Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 14


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 14


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Keping besi itu diberikannya kepada nona baju hijau, kata si gadis gaun panjang.   "Mungkin inilah tanda pengenal mereka, dia minta kau membuat lingkaran di beberapa tempat di atas tembok di mana saja yang kau sukai, sekarang kita bakar saja barang peninggalannya ini." "Dia kan sudah meninggal, buat apa aku harus meninggalkan tanda rahasia segala?"   Gerutu gadis baju hijau.   "Memangnya siapa akanperhatikan lingkaranhitamdidindingrumah orang?" "Kukira orang2 Pek-hoa-pang mereka sering mondar-mandir di sini, itulah tanda rahasia untuk melakukan hubungan di antara mereka, tanda yang kau buat pasti akan menimbulkan perhatian pihak mereka"   Sembari bicara dia mendekati Hiolo, lalu katanya pula sambil berpaling.   "Siau Yan keluarkan ketikan apimu."   Pada saat itulah, dari kejauhan tiba2 berkumandang derap kaki kuda ke arah kelenteng ini, tiba2 gadis gaun panjang membalik badan, katanya lirih.   "Ada orang datang" "Lekas, Siocia bakar saja dan kita kembali ke penginapan,"   Kata si nona baju hijau. Tak sempat lagi ujar gadis gaun panjang.   "agaknya mereka memang meluruk kemari, lekas sembunyi"   Ia celingukan, lalu Siau Yan ditariknya menyelinap ke belakang tiga patung besar yang dipuja di kelenteng ini.   Baru saja mereka berjongkok di belakang patung yang penuh gelaga dan berdebu tebal itu, suara derap kuda sudah berhenti di depan kelenteng, dari suaranya yang ramai kemungkinan ada empat-lima orang penunggang kuda yang datang, entah untuk apa mereka datangke kelentengbobrokpada malamgelap begini? Tampak dua bayangan orang melompat masuk ke dalam kelenteng, sinar bulan purnama di luar cukup terang, kedua orang ini tampak berperawakan sedang, semua memakai baju dan celana setelan hijau, masing2 menggendong buntalan panjang di belakang punggung, kakinya mengenakan sepatu tinggi, langkahnya ringan cekatan, jelas mereka memiliki kepandaian yang tidak rendah.   Begitu masuk ke ruang sembayang, sorot mata mereka tampak bercahaya terang, dengan seksama mereka memeriksa sekelilingnya, lalu berpencar ke kanan-kiri, masuk ke arah belakang.   Entah apa yang mereka periksa dan cari, sesaat kemudian mereka sudah putar balik, seorang yang berperawakan lebih tinggi berkata.   "Bagaimana, Poa-heng, di sini saja?".. orang itu manggut2, katanya.   "Tempat ini memang agak sepi, boleh saudara Siang istirahat di sini."   Sementara temannya itu sedang mengeluarkan ketikan api lalu menyalakan lilin, keadaan ruang sembahyang menjadi terang.   Lekas gadis gaun panjang tarik ujung baju si nona baju hijau, mereka mengkeret ke dalam yang lebih gelap.   dari situ mengintip keluar.   Sementara itu dua orasg telah masuk pula sambil menggotong sebuah karung besar, orang di sebelah kiri bertubuh kurus agak pendek, lagaknya seperti anak sekolahan, sementara orang di sebelah kanan adalah kacung pembantunya, karung besar yang mereka gotong tampak agak berat, entah barang apa yang ada di dalamnya?.   Pelan2 dan hati2 sekali kedua orang itu gotong karung itu lalu ditaruh di depan meja sembahyang, pemuda sekolahan itu menarik napas sambil menggeliat, katanya pada kedua orang yang masuk duluan.   "syukur tiba di sini, setiba di tepi sungai besok pihak atas akan mengutus orang menyambut kita, tugas kalian berdua menjadi selesai, dua hari ini membikin susah kalian saja." "Nona terlalu memuji,"   Kata kedua orang yang masuk duluan, "tugas kami adalah Hou-hoa (pengawal bunga/wanita), ini adalah tugas rutin kami."   Ternyata pemuda sekolahan itu adalah samaran seorang nona.   Sementara kacung itu keluarkan sebatang lilin serta disulutnya terus ditancapkan diatas meja.   Keruan kedua orang yang sembunyi di belakang patung menjadi gelisah, pikir mereka.   "celaka, agaknya mereka hendak bermalam di sini, kami sembunyi di tempat sempit dan sekotor ini, bagaimana baiknya?"   Tengah gadis gaun panjang menimang2, tiba2 didengarnya, derap seekor kuda tengah mendatangi pula dari kejauhan, lekas sekali muncul seorang baju hijau dari luar kedua tangannya membopong buntalan besar. "Kau sudah menemui Kang-lotoa?"   Tanya pemuda sekolahan, memapak kedatangan orang itu. Pendatang itu meletakan buntalan besar itu di depan pemuda sekolahan, sahutnya dengan napas memburu.   "Sudah kutemui. Wah, Giokje cici, aku mendengarsebuahberitabesar...."   Pemuda sekolahan itu angkat kepala, katanya. "Berita apa, kau sampai membedal kudamu begitu cepat?"   Sembari bicara dia buka buntalan besar itu, Ternyata isinya adalah makanan, ada pangsit, bakpau, sayur asin dan makanan lainnya yang masih mengepul panas. "Pemuda"   Bernama Giok-je itu lantas berpaling dan memanggil. "Marilah kita semua makan bersama"   Kiranya kedua laki2 yang masuk duluan tadi adalah Hou hoa-su- cia, duta pelindung bunga. mereka duduk mengelilingi buntalan berisi makanan itu serta melalapnya dengan lahapnya. Si baju hijau yang baru datang duduk di samping "pemuda"   Sekolahan bernama Giokje itu, katanya.   "Kabarnya Coat Sin-san-cengsudahboboldan hancur." "coat-sin san-ceng hancur"   Tampak pemuda sekolahan melengak kaget.   "darimana kau dengar kabar ini?" "Kang-lotoa yang bilang,"   Kata si baju hijau.   "berita ini dapat dipercaya, Kang-lotoa sudah mendapat petunjuk dari atas, dia diperintahkan membantu orang2 kita yang melarikan diri bersama orang2 warung teh di Hin-liong itu." "Kau tahu siapa gerangan yang menghancurkan coat-sin-san Ceng?" "Konon orang Siau-lim-pay bergabung dengan Lohujin keluarga Tong dari Sujwan." ..   "Cek Seng-jiang memang tiada di sana, lalu bagaimana Hian-ih-lo-sat?" "Melarikan diri, bagaimana keadaan yang sebenarnya, pihak luar belumtahu jelas." "Lalu keempat tamu agung yang berada di sana?" "Kabarnya semula Hian-ih-lo-sat hendak gunakan mereka sebagai sandera, tak tahunya racun pembuyar Lwekang di tubuh mereka sudah punah, tatkala orang2 keluarga Tong dan para Hwesio menyerbu tiba, keempat tamu agung itupun mendadak berontak. melihat gelagat tidak menguntungkan, Hian-ih-lo-sat lantas lari melalui lorong bawah tanah." "Beberapa bulan sudah berselang, sejak Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un It-hong dikurung di sana tak pernah terjadi suatu apa, tak nyana setelah Cu-cengcu ini datang, racun pembuyar Lwekang mereka lantas punah, bukan mustahil semua itu gara2, Cu-cengcu ini."   Kedua nona yang mencuri dengar dari tempat persembunyian mereka tergetar hatinya, pikir mereka.   "Kiranya ayah diculik mereka." "Giok-je cici"   Terdengar seorang berkata dengan suara tertahan. "katanya orang yang kita tukar itu adalah Cu-cengcu tulen, orang yangkitagusur keluar inihanyalahbarang tiruanbelaka." "Entah siapa dia?"   Ujar "pemuda"   Sekolahan.   "dia berhasil memunahkan getah beracun, juga memunahkan racun penawar Lwekang di tubuh Lok-san Taysu bertiga, jelas kalau diapun seorang ahlidalambidang racun."   Si baju hijau cekikikan, katanya.   "Bukankah kita memang memerlukantenagaahli sepertidia ini?"   Baru saja dia habis bicara, kelima orang yang duduk berkeliling itu tiba2 sama menggeliat dan menguap kantuk.   tubuh merekapun limbung dan akhirnya rebah di lantai.   Gadis gaun panjang berkata.   "Siau Yan, mari turun tangan" "Siocia, jadi kau yang merobohkan mereka?"   Tanya si nona baju hijau tertawa. Gadis gaun panjang melompat turun mendekati karung besar itu, ujarnya.   "Aku akan menolong seseorang." "Menolong orang? Dimana dia?" "Di dalam karung ini." "Siocia tahu siapa yang ada di dalam karung ini?" "Entahlah, tapi dia pasti orang baik2, kebetulan kita pergoki, mana boleh membiarkan mereka menculiknya pergi?" "Siocia, apakah lagi pengikat karung ini harus dipotong?"   Sembari bicara Siau Yan sudah keluarkan sebatang golok kecil melengkung. Baru saja dia bergerak hendak memotong tali pengikat karung, tiba2 didengarnya seorang berkata. "Nona Siau Yan, jangan kau potong dengan pisau."   Nona baju hijau alias Siau Yan berjingkat kaget, tanyanya terbelalak.   "Kau bisa bicara?"   Orang dalam karung tertawa, katanya.   "Aku tidak bisu, sudah tentu bisa bicara." "Siapa kau? Dari mana tahu aku bernama Siau Yan?" "None Siau Yan, bukalah dulu mulut karung ini supaya aku keluar, nanti kujelaskan-"   Gadis gaun panjang mengangguk sambil berkata kepada siau Yan.   "Lepaskan tali pengikatnya"   Sambil melepaskan tali pengikat mulut karung Siau Yan, berkata.   "Aku tahu, tadi kau dengar Siocia panggil namaku, betul tidak?"   Setelahtaliterlepas, diaterus membuka mulut karung lebar2..   Orangdalamkarungpelan2 merangkakbangundanberdiri.   Perawakan orang ini tinggi, mengenakan jubah hijau pupus usianya sekitar 45, wajahnya putih cakap.   jenggot hitam menjuntai menyentuh dada.   cuma kedua alisnya terlalu gombyok, orang akan merasa wajahnya berwatak kejam dan suka membunuh.   sepasang matanya tampak bersinar, terang seolah2 pandangannya dapat meraba jalan pikiran orang, dan orang akan jeri beradu pandang dengan dia.   Gadis gaun panjang jarang mengembara di Kangouw, sudah tentu dia tidak kenal siapa laki2 ini, tapi sekilas melihat sorot mata orang, dia merasa sudah apal dan mengenalnya dengan baik, tak merasa jantungnya berdebar2.   Laki2 berjenggot hitam memberi hormat, katanya tertawa.   "Sungguh cayhetaksangkadapatbertemudengan nonaUn disini."   Melengak si gadis gaun panjang, matanya terbeliak. lekas dia balas memberi hormat dan berkata lirih.   "Entah dimanakah cianpwe bisa kenal diriku?"   Laki2 jenggot hitam tersenyum, katanya.   "Aku sudah mengubah wajah sudah tentu nona tidak mengenalku lagi."   Siau Yan periksa sini dan pandang sana, sekian lama dia menatap wajah orang, lalu menyeletuk.   "Siapakah kau sebenarnya?" "cayhe Ling Kun-gi,"   Kata laki2 jenggot hitam. Seketika merah jengah muka si gadis gaun panjang mendengar nama yang disebut laki2 jenggot hitam, kaget dan girang pula hatinya. Ling Kun-gi, memangnya perjaka ini yang selalu menjadi kenangan dan pujaan hatinya?.   "Kau ini Ling siangkong"   Teriak Siau Yan tidak percaya.   "Kenapa tidak mirip. sejak kapan Ling siangkong memelihara jenggot?"   Ling Kun-gi tertawa, katanya "Tadi aku sudah bilang, aku telah mengubah wajahku."   Lalu dia dia merogoh keluar kantong benang sulam serta diacungkan ke depan Siau Yan, katanya.   "Sekarang percaya tidak?"   Semakin jengah muka si gadis gaun panjang, serunya girang. "Siau Yan, memang betul dia, masakah suara Ling siangkong tidak kau kenali lagi?" "Hihi, lucu dan menarik sekali, kenapa Ling siangkong menyamar begini?"   Seru Siau Yan "Aku sedang menyamar sebagai ciam-liong Cu Bun-hoa, cengcu dari liong-bin-san-ceng."   Lalu Kun-gi berpaling ke arah si gadis bergaun panjang dan katanya pula.   "Waktu di Coat Sin-san-ceng, cayhepernahberkumpul tigaharidengan ayahnona. ..."   Ternyata gadis gaun panjang adalah Un Hoan-kun, sebelum Ling Kun-gi bicara habis, dia sudah menyeletuk.   "Bagaimana ayahku?" "Ayahmu bersama Lok-san Taysu dan Lo-cengcu keluarga Tong dari sujwan semua berada di Coat Sin-san-ceng, mereka sama2 kena racun pembuyar Lwekang, maka kepandaian silat terganggu banyak sekali... ."   Berkerut alis Un Hoan-kun, teriaknya kuatir.   "Lalu bagaimana? MemangnyasiapapenghuniCoatSin-san-ceng itu?" "Nona tidak usah kuatir, ayahmu bertiga sudah kusembuhkan, dari pembicaraan orang2 ini tadi, agaknya Coat Sin-san-ceng sudah diserbu dan bobol oleh para Hwesio Siau-lim serta Lohujin dari keluarga Tong, tentunya ayahmu bertiga juga sudah bebas" "Waktu coat-sin-san-ceng bobol, apakah Ling-siangkong tidak berada di sana?"   Tanya Un Hoan-kun. Ling Kun-gi tertawa, katanya.   "cayhe sudah diselundupkan keluar oleh mereka,"   Melihat bungkusan besar berisi makanan, perutnya seketika keroncongan, katanya pula dengan tertawa. "Sudah dua hari aku berada di dalam karung, perutku sudah berontak minta di isi." "Mereka tidak memberi kau makan?"   Tanya Siau Yan merasa kasihan "Mereka membiusku dengan asap wangi, beberapa Hiat-toku ditutuk pula, seorang yang pingsan selama beberapa hari sudah tentu tidak perlu makan,"   Sembari bicara Kun-gi mendekati buntalan makanan terus duduk bersila, tanpa sungkan dia comot bakpau dan pangsit terus dimakan dengan lahap .. Un Hoan-kun dan Siau Yan ikut merubung maju seperti ingat sesuatu, Siau Yan bertanya.   "Ling siangkong, kenapa tadi kau melarang aku memotong tali itu?" "Aku hanya ingin keluar sebentar dan mengisi perut, nanti aku harus meringkuk dalam karung pula, kalau dipotong talinya, bukankah akan menimbulkan curiga mereka?"   Un Hoan-kun memandangnya penuh rasa mesra, tanyanya. "Ling siangkong sengaja membiarkan diri di culik mereka, maksudmu hendak menyelidik ke sarang harimau."   Ling Kun-gi manggut2, katanya.   "Betul, sudah beberapa bulan ibuku hilang, dengan menyaru cu cengcu dan menyelundup ke Coat Sin-san-ceng tujuanku untuk mencari ibundaku."   Prihatin sikap Un Hoan-kun, katanya.   "Apa Ling siangkong perlu bantuanku?"   Haru dan terima kasih Ling Kun-gi, katanya.   "Tujuanku hanya mencari ibu, tiada niat bentrok dengan mereka, cayhe yakin tidak akan mengalamibahaya, maksud baiknona kuterima di dalamhati."   Menatap orang, lirih suara Un Hoan-kun.   "Tapi kau akan dibawa ke markas pusat Pek-hoa-pang, kau seorang diri, bagaimana hatiku takkan-... ."   Sebetulnya dia hendak mengatakan "takkan kuatir", tapi sampai di situ dia berhenti, mukanya merah jengah dan menunduk. Melihat sikap orang yang malu2, tanpa terasa berdebar juga jantung Ling Kun-gi, katanya..   "Jing sin-tan pemberian nona selalu kubekal, Pi tok-cu warisan keluargakupun selalu kugembol, aku tidak takut obat bius, tidak gentar racun, dengan kepandaian sejati, walau berada di kubangan naga atau sarang harimau, cayhe yakin cukup mampu untuk menyelamatkan diri."   Sampai di sini dia tertawa, lalu menambahkan-"Hanya satu kuharapkan bantuan nona, yaitu setelah aku kenyang nanti, tolong ikat pula mulut karung ini setelah aku masuk kedalamnya, jangan sampai mereka curiga." "Aku tahu"   Ujar Un Hoan-kun manggut2. "Syukur, malam ini bertemu dengan nona, kalau tidak tentu aku kelaparan entah berapa hari lagi,"   Kata Kun-gi berdiri, dia menghabiskan belasan pangsit dan beberapa biji bakpau.   "Nona Un, harap jaga diri baik2, cayhe mohon diri."   Lalu dia masuk kembali ke dalam karung.... Siau Yan lantas mengikat kembali mulut karung dengan tali yang ada. Dengan suara lirih Un Hoan-kun berpesan.   "Ling-siangkong harus hati2 dan waspada, menghadapi setiap persoalan-" "Kalau nona pergi, tolong padamkan api lilin, lalu berikan obat penawar pada mereka.".. "Jangan kuatir, aku bisa bekerja. tanpa meninggalkan bekas apapun"   Sahut Un Hoan-kun. Lalu dia berpesan kepada Siau Yan. "Enduskan obat penawar kepada mereka, kita harus lekas pergi."   Siau Yan mengiakan, lalu berseru.   "Ling-siang-kong, kami pergi ya" "Sampaibertemu lagi."   UjarKun-gi di dalamkarung..   Siau Yan keluarkan obat penawar, dengan kuku jari dia selentik sedikit bubuk kehidung orang2 itu..   Sementara Un Hoan-kun meniup padamapi lilin, cepat2 mereka berkelebatpergi dan menghilang.   Sampai sekian lamanya, kelima orang yang rebah di lantai sama membuka mata.   orang she Siang yang bertubuh sedang itu, segera melompat bangun, dia menyalakan api, dan menyulut lilin, ruang sembahyang kembali terang.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Sret"   Sementara laki2 she Phoa melolos pedang, setangkas kera segera dia melompat ke atas wuwungan, tak kalah sebatnya orang she Siang segera ikut melompat keluar ke arah lain. "Pemuda"   Giokje, segera berpesan "Liau-hoa, Ping-hoa, lekas kalian periksa apakah mulut karung pernah disentuh orang?"   Kedua orang itu mengiakan, bersama mereka menghampiri karung serta memeriksa dengan teliti, lalu kata Liau-hoa.   "Tidak apa2, karung ini masih terikat kencang, tak pernah disinggung orang." "Aneh sekali, lalu kenapa tanpa sebab kita jatuh terpulas bersama."   Ujar "Pemuda"   Giok-je, "Tadi angin bertiup kencang sehingpa lilin padam, aku hanya merasa keadaan mendadak jadi gelap" "mana pernah terpulas?" "Memangnya akupun tetap berada di sini, hanya sekejap api padamdan Siang suciasegera menyalakanapi."   SelaPing-hoa. "Tidak mungkin-..."   Ujar Giok-je, sementara itu tampak orang she Phoa dan she Siang telah melompat masuk. "Ada yang aku temukan, Phoa sucia?"   Tanya Giokje, Orang she Phoa menggeleng, katanya.   "Aku naik ke wuwungan, penduduk di sekitar sini tidak ada, sejauh beberapa li dapat kulihat, tapi tidak ada bayangan orang."   Orang she Siang juga berkata. "Bagian belakang juga tiada orang."   Ternyata mereka lalai akan buntalan makanan yang tertaruh di lantai, paling tidak beberapa buah pangsit dan bakpau telah dilangsir ke perut Ling Kun-gi.   Mereka tiada menduga api yang mendadak padam dalam sekejap itu, siapa yang mampu mencuri makanan mereka? Waktu makan tadi mereka sedang makan minum, hilang beberapa pangsit dan bakpao tentu dikira dimakan oleh mereka sendiri.   Liau-hoa si kacung tiba2 bergidik, katanya jeri.   "Giok-"cici"   Mungkindisini adasetan."   Merindang juga bulu kuduk Ping-hoa, katanya sambil celingukan.   "Ya, angin tadi terasa dingin semilir membuat aku merinding"   Walau merasa curiga, tapi "Pemuda"   Giok-je tak bisa berbuat apa2, katanya.   "Jangan membual, makanan sudah dingin, hayolah dihabiskan bersama." -ooo0dw0ooo Dari penuturan si mawar hitam Cu Jing mengetahui bahwa Ban Jin-cun mungkin mengalami bahaya di tengah jalan, entah kenapa jantungnya jadi dag-dig-dug, semalam suntuk dia gulak-gulik tak bisa nyenyak. Untung dia menunggang kuda Giok-liong-ki, larinya jauh lebih kencang daripada kuda biasa, walau Ban Jin-cun dan-Kho Keh hoa sudah berangkat dulu setengah hari, tapi dia yakin, masih bisa menyusul mereka, Baru saja hari terang tanah dia sudah ber-siap2 terus berangkat keluar kota. Cu Jing jarang keluar pintu, tapi jalan yang harus ditempuhnya ini sudah apal sekali baginya, sepanjang jalan dia bedal kudanya, sampai tengah hari dia tiba di Tong-seng, sepanjang jalan ini tidak dilihatnya bayangan Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa, hatinya semakin murung dan gelisah. Tanpa masuk kota dia mampir di warung makan di pinggir jala n dan makan sekenyangnya. Tak lama kemudian dia sudah congklang kudanya melanjutkan perjalanan Beberapa jam kemudian dia tiba di Sha-cap-li-poh, dipinggir jalan ada orang menjual minuman. Pesat sekali Cu Jing membedal kudanya, tapi sekilas ia melihat di dalam barak penjual minuman tampak bayangan Ban Jin-cun bersama Kho Keh-hoa yang sedang minum sambil istirahat, keruan hatinya girang, lekas dia hentikan kudanya terus melompat masuk. serunya tertawa. Ban-heng, Kho-heng, kirauya kalian berada di sini, beruntung aku bisa susul kalian"   Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa berdiri menyambut kedatangannya.   "Silakan duduk Cu-heng"   Kata Kho Keh-hoa. CuJingdudukdisamping mereka, dia mintasecangkirteh. Mengawasi Cu Jing, Ban Jin-cun bertanya.   "Cu-heng menyusul kemari, entah ada urusan apa?"   Merah muka Cu Jing, katanya.   "Kalau tidak ada urusan buat apa jauh2 aku menyusul kemari?"   Tanpa tunggu pertanyaan lagi, dia balas bertanya.   "Kalian tidak mengalamisesuatu kesukarandalamperjalanan?" "Tidak."   Sahut Ban Jin-cun heran.   "Cu-heng mengalami kejadian apa?" "Jadi mereka belum bergerak"   Cu Jing menghela napas lega. "Cu-heng mendengar berita apa?"   Tanya Kho Keh-hoa. "Semalam aku bertemu seorang anggota Pek-hoa-pang,"   Demikian tutur cu-Jing.   "dia bilang komplotan jahat Hek-liong-hwe mungkin hendak melakukan pencegatan terhadap kalian-.." "Pek-hoa-pang?, Hek-liong-hwe?"   Tanya Ban Jin-cun kepada Koh Keh-hoa.   "Belum pernah kudengar nama ini, saudara Kho tahu?" "Aku juga belum pernah dengar,"   Sahut Kho Keh-hoa. "Cu-heng, apa pula yang dikatakan?"   Tanya Ban Jin-cun. Sementara pemilik warung seorang kakek tua menyuguhkan secangkir teh, Setelah orang pergi baru Cu Jing menceritakan pengalamannya semalam. "Hek-liong-hwe"   Ujar Ban Jin-cun.   "kukira suatu sindikat gelap dari Kangouw, memangnya punya permusuhan apa mereka dengan keluarga kita,? Kenapa ingin main bunuh?" "Memangnya kita hendak cari mereka, kebetulan biar mereka rasakan kelihayan kita"   Kata Kho Keh hoa. Cu Jing menggeleng, katanya.   "orang2 itu jahat dan banyak muslihatnya, bahwa aku susul kalian ke sini karena kuatir kalian tidaktahuapa2dan dikerjai merekatanpasadar" "Terima kasih atas perhatian Cu-heng"   Kata Ban Jin-cun. Panas muka Cu Jing, matanya memancarkan cahaya, katanya. "Sesama saudara, kenapa sungkan?" "Hayolah kita berangkat.   "ajak Kho Keh-hoa. Ban Jin-cun keluarkan uang bayar rekening, bertiga lantas keluar menuntun kuda. Tanya Ban Jin cun.   "Kalian tahu di mana letak tempattinggal Cu-ki-cudi-Pak-siam-san?" "Kabarnya dia bersemayam di cit-sing-wan (ngarai tujuh bintang),"ujarCuJing.   "cuma akubelumpernahke sana." "Asal tempat itu ada namanya, tidak sulit menemukannya,"   Ujar Ban Jin-cun.   Cu Jing menuntun kuda, Ban Jin-cun dan Kho Keh-hoa tidak membawa tunggangan, maka Giok-liong-ki diumbar jalan sendiri.   Untung jarak Pak-siam-san hanya enam-tujuh li saja, dengan cepat mereka sudah tiba ditempat tujuan, yang tampak hanya gunung gemunung, entah di mana letak cit-sing-wan itu?...   Dikala mereka berjalan sambil Celingukan, dari jalan kecil di lamping gunung sana tampak seorang penebang kayu sedang mendatangi.   Ban Jin-cun lantas menapak maju, katanya sambil memberi hormat.   "Numpang tanya pada Toako ini, entah di mana letakcitsing-wan?"   Sekilas penebang kayu mengamati mereka lalu, menuding ke timur, katanya.   "Dari sini ketimur kira2 lima li, di sana ada Mo-thianhong (bukit pencakar langit) disanalah letaknya cit-sing-wan."   Lalu dia pikul kayu dan pergi. Melihat langkah orang yang ringan dan tangkas seperti orang biasa berlari, diam2 tergerak hati Ban Jin-cun, katanya ragu2. "langkahnya enteng dan cekatan, agaknya seorang persilatan-"   Begitulah mereka terus menuju ke timur, Giok-liong-ki terus mengintil di belakang Cu Jing Jarak lima li sebentar saja sudah mereka tempuh, memang di depan mengadang sebuah puncak yang bertengger tinggi menembus awan, pepohonan yang tumbuh lebat, sungai mengalir mengelilingi bukit, pemandangan permai, hawa sejuk.   Mereka maju terus menyusuri sungai terus menanjak ke atas, di lamping gunung mereka mendapatkan sebuah gubuk beratapalang2kering terdiri daritigapetakberjajar.   Ban Jin-cun berhenti, katanya.   "Disini hanya ada gubuk ini, mungkin itulah tempat semayam Cu-ki-cu."   Tiba di bawah bukit Cu Jing lantas tepuk kudanya dan berkata. "Giok liong-ki, kau diam disana saja, kalau ada orang mengganggumu, cukup kau meringkik panjang sekali saja, tahu tidak?"   Kuda ini sudah paham kata2 orang, matanya berkedip2 seraya bersuara pelahan serta manggut2. "Baiklah, mari ke atas,"   Ajak Cu Jing. Tiba di depan gubuk mereka berhenti, Ban Jin-cun berteriak. "Ada orang di dalam?" "Siapakah di luar?"adaorang menyahutdidalamgubuk. "Kami bersaudara kemari mohon bertemu dengan Cu-ki-cu Totiang,"   Kata Ban Jin-cun.   Daun pintu yang terbuat dari bambu dibuka pelan2, muncullah seorang kakek enam puluhan, pipinya kempot jenggot jarang2 menghiasi dagu, memakai jubah butut warna biru yang sudah luntur warnanya.   Sorot matanya jelilatan seperti mata tikus, dengan seksama dia amati mereka bertiga sebentar lalu bertanya.   "Kalian cariCu-ki-cuada keperluanapa?"   Mendengar nada orang, Ban Jin-cun tahu bahwa orang ini pasti Cu-ki-cu sendiri.   Semula dia membayangkan Cu-ki-cu yang terkenal di kalangan Kangow tentu seorang Tojin yang berpakaian bersih, bersikap agung, seorang pertapa yang berwibawa dan welas asih.   Tapi kakek dihadanan mereka ini berkepala botak berjenggot jarang, mukanya tirus lagi, sekujur badannya tinggal kulit pembungkus tulang, keruan hatinya merasa kecewa, tanyanya.   "ApakahLotiang iniadalah Cu-ki-cu Totiang."   Sebelah tangan mengelus jenggotnya yang jarang2, kakek itu tersenyum, katanya.   "Losiu memang Cu-ki-cu, silakan kalian duduk di dalam." "Ternyata memang Totiang adanya,"   Ujur Ban Jin-cun memberi hormat.   "cayhe bersaudara sudah lama kagum akan nama besar Totiang, kami sengaja kemari mohon petunjuk."   Beramai mereka lantas masuk ke dalam gubug.   Di dalam rumah hanya ada sebuah meja kayu, empat kursi rapuh tanpa ada perabot lainnya lagi.   Setelah silakan tamunya duduk, Cu-ki-cu batuk2 kering, lalu berkata dengan nada menyesal.   "Lohu orang gunung, selama hidup jarang kedatangan tamu, gubugku yang reyot ini tidak sesuai untuk melayani tamu, harap kalian duduk seadanya saja,"   Sembari bicara dia sudah mendahului dudukdi kursi palingdalam. Ban Jin-cun bertiga lantas duduk, katanya.   "Kami bersaudara sengaja mengganggu ketenangan Totiang, mohon Totiang suka memberipenerangan kepadakami." "JadikalianmintaLosiu meramal?"tanyacu-ki-cu "Totiang sudah lama terkenal, luas pengalaman dan pengetahuan, terhadap segala peristiwa dan seluk-beluk Kangeuw amat apal, kami bertiga kemari mohon petunjuk satu hal kepada Totiang." "Tentang apa?"   Tanya Cu-ki-cu. Dari dalam kantongnya Ban Jin-cun keluarkan buntalan kain kecil terus dibeberkan di atas meja, isinya adalah sebentuk senjata rahasia bersegi delapan, dengan kedua tangan dia angsurkan benda itu, katanya.   "Totiang luas pengalaman, entah pernahkah melihat senjata rahasia macam ini?"   Begitu melihat bentuk senjata rahasia itu, tampak berubah air muka Cu-ki-cu, dia terima bersama kain buntalannya, dengan seksama dia bolak-balik memeriksanya, katanya kemudian.   "Sungguh amat menyesal, Losiu hanya tahu senjata rahasia ini dibubuhi racun jahat.   kadar racunnya keras sekali, bentuk senjata rahasia seperti ini memang belum pernah kulihat."-lalu dia bungkus kembali serta dikembalikannya kepada Ban Jin-cun.   Sudah tentu Ban Jin-cun melihat perubahan air muka orang waktu melihat senjata rahasianya tadi, jelas orang sengaja tak mau bicara terus terang, maka dia bertanya lebih lanjut.   "Apakah Totiang pernah dengar di kalangan Kangouw ada suatu perkumpulan gelap yang bernama Hek-liong-hwe?"   Cu-ki-cu tertawa sambil mengelus jenggot, katanya.   "Sudah 20 tahun Losiu mengasingkan diri di sini, jadi sudah lama terasing dari percaturan Kangouw, tapi Losiu dapat memberitahu, 20 tahun yang lalu tiada Hek-liong-hwe dikalangan Kangouw."   Ban Jin-cun menoleh kepada Kho Keh-hoa, sorot matanya seakan2 menyatakan sia2 kedatangannya ini, mereka bertiga sama kecewa.   Seperti dapat meraba isi hati mereka, Cu-ki-cu tertawa sambil memegang jenggotnya, katanya.-"Lo-siuorang gunung, sejak lama lepas dari percaturan Kangouw, tentunya mengecewakan kalian bertiga, tapi Losiu bisa meramal, biarlah kalian kuramal saja, mungkin dari ramalanku dapat kulihat gejaia2 yang dapat kuberitahukan, entah bagaimana pendapat kalian."   Bahwa Cu-ki-cu pandai meramal memang sudah terkenal di Kangouw, kini dia bilang mau meramal mereka, sudah tentu sangat kebetulan. "Harap Totiang suka memberi petunjuk dan petuah,"   Kata Ban Jin-cun. Pelan2 Cu-ki-cu berdiri, katanya.   "Kalian ikut Losiu."   Lalu dia putar masuk kamar di sebelahnya.   BanJin-cun, KhoKeh-hoadanCuJingmengikutidibelakangnya.   Itulah sebuah kamar yang dipisah jadi dua, bagian depan adalah kamar prakteknya, tepat di tengah dinding bergantung sebuah gambar Pat-kwa, ada sebuah meja, di mana ada sebuah hlolo, bumbung bambu berisi batang2 bambu kecil bertulisan serta enam keping uang tembaga, segelas air putih, ada bak.   pensil dan kertas, sebuah kursi mepet dinding, jadi tempat luangnya hanya cukup untuk tiga orang berdiri saja.   Bagian belakang kamar tertutup kain gordyn, agaknya kamar tidurnya.   Dengan gerakan tangan Cu-ki-cu suruh mereka berdiri jajar di depan meja, lalu dengan gayanya tersendiri dia duduk di kursi.   Terlebih dulu dia menyalakan api menyulut tiga batang dupa wangi, entah apa yang diucapkan, mulutnya berkomat-kamit, lalu satu persatu dia tancapkan dupa itu di atas hlolo, wajahnya tampak serius dan khidmat, katanya kepada mereka bertiga.   "Soal apa yang ingin kalian tanyakan, boleh kalian berdoa menghadap gambar Pat kwadi belakangku ini, tapitidak bolehbersuara."   Mereka menurut dan menghadap gambar Pat-kwa dengan sedikit mendongak, mata mengawasi gambar Pat-kwa serta berdoa di dalam hati.   Sementara Cu-ki-cu jemput keenam keping mata uang tembaga terus dimasukkan ke bumbung bambu yang lain, pelan2 dia menggoncang bumbung itu sehingga mengeluarkan suara berisik, lalu satu persatu dia keluarkan mata uang tembaga itu dan dijajar di atas meja, dengan melotot dia awasi keenam mata uang.   Sesaat kemudian baru dia angkat kepala mengawasi mereka bertiga, sikapnya kelihatan aneh, katanya.   "Sekarang kalian satu persatu sebutkan nama masing2." "cayhe Ban Jin cun"   Ban Jin-cun mendahului bersuara. sorot mata Cu-ki-cu menatap Kho Keh-boa.   "cayhe Kho Keh-hoa."   Sorot mata Cu-ki-cu lantas beralih ke arah arah Cu Jing.   "cayhe bemama Cu Jing."   Pada saat itulah mendadak dari bawah gunung terdengar suara ringkik Giok-Liong-ki yang panjang dan ketakutan-Cu-ki-cu mendadak mendelik, terbayang senyuman sadis pada mukanya, sekali raih dia ambil bumbung bambu terus digabrukan keras-keras di atas meja seraya tertawa.   ."Kalian tidak segera roboh, tunggu apa lagi?"   Belum habis dia berkata, Ban Jin-cun, Kho Keh-hoa dan Cu Jing mendadak merasakan kepala pusing dan pandangan menjadi gelap.   kedua lutut lemas lunglai, tanpa berjanji mereka sama jatuh terkapar.   Ooood woooo Ling Kun-gi meringkuk di dalam karung dan semalam telah berlalu.   Fajar baru menyingsing, Giok-ji segera perintahkan Liau-hoa dan Ping hoa angkut karung besar itu ke atas kuda, tanpa membuang waktu mereka berangkat, setelah keluar kota langsung menuju ke sungai.   Kota An-khing terletak di utara tiang-kang, merupakan kota yang penting di darat dan di air maka suasana di sini amat ramai.   Giok-ji berlima tidak hiraukan keramaian sekitarnya, mereka langsung menghampiri sebuah perahu besar, seorang yang berpakaian kelasi segera memapak, katanya sambil menjura.   "Hamba menyambut kedatangan Hoa-kongcu "Pemuda"   Giok-ji bertanya.   "   Kau inikah, Kiang-lotoa?"   Sikap tukang perahu sangat hormat, sahutnya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Ya, ya, hamba adalah Kiang-lotoa. Perahu berada di depan sana, silakan turut hamba."   Mereka menuju ke barat, kira2 lima puluhan meter, betul juga di mana ada sebuah perahu besar dan tinggi.   Mereka turun punggung kuda, seorang memasang sebuah papan besar, empat laki2 berpakaian ketat lantas keluar memberi hormat kepada Giok-je, kata salah seorang.   "Kami mendapat perintah menyambut kedatangan Kongcu" "Bikin repot kalian saja,"   Kata Giok-je, lalu ia berpaling kepada Ping-hoa berdua.   "Naikkan dulu karung itu ke atas perahu."   Kedua Hoa-hoat-su-cia segera menjura, katanya.   "Semoga Kongcu selamat sampai di tempat tujuan, kami berdua tidak menghantar lebih lanjut."   Mereka cemplakkudateruspergi.   Giok-ji bertiga naik ke atas perahu baru keempat laki2 berpakaian ketat ikut melompat naik, terakhir adalah Kiang-lotoa, segera dia perintahkan pembantunya pasang layar dan melajukan perahu ke tengah sungai.   Daripada meringkuk di dalam karung, kini Ling Kun-gi bisa tidur nyaman di atas kasur, ternyata setiba di atas perahu Giok-ji suruh Ping-hoa berdua keluarkan Ling Kun-gi serta ditidurkan di pembaringan-Dia keluarkan sebutir pil dan dimasukkan ke cangkir berisi teh terus dicekokkan pada Ling Kun-gi, katanya.   "Kira2 setengah jam lagi baru dia akan siuman, kalian ikut aku keluar."   Pelan2 pintu kamar lantas ditutup dari luar.   Sudah tentu Kun-gi mendengar percakapan mereka.   Setelah mereka keluar segera dia membuka mata, ternyata dirinya berbaring di dalam kamar yang bersih dan sederhana, dinding dilembari kain kuning, lantai papan tampak mengkilap.   Kecuali dipan dimana dia rebah, di bawah jendela sana terdapat sebuah meja kecil persegi dan sebuah kursi.   Kalau perahu ini tidak bergoyang turun naik serta mendengar suara percikan air, orang tidak akan mengira bahwa kamar ini berada di dalamperahu.   Diam2 Ling Kun-gi membatin.   "Entah perkumpulan macam apa Pek-hoa-pang mereka?"   Satu hal sudah meyakinkan dia bahwa anggota Pek-hoa-pang semua terdiri dari kaum wanita, malah setiap orang memakai nama kembang.   inilah perjalanan serba romantis, tamasya yang aneh dan menyenangkan- Dari Coat Sin-san-ceng dirinya diselundup ke-luar, entah apa tujuannya? Ke mana pula dirinya akan dibawa? Bahwa dirinya dibawa naik perahu, memangnya markas mereka berada di sepanjang pesisir sungai besar ini? Langkah pelahan mendatang dari luar, lekas Kun-gi pejamkan mata, waktu pintu terbuka, yang masuk hanya seorang, Kun-gi membatin.   "Agak-nya mereka sudah ganti pakaian perempuan-"   Setelah orang itu maju ke dekat pembaringan sengaja Kun-gi menggeliat, lalu berbangkit.   Pelan2 dia membuka mata.   Pandangan pertama hinggap pada tubuh semampai menggiurkan seorang gadis nelayan berpakaian warna hijau.   Usianya enam-belasan, berwajah bulat telur, bola matanya bundar besar dan hitam bening, pipinya bersemu merah, sikapaya malu2.   Wajahnya memang tidak begitu cantik,namuncukup menggiurkanhatisetiaplaki2.   "Cu-cengcu sudah bangun,"   Sapa pelayan baju hijau. Sudah tentu Kun-gi tahu gadis inilah yang bernama Liau-hoa, tapi dia sengaja bersuara heran, katanya.   "Siapa kau? Mana Ing-jun?"   Ing-jun adalah pelayan yang melayani segala keperluannya di coatsin-san-ceng. "Hamba adalah Liau-hoa,"   Pelayan itu menekuk lutut memberi hormat. "Tempat apakah ini?"   Tanya Kun-gi sambil menyapu pandang ke sekitarnya.   "Rasanya seperti di atas kapal?"   Liau-hoa menyilakan sambil menunduk. Kun-gi tampak kurang senang, katanya mendengus.   "Apa yang terjadi? Kalian mau bawa Lohu ke mana lagi?" "Hambatidaktahu,"sahut Liau-hoatakut2. Kun-gi tahu orang sengaja bohong, tapi melihat sikap nona itu jeridan malu2, takenak dia bertanyalebih lanjut. Mengawasi Kun-gi, Liau-hoa bertanya dengan suara lembut. "Apakah Cu-cengcu mau sarapan pagi?" "Lohu belum lapar." "Baiklah hamba ambilkan air teh saja,"   Bergegas dia hendak mengundurkan diri, jelas hendak memberi laporan kepada Giok-je, "Tak usahlah Lohu tidak haus.   Ada persoalan yang ingin kutanyakan, apakah di atas kapal ini ada orang yang berkuasa?" "Harap cengcu tunggu sebentar, hamba akan panggil Giok je cici kemari." "Giok-je, kan pelayan pribadi Hian-ih-lo-sat itu? Apa kedudukannya tinggi?"   Sengaja Kun-gi bertanya, secara tidak langsung dia ingin tahu betapa tinggi kedudukannya Giok-je didalam Pek-hoa-pang.   Liau-hoa manggut2 sambil mengiakan terus melangkah pergi dengan buru2.   Tak lama kemudian, tampak dengan langkah lembut gemulai Giok je menyingkap kerai dan masuk ke kamar, katanya sambil memberi hormat kepada Kun-gi.   "Cu-cengcu memanggil hamba, entah ada urusan apa?"   Perawakannya memang yahut, setelah ganti pakaian perempuan kelihatan lebih menarik setiap laki2 yang memandangnya. "Ada satu hal ingin Lohu minta keterangan nona,"   Kata Kun-gi. "Terlalu berat ucapan cengcu, entah soal apa yang hendak ditanyakan?" "Lohu ingin tahu ke mana diriku hendak di-bawa?"   "Soal ini ........." "Nona tidak mau menjelaskan?"   Giok-je tertawa manis, katanya. "Lebih baik Cu-cengcu ajukan persoalanlainsaja,asalhambabisa menjawabtentukuterangkan-" "Pintar dan licik juga gadis ini,"   Demikian ba-tin Kun-gi, katanya.   "Baiklah, Lohu ingin tanya, nonakan anak buah kepercayaan coh-siancu, tentu kau tahu seluk-beluk Coat Sin-san-ceng, entah bagaimana asal-usulnya?" "0, mereka ........." "Apakah nona tidak mau menerangkan? Baiklah persoalan ini tak usah dibicarakan-"   Giok-je meliriknya sekali, katanya kemudian dengan sikap apa boleh buat.-"Mereka adalah orang2 Hek liong-pang." "Hek-Liong-pang? Belum pernah kudengar nama ini?" "Jejak mereka serba tersembunyi, umpama berkecimpung di Kangouw juga belum tentu diketahui orang, sudah tentu Cu-cengcu belum pernah mendengarnya." "Apakedudukan CekSeng jiang di Hek-Liong-pang?" "Mereka hanya memanggilnya cengcu, apa kedudukannya hamba tidak tahu." "Lalu, coh-siancu?" "Hamba tahu dia adalah salah satu dari Su-toa-thian-su (empat besarrasullangit), tugasnyamengawasi daerahselatan" "Apakah tujuan mereka menculik Lok-san Taysu bertiga hanya lantaran getah beracun itu?" "seharusnya demikian-" "Nona bukan orang Hek-Liong-hwe?" "Darimana Cu-cengcu tahu hamba bukan orang dari Hwe itu?" "Kalau kau orang mereka, tak mungkin membongkar rahasia mereka."   Giok-je tertawa, ujarnya.   "Cu-cengcu memang amat cermat."   Sampai di sini pembicaraan mereka, tiba2 Liau-hoa muncul di pintu, katanya.   "Giok-je cici, harap keluar sebentar"   Giok-je melangkah keluar, tanyanya.   "Ada apa?"   Di ambang pintu dia membalik dan berkata.   "Cu-cengcu, hamba mohon diri sebentar."   Mendadak dia angkat jari terus menjentik, dari balik lengan bajunya menyamber keluar sejalur angin kencang meluncur ke Hiatto Ling Kun-gi.   Gerakannya aneh dan cepat, di luar dugaan lagi, Kun-gi pura2 tidak tahu, dia duduk di kursi tanpa bergerak, hatinya diam2 kaget, batinnya.   "Tak nyana gadis semuda ini memiliki kepandaian begini tinggi, aku memandang rendah dirinya."   Maklumlah Kun-gi sendiri meyakinkan hawa murni pelindung badan, asal pikiran bergerak dan hati ada niat, hawa murni dalam tubuhnya akan timbul daya perlawanan, walau cepat jentikan Gioknje, tak mungkin bisa menutuknya pingsan- Melihat Kun gi duduk mematung dan tidak bergerak.   segera Giok-je menyelinap keluar, tanyanya.   "Ada apa sih?" "Kiang lotoa melihat di belakang perahu kita ada dua kapal besar menguntit dari kejauhan-" "Mungkin orang2 Hek liong-hwe?"   Kata Giok-je, "Cu-cengcu ...." "Tidakapa2,akutelah menutukHiat-tonya."   Lalu mereka keluar dan naik keatas dek, entah apa pula yang mereka bicarakan Kun-gi tersenyum, pelan2 dia mendekati jendela, dengan ujung jarinya dia membuat lubang kecil pada kertas jendela, lalu mengintip keluar, air sungai luas menyentuh langit di kejauhan, tak kelihatan bayangan apa2, agaknya kedua kapal yang dicurigai masih menguntit dari jarak yang jauh sekali.   Pada saat itulah tiba2 didengarnya suara gaduh air bergolak dari buritan, kejap lain mendadak sebuah sampan yang laju cepat tahu2 muncul kira2tigatombakdisebelah belakang.   Diam2Kungi membatin."Apaknyakeduapihakakanbentrok."   Ter-sipu2 Giok-je menuju ke belakang. Sikap Ping-hoa tampak tegang, serunya.   "Giok-je cici, lekas kemari, kedua sampan itu sudah makin dekat." "Jangan kita perlihatkan diri, belum waktunya biar mereka yang menghadapi,"   Kata Giok-je, mereka yang dia maksud adalah keempat laki2 berpakaian ungu itu.   Sembari bicara mereka menempelkan muka ke jendela yang teraling kain, tampak ke dua sampan itu sedang melaju memecah gelombang ke arah sini, jaraknya tetap bertahan puluhan tombak.   Tak lama kemudian kedua sampan itu tiba2 berpencar ke kanan-kiri terus berlaju lebih cepat mendahului ke depan "Keparat, jelas mereka sengaja hendak cari perkara pada kita"   Kata Giok-je, Terdengar suara Kiang-lotoa berkata di luar.   "Nona, kedua sampan ini menunjuk tanda2 sengaja menunggu kita." "Kiang-lotoa,"   Seru Giokrje.   "Kau sudah lihat betul, siapakah orang diatas sampan?" "Mereka berada di dalam barak perahu, ke-cuali dua orang yang pegang dayung, hamba tidak melihat orang yang lain-" "merekasengaja mau cariperkara, nantijugapasti unjuk diri." "Ya, hamba mohon petunjuk nona." "Jangan hiraukan dulu, lajukan perahumu seperti biasa."   Kiang-lotoa mengiakan, baru saja dia hendak mengundur diri. "Kiang-lotoa,"tiba2 Giok-je memanggilnyapula. Lekas Kiang-lotoa berhenti dan menyahut hormat.   "Nona masih ada pesan apa?" "Di An-khing kau sudah tinggal beberapa tahun, situasi di perairan sini tentu apal, belakangan ini adakah orang2 Hek-Liong-hweyang munculdiperairan?" "Terus terang nona, belum pernah hamba mendengar nama Hekliong-hwe, terutama di perairan sini selamanya tenang2 saja tak pernah terjadi seperti hari ini." "Jadi, mereka memang betul2 mau cari perkara pada kita,"   Dengus Giok je.   "kau boleh pergi urus tugasmu. o, ya, kau harus tetap berdiam di An-khing, kalau tidak terpaksa jangan kau bocorkan asal usul dirimu, nanti kalau kedua pihak bentrok, kau bersama2 kawanmu tidak usah turut campur, kalian menyingkir saja, anggaplah perahumu ini kita sewa."   Kiang-lotoa mengiakan dan mengundurkan diri. Baru saja Giok-je kembali ke kursinya, terdengar Ping-hoa berkata.   "Giokje cici, di belakang kita muncul pula dua sampan-" "Bagaimana kedua sampan yang laju ke depan tadi?" "Kok tidak kelihatan-" "Mereka kerahkan empat sampan, agaknya hendak turun tangan diair"ujar Giok-je, Belum habis dia bicara Liau-hoa sudah berteriak pula.   "Giok-je cici, itu dia duasampanyang lewattadi kiniputarbalikpula."   Giok je menuju kejendela sebelah kiri serta melongok keluar, waktu itu hawa sejuk dan angin menghembus sepoi2, tiada gelombang tiada badai, air tenang2 saja, sementara kedua sampan dibelakangsudah semakin dekat.   Giok-je merogoh sebuah kaca tembaga dari dalam bajunya, badan sedikit miring terus memandang haluan perahu yang mereka naiki ini, empat sampan jadi dalam posisi mengepung, setelah jarak semakin dekat laju sampanpun diperlambat.   Tiba2 pada sampan sebelah kiri sana menyelinap keluar seorang laki2 jubah hitam panjang, mukanya kelabu kaku, berdiri di depan sampan dan membentak.   "Hai, tukang perahu, memangnya matamu buta, hayo hentikan perahumu"   Pada waktu yang sama muncul pula dua orang di sampan sebelah kanan, muka mereka kuning seperti malam, keduanya membekal pedang panjang.   Agaknya mereka betul2 hendak turun tangan- Sesuai petunjuk Giok-je, lekas Kiang-lotoa perlambat laju perahu lalu menghentikannyaditengah2sungai.   Arus sungai cukup deras sehingga perahu besar mereka terseret miring, Kiang-lotoa bersama beberapa kelasi dengan gugup sibuk bekerja, sedapat mungkin mereka kendalikan perahu supaya tidak oleng.   Sementara seorang laki2 setengah baya muncul di depan perahu, dengan mendelik dia pandang orang2 di atas sampan,jengeknya dingin.   "Siang hari bolong, kalian mencegat perahu, memangnya mau apa?"-Di belakang laki2 setengah baya berbaju abu2 ini mengintildua laki2 kekarbergolokberpakaian ketat. Dingin sorot mata si muka kuning kaku di atas sampan sana sekilas dia lirik laki2 setengah baya baju kelabu, tanyanya.   "Tuan ini siapa?"   Laki2 setengah baya baju kelabu berkata dengan kereng. "cayhe Liok Kian-lam dari Ban-ceng-piaukiok di Lam-jiang."   Lalu dia menarik muka dan balas bertanya.   "cayhe sudah sebutkan nama, saudara harus perkenalkan diri? Apa tujuan kalian mencegat perahu ditengah sungai?" "Tiga budak yang melarikan diri rupanya menyewa pengawal? Ketahuilah, kamisedang menguberbudak2yanglari itu."   Liok Kian lam menjengek. katanya.   "Saudara salah alamat, kami sedang mengantar Hoa-kongcu dari Lam-jiang, orang Kangouw mengutamakan kebenaran, untuk itu harap kalian memberi muka kepada kami."   Berkedip2 mata si muka kuning, ia menyeringai dan berkata. "Tuan besarmu selamanya belum pernah dengar di Lam-jiang ada Ban-seng-piaukiok segala, hayolah, periksa perahu ini"   Kedua laki2 baju hitam di sampan sebelah kiri mengiakan, sampan mereka mendadak menerjang maju, kedua laki2 itu terus melompat keatas perahu sini. Mendelik mata Liok Kian-lam, bentaknya.   "Saudara tidak patuh aturan Kangouw, jangan salahkan kalau kami tidak kenal kasihan-"   Sembari bicara dia memberi tanda kepada kedua laki2 di belakangnya.   Sejak tadi kedua laki2 ini memang sudah pegang golok.   sigap sekali mereka berkelebat maju memapak kedua laki2 muka kuning yang menubruk tiba, maka terjadi pertempuran sengit dihaluan perahu.   Si muka kelabu tergelak2, serunya.   "Agak-nya sebelum melihat peti mati saudara Liok ini tidak akan mengucurkan air mata, biarlah Tin-toaya sempurnakan kau."   Sekali menutul, dia keluarkan gaya It-ho-coan-thian, tubuhnya melambung tinggi terus menukik turun ke arah Liok Kian-lam, kelima jarinya terpentang dengan jurus Hweing-kik-tho (burung elang menerkam kelincil) terus mencengkram batok kepala lawan- Melihat serangan orang agak aneh dan lihay, Liok Kian-lam tidak beranipandangrendah mu-suh,kakigesermundursetengahtindak.   sementara tangan kiri memutar terus menutuk pergelangan tangan si muka kelabu.   "Jeng-bun ci (jari menembus awan),"   Seru si muka kelabu tertawa aneh.   "kiranya saudara murid Hoa -san-pay."   Mendadak ia mendesak maju, tangan kiri menggunakan jurus lay-san-im-ciang menebas lurus kedepan, cara turun tangan orang ini rada aneh, gerakannya membawa deru angin kencang lagi sehingga Liok kian- lamkena didesak mundur selangkah.   Tapi Liok Kian-lam juga bukan lawan enteng, setelah dia menyingkir dari tebasan telapak tangan si muka kelabu, cepat iapun mengeluarkan pedang.   "sret", tahu2 pedangnya membabat miring dari samping bawah.Jurus ini merupakan gerakan kombinasi di samping meluputkan serangan musuh sekaligus balas menyerang gerakannyapun cepat leksana kilat. Si muka, kelabu yang merangsak dengan bernafsu tidak menduga sama sekali, hampir saja dia kecundang, dalam kesibukannya, lekas ia tekuk kedua kaki melompat mundur, untung diaterhindardaribabatanpedang LiokKian lam. Berhasil mendesak lawan, sudah tentu Liok Kian-lam tidak memberi peluang lagi, sembari menghardik iapun melompat tinggi, pedangnya mengembangkan jurus Hoat-bun-kay-loh (menyibak awan membuka jalan) ia mencecar musuh lebih sengit. Dikala tubuh melambung mundur itulah, si muka kelabu juga telah mengeluarkan pedang, ia segera menangkis.   "trang", kedua pedang beradu, keduanya sama terpental dan meluncur turun di atas geladak. Begitu kaki menginjak lantai perahu si muka kelabu perdengarkan tertawa gusar, pedang panjangnya berwarna hitam legam terus merangsak pula dengan beringas. Liok Kian-lam memang murid Hoa-san-pay, Hoa-san-kiam-hoat yang dia mainkan memang lincah dan tangkas sekali, maju mundur sangat cepat, setiap jurus permainannya matang dan mantap. Ke- dua orang sama melancarkan ilmu pedangnya, sinar perak laksana ular sakti berkelebat naik turun dan saling gubat dengan bayangan hitam yang mengamuk seperti naga mengaduk air, pertempuran semakin memuncak dan seru. Sementara itu, kedua sampan di belakang sudah mendekati perahu, di atas sampan masing2 berdiri seorang berjubah hijau, mukanya lonjong kurus, kulitnya kuning semu hijau, tampangnya kelihatan kejam, seorang lagi berwajah agak tampam, itulah seorang pemuda berjubah biru yang bersikap angkuh, pedang tergantung di pinggangnya, bajunya melambai ditiup angin, kelihatan gagah dan berwibawa sekali. Kedua orang ini lebih mirip majikan dan kacung, jarak sampan mereka masih dua tombak lebih dari perahu besar, tiba2 si kurus jubah hijau membentang kedua lengan, tahu2 tubuhnya melejit ke atas dan bersalto sekali di tengah ualara terus meluncur ke arah perahu. Gerakan ini sangat tangkas, sedikit kakinya menutul di pinggir perahu, tubuhnya terus berkelebat ke depan menembus sinar pedang yang silau dan langsung, meluncur ke dalamperahu. Pada saat itulah seorang laki2 yang berdiri di luar pintu menghardik sekali terus mengadang, di mana pedangnya bergetar, kontania menusuk duaHiat-tosijubahhijau. Tapi sijubah hijau tak berkelit juga tak menangkis, tangan malah dia angkat terus menyentak ke pedang lawan-Sudah tentu gerakan ini di luar dugaan laki2 berpakaian ketat yang berjaga di depan pintu, betapa tajam pedangnya ini, tapi orang ini berani melawan pedangnya dengan tangan telanjang? Sekilas melengak. tahu2 didengarnya suara keras beradu, pedang panjangnya telah kena dijepitjari lawan- Ternyata lengan kiri sijubah hijau kelihatan berwarna hijau ke- coklat2an, kelima jarinya runcing kaku seperti baja, jelas itulah jari2 yang terbuat dari besi. Jadi lengan kirinya itu adalah tangan palsu yang terbuat dari besi, dari warnanya yang mengkilap itu, jelas jari2 besiitutelah dilumuriracun jahat. Kejadian begitu cepat laksana percikan api, begitu tangan besinya berhasil menjepit pedang panjang lawan, tangan kanan sijubah merah lantas menghantam ke muka lawan pula. Sebenarnya kepandaian laki2 berpakaian ketat itu tidak rendah, tapi lantaran pedang dijepit lawan, sedetik dan melengak. tahu2 pundak kiri sudah kena ditampar oleh angin pukulan lawan, walau dia bisa bergerak cepat sehingga tubuhnya tidak terpukul telak, tapi samberan angin pukulan yang mengenai tubuhnya juga tidak ringan. Terasa tulang pundak kirinya sakit luar biasa, hampir saja ia jatuh kelengar, tatkala tubuhnya terlempar hampirjatuh, sigap sekali kakinya melayang menendangke ulu hatisijubah hijau. Sijubah hijau menjengek.   "Tong-long-cui, ternyata kau murid Tong-long-bun.   "Jaribesitangankirinyasegeramencengkeramke tungkak kaki orang. Setelah pundak kiri teriuka, sudah tentu gerak-gerik laki2 baju ketat ini menjadi kurang tangkas, tapi mengingat mati-hidup jiwa sendiri terletak pada gerak tendangan kakinya ini, maka dengan nekat dia meyerempet bahaya dan melancarkan serangan, harapannya cukup bertahan untuk sementara waktu lagi. Sekali berhasil sijubah hijau kerjakan kedua tangannya dengan kencang, beruntun tangan kanan menggempur dengan gencar, sehingga laki2 baju ketat didesaknya mundur keripuhan- Sementara itu pertempuran sengit di haluan perahu di depan sana semakin sengit, senjata terus berdenting keras, mendadak terdengar suara "byuur", salah satu dari laki2 baju ketat warna kelabu yang melawan kedua musuh baju hitam tercebur ke air dengan luka parah. Sementara seorang lagi juga sudah terluka, tapi dia bertahan mati2an dengan nekat. Melihat anak buahnya bukan tandingan lawan2nya dan tahu gelagat jelek. semakin berkobar amarah Liok Kian-lam, kedua matanya mendelik dan membara seperti terbakar, pedang berputar laksana tabir cahaya, sekuat tenaga dia menggempur musuh. Sayang musuh yang satu ini berkepandaian tinggi, meski sudah seratus jurus kemudian dia tetap tak mampu merobohkan lawan- Setelah musuhnya jatuh ke air, salah seorang baju hitam menjadi tiada lawan lagi, maka sambil menenteng pedang segera dia melurukpada musuh yang sedang di cecar kawannya. Memangnya sudah terdesak di bawah angin, kini digencet lagi dari depan dan belakang, sudah tentu dia bukan tandingan kedua musuhnya, hanya beberapa gebrak saja, dia kena terbabat oleh lawan di depan, lengan kanannya terbacok putus. Laki2 baju ketat warna kelabu menjerit ngeri, saking kesakitan dia jatuh semaput, serempak musuh di belakangnya ayun kaki menendangnya tertempar jatuh keair juga. Liok Kian-lam jadi beringas, bentaknya.   "Biar aku adu jiwa dengan kalian-Tiba2 dia gentak pedang menaburkan tabir kemilau, ia bertekad gugur dan menyerang dengan gencar, yang dicecar adalah Hiat-to mematikan ditubuh si muka kelabu. Rangsakan gencar ini dilakukan tanpa mengingat keselamatan jiwa sendiri, sudah tentu sijubah hijau tidak mau diajak gugur bersama, dia berkelit mundur berulang2. Liok Kian-lam memperoleh peluang untuk mencecar lebih sengit, serangannya semakin ganas hingga si muka kelabu juga kerepotan- Sementara itu, pemuda jubah biru yang sejak tadi hanya menonton di atas sampannya tiba2 melompat ke atas perahu, gerak tubuhnya sungguh amat aneh dan cepat sekali, hanya sekali berkelebat bayangan biru, tahu2 dia sudah berada di tepi perahu, dari kejauhan jarinya menuding, sekali tutuk dia membikin Liok Kian-lamlumpuhtakberdaya. Tatkala melancarkan serangan gencar, tiba2 Liok Kian-lam merasakan pinggang kesemutan, badan lantas tersungkur ke depan, pedangnya menusuk tembus ke dalam papan geladak yang tebal itu. Lekas si muka kelabu rampas senjata lawan, memberi hormat kepada pemuda jubah biru, kata-nya.   "Terima kasih atas bantuan Kongcu." "Tin-sincu tidak usah sungkan,"   Kata pemuda jubah biru.   Ternyata si muka kelabu adalah Thian-kau-sing, si bintang anjing langit.   Thian-kau-sing melangkah maju, sekali cengkeram dia jinjing tubuh Liok Kian-lam, sementara tangan lain menekan punggung orang, katanya kepada si jubah hijau.   "Hou-heng, harap berhenti."   Lalu dia membentak laki2 baju kelabu "Kawan ini supaya dengarkan, Liok-piauthau kalian sudah berada di tangan orang she Tin, kalau kau tidak ingin dia mampus, lekas minggir dan buang senjata."   Sijubah biru segera tarik tangan seraya melompat mundur, lalu berdiridibelakang pemudajubah biru.   Laki baju kelabu memang sudah terluka, ter-desak di bawah angin lagi, melihat Liok Kian lam tertawan musuh, empat orang kawannya hanya tinggal dirinya seorang, jelas lebih2 bukan tandingan musuh, terpaksa dia melompat mundur sambil melintangkan pedang, katanya setelah menarik napas panjang.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Kalian sebetulnya orang dari golongan mana? Selama malang melintang di utara dan selatan belum pernah pihak Ban-seng piaukiokberbuatsalahkepada kawan2 Kangouw...."   Sebelum orang habis bicara Thian-kau-sing segera menukas, "Saudara tak usah banyak omong, tadi sudah kujelaskan kepada Llok-piauthau, tujuan kami adalah budak2 yang melarikan diri itu, tiada sangkut pautnya dengan piaukiok kalian, sekarang ada Dian-kongcu kami di sini, lekas suruh orang2-mu keluar, biar kami geledah perahu ini."   Pada saat itulah terdengar suara merdu nyaring menanggapi. "Aku ada di sini, kalian main cegat, melukai para Piausu, perbuatanmu mirip penjahat, memangnya apa maksudmu?"   Dari dalam perahu melangkah keluar seorang pemuda sekolahan berjubah hijau dengan kepala dibungkus kain.   Di belakangnya kanan kiri mengintil kacungnya dengan langkah ringan dan mantap mereka beranjak ke depan, Ketiga orang ini terang adalah Giok-je bersama Ping-hoa dan Liau-hoa.   Laki2 baju kelabu segera menghampiri, katanya dengan nada penuh sesale "cayhe beramal bukan tandingan mereka, tak mampu bertanggung jawab sebagai pelindung, sehingga Kongcu dibuat kaget "   Dengantakacuh Giok je menukas."Bukansalahkalian."    Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Keris Maut Karya Kho Ping Hoo Ratna Wulan Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini