Pedang Kiri Pedang Kanan 9
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL Bagian 9
Pedang Kiri Pedang Kanan Karya dari Gan K L jauh lebih teratur dan terawat, undakan dan jalan liku2 menanjak tinggi ke atas, untuk membangun gunung buatan yang beberapa puluh tombak tingginya ini terang menghabiskan biaya dan pikiran yang tidak sedikit. Tepat di puncak bukit terdapat sebuah gardu, itulah Kek-hun-ting. "gardu sekuntum mega". Dengan berlenggang Kun-gi telah menuju ke atas, lain dengan gardu umumnya yang berbentuk petak. gardu di sini dipagari kayu2 merah setinggi pinggang yang berbelak-belok. pajangannya cukup megah, ke arah manapun menghadap. seluruh pemandangan taman ini dapat terlihat jelas. Begitu Kun-gi melepas pandangannya, seketika ia berdiri melongo. Semalam waktu turun kereta, walau kedua matanya ditutup kain, tapi ketika dia diturunkan oleh Hou Thi-jiu, pernah dia mengintip sebentar, kereta benar2 berhenti di depan sebuah pintu gerbang perkampungan-Tapi tempat sekarang dirinya berada justeru di bangun di tengah pegunungan-Dia ingat lelaki baju abu2 menggendongnya turun kereta, lalu membelok ke kiri masuk pintu seperti melewati beberapa pekarangan dan rumah baru sampai di taman belakang. Dari pintu taman yang bersuara berat itu terang terbuat dari besi tebal, lalu Hou Thi jiu sendiri yang menjinjing dirinya menyelusuri lorong berbatu ke Kwi-pin koan. Meski tidak melihat dengan mata terpentang, namun semua itu diingatnya betul2. Menurut rekaannya, letak dari taman belakang ini pasti berada paling belakang dari perkampungan-Karena orang2 yang di "undang" Kemari sudah di bius, malah di dalam obat bius dicampur obat yang dapat membuat seseorang kehilangan tenaga, betapapun tinggi ilmu silat seseorang, setelah minum obat itu, kekuatannya paling tersisa tiga bagian saja dari keadaan biasanya. Untuk lari melompat pagar tembok yang amat tinggi terang mustahil, apalagi penjagaan dari jago2 berkepandaian tinggi tentu juga sangat ketat, yang terang setiap gerak-gerik dirinya tentu diawasisecara diam2. Tapi kenyataan yang dilihat dan dihadapi Kun-gi sekarang justeru berlainan. Apa yang dijelaskan oleh Ing-jun si pelayan tadi memang tidak salah, taman bunga ini di kelilingi air, hanya bagian utara berdiri puncak gunung tinggi mencakar langit yang curam dan terjal. Jadi perkampungan besar sebetul-nya terletak di bagian selatan, tapi yang dia lihat sekarang hanyalah Coat Sin-san-ceng, di selatan Coat Sin-san-ceng adalah sungai yang lebarnya puluhan tombak pepohonan Yang-liu tampak melambai2 di seberang sana, mana ada perkampungan besar lain? Jelas semalam kereta berhenti di depan perkampungan dan dirinya digusur turun, kalau letaknya terpaut sebuah sungai, cara bagaimana kereta bisa sampai di sini? jelas dirinya melihat bangunan tembok yang tinggi, pintu gerbang perkampungan begitu angker, lalu ke mana pula sekarang perkampungan besar itu? Sejak dirinya masuk kemari sampai sekarang, keadaan dirinya tetap segar bugar, terang tak mungkin dipindah ke tempat lain-Begitulah Kun-giberdiri menjublekditempatnya. Waktu dia berpaling ke utara, puncak mencakar langit yang terjal itu seperti sudah amat dikenalnya, itulah puncak gunung tinggi yang semalam dilihat berada di belakang perkampungan itu. Dan di sini letak keanehannya, perkampungan besar itu lenyap. namun puncak tinggi ini tetap bercokol di tempatnya. Ini membuktikan bahwa apa yang dilihatnya semalam tentu tidak salah. Hati semakin heran dan bingung, terasa pula bahwa urusan rada ganjil. Coat Sin-san-ceng (perkampungan yang lepas dari keramaian dan kotoran duniawi), nama ini memang tepat dan tidak berkelebihan, karena tiga bagian sekelilingnya dilingkari permukaan air yang luas, memang merupakan tempat yang terasing dan terpencil dari luar. Tujuan Kun-gi hanya ingin melihat dan memeriksa keadaan sekeliling, kini keadaan sudah dilihatnya dengan jelas, maka melalui jalandatangnyatadidia menuju ke Lan-wan Masih ada suatu hal yang membuatnya heran, di tempat ini tiada seorangpun yang dijumpainya, se-akan2 pemilik tempat ini tidak merasa kuatir, sehingga tidak perlu mengutus orang mengawasi dirinya secara diam2. Hal ini malah menambah rasa curiga Ling Kun-gi, dengan susah payah, menggunakan berbagai daya upaya mengundang para tamu agung ini kemari, apakah maksud tujuannya? oo 0dwoo Lan-wan, sesuai dengan namanya, yang ada di tengah2 lingkungan taman ini seluruhnya adalah bunga anggrek melulu, ratusan pot2 bunga tersebar dan diatur begitu rapi, terbagi menjadi kelompok dari berbagai jenis2 yang berlinan, di bawah pot bunga ditaruh tatakan berisi air bening untuk mencegah semut menggerogoti akarnya. Tatkala itu Kun-gi berada di antara deretan rak bunga, sambil menggendong tangan, dengan seksama dia melihat2 bunga. Sifatnya bebas dan rileks, se-olah2 dialah tuan rumah dari semua yangadaditaman ini. Waktu itu hari sudah menjelang lohor, tampak seorang pelayan baju hijau sedang mendatangi dari jalanan kecil berbatu krikil sana. Dari gerak langkahnya yang enteng, sekali pandang orang akan tahubahwapelayanini memilikidasar Ginkangyangamatbagus. Tiba di depan pintu Lan-wan, pelayan itu hanya bicara beberapa patah kata dengan Ing-jun. Tampak Ing-jun mengantarnya memasuki taman menuju ke arah Ling Kun-gi. Tapi Kun-gi pura2 tidak tahu, dengan tekun dia memeriksa tanaman bunga. Setelah mereka dekat di belakangnya baru Ing-jun bersuara. "Cu-cengcu" "o."Kun gi bersuarasekali, pelan2dia membaliktubuh. Ing-jun berkata. "cengcu sudah menunggu di ruang depan Jun hiang ci-ci sengaja diutus kemari untuk mengundang Cu-cengcu ke sana." Jun-hiang, pelayan baju hijau, lantas maju selangkah dan memberi hormat, katanya. "Hamba Jun-hiang memberi hormat kepada Cu-cengcu."-Gadis pelayan ini ternyata berparas elok laksana puteri kahyangan dalam lukisan Kun-gi manggut2, katanya. "Lohu memang ingin menemui cengcu kalian, silakan nona menunjukkan jalan-" Jun-hiang mengiakan, lalu dia mendahului jalan di muka. Jalan yang menuju ke Coat Sin-san-ceng dari Lan-wan cukup lebar beralas batu2 gunung, kedua pinggir jalan dipagari tanaman pohon yang tidak diketahui apa namanya, angin mengembus sepoi2, dahan pohon sama bergoyang menerbitkan paduan suara yang mengasyikkan. Berjalan di belakang Jun-hiang, tiba2 tergerak hati Kun-gi, batinnya. "Semalam waktu Hoa Thi-jiu membawaku kemari juga kudengar suara lirih dari gesekan dedaunan pohon, mirip sekali dengan keadaan sekarang yang kulewati ini, jadi jalan yang menuju ke kebun kiranya berada di dalam Coat Sin-san-ceng. Ya, kebun ini dikelilingi air tiga jurusan, Coat Sin-san-ceng tepat berada di selatan kebun bunga, mungkin sekali harus melalui lorong bawah tanah untuk keluar masuk, maka pintunya harus menggunakan papan besi yang berat." Coat Sin-san-ceng terdiri dari lima lapis bangunan gedung yang menghadap ke utara tanah-nya luas, bentuknya megah dan angker, tembok dan pilar2 gedungnya bercat dan terhias dengan berbagai warna lukisan berbagai corak. hanya di bilangan gedung besar inilah Kun-gi merasakan adanya gaya hidup kaum persilatan-Diatas undakan lebar setinggi puluhan tingkat itu, di samping empat saka merah besar berdiri empat laki2 yang membusungkan dada dengan seragam hijau menyoreng golok. Jun-hiangbawa Kun-ginaik keatasundakan langsung menuju ke serambi. Tepat di depan sebuah pendopo besar berdiri seorang berperawakan sedang berjubah sutera. Begitu melihat Kun-gi, segera ia bergelak tertawa sambil menyongsong maju, katanya sambil menjura. "Sudah lama siaute mendengar nama besar Cu-cengcu, hari ini dapat mengundang ceng-cu kemari sungguh merupakan kehormatan besar yang tiada taranya, semalam tak sempat menyambut selayaknya, harap dimaafkan dan jangan Cu-cengcu berkecil hati" Orang ini lelaki setengah baya, wajahnya bersih, tulang pipinya menonjol, sorot matanya tajam, perawakannya sedang, tapi suaranya keras bergema seperti genta, di antara sikapnya yang ramah tampak kereng dan berwibawa. Mendengar nada ucapannya, Kun-gi lantas tahu orang inilah cengcu dari Coat Sin-san-ceng. Lekas dia balas menjura, katanya tertawa. "Tuan ini tentunya Cek-cengcu pemilik tempat ini? Beruntung Siaute bisa berkunjung ke sini." Berulang kali laki2 jubah sutera membungkuk badan, katanya. "Tidakberani, SiautesendiriCekSeng-jiangadanya." "Tak pernah dengar seorang tokoh Bu lim yang bernama Cek Seng-jiang," Demikian batin Ling Kun-gi. "kalau dia tidak menggunakan nama palsu, tentunya karena dia jarang muncul di kalangan Kangouw." . Tanpa menunggu Kun-gi buka suara, CekSeng-jiang berseritawa sambil angkat tangan. "Silakan, silakan Harap Cu-cengcu duduk di dalam." Di bawah iringan tuan rumah, Kun-gi masuk ke ruang pendopo yang penuh ukiran ini, dilihatnya tiga orang sudah di tengah ruang pendopo sana. Ketiga orang ini adalah seorang paderi tua berjubah abu2, alisnya panjang matanya sipit, usianya sekitar 60, duduk tegakmenunduk kepala, tangannya memegangserencengtasbih. Dua orang yang lain adalah kakek berjubah biru, alisnya tebal matanya lebar, muka persegi kuping besar, jenggot hitam menjuntai didepan dada, usianyamendekatisetengahabad. Seoranglagi laki2 berjubah coklat, wajahnya putih, tubuhnya sedang tapi rada gemuk. dagunya tumbuh jambang yang lebat, usianya lebih 50 tahun. WaktuCekSeng-jiangmengiringiKun-gimelangkah masuk-sorot mata mereka lantas menatap ke arah Ling Kun-gi. Dari sorot mata mereka diam2 Kun-gi tahu bahwa ketiga orang ini sebetulnya memiliki dasar Lwekang yang tangguh, sayang sinarnya redup buyar. Sembari tertawa Cek Seng jiang angkat tangan, katanya. "Cu-hengpertama kalidatang, silakandudukditempatatas." Kun-gi tidak sungkan2, dengan sewajarnya dia lantas duduk di tempat yang di tunjuk. Cek Seng-jiang mengiringi duduk. dua pelayan segera maju mengisi dua cangkir arak. Sambil mengangkat cangkirnyaCekSeng-jiangberkata."Mari,silakan minum" Setelah minum dan meletakkan cangkirnya, Cek Seng-jiang lantas berdiri, katanya. "Tuan2 tentunya sudah lama saling dengar nama masing2, tapi belum pernah berkenalan. Nah, marilah kuperkenalkan satu persatu. Lalu dia menunjuk Ling Kun-gi, katanya. "Inilah cengcu dari Liong-bin-san-ceng. Di kalangan Kangouw mendapat julukan ciam-liong, tentunya, tuan2 bertiga tidakasing akan namanya." Lekas Kun-gi berdiri seraya menjura. Ketiga orang yang duduk segera berdiri juga dan membalas hormat, sorot mata mereka membayangkan rasa heran dan tidak habis mengerti. Paderi tua jubah abu2 segera bersabda. "Kiranya cu-tayhiap. sudah lama Lolap ingin berkenalan-" CekSeng-jiangtuding padritua, katanya.inilah Lok-san Taysu." Tergetar hati Kun-gi, Katanya. "Kiranya Taysu adalah paderi sakti Siau-lim-si." Melihat wajah orang mengunjuk kaget dan heran, tanpa terasa Cek Seng-jiang mengulum senyum, katanya pula sambil menunjuk kakek tua berjubah biru. "Inilah Tong Thian-jong, Tong-toako dari Sujwan-" Lalu dia tunjuk laki2 Jubah coklat pula. "Yang ini adalah Un It-hong, Un-lauko dari Ling-lam." "Ketiga orang ini sudah hadir di sini, lalu di mana ibuku? Pasti beradadidalamtamaninipula,"demikianKun-gi membatin. Karena pikiran ini, mendadak berubah air mukanya, katanya dingin menatap Cek Seng-jiang. "Jika demikian, jadi Cek-cengcu adalah pemimpin Cin-cu-ling yang membikin geger dunia persilatan?" Cek Seng-jiang tertawa lebar, ujarnya. "Mana berani, mana berani. soalnya kawan2 Kangouw tidak tahu duduknya perkara sehingga timbulsalah pahamterhadap Siaute ...." Kata Kun-gi tegas. "Lalu apa maksud tujuan Cek-cengcu menculik kami beramaikemari?" "Cu-heng jangan salah paham," Ujar Cek Seng jiang tertawa, "Sudah lama Siaute mengagumi nama besar kalian berempat, bahwa para pendekar kami undang kemari adalah untuk menghindarkan suatu petaka yang bakal menimpa Bu-lim, se-kali2 tiada terkandung maksud2 pribadi, soal ini panjang kalau dijelaskan-Nah marilah, hidangan sudah tersedia, marilah sambil makan minum kita mengobrol." Kun-gi mengemban tugas dari gurunya untuk menyelidiki peristiwa Cin-Cu-ling, sudah tentu dia tidak boleh bersikap keras terhadap si tuan rumah, maka sambil mendengus dia duduk kembali ke tempatnya, walau wajah masih menampilkan rasa gusar, tapi dia tekan amarahnya. Sikap pura2nya memang tepat, seperti masih menaruh curiga terhadap Cek Seng jiang, tapi iapun ingin mendengar penjelasannya. Dua pelayan mengisi pula cangkir mereka dengan arak. hanya Lok san Taysu yang minum teh. Cek Seng jiang angkat cangkirnya lebih dulu, katanya. "Cu-heng tiba diperkampungan kita, demi keselamatan Bu-lim, Siaute aturkan dulu secangkir arak ini kepada Cu-heng." Demi keselamatan Bu-lim, tidak kecil arti kalimat yang dia kemukakan ini. Setelah hadirin sama mengeringkan cangkirnya, maka pembicaraan selanjutnya menjurus pada soal pokok. Kun-gi buka suara lebih dulu. "Tadi Cek-cengcu bilang bahwa Siaute diundang kemari demi untuk melenyapkan petaka Bu-lim yang sudah ada di depan mata, bagaimana duduk persoalannya, bolehkah cengcu menerangkan saja?" Kembali Cek Seng-jiang tenggak habis secangkir arak. katanya. "Tanpa Cu-heng tanya juga Siaute akan menerangkan" Setelah merandek sebentar, lalu ia menyambung. "Soal ini harus dibicarakan dari diriku sendiri. Keluarga cek kami sebetulnya mengikat persaudaraan kental sejak beberapa keturunan dengan keluarga Ui, dulu badanku terlalu lemah, kesehatan sering terganggu, maka pernah aku menyembah guru kepada Seks-poh Lojin, beliaupun kuangkat sebagai ayah angkat ...." Guru Kun-gi memang pernah bercerita bahwa ayah Ui-san Tayhiap Ban Tin-gak bergelar sekpoh, pada tujuh puluh tahun yang lalu pernah dijuluki Ui-san-it-kiam,jadi Cek-cengcu ini adalah anak angkat Sek-poh Lojin. Sampai di sini Cek Seng-jiang mengawasi Ling Kun-gi, tanyanya. "Permulaan tahun yang lalu, mendadak kuperoleh kabar bahwa saudara angkatku telah wafat, tentunya Cu-heng juga dengar kabar ini. Dia terluka oleh semacam pukulan beracun yang jahat, akhirnya muntah darah dan meninggal." "o", Kung-gipura2 mengunjukrasa kaget. "Sebab dari kematiannya itu lantaran dia menemukan suatu muslihat keji yang bakal menimbulkan malapetaka bagi kaum persilatan .... " "Muslihat apa?" Tanya Kun-gi pura2 ketarik. "Pada suatu tempat di sebuah pegunungan yang tersembunyi, tanpa sengaja saudara angkatku itu menemukan tiga gembong iblis yang dulu terkenal jahat, telah mendirikan perkumpulan bersama Sam-goan-hwe, mereka sedang mempersiapkan diri dan mengirim kartu hitam mencari hubungan dengan gembong2 aliran hitam secara rahasia ..." "Kartu undangan hitam?" Kun-gi menegas. Cek Seng-jiang mengangguk sambil menoleh kepada tiga orang yang lain-"Betul, di atas kartu undangan hitam itu mereka lumuri semacam racun, yang amat jahat dan aneh, setiap orang yang menerima undangan pasti terkena racun, maka mereka harus tunduk dan menyerahkan jiwa raga sendiri kepada Sam-goan-hwe untuk menerima obat penawarnya dalam waktu terbatas, kalau tidak jiwa takkan tertolong lagi." "Apa tujuan mereka?" Tanya Kun-gi. "Mereka punya dua langkah kerja yang sempurna, pertama, mengumpulkan semua tokoh2 aliran hitam, supaya menjadi anggota dan terikat dengan Sam-goan hwe. Langkah kedua, mereka membuat rencana jangka tiga tahun, semua aliran putih serta tokoh2 silat siapa saja yang menentang Sam-goan-hwe akan diracun satu persatu ......" Setengah percaya setengah curiga Kun-gi mendengarkan cerita ini, katanya bimbang "Betulkah ada kejadian ini?" Lok-san Taysu sejak tadi mendengarkan sambil pejam mata tiba2 bersabda Buddha dua kali. "Mereka telah berhasil menciptakan semacam getah beracun yang amat jahat, setetes saja orang kena jiwanya pasti melayang, tiada obat yang dapat menolongnya. Mendengar muslihat keji ini, tidak kepalang kaget saudara angkatku itu. Maka secara diam2 dia berhasil mencuri sebotol kecil getah beracun itu, sayang pada saat dia hendak meninggalkan tempat, jejaknya konangan, sebetulnya saudara angkatku cukup cerdik, tapi sepasang tangan sukar melawan empat kepalan, akhirnya dia terkena hantaman Bu-sing- ciang lawan, dengan membawa luka2 dia melarikan diri." Sampai di sini dia mengunjuk rasa sedih, katanya lebih lanjut. "Dia tahu lukanya tidak ringan, tapi mengingat sebotol getah beracun yang dicurinya ini teramat besar artinya bagi keselamatan kaum Bulim umumnya, tanpa menghiraukan keselamatan sendiri, dengan luka parah akhirnya dia-berhasil mencapai tempatku ini, setelah habis mengisahkan pengalamannya, dia minta kepadaku supaya getah beracun ini di kirim ke Siau-lim atau Bu-tong. Mendadak dia muntah darah tak henti2-nya, melihat keadaannya yang gawat, malam itu juga aku membawanya pulang ke Ui-san, tapi dia sudah tak bisa bicara, karena tiada obat, akhirnya dia meninggal." Hatinya tampak berduka, sesaat kemudian baru menambahkan. "Sejak pulang dari Ui-san, belum berhasil kuperoleh langkah yang tepat untuk menghadapi peristiwa ini, pertama lantaran Siaute tak pernah muncul di Kangouw, umpama botol getah itu kuantar ke Siau-lim atau Bu-tong, kukuatir ke dua aliran besar itu belum percaya kepadaku. Kedua botol getah itu diperoleh saudara angkatku dengan mempertaruhkan jiwa raganya, kejadian menyangkut seluruh Bu-lim, jiwa ribuan orang, jika ciangbunjin dari kedua aliran tidak menaruh perhatian, bukankah sia2 saja jerih payah saudara angkatku itu?" Kun-gi hanya mendengarkan dengan tenang2, tidak bersuara. "Oleh karena itu," Tutur Cek Seng-jiang lebih lanjut. "kuputuskan akan mencari sendiri obat penawarnya serta memikul tugas ini, waktu itu Siaute lantas teringat kepada Ko-hi Ko Put-hwi dari cionglam-san, dia pandai dan ahli dalam bidang obat2an, julukannya saja Yok-su (juru obat) tapi Siaute sudah menjelajahi seluruh pegunungan ciong -lam tanpa menemukan jejak Ko Put-hi, kudengar dari seorang penebang kayu bahwa Ko Put-hi telah meninggal dunia tiga tahun yang lalu, maka perjalananku ke cong-lamitu hanyasia2belaka." Setelah meneguk secangkir arak baru dia melanjutkan ceritanya. "Kembali dari cong-lam-san Siaute lantas teringat kepada Tongheng dan Un-heng, yang seorang ahli racun yang lain ahli obat bius, mungkin mereka mampu menawarkan getah racun itu" "Terima kasih atas perhatian besar Cek-cengcu, tapi kami berdua amat mengecewakan ........" Tong Thian-jong dan Un It-hong bersuara bersama. "Kedua saudara tidak usah merendah hati, disamping itu siaute juga teringat kepada Lok-san Taysu dari Siau lim-si yang sudah puluhan tahun mengetuai Yok-ong tian ...... " Demikian sambung Cek Seng-jiang. "Pinceng juga amat mengecewakan," Ujar Lok-san Taysu. Cek Seng-jiang tertawa tawar, katanya. "Sudah dengar bahwa Cu-cengcudari Liong-bin-san-ceng jugaahliracun ........." Kun-gi tertawa sambil mengelus jenggot, katanya. "Mungkin Cekcengcu salah dengar. Dulu ayahku almarhum pernah menolong seorang tua yang terluka selama tiga tahun sampai sembuh, sebelum pergi dia meninggalkan secarik resep obat, ayahku dipesan untuk membuatnya menurut resep itu dan disebarkan tiga li di sekeliling kampung, kawanan penjahat dapat dicegah menyerbu kampung kami, tapi sejak ayah meninggal, resep obat itu tak kutemukan lagi " Belum habis dia bicara Cek Seng-jiang sudah menyela sambil goyang tangan. "Cu-heng jangan curiga, tujuanku hanya mencari penawar getah racun itu, bukan niatku mengincar resep obat itu." Lalu dia melanjutkan. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo "Sebetulnya siaute hendak bawa getah itu dan berkunjung ke tempat kalian berempat, tapi setelah ku-pikir2 lagi, bila peristiwa ini sampai bocor, tentu jiwa siaute bakal menjadi incaran Sam-goan-hwe, jiwaku tidak jadi soal, kuatirnya kalau getah racun ini tak kuasa kupertahankan lagi, maka setelah kupikir dengan seksama, terpaksa kugunakan akal untuk mengundang kalian kemari, atas kesalahan dan kekasaran mana harap Cu-heng suka maklum dan memberi maaf," Lalu ia memberi hormat kepada Ling Kun-gi. Tergerak hati Kun-gi, lekas dia balas hormat, katanya sungguh2. "Demi keselamatan insan persilatan umumnya, Cek-cengcu berjerih payah sungguh Siaute amat kagum, memang Siaute ada sedikit mengenal sifat obat2an, tapi entah dapat tidak membantu kesulitan Cek-cengcu ini." Melihat cerita panjang lebarnya berhasil mengetuk hati Cu Bun- hoa, sudah tentu bukan kepalang senang hati Cek Seng-jiang, katanya ter-gelak2. "Kabarnya getah itu merupakan kombinasi berbagai racun jahat dari seluruh jagat ini, apakah kita bisa mendapatkan penawar obatnya itu soal lain, yang terang Thian punya kuasa manusia punya usaha, asal kita mau berusaha, umpama tidak berhasil juga tidak mengapa, bahwa Cu-heng sudi bekerja sama sungguh Siaute teramat senang dan berterima kasih" "cengcu-jangan terlalu sungkan," Ujar Kun-gi. Segera ia bertanya lagi. "Kecuali kami berempat, entah adakah orang lain yang Cekcengcu undang kemari?" Tanpa pikr Cek Seng-jiang menjawab. "Tiada, terhadap soal ini Siaute amat hati2, memang tidak sedikit ahli racun yang punya nama di Kang-ouw, tapi kalau aku mengundang mereka semua, terlalu banyak orang, urusan tentu bisa bocor, oleh karena itu orang lain tidak kuundang kemari." Diam2 Kun-gi bertanya dalam hati. "Agak-nya dia tidak membual, jadi ibu bukan terculik olehnya." Sambil manggut2 iapun berkata. "Memang betulucapan Cek-cengcu." Habis makan, dibawah iringan tuan rumah, mereka keluar dari coat sin-san-ceng, menyusuri serambi menuju ke timur, berjalan kira2 seratusan langkah, mereka tiba di Hiat-ko cay. Sesuai dengan namanya, Hiat-ko-cay adalah kamar buku tempat menyimpan kitab2 kuno, di mana terdapat sebuah ruang tamu dan empat petak kamar baca. Letak kamar tamu di tengah, pajangannya serba antik, semua perabot serba ukiran, tata warnanya serasi, dihias lukisan2 kuno pula didinding sehingga suasana tampaksemarak. Cek Seng-jiang persilakan para tamunya masuk. lalu katanya kepada Ling Kun-gi. "Di sinilah tempat kalian bekerja, ruang tamu ini tempat kalian istirahat." "Ruang kerja?" Tergerak hati Kun-gi, batinnya. "ruang kerja yang dimaksud tempat untuk menyelidiki getah racun dan mencari obat pemunahnya." Dua pelayan lain berpakaian hijau pupus muncul membawa nampan berisi masing2 dua cangkir teh. "Leng hong dan Long-gwat," Kata Cek Seng-jiang. "ke marilah menemuiCu-cengcu ini." Lekas kedua pelayan itu maju ke depan Ling Kun-gi, sedikit menekuk lutut dan memberi hormat, sapanya dengan suara aleman. "Hamba menghadap Cu-cengcu." "Mereka adalah pelayan yang ditugaskan melayani tamu di sini," Ujar Cek Seng jiang. "selanjutnya bila ada keperluan apa2 boleh Cucengcu berpesan kepada mereka." "Siaute mohon petunjuk Cek-cengcu," Kata Kun gi. "bagaimana keadaansebenarnyadaricarakerjayangakan kami lakukan?" "Memang akan kuterangkan," Kata Cek Seng-jiang. "tempat kaliau menginap anggap saja rumah kalian sementara, pagi bekerja sore kembali, tempat ini hanya khusus untuk menyelidiki racun serta mencari obat penawarnya. Siaute berpikir kerja ini adalah tugas luhur dan mulia bagi keselamatan jiwa kaum persilatan umumnya, padahal getah racun itu adalah racun yang teramat ganas dijagad ini, supaya kalian bisa saling tukar pikiran, sengaja kami sediakan kamar ini untuk kalian" "Mungkin selama kerja kalian ini tidak suka diganggu orang, maka kamisediakanpula masing2-kamaruntukbekerja, bukansaja bisa saling berkunjung, bisa pula menyelidiki secara tersendiri, semoga mencapai hasil yang gemilang, semua ini demi kesejahteraan insan persilatan umumnya . " Kun-gi manggut2, katanya. "Sempurna sekali persiapan Cek- cengcu.." Cek Seng jiang berdiri, katanya. "Kamar Cu-heng adalah yang pertama di sebelah kanan, mari silakan periksa." Lalu iapun memberi hormat kepada tiga orang yang lain, katanya. "Taysu, Tong-heng dan Un-heng boleh silakan-" Ketiga orang itupun secara balas menghormat lalu mengundurkan diri masuk ke kamar masing2, Kun-gi coba mengamati, kamar Lok-san Taysu adalah paling kiri, sementara kamar Thong Thian-jong ada di belakang sebelah kiri, sedangkan kamar Un It-hong ada di sebelah kanan bagian depan .Jadi kamarnya sendiri di belakang kamarnya Un It-hong, seberang menyeberang dengan kamar Tong Thian-jong. CekSeng-jiang angkattangan, katanya."Di belakang ruangtamu ini adalah kamar obat, di sana ada seorang pelayan bernama Hing hoa yang menguasai dan mengurusnya, semua obat2an yang diperlukan di sini adalah bahan obat2an yang sengaja siaute kumpulkan dari berbagai tempat aslinya ......." Sembari bicara mereka sudah memasuki kamar petak seluas dua tombak persegi ini, tigasisi ruangan memang dipajang lemaridanrakobat-obatan Seorang pelayan baju hijau melihat kedatangan cek cungcu dan Ling Kun-gisegera memapak maju dan memberihormat. Cek Seng-jiang mengulap tangan, katanya. "inilah tamu agung kita Cu-cengcu yang baru saja ku undang kemari." "Hamba Hing-hoa," Pelayan itu menjura kepada Ling Kun-gi, "terimalah hormat hamba." Menuding lemari obat2an Cek Seng-jiang ber-kata. "Setiap petak dari laci yang ada di sini sudah dibubuhi nama2 obatnya, obat apa saja yang Cu-heng perlukan boleh mengambilnya sendiri atau boleh juga suruh Hing-hoa mengambilkan, umpama obat2an perlu digodok. boleh serahkan kepadanya pula, sudah tentu umpama cucengcu punya cara tersendiri dari warisan keluarga dan tak ingin diketahui orang lain, boleh silakan kerja sendiri, semua perabot dan peralatan tersedia lengkap." Dari sini Cek Seng jiang ajak Kun-gi ke kamar tugas, yaitu kamar di mana dia harus menyelidiki getah racun itu, setelah memberi penjelasan ala kadarnya, sebelum berialu dia berkata pula . "Siaute doakan semoga Cu-heng mencapai sukses yang kita harapkan sehingga petaka yang mengancam jiwa kaum persilatan dapat kita lenyapkan, mewakili berlaksa jiwa kaum persilatan Siaute mendahului mengucapkan terima kasih. Nah, Cucengcu terimalah hormatku." Lekas Ling Kun-gi balas menghormat, katanya tertawa. "Jangan Cek-cengcu lupa, Siaute juga se-orang persilatan-" Cek Seng-jiang tertawa keras, katanya. "Mendengar ucapan Cu-cengcuini, legalah hatiSiaute." Setelah Cek Seng-jiang pergi, Kun-gi membuka sebuah almari kecil, di mana tadi Cek Seng-jiang menunjuk sebuah cupu2 kecil yang berisi getah beracun itu, sebentar dia melongo mengawasi cupu2 hijau itu lalu dikembalikan serta menutup dan menguncinya pula. Pelan2 dia mundur lalu duduk kursi malas yang beralas kasur empuk.terasanyamandudukdikursi malasini. "Sedemikian sempurna segala keperluan yang disediakan bagi para tamu yang diundang kemari," Demikian batin Ling Kun-gi, "apa yang dikisahkan Cek Seng-jiang sudah tentu bisa dipercaya, tapi orang yang diculik kemari bukan dipaksa menyerahkan resep rahasia dari keluarga masing2, bukan dipaksa untuk membikin semacam racun jahat lagi, tapi hanya diminta jerih payah kami berempat untuk menemukan obat penawar dari getah racun itu, agaknya tiada maksud mencelakai orang, lalu di mana letak muslihatnya?" "Kalau tidak mencelakai orang, sudah tentu tak bisa dikatakan muslihat. Tapi Suhu berpesan sewaktu diriku akan berangkat bahwa dibalik peristiwa Cin-Cu-ling ini pasti ada suatu muslihat jahat, supaya diriku menyelidiki dengan seksama. Apa yang dikata guru tentu tidak akan salah, lalu bagaimana tindakan diriku selanjutnya?" Inilah tugas berat dan rumit yang direnungkan Kun-gi pula.. oooodwoooo Jilid 7 Halaman 61/62 Hilang --ganas, dalam jangka satu jam si korban akan semaput keracunan, setengah jam kemudian, kalau tidak di obati sekujur badan akan gatal2 dan linu sampai ajal, kalau tidak kepepet, kularang kau menggunakannya." "Paman, mana obat penawarnya?" Tanya Ji-ping. "Ada di dalam kantong kulit itu, ditelan dan dibubuhkan pada luka masing2 cukup satu butir, di samping itu paman juga menyediakan 120 batang yang lain, tersimpan pula di dalam kantong itu." Ji-ping kegirangan, serunya "ibu angkatku memberi satu stel oow-tiap-piau (piau kupu2 ), ditambah bumbung ini, betapapun lihaynya musuh tak perlu kutakuti lagi." Tiba2 Cu Bun-hoa menarik muka, katanya serius. "Seperti Yakhim, kaupun punya cacat, yaitu tidak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, betapa banyak orang2 lihay di Bu-lim, memangnya dengan senjata rahasiamu itu saja lantas boleh sembarangan bertindak? berkelana di Kangouw yang penting adalah menyembunyikan keaslian diri sendiri, sedapat mungkin jangan pamer. " "Baiklah paman, marilah berangkat,"desakJi-ping. "Nanti dulu paman juga perlu berdandan ala kadarnya," Lalu dia buka kamar rahasia serta masuk kedalam. Tak lama kemudian dia sudah keluar mengenakan pakaian ketat dengan mantel segala, kepala ditutupi topi lebar, wajahnya yang semula putih bersih mendadak berubah kelam dan tua penuh keriput, jenggot yang hitam kini menjadi ubanan Melenggong Ji-ping, serunya. "Hah,jadi paman juga pandai meriasdiri, selamaini kau mengelabuhikitasemua." "Ini hanya cara menyamar yang paling gampang, kaum persilatan umumnya juga bisa, kalau dibandingkan Ling-lote, jauh sekalibedanya,." Ujar Cu Bun-hoa. Teringat kepada Ling-toako, Ji-ping menjadi gelisah, serunya mendesak. "Paman, hayolah lekas berangkat" "Nanti dulu, paman masih ada pesan padamu, setelah meninggalkan Liong-bin-san-ceng kita tidak boleh jalan bersama, kau harus di belakangku, kuntitlah aku dari kejauhan, umpama makan atau menginapdi hotel, pura2tidak kenalsaja." "He kenapa?" Tanya Ji-ping. "Menurut dugaan paman, sepanjang jalan ini mata2 musuh pasti tersebar di mana?, maka kita harus ber-hati2," Sampai di sini dia menggerakkan tangan-"Baiklah Ji-ping, sekarang kita berangkat, akan kusuruh mengeluarkan dua ekor kuda" "Tidak usah paman, waktu datang bersama Ling-toako aku sudah menambat dua ekor kuda di luar hutan sana." "Bagus kalau begitu," Seru Cu Bun-hoa. Sinar cemerlang mulai terpancar di ufuk timur, fajar telah menyingsing. Cu Bun-hoa keprak kudanya ke timur menuju ke Sau- thian-tin. Orang2 desa ber-bondong2 jalan cepat menuju ke kota, tapi Cu Bun-hoa tidak masuk kota, sorot matanya bersinar tajam dan melirik ke arah kaki tembok dari sebuah gubuk reyot, lalu keprak kuda-nya menuju ke arah barat. Pui Ji-ping hanya tertinggal setengah li di belakang, tidak lama setelah Cu Bun-hoa berlalu ia-pun tiba di luar kota Sau-thian-tin terus menuju ke arah barat pula. Daerah ini termasuk pegunungan Hoa-san, dengan pegunungan Pak-say-san dari Tay-piat-san merupakan daerah segi tiga, tiada tanah datar, aliran sungai bercabang lintang melintang, antara kota dan kampung hanya dihubungi sebuah jalanan kecil, tiada jalan raya. Sebelumnya Cu Bun-hoa mengirim dua anak buahnya membawa anjing pelacak mengejar dan mengikuti Ling Kun-gi, sepanjang jalan ini sudah ditinggaikan tanda2 rahasia. Sesuai tanda inilah Cu Bunhoa menempuh perjalanan Kira2 tengah hari dia tiba di Tay-hoat-ping. Dia cukup teliti, setelah melakukan pengejaran setengah hari ini, akhirnya ditemukan suatu rahasia olehnya. Yaitu sepanjang jalan yang dilaluinya ini dia mendapatkan rumput2 liar dipinggir jalan ada bekas tergilas roda kereta, bekas roda kereta ini menjurus ke arah yang sama dengan jalan yang harus ditempuhnya ini. Dalam wilayah ini umum mengetahui hanya ada kereta dorong beroda tunggal selain gerobak keledai atau menunggang kuda, jarang yang menggunakan kereta kuda. Darinya ia kuda yang dia temukan sepanjang jalan ini, dia dapat menganaliaa bahwa kereta ituditarikolehduaekor kuda. Terutama diantara kampung dengan kampung banyak persimpangan jalan, tapi bekas2 rumput tergilas roda itu terus muncul di depan kudanya, Hakikatnya dia tidak perlu lagi meneliti tanda2 peninggalan kedua anak buahnya lagi, cukup asal mengikuti bekas2rodaitu, pastitidakakan salah lagi. Maklumlah untuk menculik dirinya (yang disamar Ling Kun gi), supaya tidak menimbulkan curiga orang lain, jalan paling baik adalah dimasukan ke dalam kereta yang tertutup. Dia berhenti dan sarapan di sebuah warung di luar kota. Warung ini hanya dikuasai seorang laki2 tua, setelah persilakan tamunya dudukdiaantartehlalubertanya."Tuan maumakanapa?" Cu Bun-hoa minta sekati arak. dimintanya pula sepiring sayur asin dan kacang goreng, serta satu porsi mi. Baru saja pemilik kedai mengiakan dan mengundurkan diri, segera Cu Bun-hoa mendengar suara kelentingan kuda, cepat sekali seekor kuda berlari mendatang ke warung kecil ini.. Semula Cu Bun-hoa kira Ji-ping telah menyusul tiba, tapi waktu dia angkat kepala, yang masuk adalah laki2 berbaju kelabu bercelana biru, golok terselip di pinggang, sebelah tangan memegang pecut terus duduk di meja dekat jalan, seru-nya ke arah dalam. "Hai, si tua, lekas beri rumput kepada kudaku, setelah aku makan akan segera melanjutkan perjalanan. " Si tua tadi mengiakan sambil munduk2, bergegas dia lari keluar menyediakan yang diminta. Sekilas pandang Cu Bun-hoa lantas tahu, laki2 baju kelabu yang bermuka tirus dan bermata tikus ini adalah orang yang mengamati gerak-geriknya di Mo-cu-tiam tadi, tadi dia berjongkok di kaki tembok, kini ternyata berani terang2an me-nguntitnya. Diam2 Cu Bun-hoa tertawa dingin. Waktu itu Pui Ji-ping juga sudah datang menunggang kuda, dia berpakaian pelajar, tangan pegang kipas, langkahnya memang mirip anak sekolahan, dia duduk di meja tengah, tanyanya. "Tiam-keh, kalian jual apa? Keluarkan yang enak2." Pemilik kedai yang sudah tua itu lekas me-nyambut, katanya tertawa. "Siangkong harap sabar, kami hanya menyediakan sayur asin, daging rebus, telur pindang juga ada, kacang dan bakmi juga lengkap. minum ada arak, teh dan wedang kacang, Siangkong pesan yang mana?" "Aku minta arak saja, seporsi daging rebus, usus babi dan dua telur, satuporsibakmi,"demikianpesanJi-ping. Diam2 Cu Bun-hoa mengerut kening, pikirnya. "Anak perempuan juga minumarak segala?" Pemilik kedai menjadi repot lari kian kemari melayani permintaan ketiga tamunya, sebentar ke luar, lain kejap berlari ke dapur lagi. Sembari minum arak. lelaki baju abu2 sering melirik ke arah Cu Bun-hoa. Kalau dia ini komplotan penjahat, paling2 dia hanya seorang keroco, maka Cu Bun-hoa anggap tidak tahu, sikapnya tetap wajar dan makan minum seenaknya. Tak lama kemudian lelaki baju abu2 sudah kenyang makan minum, sambil mengusap mulut, dia merogoh uang dan digabrukan keatas meja, serunya."Haisi tua, hitungrekeningnya" Lekas pemilik kedai memburu datang, katanya. "Semuanya 32 ketip." Setelah membayar, dengan langkah lebar laki2 itu lantas keluar menceplak kuda terus dikeprak pergi. Cepat Cu Bun-hoa juga bayar rekening, kudanyapun dibedal memburu dengan kencang. Kuda tunggangannya semula milik Ling Kun-gi, pemberian keluarga Tong, merupakan kuda pilihan yang larinya pesat, sekejap saja kuda di depannya itu sudah diausulnya. Waktu menoleh dan melihat Cu Bun-hoa mengejar datang, lelaki baju abu2 segera pecut kuda-nya supaya lari lebih kencang lagi. Cu Bun-hoa tertawa dingin, mendadak d ia jepit perut kuda dan kuda itu segera berlari lebih cepat, tahu2 sudah menyusul beriring diaampingnya. Secepat kilat Cu Bun-hoa ulur lengan mencengkeram baju kuduk laki2 itu serta dijinjingnya dari punggung kuda tunggangannya. Menghadapi jago lihay seperti Cu Bun-hoa, sudah tentu seperti kambing berhadapan dengan harimau, kecuali mencak2 dan meronta, mulutpun ber-kaok2 seperti babi hendak diaembelih, orang itu tak mampu berbuat apa2. Begitu Cu Bun-hoa kendorkan kakinya, kuda tunggangannyapun berlari semakin lamban. Dengan tangkas Cu Bun-hoa lantas melompat turun, sekilas matanya memandang sekelilingnya, kebetulan dilihatnya tak jauh di sana ada sebuah batu besar, dengan tangan kanan menjinjing si baju abu2 dia menghampiri ke sana. "Blang", laki2 itu dia banting ke atas tanah, saking keras laki2 itusampaisekian lamahanya menggeliatsajatak mampubangun. Terdengar Cu Bun-hoa yang duduk di atas batu bertanya dingin, "Kenapa kau menguntit aku?" Laki2 itu meringia kesakitan, katanya. "cayhe tidak tahu apa maksud perkataanmu?" Mendelik mata Cu Bun-hoa, desisnya. "Ya, sebentar akan kuberitahu apa maksudku." Selagi dia bicara, mendadak laki2 itu melolos golok di pinggangnya, sembari menyeringai, goloknya terus membacok kepala Cu Bun-hoa. Pedang Kiri Pedang Kanan Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo Gerak-annya ternyata tangkas dan cepat, "Trang", kembang api terpercik, Cu Bun-hoa yang duduk di atas batu tetap tidak bergeming, tapi golok itu membacok lewat disamping badannya mengenaibatu. Keruan sibaju abu2 kaget, dia kira saking terburu nafsu sehingga serangannya kurang mantap. mendadak dia menghardik, pergelangan tangan membalik, golok menyamber pula melintang membabat pundak Cu Bun-hoa. Kali ini dia sudah mengincar betul baru melancarkan serangan, kalau sampai sasarannya kena, batok kepala Cu Bun-hoa pasti dipenggalnya putus. Tapi samberan goloknya hanya mengeluarkan deru angin belaka tanpa rintangan, itu berarti babatan goloknya mengenai tempat kosong..Kini baru dia betul terperanjat, tapi untuk mengerem gerakannya sudah tak sempat lagi, terasa sejalur tenaga maha dahsyat tiba2 menindih punggung goloknya terus dibetot keluar sehingga golok tak kuasa dipegangnya lagi, goloknya mencelat dan jatuh ke semak2 rumput di kejauhan sana, telapak tangan terasa linu dan lecet. Cu Bun-hoa tetap duduk di atas batu tanpa -bergerak. suaranya kereng dingin. "sekarang mau percaya tidak-jatuh ke tangan Lohu, mau lari atauadujiwahanyasia2, demijiwamu lebih baik menyerah dan mengaku terus terang, Siapa suruh kau menguntit Lohu, kepada siapa pula kau hendak laporan? Mungkin Lohu akan memberiampun padamu" Si baju abu2 menjublek. sekian lama dia mengawasi dengan mata mendelong, sesaat kemudian baru tertawa getir, katanya, "Tiada gunanya kalau cayhe mengaku, jiwaku tetap takkan selamat." "Asal kau mengaku terus terang, Lohu pasti akan melindungi jiwa ragamu." Laki2 itu menggeleng, katanya. "Percuma, walau ilmu silatmu tinggi ......" Mendadak badannya mengejang, terus jatuh tersungkur. Melihat keadaan orang agak ganjil. lekas Cu Bun-hoa memeriksanya, setelah berkelejetan sebentar, laki2 itu tak bergerak lagi, darah kental hitam meleleh dari ujung mulutnya, Prihatin wajah Cu Bun-hoa, katanya menghela napas. "Bunuh diri pakai racun, orang2 ini berani mati, tapi tak berani membeber rahasia untuk cari hidup?" Ia menggeleng dan melompat ke sana menjemput golok orang lalu menggali liang dan mengubur mayat laki2 itu, setelah selesai baru meneruskan perjalanan- Sepanjang jalan ini tanda2 rahasia tinggalan anak buahnya masih terus dia temukan, jalur bekas roda kereta juga masih kelihatan, setelah melewati Lui-clok-ho, dia terus maju ke Wan-cui-ho, haripun sudah petang. Maju lebih lanjut Cu Bun-hoa sudah akan berada di pegunungan Tay-piat-san "Mungkinkah sarang penjahat ada di Tay-piat-san?" Demikian ia membatin. Di Wan-cui-ho dia cari, sebuah rumah makan, cukup lama dia berhenti dan menunggu, tapi tidak tampak Ji-ping menyusul datang, hati sedikit was2 tapi sepanjang jalan ini ia sudah meninggalkan tanda2 rahasia, si nona pasti akan terus mengikuti jejaknya sesuai petunjuk tanda2 itu. Maka dia lantas meneruskan pengejarannya ke depan-Menuju ke barat lagi jalanan tidak rata, jalan kecil yang harus ditempuhpun ber-liku2 melingkar di antara pegunungan yang turun naik, tat-kala itu sudah petang, di antara lebatnya hutan di tengah pegununganterdengargemasuaraburung kokokbeluk yangseram, namun bagi ciam-liong Cu Bun-hoa yang berkepandaian tinggi, semua itu bukan soal. cuma sejak keluar dari Wan-cui-ho, sejauh ini tanda rahasia yang dia harapkan ditinggalkan oleh kedua anak buahnya ternyata tak kelihatan lagi, keruan ia heran dan mulai curiga. Memang untuk meninggalkan tanda rahasia tak mungkin ditempat yang terang dan menyolok mata, umumnya kalau tidak di ujung atau di kaki tembok. akar pohon, kalanya di bawah batu atau tempat yang agak tersembunyi. Kini hari sudah petang, tempat2 yang tersembunyi ini jadi lebih sukar ditemukan- Tapi ini hanya bagi orang2 biasa, bagi jago silat seperti si naga terpendam Cu Bun-hoa yang memiliki Lwekang tinggi, walau di tengah udara gelap. dalam jarak setombak masih dapat dilihat-nya denganjelas. Tapi tandarahasiayangditinggalkan oleh keduaanak buahnya yang menguntit kereta pengangkut Ling Kun-gi telah putus, sementara bekas roda kerota itu masih tetap kelihatan jelas. Kalau kedaan anak buahnya itu kesasar, ini tidak mungkin, karena untuk menuju ke barat, sejak dari Wan cui-ho sudah tiada jalan lain kecuali jalan pegunungan kecil yang melingkar turun naik ini. Kembali 20 li sudah ditempuhnya, keadaan jalan semakin menanjak dan sukar ditempuh. maju lebih jauh lagi dia akan tiba di Liong-bun-kiu. Liong-bun-kiu adalah sebuah jalan pegunungan yang sempit dan diapit batu2 cadas yang runcing dan semrawut letaknya, kecuali pohon2 cemara yang tersebar jarang2, hanya pepohonan rambat saja yang memenuhi sekitarnya, jalan pegunungan sempit ini ada lima lijauhnya, setelah keluar dari daerah Liong-bun kin barujalananakan kembaliagak datar. Pada saat cu Bun-boa berjalan itulah, agak jauh di depan sana kelihatan meringkuk segulung benda hitam, lari kudanya cukup kencang, begitu dia melihat gundukan hitam ini, sementara kuda- nyapun sudah berlari dekat, lekas Cu Bun-hoa tarik tali kendali menghentikan kudanya. Waktu dia mengawasi gundukan bayangan hitam yang menggeletak ditengah jalan itu, kiranya seekor anjing, menggeletaktanpa bergerak. Betapa tajam mata Cu Bun-hoa, sekali pandang dia lantas mengenali anjing ini adalah anjing pelacak peliharaannya, seketika dia menjublek. Lalu dia melompat turun, waktu diperiksa anjing ini sudah dingin kaku, namun seluruh badannya utuh tidak kelihatan lukaapa2, mungkinterpukulmatiolehsemacampukulanlunakyang maha kuat, atau mungkin juga mati terkena racun jahat. Bahwa anjing pelacak ini sudah mati, bukan mustahil jejak kedua anak buahnya pasti sudah konangan oleh musuh, pantas sejak dari Wan-cui-hosampai sinidirinyatidak menemukan lagi tanda2rahasia peninggalan mereka. cepat ia Cemplak kudanya lari beberapa tombak ke depan pula, seekor anjing yang lain ditemukan pula meringkuk di jalan, jelas nasib anjing yang ini mirip juga kawanannya tadi, maka dia tidak turun memeriksanya pula. Kuda dia keprak membedal terus ke depan, jarak lima li hanya ditempuh beberapa kejap saja, akhirnya dia memasuki mulut lembah, maka dilihatnya dilamping gunung kira2 tiga tombak tingginya, diatas pohon cemara kanan kiri masing2 menggelantungsesosoktubuh. Waktu Cu Bun-hoa mengawasi, siapa lagi kalau bukan kedua Centingnya yang dia suruh menguntit jejak musuh? Kedua tangan mereka menjulur turun, kontal-kantil tertiup angin malam tanpa meronta lagi, jelas jiwa merekapun sudah melayang. Sudah tentu tidak kepalang gusar Cu Bun-hoa, dada terasa hampir meledak. dua anjing dibunuh dan dibiarkan menggeletak di tengah jalan, kedua centingnya juga dibunuh dan digantung di atas pohon, jelas musuh sengaja hendak pamer kekuatan dan merupakan ancaman terhadap dirinya. Cu Bun-hoa kerahkan tenaga murni, sekali jejak dengan gaya ciam-Liong-siang thian (naga terpendam naik ke langit), dia melompat tinggi ke atas dari punggung kudanya, di tengah udara dia melolos pedang meluncur ke kiri, dimana pedang berkelebat, tali pengikat jenazah orang telah di babat putus, Dengan enteng kakinya menutul dinding gunung, badannya melambung miring ke sebelah kanan, di mana pedangnya bekerja, tali yang mengikat jenazah disebelah kananpun dia tusuk putus, lalu dia anjlok ke bawah. Gerakannya tangkas dan cepat luar biasa, waktu dia menginjak tanah baru terdengar suara "bluk", mayat kedua centingnya juga berjatuhan pula. Kuda tunggangannya itu memang kuda pilihan dari keluar Tong, begitu merasakan penunggangnya meloncat ke atas, segera dia berhenti sendiri tanpa diperintah, agaknya kuda ini memang sudah terlatih baik sekali. Cu Bun-hoa simpan kembali pedangnya, dengan seksama dia periksa keadaan mayat kedua centing, kematian mereka mirip dengan kedua ekor anjing itu. tiada bekas luka apa2 yang ditemukan--cuma kulit anjing tumbuh bulu rada sukar diperiksa, tapi kulit muka kedua centing ini berwarna kelabu, jelas mereka mati oleh pukulan semacam Tok-sat-ciang yang lihay dan beracun, kadar racun menyerang jantung, maka jiwapun melayang. Di tempat itu juga dia kubur kedua centingnya, mulutnya berkata lirih. "Lohu akan menuntut balas bagi kematian kalian-" Segera dia cemplakkudadandibedalke mulutlembah. Sejak keluar dari lembah sempit, timbul kewaspadaan Cu Bun- hoa, matanya menjelajah dengan teliti keadaan sekitarnya, tanah berumput yang luas dan datar tampak sunyi di tengah kegelapan, tapibayangan orang tampakberdiridisana. Semuanya ada empat orang, tak bersuara dan tak bergerak. empat orang berseragam hitam, mereka seperti empat pucuk pohon, se-olah2 dirinya sudah terkepung di antara mereka .Jelas keempat orang inilah pembunuh kedua anjing dan kedua centing nyaitu, dari posisi mereka berdiri, agaknya memang sedang menunggu kedatangan dirinya. Agaknya mereka sudah memperhitungkan dengan cermat, sekeluar dari lembah dirinya pasti akan menghentikan kuda di tengah tanah berumput yang lapang ini, maka posisi berdiri mereka tepat mengepung sehingga dirinya tidak diberi kesempatan untuk meloloskan diri. Sudah tentu belum tentu Cu Bun-hoa punya niat melarikan diri. Keempat orang itu mengenakan jubah hitam yang kedodoran, dan yang lebih aneh lagi, mereka sama memiliki wajah yang kaku dingin, tak ubahnya muka mayat hidup. Mereka sama menjulurkan tangan ke bawah, berdiri kaku seperti tonggak kayu. Tampaknya mereka tidak membekal senjata, tapi dari punggung kuda Cu Bun-hoa dapat melihat jelas keempat orang tengah mengumpulkan semangat, mata merekapun berkilauan ditempat gelap. kepandaian keempat orang ini agaknya tidak kepalang lihaynya. Ginkang merekapun tidak lemah. Di kala Cu Bun-hoa mengawasi mereka, serentak keempat orang jubah hitam itu melangkah ber-sama menghampiri, kira2 setombak disekitar dirinya baru berhenti. Sudah tentu Cu Bun-hoa pandang enteng keempat musuhnya ini, dengan Celingukan seperti melihat suatu benda aneh layaknya, dia berkata. "Kalian mencegat jalan Lohu, apa maksud kalian?" Terdengar orang yang tepat di depannya bersuara dingin. "Tua bangka, turunlah kau." Cu Bun-hoa menjawab. "Lohu masih akan meneruskan perjalanan, kenapa harus turun?" "Karena kau sudah sampai akhir jalanmu," Ketus suara orang itu. Sambil mengelus jenggot, Cu Bun-hoa terseyum, katanya. "Kukira kalian keliru, ke utara aku masih bisa sampai Say-gong-kiu, ke barat bisa mencapai ceng-thay-koan, kenapa kau bilang sudah sampai di akhir jalan?" "Maksudku kau sudah mencapai akhir hidupmu," Jengek laki2 jubah hitam. Cu Bun-hoa ngakak sambil menengadah, katanya. "Kalian sendiri belum mencapai akhir hidup kalian, bagaimana tahu kalau Losiu sudah mencapaiakhir hidup?" Tajam dingin sorot mata orang itu, dengusnya. "Nada dan sikap bicara tuan kelihatan bukan kaum keroco, sebutkan namamu." "Di kalangan Kangouw ada pameo yang bilang, di atas langit masih ada langit, orang pandai ada yang lebih pandai. Siapa nama Lohu, biar kukatakan juga kalian tidak mengenalnya" Orang di depan ini agaknya pemimpin rombongan, katanya sambil menyeringai. "Tuan memang bermulut besar, entah bagaimana bekal kungfumu?" "Kalian mencegat dan mengelilingi Lohu, tentu ada maksud turun tangan, kenapatidaklekascobasaja?" TantangCuBun-hoa. Menyipit mata orang itu, jengeknya. "Sekali kami turun tangan jiwamu pasti tamat, hanya ada satu cara untuk menghindari kematian atau luka2 parah." "cara apa?" Tanya Bun-hoa. "Kutungi sendiri sebelah lenganmu, lalu ikut kami menemui Thian-su." "Thian-su (utusan langit)?" Tergerak hati Cu Bun-hoa. "Siapakah Thian-su kalian?" "Setelah kau tabas lenganmu, ku bawamu menemui beliau." Lantang gelak tawa Cu Bun-hoa, ujarnya. "Suruhlah Thian-su kalian menemuiku di sinisaja." Orang berjubah hitam sebelah kiri menggeram gusar, teriaknya. "Jangan membual, tua bangka. Tak perlu kita membuang waktu lagi, ringkus dia saja" Cu Bun-hoa pandang sekelilingnya, katanya dengan tersenyum. "Hanya kalian berempat saja, mampukah meringkus Lohu?" "Berani kau memandang enteng kami?" Bentak orang di sebelah kiri. Mendadak dia melompat maju seraya ulur tangan diri, secepat kilat pundak Cu Bun-hoa dicengkeramnya. Di atas kudanya terasa oleh Cu Bun-hoa Cengkeraman orang setajam pisau sekuat tanggam, keruan ia heran, batinnya. "Senjata apa yang dia gunakan?" -otak bekerja, sementara tangan kanan sudah melolos pedang terus membabat pergelangan tangan lawan-Gerakan pedangnya sungguh secepat kilat, maka terdengar suara "trang", dengan telak pedangnya membabat pergelangan tangan lawan, tapi tangan orang sedikitnya tidak terluka, malah mengeluarkan suara keras nyaring dan memercikkan kembang api. Sudah tentu terkesiap hati Cu Bun-hoa, tapi orang berjubah hitam itupun terpental oleh getaran pedang Cu Bun-hoa. Tapi pada detik lain, ketiga orang yang lain juga bergerak bersama, serentak mereka menubruk maju. Cu Bun-hoa belokkan kudanya, pedang berputar sekeliling menciptakan tabir sinar kemilau, maka terdengarlah suara "trang, tang, tang," Tiga kali secara berantai. Sekali gerak dia berhasil menangkis tiga serangan musuh, tapi tangan sendiri yang memegang pedang juga terasa kesemutan-Kini baru dia jelas bahwa tangan keempat orang ternyata semuanya dipasang lengan besi. Semakin kaget dan heran hatinya. "Ilmu silat keempat orang ini amat tinggi, entah dari aliran mana? Belum pernah terdengar jago silat menggunakan tangan besi di tangan kirinya di kalangan Kangouw." Tatkala pikirannya bekerja, pada saat lawan terpental mundur, iapun sudah melompat turun dari kudanya serta menepuk sekali pantat kuda. Begitu kaki menancap di tanah, Cu Bun-hoa lantas bergelak tertawa, katanya. "Kalian mau main keroyok. nah, majulah bersama." Keempat orang berjubah hitam agaknya tidak mengira bahwa tua b angka tak ternama ini ternyata memiliki lwekang dan kepandaian tinggi, walau wajah mereka membesi kaku tidak menampilkan perasaan, tapi sorot mata mereka tak urung meng-unjuk rasa kaget dan melenggong, sekilas mereka saling pandang dan tidak lantas turun tangan pula. "Sebetulnya tuan dari kalangan mana?" Tanya si jubah hitam sebelah depan "Lohu sendiri juga ingin tanya kalian?" Balas Cu Bun-hoa tak acuh.. "Jadituantidak mauperkenalkandiri?" "Kalian toh tak mau memperkenalkan diri?" "Tuan harus tahu, bukan kami gentar terhadap-mu, soalnya kami perlu tahu siapa tuan, baru akan bertindak. menamatkan jiwamu atau membekukmu hidup,hidup," "Kalau begitu boleh silakan turun tangan," Ujar Cu Bun-hoa tertawa tawar. Pemimpin berjubah hitam itu angkat sebelah tangan, matanya yang mencorong memandang ke-tiga kawannya, lalu berkata dengan suara berat. "Baik, kalian dengar, tak peduli mati atau hidup, ganyang dia" Belum habis bicara dia sudah mendahului menubruk maju, laksana kilat tangan kirinya mencengkeram tiba. Tiga orang berjubah hitam yang lain serempak beraksi pula dengan menubruk maju. Cu Bun-hoa bergelak lantang panjang, sebat sekali pedangnya melingkar bundar, segera ia kembangkan ilmu pedangnya dan meluruk sengit ke-empat lawannya. Cu Bun-hoa, naga terpendam yang berkuasa di daerahnya sendiri memang memiliki kepandaian yang mengejutkan sekali dan tidak bernama kosong, pedangnya bergerak laksana naga sakti yang lincah dan gesit, cahaya dingin yang memancar dari batang pedangnya se-akan2 menaburkan bintik2 sinar kemilau ke delapan penjuru angin. Karena dia jarang berkelana di Kangouw, maka keempat musuhnya jadi sukar dan belum dapat menyelami jalan ilmu pedangnya, betapa tinggi kepandaian keempat orang ini dibuat keripuhan juga, tapi kepandaian keempat orang ini memang juga aneh, apalagi lengan kiri mereka semua terpasang lengan baja, kelima jari bagai cakar tidak takut segala senjata tajam, walau sementara Cu Bun-hoa berada di atas angin, namun dalam waktu singkat terang dia tidak akan mampu merobohkan atau melukai lawan-Dengan cepat 20 jurus telah berlalu. Mau tak mau Cu Bun- hoa mencelos juga hatinya, batinnya. "Kepandaian silat keempat orang ini terhitung kelas wahid di kalangan Kangouw, permainan merekapun berlainan satu dengan yang lain, kenapa sama2 mengutungi lengan sendiri serta menggantinya dengan tangan besi?" Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan berkumandang sebuah bentakan keras. "Kalian berhenti" Bentakan ini bergema laksana bunyi genta, lembah pegunungan serasa bergetar oleh bentakan keras ini. Pui Ji-ping yang ketinggalan setengah li di belakang pamannya, waktu Cu Bun-hoa mengompes keterangan laki2 baju abu2 dan menemukan bangkai anjing dan kedua anak buahnya di selat sempit tadi, iapun menyusul tiba, sudah tentu iapun melihat semua kejadian yang dialami pamannya. Cuma dia selalu ingat pesan pamannya agar diri-nya mengambil jarak tertentu, dilarang bicara lagi, maka kini dia hanya berdiri di tempat kejauhan saja. Setelah Cu Bun-hoa naik kuda dan berangkat pula baru diapun membedal kudanya kedepan. Tak tahunya baru saja dia tiba di mulut lembah, segera ia mendengar suara beradanya senjata tajam. Lekas dia melompat turun dari kudanya, pelan2 dia merunduk maju terus lompat ke atas sebuah batu besar dan menyembunyikan diri serta mengintip ke bawah. Dilihatnya empat orang berjubah hitam tengah mengerubut pamannya. Melihat orang2 berjubah hitam itu, tergerak pula hatinya, pikirnya. "Hou Thi jiu juga menggunakan lengan besi di tangan kirinya, demikian juga keempat orang ini, terang mereka adalah sekomplotan dengan Hou Thi-jiu." Pedang Kayu Cendana Karya Gan KH Jaka Galing Karya Kho Ping Hoo Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo