Ceritasilat Novel Online

Pedang Darah Bunga Iblis 31


Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH Bagian 31


Pedang Darah Bunga Iblis Karya dari G K H   "Buyung, kau tahu semua?"   "Sudah tentu aku tahu, karena akulah Suma Bing tulen!'"   Badan Pek-bin-mo-ong limbung hampir roboh, wajah tuanya bergemetar ber-kerut2, saking terharu mulutnya menggumam entah apa yang diucapkan Untuk melenyapkan Pek-bin-mo-ong sekarang ini bagi Suma Bing segampang membalikkan tangan, tapi orang tua ini tadi telah menolong jiwanya.   berarti dirinya berhutang budi, apalagi sekarang dia sudah menjadi seorang tua yang buta dan cacat.   Mimpi juga dia tidak menduga bakal bertemu dengan musuh besar yang selalu dicarinya di dalam jurang seperti neraka ini.   Kata Pek-.bin-mo-ong dengan lesu dan patah semangat.   "Jalan Tuhan itu memang lurus ke-mana-2 juga akhirnya bertemu, Suma Bing, bolehlah kau turun tangan"   Lama dan lama kemudian baru Suma Bing menghela napas dan berkata.   "Dendam dan budi saling himpas, berarti diantara kita sudah tiada utang-piutang lagi- Tapi seperti yang pernah kuucapkan tadi, betapapun, aku tetap akan membawamu keluar dan tempat ini?' "Suma Bing, mengandal ucapanmu ini, baiklah Lohu mendoakan supaya daun jatuh kembali keakarnya, Lohu sudah bertekad untuk tetap tinggal disini selamanya."   Suma Bing merasa seriba kikuk dan tak enak, bagaimana juga jiwanya ini telah tertolong oleh orang tua cacat ini, maka katanya.   "Tuan benar2 sudah bertekad demikian?"   "Suma Bing, usia Lohu sudah hampir seabad apalagi yang perlu diberatkan, Lohu seorang yang dekat dengan liang kubur, namun aku masih ingin mengetahui suatu rahasia."   "Tentang apakah Itu?"   "Apa benar kau telah memperoleh Pedang darah dan Bun g a - i b l i s ? "   T e r g e r a k h a t i S u m a B i n g , s e t e l a h m e n g i a i k a n d i a b a l a s bertanya.   "Bendai2 pusaka yang telah tuan peroleh itu apakah semua terjatuh ketangan Loh Cu-gi?"   Sekian lama Pek-bin mo-ong merenung, lalu ujarnya kalem.   "Betapa jaya dan tenar nama Lohu selama ini sudah malang melintang melakukan berbagai pekerjaan besar, siapa nyana dalam usia yang sudah lanjut- ini malah terjungkal ditangan Loh Cu-gi binatang itu. Mungkin inilah yang dinamakan hukum alam. Memang Kipas pualam dan Daun giok ungu telah berada ditangan manusia serigala itu."   "Lalu Kiu-im-cin-keng dimana?'' Tubuh Pek-bin-mo-ong gemetar semakin keras, wajahnya juga berkerut2, desisnya dengan penuh kebencian.   "Karena soal buku itulah maka mata Lohu dibutakan serta diputus urat nadi kedua kakiku ini, terus diterjunkan kedalam jurang ini.'' Sampai disini dia menelan ludah lalu melanjutkan penuturannya.   "Besar tekad Loh Cu-gi hendak mempersatukan Kiu-im cin-keng dengan Kiu-yang-sin-kang supaya dapat terlatih ilmu kombinasi yang dinamakan Bu-khek-sin-kang Hehe, manusia berusaha. Tuhanlah yang menentukan, setelah Lohu memperoleh Kiu-im-cin-keng itu tak lama kemudian telah hilang lagi........"   Keruan bercekat hati Suma Bing, Kiu-im-cin-keng adalah benda peninggalan leluhur dari Perkampungan bumi yang paling berharga dan tak ternilai, hatinya menjadi gugup dan bertanya.   "Siapakah yang telah memperolehnya?"   "Pek-kut Bujin!"   Suma Bing menghela napas lega, Pek-kut Hujin adalah duplikat penyamaran bibinya, kalau buku itu terjatuh ketangannya seperti juga dirinya sendiri yang telah merebutnya kembali. Kata Pek-bin-mo-ong lagi.   "Loh Cu-gi menyangka Lohu sengajia hendak mengangkangi Kiu-im-cin-keng itu, maka tak segan2 dia turun tangan keji terhadapku'' Diam2 Suma Bing memaki dalam hati.   "Bangsat durjana yg. kejam telengas!"   Pek-bin-mo-ong adalah Suheng dari mertuanya Pek-chio Lojin, sedemikian tega dia turun tangan.   Tiba2 dari tumpukan tulang2 sebelah sana menonjol keluar sebuah benda putih yang berkilauan.   Segera Suma Bing maju mendekat dan memungutnya.   Seketika hatinya dingin dan berkeringat Seluruh tubuhnya Itulah seruling batu giok milik Mo-in Siancu, kalau seruling ini terjatuh kesini pasti keselamatannya juga dalam bahaya.   Karena batinnya ini dia merasa tak dapat mengabaikan waktu yang sangat berharga meskipun hanya sedetik jua, cepat2 dia kembali kedepan Pek-bin-mo-ong dan katanya.   "Tuan, setulus hati aku berkata, tetap aku ingin berdaya untuk membawa tuan keluar dari tempat yang mengenaskan ini.'' "Kuucapkan banyak terima kasih dan kuterima kebaikan mu ini, tapi tak usahlah!"   Melihat orang tua ini berkukuh Suma, Bing tidak enak terlalu memaksa maka katanya.   "Kalau begitu Cayhe segera akan pergi !"   "Ya, nanti dulu. Lohu masih hendak berkata. Loh Cu-gi sudah memiliki semua kedok penyamaranku, binatang itu sangat licik tan telengas, kau harus selalu meningkatkan kewaspadaanmu jangan lena sedetikpun!'' "Terima kasih akan petunjuk ini!'' ujar Suma Bing terus memutar badan. ...... 'Brak"   Terdengar sebuah suara lalu disusul benda berat yang jatuh ketanah.   Waktu Suma Bing berpaling, seketika dia terkesima ditempatnya Kiranya Pek-bin-mo-ong telah bunuh diri dengan memukul hancur batok kepalanya sendiri.   Setelah ragu2 rekian lama lalu dia mengeduk tanah didasar jurang itu untuk memendam jenazahnya dan membangun sebuah batu nisan yang bertuliskan.   "Tempat istirahat Pek- bin-mo-ong"   Enam huruf dengan ukiran jari tangannya.   Setelah semuanya selesai baru dia mulai menjelajah seluruh dasar jurang itu, agaknya selain dirinya tiada orang lain yang baru terjatuh kedalam jurang ini, maka dia mendongak mengawasi dinding jurang yang curam, menurut taksirannya tingginya ada duaratusan tombak- Tempat ketinggian seperti ini bagi kaum persilatan umumnya sudah sangat melampaui kemampuan dari seseorang yang betapa hebatpun ilmu silatnya Tapi lain halnya bagi Suma Bing yang membekal ilmu sakti mandraguna, betapapun dia akan berdaya mencapai kepuncak.   Begitulah sambil bersuit panjang tubuhnya mendadak melejit tinggi ketengah udara, sekali meluncur lima puluh tombak telah dicapainya, begitu daya luncurannya hampir habis cepat2 ujung kakinya menutul dinding batu, maka tubuhnya melenting lagi lebih tinggi ditengah udara dia berjumpalitan dengan gayanya yang sangat indah terus membalik lagi mendekat dinding dan sekali tutul tubuhnya melesat lagi tiga puluhan tombak, setelah tiga empat kali jumpalitan dalam sekejap mata saja tubuhnya sudah meluncur turun dan hinggap diatas Panggung hukuman.   Tatkala itu sang surya sudah tenggelam di peraduannya, sang malam mulai mendatang keadaan bumi alam ini mulai remang2.   Darah dan mayat masih bergelimpangan di mana2 menambah suasana bertambah seram dengan bau anyir darah lagi.   Mendadak Suma Bing bergelak tawa, tawa yang penuh mengandung hawa membunuh dan ejekan, dia tengah me- ngejek dan menertawakan hari kiamat Bwe-hwa-hwe telah mendatang diambang pintu, dia merasa menang dan puas bahwa berulang kali dia sudah lolos dari bolang jarum, secara aneh dan ajaib dia hidup kembali dari elmaut ke-matian ? Lalu dia memeriksa setiap jenazah yang bergelimpangan dan girang, karena dia tidak menemukan jenazah Mo-in Siancu.   Sebat sekali tubuhnya meluncur tinggi kepuncak sebelah kiri sana ditempat inilah dia dan Mo-in Siancu lolos dari kepungan dalam ruang bawah tanah itu, pintu rahasia itu kini telah hilang dan susah diketemukan lagi.   Baru saja dia sampai di atas lantas terlihat olehnya di kejauhan sana bara api yang me-nyala2 tinggi menembus angkasa, malah lapat2 terdengar pula teriak dan seruan gegap gumpita agaknya sebelah sana tengah terjadi pertempuran sengit.   Sungguh kejut dan heran dia dibuatnya, karena tempat kebakaran itu adalah Markas besar Bwe-hwa-hwe.   Siapakah yang telah dapat memecahkan barisan Im-yang-ngo-heng-tin dan melepas api di markas besar Bwe-hwa-hwe ini? Dari gemuruhnya teriakan pertempuran dapat dipastikan bahwa orang yang menyerbu datang itu jumlahnya amat banyak.   Tiada waktu lagi buat Suma Bing merenungkan tindakan apa yang perlu dilakukan.   Dia harus cepat2 bertindak supaya tidak kehilangan kesempatan untuk menuntut balas.   Setelah mencari arah tujuannya secepat anak panah tubuhnya melesat ke arah bangunan gedung2 yang tengah dimakan api itu.   Semakin dekat suara pertempuran semakin jelas, jerit dan pekik yang mengerikan terdengar dimana2.   Api berkorbar semakin besar dan mengganas semakin hebat.   Beberapa bayangan manusia memapak kedatangan Suma Bing, sekilas didapati jubah para pendatang ini bersulam Bunga Bwe besar, maka tanpa banyak mulut lagi, sekali tangan diayun para pendatang itu disapu jungkir balik.   Daya luncuran tubuhnya terus laju semakin cepat, waktu suara jeritan para korbannya itu terdengar tubuhnya sudah meluncur jauh sampai di gelanggang pertempuran.   Darah mulai membanjir di tanah, mayat bergelimpangan dan bertumpuk di mana2, bayangan berkelebatan, sinar ber- keredep dari kilauan senjata yang tertimpa sinar api seperti bintang2 me-nan2 di angkasa.   Tanpa bersuara Suma Bing tiba di pinggir gelanggang pertempuran, dia harus meneropong dulu situasi pertempuran ini.   Per-tama2 dilihatnya diantara berkelebatnya bayangan pertempuran itu ada beberapa bayangan seragam putih yang selulup timbul, itulah dua belas Rasul penembus dada.   Malah dia melihat pula Coh-yu-hu-pit dari Perkampungan bumi, agaknya tidak sedikit pula para kerabat dari Perkampungan bumi yang ikut meluruk datang, justru yang mengherankan diantara sedemikian banyak orang yang ikut bertempur tidak sedikit pula terdapat orang2 dari golongan suci.   Terdengar suara terkekeh tawa orang laksana gembreng berbunyi, Suma Bing memandang ke arah datangnya suara, matanya menjadi terbelalak.   Terlihat olehnya Siau-lim-ngo-lo tengah mengepung ketat Hwe-hun-koay-hud, ternyata mengandal tenaga gabungan Ngo-lo masih terdesak sedemikian hebat sehingga mereka harus ber-putar2 seperti sedang menari, sejuraspun mereka tidak mampu balas menye- rang.   Akhirnya dia menjadi paham, bukankah Hwe-hun-koay- hud adalah murid murtad dari Siau-lim-si? Nafsu kekejian Suma Bing semakin tebal, sekali meluncur langsung dia menubruk masuk kedalam gelanggang pertempuran.   Kontan dimana tangan dan kakinya bergerak segera terdengar lolong kesakitan dan jerit kematian saling susul.   Bayangan manusia saling roboh bergantian, darah dan anggota tubuh yang tidak lengkap lagi beterbangan keempat penjuru.   Kini sorot mata semua orang tertuju kearah Suma Bing.   Maka gegap gumpitalah seruan kegirangan.   "Tuan muda!" "Huma" "Suma Siauhiap !" - "Siau-sicu !"   Mata Suma Bing merah membara seperti kesetanan, kaki tangannya terus bergerak seperti harimau mengamuk diantara gerombolan kambing, siapa saja yang berada di hada-pannya pasti roboh tanpa ampun.   Demikianlah tubuhnya selulup timbul di tengah gelanggang pertempuran, dari barat ke timur dari selatan ke utara dimana dia lewat darah dan daging manusia pasti cecel dowel beterbangan di selingi jeritan yang memekakkan telinga.   Yang membuat hatinya heran yalah sedemikian jauh dia masih belum melihat bayangan Loh Cu-gi musuh besar utama yang harus mampus.   Se-konyong2 terdengar gelak tawa yang menusuk telinga diselingi seruan tertahan seperti orang muntah2.   kiranya Siau- lim-ngo-lo masing2 sudah menyemburkan darah segar Kan serentak terkapar diatas tanah.   Sekali melenting Suma Bing meluncur menubruk kearah itu.   "Minggir!"   Demikian hardiknya, suaranya tidak keras tapi menggetarkan semangat setiap hadirin. Hwe-hun-koay-hud mendelik terbelalak, serunya kejut.   "Bedebah, kau tidak..............."   Sebelum habis ucapannya kedua tangan Suma Bing sudah nenghantam tiba membawa kekuatan bagai gugur gunung terus merangsang keatas tubuhnya.   Selicin belut Hwe-hun-koay-hud menggeser delapan kaki ke samping.   Bagai orang gila yang kesurupan laksana ba-angan yang selalu mengikuti bentuknya Suma Bing terus nenyerbu dengan hebatnya, sekaligus dilancarkan delapan lelas kali pukulan.   "Brak,' diselingi dengus yang aneh seperti babi hendak disembeleh, kontan tubuh Hwe-hun-koay-hud ter-huyung2 sambil muntahkan darah segar.   "Serahkan jiwamu !" dengan gerak kilat sekali cengkeram tahu2 Suma Bing sudah menyekal pergelangan tagan lawan dan sekali gus tangan yang lain diangkat megepruk keatas kepala. Mendadak dia teringat sesuatu dan cepat2 menarik balik tangannya, lantas berpaling dan menggape kepada tertua dari Siau-lim-ngo-lo, serunya.   "Taysu, mari kuserahkan kepadamu!"   Habis berkata tubuhnya terus berkelebat menghilang.   Sambil bersabda Budha Ngo-lo segera menubruk maju meringkus murid murta yang jahat itu.   Sebuah bentakan yang nyaring dan sangat dikenal terdengar dari pojokan yang agak gelap sana.   Sebat sekali Suma Bing melejit ke arah datangnya suara.   Dimana terlibat dua orang tengah bertempur sengit, pihak musuh adalah ketua Bwe-hwa-hwe Chiu Thong sedang lawannya adalah seorang perempuan yang bukan lain adalah istrinya, yaitu putri dari perkampungan Bumi Pit Yau-ang.   "Adik Ang, minggirlah !"   "Engkoh Bing, kaukah itu !"   Teriak Fit Yau-ang kegirangan sambil menyurut mundur. Begitu melihat Suma Bing muncul serasa terbang arwah ketua Bwe-hwa-hwe Chiu Thong, begitu memutar tubuh terus hendak lari.   "Lari kemana kau?."   Bagai bayangan setan Suma Bing berkelebat menyegat kehadapan Chiu Thong terus mencengkeram dada lawan.   "Blang!"   Telak sekali pukulan Chiu Thong yang dahsyat menghunjam di dada Suma Bing, namun kontan dia tertolak sempoyongan oleh tenaga sakti pelindung badan Suma Bing, tangannya sakit seperti tulang-nya hancur lebur, sedikit lena dan kesima, tangan Suma Bing sudah menyengkeram dadanya terus dijinjing tinggi...   Serentak pada saat itu juga delapan sinar berkilau dari ujung pedang menusuk dan membabat tiba- Pit Yau-ang menghardik keras terus menubruk maju mehalangi sera-ngan yang membokong ini, dimana lengan bajunya dikebut-kan sekaligus empat batang pedang terpental serong ke samping, sedang empat bilah pedang lainnya tak urung masih tetap menyelonong ke punggung Suma Bing.   Sudahlah tentu Suma Bing tidak mandah saja dilobangi tubuhnya begttu tangan lainnya membalik dan diayun, jeritan yang ngeri dari empat orang yang bersamaan menambah ribut suasana yang memang gaduh itu.   Mereka terpental terbang jauh dan entah bagaimana nasibnya, hal ini membuat Pit Yauang tergetar kaget dan kesima.   Wajah ketua Bwe-hwa-hwe Chiu Thong pucat pasi, tubuhnya gemetar dan lemas seperti tidak bertulang lagi.   Dimana Loh Tiu-gi berada?" tanya Suma Bing beringas gusar "Tidak tahu!"   Terdengar suara dari mulut Chiu Thong yang gemetar.   Sambil kertak gigi, sekali tarik dan betot Suma Bing tanggalkan lengan kiri Chiu Thong dari badannya.   Keruan Chiu Thong memekik kesakitan seperti babi hendak disembeleh, wajahnya mengkeret dan ber-kerut2 saking menahan sakit.   -oo0dw0oo- 60.   BWE-HWA-HWE HANCUR LEBUR.   Wajah Suma Bing sudah berubah hitam membesi.   sepasang matanya memancar jalang seperti serigala yang kesetanan, tanyanya lagi.   "Katakan tidak?"   Saking kesakitan Chiu Thong menjadi nekad dan membandel.   "Tidak !"   Suaranya serak lirih.   "Bagus !' tanpa kepalang tanggung telapak tangan Suma Bing mengepruk batok kepala musuh bebuyutan ini, sambil menjerit seram Chiu Thong terkapar di tanah, badannya hancur lebur menjadi bergedel.   "Engkoh Bing, aku............aku terlalu girang, sungguh tidak nyana..............."   Dua butir air mata mengalir membasahi pipinya, dia menangis saking gembira.   "Adik Ang, segala persoalan nanti kita bicarakan lagi, sekarang aku harus menemukan Loh Cu-gi !"   Tanpa memperdulikan istrinya lagi dia terus berlari keluar gelanggang pertempuran.   Suma Bing sudah menjelajah keempat penjuru dimana dia lalu dan melihat anak buah musuh semua dibunuhnya tanpa ampun.   Se-konyong2 sebuah bayangan memapak datang dan berseru gugup.   "Suma Bing, lekas ikut aku! Sebenarnya Suma Bing sudah bersiaga hendak menyerang serta mendengar suara orang sedikit melengak dia tarik kembal1 tenaganya, bentuk tubuh orang ini memang sangat dikenalnya. Waktu pertama kali dirinya menerjang masuk ke dalam barisan Im-yang-ngo-heng-tin tempo hari, justru laki2 berwajah kuning seperti berpenyakitan ini juga pernah muncul, hanya wajahnya saja sedikit pun tidak terkesan dalam sanubarinya. Untuk apa dia minta dirinya mengikuti dia ? Demikian singkat dia membatin, laki2 berwajah kuning itu sudah melesat sejauh puluhan tombak, gerakan tubuhnya ternyata sedemikian lincah dan tangkas sekali, Maka tanpa ayal segera Suma Bing angkat kaki mengejar dengan kencang, sekejap mata kemudian mereka tiba,diluar hutan pohon Bwe, sekali berkelebat bayangan laki2 berwajah kuning itu lantas menghilang entah kemana. Di dalam hutan sebelah sana terdengar angin pukulan yang membumbung tinggi, debu dan kerikil bergulung ke tengah angkasa. Suma Bing melihat keganjilan ini dan mulai waspada, diam2 dengan langkah ringan dia maju mendekat memasuki hutan. Tampak seorang laki2 kekar berjambang bauk tengah bertempur sengit dikeroyok dua perempuan. Suma Bing heran dan terperanjat. karena kedua perempuan itu bukan lain adalah bibinya Ong Fong-jui dan Tio Keh-siok. Mengandal Lwekang dan kepandaian Ong Fong-jui dan Tio Keh-siok ternyata tidak mampu merobohkan laki2 berewok itu, malah mereka lebih banyak menjaga diri dari pada menyerang. Sekilas Tiok Keh-siok melirik melihat kehadiran Suma Bing, segera dia berseru kejut.   "Suma Bing. kau itu?"   Ong Fong-jui juga tergetar kaget mendengar seruan Tio Keh-siok itu sehingga gerak geriknya menjadi sedikit lamban. Sepasang mata laki2 brewok itu memancarkan siar aneh dan ketakutan, menggunakan peluang ini segera dia melesat terbang melarikan diri.   "Cegat dia."   Teriak Ong Fong-jui keras dan gugup Namun gerak tubuh laki2 berewok itu ternyata secepat kilat hanya sekali berkelebat saja lantas hilang.   Waktu Suma Bing sadar dan memburu dengan kencang sekaligus dia berlari sejauh ratusan tombak namun bayangan orang sudah tidak terlihat lagi.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Dilain saat Ong Fong-jui dan Tio Keh-siok juga sudah mengejar tiba.   Kata Ong Fong-ju gegetun.   "Kalau tahu begini, siang2 aku harus sudah menggunakan racun'.'' "Siapakah dia sebenarnya?'' tanya Suma Bing heran dan tak mengerti- "Dia itu Loh Cu-gi,"   Sahut Ong Fong-jui gemes. Berubah airmuka Suma Bing sambil menggerung keras kakinya sudah melangkah......   "Anak Bing,"   Cegah Ong Fong-jui sambil menggape.   "Kau takkan dapat mengejar dia, alat rahasia Bwe-hwa-hwe tersebar di-mana2, jalan gelap dan jebakan malang-melintang disana-sini."   Sambil mengertak gigi Suma Bing berkata .   "Masa bisa kita harus membiarkan dia lolos ?"   "tentu tidak, namun kita harus menghadapinya dengan perhitungan yang masak "   Sampai disini tiba2 Thio Keh-Siok menyela bicara .   "Bukankah kau ...kau..sudah....."   "Ya, aku terjebak dalam barisan dan tertawan oleh musuh, akhirnya aku terpukul masuk kedalam jurang........."   "Semua itu kita sudah tahu.'' "O, kalian tahu darimana?'"   "Kita dikisiki seorang lelaki yang tidak diketahui namanya"   Suma Bing garuk2 kepala penuh tanda tanya, apa mungkin Mo-in Siancu tidak mati dan menyampaikan pesannyai itu, maka tanyanya gelisah.   "Yang mengisiki kalian itu seorang perempuan?'' "Bukan, seorang laki2 berwajah kuning- Kau kenal dia?"   Suma Bing menggeleng kepala.   Bayangan Go-hiangcuseperti sangat dikenalnya itu terbayang dalam benaknya dia semakin heran, bukankah orang itu pula tadi yang memancingnya ketempait ini- Tapi bukankah dia seorang pangcu dari Bwe-hwa-hwe ini benar2 membuat orang susah menduga dan sulit dimengerti Agaknya Ong Fong-jui ingin cepat2 mengetahui pengalaman Suma Bing, desaknya.   "Coba ceriterakan pengalamanmu bel;akangan ini "   "Untung aku tidak mati terbanting didalam jurang ialah diluar dugaan aku bertemu dengan seseorang!"   "Orang macam apakah itu?"   "Dialah Raja iblis seratus muka yang menolong jiwaku"   "Dimana sekarang Pek-bin-mo-ong itu berada?'' tanya Tio leh-siok berlinang airmata. Suma Bing menjawab tenang.   "Sudah maiti.'" "Apa mati? Kau yang membunuhnya."   Bentak Tiok Keh-Siok beringas- "Bukan! Dia mati bunuh diri."   Agaknya Tio Keh-siok tidak puas sebelum dapat menuntut balas sejak kematian Suhengnya Si-gwa-sian-jin, maka desaknya sambil mengerut kening-;   "Suma Bing. kau sendiri tahu betapa jahat dan kejam sepak terjang Raja iblis ini- Mengapa kau biarkan dia membunuh diri. Hm, aku paham sekarang, karena dia telah menolong jiwamu bukan? Bunuh diri? Dapatkah dipercaya?"   "Nona Tio jangan kau terangsang oleh emosi, kalau kau berada didalam kedudukan seperti aku, pasti kau sendiri juga, tidak tega turun tangan. Ketahuilah dia sendiri juga menjadi alat orang lain, setelah menunaikan tugasnya dia dibokong dan dicelakai sehingga matanya buta dan kedua kakinya, cacat........' "Dimanakah jenazahnya?''' "Didalam jurang dibelakang panggung hukuman dalam markas besar Bwa-hwa-hwe, nona bisa pergi kesana membuktikan sendiri-"   "Sudah pasti aku mesti kesana,"   Geram Tio Keh-siok meng- gigit gigi- "Akan kuhancurkan dan kubuang kemana2 anggota tubuhnya."   "Pangkal mula dari semua, permusuhan ini. algojonya adalah Loh Cu-gi, sedang para anak buah Bwe-hwa-hwe itu cuma pelaksana saja'' "Setelah pertempuran kali ini."   Demikian sela Ong Feng-jui.   "Boleh dikata pihak Bwe-hwa-hwe sudah hancur luluh dan porak peronda."   Bangunan gedung markas besar yang megah itu sudah terbakar habis, pertempuran juga sampai titik penghabisan, namun masih terdengar beberapa kali jerit dan seruan yang mengerikan Tiba2 sebuah bayangan orang kecil bundar dan tromok melayang dan nieluncur tiba teriaknya keras.   Buyung, sungguh besar dan panjang jiwamu."   Sipendatang ini bukan lain adalah simaling bintang Si Ban- cwan. Suma Bing terperanjat, serunya. ,,Cianpwe, kau ----"   "Hehe, kau heran kenapa aku simaling- tua tidak hancur meledak bukan ?"   "Itu hanya jebakan saja, Cayhe sudah mendapat tahu dari peringatan Phoa Cu-giok, dan sekarang sudah terbukti"   "Phoa Cu-giok?"   Sela Ong Fong-ji "Kau bertemu dengan dia?"   "Ya, dia muncul dengan bentuk Racun diracun, sekejap saja sampai tak sempat untuk blcara barang sekejap jua!"   "Ai, semoga dia tidak mengecewakan pengorbanan cicirya"   Simaling bintang Si Ban-cwan menggape kepada Suma Bing dan berkata.   "Buyung, mari ikut Lohu menunaikan tugas penting !"   "Tugas penting?"   "Ikut saja tidak akan salah, kalau ada omongan nanti kita bicarakan lagi-" tengah berkata mendadak dia ingat sesuatu lalu sambungnya lagi.   "Simaling bintang ini kiranya tidak mengecewakan hidupnya, jual beli kami ini ternyata paling lancar."   Kalau Ong Foiag-jui dan Tio Keh-siok mengunjuk rasa girang, sebaliknya Suma Bing garuk2 kepala keheranan. Setelah me-rogoh2 saku didalam bajunya, siimaling bintang angsurkan kedua tangan kehadapan Ong Fong-jui serta katanya .   "Daun giok ungu ini harap tolong disampaikan kepada It-hu-cu ketua Ngo-bi-pay" lalu dia angsurkan sebuah benda lain kepada Tio Keh-siok, katanya.   "Kipas pualam ini kembali kepada pemiliknya lagi--' Tio Keh-siok menerima dengan kedua tangannya sambil memberi hormat, ujarnya.   "Terima kasih Cianpwe!"   Simaling tua mengangkat alisnya yang sudah memutih, serunya.."Ah, kerjaan gampang saja jangan ambil dalam hati!" Lalu ia lempar dua   Jilid buku kecil kearah Suma Bing, serunya.   "Buyung. sambutlah Kyu-im-cin-keng ini."   Suma Bing sampai terbelalak, hampir dia tidak penyaya kalau semua ini kenyataan Kata Ong Fong-jui setengah memuji.   "Maling bintang perampok rembulan, nama ini kiranya tidak omong kosong belaka."   Simaling bintang berseri tawa, ujarnya.   "Semua nya juga berkat bantuan dari dalam". Suma Bing melengak heran, tanyanya.   "Bantuan dari dalam, siapa?"   "Go Hiangcu, laki2 muka kuning itu, kau pernah melihat bukan!"   "Lagi2 orang muka kuning itu?"   "Buyung, waktu sudah sangat mendesak, kalau ada urusan minta saja disampaikan, sebab kita tiada tempo untuk kembali lagi dalam waktu singkalt!"   Suma Bing melenggang mengawasi simaling bintang, hatinya tak mengerti dan penuh tanda tanya. Akhirnya simaling bintang tidak sabaran lagi, katanya, sambil membanting kaki.   "Lekas, buyung, kalau tidak kau akan menyesal sesudah kasep."   Suma Bing manggut2, lalu berpaling menghadap Ong Fong- jui. katanya.   "Bibi, harap sampaikan kepada Pit Yau-ang, setelah semua urusan disini selesai mintalah dia pimpin anak buahnya kembali ke Perkampungan bumi, demikian juga para gadis pengikut ibunda"   Ong- Fong-jui mengiakan lalu mengawasi simaling bintang tanyanya.   "Cianpwe sebetulnya terjadi apalagi?"   Simaling bintang tertawa, misterius, ujarnya.   "Kelak kalian akan tahu. rahasia alam saat ini tidak boleh dibocorkan."   "Cianpwe,"   Ujar Suma Bing gelisah,"   Loh Cu-gi itu sempat meloloskan diri"   "Buyung, ikut aku saja tidak akan salah' tanpa menanti jawaban ia terus seret tangan Suma Bing lantas berlari kencang masuk kedalam hutan. Setelah belak belok kekanan kiri tak lama kemudian mereka. Sudah keluar dari lingkungan barisan Im-yang-ngo- heng-tin. Suma Bing menurut saja diseret sekian lama dengan keheranan hatinya risau dan gelisah Seperti mencari sesuatu simaling bintang celingukan kesana-sini, lalu kata nya pasti.   "Ke arah sini mari!"   Sekarang Suma Bing mengintil dibelakangnya terus berlari kencang.   Meskipun kepandaian simaling bintang terpaut jauh dibanding dengan Suma Bing, namun ilmu ringan tubuhnya ternyata hebat sekali.   begitu dikembangkan tubuhnya melesat bagai meteor terbang Sepanjang jalan setiap kali sampai dipersimpangan jalan, simaling bintang tentu membungkuk tubuh entah memeriksa apa.   Waktu sang malami berganti pagi, mereka sudah, berlari sampai ratusan li lebih.   Simaling bintang menunjuk sebuah kota Yang terlihat tak jauh didepan sana, katanya.   "Buyung, mari kita masuk kota tangsel perut dulu, bagaimana juga mereka tidak bakal dapat lari!"   Suma Bing sendiri tidak tahu apa yang dimaksud tidak bakal lari, dengan hampa dia mengiakan.   Setelah masuk kota langsung mereka, memasuki sebuah rumah makan yang bernama Ko-siu-lau terus pesan makanan dan minuman Setelah meneguk secangkir arak simaling bintang berkata.   "Ayo gares semua, jangan melamun saja, kita harus memburu waktu!"   Sambil makan bertanyalah Surna Bing.   "Cianpwe, bagaimanakah kejadiannya semalam?"   "Semua terjadi secara kebetulan. Sebetulnya aku simaling tua menuju ke Ngo-bi-san untuk memberi penjelasan tentang penyamaran orang atas dirimu itu- Ternyata sigundul dari Ngo-bi It-hu-cu seorang yang bijaksana dan gampang di-ajak bicara, kiranya dia mau memberi muka kepada simaling itua ini, mencoret perhitungan dalam haitinya atas dirimu itu"   "Untuk kepentinganku sampai Cianpwe susah payah, Wan- pwe ucapkan terima kasih!"   "Tidak perlu, setelah aku turun gunung, ternyata It-hu-cu pimpin tigapuluh anak muridnya yang berkepandaian tinggi menceburkan diri dalam kalangan Kangouw untuk menyelidiki jejak Pek-bin-mo-ong. Kebetulan pihak Siau-lim juga mendapat kabar a'ran munculnya kembali Hwe-hun-koay-hud simurid murtad didalam Bwe-hwa-hwe, maka dibawah pimpinan Ngo-lo mereka hendak membekuk murid durhaka ini, tanpa berjanji sebelumnya dua rombongan ini lantas bergabung menjadi satu"   "Sedang bibimu dan perkampungan bumi berturut2 juga mendapat kisikan dari seseorang. Peristiwa Bwe-hwa-hwe memasang jebakan untuk melenyapkan jiwamu juga sudah mereka ketahui, maka buru2 mereka menyusul tiba pula. Akhirnya mereka mendapat kabar lagi katanya, kau terjebak dan tertawan musuh, waktu mereka tengah memikirkan cara bagaimana harus menolong dirimu, kebetulan rombongan Siau-lim dan Ngo-bi telah tiba dan paling menggirangkan Tio Keh-siok sigadis jelita itu juga ikut datang Dibawah petunjuk Tio Keh-sioklah maka dengan mudah mereka. menerjang masuk kedalam barisan Im-yang-ngo-heng-tin. Peristiwa, selanjutnya kau sudah melihat sendiri!"   "Siapakah orang yang memberi kisikan itu?"   "Go-hiangcu dari Bwe-hwa-hwe, laki2 muka kuning itu!"   "Apa tujuannya dia membantu kita?"   "Siapa tahu!"   Pertanyaan ini mengganjal dalam sanubari Suma Bing, apakah tujuan dan maksud perbuatan Go-hiangcu ini ? Selama ini Mo-in Siancu tidak muncul, agaknya dia mengalami bencana Tutur simaling bintang lebih lanjut.   "Laki2 muka kuning itu memberikan padaku sebuah peta rahasia, dan sebelum-nya dia sudah merusak beberapa alat rahasia sehingga dengan gampang saja aku memperoleh benda2 pusaka yang telah dikangkangi oleh Loh Cu-gi"   Suma Bing manggut2 tanpa bersuara, namun hatinya tengah membatin, entah dapat atau tidak Cincin iblis dan Pedang darah kelak dapat direbut kembali, Cincin iblis terang berada ditangan Loh Cu-gi sedang Pedang darah berada ditangan Mo-in Siancu.   Apalagi kalau Mo-in Siancu meng di mi bencana, maka jejak Pedang darah itu susah dicari.   Begitulah sambil makan dan ber-cakap2, setelah perut merasa kenyang terus mereka melanjutkan perjalanan lagi.   Saking tak tertahan akhirnya Suma Bing bertanya "Cian- pwe sebetulnya kita ini tengah mengejar siapa?"   "Siapa lagi kalau bukan Loh Cu-gi si durjana itu,"   Jawaban simaling bintang diluar dugaan Suma Bing, tanyanya menegas.   "Loh Cu-gi? Apa Cianpwe sudah tahu kemana dia pergi?"   "Ada orang yang menunjukkan jalan. Tapi aku sendiri juga belum tahu asal-usul orang ini !"   "Apa mungkin laki2 muka kuning lagi ?"   "Tebakkanmu betul !"   Dalam ber-cakap2 itu mereka tiba di persimpangan jalan lagi, lagi2 simaling bintang mem-bungkuk2 dan celingukkan kian kemari.   Sekali ini Suma Bing turut memperhatikan dan menemukan apa2, matanya mengikuti gerak-gerik si maling bintang yang saat itu telah berhenti di pinggir jalan di hadapannya tampak jajaran batu yang ber-bentuk bunga Bwe, maka tanyanya.   "Inikah yang kau cari?"   "Terhitung kau cerdik, batu besar di depan bentuk bunga Bwe ini menunjukkan arahnya, mari jalan"   Berkobar semangat Suma Bing.   Waktu tengah hari mereka membelok menuju jalanan kecil di alas pegunungan, tak lama kemudian mereka tiba di depan sebuah selat kecil.   Di mulut selat mereka dapati lagi batu2 yang berben-tuk bunga Bwe hanya kalini kurang sebutir batu yang menunccukkan arah itu Kata simaling bintang dengan nada berat dan perihatin.   "Kita sudah tiba ditempat tujuan."   "Didalam lembah ini?"   "Begitulah menurut petunjuk rahasia ini."   Rasa dendam dan sakit hati merangsang deras dalam aliran darah Suma Bing, ujung bibirnya menyinggung senyum ejek yang sinis, dan di belakang senyum sinis inilah tersembunyi sifat kebuasan dengan hawa membunuh yang sadis.   Betapa sudah dia mengharapkan waktu yang sekian lama di- nanti2kan ini.   Batu berserakan tak teratur didalam mulut lembah, pohon2 besar juga tidak kurang banyaknya menambah seram suasana yang sunyi ini.   Setelah saling berpandangan Suma Bing dan simaling bintang mengembangkan ilmu ringan tubuh terus melesat ke dalam lembah.   Mendadak di hadapan sana berkelebat sebuah bayangan terus menghilang.   Gerak Suma Bing secepat kilat, sekali loncat tubuhnya melenting keras terus menubruk tiba.   Agaknya kepandaian orang itu juga tidak lemah, sekali melayang Lima tombak dengan mudah dicapainya terus menghilang kebalik batu.   Sudah tentu Suma Bing tidak rela kehilangan jejak musuh, bagai bayangan setan tubuhnya melenting ketengah udara dari ketinggian inilah dia bergerak setengah lingkaran terus menubruk turun, dimana jarinya ditekuk dan ditutukkan melesatlah angin tusukkan jarinya itu.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo   Kontan terdengar jeritan keras, bayangan itu jumpalitan dua kali terus roboh diantara himpitan batu.   Waktu Suma Bing hinggap diatas tanah langsung dia jinjing tubuh musuh ini.   Sementara itu simaling bintang juga sudah menyusul tiba.   Kiranya bayangan itu adalah seorang pemuda berwajah halus cakap mengenakan seragam hitam yang tersulam bunga Bwe di depan dadanya, gambar putih bunga Bwe itu kini sudah berlepotan darah! "Dimana Loh Cu-gi sembunyi? Katakan !"   Suma Bing mengancam dengan bengisnya. Tiba2 pemuda seragam hitam itu mengulur jarinya menusuk ke pelipisnya sendiri, Suma Bing sudah tidak keburu mencegah perbuatan yang nekad ini. Simaling bintang menggeleng kepala, ujarnya.   "Agaknya kunyuk ini adalah pengawal pribadi Loh Cu-gi sendiri."   Suma Bing mendengus dongkol, terus melemparkan clyena- ah pemuda itu, katanya.   "Loh Cu-gi pasti sembunyi di sekitar sini, dan pasti mereka suaah bersiaga mendengar teriakan yang keras tadi. Mari kita harus bergerak cepat."   Sepuluh tombak kemudian sebuah bayangan berkelebat menghilang lagi.   Begitu mengembangkan ginkang masing2 Suma Bing dan simaling bintang berloncatan gesit selincah kera diatas ujung2 batu tanpa mengeluarkan sedikit suara, ketangkasan dan kemahiran yang menakjubkan ini benar2 harus dipuji.   Tatkala itu, ditengahi dinding lembah ada beberapa sorot mata tengah mengmati Suma Bing dan simaling bintang yang tengah berlari lewat.   Itulah sebuah gua yang besar, atau boleh dikatakan sebuah ruangan besar di dalam tanah dikatakan ruangan karena perhiasan dan perabot dalam gua ini sedemikian mewah, mulut atau pintu ruangan ini tertutup oleh alingan batu2 runcing, jadi sebelum dekat tidak gampang dicari atau diketemukan.   Di tengah ruangan seorang tua ubanan mengenakan jubah panjang warna hijau tengah duduk dengan angker di atas korsi kebesaran, kedua sampingnya berdiri tegak tidak kurang lima puluh anak buahnya yang paling setia, tua muda dan tinggi rendah tak teratur.   Seorang laki2 seragam hitam bergegas lari masuk terus berlutut di depan orang tua ubanan itu, serunya.   "Lapor sesepuh, musuh sudah menerobos sampai dasar lembah."   "Sudah tahu, mundur !"   Sepasang mata orang tua ubanan ini memancarkan sorot terang yang menakutkan pandangannya menyapu seluruh para jagoannya yang berdiri tegak itu, suaranya terdengar dingin menciutkan nyali.   "Aneh, Suma Bing si bocah keparat dan simaling bintang cara bagaimana bisa mengejar sampai disini, hanya terpaut langkah depan dan belakang."   Keadaan sunyi mencekam hati, tiada seorang yang bersuara menjawab. Berhenti sebentar suara orang tua ubanan semakin dingin mengancam .   "Diantara kita sendiri pasti ada pengkhianat yang menjadi mata2 musuh !"   Sambil berkata pandangannya menyapu selidik semua hadirin, agaknya dari mereka ini ia hendak mendapatkan siapakah yang telah murtad dan mendurhakai perkumpulan.   Suasana sedemikian hening lelap seumpama jarum jatuh juga bisa terdengar, hampir semua orang dapat mendengarkan jalan pernapasannya masing2.   Pandangan yang tajam satu per satu menatap wajah semua orang, terakhir berhenti diwajah laki2 bermuka kuning, sikap laki2 muka kuning tetap tenang tanpa berubah air mukanya, namun tak urung sinar matanya mengunjuk rasa takut.   Perkataan orang tua ubanan sepatah demi sepatah seta- jam ujung golok.   "Go-hiang-cu, apakah kau adanya?"   Seluruh pandangan semua orang seketika tertuju ke arah laki2 muka kuning yang dipanggil Go-hiangcu itu. Segera laki2 muka kuning menekuk sebuah lututnya sambil berseru lantang.   "Harap sesepuh suka periksa biar betul!"   Orang tua ubanan menyeringai, tanyanya tajam.   "Gohiangcu, waktu kau masuk menjadi anggota, apakah kau pernah baca sepuluh undang2 peraturan besar kita?"   Go-hiangcu mengiakan.   "Apa bunyi nomor tiga?"   "Segala perintah sesepuh harus dijunjung tinggi melampaui segalanya, semua anak murid harus tunduk dan patuh akan perintah ini !"   "Bagus, kalau begitu kau bereskan sendiri jiwamu !"   Laki2 muka kuning berjingkrak berdiri sambil angkat kepala serta mundur berapa langkah. suaranya gemetar membela diri.   "Hamba ada melanggar pantangan apa?'"   "Lebih baik aku salah membunuh seratus dari pada melepas seorang, ini perintah !"   Laki2 muka kuning mundur lagi beberapa langkah. Dari mulut gua terdengar suara jerit kesakitan yang rendah dan berat, sebuah bayangan orang merangkak bergelindingan masuk kedalam, perkataannya tersenggak di tenggorokannya.   "Lapor sesepuh, musuh............"   Belum habis ucapannya, dua bayangan orang sudah berkelebat masuk ke dalam ruangan, yang datang ini bukan lain adalah Suma Bing dan simaling bintang. Mendadak orang tua ubanan bergegas bangun sambil menghardik keras.   "Serang dengan sekuat tenaga !"   Seketika terdengar gerungan dan bentakan riuh rendah, angin pukulan ber-gulung2 menerpa ke arah pintu ruangan besar. Suma Bing berteriak keras .   "Serahkan jiwa kalian !" Membuka langit menutup bumi jurus ketiga dari Giok-ci-sin- kang dilancarkan dengan hebatnya. Gempuran yang dah-syat membuat seluruh ruangan tergetar hebat sehingga terasa tergunjang ganjing. Keadaan dalam ruangan sungguh sangat mengenaskan darah dan daging manusia yang cecel dowel beterbangan keempat panjuru, tiga puluhan musuh yang lihay2 tiada satupun yang masih ketinggalan hidup dengan tubuh yang masih utuh. Dua puluhan orang yang masih hidup juga sudah terkesima dan banyak yang terluka pula, mereka berdiri kesima bagai patung. Sepasang mata Suma Bing ber- kilat2 menyapu pandang keempat penjuru. dia mencari jejak Loh Cu-gi. "Serang !" tiba2 orang tua ubanan itu memberi aba2 lagi. Puluhan jago2 yang masih hidup itu setelah melengak dan tertegun terus serempak menyerbu ke arah pintu. Terdengar simaling bintang berseru gelisah.   "Buyung, an- jing tua ubanan itulah!"   Tergerak hati Suma Bing, kedua tangan dipentang dan bergerak sebat sekali sambil melesat masuk ke dalam.   Di mana terdengar jeritan dan teriakan puluhan orang telah melayang jiwanya ditangan Suma Bing.   Mendadak terdengar sebuah suara berkata.   'Loh Cu-gi menyerahlah saja !"   Tanpa merasa Suma Bing terhenyak ditempatnya, orang yang membuka mulut ini bukan lain adalah Go-hiangcu yang berwajah kuning itu.   Pada saat dia terlongong inilah orang tua ubanan ber- gerak turun tangan sekali raih dia cengkram tengkuk laki2 muka kuning lantas mundur mepet ke dinding ! Sementara itu, simaling bintang tengah berkelahi dengan sengit melawan anak buah Bwe-hwa-hwe.   Baru sekarang Suma Bing dibikin terang segalanya, matanya mendelik besar menatap orang tua ubanan itu, desis- nya.   "Loh Cu-gi, hari akhirmu sudah tiba, gunakanlah darahmu untuk menebus dosa2mu !"   Orang tua ubanan perdengarkan gelak tawa yang menusuk telinga, ditengah tawanya, pelan2 dia tanggalkan kedok di mukanya, tampaklah sebuah muka pertengahan umur yang cakap namun mengandung kekejaman yang sadis.   Tidak salah dia bukan lain adalah sesepuh Bwe-hwa-hwe Loh Cu-gi adanya.   Wajah Suma Bing membesi hitam mengandung hawa membunuh yang tebal menakutkan, matanya memancarkan sorot kebencian yang menciutkan nyali, katanya sambil maju setindak.   "Loh Cu-gi, kau harus bersedia menerima pembalasan dari segala perbuatanmu."   Wajah Loh Cu-gi gemetar, gigitnya ber-kerot2.   tiba2 dia ulur jarinya menutuk beberapa jalan darah diatas tubuh laki2 muka kuning.   Ditengah keluhan yang mengerikan terjadilah suatu keanehan, seketika air muka laki2 kuning itu berubah hebat, dalam sekejap mata saja telah berubah menjadi wajah seorang pemuda yang cakap halus.   "Phoa Cu-giok !"   Teriak Suma Bing kaget.   Tanpa merasa dia mundur beberapa langkah, mimpi juga dia tidak sangka bahwa laki2 muka kuning yang dipanggil Gohiangcu ini ternyata adalah penyamaran Phoa Cu-giok, rahasia teka-teki sekian lama ini kini telah terbongkar seluruhnya.   Terang dengan menyamar dan menyelundup ke dalam Bwe- hwa-hwe maksud Phoa Cu-giok adalah hendak membantu usaha Suma Bing.   Apakah perbuatan inilah yang dia katakan kepada Thong Ping dengan istilah kerja bhakti yang mengandung arti demi kesejahteraan masyarakat ? Sementara itu pertempuran dipintu besar sana sudah selesai, simaling bintang dengan mudah telah membereskan Semua musuh2nya.   Mendadak Phoa Cu-giok tertawa hambar dan berteriak serak.   "Cihu, lekas turun tangan, jangan pedulikan aku!"   "Cu-giok", ujar Suma Bing penuh haru.   "Kenapa kau harus menyiiksa diri?"' Bola-mata Loh Cu-gi berputar, mendadak dia menggembor keras.   "Keparat, sambutlah!"   Sambil bersuara dia angkat tubuh Phoa Cu-giok terus dilempar kearah Suma Bing.   Terpaksa Suma Bing ulur tangan untuk menyambuti tubuh adik iparnya ini.   Menggunakan peluang inilah cepait2 Loh Cu-gi menekan alat rahasia didindmg belakangnya terus menyelinap masuk dan menghilang.   Dari samping simaling bintang memburu tiba merebut tubuh Phoa Cu-g}ok sambil berkata .   "Berikan padaku!"   Phoa Cu-giok berteriak tertekan.   "Jangan kejar, tunggulah dimulut lembah......"   Suma Bing lepas tangan terus melenting keluar gua secepat kylat dia ber-lari2 menuju kemulut selat, dimana dia mencari sebuah tempat untuk menyembunyikan diri dan menanti dengan sabar dan waspada.   Lahirnya dia berlaku tenang, namun hati kecilnya.   bergejolak keras- Betulkah Loh Cu-gi bakal muncul dimulut selat ini seperti yang dikatakan Phoa Cu- giok tadi? Apa mungkin ruang batu itu hanya mempunyai sebuah jalan rahasia yang menembus keluar dimulut selat ini? Kalau kali ini sampai dia merat dan melarikan diri lagi, untuk mencarinya lagi pasti sulit dan berabe.   Se-konyong2, jantung Suma Bing berdetak semakin keras.   Sebuah batu besar yang terletak lima tombak dari tempat persembunyiannya itu tiba2 bergerak2 terus pelan2 menggeser kesamping, muncullah sebuah lobang kecil kira2 lima kaki persegi, dari dalam melesat keluar bayangan seseorang.   Bayangan mi bukan lain adalah Loh Cu-gi adanya.   Begitu keluar dari dalam lobang baru saja dia celingukan dan hendak bergerak.   Tiba2 Suma Bing sudah bangkit menyerbu sambil memibentak lantang.   "Loh Cu-gi. sudah lama tuan mudamu menunggu kau disini."   Loh Cu-gi berjingkrak kaget dan tersurat mundur, wajahnya berubah ketakutan, namun matanya memancarkan sorot kebencian yang me-luap2.   Tokoh lihay yang pernah menduduki kursi tertinggi dian kaum persilatan dengan sebutan tokoh silat nomor satu diseluruh jagat pada pertandingan kedua dipuncak Hoa-san, kini mulai ketakutan seperti anjing kepepecang mengkeret mencawat ekor.   Sementara itu Suma Bing sudah melejit tiba dihadapan Loh Cu-gi untuk mencegah dia melarikan diri.   Sekelebatan wajah Loh Cu.gi berubah ungu membeku, tanpa mengeluarkan suara lagi, kedua tangannya diangkat terus rnendorong kedepan.   Sinar merah yang mencorong terang kontan meluncur kedepan.   Sekali serangan ini dia sudah himpun seluruh kekuatan Kiu-yang-sin-kang yang sudah dilatihnya sempurna.   Suma Bing melompat mundur setombak lebih, menyingkir dari serangan dahsyat, matanya dengan tajam mengawasi gerak gerik musuh- Begitu serangannya mengenal tempat kosong.   Loh Cu-gi lantas meloncat mundur sekuatnya kebelakang.   "Lari kemana!" hal ini sudah menjadi dugaan Suma Bing. maka siang2 dia sudah siaga- Bagai gerakan setan gentayangan Suma Bing berputar terus melejit kearah musuh jurus Bintang menggeser jumpalitan terus diberondong keluar secepat kilat. Dalam gebrak keras lawan keras ini, Loh Cu-gi tersurut mundur lima langkah. Tanpa memberi hati, pukulan Suma Bing merangsak dengan derasnya secara berantai. Seketika terbitlah angin lesus yang membumbung tinggi ketengah angkasa- Dibawah rangsakan Suma Bing yang keras dan hebat ini, Loh Cu-gi menjadi mati kutu dan tak mampu lagi balas menyerang. Saking bernafsu, sekaligus Suma Bmg lancarkan sepuluh jurus empatpuluh delapan pukulan Saking kewalahan akhirnya terpaksa Loh Cu-gi menggunakan cincin iblis yang direbutnya dari Suma Bing tempo hari. Seperti diketahui Cincin iblis adalah benda pusaka yang jarang digunakan milik Lam-sia, betapa kuat dan hebat perbawa sorot sinarnya yang mencorong terang, dalam jarak tiga tombak ketajaman dan keampuhan sorot sinar-nya tidak kalah oleh sembarangan senjata tajam. Mengandal kekuatan latihan Loh Cu-gi sudah tentu perbawanya lain dari yang lain. Suma Bing juga sudah kerahkan seluruh kekuatan Giok-ci- sin-kang untuk berkutat pertempuran sengit berebut antara mati dan hidup terbentang dialam pegunungan yang semak belukar, betapa hebat dan seru pertempuran ini cukup mengejutkan margasatwa dihutan sekelilingnyia. Kedua belah pihak telah kerahkan setaker tenaga masing2- tipu lawan tipu, licik lawan licik, setiap jurus tipu serangan mereka mengandung kekuatan dahsyat yang mematikan. Lima puluh jurus! Seratus jurus dan dua ratus jurus kemudian pancaran sinar cincin iblis Loh Cu-gi semakin guram- Maklumlah dalam mempergunakan cincin iblis sebagai alat senjata harus mengerahkan hawa murni sebagai landasan kekuatannya, kekuatan dan perbawa sinar cincin iblis ini tergantung dari panjang dan kerasnya tenaga murni si- pemakai. Sekejap mata lima puluh jurus telah berlalu lagi- Serangan Suma, Bing bukan lemah malah semakin gencar dan semangat Sebaliknya Loh Cu-gi semakin payah dan terdesak terus sampai kempas kempis. -ooo0dw0ooo- 61. SABDA BUDHA MENGAKHIRI CERITA INI. Dua bayangan orang muncul dari balik batu dalam mulut selat sana. Mereka bukan lain adalah simaling bintang yang menggendong Phoa Cugiok yang terluka berat. Se-konyong2 terdengar Suma Bing menggembor keras.   "Roboh!" sambil kerahkan seluruh tenaganya, dllaiicarkannya jurus Membuka langit menutup bumi. Kontan Loh Cu-gi memekik seram, tubuhnya jungkir balik tergulung oleh angin badai pukulan Suma Bing, demikian hebat pukulan ini. sampai tubuhnya melayang tiga tombak jauhnya, mulut menyemburkan darah dan "Blang"   Dengan kerasnya terbanting diatas tanah. Gembong penjahat nomor wahid dari kaum persilatan ternyata sedemikian tinggi dan dalam Lwekangnya, begitu menyentuh tanah bergegas dia 'bangkit kembali.   "Roboh!"   Lagi2 terdengar hardikan lebih keras, tangan Suma Bing bergerak miring menjojoh tepat kedada lawan.   Loh Cu-gi menyemburkan darah dan terhuyung mundur, akhirnya ia jatuh terduduk tanpa bergeming lagi Suma Bing angkat langkah maju mendekat, wajahnya diliputi kemenangan dan kekejian, desisnya sambil mengertak gigi.   "Loh Cu-gi, hukum alam tak memberi ampun bagimu."   Suara Loh Cu-gi melengking bagai teriak setan, yang setan batuk.   "Bocah keparat, kau puas sudah?"   "Tentu- nanti setelah saat ini sudah lewat."' Loh Cu-gi melolong sedih, tangannya diangkat terus mengepruk kebatok kepalanya sendiri. Sigap sekali jari2 Suma Bing rnenyelentik, dua jalur angin keras melesat keluar. Terdengar keluhan yang memualkan, tangan Loh Cu-gi yang sudah terayun itu seketika lemas semampai, dilain saat sebelah tangannya juga sudah tertutuk lemas.   "Loh Cu-gi, sedemikian gampang kau hendak mengakhiri dosa2mu ?"   "Keparat, apa yang hendak kau perbuat atas diriku?"   "Akan kubikin darahmu habis setetes demi setetes, supaya jiwamu amblas sedetik demi sedetik."   Loh Cu-gi berteriak beringas, tubuhnya mendadak meronta bangun, tapi baru setengah jalan sudah roboh lagi serta menyemburkan darah lagi Suma Bing maju selangkah mencengkram dadanya terus dijinjing tinggi2 Sebuah lolong yang mengerikan, memecah kesunyian alam.   pegunungan, lengan kanan Loh Cu-gi yang mengenakan Cincin Iblis telah dibetot putus dari badannya seperti membetot pupu ayam saja.   Inilah pertunjuk an yang paling seram kejam dan mengerikan.   Dari jari yang sudah putus lengannya itu Suma Bing menanggalkan Cincin iblis miliknya, lalu dia menutuk pundak Loh Cu-i mencegah mengalirnya darah yang sangat deras Nadanya seram menakutkan.   "Loh Cu-gi kau menghina dan mencelakai guru serta, mendurhakai leluhur, lenganmu ini terhitung sekedar sebagai penebus dosa kepada perguruan"   Tubuh Loh Cu-gi berkelejotan, wajahnya pucat pasi tanpa darah. Teriakan yang menggetarkan sanubari dan menyedot semangat terdengar lagi, lengan kiri. Loh Cu-gi telah dipuntir putus pula dan pundaknya.   "Dengar, kau mencelakai Suci Sim Giok-sia, membunuh Tiang-un Suseng Pho Jiang menyebar kejahatan dan, menyebar maut dikalangan Kangouw, dimana2 menimbulkan gelombang pertengkaran dan keributan, kematianmu ini masih belum Cukup untuk menebus segala dosa2mu itu, biarlah lenganmu ini sebagai barang tangggungan"   Kalau dadanya tidak dicengkeram oleh Suma Bing, pasti Loh Cu-gi tidak kuat lagi berdiri sekian lama Sekarang Suma Bing merogoh saku dalam baju orang darimana dikeluarkan sebilah senjata tajam yang berkilau memancarkan sinar dingin, jengeknya.   "Sungguh tak diduga kaupun tidak melupakan membawa cundrik Penembus Dada ini "   Sambil berkata pelan2 tangannya telah diangkat dan serunya dengan nada dingin.   "Loh Cu-gi, hutang darah di puncak kepala harimau dulu, sekarang.." "Nanti dulu anak Bing!"   Mendengar seruan ini tubuh Suma Bing gemetar, tanpa merasa dia lepaskan pegangannya.   Tubuh Loh Cu-gi limbung dan terhuyung mundur terus roboh tercelentang.   Seorang perempuan setengah umur yang cantik dengan Wajahnya yang membesi beku entah kapan tahu2 sudah ada dibelakang Suma Bing Begitu membalik tubuh Suma Bing segera berlutut dan menjerit dengan, sedih .   "Bu"   Tak tertahan lagi airmata mengalir deras.   "Nak bangunlah ayahmu pasti tahu di alam baka selanjutnya dia bisa tentram dan meram istirahat disana"   Setelah berkata cundrlk penebus dada ditangan Suma Bing dimintanya lalu beranjak kedepan Loh Cu-gi, bentaknya geram.   "Orang she Loh apa kau masih ingat akan cundrik ini, seharusnya kau sudah harus ingat akan hari yang pasti akan datang ini "   Tergetar tubuh Loh Cu-gi, matanya dimeramkan Pelan2 San-hon-li Ong fan-lan menggerakkan cundriknya.   cundrik penembus dada dengan telak menusuk ke dada Loh Cu-gi.   Pedang Darah Bunga Iblis Karya GKH di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo      Tak terdengar jeritan sakit, hanya dengusan putus napas yang terdengar seperti keluar dari dalam bumi- Kala jiwa dari seorang gembong sudah padam, ambisi dan ketamakan yang hendak menguasai seluruh dunia persilatan juga ikut lenyap, perkumpulan Bwe-hwa-hwe yang menggetarkan Bulim juga terhapus dari catatan sejarah dunia persilatan.   Simaling bintang dan phoa ciu-giok terkesima tanpa berbicara menonton adegan yang seram dan mengerikan ini.   Tanpa mencabut kembali cundriknya dia memutar tubuh seluruh tubuh berkeringat dan menggigil.   Wajahnya tenang dan wajar seperti murid sang Budha yang saleh.   "Bu"   Panggil Suma Bing senggugukkan "Nak."   Ujar San-hon-li Ong Fang-lan sambil menepuk pudaknya, suaranya tenang .   "Baiklah jaga dirimu, Ibu mendoakan kebahagianmu."   Tergetar perasaan Suma Bing. Katanya.   "Bu' sejak saat ini anak akan selalu mendampingi kau."   "Tidak nak, kau mempunyai jalan hidupmu sendiri kuharap kau berani menyelusuri jalan itu, sampai ujung pangkalnya. Ibu mengucap selamat bertemu kembali...."   Suma Bing menggerung nangis seperti anak kecil, ujarnya sedih.   "Bu, kau........"   Ong Fan-lan tersenyum pahit, menyela perkataan Suma Bing.   "Nak, kau sudah besar dan dewasa, sudah tentu kau harus memahami maksud ibumu. Ibumu adalah seorang Yang sudah berdosa, dosa ini akan kubawa masuk keliang kubur. Sebelum nyawaku ini sampai titik penghabisan, aku ingin dengan tenang merenungi dan menebus dosa ini- Nak, selamat bertemu, jangan terlalu banyak kata, ibu maklum isi hatimu .........."   Habis berkata dengan ringan seakan mengembang laksana awan tubuhnya melayang pergi........   "Bu!"   Pekik Suma Bing dengan sedihnya.   Ingin dia mengejar dan baru saja badannya bergerak, sebuah bayangan tahu2 sudah menghadang dihadapannya.   Dia bukan lain adalah simaling bintang Si Ban-cwan yang sejak tadi menonton diam di pinggir.   Dia memanggil diluar kebiasaan, katanya serius.   "Suma Bing, kau tidak boleh......" "Cianpwe, apanya yang tidak boleh?"   Senggak Suma Byng sambil sesenggukan.   "Ya, ikutlah ibumu pergi, kalau kau tidak ingin lagi bertemu dengan ibumu kelak."   "Ini, kenapa?"   "Pasti kau belum lupa bahwa ibumu dulu pernah ternoda oleh Loh Cu-gi, hal itu merupakan noda hitam yang tak dapat dihapus dalam sanubarinya dan takkan terlupakan selama hidupnya. Jangan kau memaksa dia. kalau tidak kau dapat membayangkan akibatnya."   Baru sekarang Suma Bing tersedar dan bercekat hatinya, katanya.   "Terima kasih akan petunjuk Cianpwe ini."   "Kuucapkan selamat akan usahamu yang berhasil menuntut balas ini"   "Bantuan Cianpwe yang besar dan berharga itu selamanya Wanpwe takkan melupakan."   "Urusan kecil simaling bintang bekerja hanya untuk menentramkan hati kecilnya. tak perlu banyak dipersoalkan Setelah segala urusan selesai apakah kau hendak kembali ke Perkampungan bumi?"   "Wanpwe masih ada satu urusan yang belum, selesai.'"   "Urusan apa?"   "Masih ada seorang musuh besar yang ikut pengeroyokan dalam peristiwa dipuncak kepala harimau itu belum kucabut nyawanya"   "Siapa?"   "Thi-koan-im Lim Siang-hiang !"   "Dia juga ikut?"   Seru simaling bintang terkejut mendelik.   "Apa kau tahu dimana sekarang Thi-koan-im berada?" "Apa Cianpwe tahu jejaknya?"   "Secara kebetulan saja Lohu ketahui, siluman yang jaya dan malang melintang dulu, kini sudah menjadi pemeluk agama yang saleh"   "Apa. jadi dia sudah mencukur gundul menjadi pendeta?"   "Tidak salah!'"   "Dapatkah Cianrwe memberi petunjuk, dia berada...."   "Dia berada di Pek-jio-gay Yok-cu-am. Jauhnya kira2 tiga hari perjalanan."   "Terima kasih akan petunjuk ini"   "Cihu!"   Panggilan yang serak dan lemah berat ini membuat Suma Bing tersentak kaget, hampir saja dia lupa bahwa dihadapannya masih ada Phoa Cu-giok, pemuda yang sudah insaf akan kejahatan2 yang telah diperbuatnya dulu.   Jikalau Phoa Cu-giok tidak menyamar dan menyelundup kedalam Bwe-hwa-hwe, pasti tidak sedemikian gampang dan lancar dia dapat menunaikan tugasnya dalsm menuntut balas ini.   Maka segera dia maju bertanya .   "Cu-giok. bagaimana lukamu?"   Phoa Cu-giok tertawa getir, ujarnya.   "Lwekangku sudah punah seluruhnya"   "Apa, jadi Loh Cu-gi telah melenyapkan seluruh kepandaianmu ?"   "Ya, waktu dia. melemparkan tubuhku, sebelumnya telah menutuk jalan darahku"   Saking gegetun Suma Bing menggigit gigi sampai berkereyotan. katanya sungguh2.   "Cu-giok, penderitaanmu ini oleh karena aku, selain aku merasa menyesal aku bersumpah akan membantumu sekuat tenaga untuk memulihkan Lwekangmu lagi." "Cihu, tidak perlu lagi......"   "Kenapa?"   "Orang macamku ini, seharusnya siang2 sudah mati!'' "Cu-giok, orang lang sudah insaf masih dapat diampuni, dialami baka pasti cici mersa terhibur dan meram.    Keris Pusaka Nagapasung Karya Kho Ping Hoo Badik Buntung Karya Gkh Bajak Laut Kertapati Karya Kho Ping Hoo

Cari Blog Ini