-san-ceng, meski jarang berkelana di Kangouw, tapi tokoh-tokoh Kangouw kenamaan pada jaman ini tidak sedikit yang dikenalnya, paling tidak pernah mendengar nama atau keahlian dan keistimewaannya. Kini melihat dandanan si gede yang aneh ini, mendadak diingatnya seseorang, keruan hatinya kaget bukan main, batinnya. "Mungkinkah dia ini Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong?" Jabatan atau kedudukan si gede serba tembaga ini terang jauh lebih tinggi daripada kawanan jubah hitam, ini jelas kelihatan dari sikap keenam orang jubah hitam yang baru datang serta cara mereka berdiri, kelihatan memberi peluang untuk si gede ini nanti, tapi toh masih ada tempat kosong lagi di sebelah mereka, hal ini membuat Cu Bun-hoa men-duga2 pula bahwa kecuali si gede agaknya pihak lawan masih ada tokoh lain pula yang berkedudukan lebih tinggi yang belum tiba. Siapakah orang yang belumtiba ini? Maklumlah si tokoh aneh dari Lam-kiang (wilayah selatan) ini biasanya merajai daerah selatan, selamanya belum pernah tunduk terhadap orang lain, lalu siapakah yang telah mampu menundukkan dia sekarang? Begitu si gede tiba dan berdiri di samping, Cu Bun-hoa lantas buka suara. "Yang menghentikan pertempuran tadi apakah tuan?" Mendelik sebesar jengkol mata si gede, bentaknya. "Diam, tak bolehribut"Suaranya memang kerassepertibunyi genta. Kini Cu Bun-hoa lebih yakin bahwa si gede memang Thong-pi- thian-ong adanya, tapi caranya bicara jelas dia hanya mengawal seseorang belaka. Sungguh luar biasa. Semakin kejut dan heran Cu Bun-hoa, mendadak dia mendongak sambil bergelak tawa, katanya. "Dandanan dan tampang tuan ini mirip sekali dengan Lam-kiang-itki Thong-pi-thian-ong, entah sejak kapan tuan terima diperbudak orangataujadipengawal pribadinya" Semakin bulat mendelik mata si gede, suara-nya menggerung gusar. "Kusuruh kau diam, kau harus diam, memangnya kau tua bangkainisudah bosanhidup?" Gerungannya yang dahsyat itu membuat Pui Ji ping yang sembunyi di atas batu hampir pecah kupingnya,jantungnya ber- debar2, hampir saja dia menjerit. Tiba2 terasa dari belakang tersalur sejalur tenaga yang tidak kelihatan membantu dirinya mengendalikan darah yang bergolak, kupingpun lantas mendengar suara lirih berbisik seperti bunyi nyamuk. "jangan bersuara Siau-sicu, itulah Kim-loh-ong yang hebat dariThong-pi-thian-ong. " Heran Ji-ping, baru saja dia kendak berpaling, suara lirih seperti nyamuk berkata pula. "Situasi malam ini amat gawat dan berhahaya, sekali2 jangan Sicu menoleh ke belakang, mata dan kuping Thong-pi-thian-ong amat tajam. Jarakmu hanya sepuluh tombak dengan mereka, sedikit lena, jejakmu pasti konangan." Tatkala itu tampak dua buah lampion tengah mendatangi dari jalanan gunung sana. Dua gadis belia baju hijau tengah mendatangi dengan gemulai sambil menenteng dua lampion- Malam di tengah pegunungan sudah tentu amat gelap sehingga cahaya lampu lampion ini terasa terang benderang. Tak jauh di belakang kedua gadis membawa lampion menyusul sebuah tandu mewah dan indah, dan laki2 kekar memikul tandu mini ini, langkah mereka enteng seperti berlari menuju ke tanah berumput ini. Selarik kain warna merah sutera panjang semampir di pundak dan pinggang kedua laki2 kekar pemikul tandu itu bertuliskan empat huruf warna hitam yang berbunyi. "Wakil langit mengadakan ronda". Akhirnya tandu mini itupun berhenti dan diturunkan di tanah berumput sebelah kanan atas. Kedua gadis pembawa lampion berdiri di kiri kanan tandu, di bawah sinar lampion tandu itu tampak indah gemerlapan, kerai menjuntai lembut dan rapat sehingga tidak kelihatan siapa yang duduk di dalamnya? Tapi Thong-pi-thian-ong dan kesepuluh kawanan jubah hitam serempak memberi hormat lalu berdiritegak denganprihatin Tiba2 tergerak hati, Cu Bun-hoa melihat keadaan ini, tadi dia dengar salah seorang jubah hitam pernah menyinggung "Thiansu" Atau duta langit, setelah melihat tulisan "Wakil langit mengadakan ronda", jelas bahwa orang di dalam tandu adalah Thian-su yarg dimaksud, cuma siapa dia dan tokoh macam apa pula? Pedang disimpan kembali, Cu Bun-hoa berdiri membusung dada sikapnya gagah berwibawa, tapi hatinya kebat-kebit, diam2 dia kerahkan Lwekang-nya, mempersiapkan diri untuk bertindak bila menghadapi sergapan musuh. Maka terdengarlah sebuah suara halus nyaring berkumandang dari dalam tandu. "Thio thijiu" Suaranya bagai kicau burung kenari, lembut dan merdu. Tak pernah terpikir dalam benak Cu Bun-hoa bahwa Thian-cu atau "duta langit" Ini ternyata seorang perempuan, dari suaranya kedengaran bahwa dia adalah gadis belia pula. Tampak salah seorang jubah hitam yang berdiri paling depan tadi mengiakan sambil melangkah ke depan tandu. Terdengar perempuan dalam tandu bertanya. "Kalian sudah tanya asal usulnya?" "Dia tidak mau mengatakan," Sahut Thio thi-jiu. "Bagaimana ilmu silatnya?" Tanya perempuan dalam tandu pula. "Kami berempat mengeroyoknya, tapi tak mampu mengalahkan dia." "Pada jaman ini. dengan kekuatan kalian berempat, memangnya siapa yang tak mampu kalian kalahkan, tapi siapakah dia" Kata2 terakhiramatlirih, sepertibicarauntuk dirinyasendiri. Thio thi-jiu berdiri tegak lurus, sudah tentu dia tak berani bersuara. Sesaat kemudian perempuan dalam tandu berkata pula. "Baiklah, kau boleh minggir." Thio-thi-jiu mengiakan, lalu mundur ke tempatnya semula. Perempuan dalam tanda lantas berpesan kepada gadis pembawa lampion sebelah kiri. katanya. "Mintalah orang tua itu maju kemari, ada pertanyaan hendak kuajukan padanya." Gadis itu segera tampil ke depan Cu Bun-hoa, katanya setelah memberi hormat. "Tuan ini diharap maju kedepan, Siancu ( dewi ) kami ingin bicara dengan kau" Cu Bun-hoa juga ingin tahu asal usul pihak sana, memangnya siapa sebetulnya Thian-cu yang serba misterius ini? Maka dengan mengelus jenggot dan tertawa lebar, katanya. "Lohu memang ingin bertemu dengan Siancu kalian." Lalu dengan langkah lebar dia menghampiri, beberapa kaki di depan tandu dan berhenti, katanya sembari memberi hormat. "Silakan Siancu, terima kasih akan undanganmu, entah ada petunjuk apa?" Perempuan dalam tandu cekikik riang, katanya. "Loyacu adalah tokoh kosen Bu-lim, sungguh beruntung kita bertemu di sini." Sampai di sini tiba2 dia berseru keras. "Kenapa tidak singkap kerai ini?" Kedua gadis yang berdiri di kiri kanan segera menyibak kerai kedua sisi, kedua lampionpun di-arahkan ke depan tandu sehingga perempuan yang duduk di dalam tandu kelihatan wajahnya. Ternyata "Dewi yang mewakili langit menga-dakan ronda" Ini hanyalah seorang nyonya muda belia yang berusia sekitar 25, berpakaian serba putih, dandanannya mirip puteri keraton, tengah tersenyumsimpul mengawasidirinya. Sesaat Cu Bun-hoa melenggong, dia jarang keluar pintu, tapi semua tokoh Kangouw yang sedikitpunya nama pasti pernah didengarnya. Nyonya muda molek ini mampu menundukkan Lam- kiang-it-ki sampai terima menjadi pengawal pribadinya, kenapa belum pernah dia mendengar adanya perempuan selihay ini, serba misterius lagidalamtindaktanduk. Memang otaknya cerdik, banyak akal dan pandai mengikuti situasi, sekilas melenggong segera Cu Bun-hoa berdehem, katanya tertawa. "Siancu me-ronda mewakili langit tentunya kau inilah Thian-suadanya?Entahsiapakahnama harumSiancu yang mulia?" Jari jemari nan runcing halus dari nyonya muda itu terangkat dan mengelus gelung kundainya, katanya tertawa. "Agaknya tidak sedikit yang Loyacu ketahui. aku she Coh, karena biasanya aku suka mengenakan pakaian serba mulus begini, maka orang memanggilku Hian-ih-sian-cu, harap Loyacu tidak mentertawakan diriku." "Hian-ih-sian-cu" Cu Bun-hoa tetap tidak pernah dengar nama julukan ini. Mengerling biji mata Hian-ih-sian-cu, katanya sambil cekikikan "Loyacu adalah tokoh kosen pada jaman ini, mohon tanya siapakah nama besar Loyacu?" Cu Bun-hoa bergelak tertawa, katanya. "Lohu Ho Bunpin, orang liar yang hidup di gunung, mana berani disebut tokoh kosen segala." Hian-ih-sian-cu cekikikan genit, katanya. "Nama yang Loyacu sebutkan kukira bukan nama tulen bukan?" "Mungkin Siancu belum pernah dengar nama-ku yang tidak terkenal ini, dan lagi apa perlunya Lohu harus menyembunyikan nama dan asal-usul?" "Betul," Kata Hian-ih-sian-cu. "menurut penglihatanku, wajah Loyacujugadirias, entahbetultidak perkataanku?" Semakin terkejut hati Cu Bun-hoa, katanya dingin. "Tidak perlu Lohu mainsembunyidengancara menyamarsegala." "Berkelana di Kangouw, supaya tidak menarik perhatian orang, merias diri dan ubah wajah asli itu sudah biasa, apakah Loyacu merias diri tiada sangkut pautnya dengan aku? cuma ingin kutanya, Loyacu main selidik memasuki daerah Tay-piat-san ini, entah apa maksudnya" "Betul, Lohu juga ingin tanya kepada Siancu, tanpa sebab anak buahmu merintangi perjalananku, apa pula maksudnya?" "Bukankah Ho-loyacu telah saksikan sendiri? Malam ini kebetulan aku meronda sampai di sini, anak buahku melihat Loyacu memasuki selat gunung seorang diri, gerak-geriknya mencurigakan lagi, sudah tentu kau harus dimintaiketerangan-" Cu Bun-hoa mendengus, katanya. "Sekarang Siancu sudah jelas tentang keteranganku?" "Pertanyaanku tadi sia2 belaka, karena Loyacu tidak menjawab sejujurnya." "Lalu apa pula kehendak siancu?" "Silakan Ho-loyacu ikut kami, setelah kami jelas menyelidiki asalusulmu akan kuantar kau ke luar gunung." Terangkat alis Cu Bun-hoa, katanya. "Siancu kira orangmu banyak. mau main keroyok terhadap-ku seorang?" Mendadak dia mundur selangkah tangan sudah siap melolos pedang. "Aku tak perlu turun tangan terhadapmu," Ujar Hian-ih sian-cu sambil tertawa. Hanya sekejap itu, Cu Bun-hoa sudah merasakan adanya gejala2 yang tidak normal pada diri sendiri. Sudah timbul pikiran Cu Bunhoa untuk mundur dan melolos pedang, tapi kaki tangan ternyata tidak menurut perintah lagi, keruan kejutnya bukan main, air mukapun berubah hebat, bentak-nya. "Sundel keparat .........." Hian-ih-sian-cu tetap unjuk senyum menggiurkan, katanya riang. "Dapat mengundang Ho-loyacu, sungguh merupakan kebanggaanku." Lalu dia mengulap tangan dan menambahkan. "Mari kita kembali" Kedua gadis menurunkan kerai, pemikul tandu lalu berputar balik, di bawah pimpinan Lam-kiang-it-ki, kesepuluh kawanan jubah hitam menggusur CuBun-hoa mengintildibelakangtandu. Hampir saja Pui Ji-ping yang sembunyi di utas batu menjerit lagi melihat adegan yang aneh ini. Suara lembut bagai bunyi nyamuk mengiang pula dipinggir kupingnya "Siau-sicu harus tahan sabar, jangan gegabah" Mencelos hati Ji-ping, terpaksa dia tekan perasaannya, dengan cemas dia awasi kawanan jubah hitam itu menggusur pamannya pergi, waktu dia menoleh, dilihatnya setombak di belakangnya berdiri seorang Hwesio tua kurus, sorot matanya berkilauan sedang mengawasi dirinya dengan tersenyum. Tahu berhadapan dengan tokoh kosen, lekas Ji-ping menekuk lutut memberi hormat, katanya. "Losuhu, lekas tolong pamanku" Karena gelisah ia lupa dirinya sedang menyaru laki2, cara memberi hormatsepertianakgadis lazimnya. Hwesio tua kurus pendek lekas merangkap kedua tangan, katanya heran. "Sicu kiranya seorang nona, jadi yang ditawan Hianih-lo-sat tadiadalah pamanmu?" Merah muka Ji-ping, diam2 ia sesali kecerobohan sendiri, katanya mengangguk. "Ya, dia pamanku, apakah perempuan dalam tandu itu yang Losuhu maksudkan bernama Hian-ih-lo-sat? Jadi orang2 itu ada hubungannya dengan Cin-Cu-ling?" "Lolap juga belum tahu asal-usul mereka," Kata Hwesio tua itu, "cuma menurut apa yang kuketahui, Hian ih-lo-sat ini amat lihay, orang2 yang terjatuh ke tangannya sudah cukup banyak, termasuk Kwi-kian-jiu Tong-citya, Un It-kiu dari keluarga Un, suteku Kim Kaythay dan lain2 ....." Ji-ping kaget, serunya. "Jadi Kim-loya cu juga tertawan oleh perempuan siluman itu." "Nona juga kenal Kim-sute?" Tanya si Hwesio tua. "Aku tidak kenal, Tapi Toakoku adalah kenalan baik Kim-loyacu." "Siapakah Toako nona?" "Toako bernama Ling Kun-gi," Sahut Ji-ping, lalu bertanya. "Losuhu tentunya paderi sakti dari Siau-lim-si, entah siapa nama gelaran Taysu yang mulia?" "Lolap Ling-san,"jawab Hwesio tua kurus. "pejabat Bun-cu-wan dari Siau-lim-si." Biasanya hanya paderi2 dari Lo-han-tong saja yang diperbolehkan keluar Siau-lim-si, kini ketua Bun-cu-wan (ruangan agama) pun terpaksa harus dikerahkan keluar, dapatlah di simpulkan bahwa pihak siau lim menaruh perhatian besar terhadap peristiwa Cin-Cu-ling ini. Lekas Ji-ping menjura, katanya " Losuhu ternyata pemimpin Bun-cu-wan, paman sudah tertawan perempuan siluman itu, aku akan segera pergi. " "Tunggu sebentar nona." "Ada petunjuk apa Losuhu?" "Bolehkah nona memberitahu padaku, siapa sebenarnya pamanmu itu?" "Tak enak kumain sembunyi atas pertanyaan Losuhu, paman adalah cengcu Liong-bin-san-seng Cu Bun-hoa " Bergetar tubuh Ling san Taysu, katanya. "Kiranya cu cengcu ... ." "Losuhu, menolong orang seperti menolong kebakaran, aku harus cepat susul mereka." Ling-san Taysu kaget, katanya. "Hian-ih-lo-sat amat lihay, Thong-pi-thian-ong membantu dia berbuat jahat, Cu-cengcupun bukan tandingan mereka, mana boleh nona menempuh bahaya secara sia2," "Bukan begitu," Ujar Ji-ping cekikik geli. "aku akan sampaikan kabar tertawannya Toako dan Tong-cityakepada ibu angkatku." "Siapa pula ibu angkat nona?" Tanya Ling-san Taysu. "ibu angkatku adalah Tong-lohujin dari keluarga Tong di Sujwan." "JadiTong-lohujin juga datang?" "ibu angkatsekarangberadadiPat-kong san" "Baiklah silakan nona berangkat Lolap akan menguntit Hian-ih-losat lebih lanjut, akan kulihat di mama sarang komplotan orang2 ini?" Ji-ping membatin. "Hwesio tua ini hanya berani menguntit secara diam2, agaknya iapun gentar terhadap Hian-ih-lo-sat, terpaksa aku harus cepat2 kembali kePat-kong san minta bantuan-" Tanpa banyak bicara lagi, cepat ia lompat turun terus cemplak kuda dan dibedalbalik kearahdatangnyatadi. Itulahhari keduasetelah Ling Kun-giberadadiCoatSin-san-ceng atau hari pertama mulai tugas kerjanya di Hiat-ko-cay. Pagi hari itu setelah sarapan pagi, seorang diri dia langsung menuju ke Hiat ko-cay, begitu tiba, Long-gwat, si pelayan segera menyambut kedatangannya . Long-gwat bantu membuka pintu kamar kerjanya, dengan langkah tetap Kun-gi masuk serta mengeluarkan kunci membuka gembok lemari kecil, dia keluarkan segala perabot keperluan kerjanya, ada pisau, mangkok, tatakan dan cawan2 kecil serta peralatan lain yang sukar disebut namanya, terakhir ia keluarkan cupu2 berisi getah beracun itu. Sementara itu Long-gwat menyeduh teh dan disuguhkan di atas meja. Dengan hati2 Kun gi membuka sumbat cupu2 lalu pelan2 menuang sedikit getah di atas sebuah tatakan, kembali dia tutup cupu2 itu serta dikembalikan ke almari. Duduk di kursi kerjanya, sekenanya dia ambil sebatang jarum perak. dua kali dia celupkan ke dalam getah beracun, tampak ujung jarum yang runcing seketika berubah menjadi hitam. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo kadar racun ini ternyata keras dan hebat, lalu dia mendekatkan hidang mengendus ujung jarum Long-gwat berdiri di sebelahnya jadi kaget, serunya kuatir. "Awas Cu-cengcu, racun ini amat jahat, sedikit kena saja jiwa orang tak dapat diselamatkan." " Kenapa kau tidak menungguku?" "Nona mau ke mana? "Kau menyamar lagi bukankah ka hendak menemuka pengejaranmu?" , u n "Betul, kenapa?" "Aku ikut, boleh tidak?" K n gi te teg n sah tn a menggeleng "Jangan non cant Kun-gi tersenyum dan memandang lekat2 pelayan itu, katanya. "Terima kasih atas perhatian nona, Lohu hanya ingin menciumnya "Terinta kasih, kalau ada tugas lain hamba di belakang, sekarang hamba mohon diri," Lalu dia dia beranjak keluar. Sambil tetap pegang jarum perak tiba2 Kun-gi memanggilnya. "Nona Long-gwat, tunggu sebentar." Long-gwat berhenti di ambang pintu, tanyanya. "Ada pesan apa lagi Cu cengcu?" "Lohu baru datang, tidak tahu tata tertib yang ada di sini, ingin kutanya suatu hal padamu. Di sini ada empat kamar kerja, apakah satu sama lain boleh saling berkunjung?" Long-gwat tertawa lebar, katanya. "Kalian berempat adalah tamu agung undangan cengcu kami segala keperluan sudah kami sediakan, sudah tentu gerak-gerik kalian juga tidak dibatasi, tempat ini memang khusus untuk kerja, supaya tidak terpecah perhatian dan dapat bekerja dengan tenteram, maka masing2 diberikan satu kamar tersendiri, membagi tugas untuk sama2 mencapai tujuan, satu sama lain boleh saling berunding akan penemuan masing2, Sudah tentu boleh pula saling kunjung mengunjungi" "Baiklah, getah racun ini amat lihay, mereka datang lebih dulu, tentunya sudah memperoleh sedikit bahan penyelidikan, sebelum kerja, Lohu ingin mendengar saran dan pendapat mereka bertiga." Setelah Long-gwat keluar, Kun-gi segera buka pintu dan keluar, dalam hati diam2 dia menimang2, akhirnya dia berkeputusan untuk mengunjungi Lok-san Taysu lebih dulu, setiba didepan pintu kamar orang, pelan2 dia mengetuk pintu. Terdengar suara Lok-san Taysu berkata. "Siapa? Silahan masuk" Kun-gi menjawab dengan suara lantang. "cay-he Cu Bun-hoa, sengaja kemari mohon petunjuk Taysu." Sembari bicara dia mendorong pintu serta melangkah masuk. Mendengar Cu Bun-hoa yang datang, lekas Lok-san Taysu berdiri dari kursinya, katanya sambil merangkap kedua tangan. "Maaf Lolap terlambat menyambut, silahkan Cu-cengcu duduk." Ternyata Lok-san Taysu hanya duduk2 sama-diam saja di kursinya, tidak melakukan kerja apa2, perabot keperluan kerja tiada yang dia keluarkan Setelah menutup pintu kembali, Kun-gi menjura, katanya, "Sengaja cayhe kemari mohon petunjuk Taysu." Lok-san Taysu rendah hati, Kun-gi dipersilakan duduk di depan meja, iapun kembali ke tempat duduknya, katanya. "Entah ada petunjuk apa kedatangan Cu-cengcu." "Barusan cayhe sudah periksa getah beracun dari Sam-goan-hwe itu, kukira kecuali amat beracun, sukar diraba sebetulnya barang beracun dari jenis apa? Taysu paham soal obat2an, selama ini juga selalu mengadakan penyelidikan, apakah sudah berhasil menyelaminya?"-Habis berkata lalu dengan ilmu Thoa-im-jip-bit (ilmu mengirim gelombang suara) ia menambahkan. "Bagaimana pendapat Taysu tentang pribadi Cek Seng-jiang?" Lok-san Taysu berlagak merenung sebentar, yang benar dia termenung karena mendengar pertanyaan Ling Kun-gi terakhir itu lalu sedikit mengangguk ia menjawab. "Lolap juga amat menyesal, sejauh ini belum berhasil menemukan terbuat dari bahan apakah getah beracun ini, kalau cuma diselidiki sukar dibedakan, obat2an umumnya harus dicicipi dengan mulut dan diendus baunya baru bisa dibedakan keasliannya. Tapi getah ini amat beracun masuk mulut jiwa melayang, hakikatnya sukar dirasakan, paling hanya bisa diraba sesuai dengan sifatnya yang ganas, selama tiga bulan ini boleh dikatakan hasil Lolap nol besar." Lalu ia menambahkan pula dengan suara Thoa-im-jip-bit. "Menurut pengamatan Lolap dalam persoalan ini ada tersembunyi suatu muslihat besar" Kun-gi manggut2, katanya. "Memang betul omongan Taysu, getahini merupakanhasilcampuradukyangdlolahsedemikianrupa sehingga sudah kehilangan bentuk aslinya, kalau beberapa jenis racun yang sama sifatnya diaduk menjadi satu, maka kekuatan dan keganasannya menjadi berlipat ganda pula, kalau tidak, tak mungkin getah ini begini keras." Lalu ia menambahkan pula dengan ilmu bisik2. "Apakah Taysu tahu mereka punya muslihat apa?" "Siancai siancay" Lok-san Taysu bersabda. "Cu-cengcu benar2 seorang ahli, demikian juga pendapat Lolap, beruntung Cu-cengcu hari ini datang, selanjutnya kita bisa saling bertukar pikiran. .... " Lalu, iapun menjawab pelahan. "Soal ini Lolap belum bisa mengatakan, yang terang tujuannya bukan untuk menghindarkan petaka yang bakal menimpa kaum persilatan-" "Usul Taysu baik sekali," Kata Kun-gi rendah hati. "Taysu paham ilmu pengobatan, cayhe memang ingin mohon petunjuk." Lalu dengan gelombang suara dan bertanya. "Apakah Taysu juga terbius oleh mereka waktu diculik kemari?" "Memang sudah beberapa kali Lolap mengadakan percobaan dengan getah racun itu, tapi tiada yang kuperoleh, entah Cu-cengcu punya pendapat apa?" Habis kata2nya lalu dia menjawab dengan gelombang suara. "Ya, betul." Dengan pura2 membicarakan penyelidikan getah beracun, kedua orang secara diam2 tukar keterangan dengan ilmu gelombang suara. Kun-gi berkata lebih lanjut. "Di dalam obat mereka mencampur obat beracun yang membuyarkan Lwekang orang, bagaimana Taysu?" "Hawa murni dalam tubuh Lolap tak mampu dihimpun, sisa tenaga paling2 hanya satu dua bagian dari keadaan normal, selama tigabulan inibetapapunusahaku tetaptakberhasil kukumpulkan-" "Apakah Taysu masih mampu mengerahkan tenaga murni?" Tanya Kun-gi. Terang sinar mata Lok-san Taysu tanyanya menatap Kun-gi lekat2. "Maksud Cu-cengcu ." Kun-gi tersenyum, ujarnya. "Taysu jangan tanya, jawablah dulu pertanyaanku." Terbayang rasa sangsi pada muka Lok-san Taysu, katanya. "Sedapat mungkin Lolap masih bisa mengerahkan hawa murni." Girang Kun-gi. katanya. "Itulah baik." Dia keluarkan Pi-tok-cu dan ditaruh ke tangan Lok-san Taysu, katanya. "Genggamlah mutiara ini pada kedua telapak tangan Taysu, pelahan2 kerahkan hawa murni ketelapaktangan, terusdisalurkan kesekujurbadan". Betapapun Lok-san Taysu adalah orang yang cukup luas pengetahuan dan pengalamannya diam2 dia mengintip ke telapak tangan sendiri, katanya kaget dan heran. "Ini kan Le-liong-pi-tok-cu, mutiara yang dapat menawarkan segala racun." "Lekas Taysu merangkap tangan dan kerahkan tenaga, lenyapkan dulu kadar racun yang mengeramdalamtubuh Taysu." Sampai di sini percakapan mereka menggunakan Thoan-im-jip bit. Lok-san Taysu sedikit mengangguk. lalu berkata. "Harap Cucengcu duduk sebentar, belakangan ini Lolap sering merasa letih, sewaktu2 harus bersamadi, harap jangan berkecil hati." Segera Loksan merangkap kedua telapak tangan di depan dada, pelan2 matapun terpejam. Kun-gi duduk di hadapannya, iapun diam saja menunggu dengan sabar, kira2 satu jam barulah didengarnya Lok-san Taysu menarik napas panjang, mendadak matapun terbuka. Begitu orang membuka mata, sinar matanya seketika tampak mencorong terang dan kuat, jelas racun yang menggangu Lwekangnya telah tercuci bersih, dalam hati diam2 Kun-gi bergirang, tanyanya."Sudahagakbaik Taysu" Pelan2 Lok-san Taysu berdiri, katanya sambil tetap merangkap kedua tangan. "Bikin repot Cu-cengcu menunggu lama, kini Lolap sudah segar kembali." Sembari memberi hormat, lekas dia angsurkan Pi tok cu pada Ling Kun-gi, lalu berkata dengan gelombang suara. "Terima kasih atas bantuan Cu-cengcu, berkat kasiat Pi-tok cu, kadar racun dalam tubuh Lolap sudah tersapu bersih, tapi karena cukup lama Lwekang buyar, mungkin dalam dua-tiga hari ini baru bisa pulih seperti sediakala." Kun-gi terima mutiara yang dikembalikan, iapun berkata dengan gelombang suara. "Ku hatur-kan selamat kepada Taysu." "Budi dan bantuan cengcu menyembuhkan racun yang membuyarkan Lwekangku ini takkan terlupakan selama hidupku, entah apa pula rencana Cu-cengcu selanjutnya?" "Dalam tahap permulaan ini, rencana sih belum ada, lebih baik kita bekerja melihat perkembangan selanjutnya saja". Lok-san Taysu manggut2, katanya. "Betul ucapan Cu-cengcu, menurut penyelidikan dan pengawasan Lolap selama tiga bulan ini, Cek Seng-jiang adalah manusia cerdik yang licik dan licin, banyak akal muslihatnya, terang dia bukan biang-keladi dalam peristiwa ini, umpama betul ada muslihat, sekarang masih sukar dijajaki sampai di mana tujuan mereka yang sebenarnya, terutama kalau di belakang layarperistiwainiadaorang lainyang mengendalikan." Berpikir sejenak. lalu Kun-gi berkata. "Bagaimana pendapat Taysu tentang Tong Thian-jong dan Un It-hong?" "Selama tiga bulan berkumpul dengan mereka, pengalaman merekapun sama seperti kita, walau Cek Seng-jiang ada maksud merangkul mereka, segala keperluan mereka dilayani serba berlebihan, tapi selama ini mereka tak pernah bertekuk lutut, menurut hemat Lolap. boleh Cu-cengcu secara diam2 bantu mereka melenyapkan kadar racun di tubuh mereka, dengan gabungan kekuatan kita berempat mungkin lebih gampang menyelidiki tujuan mereka yang sebenarnya menculik kita kemari dan dari mana asal mula getah beracun ini." "Pendapat Taysu memang tepat, cayhe akan bekerja menurut keadaan," Kata Kun-gi. Untuk menjaga percakapan mereka tidak didengar orang maka mereka pura2 bicara pula tentang penyelidikan getah beracun itu, berselang agak lama baru Kun-gi pamitan-Kembali ke kamar kerjanya, sengaja dia mencelup ujung jarum ke dalam getah beracun, lalu di-amat2i serta berpikir sambil mengerut kening. Betul juga belum lama dia kembali ke kamar, secara diam2 Longgwat sudah menarik pintu terus menyelinap masuk. dengan senyum manis dia memberi hormat, katanya. "Cu-cengcu tentu sudah letih, santapan siang sudah kuantar kemari, silakan makan dulu." Dengan hati2 Kun-gi letakkan jarum perak serta getah beracun di atas tatakan, lalu disimpan ke dalam lemari serta dikunci. Waktu dia memasuki kamar makan, hidangan memang sudah di-persiapkan, Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un it-hong sudah datang lebih dulu dan sedang menunggu kehadirannya. Ling Kun-gi, Tong Thian-jong dan Un It-hiong sama doyan arak dan melalap hidangan yang tersedia dengan lahapnya, hanya Lok san Taysu yang ciajay (makan vegetarian) dan cuma minum teh, tapi mereka bicara amat cocok dan tak habis2 bahan yang mereka bicarakan-Habis makan mereka duduk pula sebentar di kamar samping, lalu kembali ke kamar kerja masing2 melanjutkan tugas mereka. Lewat lohor, Kun-gi istirahat sebentar, lalu keluar berkunjung ke kamar kerja Tong Thian-jong. Kontak pembicaraan mereka sudah tentu seperti pembicaraan Kun-gi dengan Lok-san Taysu. cuma kali ini Kun-gi perlihatkan pedang pendak pemberian Tong-lohujin serta menjelaskan asal usul sendiri secara ringkas, cara bagaimana dia menyamar ciam-Liong Cu Bun-hoa untuk menyelundup ke sarang musuh ini. Akhirnya dia keluarkan Pi-tok-cu, sehingga racun yang mengganggu di tubuh Tong Thian-jong pun berhasil dicuci bersih. Hari kedua pada waktu yang sama, dengan cara yang sama dia berkunjung ke tempat Un It-hong serta melenyapkan racun di tubuhnya juga. Langkah pertama ini dia telah berhasil dengan baik, sudah tentu tetap di luar tahu Ling-hong dan Long-gwat, kedua pelayan yang selalu mengawasi gerak-gerik mereka setiap hari, apa yang mereka lihat dan perkembangan apa yang terjadi pasti dilaporkan kepada sang cengcu alias CekSeng-jiang. Dan Cek Seng jiang justeru menaruh curiga, maklumlah ciam- liong Cu Bun-hoa seorang tokoh kosen, namanya juga beken, setelah diundang kemari dengan cara penculikan, meski dilayani sebagai tamu agung terhormat betapapun di tempat ini dia akan selalu kehilangan kebebasan, tak mungkin sedemikian getol dan besar perhatiannya terhadap getah beracun serta berusaha menemukan obat penawarnya. oleh karena itu dia perintahkan kepada Ling-hong dan Long-gwat yang ada di Hiat-ko-cay, serta Hing-hoa yang ada di kamar obat, serta ing-jun yang ada di kamar Cu Bun-hoa, untuk lebih memperketat pengawasan terhadap cu Bun -hoa. Disamping dia suruh anak angkatnya Dian Tiong-pit bertanggung jawab untuk memperkuat penjagaan dan pengintipan, setiap saat harusselalu mengawasigerak-gerik keempat"tamu agung" Itu. Sudah tiga hari Ling Kun-gi melakukan tugas kerja di Hiat-ko-cay. selama tiga hari ini dia sibuk, botol2 besar kecil sama berserakan di atas meja kerjanya, ada puyer, ada cairan obat, ada pula dedaunan, maka kamar kerjanya itu diliputi bau obat yang tebal. Sudah tentu Cek Seng-jiang tidak percaya begitu saja bahwa dia betul sedang menyelidiki obat penawar, dia berpendapat gairah kerjanya itu justeru sedang berdaya untuk menemukan obat penawar Lwekang yang ada ditubuhnya. Untuk soal ini dia tidak perlu kuatir, karena di dalam kamar obat itu hakikatnya tiada satupun bahan obat yang tulen untuk meramu obat penawar racun yang membuyarkan Lwekang mereka. Terutama "tamu" Yang telah berada di Coat Sin-san-ceng, tumbuh sayappun jangan harap bisa terbang keluar. Tengah hari ketiga, setelah makan siang, seorang diri Kun-gi beranjak ke kamar kerja sendiri, perasaannya terasa berat seperti dibebani apa-apa. Karena selama tiga hari ini, setelah berlangsung pembicaraan dengan Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un Ithong, walau dia sudah punahkan racun di badan mereka, namun persoalan pelik yang mereka hadapi dan sukar diatasi masih ber- tumpuk2. Umpamanya. "Kenapa Cek Seng-jiang bersusah payah dengan berbagai muslihat mengundang mereka kemari? Sudah tentu soal getah beracun ciptaan Sam-goan hwe yang diceritakan itu tak boleh dipercaya, kalau tidak mau dikatakan hanya bualan belaka, tapi dari mana sebetulnya getah beracun itu? Kenapa dia ingin cepat2 memperoleh obat penawarnya? Lok-san Taysu berpendapat, Cek Seng-jiang adalah orang yang diberi tugas mengepalai Coat Sin-san-ceng dan minta mereka berdaya menemukan obat penawarnya, di belakang tabir semua persoalan ini tentu masih ada biang keladinya. Lalu siapa orang yang ada dibaliktabir? Apa pula tujuannya? Waktu datang jelas terlihat dirinya berada di depan sebuah perkampangan di kaki bukit, kenapa kenyataan Coat Sin-san-ceng sekarang dikelilingi air, di luar lingkaran air dipagari gunung pula? Umpama mereka tumbuh sayap juga jangan harap bisa terbang pergi. Sudah tentu persoalan yang paling penting adalah getah beracun itu, menurut Tong Thian jong dan Un It-hong yang ahli di bidang racun, getah yang amat keras kadar racunnya ini sungguh sulit untuk meramu obat penawarnya. Walau komplotan ini mempunyai getah beracun yang begini lihay, tapi selama obat penawarnya belum diperoleh, mereka masih jeri dan ragu2 untuk bergerak. tapi betapapun hal ini cukup prihatin dan besar bahayanya. Seumpama seperti apa yang dikatakan Cek Seng Jiang, mereka bertindak terhadap golongan hitam atau aliran putih dari kaum persilatan, maka petaka yang akan menimpa setiap insan persilatan sungguh sukar dibayangkan- Duduk di belakang meja kerjanya, pikiran Ling Kun-gi semakin butek. semakin dia pikir terasa persoalan semakin ruwet dan sukar diraba. Mendadak terpikir olehnya, segala persoalan yang dihadapinya melulu menyangkut getah beracun ini, semua persoalan timbul juga karena getah beracun ini, kalau obat penawarnya bisa ditemukan, segala persoalan dengan sendirinya tiada lagi. Mengingat obat penawar, seketika dia teringat pada Pi-tok-cu di dalam kantongnya. Pi-tok-cu dapat menawarkan segala macam racun di jagat ini, sudah tentu bisa pula menawarkan kadar racun getah itu. Segera dia merogoh keluar mutiaranya. dengan hati2 dan pelan2 dia tutulkan mutiaranya ke atas getah yang dia taruh di tatakan-Sungguh tak terduga hanya sedikit menutul saja, mendadak terdengar suara "ces" Yang cukup keras dipermukaan tatakan, bunyi seperti lembar besi yang membara tiba2 di masukkan ke dalam air, getah beracun yang ada di tatakan seketika mengepulkan asap kuning yang tebal. Keruan kaget Kun-gi bukan main, lekas dia periksa Pi-tok-cu di tangannya, untung tidak kurang suatu apa2. Pada saat itulah, didengarnya pintu kamar kerjanya terbuka, Long-gwat, pelayannya secara diam2 melangkah masuk membawa poci berisi air teh. Untung Kun-gi cukup cekatan, lekas dia sembunyikan mutiarakedalambajunya. Sudah tentu Long-gwat sempat melihat asap kuning yang menguap dari tatakan, matanya mengerling Kun-gi, katanya tertawa. "Kenapa Cu-cengcu tidak istirahat sebentar? Sibuk kerja terus." Kun-gi angkat kepala sambil berkata tertawa. "Saking iseng, Lohu coba2 pakai beberapa macam obat ini untuk mencoba kadar racunnya." "Semangat kerja cu cengcu memang menyala2 ...." Sembari bicara dia maju mendekati meja, baru saja dia mau menuang secangkir teh untuk Kun-gi. Mendadak ia menjerit tertahan, cang-kir dan poci dia taruh di atas meja, serunya kegirangan. "Cu-cengcu, kau berhasil coba lihat, getah di tatakan ini sekarang berubah menjadi air bening." Memang betul, setelah asap kuning lenyap dari permukaan tatakan, getah setengah tatakan yang semula berwarna hitam legam kini telah berubah menjadi air bening. Karena Long-gwat tadi masuk secara mendadak. Kun-gi sibuk menyembunyikan mutiara, bukan saja tidak memperhatikan perubahan yang terjadi di dalam tatakan, malah sekenanya dia bilang sedang mencoba dengan beberapa macam jenis obat. Kini setelah mendengar teriakan Long-gwat, diam2 ia mengeluh. "Wah, terlihat oleh dia, urusan mungkin bisa runyam?" Terpaksa dia harus bersikap kejut2 girang. segera ia pura2 periksa air bening di dalam tatakandenganseksama, akhirnyaiabergelaktertawa. Dengan tertawa senang Long-gwat memberi hormat kepada Kungi, katanya. "Selamat cu-ceng-cu pasti akan berhasil menemukan obat penawarnya." Tiba2 berubah kaku mimik tawa Kun-gi, kedua matanyapun jelalatan kian kemari sementara tangan sibuk membalik2 botol diatas meja yang berserakan, dengan lagak gugup tangan yang lain garuk2 kepala, serunya. "celaka, barusan Lohu ambil beberapa macam obat terus diaduk dan diramu jadi satu, entah obat2 mana saja tadi yang telah kugunakan untuk menawarkan getah beracun ini?" Long gwat tertawa, katanya. "cu-cengcu sudah berhasil menawarkan getah beracun ini, asal dicoba lagi beberapa kali pasti akan berhasil ditemukan dengan mudah, ini kabar baik, sungguh gembira, sayangcengcukitatidakdirumah...." Tergerakhati Kun-gi, tanyanya."Cek-cengcupergi ke mana?" "Hamba tidak tahu, semalam cengcu keluar, mungkin besok malam baru pulang," Lalu dia tuang secangkir teh dan berkata. "cengcu tiada, tapi ada Kongcu yang bertanggung jawab di sini, Cucengcu berhasil menawarkan getah beracun ini, hamba harus segera melaporkan kabar baik ini kepada Kongcu." Habis bicara pelayan itu terus berlari keluar. "Nona, tunggusebentar,"cegahKun-gi. "Cu-cengcu ada pesan apa?" Seru Long-gwat berhenti. "Kongcu yang nona katakan, tentunya anak Cek-cengcu?" "Dian-kongcu adalah anak angkat cengcu kita." "Entah siapakah nama Dian-kongcu?" "Dian-kongcu bernama Tiong-pit." Ling Kun-gi manggut2, katanya sambil mengelus jenggot. "Getah beracun ini hanya secara kebetulan dapat kupunahkan, tapi belum bisa aku menemukan obat2 ramuan yang mana adalah penawar yang sebenarnya, kalau dikatakan berhasil maka baru lima puluh persen saja, perlu kucoba pula untuk beberapa kali, oleh karena itu, kukira hal ini belum saatnya untuk dilaporkan kepada Kongcu kalian ........" "Hamba tahu, tapi kalau hal ini tidak kulaporkan, bisa jadi kepalakuakandipenggal?"habisberkataburu2 dia berlari pergi. Kun-gi jadi menjublek di tempatnya, pada saat dia ragu2 dan merancang sikap apa yang harus dia lakukan untuk menghadapi perkembangan selanjutnya, tampak daun pintu terdorong, Ling- hong tampak berlari masuk sambil berseri senang, katanya sambil memberi hormat. "Konon Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun, buru2 hamba kemari menyampaikan selamat kepada Cucengcu." Kun-gi bergelak tertawa, katanya. "Terima kasih nona, Lohu hanya menemukan obat penawarnya secara kebetulan." "Itupun berkat usaha Cu-cengcu. Konon getah beracun ini tiada obat penawarnya di dunia ini, kini kenyataan Cu-cengcu berhasil menawarkannya,"demikian Ling-hong. "Ah, masih terlalu pagi untuk dikatakan berhasil," Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Ujar Kun-gi. Tengah bicara, tampak Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un It-hong yang mendengar kabar itu serempak juga masuk ke kamarnya. Lekas Ling-hong mengundurkan diri. "omitohud" Lok-san Taysu bersabda. "Lolap dengar Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun itu, sungguh menyenangkan dan harus diberi selamat" Habis berkata lalu dengan Thoan-im-jip-bit dia bertanya. "Apa yang telah terjadi?" Untuk memberi kesempatan Lok-san Taysu bicara dengan Kun-gi, sengaja Tong Thian-jong tertawa keras, katanya. "Cu-heng memang lihay, tiga bulan kami bersusah payah tanpa berhasil, hanya tiga hari Cu-heng datang lantas berhasil memunahkan getah beracun ini." "Ah, mana, mana?" Ujar Kun-gi merendah hati, lalu dia jelaskan kejadian tadi. Un It-hong lantas menyambung "Dalam waktu singkat ini pasti Cu-heng bisa meramu obat penawar yang lebih sempurna lagi" Berkerut alis Lok-san Taysu, sejenak dia merenung, katanya dengan mengirim gelombang suara. "Bahwa Pi-tok-cu dapat memunahkan getah beracun memang satu hal yang patut dibuat girang, selanjutnya getah beracun ini tidak perlu ditakuti lagi, tapi hal ini sudah telanjur terjadi, Cek Seng-jiang pasti akan mendesakmu agar selekasnya meramu obat penawarnya yang asli, sementara waktu mungkin kau bisa berpura2, kalau sampai ber- larut2 lama mungkin mereka akan curiga." "Biarlah kita bekerja melihat gelagat saja," Sahut Kun-gi. "yang penting, sekarang kita harus selekasnya menemukan muslihat dan tujuan mereka? Siapa pula yang berada dibelakang layar mengendalikan Cek Seng-jiang? Kalau sekaligus dapat kita bongkar seluruhnya, sudahtentubaiksekali." Sampai di situ pembicaraan mereka, tampak Ling-hong melangkah datang dengan cepat, katanya memberi hormat. "Lapor Cu-cengcu, Kongcu kami tiba." Terdengar langkah ringan dengan ter-buru2, cepat sekali Long- gwat telah mendorong pintu. Tampak seorang pemuda berjubah biru dengan gelung rambut berkundai emas di atas kepala melangkah masuk dengan bersenyum, katanya sambil menjura. "Siautit Dian Tiong-pit memberisalamhormat kepadapamancu." Sekarang lebih nyata bagi Kun-gi bahwa Dian Tiong-pit ini memang pemuda baju biru yang telah dikuntitnya sejak dari Kayhong itu, lekas iapun membalas hormat, katanya. "Dian-siheng tak perlu banyak adat." Alis menegak. mata besar bersinar, sikap gagah dan kereng, demikianlah keadaan Dian Tiong-pit, kini dia bersikap hormat dan ramah, ber-turut2 ia-pun memberi salam kepada Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un It-hong, lalu berkata pula kepada Kun-gi. "Siautit dengar katanya paman cu berhasil memunahkan getah beracun, inilah kabar gembira, sungguh keberuntungan besar kaum persilatan di seluruh jagat pula, sayang Gihu kebetulan keluar rumah, sengaja Siautit kemari menyampaikan selamat, sekaligus mohon pamancuda-tangke Kiam-kheksebetaruntukbicara." "Khian-khek memang belum pernah dikunjungi, kebetulan sekiranya dirinya diajak kesana, lekas Ling-Kun-gi berkata. "Terima kasih atas undangan Dian-siheng. Baiklah Lohu iringi kehendakmu." Terunjuk rasa senang pada wajah Dian Tiong-pit, katanya. "Baik, silahkan paman cu" Berkelebat rona curiga pada sorot mata Tong Thian-jong, lekas dia berkata dengan Thoan-im-jip-bit kepada Ling Kun-gi. "Sorot mata bocah she Dian ini agak mencurigakan, Ling-lote harus hati2." Kun-gi memberi hormat dan pamit sebentar kepada Lok-san Taysu bertiga terus keluar. Pada saat bicara, diam2 dia mengangguk kepada Tong Thian-jong. Dian Tiong-pitpun memberi hormat dan mohon pamit kepada mereka bertiga, lalu berkata. "Marilah Siautit menunjukkan jalannya." Lalu dia mendahului berjalan di muka. Khiam-khek terletak bagian ujung barat, sekitarnya dikelingi air, tepat di tengah2 air sana berderet tiga petak gardu yang dikelilingi pagar kayu,jembatan batu yang menghubungkan darat dan ketiga gardu itu berliku sembilan kali, letaknya kebetulan saling berhadapan dengan Hiat-jo-cay di sebelah timur sana. Di bawah iringan Dian Tiong pit, setelah melewati jembatan batu sembilan liku, langsung menuju ke deretan tiga gardu di tengah air sana, gardu ini ditabiri kerai bambu, kelihatan amat hening dan tenteram, Baru saja mereka tiba di depan gardu, seorang dayang pakaian hijau segera menyingkap kerai dan membungkuk hormat kepada Dian Tiong-pit, katanya. "Siancu sudah menunggu di dalam gardu, harap Kongcu mengiringi Cu-cengcu ke dalam menemui beliau." DianTiong-pitmembalikdan menyilakan,"Silahkanpamancu" "Lohu baru datang, Dian-siheng jangan sungkan, silakan tunjuk jalannya," Ujar Kun-gi. Ter-paksa Dian Tiong-pit beranjak masuk lebih dulu. Itulah sebuah kamar tamu yang kecil tapi terpajang serba sederhana dan serasi dengan keadaan dan suasana, meja kursi seluruhnya terbuat dari bambu kuning, pada sebuah kursi yang terletak di sebelah atas duduk seorang nyonya muda berpakaian ala puterikeraton, melihat Dian Tiong-pit masuk mengiringi Ling Kun-gi, matanya me-ngerling pelan2 berdiri. Sekali pandang, Kun-gi lantas kenal nyonya muda yang dipanggil Siancu ini ternyata adalah Hian-ih-lo-sat. Hal ini tidak menjadikan dia heran atau kaget, karena Hian-ih-losat memang sekomplotan dengan peristiwa Cin-Cu-ling itu. Lekas Dian Tiong-pit maju memberi hormat, katanya. "coh ih (bibi coh), paman cu telah da-tang." Lalu dia berkata kepada Ling Kun-gi. "inilah bibi coh, anggota keluarga Gihu, ayah sedang keluar, segala urusan besar-kecil dalam Coat Sin-san-ceng ini ada bibi coh yang mengurus dan bertanggung jawab, tadi mendapat laporan bahwa paman cu berhasil memunahkan getah beracun, maka beliau ingin berhadapan dengan paman cu maka Siautit diperintahkan mengundang paman Cu kemari." Pada saat Dian Tiong-pit bicara, sepasang mata Hian-ih-to sat menatap Kun-gi lekat2 kini iapun berkata dengan tersenyum. "Sudah lama ku-dengar nama besar Cu-cengcu dari Liong-bin-sanceng, hari ini dapat berhadapan dan ternyata memang tidak bernama kosong." Lalu dia melirik Dian Tiong-pit dan mengomel. "Dian-toasiauya, Cu-cengcu adalah tamu kita, lekas silakan duduk" Ter-sipu2 Dian Tiong-pit mengiakan, dan angkat tangan. "Silakan dudukpaman cu" Kun-gi memberi hormat pada Hian-ih-lo-sat, katanya. "Kiranya nona coh, beruntung dapat bertemu." Lalu dia duduk di hadapan Hian-ih-lo-sat. Dian Tiong-pit hanya berdiri saja di samping dengan sikap hormat. Pelayan masuk menyuguhkan air teh. Kata Hian-ih-lo-sat. "Silakan minim Cu-cengcu." Lalu dia berpaling pada Dian Tiong-pit di samping. "Aku mau bicara dengan Cu-cengcu, kau boleh keluar saja." Dian Tiong-pit mengiakan dan mohon diri. Segera Kun gi berkata sambil menatap muka orang. "nona coh mengundangku kemari, entah ada urusan apa?" "Dalam waktu dua hari Cu-cengcu berhasil memunahkan getah beracun yang tiada obat penawarnya di kolong langit ini, sungguh suatuhalyang menggembirakan, tapijuga agak mengherankan." Tergerak hati Kun-gi, katanya. "Darimana nona tahu kalau getah beracun milikSam-goan-hwe itutiadaobatpenawarnya?" Melenggong Hian-ih-lo-sat oleh pertanyaan yang tak pernah diduganya ini, dia bersenyum lebar, katanya. "Paling tidak sebelum hasilCu-cengcu ini, racun ini tiadaobatpenawarnya. " "Sebetulnya cayhe juga tidak yakin, namun kegaiban telah terjadi secara kebetulan, sejauh ini caybe masih belum tahu kenapa macam obat di antaranya yang cocok dalam ramuan itu untuk mengubah getah beracun itu menjadi air bening? Semula kupikir sebelum semua ini menjadi sempurna, sebaiknya hal ini jangan diketahui orang banyak." "o,jadiCu-cengcu maumenyembunyikankesuksesanmuini?" Ling Kun-gi menyengir, katanya. "Ada sesuatu yang tidak nona coh ketahui, usahaku ini baru berhasil dalam langkah permulaan, perlu diselidiki lebih mendalam pula, setelah diadakan beberapa kali percobaan pula baru akan bisa ditemukan obat penawarnya yang benar2 tulen." "Entah berapa lama Cu-cengcu akan menemukan obat penawarnya yang tulen itu?" "Sukar dikatakan, yang terang aku akan kerja keras." Pembicaraan soal getah beracun berakhir sampai di sini. Tapi Hian-ih-lo-sat kelihatannya suka ngobrol, dia unjuk senyum menggiurkan kepada Kun-gi, lalu bertanya. "Kudengar Cu-cengcu punya seorang puteri yang cantik, orang2 Kangouw memanggilnya Liong-bin-it-hong, entah siapa namanya dan berapa usianya?" Diam2 Kun-gi mengeluh dalam hati, hal2 yang ditanyakan ini padahal tidak pernah dia ketahui sebelumnya, beruntung dia tahu kalau Pui Ji-ping punya seorang Piauci, usianya sebaya meski agak lebih tua sedikit, kalau Pui Ji-ping berusia 19 ia yang selama bicara Ji-ping tidak menyebut siapa piaucinya, kini Hian-ih-lo-sat bertanya, otaknya yang cerdik segera berpikir kalau Piau-moay bernama Jiping, bukan mustahil sang Piauci bernama Ji-lan, maka dengan gelak. tertawa dia menjawab. "Puteri-ku bernama Ji-lan, tahun ini berusia 19" Hian-ih-lo-sat tersenyum manis, katanya. "Cu-cengcu, di sini ada seorang, entah kau mengenalnya tidak?" Lalu dia berpaling dan berseru. "Giok-je, suruhlah Ho Tang-seng kemari." Seorang pelayan di luar pintu segera meng ia-kan terus berlalu. Diam2 Kun-gi menimang2. "Entah siapa pulia Ho Tang-seng ini? Kenapa dia menyuruhnya kemari? Mungkinkah dia kenal baik dengan cu-ceng-cu? " Cepat sekali pelayan itu sudah kembali dan berseru. "Lapor Siancu, Ho Tang-seng sudah datang." "Suruh dia masuk" Kerai disingkap. masuklah seorang laki2, bermuka burik beralis tebal dan berpakaian ketat warna ungu, dengan munduk2 dia memberi hormat serta berseru. "Hamba Ho Tang-seng menghadap Siancu." "Ya," Hian-ih-lo-sat tertawa, katanya. "Cu-cengcu masih mengenalnya?" "Ho-congsu ini memang seperti pernah kulihat entah di mana." Seperti tertawa tapi tidak tertawa Hian-ih-lo-sat meliriknya, katanya. "Ho Tang seng, hayo mem-beri hormat kepada Cu- cengcu." "congsutidakusah banyakadat." Hian-ih-lo-sat Cekikan, katanya. "Kalau demikian, Cu-cengcu tidak menyalahkan dia telah berkhianat terhadap perkampunganmu, kinidia mondokdiperkampungankami." Diam2 tersirap darah Ling Kun-gi, bila Ho Tang-seng betul2 orang dari Liong-bin-san-ceng. kalau anak buah saja tidak kenal, bukankah diri-nya telah menunjukkan gejala2 kurang sehat? Untung otaknya encer, sorot matanya menunjukkan perasaan dingin menampilkan amarah yang tertekan, katanya tawar sambil mengelus jenggot. "cay-he sendiri telah kini menjadi tawanan di sini, apa-lagi hanyaseoranganakbuahku?" Hian-ih-lo-sat tetap tersenyum, katanya. "Ho Tang-seng tiada tempat berpijak di Liong-bin-san-ceng, maka terpaksa dia lari kemari, harap Cu-cengcu tidak marah " Lalu dia berpaling dan tanya pada orang itu "Berapa tahun kau berada di Liong-bin-san-ceng?" "Dua tahun," Sahut Ho Tang-seng. "Cu-cengcu punya seorang puteri, siapa namanya dan berapa usianya, kau tahu?" "siocia bernama Ya-khim, berusia 19." Hian-ih-lo-sat manggut2, tangannya mengulap. katanya. "Kau boleh pergi." Ho Tang seng segera mengundurkan diri. Rada kelam air muka Hian-ih-lo-sat, kata-nya menatap Ling Kungi dengan nada setengah menyindir. "cu cengcu, menyebut nama puterimu sendiri kok salah?" Berubah roman Kun-gi, katanya dengan gusar. "Apakah tidak keterlaluan kata2 nona?" "Bicara terus terang, kurasa wajah Cu-cengcu mungkin juga dirias sedemikian rupa." Sikap Kun-gi semakin garang, katanya. "Lo-hu berjalan tidak perlu ganti nama, duduk tidak perlu mengubah she, kenapa harus pakai meriasdirisegala?" "Memangnya aku juga berpikir demikian, tapi melihat kenyataannya mau tidak mau aku harus bercuriga." "Maksud nona, kalian salah mengundangku kemari?" "Mungkin demikian, cuma kupikir apakah kau sengaja mewakili Cu-cengcu kemari." "Sengaja mewakili Cu-cengcu?" Kata2 ini betul2 menggetar sanubari Ling Kun-gi, diam2 ia kerahkan tenaga di tangan kiri, mukanya kereng, katanya. "Apa, maksud nona?" "Jangan marah Cu-cengcu, aku hanya ingin membongkar rahasia hatiku sendiri, tiada maksud jahat terhadapmu," Tanpa menunggu Kun-gi bersuara, dia lantas menambahkan. "peduli Cu-cengcu tulen atau palsu kau tetap adalah tamu agung terhormat di Coat Sin-sanceng ini." Kun-gi bersikap tidak mengerti, katanya sambil menatap Hian-ihlo-sat. "Apa maksud nona sebenarnya?" "Dihadapan seorang asli tidak perlu berbohong," Tiba2 Hian-ih-losat cekikikan. "semalam di Liong-bun-kin aku menawan seorang, kalau dibandingkan dengan kau "Cu-cengcu", dia agak sedikit mirip." "Agaksedikitmirip", maksudnyaorangyangdibekuknyasemalam itupastiadalah ciam-Liong Cu Bun-hoayangtulen. Semula Kun-gi masih ragu, tapi setelah dia hitung waktunya, memang saatnya tepat sesuai janji Cu Bun-hoa untuk meluruk kemari menolong dirinya dari luar, jadi kini cu Bun-boa telah tertawan oleh musuh. Bagaimana ilmu silat Cu Bun-hoa ia sendiri tidak tahu. Tetapi Kim Kay-thay, Un It-kiau, Lam-kiang-it-ki dan tokoh2 silat lainnya ber-turut2 menghilang, kemungkinan semuanya telah menjadi tawanan komplotan Cin-Cu-ling, bahwa ciam-Liong juga menjadi tawanannya, kiranya dapat dipercaya. Cuma di mana orang2 ini di sekap? Apakah di dalam Coat Sin- san-ceng juga? Mendadak dia ingat pada ibunya yang telah menghilang beberapa waktu lamanya, kemungkinan beliau juga terkurung bersama orang banyak ini. Bukan Mustahil di taman bunga initerdapat kamar tahanan dibawah tanah. Melihat sekian lama orang tidak bersuara, dengan suara lembut Hian-ih-lo-sat berkata pula. "Kini kau sudah percaya?" "Lohu justeru tidak percaya, di kolong langit ini mana bisa muncul dua ciam-Liong Cu Bun-hoa sekaligus." "Yang tulen tentu hanya satu, kalau Cu-Ceng cu punya minat, bisa kubawa kau melihatnya," Demikian ajak Hian-ih-lo-sat. "Baiksekali, Lohu memang ada maksud ini." "Bolehkah ini dinamakan pertemuan dua naga? Dua ciam-long bernama Cu Bun-hoa akan saling berhadapan, kisah ini tentu akan menjadidongeng yang mengasyikandi Bu-lim." LingKun-giberdiri, katanya."Dimanadia?" "Mari Cu-cengcu ikut aku," Lalu Hian-ih-lo-sat menuju gardu atau paseban sebelah. Agaknya sedikitpun dia tidak menaruh prasangka apa2, dia berjalan di depan membelakangi Ling Kun-gi, seluruh Hiat-to di belakangnya berarti terpampang di hadapan anak muda itu. Jarak kedua orangpun amat dekat, asal mau ulur tangan Kun-gi pasti bisa membekuknya. Tapi Hian-ih-lo-sat berjalan dengan gemulai seolah2 dia yakin bahwa Ling Kun-gi tidak akan berani turun tangan terhadap dirinya. Kun-gi sendiri juga ragu2 dan kebat-kebit, terpaksa ia ikuti masukke sebuahkamar kecildi belakang paseban. Waku ia awasi kamar kecil ini, tampak di sebelah timur sana, di atas sebuah dipan kayu rebah telentang seorang. Wajahnya tampak halus putih, alisnya tebal, jenggot hitam sebatas dada, sekilas pandang dia lantas tahu wajah orang ini mirip sekali dengan muka dirinya, muka asli ciam-Liong Cu Bun-hoa. Sudah tentu Kun-gi tidak tahu bahwa orang ini ciam-Liong tulen ataupalsu?Tanpaterasaia, mengejek."Miripsekalisamarannya." Hian-ih-losat meliriknya, katanya dengan hambar. "Kau tidak percaya kalau dia ini yang tulen?" "Nona coh tadi mengatakan, yang tulen hanya ada satu? Kenapa tidakkau suruh diabangun, supayaLohu menanyaidia" "Membangunkan dia boleh saja, kalau tidak mana Cu-cengcu mau menyerah dan tunduk lahir batin, betul tidak?" Lalu dia menambahkan."cu-,cengcuyangsatuinihanyatertutukjalan darah penidurnya, tolong kau sendiri yang turun tangan membuka Hiat-tonya, kau boleh tanya siapa dia?" Kun-gi mendengus sekali, kuatir dijebak orang, diam2 ia kerahkan tenaga di kedua lengan, pelan2 dia mendekati pembaringan dan membuka Hiat-to penidur Cu Bun-hoa. Cepat sekali Cu Bun-hoa sudah membuka mata dan pelan2 dia bangkit berduduk, keadaannya seperti amat payah dan letih, namun sorot matanya memancarkan amarah, sekilas dia pandang kedua orang ,dihadapannya. Waktu melihat seorang laki2 yang berparas mirip dirinya berdiri di depan pembaringan, sekilas dia tampak melenggong, bentaknya rendah. "Perempuan hina, kalian mau berbuat apa terhadap diriku?" Begitu dia buka suara, Kun-gi lantas tahu bahwa orang ini memang ciam-Liong cu un-hoa yang asli, keruan ia kaget. Hian-ih-lo-sat cekikikan, katanya. Perawan Lembah Wilis Karya Kho Ping Hoo Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH