Ceritasilat Novel Online

Pedang Kiri Pedang Kanan 22


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 22


Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L   Kebetulan Un Hoan-kun, sudah kembali mengajak Sin-ih, Giok- lan lantas tanya kepadanya.   "Tadi adakah kau mendengar suara apa2 di kamar ini? "   Terbeliak mata Sin-ih mengawasi Kun-gi sahutnya bingung. "Tiada suara apa2, hamba tidak mendengar apa2"   Giok-ian mendengus, katanya.   "Kalian tidur mendengkur seperti babi, Ling-kongcu keluar mengejar bangsat, ada orang masuk kamar ini, tapi tiada orang tahu."   Gemetar tubuh Sin ih, ratapnya menunduk.   "Ya, hamba memang pantas mampus ..." "Sudah, jangan banyak bicara, lekas bersihkan ranjang Lingkongcu,"   Perintah Giok-lan, lalu dengan menggunakan ilma mengirim gelombang suara dia menambahkan.   "Ingat, kejadian malamini dilarangberitahu kepadasiapapun tahu?"   Sin-ih mengangguk. sahutnya.   "Hamba tahu"-Bergegas dia bekerja seperti yang di pesan-Cepat sekali dia sudah mengganti bantalgulingdan kemulsertasepreibaru ranjang Kun-gi. "Waktu sudah larut, besok pagi2 Ling-kongcu harus menghadap Thay-siang, lebih baik istirahat saja,"   Demikian kata Giok-lan setelah Sin-ih mengundurkan diri. Lalu dia berpaling.   "   Kiu-moay, hayolah kembali." "Cayhe amat menyesal, penjahat tidak berhasil kutangkap. Congkoan malah susah payah setengah malaman,"   Kun-gi berucap.   "Jangan sungkan Ling-kongcu, memang ini tugasku, tadi sudah kusuruh Hong-sian pergi ke danau memeriksa sebab kematian kedua Centing serta para ronda lain yang bertugas sepanjang pesisir danau, adakah perahu yang mencurigakan di sana? Tentunya kini sudah kembali, biar aku mohon diri,"   Bersama Hoan-kun mereka lantas beran-jakkeluar.   Bertimbun tanda tanya yang menekan perasaan Kun-gi.   Menurut rekaan Giok-lan, orang yang membokong dirinya menggunakan Som-lo-ling, maka dia diduga adalah mata2 Hek-liong hwe yang diselundupkan kemari.   Hal ini kiranya tidak meleset, di depan pertemuan besar siang tadi Thay-siang telah mengumumkan bahwa dirinya berhasil membikin obat penawar getah beracun, akhirnya diangkat menjadi Cong-hou-hoat dari Pek-hoa-pang, soal ini jelas merupakan tekanan dan ancaman serius bagi Hek-liong-hwe.   Kalau dirinya bisa terbunuh atau dilenyapkankan merupakan pahala yang amat besar sekali artinya, Kalau tidak, kapan dirinya pernah bermusuhan dengan orang, untuk apa pula orang malam2 menyelundup kemari dan menyerangnya? Atau mungkin ada tujuan lain lagi? Un Hoan-kun bilang mendengar kasak-kusuk dua orang perempuan dan laki2, satu di antaranya terluka, mungkin lantaran melihat nona Un, ter-paksa sembunyi ke atas ranjangku sehingga meninggalkan noktah darah di sini.   Lalu siapa kedua orang ini? Di mana pula mereka bergebrak dengan musuh sehingga terluka? Kenapasembunyidikamarku? Demikian Kun-gi merasabingung.   Tapi yang membuatnya paling bingung adalah nona Un sendiri, memangnya dia merasa sesal atau direndahkan? Apa pula yang disedihkan sampai malam2 lari kepinggir danau dan bertangisan seorang diri? Malah dari apa yang dia gumamkan seperti menaruh salah paham dan penasaran terhadap dirinya, memikirkan persoalan ini, tanpa merasaKun-gitertawagelisendiri.   Maklumlah kaum remaja, terutama anak gadis yang sedang kasmaran biasanya memang suka cemburu.   Demi dirinya, tanpa jeri Un Hoan-kun menempuh bahaya ikut menyelundup ke Pek-hoapang, dengan menyaru Bi-kui, tentu siang tadi dia meltihat sikap Soyok.   sang Hu-pangcu yang begitu mesra dan kasih sayang terhadapnya sehingga hatinya-merasa iri, padahal semua ini merupakan salah paham belaka .   Tengah dia berpikir terdengar suara kokok ayam, ternyata hari sudah menjelang pagi..   Maka dia ti-dak banyak pikir lagi, tanpa copotpakaianterusduduk kembalisemadidiatasranjang.   Tak lama kemudian haripun sudah terang tanah.   Di dengarnya suara Sin-ih berkumandang di depan pintu.   "Ling-kongcu, sudah bangun? "   Kun-gi mengiakan terus melangkah turun dan membuka pintu.   Sin-ih sudah menunggu depan pintu sambil membawa sebaskom air untuk cuci muka.   Setelah Kun-gi selesai membersihkan badan, sementara Sin-ih sudah menyiapkan sarapan pagi dan persilakan dia makan.   Baru saja Kun-gi kembali ke kamarnya habis makan, Congkoan Giok-lan sudah datang, katanya tertawa.   "Selamat pagi Lingkongcu, perahu sudah siap. marilah kita berangkat." "Cayhe sudah menunggu sejak tadi, apakah Congkoan sudah makan? " "Selamanya aku tidak pernah makan pagi,"   Ucap Giok-lan, "hayolah lekas berangkat, pantang terlambat kalau menghadap Thay-siang,"   Lalu dia mendahului jalan keluar. Mengiringi orang keluar, Kun-gi bertanya.   "Bagaimana hasil penyelidikan nona Hong-sian semalam? " "Hasilnya nihil,"   Tutur Giok-lan sambil menggeleng, tiba2 dia membalik tubuh, katanya lirih.   "Kejadian semalam kecuali aku dan Kiu-moay, Hong-sian sendiri juga tidak tahu, Ling-kongcu harus ingat, kepada siapapun jangan bicarakan soal ini."   Kun-gi melengak. tanyanya.   "Kenapa? "   Giok-lan menghela napas "Liku2 persoalan ini cukup rumit, sulit juga aku menyelami soal ini dalam waktu singkat dengan hanya tanda2 yang tidak seberapa ini, tapi Ling-kongcu harap percaya saja."   Walau merasa heran, tapi melihat sikap dan nada suaranya begini serius, Kun-gi manggut2, sahutnya.   "Pesan nona pasti kuperhatikan."   Giok-lan tersenyum lebar, suaranya lebih lirih..   "Syukurlah, apapun yang terjadi, aku takkan membikin susah padamu."   Tak lama kemudian mereka sudah berada di atas tanggul sungai yang letaknya di belakang ta-man, sepanjang tanggul ditanami pohon Yang-liu.   tertampak sebuah perahu beratap alang2 sudah menanti di bawah sana.   Tempo hari Kun-gi pernah naik perahu yang sama dengan So- yok, punya pengalaman satu kali, maka kali ini dia tidak main sungkan lagi, dengan ringan dia lantas melompat ke atas perahu dan menyusup ke dalam serta duduk bersimpuh.   Giok-lan juga melompat naik dan duduk bersimpuh pula, tanpa dipesan perempuan pendayung diburitan segera menjalankan perahunya .   Terdengar Giok-lan berbisik dengan ilmu gelombang suara.   "Kedua orang yang menguasai perahu adalah pengikut Thay-siang sejak muda, harap Ling-kongcu hati2 kalau bicara."   Secara tidak langsung dia memperingatkan Kun-gi bahwa kedua orang ini adalah kepercayaan So-yok. Sudah tentu Kun-gi sukar menangkap maksud kisikannya ini, dia hanya melongo bingung saja. Melihat sikap orang, maka Giok-lan menambahkan.   "Jangan Ling-kongcu takut atau curiga, aku hanya memberi peringatan padamu, jangan sembarang bicara di atas perahu ini. Thay-siang tidak suka kalau orang membicarakan pribadinya."   Kun-gi mengangguk sambil menjawab dengan cara yang sama. "Terima kasih atas petunjukmu. "Masih ada satu hal,"   Demikian Giok-lan menambahkan lagi, "dan ini yang terpenting, Pangcu minta aku menyampaikan pada Lingkongcu." "Pangcu ada pesan apa? "   Ber-kedip2 bola mata Giok-lan, senyumnya tampak penuh mengandang arti, katanya.   "Kemarin kau baru diangkat jadi Conghouhoat, hari ini Thay-siang sudah mengundangmu ke Pek-hoa-kok pasti beliau punya maksud2 tertentu, maka Pangcu minta supaya aku menyampaikan pesannya, apapun yang dikatakan Thay-siang, kau harus segera mengiakan."   Kembali Kun-gi dibuat melenggong, tanyanya.   "Memangnya Thay-sianghendaksuruhakuberbuatapa? ". Melihat sikap dan air muka serta sorot matanya, diam2 Giok-lan membatin.   "Memang tidak meleset dugaan Toaci, agaknya pikirannyatidakterpengaruholeh Bi-sin-hiang."   Tapi dia tetap bicara dengan ilmu suara itu.   "Tak peduli kerja apapun yang diserahkan padamu, tanpa ragu2 kau harus segera menerima tugas itu.?" "Ini. .....   "berkerutkening Kun-gi. Giok-lan tersenyum, katanya.   "Toaci bilang, Ling-kongcu mampu menawarkan getah beracun yang tak bisa ditawarkan oleh manusia manapun di dunia ini, sudah tentu kaupun bisa memunahkan segala obat bius yang mempengaruhi pikiran orang, oleh karena itu, setiba di perahu ini perlu aku memberi peringatan padamu. Selamanya tiada seorangpun yang berani membangkang dan menolak perintah Thay-siang, sudah tentu semakin cepat kau terima tugasnya itu akan lebih baik, celakalah kalau sampai membuatnya kurang senang atau curiga."   Apa yang dikatakan ini cukup gamblang, walau tak secara langsung, tapi artinya sudah diketahui bahwa kau ternyata tidak terpengaruh oleh obat Bi-sin-hiang itu.   Kejadian ini memang ada latar belakangnya.   Tatkala So-yok diperintahkan menyerahkan Bi-sim-hiang ini kepada Bok-tan sang Pangcu, dari Bok-tan diserahkan pula kepada Giok-lan supaya menunaikan perintah Thay-siang ini, kebetulan pembicaraan mereka dicuri dengar oleh Bi-kui alias Un Hoan-kun, jing-sin-tan buatan keluarga Un adalah obat mujarap yang khusus diperuntukan menawarkan segala obat bius di kolong langit ini, sudah tentu dengan membekal obat mujarab ini Ling Kun-gi tidak pernah terpengaruh pikirannya, tapi soal ini hanya dlketahui oleh Ling Kungi dari Un Hoan-kun saja.   Bahwa dia pura2 terbius-oleh obat itu dan mau terima jabatan dalam Pek-hoa-pang lantaran ingin cari tahu dari mana Pek hoa- pang memperoleh tiga jurus ilmu pedang warisan keluarganya, malah Hwi-liong-sam-kiam merupakan ilmu pelindung Peks hoa- panglagi?Un Hoan-kunpulayang mengajukanakaldan usul ini.   Sekarang dari mulut Giok-lan secara tidak langsung didengarnya sindiran dirinya tidak terpengaruh oleh obat bius, bahwa hal ini sudah mereka ketahui, sungguh tidak kepalang kagetnya...   maklum seseorang yang merasa bersalah-dalam hati akan merupakan tekanan batin, sekali rahasia ini terbongkar, pastilah selebar mukanya merah padam.   Demikianlah keadaan Ling Kun gi sekarang.   Tapidiatetapberkatadengangelombangsuara."Pangcu..."   TersenyumGiok-lan mengawasiwajah orang "Jangan kuatir, Toaci bermaksud baik, cukup asal kau selalu mengingat kebaikannya."   Lalu dia menyodorkan secangkir teh dan menenggaknya dulu secangkiryanglain, katanya."Cong-sucia,enakbukanrasatehini?"   Kun-gi segera tahu maksud orang, sahutnya tertawa.   "Ya, enak dan segar, rasanya seperti bunga cempaka."   Dua patah terakhir ini mereka tidak menggunakan ilmu gelombang suara pula.   Laju perahu amat pesat, hanya sekejap mereka sudah berada diterowongan air yang masuk keperut gunung, setelah mengikuti arus yang deras dan ber-belok2, akhirnya laju perahu menjadi lambat dan tak lama kemudian berhenti.   Kerai tersingkap.   Giok-lan lantas berdiri, katanya.   "Sudah-sampai. Cong-sucia pernah datang sekali, tapi jalanan mungkin masih belum apal, biarlah aku naik lebih dulu"   Sedikit tutul kaki, badannya segera mengapung tinggi ke atas dan ditelan kegelapan di sebelah sana, Lalu terdengar suara bergerit.   "Silakan Cong-sucia naik kemari, cuma harus hati2, lumut disini amatlicin."   "Cayhe tahu,"   Kata Kun-gi, belum lenyap suaranya badannya sudah hinggap di sisi lok-lan.   Tempat ini berada diperut gunung, gelapnyabukan main, jarisendiripuntidakkelihatan.   Betapapun Lwekang Giok-lan agak rendah, kalau malam biasa di tempat terbuka dia masih bisa melihat sesuatu dalam jarak dekat, tapi di dalam terowongan bawah tanah yang gelap begini, sudah tentu dia tidak bisa melihat apa2.   Tapi kupingnya tajam, dari desir angin dia tahu bahwa Ling Kun-gi sudah berada di sampingnya, maka dengan suara lirih dia berkata.   "Inilah jalan rahasia satu2nya yang bisa menembus ke Pek-hoa-kok dilarang keras menyalakan lampu, jalanan disini-pun amat jelek. tempo hari kau pernah kemari, tentunya sudah tahu, Thay-siang suruh aku membawamu kemari, biarlah kau jalan mengikuti langkahku dengan bergandengan tanganku."   Jari2nya yang halus tahu2 sudah pegang tangan Ling Kun-gi terus ditariknya ke depan-Kun-gi biar-kan saja tangannya dipegang dan menurut saja kemana dirinya ditarik.   Terasa jari jemari yang memegang tangannya begitu halus dan lemas seperti tidak bertulang, seketika sekujur badannya gemetar seperti kena aliran listrik.   Terdengar Giok-lan berkata.   "Sebagai anak perempuan yang telah dewasa, selamanya belum pernah kubersentuh tangan dengan laki2 manapun, maka hatiku sedikit tegang, harap Ling-kongcu tidak mentertawakan aku."   Berdebar juga hati Kun-gi, tapi tak mungkin dia melepaskan tangannya, terpaksa dia bilang.   "Di sinilah letak kesucian Congkoan" "Justeru karena aku yang ditugaskan membawa Kongcu kemari, umpama orang lain, aku tak sudi saling bergandengan tangan seperti ini."   Kali ini Kun-gibungkamsaja, takenak banyakbicaralagi. Didengarnya Giok-lan bicara lebih lanjut, suaranya syahdu. "Soalnya Ling-kongcu adalah perjaka yang patut dibuat teladan, seorang Kuncu sejati, kaulah pemuda yang menjadi pujaan hatiku ......."   Bertaut alis Kun-gi, katanya.   "Ah, Congkoan terlalu memuji diriku."   Jari2 Giok-lan yang menariknya itu tiba2 memegang lebih kencang, katanya sambil jalan ke depan.   "Untuk selanjutnya. tanganku yang satu ini tidak akan bersentuhan lagi dengan laki2 manapun jua."   Mendadak dia berpaling dan bertanya.   "Kau percaya apa yang kukatakan? "   Suaranya kedengaran lembut, tapi bola matanya tampak berkilauan ditengah kegelapan, memancarkan rasa tekad penuh keyakinan. Gugup dan gelisah Kun-gi.   "Nona. ...... ." "Tak usah kau gelisah, apa yang pernah ku-katakan selamanya tak pernah kujilat kembali, tak perlu kutakut ditertawakan Ling kongcu, dalam kalbuku memang hanya ...... hanya ada seorang, maka tidak akan kuizinkan laki2 lain untuk menyentuh badanku, siapa berani menyentuh tanganku segera kutabas buntung tanganku ini .   "   Keruan Kun-gi gugup setengah mati, katanya.   "Nona, jangan sekali2 kau berbuat menurut dorongan hatimu " "Jangan kau membujukku, yang jelas akupun tidak akan sembarangan membiarkan orang menyentuhku,"   Ujar Giok-lan tertawa, jari2nya memegang lebih kencang lagi.   "Nah, hampir sampai, jangan bersuara lagi."   Terpaksa Ling Kun-gi terus menggremet maju menyusuri dinding gunung dengan badan miring .-Tak lama kemudian Giok-lan lepas tangannya serta maju ke dinding yang mengadang di depan serta mengetuk sekali.   Terdangarlah suara Ciok-lolo bertanya dari dalam.   "Apakah Gioklan? "   Lekas Giok-lan berseru.   "Ciok-lolo, aku mendapat perintah membawa Cong-sucia kemari" "Nenek sudah tahu,"   Ujar Ciok-lolo, pelan2 pintu papan batu di depan mereka menggeser mundur dan terbuka, bayangan Ciok lolo yang tinggi besar itu segera muncul di balik pintu.   Sorot matanya dingin tajam, dari kepala sampai kaki Ling Kun-gi diawasinya dengan teliti, mulutnya terkekeh sekali, lalu berkata.   "Bocah inikah, kalau Thay-siang mau cari mantu kiranya cukup setimpal, kalau diangkat jadi Cong-sucia, kukira Thay-siang rada berat sebelah, terus terang aku nenek tua ini mengukurnya terlalu rendah."   Giok-lan unjuk tawa manis, katanya.   "Kemarin Lolo tidak hadir, sudah tentu tidak menyaksikan betapa perkasa Cong-sucia mengalahkan para lawannya dalam lima babak berturut2, ini kenyataan, apalagi dalam pertandingan besar dan terbuka itu, semua peserta boleh ikut bertanding secara adil, mengapa Thay- siang kau katakan berat sebelah? "   Ciok-lolo ter-kekeh2, katanya.   "Bocah sekolahan selemah ini, satu jari nenek saja sudah cukup membuatnya berjongkok setengah hari dan tidak mampu berdiri, kalau bicara soal kepandaian sejati, dia bisa menang lima babak secara beruntun, betapapun nenek tidak mau percaya."   Bagaimana juga Kun-gi masih muda dan berdarah panas, melihat sikap orang yang terlalu memandang rendah dirinya, ia naik pitam, pikirnya.   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      "Jangan kau kira sebagai anak buah Thay-siang, biar kuajar adat padamu."   Maka dengan tersenyum segera ia menimbrung.   "Kalau Ciok-lolo tidak percaya, kenapa tidak mencobanya, apakah betul Cayhe dapat dibikin jongkokseperti katamu."   Sudah tentu Giok-lan jadi rikuh. Tapi gelak tawa Ciok-lolo yang tajam melengking itu sudah berkumandang, katanya.   "Anak bagus, sombong juga kau, nah, mari kita coba."   Dimana tangan kanannya terangkat, betul2 dia cuma acungkan sebuah jari telunjuk. pelan2 terus menekan kepundak Ling Kun-gi. Giok-lan menjadi kuatir, serunya.   "Ciok-lolo, taruhlah belas kasihan."   Jari telunjuk Clok-lolo sudah menekan pundak Kun-gi, mulutnya menggeram sekali.   "Giok-lan, apa yang kau risaukan? Nenek tentu punyaperhitungan."Diam2diakerahkan limabagiantenaganya. Tak nyana pundak Kun-gi seperti batu laksana besi kerasnya, lima bagian tenaganya ternyata tak mampu membuat tubuhnya bergeming. Baru sekarang si nenek kaget, pikirnya.   "Bocah ini kelihatan lemah lembut, seperti anak sekolahan yang tak mampu menyembelih ayam, ternyata memiliki bekal kepandian selihay ini, agaknya nenek tua terlalu memandang enteng padanya."   Serta merta kekuatan jarinya bertambah, akhirnya dia kerahkan setaker tenaga menekan ke bawah.   Tak terduga meski dia sudah kerahkan sepuluh bagian tenaganya, daya perlawanan diatas pundak Ling-Kun-gi juga cerlipat ganda, tetapsekerasbaja, sedikitpuntidakbergeming.   Keduanya jadi sama2 adu otot dan mengerahkan segenap daya kekuatanya, rambut uban dipelipis Ciok-lolo tampak bergetar berdiri, wajahnya yang sudah keriput juga tampak merah padam.   Tapi Ling Kun-gi tetap adem ayem, sikapnya tak acuh seperti tak pernah terjadi apa2 atas badannya2, sedikitpun tidak kelihatan bahwa diapun mengerahkan tenaga untuk melawan tekanan si nenek.   Semula Giok-lan merasa kuatir bagi Kun-gi.   Maklumlah Ciok-lolo dulu adalah pelayan pribadi Thay-siang, kepandaian silat dan Lwekangnya merupakan tokoh kelas satu yang jarang ada tandingan dalam Peks hoa-pang, dikuatirkan Kun-gi bu-kan tandingan Ciok-lolo.   Kini melihat keadaan mereka, maka tahulah dia bahwa Lwekang Ling Kun-gi ternyata jauh lebih unggul dibanding Ciok-lolo, dari kuatir diam2 ia merasa kaget dan senang malah.   Tapi mulutnya sengaja pura2 bersuara gugup.   "Ciok-lolo .. .."   Muka Ciok-lolo semakin gelap.   keringat sudah membasahi jidatnya, sementara tangannya yang menekan pundak Kun-gi tampak mulai gemetar, tapi dia tetap ngotot tidak mau menarik balik tangannya.   Maklumlah, dengan cara adu tenaga seperti ini, kedua pihak sudah sama2 mengerahkan tenaga dalam, bila salah satu pihak sedikit mengalah saja, maka kekuatan lawan yang dahsyat akan segera menerjang dan menggetar putus urat nadi dalam tubuh.   oleh karena menyadari bahaya ini, meski sudah merasa kewalahan, Ciok-lolo toh terpaksa harus bertahan..   Sudah tentu Kun-gi maklum, apa maksud teriakan Giok-lan tadi, semula dia hendak bikin kapok nenek ini, tapi sekarang dia urungkan niatnya.   Katanya dengan tersenyum tawar.   "Ciok-lo-lo, boleh berhenti tidak? Kalau hanya dengan sebatang jari tanganmu mungkintakkanmampu menekanakusampaiberjongkok."   Terasa oleh Ciok-lolo, seiring dengan pembicaraan Kun-gi pundak anak muda yang sekeras baja itu tiba2 semakin lunak.   kiranya dia sudah mulai mengendurkan tenaganya.   Sudah lanjut usia Ciok-lolo, tapi masih berdarah panas dan masih suka menang, merasakan lawan menarik tenaganya, hatinya senang, segera dia kerahkan tenaga lebih besar, jarinya menekan lagi ke bawah.   Di luar tahunya, pundak Kun-gi mendadak berubah jadi   Jilid 18 Halaman 29/30 Hilang Melihat Ciok-lolo menaruh Curiga, lekas Giok lan menyela bicara.   "Memangnya Ciok-lolo tidak tahu bahwa cong-sucia adalah murid kesayangan Hoan-jiu-ji-lay Put-thong Taysu yang terkenal di kalangan Kangouw"   Memangnya selama 30-an tahun ini tiada kaum persilatan yang tidak mengenal kebesaran nama Hoan-jiu-ji-lay, tokoh kosen yang sudah menjadi dongeng Bu-lim, umpama belum pernah lihat tentu juga pernah mendengar namanya.   Terpantul mimik aneh pada wajah Ciok-lolo, katanya dengan suara tinggi.   "Pantas kalau begitu, nenek tua dikalahkan oleh muridnya Hoan-jiu ji-lay, ya, cukup setimpal juga."-Lalu dia dia mengulap tangan.   "Nah, lekas kalian pergi." "Terima kasih Ciok-lolo,"   Seru Giok-lan sambil memberi hormat.   Setelah masuk kepintu besar, dari dinding dia mengambil sebuah lampion serta menyalakan lilin di dalamnya, katanya, "cong-sucia, marilah lekas."-Mereka menaiki tangga batu yang menanjak ke atas, beberapa kejap kemudian Giok-lan bertanya sambll menoleh.   "Lingkongcu, kau masih begini muda, tapi bekal Kungfumu sungguh luar biasa."   Tawar tawa Kun-gi, katanya.   "Nona jangan terlalu memuji." "Apa yang kukatakan benar2 keluar dari lubuk hatiku yang dalam. Kepandaian Ciok-lolo termasuk nomor satu dua di lingkungan kita, hari ini dia terjungkal ditanganmu, tapi dia tunduk lahir-batin."   Mendadak Kun-gi teringat sesuatu, hal ini masih melingkar2 dalam benaknya, Cuma dia merasa serba susah apakah hal ini patut dia bicarakan dengan Giok-lan? Tengah dia menimang2, mendadak tergerak hatinya, dia ingat pembicaraannya dengan Giok-lan diperahu tadi, kenapa sekarang tidak mengorek keterangannya? Maka dia lantas bertanya.   "Mengenai pembicaraan kita di atas perahu tadi, ada sebuah pertanyaan ingin kuajukan." "Ada partanyaan apa? "jawab Giok-lan. "Nona pernah bilang bahwa Pangcu mengata-takan cayhe dapat menawarkan getah beracun yang tak bisa dipunahkan oleh siapapun,, maka tiada obat bius apapun di kolong langit ini yang bisa membius pikiran cayhe, oleh karena itu kau merasa perlu untuk memperingatkan kepada cayhe, apapun yang dikatakan Thay-siang harus kupatuhi, betul tidak? " "Betul, Toaci memang suruh aku menyampaikan demikian." "Kenapa harus demikian? " "Apa yang dikatakan Thay-siang selamanya tiada orang berani membangkang, tiada yang pernah ragu2." "Itu cayhe tahu, tapi Pangcu suruh nona memperingatkan hal ini padaku, tentu ada sebabnya." "Asal kau bekerja dan melaksanakan tugas seperti pesan kami, tanggung kau tidak mengalami kesulitan." "Agaknya nona tidak suka menerangkan." "Kalau kau tahu, tak perlu aku menjelaskan, kalau belum tah lebih baik tidak tahu saja." "Kalau cayhe terkena racun yang tak terobati dan terkena obat bius yang pengaruhi pikiran cayhe? "   Giok-lan melengak, tanpa pikir ia berkata.   "Kalau terjadi demikian, akudan Toaci pastitakkanberpeluktangan."   Terharu Kun-gi.   "   Kalau demikian cayhe ha-rus berterima kasih atas kebaikan kalian."   Giok-lan menghentikan langkah, tiba2 dia membalik badan, katanya dengan nada penuh perhatian.   "Apakah kau merasakan gejalatidakenakpadatubuhmu? "   Kun-gi tersenyum, ujarnya.   "Beruntunglah aku ini, tiada sesuatu obat bius apapun yang tak dapat kutawarkan." "o, jadi kau sedang menggodaku.   "rengek Giok-lan.   "sla2 aku berkuatir bagimu" "Mana berani cayhe menggoda nona, soal-nya ....." "Ada, omongan apa silakan Ling-kongcu kata-kan saja, omongan seorangKuncu pastitidak akan kubocorkan, takusahkuatir." "Legalah cayhe mendengar ucapan nona ini,"   Kata Kun-gi, mendadak dia gunakan ilmu gelombang suara "cayhe masih ingat waktu pertama kali bertemu dengan Pangcu, atas pertanyaan Pangcu cayhe pernah menyebut ibuku she Thi."   Semula Giok-lan kira ada persoalan penting apa yang hendak dibicarakan oleh Kun-gi sampai dia merasa perlu menggunakan ilmu bisikan, tak tahunya hanya membicarakan she ibunya. Tapi terpaksa dia menjawab dengan ilmu suara pula.   "Memangnya ada apa? "   Tetap menggunakan ilmu suara Kun-gi berkata pula.   "Waktu itu Cayhe hanya bicara sekenanya, pada hal waktu Cayhe keluar rumah, ibunda pernah berpesan wanti2, Cayhe dilarang menyebut she beliau dihadapan orang luar." "Soal ini hanya diketahui aku dan Toaci, kami pasti tidak akan bicarakan kepada siapapun." "Kemarin waktu Cayhe menemui Thay-siang, besar sekali perhatiannya terhadap riwayat hidup-ku ....   " "Lalu kau juga katakan hal itu kepada Thay-siang? " "Waktu itu aku lupa akan pembicaraanku dengan Pangcu, maka kukatakan ibuku she ong." "Jadi kau kuatir Thay-siang tanya soal ini padaku dan Toaci, padahaljawabanmusatusama lain tidak cocok? " "Begitulah maksudku, maka ....." "Kau ingin aku bantu kau berbohong? " "Selama hidup belum pernah Cayhe berbohong, soalnya pesan ibu, harap nona ....." "Tak usah sungkan, nanti sekembali akan ku-sampaikan Toaci, kalau Thay-siangtanya, anggap-lahkami sendiri jugatidaktahu." "Bukan sengaja Cayhe hendak membohongi Thay-siang, kalau nona dan Pangcu dapat membantu, sungguh betapa besar terima kasih Cayhe." "Baiklah, hayo lekas jalan, jangan bikin Thay-siang menunggu terlalu lama,"   Langkah mereka segera dipercepat.   Setiba di ujung tangga batu, Giok-lan mendorong sebuah pintu batu serta meniup padam api lampion dan digantung diatas tembok.   lalu mereka melangkah keluar.   Tahu2 sang surya ternyata sudah tinggi di tengah angkasa, tapi kabut masih tebal di Pek-hoa-kok.   pancaran sinar surya nan kuning emas menambah semarak panorama lembah yang penuh di-taburi kembang mekar semerbak.   Pek-hoa-teng (gardu seratus bunga) di tengah lembah sana seperti bercokol di antara taburan bunga yang menyongsong pancaran sinar mentari.   Duduk menggelendot di kursi malas di dalam gardu yang dibangun serba antik dan megah itu, gadis rupawan yang mengenakan pakaian warna merah menyala, wajahnya ber-seri2 seperti mekar-kuntum2 bunga di Sekelilingnya, biji matanya mengerling lembut, penuh gairah hidup nan bahagia, pelan2 dia berdiri, bola matanya lekat meratap wajah Ling Kun-gi, katanya dengan tertawa.   "Kenapa Ling-heng Sekarang baru tiba? Sudah sekian lama orang menunggumu di sini."   Dia ubah panggilannya menjadi Ling-heng (kakak Ling), terasa betapa mesra dan dekat hatinya? Gadis rupawan ini bukan lain adalah Hu-pangcu So-yok.   Hari ini bukan saja dia bersolek dan berdandan, malah sinar matanya tampak bercahaya, wajahnya berseri2 penuh gairah.   Sudah tentu kali ini dia tidak memakai kedok.   Tersipu2 Kun-gi menjura, katanya.   "Maaf Hu-pangcu menunggu terlalu lama."   Giok-lan tertegun, selamanya belum pernah dia melihat So-yok berdandan begini cantik, maklumlah biasanya dia begitu angkuh, dingin dan ketus.   So-yok mengiringi Kun-gi jalan ke depan, agak-nya Giok-lan sengaja ketinggalan di belakang.   Diam2 ia perhatikan So-yok hari ini seolah2 telah ganti rupa, sembari jalan mukanya berseri tawa, tangannya bergerak mengikuti celoteh mulutnya, sikapnya begitu mesra.   Sikap Kun-gi sebaliknya kelihatan risi dan kikuk, kadang2 dia sengaja menjauhkan diri, mungkin karena So-yok bersikap merangsang sehingga perasaannya tidak tenteram, malah saban2 dia menoleh ajak Giok-lan bicara juga.   Untunglah langkah mereka lebar, lekas sekali mereka sudah tiba di depan gedung bertingkat yangmegahdan menterengsepertidalamlukisanitu.   So-yok ajak mereka masuk ke ruang kecil di sebelah samping, katanya tersenyum manis.   "Silakan duduk Ling-heng."   Sekali tangan bertepuk seorang pelayan berpakaian kembang lantas keluar, katanya sambil membungkuk.   "Ada pesan apa Ji-kohnio (nona kedua)? "   So-yok menarik muka, katanya.   "Memangnya kalian tidak tahu aturan, Cong-sucia dan Cong-koan telah tiba, kenapa tidak lekas tuang air teh, memangnya perlu kuperintahkan."   Gemetar tubuh pelayan itu, sambil munduk2 dia mengiakan terus berlari keluar. Cepat dia sudah kembali membawa tiga cangkir teh yang masih mengepul. So yok berpesan.   "Pergi kau tanya kepada Teh-hoa, bila Thaysiang selesai dengan acara paginya, selekasnya memberitahu kemari."   Pelayan itu mengiakan terus mengundurkan diri. Kira2 setanakan nasi kemudian pelayan tadi kembali dengan langkah tergesa, serunya membungkuk.   "Thay-siang persilakan Conghouhoat dan Congkoan menghadap."   So-yok manggut2, katanya sambil berdiri.   "Ling-heng, Sam- moay, marilah kita masuk."   Mereka terus menyusur ke dalam, setiba di depan sebuah kamar, So-yok langsung melangkah masuk serunya.   "Suhu, Ling-heng dan Sam-moay telah datang."   Maka terdengar suara Thay-siang dari dalam.   "Suruh mereka masuk."   So-yok membalik berkata kepada Kun-gi dan Giok-lan.   "Thay- siang suruh kalian masuk."   Sikap Kun-gi amatpatuh dan hormat, begitu melangkah masuk segera dia menjura, serunya.   "Hamba Ling Kun-gi memberi sembah hormat ke-pada Thay-siang."   Mulut mengatakan sembah hormat, hakikatnya dia tidak berlutut sama sekali. Sebaliknya Giok-lan lantas tekuk lutut menyembah, serunya. "Tecu mendoakan Suhu sehat walafiat."   Duduk di atas kursi besar, sepasang mata Thay-siang setajam pisau menatap Ling Kun-gi, sesaat kemudian baru manggut2, katanya kepada Giok-lan. "Bangunlah."   Giok-lan mengiakan dan berdiri. Thay-siang bertanya.   "Sudah kau pilih dua belas dara kembang yang kuminta itu? "   Giok-lan menjawab sudah. "Baik sekali,"   Ucap Thay-siang, kembali sorot matanya berputar ke arah Kun-gi, suaranya kalem.   "Ling Kun-gi, tahukah kau untuk apa Losin memanggilmu kemari? "   Hormat dan patuh suara Kun-gi.   "Hamba menunggu perintah Thay-siang."   Mendengar ucapannya ini, diam2 Thay-siang manggut2, katanya lebih lanjut.   "Kau terpilih menjadi Cong-hou-hoat-su-cia tahukah apa tugas dari Cong-hou-hoat-su-cia sebenarnya? " "HarapThay-siang suka memberipetunjuk."seru Kun-gi. "Cong-hou-hoat-su-cia memikul tugas mengawal Pangcu, membela kepentingan Pang kita dan memberantas setiap musuh."   Kun-gi mengiakan sambil membungkuk. "Walau di bawah Cong-hou-hoat-su-cia masih ada Houhoat kanan kiri dan delapan Hou hoat serta 24 Su-cia yang berada di bawah perintahmu, tapi tugas dan tanggung jawabmu adalah yang terbesar." "Ya,"   Kembali Kun-gi mengiakan-"Sebagai murid Put-thong Taysu, dengan bekal kepandaianmu sekarang, kalau ada musuh tangguh menyatroni kemari, sudah cukup kuat kau menghadapinya, cuma dalam waktu dekat ini kita akan meluruk ke Hek-liong-hwe, selama dua puluh tahun ini, tidak sedikit kaum persilatan dan pentolan penjahat yang di jaring pihak Hek-liong-hwe, sebagai Cong-hou-hoat Pang kita dengan tugas dan tanggung jawabmu itu, kuyakinkautidakakan membikinmalukitasemua."      Jilid 18 Halaman 41/42 Hilang bakalatautelah menjadicalonsuami Hu-pangcu? Sudah tentu Kun-gi tidak tahu akan liku2 ini, apa yang dia harapkan hanya mencapai tujuannya sendiri, kenapa ilmu pedang warisan keluarganya menjadi ilmu sakti pelindung Pek-hoa-pang? .   Dia yakin kedua jurus ilmu pedang yang akan diturunkan kepadanya oleh Thay-siang tentu dua jurus ilmu sakti pelindung Pang itu..   Umpama kata hanya sejurus saja dirinya memperoleh kesempatan belajar, maka dirinya pasti akan mendapat peluang untuk menanyakanasal-usuldari ilmu pedang ini.   Kejadian ini sungguh sukar dicari, juga merupakan harapan yang di-idam2kan setiap orang, keruan hatinya senang bukan main, lekas dia menjura, serunya.   "Dua jurus ilmu pedang yang diajarkan Thaysiang tentu adalah ilmu pedang sakti yang tiada taranya, hamba baru saja menjadi anggota, setitik pahala belum lagi kuperoleh, mana kuberani ...."   Lekas So-yok menyela bicara.   "Kau adalah Cong-hou-hoat-su-cia, besar tanggung-jawabmu, maka Thay-siang melanggar kebiasaan mengajar ilmu pedang padamu, lekaslah menyembah, dan mengaturkan terima kasih? "   Thay-siang mengangguk, katanya "Kalau orang lain mendengar Losin mau mengajarkan ilmu pedang padanya, entah betapa riang hatinya, tapi kau bisa tahu diri mengingat baru masuk jadi anggota dan belum sempat mendirikan pahala, inilah letak titik kebaikannya.   Ilmu silat memang teramat penting artinya bagi setiap insan persilatan, karakter dan tindak tanduk merupakan pupuk dasar yang utamapula,agaknyaakutidaksalah menilaidirimu"   Sampai di sini dia menoleh kepada So-yok dan Giok-lan, katanya.   "Dalam meluruk ke Hek-liong-hwe kali ini, menurut perhitungan gurumu kcsempatan menang hanya lima puluh persen saja, maka setiap orang harus mempunyai bekal yang cukup untuk mengembangkan kemampuan bartempur secara tersendiri, maka kalianpun boleh ikut masuk bersamaku, akan kutambah sejurus ilmu pedang pula kepada kalian, bagi Giok-lan nanti kuizinkan mengajarkan jurus kedua, kepada Bwe-hwa dan lain2, tapi dalam jangka tiga hari, semua orang sudah harus sempurna dalam latihan, kinikitatentukantigaharilagilaluakan mulaibergerak."   Bahwa Thay-siang juga akan mengajarkan lagi sejurus ilmu pedang, tentu saja So-yok kegirangan, serunya berjingkrak.   "Suhu, kau baiksekali."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Giok-lan menjura hormat.   "Tecu terima perintah."   Thay-siang sudah berdiri, sekilas dia pandang Kun-gi, katanya lembut."Kalianikutaku."segeraia melangkahmasuk. Lekas So-yok mendorong pelahan punggung Kun-gi, katanya lirih.   "   Lekas jalan"   Memangnya Kun-gi ingin cepat2 masuk dan melihat keadaan yang sebenarnya, tanpa banyak bersuara segera ia melangkah masuk.   mereka berada di sebuah pekarangan di belakang aula pemujaan-dipinggir sana berjajarpot2 bunga cempaka, begitu mereka memasuki pekarangan belakang, bau harum bunga semerbak merangsang hidung membangkitkan semangat dan menyegarkan badan-Suasana hening sepi dan terasa khidmat, dengan langkah pelan dan mantap Thay-siang berjalan di depan, dia menyingkap kerai terus masuk ke dalam.   Kun-gi, So-yok dan Gioklan beruntun ikut masuk juga .   Kun-gi celingukan kian kemari, kamar ini berbentuk panjang.   tepat di atas dinding tengah terpancang sebuah lukisan seorang laki2 berwajah merah berjambang mengenakan jubah kelabu, kedua matanya tajam, kelihatan gagah perkasa.   Di atas gambar orang terdapat sebaris huruf yang berbunyi.   "Gambar ayah almarhum Thi Tiong hong."   Mencelos hati Kun-gi, tempat ini adalah kediaman Thay-siang, ayah almarhum di dalam gambar itu tentu ayah dari Thay-siang. Memangnya Thay-siang juga she Thi? Jadi dia satu she dengan ibunda. Memang tidak sedikit orang she "Thi"   Di kolong langit ini, tapi bagaimana dengan Hwi-liong sam-kiam? Hanya beberapa gelintir orang saja yang pernah mempelajari ilmu pedang sakti mi.   Mungkinkah dia dengan ibu ....   Terasa persoalan pelik ini pasti sangatadahubungannya, tapisukar menyelaminya.   Tiba dihadapan lukisan, Thay-siang menyulut tiga batang hio, pelan2 dia tekuk lutut dan bersembahyang, mulutnya komat-kamit, sesaat kemudian baru berdiri, katanya dengan membalik badan- "Ling Kun-gi, majulah kemari, sembah sujud kepada Cosu."   Kun-gi berdiri tidak bergerak. katanya hormat.   "Lapor Thaysiang, memang hamba sudah jadi anggota Pek-hoa-pang, tapi tak mungkin aku mengangkat guru lagi."   Sudah tentu So-yok dan Giok-lan terperanjat, mereka kenal betapa buruk watak Thay-siang, setiap orang tunduk dan patuh pada setiap patah katanya, belum pernah terjadi seorang berani menolak keinginannya.   Tapi di luar dugaan kali ini Thay-siang ternyata tidak marah, malah dia unjuk senyum manis, katanya.   "Losin tahu kau adalah murid Put-thong Taysu, mana berani kupaksa kau menjadi murid ku, apa lagi tiada laki2 yang pernah kuterima menjadi murid, tapi sekarang Losin harus ajarkan ilmu pedang padamu betapapun kau harus bersembah sujud dulu kepada Cosu (cakal bakal) ilmu pedang itu"-Apayangdiuraikanini memangjugamasukakal. MakaLing Kun-giberkatadenganhormat. "Baiklah, hamba terima perintah."-Lalu dia berlutut di depan gambar dan menyembah empat kali. Di atas meja Thay-siang memungut dua gulung am kertas terus diangsurkan kepada Kun-gi katanya.   "Inilah jurus pertama dan kedua dari Tin-pang-kiam-hoat kita, Losin kali ini mengajar padamu dengan melanggar pantangan-. setelah kau berdiri akan kumulai mengajarkan teorinya."   Kun-gi terima gulungan kertas itu katanya.   "Terima kasih akan kebaikan Thay-siang."   Lalu dia berdiri. Kata Thay-siang.   "Walau Losin dengan kau tiada hubungan guru dan murid, tapi aku punyatangung jawab sebagai orang yang mengajarkan ilmu pedang ini padamu, maka selanjutnya jangan kau sia2kan pengharapan Losin-" "Selama hidup hamba tidak akan melupakan kebaikan ini,"   Seru Kun-gi khidmat. Thay-siang menuding ke dinding sebelah timur, katanya.   "Gantunglah disana"   Kun-gi beranjak ke arah yang ditunjuk, di-lihatnya ada dua paku di atas dinding, maka dia buka gulungan kertas lalu menggantungnya di dinding.   Gambar pertama adalah lukisan jurus Sin-liong jut-hun (naga sakti muncul dari mega), tepat di atas gambar bertuliskan-"Hwi-liong-sam-kiam jurus pertama Sin-liong jut-hun."   Tersirap darah Kun-gi, timbul berbagai tanda tanya dalam benaknya, mendadak ia bertanya.   "Tin-pang-sam-kiam yang Thaysiang maksud apakah Hwi-liong-sam-kiam ini?" "Betul, ketiga jurus ilmu pedang ini dulu dinamakan Hwi-liongsam-kiam. Sejak Losin mendirikan Pek-hoa-pang, namanya kuganti menjadi Tin-pang-sam-kiam." "Apakah ketiga jurus ilmu pedang ini adalah ciptaan Cosu yang barusan kusembah ini? " "Ya, bolehlah dikatakan demikian,"   Ucapnya.   ini berarti mungkin juga bukan ciptaannya.   Agaknya Thay-siang merasa terlalu banyak pertanyaan yang diajukan Kun gi, maka sikapnya tampak kurang sabar, katanya.   "Ling Kun-gi, mungkin mereka sudah pernah memberitahu padamu, Losin adalah orang yang tidaksenang ditanyaitetek-bengek."   Kun-gi mengiakan, katanya.   "Karena mendapat berkah pelajaran ilmu pedang ini, maka hamba ingin mengetahui sedikit asal-usul ilmu pedang ini saja."   Thay-siang mendengus, katanya.   "Ajaran pedang adalah cara bagaimana kau memainkan pedang, cukup asal kau belajar dan apal cara bagaimana menggerakkan pedang ditanganmu."   Kali ini Kun-gi tidakberanibicaralagi,lekasia mengiakansambilmunduk2.   Tanpa bicara lagi Thay-siang lantas mengajarkan teorinya kepada Ling Kun-gi, lalu dia tunjuk lingkaran2 di dalam gambar serta memberi penjelasan secara terperinci, dia terangkan pula gerak tubuh, langkah kaki serta gerak pedangnya serta variasi perubahannya.   Lalu dia suruh So-yok dengan gerak dan gaya yang jelas mendemonstrasikan jurus yang dia jelaskan beruntun dua kali..   Sebetulnya ketiga jurus ilmu pedang ini sudah terlalu apal kalau tidak mau dikatakan sudah di luar kepala Kun-gi, tapi sekarang dia pura2 menaruh perhatian dan mendengarkan dengan seksama.   Setelah So-yok berhenti baru Thay-siang ber-tanya.   "Kau sudah paham? " "Hanya gaya pedang dan jurus2nya saja yang hamba ingat, sementara variasi perubahannya dalam waktu dekat masih sulit kuselami"   Demikian jawab Kun-gi. Thay-siang tersenyum senang, katanya.   "Perubahan kedua jurus ilmu pedang ini memang ruwet dan banyak cabangnya pula, bahwa kau bisa mengingat gerak-tipunya sudah terhitung bolehlah, inti sari jurus pedang ini harus lebih meresap kau pelajari, memangnya dalam jangka sesingkat ini kau dapat memahaminya? Terus kan latihanmu di sini, sebelum matahari tenggelam kau harus, apal dan sempurna mempelajari kedua jurus ilmu pedang ini, sekarang akan kuambil kembali lukisan ini."   Kun-gi munduk2 sambil mengiakanThay-siang mengambil pula gulungan kertas lain yang lebih kecil dari meja pemujaan, katanya membalik kearah So-yok dan Giok-lan.   "Kalian masuk ke sana ikut gurumu."-Lalu dia mendahului melangkah ke kamar sebelah kiri, Giok-lan dan So-yok mengikuti di belakang tanpa bersuara, tentunya mereka juga akan diajari jurus ketiga da-ri Tin-pang-sam-kiam itu. Selama tiga hari ini, seluruh penghuni Pek hoa-ceng, seluruh anggota Pek-hoa-pang sibuk dan giat latihan memperdalam ilmusilat masing2, adayangsibuklatihanpedang, Ada yang menggosok golok atau gaman masing2, tak sedikit pula yang mengeraskan kepalan dan meringankan tendangan kaki, suasana ramai penuh dihinggapi semangat tempur yang berkobar. Semua satu hati, ingin unjuk kepandaian sendiri di medan tempur melawan jago2 Hek-liong-hwe. ooooodwooooo Sampai hari keempat, hari masih pagi, bintang masih berkelap- kelip di cakrawala, udara masih dingin diliputi kabut tebal, Tiada nampak sinar lampu di Hoa-keh-ceng yang terletak diPek-ma-kok. tapi adalah serombongan orang berbaris sedang keluar dari pintu gerbang. Barisan ini dipimpin sendiri oleh Thay-siang yang berpakaian serba hitam dengan cadar hitam pula, di belakangnya berturut2 adalah Bok-tan, Pek-hoa-pangcu, Hu-pangcu So-yok, Congkoan Giok-lan serta tujuh Tay-cia, mereka adalah Bi-kui, Ci-hwi, Hu-yong, Hong-sian, Giok-je, Hay-siang dan Loh-bi-jin, paling belakang adalah barisan 24 dara2 kembang, semua berpakaian ringkas ketat warna gelap. Inilah kekuatan inti Pek-hoa-pang yang langsung di bawah komando Thay-siang. Sementara Bwe-hoa, Liau-hoa, Tho-hoa, Kickhoa dan Giok-li berlima mengantar keluar, mereka berlima tidak turutserta, tapiditugaskan menjagaHoa-keh-ceng. Hari masih gelap. sepanjang pesisir danaupun masih pekat tiada sinar lampu. Tapi di tengah kegelapan berkabut tebal itu, dipinggir danau pada dermaga paling utara berlabuh sebuah kapal besar, bertingkat tiga, dari ujung yang satu ke ujung yang lain kapal ini bercat hitam legam, maka kelihatannya seperti sebuah bukit kecil yang bertengger di pinggir danau. Karena tidak tampak sinar lampu sehingga terasa kapal bertingkat ini rada misterius. Di daratan tampak bayangan orang berbaris berjajar memanjang, tegak siap tanpa bersuara. Mereka dipimpin oleh Ling Kun-gi, disambung Leng Tio-cong, Coa Liang, lalu Kongsun Siang, Song Tek-seng, Cin Te-khong, Thio Lam-jiang, Toh Kian-ting, Lo Kun-hun, Yap Kay-sian, Liang lh-jun, paling akhir adalah ke-12 Houhoat-sucia. Setelah mereka menyambut kedatangan Thay-siang ke atas kapal, lalu beruntun merekapun naik ke atas kapal pula. Kejap lain kapal besar ini telah berlayar kearah utara, suasana tetap hening tak ada yang bersuara. Tak lama kemudian kegelapanpun berganti remang2 lalu muncul sinar emas kemilau di ufuk timur, kabut semakin tipis, sinar surya terang benderang memancarkan cahaya di permukaan danau nan tenang, tiada yang tahu bahwa di balik ke tenangan ini laksana bara didalam sekam. Kapal yang ditumpangi Pek-hoa-pang Thay-siang Pangcu untuk menyerbu Hek-liong-hwe ini sudah tentu dibuat khusus, kekuatannya berlipat ganda. berlaju lebih cepat daripada kapal besar seukurannya. Kapal ini terbagi tiga tingkat tapi yang kelihatan dipermukaan air hanya dua tingkat. Tingkat paling atas tempat kediaman Thay-siang, Bok-tan, So-yok, Giok-lan dan enam Taycia. Ting-kit kedua untuk Ling Kun-gi bersama para hou-hoat-sucia, Tingkat paling bawah diperuntukanpara dara kembang yang dipimpin Loh-bi-jin. Kapal terus laju ke utara. Semua hanya tahu tujuan mereka untuk bertempur mati2an dengan orang2 Hek-liong-hwe, sementara di mana letak sarang Hek-liong-hwe tiada seorangpun yang tahu, berapa lama pula mereka harus berlayar baru akan tiba ditempat tujuan? Ini merupakan rahasia, sampaipun Bok-tan dan So-yok, pimpinan tertinggi Pek-hoa pang juga tidak tahu..Sudah tentu mereka sama heran dan ber-tanya2, Kalau Hek-liong-hwe musuh Pek-hoa-pang, kenapa Thay-siang harus merahasiakan sarang musuh? Pagi hari kedua setelah mereka berlayar, udara masih remang2, semalam kapal bertingkat ini berlabuh di Tay koh-teng, sejauh ini belum lagi berangkat. Enam sampan berbentuk lonjong yang bisa bergerak gesit dan cepat dipermukaan air tampak berdatangan, kiranya tiba saatnya berganti piket 12 Houhoat-sucia bergiliran ronda malam dengan kedelapan Houhoat di sekeliling perairan-Pada tingkat kedua terdapat sebuah ruangan makan yang luas, tempat untuk istirahat pula, tiga meja segi delapan berjajar dalam bentuk segi tiga terletak di tengah ruangan-Pada saat mana Cong-houhoatsucia, Coh-yu-hou-hoat dan delapan Hou-hoat berada di ruang besar ini. Inilah saatnya sarapan pagi. Derap kaki yang berat berdantam di atas geladak, dua bayangan orang cepat sekali sedang turun ke-ruang makan ini. Leng Tlo-cong yang duduk paling ujung kiri sedang menggerogot sebuah bakpau sambil menoleh, mendadak matanya terbeliak dan bertanya kereng.   "Apa terjadi sesuatu Toh-houhoat dan Lo-houhoat? "   Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun semalam bertugas dengan empat Houhoat lain meronda perairan, setelah terang tanah baru kembali, untuk kembali sebetulnya tidak perlu tergesa2, karena mendengar langkah mereka yang gugup inilah maka Leng Tlo-cong merasa curiga lalu bertanya.   Yang masuk memang Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun, keduanya menjura.   Toh kian-ling men-jawab.   "Apa yang dikatakan Coh- houhoat memang betul, Nyo Keh-cong dan Sim Kian-sin sama2 terluka."   TergetarLengTiongcong, tanyanya."Terjadiapa, di mana? " "Di sebelah utara Toa-hou-san." "Dimana mereka? " "Sudah kembali, cuma dua kelasi diperahu Sim Kian-sin sama tewas."   Tengah bicara, tampak datang Ban Yu-wi, Coh Hok-coan berdua memapah Sim Kian-sin dan Nyo Keh cong yang terluka itu. Kun-gi berdiri menyambut kedatangan mere-ka, tanyanya. "Bagaimana luka2 kalian?"   Toh Kian-ling menerangkan.   "Nyo-sucia terluka dipaha oleh senjata gelap musuh, untung dia selalu membawa obat, racun sudah dikupas, cuma senjata rahasia terlalu kecil, masih sukar dikeluarkan-badan Sim-sucia terluka tiga bacokan pedang, terlalu banyak keluar darah, tadi sampai pingsan, setelah kubalut dan telan dua butirobat, keadaannya sudah agak pulih, kesehatan mereka tidakperlu di-kuatirkan lagi." "Bagus, biar mereka duduk. coba akan kuperiksa,"   Kata Kun-gi. Ban Yu-wi dan Coh Ho-coan mengiakan, mereka bimbing kedua orang yang terluka itu duduk di kursi. Ting Kiau tampak beranjak masuk dari dalam baju dia keluarkan sebuah lempengan besi persegi, katanya.   "Cong coh (panggilan dinas pada Ling Kun-gi), inilah senjata rahasia lembut dipaha Nyo-heng, mungkin sebangsa jarum beracun. bagaimana kalau kuperiksa dan menyedotnya keluar? "-Dia bersenjata kipas lempit yang biasame-nyemburkan jarum2 beracun, maka selalu ia bawa besi sembrani untuk menyerap jarum2 beracun itu. Kun-gi tahu bahwa anak buahnya ini sama merasa sirik padanya karena merebut jabatan Cong-houhoat, kinilah kesempatan untuknya mendemontrasikan kepandaiannya di depan orang banyak. maka dia berkata.   "Tak usalah, biar kuperiksa lebih dulu."   Lalu dia singkap kaki celana Nyo Keh-cong yang telah dirobek.   tampak lima lubang kecil berwarna biru, kulit dagingnya sudah dipolesi obat penawar getah bercun, kadar racunnya boleh dikatakan sudah tawar, tapa batang jarum masih berada di dalam daging, maka dia berpaling sambil menuding lubang kecil itu, katanya.   "Jarum ini memang beracun, meski sudah dipolesi obat penawar, daging dan darah tetap keracunan, kalau hanya menyedot keluar jarumnya saja tanpa mengeluarkan darah yang sudah keracunan, kalau terlalu lama tetap akan membahayakan badan."   Toh Kian-ling berkata.   "Hamba sudah memberi minum tiga butir pil penawar racun buatan Pang kita,"   Kun-gi menggeleng dan berkata.   "Kukira tidak berguna, kecuali Nyo-heng sendiri mampu mengerahkan hawa murni dan mendesak jarum keluar dari kulit dagingnya."   Sudah tentu keterangannya ini sia2 belaka, duduk saja Nyo Keh- cong sudah payah, mana mampu mengerahkan tenaga segala? Kun-gi lantas mengusap permukaan kulit paha Nyo Keh-tong yang bengkak, kejap lain dia membalik tangan, tampak lima batang jarumbajaselembutbulu kerbauberjajarditelapak tangannya.   Leng Tio-cong terbeliak serunya tertahan.   "Hebat betul Lwekang Cong coh."   Kun-gi tertawa, ujarnya.   "Bicara kekuatan Lwekang sejati, mana aku bisa menandangi Leng-heng, apa yang kugunakan barusan adalah daya sedot dariKim-liong-jiu saja."   Dipuji dihadapan umum, sudah tentu Leng Tio-cong merasa bangga dan besar pula artinya bagi pribadinya. Maka mukanya berseri, berulang dia menjura, katanya.   "Cong coh terlalu memuji "   Sementara itu Kun-gi ulur tangan kiri menggenggam telapak tangan kanan Nyo Koh-cong, diam2 dia kerahkan hawa murni melalui lengan orang terus mendesak kepaha orang, Maka Kelihatan darah hitam mulai meleleh keluar dari kelima lubang jarum.   Tak lama kemudian, darah hitam telah berganti darah merah segar.   Kun-gi lantas lepas genggamannya, katanya..   "Sudah, racun sudah mengalir keluar, lekas kalian bantu memberi obat luar serta dibalut."   Nyo Keh-cong menarik napas panjang, hatinya lega, tapi masih lemah, katanya.   "Terima kasih, Cong coh."   Ban Yu-wi mengeluarkan obat dan membalut luka kawan itu. Kemudian Kun-gibertanya.   "Hari ini siapayangpiket? "   Coa Liang menjawab.   "Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun."   Yap Kay-sian dan Liang Ihjun, segera tampil ke muka, katanya sambil menjura.   "Entah Congcoh ada pesan apa?"   Empat Houhat-suciajuga ikut berbarisdibelakang mereka.   "Waktu berlayar lagi, kalian harus segera berangkat, periksa dulu daerah sekitar Toa-hou-san.   kalau menemukan jejak musuh, berilah tanda penghubung.".   Yap Kay-sian dan Liang Ih-jun mengiakan, setelah menjura terus bawa empat Hou-hoat-sucia berangkat.   Baru saja Kun-gi hendak minta keterangan lebih jelas dari Nyo Keh-cong dan Sim Kian-sin tentang peristiwa yang terjadi.   Tiba2 Congkoan Giok-lan melangkah masuk.   Kun-gi mendahului berdiri serta menyapa, Giok-lan balas hormat dan berkata.   "Cong-sucia, kalian boleh duduk. tak berani kuterima penghormatan ini."   Leng Tio-cong menyingkir ke kanan bersama Coa Liang, tempat duduknya diperuntukan Giok lan. Semua orang kembali duduk berurutan. Giok-lan memandang Nyo dan Sim berdua, tanyanya.   "Cong-su- cia, mereka berdua terluka, apa yang terjadi? " "Mereka mengalami sergapan di sekitar Toa-hou-san,"   Tutur Kungi. "Orang Hek-liong-hwe? "   Menuding jarum yang terletak di meja, Kun-gi berkata.   "   Orang itu menggunakan Bhe-hay-ciam yang direndam getah beracun, tentunya orang Hek liong-hwe." "Apakah sudah kau kirim orang menyelidiki tempat kejadian? "   Tanya Giok-lan "Yap dan Liang berdua Hou-hoat sudah ku-utus kesana, menurut dugaanku bangsat itu tentu sudah angkat kaki, apa lagi sekarang sudah terang tanah, mungkin takkan memperoleh apa2."   Tengah bicara dilihatnya Hu-pangcu So-yok melangkah tiba, matanya mengerling kearah Kun-gi, katanya lincah.   "Ling-heng, katanya orang kita mengalami sergapan? Apakah bentrok dengan orang2 Hek-liong hwe"   Kun-gi berdiri, katanya tertawa.   "Kebetulan Hu-pangcu kemari, duduk persoalannya aku sendiri juga belum jelas, Silakan duduk."   Diaberdirilalu menyilakanSo-yokdudukditempatnya. "Silakan duduk Ling-heng, aku duduk bersama Sam-moay saja."   Terpaksa Kun-gi duduk kembali di tempatnya. Toh Kian-ling dan Lo Kun-hun sama2 berdiri dan menyapa.   "Hamba memberi hormat kepada Hu-pangcu." "Semalam kalian berdua yang piket? "   Tanya So-yok. Toh dan Lo mengiakan "Kapanperistiwaitu terjadi? "tanyaSo-yokpula. "Kira2 kentongan ke-lima,"   Tutur Toh Kian-ling, lalu dia menerangkan lebih lanjut.   "Semalam waktu kami keluar, bersama Lo-heng kami terbagi dua kelompok. Lo-heng bersama Ban dan Coh bertiga meronda ke selatan Toa-hou-san, hamba bersama Nyo dan Sim tiga orang memeriksa bagian utara, kentongan kelima, cuaca amat gelap. permukaan danau diliputi kabut tebal, dalam jarak lima tombak tak terlihat apa2 ....." "Ceriterakan secara singkat, jangan bertele2,"   Tukas So-yok tak sabar. Toh Kian-ling tahu watak Hu-pangcunya ini, maka cepat ia meneruskan.   "Sampan kita bertiga beriring dalam jarak belasan tombak. karena kabut amat tebal, hamba berdiri di ujung perahu, mendadak kudengar suara bentakan di depan, cepat kusuruh kayuh sampan ke arah datangnya suara, tapi Waktu.... waktu hamba tiba, dua tukang perahu disampan Sim-sucia sudah menjadi korban, Sim-heng terkena tiga bacokan pedang, badan berlumuran darah dan rebah di atas sampan, melihat hamba datang mulutnya masih sempat berteriak.   "Kejar"   Lalu jatuh semaput, sedang Nyo-sucia juga menggeletak di ujung sana terkena senjata rahasia musuh dan tak sadarkan diri."   "Kau sendiri tidak melihat bayangan musuh? "   Tanya So-yok "Waktu itu kabut amat ... ."   Sebetulnya dia hendak mengatakan "amat tebal", tapi dia lantas berhenti lalu menyambung pula.   "waktu hamba menyusultiba, kapal musuhsudah tidak kelihatanlagi."   Karena terluka tiga bacokan pedang dan terlalu banyak keluar darah, keadaan Sim Kian-sin paling payah, sambil berpegang pinggir meja dia berdiri dan berkata.   "Lapor Hu-pangcu, duduk kejadiannya hanya hamba yang paling jelas." "Luka Sim-heng tidak ringan, bicaralah sambil duduk saja,"   Ujar Kun-gi. MengawasiSo-yok.SimKian-sintidakberanibersuara. Giok-lan lantas menyela.   "Cong-sucia suruh duduk, maka duduklah kau sambilbicara."   Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sim Kian-sin berduduk. lalu sambungnya.   "Tempat kejadian kira2 di sebelah barat laut Toa-hou-san, sampan hamba waktu itu kira2 hanya lima li dari daratan, kudengar suara percikan air, semula kukira sampan Nyo heng yang mendekat, maka tidak kuambil perhatian....."So-yokmendengustidak sabar. Sim Kian-sin merandek dan tergagap. lekas dia meneruskan kisahnya.   "Akhirnya kudengar pula suara benda kecebur, waktu aku berpaling, terlihat bayangan hitam melesat di buritan, baru saja hamba menghardik, gerak-gerik bayangan itu amat lincah, tahu2 pedangyasudahmenusuktibaterpaksahamba melawannya." "Kau tidak melihat jelas wajahnya? "   Tanya So-yok, "Bukan saja dia herpakaian serba hitam, batang pedangnya itupun hitam legam, hamba hanya melihat perawakannya kurus tinggi, sayangtidaksempat melihatwajahnya." "Bagaimana permainan pedangnya? "   Tanya Giok lan "Ilmu pedangnya keras dan ganas, hamba melawannya dua puluhan gebrak, paha terkena bacokan sekali " "KapanNyo Keh-cong menyusultiba?"tanyaSo-yok, "Kira2 setelah kami bergebrak sepeminuman teh, sampan Nyo- heng datang dari arah kiri, kudengar Nyo-heng membentak sembari menubruk datang, maka kulihat orang berbaju hntam itu mendengus dan mengayun tangan kiri sambil menyeringai.   Turunlah Kabut amat tebal, kuatir Nyo-heng kena dikerjai maka hamba berteriak.   Awas Nyo-heng Tapi Nyo-heng sudah telanjur melompat datang, kudangar dia mengeluh sekali terus tersungkur di buritan, karena sedikit terpencar perhatianku kembali aku terkena serangan lawan, pedangnya dilumuri getah beracun, kaki hamba seketika menjadi kaku dan roboh terkapar, untung sampan yang lain sudah berdatangan, bangsat itu tampak gugup terus melarikan diri, kejap lain Toh-houhoatpun tiba."   So-yok menggeram gusar, katanya.   "Musuh hanya datang satu orang, bayangannya saja kalian tidak jelas, pihak kita sudah jatuh dua korban, kalau seperti ini gelagatnya, memangnya ada harapan kita meluruk ke sarang Hek-liong-hwe? "   Gelisah sikap Toh Kian-ling, jawabnya malu.   "Ya, hamba memang tidak becus... ." "Kalian ini memang cuma setimpal makan minum dan ber-foya2 sajadiHoa-keh-ceng."So-yok muring2. "Kejadian di luar dugaan, kabut tebal lagi, berhadapanpun sukar melihat wajah orang, cuaca buruk ini memang amat menguntungkan musuh,"    Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung

Cari Blog Ini