Ceritasilat Novel Online

Patung Emas Kaki Tunggal 24


Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH Bagian 24


Patung Emas Kaki Tunggal Karya dari Gan K H   "Koan toako mari lekas mundur !"   Ki Houw terloroh loroh dingin, serunya "Sekarang baru ingin mundur, sudah terlambat!"   Sembari berkata paculnya terus bekerja beruntun ia mengutungi pula beberapa kelabang menjadi puluhan potong dan potongan potongan itu dilempar keberbagai penjuru dengan merata, dalam kejap lain tanah sekitar Koan San Gwat, berdua sudah penuh bertebaran merata, kelabang kelabang yang sama besarnya.   Karena setiap potongan potongan badan kelabang itu tumbuh lagi menjadi kelabang hidup, sementara Sebun Bu yam masih bersuit suit tak henti hentinya, memberi aba aba kepada kelabang kelabang itu untuk menyerang, saat mana sudah tidak terhitung banyaknya kelabang kelabang merah darah yang tersebar luas dimana mana.   Koan San Gwat dengan Kang Pan berdiri menjublek di tengah kepungan, hanya lima enam kaki sekelilingnya yang masih kosong, sementara kelabang kelabang yang mengepung disitu mulai bergerak maju mau menyerang bersama.   Tanah kosong Seluas enam kaki itu masih mengandal kehebatan Siau giok untuk meluangkannya, diapun berdiri tegak dengan lidah terjulur keluar masuk dan mendesis desis dengan tak kalah garangnya, sedang ditengah kepalanya tumbuh sebuah jambul berdaging wana merah darah pula.   Agakanya kawanan kelabang itu masih rada jeri juga menghadapinya, sehingga sekian lama masih belum bergerak menyerang, akan tetapi jumlah kelabang bertambah banyak, di bawah aba aba dan dorongan suara Sebun Bu yam mereka maju berhimpitan dan bertumpuk tumpuk kedepan.   Yang berada paling depan terdorong dorong oleh yang ada disebelah belakang, mau tidak mau terdorong maju semakin dekat, dikala mereka maju sampai tiga empat kaki, Siau giok mendadak bersuara aneh dengan gesit bagaikan angin lesus tiba tiba badannya melejit kedepan, dengan kecepatan luar biasa tiba tiba badannya melingkar terus berputar, sementara buntut panjangnyapun berbareng menyapu kedepan, tampak sinar merah terpental berhamburan ketempat jauh, kiranya kelabang kelabang yang mendekat itu kena disapunya terpental jauh keluar kalangan.   Ternyata menggunakan kekuatan ekornya yang keras dan kuat itu ia menyapu terpental kawanan kelabang yang mendekat, untunglah tanah kosong seluas enam kaki itu masih tetap bertahan sekian lamanya.   Akan tetapi kemampuan Siau giok paling paling hanya demikian saja untuk mengusir kawann kelabang itu dengan cara lain terang tidak mampu, selesai bekerja diapun lekas melingkar dibawah kaki Kang Pan, sikapnya kelihatan rada payah dan mengeluarkan banyak tenaga.   Kalau kejadian berlangung terus akhirnya bakal celaka juga.   Koan San Gwat menjadi kuatir, lekas dia berkata.   "Nona Kang! Tahukah kau permainan apa ini?"   Kang Pan menggeleng kepala. Ki Houw yang berada dikejauhan segera bergelak tertawa.   "Koan San Gwat, biar kuberitahu kepada kau, inilah yang dinamakan Ce ho hwi siong (kelabang terbang ibu beranak), setiap kelabang punya tiga puluh enam ruas asal setiap ruasnya dipotong dan disebar kemana mana dalam waktu singkat akan tumbuh dan hidup menjadi kelabang yang berbentuk seperti asalnya, anak beranak terus menerus tidak putus putus, dibunuhpun tidak bisa. dilenyapkan juga tidak mungkin, jiwa kalian terang amblaslah hari ini..."   Koan San Gwat menjadi gusar, dampratnya.   "Aku tidak percaya, kecuali cepat tumbuh berkembang biak, kelabang kelabang ini tiada menunjukan sesuatu kelebihan apa apa biarlah kubunuh saja! Lihat!"   Sembari bicara pedang ditangannya diobat abitkan membacok ke kelabang disekitarnya, cuma gerak gerikanya amat hati hati dan cermat, bukan membacok kebadan kelabang tapi sinar pedang berkelompok seperti kupu kupu itu sama berjatuhan diatas kepala.   Cara ini agaknya membawa hasil diluar dugaan, kelabang kelabang yang terbacok kepalanya tidak tumbuh lebih jauh, malah badan terbaik jiwa lantas melayang.   Semula Koan San Gwat hanya main coba coba saja, karena terpikir olehnya bahwa Kepala merupakan pusat dari kehidupan sesuatu mahluk mungkin bisa membunuh mereka.   Cara yang dicoba coba ini ternyata membawa hasil, keruan hatinya girang bukan main, beruntun pedangnya bergerak lagi, ia congkel mayat mayat kelabang yang bergelimpangan itu ketempat yang jauh, sementara mulutnya berseru.   "Ki Houw! Kau sudah lihat belum?"   Ki Houw berdiri diluar lima enam tumbak jauhnya, ia mandah tersenyum ejek saja ujarnya.   "Koan San Gwat otakmu cukup cerdik tak kunyana kau bisa berpikir kearah itu!"   "Hal ini tidak perlu dibuat heran, membunuh ular harus mengincar tujuh centi dibavah lehernya, membunuh binatang binatang jahat begini harus mencari tempat kelemahannya...."   "Jangan kau keburu senang, segera kau akan menyesal dibuatnya."   "Apa yang harus kusesalkan?"   "Kau akan menyesal bahwa kecerdikkan otakmu yang menemukan cara baik bakal menjadikan kebodohan keluar batas"   Mendengar olok olokanya ini, lekas Koan San gwat berpaling kesana, seketika berubah air mukanya, rasa senang dan puasnya tadi seketika tersapu bersih, seperti yang dikatakan Ki Houw, diam diam hatinya memang sangat menyesal.   Ternyata mayat mayat kelabang yang berjatuhan dikelompok kelompok kelabang yang hidup itu seketika dibuat rebutan dan digares cepat, setiap kelabang yang sudah makan mayat kelabang kelabang itu seketika badannya tumbuh besar satu lipat.   Dari satu kaki menjadi dua kaki, semula hanya sebesar ibu jari, kini sudah berlipat ganda sebesar lengan, kelabang kelabang yang badannya membesar ini kekuatan dan gerak gerikinyapun bertambah besar dan gesit lagi.   Beramai ramai mereka berhimpitan dan berdesakan, kawan kawannya yang berbadan kecil disibakkan ke samping terus menerjang maju kedepan, sekejap saja kelabang kelabang bertubuh besar panjang bermunculan disekitar gelanggang.   Seperti cara semula Siau giok menyapukan ekornya pula memukul mundur terjangan, kawanan kelabang itu, namun kali ini sudah jauh lebih sulit dilayani, paling paling hanya bisa memukul mundur tiga kaki jauhnya.   Malah ada beberapa ekor diantaranya pentang mulut menggigit kearah ekornya, untuk Siau giok mengandal sisik kulitnya yang tebal dan keras sehingga tidak terluka, namun untuk menghabiskan kelabang kelabang itu harus memeras tenaganya juga, diwaktu ia kembali ketengah gelanggang untuk istirahat, perutnya kembang kempis, kelihataanya amat keletihan.   Ki Houw bergelak tawa, serunya.   "Koan San Gwat! Kalau kau sudi bantu membunuh beberapa ekor, supaya badan mereka tumbuh lebih besar, ular saktimu itupun tidak kuasa merintangi lagi!"   Kawanan kelabang itu sudah mulai bergerak hendak menyerbu pula, Koan San Gwat tidak berani sembarangan bertindak, dilihat nya keadaan Siau giok belum lagi pulih, namun sekuat tenaga ia menggerakkan badannya ia bertindak cepat ia gerakan tangannya mencegah, katanya berpaling kepada Kang pan.   "Bagaimana kalau tergigit oleh kelabang macam ini? "   "Aku tidak tahu, kelabang biasa saja tergigit sekali sudah membuat orang sekarat, apalagi kelabang sedemikian besarnya, sudah tentu kadar racunnya jauh lebih jahat, terutama terhadap kita."   Koan San gwat mengerutkan alis ujarnya.   "Kita bagaimana? Masakah kita mesti takut menghadapi kelabang kelabang ini? "   Sejak kecil aku diasuh dengan racun racun ular, kau sendiri pernah menelan empedu ular wulung bertanduk tunggal racun apapun kita tidak perlu takut, hanya kelabang ini saja, karena kadar racun mereka berlawanan, lihatlah Siau giok sebagai bukti, dia terhitung raja dari segala ular, sekarang keadaannya begitu kasihan"   Koan San Gwat terpekur sebentar, mendadak ia berkata tegas.   "Apapun yang terjadi, aku harus menerjang keluar."   Lalu dia siap bergerak.   "Jangan!"   Kang Pan segera menarik lengannya.   "Koan toako caramu ini amat berbahaya!"   "Tujuan orang hendak bunuh kita masakah kita harus mandah terima nasib saja berdiri disini, dari pada konyol lebih baik berjuang dengan mengadu jiwa."   Kang Pan melepas tangannya, namun ia bertanya terlongong.   "Cuma cara bagaimana mengadu jiwa?"   "Entahlah! Menggunakaa tangan, dengan pedang, gigi dan apa saja yang dapat kita gunakan, asal dapat menerjang keluar dari kepungan kelabang ini."   Kan Pan berpikir sebentar, lalu katanya.   "Mungkin aku punya cara, biarlah suruh Siau giok membuka jalan bagi kau."   "Tidak!"   Sahut Koan San Gwat tegas.   "Siau giok harus dipertahankan untuk melindungi kau, tujuan utama mereka adalah aku, kalau kita berpisah, mungkin kau dan Siau giok punya harapan meloloskan diri."   Kata Kang Pan rawan.   "Kalau kau mati untuk apa aku harus melarikan diri ?"   Koan San Gwat tertawa getir, katanya "Tanggung jawabmu cukup besar, Ma Pek poh berangkat bersama unta sakti, dikala generasi mendatang dari Bing tho ling cu ketiga dilahirkan, dia masih memerlukan bantuan mu "   Kang Pan tersengguk katanya.   "Aku hanya kenal kau, peduli apa dengan Bing tho ling cu segala!"   Mendadak Koan San Gwat merendahkan suara berbisik di pinggir kupingnya.   "Nona Kang! Bukankah kau sudah setuju bakal menjadi isteriku? Meski kita belum resmi menjadi suami istri, namun sudah mejadi istri Bing tho ling cu, maka terhadap Bing tho ling cu, kita punya tanggung jawab yang sama. Pan! Dengarlah kata kataku, jagalah dirimu baik baik demi masa depan kita bersama...."   Panas selebar muka Kang Pan, baru pertama kali ini ia mendengar ucapan Koan San Gwat yang cukup mesra, namun kali inipun yang terakhir tak tertahan berlinang air mata nya.   Dalam pada itu Koan San Gwat sudah mulai beraksi, sambil melangkah lebar kedepan Ui tiap kiam diputar sekencang kitiran terus menerjang keluar kepungan.   Kelabang kelabang itu menjadi marah berbondong bondong menyerbu bersama, namun nafsu juang Koan San Gwat sudah menghayati sanubarinya yang nekad sedemikian kencang pedang diputar seumpama hujan lebatpun tidak akan tertembuskan.   Dimana sinar pedangnya berkelebar menyambar badan kelabang kena ditebas kutung berterbangan kemana mana, namun potongan potongan badan kelabang itu dalam sekejap tumbuh dan hidup berkembang biak semakin banyak jumlahnya tidak berkurang kurang malah semakin banyak dan sesak berjubel.   Puluhan langkah kemudian, sekilas Koan San Gwat berkesempatan melirik kedepan, di lihatnya gerombolan kelabang yang luas puluhan tumbak sekarang semakin meluas menjadi dua puluhan tumbak.   Ki Hauw semakin bersorak kegirangan, serunya.   "Koan San Gwat! Serahkan saja jiwamu! bukankah tadi sudah kuberitahu kepada kau, semakin kau cacah semakin banyak kelabang Ibu beranak ini, kalau keadaan ini berkembang lebih lanjut, seumpama mereka tidak gigit kau, didesak dan dihimpitpun akhirnya kau bakal mampus!"   Olok olok ini menyadarkan Koan San Gwat namun juga membuatnya semakin dongkol, kini setiap ia menggerakkan pedang dan memang harus dimainkan terus untuk membendung gelombang serbuan kelabang kelabang itu, hanya permainannya menggunakan perhitungan yang cukup matang, setiap tebasan pedangnya cakup hanya mementalkan badan kelabang kelabang itu menjauh tanpa melukai sedikitpun juga.   Usaha ini memang cukup baik, cuma serbuan kelabang kelabang itu semakin gencar dan buas, malah ada diantaranya melesat terbang menyerang dari sebelah atas.   Apa boleh buat terpaksa Koan San Gwat memapak kedatangan serbuan kelabang kelabang itu.   Kali ini dia gunakan pedang sebagai golok membacok lurus dan lempang dari atas kebwah, cara inipun merupakan penemuan baru saja untuk menghadapi musuh musuhnya yang semakin banyak ini, kalau toh main babat dan potong tidak berhasil, apa pula akibatnya dengan cara bacokan lurus ini.   Kelabang pertama kena terbacok terbelah dua dari atas kepala sampai keekornya, akibatnya ternyata benar tidak menjadi tumbuh dan hidup kembali, cuma dua belah badan kelabang itu menjadikan bahan makanan buat pesta pora oleh kawan kawan sejenisnya.   Kelabang kelabang yang gegares badan kawannya tubuhnya berkembang besar dan kasar, tujuan Koan San Gwat hanyalah hendak mengurangi jumlah mereka, maka tidak bisa berbuat terlalu banyak, sambil berjalan pedang bekerja terus membacok kekanan kiri.   Kira kira dua puluh langkah kemudian separoh dari jumlah sekian banyakanya kena terbunuh oleh pedangnya namun luas gelanggang kepungan nya tidak menjadikan lebih sempit karenanya, karena ada beberapa ekor diantaranya sudah tumbuh melar sampai segede gantang besarnya, panjangnya kira kira ada lima enam kaki.   Sebun Bu yam dan Ki Houw sekarang sudah tidak kuasa tertawa lagi, karena kelabang yang badannya tumbuh semakin besar itu lama kelamaan sudah tidak mau mendengar aba abanya lagi ada sebagian diantaranya malah menyerbu mereka.   Suitan Sebun Bu yam diperggencar dan melengking tajam, kawanan kelabang itu rada jeri dan tidak berani menyerbu kearahnya, sebalikanya Ki Houw sudah dikepung oleh puluhan kelabang yang cukup besar besar, saking gugup dan takut ia berteriak.   "Sebun Huhoat lekas kau suruh meraka mundur...."   Sebun Bu yam membelalakan mata, sahutnya menggeleng.   "Tidak mungkin, mereka tidak mendengar perintah lagi, kecuali kita gunakan cara terakhir, namun kita tidak akan mampu merintangi Koan San Gwat lagi"   Mendengar percakapan mereka semakin girang Koan San Gwat, sinar pedang ditangan nya memancar semakin terang, kini ia mengincar kelabang kelabang yang rada gede karena mayat kelabang besar, yang kecil tidak mampu menelannya, kecuali kelabang yang amat besarnya baru bisa sekali telan setengah badan, selanjutnya badan sendiripun melar sekali lipat.   Apalagi semakin besar mereka, tidak mau lagi mendengar aba aba, sampai akhir nya ada beberapa ekor diantaranya sudah tumbuh setumbak lebih, Sebun Bu yam sendiri sudah tidak kuasa mengendalikan mereka, kini dia sendiri pun kena terkurung tak bisa berkutik lagi.   Setelah badan menjadi besar selera makan kelabang kelabang itupun semakin besar tidak menemukan yang mati, yang hiduppun bolelah, kelabang kelabang satu dua kaki panjang nya sama menjadi sasaran mereka, satu kali telan tiga empat ekor dapat digaresnya bersama.   Yang besar mencaplok yang sedang, yang sedang untuk menghindarkan diri dan menyelamatkan jiwanya terpaksa mengalihkan sasarannya kepada yang kecil kecil, supaya badan sendiri tumbuh besar pula.   Dengan adanya saling rebut dan bunuh membunuh sendiri diantara kawanan kelabang itu, tekanan terhadap Koan San Gwat mejadi ringan, namun keadaannya tidak bagitu mendingan, karena setelah kelabang kelabang itu menjadi raksasa kulit dagingnya pun menjadi keras, kalau tenaga kurang kuat bahwasanya pedang tidak kuasa melukai mereka, kalau sekuat tenaga ia berhasil membunuh dua tiga ekor pula, namun kelabang yang lain tumbuh semakin besar dan banyak.   Pacul di tangan Ki Houw hanya berguna untuk menghalangi serbuan kelabang kelabang itu, sementara Sebun Bu yam tidak membekal gaman apa apa, hanya bumbung bambu yang dibawanya tadi dibuatnya alat untuk berusaha mempertahankan diri.   Dalam gelanggang kini tinggal ada empat belas ekor kelabang yang besar besar, tiga diantaranya mengepung Koan San gwat, masing masing panjang dua tumbak, tajam pedang ditangn Koan San Gwat sudah tidak kuasa melukai mereka lagi.   Sementara Ki Houw dan Sebun Bu yam masing masing dikepung empat lima ekor kelabang cuma rada kecil kira kira setumbak lebih panjang, dan yang paling besar kira kira tiga tumbak panjangnya, begitu besar sampai badannya sebesar gentong air.   Dia menyendiri berhadapan dengan Kang Pan dibela oleh Giok tai yang siap siaga, kedua pihak bertengger saling pandang dengan tajam, masing masing siap menyergap ketempat lemah bagi musuhnya.   Melihat keadaan ini, tak tertahan bergelak tawalah Koan San Gwat, serunya.   "Ki Houw, Sebun Bu yam, kalian tidak menduga bukan, semula kalian hendak mencelakai aku, kini jiwa kalian sendiripun terancam bahaya...."   Ki Hou mengertak gigi, serunya sengit.   "Ya, meski harus ajal bersama kau pun akan kulakoni!"   Habis berkata, tiba tiba ia membalikan pacul terus membacok putus lengannya sendiri, sungguh hebat dia, sedikitpun tidak mengeluh kesakitan, dengan sebelah tangannya yang lain ia jemput potongan tangannya terus d lempar kearah Koan San Gwat.   Sigap sekali Koan San gwat bolang baling kan pedang nya, tangan potongan itu kontan hancur lebur berserakan kemana mana.   Karena bau anyir darah yang merangsang kelabang kelabang raksasa itu menjadi buas dan liar, serempak mereka menyerbu dengan lebih ganas, memang sudah kelaparan mereka menyerang dengan membabi buta.   Sementara Ki Houw sendiri seketika juga menjerit ngeri, entah bagaimana tahu tahu badaanya sudah tergigit seekor kelabang dan terangkat tinggi di tengah udara.   Dengan sekuat tenaga Koan San Gwat dorongkan pedangnya menyampok mundur kelabang pertama yang menerjang datang, sementara dua ekor yang lain menyerbu dari kiri kanan, kedua sungutnya yang besar laksana dua bilah golok baja berkilauan.   Dengan setaker kekuatannya, Koan San gwat ayunkan pedangnya memapas kutung gigi kelabang besar yang menyerbu dekat, sekonyong konyong ia rasakan pinggangnya mengencang, tahu ia bahwa seekor kelabang yang lain sudah menyerang datang dari jurusan lain.   Di kejap lain ia pun merasakan badannya seperti keadaan Ki Houw terangkat naik kontal kantil ditengah udara, ia tahu bahwa pinggangnya sudah tergigit masuk ke mulut kelabang raksasa itu, karuan takut dan tersiap darahnya.   Tapi itu hanya perasaan gugup semetara saja kejap lain terasa olehnya meski gigitan mulut kelabang raksasa itu amat kencang dan kuat namun belum sampai bisa melukai dirinya.   Semula ia sendiri tidak paham akan kejadian ini, cuma di saat ia sedikit berontak dan menggerakkan badan, pelan pelan terasa sakit, apalagi bila dia menggunakan tenaga, jepitan atau tekanan pada pinggangnya semakin berlipat kuatnya.   Gigi runcing kelabang itu teraba seperti tangan besi yang kuat menjepit pinggang, sehingga terasa sakitnya itu pun segera lenyap.   Hal itu bukan terjadi karena ia tidak bergerak lantas kelabang raksasa itu mengendorkan gigitannya.   Demikian pula keadaan Ki Houw di sebelah sana, cuma keadaannya jauh lebih runyam dan menyedihkan.   Karena hendak memancing kemarahan dan kebuasan kelabang kelabang itu, Ki Houw mengorbankan sebuah lengannya, menggunakan bau anyirnya darah untuk merangsang kemarahannya sehingga mereka menyerbu lebih gencar dan ganas, namun dia sendiri justru menjadi korban pertama dari sergapan kelabang raksasa itu, begitulah dia terangkat kontal kantil ditengah udara tanpa mampu berbuat apa apa.   Untunglah sebelumnya Ki Houw sudah punya persiapan, setelah lengannya buntung lekas di bubuhi obat ditempat potongan lengan nya sehingga darah tidak mengalir keluar lebih lanjut, lalu ia mengerahkan hawa murni untuk bertahan, sehingga gigitan keras dari gigi kelabang tidak sampai mengutuskan seluruh pinggangnya.   Dengan menghisap darah segarnya, tenaga kelabang raksasa itu agaknya bertambah kuat, terasa oleh Ki Houw tenaganya semakin terkuras keluar, dan pertahanan dirinya sudah semakin lemah, keringat sudah membanjiri diseluruh badannya.   Melihat keadaan Ki Houw yang berontak mati matian, lama lama Koan San gwat menjadi paham, kelabang kelabang raksasa itu karena pertumbuhan badan mereka yang membesar secara serempak memerlukan bahan makanan yang cukup banyak pula, maka perut terasa amat lapar sehingga jadi liar dan ganas, ingin rasanya seketika ia telan mangsa manusia diujung mulutnya ini kedalam perut.   Tapi adalah kebalikan dari keadaan Ki Houw, karena secara reflek dari dalam badannya timbul tenaga perlawanan yang maha hebat, itulah karena dia pernah menelan empedu ular wulang bertanduk ribuan tahun, kasiat dari empedu ular itu bisa menjadikan kulit dagingnya kebal dan kuat, senjata tajam biasa tidak akan kuasa melukai seujung rambutnya, sudah tentu betapapun tajam gigit kelabang raksasa ini tidak berguna pula atas dirinya dan lagi empedu ular wulung bertanduk usia ribuan tahun juga menambah lwekangnya berlipat ganda.   -oo0dw0oo-   Jilid 26 BUKAN SAJA JALAN DARAH MATI HIDUP DALAM BADANNYA SUDAH terjebol, malah pada tubuhnya timbul suatu keajaiban yang tidak bisa diterima akal sehat, semakin besar dan kuat, tekanan luar bertambah besar pula tenaga pertahanan dari dalam tubuhnya.   Tenaga perlawanan ini timbul wajar dan tidak perlu dipaksakan, soalnya latihan belum matang sehingga ia tidak mampu menggunakan tenaga perlawanan wajar dalam tubuhnya ini, jika ditempat lain ia menggunakan tenaga, tenaga pertahanan dalam badannya menjadi kendor dan lemah, itulah sebabnya kenapa sektiap kali ia menggunakan tenaga untuk berontak, terasa pinggangnya kesakitan malah.   Jikalau dia lepas dan diam saja pasrah nasib, sedikitpun tidak menggunakan tenaga, tenaga pertahanan itu bisa berkembang mencapai puncakanya yang tertinggi, sehingga segala tenaga luar apapun tidak akan mampu meluakai dirinya.   Jelas bahwa hidangan lezat sudah berada didalam mulut, namun tidak mampu mengegaresnya, sementara Koan San Gwat yang telah menyadari keadaan diri tinggal diam saja sehingga kelabang raksasa itu mencak mencak sendiri, makin kelaparan dengan marah ia merambat kian kemari seperti gila, sampai akhirnya sambil merambat dan mencak mencak mulutnyapun mengeluarkan suara aneh, Koan San Gwat berpeluk tangan dan enak enakan menonton kemarahan sang kelabang yang menjadi jadi, dilihatnya sorot matanya sudah berapi api, seolah olah hampir membawa, tak tertahan ia bergelak tertawa.   Keadaannya memang cukup longgar, adalah lain pula keadaan Kang Pan begitu melihat Koan San Gwat kena dicaplok diujung mulut kelabang raksasa itu kaget dan gugup Kang Pan luar busa, meski tahu dihadapannya sedang berjaga seekor kelabang raksasa yang terbesar, ia tidak hiraukan keselamatan diri sendiri.   Sembari menghardik, sebat sekali badannya melebat terbang kearah sana.   Kelabang raksasa itu sudah sekain lama mengincar mangsanya, selama ini selalu dirintangi oleh Giok tai, sehingga sia sia segala usahanya.   Maka begitu Kang Pan bergerak, inilah kesempatan yang ditunggunya sejak tadi cepat ia pentang mulut menyemburkan segulung asap tebal, sementara Giok taipun tidak tingggal diam, dimana ekornya menyeendal dadanya lantas menegak tinggi sekaligus ia sedot masuk kedalam mulutnya, sementara badannya mendadak melar menjadi besar beberapa lipat, semula badannya, panjang setumbak lebih, sebesar lengan tangan, setelah memanjang kini tinggal sebesar ibu jari.   Dengan kencang ia belit, seluruh badan kelabang raksasa itu, keduanya lantas bergulingan ditanah.   Begitu menerjang datang disamping Koan San gwat, King Pan berteriak.   "Koan toako bagaimana kau....."   Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Sikap Koan San gwat tenang, sahutnya tersenyum lebar "Nona Kang! Aku tidak apa apa. Lebih baik kau perhatikan dirimu saja!"   Memang keadaan Koan San gwat tidak perlu dikutirkan, sebalikanya kedatangan Kang Pan membuat ia terjeblos ketempat bahaya, seperti diketahui ada tiga ekor kelabang raksasa yang mengepung Koan San Gwat.   Seekor kena tertabas kutung seluruh giginya, kecuali menyemburkan asap berbisa, tidak mampu berbuat apa lagi.   Seekor lagi berhasil menggigit Koan San Gwat, sementara seekor yang lain jadi kehilangan sasaran.   Kedatangan Kang Pan justru menjadi sasarannya yang utama, maka sambil menggerakkan kedua sungutnya yang tajam seperti pisau itu, dengan buas ia menerjang tiba tiba.   Meski Kang Pan tidak membekal senjata, namun kepandaian ilmu silatnya mempunyai dasar yang cukup kuat, boleh dikata sudah mendapat taraf dimana setiap benda bisa dia gunakan sebagai alat senjata, lekas ia kebaskan lengannya, lengan baju sutranya segera menggulung kedepan membelit gigi runcing kelabang raksasa itu, dimana ia kerahkan tenaga, seketika kelabang raksasa itu kena diseretnya kesamping.   Kelabang raksasa itu tidak putus asa, putar badan ia menyerbu balik lagi.   Lekas Koan San Gwat berseru kepadanya.   "Nona Kang! Sambutlah!"   Lalu Ui tiap kiam ditangannya ia lontarkan kesana.   Lengan baju Kang Pan meski dapat membendung serbuan kelabang raksasa itu, namun lengan baju sutranya itu pun sobek karena tajamnya gigi seperti ujung pisau itu.   Kalau pertempuran dilanjutkan Kang Pan tentu terdesak dan menghadapi bahaya.   Maka begitu memegang senjata pusaka ditangan Kang Pan tidak perlu takut lagi menghadapi kelabang raksasa yang sedang menubruk maju pula.   Otakanya memang cukup cerdik, ia tahu bahwa kelabang raksasa ini tidak gampang dibunuh, kalau ditebas kutung sebatas pinggang nya, kedua potongan tubuhnya bisa tumbuh pula menjadi dua kelabang yang lain yang sama besarnya pula, kalau dibacok terbelah menjadi dua dari atas kepala sampai keekornya.   meski kena terbunuh namun mayatnya bakal menjadi hidangan kelabang lainnya, akibatnya bakal tumbuh seekor kelabang yang lain yang lebih besar lagi, untuk menghadapinya tentu teramat susah dan makan tenaga.   Maka dia mencontoh tindakan Koan San gwat tadi, maka pedangnya hanya memapas kutung gigi kelabang itu, begitu pedang dan gigi saling sentuh, terdengarlah suara benturan yang cakup keras ternyata gigi kelabang raksasa itu sedikitpuu tidak kurang satu apa! Bukan karena Ui tiap kiam sudah kehilangan kesaktiannya, juga bukan karena kelabang raksasa itu bertambah lihay, adalah tenaga tebasan Kang Pan sendiri yang kurang kuat dan keras.   Bicara mengenai lwekang, sebetulnya kekuatannya tidak lebih lemah dari Koan San Gwat, soalnya dasar ajaran mereka berlainan, demikian kondisi merekapun berbeda.   Koan San gwat termasuk positip sedang Kang Pan termasuk negatip, Ui tiap kiam termasuk positip, maka berada ditangannya, sudah tentu tidak bisa menunjukan perbawanya yang tulen, akan tetapi benturan itu mengakibatkan sesuatu yang menguntugkan juga.   Karena benturan keras itu, hampir saja pedang ditangan Kang Pan tergetar lepas, tak kuasa ia tergentak dan mencelat beberapa langkah.   Sementara kelabang raksasa itu karena giginya terpapas rompal sebagian, sakitnya bukan main sampai kepala terasa pusing, hingga sesaat ia tidak bisa mendesak kepada Kang Pan, malah menentang mulut menggigit kearah Koan San Gwat yang berada didekatnya.   Koan San Gwat terangkat ditengah sementara pinggang tergigit dimulut kelabang, meski tidak luka, namun gerak gerikanya terganggu juga, sasaran mulut kelabang adalah sebelah atas badannya.   Meski ia tahu jika kelabang raksasa itu menggigit dirinya tidak akan kurang suatu apa, namun ia tidak berani menyerempet bahaya, lekas ia membentang kedua tangan, gesit sekali ia berhasil menangkap kedua gigi taringnya, sehingga kelabang itu tidak bisa mendesak lebih dekat.   Begitu merasa mulutnya mengulum benda, peduli apapun lekas lekas kelabang itu mematupkan mulutnya.   Terasa oleh Koan San Gwat tenaganya besar sekali, maka ia tidak berusaha mengadu tenaga dengan lawannya.   Begitu gigi runcing itu hampir katup lekas Koan San gwat lepaskan sebuah tangannya, sementara tangannya yang lain kebetulan memegang ditempat peluang dimana pipinya terkurung oleh tebasan pedang Kang Pan tadi.   Maka meski gigi runcing kelabang terkatup rapat, namun tidak membawa akibat apa apa bagi tangan Koan San Gwat.   Begitu ia menunduk kepala hendak menyerang lebih lanjut, kepala susah di gerakan lagi karena Koan San gwat menyekal kencang gigi taringnya dan tidak dilepas lagi.   Karena dia harus memecah perhatian untuk menghadapi kelabang lain ini tenaga pertahanan dalam tubuh menjadi lemah, tekanan pada pinggangpun terasa bertambah besar, namun Koan San Gwat tidak bisa hiraukan keadaan diri sendiri.   Karena kalau kelabang lain yang menyerbu lagi dan berhasil menggigit anggota badan lainnya, tentu dirinya bakal jadi umpan yang dibuat bulan bulanan.   Kedua kelabang raksasa ini ditengah udara, betapa rasanya sungguh ia tidak berani membayangkan.   Kelabang yang gigi taringnya digenggam kencang koan San gwat meronta mengeleper geleper, kepalanya digoyang goyangkan, namun Koan San Gwat tidak mau melepaskannya, setelah bertahan dan main berontak, mendadak terasa olehnya jepitan pinggangnya menjadi kendor dan badanpun terjatuh ketanah.   Itulah karena kelabang yang mengigit pinggangnya melepaskan gigitaanya, maklum karena perut amat kelaparan, namun tidak kuasa menelan Koan San gwat, di saat ia kebingungan dan marah marah, kelabang yang lain menyerbu datang pula, meski giginya kena dipegang Koan San Gwat dan tidak dilepaskan, namun kelabang raksasa itu tidak tahu disangkanya kawannya datang hendak merebut mangsanya.   Langsung gusar seluruh rasa penasaran dan kemaranan dia tumplekan kepada kawan sejeninya ini lebib baik ia lepaskan Koan San gwat dia terus menggigit kebadan kelabang yang lain.   Melihat kesempatan yang amat baik dan mengantungkan ini lekas Koan San Gwat lepaskan pegangannya dan mundur ketempat jauh.   Kedua kelabang raksasa itu jadi tergumul dan berkelahi mati matian.   Melihat Koan San Gwat terhindar dari marabahaya, sungguh girang Kang Pan bukan main, serunya "Koan toaku! Marilah kita tinggal pergi saja!"   Koan San Gwat menjelajah keempat penjuru, di lihatnya Ki Houww masih tergigit pinggangnya dan terangkat kontal kantil di udara agaknya tenaga sudah terkuras habis sehingga gerak berontakanya sudah jauh amat lemah, sementara tiga ekor kelabang lainnya masih menunggu disamping.   Cuma badan mereka rada kecil maka tidak berani mengeroyok mangsa dengan kelabang raksasa yang menggigit Ki Houww ini, namun demikian mereka toh telah siap gegares sisa sisa dari badan Ki Houw yang ketinggalan.   Sementara dengan bumbung bambunya Sebun Bu yam masih berusaha menghalau dan menundukan kelabang kelabang itu supaya tidak menyer ng dirinya, namun kini ia sudah tidak kuasa memberi aba aba dan main perintah lagi supaya mereka menyerbu kepada musuh.   Dalam pada itu, kelabang raksasa paling besar yang dibelit Giok tai masih bergumpul dan bertempur amat sengitnya badan Giok tai sudah mengecil semakin panjang dan kencang sebesar jari kelingking, begitu kencang ia belit seluruh kelabang besar itu.   Koan San Gwat jadi berpikir, katanya.   "Kalau kita tinggal pergi, bagaimana dengan Siau giok?"   Kata katanya ini didengar oleh Giok tai, kelas ia mengeluarkan suara mendesis yang keras, mendengar itu Kang Pan lantas berkata.   "Dia suruh kita jalan lebih dulu, dia akan bisa berusaha meloloskan diri, kelabang itu tidak akan mampu melukai dia, setelah dia mengatasi habis tenaga lawannya Siau giok akan dapat menundukannya, selanjutnya dia akan menyusul dan menemukan kita pula. Koan toako! Kalau sekarang tidak segera pergi, nanti mungkin tidak bisa...."   "Takut apa?"   Ujar Koan San Gwat menggeleng.   "Beberapa kelabang itu kini tidak akan sempat menghadapi kita, biar kira tonton dulu kedua keparat durjana ini mati dengan konyol dimulut mereka...."   Kang Pan menjadi gugup, katanya.   "Bila kelabang kelabang itu makan daging manusia, menghisap kemudian darah yang bakal menambah besar tenaganya, selera makannyapun bertambah besar, kecuali daging manusia, bahan makanan apapun dia tidak akan mau makan lagi, saat mana bisakah kita melawannya?"   Koan San Gwat tertegun, tanyanya "Masakah benar seperti apa yang kau katakan?"   "Memangnya aku menipu kau!"   Seru Kang Pan gugup.   "waktu di jian coa kok kulihat Coa sin menggunakan cara ini untuk memelihara ular ularnya beracun, setelah mereka mendapat daging berdarah watakanya menjadi liar dan ganas, tidak mau makan makanan lain."   Berubah air muka Koan San Gwat mendadak ia merebut Ui tiap kiam ditangan Kang Pan terus memburu kearah Ki Houw, beberapa kelabang yang lain serempak putar badan menghadapi dirinya.   Karena kelabang kelabang itu jauh lebih kecil cukup Koai San Gwat mainkan pedang nya, tanpa menggunakan banyak tenaga ia berhasil mengutungi seluruh gigi gigi mereka.   Kejap lain pedangnya sudah menyambar ke arah Ki Houw.   Ki Houw sudah kehabisan tenaga dan tongol tongol, begitu melihat sinar menyambar datang kontan mulutnya menjerit.   "Koan San Gwat, sungguh kejam kau!"   Belum lenyap suaranya tiba tiba badannya sudah terbanting diatas tanah.   Ternyata kilat pedang Koan San Gwat menyambar kemulut kelabang dan mengutungi giginya.   Sungguh mimpi pun Ki Houw tidak menyangka bahwa Koan San gwat bakal menolong jiwanya.   Disaat ia menjublek, sementara Koan San Gwat sudah memburu kearah Sebun Bu yam.   Pengalamannya kali ini cukup luas, beruntun pedangnya terayun pulang pergi, satu persatu ia kutungi seluruh gigi kelabang kelabang itu.   Serelah kehilangan gigi kelabang itu tidak bisa mengganas lagi terpaksa hanya menyemburkan kabut berbisa.   Begitu tekanan menjadi ringan Sebun Bu yam menjawab.   "Bisa! Kami sudah menelan obat pemunahnya, tidak sampai terkena bisanya, kalian."   Kang Pan mendengus. jengeknya.   "Sejak kecil aku dibesarkan makan ular, Koan toako pernah menelan empedu ular kami justru tidak perlu takut lagi. Kalian hanya meninggalkan bibit bencana bagi manusia lain saja."   Koan San Gwat menjadi gugup, tanyanya.   "Adakah cara untuk melenyapkan kabut berbisa ini?"   "Tiada cara apa apa, terpaksa dibiarkan saja dihembus angin keperkampungan manusia bagaimana kalau sampai tersedot oleh orang?"   Sebun Bu yam tergagap, sahutnya.   "Orang yang menyedot hawa beracun ini seluruh badannya bakal melepuh bernanah dan mati membusuk menjadi genangan air darah. Malah mungkin bisa menjadikan penyakit menular yang jahat"   Dengan bengis Koan San gwat menyercah "Kalian hanya hendak menghadapi ku namun berani melakukan perbuatan durjana yang pasti akan dihukum oleh Thian, bagaimana kalian hendak menempatkan diri selanjutnya ?"   Sebun Bu yam tertunduk menyesal, sesaat baru bersuara.   "Aku sendiri tidak menduga kejadian bisa berkembang sampai sedemikian rupa, tak kuketahui pula mereka bisa tumbuh semakin besar, malah akhirnya aku sendiri tidak kuasa mengendalikan mereka!"   "Kau sendiri yang melepas binatang binatang jahat ini, cara bagaimana kau tidak tahu akan akibatnya?"   Demikian maki Koan San Gwat.   "Aku memang tidak tahu, waktu Thio Hun cu memberikan kepada aku, dia hanya mengajarkan cara untuk menundukan dan mengatasinya saja, kau sendirikan sudah lihat aku sudah tidak mampu mengendalikan lagi"   "Thio Han cu !"   Seru Koan San gwat naik pitam.   "Akan kucari padanya dan membuat perhitungan...."   "Aku pun tidak akan mengampuninya, dia bikin aku serba celaka dan sengsara...."   Waku itu Giok tai kembali mendesis desis, mendengar itu lekas Kang Pan berkata "Koan toako! Siau giok bilang dia bisa melenyapkan kabut beracun ini, tapi kau harus bantu dia membunuh kelabang kelabang raksasa itu, baru dia bisa bebas bekerja...."   "Oh ya,"   Teriak Koan San gwat kegirangan.   "Aku menjadi pikun malah, kabut beracun semburan kelabang raksasa tadi bukankah tersedot hilang oleh Siau giok, memang aku harus segera bantu dia membebaskannya,..."   Lekas ia memburu maju dimana pedangnya berkelebat ia memapas kegigi kelabang raksasa itu.   "Trang!"   Batang pedangnya tergentak balik, sedikitpun gigi kelabang itu tidak cidera keruan Koan San gwat melengak katanya.   "Binatang ini teramat besar, aku sendiri sudah tidak mampu menundukannya lagi."   Siau giok mendesis panjang pendek Kang Pan lekas memberi tahu.   "Tusuk kedua matanya ...."   Lekas Koan San Gwat angkat pedang dan menusuk, kedua biji mata kelabang itu ternyata amat lemah, cukup pedangnya menyambar kontan biji matanya pecah dan darah muncrat, karena kesakitan kelabang raksasa itu menggeleper dan berguling ditanah.   Menggunakan kesempatan ini lekas Siau giok mengkeretkan badan terus menerobos masuk kedalam perutnya, gerak gerikanya amat gesit dan cekatan, sekejap saja seluruh badannya sudah tertelan masuk kedalam mulutnya dan tahu tahu kepalanya sudah menongol keluar pula diujung buntut kelabang raksasa itu.   Setelah kelejetan sebentar, kelabang raksasa itu akhirnya berhenti bergerak jiwanya melayang.   Namun Siau giok tidak lantas berhenti, cepat sekali ia sudah menerobos masuk pula kemulut kelabang raksasa yang lain.   Koan San Gwat keheranan, serunya "Mereka sudah tidak akan mampu menggigit orang, kenapa harus mengeluarkan banyak tenaga"   Kata Kang Pan tertawa.   "Meski mereka tidak bisa menggigit orang, namun masih bisa menyemburkan kabut beracun, kalau tidak dilenyapkan keakar akarnya, malah merupakan bencana juga, hanya cara Siau giok ini yang dapat melenyapkan mereka sebersih bersihnya,"   "Memang benar,"   Ujar Koan San Gwat mengerti.   "Agakanya ularmu itu amat cerdik dan lebih tahu urusan dari manusia...."   Setelah kabut hilang seluruhnya, baru Koan San Gwat berkata dengan tertawa riang.   "Siau giok! Terima kasih padamu, untunglah ada kau dan berkat bantuanmu pula...."   Siau giok menegakan kepala dan mendesis desis, kepala diangguk anggukan kepada Koan San Gwat. Kang Pan segera memberi penjelasan.   "Siau giok juga mengucapkan terima kasih kepadamu, kabut berbisa dan empedu meski berbahaya bagi manusia, namun teramat berguna bagi dia, hari ini hasil pendapatannya berlimpah ruah...."   Koan San Gwat tertawa dan manggut manggut, lalu ia berpaling kepada Sebun Bu yam dan Ki Houw katanya.   "Sekarang apa pula yang perlu kalian katakan?"   Terdiam sebentar akhirnya Sebun Bu yam menjawab "Adu pedang kita bukan lawanmu, Cu bo hwi siong juga kau lenyapkan, apa pula yang harus kami katakan, terserah pada mu saja apa yang hendak kau lakukan kepada kami"   Koan San Gwat berpikir sebentar lalu berkata dengan sikap sungguh.   "Menurut perbuatan kalian hari ini serta selalu bersikap bermusuhan terhadap aku. sebetulnya tidak patut aku mengampuni jiwa kalian, tapi selama nya aku tidak pernah membunuh musuh yang sudah tidak mampu melawan lagi...."   "Bila kau hendak bunuh aku, akan kuberi kesemparan kepada kau,"   Demikian Sebun Bu yam segera menukas berkata.   "Harap pinjam pedang mu, mari kita bertempur sekali lagi, supaya kau punya alasan terang dan jujur"   Koan San Gwat jadi tertegun, serunya.   "Kau tidak ingin hidup?"   "Hiduppun tiada artinya lagi bagiku, Cia Ling im sudah tidak lagi menarah perhatian lagi terhadap aku. Apa lagi kau menolong aku dari mulut Cu bo hwi siong, aku berhutang jiwa kepada kau...."   "Sudahlah, bukan maksudku menolong kau, kalau toh aku sudah menolong jiwamu tiada alasan untuk menghabisi jiwamu pula. Silahkan kau pergi, lebih baik kalau kau tidak bantu Cia Ling im melakukan kejahatan menjadi kaki tangannya kau tidak akan memperoleh akibat yang baik bagi dirimu."   "Selanjutnya aku tidak akan mengekor kepadanya lagi, sudah tiada tempatku berpihak lagi disana, namun tiada tempat lain pula aku berteduh, kecuali mengikuti dia kemana pula tempat yang haru kupilih?"   "Apa apaan ucapanmu ini, asal kau tidak mengikuti jejakanya, kami akan suka menyambut kedatanganmu."   "Tidak!"   Ujar Sebun Bu yam menggeleng.   "Suruh aku ikut kelompok kalian untuk melawan Cia Ling im sekali kali tidak boleh terjadi. Meski dia tidak mau menerima diriku, apapun yang terjadi, dia sudah terhitung suamiku..."   "Terserah kepada kau! Aku tak bisa memberi nasehat kepada kau, kau pun tidak bisa mati mendengar pesanku, cuma perlu juga ku beritahu kepada kau, kau tidak cocok menjadi jodoh Cia Ling im...."   Patung Emas Kaki Tunggal Karya Gan KH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   "Sejak lama aku sudah tahu,"   Demikian ujar Sebun Bu yam manggat manggut dengan pilu.   "Maka tidak pernah aku berangan angan supaya dia mencintaiku sepenuh hati, namun sekarang cinta palsunya terhadap akupun sudah tidak berbekas lagi aku sendiri pun sudah sadar, seorang yang bermuka jelek tiada punya kuasa untuk memikmati atau mengharapkan berempuan cinta yang indah, Ibu guruku merupakan contoh yang paling gamblang, cuma boleh dikata aku jauh lebih bahagia diban ding beliau"   "Kau lebih bahagia?"   "Ya, ilmu silatku jauh bukan tandingan Cia Ling im maka ia akan memberi ijin aku hidup didalam dunia fana ini, supaya aku bisa memberikan sekedar sumbangan tenaga dan bakti, sebaliknya ilmu silat ibu garuku jauh lebih ungggul dari guruku akhirnya betapa suci dan besar rasa cintanya terhadap guruku, sebaliknya guru selalu berdaya upaya hendak membunuhnya"   Koan San Gwat menjublek, katanya kemudian.   "Lubuk hatimu jauh lebih elok dari bentuk luarmu, kau bisa membekal lubuk hati yang begitu bajik dan bijaksana, asal kau tidak punya angan angan kosong, kelak pasi bisa mencari seorang kekasih..."   "Terlambat! Sudah terlambat."   Demikian ujar Sebun Bu yam menggeleng.   "Dulu aku terima diperalat oleh Cia Ling im karena atas perintah guru dan demi keperluan latihan silat, sejak mana sudah menjadikan ketentuan bagi nasib hidupku ini."   "Jalan pikiranmu ini tidak dibenarkan,"   Lekas Koan San Gwat menyanggah.   "Li Sek hong sama seperti keadaanmu, kenapa dia bisa."   "Li Sek hong berwajah cantik, dia bisa memisahkan perasaan dan kenyataan, aku sebalikanya tidak bisa, perempuan jelek tiada hak untuk memilih laki laki tampan, tidak peduli siapapun yang ditemui, kalau sudah salah ya biar salah lebih lanjut. Jangan kata usiamu jauh lebih cukup lanjut, meski aku masih muda belia, akupun tidak akan mencari laki laki lagi. Memang begitulah pasangan hidup dan nasib seorang bermuka jelek seperti aku, terpaksa aku mudah menerima permainan nasib ini"   "Jadi kau masih ingin kembali pada Cia Ling im?" "Ya, terpaksa aku menjadi seekor anjing nya yang paling setia, selamanya mengekor padanya, sampai dia sendiri tidak sudi lagi memberi sedekah makan kepadaku, baru akan ku cari sebuah tempat untuk menyembunyikan diri, selama hidup tidak akan bertemu lagi dengan manusia lagi"   Koan San Gwat mendelong, akhirnya ia berpaling menghadapi Ki Houw.   Sementara itu semangat Ki Houw sudah rada pulih, katanya sambil mengerahkan lengan tunggalnya "Koan San gwat, aku tidak perlu banyak cerewet lagi, kami sudah berkeputusan meski kau sudah menolong jiwku, aku tidak akan berterima kasih kepada kau selanjutnya aku tetap akan menjadi musuhmu!"   "Memangnya aku sudi terimakasih, soalnya aku kuatir bila kelabang kelabang itu menelan badanmu, hanya menambah keliaran dan kebuasannya saja untuk mencelakakan orang lain!"   "Begitu lebih baik, sekarang aku tidak usah menaruh dalam hati akan kejadian ini, bila aku harus hidup dengan menanggung belas kasihan dan pertolongan musuh aku lebih baik bunuh diri saja!"   Koan San Gwat menyeringai dingin. Kang Pan tidak tahan, jengekanya.   "Dalam hal ini aku punya keyakinan yang cukup besar dalam hati Koan San Gwat berharap membunuh aku, tetapi bukan pada saat sebelah tanganku sudah buntung begini...."   Habis berkata ia putar tubuh tinggal pergi tanpa berpaling lagi.   Mengawasi panggung orang, hampir saja Koan San Gwat tidak kuasa menahan gejolak hatinya, ingin rasanya mengajar orang serta menggenjotnya sampai mampus.   Tapi setelah Ki Houw bejalan cukup jauh, dia masih tidak bergerak dari tempatnya.   Sebun Bu yam menonton diam dari samping, sesaat kemudian baru ia bersuara lirih.   "Sebetulnya tidak patut kau melepaskan dia orang macam itu mungkin adalah musuh besar yang paling menakutkan, rasa bencinya jauh lebih besar dari Cia Ling im,...."   Koan San Gwat medengus ujarnya.   "Kalau tadi dia bicara menghadap kepadaku, tentu dia tahu bahwa aku tidak akan turun tangan membunuh orang dari belakang."   "Memang, Ki Houw adalah orang yang menyelami pribadimu paling mendalam, sampai ilmu silat, watak dan hobby serta lain lain dia pernah menyelidikinya secara cermat."   "Dia menyelidiki aku? Apa tujuannya?"   "Semula dia hendak kebaikanmu dan menadingimu, akhirnya mengorek ngorek cacad atau kelemahanmu untuk melenyapkan jiwa mu, alhasil kedua tujuannya itu sama sama gagal total...."   Koan San Gwat heran katanya.   "Untuk melenyapkan aku sih masih logis, bahwa dia hendak menandingi dan menjiplak diriku, hal itu aku jadi kurang paham!"   "Bila kau paham tujuannya tentu tidak akan hendak lagi. Dia mempelajari kau atau membunuh kau, malah menjadi antek Cia Ling im yang paling setia, tujuannya hanya satu... yaitu hendak mempersunting Ih yu sumoy !"   "Jadi demi Liu Ih yu !"   Teriak Koan San Gwat.   "tidak perlu dia bertindak sedemikian jauh !"   Sebun Bu yam tertawa getir, katanya.   "Diapun sudah tahu bahwa kau tidak punya maksud apa apa terhadap Sian sumoy, kenyataan memang begitu sifat manusia, sepenuh hati dengan seluruh jiwa raganya Sian sumoy mencintai kau, sebalik nya sejak lama dia sudah terpincut, dan tergila gila kepada sian sumoy, Cia Ling im pernah memberikan janjinya untuk membantu merangkap perjodohan ini soal itu bukan mustahil namun sejak kamu maucul, posisinya menjadi terdesak, maka hilanglah harapan nya..."   Koan San Gwat melongo lagi, sunguh suatu uraian yang lucu dan mengherankan sekali, sulit ia menerima dengan nalar yang sehat akan kejadian yang sebenarnya tidak masuk di akal.   Namun diapun tahu bahwa Sebun Bu yam tidaklah bicra dengan karangan khayal belaka, apa yang dikatakan memang benar benar terjadi dan kenyataan.   Begitulah sekian saat mereka berdiri mematung tanpa bicara, sesaat kemudian baru sebun Bu yam berkata sambil menuding mayat mayat kelabang itu.   "Koan San Gwat! sekarang ada sebuah permintaanku terhadap kau kuharap kau suka bantu aku membereskan mayat kelabang kelabang ini. Tapi terserah akan kerelaanmu, tidak menjadi soal kau menolak."   Koan San Gwat berpikir sebentar lalu tanyanya.   "Kita kjra perlu berapa lama?"   "Badan mereka sudah sedemikian besar, untuk membereskannya seluruhnya sampai bersih paling cepat perlu makan waktu setengah harian, dengaa demikian kau...."   "Dengan demikian aku tidak akan bisa menyusul tiba ke Jian coa kok dalam waktu tiga hari sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan...."demikian jengek Koan San Gwat.   "Permintaanku ini bukan demi keuntungan Cia Ling im untuk mengejar waktunya, dan karena itu maka aku berani mengajukan permintaanku , kalau tidak, aku juga bisa masa perduli, biar mereka membusuk disini dan menjadi bibit bencana bagi masyarakat sekitar sini..."   Sedikit berubah air muka Koan Sai Gwat tanyanya "Bencana apa saja yang ditimbulkan oleh mayat mayat kelabang ini?"   "Kata kataku mungkin kau tidak percaya, oleh karena itu silahkan kau tanyakan kepada nona Kang Pan saja!"   Tanpa ditanya segera Kang Pan menjelas kan.   "Mayat mayat kelabang ini gampang membusuk dalam waktu singkat, dalam dua belas jam bakal menjadi air darah beracun, bila terkena sinar matahari dan menguap, hawanya yang beracun tiada bedanya dengan kabut beracun yang mereka semburkan tadi!"   SebunBu yam menambahkan tertawa dingin.   "Koan San Gwat! Kau mendengar tidak? menurut tabiatku biasa nya boleh kutinggal pergi saja habis perkata, soal bencana atau mala petaka apa yang bakal terjadi, hakikatnya bukan menjadi perhatianku. Adalah setelah melihat sepak terjang dan tindak tanduk belakangan ini, memangnya setimpal disebut sebagai Enghiong teladan, maka kuajukan permintaanku ini, kalau kau salah paham menyangka kehendakku ini demi keuntungan Cia Ling in, baiklah biar kulakukan sendiri saja!"   "Apakah orang lain bisa membantu kesulitanmu ini?"   Tanya Koan San Gwat.   "Tidak bisa! Ki Houw sudah pergi hanya kau dan nona Kang yang tidak takut kena pengaruh racun kelabang ini, orang lain jangan kata menyentuh dalam jarak yang agak dekat saja mereka bakal mampus seketika...."   Disaat Koan San Gwat sedang ragu ragu Sebun Bu yam segera menjemput pedang kutung yang terjatuh ditanah tadi terus mulai menggali lubang.   Gerak gerikanya cukup cepat dan cekatan.   Menurut pertimbangan Koan San Gwat setelah memperhitungkan besarnya mayat mayat kelabang kelabang itu, paling kecil mereka harus menggali lubang lima enam tumbak persegi, dengan empat tumbak dalamnya baru bisa memendam seluruh mayat mayat kelabang itu.   Mengandal kecepatan kerja Sebun Bu yam ini paling cepat dua hari baru selesai, malah harus terus bekerja tanpa istirahat, makan minum atau tidur.   Tatkala itu mayat mayat kelabang itupun sudah membusuk.   Naga naga permintaan orang supaya dirinya membantu memang bukan bertujuan demi keuntungan pribadi, maka setelah ragu ragu sebentar maka dengan menggairahkan semangat segera ia melolos Ui tiap kiam mulai ikut bekerja menggali tanah.   Melihat orang toh akhirnya sudi membantu, sedikitpun Sebun Bu yam tidak menam pilkan perubahan air mukanya.   Akan tetapi tiba tiba ia menghentikan kerjaannya, putar tubuh terus tinggal pergi masuk kedalam hutan dipinggir tanah.   Keruan Kang Pan menjadi naik pitam makinya.   "Kau perempuan keparat ini memang patut dibunuh, satelah kami terikat kerja disini, kau hendak tinggal pergi malah !"   Tanpa orang bicara habis Sebun Bu yam segera mendengus, ujarnya.   "Siapa mau bekerja silahkan, tidak mau silahkan pergi, tiada orang yang memaksa kau untuk mengerjakan nya!"   Karena semakin membara amarah Kang Pan, cepat ia melompat maju seraya mengayun tangan menampar pipi orang, sedemikian keras tamparan ini sampai Sebun Bu yam terpental mundur sempoyongan, ujung mulutnya melelehkan darah, pipi pun bengap, sambil mengusap darah dipinggir mulutnya tanpa bicara ia terus masuk kedalam hutan.   Saking marah Kang Pan hendak memburunya lagi, lekas Koan San Gwat mencegahnya.   "Nona Kang! Jelas kerjaan ini harus kita lakukan, marilah bekerja sekuat tenaga tidak perlu minta bantuan orang lain. Marilah kau bantu aku!"   Dengan bersungut Kang Pan kembali ke tempatnya, memungut potongan pedang yang ditinggalkan Sebun Bu yam, mulai dia bantu mengeduk ranah, namun masih penasaran ia menggerundal.   "Perempuan buruk ini memang bukan manusia, kukira memang dia sengaja hendak menahan kita disini. Kelabang kelabang kan dia yang melepas, kenapa kita mesti...." "Nona Kang!"   Ujar Koan San Gwat menggeleng sambil menarik napas.   "Dia anggota Thian mo kau, terhadapnya jangan kita meminta sesuatu banyak, peduli kemana tujuannya, bagaimana juga kita tidak bisa berpeluk tangan apalagi jalan raya ini cukup ramai, orang berlalu lalang tidak sedikit, janganlah mereka yang tidak berdosa menjadi korban secara konyol."   "Peduli Kau pihak Thian mo kau yang memikul dosanya!"   "Ya, namun paling tidak kelabang ini dilepas gara gara kita, kau kau pula yang membunuh, kalau aku tidak tahu bencana apa yang ditimbulkan sudah tentu boleh tinggal pergi saja, habis perkara, namun persoalan sekarang jauh berbeda...."   "Apakah kau seorang bisa mengurus segala persoalan tetek bengek di seluruh jagat ini!"   Seru Kang Pan sengit dan keras.   "Segala urusan yang ganjil didunia ini meski tidak seluruhnya bisa kuselesaikan, namun setiap urusan yang kebentur ditanganku tidak bisa tidak harus kuurus. Itulah sumpah setiaku diwaktu aku menerima jabatan Bing tho ling cu nan jaya dan agung..."   Kang Pan jadi melongo sesaat berkata dengan lirih "Koan toako! Memang kau yang benar, sungguh aku harus menyesal kenapa punya pikiran egois, agakanya untuk menjadi istri idamanmu, aku harus banyak belajar..."   Bicara sampai disini tenaga dikerahkan kedua tangan bekerja semakin cepat tanah batu seketika beterbangan dan berjatuhan, sekejap saja ia berhasil mengduk tanah beberapa banyak dan dalamnya, malah dengan kedua tangan yang halus dan putih itu ia menyerok tanah serta dihamburkan keluar lubang.   Koan San Gwat menjadi risau malah oleh beberapa patah kata katanya yang terakhir.   "Masa iya!"   Sahut Kang Pan, setelah mengendurkan tanah galiannya, Kang Pan ganti menggunakan kedua lengan baju yang di saluri tenaga dalam mengebut beberapa kali, kontan tanah tanah yang digalinya itu beterbangan ke luar lubang, kejap lain ia berhasil menggali sebuah lubang cukup besar.   Begitulah mereka bekerja sepera saling berlomba, lambat laun Kang Pan mendekati di pinggir Koan San Gwat, karena ketajaman pedang Ui tiap kiam dimana tajam pedang bekerja tanah berhamburan menjadi kendor, kontan Kang Pan membantu dengan caranya tadi, setiap padang Koan San gwat bekerja, lekas lengan bajunya dikebutkan.   Cara kerja sama ini ternyata hasilnya lebih besar dan cepat.   Kira kira setengah jam kemudian, mereka sudah mengeduk lubang lebar dua tumbak dan setumbak lebih dalamnya.   Tiba tiba diatas lubang berkelebat sesosok bayangan orang, kiranya Sebun Bu yam kembali lagi.   Sambil mendongak bertanya Kang Pan.   "Untuk apa kau kembali pula?"   Sebun Bu yam menyeringai, sahut nya.   "Jangan kau anggap setiap orang Thian mo kau orang jahat jahat, terutama aku Sebun Bu yam bukanlah seorang manusia rendah hati ini, bhwa aku kembali memangnya aku hendak membuktikan kata kataku."   "Lalu kenapa kau tadi tinggal lari?"   "Kenapa kau tidak naik kemari melihat nya?"   Kang Pan segera melompat naik, tampak dipinggir lubang sana bertumpuk setumpuk kayu kayu kering, tanyanya dengan heran. Mata Sebun Bu yam tertawa dingin.   "Bekerja harus sempurna, berapapun dalamnya kau memendam mayat mayat kelabang itu. bila menguap menjadi hawa beracun, masih ada kemungkinan bisa merembes keluar bumi, terpaksa harus dibakar dulu...."   "Menang benar!"   Kata Kang Pan sesaat kemudian setelah tertegun.   "Tadi akulah yang salah, kenapa kau tidak menyelesaikan lebih dulu? Sampai kupukul kau, maafnya!"   Sebun Bu yam tertawa dingin, ujarnya "Setiap orang boleh bekerja sekuat tenaga melakukan kerjaan apa saja yang harus dia kerjakan. Kenapa harus menjelaskan kepada kau lebih dulu. Sekali pukulanmu akan ku ingat dalam hati...."   Sifat Kang Pan memang polos dan jujur sungguh hatinya amat menyesal, cepat ia berkata.   "Kalau kau hendak membalas boleh sekarang juga silahkan....."    Sekarsih Dara Segara Kidul Karya Kho Ping Hoo Merdeka Atau Mati Karya Kho Ping Hoo Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini